struktur komunitas padang lamun di perairan...
TRANSCRIPT
i
STRUKTUR KOMUNITAS PADANG LAMUN DI PERAIRAN
SEKATAP KELURAHAN DOMPAK KOTA
TANJUNGPINANG
SYAMSUL RAHMAN
JURUSAN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2017
ii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Struktur
Komunitas Padang Lamun Di Perairan Sekatap Kelurahan Dompak Kota
Tanjungpinang” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apapun. Kepada perguruan tinggi manapun.
Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Dafar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Tanjungpinang, Agustus 017
Syamsul Rahman
iii
ABSTRAK
RAHMAN, SYAMSUL. 2017. Struktur Komunitas Padang Lamun Di Perairan
Sekatap Kelurahan Dompak Kota Tanjung Pinang. Jurusan Ilmu Kelautan.
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Maritim Raja Ali
Haji.Pembimbing oleh Ita Karlina, S.Pi.,M.Si dan Chandra JoeiKoenawan, S.Pi.,
M.Si.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei – Juli 2017 di Peraiaran Sekatap,
Kelurahan Dompak Kota Tanjungpinang. Metode sampling dengan menggunakan
Random sampling pada 30 titik sampling penelitian. Jenis lamun yang dijumpai di
perairan Sekatap yakni Thalassia hemprichii, Enhallus accoroides, Cymodocea
serullata, Halodule univervis dan Halophila ovalis. Diketahui bahwa Indeks
Nilai Penting lamun tertinggi pada jenis lamun Enhallus accoroides dan terendah
pada jenis lamun Halodule uninervis. Dengan demikian artinya jenis lamun
Enhallus accoroides di perairan Sekatap memiliki arti penting sebagai jenis kunci
terkait dengan kondisi komunitas lamun di perairan Sekatap. Hasil nilai indeks
keanekaragaman menunjukkan kategori keanekaragaman yang sedang,
keseragaman tergolong pada keseragaman yang tinggi, dan dominansi tergolong
rendah artinya tidak ada jenis lamun yang dominan.
Kata kunci: Struktur Komunitas, Lamun, Sekatap
iv
ABSTRACT
RAHMAN, SYAMSUL. Community Structure of Seagrass in Sekatap Village,
Dompak, Tanjungpinang City. Essay. Department of Marine Sciences. Faculty of
Marine Sciences and Fisheries. Maritime University of Raja Ali Haji. Supervisor
Ita Karlina, S.Pi., M.Si and Chandra Joei Koenawan, S.Pi., M.Si.
This research was conducted in May - July 2017 in Sekatap, Dompak,
Tanjungpinang City. Sampling method using of Random Sampling at 30 point
sampling. The type of seagrass found in the waters of Sekatap namely of
Thalassia hemprichii, Enhallus accoroides, Cymodocea serullata, Halodule
univervis and Halophila ovalis. It is known that the highest Seagrass Value Index
of Enhallus accoroides and the lowest on the seagrass type of Halodule uninervis.
Species of Enhallus accoroidesof Sekatap has significance as a key type
associated with the condition of the seagrass community in the Sekatap, Dompak.
The results of the diversity index value (H’) indicate the category of moderate
diversity, uniformity (E) belongs to high uniformity, and the dominance (D) is
low, meaning no dominant seagrass species.
Keywords: Community Structure, Seagrass, Sekatap
v
STRUKTUR KOMUNITAS PADANG LAMUN DI PERAIRAN
SEKATAP KELURAHAN DOMPAK KOTA
TANJUNGPINANG
SYAMSUL RAHMAN
NIM. 110254241088
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Program Studi Ilmu kelautan dan Perikanan
JURUSAN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
2017
vi
PENGESAHAN
Judul skripsi : Struktur Komunitas Padang Lamun di Perairan Sekatap
Kelurahan Dompak Kota Tanjungpinang
Nama : Syamsul Rahman
NIM : 110254241088
Program Studi : Ilmu Kelautan
Disetujui,
Ita Karlina, S.Pi, M,Si. Chandra Joei Koenawan, S.Pi, M.Si.
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping
Diketahui,
Ita Karlina, S.Pi, M,Si. Dr. Agung Dhamar Syakti., DEA
Ketua Jurusan Dekan Fakultas Ilmu Kelautan dan
Perikanan
Tanggal Ujian: 27 Juli 2016 Tanggal Lulus:
vii
© Hak cipta milik Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tahun 2017
Hak Cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Universitas Maritim Raja Ali Haji, sebagian atau seluruhnya dalam
betuk apa pun, fotokopi, microfilm, dan sebagainya
viii
PRAKATA
Segala puji dan syukur Penulis ucapkan atas kehadirat ALLAH SUBHANAHU
WATA’ALA, Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kesempatan kepada
Penulis untuk menyelesaikan Skripsi dengan judul “Struktur Komunitas Padang
Lamun Di Perairan Sekatap Kelurahan Dompak Kota Tanjungpinang”.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
memberikan masukan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini, Ita
Karlina, S.Pi, M.Si. selaku pembimbing utama. Chandra Joei Koenawan, S.Pi.,
M.Si selaku pembimbing pendamping, Risandi Dwirama Putra, ST, M.Eng.
selaku ketua penguji dan. Rika Kurniawan, S.Pi, M.Si. selaku anggota penguji.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun dari
pembaca sangat diperlukan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Tanjungpinang, Agustus 2017
Syamsul Rahman
ix
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tanjung Melayu, Tembilahan pada tanggal 08 Juli 1989
sebagai putra dari Bapak Masran dan Ibu kartini. Pendidikan formal ditempuh di
SD Negeri 022 Tanjung Melayu, Tembilahan dan selesai tahun 2002, pada tahun
yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 7 Batam kemudian
pindah sekolah tahun 2003 ke SMP Negeri 1 GAS, Teluk pinang dan lulus tahun
2005, pada tahun yang sama penulis melanjutkan studi di SMA Negeri 1 GAS,
Teluk pinang, setelah menjalankan pendidikan selama tiga tahun penulis lulus
Pada tahun 2008. Penulis sempat tidak melanjutkan pendidikan selama 3 tahun,
Pada tahun 2011 penulis diterima di Universitas Maritim Raja Ali Haji
(UMRAH) melalui jalur Seleksi Bersama. Penulis diterima pada Jurusan Ilmu
Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Martim Raja Ali
Haji (UMRAH).
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada program studi Ilmu
Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali
Haji (UMRAH), Penulis menyusun dan mnyelesaikan skripsi dengan judul
“Struktur Komunitas Padang Lamun Di Perairan Sekatap Kelurahan Dompak
Kota Tanjungpinang”.
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................... i
PRAKATA ................................................................................................. iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................. iv
DAFTAR ISI .............................................................................................. v
DAFTAR TABEL ..................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. vii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ viii
BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................ 1
1.1. Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2. Perumusan Masalah .......................................................................... 2
1.3. Tujuan ............................................................................................... 2
1.4. Manfaat ............................................................................................. 3
1.5. Kerangka Pemikiran .......................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 4
2.1. Ekosistem Padang Lamun ................................................................. 4
2.2. Morfologi Lamun .............................................................................. 4
2.3. Distribusi Lamun ............................................................................... 6
2.4. Jenis – Jenis Lamun ........................................................................... 6
2.5. Fungsi Lamun .................................................................................... 7
2.6. Struktur Komunitas ............................................................................ 9
2.7. Kondisi Perairan ................................................................................ 10
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................... 13
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................ 13
3.2. Alat dan Bahan Penelitian ................................................................. 13
3.3. Metode Pengumpulan Data .............................................................. 13
3.4. Penentuan Titik Pengamatan ............................................................. 14
3.5. Pengamatan Lamun ........................................................................... 15
3.6. Identifikasi Jenis Lamun .................................................................... 16
3.7. Pengukuran Parameter Perairan ......................................................... 17
3.8. Analisis Data ...................................................................................... 18
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................. 23
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Perairan Sekatap ...................... 23
4.2. Kodisi Umum Parameter Fisika Kimia Perairan Sekatap ................. 23
4.3. Jenis – Jenis Lamun di Perairan Sekatap ........................................... 25
4.4. Struktur Komunitas Lamun di Perairan Sekatap ............................... 26
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 34 5.1. Kesimpulan ....................................................................................... 34
5.2. Saran ................................................................................................. 34
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 35
LAMPIRAN .............................................................................................. 37
xi
DAFTAR TABEL
1. Pengaruh Perubahan pH terhadap kominitas Biologi di Perairan ..... 12
2. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ............................. 13
3. Titik koordinat sampling ................................................................... 15
4. Kategori nilai indeks keanekaragaman .............................................. 21
5. Kategori nilai indeks keseragaman .................................................... 22
6. Kondisi Parameter Fisika ................................................................... 23
7. Hasil pengukuran parameter Kimia perairan ..................................... 25
8. Jenis – jenis lamun yang ditemukan di perairan Sekatap, Dompak .. 26
9. Kerapatan lamun di perairan Sekatap ................................................ 27
10. Frekuensi lamun di perairan Sekatap ................................................. 28
11. Penutupan lamun di perairan Sekatap................................................ 29
12. Indeks Nilai Penting (INP) lamun di perairan Sekatap .................... 31
xii
DAFTAR GAMBAR
13. Kerangka Pemikiran Penelitian ........................................................ 3
14. Struktur Morfologi Lamun ................................................................ 5
15. Jenis-jenis lamun di Indonesia ........................................................... 6
16. Peta Lokasi Penelitian ....................................................................... 14
17. Bagian-bagian lamun secara morfologi ............................................. 16
18. Kerapatan dan Kerapatan Relatif Lamun di perairan Sekatap........... 27
19. Frekuensi dan Frekuensi Relatif Lamun di perairan Sekatap ............ 29
20. Tutupan dan Tutupan Relatif Lamun di perairan Sekatap ................. 30
21. Indeks Nilai Penting Lamun perairan Sekatap .................................. 31
22. Nilai indeks keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi ............ 32
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
23. Data kerapatan lamun ........................................................................ 39
24. Data Frekuensi lamun ........................................................................ 40
25. Data Tutupan Lamun ......................................................................... 41
26. Indeks Ekologi ................................................................................... 42
27. Data Parameter Perairan .................................................................... 43
28. Jenis Lamun Yang Dijumpai ............................................................. 44
29. Dokumetasi Kegiatan Penelitian Lapangan ....................................... 46
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem laut dangkal yang paling
produktif. Disamping itu ekosistem lamun mempunyai peranan penting dalam
menunjang kehidupan dan perkembangan jasad hidup di laut dangkal, yaitu
sebagai produsen primer, habitat biota, penjebak sedimen dan penjebak zat hara
(Romimohtarto, Juwana. 2007). Ekosistem lamun diketahui merupakan ekosistem
dilaut dangkal dekat dengan pesisir yang mendukung kehidupan biota-biota
asosiasi, keberadaanya sangat penting untuk menjaga kelangsungan hidup biota
pada ekosistem tersebut.
