analisis financial distress pada sektor pertambangan
TRANSCRIPT
i
Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan
(Studi Kasus Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek
Indonesia Periode 2011-2015)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Disusun Oleh:
Sri Hartati an Nasution
NIM : 1112081000010
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2016
ii
iii
iv
v
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Sri Hartati a.n Nasution
NIM : 1112081000010
Jurusan : Manajemen Keuangan
Judul Skripsi : Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan
(Studi Kasus Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa
Efek Indonesia Periode 2011-2015).
Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya:
1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan
dan mempertanggungjawabkan.
2. Tidak melakukan plagiat terhadap naskah karya orang lain.
3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber
asli atau tanpa izin pemilik karya.
4. Tidak melakukan pemanipulasian data dan pemalsuan data.
5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab tas
karya ini.
Jikalau dikemudian hari ada tuntutan dari pihak lain tas karya saya, dan melalui
pembuktian yang dapat dipertanggungjawabkan, ternyata memang ditemukan
bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan di atas, maka saya siap untuk
dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan Bisnis
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Ciputat, 29 September 2016
Yang Menyatakan,
(Sri Hartati an Nasution)
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS DIRI
Nama : Sri Hartati an Nasution
Tempat, Tanggal lahir : Sibolga, 06 Juli 1993
Agama : Islam
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Tarumanegara No 72, RT 001 RW 011,
Pisangan Ciputat Tangerang Selatan.
Email : [email protected]
II. PENDIDIKAN FORMAL
Tahun 2012-2016 : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2009-2012 : Madrasah Aliyah Darul Mursyid
Tahun 2006-2009 : Madrasah Tsanawiyah Darul Mursyid
Tahun 2000-2006 : SD Negeri 12 Padangsidimpuan
III. SEMINAR DAN WORKSHOP
2016 : Peserta Pemuda Tani Indonesia HKTI
kedaulatan pangan harga mati
“Mewujudkan Regenerasi Petani untuk
kedaulatan pangan. Hotel Kartika Candra,
Jakarta.
2015 : Peserta Seminal Nasional “Mahasiswa
dan Dinamika Demokrasi Indonesia”.
UIN Syarif Hidayatullah.
2015 : Peserta kuliah umum bersama Menteri
Pemuda dan Olahraga RI “Meneguhkan
Peran Pemuda sebagai Penggerak Resolusi
vii
Bangsa”.
2014 : Peserta International Seminar “toward
Asean economic community 2015; fair
Governments policies in islamic finance
Sectors among asean countries”. UIN
Hidayatullah Jakarta.
2013 : Peserta Dialog Kebangsaan “kedaulatan
Pangan & Martabat bangsa”. With
Megawati- Jokowi).
2013 : Peserta Sosialisasi Undang-Undang
No 21 tentang OJK “Menimbang
Kehadiran OJK dalam pengaturan
Keuangan nasional; melihat lebih dekat
Tugas dan fungsi OJK”. UIN Syarif
Hidayatullah.
2012 : Panitia Kuliah Umum Sosialisasi Hemat
Energi. UIN Syarif Hidayatullah.
IV. PENGALAMAN ORGANISASI
2012-2015 : Ikatan Keluarga Darul Mursyid
(IKADM)
2013-2014 : Ikatan Mahasiswa Sumatera Utara
(KMSU)
V. PENGALAMAN KERJA
2015 : Surveyor di PT. Tabar Pratama Consultant
viii
ABSTRACT
The goal of this research is to see whether the financial ratios can predict
the financial distress condition in the mining sector listed in Indonesia Stock
Exchange in 2011-2015. Financial ratios used are the current ratio, debt ratio,
total asset turnover, net profit margin and return on assets.
Sampling method that used in this study is purposive sampling covering
the mining sector experiencing financial distress (1) and non-financial distress
(0). This study uses data of annual financial reports, as many as 6 sample of
companies experiencing financial distress and a sample of 10 companies that
non-financial distress (healthy). The analysis model used is the logistic regression
analysis. Independent Sample T-test and Mann Whitney test was used to analyze
whether there are significant differences between the financial ratios of
companies experiencing financial distress and non-financial distress.
The results of this research is to show that significant variables to predict
financial distress condition are Net Income/Sales, Net Income/Total Assets and
Current Assets/Current Liabilities. This research also indicates that the financial
ratio has a good classification power in predicting the condition of mining
companies with the 83,3% in total prediction.
Keyword : Financial Distress, Financial Ratio, and Logistic Regression.
ix
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat apakah rasio
keuangan dapat memprediksi kondisi financial distress pada sektor pertambangan
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2011-2015. Rasio keuangan
yang dipakai adalah Current ratio, debt ratio, total assets turn over, net profit
margin, dan return on assets.
Model penentuan sampel dilakukan secara purposive sampling meliputi
sektor pertambangan yang mengalami financial distress (1) dan non financial
distress (0). Penelitian ini menggunakan data laporan keuangan tahunan, sebanyak
6 sampel perusahaan yang mengalami financial distress dan 10 sampel
perusahaan yang non financial distress (sehat). Model analisis yang digunakan
adalah analisis regresi logistik. Independent Sample T-test dan Mann Whitney Test
digunakan untuk menganalisis apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara
rasio keuangan perusahaan yang mengalami financial distress dan non financial
distress.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa variabel yang signifikan
untuk memprediksi kondisi financial distress adalah variabel Net Income/Sales,
Net Income/Total Assets dan Current Assets/Current Liabilities. Penelitian ini
juga menunjukkan bahwa financial ratio memiliki daya prediksi yang baik dalam
memprediksi kondisi perusahaan sektor pertambangan dengan daya prediksi total
sebesar 83,3%.
Kata kunci : Financial Distress, Financial Ratio, dan Logistic Regression.
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahman
rahim-Nya yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir
dengan judul “Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan (Studi
Kasus Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode
2011-2015)”. Sholawat beserta salam semoga terus tercurah kepada junjungan
Nabi besar Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabat.
Selama melakukan penelitian dan penyusunan tugas akhir ini, penulis tidak
lepas dari bantuan. Bimbingan, dukungan, semangat, dan doa baik langsung
maupun tidak langsung dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan
ini izinkan penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kepada Allah SWT yang telah memberikan ridho dan kelancaran sehingga
skripsi ini dapat terselesaikan.
2. kepada kedua orang tuaku tercinta, Ayahanda Pardomuan Nasution dan
Ibunda Chairiyah Samosir yang tak pernah henti-hentinya selalu
memberikan doa dan dukungan moril maupun materil, serta kasih sayang
yang tulus. Penulis ucapkan Syukron Katsiron, berkat support papa dan
mama ku tercinta skripsi ini dapat terselesaikan.
3. Kakakku Herlina a.n nasution S. Kep. Ns dan abangku Muda Rahmansyah
S.sos, serta kedua adikku Ida afni dan Novita Afriyanti, terima kasih atas
support dan semangat yang tak henti kalian bagikan. Semoga kita semua
bisa membahagiakan kedua orang tua amiin...
4. Bapak Dr. M. Arief Mufraini, LC, M.si, selaku Dekan Fakultas Ekonomi
dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Ibu Titi Dewi Warninda, M.Si, selaku ketua Jurusan Manajemen Fakultas
Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Bapak Dr. Indoyama Nasaruddin, SE., MAB, selaku Dosen Pembimbing,
terima kasih telah bersedia meluangkan waktu untuk membagi ilmunya
xi
dan telah bersedia membimbing hingga akhirnya tugas akhir ini dapat
terselesaikan.
7. Bapak Adhitya Ginanjar, SE., M.Si, selaku dosen pembimbing akademik
yang banyak memberikan nasihat dan waktu untuk penulis, sehingga dari
awal semester sampai saat ini penulis bisa menyelesaikan perkuliahan
dengan lancar.
8. Para Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah membagikan ilmunya
selama proses belajar mengajar kepada penulis. Semoga ilmu yang
diperoleh dapat bermanfaat dan di aplikasikan.
9. Irham Siregar, terima kasih atas doa, motivasi, dukungan, serta bantuan
yang telah banyak diberikan kepada penulis selama ini. Semoga
kebaikanmu dibalas oleh Allah SWT.
10. Para sahabat yang kelak menjadi wanita sukses dunia dan akhirat, Oni
Wahyu Wijayanti, Siti Julaika, Fina Alfiah, Aldita Nur Rochmah dan
Jumanah. Thank you guys telah memberikan motivasi selama
mengerjakan skripsi dan terima kasih telah memberikan warna kehidupan
selama di perkuliahan dan memberikan pelajaran untuk terus berusaha
menjadi lebih baik dan temen-temen yang selalu mengajarkan kejujuran
dan kasih sayang. Semoga kelak kita semua menjadi wanita yang sukses..
11. Para pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih banyak
atas bantuan yang diberikan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Semoga Allah melipat gandakan kebaikan yang kalian lakukan.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusanan skripsi ini masih
banyak kekurangan dikarenakan terbatasnya pengetahuan dan pengalaman
yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala
bentuk saran dan kritikan yang membangun dari berbagai pihak.
Ciputat, 29 September 2016
Sri Hartati a.n Nasution
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL. ............................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI. ................................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ................... iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI .................................... iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ............ v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................. vi
ABSTRACT ............................................................................................ vii
ABSTRAK ............................................................................................. viii
KATA PENGANTAR ........................................................................... x
DAFTAR ISI .......................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ................................................................................. xvi
DAFTAR GRAFIK ............................................................................... xvii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. xviii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... xix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................ 1
B. Perumusan Masalah ........................................................ 16
C. Tujuan Penelitian ............................................................. 16
D. Manfaat Penelitian ........................................................... 17
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Laporan Keuangan .......................................................... 19
1. Pengertian Laporan keuangan ................................... 19
2. Tujuan Laporan keuangan ......................................... 22
3. Jenis laporan keuangan ............................................. 23
B. Analisis Laporan Keuangan ............................................. 24
C. Rasio Keuangan ............................................................... 26
1. Rasio Likuiditas ........................................................ 27
xiii
2. Rasio Solvabilitas ...................................................... 27
3. Rasio Aktivitas .......................................................... 27
4. Rasio Profitabilitas .................................................... 28
D. Analisis Rasio Keuangan ................................................. 28
1. Cara Menganalisis Rasio keuangan .......................... 28
2. Keunggulan Analisis Rasio keuangan ....................... 29
3. Keterbatasan Analisis Rasio keuangan ..................... 29
E. Financial Distress ............................................................. 32
1. Pengertian Financial Distress .................................... 32
2. Penyebab Financial Distress ..................................... 41
3. Manfaat Melakukan Prediksi Financial Distress....... 42
4. Cara mengatasi dan menghindari Financial Distress 45
F. Penelitian Terdahulu ........................................................ 46
G. Kerangka Pemikiran ......................................................... 50
H. Hipotesis ........................................................................... 51
BAB III METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian ................................................. 52
B. Metode Penentuan Sampel ................................................ 53
1. Objek Penelitian ........................................................... 53
a. Populasi .............................................................. 53
b. Sampel Penelitian ............................................... 53
2. Populasi dan Sampel Penelitian ................................... 53
C. Metode Pengumpulan Data ................................................ 56
D. Metode Analisis Data ........................................................ 57
1. Analisis Deskriftif ........................................................ 57
2. Uji Normalitas Data ..................................................... 58
3. Independent Sample t-test ............................................ 59
4. Mann Whitney U ......................................................... 61
5. Analisis Regresi Logistik ............................................. 62
a. Defenisi regresi ...................................................... 62
b. Nilai Odd Ratio ...................................................... 63
xiv
c. Nilai -2 log Likelihood Ratio ................................. 65
d. Nilai Chi Square Hosmer and Lemeshow ............. 66
e. Koefisien Cox & Snell dan Nagerkerke R Square
............................................................................... 67
f. Ketepatan Prediksi klasifikasi ................................ 67
g. Uji wald Statistics .................................................. 68
E. Definisi Operasional Variabel-Variabel Penelitian ........... 68
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian .............................. 72
B. Sektor Pertambangan .................................................... 72
C. Pengelohan Data dan Analisis Deskriftif ...................... 74
1. Kriteria Penentuan Kondisi Perusahaan .................. 75
2. Rasio Aktivitas ........................................................ 76
a. Sales/Total Assets ............................................. 76
3. Rasio Profitabilitas .................................................. 79
a. Net Income/Sales ....................................... 79
b. Net Income/Total Assets ............................. 82
4. Rasio Solvabilitas (Financial Leverage) ................. 85
a. Total Liabilities/Total Assets ...................... 85
5. Rasio Likuiditas ...................................................... 88
a. Current Assets/Current Liabilities.............. 88
D. Uji Sample Kolmogorov-Smirnov ................................ 91
E. Uji Independent t-test .................................................... 93
F. Mann Whitney ............................................................... 95
G. Analisis Regresi Logistik binary ................................... 97
1. Ketepatan Model Prediksi ....................................... 99
2. Uji Chi Square Hosmer & Lemeshow .................... 101
3. Koefisien Cox & Snell R Square & Nagelkerke
R Sguare .................................................................. 101
4. Ketepatan Prediksi Klasifikasi ................................ 102
5. Uji Wald .................................................................. 103
xv
H. Interpretasi..................................................................... 105
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan ................................................................. 112
B. Implikasi ...................................................................... 113
C. Saran ............................................................................ 114
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................... 115
LAMPIRAN..... ..... ......................................................................... 118
xvi
DAFTAR TABEL
Nomor Keterangan Halaman
2.2 Penelitian Terdahulu 46
3.1 Sampel Perusahaan yang Mengalami Financial Distress 55
3.2 Sampel Perusahaan yang tidak Mengalami Financial Distress 56
4.1 Daftar Perusahaan Sektor Pertambangan di Indonesia 73
4.2 Data Hasil Perhitungan STA 77
4.3 Data Hasil Perhitungan NIS 80
4.4 Data Hasil Perhitungan NITA 83
4.5 Data Hasil Perhitungan TLTA 86
4.6 Data Hasil Perhitungan CACL 89
4.7 Hasil Uji One Sample Kolmogorov-Smirnov 92
4.8 Hasil Statistik Deskriftif 94
4.9 Hasil Uji Independent Sample Test 94
4.10 Hasil Uji Mann Whitney 96
4.11 Hasil Uji Data yang Diproses Pada Regresi Logistik 98
4.11 Hasil Uji Identifikasi Data Pada Regresi Logistik 98
4.13 Hasil Uji Ketepatan Model Dalam Memprediksi Blok Pertama 99
4.14 Hasil Uji Ketepatan Model Dalam Memprediksi Blok Kedua 100
4.15 Hasil Uji Chi Square Hosmer dan Lemeshow 101
4.16 Hasil Uji Cox & Snell dan Nagerkerke R Square 102
4.17 Hasil Uji Ketepatan Prediksi Klasifikasi 103
4.18 Hasil Uji Wald 104
xvii
DAFTAR GRAFIK
Nomor Keterangan Halaman
4.2 Grafik STA 77
4.3 Grafik NIS 80
4.4 Grafik NITA 83
4.5 Grafik TLTA 86
4.6 Grafik CACL 89
xviii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Keterangan Halaman
2.1 Tahap Financial Distress 40
2.2 Kerangka Pemikiran 50
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Keterangan Halaman
1 Daftar Nama Perusahaan Sektor Pertambangan di Indonesia 118
2 Ikhtisar Laporan Keuangan Sektor Pertambangan Periode 2011-2015. 121
3 Laba (rugi) Bersih Periode 2014-2015 124
4 Laporan Keuangan Periode 2011-2013 125
5 Rasio Keuangan Periode 2013-2015 130
6 Output SPSS One Sample Kolmogorov-Smirnov 132
7 Output SPSS Independent Sample t-test 133
8 Output SPSS Mann whitney 134
9 Output SPSS Regresi logistik 134
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kondisi krisis ekonomi merupakan hal yang sering terjadi di Indonesia
Pada periode 1945-1950, Negara Kesatuan Republik Indonesia sudah diawali
dengan krisis ekonomi yang cukup parah. Pada masa orde baru pun Indonesia
tidak luput dari serangan krisis, yaitu pada tahun 1998, Indonesia kembali
dilanda krisis yang sangat struktural hingga menyebabkan banyak perusahaan
bangkrut dan terpaksa dilikuiditasi oleh negara, dan secara langsung
meningkatkan angka penggangguran. Meskipun Indonesia sedikit demi sedikit
mulai pulih dari krisis ekonomi 1998, indonesia kembali diguncang oleh krisis
2008 yang diawali di Amerika Serikat dengan penyebab Subprime Mortgage.
Dampak dari krisis tersebut sangat terasa pada Bursa Efek Indonesia (BEI).
Selain jatuhnya nilai IHSG pada Bursa Efek Indonesia hingga penutupan
aktivitas bursa beberapa waktu lalu, dampak krisis juga nampak dari mulai
menurunnya keuntungan ekspor produk-produk Indonesia ke pasaran dunia,
terutama AS, termasuk juga yang dikelola oleh perusahaan pengusaha bidang
UKM . Menurut Edy Suandi Hamid (2009: 1) dalam Yudho (2014).
Sektor pertambangan merupakan salah satu penopang pembangunan
ekonomi suatu negara, karena perannya sebagai penyedia sumber daya energi
yang sangat diperlukan bagi pertumbuhan perekonomian suatu negara. Potensi
yang kaya akan sumber daya alam akan dapat menumbuhkan terbukanya
perusahaan-perusahaan untuk melakukan eksplorasi pertambangan sumber daya
2
tersebut. Perusahaan dalam industri pertambangan umum dapat berbentuk usaha
terpadu dalam arti bahwa perusahaan tersebut memiliki usaha eksplorasi,
pengembangan dari kontruksi. Produksi, dan pengolahan sebagai satu kesatuan
usaha atau berbentuk usaha-usaha terpisah yang masing-masing berdiri sendiri.
Menurut Yudhi Herliansyah (2012) dalam Sonia (2013).
Pengertian pertambangan menurut Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yaitu:
Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka
penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi
penyelidikan umum, eksploitasi, studi kelayakan, penambangan, pengolahan dan
pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang.
Pertambangan adalah suatu kegiatan yang meliputi pengambilan dan
persiapan untuk pengolahan lanjutan dari benda padat, benda cair, dan gas.
Pertambangan dapat dilakukan di atas permukaan bumi (tambang terbuka)
maupun di bawah tanah (tambang dalam) termasuk penggalian, dan pengerukan,
dan penyedotan dengan tujuan mengambil benda padat, cair, atau gas yang ada di
dalamnya. Hasil kegiatan ini antara lain, minyak dan gas bumi, batubara, pasir
besi, bijih timah, bijih nikel, bijih bauksit, bijih tembaga, bijih emas dan perak,
dan bijih mangan. (sumber: Glosarium bps.go.id).
Saham sektor pertambangan masih menjadi paling tertekan pada 2015
seiring belum pulihnya harga batubara akibat permintaan yang menurun, seiring
negara tujuan ekspor batubara seperti Tiongkok sedang mengalami perlambatan
3
ekonomi. Contohnya, saham PT Bukti Asam (Persero) Tbk, (PTBA) pada 5
januari berada di level Rp 11.800 per lembar saham dan pada 21 Desember sudah
di posisi Rp 4.600 per lembar saham, dengan demikian saham PTBA telah
tergerus selama periode tersebut mencapai RP 7.200 per saham. Kemudian saham
Indo Tambangraya Megah Tbk, (ITMG) pada 5 Januari di level Rp 15.350 per
saham, sedangkan pada 21 Desember merosot ke posisi Rp 5.600 per saham,
alhasil saham tersebut anjlok sebesar Rp 9.750 per saham. Analis PT Pefindo
Guntur Tri Hariyanto mengatakan, pada tahun 2015 praktis semua sektor
mengalami penurunan kinerja, terlihat pada semua indeks sektoral di Bursa Efek
Indonesia yang mengalami pertumbuhan negatif. (TribunanNews, 2015).
Sepanjang tahun 2015 perkembangan industri batubara menjadi sorotan
dalam dunia bisnis karena kinerja perusahaan batubara mengalami penurunan
pada tahun 2015. Penurunan kinerja perusahaan batubara disebabkan perlambatan
pertumbuhan ekonomi di Cina serta menurunnya harga jual batubara. Perlambatan
pertumbuhan ekonomi Cina yang merupakan negara ekonomi terbesar kedua di
dunia merupakan mitra dagang yang paling penting bagi indonesia membawa
dampak negatif. Dampak negatif dari perlambatan ekonomi Cina adalah
membatasi impor batubara. Selain itu Cina sebagai konsumen energi terbesar
dunia sedang berupaya untuk mengurangi intensitas penggunaan energi.
Keputusan Cina mengurangi energi berdampak pada pengurangan penggunaan
batubara. (Meita, 2015).
4
Selama tahun 2015, pertumbuhan sektor ESDM tidak terlalu
menggembirakan. Penyebabnya adalah rendahnya harga-harga komoditas energi
(migas dan batubara), mineral, dan logam yang disebabkan karena melemahnya
permintaan (demand) atas berbagai komoditas tersebut. Kondisi ini menyebabkan
pertumbuhan sektor ESDM terpuruk alias negatif, Pada kuartal III-2015, sektor
pertambangan tumbuh negatif 5,6 persen (year on year/yoy). Pertumbuhan negatif
pada kuartal III-2015 ini melanjutkan kinerja yang sama pada semester pertama
2015 yang juga tumbuh negatif 3,6 persen (year on year/yoy).
Seiring dengan jatuhnya kinerja sektor ESDM ini, daerah-daerah yang
memiliki ketergantungan pada komoditas tersebut juga mengalami kinerja
pertumbuhan yang negatif. Pada kuartal III-2015, seiring dengan jatuhnya harga
minyak, daerah penghasil minyak dan gas bumi (migas) seperti Aceh, Riau, dan
Kalimantan Timur juga mengalami pertumbuhan negatif. Sementara itu, seiring
dengan jatuhnya harga-harga dan juga lesunya aktivitas pertambangan mineral
yang disebabkan regulasi larangan ekspor mineral, ekonomi Papua juga
mengalami pertumbuhan ekonomi yang negatif. Melemahnya kinerja
pertumbuhan di sektor ESDM ini pada akhirnya turut menyebabkan pelemahan
kinerja di sektor lainnya. Di sektor perbankan, misalnya juga terjadi pemburukan
kualitas kredit yang dikucurkan ke sektor pertambanagan. Hal ini terlihat dari
tingginya angka kredit bermasalah (Non-performing loan/NPL) kredit di sektor
pertambangan pada kuartal III-2015. Kalimantan, Papua, dan Maluku mengalami
peningkatan NPL tertinggi. Tingginya NPL kalimantan disebabkan oleh
ketergantunagan terhadap sektor pertambangan. Sementara, di Papua dan Maluku
5
peningkatan NPL disebabkan oleh sektor perdagangan yang juga terimbas oleh
lesunya sektor pertambanagan. (Republika, 2015).
Pada kuartal IV 2015, kinerja sektor ESDM akan sama, yaitu masih
melanjutkan pertumbuhan yang negatif. Indikasinya sudah terlihat, seperti
ditunjukkan oleh semakin turunnya harga-harga komoditi energi (migas dan
batubara) dan juga harga mineral dan logam dalam dua bulan terakhir.
