studi tentang prasangka sosial terhadap...

120
STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP NONMUSLIM DIKAJI DARI FUNDAMENTALISME, IDENTITAS SOSIAL, DAN RELIGIUSITAS PADA MAHASISWA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S. Psi) Oleh : Trisiawani Agustin NIM : 1112070000137 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439 H /2017 M

Upload: dotu

Post on 09-Apr-2019

233 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP

NONMUSLIM DIKAJI DARI FUNDAMENTALISME,

IDENTITAS SOSIAL, DAN RELIGIUSITAS

PADA MAHASISWA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Psikologi (S. Psi)

Oleh :

Trisiawani Agustin

NIM : 1112070000137

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1439 H /2017 M

Page 2: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46
Page 3: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46
Page 4: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46
Page 5: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

v

ABSTRAK

(A) Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

(B) September 2017

(C) Trisiawani Agustin

(D) Studi tentang Prasangka Sosial terhadap Nonmuslim Dikaji dari

Fundamentalisme, Identitas Sosial, dan Religiusitas pada Mahasiswa UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta

(E) xii + 90 halaman + lampiran

(F) Prasangka merupakan salah satu hal paling destruktif dalam kehidupan

manusia. Aksi kekerasan, permusuhan, dan ketidakadilan yang pernah atau

bahkan yang sedang terjadi di masyarakat antara lain muncul dari prasangka.

Dalam hal ini, agama sebagai pegangan hidup dikatakan selain mampu

menghilangkan prasangka, juga mampu memunculkan prasangka (Allport

dalam Altemeyer & Hunsberger, 1992). Maka dengan mengambil sampel

mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, penelitian ini mencoba mengkaji

lebih lanjut pengaruh aspek keagamaan seperti fundamentalisme dan

religiusitas (kepercayaan, keterikatan, perilaku, dan kepemilikan), ditambah

aspek identitas sosial (kategorisasi, sikap positif, dan rasa kepemilikan) pada

timbulnya prasangka sosial terhadap Nonmuslim.

Sampel penelitian berjumlah 244 orang (laki-laki = 75, perempuan = 169)

yang diambil dengan metode accidental sampling. Analisis data penelitian

menggunakan metode regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan adanya

pengaruh yang signifikan fundamentalisme, sikap positif, dan perilaku

keberagamaan pada timbulnya prasangka sosial terhadap Nonmuslim (R-

square = 0,154, sig = 0,000). Kepada mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta sebagai agen perubahan yang ditempa di kampus berlandaskan ke-

Islam-an dan ke-Indonesia-an diharapkan mampu menjadi subjek yang

menciptakan toleransi di lingkungan masyarakat yang beragam. Hal ini

mengingat toleransi dan prasangka berada dalam satu kontinum yang saling

berlawanan. Ketiadaan yang satu akan menyuburkan yang lainnya.

(G) Bahan bacaan : 76; buku: 21 + jurnal: 46 + tesis: 1 + skripsi: 2 + artikel: 5 +

internet: 1

Kata kunci : prasangka, fundamentalisme, identitas sosial, religiusitas

Page 6: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

vi

ABSTRACT

(A) Faculty of Psychology, Islamic State University of Syarif Hidayatullah

Jakarta.

(B) September, 2017

(C) Trisiawani Agustin

(D) Study of Social Prejudice toward Nonmuslim in Student of Islamic State

University of Syarif Hidayatullah Jakarta Studied from Fundamentalism,

Social Identity, and Religiosity.

(E) xii + 90 pages + attachments

(F) Prejudice is one of the most destructive things in human life. Violence,

hostility, and injustice that have been or have been happening in society have,

among others things, arisen from prejudice. In this case, religion as the way

of life not only said be able to eliminate prejudice, but also able to bring

prejudice (Allport in Altemeyer & Hunsberger, 1992). So, by taking students

of UIN Syarif Hidayatullah Jakarta as sample, this research tries to further

examine the influence of religious aspects such as fundamentalism and

religiosity (believing, bonding, behaving, and belonging), plus aspects of

social identity (categorization, positive attitude, and sense of belonging) to

the emergence of social prejudice against Nonmuslims.

The sample of the study was 244 people (male = 75, female = 169) taken by

accidental sampling method. Analysis of research data using multiple

regression method. The result of the research shows that there are significant

influence of fundamentalism, positive attitude, and behaving on the

emergence of social prejudice against Nonmuslims (R-square = 0,154, sig =

0,000). To the students of UIN Syarif Hidayatullah Jakarta as agent of change

that forged on campus based on Islamic and Indonesian values expected to be

a subject that creates tolerance in diverse community environment. This is

because tolerance and prejudice are in one continuous continuum. The

absence of one will nourish the others.

(G) Reading materials: 76; books: 21 + journals: 46 + thesis (master): 1 + thesis

(bachelor): 2 + articles: 5 + internet: 1

Keywords: prejudice, fundamentalism, social identity, religiosity

Page 7: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT

karena atas segala rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi

dengan judul “Studi tentang Prasangka Sosial terhadap Nonmuslim dikaji dari

Fundamentalisme, Identitas Sosial, dan Religiusitas pada Mahasiswa UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta”. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada suri

tauladan terbaik sepanjang masa, Rasululllah Muhammad SAW beserta keluarga,

sahabat, serta pengikutnya hingga yaumil akhir. Terwujudnya skripsi ini tidak

lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati

penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag., M.Si., selaku Dekan Fakultas Pikologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajaran yang

telah memberi penulis kesempatan untuk menimba ilmu.

2. Ima Sri Rahmani, M.A., Psi., selaku dosen pembimbing seminar proposal dan

skripsi. Terima kasih atas arahan dan bimbingan ibu Ima sehingga penulis

dapat menyusun proposal skripsi hingga selesai menjadi skripsi.

3. Ilmi Amalia, M.Psi., Psi., selaku dosen Pembimbing Akademik. Terima

kasih atas segala perhatian dan motivasi yang diberikan ibu Ilmi selama

penulis menjalani perkuliahan.

4. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang

telah banyak memberikan ilmu dan pembelajaran kepada penulis.

5. Seluruh karyawan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

telah banyak membantu penulis dalam menjalani perkuliahan.

6. Kedua orang tua penulis, Bapak Mugito dan Ibu Sutiyati yang telah

memberikan semangat dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan karya

ini.

7. Mba Tera, mba Efi, Igam, dan Nisa; kaka dan adik yang selalu memberikan

kecerian dan semangat pada penulis.

8. Delius Trokalev: Desita, Lilih, Uswah, Oka, Alia, dan Eva. GGS: Lilih, Nusa,

dan Hana. Sahabat-sahabat yang memberikan kenangan tak terlupakan.

9. Teman-teman angkatan 2012 Fakultas Psikologi, khususnya kelas D.

Terimakasih atas semangat yang diberikan, mari kita lanjutkan perjuangan.

10. Keluarga Besar Forkat Asy-Syams, LDK 19, KomDa Psikologi, KAMMI

MedSos, dan KAMMDA Tangsel, yang memberi ruh pergerakan.

11. Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah berpartisipasi sebagai

responden dalam penelitian ini.

Semoga seluruh bantuan yang telah diberi dibalas dengan balasan terbaik

oleh Allah SWT. Penulis memohon maaf atas segala kurang dan khilaf dalam

penelitian ini. Semoga pembaca dapat mengambil manfaat sekecil apapun dari

tulisan sederhana ini. Aamiin.

Ciputat, September 2017

Penulis

Page 8: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

viii

DAFTAR ISI

JUDUL ............................................................................................................ i

LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................... iii

LEMBAR PERNYATAAN .......................................................................... iv

ABSTRAK .......................................................................................................v

ABSTRACT ................................................................................................... vi

KATA PENGANTAR .................................................................................. vii

DAFTAR ISI ................................................................................................ viii

DAFTAR TABEL ...........................................................................................x

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xi

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ..................................................................1

1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah

1.2.1 Pembatasan masalah ...............................................................10

1.2.2 Perumusan masalah ................................................................12

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan penelitian ....................................................................12

1.3.2 Manfaat penelitian ..................................................................13

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Prasangka Sosial

2.1.1 Definisi prasangka sosial .....................................................14

2.1.2 Dimensi Prasangka Sosial ..................................................16

2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi prasangka sosial ..........17

2.1.4 Pengukuran prasangka sosial ............................................ 21

2.2 Fundamentalisme

2.2.1 Definisi fundamentalisme .................................................. 25

2.2.2 Indikator fundamentalisme ................................................. 29

2.2.3 Pengukuran fundamentalisme ............................................ 30

2.3 Identitas Sosial

2.3.1 Definisi identitas sosial .......................................................31

2.3.2 Dimensi identitas sosial ......................................................32

2.3.3 Pengukuran identitas sosial ................................................ 33

2.4 Religiusitas

2.4.1 Definisi religiusitas .............................................................34

2.4.2 Dimensi religiusitas ............................................................36

2.4.3 Pengukuran religiusitas ...................................................... 39

2.5 Kerangka Berpikir .........................................................................40

2.6 Hipotesis Penelitian .......................................................................45

Page 9: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

ix

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel .....................47

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel ................47

3.3 Instrumen Penelitian

3.3.1 Instrumen pengumpulan data ............................................. 49

3.3.2 Alat ukur penelitian ............................................................49

3.4 Uji Validitas Konstruk

3.4.1 Uji validitas konstruk prasangka sosial ...............................54

3.4.2 Uji validitas konstruk fundamentalisme ..............................54

3.4.3 Uji validitas konstruk identitas sosial .................................55

3.4.4 Uji validitas konstruk religiusitas ........................................57

3.5 Teknik Analisis Data .....................................................................60

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Subjek Penelitian .........................................................63

4.2 Hasil Analisis Deskriptif ...............................................................64

4.3 Kategorisasi Skor

4.3.1 Kategorisasi prasangka sosial..............................................65

4.3.2 Kategorisasi fundamentalisme ............................................65

4.3.3 Kategorisasi identitas sosial ................................................66

4.3.4 Kategorisasi religiusitas ......................................................66

4.4 Uji Hipotesis ..................................................................................67

4.4 Analisis Proporsi Varians pada Masing-masing

Independent Variable ....................................................................71

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ....................................................................................74

5.2 Diskusi ...........................................................................................74

5.3 Saran

5.3.1 Saran teoritis ........................................................................83

5.3.2 Saran praktis ........................................................................83

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 85-90

LAMPIRAN ........................................................................................... 91-108

Page 10: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

x

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Nilai Skor Jawaban Model Likert .............................................................. 49

Tabel 3.2 Blueprint Skala Prasangka Sosial .............................................................. 50

Tabel 3.3 Blueprint Skala Fundamentalisme ............................................................. 51

Tabel 3.4 Blueprint Skala Identitas Sosial ................................................................. 51

Tabel 3.5 Blueprint Skala Religiusitas ....................................................................... 52

Tabel 3.6 Uji Validitas Konstruk Prasangka Sosial ................................................... 54

Tabel 3.7 Uji Validitas Konstruk Fundamentalisme .................................................. 55

Tabel 3.8 – 3.10 Uji Validitas Konstruk Identitas Sosial ........................................... 55

Tabel 3.11 – 3.14 Uji Validitas Konstruk Religiusitas .............................................. 57

Tabel 4.1 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Data Demografis .................... 63

Tabel 4.2 Hasil Analisis Deskriptif ............................................................................ 64

Tabel 4.3 Rumus Kategorisasi ................................................................................... 65

Tabel 4.4 Kategorisasi Prasangka Sosial ................................................................... 65

Tabel 4.5 Kategorisasi Fundamentalisme .................................................................. 65

Tabel 4.6 Kategorisasi Identitas Sosial ...................................................................... 66

Tabel 4.7 Kategorisasi Religiusitas ............................................................................ 66

Tabel 4.8 Model Summary ......................................................................................... 67

Tabel 4.9 ANOVA ..................................................................................................... 68

Tabel 4.10 Koefisien .................................................................................................. 69

Tabel 4.11 Proporsi Varians Sumbangan Masing-masing Independent Variable ..... 72

Page 11: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir .......................................................................44

Page 12: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Skala ....................................................................................................... 91

Lampiran Syntax Uji Validitas Data ...................................................................... 97

Lampiran Path Diagram ...................................................................................... 101

Lampiran Hasil Uji Hipotesis .............................................................................. 106

Page 13: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah bangsa yang majemuk dengan beragam suku dan agama. Moeis

(dalam Tukiran, 2014) menyatakan bahwa dengan jumlah pulau 17.670, Indonesia

memiliki 300 suku bangsa dan 665 bahasa daerah. Di samping itu, dalam pasal 1

Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 1/PNPS Tahun 1965 tentang

Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama, Indonesia mengakui

enam agama, yaitu Islam, Kristen Protestan, Kristen Katholik, Budha, Hindu, dan

Kong Hu Chu. Terkait dengan hal ini, Anderson (dalam Kusumawardani &

Faturochman, 2004) mengatakan bahwa kebesaran jiwa bangsa Indonesia sebagai

sebuah bangsa yang majemuk sangat penting bagi kelanjutan bangsa ini.

Tidak dapat dipungkiri bahwa dengan kemajemukan tersebut, Indonesia

menjadi negara yang rentan terhadap munculnya prasangka, diskriminasi, dan

konflik antarkelompok. Serangkaian konflik antarkelompok yang pernah terjadi di

Indonesia tidak terlepas dari dimensi suku dan agama, meski terdapat faktor lain

seperti kesenjangan struktural dan ketidakadilan sistem (Rahman, 2002) Sedikit

mundur ke belakang, pada Mei 1998 terjadi kerusuhan yang menelan ribuan

korban jiwa dari etnis Tionghoa. Dibandingkan dengan sekian etnis yang ada di

Indonesia, etnis Tionghoa paling sering menjadi sasaran amuk massa warga

pribumi. Namun tidak berarti konflik terbatas kepada etnis Tionghoa, etnis lain

Page 14: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

2

seperti Madura dan Dayak juga pernah mengalami konflik antarkelompok

(Juditha, 2015).

Misalnya antara tahun 1999 sampai 2004 di Kalimantan, Ambon, dan

Poso. Di Kalimatan, konflik terjadi antara suku Madura dan suku Dayak.

Sedangkan di Ambon dan Poso, konflik terjadi antara kelompok Muslim dengan

kelompok Kristen (Putra & Pitaloka, 2012) Kemudian tidak hanya antara

kelompok Muslim dan Kristen, pada Februari 2016 terjadi pengusiran jemaah

Ahmadiyah di Bangka. Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Said Aqil

Siroj, tidak setuju dengan upaya pengusiran yang dilakukan Pemerintah

Kabupaten Bangka ini dan beranggapan bahwa bukan pengusiran yang mesti

dilakukan, melainkan ajakan agar pengikut Ahmadiyah kembali ke jalan yang

benar (Teresia, 2016).

Pada tahun 2017, Basuki Tjahaja Purnama (BTP) atau yang kerap disapa

Ahok divonis dua tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta

Utara dalam sidang putusan pada 9 Mei 2017 karena terbukti melakukan

penodaan agama Islam terkait pidatonya di Kepulauan Seribu yang menyinggung

surat Al-Maidah ayat 51 (Sari, 2017). Terkait dengan hal ini, perwakilan Aliansi

Masyarakat Sipil untuk Konstitusi (AMSIK), Sulistyowati Irianto, mengatakan

kasus BTP telah dipolitisasi dengan pandangan dan prasangka kebencian terhadap

kelompok etnis atau agama tertentu (Sohuturon, 2016). Senada, Ketua Umum

Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) M. Ramdan Effendi yang akrab disapa

Anton Medan, juga berpendapat bahwa ada dua hal yang melatarbelakangi hingga

Page 15: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

3

kasus tersebut meledak begitu besar, yaitu prasangka buruk dan kebencian

(Darmansyah, 2016).

Keberagaman merupakan hal yang tak dapat dihindari, bahkan ia adalah

rahmat Tuhan agar hamba-Nya dapat saling mengenal. Ketika terjadi sesuatu yang

buruk karenanya, yang perlu dibenahi bukan keberagaman itu sendiri, melainkan

sikap yang muncul karena keberagaman. Maka penelitian ini mencoba mendalami

prasangka sebagai salah satu sikap (yang biasanya negatif) yang muncul karena

adanya keberagaman. Prasangka merupakan salah satu kajian yang banyak diteliti

dalam psikologi sosial, terutama setelah perang dunia pertama dan kedua. Ini

dikarenakan konflik sosial, perang, dan penindasan yang terjadi di dunia ini antara

lain ditimbulkan oleh prasangka (Putra & Wongkaren, 2010).

Sebagai salah satu komponen masyarakat yang dipersiapkan untuk ikut

serta dalam pembangunan negeri, mahasiswa menjadi titik yang menarik untuk

diteliti. Dengan membawa misi sebagai agen perubahan, mahasiswa perlu

memiliki pemahaman yang luas dan mendalam tentang agamanya bersamaan

dengan memiliki sikap toleransi terhadap pemeluk agama yang berbeda. Dalam

peran serta membangun Indonesia nantinya, mahasiswa akan berinteraksi dengan

masyarakat yang beragam latar belakang. Toleransi menjadi penting karena

merupakan ujung lain yang berseberangan dari kontinum prasangka terhadap

kelompok lain. Ketika toleransi dihidupkan, maka tidak akan tumbuh prasangka.

Sebaliknya, bila toleransi tidak dihidupkan, maka akan tumbuh prasangka

(Muttaqin, dalam Nashori & Nurjannah, 2015).

Page 16: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

4

Putra dan Wongkaren (2010) merangkum berbagai sebab prasangka,

antara lain dari penelitian Allport pada tahun 1954 disebabkan karena agama dan

dari penelitian Tajfel & Turner pada tahun 1979 disebabkan karena identitas.

Penelitian ini mencoba mengkaji ulang peran faktor agama (fundamentalisme dan

religiusitas) dan identitas (identitas sosial) terhadap prasangka sosial pada

Nonmuslim. Dalam Islam sendiri, Allah SWT memerintahkan hamba-Nya untuk

menghindari prasangka. Hal ini diterangkan dalam firman-Nya pada QS. Al-

Hujurat ayat 12, yang artinya,“Hai orang-orang beriman, jauhilah dari

prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah

kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu

menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu

memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik

kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima

taubat lagi Maha Penyayang.”

Nabi Muhammad SAW turut menegaskan dengan bersabda, “Hindarilah

prasangka buruk, karena itu adalah sebohong-bohong ucapan. Jangan pula

mencari kesalahan. Jangan saling iri. Jangan saling membenci. Jangan

membelakangi. Jadilah hamba Allah yang bersaudara (HR Bukhori dan Muslim)”

(Nawawi, 2012).

Secara teoritis, hubungan antara agama dengan prasangka berawal dari

observasi Allport (dalam Altemeyer & Hunsberger, 1992) bahwa peran agama

bersifat paradoksial sehingga dapat memunculkan prasangka maupun

menghilangkan prasangka. Dalam konteks masyarakat Barat yang mayoritas

Page 17: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

5

Nonmuslim, Wulff (dalam Altemeyer & Hunsberger 1992) menjelaskan bahwa

dengan menggunakan berbagai pengukuran afiliasi kesalehan dengan keagamaan,

kehadiran di gereja, ortodoksi doktrinal, penilaian akan pentingnya agama, dan

lain-lain, para peneliti secara konsisten menemukan adanya korelasi positif

kesemua hal tersebut dengan etnosentrisme, otoritarianisme, dogmatisme, jarak

sosial, kekakuan, intoleransi pada ambiguitas, dan bentuk prasangka yang

spesifik, terutama terhadap orang Yahudi dan orang kulit hitam.

Terkait dengan variabel fundamentalisme, Altemeyer dan Hunsberger

(1992) menemukan bahwa individu fundamentalis cenderung lebih berprasangka.

Brandt dan Reyna (2010) menjelaskan alasan fundamentalime dapat berkaitan

dengan prasangka sebagian disebabkan karena ideologi fundamentalis

memberikan rasa kepastian (sense of certainty) dan ketertutupan (closure).

Outgroup yang menantang kepastian epistemik (epistemic certainty) yang

dihasilkan dari fundamentalisme, akan ditolak dalam upaya melindungi kepastian

ini.

Menurut Brandt dan Reyna (2010) dengan menolak outgroup, kaum

fundamentalis dapat mengabaikan dan menolak pertanyaan dan serangan terhadap

pandangan hidup mereka juga merendahkan kesahihan pandangan hidup yang

berlawanan. Alasan ini konsisten dengan penelitian yang menunjukkan bahwa

prasangka dan diskriminasi yang diarahkan pada anggota kelompok yang

melanggar norma dan tradisi dapat digunakan untuk mendukung pandangan hidup

seorang individu (Brandt & Reyna, 2010). Dengan cara yang sama, rasa kepastian

yang diberikan oleh pandangan hidup para fundamentalis dapat dilindungi melalui

Page 18: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

6

prasangka. Altemeyer dan Hunsberger (1992) juga menjelaskan bahwa

fundamentalisme agama berfokus pada pikiran tertutup (closed-mindedness),

dimana individu merasakan kepastian bahwa keyakinan agamanya benar, dan

bahwa individu memiliki jalan menuju kebenaran mutlak.

Dalam konteks masyarakat Indonesia yang mayoritas Islam, Putra dan

Wongkaren (2010) mengkonstruksi Skala Fundamentalisme Islam (ISFS/Islamic

Fundamentalism Scale) dan menguji pengaruhnya terhadap prasangka terhadap

pemeluk Kristen. Ditemukan juga bahwa ada hubungan yang positif antara

fundamentalisme Islam dengan prasangka terhadap pemeluk Kristen. Meski

demikian besar sumbangan pengaruh fundamentalisme terhadap prasangka hanya

sebesar 6,4%.

Di sisi lain, Kusumowardhani, Fathurrohman, dan Ahmad (2013) juga

meneliti prediktor prasangka terhadap pemeluk agama yang berbeda dengan

menggunakan variabel fundamentalisme. Hasil menunjukkan bahwa tidak dapat

dibuktikan hubungan antara fundamentalisme dengan prasangka terhadap

pemeluk agama yang berbeda. Hal ini berarti tidak selamanya variabel

fundamentalisme mampu menjelaskan prasangka. Ini sejalan dengan penelitian

Wylie dan Forest (1992) pada 75 warga Manitoba yang menunjukkan bahwa

fundamentalisme tidak terbukti signifikan dalam memprediksi homofobia,

prasangka rasial dan etnis, dan sikap menghukum (punitiveness). Dari penelitian

yang dipaparkan, penulis ingin meneliti lebih lanjut peran variabel

fundamentalisme pada prasangka sosial terhadap Nonmuslim dalam konteks

mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 19: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

7

Variabel selanjutnya adalah identitas sosial. Penelitian terdahulu mengenai

pengaruh identitas sosial terhadap prasangka salah satunya muncul dari penelitian

Sarifah (2016). Sarifah (2016) meneliti apakah terdapat hubungan positif antara

identitas sosial dengan prasangka pada prajurit TNI AD di Pusdikbekang. Hasil

penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan positif antara identitas sosial dan

prasangka. Semakin tinggi tingkat identitas sosial maka kecenderungan prasangka

prajurit TNI AD Pusdikbekang terhadap anggota Kepolisian semakin tinggi.

Identitas sosial yang tinggi terhadap masing-masing kesatuan membuat

kecenderungan untuk memandang negatif kelompok lain semakin besar.

