studi potensi alelopati teki (cyperus rotundus l.) … · penelitian dengan tujuan untuk melihat...
TRANSCRIPT
STUDI POTENSI ALELOPATI TEKI (Cyperus rotundus L.)
SEBAGAI BIOHERBISIDA UNTUK PENGENDALIAN GULMA BERDAUN LEBAR
YULIA DELSI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Studi Potensi
Alelopati Teki (Cyperus rotundus L.) sebagai Bioherbisida untuk Pengendalian
Gulma Berdaun Lebar adalah karya saya dengan arahan pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2012
Yulia Delsi
A252100121
ABSTRACT
YULIA DELSI. Allelochemical Compound Study from Cyperus rotundus L. as
Bioherbicide for Broadleaf Weed Control. Under direction M. AHMAD CHOZIN
and SANDRA ARIFIN AZIZ.
This research was conducted at Seed and Technology Laboratory of IPB,
Cikabayan Greenhouse, Darmaga, Bogor and Regional Health Laboratory, Jakarta
from July 2011 until May 2012 to study the potency of allelochemical compounds
from Cyperus rotundus L. as bioherbicide for broadleaf weed control (Asystasia
gangetica, Borreria alata and Mimosa pigra). The research consisted of 3
experiments. The objective of the first experiment was to study breaking
treatment of seed dormancy for Asystasia gangetica, Mimosa pigra and Borreria
alata. The weed treatment were soaked in 50 0C warm water for 24 hours, soaked
in 90 0C hot water and embedded in soil for 4 days and control. The result showed
that burrying Borreria alata seed in the soil for 4 days, soaking Mimosa pigra
seed in hot water could be used as dormancy breaking treatments. No dormancy
breaking treatment needed for Asystasia gangetica.
The second experiment was conducted to study the influence of C.
rotundus extracts on pre-emergence of broadleaf weed. The treatments used 0.5,
until 4.5 kg/L with interval 0.5 kg/L concentration of extract (C. rotundus biomass
with aquadest). The third experiment was conducted to determine the effect of C.
rotundus extracts, mixed with fresh and dried C. rotundus biomass with soil,
mulched of fresh and dried C. rotundus biomass, compost and flour of C.
rotundus to weed growth and developmentand soybean. The experiment was
using completely randomized design in observation of germination and
randomized block design in weed growth. The result showed that 1.0 kg/L
concentration of C. rotundus extract caused lower weed seed germination but
have no effect on soybean germination. Applications of C. rotundus biomass have
no effect on the growth and development of weed and soybean. Application of C.
rotundus extract 1.0 kg/L potentially can be used as pre-emergence bioherbicide.
Keywords : allelochemical compound, bioherbicide
RINGKASAN
YULIA DELSI. Studi Potensi Alelopati Teki (Cyperus rotundus L.) sebagai
Bioherbisida untuk Pengendalian Gulma Berdaun Lebar. Dibimbing oleh M.
AHMAD CHOZIN dan SANDRA ARIFIN AZIZ.
Penelitian untuk mempelajari potensi alelopati teki (Cyperus rotundus L.)
sebagai bioherbisida untuk pengendalian gulma berdaun lebar telah dilakukan
pada bulan Juli 2011 sampai Mei 2012, bertempat di Laboratorium Teknologi
Benih Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB, Rumah
Kaca Cikabayan Bawah Dramaga, Bogor dan Laboratorium Kesehatan Daerah
DKI Jakarta. Percobaan ini bertujuan untuk melihat pengaruh alelopati C.
rotundus terhadap perkecambahan, pertumbuhan dan perkembangan gulma
berdaun lebar lebar (Asystasia gangetica, Mimosa pigra, Borreria alata) dan
kedelai sebagai perwakilan tanaman budidaya berdaun lebar.
Gulma memiliki kemampuan berkecambah yang tidak serentak, dan salah
satu kendala yang dihadapi adalah sulitnya mengecambahkan biji gulma yang
sengaja ditanam. Penelitian dengan tujuan untuk melihat pengaruh suatu senyawa
terhadap pertumbuhan gulma sering kali menghadapi kendala karena gulma yang
dorman. Oleh sebab itu metode pematahan dormansi yang sesuai merupakan salah
satu hal penting yang harus di ketahui.
Percobaan 1 bertujuan untuk mempelajari sifat dormansi dan metoda
pematahan dormansi biji gulma berdaun lebar Asystasia gangetica, Mimosa pigra
dan Borreria alata. Percobaan ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan
uji lanjut DMRT taraf 5%. Percobaan terdiri dari 4 perlakuan dan 4 ulangan untuk
masing-masing tanaman uji. Perlakuan pematahan dormansi yang digunakan
adalah kontrol, perendaman dalam air hangat 50 0C, perendaman dalam air panas
90 0C dan pembenaman dalam tanah dengan kedalaman 40 cm selama 4 hari.
Hasil percobaan menunjukkan pembenaman biji Borreria alata dalam tanah
selama 4 hari, perendaman Mimosa pigra dalam air panas 90 0C dapat digunakan
sebagai metode pematahan dormansi sedangkan Asystasia gangetica tidak
memerlukan pematahan dormansi.
Percobaan 2 untuk mempelajari pengaruh ekstrak C. rotundus terhadap
perkecambahan biji gulma berdaun lebar serta benih kedelai. Percobaan
menggunakan rancangan acak lengkap dengan 10 perlakuan dan 3 ulangan untuk
masing-masing tanaman uji Asystasia gangetica, Mimosa pigra, Borreria alata
dan kedelai. Percobaan menggunakan 9 perbandingan konsentrasi biomassa
seluruh bagian C. rotundus dan aquadest dengan perbandingan berat/volume yaitu
0.5, sampai 4.5 kg/L dengan interval konsentrasi 0.5 kg/L. Hasil percobaan
menunjukkan bahwa ekstrak C. rotundus mulai konsentrasi 1.0 kg/L sampai
konsentrasi 4.5 kg/L memberikan pengaruh yang sama dan menekan daya
berkecambah biji gulma berdaun lebar namun tidak berpengaruh negatif terhadap
benih kedelai. Aplikasi C. rotundus konsentrasi 1.0 kg/L ini akan digunakan pada
pengamatan selanjutnya.
Percobaan 3 untuk mempelajari pengaruh pemberian biomassa C.
rotundus terhadap pertumbuhan dan perkembangan gulma dan kedelai. Percobaan
menggunakan rancangan acak kelompok dengan 8 perlakuan dan 3 ulangan untuk
masing-masing tanaman uji Asystasia gangetica, Mimosa pigra, Borreria alata
dan kedelai. Perlakuan pada percobaan ini adalah dengan penggunaan C. rotundus
dalam bentuk ekstrak konsentrasi 1.0 kg/L, segar dan kering yang dicampur
dengan tanah, segar dan kering yang dihamparkan di permukaan tanah, kompos,
tepung dan kontrol.
Hasil pengamatan menunjukkan aplikasi biomassa C. rotundus dalam
bentuk ekstrak, segar, kering, kompos dan tepung tidak menekan pertumbuhan
dan perkembangan gulma serta kedelai. Aplikasi C. rotundus sebagai mulsa segar
diketahui meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan gulma dan kedelai.
Hasil percobaan membuktikan perlakuan pemberian C. rotundus tidak
menghambat perkecambahan dan pertumbuhan kedelai. Analisis alelokimia
menunjukkan senyawa fenolat cyperene dan culmorin sebagai senyawa khas yang
dimiliki Cyperus rotundus hanya ditemukan dalam C. rotundus segar dengan
pelarut aquadest yang merupakan alelopati.
Kata kunci : Alelopati, gulma berdaun lebar, Cyperus rotundus
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan
suatu masalah; dan
b. pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
STUDI POTENSI ALELOPATI TEKI (Cyperus rotundus L.)
SEBAGAI BIOHERBISIDA UNTUK PENGENDALIAN GULMA BERDAUN LEBAR
YULIA DELSI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Departemen Agnomi dan Hortikultura
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Ahmad Junaedi, MSi.
Judul Tesis : Studi Potensi Alelopati Teki (Cyperus rotundus L.) sebagai
Bioherbisida untuk Pengendalian Gulma Berdaun Lebar
Nama : Yulia Delsi
NIM : A252100121
Disetujui
Komisi Pembimbing
Diketahui
Tanggal Ujian: 30 Juli 2012 Tanggal Lulus:
Prof. Dr. Ir. M.Ahmad Chozin, M.Agr
Ketua
Dr. Ir. Sandra Arifin Aziz, MS
Anggota
Ketua Program Studi
Agronomi dan Hortikultura
Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Agr
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia
Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian
ini adalah Studi Potensi Alelopati Teki (Cyperus rotundus L.) sebagai
Bioherbisida untuk Pengendalian Gulma Berdaun Lebar. Penghargaan dan
terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. M. Ahmad Chozin,
M.Agr dan Dr. Ir. Sandra Arifin Aziz, MS selaku komisi pembimbing yang
senantiasa tanpa lelah memberi sumbangan pemikiran, kritikan, saran dan nasehat
dalam pelaksaan penelitian maupun dalam penulisan tesis ini.
Penghargaan dan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ahmad
Junaedi, MSi selaku dosen penguji luar komisi pada ujian tesis dan Dr. Maya
Melati, MS, MSc selaku penguji dari Program Studi Agronomi dan Hortikultura,
yang telah banyak memberi masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.
Ucapan penghargaan juga penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Munif
Ghulamahdi, MS selaku Ketua Program Studi Agronomi dan Hortikultura yang
telah memberi bimbingan dan nasehat kepada penulis. Terima kasih setulusnya
penulis sampaikan kepada Dr. Sri Sudarmiyati Tjirosoedirdjo dan Dr. Soekisman
Tjitrosemito yang telah banyak memberi masukan demi kelancaran penelitian ini.
Penghargaan dan terima kasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada
kedua orang tua yaitu Ayahanda Syawaluddin dan ibunda Aswitati, kepada adik
tercinta Andre May Rizki, serta kepada kakanda M. Fajri Rahmatul Zafdi dan
seluruh keluarga atas segala pengorbanan yang tak terhingga dan limpahan kasih
saying, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
Dalam kesempatan ini penulis juga menyampaikan terima kasih kepada
penanggung jawab Laboratorium Terpadu Departemen Agronomi dan
Hortikultura (Mas Joko, Nova, Teh Juju, Mbak Ismi dan Mas Bambang). Terima
kasih juga penulis sampaikan kepada Pak Man dan Pak Milin selaku penanggung
jawab Rumah Kaca Cikabayan Darmaga. Ucapan terima kasih setulusnya penulis
sampaikan kepada seluruh anggota dan pengurus FORSCA, kepada Bapak Ismail
Maskromo, Bapak Aris Aksara, Bapak Thamrin, Bapak Odit Ferry, Bapak
Roberdi dan Ibu Dewi Erika. Terima kasih penulis ucapkan atas dukungan dari
teman-teman Sekolah Pasacasarjana Program Studi Agronomi dan Hortikultura
(AGH, ITB, PBT). Terima kasih khusus penulis ucapkan untuk teman-teman
angkatan 2010: Ibu Nur Maslahah, Ahmad Rifqi Fauzi, Dian Fahrianty,
Rerenstradika Tizar Terryana, Mutiara Dewi, Ida Widiyawati, Bapak Engelbert
Manaroingsong, Toyip, Nofrianil, Anita Dawis, Gina Aliasopha, Desty
Sulistyowati, Bapak Halim, Kartika Kirana, Nope Gromikora dan Jorge Aroujo
atas perhatian dan motifasinya selama ini.
Penghargaan dan terima kasih setulusnya juga penulis sampaikan kepada
Robi Saputra dan Leo Mualim yang senantiasa memberi sokongan dan bantuan
dalam pelaksaan penelitian maupun dalam penulisan tesis ini.
Akhirnya penulis ucapkan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya
kepada seluruh pihak yang telah membantu demi kelancaran penelitian ini yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga karya ilmiah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.
Bobor, Agustus 2012
Yulia Delsi
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ketinggian (Kab. 50 Kota, Payakumbuh, Sumatera
Barat) pada tanggal 4 Desember 1987 dari ayah Syawaluddin dan ibu Aswitati.
Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara.
Pada tahun 2006 penulis lulus dari Sekolah Menengah Atas 1 Kec.
Guguak, Kab 50 Kota. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan
pada Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Andalas, Padang. Selama pendidikan di Universitas Andalas penulis
pernah mengikuti Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) XXIII tahun
2010 dan menerima penghargaan setara Perak dari Kementrian Pendidikan
Nasional yang bekerja sama dengan Universitas Mahasaraswati, Denpasar.
Penulis memperoleh gelar Sarjana Sains pada tahun 2010.
Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan program Magister
pada Program Studi Agnonomi dan Hortikultura, Sekolah Pascasarjana IPB. Pada
tanggal 19-24 September 2011 penulis telah mengikuti kegiatan Summer Course
dengan topic Sustainable Production of Tropical Agriculture yang
diselenggarakan di Institut Pertanian Bogor bersama mahasiswa Ibaraki, Tsukuba
dan Ryukyu University, Japan. Penulis juga telah mengikuti kegiatan
International Joint Winter Course on Practical Agriculture Education for Local
Sustainability dan International Student Conference yang dilaksanakan pada
tanggal 28 November-4 Desember 2011 bertempat di Ibaraki University, Japan.
Pada tahun 2012 penulis telah mengikuti Pelatihan Pengelolaan Gulma dan
Tumbuhan Invasif yang diselenggarakan SEAMEO BIOTROP, Bogor pada
tanggal 9-14 April 2012.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xviii
PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
Latar Belakang ......................................................................................... 1
Tujuan Penelitian ...................................................................................... 3 Hipotesis Penelitian .................................................................................. 3 Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................ 3
Bagan Alir Penelitian ............................................................................... 4
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 5 Pengaruh Alelopati Cyperus rotundus Terhadap Tanaman dan
Gulma ................................................................................................... 5
Pengaruh Alelopati Terhadap Kedelai ...................................................... 6 Status Gulma Asystasia gangetica ............................................................ 7
Status Gulma Mimosa pigra...................................................................... 8 Status Gulma Borreria alata ..................................................................... 9
PEMATAHAN DORMANSI BIJI GULMA BERDAUN LEBAR ............ 11 Abstrak ..................................................................................................... 11
Pendahuluan .............................................................................................. 12 Bahan dan Metode .................................................................................... 13 Hasil dan Pembahasan .............................................................................. 16
Kesimpulan................................................................................................ 23 Daftar Pustaka ........................................................................................... 24
PENGARUH EKSTRAK Cyperus rotundus TERHADAP
PERKECAMBAHAN BIJI GULMA BERDAUN LEBAR DAN
KEDELAI ..................................................................................................... 25 Abstrak ..................................................................................................... 25
Pendahuluan .............................................................................................. 26 Bahan dan Metode .................................................................................... 27 Hasil dan Pembahasan .............................................................................. 30
Kesimpulan................................................................................................ 40 Daftar Pustaka ........................................................................................... 41
PENGARUH BIOMASSA Cyperus rotundus TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN GULMA BERDAUN
LEBAR SERTA KEDELAI ........................................................................... 43
Abstrak ...................................................................................................... 43 Pendahuluan............................................................................................... 44 Bahan dan Metode .................................................................................... 45
Hasil dan Pembahasan .............................................................................. 48 Kesimpulan ................................................................................................ 76
Daftar Pustaka............................................................................................ 76
ANALISIS KANDUNGAN ALELOKIMIA Cyperus rotundus L. ............. 79
Abstrak ...................................................................................................... 79 Pendahuluan .............................................................................................. 80
Bahan dan Metode .................................................................................... 81 Hasil dan Pembahasan .............................................................................. 81 Kesimpulan ................................................................................................ 84
Daftar Pustaka............................................................................................ 84
PEMBAHASAN UMUM................................................................................ 87
KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 90
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 91
LAMPIRAN .................................................................................................... 97
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Jumlah biji A. gangetica berkecambah normal, abnormal, dorman dan mati pada hari ke -21 ..................................................................... 17
2. Daya berkecambah, indeks vigor, panjang plumula dan radikula
A. gangetica.......................................................................................... 17
3. Jumlah biji M. pigra berkecambah normal, abnormal, dorman
dan mati pada hari ke -21 ..................................................................... 19
4. Daya berkecambah, indeks vigor, panjang plumula dan radikula M. pigra ................................................................................................ 20
5. Jumlah biji B. alata berkecambah normal, abnormal, dorman dan mati pada hari ke -21 ............................................................................ 22
6. Daya berkecambah, indeks vigor, panjang plumula dan radikula
B. alata ................................................................................................. 22
7. Pengaruh pemberian ekstrak C. rotundus terhadap daya
berkecambah (DB), kecepatan tumbuh (KCT), panjang plumula
dan panjang radikula A. gangetica ....................................................... 31
8. Pengaruh pemberian ekstrak C. rotundus terhadap daya berkecambah (DB), kecepatan tumbuh (KCT), panjang plumula dan panjang radikula M. pigra ............................................................. 33
9. Pengaruh pemberian ekstrak C. rotundus terhadap daya
berkecambah (DB), kecepatan tumbuh (KCT), panjang plumula dan panjang radikula Borreria alata .................................................... 35
10. Pengaruh pemberian ekstrak C. rotundus terhadap daya berkecambah (DB), kecepatan tumbuh (KCT), panjang plumula
dan panjang radikula Kedelai ............................................................... 37
11. Tinggi A. gangetica pada perlakuan pemberian C. rotundus ............... 49
12. Jumlah daun A. gangetica pada perlakuan pemberian C. rotundus ..... 49
13. Jumlah cabang A. gangetica pada perlakuan pemberian C.
rotundus................................................................................................ 50
14. Bobot segar dan bobot kering A. gangetica pada perlakuan
pemberian C. rotundus ......................................................................... 54
15. Tinggi M. pigra pada perlakuan pemberian C. rotundus...................... 55
16. Jumlah Daun M. pigra pada perlakuan pemberian C. rotundus ........... 56
17. Bobot segar dan bobot kering M. pigra pada perlakuan
pemberian C. rotundus.......................................................................... 61
18. Tinggi B. alata pada perlakuan pemberian C. rotundus ....................... 61
19. Jumlah daun B. alata pada perlakuan pemberian C. rotundus ............. 62
20. Jumlah cabang B. alata pada perlakuan pemberian C. rotundus.......... 63
21. Bobot segar dan bobot kering B. alata pada perlakuan pemberian C. rotundus ........................................................................................... 67
22. Tinggi kedelai pada perlakuan pemberian C. rotundus ........................ 68
23. Jumlah daun kedelai pada perlakuan pemberian C. rotundus .............. 69
24. Jumlah cabang kedelai pada perlakuan pemberian C. rotundus ........... 70
25. Bobot basah dan bobot kering kedelai pada perlakuan pemberian
C. rotundus ........................................................................................... 75
26. Analisis alelokimia C. rotundus ........................................................... 82
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Bagan alir penelitian............................................................................. 4
2. Perkecambahan biji A. gangetica ......................................................... 16
3. Biji A. gangetica dorman (kiri) dan benih mati (kanan) perbesaran 40x...................................................................................... 17
4. Perkecambahan biji M. pigra ............................................................... 19
5. Biji M. pigra dorman (kiri) dan biji mati (kanan) perbesaran 40x...... 20
6. Perkecambahan biji B. alata................................................................. 21
7. Biji B. alata dorman (kiri) dan biji mati (kanan) perbesaran 40x ...... 22
8. Perkecambahan biji A. gangetica pada perlakuan pemberian
ekstrak C. rotundus berbagai konsentrasi ........................................... 30
9. Perkecambahan biji M. pigra pada perlakuan pemberian ekstrak
C. rotundus berbagai konsentrasi ........................................................ 32
10. Perkecambahan biji B. alata pada perlakuan pemberian ekstrak
C. rotundus berbagai konsentrasi ......................................................... 34
11. Perkecambahan biji kedelai pada perlakuan pemberian ekstrak C.
rotundus berbagai Konsentrasi............................................................. 36
12. Serangan jamur pada ekstrak C. rotundus konsentrasi 2.0 kg/L (kiri), 3.5 kg/L (tengah), 4.5 kg/L(kanan) ............................................ 37
13. Hifa jamur (tengah), potongan Aspergillus perbesaran 40x (kanan).................................................................................................. 38
14. Bibit A. gangetica, M. pigra dan B. alata siap tanam .......................... 47
15. Indeks luas daun A. gangetica pada perlakuan pemberian C. rotundus................................................................................................ 51
16. Laju asimilasi bersih A. gangetica pada perlakuan pemberian C. rotundus................................................................................................ 52
17. Laju tumbuh relatif A. gangetica pada perlakuan pemberian C.
rotundus................................................................................................ 53
18. Indeks luas daun M. pigra pada perlakuan pemberian C. rotundus ..... 57
19. Laju asimilasi bersih M. pigra pada perlakuan pemberian C.
rotundus ................................................................................................ 58
20. Laju tumbuh relatif M. pigra pada perlakuan pemberian C.
rotundus ................................................................................................ 59
21. Indeks luas daun B. alata pada perlakuan pemberian C. rotundus....... 64
22. Laju asimilasi bersih B. alata pada perlakuan pemberian C.
rotundus ................................................................................................ 65
23. Laju tumbuh relatif B. alata pada perlakuan pemberian C. rotundus ................................................................................................ 66
24. Indeks luas daun kedelai pada perlakuan pemberian C. rotundus ........ 71
25. Laju asimilasi bersih kedelai pada perlakuan pemberian C. rotundus ................................................................................................ 72
26. Laju tumbuh relatif kedelai pada perlakuan pemberian C. rotundus ................................................................................................ 73
27. Jumlah bintil akar kedelai pada perlakuan pemberian C. rotundus ...... 74
28. Perkembangan A. gangetica secara generatif (a), perkembangan A. gangetica secara vegetatif (b) .......................................................... 88
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Metode analisis alelokimia C. rotundus .............................................. 97
2. Hasil analisis alelokimia C. rotundus................................................... 98
3. Waktu retensi analisis alelokimia C. rotundus dengan GC-MS........... 99
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Gulma menimbulkan gangguan pada tanaman budidaya, karena karakter
morfologi, biokimia dan fisiologi melalui dua mekanisme, yaitu persaingan dan
alelopati. Persaingan adalah upaya dalam memperebutkan air, unsur hara, udara,
cahaya dan ruang tumbuh (Rizvi et al. 1999). Alelopati merupakan senyawa kimia
yang dihasilkan oleh tanaman melalui pencucian, eksudasi akar, penguapan dan
pembusukan organ tumbuhan, sehingga menghambat pertumbuhan,
perkembangan dan menurunkan produksi tanaman (Seigler 1996; Ferguson 2009).
Beberapa jenis gulma berdaun lebar yang akhir-akhir ini menimbulkan
masalah dan mengancam keanekaragaman hayati diantaranya Asystasia
gangetica, Borreria alata, Chromolaena odorata, Acacia nilotica, Lantana
camara, Mimosa pigra dan Mikania micrantha (SEAMEO Biotrop 2011).
Diantara gulma tersebut Asystasia gangetica, Borreria alata dan Mimosa pigra
dilaporkan banyak mendominasi di perkebunan, pertanian dan lahan non pertanian
lainnya. Gulma ini perlu mendapat perhatian guna menemukan metoda
pengendalian gulma yang efektif serta ramah lingkungan.
Ada beberapa cara pengendalian gulma diantaranya secara kimia dengan
menggunakan herbisida. Herbisida adalah suatu senyawa kimia yang digunakan
sebagai pengendali gulma tanpa mengganggu tanaman pokok (Einhellig 1996).
Pesatnya penggunaan herbisida kimia secara terus menerus menimbulkan efek
negatif bagi lingkungan, mengakibatkan suatu gulma tertentu menjadi resisten
dan juga dapat memicu timbulnya gulma baru yang lebih agresif. Rahayu (2003)
menyatakan bahwa penggunaan bahan alami alelopati yang dikeluarkan oleh
tumbuhan dapat dimanfaatkan sebagai bahan untuk pengendalian gulma dan dapat
menjadi alternatif bioherbisida. Kajian alelopati banyak mendapat perhatian dan
mendukung teknologi budidaya tanaman ramah lingkungan pada sistem pertanian
berkelanjutan (Junaedi et al. 2006).
Teki (Cyperus rotundus) merupakan gulma yang terdistribusi secara luas
di seluruh daerah tropik dan subtropik (Iqbal 2008). Soerjani (1987) menyatakan
bahwa teki menimbulkan masalah serius dan menurunkan produksi 41% pada
perkebunan tomat, palawija dan padi.
2
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa C.
rotundus berpotensi sebagai bioherbisida, terutama untuk gulma berdaun lebar.
Trimurti (1988) menyatakan bahwa analisis senyawa fenolat dalam umbi
menunjukkan bahwa umbi Cyperus rotundus mengandung asam klorogenat.
Penggunakan ekstrak umbi (Cyperus rotundus) dengan perbandingan C. rotundus
150 g/L terbukti efektif menghambat pertumbuhan (Amaranthus spinosus) (Palapa
2009). Izah (2009) menyatakan C. rotundus menghambat panjang hipokotil
jagung pada hari ke-7 sampai hari ke-15. Mulyani (2010) mengaplikasikan mulsa
Cyperus rotundus 200 g per polibag yang menekan pertumbuhan gulma berdaun
lebar namun tidak berpengaruh negatif terhadap tanaman bawang merah. Elrokiek
(2010) menyatakan umbi dan tajuk Cyperus rotundus mengandung senyawa
fenolat dan menekan pertumbuhan Echinochloa crus-galli. Syarifi (2010)
menyatakan pemberian mulsa gulma Cyperus rotundus berpotensi alelopati
terhadap tumbuhan berdaun lebar, termasuk gulma daun lebar dan kedelai.
Hasil penelitian memperlihatkan potensi pengembangan C. rotundus
sebagai bioherbisida untuk pengendalian gulma berdaun lebar, akan memberikan
dampak yang positif terhadap lingkungan dan mengurangi perannya sebagai
gulma. Pemanfaatan alelokimia C. rotundus ini sesuai dengan prinsip LEISA
(Low External Input and Sustainable Agriculture) yaitu meminimalkan serangan
hama (termasuk gulma) dan penyakit pada tanaman melalui pencegahan dan
perlakuan yang aman (Rahayu 2003).
Penelitian untuk mempelajari pengaruh suatu senyawa terhadap
perkecambahan biji gulma yang sengaja ditanam, sering kali mendapat masalah
biji yang dorman. Untuk itu dalam penelitian terlebih dahulu dicari metoda
pematahan dormansi biji gulma yang tinggi.
Berdasarkan uraian di atas telah dilakukan penelitian dengan
memanfaatkan alelopati C. rotundus untuk pengendalian gulma berdaun lebar dan
sebagai tanaman uji dari tanaman budidaya golongan berdaun lebar digunakan
tanaman kedelai.