Fungsi dari ekosistem lamun selain sebagai peredam gelombang dan penahan
abrasi laut, juga memiliki fungsi penting sebagai habitat biota perairan, tempat
mecari makan, memijah, pengasuhan larva, serta area perlindungan dari ancaman
alami bagi biota-biota kecil (Hutomo, Nontji. 2014). Fungsi utama ekosistem
padang lamun adalah sebagai habitat biota, tempat mencari makan, pemijahan,
perlindungan dari ancaman predator dan fungsi ekologis lainnya. Ekosistem
lamun juga memiliki fungsi sebagai penstabil substrat dan menjaga dari abrasi
pantai serta stabilitas pantai.
Melihat berbagai macam fungsi tersebut membuat padang lamun sangat
penting untuk terus dijaga keberadaannya. Padang lamun memiliki sebaran yang
cukup luas pada perairan Indonesia serta memiliki hamparan pada area pasang
surut. Menurut Hukom et al. (2012) lamun umumnya memiliki sebaran daerah
tropik dan sub-tropik yang cukup luas hidup diperairan yang relatif dangkal yaitu
antara 1 – 10 meter. Tumbuhan lamun biasanya tumbuh dengan membentuk suatu
hamparan yang sering disebut dengan padang lamun.
Padang lamun juga tersebar hingga perairan Pulau Dompak, yakni di perairan
Sekatap. Laporan yang di peroleh dari hasil penelitian Izuan et al. (2014) bahwa
di sekitar perairan Sekatap dijumpai sebanyak 4 jenis lamun dari 5 jenis lamun
yang dijumpai di pulau Dompak yakni Enhallus acoroides, Thalassia hemprichii,
Halophilaovalis, dan Cymodocea rotundata. Dari data tersebut, maka dapat
2
dipastikan bahwa di perairan Sekatap merupakan wilayah termasuk dalam sebaran
padang lamun.
Seiring dengan peningkatan pembangunan terutama pembangunan fisik pusat
pemerintahan Pulau Dompak, serta tekanan perkembangan pertumbuhan manusia
yang terus meningkat akanmeningkatkan perkembangan terhadap pembangunan
permukiman di sekitar Pulau Dompak. Tentunya secara tidak langsung akan
berpengaruh terhadap kondisi lamun di perairan tersebut, juga termasuk di
perairan Sekatap.
Melihat dari kondisi tersebut, maka sangat diperlukan data terkini melihat
kondisi lamun di perairan Sekatap sebagai informasi kondisi lamun dari masa ke
masa.Mengacu dari kondisi tersebut, maka peneliti sangat tertarik untuk mengkaji
kondisi lamun di perairan Sekatap dari aspek struktur komunitasnya, sehingga
data ini dapat menggambarkan kondisi lamun saat ini dan perubahan yang terjadi
dari masa ke masa.
1.2 Perumusan Masalah
Ragam fungsi lamun sebagai penjernih air, penstabil sedimen dasar perairan
dan sebagai tempat hidup berbagai biota perairan dapat berkurang/menurun
fungsinya jika kondisinya terus mengalami kerusakan. Dengan demikian, dari
latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan diantaranya:
1. Apa saja jenis lamun yang dijumpai di perairan Sekatap, Dompak
2. Bagaimana nilai keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi serta Indeks
nilai penting lamun di perairan Sekatap, Dompak
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui jenis lamun yang ditemukan di perairan Sekatap Dompak.
2. Untuk mengetahui nilai keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi serta
Indeks nilai penting lamun di perairan Sekatap Dompak.
3
1.4 Manfaat
Penelitian ini dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang kondisi
lamun, khususnya masyarakat di sekitar perairan Sekatap Kelurahan Dompak,
Kota Tanjungpinang. Memberikan informasi kepada pihak-pihak terkait, dan
memberikan informasi kepada mahasiswa/akademisi sebagai media bacaan dan
referensi.
1.5 Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran penelitian menggambarkan variabel-variabel yang akan
diambil pada pengamatan lapangan. Kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat
pada gambar 1.
Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian
Ekosistem Lamun
- Suhu
- Salinitas
- Kec. Arus
- Kekeruhan
- pH (Derajat
Keasaman)
- DO (Oksigen
Terlarut)
Parameter
Kimia
Parameter
Fisika Parameter
Biologi
Jenis Lamun
Indeks nilai penting
Indeks keanekaragaman
Indeks keseragaman
Indeks Dominansi
Struktur Komunitas
Padang Lamun
Perairan Sekatap,
Dompak
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ekosistem Padang Lamun
Lamun (seagrass) merupakan satu-satunya tumbuhan berbunga
(Angiospermae) yang memiliki rhizoma, daun dan akar sejati yang hidup
terendam di dalam laut. Lamun umumnya membentuk padang lamun yang luas di
dasar laut yang masih dapat dijangkau oleh cahaya matahari yang memadai bagi
pertumbuhannya. Air yang bersirkulasi diperlukan untuk menghantarkan zat-zat
hara dan oksigen, serta mengangkut hasil metabolisme lamun ke luar padang
lamun (Hasanuddin. 2013).
Ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem laut dangkal yang paling
produktif. Disamping itu ekosistem lamun mempunyai peranan penting dalam
menunjang kehidupan dan perkembangan jasad hidup di laut dangkal, yaitu
sebagai produsen primer, habitat biota, penjebak sedimen dan penjebak zat hara
(Romimohtarto, Juwana. 2007).
2.2 Morfologi Lamun
Secara marfologis lamun terdiri dari akar, daun dan rhizoma.Akar pada lamun
tumbuh pada rhizoma.Rhizoma adalah batang yang terbenam dan merayap secara
mendatar (Nonjti. 1993). (Nyebakken. 1992), menambahkan kebanyakan spesies
lamun secara morfologis hampir serupa yaitu, mempunyai daun-daun panjang
yang tipis dan mempunyai saluran air (kutikula).
2.2.1. Akar
Menurut (Tomescik et al. 1997) akarnya muncul dari permukaan yang lebih
rendah dari pada rhizoma dan menunjukkan sejumlah adaptasi tertentu pada
lingkungan perairan.struktur perakarannya memiliki pebedaan antara satu dan
yang lainnya. Pada beberapa speseis memiliki perakaran yang lemah, berambut
dan memiliki struktur diameter yang kecil.Sedangkan pada speseis yang lainnya
akarnya ada yang kuat dan berkayu.
5
2.2.2. Rhizoma dan batang
Struktur rhizoma dan batangnya sangat bervariasi di antara jenis-jenis lamun,
sebagai ikatan pembuluh pada stele (Den Hartog. 1970).Rhizoma bersama-sama
akar, menacapkan lamun pada subsrat.Rhizoma biasanya terkubur di bawah
sedimen dan membentuk jaringan luar (Tomescik et al. 1997). Dengan rhizoma
dan akarnya inilah lamun dapat hidup kokoh didasar laut dan tahan terhadap
hempasan gelombang dan arus laut (Kordi. 2011).
2.2.3. Daun
Seperti pada monokotil lainya, daun-daunnya diproduksi dari sistem dasar yang
terletak di bagian atas rhizoma dan pada rantingnya.Hal yang unik pada daun
lamun adalah dengan tidak adanya stomata dan terlihatnya kurtikula yang
tipis.Kurtikula berfungsi untuk menyerap zat hara,walaupun jumlahnya sedikit
dari yang di serap oleh akar dan batangnya.Sistem pembiakan lamun dilakukan
dengan cara (by-drophilous pollination) atau penyerbukan didalam air (Kordi.
2011). Untuk melihat struktur mofologi yang dimiliki tumbuhan oleh Lamun
dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 2Struktur Morfologi Lamun (Hasunuddin. 2013
2.3 Distribusi Lamun
Padang lamun membentuk Vegetasi tunggal, yang tersusun atas satu jenis
lamun yang tumbuh lebat membentuk suatu padang, sedangkan vegetasi
Buah
Daun
Rhizoma
Akar
6
campuran terdiri dari 2-12 jenis lamun yang tumbuh bersama-sama pada suatu
substrat. Spesies lamun yang biasa tumbuh pada vegetasi tunggal adalah
Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides, Halophila ovalis, Halodule uninervis,
Cymodocea serrulatadan Thalassidendron ciliatum (Dahuri. 2003).
Pada substrat berlumpur didaerah mangrove kearah laut sering dijumpai
padang lamun dari spesies tunggal yang berasosiasi tinggi. Sedangkan vegetasi
lamun yang membentuk vegetasi campuran terbentuk didaerah intertidal yang
lebih rendah dan subtidal yang dangkal. Padang lamun tumbuh dengan baik di
daerah yang terlindung dan bersubstrat pasir, stabil serta dekat dengan sedimen
yang bergerak secara horizontal (Hutomo, Azkab. 1999).
2.4 Jenis – jenis Lamun
Menurut Azkab. (1999) Dari 50 jenis lamun tersebut, ada 12 jenis yangtelah
ditemukan di Indonesia yaitu Syringodium isoetifolium, Halophila ovalis,
Halophila spinulosa, Halophila minor, Halophila decipiens, Halodule pinifolia,
Halodule uninervis. Thalassodendron ciliatum, Cymodocea rotundata,
Cymodocea serrulata, Thalassia hemprichii dan Enhalus acoroides.
Jenis – jenis lamun yang ditemukan di Indonesia dapat dilihat pada gambar 3
berikut.
