analisis komunitas padang lamun di perairan...
TRANSCRIPT
ANALISIS KOMUNITAS PADANG LAMUN DI PERAIRAN BERAKIT
MALANG RAPAT DAN TELUK BAKAU KABUPATEN BINTAN
Agus Adriansyah
Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected]
Andi Zulfikar, MP
Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected]
Ir. Linda Waty Zen, M.Sc
Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan sebagai upaya untuk mengetahui kondisi
komunitas ekosistem padang lamun di Desa Berakit, Malang Rapat dan Teluk
Bakau dari segi kelimpahan, dan segi kesamaan.Penelitian ini dilaksanakan
selama 2 bulan, yaitu dari bulan Mei sampai dengan bulan Juni 2014 di Kawasan
Konservasi Laut Daerah Perairan Desa Malang Rapat, Berakit dan desa Teluk
Bakau. Sampling dilakukan dengan sistematik menggunakan metode transek
kuadrat dengan metode observasional. Desa,berakit, Malang Rapat dan Desa
Teluk Bakau ditemukan 6 jenis lamun yang sama. Jenis yang ditemukan seperti
Enhalusa coroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea serrulata, Cymodocea
rotundata, Holodule uninervis, dan Syringodium iseotifolium. Kesamaan
komunitas berdasarkan jenis dan kelimpahan yang terdapat pada stasiun stasiun I
dan stasiun II memiliki nilai 97 %, pada stasiun I dan stasiun III memiliki nilai 95
%. pada stasiun II dan stasiun III memiliki nilai 98 %. Sedangkan untuk
kesamaan komunitas berdasarkan kelimpahan spesies memiliki nilai 96% pada
stasiun I dan stasiun II, 82% pada stasiun I dan stasiun III, 86% pada stasiun II
dan stasiun III.
Kata kunci : analisis, ekosistem, komunitas, lamun
ABSTRACT
This research was done in an effort to determine the condition of the
ecosystem seagrass community in the village of Malang Meeting and Berakit
terms of abundance, and in terms of similarity. This research was carried out for
2 months, from May until the month of June 2014 Regional Marine Conservation
Area in the village of Malang Meeting waters, rafting and desaTeluk Bakau.
Sampling is done by systematically using quadratic transect method with
observational method. Meeting Malang village, rafting, and the village of Teluk
Bakau found six types of seagrass same. Like the kind found Enhalusa coroides,
Thalassia hemprichii, Cymodocea serrulata, Cymodocea rotundata, Holodule
uninervis, and Syringodium iseotifolium. The similarity of the community based
on the type and abundance found in stations I and II station has a value of 97%,
in the first station and the station III has a value of 95%. at station II and III
station has a value of 98%. As for the similarities community based on the
abundance of the species have a value of 96% at station I and station II, 82% in
the first station and the station III, 86% at station II and III station.
Keywords : analysis, ecosystem, community, seagrass
I. PENDAHULUAN
Bappeda Kepulauan Riau Tahun
2010, di sepanjang Pesisir Timur Wilayah
Bintan terhampar lebih dari 2.500 ha
luasan padang lamun dengan keragaman
lamun tertinggi yang diketahui dari padang
lamun yang ada di Indonesia. Terdapat
sekitar 11 jenis lamun dari 13 jenis yang
diketahui ada di Perairan Indonesia. Dari
11 jenis tersebut terdapat jenis Halophila
spinulosa yang sulit ditemukan di
peraiaran lain di Indonesia, dalam jumlah
yang relative banyak.
Marine Protected Area (Kawasan
Konservasi Laut) adalah daerah intertidal
(pasang-surut) atau subtidal (bawah
pasang- surut) beserta flora fauna, sejarah
dan corak budaya dilindungi sebagai suaka
dengan melindungi sebagian atau
seluruhnya melalui peraturan perundang-
undang an (IUCN, 1995).
Menurut Coremap -LIPI (2006)
konsep pengelolaan kawasan konservasi
salah-satu prinsip dasarnya adalah melalui
pendekatan ekosistem. Pendekatan ini
merupakan pengelolaan ekosistem yang
memfokuskan pada integritas ekosistem
dengan mempertimbangkan aspek
pemanfaatan. Berdasarkan hal tersebut,
data dasar mengenai struktur ekosistem
dan komponen-komponen pembentuknya
(baik pada level individu, populasi dan /
atau komunitas) menjadi hal yang wajib
diketahui agar kegiatanatau program
pengelolaan kawasan konservasi menjadi
tepat dan sesuai dengan kondisi yang ada.
