studi pemikiran yusuf al-qaradhawi tentang ahl dzimmah dan...

117
STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN RELEVANSINYA DENGAN KEWARGANEGARAAN INDONESIA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: AHMAD SATIBI NIM. 11150450000053 PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H /2019 M

Upload: others

Post on 10-Jul-2020

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG

AHL DZIMMAH DAN RELEVANSINYA DENGAN

KEWARGANEGARAAN INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

AHMAD SATIBI

NIM. 11150450000053

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1440 H /2019 M

Page 2: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

i

Page 3: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

ii

Page 4: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

iii

Page 5: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

iv

ABSTRAK

Ahmad Satibi. NIM. 11150450000053. STUDI PEMIKIRAN YUSUF

AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN RELEVANSINYA

DENGAN KEWARGANEGARAAN INDONESIA. Program Studi Hukum

Tata Negara (Siyasah), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/2019 M.

Studi ini bertujuan untuk menjelaskan konsep Ahl Dzimmah, hak-hak

dan kewajiban Ahl Dzimmah menurut pemikiran Yusuf al-Qaradhawi dan

Relevansi Ahl Dzimmah menurut Yusuf al-Qaradhawi dikaitakan dengan

kewarganegaraan Indonesia.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian Studi Kepustakaan (library

research), sehingga dalam penyelesaiannya harus dilakukan pengumpulan data

dengan menggunakan kaidah, teori, dalil dan sebagainya supaya hasil

kesimpulan penelitian sejalan dengan persoalan-persoalan yang penulis lakukan.

Studi kepustakaan dilakukan dengan menelusuri berbagai literatur, baik berupa

buku-buku, Al-Qur‟an dan Hadits, jurnal, serta website yang berhubungan dengan

tema penelitian.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, Mengingat Ahl Dzimmah

dalam Pemikiran Yusuf al-Qaradhawi sebagian masih meletakkan Ahl Dzimmah

pada kelas dua, maka sangat tidak relevan bila diterapkan di Indonesia, soalnnya

di Indonesia kaum non-Muslim sudah diberi posisi setara dengan kaum Muslim,

maka dari itu warga negara baik Muslim maupun non-Muslim mereka bisa

menjadi Kepala Negara, untuk menghilangkan kesan diskriminatif sebaiknya

non-Muslim di Indonesia tidak disebut Ahl Dzimmah, melainkan sebut saja Non-

Muslim untuk menggambarkan status warga negaranya yang setara dengan kaum

Muslimin yang merupakan warga mayoritas di Negara Kesatuan Republik

Indonesia.

Kata kunci: Yusuf al-Qaradhawi, Ahl Dzimmah, Indonesia.

Pembimbing : Masyrofah, S.Ag., M.Si

Daftar Pustaka : 1965 s.d 2017

Page 6: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah Swt yang telah memberikan

kesehatan, kekuatan, serta petunjuk kepada penulis, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-

QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN RELEVANSINYA

DENGAN KEWARGANEGARAAN INDONESIA”. Sebagai pelengkap syarat

guna mencapai gelar sarjana pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Shalawat dan salam semoga

senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad Saw, para keluarga, sahabat, serta

para pengikutnya.

Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis menyadari bahwa tidak sedikit

hambatan serta kesulitan yang penulis hadapi. Namun berkat kesungguhan

dan kesabaran, serta do‟a dan dorongan dari berbagai pihak, keluarga, para

sahabat, bapak dan ibu dosen, dan khususnya ibu dosen pembimbing,

hambatan dan kesulitan tersebut dapat diatasi dengan baik. Karena itu, penulis

sangat berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, baik berupa

pemikiran, saran, dukungan, serta do‟a. Terutama kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Hj. Amany Buhanuddin Umar Lubis, MA, Rektor Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan segenap civitas akademik.

2. Bapak Dr. H. Ahmad Tholabi Kharlie, SH., M.H., M.A, Dekan Fakultas

Syari‟ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Dr. Hj. Maskufa, MA, dan Ibu Sri Hidayati, M.Ag, Ketua dan

Sekretaris Program Studi Hukum Tata Negara (Siyasah), Fakultas Syari‟ah

dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah

memberikan dukungan, do‟a, serta bimbingan kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Hj. Masyrofah, S.Ag., M.Si, Dosen pembimbing skripsi, yang begitu

sabar telah meluangkan waktunya ditengah kesibukannya untuk

membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih

banyak penulis ucapkan atas waktu dan tenaga ibu yang telah diluangkan

selama bimbingan.

Page 7: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

vi

5. Kepada seluruh Dosen Fakultas Syari‟ah dan Hukum, khususnya kepada

Dosen Program Studi Hukum Tata Negara (Siyasah) yang telah

mengajarkan penulis selama perkuliahan berlangsung dengan sabar dan

ikhlas. Terima kasih banyak dan maaf sedalam-dalamnya atas segala

kekurangan dari penulis selama perkuliahan berlangsung.

6. Bapak Prof. Dr. Masykuri Abdillah, MA, Dosen Penasehat Akademik, yang

selama ini telah memberikan semangat, dan pemikirannya terhadap

mahasiswa/mahasiswi, khususnya di Program Studi Hukum Tata Negara

(Siyasah), Fakultas Syari‟ah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

7. Bapak dan Ibu tercinta, bapak H. Sohib Mansyur dan Ibu Onah

Maskanah yang telah mencurahkan segala usaha dan do‟a untuk

kesuksesan dan kelancaran penulis dalam menyelesaikan studi ini. Serta

teteh-teteh dan adik-adikku yang telah memberi warna dan semangat dalam

proses studi ini. Terima kasih banyak, skripsi ini penulis persembahkan

untuk Bapak, Ibu, Teteh , Adik, dan semua Umat Manusia.

8. Pimpinan dan seluruh Karyawan Perpustakaan di lingkungan Fakultas

Syari‟ah dan Hukum, dan Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan fasilitas untuk

mengadakan studi kepustakaan.

9. Keluarga besar HTN (Hukum Tata Negara - Siyasah, 2015), yang selalu

memberi warna di dalam kelas saat jam perkuliahan berlangsung. Semoga

kebersamaan kita yang kurang lebih 3,5 tahun menjadi penyemangat untuk

terus melaju kedepan, menggapai cita-cita, dan semoga kesuksesan selalu

menyertai kita semua, Aamiin

10. Keluarga besar UKM HIQMA (Himpunan Qari dan Qari‟ah Mahasiswa)

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan

warna serta pengalamannya dalam berorganisasi, dan Divisi Tilawah HIQMA,

yang telah bersama untuk belajar untuk terus melaju kedepan, semoga ilmu

yang kita dapat bermanfaat. Aamiin

Page 8: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

vii

11. Keluarga besar KKN KINANDARI 2018 terima kasih atas kebersamaan dan

berbagi pengalaman. Mengenal kalian dengan berbagai latar belakang yang

berbeda menjadi warna tersendiri dalam pertemanan kita.

12. Keluarga besar Masjid Al-Hidayah Legoso Selatan, yang selalu memberikan

semangat dan do‟a dalam menyelesaikan studi ini.

13. Sahabat sekamarku Afdal Zikri, Yayan, Windi Hamdani, Mula Sadra, Ahmad

Sujud Murtadho, Cecep Purnama Alam dan Abas (Abdul Aziz), yang telah

bersama dan memberikan warna dalam kehidupan ini.

14. Teman-teman Kosan Hajar, Mansyur, Wamos, Wahyu, Didi, Ilham, Husain,

Abyd, Yusup, Yusep, Samiadji dan Syauqi, yang telah memberikan

semangat, serta do‟anya.

15. Dan Teman-teman semua yang secara langsung, maupun tidak langsung ikut

andil dalam memacu, memotivasi penulis agar dapat menyelesaikan skripsi

ini, khususnya Rifdah Zahara, yang telah memberikan motivasi, semangat,

dan doa‟nya.

Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis haturkan kepada semua pihak,

yang turut membantu penulisan, baik yang terlibat langsung maupun tidak, baik

berupa semangat atau pun pemikiran dalam penyusunan skripsi ini. Semoga

Allah Swt membalas kebaikan untuk semuanya dan semoga langkah kita semua

selalu diridha‟i dan diberkahi oleh Allah Swt. Akhir kalimat, semoga skripsi ini

dapat bermanfaat khususnya bagi penulis pribadi dan pembaca pada umumnya.

Aamiin.

Jakarta, 16 Mei 2019 M

11 Ramadhan 1440 H

AHMAD SATIBI

Page 9: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMPING…………………………………...i

PENGESAHAN PANITIA MUNAQASYAH………………………………….ii

LEMBAR PERNYATAAN……………………………………………………..iii

ABSTRAK………………………………………...………………....…….…….iv

KATA PENGANTAR……………………….……………………......…….…....v

DAFTAR ISI………………………………………….…………...……...........viii

BAB I PENDAHULUAN……….………………………………………...……...1

A. Latar Belakang Masalah…………………..………………..…….…...…...1

B. Identifikasi, Batasan Dan Rumusan Masalah…...……..............................10

1. Identifikasi Masalah……………………………….……………....…10

2. Pembatasan Masalah…...…………………………….…………........10

3. Perumusan Masalah………………………………....…………….....10

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian………….….…..……..….……….....….11

D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu…………..………….……….....….11

E. Metode Penelitian………………...…...………………………………….12

F. Sistematika Penulisan………………………………….............................15

BAB II BIOGRAFI YUSUF AL-QARADHAWI………………......…...….....17

A. Biografi Yusuf al-Qaradhawi…………..…………..……..…...…............17

B. Karir, Aktivitas, dan karya-karya Yusuf al-Qaradhawi……………….....24

1. Karir dan aktivitas……………………………………………………24

2. Karya-karya Yusuf al-Qaradhawi……………………………………27

C. Pemikiran Tokoh-tokoh yang dikagumi Yusuf al-Qaradhawi.…..…..…..34

BAB III PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG

AHL DZIMMAH………………………………………………............40

A. Konsep Ahl Dzimmah…………………...………….…………..…….…..40

B. Hak-Hak Ahl Dzimmah……………………...……….………..………....45

C. Kewajiban Ahl Dzimmah……………………………………...…..……...64

Page 10: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

ix

BAB IV ANALISIS PEMIKIRANYUSUF AL-QARADHAWI TENTANG

AHL DZIMMAH DAN RELEVANSINYA DENGAN

KEWARGANEGARAAN INDONESIA……………..……….……71

A. Konsep Kewarganegaraan Indonesia………..…………………………...71

B. Relevansi Hak Ahl Dzimmah Yusuf al-Qaradhawi dengan

kewarganegaraan Indonesia……………………………….…………......76

C. Relevansi Kewajiban Ahl Dzimmah Yusuf al-Qaradhawi dengan

kewarganegaraan Indonesia…………...…………………..…..……..…..91

BAB V PENUTUP…………………………………………………...…….…..101

A. Kesimpulan……………………………………..……………….……......101

B. Saran...…………………………………………………………....……....102

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….…103

Page 11: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masyarakat Islam adalah masyarakat yang bertumpu pada aqidah Islam

dan ideologi yang khas yang merupakan sumber peraturan dan hukum serta etika

dan akhlaknya. Masyarakat Islam menjadikan Islam sebagai konsep hidupnya,

konstitusi pemerintahannya, sumber hukumnya, dan penentu arahnya dalam

semua urusan kehidupan dan hubungan-hubungannya secara individual dan

komunal, material dan spiritual, serta nasional dan internasional.1.

Hubungan antara sesama warga negara, yang Muslim dan yang non-

Muslim, sepenuhnya ditegakkan atas asas-asas toleransi, keadilan, kebajikan, dan

kasih sayang. Namun, sampai sekarang asas-asas ini masih dalam dambaan dan

harapan semua masyarakat modern untuk mewujudkannya. Di tengah hiruk pikuk

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta peradaban manusia, asas-

asas ini terus diupayakan, demi menjaga keseimbangan dalam kehidupan umat

manusia. Kenyataannya, berbagai konflik masih terus terjadi di berbagai daerah

dan negara yang menggambarkan betapa toleransi dan masalah keadilan

merupakan dua hal yang banyak memunculkan problematika. Setiap Muslim

dituntut agar memperlakukan semua manusia dengan kebajikan dan keadilan,

walaupun mereka itu tidak mengakui agama Islam, selama mereka tidak

menghalangi penyebarannya, tidak memerangi para penyerunya, dan tidak

menindas para pemeluknya. Ketentuan ini berlaku di negara Islam (Darul Islam)

maupun di luar negara Islam. Khusus di negara Islam, para penganut agama selain

Islam (non-Muslim) biasa disebut dengan Ahl Dzimmah.

1 Yusuf al-Qaradhawi, Ghairul Muslimin fil Mujtama‟ Al Islami, ter, Muhammad Baqir,

Minoritas Non-Muslim di dalam Masyarakat Islam, (Bandung: Mizan, 1994). h.,15.

Page 12: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

2

Kata dzimmah berarti perjanjian, jaminan, dan keamanan. Mereka

dinamakan demikian karena mereka memiliki jaminan perjanjian Allah dan Rasul-

Nya serta semua kaum Muslim untuk hidup dengan aman dan tenteram di bawah

perlindungan Islam dan dalam lingkungan masyarakat Islam. Dengan demikian,

negara Islam memberikan kepada orang-orang non-Muslim suatu hak yang di

masa sekarang mirip dengan apa yang disebut sebagai kewarganegaraan politik

(hak politik) yang diberikan oleh negara kepada rakyatnya. Dengan ini pula kaum

non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

semua warga negara.2 Akad dzimmah berlaku untuk selamanya dan mengandung

ketentuan membiarkan orang-orang non-Muslim tetap dalam agama mereka di

samping hak menikmati perlindungan dan perhatian jama‟ah kaum Muslim,

dengan syarat mereka membayar jizyah serta berpegang pada hukum Islam dalam

hal-hal yang berhubungan langsung dengan masalah-masalah agama.

Konsepsi awal Ahl Dzimmah lahir setelah Islam berkembang dan

meneguhkan struktur politiknya yang paling pertama di Madinah pada masa Nabi

Muhammad saw. Konsep ini makin berkembang setelah Islam banyak melakukan

penaklukan wilayah secara besar-besaran di zaman Khulafaur Rasyidin, sebelum

kemudian dimapankan pada periode Dinasti Umayyah dan periode Dinasti

Abbasiyah.3 Warga yang ditaklukan diberi dua pilihan yaitu memeluk Islam atau

tetap dalam agamanya namun berkesadaran penuh untuk hidup dan diatur oleh

pemerintahan politik Islam yang menaklukannya.

Watak akomodasionis politik Islam yang menghargai non-Muslim ini

terungkap ketika Nabi Muhammad SAW bersama sejumlah masyarakat non-

Muslim Madinah dan sekitarnya menandatangani Piagam Madinah (Shohifah al-

Madinah).4 Piagam ini ditandatangani menjelang Perang Tabuk (630 M), dimana

Nabi Muhammad SAW menginisiasi kerjasama warga Madinah dan sekitarnya.

2 Yusuf al-Qaradhawi, Ghairul Muslimin fil Mujtama‟ Al Islami, terjemahan: Minoritas

Non-Muslim di dalam Masyarakat Islam, h., 19

3 Hamka Haq, Konsep Zimmi dalam Islam dalam, Lutfi Asyaukanie,. Wajah Liberal

Islam di Indonesia. (Jakarta : Jil, 2002), h., 60-61.

4 Nurcholis Madjid, et.al, Fiqih Lintas Agama: Membangun Masyarakat Inklusif-Pluralis.

(Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina dan The Asia Foundation2004), h., 148-149.

Page 13: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

3

Dalam piagam tersebut, komunitas non-Muslim terdiri dari pemeluk Yahudi dan

Kristen yang disebut sebagai ummatun wahidah (umat yang satu). Selain diakui

eksistensi identitasnya, mereka juga berhak untuk mengekspresikan diri sebagai

warga negara sekaligus penganut agama dan diberikan perlindungan. Sesuai

dengan salah satu isi dari Piagam Madinahnya pasal 15 yaitu :

ن ن إلمؤمنني بعضهم موإل بعض دون إلناس وإ

م أدنه وإ ري علي ذمة هللا وإحدة ي

Artinya: “Jaminan Allah satu. Jaminan (perlindungan) diberikan oleh mereka

yang dekat. Sesungguhnya mukminin itu saling membantu, tidak bergantung

kepada golongan lain.”5

Dilihat dalam hal itu mereka mempunyai hak kewarganegaraan yang utuh.

Mereka dapat melaksanakan ritual keagamaan dengan bebas. Mereka juga dapat

menasehati orang-orang Muslim, mereka membela untuk mempertahankan negara

dan saling bahu-membahu. Setiap mereka dapat hidup tenang di tempat tinggal

masing-masing.”6

Sikap penghormatan terhadap warga non-muslim juga direfleksikan Nabi

Muhammad SAW melalui salah satu haditsnya yang berbunyi:

ز ا ظهى يؼبذا، أ و أل ي ج ت فس، فأب دج ش ط ئب ثغ ش أخز ي ، أ ق طبلز كهف ف مص، أ

اث داد(ا)س انمبيخ

Artinya: “Ingatlah, siapa yang sewenang-wenang terhadap orang yang terikat

perjanjian, merendahkannya, membebaninya di atas kemampuannya atau

mengambil sesuatu darinya tanpa kerelaan darinya (merampas), maka aku

adalah lawan bertikainya pada Hari Kiamat. (HR Abu Dawud).7

Dalam hadits lain berbunyi, dari „Abdullah bin „Amr, Rasulullah saw bersabda:

5 Abu Muhammad Abdul Malik bin Hisyam al-Muafiri, As-Sirah An-Nabawiyah Li Ibnu

Hisyam, (Beirut : Danjl Fikr, 1994), h., 454.

6 Nurcholis Madjid , Zainun Kamal, et.al. 2004, h., 148-149.

7 Imam as-Shayuthi, al-Jami as-shagῑr, (Hidayah, 1999), jilid 2, h., 158.

Page 14: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

4

يسشح أسثؼ سذب نجذ ي إ خ نى جذ سخ انجخ ي م انز أ لزم لزل ي )سا انسبء( ػبيبي

Artinya: “Barangsiapa membunuh seorang kafir dzimmi, maka dia tidak akan

mencium bau surga. Padahal sesungguhnya bau surga itu tercium dari

perjalanan empat puluh tahun. ” (HR. An Nasa‟i)8

Secara teologis, eksistensi Ahl Dzimmah merujuk pada QS At-Taubah 29 :

سسن و للا يب دش ي ل ذش خش و ا ل ثبن ثبلل ل ؤي لبرها انز انذك ي د ل ذ

ى صبغش ذ أرا انكزبة دزى ؼطا انجزخ ػ (٩٢ثخ :)سسح انز انز

Artinya: “Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak

(pula) kepada Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama

Allah) , (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai

mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.”

(Q.S At-Taubah 29)

Meski masih mengundang perdebatan mengenai politik Ahl Dzimmah

(kaum minoritas Non-Muslim dalam sebuah negara Muslim), namun bagi

sebagian besar Muslim, implementasi politik Islam Ahl Dzimmah merupakan

sebuah keharusan. Berdirinya sebuah negara merupakan kesempurnaan di dalam

melaksanakan ajaran agama dengan merujuk negara Madinah yang didasarkan

pada Piagam Madinah (Shahifah Madaniyah). Sebab dengan begitu, pelaksanaan

mendorong kepada kebaikan dan mencegah kemungkuran (amar ma‟ruf nahyi

munkar) dalam rangka penciptaan kehidupan umat masyarakat yang sesuai

tuntutan syari‟ah bisa terjamin.

Dalam al-Quran non-Muslim disebut sebagai kafir, hal ini dikarenakan

mereka tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Kata kafir sendiri secara

bahasa berarti menutupi sesuatu, melepaskan diri, menghapus atau

menyembunyikan kebaikan yang telah diterima, dan dari segi akidah, kafir berarti

kehilangan iman. Sedangkan secara terminologis, Said Hawa memberikan

8 Imam an-Nasa‟I, Sunan an-Nasa‟I, (Kairo: Darul Hadits, 1996).

Page 15: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

5

pengertian bahwa kafir adalah orang yang ingkar terhadap kebenaran Islam.9

Istilah kafir dalam al-Qur‟an mengacu pada perbuatan yang berhubungan dengan

Allah, namun semua hubungan tersebut bersifat negatif, seperti mengingkari

nikmat-Nya dalam QS. al-Nahl: 55 dan al-Rum: 34, lari dari tanggung jawab

dalam QS. Ibrahim: 22, penolakan atau pembangkangan terhadap hukum Allah

dalam QS. al-Maidah: 44, dan meninggalkan amal saleh yang diperintahkan Allah

dalam QS. al-Rum: 44.

Dari 525 kali kata kafir dalam berbagai derivasinya, arti yang paling

dominan adalah pendustaan atau pengingkaran terhadap Allah dan Rasul-rasul-

Nya, khususnya kepada Nabi Muhammad dengan ajaran yang dibawanya.10

Para

ulama fikih mengklasifikasikan non-Muslim menjadi dua kelompok; Ahl al-Harb

dan Ahl al-„Ahd. Pembagian ini berdasarkan Firman Allah Surat al-Mumtahanah:

8-9.

رجش دبسكى أ نى خشجكى ي نى مبرهكى ف انذ انز ػ بكى للا ل ى إ رمسطا إن ى

)للا مسط ظبشا ػهى 8ذت ان دبسكى أخشجكى ي لبرهكى ف انذ انز ػ بكى للا ب ( إ

ى ن ز ي ى ن ر إخشاجكى أ (٢–8نزذخ: )سسح ا فأنئك ى انظبن

Artinya : “Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil

terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula)

mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang

berlaku adil. (8) Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai

kawanmu orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu

dari negerimu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barang siapa

menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang

dzalim. (9).( Q.S Al-Mumtahanah: 8-9)

9 Said Hawa, Al-Islam, Terj. Abdul Hayyi al- Kattani, et.al. Islam (Jakarta: Gema Insani

Press, 2004), h., 288-289.

10

Abdul Aziz Dahlan (et.al), Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 3, h., 856.

Page 16: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

6

Dalam ayat tersebut, Ahl al-harb adalah golongan orang-orang kafir yang

memerangi atau terlibat peperangan dengan kaum Muslim.11

Istilah kafir harbi

menurut Yusuf al-Qaradhawi disematkan oleh para fukaha kepada golongan non-

Muslim yang tinggal di wilayah mereka yang disebut Dar al-Harb dan

menyatakan permusuhan terhadap kaum Muslim dan para pemimpin mereka atau

yang tidak mengakui negara Islam.12

Golongan kafir harbi ini adalah semua orang

kafir yang menampakkan permusuhan dan menyerang kaum Muslim, baik dari

kalangan musyrik (kaum pagan) maupun para ahli kitab.13

Sikap kaum Muslim

terhadap mereka adalah keras disebabkan sikap mereka yang memusuhi dan

memerangi Islam. Syaikh Muhammad ibn Shalih al-„Utsaimin menyatakan,

“Kafir Harbi (karena sikap mereka) tidak memiliki hak untuk mendapatkan

perlindungan dan pemeliharaan dari kaum Muslim.”14

Mereka inilah golongan

orang-orang kafir yang diperangi oleh Rasulullah SAW. Sementara Ahl al-„Ahd

merupakan orang-orang non-Muslim yang bersikap baik, menjalin hubungan yang

harmonis terhadap kaum Muslim, dan tidak terlibat dalam memusuhi mereka.15

Golongan ini adalah mereka yang berdamai dan mengadakan ikatan perjanjian

dengan kaum Muslim, baik yang memilih tinggal di dalam Dar al-Islam (wilayah

Islam) maupun yang tetap tinggal di wilayahnya.16

Para fukaha membagi kelompok Ahl al-„Ahd ini menjadi tiga golongan.

Hal tersebut disebabkan perbedaan sikap dan kedudukan mereka dalam menjalin

11

Rasyid al-Ghanusyi, Huquq al-Muwatanah: Huquq Ghair al-Muslim fi al-Mujtama‟ al-

Islami, (Virginia: Ma‟had al-„Alam li al-Fikr al-Islami, 1993), h., 59-61.

12

Yusuf al-Qaradhawi, Fikih Jihad, Terj. Irfan Maulana Hakim, Sebuah Karya

Monumental Terlengkap tentang Jihad menurut al-Qur‟an dan Sunnah, (Bandung: Mizan, 2010),

h., 75

13

Rasyid al-Ghanusyi, Huquq al-Muwtanah: Huquq Ghair al-Muslim fi al-Mujtama‟ al-

Islami, h., 60.

14

Muhammad ibn Salih al-„Utsaimin, Huquq Du‟at Ilaih al-Fitrah wa Qarraratha al-

Syari‟ah, (Riyad: T. Pnb, 1427 H), h., 43.

15

Rasyid al-Ghanusyi, Huquq al-Muwa tanah: Huquq Ghair al-Muslim fi al-Mujtama‟

al-Islami, h., 61-62.

16

Yusuf al-Qaradhawi, Fatwa-fatwa Kontemporer, Terj. As‟ad Yasin, Jilid 2, (Jakarta:

Gema Insani Press, 1999), h,. 967-968.

Page 17: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

7

perjanjian dengan kaum Muslim. Mereka adalah Ahl Dzimmah, Ahl al-Hudnah,

dan Ahl al-Aman. Ahl dzimmah adalah non-Muslim yang menjadi tanggungan

kaum Muslim karena telah mengadakan perjanjian berupa tunduk dan patuh

terhadap ketentuan beserta hukum Allah dan Rasul-Nya seraya menunaikan jizyah

dan mereka berdiam di wilayah Islam.17

Golongan ini menjadi tanggungan

permanen kaum Muslim, mereka dijamin hidup dengan aman, damai, dan

mendapatkan hak dan kewajiban yang secara umum sama dengan penduduk

muslim lainnya, terutama di bidang sosial (muamalah). Golongan kedua adalah

Ahl al-Hudnah, yaitu non-Muslim yang mengadakan perjanjian damai dengan

negara Islam. Perbedaan golongan ini dengan ahl dzimmah adalah keberadaan

mereka yang tidak tinggal di wilayah Islam, namun mengadakan perjanjian damai

dengan kaum Muslim. Telah terjadi kesepakatan di antara mereka dan kaum

Muslim untuk tidak berperang dalam kurun waktu yang telah disepakati atau yang

biasa dikenal dengan istilah gencatan senjata.18

Oleh sebab itulah, golongan ini

tidak menjadi tanggungan kaum Muslim, hanya saja kaum Muslim memiliki

ikatan baik dalam berhubungan dengan mereka. Terhadap kelompok ini umat

Islam memiliki kewajiban untuk menjaga perjanjian yang telah disepakati oleh

kedua belah pihak. Sebagaimana yang tercantum dalam QS. al-Taubah: 4 dan 7.

Golongan terakhir adalah Ahl al-Aman, yaitu non-Muslim yang tinggal di luar

wilayah Islam (Dar al-Harb) namun melakukan kesepakatan perjanjian untuk

mendapatkan jaminan keamanan ketika berdiam di wilayah Islam dalam jangka

waktu tertentu. Perbedaan golongan ini dengan golongan lainnya adalah

keberadaan mereka di wilayah Islam (dar al-Islam) bukan dengan maksud untuk

tinggal selamanya, namun dalam jangka waktu yang terbatas atau sementara.

Golongan ini biasanya memasuki wilayah Islam dengan maksud untuk berdagang

atau para musafir yang menetap dengan waktu yang terbatas. Karena jika mereka

17

Al-Syadzili al-Qalibi, Ahl al-Dzimmah fi al-Hadarah al-Islamiyah, (Beirut: Dar al-

Gharb al-Islami, 1998), h., 27.

18

Al-Syadzili al-Qalibi, Ahl al-Dzimmah fi al-Hadarah al-Islamiyah, h., 27.

Page 18: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

8

menetap untuk selamanya, maka status mereka akan berubah menjadi ahl

dzimmah, sehingga memiliki hak dan kewajiban yang berbeda.19

Terlepas dari motivasi dan tujuan baik penegakan dalam sebuah politik

kekuasaan dan negara, namun Islam sebagai praktik politik dan negara masih

mengundang reaksi berbalik. Bila diimplementasikan dalam sebuah negara,

apakah mungkin keadilan dan persamaan hak warga negara bisa ditegakkan

sementara kondisi sosiologis masyarakat semakin majemuk dengan tingkat yang

lebih kompleks dibanding tatanan politik kenegaraan Madinah yang mana

sekarang berbeda dengan dulu? Bagaimana di era modern ini, apakah Ahl

Dzimmah diperlakukan dalam sebuah negara yang mana menganut sebuah negara

Islam atau negara yang mayoritas Islam? Apakah memiliki hak yang sama, atau

malah haknya tidak terpenuhi, sementara sebagian atau minoritas masyarakat

memiliki keyakinan teologis yang berbeda? Bila diterapkan, apakah tidak malah

menciptakan pengabaian hak asasi manusia sehingga pada saat yang sama malah

membuat kemuliaan Islam sendiri memburuk?

Pangkal kekhawatiran pada sementara kalangan yang menolak Islam

sebagai kekuatan politik atau sistem negara adalah adanya konsepsi kewargaan

yang memisahkan antara komunitas muslim dan non-muslim (Ahl Dzimmah).

Merujuk kepada teori fiqih-fiqih maupun praktik kenegaraan Islam klasik, meski

terdapat sejumlah hak pengistimewaan sebagai warga negara yang dilindungi,

terdapat garis pemisah yang cukup tegas antara komunitas Muslim dan Non-

Muslim terutama menyangkut partisipasi politik dan tata kelola pemerintahan.

Indonesia merupakan salah satu bangsa di dunia yang memiliki ribuan

kelompok etnis, agama dan budaya lokal paling beragam. Dan ini menunjukan

bahwa secara praktiknya Negara Indonesia telah mempraktikah Ahl Dzimmah itu

sendiri. Namun, kegamangan dalam mengenali dan mendefinisikan kelompok-

kelompok tersebut mengakibatkan identitas mereka di Indonesia tidak terlihat.

Meskipun secara nyata mereka ada dan hidup bersama dengan anggota

masyarakat lainnya, namun identitas dan karakter mereka secara kolektif tidak

diakui dan tidak dikenali. Akibatnya keberadaan mereka tidak dipandang dan hak-

19

Al-Syadzili al-Qalibi, Ahl al-Dzimmah fi al-Hadarah al-Islamiyah, h., 96-97.

Page 19: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

9

hak mereka tidak secara sistematis dijamin dalam regulasi dan program-program

Pemerintah. Salah satu upaya untuk melihat asal usul keberadaan kelompok-

kelompok minoritas di Indonesia dapat ditelusuri dari perjalanan panjang

pembentukan bangsa ini (Nation Building).

Dalam prakteknya, pelaksanaan hak-hak tersebut masih banyak

mengalami tantangan dan hambatan. Menurut Abul „ala al-Maududi sebelum

membahas tentang hak-hak minoritas (non muslim) dalam negara Islam, ada satu

hal yang perlu diingat, yakni negara Islam merupakan negara yang berdiri di atas

dasar agama (teokrasi). Berbeda dengan Syekh Dr Yusuf Qaradhawi, seorang

ulama terkenal, menulis sebuah buku kecil berjudul Ghairul Muslimin fil

Mujtama‟ Al Islami dan ada juga terjemahannya yang (diterjemahkan: Minoritas

Non-Muslim di dalam Masyarakat Islam). Al-Qaradhawi menyebutkan bahwa

dalam sejarah Islam, kaum non-Muslim ahl dzimmah (orang-orang dalam

perlindungan, yaitu non-Muslim yang berada di negeri Muslim dan tunduk kepada

pemerintahan Muslim) memiliki hak-hak yang sama dengan kaum Muslimin,

kecuali beberapa hal tertentu. Hak-hak mereka dilindungi oleh pemerintah dan

kaum Muslimin. Perbedaan bentuk inilah yang sedikit banyak memberikan

pengaruh pada penyelesaian masalah terhadap konsep Ahl Dzimmah.20

Maka dari latar belakang diatas, terserat keinginan dari penulis untuk

mengadakan pengkajian yang lebih faktual representatif. Maka dengan ini penulis

mengambil judul skripsi STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL- QARADHAWI

TENTANG AHL DZIMMAH DAN RELEVANSINYA DENGAN

KEWARGANEGARAAN INDONESIA Hal ini penting dikaji, mengingat

banyaknya kesimpangsiuran terhadap konsep Ahl Dzimmah serta hak dan

kewajiban Ahl Dzimmah khususnya menurut Yusuf al-Qaradhawi, dan sudah

relevan belum dengan negara yang mayoritas Islam yaitu Negara Indonesia.

20

Abul A‟la Al-Maududi, Hak-hak Minoritas dalam Negara Islam, Terj. Syatibi

Abdullah, Bandung: Sinar Baru, 1993, h., 1.

Page 20: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

10

B. Identifikasi, Batasan Dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Dari pemaparan latar belakang di atas terdapat, terdapat beberapa

permasalahan yang dapat di identifikasi, antara lain :

a. Minimnya masyarakat yang belum paham tentang konsep ahl

dzimmah;

b. Masih banyaknya pemahaman yang beranggapan bahwa ahl dzimmah

tidak perlu dilindungi dan diberikan kebebasan hidup dalam negara

mayoritas Islam;

c. Masih banyaknya orang yang belum mengetahui apa saja hak dan

kewajiban bagi ahl dzimmah, dan;

d. Perlu Menganalisis pemikiran tokoh Islam tentang ahl dzimmah

dengan Kewarganegaraan Indonesia.

