studi komunitas lamun di pesisir pulau karimunjawa,...
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN
STUDI KOMUNITAS LAMUN DI PESISIR PULAU
KARIMUNJAWA, TAMAN NASIONAL
KARIMUNJAWA
Untuk memenuhi tugas matakuliah Praktek Kerja Lapangan
Disusun oleh:
Risti Zahroh
17106040042
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2020
ii
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN
STUDI KOMUNITAS LAMUN DI PULAU KARIMUNJAWA, TAMAN
NASIONAL KARIMUNJAWA
Disusun oleh:
Nama : Risti Zahroh
NIM : 17106040042
Yogyakarta,
Menyetujui,
Dosen Pembimbing Pembimbing Lapangan
Siti Aisah , S.Si., M.Si Anita Fahliza, S. Pi.
NIP. 19740611 200801 2 009 NIP.
Mengetahui,
a.n Dekan Kepala Balai
Ketua Program Studi Biologi Taman Nasional Karimujawa
Erny Qurotul Ainy, M.Si. Agus Prabowo, S.H., M.Si.
NIP. 19791217 200901 2 004 NIP.
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt. karena berkat rahmat,
taufiq dan hidayah-Nya yang mana berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “STUDI KOMUNITAS LAMUN DI
PESISIR PULAU KARIMUNJAWA, TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA”
untuk memenuhi tugas mata uiah Praktek Kerja Lapangan (PKL). Laporan ini telah
saya selesaikan dengan maksimal berkat bimbingan dari dosen pembimbing dan
pembimbing lapangan selama saya melakukan PKL. Ucapan terimakasih saya
berikan kepada Ibu Siti Aisah, S.Si., M.Si selaku dosen pembimbing yang telah
banyak memberikan saran serta komentar dalam pembuatan laporan PKL ini dan
kepada Ibu Anita Fahliza, S.Pi. selaku pembimbing lapangan yang telah
membimbing saya dalam pengambilan data dan identifikasi lamun. Terima kasih
juga saya ucapkan kepada Balai Taman Nasional Karimunjawa yang telah
memberikan izin serta memfasilitasi kegiatan PKL ini.
Semoga laporan ini dapat menambah khazanah keilmuan dan memberikan
manfaat nyata khususnya bagi penulis sendiri dan bagi masyarakat luas pada
umumnya. Saya selaku penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak
kekurangan dan kesalahan dalam pembuatan laporan PKL ini, baik dai segi konten
dan tata bahasa. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati, saya selaku penulis
menerima segala kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Demikianlah,
kepada Allah saya memohon ampun dan kepada Allah saya senantiasa berharap.
Yogyakarta, 13 Maret 2020
Risti Zahroh
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................... vii
BAB I
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................................ 3
B. Tujuan .......................................................................................................... 4
C. Waktu dan Tempat Kerja Praktek Lapangan ......................................... 4
BAB 2
GAMBARAN UMUM INSTANSI ....................................................................... 5
A. Kawasan Taman Nasional Karimunjawa ................................................. 5
B. Zonasi Taman Nasional Karimunjawa ..................................................... 6
C. Kawasan Konservasi ................................................................................... 7
D. Organisasi Balai Tamna Nasional Karimunjawa .................................... 7
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 9
A. Deskripsi Lamun ......................................................................................... 9
B. Ekosistem lamun ......................................................................................... 9
C. Taksonomi Lamun di Indonesia .............................................................. 10
D. Morfologi Lamun ...................................................................................... 11
E. Fungsi Lamun ............................................................................................ 11
F. Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Ekosistem Lamun ..................... 12
G. Analisis Data .............................................................................................. 13
BAB IV
STUDI KOMUNITAS LAMUN DI PESISIR PULAU KARIMUNJAWA,
TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA .......................................................... 15
A. Metode Penelitian ...................................................................................... 15
B. Hasil dan Pembahasan ............................................................................. 19
v
BAB V
PENUTUP ............................................................................................................. 25
A. Kesimpulan ................................................................................................ 25
B. Saran .......................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 27
Lampiran ............................................................................................................. 29
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Peta Zonasi Taman Nasional Karimunjawa .......................................... 5
Gambar 2. Stasiun di Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa ......... 12
Gambar 3. Jumlah total individu di 3 stasiun ....................................................... 17
Gambar 4. Perbandingan nilai kerapatan di 3 stasiun ........................................... 17
Gambar 5. Perbandingan indeks dominansi di 3 stasiun ....................................... 18
Gambar 6. Frekuensi jenis lamun .......................................................................... 18
Gambar 7. Stasiun I (Pantai di Alang-Alang) ....................................................... 27
Gambar 8. Pengambilan data di Stasiun I (Pantai di Alang-Alang) ...................... 27
Gambar 9. Stasiun II (Pantai Pancuran) ................................................................ 27
Gambar 10. Pengambilan data di Stasiun II (Pantai Pancuran) ............................ 27
Gambar 11. Stasiun III (Dermaga) ........................................................................ 27
Gambar 12. Pengambilan data di Stasiun III (Dermaga) ...................................... 27
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Kawasan Taman Nasional Karimunjawa................................................... 4
Tabel 2. Jenis lamun di Indonesia ............................................................................ 8
Tabel 3. Hasil parameter lingkungan ..................................................................... 15
Tabel 4. Jenis-jenis lamun yang ditemukan ........................................................... 16
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki lebih dari 17.504
pulau (Widodo, 2016). Dari data tersebut Indonesia memiliki potensi bahari
yang sangat bisa dikembangkan dari sektor alam, edukasi dan pariwisata.
Kurang lebih 16 juta hektare kawasan Indonesia adalah kawasan konservasi
(Direktorat KKJI, 2015). Tujuan didirikannya kawasan konservasi adalah
sebagai media perlindungan sumber daya alam dan keanekaragaman hayati,
keseluruhan ekosistem yang ada di dalamnya termasuk ekosistem pesisir
dan laut. Salah satu kawasan konservasi yang bidang konservasinya laut
adalah Taman Nasional Karimunjawa, Jawa Tengah.