Berdasarkan data Bank Dunia, pada November 2015, indeks harga energi
(terhadap harga tahun 2010) tinggal 55,17 atau tinggal separuhnya. Sementara itu,
harga mineral dan logam masing-masing tinggal 63,81 dan 57,85. Ekspor migas
selama Januari-Oktober 2015 juga menurun 38,76 persen (yoy). Terdapat
beberapa resiko yang juga masih menghantui ekonomi kita. Pertama dari sisi
eksternal, ekonomi global memang membaik. Sayangnya, perbaikan ekonomi
global ini tidak disebabkan oleh faktor cina. IMF memproyeksikan cina hanya
tumbuh 6,3 persen, jauh di bawah 2014 sebesar 7,3 persen dan 2015 sebesar 6,8
persen (proyeksi). Padahal, cina adalah negara terbesar tujuan ekspor kita,
terutama ekpor komoditi kita. Kedua resiko berlanjutnya penurunan harga
komoditas. Penurunan harga komoditas diperkirakan masih berlanjut pada 2016
sejalan dengan akhirnya super-cycle harga komoditas. Perkembangan ini tentu
harus dicermati karena dapat semakin menurunkan ekspor indonesia dan
menghambat pemulihan ekonomi apabila kita tidak dapat melepaskan diri dari
ketergantungan pada ekpor berbasis sumber daya alam.
Diluar faktor eksternal tersebut, beberapa faktor yang bersumber dari
internal juga akan turut menahan laju pemulihan kinerja sektor ESDM. Salah
6
satunya adalah bersumber dari faktor regulasi. Pada Januari 2016, pelonggaran
ekspor mineral yang diberikan pemerintah pada perusahaan pertambangan mineral
dan logam tertentu akan berakhir. Dan bila pemerintah tidak lagi memperpanjang
izin ekpor mineral karena persyaratan membangun smelter belum kunjung
dipenuhi, dapat diperkirakan bahwa daerah-daerah yang memiliki ketergantungan
tinggi terhadap sektor pertambangan akan terimbas oleh terhentinya aktivitas
pertambangan di daerahnya tersebut. Kondisi ini pada akhirnya, akan meneruskan
pertumbuhan negatif sektor pertambangan. Setidaknya, pada kuartal 1 2016,
pertumbuhan sektor ESDM masih akan melanjutkan tren negatif atau
pertumbuhan positif tetapi cenderung tipis. (Republika, 2016).
Perusahaan tambang dan energi yang sebelumnya melakukan pinjaman
besar-besaran untuk ekspansi usaha, kini banyak yang mengalami kesulitan dan
terancam bangkrut sejalan dengan anjloknya harga minyak. Tahun lalu Amerika
serikat mencatat rekor sebagai negara produsen minyak dan gas terbesar. Namun,
sejalan dengan anjloknya harga minyak dari di atas 100 dollar AS/barel 2014
menjadi di bawah 30 dollar AS/barel, banyak perusahaan energi yang kini
bermasalah. Sebab, perusahaan terlanjur melakukan pinjaman besar-besaran untuk
ekspansi usaha. 35 perusahaan pengeboran minyak dan gas di AS telah
mengajukan status bangkrut dalam periode juli 2014 hingga desember 2015. Di
perkirakan 35 persen pengeboran minyak dan gas dunia, yaitu sekitar 175
perusahaan, akan bernasib sama di tahun 2016 ini jika harga minyak tidak juga
naik. Penurunan harga minyak telah mencapai 70 persen sejak 2014 disebabkan
terjadinya oversupply. Kondisi ini tidak saja memukul perusahaan minyak namun
7
juga kalangan perbankan dan investor yang menggelontarkan miliaran dollar
untuk proyek pengeboran baru. Ada yang memperkirakan jika kondisi ini
berlanjut tidak menutup kemungkinan terjadinya kembali krisis keuangan global.
(Republika, 2016).
Bursa efek indonesia (BEI) adalah pasar modal di indonesia dengan
jumlah perusahaan yang terdaftar di BEI sebanyak 525 emiten yang diantaranya
44 emiten termasuk perusahaan sektor pertambangan. Bursa efek berfungsi
sebagai suatu sistem mediasi atau pasar terorganisasi yang mempertemukan pihak
yang menawarkan atau membutuhkan modal/dana dengan pihak ingin membeli
sekuritas, baik dilakukan secara langsung maupun dengan melalui perwakilan.
Financial distress terjadi sebelum kebangkrutan. Model financial distress
perlu untuk dikembangkan, karena dengan mengetahui kondisi financial distress
perusahaan sejak dini diharapkan dapat dilakukan tindakan-tindakan untuk
mengantisipasi kondisi yang mengarah pada kebangkrutan. Banyak sekali literatur
yang menggambarkan model prediksi kebangkrutan perusahaan, tetapi hanya
sedikit penelitian yang berusaha untuk memprediksi financial distress suatu
perusahaan. Hal ini dikarenakan sangat sulit mendefinisikan secara obyektif
permulaan adanya financial distress. Rasio analisis tradisional berfokus pada
profitabilitas, solvency, dan likuiditas. Perusahaan yang mengalami kerugian,
tidak dapat membayar kewajiban atau tidak likuid mungkin memerlukan
restrukturisasi. Untuk mengetahui adanya gejala kebangkrutan diperlukan suatu
model untuk memprediksi financial distress untuk menghindari kerugian dalam
nilai investasi. (Pujiastuti & Yuharningsih, 2014).
8
Financial distress adalah kondisi dimana perusahaan mengalami kesulitan
keuangan dan terancam bangkrut. Jika perusahaan mengalami kebangkrutan,
maka akan timbul biaya kebangkrutan yang disebabkan oleh biaya keterpaksaan
menjual aktiva dibawah harga pasar, biaya likuiditas perusahaan, rusaknya aktiva
tetap dimakan waktu sebelum dijual dan sebagainya. Selain itu, ancaman akan
terjadinya financial distress juga merupakan biaya karena manajemen cenderung
menghabiskan waktu untuk menghindari kebangkrutan daripada membuat
keputusan perusahaan yang baik. Pada umumnya kemungkinan terjadinya
financial distress semakin meningkat dengan meningkatnya penggunaan hutang.
Logikanya adalah semakin besar penggunaan hutang semakin besar pula beban
biaya bunga, semakin besar profitabilitas bahwa penurunan penghasilan akan
menyebabkan financial distress. Menurut Dermawan Sjahrijal (2008:202).
Fenomena kesulitan keuangan (financial distress) di perusahaan publik
indonesia yang ada akhir-akhir ini terjadi ketika peningkatan harga minyak yang
mengejutkan pada tahun 2005 dan krisis subprime mortgage pada tahun 2008
(Pranowo et al, 2010, dalam Dwijayanti 2010). Pada tahun 2005, pemerintah
indonesia mengurangi subsidi untuk harga minyak lokal. Hal ini membuat biaya
produksi mengalami peningkatan dan akhirnya menurunkan profitabilitas
perusahaan.
Financial distress merupakan suatu kondisi yang menunjukkan tahap
penurunan dalam kondisi keuangan perusahaan yang terjadi sebelum terjadinya
kebangkrutan ataupun likuidasi. Plat dan Plat (2002) dalam Almilia (2006) dalam
Dwijayanti (2010). Kebangkrutan juga sering disebut likuidasi perusahaan
9
ataupun penutupan perusahaan atau insolvensi. Kebangkrutan sebagai kegagalan
diartikan sebagai kegagalan keuangan (financial failure) dan kegagalan ekonomi
(ecomomic failure) yang terjadi pada perusahaan. (Ramadhani dan Lukviarman,
2009, dalam Dwijayanti, 2010). Financial distress juga bisa didefinisikan sebagai
ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajiban-kewajiban financial
yang telah jatuh tempo. (Beaver et al, 2011, dalam Dwijayanti, 2010).
Financial distress bisa dialami oleh semua perusahaan, terutama jika
kondisi perekonomian di negara tempat perusahaan tersebut beroperasi
mengalami krisis ekomoni. Untuk mengatasi atau meminimalisir terjadinya
kebangkrutan di perusahaan, pihak manajemen harus melakukan pengawasan
terhadap kondisi keuangan perusahaan dengan menggunakan laporan keuangan
Ramadhani dan Lukviarman (2009) dalam Dwijayanti (2010). Analisis laporan
keuangan merupakan alat penting untuk mendapatkan informasi mengenai kondisi
keuangan perusahaan. Analisis keuangan mempunyai 2 alat utama yang bisa
digunakan, yaitu: analisis rasio (ratio analysis) dan analisis arus kas (cash flow
analysis). Palepu dan Healy (2008:5-1) dalam Dwijayanti (2010). Kedua alat
tersebut bisa digunakan oleh manajemen dan pihak-pihak lain yang
berkepentingan dalam perusahaan untuk menilai sejauh mana keberhasilan yang
dicapai oleh perusahaan dari strategi yang dijalankan dan juga kegagalan apa yang
terjadi. Jika kondisi keuangan perusahaan tampak mengalami penurunan, maka
sebaiknya manajemen mulai berhati-hati, karena kondisi yang demikian bisa
mengarah pada financial distress.
10
Menurut Luciana dan Kristijadi laporan keuangan merupakan salah satu
sumber mengenai posisi keuangan yang dialami oleh perusahaan, kinerja serta
perubahan pada posisi keuangan yang sangat berguna untuk mendukung
pengambilan keputusan yang tepat. Serta Menurut Brigham (2001:33) dalam
Andhito (2011). Perusahaan yang bangkrut mempunyai biaya hukum dan
akuntansi yang sangat tinggi, dan mereka juga sulit untuk menahan pelanggan,
pemasok, dan karyawan. Oleh karena itu, mengetahui lebih dini mengenai
financial distress yang dialami oleh perusahaan akan memudahkan para
pengambil keputusan untuk melakukan restrukturisasi keuangan perusahaan agar
tidak menjadi bangkrut. Manajemen perusahaan sangat berperan penting dalam
mengelola dana dengan lingkungan usaha perusahaan, kondisi keuangan
perusahaan merupakan cermin baik buruknya manajemen suatu perusahaan.
Berbagai macam penelitian yang berkaitan dengan financial distress
perusahaan telah banyak dilakukuan dengan menganalisis rasio keuangan, baik di
dalam negeri maupun luar negeri pada berbagai jenis industri. studi kebangkrutan
perusahaan pertama kali dilakukan oleh Beaver (1996) dalam Setyorini (1999)
dalam Ferawati (2008) yang menggunakan 29 rasio keuangan pada 5 tahun
selama terjadinya kebangkrutan. Dalam studinya, Beaver membuat enam
kelompok rasio keuangan dan membuat univariate analysis yaitu menghubungkan
taip-tiap rasio untuk menentukan rasio mana yang paling baik digunakan sebagai
prediktor. Rasio keuangan tersebut terdiri dari cash flow ratio, net income ratio,
debt-to total asset ratio, liquid assets-to current debt ratio, turn over ratio, liquid
assets-to-total assets ratio, dari enam kelompok rasio tersebut, Beaver
11
menemukan bahwa rasio dari aliran kas terhadap kewajiban total merupakan
prediktor yang paling baik untuk menentukan tingkat kebangkrutan perusahaan.
Dengan studi ini, Beaver menemukan bahwa rasio keuangan terbukti sangat
berguna untuk prediksi kebangkrutan dan dapat digunakan untuk membedakan
secara akurat perusahaan yang akan bangkrut dan yang baik. Adnan dan Kurniasih
(2000:136) dalam Ferawati (2008) sayangnya, penelitian Beaver ini gagal
dirumuskan dalam sebuah formula yang sederhana dan mudah diterapkan.
Studi lain dilakukan oleh Altman (1968) dalam Supardi dan Mastuti
(2003:73) dalam Ferawati (2008) telah menemukan ada lima rasio keuangan yang
dapat digunakan untuk mendeteksi kebangkrutan perusahaan beberapa saat
sebelum perusahaan tersebut bangkrut. Terutama likuiditas dan leverage
memberikan sumbangan terbesar dalam rangka mendeteksi dan prediksi
kebangkrutan perusahaan. Model Altman dikenal dengan Z-Score model.
Formulanya sebagai berikut: Z-Score = 1,2 Working Capital/Total Assets + 1,4
Retained Earning/Total Aseets+3,3 Earning Before Interest and Tax/Total Assets
+0,6 Market Value Equity/Book Value of Debt +1,0 Sales/Total Assets. Dalam
model tersebut skor 2,99 merupakan ambang batas untuk perusahaan sehat,
perusahaan yang mempunyai skor 1,81 akan diklasifikasikan sebagai perusahaan
yang potensi bangkrut. Sedangkan, perusahaan yang mempunyai skor antara 2,99
dan 1,88 dikatakan grey area. Almilia dan Kristijadi (2003:4) tahun 1984, Altman
melakukan penelitian kembali diberbagai negara, penelitian ini memasukkan
dimensi internasional sehingga Z-Score diubah menjadi formula = 0,717
WC/TA+0,847 RE/TA+3,107 EBIT/TA+0,420 MWE/BVD+0,998 S/TA.
12
Penelitian selanjutnya untuk melakukan pengujian apakah suatu
perusahaan mengalami financial ditress dapat ditentukan dengan berbagai cara,
seperti : Lau (1987) dan Hill et al (1996) dalam Luciana (2004) dalam
menggunakan adanya pemberhentian tenaga kerja atau menghilangkan
pembayaran deviden. Asquith et al (1994) dalam Luciana (2004) menggunakan
interest coverage ratio untuk mendefenisikan financial distress. Whitaker (1999)
dalam Luciana (2004) mengukur financial distress dengan cara adanya arus kas
yang lebih kecil dari utang jangka panjang saat ini, hofer (1980) dan Whitaker
(1999) dalam Luciana (2004) mendefinsikan financial distress jika beberapa
tahun perusahaan mengalami laba bersih operasi (net operating income) negatif.
John et al (1992) dalam Luciana (2004) mendefinisikan financial distress sebagai
perubahan harga ekuitas. Tirapat dan Nittayagasetwat (1999) dalam Luciana
(2004) menyatakan bahwa perusahaan dikatakan mengalami financial distress jika
perusahaan tersebut dihentikan operasinya atas wewenang pemerintah dan
perusahaan tersebut dipersyaratkan untuk melakukan perencanaan restrukturisasi.
Penelitian yang dilakukan oleh Hoper (1980) dan Whitaker (1990) dalam Luciana
(2004) mendefinisikan financial distress sebagai suatu kondisi perusahaan
mengalami laba bersih (net income) negatif selama beberapa tahun.
Penelitian yang sama juga dilakukan di indonesia sudah ada beberapa
penelitian mengenai prediksi financial distress dan kebangkrutan diantaranya
studi potensi kebangkrutan perusahaan publik di BEJ diteliti oleh Setyorini dan
Halim (1999) dalam Ferawati (2008) penelitian ini mengkaji kesehatan dan resiko
perusahaan antara periode sebelum dan sesudah go public, apakah terdapat
13
perbedaan potensi kebangkrutan perusahaan sebelum dan pada masa krisis
ekonomi. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan adanya perbedaan potensi
kebangkrutan secara secara signifikan antara sebelum dan pada masa krisis. Hasil
pengujian kelompok 1 (leverage ratio kurang atau sama dengan 0,5) tidak
konsisten dengan seluruh sampel, karena tidak terdapat perbedaan potensi
kebangkrutan yang signifikan antara sebelum dan pada masa krisis ekonomi.
Sedangkan kelompok 2 (leverage ratio lebih besar dari 0,5) menunjukkan
konsistensi dengan seluruh sampel. Hal ini berarti bahwa potensi kebangkrutan
pada perusahaan dengan leverage tinggi telah berbeda secara signifikan antara
sebelum dan pada masa krisis.
Almilia dan Kristijadi (2003) meneliti analisis rasio keuangan untuk
memprediksi kondisi financial distress perusahaan manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Jakarta. Penelitian ini menunjukkan bahwa variabel rasio keuangan
yang paling dominan dalam menentukan financial distress suatu perusahaan
adalah : rasio profit margin yaitu (NI/S), rasio financial leverage yaitu (CL/TA),
rasio likuiditas yaitu (CA/CL), rasio pertumbuhan (GROWTH NI/TA).
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Luciana Spica Almilia
(2006) berusaha untuk menguji daya klasifikasi rasio keuangan baik yang berasal
dari laporan laba rugi, neraca ataupun laporan arus kas untuk memprediksi kondisi
financial distress perusahaan dengan teknik analisis Multinomial Logit. Hasil dari
penelitian ini menunjukkan bahwa : pada model pertama yaitu model yang
memasukkan rasio keuangan yang berasal dari laba rugi dan neraca menunjukkan
bahwa rasio TLTA dapat digunakan untuk memprediksi kondisi financial distress
14
perusahaan. Daya klasifikasi total model ini adalah sebesar 79,0%. Pada model
kedua yaitu model yang memasukkan rasio keuangan yang berasal dari laporan
arus kas menujukkan bahwa rasio CFFOTA (Arus kas bersih dari aktivitas
operasi/Total aktiva) dan CFFOCL (Arus kas bersih dari aktvitas operasi/Total
kewajiban). Dapat digunakan untuk memprediksi kondisi financial distress
perusahaan. Daya klasifikasi total model ini adalah sebesar 58,0%. Pada model
ketiga yaitu model yang memasukkan rasio keuangan yang berasal dari laporan
laba rugi, neraca dan laporan arus kas menujukkan bahwa rasio CATA (Current
Assest/Total Assets), TLTA (Total Liabilities/Total Assets), NFATA (Net Fixed
Assets/Total Assets), CFFOCL (Arus kas bersih dari aktivitas operasi/Total
sumber dana), CFFOTL (Arus kas bersih dari aktivitas operasi/Total kewajiban)
dapat digunakan untuk memprediksi kondisi financial distress perusahaan, daya
klasifikasi total model ini adalah sebesar 79,6%.
Berdasarkan latar belakang masalah dan penelitian terdahulu tentang
prediksi kondisi financial distress dan kebangkrutan, peneliti tertarik meneliti
rasio keuangan untuk memprediksi financial distress yang terjadi pada perusahaan
sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Peneliti mengacu
kepada penelitian yang dilakukan oleh Almilia dan kristijadi (2003).
Adapun perbedaan penelitian terletak pada perusahaan pertambangan,
periode prediksi dua tahun sebelum perusahaan mengalami kondisi financial
distress dan signifikansi perbedaan rasio-rasio keuangan antara perusahaan yang
mengalami kondisi financial distress maupun yang sehat, rasio keuangan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah STA, NIS, NITA, TLTA,CACL, mewakili
15
dari likuiditas, profitabilitas, rasio aktivitas dan leverage. Variabel rasio keuangan
yang digunakan dalam penelitian ini dipandang cukup relevan untuk masing-
masing rasio keuangan yang mewakili dari rasio likuiditas sebagai kemampuan
perusahaan dalam memenuhi kewajiban-kewajiban saat ini, rasio aktivitas yakini
mengukur efektivitas perusahaan dalam mengelola aktiva, rasio profitabilitas
sebagai kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba, rasio solvabilitas
(leverage) sebagai rasio keuangan yang menjelaskan sejauh mana perusahaan
menggunakan sumber dana yang berasal dari hutang terhadap pendanaan aktiva.
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan sektor
pertambangan merupakan satu kategori perusahaan yang ada di Bursa Efek
Indonesia. Sektor ini menjadi menarik untuk dijadikan objek penelitian karena
dari beberapa tahun terakhir industri tersebut cenderung mengalami kesulitan
dalam berbagai aspek salah satunya adalah aspek keuangan dan operasional
perusahaan. Hal tersebut dapat dilihat dari kesulitan pendanaan karena harga
minyak dunia naik serta harga batubara yang anjlok, yang disebabkan oleh
kebijakan manajemen yang dirasa lambat dalam melakukan diversifikasi dalam
membaca pasar.
Dari penjelasan di atas, maka penulis bermaksud mengadakan Penelitian
dengan judul “ANALISIS FINANCIAL DISTRESS PADA SEKTOR
PERTAMBANGAN (STUDI KASUS PADA PERUSAHAAN YANG
TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2011-2015)”
16
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dalam penelitian ini peneliti ingin menemukan bukti empiris
bahwa dengan menggunakan rasio-rasio keuangan dapat memprediksi financial
distress dengan persamaan regresi logistik pada perusahaan sektor
pertambangan. Adapun rasio- rasio keuangan yang digunakan adalah rasio
keuangan yang berasal dari efisiensi operasi yaitu: sales to total assets (STA),
likuiditas yaitu: current assets to current liabilities (CACL), financial leverage
yaitu: total liabilities to total assets (TLTA), dan profitabilitas yaitu: net income
to total assets (NITA) dan net income to sales (NIS). Maka rumusan
permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Apakah terdapat perbedaan antara rasio-rasio keuangan perusahaan yang
mengalami financial distress dan yang tidak mengalami financial distress.
2. Bagaimana akurasi dari prediksi financial distress dari analisis regresi
logistik tersebut.
3. Manakah variabel yang signifikan di antara rasio-rasio keuangan, Sales to
Total Assets, Net Income to Sales, Net Income to Total Assets, Total
Liabilities to Total Assets, dan Current Assets to Current Liabilities dalam
memprediksi kondisi financial distress perusahaan sektor pertambangan.
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya maka tujuan
dan manfaat penelitian adalah sebagai berikut :
17
a. Untuk menganalisis ada tidaknya perbedaan yang signifikan pada rasio
keuangan mengalami financial distress dan yang tidak mengalami
financial distress
b. Untuk mengetahui akurasi dari prediksi financial distress yang akan
terbentuk.
c. Untuk mengetahui signifikansi variabel pada rasio-rasio keuangan
dalam memprediksi kondisi financial distress dalam suatu perusahaan.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Bagi perusahaan Sektor Pertambangan
Rasio keuangan dapat digunakan untuk melihat kesehatan
perusahaan sektor pertambangan dari kondisi financial distress pada
perusahaan sektor pertambangan sebelum terjadi kebangkrutan.
b. Bagi investor
Investor dapat mengambil keputusan yang menyangkut
investasinya dengan melihat rasio keuangan untuk memprediksi
financial distress perusahaan sektor pertambangan.
c. Bagi Institusi
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam ilmu
pengetahuan khususnya di bidang manajemen keuangan dan sebagai
perbandingan untuk penelitian selanjutnya.
18
d. Bagi Peneliti
Penelitian mengetahui bagaimana rasio keuangan dapat digunakan
untuk memprediksi financial distress suatu perusahaan dan sebagai
media pembelajaran bagi penulis guna memperoleh pengetahuan yang
lebih luas khususnya di bidang manajemen keuangan.
19
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Laporan Keuangan
1. Pengertian Laporan Keuangan
laporan keuangan meliputi ikhtisar-ikhtisar yang menggambarkan
posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas serta perubahan ekuitas
sebuah organisasi dalam satu periode waktu tententu. Tiap ikhtisar
tersebut dibuat dalam satu format sendiri secara terpisah. Ikhtisar
posisi keuangan tercermin dalam laporan keuangan yang disebut
neraca. Laporan ini mengikhtisarkan status atau posisi sumber daya
pada neraca suatu saat tertentu.
Hasil usaha tercermin dalam laporan laba rugi, ikhtisar arus kas
menunjukkan sumber kas dan penggunaan kas. Ikhtisar perubahan
ekuitas menunjukkan saldo awal ekuitas, mutasi tahun berjalan dan
saldonya pada akhir periode ysng dilaporkan. Laporan-laporan ini
mengungkapkan kinerja dari arus sumber daya dari waktu ke waktu.
