analisis financial distress pada sektor pertambangan

143
i Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan (Studi Kasus Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2011-2015) Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi Disusun Oleh: Sri Hartati an Nasution NIM : 1112081000010 JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2016

Upload: others

Post on 22-Nov-2021

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

i

Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

(Studi Kasus Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek

Indonesia Periode 2011-2015)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Untuk memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Disusun Oleh:

Sri Hartati an Nasution

NIM : 1112081000010

JURUSAN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2016

Page 2: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

ii

Page 3: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

iii

Page 4: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

iv

Page 5: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

v

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Sri Hartati a.n Nasution

NIM : 1112081000010

Jurusan : Manajemen Keuangan

Judul Skripsi : Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

(Studi Kasus Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa

Efek Indonesia Periode 2011-2015).

Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya:

1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan

dan mempertanggungjawabkan.

2. Tidak melakukan plagiat terhadap naskah karya orang lain.

3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber

asli atau tanpa izin pemilik karya.

4. Tidak melakukan pemanipulasian data dan pemalsuan data.

5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab tas

karya ini.

Jikalau dikemudian hari ada tuntutan dari pihak lain tas karya saya, dan melalui

pembuktian yang dapat dipertanggungjawabkan, ternyata memang ditemukan

bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan di atas, maka saya siap untuk

dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan Bisnis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.

Ciputat, 29 September 2016

Yang Menyatakan,

(Sri Hartati an Nasution)

Page 6: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS DIRI

Nama : Sri Hartati an Nasution

Tempat, Tanggal lahir : Sibolga, 06 Juli 1993

Agama : Islam

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Tarumanegara No 72, RT 001 RW 011,

Pisangan Ciputat Tangerang Selatan.

Email : [email protected]

II. PENDIDIKAN FORMAL

Tahun 2012-2016 : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tahun 2009-2012 : Madrasah Aliyah Darul Mursyid

Tahun 2006-2009 : Madrasah Tsanawiyah Darul Mursyid

Tahun 2000-2006 : SD Negeri 12 Padangsidimpuan

III. SEMINAR DAN WORKSHOP

2016 : Peserta Pemuda Tani Indonesia HKTI

kedaulatan pangan harga mati

“Mewujudkan Regenerasi Petani untuk

kedaulatan pangan. Hotel Kartika Candra,

Jakarta.

2015 : Peserta Seminal Nasional “Mahasiswa

dan Dinamika Demokrasi Indonesia”.

UIN Syarif Hidayatullah.

2015 : Peserta kuliah umum bersama Menteri

Pemuda dan Olahraga RI “Meneguhkan

Peran Pemuda sebagai Penggerak Resolusi

Page 7: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

vii

Bangsa”.

2014 : Peserta International Seminar “toward

Asean economic community 2015; fair

Governments policies in islamic finance

Sectors among asean countries”. UIN

Hidayatullah Jakarta.

2013 : Peserta Dialog Kebangsaan “kedaulatan

Pangan & Martabat bangsa”. With

Megawati- Jokowi).

2013 : Peserta Sosialisasi Undang-Undang

No 21 tentang OJK “Menimbang

Kehadiran OJK dalam pengaturan

Keuangan nasional; melihat lebih dekat

Tugas dan fungsi OJK”. UIN Syarif

Hidayatullah.

2012 : Panitia Kuliah Umum Sosialisasi Hemat

Energi. UIN Syarif Hidayatullah.

IV. PENGALAMAN ORGANISASI

2012-2015 : Ikatan Keluarga Darul Mursyid

(IKADM)

2013-2014 : Ikatan Mahasiswa Sumatera Utara

(KMSU)

V. PENGALAMAN KERJA

2015 : Surveyor di PT. Tabar Pratama Consultant

Page 8: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

viii

ABSTRACT

The goal of this research is to see whether the financial ratios can predict

the financial distress condition in the mining sector listed in Indonesia Stock

Exchange in 2011-2015. Financial ratios used are the current ratio, debt ratio,

total asset turnover, net profit margin and return on assets.

Sampling method that used in this study is purposive sampling covering

the mining sector experiencing financial distress (1) and non-financial distress

(0). This study uses data of annual financial reports, as many as 6 sample of

companies experiencing financial distress and a sample of 10 companies that

non-financial distress (healthy). The analysis model used is the logistic regression

analysis. Independent Sample T-test and Mann Whitney test was used to analyze

whether there are significant differences between the financial ratios of

companies experiencing financial distress and non-financial distress.

The results of this research is to show that significant variables to predict

financial distress condition are Net Income/Sales, Net Income/Total Assets and

Current Assets/Current Liabilities. This research also indicates that the financial

ratio has a good classification power in predicting the condition of mining

companies with the 83,3% in total prediction.

Keyword : Financial Distress, Financial Ratio, and Logistic Regression.

Page 9: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

ix

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat apakah rasio

keuangan dapat memprediksi kondisi financial distress pada sektor pertambangan

yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2011-2015. Rasio keuangan

yang dipakai adalah Current ratio, debt ratio, total assets turn over, net profit

margin, dan return on assets.

Model penentuan sampel dilakukan secara purposive sampling meliputi

sektor pertambangan yang mengalami financial distress (1) dan non financial

distress (0). Penelitian ini menggunakan data laporan keuangan tahunan, sebanyak

6 sampel perusahaan yang mengalami financial distress dan 10 sampel

perusahaan yang non financial distress (sehat). Model analisis yang digunakan

adalah analisis regresi logistik. Independent Sample T-test dan Mann Whitney Test

digunakan untuk menganalisis apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara

rasio keuangan perusahaan yang mengalami financial distress dan non financial

distress.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa variabel yang signifikan

untuk memprediksi kondisi financial distress adalah variabel Net Income/Sales,

Net Income/Total Assets dan Current Assets/Current Liabilities. Penelitian ini

juga menunjukkan bahwa financial ratio memiliki daya prediksi yang baik dalam

memprediksi kondisi perusahaan sektor pertambangan dengan daya prediksi total

sebesar 83,3%.

Kata kunci : Financial Distress, Financial Ratio, dan Logistic Regression.

Page 10: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahman

rahim-Nya yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir

dengan judul “Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan (Studi

Kasus Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode

2011-2015)”. Sholawat beserta salam semoga terus tercurah kepada junjungan

Nabi besar Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabat.

Selama melakukan penelitian dan penyusunan tugas akhir ini, penulis tidak

lepas dari bantuan. Bimbingan, dukungan, semangat, dan doa baik langsung

maupun tidak langsung dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan

ini izinkan penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kepada Allah SWT yang telah memberikan ridho dan kelancaran sehingga

skripsi ini dapat terselesaikan.

2. kepada kedua orang tuaku tercinta, Ayahanda Pardomuan Nasution dan

Ibunda Chairiyah Samosir yang tak pernah henti-hentinya selalu

memberikan doa dan dukungan moril maupun materil, serta kasih sayang

yang tulus. Penulis ucapkan Syukron Katsiron, berkat support papa dan

mama ku tercinta skripsi ini dapat terselesaikan.

3. Kakakku Herlina a.n nasution S. Kep. Ns dan abangku Muda Rahmansyah

S.sos, serta kedua adikku Ida afni dan Novita Afriyanti, terima kasih atas

support dan semangat yang tak henti kalian bagikan. Semoga kita semua

bisa membahagiakan kedua orang tua amiin...

4. Bapak Dr. M. Arief Mufraini, LC, M.si, selaku Dekan Fakultas Ekonomi

dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Ibu Titi Dewi Warninda, M.Si, selaku ketua Jurusan Manajemen Fakultas

Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Bapak Dr. Indoyama Nasaruddin, SE., MAB, selaku Dosen Pembimbing,

terima kasih telah bersedia meluangkan waktu untuk membagi ilmunya

Page 11: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

xi

dan telah bersedia membimbing hingga akhirnya tugas akhir ini dapat

terselesaikan.

7. Bapak Adhitya Ginanjar, SE., M.Si, selaku dosen pembimbing akademik

yang banyak memberikan nasihat dan waktu untuk penulis, sehingga dari

awal semester sampai saat ini penulis bisa menyelesaikan perkuliahan

dengan lancar.

8. Para Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah membagikan ilmunya

selama proses belajar mengajar kepada penulis. Semoga ilmu yang

diperoleh dapat bermanfaat dan di aplikasikan.

9. Irham Siregar, terima kasih atas doa, motivasi, dukungan, serta bantuan

yang telah banyak diberikan kepada penulis selama ini. Semoga

kebaikanmu dibalas oleh Allah SWT.

10. Para sahabat yang kelak menjadi wanita sukses dunia dan akhirat, Oni

Wahyu Wijayanti, Siti Julaika, Fina Alfiah, Aldita Nur Rochmah dan

Jumanah. Thank you guys telah memberikan motivasi selama

mengerjakan skripsi dan terima kasih telah memberikan warna kehidupan

selama di perkuliahan dan memberikan pelajaran untuk terus berusaha

menjadi lebih baik dan temen-temen yang selalu mengajarkan kejujuran

dan kasih sayang. Semoga kelak kita semua menjadi wanita yang sukses..

11. Para pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih banyak

atas bantuan yang diberikan baik secara langsung maupun tidak langsung.

Semoga Allah melipat gandakan kebaikan yang kalian lakukan.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusanan skripsi ini masih

banyak kekurangan dikarenakan terbatasnya pengetahuan dan pengalaman

yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala

bentuk saran dan kritikan yang membangun dari berbagai pihak.

Ciputat, 29 September 2016

Sri Hartati a.n Nasution

Page 12: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL. ............................................................................ i

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI. ................................................ ii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ................... iii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI .................................... iv

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ............ v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................. vi

ABSTRACT ............................................................................................ vii

ABSTRAK ............................................................................................. viii

KATA PENGANTAR ........................................................................... x

DAFTAR ISI .......................................................................................... xii

DAFTAR TABEL ................................................................................. xvi

DAFTAR GRAFIK ............................................................................... xvii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................. xviii

DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... xix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................ 1

B. Perumusan Masalah ........................................................ 16

C. Tujuan Penelitian ............................................................. 16

D. Manfaat Penelitian ........................................................... 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Laporan Keuangan .......................................................... 19

1. Pengertian Laporan keuangan ................................... 19

2. Tujuan Laporan keuangan ......................................... 22

3. Jenis laporan keuangan ............................................. 23

B. Analisis Laporan Keuangan ............................................. 24

C. Rasio Keuangan ............................................................... 26

1. Rasio Likuiditas ........................................................ 27

Page 13: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

xiii

2. Rasio Solvabilitas ...................................................... 27

3. Rasio Aktivitas .......................................................... 27

4. Rasio Profitabilitas .................................................... 28

D. Analisis Rasio Keuangan ................................................. 28

1. Cara Menganalisis Rasio keuangan .......................... 28

2. Keunggulan Analisis Rasio keuangan ....................... 29

3. Keterbatasan Analisis Rasio keuangan ..................... 29

E. Financial Distress ............................................................. 32

1. Pengertian Financial Distress .................................... 32

2. Penyebab Financial Distress ..................................... 41

3. Manfaat Melakukan Prediksi Financial Distress....... 42

4. Cara mengatasi dan menghindari Financial Distress 45

F. Penelitian Terdahulu ........................................................ 46

G. Kerangka Pemikiran ......................................................... 50

H. Hipotesis ........................................................................... 51

BAB III METODE PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian ................................................. 52

B. Metode Penentuan Sampel ................................................ 53

1. Objek Penelitian ........................................................... 53

a. Populasi .............................................................. 53

b. Sampel Penelitian ............................................... 53

2. Populasi dan Sampel Penelitian ................................... 53

C. Metode Pengumpulan Data ................................................ 56

D. Metode Analisis Data ........................................................ 57

1. Analisis Deskriftif ........................................................ 57

2. Uji Normalitas Data ..................................................... 58

3. Independent Sample t-test ............................................ 59

4. Mann Whitney U ......................................................... 61

5. Analisis Regresi Logistik ............................................. 62

a. Defenisi regresi ...................................................... 62

b. Nilai Odd Ratio ...................................................... 63

Page 14: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

xiv

c. Nilai -2 log Likelihood Ratio ................................. 65

d. Nilai Chi Square Hosmer and Lemeshow ............. 66

e. Koefisien Cox & Snell dan Nagerkerke R Square

............................................................................... 67

f. Ketepatan Prediksi klasifikasi ................................ 67

g. Uji wald Statistics .................................................. 68

E. Definisi Operasional Variabel-Variabel Penelitian ........... 68

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian .............................. 72

B. Sektor Pertambangan .................................................... 72

C. Pengelohan Data dan Analisis Deskriftif ...................... 74

1. Kriteria Penentuan Kondisi Perusahaan .................. 75

2. Rasio Aktivitas ........................................................ 76

a. Sales/Total Assets ............................................. 76

3. Rasio Profitabilitas .................................................. 79

a. Net Income/Sales ....................................... 79

b. Net Income/Total Assets ............................. 82

4. Rasio Solvabilitas (Financial Leverage) ................. 85

a. Total Liabilities/Total Assets ...................... 85

5. Rasio Likuiditas ...................................................... 88

a. Current Assets/Current Liabilities.............. 88

D. Uji Sample Kolmogorov-Smirnov ................................ 91

E. Uji Independent t-test .................................................... 93

F. Mann Whitney ............................................................... 95

G. Analisis Regresi Logistik binary ................................... 97

1. Ketepatan Model Prediksi ....................................... 99

2. Uji Chi Square Hosmer & Lemeshow .................... 101

3. Koefisien Cox & Snell R Square & Nagelkerke

R Sguare .................................................................. 101

4. Ketepatan Prediksi Klasifikasi ................................ 102

5. Uji Wald .................................................................. 103

Page 15: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

xv

H. Interpretasi..................................................................... 105

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Kesimpulan ................................................................. 112

B. Implikasi ...................................................................... 113

C. Saran ............................................................................ 114

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................... 115

LAMPIRAN..... ..... ......................................................................... 118

Page 16: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

xvi

DAFTAR TABEL

Nomor Keterangan Halaman

2.2 Penelitian Terdahulu 46

3.1 Sampel Perusahaan yang Mengalami Financial Distress 55

3.2 Sampel Perusahaan yang tidak Mengalami Financial Distress 56

4.1 Daftar Perusahaan Sektor Pertambangan di Indonesia 73

4.2 Data Hasil Perhitungan STA 77

4.3 Data Hasil Perhitungan NIS 80

4.4 Data Hasil Perhitungan NITA 83

4.5 Data Hasil Perhitungan TLTA 86

4.6 Data Hasil Perhitungan CACL 89

4.7 Hasil Uji One Sample Kolmogorov-Smirnov 92

4.8 Hasil Statistik Deskriftif 94

4.9 Hasil Uji Independent Sample Test 94

4.10 Hasil Uji Mann Whitney 96

4.11 Hasil Uji Data yang Diproses Pada Regresi Logistik 98

4.11 Hasil Uji Identifikasi Data Pada Regresi Logistik 98

4.13 Hasil Uji Ketepatan Model Dalam Memprediksi Blok Pertama 99

4.14 Hasil Uji Ketepatan Model Dalam Memprediksi Blok Kedua 100

4.15 Hasil Uji Chi Square Hosmer dan Lemeshow 101

4.16 Hasil Uji Cox & Snell dan Nagerkerke R Square 102

4.17 Hasil Uji Ketepatan Prediksi Klasifikasi 103

4.18 Hasil Uji Wald 104

Page 17: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

xvii

DAFTAR GRAFIK

Nomor Keterangan Halaman

4.2 Grafik STA 77

4.3 Grafik NIS 80

4.4 Grafik NITA 83

4.5 Grafik TLTA 86

4.6 Grafik CACL 89

Page 18: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

xviii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Keterangan Halaman

2.1 Tahap Financial Distress 40

2.2 Kerangka Pemikiran 50

Page 19: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Keterangan Halaman

1 Daftar Nama Perusahaan Sektor Pertambangan di Indonesia 118

2 Ikhtisar Laporan Keuangan Sektor Pertambangan Periode 2011-2015. 121

3 Laba (rugi) Bersih Periode 2014-2015 124

4 Laporan Keuangan Periode 2011-2013 125

5 Rasio Keuangan Periode 2013-2015 130

6 Output SPSS One Sample Kolmogorov-Smirnov 132

7 Output SPSS Independent Sample t-test 133

8 Output SPSS Mann whitney 134

9 Output SPSS Regresi logistik 134

Page 20: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kondisi krisis ekonomi merupakan hal yang sering terjadi di Indonesia

Pada periode 1945-1950, Negara Kesatuan Republik Indonesia sudah diawali

dengan krisis ekonomi yang cukup parah. Pada masa orde baru pun Indonesia

tidak luput dari serangan krisis, yaitu pada tahun 1998, Indonesia kembali

dilanda krisis yang sangat struktural hingga menyebabkan banyak perusahaan

bangkrut dan terpaksa dilikuiditasi oleh negara, dan secara langsung

meningkatkan angka penggangguran. Meskipun Indonesia sedikit demi sedikit

mulai pulih dari krisis ekonomi 1998, indonesia kembali diguncang oleh krisis

2008 yang diawali di Amerika Serikat dengan penyebab Subprime Mortgage.

Dampak dari krisis tersebut sangat terasa pada Bursa Efek Indonesia (BEI).

Selain jatuhnya nilai IHSG pada Bursa Efek Indonesia hingga penutupan

aktivitas bursa beberapa waktu lalu, dampak krisis juga nampak dari mulai

menurunnya keuntungan ekspor produk-produk Indonesia ke pasaran dunia,

terutama AS, termasuk juga yang dikelola oleh perusahaan pengusaha bidang

UKM . Menurut Edy Suandi Hamid (2009: 1) dalam Yudho (2014).

Sektor pertambangan merupakan salah satu penopang pembangunan

ekonomi suatu negara, karena perannya sebagai penyedia sumber daya energi

yang sangat diperlukan bagi pertumbuhan perekonomian suatu negara. Potensi

yang kaya akan sumber daya alam akan dapat menumbuhkan terbukanya

perusahaan-perusahaan untuk melakukan eksplorasi pertambangan sumber daya

Page 21: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

2

tersebut. Perusahaan dalam industri pertambangan umum dapat berbentuk usaha

terpadu dalam arti bahwa perusahaan tersebut memiliki usaha eksplorasi,

pengembangan dari kontruksi. Produksi, dan pengolahan sebagai satu kesatuan

usaha atau berbentuk usaha-usaha terpisah yang masing-masing berdiri sendiri.

Menurut Yudhi Herliansyah (2012) dalam Sonia (2013).

Pengertian pertambangan menurut Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yaitu:

Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka

penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi

penyelidikan umum, eksploitasi, studi kelayakan, penambangan, pengolahan dan

pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang.

Pertambangan adalah suatu kegiatan yang meliputi pengambilan dan

persiapan untuk pengolahan lanjutan dari benda padat, benda cair, dan gas.

Pertambangan dapat dilakukan di atas permukaan bumi (tambang terbuka)

maupun di bawah tanah (tambang dalam) termasuk penggalian, dan pengerukan,

dan penyedotan dengan tujuan mengambil benda padat, cair, atau gas yang ada di

dalamnya. Hasil kegiatan ini antara lain, minyak dan gas bumi, batubara, pasir

besi, bijih timah, bijih nikel, bijih bauksit, bijih tembaga, bijih emas dan perak,

dan bijih mangan. (sumber: Glosarium bps.go.id).

Saham sektor pertambangan masih menjadi paling tertekan pada 2015

seiring belum pulihnya harga batubara akibat permintaan yang menurun, seiring

negara tujuan ekspor batubara seperti Tiongkok sedang mengalami perlambatan

Page 22: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

3

ekonomi. Contohnya, saham PT Bukti Asam (Persero) Tbk, (PTBA) pada 5

januari berada di level Rp 11.800 per lembar saham dan pada 21 Desember sudah

di posisi Rp 4.600 per lembar saham, dengan demikian saham PTBA telah

tergerus selama periode tersebut mencapai RP 7.200 per saham. Kemudian saham

Indo Tambangraya Megah Tbk, (ITMG) pada 5 Januari di level Rp 15.350 per

saham, sedangkan pada 21 Desember merosot ke posisi Rp 5.600 per saham,

alhasil saham tersebut anjlok sebesar Rp 9.750 per saham. Analis PT Pefindo

Guntur Tri Hariyanto mengatakan, pada tahun 2015 praktis semua sektor

mengalami penurunan kinerja, terlihat pada semua indeks sektoral di Bursa Efek

Indonesia yang mengalami pertumbuhan negatif. (TribunanNews, 2015).

Sepanjang tahun 2015 perkembangan industri batubara menjadi sorotan

dalam dunia bisnis karena kinerja perusahaan batubara mengalami penurunan

pada tahun 2015. Penurunan kinerja perusahaan batubara disebabkan perlambatan

pertumbuhan ekonomi di Cina serta menurunnya harga jual batubara. Perlambatan

pertumbuhan ekonomi Cina yang merupakan negara ekonomi terbesar kedua di

dunia merupakan mitra dagang yang paling penting bagi indonesia membawa

dampak negatif. Dampak negatif dari perlambatan ekonomi Cina adalah

membatasi impor batubara. Selain itu Cina sebagai konsumen energi terbesar

dunia sedang berupaya untuk mengurangi intensitas penggunaan energi.

Keputusan Cina mengurangi energi berdampak pada pengurangan penggunaan

batubara. (Meita, 2015).

Page 23: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

4

Selama tahun 2015, pertumbuhan sektor ESDM tidak terlalu

menggembirakan. Penyebabnya adalah rendahnya harga-harga komoditas energi

(migas dan batubara), mineral, dan logam yang disebabkan karena melemahnya

permintaan (demand) atas berbagai komoditas tersebut. Kondisi ini menyebabkan

pertumbuhan sektor ESDM terpuruk alias negatif, Pada kuartal III-2015, sektor

pertambangan tumbuh negatif 5,6 persen (year on year/yoy). Pertumbuhan negatif

pada kuartal III-2015 ini melanjutkan kinerja yang sama pada semester pertama

2015 yang juga tumbuh negatif 3,6 persen (year on year/yoy).

Seiring dengan jatuhnya kinerja sektor ESDM ini, daerah-daerah yang

memiliki ketergantungan pada komoditas tersebut juga mengalami kinerja

pertumbuhan yang negatif. Pada kuartal III-2015, seiring dengan jatuhnya harga

minyak, daerah penghasil minyak dan gas bumi (migas) seperti Aceh, Riau, dan

Kalimantan Timur juga mengalami pertumbuhan negatif. Sementara itu, seiring

dengan jatuhnya harga-harga dan juga lesunya aktivitas pertambangan mineral

yang disebabkan regulasi larangan ekspor mineral, ekonomi Papua juga

mengalami pertumbuhan ekonomi yang negatif. Melemahnya kinerja

pertumbuhan di sektor ESDM ini pada akhirnya turut menyebabkan pelemahan

kinerja di sektor lainnya. Di sektor perbankan, misalnya juga terjadi pemburukan

kualitas kredit yang dikucurkan ke sektor pertambanagan. Hal ini terlihat dari

tingginya angka kredit bermasalah (Non-performing loan/NPL) kredit di sektor

pertambangan pada kuartal III-2015. Kalimantan, Papua, dan Maluku mengalami

peningkatan NPL tertinggi. Tingginya NPL kalimantan disebabkan oleh

ketergantunagan terhadap sektor pertambangan. Sementara, di Papua dan Maluku

Page 24: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

5

peningkatan NPL disebabkan oleh sektor perdagangan yang juga terimbas oleh

lesunya sektor pertambanagan. (Republika, 2015).

Pada kuartal IV 2015, kinerja sektor ESDM akan sama, yaitu masih

melanjutkan pertumbuhan yang negatif. Indikasinya sudah terlihat, seperti

ditunjukkan oleh semakin turunnya harga-harga komoditi energi (migas dan

batubara) dan juga harga mineral dan logam dalam dua bulan terakhir.

