studi pastoral mengenai pandangan warga jemaat gbi (gereja … · 2013. 7. 1. · wangsit untuk...

30
BAB III WARGA JEMAAT GBI BANDUNGAN DAN PSK DI BANDUNGAN A. Gambaran Umum Mengenai Bandungan Bandungan merupakan sebuah obyek wisata pegunungan yang terdapat di Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang. Obyek wisata ini dapat ditempuh dengan kendaraan selama 1 jam di sebelah selatan Semarang atau sekitar 20 menit dari Ungaran, atau sekitar 15 menit dari Ambarawa. Secara geografis batas-batas wilayah letak Kecamatan Bandungan sebagai berikut: Batas Sebelah Barat : Kecamatan Sumowono Batas Sebelah Timur : Kecamatan Bergas dan Kecamatan Bawen Batas Sebelah Utara : Kabupaten Kendal Batas Sebelah Selatan : Kabupaten Ambarawa Gambar 1. Peta Batas-Batas Wilayah Letak Kecamatan Bandungan

Upload: others

Post on 11-Feb-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • BAB III

    WARGA JEMAAT GBI BANDUNGAN DAN PSK DI BANDUNGAN

    A. Gambaran Umum Mengenai Bandungan

    Bandungan merupakan sebuah obyek wisata pegunungan yang terdapat di Kecamatan

    Bandungan, Kabupaten Semarang. Obyek wisata ini dapat ditempuh dengan kendaraan selama 1

    jam di sebelah selatan Semarang atau sekitar 20 menit dari Ungaran, atau sekitar 15 menit dari

    Ambarawa. Secara geografis batas-batas wilayah letak Kecamatan Bandungan sebagai berikut:

    Batas Sebelah Barat : Kecamatan Sumowono

    Batas Sebelah Timur : Kecamatan Bergas dan Kecamatan Bawen

    Batas Sebelah Utara : Kabupaten Kendal

    Batas Sebelah Selatan : Kabupaten Ambarawa

    Gambar 1. Peta Batas-Batas Wilayah Letak Kecamatan Bandungan

  • Asal-usul nama Bandungan dikisahkan dari Pasutri K. Sanggem yang memperoleh

    wangsit untuk mencari sumur di lereng Gunung Ungaran, yaitu sumur yang airnya mengalir

    seperti sungai agar dia dapat memiliki anak. Setelah sumur ditemukan dan dia memiliki banyak

    anak, lalu dia mendapatkan wangsit lagi untuk menutup (=membendung) sumur tersebut agar

    tidak menyebabkan malapetaka bagi kampung di bawahnya, dengan konsekuensi di desanya

    tidak akan ada sumber mata air dan akhirnya sumur tersebut ditutup dengan gong. Desa tersebut

    akhirnya dikenal dengan Bandungan (= bendungan). Makam Kyai Sanggem berada di belakang

    Kantor Kecamatan Bandungan.

    Bandungan memiliki udara yang sejuk dan segar sehingga banyak sekali terdapat hotel

    dan motel. Hotel dan motel merupakan sumber perekonomian utama bagi Kecamatan

    Bandungan. Berdasarkan sumber dari Kantor Kecamatan, ada 92 hotel dan motel yang tersebar

    di Kecamatan Bandungan.

    Tabel 1

    Jumlah Hotel dan Motel Di Kecamatan Bandungan

    Desa Jumlah Hotel Jumlah Motel

    Milir 0 0

    Duren 5 6

    Jetis 3 6

    Bandungan 18 29

    Kenteng 2 3

    Candi 1 3

    Banyukuning 0 0

    Jimbaran 2 3

  • Pakopen 3 8

    Sidomukti 0 0

    Total 34 58

    Sumber: Monografi Kecamatan Bandungan, 2010

    Sarana tempat peribadatan untuk warga yang beragama Islam di Kecamatan Bandungan

    terdapat 78 Masjid dan 205 Mushola, untuk warga yang beragama Khatolik terdapat 2 Gereja

    Khatolik, untuk warga yang beragama Kristen terdapat 7 Gereja Kristen, untuk warga yang

    beragama Buddha terdapat 1 Vihara, sedangkan untuk warga yang beragama Hindhu belum

    dibangun sarana tempat beribadahnya.

    Tabel 2

    Jumlah Tempat Ibadah di Kecamatan Bandungan

    Desa Masjid Mushola Gereja

    Khatolik

    Gereja

    Kristen

    Vihara

    Milir 6 20 0 0 0

    Duren 10 21 0 0 0

    Jetis 7 20 0 0 0

    Bandungan 6 20 0 4 0

    Kenteng 7 15 1 1 0

    Candi 10 31 0 0 0

    Banyukuning 12 31 0 1 0

    Jimbaran 5 25 1 1 0

    Pakopen 7 13 0 0 1

    Sidomukti 8 18 0 0 0

  • Total 78 205 2 7 1

    Sumber: Monografi Kecamatan Bandungan, 2010

    Dari tabel di atas dapat dilihat ada 78 Masjid di kecamatan Bandungan, fungsi Masjid

    tersebut adalah sebagai sarana beribadah umat Muslim, biasanya terdapat di jalan-jalan besar

    yang letaknya strategis dan selain itu fungsi Masjid adalah untuk sarana ibadah Jum’atan bagi

    umat Muslim yang berada di Kecamatan Bandungan. Berbeda dengan 205 Mushola yang

    terdapat di Kecamatan Bandungan, Mushola difungsikan hanya untuk ibadah sehari-hari yaitu

    sholat atau pun pengajian, tidak digunakan untuk Jum’atan. Mushola di Kecamatan Bandungan

    terdapat di tiap-tiap lingkungan RW.

    Ada dua Gereja Khatolik di Kecamatan Bandungan yaitu: Gereja Bunda Maria yang

    terdapat di Desa Jimbaran dan Gereja Bunda Kasih yang terdapat di Desa Kenteng. Fungsi

    Gereja Khatolik ini adalah sebagai sarana beribadah umat Khatolik yang berada di Kecamatan

    Bandungan, selain itu sebagai tempat pemberkatan pernikahan umat Khatolik yang berada di

    Kecamatan Bandungan.

    Gereja Kristen di Kecamatan Bandungan ada tujuh, yaitu: Gereja Kristen Jawa, Gereja

    Pantekosta di Indonesia, Gereja GBI Bandungan, Gereja Jemaat Kristen Injil, Gereja Kristen

    Injil Kristen, Gereja Bethel, dan Gereja Anugerah Allah. Fungsi gereja Kristen ini hampir sama

    dengan fungsi gereja Khatolik yaitu sebagai sarana beribadah umat Kristen yang berada di

    Kecamatan Bandungan, selain itu sebagai tempat pemberkatan pernikahan umat Kristen yang

    berada di Kecamatan Bandungan.

    Hanya ada satu vihara di Kecamatan Bandungan, yaitu vihara Buddis Dharma, vihara

    tersebut terdapat di desa Pakopen. Fungsi vihara ini adalah sebagai sarana beribadah umat

    Buddha yang berada di sekitar Kecamatan Bandungan.

  • B. Sejarah Singkat GBI Bandungan

    GBI Bandungan didirikan oleh Pdt David Sumenep (Alm) pada bulan Juni 1980, yang

    merupakan cabang dari GBI Ambarawa. Saat itu Pdt David Sumenep yang merupakan gembala

    sidang GBI Ambarawa menugaskan FA. Budhiono untuk menggembalakan GBI Bandungan.

    Pada tanggal 2 Maret 1982 FA. Budhiono dilantik menjadi Pendeta Pembantu di

    Pekalongan, pada acara Sidang Majelis Daerah GBI Jateng. Kemudian, pada tanggal 19 Juli

    1985 FA. Budhiono diangkat menjadi Pendeta Muda, dan disahkan pada Sinode VII GBI di

    Salatiga. Dengan jabatan tersebut, maka FA. Budhiono semakin dituntut tanggungjawab yang

    lebih besar. Sesuai tata gereja GBI, pada tanggal 8 Juli 1988, FA. Budhiono melalui ujian

    kependetaan dinyatakan lulus menjadi Pendeta pada Sinode Raya GBI di Jakarta.