Penelitian ini bermaksud
menganalisis komunitas ( keanekaragaman
jenis, keseragaman, dominansi dan
kesamaan komunitas) serta factor
lingkungan (kandungan nitrat, posfat,
suhu, DO, pH, salinitas dan substrat) pada
ekosistem lamun yang ada pada Desa
Malang Rapat dan Berakit. Pemilihan dua
daerah ini berdasarkan fakta bahwa kedua
daerah in imerupakan pusat dilakukannya
Program Trikora Seagrass Management
Demonstration Site (TRISMADES) yang
merupakan kerja sama antara Pusat
Penelitian Oseanografi-LIPI dan Bappeda
Kabupaten Bintan.
B. Rumusan Masalah
Penentuan suatu kawasan
konservasi merupakan langkah awal
kegiatan pelestarian suatu lingkungan.
Pengelolaan kawasan konservas adalah
kegiatan yang mutlak dilakukan, baik
secara rutin atau pun berkala, yang dapat
dilakukan melalui pendekatan ekosistem.
Pendekatan ini membutuh kan
pengetahuan akan suatu kondisi yang ada
pada suatu ekosistem.
Sepanjang Pesisir Wilayah Timur
Pulau Bintan merupakan Kawasan Laut
Daerah (KKLD) yang telah ditetapkan
dengan SK Bupati Bintan. Di KKLD
Bintan terdapat tempat dilakukannya
program Trikora Seagrass Management
Demonstration Site (TRISMADES), dua
daerah tersebut adalah Daerah Perairan
Desa Malang Rapa dan Berakit. Diplihnya
Bintan sebagai tempat pelaksanaan
program TRISMADES dikarenakan
Bintan mempunyai hamparan padang
lamun yang luas dan keanekaragaman
lamunnya yang tinggi. Analisis komunitas
dua kawasan ini merupakan hal yang harus
dilakukan, sehingga pengelolaan yang
dilakukan sesuai dengan kondisi yang ada.
Berdasarkan hal tersebut dapat dirumuskan
permasalah penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimanakah kondisi komunitas
ekosistem padang lamun di Desa Malang
Rapat, Berakit dan Teluk Bakau dari segi
kelimpahan, keanekaragaman jenis,
keseragaman dan dominansi ?
2. Bagaimanakah tingkat kesamaan
komunitas antara Desa Malang Rapat,
Berakit danTeluk Bakau ?
3. Bagaimanakah kondisi lingkungan
ekosistem padang lamun di Desa Malang
Rapat, Berakit danTeluk Bakau ?
C. Tujuan
Tujuan dari Penelitian ini untuk
mengetahui kondisi komunitas lamun dan
tingkat kesamaan komunitas di Perairan
Desa Malang Rapat, Berakit dan Teluk
Bakau.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah
dapat memberikan informasi kepada pihak
terkait tentang kondisi komunitas dan
lingkungan padang lamun serta tingkat
kesamaannya pada Perairan Desa Malang
Rapat, Berakit danTeluk Bakau. Sebagai
masukan awal dalam rangka perumusan
program pengelolaan kawasan konservasi
tersebut.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Lamun
Lamun (seagraas) adalah satu–
satunya tumbuhan berbunga yang hidup
secara tetap di lingkungan perairan pantai
dan merupakan kunci dalam peranan
ekologis (Den Hartog, 1970).Lamun
tersebar luas diperairan pantai indonesia
yang substratnya dan kedalamanya cocok
dengan pertumbuhannya. Biasanya
komunitas lamun tumbuh dengan
berbatasan dengan komunitas bakau di tepi
pantai dan komunitas terumbu karang di
laut dan kebanyakan sepesies lamun
mempunyai morfologi luar yang secara
kasar hampir serupa karena memiliki
rhizoma, daun dan akar. Perbedaannya
dalam hal pemisahan struktur morfologi
daun, tangkai, dan akar dan struktur
reproduksi bunga dan buah. Lamun
memiliki daun daun panjang tipis yang
mirip seperti pita yang memiliki saluran –
saluran air serta bentuk pertumbuhannya
monopodial (Nyibakken, 1992).
Bagian lamun yang tumbuh
menjalar dipermukaan dasar laut disebut
rhizoma dan semua lamun memiliki
rhizoma yang memiliki silinder dan
sebagian besar tidak berkayu kecuali pada
thalassodendron ciliatum, memiliki akar
yang pendek bercabang yang tumbuh
tegak untuk menahan daun – daunnya
(Dahuri, 1996). Ongkres, (1990)
mengemukakan bahwa komunitas lamun
mempunyai peran ganda dalam
pengontrolan atau perubahan ekosistem
perairan, yaitu sebagai makanan hewan air,
habitat biota epifit, produsen serasah
melalui dekomposisi pendaur zat organik
dan an organik dan penangkap serta
penstabilisator dasar perairan.