Taman Nasional Karimunjawa termasuk dalam wilayah Kecamatan
Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Taman Nasional
Karimunjawa berupa kepulauan yang terbagi menjadi 2 seksi pengelolaan
yaitu SPTN I Kemujan dan SPTN II Karimunjawa dengan 9 zona (Balai
Taman Nasional Karimunjawa, 2019). Upaya – upaya konservasi yang
dilakukan di Taman Nasional Karimunjawa telah berhasil menghimpun data
keanekaragaman hayati baik flora dan fauna, salah satunya adalah lamun.
Berdasarkan data statisktik TN. Karimunjawa tahun 2018 (Balai Taman
Nasional Karimunjawa, 2019) lamun yang berhasil diidentifikasi ada 9 jenis
yang tersebar di seluruh kawasan pesisir Taman Nasional Karimunjawa.
Salah satunya di pulau terbesar, yaitu Pulau Karimunjawa. Pulau
2
Karimunjawa dipilih menjadi lokasi penelitian didasarkan pada kondisi
umum Pulau Karimunjawa yang mempunyai ekosistem kompleks yaitu,
ekosistem hutan hujan tropis dataran rendah, hutan pantai, hutan bakau,
padang lamun, dan terumbu karang (Direktorat KKJI, 2015)
Indonesia memiliki 15 jenis lamun yang berhasil diidentifikasi
(Sjafrie et al., 2019). Padang lamun merupakan salah satu ekosistem yang
penting karena mempunyai banyak peran dan fungsi untuk ekosistem
pesisir, diantaranya yaitu sebagai produsen primer habitat biota laut seperti
, kelompok Echinodermata, ikan baronang/lingkis, berbagai macam kerang,
rajungan atau kepiting seta sebagai penangkap sedimen dan pendaur zat
hara (Rudi, 2015). Fungsi lamun yang lain adalah sebagai media untuk
filtrasi perairan laut dangkal, mengurangi besarnya energi gelombang di
pantai dan juga berperan penting dalam mitigasi dan adaptasi perubahan
iklim (Rahmawati, 2014).
Perubahan iklim terjadi karena bertambahnya kandungan gas rumah
kaca dan partikel di atmosfer. Emisi gas rumah kaca berkontribusi dalam
pemanasan global. Emisi gas rumah kaca terbesar adalah dari karbon
dioksida dengan 55% dari total efek gas rumah kaca yang ditimbulkan
(Genefiani et al., 2019). Lamun berkontribusi penting dalam penyerapan
karbon melalui proses fotosintesis yang disimpan dalam bentuk biomassa
pada bagian- bagian tumbuhan lamun seperti daun, rizhoma dan akar lalu
diendapkan dalam jaringan dalam tumbuhan lamun ataupun dalam sedimen
3
untuk waku yang cukup lama (Fourqurean et al., 2012 dalam Ganefiani et
al., 2019).
Lamun tumbuh subur di perairan pesisir dikarenakan ekosistem
pesisir merupakan lingkungan yang tertembus sinar matahari sehingga
memungkinkan lamun untuk berfotosintesis. Perairan pesisir juga kaya akan
nutrien organik yang sangat mendukung pertumbuhan dan perkembangan
lamun, namun kondisi ini juga memicu terdegradasinya lamun akibat
tingginya nutrien atau bahan pencemar lainnya yang menyebabkan
pengayaan nutrien (eutrofikasi) sehingga meledaknya mikro dan makro alga
yang menjadi pesaing lamun untuk tumbuh (Rustam et al., 2019).
Kelesterian ekosistem pesisir Pulau Karimunjawa juga mendapatkan
ancaman dari kerusakan fisik akibat aktifvitas masyarakat yang mayoritas
menjadi nelayan dan juga kegiatan pariwisata. Penambatan kapal yang
dekat dengan garis pantai menyebabkan lamun sering terinjak dan tertindas
oleh badan kapal. Ancaman-ancaman tersebut menyebabkan gangguan bagi
kehidupan lamun seperti menurunkan laju fotosintesis, dan patahnya
seludang daun dengan rimpangnya. Jika padang lamun mendpat tekanan
terus berlanjut, maka keberlangsungan biota-biota lain pun akan terancam
akibat degradasi habitat (Irawan dan Noorsalam, 2018).
Oleh karena itu data mengenai lamun di Pulau Karimunjawa perlu
diperbarui terus menerus. Maka sebab itu perlu adanya monitoring dan
perbaruan data tentang komunitas lamun yang dapat dijadikan sebagai data
untuk pertimbangan penyusunan kebijakan pengelolaan sumber daya bahari
4
oleh pemerintah daerah maupun pusat, lembaga yang terkait dan
masyarakat.
B. Tujuan
1. Untuk menentukan komposisi komunitas lamun di Pulau
Karimunjawa.
2. Untuk menetukan hasil parameter lingkungan yang diukur di setiap
stasiun (titik sampling).
C. Waktu dan Tempat Praktek Kerja Lapangan
Praktek Kerja Lapangan ini dilakukan di Pulau Karimunjawa,
Taman Nasional Karimunjawa, Kec. Karimunjawa, Kab. Jepara selama 15
hari. Mulai hari Rabu, 08 Januari 2020 sampai Kamis, 23 Januari 2020.
Cuaca pada saat pengambilan data yaitu cerah berawan dan terkadang hujan.
Pengambilan data dilakukan di tiga lokasi yaitu Pantai Pancuran, pantai di
Alang-Alang, dan dermaga.
5
BAB II
GAMBARAN UMUM INSTANSI
A. Kawasan Taman Nasional Karimunjawa
Taman Nasional Karimunjawa secara geografis terletak pada
koordinat 5°40’39”- 5°55’00” LS dan 110°05’ 57”-110°31’ 15” BT. Dalam
Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 78/Kpts-II/1999
tanggal 22 Februari 1999 dinyatakan bahwa kawasan Cagar Alam
Karimunjawa dan sekitarnya yang terletak di Kabupaten Dati II Jepara
Propinsi Dati I Jawa Tengah ditetapkan menjadi Taman Nasional dengan
nama TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA dengan luasan kawasan
adalah 111.625 hektar dengan rincian sebagaimana tercantum dalam tabel
dibawah ini.