2. Pembatasan Masalah

Dalam pernulisan ini, yang dibahas kajiannya agar tidak terlalu meluas,

maka penulis membatasi permasalahnya tentang konsep hak dan kewajiban

ahl dzimmah dengan merujuk pemikiran dari Yusuf al-Qaradhawi serta

Relevansinya dengan kewarganegaraan Indonesia. Dengan adanya pembatas

tersebut, diharapkan dalam penyusunan penelitian ini dapat sesuai dengan

tujuan penelitian.

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan tersebut, maka rumusan dalam penelitian ini

adalah, antara lain :

1. Bagaimana Konsep Ahl Dzimmah dalam Pemikiran Yusuf al-

Qardhawi?

2. Bagaimana Hak dan Kewajiban Ahl Dzimmah dalam Pemikiran Yusuf

al-Qaradhawi?

3. Apa Relevansinya Ahl Dzimmah dengan Kewarganegaraan Indonesia?

Page 21: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

11

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Secara umum, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah agar

dapat mentransformasikan pengetahuan tentang Konsep Ahl Dzimmah seperti

yang penulis kemukakan, disamping untuk mengetahui serta mengkaji lebih

dalam tentang hak dan kewajiban Ahl Dzimmah dalam pemikiran Yusuf al-

Qardhawi dan relevansinya dengan Kewarganegaraan Indonesia.

Adapun manfaat penelitian adalah sebagai berikut:

1. Untuk memperkaya dinamika wacana tentang Konsep Ahl Dzimmah

dalam dunia Islam;

2. Menambah wacana ilmu pengetahuan tentang hak dan kewajiban Ahl

Dzimmah dalam negara Islam;

3. Sebagai sumbangan dan sekaligus pengembangan khazanah keilmuan

dibidang Fiqh Siyasah dalam konteks Alh Dzimmah;

4. Diharapkan peneliti menjadi sumber primer bagi peneliti berikutnya

mengenai Konsep, Hak dan Kewajiban Ahl Dzimmah serta mengetahui

Relevansinya dengan Kewarganegaraan Indonesia;

5. Untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana stara

satu (S1) Program Studi Hukum Tata Negara, Fakultas Syari‟ah dan

Hukum.

D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Dalam penelitian ini penulis telah melakukan peninjauan kajian terdahulu,

dimana dalam peninjauan ini penulis telah mendata dan membaca beberapa

skripsi yang berkaitan dengan penelitian yang penulis lakukan, agar tidak terjadi

plagiasi/penjiplakan terhadap karya tulis milik orang lain, diantaranya :

Choirun Nisa dengan judul Skripsi tentang Hak-Hak Politik Warga

Negara Non- Muslim sebagai Pemimpin dalam pandangan Hukum Islam dan

Hukum Positif. Dengan karyanya menjelaskan tentang Hak asasi tiap warga

Negara memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan umat Muslim di dalam

hukum Islam maupun hukum positif dan dalam pelaksanaan hak asasi yang

Page 22: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

12

berkaitan dengan hak politik non-Muslim yang menjadi warga negara Islam atau

warga Negara yang mayoritas penduduknya warga negara Islam.21

Muhammad Zauni dengan judul Tesis tentang Hak dan Kewajiban Ahl

Adz-Dzimmah Menurut Yusuf Al-Qaradhawi. Dengan karyanya menjelaskan

tentang Hak dan Kewajiban Ahl Adz-Dimmah menurut Yusuf al-Qaradhawi ia

memberikan hak yang sepantasnya didapat oleh ahl adz-dzimmah, sekaligus

bemberikan kewajiban sesuai kemampuannya. Pemikiran yang ketika dikaji

dengan mendalam akan memperlihatkan keadilan yang luar biasa dari agama

Islam untuk penganut agama lain.22

Saufy Maulana dengan judul Skripsi tentang Hak Dan Kewajiban Ahl

Dzimmah Persfektif Hadits dengan karyanya menjelaskan tetang Hak dan

kewajiban ahl zimmah yang tinggal di dalam Negara Islam berhak untuk

mendapatkan perlindunagn, baik dari keamanan hidupnya maupun keamanan

hartanya. Disamping hak-hak yang di peroleh olehnya selama ia menjadi

tanggungan Islam, ahl zimmah juga memiliki kewajiban sebagai konsekuensi dari

perjanjian yang telah di sepakati bersama yaitu membayar jizyah (pajak).23

Berdasarkan kajian terdahulu di atas penulis menemukan adanya

kesamaan dalam materi penelitian pada judul yang penulis angkat, namun

dalam kajian yang penulis teliti berbeda subjek, dan konsepnya. Dalam

penelitian ini penulis memfokuskan pembahasannya pada pandangan Yusuf

al-Qaradhawi terhadap konsep Ahl dzimmah, lalu penulis hubungkan dengan

Kewarganegaraan Indonesia, apakah pemikiran Yusuf al-Qaradhawi ini relevan

atau tidak. Namun meskipun demikian, beberapa karya di atas, akan penulis

jadikan sebagai rujukan untuk menambah ketajaman analisis nantinya.

21

Choirun Nisa, Hak-Hak Politik Warga Negara Non-Muslim sebagai Pemimpin dalam

pandangan Hukum Islam dan Hukum Positif, (Skripsi UIN Raden Intan, Lampung, 2017), h., 92.

22

Muhammad Zaini, Hak dan Kewajiban Ahl Adz-Dimmah menurut Yusuf al-Qardhawi,

(Tesis, UIN Antasari, Banjarmasin, 2017), h., 106.

23

Saufy Maulana, hak dan kewajiban ahl zimmah persfektif hadits, (Skripsi UIN Syarif

Hidatullah, Jakarta, 2017), h., 53.

Page 23: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

13

E. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan Library Reasearch, dengan metode deskriftif

kualitatif, artinya jawaban dan analisis terhadap materi pokok permasalahan

penelitian digambarkan secara deduktif kemudian dianalisis guna memperoreh

gambaran utuh tentang permasalahan yang diteliti. sehingga dengan jenis

penelitian ini, lebih memfokuskan kajian peneliti tidak mengurangi nilai atau

kualitas dalam upaya pengembangan dari suatu jawaban sekaligus pengembangan

teori pada saat mengambil kesimpulan di akhir peneliti.

1. Jenis penelitian

Penelitian ini merupakan kepustakaan (Library Research). Penelitian ini

lebih menuntut kejelasan penelitian serta sangat menekankan terhadap aspek

analisa dan kajian teks, terutama dalam mencari informasi dan data yang memiliki

hubungan dengan obyek penelitian. Sedangkan berdasarkan sifatnya, penelitian

ini dikategorikan sebagai penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif dimaksudkan

untuk memberikan data seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-

gajala lainnya.24

Dalam hal ini peneliti menganalisis terhadap Pemikiran Yusuf al-

Qaradhawi tentang Ahl Dzimmah dan Relevansinya dengan Kewarganegaraan

Indonesia.

2. Pendekatan penelitian

Mengingat obyek penelitian menyangkut kajian sejarah dan pemikiran,

maka pendekatan dengan kajian masa lampau secara sistematis dan objektif,

dengan mengumpulkan, mengevaluasi, menverifikasi serta mensisntesiskan bukti-

bukti untuk meneggakan fakta dan memperoleh kesimpulan yang kuat.25

24

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia,

1984), h., 10.

25

Sumardi Surayabrata, Metodologi Penelitian, cet.XVI, (Jakarta: Raja Grafindo Persada.

2004), h., 73.

Page 24: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

14

3. Sumber data

Penulisan skripsi ini menggunakan dua sumber pokok dalam pengumpulan

data, yakni sumber primer dan kedua sumber sekunder. Adapun rincian masing-

masing sumber adalah :

a) Data primer disandarkan pada literatur klasik Siyasah syariyyah Yusuf al-

Qadhawi yang secara akademis telah dipandang otoritatif.

b) Data sekunder merupakan sumber pendukung dari primer yang berasal dari

kepustakaan, buku-buku maupun data-data tertulis yang ada relevansinya

dengan judul skripsi ini.

4. Metode pengumpulan data

Penelitian ini menggunakan metode library (studi perpustakaan). Ini

dilakukan atas pertimbangan bahwa obyek penelitian ini adalah tentang pemikiran

politik Islam Yusuf al-Qaradhawi yang akan dilihat dari berbagai karyanya yang

terkait langsung dengan persoalan politik, seperti Ghairu al-Muslimin fi al-

Mujtama‟ al-Islami, dan Fatwa Kontemporer bidang politik Yusuf al-Qardhawi.

Buku tersebut adalah membicarakan secara khusus tentang Pemikiran Yusuf al-

Qaradhawi tentang Ahl Dzimmah. Adapun Fatwa Kontemporer muncul karena

menjawab beberapa pertanyaan dari masyarakat luas, baik melalui surat menyurat

dengan masyarakat Muslim, media elektronik, maupun media lainnya. Semua

karya-karyanya yang menyangkut aspek politik akan dijadikan sumber

pengumpulan data primer. Tulisan lainnya yang tidak secara langsung

membicarakan politik, baik dari tulisan Yusuf al-Qaradhawi sendiri, maupun

tulisan orang lain dijadikan data skunder untuk membantu analisa data dalam

tulisan ini.26

5. Metode Analisi data

Analisis data merupakan langkah yang paling penting dalam sebuah

penelitian, terutama dalam tahap ini, seorang peneliti telah memasuki tahap

penetapan hasil temuannya. Oleh sebab itu, dalam menganalisa data penulis

26

Consuelo G Sevilla, dkk, Pengantar Metodologi Penelitian, cet.I. (Jakarta: UI Pres.

1993), h., 37.

Page 25: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

15

menggunakan metode deskriftif, yaitu dengan cara mengumpulkan data-data yang

terkumpul, lalu dirumuskan, dianalisis dengan menggunakan metode contents

analysis dengan menelusuri pemikiran Yusuf al-Qaradhawi yang terdapat dalam

buku-bukunya dan dianalisis terhadap Relevansinya dengan Kewarganegaraan

Indonesia.

6. Teknik penulisan skripsi

Penulisan skripsi ini berpedoman pada pedoman penulisan skripsi Fakultas

Syari‟ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang diterbitkanoleh FSH

UIN Jakarta 2017.

F. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran jelas mengenai materi yang menjadi pokok

pembahasan skripsi dan supaya memudahkan para pembaca dalam mempelajari

tata urutan penulis skripsi ini, maka penulis menyusun sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan. Pada bab ini dibahas mengenai, Latar Belakang

Masalah, Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat

Penelitian, Tinjauan Pustaka (Review) Kajian Terdahulu, Metode Penelitian, dan

Sistematika Penulisan.

BAB II Biografi Yusuf al-Qaradhawi. Pada bab ini dibahas mengenai,

Biografi Yusuf al-Qaradhawi, Karir, Aktivitas dan Karya-karya Yusuf al-

Qaradhawi, dan Pemikiran dan Tokoh-tokoh yang dikaguminya.

BAB III Pemikiran Yusuf al-Qaradhawi tentang Ahl Dzimmah. Pada bab

ini disajikan, Konsep Ahl Dzimmah, Hak-hak Ahl Dzimmah dan Kewajiban ahl

dzimmah.

BAB VI Analisis Pemikiran Yusuf al-Qaradhawi tentang Ahl Dzimmah

dan Relevansinya dengan Kewarganegaraan Indonesia. Pada bab ini dibahas

mengenai, Konsep Kewarganegaraan Indonesia, Relevansi Hak Ahl Dzimmah

Yusuf al-Qaradhawi dengan Kewarganegaraan Indonesia, dan Relevansi

Kewajiban Ahl Dzimmah Yusuf al-Qaradhawi dengan Kewarganegaraan

Indonesia.

Page 26: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

16

BAB V Penutup. Pada bab ini akaan diuraikan kesimpulan sebagai

jawaban atas pertanyaan penelitian yang dirumuskan dalam bab pertama dan

diakhiri dengan saran atau masukan sebagai usulan follow up bagi penulisan

skripsi ini.

Page 27: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

17

BAB II

BIOGRAFI YUSUF AL QARADHAWI

A. Biografi Yusuf al-Qaradhawi

Yusuf al-Qaradhawi nama lengkapnya adalah Yusuf bin Abdullah al-

Qaradhawi dilahirkan pada 9 September 1926 M di sebuah desa bernama

Shafth At-Turab.1 Desa ini terletak antara kota Thantha dan kota Al-Mahallah

Al-Kubra di Provinsi Barat Mesir, desa tempat kelahiran beliau merupakan

salah satu tempat makam sahabat Rasulullah SAW yang bernama Abdullah

bin Harits ra. Yusuf al-Qaradhawi hidup di tengah-tengah keluarga agamis

yang hidup sederhana dan lingkungan yang agamis dan berperadaban.2 Mata

pencaharian penduduk pada umumnya adalah bercocok tanam. Orang tuanya

bekerja sebagai petani di desa Shifth Turab Markaz Al-Mahallah Al-Kubra,

Provinsi Al-Gharbiyyah, salah satu provinsi yang berada di tepi laut Republik

Arab Mesir.

Keluarga al-Qaradhawi adalah keluarga yang tidak terlalu besar, dan

termasuk keluarga yang bermigrasi dari daerah lain, profesi orang tuanya

diantaranya sebagai petani, pedagang dan banyak memiliki besan dari keluarga

yang terpandang, tidak sedikit pun memiliki lahan tanah. Oleh sebab itu, al-

Qaradhawi yang sehari-hari melakukan pekerjaan bertani, terpaksa harus

menyewa tanah. Tanah yang telah disewanya ditanami berbagai umbi-umbian,

sayur-sayuran, dan lain-lain. al-Qaradhawi dan keluarganya memetik hasilnya

untuk kebutuhan hidup sehari-hari dan untuk membiayai sewa tanah. Hal inilah

yang menuntut seluruh anggota keluarga al-Qaradhawi untuk bekerja keras dan

1 Abdul Aziz, Ensiklopedi Hukum Islam (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1999), h.,

1448.

2 Sucipto Heri, Ensiklopedia Tokoh Islam, dari Abu Bakar Sampai al-Qaradhawi

(Jakarta: Hikmah, 2003), h., 336.

Page 28: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

18

membanting tulang sampai batas maksimal, tidak mengenal istirahat dan tidak

mengenal waktu hura-hura.3

Al-Qaradhawi pernah mendengar dari pamannya yang bernama Ahmad,

mengatakan bahwa asal usul nenek moyang al-Qaradhawi adalah dari sebuah

daerah yang bernama al-Qaradhah dan al-Qaradhawi dinisbahkan kepada nama

kampung tersebut, sehingga terkenal dengan nama al-Qaradhawi.4 Keturunan al-

Qaradhawi yang paling terkenal adalah di daerah Sanhur al-Madinah, yang

terletak di kota Dasuq, dan asal-usul keluarganya di Safth At-Turab bermula dari

kakek al-Qaradhawi yang bernama Haji Ali.5

Sebelum ayah al-Qaradhawi menikah dengan ibunya, ayah al-Qaradhawi

pernah menikah dengan wanita lain tetapi kemudian mereka bercerai. Pada saat

itu ibu al-Qaradhawi adalah seorang janda yang masih sangat muda dari seorang

saudara sepupu ibu al-Qaradhawi sendiri. Laki-laki yang pertama kali menikahi

ibu al-Qaradhawi tinggal di kairo dan ia seorang pemabuk yang suka meminum

khamar dan biasa pulang ke rumah setelah larut malam dalam keadaan mabuk,

pembicaraanya ngelantur dan tidak jelas. Saat itu ibu al-Qaradhawi adalah

seorang gadis desa yang masih sangat asing dengan perilaku seperti itu.6

Situasi ini diketahui oleh kakek al-Qaradhawi saat ia mengunjungi ibu al-

Qaradhawi. Oleh sebab itu, maka kakeknya meminta agar anaknya di ceraikan

oleh suaminya. Mulai saat itulah ibu al-Qaradhawi tinggal di rumah kakeknya,

pada saat diceraikan, ibu al-Qaradhawi sedang mengandung dan beberapa

kemudian melahirkan anak perempuan yang bernama Ruhiyah, saudara seibu al-

Qaradhawi dan usianya (sekitar delapan tahun lebih tua dari al-Qaradhawi).

Ruhiyah diasuh dan dibesarkan di rumah kakek dan paman al-Qaradhawi sampai

Ruhiyah dinikahi oleh saudara sepupunya (dari pihak ayahnya) di kota Zifra.

3 Yusuf al-Qaradhawi, Perjalanan Hidupku, Terjemahan Cecep Taufiqurrahman,

Nandang Buranuddin (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001), h., 52.

4 Yusuf al-Qaradhawi, Perjalanan Hidupku, h., 99.

5 Yusuf al-Qaradhawi, Perjalanan Hidupku, h., 102.

6 Yusuf al-Qaradhawi, Perjalanan Hidupku, h., 103.

Page 29: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

19

Dari pernikahannya ini, Ruhiyah dikaruniai beberapa orang anak laki-laki dan

perempuan dan Ruhiyah meninggal dunia saat anak-anaknya masih kecil.7

Sementara ayah al-Qaradhawi dikarenakan masih sendiri, kemudian

mengajukan lamaran untuk menikahi ibu al-Qaradhawi. Setelah pernikahan

berlangsung beberapa tahun kemudian, ibunya mengandung al-Qaradhawi. Ayah

dan ibunya sepakat jika bayi yang dilahirkan seorang laki-laki, maka akan

dinamai Yusuf yang diambil dari nama paman al-Qaradhawi yang meninggal

sebelum mempunyai anak. Nama Yusuf yang diberikan paman al-Qaradhawi

juga adalah nama buyut al-Qaradhawi. Oleh sebab itu, maka nama lengkap al-

Qaradhawi adalah Yusuf bin Abdullah bin Ali bin Yusuf.8

Saat al-Qaradhawi berusia 2 tahun, ayahnya terserang penyakit Bilharsia

yaitu penyakit yang menyerang saluran air kecil. Keterbatasan dokter dan orang-

orang yang dapat mengobati menjadi penghalang kesembuhan ayah al-

Qaradhawi, dan akhirnya ayahnya pun meninggal dunia.9

Sepeninggal ayahnya,

al-Qaradhawi pun diasuh oleh pamannya, ia mendapatkan perhatian dan kasih

sayang yang cukup besar layaknya anak sendiri (kandung) dari pamannya.

Paman al-Qaradhawi merupakan orang yang taat beragama, sehingga al-

Qaradhawi lebih terdidik dan dibekali dengan berbagai ilmu pengetahuan agama

dan syari‟at Islam.10

Ibu al-Qaradhawi berasal dari keluarga al-Hajar, keluarga

yang bermata pencaharian sebagai pedagang dan sangat terkenal dengan

kecerdasannya. Ibu dan bibi al-Qaradhawi, Fatimah al-Hajar (saudara sepupu

ibunya) adalah orang yang sangat pandai dalam berhitung, meskipun tidak

menggunakan alat bantu hitung ataupun catatan dalam waktu singkat.

Di bawah asuhan ibu dan pamannya, pada usia dini al-Qaradhawi telah

mulai belajar ke Kuttab, sebuah tempat khusus untuk belajar dan menghafal al-

Qur‟an. Untuk pertama kali, beliau belajar pada Kuttab Syaikh Yamani. Di

7 Yusuf al-Qaradhawi, Perjalanan Hidupku, h., 103.

8 Yusuf al-Qaradhawi, Perjalanan Hidupku, h., 103.

9 Yusuf al-Qaradhawi, Perjalanan Hidupku, h., 104.

10

Abdul Aziz, Ensiklopedi Hukum Islam, h., 1448.

Page 30: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

20

Kuttab ini beliau hanya bertahan satu hari, karena tidak setuju dengan metode

pengajian Syaikh Yamani yang sering memberikan hukuman kepada muridnya

tanpa sebab yang jelas, termasuk kepada dirinya. Terlebih apabila hukuman

yang diberikan itu di rasakan sebagai kezaliman. Sejak saat itu, al-Qaradhawi

memutuskan untuk tidak datang lagi ke Syaikh mana pun untuk belajar al-

Qur‟an.

Namun sang ibu tidak putus asa untuk membujuk anaknya, al-Qaradhawi

agar kembali belajar dan menghafal al-Qur‟an. Sampai akhirnya, sang ibu

meminta agar beliau bersedia untuk belajar di Kuttab Syaikh Hamid. Ibunya

berjanji akan menitipkannya kepada Syaikh Hamid dengan baik. Ketika berusia

tujuh tahun al-Qardhawi disekolahkan oleh pamannya di Madrasah Ilzamiyyah

Akhirnya beliau bersedia dan diantar oleh ibunya ke Kuttab Syaikh hamid. Di

bawah asuhan Syaikh Hamid, al-Qardhawi tercatat sebagai murid yang

berprestasi tinggi dan berhasil menghafal seluruh al-Qur‟an dengan fasih pada

usia 10 tahun,11

semenjak itulah masyarakat menjuluki al-Qaradhawi kecil

dengan julukan Syaikh.

Setelah selesai dari Madrasah Ilzamiyah, beliau melanjutkan sekolahnya

ke Madrasah Ibtidaiyah Thantha dan menyelesaikannya hanya dalam kurun

waktu 4 tahun. Kemudian dilanjutkan sekolah menengah pertamanya di tempat

yang sama atau disebut Ma‟had Tsanawi, yaitu sekolah agama Al-Azhar di kota

Thantha. Ketika Yusuf al-Qaradhawi menjadi siswa pada tingkat ke-5 pada

sebuah sekolah menengah agama di kota Thantha tersebut, tahun 1948 terjadi

musibah pemerintahan Mesir saat itu mengeluarkan keputusan pembubaran

Jama‟ah Ikhwanul Muslimin.12

Kekayaan Ikhwan dirampas, pengikut-

11

Karena kefasihan dan kemerduan suaranya, Yusuf al-Qaradhawi sering diminta untuk

menjadi imam dalam shalat-shalat jahriyyah (yang menjaharkan/mengeraskan bacaan, seperti

maghrib, isya‟ dan shubuh).

12

Ikhwanul Muslimin berdiri di kota Ismailiyah, Mesir pada Maret 1928 dengan pendiri

Hassan al-Banna, bersama keenam tokoh lainnya. Ikhwanul Muslimin pada saat itu dipimpin oleh

Hassan al-Banna. Pada tahun 1930, Anggaran Dasar Ikhwanul Muslimin dibuat dan disahkan pada

Rapat Umum Ikhwanul Muslimin tanggal 24 September 1930. Kemudian pada tahun 1934,

Ikhwanul Muslimin membentuk divisi Persaudaraan Muslimah. Divisi ini ditujukan untuk para

wanita yang ingin bergabung ke Ikhwanul Muslimin. Ikhwanul Muslimin mempunyai kredo: (1)

Page 31: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

21

pengikutnya disiksa dan sebagian besar diantaranya dijebloskan ke dalam

penjara, tak terkecuali al-Qaradhawi yang pada saat itu masih tercatat sebagai

siswa. Musibah itu berakhir dengan adanya makar dari pemerintah untuk

membunuh Mursyid Hasan al-Banna.13

Yusuf al-Qaradhawi ditahan disebuah

penjara militer kelas 1 di Thantha. Setelah itu, Kemudian al-Qaradhawi

dipindahkan ke penjara Haikastib, dekat kota Kaiora sebagai langkah awal

pembahasannya. Setelah menempuh perjalanan yang berat, melewati gurun pasir

Sinai, dalam perjalanan kelompok ini dikumpulkan dalam sebuah lori (kereta

angkutan) yang tidak beratap. Mereka dijejal di dalamnya seperti binatang ternak,

panas matahari yang menyengat tubuh di siang hari, dinginnya malam hari padang

pasir menusuk-nusuk. Setelah beberapa bulan di penjara Haikastib, lalu ke

penjara At-Thur di Sinai dengan menumpang kapal laut Ayidah dari kota Suez

dengan melintas Teluk Suez menuju At-Thur, Ia satu penjara bersama

Muhammad al-Gazali al-Kulli pengarang kitab Tadzkiratud Dua‟t dan beberapa

buku orisinil lainnya, maka dari merekalah al-Qaradhawi banyak belajar atau

berguru. Setelah itu, ia dibebaskan setelah jatuhnya kabinet Ibrahim Abdul Hadi

pada akhir Ramadhan lebih kurang tahun 1949 dan ia termasuk orang yang

pertama kali dibebaskan.14

Setelah menyelesaikan Pendidikan Tsanawiyah di Ma'had Al- Azhar

Thantha kemudian Yusuf al-Qaradhawi terus melanjutkan ke Universitas al-Azhar

pada Fakultas Ushuluddin dan lulus pada tahun 1952, lalu memperoleh ijazah

keguruan setahun berikutnya tahun 1953, dengan predikat terbaik. Setelah ia

melanjutkan pendidikanya ke jurusan khusus Bahasa Arab di Al-Azhar selama

2 tahun, dengan konsentrasi pada pendidikan dan pengajaran, dan ia menempati

peringat pertama dari 500 mahasiswa lainnya dalam memperoleh ijazah

Allah tujuan kami, (2) Rasulullah teladan kami, (3) Al-Qur‟an landasan kami, (4) Jihad jalan kami,

(5) Mati syahid dijalan Allah adalah cita-cita tertinggih kami.

13

Yusuf al-Qaradhawi, Perjalanan Hidupku, h., 130.

14

Yusuf al-Qaradhawi, Perjalanan Hidupku, h., 130.

Page 32: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

22

internasional dan sertifikat pengajaran.15

Yusuf al-Qardhawi lebih

mengutamakan kecintaannya kepada Bahasa Arab, sebab Bahasa Arab

merupakan bahasa Islam dan pintu gerbang untuk memahami al-Qur‟an dan

Hadits. Kemudian ia melanjutkan studinya ke Lembaga Tinggi Riset dan

Penelitian Masalah-Masalah Islam dan Perkembanganya selama 3 tahun.16

Kemudian tahun 1958, ia memperoleh ijazah diploma dari Ma‟had al-Dirasat at-

Arabiyah dalam bidang sastra dan bahasa. Selang tahun 1960 ia mendapatkan

ijazah Master di jurusan ilmu-ilmu al-Qur‟an dan Sunnah di Fakultas

Ushuluddin.17

Selanjutnya Yusuf al-Qaradhawi menempuh jenjang pendidikan tinggi S3

di Al-Azhar bidang al-Qur‟an dan al-Sunnah di Fakultas Ushuluddin. Dari sana

beliau menyiapkan Disertasinya dan menulis disertasi berjudul “Zakat dan

Dampaknya dalam Penanggulangan Kemiskinan” yang kemudian menjadi “Fiqh

az-Zakat” (Fiqih zakat), sebuah buku sangat komprehensif membahas persoalan

zakat dengan nuansa modern. Namun keterlambatnya meraih gelar Doktor dari

yang direncanakan semula karena sejak tahun 1968-1970 dan baru berhasil

menyelesaikannya pada tahun 1972 M, dikarenakan situasi yang dialami ia

ditahan (masuk penjara) oleh penguasa militer karena kejamnya rezim yang

berkuasa saat itu. Setelah keluar dari tahanan, ia hijrah menuju ke Daha ke Qatar

pada tahun 1961,18

dan disana ia bersama teman-teman seangkatanya mendirikan

Ma‟had Ad-Din (Institusi Agama). Madrasah inilah yang menjadi cikal bakal

lahirnya Fakultas Syariah Qatar yang kemudian berkembang menjadi Universitas

Qatar dengan beberapa Fakultas. Yusuf al-Qaradawi sendiri duduk sebagai dekan

Fakultas Syariah pada Universitas tersebut.19

15

Abdul Aziz Dahlan, Einsklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT. Ichitiar Baru Van Hoeve,

2006).Jilid 5, cet. Ke-7, h., 1448.

16

Abdul Aziz Dahlan, Einsklopedi Hukum Islam, h.,1448.

17 Abdul Aziz Dahlan, Einsklopedi Hukum Islam, h., 1448.

18

Abdul Aziz Dahlan, Einsklopedi Hukum Islam, h., 1448.

19

Abdul Aziz Dahlan, Einsklopedi Hukum Islam, h., 1448.

Page 33: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

23

Di semua jenjang pendidikan Yusuf al-Qaradhawi telah membuktikan

kecerdasannya ketika ia masih berstatus mahasiswa. Hal ini dibuktika dengan

berhasilnya menempati peringkat pertama dari 500 mahasiswa dan memperoleh

prestasi teratas dengan predikat cumlaude, dengan prestasi akademis yang

membanggakan itu, telah mengantarkan Yusuf al Qaradhawi menjadi seorang

intelektual yang handal.

Pada bulan Desember 1978, Syaikh al-Qaradhawi menikah dengan

seorang muslimah yang dijodohkan oleh Ummu Muhammad, pahlawan tanpa

tanda jasa yang wafat dalam pertempuran Ma‟rakah asy-Syaikh al-Kubra.20

Dari

pernikahannya itu al-Qardhawi dikaruniai tujuh anak. Empat putri; Ilham,

Siham, Ula, Asma‟, dan tiga putra; Muhammad, Abdurrahman, dan Usmah.

Sebagai seorang ulama yang sangat terbuka, dia membebaskan anak-anaknya

untuk menuntut ilmu apa saja sesuai dengan minat dan bakat serta

kecenderungan masing-masing.

Dan hebatnya lagi, dia tidak membedakan pendidikan yang harus

ditempuh anak-anak perempuannya dan anak laki-lakinya. Salah seorang

putrinya memperoleh gelar doktor fisika dalam bidang nuklir dari Inggris. Putri

keduanya memperoleh gelar doktor dalam bidang kimia juga dari Inggris,

sedangkan yang ketiga masih menempuh S3. Adapun yang keempat telah

menyelesaikan pendidikan S1-nya di Universitas Texas Amerika. Anak laki-laki

yang pertama menempuh S3 dalam bidang teknik elektro di Amerika, yang

kedua belajar di Universitas Darul Ulum Mesir. Sedangkan yang bungsu telah

menyelesaikan kuliahnya pada fakultas teknik jurusan listrik.

Dilihat dari beragamnya pendidikan anak-anaknya, orang-orang bisa

menilai sikap dan pandangan al-Qaradhawi terhadap pendidikan modern. Dari

tujuh anaknya, hanya satu yang belajar di Universitas Darul Ulum Mesir dan

menempuh pendidikan agama. Sedangkan yang lainnya, mengambil

pendidikan umum dan semuanya ditempuh di luar negeri. Sebabnya ialah,

karena al-Qaradhawi merupakan seorang ulama yang menolak pembagian ilmu

20

Amru Abdul Karim Sa‟dawi, Wanita dalam Fikih Al-Qaradhawi, (Jakarta: Pustaka Al

Kautsar, 2009), cet. pertama, h., 8.

Page 34: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

24

secara dikotomis. Semua ilmu bisa Islami dan tidak islami, tergantung kepada

orang yang memandang dan mempergunakannya. Pemisahan ilmu secara

dikotomis itu, menurut al-Qaradhawi, telah menghambat kemajuan umat Islam.

B. Karir, Aktivitas, dan Karya-Karya Yusuf al-Qaradhawi

1. Karir dan Aktivitasnya

Yusuf al-Qaradhawi terkenal sebagai ulama yang cukup terbuka dan

moderat. Selain beliau sebagai ahli tafsir dan hadits, beliau juga ahli di bidang

fiqh, ushul fiqh, dan qawaid fiqh. Setelah menyelesaikan pendidikannya, Yusuf

al-Qaradhawi bekerja di berbagai instansi-instansi pemerintah setempat, ia

bekerja di bagian pengawas urusan agama bidang wakaf pemerintahan Mesir, dan

di sekretariat bidang Kebudayaan Islam si Al-Azhar, lalu menjabat sebagai

Direktur di lembaga-lembaga pendidikan agama miliknya. Bersamaan dengan itu,

ia dipercaya sebagai Dekan pada Fakultas Syariah dan Studi Islam, juga sebagai

Direktur Pusat Studi Sunnah dan Sirah yang ia sendiri sebagai pengawasnya

sehingga sekarang jabatannya masih diembannya.21

Ia juga seorang orator ulung,

penulis yang handal, dan seorang yang mendalam ilmunya. Bahkan tulisan-

tulisannya telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Ia pakar sebagai

ilmuan keislaman dan sastrawan.

Yusuf al-Qaradhawi mendapatkan beberapa penghargaan di tahun 1990-

an, diantaranya tahun 1991 mendapat penghargaan dari IDB (Islamic

Developmen Bank) atas jasa-jasanya di bidang perbankan, tahun 1992 bersama

temannya Sayyid Sabiq mendapatkan penghargaan dari King Faisal Award

karena jasa-jasanya dalam bidang ke Islaman, tahun 1996 mendapat

penghargaan dari Internasional Islamic University Malaysia atas jasa-jasanya

dalam ilmu pengetahuan, dan pada tahun 1997 mendapat penghargaan dari

Sultan Hasan al-Bolkiah Brunei Darussalam atas jasa-jasanya dalam bidang

fiqh.22

21

Abdul Aziz Dahlan, Einsklopedi Hukum Islam, h., 1450.

22

Yusuf al-Qaradhawi, Perjalanan Hidupku, h., 131.

Page 35: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

25

Kegiatan dakwah Syaikh al-Qaradhawi di media cetak sangat banyak.