3
Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah :
1. Mempelajari pengaruh ekstrak C. rotundus terhadap perkecambahan biji
gulma berdaun lebar (Asystasia gangetica, Mimosa pigra, Borreria alata)
serta kedelai.
2. Mempelajari pengaruh biomassa C. rotundus terhadap pertumbuhan dan
perkembangan gulma berdaun lebar (Asystasia gangetica, Mimosa pigra,
Borreria alata) serta kedelai.
3. Menganalisis kandungan alelokimia C. rotundus.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis pada penelitian ini adalah :
1. Ekstrak C. rotundus akan menghambat perkecambahan gulma berdaun
lebar (Asystasia gangetica , Mimosa pigra, Borreria alata) serta kedelai.
2. Perlakuan pemberian biomassa C. rotundus akan menghambat
pertumbuhan dan perkembangan gulma berdaun lebar (Asystasia
gangetica , Mimosa pigra, Borreria alata) serta kedelai.
Ruang Lingkup Penelitian
Berbagai percobaan yang saling terkait diperlukan untuk menjawab tujuan
dan menguji kebenaran hipotesis yang telah diajukan. Oleh karena itu, penelitian
ini dibagi menjadi 3 percobaaan yang saling terkait, yaitu (1) pematahan dormansi
gulma berdaun lebar; (2) aplikasi ekstrak C. rotundus terhadap perkecambahan
gulma berdaun lebar dan kedelai; (3) aplikasi biomassa C. rotundus terhadap
pertumbuhan dan perkembangan gulma berdaun lebar dan kedelai. Pada penelitian
ini juga dilakukan analisis kandungan alelokimia C. rotundus. Gambar 1.
memperlihatkan rangkaian percobaan tersebut yang tertuang dalam bagan alir
penelitian.
4
Gambar 1. Bagan alir penelitian
5
TINJAUAN PUSTAKA
Pengaruh Alelopati Cyperus rotundus terhadap Tanaman dan Gulma
Alelopati didefinisikan sebagai pengaruh langsung ataupun tidak langsung
dari suatu tumbuhan terhadap yang lainnya, termasuk mikroorganisme, baik yang
bersifat positif/perangsangan, maupun negatif/penghambatan terhadap
pertumbuhan, melalui pelepasan senyawa kimia ke lingkungannya (Rice 1984).
Alelopati pada tumbuhan dibentuk di berbagai organ seperti akar, batang, daun,
bunga dan biji (Einhellig 1996). Alelopati dari tanaman dan gulma dapat
dikeluarkan dalam bentuk eksudat dari akar dan serbuk sari, luruhan organ
(decomposition), senyawa yang menguap (volatile) dari daun, batang, dan akar,
serta melalui pencucian (leaching) dari organ bagian luar (Inderjit & Mukerji
2005).
Pada umumnya alelokimia merupakan metabolit sekunder yang
dikelompokkan menjadi 14 golongan, yaitu asam organik larut air, lakton, asam
lemak rantai panjang, quinon, terpenoid, flavonoid, tanin, asam sinamat dan
derivatnya, asam benzoat dan derivatnya, kumarin, fenol dan asam fenolat, asam
amino non protein, sulfida serta nukleosida (Rice 1984).
Teki (Cyperus rotundus) merupakan gulma yang tersebar di seluruh dunia
dan termasuk jenis gulma ganas. Soerjani (1987) menyatakan bahwa teki
menimbulkan masalah serius pada perkebunan tebu, palawija, padi dan jagung.
Teki dapat mengeluarkan senyawa penghambat pertumbuhan yang disebut
alelopati. Ekstrak umbi teki diketahui mengandung senyawa fenol (Trimurti
1988). Menurut Sastroutomo (1990) senyawa fenol dapat meracuni tanaman
pokok di sekelilingnya dan menurunkan kualitas hasil.
Teki (Cyperus rotundus L.) sangat mengganggu dan menurunkan produksi
(41%) pada pertanaman jagung tomat dan padi. Hal ini akibat persaingan teki
dengan tanaman di sekitarnya untuk mendapatkan faktor tumbuh berupa air, unsur
hara, udara, cahaya dan ruang tumbuh (Rizvi et al. 1992). Teki (Cyperus rotundus
L.) dianggap sebagai salah satu dari gulma merugikan di dunia, terdistribusi
secara luas di seluruh daerah tropis dan subtropis (Iqbal 2008).
Elrokiek (2010) melakukan analisis kromatografi terhadap C. rotundus
menunjukkan bahwa tajuk C. rotundus mengandung asam fenolat sebagai berikut:
6
caffeat, ferulat, culmarat, benzoat, vanilat, klorogenat dan sinamat sedangkan
umbi mengandung hidroksibenzoat, caffeat, ferulat, vanilat serta klorogenat dan
diketahui menekan pertumbuhan Echinochloa crus-galli.
Akhir-akhir ini kajian alelopati banyak mendapat perhatian karena
alelopati berpotensi untuk pengendali biologi yang ramah lingkungan. Senyawa
alelopati dari tanaman, gulma, residu tumbuhan, maupun mikroorganisme dapat
dimanfaatkan untuk pengendalian gulma, patogen, dan hama tanaman dalam
mendukung teknologi budi daya tanaman ramah lingkungan pada sistem pertanian
berkelanjutan (Junaedi et al.2006).
Pengaruh Alelopati terhadap Kedelai
Kedelai merupakan tanaman berdaun lebar yang banyak dibudidayakan di
Indonesia. Kacang kedelai (Glycine max (L) Merr.) adalah salah satu tanaman
palawija yang termasuk tanaman semusim, tergolong kedalam divisi
Magnoliophyta, klas Magnoliopsida, ordo Fabales, family Fabaceae, genus
Glycine, dan spesies Glycine max (Singh 2005).
Tanaman kedelai dapat tumbuh dengan baik pada berbagai jenis tanah,
asalkan drainasi dan aerasi tanah cukup baik. Pada tanah alluvial, regosol, latosol
maupun andosol kedelai dapat tumbuh baik, hanya pada tanah podzolik merah
kuning dan tanah yang mengandung pasir kuarsa pertumbuhan kede lai kurang
baik. Selanjutnya dinyatakan bahwa pH tanah yang dibutuhkan tanaman kedelai
yaitu antara 5,8-7, sedang pH optimum berkisar antara 6-6,5 (Sumarno & Hartono
1983).
Selain dari iklim yang dapat mempengaruhi produksi kedelai adalah
keberadaan gulma. Terdapat 56 jenis gulma yang biasa tumbuh di pertanaman
kedelai yang terdiri dari 20 jenis rerumputan, 6 teki-tekian dan 30 jenis dari
golongan gulma berdaun lebar. Sartoutomo (1990) mencatat 19 jenis gulma yang
dominan adalah Digitaria ciliaris, Cyperus rotundus, Ageratum conyzoides dan
Borreria alata. Hasil optimum kedelai dapat diperoleh apabila selama empat
minggu setelah tanam, kedelai bebas gulma (Horn & Burnside 1985).
Kedelai sering kali harus bersaing dengan gulma untuk memperoleh air,
unsur hara, dan cahaya. Persaingan antara kedelai dan gulma C. rotundus dapat
7
menurunkan produksi tanaman kedelai dengan potensi menurunkan 22.75% (Budi
dan Hajoeningtijas 2009; Kuntyastuti 2001). Menurut Inawati (2000) gulma C.
rotundus mampu menekan jumlah bintil akar kedelai varietas Wilis dan
Pangrango. Hal ini disebabkan bakteri bintil akar memerlukan unsur P yang cukup
tinggi untuk pembentukan bintil akar sedangkan gulma memiliki kemampuan
yang kuat untuk menyerap unsur P tersebut. Oleh karena itu kehadiran gulma akan
menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan dalam penyerapan unsur hara P oleh
kedelai sehingga pembentukan bintil akar menjadi tertekan.
Status Gulma Asystasia gangetica
Menurut Natural Heritage Trust (2003) Asystasia gangetica merupakan
tumbuhan menjalar dan dapat dengan mudah tersebar baik melalui biji ataupun
batang. Tumbuhan ini merupakan salah satu tumbuhan yang dapat mengancam
keanekaragaman hayati dan menyebabkan kerusakan lingkungan lainnya. Meski
hanya pada tahap awal, keberadaan gulma ini memiliki potensi serius untuk
mengubah ekosistem. Sebagai gulma lingkungan, tumbuhan ini dapat
memindahkan vegetasi dan mengurangi ketersediaan habitat tanaman asli baik
untuk hewan maupun tumbuhan, dan memicu penurunan keanekaragaman hayati.
Tumbuhan ini tersebar di daerah tropik dan sub tropik seperti India, Afrika,
Australia, Malaysia dan juga di Indonesia. Saat ini tersebar secara luas terutama
pada pertanaman kelapa sawit dan tanaman perkebunan lain terutama pada daerah
dengan potensial cahaya cukup.
A. gangetica (L.) termasuk famili Acanthaceae dan spesies ini asli dari
Afrika, India dan Sri Lanka, baru-baru ini ditemukan ternaturalisasi di Taiwan
selatan. A. gangetica mudah dibedakan dari marga lain dalam famili Acanthaceae
dengan korolla yang zygomorphic, 4 benang sari, 4 biji dan stipitate dengan
kapsul jelas. A. gangetica ditandai dengan daun bulat telur sampai oval, dan bunga
bewarna putih (Hsu 2005).
A. gangetica tumbuh dengan cepat pada daerah dengan sinar matahari
yang melimpah seperti di Indonesia. Untuk mengatasi perkembangan gulma ini
pengetahuan mengenai simpanan biji dalam tanah merupakan kunci dalam usaha
pengendaliannya. Pengendalian dengan cara penyiangan harus dilakukan dengan
8
hati-hati, tumbuhan ini sangat cepat sekali menyebar baik dari stek maupun
dengan biji. Oleh karena itu pencegahan dan intervensi lebih awal merupakan
bentuk pengendalian gulma yang paling hemat biaya (Natural Heritage Trust
2003).
A. gangetica tersebar luas di perkebunan kelapa sawit, karet, nenas dan
perkebunan kakao, maupun pada tempat pembuangan limbah. A. gangetica telah
dilaporkan baru-baru ini sebagai gulma penting di perkebunan kelapa sawit di
Sumatera Utara. A. gangetica memiliki kemampuan menghasilkan biji dalam
jumlah besar, ringan dan dapat terbawa oleh angin sehingga penyebarannya sangat
cepat di sekitar tanaman induknya. A. gangetica memiliki kemampuan
pertumbuhan yang sangat cepat sehingga dibutuhkan tenaga kerja yang lebih
untuk mengendalikannya. Penyebaran yang sangat cepat ini juga dapat disebabkan
karena biji yang terbawa oleh angin dan menjadi seed bank di areal perkebunan.
Seed bank merupakan biji gulma yang berada di atas pemukaan tanah ataupun di
dalam tanah. Jika hal ini dibiarkan begitu saja maka penyebaran gulma ini dapat
mendominasi areal perkebunan dan menurunkan produksi (Girsang 2010).
Status Gulma Mimosa pigra
M. pigra termasuk dalam famili Mimosaceae, merupakan tanaman asli
daerah tropik, pada saat muda memiliki batang berduri tunggal. Kemudian
bercabang, menjadi semak berduri, tinggi hingga 6 m. Panjang duri 5-10 mm.
Daun bipinatus, dengan duri di tengahnya yang sensitif terhadap sentuhan dan
menutup pada malam, memiliki 5-15 pinnae dan 18-51 pasang leaflets. Bunganya
berwarna ungu muda hingga merah muda dan memiliki kepala bulat diameter 1
cm. Setiap kepala memiliki sekitar 100 bunga dan menghasilkan 10-25 polong
biji. Polong muncul saat dewasa, dengan permukaan padat berbulu. kemudian
pecah menjadi segmen-segmen. Dimana setiap segmen memiliki biji oblong
dengan lebar 2.2–2.6 mm dengan panjang 4-6 mm. Mimosa pigra sering
ditemukan di daerah lembab, tempat sampah, di sepanjang tepi sungai, kanal, dan
waduk yang membentuk hutan lebat dan tumbuh pada ketinggian 1-700 m
(Lonsdale 1992). M. pigra merupakan salah satu sumber simpanan biji dalam
tanah pada perkebunan teh (Santosa 2009).
9
M. pigra adalah salah satu gulma berbahaya. Hal ini disebabkan sifat
invasif dan kemampuan penyebaran yang dapat merugikan lingkungan secara
ekonomi. M. pigra mampu mengganti semua vegetasi asli dalam suatu sistem,
mengantikan padang rumput menjadi semak yang dipenuhi M. pigra mengancam
produksi, menurunkan nilai-nilai konservasi lahan, dan mengurangi ruang lingkup
eksploitasi pada saat melakukan pengolahan pada suatu kawasan (Natural
Heritage Trust, 2003). M. pigra menjadi salah satu gulma yang mendominasi
waduk-waduk pasca tsunami Aceh yang lalu (Sari et al. 2006). Banyak upaya
telah dilakukan untuk mengendalikan M. pigra namun sejauh ini keberhasilannya
sangat kecil (Chin 2008).
Holm (1977) menyatakan M. pigra mampu memproduksi 42000
biji/tanaman. Populasi M. pigra meningkat di areal teh dua bulan setelah pangkas,
namun memiliki kecepatan tumbuh yang lambat. M. pigra berkecambah 50%
lebih tinggi bila terbenam 3 cm di dalam tanah dibandingkan dengan terbenam 1
cm. Walaupun kecepatan tumbuhnya lambat namun dengan produksi biji yang
tinggi dalam pengkelasan gulma termasuk gulma kelas A yang berbahaya dan
wajib dikendalikan (Santosa 2009).
Status Gulma Borreria alata
B. alata termasuk jenis tanaman dikotil berdaun lebar dari famili
Rubiaceae, banyak dijumpai di lahan pertanian ataupun non pertanian. Affandi et
al. (2005) menemukan bahwa B. alata merupakan salah satu tanaman inang
beberapa jenis tungau tanaman jeruk yang tumbuh di bawah kanopi jeruk
mandarin di Sumatra Barat. Sastroutomo (1990) menyatakan bahwa B. alata
merupakan gulma penting dan banyak ditemukan pada pertanaman jagung,
kedelai dan ketela pohon.
Soejarni (1987) menyatakan bahwa B. alata merupakan salah satu
tanaman herba setahun yang tumbuhnya bisa menjalar atau tegak dengan
ketinggian 5-75 cm. Batang berbentuk segi empat, sukulen dan berbulu pada
tepinya. Daun bulat lonjong sampai bulat telur dan letaknya berhadapan. Anak
tulang daun dapat dilihat dengan jelas dari bawah. Bunga berkelompok pada
ketiak daun, mahkota bunga berwarna lembayung muda, kadang–kadang bewarna
10
putih. Buah berbentuk kapsul dengan panjang 3-4 mm. B. alata berkembang biak
dengan biji, penyebaran bisa melalui air, dapat tumbuh di daerah kering dan
daerah ternaungi dari dataran rendah sampai ketinggian 1600 mdpl. B. alata dapat
tumbuh pada tanah miskin hara dan merupakan salah satu gulma penting di
Indonesia.
Syawal (2006) menyatakan bahwa B. alata merupakan gulma penting
yang mendominasi lahan pertanaman kopi robusta (Coffea canephora Pierre)
dengan SDR tertinggi dibandingkan gulma lainnya yaitu 27.30 %. Pada
perkebunan karet B. alata memiliki nilai SDR tertinggi pada karet yang belum
menghasilkan dengan SDR 15.47 dan 4.43 % pada karet yang telah mengasilkan
(Meilin 2006).
PEMATAHAN DORMANSI GULMA BERDAUN LEBAR
Broadleaf Weed Breaking of Dormancy
Abstrak
Penelitian untuk mempelajari sifat dormansi dan metode pematahan dormansi biji gulma Asystasia gangetica, Mimosa pigra dan Borreria alata telah
dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB pada bulan Juli 2011. Penelitian
menggunakan rancangan acak lengkap dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan untuk masing-masing gulma Asystasia gangetica, Mimosa pigra dan Borreria alata. Perlakuan tersebut adalah kontrol, perendaman dengan air hangat 50 0C selama
24 jam, perendaman dengan dengan air panas 90 0C selama 30 menit dan pembenaman 4 hari dalam tanah. Hasil penelitian menunjukkan Mimosa pigra
dan Borreria alata memiliki sifat dorman, namun tidak untuk Asystasia gangetica. Pembenaman biji Borreria alata dalam tanah selama 4 hari, perendaman Mimosa pigra dalam air panas 90 0C dapat digunakan sebagai
metoda pematahan dormansi sedangkan Asystasia gangetica tidak memerlukan pematahan dormansi.
Kata Kunci: pematahan dormansi
Abstract
The experiment was conducted at Seed and Technology Laboratory, Departement of Agronomy and Horticulture, Faculty of Agriculture, IPB on July 2011 to study breaking treatment of seed dormancy for Asystasia gangetica, Mimosa pigra and
Borreria alata. The experiment was using completely randomized design with 4 treatments and 4 replications for weed. The dormancy breaking treatments were
control, soaked in 50 0C warm water for 24 hours, soaked in 90 0C hot water and embedded in soil for 4 days. The result showed that Mimosa pigra and Borreria alata have dormancy but no for Asystasia gangetica. Burrying Borreria alata seed
in the soil for 4 days, soaking Mimosa pigra seed in hot water could be used as dormancy breaking treatments. No dormancy breaking treatment needed for
Asystasia gangetica.
Keyword: breaking of dormancy
12
Pendahuluan
Gulma merupakan bagian dari kehidupan pertanian sehari-hari. Penurunan
hasil dari gulma dapat mencapai 20–80% bila gulma tidak disiangi (Moenandir
1993). Gulma dapat berkembang biak secara generatif dengan menggunakan biji.
Beberapa jenis gulma berdaun lebar yang akhir-akhir ini menimbulkan masalah
dan mengancam keanekaragaman hayati, mendominasi di perkebunan, pertanian
dan lahan non pertanian lainnya. Hal ini disebabkan kemampuan tumbuh yang
cepat dan menghasilkan banyak biji yang mudah tersebar seperti Asystasia
gangetica, Borreria alata dan Mimosa pigra (SEAMEO Biotrop 2011).
Biji gulma memegang peranan penting dalam kaitan keberhasilan usaha
pengendalian gulma. Setiap gulma berpotensi menghasilkan biji dengan jumlah
yang berbeda. Banyaknya biji yang yang ada di dalam tanah dikenal sebagai seed
bank atau simpanan biji (Sastroutomo 1990). Seed bank adalah propagul dorman
dari gulma yang berada di dalam tanah yaitu berupa biji, stolon dan rimpang, yang
akan berkembang menjadi individu gulma jika kondisi lingkungan mendukung
(Fenner 1995).
Salah satu tahap pengendalian gulma adalah pengendalian pada masa
perkecambahan. Penelitian dengan tujuan pengendalian gulma pada masa
perkecambahan dan menggunakan gulma yang sengaja ditanam, sering
mengalami kesulitan. Hal ini akibat sifat gulma yang apabila sengaja ditanam
sering tidak dapat tumbuh seperti di alam. Gulma tidak mampu berkecambah dan
tumbuh karena mengalami dormansi.
Dormansi biji berhubungan dengan usaha biji untuk menunda
perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan untuk
melangsungkan proses tersebut. Kemampuan biji untuk menunda perkecambahan
sampai waktu dan tempat yang tepat adalah mekanisme pertahanan hidup yang
penting dalam tanaman. Dormansi biji diturunkan secara genetik, dan merupakan
cara tanaman agar dapat bertahan hidup dan beradaptasi dengan lingkungannya.
Lama dormansi dipengaruhi oleh lingkungan selama perkembangan biji. Lamanya
dormansi dan mekanisme dormansi berbeda antar spesies, dan antar varietas.
Dormansi biji pada spesies tertentu mengakibatkan biji tidak berkecambah di
13
dalam tanah selama beberapa tahun. Hal ini menjelaskan keberadaan tanaman
yang tidak diinginkan (gulma) di lahan pertanian yang ditanami secara rutin (Ilyas
2007).
Roberts (1972) menyatakan bahwa dormansi dapat terjadi meskipun biji
viabel, biji tidak berkecambah pada kondisi yang sudah memenuhi syarat untuk
berkecambah (suhu, air dan oksigen yang cukup). Dormansi dapat terjadi pada
kulit biji maupun pada embrio. Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah
membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat
mematahkan dormansi biji dan memulai proses perkecambahannya. Pre-treatment
skarifikasi digunakan untuk mematahkan dormansi yang disebabkan kulit biji
yang keras, sedangkan stratifikasi digunakan untuk mengatasi dormansi embrio.
Perendaman di dalam air panas dilakukan untuk pematahan dormansi dengan kulit
biji yang keras (Bonner et al. 1994).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari sifat dormansi dan
teknik pematahan dormansi gulma Asystasia gangetica, Mimosa pigra dan
Borreria alata.
Bahan dan Metode
Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2011, bertempat di Laboratorium
Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian
IPB.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain biji gulma
Asystasia gangetica, Mimosa pigra, Borreria alata, aquadest dan air. Alat yang
digunakan adalah petridish, kertas merang, ekogerminator, sprayer, mikroskop
label dan alat-alat tulis.
Rancangan Percobaan
Percobaan terdiri dari 4 percobaan terpisah, menggunakan Rancangan
Acak Lengkap (RAL) 4 perlakuan dan 4 ulangan, untuk masing-masing tanaman
14
uji Asystasia gangetica, Mimosa pigra dan Borreria alata. Perlakuan pematahan
dormansi yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Tanpa pematahan dormansi (kontrol)
2. Pematahan dormansi dengan air hangat 50 0C selama 24 jam
3. Pematahan dormansi dengan air panas 90 0C selama 30 menit. Benih
diletakkan dalam piring kaca kemudian disiram dengan air panas, lalu
didiamkan sampai dingin (30 menit) kemudian dikecambahkan.
4. Dibenamkan 4 hari dalam tanah. Biji gulma dibungkus dengan kain kasa
dibenamkan kedalam tanah dengan kedalaman 40 cm selama 4 hari.
Persamaan umum statistik untuk rancangan percobaan ini adalah :
Yij : µ + αi + εij
Dimana : i : pematahan dormansi gulma ke - 1, 2, 3
J : ulangan ke - 1, 2, 3, 4;
Yij : respon tanaman terhadap pematahan dormansi ke-i dan ulangan
taraf ke-j;
µ : rataan Umum
αi : pengaruh pematahan dormansi ke- i
εij : galat percobaan
Analisis ragam yang berpengaruh nyata pada taraf 5 % diuji lanjut dengan
DMRT (Duncan’s Multiple Range Test).
Pelaksaan penelitian
Perkecambahan Biji Gulma. Setiap perlakuan dalam 1 ulangan
menggunakan 25 biji untuk masing-masing gulma Asystasia gangetica, Mimosa
pigra, Borreria alata. Gulma yang telah diberi perlakuan pematahan dormansi
dan juga kontrol diletakkan di dalam petridish yang telah diberi kertas merang.
Setiap perlakuan diulang sebanyak 4 kali sehingga untuk masing-masing spesies
terdapat 100 biji yang diamati. Setelah biji diletakkan dalam petridish yang
berbeda untuk masing-masing tanaman uji, lalu disemprot dengan air sampai
kertas lembab.
15
Pengamatan. Pengamatan dilakukan terhadap kecambah normal, abnormal, dan
mati. Biji dikatakan berkecambah apabila sudah muncul plumula atau radikula
melalui kulit biji (testa). Pembuatan grafik perkecambahan dilakukan dengan
mengamati seluruh biji yang dapat berkecambah dengan rumus sebagai berikut:
Perkecambahan biji = x 100%
Uji viabilitas biji merupakan uji daya kecambah pada kondisi optimum.
Persentase daya berkecambah adalah persentase kecambah normal yang dapat
dihasilkan oleh biji pada kondisi optimum dalam jangka waktu yang telah
ditetapkan. Untuk menghitung persentase daya berkecambah (DB) biji digunakan
rumus sebagai berikut :
DB = x 100%
Dimana, DB : Daya berkecambah (%)
KN I : Jumlah kecambah normal pada hitungan pertama.
KN II : Jumlah kecambah normal pada hitungan kedua.
Penetapan hari pertama kecambah normal (KN I) dilihat berdasarkan data
grafik kecambah terbanyak, (KN II) dihitung saat kecambah tumbuh konstan,
sedang pengujian vigor biji merupakan metode untuk mengevaluasi vigor biji dan
bertujuan memberikan informasi kemungkinan kemampuan biji untuk tumbuh
menjadi tanaman normal dan berproduksi optimum meskipun keadaan biofisik
sub optimum (Sutopo 2002). Untuk menghitung indeks vigor digunakan rumus
sebagai berikut :
Indeks vigor = x 100%
Kecambah normal pada hitungan pertama
Jumlah biji yang ditanam
KN I + KN II
Jumlah biji yang ditanam
Jumlah benih berkecambah
Jumlah benih yang ditanam
16
Hasil dan Pembahasan
Perkecambahan Biji Asystasia gangetica
Biji A. gangetica tidak memiliki sifat dorman. Pematahan dormansi gulma
A. gangetica menunjukkan perlakuan kontrol, perendaman dalam air 50 0C
selama 24 jam dan perendaman dengan air 90 0C memiliki persentase
perkecambahan tertinggi dengan persentase 99%. Perlakuan pematahan dormansi
dengan pembenaman biji 4 hari dalam tanah pada awal pengamatan menunjukkan
persentase perkecambahan tertinggi namun pada hari ke 12 hingga akhir
pengamatan memiliki perkecambahan yang lebih rendah dibandingkan perlakuan
lainnya (Gambar 2). Pembenaman biji A. gangetica berpotensi menyebabkan biji
dorman sehingga dapat menjadi seed bank di dalam tanah.
Gambar 2. Pola perkecambahan biji A. gangetica pada berbagai perlakuan
Perkecambahan gulma A. gangetica dimulai dari pengamatan hari
pertama (Gambar 2). Pertambahan perkecambahan sampai hari ke 6 diketahui
relatif rendah. Perkecambahan gulma meningkat dimulai hari ke 7 sampai hari ke
0
20
40
60
80
100
120
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
% P
erk
eca
mb
ah
an
Waktu (hari)
kontrol
air hangat
air panas
dibenamkan 4
hari dalam
tanah
17
11 dan terus bertambah hingga hari ke 17 namun sampai hari ke 21 tidak te rdapat
pertambahan perkecambahan gulma A. gangetica.