Berdasarkan data Bank Dunia, pada November 2015, indeks harga energi

(terhadap harga tahun 2010) tinggal 55,17 atau tinggal separuhnya. Sementara itu,

harga mineral dan logam masing-masing tinggal 63,81 dan 57,85. Ekspor migas

selama Januari-Oktober 2015 juga menurun 38,76 persen (yoy). Terdapat

beberapa resiko yang juga masih menghantui ekonomi kita. Pertama dari sisi

eksternal, ekonomi global memang membaik. Sayangnya, perbaikan ekonomi

global ini tidak disebabkan oleh faktor cina. IMF memproyeksikan cina hanya

tumbuh 6,3 persen, jauh di bawah 2014 sebesar 7,3 persen dan 2015 sebesar 6,8

persen (proyeksi). Padahal, cina adalah negara terbesar tujuan ekspor kita,

terutama ekpor komoditi kita. Kedua resiko berlanjutnya penurunan harga

komoditas. Penurunan harga komoditas diperkirakan masih berlanjut pada 2016

sejalan dengan akhirnya super-cycle harga komoditas. Perkembangan ini tentu

harus dicermati karena dapat semakin menurunkan ekspor indonesia dan

menghambat pemulihan ekonomi apabila kita tidak dapat melepaskan diri dari

ketergantungan pada ekpor berbasis sumber daya alam.

Diluar faktor eksternal tersebut, beberapa faktor yang bersumber dari

internal juga akan turut menahan laju pemulihan kinerja sektor ESDM. Salah

Page 25: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

6

satunya adalah bersumber dari faktor regulasi. Pada Januari 2016, pelonggaran

ekspor mineral yang diberikan pemerintah pada perusahaan pertambangan mineral

dan logam tertentu akan berakhir. Dan bila pemerintah tidak lagi memperpanjang

izin ekpor mineral karena persyaratan membangun smelter belum kunjung

dipenuhi, dapat diperkirakan bahwa daerah-daerah yang memiliki ketergantungan

tinggi terhadap sektor pertambangan akan terimbas oleh terhentinya aktivitas

pertambangan di daerahnya tersebut. Kondisi ini pada akhirnya, akan meneruskan

pertumbuhan negatif sektor pertambangan. Setidaknya, pada kuartal 1 2016,

pertumbuhan sektor ESDM masih akan melanjutkan tren negatif atau

pertumbuhan positif tetapi cenderung tipis. (Republika, 2016).

Perusahaan tambang dan energi yang sebelumnya melakukan pinjaman

besar-besaran untuk ekspansi usaha, kini banyak yang mengalami kesulitan dan

terancam bangkrut sejalan dengan anjloknya harga minyak. Tahun lalu Amerika

serikat mencatat rekor sebagai negara produsen minyak dan gas terbesar. Namun,

sejalan dengan anjloknya harga minyak dari di atas 100 dollar AS/barel 2014

menjadi di bawah 30 dollar AS/barel, banyak perusahaan energi yang kini

bermasalah. Sebab, perusahaan terlanjur melakukan pinjaman besar-besaran untuk

ekspansi usaha. 35 perusahaan pengeboran minyak dan gas di AS telah

mengajukan status bangkrut dalam periode juli 2014 hingga desember 2015. Di

perkirakan 35 persen pengeboran minyak dan gas dunia, yaitu sekitar 175

perusahaan, akan bernasib sama di tahun 2016 ini jika harga minyak tidak juga

naik. Penurunan harga minyak telah mencapai 70 persen sejak 2014 disebabkan

terjadinya oversupply. Kondisi ini tidak saja memukul perusahaan minyak namun

Page 26: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

7

juga kalangan perbankan dan investor yang menggelontarkan miliaran dollar

untuk proyek pengeboran baru. Ada yang memperkirakan jika kondisi ini

berlanjut tidak menutup kemungkinan terjadinya kembali krisis keuangan global.

(Republika, 2016).

Bursa efek indonesia (BEI) adalah pasar modal di indonesia dengan

jumlah perusahaan yang terdaftar di BEI sebanyak 525 emiten yang diantaranya

44 emiten termasuk perusahaan sektor pertambangan. Bursa efek berfungsi

sebagai suatu sistem mediasi atau pasar terorganisasi yang mempertemukan pihak

yang menawarkan atau membutuhkan modal/dana dengan pihak ingin membeli

sekuritas, baik dilakukan secara langsung maupun dengan melalui perwakilan.

Financial distress terjadi sebelum kebangkrutan. Model financial distress

perlu untuk dikembangkan, karena dengan mengetahui kondisi financial distress

perusahaan sejak dini diharapkan dapat dilakukan tindakan-tindakan untuk

mengantisipasi kondisi yang mengarah pada kebangkrutan. Banyak sekali literatur

yang menggambarkan model prediksi kebangkrutan perusahaan, tetapi hanya

sedikit penelitian yang berusaha untuk memprediksi financial distress suatu

perusahaan. Hal ini dikarenakan sangat sulit mendefinisikan secara obyektif

permulaan adanya financial distress. Rasio analisis tradisional berfokus pada

profitabilitas, solvency, dan likuiditas. Perusahaan yang mengalami kerugian,

tidak dapat membayar kewajiban atau tidak likuid mungkin memerlukan

restrukturisasi. Untuk mengetahui adanya gejala kebangkrutan diperlukan suatu

model untuk memprediksi financial distress untuk menghindari kerugian dalam

nilai investasi. (Pujiastuti & Yuharningsih, 2014).

Page 27: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

8

Financial distress adalah kondisi dimana perusahaan mengalami kesulitan

keuangan dan terancam bangkrut. Jika perusahaan mengalami kebangkrutan,

maka akan timbul biaya kebangkrutan yang disebabkan oleh biaya keterpaksaan

menjual aktiva dibawah harga pasar, biaya likuiditas perusahaan, rusaknya aktiva

tetap dimakan waktu sebelum dijual dan sebagainya. Selain itu, ancaman akan

terjadinya financial distress juga merupakan biaya karena manajemen cenderung

menghabiskan waktu untuk menghindari kebangkrutan daripada membuat

keputusan perusahaan yang baik. Pada umumnya kemungkinan terjadinya

financial distress semakin meningkat dengan meningkatnya penggunaan hutang.

Logikanya adalah semakin besar penggunaan hutang semakin besar pula beban

biaya bunga, semakin besar profitabilitas bahwa penurunan penghasilan akan

menyebabkan financial distress. Menurut Dermawan Sjahrijal (2008:202).

Fenomena kesulitan keuangan (financial distress) di perusahaan publik

indonesia yang ada akhir-akhir ini terjadi ketika peningkatan harga minyak yang

mengejutkan pada tahun 2005 dan krisis subprime mortgage pada tahun 2008

(Pranowo et al, 2010, dalam Dwijayanti 2010). Pada tahun 2005, pemerintah

indonesia mengurangi subsidi untuk harga minyak lokal. Hal ini membuat biaya

produksi mengalami peningkatan dan akhirnya menurunkan profitabilitas

perusahaan.

Financial distress merupakan suatu kondisi yang menunjukkan tahap

penurunan dalam kondisi keuangan perusahaan yang terjadi sebelum terjadinya

kebangkrutan ataupun likuidasi. Plat dan Plat (2002) dalam Almilia (2006) dalam

Dwijayanti (2010). Kebangkrutan juga sering disebut likuidasi perusahaan

Page 28: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

9

ataupun penutupan perusahaan atau insolvensi. Kebangkrutan sebagai kegagalan

diartikan sebagai kegagalan keuangan (financial failure) dan kegagalan ekonomi

(ecomomic failure) yang terjadi pada perusahaan. (Ramadhani dan Lukviarman,

2009, dalam Dwijayanti, 2010). Financial distress juga bisa didefinisikan sebagai

ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajiban-kewajiban financial

yang telah jatuh tempo. (Beaver et al, 2011, dalam Dwijayanti, 2010).

Financial distress bisa dialami oleh semua perusahaan, terutama jika

kondisi perekonomian di negara tempat perusahaan tersebut beroperasi

mengalami krisis ekomoni. Untuk mengatasi atau meminimalisir terjadinya

kebangkrutan di perusahaan, pihak manajemen harus melakukan pengawasan

terhadap kondisi keuangan perusahaan dengan menggunakan laporan keuangan

Ramadhani dan Lukviarman (2009) dalam Dwijayanti (2010). Analisis laporan

keuangan merupakan alat penting untuk mendapatkan informasi mengenai kondisi

keuangan perusahaan. Analisis keuangan mempunyai 2 alat utama yang bisa

digunakan, yaitu: analisis rasio (ratio analysis) dan analisis arus kas (cash flow

analysis). Palepu dan Healy (2008:5-1) dalam Dwijayanti (2010). Kedua alat

tersebut bisa digunakan oleh manajemen dan pihak-pihak lain yang

berkepentingan dalam perusahaan untuk menilai sejauh mana keberhasilan yang

dicapai oleh perusahaan dari strategi yang dijalankan dan juga kegagalan apa yang

terjadi. Jika kondisi keuangan perusahaan tampak mengalami penurunan, maka

sebaiknya manajemen mulai berhati-hati, karena kondisi yang demikian bisa

mengarah pada financial distress.

Page 29: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

10

Menurut Luciana dan Kristijadi laporan keuangan merupakan salah satu

sumber mengenai posisi keuangan yang dialami oleh perusahaan, kinerja serta

perubahan pada posisi keuangan yang sangat berguna untuk mendukung

pengambilan keputusan yang tepat. Serta Menurut Brigham (2001:33) dalam

Andhito (2011). Perusahaan yang bangkrut mempunyai biaya hukum dan

akuntansi yang sangat tinggi, dan mereka juga sulit untuk menahan pelanggan,

pemasok, dan karyawan. Oleh karena itu, mengetahui lebih dini mengenai

financial distress yang dialami oleh perusahaan akan memudahkan para

pengambil keputusan untuk melakukan restrukturisasi keuangan perusahaan agar

tidak menjadi bangkrut. Manajemen perusahaan sangat berperan penting dalam

mengelola dana dengan lingkungan usaha perusahaan, kondisi keuangan

perusahaan merupakan cermin baik buruknya manajemen suatu perusahaan.

Berbagai macam penelitian yang berkaitan dengan financial distress

perusahaan telah banyak dilakukuan dengan menganalisis rasio keuangan, baik di

dalam negeri maupun luar negeri pada berbagai jenis industri. studi kebangkrutan

perusahaan pertama kali dilakukan oleh Beaver (1996) dalam Setyorini (1999)

dalam Ferawati (2008) yang menggunakan 29 rasio keuangan pada 5 tahun

selama terjadinya kebangkrutan. Dalam studinya, Beaver membuat enam

kelompok rasio keuangan dan membuat univariate analysis yaitu menghubungkan

taip-tiap rasio untuk menentukan rasio mana yang paling baik digunakan sebagai

prediktor. Rasio keuangan tersebut terdiri dari cash flow ratio, net income ratio,

debt-to total asset ratio, liquid assets-to current debt ratio, turn over ratio, liquid

assets-to-total assets ratio, dari enam kelompok rasio tersebut, Beaver

Page 30: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

11

menemukan bahwa rasio dari aliran kas terhadap kewajiban total merupakan

prediktor yang paling baik untuk menentukan tingkat kebangkrutan perusahaan.

Dengan studi ini, Beaver menemukan bahwa rasio keuangan terbukti sangat

berguna untuk prediksi kebangkrutan dan dapat digunakan untuk membedakan

secara akurat perusahaan yang akan bangkrut dan yang baik. Adnan dan Kurniasih

(2000:136) dalam Ferawati (2008) sayangnya, penelitian Beaver ini gagal

dirumuskan dalam sebuah formula yang sederhana dan mudah diterapkan.

Studi lain dilakukan oleh Altman (1968) dalam Supardi dan Mastuti

(2003:73) dalam Ferawati (2008) telah menemukan ada lima rasio keuangan yang

dapat digunakan untuk mendeteksi kebangkrutan perusahaan beberapa saat

sebelum perusahaan tersebut bangkrut. Terutama likuiditas dan leverage

memberikan sumbangan terbesar dalam rangka mendeteksi dan prediksi

kebangkrutan perusahaan. Model Altman dikenal dengan Z-Score model.

Formulanya sebagai berikut: Z-Score = 1,2 Working Capital/Total Assets + 1,4

Retained Earning/Total Aseets+3,3 Earning Before Interest and Tax/Total Assets

+0,6 Market Value Equity/Book Value of Debt +1,0 Sales/Total Assets. Dalam

model tersebut skor 2,99 merupakan ambang batas untuk perusahaan sehat,

perusahaan yang mempunyai skor 1,81 akan diklasifikasikan sebagai perusahaan

yang potensi bangkrut. Sedangkan, perusahaan yang mempunyai skor antara 2,99

dan 1,88 dikatakan grey area. Almilia dan Kristijadi (2003:4) tahun 1984, Altman

melakukan penelitian kembali diberbagai negara, penelitian ini memasukkan

dimensi internasional sehingga Z-Score diubah menjadi formula = 0,717

WC/TA+0,847 RE/TA+3,107 EBIT/TA+0,420 MWE/BVD+0,998 S/TA.

Page 31: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

12

Penelitian selanjutnya untuk melakukan pengujian apakah suatu

perusahaan mengalami financial ditress dapat ditentukan dengan berbagai cara,

seperti : Lau (1987) dan Hill et al (1996) dalam Luciana (2004) dalam

menggunakan adanya pemberhentian tenaga kerja atau menghilangkan

pembayaran deviden. Asquith et al (1994) dalam Luciana (2004) menggunakan

interest coverage ratio untuk mendefenisikan financial distress. Whitaker (1999)

dalam Luciana (2004) mengukur financial distress dengan cara adanya arus kas

yang lebih kecil dari utang jangka panjang saat ini, hofer (1980) dan Whitaker

(1999) dalam Luciana (2004) mendefinsikan financial distress jika beberapa

tahun perusahaan mengalami laba bersih operasi (net operating income) negatif.

John et al (1992) dalam Luciana (2004) mendefinisikan financial distress sebagai

perubahan harga ekuitas. Tirapat dan Nittayagasetwat (1999) dalam Luciana

(2004) menyatakan bahwa perusahaan dikatakan mengalami financial distress jika

perusahaan tersebut dihentikan operasinya atas wewenang pemerintah dan

perusahaan tersebut dipersyaratkan untuk melakukan perencanaan restrukturisasi.

Penelitian yang dilakukan oleh Hoper (1980) dan Whitaker (1990) dalam Luciana

(2004) mendefinisikan financial distress sebagai suatu kondisi perusahaan

mengalami laba bersih (net income) negatif selama beberapa tahun.

Penelitian yang sama juga dilakukan di indonesia sudah ada beberapa

penelitian mengenai prediksi financial distress dan kebangkrutan diantaranya

studi potensi kebangkrutan perusahaan publik di BEJ diteliti oleh Setyorini dan

Halim (1999) dalam Ferawati (2008) penelitian ini mengkaji kesehatan dan resiko

perusahaan antara periode sebelum dan sesudah go public, apakah terdapat

Page 32: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

13

perbedaan potensi kebangkrutan perusahaan sebelum dan pada masa krisis

ekonomi. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan adanya perbedaan potensi

kebangkrutan secara secara signifikan antara sebelum dan pada masa krisis. Hasil

pengujian kelompok 1 (leverage ratio kurang atau sama dengan 0,5) tidak

konsisten dengan seluruh sampel, karena tidak terdapat perbedaan potensi

kebangkrutan yang signifikan antara sebelum dan pada masa krisis ekonomi.

Sedangkan kelompok 2 (leverage ratio lebih besar dari 0,5) menunjukkan

konsistensi dengan seluruh sampel. Hal ini berarti bahwa potensi kebangkrutan

pada perusahaan dengan leverage tinggi telah berbeda secara signifikan antara

sebelum dan pada masa krisis.

Almilia dan Kristijadi (2003) meneliti analisis rasio keuangan untuk

memprediksi kondisi financial distress perusahaan manufaktur yang terdaftar di

Bursa Efek Jakarta. Penelitian ini menunjukkan bahwa variabel rasio keuangan

yang paling dominan dalam menentukan financial distress suatu perusahaan

adalah : rasio profit margin yaitu (NI/S), rasio financial leverage yaitu (CL/TA),

rasio likuiditas yaitu (CA/CL), rasio pertumbuhan (GROWTH NI/TA).

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Luciana Spica Almilia

(2006) berusaha untuk menguji daya klasifikasi rasio keuangan baik yang berasal

dari laporan laba rugi, neraca ataupun laporan arus kas untuk memprediksi kondisi

financial distress perusahaan dengan teknik analisis Multinomial Logit. Hasil dari

penelitian ini menunjukkan bahwa : pada model pertama yaitu model yang

memasukkan rasio keuangan yang berasal dari laba rugi dan neraca menunjukkan

bahwa rasio TLTA dapat digunakan untuk memprediksi kondisi financial distress

Page 33: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

14

perusahaan. Daya klasifikasi total model ini adalah sebesar 79,0%. Pada model

kedua yaitu model yang memasukkan rasio keuangan yang berasal dari laporan

arus kas menujukkan bahwa rasio CFFOTA (Arus kas bersih dari aktivitas

operasi/Total aktiva) dan CFFOCL (Arus kas bersih dari aktvitas operasi/Total

kewajiban). Dapat digunakan untuk memprediksi kondisi financial distress

perusahaan. Daya klasifikasi total model ini adalah sebesar 58,0%. Pada model

ketiga yaitu model yang memasukkan rasio keuangan yang berasal dari laporan

laba rugi, neraca dan laporan arus kas menujukkan bahwa rasio CATA (Current

Assest/Total Assets), TLTA (Total Liabilities/Total Assets), NFATA (Net Fixed

Assets/Total Assets), CFFOCL (Arus kas bersih dari aktivitas operasi/Total

sumber dana), CFFOTL (Arus kas bersih dari aktivitas operasi/Total kewajiban)

dapat digunakan untuk memprediksi kondisi financial distress perusahaan, daya

klasifikasi total model ini adalah sebesar 79,6%.

Berdasarkan latar belakang masalah dan penelitian terdahulu tentang

prediksi kondisi financial distress dan kebangkrutan, peneliti tertarik meneliti

rasio keuangan untuk memprediksi financial distress yang terjadi pada perusahaan

sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Peneliti mengacu

kepada penelitian yang dilakukan oleh Almilia dan kristijadi (2003).

Adapun perbedaan penelitian terletak pada perusahaan pertambangan,

periode prediksi dua tahun sebelum perusahaan mengalami kondisi financial

distress dan signifikansi perbedaan rasio-rasio keuangan antara perusahaan yang

mengalami kondisi financial distress maupun yang sehat, rasio keuangan yang

digunakan dalam penelitian ini adalah STA, NIS, NITA, TLTA,CACL, mewakili

Page 34: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

15

dari likuiditas, profitabilitas, rasio aktivitas dan leverage. Variabel rasio keuangan

yang digunakan dalam penelitian ini dipandang cukup relevan untuk masing-

masing rasio keuangan yang mewakili dari rasio likuiditas sebagai kemampuan

perusahaan dalam memenuhi kewajiban-kewajiban saat ini, rasio aktivitas yakini

mengukur efektivitas perusahaan dalam mengelola aktiva, rasio profitabilitas

sebagai kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba, rasio solvabilitas

(leverage) sebagai rasio keuangan yang menjelaskan sejauh mana perusahaan

menggunakan sumber dana yang berasal dari hutang terhadap pendanaan aktiva.

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan sektor

pertambangan merupakan satu kategori perusahaan yang ada di Bursa Efek

Indonesia. Sektor ini menjadi menarik untuk dijadikan objek penelitian karena

dari beberapa tahun terakhir industri tersebut cenderung mengalami kesulitan

dalam berbagai aspek salah satunya adalah aspek keuangan dan operasional

perusahaan. Hal tersebut dapat dilihat dari kesulitan pendanaan karena harga

minyak dunia naik serta harga batubara yang anjlok, yang disebabkan oleh

kebijakan manajemen yang dirasa lambat dalam melakukan diversifikasi dalam

membaca pasar.

Dari penjelasan di atas, maka penulis bermaksud mengadakan Penelitian

dengan judul “ANALISIS FINANCIAL DISTRESS PADA SEKTOR

PERTAMBANGAN (STUDI KASUS PADA PERUSAHAAN YANG

TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2011-2015)”

Page 35: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

16

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan dalam penelitian ini peneliti ingin menemukan bukti empiris

bahwa dengan menggunakan rasio-rasio keuangan dapat memprediksi financial

distress dengan persamaan regresi logistik pada perusahaan sektor

pertambangan. Adapun rasio- rasio keuangan yang digunakan adalah rasio

keuangan yang berasal dari efisiensi operasi yaitu: sales to total assets (STA),

likuiditas yaitu: current assets to current liabilities (CACL), financial leverage

yaitu: total liabilities to total assets (TLTA), dan profitabilitas yaitu: net income

to total assets (NITA) dan net income to sales (NIS). Maka rumusan

permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Apakah terdapat perbedaan antara rasio-rasio keuangan perusahaan yang

mengalami financial distress dan yang tidak mengalami financial distress.

2. Bagaimana akurasi dari prediksi financial distress dari analisis regresi

logistik tersebut.

3. Manakah variabel yang signifikan di antara rasio-rasio keuangan, Sales to

Total Assets, Net Income to Sales, Net Income to Total Assets, Total

Liabilities to Total Assets, dan Current Assets to Current Liabilities dalam

memprediksi kondisi financial distress perusahaan sektor pertambangan.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya maka tujuan

dan manfaat penelitian adalah sebagai berikut :

Page 36: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

17

a. Untuk menganalisis ada tidaknya perbedaan yang signifikan pada rasio

keuangan mengalami financial distress dan yang tidak mengalami

financial distress

b. Untuk mengetahui akurasi dari prediksi financial distress yang akan

terbentuk.

c. Untuk mengetahui signifikansi variabel pada rasio-rasio keuangan

dalam memprediksi kondisi financial distress dalam suatu perusahaan.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Bagi perusahaan Sektor Pertambangan

Rasio keuangan dapat digunakan untuk melihat kesehatan

perusahaan sektor pertambangan dari kondisi financial distress pada

perusahaan sektor pertambangan sebelum terjadi kebangkrutan.

b. Bagi investor

Investor dapat mengambil keputusan yang menyangkut

investasinya dengan melihat rasio keuangan untuk memprediksi

financial distress perusahaan sektor pertambangan.

c. Bagi Institusi

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam ilmu

pengetahuan khususnya di bidang manajemen keuangan dan sebagai

perbandingan untuk penelitian selanjutnya.

Page 37: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

18

d. Bagi Peneliti

Penelitian mengetahui bagaimana rasio keuangan dapat digunakan

untuk memprediksi financial distress suatu perusahaan dan sebagai

media pembelajaran bagi penulis guna memperoleh pengetahuan yang

lebih luas khususnya di bidang manajemen keuangan.

Page 38: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Laporan Keuangan

1. Pengertian Laporan Keuangan

laporan keuangan meliputi ikhtisar-ikhtisar yang menggambarkan

posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas serta perubahan ekuitas

sebuah organisasi dalam satu periode waktu tententu. Tiap ikhtisar

tersebut dibuat dalam satu format sendiri secara terpisah. Ikhtisar

posisi keuangan tercermin dalam laporan keuangan yang disebut

neraca. Laporan ini mengikhtisarkan status atau posisi sumber daya

pada neraca suatu saat tertentu.