Menurut Samryn (2011: 30), Laporan keuangan lengkap terdiri
dari neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas, laporan perubahan
modal/ekuitas, dan cacatan atas laporan keuangan. tiap laporan
keuangan saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya.
Karakteristik umum tiap laporan dapat dijelaskan sebagai berikut:
20
1. Neraca
Neraca merupakan suatu laporan yang menggambarkan
posisi keuangan perusahaan pada suatu saat tertentu yang
terdiri dari aktiva, kewajiban, dan ekuitas.
2. Laporan laba rugi
Laporan laba rugi merupakan suatu ikhtisar yang
menggambarkan total pendapatan dan total biaya, serta laba
yang diperoleh perusahaan dalam satu periode akuntansi
tertentu. Laba atau rugi yang dihasilkan dari ikhtisar ini
menjadi bagian dari kelompok ekuitas dalam neraca.
3. Laporan arus kas
Laporan arus kas menunjukkan saldo kas akhir perusahaan
yang dirinci atas arus kas bersih dari aktivitas operasi, arus kas
bersih dari aktivitas investasi, serta arus kas bersih dari
akitivitas pendanaan. Hasil penjumlahan ketiga kelompok arus
kas tersebut dijumlahkan dengan saldo awal kas akan
menghasilkan saldo kas pada akhir periode akuntansi yang
dilaporkan. Saldo kas menurut laporan ini harus sama dengan
saldo kas yang ada dalam kelompok aktiva dalam neraca.
4. Laporan perubahan modal
Laporan perubahan modal merupakan ikhtisar yang
menunjukkan perubahan modal dari awal periode akuntansi
menjadi saldo modal akhir tahun setelah ditambah dengan laba
21
tahun berjalan dan dikurangi dengan pembagian laba seperti
prive dalam perusahaan perorangan atau deviden dalam
perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas. Perubahan juga
bisa bersumber dari pengaruh koreksi kesalahan dan perubahan
metode akuntansi yang digunakan. Laba atau rugi yang
dihasilkan dari laporan laba rugi pada periode yang sama juga
menjadi bagian dari laporan perubahan modal.
5. Catatan atas laporan keuangan
Laporan keuangan yang lengkap biasanya memuat catatan
atas laporan keuangan yang menjelaskan tentang gambaran
umum perusahaan, kebijakan akuntansi perusahaan, serta
penjelasan atas pos-pos signifikan dari laporan keuangan
perusahaan. Oleh karena itu, dalam laporan-laporan keuangan
hasil audit atau yang dipublikasikan secara resmi selalu
terdapat catatan dibawahnya yang berbunyi: “Catatan atas
laporan keuangan merupakan bagaian yang tidak terpisahkan
dari laporan keuangan secara keseluruhan.”
Laporan keuangan adalah sebuah laporan yang diterbitkan
oleh perusahaan untuk para pemegang sahamnya. Laporan ini
memuat laporan keuangan dasar dan juga analisis manajemen
atas operasi tahun lalu dan pendapat mengenai prospek-prospek
perusahaan dimasa mendatang (Rodoni dan Ali, 2010: 13).
22
Dari laporan keuangan, akan tergambar kondisi keuangan suatu
perusahaan yang dapat memudahkan manajemen dalam menilai
kinerja manajemen perusahaan khususnya dalam mengantisipasi sinyal
financial distres. Penilaian kinerja akan menjadi patokan atau ukuran
apakah manajemen mampu atau berhasil menjalankan kebijakan yang
telah digariskan.
2. Tujuan Laporan Keuangan
Menurut Samryn (2011:32), Laporan keuangan dibuat dengan
tujuan untuk menyampaikan informasi tentang kondisi keuangan
perusahaan pada suatu saat tertentu kepada para pemangku
kepentingan. Para pemakai laporan keuangan selanjutnya dapat
menggunakan informasi tersebut sebagai dasar dalam memilih
alternatif penggunaan sumber daya perusahaan yang terbatas. Namun,
sejalan dengan perkembangan kepentingan kelempok pemakai
informasi maka pelaporan keuangan diperluas dengan tujuan sebagai
berikut:
1. Membuat keputusan investasi dan kredit. Informasi yang disajikan
dalam laporan keuangan dapat digunakan sebagai dasar
pertimbangan untuk membuat keputusan investasi atau keputusan
kredit. Tanpa harus membuat lebih dari satu laporan keungan untuk
satu periode akuntansi.
23
2. Menilai prospek arus kas. Informasi yang disajikan dalam laporan
keuangan dapat digunakan untuk menilai potensi arus kas di masa
yang akan datang.
3. Melaporkan sumber daya perusahaan, klaim atas sumber daya
tersebut, dan perubahan-perubahan di dalamnya. Informasi yang
disajikan dalam laporan keuangan dapat menjelaskan kekayaan
perusahaan, kepemilikan dan/atau pihak-pihak yang masih berhak
atas sumber daya tersebut. Informasi yang disajikan juga dapat
menjelaskan perubahan-perubahan yang terjadi atas sumber daya
tersebut selama satu periode akuntansi yang dilaporkan.
4. Melaporakan sumber daya ekonomi, kewajiban, dan ekuitas para
pemilik.
5. Melaporakan kinerja dan laba perusahaan. Laporan keuangan
digunakan untuk mengukur prestasi manajemen dengan selisih
amtara pendapatan dan beban dalam periode akuntansi yang sama.
6. Menilai likuiditas, solvabilitas, dan arus dana. Laporan keunagan
dapat digunakan untuk menilai kemampuan perusahaan melunasi
utang jangka pendek, jangka panjang, dan arus dana.
7. Menilai pengelolaan dan kinerja manajemen.
8. Menjelaskan dan menafsirkan informasi keuangan.
3. Jenis Laporan Keuangan
Menurut Kasmir (2008: 28), dalam praktiknya, secara umum ada lima
macam jenis laporan keuangan yang biasa disusun, yaitu:
24
a. Neraca (balance sheet) merupakan laporan yang menunjukkan
posisi keuangan perusahaan pada tanggal tertentu. Arti dari posisi
keuangan dimaksudkan adalah posisi jumlah dan jenis aktiva
(harta) dan pasiva (kewajiban dan ekuitas) suatu perusahaan.
Komponen atau isi yang mendukung dalam suatu aktiva dibagi ke
dalam tiga, yaitu aktiva lancar, aktiva tetap, aktiva lainnya.
Kemudian kewajiban dibagi ke dalam dua jenis, yaitu kewajiban
lancar (utang jangka pendek) dan utang jangka panjang, sementara
itu komponen modal terdiri dari modal setor dan laba yang ditahan.
b. Laporan laba rugi (income statement) merupakan laporan
keuangan yang menggambarkan hasil usaha perusahaan dalam
suatu periode tertentu. Dalam laporan laba rugi tergambar jumlah
pendapatan dan sumber-sumber pendapatan yang diperoleh.
c. Laporan perubahan modal merupakan laporan yang berisi jumlah
dan jenis modal yang dimiliki pada saat ini.
d. Laporan arus kas merupakan laporan keuangan yang menunjukkan
semua aspek yang berkaitan dengan kegiatan perusahaan, baik
yang berpengaruh langsung atau tidak langsung terhadap kas.
B. Analisis Laporan keuangan
Menurut keown dkk (2011: 74), rasio keuangan merupakan
penulisan ulang data akuntansi ke dalam bentuk perbandingan dalam
rangka mengindentifikasi kekuatan dan kelemahan keuangan
perusahaan. Analisis rasio keuangan terutama bertujuan untuk
25
mendapat gambaran tentang baik buruknya keadaan keuangan suatu
perusahaan pada saat dianalisis. Berdasarkan hasil analisis tersebut
manajemen akan memperoleh suatu informasi tentang kekuatan dan
kelemahan perusahaan. Informasi tersebut dapat membatu manajer
dalam memahami apa yang perlu dilakukan perusahaan selain itu
manajer dapat membuat keputusan-keputusan penting di masa yang
akan datang.
Analisis rasio keuangan tidak hanya bagi penting bagi pihak
manajemen tetapi penting juga bagi ekstren perusahaan seperti
investor. Bagi pihak investor, analisis rasio keuangan penting untuk
memperoleh gambaran tentang perkembangan keuangan suatu
perusahaan. Dengan mengetahui perkembangan keuangan perusahaan
tersebut mereka dapat memutuskan apakah akan tetap
menginvestasikan dananya pada perusahaan tersebut atau tidak. Dari
sudut pandang seorang investor, meramalkan masa depan adalah
hakikat dari analisis laporan keuangan (Brigham & Houston, 2001:
94).
Manfaat dari analisis rasio keuangan adalah dapat mengetahui
adanya kekuatan atau kelemahan keuangan dari tahun-tahun
sebelumnya. Dengan membandingkan angka rasio keuangan dengan
standar yang ditetapkan maka akan diperoleh manfaat lain yaitu dapat
diketahui apakah dalam aspek keuangan tertentu perusahaan berada di
bawah standar, maka manajemen akan mencari faktor-faktor yang
26
menyebabkannya untuk kemudian diambil kebijakan keuangan untuk
dapat menaikkan rasio perusahannya kembali.
Rasio keuangan adalah angka yang diperoleh dari hasil perbandingan
dari satu pos laporan keuangan dengan pos lainnya yang mempunyai
hubungan yang relevan dan signifikan. Rasio-rasio ini dapat
menyederhanakan informasi yang menggambarkan perusahaan secara
keseluruhan.
C. Rasio keuangan
Rasio keuangan merupakan kegiatan membandingkan angka-angka
yang ada dalam laporan keuangan dengan cara membagi satu angka
dengan angka lainnya (Kasmir, 2008: 104). Dalam praktiknya, analisis
rasio keuangan suatu perusahaan dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Rasio neraca, yaitu membandingkan angka-angka yang hanya
bersumber dari neraca.
2. Rasio laporan laba rugi, yaitu membandingkan angka-angka yang
hanya bersumber dari laporan laba rugi.
3. Rasio antarlaporan, yaitu membandingkan angka-angka dari dua
sumber (data campuran), baik yang ada di neraca maupun di laporan
laba rugi.
Menurut Sofyan S Harahap (2006: 298), Analisis rasio keuangan
memiliki keunggulan dibanding teknik analisis lainnya yaitu salah
satunya mengetahui posisi perusahaan di tengah industri lain. Jenis-
jenis analisis rasio keuangan yang digunkan untuk menganalisis
27
kinerja perusahaan adalah rasio neraca (likuiditas dan solvabilitas),
rasio laba rugi (profitablilitas), rasio neraca aktivitas.
1. Rasio Likuiditas (liquidity Ratio)
Rasio likuiditas, yaitu mengukur kemampuan perusahaan untuk
memenuhi kewajiban jangka pendek pada saat jatuh tempo
(Rodoni dan Ali, 2010: 25).
a. Current ratio = current assets
current liabilities
b. Quick (acid-test) ratio = current assets- Inventory
current liabilities
2. Rasio Solvabilitas (Leverage Ratio)
Rasio leverage menggambarkan kemampuan perusahaan dalam
membayar kewajiban jangka panjangnya (Harahap, 2006: 303).
Dapat dihitung dengan cara berikut:
a. Debt to assets ratio = Total liabilities
Total assets
b. Long Term Debt to equity Ratio = Total utang
Modal Equity
3. Rasio Aktivitas (Activity Ratio)
Rasio aktivitas, yaitu mengukur kemampuan perusahaan dalam
menggunakan dana yang tersedia, tercermin dalam perputaran
modalnya (Rodoni dan Ali, 2010: 26).
a. Total assets turnover = Net sales
Total assets
b. Fixed assets turnover = Net sales
Fixed assets
28
4. Rasio Profitabilitas (Provitability Ratio)
Rasio profitabilitas, yaitu mengukur kemampuan perusahaan
untuk menghasilkan laba (Rodoni dan Ali, 2010: 28).
a. Net Profit Margin = Net profit after taxes
Net sales
b. Return on assets = Net profit after taxes
Total assets
D. Analisis Rasio Keuangan
1. Cara Menganalisis Rasio keuangan
Menurut Margaretha (2014: 11) ada beberapa cara dalam melakukan
analisis rasio keuangan, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Analisis Horizontal/ trend analysis, yaitu membandingkan rasio-rasio
keuangan perusahaan dari tahun-tahun yang lalu dengan tujuan agar
dapat melihat trend dari rasio-rasio perusahaan selama kurun waktu
tertentu.
b. Analisis Vertikal, yaitu membandingkan data rasio keuangan
perusahaan dengan rasio semacam dari perusahaan lain yang sejenis
atau industri untuk waktu yang sama.
c. Kombinasi dari analisis horizontal dan analisis vertikal, Adapun jenis-
jenis rasio keuangan yang digunakan adalah:
1. Liguidity ratio;
2. Asset management ratio;
3. Debt management ratio;
4. Profitability ratio;
5. Market value ratio.
29
2. Keunggulan Analisis Rasio Keuangan
Harahap (2013:298) analisis rasio ini memiliki keunggulan
dibanding teknik analisis lainnya. Keunggulan tersebut adalah:
a. Rasio merupakan angka-angka atau ikhtisar statistik yang lebih mudah
dibaca dan ditafsirkan.
b. Merupakan pengganti yang lebih sederhana dari informasi yang
disajikan laporan keuangan yang sangat rinci dan rumit.
c. Mengetahui posisi perusahaan di tengah industri lain.
d. Sangat bermanfaat untuk bahan dalam megisi model-model
pengambilan keputusan dan model prediksi (Z-score).
e. Menstandarisasi size perusahaan.
f. Lebih mudah memperbandingkan perusahaan dengan perusahaan lain
atau melihat perkembangan perusahaan secara periodik atau “time
series”.
g. Lebih mudah melihat trend perusahaan serta melakukan prediksi di
masa yang akan datang.
3. Keterbatasan Analisis Rasio Keuangan
Menurut keown, Martin, Petty dan Scott (2011:91) menyatakan
beberapa kelemahan penting yang mungkin ditemui dalam menghitung
dan menginterpretasikan rasio keuangan:
a. Kadang-kadang sulit untuk mengindentifikasikan kategori industri,
jika perusahaan berusaha dalam beberapa bidang usaha. Jika kita harus
30
memilih sendiri kumpulan perusahaan pembanding dan membuat
norma khusus yang sesuai.
b. Angka rata-rata industri yang diterbitkan hanya merupakan perkiraan
saja dan hanya memberikan petunjukan umum karena bukan
merupakan hasil penelitian dari seluruh perusahaan dalam industri
ataupun bahkan sekedar sampel yang mewakili dalam industri.
c. Perbedaan praktik akuntansi antar-perusahaan dapat menghasilkan
perbedaan dalam perhitungan rasio. Sebagai tambahan, perusahaan
maungkin memilih metode yang berbeda dalam penyusutan aktiva
tetap mereka.
d. Suatu industri kebanyakan tidak menyediakan suatu target atau nilai
rasio yang diinginkan. Yang paling baik, suatu industri menyediakan
petunjuk posisi keuangan dari rata-rata perusahaan yang ada dalam
industri, termasuk yang buruk dan yang memilih membandingkan
rasio perusahaan kita dengan menentukan sendiri kelompok
pembanding atau dengan pesaing tunggal.
e. Banyak perusahaan mengalami perubahan-perubahan dalam operasi
mereka. Jadi, masukan neraca dan rasio yang berkaitan dengan neraca
tersebut juga akan berubah-ubah menurut tahun ketika laporan tersebut
dibuat.
31
Menurut Syamryn (2011:427) mengatakan bahwa ada beberapa
faktor keterbatasan dari analisis rasio diantaranya yaitu:
Faktor yang pertama, penyebab kelemahan analisis rasio keuangan
berhubungan dengan indikasi bidang usaha bagi perusahaan yang akan
dianalisis. Terhadap sebuah perusahaan yang menjalankan kegiatan
dalam banyak lini bisnis, kadang-kadang sulit mengindentifikasi
kategori industri yang menjadi bidang usaha perusahaan yang
bersangkutan. Hal ini menyebabkan kesulitan dalam memilih jenis
industri yang dapat dijadikan sebagai bahan pembanding.
Faktor yang kedua, berhubungan dengan penggunaan rata-rata industri
sebagai alat ukur kewajaran suatu kinerja yang dicapai. Rata-rata
industri yang dipublikasikan hanya merupakan aproksimasi dan
menyediakan pedoman umum kepada para pemakai dibanding dengan
rasio rata-rata yang ditentukan secara ilmiah, dari semua atau bahkan
suatu sampel perusahaan yang representatif dalam kelompok industri
tertentu. Dengan demikian suatu rata-rata industri tidak dapat
sepenuhnya dijadikan target atau standar rasio yang dikehendaki.
Faktor ketiga, berhubungan dengan perbedaan interpretasi di antara
praktisi akuntansi. Para praktisi akutansi diperusahaan-perusahaan
sering memberikan interpretasi yang berbeda atas transaksi sejenis
yang terjadi.
32
Faktor lain yang menjadi kelemahan dari analisis rasio keuangan
berhubungan dengan fluktuasi kegiatan bisnis yang musiman. Dalam
praktiknya banyak bisnis yang volume aktivitasnya dipengaruhi oleh
musim, baik yang disebabkan faktor alam maupun perubahan perilaku
konsumen. Dengan mengetahui faktor-faktor tersebut analisis rasio
keuangan dapat membuat interpretasi tambahan untuk menyesuaikan
hasil analisisnya sehingga lebih mendekati keadaan yang sebenarnya.
E. Financial Distress
1. Pengertian Financial Distress
Kesehatan keuangan perusahaan sangat penting diketahui oleh
investor dan kreditor dalam pengambilan keputusan-keputusan
investasi dan kredit. Masalah kesulitan selalu memunculkan
kemungkinan risiko kebangkrutan (risk of bankcruptcy).
Menurut Ross dan Westerfiel (1996) dalam kondisi financial
distress adalah suatu situasi cash flow operasi perusahaan tidak mampu
menutupi atau mencukupi kewajiban perusahaan saat ini, seperti Trade
of Credit (L/C) atau biaya bunga, sehingga perusahaan dipaksa untuk
melakukan tindakan korektif. Financial distress dapat membawa suatu
perusahaan mengalami default pada kontraknya, yang akhrinya dapat
dilakukan restrukturisasi financial antara perusahaan, kreditur-kreditur
dan investor-investor modal (eguity invostors).
Plat dan Plat (2002) dalam Almilia (2004) mendefinisikan
financial distress sebagai tahap penurunan kondisi keuangan yang
33
terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan ataupun likuidasi dan
menyatakan kegunaan informasi jika suatu perusahaan mengalami
financial distress adalah:
a. Dapat mempercepat tindakan manajemen untuk mencegah
masalah sebelum terjadi kebangkrutan.
b. Pihak manajemen dapat mengambil tindakan merger atau
takeover. Agar perusahaan lebih mampu untuk membayar hutang
dan mengelola perusahaan dengan lebih baik.
c. Memberikan tanda peringatan awal adanya kebangkrutan pada
masa yang akan datang.
Menurut Ahmad Rodoni dan Herni Ali (2010: 171), financial
distress pada dasarnya sukar didefinisikan secara tepat. Hal ini
disebabkan oleh bermacam-macam kejadian kejatuhan perusahaan
pasa saat financial distress. Peristiwa kejatuhan perusahaan yang
disebabkan financial distress hampir tidak ada akhirnya, seperti
terjadinya pengurangan dividen, penutupan perusahaan, kerugian-
kerugian, pemecatan, pengunduran diri direksi dan jatuhnya harga
saham. Salah satu penyebab terjadinya financial distress adalah
keburukan dalam pengelolaan bisnis (mismanagement) perusahaan
tersebut.
Definisi financial distress menurut Ahmad Rodoni dan Herni
Ali (2010: 171-172) sebagai berikut:
34
a. Jika beberapa tahun perusahaan mengalami laba bersih operasi
(net operating income) negatif, digunakan oleh Hofer (1980)
dan Whitaker (1999).
b. Adanya pemberhentian tenaga kerja atau menghilangkan
pembayaran deviden, digunakan Lau (1987) dan Hill, et al
(1996).
c. Arus kas hasil operasi perusahaan tidak cukup memenuhi
kewajiban perusahaan, digunakan oleh karen Wruck (1990).
d. Rendahnya interest coverage Ratio, EBITDA negatif
digunakan oleh asquith, et al (1991) dan Pindando, et al (2006).
e. Perubahan harga ekuitas atau EBIT negatif, digunakan oleh
John, et al (1992) dan (2004).
f. Stock-based insolvency yaitu kekayaan bersih negatif dan nilai
asset kurang dari nilai hutang dan flow- based insolvency yaitu
arus kas yang berjalan tidak cukup untuk memnuhi kewajiban,
digunakan oleh Altman (1993).
g. Adanya arus kas yang lebih kecil dari hutang jangka panjang
saat ini, digunakan oleh Whitaker (1999).
h. Perusahaan diberhentikan operasinya atau wewenang
pemerintah dan perusahaan tersebut dipersyaratkan untuk
melakukan perencanaan reskrukturisasi, digunakan oleh Tirapat
dan Nittayagasetwat (1999).
35
i. Negatif EBITDA, interest coverage, negatif EBIT, negatif net
operating income, digunakan oleh Plat (2004).
j. Beberapa tahun mengalami laba bersih operasi dan selama
lebih dari satu tahun tidak melakukan pembayaran deviden,
digunakan oleh Almilia dan Kristijadi (2003).
k. Perusahaan mengalami delisted akibat laba bersih dan nilai
buku negatif berturut-turut, serta perusahaan tersebut dimerger,
digunakan oleh Almilia (2004).
l. Perusahaan yang selama dua tahun berturut-turut mengalami
laba bersih (net income) negatif dan nilai buku ekuitas negatif,
digunakan oleh Almilia (2006).
Adapun definisi-definisi lain dari financial distress atau
kegagalan keuangan yang diderita oleh perusahaan
dikemukakan oleh beberapa sumber sebagai berikut:
Menurut Luciana (2003) suatu perusahaan yang
dikategorikan mengalami financial distress adalah jika
perusahaan tersebut mengalami laba operasi negatif selama dua
tahun berturut-turut. Perusahaan yang mengalami laba operasi
selama lebih dari setahun menunjukkan telah terjadi tahap
penurunan kondisi keuangan suatu perusahaan. Jika tidak ada
tindakan perbaikan yang dilakukan manajemen perusahaan
maka perusahaan dapat mengalami kebangkrutan.
36
Menurut Ambarwati (2010:31) dalam Akhmad (2014)
definisi financial distress adalah kondisi dimana perusahaan
mengalami kesulitan keuangan dan terancam bangkrut. Jika
perusahaan mengalami kebangkrutan maka akan muncul biaya
kebangkrutan yang disebabkan oleh : keterpakasaan menjual
aset di bawah harga pasar, biaya likuidasi dan lain sebagainya.
Perusahaan dengan risiko lebih besar mengalami adanya
financial disress akan menjamin lebih sedikit dibandingkan
perusahaan dengan risiko terjadinya financial distress lebih
kecil.
Menurut Prawironegoro (2009:311) dalam Akhmad (2014)
financial distress atau kegagalan ialah ketidak mampuan
mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Dalam dunia bisnis
sasaran itu berupa penjualan, laba kotor, laba operasi, laba
bersih, pendapatan bersih per saham, dan sebagainya.
