studi tentang peran sektor pertambangan mineral terhadap

25
Studi Tentang Peran Sektor Pertambangan Mineral Terhadap Perekonomian Provinsi Jawa Barat, Indonesia Ukar Wijaya Soelistijo 1, 2, 3, 4 , Sri Widayati 1 , Rafidian Meiruliana 1 1 Program Studi Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik, Universitas Islam Bandung, Bandung, Indonesia 2 Program Studi Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan, Institut Teknologi Bandung, Bandung, Indonesia 3 Ahli Peneliti Utama, Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara, Bandung, Indonesia 4 Widyaiswara Luar Biasa Pusdiklat Mineral dan Batubara, Bandung, Indonesia Alamat Email [email protected];[email protected](U.W.Soelistijo),[email protected] (S.W idayati),[email protected] (R. Meiruliana) Disebutkan Pada Artikel Ukar Wijaya Soelistijo, Sri Widayati, Rafidian Meiruliana. Analisis Peran Sektor Pertambangan Mineral Terhadap Perekonomian Provinsi Jawa Barat. Sari Berdasarkan hasil laporan eskplorasi Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jawa Barat tahun 2014 sumber daya dan produksi sektor pertambangan mineral cukup besar masing-masing mencapai 3.743.209.839 ton dan 46.528.238 ton. Hal itu menerangkan bahwa masih ada peluang bagi para investor untuk mengembangkan pendapatan sektor tersebut dan dapat mempengaruhi distribusi pendapatan ekonomi Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan hasil penelitian dengan model I-O diketahui bahwa peran sektor pertambangan mineral terhadap keterkaitan hulu antarsektor (αj) sebesar 0,6954 atau <1 dan keterkaitan hilir (βi) sebesar 0,7632 atau <1, artinya jumlah investasi untuk peningkatan nilai tambah dan keterkaitan penggunaannya masih memberikan nilai rendah. Untuk angka pengganda ekonomi sektor tersebut bernilai cukup baik (>1), yaitu pengganda output = 1,5366, pengganda investasi = 1,2552, pengganda kesempatan kerja = 1,2749, pengganda nilai tambah = 1,2700, pengganda pendapatan = 1,3442 dan pengganda surplus = 2,1578. Hal itu menunjukkan bahwa sektor tersebut dapat memberikan pendapatan

Upload: truongnhu

Post on 12-Jan-2017

227 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Studi Tentang Peran Sektor Pertambangan Mineral Terhadap

Studi Tentang Peran Sektor Pertambangan Mineral Terhadap Perekonomian Provinsi Jawa Barat, Indonesia

Ukar Wijaya Soelistijo1, 2, 3, 4 , Sri Widayati1 , Rafidian Meiruliana1

1Program Studi Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik, Universitas Islam Bandung, Bandung, Indonesia2Program Studi Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan, Institut Teknologi Bandung, Bandung, Indonesia3Ahli Peneliti Utama, Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara, Bandung, Indonesia4 Widyaiswara Luar Biasa Pusdiklat Mineral dan Batubara, Bandung, Indonesia

Alamat [email protected];[email protected](U.W.Soelistijo),[email protected](S.Widayati),[email protected] (R. Meiruliana)

Disebutkan Pada ArtikelUkar Wijaya Soelistijo, Sri Widayati, Rafidian Meiruliana. Analisis Peran Sektor Pertambangan Mineral Terhadap Perekonomian Provinsi Jawa Barat.

Sari

Berdasarkan hasil laporan eskplorasi Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jawa Barat tahun 2014 sumber daya dan produksi sektor pertambangan mineral cukup besar masing-masing mencapai 3.743.209.839 ton dan 46.528.238 ton. Hal itu menerangkan bahwa masih ada peluang bagi para investor untuk mengembangkan pendapatan sektor tersebut dan dapat mempengaruhi distribusi pendapatan ekonomi Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan hasil penelitian dengan model I-O diketahui bahwa peran sektor pertambangan mineral terhadap keterkaitan hulu antarsektor (αj) sebesar 0,6954 atau <1 dan keterkaitan hilir (βi) sebesar 0,7632 atau <1, artinya jumlah investasi untuk peningkatan nilai tambah dan keterkaitan penggunaannya masih memberikan nilai rendah. Untuk angka pengganda ekonomi sektor tersebut bernilai cukup baik (>1), yaitu pengganda output = 1,5366, pengganda investasi = 1,2552, pengganda kesempatan kerja = 1,2749, pengganda nilai tambah = 1,2700, pengganda pendapatan = 1,3442 dan pengganda surplus = 2,1578. Hal itu menunjukkan bahwa sektor tersebut dapat memberikan pendapatan ekonomi yang tinggi dan berpeluang besar bagi investor untuk berinvestasi. Nilai LQ sektor tersebut rata-rata dalam kurun tahun 2014 sebesar 0,1143 atau LQ<1 sehingga sektor tersebut belum memenuhi kebutuhan ekonomi daerah bahkan perlu impor dari daerah lain. Perubahan kinerja sektor tersebut dari hasil Pergeseran Bersih (PB) sebesar 3,5447 atau PB>0, menyatakan bahwa sektor tersebut memiliki kinerja yang maju dan peluang kesempatan kerja yang progresif. Berdasarkan nilai uji ekonometrika Ordinary Least Square (OLS) didapat koefisien sektor pertambangan mineral sebesar 5,6027 bertanda positif (+) dengan nilai std.eror = 0,3918, yang artinya sektor tersebut berpengaruh terhadap distribusi pendapatan ekonomi Provinsi Jawa Barat dengan tingkat kesalahan penduga sebesar 0,3918 %. Hails penelitian ini dimaksudkan sebagai salah satu masukan sebagai tambahan ilmu pengetahuan tentang keekonomian sumder daya mineral bagi para alumni Diklat Mineral dan Batubara di dalam memikul tugasnya baik di pusat maupun di daerah.

Kata KunciMineral, keterkaitan, LQ, angka pengganda, distribusi pendapatan.

Page 2: Studi Tentang Peran Sektor Pertambangan Mineral Terhadap

Abstract

Based on the results of exploration report of the Regional Office of Energy and Mineral Resources (ESDM) of West Java Province in 2014, it was stated that resources and the production of mineral was large that reached 3,743,209,839 tons and 46,528,238 tons respectively. This is indicated that there are still opportunities for investors to develop the sector and it may affect the distribution of income of West Java Province.Based on the results of research related to the analysis of the role of mineral mining sector of the upstream linkages (αj) between sectors amounted to 0.6954 or <1 and downstream linkages (βi) at 0.7632 or <1. It means that the yield of investment and downstream linkages are still very weak. For the sector’s economic multipliers worth quite significant (> 1) those are the output multiplier of 1.5366, investment multiplier 1.2552, employment multiplier 1.2749, added value multiplier 1.2700, income multiplier 1.3442 and surplus multiplier 1.2559 respectively. It is indicated that sector could heavily provide economic returns in the sector and that was a great opportunity for investors to invest. The average LQ value of that sector in the West Java Province = 0.1143 or LQ<1, so that the sector has not met the related demand of the local economy and then to impor from other regions is required. Changes in performance of the sector from the shift clean (PB) of 3.5447 or PB>0, it is indicated that the sector has performance and progressive employment opportunities. Based on the value of the econometric Ordinary Least Square (OLS) test indicates that coefficient of the sector of 5.6027 was positive (+) where std.error value = 0.3918 indicates that the sector affects the income distribution of West Java Province though the sector is at the least of per capita income distribution of West Java Province where the estimation error rate of 0.3918 %. This article is intended to contribute input on mineral resource economic knowledge to the alumni of education and training of mineral and coal to do their best at the central as well regional offices.

Keywords

Minerals, linkages, LQ, economic multiplier, income distribution.