Makalah dan artikelnya dimuat di beberapa majalah Islam, diantaranya,

majalah Al-Azhar, majalah Nurul Islam, majalah Ad-Dakwah, harian Asy-

Sya‟ab, harian Al-Ahram, harian Afaq Al-Arabiyah, koran Al-I‟thisham, dan

berbagai media lainnya di Mesir. Lalu di Kuwait artikelnya dimuat di majalah

Hadharatul Islam, majalah Al-Wa‟yul Islami, majalah Al-Mujtama‟, dan

majalah Al-Arabi. Sedangkan di Beirut, artikelnya dimuat di majalah Asy-

Syihab, dan majalah Al-Aman. Dan, di India, artikelnya dimuat di majalah Al-

Ba‟tsu Al-Islami. Di Riyadh, Arab Saudi, artikelnya dimuat di majalah Ad-

Dakwah. Di Qatar, artikelnya dimuat di majalah Ad-Dauhah, dan majalah Al-

Ummah. Di Abu Dhabi, artikelnya dimuat di majalah Manarul Islam, dan

majalah Al-Muslim Al-Mu‟ashir di Lebanon, masih banyak lagi yang lainnya.

Selain yang bersifat bulanan, artikel dan makalah Syaikh Al-Qaradhawi

juga dimuat harian dan mingguan di berbagai koran dan tabloid. Artikel dan

makalah ini adakalanya berupa tulisan beliau langsung, ceramahnya, fatwa-

fatwanya dan tanya jawab seputar Islam, akidah, syariah, peradaban, dan

masalah lain yang berhubungan dengan umat Islam. Pada tahun 1989 ia sudah

pernah ke Indonesia. Dalam berbagai kunjunganya ke negara-negara lain, ia aktif

mengikuti berbagai kegiatan ilmiah, seperti seminar tentang Islam serta hukum

Islam, misalnya seminar hukum islam di Libya, muktamar I tarikh Islam di Beirut,

muktamar Internasional I mengenai ekonomi Islam di Mekkah, dan Muktamar

hukum Islam di Riyadh.23

Adapun aktivitas keilmuannya, menurut catatan Isham Talimah,

sebagaimana dikutip oleh Dr. Tarmizi M. Jakfar, MA, dalam bukunya “Otoritas

Sunnah Non Tasyri‟iyyah menurut Yusuf al-Qaradhawi” bahwa ada beberapa

lembaga yang mana al-Qardhawi menjadi anggotanya, diantaranya : 24

1. Anggota pada Majelis Tinggi Pendidikan di Qatar dalam masa

beberapa tahun.

23 Abdul Aziz Dahlan, Einsklopedi Hukum Islam, h., 1448-1449.

24

Tarmizi M. Jakfar, MA, Otoritas Sunnah Non Tasyri‟iyyah Menurut Yusuf al-

Qaradhawi, (Ar-Ruzz Media: Yogyakarta, 2012), cet. 1, h., 83-84.

Page 36: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

26

2. Anggota Majelis Pusat Riset Kontribusi Kaum Muslimin dalam

peradaban yang berpusat di Qatar.

3. Anggota Lembaga Fiqh Islam, yang berafiliasi pada Liga Muslim

Dunia yang berpusat di Makkah.

4. Tenaga Ahli Lembaga Riset Fiqh yang berada dibawah naungan

Organisasi Konferensi Islam (OKI).

5. Anggota Lembaga Riset Maliki untuk peradaban Islam “Yayasan

Ahli Bait di Yordania.

6. Anggota Dewan Penyantun Internasional Islamic University Islam

abad Pakistan.

7. Anggota Dewan Penyantun pada Pusat Studi Keislaman di

Universitas Oxford.

8. Anggota Persatuan Sastra Islam.

9. Anggota pendiri Organisasi Ekonomi Islam di Kairo.

10. Anggota bantuan Islam Internasional yang berpusat di Kuwait.

11. Anggota Dewan Pengawas Internasional untuk masalah Zakat di

Kuwait.

12. Anggota Dewan Penyantun Organisasi Dakwah Islam di Afrika yang

berpusat di Khurthoum, Sudan.

13. Anggota Majelis Dana Islam untuk Zakat dan Sedekah di Qatar.

14. Anggota Dewan Penyantun Wakaf Islam untuk Majalah al-Muslim al-

Mu‟ashir.

15. Ketua Majelis Keilmuan pada sekolah Tinggi Eropa untuk studi Islam

di Prancis.

16. Anggota Dewan Pengawas pada Perusahaan al-Rajhi untuk investasi

yang berpusat di Arab Saudi.

17. Ketua Dewan Pengawas Bank Islam di Qatar.

18. Ketua Dewan Pengawas Bank Islam di Qatar Internasional.

19. Ketua Dewan Pengawas Bank Takwa di Swiss.

20. Anggota Yayasan Media Islam Internasional di Islamabad, Pakistan.

Page 37: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

27

21. Ketua Majelis Organisasi Budaya al-Balagh untuk pengabdian

terhadap Islam melalui internet.

22. Ketua Majelis Fatwa dan Riset untuk Eropa.

Demikianlah karir dan aktivitas Yusuf al-Qaradhawi, seorang ulama yang

mengabdikan hidupnya untuk dakwah. Dan tidak mengherankan, Yusuf al-

Qaradhawi beberapa kali mendapat penghargaan dari berbagai negara atas jasa-

jasanya dalam dunia dakwah.

2. Karya-karya Yusuf al-Qaradhawi

Yusuf al-Qaradhawi merupakan seorang ulama, ilmuan, dan

cendikiawan yang memumpuni di dalam berbagai disiplin ilmu, berwawasan

luas dan memiliki produktivitas yang tinggi dalam menulis melalui berbagai

kitab (buku) dalam bidang berbagai keilmuan Islam. Terutama dalam bidang

sosial, dakwa dan pengajian Islam. Kitab-kitab beliau sangat diminati oleh umat

Islam seluruh dunia. Bahkan kitab-kitab tersebut diterjemahkan dalam berbagai

bahasa, termasuk bahasa Indonesia. 25

Kitab-kitab tersebut juga dicetak ulang

berpuluh-puluh kali. Disamping itu kitab-kitab tersebut dapat menjelaskan

wawasan perjuangan dan pemikiran Yusuf al-Qaradawi secara rinci. Masterpiece

karya beliau adalah Fiqh az-Zakat dan Fiqh al-Jihad.

Berbagai judul telah ia hasilkan melalui karya-karyanya dan Yusuf al-

Qaradhawi memiliki karya tulis yang jumlahnya lebih dari 150 karya. Jumlah

tersebut sangat besar jika dilihat dari waktu luang yang dimilikinya untuk

menulis. Dalam sepanjang hidupnya al-Qaradhawi, tidak pernah kenal lelah dan

tidak pula merasa jenuh untuk menuangkan buah pikirannya.

25

Sucipto Heri, Ensiklopedia Tokoh Islam, dari Abu Bakar Sampai al-Qaradhawi, h.,

338.

Page 38: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

28

Dalam hal ini penulis akan memaparkan sebagian dari karya-karya

Yusuf al-Qaradhawi, diantara karya-karya beliau yang diterjemahkan kedalam

bahasa Indonesia26

, yaitu:

1. Fatawa Mu’ashirah, yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia

oleh Drs. As‟ad Yasin yang berjudul fatwa-fatwa Kontemporer yang

diterbitkan tiga jilid. Dalam buku ini al-Qaradhawi menjawab berbagai

macam permasalahan umat dewasa ini, mulai dari masalah keimanan,

thaharah, shalat, puasa, zakat, dan sedekah, haji, pernikahan, fiqh tentang

wanita serta berbagai persoalan lainnya yang sedang berkembang dalam

masyarakat. Namun sebelum memberikan fatwa dalam berbagai persoalan,

pada muqaddimah nya beliau memuat metode beliau dalam menetapkan

fatwa. Buku ini pulalah yang menjadi rujukan primer penulis dalam

meneliti.

2. Al-Khashaish al-Ammah li al-Islam, dialih bahasakan dengan judul

“Karekteristik Islam (Kajian Analitik)”. Al-Qaradhawi dalam buku ini

memaparkan bahwa Islam sebagai agama rahmatan lil „alamin, memiliki

karekteristik yang tersendiri. Hal ini dapat dilihat melalui ajaran-ajarannya

yang universal, abadi dan sempurna. Agama Islam memiliki keistimewaan

yang tidak dimiliki agama manapun di muka bumi ini. Karekteristik Islam

muncul dari dasar-dasar wahyu Ilahi yang secara sistematis mampu

memberi implementasi kehidupan ummat manusia sehari-hari.

3. Fii Fiqhil Auliyyaat Diraasah Jadiidah Fii Dhau’il Qur’ani was Sunnati,

diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan judul “Fiqh Prioritas (Urutan

Amal yang Terpenting Dari yang Penting)”. Dalam buku ini Qardhawi

menyodorkan suatu konsep dengan berusaha melihat sejumlah persoalan

prioritas dari sudut pandang hukum Islam berdasarkan berbagai argumen,

dengan harapan dapat meluruskan pemikiran, memperkokoh metodologi

dan mampu merumuskan paradigma baru dalam fiqh, yang pada akhirnya

26

Winda Alisriani, Telaah terhadap fatwa yusuf al-qardhawi tentang bank air susu ibu

dan konsekwensinya terhadap larangan perkawinan karena sepersusuan, (SKRIPSI:UIN Sultan

Syarif Kasim Riau, 2011), h., 47

Page 39: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

29

dapat menjadi acuan bagi para praktisi dilapangan keislaman dan bagi

siapa saja yang memiliki keterkaitan dengan mereka.

4. Al-Fatawa Bainal Indhibath wat Tassyayub. Dalam buku ini al-

Qaradhawi menjelaskan bahwa fatwa sebagai jawaban tentang persoalan

hukum dan ketentuan syari‟at, diperlukan sebuah kontrol sosial

konsepsional, yang menjaga agar fatwa tetap berada pada jalur risalah

sebagai penyambung lidah Nabi dan terhindar dari permainan kotor yang

ditunggangi kepentingan politik atau pun kejahilan orang yang beratribut

ulama, cendikiawan maupun intelektual.

5. Al-Ijtihad fi Syari’ah al-Islamiyyah. Dalam buku ini al-Qaradhawi

mengungkapkan bahwa ijtihad dalam Syari‟at Islam akan mampu

membimbing setiap kemajuan umat manusia kejalan yang lurus sekaligus

mampu melakukan terapi terhadap penyakit baru dengan obat yang diambil

dari apotik Islam itu sendiri, dengan syariat ijtihad yang dilakukan adalah

ijtihad yang benar dan tepat.

6. Fiqh al-Zakah (Hukum Zakat). Banyak persoalan baru yang dibahas oleh

Yusuf al-Qaradhawi dalam buku ini, yang dapat mengungkapkan zakat

sebagai sarana pendapatan umat Islam yang paling besar disamping suatu

kewajiban agama. Para ahli hukum Islam berpendapat bahwa buku ini

merupakan karya yang begitu lengkap dan sangat luas, membahas hukum

zakat dan segala seluk beluknya. Mulai dari zakat pribadi karyawan,

profesi, serta zakat lembaga dan perusahaan. Sehingga dapat dikatakan dari

zakat pedagang kaki lima sampai kepada zakat bermodal raksasa dirinci

cukup jelas dan diperkuat dengan dalil-dalil.

7. Ash Shahwah Al-Islamiah, Bainal Ikhtilafil Masyru’ wat Tafarruqil

Madzmum (Fiqhul Ikhtilaf). Yang juga sudah diterjemahkan ke dalam

bahasa Indonesia oleh Annur Rafiq Shaleh Tamhid. Dalam buku ini ia

mengupas tentang perbedaan pendapat yang ada harus di landasi kepahaman

terhadap syari‟at dan berjiwa besar.

8. Asas al-Fikr al- Hukm al-Islam (Dasar Pemikiran Hukum Islam). Yusuf

al-Qardhawi memberikan gambaran mengenai pokok-pokok yang mendasari

Page 40: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

30

ilmu fiqh, sehingga masyarakat awam dapat mengikuti apa yang sedang

terjadi dalam setiap perkembangan hukum Islam dewasa ini. Al-halal wa al-

Haram fi al-Islam (Halal dan Haram dalam Islam). Dalam buku ini Yusuf

al-Qardhawi memadukan antara ilmu kedokteran, bioteknologi dan

permasalahan manusia modern lainnya dengan kaedah Islam dalam takaran

yang akurat dan tepat.

9. Al ‘Aqlu wal ‘Ilmu fil Qur’anil-Karim, yang diterjemahkan dalam

bahasa Indonesia oleh Setiawan dengan judul Al-Qur‟an Berbicara

Tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan. Al-Qardhawi menguraikan bahwa

al-Quran meletakkan akal sesuai dengan fungsi dan kedudukannya,

tidak seperti yang dilakukan oleh kalangan Barat yang menempatkan akal

sebagai “Tuhan” dan segala-galanya bagi kehidupan mereka. Allah

menciptakan akal dalam keadaan terbatas sehingga ia memerlukan

perangkat lain untuk dapat memahami fenomena alam yang tidak mampu

dijangkaunya. Buku ini memberikan suatu pemahaman mengenai kaitan al-

Quran dengan akal dan ilmu pengetahuan, serta sejauhmana rasionalitas dan

keilmiahan al-Quran. Dengan demikian al-Quran bukan saja Kitab suci yang

bila dibaca akan mendapat pahala, tetapi sekaligus sebagai sumber ilmu

pengetahuan bagi manusia agar dapat memaknai hidupnya.

10. Al-Iman wa al-Hayah (Iman dan Kehidupan). Dalam buku ini dipaparkan

dengan jelas tentang kepicikan paham yang menganggap bahwa agama

adalah candu bagi umat atau sebagai pengekang kehidupan. Padahal tanpa

agama dan keimanan manusia tidak mempunyai pegangan hidup, ia akan

senantiasa kebingungan dan ragu-ragu. Lebih jauh dari itu tanpa agama dan

keimanan manusia akan menjadi buas. Iman tidak bisa dipisahkan dari

keberadaan manusia, apalagi kalau dilihat dari segi fungsi dan kedudukan

manusia, maka iman adalah penentu nasib kehidupan manusia yang dapat

membawa kebahagiaan atau justru sebaliknya.

11. Kaifa Nata’amalu Ma’a As-sunnah An-Nabawiyyah (Bagaimana

Memahami Hadits Nabi saw). Buku ini menjelaskan bagaimana

berinteraksi dengan hadits Nabi saw. Dan tentang berbagai karekteristik

Page 41: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

31

serta ketentuan umum yang sangat esensial guna memahami As-sunnah

secara proporsional.

12. As-sunnah Mashdaran li Al-Ma’rifah wa al-Hadharah. Dialih bahasakan

dengan judul As-sunnah sebagai sumber ilmu Pengetahuan dan Teknologi

(IPTEK) serta peradaban (Diskursus Kontekstualisasidan Aktualisasi Sunnah

Nabi saw, dalam IPTEK dan peradaban) oleh Setiawan Budi Utomo. Syaikh

Yusuf al-Qaradhawi dalam buku ini memaparkan gagasan keterkaitan antara

as-Sunnah dengan IPTEK dan peradaban, karena menurutnya As-sunnah

selain berfungsi sebagai sumber tasyri‟ (hukum) setelah al-Quran juga

memiliki peran yang sangat penting sebagai pemandu ilmu pengetahuan dan

peradaban. Sebagai agama rahmatan lil „alamin, Islam melalui al-Sunnah

telah memberi bingkai terhadap perkembangan IPTEK dan peradaban agar

berjalan sesuai dengan fithrah dan garisnya. Sehingga idea khairul ummah

yang disematkan oleh Allah kepada pengikut Nabi Muhammad saw, bukan

sekedar doktrin saja, namun dapat dibuktikan oleh realitas sejarah.

13. Min Ajli Shahwatin Raasyidah Tujaddiduddiin wa Tanhadhu bid-

Dunya. (Membangun Masyarakat Baru). Al-Qaradhawi didalam bukunya

ini memaparkan sejumlah pembaharuan pemikiran ke arah membangun

masyarakat baru yang dilandasi al-Quran dan as-Sunnah, karena tidak dapat

dipungkiri bahwa kehidupan manusia atau masyarakat di muka bumi ini

selalu berubah dan berkembang dari suatu kondisi kekondisi yang lain. Pada

satu sisi perkembangan tersebut meluas dan pada sisi lain menyempit.

Hingga apabila dicermati perkembangan kehidupan masyarakat dunia saat

ini, maka akan terlihat bahwa telah berlangsung suatu pertarungan yang

sengit antar nilai, mental dan jiwa dengan arus kehidupan kontradiktif.

14. Syariat Islam di Tantang Zaman. Dalam buku ini Yusuf al-Qaradhawi

mencoba menelusuri liku-liku perkembangan Syariat Islam di hamparan bumi

Allah SWT di sepanjang zaman. Mampukah hukum Islam menghadapi

zaman modern? Jawabannya dicari melalui metode ilmiah yang merujuk

kepada al-Quran dan Sunnah serta hasil ijtihad peninggalan para ulama

mujtahid terdahulu. Berijtihad bukan berarti merubah nash, tetapi

Page 42: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

32

bagaimana mampu mengapresiasikan perkembangan masyarakat dengan

fiqh yang diproduk oleh ulama tersebut.

15. Al Islam Baina Subhati Adallafin wa Akazibil al Muftarin. Buku ini

merupakan jawaban dari tuduhan yang dilancarkan oleh para musuh Islam.

Yusuf al-Qardhawi mengungkapkan secara sistematis berbagai kepalsuan

yang didakwakan oleh musuh Islam. Dalam buku ini ia mencoba

memaparkan dan menguraikan tulisan Hassan al-Banna tentang arkanul

bai‟ah (rukun-rukun bai‟ah) yang sepuluh, dengan menyatakan dalil dan

alasan prioritas yang dimilikinya.

16. Madrasah Imam Hassan al-Banna. Yusuf al-Qardhawi mengupas tentang

ketinggian dan keutamaan metode pengajaran Imam Hassan al-Banna untuk

membangkitkan dunia Islam dalam tidurnya yang panjang.

17. Islam Ekstrim. Dengan tajam Yusuf al-Qardhawi mengupas permasalahan

timbulnya ekstreminitas di berbagai daerah Islam. Ternyata sikap ekstrim

itu bersumber dari kelompok tertentu yang banyak bergelut dengan Islam

namun tidak mencerminkan prilaku yang Islami.

18. Ash-Shahwah al-Islamiyyah bain al-Amal wa al Mahadir. Dalam buku ini

Yusuf al-Qardhawi memaparkan bahwa umat Islam saat ini sedang menuju

suatu fase kebangkitan Islam. Suatu fase kesadaran umat dari tidur panjang,

kesadaran akan eksistensinya dan kesadaran akan cita-cita masa depannya.

Suatu kesadaran dan tanggung jawab yang harus diembannya dalam

menghadapi gelombang benturan peradaban yang akan dihadapinya. Buku

ini juga mengupas tentang langkah-langkah apa saja yang harus

dipersiapkan oleh umat Islam untuk mengisi fase kebangkitan ini.

19. Ainal Khalal (Di mana Kerusakan Umat Islam). Buku ini memberikan

diagnosa dan memberi obat mujarab dari penyakit Islam, yaitu

tentang terjadinya kerusakan-kerusakan dalam pergerakan umat Islam.

20. Al- Imam al-Ghazaly baina Madihihi wa Naqidihi (Pro-Kontra Pemikiran

al-Ghazali). Dalam karyanya ini Yusuf al-Qardhawi menguraikan bahwa

kajian-kajian mendalam tentang khazanah intelektual Islam. Tidak akan

pernah meninggalkan konstribusi al-Ghazali dalam pemikiran Islam berikut

Page 43: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

33

pengaruhnya yang luar biasa terhadap praktik keagamaan di dunia Islam. Hal

ini dapat dicermati pada beberapa karya beliau yang berkenaan dengan

Ushul Fiqh, Ilmu Kalam, Sosiologi, Psikologi, Metafisika dan Fisika. Tetapi

di tengah-tengah kebesaran al-Ghazali dengan para pendukungnya juga tidak

sepi dari dari para pengkritiknya yang kontra atas pandangan pemikiran al-

Ghazali, baik dari ulama salaf maupun Khalaf. Kemudian ia juga

menggambarkan secara jelas posisi pemikiran al-Ghazali dengan sejumlah

karyanya di tengah- tengah gelombang kritik terhadap dirinya, sekaligus

meluruskan para kritikus yang kurang proporsional.

21. Daurul Qiyam wal Akhlaq fil Iqtishadil Islami (Norma dan Etika

ekonomi Islam). Di dalam buku ini Yusuf al-Qardhawi mengulas secara

jelas berdasarkan nash-nash tentang sistem ekonomi Islam yang

berprinsipkan keadilan dari segala aspek, mengutamakan norma dan etika

dalam mekanisme dan implementasi yang berkaitan dengan bidang produksi,

kosumsi, sirkulasi dan lain-lain sebagainya.

22. Ghairul Muslimin Fil Mujtama’ Al- Islam. Di dalam buku ini al-

Qardhawi menyajikan nash-nash fiqh dan fakta-fakta sejarah terpercaya

mengenai hak-hak ahl dzimmah (warga-warga non-Muslim) dan jaminan-

jaminan pelaksanaannya. Al-Qardhawi menyanggah dan memperingatkan

kaum muslimin, akan berbagai sumber keraguan yang dikarang dan dibesar-

besarkan oleh lawan-lawan Islam, berdasarkan keterangan dan penjelasan

otentik dari para penulis Muslim maupun penulis Barat dan kaum orientalis.

Ia juga membuat perbandingan antara toleransi Islam dengan berbagai agama

dan ideologi lainnya, sejak berabad-abad yang lalu sampai sekarang. Yang

mana dalam buku ini menjadi referensi dalam penelitian skripsi penulis, dan

penulis akan membahasnya secara rinci dalam konsep ahl dzimmah dan akan

menghubungkan dengan Negara Indonesia.

Page 44: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

34

C. Pemikiran dan Tokoh-tokoh yang dikagumi Yusuf al-Qaradhawi

Pemikiran Yusuf al-Qaradhawi diawali dengan sebuah argumennya yang

memberikan pemahaman bahwa agama Islam adalah agama yang sangat mudah

dan ringan. Terutama mengenai hal-hal yang biasanya dianggap oleh masyarakat

sebagai sesuatu yang susah. Yusuf al-Qaradhawi ingin membebaskan masyarakat

dari sifat fanatik dan taklid terhadap Imam atau Mazhab tertentu, karena Allah

tidak memerintahkan kita untuk mengikuti (Ittiba‟) kepada Mazhab atau Imam

tertentu, tetapi Allah memerintahkan kita agar kita mengikuti al-Quran dan as-

Sunnah.

Yusuf al-Qaradhawi menjelaskan beberapa tokoh yang dikaguminya,

dipandangnya turut mewarnai pola pikir dan semangat idealisnya. Di antara

tokoh-tokoh itu ada yang dikenal langsung melalui hubungan pribadi, sebagian

yang lain melalui buku-buku yang dikarang oleh tokoh tersebut. Namun al-

Qaradhawi juga menjelaskan bahwa kekagumannya itu tidak sampai

membuatnya fanatik atau taklid. Ia bukanlah pengikut salah satu tokoh-tokoh

yang dikaguminya. Terkadang ada sisi negatif pada tokoh tersebut, tetapi itu

tidak menghalanginya untuk mengambil yang fositif darinya. Buku-buku al-

Qaradhawi mungkin dapat menjadi bukti, bahwa pemikirannya mempunyai ciri

khas tersendiri.

Di antara tokoh yang dikagumi al-Qaradhawi adalah Hasan al-Banna,

Pendiri sekaligus Pemimpin Besar Ikhwanul Muslimin di Mesir. Ini

diungkapkannya dalam beberapa bukunya, “bahwa orang yang sangat besar

mempengaruhi pemikiran saya adalah Hasan al-Banna”. Al-Qaradhawi sering

mendengar ceramah Hasan al-Banna ketika ia datang ke Thantha, tempat al-

Qaradhawi bersekolah, bahkan al-Qaradhawi mengikuti Hasan al-Banna ke

beberapa daerah untuk mendengarkan ceramahnya. Ia juga membaca hampir

seluruh tulisan Hasan al-Banna, baik yang berbentuk buku maupun yang

berbentuk artikel yang sering dimuat dalam harian al-Syabab.

Menurutnya tulisan-tulisan al-Banna sederhana bahasanya,

menyenangkan, menyentuh hati, mudah dipahami oleh seluruh lapisan

masyarakat. Hasan al-Banna adalah seorang pemurni ajaran Islam yang tidak

Page 45: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

35

terpengaruh oleh paham nasionalisme dan sekulerisme yang dibawa oleh

pembawa pembaharu Mesir sekuler dan penjajah ke dunia Islam. Hasan al-

Banna mendirikan “al-Ikhwan al-Muslimun” pada tahun 1928 di Provinsi

Isma‟iliyah Mesir. Gerakan ini pada mulanya merupakan gerakan dakwah,

pendidikan dan sosial kemasyarakatan yang didirikan untuk mengantisipasi

pengaruh imperialisme barat yang membawa paham sekulerisme seperti

tercermin dari pemikiran Ali „Abd al-Raziq dan Thaha Husein. Gerakan ini

semakin besar dan berubah menjadi kekuatan politik yang sangat

diperhitungkan di Mesir, sehingga Hasan al-Banna harus dihukum mati pada

tanggal 13 Februari 1949 sebagai Hadiah Ulang Tahun Raja Faruq.27

Menurut al-Qaradhawi, Hasan al-Banna merupakan tokoh kharismatik

yang menggabungkan antara pemikiran keagamaan dan politik, antara unsur

spritual dan semangat jihad, idealisme dan pergerakan. Bukan hanya al-

Qaradhawi yang berpendapat demikian, bahkan tokoh-tokoh lain seperti al-

Bahiy, al-Khuly, Sayyid Sabiq, Muhammad al-Ghazali, Musthafa Masyur

27 Yusuf al-Qaradahawi, Nahwa Wahdah Fikrah li al-„Amilina li al-Islam, Syumul al-

Islam, (Kairo: Maktabah Wahbah, 1991), h. 7. Pasca penghapusan status protektorat Mesir, politisi

memasuki era konstitusi 19-4-1923, dibentuk undang Mesir baru. Namun karena undang-undang

tersebut banyak disadur dari sistem perundangan barat, sebagian masyarakat Mesir tidak setuju,

karena kondisi riil obyektif Mesir yang mayoritas umat Islam. Hasan al-Banna melihat bahwa

seharusnya undang-undang lebih dekat dengan pemerintah yang berlaku di dunia Islam. Dan

pemakaian hukum Islam sebagai sumber hukum yang berlaku di Mesir. sikap pro dan kontra

terhadap system perundang undangan Mesir itu akhirnya menimbulkan konflik antara tokoh

politik dari kedua kubu partai yang berkuasa ketika itu, al-Wafd dan partai liberal

konstitusional. Kepentingan partai lebih di utamakan dari pada kemaslahatan bangsa dan negara,

keadaan ini meninggalkan kepedihan dan luka mendalam bagi kader partai yang telah

mengorbankan jiwa dan raga untuk menentang Inggris. Kelompok pemuda eks kedua partai

tersebut kemudian mengambil inisiatif untuk mempersatukan barisan mereka, membentuk partai

baru yang diberi nama partai persatuan (Hizb al-Ittihad) pada januari 1925, namun partai ini

kemudian diboncengi oleh kepentingan keluarga istana Mesir, hal ini diketahui karena para

pemimpin partai dikenal dekat dengan para pembesar istana. Tujuan utama yang ingin dicapai

oleh partai ini adalah tegaknya pemerintah sosialis yng di dukung oleh pemerintah koalisi, hal ini

mendorong mereka untuk memperbaiki hubungn dengan pihak Inggris untuk meluruskan usaha

partai. Dengan terjadinya hubungan dengan Inggris maka program dan sistem partai tersebut

menurut Hasan al-Banna, telah merusak kehidupan umat sehingga mendapat pengaruh buruk

dalam kehidupan. Oleh karena itu Hasan al-Banna mengusulkan kepada raja untuk meleburkan

partai-partai yang ada, hingga bersatu dalam pergolakan nasional yang bekerja untuk kebaikan

ummat dan akidah Islam. Hasan al-Banna, Risalah Mu‟tamar al-Khamisdalam Majmu‟ah

Rasa‟il Hasan al-Banna, (Beirut; al-mu‟assasah al-Islamiyah li al-Thiba‟ah wa shahafah wa

nasyr, tt), h. 172-181. Lihat juga, Zakaria Sulaiman Bayyumi, al-Hizbu al-Wathani wa

Dauratuha fi Siyasah al-Diniyah 1912-1953. (Kairo, „Ain syam: Kulliyat al-Adab,1973), h. 119

dan 222. Ishak Musa al-Husaini, Ikhwanul Muslimin, (Jakarta, Grafiti press,1983), h., 20.

Page 46: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

36

sependapat dengannya.28

Kekaguman al-Qaradhawi pada Hasan al-Banna

diwujudkan dalam bentuk tulisan. Beberapa pokok pikiran Hasan al-Banna

diuraikannya secara detail dalam beberapa bukunya, seperti “Syumul al-Islam”.

Buku ini menjelaskan pemikiran Hasan al-Banna bahwa Islam merupakan

sistem yang komprehensif mencakup seluruh aspek kehidupan.29

“Syumul al-

Islam” (Islam sistem Konprehensif) merupakan prinsip pertama dari dua puluh

prinsip gerakan al-Ikhwan al-Muslimun. Prinsip kedua dijelaskan pula oleh

al-Qaradhawi dalam bukunya ”al-Marji‟iyyah al-„Ulya fi al- Islam li al-Quran

wa al-Sunnah” (al-Quran dan Sunnah sumber utama ajaran Islam).

Yusuf al-Qaradhawi menerangkan bahwa usahanya menguraikan pokok-

pokok pikiran Hasan al-Banna itu, tidak berarti bahwa ia memandang Hasan

al-Banna sebagai sosok yang ma‟shum (terjauh dari dosa). Karena prinsip

keenam dari dua puluh prinsip yang dibuat oleh al-Banna menyebutkan bahwa

pendapat setiap tokoh boleh diikuti boleh pula ditinggalkan kecuali pendapat

Nabi SAW. Dalam ilmu akidah, fikih, tasawuf dan ushul fikih banyak karya

para ulama yang dijelaskan oleh murid atau pengikutnya, padahal ulama

itu tidak ma‟shum. Misalnya buku ushul fikih karya al-Baidhawi (w 685H)

“Minhaj al-Wushul fi „Ilm al-Ushul” disyarah oleh Asnawi dalam bukunya

“Nihayah al-Ushul” lalu disyarah oleh al-Badakhsyi dalam bukunya “Manahij

al-Uqul”, karena itu tidak salah, jika ia mensyarah pokok-pokok pikiran Hasan al-

Banna.30

Yusuf al-Qaradhawi tidak hanya sekedar menjelaskan prinsip-prinsip

dasar gerakan al-Ikhwan al-Muslimun, tetapi ia juga merupakan aktivis

gerakan tersebut sejak duduk di sekolah lanjutan atas. Ia pernah menjadi

anggota Depertemen gerakan al-Ikhwan al-Muslimun yang dipimpin oleh al-

Bahiy al-Khuliy. Keterlibatannya sebagai aktivis Ikhwan Muslimin

28

Yusuf al-Qaradhawi, Halal dan Haram dalam Islam, terj: H. Mu‟ammal

Hamidy, (Surabaya:PT Bina Ilmu,1976), cet 1, h., 10.

29

Yusuf al-Qaradhawi, Halal dan Haram dalam Islam, terj: H. Mu‟ammal

Hamidy, h., 15.

30

Yusuf al-Qaradhawi, Halal dan Haram dalam Islam, terj: H. Mu‟ammal

Hamidy, h., 16.

Page 47: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

37

membuatnya aktif menggerakkan dan memimpin demonstrasi anti imperialism

Barat dan Israel. Ia pernah dijebloskan ke penjara selama 10 bulan tahun 1949 M,

masa pemerintahan Raja Faruq ketika masih duduk di SMU. Tahun 1954 masa

revolusi Mesir ia dipenjarakan selama dua bulan, dan pada tahun yang sama,

tepatnya bulan Nopember ia kembali dijebloskan kedalam penjara selama 20

bulan dan pada tahun 1962 ia dipenjarakan selama 50 hari bersama Dr. Ahmad

„Assal.

Pengalamannya keluar masuk penjara beberapa kali membuatnya

semakin tegar dan ia menetapkan risalah (misi) kehidupannya, adalah mengajak

orang kepada ajaran Islam yang konprehensif, baik dalam pemikiran akidah,

syari‟ah, akhlaq, politik, maupun dalam pemikiran peradaban. Dari gambaran

di atas mungkin dapat dikatakan bahwa al-Qaradhawi terlalu fanatik membela

gerakan al-Ikhwan al-Muslimun. Namun dugaan ini dibantahnya, karena ia juga

mengkritisi beberapa kekurangan yang mesti diperbaiki dalam gerakan ini.

Beberapa catatan penting itu ditulisnya dalam buku “al-Hall al-Islami faridhah

wa Dharurah”.

Selain tokoh-tokoh Ikhwan yang dikaguminya seperti Muhammad al-

Ghazali, al-Khuli, Yusuf al-Qaradhawi juga mengagumi beberapa guru besar

al-Azhar. Misalnya Dr. Abdullah Darraz, penulis buku “Falsafat al-Akhlaq fi al-

Islam”, ia juga mensyarah buku “al-Muwafaqat fi Ushul al-Syari‟at” karya

al-Imam as-Syatibi. Syeikh al-Azhar Dr. Mahmud Syaltut juga dikaguminya,

bahkan Yusuf al-Qaradhawi mempunyai hubungan yang sangat dekat

dengannya sejak sebelum Syaltut menjadi Syeikh al-Azhar. Begitu juga sama

halnya dengan Dr. Abdul Halim Mahmud.