Hasil yang sama ditemukan pada penelitian Anggraini (2014) yang

bertujuan menguji hubungan antara identitas sosial sebagai etnis Jawa dengan

prasangka terhadap etnis Cina pada mahasiswa Fakultas Ilmu Komputer

Universitas Dian Nuswantoro Semarang. Hasil penelitian menunjukan bahwa ada

hubungan positif antara identitas sosial dengan prasangka terhadap etnis Cina

dengan sumbangan sebesar 28,7%. Ini berarti semakin tinggi identitas sosial maka

semakin tinggi atau negatif prasangka terhadap etnis Cina, demikian pula

sebaliknya.

Namun demikian, hasil kedua penelitian tersebut tidak sejalan dengan

penelitian (Syarifin, 2015) yang berusaha melihat hubungan antara identitas sosial

dengan prasangka masyarakat perumahan Genuk Indah terhadap kelompok LDII

(Lembaga Dakwah Islam Indonesia). Hasil penelitian pada 100 masyarakat

perumahan Genuk Indah menunjukan adanya hubungan negatif yang signifikan

antara identitas sosial dengan prasangka masyarakat perumahan Genuk Indah

Page 20: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

8

terhadap kelompok LDII. Artinya, semakin tinggi identitas sosial pada masyarakat

perumahan Genuk Indah, semakin rendah prasangka terhadap LDII.

Pun halnya dalam penelitian Kusumowardhani et al (2013) selain variabel

fundamentalisme, digunakan juga variabel identitas sosial untuk dilihat

pengaruhnya terhadap prasangka terhadap agama yang berbeda pada mahasiswa

UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Hasil penelitian terhadap 330 mahasiswa UIN

Sunan Kalijaga Yogyakarta menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara

identitas sosial dengan prasangka terhadap pemeluk agama yang berbeda. Ini

senada dengan penelitian Lewenussa dan Mashoedi (dalam Kusumowardhani,

2013) yang berusaha melihat hubungan antara identitas sosial dan prasangka

remaja yang pada masa kanak-kanaknya mengalami konflik di Ambon. Identitas

sosial dalam penelitian ini merujuk pada identitas sosial remaja sebagai bagian

dari kelompok agama yang mereka anut, dan prasangka merujuk pada prasangka

mereka terhadap kelompok atau individu yang berbeda agama dengan mereka

(dalam hal ini agama Islam dan Kristen). Hasil penelitian menunjukkan bahwa

tidak terdapat hubungan yang signifikan pada identitas sosial dan prasangka

remaja yang mengalami konflik di Ambon. Hasil penelitian yang berbeda tersebut

mendorong penulis untuk meneliti lebih lanjut peran faktor identitas sosial pada

prasangka sosial terhadap Nonmuslim dalam konteks mahasiswa UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Variabel terakhir yang ingin dilihat pengaruhnya terhadap prasangka sosial

adalah religiusitas. Berbeda dengan fundamentalisme yang berfokus pada

militansi religius, religiusitas berfokus pada sistem keyakinan. Penelitian

Page 21: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

9

mengenai pengaruh religiusitas terhadap prasangka salah satunya hadir dalam

penelitian Bachri, Lutfi, dan Saloom (2013) yang menemukan bahwa terdapat

pengaruh signifikan antara religiusitas terhadap prasangka sosial masyarakat

terhadap Jama’ah Tabligh. Selain itu, Batson, Schoenrade, dan Ventis (dalam

Raiya, Pargament, Mahoney, & Trevino, 2008) juga menemukan bahwa tingkat

religiusitas yang lebih tinggi terkait dengan prasangka yang lebih tinggi dalam 37

dari 47 penelitian, dimana hanya dua penelitian yang menunjukkan adanya

hubungan yang terbalik.

Penelitian Zick, Küpper, dan Hövermann (2011) di Perancis, Jerman,

Inggris Raya, Hungaria, Italia, Belanda, Polandia, dan Portugal menemukan

bahwa responden yang religius cenderung lebih mengekspresikan prasangka

dibandingkan dengan responden non-religius, bahkan setelah mengkontrol usia,

jenis kelamin, pendidikan dan konsep nilai yang disurvei lainnya. Efek mencolok

ini ditemukan di semua negara yang diuji, kecuali Hungaria.

Penelitian juga menunjukkan bahwa identifikasi dan partisipasi religius

dapat dikaitkan dengan meningkatnya prasangka terhadap berbagai outgroup

(Altemeyer, 2003). Misalnya, sebuah meta analisis yang meneliti hasil dari 55

penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat menemukan hubungan yang

signifikan antara tingkat identifikasi dan partisipasi religius dengan tingkat

prasangka rasial yang terbuka (overt) dan tersembunyi (covert) (Hall, Matz, &

Wood, 2010).

Di sisi lain, studi yang berfokus pada agama-agama Asia Timur dan

prasangka menunjukkan pola perilaku antar kelompok yang berbeda, dimana

Page 22: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

10

religiusitas dikaitkan dengan toleransi antar kelompok yang lebih besar (Clobert,

Saroglou, Hwang, & Soong, 2014). Religiusitas Asia Timur di antara individu di

Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan ditemukan memprediksi penurunan tingkat

prasangka terhadap berbagai kelompok, dibandingkan dengan individu non-

religius, termasuk prasangka etnis yang berkurang (misalnya terhadap orang

Afrika), mengurangi antigay dan prasangka anti-Zionis, dan mengurangi

prasangka terhadap anggota agama lain (misalnya, prasangka antaragama terhadap

umat Islam; Clobert, Saroglou, Hwang, & Soong, 2014). Penemuan yang berbeda

tersebut mendorong penulis untuk meneliti lebih lanjut peran faktor religiusitas

pada prasangka sosial terhadap Nonmuslim dalam konteks mahasiswa UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Dari latar belakang yang sudah dipaparkan, judul dari penelitian ini adalah

”Studi tentang Prasangka Sosial terhadap Nonmuslim Dikaji dari

Fundamentalisme, Identitas Sosial, dan Religiusitas pada Mahasiswa”.

1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah

1.2.1 Pembatasan masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, penulis membatasi penelitian

ini pada pengaruh antara Independent Variable berupa fundamentalisme, identitas

sosial, dan religiusitas terhadap Dependent Variable berupa prasangka sosial

terhadap Nonmuslim. Adapun pengertian mengenai masing-masing variabel

adalah sebagai berikut:

1. Prasangka sosial adalah sebuah sikap (biasanya negatif) terhadap anggota

kelompok tertentu, semata berdasarkan keanggotaan mereka dalam kelompok

Page 23: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

11

tersebut (Baron dan Byrne, 2004). Dalam penelitian ini, prasangka sosial

yang dimaksud adalah prasangka sosial terhadap Nonmuslim.

2. Fundamentalisme adalah tiga sikap yang saling terkait, yaitu ketika individu

yang memeluk kepercayaan tertentu memutuskan untuk kembali kepada

peraturan abadi dan tidak berubah yang ditetapkan di masa lalu; ketika

individu yang memeluk kepercayaan tertentu merasa bahwa peraturan abadi

tersebut hanya mengizinkan satu interpretasi yang mengikat semua orang

yang memeluk kepercayaan tersebut; dan ketika individu yang memeluk

kepercayaan tertentu merasa peraturan agama harus lebih diprioritaskan

dibanding hukum sekuler (Koopmans, 2015). Dalam penelitian ini,

fundamentalisme yang dimaksud adalah fundamentalisme pada individu yang

memeluk agama Islam.

3. Identitas sosial adalah bagian dari konsep diri individu yang berasal dari

pengetahuannya tentang keanggotaan dalam suatu atau beberapa kelompok

sosial bersamaan dengan makna emosional yang melekat pada keanggotaan

tersebut (Tajfel dalam Feitosa, Salas, & Salazar, 2012). Dalam penelitian ini,

identitas sosial yang dimaksud adalah identitas sosial sebagai anggota dari

suatu organisasi.

4. Religiusitas adalah seberapa kuat individu penganut agama memiliki aspek

kepercayaan (believing), keterikatan (bonding), perilaku (behaving), dan

kepemilikan (belonging) terhadap agama yang dianutnya (Saroglou, 2011).

Dalam penelitian ini, religiusitas yang dimaksud adalah religiusitas pada

individu yang memeluk agama Islam

Page 24: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

12

1.2.2 Perumusan masalah

Berdasarkan pembatasan masalah yang dipaparkan, maka perumusan masalah dari

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara fundamentalisme, identitas

sosial, dan religiusitas terhadap prasangka sosial terhadap Nonmuslim pada

mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta?

2. Seberapa besar sumbangan masing-masing variabel fundamentalisme,

identitas sosial (kategorisasi, sikap positif, dan rasa kepemilikan) dan

religiusitas (kepercayaan, keterikatan, perilaku, dan kepemilikan) terhadap

prasangka sosial terhadap Nonmuslim pada mahasiswa UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta?

3. Seberapa besar proporsi varians dari variabel prasangka sosial yang dapat

secara bersama-sama diprediksi oleh variabel fundamentalisme, identitas

sosial, dan religiusitas?

4. Apa prediktor yang memiliki pengaruh paling dominan terhadap prasangka

sosial terhadap Nonmuslim pada mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji ada tidaknya pengaruh fundamentalisme,

identitas sosial (kategorisasi, sikap positif, dan rasa kepemilikan), dan religiusitas

(kepercayaan, keterikatan, perilaku, dan kepemilikan) terhadap prasangka sosial

terhadap Nonmuslim pada mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 25: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

13

1.3.2 Manfaat penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan manfaat berupa:

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, diharapkan hasil penelitian ini dapat menemukan besaran

kontribusi variabel fundamentalisme, identitas sosial (kategorisasi, sikap positif,

dan rasa kepemilikan), dan religiusitas (kepercayaan, keterikatan, perilaku, dan

kepemilikan) terhadap variabel prasangka sosial terhadap Nonmuslim pada

mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Manfaat Praktis

Bagi kampus, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi gambaran mengenai

kondisi mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sehingga pihak kampus dapat

memberikan program atau agenda rutinan untuk mengurangi kemungkinan

munculnya prasangka sosial terhadap Nonmuslim pada mahasiswa UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta. Bagi mahasiswa, hasil penelitian ini diharapkan dapat

dijadikan bahan wawasan untuk mengurangi sikap prasangka sosial terhadap

Nonmuslim.

Page 26: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

14

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Prasangka Sosial

2.1.1 Definisi prasangka sosial

Prasangka merupakan salah satu aspek paling destruktif dari perilaku manusia dan

sering menimbulkan tindakan yang mengerikan (Taylor, et al, 2009). Di

Indonesia, beberapa contoh prasangka misalnya adalah anggapan masyarakat asli

Papua bahwa pendatang Jawa merupakan penjajah; anggapan bahwa orang Sunda

adalah orang yang pemalas; anggapan orang Madura bahwa orang Dayak adalah

orang kafir yang pemalas, sebaliknya anggapan orang Dayak bahwa orang

Madura adalah kelompok pendatang yang ingin menguasai Kalimantan; dan

anggapan bahwa keturunan Cina adalah orang asing meski mereka sudah hidup

turun temurun di Indonesia selama ratusan tahun. Beberapa bentuk prasangka

tersebut ada yang kemudian timbul menjadi konflik (Putra & Pitaloka, 2012).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, prasangka diartikan sebagai suatu

pendapat (anggapan) yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui

(menyaksikan, menyelidiki) sendiri (KBBI, 2017). Sementara itu, prasangka yang

dalam bahasa Inggris adalah prejudice merupakan kata yang berasal dari bahasa

latin, yaitu praejudicium yang berarti sebagai sebuah preseden atau penilaian yang

berdasarkan pengalaman sebelumnya yang telah terekam (Allport dalam Putra &

Pitaloka, 2012). Namun Allport menjelaskan arti kata praejudicium awal dengan

arti kata prasangka telah mengalami beberapa kali perubahan. Pertama, ketika

beralih dari kata latin praejudicium ke kata Inggris prejudice, prasangka berarti

Page 27: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

15

penilaian yang diperoleh tanpa melalui fakta yang teruji valid dan tepat, tetapi

lebih bersifat prematur dan menilai terlalu terburu-buru. Pada perubahan definisi

yang kedua, prasangka tidak hanya diartikan sebagai suatu penilaian yang tidak

mendasar, tetapi juga melibatkan unsur emosional yang disukai atau tidak disukai

yang memperkuat penilaian (Putra & Pitaloka, 2012). Menurut Augostinos dan

Reynolds (2001) kemudian yang mendasari prasangka adalah upaya atau

keinginan untuk merendahkan individu atau kelompok lain.

Myers (2011) menjelaskan bahwa prasangka, stereotip, diskriminasi,

rasisme, seksisme merupakan istilah sering tumpang tindih. Setiap istilah tersebut

melibatkan evaluasi negatif pada kelompok. Itulah intisari prasangka: penilaian

negatif yang terbentuk dari sebuah kelompok dan masing-masing anggotanya.

Sejalan, menurut Taylor, et al (2009) prasangka adalah evaluasi negatif atas suatu

kelompok atau anggota dari suatu kelompok berdasarkan pada keanggotaan

individu tersebut dalam suatu kelompok.

Sementara itu, menurut Nashori dan Nurjannah (2015) prasangka sosial

adalah respon yang berisi keyakinan, perasaan, dan kecenderungan perilaku

individu terhadap individu atau suatu kelompok. Sedangkan Baron dan Byrne

(2004) menjelaskan bahwa prasangka adalah sebuah sikap (biasanya negatif)

terhadap anggota kelompok tertentu, semata berdasarkan keanggotaan mereka

dalam kelompok tersebut. Dengan kata lain, seseorang yang memiliki prasangka

terhadap kelompok sosial tertentu cenderung mengevaluasi anggotanya dengan

cara yang sama (biasanya negatif) semata karena mereka anggota kelompok

tersebut. Informasi yang konsisten dengan pandangan individu yang berprasangka

Page 28: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

16

seringkali menerima perhatian lebih banyak dan diingat lebih akurat daripada

informasi yang tidak konsisten dengan pandangan individu tersebut (Judd, Ryan,

& Park, 1991).

Menurut Newcomb (1978) prasangka adalah sikap yang tidak baik dan

dapat dianggap sebagai suatu predisposisi untuk mempersepsi, berpikir, merasa

dan bertindak dengan cara yang “menentang” atau “menjauhi” dan bukan

“menyokong” atau “mendekati” orang lain, terutama sebagai anggota kelompok.

Sementara Brown (2010) menjelaskan bahwa prasangka adalah sikap, emosi atau

perilaku terhadap anggota kelompok, yang secara langsung atau tidak langsung

menyiratkan beberapa hal negatif atau antipati terhadap kelompok tersebut.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa

prasangka sosial merupakan sikap seorang individu atau kelompok terhadap

individu atau kelompok lain berupa evaluasi negatif yang didasarkan pada

keanggotaan dalam suatu kelompok. Dalam penelitian ini, penulis mengambil

pengertian prasangka menurut Baron dan Byrne (2004), yaitu sebuah sikap

(biasanya negatif) terhadap anggota kelompok tertentu, semata berdasarkan

keanggotaan mereka dalam kelompok tersebut. Dalam penelitian ini, prasangka

sosial yang dimaksud adalah prasangka sosial terhadap Nonmuslim.

2.1.2 Dimensi prasangka sosial

Prasangka dapat didefinisikan sebagai sikap ekstrem. Seperti semua sikap,

prasangka terdiri dari tiga dimensi atau unsur, yaitu kognitif, emosional (afektif)

dan tingkah laku (konatif). Unsur kognitif dari suatu sikap terdiri dari keyakinan

tentang kelompok sasaran. Unsur afektif terdiri dari perasaan terhadap kelompok

Page 29: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

17

sasaran. Unsur konatif melibatkan tindakan terhadap kelompok sasaran. Misalnya,

jika seorang individu memiliki prasangka terhadap penggemar sepak bola, ia

kemungkinan percaya bahwa penggemar sepak bola suka melakukan kekerasan,

merasa takut terhadap mereka dan menghindari pergi keluar lapangan sepak bola

setelah ada pertandingan (Jarvis, 2005).

Sejalan dengan Jarvis (2005), Soelaeman (1995), menjelaskan bahwa

prasangka juga merupakan suatu sikap dengan tiga dimensi, yaitu kognitif, afektif,

dan konatif. Kognitif artinya memiliki pengetahuan mengenai objek sikapnya,

terlepas pengetahuan itu benar atau salah. Afektif artinya dalam bersikap akan

selalu mempunyai evaluasi emosional (setuju-tidak setuju) mengenai objek

sikapnya. Konatif artinya kecenderungan bertingkah laku bila bertemu dengan

objek sikapnya, mulai dari bentuk yang positif (tindakan sosialisasi) sampai pada

yang sangat aktif (tindakan agresif). Dalam penelitian ini penulis berfokus pada

dua dimensi dari prasangka, yaitu afektif dan konatif.

2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi prasangka sosial

Menurut Putra dan Pitaloka (2012) prasangka dapat muncul karena beberapa hal

berikut:

1. Frustrasi

Frustrasi biasanya muncul karena adanya masalah sulit. Dalam kondisi frustrasi,

jika individu menganggap dirinya gagal dan memahami bahwa kegagalan itu

bukan dari faktor pribadi, hal yang paling mungkin terjadi adalah mencari

kesalahan individu atau kelompok lain yang dianggap bertanggung jawab.

Biasanya kelompok yang dianggap lemah lebih mudah dijadikan target sasaran

Page 30: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

18

kesalahan. Dalam hal ini, Dollard, et al (dalam Putra & Pitaloka, 2012)

menyatakan bahwa orang yang memiliki prasangka juga dipahami sebagai orang

yang memiliki perasaan frustrasi. Allport (dalam Putra & Pitaloka, 2012)

menjelaskan ada empat hal yang menyebabkan orang menjadi frustrasi, yaitu (1)

kekurangan pada kondisi fisik dan pemenuhan kebutuhan dasar, (2) masalah di

keluarga, (3) hidup lebih dekat pada komunitas, dan (4) kondisi sosial dan

kebijakan sosial.

2. Proyeksi

Dalam psikologi, ada dua istilah proyeksi yang digunakan, yaitu proyeksi

psikologis dan proyeksi sosial. Proyeksi psikologis adalah kecenderungan

penyangkalan kepemilikan atribut sifat dan motif pada individu, atribut dan motif

tersebut kemudian dinilai dimiliki oleh orang lain. Sementara proyeksi sosial

adalah suatu proses dimana orang meyakini bahwa orang lain memiliki kesamaan

atau keserupaan dengannya. Kesaamaan ini dapat berupa kekuasaan, pengetahuan,

kerajinan, dan hal lain yag biasa dipandang positif.

3. Kepribadian

Adorno, Frenkel-Brunswick, Levinson, dan Sanford (dalam Putra & Pitaloka,

2012) percaya akan adanya struktur kepribadian tertentu yang tertanam pada

orang-orang yang memiliki prasangka. Kepribadian itulah yang membentuk

karakter, pola pikir, dan pola pandang. Ada dua tipe kepribadian yang

berkembang dan dirujuk berkenaan dengan prasangka, yaitu tipe kepribadian

otoriter (Right Wing Authoritarianism/RWA) dan tipe kepribadian dominatif

(Social Dominance Orientation/SDO). Tipe kepribadian RWA tergambar pada

Page 31: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

19

orang yang konservatif, sempit dalam berpikir, dan tidak menyukai ide atau

pandangan yang berbeda. Sementara tipe kepribadian SDO tergambar pada orang

yang percaya bahwa kehidupan sosial tidak setara tetapi hirarkis, kehidupan ini

keras, dan selalu ingin menjadi yang dominan.

Altemeyer (dalam Putra & Pitaloka, 2012) berpendapat bahwa prasangka

yang dimunculkan melalui RWA adalah prasangka yang berangkat dari ketakutan

dan keterancaman. Sementara prasangka yang dimunculkan melalui SDO adalah

prasangka yang berangkat dari pandangan orang yang sombong dan egois serta

bersifat merendahkan orang lain. RWA memandang kelompok lain sebagai

sesuatu yang mengancam, sedangkan SDO memandang kelompok luar sebagai

yang rendah atau inferior.

Selain faktor yang telah disebutkan di atas, faktor lain yang mempengaruhi

prasangka adalah konflik. Dalam hal ini, Bar-Tal dan Teichman (2005)

mengeksplorasi bagaimana stereotip dan prasangka terhadap Arab berkembang

dan dipertahankan oleh masyarakat Yahudi di negara Israel, dan bagaimana

stereotip dan prasangka diturunkan kepada generasi baru Yahudi Israel. Yahudi

Israel telah terlibat dalam konflik yang tidak terkendali dengan Arab selama 100

tahun terakhir. Kategori sosial Arab telah menjadi istilah paling penting dan

paling sering digunakan dalam konflik Arab-Israel selama bertahun-tahun, terkait

dengan kelompok umum (orang Arab) dan juga yang lebih khusus (misalnya

orang Palestina).

Faktor lain yang juga berpengaruh terhadap prasangka adalah identitas

sosial. Identitas sosial merupakan bagian dari konsep diri individu yang

Page 32: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

20

diturunkan berdasarkan pengetahuan individu tentang keanggotaannya dalam

suatu kelompok sosial, bersama dengan nilai-nilai dan signifikansi emosional dari

keanggotaan tersebut (Tajfel, dalam Kusumowardhani, Fathurrohman, & Ahmad,

2013). Keinginan untuk mengevaluasi kelompok sendiri secara positif diperlukan

individu untuk membangun harga diri positif (Turner, dalam Kusumowardhani,

Fathurrohman, & Ahmad, 2013). Namun, sulit untuk mengevaluasi identitas

sosial positif bila tidak ada kategori kelompok sosial yang lain sebagai

pembanding. Sejalan dengan keadaan tersebut, prasangka dipegang dan dipelihara

oleh individu dalam kerangka bangunan identitas sosialnya (Kusumowardhani,

Fathurrohman, & Ahmad, 2013).

Kemudian, faktor lain yang diketahui mempengaruhi prasangka adalah

keberagamaan (fundamentalisme dan religiusitas). Menurut Allport (dalam

Altemeyer & Hunsberger, 1992) agama bersifat paradoksial selain menghilangkan

juga dapat memunculkan prasangka. Penemuan ini diawali oleh penelitian Allport

dan Kramer (1946) yang menunjukkan bahwa orang yang sering datang ke gereja

lebih tidak toleran terhadap etnis minoritas daripada yang tidak. Ditemukan bahwa

siswa yang mengaku tidak memiliki afiliasi agama cenderung tidak anti-Negro

daripada mereka yang menyatakan diri mereka sebagai Protestan atau Katolik.

Selanjutnya, siswa yang melaporkan pengaruh agama yang kuat di rumah lebih

tinggi dalam prasangka etnik daripada siswa yang hanya melaporkan sedikit atau

tidak memiliki pengaruh agama. Rosenblith (1949) menemukan kecenderungan

yang sama di kalangan siswa di South Dakota. Lebih lanjut menurut Altemeyer

(2003) kefanatikan merupakan penyebab sesungguhnya dalam mengukur

Page 33: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

21

hubungan antara agama dan prasangka. Kefanatikan muncul dalam

fundamentalisme agama. Dari beberapa faktor yang telah dikemukakan, penelitian

ini berfokus untuk membahas faktor identitas sosial dan faktor keberagamaan

(fundamentalisme dan religiusitas).