Hasil usaha tercermin dalam laporan laba rugi, ikhtisar arus kas

menunjukkan sumber kas dan penggunaan kas. Ikhtisar perubahan

ekuitas menunjukkan saldo awal ekuitas, mutasi tahun berjalan dan

saldonya pada akhir periode ysng dilaporkan. Laporan-laporan ini

mengungkapkan kinerja dari arus sumber daya dari waktu ke waktu.

Menurut Samryn (2011: 30), Laporan keuangan lengkap terdiri

dari neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas, laporan perubahan

modal/ekuitas, dan cacatan atas laporan keuangan. tiap laporan

keuangan saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya.

Karakteristik umum tiap laporan dapat dijelaskan sebagai berikut:

Page 39: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

20

1. Neraca

Neraca merupakan suatu laporan yang menggambarkan

posisi keuangan perusahaan pada suatu saat tertentu yang

terdiri dari aktiva, kewajiban, dan ekuitas.

2. Laporan laba rugi

Laporan laba rugi merupakan suatu ikhtisar yang

menggambarkan total pendapatan dan total biaya, serta laba

yang diperoleh perusahaan dalam satu periode akuntansi

tertentu. Laba atau rugi yang dihasilkan dari ikhtisar ini

menjadi bagian dari kelompok ekuitas dalam neraca.

3. Laporan arus kas

Laporan arus kas menunjukkan saldo kas akhir perusahaan

yang dirinci atas arus kas bersih dari aktivitas operasi, arus kas

bersih dari aktivitas investasi, serta arus kas bersih dari

akitivitas pendanaan. Hasil penjumlahan ketiga kelompok arus

kas tersebut dijumlahkan dengan saldo awal kas akan

menghasilkan saldo kas pada akhir periode akuntansi yang

dilaporkan. Saldo kas menurut laporan ini harus sama dengan

saldo kas yang ada dalam kelompok aktiva dalam neraca.

4. Laporan perubahan modal

Laporan perubahan modal merupakan ikhtisar yang

menunjukkan perubahan modal dari awal periode akuntansi

menjadi saldo modal akhir tahun setelah ditambah dengan laba

Page 40: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

21

tahun berjalan dan dikurangi dengan pembagian laba seperti

prive dalam perusahaan perorangan atau deviden dalam

perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas. Perubahan juga

bisa bersumber dari pengaruh koreksi kesalahan dan perubahan

metode akuntansi yang digunakan. Laba atau rugi yang

dihasilkan dari laporan laba rugi pada periode yang sama juga

menjadi bagian dari laporan perubahan modal.

5. Catatan atas laporan keuangan

Laporan keuangan yang lengkap biasanya memuat catatan

atas laporan keuangan yang menjelaskan tentang gambaran

umum perusahaan, kebijakan akuntansi perusahaan, serta

penjelasan atas pos-pos signifikan dari laporan keuangan

perusahaan. Oleh karena itu, dalam laporan-laporan keuangan

hasil audit atau yang dipublikasikan secara resmi selalu

terdapat catatan dibawahnya yang berbunyi: “Catatan atas

laporan keuangan merupakan bagaian yang tidak terpisahkan

dari laporan keuangan secara keseluruhan.”

Laporan keuangan adalah sebuah laporan yang diterbitkan

oleh perusahaan untuk para pemegang sahamnya. Laporan ini

memuat laporan keuangan dasar dan juga analisis manajemen

atas operasi tahun lalu dan pendapat mengenai prospek-prospek

perusahaan dimasa mendatang (Rodoni dan Ali, 2010: 13).

Page 41: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

22

Dari laporan keuangan, akan tergambar kondisi keuangan suatu

perusahaan yang dapat memudahkan manajemen dalam menilai

kinerja manajemen perusahaan khususnya dalam mengantisipasi sinyal

financial distres. Penilaian kinerja akan menjadi patokan atau ukuran

apakah manajemen mampu atau berhasil menjalankan kebijakan yang

telah digariskan.

2. Tujuan Laporan Keuangan

Menurut Samryn (2011:32), Laporan keuangan dibuat dengan

tujuan untuk menyampaikan informasi tentang kondisi keuangan

perusahaan pada suatu saat tertentu kepada para pemangku

kepentingan. Para pemakai laporan keuangan selanjutnya dapat

menggunakan informasi tersebut sebagai dasar dalam memilih

alternatif penggunaan sumber daya perusahaan yang terbatas. Namun,

sejalan dengan perkembangan kepentingan kelempok pemakai

informasi maka pelaporan keuangan diperluas dengan tujuan sebagai

berikut:

1. Membuat keputusan investasi dan kredit. Informasi yang disajikan

dalam laporan keuangan dapat digunakan sebagai dasar

pertimbangan untuk membuat keputusan investasi atau keputusan

kredit. Tanpa harus membuat lebih dari satu laporan keungan untuk

satu periode akuntansi.

Page 42: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

23

2. Menilai prospek arus kas. Informasi yang disajikan dalam laporan

keuangan dapat digunakan untuk menilai potensi arus kas di masa

yang akan datang.

3. Melaporkan sumber daya perusahaan, klaim atas sumber daya

tersebut, dan perubahan-perubahan di dalamnya. Informasi yang

disajikan dalam laporan keuangan dapat menjelaskan kekayaan

perusahaan, kepemilikan dan/atau pihak-pihak yang masih berhak

atas sumber daya tersebut. Informasi yang disajikan juga dapat

menjelaskan perubahan-perubahan yang terjadi atas sumber daya

tersebut selama satu periode akuntansi yang dilaporkan.

4. Melaporakan sumber daya ekonomi, kewajiban, dan ekuitas para

pemilik.

5. Melaporakan kinerja dan laba perusahaan. Laporan keuangan

digunakan untuk mengukur prestasi manajemen dengan selisih

amtara pendapatan dan beban dalam periode akuntansi yang sama.

6. Menilai likuiditas, solvabilitas, dan arus dana. Laporan keunagan

dapat digunakan untuk menilai kemampuan perusahaan melunasi

utang jangka pendek, jangka panjang, dan arus dana.

7. Menilai pengelolaan dan kinerja manajemen.

8. Menjelaskan dan menafsirkan informasi keuangan.

3. Jenis Laporan Keuangan

Menurut Kasmir (2008: 28), dalam praktiknya, secara umum ada lima

macam jenis laporan keuangan yang biasa disusun, yaitu:

Page 43: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

24

a. Neraca (balance sheet) merupakan laporan yang menunjukkan

posisi keuangan perusahaan pada tanggal tertentu. Arti dari posisi

keuangan dimaksudkan adalah posisi jumlah dan jenis aktiva

(harta) dan pasiva (kewajiban dan ekuitas) suatu perusahaan.

Komponen atau isi yang mendukung dalam suatu aktiva dibagi ke

dalam tiga, yaitu aktiva lancar, aktiva tetap, aktiva lainnya.

Kemudian kewajiban dibagi ke dalam dua jenis, yaitu kewajiban

lancar (utang jangka pendek) dan utang jangka panjang, sementara

itu komponen modal terdiri dari modal setor dan laba yang ditahan.

b. Laporan laba rugi (income statement) merupakan laporan

keuangan yang menggambarkan hasil usaha perusahaan dalam

suatu periode tertentu. Dalam laporan laba rugi tergambar jumlah

pendapatan dan sumber-sumber pendapatan yang diperoleh.

c. Laporan perubahan modal merupakan laporan yang berisi jumlah

dan jenis modal yang dimiliki pada saat ini.

d. Laporan arus kas merupakan laporan keuangan yang menunjukkan

semua aspek yang berkaitan dengan kegiatan perusahaan, baik

yang berpengaruh langsung atau tidak langsung terhadap kas.

B. Analisis Laporan keuangan

Menurut keown dkk (2011: 74), rasio keuangan merupakan

penulisan ulang data akuntansi ke dalam bentuk perbandingan dalam

rangka mengindentifikasi kekuatan dan kelemahan keuangan

perusahaan. Analisis rasio keuangan terutama bertujuan untuk

Page 44: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

25

mendapat gambaran tentang baik buruknya keadaan keuangan suatu

perusahaan pada saat dianalisis. Berdasarkan hasil analisis tersebut

manajemen akan memperoleh suatu informasi tentang kekuatan dan

kelemahan perusahaan. Informasi tersebut dapat membatu manajer

dalam memahami apa yang perlu dilakukan perusahaan selain itu

manajer dapat membuat keputusan-keputusan penting di masa yang

akan datang.

Analisis rasio keuangan tidak hanya bagi penting bagi pihak

manajemen tetapi penting juga bagi ekstren perusahaan seperti

investor. Bagi pihak investor, analisis rasio keuangan penting untuk

memperoleh gambaran tentang perkembangan keuangan suatu

perusahaan. Dengan mengetahui perkembangan keuangan perusahaan

tersebut mereka dapat memutuskan apakah akan tetap

menginvestasikan dananya pada perusahaan tersebut atau tidak. Dari

sudut pandang seorang investor, meramalkan masa depan adalah

hakikat dari analisis laporan keuangan (Brigham & Houston, 2001:

94).

Manfaat dari analisis rasio keuangan adalah dapat mengetahui

adanya kekuatan atau kelemahan keuangan dari tahun-tahun

sebelumnya. Dengan membandingkan angka rasio keuangan dengan

standar yang ditetapkan maka akan diperoleh manfaat lain yaitu dapat

diketahui apakah dalam aspek keuangan tertentu perusahaan berada di

bawah standar, maka manajemen akan mencari faktor-faktor yang

Page 45: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

26

menyebabkannya untuk kemudian diambil kebijakan keuangan untuk

dapat menaikkan rasio perusahannya kembali.

Rasio keuangan adalah angka yang diperoleh dari hasil perbandingan

dari satu pos laporan keuangan dengan pos lainnya yang mempunyai

hubungan yang relevan dan signifikan. Rasio-rasio ini dapat

menyederhanakan informasi yang menggambarkan perusahaan secara

keseluruhan.

C. Rasio keuangan

Rasio keuangan merupakan kegiatan membandingkan angka-angka

yang ada dalam laporan keuangan dengan cara membagi satu angka

dengan angka lainnya (Kasmir, 2008: 104). Dalam praktiknya, analisis

rasio keuangan suatu perusahaan dapat digolongkan sebagai berikut:

1. Rasio neraca, yaitu membandingkan angka-angka yang hanya

bersumber dari neraca.

2. Rasio laporan laba rugi, yaitu membandingkan angka-angka yang

hanya bersumber dari laporan laba rugi.

3. Rasio antarlaporan, yaitu membandingkan angka-angka dari dua

sumber (data campuran), baik yang ada di neraca maupun di laporan

laba rugi.

Menurut Sofyan S Harahap (2006: 298), Analisis rasio keuangan

memiliki keunggulan dibanding teknik analisis lainnya yaitu salah

satunya mengetahui posisi perusahaan di tengah industri lain. Jenis-

jenis analisis rasio keuangan yang digunkan untuk menganalisis

Page 46: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

27

kinerja perusahaan adalah rasio neraca (likuiditas dan solvabilitas),

rasio laba rugi (profitablilitas), rasio neraca aktivitas.

1. Rasio Likuiditas (liquidity Ratio)

Rasio likuiditas, yaitu mengukur kemampuan perusahaan untuk

memenuhi kewajiban jangka pendek pada saat jatuh tempo

(Rodoni dan Ali, 2010: 25).

a. Current ratio = current assets

current liabilities

b. Quick (acid-test) ratio = current assets- Inventory

current liabilities

2. Rasio Solvabilitas (Leverage Ratio)

Rasio leverage menggambarkan kemampuan perusahaan dalam

membayar kewajiban jangka panjangnya (Harahap, 2006: 303).

Dapat dihitung dengan cara berikut:

a. Debt to assets ratio = Total liabilities

Total assets

b. Long Term Debt to equity Ratio = Total utang

Modal Equity

3. Rasio Aktivitas (Activity Ratio)

Rasio aktivitas, yaitu mengukur kemampuan perusahaan dalam

menggunakan dana yang tersedia, tercermin dalam perputaran

modalnya (Rodoni dan Ali, 2010: 26).

a. Total assets turnover = Net sales

Total assets

b. Fixed assets turnover = Net sales

Fixed assets

Page 47: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

28

4. Rasio Profitabilitas (Provitability Ratio)

Rasio profitabilitas, yaitu mengukur kemampuan perusahaan

untuk menghasilkan laba (Rodoni dan Ali, 2010: 28).

a. Net Profit Margin = Net profit after taxes

Net sales

b. Return on assets = Net profit after taxes

Total assets

D. Analisis Rasio Keuangan

1. Cara Menganalisis Rasio keuangan

Menurut Margaretha (2014: 11) ada beberapa cara dalam melakukan

analisis rasio keuangan, diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Analisis Horizontal/ trend analysis, yaitu membandingkan rasio-rasio

keuangan perusahaan dari tahun-tahun yang lalu dengan tujuan agar

dapat melihat trend dari rasio-rasio perusahaan selama kurun waktu

tertentu.

b. Analisis Vertikal, yaitu membandingkan data rasio keuangan

perusahaan dengan rasio semacam dari perusahaan lain yang sejenis

atau industri untuk waktu yang sama.

c. Kombinasi dari analisis horizontal dan analisis vertikal, Adapun jenis-

jenis rasio keuangan yang digunakan adalah:

1. Liguidity ratio;

2. Asset management ratio;

3. Debt management ratio;

4. Profitability ratio;

5. Market value ratio.

Page 48: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

29

2. Keunggulan Analisis Rasio Keuangan

Harahap (2013:298) analisis rasio ini memiliki keunggulan

dibanding teknik analisis lainnya. Keunggulan tersebut adalah:

a. Rasio merupakan angka-angka atau ikhtisar statistik yang lebih mudah

dibaca dan ditafsirkan.

b. Merupakan pengganti yang lebih sederhana dari informasi yang

disajikan laporan keuangan yang sangat rinci dan rumit.

c. Mengetahui posisi perusahaan di tengah industri lain.

d. Sangat bermanfaat untuk bahan dalam megisi model-model

pengambilan keputusan dan model prediksi (Z-score).

e. Menstandarisasi size perusahaan.

f. Lebih mudah memperbandingkan perusahaan dengan perusahaan lain

atau melihat perkembangan perusahaan secara periodik atau “time

series”.

g. Lebih mudah melihat trend perusahaan serta melakukan prediksi di

masa yang akan datang.

3. Keterbatasan Analisis Rasio Keuangan

Menurut keown, Martin, Petty dan Scott (2011:91) menyatakan

beberapa kelemahan penting yang mungkin ditemui dalam menghitung

dan menginterpretasikan rasio keuangan:

a. Kadang-kadang sulit untuk mengindentifikasikan kategori industri,

jika perusahaan berusaha dalam beberapa bidang usaha. Jika kita harus

Page 49: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

30

memilih sendiri kumpulan perusahaan pembanding dan membuat

norma khusus yang sesuai.

b. Angka rata-rata industri yang diterbitkan hanya merupakan perkiraan

saja dan hanya memberikan petunjukan umum karena bukan

merupakan hasil penelitian dari seluruh perusahaan dalam industri

ataupun bahkan sekedar sampel yang mewakili dalam industri.

c. Perbedaan praktik akuntansi antar-perusahaan dapat menghasilkan

perbedaan dalam perhitungan rasio. Sebagai tambahan, perusahaan

maungkin memilih metode yang berbeda dalam penyusutan aktiva

tetap mereka.

d. Suatu industri kebanyakan tidak menyediakan suatu target atau nilai

rasio yang diinginkan. Yang paling baik, suatu industri menyediakan

petunjuk posisi keuangan dari rata-rata perusahaan yang ada dalam

industri, termasuk yang buruk dan yang memilih membandingkan

rasio perusahaan kita dengan menentukan sendiri kelompok

pembanding atau dengan pesaing tunggal.

e. Banyak perusahaan mengalami perubahan-perubahan dalam operasi

mereka. Jadi, masukan neraca dan rasio yang berkaitan dengan neraca

tersebut juga akan berubah-ubah menurut tahun ketika laporan tersebut

dibuat.

Page 50: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

31

Menurut Syamryn (2011:427) mengatakan bahwa ada beberapa

faktor keterbatasan dari analisis rasio diantaranya yaitu:

Faktor yang pertama, penyebab kelemahan analisis rasio keuangan

berhubungan dengan indikasi bidang usaha bagi perusahaan yang akan

dianalisis. Terhadap sebuah perusahaan yang menjalankan kegiatan

dalam banyak lini bisnis, kadang-kadang sulit mengindentifikasi

kategori industri yang menjadi bidang usaha perusahaan yang

bersangkutan. Hal ini menyebabkan kesulitan dalam memilih jenis

industri yang dapat dijadikan sebagai bahan pembanding.

Faktor yang kedua, berhubungan dengan penggunaan rata-rata industri

sebagai alat ukur kewajaran suatu kinerja yang dicapai. Rata-rata

industri yang dipublikasikan hanya merupakan aproksimasi dan

menyediakan pedoman umum kepada para pemakai dibanding dengan

rasio rata-rata yang ditentukan secara ilmiah, dari semua atau bahkan

suatu sampel perusahaan yang representatif dalam kelompok industri

tertentu. Dengan demikian suatu rata-rata industri tidak dapat

sepenuhnya dijadikan target atau standar rasio yang dikehendaki.

Faktor ketiga, berhubungan dengan perbedaan interpretasi di antara

praktisi akuntansi. Para praktisi akutansi diperusahaan-perusahaan

sering memberikan interpretasi yang berbeda atas transaksi sejenis

yang terjadi.

Page 51: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

32

Faktor lain yang menjadi kelemahan dari analisis rasio keuangan

berhubungan dengan fluktuasi kegiatan bisnis yang musiman. Dalam

praktiknya banyak bisnis yang volume aktivitasnya dipengaruhi oleh

musim, baik yang disebabkan faktor alam maupun perubahan perilaku

konsumen. Dengan mengetahui faktor-faktor tersebut analisis rasio

keuangan dapat membuat interpretasi tambahan untuk menyesuaikan

hasil analisisnya sehingga lebih mendekati keadaan yang sebenarnya.

E. Financial Distress

1. Pengertian Financial Distress

Kesehatan keuangan perusahaan sangat penting diketahui oleh

investor dan kreditor dalam pengambilan keputusan-keputusan

investasi dan kredit. Masalah kesulitan selalu memunculkan

kemungkinan risiko kebangkrutan (risk of bankcruptcy).

Menurut Ross dan Westerfiel (1996) dalam kondisi financial

distress adalah suatu situasi cash flow operasi perusahaan tidak mampu

menutupi atau mencukupi kewajiban perusahaan saat ini, seperti Trade

of Credit (L/C) atau biaya bunga, sehingga perusahaan dipaksa untuk

melakukan tindakan korektif. Financial distress dapat membawa suatu

perusahaan mengalami default pada kontraknya, yang akhrinya dapat

dilakukan restrukturisasi financial antara perusahaan, kreditur-kreditur

dan investor-investor modal (eguity invostors).

Plat dan Plat (2002) dalam Almilia (2004) mendefinisikan

financial distress sebagai tahap penurunan kondisi keuangan yang

Page 52: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

33

terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan ataupun likuidasi dan

menyatakan kegunaan informasi jika suatu perusahaan mengalami

financial distress adalah:

a. Dapat mempercepat tindakan manajemen untuk mencegah

masalah sebelum terjadi kebangkrutan.

b. Pihak manajemen dapat mengambil tindakan merger atau

takeover. Agar perusahaan lebih mampu untuk membayar hutang

dan mengelola perusahaan dengan lebih baik.

c. Memberikan tanda peringatan awal adanya kebangkrutan pada

masa yang akan datang.

Menurut Ahmad Rodoni dan Herni Ali (2010: 171), financial

distress pada dasarnya sukar didefinisikan secara tepat. Hal ini

disebabkan oleh bermacam-macam kejadian kejatuhan perusahaan

pasa saat financial distress. Peristiwa kejatuhan perusahaan yang

disebabkan financial distress hampir tidak ada akhirnya, seperti

terjadinya pengurangan dividen, penutupan perusahaan, kerugian-

kerugian, pemecatan, pengunduran diri direksi dan jatuhnya harga

saham. Salah satu penyebab terjadinya financial distress adalah

keburukan dalam pengelolaan bisnis (mismanagement) perusahaan

tersebut.

Definisi financial distress menurut Ahmad Rodoni dan Herni

Ali (2010: 171-172) sebagai berikut:

Page 53: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

34

a. Jika beberapa tahun perusahaan mengalami laba bersih operasi

(net operating income) negatif, digunakan oleh Hofer (1980)

dan Whitaker (1999).

b. Adanya pemberhentian tenaga kerja atau menghilangkan

pembayaran deviden, digunakan Lau (1987) dan Hill, et al

(1996).

c. Arus kas hasil operasi perusahaan tidak cukup memenuhi

kewajiban perusahaan, digunakan oleh karen Wruck (1990).

d. Rendahnya interest coverage Ratio, EBITDA negatif

digunakan oleh asquith, et al (1991) dan Pindando, et al (2006).

e. Perubahan harga ekuitas atau EBIT negatif, digunakan oleh

John, et al (1992) dan (2004).

f. Stock-based insolvency yaitu kekayaan bersih negatif dan nilai

asset kurang dari nilai hutang dan flow- based insolvency yaitu

arus kas yang berjalan tidak cukup untuk memnuhi kewajiban,

digunakan oleh Altman (1993).

g. Adanya arus kas yang lebih kecil dari hutang jangka panjang

saat ini, digunakan oleh Whitaker (1999).

h. Perusahaan diberhentikan operasinya atau wewenang

pemerintah dan perusahaan tersebut dipersyaratkan untuk

melakukan perencanaan reskrukturisasi, digunakan oleh Tirapat

dan Nittayagasetwat (1999).

Page 54: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

35

i. Negatif EBITDA, interest coverage, negatif EBIT, negatif net

operating income, digunakan oleh Plat (2004).

j. Beberapa tahun mengalami laba bersih operasi dan selama

lebih dari satu tahun tidak melakukan pembayaran deviden,

digunakan oleh Almilia dan Kristijadi (2003).

k. Perusahaan mengalami delisted akibat laba bersih dan nilai

buku negatif berturut-turut, serta perusahaan tersebut dimerger,

digunakan oleh Almilia (2004).

l. Perusahaan yang selama dua tahun berturut-turut mengalami

laba bersih (net income) negatif dan nilai buku ekuitas negatif,

digunakan oleh Almilia (2006).

Adapun definisi-definisi lain dari financial distress atau

kegagalan keuangan yang diderita oleh perusahaan

dikemukakan oleh beberapa sumber sebagai berikut:

Menurut Luciana (2003) suatu perusahaan yang

dikategorikan mengalami financial distress adalah jika

perusahaan tersebut mengalami laba operasi negatif selama dua

tahun berturut-turut. Perusahaan yang mengalami laba operasi

selama lebih dari setahun menunjukkan telah terjadi tahap

penurunan kondisi keuangan suatu perusahaan. Jika tidak ada

tindakan perbaikan yang dilakukan manajemen perusahaan

maka perusahaan dapat mengalami kebangkrutan.

Page 55: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

36

Menurut Ambarwati (2010:31) dalam Akhmad (2014)

definisi financial distress adalah kondisi dimana perusahaan

mengalami kesulitan keuangan dan terancam bangkrut. Jika

perusahaan mengalami kebangkrutan maka akan muncul biaya

kebangkrutan yang disebabkan oleh : keterpakasaan menjual

aset di bawah harga pasar, biaya likuidasi dan lain sebagainya.

Perusahaan dengan risiko lebih besar mengalami adanya

financial disress akan menjamin lebih sedikit dibandingkan

perusahaan dengan risiko terjadinya financial distress lebih

kecil.

Menurut Prawironegoro (2009:311) dalam Akhmad (2014)

financial distress atau kegagalan ialah ketidak mampuan

mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Dalam dunia bisnis

sasaran itu berupa penjualan, laba kotor, laba operasi, laba

bersih, pendapatan bersih per saham, dan sebagainya.

