analisis komunitas padang lamun di perairan...

16
ANALISIS KOMUNITAS PADANG LAMUN DI PERAIRAN BERAKIT MALANG RAPAT DAN TELUK BAKAU KABUPATEN BINTAN Agus Adriansyah Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected] Andi Zulfikar, MP Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected] Ir. Linda Waty Zen, M.Sc Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected] ABSTRAK Penelitian ini dilakukan sebagai upaya untuk mengetahui kondisi komunitas ekosistem padang lamun di Desa Berakit, Malang Rapat dan Teluk Bakau dari segi kelimpahan, dan segi kesamaan.Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan, yaitu dari bulan Mei sampai dengan bulan Juni 2014 di Kawasan Konservasi Laut Daerah Perairan Desa Malang Rapat, Berakit dan desa Teluk Bakau. Sampling dilakukan dengan sistematik menggunakan metode transek kuadrat dengan metode observasional. Desa,berakit, Malang Rapat dan Desa Teluk Bakau ditemukan 6 jenis lamun yang sama. Jenis yang ditemukan seperti Enhalusa coroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea serrulata, Cymodocea rotundata, Holodule uninervis, dan Syringodium iseotifolium. Kesamaan komunitas berdasarkan jenis dan kelimpahan yang terdapat pada stasiun stasiun I dan stasiun II memiliki nilai 97 %, pada stasiun I dan stasiun III memiliki nilai 95 %. pada stasiun II dan stasiun III memiliki nilai 98 %. Sedangkan untuk kesamaan komunitas berdasarkan kelimpahan spesies memiliki nilai 96% pada stasiun I dan stasiun II, 82% pada stasiun I dan stasiun III, 86% pada stasiun II dan stasiun III. Kata kunci : analisis, ekosistem, komunitas, lamun

Upload: lenhi

Post on 02-Mar-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

ANALISIS KOMUNITAS PADANG LAMUN DI PERAIRAN BERAKIT

MALANG RAPAT DAN TELUK BAKAU KABUPATEN BINTAN

Agus Adriansyah

Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected]

Andi Zulfikar, MP

Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected]

Ir. Linda Waty Zen, M.Sc

Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan sebagai upaya untuk mengetahui kondisi

komunitas ekosistem padang lamun di Desa Berakit, Malang Rapat dan Teluk

Bakau dari segi kelimpahan, dan segi kesamaan.Penelitian ini dilaksanakan

selama 2 bulan, yaitu dari bulan Mei sampai dengan bulan Juni 2014 di Kawasan

Konservasi Laut Daerah Perairan Desa Malang Rapat, Berakit dan desa Teluk

Bakau. Sampling dilakukan dengan sistematik menggunakan metode transek

kuadrat dengan metode observasional. Desa,berakit, Malang Rapat dan Desa

Teluk Bakau ditemukan 6 jenis lamun yang sama. Jenis yang ditemukan seperti

Enhalusa coroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea serrulata, Cymodocea

rotundata, Holodule uninervis, dan Syringodium iseotifolium. Kesamaan

komunitas berdasarkan jenis dan kelimpahan yang terdapat pada stasiun stasiun I

dan stasiun II memiliki nilai 97 %, pada stasiun I dan stasiun III memiliki nilai 95

%. pada stasiun II dan stasiun III memiliki nilai 98 %. Sedangkan untuk

kesamaan komunitas berdasarkan kelimpahan spesies memiliki nilai 96% pada

stasiun I dan stasiun II, 82% pada stasiun I dan stasiun III, 86% pada stasiun II

dan stasiun III.

Kata kunci : analisis, ekosistem, komunitas, lamun

ABSTRACT

This research was done in an effort to determine the condition of the

ecosystem seagrass community in the village of Malang Meeting and Berakit

terms of abundance, and in terms of similarity. This research was carried out for

2 months, from May until the month of June 2014 Regional Marine Conservation

Area in the village of Malang Meeting waters, rafting and desaTeluk Bakau.

Sampling is done by systematically using quadratic transect method with

observational method. Meeting Malang village, rafting, and the village of Teluk

Bakau found six types of seagrass same. Like the kind found Enhalusa coroides,

Thalassia hemprichii, Cymodocea serrulata, Cymodocea rotundata, Holodule

uninervis, and Syringodium iseotifolium. The similarity of the community based

on the type and abundance found in stations I and II station has a value of 97%,

in the first station and the station III has a value of 95%. at station II and III

station has a value of 98%. As for the similarities community based on the

abundance of the species have a value of 96% at station I and station II, 82% in

the first station and the station III, 86% at station II and III station.

Keywords : analysis, ecosystem, community, seagrass

I. PENDAHULUAN

Bappeda Kepulauan Riau Tahun

2010, di sepanjang Pesisir Timur Wilayah

Bintan terhampar lebih dari 2.500 ha

luasan padang lamun dengan keragaman

lamun tertinggi yang diketahui dari padang

lamun yang ada di Indonesia. Terdapat

sekitar 11 jenis lamun dari 13 jenis yang

diketahui ada di Perairan Indonesia. Dari

11 jenis tersebut terdapat jenis Halophila

spinulosa yang sulit ditemukan di

peraiaran lain di Indonesia, dalam jumlah

yang relative banyak.