(A)
(B)
(C)
(D)
(E) (F)
7
(G)
(H)
(I)
(J)
(K)
(L)
Gambar 3 Jenis-jenis lamun di Indonesia (Azkab. 1999)
Keterangan A : Syringodium isoetifolium G : Halodule universis
B : Halophila ovalis H : Thalassodendron ciliatum
C : Halophila spinulosa I : Cymodocea rotundata
D : Halophila minor J : Cymodocea serullata
E : Halophila decipiens K : Thalassia hemprichii
F : Halodule pinifolia L : Enhalus accoroides
2.5 Fungsi Lamun
Padang laum merupakan ekosistem yang tinggi produkfitas organiknya, dengan
keanekaragaman biota yang cukup tinggi.Pada ekosistem ini hidup
beranekaragam biota laut seperti ikan, krustasea,moluska (pinna sp, lambis sp dan
strombus sp), Ekinodermata (Holothuria sp, Synapta Sp, Diademasp,Archastersp,
Linckia sp) dan cacing (Poycshaeta) (Bengen. 2001).
Menurut Bengen. (2001) Ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem di
laut dangkat yang produktif. Di samping itu, ekosistem lamun mempunyai
peranan penting dalam menunjang kehidupan dan perkembangan jasad hidup di
laut dangkal. Menurut hasi penelitian, diketahui bahwa peranan lamun di
linkungan perairan laut dangkal sebagai berikut.
8
2.5.1. Produsen Perimer
Lamun mempunyai tingkat produktifitas primer yang tertinggi bila
dibandingkan dengan ekosistem lainnya yang ada di laut dangkal sepeti terumbu
karang.
2.5.2. Habitat Biota
Lamun memberikan tempat perlindungan dan tempat menempel berbagai
hewan dan tumbuh-tumbuhan (alga). Disamping itu lamun merupakan tempat
pemijahan (spawing groung), padang pengembalaan (nursery ground) dan
mencari makan (feeding ground) bagi berbagai ikan herbivore dan ikan-ikan
karang (coral fishes).
2.5.3. Penangkap Sedimen
Daun lamun yang lebat akan memperlambat air yang di sebabkan oleh arus dan
ombak,sehingga perairan disekitarnya menjadi tenang. Rimpang dan akar padang
lamun juga dapat menahan dan mengikat sedimen, sehinga dapat menguatkan dan
menstabilkan dasar permukaan. Jadi padang lamun selain berfungsi sebagai
penangkap sedimen juga dapat mencegah erosi.
2.5.4. Pendaur Zat Hara
Padang lamun memegang peranan penting dalam pendauran berbagai zat hara
dan elemen-elemen yang langka di lingkungan laut. Di samping dari 4 ekologis
tadi, lamun juga mempunyai manfaat ekonomis, seperti dapat di manfaatkan
sebagai bahan pangan, pakan ternak, bahan baku kertas,bahan kerajinan,pupuk
dan bahan obat-obatan ( Ferianita. 2007). Fungsipadang lamun memang cukup
besar. Tetapi tidak banyak orang yang pahan tentang hal itu. Tak heran di
kawasan pesisir kerap di temui kerusakan padang lamun.
Menurut Den Hartog. (1977), lamun mempunyai beberapa sifat yang
menjadikannya mampu untuk bertahan hidup dilaut yaitu:
a. Terdapat di perairan pantai yang landai,di dataran lumpur/berpasir
b. Pada batas terendah daerah pasang surut dekat hutan bakau atau di dataran
terumbu karang
c. Mampu hiduh pada kedalaman 30 meter, di perairan tenang dan terlindung
9
d. Sangat tergantung pada cahaya yang masuk ke perairan
e. Mampu melakukan metabolisme termasuk daur generatif secara optimal jika
keseluruhan tubuhnya terbenam air
f. Mampu hidup di media air asin.
2.6 Stuktur Komunitas
Rohman. (2012) menyatakan struktur komunitas adalah suatu deskripsi tentang
masyarakat tumbuhan yang dapat memberikan gambaran mengenai kodisi
lingkungan dan distribusi nutrient di habitatnya, menurut Soegianto. (1994),
struktur komunitas tidak hanya dipengarui oleh hubungan antara spesies, tetapi
juga oleh jumlah relatif organisme dari speseis itu.Ada beberapa metode yang di
kembangkan untuk mempelajari struktur komunitas diantaranya dengan
menggunakan kurva hubungan spesies-abundance (spesies kelimpahan), kurva
speseis area dan menghitung indek keanekaragaman jenis.
Padang lamun merupakan floristik suatu komunitas mempunyai dua tipe
vegetasi, yaitu vegetasi monospesifik dan vegetasi campuran. Vegetasi
monosepsifik adalah komunitas lamun yang hanya terdiri dari satu speseis atau
dapat berupa padang lamun yang luas dan lebat. Vegetasi campuran adalah
vegetasi yang terdiri dari lebih dari satu speseis dan dapat mencapai delapan
speseis (Nienhuis et al. 1989 in Putri, 2004).
Keanekaragaman adalah suatu keragaman atau perbedaan diantara anggota-
anggota suatu kelompok. Suatu populasi mungkin beragam dari struktur umur,
fase perkembangan atau dari segi genetik individu-individu penyusunannya
dalam ekologi, keanekaragaman umumnya mengarah ke keanekaragaman jenis
(Mc Naugton and wolk. 1990 in brian. 2003 in Fauziyah 2004). Suatu komunitas
dikatakan mempunyai keanekaragaman tinggi jika terdapat jenis yang melimpah
secara merata. Jika komunitas disusun dari sejumlah kecil, atau hanya sejumlah
kecil yang melimpah maka keanekaragaman jenis rendah (Brower et al. 1990).
Keseragaman di sebut juga sebagai keseimbangan dari komposisi individu tiap
jenis.Jika keseragaman mendekati minimum maka komunitas tersebut terjadi
dominansi jenis.Sebaliknya jika keseragaman mendekati maksimum maka
komunitas tersebut memiliki kondisi yang relatife stabil (Brower et al. 1990).
10
2.7 Kondisi Perairan
2.7.1. Suhu
Suhu merupakan faktor penting bagi kehidupan organisme di perairan
khususnya lautan, karena pengaruhnya terhadap aktivitas metabolisme ataupun
perkembangbiakan dari organisme tersebut. Suhu mempengaruhi proses fisiologi
yaitu fotosintesis, laju respirasi, dan pertumbuhan. Lamun dapat tumbuh pada
kisaran 5 – 35 ⁰C, dan tumbuh dengan baik pada kisaran suhu 25 – 30 ⁰C
(Sakaruddin. 2011) sedangkan pada suhu di atas 45 ⁰C lamun akan mengalami
stres dan dapat mengalami kematian (McKenzie. 2003).
Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mengatur proses
kehidupan dan penyebaran organisme. Perubahan suhu terhadap kehidupan
lamun, antara lain dapat mempengaruhi metabolisme, penyerapan unsur hara dan
kelangsungan hidup lamun. Pada kisaran suhu 25 - 30°C, fotosintesis bersih akan
meningkat dengan meningkatnya suhu. Demikian juga respirasi lamun meningkat
dengan meningkatnya suhu, namun dengan kisaran yang lebih luas yaitu 5-35°C
(Hasanuddin. 2013).
2.7.2. Salinitas
Salinitas adalah total kosentrasi ion-ion terlarut yang terdapat di perairan.
Salinitas dinyatakan dalam satuan ppt (‰). Nilai salinitas perairan tawar biasanya
kurang dari 0,5‰, perairan payau antara 0,5‰ - 30‰, dan perairan laut 30‰ -
40‰. Pada perairan pesisir, nilai salinitas sangat dipengaruhi oleh masukan air
tawar dari sungai (Effendi. 2003).
Hasanuddin. (2013) menjelaskan bahwa lamun memiliki kemampuan toleransi
yang berbeda terhadap salinitas, namun sebagian besar memiliki kisaran yaitu 10-
40‰. Nilai salinitas yang optimum untuk lamun adalah 35‰. Walaupun spesies
lamun memiliki toleransi terhadap salinitas yang berbeda-beda, namun sebagian
besar memiliki kisaran yang besar terhadap salinitas yaitu antara 10-30 ‰.
Penurunan salinitas akan menurunkan kemampuan fotosintesis (Dahuri. 2003).
2.7.3. Kekeruhan
Kekeruhan adalah kondisi perairan yang menggambarkan sifat optik air yang
ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh
11
bahan – bahan yang terdapat didalam air. Kekeruhan disebabkan oleh adanya
bahan organik yang tersuspensi dan terlarut (misalnya lumpur dan pasir halus)
maupun bahan anorganik yang berupa plankton dan mikroorganisme lain
(Effendi. 2003). Kekeruhan dinyatakan dalam satuan turbiditas yang setara
dengan 1 mg/liter SiO2 peralatan yang digunakan untuk mengukur kekeruhan
adalah Turbidity Meter dan dinyatakan dalam satuan NTU Nephelometric
Turbidity Unit (Effendi. 2003). Kekeruhan karena suspensi sedimen dapat
menghambat penetrasi cahaya, dan secara otomatis kondisi ini akan
mempengaruhi kehidupan tumbuhan lamun (Supriharyono. 2009).
2.7.4. Kecepatan Arus
Arus merupakan gerakan mengalir suatu massa air yang dapat disebabkan oleh
tiupan angin, perbedaan densitas air laut dan gerakan perodik jangka panjang.
Arus yang disebabkan oleh gerakan periodik jangka panjang adalah arus yang
disebabkan oleh pasang surut. Arus yang disebabkan oleh pasang surut biasanya
banyak diamati di perairan teluk dan pantai (Nontji. 2007). Pergerakan air sangat
menentukan pertumbuhan tanaman air, baik yang mengapung maupun yang
menancap di dasar perairan. Kecepatan arus yang sangat tinggi dan tubulensi
dapat mengakibatkan naiknya padatan tersuspensi yang berlanjut pada reduksi
penetrasi cahaya ke dalam air atau turunnya kecerahan air. Kondisi ini dapat
menyebabkan rendahnya laju produksi tumbuhan lamun (Supriharyono. 2009).
Pertumbuhan dan kehidupan padang lamun juga dipengaruhi oleh kecepatan
arus di perairan. Arus dan pergerakan air sangat penting karena terkait dengan
suplai unsur hara, sediaan gas-gas terlarut dan menghalau sisa-sisa metabolisme
atau limbah (Kordi. 2011). Supriharyono. (2009) menyebutkan bahwa Pada
ekosistem padang lamun, arus menentukan tingginya produktivitas primer,
melalui pencampuran dan penyebaran unsur hara dan gas-gas serta memindahkan
limbah.