Tokoh lain yang dikaguminya adalah al-Imam al-Ghazali. Ia dinilai oleh

sebagian orang adalah penyebab kemunduran Islam, karena ia menolak filsafat

dalam bukunya “Tahafut al-Falasifah” dan ia pun menjadi penyebab munculnya

aliran-aliran tarekat yang lebih cenderung memikirkan kehidupan akhirat.

Sebaliknya sebagian orang juga membelanya, dalam konteks ini Yusuf al-

Qaradhawi berusaha menjelaskan posisi al-Ghazali yang dikemas dalam bukunya

Page 48: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

38

“Imam al-Ghazali baina Madihihi wa Naqidihi”. Tokoh lain yang dikaguminya

adalah Ibnu Taimiyah dan muridnya Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah.

Al-Qaradhawi juga mengagumi Sayyid Muhammad Rasyid Ridha,

tokoh pembaharu Islam yang terletak pada keluasan wawasannya dalam

memahami ajaran Islam, pemahamannya terhadap zaman, tidak fanatik, tidak

taklid dan keinginannya yang kuat untuk kembali kepada al-Quran dan Sunnah

seperti yang dilakukan oleh salaf al-shaleh. Dengan keterangan di atas dapat

dikatakan bahwa al-Qaradhawi telah menyerap ilmu pengetahuan dari berbagai

sumber yang kemudian mengkristal pada dirinya. Selain itu, al-Qaradhawi

juga tidak membatasi dirinya pada ilmu-ilmu keislaman saja, ia juga mengkaji

ilmu pengatahuan lainnya seperti falsafah, sejarah, ilmu pendidikan, ilmu jiwa,

sosiologi, ilmu ekonomi, perbandingan agama dan aliran-aliran kontemporer.

Hanya saja diperlukan pula sikap kehati-hatian ketika mempelajarinya, harus

ada sikap kritis, karena saat ini sedang terjadi perang pemikiran (al-Ghazwu al-

Fikri) yang kadang melekat dalam buku-buku tersebut.

Yusuf al-Qaradhawi juga mengagumi sosok Abu al-Hasan al-Nadawy

karena ia seorang modernis yang integralistik. Ia dapat diterima oleh semua

aliran serta kalangan Islam di India dan dunia Islam, yang memungkinkannya

berperan dalam menghilangkan berbagai penyebab pertikaian yang terjadi di

India. Yusuf al-Qaradhawi banyak belajar dari buku-bukunya yang ia jadikan

sebagai sumber rujukan dalam karya tulisnya. Karena menurutnya setiap buku

yang ditulis al-Nadawy memiliki ciri khas tersendiri baik dalam pembahasan

maupun dalam ide pokoknya. Menurut al-Qaradhawi, hampir tidak ada

dikalangan dai kontemporer dan pemikir Islam yang tidak mengambil manfaat

dari bukunya. Al-Qaradhawi tidak saja berguru melalui buku-bukunya, tetapi

juga dengan pertemuan langsung yang terjadi beberapa kali. Sampai al-Nadawy

mendapat julukan Imam Rabbani Islami, Qurani, Muhammadi dan `Alami.

Begitulah al-Qaradhawi menyikapi intelektual Muslim sebelumnya,

boleh mengagumi tapi tidak boleh terbawa oleh kekaguman sehingga menjadi

fanatik yang membabi buta. Meskipun Yusuf al-Qaradhawi kagum dan hormat

kepada tokoh-tokoh di atas, namun tidak sampai melenyapkan sifat kritis yang

Page 49: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

39

dimiliki Yusuf al-Qaradhawi. Beliau mengatakan: “di antara nikmat Allah yang

diberi kepada saya ialah terbebasnya saya sejak dini dari ikatan mazhab, taqlid,

dan ta‟ashshub (fanatik) terhadaap pendapat seprang alim tertentu, meskipun

pelajaran fiqh saya yang resmi adalah mazhab Abu Hanifah.”31

31

Winda Alisriani, Telaah terhadap fatwa yusuf al-qardhawi tentang bank air susu ibu

dan konsekwensinya terhadap larangan perkawinan karena sepersusuan, h., 40-46.

Page 50: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

40

BAB III

PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH

A. Konsep Ahl Dzimmah

Ahl dzimmah berasal dari dua kata terpisah, yaitu Ahl dan Dzimmah.

Secara etimologis, kata Ahl berarti kabilah, suku, sanak keluarga atau kerabat.1

Dalam Lisan al-„Arab, Ibn Manzur mendifinisikan kata al-Ahl dengan makna

yang berbeda-beda, sesuai dengan kata sambungnya. Jika digandeng dengan kata

al-Amr (Ahl al-Amr), berarti orang yang mengurusi masalah tersebut. Jika

digandengkan dengan kata al-Rajul (ahl al-Rajul), berarti orang-orang terdekat

disekitar orang tersebut. Jika digandengkan dengan nama semua Nabi, maka

maknanya adalah umatnya.2

Kemudian kata Dzimmah berasal dari kata kerja dzamma-yaadzumu

memiliki arti al-„ahd yang bermakna janji, atau al-Kafalah wa al-Daman yang

berarti tanggungan dan jaminan3 dan juga berarti al-amn yang berarti keamanan.

4

Ditambah juga oleh al-Zabidi dalam Taj al-Arus min Jawahir al-Qamus, bahwa

kata al-dzimmah juga berarti al-Qaum al-Mu‟ahadun yang berarti dzudzimmah,

yakni suatu kaum yang memiliki jaminan perlindungan.5 Dengan demikian,

pengertian ahl dzimmah secara bahasa adalah sekelompok golongan yang

mengadakan perjanjian untuk menjadi bagian dan memiliki ikatan dengan suatu

kelompok masyarakat yang dijaga dan dilindungi.

1 Muhammad Murtada al-Husaini al-Zabidi, Taj al-Arus min Jawahir al-Qamus, Jilid 28,

(Kuwait: Hukumah al-Kuwait, 1385 H/ 1965 M), h., 40.

2 Ibn Manzur, Lisan al-„Arab, (Kairo: Dar al-Hadis, 2003), Jilid.3, h., 523.

3 Al-Tahir Ahmad al-Zawi, al-Qamus al-Muhit, Jilid.2 (Saudi: Dar Alam al-Kutub li al-

Nasyr wa al-Tawzi, 1417H/1996M), h., 268.

4 Ibn Manzur , Lisanal-„Arab, h.523. Muhammad Murtada al-Husaini al-Zabidi, Taj al-

Aruss min Jawahir al-Qamus, Jilid.28, h., 206.

5 Muhammad Murtada al-Husaini al-Zabidi, Taj al-Arus min Jawahir al-Qamus, Jilid 28,

(Kuwait: Hukumah al-Kuwait, 1385 H/ 1965 M), h., 206.

Page 51: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

41

Secara terminologi, Ahl Dzimmah memiliki makna khusus yang dikenal

dalam tradisi keilmuan Islam. Mereka adalah golongan pemilik perjanjian,

pemilik tanggungan dan pemilik jaminan yang disebut dalam hukum fikih sebagai

orang-orang yang mendapat jaminan dari Allah swt dan Rasul-Nya serta kaum

Muslim untuk hidup dengan aman dan tentran dibawah perlindungan Islam di

dalam lingkungan masyarakat Islam.6

Menurut Imam al-Ghazali menuturkan bahwa ahl dzimmah adalah ahli

kitab yang telah balig, berakal, merdeka, laki-laki, mampu berperang dan

membayar jizyah.7 Sedangkan menurut Ibn al-Juza‟i, ahl dzimmah ialah orang

kafir yang merdeka, balig, laki-laki, menganut agama yang bukan Islam, mampu

membayar jizyah dan tidak gila.8 Sa‟id Hawa mengatakan bahwa ahl dzimmah

merupakan sekelompok orang-orang kafir yang mengadakan perjanjian untuk

tunduk kepada hukum dan kekuasaan Allah SWT. sehingga masuk dalam

perlindungan kaum Muslim.9

Menurut Jonathan, dzimmi adalah sekelompok orang kafir yang hidup

(bertempat tinggal) di wilayah yang berada di bawah kekuasaan Muslim. Menurut

Sayyid Sabiq, dzimmi berbeda dengan kafir muahad. Kafir muahad adalah

orang kafir yang mengadakan perjanjian dengan orang Islam, baik perjanjian itu

berisi memohon jaminan keamanan dari orang Islam ataupun perjanjian dengan

cara gencatan senjata yang ditetapkan oleh penguasa Islam, maupun

berdasarkan kontrak fidyah.10

6 Abdul Aziz Dahlan, Einsklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT. Ichitiar Baru Van Hoeve,

2006).Jilid 5, cet. Ke-7, h., 202.

7 Abu Hamid al-Ghazal, Al-Wajiz fi Fiqh al-Imam al-Syafi, Vol. 2, (Mesir: Muhammad

Mustafa, 1318 H), h., 198.

8 Muhammad ibn Ahmad ibn al-Juza‟i al-Kalabi, Al-Qawanun al-Fiqhiyyah fi Talkhias

al-Mazhab al-Malikiyyah, (Beirut: Dar al-Qalam, t. t), h., 184.

9 Said Hawa, Al-Islam. Terj. Abdul Hayyi al-Kattani.et.al, (Jakarta: Gema Insani Press,

2004), h., 294.

10

Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, alih bahasa Nor Hasanuddin, cet.2 (Jakarta: Pena

Pundi Aksara, 2007),. vol: III, h., 48.

Page 52: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

42

Menurut Yusuf al-Qaradhawi kata Dzimmah berarti perjanjian, jaminan

dan keamanan. Mereka dinamakan demikian karena mereka memiliki jaminan

perjanjian („abd) Allah dan Rasul-Nya serta jaminan kaum Muslimin untuk hidup

dengan aman dan tentram dibawah perlindungan Islam dan dalam lingkungan

masyarakat Islam. Jadi, mereka berada dalam jaminan keamanan kaum Muslimin

berdasarkan akad dzimmah. Dengan demikin menurut al-Qaradhawi dzimmah ini

memberikan kepada orang-orang non-Muslim suatu hak yang di masa sekarang

mirip dengan apa yang disebutsebagai kewarganegaraan politis yang diberikan

oleh negara kepada rakytnya. Dengan itu pula mereka memperoleh dan terikat

pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban semua warga negara.11

Berdasarkan pemaparan di atas, penulis berasumsi bahwa ahl dzimmah

merupakan orang-orang kafir yang mengadakan perjanjian untuk patuh pada

aturan hukum Islam sehingga memiliki ikatan dan menjadi bagian dari penduduk

Negara Islam yang mendapat jaminan perlindungan.

Muhammad Khair Haekal menyatakan bahwa sesungguhnya dalam

konteks Negara Islam dikenal frasa Dar al-Islam yang merupakan istilah syar‟i

yang dipakai untuk menunjukan realitas tertentu dari sebuah negara. Ada juga

frasa Dar al-Kufr yang merupakan istilah syar‟i yang digunakan untuk

menunjukan realitas tertentu dari sebuah Negara yang berlawanan dengan Dar al-

Islam. Begitu pula dengan istilat Dar al-Dufar, Dar al-Syirk dan Dar al-Harb

yang semuanya adalah istilah syar‟i yang maknanya sama untuk menunjukan

realitas tertentu dari sebuah negara.12

Istilah Dar al-Islam dan Dar al-Kufr telah dituturkan di dalam sunnah

dan atsar para Sahabat. Imam al-Mawardi menuturkan sebuah riwayat dari Nabi

saw. bahwa beliau pernah bersabda: “Semua hal yang ada di dalam Darul

11

Yusuf al-Qaradhawi, Ghairul Muslimin fil Mujtama‟ Al Islami, ter, Muhammad Baqir,

Minoritas Non-Muslim di dalam Masyarakat Islam, (Bandung: Mizan, 1994). h.,18-19.

12

Muhammad Khair Haekal, al-Jihad wa al-Qital, vol.1, h . 660. Lihat pula: Imam asy-

Syafi‟i, al-Umm, vol: IV, h., 270-271.

Page 53: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

43

Islam menjadi terlarang (terpelihara), sedangkan semua hal yang ada di dalam

Dar asy-Syirk telah dihalalkan.”13

Maksud dari riwayat di atas adalah bahwa semua orang yang hidup di

dalam Dar al-Islam, harta dan darahnya terpelihara. Harta penduduk Dar al-

Islām tidak boleh dirampas, darahnya juga tidak boleh ditumpahkan tanpa ada

alasan yang syar‟i. Sebaliknya, harta dan darah penduduk Dar al-Kufr

tidaklah terpelihara, kecuali ada alasan syar‟i yang mewajibkan kaum Muslim

melindungi harta dan darahnya.14

Di dalam kitab al-Kharaj karya Abu Yusuf, dituturkan bahwa ada sebuah

surat yang ditulis oleh Khalid bin Walid kepada penduduk Hijrah. Dalam surat

itu tertulis:

“Aku telah menetapkan bagi mereka (penduduk Hirrah yang menjalin

perjanjian dzimmah), yakni orang tua yang tidak mampu bekerja, atau orang

yang cacat, atau orang yang dulunya kaya lalu jatuh miskin, sehingga harus

ditanggung nafkahnya oleh penduduk yang lain; semuanya dibebaskan dari

pembayaran jizyah, dan mereka akan dicukupi nafkahnya dari harta Baitul Mal

kaum Muslim, selama mereka masih bermukim di Darul Hijrah dan Darul

Islam. Jika mereka berpindah ke negeri lain yang bukan Darul Hijrah maka

tidak ada kewajiban bagi kaum Muslim untuk mencukupi nafkah mereka.”15

Ibnu Hazm mengatakan, “Semua tempat selain negeri Rasulullah saw.

adalah tempat yang boleh diperangi; disebut Dar al-Ḥarb serta tempat untuk

berjihad.”16

Di dalam Hasyiyah (catatan pinggir) Ibnu Abidin atas kitab al-Dur

al-Mukhtar Syarḥ Tanwir al-Abshar disebutkan: “Darul Islam tidak akan berubah

menjadi Darul Harbi (karena) misalnya, orang kafir berhasil menguasai negeri

kita, atau penduduk Mesir murtad kemudian mereka berkuasa, atau diterapkan

atas mereka hukum-hukum kufur; atau negeri itu mencabut dzimmah

(perjanjian untuk mendapatkan perlindungan dari Darul Islam), atau negeri

13

Imam al-Mawardi, Ahkam as-Sulthaniyyah, Tahqiq: Dr. Ahmad Mubarok al-

Baghdadi (Kuwait: Maktabah Dar Ibnu Qutaibah, 1989), Cet.I, h., 60.

14

Muhammad Khair Haekal, Al-Jihad wa al-Qital, h., 660.

15

Abu Yusuf, Al-Kharaj, (Qohiroh: Maktabah Al-Salafiyah, 1971), h., 155-156.

16

Imam Ibnu Hazm, al-Muhalla bi al-Atsar, Tahqiq: Muhammad Munir Ad- Dimasyqi

Ahmad Muhamad Syakir (Beirut: Dar Kutub Ilmiah, 1427), vol.VII, h., 305.

Page 54: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

44

mereka dikuasai oleh musuh; salah satu hal tersebut tidak menjadikan Darul

Islam berubah menjadi Dar al-Harb jika telah memenuhi tiga syarat. Adapun

Abu Yusuf dan Mohammad berpendapat, cukup dengan satu syarat saja,

yakni tampaknya hukum-hukum kufur di negara itu, dan ini adalah qiyas.”17

Di dalam kitab al-Siyasah al-Syar‟iyyah karya Syaikh Abd al-Wahhab

Khalaf dituturkan: “Darul Islam adalah negeri yang diberlakukan di dalamnya

hukum-hukum Islam dan keamanan negeri itu dibawah keamanan kaum

Muslim, sama saja, apakah penduduknya Muslim atau dzimmi. Adapun Dar al-

Harb adalah negeri yang didalamnya tidak diberlakukan hukum-hukum Islam

dan keamanan negeri itu tidak dijamin oleh kaum Muslim.”18

Syeikh Taqiyyuddin an-Nabhani merinci apa yang dijelaskan didalam

kitab al-Siyasah al-Syar‟iyyah karya Syaikh Abd al-Wahhab Khalaf sebagai

berikut: “Penetapan suatu negeri termasuk Darul Islam atau darul al-kufur

harus memperhatikan dua perkara. Pertama: hukum yang diberlakukan di

negeri itu adalah hukum Islam. Kedua: keamanan di negeri itu harus dijamin

oleh kaum Muslim, yakni kekuasaannya. Jika suatu negeri memenuhi dua

perkara ini maka ia disebut Darul Islam dan negeri itu telah berubah dari Darul

Kufur menuju Darul Islam. Akan tetapi, jika salah satu unsur itu lenyap maka

negeri itu menjadi Darul Kufur. Negeri Islam yang tidak menerapkan hukum-

hukum Islam adalah Darul Kufur. Begitu pula sebaliknya, jika negeri Islam

menerapkan hukum-hukum Islam, namun keamanannya tidak dijamin oleh

kaum Muslim, yakni kekuasaannya, namun dijamin oleh kaum kafir, maka

negeri itu termasuk Darul Kufur. Oleh karena itu, seluruh negeri kaum Muslim

sekarang ini termasuk Darul al-Kufur. Alasannya, negeri-negeri itu tidak

menerapkan hukum Islam. Suatu negeri juga tetap disebut Darul Kufur

seandainya di dalamnya kaum kafir menerapkan hukum-hukum Islam atas

kaum Muslim, namun kekuasaannya dipegang oleh kaum kafir. Dalam

17

Hasyiyyah Ibnu Abidin, Ad-Durr al-Mukhtar Syarh Tanwir al-Abshar (Riyadh: Dar

Alam al-Kutub, 2003), Vol.3, h., 390.

18

Syaikh Abdul Wahhab Khalaf, As-Siyasah asy-Syar‟iyyah, (Beirut: Dar al- Kutub As-

Syar'iyyah, 1989), h., 69.

Page 55: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

45

keadaan semacam ini, keamanan negeri itu di bawah keamanan kafir, dan

secara otomatis ia termasuk Darul Kufur.”19

Menurut Dr. Mohammad Khair Haekal, dari pendapat-pendapat di atas,

pendapat yang paling rajih adalah pendapat yang menyatakan bahwa dar al-

Islam adalah negeri yang sistem pemerintahannya adalah sistem pemerintahan

Islam (diatur dengan hukum Islam) dan pada saat yang sama, keamanan negeri

tersebut baik keamanan dalam dan luar negeri berada di bawah kendali kaum

Muslim.20

Melalui analisis para ahli tersebut dapat penulis kesimpulkan bahwa

sebenarnya tidak semua orang kafir menentang ajaran Islam dan Muslim.

Kelompok dzimmi adalah kelompok orang kafir yang justru hidup di bawah

perlindungan Muslim. Dengan perjanjian tertentu dan kewajiban membayar

jizyah, kelompok minoritas dzimmi ini berharap mendapatkan perlindungan dari

kelompok mayorits Muslim. Hubungan antara Muslim dan non-Muslim sama

sekali tidak dilarang oleh Allah swt. selama pihak-pihak lain menghormati hak-

hak Muslim. Dasar pertama dalam perlakuan terhadap Ahl Dzimmah dalam Darul

Islam ialah bahwa mereka memiliki hak-hak yang sama seperti yang dimiliki

kaum Muslimin kecuali dalam beberapa hal tertentu, sebagaimana mereka

dibebani kewajiban-kewajiban yang sama seperti yang dibebankan atas kaum

Muslimin kecuali dalam beberapa hal tertentu.

B. Hak-Hak Ahl Dzimmah

Komunitas non-Muslim yang berada dalam tanggungan kaum Muslim

(Dzimmah al-Muslimin), mendapatkan status dan perlakuan yang baik sejauh

mereka masih menetap di wilayah Islam dan tidak mengkhianati perjanjian yang

telah disepakati dengan kaum Muslim. Perjanjian yang bermuara pada jaminan

mendapatkan hak dan kewajiban sebagai bagian dari warga Negara Islam yang

dilindungi tersebut akan berlaku selama ia hidup dan bagi anak cucunya di hari

19

Syaikh Taqiyyuddin an-Nabhani, Asy-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, (Kairo: Dar al-

Umah, 1996), vol: II, h., 215-216.

20

Muhammad Khair Haekal, Al-Jihad wa al-Qital, h., 669.

Page 56: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

46

kemudian. Bahkan jika mereka lalai dalam menjalankan perjanjian yang telah

disepakati dan bukan karena berniat melakukan pengkhianatan dan

pemberontakan, negara tidak serta merta memutuskan perjanjian tersebut.21

Secara umum, ahl dzimmah mendapatkan hak-hak yang sama dengan yang

diperoleh kaum Muslim, hanya dalam masalah tertentu yang menyangkut

keamanan negara saja mereka mempunyai hak sedikit terbatasi. Sebagaimana

yang telah dijelaskan dalam ajaran-ajaran Islam dan dibuktikan secara nyata oleh

fakta sejarah bahwa mereka (ahl dzimmah) dijamin mendapatkan hak-haknya,

bahkan Rasulullah SAW mengancam keras bagi siapapun yang berbuat aniaya

dan menghilangkan hak-hak kaum dzimmi, yaitu :

“ingatlah! Barangsiapa berlaku zalim terhadap mu‟ahid (non-Muslim yang

mengikat janji setia dengan pemerintahan Islam), mengurangi haknya,

membebani mereka beban (jizyah) di luar kemampuannya atau mengambil harta

mereka tanpa kerelaan mereka, maka akulah nantinya yang akan memusuhinya di

hari kiamat kelak” (HR. al-Khatib).

Sebenarnya, penyebutan ahl dzimmah tersebut memberikan isyarat bahwa

mereka (non-Muslim) mendapatkan jaminan dari Allah, Rasul-Nya, dan kaum

Muslim untuk dapat hidup dan memiliki ikatan di bawah naungan Islam dengan

aman dan damai, mereka ini yang dalam istilah sekarang berstatus warga negara

dalam suatu negara Islam.22

Selanjutnya, mereka yang telah mendapatkan jaminan

tersebut harus dilindungi dan diperlakukan sesuai dengan perjanjian yang telah

disepakati. Seorang ahli fikih, Maliki Syihabudin al-Qarafi menyinggung masalah

tanggung jawab umat dan negara terhadap ahl dzimmah ini dengan mengatakan :

“Perjanjian perlindungan adalah menentukan hak yang harus kita patuhi,

karena sesungguhnya mereka itu ada di samping kita, dalam perlindungan kita,

dalam perjanjian kita, dalam perjanjian Allah, dalam perjanjian Rasulullah SAW

dan dalam perjanjian Islam. Oleh karena itu, barang siapa yang mengganggu

mereka kendati dengan sepatah kata yang tidak baik, atau dengan mengumpat

21

Abul A‟la Maududi, Hukum dan Konstitusi Sistem Politik Islam, Terj. Asep Hikmat

(Bandung: Mizan, cet. vI, 1998), h., 309.

22

Yusuf al-Qaradhawi, al-Halal wa al-Haram fi al-Islam, (Kairo: Maktabah Wahbah,

Cet. 22, 1418 H/1997 M), h., 292.

Page 57: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

47

yang menodai kehormatan mereka, atau dengan gangguan apapun, maka sungguh

ia (yang menganiaya tersebut) telah mengenyampingkan perjanjian Allah,

Perjanjian Rasulullah SAW, dan perjanjian Islam.”23

Menurut pandangan Yusuf al-Qaradhawi, dasar pertama dalam perlakuan

terhadap Ahl Dzimmah dalam Darul Islam ialah bahwa mereka memiliki hak-hak

yang sama seperti dimiliki kaum Muslimin kecuali dalam beberapa hal tertentu,

sebagaimana mereka dibebani kewajiban-kewajiban yang sama seperti yang

dibebankan atas kaum Muslimin kecuali dalam beberapa hal tertentu.

Adapun terhadap hak-hak yang diperoleh oleh non-Muslim selama

berstatus ahl dzimmah adalah sebagai berikut:24

1. Hak Mendapatkan Perlindungan atau Keamanan

Hak mendapatkan perlindungan adalah hak pertama yang harus dimiliki

oleh ahl dzimmah ketika berada dibawah naungan negara Islam dan masyarakat

Islami. Perlindungan ini meliputi perlindungan terhadap segala macam

pelanggaran (serangan) yang berasal dari luar negeri maupun terhadap segala

macam kezaliman yang berasal dari dalam negeri, sedemikian sehingga mereka

bener-bener menikmati rasa aman dan tentram.25

Tidak hanya itu, mereka harus

mendapatkan perlindungan nyawa dan badan, perlindungan terhadap harta benda,

perlindungan terhadap kehormatan dan mendapatkan jaminan hari tua dan

jaminan kemiskinan. Perlindungan ini tidak mungkin bisa terwujud tanpa adanya

jaminan yang pasti dari syariat Islam.

Yusuf al-Qaradhawi membagi hak perlindungan yang dimiliki oleh ahl

dzimmah menjadi beberapa bagian:

a. Hak Perlindungan Terhadap Pelanggaran Dari Luar Negari

23

Yusuf al-Qaradhawi, al-Halal wa al-Haram fi al-Islam, h., 293.

24

Yusuf al-Qaradhawi, Ghairul Muslimin fil Mujtama‟ Al Islami, ter, Muhammad Baqir,

Minoritas Non-Muslim di dalam Masyarakat Islam, (Bandung: Mizan, 1994). h.,15.

25

Yusuf al-Qaradhawi, Ghairul Muslimin fil Mujtama‟ Al Islami, ter, Muhammad Baqir,

Minoritas Non-Muslim di dalam Masyarakat Islam, h.,21-22.

Page 58: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

48

Mengenai perlindungan terhadap pelanggaran yang berasal dari luar

negeri, mereka memiliki hak yang sama seperti yang dimiliki kaum Muslimin.

Kewajiban seorang Imam atau Waliyul Amri dari kalangan Muslimin untuk

menyelenggarakan perlindungan seperti ini dengan kekuasaan yang

dilimpahkan kepadanya oleh syariat serta kekuatan militer yang berada di

bawah wewenagnya. Dalam kitab Mathalib Ulin Nuba (salah satu kitab dalam

mazhab Imam Hambali) disebutkan “seorang Imam wajib menjaga

keselamatan ahl dzimmah dan mencegah siapasaja yang mengganggu mereka,

melepaskan mereka dari tindakan penawanan dan menolak kejahatan siapa

saja yang hendak menunjukan kepada mereka. Hal ini berlaku selama mereka

berdiam di negeri Darul Islam.26

Menurut Yusuf al-Qaradhawi, mengutip dalam bukunya al-Faruq Imam

Qarafi al-Maliki menukilkan ucapan Ibn Hazm dalam bukunya Maratib al-

Ijma‟, “Apabila kaum kafir dating ke negeri kita karena hendak mengganggu

orang yang berada dalam perlindungan akad dzimmah maka wajib atas kita

menghadang dan memerangi mereka dengan segala kekuatan dan senjata,

bahkan kita siap mati untuk itu demi menjaga keselamatan orang yang berada

dalam dzimmah Allah swt dan Rasul-Nya saw. Menyerahkannya kepada

mereka tanpa upaya-upaya tersebut dianggap menyia-nyiakan akad dzimmah.

Ketika ahl dzimmah mendapatkan ancaman atau berupa tekanan dari luar,

maka syariat Islam mewajibkan kepada negaranya untuk mengantisipasi serta

menetralisir ancaman tersebut.27

Diantara sikap-sikap penerapan konsep Islami ini ialah seperti yang pernah

diriwayatkan dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Ketika orang-orang Tar-tar

menguasai negeri Syam, Ibnu Taimiyah pergi menemui Qathlu Syah agar

melepaskan para tawanan. Panglima pasukan Tar-tar itu mengizinkan

pelepasan para tawanan dari kalangan ahl dzimmah. Segera Ibnu Taimiyah

26

Yusuf al-Qaradhawi, Ghairul Muslimin fil Mujtama‟ Al Islami, ter, Muhammad Baqir,

Minoritas Non-Muslim di dalam Masyarakat Islam, h., 22.

27

Yusuf al-Qaradhawi, Ghairul Muslimin fil Mujtama‟ Al Islami, ter, Muhammad Baqir,

Minoritas Non-Muslim di dalam Masyarakat Islam, h., 23.

Page 59: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

49

berkata kepadanya: “Kami tidak akan merasakan puas kecuali dengan

pelepasan seluruh tawanan, termasuk kaum Yahudi dan Nasrani karena

mereka adalah orang-orang terikat kepada dzimmah kami. Oleh sebab itu,

kami tidak akan membiarkan tetap tertawannya ahl dzimmah ataupun ahl

millah (yakni kaum Muslimin). Akhirnya, karena melihat ketetapan hati Ibnu

Taimiyah, panglima tersebut melepaskan semua tawanan.28

b. Hak Perlindungan Terhadap Kezaliman di Dalam Negeri

Perlindungan terhadap kezaliman yang berasal dari dalam negeri adalah

sesuatu yang diwajibkan oleh Islam, bahkan sangat diwajibkan. Islam

memperingatkan kaum Muslimin agar jangan sekali-kali mengganggu dan

melanggar hak ahl dzimmah , baik dengan tindakan ataupun ucapan.

Sedangkan Allah swt tidak menyukai orang-orang zalim dan tidak pula

memberi mereka petunjuk. Sebaliknya, ia akan menyegerakan azab atas

mereka atau menagguhkan hukuman atas mereka di akhirat secara berlipat

ganda.29

Amat banyak ayat-ayat dan hadits-hadits yang secra umum mengharamkan

kezaliman dan mencelanya dengan keras serta mengingatkan akan akibatnya

yang sangat buruk diakhirat maupun di dunia. Dalam sebuah hadis qudsi Allah

berfirman:

ػ ـب ش سهى ف ى للا ػه صهـ انج ، ػ للا ػ رس انغفبسي سض أثـ ػز ػ سث

لبل : جم أ اب ػجبدي يب ؛ فل رظبنـ ـكى يذش جؼهز ث ، يذ انظهى ػهـى فس دش إـ

Artinya: “Dari Abu Dzar al-Ghifari Radhiyallahu anhu bahwa Nabi

Shallallahu „alaihi wa sallam meriwayatkan Firman Allah Azza wa Jalla,

“Wahai hamba-Ku! Sesungguhnya Aku mengharamkan kezhaliman atas diri-

Ku dan Aku menjadikannya haram di antara kalian. Maka, janganlah kalian

saling menzhalimi.” 30

28 Yusuf al-Qaradhawi, Ghairul Muslimin fil Mujtama‟ Al Islami, ter, Muhammad Baqir,

Minoritas Non-Muslim di dalam Masyarakat Islam, h., 24.

29

Yusuf al-Qaradhawi, Ghairul Muslimin fil Mujtama‟ Al Islami, ter, Muhammad Baqir,

Minoritas Non-Muslim di dalam Masyarakat Islam, h., 24-25.

30

Imam Muslim, Shahih Muslim (Kairo: Maktabah Dahlan,2000), jilid 4, h., 1994.

Page 60: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

50

Dari hadis qudsi tersebut bisa dipastikan bahwa Islam adalah agama yang

anti kezaliman. Selain hadis tersebut sangat banyak ayat-ayat Al-Quran dan

hadis Nabi yang mengharamkan kezaliman, dan memberikan ancaman yang

keras terhadap pelakunya. Sehingga ditarik kesimpulan ajaran manapun yang

mengatasnamakan agama Islam, namun masih terdapat rasa ketidak adilan dan

kezaliman, ajaran tersebut diyakini bukan bersumbar dari Islam.

Menurut al-Qaradhawi, ketika non-Muslim berada di bawah naungan

negara Muslim, mereka sudah dipastikan mendapatkan jaminan keamanan dari

ganguan manapun, bahkan dari gangguan orang Islam sendiri. Secara khusus

banyak hadis Nabi dan perkataan para sahabat yang menyatakan bahwa

keamanan mereka sudah dijamin oleh Allah dan rasulnya.31

Berikut hadis yang menjamin keamanan mereka:

ت فس، فأ أل ي ش ط ئب ثغ ش أخز ي ، أ ق طبلز كهف ف زمص، أ ا ج ظهى يؼبذا، أ ب دج

و انمبيخ

Artinya: “Ingatlah, siapa yang sewenang-wenang terhadap orang yang terikat

perjanjian, merendahkannya, membebaninya di atas kemampuannya atau

mengambil sesuatu darinya tanpa kerelaan darinya (merampas), maka aku

adalah lawan bertikainya pada Hari Kiamat. (HR Abu Dawud).32

Dalam hadis lain Nabi Muhammad saw juga bersabda:

لزم يؼبذا ػبيبي شح أسثؼ يس جذ ي ذب ر س إ نى شح سائذخ انجخ

Artinya: “Barang siapa yang membunuh orang yang terikat perjanjian, maka

dia tidak akan mencium bau surga, sungguh bau surga itu tercium dari jarak

perjalanan 40 tahun” (HR al-Bukhari).33

Umar ibnu al-Khattab ketika menjabat sebagai khalifah sering bertanya

kepada orang yang dating dari daerah-daerah tentang keadaan ahl dzimmah

31

Muhammad Zaini, Hak dan Kewajiban Ahl Adz-Dzimmah Menurut Yusuf al-

Qaradhawi, h., 56

32

Imam as-Shayuthi, al-Jami as-shagir, (Hidayah, 1999), jilid 2, h., 158.

33

Imam Baihaki, Sunan al-Kubra, (Darul ma‟arif Usmaniyah, 1984), jilid 9, h., 205.