Kegagalan yang terus menerus dapat meruntuhkan organisasi
bisnis, jika kegagalan itu tidak cepat diatasi.
Menurut Dermawan Sjahrial (2008:202). Financial distress
adalah kondisi dimana perusahaan mengalami kesulitan
keuangan dan terancam bangkrut. Jika perusahaan mengalami
kebangkrutan, maka akan timbul biaya kebangkrutan
(bankcruptcy costs) yang disebabkan oleh keterpaksaan
menjual aktiva dibawah harga pasar, baiaya likuiditas
37
perusahaan, rusaknya aktiva tetap dimakan waktu sebelum
terjual, dan sebagainya. Selain itu, ancaman akan terjadi
financial distress juga merupakan biaya karena manajemen
cenderung menghabiskan waktu untuk menghindari
kebangkrutan daripada membuat keputusan perusahaan yang
baik. Pada umumnya kemungkinan terjadinya financial distress
semakin meningkat dengan meningkatnya penggunaan hutang.
Logikanya adalah semakin besar penggunaan hutang semakin
besar pula beban biaya bunga, semakin besar profitabilitas
bahwa penurunan penghasilan akan menyebabkan financial
distress.
Brigham dan Gapenski dalam Safitra et.al (2012)
mengatakan kebangkrutan dapat diartikan dalam beberapa cara
tergantung masalah yang dihadapi oleh perusahaan:
1. Kegagalan Ekonomi (Economic Failure)
Kegagalan ekonomi mengindikasikan bahwa pendapatn
perusahaan tidak mampu menutupi biaya totalnya,
termasuk biaya modal. Perusahaan yang mengalami
kegagalan ekonomi dapat terus beroperasi selama
pemilik perusahaan bersedia mendapatkan tingkat
pengembalian yang lebih rendah.
38
2. Kegagalan Usaha (Business Failure)
Istilah business failure digunakan untuk
mengelompokkan kegiatan bisnis yang telah
menghentikan operasinya kemudian berakibat kerugian
bagi para kreditur. Namun, tidak semua perusahaan
yang menutup usahanya dianggap gagal.
3. Insolvensi Teknis (Technical Insolvency)
Perusahaan dianggap mengalami insolvensi teknis kija
tidak mampu membayar kewajiban jangka pendek pada
saat jatuh tempo. Insolvensi teknis mengindikasikan
tingkat likuiditas yang sangat rendah dan mungkin
hanya bersifat sementara. Perusahaan juga
dimungkinkan untuk meningkatkan jumlah kas dan
membayar kewajibannya sehingga masih dapat tetap
bertahan.
4. Insolvensi dalam kebangkrutan (insolvency in
Bankruptcy)
Hal ini terjadi ketika kewajiban total perusahaan
melebihi nilai total aktivanya. Kondisi ini jauh lebih
serius dari insolvensi teknis dan cenderung mengarah
para likuidasi.
39
5. Kebangkrutan secara Resmi (legal Bankruptcy)
Meskipun istilah bangkrut diperuntukkan bagi
perusahaan yang mengalami kegagalan usaha,
perusahaan tidak akan secara resmi dinyatakan bangkrut
kecuali:
a. Perusahaan mengalami kebangkrutan berdasarkan
kriteria yang dibuat oleh federal bankrupcty act
(undang-undang kebangkrutan).
b. Telah dinyatakan bangkrut oleh perusahaan.
Ramadhani dan Lukviarman (2009) menyimpulkan
bahwa financial ditress adalah suatu dimana kas operasi
perusahaan tidak memadai untuk melunasi kewajiban-
kewajiban lancar (seperti hutang dagang atau beban bunga)
dan perusahaan terpaksa melakukan tindakan perbaikan.
Financial distress adalah masalah likuiditas yang sangat parah
yang bisa dipecahkan tanpa perubahan ukuran dari operasi atau
stuktur perusahaan. Informasi financial distress ini dapat
dijadikan sebagai peringatan dini atas kebangkrutan sehingga
manajemen dapat melakukan tindakan secara cepat untuk
mencegah masalah sebelum terjadinya kebangkrutan.
40
Gambar 2.1
Tahap Financial Distress
49% 51%
53% 47%
3% 10%
7%
Sumber : Ross, et. al. 2008.
Financial
distress
Tidak melakukan
restrukturisasi
keuangan
Melakukan
restrukturisasi keuangan
Melaksanakan atas
putusan pengadilan Melakukan atas
prakarsa sendiri
Melakukan reorganisasi
dan berhasil bangkit
kembali
Merger dengan
perusahaan lain Likuidasi
41
Gambar di atas menjelaskan tahap-tahap financial distress
perusahaan sampai dengan kepada kebangkrutan. Sejumlah 49
persen perusahaan mendapatkan manfaat dari financial distress
dengan merestukturisasi aset mereka. Perusahaan yang tidak
melakukan restrukturisasi keuangan melakukan penyehatan
terhadap hutang sehingga mengubah perilaku perusahaan dan
mendesak perusahaan untuk membuang bisnis mereka yang tidak
berhubungan. Financial distress pada beberapa perusahaan
membawa perusahaan kepada bentuk organisasi baru dan strategi
operasi yang baru. Restrukturisasi keuangan dapat dilakukan
sendiri atau dilakukan atas putusan pengadilan. Dalam gambar
tersebut dijelaskan juga, bahwa hampir separuh restrukturisasi atas
prakarsa sendiri. Dan yang melaksanakan restrukturisasi
berdasarkan putusan pengadilan sejumlah 83 persen dapat
melakukan reorganisasi dan meneruskan usahanya kembali.
(Rodoni dan Ali, 2010:175).
2. Penyebab financial distress
Financial distress bisa terjadi pada semua perusahaan.
Penyebab terjadinya financial distress juga bermacam-macam. Lizal
(2002, dalam Fachruddin, 2008) mengelompokkan penyebab
kesulitan, yang disebut dengan Model Dasar Kebangkrutan atau
Trinitas Penyebab Kesulitan Keuangan. terdapat 3 alasan utama
42
mengapa perusahaan bisa mengalami financial distress dan
kemungkinan bangkrut, yaitu:
a. Neoclassical model
Financial distress dan kebangkrutan terjadi jika alokasi sumber
daya di dalam perusahaan tidak tepat. Manajemen yang kurang
bisa mengalokasikan sumber daya (aset) yang ada di perusahaan
untuk kegiatan operasional perusahaan.
b. Financial model
Pecampuran aset benar tetapi struktur keuangan salah dengan
liguidity constraints. Hal ini berarti bahwa walaupun perusahaan
dapat bertahan hidup dalam jangka panjang tapi ia harus bangkrut
juga dalam jangka pendek.
c. Corporate governance model
Menurut model ini, kebangkrutan mempunyai campuran aset dan
struktur keuangan yang benar tapi dikelola dengan buruk.
Ketidakefisienan ini mendorong perusahaan menjadi out of the
market sebagai konsekuensi dari masalah dalam tata kelola
perusahaan yang tak terpecahkan.
3. Manfaat Melakukan Prediksi Financial Distress
Prediksi financial distress ini sangat penting bagi berbagai
pihak. Hal ini menjadi perhatian bagi berbagai pihak karena
dengan mengetahui kondisi perusahaan yang mengalami keputusan
atau tindakan untuk memperbaiki keadaan ataupun untuk
43
menghindari masalah. Ada berbagai macam cara atau metode yang
bisa digunakan untuk melakukan prediksi financial ditress.
Berbagai pihak yang berkepentingan untuk melakukan prediksi
atas kemungkinan terjadinya financial distress adalah (Almilia dan
Kristijadi, 2003):
a. Pemberi Pinjaman atau Kreditor
Institusi pemberi pinjaman memprediksi financial distress
dalam memutuskan apakah akan memberikan pinjaman dan
menentukan kebijakan mengawasi pinjaman yang telah
diberikan pada perusahaan. Selain itu juga digunakan untuk
menilai kemungkinan masalah suatu perusahaan dalam
melakukan pembayarn kembali pokok dan bunga.
b. Investor
Model prediksi financial distress dapat membantu investor
ketika akan memutuskan untuk berinvestasi pada suatu
perusahaan.
c. Pembuat Peraturan atau Badan Regulator.
Badan regulator mempunyai tanggung jawab mengawasi
kesanggupan membayar hutang dan menstabilkan perusahaan
individu. Hal ini menyebabkan perlunya suatu model untuk
mengetahui kesanggupan perusahaan membayar hutang dan
menilai stabilitas perusahaan.
44
d. Pemerintah
Prediksi financial distress penting bagi pemerintah dalam
melakukan antitrust regulation
e. Auditor
Model prediksi financial distress dapat menjadi alat yang
berguna bagi auditor dalam membuat penilain going concern
perusahaan.
f. Manajemen
Apabila perusahaan mengalami kebangkrutan, maka
perusahaan akan menanggung biaya langsung (fee akuntan dan
pengacara) dan biaya tidak langsung (kerugian penjualan atau
kerugian paksaan akibat ketetapan pengadilan). Oleh karena
itu, manajemen harus melakukan prediksi financial distress dan
mengambil tindakan yang diperlukan untuk dapat mengatasi
kesulitan keuangan yang terjadi dan mencegah kebangkrutan
pada perusahaan.
Menurut Foster (1986) dalam Luciana (2003) terdapat
beberapa indikator atau sumber informasi mengenai
kemungkinan dari kesulitan keuangan:
1. Analisis arus kas untuk periode sekarang dan yang akan
datang.
2. Analisis strategi perusahaan yang mempertimbangkan
pesaing potensial, struktur biaya relatif. Perluasan rencana
45
dalam industri, kemampuan perusahaan untuk meneruskan
kenaikan biaya, kualitas manajemen dan lain sebagainya.
3. Analisis laporan keuangan dari perusahaan serta
perbandingannya dengan perusahaan lain. Analisis ini dapat
berfokus pada suatu variabel keuangan tunggal atau suatu
kombinasi dari variabel keuangan.
4. Variabel eksternal seperti retrun sekuritas dan penilaian
obligasi.
4. Cara Mengatasi dan Menghindari Financial Distress
Menurut Rodoni dan Ali (2010:174) financial distress pada
perusahaan dapat diatasi dengan beberapa cara yaitu:
a. Berhubungan dengan aset perusahaan yaitu dengan menjual
aset-aset utama, melakukan merger dengan perusahaan lain,
menurunkan pengeluaran dan pengembangan.
b. Berhubungan dengan restrukturisasi keuangan yaitu dengan
menerbitkan sekuritas baru, mengadakan negoisasi dengan
bank dan kreditor, dan bangkrut. Financial distress dapat
melibatkan restrukturisasi aset ataupun restrukturisasi
keuangan.
46
F. Penelitian Terdahulu
Tabel 2.2
Penelitian Terdahulu
No Tahun Penelitian Judul Hasil penelitian
1 2003 Almilia
Luciana spica
& Emanuel
Kristijadi
“Analisis rasio
keuangan
untuk
memprediksi
kondisi
financial
distress
perusahaan
manufaktur
yang terdaftar
Bursa Efek
Jakarta”
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa rasio-rasio keuangan dapat
digunakan untuk memprediksi
financial distress perusahaan yang
paling dominan dalam
menentukan financial distress
adalah rasio NIS, CLTA, CACL
dan GROWTH NITA.
2 2005 Luciana
Spica Almilia
dan Winny
Herdiningtyas
“ Analisis
Rasio CAMEL
Terhadap
Prediksi
Kondisi
Bermasalah
Pada Lembaga
Perbankan
Periode 2000-
2002”.
Penelitian ini menunjukkan bahwa
rasio keuangan CAMEL memilki
daya klasifikasi atau daya prediksi
untuk kondisi bank yang
mengalami kesulitan keuangan
dan bank yang mengalami
kebangkrutan. Penelitian ini juga
memberikan bukti bahwa rasio
CAR,APB,NPL,PPAPAP,ROA,N
IM dan BOPO secara statistik
berbeda untuk kondisi bank
bangkrut dan mengalami kesulitan
keuangan dengan bank yang tidak
bangkrut dan tidak mengalami
kondisi kesulitan keuangan.
3
2006 Almilia
Luciana
Spica
“ Analisis
Kondisi
Financial
Distress
Perusahaan Go
public dengan
Menggunakan
Analisis
Multinominal
Logit”.
Hasil menunjukkan dari ketiga
model variabel yang digunakan
adalah: Model 1. Lap L/R &
Neraca memiliki daya klasifikasi
model sebesar 79.0%. model 2:
Lap arus kas memiliki daya
klasifikasi sebesar 58.0%. model
3: Lap L/R, Neraca & arus kas
memiliki daya klasifikasi sebesar
79.6%.
47
Lanjutan Tabel 2.2
No Tahun Penelitian Judul Hasil Penelitian
4 2011 Isyaiyas
andhito
“ Analisis Rasio
Keuangan
Dalam
Memprediksi
Kondisi
Financial
Distress
Perusahaan
(Studi Kasus
Perusahaan
yang Terdaftar
Pada Bursa
Efek Indonesia
periode 2007-
2010 ”.
Temuan penelitian ini yaitu
rasio keuangan yang berasal
dari neraca, laporan laba rugi
dan laporan arus kas
(NIS,CATA,NITA,CASHTA,
CFFOTA,dan DITS) adalah
variabel yang signifikan
dalam menetapkan kesulitan
keuangan perusahaan.
5 2012 Hazem B. Al-
Katabi dan
Alaa Al-
Horani
“Predicting
Financial
distress of
Public
Companies
Listed in
Amman Stock
Exchange”.
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui model mana yang
paling tepat digunakan untuk
menganalisis perusahaan
yang mengalami kondisi
financial distress. Hasil
penelitian ini menyatakan
bahwa kedua model ini yaitu
regresi logistik dan analisis
deskriminan dapat
memprediksi kondisi
financial distress. Adapun
variabel yang mempengaruhi
secara signifikan adalah ROE
dan ROA.
6 2013 Yunita
Anggraini
“Prediksi
Financial
Distress Pada
Sektor
Agrikultur
(yang Terdaftar
Di BEI Periode
2007-2012 ”.
Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa variabel
yang signifikan untuk
memprediksi kondisi
financial distress adalah
variabel net income/total
assets dan current
assets/current liabilities.
48
Lanjutan Tabel 2.2
No Tahun Penelitian Judul Hasil Penelitian
7 2014 Triani
pujiastuti dan
yuharningsih
“Anteseden
Profitabilitas
Financial
Distress Pada
Perusahaan
manufaktur Di
Indonesia”.
Hasil riset menggunakan regresi
logistik dimana 1) Rasio
profitabilitas working capital
policy ratio, capital structure,
size, dan ukuran perusahaan
berpengaruh signifikan terhadap
profitabilitas dari financial
distress perusahaan manufaktur di
indonesia. 2) hanya rasio
profitabilitas yang berpengaruh
signifikan negatif terhadap
profitabilitas financial distress
perusahaan manufaktur di
indonesia ketika working capital
ratio, capital structure, size, dan
ukuran perusahaan tidak
berpengaruh signifikan ke
financial distress perusahaan
manufaktur di indonesia.
Penelitian ini dapat digunakan
untuk memprediksi financial
distress.
8 2014 Wahyudin
Akhmad
“ Analisis
Pengaruh
Rasio
Likuiditas,
Solvabilitas,
Rentabilitas,
Aktivitas Dan
Growth Pada
Perusahaan
yang
Mengalami
Kondisi
Financial
Distress”.
Penelitian ini menggunakan 10
rasio keuangan sebagai variabel
independent yang terdiri dari
current Ratio, Quick Ratio, Debt
ratio to Assets Ratio, Return on
Eguity, Return on Assets, Total
Assets Turonover, Fix Assets
Turnover, Sales Growth, dan Net
Income growth. Dari hasil analisis
tersebut variabel Current ratio,
Quick Ratio, dan ROA memilki
pengaruh secara signifikan
terhadap kondisi financial distress
perusahaan, sedangkan variabel
lainnya tidak memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap kondisi
financial distress perusahaan.
49
Lanjutan Tabel 2.2
No Tahun Penelitian Judul Hasil Penelitian
9 2014 Elvinna wiwit
firma meita
“Analisis
Penggunaan
Metode
Altman,Spring
ate,dan
Zmijewski
Dalam
Memprediksi
Kebangkrutan
Perusahaan
Pertambangan
Batubara
Periode 2012-
2014”.
Model altman Z-score dan model
spirangate merupakan model
prediksi kebangkrutan yang
memberikan nilai yang sama
tingginya dalam memprediksi
kebangkrutan pada perusahaan
pertambangan batubara dengan
nilai prediksi kebangkrutan
sebesar 88,888%. Model
Zmijewski merupakan model
prediksi kebangkrutan yang
memberikan nilai yang juga
cukup tinggi dalam memprediksi
kebangkrutan pada perusahaan
pertambangan batubara dengan
nilai prediksi kebangkrutan
sebesar 66,666%.
10 2014 Yudho
wijoseno
“Analisis
Rasio
Keuangan
terhadap
Peramalan
Financial
Distress =
Pendekatan
Analisis
Menggunakan
Metode Fulmer
H-score pada
Perusahaan
Pertambangan
di Bursa Efek
Indonesia
Periode 2009-
2013”.
Penelitian ini menunjukkan bahwa
keseluruhan variabel didalam
penelitian ini memiliki pengaruh
secara simultan. Sedangkan secara
parsial menunjukkan bahwa
variabel laba ditahan / total asset,
total kewajiban / total asset, total
utang jangka pendek / total asset,
log EBIT / bunga, dan nilai H-
Score memiliki pengaruh secara
parsial terhadap kategori
perusahaan.
50
G. Kerangka Pemikiran
Gambar 2.3
Kerangka Pemikiran
H.
I.
J.
K.
L.
M.
Uji Normalitas Data
(Kolmogorov-Smirnov)
Data Normal
(Independent
Sampel test)
Data tidak
Normal (Mann
Whitney)
Uji wald
statistic
Ketepatan
Prediksi
klasifikasi
Koefisien
Coz & Snell
R Square
Uji Chi
Square
Hosmer &
Interpretasi
Kesimpulan
Variabel Independent:
1. Rasio Aktivitas (X1)
2. Rasio Profitabilitas (NIS) (X2)
3. Rasio Profitabilitas (NITA) (X3)
4. Rasio Solvabilitas (X4)
5. Rasio Likuiditas (X5)
Variabel Dependent:
Financial Distresss (Y1)
dan Non Financial
Distresss (Y0)
Bursa Efek Indonesia
Laporan keuangan Perusahaan
Analisis Regresi Logistik
51
H. Hipotesis
Berdasarkan penelitian terdahulu, dan kerangka pemikiran tujuan
penelitian yang akan dilakukan maka dapat dibuat hipotesis:
Hipotesis I : Terdapat perbedaan yang signifikan pada rasio-
rasio keuangan kelompok perusahaan sektor
pertambangan yang Financial distress
dan kelompok yang non financial distress (sehat)
dengan uji beda Independent test sampel.
Hipotesis II : Terdapat perbedaan pada rasio-rasio keuangan
kelompok perusahaan sektor pertambangan yang
mengalami financial distress dan kelompok yang
non financial distress (sehat) dengan uji beda
Mann Whitney.
Hipotesis III : Rasio keuangan STA, NIS, NITA, TLTA, dan
CACL dapat memprediksi kondisi financial
distress suatu perusahaan dan kesehatan
perusahaan di sektor pertambangan.
52
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan berdasarkan laporan keuangan tahunan
perusahaan sektor pertambangan selama periode 2011-2015 yang
dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia dan telah di audit oleh auditor
independen. Adapun laporan-laporan keuangan pada penelitian ini diambil
dari neraca dan laporan laba rugi yang akan diubah menjadi rasio-rasio
keuangan untuk memprediksi potensi financial distress pada perusahaan
sektor pertambangan dan laporan keuangan 2011-2013 merupakan data
yang akan diolah.
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis rasio-rasio keuangan
yang berasal dari Rasio Likuiditas: Current assets/Current Liabilities
(CACL), Rasio Profitabilitas: Net Income/Sales (NIS) dan Net
Income/Total Assets (NITA), Rasio Aktivitas: Sales/Total Assets (STA),
Rasio Solvabilitas (financial leverage): Total Liabilities/Total Assets
(TLTA) sebagai variabel independen (X) dan kondisi Financial Distress
sebagai variabel dependen (Y) dalam penelitian ini.
53
B. Metode Penentuan Sampel
1. Objek Penelitian
a. Populasi
Menurut Muis (2009:169) populasi, yaitu sekelompok
orang, kejadian atau gejala sesuatu yang mempunyai
karakteristik tertentu. Anggota populasi disebut dengan elemen
populasi (popultion element). Masalah populasi timbul
terutama pada penelitian opini yang menggunakan metode
survei sebagai teknik pengumpulan data.
b. Sampel Penelitian
Menurut Suharjo (2013:7) sampel adalah bagian dari
populasi yang menjadi objek penelitian (sampel sendiri secara
harfiah berarti contoh). Hasil pengukuran atau karakteristik dari
sampel disebut ”statistik”.
Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dengan metode purposive sampling adalah
pengambilan sampel berdasarkan kriteria tertentu (Suharyadi dan
Purwanto, 2009:17).
2. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan yang
tergolong dalam sektor pertambangan periode 2011-2015 yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Dan alasan memilih sektor
pertambangan adalah karena menguatnya harga minyak mentah
54
dunia beberapa tahun belakangan sehingga mengangkat harga
batubara sebagai bahan bakar subtitusi secara signifikan, yang
mana kedua komoditi ini merupakan hasil dari sektor
pertambangan. Sedangkan penulis mengambil tahun 2011-2015
karena data tersebut merupakan data terbaru dan belum ada
penelitian terdahulu yang memakai tahun tersebut. Jumlah populasi
dalam penelitian ini sebanyak 44 perusahaan. Pemilihan sampel
dalam penenlitian ini dilakukan dengan menggunakan metode
pemilihan sampel dari populasi didasarkan atas pertimbangan
(judgement sampling ) tertentu.
Adapun sampel yang digunakan dalam penelitian ini
berdasarkan kriteria dibawah ini:
1. Perusahaan yang tergabung di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan
tergolong dalam sektor pertambangan selama periode 2011-2015
dimaksudkan agar jumlah data dapat memenuhi kriteria sampel
penelitian.
2. Mempublikasikan laporan keuangan yang telah diaudit secara
konsisten dan lengkap dari tahun 2011-2015.
3. Data laporan keuangan perusahaan tahunan sesuai dengan kriteria
yang menurut Edward Akiko Wibisono (2013) dalam yunita
anggraini (2013) sebagai pedoman penentuan apakah perusahaan
mengalami financial distress yang memilki laba bersih negatif
sekurang-kurangnya 2 periode laporan keuangan selama periode
55
pengamatan menderita rugi sebagai perusahaan yang mengalami
kesulitan. Perusahaan yang memilki laba bersih positif berturut-
turut pada tahun 2014-2015 sebagai perusahaan yang tidak
mengalami financial distress yang dipublikasikan di Bursa Efek
Indonesia.
4. Laporan keuangan harus mempunyai tahun buku yang berakhir
pada 31 Desember.
5. Data laporan keuangan tahunan periode 2011-2013 merupakan
data yang akan diolah.
Berdasarkan kriteria-kriteria tersebut, dari seluruh
perusahaan yang tergabung dalam sektor pertambangan, dengan
menggunakan teknik judgement sampling, maka diporoleh
sebanyak 16 perusahaan yang memenuhi kriteria sebagai sampel
penelitian.