Page 3: Studi Tentang Peran Sektor Pertambangan Mineral Terhadap

1. Pendahuluan

Sektor pertambangan mineral merupakan kegiatan usaha pencarian kandungan mineral, ekstraksi/penambangan/penggalian, pemisahan serta penampungan barang galian yang mengandung unsur kimia endapan alam yang biasa digunakan sebagai bahan baku sektor industri maupun bangunan. Kegiatan pertambangan mineral logam, mineral nonlogam dan batuan memiliki peluang yang besar bagi optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam di Provinsi Jawa Barat dengan potensi sumber daya alam dan cadangan yang cukup besar, namun masih kurang dimanfaatkan bagi pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Barat. Yang dimaksudkan pertambangan mineral di dalam arytikelini adalah mineral logam, mineral nonlogam dan batuan. Kebetulan di Provinsi Jawa Barat tidak terdapat endapan batubara yang ekonomis. Telah banyak perusahaan-perusahaan tambang yang berinvestasi di tambang batuan dan bahan galian lainnya di Provinsi Jawa Barat, salah satu contohnya adalah di Kabupaten Bogor dan Kabupaten Sukabumi. Menurut data izin usaha pertambangan Provinsi Jawa Barat tahun 2014 dari data statistik Dinas Energi Sumber Daya Mineral terdapat 148 perusahaan tambang dengan komoditas bahan tambang logam, nonlogam dan batuan yang terdapat di Kabupaten Bogor yang merupakan Kabupaten dengan perusahaan tambang terbanyak ke-2 (dua) setelah Kabupaten Sukabumi (Anonim (l), 2014; (m),2003-2013; (t), 2014; [12,13,20]). Saat ini kondisi pertambangan mineral terbatas untuk dieskpor, namun dengan adanya Undang-Undang No.4 tahun 2009 yang melarang eskpor mineral mentah, sehingga tercipta peluang untuk meningkatkan investasi dalam peningkatan nilai tambah.Melihat perkembangan investor yang semakin banyak melirik pada sektor pertambangan mineral dengan potensi yang cukup besar bagi Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE), maka diharapkan sektor tersebut dapat berperan dan memberikan kontribusi yang baik bagi perekonomian daerah. Selain itu juga diharapkan Provinsi Jawa Barat memiliki peluang dalam menciptakan lapangan pekerjaan khususnya di bidang pertambangan mineral. Provinsi Jawa Barat memiliki potensi sumber daya mineral logam yang terdiri dari : galena, pasir besi, emas, perak, mangan, tembaga, bijih besi dan zink (seng), mineral nonlogam terdiri dari : batu gamping, bentonite, feldspar, fosfat, kaolin, marmer, pasir kuarsa, tanah liat, belerang dan zeolit, sedangkan batuan terdiri dari andesit, pasir, sirtu, trass, gipsum, batu ares dan obsidian. (Gambar 1 dan Tabel 1) (Anonim (t), 2014, [20]). Untuk mengatasi permasalahan yang ada maka sebagai pelaku kegiatan ekonomi perlu mengoptimalkan kebutuhan daerah dengan menambah penggunaan produk dalam negeri, meningkatkan usaha-usaha untuk menghasilkan nilai tambah dan sumber daya manusia yang berwawasan lingkungan serta mandiri sebagai konsep pembangunan berkelanjutan, meningkatkan fasilitas dan pelayanan kesehatan bagi penduduk daerah dengan mempermudah akses dan perbaikan infrastruktur, sehingga mampu menciptakan centrifugal growth (wilayah yang memiliki pembangunan menciptakan lapangan pekerjaan). Dengan kebijakan tersebut maka penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat sekitar dapat meningkat dan memberikan pengaruh pertumbuhan ekonomi yang maju. Mengacu dari permasalahan tersebut maka data transaksi domestik dan struktur Input-Output antarsektor ekonomi menjadi metode penentu analisis peran sektor pertambangan mineral terhadap perekonomian di Provinsi Jawa Barat. Hasil studi ini dimaksud sebagai salah satu masukan dalam bidang keekonomian mineral bagi para alumni diklat mineral dan batubara di dalam menjalankan tugasnya.

Page 4: Studi Tentang Peran Sektor Pertambangan Mineral Terhadap

Sumber: Anonim (t), 2014 [20], Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa

Total Sumber Daya Geologi Sisa Sumber Daya2013 2014 (s/d 2013) (Ton) (Ton)

1 Galena 0 0 Ton 22,271 22,2712 Pasir Besi 152,952 160,000 312,952 Ton 125,682,674 125,369,7223 Emas 9,342,173 8,959,9354 Perak 57,736,916 57,354,6785 Mangan 0 Ton 500,000 500,0006 Tembaga 0 Ton 210 2107 Bijih Besi 0 Ton 51,346,000 51,346,0008 Seng 0 Ton 70,423 70,423

1 Batu Gamping 22,210,622 22,084,311 44,294,934 Ton 3,743,209,839 3,698,914,9052 Bentonit 85,864 103,097 188,962 Ton 329,604,075 329,415,1133 Feldspar 15,118 15,874 30,992 Ton 26,339,972 26,308,9804 Fosfat 0 Ton 524,160 524,1605 Kaolin 0 Ton 5,777,576 5,777,5766 Marmer 148,838 156,279 305,117 Ton 172,276,288 171,971,1717 Pasir Kuarsa 148,855 147,884 296,739 Ton 3,257,579,879 3,257,283,1408 Tanah Liat 3,144,257 2,954,548 6,098,805 Ton 123,678,899,924 123,672,801,1199 Belerang 0 Ton 20,360,000 20,360,000

10 Zeolit 18,848 27,037 45,886 Ton 127,548,000 127,502,114

1 Andesit 18,175,002 19,502,052 37,677,054 Ton 10,124,796,963 10,087,119,9092 Pasir 394,942 371,755 766,697 Ton 275,153,365,028 275,152,598,3313 Sirtu 35,573 36,900 72,474 Ton 1,601,991,429 1,601,918,9554 Trass 933,878 1,016,988 1,950,866 Ton 2,454,950,551 2,452,999,6855 Gypsum 63,750 857 64,607 Ton 6,451,205 6,386,5986 Batu Ares 2,605 4,055 6,660 Ton 171,068 164,4087 Obsidian/Perlit 0 Ton 5,640,000 5,640,000

Total Produksi Satuan

Batuan (Dalam Ton)

382,238

No Bahan GalianTahun

382,238 WMT

Mineral Logam (Dalam Ton)

Mineral Nonlogam (Dalam Ton)

Tabel 1. Potensi dan Produksi Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Barat Tahun 2014

Sumber: Anonim t(), 2014, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Barat

Gambar 1. Peta Sebaran Sumber Daya Mineral Logam, Nonlogam dan Batuan Provinsi Jawa Barat Tahun 2014

Page 5: Studi Tentang Peran Sektor Pertambangan Mineral Terhadap

2. Metodologi

Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi suatu daerah dalam tahun tertentu adalah Kuosien Lokasi (LQ), Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) baik PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (Adhb) maupun PDRB Atas Dasar Harga Konstan tahun 2000 (Adh Konstan 2000) untuk mendapatkan nilai kemandirian antarsektor wilayah acuan dalam memenuhi kebutuhan daerahnya sendiri dan kebutuhan daerah lainnya. Adanya keterkaitan antarsektor ekonomi yang berbeda baik berdasarkan kebutuhan dan penggunaannya serta perbedaan kontribusi antarsektor ekonomi pada periode tertentu akan diinterpretasikan dalam perhitungan keterkaitan hulu, keterkaitan hilir dan pengganda ekonomi yang terdiri dari output, investasi, pendapatan, kesempatan kerja, nilai tambah dan surplus yang diperoleh dari Tabel I-O hasil agregasi (23 x 23 sektor) (Anonim 9t), 2014,[19]; Anonim (q), 2010, [17]; Anonim (u), 2015, [21]).Selanjutnya dilakukan perhitungan analisis Shift-Share (SSA) untuk mengetahui perubahan struktur ekonomi yang terjadi di wilayah acuan sehingga mempengaruhi kesempatan kerja daerah tersebut. Selain itu juga untuk dapat melihat pengaruh distribusi pendapatan sektor tersebut terhadap Provinsi Jawa Barat menggunakan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (Adhb) dengan metode ekonometrika (Anonim (i), 2014 [9]; Anonim (j), 2001) [10]; Anonim (k), 2014), [11]; Anonim (o), 2013, [15]; Anonim (p), 2013 [16]; Case and Vair, 2011, [23]).Adapula data pendukung yang didapatkan dari Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat dan Dinas Pertambangan Energi Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Barat. Sehingga dari serangkaian tahapan perhitungan dan analisis data akan didapatkan hasil akhir tentang peran sektor pertambangan mineral terhadap perekonomian di Provinsi Jawa Barat.3. Hasil dan Analisis Pada laporan ini akan dijelaskan hasil dari pengolahan data mengenai penelitian peran sektor pertambangan mineral terhadap perekonomian regional di Provinsi Jawa Barat yang meliputi analisis keterkaitan hulu dan keterkaitan hilir, analisis terhadap kebutuhan ekonomi wilayahnya, analisis terhadap transaksi domestik dan kesempatan kerja wilayahnya, serta analisis terhadap distribusi pendapatan ekonomi wilayahnya (Djojohadikusumo, 1955, [26]; Anonim 9g),2011, [7]; Anonim (h), 2007), [8]).3.1. Model Input-OutputTabel I-O Provinsi Jawa Barat pada akhir tahun pengamatan yaitu tahun 2010 memiliki agregat 86 x 86, 29 x 29 dan 9 x 9, sedangkan dalam pengolahan data dijadikan agregat 23 x 23 sektor karena pada sektor kegiatan yang tidak jelas batasannya tidak memiliki harga atau nilai produksi dan tidak termasuk ke dalam perhitungan transaksi Tabel I-Oy ang di dalamnya memiliki nilai matriks sama dengan nol.a). Matrix Kebalikan Leontief (I−A)−1