    Pada tanggal 8 Februari 1990, Ibu Soeratmat, mempersembahkan sejumlah uang Rp

    10.000.000,00 dari sebagian hasil penjualan sebidang tanahnya untuk realisasi pembangunan

    rumah ibadah GBI Bandungan. Pdt FA. Budhiono kemudian membeli sebidang tanah seluas 715

    M2, yang terletak di Jl. Tirtomoyo no.3 Bandungan. Tanggal 1 Oktober 1990 dimulailah

    pembangunan rumah ibadah GBI Bandungan.

    Tepatnya pada tanggal 21 Januari 1991 diresmikan penggunaannya oleh Bpk A. Januari,

    Camat Ambarawa. Penyerahan kunci secara simbolis oleh Pdt Ajoeb Soegjoraharjo selaku ketua

    BPD GBI Jateng kepada gembala sidang Pdt FA. Budhiono.

    Jumlah jemaat dewasa GBI Bandungan kini kurang lebih ada 100 orang, remaja dan

    pemuda sekitar 25 orang, sedangkan anak-anak sekitar 20 orang.

    C. Keadaan Warga Jemaat GBI Bandungan

  • GBI Bandungan memiliki 145 Jemaat yang memiliki latar belakang dan profesi yang

    berbeda-beda. Meskipun memiliki latar belakang dan profesi yang berbeda-beda, tetapi dalam

    pergaulan sehari-hari terdapat solidaritas antar sesama warga Jemaat GBI Bandungan. Seperti

    dituturkan oleh Pdt F.A Budhiono:

    ” Walaupun kami memiliki latar belakang dan profesi yang berbeda-beda, namun kami

    saling bantu-membantu, topang-menopang dalam kehidupan sehari-hari. Jadi tak hanya

    dalam kegiatan ibadah saja kami sama-sama, namun dalam kehidupan sehari-hari kami

    juga saling tolong-menolong. Gereja itu satu tubuh, jika ada salah satu jemaat kami yang

    sakit atau kesusahan, sudah sewajibnya kami pasti ikut merasakan dan membantu

    semampu kami.”1

    Mata pencaharian Warga Jemaat GBI Bandungan cukup beragam, ada yang menjadi

    karyawan hotel, pedagang, tukang ojek, pemilik kos dan lain-lain. Sebagian besar bekerja

    sebagai karyawan hotel. Seperti dituturkan oleh Pdt F.A Budhiono:

    ”Sebagian besar warga jemaat kami berprofesi sebagai karyawan hotel, selain itu ada

    juga yang berprofesi sebagai tukang ojek, pedagang di pasar dan pemilik kos serta yang

    lainnya lagi. Bandungan merupakan tempat wisata yang memiliki banyak hotel dan

    penginapan, jadi wajar saja jikalau kebanyakan masyarakatnya bekerja di hotel, termasuk

    warga jemaat gereja kami.”2

    Menurut Pdt F.A Budhiono, tingkat pendidikan Warga Jemaat GBI Bandungan juga

    cukup beragam, sebagian besar tamat SMA, hanya ada beberapa orang yang tamat Sarjana.

    D. Relasi Antara Warga Jemaat GBI Bandungan Dengan Masyarakat

    Dalam Perjanjian Baru, dinyatakan bahwa Gereja didirikan, ditumbuhkan, dipimpin dan

    dimiliki oleh Kristus sendiri. Yesus berkata: “Di atas batu karang ini Aku akan mendirikan

    jemaatKu (Mat16:18). Lukas menyaksikan bahwa pertumbuhan Gereja bukan karena usaha

    kesaksian umat percaya saja, tetapi karena “Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang

    diselamatkan (Kis 2:47). Dan Tuhan Yesus sendiri berkata: “Bukan kamu yang memilih Aku,

    1 Wawancara dengan Pdt F.A Budhiono, Gembala Sidang GBI Bandungan, pada tanggal 8 Januari 2011.

    2 Ibid.

  • tetapi Akulah yang memilih kamu” (Yoh 15:16). Oleh karena itu ketika seseorang hendak

    memetik makna tentang kehadiran Gereja di dunia ini, ia perlu menyimak sekali lagi keterkaitan

    antara Gereja dengan karya Kristus, khususnya karena Ia yang telah menyerahkan diri-Nya bagi

    jemaat (Ef 5:25b). Begitu juga relasi antara warga Jemaat GBI Bandungan dengan Masyarakat

    Bandungan yang berlandaskan pada Perjanjian Baru, seperti yang dituturkan oleh Pdt F.A

    Budhiono:

    ”Dalam hal relasi antara Jemaat dengan masyarakat sekitar, kami berlandaskan pada

    Perjanjian Baru. Berdasarkan perspektif Perjanjian Baru, hubungan Warga Jemaat Gereja

    kami dengan masyarakat Bandungan bersifat kristologikal. Hubungan Warga Jemaat

    Gereja dengan masyarakat Bandungan adalah suatu kepanjangan dari inkarnasi kehadiran

    Kristus di dunia.”3

    Dengan menjadikan Alkitab sebagai dasar pijakan utama dalam hal berelasi dengan

    masyarakat, Warga Jemaat GBI Bandungan dengan melihat konteks yang ada, memosisikan

    dengan tepat dirinya dalam masyarakat yang bervariasi keberadaannya dan yang terus berubah.

    Seperti yang dituturkan oleh Bapak Yulius, sebagai berikut:

    ”Warga Jemaat GBI Bandungan tidak tinggal di menara gading, Dalam relasinya dengan

    masyarakat harus dapat menggarami masyarakat agar terang Kristus memancar di mana-

    mana. Kami biasanya mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada dalam masyarakat

    Bandungan. Kami membantu sebatas kemampuan kami. Misalnya kerja bakti, bersih-

    bersih desa, dan lainnya. Selain itu dalam hal relasi dengan penganut agama lain, kami

    tidak pilih-pilih, terkadang kami juga membantu pembangunan rumah ibadah penganut

    agama lain.”4

    Warga Jemaat GBI Bandungan dipanggil untuk mengikut Allah dan mengikut Yesus

    Kristus, yang adalah Tuhan dunia dan gereja, selalu sadar akan kenyataan bahwa gereja berada di

    tengah-tengah masyarakat terutama untuk kepentingan masyarakat ini dan bukan untuk

    kepentingan dirinya sendiri. Gereja merupakan suatu kepanjangan dari inkarnasi kehadiran

    3 Ibid.

    4 Wawancara dengan Bapak Yulius, Majelis GBI Bandungan, pada tanggal 9 Januari 2011.

  • Kristus di dunia, selain itu Gereja adalah garam dan terang dunia. Inilah prinsip dasar hidup

    warga jemaat GBI Bandungan dalam berelasi dengan masyarakat sekitarnya.

    E. Kegiatan-Kegiatan Gereja GBI Bandungan

    Berdasarkan wawancara dengan Pdt F.A Budhiono, maka kegiatan-kegiatan Gereja GBI

    Bandungan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:5

    1. Ibadah

    Fokus dari kegiatan ibadah adalah Tuhan sendiri. Melalui ibadah yang berisi pengajaran,

    pertobatan dan perayaan, Warga Jemaat GBI Bandungan dapat mengalami pengenalan,

    pengudusan dan sukacita yang sangat mereka perlukan untuk hidup taat dan berkenan kepada

    Tuhannya.

    Kegiatan ibadah di Gereja GBI Bandungan merupakan salah satu kegiatan Gereja yang

    penting, di dalamnya Warga Jemaat dapat terus menerus ditransformasi dan diperbaharui oleh

    Tuhan sendiri. Ketika ibadah menjadi sesuatu yang bersifat ritual dan seremonial belaka, maka

    dapat dipastikan bahwa gairah dan semangat pelayanan Gereja tersebut akan sangat mengendor.