Marine Protected Area (Kawasan

Konservasi Laut) adalah daerah intertidal

(pasang-surut) atau subtidal (bawah

pasang- surut) beserta flora fauna, sejarah

dan corak budaya dilindungi sebagai suaka

dengan melindungi sebagian atau

seluruhnya melalui peraturan perundang-

undang an (IUCN, 1995).

Menurut Coremap -LIPI (2006)

konsep pengelolaan kawasan konservasi

salah-satu prinsip dasarnya adalah melalui

pendekatan ekosistem. Pendekatan ini

merupakan pengelolaan ekosistem yang

memfokuskan pada integritas ekosistem

dengan mempertimbangkan aspek

pemanfaatan. Berdasarkan hal tersebut,

data dasar mengenai struktur ekosistem

dan komponen-komponen pembentuknya

(baik pada level individu, populasi dan /

atau komunitas) menjadi hal yang wajib

diketahui agar kegiatanatau program

pengelolaan kawasan konservasi menjadi

tepat dan sesuai dengan kondisi yang ada.

Penelitian ini bermaksud

menganalisis komunitas ( keanekaragaman

jenis, keseragaman, dominansi dan

kesamaan komunitas) serta factor

lingkungan (kandungan nitrat, posfat,

suhu, DO, pH, salinitas dan substrat) pada

ekosistem lamun yang ada pada Desa

Malang Rapat dan Berakit. Pemilihan dua

daerah ini berdasarkan fakta bahwa kedua

daerah in imerupakan pusat dilakukannya

Program Trikora Seagrass Management

Demonstration Site (TRISMADES) yang

merupakan kerja sama antara Pusat

Penelitian Oseanografi-LIPI dan Bappeda

Kabupaten Bintan.

B. Rumusan Masalah

Penentuan suatu kawasan

konservasi merupakan langkah awal

kegiatan pelestarian suatu lingkungan.

Pengelolaan kawasan konservas adalah

kegiatan yang mutlak dilakukan, baik

secara rutin atau pun berkala, yang dapat

dilakukan melalui pendekatan ekosistem.

Pendekatan ini membutuh kan

pengetahuan akan suatu kondisi yang ada

pada suatu ekosistem.

Sepanjang Pesisir Wilayah Timur

Pulau Bintan merupakan Kawasan Laut

Daerah (KKLD) yang telah ditetapkan

dengan SK Bupati Bintan. Di KKLD

Bintan terdapat tempat dilakukannya

program Trikora Seagrass Management

Demonstration Site (TRISMADES), dua

daerah tersebut adalah Daerah Perairan

Desa Malang Rapa dan Berakit. Diplihnya

Bintan sebagai tempat pelaksanaan

program TRISMADES dikarenakan

Bintan mempunyai hamparan padang

lamun yang luas dan keanekaragaman

lamunnya yang tinggi. Analisis komunitas

dua kawasan ini merupakan hal yang harus

dilakukan, sehingga pengelolaan yang

dilakukan sesuai dengan kondisi yang ada.

Berdasarkan hal tersebut dapat dirumuskan

permasalah penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimanakah kondisi komunitas

ekosistem padang lamun di Desa Malang

Rapat, Berakit dan Teluk Bakau dari segi

kelimpahan, keanekaragaman jenis,

keseragaman dan dominansi ?

2. Bagaimanakah tingkat kesamaan

komunitas antara Desa Malang Rapat,

Berakit danTeluk Bakau ?

3. Bagaimanakah kondisi lingkungan

ekosistem padang lamun di Desa Malang

Rapat, Berakit danTeluk Bakau ?

C. Tujuan

Tujuan dari Penelitian ini untuk

mengetahui kondisi komunitas lamun dan

tingkat kesamaan komunitas di Perairan

Desa Malang Rapat, Berakit dan Teluk

Bakau.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah

dapat memberikan informasi kepada pihak

terkait tentang kondisi komunitas dan

lingkungan padang lamun serta tingkat

kesamaannya pada Perairan Desa Malang

Rapat, Berakit danTeluk Bakau. Sebagai

masukan awal dalam rangka perumusan

program pengelolaan kawasan konservasi

tersebut.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Lamun

Lamun (seagraas) adalah satu–

satunya tumbuhan berbunga yang hidup

secara tetap di lingkungan perairan pantai

dan merupakan kunci dalam peranan

ekologis (Den Hartog, 1970).Lamun

tersebar luas diperairan pantai indonesia

yang substratnya dan kedalamanya cocok

dengan pertumbuhannya. Biasanya

komunitas lamun tumbuh dengan

berbatasan dengan komunitas bakau di tepi

pantai dan komunitas terumbu karang di

laut dan kebanyakan sepesies lamun

mempunyai morfologi luar yang secara

kasar hampir serupa karena memiliki

rhizoma, daun dan akar. Perbedaannya

dalam hal pemisahan struktur morfologi

daun, tangkai, dan akar dan struktur

reproduksi bunga dan buah. Lamun

memiliki daun daun panjang tipis yang

mirip seperti pita yang memiliki saluran –

saluran air serta bentuk pertumbuhannya

monopodial (Nyibakken, 1992).