2.7.5. Derajat Keasaman (pH)
Sebagian besar biota akuatik sangat sensitif terhadap perubahan pH dan
menyukai kisaran pH pada rentang nilai 7 – 8,5. Nilai pH sangat mempengaruhi
12
proses biokomiawi perairan, pada kisaran pH < 4.00, sebagian besar tumbuhan
akuatik akan mati karena tidak dapat bertoleransi pada pH rendah (Effendi. 2003).
Pengaruh nilai pH terhadap komunitas biologi menurut Effendi. (2003) dapat
dilihat pada tabel 1.
Tabel 1Pengaruh Perubahan pH terhadap kominitas Biologi di Perairan NILAI pH Pengaruh Umum
6,0 – 6,5 Keanekaragaman bentos sedikit menurun, namun kelimpahan total, biomassa
dan produktifitas tidak mengalami perubahan.
5,5 – 6,0 Penurunan keanekaragaman bentos,namun perubahan kelimpahan total,
biomassa dan produktifitas belum mengalami perubahan yang signifikan
5,0 – 5,5 Terjadi penurunan keanekaragaman dan komposisi bentos, terjadi penurunan
kelimpahan total dan biomassa bentos, serta blooming algae
4,5 – 5,0 Penurunan keanekaragaan dan komposisi bentos semakin besar, serta
penurunan kelimpahan biota , biomassa semakin besar
Sumber: Effendi. (2003).
2.7.6. Oksigen Terlarut (DO)
Sumber oksigen terlarut dapat berasal dari difusi oksigen yang terdapat di
atmosfer (sekitar 35%) dan aktifitas fotosintesis oleh tumbuhan air serta
fitoplankton (Effendi. 2003). Organisme akuatik membutuhkan oksigen terlarut
dalam jumlah yang cukup, namun kebutuhan oksigen sangat dipengaruhi oleh
suhu, dan berfariasi antar organisme (Effendi. 2003). Kadar oksigen terlarut di
perairan biasanya kurang dari 10 mg/L, sedangkan di perairan laut berkisar antara
11 mg/L pada suhu 00C dan 7 mg/L pada suhu 250C. Namun menurut Effendi
2003, hampir semua organisme akuatik menyukai kondisi dimana kadar oksigen
terlarut > 5,0 mg/L.
13
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitianini dilakukan pada bulan Mei – Juli 2017 di Peraiaran Sekatap,
Kelurahan Dompak, Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau. Penelitian
ini meliputi survei lokasi, studi literatur, pembuatan proposal, pengambilan data,
pengolahan dan analisis data, serta laporan penelitian .
3.2 Alat dan Bahan Penelitian
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada tabel 2
dibawah ini.
Tabel 2 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian No. Alat/Bahan yang digunakan Keterangan
1. Multi Tester Untuk mengukur Suhu, pH, dan DO
2. Salt Meter Untuk mengukur Salinitas
3. Current Drouge Untuk Mengukur Kecepatan Arus
4. Turbidity Meter Untuk Mengukur Kekeruhan
5. Frame Kuadran 1 x 1 m Untuk pengamatan lamun
6. Buku Identifikasi Untuk Identifikasi jenis lamun
7. Aquades Untuk Membilas Alat
8. Tissue Untuk Mengeringkan Alat
9. Kamera Untuk Dokumentasi
3.3 Metode Pengumpulan data
Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data
sekunder. Data primer diartikan sebagai data inti yang diambil secara langsung
oleh peneliti, sedangkan data sekunder adalah data pendukung yang didapatkan
dari studi literatur dan penelitian terdahulu serta data – data terkait yang
didapatkan dari instansi/pihak yang berhubungan.
Data primer dalam penelitian ini meliputi; data jenis lamun dan data kondisi
umum perairan pada ekosistem padang lamun Sekatap. Data skunder yang
digunakan dalam penelitian ini meliputi; data kondisi umum wilayah penelitian
yang diambil dari instansi terkait, studi literatur dan buku, serta hasil penelitian –
penelitian terdahulu yang berhubungan dengan kegiatan penelitian ini.
14
3.4 Penentuan Titik Pengamatan
Metode pengamatan pada kegiatan penelitian ini adalah dengan metode survei,
artinya pengamatan jenis lamun dan kondisi umun perairan Sekatap dilakukan
secara langsung di lapangan. Penentuan titik pengamatan lamun dilakukandengan
metoderandom Sampling untuk keterwakilan lokasi di perairan Sekatap, Dompak.
Dengan demikian, ditentukan 30 titik pengamatan dengan lokasi seperti gambar 4
dan tabel 3 berikut.
Gambar 4 Peta Lokasi Penelitian (Sumber: Dokumentasi pribadi)
15
Tabel 3 Titik koordinat sampling
Titik X Coord Y Coord
T1 104.4515 0.8656
T2 104.4477 0.8681
T3 104.4539 0.8637
T4 104.4565 0.8621
T5 104.4531 0.8658
T6 104.4552 0.8626
T7 104.4518 0.8663
T8 104.4592 0.8585
T9 104.4567 0.861
T10 104.4533 0.8647
T11 104.4546 0.8615
T12 104.4512 0.8652
T13 104.4486 0.8677
T14 104.4546 0.8648
T15 104.4559 0.8615
T16 104.4525 0.8652
T17 104.4593 0.8591
T18 104.4539 0.8632
T19 104.4573 0.8607
T20 104.4599 0.858
T21 104.4493 0.8666
T22 104.4561 0.8604
T23 104.4552 0.8621
T24 104.4518 0.8658
T25 104.4586 0.8596
T26 104.4555 0.8626
T27 104.4496 0.8655
T28 104.4543 0.8643
T29 104.4483 0.8672
T30 104.4517 0.8647
3.5 Pengamatan Lamun
Pengamatan Lamun dilakukan dengan menggunakan petak contoh (Transek
plot). Petak contoh (Transek Plot) adalah metode pencuplikan contoh populasi
suatu komunitas dengan pendekatan petak contoh yang berada pada ekosistem
perairan (Fachrul. 2007). Petak contoh (Transek Plot) yang digunakan adalah
petak contoh dengan ukuran 1 x 1 meter yang terbuat dari pipa paralon yang
dilubangi dan dibagi dengan tali nilon menjadi 25 sub plot.Skema plot
pengamatan lamun disajikan pada gambar 5
16
Gambar 5 Skema Plot pengambilan data lamun
3.6 Identifikasi Jenis Lamun
Sampel lamun yang terdapat di lokasi penelitian diambil dengan menggunakan
tangan hingga akarnya (rhizoma) dan diidentifikasi jenisnya. Untuk identifikasi
jenis lamun dilakukan dengan acuan inventarisasi jenis lamun di Indonesia
(Azkab. 1999). Untuk jenis lamun yang sulit di identifikasi dilapangan, dilakukan
identifikasi lebih lanjut di Laboratorium Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas
Maritim Raja Ali Haji. Bagian tubuh lamun pada proses identifikasi dapat dilihat
seperti gambar 6berikut.
Gambar 6 Bagian-bagian lamun secara morfologi (Hernawan et al. 2017)
3.7 Pengukuran Parameter Perairan
Parameter perairan yang diukur meliputi suhu, salinitas, kekeruhan, kecepatan
arus, pH dan DO. Metode pengukurannya dijelaskan pada bab berikut.
20 cm
100 cm
17
Pengukuran kondisi perairan dilakukan dengan pengulangan pengukurannya
dilakukan dengan 3 kali ulangan untuk setiap parameter parairan yang diukur
pada setiap titik .
3.7.1. Suhu
Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan Multi Tester. Pengukuran
suhu umumnya dilakukan untuk melihat daya toleransi lamun terhadap kondisi
suhu di lapangan sehingga dapat dihubungkan dan dikaitkan dengan kondisi
lamun dari hasil pengambilan data lapangan.
3.7.2. Salinitas
Salinitas diukur dengan menggunakan salt meter. Faktor salinitas sangat
penting untuk diketahui mengingat lamun adalah tumbuhan laut dangkal yang
hidup pada area bersalinitas. Salinitas erat kaitannya dengan pertumbuhan lamun,
pada kondisi salinitas yang terlalu tinggi akan mengakibatkan kematian pada
lamun, begitu juga pada kondisi salinitas yang terlalu rendah.
3.7.3. Kekeruhan
Pengukuran kekeruhan perairan diukur dengan menggunakan Turbidity meter
dengan satuan NTU (Nephelometrik Turbidity Unit). Kekeruhan erat kaitannya
dengan kecerahan air yang akan berpengaruh terhadap intensitas cahaya yang
masuk ke perairan yang akan berdampak pada aktivitas fotosintesis lamun.
3.7.4. Kecepatan Arus
Kecepatan arus diukur dengan menggunakan tali yang telah ditentukan
panjangnya serta dilkaitkan pada Current drouge. Kaitan arus dengan lamun juga
sangat penting mengingat arus berfungsi sebagai penyebar bahan organik yang
dibutuhkan oleh lamun untuk tumbuh. Arus akan membawa partikel nutrient
menyebar luas ke hamparan padang lamun, sehingga kandungan nutrient dapat
merata.
3.7.5. Derajat Keasaman (pH)
Derajat Keasaman (pH) diukur dengan menggunakan alat multi tester.Derajat
keasaman menggambarkan sifat pencemar air, pada kondisi yang asam ataupun
18
basa berarti mengindikasikan adanya bahan pencemar yang masuk ke
perairan.Kondisi yang baik adalah pada kondisi netral yang merupakan kondisi
yang baik bagi lamun untuk tumbuh.
3.7.6. Oksigen terlarut (DO)
Untuk mengukur oksigen terlarut, dilakukan dengan menggunakan multi
tester.Oksigen terlarut berhubungan dengan tingkat kesuburan lamun pada suatu
wilayah. Jika kandungan oksigen terlarut yang ada pada suatu perairan cukup
tinggi maka dapat dikatakan bahwa perairan tersebut memiliki kesuburan yang
tinggi, demikian juga pada area padang lamun.
3.8 Analisis Data
3.8.1. Penutupan Jenis
Penutupan lamun adalah luas area yang tertutupi oleh suatu jenis-i. Penutupan
jenis dihitung dengan menggunakan rumus (Fachrul. 2007).
𝐶𝑖 =𝑎𝑖
𝐴
Keterangan:
Ci = Luas area yang tertutupi
ai = Luas total tutupan species i
A = Luas total pengambilan sampel
Penutupan relatif adalah perbandingan antara penutupan individu jenis ke-i
dengan jumlah total penutupan seluruh jenis. Penutupan relatif jenis dihitung
dengan menggunakan rumus (Fachrul. 2007).