Tabel 1. Kawasan Taman Nasional Karimunjawa
No Kawasan Luas (Hektar)
1. Wilayah daratan di Pulau Karimunjawa yang berupa ekosistem hutan hujan tropis
dataran rendah
1.285,50
2. Wilayah daratan di Pulau Kemujan yang berupa ekosistem hutan mangrove 222,20
3. Wilayah perairan Dalam perkembangannya kawasan ini ditetapkan sebagai
kawasan pelestarian alam (KPA) berdasarkan Surat Keputusan Menhut No.
74/Kpts-II/2001 tanggal 15 Maret 2001.
110.117,30
Total Luas Kawasan 111.625,00
6
B. Zonasi Taman Nasional Karimunjawa
Undang-Undang No.5 tahun 1990 tentang Konservasi sumber Daya
Alam dan Ekosistemnya mendefinisikan taman nasional sebagai Kawasan
Pelestarian Alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem
zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan,
pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi. Berdasarkan
Surat Keputusan Direktur Jenderal PHKA No. SK 28/IV-SET/2012 tentang
Zonasi Taman Nasional Karimunjawa, saat ini terdapat 9 (sembilan) zona
dalam kawasan Taman Nasional Karimunjawa, yaitu zona inti, zona rimba,
zona perlindungan bahari, zona pemanfaatan darat, zona pemanfaatan
bahari, zona religi, budaya dan sejarah, zona rehabilitasi dan zona
tradisional perikanan. Zonasi Taman Nasional Karimunjawa selengkapnya
tersaji dalam gambar dibawah ini :
Gambar 1. Peta Zonasi Taman Nasional Karimunjawa
7
C. Konservasi Kawasan
Perlindungan kawasan merupakan salah satu pilar pengelolaan
kawasan Taman Nasional Karimunjawa. Upaya perlindungan ini
direalisasikan melalui berbagai kegiatan pengamanan kawasan yang
dilakukan secara preventif dan represif. Kegiatan pengamanan yang
dilakukan di kawasan Taman Nasional Karimunjawa adalah patroli rutin,
Operasi Pengamanan Fungsional Darat, Operasi Pengamanan Fungsional
Perairan, Operasi Gabungan dan pelaksanaan Patroli Bersama bersama
Masyarakat Mitra Polhut.
Berdasarkan jenis habitatnya di Taman Nasional Karimunjawa, saat
ini telah teridentifikasi 262 spesies flora yang terdiri atas 171 flora yang
hidup hutan hujan tropis dataran rendah (151 flora hutan hujan tropis, 11
spesies lumut, 15 spesies jamur), 45 spesies mangrove, 34 spesies flora
hutan pantai, 9 spesies lamun, 18 spesies rumput laut. Sedangkan untuk
fauna, saat ini telah teridentifikasi 897 spesies/genus fauna yang tersusun
atas beberapa taxa yaitu Mamalia (7), Aves (116), Reptilia (13), Insekta
(42), Pisces (412), Anthozoa (182 skeleractinian dan 23 non skeleractinian),
Plathyhelminthes (2), Annelida (2),Gastropoda (47), Bivalvia (8),
Cephalopoda (7), Arthopoda (5), Echinodermata (31).
D. Organisasi Balai Taman Nasional Karimunjawa
Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
No. P.07/MenLHK/Setjen/OTL.1/1/2016 tanggal 10 Februari 2016 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional, Balai
8
Taman Nasional Karimunjawa merupakan Balai Taman Nasional Tipe B
dengan susunan organisasi terdiri dari :
1. Kepala Balai – Agus Prabowo, S.H., M.Si.
2. Kepala Sub Bagian Tata Usaha – Sutris Haryanta, S.H.
3. Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah (SPTN).
a) Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Kemujan :
Iwan Setiawan, S.H.
b) Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Karimunjawa
: Surahman, S.H.
4. Kelompok Jabatan Fungsional
a) Polisi Kehutanan.
b) Pengendali Ekositem Hutan.
c) Penyuluh Kehutanan.
9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi Lamun
Lamun adalah tumbuhan angiospermae atau tumbuhan berbunga
yang hidupnya tenggelam dalam air laut dan berkembang baik di perairan
laut dangkal. Tumbuhan ini terdiri dari seludang, batang menjalar yang
disebut rimpang atau rhizome dan akar yang tumbuh pada bagian rimpang.
Berdasarkan buku Status Padang Lamun Indonesia (2018) yang diterbitkan
oleh Pusat Penelitian Oseanografi LIPI terdapat 60 jenis lamun di dunia dan
15 spesies yang tersebar pada 293.464 ha di seluruh perairan Indonesia.
Lamun (seagrass) adalah tumbuhan seperti rumput yang tumbuh
dalam air laut. Walaupun seperti rumput namun tumbuhan ini berbeda sekali
dengan rumput laut (seaweed). Lamun termasuk tumbuhan tingkat tinggi
karena memiliki organ tubuh sejati berupa akar, batang dan daun (serta
organ reproduksi berupa bunga sehingga disebut juga tumbuhan berbunga
atau Angiospermae), sedangkan rumput laut termasuk tumbuhan tingkat
rendah karena tidak adanya organ tubuh sejati (Irawan. 2017).
B. Ekosistem Lamun
Padang lamun adalah hamparan tumbuhan lamun yang menutupi
suatu area pesisir/laut dangkal yang dapat terbentuk oleh satu jenis lamun
(monospecific) atau lebih (mixed vegetation) dengan kerapatan tanaman
yang padat (dense) sedang (medium) atau jarang (sparse). Ekosistem lamun
10
(seagrass ecosystem) adalah satu sistem (organisasi) ekologi padang lamun,
di dalamnya terjadi hubungan timbal balik antara komponen abiotik dan
komponen biotik hewan dan tumbuhan (Sjafrie, 2018). Padang lamun
merupakan salah satu penyususn ekosistem pesisir selain muara, mangrove
dan terumbu karang. Padang lamun dibentuk terutama oleh vegetasi lamun
yang berinteraksi dengan berbagai komunitas biota dan faktor abiotik yang
ada.