2.1.4 Pengukuran prasangka sosial

Putra dan Pitaloka (2012) menjelaskan bahwa ada banyak alat ukur prasangka,

namun pengembangannya di Indonesia masih tergolong sedikit. Di sisi lain,

sebagian besar alat ukur prasangka berasal dari Amerika, sehingga isu prasangka

yang berkembang menjadi kental dengan nuansa Amerika. Hal yang juga perlu

diperhatikan adalah penelitian mengenai prasangka sudah berlangsung cukup

lama, sehingga memungkinkan adanya perubahan pandangan mengenai bentuk

dan isi alat ukur. Pengukuran prasangka dibagi menjadi pengukuran langsung dan

tidak langsung. Pengukuran langsung adalah bentuk pengukuran yang ditujukan

kepada bentuk prasangka yang secara nyata diakui dan disadari ada, sementara

pengukuran tidak langsung ditujukan untuk menggali bentuk prasangka yang

terselubung atau tidak diakui keberadaannya.

1. Pengukuran langsung

Pertanyaan kuesioner yang berisi pertanyaan dan pernyataan partisipan mengenai

sesuatu yang disukai atau tidak disukai dari kelompok merupakan tipikal

pengukuran langsung (Oslon, dalam Putra & Pitaloka, 2012). Berikut adalah

beberapa alat ukur yang dianggap penting dan paling sering digunakan

berdasarkan hasil penjabaran Biernat dan Crandall (dalam Putra & Pitaloka,

2012).

Page 34: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

22

a. Inventori Sikap Rasial Multifaktor

Inventori Sikap Rasial Multifaktor/Multifactor Attitudes Inventory (MRAI)

dirancang oleh J.J. Woodmanse dan S.W. Cook dengan lebih dari 100 pertanyaan.

Di dalamnya ada 10 subskala dan 3 subskala perluasan. Alat ukur MRAI yang

berisi sepuluh subskala dipublikasikan pada tahun 1967. Sementara tiga perluasan

subskala dipublikasikan pada tahun 1970. Sepuluh subskala tersebut adalah: (1)

kebijakan integrasi-segregasi, (2) penerimaan hubungan personal yang dekat, (3)

inferioritas kulit hitam, (4) superioritas kulit hitam, (5) mudah dalam kontak

interrasial, (6) keyakinan yang merendahkan/menghina, (7) otonomi lokal, (8) hak

privat, (9) penerimaan dalam hubungan superior-status, dan (10) gradualisme.

Tiga perluasan subskala tersebut adalah: (1) pernikahan interrasial, (2)

penghampiran pada kesamaan ras, (3) militansi kulit hitam.

Hasil penelitian dengan menggunakan alat ukur ini menunjukkan adanya

konsistensi internal yang adequate, yaitu dengan alpha 0,80. Pada tahun 1977, Art

dan Cook mempublikasikan versi singkat MRAI yang memiliki reliabilitas

croncach alpha 0,80. Pada tahun 1985 dan 1963, reliabilitasnya diuji kembali dan

didapatkan hasil alpha 0,82 di tahun 1985 serta 0,66 di tahun 1993. Korelasi

antara versi singkat dengan versi penuh MRAI rata-rata 0,91. Versi singkat MRAI

terbukti lebih efektif dan memperjelas partisipan dalam mengisi.

b. Skala Sikap Rasial

Skala Sikap Rasial/Racial Attitude Scale (RAS) dirancang oleh Sidanius, Pratto,

Martin, Stallworth pada tahun 1991. Alat ukur RAS berisi sikap positif dan

negatif terhadap kulit hitam, isu-isu kebijakan publik, dan kelompok lain di luar

Page 35: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

23

kulit hitam, seperti Meksiko dan orang asing. Sebanyak 5655 sampel mahasiswa

S1 Univesity of Texas dipilih secara acak untuk mengembangkan alat ukur ini.

Reliabilitas cronbach alpha berdasarkan respons dari 14 item adalah 0,89.

c. Sikap terhadap Kulit Hitam dan Sikap terhadap Kulit Putih

Skala sikap terhadap kulit hitam/ Attitude Toward Black (ATB) dan sikap

terhadap kulit putih/ Attitude Toward White (ATW) dirancang oleh Brigham pada

1993. ATB terdiri dari empat subskala, yaitu (1) jarak sosial, (2) reaksi afeksi, (3)

kebijakan pemerintah, dan (4) kekhawatiran mengenai diskriminasi. Sementara

itu, ATW terdiri atas enam subskala, yaitu: (1) interaksi sosial antara kulit putih

dan kulit hitam, (2) kebijakan integrasi, (3) reaksi terhadap pasangan antar ras, (4

dan 5) dua faktor-faktor jarak sosial, dan (6) satu faktor yang tidak terlabel.

Pengujian ATB yang dilakukan pada jumlah sampel 405 partisipan mahasiswa S1

kulit putih Southern University, menghasilkan nilai realibilitas cronbach alpha

sebesar 0,88. Sementara pengujian ATW yang dilakukan pada jumlah sampel 81

partisipan mahasiswa kulit hitam Southern University menghasilkan nilai

reliabilitas cronbach alpha sebesar 0,75.

d. Skala Rasisme Modern

Skala Rasisme Modern/Modern Racism Scale (MRS) dirancang oleh McConahay,

Hardee, dan Batts pada tahun 1981. Skala ini muncul untuk menjelaskan tipe

prasangka saat ini yang berbeda dengan tipe prasangka masa lalu dimana

prasangka tidak lagi diekspresikan secara terbuka dan terang-terangan tetapi lebih

bersifat halus dan tersembunyi. Dari beberapa pengujian yang telah dilakukan,

reliabilitas MRS berkisar antara .86. Hasil pengujian reliabilitas alpha cronbach

Page 36: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

24

adapatasi MRS di Indonesia menunjukkan nilai 0,82 (Assa, dalam Putra &

Pitaloka, 2012).

e. Skala Prasangka Tersirat dan Terang-terangan

Skala Prasangka Tersirat dan Terang-terangan (subtle and blatant) dirancang oleh

Pettigrew dan Meertens pada tahun 1995 di Inggris. Prasangka terang-terangan

terdiri atas (1) penolakan-ancaman (threat-rejection) dan (2) oposisi terhadap

keintiman (opposition to intimacy). Sementara prasangka tersirat terdiri atas (1)

nilai-nilai tradisional, (2) perbedaan budaya, dan (3) emosi positif. Reliabilitas

alpha cronbach yang dihasilkan dari pengujiannya di Jerman, Prancis, Belanda,

dan Inggris Raya berkisar antara 0,87 sampai 0,90 untuk prasangka terang-

terangan dan 0,73 sampai 0,82 untuk prasangka tersirat.

f. Skala Prasangka Inggris

Skala Prasangka Inggris/British Prejudice Scale (BPS) dirancang oleh Leopore

dan Brown pada tahun 1997. Secara umum, kelompok yang dijadikan target

prasangka adalah kulit hitam, dengan beberapa item menerangkan mengenai

sentimen terhadap kelompok minoritas dan imigran karena kedua sentimen ini

terkait dengan anti kulit hitam di Inggris. Sebanyak 162 partisipan mahasiswa

British College berpartisipasi dalam pengujian BPS. Dari pengujian tersebut

diperoleh reliabilitas cronbach alpha adalah 0,85.

2. Pengukuran Tidak Langsung

Melalui pengukuran tidak langsung, proses kognitif yang aktif tanpa disadari atau

tanpa kendali dapat diperoleh. Kecenderungan social desirability yang tinggi di

Indonesia juga dapat dihindari. Ada dua model pengukuran yang popular, yaitu

Page 37: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

25

Pengukuran Priming (Priming Measure) dan Tes Asosiasi Implisit (Implisit

Association Tets/IAT). Pada Pengukuran Priming, para partisipan akan diberi

prime, kemudian dilanjutkan pada pemilihan kata sifat. Prime yang diberikan

dapat berupa kata atau gambar (foto atau sketsa). Sementara dalam penelitian

eksperimen IAT, partisipan akan diminta untuk menilai secepat mungkin dua

bentuk objek. Objek dapat berupa gambar atau foto kulit hitam yang dilekatkan

bersamaan dengan kategorisasi negatif dan gambar atau foto kulit putih yang

dilekatkan dengan kategorisasi positif. Penempatan kategorisasi ini kemudian

dibalik.

Di Indonesia pengembangan alat ukur prasangka salah satunya dilakukan

oleh Nashori (2016) dalam penelitiannya. Prasangka yang diteliti tertuju pada

prasangka terhadap Nonmuslim. Penyusunan skala dilakukan berdasarkan pada

konstruk teori Vaughan dan Hogg yang menjelaskan dan membagi prasangka

sosial terdiri atas tiga komponen, yaitu kognitif, afektif, dan konatif (Nashori,

2016). Uji validitas dilakukan Nashori (dalam Nashori & Nurjannah, 2015)

dengan melibatkan 70 mahasiswa Islam di Yogyakarta. Reliabilitas skala ini

ditunjukkan oleh koefisien alpha 0,884. Penelitian ini menggunakan alat ukur

Nashori (2016) ini dikarenakan fokus pembahasan prasangka memiliki kesamaan

subjek, yaitu Nonmuslim.

2.2 Fundamentalisme

2.2.1 Definisi fundamentalisme

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, fundamentalisme berarti paham yang

cenderung untuk memperjuangkan sesuatu secara radikal (KBBI, 2017).

Page 38: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

26

Ngadhimah (2010) menjelaskan bahwa ada kalangan Muslim yang berkeberatan

dengan penggunaan istilah fundamentalisme, karena konteks historis istilah ini

berawal dari fundamentalisme Kristen. Sebagai gantinya, mereka menggunakan

istilah ushuliyun untuk menyebut orang-orang fundamentalis, yakni mereka yang

berpegang kepada fundamen-fundamen pokok Islam sebagaimana terdapat dalam

al-Qur’an dan al-Hadits.

Istilah lain yang digunakan adalah al-Ushuliyah al-Islamiyah

(fundamentalis Islam) yang mengandung pengertian: kembali kepada fundamen-

fundamen keimanan; penegakan kekuasaan politik ummah; dan pengukuhan

dasar-dasar otoritas yang absah (syar’iyah al-hukm). Formulasi ini, terlihat lebih

menekankan dimensi politik gerakan Islam dari pada aspek keagamaannya (Azra,

1996). Namun dalam perkembangannya kemudian, istilah fundamentalis

digunakan untuk menyebut gerakan keagamaan yang berusaha untuk kembali

pada nash kitab suci dengan pemahaman yang literal, dan eksklusif, tanpa

membedakan agama apapun. (Idrus, 2016)

Senada, Khoir (2014) menjelaskan bahwa definisi fundamentalisme

merujuk pada skripturalisme, pemahaman ketat terhadap perintah-perintah yang

tertulis dalam teks-teks agama, dan tendensi kuat untuk kembali kepada dasar-

dasar (fundamentals) agama. Al-Ashmawi (dalam Khoir, 2014) berpendapat

bahwa fundamentalisme sebenarnya tidak selalu berkonotasi negatif, sejauh

gerakan itu bersifat rasional dan spiritual, dalam arti memahami ajaran agama

berdasarkan semangat dan konteksnya, sebagaimana ditunjukkan oleh

fundamentalisme spiritualis rasionalis yang dibedakan dengan fundamentalisme

Page 39: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

27

aktivis politis yang memperjuangkan Islam sebagai entitas politik dan tidak

menekankan pembaharuan pemikiran agama yang autentik.

Koopmans (2015) mendefinisikan fundamentalisme sebagai tiga sikap

yang saling terkait, yaitu ketika individu yang memeluk kepercayaan tertentu

memutuskan untuk kembali kepada peraturan abadi dan tidak berubah yang

ditetapkan di masa lalu; ketika individu yang memeluk kepercayaan tertentu

merasa bahwa peraturan abadi tersebut hanya mengizinkan satu interpretasi yang

mengikat semua orang yang memeluk kepercayaan tersebut; dan ketika individu

yang memeluk kepercayaan tertentu merasa peraturan agama harus lebih

diprioritaskan dibanding hukum sekuler.

Hood, Hill, dan Williamson (2005) menyatakan bahwa hal mendasar dari

fundamentalisme agama tidak sekedar keyakinan yang kuat, namun bagaimana

keyakinan tersebut dimaknai dan dipahami. Pemaknaan dan pemahaman ini

terkait erat dengan bagaimana seseorang menempatkan, menggali, dan

mempelajari kitab sucinya. Fundamentalis agama cenderung memahami kitab suci

secara literal dan tertutup untuk didiskusikan, yang oleh Hood et al (2005) disebut

sebagai model intratekstual.

Taylor dan Horgan (2001) mengartikan fundamentalisme agama sebagai

suatu ideologi yang berangkat dari latar belakang keyakinan agama yang kuat dan

kehidupan agama yang dijalankan dengan sangat serius. Sedangkan Altemeyer

dan Hunsberger (1992) mendefinisikan fundamentalisme sebagai keyakinan

bahwa ada satu set ajaran agama yang secara jelas mengandung kebenaran yang

fundamental, mendasar, intrinsik, esensial, batiniah, tentang kemanusiaan dan

Page 40: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

28

Tuhan; bahwa kebenaran esensial ini pada dasarnya ditentang oleh kekuatan

kejahatan yang harus dilawan dengan gigih; bahwa kebenaran ini harus diikuti

hari ini sesuai dengan praktik dasar masa lalu yang tidak dapat diubah; dan bahwa

mereka yang percaya dan mengikuti ajaran dasar atau fundamental ini memiliki

hubungan khusus dengan Tuhan.

Fundamentalisme pada umumnya dilihat sebagai reaksi terhadap

sekularisasi dan modernisasi. Bruce (dalam Koopmans, 2015) menegaskan bahwa

fundamentalisme adalah respons rasional masyarakat tradisional terhadap

perubahan sosial, politik dan ekonomi yang menurunkan dan membatasi peran

agama di dunia publik. Studi tentang fundamentalisme Kristen menemukan bahwa

fundamentalisme didukung oleh ke-tidakproporsional-an di antara mereka yang

kehilangan proses modernisasi, misalnya di antara mereka yang memiliki

pendapatan, pendidikan dan prestise pekerjaan yang lebih rendah (Coreno, 2002).

Fukuyama (dalam Idrus, 2016) mengungkap bahwa munculnya fundamentalisme

Islam karena masyarakat muslim merasa terancam dengan nilai Barat yang

diimpor ke dunia muslim, dan ada perasaan betapa martabat muslim terluka begitu

dalam oleh kegagalannya untuk mempertahankan koherensi masyarakat

tradisional santri dan keberhasilan teknik dan nilai barat yang merasuk ke dunia

Islam, yang membuat umat Islam mengalami alienasi, anomie, minder dan kecil

hati.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, fundamentalisme berarti kembali

kepada fundamen keimanan yang mendasar, intrinsik, esensial, dengan merujuk

pada skripturalisme dan pemahaman ketat terhadap perintah yang tertulis dalam

Page 41: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

29

teks agama. Dalam penelitian ini penulis mengambil pengertian fundamentalisme

menurut Koopmans (2015) yaitu sebagai tiga sikap yang saling terkait, yaitu

ketika individu yang memeluk kepercayaan tertentu memutuskan untuk kembali

kepada peraturan abadi dan tidak berubah yang ditetapkan di masa lalu; ketika

individu yang memeluk kepercayaan tertentu merasa bahwa peraturan abadi

tersebut hanya mengizinkan satu interpretasi yang mengikat semua orang yang

memeluk kepercayaan tersebut; dan ketika individu yang memeluk kepercayaan

tertentu merasa peraturan agama harus lebih diprioritaskan dibanding hukum

sekuler.

2.2.2 Indikator fundamentalisme

Koopmans (2015) mendefinisikan fundamentalisme melalui tiga sikap yang saling

terkait, yaitu:

1. Bahwa orang yang memeluk suatu agama harus kembali ke peraturan abadi

dan tidak berubah yang ditetapkan di masa lalu;

2. Bahwa peraturan ini hanya mengizinkan satu interpretasi yang mengikat

semua orang yang memeluk agama tersebut;

3. Bahwa peraturan agama harus lebih diprioritaskan dibanding hukum sekuler.

Fundamentalisme harus dibedakan dengan bentuk religiusitas yang kuat

lainnya. Fundamentalis menganjurkan untuk kembali kepada asal-usul agama,

namun bukan berarti mereka adalah kaum tradisionalis. Mereka sering secara

selektif menekankan aspek tertentu dari tradisi keagamaan dan

menggabungkannya dengan aspek modernitas yang selektif (Koopmans, 2015).

Page 42: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

30

2.2.3 Pengukuran fundamentalisme

Ada beberapa alat ukur fundamentalisme, antara lain Religious Fundamentalism

Scale dari Altemeyer dan Hunsberger (1992). Pengujian skala fundamentalisme

tersebut diberikan kepada tiga sampel pada musim gugur tahun 1990: 325

mahasiswa psikologi pengantar di Wilfred Laurier University, 138 siswa lainnya

dari sumber yang sama, dan 235 orang tua siswa psikologi pengantar di

Universitas Manitoba. Hampir semua peserta ini dibesarkan dalam agama Kristen.

Korelasi interitem rata-rata dari ketiganya bervariasi dari 0,41 sampai 0,48,

dengan cronbach alpha yang dihasilkan sebesar 0,93 sampai 0,95. RFS

menunjukkan hubungan yang kuat dengan prasangka ras maupun etnis (Smith,

Stones, Peck, & Naidoo, 2007) dan prasangka terhadap agama yang berbeda

(Altemeyer, 2003)

Kemudian Putra dan Wongkaren (2008) berupaya untuk mengadaptasi dan

memodifikasi alat ukur fundamentalisme agama Altemeyer dan Hunsberger

(1992), serta Hood, Hill, dan Williamson (2005), dan mengembangkannya

menjadi sebuah alat ukur fundamentalisme Islam berdasarkan penjelasan Lewis

(1993) serta Taylor dan Horgan (2001). Partisipan penelitian ini adalah orang

yang beragama Islam dengan rentang usia 14 sampai dengan 32 tahun. Hasil

perhitungan validitas dan reliabilitas pada Skala Fundamentalisme Islam

menunjukkan nilai reliabilitas α = 0,86 dengan koefisien validitas yang diperoleh

r = 0,37 sampai dengan r = 0,64.

Wibisono (2016) mengembangkan instrumen fundamentalisme agama

untuk respoden Muslim dengan memakai model Rasch. Sub dimensi dari

Page 43: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

31

fundamentalisme menurut Wibisono (2016) didasari oleh: (a) sikap terhadap

keyakinan bahwa agama mencakup semua hal dan tidak pernah keliru; (b) sikap

terhadap keyakinan bahwa terdapat hal yang berlawanan dan harus ditolak; and

(c) sikap terhadap keyakinan bahwa kebenaran agama bersifat absolut dan tidak

perlu untuk dijadikan kontekstual. Data diperoleh dari 113 siswa Muslim di

Yogyakarta. Hasil dari analisis menunjukkan indeks reliabilitas instrumen (α =

0,85), reliabilitas responden (α=0,82), dan realibitas item (α=0,97).

Penelitian lain terkait alat ukur fundamentalisme datang dari Koopmans

(2015). Skala ini terdiri atas 3 butir pernyataan yang termasuk dalam aspek-aspek:

(1) kembali pada kitab suci, (2) hanya berpegang pada satu interpretasi, dan (3)

memprioritaskan hukum agama dibanding hukum negara. Cronbach alpha yang

dihasilkan adalah sebesar 0,76. Penelitian ini menggunakan alat ukur

fundamentalisme menurut Koopmans (2015) karena alat ukur ini tergolong

sederhana dan tidak menimbulkan ambiguitas.

2.3 Identitas Sosial

2.3.1 Definisi identitas sosial

Identitas sosial adalah bagian dari konsep diri individu yang berasal dari

pengetahuannya tentang keanggotaan dalam suatu atau beberapa kelompok sosial

bersamaan dengan makna emosional yang melekat pada keanggotaan tersebut

(Tajfel dalam Feitosa, Salas, & Salazar, 2012). Definisi Tajfel ini memberikan

beberapa kata kunci penting bagi kita dalam upaya memahami identitas sosial

yatu pengetahuan individu, memiliki kelompok sosial tertentu, makna emosional

dan nilai penting sebagai anggota. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa

Page 44: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

32

keanggotaan individu dalam suatu kelompok memberikan kelekatan emosi dan

nilai penting bagi dirinya dan hal itu sungguh-sungguh ia sadari sebagai suatu

fakta yang terjadi dan melekat pada dirinya (Gazi, 2013).

Taylor, Peplau, dan Sears (2009) menyatakan bahwa identitas sosial

adalah bagian dari konsep diri yang berasal dari kenggotaan dalam satu atau lebih

kelompok sosial, dan dari evaluasi yang diasosiasikan dengannya. Hogg dan

Abrams (1990) menjelaskan identitas sosial sebagai rasa keterkaitan, peduli,

bangga dapat berasal dari pengetahuan seseorang dalam berbagai kategori

keanggotaan sosial dengan anggota yang lain, bahkan tanpa perlu memiliki

hubungan personal yang dekat, mengetahui atau memiliki berbagai minat.

Berdasarkan beberapa definisi para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa

identitas sosial adalah konsep diri seseorang yang tentang keanggotaan dalam

suatu kelompok sosial bersamaan dengan signifikansi nilai dan emosional berupa

rasa keterkaitan, kepedulian, kebanggaan dari keanggotaan tersebut. Dalam

penelitian ini penulis mengambil pengertian identitas sosial menurut Tajfel (dalam

Feitosa, Salas, & Salazar, 2012) yaitu bagian dari konsep diri individu yang

berasal dari pengetahuannya tentang keanggotaan dalam suatu atau beberapa

kelompok sosial bersamaan dengan makna emosional yang melekat pada

keanggotaan tersebut. Dalam penelitian ini, identitas sosial mengacu pada

identitas sosial sebagai anggota suatu organisasi.

2.3.2 Dimensi identitas sosial

Feitosa, Salas, dan Salazar (2012) membagi identitas sosial ke dalam tiga dimensi,

antara lain sebagai berikut:

Page 45: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

33

1. Kategorisasi (Categorization)

Ini adalah komponen kognitif dari konstruksi identitas sosial. Kategorisasi

mengacu pada pengetahuan tentang keanggotaan seseorang. Konteksnya menjadi

sangat penting dalam menentukan bagaimana individu secara kognitif melihat

ingroup mereka. Pertanyaannya apakah kelompok dilihat sebagai bagian yang

menyatu atau terpisah.

2. Rasa Kepemilikan (Sense of Belonging)

Dimensi ini terkait dengan komponen afektif. Rasa kepemilikan terkait dengan

sejauh mana anggota berkomitmen terhadap kelompok tersebut dan merasa

menjadi bagian darinya. Dengan kata lain, rasa kepemilikan mengacu pada tingkat

hubungan antara individu dan organisasi.

3. Sikap Positif (Positive Attitude or Attitudes towards the Ingroup )

Sikap anggota lebih berkaitan dengan perasaan pribadi tentang menjadi anggota

kelompok tersebut. Sikap terhadap ingroup mengacu pada nilai keanggotaan

kelompok tertentu terhadap kehidupan individu.

2.3.3 Pengukuran identitas sosial

Pengukuran identitas sosial salah satunya datang dari Cameron (2004) yang

mengkonstruksi alat ukur identitas sosial dengan tiga faktor, yaitu sentralitas

(centrality); pengaruh ingroup (ingroup affect); dan ikatan ingroup (ingroup ties).