Kegagalan yang terus menerus dapat meruntuhkan organisasi

bisnis, jika kegagalan itu tidak cepat diatasi.

Menurut Dermawan Sjahrial (2008:202). Financial distress

adalah kondisi dimana perusahaan mengalami kesulitan

keuangan dan terancam bangkrut. Jika perusahaan mengalami

kebangkrutan, maka akan timbul biaya kebangkrutan

(bankcruptcy costs) yang disebabkan oleh keterpaksaan

menjual aktiva dibawah harga pasar, baiaya likuiditas

Page 56: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

37

perusahaan, rusaknya aktiva tetap dimakan waktu sebelum

terjual, dan sebagainya. Selain itu, ancaman akan terjadi

financial distress juga merupakan biaya karena manajemen

cenderung menghabiskan waktu untuk menghindari

kebangkrutan daripada membuat keputusan perusahaan yang

baik. Pada umumnya kemungkinan terjadinya financial distress

semakin meningkat dengan meningkatnya penggunaan hutang.

Logikanya adalah semakin besar penggunaan hutang semakin

besar pula beban biaya bunga, semakin besar profitabilitas

bahwa penurunan penghasilan akan menyebabkan financial

distress.

Brigham dan Gapenski dalam Safitra et.al (2012)

mengatakan kebangkrutan dapat diartikan dalam beberapa cara

tergantung masalah yang dihadapi oleh perusahaan:

1. Kegagalan Ekonomi (Economic Failure)

Kegagalan ekonomi mengindikasikan bahwa pendapatn

perusahaan tidak mampu menutupi biaya totalnya,

termasuk biaya modal. Perusahaan yang mengalami

kegagalan ekonomi dapat terus beroperasi selama

pemilik perusahaan bersedia mendapatkan tingkat

pengembalian yang lebih rendah.

Page 57: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

38

2. Kegagalan Usaha (Business Failure)

Istilah business failure digunakan untuk

mengelompokkan kegiatan bisnis yang telah

menghentikan operasinya kemudian berakibat kerugian

bagi para kreditur. Namun, tidak semua perusahaan

yang menutup usahanya dianggap gagal.

3. Insolvensi Teknis (Technical Insolvency)

Perusahaan dianggap mengalami insolvensi teknis kija

tidak mampu membayar kewajiban jangka pendek pada

saat jatuh tempo. Insolvensi teknis mengindikasikan

tingkat likuiditas yang sangat rendah dan mungkin

hanya bersifat sementara. Perusahaan juga

dimungkinkan untuk meningkatkan jumlah kas dan

membayar kewajibannya sehingga masih dapat tetap

bertahan.

4. Insolvensi dalam kebangkrutan (insolvency in

Bankruptcy)

Hal ini terjadi ketika kewajiban total perusahaan

melebihi nilai total aktivanya. Kondisi ini jauh lebih

serius dari insolvensi teknis dan cenderung mengarah

para likuidasi.

Page 58: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

39

5. Kebangkrutan secara Resmi (legal Bankruptcy)

Meskipun istilah bangkrut diperuntukkan bagi

perusahaan yang mengalami kegagalan usaha,

perusahaan tidak akan secara resmi dinyatakan bangkrut

kecuali:

a. Perusahaan mengalami kebangkrutan berdasarkan

kriteria yang dibuat oleh federal bankrupcty act

(undang-undang kebangkrutan).

b. Telah dinyatakan bangkrut oleh perusahaan.

Ramadhani dan Lukviarman (2009) menyimpulkan

bahwa financial ditress adalah suatu dimana kas operasi

perusahaan tidak memadai untuk melunasi kewajiban-

kewajiban lancar (seperti hutang dagang atau beban bunga)

dan perusahaan terpaksa melakukan tindakan perbaikan.

Financial distress adalah masalah likuiditas yang sangat parah

yang bisa dipecahkan tanpa perubahan ukuran dari operasi atau

stuktur perusahaan. Informasi financial distress ini dapat

dijadikan sebagai peringatan dini atas kebangkrutan sehingga

manajemen dapat melakukan tindakan secara cepat untuk

mencegah masalah sebelum terjadinya kebangkrutan.

Page 59: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

40

Gambar 2.1

Tahap Financial Distress

49% 51%

53% 47%

3% 10%

7%

Sumber : Ross, et. al. 2008.

Financial

distress

Tidak melakukan

restrukturisasi

keuangan

Melakukan

restrukturisasi keuangan

Melaksanakan atas

putusan pengadilan Melakukan atas

prakarsa sendiri

Melakukan reorganisasi

dan berhasil bangkit

kembali

Merger dengan

perusahaan lain Likuidasi

Page 60: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

41

Gambar di atas menjelaskan tahap-tahap financial distress

perusahaan sampai dengan kepada kebangkrutan. Sejumlah 49

persen perusahaan mendapatkan manfaat dari financial distress

dengan merestukturisasi aset mereka. Perusahaan yang tidak

melakukan restrukturisasi keuangan melakukan penyehatan

terhadap hutang sehingga mengubah perilaku perusahaan dan

mendesak perusahaan untuk membuang bisnis mereka yang tidak

berhubungan. Financial distress pada beberapa perusahaan

membawa perusahaan kepada bentuk organisasi baru dan strategi

operasi yang baru. Restrukturisasi keuangan dapat dilakukan

sendiri atau dilakukan atas putusan pengadilan. Dalam gambar

tersebut dijelaskan juga, bahwa hampir separuh restrukturisasi atas

prakarsa sendiri. Dan yang melaksanakan restrukturisasi

berdasarkan putusan pengadilan sejumlah 83 persen dapat

melakukan reorganisasi dan meneruskan usahanya kembali.

(Rodoni dan Ali, 2010:175).

2. Penyebab financial distress

Financial distress bisa terjadi pada semua perusahaan.

Penyebab terjadinya financial distress juga bermacam-macam. Lizal

(2002, dalam Fachruddin, 2008) mengelompokkan penyebab

kesulitan, yang disebut dengan Model Dasar Kebangkrutan atau

Trinitas Penyebab Kesulitan Keuangan. terdapat 3 alasan utama

Page 61: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

42

mengapa perusahaan bisa mengalami financial distress dan

kemungkinan bangkrut, yaitu:

a. Neoclassical model

Financial distress dan kebangkrutan terjadi jika alokasi sumber

daya di dalam perusahaan tidak tepat. Manajemen yang kurang

bisa mengalokasikan sumber daya (aset) yang ada di perusahaan

untuk kegiatan operasional perusahaan.

b. Financial model

Pecampuran aset benar tetapi struktur keuangan salah dengan

liguidity constraints. Hal ini berarti bahwa walaupun perusahaan

dapat bertahan hidup dalam jangka panjang tapi ia harus bangkrut

juga dalam jangka pendek.

c. Corporate governance model

Menurut model ini, kebangkrutan mempunyai campuran aset dan

struktur keuangan yang benar tapi dikelola dengan buruk.

Ketidakefisienan ini mendorong perusahaan menjadi out of the

market sebagai konsekuensi dari masalah dalam tata kelola

perusahaan yang tak terpecahkan.

3. Manfaat Melakukan Prediksi Financial Distress

Prediksi financial distress ini sangat penting bagi berbagai

pihak. Hal ini menjadi perhatian bagi berbagai pihak karena

dengan mengetahui kondisi perusahaan yang mengalami keputusan

atau tindakan untuk memperbaiki keadaan ataupun untuk

Page 62: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

43

menghindari masalah. Ada berbagai macam cara atau metode yang

bisa digunakan untuk melakukan prediksi financial ditress.

Berbagai pihak yang berkepentingan untuk melakukan prediksi

atas kemungkinan terjadinya financial distress adalah (Almilia dan

Kristijadi, 2003):

a. Pemberi Pinjaman atau Kreditor

Institusi pemberi pinjaman memprediksi financial distress

dalam memutuskan apakah akan memberikan pinjaman dan

menentukan kebijakan mengawasi pinjaman yang telah

diberikan pada perusahaan. Selain itu juga digunakan untuk

menilai kemungkinan masalah suatu perusahaan dalam

melakukan pembayarn kembali pokok dan bunga.

b. Investor

Model prediksi financial distress dapat membantu investor

ketika akan memutuskan untuk berinvestasi pada suatu

perusahaan.

c. Pembuat Peraturan atau Badan Regulator.

Badan regulator mempunyai tanggung jawab mengawasi

kesanggupan membayar hutang dan menstabilkan perusahaan

individu. Hal ini menyebabkan perlunya suatu model untuk

mengetahui kesanggupan perusahaan membayar hutang dan

menilai stabilitas perusahaan.

Page 63: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

44

d. Pemerintah

Prediksi financial distress penting bagi pemerintah dalam

melakukan antitrust regulation

e. Auditor

Model prediksi financial distress dapat menjadi alat yang

berguna bagi auditor dalam membuat penilain going concern

perusahaan.

f. Manajemen

Apabila perusahaan mengalami kebangkrutan, maka

perusahaan akan menanggung biaya langsung (fee akuntan dan

pengacara) dan biaya tidak langsung (kerugian penjualan atau

kerugian paksaan akibat ketetapan pengadilan). Oleh karena

itu, manajemen harus melakukan prediksi financial distress dan

mengambil tindakan yang diperlukan untuk dapat mengatasi

kesulitan keuangan yang terjadi dan mencegah kebangkrutan

pada perusahaan.

Menurut Foster (1986) dalam Luciana (2003) terdapat

beberapa indikator atau sumber informasi mengenai

kemungkinan dari kesulitan keuangan:

1. Analisis arus kas untuk periode sekarang dan yang akan

datang.

2. Analisis strategi perusahaan yang mempertimbangkan

pesaing potensial, struktur biaya relatif. Perluasan rencana

Page 64: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

45

dalam industri, kemampuan perusahaan untuk meneruskan

kenaikan biaya, kualitas manajemen dan lain sebagainya.

3. Analisis laporan keuangan dari perusahaan serta

perbandingannya dengan perusahaan lain. Analisis ini dapat

berfokus pada suatu variabel keuangan tunggal atau suatu

kombinasi dari variabel keuangan.

4. Variabel eksternal seperti retrun sekuritas dan penilaian

obligasi.

4. Cara Mengatasi dan Menghindari Financial Distress

Menurut Rodoni dan Ali (2010:174) financial distress pada

perusahaan dapat diatasi dengan beberapa cara yaitu:

a. Berhubungan dengan aset perusahaan yaitu dengan menjual

aset-aset utama, melakukan merger dengan perusahaan lain,

menurunkan pengeluaran dan pengembangan.

b. Berhubungan dengan restrukturisasi keuangan yaitu dengan

menerbitkan sekuritas baru, mengadakan negoisasi dengan

bank dan kreditor, dan bangkrut. Financial distress dapat

melibatkan restrukturisasi aset ataupun restrukturisasi

keuangan.

Page 65: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

46

F. Penelitian Terdahulu

Tabel 2.2

Penelitian Terdahulu

No Tahun Penelitian Judul Hasil penelitian

1 2003 Almilia

Luciana spica

& Emanuel

Kristijadi

“Analisis rasio

keuangan

untuk

memprediksi

kondisi

financial

distress

perusahaan

manufaktur

yang terdaftar

Bursa Efek

Jakarta”

Hasil penelitian menunjukkan

bahwa rasio-rasio keuangan dapat

digunakan untuk memprediksi

financial distress perusahaan yang

paling dominan dalam

menentukan financial distress

adalah rasio NIS, CLTA, CACL

dan GROWTH NITA.

2 2005 Luciana

Spica Almilia

dan Winny

Herdiningtyas

“ Analisis

Rasio CAMEL

Terhadap

Prediksi

Kondisi

Bermasalah

Pada Lembaga

Perbankan

Periode 2000-

2002”.

Penelitian ini menunjukkan bahwa

rasio keuangan CAMEL memilki

daya klasifikasi atau daya prediksi

untuk kondisi bank yang

mengalami kesulitan keuangan

dan bank yang mengalami

kebangkrutan. Penelitian ini juga

memberikan bukti bahwa rasio

CAR,APB,NPL,PPAPAP,ROA,N

IM dan BOPO secara statistik

berbeda untuk kondisi bank

bangkrut dan mengalami kesulitan

keuangan dengan bank yang tidak

bangkrut dan tidak mengalami

kondisi kesulitan keuangan.

3

2006 Almilia

Luciana

Spica

“ Analisis

Kondisi

Financial

Distress

Perusahaan Go

public dengan

Menggunakan

Analisis

Multinominal

Logit”.

Hasil menunjukkan dari ketiga

model variabel yang digunakan

adalah: Model 1. Lap L/R &

Neraca memiliki daya klasifikasi

model sebesar 79.0%. model 2:

Lap arus kas memiliki daya

klasifikasi sebesar 58.0%. model

3: Lap L/R, Neraca & arus kas

memiliki daya klasifikasi sebesar

79.6%.

Page 66: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

47

Lanjutan Tabel 2.2

No Tahun Penelitian Judul Hasil Penelitian

4 2011 Isyaiyas

andhito

“ Analisis Rasio

Keuangan

Dalam

Memprediksi

Kondisi

Financial

Distress

Perusahaan

(Studi Kasus

Perusahaan

yang Terdaftar

Pada Bursa

Efek Indonesia

periode 2007-

2010 ”.

Temuan penelitian ini yaitu

rasio keuangan yang berasal

dari neraca, laporan laba rugi

dan laporan arus kas

(NIS,CATA,NITA,CASHTA,

CFFOTA,dan DITS) adalah

variabel yang signifikan

dalam menetapkan kesulitan

keuangan perusahaan.

5 2012 Hazem B. Al-

Katabi dan

Alaa Al-

Horani

“Predicting

Financial

distress of

Public

Companies

Listed in

Amman Stock

Exchange”.

Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui model mana yang

paling tepat digunakan untuk

menganalisis perusahaan

yang mengalami kondisi

financial distress. Hasil

penelitian ini menyatakan

bahwa kedua model ini yaitu

regresi logistik dan analisis

deskriminan dapat

memprediksi kondisi

financial distress. Adapun

variabel yang mempengaruhi

secara signifikan adalah ROE

dan ROA.

6 2013 Yunita

Anggraini

“Prediksi

Financial

Distress Pada

Sektor

Agrikultur

(yang Terdaftar

Di BEI Periode

2007-2012 ”.

Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa variabel

yang signifikan untuk

memprediksi kondisi

financial distress adalah

variabel net income/total

assets dan current

assets/current liabilities.

Page 67: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

48

Lanjutan Tabel 2.2

No Tahun Penelitian Judul Hasil Penelitian

7 2014 Triani

pujiastuti dan

yuharningsih

“Anteseden

Profitabilitas

Financial

Distress Pada

Perusahaan

manufaktur Di

Indonesia”.

Hasil riset menggunakan regresi

logistik dimana 1) Rasio

profitabilitas working capital

policy ratio, capital structure,

size, dan ukuran perusahaan

berpengaruh signifikan terhadap

profitabilitas dari financial

distress perusahaan manufaktur di

indonesia. 2) hanya rasio

profitabilitas yang berpengaruh

signifikan negatif terhadap

profitabilitas financial distress

perusahaan manufaktur di

indonesia ketika working capital

ratio, capital structure, size, dan

ukuran perusahaan tidak

berpengaruh signifikan ke

financial distress perusahaan

manufaktur di indonesia.

Penelitian ini dapat digunakan

untuk memprediksi financial

distress.

8 2014 Wahyudin

Akhmad

“ Analisis

Pengaruh

Rasio

Likuiditas,

Solvabilitas,

Rentabilitas,

Aktivitas Dan

Growth Pada

Perusahaan

yang

Mengalami

Kondisi

Financial

Distress”.

Penelitian ini menggunakan 10

rasio keuangan sebagai variabel

independent yang terdiri dari

current Ratio, Quick Ratio, Debt

ratio to Assets Ratio, Return on

Eguity, Return on Assets, Total

Assets Turonover, Fix Assets

Turnover, Sales Growth, dan Net

Income growth. Dari hasil analisis

tersebut variabel Current ratio,

Quick Ratio, dan ROA memilki

pengaruh secara signifikan

terhadap kondisi financial distress

perusahaan, sedangkan variabel

lainnya tidak memiliki pengaruh

yang signifikan terhadap kondisi

financial distress perusahaan.

Page 68: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

49

Lanjutan Tabel 2.2

No Tahun Penelitian Judul Hasil Penelitian

9 2014 Elvinna wiwit

firma meita

“Analisis

Penggunaan

Metode

Altman,Spring

ate,dan

Zmijewski

Dalam

Memprediksi

Kebangkrutan

Perusahaan

Pertambangan

Batubara

Periode 2012-

2014”.

Model altman Z-score dan model

spirangate merupakan model

prediksi kebangkrutan yang

memberikan nilai yang sama

tingginya dalam memprediksi

kebangkrutan pada perusahaan

pertambangan batubara dengan

nilai prediksi kebangkrutan

sebesar 88,888%. Model

Zmijewski merupakan model

prediksi kebangkrutan yang

memberikan nilai yang juga

cukup tinggi dalam memprediksi

kebangkrutan pada perusahaan

pertambangan batubara dengan

nilai prediksi kebangkrutan

sebesar 66,666%.

10 2014 Yudho

wijoseno

“Analisis

Rasio

Keuangan

terhadap

Peramalan

Financial

Distress =

Pendekatan

Analisis

Menggunakan

Metode Fulmer

H-score pada

Perusahaan

Pertambangan

di Bursa Efek

Indonesia

Periode 2009-

2013”.

Penelitian ini menunjukkan bahwa

keseluruhan variabel didalam

penelitian ini memiliki pengaruh

secara simultan. Sedangkan secara

parsial menunjukkan bahwa

variabel laba ditahan / total asset,

total kewajiban / total asset, total

utang jangka pendek / total asset,

log EBIT / bunga, dan nilai H-

Score memiliki pengaruh secara

parsial terhadap kategori

perusahaan.

Page 69: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

50

G. Kerangka Pemikiran

Gambar 2.3

Kerangka Pemikiran

H.

I.

J.

K.

L.

M.

Uji Normalitas Data

(Kolmogorov-Smirnov)

Data Normal

(Independent

Sampel test)

Data tidak

Normal (Mann

Whitney)

Uji wald

statistic

Ketepatan

Prediksi

klasifikasi

Koefisien

Coz & Snell

R Square

Uji Chi

Square

Hosmer &

Interpretasi

Kesimpulan

Variabel Independent:

1. Rasio Aktivitas (X1)

2. Rasio Profitabilitas (NIS) (X2)

3. Rasio Profitabilitas (NITA) (X3)

4. Rasio Solvabilitas (X4)

5. Rasio Likuiditas (X5)

Variabel Dependent:

Financial Distresss (Y1)

dan Non Financial

Distresss (Y0)

Bursa Efek Indonesia

Laporan keuangan Perusahaan

Analisis Regresi Logistik

Page 70: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

51

H. Hipotesis

Berdasarkan penelitian terdahulu, dan kerangka pemikiran tujuan

penelitian yang akan dilakukan maka dapat dibuat hipotesis:

Hipotesis I : Terdapat perbedaan yang signifikan pada rasio-

rasio keuangan kelompok perusahaan sektor

pertambangan yang Financial distress

dan kelompok yang non financial distress (sehat)

dengan uji beda Independent test sampel.

Hipotesis II : Terdapat perbedaan pada rasio-rasio keuangan

kelompok perusahaan sektor pertambangan yang

mengalami financial distress dan kelompok yang

non financial distress (sehat) dengan uji beda

Mann Whitney.

Hipotesis III : Rasio keuangan STA, NIS, NITA, TLTA, dan

CACL dapat memprediksi kondisi financial

distress suatu perusahaan dan kesehatan

perusahaan di sektor pertambangan.

Page 71: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

52

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan berdasarkan laporan keuangan tahunan

perusahaan sektor pertambangan selama periode 2011-2015 yang

dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia dan telah di audit oleh auditor

independen. Adapun laporan-laporan keuangan pada penelitian ini diambil

dari neraca dan laporan laba rugi yang akan diubah menjadi rasio-rasio

keuangan untuk memprediksi potensi financial distress pada perusahaan

sektor pertambangan dan laporan keuangan 2011-2013 merupakan data

yang akan diolah.

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis rasio-rasio keuangan

yang berasal dari Rasio Likuiditas: Current assets/Current Liabilities

(CACL), Rasio Profitabilitas: Net Income/Sales (NIS) dan Net

Income/Total Assets (NITA), Rasio Aktivitas: Sales/Total Assets (STA),

Rasio Solvabilitas (financial leverage): Total Liabilities/Total Assets

(TLTA) sebagai variabel independen (X) dan kondisi Financial Distress

sebagai variabel dependen (Y) dalam penelitian ini.

Page 72: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

53

B. Metode Penentuan Sampel

1. Objek Penelitian

a. Populasi

Menurut Muis (2009:169) populasi, yaitu sekelompok

orang, kejadian atau gejala sesuatu yang mempunyai

karakteristik tertentu. Anggota populasi disebut dengan elemen

populasi (popultion element). Masalah populasi timbul

terutama pada penelitian opini yang menggunakan metode

survei sebagai teknik pengumpulan data.

b. Sampel Penelitian

Menurut Suharjo (2013:7) sampel adalah bagian dari

populasi yang menjadi objek penelitian (sampel sendiri secara

harfiah berarti contoh). Hasil pengukuran atau karakteristik dari

sampel disebut ”statistik”.

Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam

penelitian ini adalah dengan metode purposive sampling adalah

pengambilan sampel berdasarkan kriteria tertentu (Suharyadi dan

Purwanto, 2009:17).

2. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan yang

tergolong dalam sektor pertambangan periode 2011-2015 yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Dan alasan memilih sektor

pertambangan adalah karena menguatnya harga minyak mentah

Page 73: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

54

dunia beberapa tahun belakangan sehingga mengangkat harga

batubara sebagai bahan bakar subtitusi secara signifikan, yang

mana kedua komoditi ini merupakan hasil dari sektor

pertambangan. Sedangkan penulis mengambil tahun 2011-2015

karena data tersebut merupakan data terbaru dan belum ada

penelitian terdahulu yang memakai tahun tersebut. Jumlah populasi

dalam penelitian ini sebanyak 44 perusahaan. Pemilihan sampel

dalam penenlitian ini dilakukan dengan menggunakan metode

pemilihan sampel dari populasi didasarkan atas pertimbangan

(judgement sampling ) tertentu.

Adapun sampel yang digunakan dalam penelitian ini

berdasarkan kriteria dibawah ini:

1. Perusahaan yang tergabung di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan

tergolong dalam sektor pertambangan selama periode 2011-2015

dimaksudkan agar jumlah data dapat memenuhi kriteria sampel

penelitian.

2. Mempublikasikan laporan keuangan yang telah diaudit secara

konsisten dan lengkap dari tahun 2011-2015.

3. Data laporan keuangan perusahaan tahunan sesuai dengan kriteria

yang menurut Edward Akiko Wibisono (2013) dalam yunita

anggraini (2013) sebagai pedoman penentuan apakah perusahaan

mengalami financial distress yang memilki laba bersih negatif

sekurang-kurangnya 2 periode laporan keuangan selama periode

Page 74: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

55

pengamatan menderita rugi sebagai perusahaan yang mengalami

kesulitan. Perusahaan yang memilki laba bersih positif berturut-

turut pada tahun 2014-2015 sebagai perusahaan yang tidak

mengalami financial distress yang dipublikasikan di Bursa Efek

Indonesia.

4. Laporan keuangan harus mempunyai tahun buku yang berakhir

pada 31 Desember.

5. Data laporan keuangan tahunan periode 2011-2013 merupakan

data yang akan diolah.