C. Taksonomi Lamun di Indonesia
Keterangan : LC (Least Concern : resiko rendah), DD (Data Deficient : infomasi kurang), VU
(Vulnerable : rentan)
Famili Genus Spesies Status (IUCN Red List)
Cymodoceaceae Halodule Halodule pinifolia LC
Halodule uninervis LC
Cymodocea Cymodocea serrulata LC
Cymodocea rotundata LC
Syringodium isoetifoolium LC
Thalassodendron ciliatum LC
Hydrocharitaceae Enhalus Enhalus acoroides LC
Thalassia Thalassia hemprichii LC
Halophila Halophila ovalis LC
Halophila minor LC
Halophila decipiens LC
Halophila spinulosa LC
Halophila sulawesii DD
Halophila beccarii VU
Ruppiaceae Ruppia Ruppia maritima LC
11
D. Morfologi Lamun
E. Fungsi Lamun
Lamun memiliki banyak fungsi baik manusia ataupun organisme lain, yaitu:
1. Sebagai media untuk filtrasi atau menjernihkan perairan laut
dangkal.
2. Sebagai tempat tinggal berbagai biota laut, termasuk biota laut yang
bernilai ekonomis, seperti ikan baronang/lingkis, berbagai macam
kerang, rajungan atau kepiting, teripang dll. Keberadaan biota
tersebut bermanfaat bagi manusia sebagai sumber bahan makanan.
3. Sebagai tempat pemeliharaan anakan berbagai jenis biota laut. Pada
saat dewasa, anakan tersebut akan bermigrasi, misalnya ke daerah
karang.
Sumber : Buku Panduan Lamun LIPI (Setyowati, 2014)
Gambar 2. Morfologi lamun
12
4. Sebagai tempat mencari makanan bagi berbagai macam biota laut,
terutama duyung dan penyu yang hampir punah.
5. Mengurangi besarnya energi gelombang di pantai dan berperan
sebagai penstabil sedimen sehingga mampu mencegah erosi di
pesisir pantai.
6. Berperan dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim (Björk, 2009)
F. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekosistem Lamun
Faktor-faktor yang dapat membatasi sebaran lamun telah
diterangkan dalam beberapa penelitian. Faktor kimia yang mempengaruhi
ekosistem lamun seperti nutrien. Peningkatan nutrien di suatu perairan
merupakan faktor penyebab turunnya kualitas perairan yang menstimulasi
pertumbuhan rumput laut/makro alga. Beberapa hasil penelitian
menunjukkan bahwa meningkatnya kandungan nutrien berkorelasi dengan
penyempitan sebaran padang lamun di beberapa perairan pesisir dan
estuaria (Burkholder et al., 2007).
Kemudian faktor fisika yang mempengaruhi yaitu hidrodinamika
(faktor fisika perairan seperti arus pada musim tertentu) yang bergerak
membawa sedimen perairan dari satu tempat ke tempat lainnya yang
terkadang menutupi lamun berukuran kecil. Akibatnya pada waktu tertentu
hamparan lamun berukuran kecil (seperti Cr, Si, Cs, Hu) terlihat membentuk
hamparan tapi pada waktu yang lain tidak terlihat, yang ada hanya pasir saja
di lokasi yang sama. Walau masih terlihat munculnya lamun yang mampu
menembus pasir untuk tumbuh, karena lamun memiliki dua jenis
13
perkembangbiakan yaitu generatif dan vegetatif. Vegetatif yang akan
mampu cepat pulih jika ada gangguan proses fisik seperti badai dimana
rhizoma lamun akan tetap dapat berkembang/tumbuh menghasilkan
individu baru (Rustam et al., 2019). Pola arus yang terjadi di Kepulauan
Karimunjawa mengikuti pola arus pasang surut (Dinda et al., 2012). Hasil
pemodelan arus Nurulita et al. (2018) kisaran arus di kepulauan
Karimunjawa pada saat kondisi pasang berkisar antara 0,08-0,48
meter/detik di musim peralihan dari timur ke barat.
Ketersediaan cahaya untuk fotosintesis adalah faktor kunci dalam
sebaran terdalam lamun (McKenzie et al., 2003). Tekanan (stresses) dan
pembatasan pada lamun di daerah tropis meliputi suhu yang tinggi dan
paparan radiasi, terutama saat surut rendah (Short et al., 2007). Batas
kedalaman lamun nampaknya berhubungan dengan energi gelombang,
sebagaimana gelombang mengikis padang lamun (De Boer, 2007). Sebaran
terbawah dari batas kedalaman ditentukan oleh ketersediaan cahaya, dan hal
ini dipengaruhi kekeruhan air, yang melemahkan cahaya dalam kolom air
(De Boer, 2007). Sehingga, tiga faktor lingkungan yang sangat
mempengaruhi penyebaran lamun di suatu wilayah perairan adalah
kedalaman, kekeruhan dan pergerakan air (Susetiono, 2004).
G. Analisis Data
Data yang telah diperoleh kemudian diolah untuk mengetahui
kerapatan jenisnya, nilai keanekaragaman, nilai keseragaman, dan nilai
dominanasi.
14
1. Kerapatan lamun yaitu jumlah individu lamun (tegakan) persatuan
luas. Kerapatan lamun dihitung dengan rumus sebgaia berikut :
𝐷 = ∑𝑛𝑖
𝐴
Keterangan:
D : Kerapatan jenis (tegakan/ m2)
ni : Jumlah tegakan spesies i (tegakan)
A : Jumlah luas plot yang ditemukan lamun spesies-i (m2)
2. Indeks dominansi jenis dihitung dengan menggunakan rumus
Shanon-Weanner :
𝐶 = ∑(𝑛𝑖
𝑁)
Keterangan:
C : Indeks dominansi
ni : Jumlah tegakan spesies i (tegakan)
N : Jumlah total individu.
3. Frekuensi yaitu nilai seringnya spesies-i ditemukan
Frekuensi = Jumlah plot yang ditempati species-i X 100%
Jumlah seluruh plot
15
BAB IV
STUDI KOMUNITAS LAMUN DI PESISIR PULAU
KARIMUNJAWA, TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA
A. Metode Pengumpulan Data
Praktek Kerja Lapangan ini dilakukan di Pulau Karimunjawa,
Taman Nasional Karimunjawa Metode pengambilan data diawali
menentukan titik sampling atau stasiun menggunakan metode purpossive
sampling. Penelitian ini diawali dengan mengobservasi lokasi penelitian
dengan bantuan arahan petugas lapangan TNKJ. Berdasarkan tingkat
tutupan dan kerapatan lamun yang dapat mewakili atau menggambarkan
keadaan lamun di perairan Pulau Karimunjawa terdapat 3 titik sampling
yaitu pantai di Alang-Alang dengan titik koordinat S 050 50.323’, E 1100
25.201’; Pantai Pancuran dengan titik koordinat S 050 52.812’, E 1100
26.851’ dan di dermaga dengan titiik koordinat S 050 53.037’, E 1100
26.339’. Pengambilan data dilaksanakan pada pukul 09.00-14.00 saat laut
sedang surut.