Alat ukur diuji pada lima penelitian yang melibatkan total 1078 responden, satu

sampel non pelajar, dan tiga anggota kelompok (universitas, gender, dan

kewarganegaraan). Konsistensi internal dari total skala dan subskala dapat

diterima, dengan koefisien alfa berkisar antara 0,76 sampai 0,84 untuk ikatan

Page 46: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

34

ingroup, dari 0,67 sampai 0,78 untuk sentralitas, dan dari 0,77 sampai 0,82 untuk

pengaruh ingroup.

Selain itu, Feitosa, Salas, dan Salazar (2012) juga mengkonstruksi alat

ukur identitas sosial dengan tiga faktor yang berbeda, yaitu kategorisasi

(categorization), rasa kepemilikan (sense of belonging), dan sikap positif (positive

attitudes). Meski alat ukur ini belum diuji validitas dan reliabilitasnya, namun

penelitian ini menggunakan alat ukur Feitosa, Salas, dan Salazar (2012) karena

alat ukur ini mengintegrasikan teori identitas sosial dari yang unidimensional

(misalnya group identification scale, dalam Kelly, 1988), dua faktor (misalnya,

cognitive dan affective, dalam Stets & Burke, 2000), tiga faktor (misalnya,

centrality, ingroup affect, dan ingroup ties, dalam Cameron, 2004), empat faktor

(misalnya, perception of the intergroup context, attraction to the in-group,

interdependency beliefs dan depersonalization, dalam Jackson & Smith, 1999)

dan tujuh faktor (misalnya, self-categorization, evaluation, importance,

attachment and sense of interdependence, social embeddedness, behavioral

involvement, dan content and meaning, dalam Ashmore, Deaux, & McLaughlin-

Volpe, 2004).

2.4 Religiusitas

2.4.1 Definisi religiusitas

Menurut Argyle dan Beit-Hallahmi (dalam Zinnbauer & Pargament, 2005)

religiusitas adalah sebuah sistem keyakinan terhadap kekuatan ilahiah, dan

praktek-praktik persembahan ataupun ritual lainnya yang ditujukan kepada

kekuatan tersebut. Sedangkan menurut O’Collins dan Farrugia (dalam Zinnbauer

Page 47: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

35

& Pargament, 2005) religiusitas adalah sistem keyakinan dan respon terhadap

Yang Maha Kuasa, termasuk kitab suci, ritual-ritual kultus, dan praktik-praktik

etis yang dijalankan oleh para penganutnya.

Kendler, Liu, Gardner, McCullough, Larson, & Prescott (2003)

menjelaskan religiusitas adalah perwujudan individu penganut agama yang

menggambarkan bagaimana hubungan individu dengan Tuhannya (general

religiosity); bagaimana individu tersebut membina hubungannya dengan individu

sesama penganut agamanya (social religiosity); segala sesuatu yang menurut

manusia melambangkan Tuhan dalam urusan manusia (involved God); bagaimana

menggambarkan pendekatan kepedulian rasa kasih sayang dan saling memaafkan

pada dunia (forgiveness); menggambarkan kekuasaan yang dimiliki Tuhan (God

as judge); menggambarkan perilaku individu yang tidak mendendam

(unvengefulness); dan bagaimana individu menggambarkan rasa syukurnya

(thankfulness).

Di sisi lain, religiusitas berdasarkan dimensi-dimensi yang dikemukan

oleh Fetzer (2003) adalah seberapa kuat individu penganut agama merasakan

pengalaman beragama sehari-hari (daily spiritual experience), mengalami

kebermaknaan hidup (religion meaning), mengekspresikan keagamaan sebagai

sebuah nilai (value), meyakini ajaran agamanya (belief), memaafkan

(forgiveness), melakukan praktik beragama/ibadah secara menyendiri (private

religious practice), menggunakan agama sebagai coping (religious/spiritual

coping), mendapat dukungan penganut sesama agama (religious support),

mengalami sejarah keberagamaan (religious/spiritual history), komitmen

Page 48: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

36

beragama (commitment), mengikuti organisasi/kegiatan keagamaan

(organizational religiousness), dan meyakini pilihan agamanya (religious

preference).

Saroglou (2014) mendefinisikan keberagamaan (religiousness) atau

sebagai perbedaan individu berdasarkan ketertarikan dan/atau keterlibatan dengan

agama. Ini mencakup perbedaan individu dalam sikap, kognisi, emosi, dan/atau

perilaku yang mengacu pada apa yang dianggap sebagai entitas transenden atau

Tuhan. Lebih lanjut Saroglou (2011) menjelaskan bahwa religiusitas (religiosity)

adalah seberapa kuat individu penganut agama memiliki aspek kepercayaan

(believing), keterikatan (bonding), perilaku (behaving), dan kepemilikan

(belonging) terhadap agama yang dianutnya.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa

religiusitas adalah internalisasi nilai agama dalam diri seseorang yang berkaitan

dengan kepercayaan terhadap ajaran agama baik di dalam hati, lisan maupun

perbuatan. Penelitian ini menggunakan definisi religiusitas menurut Saroglou

(2011), yaitu seberapa kuat individu penganut agama memiliki aspek kepercayaan

(believing), keterikatan (bonding), perilaku (behaving), dan kepemilikan

(belonging) terhadap agama yang dianutnya.

2.4.2 Dimensi religiusitas

Saroglou (2011) menjelaskan bahwa ada empat dimensi religiusitas yang berbeda

walaupun saling terkait, yaitu kepercayaan (believing), keterikatan (bonding),

perilaku (behavior), dan kepemilikan (belonging). Dimensi ini diasumsikan hadir

Page 49: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

37

secara universal di berbagai agama dan konteks budaya juga membatasi agama

dari konstruk serupa lainnya.

1. Kepercayaan (believing)

Kepercayaan berkaitan dengan sesuatu yang dianggap sebagai transendensi

eksternal dan hubungan Tuhan dengan manusia dan dunia. Ini merupakan

komponen universal dasar agama. Ada keragaman mengenai cara individu lintas

budaya dan agama memahami dan merealisasikan sesuatu yang dianggap

melampaui manusia dan dunia. Dimensi religiusitas yang universal adalah

kepercayaan pada transendensi eksternal, yaitu menganggap bahwa Zat yang lebih

besar dan lebih substansial daripada diri manusia harus ada. “Yang Ada Di Atas”

merupakan perbedaan utama antara menjadi seorang (a) ateis, nonreligius, atau

nonspiritual dan (b) religius dan/atau spiritual.

2. Keterikatan (bonding)

Dimensi ini merupakan dimensi emosional yang berkaitan dengan sejauh mana

individu memiliki keterikatan secara emosional melalui ritual pribadi dan/atau

kolektif dengan entitas transenden (Tuhan) dan kemudian dengan orang lain.

Agama bukan hanya tentang kepercayaan tetapi juga mencakup pengalaman

transenden yang mengikat individu dengan apa yang dianggapnya sebagai

"realitas" transenden, dengan orang lain, dan/atau dengan batinnya. Ini ada dalam

kerangka ritual, baik pribadi (sholat) maupun publik (upacara keagamaan atau

ziarah). Bahkan dalam praktik spiritual yang berorientasi pada diri pribadi seperti

meditasi, tujuannya adalah untuk terhubung dengan realitas lebih dalam yang

melampaui realitas keseharian dan diri.

Page 50: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

38

3. Perilaku (behavior)

Dimensi ini berkaitan dengan bagaimana individu berperilaku dengan

menyesuaikan diri dengan norma, praktik, dan nilai yang dianggap ditetapkan

oleh entitas transenden (Tuhan). Agama tidak hanya secara khusus

memperhatikan moralitas sebagai korelasi eksternal, tetapi juga mencakup

moralitas sebagai salah satu dimensi dasarnya. Agama memberikan norma

spesifik dan penjelasan moral yang mendefinisikan benar dan salahnya suatu hal

dari perspektif agama.

4. Kepemilikan (belonging)

Dimensi keempat religiusitas berkaitan dengan sejauh mana individu merasakan

kepemilikan terhadap kelompok yang dianggap sebagai keabadian dan terisi

dengan kehadiran entitas transenden (Tuhan). Identifikasi religius dengan

kelompok tertentu atau identifikasi diri sebagai "orang beriman" atau "orang

berspiritual", juga merupakan dimensi dasar religiusitas individu. Komunitas

religius (organisasi keagamaan) menyajikan karakteristik tambahan, termasuk

otoritas (orang, simbol, proses, atau institusi) yang merupakan titik acuan hal

normatif dan memberikan validasi untuk hal baru. Komunitas religius juga

mencakup narasi dan/atau simbol yang dimaksudkan untuk menyatukan masa lalu

yang mulia dengan masa kini dan masa depan yang gemilang dan abadi. Dinamika

semacam itu dapat membantu mempertahankan kekompakan dan meningkatkan

identitas sosial dan harga diri kolektif yang positif.

Page 51: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

39

2.4.3 Pengukuran religiusitas

Ada beberapa pengukuran religiusitas, antara lain Stark dan Glock (1974),

Kendler, Liu, Gardner, McCullough, Larson, & Prescott (2003), dan Fetzer

(2003). Stark dan Glock (1974) mengembangkan skala religiusitas dengan

berdasarkan pada lima aspek, yaitu seberapa dalam keyakinan (belief), praktik

agama (religious practice), pengalaman (experience), pengetahuan (knowledge),

dan konsekuensi (consequence) dari agama yang dianut.

Di sisi lain, Kendler, et al (2003) mengembangkan skala religiusitas

dengan berdasarkan pada tujuh aspek, antara lain bagaimana hubungan individu

dengan Tuhan (general religiosity), bagaimana individu membina hubungan

dengan individu lain maupun dengan sesama penganut agamanya (social

religiosity), bagaimana individu melambangkan Tuhannya yang mencerminkan

kepercayaan dan keyakinannya akan keterlibatan Tuhan dalam hidupnya (involved

God), bagaimana individu menggambarkan pendekatan rasa kasih sayang dan

saling memaafkan terhadap sekitarnya (forgiveness), bagaimana individu

menggambarkan kekuasaaan yang dimiliki Tuhan dan mempersepsi bahwa Tuhan

sebagai Penetap Takdir (God as judge), bagaimana individu menggambarkan

perilaku yang tidak menyimpan rasa dendam ( unvengefulness), dan bagaimana

individu bersyukur (thankfulness).

Dalam penelitian ini penulis menggunakan skala religiusitas yang

dimodifikasi berdasarkan skala yang dirancang oleh Fetzer (2003) berdasarkan

teori yang dikemukakan oleh Saroglou (2011) dimana religiusitas mengandung

Page 52: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

40

empat dimensi, yaitu kepercayaan (believing), keterikatan (bonding), perilaku

(behaving), dan kepemilikan (belonging).

2.5 Kerangka Berpikir

Prasangka merupakan salah satu aspek paling destruktif dalam kehidupan

manusia. Aksi kekerasan, permusuhan, dan ketidakadilan yang pernah atau

bahkan yang sedang terjadi di masyarakat antara lain muncul dari sikap prasangka

sosial. Penelitian ini berfokus pada prasangka sosial terhadap Nonmuslim. Dalam

hal ini mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai agen perubahan di

kampus yang berlandaskan nilai ke-Islam-an dan ke-Indonesia-an diharapkan

mampu menjadi subjek yang menghindari prasangka dan menciptakan toleransi di

lingkungan masyarakat yang beragam. Hal ini mengingat toleransi dan prasangka

berada dalam satu kontinum yang saling berlawanan. Ketiadaan yang satu akan

menyuburkan yang lainnya (Muttaqin, dalam Nashori & Nurjannah, 2015). Dalam

penelitian ini, penulis mengkaji pengaruh fundamentalisme, identitas sosial, dan

religiusitas bagi kesuburan prasangka sosial.

Fundamentalisme menurut Koopmans (2015) adalah tiga sikap yang saling

terkait, yaitu ketika individu yang memeluk kepercayaan tertentu memutuskan

untuk kembali kepada peraturan abadi dan tidak berubah yang ditetapkan di masa

lalu; ketika individu yang memeluk kepercayaan tertentu merasa bahwa peraturan

abadi tersebut hanya mengizinkan satu interpretasi yang mengikat semua orang

yang memeluk kepercayaan tersebut; dan ketika individu yang memeluk

kepercayaan tertentu merasa peraturan agama harus lebih diprioritaskan dibanding

hukum sekuler. Fundamentalisme diasumsikan mempengaruhi prasangka dengan

Page 53: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

41

penilaian bahwa agama yang dianut adalah yang benar diikuti dengan pembedaan

yang signifikan antara “kita dan mereka (us-them judgement)” atau antara “orang

satu kepercayaan dan orang beda kepercayaan”. Tingkat etnosentrisme religius

yang tinggi biasanya sudah dipelajari sejak awal kehidupan, yang kemudian

memunculkan kecenderungan untuk berpihak kepada ingroup, lalu membeda-

bedakan outgroup. Selain itu, fundamentalisme bersifat closed-mindedness,

dimana individu merasakan bahwa keyakinan agamanya benar dan ia memiliki

jalan menuju kebenaran mutlak (Altemeyer & Hunsberger, 1992). Hal ini yang

kemudian ditengarai sebagai sebab lain pengaruh fundamentalisme terhadap

prasangka sosial.

Identitas sosial menurut Tajfel (dalam Feitosa, Salas, & Salazar, 2012)

adalah bagian dari konsep diri individu yang berasal dari pengetahuannya tentang

keanggotaan dalam suatu atau beberapa kelompok sosial bersamaan dengan

makna emosional yang melekat pada keanggotaan tersebut. Dalam penelitian ini,

identitas sosial mengacu pada identitas sosial sebagai anggota suatu organisasi.

Identitas sosial menurut Feitosa, Salas, dan Salazar (2012) terdiri dari tiga

dimensi, yaitu kategorisasi, rasa kepemilikan, dan sikap positif. Kategorisasi

adalah pengetahuan tentang keanggotaan seseorang. Rasa kepemilikan adalah

sejauh mana anggota berkomitmen terhadap kelompok tersebut dan merasa

menjadi bagian darinya. Sedangkan sikap positif mengacu pada nilai keanggotaan

kelompok tertentu terhadap kehidupan individu.

Kategorisasi membuat individu mengelompokkan individu menjadi kita

atau ingroup dan mereka atau outgroup. Rasa kepemilikan timbul karena individu

Page 54: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

42

cenderung mengidentifikasikan diri sebagai ingroup, yang dimunculkan sebagai

komitmen dan rasa menjadi bagian dari ingroup. Kemudian, sikap positif ada

dengan bentuk favoritisme kelompok atau ingroup favoritism. Favoritisme

kelompok ini membangun kecenderungan individu untuk mengevaluasi ingroup

secara lebih positif, memberi atribut yang lebih positif pada perilaku ingroup,

lebih menghargai ingroup, memperlakukan ingroup secara lebih baik dan

menganggap ingroup lebih menarik ketimbang out-group (Taylor, Peplau, &

Sears, 2009).

Kemudian, faktor lain yang dapat mempengaruhi prasangka adalah

religiusitas. Religiusitas menurut Saroglou (2011) adalah seberapa kuat individu

penganut agama memiliki aspek kepercayaan (believing), keterikatan (bonding),

perilaku (behaving), dan kepemilikan (belonging) terhadap agama yang

dianutnya. Kepercayaan berkaitan dengan sesuatu yang dianggap sebagai

transendensi eksternal dan hubungan Tuhan dengan manusia dan dunia.

Keterikatan berkaitan dengan pengalaman transenden yang mengikat individu

dengan apa yang dianggapnya sebagai "realitas" transenden, dengan orang lain,

dan/atau dengan batinnya. Perilaku berkaitan dengan norma spesifik dan

penjelasan moral yang mendefinisikan benar dan salahnya suatu hal dari

perspektif agama. Kepemilikan bekaitan dengan identifikasi religius dengan

kelompok tertentu atau identifikasi diri sebagai orang yang memiliki kepercayaan

tertentu (Saroglou. 2011).

Menurut Allport (dalam Altemeyer & Hunsberger, 1992) peran agama

bersifat paradoksial sehingga dapat memunculkan prasangka maupun

Page 55: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

43

menghilangkan prasangka. Batson, Schoenrade, dan Ventis (dalam Raiya,

Pargament, Mahoney, & Trevino, 2008) menemukan bahwa tingkat religiusitas

yang lebih tinggi terkait dengan prasangka yang lebih tinggi dalam 37 dari 47

penelitian, dimana hanya dua penelitian yang menunjukkan adanya hubungan

yang terbalik. Di sisi lain, dalam konteks penelitian religiusitas di Asia, tepatnya

di Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan ditemukan bahwa religiusitas memprediksi

penurunan tingkat prasangka terhadap berbagai kelompok, dibandingkan dengan

individu nonreligius, termasuk prasangka etnis yang berkurang (misalnya terhadap

orang Afrika), mengurangi antigay dan prasangka anti-Zionis, dan mengurangi

prasangka terhadap anggota agama lain (misalnya, prasangka antaragama terhadap

umat Islam; Clobert, Saroglou, Hwang, & Soong, 2014).

Brown dan Baker (2016) Dalam hal kemunculan prasangka, identifikasi

agama atau religiusitas dapat terkait dengan prasangka outgroup melalui konflik

realistik atau simbolis. Dalam ancaman identitas keagamaan, tantangan pada

agama atau komunitas religius dapat dialami sebagai ancaman terhadap nilai, cara

pandang dunia (worldview), budaya, keluarga, kelompok masyarakat, dan

kelompok sosial (Ysseldyk, Matheson, & Anisman, 2010). Misalnya, keragaman

sosial dan agama dapat dialami sebagai ancaman simbolis jika dianggap

mengubah atau mengikis nilai, tradisi, dan budaya agama, atau melemahkan

kesatuan agama.

Bagi individu yang memeluk suatu agama, interaksi dengan orang yang

tidak memiliki kepercayaan (nonbelievers) atau dalam penelitian ini Nonmuslim

dapat dianggap mengancam, jika diperkirakan hal itu dapat menyebabkan

Page 56: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

44

melemahnya kepercayaan dan pada gilirannya juga dapat melemahkan ikatan

sosial dan moral. Ajaran yang memisahkan dan mencegah kontak antar kelompok

sosial sangat dapat meningkatkan in-group favouritism dan out-group derogation.

Hal ini menunjukkan bahwa penekanan yang kuat pada kepercayaan yang benar,

dikombinasikan dengan perkiraan bahwa keyakinan dapat dilemahkan oleh

paparan terhadap pandangan yang berbeda, dapat membuat kontak dengan

anggota kelompok keagamaan yang berbeda terlihat sebagai ancaman (Burch-

Brown & Baker, 2016). Secara singkat, kerangka berpikir dari penelitian ini dapat

direpresentasikan pada gambar 2.1.

Gambar 2.1

Kerangka Berpikir

Page 57: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

45

2.6 Hipotesis Penelitian

Dalam penelitian ini penulis ingin melihat pengaruh Independent Variable yang

telah ditentukan terhadap Dependent Variable. Independent Variable dalam

penelitian ini adalah fundamentalisme, identitas sosial, dan religiusitas.

Sedangkan Dependent Variable dalam penelitian ini adalah prasangka sosial

terhadap Nonmuslim. Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

Hipotesis Mayor

Ha : Terdapat pengaruh yang signifikan antara fundamentalisme, identitas sosial

(kategorisasi, rasa kepemilikan, dan sikap positif), dan religiusitas

(kepercayaan, keterikatan, perilaku, dan kepemilikan) terhadap prasangka

sosial terhadap Nonmuslim pada mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Hipotesis Minor

H1: Terdapat pengaruh yang signifikan fundamentalisme terhadap prasangka

sosial Nonmuslim pada mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

H2: Terdapat pengaruh yang signifikan dimensi kategorisasi pada variabel

identitas sosial terhadap prasangka sosial Nonmuslim pada mahasiswa UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

H3: Terdapat pengaruh yang signifikan dimensi rasa kepemilikan pada variabel

identitas sosial terhadap prasangka sosial Nonmuslim pada mahasiswa UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 58: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

46

H4: Terdapat pengaruh yang signifikan dimensi sikap positif pada variabel

identitas sosial terhadap prasangka sosial Nonmuslim pada mahasiswa UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

H5: Terdapat pengaruh yang signifikan dimensi kepercayaan pada variabel

religiusitas terhadap prasangka sosial Nonmuslim pada mahasiswa UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

H6: Terdapat pengaruh yang signifikan dimensi keterikatan pada variabel

religiusitas terhadap prasangka sosial Nonmuslim pada mahasiswa UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

H7: Terdapat pengaruh yang signifikan dimensi perilaku pada variabel religiusitas

terhadap prasangka sosial Nonmuslim pada mahasiswa UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

H8: Terdapat pengaruh yang signifikan dimensi kepemilikan pada variabel

religiusitas terhadap prasangka sosial Nonmuslim pada mahasiswa UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 59: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

47

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis memilih populasi mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta karena

lulusan kampus ini diharapkan mampu menyeimbangkan antara ke-Islam-an dan

ke-Indonesia-an. Kriteria sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa aktif dan

bersedia menjadi subjek penelitian. Pengambilan sampel pada penelitian ini

menggunakan teknik non-probability sampling dengan metode accidental

sampling, yaitu metode siapa saja yang secara aksidental atau kebetulan bertemu

dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang

kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data. Sampel dalam penelitian ini

adalah 244 mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel

Dependent Variable (DV/variabel terikat) dari penelitian ini adalah prasangka

sosial terhadap Nonmuslim. Sedangkan Independent Variable (IV/variabel bebas)

dari penelitian ini adalah fundamentalisme, identitas sosial (kategorisasi, rasa

kepemilikan, dan sikap positif), dan religiusitas (kepercayaan, keterikatan,

perilaku, dan kepemilikan).

Adapun definisi operasional dari prasangka sosial terhadap Nonmuslim

adalah sebuah sikap (biasanya negatif) terhadap anggota kelompok Nonmuslim,

semata berdasarkan keanggotaan mereka dalam kelompok tersebut. Hal ini diukur

Page 60: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

48

dengan dua dimensi. Pertama, afektif, yaitu perasaan emosional negatif yang

muncul karena perbedaaan keyakinan antara Muslim dan Nonmuslim dalam

hubungan sosial sehari-hari. Kedua, konatif, yaitu keinginan untuk bertindak

negatif terhadap Nonmuslim

Sedangkan definisi operasional dari fundamentalisme adalah sikap saling

terkait yang dapat diukur dengan tiga indikator. Pertama, ketika individu yang

beragama Islam memutuskan untuk kembali kepada peraturan abadi dan tidak

berubah yang ditetapkan di masa lalu, yaitu kitab suci Al-Qur’an. Kedua, ketika

individu tersebut merasa bahwa Al-Qur’an hanya mengizinkan satu tafsir yang

mengikat semua orang Islam. Ketiga, ketika individu tersebut merasa peraturan

agama harus lebih diprioritaskan dibanding hukum negara.

Kemudian, definisi operasional dari identitas sosial adalah bagian dari

konsep diri individu yang berasal dari pengetahuannya tentang keanggotaan dalam

organisasi tertentu bersamaan dengan makna emosional yang melekat pada

keanggotaan tersebut. Hal ini diukur dengan tiga dimensi. Pertama, kategorisasi,

yaitu sejauh mana individu mengelompokan diri sebagai anggota sutu kelompok

social. Kedua, rasa kepemilikan, yaitu sejauh mana individu berkomitmen untuk

kelompok dan merasa menjadi bagian dari kelompok. Ketiga, sikap positif, yaitu

perasaan individu terhadap keanggotaannya dalam kelompok.