Tabel 1. Jumlah biji A. gangetica berkecambah normal, abnormal, dorman dan mati pada hari ke-21
Perlakuan Kondisi biji
Normal Abnormal Dorman Mati
Kontrol 97 1 2 -
Air 50 0C 98 - - 2
Air 90 0C 97 2 - 1
Dibenamkan dalam tanah 84 15 - 1
Hasil pengamatan pada Tabel 1 memperlihatkan dari perlakuan dengan 4
ulangan dimana 1 ulangan terdiri dari 25 biji, diperoleh 100 biji yang diamati
untuk masing-masing pelakuan. Pengamatan menunjukkan pembenaman biji di
dalam tanah memiliki jumlah kecambah normal terkecil dan abnormal terbesar
dibandingkan perlakuan lainnya. Biji A. gangetica tanpa pematahan dormansi
memiliki jumlah kecambah yang sama dengan biji yang diberi perlakuan
pematahan dormansi. Biji gulma dorman dan biji gulma yang mati dengan
menggunakan mikroskop dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Biji A. gangetica dorman (kiri) dan biji mati (kanan) perbesaran 40x
Tabel 2. Daya berkecambah, indeks vigor, panjang plumula dan radikula A.
gangetica
Perlakuan Daya
Berkecambah (%) Indeks
Vigor (%) Plumula
(cm) Radikula
(cm)
Kontrol 62 a 24 a 1.15 1.37 Air 50 0C 58 a 4 b 1.18 1.19
Air 90 0C 50 a 6 b 1.13 1.70 Dibenamkan
dalam tanah 29 b 27 a 1.13 1.45
Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda
nyata pada uji DMRT taraf 5 %.
18
Tabel 2 menunjukkan pembenaman biji 4 hari dalam tanah memiliki daya
kecambah yang terendah dibandingkan perlakuan lainnya. Indeks vigor pada
perlakuan tanpa pematahan dan pembenaman biji dalam tanah memberikan
pengaruh yang nyata lebih tinggi dibandingkan perlakuan perendaman dengan air
50 0C selama 24 jam dan perendaman dengan air 90 0C. Perlakuan pematahan
dormansi biji memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap panjang
plumula dan radikula. Perlakuan tanpa pematahan dormansi menyebabkan daya
berkecambah paling tinggi dibanding perlakuan lainnya. Hasil penelitian
membuktikan Asystasia gangetica dapat tumbuh secara normal tanpa bantuan
pematahan dormansi.
Perkecambahan Biji Mimosa pigra
Gulma Mimosa pigra diketahui memiliki sifat dorman. Perlakuan
perendaman dalam air panas menghasilkan persentase perkecambahan tertinggi,
dimana 30% biji berkecambah dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Perlakuan
pematahan dormansi dengan perendaman dalam air hangat dan kontrol
menghasilkan perkecambahan terendah. Biji M. pigra dari semua perlakuan
diketahui berkecambah dimulai pada pengamatan hari pertama. Gambar 4
menunjukkan pola perkecambahan gulma pada setiap perlakuan meningkat pada
pengamatan hari ke 4 kemudian cendrung tidak bertambah dari hari ke 7 sampai
akhir pengamatan, kecuali pada perlakuan perendaman dalam air panas dan
pembenaman 4 hari dalam tanah. Persentase perkecambahan tertinggi diperoleh
dengan metode perendaman biji dalam air panas 90 0C dengan persentase
perkecambahan 30%.
Mimosa pigra termasuk kedalam famili Leguminosae yang memiliki
penutup biji yang keras. Kerasnya kulit biji seringkali menimbulkan hambatan
dalam penyerapan air sehingga menyebakan biji dorman. Kulit biji yang keras
secara alami berfungsi untuk mencegah kerusakan biji dari serangan jamur atau
serangan predator (Sutopo 2002).
19
Gambar 4. Pola perkecambahan biji M. pigra pada berbagai perlakuan
Hasil pengamatan pada Tabel 3 menunjukkan perlakuan dengan
perendaman dengan air panas 90 0C memiliki jumlah kecambah normal tertinggi
dan kecambah abnormal terendah dibandingkan perlakuan lainnya. Mimosa pigra
dengan kulit biji yang keras memerlukan perlakuan air panas untuk memecah
dormansi.
Tabel 3. Jumlah biji M. pigra berkecambah normal, abnormal, dorman dan mati
pada hari ke -21
Perlakuan Kondisi biji
Normal Abnormal Dorman Mati
Kontrol 6 0 80 14
Air 50 0C 12 0 73 5
Air 90 0C 36 0 55 9
Dibenamkan dalam tanah 25 0 74 1
Metode perendaman dalam air panas yang bersuhu 85-95 0C atau
mendidih akan menyebabkan kulit biji yang keras menjadi lunak sehingga akan
terjadi imbibisi air setelah air mendingin (Bonner et al. 1994). Pengamatan biji M.
pigra dorman dan mati dengan menggunakan mikroskop dapat dilihat pada
Gambar 5.
0
5
10
15
20
25
30
35
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
% P
erk
eca
mb
ah
an
tanpa
pematahan
(kontrol)
air hangat
24 jam
air panas
dibenamkan
4 hari dalam
tanah
Waktu (hari)
20
Gambar 5. Biji M. pigra dorman (kiri) dan biji mati (kanan)
perbesaran 40x
Perendaman biji dalam air panas 90 0C menyebabkan daya berkecambah
serta indeks vigor tertinggi dan berbeda nyata dibandingkan perlakuan lainnya
(Tabel 4). Perlakuan pematahan dormansi memberikan pengaruh yang tidak
berbeda nyata terhadap panjang plumula dan radikula. Pematahan dormansi
Mimosa pigra diketahui dapat dilakukan dengan merendam biji dalam air panas
90 0C. Perendaman biji di dalam air panas dapat menyebabkan kulit biji menjadi
lunak sehingga imbibisi terjadi setelah air mendingin. Cara perendaman ini efektif
dipakai untuk memecah dormansi pada beberapa genus dari famili Leguminosae
(Bonner 1994).
Tabel 4. Daya berkecambah, indeks vigor, panjang plumula dan radikula M.pigra
Perlakuan Daya
berkecambah (%)
Indeks
Vigor (%)
Plumula
(cm)
Radikula
(cm)
Kontrol 4 b 3 b 1.53 1.78 Air 50 0C 5 b 3 b 1.63 1.88
Air 90 0C 22 a 16 a 3.13 2.38 Dibenamkan dalam tanah
20 b 9 ab 3.35 2.95
Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda
nyata pada uji DMRT taraf 5 %.
Perkecambahan Biji Borreria alata
Biji B. alata diketahui memiliki sifat dorman. Pembenaman biji 4 hari
dalam tanah menghasilkan perkecambahan tertinggi dibandingkan dengan
perlakuan lainnya. Pola perkecambahan B. alata dimulai pada hari pertama
pengamatan (Gambar 6). Biji berkecambah 88% pada hari ke 2 dengan
21
pembenaman dalam tanah dan terus meningkat perlahan sampai 97 % hingga hari
ke 21. Gambar 6 menunjukkan secara keseluruhan diketahui perlakuan kontrol,
perendaam dalam air 50 0C dan 90 0C memberikan peningkatan perkecambahan
hingga hari ke 10 namun dari hari ke 13 hingga akhir pengamatan perkecambahan
cendrung tidak bertambah.
Gambar 6. Pola perkecambahan biji B. alata pada berbagai perlakuan
Tabel 5 memperlihatkan dari perlakuan dengan 4 ulangan dimana 1
ulangan terdiri dari 25 biji, diperoleh 100 biji yang diamati untuk masing-masing
pelakuan. Pengamatan menunjukkan perlakuan pembenaman biji 4 hari dalam
tanah memiliki jumlah kecambah normal tertinggi dan kecambah abnormal
terendah dibandingkan perlakuan pematahan dormansi lainnya. Perlakuan kontrol,
perendaman dalam air 50 dan 90 0C memiliki jumlah biji dorman yang lebih
tinggi dibandingkan biji yang berhasil berkecambah.
0
20
40
60
80
100
120
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
% P
erk
eca
mb
ah
an
tanpa
pematahan
(kontrol)
air hangat 24
jam
air panas
dibenamkan 4
hari dalam
tanah
Waktu (hari)
22
Tabel 5. Jumlah biji B. alata berkecambah normal, abnormal, dorman dan mati
pada hari ke -21
Perlakuan Kondisi biji
Normal Abnormal Dorman Mati
Kontrol 39 1 58 2
Air 50 0C 43 0 57 0
Air 90 0C 45 0 50 5 Dibenamkan dalam tanah 97 0 3 0
Biji gulma dorman dan biji gulma yang mati dengan menggunakan
mikroskop dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Biji B. alata dorman (kiri) dan biji mati (kanan)
perbesaran 40x
Pembenaman biji gulma 4 hari dalam tanah memberikan indek vigor
tertinggi, sedangkan daya berkecambah, panjang plumula dan radikula tidak
berbeda nyata pada setiap perlakuan pematahan dormansi. Ini artinya pematahan
dormansi Borreria alata dapat dilakukan dengan metoda pembenaman biji dalam
tanah selama 4 hari (Tabel 6).
Tabel 6. Daya berkecambah, indeks vigor, panjang plumula dan radikula B. alata
Perlakuan
Daya Berkecambah (%)
Indeks Vigor (%)
Plumula (cm)
Radikula (cm)
Kontrol 22 0 a 1.00 2.00
Air 50 0C 30 1 a 1.28 2.58
Air 90 0C 36 7 a 1.30 2.48
Dibenamkan dalam tanah
47 40 b 1.55 1.95
Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda
nyata pada uji DMRT taraf 5 %.
23
Chozin (1988) menyatakan bahwa pembenaman biji gulma pada tanah
kering menghasilkan perkecambahan yang lebih baik dari pada penyimpanan biji
lainnya. Kelembaban dan suhu dalam tanah dapat menginduksi proses imbibisi
dan pelunakan kulit biji. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian, dimana
pembenaman biji Borreria alata 4 hari didalam tanah dapat memecah dormansi
dengan persentase perkecambahan yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan
lainnya.
Hasil penelitian menunjukkan metode pematahan dormansi gulma
menyebabkan daya berkecambah dan indeks vigor yang berbeda untuk masing-
masing jenis gulma. Daya berkecambah dan indeks vigor tertinggi untuk gulma
Asystasia gangetica ditemukan pada perlakuan tanpa pematahan dormansi,
Borreria alata dengan pembenaman biji dalam tanah selama 4 hari sedangkan
Mimosa pigra dengan melakukan perendaman biji selama 30 menit di dalam 90
0C air panas.
Daya kecambah biji dapat diartikan sebagai persentase biji yang dapat
tumbuh menghasilkan bibit normal pada lingkungan optimum dengan jangka
waktu tertentu. Untuk dapat tumbuh dengan baik bibit memerlukan kelembaban
dan oksigen yang cukup. Banyaknya biji yang berkecambah setiap satuan luas
sangat penting. Imbibisi atau meresapnya air kedalam biji merupakan syarat
utama kelangsungan perkecambahan (Sutopo 2002).
Vigor merupakan kekuatan biji atau kekuatan kecambah, kemampuan biji
untuk menghasilkan perakaran dan pucuk yang kuat pada kondisi yang tidak
menguntungkan serta bebas dari serangan mikroorganisme (Justice 2002).
Kehilangan vigor dapat dianggap sebagai tahap perantara dari kehilangan biji,
yaitu terjadi antara awal dan akhir proses kemunduran (kematian).
Metode pematahan dormansi yang menghasilkan daya kecambah dan
indeks vigor tertinggi untuk masing-masing jenis gulma akan digunakan sebagai
metode pematahan dormansi pada percobaan berikutnya.
24
Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Biji-biji Borreria alata dan Mimosa pigra memiliki sifat dorman
sedangkan biji-biji Asystasia gangetica tidak memiliki sifat dorman
kecuali dengan pembenaman di dalam tanah.
2. Dormansi biji Borreria alata dapat dipatahkan dengan perlakuan
pembenaman biji dalam tanah selama 4 hari, biji Mimosa pigra dengan
perlakuan perendaman dalam air panas 90 0C.
Daftar Pustaka
Bonner FT, Vozzo JA, Elam WW, Land SB. 1994. Tree Seed Tecnology Training Course. Instructor’s Manual. United State Departement of Agriculture.
Forest Service.Southern Forest Experiment station. New Orleans, Lousiana.
Chozin MA, Nakagawa K. 1988. Autecological studies on Cyperus iria L. and C. microiria STEUD., annual Cyperaceous weeds. J. Weed Research. Japan.
33:22-30.
Fenner M. 1995. Ecology of seed banks. In. J. Kigel and G. Galili. Seed
Development and Germination. Marcel Dekker, NY. 507-528.
Ilyas S, Diarni WT. 2007. Persistensi dan pematahan dormansi benih pada beberapa varietas padi gogo. Jurnal Agrista 11:92-101.
Justice OL. 2002. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Moenandir J. 1993, Ilmu Gulma Dalam Sistem Pertanian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Roberts EH. 1972. Viability of Seeds. London: Chapman and Hall Ltd.
Sastroutomo SS. 1990. Ekologi Gulma. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
[SEAMEO Biotrop] Southeast asian regional center for tropical biology. 2011.
Invasive Alien Species. [terhubung berkala] http://www.biotrop.org/database.php?act=dbias [11Mei 2011].
Sutopo L. 2002. Teknologi Benih. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
PENGARUH EKSTRAK Cyperus rotundus TERHADAP
PERKECAMBAHAN BIJI GULMA BERDAUN LEBAR DAN
KEDELAI
The Effect of Cyperus rotundus Extract to the Germination Weed and
Soybean Seeds
Abstrak
Penelitian untuk mempelajari pengaruh aplikasi ekstrak C. rotundus terhadap perkecambahan gulma berdaun lebar (Asystasia gangetica, Mimosa
pigra dan Borreria alata) dan kedelai telah dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian
IPB pada bulan September sampai Desember 2011. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap satu faktor, 10 perlakuan dan 3 ulangan. Percobaan menggunakan perbandingan berat C. rotundus/volume aquadest yaitu 0.5 kg/L,
sampai dengan 4.5 kg/L dengan interval 0.5 kg/L. Hasil penelitian menunjukkan aplikasi ekstrak C. rotundus 1.0 kg/L menekan perkecambahan biji gulma namun
tidak berpengaruh negatif terhadap perkecambahan benih kedelai.
Kata Kunci: ekstrak Cyperus rotundus, Asystasia gangetica, Mimosa pigra,
Borreria alata
Abstract
The experiment was conducted in Seed and Technology Laboratory, Department of Agronomy and Horticulture, Faculty of Agriculture, IPB on
September until December 2011 to study the effect of Cyperus rotundus extract to the germination of broadleaf weed (Asystasia gangetica, Mimosa pigra and Borreria alata) germination and soybean. The experiment used completely
randomized design with single factor, 10 treatments and 3 replications. The treatment used 0.5 until 4.5 kg/L with interval 0.5 kg/L concentration of extract
(C. rotundus biomass with aquadest). The result showed that 1.0 kg/L concentration of C. rotundus extract caused of lower seed weed germination and had no effect on the germination of soybean.
Keyword: Cyperus rotundus (extract), Asystasia gangetica, Mimosa pigra,
Borreria alata, Broadleaf weed
26
Pendahuluan
Gulma menimbulkan gangguan pada tanaman budidaya di sekitarnya
karena karakter morfologi, biokimia dan fisiologi (Rizvi et al. 1999; Seigler 1996;
Ferguson 2009). Gulma berdasarkan bentuk morfologinya digolongkan salah
satunya kedalam gulma berdaun lebar. Tanaman budidaya yang hidup bersama-
sama dengan gulma akan mengalami persaingan dalam memperebutkan nutrisi,
air, cahaya, ruang serta unsur lain yang dibutuhkan tanaman, sehingga
menurunkan produksi.
Salah satu tahap pengendalian gulma adalah pengendalian pada masa
perkecambahan. Perkecambahan adalah periode yang menentukan kelangsungan
hidup gulma. Proses perkecambahan merupakan suatu fase yang sangat
menentukan dalam perkembangan tumbuhan (Moenandir 1993). Pengendalian
secara tepat dapat menentukan keberhasilan usaha pengendalian.
Elrokiek (2010) melakukan analisis kromatografi yang menunjukkan
bahwa tajuk Cyperus rotundus mengandung asam fenolat berikut: caffeat, ferulat,
culmarat, benzoat, vanilat, klorogenat dan sinamat sedangkan umbi mengandung
hidroksibenzoat, asam caffeat, ferulat, vanilat dan klorogenat. Beberapa penelitian
lain juga membuktikan Cyperus rotundus menghambat perkecambahan gulma
diantaranya, penggunaan ekstrak umbi C. rotundus yang terbukti pada konsentrasi
150 g/L efektif menghambat pertumbuhan Amaranthus spinosus (Palapa 2009).
Izah (2009) menyatakan C. rotundus menghambat panjang hipokotil jagung pada
hari ke-7 sampai hari ke-15.
Asystasia gangetica, Borreria alata dan Mimosa pigra adalah gulma
berdaun lebar yang akhir-akhir ini menimbulkan masalah dan mengancam
keanekaragaman hayati, mendominasi di perkebunan, pertanian dan lahan non
pertanian lainnya. Hal ini karena kemampuan tumbuh yang cepat dan
menghasilkan banyak biji sehingga mudah tersebar (SEAMEO Biotrop 2011).
Hal inilah yang mendasari dilakukan penelitian untuk mempelajari pengaruh
pemberian ekstrak Cyperus rotundus dengan berbagai konsentrasi terhadap
perkecambahan biji gulma berdaun lebar (Asystasia gangetica, Borreria alata dan
Mimosa pigra) dan kedelai sebagai perwakilan dari tanaman budidaya berdaun
lebar.
27
Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh ekstrak C.
rotundus terhadap perkecambahan gulma berdaun lebar (Asystasia gangetica,
Mimosa pigra, Borreria alata) dan kedelai.
Bahan dan Metode
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Desember 2011,
bertempat di Laboratorium Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain benih gulma
Asystasia gangetica, Mimosa pigra, Borreria alata, Cyperus rotundus benih
kedelai varietas Anjasmoro, aquades dan air. Alat yang digunakan adalah
petridish, kertas merang, ekogerminator, sprayer, saringan, gelas ukur, label dan
alat-alat tulis.
Rancangan Percobaan
Penelitian ini mempunyai 4 percobaan terpisah dengan menggunakan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor yaitu pemberian ekstrak C.
rotundus. Percobaan terdiri dari 10 perlakuan dan 3 ulangan sehingga diperoleh
30 satuan percobaan untuk masing-masing tanaman uji Asystasia gangetica,
Mimosa pigra, Borreria alata dan kedelai yang diletakkan di petridish berbeda.
Perlakuan yang digunakan adalah pemberian konsentrasi ekstrak teki, dengan
perbandingan berat C. rotundus/volume aquadest yaitu 0.0 1.0, 1.5 sampai 4.5
kg/L, dengan interval konsentrasi 0.5 kg/L.
C. rotundus yang dipakai adalah yang telah masuk fase generatif dengan
menggunakan seluruh bagian baik tajuk maupun umbi. Pembuatan ekstrak dengan
konsentrasi 0.5 kg/L, memerlukan 500 g C. rotundus (1/3 bagian umbi, 2/3 bagian
daun) ditumbuk dengan menambah 1000 ml aquades (1 L) lalu dibiarkan ± 24 jam
kemudian diperas dan disaring, begitu selanjutnya sampai konsentrasi 4.5 kg/L.
28
Persamaan umum statistik untuk rancangan percobaan ini adalah :
Yij : µ + αi + εij
Dimana : i : ekstrak Cyperus rotundus konsentrasi ektrak ke - 1, 2, 3,…..9
j : ulangan ke - 1, 2, 3;
Yij : respon tanaman terhadap pemberian ekstrak Cyperus rotundus
ke-i dan ulangan taraf ke-j;
µ : rataan umum
αi : pengaruh pemberian ekstrak Cyperus rotundus ke- i
εij : galat percobaan
Hasil analisis ragam yang berpengaruh nyata pada taraf 5 % selanjutnya di
uji lanjut dengan DMRT (Duncan’s Multiple Range Test) untuk melihat
perbedaan antar perlakuan.
Pelaksaan penelitian
Sebanyak 25 biji tanaman uji yang sebelumnya telah dilakukan pematahan
dormansi dengan cara pembenaman dalam tanah selama 4 hari kedalaman 40 cm
untuk biji B. alata dan perendaman dalam air panas 90 0C untuk biji M. pigra
namun tidak untuk A. gangetica dan kedelai. Masing-masing tanaman uji A.
gangetica, M. pigra, B. alata dan kedelai yang diletakkan di dalam petridish
berbeda yang telah dialas dengan kertas merang lalu diberi ekstrak C. rotundus
sesuai perlakuan sampai kertas dalam keadaan lembab. Pemberian ekstrak C.
rotundus ini hanya diaplikasikan saat awal penelitian. Untuk pemeliharaan dan
mencegah kekeringan kertas dipertahankan dalam keadaan lembab dengan
menyemprot air. Konsentrasi ekstrak terbaik yang dapat menekan perkecambahan
gulma namun tidak berpengaruh negatif terhadap perkecambahan kedelai, akan
dipakai pada percobaan berikutnya.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan terhadap perkecambahan gulma dan tanaman. Biji
dikatakan berkecambah apabila sudah muncul plumula a tau radikula melalui kulit
biji (testa). Percobaan ini dilakukan untuk mengamati daya berkecambah (DB),
kecepatan tumbuh (KCT), dan pembuatan grafik perkecambahan pada masing-
masing tumbuhan uji. Persentase perkecambahan dilakukan dengan mengamati
29
jumlah total biji hidup atau yang memperlihatkan gejala hidup yang dihitung
dengan rumus sebagai berikut :
Perkecambahan biji = x 100%
Uji viabilitas biji merupakan uji daya kecambah pada kondisi optimum.
Persentase daya berkecambah ialah persentase kecambah normal yang dapat
dihasilkan oleh biji pada kondisi optimum dalam jangka waktu yang telah
ditetapkan. Untuk menghitung persentase daya berkecambah (DB) biji digunakan
rumus sebagai berikut :
DB= x 100%
Dimana, DB : Daya berkecambah (%)
KN I : Jumlah kecambah normal pada hitungan pertama.
KN II : Jumlah kecambah normal pada hitungan kedua.
Penetapan hari pertama (KN I) dilihat berdasarkan data grafik kecambah
terbanyak, KN II dihitung saat kecambah tumbuh konstan, untuk menghitung
kecepatan tumbuh (KCT) digunakan rumus sebagai berikut :
Dimana,
KCT : kecepatan tumbuh
t : kurun waktu perkecambahan
d : persentase kumulatif kecambah normal per etmal
KN I + KN II
Jumlah biji yang ditanam
Jumlah benih berkecambah
Jumlah benih yang ditanam
30
Hasil dan Pembahasan
Perkecambahan biji Asystasia gangetica pada perlakuan pemberian ekstrak
Cyperus rotundus
Aplikasi ekstrak C. rotundus menekan perkecambahan A. gangetica.
Seluruh biji berkecambah pada kontrol namun terjadi penurunan perkecambahan
seiring dengan peningkatan konsentrasi ekstrak Cyperus rotundus (Gambar 8).
Biji berkecambah 100% pada perlakuan kontrol. Pemberian ekstrak C. rotundus
0.5 kg/L menekan 38.7% perkecambahan gulma, sehingga biji berkecambah
61.3%. Aplikasi C. rotundus konsentrasi 1.0 kg/L menurunkan 73.3%
perkecambahan bila dibandingkan kontrol dan hanya berkecambah 26.7%. Pada
perlakuan dengan pemberian ekstrak konsentrasi 1.5 kg/L biji gulma berkecambah
16.0 dan 5.3% dengan pemberian ekstrak konsentrasi 3.0 kg/L.
Gambar 8. Perkecambahan biji A. gangetica pada perlakuan pemberian ekstrak C.
rotundus berbagai konsentrasi
Waktu perkecambahan biji semakin lama seiring dengan pertambahan
konsentrasi ekstrak. Pada perlakuan kontrol diketahui biji berkecambah pada hari
sedangkan pada perlakuan ekstrak kemunculan kecambah lebih lambat.
Peningkatan konsentrasi ekstrak menyebabkan perkecambahan semakin
0
20
40
60
80
100
120
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
(%)
perk
eca
mb
ah
an
Kontrol
0.5 kg/L
1.0 kg/L
1.5 kg/L
2.0 kg/L
2.5 kg/L
3.0 kg/L
3.5 kg/L
4.0 kg/L
4.5 kg/L
Waktu (hari)
31
terhambat. Diduga hal ini disebabkan karena kandungan alelopati pada ekstrak C.
rotundus yang menekan perkecambahan biji gulma sehingga waktu
perkecambahan terhambat.
Aplikasi ekstrak C. rotundus memberikan pengaruh yang berbeda nyata
terhadap daya berkecambah (DB) dan kecepatan tumbuh (KCT), bila dibandingkan
dengan kontrol (Tabel 7). Daya berkecambah maupun kecepatan tumbuh tertinggi
diperoleh pada perlakuan kontrol. Daya berkecambah menurun 42.7 % pada
pemberian ekstrak konsentrasi 0.5 kg/L, turun 69.7 % pada pemberian ekstrak
konsentrasi 1.0 kg/L dan terus menurun lebih dari 80% pada perlakuan lainnya.
Peningkatan konsentrasi ekstrak mulai dari konsentrasi 1.5 kg/L menyebabkan
penekanakan semakin tinggi terhadap gulma A. gangetica sehingga tidak mampu
untuk berkecambah. Aplikasi ekstrak konsentrasi 0.5 dan 1.0 kg/L menghasilkan
pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap panjang plumula dan radikula, namun
berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.
Tabel 7. Pengaruh pemberian ekstrak C. rotundus terhadap daya berkecambah
(DB), kecepatan tumbuh (KCT), panjang plumula dan panjang radikula
A. gangetica
Ekstrak Teki (kg/L) DB (%)
KCT
(%KN/etmal) Plumula
(cm) Radikula
(cm)
0.0 97.33 a 18.26 a 1.50 a 1.76 a
0.5 54.66 b 5.73 b 1.36 ab 1.83 a
1.0 28.00 c 2.36 c 1.13 ab 2.33 a
1.5 6.66 d 0.43 d 0.83 bc 0.76 ab
2.0 0.00 d 0.00 d 0.00 d 0.00 b
2.5 0.00 d 0.00 d 0.00 d 0.00 b
3.0 6.66 d 0.33 d 0.43 dc 0.86 b
3.5 0.00 d 0.00 d 0.00 d 0.00 b
4.0 0.00 d 0.00 d 0.00 d 0.00 b
4.5 0.00 d 0.00 d 0.00 d 0.00 b
Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda
nyata pada uji DMRT taraf 5 %.