Page 61: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

51

karena khawatir ada di antara kaum Muslimin yang menimbulkan suatu

gangguan terhadap mereka. Orang-orang itupun berkata, “Tidak ada sesuatu

yang kami ketahui kecuali pelaksanaan perjanjian dengan sebaik-baiknya. Ali

bin Abi Thalib R.A pernah berkata: ”ahl dzimmah membayar jizyah agar harta

mereka sama seperti harta kita dan nyawa mereka seperti nyawa kita (yakni

memperoleh jaminan penuh).34

Dari kumpulan hadis dan perhatian para sahabat terhadap ahl dzimmah,

Para fuqaha (ahli-ahli fikih) dari seluruh mazhab menegaskan bahwa kaum

Muslimin wajib mencegah kezaliman apapun yang menimpa ahl dzimmah

serta memelihara keselamatan mereka. Bahkan Ibnu Abidin dalam bukunya

Hasyiya menyatakan, bahwa berbuat zalim kepada ahl dzimmah lebih besar

dosanya dari pada berbuat zalim kepada sesama muslim.35

Hal itu mengingat

bahwa seorang dzimmi dalam Negara Islam biasanya lebih lemah

kedudukannya, sedangkan kezaliman yang dilakukan oleh orang yang lebih

kuat terhadap orang yang lebih lemah lebih besar dosanya.

c. Hak Perlindungan Nyawa dan Badan (kehidupan)

Hak perlindungan yang ditetapkan bagi Ahl Dzimmah mencakup

perlindungan keselamatan darah, nyawa dan badan mereka sebagaimana

mencakup pula seluruh kehidupannya.36

Dalam hadis Nabi saw bersabda:

ػ سجم ي أصذبة انج صهى للا ػه سهى أ سسل للا صهى للا ػه سهى لبل : ي لزم سجل

)سا انسبء ادذ( سذب نجذ ي يسشح سجؼ ػبيبي أم انزيخ نى جذ سخ انجخ، إ

Artinya:”Dari seorang laki-laki dari kalangan shahabat Nabi shallallaahu

„alaihi wa sallam : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu „alaihi wa sallam

telah bersabda : “Barangsiapa yang membunuh seorang laki-laki dari

kalangan ahl dzimmah, niscaya ia tidak akan mencium bau surga.

34 Al-Mughni, jilid viii, h., 445, al-Badai‟, jilid vii, h., 111, dikutip dari buku Ahkam adz

Dzimmiyah wal Mustakmanin, h., 89.

35

Muhammad Zaini, Hak dan Kewajiban Ahl Adzimmah Menurut Yusuf al-Qaradhawi,

lihat juga, Yusuf Al-Qaradhawi, Ghairul Muslimin fil Mujtama‟ Al Islami, h., 13.

36

Yusuf al-Qaradhawi, Ghairul Muslimin fil Mujtama‟ Al Islami, ter, Muhammad Baqir,

Minoritas Non-Muslim di dalam Masyarakat Islam, h., 28.

Page 62: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

52

Sesungguhnya bau surga itu dapat tercium dari jarak perjalanan tujuh puluh

tahun”.37

Dalam hadits lain Nabi Muhammad saw bersabda:

ث ػجذ للا ذ ػ ثب يجب دذ ثب انذس ادذ دذ ثب ػجذ ان دفص دذ س ث ثب ل صهى دذ انج ش ػ ػ

ػه يسشح أس للا سذب نجذ ي إ لزم فسب يؼبذا نى شح سائذخ انجخ سهى لبل ي ػبيب ثؼ

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Qais bin Hafsh telah

menceritakan kepada kami Abdul Wahid telah menceritakan kepada kami Al

Hasan telah menceritakan kepada kami Mujahid dari Abdullah bin Amru dari

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Siapa yang membunuh orang

kafir yang telah mengikat perjanjian (mu'ahid) dengan pemerintahan

muslimin, ia tak dapat mencium harum surga, padahal harum surga dapat

dicium dari jarak empat puluh tahun.”38

Dari hadis tersebut sudah jelas adanya jaminan kehidupan khususnya

nyawa dan badan dari ahl dzimmah agar dilindungi dalam suatu negara, dan

Rasulullah saw mengancam keras bagi orang yang membunuhnya. Karena itu,

kaum fuqaha sepakat bahwa pembunuhan terhadap seorang dzimmi

merupakan dosa besar, bahkan termasuk dosa-dosa keji terbesar mengingat

ancaman keras dalam hadits tersebut. Bahkan al-Qaradhawi berpendapat,

bahwa pelaku pembunuhan tersebut boleh di hukum qishas, meskipun

pendapat ini tidak sama dengan mayoritas ulama.39

d. Hak Perlindungan Keamanan Harta Benda

Seperti halnya perlindungan terhadap jiwa dan nyawa mereka, demikian

pula perlindungan terhadap harta benda mereka. Hal ini merupakan

37

Diriwayatkan oleh An-Nasa‟i 8/25 dan Ahmad 4/237 dan 5/369 dari jalur Al-Qasim bin

Mukhaimirah, darinya. Asy-Syaikh Salim Al-Hilaliy berkata: “Sanadnya shahih, kemajhulan

seorang shahabat tidaklah merusak keshahihan hadits sebagaimana dijelaskan dalam ilmu

Mushthalah Hadits”.

38

Imam Bukhari, Shahih Bukhari, h., 224.

39

Yusuf al-Qaradhawi, Ghairul Muslimin fil Mujtama‟ Al Islami, h., 12.

Page 63: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

53

kesepakatan kaum Muslimin dari semua mazhab diseluruh negeri dan pada

seluruh masa pemerintahan yang bergantian. Sesungguhnya Islam merupakan

agama fitrah, maka tidak ada satu pun prinsip yang bertentangan dengan fitrah

atau merusak fitrah itu sendiri. Prinsip-prinsip itu sesuai dengan fitrah, bahkan

terkadang meluruskannya dan meningkat bersamanya. Di antara fitrah yang

telah Allah ciptakan untuk manusia adalah mencintai hak milik (kepemilikan).

Bahkan naluri kepemilikan ini sudah terdapat pada anak-anak, tanpa ada yang

mengajari dan menuntun.40

Diantara pesan-pesan Umar kepada Abu Ubaidillah ialah: “cegahlah kaum

Muslimin dari bertindak zalim terhadap mereka (yakni ahl dzimmah),

mengganggu ataupun memakan harta mereka kecuali dengan cara-cara yang

menghalalkannya”.

Ali r.a berkata: “Siapasaja mencuri harta milik seorang dzimmi akan

dipotong tangannya, siapa merampasnya akan dihukum dan harta itupun akan

dikembalikan kepada pemiliknya. Siapa berhutang kepada seorang dzimmi

harus melunasinya, dan jika ia dengan sengaja mengulur-ngulur waktu

pembayarannya sedangkan ia mampu, maka hakim akan memenjarakannya

sampai bersedia membayar hutang itu.”

Perhatian dan pemeliharaan Islam terhadap kesucian harta dan milik

mereka mencapai kesempurnaan, sedemikian sehingga ia menghormati

apasaja yang mereka anggap sebagai harta sesuai dengan agama mereka,

meskipun hal itu tidak dianggap sesuatu yang berharga dalam pandangan

kaum Muslimin.41

Karena Islam sangat melindungi harta benda setiap orang, maka

disyariatkan hukum pemotongan tangan bagi sipelaku pencurian, jika sudah

memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. Firman Allah swt dalam Q,S al-

Maidah/5:38

40

Yusuf al-Qaradhawi, Ghairul Muslimin fil Mujtama‟ Al Islami, ter, Muhammad Baqir,

Minoritas Non-Muslim di dalam Masyarakat Islam, h., 34-35.

41

Yusuf al-Qaradhawi, Ghairul Muslimin fil Mujtama‟ Al Islami, ter, Muhammad Baqir,

Minoritas Non-Muslim di dalam Masyarakat Islam, h., 36

Page 64: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

54

ب ذ بسلخ فبلطؼا أ انس بسق انس ػزز دكى للا للا ب كسجب كبل ي جزاء ث

Artinya: ”Dan pencuri laki-laki dan perempuan, potonglah tangan mereka

sebagai balasan atas perbuatan mereka”. (Q.S. Al-Maidah/5 : 38)

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Syaidah Aisyah ”bahwa Nabi

Muhammad saw memotong tangan pencuri, ketika nilai curiannya seperempat

dinar atau lebih”.42

Seorang Muslim tidak diperkenankan merampas harta ahl

dzimmah, karena tindakan itu jelas-jelas bertentangan dengan prinsip-prinsip

Islam yang telah di berlakukan dalam konteks interaksi (pergaulan) dengan

orang-orang non-Muslim yang hidup di bawah naungan orang Islam. Dalam

kitab al-Furuq Li al-Imam al-Qaurafi, diceritakan bahwa seorang laki-laki

bertanya kepada Ibnu Abbas ra,” Kami berpapasan dengan ahl dzimmah.

Kemudian kami mengambil sesuatu dari mereka”. Ibnu Abbas lalu

berkata,”Kalian tidak boleh mengambil sesuatupun dari ahl dzimmah kecuali

hal itu didasari kesepakatan antara kalian dengan mereka”.43

Abu Yusuf dalam kitabnya al-kharraj menyatakan bahwa Abu Bakar

ketika menjabat sebagai khalifah menulis surat kepada penduduk Najran, salah

satu isi dari surat tersebut yaitu: ”Bagi penduduk Najran dan sekitarnya ada

jaminan Allah dan Rasulnya untuk agama mereka, harta dan perdagangan

serta seluruh yang mereka miliki.”44

Menurut al-Qaradhawi mengenai hak perlindungan harta benda ahl

dzimmah. Tidak jauh berbeda dari pembahasan sebelumnya, yaitu diharamkan

segala bentuk kezaliman terhadap ahl dzimmah. Namun, al-Qaradhawi

membahas ini karena mengingat ada perbedaan jenis harta diantara orang

Muslim dengan orang non-Muslim. Minuman keras dan binatang babi tidak

boleh dimiliki oleh orang Islam, baik untuk dirinya atau diperjual belikan,

karena keduanya tidak dikatagurikan harta bagi orang muslim, dan bagi siapa

42

Imam Muslim, Shahih Muslim, jilid 3, h. 1312. Dan Imam An-nawawi, Shahih, h., 196.

43

Muhammad as-Sayyid Yusuf dan Ahmad Durrah, Pustaka Pengetahuan al- Quran,

terjemah Abu Bakar Ahmad. (Bandung: Ankasa, 2008), Jilid 3, h., 111.

Page 65: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

55

yang merusak kedua benda tersebut dari orang Islam, maka tidak ada sanksi

yang akan dijatuhkan, bahkan orang tersebut mendapatkan pahala, karena

melaksanakan amar ma‟ruf dan nahi munkar. Akan tetapi, bila khamr dan

babi itu dimiliki oleh seorang non-Muslim, keduanya dianggap harta berharga

olehnya. Bahkan mungkin termasuk harta yang paling berharga. Maka seperti

yang dinyatakan oleh ahli-ahli fiqh mazhab Hanafi, barang siapa merusak

sesuatu dari kedua-duanya milik seorang dzimmi, maka ia harus membayar

ganti harganya.45

e. Hak Perlindungan Terhadap Kehormatan Ahl Dzimmah

Islam memberikan perlindungan terhadap kehormatan dan harga diri

seorang dzimmi seperti halnya terhadap kaum Muslimin. Siapa saja tidaklah

dibolehkan mencaci seorang dzimmi ataupun menunjukan tuduhan palsu

terhadapnya, menjelekkannya dengan suatu ucapan yang tidak disukainya,

baik yang bersangkutan dengan dirinya sendiri, nasabnya, perilakunya, bentk

tubuhnya atau apasaja selain itu yang berhubungan dengannya.

Yusuf al-Qaradhawi mengutip perkataan Syihabuddin al-Qarafi,

”Sesungguhnya akad dzimmah mewajibkan berbagai hak untuk mereka, sebab

mereka itu berada dalam lingkungan kita, penjagaan kita, dzimmah kita

dzimmah Allah, Rasul-Nya dan agama Islam. maka barang siapa membuat

pelanggaran atas mereka walaupun dengan satu kata busuk atau gunjingan, ia

sudah menyia-nyiakan dzimmah Allah, dzimmah Rasul-Nya serta dzimmah

agama Islam.”46

Dapat dapat diambil kesimpulan, bahwa Islam tidak akan membiarkan ada

kezaliman, atau nama baik seorang tercoreng meskipun ia beragama selain

44

Abu Yusuf Ya‟qub ibnu Ibrahim, Al-kharraj, (Libanon: Darul ma‟rifah, 1979), h., 73. 45

Yusuf al-Qaradhawi, Ghairul Muslimin fil Mujtama‟ Al Islami, ter, Muhammad Baqir,

Minoritas Non-Muslim di dalam Masyarakat Islam, h., 36.

46

Yusuf al-Qaradhawi, Ghairul Muslimin fil Mujtama‟ Al Islami, ter, Muhammad Baqir,

Minoritas Non-Muslim di dalam Masyarakat Islam, h., 37.

Page 66: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

56

Islam. Bahkan Nabi Muhammad saw sendiri mendapat teguran, ketika beliau

mengira bahwa yang bersalah adalah orang non-Muslim.

f. Hak Mendapatkan Jaminan Hari Tua dan Jaminan Kemiskinan

Islam memberikan jaminan kehidupan yang layak bagi orang-orang non-

Muslim yang berdiam di daerah kekuasaan Muslimin serta keluarga yang

menjadi tanggungan mereka. Sebab mereka adalah rakyat negeri Islam dan

menjadi tanggungannnya khususnya hak mendapatkan jaminan hari tua dan

jaminan kemiskinan.47

Yusuf al-Qaradhawi menyebutkan, bahwa setiap orang yang berlindung di

bawah nauangan pemerintahan Islam, akan mendapatkan jaminan kehidupan

yang layak bagi dirinya dan keluarganya. Karena mereka mereka merupakan

rai‟ah (rakyat) bagi pemerintahan Islam, dan yang menjalankan roda

pemerintahan tersebut akan mempertanggung jawabkan seluruh urusan

kepemerintahannya.48

Sabda Nabi Muhammad saw :

سػز كهكى يسئل ػ كهكى ساع

Artinya:”Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan

mempertanggung jawabkan dengan kepemimpinannya”49

Menurut al-Qaradhawi, salah satu yang menjadi sandaran hukum, atas

diberlakukannya jaminan hari tua dan jaminan kemiskinan bagi ahl dzimmah

adalah surat yang ditulis oleh Khalid Bin Walid atas perintah Abu Bakar

kepada penduduk Hirah di Irak, isi surat tersebut ”orang tua manapun yang

sudah tidak bisa bekerja, atau menderita sebuah penyakit (menyebabkan tidak

bisa bekerja), atau orang kaya yang mengalami kemiskinan sehingga

menerima sedekah, maka aku akan menghentikan kewajiban jizyah. Dia

47

Yusuf al-Qaradhawi, Ghairul Muslimin fil Mujtama‟ Al Islami, ter, Muhammad Baqir,

Minoritas Non-Muslim di dalam Masyarakat Islam, h., 38.

48

Muhammad Zaini, Hak dan Kewajiban Ahl Adzimmah Menurut Yusuf al-Qaradhawi,

lihat juga, Yusuf Al-Qaradhawi, Ghairul Muslimin fil Mujtama‟ Al Islami, h., 17.

49

Imam Muslim, Shahih Muslim, jilid 3, h., 1459.

Page 67: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

57

beserta keluarganya berhak untuk mendapatkan santunan dari baitul mal.50

Al-

Qaradhawi juga menambahkan, apa yang ditulis oleh Khalid Bin Walid adalah

merupakan ijma‟ dari para sahabat, karena penulisan tersebut dihadiri oleh

sebagian besar para sahabat nabi.51

2. Hak Mendapatkan Kebebasan

Diantar hak-hak ahl dzimmah yang dijaga dan dilindungi oleh Islam ialah

hak kebebasan. Yang terpenting diantaranya ialah kebebasan beragama dan

beribadah.52

Setiap orang berhak memeluk agama dan kepercayaannya masing-

masing. Tidak boleh dipaksa untuk meninggalkan ataupun dilakukan penekatan

dengan cara apapun aagar berpindah ke agama Islam. Piagam Madinah sudah

membuktikan bahwa Islam adalah agama yang sangat toleran dengan agama lain.

Yusuf al-Qaradhawi membagi hak kebebasan yang dimiliki oleh ahl

dzimmah sebagai berikut:

a. Hak Kebebasan Beragama

Diantara hak-hak Ahl Dzimmah yang dijaga dan dilindungi oleh Islam

ialah hak kebebasan. Yang terpenting diantaranya ialah kebebasan beragama

dan beribadah. Setiap orang berhak memeluk agama dan keyakinannya

masing-masing. Tidak boleh dipaksa untuk meninggalkan ataupun dilakukan

dengan cara apapun agar berpindah ke agama Islam. Landasan hak ini ialah

Firman Allah swt dalam Q.S. al-Baqarah/2:256:

ش انش لذ رج ح ل إكشا ف انذ سك ثبنؼش فمذ اسز ثبلل ؤي كفش ثبنطبغد ف انغ ذ ي

غ ػهى س للا فصبو نب ثمى ل ا ان

Artinya: “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam), sesungguhnya

telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu, barang

siapa yang ingkar terhadap Thaghut dan beriman kepada Allah, maka

sesungguhnya ia telah berpegang dengan tali yang sangat kuat, yang tidak

50 Abu Yusuf Ya‟qub Ibnu Ibrahim, Al-Kharraj, h., 144.

51

Muhammad Zaini, Hak dan Kewajiban Ahl Adzimmah Menurut Yusuf al-Qaradhawi,

lihat juga, Yusuf Al-Qaradhawi, Ghairul Muslimin fil Mujtama‟ Al Islami, h., 17.

52

Yusuf al-Qaradhawi, Ghairul Muslimin fil Mujtama‟ Al Islami, ter, Muhammad Baqir,

Minoritas Non-Muslim di dalam Masyarakat Islam, h., 42.

Page 68: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

58

akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (Q.S. al-

Baqarah/2 : 256)

Yusuf al-Qaradhawi mengutip pendapat ulama tafsir, Ibnu Katsir berkata:

“ Jangan memaksa siapapun untuk memeluk agama Islam. Sebab sudah cukup

jelas petunjuk-petunjuk dan bukti-buktinya, sehingga tidak perlu ada

pemaksaan terhadap seseorang untuk memasukinya.”

Ahmad Syalabi dalam bukunya yang berjudul muqaranat al-adyan,

mengutip salah satu ucapan sejarawan Barat yang mengatakan,”Sebenarnya

banyak bangsa yang tidak mengenal adanya penakluk yang penuh cinta kasih

dan sangat bertenggang rasa seperti bangsa Arab. Begitu pula tidak ada agama

yang sangat toleran seperti agama mereka.53

Sejarawan Barat lainnya yang

dikutip dalam buku yang sama mengatakan dalam bukunya, Sejarah Bangsa

Islam (Tharik asy-Syu‟ubb al-Islamiyyah), sebagai berikut,”Suatu kekeliruan

bila kita menganggap Islam tidak menganut prinsip toleransi politik.

Sejarahnya lebih baik dibanding sejarah agama Masehi (maksudnya, Kristen

atau Katolik).

Muhammad al-Ghazali juga menyebutkan, ketika terjadi peperangan

antara umat Islam dengan umat Kristen, Islam tidak memandangnya sebagai

perang dua agama, tetapi menyebutnya sebagai perang antara dua Negara.

Ketika Islam memenangkan peperanagan tersebut, tidak ada larangan bagi

umat Kristen untuk masuk dan beribadat di dalam gereja mereka. Islam tidak

membuat peraturan seperti peraturan yang dibuat oleh gereja yang

menghukum mati setiap orang yang berbeda keyakinan dengan gereja.54

Salah satu bentuk toleransi Islam terhadap agama lain adalah larangan

Islam terhadap pengikutnya untuk mencela agama lain, sebagaimana Firman

Allah swt dalam Q.S. al-An‟am/6:108 :

ش ػهى ا ثغ ػذ ا للا فسج للا د ي ذػ ا انز ل رسج

53 Muhammad as-Sayyid Yusuf dan Ahmad Durrah, Pustaka Pengetahuan al-Quran, h.,

109.

54

Muhammad al-Ghazali, At-tasamuh baina al-Islam wa al-Masihiyah, (Mesir: Nahdatu

Misr, 1980), h., 96.

Page 69: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

59

Artinya: “Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka

sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan

melampaui batas tanpa pengetahuan.” (Q.S al-An‟am/6 : 108)

Para ahli tafsir menyebutkan bahwa sebab turun ayat ini adalah,orang-

orang muslim mencela patung sembahan orang musyrik, maka orang musyrik

membalas dengan mencela Allah karena memusuhi orang Islam.55

Ayat di atas

menimbulkan pertanyaan penting, kenapa umat Islam dilarang mencela patung

sembahan orang kafir? Sebagian ulama memberikan alasan atas larangan ini,

diantaranya : 1) patung tersebut adalah benda mati dan tidak ada dosa. 2)

Mencela tuhan orang kafir akan menyebabkan kemaksiatan (adanya

penghinaan terhadap Allah), sedangkan yang wajib bagi umat Islam adalah

menjelaskan kesalahan mereka dengan bijaksana, bukan dengan hinaan. 3)

Mencela sembahan orang kafir akan menyebabkan kemudharatan yang lebih

besar, karena hal ini hanya akan menimbulkan kemarahan mereka yang

menyebabkan mereka semakin menjauh dari ajaran Islam.56

Imam al-Qurthubi mengatakan bahwa ayat ini tetap berlaku dan tidak ada

yang menasyakhnya (merubah hukumnya). Maka setiap orang Muslim tidak

dibolehkan mencela agama mereka, tempat ibadah mereka, salib-salib mereka,

dan perbuatan lain yang menyebabkan mereka mencela agama Islam, karena

yang demikian itu akan menimbulkan kemaksiatan.57

Di masa pemerintahan Umar Ibnu Khattab, ia menulis surat tentang

kebebasan beragama bagi penduduk iliya (palestina), “Inilah yang diberikan

Umar, pemimpin orang-orang muslim kepada penduduk iliya, aku

memberikan jaminan keamanan terhadap diri mereka, harta benda, gereja,

salib dan semua yang berhubungan dngan agama mereka, gereja mereka tidak

boleh diambil alih, tidak boleh dihancurkan atau pun diperkecil. Dan mereka

55

Muhammad Sayyid Thantawi, Tafsir al-Washit, jilid 5, h., 152.

56

Muhammad Sayyid Thantawi, Tafsir al-Washit, jilid 5, h., 153.

57

Imam al-Qurthubi Muhammad Ibnu Ahmad, al-Jami‟ li ahkami al-Quran, (Mesir;

Maktabah as-Shafa, 2005), jilid 7, h., 45.

Page 70: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

60

tidak akan dipaksa dengan agama mereka, dan tidak akan ada yang disakiti

seorangpun dari mereka”.58

Bahkan Abu Yusuf, dalam kitabnya meriwayatkan bahwa Khalid Ibnu

Walid memberikan izin kepada penduduk A‟nat untuk membunyikan lonceng

di waktu apapun, kecuali waktu shalat, dan mereka juga dipersilahkan

mengeluarkan salib dan lambang keagamaan di hari raya mereka.59

Meskipun Islam memberikan kebebasan yang sangat luas bagi ahl

dzimmah, Islam meminta kepada mereka untuk tetap menghormati perasaan

umat Islam dan kemuliaan agama mereka. Oleh karena itu, mereka dilarang

untuk menampakkan salib serta syia‟r agama mereka (selain hari raya mereka)

didaerah yang mayoritasnya umat Islam. Mereka juga dilarang membangun

gereja di tempat tersebut.

Menurut al-Qaradhawi, pembangunan gereja tersebut akan menyakitkan

perasaan umat Islam, dan akan membawa kepada fitnah serta kekacawan.

Namun, al-Qaradhawi juga menyebutkan, bahwa sebagian ulama juga ada

yang memiliki pendapat yang berbeda dengan dirinya. Mereka berpendapat,

bahwa pembangunan gereja atau tempat-tempat ibadah agama selain Islam

tetap diperbolehkan apabila Imam mengizinkan pembangunan tersebut, karena

kemaslahatan yang diperhatikan Islam.60

Yusuf al-Qaradhawi tetap memberikan hak yang sesuai dengan kebutuhan

ahl dzimmah. Apabila sebuah tempat banyak non-Muslim yang tinggal disana,

dan kebutuhan mereka terhadap tempat ibadah sangat besar, maka mereka

dipersilahkan untuk membangun tempat ibadah, dengan tetap memperhatikan

perasaan umat Islam di sana, seperti besar bangunannya hanya sesuai dengan

kebutuhan, tidak lebih besar dari masjid, dan harus mendapat izin dari

58 Imam at-Thabri Muhammad Ibnu Jarir, Tarikh at-Thabari, (Mesir: Darul Ma‟arif,

1995), jilid 3, h., 609.

59

Abu Yusuf Ya‟qub Ibnu Ibrahim, Al-kharraj, h., 146.

60 Muhammad Zaini, Hak dan Kewajiban Ahl Adzimmah Menurut Yusuf al-Qaradhawi,

lihat juga, Yusuf al-Qaradhawi, Ghairul Muslimin fil Mujtama‟ Al Islami, h., 20-21.

Page 71: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

61

penguasa Muslim. Namun, jika non-Muslim yang tinggal di sana hanya

sedikit, maka tidak dibenarkan membangun tempat ibadah tersebut.

Dapat disimpulkan bahwa toleransi terhadap para penganut agama lain,

seperti dipraktekkan oleh kaum Muslimin yang hidup mereka sepenuhnya

berlandaskan agama, dan disaat mereka telah meraih kemenangan dan

kekuasaan sempurna, adalah sesuatu yang belum pernah dikenal dalam sejarah

agama-agama lain.

b. Hak Kebebasan Untuk Bekerja

Orang-orang non-Muslim memiliki kebebasan untuk bekerja dan

melakukan usaha, baik bersangkutan dengan orang-orang selain mereka

ataupun bekerja sendiri, memilih pekerjaan-pekerjaan bebas yang mereka

inginkan serta mengelola berbagai macam kegiatan ekonomi, sama seperti

kebebasan yang dimiliki kaum Muslimin, namun ada batasan-batasannya sama

seperti kaum Muslimin.61

Yusuf al-Qaradhawi mengatakan, sesungguhnya ahl dzimmah dalam jual

beli, perdagangan dan segala macam transaksi keuangan, sama seperti kaum

Muslimin.

Namun mereka juga diharamkan melakukan transaksi riba,

sebagaimana diharamkan kepada orang Muslim.

Mengenai hal ini, telah diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad saw pernah

menulis surat kepada kaum Majusi dari Hajar ”Hendaknya kalian

meninggalkan riba atau, jika tidak, bersiaplah untuk menerima pernyataan

perang dari Allah dan Rasul-Nya”.62

Demikian pula mereka ahl dzimmah tidak boleh menjual khamr dan babi

di daerah-daerah kediaman kaum Muslimin atau membuka kedai-kedai

minuman yang menyediakan khamr dan memudahkan peredaran serta

pemasukannya kedalam daerah-daerah kediaman kaum Muslimin secara

terbuka dan terang-terangan, walaupun hal itu untuk konsumsi mereka sendiri.

61

Yusuf al-Qaradhawi, Ghairul Muslimin fil Mujtama‟ Al Islami, ter, Muhammad Baqir,

Minoritas Non-Muslim di dalam Masyarakat Islam, h., 50.

62

Yusuf al-Qaradhawi, Ghairul Muslimin fil Mujtama‟ Al Islami, ter, Muhammad Baqir,

Minoritas Non-Muslim di dalam Masyarakat Islam, h., 51.

Page 72: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

62

Larangan seperti ini dimaksudkan untuk mencegah kerusakan akhlak dan

menutup pintu dekadendi moral.

Selain hal tersebut, ahl dzimmah dapat menikmati kebebasan penuh dalam

perdagangan, industri dan keterampilan. Demikian itu telah berlangsung

dalam praktek dan disaksikkan oleh sejarah kaum Muslimin sepanjang masa.

Bahkan beberapa macam pekerjaan dan keterampilan hampir-hampir

dimonopoli oleh mereka seperti kegiatan perbankan (penukaran mata uang),

farmasi dan lain-lain. Hal tersebut berlangsung terus sampai waktu-waktu

belakangan dibanyak Negara Muslim. Dari hasil kegiatan-kegiatan itu mereka

berhasil mengumpulkan kekayaan yang luar biasa besarnya, bebas dari zakat

dan pajak apapun selain jizyah, yaitu pajak yang jumlahnya sangat sedikit atas

pribadi-pribadi yang mampu mengangkat senjata.63

3. Hak mendapatkan Jabatan dalam Pemerintahan (Politik)

Ahl dzimmah memiliki hak untuk menduduki jabatan-jabatan dalam

pemerintahan seperti halnya kaum Muslimin, kecuali jabatan-jabatan yang

memiliki warna keagamaan seperti jabatan sebagai Imam, pemimpin tertinggi

negara, panglima tentara, hakim untuk kaum Muslimin, penanggung jawab urusan

zakat dan sedekah (termasuk wakaf dan sebagainnya).64

Sebab ahl dzimmah tidak diperbolehkan memegang jabatan ini karena

jabatan tersebut sangat berkaitan dengan akidah Islam. Jabatan keimaman

menurut al-Qaradhawi, adalah sebuah jabatan kepemimpinan umum dibidang

agama dan dunia sekaligus, yakni menggantikan posisi Nabi Muhammad saw,

sehingga sangat tidak mungkin jabatan tersebut dipegang oleh non-Muslim, dan

tidaklah masuk akal bahwa seseorang akan melaksanakan hukum-hukum Islam

dan memeliharanya dengan baik kecuali ia seorang Muslim.

63

Yusuf al-Qaradhawi, Ghairul Muslimin fil Mujtama‟ Al Islami, ter, Muhammad Baqir,

Minoritas Non-Muslim di dalam Masyarakat Islam, h., 51-52.

64 Yusuf al-Qaradhawi, Ghairul Muslimin fil Mujtama‟ Al Islami, ter, Muhammad Baqir,

Minoritas Non-Muslim di dalam Masyarakat Islam, h., 53

Page 73: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

63

Adapun jabatan kepemimpinan atas Angkatan Bersenjata bukanlah urusan

yang semata-mata bersifat secular, tapi itu adalah kegiatan ibadah dalam Islam,

karena perang membela agama dan negara dalam pandangan Islam adalah jihad,

sehingga jabatan ini sangat tidak layak dipegang oleh non-Muslim, sebab jihad

merupakan puncak ibadah dalam Islam.

Peradilan adalah penerapan hukum Syariat Islam, sedangkan seorang non-

Muslim tidak mungkin dituntut agar menerapkan suatu hokum yang ia sendiri

tidak percaya kepadanya. Demikian juga urusan zakat, sangat jelas bahwa ini

harus dipegang oleh orang Islam, karena masalah ini adalah masalah keagamaan

di dalam agama Islam.65

Tugas-tugas pemerintahan di luar bidang-bidang tersebut boleh diserahkan

kepada ahl dzimmah apabila terpenuhi persyaratan-persyaratanya pada diri

mereka seperti kecakapan, kejujuran dan kesetiaan kepada Negara. Tentunya

mereka itu harus tidak termasuk orang-orang yang memendam rasa dengki dan

benci terhadap kaum Muslimin.66

Demikian tingginya toleransi kaum Muslimin sehingga beberapa dari para

fuqaha terpandang seperti al-Mawardi menyatakan dalam bunya, Al-Ahkam As-

Sulthaniyah tentang diperbolehkannya orang dzimmi menduduki jabatan

Kementrian pelaksanaan (Wizarah Tanfidz), yang dimaksud dengan menteri

pelaksanaan ialah seorang yang meneruskan perintah-perintah dan keputusan-

keputusan Imam serta pelaksanaannya.

Bahkan, dalam realitanya jabatan-jabatan strategis di masa itu banyak

dipegang oleh ahl dzimmah, sehingga banyak orang Islam yang mengeluhkan hal

itu, seakan-akan mereka dikuasai oleh non-Muslim. Dan yang dicatat oleh sejarah

Islam, ketika Daulah Usmaniah berkuasa, mereka lebih banyak mempercayakan

jabatan-jabatan penting kepada orang non-Muslim, bahkan sebagian besar duta-

65

Yusuf al-Qaradhawi, Ghairul Muslimin fil Mujtama‟ Al Islami, ter, Muhammad Baqir,

Minoritas Non-Muslim di dalam Masyarakat Islam, h., 53.

66 Yusuf al-Qaradhawi, Ghairul Muslimin fil Mujtama‟ Al Islami, ter, Muhammad Baqir,

Minoritas Non-Muslim di dalam Masyarakat Islam, h., 54.

Page 74: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

64

duta berasal dari orang Nasrani, sementara mereka itu sama sekali tidak peduli

akan keruntuhan pemerintahan yang mereka wakili.

C. Kewajiban Ahl Dzimmah

Demikian hak-hak warga Negara non-Muslim dalam Masyarakat Islam

dan demikian pula jaminan-jaminan pelaksanaan hak-hak tersebut. Kiniapasaja

kewajiban-kewajiban yang ditetapkan atas mereka oleh Islam sebagai imbangan

dari hak-hak ahl dzimmah. Menurut Yusuf al-Qaradhawi Kewajiban mereka ada

tiga macam: Pertama, Kewajiban membayar sejumlah harta yang telah ditetapkan,

seperti jizyah, kharaj serta pajak perdagangan. Kedua, Kewajiban mentaati

hokum-hukum konstitusi Islam (dalam Muamalah, transaksi-transaksi disekitar

sipil dan sebagainya). Ketiga, Kewajiban Menghormati syiar-syiar Islam (ciri-ciri

khas dalam upacara-upacara keagamaan dan sebagainya) serta menjaga perasaan-

perasaan kaum Muslimin. Sebagai berikut:

1. Kewajiban Membayar Sejumlah Harta Yang Telah ditetapkan.

Ahl dzimmah yang hidup di Negara Muslim, berkewajiban membayar

sejumlah harta sebagai bentuk keikut sertaannya dalam pembangunan negara.