Bagian lamun yang tumbuh

menjalar dipermukaan dasar laut disebut

rhizoma dan semua lamun memiliki

rhizoma yang memiliki silinder dan

sebagian besar tidak berkayu kecuali pada

thalassodendron ciliatum, memiliki akar

yang pendek bercabang yang tumbuh

tegak untuk menahan daun – daunnya

(Dahuri, 1996). Ongkres, (1990)

mengemukakan bahwa komunitas lamun

mempunyai peran ganda dalam

pengontrolan atau perubahan ekosistem

perairan, yaitu sebagai makanan hewan air,

habitat biota epifit, produsen serasah

melalui dekomposisi pendaur zat organik

dan an organik dan penangkap serta

penstabilisator dasar perairan.

B. Komunitas

Komunitas adalah kupulan

populasi – populasi yang terdiri dari

spesies berbeda yang menempati daerah

tertentu. Menurut Odum, (1994)

komunitas dapat di klasifikasikan

berdasarkan bentuk atau sifat struktur

utama seperti spesies dominan, bentuk –

bentuk hidup atau indikator – indikator,

habitat fisik dari komunitas dan sifat –

sifat atau tanda – tanda fungsional.

Komunitas dapat dikaji

berdasarkan klasifikasi berdasarkan sifat –

sifat sruktural, struktur komunitas dapat

dipelajari melalui komposisi, ukuran dan

keanekaragaman spesies. Struktur

komunitas juga terkait erat dengan kondisi

habitat, dan perubahan habitat juga akan

berpengaruh terhadap struktur komunitas,

karena perubahan habitat akan

berpengaruh terhadap tingkat sepesies bagi

komponen terkecil penyusun populasi

yang membentuk komunitas.

C. ParameterLingkungan

Setiap organisme mempunyai

kisaran faktor fisik dan kimia tertentu

dalam menunjang kehidupannya,

tergantung spesiesnya, dan lingkungannya

serta keterkaitan antara keduannya.

Adanya faktor fisika dan kimia perairan

seperti suhu, salinitas, pH, keadaan

substrat, dan kekeruhan sangat

mempengaruhi terhadap komunitas lamun.

Haslam (1995), menyatakan suhu

suatu bidang air dipengaruhi oleh musim,

ketingian dari permukaan laut, sirkulasi

udara, penutupan awan, dan aliran serta

kedalam dari badan air. Perubahan suhu

mengakibatkan peningkatan viskositas,

reaksi kimia, evaporasi dan volatilisasi.

Selain itu, peningkatan air juga

mengakibatkan penurunan kelarutan gas

dalam air seperti O2, CO2, N2, dan CH4.

1. Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor

yang sangat penting dalam proses

metabolisme organisme diperairan. Suhu

perairan dapat mengalami perubahan

sesuai dengan musim, letak lintang suatu

wilayah, ketingian dari permukaan laut,

letak tempat terhadap garis edar matahari,

waktu pengukuran dan kedalaman air.

Suhu air mempunyai peranan mengatur

kehidupan biota perairan, terutama dalam

proses metabolisme. Kenaikan suhu bisa

menyebabkan terjadinya peningkatan

konsumsi oksigen, namun dilain pihak

juga mengakibatnya turunnya kelarutan

oksigen dalam air. Oleh karena itu, maka

pada kondisi tersebut organisme akutik

seringkali tidak mampu memenuhi kadar

oksigen terlarut untuk keperluan proses

metabolisme dan respirasi (Effendi, 2003).

2. Salinitas

Salinitas menunjukkan konsentrasi

semua ion yang terlarut dalam air dan

dinyatakan dalam milligram per liter.

Menurut Nybakken (1992) salinitas

mempunyai peranan yang penting dalam

kehidupan organism, missal dalam

distribusi biota akuatik dan salinitas

merupakan salah satu besaran yang

berperan dalam lingkungan ekologi

perairan.

Salinitas adalah total kosentrasi

ion-ion terlarut yang terdapat di perairan.

Salinitas dinyatakan dalam satuan promil

(‰). Nilai salinitas perairan tawar

biasanya kurang dari 0,5‰, perairan payau

antara 0,5‰ - 30‰, dan perairan laut 30‰

- 40‰. Pada perairan pesisir, nilai salinitas

sangat dipengaruhi oleh masukan air tawar

dari sungai (Effendi, 2003). Sebaran

salinitas dilautdipengaruhi oleh beberapa

faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan,

curah hujan dan aliran sungai (Nontji,

1993). Spesies padang lamun mempunyai

toleransi yang berbeda-beda, namun

sebagaian besar memiliki kisaran yang

lebar yaitu 10 °/oo - 40°/oo.

3. Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) adalah

ukuran tentang besarnya kosentrasi ion

hidrogen dan menunjukkan apakah air itu

bersifat asam atau basa dalam reaksinya

(Wardoyo, 1975). Derajat keasaman (pH)

mempunyai pengaruh yang sangat besar

terhadap organisme perairan sehingga

dipergunakan sebagai petunjuk untuk

menyatakan baik buruknya suatu perairan

masih tergantung pada faktor-faktor lain.

pH air merupakan salah satu faktor

yang dapat mempengaruhi produktivitas

perairan. Suatu perairan dengan pH 5,5-6,5

termasuk perairan yang tidak produktif,

perairan dengan pH 6,5-7,5 termasuk

perairan yang produktif, perairan dengan

pH 7,5-8,5 adalah perairan yang memiliki

produktivitas yang sangat tinggi, dan

perairan dengan pH yang lebih besar dari

8,5 dikategorikan sebagai perairan yang

tidak produktif lagi (Mubarak, 1981).