Alat yang dibutuhkan dalam pengambilan data struktur komunitas
lamun adalah aplikasi locus maps untuk menentukan titik koordinat, alat
tulis dan tally sheet untuk mencatat data lamun yang didapat, panduan
identifikasi lamun untuk mengidentifikasi jenis lamun (Rahmawati, 2014),
tali tambang yang digunakan sebagai tali transek, plot kuadrat untuk
16
membatasi daerah lamun yang di-sampling, kamera digital untuk
dokumentasi, alat snorkel untuk snorkeling mengambil data lamun,
termometer untuk mengukur suhu air laut, pH universal untuk menentukan
pH air laut, hand refraktometer untuk menentukan persentase salinitas air
laut, hand counter untuk menghitung tegakan lamun.
Pengambilan data struktur komunitas lamun dilakukan dengan
menggunakan metode line transek dan plot kuadrat. Line transek sebanyak
3 buah dipasang sejajar dengan garis pantai sepanjang 50 meter dengan
jarak setiap line transek sepanjang 5 meter. Plot kuadrat 1x1 meter ditebar
pada 0 meter, 25 meter dan 50 meter pada sisi kiri line transek. Pengambilan
data berdasarkan persen penutupan lamun pada plot kuadrat. Satu tegakan
lamun merupakan satu individu lamun.
Gambar 3. Stasiun di Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa
17
50 m 25 m 0 m
25 m
20 m
15 m
15 m
Pengambilan data praktek kerja lapangan juga mencakup mengukur
parameter lingkungan. Parameter lingkungan yang diukur yaitu, suhu air
laut yang diukur menggunakan termometer, pH air laut yang diukur
menggunakan pH meter, Salinitas air laut yang diukur menggunakan
refraktometer. Selain itu analisis data yang dipakai adalah kerapatan lamun,
indeks dominansi dan frekuensi lamun.
Berikut ini langkah-langkah yang dilakukan untuk pengambilan data:
1. Pengambilan data lamun diawali dengan menentukan stasiun
berdasarkan kerapatan dan penutupan lamun dengan bantuan arahan
petugas lapangan. Kemudian didapatkan 3 stasiun yaitu pantai di
Alang-alang, Pantai Pancuran, dan dermaga. Tiga stasiun tersebut
memiliki karakter yang berbeda-beda.
Garis Pantai
26
met
er
Plot
kuadrat
1 x 1
Garis
transek
18
Pantai di Alang-alang memiliki bibir pantai yang sempit
karena berdekatan dengan bangunan homestay, substrat lamun
berupa pasir berlumpur dan berlokasi di bagian barat Pulau
Karimunjawa. Sedangkan Pantai Pancuran memilki bibir pantai
yang cukup luas karena merupakan pantai untuk wisata, substrat
lamun berupa pasir dan berlokasi di bagian timur Pulau
Karimunjawa. Sedangkan di dermaga tidak memilki bibir pantai
karena bersebelahan langsung dengan jalan umum, substrat lamun
berupa pasir dan berlokasi di bagian selatan Pulau Karimunjawa.
2. Sampling di 3 stasiun diawali dengan mengukur jarak dari bibir
pantai ke arah laut secara tegak lurus sejauh 25 meter. Kemudian
membentangkan transek secara sejajar dengan bibir pantai sejauh 50
meter. Selanjutnya menaruh plot disebelah kiri trransek di 0 meter,
25 meter dan 50 meter. Setelah itu menghitung penutupan lamun dan
mendata setiap jenis lamun yang didapat di setiap plot dengan cara
menyelam dan menghitung jumlah tegakan lamun. Kemudian
dicatat di tallysheet. Pengulangan dilakukan di jarak 20 meter dan
15 meter ke arah laut dari bibir pantai, sehingga diperoleh data di
setiap stasiun 3x pengulangan.
3. Setiap jenis lamun yang ditemukan difoto untuk dokumentasi.
Kemudian data yang didapat dipidahkan ke microsoft excel lalu
diolah serta dianalisis untuk mendapatkan kerapatan, dominansi dan
frekuensi.
19
B. Hasil dan Pembahasan
Parameter lingkungan yang diukur pada penelitian ini yaitu suhu,
pH, dan salinitas. Stasiun I rata-rata suhu yaitu 29,6 oC ; pH 7,7; dan
salinitas 24 o/oo. Kemudian untuk stasiun II rata- rata suhu 28,3 oC; pH 7,3;
salinitas 23 o/oo. Pada stasiun III untuk rata-rata suhu 31 oC; pH 7,9; salinitas
23 o/oo. Pada hasil parameter lingkungan tersebut tidak menunjukan
perbedaan yang signifikan. Parameter lingkungan seperti suhu air dan pH
masih dalam kisaran yang baik jika dilihat menurut baku mutu Keputusan
Menteri Lingkungan Hidup (2004). Namun, berbeda dengan nilai salinitas
air laut di ketiga stasiun berada dibawah kisaran baku mutu yaitu nilai
salinitas sebesar 24 ‰. Hal ini disebabkan karena pada saat dilakukannya
pengambilan data di lapangan ketiga stasiun hujan, dimana hujan dapat
mempengaruhi nilai salinitas air laut pada saat itu. Hasil parameter
lingkungan dapat dilihat di tabel bawah ini .
*Baku mutu: Kep.MenLH (2004)
Stasiun
Rata- rata parameter lingkungan
Suhu (oC) pH Salinitas ( o/oo)
Baku Mutu* 28-30 7-8,5 33-34
I 29,6 7,7 24
II 28,3 7,3 24
III 31 7,9 23
Tabel 3. Hasil parameter lingkungan
20
Tabel 4. Jenis- jenis lamun yang ditemukan
Pengambilan data lamun dilakukan di 3 lokasi yaitu stasiun I pantai
di Alang- Alang, stasiun II Pantai Pancuran, dan stasiun III dermaga.