Berdasarkan kriteria-kriteria tersebut, dari seluruh

perusahaan yang tergabung dalam sektor pertambangan, dengan

menggunakan teknik judgement sampling, maka diporoleh

sebanyak 16 perusahaan yang memenuhi kriteria sebagai sampel

penelitian.

Tabel 3.1

Perusahaan yang Mengalami Financial Distress

No Kode Emiten Tanggal Listing

1 DEWA PT. Darma Henwa Tbk 8 Oktober 1981

2 DOID PT. Delta Dunia Makmur Tbk 15 Juni 2001

3 ELSA PT. Elnusa. Tbk 6 Februari 2008

4 ARII PT. Atlas Resources Tbk 8 November 2011

5 TOBA PT. Toba Bara Sejahtra Tbk 6 Juli 2012

6 CTTH PT. Citatah Tbk 16 Juli 1997

Page 75: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

56

Tabel 3.2

Perusahaan yang Mengalami Tidak Financial Distress

No Kode Emiten Tanggal Listing

1 ANTM PT. Aneka Tambang Tbk 5 Juli 1968

2 BYAN PT. Bayan Resources Tbk 7 oktober 2004

3 ADRO PT. Adaro Energy Tbk 16 juli 2008

4 GEMS PT. Golden Energy Mines Tbk 17 November 2011

5 HRUM PT. Harum Energy Tbk 6 Oktober 2010

6 ITMG PT. Indo TambangRaya Megah

Tbk

18 Desember 2007

7 MITI PT. Mitra Investindo Tbk 16 Juli 1996

8 KKGI PT. Resources Alam Indonesia

Tbk

1 Juli 1991

9 PTRO PT. Petrosea Tbk 21 Mei 1990

10 PTBA PT. Tambang Batubara Bukit

Asam Tbk

23 Desember 2002

Berdasarkan metode penentuan sampel yang digunakan maka

penelitian menggunakan sampel 16 perusahaan sektor pertambangan, 6

perusahaan dikatakan financial distress (1) dan 10 perusahaan tidak

mengalami financial distress (0) di Bursa Efek Indonesia.

C. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif

yang merupakan data yang berupa angka-angka yang memiliki satuan

hitung dan dapat dihitung secara sistematis, yaitu laporan keuangan

dari neraca dan laporan laba (rugi). Metode pengumpulan data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan dan data

sekunder.

Page 76: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

57

1. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan

cara mengumpulkan data dari teori-teori yang bersumber dari

berbagai refrensi yang mendukung penelitian ini, meliputi

jurnal, skripsi, artikel, literatur, buku-buku dan sebagainya

yang berkaitan dengan penelitian ini.

2. Data Sekunder

Data sekunder juga merupakan data yang diperoleh dengan

cara mengumpulkan dokumen atau laporan keuangan yang

bersumber dari perusahaan atau pihak-pihak yang berkaitan

dengan penelitian. melalui studi kepustakaan, Internet

Research juga digunakan dalam mengumpulkan data dengan

cara mengakses data melalui internet. Selain itu, laporan

keuangan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia (BEI) juga diakses melalui internet dengan

memasuki website dari BEI tersebut yaitu www.idx.co.id.

D. Metode Analisis

1. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif kuantitatif merupakan metode penelitian

dengan cara mengumpulkan data-data sesuai dengan yang

sebenarnya kemudian data-data tersebut disusun, diolah dan

dianalisis untuk dapat memberikan gambaran mengenai masalah

yang ada (Sugiyono, 2008:105).

Page 77: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

58

2. Uji Normalitas Data

Analisis awal pada penelitian ini sebelum melakukan

pengujian hipotesis I adalah analisis normalitas data, dalam analisis

ini digunakan uji One Sample Kolmogorov-Smirnov. Menurut

Bhuono Agung Nugroho (2005:107) uji One Sample Kolmogorov-

Smirnov sangat membantu peneliti untuk mengetahui apakah

sampel yang dipilih berasal dari data yang terdistribusi normal atau

data yang tidak terdistribusi normal. Almilia dan Herdiningtyas

(2005) jika data tidak normal maka dilakukan uji beda

nonparametik dengan menggunakan Mann Whitney, sebaliknya

jika data normal digunakan Independent T-test.

Hipotesis dalam uji One Sample Kolmogorov-Smirnov adalah

(Ghozali, 2011:32):

Hipotesis nol ( Ho) : Data terdistribusi secara normal.

Hipotesis Alternatif (Ha) : Data tidak terdistribusi normal.

Dasar pengambilan keputusannya adalah probabilitas asymp.

Sig(2-tailed) > 0,05 maka data berasal dari populasi yang terdistribusi

normal. Sebaliknya jika probabilitas asymp. Sig(2-tailed) < 0,05 dapat

disimpulkan bahwa data berasal dari populasi yang tidak berdistribusi

normal.

Page 78: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

59

3. Independent Sampel test

Uji beda Independent Sampel t-test digunakan untuk

menentukan apakah dua sampel yang tidak berhubungan memiliki

nilai rata-rata yang berbeda dengan asumsi data yang berdistribusi

normal pada statistik parametrik. Uji beda t-test dilakukan dengan

cara membandingkan perbedaan antara dua nilai rata-rata dengan

standar eror dari perbedaan rata-rata dua sampel (Ghozali, 2011:

64) :

Dimana :

µ1 : Rata-rata sampel pertama

µ2 : Rata-rata sampel kedua

S.E : Standar eror perbedaan rata-rata kedua sampel.

Menurut Dwi Priyanto (2008:95) sebelum dilakukan Uji T-

test dilakukan uji kesamaan varian (homogenitas) dengan F test

(Levene’s Test), artinya jika varian sama maka Uji T menggunakan

Equal Variance Assumed (diasumsikan varian sama) dan jika

varian berbeda menggunakan Equal Variance Not Assumed

(diasumsikan varian berbeda).

𝑡 = µ1- µ2

S. E

Page 79: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

60

Hipotesis Uji F sebagai berikut:

Ho : Kedua varian adalah sama (varian NIS perusahaan FD

dan NIS NFD adalah sama).

Ha : Kedua varian adalah berbeda (varian NIS perusahaan FD

Dan NIS NFD adalah berbeda).

Dasar pengambilan keputusan :

Jika Asymp.Sig (2-tailed) > 0,05 maka Ho diterima

Jika Asymp.Sig (2-tailed) < 0,05 maka Ho ditolak.

Adapun dua tahapan analisis dalam uji beda Independent

Sampel t-test yaitu:

a. Dengan Levence Test diuji apakah kedua populasi sampel sama

atau berbeda.

b. Dengan t-test, dengan berdasarkan hasil Levence Test diambil

suatu keputusan.

Jika hasil Levence Test menunjukkan varian kedua populasi

sama maka analisis harus menggunakan asumsi equal variance

dengan melihat t hitung dibandingkan dengan t tabel, jika t

hitung > t tabel maka Ho tidak dapat ditolak dan jika t hitung <

t tabel maka Ho ditolak (Ghozali, 2011: 66).

Hipotesis dalam uji Independent Sampel t-test ini adalah :

Ho : Tidak terdapat perbedaan pada rasio keuangan STA,

NIS,NITA,TLTA, dan CACL perusahaan kondisi

FD dan NFD

Page 80: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

61

Ha : Terdapat perbedaan pada rasio keuangan STA,

NIS,NITA,TLTA, dan CACL

Dasar pengambilan keputusan :

Jika probabilitas > 0,05 maka Ho tidak dapat ditolak

Jika probabilitas < 0,05 maka Ho ditolak dan menerima Ha

4. Uji Mann Whitney U

Uji Mann Whitney /Wilcoxon merupakan uji non-parametrik

yang digunakan untuk membandingkan dua mean populasi yang

berasal dari populasi yang sama. Uji Mann Whitney juga digunakan

untuk menguji apakah dua mean populasi sama atau tidak

(Ariyono,2009).

Data digunakan uji statistik non-parametrik yang khusus untuk dua

sampel bebas yaitu uji Mann Whitney. Nilai Z pada uji Mann

Whitney dapat dicari dengan rumus (Ghozali dan Castellan, 2002:

115):

Dimana:

Wx : wilxocon

M : kelompok perusahaan yang mengalami FD

n : kelompok perusahaan yang sehat (NFD)

N : jumlah populasi dua kelompok perusahaan

Page 81: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

62

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini :

Ho : µ1 = µ2 : Tidak terdapat perbedaan rasio keuangan

STA,NIS,NITA,TLTA,CACL antara rasio

keuangan perusahaan kelompok FD dan

NFD.

Ha : µ2 ≠ µ2 : Terdapat perbedaan antara rasio keuangan

STA,NIS,NITA,TLTA,CACL antara rasio

keuangan perusahaan kelompok FD dan NFD.

Dasar pengambilan keputusan :

Jika Asymp.Sig (2-Tailed) > 0,05 maka Ho tidak dapat ditolak

Jika Asymp.Sig (2-Tailed) < 0,05 maka Ho ditolak dan menerima

H1.

5. Analisis regresi Logistik

a. Defenisi Regresi Logistik

Menurut Stanislaus S Uyanto (2006: 225) Analisis

Regresi Logistik digunakan untuk melihat pengaruh sejumlah

variabel independen x1,x2,.........xk terhadap variabel dependen y

yang berupa variabel kategorik (binomial, multinomial, atau

ordinal).

Regresi logistik adalah bentuk khusus dimana variabel

dependennya terbagi menjadi dua bagian atau kelompok

(biner), Walaupun formulanya dapat saja lebih dari dua

kelompok. Regresi logistik adalah regresi yang digunakan

Page 82: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

63

untuk mencari persamaan regresi jika variabel dependennya

merupakan variabel yang berbentuk skala nominal. Regresi

logistik binary digunakan untuk menemukan persamaan regresi

dimana variabel dependennya bertipe kategorial dua pilihan

seperti ya atau tidak, sukses atau gagal.

b. Nilai Odd Ratio

Probabilitas kadang-kadang dinyatakan dalam istilah odds

model log dari odds merupakan fungsi linear dari variabel

bebas dan ekuivalen dengan persamaan multiple regression

dengan log dari odds sebagai variabel terikat. Hubungan antara

probabilitas (P) dan variabel bebas (X) adalah non-linear,

sedangkan hubungan antara log dari odds dan variabel bebas

(X) adalah linear. Dengan demikian interpretasi terhadap

koefisien variabel bebas (X) harus dilihat pengaruhnya

terhadap log dari odds dan bukan terhadap probabilitas (P)

(Ghozali, 2011: 336).

Bentuk dari odd rasio mempunyai interpretasi untuk βi yaitu

odd rasio bertambah besar dengan kelipatan exp βi untuk

setiap pertambahan suatu unit Xi (Stanislaus, 2006: 227).

Menurut Trihendradi, (2007: 64) Kita dapat merubah odds

menjadi probabilitas atau sebaliknya, perhitungan nilai odds

dengan log natural. Secara umum hubungan probabilitas dan

odds digambarkan sebagai berikut:

Page 83: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

64

Dimana :

πi : kemungkinan probabilitas kejadian pada i

Oddsi : nilai kecenderungan suatu kejadian pada case i.

Nilai Odds diasumsikan berhubungan linear dengan

variabel prediktor (variabel independen) :

Dimana :

Xij = Variabel prediktor j dengan case i

bj = Koefisien variabel prediktor j

P = jumlah variabel prediktor

Jadi probabilitas adalah :

πi = 1

1 + e

(b0+b1Xi 1+b2Xi2+.........+bpXip)

Analisis regresi logistik biner digunakan untuk melihat

pengaruh sejumlah variabel independen x1, x2,.............xk terhadap

variabel dependen Y dengan berupa variabel kategori atau juga

untuk memprediksi nilai suatu variabel dependen Y yang

berupa variabel kategori berdasarkan nilai variabel independen

x1,x2,......xk, (Stanislaus, 2006: 225).

𝜋𝑖 = eoddsi

1 + eoddsi=

1

1 + e−oddsi

Oddsi = b0+b1Xi1 + b2Xi2+.......+bpXip

Page 84: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

65

Logit (x) NFD

1- FD = β0+β1STA+β2NIS+β3NITA+β4TLTA+β5CACL

di mana:

β0 = konstanta

β1-5 = koefisien

NFD = Probabilitas bahwa faktor / covariance ke- NFD punya

Respon = 1 (NFD) dari respon regresi logistik biner

Yang mempunyai nilai 1 (NFD) dan 0 (1-NFD = FD).

X1 = Prediktor ke-1, STA (Sales / Total Assets)

X2 = Prediktor ke-2, NIS (Net Income / Sales)

X3 = Prediktor ke-3, NITA (Net Income / Total Assets)

X4 = Prediktor ke-4, TLTA (Total Liabilities / Total Assets)

X5 = Prediktor ke-5, CACL (Current Assets / Current

Liabilities).

c. Nilai-2 Log likelihood Ratio

Penelitian keseluruhan model menggunakan nilai -2 log

likelihood untuk melihat model yang lebih baik dalam

memprediksi kemungkinan terjadinya financial distress pada

perusahaan. -2 log likelihood ditransformasikan menjadi -2 log

L dimana output spss memberikan dua nilai yaitu pertama

untuk model yang hanya memasukkan konstanta dan -2 log L

yang kedua untuk model konstanta dan variabel bebas, jika

terjadi penurunan dalam nilai -2 log L pada blok kedua jika

Page 85: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

66

dibandingkan dengan blok pertama maka dapat disimpulkan

bahwa model kedua regresi lebih baik (Ghozali, 2011: 340).

d. Uji Chi Square Hosmer and Lemeshow

Uji Chi-square Hosmer and Lemeshow mengukur

apakah probabilitas yang diprediksi sesuai dengan probabilitas

yang diobservasi. Jika Chi-square tidak signifikan maka

probabilitas yang diprediksi sesuai dengan probabilitas yang

diobservasi. Dan jika sebaliknya signifikan maka probabilitas

yang diprediksi tidak sesuai dengan probabilitas yang

diobservasi. Pengujian ini digunakan untuk menguji hipotesis:

Ho : Tidak terdapat perbedaan antara klasifikasi yang

diprediksi dengan klasifikasi yang diamati.

H1 : Terdapat perbedaan antara klasifikasi yang diprediksi

dengan klasifikasi yang diamati.

Dilihat dari atas jika nilai Sig > α 0,05 berarti

keputusan yang diambil adalah menerima Ho yang berarti tidak

ada perbedaan antara klasifikasi yang diprediksi dengan

klasifikasi yang diamati. Artinya probabilitas yang diprediksi

sesuai dengan probabilitas yang diobservasi (Wijarjono, 2010 :

146).

Page 86: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

67

e. Koefisien Cox and Snell R Square dan Nagelkerke R

Square

Koefisien Cox dan Snell R Square merupakan ukuran

yang mencoba meniru ukuran R2 pada multiple regression yang

didasarkan pada teknik estimasi likelihood. Nilai Nagelkerke’s

R2 dapat diinterpretasikan seperti nilai R

2 multiple regression.

Berdasarkan nilai Nagelkerke’s R2 dapat diketahui seberapa

jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel

independen.

Nilai koefisien Nagelkerke’s R Square tapi cenderung lebih

kecil dibandingkan dengan nilai koefisien determinan R2 pada

regresi linear berganda (Stanislaus, 2006: 236).

f. Ketepatan Prediksi Klasifikasi

Tabel klasifikasi yang terdapat pada hasil SPSS pada

model regresi logistik untuk menghitung nilai estimasi yang

benar dan yang salah. Pada kolom merupakan 2 nilai prediksi

dari variabel dependen yaitu financial distress (1) dan Non

financial distress (0), sedangkan pada baris menunjukkan nilai

observasi sesungguhnya yang sesuai dengan data aktual. Pada

model yang sempurna, maka semua kasus akan berada pada

diagonal dengan tingkat ketepatan peramalan 100% (Ghozali,

2011 : 342).

Page 87: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

68

Jika model logistik mempunyai asumsi homoskedastisitas maka

semua kasus akan berada di daerah diagonal dengan ketepatan

nilai 100% tetapi model logistik tidak mempunyai asumsi

homoskedastisitas (Stanislaus. 2006 : 234).

g. Uji Wald Statistics

Uji Wald pada tabel Variables in the equation digunakan

untuk menguji apakah masing-masing koefisien regresi logistik

signifikan. Uji Wald sama dengan kuadrat dari rasio koefisien

regresi logistik. B dan Standard eror dengan tingkat

signifikansi α < 0,05 Stanislaus, 2006 : 235 .

Untuk uji masing-masing variabel sebagai berikut:

Ho : Tidak terdapat perbedaan signifikan pada rasio

keuangan perusahaan FD dan NFD.

Ha : Terdapat perbedaan signifikan pada rasio

keuangan perusahaan FD dan NFD.

Dasar Pengambilan Keputusan:

Jika Symp.sig α > 0,05 maka Ho diterima

Jika Symp.sig α < 0,05 maka Ho ditolak.

E. Defenisi Operasional Variabel-variabel Penelitian

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :

1. Variabel dependen

Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kondisi financial distress perusahaan yang merupakan variabel

Page 88: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

69

kategori 1 dan untuk perusahaan non financial distress (sehat) 0.

Untuk perusahaan yang mengalami financial distress yaitu mengalami

laba bersih negatif 2 tahun berturut-turut, dan untuk perusahaan yang

mengalami non financial distress yaitu memiliki laba bersih selama 2

periode berturut-turut.

2. Variabel Independen

Variabel independen yang digunakan yaitu rasio keuangan

yang berasal dari neraca, laporan laba rugi yaitu: rasio likuiditas,

profit margin, efisiensi, profitabilitas dan financial leverage.

Adapun operasional dan pengukuran variabel penelitian yang

digunakan yaitu:

1. Rasio Likuiditas

Current Assets / Current Liabilities (CACL), rasio ini yang

menunjukkan hubungan antara kas dan aktiva lancar lainnya

dari sebuah perusahaan dengan kewajiban lancarnya.

Perbandingan antara aktiva lancar dengan hutang lancar atau

biasa dikenal dengan istilah current ratio. (Brigham &

Houston, 2009 : 95).

2. Rasio Solvabilitas (Financial Leverage)

Total Liabilities / Total Assets (TLTA), rasio ini menunjukkan

berapa banyak hutang yang digunakan untuk membiayai aset-

CACL = Current Assets

Current Liabilities

Page 89: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

70

aset perusahaan. Rasio ini membandingkan antara total

kewajiban dengan total aktiva. (Keown & Martin dkk, 2004 :

80).

3. Efisiensi

Sales / Total Assets (STA), rasio ini menunjukkan seberapa

efisien perusahaan menggunakan aktivanya untuk

menghasilkan penjualan. Dirumuskan dengan penjualan

perusahaan dengan total aktivanya. (Keown, Martin dkk, 2004 :

78).

4. Rasio Profitabilitas

a. Net Income / Total Assets (NITA), rasio ini menunjukkan

keefektifan manajemen dalam menghasilkan laba dari total

aktivanya. Rasio ini disebut juga return on assets. (Brigham

& Houston, 2009 : 109).

TLTA = Total Liabilities

Total Assets

STA = Sales

Total Assets

NITA = Net Income Total Assets

Page 90: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

71

b. Profit margin

Net Income / Sales (NIS), rasio ini mengukur jumlah laba

bersih per nilai penjualan, dihitung dengan membagi laba

bersih dengan penjualan (Brigham & Houston, 2009 : 107).

NIS = Net Income

Sales

Page 91: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

72

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian

Penelitian ini menggunakan populasi perusahaan sektor pertambangan

yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2011-2015. Sedangkan

sampel dalam penelitian ini mengambil 16 sampel perusahaan sektor

pertambangan yang terdiri dari sub sektor batubara, logam dan mineral,

minyak dan gas bumi dan batu-batuan dengan metode purposive sampling

yang menggunakan kriteria yaitu perusahaan sektor pertambangan yang

financial distress (mengalami laba bersih negatif dua tahun berturut-turut)

dan perusahaan non financial distress (tidak mengalami laba bersih negatif

dua tahun berturut-turut). Sampel juga harus menyajikan data-data yang

dibutuhkan dalam penelitian seperti adanya laba bersih, total aset,

penjualan, aset lancar, kewajiban lancar, dan total kewajiban.

B. Sektor Pertambangan

Penelitian ini dilakukan pada perusahaan sektor pertambangan

yang laporan keuangannya dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Laporan keuangan yang digunakan sebagai objek penelitian berasal dari

neraca dan laporan laba rugi.

Page 92: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

73

Tabel 4.1 Perusahaan Sektor Pertambangan di Indonesia

No Kode Nama Perusahaan Sub Sektor

1 ANTM PT. Aneka Tambang Tbk Logam dan mineral

2 BYAN PT. Bayan Resources Tbk Batubara

3 DEWA PT. Darma Henwa Tbk Batubara

4 DOID PT. Delta Dunia Makmur Tbk Batubara

5 ELSA PT. Elnusa Tbk Minyak dan Gas

Bumi

6 ADRO PT. Adaro Energy Tbk Batubara

7 HRUM PT. Harum Energy Tbk Batubara

8 GEMS PT. Golden Energy Mines Tbk Batubara

9 ITMG PT. Indo TambangRaya Megah

Tbk

Batubara

10 MITI PT. Mitra Investindo Tbk Batu Batuan

11 ARII PT. Atlas Resources Tbk Batubara

12 PTRO PT. Petrosea Tbk Batubara

13 KKGI PT. Resources Alam Indonesia

Tbk

Batubara

14 PTBA PT. Tambang Batubara Bukit

Asam Tbk

Batubara

15 TOBA PT. Toba Bara Sejahtra Tbk Batubara

16 CTHH PT. Citatah Tbk Minyak dan Gas

Bumi

Sumber : www.idx.co.id

Page 93: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

74

Pertambangan merupakan pilar penting pembangunan di

Indonesia. Sektor ini telah lama menjadi sektor utama penyumbang

pemasukan kas negara. Namun, mulai tahun 2011 hingga saat ini

sektor ini sedang mengalami tren penurunan. Harga komoditi

barang tambang mineral dan batubara mengalami pemorosotan dan

belum menunjukkan tanda-tanda kenaikan. Indonesia sebagai

negara yang kaya akan komoditi tambangnya pun merasakan

pengaruhnya. Mirisnya, indonesia tidak dapat menentukan harga

komoditi-komoditi tambangnya sendiri. Harga semua komoditi

tersebut ditentukan oleh pasar sehingga harga komoditi sangat

rentan terhadap dinamika permintaan dan penawaran dunia.

C. Pengolahan Data dan Analisis Deskriftif

Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan fasilitas

elektonik dengan menggunakan microsoft excel, windows dan bantuan

program IBM Statistical Package for Social Sciences (SPSS). untuk

memudahkan perolehan data sehingga dapat menjelaskan variabel-variabel

yang diteliti. Langkah pertama dalam penelitian ini adalah melakukan

penentuan sampel dengan metode purposive sampling atau penentuan

sampel dengan pertimbangan tertentu pada perusahaan pertambangan

2014-2015 berdasarkan kriteria yang telah ditentukan dalam penelitian ini

sebagai pedoman penentuan financial distress.

Tabel deskriptif menjelaskan variabel-variabel independen X yaitu,

X1 (Sales/total Assets), X2 (Net Income/Sales), X3 (Net Income/Total

Page 94: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

75

Assets), X4 (Total Liabilities/Total Assets), X5 (Current Assets/Current

Liabilities). Untuk perusahaan- perusahaan yang mengalami financial

distress (tidak sehat) dan perusahaan non financial distress (sehat).

Variabel dependen Y : financial distress dengan kondisi 1 untuk

perusahaan tidak sehat (FD) dengan indikasi mengalami laba bersih

negatif selama 2 tahun berturut- turut pada tahun 2014-2015 sedangkan

perusahaan yang sehat dengan indikasi 0 serta mengalami kenaikan laba

bersih selama 2 tahun berturut- turut pada tahun 2014-2015, adapun data

yang diolah yaitu tahun 2011-2013.