Tabel 3.1
Perusahaan yang Mengalami Financial Distress
No Kode Emiten Tanggal Listing
1 DEWA PT. Darma Henwa Tbk 8 Oktober 1981
2 DOID PT. Delta Dunia Makmur Tbk 15 Juni 2001
3 ELSA PT. Elnusa. Tbk 6 Februari 2008
4 ARII PT. Atlas Resources Tbk 8 November 2011
5 TOBA PT. Toba Bara Sejahtra Tbk 6 Juli 2012
6 CTTH PT. Citatah Tbk 16 Juli 1997
56
Tabel 3.2
Perusahaan yang Mengalami Tidak Financial Distress
No Kode Emiten Tanggal Listing
1 ANTM PT. Aneka Tambang Tbk 5 Juli 1968
2 BYAN PT. Bayan Resources Tbk 7 oktober 2004
3 ADRO PT. Adaro Energy Tbk 16 juli 2008
4 GEMS PT. Golden Energy Mines Tbk 17 November 2011
5 HRUM PT. Harum Energy Tbk 6 Oktober 2010
6 ITMG PT. Indo TambangRaya Megah
Tbk
18 Desember 2007
7 MITI PT. Mitra Investindo Tbk 16 Juli 1996
8 KKGI PT. Resources Alam Indonesia
Tbk
1 Juli 1991
9 PTRO PT. Petrosea Tbk 21 Mei 1990
10 PTBA PT. Tambang Batubara Bukit
Asam Tbk
23 Desember 2002
Berdasarkan metode penentuan sampel yang digunakan maka
penelitian menggunakan sampel 16 perusahaan sektor pertambangan, 6
perusahaan dikatakan financial distress (1) dan 10 perusahaan tidak
mengalami financial distress (0) di Bursa Efek Indonesia.
C. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif
yang merupakan data yang berupa angka-angka yang memiliki satuan
hitung dan dapat dihitung secara sistematis, yaitu laporan keuangan
dari neraca dan laporan laba (rugi). Metode pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan dan data
sekunder.
57
1. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan
cara mengumpulkan data dari teori-teori yang bersumber dari
berbagai refrensi yang mendukung penelitian ini, meliputi
jurnal, skripsi, artikel, literatur, buku-buku dan sebagainya
yang berkaitan dengan penelitian ini.
2. Data Sekunder
Data sekunder juga merupakan data yang diperoleh dengan
cara mengumpulkan dokumen atau laporan keuangan yang
bersumber dari perusahaan atau pihak-pihak yang berkaitan
dengan penelitian. melalui studi kepustakaan, Internet
Research juga digunakan dalam mengumpulkan data dengan
cara mengakses data melalui internet. Selain itu, laporan
keuangan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) juga diakses melalui internet dengan
memasuki website dari BEI tersebut yaitu www.idx.co.id.
D. Metode Analisis
1. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif kuantitatif merupakan metode penelitian
dengan cara mengumpulkan data-data sesuai dengan yang
sebenarnya kemudian data-data tersebut disusun, diolah dan
dianalisis untuk dapat memberikan gambaran mengenai masalah
yang ada (Sugiyono, 2008:105).
58
2. Uji Normalitas Data
Analisis awal pada penelitian ini sebelum melakukan
pengujian hipotesis I adalah analisis normalitas data, dalam analisis
ini digunakan uji One Sample Kolmogorov-Smirnov. Menurut
Bhuono Agung Nugroho (2005:107) uji One Sample Kolmogorov-
Smirnov sangat membantu peneliti untuk mengetahui apakah
sampel yang dipilih berasal dari data yang terdistribusi normal atau
data yang tidak terdistribusi normal. Almilia dan Herdiningtyas
(2005) jika data tidak normal maka dilakukan uji beda
nonparametik dengan menggunakan Mann Whitney, sebaliknya
jika data normal digunakan Independent T-test.
Hipotesis dalam uji One Sample Kolmogorov-Smirnov adalah
(Ghozali, 2011:32):
Hipotesis nol ( Ho) : Data terdistribusi secara normal.
Hipotesis Alternatif (Ha) : Data tidak terdistribusi normal.
Dasar pengambilan keputusannya adalah probabilitas asymp.
Sig(2-tailed) > 0,05 maka data berasal dari populasi yang terdistribusi
normal. Sebaliknya jika probabilitas asymp. Sig(2-tailed) < 0,05 dapat
disimpulkan bahwa data berasal dari populasi yang tidak berdistribusi
normal.
59
3. Independent Sampel test
Uji beda Independent Sampel t-test digunakan untuk
menentukan apakah dua sampel yang tidak berhubungan memiliki
nilai rata-rata yang berbeda dengan asumsi data yang berdistribusi
normal pada statistik parametrik. Uji beda t-test dilakukan dengan
cara membandingkan perbedaan antara dua nilai rata-rata dengan
standar eror dari perbedaan rata-rata dua sampel (Ghozali, 2011:
64) :
Dimana :
µ1 : Rata-rata sampel pertama
µ2 : Rata-rata sampel kedua
S.E : Standar eror perbedaan rata-rata kedua sampel.
Menurut Dwi Priyanto (2008:95) sebelum dilakukan Uji T-
test dilakukan uji kesamaan varian (homogenitas) dengan F test
(Levene’s Test), artinya jika varian sama maka Uji T menggunakan
Equal Variance Assumed (diasumsikan varian sama) dan jika
varian berbeda menggunakan Equal Variance Not Assumed
(diasumsikan varian berbeda).
𝑡 = µ1- µ2
S. E
60
Hipotesis Uji F sebagai berikut:
Ho : Kedua varian adalah sama (varian NIS perusahaan FD
dan NIS NFD adalah sama).
Ha : Kedua varian adalah berbeda (varian NIS perusahaan FD
Dan NIS NFD adalah berbeda).
Dasar pengambilan keputusan :
Jika Asymp.Sig (2-tailed) > 0,05 maka Ho diterima
Jika Asymp.Sig (2-tailed) < 0,05 maka Ho ditolak.
Adapun dua tahapan analisis dalam uji beda Independent
Sampel t-test yaitu:
a. Dengan Levence Test diuji apakah kedua populasi sampel sama
atau berbeda.
b. Dengan t-test, dengan berdasarkan hasil Levence Test diambil
suatu keputusan.
Jika hasil Levence Test menunjukkan varian kedua populasi
sama maka analisis harus menggunakan asumsi equal variance
dengan melihat t hitung dibandingkan dengan t tabel, jika t
hitung > t tabel maka Ho tidak dapat ditolak dan jika t hitung <
t tabel maka Ho ditolak (Ghozali, 2011: 66).
Hipotesis dalam uji Independent Sampel t-test ini adalah :
Ho : Tidak terdapat perbedaan pada rasio keuangan STA,
NIS,NITA,TLTA, dan CACL perusahaan kondisi
FD dan NFD
61
Ha : Terdapat perbedaan pada rasio keuangan STA,
NIS,NITA,TLTA, dan CACL
Dasar pengambilan keputusan :
Jika probabilitas > 0,05 maka Ho tidak dapat ditolak
Jika probabilitas < 0,05 maka Ho ditolak dan menerima Ha
4. Uji Mann Whitney U
Uji Mann Whitney /Wilcoxon merupakan uji non-parametrik
yang digunakan untuk membandingkan dua mean populasi yang
berasal dari populasi yang sama. Uji Mann Whitney juga digunakan
untuk menguji apakah dua mean populasi sama atau tidak
(Ariyono,2009).
Data digunakan uji statistik non-parametrik yang khusus untuk dua
sampel bebas yaitu uji Mann Whitney. Nilai Z pada uji Mann
Whitney dapat dicari dengan rumus (Ghozali dan Castellan, 2002:
115):
Dimana:
Wx : wilxocon
M : kelompok perusahaan yang mengalami FD
n : kelompok perusahaan yang sehat (NFD)
N : jumlah populasi dua kelompok perusahaan
62
Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini :
Ho : µ1 = µ2 : Tidak terdapat perbedaan rasio keuangan
STA,NIS,NITA,TLTA,CACL antara rasio
keuangan perusahaan kelompok FD dan
NFD.
Ha : µ2 ≠ µ2 : Terdapat perbedaan antara rasio keuangan
STA,NIS,NITA,TLTA,CACL antara rasio
keuangan perusahaan kelompok FD dan NFD.
Dasar pengambilan keputusan :
Jika Asymp.Sig (2-Tailed) > 0,05 maka Ho tidak dapat ditolak
Jika Asymp.Sig (2-Tailed) < 0,05 maka Ho ditolak dan menerima
H1.
5. Analisis regresi Logistik
a. Defenisi Regresi Logistik
Menurut Stanislaus S Uyanto (2006: 225) Analisis
Regresi Logistik digunakan untuk melihat pengaruh sejumlah
variabel independen x1,x2,.........xk terhadap variabel dependen y
yang berupa variabel kategorik (binomial, multinomial, atau
ordinal).
Regresi logistik adalah bentuk khusus dimana variabel
dependennya terbagi menjadi dua bagian atau kelompok
(biner), Walaupun formulanya dapat saja lebih dari dua
kelompok. Regresi logistik adalah regresi yang digunakan
63
untuk mencari persamaan regresi jika variabel dependennya
merupakan variabel yang berbentuk skala nominal. Regresi
logistik binary digunakan untuk menemukan persamaan regresi
dimana variabel dependennya bertipe kategorial dua pilihan
seperti ya atau tidak, sukses atau gagal.
b. Nilai Odd Ratio
Probabilitas kadang-kadang dinyatakan dalam istilah odds
model log dari odds merupakan fungsi linear dari variabel
bebas dan ekuivalen dengan persamaan multiple regression
dengan log dari odds sebagai variabel terikat. Hubungan antara
probabilitas (P) dan variabel bebas (X) adalah non-linear,
sedangkan hubungan antara log dari odds dan variabel bebas
(X) adalah linear. Dengan demikian interpretasi terhadap
koefisien variabel bebas (X) harus dilihat pengaruhnya
terhadap log dari odds dan bukan terhadap probabilitas (P)
(Ghozali, 2011: 336).
Bentuk dari odd rasio mempunyai interpretasi untuk βi yaitu
odd rasio bertambah besar dengan kelipatan exp βi untuk
setiap pertambahan suatu unit Xi (Stanislaus, 2006: 227).
Menurut Trihendradi, (2007: 64) Kita dapat merubah odds
menjadi probabilitas atau sebaliknya, perhitungan nilai odds
dengan log natural. Secara umum hubungan probabilitas dan
odds digambarkan sebagai berikut:
64
Dimana :
πi : kemungkinan probabilitas kejadian pada i
Oddsi : nilai kecenderungan suatu kejadian pada case i.
Nilai Odds diasumsikan berhubungan linear dengan
variabel prediktor (variabel independen) :
Dimana :
Xij = Variabel prediktor j dengan case i
bj = Koefisien variabel prediktor j
P = jumlah variabel prediktor
Jadi probabilitas adalah :
πi = 1
1 + e
(b0+b1Xi 1+b2Xi2+.........+bpXip)
Analisis regresi logistik biner digunakan untuk melihat
pengaruh sejumlah variabel independen x1, x2,.............xk terhadap
variabel dependen Y dengan berupa variabel kategori atau juga
untuk memprediksi nilai suatu variabel dependen Y yang
berupa variabel kategori berdasarkan nilai variabel independen
x1,x2,......xk, (Stanislaus, 2006: 225).
𝜋𝑖 = eoddsi
1 + eoddsi=
1
1 + e−oddsi
Oddsi = b0+b1Xi1 + b2Xi2+.......+bpXip
65
Logit (x) NFD
1- FD = β0+β1STA+β2NIS+β3NITA+β4TLTA+β5CACL
di mana:
β0 = konstanta
β1-5 = koefisien
NFD = Probabilitas bahwa faktor / covariance ke- NFD punya
Respon = 1 (NFD) dari respon regresi logistik biner
Yang mempunyai nilai 1 (NFD) dan 0 (1-NFD = FD).
X1 = Prediktor ke-1, STA (Sales / Total Assets)
X2 = Prediktor ke-2, NIS (Net Income / Sales)
X3 = Prediktor ke-3, NITA (Net Income / Total Assets)
X4 = Prediktor ke-4, TLTA (Total Liabilities / Total Assets)
X5 = Prediktor ke-5, CACL (Current Assets / Current
Liabilities).
c. Nilai-2 Log likelihood Ratio
Penelitian keseluruhan model menggunakan nilai -2 log
likelihood untuk melihat model yang lebih baik dalam
memprediksi kemungkinan terjadinya financial distress pada
perusahaan. -2 log likelihood ditransformasikan menjadi -2 log
L dimana output spss memberikan dua nilai yaitu pertama
untuk model yang hanya memasukkan konstanta dan -2 log L
yang kedua untuk model konstanta dan variabel bebas, jika
terjadi penurunan dalam nilai -2 log L pada blok kedua jika
66
dibandingkan dengan blok pertama maka dapat disimpulkan
bahwa model kedua regresi lebih baik (Ghozali, 2011: 340).
d. Uji Chi Square Hosmer and Lemeshow
Uji Chi-square Hosmer and Lemeshow mengukur
apakah probabilitas yang diprediksi sesuai dengan probabilitas
yang diobservasi. Jika Chi-square tidak signifikan maka
probabilitas yang diprediksi sesuai dengan probabilitas yang
diobservasi. Dan jika sebaliknya signifikan maka probabilitas
yang diprediksi tidak sesuai dengan probabilitas yang
diobservasi. Pengujian ini digunakan untuk menguji hipotesis:
Ho : Tidak terdapat perbedaan antara klasifikasi yang
diprediksi dengan klasifikasi yang diamati.
H1 : Terdapat perbedaan antara klasifikasi yang diprediksi
dengan klasifikasi yang diamati.
Dilihat dari atas jika nilai Sig > α 0,05 berarti
keputusan yang diambil adalah menerima Ho yang berarti tidak
ada perbedaan antara klasifikasi yang diprediksi dengan
klasifikasi yang diamati. Artinya probabilitas yang diprediksi
sesuai dengan probabilitas yang diobservasi (Wijarjono, 2010 :
146).
67
e. Koefisien Cox and Snell R Square dan Nagelkerke R
Square
Koefisien Cox dan Snell R Square merupakan ukuran
yang mencoba meniru ukuran R2 pada multiple regression yang
didasarkan pada teknik estimasi likelihood. Nilai Nagelkerke’s
R2 dapat diinterpretasikan seperti nilai R
2 multiple regression.
Berdasarkan nilai Nagelkerke’s R2 dapat diketahui seberapa
jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel
independen.
Nilai koefisien Nagelkerke’s R Square tapi cenderung lebih
kecil dibandingkan dengan nilai koefisien determinan R2 pada
regresi linear berganda (Stanislaus, 2006: 236).
f. Ketepatan Prediksi Klasifikasi
Tabel klasifikasi yang terdapat pada hasil SPSS pada
model regresi logistik untuk menghitung nilai estimasi yang
benar dan yang salah. Pada kolom merupakan 2 nilai prediksi
dari variabel dependen yaitu financial distress (1) dan Non
financial distress (0), sedangkan pada baris menunjukkan nilai
observasi sesungguhnya yang sesuai dengan data aktual. Pada
model yang sempurna, maka semua kasus akan berada pada
diagonal dengan tingkat ketepatan peramalan 100% (Ghozali,
2011 : 342).
68
Jika model logistik mempunyai asumsi homoskedastisitas maka
semua kasus akan berada di daerah diagonal dengan ketepatan
nilai 100% tetapi model logistik tidak mempunyai asumsi
homoskedastisitas (Stanislaus. 2006 : 234).
g. Uji Wald Statistics
Uji Wald pada tabel Variables in the equation digunakan
untuk menguji apakah masing-masing koefisien regresi logistik
signifikan. Uji Wald sama dengan kuadrat dari rasio koefisien
regresi logistik. B dan Standard eror dengan tingkat
signifikansi α < 0,05 Stanislaus, 2006 : 235 .
Untuk uji masing-masing variabel sebagai berikut:
Ho : Tidak terdapat perbedaan signifikan pada rasio
keuangan perusahaan FD dan NFD.
Ha : Terdapat perbedaan signifikan pada rasio
keuangan perusahaan FD dan NFD.
Dasar Pengambilan Keputusan:
Jika Symp.sig α > 0,05 maka Ho diterima
Jika Symp.sig α < 0,05 maka Ho ditolak.
E. Defenisi Operasional Variabel-variabel Penelitian
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :
1. Variabel dependen
Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kondisi financial distress perusahaan yang merupakan variabel
69
kategori 1 dan untuk perusahaan non financial distress (sehat) 0.
Untuk perusahaan yang mengalami financial distress yaitu mengalami
laba bersih negatif 2 tahun berturut-turut, dan untuk perusahaan yang
mengalami non financial distress yaitu memiliki laba bersih selama 2
periode berturut-turut.
2. Variabel Independen
Variabel independen yang digunakan yaitu rasio keuangan
yang berasal dari neraca, laporan laba rugi yaitu: rasio likuiditas,
profit margin, efisiensi, profitabilitas dan financial leverage.
Adapun operasional dan pengukuran variabel penelitian yang
digunakan yaitu:
1. Rasio Likuiditas
Current Assets / Current Liabilities (CACL), rasio ini yang
menunjukkan hubungan antara kas dan aktiva lancar lainnya
dari sebuah perusahaan dengan kewajiban lancarnya.
Perbandingan antara aktiva lancar dengan hutang lancar atau
biasa dikenal dengan istilah current ratio. (Brigham &
Houston, 2009 : 95).
2. Rasio Solvabilitas (Financial Leverage)
Total Liabilities / Total Assets (TLTA), rasio ini menunjukkan
berapa banyak hutang yang digunakan untuk membiayai aset-
CACL = Current Assets
Current Liabilities
70
aset perusahaan. Rasio ini membandingkan antara total
kewajiban dengan total aktiva. (Keown & Martin dkk, 2004 :
80).
3. Efisiensi
Sales / Total Assets (STA), rasio ini menunjukkan seberapa
efisien perusahaan menggunakan aktivanya untuk
menghasilkan penjualan. Dirumuskan dengan penjualan
perusahaan dengan total aktivanya. (Keown, Martin dkk, 2004 :
78).
4. Rasio Profitabilitas
a. Net Income / Total Assets (NITA), rasio ini menunjukkan
keefektifan manajemen dalam menghasilkan laba dari total
aktivanya. Rasio ini disebut juga return on assets. (Brigham
& Houston, 2009 : 109).
TLTA = Total Liabilities
Total Assets
STA = Sales
Total Assets
NITA = Net Income Total Assets
71
b. Profit margin
Net Income / Sales (NIS), rasio ini mengukur jumlah laba
bersih per nilai penjualan, dihitung dengan membagi laba
bersih dengan penjualan (Brigham & Houston, 2009 : 107).
NIS = Net Income
Sales
72
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
Penelitian ini menggunakan populasi perusahaan sektor pertambangan
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2011-2015. Sedangkan
sampel dalam penelitian ini mengambil 16 sampel perusahaan sektor
pertambangan yang terdiri dari sub sektor batubara, logam dan mineral,
minyak dan gas bumi dan batu-batuan dengan metode purposive sampling
yang menggunakan kriteria yaitu perusahaan sektor pertambangan yang
financial distress (mengalami laba bersih negatif dua tahun berturut-turut)
dan perusahaan non financial distress (tidak mengalami laba bersih negatif
dua tahun berturut-turut). Sampel juga harus menyajikan data-data yang
dibutuhkan dalam penelitian seperti adanya laba bersih, total aset,
penjualan, aset lancar, kewajiban lancar, dan total kewajiban.
B. Sektor Pertambangan
Penelitian ini dilakukan pada perusahaan sektor pertambangan
yang laporan keuangannya dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Laporan keuangan yang digunakan sebagai objek penelitian berasal dari
neraca dan laporan laba rugi.
73
Tabel 4.1 Perusahaan Sektor Pertambangan di Indonesia
No Kode Nama Perusahaan Sub Sektor
1 ANTM PT. Aneka Tambang Tbk Logam dan mineral
2 BYAN PT. Bayan Resources Tbk Batubara
3 DEWA PT. Darma Henwa Tbk Batubara
4 DOID PT. Delta Dunia Makmur Tbk Batubara
5 ELSA PT. Elnusa Tbk Minyak dan Gas
Bumi
6 ADRO PT. Adaro Energy Tbk Batubara
7 HRUM PT. Harum Energy Tbk Batubara
8 GEMS PT. Golden Energy Mines Tbk Batubara
9 ITMG PT. Indo TambangRaya Megah
Tbk
Batubara
10 MITI PT. Mitra Investindo Tbk Batu Batuan
11 ARII PT. Atlas Resources Tbk Batubara
12 PTRO PT. Petrosea Tbk Batubara
13 KKGI PT. Resources Alam Indonesia
Tbk
Batubara
14 PTBA PT. Tambang Batubara Bukit
Asam Tbk
Batubara
15 TOBA PT. Toba Bara Sejahtra Tbk Batubara
16 CTHH PT. Citatah Tbk Minyak dan Gas
Bumi
Sumber : www.idx.co.id
74
Pertambangan merupakan pilar penting pembangunan di
Indonesia. Sektor ini telah lama menjadi sektor utama penyumbang
pemasukan kas negara. Namun, mulai tahun 2011 hingga saat ini
sektor ini sedang mengalami tren penurunan. Harga komoditi
barang tambang mineral dan batubara mengalami pemorosotan dan
belum menunjukkan tanda-tanda kenaikan. Indonesia sebagai
negara yang kaya akan komoditi tambangnya pun merasakan
pengaruhnya. Mirisnya, indonesia tidak dapat menentukan harga
komoditi-komoditi tambangnya sendiri. Harga semua komoditi
tersebut ditentukan oleh pasar sehingga harga komoditi sangat
rentan terhadap dinamika permintaan dan penawaran dunia.
C. Pengolahan Data dan Analisis Deskriftif
Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan fasilitas
elektonik dengan menggunakan microsoft excel, windows dan bantuan
program IBM Statistical Package for Social Sciences (SPSS). untuk
memudahkan perolehan data sehingga dapat menjelaskan variabel-variabel
yang diteliti. Langkah pertama dalam penelitian ini adalah melakukan
penentuan sampel dengan metode purposive sampling atau penentuan
sampel dengan pertimbangan tertentu pada perusahaan pertambangan
2014-2015 berdasarkan kriteria yang telah ditentukan dalam penelitian ini
sebagai pedoman penentuan financial distress.
Tabel deskriptif menjelaskan variabel-variabel independen X yaitu,
X1 (Sales/total Assets), X2 (Net Income/Sales), X3 (Net Income/Total
75
Assets), X4 (Total Liabilities/Total Assets), X5 (Current Assets/Current
Liabilities). Untuk perusahaan- perusahaan yang mengalami financial
distress (tidak sehat) dan perusahaan non financial distress (sehat).
Variabel dependen Y : financial distress dengan kondisi 1 untuk
perusahaan tidak sehat (FD) dengan indikasi mengalami laba bersih
negatif selama 2 tahun berturut- turut pada tahun 2014-2015 sedangkan
perusahaan yang sehat dengan indikasi 0 serta mengalami kenaikan laba
bersih selama 2 tahun berturut- turut pada tahun 2014-2015, adapun data
yang diolah yaitu tahun 2011-2013.