𝑅𝐶𝑖 = 𝐶𝑖
⅀𝐶𝑥 100
Keterangan:
RCi = Tutupan relatif jenis
Ci = Luas area tutupan jenis
∑C = Luas total area tutupan untuk seluruh jenis
19
3.8.2. Frekuensi
Frekuensi jenis adalah peluang suatu jenis ditemukan dalam titik contoh yang
diamati. Frekuensi jenis dihitung dengan rumus (Fachrul. 2007):
𝐹 =𝑃𝑖
⅀𝑃
Keterangan:
Fi = Frekuensi Jenis
Pi = Jumlah petak contoh dimana ditemukan species i
Σp = Jumlah total petak contoh yang diamati
Frekuensi Relatif adalah perbandingan antara frekuensi species (Fi) dengan
jumlah frekuensi semua jenis (ΣFi) dengan rumus (Fachrul. 2007).
𝑅𝐹𝑖 =𝐹𝑖
⅀𝐹 𝑥100
Keterangan:
RFi = Frekuensi Relatif
Fi = Frekuensi species i
ΣF = Jumlah frekuensi semua jenis
3.8.3. Kerapatan Jenis
Untuk telaah kerapatan jenis dilakukan pengambilan contoh di lapangan dan
menghitung jumlah tegakannya. Bila kerapatan lamun terlalu rapat, namun bila
kerapatan lamun agak jarang digunakan transek kuadran yang lebih luas.
Perhitungan kerapatan dengan menggunakan rumus (Fachrul. 2007).
𝐷𝑖 =𝑁𝑖
𝐴
Keterangan:
Di = kerapatan jenis (jumlah individu/m2);
Ni = jumlah tegakan individu jenis ke-i; dan
A = luas area sampling (m2).
Kerapatan relatif adalah perbandinganantara jumlah individu jenis dan jumlah
total individu seluruh jenis dengan rumus (Fachrul. 2007).
20
𝑅𝐷𝑖 =𝑛𝑖
⅀𝑛 𝑥 100
Keterangan:
Rdi = Kerapatan relatif
Ni = Jumlah total tegakan species i (tegakan)
Σn = Jumlah total individu seluruh jenis
3.8.4. Indeks Nilai Penting
Indeks Nilai Penting (INP), digunakan untuk menghitung dan menduga
keseluruhan dari peranan jenis lamun di dalam satu komunitas. Rumus yang
digunakan untuk menghitung INP adalah (Fachrul. 2007).
𝐼𝑁𝑃 = 𝑅𝐷𝑖 + 𝑅𝐹𝑖 + 𝐹𝐶𝑖
Keterangan:
INP = Indeks nilai penting
RDi = Tutupan relatif
RFi = Frekuensi relatif
RCi = Kerapatan relatif
3.8.5. Keanekaragaman
Keanekaragaman ditentukan berdasarkan indeks keanekaragaman Shannon-
Wiener dengan rumus (Suhud. 2012) dengan persamaan sebagai berikut:
H′ = ˗˗ ∑ 𝑝ᵢ log2 𝑝ᵢ
𝑠
𝑖−1
Keterangan:
H’ = Indeks keanekaragaman Shannon
Pi =ni/N (Proporsi jenis ke-i)
ni = Jumlah individu jenis ke-i
N = Jumlah total individu seluruh jenis
Kisaran Indeks keanekaragaman Shannon dikategorikan atas nilai-nilai pada
tabel 4 berikut.
21
Tabe l4 Kategori nilai indeks keanekaragaman
No. Indeks Keanekaragaman Kriteria
1 >3 Keanekaragaman Tinggi
2 1-3 Keanekaragaman Sedang
3 <1 Keanekaragaman Rendah
Sumber: Kategori Indeks Shanon (Suhud. 2012)
3.8.6. Keseragaman
Indeks keseragaman digunakan untuk mengetahui seberapa besar kesamaan
penyebaran jumlah individu tiap jenis digunakan indeks keseragaman, yaitu
dengan cara membandingkan indeks keanekaragaman dengan nilai
maksimumnya, dengan rumus (Suhud. 2012):
E = H'
H'maks
Keterangan:
E = Indeks keseragaman
H’ = Indeks keanekaragaman
H’maks = Indeks keanekaragaman maksimum = log2 S= 3,3219 log S (dimana S
= jumlah jenis)
Kisaran Indeks keseragaman dikategorikan atas nilai-nilaipada tabel 5 berikut.
Tabel 5 Kategori nilai indeks keseragaman
No. Indeks Keseragaman Kriteria
1 >0,6 Stabil
2 0,4-0,6 Kurang Stabil
3 <0,4 Tertekan
Sumber: Indeks keseragaman Pilou (Suhud. 2012)
3.8.7. Dominansi
Untuk menggambarkan jenis Lamun yang paling banyak ditemukan, dapat
diketahui dengan menghitung nilai dominasinya. Dominasi dapat dinyatakan
dalam indeks dominasi simpson dengan persamaan sebagai berikut (Suhud. 2012).
22
C = ∑ (𝑛𝑖
𝑁)
2𝑠
𝑖−1
Keterangan:
C = Indeks dominasi Simpson
ni = Jumlah individu jenis ke-i
N = Jumlah total individu seluruh jenis
Nilai indeks dominansi berkisar antara 0 -1.Semakin besar nilai indeks semakin
besar kecenderungan salah satu spesies yang mendominasi populasi.
23
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Perairan Sekatap
Perairan sekatap secara administrasi termasuk kedalam kawasan kelurahan
Dompak kota Tanjungpinang. Luasan wilayahnya ±4.280 Ha dengan kondisi
lahan terdiri dari perdagangan, perkebunan, perternakan dan sumberdaya kelautan.
Secara geografis wilayah penelitian bebatasan dengan:
- Sebelah utara : Kelurahan Bt.9 dan Keluranhan Sungai Jang
- Sebelah Selatan : Laut
- Sebelah Barat : Kelurahan Sungai jang dan Laut
- Sebelah Timur : Kelurahan Gunung Lengkuas (Kab.Bintan)
Secara keseluruhan jumlah penduduk yang ada di wilayah Kelurahan Dompak
sebanyak 3599 Jiwa, 1021 KK. Mata pencaharian masyarakat umumnya masih
mengandalkan hasil laut, di buktikan dengan jumlah masyarakat nelayan sebanyak
392 orang yang merupakan salah satu pekerjaan yang banyak dilakukkan
masyarakat sekitar dompak.
4.2 Kondisi Umum Parameter Fisika Kimia Perairan Sekatap
4.2.1. Parameter Fisika
Parameter fisika yang diukur meliputi suhu, arus,kekeruhan dan Salinitas.
Kondisi fisika perairan secara lengkap dapat dilihat pada tabel 6 berikut ini.
Tabel 6 Kondisi Parameter Fisika
Parameter Satuan Rata-rata Kisaran
Suhu oC 27,42 26,3-28,3
Arus m/s 0,06 0,044-0,083
Kekeruhan NTU 21,12 15-62
Salinitas ppt 28,5 27-30
Hasil pengukuran suhu di perairan Sekatap, Dompak berkisar antara 26,30C –
28,30C dengan rata-rata 27,420C. Rata-rata nilai suhu perairan Sekatap, Dompak
masih sesuai dengan baku mutu yaitu 28-320C (Kepmen LH No.51 Tahun 2004 ).
Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mengatur proses
kehidupan dan penyebaran organisme. Perubahan suhu terhadap kehidupan
24
lamun, antara lain dapat mempengaruhi metabolisme, penyerapan unsur hara dan
kelangsungan hidup lamun. Pada kisaran suhu 25 - 30°C, fotosintesis bersih akan
meningkat dengan meningkatnya suhu. Demikian juga respirasi lamun meningkat
dengan meningkatnya suhu, namun dengan kisaran yang lebih luas yaitu 5-35°C
(Hasanuddin. 2013). Dengan demikian, kondisi suhu perairan Sekatap, Dompak
masih layak untuk kehidupan ekosistem lamun.
Kecepatan arus pada lokasi penelitian berkisar antara 0,044-0,083m/detik
dengan rata-rata 0,06 m/detik. Secara keseluruhan, kondisi arus perairan termasuk
dalam kondisi arus yang agak lambat. Arus/Pergerakan air sangat menentukan
pertumbuhan tanaman air, baik yang mengapung maupun yang menancap di dasar
perairan. Kecepatan arus yang sangat tinggi dan tubulensi dapat mengakibatkan
naiknya padatan tersuspensi yang berlanjut pada reduksi penetrasi cahaya ke
dalam air atau turunnya kecerahan air. Kondisi ini dapat menyebabkan rendahnya
laju produksi tumbuhan lamun (Supriharyono. 2009). Pertumbuhan dan kehidupan
padang lamun juga dipengaruhi oleh kecepatan arus di perairan. Arus dan
pergerakan air sangat penting karena terkait dengan suplai unsur hara, sediaan
gas-gas terlarut dan menghalau sisa-sisa metabolisme atau limbah (Kordi. 2011).
Berdasarkan hasil pengukuran tingkat kekeruhan di dapatkan rata-rata pada
21,12 NTU dengan kisaran kekeruhan yakni antara 15 - 62 NTU. Nilai tingkat
kekeruhan di atas baku mutu yaitu < 5 NTU ( Kepmen LH No.51 Tahun 2004).
Dengan demikian mencirikan bahwa kekeruhan perairan tergolong tinggi dengan
nilai diatas rata-rata yang ditentukan. Dampak tingginya kekeruhan diduga karena
adanyapenambangan bauksit pada bagian lahan darat dekat dengan lokasi
penelitian perairan Sekatap yang terbawa hingga ke perairan mengakibatkan
pembentukan lapisan substrat halus yang berbentuk lumpur yang mengakibatkan
terjadinya perubahan komposisi sedimennya akan mengganggu kestabilan
kecerahan air sehingga perairan menjadi keruh.