1. Kriteria Penentuan Kondisi Perusahaan

Pedoman penentuan kondisi financial distress dan non

financial distress pada perusahaan sektor pertambangan yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada penelitian ini adalah

memiliki laba bersih negatif selama 2 tahun berturut-turut untuk

perusahaan kondisi 1 dan perusahaan yang mengalami kenaikan

laba bersih positif selama 2 tahun berturut-turut untuk kondisi

perusahaan 0 pada periode 2014-2015.

Berdasarkan metode purposive sampling maka 6 perusahaan

dikatakan mengalami financial distress (tidak sehat) dan sebanyak

10 perusahaan dikatakan non financial distress (sehat) berdasarkan

kriteria yang telah ditentukan. Tabel di bawah ini akan menyajikan

perusahaan sampel sehat dan tidak sehat.

Page 95: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

76

2. Rasio Aktivitas

a. Sales to total assets (STA)

Rasio ini merupakan rasio yang mengukur aktifitas aktiva.

Kemampuan perusahaan dalam menghasilkan penjualan melalui

aktiva dan mengukur seberapa efisien aktiva tersebut telah

dimanfaatkan untuk memperoleh penghasilan. Semakin tinggi

perrputaran total aktiva, maka semakin efektif total aktiva dalam

menghasilkan penjualan. Semakin besar rasio ini berarti

menunjukkan kondisi perusahaan yang semakin baik. Rasio ini

memiliki hubungan negatif terhadap kemungkinan kondisi

financial distress suatu perusahaan. Semakin kecil rasio ini maka

semakin besar kemungkinan perusahaan yang diprediksi

mengalami financial distress akan benar-benar mengalami kondisi

tersebut. Disebut juga rasio aktivitas yang dipakai adalah total asset

turn-over rasio yaitu rasio yang mengukur efesiensi penggunaan

aktiva untuk menghasilkan penjualan (Rodoni dan Ali, 2010:180).

Berikut merupakan tabel hasil perhitungan Sales to Total Assets:

Page 96: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

77

Tabel 4.2

Data Perusahaan yang Mengalami Financial distress (FD) dan non

Financial distress (NFD) pada perhitungan Sales to Total Assets

No Kode STA

rata-rata Kondisi 2011 2012 2013

1 ANTM 0.681 0.530 0.517 0.576 NFD

2 BYAN 0.946 0.745 0.732 0.808 NFD

3 DEWA 0.698 0.762 0.877 0.779 FD

4 DOID 71.788 0.727 0.642 0.342 FD

5 ELSA 1.074 1.112 1.941 1.376 FD

6 ADRO 0.696 0.556 0.488 0.580 NFD

7 GEMS 0.862 1.151 1.101 1.238 NFD

8 HRUM 1.637 1.937 1.742 1.772 NFD

9 ITMG 1.509 1.636 1.565 1.570 NFD

10 MITI 1.182 1.015 0.892 1.030 NFD

11 ARII 0.347 0.325 0.363 0.345 FD

12 KKGI 2.255 2.070 1.824 2.050 NFD

13 PTRO 0.699 0.728 1.707 1.845 NFD

14 PTBA 0.920 0.911 0.960 0.990 NFD

15 TOBA 2.212 1.517 1.854 1.694 FD

16 CTHH 0.680 0.619 0.921 0.740 FD

RATA-RATA 5.512 1.021 1.102

MIN 0.347 0.325 0.363

MAX 71.788 2.070 1.941

Sumber : data diolah

Page 97: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

78

Grafik 4.2

Sales to Total Assets

Sumber : data diolah

Berdasarkan perhitungan Sales to total assets (STA) masing-

masing perusahaan pada tabel 4.2 dan grafik 4.2 rata- rata tertinggi terjadi

pada tahun 2011 dengan nilai 5.512 kali penjualan dan terendah yaitu pada

tahun 2012 dengan nilai 1.021 kali penjualan. Artinya rata-rata penjualan

total aktiva yang sangat efisien terjadi pada tahun 2011.

Pada tahun 2011 STA tertinggi dicapai oleh PT. Delta Dunia

Makmur Tbk yaitu sebesar 71.788 kali di atas rata-rata STA pada tahun

2011 sebesar 5.512 kali dan terendah dimiliki oleh PT. Atlas Resources

Tbk sebesar 0.347 kali di bawah rata-rata STA pada tahun 2011. Ini

menunjukkan bahwa penggunaan aktiva yang paling tidak efisien dalam

investasi bagi PT. Atlas Resources Tbk pada tahun 2011.

Pada tahun 2012 STA tertinggi dicapai oleh PT. Resources Alam

Indonesia Tbk yaitu sebesar 2.070 kali di atas rata-rata STA pada tahun

2012 yaitu 1.021 kali dan terendah dimiliki oleh PT. Atlas Resources Tbk

yaitu sebesar 0.325 kali di bawah rata-rata STA tahun 2012. Ini

Page 98: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

79

menunjukkan bahwa penggunaan aktiva yang paling tidak efisien dalam

investasi bagi PT. Atlas resources Tbk pada tahun 2012.

Pada tahun 2013 STA tertinggi dicapai oleh PT. Elnusa Tbk

dengan nilai 1.941 kali di atas rata-rata STA pada tahun 2013 sebesar

1.102 kali, ini menunjukkan bahwa PT. Elnusa Tbk sangat efisien dalam

investasinya sebagai perusahaan yang tidak mengalami financial distress

dalam 3 tahun terakhir.

Sedangkan pada PT. Atlas Resources Tbk pada tahun 2011- 2013

menunjukkan bahwa dalam dua tahun terakhir tidak bisa mengendalikan

penggunaan aktiva secara efisien.

3. Rasio Profitabilitas

a. Net Income to Sales (NIS)

NIS adalah rasio laba bersih atas penjualan dihitung dengan

cara laba bersih dibagi dengan total penjualan bersih perusahaan,

semakin besar rasio ini maka semakin besar perusahaan

menghasilkan laba dari penjualan untuk dapat menutupi biaya-

biaya dan memperoleh laba yang layak. Berikut ini adalah tabel

perusahaan financial disress (FD) dan Non financial distress

(NFD) pada perhitungan Net Income to Sales:

Page 99: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

80

Tabel 4.3

Data Perusahaan yang Mengalami Financial distress (FD) dan non

Financial distress (NFD) pada perhitungan Net Income to Sales

Sumber : data diolah

No Kode NIS

rata-rata Kondisi 2011 2012 2013

1 ANTM 0.248 0.373 -0.012 0.203 NFD

2 BYAN 0.001 -0.010 0.018 -0.039 NFD

3 DEWA 0.085 -0.122 -0.233 -0.090 FD

4 DOID 0.004 -0.021 -0.081 -0.052 FD

5 ELSA -0.006 0.028 0.059 0.027 FD

6 ADRO 0.143 0.103 0.070 0.105 NFD

7 GEMS 0.105 0.045 0.038 0.063 NFD

8 HRUM 0.241 0.155 0.059 0.152 NFD

9 ITMG 0.306 0.242 0.147 0.232 NFD

10 MITI 0.246 0.146 0.157 0.183 NFD

11 ARII 0.034 0.148 -0.093 0.030 FD

12 KKGI 0.207 0.110 0.089 0.135 NFD

13 PTRO 0.200 0.127 0.048 0.125 NFD

14 PTBA 0.292 0.251 0.165 0.236 NFD

15 TOBA 0.231 0.030 0.082 0.014 FD

16 CTHH 0.006 0.017 0.022 0.008 FD

RATA-RATA 0.146 0.101 0.031

MIN -0.006 -0.122 -0.233

MAX 0.306 0.373 0.165

Page 100: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

81

Grafik 4.3

Net Income to Sales

Sumber : data diolah

Berdasarkan hasil perhitungan Net Income to Sales (NIS) masing-

masing perusahaan financial distress (FD) dan non financial distress

(NFD) pada tabel 4.3 dan grafik 4.3 rata-rata tertinggi NIS terjadi pada

tahun 2011 yaitu sebesar 0.146 dan yang terendah pada tahun 2013

sebesar 0.031.

Pada tahun 2011, NIS tertinggi dimiliki oleh PT. Indo TambangRaya

Megah Tbk sebesar 0.306 dan terendah dimiliki oleh PT. Elnusa Tbk yaitu

sebesar -0.006. Pada tahun 2012, NIS tertinggi dimiliki oleh PT Aneka

Tambang Tbk yaitu sebesar 0.373 dan terendah dimiliki oleh PT Tbk

Darma Henwa dengan nilai -0.122. Pada tahun 2013, NIS tertinggi

dimiliki oleh PT. Tambang Batubara Bukit Asam Tbk dengan nilai 0.165

dan terendah dimiliki kembali oleh PT. Darma Henwa Tbk sebesar -0.223.

Ini menunjukkan bahwa PT. Darma Henwa Tbk memiliki hasil penjualan

negatif selama 2 tahun berturut-turut berarti perusahaan tidak mampu

Page 101: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

82

menutupi biaya-biaya operasi perusahaan dan semakin besar menunjukkan

untuk mengalami financial distress.

Berdasarkan hasil tersebut perusahaan yang mengalami financial

distress dengan nilai NIS yang rendah atau di bawah rata-rata hendaknya

harus lebih memperhatikan tingkat penjualan dan laba yang didapat pada

perusahaan untuk dapat mempertahankan umur perusahaan. Selanjutnya,

perusahaan yang mengalami financial distress dengan nilai NIS yang

tinggi atau di atas rata-rata diprediksi dapat memperbaiki perusahaannya

agar terhindar dari kesulitan keuangan yang berkepanjangan ataupun

kebangkrutan dan kemungkinan besar untuk bertahan. Selain itu,

perusahaan yang memiliki kondisi non financial distress dan bernilai

tinggi atau di atas rata-rata yang menghasilkan laba cukup layak sehingga

dapat menutupi segala biaya-biaya pengeluaran perusahaan. Jadi, semakin

tinggi NIS maka semakin baik kondisi dalam menghasilkan laba

perusahaan dan semakin kecil rasio NIS semakin besar kemungkinan

perusahaann mendekati kondisi financial distress.

b. Net Income to Total Assets (NITA)

NITA adalah laba bersih dibagi total aktiva, rasio ini

mengukur efektivitas penggunaan sumber daya yang ada pada

perusahaan atas laba yang dihasilkan dari penggunaan aktiva

tersebut berikut ini hasil perhitungan NITA :

Page 102: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

83

Tabel 4.4

Data Perusahaan yang Mengalami Financial distress (FD) dan non

Financial distress (NFD) pada perhitungan Net Income to Total assets

No Kode NITA

rata-rata Kondisi 2011 2012 2013

1 ANTM 0.169 0.198 -0.006 0.120 NFD

2 BYAN 0.001 -0.007 -0.035 -0.084 NFD

3 DEWA 0.059 -0.093 -0.141 -0.058 FD

4 DOID 0.260 -0.015 0.326 0.073 FD

5 ELSA -0.007 0.032 0.056 0.027 FD

6 ADRO 0.099 0.057 0.034 0.063 NFD

7 GEMS 0.091 0.052 0.042 0.062 NFD

8 HRUM 0.395 0.300 0.103 0.266 NFD

9 ITMG 0.462 0.396 0.231 0.363 NFD

10 MITI 0.290 0.149 0.140 0.193 NFD

11 ARII 0.012 -0.037 -0.034 -0.020 FD

12 KKGI 0.466 0.227 0.163 0.285 NFD

13 PTRO 0.140 0.093 0.034 0.089 NFD

14 PTBA 0.268 0.229 0.159 0.219 NFD

15 TOBA 0.512 0.046 0.411 0.223 FD

16 CTHH 0.004 0.011 0.007 0.005 FD

RATA-RATA 0.201 0.102 0.052

MIN -0.007 -0.093 -0.141

MAX 0.512 0.396 0.231

Sumber: data diolah

Page 103: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

84

Grafik 4.4

Net Income to Total Assets

Sumber : data diolah

Berdasarkan perhitungan Net Income to Total Assets (NITA) pada

tabel 4.4 dan grafik 4.4 rata-rata NITA tertinggi pada tahun 2011 sebesar

0.201 dan NITA terendah terjadi pada tahun 2013 dengan nilai 0.052.

Pada tahun 2011 NITA tertinggi dicapai oleh PT. Toba Bara

Sejahtra Tbk sebesar 0.512 dan terendah dimiliki oleh PT. Elnusa Tbk

sebesar -0.007. Pada tahun 2012 NITA tertinggi dimiliki oleh PT . Indo

Tambangraya Megah Tbk sebesar 0.396 dan terendah dimiliki oleh PT.

Darma Henwa Tbk sebesar -0.093. Dan tahun 2013 NITA tertinggi dicapai

kembali oleh PT. Indo Tambangraya Megah Tbk sebesar 0.231 dan

terendah kembali dimiliki oleh PT. Darma Henwa Tbk sebesar -0.141.

Berdasarkan hasil tersebut dapat dilihat bahwa PT. Indo

TambangRaya Megah Tbk memiliki nilai NITA tertinggi pada tahun 2012

dan 2013 kemungkinan perusahaan diprediksi tidak akan mengalami

financial distress selama perusahaan tersebut dapat mengendalikan

Page 104: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

85

penggunaan aktivanya untuk memperoleh laba, begitu pula dengan

perusahaan non financial distress (NFD) yang memiliki nilai NITA yang

tinggi atau di atas rata-rata. Sedangkan perusahaan financial distress (FD)

yang menghasilkan NITA yang rendah kemungkinan diprediksi akan

mengalami financial distress yang cukup serius. Namun, untuk perusahaan

yang menghasilkan NITA yang tinggi atau di atas rata-rata dapat lebih

memperhatikan manajemen perusahaannya agar dapat terhindar dari

financial distress perusahaan.

4. Rasio Solvabilitas (Financial Leverage)

a. Total Liablities to Total Assets (TLTA)

Merupakan total kewajiban dibagi total aktiva, rasio ini disebut juga

sebagai debt to ratio digunakan untuk melihat sejauh mana aktiva

perusahaan telah dibiayai oleh penggunaan hutang, berikut ini tabel hasil

perhitungan TLTA :

Page 105: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

86

Tabel 4.5

Data Perusahaan yang Mengalami Financial distress (FD) dan non

Financial distress (NFD) pada perhitungan Total Liabilities to Total

Assets

No Kode TLTA

rata-rata Kondisi 2011 2012 2013

1 ANTM 0.291 0.349 0.415 0.552 NFD

2 BYAN 0.549 0.606 0.313 0.623 NFD

3 DEWA 0.227 0.378 0.393 0.333 FD

4 DOID 100.541 0.923 0.937 0.134 FD

5 ELSA 0.566 0.524 0.777 0.522 FD

6 ADRO 1.018 0.481 0.526 0.675 NFD

7 GEMS 0.145 0.120 0.262 0.376 NFD

8 HRUM 1.000 0.403 0.178 0.527 NFD

9 ITMG 0.315 0.328 0.308 0.317 NFD

10 MITI 0.468 0.362 0.289 0.373 NFD

11 ARII 0.197 0.518 0.579 0.431 FD

12 KKGI 0.328 0.294 0.309 0.310 NFD

13 PTRO 0.702 0.646 0.612 0.653 NFD

14 PTBA 0.290 0.332 0.353 0.385 NFD

15 TOBA 0.738 0.576 0.581 0.432 FD

16 CTHH 0.652 0.699 0.758 0.703 FD

RATA-RATA 6.752 0.471 0.481

MIN 0.145 0.120 0.178

MAX 100.541 0.923 0.937

Sumber : data diolah

Page 106: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

87

Tabel 4.5

Total Liabilities to Total Assets

Sumber : data diolah

Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 4.5 dan grafik 4.5

menunjukkan bahwa rata-rata Total Liabilities to Total Assets

(TLTA) tertinggi terjadi pada tahun 2011 yaitu sebesar 6.752 dan

terendah terjadi pada tahun 2012 sebesar 0.471. Hal ini menunjukkan

bahwa rata-rata perusahaan sektor pertambangan pada tahun 2011

banyak mendanai aktivanya dengan hutang.

Pada tahun 2011 TLTA tertinggi dimiliki oleh PT. Delta Dunia

Makmur Tbk dengan nilai 100.541 dan terendah dimiliki oleh PT.

Golden Energy Mines Tbk dengan nilai 0.145. Pada tahun 2012

TLTA tertinggi dimiliki oleh PT. Delta Dunia Makmur Tbk dengan

nilai 0.923 dan terendah dimiliki oleh PT. Golden Energy Mines Tbk

sebesar 0.120. Dan pada tahun 2013 TLTA tertinggi kembali dicapai

Page 107: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

88

oleh PT. Delta Dunia Makmur Tbk sebesar 0.937 dan terendah

dimiliki oleh PT. Harum Energi Tbk sebesar 0.178.

Berdasarkan hasil tersebut perusahaan yang memiliki nilai

TLTA yang tinggi berarti memiliki utang yang tinggi, pada saat

perusahaan tersebut tidak memiliki aset yang cukup untuk

membiayai utang tersebut dan disaat kondisi tersebut perusahaan

mengalami laba minim maka secara tidak langsung perusahaan

mengalami kesulitan keuangan. sedangkan perusahaan yang

memiliki nilai TLTA rendah merupakan perusahaan yang mendanai

usahanya dengan utang yang sedikit, sehingga mampu

mengembalikan utangnya pada saat jatuh tempo.

5. Rasio Likuiditas

a. Current Assets to Current Liabilities (CACL)

Merupakan total aset dibagi total kewajiban lancar, rasio ini

disebut juga sebagai current ratio digunakan untuk melihat sejauh

mana kewajiban jangka pendek dapat dapat dipenuhi pada saat

jatuh tempo dengan aktiva yang diharapkan akan dikonversi

menjadi uang tunai dalam waktu dekat. Berikut ini adalah tabel

hasil perhitungan CACL :

Page 108: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

89

Tabel 4.6

Data Perusahaan yang Mengalami Financial distress (FD) dan non

Financial distress (NFD) pada perhitungan Current Assets / Current

Liabilities

Sumber : data diolah

No Kode CACL

rata-rata Kondisi 2011 2012 2013

1 ANTM 10.760 2.514 1.836 5.037 NFD

2 BYAN 0.660 1.157 0.099 0.972 NFD

3 DEWA 2.015 1.411 1.978 1.568 FD

4 DOID 2.168 1.875 1.907 1.817 FD

5 ELSA 1.246 1.370 1.597 1.404 FD

6 ADRO 1.667 1.572 1.472 1.670 NFD

7 GEMS 5.420 3.547 1.833 3.600 NFD

8 HRUM 2.683 3.132 3.453 3.389 NFD

9 ITMG 2.366 2.217 1.992 2.192 NFD

10 MITI 1.592 2.607 2.206 2.702 NFD

11 ARII 0.169 0.393 0.291 0.274 FD

12 KKGI 2.83 1.948 1.735 2.171 NFD

13 PTRO 0.935 1.315 1.555 1.968 NFD

14 PTBA 4.632 4.924 2.866 4.141 NFD

15 TOBA 0.902 0.758 0.895 0.852 FD

16 CTHH 1.119 1.129 1.079 1.009 FD

RATA-RATA 2.573 1.992 1.785

MIN 0.169 0.393 0.291

MAX 10.760 4.924 3.453

Page 109: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

90

Tabel 4.6

Current Assets / Current Liabilities

Sumber : data diolah

Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 4.6 dan grafik 4.6

menunjukkan rata-rata tingkat Current Assets / Current Liabilities (CACL)

tertinggi terjadi pada tahun 2011 dengan nilai 2.573 dan terendah terjadi

pada tahun 2013 dengan nilai 1.785. ini menunjukkan bahwa rata-rata

rasio likuiditas (CACL) menurun dari tahun 2011-2013 pada perusahaan

pertambangan.

Pada tahun 2011 CACL tertinggi dimiliki oleh PT. Aneka

Tambang Tbk sebesar 10.760 dan terendah dimiliki oleh PT. Atlas

Resources Tbk yaitu sebesar 0,169. Pada tahun 2012 CACL tertinggi

dimiliki oleh PT. Tambang Batubara Bukit Asam Tbk dengan nilai 4.924

dan terendah dimiliki oleh PT. Atlas Resources Tbk yaitu sebesar 0.393.

Dan pada tahun 2013 CACL tertinggi dicapai oleh PT. Harum Energy Tbk

sebesar 3.453 dan terendah dimiliki kembali oleh PT. Atlas Resources Tbk

sebesar 0,291.

Page 110: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

91

Dapat dilihat dari tahun 2011 sampai tahun 2013 PT Altas Resources

Tbk memiliki CACL yang rendah itu berarti bahwa PT Atlas Resources

Tbk tidak mampu untuk membayar kewajiban-kewajiban jangka

pendeknya.

Berdasarkan hasil tersebut perusahaan yang memiliki nilai current

assets / current liabilities (CACL) yang tinggi berarti perusahaan mampu

memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya. Sedangkan

perusahaan yang memiliki nilai CACL yang rendah merupakan

perusahaan yang mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajiban jangka

pendeknya.

D. Uji Sample Kolmogorov-Smirnov

Uji One sample kolmogorov-Smirnov dilakukan untuk mengetahui

jenis alat statistik yang akan digunakan untuk melakukan uji beda statistik

parametrik/non parametrik pada penelitian ini. Jika data terdistribusi

dengan normal maka alat uji beda yang digunakan independent sample t-

test dan jika data tidak terdistribusi dengan normal maka alat uji yang

digunakan adalah Mann Whitney.

Page 111: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

92

Tabel 4.7

Hasil Pengujian Normalitas Data

Dari hasil pengujian normalitas data pada tabel 4.7 di atas dapat dijelaskan

bahwa:

a. Variabel STA tidak signifikan dengan Asymp. Sig. (2-tailed) =

0,000 < α = 0,05 maka Ho ditolak, variabel STA tidak terdistribusi

dengan normal.

b. Variabel NIS signifikan dengan Asymp. Sig. (2-tailed = 0,332 > α

= 0,05 maka Ho diterima, variabel NIS terdistribusi dengan

normal.

c. Variabel NITA tidak signifikan dengan Asymp. Sig. (2-tailed) =

0,057 < α = 0,05 maka Ho ditolak, variabel NITA tidak

terdistribusi dengan normal.

d. Variabel TLTA tidak signifikan dengan Asymp. Sig. (2-tailed) =

0,000 < α = 0,05 maka Ho ditolak, variabel TLTA tidak

terdistribusi dengan normal.

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Sta Nis nita tlta cacl

N 48 48 48 47 48

Normal Parametersa,b

Mean 2,5515 ,0925 ,1231 2,6033 2,0693

Std. Deviation 10,22005 ,11983 ,15848 14,58306 1,71412

Most Extreme Differences

Absolute ,491 ,089 ,178 ,522 ,195

Positive ,491 ,089 ,178 ,522 ,195

Negative -,414 -,088 -,115 -,432 -,125

Kolmogorov-Smirnov Z 3,400 ,619 1,232 3,579 1,350

Asymp. Sig. (2-tailed) ,000 ,332 ,057 ,000 ,000

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

Page 112: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

93

e. Variabel CACL tidak signifikan dengan Asymp.Sig. (2-tailed) =

0,000 < α = 0,05 maka Ho ditolak, variabel CACL tidak

terdistribusi dengan normal.

Dari hasil pengujian normalitas data diketahui bahwa

variabel STA, NITA, TLTA, CACL tidak terdistribusi dengan

normal sedangkan variabel NIS terdistribusi dengan normal.