1. Kriteria Penentuan Kondisi Perusahaan
Pedoman penentuan kondisi financial distress dan non
financial distress pada perusahaan sektor pertambangan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada penelitian ini adalah
memiliki laba bersih negatif selama 2 tahun berturut-turut untuk
perusahaan kondisi 1 dan perusahaan yang mengalami kenaikan
laba bersih positif selama 2 tahun berturut-turut untuk kondisi
perusahaan 0 pada periode 2014-2015.
Berdasarkan metode purposive sampling maka 6 perusahaan
dikatakan mengalami financial distress (tidak sehat) dan sebanyak
10 perusahaan dikatakan non financial distress (sehat) berdasarkan
kriteria yang telah ditentukan. Tabel di bawah ini akan menyajikan
perusahaan sampel sehat dan tidak sehat.
76
2. Rasio Aktivitas
a. Sales to total assets (STA)
Rasio ini merupakan rasio yang mengukur aktifitas aktiva.
Kemampuan perusahaan dalam menghasilkan penjualan melalui
aktiva dan mengukur seberapa efisien aktiva tersebut telah
dimanfaatkan untuk memperoleh penghasilan. Semakin tinggi
perrputaran total aktiva, maka semakin efektif total aktiva dalam
menghasilkan penjualan. Semakin besar rasio ini berarti
menunjukkan kondisi perusahaan yang semakin baik. Rasio ini
memiliki hubungan negatif terhadap kemungkinan kondisi
financial distress suatu perusahaan. Semakin kecil rasio ini maka
semakin besar kemungkinan perusahaan yang diprediksi
mengalami financial distress akan benar-benar mengalami kondisi
tersebut. Disebut juga rasio aktivitas yang dipakai adalah total asset
turn-over rasio yaitu rasio yang mengukur efesiensi penggunaan
aktiva untuk menghasilkan penjualan (Rodoni dan Ali, 2010:180).
Berikut merupakan tabel hasil perhitungan Sales to Total Assets:
77
Tabel 4.2
Data Perusahaan yang Mengalami Financial distress (FD) dan non
Financial distress (NFD) pada perhitungan Sales to Total Assets
No Kode STA
rata-rata Kondisi 2011 2012 2013
1 ANTM 0.681 0.530 0.517 0.576 NFD
2 BYAN 0.946 0.745 0.732 0.808 NFD
3 DEWA 0.698 0.762 0.877 0.779 FD
4 DOID 71.788 0.727 0.642 0.342 FD
5 ELSA 1.074 1.112 1.941 1.376 FD
6 ADRO 0.696 0.556 0.488 0.580 NFD
7 GEMS 0.862 1.151 1.101 1.238 NFD
8 HRUM 1.637 1.937 1.742 1.772 NFD
9 ITMG 1.509 1.636 1.565 1.570 NFD
10 MITI 1.182 1.015 0.892 1.030 NFD
11 ARII 0.347 0.325 0.363 0.345 FD
12 KKGI 2.255 2.070 1.824 2.050 NFD
13 PTRO 0.699 0.728 1.707 1.845 NFD
14 PTBA 0.920 0.911 0.960 0.990 NFD
15 TOBA 2.212 1.517 1.854 1.694 FD
16 CTHH 0.680 0.619 0.921 0.740 FD
RATA-RATA 5.512 1.021 1.102
MIN 0.347 0.325 0.363
MAX 71.788 2.070 1.941
Sumber : data diolah
78
Grafik 4.2
Sales to Total Assets
Sumber : data diolah
Berdasarkan perhitungan Sales to total assets (STA) masing-
masing perusahaan pada tabel 4.2 dan grafik 4.2 rata- rata tertinggi terjadi
pada tahun 2011 dengan nilai 5.512 kali penjualan dan terendah yaitu pada
tahun 2012 dengan nilai 1.021 kali penjualan. Artinya rata-rata penjualan
total aktiva yang sangat efisien terjadi pada tahun 2011.
Pada tahun 2011 STA tertinggi dicapai oleh PT. Delta Dunia
Makmur Tbk yaitu sebesar 71.788 kali di atas rata-rata STA pada tahun
2011 sebesar 5.512 kali dan terendah dimiliki oleh PT. Atlas Resources
Tbk sebesar 0.347 kali di bawah rata-rata STA pada tahun 2011. Ini
menunjukkan bahwa penggunaan aktiva yang paling tidak efisien dalam
investasi bagi PT. Atlas Resources Tbk pada tahun 2011.
Pada tahun 2012 STA tertinggi dicapai oleh PT. Resources Alam
Indonesia Tbk yaitu sebesar 2.070 kali di atas rata-rata STA pada tahun
2012 yaitu 1.021 kali dan terendah dimiliki oleh PT. Atlas Resources Tbk
yaitu sebesar 0.325 kali di bawah rata-rata STA tahun 2012. Ini
79
menunjukkan bahwa penggunaan aktiva yang paling tidak efisien dalam
investasi bagi PT. Atlas resources Tbk pada tahun 2012.
Pada tahun 2013 STA tertinggi dicapai oleh PT. Elnusa Tbk
dengan nilai 1.941 kali di atas rata-rata STA pada tahun 2013 sebesar
1.102 kali, ini menunjukkan bahwa PT. Elnusa Tbk sangat efisien dalam
investasinya sebagai perusahaan yang tidak mengalami financial distress
dalam 3 tahun terakhir.
Sedangkan pada PT. Atlas Resources Tbk pada tahun 2011- 2013
menunjukkan bahwa dalam dua tahun terakhir tidak bisa mengendalikan
penggunaan aktiva secara efisien.
3. Rasio Profitabilitas
a. Net Income to Sales (NIS)
NIS adalah rasio laba bersih atas penjualan dihitung dengan
cara laba bersih dibagi dengan total penjualan bersih perusahaan,
semakin besar rasio ini maka semakin besar perusahaan
menghasilkan laba dari penjualan untuk dapat menutupi biaya-
biaya dan memperoleh laba yang layak. Berikut ini adalah tabel
perusahaan financial disress (FD) dan Non financial distress
(NFD) pada perhitungan Net Income to Sales:
80
Tabel 4.3
Data Perusahaan yang Mengalami Financial distress (FD) dan non
Financial distress (NFD) pada perhitungan Net Income to Sales
Sumber : data diolah
No Kode NIS
rata-rata Kondisi 2011 2012 2013
1 ANTM 0.248 0.373 -0.012 0.203 NFD
2 BYAN 0.001 -0.010 0.018 -0.039 NFD
3 DEWA 0.085 -0.122 -0.233 -0.090 FD
4 DOID 0.004 -0.021 -0.081 -0.052 FD
5 ELSA -0.006 0.028 0.059 0.027 FD
6 ADRO 0.143 0.103 0.070 0.105 NFD
7 GEMS 0.105 0.045 0.038 0.063 NFD
8 HRUM 0.241 0.155 0.059 0.152 NFD
9 ITMG 0.306 0.242 0.147 0.232 NFD
10 MITI 0.246 0.146 0.157 0.183 NFD
11 ARII 0.034 0.148 -0.093 0.030 FD
12 KKGI 0.207 0.110 0.089 0.135 NFD
13 PTRO 0.200 0.127 0.048 0.125 NFD
14 PTBA 0.292 0.251 0.165 0.236 NFD
15 TOBA 0.231 0.030 0.082 0.014 FD
16 CTHH 0.006 0.017 0.022 0.008 FD
RATA-RATA 0.146 0.101 0.031
MIN -0.006 -0.122 -0.233
MAX 0.306 0.373 0.165
81
Grafik 4.3
Net Income to Sales
Sumber : data diolah
Berdasarkan hasil perhitungan Net Income to Sales (NIS) masing-
masing perusahaan financial distress (FD) dan non financial distress
(NFD) pada tabel 4.3 dan grafik 4.3 rata-rata tertinggi NIS terjadi pada
tahun 2011 yaitu sebesar 0.146 dan yang terendah pada tahun 2013
sebesar 0.031.
Pada tahun 2011, NIS tertinggi dimiliki oleh PT. Indo TambangRaya
Megah Tbk sebesar 0.306 dan terendah dimiliki oleh PT. Elnusa Tbk yaitu
sebesar -0.006. Pada tahun 2012, NIS tertinggi dimiliki oleh PT Aneka
Tambang Tbk yaitu sebesar 0.373 dan terendah dimiliki oleh PT Tbk
Darma Henwa dengan nilai -0.122. Pada tahun 2013, NIS tertinggi
dimiliki oleh PT. Tambang Batubara Bukit Asam Tbk dengan nilai 0.165
dan terendah dimiliki kembali oleh PT. Darma Henwa Tbk sebesar -0.223.
Ini menunjukkan bahwa PT. Darma Henwa Tbk memiliki hasil penjualan
negatif selama 2 tahun berturut-turut berarti perusahaan tidak mampu
82
menutupi biaya-biaya operasi perusahaan dan semakin besar menunjukkan
untuk mengalami financial distress.
Berdasarkan hasil tersebut perusahaan yang mengalami financial
distress dengan nilai NIS yang rendah atau di bawah rata-rata hendaknya
harus lebih memperhatikan tingkat penjualan dan laba yang didapat pada
perusahaan untuk dapat mempertahankan umur perusahaan. Selanjutnya,
perusahaan yang mengalami financial distress dengan nilai NIS yang
tinggi atau di atas rata-rata diprediksi dapat memperbaiki perusahaannya
agar terhindar dari kesulitan keuangan yang berkepanjangan ataupun
kebangkrutan dan kemungkinan besar untuk bertahan. Selain itu,
perusahaan yang memiliki kondisi non financial distress dan bernilai
tinggi atau di atas rata-rata yang menghasilkan laba cukup layak sehingga
dapat menutupi segala biaya-biaya pengeluaran perusahaan. Jadi, semakin
tinggi NIS maka semakin baik kondisi dalam menghasilkan laba
perusahaan dan semakin kecil rasio NIS semakin besar kemungkinan
perusahaann mendekati kondisi financial distress.
b. Net Income to Total Assets (NITA)
NITA adalah laba bersih dibagi total aktiva, rasio ini
mengukur efektivitas penggunaan sumber daya yang ada pada
perusahaan atas laba yang dihasilkan dari penggunaan aktiva
tersebut berikut ini hasil perhitungan NITA :
83
Tabel 4.4
Data Perusahaan yang Mengalami Financial distress (FD) dan non
Financial distress (NFD) pada perhitungan Net Income to Total assets
No Kode NITA
rata-rata Kondisi 2011 2012 2013
1 ANTM 0.169 0.198 -0.006 0.120 NFD
2 BYAN 0.001 -0.007 -0.035 -0.084 NFD
3 DEWA 0.059 -0.093 -0.141 -0.058 FD
4 DOID 0.260 -0.015 0.326 0.073 FD
5 ELSA -0.007 0.032 0.056 0.027 FD
6 ADRO 0.099 0.057 0.034 0.063 NFD
7 GEMS 0.091 0.052 0.042 0.062 NFD
8 HRUM 0.395 0.300 0.103 0.266 NFD
9 ITMG 0.462 0.396 0.231 0.363 NFD
10 MITI 0.290 0.149 0.140 0.193 NFD
11 ARII 0.012 -0.037 -0.034 -0.020 FD
12 KKGI 0.466 0.227 0.163 0.285 NFD
13 PTRO 0.140 0.093 0.034 0.089 NFD
14 PTBA 0.268 0.229 0.159 0.219 NFD
15 TOBA 0.512 0.046 0.411 0.223 FD
16 CTHH 0.004 0.011 0.007 0.005 FD
RATA-RATA 0.201 0.102 0.052
MIN -0.007 -0.093 -0.141
MAX 0.512 0.396 0.231
Sumber: data diolah
84
Grafik 4.4
Net Income to Total Assets
Sumber : data diolah
Berdasarkan perhitungan Net Income to Total Assets (NITA) pada
tabel 4.4 dan grafik 4.4 rata-rata NITA tertinggi pada tahun 2011 sebesar
0.201 dan NITA terendah terjadi pada tahun 2013 dengan nilai 0.052.
Pada tahun 2011 NITA tertinggi dicapai oleh PT. Toba Bara
Sejahtra Tbk sebesar 0.512 dan terendah dimiliki oleh PT. Elnusa Tbk
sebesar -0.007. Pada tahun 2012 NITA tertinggi dimiliki oleh PT . Indo
Tambangraya Megah Tbk sebesar 0.396 dan terendah dimiliki oleh PT.
Darma Henwa Tbk sebesar -0.093. Dan tahun 2013 NITA tertinggi dicapai
kembali oleh PT. Indo Tambangraya Megah Tbk sebesar 0.231 dan
terendah kembali dimiliki oleh PT. Darma Henwa Tbk sebesar -0.141.
Berdasarkan hasil tersebut dapat dilihat bahwa PT. Indo
TambangRaya Megah Tbk memiliki nilai NITA tertinggi pada tahun 2012
dan 2013 kemungkinan perusahaan diprediksi tidak akan mengalami
financial distress selama perusahaan tersebut dapat mengendalikan
85
penggunaan aktivanya untuk memperoleh laba, begitu pula dengan
perusahaan non financial distress (NFD) yang memiliki nilai NITA yang
tinggi atau di atas rata-rata. Sedangkan perusahaan financial distress (FD)
yang menghasilkan NITA yang rendah kemungkinan diprediksi akan
mengalami financial distress yang cukup serius. Namun, untuk perusahaan
yang menghasilkan NITA yang tinggi atau di atas rata-rata dapat lebih
memperhatikan manajemen perusahaannya agar dapat terhindar dari
financial distress perusahaan.
4. Rasio Solvabilitas (Financial Leverage)
a. Total Liablities to Total Assets (TLTA)
Merupakan total kewajiban dibagi total aktiva, rasio ini disebut juga
sebagai debt to ratio digunakan untuk melihat sejauh mana aktiva
perusahaan telah dibiayai oleh penggunaan hutang, berikut ini tabel hasil
perhitungan TLTA :
86
Tabel 4.5
Data Perusahaan yang Mengalami Financial distress (FD) dan non
Financial distress (NFD) pada perhitungan Total Liabilities to Total
Assets
No Kode TLTA
rata-rata Kondisi 2011 2012 2013
1 ANTM 0.291 0.349 0.415 0.552 NFD
2 BYAN 0.549 0.606 0.313 0.623 NFD
3 DEWA 0.227 0.378 0.393 0.333 FD
4 DOID 100.541 0.923 0.937 0.134 FD
5 ELSA 0.566 0.524 0.777 0.522 FD
6 ADRO 1.018 0.481 0.526 0.675 NFD
7 GEMS 0.145 0.120 0.262 0.376 NFD
8 HRUM 1.000 0.403 0.178 0.527 NFD
9 ITMG 0.315 0.328 0.308 0.317 NFD
10 MITI 0.468 0.362 0.289 0.373 NFD
11 ARII 0.197 0.518 0.579 0.431 FD
12 KKGI 0.328 0.294 0.309 0.310 NFD
13 PTRO 0.702 0.646 0.612 0.653 NFD
14 PTBA 0.290 0.332 0.353 0.385 NFD
15 TOBA 0.738 0.576 0.581 0.432 FD
16 CTHH 0.652 0.699 0.758 0.703 FD
RATA-RATA 6.752 0.471 0.481
MIN 0.145 0.120 0.178
MAX 100.541 0.923 0.937
Sumber : data diolah
87
Tabel 4.5
Total Liabilities to Total Assets
Sumber : data diolah
Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 4.5 dan grafik 4.5
menunjukkan bahwa rata-rata Total Liabilities to Total Assets
(TLTA) tertinggi terjadi pada tahun 2011 yaitu sebesar 6.752 dan
terendah terjadi pada tahun 2012 sebesar 0.471. Hal ini menunjukkan
bahwa rata-rata perusahaan sektor pertambangan pada tahun 2011
banyak mendanai aktivanya dengan hutang.
Pada tahun 2011 TLTA tertinggi dimiliki oleh PT. Delta Dunia
Makmur Tbk dengan nilai 100.541 dan terendah dimiliki oleh PT.
Golden Energy Mines Tbk dengan nilai 0.145. Pada tahun 2012
TLTA tertinggi dimiliki oleh PT. Delta Dunia Makmur Tbk dengan
nilai 0.923 dan terendah dimiliki oleh PT. Golden Energy Mines Tbk
sebesar 0.120. Dan pada tahun 2013 TLTA tertinggi kembali dicapai
88
oleh PT. Delta Dunia Makmur Tbk sebesar 0.937 dan terendah
dimiliki oleh PT. Harum Energi Tbk sebesar 0.178.
Berdasarkan hasil tersebut perusahaan yang memiliki nilai
TLTA yang tinggi berarti memiliki utang yang tinggi, pada saat
perusahaan tersebut tidak memiliki aset yang cukup untuk
membiayai utang tersebut dan disaat kondisi tersebut perusahaan
mengalami laba minim maka secara tidak langsung perusahaan
mengalami kesulitan keuangan. sedangkan perusahaan yang
memiliki nilai TLTA rendah merupakan perusahaan yang mendanai
usahanya dengan utang yang sedikit, sehingga mampu
mengembalikan utangnya pada saat jatuh tempo.
5. Rasio Likuiditas
a. Current Assets to Current Liabilities (CACL)
Merupakan total aset dibagi total kewajiban lancar, rasio ini
disebut juga sebagai current ratio digunakan untuk melihat sejauh
mana kewajiban jangka pendek dapat dapat dipenuhi pada saat
jatuh tempo dengan aktiva yang diharapkan akan dikonversi
menjadi uang tunai dalam waktu dekat. Berikut ini adalah tabel
hasil perhitungan CACL :
89
Tabel 4.6
Data Perusahaan yang Mengalami Financial distress (FD) dan non
Financial distress (NFD) pada perhitungan Current Assets / Current
Liabilities
Sumber : data diolah
No Kode CACL
rata-rata Kondisi 2011 2012 2013
1 ANTM 10.760 2.514 1.836 5.037 NFD
2 BYAN 0.660 1.157 0.099 0.972 NFD
3 DEWA 2.015 1.411 1.978 1.568 FD
4 DOID 2.168 1.875 1.907 1.817 FD
5 ELSA 1.246 1.370 1.597 1.404 FD
6 ADRO 1.667 1.572 1.472 1.670 NFD
7 GEMS 5.420 3.547 1.833 3.600 NFD
8 HRUM 2.683 3.132 3.453 3.389 NFD
9 ITMG 2.366 2.217 1.992 2.192 NFD
10 MITI 1.592 2.607 2.206 2.702 NFD
11 ARII 0.169 0.393 0.291 0.274 FD
12 KKGI 2.83 1.948 1.735 2.171 NFD
13 PTRO 0.935 1.315 1.555 1.968 NFD
14 PTBA 4.632 4.924 2.866 4.141 NFD
15 TOBA 0.902 0.758 0.895 0.852 FD
16 CTHH 1.119 1.129 1.079 1.009 FD
RATA-RATA 2.573 1.992 1.785
MIN 0.169 0.393 0.291
MAX 10.760 4.924 3.453
90
Tabel 4.6
Current Assets / Current Liabilities
Sumber : data diolah
Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 4.6 dan grafik 4.6
menunjukkan rata-rata tingkat Current Assets / Current Liabilities (CACL)
tertinggi terjadi pada tahun 2011 dengan nilai 2.573 dan terendah terjadi
pada tahun 2013 dengan nilai 1.785. ini menunjukkan bahwa rata-rata
rasio likuiditas (CACL) menurun dari tahun 2011-2013 pada perusahaan
pertambangan.
Pada tahun 2011 CACL tertinggi dimiliki oleh PT. Aneka
Tambang Tbk sebesar 10.760 dan terendah dimiliki oleh PT. Atlas
Resources Tbk yaitu sebesar 0,169. Pada tahun 2012 CACL tertinggi
dimiliki oleh PT. Tambang Batubara Bukit Asam Tbk dengan nilai 4.924
dan terendah dimiliki oleh PT. Atlas Resources Tbk yaitu sebesar 0.393.
Dan pada tahun 2013 CACL tertinggi dicapai oleh PT. Harum Energy Tbk
sebesar 3.453 dan terendah dimiliki kembali oleh PT. Atlas Resources Tbk
sebesar 0,291.
91
Dapat dilihat dari tahun 2011 sampai tahun 2013 PT Altas Resources
Tbk memiliki CACL yang rendah itu berarti bahwa PT Atlas Resources
Tbk tidak mampu untuk membayar kewajiban-kewajiban jangka
pendeknya.
Berdasarkan hasil tersebut perusahaan yang memiliki nilai current
assets / current liabilities (CACL) yang tinggi berarti perusahaan mampu
memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya. Sedangkan
perusahaan yang memiliki nilai CACL yang rendah merupakan
perusahaan yang mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajiban jangka
pendeknya.
D. Uji Sample Kolmogorov-Smirnov
Uji One sample kolmogorov-Smirnov dilakukan untuk mengetahui
jenis alat statistik yang akan digunakan untuk melakukan uji beda statistik
parametrik/non parametrik pada penelitian ini. Jika data terdistribusi
dengan normal maka alat uji beda yang digunakan independent sample t-
test dan jika data tidak terdistribusi dengan normal maka alat uji yang
digunakan adalah Mann Whitney.
92
Tabel 4.7
Hasil Pengujian Normalitas Data
Dari hasil pengujian normalitas data pada tabel 4.7 di atas dapat dijelaskan
bahwa:
a. Variabel STA tidak signifikan dengan Asymp. Sig. (2-tailed) =
0,000 < α = 0,05 maka Ho ditolak, variabel STA tidak terdistribusi
dengan normal.
b. Variabel NIS signifikan dengan Asymp. Sig. (2-tailed = 0,332 > α
= 0,05 maka Ho diterima, variabel NIS terdistribusi dengan
normal.
c. Variabel NITA tidak signifikan dengan Asymp. Sig. (2-tailed) =
0,057 < α = 0,05 maka Ho ditolak, variabel NITA tidak
terdistribusi dengan normal.
d. Variabel TLTA tidak signifikan dengan Asymp. Sig. (2-tailed) =
0,000 < α = 0,05 maka Ho ditolak, variabel TLTA tidak
terdistribusi dengan normal.
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Sta Nis nita tlta cacl
N 48 48 48 47 48
Normal Parametersa,b
Mean 2,5515 ,0925 ,1231 2,6033 2,0693
Std. Deviation 10,22005 ,11983 ,15848 14,58306 1,71412
Most Extreme Differences
Absolute ,491 ,089 ,178 ,522 ,195
Positive ,491 ,089 ,178 ,522 ,195
Negative -,414 -,088 -,115 -,432 -,125
Kolmogorov-Smirnov Z 3,400 ,619 1,232 3,579 1,350
Asymp. Sig. (2-tailed) ,000 ,332 ,057 ,000 ,000
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
93
e. Variabel CACL tidak signifikan dengan Asymp.Sig. (2-tailed) =
0,000 < α = 0,05 maka Ho ditolak, variabel CACL tidak
terdistribusi dengan normal.
Dari hasil pengujian normalitas data diketahui bahwa
variabel STA, NITA, TLTA, CACL tidak terdistribusi dengan
normal sedangkan variabel NIS terdistribusi dengan normal.