    Dalam kegiatan ibadah di Gereja GBI Bandungan terdapat sistem tata ibadah yang baku,

    sebagai berikut:

    a. Pra Ibadah

    1. Panggilan untuk merayakan ibadah/ucapan selamat datang.

    Sesudah masuk gereja dan waktu ibadah akan segera dimulai, maka pemimpin pujian

    naik ke altar. Panggilan merayakan ibadah dilakukan. Pemimpin pujian menyambut

    5 Wawancara dengan Pdt F.A Budhiono, pada tanggal 16 Januari 2011.

  • panggilan merayakan ibadah dengan mengucapkan selamat datang kepada semua jemaat

    yang hadir.

    2. Bersalam-salaman

    Hal yang pertama kali dilakukan adalah mengajak semua jemaat bersalaman dengan

    sesama anggota jemaat yang hadir. Pemimpin pujian mengajak jemaat untuk bersalaman

    dengan jemaat yang ada di dekatnya. Hal ini dilakukan untuk mengakrabkan jemaat yang

    satu dengan jemaat yang lain.

    b. Ibadah

    1. Doa Pembuka

    Sesudah panggilan merayakan ibadah dilakukan, maka seorang pemimpin pujian

    memulai ibadah dengan doa pembuka.

    2. Penyembahan

    Seluruh jemaat dipimpin oleh pemimpin pujian menaikkan ucapan syukur dengan

    membawakan lagu penyembahan.

    3. Doa

    Setelah selesai penyembahan, jemaat dipimpin oleh seorang pendoa yang telah ditunjuk

    untuk menaikkan doa kepada Allah. Dalam doa meminta agar jalannya kebaktian ibadah

    berjalan dengan lancar.

    4. Puji-pujian

    Dalam ibadah biasanya seluruh jemaat dipimpin oleh pemimpin pujian untuk

    menyanyikan lagu-lagu yang diiringi musik pengiring. Nyanyian yang dipanjatkan

    bersifat gembira, dan di dalam pujian seluruh jemaat bersorak-sorai serta bersukacita

  • memulikan Allah. Tujuan dari puji-pujian adalah sebagai ungkapan rasa syukur kepada

    Allah yang telah memberikan keselamatan.

    5. Persembahan Syukur

    Dalam persembahan syukur ini jemaat mengumpulkan persembahan secara bersama-

    sama disertai dengan nyanyian dan jemaat mengikuti secara bersama-sama. Biasanya

    persembahan syukur berbentuk uang yang dikumpulkan ke dalam kantong persembahan.

    Setelah selesai mengumpulkan persembahan, maka dinaikkan doa persembahan oleh

    pemimpin pujian, sekaligus doa untuk menyambut Firman Tuhan.

    6. Pembacaan dan penyampaian firman Tuhan

    Pada sesi ibadah ini seorang Pendeta akan berdoa dan berkhotbah untuk seluruh jemaat

    yang hadir. Di mana khotbah yang disampaikan oleh Pendeta bersifat membangun dan

    menghibur, juga menguatkan seluruh jemaat. Akhir khotbah ditutup dengan doa.

    7. Pembacaan Warta Jemaat

    Setelah Pendeta selesai berkhotbah, maka seseorang petugas yang telah ditunjuk

    sebelumnya, tampil ke depan mimbar dan membacakan warta jemaat atau pengumuman

    tentang aktifitas gereja yang sudah selesai dilakukan serta mengumumkan apa-apa saja

    kegiatan yang akan dilaksanakan dalam satu minggu ke depan. Dengan mendengar

    pengumuman ini, semua jemaat akan tahu apa saja kegiatan yang akan dilaksanakan

    dalam gereja tersebut.

    8. Doa penutup Ibadah

    Pada akhir ibadah Pendeta akan berdoa bagi jemaat, di mana pendeta mendoakan agar

    semua jemaat diberkati dan dilindungi agar dapat berkumpul kembali untuk beribadah di

    minggu berikutnya. Pendeta juga biasanya mendoakan bangsa dan negara. Lalu pendeta

  • menutup doa dengan doa berkat semoga seluruh jemaat pulang dengan membawa damai

    sejahtera. Setelah doa penutup ibadah selesai, jemaat bersalam-salaman antara jemaat

    satu dengan yang lainnya, menandakan ibadah sudah usai, lalu jemaat meninggalkan

    tempat ibadah.

    Macam-macam kegiatan Ibadah di Gereja GBI Bandungan:

    a. Kebaktian Sekolah Minggu

    Kebaktian sekolah minggu ini dikhususkan untuk anak-anak kecil. Proses pembentukan

    iman harus dimulai dari kecil, oleh sebab itulah kebaktian sekolah minggu merupakan salah satu

    kegiatan ibadah yang penting bagi bibit-bibit Jemaat Gereja GBI Bandungan.

    b. Kebaktian Umum

    Kebaktian umum merupakan kegiatan ibadah yang dihadiri oleh umum, tanpa batasan

    usia. Di gereja GBI Bandungan kebaktian umum di selenggarakan seminggu dua kali.

    c. Komsel

    Komsel merupakan singkatan dari Kelompok Sel. Kegiatan ibadah komsel adalah

    persekutuan dari sel-sel jemaat GBI Bandungan di tiap-tiap daerah yang ada di Bandungan.

    d. Doa Puasa

    Doa puasa di Gereja GBI Bandungan dilakukan seminggu sekali. Dalam doa puasa ini,

    jemaat biasanya berpuasa seharian sebelum melakukan doa puasa. Kemudian setelah kegiatan

    ibadah doa puasa selesai, jemaat Gereja GBI Bandungan biasanya berbuka puasa bersama.

    Dengan buka puasa bersama ini, maka dapat dijalin keakraban antara jemaat Gereja GBI

    Bandungan.

    e. Kebaktian PKBI

  • Kebaktian PKBI dikhususkan bagi pemuda-pemudi. Dalam hal ini pemuda-pemudi GBI

    Bandungan melakukan kegiatan ibadah bersama.

    f. Doa Pagi

    Doa pagi dilakukan menjelang subuh seminggu sekali. Dalam doa pagi ini disisipkan

    perenungan mengenai kehidupan yang bersumber dari firman Allah.

    Berikut ini adalah jadwal rutinitas ibadah Jemaat GBI Bandungan:

    Tabel 3.

    Jadwal Kegiatan Ibadah GBI Bandungan

    Hari Jam Ibadah

    Minggu 07.00 – 08.30

    09.00 – 11.00

    Kebaktian Sekolah Minggu

    Kebaktian Umum

    Selasa 18.00 – 19.30 Komsel

    Rabu 18.30 – 20.00 Kebaktian Umum

    Kamis 14.00 – 16.00 Doa Puasa

    Jumat 18.30 – 20.00 Komsel

    Sabtu 18.30 – 20.00

    05.00 – 06.00

    Kebaktian PKBI

    Doa Pagi

    Sumber: Gereja GBI Bandungan, 2011.

    2. Pembinaan

    Fokus dari kegiatan pembinaan ini adalah jemaat GBI Bandungan sendiri. Dalam hal ini

    Warga Jemaat GBI Bandungan sadar bahwa mereka adalah murid-murid Tuhan yang harus terus

    menerus belajar dari Tuhan sendiri. Mereka perlu mengalami proses pengudusan dalam hidup

    mereka dan juga perlu mengenali dan mengembangkan karunia-karunia Roh Kudus yang telah

  • Tuhan berikan dalam hidup mereka. Bentuk pembinaan biasanya seperti sekolah minggu dan

    kelas katekisasi.

    Kelas Katekisasi biasanya dibuka untuk jemaat yang akan dibaptis. Sebelum dibaptis,

    biasanya jemaat diajarkan terlebih dahulu pengetahuan mengenai agama Kristen dan Gereja GBI

    Bandungan secara lebih mendalam.

    3. Pelayanan

    Menurut Pdt F.A Budhiono, GBI Bandungan adalah salah satu agen pelayanan Kristus

    terhadap dunia. Melaluinya, Kristus mengasihi dan melayani dunia; kendatipun kita percaya

    bahwa Kristus dapat saja menyatakan pelayanannya juga di luar gereja. Dengan demikian

    kegiatan pelayanan ini mewujud di dalam masyarakat setempat, karena di dalam masyarakat

    setempatlah Gereja harus menjadi pelayan Tuhan, terbuka untuk melayani kebutuhan masyarakat

    di mana gereja itu berada.