Penelitian menunjukkan pemberian ekstrak mulai dari konsentrasi 1.0
kg/L memberikan persentase penekanan yang tinggi yaitu 69.7 % menekan DB
dan 12.5 % menekan Kct. Diduga kandungan alelokimia yang terkandung dalam
ekstrak C.rotundus menghambat proses perkecambahan Asystasia gangetica.
32
Perkecambahan biji Mimosa pigra pada perlakuan pemberian ekstrak
Cyperus rotundus
Ekstrak C. rotundus menurunkan persentase perkecambahan M. pigra.
Biji berkecambah 68% pada perlakuan tanpa pemberian ekstrak (kontrol).
Pemberian ekstrak konsentrasi 0.5 kg/L menurunkan 33% perkecambahan gulma.
Ekstrak C. rotundus konsentasi 1.0 kg/L diketahui menekan 40% perkecambahan
bila dibandingkan dengan kontrol. Pertambahan konsentrasi ekstrak menyebabkan
kenaikan dan penurunan perkecambahan biji M. pigra, namun persentase
perkecambahan lebih rendah bila dibandingkan perlakuan dengan konsentasi 1.0
kg/L. Pada perlakuan dengan konsentasi 1.0, 3.0 dan 3.5 kg/L biji berkecambah
7%. Biji berkecambah 11.00% dengan pemberian ekstrak konsentrasi 2.0 dan 2.5
kg/L sedangkan pada ekstrak dengan konsentrasi 4.0 dan 4.5 kg/L biji gulma
berkecambah 3 dan 16% (Gambar 9).
Gambar 9. Perkecambahan biji M. pigra pada perlakuan pemberian ekstrak C. rotundus berbagai konsentrasi
Biji M. pigra mulai berkecambah pada hari kedua, namun dengan
pemberian ekstrak C. rotundus waktu perkecambahan biji lebih lambat di
bandingkan tanpa pemberian ekstrak (kontrol). Gambar 9 menunjukkan perlakuan
0
10
20
30
40
50
60
70
80
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
(%)
perk
eca
mb
ah
an
Kontrol
0.5 kg/L
1.0 kg/L
1.5 kg/L
2.0 kg/L
2.5 kg/L
3.0 kg/L
3.5 kg/L
4.0 kg/L
4.5 kg/L
Waktu (hari)
33
dengan konsentrasi ekstrak 1.5, 2.0, 2.5 dan 3.0 kg/L menyebabkan biji
berkecambah dimulai pada hari 7, dan terus menurun pada konsentrasi yang lebih
tinggi. Perlakuan dengan konsentrasi ekstrak 4.0 kg/L menyebabkan biji gulma M.
pigra berkecambah hari ke 10 namun dengan konsentasi ekstrak 4.5 kg/L
kemunculan benih berkecambah lebih cepat yaitu pada hari ke 3. Hal ini diduga
disebabkan konsentrasi yang sangat tinggi menyebabkan biji sudah mulai peka
terhadap ekstrak C. rotundus sehingga persentase biji berkecambah dan
kemunculan biji mulai mengalami kenaikan bila dibandingkan dengan konsentrasi
yang lebih rendah.
Pemberian ekstrak C. rotundus berpengaruh nyata terhadap daya
berkecambah, kecepatan tumbuh, panjang radikula kecuali untuk panjang plumula
M. pigra (Tabel 8). Ekstrak C. rotundus konsentrasi 0.5 kg/L diketahui
menurunkan daya berkecambah sebesar 36% bila dibandingkan dengan kontrol.
Perlakuan dengan konsentrasi 1.0 kg/L menghasilkan penurunan daya
berkecambah gulma mencapai 60.66% dan berbeda nyata bila dibandingkan tanpa
pemberian ekstrak C. rotundus .
Tabel 8. Pengaruh pemberian ekstrak C. rotundus terhadap daya berkecambah (DB), kecepatan tumbuh (KCT), panjang plumula dan panjang radikula M. pigra
Ekstrak Teki (kg/L) DB
(%)
KCT
(%KN/etmal)
Plumula
(cm)
Radikula
(cm)
0.0 66.66 a 9.90 a 2.53 3.30 a
0.5 30.66 b 4.10 b 1.66 0.56 b
1.0 6.00 cd 0.73 c 2.33 1.40 b
1.5 2.66 d 0.16 c 1.53 1.60 b
2.0 12.00 c 0.80 c 1.73 1.23 b
2.5 5.33 cd 0.36 c 1.46 1.53 b
3.0 8.00 cd 0.53 c 1.36 1.26 b
3.5 4.00 cd 0.56 c 1.30 1.36 b
4.0 1.33 d 0.20 c 0.40 0.70 b
4.5 9.33 d 0.70 c 1.83 1.90 b Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda
nyata pada uji DMRT taraf 5 %.
Kecepatan tumbuh Mimosa pigra secara keseluruhan dianggap rendah,
hanya 9.90% pada kontrol dan semakin menurun dengan pemberian ekstrak C.
34
rotundus. Hal ini diduga karena sifat Mimosa pigra yang memiliki kemampuan
kecepatan perkecambahan biji yang rendah. Santosa (2009) mengemukakan
bahwa M. pigra berkecambah 50% lebih tinggi bila terbenam 3 cm di dalam tanah
dibandingkan dengan terbenam 1 cm. Walaupun kecepatan tumbuhnya lambat
namun dengan produksi biji yang tinggi dalam pengkelasan gulma termasuk
gulma kelas A yang berbahaya.
Perkecambahan B. alata dengan pemberian ekstrak C. rotundus
Persentase perkecambahan Borreria alata dipengaruhi oleh pemberian
ekstrak C. rotundus. Pada perlakuan tanpa pemberian ekstrak (kontrol) biji
berkecambah 96%, menurun 40% dengan pemberian ekstrak dengan konsentrasi
0.5 kg/L bila dibandingkan dengan kontrol. Biji gulma berkecambah 36% dan
menurun 60% dengan pemberian ekstrak konsentrasi 1.0 kg/L (Gambar 10).
Gambar 10. Perkecambahan biji B. alata pada perlakuan pemberian ekstrak C.
rotundus berbagai konsentrasi
Penambahan konsentrasi ekstrak C. rotundus menurunkan persentase
perkecambahan gulma sampai pada konsentrasi 2.0 kg/L tidak ada gulma yang
mampu berkecambah, namun pada konsentrasi yang lebih tinggi gulma kembali
muncul dan kembali tidak berkecambah pada konsentrasi 3.5 kg/L. Hasil
0
20
40
60
80
100
120
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
(%)
perk
eca
mb
ah
an
Kontrol
0.5 kg/L
1.0 kg/L
1.5 kg/L
2.0 kg/L
2.5 kg/L
3.0 kg/L
3.5 kg/L
4.0 kg/L
4.5 kg/L
Waktu (hari)
35
penelitian menunjukkan persentase perkecambahan B. alata menurun dengan
pemberian ekstrak C. rotundus berbagai konsentrasi.
Tabel 9. Pengaruh pemberian ekstrak C. rotundus terhadap daya berkecambah
(DB), kecepatan tumbuh (KCT), panjang plumula dan panjang radikula
B. alata
Ekstrak Teki (kg/L) DB (%)
KCT
(%KN/etmal) Plumula
(cm) Radikula
(cm)
0.0 96.00 a 15.63 a 1.63 a 2.33 a
0.5 52.00 b 6.33 b 0.96 b 0.60 c
1.0 32.00 c 2.73 c 0.86 b 0.86 b
1.5 14.66 d 1.06 d 1.03 b 0.70 bc
2.0 0.00 f 0.00 e 0.00 d 0.00 d
2.5 1.33 ef 0.03 e 0.10 d 0.13 d
3.0 5.33 ef 0.23 e 0.56 c 0.53 c
3.5 0.00 f 0.00 e 0.00 d 0.00 d
4.0 5.33 ef 0.23 e 1.06 b 0.76 cd
4.5 9.33 ed 0.40 e 1.03 b 0.53 c Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda
nyata pada uji DMRT taraf 5 %.
Ekstrak C. rotundus memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap
perkecambahan B. alata baik pada pengamatan daya berkecambah, kecepatan
tumbuh, panjang plumula dan radikula. Daya berkecambah B. alata bila
dibandingkan kontrol pada aplikasi ekstrak C. rotundus konsentrasi 0.5 kg/L turun
sebesar 44%, kemudian menurun hingga 64 dan 81.34% pada perlakuan dengan
konsentrasi 1.0, 1.5 kg/L dan terus menurun seiring pertambahan konsentrasi
ekstrak.
Perkecambahan benih kedelai pada perlakuan pemberian ekstrak
Cyperus rotundus
Aplikasi ekstrak C. rotundus tidak berpengaruh negatif terhadap
persentase perkecambahan kedelai. Perlakuan pemberian ekstrak C. rotundus
memiliki persentase perkecambahan yang tinggi baik pada hari ke 3 maupun ke 5
bila dibandingkan dengan tanpa pemberian ekstrak C. rotundus (kontrol).
Gambar 11 menunjukkan perkecambahan kedelai hari ke 3 dengan
pemberian ekstrak konsentrasi 3.0 kg/L memiliki persentase perkecambahan
tertinggi yaitu 47% benih berkecambah, sedangkan persentase terendah yaitu 21%
pada perlakuan dengan konsentrasi ekstrak 4.5 kg/L. Pengamatan hari ke 5
36
memperlihatkan benih kedelai berkecambah 99% pada perlakuan dengan
konsentrasi ekstrak 1.5 kg/L dan terendah pada perlakuan berkonsentrasi 3.5 kg/L
dengan persentase perkecambahan sebesar 80%.
Gambar 11. Perkecambahan benih kedelai pada perlakuan pemberian ekstrak C. rotundus berbagai konsentrasi
Aplikasi ekstrak C. rotundus diketahui tidak berpengaruh nyata terhadap
daya berkecambah dan kecepatan tumbuh benih kedelai, bila dibandingkan
dengan kontrol (Tabel 10). Daya berkecambah paling tinggi terlihat pada
perlakuan dengan konsentrasi 1.0 kg/L, meningkat 9.34% dan meningkatkan
kecepatan tumbuh 10.4% bila dibandingkan kontrol. Aplikasi ekstrak C. rotundus
konsentrasi 3.5 kg/L memiliki panjang radikula tertinggi dan berbeda nyata bila
dibandingkan perlakuan lain. Kenaikan konsentrasi ekstrak C. rotundus
menurunkan panjang plumula kedelai kecuali pada konsentrasi 0.5 kg/L sampai
1.5 kg/L yang memperlihatkan pengaruh yang tidak berbeda nyata bila
dibandingkan kontrol.
0
20
40
60
80
100
120
0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5
(%) p
erke
cam
baha
n
hari ke 3
hari ke 5
Konsentrasi ekstrak C. rotundus (kg/L)
37
Tabel 10. Pengaruh pemberian ekstrak C. rotundus terhadap daya berkecambah
(DB), kecepatan tumbuh (KCT), panjang plumula dan panjang radikula
kedelai
Ekstrak Teki (kg/L) DB (%) KCT
(%KN/etmal) Plumula
(cm) Radikula
(cm)
0.0 86.66 54.23 11.53 a 8.83 cd
0.5 96.00 62.63 11.40 a 9.10 cd
1.0 85.33 45.93 11.16 a 10.23 ab
1.5 90.66 54.26 10.66 ab 9.96 abc
2.0 88.00 43.16 9.13 bc 9.06 bcd
2.5 89.33 38.93 7.53 cd 8.36 d
3.0 90.66 34.76 6.76 d 7.86 d
3.5 78.66 57.03 9.20 bc 10.80 a
4.0 78.66 52.86 9.06 bc 9.10 bcd
4.5 80.00 61.90 6.63 d 8.53 d Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda
nyata pada uji DMRT taraf 5 %.
Hasil penelitian menunjukan ekstrak C. rotundus tidak menekan
perkecambahan benih kedelai. Benih kedelai memiliki persentase perkecambahan
paling rendah 83%, daya berkecambah 78%, Kct 54.23 % dengan aplikasi ekstrak
C. rotundus. Benih yang bermutu tinggi memiliki daya kecambah minimal 80%
(ISTA 2010). Hal ini membuktikan aplikasi ekstrak C. rotundus tidak
berpengaruh negatif terhadap perkecambahan benih kedelai.
Pada pengamatan perkecambahan biji gulma baik A. gangetica, M. pigra
ataupun B. alata terlihat adanya serangan jamur yang mulai muncul pada hari ke 3
sampai hari ke 14 dari konsentrasi ekstrak 2.0 kg/L (Gambar 12).
Gambar 12. Serangan jamur pada ekstrak C. rotundus konsentrasi 2.0 kg/L
(kiri), 3.5 kg/L (tengah), 4.5 kg/L(kanan) Serangan jamur semakin meningkat seiring pertambahan konsentrasi
ekstrak. Koloni jamur paling banyak ditemukan pada perlakuan dengan
38
konsentrasi ekstrak 3.5 kg/L, namun pada konsentrasi yang lebih tinggi serangan
jamur mulai berkurang. Pada perlakuan dengan konsentrasi ekstrak 4.0 dan 4.5
kg/L serangan jamur sudah tidak terlihat lagi. Identifikasi menunjukkan
Aspergillus sp dan Curvularia terdapat pada perlakuan yang terserang jamur
(Gambar 13).
Gambar 13. Hifa jamur (tengah), potongan Aspergillus sp. perbesaran 40x
(kanan).
Penggunaan ekstrak rumput teki yang terdiri dari bagian umbi dan tajuk,
dimana umbi merupakan bagian yang banyak mengandung nutrisi diduga menjadi
salah satu yang memicu infeksi jamur. Aplikasi ekstrak C. rotundus terbukti
menghambat perkecambahan gulma sehingga menyebabkan biji tidak berkembang
diteruskan dengan timbulnya serangan jamur. Diduga kandungan nutrisi yang
terdapat pada umbi teki menginduksi tumbuhnya jamur, dimulai dari konsentrasi
2.0 sampai 3.5 kg/L. Kenaikan konsentrasi ekstrak C. rotundus membuat jamur
tidak dapat tumbuh sehingga pada konsentrasi 4.0 dan 4.5 kg/L serangan jamur
sudah tidak terlihat.
Menurut Salisbury (1995) selama biji tetap hidup, biji mempertahankan
cadangan bahan pangan di dalam sel. Segera setelah biji mati, bahan tersebut
mulai bocor keluar. Setelah mati biji akan segera tertutupi bakteri dan hifa fungi
yang tumbuh pada makanan yang bocor keluar. Biji yang mampu tumbuh akan
menghasilkan antibiotik yang mencegah serangan patogen. Hal inilah yang
menyebabkan penurunan perkecambahan dan timbulnya serangan jamur serta
matinya gulma. Pemberian ekstrak C. rotundus untuk kedelai tidak menurunkan
kemampuan perkecambahan benih kedelai dan juga hanya ditemukan adanya
beberapa serangan jamur sehingga tidak menghambat proses perkecambahan
kedelai. Diduga hal ini karena kemampuan berkecambah benih kedelai yang
39
cepat, sehingga pada saat terjadi serangan jamur, organ-organ perkecambahan
telah terbentuk.
Perlakuan pemberian ekstrak C. rotundus dari penelitian yang telah
dilakukan membuktikan dapat menghambat perkecambahan biji gulma Asystasia
gangetica, Mimosa pigra dan Borreria alata namun tidak berpengaruh negatif
terhadap perkecambahan benih kedelai. Menurut Weston (1996) efek alelopati
bersifat selektif, perbedaan spesies menentukan perbedaan tanggapan terhadap
alelokimia. Penurunan persentase perkecambahan seiring dengan peningkatan
konsentrasi ekstrak serta memicu penurunan daya kecambah benih. Daya
kecambah atau viabilitas benih dapat diartikan sebagai persentase benih yang
dapat tumbuh menghasilkan bibit normal pada lingkungan optimum dengan
jangka waktu tertentu (Sutopo 2002).
Menurut Friedman & Horowitz (1971) C. rotundus mempunyai
kemampuan untuk menghasilkan senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan
tanaman lain yang hidup bersamanya. Jangaard et al. (1971) mengisolasi C.
rotundus dan menemukan adanya senyawa-senyawa fenolat pada hijauan dan
umbi. Elrokiek (2010) menyatakan umbi dan tajuk Cyperus rotundus mengandung
senyawa fenolat dan menekan pertumbuhan Echinochloa crus-galli. Kandungan
alelokimia di dalam rumput teki inilah yang diduga dapat menghambat
perkecambahan gulma.
Mekanisme pengaruh alelokimia fenolat (khususnya yang menghambat)
terhadap pertumbuhan dan perkembangan organisme sasaran melalui serangkaian
proses yang cukup kompleks. Menurut Einhellig (1996) proses tersebut diawali
dengan terjadinya kekacauan struktur membran plasma, modifikasi saluran
membran, atau hilangnya fungsi enzim ATP-ase. Hal ini akan berpengaruh
terhadap penyerapan, konsentrasi ion dan air yang kemudian mempengaruhi
pembukaan stomata dan proses fotosintesis. Hambatan berikutnya mungkin
terjadi dalam proses sintesis protein, pigmen dan senyawa karbon lain, serta
aktivitas beberapa fitohormon. Sebagian atau seluruh hambatan tersebut
kemudian bermuara pada terganggunya pembelahan dan pembesaran sel yang
akhirnya menghambat pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan sasaran.
40
Menurut Darmawan (2010) perkecambahan terjadi dimulai dari imbibisi
air. kemudian sel-sel dalam embryo membesar, dan organel-organel subseluler
terorganisasi. Pada beberapa tumbuhan aktifitas sitokinin dan gibberellin
meningkat dengan cepat segera setelah embryo menjadi turgid kembali. Pada biji
serelia seperti gandum, gibberellin dilepaskan dari embryo dan diangkut ke
endosperm. Zat ini menyebabkan dimulainya perombakan simpanan pati dan
protein. Gibberellin menginisiasi sintesis α amilase, enzim pencerna dan sel-sel
aleuron, lapisan sel-sel paling luar dari endosperma.
Gibberellin juga terlibat dalam mengaktifkan sintesis protease dan enzim-
enzim hidrolitik lainnya. Senyawa-senyawa gula dan asam-asam amino, zat-zat
dapat larut yang dihasilkan oleh aktivitas amilase dan protease, ditransport ke
embrio, dan zat-zat tersebut mendukung perkembangan embryo serta munculnya
kecambah. Gangguan akibat adanya asam fenolat pada ekstrak C.rotundus,
menyebabkan proses perkecambahan terganggu seperti yang diuraikan oleh
Einhellig (1996), ekstrak C.rotundus pada awalnya mempengaruhi membran sel
tumbuhan dan akhirnya dapat menghambat proses perkecambahan tumbuhan
tersebut.
Penelitian membuktikan, dari seluruh variabel pengamatan ekstrak C.
rotundus mulai dari konsentrasi 1.0 kg/L sampai 4.5 kg/L memberikan pengaruh
yang tidak berbeda nyata dan menurunkan kemampuan berkecambah biji gulma
Asystasia gangetica, Mimosa pigra dan Borreria alata lebih dari 60%. Aplikasi
ekstrak C. rotundus konsentrasi 1.0 kg/L ini tidak menyebabkan serangan jamur
sehingga konsentrasi ini dipilih sebagai konsentrasi terbaik untuk pengendalian
perkecambahan biji gulma namun tidak menekan perkecambahan benih kedelai.
Oleh karena itu ekstrak teki konsentrasi 1.0 kg/L akan digunakan pada percobaan
berikutnya.
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut :
1. Ekstrak Cyperus rotundus 1.0-4.5 kg/L menekan perkecambahan biji gulma
berdaun lebar (Asystasia gangetica, Mimosa pigra, Borreria alata).
41
2. Ekstrak Cyperus rotundus tidak berpengaruh negatif terhadap perkecambahan
benih kedelai.
3. Konsentrasi ekstrak 1.0 kg/L menekan lebih dari 60% perkecambahan biji
gulma Asystasia gangetica, Mimosa pigra dan Borreria alata namun tidak
menurunkan perkecambahan benih kedelai.
Daftar Pustaka
Darmawan J, Baharsjah JS. 2010. Dasar – Dasar Fisiologi Tanaman. Jakarta: SITC.
Einhellig FA. 1996. Interactions involving allelopathy in cropping systems. Agron J. 88:886-893.
El Rokiek KG, El-Din SAS, Sahara AS. 2010. Allelopathic behavior of Cyperus
Rotundus L. on both Chorchorus Olitorius (broad leaved weed) and Echinochloa Crus-Galli (grassy weed) assosiated with soybean. J. Plant
Protection Res. 50:274-279.
Ferguson JJ, Rathinasabapathi B. 2009. Allelopathy: how plants suppress other plants. University Of Florida. Diakses pada [terhubung berkala]
http://edis.ifas.ufl.edu [11 Mei 2011].
Friedman T, Horowitz M. 1971. Biologically active substances in subterranean
part of purple hutsedge. J Weed Sci. 19:395-401.
[ISTA] International Seed Testing Association. 2010. International Rules for Seed Testing. Switzerland: ISTA.
Izah L. 2009. Pengaruh ekstrak beberapa jenis gulma terhadap perkecambahan biji jagung (Zea mays L.) [Skripsi]. Malang: Jurusan Biologi, Fakultas Sains
dan Teknologi. Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim.
Jangaard NO, Sckerl MM, Schieferatein RH. 1971. The role of phenolics and abscisic acid in nutsedge tuber dormancy. J. Weed Sci. 19:17-20.
Moenandir J. 1993, Ilmu Gulma Dalam Sistem Pertanian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Palapa TM. 2009. Senyawa alelopati teki (Cyperus rotundus) dan alang alang (Imperata cylindrica) sebagai penghambat pertumbuhan bayam duri (Amaranthus spinosus). Agritek 17:1-19.
Rizvi SJH, Tahir M, Rizvi V, Kohli RK, Ansari A. 1999. Allelopathic interactions in agroforestry systems. Critical Reviews in Plant Sciences 18:
773-779.
Salisbury FB, Cleon W ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Jilid III. Bandung: Institut Teknologi Bandung. 197 hal.
42
Santosa E, Zaman S, Puspitasari ID. 2009. Simpanan biji gulma dalam tanah di
perkebunan teh pada berbagai tahun pangkas. JAI 37:46– 54.
[SEAMEO Biotrop] Southeast asian regional center for tropical biology. 2011.
Invasive Alien Species. [terhubung berkala] http://www.biotrop.org/database.php?act=dbias [11Mei 2011].
Seigler DS. 1996. Chemistry and mechanism of allelopathic interaction. Agron J.
88:876-885.
Sutopo L. 2002. Teknologi Benih. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Weston LA. 1996. Utilization of allelopathy for weed management in agroecosystems. Agron J. 88:860-866.
43
PENGARUH PEMBERIAN BIOMASSA Cyperus rotundus
TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN GULMA BERDAUN LEBAR SERTA KEDELAI
Abstrak
Penelitian untuk mempelajari pengaruh pemberian biomassa C. rotundus terhadap pertumbuhan dan perkembangan gulma berdaun lebar (Asystasia
gangetica, Borreria alata dan Mimosa pigra) serta kedelai telah dilaksanakan di Rumah Kaca Cikabayan Bawah, Darmaga, Bogor pada bulan Februari sampai Mei 2012. Percobaan menggunakan 12 t/ha bobot kering C. rotundus dalam
bentuk ekstrak konsentrasi 1.0 kg/L(biomassa/aquadest), biomassa C. rotundus segar dan kering dicampur dengan tanah, biomassa segar dan kering dihamparkan
serta kompos dan tepung C. rotundus. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok satu faktor. Hasil penelitian menunjukkan aplikasi biomassa C. rotundus tidak berpengaruh negatif terhadap indeks luas daun (ILD). Aplikasi C.
rotundus diketahui menekan Laju asimilasi bersih (LAB) dan Laju tumbuh relatif (LTR) gulma dan kedelai pada pengamatan 5-7 MST namun tidak pada
pengamatan lainnya. Hasil penelitian menunjukkan aplikasi biomassa C. rotundus tidak nyata menekan pertumbuhan dan perkembangan gulma serta kedelai.
Kata Kunci: ekstrak Cyperus rotundus
Abstract
The experiment was conducted in Cikabayan Greenhouse, Darmaga, Bogor from February until May 2012 to study the effect of C. rotundus biomass
on the growth and development for broadleaf weed control (Asystasia gangetica, Borreria alata and Mimosa pigra) and soybean. The experiment was conducted to
determine the effect of 12 t/ha dried C. rotundus biomass found of 1.0kg/L concentration of C. rotundus extracts, mixed with fresh and dried C. rotundus biomass with soil, mulched of fresh and dried C. rotundus biomass, compost and
flour of C. rotundus. The experiment were using randomized block design with single factor. The results showed the application of biomass C. rotundus have no
effect to the leaf area index (LAI). Application of C. rotundus lower the net assimilation rate, relative growth rate weed and soybean in the 5-7 WAP (Weeks After Planting) but not in other observations. The result showed that application
of C. rotundus have no effect on the growth and development of weeds and soybean.
Keyword: allelochemical compound, bioherbicide
44
Pendahuluan
Teki (Cyperus rotundus L.) merupakan gulma yang tersebar di seluruh
dunia dan termasuk jenis gulma ganas. Teki (Cyperus rotundus L.) terdistribusi
secara luas di seluruh daerah tropik dan subtropik (Iqbal 2008). Persaingan teki
dengan tanaman di sekitarnya untuk mendapatkan faktor tumbuh berupa air, unsur
hara, udara, cahaya dan ruang tumbuh dapat menurunkan produksi 41% pada
pertanaman jagung dan begitu juga tanaman lain (Rizvi et al. 1992).
Trimurti (1988) menemukan ekstrak umbi teki mengandung senyawa
fenolat. Analisis kromatografi terhadap C. rotundus menunjukkan bahwa tajuk
Cyperus rotundus mengandung asam fenolat yaitu: caffeat, ferulat, culmarat,
benzoat, vanilat, klorogenat dan sinamat sedangkan umbi Cyperus rotundus
mengandung hidroksibenzoat, caffeat, ferulat, vanilat dan klorogenat (Elrokiek
2010). Menurut Sastroutomo (1990) senyawa fenolat dapat meracuni tanaman
pokok di sekelilingnya dan menurunkan kualitas hasil.
C. rotundus dapat mengeluarkan senyawa penghambat pertumbuhan yang
disebut alelopati. Rahayu (2003) menyatakan bahwa penggunaan bahan alami
alelopati yang dikeluarkan oleh tumbuhan dapat dimanfaatkan sebagai bahan
untuk pengendalian gulma dan berpotensi sebagai bioherbisida. Penggunaan
senyawa alelopati dari tanaman, gulma, dan mikroorganisme lain dapat
dimanfaatkan untuk pengendalian gulma, patogen, dan hama tanaman dalam
mendukung teknologi budidaya tanaman ramah lingkungan (Junaedi et al. 2006).