4. Subtrat

Substrat mempunyai peranan

penting bagi kehidupan lamun, karena

substrat merupakan tempat tinggal

tumbuhan dan hewan yang hidup di dasar

perairan atau di permukaan benda yang

ada di kolom perairan. Substrat berfungsi

sebagai tempat mencari makan, habitat dan

memijah bagi sebagian besar organisme

akuatik. Lamun umumnya hidup di

substrat untuk menentukan pola hidup,

ketiadaan dan tipe organism (Nybaken,

1982). Menurut(Odum 1993 dalam

Saptarini 2010) menyatakan hahwa

substrat dasar atau tekstur tanahmerupakan

komponen yang sangat penting bagi

kehidupan organisme.

Pada jenis sedimen berpasir,

kandungan oksigen relative besar

dibandingkan pada sedimen yang halus

karena pada sedimen berpasir terdapat pori

udara yang memungkinkan terjadinya

pencampuran yang lebih intensif dengan

air di atasnya, tetapi pada sedimen ini tidak

banyak nutrien, sedangkan pada substrat

yang lebih halus walaupun oksigen sangat

terbatas tapi tersedia nutrient dalam jumlah

besar (Wood, 1987 dalam Utami, 2012).

5. Nitrat

Nitrogen merupakan salah satu

unsur penting bagi pertumbuhan

organisme dan proses pembentukan

protoplasma, serta merupakan salah satu

unsur utama pembentukan protein.

Diperairan nitrogen biasanya ditemukan

dalam bentuk amonia, amonium, nitrit dan

nitrat serta beberapa senyawa nitrogen

organik lainnya. Padau mumnya nitrogen

diabsorbsi oleh fitoplankton dalam bentuk

nitrat (NO3 – N) dan amonia (NH3 – N).

Fitoplankton lebih banya kmenyerap NH3

– N dibandingkan dengan NO3 – N karena

lebih banyak dijumpai diperairan baik

dalam Kondisi aerobik maupun anaerobik.

Senyawa-senyawa nitrogen ini sangat

dipengaruhi oleh kandungan oksigen

dalam air, pada saat kandungan oksigen

rendah nitrogen berubah menjadi amoniak

(NH3) dan saat kandungan oksigen tinggi

nitrogen berubah menjadi nitrat (NO3-)

(Welch, 1980).

6. Posfat

Nitrat dan fosfat merupakan unsur

hara terpenting untuk pertumbuhan

fitoplankton. Kadar nitrat dan fosfat yang

optimal untuk pertumbuhan fitoplankton

masing-masing 3,9 mg/l - 15,5 mg/l dan

0,27 mg/l - 5,51 mg/l. Nitrat dan fosfat

merupakan faktor pembatas di bawah

0,144 mg/l dan 0,02 mg/l (Mackentum,

1969 dalam Haerlina, 1978).

Fosfat merupakan unsur yang

sangat esensial sebagai bahan nutrien bagi

berbagai organisme akuatik. Fosfat

merupakan unsur yang penting dalam

aktivitas pertukaran energi dari organisme

yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit

(mikronutrien), sehingga fosfat berperan

sebagai faktor pembatas bagi pertumbuhan

organisme.

7. Oksigen Terlarut (DO/Dissolved

Oxygen)

Oksigen terlarut merupakan faktor

pembatas bagi kehidupan organisme.

Perubahan konsentrasi oksigen terlarut

dapat menimbulkan efek langsung yang

Berakibat pada kematian organisme

perairan. Sedangkan pengaruh yang tidak

langsung adalah meningkatkan toksisitas

bahan pencemar yang pada akhirnya dapat

membahayakan organisme itusendiri. Hal

ini disebabkan oksigen terlarut digunakan

untuk proses metabolisme dalam tubuh

dan berkembang biak (Rahayu, 1991).

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

1. Penelitian dilaksanakan pada bulan

Mei-Juni 2014 di Kawasan Konservasi

Laut Daerah Perairan Desa Malang Rapat,

Berakit dan Teluk Bakau.

Lokasi penelitian disajikan pada Gambar

1.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

B. Alat dan Bahan

Peralatan dan bahan yang digunakan

dalam melakukanpenelitian ini di sajikan

padaTabel 1.

Tabel 1.Peralatan yang digunakan

selama penelitian

No. Alat Kegunaan

1 Alattulis Mencatathasilpengamatan

2 Roll meter Penentuanpanjangtransek

3 Hand

refraktometer Pengukursalinitas

4 Thermometer Pengukursuhu

5 Kamera Dokumentasi

6 pH meter Pengukur pH

8 Botolsampel Penyimpansampel air

9 Stop watch Alat bantu

mengukurkecepatanarus

10 Tali raffia Penandaluasstasiun

11 Transekkuadrat Pengamatanlamun

12 Sekop Mengambilcontohsedimendasa

rperairan

13 Penggaris Mengestimasiukuransubstrat

C. MetodePengambilan Data

Data yang digunakan dalam

penelitian ini meliputi data primer dan data

skunder.