Hasil pengukuran salinitas di perairanSekatap, Dompak masih sesuai dengan
baku mutu yaitu berkisar antara 27-300/00dengan rata-rata 28,5 0/00(Kepmen LH
NO.51 Tahun 2004). Hasanuddin. (2013) menjelaskan bahwa lamun memiliki
kemampuan toleransi yang berbeda terhadap salinitas, namun sebagian besar
memiliki kisaran yang lebar yaitu 10 - 40‰. Nilai salinitas yang optimum untuk
25
lamun adalah 35‰. Walaupun spesies lamun memiliki toleransi terhadap salinitas
yang berbeda-beda, namun sebagian besar memiliki kisaran yang besar terhadap
salinitas yaitu antara 10 - 30 ‰. Kondisi salinitas di perairan Sekatap, Dompak
masih sangat layak untuk kehidupan lamun.
4.2.2. Parameter Kimia
Parameter kimia yang diukur meliputiderajat keasaman dan oksigen terlarut.
Kondisi kimia perairan secara lengkap dapat dilihat pada tabel 7 berikut.
Tabel 7Hasil pengukuran parameter Kimia perairan
Parameter Satuan Rata-rata Kisaran
DO mg/L 6,92 6,7-7,4
PH - 7,88 7,5-7,9
Hasil pengukuran oksigen terlarut berkisar antara 6,7-7,4 mg/L dengan rata-
rata yakni 6,92 mg/L. Nilai kadar oksigen terlarut masih sesuai dengan baku mutu
yaitu >5 (Kepmen LH NO.51 Tahun 2004 ). Kadar oksigen terlarut di perairan
biasanya kurang dari 10 mg/L, sedangkan di perairan laut berkisar antara 11 mg/L
pada suhu 00C dan 7 mg/L pada suhu 250C. Namunhampir
semuavegetasiakuatikmenyukai kondisi dimana kadar oksigen terlarut > 5,0 mg/L
(Effend. 2003).
Hasil pengukuran pH yang dilakukan di perairan Sekatap, Dompak berkisar
antara 7,5-7,9 dengan rata-rata 7,8 sesuai dengan baku mutu yang ditentukanyaitu
7-8.5 (Kepmen LH No.51 Tahun 2004).Sebagian besar vegetasi akuatik sangat
sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai kisaran pH pada rentang nilai 7 –
8,5. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokomiawi perairan, pada kisaran pH
< 4.00, sebagian besar tumbuhan akuatik akan mati karena tidak dapat
bertoleransi pada pH rendah (Effendi. 2003).
4.3 Jenis-jenis Lamun di Perairan Sekatap
Jenis – jenis lamun yang ditemukan di perairan Sekatap, Dompak terdiri dari 5
jenis dari 2 divisi yaitu divisi Potamogetonaceae dan divisi Hydrocharitaceae.
Secara lengkap jenis lamun yang ditemukan pada lokasi praktik lapang dapat
dilihat pada tabel 8 berikut.
26
Tabel 8 Jenis – jenis lamun yang ditemukan di perairan Sekatap, Dompak
Kelas Suku Marga Jenis
Angiospermae
Hydrocaritaceae
Enhallus Enhallus accoroides
Halophila Halophila ovalis
Thalassia Thalassia hemprichii
Potamogetonaceae Cymodocea Cymodocea serullata
Halodule Halodule univervis
Jenis lamun yang dijumpai di perairan Sekatap yakni Thalassia hemprichii,
Enhallus accoroides, Cymodocea serullata, Halodule univervisdan Halophila
ovalis. Namun untuk jenis lamun dominan di perairan Sekatap yakni Enhallus
acoroides dan Thalassia hemprichii. Jenis lamun ini memilik ciri yaitu, rimpang,
daunnyayang panjang seperti pita berkisar antara 3-15 cm dan lebar 0,3-1,7 cm
berwarna hijau tua dan memiliki benang atau rambut-rambut kaku yang berwarna
hitam (Kepmen LH No.200 tahun 2004). Jenis lamun Thalassia hemprichii
ditemukan berada pada perairan Sekatap, menurut Shaffai. (2011) jenis lamun ini
memiliki ciri yaitu, panjang daun mencapai 40 cm dan lebar daun 0,4–1 cm
dengan batang yang pendek vertikal, pada setiap batang terdapat 2–6 helai daun
dan memiliki rhizoma yang tebal.
4.4 Struktur Komunitas Lamun di Perairan Sekatap
Data struktur komunitas lamun di perairan Sekatap diantaranya meliputi
kerapatan, frekuensi, tutupan, indeks nilai penting, indeks keanekaragaman,
keseragaman, dan dominansi. Data struktur komunitas lamun disajikan seperti
pada sub bab berikut.
27
4.4.1. Kerapatan Lamun di Perairan Sekatap
Kerapatan lamun di perairan Sekatap secara lengkap dan rinci disajikan seperti
pada tabel 9.
Tabel 9 Kerapatan lamun di perairan Sekatap
No. Jenis Kerapatan
(tegakan/m2)
Kerapatan Relatif
(%)
1 E. Accoroides 26.3 40.7
2 T. Hemprichii 25.9 40.0
3 H. Uninervis 2.5 3.9
4 C. Serullata 4.6 7.1
5 H. Ovalis 5.3 8.3
JUMLAH 64.6 100
Data kerapatan lamun untuk semua jenis yang dijumpai diketahui berbeda-beda
nilainya, namun kerapatan lamun berkisar antara 4,6 – 26,2 tegakan/m2 dengan
kerapatan rata-rata pada nilai 64,6 tegakan/m2. Jika mengacu pada pernyataan
terkait dengan kondisi kesuburan lamun melalui nilai kerapatan, maka kesuburan
lamun di perairan Sekatap tergolong rendah.
Merujuk pada sumber literatur Gosari dan Haris (2012)mengatakan bahwa
kelas kondisi padang lamun skala 5 memiliki nilai kerapatan > 175 (sangat rapat),
jumlah tegakan 125-175 (rapat), jumlah tegakan 75-125 (agak rapat), jumlah
tegakan 25-75 (jarang), dan jumlah tegakan <25 (sangat jarang). Melihat dari
keterangan diatas, diperoleh kesimpulan bahwa kerapatan total vegetasi lamun di
perairan Sekatap sebesar 64 tegakan/m2 tergolong jarang. Untuk melihat
kerapatan perjenis lamun yang ditemukan disajikan pada gambar 6.
Gambar 6 Kerapatan dan Kerapatan Relatif Lamun di perairan Sekatap
Terlihat pada gambar menunjukkan bahwa kerapatan tertinggi maupun
kerapatan relatif tertinggi terjadi pada jenis lamun Enhallus accoroides
28
dengankerapatan mencapai 26,27 tegakan/m2 (41%), sedangkan kelompok jenis
yang memiliki kerapatan terendah yakni Halodule uninervis dengan kerapatan
2,53 tegakan/m2 (4%). Tingginya jenis Enhallus accoroides diduga oleh adanya
perakaran yang kokoholeh jenis ini sehingga mampu menjalar dan menguat pada
substra sehingga lebih luas area penyerapan unsur haranya, sedangkan pada jenis
lamun Halodule uninervis merupakan jenis lamun pionir kecil yang sistem
perakarannya halus seperti rambut tipis.
Pendapat para ahli yang dikemukakan oleh Dahuri. (2003) bahwa jenis
lamunEnhallus accoroides atau yang disebut dengan Tropical Eelgrass umumnya
tumbuh pada sedimen berpasir hingga berlumpur dan didaerah dengan
pengadukan alami atau dikenal dengan istilah bioturbasi yang tinggi, juga dapat
tumbuh pada sedimen medium dan kasar, dominan pada padang lamun campuran,
selalu tumbuh dengan jenis Thalassia hemprichiidan dapat hidup pada kedalaman
intertidal hingga 25 meter. Pendapat diatas menerangkan bahwa memang jenis
lamun pada Enhallus accoroidesdan Thalassia hemprichii merupakan kelompok
jenis lamun yang umumnya dominan pada suatu komunitas lamun.
4.4.2. Frekuensi Lamun di Perairan Sekatap
Frekuensi lamun di perairan Sekatap secara lengkap dan rinci disajikan seperti
pada tabel 10.
Tabel 10 Frekuensi lamun di perairan Sekatap
No. Jenis Frekuensi Frekuensi Relatif
(%)
1 E. Accoroides 1.0 50.0
2 T. Hemprichii 0.8 38.3
3 H. Uninervis 0.1 3.3
4 C. Serullata 0.1 5.0
5 H. Ovalis 0.1 3.3
JUMLAH 2 100
Nilai frekuensi menggambarkan peluang kehadiran jenis lamun pada suatu area
sampling yang disajikan dengan menggunakan nilai persentase. Jika nilai
frekuensi yang diperoleh semakin besar, maka peluang kehadiran jenis tersebut
pada masing-masing plot juga semakin besar. Jenis yang memiliki nilai frekuensi
tertinggi merupakan jenis yang biasanya dominan pada suatu lokasi komunitas
29
lamun. Untuk melihat nilai frekuensi dan frekuensi relatif lamun di perairan
Sekatap disajikan pada gambar 7.
Gambar 7 Frekuensi dan Frekuensi Relatif Lamun di perairan Sekatap
Gambar diatas menujukkan adanya dominan nilai frekuensi tertinggi yang juga
terdapat pada jenis Enhallus accoroides dengan nilai frekuensi mencapai 1,0
artinya semua plot pengamatan dapat dijumpai jenis lamun Enhallus accoroides
ini. Nilai frekuenis relatif pada lamun Enhallus accoroides juga sebesar 50%,
artinya jenis lamun Enhallus accoroides berjumlah sebanyak 50% dari total
keseluruhan jenis lamun yang ada, atau dominan dibandingkan dengan jenis
lamun lainya. Sedangkan pada jenis lamun Halodule uninervis paling terendah
dengan nilai frekuensi hanya 0,07 (3%). Artinya jumlah dari jenis Halodule
uninervis hanya sebanyak 3% dari total keseluruhan lamun yang ditemukan.
4.4.3. Penutupan Lamun di Perairan Sekatap
Penutupan lamun di perairan Sekatap secara lengkap dan rinci disajikan seperti
pada tabel 11.
Tabel 11 Penutupan lamun di perairan Sekatap
No. Jenis Penutupan (%) Penutupan Relatif
(%)
1 E. Accoroides 12.7 54.3
2 T. Hemprichii 9.2 39.5
3 H. Uninervis 0.8 3.4
4 C. Serullata 0.5 2.3
5 H. Ovalis 0.1 0.6
JUMLAH 23.4 100
Tutupan lamun di perairan Sekatap berkisar antara 0,13 – 12,7% dengan rata-
rata penutupan lamun untuk semua jenis hanya sebebsar 23,4%. Jika merujuk
30
pada Kep Men LH No. 200 (2004) bahwa tutupan lamun dibagi atas 3 kondisi
yakni; penutupan > 60% terkategorikan baik dengan status kaya/sehat, penutupan
30 – 59,9% terkategorikan buruk dengan status kurang kaya/kurang sehat,
penutupan < 29, 9% terkategorikan rusak dengan status miskin.Jika dibandingkan
dengan hasil kajian dilapangan, maka nilai penutupan lamun tergolong miskin.