Elrokiek (2010) menemukan Cyperus rotundus menekan pertumbuhan
Echinochloa crus-galli dan meningkatkan pertumbuhan kedelai. Palapa (2009)
mengemukakan penggunakan ekstrak umbi (Cyperus rotundus) pada konsentrasi
150 g/L terbukti efektif menghambat pertumbuhan (Amaranthus spinosus).
Mulyani (2010) menyatakan bahwa aplikasi mulsa Cyperus rotundus 200 g per
polibag menekan pertumbuhan gulma berdaun lebar namun tidak berpengaruh
negatif terhadap tanaman bawang merah. Syarifi (2010) menyatakan pemberian
mulsa gulma Cyperus rotundus berpotensi alelopati terhadap tumbuhan berdaun
lebar, termasuk gulma daun lebar dan kedelai.
Pemanfaatan ekstrak C. rotundus dengan konsentrasi 1.0 kg/L pada
penelitian sebelumnya diketahui dapat menekan perkecambahan gulma berdaun
45
lebar (Asystasia gangetica, Borreria alata dan Mimosa pigra) dan tidak
berpengaruh negatif terhadap tanaman kedelai. Menurut SEAMEO Biotrop
(2011) Asystasia gangetica, Borreria alata dan Mimosa pigra merupakan gulma
berdaun lebar yang akhir-akhir ini menimbulkan masalah dan mengancam
keanekaragaman hayati, mendominasi di perkebunan, pertanian dan lahan non
pertanian lainnya.
Berdasarkan latar belakang diatas dilakukan penelitian untuk mempelajari
pengaruh pemberian biomassa C. rotundus dalam bentuk ekstrak, segar, kering,
kompos dan tepung untuk pengendali gulma Asystasia gangetica, Borreria alata
dan Mimosa pigra dan sebagai perwakilan tanaman budidaya berdaun lebar
digunakan tanaman kedelai.
Tujuan penelitian adalah untuk mempelajari pengaruh pemberian biomassa
C. rotundus dalam bentuk ekstrak, segar, kering, kompos dan tepung terhadap
pertumbuhan dan perkembangan gulma berdaun lebar (Asystasia gangetica,
Mimosa pigra, Borreria alata) serta kedelai.
Bahan dan metode
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Mei 2012, bertempat di
Rumah Kaca Cikabayan Bawah Dramaga, Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain Cyperus
rotundus, biji gulma Asystasia gangetica, Mimosa pigra, Borreria alata, benih
kedelai varietas Anjasmoro, tanah, pupuk NPK, aquades, air. Alat yang digunakan
adalah, polibag dengan ukuran 28 cm x 30 cm, gelas ukur, ember, oven, mesin
penggiling label dan alat-alat tulis.
Rancangan Percobaan
Percobaan dilakukan dengan 4 percobaan terpisah menggunakan
Rancangan Acak Kelompok (RAK) satu faktor yaitu pemberian biomassa C.
rotundus, 8 perlakuan dan 3 ulangan, untuk masing-masing tanaman uji Asystasia
gangetica, Mimosa pigra, Borreria alata dan kedelai sehingga diperoleh 24
46
satuan percobaan untuk masing-masing tanaman uji. Perlakuan dalam percobaan
ini adalah sebagai berikut :
C0 : Tanpa C. rotundus (kontrol)
C1 : Ekstrak C. rotundus konsentrasi 1.0 kg/L
C2 : C. rotundus segar dicampur dengan tanah
C3 : C. rotundus dikeringkan dicampur dengan tanah
C4 : C. rotundus segar dihamparkan di permukaan tanah
C5 : C. rotundus dikeringkan, dihamparkan di permukaan tanah
C6 : Kompos C. rotundus
C7 : Tepung C. rotundus
Konsentrasi ekstrak C. rotundus 1.0 kg/L ditentukan berdasarkan
penelitian pengaruh ekstrak C. rotundus pada pengamatan perkecambahan,
sedangkan perlakuan lain merujuk penelitian Maulana (2011) dengan
menggunakan mulsa kering 6 ton/ha.
Persamaan umum statistik untuk percobaan ini adalah :
Yij : µ + Ti + βj+εij
Dimana : i : Cyperus rotundus ke - 1, 2, 3,…..7
j : ulangan ke - 1, 2, 3;
Yij : respon tanaman terhadap pemberian Cyperus rotundus ke-i dan
kelompok taraf ke-j;
µ : rataan umum
Ti : pengaruh pemberian Cyperus rotundus ke- i
βj : pengaruh kelompok ke-j
εij : pengaruh acak dari perlakuan ke- i dan kelompok ke-j
Hasil analisis ragam yang berpengaruh nyata pada taraf 5 % selanjutnya di
uji lanjut dengan DMRT (Duncan’s Multiple Range Test).
Pelaksanaan penelitian
Penyemaian gulma. Biji yang telah dipatahkan dormansinya yaitu dengan
pembenaman dalam tanah selama 4 hari kedalaman 40 cm untuk B. alata dan
perendaman dalam air panas 90 0C untuk M. pigra namun tidak untuk A.
gangetica. Gulma yang telah dipatahkan dormansinya kemudian dikecambahkan
47
terlebih dahulu di kertas merang selama 3 hari, setelah itu dipindahkan ke dalam
tray yang tanahnya dialas dengan potongan kain agar memudahkan pada saat
pemindahan bibit ke polibag setelah disemai selama 14 hari (Gambar 14).
Gambar 14. Bibit Asystasia gangetica, Mimosa pigra dan Borreria alata siap
tanam
Persiapan biomassa Cyperus rotundus. C. rotundus yang dipakai adalah
yang telah masuk fase generatif dengan menggunakan seluruh bagian tajuk
maupun umbi. Dosis C. rotundus yang digunakan merujuk pada penelitian
Maulana (2011) yaitu 6 ton/ha mulsa kering. Setelah melakukan percobaan, untuk
mendapatkan 100 g C. rotundus kering diperlukan 200 g C. rotundus segar,
sehingga dosis segar per ha menjadi 12 ton dengan pengaplikasian C. rotundus
baik segar ataupun kering yang dicampur dan dihamparkan di atas permukaan
tanah, kompos dan tepung C. rotundus.
Pembuatan ekstrak dengan konsentrasi 1.0 kg/L, memerlukan 1000 g C.
rotundus (1/3 bagian umbi, 2/3 bagian daun) ditumbuk dengan menambah 1000
ml aquades (1 L) lalu dibiarkan ± 24 jam kemudian diperas dan disaring.
Tepung C. rotundus diperoleh dari C. rotundus yang dioven dengan suhu
40 0C selama 1 minggu kemudian digiling dengan mesin penggiling. C. rotundus
kering diperoleh dengan mengeringanginkan C. rotundus selama satu minggu,
sedangkan kompos C. rotundus diperoleh dengan mengomposkan C. rotundus
selama 45 hari.
Persiapan media tanam. Tanah yang akan digunakan sebagai media
tanam dikeringanginkan, dibersihkan, diayak, lalu dimasukkan kedalam polibag
sebanyak 6 kg tanah perpolibag.
Penanaman dan pemupukan. Penanaman dilakukan saat bibit berumur 14
hari dengan memindahkan bibit dari tray ke polibag yang tidak dilubangi. Untuk
perlakuan pencampuran Cyperus rotundus yang telah dicacah baik segar ataupun
48
dikeringkan, dicampurkan dengan tanah sebelum proses penanaman. Perlakuan
mulsa dan ekstrak C. rotundus diaplikasikan setelah bibit ditanam. Pemberian
pupuk hanya dilakukan untuk kedelai pertama pada saat penanaman dan kedua
saat umur 30 hari, sedangkan untuk gulma tidak dilakukan pemupukan.
Pemeliharaan. Untuk pemeliharaan dan mencegah kekeringan dilakukan
penyiraman dengan menambahkan air sebanyak 400 ml setiap 1 kali 2 hari. Dosis
penyiraman ini telah diukur sebelumnya dengan menghitung kapasitas lapang
sebelum tanam dan menghitung kekurangan air setelah dua hari berikutnya.
Pengamatan. Pengamatan pertumbuhan vegetatif meliputi tinggi tanaman,
jumlah daun, jumlah cabang yang dilakukan setiap minggu dimulai dari 2 MST
(Minggu Setelah Tanam). Pengukuran LAB (laju asimilasi bersih), LTR (laju
tumbuh relatif), indeks luas daun dan perhitungan jumlah bintil akar kedelai yang
diukur pada minggu ke 4, 5, 6 dan 7MST. Bobot basah dan bobot kering seluruh
bagian masing-masing tanaman uji dihitung saat akhir pengamatan.
Hasil dan Pembahasan
Pertumbuhan dan perkembangan A. gangetica
pada perlakuan pemberian C. rotundus
Perlakuan pemberian C. rotundus berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi
Asystasia gangetica dari pengamatan 2 sampai 10 MST kecuali pada pengamatan
6 MST. Pada pengamatan 6 MST pemberian C. rotundus berpengaruh nyata bila
dibandingkan dengan kontrol. Tabel 11 menunjukkan aplikasi C. rotundus kering
yang dibenamkan memiliki tinggi tanaman terbaik dan berbeda nyata bila
dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Aplikasi C. rotundus segar yang
dicampur dengan tanah pada pengamatan 6 MST diketahui menekan tinggi gulma
namun tidak pada minggu berikutnya. Pertambahan tinggi A. gangetica paling
besar baik dengan aplikasi C. rotundus ataupun kontrol terdapat pada pengamatan
5 MST. Pemberian C. rotundus yang dikeringkan dicampur dengan tanah
menghasilkan pertambahan tinggi terbesar yaitu 10.2 cm dan lebih baik
dibandingkan perlakuan lainnya. Pemberian C. rotundus secara keseluruhan
diketahui tidak menekan tinggi Asystasia gangetica bila dibandingkan dengan
kontrol.
49
Tabel 11. Tinggi A. gangetica pada perlakuan pemberian C. rotundus
Perlakuan
Tinggi (cm)
MST
2 3 4 5 6 7 8 10
C0 9.17 13.10 16.80 22.70 27.53 b 33.07 34.83 38.23
C1 8.97 11.90 14.67 19.26 23.83 bc 28.93 30.63 34.00
C2 8.50 12.00 14.80 18.83 21.80 c 30.50 31.33 33.37
C3 9.10 12.60 16.20 23.23 33.46 a 33.50 35.70 38.90
C4 8.40 12.23 14.93 20.26 26.33 bc 31.53 33.13 35.60
C5 9.53 13.03 16.43 21.00 25.13 bc 28.57 30.30 32.67
C6 9.40 13.63 15.00 19.23 24.87 bc 30.10 30.30 34.03
C7 9.17 13.40 15.80 19.07 24.27 bc 29.47 31.13 33.67
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 %
kontrol (Co), ekstrak 1.0 kg/L (C1), segar dibenamkan (C2), kering dibenamkan (C3),
segar dihamparkan (C4), kering dihamparkan (C5), kompos (C6), tepung (C7)
Aplikasi C. rotundus tidak memperlihatkan pengaruh yang nyata
terhadap jumlah daun A. gangetica kecuali pada pengamatan 4 MST. Pada
pengamatan 4 MST, pemberian C. rotundus kering yang dihamparkan di
permukaan tanah memiliki jumlah daun tertinggi (Tabel 12). Perlakuan tanpa
pemberian C. rotundus (kontrol) secara keseluruhan memperlihatkan jumlah daun
yang relatif sama dengan aplikasi C. rotundus pada pengamatan 2 sampai 10
MST. Penelitian membuktikan jumlah daun A. gangetica tidak tertekan dengan
aplikasi C. rotundus.
Tabel 12. Jumlah daun A. gangetica pada perlakuan pemberian C. rotundus
Perlakuan
Jumlah daun
MST
2 3 4 5 6 7 8 10
C0 4.7 13.3 25.7 ab 40.7 82.0 110.0 133.0 147.6
C1 4.7 13.0 25.3 ab 41.7 71.3 98.7 116.3 134.6
C2 4.3 12.0 26.7 ab 44.0 61.3 111.6 117.6 129.3
C3 4.0 12.6 26.7 ab 41.7 70.0 109.6 137.3 158.3
C4 4.0 13.3 26.7 ab 41.7 86.3 114.3 118.0 124.0
C5 4.0 14.0 31.0 a 52.0 84.0 122.6 129.6 134.0
C6 4.7 13.3 21.3 b 41.0 65.6 99.0 121.3 132.0
C7 4.0 12.6 26.7 ab 38.7 61.0 102.3 113.0 127.3
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 %
kontrol (Co), ekstrak 1.0 kg/L (C1), segar dibenamkan (C2), kering dibenamkan (C3),
segar dihamparkan (C4), kering dihamparkan (C5), kompos (C6), tepung (C7)
50
Cabang A. gangetica mulai ditemukan pada pengamatan 3 MST (Tabel
13). Jumlah cabang A. gangetica diketahui terus meningkat dari pengamatan 3
sampai 10 MST, baik pada perlakuan kontrol maupun perlakuan dengan aplikasi
C. rotundus. Aplikasi C. rotundus memperlihatkan pengaruh yang tidak berbeda
nyata kecuali pada pengamatan 4 MST. Pengamatan 4 MST menunjukkan aplikasi
C. rotundus kering yang dihamparkan di permukaan tanah memiliki jumlah
cabang tertinggi, sedangkan aplikasi kompos menekan jumlah cabang gulma dan
berbeda nyata dibandingkan perlakuan lainnya, namun penekanan ini tidak terlihat
pada pengamatan selanjutnya.
Tabel 13. Jumlah cabang A. gangetica pada perlakuan pemberian C. rotundus
Perlakuan
Jumlah cabang
MST
3 4 5 6 7 8 10
C0 2.3 5.0 bc 7.0 10.0 16.3 18.0 20.7
C1 3.0 5.0 bc 6.0 10.7 13.3 16.3 20.3
C2 3.0 5.0 bc 7.0 10.7 15.3 16.3 18.3
C3 2.3 5.0 bc 6.7 9.3 17.7 20.0 22.3
C4 3.3 5.0 bc 6.7 13.7 17.0 17.7 19.0
C5 3.0 6.0 a 7.0 13.0 15.0 16.3 18.3
C6 3.7 4.7 c 6.0 11.3 15.3 16.7 19.0
C7 3.3 5.7 ab 6.7 11.0 15.7 16.7 17.7
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 %
kontrol (Co), ekstrak 1.0 kg/L (C1), segar dibenamkan (C2), kering dibenamkan (C3),
segar dihamparkan (C4), kering dihamparkan (C5), kompos (C6), tepung (C7)
Tabel 13 menunjukkan kenaikan jumlah cabang tertinggi pada perlakuan
tanpa C. rotundus terlihat pada minggu ke 7, dimana terjadi kenaikan jumlah
cabang sebesar 6.3. Perlakuan dengan aplikasi ekstrak C. rotundus konsentrasi 1.0
kg/L dan C. rotundus segar dicampur dengan tanah menyebabkan kenaikan
jumlah cabang tertinggi pada pengamatan 10 MST sebesar 4 cabang. Aplikasi C.
rotundus yang dikeringkan dicampur dengan tanah menghasilkan kenaikan
tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya, dimana kenaikan terjadi pada minggu
ke 7 sebesar 8.3. Aplikasi C. rotundus kering yang dihamparkan di permukaan
tanah serta kompos memiliki jumlah kenaikan cabang tertinggi pada minggu ke 6 ,
51
sedangkan aplikasi tepung menyebabkan pertambahan kenaikan tertinggi pada
pengamatan 7 MST.
Indeks luas daun A. gangetica diketahui terus meningkat mulai dari
pengamatan 4-7 MST. Indeks luas daun tertinggi ditemukan pada perlakuan C.
rotundus yang dikeringkan dan dihamparkan di atas permukaan tanah. Perlakuan
pemberian C. rotundus menghasilkan indeks luas daun yang lebih tinggi
dibandingkan dengan tanpa pemberian C. rotundus (kontrol). Indeks luas daun
tertinggi pada pengamatan 4-5 MST ditemukan dengan aplikasi C. rotundus segar
yang dihamparkan di permukaan tanah, sedangkan pada minggu ke 7 indeks luas
daun terbesar ditemukan pada perlakuan pemberian C. rotundus yang dikeringkan
dan dihamparkan di permukaan tanah. Aplikasi teki diketahui tidak menekan
indeks luas daun A. gangetica (Gambar 15).
Gambar 15. Indeks luas daun A. gangetica pada perlakuan pemberian C. rotundus
Keterangan : kontrol (Co), ekstrak 1.0 kg/L (C1), segar dibenamkan (C2), kering dibenamkan (C3),
segar dihamparkan (C4), kering dihamparkan (C5), kompos (C6), tepung (C7)
Laju asimilasi bersih A. gangetica naik pada 5-6 MST dan kembali turun
pada minggu ke 7 kecuali pada perlakuan C. rotundus segar yang dihamparkan di
permukaan tanah. Perlakuan teki segar yang dihamparkan di permukaan tanah
0
100
200
300
400
500
600
4 5 6 7
Ind
ek
s lu
as
da
un
(mm
2)
Waktu (MST)
Co
C1
C2
C3
C4
C5
C6
C7
52
memiliki laju asimilasi bersih yang terus meningkat dan lebih tinggi dibandingkan
dengan perlakuan lainnya (Gambar 16).
Gambar 16. Laju asimilasi bersih A. gangetica pada perlakuan pemberian C. rotundus
Keterangan : kontrol (Co), ekstrak 1.0 kg/L (C1), segar dibenamkan (C2), kering dibenamkan (C3),
segar dihamparkan (C4), kering dihamparkan (C5), kompos (C6), tepung (C7)
Laju asimilasi bersih erat kaitannya dengan indeks luas daun tanaman.
Gambar 16 menunjukkan peningkatan asimilasi pada 5-6 MST yang terjadi
seiring dengan peningkatan indeks luas daun (Gambar 15). Laju asimilasi bersih
diketahui menurun pada 6-7 MST. Penurunan laju asimilasi bersih ini disebabkan
pada 6-7 MST gulma A. gangetica aktif memperbanyak cabang. Pertambahan
cabang tertinggi ditemukan pada minggu ke 7 (Tabel 13) yang diduga
menyebabkan penurunan laju asimilasi bersih gulma A. gangetica.
Gambar 17 menunjukkan pengamatan 5-6 MST memperlihatkan aplikasi
biomassa C. rotundus menurunkan laju tumbuh relatif kecuali pada perlakuan
kontrol, aplikasi ekstrak dan aplikasi C. rotundus segar yang dihamparkan di
permukaan tanah. Pengamatan pada 6-7 MST memperlihatkan pemberian C.
0.00
0.10
0.20
0.30
0.40
0.50
0.60
0.70
0.80
4-5 MST 5-6 MST 6-7 MST
La
ju a
sim
ila
si b
ersi
h
(g/c
m2/m
ing
gu
)
Co
C1
C2
C3
C4
C5
C6
C7
Waktu
53
rotundus segar dan dikeringkan yang dicampur dengan tanah serta tepung C.
rotundus dapat meningkatkan laju tumbuh relatif dibandingkan perlakuan lainnya.
Gambar 17. Laju tumbuh relatif A. gangetica pada perlakuan pemberian C.
rotundus
Keterangan : kontrol (Co), ekstrak 1.0 kg/L (C1), segar dibenamkan (C2), kering dibenamkan (C3),
segar dihamparkan (C4), kering dihamparkan (C5), kompos (C6), tepung (C7)
Perlakuan penghamparan C. rotundus yang dikeringkan dan kompos
menyebabkan penurunan laju tumbuh relatif dari 4-7 MST (Gambar 17). Laju
pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh laju asimilasi bersih dan indeks luas daun.
Penurunan pertambahan jumlah daun, tinggi dan jumlah cabang menyebabkan
penuruan laju tumbuh relatif gulma A. gangetica. Laju asimilasi bersih yang
tinggi dan indeks luas daun yang optimum akan meningkatkan laju pertumbuhan
tanaman (Gardner et al. 1991).
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
4-5 MST 5-6 MST 6-7 MST
La
ju t
um
bu
h r
ela
tif
(g/m
ing
gu
)
Co
C1
C2
C3
C4
C5
C6
C7
Waktu
54
Tabel 14. Bobot segar dan bobot kering A. gangetica pada perlakuan pemberian
C. rotundus
Perlakuan Bobot segar (g)
Bobot kering (g)
Tajuk Akar Total
Tajuk Akar Total
C0 110.67 37.27 b 147.93
29.07 5.34 34.41
C1 120.67 59.50 ab 180.17
32.16 14.25 46.48
C2 122.67 59.83 ab 182.5
31.41 10.91 41.66
C3 149.67 78.00 a 227.67
33.44 10.91 44.35
C4 196.50 41.67 b 211.17
38.79 10.45 48.24
C5 144.33 71.83 a 216.17
37.61 15.27 51.88
C6 78.37 41.00 b 119.37
23.61 9.51 32.12
C7 124.00 61.67 ab 185.67
33.14 10.82 53.96
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 %
kontrol (Co), ekstrak 1.0 kg/L (C1), segar dibenamkan (C2), kering dibenamkan (C3),
segar dihamparkan (C4), kering dihamparkan (C5), kompos (C6), tepung (C7)
Aplikasi C. rotundus memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata
terhadap bobot segar dan bobot kering A. gangetica kecuali pada pengamatan
bobot segar akar (Tabel 14). Aplikasi biomassa C. rotundus yang dikeringkan dan
dicampur serta di hamparkan di atas permukaan tanah menyebabkan bobot basah
akar tertinggi dan berbeda nyata bila dibandingkan kontrol, namun bila dilihat
secara statistik pelakuan C. rotundus lainnya memberikan notasi yang tidak jauh
berbeda.
Prawiranata et al. (1981) menyatakan bahwa bobot kering tanaman
mencerminkan nutrisi tanaman karena bobot kering tersebut tergantung pada
fotosintesa. Bobot kering tanaman juga merupakan kemampuan tanaman untuk
mengakumulasi bahan kering yang ditumpuk pada bagian atas tanaman. Proses ini
sangat dipengaruhi oleh ketersediaan unsur hara bagi tanaman serta laju
fotosintesis. Nilai bobot kering merupakan komposisi hara dari jaringan tanaman
tanpa mengikutsertakan kandungan airnya dimana mencerminkan standar nutrisi
makanan, karena bobot kering tergantung dari hasil fotosintesis yang terjadi pada
tanaman. Hasil penelitian menujukkan bobot kering gulma tidak mengalami
penurunan dengan adanya aplikasi C. rotundus. Hal ini membuktikan pemberian
C. rotundus tidak berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan dan perkembangan
gulma A. gangetica.
55
Pertumbuhan dan perkembangan M. pigra
pada perlakuan pemberian C. rotundus
Aplikasi biomassa C. rotundus memberikan pengaruh yang tidak berbeda
nyata terhadap tinggi gulma Mimosa pigra kecuali pada pengamatan 4 MST. Pada
pengamatan 4 MST aplikasi teki berpengaruh nyata terhadap tinggi gulma.
Pemberian C. rotundus diketahui dapat meningkatkan tinggi gulma M. pigra
(Tabel 15). Aplikasi C. rotundus yang dikeringkan dan dicampur dengan tanah
memberikan tinggi terbaik dan berbeda nyata bila dibandingkan perlakuan
lainnya. Aplikasi C. rotundus segar yang dicampur dan dihamparkan di atas
permukaan tanah serta aplikasi kompos pada pengamatan 4 MST memberikan
pengaruh yang tidak berbeda nyata bila dibandingkan dengan kontrol.
Tabel 15. Tinggi M. pigra pada perlakuan pemberian C. rotundus
Perlakuan
Tinggi (cm)
MST
2 3 4 5 6 7 8 10
C0 11.20 18.30 25.43 c 28.80 36.80 52.30 61.87 72.90
C1 12.10 20.50 29.03 b 32.80 43.10 58.20 66.23 81.03
C2 9.90 16.00 23.73 c 28.70 41.10 50.70 58.07 77.17
C3 13.80 22.20 34.33 a 37.40 52.60 57.50 60.60 87.17
C4 11.70 20.50 28.63 c 34.50 45.40 66.40 71.57 85.20
C5 11.30 19.70 29.73 b 31.50 43.70 57.00 64.90 82.50
C6 10.80 18.60 27.60 c 33.20 43.20 60.10 71.17 84.53
C7 12.10 19.60 29.63 b 32.00 42.90 55.70 61.50 76.40
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 %
kontrol (Co), ekstrak 1.0 kg/L (C1), segar dibenamkan (C2), kering dibenamkan (C3),
segar dihamparkan (C4), kering dihamparkan (C5), kompos (C6), tepung (C7)
Tabel 15 menunjukkan pemberian C. rotundus ekstrak, segar yang
dihamparkan, kompos dan perlakuan kontrol mempunyai pertambahan tinggi
terbesar pada pengamatan 7 MST, sedangkan perlakuan lain memiliki
pertambahan tinggi terbesar pada pengamatan 10 MST. Aplikasi C. rotundus yang
dikeringkan kemudian dicampur dengan tanah diketahui memiliki pertambahan
tinggi terbaik yaitu 26.6 cm yang ditemukan pada pengamatan 10 MST dan lebih
tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Pengamatan tinggi tanaman ini
56
membuktikan aplikasi biomassa C. rotundus tidak menekan tinggi M. pigra bila
dibandingkan dengan kontrol.
Aplikasi C. rotundus memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata
terhadap jumlah daun M. pigra kecuali pada pengamatan 5 MST (Tabel 16).
Pengamatan 5 MST memperlihatkan pemberian C. rotundus meningkatkan
jumlah daun. Jumlah daun tertinggi ditemukan pada perlakuan pemberian C.
rotundus yang dikeringkan dan dicampurkan dengan tanah. Bila diamati pada
minggu ke 10 jumlah daun terendah pada umumnya terdapat pada kontrol,
sedangkan jumlah daun tertinggi ditemukan pada perlakuan aplikasi C. rotundus
segar yang dihamparkan di permukaan tanah dan pemberian tepung C. rotundus.
Tabel. 16 Jumlah daun Mimosa pigra pada perlakuan pemberian C. rotundus
Perlakuan
Jumlah daun
MST
2 3 4 5 6 7 8 10
C0 7.7 11.7 18.0 23.3 b 42.7 75.0 89.7 112.0
C1 8.7 13.3 20.0 30.3 ab 48.7 71.3 88.3 133.3
C2 6.3 11.3 19.0 26.0 b 49.3 71.0 88.0 121.3
C3 8.3 13.0 19.7 39.0 a 67.0 101.6 114.0 150.7
C4 8.3 13.0 21.0 28.0 b 58.0 90.0 103.3 156.3
C5 6.7 13.3 20.7 31.0 ab 53.0 82.0 101.6 137.7
C6 6.7 11.3 19.7 29.0 b 57.7 87.0 113.0 133.3
C7 8.3 13.7 20.3 24.3 b 58.3 102.6 119.6 156.7
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 %
kontrol (Co), ekstrak 1.0 kg/L (C1), segar dibenamkan (C2), kering dibenamkan (C3),
segar dihamparkan (C4), kering dihamparkan (C5), kompos (C6), tepung (C7)
Pertambahan jumlah daun terbesar dengan perlakuan kontrol dan aplikasi
tepung C. rotundus ditemukan pada pengamatan 7 MST sedangkan perlakuan lain
memiliki pertambahan jumlah daun tertinggi pada pengamatan 10 MST.