Identifikasi lamun dilakukan dengan melihat lamun yang ditemukan dengan
buku panduan identifikasi lamun yang diterbitkan oleh LIPI (Rahmawati,
2014). Berdasarkan hasil pengamatan dan identifikasi lamun, ditemukan 7
jenis lamun yang hidup diketiga lokasi penelitian yaitu Enhalus acoroides,
Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Thalassia hemprichii,
Halodule uninervis, Halodule ovalis dan Syringodium isoetifolium. Lebih
lengkapnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Keterangan tabel : (+) ditemukan jenis lamun, (-) tidak ditemukan jenis lamun
Data statistik di TN. Karimunjawa tahun 2018 menunjukkan lamun
yang berhasil diidentifikasi ada 9 jenis yang tersebar di seluruh kawasan
pesisir Taman Nasional Karimunjawa (Balai Taman Nasional
Karimunjawa, 2019). Pada penelitian ini dari 9 jenis lamun 7 jenis berhasil
didapatkan dalam pengambilan data. Hal tersebut diduga karena desain
sampling yang berbeda dalam pengambilan data, karena pada umumnya
Spesies Alang-alang Pantai Pancuran Dermaga
Halodule uninervis (Hu) - - +
Cymodocea serrulata (Cs) + + +
Cymodocea rotundata (Cr) + + +
Syringodium isoetifolium (Si) + + -
Enhalus acoroides (Ea) + + +
Thalassia hemprichii (Th) + + +
Halophila ovalis (Ho) + + +
21
transek di bentangkan secara tegak lurus dengan bibir pantai, namun pada
pengambilan data ini transek dibentangkan secara sejajar dengan bibir
pantai, sehingga lokasi plot / kuadran akan berbeda juga.
Tujuh jenis lamun yang tersebar pada tiga stasiun terdapat 5 jenis
lamun yang tingkat kehadirannya tertinggi karena ditemukan di semua
stasiun, yaitu Cymodocea serrulata (Cs), Cymodocea rotundata (Cr),
Enhalus acoroides (Ea), Thalassia hemprichii (Th), Halophila ovalis (Ho).
Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ganefiani et al.
(2019) dan Rustam et al. (2019). Keberadaan lamun jenis diatas pada semua
lokasi pengamatan, menunjukkan kemampuan hidup lamun ini pada
berbagai macam substrat yaitu dari substrat liat/lumpur hingga pasir
berukuran kasar (Tommasick et al., 1997 dalam Rustam et al., 2019).
Jumlah tegakan tertinggi adalah Cymodocea rotundata (Cr) dengan
jumlah total individu mencapai 5903 di tiga stasiun dan kerapatan jenis
tertinggi Cymodocea rotundata (Cr) dengaan nilai 482,75 ind/m2 di stasiun
2 (Pantai Pancuran). Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Genefiani et al., (2019) C. rotundata merupakan jenis lamun yang
sering dijumpai dihampir seluruh perairain di Pulau Karimunjawa.
Cymodocea rotundata termasuk jenis lamun yang sangat tahan terhadap
paparan sinar matahari langsung sehingga menjadi spesies yang tumbuh
dengan sangat baik pada daerah yang terpapar sinar matahari (Ristianti et
al., 2014). Kemudian tegakan tertinggi kedua oleh Thalassia hemprichii
dengan jumlah total indvidu di tiga stasiun yaitu 2305 dan nilai kerapatan
22
Gambar 4. Jumlah total individu jenis lamun di 3 stasiun
Gambar 5. Perbandingan nilai kerapatan jenis lamun di 3 stasiun
jenis tertinggi Thalassia hemprichii yaitu 234,75 ind/m2.. hasil tersebut
didukung oleh pernyataan Larkum dan Den Hartog (1989) dalam Hartati et
al., (2012) bahwa lamun jenis Thalassia hemprichii memiliki morfologi
rimpang yang tebal dan kuat sehingga memungkinkan untuk tumbuh pada
substrat yang bermacam-macam.
Perhitungan kerapatan lamun digunakan untuk mengetahui jumlah
tegakan (ind) dalam satu luasan kuadran yang dinyatakan dalam satuan
(ind/m2). Hasil tersebut berkorelasi dengan yang dikemukakan oleh Hutomo
et al. (1988) dalam Genefiani et al., (2019), bahwa lamun C. rotundata
tumbuh pada substrat pasir dan pecahan karang, terbuka saat surut dan
0 200 400
Hu
Cs
Cr
Si
Ea
Th
Ho
Jen
is L
amu
n
Sta. 1 (Alang- Alang)
0 200 400
Hu
Cs
Cr
Si
Ea
Th
Ho
Jen
is L
amu
n
Sta. 2 (Pancuran)
0 200 400
Hu
Cs
Cr
Si
Ea
Th
Ho
Jen
is L
amu
n
Sta. 3 ( Dermaga)
412
216
5903
1678
191
2305
157
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000
Hu
Cs
Cr
Si
Ea
Th
Ho
23
Gambar 5. Perbandingan Indeks dominansi jenis lamun di 3 stasiun
selalu digenangi air juga merupakan salah satu lamun jenis yang dominan
di daerah intertidal dimana stasiun 2 (Pantai Pancuran) bersubstrat pasir.
Kerapatan lamun C. rotundata yang tinggi di stasiun 2 (Pantai Pancuran)
berkaitan dengan karakteristik lokasi yang menjadi preferensi jenis lamun
ini dan kemampuannya dalam memengaruhi tekstur sedimen. Sedangkan
T. hemprichii sering ditemukan tepat di tepi demaga kapal dimana kapal
bersandar dan melimpah pada daerah perairan yang memiliki substrat dasar
pasir kasar, pasir lanau pecahan karang.