Miskinnya tutupan lamun di perairan Sekatap mencirikan adanya penurunan
kesuburan lamun akibat dari aktifitas-aktifitas yang ada disekitarnya. Seperti yang
diketahui adanya bekas penambangan bauksit, permukiman, pembangunan
infrastruktur perkantoran provinsi, jalur transportasi, serta aktifitas perikanan
masyarakat. Ada beberapa kegiatan-kegiatan tersebut yang secara langsung akan
mengganggu komunitas lamun sehingga kerusakannya akan terus terjadi
dikemudian hari. Menurut Septian. (2016) bahwa turunnya kondisi kesehatan
lamun dapat ditandai dengan rendahnya nilai tutupan areanya, pengaruh terbesar
adalah bersumber dari adanya aktifitas antropogenik yang bersumber dari
aktivitas manusia. Untuk melihat jenis lamun yang memiliki nilai frekuensi
tertentu, maka disajikan seperti pada gambar 8.
Gambar 8 Tutupan dan Tutupan Relatif Lamun di perairan Sekatap
Tutupan lamun di perairan Sekatap menunjukkan adanya dominan tutupan
jenis tertentu yakni Enhallus accoroides dengan nilai tutupan mencapai 12,7 %
dengan nilai tutupan relatif 54%. Dibandingkan dengan jenis yang memiliki
tutupan terendah yakni Halophila ovalis yang hanya sebesar 0,13% dengan nilai
penutupan relatif sebesar 1%.
Data diatas menunjukkan bahwa kondisi morfologi lamun sangat menentukan
nilai tutupan suatu jenis lamun, diketahui bahwa lamun Enhallus accoroides yang
31
memiliki struktur daun besar lebih dominan tingkat tutupannya sedangakan pada
lamun Halophila ovalis merupakan jenis lamun kecil dengan ukuran daun yang
kecil pula. Sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Hasanuddin. (2013)
bahwa umumnya tingkat tutupan lamun tergantung pada ukuran morfometriknya,
semakin besar ukuran morfometrik jenis lamun tertentu maka semakin tinggi pula
nilai tutupan terhadap jenis tersebut.
4.4.4. Indeks Nilai Penting (INP) Lamun di Perairan Sekatap
Indeks Nilai Penting (INP) lamun di perairan Sekatap secara lengkap dan rinci
disajikan seperti pada tabel 12.
Tabel 12 Indeks Nilai Penting (INP) lamun di perairan Sekatap
No. Jenis
Frekuensi
Relatif
(%)
Penutupan
Relatif (%)
Kerapatan
Relatif (%) INP (%)
1 E. accoroides 50.0 54.3 40.7 144.9
2 T. hemprichii 38.3 39.5 40.0 117.8
3 H. uninervis 3.3 3.4 3.9 10.7
4 C. serullata 5.0 2.3 7.1 14.4
5 H. ovalis 3.3 0.6 8.3 12.2
JUMLAH 100 100 100 300
Gambar 9 Indeks Nilai Penting Lamun perairan Sekatap
Berdasarkan hasil data yang telah terhimpun dari nilai kerapatan relatif,
frekuensi relatif, serta tutupan relatif, diperoleh nilai indeks nilai penting seperti
tersaji pada tabel diatas, menunjukkan bahwa nilai INP berkisar antara 10,7% –
144.9
117.8
10.7 14.4 12.2
0.0
20.0
40.0
60.0
80.0
100.0
120.0
140.0
160.0
E. accoroides T. hemprichii H. uninervis C. serullata H. ovalis
Indeks Nilai Penting Lamun
32
144,9%. Diketahui bahwa nilai INP tertinggi juga didapatkan pada jenis lamun
Enhallus accoroides dan terendah pada jenis lamun Halodule uninervis. Dengan
demikian artinya jenis lamun Enhallus accoroides di perairan Sekatap memiliki
arti penting sebagai jenis kunci terkait dengan kondisi komunitas lamun di
perairan Sekatap tersebut. Jenis lamun Enhallus accoroides dapat diakatakan
sebagai jenis yang paling memberikan pengaruh terhadap komunitasnya. Jika
terjadi kerusakan terhadap jenis lamun Enhallus accoroides maka jenis lamun lain
yang terdapat di perairan Sektap juga akan terancam rusak.
4.4.5. Indeks Ekologi Lamun di Perairan Sekatap
Hasil nilai indeks keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi lamun di
perairan Sekatapsecara lengkap disajikan seperti pada gambar 10.
Gambar 10 Nilai indeks keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi
Hasil pengukuran indeks keanekaragaman diperoleh nilai sebesar 1,81 dengan
kategori nilai keanekaragaman yang sedang artinya tidak terlalu tinggi nilai
keanekaraman jenis lamun di perairan Sekatap yakni hanya dijumpai sebanyak 5
jenis dari 12 jenis yang dijumpai di perairan Kepulauan Riau. Nilai indeks
keseragaman menggambarkan hasil sebesar 0,78 dengan kondisi keseragaman
yang stabil, artinya selisih dari jenis lamun yang dijumpai tidak terlalu jauh
berbeda sehingga jenisnya tidak berbeda jauh. Sedangkan untuk nilai indeks
dominansi didapatkan sejumlah 0,33 yang mencirikan tidak adanya jenis yang
Keanekaragaman Kesearagaman Dominansi
Indeks Ekologi 1.81 0.78 0.33
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
1.40
1.60
1.80
2.00
Nila
i In
dek
s
Indeks Ekologi
33
dominan pada komunitas lamun di perairan Sekatap meskipun nilai kerapatan,
frekuensi, tutupan maupun INP menunjukkan tertinggi pada jenis lamun Enhallus
accoroides.
34
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat di rumuskan pada penelitian ini diantaranya yakni:
1. Jenis lamun yang dijumpai di perairan Sekatap yakni Thalassia hemprichii,
Enhallus accoroides, Cymodocea serullata,Halodule univervis dan Halophila
ovalis.
2. Diketahui bahwa Indeks Nilai Penting lamun tertinggi pada jenis lamun
Enhallus accoroides dan terendah pada jenis lamun Halodule uninervis.
Dengan demikian atinya jenis lamun Enhallus accoroides di perairan Sekatap
memiliki arti penting sebagai jenis kunci terkait dengan kondisi komunitas
lamun di perairan Sekatap.
3. Hasil nilai indeks keanekaragaman menunjukkan kategori keanekaragaman
yang sedang, keseragaman tergolong pada keseragaman yang tinggi, dan
dominansi tergolong rendah artinya tidak ada jenis lamun yang dominan.
5.2 Saran
Perlu kajian lebih lanjut terkait dengan pengaruh lingkungan perairan dan
aktifitas yang ada terhadap dampak kerusakan lamun di perairan Sekatap
sehingga diperoleh hasil lengkap yang mendukung kondisi lamun di perairan
Sekatap tersebut dari aspek parameter fisika kimia dan aktifitas manusia.
35
DAFTAR PUSTAKA
Azkab, H., 1999. Pedoman Inventarisasi Lamun di Indonesia. Jurnal Oseana. 20
(1). Oseanografi LIP: Jakarta.
Bengen, D.G., 2001. Pengelolahan sumberdaya wilayah pesisir secara terpadu
berkelanjutan dan berbasis masyarakat. Makala Pada Sosialisasi pengelolahan
sumberdaya berbasis masyarakat. Bogor.
Brower, J.E., J.H., Zar., 1990. Field and Laboratory Methods for General
Ecology. W. M. Brown Company Publ. Dubuque Lowa.
Dahuri, R., 2003. Keanekaragaman Hayati Laut Aset Pembangunan Berkelanjutan
Indonesia. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Den Hartog, C., 1970. The seagrasses of the world. Amsterdam: North Holland
Publising Co.
Den Hartog, C., 1977. Structur, Function, and Classification in Seagrass
Ecosystem: A Scientific Perspective (eds. Mc. Roy and Helfferich). Marcel
Dekker inc. p. 53 – 87.
Effendi, H., 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan
Lingkungan Perairan. Kanisius: Yogyakarta.
Fachrul, M.F., 2007. Metode Sampling Ekologi.Bumi Aksara: Jakarta.
Fauziyah,I,M., 2004. Struktur Komunitas Padang Lamun di Pantai Jimbaran
Sanur [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor.
Ferianita, M., 2017. Metode Sampling Bioekologi. Penerbit PT. Bumi Aksara,
Jakarta.
Gosari, J.A., Haris, A., 2012. Studi Kerapatan dan Penutupan Jenis Lamun di
Kepulauan Spermonde.Torani.Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan. 22(3): 162-
256.
Hasanuddin, R., 2013. Hubungan Antara Kerapatan dan Morfometrik Lamun
Enhalus acoroides Dengan Substrat dan Nutrien di Pulau Sarappo Lompo Kab.
Pangkep.Universitas Hasanuddin: Makassar.
Hernawan, U.E., Nurul, D.M., Azkab, H., 2017. Modul Penilaian Pelatihan
Kondisi Padang Lamun. Coremap-CTI. Pusat Penelitian Oseanografi. LIPI.
36
Hukom, F.D., 2012. Baseline Studi Kondisi Terumbu Karang, Lamun Dan
Mangrove Di Perairan Pantai Utara Sebelah Timur (Lautem, S.D. Com) Timor-
Leste. Pusat Penelitian Oseanografi LIPI.
Hutomo, M., Azkab. M.H., 1987. Peranan Lamun di Lingkungan Laut
Dangkal.Jurnal Oseana 12(1): 0216-1877. Pusat Penelitian Oseanografi LIPI.
Hutomo, M., Nontji, A., 2014. Panduan Monitoring Padang Lamun. COREMAP -
CTI Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Izuan, M., Viruly, L., Said, T., 2014. Kajian Kerapatan Lamun Terhadap
Kepadatan Siput Gonggong (Strombus epidromis) di Pulau Dompak. FIKP.