Matriks Leontief atau disebut sebagai matriks multiplier masukan merupakan hubungan dasar dari tabel I-O sebagai perkalian matriks invers dengan Final Demand dengan asumsi koefisien teknologi konstan, maka matriks (I-A)-1 juga konstan sehingga nilai output sektor j, yaitu Xj hanya tergantung pada perubahan Final Demand. Pada diagonal nilai adalah 1 secara menyeluruh kemudian dihubungkan pada matriks koefisien teknik setiap sektornya. Berikut adalah rumus perhitungannya, yaitu :

Page 6: Studi Tentang Peran Sektor Pertambangan Mineral Terhadap

Koefisien teknik :[A] = [a1.1 a1.2 ... ... a1.n] [a1.1 a1.2 ... ... a1.n] [a1.1 a1.2 ... ... a1.n] [a1.1 a1.2 ... ... a1.n]

Koefisien Leontief Inversed Matrix (Matriks Kebalikan):[I −A ]−1 =[B] = bij = [b1.1 b1.2 ... ... b1.n] [b2.1 b2.2 ... ... b2.n] [b3.1 b3.2 ... ... b3.n] [... ... ... ...] [bn.1 bn.2 ... ... b n.n]Ij = [I1, I2, .........................,In];vj = [v1,v2, ........................,vn];kj = [k1, k2, ........................,kn];wj= [w1,w2, .......................,wn].Jumlah input penyediaan (Xj) sektor pertambangan mineral pada tahun 2010 sebesar Rp. 5.622.569 (milyar rupiah) sedangkan jumlah output (Wj) dari penggunaan sektor pertambangan mineral sebesar Rp. 6.567.817 (milyar rupiah) atau jumlah permintaan antara sebesar 98,94 % (persen) (Anonim ®, 2012, [18]; Ghali, 2009, [27]; Miernyk, 1982, [34]; Murni et al, 2014, [35]; Soelistijo, 2014, [36]; Thomas, 1982, [38]).b). Analisis Keterkaitan AntarsektorKeterkaitan hulu dan keterkaitan hilir di tingkat provinsi ini memiliki interaksi atau ketergantungan lintassektor di suatu provinsi yang diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah, dan dapat diukur antara lain dengan keterkaitan hulu dan keterkaitan hilir (Thomas, V.B, 1982, [22]). Keterkaitan hulu adalah ukuran untuk melihat keterkaitan hulu atau kebelakang pada suatu sektor yang didasarkan atas yield sector pertambangan mineral dibandingkan dengan sektor ekonomi lainnya di suatu wilayah atau negara. Rumus yang digunakan :

αj = 1n

∑ibij

(1/n¿¿2)∑i ∑ j bij ¿Keterkaitan hulu sektor pertambangan mineral sebesar 0,6749 (<1) berada diperingkat 22, artinya investasi untuk dapat meningkatkan nilai tambah pada sektor tersebut masih rendah daripada antersektor ekonomi lainnya.Keterkaitan hilir adalah ukuran untuk melihat sejauh mana suatu sektor mempunyai keterkaitan hilir dengan sektor lainnya. Keterkaitan ini menunjang keterkaitan kedepan. Rumus yang digunakan :

Page 7: Studi Tentang Peran Sektor Pertambangan Mineral Terhadap

βi = 1n

∑ j bij

1/n2∑i ∑ j bij Keterkaitan hilir sektor pertambangan mineral sebesar 0,7632 (<1) berada diperingkat 14, artinya penggunaan pada sektor tersebut atau keterkaitan hilir antarsektor ekonomi lainnya masih memberikan nilai yang rendah. Untuk meningkatkan nilai keterkaitan antarsektor tersebut perlu adanya peningkatan jumlah investasi di sektor hilirnya (pemanfaatannya) yang dapat meningkatkan nilai tambah sehingga penggunaan dari sektor pertambangan mineral akan meningkat jumlahnya sehingga keterkaitan antarsektor ekonomi tersebut mempengaruhi transaksi domestik yang meningkat. (Tabel 2). c). Analisis Pengganda EkonomiAnalisis ini digunakan untuk mengetahui besarnya perubahan output, investasi, income, nilai tambah, surplus dan employment apabila terjadi perubahan pada sektor eksogen (final demand sebesar satu satuan) (Bulmer-Thomas, 1982, [22]). 1). Pengganda Output (Output Multiplier)

I Oj = ∑l bij Nilai pengganda output pada sektor pertambangan mineral sebesar 1,5367, artinya apabila terdapat kenaikan final demand sebesar Rp. 1 juta, maka akan menaikan jumlah output sebesar Rp. 1,5367 juta.2). Pengganda Pendapatan (Income Multiplier) I Nj = ∑i bij lj t =∆N lj t ∆Y Nilai pengganda pendapatan pada sektor pertambangan mineral sebesar 1,3442, artinya apabila terdapat kenaikan final demand sebesar Rp. 1 juta, maka akan menaikan pendapatan sebesar Rp. 1,5367 juta.3). Pengganda Surplus (Surplus Multiplier)

I Sj = ∑ vj bij/vj ∑ kj bij

Nilai pengganda surplus pada sektor pertambangan mineral sebesar 2,1578, artinya apabila terdapat kenaikan final demand sebesar Rp. 1 juta, maka akan menaikan surplus sebesar Rp. 2,1578 juta, sehingga berpeluang dapat menarik para investor dalam peningkatan nilai tambah masukan primer.4). Pengganda Investasi (Investment Multiplier)

I Kj = ∑ kj bij = ∆Y kj ∆K

Nilai pengganda investasi pada sektor pertambangan mineral sebesar 1,2552, artinya apabila terdapat kenaikan investasi sebesar Rp. 1 juta, maka akan menaikan final demand sebesar Rp. 1,2552 juta, sehingga berpeluang untuk meningkatkan jumlah masukan primer dan nilai tambah bruto. Dengan pengertian bahwa nilai tambah adalah sama dengan nilai final demand.5). Pengganda Kesempatan Kerja (Employment

Page 8: Studi Tentang Peran Sektor Pertambangan Mineral Terhadap

Multiplier)I Lj = ∑i lj bij = ∆L lj ∆ Y Nilai pengganda kesempatan kerja pada sektor pertambangan mineral sebesar 1,2749 artinya apabila ada kenaikan final demand sebesar Rp. 1 juta, maka akan menaikan kesempatan kerja sebesar Rp. 1,2749 juta.6). Pengganda Nilai Tambah (Value-AddedMultiplier) I Vj = ∑j vj bij = ∆V vj ∆Y Nilai pengganda nilai tambah pada sektor pertambangan mineral sebesar 1,2700 artinya apabila ada kenaikan final demand sebesar Rp. 1 juta, maka akan menaikkan nilai tambah sebesar Rp. 1,2700 juta (Tabel 3). d). Analisis Kuosien Lokasi (LQ)Model Locaion Quotient ini digunakan untuk analisis seberapa besar peran sektor tersebut terhadap memenuhi kebutuhan pasar seperti barang dan jasa dan lapangan usaha. Analisis ini menggunakan perbandingan antara PDRB sektor i ke sektor j di tingkat kabupaten dengan PDRB sektor i ke sektor j di tingkat provinsi.