    Fokus dari kegiatan pelayanan ini adalah masyarakat sekitar. Kegiatan dalam bidang

    pelayanan ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

    (a) Pemberitaan kabar baik.

    Kegiatan ini menekankan perlunya pertobatan, pertumbuhan rohani dan hidup yang

    saleh. Dalam pemberitaan kabar baik ini diharapkan masyarakat yang bukan jemaat

    GBI Bandungan dapat mengenal Kristus secara lebih mendalam, sedangkan bagi

    jemaat GBI Bandungan diharapkan kerohaniannya dapat terus tumbuh dan hidup

    saleh dalam perlindungan Kristus.

    (b) Pelayanan doa.

    Pelayanan doa ini untuk mereka yang membutuhkan dukungan doa, tak terbatas

    apakah itu jemaat GBI Bandungan sendiri ataukah dia yang bukan jemaat GBI

  • Bandungan. Dalam pelayanan doa ini biasanya mereka yang meminta didoakan,

    didoakan oleh pelayan rohani GBI Bandungan yang bertugas melayani doa, selain itu

    juga didoakan secara bersama-sama.

    (c) Pelayanan dalam bidang sosial kemasyarakatan dan lingkungan.

    Dalam bidang sosial kemasyarakatan dan lingkungan, GBI Bandungan biasanya

    melakukan sosialisasi kepada masyarakat dengan ikut bergotong-royong bersih-bersih

    desa, ikut serta dalam penyuluhan-penyuluhan terhadap PSK Bandungan yang

    beragama Kristen, dan melayani masyarakat yang membutuhkan bantuan doa.

    F. Fenomena Pelacuran di Bandungan

    Pelacuran merupakan salah satu bentuk masalah sosial yang sangat sulit untuk ditangani

    dan jenis masalah sosial ini banyak didukung oleh uang dan masyarakat, dimana dalam

    masyarakat itu sendiri mendapat pelayanan. Keinginan yang timbul ini merupakan akibat dari

    nafsu biologis yang sederhana. Seperti yang terjadi di Bandungan, ketika semua sumber

    kepuasan dari semua individu tidak mampu memenuhi kebutuhan, maka pelacuran dapat dipakai

    sebagai alternatif untuk memenuhinya, dan perubahan dalam sistem ekonomi tidak akan mampu

    menghilangkan kedua sisi kebutuhan tersebut.

    Sebagai kawasan obyek wisata, tersedianya restoran, karaoke, panti pijat, bar, dan hotel,

    tentunya Bandungan merupakan tempat yang sangat strategis bagi tumbuh suburnya praktek

    pelacuran. Praktek pelacuran yang terjadi di Bandungan merupakan problem sosial yang

    memerlukan penanganan yang bijaksana oleh pemerintah karena bersifat kompleks dan

    dilematis. Disebut kompleks karena praktek pelacuran dilatar belakangi oleh berbagai macam

    faktor yang mendorong seperti ekonomi, mental, penyakit kelainan seks dan lain sebagainya.

  • Dilematis karena di satu sisi sebagian masyarakat merasa terganggu dan ingin mengatasinya, di

    sisi lain sebagian masyarakat menggunakan jasanya.

    Keberadaan pelacuran yang bertahan sekian lama di Bandungan tidak berarti diterima

    keberadaannya oleh masyarakat, namun karena ketidakberdayaan masyarakat melawan struktur

    yang mendukung pelacuran sehingga masyarakat terpaksa menerima keberadaan pelacuran di

    Bandungan. Selain itu praktek pelacuran di Bandungan oleh sebagian masyarakat tidak dirasakan

    sebagai persoalan, justru sebaliknya dengan praktek pelacuran itu mereka banyak diuntungkan

    secara ekonomis, misalnya para pedagang makanan dan minuman, persewaan rumah, persewaan

    Hotel oleh masyarakat di sekitar lokalisasi dan lain-lain. Hubungan pelacur dengan masyarakat

    Bandungan khususnya dengan pemilik rumah kontrakan sudah merupakan rekan dalam

    memenuhi kebutuhan konsumen/pelanggan. Sebagian besar pemilik rumah kontrakannya adalah

    seorang mucikari. Mereka telah sepakat dalam mendapatkan keuntungan/kontrak rumah, bila ada

    hal-hal yang kurang baik atau cemohan dari masyarakat mereka cenderung menutup-nutupi.

    Selain itu ada juga tukang antar jemput, biasanya mempergunakan ojek. Dalam tugasnya

    melayani panggilan pelacur untuk mengantar ke tempat yang telah diperjanjikan, baik ke hotel,

    bungalow maupun ke tempat yang telah dijanjikan. Tukang antar jemput ini biasanya juga

    sebagai penghubung atau makelar antara pelacur dengan konsumennya. Hal ini dituturkan oleh

    Maria (nama samaran), salah satu PSK yang berasal dari daerah Malang:

    ” Dalam melayani panggilan, aku biasanya diantar jemput oleh tukang ojek. Tukang ojek

    itu biasanya pegawai hotel atau masyarakat sekitar yang mendapatkan orderan untuk

    mencarikan wanita panggilan. Biasanya mereka dikasih tips oleh tamu hotel, selain

    ongkos jasa antar jemput dariku. Jadi masyarakat di sekitar sini juga sebenarnya

    mendapatkan keuntungan dari pekerjaan yang kujalani.”6

    6 Wawancara dengan Maria (nama samaran), salah satu PSK yang berasal dari daerah Malang, pada tanggal

    6 Maret 2011.

  • Fenomena pelacuran di kawasan wisata Bandungan adalah realita hidup dan kondisi

    masyarakat yang harus kita akui keberadaannya. Mereka yang bekerja di dalamnya adalah

    fenomena sosial yang betul-betul kering akan sentuhan moral religi atau sapaan lembut dari

    tetangga sekitarnya, mereka butuh sikap yang menyejukkan hati dan untuk mengantarkannya

    menuju alam kesadaran dan mengangkatnya dari dalam lubang hitam hidupnya, karena status

    yang mereka sandang tersebut bukan berarti tidak tanpa sebab. Seperti yang dituturkan Nina

    (nama samaran) salah seorang PSK asal daerah Salatiga:

    ”Mau gimana lagi Mbak, aku melacur juga demi menghidupi keluargaku di kampung.

    Kebanyakan mereka yang melacur di sini bukan tanpa sebab, mereka melacur karena

    faktor ekonomi.”7

    Namun selain faktor-faktor ekonomi, juga ada faktor-faktor lainnya yang mendorong

    seseorang memilih berprofesi menjadi PSK, seperti yang dituturkan oleh Siska (nama samaran),

    salah seorang PSK yang berasal dari daerah Ungaran:

    ”Pada awalnya aku nggak ingin menjadi wanita yang seperti ini Mbak, tetapi aku nggak

    punya sesuatu lagi untuk diharapkan dalam kehidupan ini, apalagi setelah pacarku

    meninggalkanku setelah merenggut keperawananku. Setelah kejadian itu aku merasa

    putus asa dan sepertinya hancur. Aku sangat malu pada keluarga, dengan segala

    kehancuran yang ada akhirnya aku terjerumus ke dalam dunia pelacuran. Seorang

    mucikari membawaku ke dari Semarang ke Bandungan. Terkadang nuraniku menjerit,

    tapi apa boleh buat, aku sudah terlanjur terjerumus.”8

    Selain sisi ekonomi, sosial dan psikologi, dalam sisi agama, kontradiksi pelacuran dari

    segi agama dengan keberadaan manusia itu sebagai makhluk sosial yang mempunyai kebutuhan

    biologis terkadang membuat kita harus menempatkan secara hati-hati. Sebab bila tidak, maka

    manusia akan menganggap nilai-nilai agama dapat dikesampingkan pada saat melakukan

    pelacuran. Konstruksi sosial yang dimiliki oleh pelacuran tentunya memiliki perbedaan dengan

    7 Wawancara dengan Nina (nama samaran) salah seorang PSK asal daerah Salatiga, pada tanggal 6 Maret

    2011. 8 Wawancara dengan Siska (nama samaran), salah seorang PSK yang berasal dari daerah Ungaran, pada

    tanggal 12 Maret 2011.