Universitas Maritim Raja Ali Haji.
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 200 Tahun 2004. Kriteria Baku
Kerusakan dan Pedoman Penentuan Status Padang Lamun.
Kordi, K.G., 2011. Ekosistem Lamun (seagrass) fungsi, potensi
pengelolaan.Rineka Cipta: Jakarta.
McKenzie, L.J., 2003. Guidelines for The Rapid Assessment and Mapping of
Tropical Seagrass Habitats. The State of Queensland.Department of Primary
Industries.
Nontji, A., 2007. Laut Nusantara. Intan Sejati: Klaten.
Philips, C.R., E.G., Menez.1988. Seagrass. Smith Sonian Institutions. Press.
Washington DC.
Putri, A.E., 2004. Struktur Komunitas Padang Lamun di Perairan Pantai Pulau
Tidung Besar Kepulauan Seribu. [Skripsi]. Insitut Pertanian Bogor.
Romimohtarto, K., Juwana, S., 2007. Biologi laut:Ilmu pengetahuan tentang biota
laut: Djambatan, Jakarta.
Sakaruddin, M.I., 2011. Komposisi Jenis, Kerapatan, Persen Penutupan dan Luas
Penutupan Lamun di Perairan Pulau Panjang Tahun 1990 – 2010. Institut
Pertanian Bogor: Bogor.
Shaffai, El, A., 2011 Field Guiede to Seagrass of The Red Sea. IUCN and Courevoie. Total Fondation. France.
Septian., E. A., 2016. Tingkat Kerapatan Dan Penutupan Lamun Di Perairan Desa
Sebong Pereh, Bintan. Universitas Maritim Raja Ali Haji: Tanjungpinang.
37
Soegianto, A., 1994. Ekologi Kuantitatif: Metode Anaslisis Populasi dan
Komunitas. Jakarta: Penerbit Usaha Nasional.
Suhud, M.A., 2012. Struktur Komunitas Lamun Di Perairan Pulau Nikoi. Jurnal
Penelitian. Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan
Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjungpinang.
Supriharyono. 2009. Konservasi ekosistem sumberdaya hayati di wilayah pesisir
dan laut tropis. Pustaka pelajar: yogyakarta.
Tomascik, T., A.J. A. Nontji., M.K., Moosa., 1977. The Ecology of the
Indonesian Sea part I 2(7). Eric Oey (Pub). Paripilus Edition (HK) Ltd.
Singapore.
39
Lampiran 1 Data Kerapatan Lamun
[titik ] E. Accoroides T. Hemprichii H. Uninervis C. Serullata H. Ovalis
T1 45 37 0 0 0
T2 30 68 0 0 0
T3 18 5 0 0 0
T4 33 0 0 0 0
T5 22 12 0 0 0
T6 15 88 0 0 0
T7 14 40 0 0 0
T8 18 0 0 0 0
T9 36 0 0 0 0
T10 69 0 0 0 0
T11 87 0 0 0 0
T12 36 20 0 36 0
T13 32 7 0 78 0
T14 16 32 64 0 0
T15 22 18 0 0 91
T16 12 76 0 0 0
T17 23 56 0 0 0
T18 30 24 0 0 0
T19 18 28 12 24 0
T20 16 16 0 0 0
T21 18 33 0 0 0
T22 16 20 0 0 69
T23 17 50 0 0 0
T24 12 63 0 0 0
T25 16 18 0 0 0
T26 14 20 0 0 0
T27 22 0 0 0 0
T28 11 38 0 0 0
T29 36 7 0 0 0
T30 34 0 0 0 0
Rata-rata 26.27 25.87 2.53 4.60 5.33
40
Lampiran 2 Data Frekuensi lamun
titik ] E. Accoroides T. Hemprichii H. Uninervis C. Serullata H. Ovalis
T1 1 1 0 0 0
T2 1 1 0 0 0
T3 1 1 0 0 0
T4 1 0 0 0 0
T5 1 1 0 0 0
T6 1 1 0 0 0
T7 1 1 0 0 0
T8 1 0 0 0 0
T9 1 0 0 0 0
T10 1 0 0 0 0
T11 1 0 0 0 0
T12 1 1 0 1 0
T13 1 1 0 1 0
T14 1 1 1 0 0
T15 1 1 0 0 1
T16 1 1 0 0 0
T17 1 1 0 0 0
T18 1 1 0 0 0
T19 1 1 1 1 0
T20 1 1 0 0 0
T21 1 1 0 0 0
T22 1 1 0 0 1
T23 1 1 0 0 0
T24 1 1 0 0 0
T25 1 1 0 0 0
T26 1 1 0 0 0
T27 1 0 0 0 0
T28 1 1 0 0 0
T29 1 1 0 0 0
T30 1 0 0 0 0
Jlh Plot. 30 23 2 3 2
Frekuensi 1.00 0.77 0.07 0.10 0.07
41
Lampiran 3 Data Tutupan Lamun
[titik ] E. Accoroides T. Hemprichii H. Uninervis C. Serullata H. Ovalis
T1 20 2 0 0 0
T2 20 12 0 0 0
T3 12 2 0 0 0
T4 20 0 0 0 0
T5 12 2 0 0 0
T6 30 12 0 0 0
T7 12 35 0 0 0
T8 12 0 0 0 0
T9 35 0 0 0 0
T10 20 0 0 0 0
T11 12 0 0 0 0
T12 12 2 0 2 0
T13 30 2 0 12 0
T14 12 2 12 0 0
T15 12 2 0 0 2
T16 12 30 0 0 0
T17 12 20 0 0 0
T18 12 2 0 0 0
T19 2 20 12 2 0
T20 12 12 0 0 0
T21 2 20 0 0 0
T22 2 12 0 0 2
T23 2 12 0 0 0
T24 12 20 0 0 0
T25 2 12 0 0 0
T26 12 20 0 0 0
T27 12 0 0 0 0
T28 2 12 0 0 0
T29 2 12 0 0 0
T30 12 0 0 0 0
Rata-rata 12.70 9.23 0.80 0.53 0.13
42
Lampiran 4 Indeks Ekologi
Jenis Jumlah Pi Log Pi
Log 2
Pi
Pi * Log 2
Pi Pi * Pi
Log 2
S Keanekaragaman Kesearagaman Dominansi
E. Accoroides 26 0.40 -0.39 -1.31 -0.53 0.16
2.32 1.81 0.78 0.33
T. Hemprichii 26 0.40 -0.40 -1.33 -0.53 0.16
H. Uninervis 3 0.04 -1.41 -4.68 -0.18 0.00
C. Serullata 5 0.07 -1.15 -3.82 -0.27 0.01
H. Ovalis 5 0.08 -1.09 -3.61 -0.30 0.01
JUMLAH 65 0.99 -4.44 -14.74 -1.81 0.33 2.32 1.81 0.78 0.33
43
Lampiran 5 Data Parameter Perairan
[ titik ] Suhu Arus DO KEKERUHAN SALINTAS PH
T1 27.3 0.0667 6.8 22.34 29 7.94
T2 27.3 0.0833 6.8 14.28 28 7.93
T3 28.1 0.0714 6.8 36.7 28 7.96
T4 27.1 0.0833 7.2 19.43 29 7.97
T5 27.1 0.0833 6.7 14.71 29 7.95
T6 27.7 0.0667 7.01 12.52 28 7.85
T7 27 0.0769 6.9 19.52 28 7.86
T8 27.3 0.0667 6.9 27.78 27 7.93
T9 27.1 0.0588 6.9 60 28 7.91
T10 26.5 0.0625 6.8 10.01 29 7.81
T11 26.7 0.0625 6.9 10.91 29 7.86
T12 27.3 0.0769 6.8 34.99 29 7.97
T13 27.2 0.0556 6.9 1.45 28 7.98
T14 26.9 0.0588 6.93 5.03 28 7.89
T15 26.8 0.0476 7.1 5.3 29 7.59
T16 27.2 0.0500 6.9 12.54 28 7.88
T17 27.1 0.0476 7.1 62 29 7.65
T18 27.7 0.0714 7.4 15.6 28 7.72
T19 27.1 0.0667 7.2 18 28 7.85
T20 27.7 0.0435 6.9 12.6 29 7.83
T21 27.3 0.0500 6.8 47.92 29 7.72
T22 27.2 0.0435 6.8 43.6 28 7.97
T23 28.1 0.0476 7.3 16.71 29 7.99
T24 27.9 0.0476 6.8 11.1 29 7.98
T25 28.3 0.0435 6.9 12.33 28 7.89
T26 28 0.0435 6.8 17.13 29 7.92
T27 28.1 0.0526 6.7 11.48 28 7.92
T28 27.8 0.0476 6.8 19.8 28 7.87
T29 27.9 0.0556 6.8 11.1 29 7.96
T30 27.8 0.0526 6.9 26.6 30 7.99
AVERAGE 27.42 0.05948 6.918 21.116 28.5 7.884667
MIN 26.5 0.043478 6.7 1.45 27 7.59
MAKS 28.3 0.083333 7.4 62 30 7.99
STDEV 0.47 0.01 0.17 15.32 0.63 0.10
44
Lampiran 6 Jenis Lamun Yang Dijumpai
Kingdom : Plantae
Divisi : Anthophyta
Kelas : Angiospermae
Subkelas : Monocotyledoneae
Ordo : Helobiae
Famili : Hydrocharitaceae
Genus : Enhalus
Spesies : Enhalus acoroides
Kingdom : Plantae
Divisi : Anthophyta
Kelas : Angiospermae
Subkelas : Monocotyledoneae
Ordo : Helobiae
Famili : Hydrocharitaceae
Genus : Thalassia
Spesies : Thalassia hemprichii
Kingdom : Plantae
Divisi : Anthophyta
Kelas : Angiospermae
Subkelas : Monocotyledoneae
Ordo : Helobiae
Famili : Potamagetonaceae
Genus : Cymodoceae
Spesies : Cymodocea serullata
45
Kingdom : Plantae
Divisi : Anthophyta
Kelas : Angiospermae
Subkelas : Monocotyledoneae
Ordo : Helobiae
Famili : Hydrocharitaceae
Genus : Halophila
Spesies : Halophila ovalis
Kingdom : Plantae
Divisi : Anthophyta
Kelas : Angiospermae
Subkelas : Monocotyledoneae
Ordo : Helobiae
Famili : Hydrocharitaceae
Genus : Halodule
Spesies : Halodule uninervis