Terakhir, definisi operasional dari religiusitas adalah seberapa kuat

individu penganut agama memiliki empat dimensi keagamaan. Pertama,

kepercayaan, yaitu dimana individu meyakini bahwa Tuhan harus ada. Kedua,

keterikatan, yaitu dimana individu merasa memiliki ikatan dengan Tuhan. Ketiga,

Page 61: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

49

perilaku, yaitu dimana individu berperilaku sesuai dengan ajaran agama. Keempat,

kepemilikan, yaitu dimana individu mempunyai rasa memiliki terhadap agama

dan saudara seagama.

3.3. Instrumen Penelitian

3.3.1 Instrumen pengumpulan data

Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa

kuesioner. Kuesioner berbentuk skala model likert dengan empat pilihan jawaban,

yaitu Sangat Tidak Setuju (STS), Tidak Setuju (TS), Setuju (S) dan. Sangat Setuju

(SS). Subjek diminta untuk memilih salah satu dari pilihan jawaban yang masing-

masing jawaban menunjukkan kesesuaian pernyataan yang diberikan dengan

keadaan yang dirasakan oleh subjek. Kuesioner terdiri atas lima bagian, yaitu (1)

biodata demografis responden, (2) alat ukur prasangka, (3) alat ukur

fundamentalisme, (4) alat ukur identitas sosial, dan (5) alat ukur religiusitas.

Kuesioner berbentuk skala model likert ini terdiri dari pernyataan positif

(favorable) dan pernyataan negatif (unfavorable). Untuk perhitungan skor pada

tiap-tiap pilihan jawaban adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1

Nilai Skor Jawaban Skala Model Likert

Kode Favorable Unfavorable

STS (sangat tidak sesuai) 1 4

TS (tidak sesuai) 2 3

S (sesuai) 3 2

SS (sangat sesuai) 4 1

3.3.2 Alat ukur penelitian

1. Prasangka sosial

Alat ukur prasangka sosial disusun dengan mengadaptasi alat ukur prasangka

sosial dari Nashori (2016) dengan dua dimensi, yaitu afektif dan konatif.

Page 62: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

50

Tabel 3.2

Blueprint Alat Ukur Prasangka Sosial

No. Dimensi Indikator No. Item

Total F UF

1. Afektif 1. Merasa tidak nyaman

berdekatan dengan Nonmuslim

2. Merasa senang bila

Nonmuslim dinyatakan

bersalah

3. Merasa sakit hati terhadap

Nonmuslim

4. Merasa tidak senang bekerja

dengan Nonmuslim

5. Merasa senang bila

Nonmuslim diperlakukan

semena-mena

3, 4, 5, 9

8, 11 6

2. Konatif 1. Selalu menyalahkan

Nonmuslim

2. Enggan bergaul dengan

Nonmuslim

3. Enggan menolong

Nonmuslim

4. Enggan membela

Nonmuslim

5. Enggan memakan makanan

yang diberikan Nonmuslim

6. Enggan memaafkan

kesalahan Nonmuslim

1, 2, 6, 7,

10

12

6

Total 12

2. Fundamentalisme

Alat ukur fundamentalisme disusun dengan mengadaptasi alat ukur

fundamentalisme Koopman (2015) yang memiliki tiga indikator, yaitu ketika

individu yang memeluk kepercayaan tertentu memutuskan untuk kembali kepada

peraturan abadi dan tidak berubah yang ditetapkan di masa lalu; ketika individu

yang memeluk kepercayaan tertentu merasa bahwa peraturan abadi tersebut hanya

mengizinkan satu interpretasi yang mengikat semua orang yang memeluk

kepercayaan tersebut; dan ketika individu yang memeluk kepercayaan tertentu

merasa peraturan agama harus lebih diprioritaskan dibanding hukum sekuler.

Page 63: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

51

Tabel 3.3

Blueprint Alat Ukur Fundamentalisme

No. Indikator No. Item

Total F UF

1. Memutuskan untuk kembali kepada

peraturan abadi dan tidak berubah yang

ditetapkan di masa lalu

1, 5, 6, 4 3 4

2. Merasa bahwa peraturan abadi hanya

mengizinkan satu interpretasi yang mengikat

semua orang yang memeluk kepercayaan

tersebut

6 1

3. Merasa peraturan agama harus lebih

diprioritaskan dibanding hukum sekuler

2 1

Total 6

3. Identitas sosial

Alat ukur identitas sosial disusun dengan mengadaptasi alat ukur identitas sosial

Feitosa, Salas, dan Salazar (2012), yang terdiri atas tiga dimensi, yaitu

kategorisasi, rasa kepemilikan, dan sikap positif.

Tabel 3.4

Blueprint Alat Ukur Identitas Sosial

No. Dimensi Indikator No. Item

Total F UF

1. Kategorisasi 1. Menganggap diri sebagai

bagian dalam kelompok

sosial

2. Memandang kesuksesan

kelompok sebagai kesuksesan

pribadi

1, 7, 9,

11, 15

4, 9 6

2. Rasa Kepemilikan 1. Merasa terlibat dengan

yang terjadi pada kelompok

2. Kritikan terhadap

kelompok dipandang sebagai

kritikan terhadap pribadi

2, 12 5, 14 4

3. Sikap Positif 1. Merasa senang menjadi

bagian dari kelompok

2. Merasakan kebanggaan

terhadap kelompok

3, 8, 13,

16

6, 10 6

Total 16

4. Religiusitas

Alat ukur religiusitas disusun dengan mengadaptasi alat ukur religiusitas Fetzer

(2003) dengan berlandaskan pada teori Saroglou (2011) dimana religiusitas terdiri

atas empat dimensi, yaitu kepercayaan, keterikatan, perilaku, dan kepemilikan.

Berbeda dengan dimensi rasa kepemilikan pada alat ukur identitas sosial, yang

Page 64: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

52

mengacu pada rasa kepemilikan terhadap organisasi yang diikuti, dimensi

kepemilikan pada alat ukur prasangka mengacu pada kepemilikan terhadap agama

dan saudara seagama.

Tabel 3.5

Blueprint Alat Ukur Religiusitas

No. Dimensi Indikator No. item

Total F UF

1. Kepercayaan Percaya bahwa Zat yang

lebih besar dan lebih

substansial daripada diri

manusia harus ada;

Mengimani eksistensi Allah

1, 5, 9,

12, 18,

21

14 7

2. Keterikatan Mempunyai pengalaman

transenden yang mengikat

individu dengan apa yang

dianggapnya sebagai

"realitas" transenden, dengan

orang lain, dan/atau dengan

batinnya; Keterikatan dengan

Allah

2, 6, 10,

13, 15,

19, 22,

24, 27

28 10

3. Perilaku Berperilaku sesuai dengan

ajaran agama

3, 7, 11,

16, 20,

23, 25,

26

8

4. Kepemilikan Mempunyai rasa memiliki

terhadap agama dan saudara

seagama

4, 8, 17 3

Total 28

3.4 Uji Validitas Konstruk

Sebelum dilakukan penelitian yang sebenarnya, peneliti terlebih dulu melakukan

pengujian terhadap validitas konstruk keempat instrumen yang dipakai, yaitu

instrumen prasangka sosial, fundamentalisme, identitas sosial, dan religiusitas.

Peneliti melakukan uji validitas konstruk instrumen tersebut dengan menggunakan

CFA (Confirmatory Factor Analysis). Adapun logika dari CFA (Umar, 2011)

yaitu:

1. Bahwa ada sebuah konsep atau trait berupa kemampuan yang didefinisikan

secara operasional sehingga dapat disusun pertanyaan atau pernyataan untuk

Page 65: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

53

mengukurnya. Kemampuan ini disebut faktor, sedangkan pengukuran

terhadap faktor ini dilakukan melalui analisis terhadap respon atas item-

itemnya.

2. Teori setiap item hanya mengukur satu faktor saja, begitupun juga tiap subtes

hanya mengukur satu faktor juga. Artinya baik item maupun subtes bersifat

unidimensional.

3. Dengan data yang tersedia dapat digunakan untuk mengestimasi matriks

korelasi antar item yang seharusnya diperoleh jika memang unidimensional.

Matriks korelasi ini disebut sigma (∑), kemudian dibandingkan dengan

matriks dari data empiris, yang disebut matriks S. Jika teori tersebut benar

(unidimensional) maka tentunya tidak ada perbedaan antara matriks ∑ -

matriks S atau bisa juga dinyatakan dengan ∑ - S = 0.

4. Pernyataan tersebut dijadikan hipotesis nihil yang kemudian diuji dengan chi

square. Jika hasil chi square tidak signifikan p>0.05, maka hipotesis nihil

tersebut “tidak ditolak”. Artinya teori unidimensionalitas tersebut dapat

diterima bahwa item ataupun subtes instrumen hanya mengukur satu faktor

saja.

5. Jika model fit, maka langkah selanjutnya menguji apakah item signifikan atau

tidak mengukur apa yang hendak diukur, dengan menggunakan t-test. Jika

hasil t-test tidak signifikan maka item tersebut tidak signifikan dalam

mengukur apa yang hendak diukur, bila perlu item yang demikian di-drop

dan sebaliknya.

Page 66: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

54

6. Terakhir, apabila dari hasil CFA terdapat item yang koefisien muatan

faktornya negatif, maka item tersebut harus di-drop. Sebab hal ini tidak sesuai

dengan sifat item, yang bersifat positif (favorable). Adapun pengujian analisis

CFA seperti ini dilakukan dengan bantuan software LISREL 8.70.

3.4.1 Uji validitas konstruk prasangka sosial

Dalam subbab ini penulis menguji apakah dua belas item yang ada dalam skala ini

bersifat unidimensional atau tidak. Untuk melihat signifikan tidaknya item

tersebut mengukur faktor yang hendak diukur diujikan hipotesis nihil tentang

koefisien muatan faktor dari tiap item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat

nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor. Jika nilai t>1.96 artinya item tersebut

signifikan dan sebaliknya, hasilnya terdapat dalam tabel berikut ini:

Tabel 3.6

Uji Validitas Konstruk Prasangka Sosial

No Koefesien Standard Eror Nilai t Signifikan

1 0,62 0,06 10,79 √

2 0,92 0,05 17,96 √

3 0,83 0,05 17,96 √

4 0,79 0,05 14,69 √

5 0,74 0,06 13,20 √

6 0,59 0,06 9,94 √

7 0,34 0,06 5,32 √

8

9

10

11

12

0,65

0,72

0,76

0,62

0,24

0,06

0,06

0,06

0,06

0,07

10,76

12,81

12,89

9,87

4,60

√ Keterangan: √ = signifikan (t>1.96), X = tidak signifikan

Berdasarkan tabel 3.6 dapat dilihat bahwa dua belas item tersebut memiliki nilai t

di atas 1,96 dan tidak minus sehingga item signifikan dan tidak perlu di-drop.

3.4.2 Uji validitas konstruk fundamentalisme

Dalam subbab ini penulis menguji apakah enam item yang ada dalam skala ini

bersifat unidimensional atau tidak. Untuk melihat signifikan tidaknya item

Page 67: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

55

tersebut mengukur faktor yang hendak diukur diujikan hipotesis nihil tentang

koefisien muatan faktor dari tiap item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat

nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor. Jika nilai t>1.96 artinya item tersebut

signifikan dan sebaliknya, hasilnya terdapat dalam tabel berikut ini:

Tabel 3.7

Uji Validitas Konstruk Fundamentalisme

No Koefesien Standard Eror Nilai t Signifikan

1 0,51 0,06 8,07 √

2 0,72 0,06 12,64 √

3 0,55 0,06 8,97 √

4 0,89 0,05 17,22 √

5 0,92 0,05 18,10 √

6 0,26 0,07 3,89 √ Keterangan: √ = signifikan (t>1.96), X = tidak signifikan

Berdasarkan tabel 3.7 dapat dilihat bahwa enam item tersebut memiliki nilai t di

atas 1,96 dan tidak minus sehingga item signifikan dan tidak perlu di-drop.

3.4.3 Uji validitas konstruk identitas sosial

1. Kategorisasi

Penulis menguji apakah enam item yang ada dalam skala ini bersifat

unidimensional atau tidak. Untuk melihat signifikan tidaknya item tersebut

mengukur faktor yang hendak diukur diujikan hipotesis nihil tentang koefisien

muatan faktor dari tiap item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi

setiap koefisien muatan faktor. Jika nilai t>1.96 artinya item tersebut signifikan

dan sebaliknya, hasilnya terdapat dalam tabel berikut ini :

Tabel 3.8

Uji Validitas Konstruk Kategorisasi

No Koefesien Standar eror Nilai t Signifikan

1 0,56 0,07 8,08 √

2 0,52 0,09 6,15 √

3 0,62 0,07 9,32 √

4 -0,08 0,08 -1,00 ×

5 0,23 0,07 3,06 √

6 0,76 0,08 9,98 √

Keterangan: √ = signifikan (t>1.96), X = tidak signifikan

Page 68: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

56

Berdasarkan tabel 3.8 dapat dilihat bahwa dari enam item ada lima item yang nilai

t nya di atas 1,96 dan tidak minus sehingga item signifikan dan tidak perlu di-

drop. Sedangkan satu item memiliki nilai t kurang dari 1,96. Artinya ada lima

item yang tidak perlu di-drop untuk analisis uji hipotesis.

2. Rasa kepemilikan

Dalam subbab ini penulis menguji apakah enam item yang ada dalam skala ini

bersifat unidimensional atau tidak. Untuk melihat signifikan tidaknya item

tersebut mengukur faktor yang hendak diukur diujikan hipotesis nihil tentang

koefisien muatan faktor dari tiap item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat

nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor. Jika nilai t>1.96 artinya item tersebut

signifikan dan sebaliknya, hasilnya terdapat dalam tabel berikut ini:

Tabel 3.9

Uji Validitas Konstruk Rasa Kepemilikan

No Koefesien Standard Eror Nilai t Signifikan

1 0,56 0,07 8,41 √

2 0,65 0,07 9,56 √

3 0,53 0,07 7,94 √

4 0,95 0,07 13,34 √ Keterangan: √ = signifikan (t>1.96), X = tidak signifikan

Berdasarkan tabel 3.9 dapat dilihat bahwa empat item tersebut memiliki nilai t di

atas 1,96 dan tidak minus sehingga item signifikan dan tidak perlu di-drop.

3. Sikap positif

Dalam subbab ini penulis menguji apakah enam item yang ada dalam skala ini

bersifat unidimensional atau tidak. Untuk melihat signifikan tidaknya item

tersebut mengukur faktor yang hendak diukur diujikan hipotesis nihil tentang

koefisien muatan faktor dari tiap item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat

Page 69: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

57

nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor. Jika nilai t>1.96 artinya item tersebut

signifikan dan sebaliknya, hasilnya terdapat dalam tabel berikut ini:

Tabel 3.10

Uji Validitas Konstruk Sikap Positif

No Koefesien Standard Eror Nilai t Signifikan

1 0,85 0,05 15,55 √

2 0,34 0,07 5,12 √

3 0,53 0,06 8,63 √

4 0,53 0,06 8,64 √

5 0,54 0,06 8,92 √

6 0,95 0,05 18,26 √ Keterangan: √ = signifikan (t>1.96), X = tidak signifikan

Berdasarkan tabel 3.10 dapat dilihat bahwa enam item tersebut memiliki nilai t di

atas 1,96 dan tidak minus sehingga item signifikan dan tidak perlu di-drop.

3.4.4 Uji validitas konstruk religiusitas

1. Kepercayaan

Dalam subbab ini penulis menguji apakah enam item yang ada dalam skala ini

bersifat unidimensional atau tidak. Untuk melihat signifikan tidaknya item

tersebut mengukur faktor yang hendak diukur diujikan hipotesis nihil tentang

koefisien muatan faktor dari tiap item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat

nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor. Jika nilai t>1.96 artinya item tersebut

signifikan dan sebaliknya, hasilnya terdapat dalam tabel berikut ini:

Tabel 3.11

Uji Validitas Konstruk Kepercayaan

No Koefesien Standard Eror Nilai t Signifikan

1 0,62 0,06 10,13 √

2 0,90 0,06 16,32 √

3 0,62 0,06 10,19 √

4 0,59 0,06 9,49 √

5 0,19 0,07 2,61 √

6 0,77 0,06 13,28 √

7 0,61 0,06 9,75 √ Keterangan: √ = signifikan (t>1.96), X = tidak signifikan

Page 70: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

58

Berdasarkan tabel 3.11 dapat dilihat bahwa tujuh item tersebut memiliki nilai t di

atas 1,96 dan tidak minus sehingga item signifikan dan tidak perlu di-drop.

2. Keterikatan

Dalam subbab ini penulis menguji apakah sepuluh item yang ada dalam skala ini

bersifat unidimensional atau tidak. Untuk melihat signifikan tidaknya item

tersebut mengukur faktor yang hendak diukur diujikan hipotesis nihil tentang

koefisien muatan faktor dari tiap item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat

nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor. Jika nilai t>1.96 artinya item tersebut

signifikan dan sebaliknya, hasilnya terdapat dalam tabel berikut ini:

Tabel 3.12

Uji Validitas Konstruk Keterikatan

No Koefesien Standard Eror Nilai t Signifikan

1 0,88 0,05 17,05 √

2 0,76 0,05 13,99 √

3 0,60 0,06 10,17 √

4 0,85 0,05 16,51 √

5 0,91 0,05 18,29 √

6 0,91 0,05 18,33 √

7 0,55 0,06 9,15 √

8 0,56 0.06 9,31 √

9 0,85 0.05 16,44 √

10 -0.36 0,06 -5,82 × Keterangan: √ = signifikan (t>1.96), X = tidak signifikan

Berdasarkan tabel 3.12 ini dapat dilihat bahwa dari sepuluh item ada sembilan

item yang nilai t nya di atas 1,96 dan tidak minus sehingga item signifikan dan

tidak perlu di-drop. Sedangkan satu item memiliki nilai t kurang dari 1,96.

Artinya ada sembilan item yang tidak perlu di-drop untuk analisis uji hipotesis.

3. Perilaku

Dalam subbab ini penulis menguji apakah delapan item yang ada dalam skala ini

bersifat unidimensional atau tidak. Untuk melihat signifikan tidaknya item

tersebut mengukur faktor yang hendak diukur diujikan hipotesis nihil tentang

Page 71: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

59

koefisien muatan faktor dari tiap item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat

nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor. Jika nilai t>1.96 artinya item tersebut

signifikan dan sebaliknya, hasilnya terdapat dalam tabel berikut ini:

Tabel 3.13

Uji Validitas Konstruk Perilaku

No Koefesien Standard Eror Nilai t Signifikan

1 0,42 0,06 6,65 √

2 0,56 0,06 8,99 √

3 0,55 0,06 9,01 √

4 0,82 0,05 15,30 √

5 0,74 0,06 12,50 √

6 0,80 0,05 14,90 √

7 0,55 0,06 8,81 √

8 0,90 0,05 17,38 √ Keterangan: √ = signifikan (t>1.96), X = tidak signifikan

Berdasarkan tabel 3.13 dapat dilihat bahwa delapan item tersebut memiliki nilai t

di atas 1,96 dan tidak minus sehingga item signifikan dan tidak perlu di-drop.

4. Kepemilikan

Dalam subbab ini penulis menguji apakah tiga item yang ada dalam skala ini

bersifat unidimensional atau tidak. Untuk melihat signifikan tidaknya item

tersebut mengukur faktor yang hendak diukur diujikan hipotesis nihil tentang

koefisien muatan faktor dari tiap item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat

nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor. Jika nilai t>1.96 artinya item tersebut

signifikan dan sebaliknya, hasilnya terdapat dalam tabel berikut ini:

Tabel 3.14

Uji Validitas Konstruk Kepemilikan

No Koefesien Standard Eror Nilai t Signifikan

1 0,72 0,07 10,96 √

2 0,93 0,07 13,90 √

3 0,57 0,07 8,66 √ Keterangan: √ = signifikan (t>1.96), X = tidak signifikan

Berdasarkan tabel 3.14 dapat dilihat bahwa tiga item tersebut memiliki nilai t di

atas 1,96 dan tidak minus sehingga item signifikan dan tidak perlu di-drop.

Page 72: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

60

3.5 Teknik Analisis Data

Untuk menguji hipotesis penelitian, penulis menggunakan metode analisis regresi

berganda (multiple reggression analysis) yaitu suatu metode untuk menguji

signifikan tidaknya pengaruh dari sekumpulan variabel bebas (Independent

Variable) yaitu fundamentalisme, identitas sosial (kategorisasi, rasa kepemilikan,

dan sikap positif), dan religiusitas (kepercayaan, keterikatan, perilaku, dan

kepemilikan) terhadap variabel terikat (Dependent Variable) yaitu prasangka

sosial. Analisis regresi berganda digunakan agar dapat menjawab hipotesis nihil

yang ada pada bab 2. Dalam penelitian ini Dependent Variable sebanyak satu

variabel dan Independent Variable sebanyak delapan variabel. Sehingga susunan

persamaan garis regresi penelitian ini adalah:

Y=a+b1X1+b2X2+b3X3+b4X4+b5X5+b6X6+b7X7+b8X8 +e

Keterangan :

Y = Prasangka sosial

a = Intersep atau konstan

b = Koefisien regresi

X1 = Fundamentalisme

X2 = Kategorisasi

X3 = Rasa Kepemilikan

X4 = Sikap Positif

X5 = Kepercayaan

X6 = Keterikatan

X7 = Perilaku

X8 = Kepemilikan

e = Error

Selanjutnya, untuk menilai apakah model regresi yang dihasilkan

merupakan model yang paling sesuai (memiliki error terkecil), dibutuhkan

beberapa pengujian dan analisis sebagai berikut:

Page 73: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

61

1. R2

(koefisien determinasi berganda)

Melalui regresi berganda ini akan diperoleh nilai R, yaitu melalui regresi berganda

antara fundamentalisme, identitas sosial dan religiusitas terhadap prasangka

sosial. Besarnya prasangka sosial yang disebabkan oleh faktor-faktor yang telah

disebutkan sebelumnya, ditunjukkan oleh koefisien determinasi berganda atau R2.

R2

menunjukkan variasi oleh perubahan DV (Y) yang disebabkan variabel IV (X)

atau digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh IV (X) terhadap DV (Y)

atau merupakan proporsi varians dari fundamentalisme, identitas sosial dan

religiusitas. Untuk mendapat nilai R2 digunakan rumus sebagai berikut:

R2

=

2. Uji F

Selanjutnya R2 diuji untuk membuktikan apakah regresi Y pada X signifikan atau

tidak. Untuk mengujinya digunakan uji F dengan rumus sebagai berikut:

F= ⁄

( ) ( )

K adalah jumlah IV dan N adalah jumlah sampel. Dari uji F yang dilakukan, dapat

dilihat apakah IV yang diuji memiliki pengaruh terhadap DV.

3. Uji t

Kemudian dilanjutkan dengan uji t dimana ini digunakan untuk melihat apakah

pengaruh yang diberikan IV (X) signifikan terhadap DV (Y). Oleh karena itu,

sebelum didapat nilai t dari setiap IV harus didapat dahulu nilai standard error

estimate dari b (koefisien regresi) yang didapatkan melalui akar mean square

dibagi SS. Setelah didapat nilai Sb barulah bisa dilakukan uji t, yaitu hasil bagi

Page 74: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

62

dari b (koefisien regresi) dengan Sb itu sendiri. Uji t dilakukan dengan

menggunakan rumus sebagai berikut :

R2

=

Dimana b adalah koefisien regresi dan Sb adalah standar eror dari b. Hasil uji t ini

akan diperoleh dan hasil regresi yang akan dilakukan oleh penulis nantinya.