  • konstruksi sosial yang dimiliki oleh masyarakat agamis. Selain itu, pengalaman hidup masing-

    masing PSK mempengaruhi konstruksi pelacuran di dalam dirinya.

    G. Keadaan Sehari-hari PSK Bandungan

    Tidak semua daerah di Bandungan yang menjadi kompleks pelacuran. Kompleks

    pelacuran dipusatkan oleh pemerintah di daerah Kalinyamat. Namun hanya sebagian lahan yang

    digunakan untuk tempat tinggal PSK, selain itu ada yang digunakan untuk rumah makan, toko,

    dan lain-lain. Toko-toko yang berada di daerah Kalinyamat, sebagaimana lazimnya toko,

    menyediakan kebutuhan sehari-hari. Mulai dari alat-alat kosmetik, sabun, perlengkapan sehari-

    hari, sampai jamu-jamu tradisional semua ada. Sementara itu, kebanyakan bangunan rumah

    makan yang ada di kompleks ini menempel pada wisma-wisma dan penginapan-penginapan

    yang ada, harga makanannya pun relatif murah.

    Kalau menyusuri kompleks Kalinyamat pada siang hari, tidak diperoleh kesan menarik.

    Kehidupan di daerah Kalinyamat di siang hari menampilkan wajah-wajah “asli” para wanita

    penghuninya, tanpa make-up, atau kalaupun memakai make-up tidak begitu menyolok, hanya

    polesan tipis yang menghiasi wajah-wajah mereka. Pengunjung kompleks di siang hari tidak

    begitu ramai, hanya tampak beberapa tamu yang menggunakan mobil atau motor, yang melewati

    jalan kompleks itu, sambil melihat ke sana ke mari mencari wanita tipe idealnya. Sementara itu

    para pelacur berada dalam suasana santai, mencoba menghalau kejemuan dan mengisi waktu

    luang dengan bermain kartu, merokok, atau bercanda dengan teman-temannya.

    Begitu matahari mulai tenggelam di ufuk barat, dan dalam senja yang mulai tiba, di

    kompleks pelacuran ini muncul suasana yang penuh gemerlapan. Lampu warna-warni mulai

  • menyala menghiasi wisma-wisma, dan para pelacur telah berdandan mempercantik diri. Maka

    kehidupan malam di kompleks ini pun dimulai. Para “tamu” mulai berdatangan. Para tamu ini

    hilir mudik dari ujung jalan yang satu ke ujung jalan yang lain. Kebanyakan para PSK usianya

    masih muda-muda, paling banyak usia mereka sekitar 21 – 25 tahun.

    Di kompleks Kalinyamat ini biasanya setiap PSK memiliki kamar ’pribadi’ sendiri.

    Maksudnya, kamar tersebut hanya khusus dipergunakan sendiri dalam melayani ’tamu’, dan juga

    sebagai tempat tidurnya sehari-hari. Selain itu menerima ’tamu’ di kamarnya, mereka juga kerap

    melayani panggilan ’tamu’ yang sedang menginap di hotel atau motel dekat dengan kompleks

    Kalinyamat.

    Hotel atau motel yang berada di Bandungan merupakan tempat favorit untuk melakukan

    transaksi seks. Biasanya para PSK dijemput oleh karyawan hotel atau motel yang mendapatkan

    pesanan dari mereka yang menginap di hotel atau motel di sekitaran Bandungan. Selain sebagai

    karyawan, mereka yang bekerja sehari-hari di hotel atau motel, biasanya merangkap juga sebagai

    makelar atau tukang ojek bagi PSK. Dengan mengantarkan para PSK ke pelanggannya, mereka

    akan mendapatkan sejumlah uang jasa. Berikut ini adalah daftar nama-nama hotel dan motel

    yang dekat dengan kompleks Kalinyamat:

    Tabel 4

    Nama Hotel dan Motel di Daerah Kompleks Kalinyamat

    Hotel Motel

    Hotel Parahita Motel Krisna

    Hotel Puspasari Motel Krisna 2

    Hotel Citra Dewi Motel Shinta

    Hotel Kenanga Indah Motel Shinta 2

  • Hotel BHI Motel Larasita

    Hotel Tri Buana Motel Senita

    Hotel Asri Motel Srikandi

    Hotel Kalinyamat Graha Motel Agun

    Sumber: Diolah penulis.

    Tarif short time PSK yang ada di kompleks Kalinyamat ini berkisar antara Rp 85.000 S/d

    100.000 bahkan ada juga yang lebih besar tergantung dari kesepakatan antara PSK dengan

    pelanggannya, sebab tidak ada aturan yang mengatur mengenai bagaimana tarif ditetapkan.

    Wisma-wisma di daerah kompleks Kalinyamat mulai buka pukul 11.00 hingga pukul

    23.00 dengan batas toleransi sampai pukul 01.00 dini hari. Pada siang hari kebanyakan para PSK

    beristirahat siang. Pada umumnya, para PSK menganggap jam kerja mereka adalah pukul 18.00

    hingga pukul 23.00.

    Pada jam 23.00 kompleks Kalinyamat diharuskan “tutup”. Memang nampak pintu rumah

    tertutup, tetapi para PSK masih duduk di depan rumah menunggu pelanggan yang masih

    berminat “tidur” dengannya. Begitu mendengar ada kontrol dari pihak Hansip setempat, mereka

    biasanya lari terbirit-birit masuk ke dalam.

    Tamu yang tidak menginap di hotel atau motel dan hendak bermalam di wisma tempat di

    mana PSK tersebut tinggal, diharuskan menunjukkan KTP (Kartu Tanda Penduduk) kepada

    petugas wajib lapor dan membayar uang Rp 15.000. Apabila diketahui tamu bermalam dengan

    para PSK tidak lapor, maka jika ketahuan PSK itu akan dikenakan sanksi tegas yaitu dipenjara

    semalaman atau membayar denda sebesar 100.000 kepada petugas kepolisian setempat. Biasanya

    tamu bersangkutan tak perlu repot untuk melaporkan diri, cukup germonya sendiri yang akan

  • melapor ke petugas wajib lapor setempat. Nantinya akan diberikan secarik kertas tanda

    bermalam yang harus digantungkan di atas pintu kamar PSK yang menerima tamu tersebut.

    Jumlah kamar yang ada di wisma-wisma di kompleks Kalinyamat beragam, paling kecil

    ada 4 kamar, tetapi pada umumnya antara 5 dan 11 kamar. Kamar PSK yang ada di wisma-

    wisma Kalinyamat ini ada juga yang dilengkapi dengan kamar mandi dalam dengan shower, AC,

    TV, dan ada pula yang hanya dilengkapi dengan bak kecil yang dipisahkan dari tempat tidur

    tergantung dari kondisi dan fasilitas dari wismanya. Semakin mewah gedungnya, semakin baik

    fasilitas yang diberikan.

    Untuk menjadi penghuni wisma di daerah Kalinyamat tidak dibutuhkan persyaratan yang

    terlampau rumit. Pada umumnya mereka menyatakan harus memiliki KTP (Kartu Tanda

    Penduduk), atau surat keterangan dari lurah desa asalnya, dan memiliki surat cerai resmi bagi

    yang pernah menikah. Namun, dalam prakteknya, tanpa sepotong surat keterangan pun dapat

    diterima bahkan dengan tangan terbuka. Sebab, merupakan suatu rezeki besar apabila ada wanita

    yang datang sendiri ke wisma untuk bekerja sebagai PSK.

    Para PSK penghuni wisma di kompleks Kalinyamat pada umumnya memperoleh jaminan

    makan dari germonya sebanyak 2 kali sehari, tetapi ada yang 3 kali sehari, bahkan ada juga yang

    bebas tanpa batas. Meskipun demikian, para PSK lebih banyak jajan di luar wisma. Jajan yang

    biasa dilakukan para PSK adalah pada malam hari, terutama setelah wisma tutup.