Sedangkan nilai indeks dominasi yang diperoleh berkisar 0,01 –
0,75. Nilai tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat spesies yang
mendominansi spesies lainnya. Komposisi lamun yang ditemukan di lokasi
penelitian tidak terlihat adanya dominansi yang kuat berdasarkan jumlah
individu yang berbeda-beda nilainya di setiap stasiun. Frekuensi dari suatu
spesies lamun menunjukkan derajat penyebaran jenis lamun tersebut dalam
komunitas. Suatu jenis lamun yang memiliki nilai kerapatan tinggi belum
dapat dipastikan akan memiliki nilai frekuensi yang tinggi pula. Pada
gambar 5 menerangkan tentang frekuensi jenis lamun yang menunjukkan
0 0.4 0.8
Hu
Cs
Cr
Si
Ea
Th
Ho
Jen
is L
amu
n
Sta. 1 (Alang- Alang)
0 0.4 0.8
Hu
Cs
Cr
Si
Ea
Th
Ho
Jen
is L
amu
n
Sta 2. (Pancuran)
0 0.4 0.8
Hu
Cs
Cr
Si
Ea
Th
Ho
Jen
is L
amu
n
Sta. 3 (Dermaga)
24
Gambar 6 Frekuensi jenis lamun
bahwa lamun jenis T. hemperichii dan C. rotundata memiliki nilai frekuensi
tertinggi dengan nilai 88,88 % di stasiun 2 (Pantai Pancuran). Kedua lamun
ini juga ditemukan disetiap stasiun. Hal ini menunjukkan bahwa lamun T.
Hemperichii dan C. Rotundata merupakan 2 jenis lamun yang sering
ditemukan di perairan Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa.
0 50 100
Hu
Cs
Cr
Si
Ea
Th
Ho
Jen
is L
amu
n
Sta. 1 (Alang-Alang)
0 50 100
Hu
Cs
Cr
Si
Ea
Th
Ho
Jen
is L
amu
nSta. 2 (Pancuran)
0 50 100
Hu
Cs
Cr
Si
Ea
Th
Ho
Jen
is L
amu
n
Sta. 3 (Dermaga)
25
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Praktek kerja lapangan ini dilaksanakan di Pulau Karimunjawa,
Taman Nasional Karimunjawa pada tanggal 8-23 Januari 2020. Parameter
lingkungan yang didapatkan pada stasiun I rata-rata suhu yaitu 29,6 oC ; pH
7,7; dan salinitas 24 o/oo. Kemudian untuk stasiun II rata- rata suhu 28,3 oC;
pH 7,3; salinitas 23 o/oo. Pada stasiun III untuk rata-rata suhu 31 oC; pH 7,9;
salinitas 23 o/oo. Kemudian lamun yang berhasil didapatkan dalam
pengambilan data yaitu 7 jenis (Halodule uninervis (Hu), Cymodocea
serrulata (Cs), Cymodocea rotundata (Cr), Enhalus acoroides (Ea),
Thalassia hemprichii (Th), Halophila ovalis (Ho), Syringodium isoetifolium
(Si)). Tingkat kerapatan tertinggi diduduki oleh Cymodocea rotundata (Cr)
dengaan nilai 295,15 ind/m2 , kemudian Thalassia hemprichii (Th) dengan
nilai 279, 6667 ind/m2 lalu Halodule uninervis (Hu) dengan nilai 206
ind/m2. Sedangkan nilai indeks dominasi yang diperoleh berkisar 0,01 – 0,5.
Nilai tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat spesies yang
mendominansi spesies lainnya. Kemudian T. Hemperichii memiliki nilai
frekuensi tertinggi dengan 77,77 % kemudian disusul dengan lamun jenis
C. rotundata dengan nilai frekuensi 74.07 %.
B. Saran
Saran untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya penelitian dilakukan
setidaknya berdua untuk menghindari bias dalam menghitung jumlah tegakan
26
(individu). Kemudian sebaiknya praktek kerja lapangan dilakukan di bulan Maret-
Juni untuk menghindari ombak besar.
27
DAFTAR PUSTAKA
Ajeng Ganefiani, S. S. (2019). Ability of Seagrass Beds as Carbon Sink in The Waters of
Karimunjawa Island, Karimunjawa National Park. Indonesian Journal of Fisheries
Science and Technology (IJFST), 14, 115-122.
Balai Taman Nasional Karimunjawa. (2019, Oktober 11). Diambil kembali dari Taman
Nasional Karimunjawa: www.tnkarimunjawa.id
Björk, H. K. (2009). The Management of Natural Coastal Carbon Sink. Seagrass Meadows,
53-62.
Burkholder, J. M., Tomasko, D. A., & Touchette, B. W. (2007). Seagrasses and
eutrophication. Journal of Experimental Marine Biology and Ecology, 350: 46–
72.
De Boer, W.F. (2007). Seagrass-Sediment Interactions, Positive Feedbacks and Critical
Tresholds for Occurence: A Review. Hydrobiologia. 591: 5-24
Dinda., Yusuf, M., & Sugianto, D. N. (2012). Karakteristik Arus Suhudan Salinitas di
Kepulauan Karimunjawa.Journal Of Oceanography. 1(2): 186-196.
Hartati, Retno, A. D. (2012). Struktur Komunitas Padang Lamun di Perairan Pulau
Kumbang, Kepulauan Karimunjawa. ILMU KELAUTAN , 217-225.
Irawan, Andi. (2017). Koleksi Lamun Lipi Ambon 2008-2015. Lonawarta, 23(2): 1 – 21
Irawan, Andi dan Noorsalam R. Nganro. (2016). Sebaran Lamun di Teluk Ambon Dalam.
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 8 (1):99-114.
KKJI, D. (2015). Profil Kawasan Konservasi Provinsi Jawa Tengah. Jakarta Pusat:
Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Kuo, J. (2007). New Monoecious Seagrass Of Halophila sulawesii (Hydrocharitaceae)
from Indonesia. Aquatic Botany, 87: 171-175.
McKenzie, L. J., Campbell, S. J., dan Roder, C. A. (2003). Seagrass-Watch: Manual for
Mapping & Monitoring Seagrass resources by Community (Citizen) Volunteers.
2nd Ed., Queensland: Departement of Primary Industries.
Nurulita, V. K., Purba, N. P., Mulyani, Y., Harahap, S. A. (2018). Pergerakan larva karang
(Planula) Acropora di Kepulauan Seribu, Biawak dan Karimunjawa berdasarkan
kondisi Oseanografi. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 9(2): 16 - 26
Rahmawati, S. A. (2014). Panduan Monitoring Padang Lamun. Jakarta: COREMAP CTI
LIPI.