Pertambahan jumlah daun terbesar yaitu 53.0 cm ditemukan dengan aplikasi C.
rotundus segar yang dihamparkan di atas permukaan tanah pada pengamatan 10
MST. Hal ini menunjukkan aplikasi teki tidak menekan jumlah daun gulma
Mimosa pigra.
Indeks luas daun M. pigra dengan pemberian C. rotundus diamati pada
umur 4 sampai 7 MST. Hasil pengamatan menunjukkan aplikasi C. rotundus
dapat meningkatkan indeks luas daun M. pigra, bila dibandingkan dengan kontrol.
57
Indeks luas daun semakin meningkat seiring dengan pertambahan umur gulma.
Gambar 18 memperlihatkan perlakuan aplikasi tepung C. rotundus menyebabkan
indeks luas daun tertinggi pada pengamatan 7 MST, sedangkan kontrol memiliki
indeks luas daun terendah bila dibandingkan perlakuan lainnya. Hasil pengamatan
menunjukkan aplikasi C. rotundus tidak menekan indeks luas daun gulma M.
pigra bila dibandingkan dengan tanpa pemberian C. rotundus (kontrol).
Gambar 18. Indeks luas daun M. pigra pada perlakuan pemberian C. rotundus
Keterangan : kontrol (Co), ekstrak 1.0 kg/L (C1), segar dibenamkan (C2), kering dibenamkan (C3),
segar dihamparkan (C4), kering dihamparkan (C5), kompos (C6), tepung (C7)
Laju asimilasi bersih diketahui mengalami penurunan dan kenaikan baik
dengan aplikasi C. rotundus ataupun tanpa aplikasi (kontrol). Pemberian C.
rotundus menekan laju asimilasi bersih gulma M. pigra pada pengamatan 5-6
MST kecuali dengan perlakuan C. rotundus segar yang dicampur dan
dihamparkan di permukaan tanah (Gambar 19). Perlakuan pemberian C. rotundus
segar yang dicampur dan dihamparkan di permukaan tanah dapat meningkatkan
laju asimilasi bersih yang diamati pada 5-6 MST, namun menurun pada 6-7 MST.
Pengamatan 6-7 MST menunjukkan perlakuan tepung C. rotundus memiliki laju
asimilasi bersih tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Perlakuan tanpa
0
10
20
30
40
50
60
70
4 5 6 7
Ind
ek
s lu
as
da
un
(mm
2)
Waktu (MST)
Co
C1
C2
C3
C4
C5
C6
C7
58
aplikasi C. rotundus (kontrol) menunjukkan penurunan laju asimilasi bersih dari
pengamatan 4-7 MST. Penurunan laju asimilasi bersih ini seiring dengan
berkurangnya pertambahan jumlah daun dan pertambahan indeks luas daun
sehingga memicu penuruan laju asimilasi bersih gulma.
Gambar 19. Laju asimilasi bersih M. pigra pada perlakuan pemberian C. rotundus
Keterangan : kontrol (Co), ekstrak 1.0 kg/L (C1), segar dibenamkan (C2), kering dibenamkan (C3),
segar dihamparkan (C4), kering dihamparkan (C5), kompos (C6), tepung (C7)
Aplikasi C. rotundus menyebabkan kenaikan dan penurunan terhadap laju
tumbuh relatif M. pigra. Aplikasi kompos C. rotundus menurunkan laju tumbuh
relatif dari pengamatan 4-7 MST. Pemberian C. rotundus segar dan C. rotundus
yang dikeringkan serta dihamparkan dan pemberian C. rotundus segar yang
dicampur dengan tanah begitupun kontrol memiliki laju tumbuh relatif yang
meningkat pada pengamatan 5-6 MST namun menurun pada pengamatan 6-7
MST. Pengamatan pada Gambar 20 menunjukkan laju tumbuh relatif 6-7 MST
dengan pemberian C. rotundus segar yang dikeringkan kemudian dicampur
dengan tanah serta aplikasi tepung dan ekstrak C. rotundus, dapat meningkatkan
laju tumbuh relatif. Laju tumbuh relatif tertinggi diperoleh dengan aplikasi
0.00
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05
0.06
0.07
0.08
0.09
4-5 MST 5-6 MST 6-7 MST
La
ju a
sim
ila
si b
ersi
h
(g/c
m2/m
ing
gu
)
Co
C1
C2
C3
C4
C5
C6
C7
Waktu
59
tepung C. rotundus pada pengamatan 6-7 MST. Peningkatan laju tumbuh relatif
dengan aplikasi tepung C. rotundus sejalan dengan peningkatan jumlah daun M.
pigra (Tabel 16). Penurunan laju tumbuh relatif pada perlakuan lainnya, diduga
disebabkan karena pertambahan jumlah daun dan tinggi tanaman yang semakin
menurun. Pengamatan 5-7 MST menunjukkan pertambahan pertumbuhan
vegetatif semakin lambat sehingga laju tumbuh relatif menurun.
Gambar 20. Laju tumbuh relatif M. pigra pada perlakuan pemberian C. rotundus
Keterangan : kontrol (Co), ekstrak 1.0 kg/L (C1), segar dibenamkan (C2), kering dibenamkan (C3),
segar dihamparkan (C4), kering dihamparkan (C5), kompos (C6), tepung (C7)
Aplikasi C. rotundus pada Tabel 17 diketahui memberikan pengaruh yang
tidak berbeda nyata terhadap bobot segar dan bobot kering M. pigra. Perlakuan
pemberian C. rotundus dan kontrol menghasilkan pengaruh yang sama dan tidak
menekan bobot segar maupun bobot kering M. pigra. Aplikasi C. rotundus segar
menyebabkan bobot segar tajuk, bobot segar akar, bobot segar total dan bobot
kering akar tertinggi, sedangkan aplikasi kompos memiliki bobot kering tajuk dan
bobot kering total yang lebih baik bila dibandingkan dengan kontrol.
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
1.40
1.60
1.80
2.00
4-5 MST 5-6 MST 6-7 MST
La
ju t
um
bu
h r
ela
tif
(g/m
ing
gu
) Co
C1
C2
C3
C4
C5
C6
C7
Waktu
60
Tabel 17. Bobot segar dan bobot kering M. pigra pada perlakuan pemberian C.
rotundus
Perlakuan
Bobot segar (g) Bobot kering (g)
Tajuk Akar Total Tajuk Akar Total
C0 23.00 6.33 29.33 10.59 2.47 10.53 C1 22.67 4.00 26.67 8.29 1.84 8.28
C2 14.67 3.00 17.67 8.11 1.40 8.11
C3 31.50 6.50 38.00 13.97 2.76 13.97
C4 34.67 8.83 44.50 13.04 3.38 13.04
C5 19.67 5.17 24.83 8.71 3.01 8.71
C6 25.83 5.00 30.83 15.86 3.02 15.86
C7 33.00 7.17 40.67 15.58 2.43 15.58 Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 %
kontrol (Co), ekstrak 1.0 kg/L (C1), segar dibenamkan (C2), kering dibenamkan (C3),
segar dihamparkan (C4), kering dihamparkan (C5), kompos (C6), tepung (C7)
Hasil penelitian menunjukkan pemberian C. rotundus tidak berpengaruh
negatif terhadap bobot kering gulma M. pigra. Bobot kering tanaman dapat
mencerminkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Salisbury & Ross
1985). Penelitian membuktikan pemberian C. rotundus tidak menekan
pertumbuhan dan perkembangan gulma M. pigra.
Pertumbuhan dan perkembangan B. alata
pada perlakuan pemberian C. rotundus
Aplikasi C. rotundus diketahui memberikan pengaruh yang berbeda nyata
kecuali pada pengamatan 2–4 MST terhadap tinggi gulma B. alata (Tabel 18).
Pada pengamatan 5 MST, aplikasi ekstrak C. rotundus dan tepung, memberikan
penekanan terhadap tinggi B. alata dan berbeda nyata bila dibandingkan dengan
kontrol. Pengamatan 6-10 MST memperlihatkan pemberian ekstrak C. rotundus
konsentrasi 1.0 kg/L memiliki tinggi yang yang lebih rendah dibandingkan
perlakuan lainnya, namun bila dilihat secara statistik dari minggu ke 7 aplikasi
ekstrak tidak berbeda nyata bila dibandingkan dengan kontrol.
Tabel 18 menunjukkan pemberian C. rotundus segar yang dihamparkan di
atas permukaan tanah pada pengamatan 5-10 MST berpengaruh nyata
meningkatkan tinggi gulma dan berbeda nyata bila dibanding kontrol.
Pertambahan tinggi tanaman terbaik untuk setiap perlakuan terdapat pada
61
pengamatan 7 MST kecuali dengan pemberian C. rotundus yang dikeringkan
dicampur tanah dan aplikasi tepung C. rotundus. Aplikasi C. rotundus yang
dikeringkan dicampur tanah dan aplikasi tepung C. rotundus menghasilkan
pertambahan tinggi pada pengamatan 6 dan 10 MST. Pertambahan tinggi terbesar
yaitu 19.3 cm ditemukan pada pengamatan 7 MST dengan aplikasi C. rotundus
segar yang dihamparkan di atas permukaan tanah.
Tabel 18. Tinggi B. alata pada perlakuan pemberian C. rotundus
Perlakuan
Tinggi (cm)
MST
2
3
4
5
C0 6.77
12.27
15.57
17.33 bc C1 7.33
9.57
11.97
16.33 c
C2 7.30
13.13
13.90
19.57 abc C3 6.77
11.77
14.73
18.00 bc
C4 9.83
13.23
15.13
23.23 a
C5 7.17
11.60
15.57
21.73 ab C6 9.83
14.37
16.87
20.40 abc
C7 7.73
13.57
15.10
16.50 c
Perlakuan 6
7
8
10
C0 23.97 dc 32.67 c 37.80 c 43.30 c
C1 22.23 d 29.47 c 33.53 c 42.83 c C2 28.43 bcd 41.37 bc 47.43 bc 60.00 abc
C3 27.73 dc 29.83 c 37.57 c 46.53 bc
C4 38.90 a 58.17 a 66.43 a 74.83 a
C5 31.93 abc 48.10 ab 57.43 ab 73.40 a C6 36.30 ab 52.43 ab 61.30 ab 75.70 a C7 28.27 bcd 40.20 ab 49.93 abc 63.30 a
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 %
kontrol (Co), ekstrak 1.0 kg/L (C1), segar dibenamkan (C2), kering dibenamkan (C3),
segar dihamparkan (C4), kering dihamparkan (C5), kompos (C6), tepung (C7)
Tabel 19 menunjukkan aplikasi C. rotundus memberikan pengaruh yang
berbeda nyata terhadap jumlah daun B. alata kecuali pada pengamatan 2 dan 3
MST. Pemberian ekstrak C. rotundus, penghamparan dan pencampuran C.
rotundus yang dikeringkan, memberikan pengaruh yang tidak nyata dibandingkan
kontrol pada pengamatan 5, 6 dan 8 MST.
62
Tabel 19. Jumlah daun B. alata pada perlakuan pemberian C. rotundus
Perlakuan
Jumlah daun
MST
2
3
4
5
C0 3.3
6.0
6.7 bc 10.7 c C1 3.3
5.3
6.0 c 10.0 c
C2 3.3
5.3
10.3 abc 20.0 c
C3 2.7
5.3
6.7 bc 12.0 c C4 4.0
5.3
12.7 a 28.3 a
C5 3.3
6.0
8.7 abc 14.3 bc C6 4.0
6.0
11.0 ab 23.7 ab
C7 4.0
5.3
6.3 bc 15.7 bc
Perlakuan 6
7
8
10
C0 16.0 c 28.0 bc 43.3 b 67.3 bc C1 14.7 c 18.3 c 28.7 b 34.0 c
C2 52.6 ab 81.3 a 102.0 a 199.7 a C3 19.7 c 31.7 bc 41.7 b 54.7b bc C4 67.0 a 101.3 a 147.0 a 259.0 a
C5 35.7 bc 66.7 ab 107.7 a 153.0 ab C6 54.3 ab 74.0 ab 112.0 a 181.3 a
C7 41.3 abc 66.3 ab 110.3 a 179.3 a Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 %
kontrol (Co), ekstrak 1.0 kg/L (C1), segar dibenamkan (C2), kering dibenamkan (C3),
segar dihamparkan (C4), kering dihamparkan (C5), kompos (C6), tepung (C7)
Aplikasi C. rotundus segar yang dihamparkan di permukaan tanah
meningkatkan jumlah daun B. alata dan berbeda nyata dengan kontrol pada
pengamatan 4-10 MST. Hal ini diduga karena penggunaan C. rotundus yang
dihamparkan sebagai mulsa di atas permukaan tanah dapat mempengaruhi bahan
organik tanah. Pertambahan tinggi tanaman terbesar untuk masing-masing
perlakuan ditemukan pada pengamatan 10 MST kecuali perlakuan aplikasi ekstrak
dan C. rotundus yang dikeringkan kemudian dicampur tanah, yang memiliki
pertambahan tinggi terbesar pada 8 dan 7 MST. Aplikasi C. rotundus segar yang
dihamparkan di permukaan tanah menghasilkan pertambahan tinggi terbaik yaitu
112 cm pada pengamatan 10 MST. Kurniadie (2010) menyatakan bahwa
penggunaan mulsa dari bahan organik dapat menambah bahan organik tanah,
memperbaiki struktur tanah, mengurangi hilangnya nitrat karena leaching,
sehingga nitrat tetap berada pada daerah perakaran dan mengurangi erosi air.
Keadaan tanah yang baik ini dapat menyokong pertumbuhan tanaman diatasnya.
63
Pengukuran jumlah cabang B. alata dimulai pada umur gulma 5 MST.
Pemberian C. rotundus diketahui berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang B.
alata kecuali aplikasi ekstrak dan C. rotundus kering yang dicampur tanah (Tabel
20). Pengamatan menunjukkan pemberian ekstrak C. rotundus pada pengamatan 5
dan 10 MST begitupun aplikasi C. rotundus yang dikeringkan dan dicampur
tanah memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata bila dibandingkan dengan
kontrol.
Tabel. 20 Jumlah cabang B. alata pada perlakuan pemberian C. rotundus
Perlakuan
Jumlah cabang
MST
5 6 7 8 10
C0 0.0 c 0.3 ef 4.3 dc 6.3 bc 8.7 c
C1 0.0 c 0.0 cd 0.3 d 1.0 c 2.3 c
C2 3.3 ab 9.0 a 16.0 ab 21.3 a 28.3 ab
C3 1.7 bc 2.7 de 4.0 dc 4.7 c 6.7 c
C4 4.7 a 7.3 ab 18.7 a 23.7 a 35.0 a
C5 2.3 b 4.3 cd 9.7 bc 14.3 ab 21.0 b
C6 3.3 ab 7.0 ab 13.3 ab 17.3 a 26.7 ab
C7 3.3 ab 5.7 bc 9.7 bc 14.3 ab 24.3 ab
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 %
kontrol (Co), ekstrak 1.0 kg/L (C1), segar dibenamkan (C2), kering dibenamkan (C3),
segar dihamparkan (C4), kering dihamparkan (C5), kompos (C6), tepung (C7)
Tabel 20 menunjukkan pada pengamatan 7 MST memperlihatkan
pemberian ekstrak C. rotundus menekan jumlah cabang gulma B. alata namun
secara statistik diketahui mempunyai notasi yang tidak jauh berbeda dengan
kontrol. C. rotundus segar yang dihamparkan di permukaan tanah menghasilkan
peningkatan terhadap jumlah cabang B. alata dan berbeda nyata dengan kontrol.
Pertambahan jumlah cabang tertinggi ditemukan pada pengamatan 10 MST
kecuali perlakuan kontrol dengan pertambahan cabang terbesar pada pengamatan
7 MST. Pertambahan cabang terbaik dari seluruh perlakuan dengan nilai 11.3
ditemukan dengan pemberian C. rotundus segar yang dihamparkan di permukaan
tanah.
Indeks luas daun mengalami peningkatan seiring dengan pertambahan
umur gulma (Gambar 21). Aplikasi C. rotundus segar yang dihamparkan di
permukaan tanah memiliki pertambahan indeks luas daun tertinggi pada minggu
ke 7 sebesar 153.43 mm2 dan meningkat 161.65 mm2 bila dibandingkan kontrol.
64
Gambar 21 menunjukkan perlakuan pemberian C. rotundus memiliki indeks luas
daun yang tinggi dibandingkan dengan kontrol kecuali pada perlakuan aplikasi
ekstrak C. rotundus. Pengamatan 4-6 MST memperlihatkan indeks luas daun
terendah dibandingkan perlakuan lainnya. Pengukuran indeks luas daun pada
minggu ke 7 menunjukkan perlakuan tanpa pemberian C. rotundus (kontrol)
memiliki indeks luas daun terendah dibandingkan perlakuan lainnya.
Gambar 21. Indeks luas daun B. alata pada perlakuan pemberian C. rotundus
Keterangan : kontrol (Co), ekstrak 1.0 kg/L (C1), segar dibenamkan (C2), kering dibenamkan (C3),
segar dihamparkan (C4), kering dihamparkan (C5), kompos (C6), tepung (C7)
Laju asimilasi bersih yang mengalami penurunan baik akibat aplikasi C.
rotundus ataupun kontrol pada pengamatan 5-6 MST kecuali pada perlakuan
kompos C. rotundus. Pemberian kompos C. rotundus meningkatkan laju asimilasi
bersih pada pengamatan 5-6 MST namun menurun pada pengamatan 6-7 MST
(Gambar 22). Aplikasi ekstrak C. rotundus diketahui menyebakan laju asimilasi
terendah pada pengamatan 5-6 MST. Perlakuan pemberian C. rotundus yang
dikeringkan dicampur dengan tanah memiliki laju asimilasi bersih terendah
0
50
100
150
200
250
4 5 6 7
Ind
ek
s lu
as
da
un
(mm
2)
Waktu (MST)
Co
C1
C2
C3
C4
C5
C6
C7
65
sedangkan pemberian C. rotundus segar yang dihamparkan di permukaan tanah
menghasilkan laju asimilasi tertinggi pada pengamatan 6-7 MST dibandingkan
perlakuan lainnya.
Gambar 22. Laju asimilasi bersih B. alata pada perlakuan pemberian C. rotundus
Keterangan : kontrol (Co), ekstrak 1.0 kg/L (C1), segar dibenamkan (C2), kering dibenamkan (C3),
segar dihamparkan (C4), kering dihamparkan (C5), kompos (C6), tepung (C7)
Pengamatan laju tumbuh relatif memperlihatkan kenaikan dan penurunan
dari minggu ke minggu (Gambar 23). Pada pengamatan 5-6 MST laju tumbuh
relatif mengalami penurunan pada seluruh perlakuan kecuali dengan pemberian
kompos C. rotundus. Aplikasi kompos C. rotundus meningkatkan laju tumbuh
relatif pada pengamatan 5-6 MST namun turun pada 6-7 MST. Perlakuan kontrol
menyebabkan laju tumbuh relatif yang terus menurun dari awal pengamatan. Laju
tumbuh relatif terendah ditemukan pada pengamatan 5-6 MST dengan perlakuan
pemberian ekstrak C. rotundus namun meningkat dan memiliki nilai tertinggi
pada pengamatan 6-7 MST. Penurunan laju asimilasi bersih seiring dengan
penurunan pertambahan indeks luas daun (Gambar 21).
0.00
0.05
0.10
0.15
0.20
0.25
4-5 MST 5-6 MST 6-7 MST
La
ju a
sim
ila
si b
ersi
h
(g/c
m2
/min
gg
u)
Co
C1
C2
C3
C4
C5
C6
C7
Waktu
66
Gambar 23. Laju tumbuh relatif B. alata pada perlakuan pemberian C. rotundus
Keterangan : kontrol (Co), ekstrak 1.0 kg/L (C1), segar dibenamkan (C2), kering dibenamkan (C3),
segar dihamparkan (C4), kering dihamparkan (C5), kompos (C6), tepung (C7)
Hasil pengamatan menunjukkan aplikasi C. rotundus memberikan
pengaruh yang berbeda nyata terhadap bobot segar dan bobot kering B. alata
kecuali untuk pengukuran bobot segar dan bobot kering akar (Tabel 21). Aplikasi
C. rotundus ataupun kontrol tidak berbeda nyata terhadap bobot segar dan bobot
kering akar. Perlakuan pemberian C. rotundus segar yang dihamparkan di
permukaan tanah secara nyata meningkatkan bobot segar dan bobot kering tajuk
serta meningkatkan bobot segar total dan bobot kering total B. alata. Aplikasi
ekstrak C. rotundus konsentrasi 1.0 kg/L memiliki bobot segar dan bobot kering
terendah namun memiliki notasi yang tidak berbeda bila dibandingkan kontrol.
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
4-5 MST 5-6 MST 6-7 MST
La
ju t
um
bu
h r
ela
tif
(g/m
ing
gu
) Co
C1
C2
C3
C4
C5
C6
C7
Waktu
67
Tabel 21. Bobot segar dan bobot kering B. alata pada perlakuan pemberian C.
rotundus
Perlakuan Bobot segar (g)
Bobot kering (g)
Tajuk Akar Total
Tajuk Akar Total
C0 38.2 de 2.0 40.2 ed 12.1 ed 0.21 12.3 dc
C1 13.0 e 1.3 14.3 e 6.6 e 0.24 6.8 c
C2 100.0 abc 5.2 105.2 abc 21.0 b 1.07 22.1 ab
C3 47.8 cd 2.2 49.9 cde 13.8 cd 0.95 14.8 bc
C4 151.5 a 4.8 159.3 a 27.8 a 1.33 29.2 a
C5 82.3 bcd 2.7 85.0 bcd 17.8 bcd 0.75 18.6 bc
C6 116.0 ab 3.3 119.3 ab 21.4 b 0.88 22.3 ab
C7 112.5 ab 4.3 116.8 ab 20.5 bc 0.73 21.2 b Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 %
kontrol (Co), ekstrak 1.0 kg/L (C1), segar dibenamkan (C2), kering dibenamkan (C3),
segar dihamparkan (C4), kering dihamparkan (C5), kompos (C6), tepung (C7)
Pertumbuhan dan perkembangan kedelai
pada perlakuan pemberian C. rotundus
Aplikasi C. rotundus memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata
terhadap tinggi tanaman kedelai kecuali pada pengamatan 2, 3 dan 5 MST (Tabel
22). Pengamatan 4 MST menunjukkan pemberian ekstrak C. rotundus,
penghamparan C. rotundus segar dicampur tanah, aplikasi kompos dan tepung
memberikan penekanan terhadap tinggi tanaman dan berbeda nyata bila
dibandingkan perlakuan lain, namun pada 5 MST seluruh perlakuan memberikan
pengaruh yang tidak berbeda nyata.
Aplikasi C. rotundus secara keseluruhan dilihat dari uji statistik memiliki
notasi yang tidak jauh berbeda bila dibandingkan dengan kontrol, kecuali pada
pengamatan 7-10 MST. Pada pengamatan 7-10 MST diketahui pemberian C.
rotundus yang dikeringkan dicampur dan dihamparkan di permukaan tanah
menyebabkan peningkatan terhadap tinggi kedelai dan berbeda nyata bila
dibandingkan kontrol. Aplikasi tepung pada pengamatan 10 MST memperlihatkan
penekanan terhadap tinggi kedelai, berbeda nyata dibandingkan kontrol dan
perlakuan aplikasi C. rotundus lainnya.
68
Tabel 22. Tinggi kedelai pada perlakuan pemberian C. rotundus
Perlakuan
Tinggi (cm)
MST
2
3
4
5
C0 36.23
66.33
92.00 ab 111.60
C1 34.93
74.13
79.57 b 130.33
C2 34.57
58.00
84.47 b 128.03
C3 38.00
67.37
108.50 a 160.57
C4 37.67
67.67
110.60 a 135.57
C5 31.50
58.10
93.57 ab 135.40
C6 32.27
70.83
79.40 b 129.20
C7 34.50
65.33
73.02 b 116.67
Perlakuan 6
7
8
10
C0 142.40 ab 169.53 bc 198.57 cd 206.00 c C1 164.93 b 190.85 b 222.57 bc 224.17 bc
C2 156.70 ab 205.77 ab 222.00 bc 227.30 bc C3 165.00 ab 204.27 ab 235.37 ab 239.77 ab C4 184.27 a 232.30 a 252.20 a 255.23 a
C5 172.93 ab 188.97 b 209.67 c 213.27 c C6 152.20 ab 180.23 bc 210.73 bc 215.80 c
C7 128.53 b 145.60 c 177.73 d 182.43 d Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 %
kontrol (Co), ekstrak 1.0 kg/L (C1), segar dibenamkan (C2), kering dibenamkan (C3),
segar dihamparkan (C4), kering dihamparkan (C5), kompos (C6), tepung (C7)
Peningkatan tinggi tanaman terbesar pada Tabel 22 ditemukan pada
pengamatan 5 MST kecuali dengan perlakuan kontrol, penghamparan dan
pencampuran C. rotundus segar dengan tanah. Perlakuan kontrol dan
penghamparan serta pencampuran C. rotundus segar diketahui memiliki
pertambahan tinggi terbesar pada pengamatan 6 dan 7 MST. Pertambahan tinggi
terbaik sebesar 50.8 cm diperoleh dengan perlakuan aplikasi ekstrak pada
pengamatan 5 MST.
Aplikasi C. rotundus memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap
jumlah daun kedelai kecuali pada pengamatan 3, 5, 6 dan 7 MST (Tabel 23).
Pengamatan 2 dan 4 MST dengan perlakuan pemberian C. rotundus memiliki
jumlah daun yang lebih rendah dan berbeda nyata bila dibandingkan kontrol.
Pengamatan seiring dengan pertambahan umur kedelai membuktikan aplikasi C.
rotundus diketahui memiliki pengaruh yang tidak berbeda nyata bila
dibandingkan kontrol. Diduga aplikasi C. rotundus di awal pengamatan
mempengaruhi pertumbuhan kedelai sehingga terjadi penekanan terhadap jumlah
69
daun. Pengamatan 5-10 MST menunjukkan bahwa kedelai telah beradaptasi
dengan pemberian C. rotundus. Terbukti seiring pertambahan umur kedelai
aplikasi C. rotundus ini tidak lagi menekan pertumbuhannya. Pemberian C.
rotundus segar yang dihamparkan di atas permukaan tanah diketahui memiliki
jumlah daun terbaik dan berbeda nyata bila dibandingkan dengan perlakuan lain
pada pengamatan 8-10 MST.