Page 75: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

63

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Subjek Penelitian

Gambaran subjek penelitian ini didasarkan pada data demografis, yang terdiri dari

(1) usia; (2) jenis kelamin; (3) fakultas; (4) semester; (5) organisasi yang diikuti.

Tabel 4.1

Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Data Demografis

Jumlah Persentase Total

Usia

17-20 (remaja akhir) 127 52,05% 244 (100%)

≥ 21 (dewasa awal) 117 47,95%

Jenis Kelamin

Laki-laki 75 30,74% 244 (100%)

Perempuan 169 69,26%

Fakultas

FITK 59 24,18%

244 (100%)

FDI 7 2,87%

FU 12 4,92%

FDIK 24 9,84%

FAH 18 7,38%

FSH 21 8,61%

FST 24 9,84%

FEB 21 8,61%

FPSI 29 11,89%

FISIP 22 9,02%

FKIK 7 2,87%

Semester

2 67 27,46%

244 (100%)

4 53 21,72%

6 47 19,26%

8 50 20,49%

10 24 9,84%

12 1 0,41%

14 2 0,82%

Organisasi yang Diikuti

Keagamaan 145 59,43% 244 (100%)

Non Keagamaan 99 40,57%

Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa responden berjumlah 244 orang.

Responden berdasarkan usia remaja akhir (17-20 tahun) berjumlah 127 orang

(52,05%) sementara usia dewasa awal (≥21 tahun) berjumlah 117 orang (47,95%).

Page 76: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

64

Kemudian berdasarkan jenis kelamin, responden perempuan mengungguli dengan

169 orang (69,26%) sedangkan responden laki-laki berjumlah 75 orang (30,74%).

Dari 11 fakultas yang tercatat dalam penelitian ini, FITK mendominasi

dengan 59 orang (24,98%), sedangkan responden FDI dan FKIK memiliki jumlah

responden terendah dengan masing-masing 7 orang (2,87%). Berdasarkan

semester, terlihat bahwa responden paling banyak berasal dari semester 2 dengan

67 orang (27,46%), dan responden paling sedikit berasal dari semester 12 dengan

1 orang (0,41%). Terakhir, terkait bentuk organisasi yang diikuti, sebanyak 145

orang (59,43%) responden mengikuti organisasi dengan nuansa keagamaan,

sementara 99 orang (40,57%) lainnya tidak.

4.2 Hasil Analisis Deskriptif

Pada penelitian ini, penulis melakukan uji statistika deskriptif dari sampel

yang berjumlah 244 orang. Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui nilai minimum

dan maksimum dari tiap variabel yang diteliti. Tabel 4.2 juga menunjukan nilai

mean dan standar deviasi dari masing-masing variabel. Berdasarkan tabel 4.2,

dapat dilihat bahwa nilai maksimum tertinggi ada pada variabel prasangka sosial

(83,27) dan nilai minimum terendah berada pada variabel kepemilikan, (8,42).

Tabel 4.2

Hasil Analisis Deskriptif

Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Prasangka Sosial 31,66 83,27 50.0000 9.46435

Fundamentalisme 9,15 63,14 50.0000 9.30884

Kategorisasi 22,49 69,26 50.0000 7.91959

Rasa Kepemilikan 25,05 67,76 50.0000 8.80028

Sikap Positif 15,45 68,11 50.0000 8.98969

Kepercayaan 16,81 63,28 50.0000 8.89273

Keterikatan 9,51 61,25 50.0000 9.42072

Perilaku 13,99 68,61 50.0000 9.27691

Kepemilikan 8,42 65,56 50.0000 8.67755

Page 77: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

65

4.3 Kategorisasi Skor

Penulis membagi klasifikasi prasangka sosial, fiundamentalisme, kategorisasi,

rasa kepemilikan, sikap positif, kepercayaan, keterikatan, perilaku, dan

kepemilikan menjadi dua skor, yaitu skor rendah dan skor tinggi. Kategorisasi

didapat berdasarkan rumus pada tabel 4.3 berikut:

Tabel 4.3

Rumus Kategorisasi

Kategorisasi Rumus

Rendah X<M

Tinggi X>M

Adapun kategorisasi skor masing-masing variabel adalah sebagai berikut :

4.3.1 Kategorisasi prasangka sosial

Kategorisasi skor prasangka sosial dijelaskan pada tabel 4.4 sebagai berikut:

Tabel 4.4

Kategorisasi Prasangka Sosial

Rendah Tinggi Total

Frekuensi 100 144 244

Persentase 40,98% 59,02% 100%

Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa dari 244 subjek penelitian,

subjek penelitian dengan skor prasangka sosial rendah berjumlah 100 orang

(40,98%), sedangkan subjek penelitian dengan skor prasangka sosial tinggi

sebanyak 144 orang (59,02%).

4.3.2 Kategorisasi fundamentalisme

Kategorisasi skor fundamentalisme dijelaskan pada tabel 4.5 sebagai berikut:

Tabel 4.5

Kategorisasi Fundamentalisme

Rendah Tinggi Total

Frekuensi 143 101 244

Persentase 58,61% 41,39% 100%

Page 78: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

66

Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat bahwa dari 244 subjek penelitian,

subjek penelitian dengan skor fundamentalisme rendah berjumlah 143 orang

(58,61%), sedangkan subjek penelitian dengan skor fundamentalisme tinggi

berjumlah 101 orang (41,39%).

4.3.3 Kategorisasi identitas sosial

Kategorisasi skor identitas sosial dijelaskan pada tabel 4.6 sebagai berikut:

Tabel 4.6

Kategorisasi Identitas Sosial

Dimensi Rendah (Persentase) Tinggi (Persentase) Total (Persentase)

Kategorisasi 110 (45,08%) 134 (54,92%) 244 (100%)

Rasa Kepemilikan 154 (63,11%) 90 (36,89%) 244 (100%)

Sikap Positif 151 (61,89%) 93 (38,11%) 244 (100%)

Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat bahwa dari 244 subjek penelitian,

subjek penelitian dengan skor identitas sosial rendah terbanyak terdapat pada

dimensi rasa kepemilikan dengan 154 orang (63,11%). Sementara skor identitas

sosial rendah terkecil terdapat pada dimensi kategorisasi dengan 110 orang

(45,08%).

Berdasarkan tabel 4.6 juga dapat dilihat bahwa dari 244 subjek penelitian,

subjek penelitian dengan skor identitas sosial tinggi terbanyak terdapat pada

dimensi kategorisasi dengan 134 orang (54,92%). Sementara skor identitas sosial

tinggi terkecil terdapat pada dimensi rasa kepemilikan dengan 90 orang (36,89%).

4.3.4 Kategorisasi religiusitas

Kategorisasi skor religiusitas dijelaskan pada tabel 4.7 sebagai berikut:

Tabel 4.7

Kategorisasi Religiusitas

Dimensi Rendah (Persentase) Tinggi (Persentase) Total (Persentase)

Kepercayaan 114 (46,72%) 130 (53,28%) 244 (100%)

Keterikatan 103 (42,21%) 141 (57,79%) 244 (100%)

Perilaku 137 (56,15%) 107 (43,85%) 244 (100%)

Kepemilikan 166 (68,03%) 78 (31,97%) 244 (100%)

Page 79: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

67

Berdasarkan tabel 4.7 dapat dilihat bahwa dari 244 subjek penelitian,

subjek penelitian dengan skor religiusitas rendah terbanyak terdapat pada dimensi

kepemilikan dengan 166 orang (68,03%). Sementara skor religiusitas rendah

terkecil terdapat pada dimensi keterikatan dengan 103 orang (42,21%).

Berdasarkan tabel 4.7 juga dapat dilihat bahwa dari 244 subjek penelitian,

subjek penelitian dengan skor religiusitas tinggi terbanyak terdapat pada dimensi

keterikatan dengan 141 orang (57,79%). Sementara skor religiusitas tinggi terkecil

terdapat pada dimensi kepemilikan dengan 78 orang (31,97%).

4.4 Uji Hipotesis

Pada tahapan ini penulis menguji hipotesis dengan teknik analisis regresi

berganda dengan menggunakan software SPSS. Seperti yang sudah disebutkan

pada bab 3, dalam regresi ada tiga hal yang dilihat, yaitu (1) besaran R square

untuk mengetahui berapa persen (%) varians Dependent Variable yang dijelaskan

Independent Variable, (2) apakah secara keseluruhan Independent Variable

berpengaruh signifikan terhadap Dependent Variable dan (3) signifikan atau

tidaknya koefisien regresi dari masing-masing Independent Variable. Langkah

pertama penulis melihat besaran R square untuk mengetahui berapa persen (%)

varians Dependent Variable yang dijelaskan oleh Independent Variable.

Selanjutnya untuk tabel R square dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut :

Tabel 4.8

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate

1 ,393a ,154 ,126 8,85011

a. Predictors: (Constant), Kepemilikan, Fundamentalisme, Kategorisasi, Keterikatan, Perilaku,

Sikap_Positif, Rasa_Kepemilikan, Kepercayaan.

b. Dependent Variable: Prasangka

Page 80: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

68

Berdasarkan tabel 4.8 dapat dilihat bahwa perolehan R square sebesar

0.154 atau 15.4%. Artinya proporsi varians dari prasangka sosial yang dijelaskan

oleh fundamentalisme, identitas sosial (kategorisasi, rasa kepemilikan, dan sikap

positif), dan religiusitas (kepercayaan, keterikatan, perilaku, dan kepemilikan)

dalam penelitian ini adalah sebesar 15,4% sedangkan 84,6% sisanya dipengaruhi

oleh variabel lain di luar penelitian. Langkah selanjutnya penulis menganalisis

dampak dari seluruh Independent Variable terhadap Dependent Variable. Adapun

hasil uji F dapat dilihat pada tabel 4.9 berikut:

Tabel 4.9

ANOVAa

Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Regression 3360.204 8 420.026 5.363 .000b

Residual 18406.250 235 78.324

Total 21766.454 243

a. Dependent Variable: Prasangka

b. Predictors: (Constant), Kepemilikan, Fundamentalisme, Kategorisasi, Keterikatan, Perilaku,

Sikap_Positif, Rasa_Kepemilikan, Kepercayaan

Dilihat dari kolom pertama dari kanan (.Sig) pada tabel 4.9 dapat diketahui

bahwa nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05, maka hipotesis nihil yang

menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan seluruh Independent Variable

terhadap Dependent Variable ditolak. Artinya ada pengaruh yang signifikan

antara fundamentalisme, identitas sosial (kategorisasi, rasa kepemilikan, dan sikap

positif), dan religiusitas (kepercayaan, keterikatan, perilaku, dan kepemilikan)

terhadap prasangka sosial.

Page 81: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

69

Tabel 4.10

Koefisien

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficient Sig.

B Beta

(Constant) 44.841 .000

Fundamentalisme .208 .205 .003

Kategorisasi .166 .139 .104

Rasa_Kepemilikan .008 .007 .947

Sikap_Positif -.400 -.380 .000

Kepercayaan -.136 -.128 .310

Keterikatan -.105 -.105 .382

Perilaku .277 .272 .002

Kepemilikan .085 .078 .332

a. Dependent Variable: Prasangka

Berdasarkan pada tabel 4.10 dapat disimpulkan persamaan regresinya

sebagai berikut: Prasangka sosial = 44.841 + 0,208 fundamentalisme* + 0,166

kategorisasi + 0,008 rasa kepemilikan + (-0,400) sikap positif* + (-0,136)

kepercayaan + (-0,105) keterikatan + 0,277 perilaku* + 0,085 kepemilikan .

Keterangan :

Tanda (*) = Variabel Signifikan

Begitu juga dengan hasil uji hipotesis minor dapat dilihat berdasarkan

tabel 4.10, rinciannya sebagai berikut :

1. Variabel fundamentalisme memiliki nilai signifikansi sebesar 0,003 (<0.05)

dengan arah koefisien yang positif dan nilai Beta 0,208. Karena nilai sig<0.05

maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis nihil (H0) ditolak, sehingga dapat

dikatakan bahwa fundamentalisme secara positif memiliki pengaruh signifikan

terhadap prasangka sosial. Artinya, semakin tinggi fundamentalisme, semakin

tinggi pula prasangka sosial terhadap Nonmuslim.

2. Variabel kategorisasi memiliki nilai signifikansi sebesar 0,104 (>0.05) dengan

arah koefisien yang positif dan nilai Beta 0,166. Karena nilai sig>0.05 maka

Page 82: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

70

dapat disimpulkan bahwa hipotesis nihil (H0) diterima, sehingga dapat

dikatakan bahwa kategorisasi secara positif tidak memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap prasangka sosial.

3. Variabel rasa kepemilikan memiliki signifikansi sebesar 0,947 (>0.05) dengan

arah koefisien yang positif dan nilai Beta 0,008. Karena nilai sig>0.05 maka

dapat disimpulkan bahwa hipotesis nihil (H0) diterima, sehingga dapat

dikatakan bahwa rasa kepemilikan secara positif tidak memiliki pengaruh

yang signifikan terhadap prasangka sosial.

4. Variabel sikap positif memiliki nilai signifikansi sebesar 0,000 (<0.05) dengan

arah koefisien yang negatif dan nilai Beta -0,400. Karena nilai sig<0.05 maka

dapat disimpulkan bahwa hipotesis nihil (H0) ditolak, sehingga dapat

dikatakan bahwa sikap positif secara negatif memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap prasangka sosial. Artinya,semakin tinggi sikap positif,

semakin rendah prasangka sosial terhadap Nonmuslim.

5. Variabel kepercayaan memiliki signifikansi sebesar 0,310 (>0.05) dengan arah

koefisien yang negatif dan nilai Beta -0,136. Karena nilai sig>0.05 maka dapat

disimpulkan bahwa hipotesis nihil (H0) diterima, sehingga dapat dikatakan

bahwa kepercayaan secara negatif tidak memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap prasangka sosial.

6. Variabel keterikatan memiliki signifikansi sebesar 0,382 (>0.05) dengan arah

koefisien yang negatif dan nilai Beta -0,105. Karena nilai sig>0.05 maka dapat

disimpulkan bahwa hipotesis nihil (H0) diterima, sehingga dapat dikatakan

Page 83: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

71

bahwa keterikatan secara negatif tidak memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap prasangka sosial.

7. Variabel perilaku memiliki nilai signifikansi sebesar 0,002 (<0.05) dengan

arah koefisien yang positif dan nilai Beta 0,277. Karena nilai sig<0.05 maka

dapat disimpulkan bahwa hipotesis nihil (H0) ditolak, sehingga dapat

dikatakan bahwa perilaku secara positif memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap prasangka sosial. Artinya semakin tinggi perilaku keberagamaan,

semakin tinggi pula prasangka sosial terhadap Nonmuslim.

8. Variabel kepemilikan memiliki nilai signifikansi sebesar 0,332 (>0.05) dengan

arah koefisien yang positif dan nilai Beta 0,085. Karena nilai sig>0.05 maka

dapat disimpulkan bahwa hipotesis nihil (H0) diterima, sehingga dapat

dikatakan bahwa kepemilikan secara positif tidak memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap prasangka sosial.

4.5 Analisis Proporsi Varians pada Masing-masing Independent Variable

Pengujian pada tahap ini bertujuan untuk melihat signifikan tidaknya penambahan

(incremented) proporsi varian dari tiap Independent Variable. Independent

Variable dianalisis satu per satu. Pada tabel 4.11 dipaparkan besarnya proporsi

varians pada prasangka sosial, juga seberapa banyak sumbangan pengaruh setiap

Independent Variable terhadap Dependent Variable.

Page 84: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

72

Tabel 4.11

Proporsi Varians Sumbangan Masing-masing Independent Variable

No. Independent Variabel R2

R2Change Sig

1 Fundamentalisme .027 .027 .009

2 Kategorisasi .029 .002 .522

3 Rasa_Kepemilikan .057 .028 .008

4 Sikap_Positif .104 .047 .000

5 Kepercayaan .105 .001 .625

6 Keterikatan .105 .000 .863

7 Perilaku .151 .046 .000

8 Kepemilikan .154 .003 .332

Total 15.4%

Berdasarkan tabel 4.11 didapatkan informasi sebagai berikut :

1. Variabel fundamentalisme memiliki nilai R2 change sebesar 0,027 atau

memberikan kontribusi sebesar 2,7% terhadap prasangka sosial. Kontribusi

tersebut signifikan secara statistik dengan Sig. F Change = 0,009 (sig<0,05).

2. Variabel kategorisasi memiliki nilai R2 change sebesar 0,002 atau memberikan

kontribusi sebesar 0,2% terhadap prasangka sosial. Kontribusi tersebut tidak

signifikan secara statistik dengan Sig. F Change = 0,522 (sig>0,05).

3. Variabel rasa kepemilikan memiliki nilai R2

change sebesar 0,028 atau

memberikan kontribusi sebesar 2,8% terhadap prasangka sosial. Kontribusi

tersebut signifikan secara statistik dengan Sig. F Change = 0,008 (sig<0,05).

4. Variabel sikap positif memiliki nilai R2 change sebesar 0,047 atau

memberikan kontribusi sebesar 4,7% terhadap prasangka sosial. Kontribusi

tersebut signifikan secara statistik dengan Sig. F Change = 0,000 (sig<0,05).

5. Variabel kepercayaan memiliki nilai R2 change sebesar 0,001 atau

memberikan kontribusi sebesar 0,1% terhadap prasangka sosial. Kontribusi

tersebut tidak signifikan secara statistik dengan Sig. F Change = 0,625

(sig>0,05).

Page 85: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

73

6. Variabel keterikatan memiliki nilai R2 change sebesar 0,000 atau memberikan

kontribusi sebesar 0% terhadap prasangka sosial. Kontribusi tersebut tidak

signifikan secara statistik dengan Sig. F Change = 0,863 (sig>0,05).

7. Variabel perilaku memiliki nilai R2 change sebesar 0,046 atau memberikan

kontribusi sebesar 4,6% terhadap prasangka sosial. Kontribusi tersebut

signifikan secara statistik dengan Sig. F Change = 0,000 (sig<0,05).

8. Variabel kepemilikan memiliki nilai R2 change sebesar 0,003 atau

memberikan kontribusi sebesar 0,3% terhadap prasangka sosial. Kontribusi

tersebut tidak signifikan secara statistik dengan Sig. F Change = 0,332

(sig>0,05).

Page 86: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

74

BAB 5

KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan uji hipotesis yang dilakukan dengan menggunakan uji multiple

regression, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari

fundamentalisme, identitas sosial, dan religiusitas terhadap prasangka sosial

sebesar 15,4%. Dengan demikian hipotesis nihil (H0) ditolak. Artinya, terdapat

pengaruh fundamentalisme, identitas sosial, dan religiusitas terhadap prasangka

sosial pada mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dilihat melalui koefisien regresi, hasil penelitian menunjukkan bahwa ada

tiga dimensi yang berpengaruh signifikan terhadap prasangka sosial yaitu

fundamentalisme, sikap positif pada variabel identitas sosial, dan perilaku pada

variabel religiusitas. Sedangkan dimensi kategorisasi dan dimensi rasa

kepemilikan pada variabel identitas sosial serta dimensi kepercayaan, dimensi

keterikatan, dan dimensi kepemilikan pada variabel religiusitas tidak memberikan

pengaruh yang signifikan terhadap prasangka sosial.

5.2 Diskusi

Hasil penelitian menjelaskan bahwa 59% mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta dalam penelitian ini memiliki prasangka sosial terhadap Nonmuslim. Ini

merupakan angka yang cukup tinggi. Namun demikian 41% sisanya tentu masih

memberi harapan bahwa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mampu menghalau

kecenderungan munculnya sikap prasangka sosial. Selanjutnya, berdasarkan hasil

penelitian, diketahui bahwa dari delapan variabel yang diteliti ada tiga variabel

Page 87: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

75

yang mempengaruhi prasangka sosial secara signifikan, yaitu fundamentalisme,

sikap positif, dan perilaku.

Variabel pertama yang memberikan pengaruh signifikan adalah

fundamentalisme. Dari arah hubungan yang positif, dapat diartikan bahwa

semakin tinggi tingkat fundamentalisme seorang individu maka semakin tinggi

pula tingkat prasangka sosial yang dimiliki. Namun demikian, hanya 41,39%

responden yang memiliki skor fundamentalisme tinggi, 58,61% lainnya termasuk

kategori rendah.

Temuan ini sejalan dengan penelitian prasangka terhadap Kristen yang

dilakukan pada sampel Muslim dengan rentang usia 14 sampai dengan 32 tahun

oleh Putra dan Wongkaren (2010) bahwa fundamentalisme merupakan salah satu

prediktor atau faktor penyebab munculnya prasangka. Selain itu, Altemeyer

(2003) juga menemukan bahwa fundamentalisme berkorelasi dengan prasangka.

Dalam penelitian lain dengan sampel Kristen pun berlaku demikian.

Penelitian Raiya, Pargament, Mahoney, dan Trevino (2008) menemukan bahwa

salah satu penyebab munculnya persepsi Muslim merupakan penoda agama

Kristen hingga timbul prasangka, salah satunya adalah fundamentalisme. Sejalan,

Rowatt, Franklin, dan Cotton (2005) yang meneliti sikap implisit dan eksplisit

pada Muslim dan Kristen dengan sampel yang didominasi Kristen di Amerika

Serikat juga menemukan adanya hubungan yang positif antara fundamentalisme

dengan prasangka. Rowatt, et al (2005) melaporkan bahwa ketika

fundamentalisme meningkat, sikap terhadap Muslim pada umat Kristen menjadi

lebih negatif.

Page 88: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

76

Demikian juga halnya ketika dilakukan penelitian lintas budaya dalam

konteks prasangka terhadap homoseksual dan wanita. Penelitian Hunsberger,

Owusu, dan Duck (1999) mencoba meneliti efek fundamentalisme terhadap

prasangka secara lintas budaya melalui sampel Ghana dan Kanada. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa fundamentalisme behubungan dengan sikap

negatif atau prasangka terhadap homoseksual dan wanita.

Salah satu sebab berpengaruhnya fundamentalisme terhadap prasagka

menurut Altemeyer (2003) adalah penekanan aspek identitas religius sejak masa

kanak-kanak, sehingga penggolongan “kita” dan “mereka” menjadi lebih kuat

ketika beranjak dewasa. Dalam kasus prasangka rasial pun berlaku demikian, akan

lebih kuat jika identitas rasial sudah ditekankan sejak masa kanak-kanak.

Lebih lanjut, Brandt dan Reyna (2010) menjelaskan bahwa

fundamentalisme dapat berpengaruh terhadap prasangka karena prasangka dapat

melindungi sistem kepercayaan fundamentalis melalui rasa kepastian (sense of

certainty) yang dihasilkan dari sudut pandang fundamentalis. Selain itu,

fundamentalisme agama juga berfokus pada pikiran tertutup (closed-mindedness),

dimana individu merasakan kepastian bahwa keyakinan agamanya benar, dan

bahwa individu memiliki jalan menuju kebenaran mutlak (Altemeyer &

Hunsberger, 1992).

Variabel kedua yang memberikan pengaruh signifikan adalah sikap positif.