Sebagaimana orang Islam dituntut untuk membayar zakat, ahl dzimmah juga

dituntut untuk membayar jizyah, kharraj, dan pajak perdagangan, yaitu :

a. Jizyah

Menurut Yusuf al-Qaradhawi, Jizyah adalah pajak tahunan atas tiap kepala

berupa sejumlah kecil uang yang dikenakan atas kaum pria yang balig dan

memiliki kemampuan, sesuai dengan besarnya kekayaan masing-masing,

sedangkan fakir miskin dibebaskan sama sekali dari padanya. Besar atau

kecilnya jizyah tersebut menurut al-Qaradhawi adalah kebijakan pemimpin,

dan harus ada perbedaan antara yang kaya raya, menengah dari segi kekayaan,

dan paling rendah dari segi kekayaan. Khalifah Umar menerapakan ukuran

jizyah menurut tiga tingkatan, ahl dzimmah yang kaya raya harus membayar

Page 75: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

65

48 dirham67

, orang yang menengah dari segi kekayaan harus membayar 24

dirham pertahun, sedangkan orang yang paling rendah dari kaum yang

berkecukupan diwajibkan membayar sebanyak 12 dirham pertahun.68

Dengan

demikian, ia telah mendahului konsep perpajakan modern dalam menetapkan

besarnya pajak sesuai kemampuan membayar.

Tidak ada pertentangan antara tindakan Umar, sesuai dengan sabda Nabi

saw. Kepada Muaz ketika mengutus ke negeri Yaman: “Pungutlah satu dinar

dari setiap orang baligh” sebab kemiskinan lebih merata diantara penduduk

Yaman waktu itu, dan Rasulullah saw mempertimbangkan keadaan mereka

itu. Dasar membayar jizyah yaitu Firman Allah surat At-Taubah ayat 29,

yaitu:

ل ث ثبلل ل ؤي لبرها انز انذك ي د ل ذ سسن و للا يب دش ي ل ذش خش و ا بن

ى صبغش ذ أرا انكزبة دزى ؼطا انجزخ ػ (٩٢)سسح انزثخ : انز

Artinya: “Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak

(pula) kepada Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar

(agama Allah) , (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka,

sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam

keadaan tunduk.” (Q.S At-Taubah 29)

Sebagian ulama menyimpulkan dalil dari ayat ini bahwa jizyah itu hanya

dipungut dari kaum Ahli Kitab atau orang-orang yang serupa dengan mereka,

misalnya orang-orang Majusi. Di dalam sebuah hadis sahih disebutkan bahwa

Rasulullah saw memungut jizyah dari orang-orang Majusi penduduk Hajar.

Hal inilah yang dikatakan oleh mazhab Imam Syafii dan Imam Ahmad

menurut riwayat yang masyhur darinya, Lain halnya dengan Imam Abu

Hanifah, ia berpendapat bahwa jizyah dipungut pula dari semua orang „Ajam,

baik yang dari kalangan Ahli Kitab ataupun kalangan orang-orang musyrik,

67 Dirham adalah mata uang perak, setiap satu dirham sekitar 2,97 gram perak.

68 Muhammad Zaini, Hak dan Kewajiban Ahl Adzimmah Menurut Yusuf al-Qaradhawi,

lihat juga, Yusuf Al-Qaradhawi, Ghairul Muslimin fil Mujtama‟ Al Islami, h., 13.

Page 76: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

66

tetapi tidak dipungut dari orang-orang Arab selain dari kalangan Ahli

Kitabnya saja. Imam Malik mengatakan.”Bahkan diperbolehkan memungut

Jizyah dari semua orang kafir, baik yang Kitabi. yang Majusi, dan yang

Wasani, ataupun yang lainnya.” Pendapat mazhab-mazhab tersebut dan

keterangan mengenai dalil-dalilnya disebutkan di dalam kitab yang lain.

Meskipun jizyah adalah kewajiban yang harus dibayar ahl dzimmah, namun

tidak semua ahl dzimmah yang dibebani dengan jizyah ini. Para ulama sudah

memberikan syarat-syarat yang harus dipenuhi sehingga jizyah tersebut wajib

bagi seorang ahl dzimmah. Syarat-syarat tersebut adalah:

1. Berakal, maka ahl dzimmah yang mempunyai gangguan jiwa, tidak

ada kewajiban membayar jizyah.

2. Balig, maka jizyah tidak wajib bagi anak kecil, karena ia tidak ada

beban taklif.

3. Merdeka, maka ahl dzimmah yang berstatus budak tidak wajib

membayar jizyah.

4. Laki-laki, maka tidak wajib bagi perempuan untuk membayar jizyah.69

Jizyah hanya diwajibkan kepada laki-laki, karena jizyah merupakan

kewajiban untuk ahl dzimmah, sebagai pengganti khidmah a‟skariyah (wajib

militer) yang diwajibkan kepada orang Islam. Perempuan dalam pandangan

Islam bukan orang yang dibebani untuk mengangkat senjata. Sedangkan ahl

dzimmah yang mampu mengangkat senjata, mereka tetap tidak diwajibkan

untuk berjihad, mereka cuma diwajibkan membayar sejumlah uang, yang

dalam istilah fiqih bernama jizyah.70

Menurut ahli fiqih, apabila seorang perempuan ahl dzimmah yang ingin

hidup di negara Muslim, namun diwajibkan membayar jizyah, maka uang

tersebut wajib dikembalikan kepadanya, karena hal tersebut dianggap sebagai

perampasan. Namun, apabila perempuan tersebut ingin memberikannya dan

69 Amir Abdul Aziz, Iftiraat, h., 31.

70 Muhammad Zaini, Hak dan Kewajiban Ahl Adzimmah Menurut Yusuf al-Qaradhawi,

lihat juga, Yusuf Al-Qaradhawi, Ghairul Muslimin fil Mujtama‟ Al Islami, h., 36.

Page 77: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

67

mengetahui bahwa ini bukan kewajibannya, maka uang tersebut dianggap

pemberian yang boleh diterima.71

Selain perempuan, juga ada beberapa golongan ahl dzimmah yang tidak

diwajibkan membayar jizyah, yaitu: Az-ziman, yaitu orang yang berpenyakit

dan tidak bisa disembuhkan, sehingga tidak mampu berperang, Orang buta, ia

tidak wajib membayar jizyah karena bukan orang yang layak untuk berperang,

Orang yang tua renta, Orang miskin yang tidak memilik pekerjaan, Para

pendeta yang menghususkan untuk beribadat.72

b. Kharraj

Kewajiban berikutnya yang harus dilaksanakan oleh ahl dzimmah adalah

membayar kharraj kepada negara Muslim tempat mereka tinggal. Kharraj

menurut Yusuf al-Qaradhawi ialah pajak uang yang dikenakan atas tanah yang

masih tetap dalam kekuasaan ahl dzimmah. Besarnya juga ditentukan oleh

Imam. Ia dapat berbagi dengan mereka menurut persentase tertentu dari hasil

tanah, seperti seperempat atau sepertiga dan sebagainya, dan ia dapat pula

menetapkan suatu jumlah tertentu dengan takaran ataupun timbangan sesuai

dengan kemampuan tanah di setiap daerah,seperti yang dilakukan Umar

terhadap tanah pertanian Irak, dan adakalanya hal itu ditaksir dengan uang.73

Menurut bahasa, kharaj adalah sesuatu yang keluar dari hasil bumi.

Menurut istilah ahli fiqih kharraj adalah kewajiban yang harus dibayar oleh

pemilik tanah, atau dalam istilah lain pajak atas kepemilikan tanah. Kharraj

merupakan pengganti zakat yang dibebankan kepada orang Islam dari hasil

tanah mereka.

Al-Qaradhawi mengutip pendapat kebanyakan ulama yang menyatakan

bahwa kharraj tetap dibebankan kepada ahl dzimmah, meskipun telah masuk

Islam. Berbeda dengan jizyah, ketika seorang ahl dzimmah menyatakan diri

71

Muhammad Zaini, Hak dan Kewajiban Ahl Adzimmah Menurut Yusuf al-Qaradhawi,

lihat juga, Yusuf Al-Qaradhawi, Ghairul Muslimin fil Mujtama‟ Al Islami, h., 37.

72

Amir Abdul Aziz, Iftiraat, h., 31-32.

73 Yusuf al-Qaradhawi, Ghairul Muslimin fil Mujtama‟ Al Islami, ter, Muhammad Baqir,

Minoritas Non-Muslim di dalam Masyarakat Islam, h., 73.

Page 78: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

68

memeluk agama Islam, maka kewajiban tersebut sudah tidak ada lagi.

Kebanyakan ulama juga berpendapat bahwa ahl dzimmah yang tidak mau

memeluk agama Islam, selain dibebani membayar kharraj tersebut, mereka

juga wajib membayar sepersepuluh dari hasil bumi tersebut.74

c. Ad-dharbiyah at-tijariyah (pajak perdagangan)

Kewajiban selanjutnya yaitu membayar pajak perdagangan, pajak

perdagangan diwajibkan oleh Umar atas ahl dzimmah berlaku ketika Umar

menjabat sebagai khalifah. Meskipun tidak ada teks al-Quran dan hadis Nabi

tentang ini, namun tetap saja ulama memandangnya sebagai sebuah hukum

yang harus dilaksanakan, karena keputusan Umar tersebut disetujui oleh para

sahabat.75

Peraturan yang ditetapkan oleh Umar tersebut bisa dikategorikan sebagai

ijma‟ dari para sahabat, karena tidak ada satu orangpun dari sahabat yang tidak

setuju dengan pendapat Umar. Dan sudah diketahui bahwa sumber hukum

agama Islam menurut pendapat kebanyakan ulama ada empat macam; Al-

Quran, hadis Nabi, ijma‟ dan qias. Kekuatan ijma‟ sebagai sumber hukum

sudah mendapat jaminan dari nabi Muhammad saw bahwa umat beliau tidak

mungkin sepakat dalam kesesatan.

Pajak perdagangan tersebut, diwajibkan oleh Umar kepada ahl dzimmah

sebanyak 5% dari harta yang diperdagangkan, dan pengambilannya setiap

tahun sekali. Demikian itulah yang dirawikan oleh Anas bin Malik dan Ziyad

bin Hudair bahwa ia memungut 2½% dari pedagang Muslim, 5% dari

pedagang ahl dzimmah dan 10% dari pedagang ahl harb (yakni orang-orang

kafir yang tidak ada ikatan dzimmah (perdamaian) dengan mereka pertahun.

Pajak perdagangan yang diwajibkan oleh Khalifah Umar adalah pengganti

dari zakat perdagangan yang diwajibkan kepada umat Islam, sebagai bentuk

keikutsertaan para pedagang dalam berbagi terhadap sesama, karena agama

74 Yusuf Al-Qaradhawi, Ghairul Muslimin fil Mujtama‟ Al Islami, h., 35.

75 Yusuf al-Qaradhawi, Ghairul Muslimin fil Mujtama‟ Al Islami, ter, Muhammad Baqir,

Minoritas Non-Muslim di dalam Masyarakat Islam, h., 81.

Page 79: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

69

Islam adalah agama yang tidak menyukai bahwa harta kekayaan hanya

berputar di kalangan orang kaya saja. Oleh karena itu harus ada aturan yang

mengatur perputaran harta tersebut, hingga bisa dinikmati oleh orang lain.

Salah satu aturan tersebut adalah kewajiban membayar zakat perdagangan

bagi umat Islam, dan membayar pajak perdagangan bagi ahl dzimmah.76

2. Kewajiban Mentaati Hukum-hukum Konstitusi Islam

Kewajiban kedua ahl dzimmah ialah mentaati hukum-hukum Islam yang

berlaku di negara tersebut seperti yang diterapkan atas kaum Muslimin.

Sebagaimana hukum tersebut berlaku terhadap umat Islam, ia juga mengikat

terhadap ahl dzimmah, karena ketika ahl dzimmah menyatakan dirinya ikut

Negara Islam secara otomatis ia adalah warga negara tersebut, dan wajib

tunduk dan patuh terhadap aturan-aturan yang berlaku.

Mereka tidak dibebani apapundiantar kewajiban-kewajiban ibadah kaum

Muslimin ataupun yang harus memiliki warna ibadah seperti zakat yang

sekaligus merupakan pajak dan ibadah, dan juga seperti jihad yang sekaligus

merupakan patriotism dan ibadah. Oleh karena itulah, seperti yang telah

diketahui, Islam menetapkan jizyah sebagai pengganti jihad dan zakat, demi

menjaga agar perasaan keagamaan ahl dzimmah tidak tersinggung karena

diharuskan mengerjakan kewajiban-kewajiban yang erupakan ibadah dalam

Islam.

Menurut al-Qaradhawi, Islam juga memberikan kebebasan kepada mereka

dalam urusan pribadi atau bermasyarakat, untuk melakukan sesuatu yang

dibolehkan oleh agama mereka, meskipun Islam mengharamkannya, seperti

urusan perkawinan, perceraian, makan daging babi, meminum khamar dan

sebagainya. Islam tidak ikut campur dengan orang Majusi yang kawin dengan

salah satu muhrimnya, orang Yahudi yang menikah dengan putri saudaranya,

atau Nasrani yang memakan daging babi atau meminum khamr.77

76

Yusuf al-Qaradhawi, Ghairul Muslimin fil Mujtama‟ Al Islami, ter, Muhammad Baqir,

Minoritas Non-Muslim di dalam Masyarakat Islam, h., 81-92.

77

Yusuf Al-Qaradhawi, Ghairul Muslimin fil Mujtama‟ Al Islami, h., 43.

Page 80: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

70

Maka dari itu menurut Yusuf al-Qaradhawi semua cara jual beli atau

transaksi-transaksi lainnya yang dibenarkan bagi kaum Muslimin juga di

benarkan bagi ahl dzimmah. Sebaliknya, segala cara yang tidak dibenarkan

bagi kaum Muslimin juga tidak dibenarkan bagi ahl dzimmah.

3. Menjaga Perasaan /Syiar-syiar Kaum Muslimin

Kewajiban ahl dzimmah yang ketiga ialah menghormati perasaan kaum

Muslimin, menghormati syiar-syiar Islam, serta tempat-tempat suci orang

Islam, yakni masyarakat tempat mereka hidup bersama anggota-anggotanya

yang lain, disamping itu ikut menjaga kewibawaan Daulah Islamiyah yang

menaungi mereka dengan perlindungan dan penjagaannya. Sebagaimana Islam

telah menjaga hak dan perasaan mereka ketika berada di bawah naungan

Negara Islam, mereka juga dituntut menghormati perasaan orang-orang

Islam.78

Yusuf al-Qaradhawi memberikan beberapa contoh untuk kewajiban yang

ketiga ini. Menurut al-Qaradhawi mereka dilarang mencela Islam, rasul umat

Islam dan kitab al-Quran secara terang-terangan. Mereka juga dilarang

memasukkan akidah atau pemikiran yang bertentangan dengan umat Islam,

kecuali akidah yang telah lama ada di dalam agama mereka.

Ahl dzimmah tidak boleh menampakkan kemaksiatan di depan umat Islam,

seperti minum khamar, memakan babi atau menjualnya kepada umat Islam.

Mereka juga dilarang menampakkan makan dan minum di siang hari

ramadhan, karena semuanya itu memelihara perasaan umat Islam. Secara

keseluruhan, setiap apa yang di larang dalam ajaran Islam namun

diperbolehkan dalam ajaran mereka, jika mereka ingin melakukannya, maka

mereka dilarang menampakkannya terhadap umat Islam. Tujuannya adalah

untuk saling menghormati antara sesama agama sehingga tercipta keamanan

sebuah negara.79

78

Yusuf al-Qaradhawi, Ghairul Muslimin fil Mujtama‟ Al Islami, ter, Muhammad Baqir,

Minoritas Non-Muslim di dalam Masyarakat Islam, h., 92-93.

79

Yusuf Al-Qaradhawi, Ghairul Muslimin fil Mujtama‟ Al Islami, h., 44-45.

Page 81: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

71

BAB IV

ANALISIS PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL

DZIMMAH DAN RELEVANSINYA DENGAN KEWARGANEGARAAN

INDONESIA

A. Konsep Kewarganegaraan Indonesia

Warganegara merupakan istilah yang lazim kita dengar dalam kehidupan

keseharian di masyarakat. Arti istilah inipun mudah dipahami, karena kita masing-

masing juga warganegara. Secara umum, warganegara dapat diartikan sebagai

anggota negara. Anda adalah warganegara Indonesia, itu artinya kita adalah

anggota dari Negara Republik Indonesia. Sebagai anggota negara, warganegara

memiliki kedudukan istimewa terhadap negaranya. Kedudukan istimewa

warganegara ini dapat kita lihat dari kenyataan tiada satu pun negara yang tidak

memiliki warganegara. Dengan kata lain setiap negara pasti memiliki

warganegara.1

Warganegara adalah anggota negara, yaitu anggota dari suatu organisasi

kekuasaan yang dinamai negara. Beberapa istilah yang sering digunakan untuk

menyebut warganegara adalah citizen, national, subject, onderdaan atau kaula.

Istilah warganegara yang dipakai di Indonesia merupakan terjemahan dari istilah

Belanda staatsburger. Dalam istilah bahasa Inggris disebut citizen, dan dalam

istilah Perancis disebut citoyen. Istilah citizen dan citoyen tersebut secara harfiah

artinya adalah warga kota. Itu berarti istilah tersebut dipengaruhi oleh konsep

polis (negara kota) yang berkembang pada jaman Yunani Purba.2

Disamping istilah warganegara, juga dikenal istilah kewarganegaraan.

Kewarganegaraan memiliki pengertian lebih luas dari warganegara.

Kewarganegaraan memiliki pengertian tidak sebatas keanggotaan seseorang dari

1 Paulus, B.P, Kewarganegaraan RI Ditinjau dari UUD 1945. (Jakarta: Pradnya

Paramita, 1976), h., 23.

2 Paulus, B.P, Kewarganegaraan RI Ditinjau dari UUD 1945, h., 24.

Page 82: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

72

organisasi negara, tetapi meluas kepada hal-hal yang terkait dengan warganegara

dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pengertian kewarganegaraan dapat

ditilik dari dua perspektif (sudut pandang), yaitu perspektif ide kewarganegaraan

dan perspektif warganegara sebagai subjek politik. Pertama, ditilik dari perspektif

ide kewarganegaraan, maka dapat dipilah pengertian kewarganegaraan menjadi

enam, yaitu: (a) kewarganegaraan sebagai konstruksi legal (hukum); (b)

kewarganegaraan diartikan sebagai posisi netralitas; (c) kewarganegaraan sebagai

keterlibatan dalam kehidupan komunal (bersama, bermasyarakat); (d)

kewarganegaraan dikaitkan dengan upaya pencegahan (amilioration) terhadap

konflik-konflik berdasarkan perbedaan kelas; (e) kewarganegaraan sebagai upaya

pemenuhan diri (self-sufficiency); dan (f) kewarganegaraan sebagai proses

“hermeneutik” yang berupa dialog dengan tradisi, hukum, dan institusi.

Konsep kewarganegaraan menurut sistem politik liberal, pada umumnya

dimengerti dalam konteks (kaitan dengan) legal formal (hukum yang berlaku).

Warganegara memahami dirinya sebagai pribadi-pribadi hukum dan pihak-pihak

otonom dalam suatu ikatan yang berdaulat. Identitas sebagai warganegara muncul

ketika berhadapan dengan pemerintah. Hubungan antarwarganegara sifatnya

pribadi, bukan publik, sehingga nilai kebersamaan rendah.

Dalam konsep kewarganegaraan menurut sistem politik otoriter, wacana

(pembicaraan, pemahaman tentang) kewarganegaraan dimonopoli oleh negara,

bahkan seringkali dipersempit mengikuti kemauan sang pemimpin. Dengan

demikian, peran kontrol warganegara menjadi hilang. Begitu pula, masyarakat

kehilangan keutamaan publik, karena hal itu telah dimonopoli oleh negara. Hak-

hak individu menjadi hal yang asing.

Konsep kewarganegaraan yang menekankan pada pentingnya hak-hak

dasar, dimaksudkan bahwa hak-hak asasi manusia sebagai landasannya dan

partisipasi aktif warganegara sebagai strategi artikulasinya. Menurut konsep ini

partisipasi aktif warganegara sangat diperlukan untuk membentuk demokrasi yang

kuar dan negara kesejahteraan. Hak-hak dasar yang diperjuangkan mencakupi hak

sipil, hak politik, dan hak-hak kultural.

Page 83: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

73

Konsep kewarganegaraan dialektik yang non-legalistik, menekankan

bahwa kewarganegaraan merupakan kesatuan ikatan dari anggota yang berbeda-

beda dari suatu komunitas politik. Hubungan warganegara dengan pemerintah

maupun sesama warganegara bersifat dialektif dan aktif berlandaskan kesadaran

akan aktivitas yang sama. Dalam konsepsi yang demikian warganegara selalu

berada di tengah-tengah peristiwa politik, bukan sebagai penonton atau “pemadam

kebakaran.”

Berdasarkan uaraian di atas, pengertian kewarganegaraan sangat

bervariasi. Hal itu disebab oleh banyaknya perspektif yang dapat digunakan untuk

memahaminya. Pengertian yang mana yang akan dipakai, akan sangat tergantung

atau dipengaruhi oleh kesesuaian konsep itu dengan nilai-nilai kebaikan bersama

(common good) dan sistem politik yang dianut oleh masyarakat atau negara yang

bersangkutan.

Adapun kewarganegaraan dalam pandangan Konstitusi Indonesia,

pembentukan UU No.12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik

Indonesia di latar belakangi pertama-tama adalah karena perubahan UUD 1945

yang memeberi tempat perlindungan yang luas terhadap HAM yang juga

berakibat terhadap perubahan pasal pasal mengenai hal hal yang terkait dengan

kewarganegaraan dan hak-haknya. Undang-undang No.62 tahun 1958 secara

filosofis, yuridis dan sosiologis sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan

masyarakat dan ketatanegaraan Republik Indonesia. Secara filosofis, Undang-

undang tersebut masih mengandung ketentuan-ketentuan yang belum sejalan

dengan falsafah Pancasila antara lain, karena bersifat diskriminatif, kurang

menjamin pemenuhan hak asasi dan persamaan antar warga negara , serta kurang

memberikan perlindungan terhadap perempuan dan anak-anak. Secara yuridis,

landasan konstitusional pembentukan undang-undang tersebut adalah undang-

undang dasar sementara tahun 1950 yang sudah tidak berlaku sejak Dekrit

Page 84: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

74

Presiden 5 Juli 1959 yang menyatakan kembali kepada Undang-Undang Dasar

1945.3

Dalam perkembangan nya Undang-undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 telah mengalami perubahan yang lebih menjamin

perlindungan terhadap hak asasi manusia dan hak warga negara. Secara

sosiologis, Undang-undang tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan

dan tuntutan masyarakat Indonesia sebagai bagian dari masyarakat internasional

dalam pergaulan global, yang menghendaki persamaan perlakuan dan kedudukan

warga negara di hadapan hukum serta adanya kesetaraan dan keadilan gender,

Subtansi mendasar daripada UU No.12 Tahun 2006 tentang kewarganegaraan

yang sekaligus menjadi prinsip adalah, bahwa dalam UU kewarganegaraan ini

tidak dikenal lagi permasalahan kewarganegaraan.4

Undang-undang No.Tahun 2006 berlaku sejak diundangkan tanggal 1

Agustus 2006. Dengan demikian semua peraturan perundang-undangan

sebelumnya yang mengatur mengenai kewarganegaraan, dengan sendirinya tidak

berlaku karena tidak sesuai dengan prinsip-prinsip yang diamanatkan dalam UUD

1945 setelah amademen. Oleh sebab itu, sesuai dengan asas peraturan perundang-

undangan yaitu asas lex posteriori derogat lex priori..5

Berdasarkan rumusan hak dan kewajiban warganegara Indonesia

sebagaimana tercantum dalam UUD Negara RI 1945, kita dapat melihat

warganegara Indonesia memiliki hak dan kewajiban di berbagai aspek kehidupan,

baik politik, ekonomi, sosial budaya, agama, dan pertahanan keamanan. Hak dan

kewajiban semacam ini tidak dimiliki oleh orang-orang yang berstatus bukan

warganegara atau orang asing. Misalnya, warganegara Indonesia memiliki

kewajiban untuk membela negara Indonesia, tetapi orang asing tidak memiliki

kewajiban membela negara Indonesia. Di sisi lain, setiap warganegara Indonesia

3 http://blog.unnes.ac.id/tutikwijayanti/ diunduh pada tanggal, 15 Maret 2019, pukul

16.32. 4 Paulus, B.P, Kewarganegaraan RI Ditinjau dari UUD 1945, h. 26.

5 http://blog.unnes.ac.id/tutikwijayanti/ diunduh pada tanggal, 15 Maret 2019, pukul

16.32.

Page 85: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

75

memiliki hak untuk dilindungi oleh negara Indonesia dimanapun ia berada

(termasuk di luar negeri), tetapi negara Indonesia tidak memiliki kewajiban untuk

melindungi orang asing sebagaimana perlindungan yang diberikan kepada

warganegaranya.

Berdasarkan uraian di atas, kita sekarang tahu bahwa ditinjau dari status

kewarganegaraannya, keberadaan orang-orang dalam wilayah suatu negara dapat

dikelompokkan menjadi 2 (dua) bagian besar, yaitu warganegara dan orang asing.

Setiap orang yang bukan warganegara diperlakukan sebagai orang asing. Oleh

karena itu, warganegara suatu negara ditetapkan berdasarkan peraturan

perundang-undangan. Mengingat setiap negara memiliki kedaulatan, maka dalam

menentukan siapa-siapa yang menjadi warga dari negaranya, setiap negara

memiliki hak penuh dalam menentukan warganegaranya, sepanjang tidak

melanggar prinsip-prinsip umum hukum internasional. Prinsip-prinsip yang

dimaksud itu antara lain negara tidak boleh menetapkan warganegaranya atas

dasar kesamaan agama, bahasa, atau warna kulit.

Ketentuan-ketentuan dasar terkait dengan warganegara Indonesia telah

diatur di dalam UUD Negara RI 1945. Berdasarkan ketentuan Pasal 26 UUD

Negara RI 1945 dapat diketahui: (1) penduduk negara Indonesia terdiri dari

warganegara Indonesia dan orang asing yang bertempat kedudukan di Indonesia,

(2) warganegara Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-

orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warganegara,

dan (3) pengaturan lebih lanjut tentang kewarganegaraan itu diatur dengan

undang-undang.6

Tentang siapa yang dimaksud dengan orang-orang bangsa Indonesia asli

dan orang-orang bangsa lain, UUD Negara RI 1945 tidak memberikan keterangan

lebih lanjut. Sebagian keterangan tentang hal ini, yakni siapa yang dimaksud

dengan orang-orang bangsa lain, dapat kita lacak dalam Penjelasan UUD 1945

(sebelum diamandemen). Dalam sejarah Indonesia pernah ada penafsiran yang

6 CST, Hukum Kewarganegaraan Republik Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 1996, h.,

11.

Page 86: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

76

dimaksud dengan orang-orang bangsa Indonesia asli adalah orang pribumi, bukan

keturunan orang asing, bukan orang yang lahir karena perkawinan campuran

(salah satu orang tua berkewarganegaraan asing). Dengan diundangkannya

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Indonesia,

keterangan tentang siapa yang dimaksud dengan orang bangsa Indonesia asli telah

kita ketahui. Yang dimaksud dengan orang-orang bangsa Indonesia asli adalah

orang Indonesia yang menjadi warganegara Indonesia sejak kelahirannya dan

tidak pernah menerima kewarganegaraan lain atas kehendak sendiri.

Dari sejumlah cara memperoleh kewarganegaraan RI, cara

pewarganegaraan merupakan cara yang diatur lebih rinci dibandingkan dengan

cara-cara lainnya. Pasal yang mengaturnya jumlahnya paling banyak

dibandingkan dengan pasal yang mengatur cara-cara lainnya. Hal ini dikarenakan

cara pewarganegaraan dapat dipergunakan oleh orang asing secara umum.

Pewarganegaraan adalah tatacara bagi orang asing untuk memperoleh

kewarganegaraan RI melalui permohonan. Pasal 9 Undang-Undang 12/2006

menentukan persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon yang mengajukan

permohonan pewarganegaraan. Proses pewarganegaraan ini cukup panjang, sejak

saat seseorang mengajukan permohonan sampai dengan pengambilan sumpah

kesetiaan di Pengadilan Negeri.

B. Relevansi Hak Ahl Dzimmah Yusuf al-Qaradhawi dengan

Kewarganegaraan Indonesia

Pada hakikatnya umat manusia semuanya sama, yakni sama-sama

keturunan Adam, selain itu umat manusia seluruhnya, tanpa memandang latar

belakang etnis, ras, bahasa, gender, jenis kelamin, dan lain lain, termasuk agama

dan keyakinannya, adalah khalifah-khalifah Allah di muka bumi. Fungsi

kekhalifahan di bumi selain sebagai penghuni, ia juga sebagai pengelola atau

pengaturan kehidupan di muka bumi. Hal-hal yang di atur itu, antara lain meliputi

aspek social, politik, hubungan internasional dal lain lain.

Page 87: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

77

Fungsi pengaturan bumi tersebut, tampaknya tidak dibatasi. Setiap

manusia, siapapun orangnya, dibelahan bumi manapun ia berada, apapun agama

yang dipeluknya, tak peduli Islam atau selainnya, asalkan memiliki prestasi dan

kemampuan mengelola dan memanfaatkan kekayaan alam, tentu punya hak untuk

menjadi penguasa di muka bumi ini. Dengan kata lain, mengatur bumi bukan hak

monopoli insan-insan Muslim. Akan tetapi, setiap manusia termasuk orang-orang

musyrik dan non-Muslim, juga mempunyai hak yang sama atas hal itu. Bila kita

mengakui prinsip atau konsepsi dasar bahwa mengatur bumi itu dimiliki oleh

setiap manusia, orang-orang non-Muslim sekalipun, mempunyai hak

warganegaranya. Karena setiap manusia, tanpa memandang latar belakang agama,

atau lainnya, hemat penulis hendaknya diperlakukan atas dasar persamaan.

Konsep ahl dzimmah merupakan cikal bakal munculnya konsep

penomorduaan terhadap non-Muslim. Ahl dzimmah adalah komunitas non-Muslim

yang melakukan kesepakatan untuk hidup dibawah tanggungjawab dan jaminan

kaum Muslimin. Mereka mendapatkan perlindungan dan keamanan serta

mendapatkan hak hidup dan bertempat tinggal di tengan mayoritas Muslim.

Dalam kitab fikih klasik ahl dzimmah dituntut melaksanakan kewajiban, tetapi

tidak mendapatkan hak sejajar dan setara sebagaimana komunitas Muslim lainnya.

Atas pendapat inilah, kaum dzimmi disebut sebagai kaum nomor dua.

Berangkat dari logika semacam ini, menurut penulis Pemikiran Yusuf al-

Qaradhawi tentang Ahl Dzimmah ini tidak relevan diterapkan di Negara Indonesia,

karena di Indonesia ini kaum non-Muslim sudah diberi posisi setara dengan kaum

Muslim sedangkan Yusuf al-Qaradhawi meletakkan Ahl Dzimmah ini pada posisi

kedua ketelah kaum Muslimin.

Walaupun Yusuf al-Qaradhawi berusaha memberikan hak yang sesuai

untuk ahl dzimmah yang berada di kekuasaan umat Islam, ia selalu berusaha

menyetarakan hak mereka dengan hak-hak yang dimiliki umat Islam, tetapi ada

beberapa hak ahl dzimmah yang tidak disetarakannya dalam artian masih

menomorduakan hak ahl dzimmah. Menurutnya, ketika syariat Islam dipahami

dengan baik, maka akan terlihat betapa Allah dan Rasul-Nya telah memberikan

Page 88: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

78

panduan yang rinci bagaimana menangani urusan non-Muslim, yang hidup di

bawah naungan Negara Islam, tidak ada cara yang lebih baik bagi non-Muslim

untuk melihat kebenaran dan keindahan Islam kecuali dengan mereka hidup di

dalam sistem Islam dan merasakan sendiri kedamaian dan keadilan hukum Allah

swt atas mereka. Islam menganggap semua orang yang tinggal di negaranya

sebagai warga negara, dan mereka semua berhak memperoleh perlakuan yang

sama. Tidak boleh ada diskriminasi antara Muslim dan dzimmi.

Usaha Yusuf al-Qaradhawi untuk memberikan ahl dzimmah hak yang

semestinya mereka dapatkan, memang sangat sesuai dengan piagam madinah

yang menyatakan bahwa mereka mendapatkan hak perlindungan. Perlindungan ini

sangat jelas tertulis dalam Piagam Madinah. Dalam pasal 15 disebutkan “Jaminan

Allah satu. Jaminan (perlindungan) diberikan oleh mereka yang dekat”.7 Dalam

piagam ini, dinyatakan bahwa setiap orang yang berada di Madinah mempunyai

hak untuk mendapatkan jaminan perlindungan, meskipun berbeda latar belakang

agama dan suku. Tetapi dalam beberapa hal tertentu masih belum bisa

menyetarakannya, seperti dalam jabatan pemerintahan, ahl dzimmah tidak boleh

menjabat sebagai kepala negara.