    Persaingan di kalangan PSK kompleks Kalinyamat dalam mendapatkan tamu memang

    ketat sekali. Untuk bisa menjadi “primadona” tidak diperlukan benar wajah yang terlampau

    cantik. Masalahnya adalah pelayanan yang diberikan. Oleh karena itu, maka untuk

    menanggulangi kalahnya raut wajah untuk modal mencari tamu bagi mereka yang kebetulan

    tidak dikaruniai wajah yang cantik, mereka akan mencari teknik-teknik seksual yang khas.

  • Para PSK di kompleks Kalinyamat biasanya mengelompok, dan berkumpul dengan

    teman-temannya yang berasal dari kampung atau desa yang sama. Hubungan mereka sangat

    terbatas dengan para wanita lain yang datang dari desa /kampung berbeda. Jadi, umumnya para

    PSK di kompleks pelacuran cenderung membentuk kelompok berdasarkan daerah asal. Di masa-

    masa sulit anggota kelompok ini saling tolong-menolong, misalnya jika ada yang sakit, hamil

    atau keluarga mengalami krisis mereka membantu menyelesaikan persoalan secara kekeluargaan.

    H. Relasi Antara PSK Dengan Masyarakat

    Relasi antara PSK dengan masyarakat sekitar merupakan relasi bisnis. Banyak pihak

    yang pendapatannya sangat tergantung pada kegiatan perdagangan seks ini, termasuk pemilik

    wisma, karyawan hotel yang bertindak sebagai perantara, pemilik warung makan, tukang ojek,

    tukang cuci, tukang parkir dan lain-lain. Dengan kata lain eksistensinya memang menjadi

    kebutuhan masyarakat. Seperti yang dituturkan Nina (nama samaran) salah seorang PSK asal

    daerah Salatiga:

    ”Hubungan kami yang berprofesi sebagai PSK dengan masyarakat sekitar sini, sebatas

    relasi bisnis. Tahu sendiri kan mbak, di tempat seperti ini bukan hanya kami saja yang

    mencari makan, banyak juga yang mendapat keuntungan seperti: tukang ojek, pemilik

    kos dan lainnya lagi.”9

    Selain itu relasi yang terjalin antara PSK dengan masyarakat, merupakan relasi formal

    dalam pengurusan surat ijin tinggal. Untuk menjadi penghuni kompleks Kalinyamat tidak

    dibutuhkan persyaratan yang terlampau rumit. Pada umumnya para PSK harus memiliki kartu

    tanda penduduk, atau surat keterangan dari lurah desa asalnya, dan memiliki surat cerai resmi

    bagi yang pernah menikah. Hal ini dituturkan oleh Maria (nama samaran), salah satu PSK yang

    berasal dari daerah Malang:

    9 Wawancara dengan Nina (nama samaran) salah seorang PSK asal daerah Salatiga, pada tanggal 6 Maret

    2011.

  • ” Kami menghormati tata cara dan aturan di masyarakat sini, dalam pengurusan surat ijin

    tinggal misalnya. Dengan begitulah kami berelasi dengan masyarakat dan masyarakat di

    sini dapat menerima keberadaan kami.”10

    Dalam berelasi dengan masyarakat, di samping pekerjaannya sehari-hari melayani

    pengunjung yang membeli hiburan cinta, para PSK di kompleks Kalinyamat itu mendapat

    pelajaran menjahit, merias diri, berolah raga, tata buku, merenda, agama, pengetahuan umum,

    dan lain-lain untuk mempersiapkan diri kembali menjadi warga masyarakat biasa dengan

    mengikuti progam rehabilitasi. Para PSK banyak yang kembali ke desa untuk memulai satu

    kehidupan baru dengan keterampilan yang dimilikinya. Program rehabilitasi ini biasanya

    dilaksanakan pemerintah daerah di lokalisasi resmi atau ditempat khusus (ruangan atau rumah)

    yang disediakan oleh masyarakat setempat.

    Selain itu para PSK di kompleks Kalinyamat juga berelasi dengan LSM (Lembaga

    Swadaya Masyarakat) setempat yang bergerak di bidang kesehatan. Pemeriksaan kesehatan

    secara rutin/teratur merupakan kewajiban bagi para PSK yang bekerja di kompleks Kalinyamat,

    para PSK tersebut dianjurkan atau diwajibkan untuk memeriksakan kesehatannya lewat dokter

    yang telah ditunjuk oleh LSM yang menangani masalah kesehatan PSK. Untuk menjaga

    kesehatan, biasanya para PSK di kompleks Kalinyamat, selama satu minggu sekali diwajibkan

    untuk memeriksakan diri. Tidak hanya itu, tiap tiga bulan mereka juga harus melakukan tes

    darah.

    I. Pandangan PSK Terhadap Agama Secara Umum

    Para PSK di kompleks pelacuran Bandungan memandang agama sebagai pegangan

    hidup, namun bukan sebagai jawaban atas persoalan hidup mereka. Hal ini dapat dilihat dari

    10

    Wawancara dengan Maria (nama samaran), salah satu PSK yang berasal dari daerah Malang, pada

    tanggal 12 Maret 2011.

  • ungkapan Rini (nama samaran) salah seorang PSK Bandungan asal daerah Semarang dengan

    ungkapan sebagai berikut:

    “ Ah, agama itu kan bisanya cuma menghukum, tapi apa agama itu bisa kasih makan

    kita, kasih makan keluarga saya, nggak kan? Saya memang mengakui adanya agama itu

    baik untuk mendidik moral seseorang, tapi tak sepenuhnya mereka yang beragama lantas

    moralnya baik. Banyak juga lho mbak yang beragama, tapi moralnya bejat.”11

    Hal yang hampir senada diungkapkan juga oleh Nina (nama samaran) salah seorang PSK

    asal daerah Salatiga, dengan ungkapan sebagai berikut:

    “ Semua agama itu sesungguhnya mengajarkan kebaikan, tapi semuanya itu tergantung

    orangnya. Banyak yang agamanya hanya sebatas KTP, tapi mereka begitu dekat dengan

    kami, peduli dengan nasib kami. Tapi banyak juga yang fanatik dalam beragama, namun

    lebih peduli pada agamanya, pada kesucian dirinya sendiri, seolah-olah merasa paling

    suci sedunia, lantas mencibir kami, ingin menggusur kami, tanpa memberikan solusi apa-

    apa. Ini kan namanya keblinger.”12

    Berdasarkan ungkapan dua PSK Bandungan di atas, memang agama-agama yang ada di

    Indonesia seperti: Kristen, Khatolik, Hindu, Buddha, dan Islam memang pada dasarnya

    menentang pelacuran, karena hal itu tidak sesuai atau melanggar ajaran yang terdapat dalam

    Kitab masing-masing agama tersebut. Dan beberapa agama seperti Kristen, Khatolik, dan Islam

    seringkali menempatkan hukuman bagi PSK adalah siksa neraka. Justru hal inlah yang Debora

    (nama samaran), salah seorang PSK yang berasal dari Malang:

    ”Agama itu terlalu menakutkan bagi kami, karena dalam ajaran agama, kami seringkali

    ditempatkan dalam dosa yang begitu besar, sehingga terkesan tidak ada ampunan bagi

    kami dalam agama. Tidak ada Surga bagi kami di dalam agama. Tapi meski begitu, aku

    tahu bahwa Tuhan itu lebih maha pengampun daripada agama yang suka menghukum.”13

    Agama memang terkadang terlalu keras, hal inilah yang terkadang membuat para PSK

    merasa minder atau bahkan merasa ketakutan terhadap agama. Ketakutan terhadap agama inilah

    11

    Wawancara dengan Rini (nama samaran) salah seorang PSK Bandungan asal daerah Semarang, pada

    tanggal 20 Maret 2011. 12

    Wawancara dengan Nina (nama samaran) salah seorang PSK asal daerah Salatiga, pada tanggal 20 Maret

    2011. 13

    Wawancara dengan Debora (nama samaran), salah seorang PSK yang berasal dari Malang, pada tanggal

    20 Maret 2011.

  • yang menjadikan pandangan para PSK terhadap agama terkesan begitu jauh. Seolah-olah agama

    adalah milik mereka yang suci, namun bukan milik para PSK yang berdosa. Namun seperti yang

    dituturkan oleh Debora, PSK asal Malang, ia lebih mempercayai Tuhan yang maha pengampun

    daripada agama yang suka menghukum.