1. Pengamatan Lamun dan

Pengambilan Data

Lokasi pengamatan difokuskan pada

wilayah TRISMADES Desa Malang

Rapat, Berakit dan Teluk Bakau. Metode

pengumpulan data sepenuhnya mengacu

pada Kepmen LH No.200 Tahun 2004.

Unit sampling adalah kuadrat ukuran 0.5

m x 0.5 m. Panjang transek akan

mengikuti panjang pantai. Garis transek

dipasang dari mulai adanya lamun kearah

tubir sampai tidak ditemukan lamun.

Pengamatan lamun meliputi jenis dan

jumlah padas etiap plot / kuadrat.

Sampling dilakukan dengan sistematik

menggunakan metode transek kuadrat

dimulai pada daerah surut terendah sampai

daerah subtidal yang diperkirakan masih

terdapat lamun. Metode kuadrat adalah

prosedur umum yang digunakan untuk

sampling berbagai tipe organisme,

khususnya sampling tumbuh-tumbuhan

(Soegianto, 1994). Prosedur sistematik

sampling dilakukan sebagai berikut

(Elzingaet al, 1999) :

a. Transek diletakkan tegak lurus

pantai kearah laut.

b. Unit sampling adalah kuadrat ukuran

0.5 m x 0.5 m yang ditempatkan secara

teratur sepanjang transek dengan ukuran

transek bergantung kondisi stasiun. Jarak

antar kuadrat adalah 10 m sedangkan jarak

antar transek 30 m.

c. Titik awal penempatan kuadrat

dilakukan dengan memilih secara acak

angka antara 0-9 m untuk penempatan

kuadrat pertama, kemudian menempatkan

kuadrat selanjutnya dengan interval 10 m.

Pada setiap unit sampling (kuadrat)

dihitung jumlah dan jenis lamun yang

diambil menggunakan ekman grab atau

sekop kecil. Pengambilan sampel

dilakukan ketika saat surut.

2. Pengukuran Parameter

Lingkungan

Parameter lingkungan lamun (untuk

parameter suhu, pH, DO dan salinitas

menggunakan multitester, sedangkan

pengukuran nitrat dan posfat mengacu

pada Standar Nasional Indonesia / SNI

Tahun 2009 dan akan dilakukan di Lab

BTKL Batam) Pengukuran substrat

dilakukan dengan cara sampel sedimen

diambil dengan cara menyekop bagian

permukaan sedimen yang ada di dalam tiap

plot sampel (±500 gr). Selanjutnya substrat

diangkatk epermukaan dan dikeringkan

dengan bantuan sinar matahari (dijemur),

kemudian diukur menggunakan

metodesieve analysis (metodeayakan) dan

penentuan jenis substrat menggunakan

grain analysis method menggunakan

software.

D. AnalisisData

1. Kelimpahan

Untuk menghitung Kelimpahan

dilakukan perhitungan berdasarkan metode

yang diajukan oleh Krebs (1997) ;

Kelimpahan = Jumlah Individu suatu spesies

Luas Kuadrat

2. Indeks Keanekaragaman (H’)

Untuk melihat Indeks

Keanekaragaman digunakan metode

Shannon – Wiener dalam Krebs (1997)

yaitu :

H’ = -∑ ni/N Log2ni/N

H’ = -∑ pi Log2 pi

Dimana :

N = Jumlah total Individu

ni = Jumlah Individu dalam setiap spesies

pi = Jumlah individu dalam setiap pesies

Jumlah total individu

Bila :

H’< 1 = Keanekaragaman rendah dengan

jumlah individu tidak seragam dan salah

satu spesiesnya ada yang dominan.

1 ≤ H’≤ 3 = Keragaman sedang dengan

jumlah individu tiap spesies tidak seragam

tapi tidak ada yang dominan

H’> 3 = Keragaman tinggi dengan

jumlah individu setiap spesies seragam dan

tidak ada yang dominan.

Nilai keanekaragaman akan

dibandingkan pada dua komunitas (Malang

Rapat, Berakit dan Teluk Bakau.)

menggunakan uji t dengan langkah sebagai

berikut :

Menghitung keragaman H’ dengan rumus :

s2=(( ∑fi log2 f1) – (∑fi log f1)2/n))/n2

Kemudian menghitung nilai t :

t = (H1’– H2’) /(√s12 + s22)

nilai uji-t akan dibandingkan dengan nilai

table dengan derajat bebas

DF = (s2H1’ + s2H2’)2 / ((s2H1’)2/n1) + ((s2H2’)2/n2)

Dimana f adalah frekuensi, n jumlah

sampel, H’ indeks keanekaragaman

Shannon-Wiener

3. Analisis Kesamaan Komunitas

Kelimpahan setiap spesies dari dua

komunitas akanditabulasi dan dianalisis

yang meliputi presentase kesamaan (PS),

perbedaan dalam kelimpahan spesies

(IBCdanICM ) dan indeks tumpang tindih

Horn (RO). Koefisien kesamaan antar

komunitas dihitung dengan rumus :

CCj = c/s1+s2-c

CCj adalah nilai Koefisien Jaccard, s1 dan

s2 adalah jumlah jenis pada komunitas

satu dan dua, c adala hjumlah spesies yang

jumlahnya sama yang terdapat pada dua

komunitas. Nilai CCj berkisar antara 0

(dimana tidak ada satupun spesies yang

sama ditemukan pada kedua komunitas)

dan 1 (dimana semua spesies ditemukan

pada kedua komunitas).