Dari arah hubungan yang negatif, dapat diartikan bahwa semakin tinggi tingkat

sikap positif seorang individu maka semakin rendah tingkat prasangka sosial yang

Page 89: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

77

dimiliki, begitupun sebaliknya. Ada 61,89% responden yang memiliki skor sikap

positif rendah, 38,11% lainnya termasuk kategori tinggi.

Mengenai temuan kedua ini, Tajfel dan Turner (1979) menerangkan

bahwa melalui suatu identitas seseorang dapat memahami dan membangun nilai

positif. Identitas adalah sesuatu yang sifatnya di luar personalitas atau sangat

bersifat sosial. Di dalam identitas sosial, individu-individu yang mencirikan

dirinya sebagai satu identitas kelompok akan membentuk solidaritas sebagai

perwujudan ikatan kebersamaan. Efek dari pembentukan identitas ini adalah

pengagungan yang berlebih terhadap ingroup dan menghina atau merendahkan

individu yang berasal dari outgroup. Namun penjelasan Tajfel dan Turner (1979)

tersebut tidak sesuai dengan hasil penelitian ini karena sikap positif terhadap

identitas sosial dalam penelitian ini memiliki arah hubungan negatif dengan sikap

prasangka.

Allport (dalam Brewer, 1999) menyatakan bahwa ingroup merupakan hal

yang utama secara psikologis. dalam arti bahwa keakraban, keterikatan, dan

preferensi kepada ingroup seorang individu sudah ada lebih dulu sebelum muncul

pengembangan sikap terhadap outgroup. Lebih jauh, Allport (dalam Brewer,

1999) menyadari bahwa preferensial positif terhadap ingroup tidak selalu berarti

negativitas atau permusuhan terhadap kelompok luar. Brewer (1979) juga

menegaskan bahwa peningkatan bias dalam kelompok lebih terkait dengan

meningkatnya ingroup favoritism dibanding meningkatnya permusuhan terhadap

outgroup.

Page 90: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

78

Dalam sebuah studi tentang sikap timbal balik di antara 30 kelompok etnis

di Afrika Timur, Brewer dan Campbell (dalam Brewer, 1999) menemukan bahwa

hampir semua kelompok menunjukkan evaluasi positif diferensial sistematis dari

ingroup terhadap semua outgroup pada dimensi seperti kepercayaan, kepatuhan,

keramahan, dan kejujuran. Namun, korelasi antara tingkat positif ingroup dan

jarak sosial terhadap outgroup pada dasarnya adalah 0,00 pada 30 kelompok

tersebut (Brewer & Campbell dalam Brewer, 1999). Ini menjelaskan bahwa

tingkat penilaian positif terhadap outgroup, yang berarti menjauhi prasangka,

sejalan dengan sikap positif terhadap ingroup.

Lebih lanjut, Brewer (1979) menjelaskan bahwa ingroup love bukanlah

pelopor outgroup hate. Faktor kelekatan dan kesetiaan pada ingroup, yang pada

akhirnya dapat memunculkan antagonisme dan ketidakpercayaan terhadap

outgroup. Kebutuhan untuk membenarkan nilai (value) ingroup dalam bentuk

superioritas moral kepada orang lain; kepekaan terhadap ancaman; antisipasi

saling ketergantungan dalam kondisi ketidakpercayaan; proses perbandingan

sosial; dan politik kekuasaan adalah faktor yang dapat mengantarkan identifikasi

dan kesetiaan pada ingroup kepada sikap meremehkan dan membuat permusuhan

terbuka terhadap outgroup. Dalam konteks penelitian ini, ketika mahasiswa

memiliki sikap positif yang lebih tinggi terhadap organisasi yang diikutinya, ia

cenderung akan memiliki prasangka sosial terhadap Nonmuslim yang lebih

rendah.

Variabel ketiga yang memberikan pengaruh signifikan adalah perilaku

religiusitas. Dilihat dari arah hubungan yang positif, berarti semakin tinggi tingkat

Page 91: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

79

perilaku religiusitas seseorang maka semakin tinggi pula tingkat prasangka sosial

yang dimiliki. Ada 56,15% responden yang memiliki skor perilaku religiusitas

rendah, dan 43,85% lainnya termasuk kategori tinggi.

Dalam sebuah kajian ekstensif (kebanyakan orang Amerika) asosiasi

antara prasangka dan indikator dari perilaku religiusitas, seperti frekuensi

kehadiran di gereja, yang dilakukan antara tahun 1940 dan 1990, Batson et al

(dalam Strabac & Listhaug, 2008) dapat disimpulkan bahwa semakin religius

seseorang, semakin berprasangka ia. Allport dan Ross (1967) juga menjelaskan

bahwa terkait hubungan antara sikap prasangka dan praktik keagamaan pribadi,

atau perilaku keberagamaan dalam konteks penelitian ini, ditemukan fakta dari

penelitian sebelumnya bahwa rata-rata individu yang sering datang ke gereja lebih

berprasangka dibanding individu yang tidak.

Seperti banyak sistem kepercayaan, beberapa ajaran agama mengandung,

atau dianggap mengandung, pembenaran untuk sikap negatif tertentu. Misalnya,

agama kadang berpendapat bahwa hasil penelitian sikap negatif terhadap gay dan

lesbian di antara individu yang religius dianggap tidak mencerminkan prasangka,

melainkan posisi moral yang mencela seksualitas jenis kelamin yang sama

(Fulton, Gorsuch, & Maynard, 1999). Memang, sekali ditandai sebagai ancaman

terhadap posisi moral berbasis agama, suatu kelompok dapat mengalami

permusuhan yang ekstrem dan perlakuan tidak manusiawi –perlakuan yang akan

dianggap tidak bermoral dalam kebanyakan sistem makna lainnya. Fenomena ini

telah diamati sepanjang sejarah ketika posisi moral yang berakar pada agama

Page 92: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

80

digunakan untuk membenarkan tindakan terorisme, perang, dan genosida

(Hunsberger & Jackson, 2005).

Dalam penelitian ini dimensi dari variabel identitas sosial yang tidak

terbukti mempunyai pengaruh signifikan terhadap prasangka sosial adalah

kategorisasi dan rasa kepemilikan. Pada beberapa kasus, penghargaan terhadap

ikatan sosial dan identifikasi sosial dapat mendukung berkurangnya prasangka. Di

sisi lain, karena pentingnya identitas sosial dan komunitas moral, identifikasi

agama terkadang juga terkait dengan prasangka outgroup. Dalam ancaman

identitas keagamaan, tantangan yang dirasakan pada agama atau komunitas

religius dapat dialami sebagai ancaman terhadap nilai dan worldview keluarga,

kelompok masyarakat, dan kelompok individu (Ysseldyk, Matheson, & Anisman,

2011). Misalnya, keragaman sosial dan agama dapat dialami sebagai ancaman

simbolis jika dianggap mengubah atau mengikis nilai, tradisi, dan budaya agama,

atau melemahkan kesatuan agama. Namun dalam penelitian ini, kategorisasi dan

rasa kepemilikan dari identitas sosial mahasiswa terhadap organisasinya tidak

memiliki pengaruh signifikan terhadap prasangka sosial terhadap Nonmuslim. Ini

bisa jadi disebabkan karena keragaman sosial dan agama tidak dianggap sebagai

ancaman simbolis yang dapat mengubah atau mengikis nilai, tradisi, dan budaya

agama, atau melemahkan kesatuan agama

Selain dua dimensi di atas, tiga dimensi dari variabel religiusitas, yaitu

kepercayaan, keterikatan, dan kepemilikan, juga tidak memberi pengaruh

signifikan terhadap prasangka sosial. Ini sejalan dengan studi yang berfokus pada

agama-agama Asia Timur dan prasangka yang menunjukkan pola perilaku antar

Page 93: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

81

kelompok yang berbeda, dimana religiusitas dikaitkan dengan toleransi antar

kelompok yang lebih besar (Clobert, Saroglou, Hwang, & Soong, 2014).

Religiusitas Asia Timur di antara individu di Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan

ditemukan memprediksi penurunan tingkat prasangka terhadap berbagai

kelompok, dibandingkan dengan individu non-religius, termasuk prasangka etnis

yang berkurang (misalnya terhadap orang Afrika), mengurangi antigay dan

prasangka anti-Zionis, dan mengurangi prasangka terhadap anggota agama lain

(misalnya, prasangka antaragama terhadap umat Islam; (Clobert, Saroglou,

Hwang, & Soong, 2014).

Dalam Islam sendiri, kepercayaan kepada rukun iman yang lima;

keterikatan yang terbangun dengan shalat dan ibadah lainnya; serta kepemilikan

terhadap Islam sebagai agama yang sempurna dan menyempurnakan sebagai

bagian dari bentuk religiusitas tidak berhubungan dengan prasangka sosial pada

mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah terhadap agama di luar Islam. Hal ini senada

dengan penelitian Village (2011) bahwa rendahnya religiusitas pada 2.756 remaja

kulit putih dari Inggris Utara (Blackburn, Kirklees, dan York) berkorelasi dengan

tingginya prasangka sosial. Ini menunjukkan bahwa semakin tinggi religiusitas

semakin rendah prasangka sosial. Dan sebaliknya, semakin rendah religiusitas

semakin tinggi prasangka sosial.

Berdasarkan hasil penemuan di atas, penelitian ini memiliki keterbatasan

yang mempengaruhi hasil penelitian. Pertama, pemilihan subjek penelitian.

Subjek pada penelitian ini adalah mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Sistem sampling yang digunakan, yaitu accidental sampling, dapat memengaruhi

Page 94: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

82

kurang tepatnya sampel yang diambil sebagai subjek penelitian. Dari data

demografis diketahui bahwa mayoritas sampel (49,18%) berasal dari mahasiswa

tahun kedua (semester dua dan semester empat). Tema yang diusung dalam

penelitian ini berlandaskan pada merebaknya isu prasangka terhadap Nonmuslim

pasca Pilkada DKI Jakarta tahun 2017. Di sisi lain, mahasiswa tahun kedua

cenderung kurang memantau perkembangan isu ini dibandingkan mahasiswa

tahun ketiga ke atas (semester lima ke atas). Bahkan ada subjek yang menyatakan

bahwa ia tidak tahu menahu mengenai isu pembubaran HTI yang saat penelitian

ini disusun sedang hangat dibicarakan.

Kedua, alat ukur yang digunakan. Pada alat ukur prasangka sosial, dimensi

kognitif tidak diikutsertakan. Hal ini menjadi kekurangan dalam pengukuran

prasangka sosial, karena dimensi kognitif mau tidak mau memainkan peranan

penting. Seorang individu melakukan proses merasa (afektif) dan bertindak

(konatif) terlebih dahulu atau bersamaan dengan melakukan proses pemikiran

(kognitif). Sehingga prasangka dapat diukur hanya dengan dua dimensi, afektif

dan konatif, namun alangkah lebih sempurna bila dimensi kognitif diikutsertakan.

5.3 Saran

Berdasarkan pemaparan di atas, terdapat berbagai keterbatasan pada penelitian ini.

maka untuk pengembangan penelitian selanjutnya penulis memberikan saran

sebagai pertimbangan dan penyempurnaan penelitian selanjutnya berupa saran

teoritis dan saran praktis.

Page 95: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

83

5.3.1 Saran teoritis

Bagi peneliti yang tertarik dan berminat pada permasalahan yang sama disarankan

untuk:

1. Mencari variabel lain agar gambaran penelitian lebih luas, karena penelitian

ini hanya mampu menemukan 15,4% sumbangan variabel yang dapat

mempengaruhi prasangka sosial.

2. Mengembangkan dengan baik alat ukur yang digunakan.

3. Memperluas sampel penelitian dari mahasiswa yang beragama Islam kepada

mahasiswa di luar Islam atau kalangan di luar mahasiswa.

4. Melakukan penelitian di luar lingkungan kampus Islam agar sampel memiliki

latar belakang yang lebih bervariasi.

5. Melibatkan sampel yang lebih representatif.

5.3.2 Saran praktis

1. Berdasarkan penelitian ini terbukti bahwa prasangka sosial terhadap

nomuslim pada mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dipengaruhi

secara signifikan oleh fundamentalisme, sikap positif, dan religiusitas.

Namun demikian bukan berarti penulis menyarankan untuk tidak hidup

dengan kembali kepada kitab suci atau kembali pada perilaku keberagamaan

yang sesuai. Yang ditekankan dalam penelitian ini adalah potensi timbulnya

prasangka ketika seorang individu memiliki kecenderungan yang berkaitan

dengan faktor yang disebutkan dalam penelitian ini. Ketika seorang individu

memiliki faktor yang berpengaruh signifikan dalam penelitian ini, penulis

berharap individu tersebut agar mengembangkan sikap lain yang terbukti

Page 96: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

84

memiliki pengaruh negatif terhadap timbulnya prasangka, seperti kematangan

beragama, pengetahuan agama tentang relasi antara Muslim dan Nonmuslim,

dan kebaikan hati (Nashori & Nurjanah, 2015).

2. Tingkat fundamentalisme yang tinggi membuat seseorang cenderung lebih

berpikiran tertutup (closed-mindedness). Meyakini bahwa agama yang dianut

adalah agama yang benar merupakan suatu keharusan. Hal ini juga harus

diiringi dengan berpikiran terbuka terhadap agama lain dengan tetap menjaga

kerukunan dan menghindari penilaian tanpa dasar yang mampu memicu

konflik antarumat beragama.

3. Dalam penelitian ini, sikap positif terhadap kelompok yang diikuti

berpengaruh negatif terhadap prasangka. Hal ini menunjukkan bahwa

berorganisasi di lingkungan kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mampu

membawa mahasiswa untuk memahami kemajemukan Indonesia. Maka

berorganisasi, selama tetap dalam koridor organisasi yang tidak mengandung

ajaran buruk, sebaiknya dijalankan oleh mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

4. Perilaku keagamaan sepatutnya menjadi sarana untuk lebih mendekat pada

Sang Pencipta juga pada sesama manusia. Dalam hal ini, prasangka terhadap

kelompok tertentu dapat dkembangkan melalui proses belajar dari lingkungan

saat agenda keagamaan. Maka sebagai rahmat bagi semesta, seorang Muslim

sebaiknya tidak berfokus pada menghujat, tapi mengajak.

Page 97: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

85

DAFTAR PUSTAKA

Allport, G. W., & Kramer, B. M. (1946). Some roots of prejudice. The Journal of

Psychology: Interdisciplinary and Applied , 9-39.

Allport, G. W., & Ross, J. M. (1967). Personal religious orientation and prejudice.

Journal of Personality and Social Psychology , 432-443.

Altemeyer, B. (2003). Why do religious fundamentalists tend to be prejudiced?

The International Journal for the Psychology of Religion , 17-28.

Altemeyer, B., & Hunsberger, B. (1992). Authoritarianism, religious

fundamentalism, quest, and prejudice. The International Journal for the

Psychology of Religion , 113-133.

Anggraini, D. P. (2014). Hubungan antara Identitas Sosial dengan Prasangka

terhadap Etnis Cina pada Mahasiswa Etnis Jawa Fakultas Ilmu Komputer

Universitas Dian Nuswantoro Semarang. Skripsi. Semarang: Fakultas

Psikologi Universitas Diponegoro.

Ashmore, R. D., Deaux, K., & McLaughlin-Volpe, T. (2004). An organizing

framework for collective identity: articulation and significance of

multidimensionality. Psychological Bulletin , 80–114.

Augoustinos, M., & Reynolds, K. J. (2001). Understanding Prejudice,

Racism,and Social Conflict. London: SAGE Publications.

Azra, A. (1996). Pergolakan Politik Islam (dari Fundamentalisme, Modernisme

hingga Postmodernisme). Jakarta: Paramadina.

Bachri, S., Lutfi, I., & Saloom, G. (2013). Pengaruh religiusitas dan kepribadian

lima faktor terhadap prasangka sosial kepadaa Jama'ah Tabligh. Tazkiya

(Journal of Psychology) , 227-242.

Bar-Tal, D., & Teichman, Y. (2005). Stereotypes and Prejudice in Conflict

(Representations of Arabs in Israeli Jewish Society). New York: Cambridge

University Press .

Baron, R. A., & Byrne, D. (2004). Psikologi Sosial. (W. C. Kristiaji, R. Medya,

Penyunt., R. Djuwita, M. M. Parman, D. Yasmina, & L. P. Lunanta, Penerj.)

Jakarta: Erlangga.

Brandt, M. J., & Reyna, C. (2010). The role of prejudice and the need for closure

in religious fundamentalism. Personality and Social Psychology Bulletin ,

715-725.

Page 98: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

86

Brewer, M. B. (1979). In-group bias in the minimal intergroup situation: a

cognitive-motivational analysis. Psychological Bulletin , 307-324.

Brewer, M. B. (1999). The psychology of prejudice: ingroup love or outgroup

hate? Journal of Social Issues , 429–444.

Brown, R. (2010). Prejudice: Its Social Psychology . United Kingdom: Wiley-

Blackwell.

Burch-Brown, J., & Baker, W. (2016). Religion and reducing prejudice. Group

Processes & Intergroup Relations , 784-807.

Cameron, J. E. (2004). A three-factor model of social identity. Self and Identity ,

239–262.

Clobert, M., Saroglou, V., Hwang, K.-K., & Soong, W.-L. (2014). East Asian

religious tolerance—a myth or a reality? empirical investigations of

religious prejudice in East Asian societies. Journal of Cross-Cultural

Psychology , 1515-1533.

Coreno, T. (2002). Fundamentalism as a class culture. Sociology of Religion, 335-

360.

Darmansyah. (2016, November 12). Anton Medan Sebut Kasus Ahok Jadi Ramai

Karena Didasari Prasangka dan Kebencian. Dipetik April 10, 2017, dari

RMOL Jakarta: http://www.rmoljakarta.com/read/2016/11/12/36237/Anton-

Medan-Sebut-Kasus-Ahok-Jadi-Ramai-Karena-Didasari-Prasangka-dan-

Kebencian

Feitosa, J., Salas, E., & Salazar, M. R. (2012). Social identity: clarifying its

dimensions accross cultures. Psychological Topics , 527-548.

Fetzer, I. (2003). National Institute on Aging Working Group: Multidimensional

Measurement of Religiousness, Spirituality for Use in Health Research. A

Report of a National Working Group. Kalamazoo, MI: Fetzer Institute.

Fulton, A. S., Gorsuch, R. L., & Maynard, E. A. (1999). Religious orientation,

antihomosexual sentiment, and fundamentalism among Christians. Journal

for the Scientific Study of Religion , 14-22.

Gazi. (2013). Psikologi Sosial Mayoritas-Minoritas: Menguji Pengaruh Identitas

Sosial, Orientasi Dominasi Sosial, Persepsi Keterancaman terhadap

Dukungan atas Kekerasan. Ciputat: Pusat Penelitian dan Penerbitan

Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Page 99: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

87

Hall, D. L., Matz, D. C., & Wood, W. (2010). Why don’t we practice what we

preach? a meta-analytic review of religious racism. Personality and Social

Psychology Review , 126–139.

Hogg, M., & Abrams, D. (2006). Social Identifications (a Social Psychology of

Intergroup Relations and Group Processes). London: Taylor & Francis e-

Library.

Hood, R. W., Hill, P. C., & Wiliamson, W. P. (2005). The Psychology of

Religious Fundamentalism. New York: The Guilford Press.

Hunsberger, B., & Jackson, L. M. (2005). Religion, meaning, and prejudice.

Journal of Social Issues , 807-826.

Hunsberger, B., Owusu, V., & Duck, R. (1999). Religon and prejudice in ghana

and canada: religious fundamentalism, right-wing authoritarianism, and

attitudes toward homosexuals and women. The International Journal for the

Psychology of Religion , 181-194.

Idrus, M. (2016). Fundamentalisme sebagai ideologi transisi. Jurnal Ilmu-ilmu

Sosial , 1-13.

Jackson, J. W., & Smith, E. R. (1999). Conceptualizing Social Identity: A New

Framework and Evidence for the Impact of Different Dimensions.

Personality and Social Psychology Bulletin , 120-135.

Jarvis, M. (2005). Theoretical Approaches in Psychology. London: Taylor &

Francis e-Library.

Judd, C. M., Ryan, C. S., & Park, B. (1991). Accuracy in the judgment of in-

group and out-group variability. journal of personality and social

psychology , 366-379.

Juditha, C. (2015). Stereotip dan prasangka dalam konflik etnis Tionghoa dan

Bugis Makassar. Jurnal Ilmu Komunikasi, 87-104.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2017, Juli 8). KBBI. Diambil kembali dari

kbbi.web.id: http://kbbi.web.id/prasangka dan

http://kbbi.web.id/fundamentalisme.

Kelly, C. (1988). Intergroup differentiation in a political context. British Journal

of Social Psychology , 319-332.

Kendler, K. S., Liu, X.-Q., Gardner, C. O., McCullough, M. E., Larson, D., &

Prescott, C. A. (2003). Dimensions of religiosity and their relationship to

lifetime psychiatric and substance use disorders. Am J Psychiatry , 496–503.

Khoir, T. (2014). Tujuh karakter fundamentalisme islam. Al-Tahrir , 47-71.

Page 100: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

88

Koopmans, R. (2015). Religious fundamentalism and hostility against out-groups:

a comparison of muslims and christians in western europe. Journal of

Ethnic and Migration Studies , 33–57.

Kusumawardani, A., & Faturochman. (2004). Nasionalisme. Buletin Psikologi,

61-72.

Kusumowardhani, R. P., Fathurrohman, O., & Ahmad, A. (2013). identitas sosial,

fundamentalisme, dan prasangka terhadap pemeluk agama yang berbeda:

perspektif psikologis. Harmoni , 18-29.

Lewis, B. (1993). Islam and the West. New York: Oxford University Press.

Myers, D. G. (2011). Exploring Social Psychology. New York: McGraw-Hill.

Nashori, F. (2016). Prasangka Sosial Mahasiswa Islam terhadap Umat Kristiani

Ditinjau dari Kematangan Beragama, Pengetahuan Agama Islam tentang

Relasi Muslim dan Nonmuslim, dan Sifat Kebaikan Hati. Tesis. Yogyakarta:

Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga.

Nashori, F., & Nurjannah. (2015). Prasangka sosial terhadap umat kristiani pada

muslim minoritas yang tinggal di indonesia. Jurnal Ilmiah Psikologi

Terapan , 383-400.

Nawawi, I. (2012). Riyadhus Shalihin. Jakarta: Penerbit Jabal.

Newcomb, T. M., Turner, R. H., & Converse, P. E. (1978). Psikologi Sosial. (J.

Noesjirwan, S. M, & F. Z. Abdullah, Penerj.) Bandung: CV Diponegoro.

Ngadhimah, M. (2010). Potret keberagamaan Islam Indonesia (studi pemetaan

pemikiran dan gerakan Islam). Inovatio , 1-13.

Putra, I. E., & Pitaloka, A. (2012). Psikologi Prasangka (Sebab, Dampak, dan

Solusi). Bogor: Ghalia Indonesia.

Putra, I. E., & Wongkaren, Z. A. (2010). Konstruksi skala fundamentalisme Islam

di Indonesia. Psikobuana , 151-161.

Rahman, F. (2002, November 8). Mengelola prasangka sosial dan stereotip etnik-

keagamaan melalui psychological and global education. Dipetik Oktober

3, 2017, dari uny.ac.id: sumber:

http://staffnew.uny.ac.id/upload/132300169/penelitian/MEREDAM+PRA

SANGKA+SOSIAL+DAN+STEREOTIPE+ETNIK.pdf

Raiya, H. A., Pargament, K. I., Mahoney, A., & Trevino, K. (2008). When

muslims are perceived as a religious examining the connection between

desecration, religious coping, and anti-muslim attitudes. Basic and Applied

Social Psychology , 311–325.