Selanjutnya uji beda Mann Whitney digunakan pada variabel-

variabel yang tidak terdistribusi normal sedangkan uji beda

Independent T-test akan digunakan pada variabel yang terdistribusi

normal. Uji Kolmogorov-Smirnov sangat membantu peneliti untuk

mengetahui apakah sampel yang dipilih berasal dari data yang

terdistribusi secara normal atau data yang tidak terdistribusi secara

normal. Almilia dan Herdiningtyas (2005) jika data tidak normal

dilakukan uji beda nonparametrik dengan menggunakan Mann

Whitney sebaliknya jika data normal digunakan Independent T-test.

E. Uji Independent T-test

Uji Independent t-test dilakukan pada variabel-variabel rasio

keuangan yang terdistribusi normal berdasarkan hasil One sample

Kolmogorov-Smirnov.

Page 113: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

94

Tabel 4.8

Hasil Statistik Deskriftif

Variabel NIS

Pada output tabel group Statistik terlihat bahwa rata-rata rasio NIS

pada perusahaan kondisi FD adalah 0,0192 kali sedangkan untuk

kelompok perusahaan yang sehat (NFD) adalah 0,1278 kali. Secara

absolute jelas bahwa rata-rata NIS antara perusahaan kondisi FD dan NFD

berbeda. Untuk melihat apakah perbedaan ini nyata secara statistik dan

akan dijelaskan pada tabel 4.9

Tabel 4.9

Hasil Uji Beda Independent T-test

Independent Samples Test

Levene's

Test for

Equality of

Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence

Interval of the

Difference

F Sig. t df

Sig. (2-

tailed)

Mean

Difference

Std. Error

Difference Lower Upper

NIS Equa variances

assumed

.640 .027 -3.198 46 .003 -.10856 .03394 -.17688 -.04024

Equal variances

not assumed

-3.186 26.915 .004 -.10856 .03407 -.17848 -.03863

Group Statistics

KONDISI N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

NIS FD 15 ,0192 ,10976 ,02834

NFD 33 ,1278 ,10866 ,01892

Page 114: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

95

Pada tabel 4.9 terlihat dari hasil Levene’s Test didapat P-value =

0,027 < α = 0.05 maka Ho dapat ditolak dengan kata lain asumsi kedua

varians sama besar (equal varians assumed) tidak terpenuhi, sehingga

menggunakan asumsi variance tidak sama (equal varians not assumed).

Dari hasil t-test dapat dijelaskan t = -3.186 > t tabel 2.012 = (didapat

nilai t tabel dari distribusi T uji dua sisi = 46 (48-2) dan asumsi varians

tidak sama p-value (2-tailed = 0,004 > α 0,05 sehingga dapat disimpulkan

bahwa rata-rata rasio keuangan NIS perusahaan FD tidak berbeda dengan

rata-rata rasio keuangan NIS perusahaan NFD.

Dari hasil Levene’s test dan T-test menunjukkan bahwa hasil

Levene’s test asumsi kedua varians sama besar equal varians assumed)

tidak terpenuhi, sehingga menggunakan asumsi varians tidak sama (equal

varians not assumed) sedangkan hasil T-test menunjukkan tidak terdapat

perbedaan rata-rata keuangan NIS perusahaan FD dan NFD.

F. Uji Mann Whitney

Uji ini dilakukan pada variabel-variabel rasio keuangan yang tidak

terdistribusi dengan normal berdasarkan hasil uji One Sample kolmogorov-

Smirnov.

Page 115: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

96

Tabel 4.10

Hasil Uji beda Mann Whitney

Test Statisticsa

STA NITA TLTA CACL

Mann-Whitney U 209.000 128.500 175.000 76.000

Wilcoxon W 329.000 248.500 736.000 196.000

Z -.856 -2.647 -1.613 -3.815

Asymp. Sig. (2-tailed) .000 .008 .011 .000

a. Grouping Variable: FD

Tabel 4.10 menunjukkan bahwa variabel- variabel rasio keuangan

yang tidak terdistribusi normal berbeda antara perusahaan yang mengalami

FD dan NFD (sehat) dengan penjelasan sebagai berikut:

a. Uji Mann Whitney memberikan nilai Z = -0,856 dengan Asymp

Sig (2-tailed = 0,000 < α = 0,05 menunjukkan terdapat

perbedaan yang sifnifikan antara rasio keuangan STA dengan

perusahaan FD dan perusahaan NFD (sehat).

b. Uji Mann Whitney memberikan nilai Z = -2,647 dengan Asymp

Sig (2-tailed = 0,008 < α = 0,05 menunjukkan terdapat

perbedaan yang sifnifikan antara rasio keuangan NITA dengan

perusahaan FD dan perusahaan NFD (sehat).

c. Uji Mann Whitney memberikan nilai Z = -1,613 dengan Asymp

Sig (2-tailed = 0,011 < α = 0,05 menunjukkan terdapat

perbedaan yang sifnifikan antara rasio keuangan TLTA dengan

perusahaan FD dan perusahaan NFD (sehat).

Page 116: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

97

d. Uji Mann Whitney memberikan nilai Z = -3,815 dengan Asymp

Sig (2-tailed = 0,000 < α = 0,05 menunjukkan terdapat

perbedaan yang sifnifikan antara rasio keuangan CACL dengan

perusahaan FD dan perusahaan NFD (sehat).

Hasil dari Mann Whitney menunjukkan Ho ditolak

berarti terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata antara rasio

keuangan STA, NITA, TLTA, dan CACL antara perusahaan

FD dan NFD berarti semakin kecil probabilitas signifikansi

maka semakin besar perbedaan rata-rata rasio STA, NITA,

TLTA, dan CACL perusahaan FD dan NFD.

G. Analisis Regresi Logistik Binary

Menurut Stanislaus S Uyanto (2006: 226) Analisis Regresi

Logistik digunakan untuk melihat pengaruh sejumlah variabel independen

X1,X2,.........Xk terhadap variabel dependen Y yang berupa variabel respon

biner yang hanya mempunyai dua nilai atau juga untuk memprediksi nilai

suatu variabel dependen Y (yang berupa variabel biner) berdasarkan nilai

variabel-variabel dependen X1,X2,.........Xk.

Dalam penelitian ini jumlah data yang diproses sebanyak 48 atau N

48. Untuk melihat kelengkapan data yang diproses dalam penelitian ini

dapat dilihat pada tabel Case Processing Summary.

Page 117: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

98

Tabel 4.11

Data yang diproses

Dalam Penelitian ini variabel dependen Y bertipe kategorik

dua pilihan yaitu : perusahaan- perusahaan yang mengalami

financial distress (FD) dikategorikan dengan nilai 1 dan

perusahaan yang non financial distress (NFD) dikategorikan

dengan nilai 0. Keterangan ini dapat dilihat dalam tabel dibawah

ini :

Tabel 4.12

Identifikasi Data

Dependent Variable

Encoding

Case Processing Summary

Unweighted Casesa N Percent

Selected Cases Included in Analysis 48 100,0

Missing Cases 0 ,0

Total 48 100,0

Unselected Cases 0 ,0

Total 48 100,0

a.If weight is in effect, see classification table for the total number of

cases.

Dependent Variable Encoding

Original Value Internal Value

NFD 0

FD 1

Page 118: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

99

1. Ketepatan Model Prediksi

Untuk melihat model yang lebih baik untuk memprediksi

kemungkinan terjadinya financial distress pada perusahaan menggunakan

nilai -2 LogLikelihood. Dari hasil perhitungan -2 LogLikelihood pada blok

pertama (block number = 0) terlihat -2 LogLikelihood sebesar 59,624

seperti yang terlihat pada tabel berikut:

Tabel 4.13

Ketepatan Model Dalam Memprediksi FD

(block number = 0)

Kemudian hasil perhitungan nilai -2 LogLikelihood pada blok

kedua (block number = 1) terlihat nilai -2 LogLikelihood sebesar 36,883

terjadi penurunan pada block kedua (block number = 1) yang ditunjukkan

pada tabel 4.14 sebagai berikut:

Iteration Historya,b,c

Iteration

-2 Log

likelihood

Coefficients

Constant

Step 0 1 59,640 -,750

2 59,624 -,788

3 59,624 -,788

a.Constant is included in the model.

b.Initial -2 Log Likelihood: 59,624

c.Estimation terminated at iteration number 3

because parameter estimates changed by less than

,001.

Page 119: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

100

Tabel 4.14

Ketepatan Model Dalam Memprediksi FD

(block number = 1)

Penilaian keseluruhan model regresi (overall fit model) menggunakan

nilai -2 Loglikelihood dimana jika terjadi penurunan pada blok kedua

dibandingkan blok pertama maka dapat disimpulkan bahwa model regresi kedua

menjadi lebih baik. Seperti yang ditunjukkan pada tabel 4.13 dan 4.14. pada blok

pertama (blok number = 0) nilai -2 LogLikelihood 59,624 dan pada blok kedua

(blok number = 1) nilai -2 LogLikelihood sebesar 36,883. Dari hasil ini kita dapat

menyimpulkan bahwa model regresi kedua lebih baik untuk memprediksi

kemungkinan financial distress sebuah perusahaan.

Iteration Historya,b,c,d

Iteration

-2 Log

likelihood

Coefficients

Constant sta nis Nita Tlta cacl

Step 1 1 46,329 ,460 -,316 -7,663 2,537 ,200 -,249

2 40,060 1,096 ,138 -9,357 2,604 -,128 -,850

3 37,303 1,855 ,528 -10,470 2,689 -,409 -1,571

4 36,899 2,285 ,643 -11,394 2,853 -,497 -1,941

5 36,883 2,380 ,664 -11,594 2,855 -,518 -2,017

6 36,883 2,386 ,664 -11,602 2,856 -,523 -2,020

7 36,883 2,387 ,663 -11,603 2,857 -,524 -2,020

8 36,883 2,387 ,663 -11,603 2,857 -,524 -2,020

a.Method: Enter

b.Constant is included in the model.

c.Initial -2 Log Likelihood: 59,624

d.Estimation terminated at iteration number 8 because parameter estimates changed by less than ,001.

Page 120: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

101

2. Uji Chi Square Hosmer and Lemeshow

Untuk menilai kelayakan model regresi dalam memprediksi

digunakan uji Chi Square Hosmer and Lemeshow. Pengujian ini

digunakan untuk menguji hipotesis:

Ho : Tidak terdapat perbedaan antara klasifikasi yang

diprediksikan dengan klasifikasi yang diamati.

H1 : Terdapat perbedaan antara klasifikasi yang

diprediksikan dengan klasifikasi yang diamaati.

Tabel 4.15

Hasil Identifikasi Prediksi Klasifikasi

Hasil pengujian pada tabel 4.15 menunjukkan bahwa Chi Square

sebesar 6,113 dengan nilai Sig. Sebesar 0,635. Dari hasil tersebut

terlihat bahwa nilai sig. > α 0,05 sig. diatas 0,05) berarti keputusan

yang diambil adalah menerima Ho : tidak terdapat perbedaan antara

klasifikasi yang diprediksi dengan klasifikasi yang diamati. Maka

model regresi ini bisa digunakan untuk analisis selanjutnya.

3. Koefisien Cox & Snell R Square dan Nagelkerke R Square

Koefisien Cox & Snell R Square pada tabel model summary dapat

diinterpretasikan sama seperti koefisien determinan R2 pada regresi linier

berganda, tetapi karena nilai maksimum Cox & Snell R Square biasanya

lebih kecil dari satu, seperti yang ditunjukkan oleh tabel 4.16 nilai Cox &

Hosmer and Lemeshow Test

Step Chi-square df Sig.

1 6,113 8 ,635

Page 121: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

102

Snell R Square adalah 0,377 lebih kecil dari satu, maka menjadi sukar

untuk diinterpretasikan seperti R2

jarang digunakan.

Tabel 4.16

Koefisien Cox & Snell R Square dan Nagelkerke R Square

Model Summary

Step

-2 Log

likelihood

Cox & Snell R

Square

Nagelkerke R

Square

1 36,883a ,377 ,531

a. Estimation terminated at iteration number 8 because

parameter estimates changed by less than ,001.

Koefisien Nagelkerke R Square pada tabel model summary

merupakan modifikasi dari koefisien Cox & Snell R Square untuk

memastikan bahwa nilainya bervariasi dari 0 sampai 1, sama seperti

koefisien determinan R2 pada regresi linier berganda. Dilihat dari

tabel 4.16 nilai koefisien Nagelkerke R Square sebesar 0,531 yang

menjelaskan bahwa model regresi kemampuan rasio keuangan dalam

menjelaskan financial distress (FD) atau kondisi perusahaan non

financial distress (NFD) sebesar 53,1% sisanya sebesar 46,9%

dijelaskan oleh variabel lain diluar model penelitian.

4. Ketepatan Prediksi Klasifikasi

Untuk melihat ketepatan prediksi klasifikasi yang diamati

ditunjukkan dengan bantuan tabel berupa predicated value dari variabel

dependen dan baris merupakan data aktual yang diamati seperti yang

ditunjukkan pada tabel 4. 17 sebagai berikut:

Page 122: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

103

Tabel 4.17

Hasil Identifikasi Prediksi Klasifikasi

Menurut prediksi, perusahaan yang mengalami non financial

distress (NFD) adalah 33 perusahaan dan hasilnya observasi menunjukkan

30 perusahaan, jadi ketepatan klasifikasi yang diamati untuk perusahaan

yang mengalami non financial distress (NFD) sebesar 90.9% (30/33),

sedangkan prediksi untuk perusahaan financial distress (FD) adalah 15

perusahaan dan hasil observasinya hanya 10 perusahaan, maka ketepatan

prediksi klasifikasi yang diamati untuk perusahaan NFD sebesar 66.7%,

(10/15), secara keseluruhan ketepatan klasifikasi sebesar 83.3%.

5. Uji Wald

Untuk melihat hasil signifikan setiap koefisien dalam regresi

logistik ini, digunakan model persamaan yang memasukkan semua

variabel independen yang tampak pada tabel Variabel in the eguation.

Classification Tablea

Observed

Predicted

KONDISI Percentage

Correct NFD FD

Step 1 FD NFD 30 3 90,9

FD 5 10 66,7

Overall Percentage 83,3

a. The cut value is ,500

Page 123: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

104

Tabel 4.18

Hasil Signifikan Data

Variables in the Equation

B S.E. Wald Df Sig. Exp(B)

Step 1a STA ,663 1,066 ,387 1 ,534 1,941

NIS 11,603 7,016 2,735 1 ,098 11,975

NITA 2,857 5,990 ,228 1 ,018 17,416

TLTA -,524 ,772 ,461 1 ,497 ,592

CACL 2,020 ,804 6,315 1 ,012 2,133

Constant -2,387 1,161 4,229 1 ,040 10,882

a. Variable(s) entered on step 1: sta, nis, nita, tlta, cacl.

Pada tabel 4.18 terlihat bahwa hanya koefisien variabel NIS, NITA

dan CACL saja signifikan dan yang lainnya tidak. Koefisien variabel NIS

signifikan pada probabilitas 0.098 < α = 0,05 signifikan di bawah 0,05 ,

dan variabel NITA signifikan pada probabilitas 0.018 < α = 0,05 CACL

(signifikan di bawah 0,05), dan variabel CACL signifikan pada

probabilitas 0.012 < α = 0,05 CACL.

Uji Wald menguji masing-masing koefisien regresi logistik,

sebagai berikut:

a. Untuk koefisien variabel STA : uji wald = 0.387, P-value =

0,534 > α = 0,05 maka koefisien regresi untuk variabel STA

tidak signifikan.

b. Untuk koefisien variabel NIS : uji wald = 2.735, P-value =

0.098 < α = 0,05 maka koefisien regresi untuk variabel STA

signifikan.

Page 124: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

105

c. Untuk koefisien variabel NITA : uji wald = 0.228, P-value =

0.018 < α = 0,05 maka koefisien regresi untuk variabel NITA

signifikan.

d. Untuk koefisien variabel TLTA : uji wald = 0.461, P-value =

0.497 > α = 0,05 maka koefisien regresi untuk variabel TLTA

tidak signifikan.

e. Untuk koefisien variabel CACL : uji wald = 6.315, P-value =

0.012 < α = 0,05 maka koefisien regresi untuk variabel CACL

signifikan.

f. Untuk konstanta : uji wald = 4.229, P-value = 0.040 < α =

0,05 maka koefisien regresi untuk konstanta signifikan.

H. Interpretasi

Hasil perhitungan uji beda yang dilakukan dengan independent

Sampel T-test dapat disimpulkan bahwa rasio-rasio keuangan kelompok

perusahaan yang mengalami financial distress (FD) dan kelompok

perusahaan yang non financial distress atau (sehat) tidak terdapat

perbedaan signifikan dan tidak mendukung hipotesis 1 dalam penelitian

ini.

Hasil perhitungan uji beda yang dilakukan dengan Mann Whitney

dapat disimpulkan bahwa rasio-rasio keuangan kelompok perusahaan yang

mengalami financial distress (FD) dan kelompok perusahaan yang non

financial distress atau (sehat) secara statistik berbeda dan mendukung

hipotesis II dalam penelitian ini.

Page 125: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

106

Hasil persamaan regresi logistik dalam penelitian ini

menunjukkan daya klasifikasi ketepatan prediksi keseluruhan sebesar

83,3% dengan klasifikasi untuk kelompok perusahaan yang mengalami

financial distress (FD) sebesar 66.7% dan untuk perusahaan sehat

sebesar 90.9%. Hal ini membuktikan bahwa model prediksi financial

distress yang dihasilkan melalui penggunaan rasio keuangan memiliki

akurasi yang cukup tinggi dan dapat digunakan untuk memprediksi

kondisi financial distress perusahaan-perusahaan.

Nilai Koefisien Nagelkerke R Square menjelaskan bahwa dalam

model regresi ini kemampuan rasio keuangan dalam menjelaskan

financial distress atau kondisi perusahaan yang sehat sebesar 53.1%

dan sisanya 46.9% dijelaskan oleh variabel lain diluar model

penelitian.

Hasil perhitungan yang terdapat pada Wald Statistic menunjukkan

bahwa tiga variabel saja yang berpengaruh signifikan terhadap variabel

dependen : financial distress dan non financial distress yaitu Net

Income/Sales (NIS), Net Income/Total Assets (NITA) dan variabel

Current Assets/Current Liabilities (CACL) dan variabel lainnya tidak

signifikan.

Persamaan regresi yang dibentuk adalah sebagai berikut:

NFD = -2.387+11.603NIS+2.857NITA+2.020CACL

Nilai konstanta sebesar -2,387 menyatakan bahwa jika variabel

independen dianggap nol, maka probabilitas perusahaan akan sehat

Page 126: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

107

sebagai kontrol mengalami penurunan sebesar 2.387 dibandingkan

perusahaan mengalami financial distress.

Koefisien regresi NIS sebesar 11.603 dan bernilai positif

menunjukkan bahwa variabel NIS berpengaruh positif terhadap

kondisi perusahaan sehat artinya setiap unit kenaikan NIS suatu

perusahaan maka kemungkinan perusahaan tersebut dikategorikan

sebagai perusahaan yang sehat lebih besar daripada kemungkinan

perusahaan tersebut dikategorikan sebagai perusahaan financial

distress.

Jika variabel lain dianggap konstan maka setiap unit perubahan

variabel NIS kemungkinan perusahaan sehat adalah Exp(B) 11.975

kali lebih tinggi daripada kemungkinan perusahaan mengalami

financial distress.

Variabel NIS berpengaruh signifikan terhadap kemungkinan

terjadinya financial distress. Hal ini dikarenakan kemampuan

memperoleh laba perusahaan yang semakin tinggi akan mempengaruhi

kondisi keuangan yang baik sehingga tidak akan terjadi financial

distress. Tetapi bagi perusahaan yang memiliki NIS yang rendah, tidak

memiliki kekuatan ekonomi yang akan mendorong perusahaan

mengalami financial distress. Berarti rasio NIS dapat memprediksi

financial distress suatu perusahaan.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya

yang dilakukan oleh Almilia dan Silvy (2003) menyatakan bahwa rasio

Page 127: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

108

NIS secara statistik berpengaruh signifikan terhadap kemungkinan

perusahaan mengalami financial distress sehingga dapat digunakan

untuk memprediksi kondisi financial distress perusahaan.

Koefisien regresi variabel NITA sebesar 2.020 dan bernilai positif

menunjukkan bahwa variabel NITA berpengaruh positif terhadap

kondisi perusahaan sehat artinya setiap unit kenaikan CACL suatu

perusahaan maka kemungkinan perusahaan tersebut dikategorikan

sebagai perusahaan yang sehat lebih besar daripada kemungkinan

perusahaan tersebut dikategorikan sebagai perusahaan financial

distress.

Hasil penelitian ini didukung oleh Darsono dan Ashari (2005:57)

semakin tinggi rasio NITA akan semakin efektif perusahaan mengelola

aktiva maka kemungkinan perusahaan sehat lebih besar dibandingkan

kemungkinan perusahaan mengalami financial distress.

Jika variabel lain dianggap konstan maka setiap unit perubahan

variabel NITA kemungkinan perusahaan akan sehat adalah Exp(B)

17.416 kali lebih tinggi daripada kemungkinan perusahaan mengalami

financial distress.

Variabel NITA berpengaruh signifikan terhadap kemungkinan

terjadinya financial distress. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil

penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Almilia dan Silvy (2003)

menyatakan bahwa rasio NITA secara statistik berpengaruh signifikan

kemungkinan perusahaan mengalami financial distress sehingga dapat

Page 128: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

109

digunakan untuk memprediksi kondisi financial distress sutau

perusahaan.

Koefisien regresi variabel CACL sebesar 2.133 dan menunjukkan

bahwa variabel CACL berpengaruh positif terhadap kondisi

perusahaan sehat artinya setiap unit kenaikan CACL suatu perusahaan

maka kemungkinan perusahaan tersebut dikategorikan sebagai

perusahaan yang sehat lebih besar daripada kemungkinan perusahaan

tersebut dikategorikan sebagai perusahaan financial distress.

Jika variabel lain dianggap konstan maka setiap unit perubahan

variabel CACL kemungkinan perusahaan akan sehat adalah Exp(B)

2.133 kali lebih tinggi daripada kemungkinan perusahaan mengalami

financial distress.

Hasil penelitian ini didukung oleh Darsono dan Ashari (2005:53)

dalam Ferawati (2008) menyatakan bahwa semakin tinggi rasio CACL

berarti semakin besar kemampuan perusahaan untuk membayar

kewajiban jangka pendek menunjukkan probabilitas perusahaan

mengalami financial distress semakin kecil. Francisco dan Luis Rivera

Batiz (1994) dalam Ahmad Hanin Fatah (2002:17) dalam Ferawati

(2008) kondisi default (istilah lain financial distress) adalah kondisi

dimana pihak peminjam yaitu perusahaan tidak mampu melakukan

pembayaran atas kewajiban-kewajiban jangka pendek yang telah

ditentukan pada saat jatuh tempo.

Page 129: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

110

Variabel CACL berpengaruh signifikan terhadap kemungkinan

terjadi financial distress. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil

penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Almilia dan Kristijadi

(2003), Plat dan Plat (2003) menyatakan bahwa rasio CACL secara

statistik berpengaruh signifikan terhadap kemungkinan perusahaan

mengalami kondisi financial distress sehingga dapat digunakan untuk

memprediksi kondisi financial distress suatu perusahaan.

Hasil penelitian ini dapat dijelaskan bahwa persamaan regresi

logistik binary memiliki hubungan antara rasio keuangan dengan

kemungkinan perusahaan sehat memiliki pengaruh positif berarti

semakin tinggi NIS, NITA dan CACL maka semakin besar

kemungkinan perusahaan tidak megalami financial distress (sehat) dan

jika rasio NIS, NITA dan CACL semakin rendah maka kemungkinan

kecil perusahaan tidak mengalami financial distress (sehat), sedangkan

hubungan antara rasio keuangan dengan financial distress perusahaan

pertambangan berbanding terbalik berarti semakin tinggi rasio NIS,

NITA dan CACL maka semakin kecil kemungkinan perusahaan akan

mengalami financial distress dan jika rasio NIS, NITA dan CACL

semakin rendah maka kemungkinan besar perusahaan akan mengalami

financial distress dan kebangkrutan.