4. Indeks Dominasi

Perhitungan Indeks Dominasi

digunakan untuk mengetahui jenis yang

mendominasi di suatu perairan .Rumus

yang digunakan untuk menghitung Indeks

Dominasi mengacu pada Simpson dalam

Krebs (1997) sebagai berikut :

Dominansi jenis dihitung menggunakan

indeks dominansi Simpson (Odum, 1997,

dalam Fachrul 2007) sebagai berikut :

D = Kisaran nilai indeks dominansi

berkisar antara 0 – 1. Nilai C mendekati 1

maka semakin kecil keseragaman suatu

populasi dan terjadi kecendrungan suatu

jenis yang mendominans populasi

tersebut.Kisaran indeks dominansi adalah

sebagai berikut :

00,0 <C 0, 30 : Dominansi rendah

0,30 <C 0, 60 : Dominansi sedang

0,60 <C 1,00 : Dominansi tinggi

5. Keseragaman (E)

Penghitungan mengenai keseragaman

bertujuan untuk melihat apakah spesies

yang ada disuatu ekosistem berada dalam

keadaan seimbang atau tidak serta

bertujuan untuk melihat apakah terjadi

persaingan pada ekosistem tersebut. Untuk

itu dapat dihitung mengacu pada Pielou

dalam Krebs (1985) dengan rumus

E = H’

Hmaks

Dimana :

E = Indeks Keseragaman ( Equilibility) jenis

H’ = Indeks Keragaman

Hmaks = Indeks Keragaman Jenis maksimum

= Log2 S

Apabila nilai E mendekati 1 ( > 0,5 )

berarti keseragaman organism dalam suatu

perairan berada dalam keadaan seimbang.

Berarti tidak terdapat persaingan baik dari

factor tempat ataupun makanan.

Apabila nilai E berada dibawah 0,5

atau mendekati 0, berarti keseragaman

jenis organisme dalam perairan tersebut

tidak seimbang dan terdapat persaingan

baik dari factor tempat maupun makanan.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. STASIUN I (Desa Berakit)

Hasil pengamatan lamun di Stasiun

I yang terletak di Desa Berakit ditemukan

6 jenis lamun. Jenis lamun yang paling

banyak ditemukan pada stasiun I adalah

Enhalusacoroides dengan nilai total

sebanyak 508. menjelaskan bahwa stasiun

1nilai indeks keanekaragaman ( H ) jenis

yang diperoleh selama pengamatan yaitu

sebesar 2,52. Tinggi rendahnya nilai

indeks keanekaragaman jenis dapat

disebabkan oleh beberapa faktor,

diantaranya jumlah jenis yang didapat,

adanya individu melebihi jumlah individu

yang lainnya, kondisi homogenis substrat,

dan kondisi dari ekosistemnya (Daget,

1976 dalam Andra, 2014).

Berpedoman pada Kreb, 1978

dalam Fitriana, 2005) bahwa nilai besar

dari 3 maka nilai keanekaragaman

tergolong tinggi, dan nilai kecil dari 3

keanekaragaman tergolong sedang. Hasil

penelitian yang terdapat di stasiun I dapat

dikategorikan memiliki nilai

keanekaragaman sedang.

Gambar 2. Komposisi dan Proporsi Jenis

Lamun Di Desa Berakit ( StasiunI )

Nilai indeks keseragaman ( E )

yang diperoleh pada stasiun 1 yaitu sebesar

0,97. Hal ini menunjukkan bahwa

keseragaman yang terdapat di Desa

Berakit dalam keadaan seimbang (Pielou

dalam Krebs (1985), Apabila nilai E

mendekati 1 (> 0,5 ) berarti keseragaman

organisme dalam suatu perairan berada

dalam keadaaan seimbang).

Hasil pengamatan yang terdapat di

satsiun I memiliki Nilai indeks dominanasi

(D ) sebanyak 0,18. Berdasarkan hasil

pengamatan satsiun I dapat dikategorikan

perairan yang memiliki tingkat dominasi

rendah.

Dilihat dari gambar 2 komposisi

dan proporsi terbanyak jenis lamun yang

terdapat di Desa Berakit adalah Enhalus

acoroidesdengan nilai sebanyak 27% dan

yang paling sedikit adalah Syringodium

iseotifoliumdengan nilai sebanyak 11%.

2. Stasiun II (Desa Malang Rapat)

Hasil pengamatan lamun di Stasiun

II yang terdapat di Desa Malang

Rapatterdapat 6 jenis lamun yang paling

banyak ditemukan pada stasiun II adalah

Enhalusa coroides dengan nilai total

sebanyak 582, Thalassia hemprichii

dengan nilai total sebanyak 332,

Cymodocea serrulata dengan nilai total

sebanyak 264, Cymodocea rotundata

dengan nilai total sebanyak 244, Holodule

uninervis dengan nilai total sebanyak 168,

Syringodium iseotifolium dengan nilai

total sebanyak 140, dapat menjelaskan

bahwa pada stasiun II nilai indeks

keanekaragaman ( H ) jenis yang diperoleh

selama pengamatan yaitu sebesar 2,33.