LQij = Xij / Xj Xi / X

Dalam hal ini :Xij = nilai PDRB sektor ke-i di Provinsi ke-j;Xj = nilai PDRB seluruh sektor di Provinsi ke-j;Xi = nilai PDB sektor ke-i Nasional ke-j;X = nilai PDB seluruh sektor Nasional ke-j.Sektor pertambangan mineral memiliki nilai kuosien lokasi (LQ) dengan contoh perhitungan sebagai berikut :

LQij =

Rp .2.477Rp .771.594Rp. 111.082

Rp . 6.191.590

= 0,00320,0179 = 0,1789

Nilai LQ sektor pertambangan mineral tersebut (<1), artinya sektor tersebut masih belum mampu memenuhi kebutuhan daerahnya sendiri, sehingga cenderung impor dari daerah lain (Tabel 4). e). Analisis Shift-Share (SSA)Analisis Shift-Share adalah salah satu teknik kuantitatif yang biasa digunakan untuk menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah relatif terhadap struktur ekonomi wilayah administratif yang lebih tinggi sebagai pembanding. Pada analisis tersebut digunakan 3 (tiga) komponen perbandingan, yaitu Nilai KPN (Komponen Pertumbuhan Nasional) sektor pertambangan mineral sebesar 0,9082. Nilai KPP (Komponen Pertumbuhan Proporsional) sebesar -0,5749, artinya sektor tersebut mengalami pertumbuhan lebih lamban dibandingkan pertumbuhan nasional. Nilai KPPW (Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah) sebesar 4,1196,

Page 9: Studi Tentang Peran Sektor Pertambangan Mineral Terhadap

artinya sektor tersebut memiliki daya saing dan berpotensi menjadi sektor yang unggul di wilayah regional dibandingkan nasional atau regional kabupten/kota dibandingkan regional provinsi. Selanjutnya nilai PE (Pertumbuhan Ekonomi Wilayah) = KPN + KPP + KPPW = 4,4529, dan nilai PB (Pergeseran Bersih) sebesar = KPP + KPPW = 3,5447, artinya sektor tersebut termasuk kelompok sektor yang progresif atau maju (Tabel 5 dan Tabel 6).

Sumber : Hasil Pengolahan Data, Tahun 2015

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 20131 Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 0.8887 0.9006 0.8598 0.8329 0.8473 0.8061 0.7836 0.8157 0.7985 0.7930 0.80732 Pertambangan Minyak dan Gas Bumi 0.5533 0.5518 0.4507 0.4058 0.3538 0.3693 0.3424 0.3120 0.2733 0.2436 0.23733 Pertambangan Mineral 0.1130 0.0970 0.0656 0.0578 0.0580 0.0738 0.0714 0.1789 0.1825 0.1810 0.17784 Pengilangan Minyak Bumi 0.6024 0.6732 0.5908 0.7624 0.8027 1.2470 1.2446 0.6841 0.6433 0.6569 0.65675 Industri Makanan dan Minuman 0.6629 0.6678 0.3970 0.6751 0.6638 0.6058 0.5680 0.6938 0.6877 0.6669 0.70836 Industri Tekstil, Pakaian Jadi, Kulit dan Alas Kaki 2.9857 3.4385 4.0711 4.5724 4.9569 4.8628 4.4303 5.2701 5.3907 5.1948 5.01107 Industri Kayu, Bambu Rotan dan Furniture 0.4137 0.4414 0.4255 0.3872 0.3544 0.2938 0.3213 0.4492 0.4419 0.4260 0.42138 Industri Kertas dan Barang Dari Kertas, Percetakan dan Penerbitan 0.6786 0.7171 0.6080 0.7002 0.6877 0.6460 0.5892 0.6918 0.6977 0.7275 0.76099 Industri Kimia, Barang Dari Bahan Kimia, Karet dan Plastik 3.4102 3.7699 3.6316 3.1453 2.9368 1.6219 1.7397 2.8246 2.7044 2.1847 1.948110 Industri Pupuk 2.8627 1.8104 1.5561 0.7801 0.7934 0.8094 0.8576 1.1622 1.0728 1.0602 1.040311 Industri Gelas dan Barang Dari Gelas 0.0495 0.0480 0.0461 0.0457 0.0572 0.0704 0.0676 0.0804 0.0903 0.0918 0.102612 Industri Semen 1.2182 1.0188 1.2380 1.1201 1.0972 0.8521 1.2997 0.6547 0.6296 0.6469 0.600013 Industri Pengolahan Tanah Liat dan Keramik 0.2357 0.2585 0.2528 0.2708 0.3263 0.3492 0.3081 0.4263 0.4569 0.4409 0.445314 Industri Barang Galian Lainnya Dari Bahan Baku Nonlogam 1.3541 1.2959 1.2378 1.3034 1.5369 1.8671 1.7104 1.9796 2.1519 2.2720 2.413515 Industri Logam Dasar 0.5279 0.6049 0.4812 0.5310 0.5086 0.4122 0.4642 0.2295 0.2291 0.2317 0.221316 Industri Barang Jadi Dari Logam 0.3083 0.2611 0.2657 0.2741 0.2723 0.2996 0.2778 0.7983 0.8150 0.7706 0.719517 Industri Pengolahan Lainnya 3.5298 3.1294 3.5628 3.7256 4.0000 3.6627 3.8013 2.1091 2.5324 2.4194 2.515418 Listrik, Gas Kota dan Air Bersih 3.2308 3.2342 3.0725 3.2074 3.2408 3.2960 3.2975 2.1796 1.8358 1.9451 2.219719 Bangunan/Konstruksi 0.4145 0.4366 0.4496 0.3921 0.3808 0.4096 0.3447 0.3718 0.3953 0.4263 0.418720 Perdagangan Besar dan Eceran, Hotel dan Restoran 1.0953 1.0538 1.1785 1.2316 1.2411 1.4954 1.5684 1.5000 1.4943 1.6395 1.665621 Pengangkutan dan Komunikasi 0.8239 0.8240 0.7764 0.8248 0.8505 0.9281 0.9373 0.6248 0.6949 0.6923 0.706622 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 0.3333 0.3449 0.3092 0.3252 0.3647 0.3725 0.3675 0.3161 0.3324 0.3347 0.333423 Jasa-Jasa 0.7784 0.5065 0.2683 0.6995 0.6605 0.7783 0.5050 0.8720 0.8902 0.8803 0.8425

No Sektor Tahun

Sumber: Hasil pengolahan Data, 2015

Tabel 4. Nilai Kuosien Lokasi (Location Quotient) Antarsektor

1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 2.3988 1.2355 1.2977 1.8916 1.2636 1.72912 Pertambangan Minyak dan Gas Bumi 3.2286 1.1119 1.3521 4.5027 1.1397 1.39353 Pertambangan Mineral 1.5367 1.2552 1.2749 1.3442 1.2700 2.15784 Pengilangan Minyak Bumi 2.3495 2.2242 1.7148 2.8071 2.1070 2.81075 Industri Makanan dan Minuman 1.5734 4.9242 3.8919 2.1851 4.3862 6.58406 Industri Tekstil, Pakaian Jadi, Kulit dan Alas Kaki 2.4974 2.8392 2.6986 2.6377 2.7843 4.97647 Industri Kayu, Bambu Rotan dan Furniture 1.2951 2.7485 2.8396 1.3296 2.8940 5.02758 Industri Kertas dan Barang Dari Kertas, Percetakan dan Penerbitan 1.7551 2.8416 2.7525 1.8690 2.8705 5.17849 Industri Kimia, Barang Dari Bahan Kimia, Karet dan Plastik 2.8685 4.0032 2.9426 3.5329 3.4370 6.0787