Hasil penelitian ini dapat juga ditarik kesimpulan bahwa rasio Net

income/Sales, Net Income/Total Assets dan Current Asset/Current

Liabilities sebagai hasil variabel yang signifikan dalam penelitian ini

Page 130: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

111

merupakan variabel rasio keuangan yang dapat menentukan kondisi

kesehatan perusahaan sektor pertambangan dengan Net income/Sales

sebagai rasio yang menjelaskan kemampuan perusahaan menghasilkan

laba dari penjualan. dan rasio Net Income/Total Assets sebagai rasio

yang menjelaskan kemampuan perusahaan dalam menjalankan

operasinya dan rasio Current Asset/Current Liabilities sebagai rasio

yang menentukan kemampuan perusahaan dalam melunasi kewajiban-

kewajiban jangka pendek pada saat jatuh tempo.

Jika rasio Net income/Sales, Net Income/Total Assets dan Current

Asset/Current Liabilities rendah maka kemungkinan besar perusahaan

akan mengalami financial distress dan jika tidak dilakukan

restrukturisasi keuangan dan seluruh aspek manajemen pada

perusahaan sebagai pencegah maka perusahaan akan mengalami

kebangkrutan.

Page 131: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

112

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil pembahasan pada penelitian ini dapat diambil

kesimpulan pada penelitian ini sebagai berikut:

1. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada perusahaan-

perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia dari 16 perusahaan ditemukan 6 perusahaan yang

mengalami financial distress berdasarkan laba negatif dan 10

perusahaan yang sehat.

2. Hasil uji beda Independent Sample T-test menunjukkan bahwa

variabel Net Income/Sales tidak terdapat perbedaan signifikan

antara perusahaan yang mengalami financial distress dan sehat.

3. Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan bahwa variabel

Sales/Total Assets, Net Income/Total Asset, Total Libalities/Total

Assets, dan Current Assets/Current Liabilities berbeda signifikan

antara perusahaan yang mengalami financial distress dan non

financial distress (sehat).

4. Daya klasifikasi prediksi keseluruhan sebesar 83,3% dengan

klasifikasi untuk kelompok perusahaan yang mengalami financial

distress sebesar 66.7% dan untuk perusahaan sehat sebesar 90.9%.

112

Page 132: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

113

Hal ini membuktikan bahwa model prediksi financial distress yang

dihasilkan melalui penggunaan rasio keuangan memiliki akurasi

yang cukup tinggi dan dapat digunakan untuk memprediksi kondisi

financial distress perusahaan-perusahaan.

5. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rasio keuangan paling

signifikan untuk memprediksi kondisi kesehatan keuangan

perusahaan sektor pertambangan Net Income/Sales, Net

Income/Total Assets dan Current Asset/Current Liabilities.

B. Implikasi

Berdasarkan kesimpulan diatas maka implikasi pada penelitian ini

dapat dikemukakan sebagai berikut:

1. Sektor Pertambangan

Rasio keuangan yang memiliki pengaruh signifikan dalam

menentukan kondisi kesehatan perusahaan berasal dari rasio

Profitabilitas dan rasio likuiditas yang menjelaskan kemampuan

perusahaan memenuhi kewajiban-kewajiaban jangka pendek pada

saat jatuh tempo dan kemampuan perusahaan dalam menjalankan

operasinya. Sehingga dapat dijadikan dasar pertimbangan bagi

kelangsungan hidup perusahaan-perusahaan pertambangan.

2. Investor

Investor sebagai pemilik modal dapat mengetahui sinyal

kesulitan keuangan perusahaan sehingga dapat mengambil

keputusan yang tepat atas risiko investasinya dan menentukan

Page 133: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

114

pilihan atas investasi pada perusahaan sektor pertambangan.

Investor juga mengetahui perbedaan rasio-rasio keuangan

perusahaan yang mengalami financial distress (tidak sehat) dan

yang sehat sehingga membantu dalam menentukan pilihan

investasi pada perusahaan-perusahaan di Indonesia khususnya

perusahaan sektor pertambangan.

C. Keterbatasan Penelitian dan Saran

Keterbatasan penelitian ini adalah:

1. Variabel yang digunakan untuk memprediksi kondisi kesehatan

perusahaan hanya sebatas rasio keuangan.

2. Proksi kondisi financial distress hanya menggunakan laba bersih

perusahaan.

Saran bagi penelitian selanjutnya:

1. Bagi penelitian selanjutnya untuk memprediksi financial distress

pada perusahaan dapat dilakukan pada beberapa kelompok industri

lain selain sektor pertambangan dan menambah variabel prediksi

selain rasio keuangan seperti makro ekonomi.

2. Peneliti selanjutnya diharapkan memproksikan financial distress

dengan menambah nilai buku ekuitas negatif dan pembayaran

deviden.

Page 134: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

115

DAFTAR PUSTAKA

Almilia, Luciana Spica dan Kristijadi, Emanuel. “Analisis Rasio Keuangan untuk

Memprediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan Manufaktur yang

Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta”. Jurnal Akuntansi dan Auditing

Indonesia (JAAI), Vol 7, No 2, hal 1-27, Desember 2003.

Almilia, Luciana Spica. “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kondisi

Financial Distress Suatu Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek

Jakarta”. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 7, No. 1, Januari 2004.

Almilia, Luciana Spica dan Winny Herdiningtyas. “Analisis Rasio CAMEL

Terhadap Prediksi Kondisi Bermasalah Pada Lembaga Perbankan

Periode 2000-2002”. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol 7, No 2, ISSN:

1411-0288, November 2005.

Almilia, Luciana Spica. “Prediksi kondisi Financial Distress Perusahaan Go

publik dengan Menggunakan Analisis Multinomial Logit”. Jurnal

Ekonomi dan Bisnis, Vol XII, No 1, Maret 2006.

Asnawi, Said Kelana dan Wijaya, Chandra. “Metodologi Penelitian Keuangan”.

Prosedur, Ide dan Kontrol. Ed1-1, Yogyakarta: Graha ilmu, 2006.

Andhito, Isyaiyas. “Analisis Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Kondisi

Financial Distress Perusahaan (Studi Kasus Perusahaan yang Terdaftar

Pada Bursa Efek Indonesia periode 2007-2010)”. Skripsi, UIN Syarif

Hidayatullah, Jakarta, 2011.

Akhmad, Wahyudin. “Analisis Pengaruh Rasio Likuiditas, Solvabilitas,

Rentabilitas, Aktivitas Dan Growth Pada Perusahaan yang Mengalami

Kondisi Financial Distress”. Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta,

2014.

Anggraini, Yunita. “Prediksi Financial Distress Pada Sektor Agrikultur (yang

Terdaftar Di BEI Periode 2007-2012)”. Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah,

Jakarta, 2013.

Brigham dan Houston, “Dasar-dasar Manajemen”. Salemba Empat, Jakarta,

2009.

Ferawati, “Analisis Rasio Keuangan Untuk Memprediksi Financial Distress

Perusahaan Properti dan Real Estat Yang Terdaftar di Bursa Efek

Indonesia”. Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2008.

Ghozali, Imam. “Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS”. Badan

penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2011.

115

Page 135: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

116

Ghozali, Imam dan Casstellan. “Statistik Non Parametrik Teori dan Aplikasi

dengan Program SPSS”. Badan Penerbit Universitas Diponegoro,

Semarang, 2012.

Ghozali, Imam. “Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS”. badan

Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2012.

Harahap, Sofyan Syafri, “Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan “. Rajawali

Pers, Jakarta, 2006.

Hanafi, Mahmud M dan Abdul Halim. “Analisis Laporan keuangan”. Edisi

Ketiga, Unit Penerbit dan Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen

YKPN, Yogyakarta, 2007.

Kasmir. “Analisis Laporan Keuangan”. Edisi Revisi, Rajawali Pers, Jakarta,

2012.

Kasmir. “Analisis Laporan Keuangan”. PT Raja Grafindo Persada, 2013.

Margaretha, Farah. “Dasar-dasar Manajemen keuangan”. Edisi Pertama. Jakarta :

PT Dian Rakyat, 2014.

Pujiastuti, Triani dan Yuharningsih. “Anteseden Profitabilitas Financial Distress

Pada Perusahaan manufaktur Di Indonesia”. Jurnal Keuangan dan

Perbankan, Vol 18, No 1, Januari 2014, hlm. 1-13.

Patricia, S Febrina Dwijayanti. “Penyebab, Dampak, Dan Prediksi Dari Financial

Distress Serta Solusi Untuk Mengatasi Financial Distress”. Jurnal

Akuntansi Kontemporer, Vol 2, No 2, Juli 2010, hlm 191-205.

Rodoni, Ahmad dan Herni Ali. “Manajemen Keuangan”. Edisi 1, Mitra Wacana

Media, Jakarta, 2010.

Ross, S.A., westerfield, R.W. and Jaffe, J. “Corporate Finance”. Mc Grawhill, 7th

edition, 2005.

Sjahrial, Dermawan. “Pengantar Manajemen Keuangan”. Edisi 4, Mitra Wacana

Media, Jakarta, 2012.

Sugiyono. “Metode Penelitian Bisnis”. Alfabeta, Bandung, 2008.

Syamryn, L.M. “Pengantar Akuntansi : Mudah Membuat Jurnal dengan

Pedekatan Siklus Transaksi”. Edisi 1, Rajawali Pers, Jakarta, 2011.

Trihendradi, Cornelius. “Kupas Tuntas Analisis Regresi : Strategi Jitu Melakukan

Analisis Hubungan Causal”. ANDI, Yogyakarta, 2007.

Uyanto, Stanislaus S. “Pedoman Analisis Data dengan SPSS”. Edisi Kedua,

Graha ilmu, Yogyakarta, 2006.

Page 136: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

117

Wiwit, Elvinna dan firma Meita. “Analisis Penggunaan Metode

Altman,Springate,dan Zmijewski Dalam Memprediksi Kebangkrutan

Perusahaan Pertambangan Batubara Periode 2012-2014”. Jurnal

Akuntansi, Universitas Negeri Surabaya, 2014.

Widarjono, Agus. “Analisis Statistika Multivariat Terapan”. Unit Penerbit dan

Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN, Yogyakarta, 2010.

Wijoseno, Yudho. “Analisis Rasio Keuangan terhadap Peramalan Financial

Distress = Pendekatan Analisis Menggunakan Metode Fulmer H-score

pada Perusahaan Pertambangan di Bursa Efek Indonesia Periode 2009-

2013”. Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah, 2014.

http://www.idx.co.id

www.google.com

http://www.kamusbesar.com/39312/pertambangan.

https://wendytandiawan.files.wordpress.com/2013/08/audit-tambang.pdf

http://www.republika.co.id/berita/koran/halaman-1/15/12/14/nzc0k72-migas-minerba-dan-outlook-2016.

http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/bisnis/12/12/10/metfqg-2013-kinerja-sektor-tambang-indonesia-masih-tertekan.

http://www.tribunnews.com/bisnis/2015/12/27/saham-sektor-pertambangan-

tergerus-pada-2015

Page 137: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

118

Lampiran 1

Daftar Nama Perusahaan Sektor Pertambangan di Indonesia

No Kode Nama Perusahaan Sub Sektor

1 ANTM PT. Aneka Tambang Tbk Logam dan mineral

2 BYAN PT. Bayan Resources Tbk Batubara

3 DEWA PT. Darma Henwa Tbk Batubara

4 DOID PT. Delta Dunia Makmur Tbk Batubara

5 ELSA PT. Elnusa Tbk Minyak dan Gas

Bumi

6 ADRO PT. Adaro Energy Tbk Batubara

7 HRUM PT. Harum Energy Tbk Batubara

8 GEMS PT. Golden Energy Mines Tbk Batubara

9 ITMG PT. Indo TambangRaya Megah

Tbk

Batubara

10 MITI PT. Mitra Investindo Tbk Batu Batuan

11 ARII PT. Atlas Resources Tbk Batubara

12 PTRO PT. Petrosea Tbk Batubara

13 KKGI PT. Resources Alam Indonesia

Tbk

Batubara

14 PTBA PT. Tambang Batubara Bukit

Asam Tbk

Batubara

15 TOBA PT. Toba Bara Sejahtra Tbk Batubara

16 CTHH PT. Citatah Tbk Minyak dan Gas

Bumi

17 ARTI PT. Ratu Prabu Energy Tbk Batubara

18 BORN PT. Borneo Lumbung Energy

& Metal Tbk

Batubara

19 BRAU PT. Berau Coal Energy Tbk Batubara

Page 138: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

119

20 BSSR PT. Baramulti Suksessarana

Tbk

Batubara

21 BUMI PT. Bumi Resources Tbk Batubara

22 ATPK PT. Bara jaya International Tbk Batubara

23 BIPI PT. Benakat Petroleum Energy

Tbk

Minyak dan Gas

Bumi

24 ENRG PT. Energi Mega Persada Tbk Minyak dan Gas

Bumi

25 ESSA PT. Surya Esa Perkasa Tbk Minyak dan Gas

Bumi

26 MEDC PT. Medco Energi International

Tbk

Minyak dan Gas

Bumi

27 RUIS PT. Radiant Utama Interinsco

Tbk

Minyak dan Gas

Bumi

28 CPDW PT. Indo Setu Bara Resources

Tbk

Batubara

29 GTBO PT. Garda Tujuh Buana Tbk Batubara

30 MYOH PT. Samindo Resources Tbk Batubara

31 PKPK PT. Perdana karya Perkasa Tbk Batubara

32 APEX PT. Apexindo Pratama Duta

Tbk

Minyak dan Gas

Bumi

33 SUGI PT. Sugih Energy Tbk Minyak dan Gas

Bumi

34 CITA PT. Cita Mineral Investindo

Tbk

Logam dan Mineral

36 CKRA PT. Cakra Mineral Tbk Logam dan Mineral

37 DKFT PT. Central Omega Resources

Tbk

Logam dan Mineral

38 INCO PT. Vale Indonesia Tbk Logam dan Mineral

39 PSAB PT. J. Resources Asia Pacifik

Tbk

Logam dan Mineral

40 SMRU PT. SMR Utama Tbk Logam dan Mineral

41 TINS PT. Timah Persero Tbk Logam dan Mineral

42 MDKA PT. Merdeka Copper Gold Tbk Batubara

Page 139: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

120

43 MBAP PT. Mitrabara Adiperdana Tbk Batubara

44 SMMT Golden Eagle Energy Tbk Batubara

Sumber : www.idx.co.id

Page 140: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

121

Lampiran 2

Ikhtisar Laporan Keuangan Sektor Pertambangan Periode 2011-2015.

Sumber : www.idx.co.id

No Kode Sales Total

Assets

Net

Income

Total

Liabilities

Current

Assets

Current

Liabilities

1. ANTM

2011 10.346.433 15.201.235 2.568.781 4.429.191 9.108.019 846.446

2012 10.449.885 19.708.540 3.895.495 6.876.224 7.646.851 3.041.406

2013 11.298.321 21.865.177 (132.930) 9.071.629 7.080.437 3.855.511

2014 9.420.630 22.044.202 (833.134) 10.052.628 6.343.109 3.862.917

2015 10.531.504 30.356.850 1.668.773 12.040.131 11.252.826 4.339.330

2. BYAN

2011 1.509.261 1.596.247 1.873.210 876.467 408.250 618.637

2012 1.422.880 1.909.104 (13.748.426) 1.153.109 459.919 397.472

2013 1.147.467 1.566.788 55.216.028 143.650 474.147 431.456

2014 828.259 1.161.656 (189.017) 133.452 323.240 518.794

2015 465.007 937.851 (68.182.304) 148.218 281.558 149.337

3. DEWA

2011 283.366 406.125 (24.059.135) 92.355.692 155.875 7.339.182

2012 334.997 439.475 (41.028.454) 165.903 176.169 124.854

2013 222.028 365.758 (51.744.184) 143.650 141.290 110.570

2014 234.664 355.859 8.763.521 133.452 160.791 114.626

2015 240.123 372.974 46.575.485 148.218 134.785 107.541

4. DOID

2011 776.733 10.819.779 (2.817.252) 1.087.833 482.852 222.673

2012 843.254 1.159.770 (17.698.665) 1.070.263 385.860 205.844

2013 694.912 1.081.805 28.187.065 1.013.391 421.980 300.006

2014 607.426 907.648 28.218.761 822.740 301.905 127.104

2015 565.615 831.796 (5.788.723) 746.796 307.841 102.527

5. ELSA

2011 4.716.771 4.389.950 (30.115) 2.485.125 2.476.571 1.987.777

2012 4.777.083 4.294.557 (135.597) 2.252.312 2.310.356 1.686.450

2013 4.111.973 4.370.964 (242.605) 2.085.850 2.492.219 1.560.197

2014 4.221.172 4.245.704 431.457 1.662.708 2.236.668 1.378.311

2015 3.775.323 4.407.513 397.745 1.772.527 2.079.319 1.448.585

Page 141: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

122

Lanjutan Lampiran 2

Sumber : www.idx.co.id

No Kode Sales Total

Assets

Net Income Total

Liabilities

Current

Assets

Current

Liabilities

6. ADRO

2011 3.867.405 5.558.961 552.103 5.658.961 1.297.525 778.201

2012 3.722.489 6.692.256 383.307 3.215.738 1.413.875 899.223

2013 3.285.142 6.733.787 229.263 3.538.784 1.370.879 773.679

2014 3.325.444 6.413.864 183.244 3.154.392 1.271.632 774.595

2015 2.684.476 5.958.629 151.003 2.605.586 1.092.519 773.679

7. GEMS

2011 2.861.548 3.320.301 301.659 480.032 2.479.680 457.483

2012 3.958.897 3.440.326 178.934 538.639 1.796.212 506.386

2013 4.427.626 4.022.393 170.288 1.053.418 1.861.966 1.015.810

2014 5.185.585 3.921.803 133.821 840.925 1.757.801 796.834

2015 353.186 369.667 20.882.671 122.155 195.737 70.048.270

8. HRUM

2011 831.255 507.689 200.516 507.686 316.749 118.058

2012 1.043.301 538.639 161.670 217.154 335.580 107.154

2013 837.079 480.621 49.580.100 85.645.546 284.658 82.438.100

2014 477.643 444.260 (2.628.331) 37.224.342 280.935 32.609.650

2015 249.328 380.654 (18.996.829) 82.692.423 225.450 78.548.349

9. IMTG

2011 2.381.875 1.578.474 729.938 497.670 1.006.427 450.748

2012 2.438.941 1.491.224 591.109 488.807 968.928 437.021

2013 2.178.763 1.392.140 320.948 428.285 746.328 374.674

2014 1.942.655 1.310.494 262.857 425.874 569.553 364.170

2015 1.589.409 1.178.363 139.446 343.806 512.318 284.344

10 MITI

2011 139.394 117.966 34.252.759 55.160.486 68.778.797 43.215.510

2012 150.825 148.540 22.090.674 53.730.999 80.451.966 30.859.482

2013 139.985 156.993 22.002.615 45,429.682 98.515.506 25.220.775

2014 169.300 362.678 (7.609.223) 88.898.918 145.110 57.931.096

2015 31.375.452 248.928 (179.560) 138.014 218.248 117.280

Page 142: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

123

Lanjutan Lampiran 2

No Kode Sales Total

Assets

Net Income Total

Liabilities

Current

Assets

Current

Liabilities

11. ARII

2011 799.315 2.301.384 (26.920) 453.271 77.235 458.180

2012 97.240 299.105 11.150 154.799 59.232 150.903

2013 114.712 316.177 10.625 183.181 44.366 170.283

2014 38.468 339.149 (24.618) 231.793 48.490 147.597

2015 28.342 351.484 (25.922) 269.491 40.086 195.545

12. KKGI

2011 243.064 107.806 50.259.461 35.371.080 82.729.853 29.229.097

2012 214.901 103.801 23.589.823 30.502.667 48.426.676 24.864.784

2013 193.474 106.087 17.240.350 32.736.996 48.560.172 27.986.852

2014 135.766 106.229 8.006.072 32.380.992 41.967.836 24.402.581

2015 111.011 98.541.575 5.672.213 21.780.410 38.608.691 17.395.279

13. PTRO

2011 263.769 377.298 52.643 264.839 105.179 112.459

2012 385.492 529.742 49.122 342.450 165.634 125.918

2013 360.096 509.242 17.308 311.666 188.589 121.305

2014 347.968 467.732 (22.53) 274.905 176.832 107.514

2015 206.834 425.368 (12.691) 247.091 141.187 90.941

14. PTBA

2011 10.581.570 11.507.104 3.088.067 3.342.102 8.859.260 1.912.423

2012 11.594.057 12.728.981 2.909.421 4.223.812 8.718.297 1.770.537

2013 11.209.219 11.677.155 1.854.281 4.125.586 6.479.783 2.260.956

2014 13.077.962 14.812.023 2.019.214 6.141.181 7.416.805 3.574.129

2015 13.733.627 16.894.043 2.037.111 7.606.496 7.598.476 4.922.733

15. TOBA

2011 498.190 225.246 (115.289) 166.259 110.747.014 122.782

2012 396.685 261.526 (11.932.682) 150.582 106.512.473 140.537

2013 421.849 311.647 34.603.793 181.166 130.198.784 145.451

2014 499.965 300.740 35.548.674 158.795 111.494.756 90.822.175

2015 348.662 282.371 25.724.095 127.253 96.509.176 68.957.698

16. CTHH

2011 148.501 218.251 (916.459) 142.259 130.258 116.439

2012 161.783 261.438 (2.759.299) 182.686 176.001 155.883

2013 240.794 326.960 484.079 247.724 231.529 214.802

2014 208.226 366.053 1.014.316 286.803 274.529 252.616

Page 143: Analisis Financial Distress Pada Sektor Pertambangan

124

Sumber : www.idx.co.id

Lampiran 3

Laporan Keuangan Sektor Pertambangan Periode 2014-2015

Laba (rugi) bersih periode 2014-2015

(dalam satuan jutaan rupiah)

Sumber : Financial Report

2015 220.748 605.667 1.949.752 531.464 319.568 252.616

No

Kode

Emiten

Net Income

(2015)

Net Income

(2014)

Kondisi

1. ANTM PT. Aneka Tambang Tbk 1.668.773.924 -883.134.817 0

2. BYAN PT. Bayan Resources Tbk -68.182.304 -189.017.198 1

3. DEWA PT. Darma Henwa Tbk 46.575.485 8.763.521 0

4. DOID PT. Delta Dunia Makmur

Tbk

-5.788.723 28.218.761 0

5. ELSA PT. Elnusa Tbk 397.745.115 431.457.238 0

6. ADRO PT. Adaro Energy Tbk 151.003.760 183.244.573 0

7. GEMS PT. Golden Energy Mines

Tbk

20.882.671 133.821.901 0

8. HRUM PT. Harum Energy Tbk -18.996.829 -2.628.331 1

9. ITMG PT. Indo TambangRaya

Megah Tbk

139.446.503 262.857.210 0

10. MITI PT. Mitra Investindo Tbk -179.560.223 -179.560.694 1

11. ARII PT. Atlas Resources Tbk -25.922.780 -24.618.466 1

12. KKGI PT. Resources Alam

Indonesia Tbk

5.672.213 8.006.072 0

13. PTRO PT. Petrosea Tbk -12.691.306 -22.533.785 1

14. PTBA PT. Tambang Batubara

Bukit Asam Tbk

2.037.111 2.019.214 0

15. TOBA PT. Toba Bara Sejahtra

Tbk

25.724.095 35.548.674 0

16. CTHH PT. Citatah Tbk 1.949.752.752 1.014.316.138 0