Selanjutnya uji beda Mann Whitney digunakan pada variabel-
variabel yang tidak terdistribusi normal sedangkan uji beda
Independent T-test akan digunakan pada variabel yang terdistribusi
normal. Uji Kolmogorov-Smirnov sangat membantu peneliti untuk
mengetahui apakah sampel yang dipilih berasal dari data yang
terdistribusi secara normal atau data yang tidak terdistribusi secara
normal. Almilia dan Herdiningtyas (2005) jika data tidak normal
dilakukan uji beda nonparametrik dengan menggunakan Mann
Whitney sebaliknya jika data normal digunakan Independent T-test.
E. Uji Independent T-test
Uji Independent t-test dilakukan pada variabel-variabel rasio
keuangan yang terdistribusi normal berdasarkan hasil One sample
Kolmogorov-Smirnov.
94
Tabel 4.8
Hasil Statistik Deskriftif
Variabel NIS
Pada output tabel group Statistik terlihat bahwa rata-rata rasio NIS
pada perusahaan kondisi FD adalah 0,0192 kali sedangkan untuk
kelompok perusahaan yang sehat (NFD) adalah 0,1278 kali. Secara
absolute jelas bahwa rata-rata NIS antara perusahaan kondisi FD dan NFD
berbeda. Untuk melihat apakah perbedaan ini nyata secara statistik dan
akan dijelaskan pada tabel 4.9
Tabel 4.9
Hasil Uji Beda Independent T-test
Independent Samples Test
Levene's
Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence
Interval of the
Difference
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference Lower Upper
NIS Equa variances
assumed
.640 .027 -3.198 46 .003 -.10856 .03394 -.17688 -.04024
Equal variances
not assumed
-3.186 26.915 .004 -.10856 .03407 -.17848 -.03863
Group Statistics
KONDISI N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
NIS FD 15 ,0192 ,10976 ,02834
NFD 33 ,1278 ,10866 ,01892
95
Pada tabel 4.9 terlihat dari hasil Levene’s Test didapat P-value =
0,027 < α = 0.05 maka Ho dapat ditolak dengan kata lain asumsi kedua
varians sama besar (equal varians assumed) tidak terpenuhi, sehingga
menggunakan asumsi variance tidak sama (equal varians not assumed).
Dari hasil t-test dapat dijelaskan t = -3.186 > t tabel 2.012 = (didapat
nilai t tabel dari distribusi T uji dua sisi = 46 (48-2) dan asumsi varians
tidak sama p-value (2-tailed = 0,004 > α 0,05 sehingga dapat disimpulkan
bahwa rata-rata rasio keuangan NIS perusahaan FD tidak berbeda dengan
rata-rata rasio keuangan NIS perusahaan NFD.
Dari hasil Levene’s test dan T-test menunjukkan bahwa hasil
Levene’s test asumsi kedua varians sama besar equal varians assumed)
tidak terpenuhi, sehingga menggunakan asumsi varians tidak sama (equal
varians not assumed) sedangkan hasil T-test menunjukkan tidak terdapat
perbedaan rata-rata keuangan NIS perusahaan FD dan NFD.
F. Uji Mann Whitney
Uji ini dilakukan pada variabel-variabel rasio keuangan yang tidak
terdistribusi dengan normal berdasarkan hasil uji One Sample kolmogorov-
Smirnov.
96
Tabel 4.10
Hasil Uji beda Mann Whitney
Test Statisticsa
STA NITA TLTA CACL
Mann-Whitney U 209.000 128.500 175.000 76.000
Wilcoxon W 329.000 248.500 736.000 196.000
Z -.856 -2.647 -1.613 -3.815
Asymp. Sig. (2-tailed) .000 .008 .011 .000
a. Grouping Variable: FD
Tabel 4.10 menunjukkan bahwa variabel- variabel rasio keuangan
yang tidak terdistribusi normal berbeda antara perusahaan yang mengalami
FD dan NFD (sehat) dengan penjelasan sebagai berikut:
a. Uji Mann Whitney memberikan nilai Z = -0,856 dengan Asymp
Sig (2-tailed = 0,000 < α = 0,05 menunjukkan terdapat
perbedaan yang sifnifikan antara rasio keuangan STA dengan
perusahaan FD dan perusahaan NFD (sehat).
b. Uji Mann Whitney memberikan nilai Z = -2,647 dengan Asymp
Sig (2-tailed = 0,008 < α = 0,05 menunjukkan terdapat
perbedaan yang sifnifikan antara rasio keuangan NITA dengan
perusahaan FD dan perusahaan NFD (sehat).
c. Uji Mann Whitney memberikan nilai Z = -1,613 dengan Asymp
Sig (2-tailed = 0,011 < α = 0,05 menunjukkan terdapat
perbedaan yang sifnifikan antara rasio keuangan TLTA dengan
perusahaan FD dan perusahaan NFD (sehat).
97
d. Uji Mann Whitney memberikan nilai Z = -3,815 dengan Asymp
Sig (2-tailed = 0,000 < α = 0,05 menunjukkan terdapat
perbedaan yang sifnifikan antara rasio keuangan CACL dengan
perusahaan FD dan perusahaan NFD (sehat).
Hasil dari Mann Whitney menunjukkan Ho ditolak
berarti terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata antara rasio
keuangan STA, NITA, TLTA, dan CACL antara perusahaan
FD dan NFD berarti semakin kecil probabilitas signifikansi
maka semakin besar perbedaan rata-rata rasio STA, NITA,
TLTA, dan CACL perusahaan FD dan NFD.
G. Analisis Regresi Logistik Binary
Menurut Stanislaus S Uyanto (2006: 226) Analisis Regresi
Logistik digunakan untuk melihat pengaruh sejumlah variabel independen
X1,X2,.........Xk terhadap variabel dependen Y yang berupa variabel respon
biner yang hanya mempunyai dua nilai atau juga untuk memprediksi nilai
suatu variabel dependen Y (yang berupa variabel biner) berdasarkan nilai
variabel-variabel dependen X1,X2,.........Xk.
Dalam penelitian ini jumlah data yang diproses sebanyak 48 atau N
48. Untuk melihat kelengkapan data yang diproses dalam penelitian ini
dapat dilihat pada tabel Case Processing Summary.
98
Tabel 4.11
Data yang diproses
Dalam Penelitian ini variabel dependen Y bertipe kategorik
dua pilihan yaitu : perusahaan- perusahaan yang mengalami
financial distress (FD) dikategorikan dengan nilai 1 dan
perusahaan yang non financial distress (NFD) dikategorikan
dengan nilai 0. Keterangan ini dapat dilihat dalam tabel dibawah
ini :
Tabel 4.12
Identifikasi Data
Dependent Variable
Encoding
Case Processing Summary
Unweighted Casesa N Percent
Selected Cases Included in Analysis 48 100,0
Missing Cases 0 ,0
Total 48 100,0
Unselected Cases 0 ,0
Total 48 100,0
a.If weight is in effect, see classification table for the total number of
cases.
Dependent Variable Encoding
Original Value Internal Value
NFD 0
FD 1
99
1. Ketepatan Model Prediksi
Untuk melihat model yang lebih baik untuk memprediksi
kemungkinan terjadinya financial distress pada perusahaan menggunakan
nilai -2 LogLikelihood. Dari hasil perhitungan -2 LogLikelihood pada blok
pertama (block number = 0) terlihat -2 LogLikelihood sebesar 59,624
seperti yang terlihat pada tabel berikut:
Tabel 4.13
Ketepatan Model Dalam Memprediksi FD
(block number = 0)
Kemudian hasil perhitungan nilai -2 LogLikelihood pada blok
kedua (block number = 1) terlihat nilai -2 LogLikelihood sebesar 36,883
terjadi penurunan pada block kedua (block number = 1) yang ditunjukkan
pada tabel 4.14 sebagai berikut:
Iteration Historya,b,c
Iteration
-2 Log
likelihood
Coefficients
Constant
Step 0 1 59,640 -,750
2 59,624 -,788
3 59,624 -,788
a.Constant is included in the model.
b.Initial -2 Log Likelihood: 59,624
c.Estimation terminated at iteration number 3
because parameter estimates changed by less than
,001.
100
Tabel 4.14
Ketepatan Model Dalam Memprediksi FD
(block number = 1)
Penilaian keseluruhan model regresi (overall fit model) menggunakan
nilai -2 Loglikelihood dimana jika terjadi penurunan pada blok kedua
dibandingkan blok pertama maka dapat disimpulkan bahwa model regresi kedua
menjadi lebih baik. Seperti yang ditunjukkan pada tabel 4.13 dan 4.14. pada blok
pertama (blok number = 0) nilai -2 LogLikelihood 59,624 dan pada blok kedua
(blok number = 1) nilai -2 LogLikelihood sebesar 36,883. Dari hasil ini kita dapat
menyimpulkan bahwa model regresi kedua lebih baik untuk memprediksi
kemungkinan financial distress sebuah perusahaan.
Iteration Historya,b,c,d
Iteration
-2 Log
likelihood
Coefficients
Constant sta nis Nita Tlta cacl
Step 1 1 46,329 ,460 -,316 -7,663 2,537 ,200 -,249
2 40,060 1,096 ,138 -9,357 2,604 -,128 -,850
3 37,303 1,855 ,528 -10,470 2,689 -,409 -1,571
4 36,899 2,285 ,643 -11,394 2,853 -,497 -1,941
5 36,883 2,380 ,664 -11,594 2,855 -,518 -2,017
6 36,883 2,386 ,664 -11,602 2,856 -,523 -2,020
7 36,883 2,387 ,663 -11,603 2,857 -,524 -2,020
8 36,883 2,387 ,663 -11,603 2,857 -,524 -2,020
a.Method: Enter
b.Constant is included in the model.
c.Initial -2 Log Likelihood: 59,624
d.Estimation terminated at iteration number 8 because parameter estimates changed by less than ,001.
101
2. Uji Chi Square Hosmer and Lemeshow
Untuk menilai kelayakan model regresi dalam memprediksi
digunakan uji Chi Square Hosmer and Lemeshow. Pengujian ini
digunakan untuk menguji hipotesis:
Ho : Tidak terdapat perbedaan antara klasifikasi yang
diprediksikan dengan klasifikasi yang diamati.
H1 : Terdapat perbedaan antara klasifikasi yang
diprediksikan dengan klasifikasi yang diamaati.
Tabel 4.15
Hasil Identifikasi Prediksi Klasifikasi
Hasil pengujian pada tabel 4.15 menunjukkan bahwa Chi Square
sebesar 6,113 dengan nilai Sig. Sebesar 0,635. Dari hasil tersebut
terlihat bahwa nilai sig. > α 0,05 sig. diatas 0,05) berarti keputusan
yang diambil adalah menerima Ho : tidak terdapat perbedaan antara
klasifikasi yang diprediksi dengan klasifikasi yang diamati. Maka
model regresi ini bisa digunakan untuk analisis selanjutnya.
3. Koefisien Cox & Snell R Square dan Nagelkerke R Square
Koefisien Cox & Snell R Square pada tabel model summary dapat
diinterpretasikan sama seperti koefisien determinan R2 pada regresi linier
berganda, tetapi karena nilai maksimum Cox & Snell R Square biasanya
lebih kecil dari satu, seperti yang ditunjukkan oleh tabel 4.16 nilai Cox &
Hosmer and Lemeshow Test
Step Chi-square df Sig.
1 6,113 8 ,635
102
Snell R Square adalah 0,377 lebih kecil dari satu, maka menjadi sukar
untuk diinterpretasikan seperti R2
jarang digunakan.
Tabel 4.16
Koefisien Cox & Snell R Square dan Nagelkerke R Square
Model Summary
Step
-2 Log
likelihood
Cox & Snell R
Square
Nagelkerke R
Square
1 36,883a ,377 ,531
a. Estimation terminated at iteration number 8 because
parameter estimates changed by less than ,001.
Koefisien Nagelkerke R Square pada tabel model summary
merupakan modifikasi dari koefisien Cox & Snell R Square untuk
memastikan bahwa nilainya bervariasi dari 0 sampai 1, sama seperti
koefisien determinan R2 pada regresi linier berganda. Dilihat dari
tabel 4.16 nilai koefisien Nagelkerke R Square sebesar 0,531 yang
menjelaskan bahwa model regresi kemampuan rasio keuangan dalam
menjelaskan financial distress (FD) atau kondisi perusahaan non
financial distress (NFD) sebesar 53,1% sisanya sebesar 46,9%
dijelaskan oleh variabel lain diluar model penelitian.
4. Ketepatan Prediksi Klasifikasi
Untuk melihat ketepatan prediksi klasifikasi yang diamati
ditunjukkan dengan bantuan tabel berupa predicated value dari variabel
dependen dan baris merupakan data aktual yang diamati seperti yang
ditunjukkan pada tabel 4. 17 sebagai berikut:
103
Tabel 4.17
Hasil Identifikasi Prediksi Klasifikasi
Menurut prediksi, perusahaan yang mengalami non financial
distress (NFD) adalah 33 perusahaan dan hasilnya observasi menunjukkan
30 perusahaan, jadi ketepatan klasifikasi yang diamati untuk perusahaan
yang mengalami non financial distress (NFD) sebesar 90.9% (30/33),
sedangkan prediksi untuk perusahaan financial distress (FD) adalah 15
perusahaan dan hasil observasinya hanya 10 perusahaan, maka ketepatan
prediksi klasifikasi yang diamati untuk perusahaan NFD sebesar 66.7%,
(10/15), secara keseluruhan ketepatan klasifikasi sebesar 83.3%.
5. Uji Wald
Untuk melihat hasil signifikan setiap koefisien dalam regresi
logistik ini, digunakan model persamaan yang memasukkan semua
variabel independen yang tampak pada tabel Variabel in the eguation.
Classification Tablea
Observed
Predicted
KONDISI Percentage
Correct NFD FD
Step 1 FD NFD 30 3 90,9
FD 5 10 66,7
Overall Percentage 83,3
a. The cut value is ,500
104
Tabel 4.18
Hasil Signifikan Data
Variables in the Equation
B S.E. Wald Df Sig. Exp(B)
Step 1a STA ,663 1,066 ,387 1 ,534 1,941
NIS 11,603 7,016 2,735 1 ,098 11,975
NITA 2,857 5,990 ,228 1 ,018 17,416
TLTA -,524 ,772 ,461 1 ,497 ,592
CACL 2,020 ,804 6,315 1 ,012 2,133
Constant -2,387 1,161 4,229 1 ,040 10,882
a. Variable(s) entered on step 1: sta, nis, nita, tlta, cacl.
Pada tabel 4.18 terlihat bahwa hanya koefisien variabel NIS, NITA
dan CACL saja signifikan dan yang lainnya tidak. Koefisien variabel NIS
signifikan pada probabilitas 0.098 < α = 0,05 signifikan di bawah 0,05 ,
dan variabel NITA signifikan pada probabilitas 0.018 < α = 0,05 CACL
(signifikan di bawah 0,05), dan variabel CACL signifikan pada
probabilitas 0.012 < α = 0,05 CACL.
Uji Wald menguji masing-masing koefisien regresi logistik,
sebagai berikut:
a. Untuk koefisien variabel STA : uji wald = 0.387, P-value =
0,534 > α = 0,05 maka koefisien regresi untuk variabel STA
tidak signifikan.
b. Untuk koefisien variabel NIS : uji wald = 2.735, P-value =
0.098 < α = 0,05 maka koefisien regresi untuk variabel STA
signifikan.
105
c. Untuk koefisien variabel NITA : uji wald = 0.228, P-value =
0.018 < α = 0,05 maka koefisien regresi untuk variabel NITA
signifikan.
d. Untuk koefisien variabel TLTA : uji wald = 0.461, P-value =
0.497 > α = 0,05 maka koefisien regresi untuk variabel TLTA
tidak signifikan.
e. Untuk koefisien variabel CACL : uji wald = 6.315, P-value =
0.012 < α = 0,05 maka koefisien regresi untuk variabel CACL
signifikan.
f. Untuk konstanta : uji wald = 4.229, P-value = 0.040 < α =
0,05 maka koefisien regresi untuk konstanta signifikan.
H. Interpretasi
Hasil perhitungan uji beda yang dilakukan dengan independent
Sampel T-test dapat disimpulkan bahwa rasio-rasio keuangan kelompok
perusahaan yang mengalami financial distress (FD) dan kelompok
perusahaan yang non financial distress atau (sehat) tidak terdapat
perbedaan signifikan dan tidak mendukung hipotesis 1 dalam penelitian
ini.
Hasil perhitungan uji beda yang dilakukan dengan Mann Whitney
dapat disimpulkan bahwa rasio-rasio keuangan kelompok perusahaan yang
mengalami financial distress (FD) dan kelompok perusahaan yang non
financial distress atau (sehat) secara statistik berbeda dan mendukung
hipotesis II dalam penelitian ini.
106
Hasil persamaan regresi logistik dalam penelitian ini
menunjukkan daya klasifikasi ketepatan prediksi keseluruhan sebesar
83,3% dengan klasifikasi untuk kelompok perusahaan yang mengalami
financial distress (FD) sebesar 66.7% dan untuk perusahaan sehat
sebesar 90.9%. Hal ini membuktikan bahwa model prediksi financial
distress yang dihasilkan melalui penggunaan rasio keuangan memiliki
akurasi yang cukup tinggi dan dapat digunakan untuk memprediksi
kondisi financial distress perusahaan-perusahaan.
Nilai Koefisien Nagelkerke R Square menjelaskan bahwa dalam
model regresi ini kemampuan rasio keuangan dalam menjelaskan
financial distress atau kondisi perusahaan yang sehat sebesar 53.1%
dan sisanya 46.9% dijelaskan oleh variabel lain diluar model
penelitian.
Hasil perhitungan yang terdapat pada Wald Statistic menunjukkan
bahwa tiga variabel saja yang berpengaruh signifikan terhadap variabel
dependen : financial distress dan non financial distress yaitu Net
Income/Sales (NIS), Net Income/Total Assets (NITA) dan variabel
Current Assets/Current Liabilities (CACL) dan variabel lainnya tidak
signifikan.
Persamaan regresi yang dibentuk adalah sebagai berikut:
NFD = -2.387+11.603NIS+2.857NITA+2.020CACL
Nilai konstanta sebesar -2,387 menyatakan bahwa jika variabel
independen dianggap nol, maka probabilitas perusahaan akan sehat
107
sebagai kontrol mengalami penurunan sebesar 2.387 dibandingkan
perusahaan mengalami financial distress.
Koefisien regresi NIS sebesar 11.603 dan bernilai positif
menunjukkan bahwa variabel NIS berpengaruh positif terhadap
kondisi perusahaan sehat artinya setiap unit kenaikan NIS suatu
perusahaan maka kemungkinan perusahaan tersebut dikategorikan
sebagai perusahaan yang sehat lebih besar daripada kemungkinan
perusahaan tersebut dikategorikan sebagai perusahaan financial
distress.
Jika variabel lain dianggap konstan maka setiap unit perubahan
variabel NIS kemungkinan perusahaan sehat adalah Exp(B) 11.975
kali lebih tinggi daripada kemungkinan perusahaan mengalami
financial distress.
Variabel NIS berpengaruh signifikan terhadap kemungkinan
terjadinya financial distress. Hal ini dikarenakan kemampuan
memperoleh laba perusahaan yang semakin tinggi akan mempengaruhi
kondisi keuangan yang baik sehingga tidak akan terjadi financial
distress. Tetapi bagi perusahaan yang memiliki NIS yang rendah, tidak
memiliki kekuatan ekonomi yang akan mendorong perusahaan
mengalami financial distress. Berarti rasio NIS dapat memprediksi
financial distress suatu perusahaan.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Almilia dan Silvy (2003) menyatakan bahwa rasio
108
NIS secara statistik berpengaruh signifikan terhadap kemungkinan
perusahaan mengalami financial distress sehingga dapat digunakan
untuk memprediksi kondisi financial distress perusahaan.
Koefisien regresi variabel NITA sebesar 2.020 dan bernilai positif
menunjukkan bahwa variabel NITA berpengaruh positif terhadap
kondisi perusahaan sehat artinya setiap unit kenaikan CACL suatu
perusahaan maka kemungkinan perusahaan tersebut dikategorikan
sebagai perusahaan yang sehat lebih besar daripada kemungkinan
perusahaan tersebut dikategorikan sebagai perusahaan financial
distress.
Hasil penelitian ini didukung oleh Darsono dan Ashari (2005:57)
semakin tinggi rasio NITA akan semakin efektif perusahaan mengelola
aktiva maka kemungkinan perusahaan sehat lebih besar dibandingkan
kemungkinan perusahaan mengalami financial distress.
Jika variabel lain dianggap konstan maka setiap unit perubahan
variabel NITA kemungkinan perusahaan akan sehat adalah Exp(B)
17.416 kali lebih tinggi daripada kemungkinan perusahaan mengalami
financial distress.
Variabel NITA berpengaruh signifikan terhadap kemungkinan
terjadinya financial distress. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Almilia dan Silvy (2003)
menyatakan bahwa rasio NITA secara statistik berpengaruh signifikan
kemungkinan perusahaan mengalami financial distress sehingga dapat
109
digunakan untuk memprediksi kondisi financial distress sutau
perusahaan.
Koefisien regresi variabel CACL sebesar 2.133 dan menunjukkan
bahwa variabel CACL berpengaruh positif terhadap kondisi
perusahaan sehat artinya setiap unit kenaikan CACL suatu perusahaan
maka kemungkinan perusahaan tersebut dikategorikan sebagai
perusahaan yang sehat lebih besar daripada kemungkinan perusahaan
tersebut dikategorikan sebagai perusahaan financial distress.
Jika variabel lain dianggap konstan maka setiap unit perubahan
variabel CACL kemungkinan perusahaan akan sehat adalah Exp(B)
2.133 kali lebih tinggi daripada kemungkinan perusahaan mengalami
financial distress.
Hasil penelitian ini didukung oleh Darsono dan Ashari (2005:53)
dalam Ferawati (2008) menyatakan bahwa semakin tinggi rasio CACL
berarti semakin besar kemampuan perusahaan untuk membayar
kewajiban jangka pendek menunjukkan probabilitas perusahaan
mengalami financial distress semakin kecil. Francisco dan Luis Rivera
Batiz (1994) dalam Ahmad Hanin Fatah (2002:17) dalam Ferawati
(2008) kondisi default (istilah lain financial distress) adalah kondisi
dimana pihak peminjam yaitu perusahaan tidak mampu melakukan
pembayaran atas kewajiban-kewajiban jangka pendek yang telah
ditentukan pada saat jatuh tempo.
110
Variabel CACL berpengaruh signifikan terhadap kemungkinan
terjadi financial distress. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Almilia dan Kristijadi
(2003), Plat dan Plat (2003) menyatakan bahwa rasio CACL secara
statistik berpengaruh signifikan terhadap kemungkinan perusahaan
mengalami kondisi financial distress sehingga dapat digunakan untuk
memprediksi kondisi financial distress suatu perusahaan.
Hasil penelitian ini dapat dijelaskan bahwa persamaan regresi
logistik binary memiliki hubungan antara rasio keuangan dengan
kemungkinan perusahaan sehat memiliki pengaruh positif berarti
semakin tinggi NIS, NITA dan CACL maka semakin besar
kemungkinan perusahaan tidak megalami financial distress (sehat) dan
jika rasio NIS, NITA dan CACL semakin rendah maka kemungkinan
kecil perusahaan tidak mengalami financial distress (sehat), sedangkan
hubungan antara rasio keuangan dengan financial distress perusahaan
pertambangan berbanding terbalik berarti semakin tinggi rasio NIS,
NITA dan CACL maka semakin kecil kemungkinan perusahaan akan
mengalami financial distress dan jika rasio NIS, NITA dan CACL
semakin rendah maka kemungkinan besar perusahaan akan mengalami
financial distress dan kebangkrutan.