Tabel 23. Jumlah daun kedelai pada perlakuan pemberian C. rotundus
Perlakuan
Jumlah daun
MST
2
3 4
5
C0 3.0 a 4.7 8.0 a 8.7 C1 2.0 b 4.0 6.3 c 9.7 C2 2.7 ab 4.3 7.0 bc 11.0 C3 2.7 ab 4.7 7.0 bc 10.7 C4 2.7 ab 4.3 7.7 ab 11.0 C5 2.3 ab 4.0 6.7 c 10.3 C6 2.3 ab 4.0 7.0 bc 10.0 C7 2.0 b 4.0 6.3 c 9.0
Perlakuan 6
8 10
C0 11.0
11.3 12.3 c 12.7 c C1 11.7
12.3 12.3 c 12.3 c
C2 13.7
16.3 17.3 abc 17.3 abc C3 11.7
16.3 17.0 abc 17.0 abc
C4 15.0
19.3 20.3 a 20.3 a C5 14.3
16.7 18.3 ab 18.3 ab
C6 13.3
15.3 16.0 abc 16.3 abc
C7 10.7 13.0 13.7 bc 13.7 bc Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 %
kontrol (Co), ekstrak 1.0 kg/L (C1), segar dibenamkan (C2), kering dibenamkan (C3),
segar dihamparkan (C4), kering dihamparkan (C5), kompos (C6), tepung (C7)
Tabel 23 menunjukkan perlakuan kontrol mengahasilkan pertambahan
jumlah daun terbesar pada pengamatan 4 MST. Pemberian ekstrak C. rotundus,
pencampuran dengan tanah dan aplikasi kompos memiliki pertambahan jumlah
daun terbesar pada pengamatan 5 MST sedangkan perlakuan lain mempunyai
pertambahan jumlah daun terbesar pada pengamatan 7 MST. Aplikasi C. rotundus
yang dikeringkan dan dicampur tanah memiliki pertambahan jumlah daun terbaik
yaitu 4.7 pada pengamatan 7 MST.
70
Pengamatan jumlah cabang kedelai dimulai pada umur 5 MST. Tabel 24
menunjukkan aplikasi C. rotundus memberikan pengaruh yang tidak berbeda
nyata kecuali pada pengamatan 7 dan 8 MST terhadap jumlah cabang kedelai.
Aplikasi C. rotundus diketahui meningkatkan jumlah cabang kedelai dan berbeda
nyata bila dibandingkan dengan kontrol, kecuali pada perlakuan aplikasi ekstrak
C. rotundus. Aplikasi ekstrak C. rotundus memiliki pengaruh yang tidak berbeda
nyata bila dibandingkan dengan kontrol pada pengamatan 7 dan 8 MST.
Pengamatan 10 MST memperlihatkan seluruh perlakuan tidak memberikan
pengaruh yang berbeda nyata terhadap jumlah cabang kedelai. Pertambahan
jumlah cabang terbesar pada pengamatan ini terdapat pada 7 MST. Pengamatan 7
MST menunjukkan seluruh perlakuan baik kontrol ataupun dengan pemberian
biomassa C. rotundus memiliki kecepatan pertambahan jumlah cabang yang sama.
Tabel. 24 Jumlah cabang kedelai pada perlakuan pemberian C. rotundus
Perlakuan
Jumlah cabang
MST
5 6 7 8 10
C0 1.0 1.0 1.7 b 1.7 bc 2.3
C1 1.0 1.0 1.3 b 1.3 c 2.0
C2 1.0 1.7 2.7 a 2.7 ab 3.0
C3 1.0 1.3 2.7 a 2.7 ab 3.0
C4 1.0 1.3 2.7 a 3.3 a 3.3
C5 1.3 2.0 2.7 a 3.3 a 3.3
C6 1.0 1.3 2.0 ab 3.3 a 3.7
C7 1.3 1.3 2.0 ab 2.7 ab 2.7
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 %
kontrol (Co), ekstrak 1.0 kg/L (C1), segar dibenamkan (C2), kering dibenamkan (C3),
segar dihamparkan (C4), kering dihamparkan (C5), kompos (C6), tepung (C7)
Indeks luas daun terus meningkat seiring pertambahan umur kedelai
(Gambar 24). Perlakuan pemberian tepung diketahui memiliki nilai indeks luas
daun terendah pada pengamatan 4-6 MST. Aplikasi ekstrak diketahui
menyebabkan indeks luas daun terendah pada pengamatan 7 MST. Indeks luas
daun tertinggi diperoleh dengan aplikasi C. rotundus segar yang dihamparkan
dipermukaan tanah. Aplikasi C. rotundus segar sebagai mulsa diketahui
meningkatkan 124.11 mm2 luas daun kedelai bila dibandingkan dengan perlakuan
71
tanpa pemberian C. rotundus (kontrol). Hamdani (2009) menyatakan bahwa mulsa
dapat menjaga kestabilan agregat dan kimia tanah sehingga menciptakan
lingkungan tumbuh yang baik dan menyokong pertumbuhan dan perkembangan
tanaman.
Gambar 24. Indeks luas daun kedelai pada perlakuan pemberian C. rotundus
Keterangan : kontrol (Co), ekstrak 1.0 kg/L (C1), segar dibenamkan (C2), kering dibenamkan (C3),
segar dihamparkan (C4), kering dihamparkan (C5), kompos (C6), tepung (C7)
Laju asimilasi bersih tanaman kedelai meningkat pada pengamatan 5-6
MST namun turun pada pengamatan 6-7 MST. C. rotundus segar dan yang
dikeringkan kemudian dihamparkan di permukaan tanah serta kompos diketahui
menurunkan laju asimilasi bersih pada pengamatan 5-6 MST namun meningkat
pada pengamatan 6-7 MST. Penurunan laju asimilasi bersih pada pengamatan 6-7
MST terjadi seiring dengan pertambahan jumlah cabang kedelai (Tabel 24).
Diduga hasil asimilasi digunakan tanaman untuk memperbanyak cabang dan
menyebabkan laju asimilasi bersih menjadi berkurang. Penurunan pertumbuhan
pada pengamatan 5-7 MST ini diduga karena dekomposisi bahan yang diberikan
sehingga menekan pertumbuhan.
0
50
100
150
200
250
300
350
4 5 6 7
Ind
ek
s lu
as
da
un
(mm
2)
Waktu (MST)
Co
C1
C2
C3
C4
C5
C6
C7
72
Gambar 25. Laju asimilasi bersih kedelai pada perlakuan pemberian C. rotundus
Keterangan : kontrol (Co), ekstrak 1.0 kg/L (C1), segar dibenamkan (C2), kering dibenamkan (C3),
segar dihamparkan (C4), kering dihamparkan (C5), kompos (C6), tepung (C7)
Laju tumbuh relatif (LTR) merupakan peubah peningkatan bobot bahan
kering setiap unit bahan kering dalam suatu rentang waktu tertentu. Hasil
penelitian menunjukan terjadi peningkatan laju tumbuh relatif dari 5-6 MST baik
dengan aplikasi C. rotundus maupun kontrol. Gambar 26 menunjukkan perlakuan
pemberian C. rotundus dan kontrol menurunkan laju tumbuh relatif yang diamati
pada 6-7 MST. Penurunan yang terjadi pada pengamatan 6-7 MST seiring dengan
pertumbuhan daun yang rendah pada 6-7 MST (Tabel 23) sehingga menurunkan
laju tumbuh relatif tanaman kedelai. Perlakuan pemberian C. rotundus yang
dikeringkan dan dihamparkan di permukaan tanah diketahui memiliki laju tumbuh
relatif yang tinggi dibandingkan perlakuan lain.
0.00
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05
0.06
0.07
0.08
4-5 MST 5-6 MST 6-7 MST
La
ju a
sim
ila
si b
ersi
h
(g/c
m2
/min
gg
u) Co
C1
C2
C3
C4
C5
C6
C7
Waktu
73
Gambar 26. Laju tumbuh relatif kedelai pada perlakuan pemberian C. rotundus
Keterangan : kontrol (Co), ekstrak 1.0 kg/L (C1), segar dibenamkan (C2), kering dibenamkan (C3),
segar dihamparkan (C4), kering dihamparkan (C5), kompos (C6), tepung (C7)
Gambar 27 menunjukkan aplikasi kompos C. rotundus dapat
meningkatkan jumlah bintil akar kedelai bila dibandingkan perlakuan lainnya.
Perlakuan kontrol diketahui memiliki jumlah bintil terendah pada pengamatan 6
dan 7 MST. Hasil penelitian membuktikan aplikasi C. rotundus tidak berpengaruh
negatif terhadap pembentukan bintil akar tanaman kedelai.
Bintil akar merupakan salah satu organ penting pada kedelai yang
berhubungan dengan ketersediaan N bagi tanaman. Nitrogen tergolong unsur hara
esensial bagi pertumbuhan tanaman, namun ketersedian unsur ini relatif cukup
terbatas. Pada tanaman yang tergolong Leguminosae seperti kedelai mampu
memanfaatkan unsur Nitrogen (N2) atmosfer melalui proses simbiosis mutualistik
dengan bakteri Rhizobium spp. Dalam proses ini bakteri memperoleh sumber
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
4-5 MST 5-6 MST 6-7 MST
La
ju t
um
bu
h r
ela
tif
(g/m
ing
gu
)
Co
C1
C2
C3
C4
C5
C6
C7
Waktu
74
energi berupa karbohidrat dari tanaman, sebaliknya tanaman memperoleh
Nitrogen dari hasil fiksasi Nitrogen (N2) oleh bakteri dalam bakteroid bintil akar
(Zuchri 2007). Pemberian kompos pada penelitian ini diketahui meningkatkan
jumlah bintil kedelai. Menurut Kurniawan (2008) salah satu manfaat kompos
adalah mampu memperbaiki struktur tanah dan memberikan nutrisi bagi
pertumbuhan tanaman.
Gambar. 27 Jumlah bintil akar kedelai pada perlakuan pemberian C. rotundus
Keterangan : kontrol (Co), ekstrak 1.0 kg/L (C1), segar dibenamkan (C2), kering dibenamkan (C3),
segar dihamparkan (C4), kering dihamparkan (C5), kompos (C6), tepung (C7)
Perlakuan pemberian C. rotundus memberikan pengaruh yang berbeda
nyata terhadap bobot segar dan bobot kering kedelai kecuali pada pengamatan
bobot segar akar (Tabel 25). Pengamatan bobot segar akar menunjukkan seluruh
perlakuan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata. Perlakuan kontrol
memiliki bobot segar tajuk, bobot segar total, bobot kering tajuk serta bobot
kering total yang lebih rendah dan berbeda nyata bila dibandingkan perlakuan
lainnya. Aplikasi C. rotundus segar yang dihamparkan di permukaan tanah
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
4 5 6 7
jum
lah
bin
til a
ka
r(b
ua
h)
Waktu (MST)
Co
C1
C2
C3
C4
C5
C6
C7
75
diketahui mempunyai nilai bobot basah dan bobot kering terbaik dan berbeda
nyata bila dibandingkan dengan kontrol.
Tabel 25. Bobot basah dan bobot kering kedelai pada perlakuan pemberian C. rotundus
Perlakuan Bobot segar (g)
Bobot kering (g)
Tajuk Akar Total
Tajuk Akar Total
C0 57.8 c 11.5 69.3 c 16.7 d 2.5 bc 19.2 d
C1 98.8 ab 12.0 110.8 abc 28.5 bc 2.3 c 30.7 bc
C2 112.2 ab 26.3 138.5 a 31.7 ab 5.4 ab 37.2 ab
C3 85.8 abc 11.3 97.2 abc 23.1 cd 2.6 bc 25.7 cd
C4 115.2 a 21.0 136.7 a 36.2 a 3.4 bc 39.6 a
C5 94.8 ab 35.0 129.8 ab 23.7 cd 7.4 a 30.6 bc
C6 88.5 abc 23.6 112.2 ab 21.6 cd 4.1 bc 25.7 cd
C7 77.3 bc 13.3 90.1 bc 21.1 dc 2.5 bc 23.6 d Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5 %
kontrol (Co), ekstrak 1.0 kg/L (C1), segar dibenamkan (C2), kering dibenamkan (C3),
segar dihamparkan (C4), kering dihamparkan (C5), kompos (C6), tepung (C7)
Bobot basah dan bobot kering tanaman erat kaitannya dengan kemampuan
akar dalam menyerap air dan unsur hara. Menurut Salisbury dan Ross (1985),
penyerapan unsur diperlukan untuk melangsungkan proses fotosintesis pada daun.
Bobot kering adalah pencerminan dari nutrisi atau jumlah asimilat dari tanaman
itu, dimana bobot kering sangat tergantung pada fotosintesis dan proses
fotosintesis ini sangat dipengaruhi oleh ketersediaan air bagi tanaman. Bobot
kering yang tinggi dapat mencerminkan pertumbuhan tanaman yang baik. Hal ini
membuktikan aplikasi C. rotundus tidak mempengaruhi pertumbuhan kedelai.
Penelitian Robi Saputra (2012) menunjukkan aplikasi C. rotundus segar
sebagai mulsa meningkatkan 37% produksi bobot polong yaitu 2104 g/4m2.
Pengamatan tinggi tanaman, jumlah daun, bobot polong dan C/N rasio cendrung
lebih baik dengan aplikasi mulsa C. rotundus bila dibandingkan kontrol
(Komunikasi pribadi, 20 Juni 2012).
76
Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Perlakuan pemberian biomassa C. rotundus tidak menekan pertumbuhan
dan perkembangan gulma berdaun lebar (Asystasia gangetica, Mimosa
pigra, Borreria alata) serta kedelai.
2. C. rotundus segar yang dihamparkan dipermukaan tanah sebagai mulsa
meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan gulma serta tanaman
kedelai.
Daftar Pustaka
El Rokiek KG, El-Din SAS, Sahara AS. 2010. Allelopathic behavior of Cyperus
Rotundus L. on both Chorchorus Olitorius (broad leaved weed) and Echinochloa crus-galli (grassy weed) assosiated with soybean. J. Plant Protection Res. 50:274-279.
Gardner FP, Pearce RB, Mitchell RL. 1991. Physiology of Crop Plants (Fisiologi Tanaman Budidaya, alih bahasa oleh Susilo, H.). Jakarta: Universitas
Indonesia Press. 428 p.
Hamdani JS. 2009. Pengaruh jenis mulsa terhadap pertumbuhan dan hasil tiga kultivar kentang (Solanum tuberosum L.) yang ditanam di dataran
medium. JAI. 37:14 – 20.
Iqbal J, Cheema ZA. 2008. Purple nutsedge (Cyperus rotundus l.) management in
cotton with combined application of sorgaab and metolachlor. Pak. J. Bot. 40:2383-2391.
Junaedi A, Chozin MA, Kim KH. 2006. Perkembangan terkini kajian alelopati. J.
Hayati. 13:79-84.
Kurniedi D. 2010. Weed control without chemical substances. Jounal of tropical
weed & invasive plant. Weed science society of Indonesia 2:80-88.
Kurniawan AD. 2008. Efektifitas pertumbuhan tanaman kedelai (Gycine max) dalam media tanah untuk ditambah kompos organik hasil pengomposan
menggunakan inokulum limbah tomat dan EM-4 (effective microorganism-4) [Skripsi]. Surakarta: Jurusan Biologi, fakultas pendidikan dan keguruan Universitas Muhamadiyah.
Maulana ID, Chozin MA. 2011. Pemanfaatan mulsa alang-alang untuk mengendalikan gulma pada tanaman Jagung (Zea mays L.) di lahan kering. J. Sains Terapan 1;107-119.
Mulyani W. 2010. Pengaruh mulsa daun teki (Cyperus rotundus) terhadap gulma dan hasil bawang merah (Allium cepa L.) [Skripsi]. Padang: Jurusan Biologi Universitas Andalas.
77
Palapa TM. 2009. Senyawa alelopati teki (Cyperus rotundus) dan alang alang
(Imperata cylindrica) sebagai penghambat pertumbuhan bayam duri (Amaranthus spinosus). Agritek 17:1-19.
Pramiranata, Harman WS, Tjondronegoro P. 1981. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan II. Bogor: Departemen Botani Fakultas Pertanian IPB.
Rahayu ES. 2003. Peranan penelitian alelopati dalam pelaksanaan Low External
Input and Sustainable Agriculture (LEISA). Bogor: Pengantar Falsafah Sains (PPS702) Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Rizvi SJH, Tahir M, Rizvi V, Kohli RK, Ansari A. 1999. Allelopathic interactions in agroforestry systems. Critical Reviews in Plant Sciences 18: 773-779.
Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Jilid III. Bandung: Penerbit ITB Bandung. 197hal.
Sastroutomo SS. 1990. Ekologi Gulma. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
[SEAMEO Biotrop] Southeast asian regional center for tropical biology. 2011. Invasive Alien Species. [terhubung berkala]
http://www.biotrop.org/database.php?act=dbias [11Mei 2011].
Syarifi N. 2010. Pemanfaatan mulsa gulma untuk pengendalian gulma pada tanaman kedelai dilahan kering [Skripsi]. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Intsitut Pertanian Bogor.
Trimurti HW. 1988 Pengaruh ekstrak umbi teki (Cyperus rotundus L.) terhadap
pertumbuhan kedelai (Glycine max (L) Merr.) [Tesis]. Bandung: Pascasarjana Departemen Biologi, ITB
Zuchri A. 2007. Korelasi pemupukan fosfat dengan pertumbuhan tanaman, bintil
akar dan hasil dua varietas kedelai (Glycine max L). J. Embryo 1:11-15.
79
Analisis Kandungan Alelokimia Cyperus rotundus
Allelochemical Compound Analysis of Cyperus rotundus
Abstrak
Analisis alelokimia C. rotundus dalam bentuk segar, kering, tepung dan
kompos telah dilakukan pada bulan Februari 2012 dengan menggunakan GC-MS
bertempat di Laboratorium Kesehatan Daerah DKI Jakarta. Hasil penelitian
menunjukkan senyawa cyperene dan culmorin sebagai senyawa khas yang
terdapat dalam C. rotundus hanya ditemukan pada C. rotundus segar dengan
pelarut aquadest. Penelitian membuktikan C. rotundus mengandung senyawa
fenolat dengan tingkat kelarutan di dalam air yang tinggi.
Kata kunci: alelokima, Cyperus rotundus
Abstract
Allelochemical compound of fresh, dried, compost and flour of C.
rotundus was analyzed at Regional Health Laboratory, DKI Jakarta in February
2012. The result showed that cyperene and culmorin were specific compounds,
they were only found in fresh C. rotundus with aqudest solvent. The study showed
that phenolic compounds from C. rotundus had high solubility in the water.
Keywords : allelochemical, Cyperus rotundus
80
Pendahuluan
Tanaman banyak mengandung zat yang fungsinya belum jelas di dalam
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pada umumnya zat tersebut dikenal
dengan zat sekunder tanaman. Zat ini memegang peranan penting dalam interaksi
antara spesies tanaman maupun antara tanaman dengan tanaman lain yang dikenal
dengan istilah alelokimia. Alelokimia ini memegang peranan penting dalam
mempertahankan suatu masyarakat tumbuhan ( Wattimena 1988).
Alelokimia pada tumbuhan dibentuk di berbagai organ mungkin di akar,
batang, daun, bunga atau biji. Organ pembentuk dan jenis alelokimia bersifat
spesifik pada setiap spesies. Pada umumnya alelokima merupakan metabolit
sekunder yang dikelompokkan menjadi 14 golongan, yaitu asam organik larut air,
lakton, asam lemak rantai panjang, quinon, terpenoid, flavonoid, tannin, asam
sinamat dan derifatnya, asam benzoat dan derifatnya, kumarin, fenol dan asam
fenolat, asam amino non protein, sulfide serta nukleosida (Einhellig 1996).
Alelokimia atau alelopati merupakan bentuk interaksi menguntungkan atau
merugikan dari satu tumbuhan ke tumbuhan lain, baik tanaman maupun spesies
gulma (Ferguson 2009). Alelopati dari tanaman dan gulma dapat dikeluarkan
dalam bentuk eksudat dari akar dan serbuk sari, luruhan organ (decomposition),
senyawa yang menguap (volatile) dari daun, batang, dan akar, serta melalui
pencucian (leaching) dari organ bagian luar (Inderjit & Mukerji 2005). Salah satu
gulma yang mengeluarkan alelopati adalah C. rotundus.
C. rotundus diketahui mengandung senyawa fenolat (Trimurti 1988).
Elrokiek (2010) melakukan analisis kromatografi terhadap C. rotundus,
menunjukkan bahwa tajuk Cyperus rotundus mengandung asam fenolat berikut:
caffeat, ferulat, coumarat, benzoat, vanilat, klorogenat dan sinamat sedangkan
umbi Cyperus rotundus mengandung hidroksibenzoat, caffeat, ferulat, vanilat dan
klorogenik. Senyawa alelopati dihasilkan oleh tumbuhan bervariasi dipengaruhi
keadaan lingkungan (Putnam 1984). Untuk mengetahui kandungan alelopati C.
rotundus telah dilakukan analisis kandungan C. rotundus dalam bentuk segar,
kering, kompos dan tepung.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan alelokimia C.
rotundus dalam bentuk ekstrak, segar, kering, kompos dan tepung.
81
Bahan dan Metode
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2012 bertempat di
Laboratorium Kesehatan Daerah DKI Jakarta.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Cyperus rotundus
dalam bentuk segar kering, tepung, kompos, etanol 96% dan aquadest. Alat
yang digunakan Agilent Technologies 6890 Gas Chromatograph with Auto
Sampler and 5973 Mass Selective Detector and Chemstastion data System atau
GC-MS (Lampiran 1).
Hasil dan Pembahasan
Analisis alelokimia dengan menggunakan Agilent Technologies 6890 Gas
Chromatograph with Auto Sampler and 5973 Mass Selective Detector and
Chemstastion data System atau GC-MS dengan metode yang disajikan pada
(Lampiran 1) menemukan kandungan C. rotundus yang dianalisis menggunakan
seluruh bagian baik umbi maupun tajuk (Tabel 26).
Tabel 26 menunjukkan hasil senyawa yang digolongkan kedalam senyawa
fenolat dan senyawa dengan persentase tersbesar, diketahui cyperene dan
culmorin hanya ditemukan pada C. rotundus segar dengan pelarut aquadest,
namun tidak ditemukan pada C. rotundus lainnya. Lawal & Oyedeji (2009);
Elrokiek (2010) menyatakan C. rotundus mengandung senyawa fenolat
diantaranya cyperene dan culmorin. Senyawa fenolat dengan kelarutan dalam air
tinggi dilaporkan memiliki aktivitas alelopati yang rendah (Seigler 1996). Analisis
alelokimia membuktikan C. rotundus mengandung senyawa fenolat yang larut
dalam air sehingga hasil pengamatan aplikasi C. rotundus di lapang tidak
menunjukkan fungsinya sebagai bioherbisida.
82
Tabel 26. Hasil analisis alelokimia C. rotundus
Kandungan C. rotundus
Aquadest etanol 96 %
segar segar kering kompos tepung
………………….… %...................................
4-vinyl-2-methoxy-phenol 1.88 1.39 - - -
Cedranone - - - 1.61 -
Choles-5-en-3-ol (3.beta)-, propanoate(CAS)
- - - - 2.91
Culmorin 1.81 - - - -
Cyperene 0.73 - - - -
Furanmethanol (CAS) fulfuryl alcohol
- 3.06 - - -
Ethylcholest-5-en-3.beta,-ol, Cholest-5-en
5.7 - - 12.69 -
Hexadecanoic acid 29.53 - 6.31 12.13 -
Jumlah seluruh senyawa yang teridentifikasi
13 8 10 12 3
Dari Lampiran 2 diketahui analisis alelokimia yang menggunakan C.
rotundus dengan pelarut aquadest mengandung 13 senyawa. Senyawa culmorin
1.81 %, cyperene 0.37, octadecenoic acid 3.26 %, octadecadienoic acid 11.71 dan
tetracosahexaene sebesar 1.19 % hanya ditemukan pada C. rotundus segar dengan
pelarut aquadest. Analisis alelokimia menunjukkan 88.65 % senyawa
teridentifikasi pada C. rotundus dengan pelarut aquadest.
Hasil uji GC-MS mengidentifikasi C. rotundus dengan pelarut etanol
diketahui mengandung 8 senyawa yang diidentifikasi dari C. rotundus segar, 10
senyawa pada C. rotundus kering, 12 senyawa ditemukan pada kompos dan 3
senyawa pada tepung C. rotundus (Lampiran 2).
Lampiran 2 menunjukkan C. rotundus segar dengan pelarut etanol
mengandung 3.06 % furanmethanol, 36.56% furancarboxaldehyde, 1.24 %
hydroxyfluoranthene, 1.56% methoxyacetophenone, 3.51 % tetradecanoic acid,
dan 1.21% trimethylfuro yangt tidak ditemukan pada C. rotundus lainnya. C.
rotundus kering diketahui mengandung beberapa senyaawa spesifik yaitu 1.16%
methoxy methylbenzene , 0.96 % pentadecanone dan 11.19% phenylindolizine.
Pada kompos C. rotundus diketahui mengandung 0.83% cyclopropaneoctanoic
acid, 1.1% nonadecene dan 22.9% octadecadienoic acid, sedangkan pada tepung
83
C. rotundus ditemukan Choles-5-en 2.91% dan 2.88 % dimethyl 2,3 bis (1,3-
dimethylindol-2-yl) yang tidak ditemukan pada C. rotundus lainnya.
Beberapa penelitian yang sejalan membuktikan terdapat perbedaan
senyawa yang diidentifikasi dari C. rotundus. Fitria (2011) melakukan identifikasi
terhadap C. rotundus dengan menggunakan GC-MS dan mengidentifikasi
beberapa senyawa yang terkadung diantaranya: ketokes, linoleic acid, palmitic
acid, fenol, sesquiterpennes, stearic acid dan steroid. Beberapa diantara senyawa
tersebut juga ditemukan pada penelitian ini seperti linoleic acid, palmitic acid dan
fenol. Qasem dan Foy (2001) mencatat senyawa alelopati yang dikeluarkan oleh
75 jenis gulma yang telah dilaporkan diantaranya Cyperus rotundus adalah
fenolat, vanilik, p-kumarat, asam siringat, skopolin, skopoletin, klorogenat, dan
asam isoklorogenat. C. rotundus mengandung minyak esensial yang dapat
digunakan dalam pengobatan tradisional. Minyak yang dihasilkan berbeda-beda
tergantung daerah asal tumbuhan.