Tinggi rendahnya nilai indeks

keanekaragaman jenis dapat disebabkan

oleh beberapa faktor, diantaranya jumlah

jenis yang didapat, adanya individu

melebihi jumlah individu yang lainnya,

kondisi homogenis substrat, dan kondisi

dari ekosistemnya (Daget, 1976 dalam

Andra, 2014).

Berpedoman pada Kreb, 1978

dalam Fitriana, 2005) bahwa nilai besar

dari 3 maka nilai keanekaragaman tinggi,

kecil dari 3 keanekaragaman sedang. Maka

dari hasil penelitian ini nilai

keanekaragaman yang diperoleh tergolong

sedang.Indeks keanekaragaman digunakan

untuk mengukur kelimpahan komunitas

berdasarkan jumlah jenis dan jumlah

tegakan pada suatu area, kelimpahan suatu

jenis berkaitan erat dengan faktor biotik

dan abiotik lingkunganhidupnya.

Gambar 3. Proporsi dan Komposisi Jenis

Lamun Di Desa Malang Rapat (Stasiun II)

Hasil pengamatan yang terdapat di

stasiun II Nilai indeks keseragaman ( E )

yang diperoleh memiliki nilai sebesar 0,90.

Nilai ini menunjukkan keseragaman yang

terdapat di Desa Malang Rapat berada

dalam keadaan seimbang (Pielou dalam

Krebs (1985), Apabila nilai E mendekati 1

(> 0,5 ) berarti keseragaman organisme

dalam suatu perairan berada dalam

keadaaan seimbang). Sedangkan Nilai

indeks dominanasi (D ) yang terdapat di

stasiun II sebanyak 0,18. Nilai ini

menunjukkan bahwa perairan yang

terdapat di Desa Malang rapat memiliki

tingkat dominasi rendah.

Dilihat dari gambar 3 komposisi

dan proporsi terbanyak jenis lamun yang

terdapat di Desa Berakit adalah Enhalus

acoroidesdengan nilai sebesar 34% dan

yang paling sedikit adalah Syringodium

iseotifolium dengan nilai sebesar 8%.

3. Stasiun III (Desa Teluk Bakau)

Hasil pengamatan lamun di

StasiunIII ditemukan 6 jenis lamun yang

terdapat di DesaTelukBakau. . Jenis lamun

yang paling banyak ditemukan pada

stasiun II adalah Enhalusa coroides

dengan nilai total sebanyak 484, dan jenis

lamun yang paling sedikit ditemui adalah

jenis Holodule uninervis dengan nilai

total sebanyak 56. Menurut Shanon dalam

Ferianita (2007) Kisaran indeks

keanekaragaman yaitu sebagai berikut:

1). H’ > 3 = Keanekaragaman spesies

adalah tinggi,

2). 1 ≤ H’≤ 3 =Keanekaragaman spesies

sedang,

3). H’< 1 =Keanekaragaman rendah.

Stasiun III memiliki nilai indeks

keanekaragaman ( H ) sebesar 1,98. Nilai

indeks ini menunjukkan perairan di Desa

teluk Bakau berada pada kategori keaneka

ragaan sedang. Nilai indeks keseragaman

( E ) yang diperoleh pada stasiun 1 yaitu

sebesar 0,77. Hal ini menunjukkan bahwa

keseragaman yang terdapat di Desa

Berakit dalam keadaan seimbang (Pielou

dalam Krebs (1985), Apabila nilai E

mendekati 1 (> 0,5 ) berarti keseragaman

organisme dalam suatu perairan berada

dalam keadaaan seimbang).

4. Hasil Keseluruhan

Hasil pengamatan yang dilakukan

di perairan Desa Berakit, perairan Desa

Malang Rapat dan perairan Desa Teluk

Bakau terdapat 6 jenis lamun yang

ditemukan.

Jenis lamun yang ditemukan pada stasiun

I, stasiun II dan stasiun III yaitu

Enhalusacoroides, Thalassia hemprichii,

Cymodocea serrulata, Cymodocea

rotundata, Holodule uninervis,

Syringodium iseotifolium. Hasil

pengamatan menunjukkan bahwa jenis

lamun yang paling banyak terdapat pada

daerah perairan Desa Berakit, perairan

Desa Malang Rapat dan perairan Desa

Teluk bakau yaitu Enhalusacoroides

dengan nilai total sebesar 1574 dan jenis

yang paling sedikit yaitu

Syringodiumiseotifolium dengan nilai total

sebesar 445.

Gambar 4. Proporsi dan Komposisi

JenisLamun di Desa Berakit, Desa

Malang Rapat, Desa Teluk Bakau

Hasil pengamatan yang terdapat di satsiun

I memiliki Nilai indeks dominanasi (D )

sebanyak 0,11. Berdasarkan hasil

pengamatan satsiun I dapat dikategorikan

perairan yang memiliki tingkat dominasi

rendah.

Dilihat dari gambar 4 komposisi

dan proporsi terbanyak jenis lamun yang

terdapat di Desa Berakit adalah Enhalusa

coroides dengan nilai sebesar 32% dan

yang paling sedikit adalah

Syringodiumiseotifolium dan

Holoduleuninervis dengan nilai sebesar

9%.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Hasil Kesimpulan dari penelitian

yang dilakukan di Desa Berkait, Malang

Rapat dan Teluk Bakau Kabupaten Bintan

ditemukan 6 jenis lamun Enhalus

acoroides Thalassia hemprichii,

Cymodocea serrulata, Cymodocea

rotundata, Holodule uninervis, dan

Syringodium iseotifolium. Dan memilik

Tingkat Kesamaan yang tinggi.