Dalam pandangan penulis, apa yang dinyatakan oleh al-Qaradhawi tentang

hak dan kewajiban ahl dzimmah memang ada yang sudah sesuai dan relevan

dengan Negara Indonesia ini, terutama dalam hal hak perlindungan dan kebebasan

mereka, sudah sangat sesuai dengan sejarah umat Islam di masa kehidupan

Rasulullah. Sehingga, apabila ada pendapat yang berbeda dengan apa yang

dibawakan oleh al-Qaradhawi tentunya akan berbeda juga dengan apa yang telah

diperaktikkan oleh nabi Muhammad Saw. Ketika apa yang yang telah dinyatakan

oleh al-Qaradhawi dapat direalisasikan dalam kehidupan nyata, kemungkinan

besar tuduhan bahwa agama Islam agama yang tidak perhatian dengan orang yang

berbeda keyakinan akan hilang, seiring semakin membaiknya pemahaman umat

7 Muhammad Syafi‟i Antonio dan Tim Tazkia, “Enseklopedi Leadership &

Manajemen Muhammad S.A.W” The Super Leader Super Menager”. Kepemimpinan sosial

dan politik, Social & political Leadership.(Jakarta: Tazkia Publishing), h., 97.

Page 89: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

79

Muslim dengan agama Islam itu sendiri, Tetapi ada juga yang tidak relevan,

masih menomor duakan posisi Ahl Dzimmah.

Penulis berasumsi, secara teoritis, nampak sekali bahwa semangat syariat

Islam pada awalnya adalah bersifat melindungi dan memberikan hak-hak non-

Muslim. Namun dalam prakteknya di beberapa negara Muslim dewasa ini, yang

sering terjadi justru berbagai penyimpangan yang mengaburkan makna serta

semangat yang dikandung syariah itu sendiri, ada sebagian oknum yang merasa

apabila syariat Islam ditegakkan Islam sangat kejam, tidak manusiawi, dan

diskriminatif. Sebenarnya pandangan tersebut menurut penulis hanya orang-orang

yang belum memahami Islam yang sebenarnya yang Rahmatal lil‟alamin, dan

pernyataan seperti itu sebenarnya hanya berangkat dari asumsi-asumsi dan

pemikiran dangkal, karena argumennya hanya bersifat dugaan-dugaan dan belum

jelas kebenaran argumennya. Orang yang menyatakan seperti itu, biasanya juga

disebabkan karena salah memahami syariat Islam, atau mendapatkan informasi

dangkal tentang syariat Islam. misalnya, syariat Islam itu hanya digambarkan

dengan hukum bunuh, potong tangan, rajam dan sebagainya. Padahal sejatinya

aturan Islam tersebut hanya berfungsi sebagai zawajir (pencegah) dan jawabir

(penebus) kelak di hari kiamat ia tidak akan dimintai pertanggung jawabannya

atas kejahatan yang telah dilakukannya semasa hidupnya didunia. Dan

beranggapan pula, dalam kapasitasnya sebagai non-Muslim, ahl dzimmah sering

kali mendapatkan perlakuan yang tidak setara dengan komunitas Muslim.

Salah satu contoh yang dikemukakan al-Qaradhawi, sebagai bentuk

persamaan hak warga negara antara orang Muslim dan non-Muslim, adalah

persamaan hak dalam hukum. Al-Qaradhawi lebih memilih berbeda pendapat

dengan kebanyakan ulama, demi menyamakan hak ahl dzimmah dengan orang

Muslim.

Dalam sebuah Negara Indonesia, Indonesia bukan negara Islam, tetapi

negara kesepakatan dari orang-orang yang majemuk, Indonesia merupakan negara

multikultural. Terdapat berbagai agama, suku, budaya dan adat istiadat.

Keberagaman ini merupakan sebuah keniscayaan yang harus dijalani sebagai

Page 90: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

80

kekuatan dalam membangun negara, dalam demokrasi persamaan hak antar warga

negara diakui dalam Konstitusi, adapun tentang Hak Indonesia telah di atur dala

Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dari pasal 28 A sampai pasal 298 dan

dilanjutkan dalam UU No 39 Tahun 1999 Tentang HAM.

Adapun tentang persamaan hak warga negar diatur dalam UUD Tahun

1945 Pasal 27 ayat (1) disebutkan: Segala warga negara bersamaan

kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum

dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Inilah prinsip kesetaraan dan

persamaan warga negara di hadapan hukum dan pemerintahan, tidak pandang

agama, etnis, status sosial dan ekonomi, jabatan dan lain-lainnya.

Demikian pula dalam Pasal 28D UUD Tahun 19459, yang mengakui hak-

hak warga negara: pengakuan, perlindungan, kepastian hukum, perlakuan yang

sama, dan memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan. Dalam Pasal

28D ayat (1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan

kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Ayat

(3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam

pemerintahan.

Artinya, persamaan hak warga negara Indonesia ini tidak pandang agama,

suku, etnis, status sosial, dan lainnya. Siapa pun berhak memperoleh kesempatan

yang sama dalam pemerintahan, yang berjalan dengan mekanisme, prosedur, dan

aturan. Tidak boleh ada seseorang yang dipangkas hak dalam memperoleh

kesempatan yang sama dalam pemerintahan hanya karena masalah agama atau

etnisnya.

Inilah konstitusi Negara Indonesia, yang jelas-jelas menegaskan

persamaan dan kesetaraan warga di hadapan hukum dan memperoleh pengakuan,

jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum, serta berhak memperoleh

kesempatan yang sama dalam pemerintahan.

8 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia, tahun 1945 amandemen ke 4.

9 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia, tahun 1945 amandemen ke 4.

Page 91: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

81

Dalam masalah hak perlindungan dan keamanan diluar Negeri sudah di

atur dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Perlindungan Pekerja

Migran Indonesia, yang mana Negara menjamin hak, kesempatan dan

memberikan perlindungan bagi setiap warga Negara tanpa diskriminasi untuk

memperoleh pekerjaan dan penghasilan yang layak, baik di dalam maupun di luar

negeri sesuai keahlian, keterampilan, bakat, minat dan kemampuan.

Dalam hak perlindungan nyawa dan Badan di Indonesia telah di atur

dalam, UUD 1947 Pasal 28I, yang berbunyi:

(1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati

nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai

pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang

berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam

keadaan apapun.

Untuk masalah kebebasan ahl dzimmah dalam hak kepemilikan harta

benda, al-Qaradhawi terlihat berani memberikan hak yang lebih untuk mereka. al-

Qaradhawi menyatakan bahwa umat Islam tidak boleh memiliki minuman keras

serta binatang babi, namun untuk ahl dzimmah hal ini dibolehkan. Al-Qaradhawi

membahas ini karena mengingat ada perbedaan jenis harta diantara orang Muslim

dengan orang non-Muslim. Minuman keras dan binatang babi tidak boleh dimiliki

oleh orang Islam, baik untuk dirinya atau diperjual belikan, karena keduanya tidak

dikatagurikan harta bagi orang muslim, dan bagi siapa yang merusak kedua benda

tersebut dari orang Islam, maka tidak ada sanksi yang akan dijatuhkan, bahkan

orang tersebut mendapatkan pahala, karena melaksanakan amar ma‟ruf dan nahi

munkar. Namun, hal tersebut tidak berlaku jika minuman keras dan binatang babi

tersebut dimiliki oleh non-Muslim, kedua benda tersebut merupakan harta milik

mereka dan barang siapa merusaknya maka wajib menganti rugi atas kerusakan

tersebut).10

10

Muhammad Zaini, Hak dan Kewajiban Ahl Adzimmah Menurut Yusuf al-Qaradhawi,

lihat juga, Yusuf Al-Qaradhawi, Ghairul Muslimin fil Mujtama‟ Al Islami, h., 15.

Page 92: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

82

Meskipun pendapat yang ditawarkan oleh al-Qaradhawi, tentang harta ahl

dzimmah ini bukan pendapat mayoritas ulama, akan tetapi pendapat inilah yang

paling sesuai untuk masa sekarang, sebagai penetralisir atas tuduhan-tuduhan

yang menyatakan bahwa ketika hukum Islam diterapkan di sebuah negara, maka

orang-orang non-Muslim akan dikesampingkan dan dizalimi. Pendapat ini

sekaligus menjelaskan bahwa agama Islam, selain memberikan kebebasan

terhadap akidah mereka yang berbeda agama, juga memberikan kebebasan kepada

mereka untuk memiliki atau melakukan sesuatu yang berbeda dengan agama

Islam dengan syarat tidak menyinggung dan menyakiti perasaan umat Islam.

Dalam sebuah Negara Indonesia tidak membedakan terkait kepemilikan

harta benda, dan memberikan persamaan terhadap warga negaranya, baik itu dari

mayoritas Islam maupun minoritasnya, hal ini sudah diatur dalam UUD Tahun

1945 Pasal 28 H11

yaitu:

(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan

mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak

memperoleh pelayanan kesehatan.

(2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk

memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai

persamaan dan keadilan.

(3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan

pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.

(4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut

tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun.

Jaminan hari tua bagi ahl dzimmah yang ditawarkan al-Qaradhawi juga

merupakan bentuk pengamalan sejarah yang terjadi di masa kepemimpinan Umar

Ibn Khattab. Pemerintahan yang menerapkan nilai-nilai ke Islaman adalah

pemerintahan yang memperhatikan kesejahtraan, menjamin kecukupan pangan,

tempat tinggal serta kesehatan bagi seluruh rakyatnya, tidak ada perbedaan antara

11

Undang-Undang Negara Republik Indonesia, Tahun 1945, Amandemen ke 4.

Page 93: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

83

yang Muslim dengan non-Muslim, karena agama Islam adalah rahmat bagi

semesta alam.

Pemberlakuan jaminan hari tua atau jaminan kemiskinan bagi seluruh

rakyat,memang memiliki dampak yang kurang baik bagi sebagian orang, karena

akan menyebabkan orang tersebut malas bekerja dan cuma mengharap jaminan

tersebut. Namun, semua bisa diantisipasi dengan menetapkan beberapa aturan,

misalkan dia harus bekerja sekian tahun, atau telah melaksanakan tugas-tugasnya,

sebagaimana diisyaratkan oleh perkataan Khalifah Umar ”kita menarik jizyah

ketia ia muda”, menunjukkan bahwa ketika muda dan tidak miskin, ia sudah

melaksanakan tugasnya dengan baik sebagai pembayar jizyah. Dana pensiun

untuk pegawai negeri sipil serta karyawan perusahan, merupakan sesuatu yang

menarik untuk ditelaah lebih mendalam, mengingat esinsinya sangat mirip dengan

ajaran Islam, dengan harapan yang mendapatkan dana tersebut lebih menyeluruh

dan bisa dirasakan oleh seluruh rakyat.12

Menurut al-Qaradhawi, meskipun ahl dzimmah sudah mendapatkan hak

yang begitu banyak, mereka harus tau batasan-batasan mereka, terutama masalah

perasaan umat Islam, ia mengharapkan agar ahl dzimmah selalu memperhatikan

perasaan umat Islam. Oleh karena itu, mereka dilarang untuk menampakkan salib

serta syia‟r agama mereka (selain hari raya mereka) di daerah yang mayoritasnya

umat Islam. Mereka juga dilarang membangun gereja di tempat tersebut. Menurut

al-Qaradhawi, pembangunan gereja tersebut akan menyakitkan perasaan umat

Islam, dan akan membawa kepada fitnah serta kekacawan. Namun, al-Qaradhawi

juga menyebutkan, bahwa sebagian ulama juga ada yang memiliki pendapat yang

berbeda dengan dirinya. Mereka berpendapat, bahwa pembangunan gereja atau

tempat-tempat ibadah agama selain Islam tetap diperbolehkan apabila Imam

mengizinkan pembangunan tersebut, karena kemaslahatan yang diperhatikan

Islam.13

12

Muhammad Zaini, Hak dan Kewajiban Ahl Adzimmah Menurut Yusuf al-Qaradhawi,

lihat juga, Yusuf Al-Qaradhawi, Ghairul Muslimin fil Mujtama‟ Al Islami, h., 19.

13

Muhammad Zaini, Hak dan Kewajiban Ahl Adzimmah Menurut Yusuf al-Qaradhawi,

lihat juga, Yusuf Al-Qaradhawi, Ghairul Muslimin fil Mujtama‟ Al Islami, h., 20-21.

Page 94: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

84

Yusuf al-Qaradhawi tetap memberikan hak yang sesuai dengan kebutuhan

ahl dzimmah. Apabila sebuah tempat banyak non-Muslim yang tinggal disana,

dan kebutuhan mereka terhadap tempat ibadah sangat besar, maka mereka

dipersilahkan untuk membangun tempat ibadah, dengan tetap memperhatikan

perasaan umat Islam di sana, seperti besar bangunannya hanya sesuai dengan

kebutuhan, tidak lebih besar dari masjid, dan harus mendapat izin dari penguasa

muslim. Namun, jika non-Muslim yang tinggal di sana hanya sedikit, maka tidak

dibenarkan membangun tempat ibadah tersebut.

Apabila sebuah kota mayoritasnya non-Muslim, maka tidak ada larangan

untuk mendirikan atau memperbesar tempat ibadah mereka. Al-Qaradhawi

menyebutkan, bahwa kebanyakan gereja yang berdiri di Mesir dibangun pada

masa pemerintahan Islam, dan khalifah pada waktu itu mengizinkan

pembangunan tersebut. Ketika sebuah daerah mayoritasnya non-Muslim, mereka

juga dipersilahkan untuk menampakkan syia‟r agama mereka. Karena yang

demikian itu, tidak akan berbenturan dengan perasaan umat Islam.

Pendapat yang dibawakan oleh al-Qaradhawi ini juga mendapat penolakan

dari sebagian ulama, terlebih lagi ulama yang punya pemikiran keras. Ismail Ibnu

Muhammad dalam kitabnya yang berjudul “Hukum membangun gereja dan

tempat-tempat kesyirikan di negara Muslim”, menyatakan, bahwa Para ulama

telah sepakat haramnya membangun gereja-gereja di negeri-negeri Islam dan

wajib menghancurkannya apabila telah dibangun. Dan sesungguhnya

membangunnya di semenanjung Arab, seperti Najed, Hijaz, negera-negara teluk,

dan Yaman, lebih berat dosa dan lebih besar kesalahan, karena Rasulullah

menyuruh mengeluarkan kaum Yahudi dan Kristen, serta kaum musyrik dari

semenanjung Arab, dan melarang dua agama ada padanya, dan dalam hal ini para

sahabat mengikutinya.Tatkala Umar diangkat menjadi khalifah, dia mengusir

kaum Yahudi dari Khaibar, karena mengamalkan sunnah ini. Semenanjung Arab

adalah tempat kelahiran Islam, daerah tujuan para dai, dan tempat kiblat kaum

muslimin, karena itu tidak boleh dibangun padanya tempat ibadah, selain tempat

Page 95: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

85

ibadah kepada Allah Sebagaimana juga tidak boleh menetap di sana orang yang

menyembah selain kepada-Nya.14

Pengharaman untuk membangun tempat ibadah agama lain dengan dalil

pengusiran nabi Muhammad terhadap kaum Yahudi, harus ditelaah lebih

mendalam. Hal ini disebabkan penghianatan orang Yahudi terhadap umat Islam

yang menjadikan mereka berstatus kafir harbi. Sebuah kezaliman ketika

menyamakan orang yang memusuhi Islam dengan orang yang tidak

memusuhinya. Pendapat ini juga harus dibandingkan dengan perintah nabi

Muhammad saw, ketika mengutus pasukan perang agar jangan menghancurkan

tempat ibadah non-Muslim. Dan sesuatu yang tidak masuk akal, ketika kita

mengatakan bahwa Islam memberikan kebebasan kepada agama lain untuk

melaksanakan ibadahnya, namun di sisi lain Islam melarang pembangunan tempat

ibadah mereka. Dari penjelasan di atas, terlihat pendapat al-Qaradhawi lebih

sesuai dan lebih bijaksana dalam menyikapi permasalahan ini, sehingga pendapat

inilah yang lebih sesuai untuk zaman modern ini. Dimana kaum mayoritas harus

menjaga dan memberikan hak yang layak bagi kaum minoritas, sedangkan kaum

minoritas harus tetap menghormati perasaan kaum mayoritas.

Ketika ada wacana untuk pembangunan sebuah tempat ibadah agama lain,

umat Islam harus bersikap dewasa dalam menanggapi masalah ini. Mereka tidak

dibenarkan langsung menolak tanpa mengamati situasi dan kondisi yang

menyebabkan adanya wacana tersebut. Apabila tempat tersebut memang banyak

non-Muslim serta sangat memerlukan dengan tempat ibadah, maka sebaiknya

umat Islam di daerah tersebut memberikan izin untuk pembangunannya. Namun,

jika tempat tersebut hanya sedikit nonmuslim yang tinggal, maka pembangunan

tersebut tidak boleh diizinkan. Hal ini akan membawa fitnah, karena

pembangunan tersebut hanya menarik orang nonmuslim untuk berdatangan

kedaerah tersebut, dan akan menyakitkan perasaan umat Islam.

14

Ismail Ibnu Muhammad, Hukum Membangun Gereja dan Tempat-tempat Kesyirikan di

Negara Muslim,terjemah;Muhammad Iqbal Ghazali ( Islam Hous,1988 ), h., 4.

Page 96: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

86

Mengingat apa yang dibawakan oleh al-Qaradhawi ini, semuanya untuk

menjaga perasaan umat Islam, maka akan berbeda satu daerah dengan daerah lain

sesuai dengan tingkat sensitifitas umat Islam di daerah tersebut, dan bagi ahl

dzimmah yang hidup di lingkungan tersebut harus arif dan bijak untuk

menyesuaikan dengan keadaan lingkungan sekitar, sehingga tidak ada gesekan

yang merugikan serta menghancurkan keharmonisan hubungan mereka.

Ketika aturan sebuah negara seperti Indonesia yang berasaskan Ketuhanan

Yang Maha Esa, dan ditambahkan dengan asas Kemanusiaan Yang Adil dan

Beradab, ini menunjukkan bahwa Negara Indonesia adalah negara yang sangat

menghormati dan menghargai agama tanpa mengadakan diskriminasi atau

pembedaan antara agama yang satu dengan agama yang lain. Setiap agama

menerima hak dan fasilitas, perlindungan serta kesempatan yang sama. Negara

Indonesia juga tidak menghalang-halangi hubungan keagamaan antara warga

negaranya dengan bangsa-bangsa lain atau pusat-pusat keagamaan demi kemajuan

agama yang bersangkutan. Pelaksanaan kehidupan keagamaan tersebut

diharapkan dapat membawa persatuan dan kesatuan bangsa, mewujudkan nilai-

nilai kemanusiaan, yang adil dan beradab, menumbuh kembangkan kehidupan

demokrasi yang sehat, serta membawa seluruh bangsa Indonesia menuju

terwujudnya kehidupan yang berkeadilan sosial.15

Untuk permasalahan kebebasan mendapatkan pekerjaan bagi ahl dzimmah,

pendapat yang dibawakan al-Qaradhawi merupakan pendapat yang paling toleran

dibandingkan dengan pendapat-pendapat yang lain. Kebebasan untuk

mendapatkan pekerjan bagi ahl dzimmaah merupakan hal yang diperdebatkan

oleh ulama di masa lalu, mereka terbagi menjadi tiga pendapat:

1. Tidak memperbolehkan kepada ahl dzimmah untuk memegang satu

jabatan apapun dalam pemerintahan, meskipun jabatan tersebut terbilang

kecil, dan meskipun umat Islam berhajat untuk mengangkat mereka.

Pendapat ini menurut Ibnu Qayyim adalah pendapat jumhur ulama, yang

15

Armaidy A‟rmawi, Pemikiran Filosofis Hubungan Agama dan Negara di Indonesia

(Desertasi tidak diterbitkan, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta,2009) h., 12.

Page 97: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

87

sependapat dengan ini Ibnu Muflih, Al-Jasshas dari mazhab Hanafi, Al-

Qurthubi dari mazhab Maliki, Abu Umamah Ibnu An-naqqash dari

mazhab Syafi‟i dan Ibnu Hazam dari Az-zhahiri.

2. Pendapat kedua menyatakan bahwa ahl dzimmah pada mulanya tidak

diperbolehkan untuk memegang satu jabatanpun, namun apabila umat

Islam memerlukan untuk mengangkat mereka menjabat sebuah jabatan,

maka hal ini diperbolehkan. Ulama yang sependapat dengan ini adalah

Ibnu Hammam dala kitab Fathu al-Qadir.

3. Pendapat ketiga, menyatakan bahwa ahl dzimmah pempunyai hak untuk

menjabat jabatan apapun dalam pemerintahan, asalkan jangan ada

hubungan dengan masalah keagamaan. Pendapat ini banyak dipegang oleh

para pemikir dan ulama kontemporer, seperti Abu A‟la al-Maududi dan

Abul Karim Zaidan.16

Pendapat ketiga inilah yang dipegang oleh al-Qaradhawi, meskipun

berbeda dengan kebanyakan ulama, namun ia berpendapat inilah yang paling

relevan untuk masa sekarang karena dalil yang tidak membolehkan tersebut

seperti dilarang menjadikan orang kafir auliaya atau teman setia, masih ada

kemunkinan hal tersebut adalah kasuistik, karena orang kafir pada masa itu sangat

memusuhi orang Islam.

Menurut Abdul Karim Zidan, di zaman sekarang Negara Arab sudah tidak

memeberikan batasan kepada ahl dzimmah dalam mencari pekerjaan, perbedaan

agama sudah tidak menjadi syarat dalam mencari pekerjaan, dengan catatan

pekerjaan tersebut bukan hal-hal berkaitan dengan ibadah umat Islam.17

Namun di

Negara Indonesia, umat non-Muslim diberikan kebebasan dalam bekerja seperti

16 Muhammad Zaini, Hak dan Kewajiban Ahl Adzimmah Menurut Yusuf al-Qaradhawi,

lihat juga, Majid Ibnu Shalih, Dauru Ahlu ad-Dzimmah fῑ Iqshai as-Syari‟ah, (Mesir; Darul Huda

an-Nabawi, 2007), h., 33-34.

17

Abdul Karim Zidan, Ahkam, h., 83.

Page 98: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

88

halnya kaum Muslim dan tidak ada diskriminasi, walaupun negara yang mayoritas

Islam

Menurut penulis, toleransi yang diajarkan oleh al-Qaradhawi memang

sangat sesuai untuk persatuan ummat manusia, namun menurut sebagian ulama

pemahaman seperti mempunyai sisi negatif bagi umat Islam sendiri. Majid Ibnu

Shaleh menyebutkan, salah satu yang menyebabkan runtuhnya kekhalifan Islam,

serta tidak berlakunya lagi hukum-hukum Islam di sebuah Negara yang

mayoritasnya muslim, karena diberikannya toleransi yang berlebihan terhadap ahl

dzimmah, mereka diperbolehkan menjabat jabatan yang strategis, sehingga

mereka dapat menentukan kebijakan-kebijakan sebuah Negara Muslim.18

Yusuf al-Qaradhawi, ketika memberikan toleransi terhadap ahl dzimmah,

dipastikan tidak menginginkan hal ini terjadi, ia cuma berusaha untuk

memberikan hak dan kewajiban kepada ahl dzimmah sesuai dengan porsinya.

Adapun menempatinya ahl dzimmah posisi-posisi yang strategis di dalam

pemerintahan Islam, menurutnya disebabkan lemahnya ummat Islam dari segi

ilmu pengetahuan, sehingga menyebabkan mereka kalah bersaing dengan ahl

dzimmah.

Pendapat al-Qaradhawi terlihat kuat, karena kita dituntut untuk berbuat

adil meskipun kepada orang yang berbeda keyakinan dengan kita, ketika mereka

mempunyai hak yang boleh mereka ambil, kita diperintahkan untuk

memberikannya. Dan ketika kita dituntut untuk bersaing dengan mereka, maka

kita harus menjalani persaingan tersebut dengan sehat dan tidak boleh mengurangi

hak-hak mereka.

Meskipun al-Qaradhawi memberikan kebebasan yang luas bagi ahl

dzimmah untuk pendapatkan pekerjaan, ia tetap memberikan pengecualian

terhadap transaksi riba. Transaksi riba mendapatkan perhatian khusus, karena

bahaya yang ditimbulkan oleh transaksi ini akan merusak masyarakat, bangsa

bahkan dunia. Transaksi ini dipastikan akan membuat kesejahteraan manusia tidak

akan merata, yang kaya akan bertambah kaya dengan menikmati jerih payah yang

18 Majid Ibnu Shalih, Dauru Ahlu ad-Dzimmah fῑ Iqshai as-Syari‟ah, h., 18.

Page 99: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

89

miskin, dan yang miskin akan sangat susah untuk bisa hidup sejahtera. Karena

begitu berbahaya transaksi ini, Islam memberikan ancaman yang sangat keras bagi

pelaku riba, dengan menyatakan bahwa orang yang melakukan transaksi ini

adalah orang yang berperang melawan Allah dan rasul-Nya, ditambah lagi Allah

akan menghancurkan harta yang dihasilkan dari riba tersebut, dan akan bangkit

dari kubur seperti orang yang kerasukan.

Yusuf al-Qaradhawi memberikan bab khusus ketika membahas peran ahl

dzimmah dalam pemerintahan. Ia menyebutkan hak ahl dzimmah dalam menjabat

sebuah jabatan di negara Muslim sama haknya dengan orang Islam, ada beberapa

jabatan yang memang tidak diperbolehkan untuk ahl dzimmah, karena jabatan

tersebut sangat erat hubungannya dengan agama Islam. Jabatan tersebut seperti

menjadi khalifah, presiden, pemimpin pasukan perang, hakim dalam urusan

agama Islam, amil dalam pemungutan zakat dan sebagainya,19

Alasan ahl dzimmah tidak diperbolehkan memegang jabatan ini karena

jabatan tersebut sangat berkaitan dengan akidah Islam. Jabatan khalifah menurut

al-Qaradhawi, adalah sebuah jabatan yang menggantikan posisi nabi Muhammad

saw, sehingga sangat tidak mungkin jabatan tersebut dipegang oleh non-Muslim,

ditambah lagi secara kebiasaan kelompok mayoritaslah yang memimpin

kelompok minoritas. Adapun jabatan pemimpin perang, dalam pandangan Islam

adalah ibadah, karena perang membela agama dan negara dalam pandangan Islam

adalah jihad, sehingga jabatan ini sangat tidak layak dipegang oleh nonmuslim.

Sedangkan jabatan hakim dalam urusan agama Islam atau petugas zakat, sangat

jelas bahwa ini harus dipegang oleh orang Islam, karena masalah ini cuma ada di

dalam agama Islam.20

Yusuf al-Qaradhawi, sudah memberikan alasan yang rasional dalam

membatasi jabatan yang dipegang oleh ahl dzimmah, sehingga diharapkan orang

19 Muhammad Zaini, Hak dan Kewajiban Ahl Adzimmah Menurut Yusuf al-Qaradhawi,

lihat juga, Yusuf Al-Qaradhawi, Ghairul Muslimin fil Mujtama‟ Al Islami, h., 23.

20

Muhammad Zaini, Hak dan Kewajiban Ahl Adzimmah Menurut Yusuf al-Qaradhawi,

lihat juga, Yusuf Al-Qaradhawi, Ghairul Muslimin fil Mujtama‟ Al Islami, h., 24.

Page 100: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

90

Muslim dan non-Muslim yang mengetahui permasalahan ini, tidak lagi

menganggap bahwa ini adalah suatu kesalahan yang harus diperbaiki. Kecuali

orang yang hanya menginginkan persamaan, tanpa memandang aspek-aspek yang

lain. Orang tersebut akan cenderung menyalahkan batasan-batasan yang diberikan

oleh al-Qaradhawi ini.

Menurut Abdul Karim Zidan, batasan jabatan yang diberikan Islam

terhadap ahl dzimmah, bukan hal yang aneh, karena jabatan dalam Islam adalah

taklif bukan hak. Dan sebuah Negara mempunyai wewenang untuk memberikan

syarat-syarat tertentu bagi orang yang akan memegang jabatan tersebut.

Mengingat jabatan ini sangat erat hubungannya dengan akidah Islam, maka

selayaknya jabatan tersebut dipegang oleh umat Islam.21

berbeda dengan al-

Qaradhawi, menurut Abdul Karim Zidan mengemukakan enam macam hak politik

yang bisa dinikmati oleh rakyat /warga negara sebuah komunitas Islam seperti

Negara Indonesia. keenam hak politik yang dimaksud adalah sebgai berikut:

1. Hak untuk memilih dan dipilih sebagai kepala Negara, baik langsung

maupun tidak langsung (melalui perwakilan);

2. Hak musyawarah /hak untuk ikut berpartisipasi dalam memberikan

ide, terpilih, utamanya kepala negara, agar tidak melakukan hal-hal

yang membahayakan umat /rakyat;

3. Hak pengawasan /hak untuk mengontrol dan meluruskan

penyimpangan yang dilakukan oleh para penyelenggara negara;

4. Hak memecat atau mencopot kepala Negara dari jabatannya bila tidak

dapat menjalankan dengan baik tugas yang diamanatkan rakyat;

5. Hak untuk mencalonkan diri untuk jabatan kepala Negara /presiden;

6. Hak untuk menduduki jabatan umum dalam pemerintahan.22

Dari fakta sejarah di atas, dapat diambil kesimpulan, bahwa agama Islam

adalah agama yang memberikan kebebasan untuk pemeluk agama lain dalam

21 Abdul Karim Zidan, Ahkam, h., 78-79.

22 Mujar Ibnu syarif, Hak-hak Politik Minoritas non-Muslim dalam Komunitas Islam,

(Bandung: Angkasa, 2003), h., 54.

Page 101: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

91

menjabat sebuah jabatan. Mereka boleh barsaing dengan orang Islam, bahkan

mereka boleh lebih banyak mendapatkan jabatan tersebut dari pada orang Islam.

Meskipun hal ini menunjukkan lemahnya kualitas kebanyakan umat Islam waktu

itu, sehingga mereka kalah bersaing dengan non-Muslim. Hal ini tidak perlu lagi

terjadi, karena Islam menuntut umatnya untuk selalu maju, baik untuk perkara

dunia maupun akhirat.

Dari uraian di atas, juga di ambil kesimpulan, bahwa tidak ada masalah

ketika sebuah Negara Indonesia yang mayoritasnya Muslim, namun yang

menjabat jabatan gubernur, wali kota, bupati dan camat sebagiannya adalah non-

Muslim, selama mereka tidak menaruh kebencian dengan Islam serta memiliki

kemampuan dan amanah untuk jabatan tersebut. Meskipun sebagai orang Islam,

kita perlu prihatin, karena kemunduran yang dimiliki orang Islam sekarang ini

tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Suatu yang menyedihkan, apabila seorang

gubernur yang beragama Islam namun tersandung kasus korupsi, sedangkan di

sisi lain, non-Muslim yang menjabat jabatan gubernur sangat jauh dari perbuatan

haram tersebut.

C. Relevansi Kewajiban Ahl Dzimmah Yusuf al-Qaradhawi dengan

kewarganegaraan Indonesia

Sebagaimana ahl dzimmah memiliki hak yang harus dipenuhi oleh negara

Muslim, mereka juga punya kewajiban yang harus mereka lakukan. Apakah

kewajiban-kewajiban ini relevan dengan Negara Indonesia, atau bahkan pemikiran

Yusuf al-Qaradhawi ini tidak sesuai dengan masa sekarang ini, dalam artian jauh

lebih mundur. Kewajiban-kewajiban menurut al-Qaradhawi untuk ahl dzimmah

ada tiga macam;

1. Kewajiban membayar sejumlah harta yang telah ditetapkan;

2. Kewajiban mentaati hukum-hukum konstitusi Islam;

3. Menjaga perasaan /syiar-syiar kaum Muslimin Islam.

Salah satu kewajiban ahl dzimmah adalah membayar jizyah kepada Negara

Muslim yang melindungi mereka. Menurut al-Qaradhawi, jizyah adalah pajak

Page 102: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

92

tahunan yang diambil dari setiap laki-laki yang sudah balig dan mampu dari ahl

dzimmah. Sedangkan orang fakir dari kalangan ahl dzimmah tidak dibebani

sediktpun dari jizyah ini. Besar atau kecilnya jizyah tersebut menurut al-

Qaradhawi adalah kebijakan pemimpin, dan harus ada perbedaan antara yang kaya

raya, menengah dari segi kekayaan, dan paling rendah dari segi kekayaan.

Mengacu pada Negara Indonesia, membebankan kepada rakyatnya untuk

membayar pajak, yaitu iuran yang dibebani kepada rakyat untuk rakyat yang

digunakan untuk membiayai keperluan-keperluan umum yang berkaitan dengan

tugas negara dan pengeluaran yang bermanfaat untuk masyarakat luas.

Berdasarkan dari resolusi di atas, penulis sederhanakan secara definitive antara

jizyah dan pajak itu senada, yaitu sebagai urunan atau iuran yang dikeluarkan oleh

warga Negara terhadap Negara demi menjamin keamanan diri, harta,

kesejahteraan hidup, serta sebagai pembendaharaan Negara dalam menjalankan

tugas-tugas Negara dibidang pemerintahan. Bagaimana dalam keuangan Indonesia

ini, pajak dibuat sebagai sumber peneimaan utama negara. Dengan demikian,

sistem perpajakan yang berkembang saat ini merupakan pengejawantahan dari

ajaran Islam dan praktik Rasulullah serta sahabatnya. Hanya istilah saja yang

digunakan saat ini berbeda.