10 Industri Pupuk 1.1244 2.4376 1.4690 1.1054 2.1491 3.142211 Industri Gelas dan Barang Dari Gelas 1.0238 6.4731 4.1397 1.0625 5.8013 9.349212 Industri Semen 1.1376 2.7512 2.1405 1.1534 2.4404 4.190213 Industri Pengolahan Tanah Liat dan Keramik 1.0089 4.7509 2.0388 1.0078 3.2629 5.994914 Industri Barang Galian Lainnya Dari Bahan Baku Nonlogam 1.0449 5.3371 2.3067 1.0510 3.2165 6.182015 Industri Logam Dasar 1.3024 5.3493 4.6638 1.4328 4.8252 7.770016 Industri Barang Jadi Dari Logam 3.5775 2.7318 2.5694 4.1125 2.6338 4.924217 Industri Pengolahan Lainnya 1.2524 2.4154 1.9472 1.2455 2.2255 4.040218 Listrik, Gas Kota dan Air Bersih 3.8705 2.0504 2.3683 4.6857 2.0450 3.169519 Bangunan/Konstruksi 1.3779 3.4491 2.5391 1.5347 3.1341 5.662020 Perdagangan Besar dan Eceran, Hotel dan Restoran 2.8325 1.3357 1.3406 2.1239 1.3477 2.299221 Pengangkutan dan Komunikasi 3.1006 2.2719 2.1325 2.9226 1.9274 4.261122 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 2.3387 1.2763 1.5273 1.9001 1.3623 2.129323 Jasa-Jasa 1.8128 3.9476 1.3001 1.2724 1.7363 5.5961

2.0134 3.0331 2.3151 2.1178 2.6200 4.5498Rata-Rata

NO SEKTOR LAPANGAN USAHA OUTPUT INVESTASI KESEMPATAN KERJA NILAI TAMBAH SURPLUSPENDAPATANTabel 3. Nilai Pengganda Ekonomi Antarsektor Provinsi Jawa Barat Tahun 2010

Keterkaitan Hulu Keterkaitan Hilir(αj) (βi)

(αj) (βi)1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 1.3589 2.3988 0.6749 1.1914 22 82 Pertambangan Minyak dan Gas Bumi 1.1972 3.2286 0.5946 1.6035 23 33 Pertambangan Mineral 1.4001 1.5367 0.6954 0.7632 21 144 Pengilangan Minyak Bumi 1.7128 2.3495 0.8507 1.1669 18 95 Industri Makanan dan Minuman 2.2368 1.5734 1.1109 0.7815 11 136 Industri Tekstil, Pakaian Jadi, Kulit dan Alas Kaki 2.5317 2.4974 1.2574 1.2404 2 77 Industri Kayu, Bambu Rotan dan Furniture 2.2733 1.2951 1.1291 0.6433 10 178 Industri Kertas dan Barang Dari Kertas, Percetakan dan Penerbitan 2.3842 1.7551 1.1842 0.8717 5 129 Industri Kimia, Barang Dari Bahan Kimia, Karet dan Plastik 2.4379 2.8685 1.2108 1.4247 3 5

10 Industri Pupuk 1.7670 1.1244 0.8776 0.5585 17 2011 Industri Gelas dan Barang Dari Gelas 2.5911 1.0238 1.2869 0.5085 1 2212 Industri Semen 2.0343 1.1376 1.0104 0.5650 13 1913 Industri Pengolahan Tanah Liat dan Keramik 2.3104 1.0089 1.1475 0.5011 8 2314 Industri Barang Galian Lainnya Dari Bahan Baku Nonlogam 2.2824 1.0449 1.1336 0.5190 9 2115 Industri Logam Dasar 2.4140 1.3024 1.1990 0.6469 4 1616 Industri Barang Jadi Dari Logam 2.3537 3.5775 1.1690 1.7769 7 217 Industri Pengolahan Lainnya 2.0586 1.2524 1.0224 0.6220 12 1818 Listrik, Gas Kota dan Air Bersih 1.8885 3.8705 0.9380 1.9224 15 119 Bangunan/Konstruksi 2.3644 1.3779 1.1744 0.6844 6 1520 Perdagangan Besar dan Eceran, Hotel dan Restoran 1.4743 2.8325 0.7323 1.4068 20 621 Pengangkutan dan Komunikasi 1.8986 3.1006 0.9430 1.5400 14 422 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 1.4799 2.3387 0.7350 1.1616 19 1023 Jasa-Jasa 1.8580 1.8128 0.9228 0.9004 16 11

PeringkatNo Lapangan/Usaha Jumlah Input (Uj) Jumlah Permintaan Antara (Wi)

Tabel 2. Nilai Keterkaitan Hulu dan Keterkaitan Hilir Antarsektor Provinsi Jawa Barat Tahun 2010

Page 10: Studi Tentang Peran Sektor Pertambangan Mineral Terhadap

Sumber : Hasil Pengolahan Data, Tahun 2015

Sumber : Hasil Pengolahan Data, Tahun 2015

Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2015.

No Sektor KPP KPPW PB = KPP + KPPW Keterangan1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan -0.5746 1.7014 1.1268 Progresif2 Pertambangan Minyak dan Gas Bumi -0.3637 0.6870 0.3233 Progresif3 Pertambangan Mineral -0.5749 4.1196 3.5447 Progresif4 Pengilangan Minyak Bumi -0.5787 10.3379 9.7592 Progresif5 Industri Makanan dan Minuman -0.5495 1.6336 1.0841 Progresif6 Industri Tekstil, Pakaian Jadi, Kulit dan Alas Kaki -0.5622 1.9080 1.3457 Progresif7 Industri Kayu, Bambu Rotan dan Furniture -0.7308 1.0177 0.2869 Progresif8 Industri Kertas dan Barang Dari Kertas, Percetakan dan Penerbitan -0.8171 0.9390 0.1219 Progresif9 Industri Kimia, Barang Dari Bahan Kimia, Karet dan Plastik -1.0847 1.6426 0.5579 Progresif10 Industri Pupuk -0.3233 -0.2916 -0.6149 Lamban11 Industri Gelas dan Barang Dari Gelas -0.8192 0.4142 -0.4050 Lamban12 Industri Semen -0.8998 2.1533 1.2535 Progresif13 Industri Pengolahan Tanah Liat dan Keramik -0.1342 0.1862 0.0519 Progresif14 Industri Barang Galian Lainnya Dari Bahan Baku Nonlogam -0.4002 2.6426 2.2424 Progresif15 Industri Logam Dasar -0.5447 2.0173 1.4726 Progresif16 Industri Barang Jadi Dari Logam 8.9963 -8.5803 0.4160 Progresif17 Industri Pengolahan Lainnya -0.8162 1.0090 0.1928 Progresif18 Listrik, Gas Kota dan Air Bersih -0.5581 2.6398 2.0817 Progresif19 Bangunan/Konstruksi -0.4630 2.5458 2.0827 Progresif20 Perdagangan Besar dan Eceran, Hotel dan Restoran -0.5403 2.3639 1.8236 Progresif21 Pengangkutan dan Komunikasi -0.4843 4.2897 3.8054 Progresif22 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan -0.4599 1.6007 1.1407 Progresif23 Jasa-Jasa -0.4487 2.9266 2.4780 Progresif

Tabel 6. Nilai Pergeseran Bersih Antarsektor Provinsi Jawa Barat

KPN KPP KPPW

1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 0.9082 -0.5746 1.7014 2.03502 Pertambangan Minyak dan Gas Bumi 0.9082 -0.3637 0.6870 1.23153 Pertambangan Mineral 0.9082 -0.5749 4.1196 4.45294 Pengilangan Minyak Bumi 0.9082 -0.5787 10.3379 10.66745 Industri Makanan dan Minuman 0.9082 -0.5495 1.6336 1.99236 Industri Tekstil, Pakaian Jadi, Kulit dan Alas Kaki 0.9082 -0.5622 1.9080 2.25397 Industri Kayu, Bambu Rotan dan Furniture 0.9082 -0.7308 1.0177 1.19518 Industri Kertas dan Barang Dari Kertas, Percetakan dan Penerbitan 0.9082 -0.8171 0.9390 1.03019 Industri Kimia, Barang Dari Bahan Kimia, Karet dan Plastik 0.9082 -1.0847 1.6426 1.4661