B. SARAN

Peneilitan ini diharapkan dapat

memberikan informasi dalam penegelolaan

sumberdaya padang lamun lebih lanjut

bagi instansi terkait serta dapat dijadikan

sebagai bahan untuk penelitian lebih

lanjut. Selajutnya perlunya pemantauan

dan pemeliharaan yang berkaitan dengan

kelestarian lingkungan perairan dan

dilakukan sosialisasi kembali kepada

masyarakat yang berada di kawasan

KKLD Kabupaten Bintan agar pengelolaan

KKLD tersebut mampu menarik minat dan

keterlibatan masyarakat secara

menyeluruh, sehingga dapat meningkatkan

kesadaran masyarakat akan pentingnya

menjaga kelestarian lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

Den Hartog, 1970.The Seagrases Of The

World. Amsterdam: North

Holland Publishing Co.

Fauziyah, I.M. 2004.Sturktur Komunitas

Padang Lamun di Pantai Jibar

Sanur, Bali. Jurusan Ilmu Dan

Teknoligi Kelautan Fakultas

Perikanan Dan Ilmu Kelautan.

Skripsi.IPB. Bogor.

Frederik, T.S, Robert, G.C. 2003.Global

Seagrass Research Methods.

Amsterdam, Netherlands.

Haslam, S. M. 1995. Biological Indicators

Of Freshwater Pollution and

Enviromental Managemen

London: Elsevier Applied

Science publisher.

Hendra. 2011. Pertumbuhan dan

Produktifitas Biomassa Daun

Lamun Halophila Ovalis,

syringgodium isoetifolium Dan

Holodule uninerversis Pada

Ekosistem Padang Lamun di

Perairan PulauBarrang Lompo,

Propinsi Sulawesi Selatan.

Skripsi.Unhas.

Hutomo, H.,et.al., 2009. Prosiding

Lokakarya Nasional 1

Pengelolaan Eksositem Lamun.

Pusat kajian Sumberdaya Pesisir

dan Lautan. Institut Pertanian

Bogor. Bogor.

Ludwig, J.A and Reynold, J.F.1988.

Statistical Ecology.John Wiley

and Son. USA. 337 pp.

McKenzie, L.J. & Campbell, S.J. 2003.

Manual for Community

(Citizen) Monitoring of

Seagrass Habitat. WesterPasific

Edition.Seagrass-

Wach.Department of Primary

Industries Queensland.

Australia.

Nainggolan, P. 2011. Distribusi Spasial

dan Pengelolaan Lamun

(Seagrass) Di Teluk Bakau,

Kepulauan Riau.Skripsi, IPB.

Bogor.

Nontji, A. 2009.Pengelolaan dan

Rehabilitasi Lamun, Jurnal

Program TRISMADES

Kabupaten Bintan, Propinsi

Kepulauan Riau.

Nur, C. 2011. Inventarisasi JenisLamun

dan Gastropoda Yang

Berasosiasi di Perairan Pulau

Karangpuang, Mamuju, Propinsi

Sulawesi Barat. Program Studi

IlmuKelautan, Fakultas Ilmu

Kelautan dan Perikanan

Uversitas Hasanuddin,

Makasar..

Nyibakken, 1992.Biologi laut, Suatu

Pendekatan Ekologis. PT.

Gramedia. Jakarta.

Odum, 1993.Dasar-Dasar Ekologi.

Terjemahan Tjahjono Samingan.

Gajah Muda University press.

Yogyakarta

Rahayu, S. 1991. Penelitian Kadar

Oksigen Terlarut( DO ) dalam

Air bagi Kehidupan Ikan. BPPT

No.XLV/1991.Jakrta.

Santo Sitorus, S.A.R. 2011. Kajian

Sumberdaya Lamun Untuk

Pengembangan Ekowisata di

Teluk Bakau, Kepulauan Riau.

Skripsi IPB. Bogor.

Soegianto, A. 1994.Ekologi Kuantitatif.

Penerbit Usaha Nasional.

Surabaya-Indonesia.173 hal.

Syari, I.A. 2005. Asosiasi Gastropoda Di

Ekosistem Padang Lamun

Perairan Pulau Lepar. Propinsi

Kepulauan Bangka Belitung.

Departemen Ilmu dan Teknologi

Kelautan, skiripsi.IPB. Bogor.

Veronica, S.A.L. dkk. 2011. Kerapatan

dan Penutupan Jenis Lamun di

Gugus Pulau Pari, Kepulauan

Seribu, Jakarta. PKM-AI

Fakultas Ilmu Kelautan dan

Perikanan, IPB. Bogor.

Wardoyo, S. T. H. 1975. Pengelolaan

Kualitas Air ( Water Quality

Mangemen ). Proyek

Peningkatan Mutu Perguruan

Tinggi. IPB, Bogor.

Welch, P. S. 1980.Ecological Effect of

Waste Water. Cambridge

Univesity Press. Sidney.