    Nasib para PSK, haruslah menjadi keprihatinan utama agama-agama yang ada di

    Indonesia, dalam kerjasama dengan antar para penganut agama yang lain. Injil adalah Kabar

    Baik untuk orang-orang miskin. Ini berarti tugas agama dalam pembangunan bukanlah semata-

    mata memperingan beban penderitaan, tetapi pada saat yang sama menghapuskan ketidakadilan

    yang menyebabkan penderitaan dalam masyarakat. Karenanya agama harus hadir bukan hanya

    dalam dunia mereka yang memperoleh keuntungan dari pembangunan, melainkan juga (atau

    khususnya) di tengah-tengah mereka yang menjadi korban pembangunan, seperti para PSK.

    Agama ada untuk manusia, bukan manusia ada untuk agama. Agama harus memikirkan

    perannya di dalam dunia ini. Tujuan dari keberadaan agama (di dunia sekarang ini) adalah untuk

    melayani Tuhan dan melayani dunia ini. Dengan begitulah maka agama akan terkesan ramah,

    tidak lagi terkesan menakutkan di mata para PSK.

    J. Makna Agama Kristen Menurut PSK Bandungan

    PSK yang beragama Kristen, yang berada di kompleks pelacuran Bandungan mempunyai

    ragam pemahaman dan pemaknaan terhadap Agama Kristen. Ada yang memaknai Agama

    Kristen itu hanyalah sebatas pada pengakuan belaka, ada juga yang memaknai Agama Kristen itu

    sebagai formalitas ritualitas dan ada juga yang memaknai Agama Kristen itu hanyalah sebatas

    pada pelarian dari permasalahan kehidupan yang para PSK Bandungan tersebut tidak mampu

    lagi untuk menyelesaikannya.

  • Dalam hal ini para PSK Bandungan yang beragama Kristen memaknai dan memahami

    Agama Kristen itu secara garis besar dapat dikategorikan ke dalam tiga hal, diantaranya:

    1. Agama Kristen sebagai pengakuan

    Para PSK Bandungan yang beragama Kristen mengakui bahwa Kristen itu adalah sebagai

    agama mereka, walaupun nilai ketaatan dan kepatuhan mereka kepada norma atau tuntunan

    ajaran agama itu sendiri seolah-seolah kosong. Hal ini dapat dilihat dari ungkapan Rini (nama

    samaran) salah seorang PSK Bandungan asal daerah Semarang dengan ungkapan sebagai

    berikut:

    “Terus terang saja mbak, selama saya tinggal dan bekerja di Bandungan, saya sekarang

    tidak pernah ke gereja, tidak pernah berdoa lagi. Pokoknya sudah tidak pernah lagi

    mengerjakan yang demikian itu, padahal dulu sewaktu saya masih tinggal bersama

    keluarga saya di Semarang, saya rajin ke gereja dan berdoa. Setelah saya tinggal di

    Bandungan dan bekerja sebagai seorang pelacur, jadi malas mengerjakan hal yang seperti

    itu. Tapi ingat ya mbak, jelek-jelek begini saya tetap masih orang Kristen looh”.14

    Namun di samping para PSK itu mengakui Agama Kristen, akan tetapi dari sisi lain para

    PSK menganggap bahwa tuntunan-tuntunan atau pun kewajiban yang ada di dalam Agama

    Kristen itu adalah suatu hal yang membebani dirinya di dalam menjalankan profesinya sebagai

    seorang pelacur. Hal ini dapat diketahui dari ungkapan Lisa (nama samaran) salah seorang PSK

    asal daerah Wonosobo. Dengan ungkapan sebagai berikut:

    “Bukannya nggak mau ke gereja lho mbak, terkadang aku ini kalau sempat ya hari

    minggu juga pergi ke gereja seperti orang Kristen pada umumnya dan juga mengamalkan

    tuntunan-tuntunan yang terdapat di dalam Agama Kristen. Habis bagaimana ya, berat sih

    bagi aku untuk melakukan semua itu, seperti berdoa dan yang lainnya, misalnya ikut

    kelompok sel atau persekutuan yang berada di daerah ini. Aku terkadang merasa mereka

    menganggap sinis pekerjaanku, jadi aku agak malas juga kalo rutin harus ke gereja atau

    ke kelompok sel. Tapi ingat lo Mbak, jangan salah sangka karena omonganku ini, lalu

    Mbak menyangka kalau aku ini bukan orang Kristen.”15

    14

    Wawancara dengan Rini (nama samaran) salah seorang PSK Bandungan asal daerah Semarang, pada

    tanggal 20 Maret 2011. 15

    Wawancara dengan Lisa (nama samaran) salah seorang PSK asal daerah Wonosobo, pada tanggal 12

    Maret 2011.

  • Adapun di kalangan para PSK Bandungan itu tetap mengakui Agama Kristen itu sebagai

    agama mereka, akan tetapi ironisnya mereka pun enggan meninggalkan profesinya sebagai

    seorang pelacur, yang jelas-jelas hal tersebut sangat bertolak belakang dengan tuntunan dan

    ajaran Agama Kristen, dan tipe seperti inilah yang mendominasi di kalangan para PSK

    Bandungan. Mereka memisahkan antara ajaran dan tuntunan Agama Kristen dengan profesinya

    sebagai pelacur. Fenomena seperti ini dapat dilihat dari pengakuan Nina (nama samaran) salah

    seorang PSK asal daerah Salatiga, dengan ungkapan sebagai berikut:

    “Aku akui bahwa Kristen adalah Agamaku, tetapi kerja seperti ini juga kan untuk

    mencukupi kebutuhanku yang nggak bisa aku tinggalkan. Habis, kalau aku tinggalkan,

    misalnya: aku berhenti dari bekerja dari sini, aku ini mau kerja apa, sedangkan cari

    pekerjaan sekarang ini sulitnya minta ampun, ya kan? Terserahlah dengan orang-orang

    yang nggak suka sama pekerjaanku ini. Mau mencaci kek, mau mengutuk kek, itu semua

    terserah mereka, yang penting bagiku tidak menyusahkan orang lain.”16

    Dari para PSK yang beragama Kristen yang berada di kompleks pelacuran Bandungan

    ini, sebagian dari mereka terlihat masih mempunyai nilai pengakuan terhadap Agama Kristen,

    walaupun di dalam kehidupan keseharian mereka dan pekerjaan yang mereka lakukan dapat

    dikatakan sangat jauh dari tuntunan-tuntunan dan ajaran Agama Kristen.

    2. Agama Kristen sebagai Formalitas-Ritualitas.

    Para PSK yang ada di kompleks pelacuran Bandungan tersebut setelah diteliti ternyata

    tidak semuanya mempunyai pemahaman dan pemaknaan seperti kelompok pertama tadi (Agama

    Kristen sebagai pengakuan), namun ada juga di antara mereka yang memakai Agama Kristen itu

    sebagai ibadah formal-ritual, dalam artian mereka memaknai bahwa Agama Kristen itu cukup

    hanya dengan melakukan ibadah-ibadah yang bersifat formal-ritual yang menjadi simbol-simbol

    keagamaan saja.

    16

    Wawancara dengan Nina (nama samaran) salah seorang PSK asal daerah Salatiga, pada tanggal 6 Maret

    2011.

  • Tampaknya mereka memahami Agama Kristen itu masih bersifat parsial, tidak

    menyeluruh. Hal ini disebabkan karena masih kurang dan rendahnya pemahaman mereka

    terhadap ajaran agama itu atau bisa juga disebabkan karena faktor rendahnya latar belakang

    pendidikan mereka. Sebab setelah dilakukan penelitian ternyata para PSK beragama Kristen

    yang penulis wawancarai rata-rata pendidikannya hanya tamat sampai Sekolah Menengah

    Pertama (SMP) saja.