10 Industri Pupuk 0.9082 -0.3233 -0.2916 0.293311 Industri Gelas dan Barang Dari Gelas 0.9082 -0.8192 0.4142 0.503212 Industri Semen 0.9082 -0.8998 2.1533 2.161713 Industri Pengolahan Tanah Liat dan Keramik 0.9082 -0.1342 0.1862 0.960114 Industri Barang Galian Lainnya Dari Bahan Baku Nonlogam 0.9082 -0.4002 2.6426 3.150615 Industri Logam Dasar 0.9082 -0.5447 2.0173 2.380816 Industri Barang Jadi Dari Logam 0.9082 8.9963 -8.5803 1.324217 Industri Pengolahan Lainnya 0.9082 -0.8162 1.0090 1.101018 Listrik, Gas Kota dan Air Bersih 0.9082 -0.5581 2.6398 2.989919 Bangunan/Konstruksi 0.9082 -0.4630 2.5458 2.990920 Perdagangan Besar dan Eceran, Hotel dan Restoran 0.9082 -0.5403 2.3639 2.731821 Pengangkutan dan Komunikasi 0.9082 -0.4843 4.2897 4.713622 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 0.9082 -0.4599 1.6007 2.048923 Jasa-Jasa 0.9082 -0.4487 2.9266 3.3862

Ri - Ra ri - RiPE = KPN + KPP + KPPWNo Sektor

Ra -1

Tabel 5. Nilai Pertumbuhan Ekonomi Antarsektor Provinsi Jawa Barat

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 20131 Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 0.8887 0.9006 0.8598 0.8329 0.8473 0.8061 0.7836 0.8157 0.7985 0.7930 0.80732 Pertambangan Minyak dan Gas Bumi 0.5533 0.5518 0.4507 0.4058 0.3538 0.3693 0.3424 0.3120 0.2733 0.2436 0.23733 Pertambangan Mineral 0.1130 0.0970 0.0656 0.0578 0.0580 0.0738 0.0714 0.1789 0.1825 0.1810 0.17784 Pengilangan Minyak Bumi 0.6024 0.6732 0.5908 0.7624 0.8027 1.2470 1.2446 0.6841 0.6433 0.6569 0.65675 Industri Makanan dan Minuman 0.6629 0.6678 0.3970 0.6751 0.6638 0.6058 0.5680 0.6938 0.6877 0.6669 0.70836 Industri Tekstil, Pakaian Jadi, Kulit dan Alas Kaki 2.9857 3.4385 4.0711 4.5724 4.9569 4.8628 4.4303 5.2701 5.3907 5.1948 5.01107 Industri Kayu, Bambu Rotan dan Furniture 0.4137 0.4414 0.4255 0.3872 0.3544 0.2938 0.3213 0.4492 0.4419 0.4260 0.42138 Industri Kertas dan Barang Dari Kertas, Percetakan dan Penerbitan 0.6786 0.7171 0.6080 0.7002 0.6877 0.6460 0.5892 0.6918 0.6977 0.7275 0.76099 Industri Kimia, Barang Dari Bahan Kimia, Karet dan Plastik 3.4102 3.7699 3.6316 3.1453 2.9368 1.6219 1.7397 2.8246 2.7044 2.1847 1.948110 Industri Pupuk 2.8627 1.8104 1.5561 0.7801 0.7934 0.8094 0.8576 1.1622 1.0728 1.0602 1.040311 Industri Gelas dan Barang Dari Gelas 0.0495 0.0480 0.0461 0.0457 0.0572 0.0704 0.0676 0.0804 0.0903 0.0918 0.102612 Industri Semen 1.2182 1.0188 1.2380 1.1201 1.0972 0.8521 1.2997 0.6547 0.6296 0.6469 0.600013 Industri Pengolahan Tanah Liat dan Keramik 0.2357 0.2585 0.2528 0.2708 0.3263 0.3492 0.3081 0.4263 0.4569 0.4409 0.445314 Industri Barang Galian Lainnya Dari Bahan Baku Nonlogam 1.3541 1.2959 1.2378 1.3034 1.5369 1.8671 1.7104 1.9796 2.1519 2.2720 2.413515 Industri Logam Dasar 0.5279 0.6049 0.4812 0.5310 0.5086 0.4122 0.4642 0.2295 0.2291 0.2317 0.221316 Industri Barang Jadi Dari Logam 0.3083 0.2611 0.2657 0.2741 0.2723 0.2996 0.2778 0.7983 0.8150 0.7706 0.719517 Industri Pengolahan Lainnya 3.5298 3.1294 3.5628 3.7256 4.0000 3.6627 3.8013 2.1091 2.5324 2.4194 2.515418 Listrik, Gas Kota dan Air Bersih 3.2308 3.2342 3.0725 3.2074 3.2408 3.2960 3.2975 2.1796 1.8358 1.9451 2.219719 Bangunan/Konstruksi 0.4145 0.4366 0.4496 0.3921 0.3808 0.4096 0.3447 0.3718 0.3953 0.4263 0.418720 Perdagangan Besar dan Eceran, Hotel dan Restoran 1.0953 1.0538 1.1785 1.2316 1.2411 1.4954 1.5684 1.5000 1.4943 1.6395 1.665621 Pengangkutan dan Komunikasi 0.8239 0.8240 0.7764 0.8248 0.8505 0.9281 0.9373 0.6248 0.6949 0.6923 0.706622 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 0.3333 0.3449 0.3092 0.3252 0.3647 0.3725 0.3675 0.3161 0.3324 0.3347 0.333423 Jasa-Jasa 0.7784 0.5065 0.2683 0.6995 0.6605 0.7783 0.5050 0.8720 0.8902 0.8803 0.8425