Hasil penelitian ini dapat juga ditarik kesimpulan bahwa rasio Net
income/Sales, Net Income/Total Assets dan Current Asset/Current
Liabilities sebagai hasil variabel yang signifikan dalam penelitian ini
111
merupakan variabel rasio keuangan yang dapat menentukan kondisi
kesehatan perusahaan sektor pertambangan dengan Net income/Sales
sebagai rasio yang menjelaskan kemampuan perusahaan menghasilkan
laba dari penjualan. dan rasio Net Income/Total Assets sebagai rasio
yang menjelaskan kemampuan perusahaan dalam menjalankan
operasinya dan rasio Current Asset/Current Liabilities sebagai rasio
yang menentukan kemampuan perusahaan dalam melunasi kewajiban-
kewajiban jangka pendek pada saat jatuh tempo.
Jika rasio Net income/Sales, Net Income/Total Assets dan Current
Asset/Current Liabilities rendah maka kemungkinan besar perusahaan
akan mengalami financial distress dan jika tidak dilakukan
restrukturisasi keuangan dan seluruh aspek manajemen pada
perusahaan sebagai pencegah maka perusahaan akan mengalami
kebangkrutan.
112
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan pada penelitian ini dapat diambil
kesimpulan pada penelitian ini sebagai berikut:
1. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada perusahaan-
perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia dari 16 perusahaan ditemukan 6 perusahaan yang
mengalami financial distress berdasarkan laba negatif dan 10
perusahaan yang sehat.
2. Hasil uji beda Independent Sample T-test menunjukkan bahwa
variabel Net Income/Sales tidak terdapat perbedaan signifikan
antara perusahaan yang mengalami financial distress dan sehat.
3. Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan bahwa variabel
Sales/Total Assets, Net Income/Total Asset, Total Libalities/Total
Assets, dan Current Assets/Current Liabilities berbeda signifikan
antara perusahaan yang mengalami financial distress dan non
financial distress (sehat).
4. Daya klasifikasi prediksi keseluruhan sebesar 83,3% dengan
klasifikasi untuk kelompok perusahaan yang mengalami financial
distress sebesar 66.7% dan untuk perusahaan sehat sebesar 90.9%.
112
113
Hal ini membuktikan bahwa model prediksi financial distress yang
dihasilkan melalui penggunaan rasio keuangan memiliki akurasi
yang cukup tinggi dan dapat digunakan untuk memprediksi kondisi
financial distress perusahaan-perusahaan.
5. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rasio keuangan paling
signifikan untuk memprediksi kondisi kesehatan keuangan
perusahaan sektor pertambangan Net Income/Sales, Net
Income/Total Assets dan Current Asset/Current Liabilities.
B. Implikasi
Berdasarkan kesimpulan diatas maka implikasi pada penelitian ini
dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Sektor Pertambangan
Rasio keuangan yang memiliki pengaruh signifikan dalam
menentukan kondisi kesehatan perusahaan berasal dari rasio
Profitabilitas dan rasio likuiditas yang menjelaskan kemampuan
perusahaan memenuhi kewajiban-kewajiaban jangka pendek pada
saat jatuh tempo dan kemampuan perusahaan dalam menjalankan
operasinya. Sehingga dapat dijadikan dasar pertimbangan bagi
kelangsungan hidup perusahaan-perusahaan pertambangan.
2. Investor
Investor sebagai pemilik modal dapat mengetahui sinyal
kesulitan keuangan perusahaan sehingga dapat mengambil
keputusan yang tepat atas risiko investasinya dan menentukan
114
pilihan atas investasi pada perusahaan sektor pertambangan.
Investor juga mengetahui perbedaan rasio-rasio keuangan
perusahaan yang mengalami financial distress (tidak sehat) dan
yang sehat sehingga membantu dalam menentukan pilihan
investasi pada perusahaan-perusahaan di Indonesia khususnya
perusahaan sektor pertambangan.
C. Keterbatasan Penelitian dan Saran
Keterbatasan penelitian ini adalah:
1. Variabel yang digunakan untuk memprediksi kondisi kesehatan
perusahaan hanya sebatas rasio keuangan.
2. Proksi kondisi financial distress hanya menggunakan laba bersih
perusahaan.
Saran bagi penelitian selanjutnya:
1. Bagi penelitian selanjutnya untuk memprediksi financial distress
pada perusahaan dapat dilakukan pada beberapa kelompok industri
lain selain sektor pertambangan dan menambah variabel prediksi
selain rasio keuangan seperti makro ekonomi.
2. Peneliti selanjutnya diharapkan memproksikan financial distress
dengan menambah nilai buku ekuitas negatif dan pembayaran
deviden.
115
DAFTAR PUSTAKA
Almilia, Luciana Spica dan Kristijadi, Emanuel. “Analisis Rasio Keuangan untuk
Memprediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan Manufaktur yang
Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta”. Jurnal Akuntansi dan Auditing
Indonesia (JAAI), Vol 7, No 2, hal 1-27, Desember 2003.
Almilia, Luciana Spica. “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kondisi
Financial Distress Suatu Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek
Jakarta”. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 7, No. 1, Januari 2004.
Almilia, Luciana Spica dan Winny Herdiningtyas. “Analisis Rasio CAMEL
Terhadap Prediksi Kondisi Bermasalah Pada Lembaga Perbankan
Periode 2000-2002”. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol 7, No 2, ISSN:
1411-0288, November 2005.
Almilia, Luciana Spica. “Prediksi kondisi Financial Distress Perusahaan Go
publik dengan Menggunakan Analisis Multinomial Logit”. Jurnal
Ekonomi dan Bisnis, Vol XII, No 1, Maret 2006.
Asnawi, Said Kelana dan Wijaya, Chandra. “Metodologi Penelitian Keuangan”.
Prosedur, Ide dan Kontrol. Ed1-1, Yogyakarta: Graha ilmu, 2006.
Andhito, Isyaiyas. “Analisis Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Kondisi
Financial Distress Perusahaan (Studi Kasus Perusahaan yang Terdaftar
Pada Bursa Efek Indonesia periode 2007-2010)”. Skripsi, UIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta, 2011.
Akhmad, Wahyudin. “Analisis Pengaruh Rasio Likuiditas, Solvabilitas,
Rentabilitas, Aktivitas Dan Growth Pada Perusahaan yang Mengalami
Kondisi Financial Distress”. Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta,
2014.
Anggraini, Yunita. “Prediksi Financial Distress Pada Sektor Agrikultur (yang
Terdaftar Di BEI Periode 2007-2012)”. Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah,
Jakarta, 2013.
Brigham dan Houston, “Dasar-dasar Manajemen”. Salemba Empat, Jakarta,
2009.
Ferawati, “Analisis Rasio Keuangan Untuk Memprediksi Financial Distress
Perusahaan Properti dan Real Estat Yang Terdaftar di Bursa Efek
Indonesia”. Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2008.
Ghozali, Imam. “Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS”. Badan
penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2011.
115
116
Ghozali, Imam dan Casstellan. “Statistik Non Parametrik Teori dan Aplikasi
dengan Program SPSS”. Badan Penerbit Universitas Diponegoro,
Semarang, 2012.
Ghozali, Imam. “Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS”. badan
Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2012.
Harahap, Sofyan Syafri, “Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan “. Rajawali
Pers, Jakarta, 2006.
Hanafi, Mahmud M dan Abdul Halim. “Analisis Laporan keuangan”. Edisi
Ketiga, Unit Penerbit dan Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen
YKPN, Yogyakarta, 2007.
Kasmir. “Analisis Laporan Keuangan”. Edisi Revisi, Rajawali Pers, Jakarta,
2012.
Kasmir. “Analisis Laporan Keuangan”. PT Raja Grafindo Persada, 2013.
Margaretha, Farah. “Dasar-dasar Manajemen keuangan”. Edisi Pertama. Jakarta :
PT Dian Rakyat, 2014.
Pujiastuti, Triani dan Yuharningsih. “Anteseden Profitabilitas Financial Distress
Pada Perusahaan manufaktur Di Indonesia”. Jurnal Keuangan dan
Perbankan, Vol 18, No 1, Januari 2014, hlm. 1-13.
Patricia, S Febrina Dwijayanti. “Penyebab, Dampak, Dan Prediksi Dari Financial
Distress Serta Solusi Untuk Mengatasi Financial Distress”. Jurnal
Akuntansi Kontemporer, Vol 2, No 2, Juli 2010, hlm 191-205.
Rodoni, Ahmad dan Herni Ali. “Manajemen Keuangan”. Edisi 1, Mitra Wacana
Media, Jakarta, 2010.
Ross, S.A., westerfield, R.W. and Jaffe, J. “Corporate Finance”. Mc Grawhill, 7th
edition, 2005.
Sjahrial, Dermawan. “Pengantar Manajemen Keuangan”. Edisi 4, Mitra Wacana
Media, Jakarta, 2012.
Sugiyono. “Metode Penelitian Bisnis”. Alfabeta, Bandung, 2008.
Syamryn, L.M. “Pengantar Akuntansi : Mudah Membuat Jurnal dengan
Pedekatan Siklus Transaksi”. Edisi 1, Rajawali Pers, Jakarta, 2011.
Trihendradi, Cornelius. “Kupas Tuntas Analisis Regresi : Strategi Jitu Melakukan
Analisis Hubungan Causal”. ANDI, Yogyakarta, 2007.
Uyanto, Stanislaus S. “Pedoman Analisis Data dengan SPSS”. Edisi Kedua,
Graha ilmu, Yogyakarta, 2006.
117
Wiwit, Elvinna dan firma Meita. “Analisis Penggunaan Metode
Altman,Springate,dan Zmijewski Dalam Memprediksi Kebangkrutan
Perusahaan Pertambangan Batubara Periode 2012-2014”. Jurnal
Akuntansi, Universitas Negeri Surabaya, 2014.
Widarjono, Agus. “Analisis Statistika Multivariat Terapan”. Unit Penerbit dan
Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN, Yogyakarta, 2010.
Wijoseno, Yudho. “Analisis Rasio Keuangan terhadap Peramalan Financial
Distress = Pendekatan Analisis Menggunakan Metode Fulmer H-score
pada Perusahaan Pertambangan di Bursa Efek Indonesia Periode 2009-
2013”. Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah, 2014.
http://www.idx.co.id
www.google.com
http://www.kamusbesar.com/39312/pertambangan.
https://wendytandiawan.files.wordpress.com/2013/08/audit-tambang.pdf
http://www.republika.co.id/berita/koran/halaman-1/15/12/14/nzc0k72-migas-minerba-dan-outlook-2016.
http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/bisnis/12/12/10/metfqg-2013-kinerja-sektor-tambang-indonesia-masih-tertekan.
http://www.tribunnews.com/bisnis/2015/12/27/saham-sektor-pertambangan-
tergerus-pada-2015
118
Lampiran 1
Daftar Nama Perusahaan Sektor Pertambangan di Indonesia
No Kode Nama Perusahaan Sub Sektor
1 ANTM PT. Aneka Tambang Tbk Logam dan mineral
2 BYAN PT. Bayan Resources Tbk Batubara
3 DEWA PT. Darma Henwa Tbk Batubara
4 DOID PT. Delta Dunia Makmur Tbk Batubara
5 ELSA PT. Elnusa Tbk Minyak dan Gas
Bumi
6 ADRO PT. Adaro Energy Tbk Batubara
7 HRUM PT. Harum Energy Tbk Batubara
8 GEMS PT. Golden Energy Mines Tbk Batubara
9 ITMG PT. Indo TambangRaya Megah
Tbk
Batubara
10 MITI PT. Mitra Investindo Tbk Batu Batuan
11 ARII PT. Atlas Resources Tbk Batubara
12 PTRO PT. Petrosea Tbk Batubara
13 KKGI PT. Resources Alam Indonesia
Tbk
Batubara
14 PTBA PT. Tambang Batubara Bukit
Asam Tbk
Batubara
15 TOBA PT. Toba Bara Sejahtra Tbk Batubara
16 CTHH PT. Citatah Tbk Minyak dan Gas
Bumi
17 ARTI PT. Ratu Prabu Energy Tbk Batubara
18 BORN PT. Borneo Lumbung Energy
& Metal Tbk
Batubara
19 BRAU PT. Berau Coal Energy Tbk Batubara
119
20 BSSR PT. Baramulti Suksessarana
Tbk
Batubara
21 BUMI PT. Bumi Resources Tbk Batubara
22 ATPK PT. Bara jaya International Tbk Batubara
23 BIPI PT. Benakat Petroleum Energy
Tbk
Minyak dan Gas
Bumi
24 ENRG PT. Energi Mega Persada Tbk Minyak dan Gas
Bumi
25 ESSA PT. Surya Esa Perkasa Tbk Minyak dan Gas
Bumi
26 MEDC PT. Medco Energi International
Tbk
Minyak dan Gas
Bumi
27 RUIS PT. Radiant Utama Interinsco
Tbk
Minyak dan Gas
Bumi
28 CPDW PT. Indo Setu Bara Resources
Tbk
Batubara
29 GTBO PT. Garda Tujuh Buana Tbk Batubara
30 MYOH PT. Samindo Resources Tbk Batubara
31 PKPK PT. Perdana karya Perkasa Tbk Batubara
32 APEX PT. Apexindo Pratama Duta
Tbk
Minyak dan Gas
Bumi
33 SUGI PT. Sugih Energy Tbk Minyak dan Gas
Bumi
34 CITA PT. Cita Mineral Investindo
Tbk
Logam dan Mineral
36 CKRA PT. Cakra Mineral Tbk Logam dan Mineral
37 DKFT PT. Central Omega Resources
Tbk
Logam dan Mineral
38 INCO PT. Vale Indonesia Tbk Logam dan Mineral
39 PSAB PT. J. Resources Asia Pacifik
Tbk
Logam dan Mineral
40 SMRU PT. SMR Utama Tbk Logam dan Mineral
41 TINS PT. Timah Persero Tbk Logam dan Mineral
42 MDKA PT. Merdeka Copper Gold Tbk Batubara
120
43 MBAP PT. Mitrabara Adiperdana Tbk Batubara
44 SMMT Golden Eagle Energy Tbk Batubara
Sumber : www.idx.co.id
121
Lampiran 2
Ikhtisar Laporan Keuangan Sektor Pertambangan Periode 2011-2015.
Sumber : www.idx.co.id
No Kode Sales Total
Assets
Net
Income
Total
Liabilities
Current
Assets
Current
Liabilities
1. ANTM
2011 10.346.433 15.201.235 2.568.781 4.429.191 9.108.019 846.446
2012 10.449.885 19.708.540 3.895.495 6.876.224 7.646.851 3.041.406
2013 11.298.321 21.865.177 (132.930) 9.071.629 7.080.437 3.855.511
2014 9.420.630 22.044.202 (833.134) 10.052.628 6.343.109 3.862.917
2015 10.531.504 30.356.850 1.668.773 12.040.131 11.252.826 4.339.330
2. BYAN
2011 1.509.261 1.596.247 1.873.210 876.467 408.250 618.637
2012 1.422.880 1.909.104 (13.748.426) 1.153.109 459.919 397.472
2013 1.147.467 1.566.788 55.216.028 143.650 474.147 431.456
2014 828.259 1.161.656 (189.017) 133.452 323.240 518.794
2015 465.007 937.851 (68.182.304) 148.218 281.558 149.337
3. DEWA
2011 283.366 406.125 (24.059.135) 92.355.692 155.875 7.339.182
2012 334.997 439.475 (41.028.454) 165.903 176.169 124.854
2013 222.028 365.758 (51.744.184) 143.650 141.290 110.570
2014 234.664 355.859 8.763.521 133.452 160.791 114.626
2015 240.123 372.974 46.575.485 148.218 134.785 107.541
4. DOID
2011 776.733 10.819.779 (2.817.252) 1.087.833 482.852 222.673
2012 843.254 1.159.770 (17.698.665) 1.070.263 385.860 205.844
2013 694.912 1.081.805 28.187.065 1.013.391 421.980 300.006
2014 607.426 907.648 28.218.761 822.740 301.905 127.104
2015 565.615 831.796 (5.788.723) 746.796 307.841 102.527
5. ELSA
2011 4.716.771 4.389.950 (30.115) 2.485.125 2.476.571 1.987.777
2012 4.777.083 4.294.557 (135.597) 2.252.312 2.310.356 1.686.450
2013 4.111.973 4.370.964 (242.605) 2.085.850 2.492.219 1.560.197
2014 4.221.172 4.245.704 431.457 1.662.708 2.236.668 1.378.311
2015 3.775.323 4.407.513 397.745 1.772.527 2.079.319 1.448.585
122
Lanjutan Lampiran 2
Sumber : www.idx.co.id
No Kode Sales Total
Assets
Net Income Total
Liabilities
Current
Assets
Current
Liabilities
6. ADRO
2011 3.867.405 5.558.961 552.103 5.658.961 1.297.525 778.201
2012 3.722.489 6.692.256 383.307 3.215.738 1.413.875 899.223
2013 3.285.142 6.733.787 229.263 3.538.784 1.370.879 773.679
2014 3.325.444 6.413.864 183.244 3.154.392 1.271.632 774.595
2015 2.684.476 5.958.629 151.003 2.605.586 1.092.519 773.679
7. GEMS
2011 2.861.548 3.320.301 301.659 480.032 2.479.680 457.483
2012 3.958.897 3.440.326 178.934 538.639 1.796.212 506.386
2013 4.427.626 4.022.393 170.288 1.053.418 1.861.966 1.015.810
2014 5.185.585 3.921.803 133.821 840.925 1.757.801 796.834
2015 353.186 369.667 20.882.671 122.155 195.737 70.048.270
8. HRUM
2011 831.255 507.689 200.516 507.686 316.749 118.058
2012 1.043.301 538.639 161.670 217.154 335.580 107.154
2013 837.079 480.621 49.580.100 85.645.546 284.658 82.438.100
2014 477.643 444.260 (2.628.331) 37.224.342 280.935 32.609.650
2015 249.328 380.654 (18.996.829) 82.692.423 225.450 78.548.349
9. IMTG
2011 2.381.875 1.578.474 729.938 497.670 1.006.427 450.748
2012 2.438.941 1.491.224 591.109 488.807 968.928 437.021
2013 2.178.763 1.392.140 320.948 428.285 746.328 374.674
2014 1.942.655 1.310.494 262.857 425.874 569.553 364.170
2015 1.589.409 1.178.363 139.446 343.806 512.318 284.344
10 MITI
2011 139.394 117.966 34.252.759 55.160.486 68.778.797 43.215.510
2012 150.825 148.540 22.090.674 53.730.999 80.451.966 30.859.482
2013 139.985 156.993 22.002.615 45,429.682 98.515.506 25.220.775
2014 169.300 362.678 (7.609.223) 88.898.918 145.110 57.931.096
2015 31.375.452 248.928 (179.560) 138.014 218.248 117.280
123
Lanjutan Lampiran 2
No Kode Sales Total
Assets
Net Income Total
Liabilities
Current
Assets
Current
Liabilities
11. ARII
2011 799.315 2.301.384 (26.920) 453.271 77.235 458.180
2012 97.240 299.105 11.150 154.799 59.232 150.903
2013 114.712 316.177 10.625 183.181 44.366 170.283
2014 38.468 339.149 (24.618) 231.793 48.490 147.597
2015 28.342 351.484 (25.922) 269.491 40.086 195.545
12. KKGI
2011 243.064 107.806 50.259.461 35.371.080 82.729.853 29.229.097
2012 214.901 103.801 23.589.823 30.502.667 48.426.676 24.864.784
2013 193.474 106.087 17.240.350 32.736.996 48.560.172 27.986.852
2014 135.766 106.229 8.006.072 32.380.992 41.967.836 24.402.581
2015 111.011 98.541.575 5.672.213 21.780.410 38.608.691 17.395.279
13. PTRO
2011 263.769 377.298 52.643 264.839 105.179 112.459
2012 385.492 529.742 49.122 342.450 165.634 125.918
2013 360.096 509.242 17.308 311.666 188.589 121.305
2014 347.968 467.732 (22.53) 274.905 176.832 107.514
2015 206.834 425.368 (12.691) 247.091 141.187 90.941
14. PTBA
2011 10.581.570 11.507.104 3.088.067 3.342.102 8.859.260 1.912.423
2012 11.594.057 12.728.981 2.909.421 4.223.812 8.718.297 1.770.537
2013 11.209.219 11.677.155 1.854.281 4.125.586 6.479.783 2.260.956
2014 13.077.962 14.812.023 2.019.214 6.141.181 7.416.805 3.574.129
2015 13.733.627 16.894.043 2.037.111 7.606.496 7.598.476 4.922.733
15. TOBA
2011 498.190 225.246 (115.289) 166.259 110.747.014 122.782
2012 396.685 261.526 (11.932.682) 150.582 106.512.473 140.537
2013 421.849 311.647 34.603.793 181.166 130.198.784 145.451
2014 499.965 300.740 35.548.674 158.795 111.494.756 90.822.175
2015 348.662 282.371 25.724.095 127.253 96.509.176 68.957.698
16. CTHH
2011 148.501 218.251 (916.459) 142.259 130.258 116.439
2012 161.783 261.438 (2.759.299) 182.686 176.001 155.883
2013 240.794 326.960 484.079 247.724 231.529 214.802
2014 208.226 366.053 1.014.316 286.803 274.529 252.616
124
Sumber : www.idx.co.id
Lampiran 3
Laporan Keuangan Sektor Pertambangan Periode 2014-2015
Laba (rugi) bersih periode 2014-2015
(dalam satuan jutaan rupiah)
Sumber : Financial Report
2015 220.748 605.667 1.949.752 531.464 319.568 252.616
No
Kode
Emiten
Net Income
(2015)
Net Income
(2014)
Kondisi
1. ANTM PT. Aneka Tambang Tbk 1.668.773.924 -883.134.817 0
2. BYAN PT. Bayan Resources Tbk -68.182.304 -189.017.198 1
3. DEWA PT. Darma Henwa Tbk 46.575.485 8.763.521 0
4. DOID PT. Delta Dunia Makmur
Tbk
-5.788.723 28.218.761 0
5. ELSA PT. Elnusa Tbk 397.745.115 431.457.238 0
6. ADRO PT. Adaro Energy Tbk 151.003.760 183.244.573 0
7. GEMS PT. Golden Energy Mines
Tbk
20.882.671 133.821.901 0
8. HRUM PT. Harum Energy Tbk -18.996.829 -2.628.331 1
9. ITMG PT. Indo TambangRaya
Megah Tbk
139.446.503 262.857.210 0
10. MITI PT. Mitra Investindo Tbk -179.560.223 -179.560.694 1
11. ARII PT. Atlas Resources Tbk -25.922.780 -24.618.466 1
12. KKGI PT. Resources Alam
Indonesia Tbk
5.672.213 8.006.072 0
13. PTRO PT. Petrosea Tbk -12.691.306 -22.533.785 1
14. PTBA PT. Tambang Batubara
Bukit Asam Tbk
2.037.111 2.019.214 0
15. TOBA PT. Toba Bara Sejahtra
Tbk
25.724.095 35.548.674 0
16. CTHH PT. Citatah Tbk 1.949.752.752 1.014.316.138 0