Khalifah Umar menerapakan ukuran jizyah menurut tiga tingkatan, ahl

dzimmah yang kaya raya harus membayar 48 dirham setiap tahun, orang yang

menengah dari segi kekayaan harus membayar 24 dirham pertahun, dan orang

yang paling rendah dari kekayaan cuma diwajibkan membayar 12 dirham

pertahun.23

Perbedaan jumlah penarikan jizyah tersebut karena perbedaan kebijakan

yang diambil oleh pemimpin waktu itu, sekiranya negara waktu itu memerlukan

pemasukan yang banyak, sehingga jumlah penarikannya juga berbeda-beda.

Namun, pembagian yang menyebutkan bahwa orang miskin wajib membayar

jizyah, terlihat tidak kuat dibandingkan pendapat yang mengatakan bahwa mereka

23

Muhammad Zaini, Hak dan Kewajiban Ahl Adzimmah Menurut Yusuf al-Qaradhawi,

lihat juga, Yusuf Al-Qaradhawi, Ghairul Muslimin fil Mujtama‟ Al Islami, h., 34.

Page 103: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

93

tidak wajib membayar jizyah. Dalam sebuah riwayat Khalifah Umar Ibnu al-

Khattab melihat beberapa orang ahl dzimmah diberi sanksi dengan cara di jemur

di terik matahari, Umar bertanya kepada para penjaga; apa yang telah mereka

lakukan?, para penjaga menjawab bahwa mereka tidak membayar jizyah, Umar

bertanya lagi; apa alasan mereka tidak membayarnya? para penjaga menjawab;

mereka beralasan tidak memiliki harta, Umar berkata biarkan mereka bebas, kita

tidak membebani kepada mereka sesuatu yang mereka tidak mampu.24

Jizyah yang dibayar oleh ahl dzimmah sebagai pengganti keikutsertaan

mereka dalam membela negara, menurut para ulama boleh diganti dengan nama

lain, sesuai apa yang diinginkan oleh ahl dzimmah, seperti shadakah, hibah dan

lain sebagainya.25

Maka dari itu penulis berpendapat, jizyah bukanlah sanksian

melainkan kompensasi yang diberikan Negara Islam terhadap ahl dzimmah, tetapi

sebagai pengganti atas ketidak ikut sertaan mereka dalam membela negara.

Adapun kewajiban membayar jizyah untuk masa sekarang, menurut Abdul

Karim Zidan sudah tidak berlaku lagi, mengingat kebanyakan ahl dzimmah sudah

ikut serta dengan orang Islam membela negaranya,26

dan hal ini merupakan salah

satu yang menyebabkan kewajiban tersebut tidak berlaku lagi. Meskipun hal ini

sudah tidak diberlakukan lagi, namun tetap penting untuk dibahas, mengingat

kebanyakan ulama menganggap, bahwa penarikan jizyah tersebut merupakan

bentuk sanksi yang diberikan oleh Negara Islam kepada ahl dzimmah, karena ia

hidup didalam negara tersebut.27

Dapat penulis simpulkan, bahwa pandangan yusuf al-Qaradhawi tentang

jizyah ini sangat tidak relevan dengan Negara Indonesia ini, karena di Indonesia

siapapun harus ikut serta membela negaranya, dan pendapat Yusuf al-Qaradhawi

ini menurut penulis terlalu terbelakang di banding pendapat ulama NU pada

24

Muhammad al-Ghazali, At-tasamuh, h., 40.

25

Amir Abdul Aziz, Iftiraat, h., 32.

26

Abdul Karim Zidan, Ahkam, h., 157.

27

Abdul Karim Zidan, Ahkam, h., 146.

Page 104: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

94

Sidang Komisi Bahstul Masail ad-Diniyah al-Maudhuiyyah pada Musyawarah

Nasional Alim Ulama Nu 2019, membahas status non-Muslim di Indonesia dalam

konteks berbangsa dan bernegara, bahwa dalam kehidupan berbangsa dan

bernegara status non-Muslim seperti di Indonesia adalah muwathin atau warga

negara yang mempunyai kewajiban dan hak yang sma dan setara sebagaimana

warga Negara lainnya, maka dari itu, dalam hal ini pendapat al-Qaradhawi bila

diterapkan di Indonesia sangat tidak relevan.

Kewajiban berikutnya adalah membayar kharraj. Kharraj merupakan

pengganti zakat yang dibebankan kepada orang Islam dari hasil tanah mereka

(Zakatu az-Zia‟h). Pendapat yang kuat juga mengatakan bahwa penarikan kharraj

ini tergantung dengan kebijakan imam, banyak atau sedikitnya penarikan tersebut

harus dilihat dari hasil bumi tersebut.28

Al-Qaradhawi mengutip pendapat kebanyakan ulama yang menyatakan

bahwa kharraj tetap dibebankan kepada ahl dzimmah, meskipun telah masuk

Islam. Berbeda dengan jizyah, ketika seorang ahl dzimmah menyatakan diri

memeluk agama Islam, maka kewajiban tersebut sudah tidak ada lagi.

Kebanyakan ulama juga berpendapat bahwa ahl dzimmah yang tidak mau

memeluk agama Islam, selain dibebani membayar kharraj tersebut, mereka juga

wajib membayar sepersepuluh dari hasil bumi tersebut.29

Namun, pendapat ini

diakui al-Qaradhawi berbeda dengan pendapat Abu Hanifah, yang menyatakan

bahwa ahl dzimmah cuma berkewajiban membayar kharraj, sedangkan kewajiban

membayar sepersepuluh dari hasil bumi hanya diwajibkan kepada orang Islam

sebagai zakat dari hasil tanaman mereka.30

Menurut penulis, pendapat yang dinyatakan oleh Abu Hanifah lebih sesuai

untuk masa sekarang ini khususnya dalam kewarganegaraan Indonesia, keadilan

28 Abdul Karim Zidan, Ahkam, h., 160-162.

29

Muhammad Zaini, Hak dan Kewajiban Ahl Adzimmah Menurut Yusuf al-Qaradhawi,

lihat juga, Yusuf Al-Qaradhawi, Ghairul Muslimin fil Mujtama‟ Al Islami, h., 35.

30

Muhammad Zaini, Hak dan Kewajiban Ahl Adzimmah Menurut Yusuf al-Qaradhawi,

lihat juga, Yusuf Al-Qaradhawi, Ghairul Muslimin fil Mujtama‟ Al Islami, h., 36.

Page 105: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

95

yang merupakan pilar agama Islam lebih terlihat jelas. Orang Islam diwajibkan

membayar zakat dari hasil tanaman mereka, sebagai bentuk ketaatan mereka

terhadap agama, serta peran mereka dalam membangun Negara. Adapun ahl

dzimmah, tidak ada kewajiban membayar zakat, karena itu ibadah orang Islam,

namun mereka tetap dituntut untuk ikut serta dalam membangun negara tersebut

dalam bentuk membayar kharraj (Pajak Bumi dan Bangunan).

Dari uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa kewajiban membayar

kharraj bagi ahl dzimmah, dan membayar zakat bagi orang Islam adalah

merupakan aturan Islam yang harus dilakukan setiap manusia yang hidup

disebuah negara. Karena dengan aturan ini manusia bisa saling berbagi, serta ikut

berperan dalam membangun serta memajukan negaranya. Bahkan kemungkinan

besar aturan inilah yang mengilhami setiap negara yang ada di dunia untuk

menarik pajak dari setiap orang yang hidup di negara tersebut.

Maka dari itu penulis menyimpulkan bahwa, konsep kharaj menurut

Yusuf al-Qaradhawi secara esensial di Indonesia sudah diterapkan, yaitu dengan

membayar Pajak Bumi dan Bangunan.

Selanjutnya, salah satu kewajiban yang harus dibayar oleh ahl dzimmah

yang memiliki perdagangan adalah pajak perdangan. Kewajiban ini mulai berlaku

ketika Syaidina Umar menjabat sebagai khalifah.31

Pajak perdagangan yang

diwajibkan oleh Khalifah Umar adalah pengganti dari zakat perdagangan yang

diwajibkan kepada umat Islam, sebagai bentuk keikut sertaan para pedagang

dalam berbagi terhadap sesama, karena agama Islam adalah agama yang tidak

menyukai bahwa harta kekayaan hanya berputar dikalangan orang kaya saja. Oleh

karena itu harus ada aturan yang mengatur perputaran harta tersebut, sehingga

bisa dinikmati oleh orang lain. Salah satu aturan tersebut adalah kewajiban

membayar zakat perdagangan bagi umat Islam, dan membayar pajak perdagangan

bagi ahl dzimmah.

31

Muhammad Zaini, Hak dan Kewajiban Ahl Adzimmah Menurut Yusuf al-Qaradhawi,

lihat juga, Yusuf Al-Qaradhawi, Ghairul Muslimin fil Mujtama‟ Al Islami, h., 40.

Page 106: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

96

Namun, ketika mengamati jumlah penarikan pajak perdagangan ahl

dzimmah, terlihat ada perbedaan jumlah penarikan terhadap orang Islam, ahl

dzimmah berkewajiban membayar 5% dari jumlah harta perdagangannya,

sedangkan umat Islam hanya membayar 2,5%. Hal seperti ini dipastikan akan

mendapatkan respon negatif dari para pemikir yang mencari kesalahan agama

Islam. Dan umat Islam yang membahas masalah ini juga harus berhati-hati, agar

tidak menyebabkan kesalah pahaman yang menjauhkan nilai-nilai keadilan yang

dibawa agama Islam.

Yusuf al-Qaradhawi berusaha menjelaskan kepada kita latar belakang

terjadinya berbedaan penarikan harta tersebut dengan mengutip beberapa

pendapat ulama. Pendapat pertama, ia mengutip pendapat Abu Ubaid, yang

menyatakan bahwa penarikan 5% tersebut adalah kesepakatan Umar dan ahl

dzimmah pada waktu itu, berarti penarikan 5% tersebut bukan sesuatu yang pasti,

namun bisa berubah-ubah. Pendapat kedua, menurut Ibnu Syihab, bahwa hal ini

sudah terjadi di zaman jahiliyah, dan Umar memberlakukan itu lagi. Pendapat

ketiga, dikutip ulama Hanafi, bahwa penarikan harta dari para pedagang ahl

dzimmah lebih banyak dari pedagang muslim, disebabkan biaya yang dikeluarkan

Negara untuk melindungi harta perdagangan ahl dzimmah lebih besar dari biaya

perlindungan harta orang Islam, karena para pencuri lebih sering mengintai harta

ahl dzimmah. Pendapat keempat, adalah pendapat Abu A‟la al- Maududi, yang

menyatakan bahwa orang Islam waktu itu disibukkan untuk membela agama

Islam, sehingga hampir semua perdagangan dipegang oleh non-Muslim. Hal ini

menyebabkan para ulama fiqih waktu itu menambahkan jumlah harta yang

diambil dari ahl dzimmah, untuk menjaga keseimbangan perdagangan waktu itu.32

Yusuf al-Qaradhawi meskipun telah menyebutkan beberapa pendapat

ulama tentang alasan perbedaan penarikan jumlah harta tersebut, terlihat tidak

puas dengan alasan-alasan tersebut, bahkan ia memberikan kritikan terhadap

pendapat kedua dan keempat, menurutnya Umar tidak patut mengamalkan sesuatu

yang berlaku di zaman jahiliyah. Adapun pendapat keempat, menurutnya

32

Yusuf Al-Qaradhawi, Ghairul Muslimin fil Mujtama‟ Al Islami, h., 40-41.

Page 107: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

97

ketetapan 5% adalah ketetapan Umar, bukan ahli fiqih. Al-Qardhawi lebih suka

dengan alasan yang dibawakan oleh Abdul Karim Zaidan, yang menyatakan

bahwa adanya perbedaan penarikan sejumlah harta antara orang Islam dan ahl

dzimmah disebabkan kerena harta yang diambil dari ahl dzimmah hanya dari harta

perdagangan yang berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Adapun harta

perdagangan mereka yang ada negaranya tidak akan dihitung pajaknya, begitu

juga harta simpanan mereka, seperti emas, perak dan lainnya. Sedangkan

pedagang muslim, meskipun hanya wajib membayar zakat sebesar 2,5%, tetapi

semua perdagannya dihitung, baik didalam negeri atau yang diluar negeri, begitu

juga harta simpanan mereka, semuanya dihitung untuk dizakati.33

Dari urain di atas, dapat disimpulkan bahwa penarikan pajak perdagangan

terhadap ahl dzimmah yang dilakukan oleh Khalifah Umar, dan kemudian diikuti

oleh para ulama sangat jauh dari kezaliman, dan ini sudah diterapkan di Indonesia

seperti halnya bea cukai, namun di Indonesia tidak membedakan antara Muslin

dengan non-Muslim dalam artian menyetarakannya. Meskipun persentasi

penarikannya lebih banyak dari pada zakat orang Islam, namun pada

kenyataannya sangat memelihara keadilan antara sesama orang yang hidup di

bawah naungan Negara Islam. Ini adalah salah satu contoh keadilan agama Islam

terhadap pemeluk agama lain, serta pembuktian Islam bahwa tidak ada paksaan

bagi agama lain untuk melakukan ibadah.

Kewajiban kedua, yang harus dipatuhi oleh ahl dzimmah adalah mentaati

hukum yang berlaku di negara Muslim. Meskipun ahl dzimmah diwajibkan

mentaati peraturan yang ada di Negara Muslim, namun syariat Islam telah

memberikan pengecualian terhadap mereka. Menurut al-Qaradhawi, Islam juga

memberikan kebebasan kepada mereka dalam urusan pribadi atau bermasyarakat,

untuk melakukan sesuatu yang dibolehkan oleh agama mereka, meskipun Islam

mengharamkannya, seperti urusan perkawinan, perceraian, makan daging babi,

meminum khamar dan sebagainya. Islam tidak ikut campur dengan orang Majusi

yang kawin dengan salah satu muhrimnya, orang Yahudi yang kawin dengan putri

33

Yusuf Al-Qaradhawi, Ghairul Muslimin fil Mujtama‟ Al Islami, h., 42.

Page 108: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

98

saudaranya, atau Nasrani yang memakan daging babi atau meminum khamar.34

Sangat terlihat jelas, bahwa pemikiran yang dibawakan oleh al-Qaradhawi tentang

aturan Islam terhadap ahl dzimmah sangat toleransi, ketika Islam mengharamkan

sesuatu, namun agama yang dianut oleh ahl dzimmah tersebut membolehkannya

dan tidak bermudharat bagi orang lain maka Negara yang menganut syariat Islam

tersebut akan memperbolehkannya.

Dapat penulis simpulkan, di Indonesia anatar orang non-Muslim dengan

orang Muslim menyetarakan dalam mentaati hokum konstitusi, sesuai UUD

Tahun 1945, Pasal 1 ayat 3 bahwa “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”

maka dari itu kurang relevan antara pemikiran Yusuf al-Qaradhawi dengan

kewarganegaraan Indonesia, karena al-Qaradhawi menomorduakan ahl dzimmah

sedangankan di Negara Indonesia antara non-Muslim dan Muslim disetarakan,

walaupun dinegara ini, lebih banyak mayoritas Islam.

Kewajiban berikutnya yang harus dilakukan oleh ahl dzimmah setelah

mendapatkan hak mereka adalah menghormati syiar-syiar Islam (ciri-ciri khas

dalam upacara-upacara keagamaan dan sebagainya), tempat-tempat suci orang

Islam serta memelihara perasaan orang Islam. Yusuf al-Qaradhawi memberikan

beberapa contoh untuk kewajiban yang ketiga ini. Menurut al-Qaradhawi mereka

dilarang mencela Islam, rasul umat Islam dan kitab al-Quran secara terang-

terangan. Mereka juga dilarang memasukkan akidah atau pemikiran yang

bertentangan dengan umat Islam, kecuali akidah yang telah lama ada di dalam

agama mereka.35

Apa yang dinyatakan oleh al-Qaradhawi, bahwa setiap penganut agama

yang berlindung di bawah naungan Negara Muslim tidak boleh memasukkan

akidah baru, sangat sesuai dengan apa yang berlaku di Indonesia. Dalam Pasal 29

34 Muhammad Zaini, Hak dan Kewajiban Ahl Adzimmah Menurut Yusuf al-Qaradhawi,

lihat juga, Yusuf Al-Qaradhawi, Ghairul Muslimin fil Mujtama‟ Al Islami, h 43.

35

Muhammad Zaini, Hak dan Kewajiban Ahl Adzimmah Menurut Yusuf al-Qaradhawi,

lihat juga, Yusuf Al-Qaradhawi, Ghairul Muslimin fil Mujtama‟ Al Islami, h., 45.

Page 109: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

99

ayat 1 UUD 1945 dinyatakan, bahwa Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha

Esa.

Maka dari itu penulis setuju dengan pendapatnya Hazairin dalam bukunya

Demokrasi Pancasila, menyatakan bahwa;

1. Dalam Negara Republik Indonesia, tidak boleh terjadi atau berlaku sesuatu

yang bertentangan dengan kaidah-kaidah Islam bagi umat Islam, atau yang

bertentangan dengan kaidah-kaidah agama Nasrani bagi umat Nasrani atau

yang bertentangan dengan kaidah-kaidah agama Hindu bagi orang-orang

Hindu Bali, atau yang bertentangan dengan kesusilaan Budha bagi orang-

orang Budha.

2. Negara Republik Indonesia wajib menjalankan syari‟at Islam bagi orang

Islam, syari‟at Nasrani bagi orang Nasrani, dan syari‟at Hindu Bali bagi

orang Bali, sekedar menjalankan syari‟at tersebut memerlukan perantaraan

kekuasan Negara.

3. Syari‟at yang tidak memerlukan bantuan kekuasaan Negara untuk

menjalankannya, dan karena itu dapat sendiri dijalankan oleh setiap

pemeluk agama yang bersangkutan, menjadi kewajiban pribadi terhadap

Allah bagi setiap orang itu, yang dijalankannya sendiri menurut agamanya

masing-masing.36

Maka dapat penulis simpulkan bahwa, persoalan menjaga perasaan kaum

Muslimin di Negara Indonesia ini sudah diterapkan, dan tidak boleh saling

mengganggu satu sama lain, dan sudah di atur dalam Undang-Undang.

Kewajiban selanjutnya yang harus mereka lakukan adalah tidak boleh

menampakkan kemaksiatan di depan umat Islam, seperti minum khamar,

memakan babi atau menjualnya kepada umat Islam. Mereka juga dilarang

menampakkan makan dan minum di siang hari ramadhan, karena semuanya itu

memelihara perasaan umat Islam. Secara keseluruhan, setiap apa yang di larang

dalam ajaran Islam namun diperbolehkan dalam ajaran mereka, jika mereka ingin

melakukannya, maka mereka dilarang menampakkannya terhadap umat Islam.

36 Muchsin, Masa Depan Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Ibalam, 2004), Cet 1, h., 7.

Page 110: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

100

Tujuannya adalah untuk saling menghormati antara sesama agama sehingga

tercipta keamanan sebuah negara.37

Maka dapat disimpulkan, sebagian aturan yang gariskan oleh al-

Qaradhawi, sudah terlaksana di beberapa daerah di Indonesia, mereka dituntut

untuk menghormati perasaan dari agama-agama dan kepercayaan masing-masing.

Tetapi pemikiran Yusuf al-Qaradhawi secara keseluruhan sangat tidak Relevan

dengan Negara Indonesia yang mayoritas Islam ini, karena tidak ada pembedaan

antara non-Muslim di Indonesia dengan Muslim, dalam artian setara didepan

hukum.

37 Muhammad Zaini, Hak dan Kewajiban Ahl Adzimmah Menurut Yusuf al-Qaradhawi,

lihat juga, Yusuf Al-Qaradhawi, Ghairul Muslimin fil Mujtama‟ Al Islami, h., 45-46.

Page 111: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

101

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Konsep Ahl Dzimmah dalam pemikiran Yusuf al-Qaradhawi yaitu

Menurut Yusuf al-Qaradhawi kata Dzimmah berarti perjanjian, jaminan dan

keamanan. Mereka dinamakan demikian karena mereka memiliki jaminan

perjanjian („abd) Allah dan Rasul-Nya serta jaminan kaum Muslimin untuk hidup

dengan aman dan tentram dibawah perlindungan Islam dan dalam lingkungan

masyarakat Islam. Jadi, mereka berada dalam jaminan keamanan kaum Muslimin

berdasarkan akad dzimmah. Dengan demikin menurutnya ahl dzimmah ini

memberikan kepada orang-orang non-Muslim suatu hak yang di masa sekarang

mirip dengan apa yang disebut sebagai kewarganegaraan politis yang diberikan

oleh negara kepada rakytnya, dengan itu pula mereka memperoleh dan terikat

pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban semua warga negara.

Hak dan kewajiban Ahl Dzimmah dalam Pemikiran Yusuf al-Qaradhawi

yaitu sebagai berikut:

A. Hak Ahl Dzimmah menurut Yusuf al-Qaradhawi terbagi menjadi:

1. Hak mendapatkan perlindungan atau Keamanan. Terbagi menjadi;

a. Hak Perlindungan terhadap Pelanggaran Dari Luar Negeri;

b. Hak Perlindungan terhadap Kezaliman di Dalam Negeri;

c. Hak Perlindungan Nayawa dan Badan (Kehidupan);

d. Hak Jaminan Keamanan Harta Benda;

e. Hak Perlindungan Kehormatan Ahl Dzimmah;

f. Hak mendapatkan Jaminan Hari Tua dan Jaminan Kemiskinan.

Page 112: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

102

2. Hak Mendapatkan Kebebasan, terbagi menjadi;

a. Hak Kebebasan Beragama;

b. Hak Kebebasan untuk Bekerja.

3. Hak mendapatkan Jabatan dalam Pemerintahan (Politik)

B. Kewajiban Ahl Dzimmah menurut Yusuf al-Qaradhawi, terbagi menjadi;

1. Kewajiban Membayar Sejumlah Harta, terbagi menjadi;

a. Jizyah;

b. Kharraj

c. Ad Dharbiyah at Tijariyah (Pajak Perdagangan).

2. Kewajiban Menaati Hukum Islam dalam Urusan Perdata Lainnya (Di

Luar Urusan Memeluk Agama dan Hal-hal yang Bersifat Pribadi);

3. Menghormati Syiar-syiar Islam dan Tempat-tempat suci orang Islam.

Mengingat Ahl Dzimmah dalam Pemikiran Yusuf al-Qaradhawi masih

meletakkan Ahl Dzimmah pada kelas dua, maka sangat tidak relevan bila

diterapkan di Indonesia, soalnnya di Indonesia kaum non-Muslim sudah diberi

posisi setara dengan kaum Muslim, maka dari itu warga negara baik Muslim

maupun non-Muslim mereka bisa menjadi Kepala Negara, untuk menghilangkan

kesan diskriminatif sebaiknya non-Muslim di Indonesia tidak disebut Ahl

Dzimmah, melainkan sebut saja Non-Muslim untuk menggambarkan status warga

negaranya yang setara dengan kaum Muslimin yang merupakan warga mayoritas

di Negara Kesatuan Republik Indonesia.

B. SARAN

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,

maka dari itu penulis mengharapkan dan menantikan adanya saran dan kritik

yang membangun dari pembaca demi perbaikan di lain waktu agar penelitian

dalam skripsi ini bisa menjadi lebih bermanfaat.

Page 113: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

103

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Karim Sa‟dawi, Amru, Wanita dalam Fikih Al-Qaradhawi, Cet. 1 Jakarta:

Pustaka Al Kautsar, 2009.

Ahmad al-Zawi, Al-Tahir, al-Qamus al-Muhit, Jilid.2, Saudi: Dar Alam al-

Kutub li al-Nasyr wa al-Tawzi, 1417 H/1996 M.

A‟la Al-Maududi, Abul, Hak-hak Minoritas dalam Negara Islam, Terj. Syatibi

Abdullah, Bandung: Sinar Baru, 1993.

Nabhani, An, Taqiyyuddin, Asy-Syakhshiyyah al-Islâmiyyah, vol: II , Kairo:

Dar al-Umah, 1996.

A‟rmawi, Armaidy, Pemikiran Filosofis Hubungan Agama dan Negara Indonesia

Disertasi tidak diterbitkan, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 2009.

Aziz Dahlan, Abdul. et.al, Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 3, Jakarta: PT. Ichtiar

Baru Van Hoeve, 1999.

______________,Abdul, Einsklopedi Hukum Islam, Jilid 5, cet. Ke-7, Jakarta:

PT.Ichitiar Baru Van Hoeve, 2006.

Baihaki, Imam, Sunan al-Kubra, Jilid 9, Darul maầrif Usmaniyah, 1984.

Bin Abi Bakr Ayyub al-Zar‟iy Abu Abdillah, Muhammad, Tahqiq Yusuf Ahmad

al-Bakriy dan Syakir Tawfiq al-`Aruriy, Ahkam Ahl al-Dzimmah, Beirut:

Dar Ibn Hazm, 1997/1418.

C.S.T. 1996. Hukum Kewarganegaraan Republik Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.

Ghanusyi, Al, Rasyid, Huquq al-Muwa tanah: Huquq Ghair al-Muslim fi al-

Mujtama‟ al-Islami, Virginia: Ma‟had al-„Alam li al-Fikr al-Islami, 1993.

Ghazali, Al, Muhammad, At-tasamuh baina al-Islam wa al-Masihiyah, Mesir:

Nahdatu Misr, 1980.

G Sevilla, Consuelo, dkk, Pengantar Metodologi Penelitian, cet.I., Jakarta: UI

Pres. 1993.

Hamid al-Ghazali, Abu, Al-Wajiz fi Fiqh al-Imam al-Syafi, Vol. 2, Mesir:

Muhammad Mustafa, 1318 H.

Page 114: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

104

Haq, Hamka, Konsep Zimmi dalam Islam dalam, Lutfi Asyaukanie, Wajah Liberal

Islam di Indonesia. Jakarta : Jil, 2002.

Hawa, Said, Al-Islam, Terj. Abdul Hayyi al-Kattani, dkk, Jakarta: Gema Insani

Press, 2004.

Heri, Sucipto, Ensiklopedia Tokoh Islam, dari Abu Bakar Sampai al-Qaradhawi

Jakarta: Hikmah, 2003.

Hisyam, Ibn, al-Sirah al-Nabawiyyah, Tahqiq: Mustafa al-Saqa‟, cet. II, Mesir:

Mustafa al-Babi al-Hilyi, 1375/1955.

Huwaydi, Fahmi, Muwathinun la Dzimmiyyun, Cet III, Kairo: Dār el-Shorouq,

1999.

Ibnu Abidin, Hasyiyyah, Ad-Durr al-Mukhtar Syarh Tanwir al-Abshar, Vol.3,

Riyadh: Dar Alam al-Kutub, 2003.

Ibn Ahmad ibn al-Juza‟i al-Kalabi, Muhammad, Al-Qawanun al-Fiqhiyyah fi

Talkhias al-Mazhab al-Malikiyyah, Beirut: Dār al-Qalam,t.t.

Ibnu Hazm, Imam, al-Muhalla bi al-Atsar, Tahqiq: Muhammad Munir Ad-

Dimasyqi Ahmad Muhamad Syakir, Vol. VII, Beirut: Dar Kutub Ilmiah,

1427.

Ibnu Muhammad, Ismail, Hukum Membangun Gereja dan Tempat-tempat

Kesyirikan di Negara Muslim, terjemah; Muhammad Iqbal Ghazali, Islam

Hous,1988.

Ibnu Shalih, Majid, Dauru Ahl Dzimmah fῑ Iqshai as-Syari‟ah, Mesir:

Darul Huda an-Nabawi, 2007.

Ibn Salih al-„Utsaimin, Muhammad, Huquq Du‟at Ilaih al-Fitrah wa Qarraratha

al-Syari‟ah, Riyad: T. Pnb, 1427.

Madjid, Nurcholis, Zainun Kamal, dkk, Fiqih Lintas Agama: Membangun

Masyarakat Inklusif-Pluralis, Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina dan

The Asia Foundation, 2004.

Manzur, Ibn, Lisan al-„Arab, Jilid 3, Kairo: Dar al-Hadīs, 2003.

Maulana, Saufy, hak dan kewajiban ahl zimmah persfektif hadits, Skripsi UIN

Syarif Hidatullah, Jakarta, 2017.

Page 115: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

105

Mawardi, Al, Imam, Ahkam as-Sulthaniyyah, Tahqiq: Dr. Ahmad Mubarok al-

Baghdadi, Cet.1, Kuwait: Maktabah Dar Ibnu Qutaibah, 1989.

Muchsin, Masa Depan Hukum Islam di Indonesia, Cet 1, Jakarta: IBLAM, 2004.

M. Jakfar, Tarmizi, Otoritas Sunnah Non Tasyri‟iyyah Menurut Yusuf al-

Qaradhawi, cet.1, Ar-Ruzz Media: Yogyakarta, 2012.

Mujar Ibnu syarif, Hak-hak Politik Minoritas non-Muslim dalam Komunitas

Islam, Bandung: Angkasa, 2003. Murtada al-Husaini al-Zabidi, Muhammad, Taj al-Arus min Jawāhir al-Qāmūs,

Jilid 28, Kuwait: Hukumah al-Kuwait, 1385/1965.

Muslim, Imam, Shahih Muslim, Vol. III, Beirut: Dar Ihya‟ al-Turats al-Arabiy,

1409.

______________, Shahih Muslim, Jilid 4, Kairo: Maktabah Dahlan, 2000.

Nisa, Choirun, Hak-Hak Politik Warga Negara Non- Muslim sebagai Pemimpin

dalam pandangan Hukum Islam dan Hukum Positif, Skripsi UIN Raden

Intan, Lampung, 2017.

______________, Abul, Hukum dan Konstitusi Sistem Politik Islam, Terj. Asep

Hikmat, Bandung: Mizan, cet. vI, 1998.

Paulus, B.P, Kewarganegaraan RI Ditinjau dari UUD 1945. Jakarta: Pradnya

Paramita, 1976.

Qalibi, Al, Al-Syadzili, Ahl al-Dzimmah fi al-H adarah al-Islamiyah, Beirut: Dar

al-Gharb al-Islami, 1998.

Qaradhawi, Al, Yusuf, Fatwa-fatwa Kontemporer, Terj. As‟ad Yasin, Jilid 2,

Jakarta: Gema Insani Press, 1999.

______________,Yusuf, Fikih Jihad: Sebuah Karya Monumental Terlengkap

tentang Jihad menurut al-Qur‟an dan Sunnah, Terj. Irfan Maulana Hakim,

Bandung: Mizan, 2010.

______________,Yusuf, Ghairul Muslimin fil Mujtama‟ Al Islami, ter,

Muhammad Baqir, Minoritas Non-Muslim di dalam Masyarakat Islam,

Bandung: Mizan, 1994.

______________,Yusuf, Halal dan Haram dalam Islam, terj: H.

Mu‟ammal Hamidy, Surabaya:PT Bina Ilmu,1976.

Page 116: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

106

______________, Yusuf, Perjalanan Hidupku, Terjemahan Cecep

Taufiqurrahman, Nandang Buranuddin, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001.

Qurthubi, Al, Muhammad Ibnu Ahmad, al-Jami‟ li ahkami al-Quran, jilid 7,

Mesir: Maktabah as-Shafa, 2005.

Rahman, Abdur, Non-Muslim Under Syari'ah, London: Taha Publisher,1983.

Sabiq, Sayyid, Fiqh al-Sunnah, alih bahasa Nor Hasanuddin, cet.2, Vol. III,

Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2007.

Sayyid, As, Yusuf, Muhammad, Ahmad Durrah, Pustaka pengetahuan al- Quran,

Penerjemah Abu Bakar Ahmad, Jilid 3, Bandung: Ankasa, 2008.

Sayyid Thanthawi, Muhammad, Tasfir al-Wasit, Jilid 1, Mesir; Dar as-Saadah,

2007.

Salam Arief, Abd., Pembaruan Pemikiran Hukum Islam Antara Fakta dan

Realita; Kajian Pemikiran Syaikh Mahmud Syaltut, Yogyakarta: LESFI,

2003.

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia,

1984.

Surayabrata, Sumardi, Metodologi Penelitian, cet.XVI, Jakarta: Raja Grafindo

Persada. 2004.

Shuyuthi, As, Imam, al-Jami as-shagir, t.tp., jilid 2, Hidayah, 1999.

Syafi‟i Antonio, Muhammad, Tim Tazkia, Enseklopedi Leadership & Manajemen

Muhammad S.A.W “The Super Leader Super Menager”. Kepemimpinan

sosial dan politik, Social & political Leadership, Jakarta: Tazkia

Publishing, 2010.

Thabari, At, Muhammad Ibnu Jarir, Tarikh at-Thabari, jilid 3, Mesir: Darul

Ma‟arif, 1995.

Thohir, Ajid, Sirah Nabawiyah, Nabi Muhammad saw Dalam Kajian Ilmu Sosial -

Humaniora, Bandung: Marja, 2004.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Wahhab Khalaf, Abdul, As-Siyasah asy-Syar‟iyyah, Beirut: Dar al- Kutub As-

Syar'iyyah, 1989.

Page 117: STUDI PEMIKIRAN YUSUF AL-QARADHAWI TENTANG AHL DZIMMAH DAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · non-Muslim memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-kewajiban

107

Yusuf, Abu, Al-Kharâj, Qohiroh: Maktabah Al-Salafiyah, 1971.

Yusuf Ya‟qub ibnu Ibrahim, Abu, Al-kharraj, Libanon: Darul ma‟rifah, 1979.

Muhammad Zaini, Hak dan Kewajiban Ahl Adzimmah Menurut Yusuf al-

Qaradhawi, Tesis, UIN Antasari, 2017.