No Sektor Tahun

KeteranganKoefisie

n Std. Eror t-ratio p-valueKonstanta 3938,41 658,554 5,98 4,8 x 10-8

D1 0,1657 0,01394 11,88 6,5 x 10-20

D2 5,6027 0,3918 14,3 1,4 x 10-24

D3 0,0447 0,0021 21,35 2,4 x 10-36

D4 0,5985 0,0384 15,56 7,3 x 10-27

D5 0,431 0,0216 19,91 3,7 x 10-34

D6 0,0784 0,0353 20,96 9,3 x 10-36

D7 0,2327 0,01243 18,381,07 x 10-

31

D8 0,5758 0,03535 16,293,73 x 10-

28

D9 0,2037 0,01243 16,39 2,5 x 10-28

a (UMR) 0,0004 0,00074 0,6174 0,5386a Tenaga Kerja

-0,000057

0,0000326 -1,75 0,0836

Page 11: Studi Tentang Peran Sektor Pertambangan Mineral Terhadap

f). Analisis Distribusi Pendapatan Per Kapita Sektor Pertambangan MineralUntuk dapat diterima sebagai model yang baik, suatu model ekonometrika harus dapat memenuhi kriteria ekonometrika. Pengujian tersebut dilakukan melalui uji heteroskedastisitas, uji multikolinier, uji autokorelasi, baik secara ekonometrika, statistika maupun uji ekonomi. (Gujarati, 1993; 1997, 2007, [28,29,30]; Davidson et al, 1993, [25]). Dari hasil pengolahan data menggunakan program Gretl didapat hasil koefisien sektor pertambangan mineral yaitu D2 sebesar 5,6027 menunjukkan koefisien positif (+), sehingga dapat dinyatakan bahwa sektor tersebut memiliki peranan distribusi terhadap perekonomian Provinsi Jawa Barat (uji ekonometrika). Selanjutnya uji heteroskedastisitas sektor pertambangan mineral sebesar 0,9293, artinya tingkat kepercayaan penduga sebesar 99,07 % dengan batas toleransi kesalahan sebesar 0,93 %. Uji autokorelasi sebesar 0,3424, artinya tingkat kepercayaan dengan uji tersebut sebesar 99,66 % dengan tingkat kesalahan maksimum 0,34 %. Uji multikolinier sebesar 0,9372, artinya tingkat kepercayaan sebesar 99,93 % dengan tingkat kesalahan maksimum 0,07 %. Hasil uji kriteria statistik menunjukkan bahwa sektor pertambangan mineral dengan uji t, sebesar 5,6027 yang artinya jika kenaikan 1 % sektor pertambangan mineral akan meningkatkan pendapatan per kapita sebesar 5,6027 %. Selanjutnya koefisien determinasi (Kd) sektor tersebut sebesar 92,93 %, artinya pengaruh independen terhadap variabel dependen yang digunakan sebesar 92,93 %. Analisis uji kriteria ekonomi sektor tersebut dengan nilai elastisitas sebesar 5,6027 bernilai (+) sehingga sektor tersebut berperan terhadap distribusi pendapatan per kapita Provinsi Jawa Barat dengan tingkat kesalahan penduga sebesar 0,3918 % (Std. eror) (Tabel 7) (Habieb, et al, 2004,[31]; Kamaludin, 1992, [32]).g). Konvergensi Indeks PDRB Per KapitaKonvergensi ekonomi Provinsi Jawa Barat termasuk ke dalam perkiraan daerah yang mencapai titik konvergensi pada kurun waktu sekitar 30 tahun ke depan (Lipsey, 1995, [33]; Soelistijo, 2014, [36]). Dari hasil pengolahan data tahun 2015, indeks PDRB per kapita Provinsi Jawa Barat masih belum konvergen. Hal tersebut terlihat pada nilai indeks tiap kabupaten/kota yang relatif <100. Kabupaten/kota dengan nilai indeks surplus >100 yaitu : Kabupaten Bekasi, Indramayu, Purwakarta, Karawang, Kota Sukabumi, Bandung, Cirebon dan Cimahi. Kabupaten/kota yang bernilai indeks <100, yaitu : Kabupaten Bogor, Sukabumi, Cianjur, Bandung, Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Kuningan, Cirebon, Majalengka, Sumedang, Subang, bandung Barat, Pangandaran, Kota Bogor, Bekasi, Depok, Tasikmalaya, dan Kota Banjar (Gambar 2). Sebagai

Sumber:Hasil pengolahan data, 2015.

Page 12: Studi Tentang Peran Sektor Pertambangan Mineral Terhadap

sampel grafik konvergensi antar-daerah atau antarnegara bagian di AS terhadap indek nasional (100) dalam kurun tahun 1929-2010 dapat dilihat pada Gambar 2A.h). Pengaruh Pengolahan Mineral Terhadap Nilai Tambah Mineral (Church, 2001, [24];

Anonim (a) s.d. (f), [1– 6]) Pengaruh pengolahan mineral logam, nonlogam dan batuan akan sangat mempengaruhi pada peningkatan jumlah produk atau jumlah penggunaan barang terhadap bahan baku maupun bahan langsung pakai industri lainnya agar menghasilkan kualitas produk yang lebih baik dan meningkatkan investasi sektor hilir terkait yang masuk. Pada dasarnya barang tambang tidak langsung dapat digunakan melainkan harus diproses terlebih dahulu dengan cara pengolahan mineral yaitu mereduksi dan diolah ke proses berikutnya sehingga menghasilkan produk bermutu. Manfaat pengolahan nilai tambah tersebut juga selain dapat meningkatkan jumlah output yang dihasilkan bernilai mutu, juga dapat meningkatkan kesempatan kerja di pabrik pengolahan mineral seperti kegiatan pengolahan kominusi bahan galian di kawasan tambang andesit, kegiatan operasional pengangkutan dan pemuatan bahan galian, pengawasan K3 di kawasan tambang, pemantauan daerah lingkungan sekitar, penyelidikan atau eksplorasi bahan tambang yang berpotensi dapat diambil mineral berharganya, dengan memanfaatkan jumlah tenaga kerja penduduk sekitar di daerah tersebut (Gambar 3 s/d Gambar 5).

Sumber : Hasil Pengolahan Data, Tahun 2015

Gambar 2. Grafik Konvergensi Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat

Page 13: Studi Tentang Peran Sektor Pertambangan Mineral Terhadap

Gambar 2A. Grafik konvergensi antarnegara bagian di AS terhadap indek nasional (100), 1929-2010

i). Pengalihan Sumber Daya Alam Menjadi Modal Riil dan Modal Sosial Sebagai Upaya Pengembangan Wilayah

Proses pengalihan sumber daya alam menjadi modal riil ekonomi perlu adanya penerapan upaya dalam pemanfaatan sumber daya alam terbarukan dan tidak terbarukan, sebagai contohnya adalah sektor pertambangan mineral. Sebagai upaya untuk menjadi modal riil, maka perlu adanya pemanfaatan, biaya yang dibutuhkan dan investasi. Perlu juga adanya proses berikutnya yaitu pengalihan modal riil menjadi modal sosial dengan cara pendekatan keamanan dan

Gambar 5. Pengolahan Nilai Tambah Batuan

Gambar 4. Pengolahan Nilai Tambah Mineral Nonlogam

Gambar 3. Pengolahan Nilai Tambah Mineral Logam

Page 14: Studi Tentang Peran Sektor Pertambangan Mineral Terhadap

kesejahteraan masyarakat serta lingkungan global guna meningkatkan mutu manusiawi agar mampu menghadapi hari depan secara mandiri (Gambar 6) (Soelistijo, 2014, [36]).

j). Sistem Pengembangan Sumber Daya Alam Sistem pengambangan sumber daya alam perlu dikaitkan dengan subsitem yang dapat menunjang keterkaitan dalam mengembangkan sumber daya alam. Subsistem tersebut terdiri dari SSP (Subsistem Pemerintah), SSPK (Subsistem Produksi dan Konsumsi), SSI (Subsistem Internasional), SSST (Subsistem IPTEK),SSR (Subsistem Regional/wilayah). Dari subsistem yang telah disebutkan, maka akan menuju pada tujuan nasional (TUNAS) yang dilindungi dengan ketahanan nasional (TANAS) yang akan dilaksanakan melalui program-program subsistem tersebut secara terpadu berkelanjutan (Gambar 7) (Soelistijo, 2014, [36]).

4. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan dan saran dari hasil penelitian tersebut yaitu :1). Pada keterkaitan hulu (αj) dan keterkaitan hilir (βi) sektor pertambangan mineral sebesar

0,6954 (<1) di peringkat 22 dan 0,7632 (<1) di peringkat 14, dimana jumlah investasi untuk peningkatan nilai tambah dan keterkaitan penggunaannya masih rendah terhadap antarsektor ekonomi lainnya.

2).Pada pengganda ekonomi sektor pertambangan mineral dalam model I-O tahun 2010 Provinsi Jawa Barat (>1). Pada pengganda output = 1,5367, pengganda investasi = 1,2552, pengganda kesempatan kerja = 1,2749, pengganda pendapatan = 1,3442, pengganda nilai tambah = 1,2700 dan pengganda surplus = 2,1578, dimana sektor tersebut dapat memberikan pendapatan ekonomi yang tinggi dan berpeluang untuk meningkatkan investasi.

Gambar 7. Sistem Pengembangan Sumber Daya Alam

Gambar 6. Pengalihan Sumber Daya Alam

Page 15: Studi Tentang Peran Sektor Pertambangan Mineral Terhadap

3).Nilai Kuosien Lokasi (LQ) sektor pertambangan mineral rata-rata = 0,1143 (<1), dimana sektor tersebut belum dapat memenuhi kebutuhan daerah Provinsi Jawa Barat bahkan memerlukan impor antarsektor dari daerah lain.

4).Dari analisa shift-share ditunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi sektor pertambangan mineral sebesar 4,4529 dengan pergeseran bersih (PB) sebesar 3,5447, bahwa sektor tersebut mengalami pertumbuhan yang progresif atau maju.

5). Sektor pertambangan mineral mempengaruhi distribusi pendapatan per kapita Provinsi Jawa Barat yang masih kecil peranannya, dimana koefisien sektor tersebut bernilai (+) terhadap rasio gini sebesar 5,6027, artinya mempengaruhi distribusi pendapatan per kapita dengan tingkat kesalahan penduga (std. Eror) sebesar 0,3918 %.