    Jadi tidak mengherankan kalau ada pemahaman yang begitu sinkron antara Ibadah yang

    mereka lakukan dengan pekerjaan yang mereka jadikan sebagai profesi. Dan fenomena seperti

    ini bisa dilihat dari ungkapan Debora (nama samaran), salah seorang PSK yang berasal dari

    Malang dengan ungkapannya sebagai berikut:

    “Cirinya orang Kristen itu kan harus berdoa dan ke Gereja setiap minggu Mbak, makanya

    aku berdoa dan pergi ke Gereja tiap minggu. Perkara nanti setelah berdoa atau sepulang

    dari Gereja mau gituan, (sambil ketawa) atau mau begini atau begitu, ya terserahlah. Sing

    penting wis berdoa dan pergi ke Gereja.”17

    Anggapan bahwa berdoa dan beribadah ke Gereja itu adalah merupakan kewajiban yang

    harus dikerjakan oleh setiap orang yang beragama Kristen dan rupanya anggapan seperti ini tidak

    hanya berlaku di kalangan masyarakat Kristen saja, namun rupa-rupanya hal itu berlaku pula di

    kalangan dunia hitam seperti kompleks pelacuran Bandungan. Sehingga mereka pun merasa

    terpanggil untuk melakukannya, walaupun pada kenyataannya terdapat kontradiktif antara

    berdoa yang mereka lakukan dengan profesi mereka sebagai pelacur dan fenomena seperti ini

    bisa dilihat dari ungkapan Maria (nama samaran), salah satu PSK yang berasal dari daerah

    Malang, dengan ungkapannya sebagai berikut:

    “Aku berdoa itu setiap saat, hal itu diajarkan oleh orang tuaku. Ajaran itu mungkin

    sampai sekarang masih membekas dalam diriku. Dan aku juga rajin beribadah ke Gereja

    setiap hari minggu. Terserah Mbak lah, mau percaya atau tidak, yang jelas walau pun

    17

    Wawancara dengan Debora (nama samaran), salah seorang PSK yang berasal dari Malang, pada tanggal

    6 Maret 2011.

  • aku tinggal di sini tapi nggak pernah aku ninggalin yang namanya berdoa, kalau aku

    nggak berdoa dan belum ke Gereja itu aku merasa nggak enak, nggak tenang, tapi nggak

    tahu ya kenapa kok aku bisa nyasar ke sini, mungkin inilah realitanya, aku juga butuh

    makan”.18

    Tampak jelas bahwa pemaknaan agama Kristen di antara sebagian mereka bahwa agama

    Kristen itu hanya sebatas simbol-simbol keagamaan atau hanya memahami agama Kristen

    tersebut sebatas ibadah-ibadah yang bersifat formal-ritual.

    3. Agama Kristen sebagai pelarian dari permasalahan kehidupan.

    Pemaknaan dan pemahaman para PSK yang ketiga adalah mereka menjadikan agama

    Kristen itu sebagai pelarian atau pengaduan di kala mereka sedang menghadapi masalah yang

    mereka sendiri tidak bisa menyelesaikannya, baik masalahnya itu berkaitan dengan sang germo

    maupun yang berkaitan dengan rekan-rekan sekerjanya.

    Pemahaman dan pemaknaan seperti ini juga tampak jelas kelihatan di kalangan para PSK

    Bandungan. Mereka merangkul agama kalau mereka itu membutuhkannya, akan tetapi

    sebaliknya mereka juga tidak menghiraukan kembali tatanan ajaran agama Kristen di kala

    mereka berada di dalam kebahagiaan dan kegembiraan atau pada saat kebutuhan hidupnya

    terpenuhi dengan baik, maka mereka lupa akan agama itu. Hal ini bisa dilihat dari ungkapan

    Siska (nama samaran), salah seorang PSK yang berasal dari daerah Ungaran dengan ungkapan

    sebagai berikut:

    “Ya kalau aku ini menghadapi masalah, baru aku berdoa. Biasanya aku berdoa di Gua

    Maria Ambarawa, sebab dengan berdoa itu aku merasa ada tumpuan untuk

    menghilangkan kepenatan masalah itu, tapi kalau nggak penat, jadi lupa tuh yang

    namanya berdoa”.19

    18

    Wawancara dengan Maria (nama samaran), salah satu PSK yang berasal dari daerah Malang, pada

    tanggal 12 Maret 2011. 19

    Wawancara dengan Siska (nama samaran), salah seorang PSK yang berasal dari daerah Ungaran, pada

    tanggal 12 Maret 2011.

  • Dari sini bisa di lihat bahwa agama itu hanya dijadikan sebagai sebuah pengaduan atau

    pelarian dari masalah semata, akan tetapi agama bukan dijadikan sebagai sebuah tuntunan yang

    mesti ditaati dan dipatuhi.

    Dengan berbagai pemahaman dan pemaknaan para PSK Bandungan itu terhadap agama

    Kristen yang mereka akui sebagai agama mereka, maka tipe atau modelnya pun menjadi

    bervariasi seperti dapat dilihat dalam uraian berikut ini:

    1. Tipe PSK yang memaknai dan memahami Agama Kristen sebagai Pengakuan, bisa dilihat

    dari tipe berikut ini:

    a. Mereka merasa khawatir kalau tidak mengakui Agama Kristen, sebab mereka dilahirkan

    dari keluarga Kristen serta dibesarkan di lingkungan masyarakat Kristen.

    b. Mereka merasa khawatir dengan tidak mengakui Agama Kristen, kalau mereka meninggal

    dunia tidak ada upacara keagamaan untuk mengurus jenazahnya.

    c. Dengan tidak mengakuinya sebagai orang Kristen, mereka takut terkucilkan dari keluarga

    mereka.

    d. Adanya perasaan malu dan minder jika tidak mengaku beragama Kristen, karena jika

    bertemu dengan teman-temannya yang dulu yang rajin ke gereja dan berdoa.

    2. Tipe PSK yang memaknai dan memahami Agama Kristen sebagai Formalitas-Ritualitas,

    bisa di lihat dari tipe berikut ini:

    a. Adanya sebuah persepsi di kalangan mereka bahwa dengan pergi ke gereja dan berdoa

    dapat menghapus dosa-dosa yang telah mereka lakukan.

    b. Dengan doa mereka dapat menggurangi siksa dari perbuatan maksiat yang telah mereka

    lakukan.

  • c. Dengan berdoa dan ke gereja, maka di situ ada peluang untuk berkomunikasi memohon

    kepada yang kuasa agar diberikan kehidupan yang lebih baik lagi.

    d. Berdoa dan ke gereja merupakan salah satu cara mereka di dalam menampakkan

    kekristenan mereka.

    3. Tipe PSK yang memaknai dan memahami Agama Kristen sebagai Pelarian dari

    Permasalahan Kehidupan, bisa dilihat dari tipe berikut ini:

    a. Adanya sebuah persepsi, bahwa satu-satunya jalan untuk bisa mengatasi masalah atau

    persoalannya. Mereka tiada pilihan lain kecuali lari dari pada agama itu, yaitu dengan

    melakukan doa.

    b. Agama Kristen adalah sebuah jalan untuk mencapai ketenangan dan ketentraman, di saat

    mereka dilanda ketemaraman dan kegelisahan yang sedang dihadapi, maka mereka akan

    melakukan doa untuk menghilangkannya.

    c. Menurut mereka agama Kristen itu bisa bermakna, kalau sedang dibutuhkan. Akan tetapi

    agama itu sendiri tidak bernilai dan bermakna apa-apa jika masalah yang mereka hadapi itu

    sudah terselesaikan atau sudah mendapatkan jalan keluarnya.

    d. Berdoa itu dilakukan jika mereka menghadapi kegelisahan atau keruwetan dengan

    masalah-masalah yang mereka hadapi selama menjalani profesinya sebagai pelacur, dan

    berhenti dari berdoa kalau mereka dalam keadaaan senang dan bahagia.

    Selanjutnya mengenai Pandangan Warga Jemaat GBI (Gereja Bethel Indonesia)

    Bandungan Terhadap PSK (Pekerja Seks Komersial) di Bandungan akan penulis paparkan dalam

    Bab selanjutnya.