Putman (1984) menyatakan bahwa senyawa alelokimia yang dihasilkan
tumbuhan dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, tempat tumbuh dan gangguan
serta tekanan lingkungan yang dialami. Beberapa faktor yang mempengaruhi
pembentukan senyawa alelopati, antara lain kualitas cahaya, lamanya penyinaran,
kekurangan hara dan gangguan ketersediaan air. Jenis dan umur jaringan
tumbuhan juga mempunyai pengaruh yang sangat penting karena alelokimia yang
tersebar tidak merata dalam tumbuh-tumbuhan.
Perbedaan senyawa yang teridentifikasi pada C. rotundus ini diduga
dikarenakan perbedaan proses pengolahan C. rotundus baik kering, kompos dan
tepung. Proses pengolahan dan pengeringan diduga menyebabkan hilangnya atau
rusaknya beberapa senyawa akibat panas dan digantikan senyawa lainnya begitu
juga pengolahan kompos yang memicu terbentuknya beberapa senyawa sehingga
hasil analisis GC-MS pada perlakuan ini mengidentifikasi senyawa-senyawa yang
berbeda pada setiap perlakuan teki.
84
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan ditemukan beberapa
senyawa yang tidak terdapat pada C. rotundus lain dan ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. Senyawa culmorin, cyperene, octadecenoic acid, octadecadienoic acid dan
tetracosahexaene hanya ditemukan pada C. rotundus segar dengan pelarut
aquadest.
2. Senyawa furanmethanol, furancarboxaldehyde, hydroxyfluoranthene,
methoxyacetophenone, tetradecanoic acid, dan trimethylfuro
furanmethanol pada C. rotundus segar dengan pelarut etanol.
3. Senyawa methoxy methylbenzene, pentadecanone dan phenylindolizine
pada C. rotundus kering dengan pelarut etanol.
4. Senyawa cyclopropaneoctanoic acid, nonadecene dan octadecadienoic
acid pada kompos C. rotundus dengan pelarut etanol.
5. Choles-5-en dan dimethyl 2,3 bis (1,3-dimethylindol-2-yl) pada tepung C.
rotundus dengan pelarut etanol.
6. Senyawa fenolat Cyperene dan culmorin sebagai senyawa khas yang
dimiliki Cyperus rotundus hanya ditemukan dalam C. rotundus segar
dengan pelarut aquadest.
Daftar Pustaka
Einhellig FA. 1996. Interactions involving allelopathy in cropping systems.
Agron J. 88:886-893.
El Rokiek KG, El-Din SAS, Sahara AS. 2010. Allelopathic behavior of Cyperus Rotundus L. on both Chorchorus Olitorius (broad leaved weed) and
Echinochloa Crus-Galli (grassy weed) assosiated with soybean. J. Plant Protection Res. 50:274-279.
Ferguson JJ, Rathinasabapathi B. 2009. Allelopathy: how plants suppress other plants. University Of Florida. Diakses pada http://edis.ifas.ufl.edu [11 Mei 2011].
Fitria Y. 2011. Pengaruh alelopati gulma Cyperus rotundus, Ageratum conyzoides dan Digitaria adscendens terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman
85
tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) [Skripsi]. Bogor: Departemen
Agronomi dan Hortikultura, Intsitut Pertanian Bogor.
Inderjit, Mukerji KG. 2005. Allelochemicals: Biological Control Of Plant
Patgogens and Disesaes . India : Springer.
Lawal OA, Oyedeji AO. 2009. Chemical composition of the essensial oils of Cyperus rotundus L. from South Africa. J. Molecules. 14:2909-2917.
Putnam AR. 1984. Weed Allelophaty. in S.O. Duke (Ed). Weed Physiology : Reproduction and Ecophysiology. Florida: Boca Raton, CRC Press, Inc.
131-155p.
Qasem JR, Foy CL. 2001. Weed allelopathy, its ecological impacts and future prospects: a review. J. Crop Prod 4:43-119.
Seigler DS. 1996. Chemistry and mechanism of allelopathic interaction. J.Agronomi. 88:876- 885.
Trimurti HW. 1988 Pengaruh ekstrak umbi teki (Cyperus rotundus L.) Terhadap pertumbuhan kedelai (Glycine max (L) Merr.) [Tesis]. Bandung: Pascasarjana Departemen Biologi, ITB.
Wattimena GA. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Bogor: Pusat Antar Universitas. Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor.
Zoghbi MDGB, Andrade EHA, Carreira LMM, Rocha EAS. 2008. Comparison of the main components of the essensial oils of “priprioca” Cyperus articulatus var articulatus L., Cyperus articulatus var. nodosus L. C. prolixus kunth
and C. rotundus L. J. essesnt. Oil Res. 20:42-46.
86
87
PEMBAHASAN UMUM
Pematahan dormansi gulma
Pematahan dormansi merupakan salah satu cara untuk meningkatkan
kemampuan perkecambahan biji. Metoda pematahan dormansi yang sesuai dapat
membantu gulma berkecambah secara serentak. Metode perendaman dalam air
panas dengan suhu 900 C diketahui dapat meningkatkan perkecambahan gulma M.
pigra. Mimosa pigra merupakan salah satu gulma yang memiliki struktur penutup
biji yang keras. Menurut Bonner et al. (1994) perendaman biji dalam air panas
yang bersuhu 85-950 atau mendidih akan menyebabkan kulit biji yang keras
menjadi lunak sehingga terjadi imbibisi air setelah air mendingin (Bonner et al.
1994).
Metode pembenaman biji gulma Borreria alata selama 4 hari dalam tanah
diketahui dapat meningkatkan perkecambahan gulma. Pembenaman biji menurut
Chozin (1988) menghasilkan perkecambahan yang lebih baik dari pada
penyimpanan biji lainnya. Kelembaban dan suhu dalam tanah dapat menginduksi
proses imbibisi dan pelunakan kulit. Dalam penelitian metoda ini efektif
mematahkan dormansi Borreria alata. Berbeda dengan gulma M. pigra dan B.
alata untuk gulma A. gangetica diketahui tidak memerlukan metoda pematahan
dormansi.
Hasil penelitian membuktikan pematahan dormansi yang sesuai akan
sejalan dengan peningkatan daya berkecambah, indeks vigor dan kemampuan biji
untuk menghasilkan kecambah normal yang tinggi.
Pengaruh pemberian ekstrak C. rotundus terhadap perkecambahan biji
gulma dan benih kedelai
Pemanfaatan ekstrak C. rotundus konsentrasi 1.0-4.5 kg/L diketahui dapat
menekan perkecambahan biji gulma Asystasia gangetica, Mimosa pigra dan
Borreria alata, namun meningkatkan perkecambahan kedelai. Menurut Weston
(1996) efek alelopati bersifat selektif, perbedaan spesies menentukan perbedaan
tanggapan terhadap alelokimia. Rice (1984) melaporkan bahwa senyawa organik
yang bersifat menghambat pada suatu tingkat konsentrasi dapat memberikan
pengaruh rangsangan pada tingkat konsentrasi yang lain. Hal inilah yang
88
ditemukan pada penelitian dengan aplikasi ekstrak C. rotundus, dimana
konsentrasi ekstrak 1.0 kg/L menekan perkecambahan gulma namun tidak
berpengaruh negatif terhadap kedelai.
A. gangetica sebagai salah satu gulma yang sangat menganggu saat ini
baik di lahan perkebunan sawit, teh dan lahan pertanian lainnya, diketahui dapat
berkembang biak, baik secara vegetatif dan generatif. Penelitian membuktikan
batang A. gangetica yang menyentuh bagian tanah dapat memicu keluarnya akar
sehingga perlu dicari metode pengendalian yang lebih efektif mengingat
perkembangan gulma yang sangat cepat (Gambar 28).
Gambar 28. a. Perkembangan A. gangetica secara generatif, b. Perkembangan A. gangetica secara vegetatif
Pemberian ekstrak C. rotundus diketahui dapat menjadi suatu alternatif
untuk mengendalikan gulma yang lebih ramah terhadap lingkungan. Hasil
penelitian membuktikan aplikasi ekstrak C. rotundus konsentrasi 1.0 kg/L
berpotensi sebagai bioherbisida untuk pengendalian gulma Asystasia gangetica,
Mimosa pigra dan Borreria alata.
Keterkaitan kandungan alelokimia C. rotundus dengan pertumbuhan dan perkembangan gulma serta tanaman kedelai
Perlakuan pemberian C. rotundus dalam bentuk ekstrak, segar, kering,
kompos dan tepung diketahui menekan laju asimilasi bersih dan laju tumbuh
relatif gulma serta kedelai pada pengamatan 5-7 MST, namun penurunan ini tidak
ditemukan pada pengamatan lainnya. Aplikasi C. rotundus terbukti tidak
a b
89
berpengaruh negatif terhadap tinggi, jumlah daun, jumlah cabang dan bobot
gulma serta tanaman kedelai.
Dari hasil analisis alelokimia diketahui senyawa cyperene dan culmorin
sebagai senyawa khas dari golongan fenolat hanya ditemukan pada C. rotundus
segar dengan pelarut aquadest, namun tidak ditemukan pada C. rotundus lainnya.
Hal ini sejalan dengan penelitian Lawal & Oyedeji (2009); Elrokiek (2010) yang
menemukan senyawa cyperene dan culmorin di dalam C. rotundus. Senyawa
fenolat dengan kelarutan dalam air tinggi dilaporkan memiliki aktivitas alelopati
yang rendah (Seigler 1996). Analisis alelokimia membuktikan C. rotundus
mengandung senyawa fenolat yang larut dalam air sehingga hasil pengamatan
aplikasi C. rotundus di lapang tidak menunjukkan fungsinya sebagai bioherbisida.
Aplikasi C. rotundus segar yang dihamparkan di atas permukaan tanah
diketahui meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan gulma serta kedelai,
namun penggunaan mulsa dengan bahan umbi serta tajuk C. rotundus diperlukan
kehati-hatian karena umbi teki yang dapat tumbuh ketika dikembalikan ke tanah.
Penggunaan mulsa C. rotundus (mulsa organik) diduga dapat
memperbaiki sifat fisik tanah dan menunjang pertumbuhan gulma dan tanaman.
Menurut Malumba (2007) aplikasi mulsa organik meningkatkan porositas total,
menurunkan bulk density dan meningkatkan jumlah air tersedia. Kurniadie (2010)
menemukan bahwa penggunaan mulsa dari bahan organik meningkatkan bahan
organik tanah, sehingga dapat memperbaiki struktur tanah, menambah kesuburan
tanah, mengurangi hilangnya nitrat serta mengurangi erosi. Diduga hal inilah yang
menyebabkan penggunaan C. rotundus yang dihamparkan sebagai mulsa
dipermukaan tanah, dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan gulma
berdaun lebar (A. gangetica, M. pigra, B. alata) serta tanaman kedelai. Analisis
NPK menunjukan C. rotundus mengandung 1.25 % N, 0.38% P dan 1.49% K
Hasil penelitian menunjukan ekstrak C. rotundus konsentrasi 1.0 kg/L
berpotensi sebagai bioherbisida pre-emergence yang dapat diaplikasikan dengan
menyemprotkan ekstrak C. rotundus pada saat sebelum tanam.
90
KESIMPULAN UMUM
Berdasarkan beberapa rangkaian penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Ekstrak Cyperus rotundus 1.0-4.5 kg/L menekan perkecambahan biji
gulma berdaun lebar (Asystasia gangetica, Mimosa pigra, Borreria alata)
namun tidak berpengaruh negatif terhadap perkecambahan kedelai.
2. Perlakuan pemberian C. rotundus tidak berpengaruh negatif terhadap
pertumbuhan dan perkembangan gulma berdaun lebar (Asystasia
gangetica, Mimosa pigra, Borreria alata) serta kedelai.
3. Senyawa fenolat Cyperene dan culmorin sebagai senyawa khas yang
dimiliki Cyperus rotundus hanya ditemukan dalam C. rotundus segar
dengan pelarut aquadest.
SARAN
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mempelajari mekanisme
pengaruh senyawa alelopati C. rotundus terhadap perkecambahan biji
gulma berdaun lebar.
2. Mempelajari fungsi dan efektifitas alelopati C. rotundus sebagai
bioherbisida.
91
DAFTAR PUSTAKA
Affandia, Rarosb LAC, Reyesb SG. 2005. Diversity and abudance of mites in amandarin Citrus orchard in West Sumatra. J .Agri Sci 6:52-58.
Bonner FT Vozzo JA, Elam WW, Land SB. 1994. Tree Seed Tecnology Training Course. Instructor’s Manual. United State Departement of Agriculture. Forest Service.Southern Forest Experiment station. New Orleans, Lousiana
Budi PG, Hajoeningtijas OD. 2009. Kemampuan kompetisi beberapa varietas kedelai (Glycine max) terhadap gulma alang-alang (Imperata Cylindrica) dan teki (Cyperus rotundus). J. Litbang Provinsi Jawa Tengah. 7:127-132.
Chin DV. 2008 Mimosa pigra L.: A dangerous invasive weed in Vietnamese agro-ecosystems. Cuulong Delta Rice Research Institute Codo-Cantho- Vietnam.
Chozin MA, Nakagawa K. 1988. Autecological studies on Cyperus iria L. and C. microiria STEUD., annual Cyperaceous weeds. J. Weed Research, Japan. 33:22-30.
Darmawan J, Baharsjah JS. 2010. Dasar – Dasar Fisiologi Tanaman. Jakarta: SITC.
Einhellig FA. 1996. Interactions involving allelopathy in cropping systems. Agron J. 88:886-893.
El Rokiek KG, El-Din SAS, Sahara AS. 2010. Allelopathic behavior of Cyperus Rotundus L. on both Chorchorus Olitorius (broad leaved weed) and Echinochloa Crus-Galli (grassy weed) assosiated with soybean. J. Plant Protection Res. 50:274-279.
Fenner M. 1995. Ecology of seed banks. In. J. Kigel and G. Galili. Seed Development and Germination. Marcel Dekker, NY. 507-528.
Ferguson JJ, Rathinasabapathi B. 2009. Allelopathy: how plants suppress other plants. University Of Florida. Diakses pada [http://edis.ifas.ufl.edu [11 Mei 2011].
Fitria Y. 2011. Pengaruh alelopati gulma Cyperus rotundus, Ageratum conyzoides dan Digitaria adscendens terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) [Skripsi]. Bogor: Departemen Agronomi dan Hortikultura, Intsitut Pertanian Bogor.
Friedman T, Horowitz M. 1971. Biologically active substances in subterranean part of purple hutsedge. J Weed Sci. 19:395-401.
Gardner FP, Pearce RB, Mitchell RL. 1991. Physiology of Crop Plants (Fisiologi Tanaman Budidaya, alih bahasa oleh Susilo, H.). Jakarta: Universitas Indonesia Press. 428 p.
Girsang J. 2010. Kajian efikasi prakuat glifosat, 2,4-d terhadap Asystasia dan perkembangan seed bank dipertanaman kelapa sawit [Skripsi]. Medan :Departemen Budidaya Pertanian,Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
92
Hamdani JS. 2009. Pengaruh jenis mulsa terhadap pertumbuhan dan hasil tiga kultivar kentang (Solanum tuberosum L.) yang ditanam di dataran medium. JAI. 37:14 – 20.
Holm LG , Plucknett DL, Pancho JV, Herberger JP, 1977. The World’s Worst Weeds Distribution and Biologi, University Press of Hawaii.
Horn PW, Burnside OC. 1985. Soybean growth as influenced by planting date, cultivation, and weed removal. J Agron 77:793-795.
Hsu TW, Chiang TY, Peng JJ. 2005. Asystasia gangetica (L.) T. Anderson subsp. micrantha (Nees) Ensermu (Acanthaceae), A Newly Naturalized Plant in Taiwan. Taiwania. 50:117-122.
Inawati L. 2000. Pengaruh jenis gulma terhadap pertumbuhan, pembentukan bintil akar dan produksi varietas kedelai [Skripsi]. Bogor: Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB.
Ilyas S, Diarni WT. 2007. Persistensi dan pematahan dormansi benih pada beberapa varietas padi gogo. Jurnal Agrista 11:92-101.
Inderjit, Mukerji KG. 2005. Allelochemicals: Biological Control Of Plant Patgogens and Disesaes . India : Springer. 214p.
Iqbal J, Cheema ZA. 2008. Purple nutsedge (Cyperus rotundus l.) management in cotton with combined application of sorgaab and metolachlor. Pak. J. Bot. 40:2383-2391.
Izah L. 2009. Pengaruh ekstrak beberapa jenis gulma terhadap perkecambahan biji jagung (Zea mays L.) [Skripsi]. Malang: Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim.
Jangaard NO, Sckerl MM, Schieferatein RH. 1971. The role of phenolics and abscisic acid in nutsedge tuber dormancy. J. Weed Sci. 19:17-20.
Junaedi A, Chozin MA, Kim KH. 2006. Perkembangan terkini kajian alelopati. J. Hayati. 13:79-84.
Junaedi A, Chozin MA, Kim KH. 2006. Perkembangan terkini kajian alelopati. J. Hayati. 13:79-84.
Justice OL. 2002. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Kuntyastusi H, Wahyu G AS, Riwanodjo. 2001. Peran kualitas pelarut dalam efektifitas amonium glufosinat dan isopropilamin glifosat untuk pengendalian Cyperus rotundus pada pertanian kedelai. J. Ilmu Pertanian 8:33-40.
Kurniawan AD. 2008. Efektifitas pertumbuhan tanaman kedelai (Gycine max) dalam media tanah untuk ditambah kompos organik hasil pengomposan menggunakan inokulum limbah tomat dan EM-4 (Effective microorganism-4) [Skripsi]. Surakarta: Jurusan Biologi, fakultas pendidikan dan keguruan Universitas Muhamadiyah.
Kurniedi D. 2010. Weed control without chemical substances. Jounal of tropical weed & invasive plant. Weed science society of Indonesia. 2:80-88.
93
Lawal OA, Oyedeji AO. 2009. Chemical composition of the essensial oils of Cyperus rotundus L. from South Africa. Molecules. 14:2909-2917.
Lonsdale WM. 1992. The biology of Mimosa pigra L. In A guide to the management of Mimosa pigra, ed K.L.S. Harley, CSIRO. Canberra. 8-32.
Maulana ID, Chozin MA. 2011. Pemanfaatan mulsa alang-alang untuk mengendalikan gulma pada tanaman Jagung (Zea mays L.) di lahan kering. J. Sains Terapan 1;107-119.
Meilin A. 2006 Studi Dominansi dan teknik pengendalian gulma pada perkebunan karet (Studi kasus di desa tunas baru, kecamatan sekernan, kabupaten muaro Jambi, Provinsi Jambi).
Mulumba LN, Lai R. 2008. Mulching effects on selected soil physical properties. J Soil & Tillage Res 98:106–111.
Mulyani W. 2010. Pengaruh mulsa daun teki (Cyperus rotundus) terhadap gulma dan hasil bawang merah (Allium cepa L.) [Skripsi]. Padang: Jurusan Biologi Universitas Andalas.
Moenandir J. 1993, Ilmu Gulma Dalam Sistem Pertanian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Natural Heritage Trust. 2003. Chinese violet (Asystasia gangetica ssp. micrantha). Weed Management Guide. 1-920932-20-8.
Natural Heritage Trust. 2003. Mimosa (Mimosa pigra). Weed Management Guide. 1-920932-10-0.
Palapa TM. 2009. Senyawa alelopati teki (Cyperus rotundus) dan alang alang (Imperata cylindrica) sebagai penghambat pertumbuhan bayam duri (Amaranthus spinosus). J. Agritek Vol.17. No 6.
Pramiranata, Harman WS, Tjondronegoro P. 1981. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan II. Bogor: Departemen Botani Fakultas Pertanian IPB.
Putnam AR. 1984. Weed Allelophaty. In S.O. Duke (Ed). Weed Physiology : Reproduction and Ecophysiology. Florida: Boca Raton, CRC Press, Inc. 131-155p.
Qasem JR, Foy CL. 2001. Weed allelopathy, its ecological impacts and future prospects: a review. J. Crop Prod 4:43-119.
Rahayu ES. 2003. Peranan penelitian alelopati dalam pelaksanaan Low External Input and Sustainable Agriculture (LEISA). Bogor: Pengantar Falsafah Sains (PPS702) Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Rice EL. 1984. Allelopathy. London: Academic Press. 353 hal.
Rizvi SJH, Tahir M, Rizvi V, Kohli RK, Ansari A. 1999. Allelopathic interactions in agroforestry systems. Critical Reviews in Plant Sciences 18: 773-779.
Roberts, E. H. 1972. Viability of Seeds.Chapman and Hall Ltd. London.
Salisbury FB, Cleon W ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Jilid III. Bandung: Institut Teknologi Bandung. 197 hal.
94
Sastroutomo SS. 1990. Ekologi Gulma. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Santosa E, Zaman S, Puspitasari ID. 2009. Simpanan biji gulma dalam tanah di perkebunan teh pada berbagai tahun pangkas. JAI. 37:46– 54.
Sari N et al. 2006. Penilaian data lingkungan pasca tsunami di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Laporan Teknis. Wetlands International - Indonesia Programme, Bogor.
[SEAMEO Biotrop] Southeast asian regional center for tropical biology. 2011. Invasive Alien Species. [terhubung berkala] http://www.biotrop.org/database.php?act=dbias [11Mei 2011].
Seigler DS. 1996. Chemistry and mechanism of allelopathic interaction. Agron J. 88 : 876- 885.
Singh G. 2005. Plan Systematies : An Integrated Apporach, Science Publisheis, Inc : Playmounth.
Soerjani MAJGH, Koestermans, Tjirosoepomo G. 1987. Weed Of Rice Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Sumarno, Hartono. 1983. Kedelai dan cara bercocok tanamannya. Bogor: Buletin Teknik No. 6. Puslitbang.
Sutopo L. 2002. Teknologi Benih. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Syarifi N. 2010. Pemanfaatan mulsa gulma untuk pengendalian gulma pada tanaman kedelai dilahan kering [Skripsi]. Bogor: Departemen Agronomi dan Hortikultura, Intsitut Pertanian Bogor.
Syawal Y. 2006. Pertumbuhan bibit kopi robusta (Coffea canephova Pierre) dan gulma yang bermanfaat pada tanah yang dipupuk urea. J. Agrivigor 5:293-299.
Trimurti HW. 1988 Pengaruh ekstrak umbi teki (Cyperus rotundus L.) Terhadap pertumbuhan kedelai (Glycine max (L) Merr.) [Tesis]. Bandung: Pascasarjana Departemen Biologi, ITB.
Wattimena GA. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Bogor: Pusat Antar Universitas. Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor.
Weston LA. 1996. Utilization of allelopathy for weed management in agroecosystems. Agron J. 88:860-866.
Zoghbi MDGB, Andrade EHA, Carreira LMM, Rocha EAS. 2008. Comparison of the main components of the essensial oils of “priprioca” Cyperus articulatus var articulatus L., Cyperus articulatus var. nodosus L. C. prolixus kunth and C. rotundus L. J. essesnt. Oil Res. 20:42-46.
Zuchri A. 2007. Korelasi pemupukan fosfat dengan pertumbuhan tanaman, bintil akar dan hasil dua varietas kedelai (Glycine max L). J. Embryo 1:11-15.
95
LAMPIRAN
96
97
Lampiran 1. Metode analisis alelokimia C. rotundus
Instrumen : Agilent Tecnologies 6890 Gas Chromatograph
with Auto Sampler and 5973 Mass Selective
Detector and Chemstastion data System.
Ionisation : Electron Impact
Electron energy : 70 e V
Coloumn : HP Ultra 2. Capilary Coloumn Length (m) 33 X
0.20 (mm) I.D X 0.11 (µm) Film Thickness
Oven Temperature : Initial temperature at 700 C hold for 0 minute,
rising at 50C/min to 2000C hold for 1 minute and
finally rising 200C/min 2800C hold for 28 minute.
Injection por temperature : 2500 C
Ion Sourse Temperature : 2300 C
Interface Temperature : 2800 C
Quadrupole Temperature : 1400 C
Carrier gas : Helium
Coloum code : Costasnt Flow
Flow Coloum : 0.8 µl/menit
Injection volume : 1 µL
Split : 5:1
Method File : BAHALAM 1
98
Lampiran 2. Hasil analisis alelokimia C. rotundus
Kandungan C. rotundus Aquadest etanol 96 % segar segar kering kompos tepung ……………………… %....................................
4-vinyl-2-methoxy-phenol 1.88 1.39 - - - Cedranone Choles-5-en-3-ol (3.beta)-, propanoate(CAS) - - - - 2.91
Culmorin 1.81 - - - - Cyperene 0.73 - - - - Furanmethanol (CAS) fulfuryl alcohol - 3.06 - - -
Ethylcholest-5-en-3.beta,-ol, Cholest-5-en 5.70 - - 12.69 -
Hexadecanoic acid 29.53 - 6.31 12.13 - Ethyl-5,6,7,8-Tetrahydro-899 95,9,9) 23.55 - 1.85 2.42 -
Benzenedicarboxylic acid 0.41 - - 2.57 - octadecenoic acid (Z)-(CAS) oleic acid 3.26 - - - -
Cyclopropaneoctanoic acid - - - 0.83 - Dimethyl 2,3 bis (1,3-dimethylindol-2-yl) - - - - 2.88
Furancarboxaldehyde , 5- (hydroxymethyl) – (CAS) - 36.56 - - -
Hexadecene - - 1.59 3.66 - Hydroxyfluoranthene , Fluorantenol - 1.24 - - -
Methoxyacetophenone, Trymethyl -1,3-benzenediamine - 1.53 - - -
Methylcholesterol - - 2.72 3.68 - Neophytadiene - - 2.86 3.80 - Nonadecene - - - 1.10 - octadecadienal 4.75 1.76 - - - Octadecadienoic acid , Linoleic 11.71 - - - - Octadecadienoic acid - - - 22.9 - Methoxy, methylbenzene - - 1.16 - - Pentadecanone - - 0.96 - - Phenylindolizine - - 11.19 - - Stearic acid 2.73 - - 0.71 - Stigmasta 1.40 - 9.92 6.70 - Tetracosahexaene 1.19 - - - - Tetradecanoic acid (CAS) Myristic acid - 3.51 - - -
Trimethylfuro - 1.21 - - - Vitamin E, Benzopyran - - 4.96 - 23.24 Total kandungan 88.65 50.26 43.52 73.19 29.03 Total senyawa teridentifikasi 13 8 10 12 3
99
Lampiran 3. Waktu retensi analisis alelokimia C. rotundus dengan GC-MS
C. rotundus segar dengan pelarut aquadest
99
100
C. rotundus segar dengan pelarut etanol
100
101
C. rotundus kering dengan pelarut etanol
101
102
Kompos C. rotundus dengan pelarut etanol
102
103
Tepung C. rotundus dengan pelarut etanol
103