6).Konvergensi indeks PDRB/kapita Provinsi Jawa Barat masih belum konvergen. Hal tersebut dijelaskan bahwa masih terdapat indeks PDRB/kapita kabupaten/kota yang masih <100 ‘minus’ yaitu : Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bandung, Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Subang, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Pangandaran, Kota Bogor, Kota Bekasi, Kota Depok, Kota Tasikmalaya, dan Kota Banjar. Kabupaten/kota selebihnya mempunyai indek > 100 (‘surplus’). Kedua kelompok masih divergen dan memerlukan kebijakan dan program pengembangan ekonomi agar konvergen.

7).Perlu adanya pengembangan pertambangan berkelanjutan yang diharapkan dapat lebih baik walaupun pada akhirnya akan digantikan oleh sumber daya terbarukan melalui investasi dan penemuan oleh manusia, serta peningkatan nilai tambah baik fisik maupun nonfisik yang bermanfaat bagi kehidupan masyarakat sekeliling wilayah pertambangan yang lebih baik dalam rangka program pemberdayaan masyarakat yang berwawasan lingkungan.

8).Untuk peran pemerintah bagi ketidakmerataan distribusi antarsektor ekonomi tersebut dengan cara melakukan redistribusi pendapatan misalnya melalui penerapan pajak progresif, memberikan tunjangan-tunjangan bagi masyarakat yang bekerja di sektor ekonomi tersebut yang berpendapatan rendah dan menyediakan dana untuk menciptakan barang bermutu untuk kepentingan publik. Selain itu juga pemerintah perlu berupaya dalam memperbaiki keadaan industri pertambangan mineral menurut Undang-Undang No: 4 tahun 2009, tentang pertambangan mineral dan batubara.

Daftar Pustaka

[1] Anonim (a), 2014, Peraturan Pemerintah No : 1 Tentang Pengolahan Nilai Tambah Mineral.[2] Anonim (b), 2010, Peraturan Pemerintah No: 23, Tentang Penggolongan Mineral Logam,

Nonlogam dan Batuan.[3] Anonim (c), 2004, Undang-Undang No : 4,Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Page 16: Studi Tentang Peran Sektor Pertambangan Mineral Terhadap

[4] Anonim (d), 2000, Peraturan Pemerintah No: 25, Tentang Kewenangan Pemerintah dan Provinsi Sebagai Daerah Otonom.

[5] Anonim (e), 2004, UU No : 33,Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

[6] Anonim (f), 2014, UU No : 23, Tentang Pembagian Peran Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

[7] Anonim (g), 2011, Dokumen MP3EI, Edisi Revisi, Pengembangan Wilayah, Institut Teknologi Bandung.

[8] Anonim (h), 2007, Pengembangan Usaha Pertambangan, Indonesian Council On Wolrd Affairs, and Indonesian Mining Association, BIMASENA.

[9] Anonim (i), 2014, Pedoman Praktis Perhitungan PDRB Kabupaten/Kota, Edisi 1, Indonesia[10]Anonim (j), 2001, “Testing For Multipliative Heteroscedastifity”, Journal Of Econometrics,

Vol. 8,19,78, PP. 227-236, International Edition. Universitas Islam Bandung, Bandung.[11]Anonim (k), 2014, “Dynamic-Econometric Models, Autoregressive and Distribution Lag

Models”, Vol. 656, International Edition, Universitas Islam Bandung, Bandung.[12] Anonim (l), 2014, Jawa Barat Dalam Angka, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Berdasarkan Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000, Badan Pusat Statistik Provinsi JawaBarat.

[13]Anonim (m), 2003-2013,Provinsi Jawa Barat Dalam Angka MenurutLapangan Usaha, Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat.

[14] Anonim (n), 2003-2013,Pendapatan Nasional Menurut Lapangan Usaha, Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat.

[15]Anonim (o), 2013, ProfilProvinsi Jawa Barat, Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat.[16] Anonim (p), 2013, 2015, Realisasi Penerimaan dan PengeluaranPembiayaan Pemerintah

Pusat danPemerintah Daerah Untuk Investasi danPenanaman Modal Usaha, Data APBD,Dinas Pendapatan Pemerintah ProvinsiJawa Barat, Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat.

[17] Anonim (q), 2010, Model Tabel Input-Output Indonesia, Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat.

[18] Anonim (r), 2012, SP 2010Jawa Barat Dalam Angka 2012, Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat.

[19] Anonymous (s), 2014, Jawa BaratDalam Angka, Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat.[20] Anonim (t), 2014, Laporan EksplorasiPotensi Sumber Daya Mineral dan Produksi

Pertambangan Provinsi Jawa Barat, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Barat.

[21] Anonim (u), 2015, Tabel Input-Outpu Provinsi Jawa Barat 2010, Pusdalisbang Provinsi Jawa Barat.

[22] Bulmer and Thomas, 1982, Analisis Pengganda Ekonomi, Diktat Mata KuliahPengembangan Wilayah, Universitas Islam Bandung, Bandung.

[23] Case and Vair, 2011, “Analisis Distribusi Menggunakan Model Ekonometrika”, Diktat Kuliah Program Studi Ekonomi Makro, Universitas Widyatama, Bandung.

Page 17: Studi Tentang Peran Sektor Pertambangan Mineral Terhadap

[24]Church, H.K, 2001, “Excavation Handbook”, Consulting Engineer, McGraw-Hill Book Company, New York, Institut Teknologi Bandung. Bandung.

[25]Davidson, R and James G, 1993, “Estimationand Inference In Econometrics”, PP. 161,OLS Estimators, Oxford University Press, New York.

[26] Djojohadikusumo, 1955, Analisis KriteriaEkonomi Menggunakan Ekonometrika,Diktat Kuliah Program Studi Ekonomi.

[27]Ghali, 2009, “Penerapan Fungsi DalamEkonomi”, Diktat Mata Kuliah Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Bandung, Bandung, Indonesia.

[28] Gujarati, D.N, 1993, “Heteroscedasticity”,Dasar-Dasar Ekonometrika,Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Bandung, Bandung.

[29] Gujarati, D.N, 1997, “Basic EconometricsFourth Edition”, International Edition, Universitas Islam Bandung, Bandung.

[30]Gujarati, D.N, 2007, “Dasar-Dasar Ekonometrika”, Diktat Mata Kuliah Fakultas Ekonomi, Universitas Widyatama, Bandung.

[31] Habieb, M dan Eddy A, 2004, “Matematika Ekonomi dan Bisnis”, Jilid 1, Perpustakaan Nasional.

[32] Kamaludin, 1992, Model Elastisitas Pengaruh Distribusi Rasio Gini, Dasar Dasar 1 Ilmu Ekonometrika. Indonesia.[33] Lipsey, 1995, Pendapatan Per Kapita

Antarsektor, PDRB Atas Dasar HargaBerlaku (Adhb) Badan Pusat Statistik,Indonesia.

[34] Miernyk,1982, Penggunaan Analisis TabelI-O, Diktat Kuliah Pengembangan Wilayah, Universitas Islam Bandung, Bandung.

[35] Murni, A dan Lia A, 2014, “Ekonomika Mikro”, Diktat Materi Kuliah Ekonomi Mikro, Edisi Revisi, Universitas Widyatama,

Bandung.[36] Soelistijo U.W, 2014, “Pengembangan Wilayah Pertambangan”,Diktat Mata Kuliah Pengembangan Wilayah Pertambangan,

Universitas Islam Bandung, Bandung.[37]Sumodiningrat, G, 1993 “Ekonometrika Pengantar dan Penerapan Aplikasi”, Diktat Mata

Kuliah Fakultas Ekonomi, Hal 235-274, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Indonesia.[38] Thomas, V.B, 1982, Model Keterkaitan Hulu dan Keterkaitan Hilir.[39]Weiss, N.L, 1990,1994, “SME Mineral Processing Handbook”, Vol. 1, Institut ] Teknologi

Bandung, Bandung.

Page 18: Studi Tentang Peran Sektor Pertambangan Mineral Terhadap