Page 101: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

89

Rosenblith, J. F. (1949). A replication of "some roots of prejudice". Radcliffe

College , 470-489.

Rowatt, W. C., Franklin, L. M., & Cotton, M. (2005). Patterns and personality

correlates of implicit and explicit attitudes toward christians and muslims.

Journal for the Scientific Study of Religion , 29–43.

Sari, N. (2017, Juni 9). Akhir Perjalanan Kasus Ahok... Dipetik Juli 5, 2017, dari

kompas.com:

http://megapolitan.kompas.com/read/2017/06/09/07100031/akhir.perjalanan

.kasus.ahok.

Sarifah, R. (2016). Identitas sosial dengan prasangka pada prajurit TNI AD

terhadap anggota Kepolisian. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan , 75-88.

Saroglou, V. (2011). Believing, bonding, behaving, and belonging : the big four

religious dimensions and cultural variation. Journal of Cross-Cultural

Psychology , 1320-1340.

Saroglou, V. (2014). Introduction: studying religion in personality and social

psychology. Dalam V. Saroglou, Religion, personality, and social behavior.

New York: Psychology Press.

Smith, T. B., Stones, C. R., Peck, C. E., & Naidoo, A. V. (2007). The association

of racial attitudes and spiritual beliefs in post-apartheid South Africa.

Mental Health, Religion & Culture, 263–274.

Soelaeman, M. (1995). Ilmu Sosial Dasar. Bandung: PT Eresco.

Sohuturon, M. (2016, Desember 10). Kasus Ahok Disebut Berikan Pembelajaran

Burrruk bagi Demokrasi. Dipetik April 10, 2017, dari CNN Indonesia:

http://www.cnnindonesia.com/nainal/20161210131912-20-178701/kasus-

ahok-disebut-berikan-pembelajaran-buruk-bagi-demokrasi

Stark, R., & Glock, C. Y. (1974). American Piety: The Nature of Religious

Commitment. California: University of California Press.

Strabac, Z., & Listhaug, O. (2008). Anti-Muslim prejudice in Europe: a multilevel

analysis of survey data from 30 countries. Social Science Research , 268–

286.

Stets, J. E., & Burke, P. J. (2000). Identity theory and social identity theory.

Social Psychology Quarterly , 224-237.

Syarifin, A. N. (2015). Hubungan Antara Identitas Sosial dan Atribusi dengan

Prasangka terhadap Kelompok LDII pada Masyarakat Perumahan Genuk

Indah Semarang. Skripsi. Semarang: Fakultas Psikologi Universitas Islam

Sultan Agung.

Page 102: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

90

Tajfel, H., & Turner, J. (1979). An Integrative Theory of Intergroup Conflict.

Taylor, M., & Horgan, J. (2001). The psychological and behavioural bases of

Islamic fundamentalism. Terrorism and Political Violence , 37–71.

Taylor, S. E., Peplau, L. A., & Sears, D. O. (2009). Psikologi Sosial. Jakarta:

Kencana Prenada Media Group.

Teresia, A. (2016, Februari 5). Usir Jemaah Ahmadiyah, Bupati Bangka Dikecam

PBNU. Dipetik Oktober 3, 2017, dari Tempo.co:

https://nasional.tempo.co/read/742557/usir-jemaah-ahmadiyah-bupati-

bangka-dikecam-pbnu

Tukiran. (2014). Pendidikan multikultural dan nasionalisme Indonesia. Sosio

Didaktika, 29-36.

Village, A. (2011). Outgroup prejudice, personality, and religiosity: disentangling

a complex web of relationships among adolescents in the UK. Psychology of

Religion and Spirituality , 269–284.

Wibisono, S. (2016). Aplikasi model rasch untuk validasi instrumen pengukuran

fundamentalisme agama bagi responden Muslim. JP3I (Jurnal Pengukuran

Psikologi dan Pendidikan Indonesia) , 1-29.

Wylie, L., & Forest, J. (1992). Religious fundamentalism, right wing

authoritarianism and prejudice. Psychological Reports , 1291-1298.

Ysseldyk, R., Matheson, K., & Anisman, H. (2011). Coping with identity threat:

the role of religious orientation and Implications for emotions and action

intentions. Psychology of Religion and Spirituality , 132-148.

Zick, A., Küpper, B., & Hövermann, A. (2011). Intolerance, Prejudice and

Discrimination (a European Report). Berlin: Friedrich-Ebert-Stiftung.

Zinnbauer, B. J., & Pargament, K. I. (2005). Religousness and Spirituality. Dalam

R. F. Paloutzian, & C. L. Park, Handbook of the Psychology of Religion and

Spirituality. New York: The Guilford Press.

Page 103: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

91

LAMPIRAN

LAMPIRAN SKALA

Kepada Yth. responden penelitian

Assalamu’alaikum wr. wb.

Saya adalah mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

sedang mengadakan penelitian untuk memenuhi tugas akhir. Saya mengharapkan

kesediaan saudara untuk menjadi responden dalam penelitian ini dengan mengisi

kuesioner sesuai dengan keadaan saudara. Dalam kuesioner ini tidak ada jawaban

benar atau salah. Adapun informasi dan data saudara akan sangat bermanfaat bagi

penelitian saya dan akan dijamin kerahasiaannya serta hanya digunakan untuk

kepentingan pengumpulan data.

Atas perhatian dan bantuan saudara, saya ucapkan terimakasih.

Wassalamu’alaikum wr. wb.

Hormat saya,

Trisiawani Agustin

IDENTITAS

Nama/Inisial :

Usia :

Jenis Kelamin : a. Laki-laki b. Perempuan

Fakultas/Jurusan :

Semester :

Page 104: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

92

PETUNJUK PENGISIAN SKALA

1. Baca dan pahami setiap pernyataan yang ada dengan teliti.

2. Beri tanda centang (√) pada kolom di sebelah kanan saudara pada setiap

pernyataan yang paling sesuai dengan keadaan saudara.

3. Dalam hal ini tidak ada jawaban benar atau salah. Semua jawaban adalah

baik. Adapun pilihan jawaban tersebut adalah:

STS = Sangat Tidak Setuju, jika saudara sangat tidak setuju dengan

kalimat pernyataan.

TS = Tidak Setuju, jika saudara tidak setuju dengan kalimat pernyataan.

S = Setuju, jika saudara setuju dengan kalimat pernyataan.

SS = Sangat Setuju, jika saudara sangat setuju dengan kalimat

pernyataan.

Contoh:

Jika jawaban saudara setuju:

No. Pernyataan STS TS S SS

1. Saya menyukai olahraga √

SKALA 1

No. Pernyataan STS TS S SS

1. Bila ada konflik antara orang Islam dan orang non-

Islam, maka pasti yang bersalah adalah orang non-

Islam

2. Saya malas bergaul dengan orang non-Islam

3. Saya merasa tidak nyaman bertetangga dengan

orang non-Islam

4. Ada sesuatu yang mengganjal dalam hati bila saya

harus satu tim kerja dengan orang non-Islam

5. Saya merasa senang kalau ada orang non-Islam

dinyatakan bersalah oleh pengadilan

6. Kalau ada orang non-Islam membutuhkan

pertolongan, maka saya akan menolongnya paling

belakangan setelah menolong yang lain

7. Apabila ada konflik antara non-Islam dan Atheis,

pasti saya akan membela yang Atheis

8. Saya senang bisa bekerjasama dengan agama lain

dalam suatu proyek kemanusiaan

9. Saya masih merasa sakit hati atas pengalaman

buruk bergaul dengan orang non-Islam

Page 105: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

93

10. Apapun makanan yang dikirim teman yang non-

Islam, maka saya tidak akan memakannya

11. Saya tidak senang orang non-Islam diperlakukan

semena-mena

12. Saya akan memaafkan kesalahan orang non-Islam

yang menyakiti keluarga saya

SKALA 2

No. Pernyataan STS TS S SS

1. Orang Islam harus kembali kepada akar agama Islam

2. Aturan dalam Al-Qur’an lebih penting bagi saya

dibanding hukum Indonesia

3. Kembali kepada akar agama Islam bukan solusi

untuk mencapai kesejahteraan umat

4. Dengan kembali pada akar agama Islam,

kesejahteraan akan tercipta

5. Salah satu hal yang penting sebagai orang Islam

adalah kembali kepada akar agama Islam itu sendiri

6. Setiap orang Islam wajib berpegang hanya pada satu

penafsiran Al-Qur’an

SKALA 3

Manusia adalah makhluk sosial yang hidup berorganisasi. Mohon sebutkan dan

jelaskan secara singkat organisasi yangsaudara ikuti: (boleh lebih dari satu)

a……………………….. :_______________________ ___________________

b. ……………………… :____________________________________ ______

c. ……………………… :____________________________ ______________

Pada skala 1 sampai 4, seberapa besar kedekatan saudara dengan organisasi

tersebut? Beri tanda ceklis (1 = sangat tidak dekat, 4 = sangat dekat)

1 2 3 4

Organisasi 1

Organisasi 2

Organisasi 3

Page 106: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

94

Di bawah ini saudara diminta untuk mengisi skala dimana kata “kelompok”

mengacu pada “organisasi yang saudara sebutkan sebelumnya”

No. Pernyataan STS TS S SS

1. Saya memandang diri saya sebagai bagian dari

kelompok ini

2. Saya merasa terlibat dengan apa yang terjadi dalam

kelompok saya

3. Saya merasa senang menjadi anggota dari kelompok

ini

4. Seringkali saya merasa tidak menjadi bagian dari

kelompok ini

5. Saya tidak peduli dengan apa yang terjadi pada

kelompok saya

6. Saya pikir kelompok saya hanya memiliki sedikit hal

yang bisa dibanggakan

7. Kelompok ini adalah cerminan siapa diri saya

8. Ada banyak orang dalam kelompok ini yang saya

suka secara individu

9. Bagi saya, kesuksesan kelompok bukan berarti

kesuksesan pribadi

10. Saya merasa tidak nyaman dengan keanggotaan saya

dalam kelompok ini

11. Saya cenderung melihat orang dari kelompok lain

sebagai pihak yang berbeda dengan kelompok saya

12. Saya merasakan kedekatan yang intens dengan

kelompok saya

13. Ada banyak orang dalam kelompok ini yang saya

kagumi kepribadiannya

14. Keterlibatan saya dalam kelompok ini dapat

dikatakan tidak ada

15. Kesuksesan kelompok adalah kesuksesan saya

16. Saya merasa nyaman menjadi bagian dari kelompok

ini

Page 107: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

95

SKALA 4

No. Pernyataan STS TS S SS

1. Peristiwa-peristiwa dalam hidup saya terungkap

menurut rencana Ilahi

2. Saya merasakan kehadiran Allah

3. Saya merasakan tanggung jawab yang dalam untuk

mengurangi rasa sakit dan penderitaan di dunia

4. Ketika jatuh sakit, saudara seagama saya datang

menjenguk

5. Saya percaya Allah mengawasi saya

6. Saya menemukan kekuatan dan kenyamanan dalam

agama yang saya anut

7. Saya telah memaafkan diri saya atas kesalahan-

kesalahan yang telah saya lakukan

8. Jika saya memiliki masalah atau dihadapkan dengan

situasi yang sulit, saudara seagama saya membantu

saya mengatasinya

9. Saya yakin bahwa Allah memaafkan saya

10. Saya merasakan kedamaian batin yang mendalam

11. Saya telah memaafkan orang-orang yang menyakiti

saya

12. Saya berpikir tentang betapa kehidupan saya adalah

bagian dari kekuatan spiritual yang lebih besar

13. Saya ingin lebih dekat dengan Allah

14. Saya mencoba untuk memahami situasi dan

memutuskan apa yang harus dilakukan tanpa

bergantung pada Allah

15. Saya merasakan kasih sayang Allah kepada saya,

baik secara langsung maupun melalui perantara

16. Saya sering membaca Al-Quran atau buku-buku

keagamaan

17. Saya senang mengikuti organisasi keagamaan

18. Agama membantu saya memahami stress dalam

hidup

19. Rohani saya tersentuh oleh keindahan ciptaan Allah

20. Saya berdoa sebelum makan

21. Agama saya saat ini saya pilih atas kesadaran

pribadi

22. Saya sering pergi ke masjid untuk beribadah (shalat,

Page 108: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

96

kajian, atau kegiatan keagamaan lainnya)

23. Saya berusaha membawa agama ke dalam semua

urusan kehidupan

24. Saya sering bermuhasabah diri

25. Saya sering bersedekah untuk kepentingan agama

26. Saya sering mengikuti kegiatan keagamaan

27. Saya berdoa kepada Allah agar diberi kekuatan,

dukungan, dan bimbingan

28. Saya merasa Allah menghukum saya karena dosa-

dosa atau kurangnya spiritualitas saya

Mohon diperiksa sekali lagi untuk memastikan semua pernyataan sudah

ditanggapi

**Terimakasih atas kerja sama dan partisipasi saudara**

Semoga Allah SWT membalas dengan kebaikan berlimpah lagi balasan

terbaik

Page 109: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

97

LAMPIRAN SYNTAX UJI VALIDITAS DATA

PRASANGKA SOSIAL

Syntax Uji Validitas Skala Prasangka

UJI VALIDITAS KONSTRUK PRASANGKA

DA NI=12 NO=244 MA=PM

LA

ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10

ITEM11 ITEM12

PM SY FI=PRASANGKA.COR

MO NX=12 NK=1 LX=FR TD=SY AD=OFF

LK

PRASANGKA

FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 LX 6 1 LX 7 1 LX 8 1 LX 9 1 LX 10 1

FR LX 11 1 LX 12 1

FR TD 3 2 TD 4 3 TD 5 4 TD 5 1 TD 6 5 TD 12 3 TD 7 2 TD 7 6 TD 11 3 TD 12

11

FR TD 8 5 TD 9 7 TD 10 6 TD 9 8 TD 8 2 TD 12 1 TD 11 10 TD 10 2 TD 9 3 TD

11 2

FR TD 10 8 TD 11 4 TD 12 4 TD 4 1 TD 12 10 TD 6 1 TD 7 1

PD

OU TV SS MI

FUNDAMENTALISME

Syntax Uji Validitas Konstruk Fundamentalisme

UJI VALIDITAS KONSTRUK FUNDAMENTALISME

DA NI=6 NO=244 MA=PM

LA

ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6

PM SY FI=FUNDAMENTALISME.COR

MO NX=6 NK=1 LX=FR TD=SY

LK

FUNDAMENTALISME

FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 LX 6 1

FR TD 3 1 TD 6 3 TD 4 1

PD

OU TV SS MI

Page 110: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

98

IDENTITAS SOSIAL

Syntax Uji Validitas Konstruk Kategorisasi

UJI VALIDITAS KONSTRUK KATEGORISASI

DA NI=6 NO=244 MA=PM

LA

ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6

PM SY FI=KATEGORISASI.COR

MO NX=6 NK=1 LX=FR TD=SY

LK

KATEGORISASI

FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 LX 6 1

FR TD 6 4 TD 5 2 TD 5 1 TD 6 2

PD

OU TV SS MI

Syntax Uji Validitas Konstruk Rasa Kepemilikan

UJI VALIDITAS KONSTRUK RASA KEPEMILIKAN

DA NI=4 NO=244 MA=PM

LA

ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4

PM SY FI=RASAKEPEMILIKAN.COR

MO NX=4 NK=1 LX=FR TD=SY

LK

RASA KEPEMILIKAN

FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1

FR TD 3 1

PD

OU TV SS MI

Syntax Uji Validitas Konstruk Sikap Positif

UJI VALIDITAS KONSTRUK SIKAP POSITIF

DA NI=6 NO=244 MA=PM

LA

ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6

PM SY FI=SIKAPPOSITIF.COR

MO NX=6 NK=1 LX=FR TD=SY

LK

SIKAP POSITIF

FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 LX 6 1

FR TD 4 2 TD 5 3 TD 5 2

PD

OU TV SS MI

Page 111: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

99

RELIGIUSITAS

Syntax Uji Validitas Konstruk Kepercayaan

UJI VALIDITAS KONSTRUK KEPERCAYAAN

DA NI=7 NO=244 MA=PM

LA

ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7

PM SY FI=KEPERCAYAAN.COR

MO NX=7 NK=1 LX=FR TD=SY

LK

KEPERCAYAAN

FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 LX 6 1 LX 7 1

FR TD 4 3 TD 4 1 TD 7 6 TD 5 2

PD

OU TV SS MI

Syntax Uji Validitas Konstruk Keterikatan

UJI VALIDITAS KONSTRUK KETERIKATAN

DA NI=10 NO=244 MA=PM

LA

ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10

PM SY FI=KETERIKATAN.COR

MO NX=10 NK=1 LX=FR TD=SY

LK

KETERIKATAN

FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 LX 6 1 LX 7 1 LX 8 1 LX 9 1 LX 10 1

FR TD 8 4 TD 7 5 TD 8 2 TD 7 4 TD 8 7 TD 6 1 TD 6 4 TD 4 3 TD 7 3

FR TD 8 1 TD 10 9 TD 9 1 TD 10 2 TD 7 1

PD

OU TV SS MI

Syntax Uji Validitas Konstruk Perilaku

UJI VALIDITAS KONSTRUK PERILAKU

DA NI=8 NO=244 MA=PM

LA

ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8

PM SY FI=PERILAKU.COR

MO NX=8 NK=1 LX=FR TD=SY

LK

PERILAKU

FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 LX 6 1 LX 7 1 LX 8 1

FR TD 8 7 TD 8 5 TD 5 3 TD 8 2 TD 5 1 TD 3 1

PD

OU TV SS MI

Page 112: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

100

Syntax Uji Validitas Konstruk Kepemilikan

UJI VALIDITAS KONSTRUK KEPEMILIKAN

DA NI=3 NO=244 MA=PM

LA

ITEM1 ITEM2 ITEM3

PM SY FI=KEPEMILIKAN.COR

MO NX=3 NK=1 LX=FR

LK

KEPEMILIKAN

FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1

PD

OU TV SS MI

Page 113: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

101

LAMPIRAN PATH DIAGRAM

PRASANGKA SOSIAL

Model Fit Prasangka Sosial

Page 114: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

102

FUNDAMENTALISME

Model Fit Fundamentalisme

IDENTITAS SOSIAL

Model Fit Kategorisasi

Page 115: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

103

Model Fit Rasa Kepemilikan

Model Fit Sikap Positif

Page 116: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

104

RELIGIUSITAS

Model Fit Kepercayaan

Model Fit Keterikatan

Page 117: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

105

Model Fit Perilaku

Model Fit Kepemilikan

Page 118: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

106

LAMPIRAN HASIL UJI HIPOTESIS

Output Spss 20 Analisis Regresi Berganda

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N

PRASANGKA 50,0000 9,46435 244

FUNDAMENTALIS

ME 50,0000 9,30884 244

KATEGORISASI 50,0000 7,91959 244

RASA_KEPEMILIKA

N 50,0000 8,80028 244

SIKAP_POSITIF 50,0000 8,98969 244

KEPERCAYAAN 50,0000 8,89273 244

KETERIKATAN 50,0000 9,42072 244

PERILAKU 50,0000 9,27691 244

KEPEMILIKAN 50,0000 8,67755 244

Model Summaryb

Model R R

Square

Adjusted

R Square

Std. Error

of the

Estimate

Change Statistics

R Square

Change

F

Change df1 df2

Sig. F

Change

1 ,393a ,154 ,126 8,85011 ,154 5,363 8 235 ,000

a. Predictors: (Constant), KEPEMILIKAN, FUNDAMENTALISME, KATEGORISASI,

KETERIKATAN, PERILAKU, SIKAP_POSITIF, RASA_KEPEMILIKAN, KEPERCAYAAN

b. Dependent Variable: PRASANGKA

Page 119: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

107

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1

Regression 3360,204 8 420,026 5,363 ,000b

Residual 18406,250 235 78,324

Total 21766,454 243

a. Dependent Variable: PRASANGKA

b. Predictors: (Constant), KEPEMILIKAN, FUNDAMENTALISME, KATEGORISASI,

KETERIKATAN, PERILAKU, SIKAP_POSITIF, RASA_KEPEMILIKAN, KEPERCAYAAN

Coefficientsa

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients t Sig.

95.0% Confidence

Interval for B

B Std. Error Beta Lower

Bound

Upper

Bound

1

(Constant) 44,841 4,683

9,575 ,000 35,615 54,068

FUNDAMENTALISM

E ,208 ,069 ,205 3,032 ,003 ,073 ,344

KATEGORISASI ,166 ,102 ,139 1,633 ,104 -,034 ,366

RASA_KEPEMILIKA

N ,008 ,115 ,007 ,066 ,947 -,219 ,235

SIKAP_POSITIF -,400 ,112 -,380 -3,565 ,000 -,621 -,179

KEPERCAYAAN -,136 ,134 -,128 -1,018 ,310 -,399 ,127

KETERIKATAN -,105 ,120 -,105 -,877 ,382 -,342 ,131

PERILAKU ,277 ,087 ,272 3,173 ,002 ,105 ,449

KEPEMILIKAN ,085 ,088 ,078 ,972 ,332 -,088 ,258

a. Dependent Variable: PRASANGKA

Page 120: STUDI TENTANG PRASANGKA SOSIAL TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38311/1... · mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ... 76; buku: 21 + jurnal: 46

108

Model Summary

Model R R Square

Adjuste

d R

Square

Std. Error of

the Estimate

Change Statistics

R Square

Change

F

Change df1 df2

Sig. F

Change

1 .166a .027 .023 9.35269 .027 6.837 1 242 .009

2 .171b .029 .021 9.36407 .002 .412 1 241 .522

3 .239c .057 .045 9.24836 .028 7.068 1 240 .008

4 .323d .104 .089 9.03300 .047 12.581 1 239 .000

5 .324e .105 .086 9.04740 .001 .240 1 238 .625

6 .324f .105 .082 9.06590 .000 .030 1 237 .863

7 .389g .151 .126 8.84909 .046 12.756 1 236 .000

8 .393h .154 .126 8.85011 .003 .945 1 235 .332

a. Predictors: (Constant), FUNDAMENTALISME

b. Predictors: (Constant), FUNDAMENTALISME, KATEGORISASI

c. Predictors: (Constant), FUNDAMENTALISME, KATEGORISASI, RASA_KEPEMILIKAN

d. Predictors: (Constant), FUNDAMENTALISME, KATEGORISASI, RASA_KEPEMILIKAN,

SIKAP_POSITIF

e. Predictors: (Constant), FUNDAMENTALISME, KATEGORISASI, RASA_KEPEMILIKAN,

SIKAP_POSITIF, KEPERCAYAAN

f. Predictors: (Constant), FUNDAMENTALISME, KATEGORISASI, RASA_KEPEMILIKAN,

SIKAP_POSITIF, KEPERCAYAAN, KETERIKATAN

g. Predictors: (Constant), FUNDAMENTALISME, KATEGORISASI, RASA_KEPEMILIKAN,

SIKAP_POSITIF, KEPERCAYAAN, KETERIKATAN, PERILAKU

h. Predictors: (Constant), FUNDAMENTALISME, KATEGORISASI, RASA_KEPEMILIKAN,

SIKAP_POSITIF, KEPERCAYAAN, KETERIKATAN, PERILAKU, KEPEMILIKAN