28
Retno Hartati, A. D. (2012). Struktur Komunitas Padang Lamun di Perairan Pulau
Kumbang, Kepulauan Karimunjawa . Ilmu Kelautan. 217-225.
Ristianti, N. (2014). Hubungan Kelimpahan Epifauna Pada Kerapatan Lamun Yang
KOLEKSI LAMUN LIPI AMBON 2008-2015 DIPONEGORO JOURNAL OF
MAQUARES. (3): 34-40.
Rudi, Y. N. (2015). Teknik Identifikasi Lamun (Seagrass) di Kawasan Pulau Parang,
Karimunjawa Kabupaten Jepara. Biologi Kelautan, 97-100.
Rustam, A., Yusmiana P.RN., Devi Dwiyanti S., August D & Hadwijaya L.S.,. (2019).
Dinamika Struktur Komunitas Lamun Perairan Kepulauan Karimunjawa,
Kabupaten Jepara. JURNAL KELAUTAN NASIONAL. 14: 179-190.
Short, F., Carruthers, T., Dennison, W., dan Waycott, M. (2007). Global seagrass
distribution and diversity: A bioregional model. Journal of Experimental Marine
Biology and Ecology. 350 : 3-30
Sjafrie, N.D.M., Udhi E.H., Bayu P., Indarto H.S., Marindah Y.I., Rahmat, Kasih A., Susi
R., Suyarso.(2018). Status Padang Lamun Indonesia 2018.Jakarta : Puslit
Oseanografi - LIPI.
Susetiono.(2004). Fauna Padang Lamun Tanjung Merah Selat Lembeh. Jakarta : Pusat
Penelitian Oseanografi – LIPI.
Widodo, R. S. (2016). Checklist of Macroalgae in Waisai Coast, Raja Ampat. Biomedich,.
(5): 23-32.
29
Lampiran 1
Klasifikasi dan Deskripsi Jenis- Jenis Lamun
Den Hartog (1970) dan Menez et al. (1983) menuliskan klasifikasi lamun
sebagai berikut :
No. Gambar Klasifikasi Deskripsi
1.
(Sumber : Risti, 2020)
Kingdom: Plantae
Divisi : Anthophyta
Kelas : Angiospermae
Ordo : Helobiae
Famili : Hydrocharitaceae
Genus : Thalassia
Spesies : Thalassia hemprichii
Mempunyai rimpang yang
tebal, daun berbentuk seperti
sabit (sedikit melengkung),
terdapat bintik- bintik hitam
di daun, ujung daun
membulat, seludang
berbetuk persegi panjang
dan pendek. Setiap 1
seludang terdapat 3- 4 helai
daun.
2.
(Sumber : Risti, 2020)
Kingdom: Plantae
Divisi : Anthophyta
Kelas : Angiospermae
Ordo : Potamogetonales
Famili : Cymdoceaceae
Genus : Cymodocea
Spesies : Cymodocea rotundata
Mempunyai rimpang yang
kecil, daun berbentuk garis
dan sedikit melengkung
(seperti daun rumput), ujung
daun membulat, seludang
panjang dan tipis, setiap 1
seludang terdiri 3-4 helai
daun.
30
3.
(Sumber : Risti, 2020)
Kingdom: Plantae
Divisi : Anthophyta
Kelas : Angiospermae
Ordo : Potamogetonales
Famili : Cymdoceaceae
Genus : Cymodocea
Spesies : Cymodocea serrulata
Mempunyai rimpang yang
kecil, daun berbentuk sabit
dan sedikit melengkung,
ujung daun membulat dan
bergerigi, terdapat garis
coklat kehitaman di daun,
seludang berbentuk segitiga
terbalik dan tipis, setiap 1
seludang terdiri 3-4 helai
daun.
6.
(Sumber : Risti, 2020)
Kingdom: Plantae
Divisi : Anthophyta
Kelas : Angiospermae
Ordo : Potamogetonales
Famili : Cymdoceaceae
Genus : Syringodium
Spesies : Syringodium isoetifolium
Mempunyai rimpang yang
kecil, daun berbentuk jarum
(silinder) dan panjang, ujung
daun tajam, seludang
berbentuk silinder dan
sedikit keras, setiap 1
seludang terdiri 1-2 helai
daun.
5.
(Sumber : Risti, 2020)
Kingdom: Plantae
Divisi : Anthophyta
Kelas : Angiospermae
Ordo : Helobiae
Famili : Hydrocharitaceae
Genus : Halophila
Spesies : Halophila ovalis
Rimpang sangat kecil dan
tipis, daun berbentuk oval
dengan jaringan pembuluh
lebih dari 8, seludang daun
berbentuk silinder dan
lembut. Setiap 1 seludang
terdapat 1-2 helai daun.
31
6.
(Sumber : Risti, 2020)
Kingdom: Plantae
Divisi : Anthophyta
Kelas : Angiospermae
Ordo : Potamogetonales
Famili : Cymdoceaceae
Genus : Halodule
Spesies : Halodule uninervis
Rimpang kecil dan panjang,
daun berbentuk garis dan
tegak ke atas, ujung daun
bergigi tiga seperti trisula,
seludang daun tipis, setiap
satu seludang terdapat 3-4
helai daun.
7.
(Sumber : Risti, 2020)
Kingdom: Plantae
Divisi : Anthophyta
Kelas : Angiospermae
Ordo : Helobiae
Famili : Hydrocharitaceae
Genus : Enhalus
Spesies: Enhalus acoroides
Rimpang besar dan tebal,
daun benbentuk seperti pita
panjang (25-35 cm),
memiliki upih daun seperti
kumis kucing, seludang
berbentuk pesegin panjang
dan setiap satu seludang
terdaapat 4-5 helai daun.
32
Lampiran 2
Dokumentasi kegiatan
Gambar 7. Stasiun I (Pantai di Alang-Alang)
Gambar 8. Pengambilan data di Stasiun I (Pantai di
Alang-Alang)
Gambar 10. Pengambilan data di Stasiun II (Pantai
Pancuran
Gambar 9. Stasiun II (Pantai Pancuran)
Gambar 12. Pengambilan data di Stasiun III
(Dermaga)
Gambar 11. Stasiun III (Dermaga)