B. Komunitas
Komunitas adalah kupulan
populasi – populasi yang terdiri dari
spesies berbeda yang menempati daerah
tertentu. Menurut Odum, (1994)
komunitas dapat di klasifikasikan
berdasarkan bentuk atau sifat struktur
utama seperti spesies dominan, bentuk –
bentuk hidup atau indikator – indikator,
habitat fisik dari komunitas dan sifat –
sifat atau tanda – tanda fungsional.
Komunitas dapat dikaji
berdasarkan klasifikasi berdasarkan sifat –
sifat sruktural, struktur komunitas dapat
dipelajari melalui komposisi, ukuran dan
keanekaragaman spesies. Struktur
komunitas juga terkait erat dengan kondisi
habitat, dan perubahan habitat juga akan
berpengaruh terhadap struktur komunitas,
karena perubahan habitat akan
berpengaruh terhadap tingkat sepesies bagi
komponen terkecil penyusun populasi
yang membentuk komunitas.
C. ParameterLingkungan
Setiap organisme mempunyai
kisaran faktor fisik dan kimia tertentu
dalam menunjang kehidupannya,
tergantung spesiesnya, dan lingkungannya
serta keterkaitan antara keduannya.
Adanya faktor fisika dan kimia perairan
seperti suhu, salinitas, pH, keadaan
substrat, dan kekeruhan sangat
mempengaruhi terhadap komunitas lamun.
Haslam (1995), menyatakan suhu
suatu bidang air dipengaruhi oleh musim,
ketingian dari permukaan laut, sirkulasi
udara, penutupan awan, dan aliran serta
kedalam dari badan air. Perubahan suhu
mengakibatkan peningkatan viskositas,
reaksi kimia, evaporasi dan volatilisasi.
Selain itu, peningkatan air juga
mengakibatkan penurunan kelarutan gas
dalam air seperti O2, CO2, N2, dan CH4.
1. Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor
yang sangat penting dalam proses
metabolisme organisme diperairan. Suhu
perairan dapat mengalami perubahan
sesuai dengan musim, letak lintang suatu
wilayah, ketingian dari permukaan laut,
letak tempat terhadap garis edar matahari,
waktu pengukuran dan kedalaman air.
Suhu air mempunyai peranan mengatur
kehidupan biota perairan, terutama dalam
proses metabolisme. Kenaikan suhu bisa
menyebabkan terjadinya peningkatan
konsumsi oksigen, namun dilain pihak
juga mengakibatnya turunnya kelarutan
oksigen dalam air. Oleh karena itu, maka
pada kondisi tersebut organisme akutik
seringkali tidak mampu memenuhi kadar
oksigen terlarut untuk keperluan proses
metabolisme dan respirasi (Effendi, 2003).
2. Salinitas
Salinitas menunjukkan konsentrasi
semua ion yang terlarut dalam air dan
dinyatakan dalam milligram per liter.
Menurut Nybakken (1992) salinitas
mempunyai peranan yang penting dalam
kehidupan organism, missal dalam
distribusi biota akuatik dan salinitas
merupakan salah satu besaran yang
berperan dalam lingkungan ekologi
perairan.
Salinitas adalah total kosentrasi
ion-ion terlarut yang terdapat di perairan.
Salinitas dinyatakan dalam satuan promil
(‰). Nilai salinitas perairan tawar
biasanya kurang dari 0,5‰, perairan payau
antara 0,5‰ - 30‰, dan perairan laut 30‰
- 40‰. Pada perairan pesisir, nilai salinitas
sangat dipengaruhi oleh masukan air tawar
dari sungai (Effendi, 2003). Sebaran
salinitas dilautdipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan,
curah hujan dan aliran sungai (Nontji,
1993). Spesies padang lamun mempunyai
toleransi yang berbeda-beda, namun
sebagaian besar memiliki kisaran yang
lebar yaitu 10 °/oo - 40°/oo.
3. Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) adalah
ukuran tentang besarnya kosentrasi ion
hidrogen dan menunjukkan apakah air itu
bersifat asam atau basa dalam reaksinya
(Wardoyo, 1975). Derajat keasaman (pH)
mempunyai pengaruh yang sangat besar
terhadap organisme perairan sehingga
dipergunakan sebagai petunjuk untuk
menyatakan baik buruknya suatu perairan
masih tergantung pada faktor-faktor lain.
pH air merupakan salah satu faktor
yang dapat mempengaruhi produktivitas
perairan. Suatu perairan dengan pH 5,5-6,5
termasuk perairan yang tidak produktif,
perairan dengan pH 6,5-7,5 termasuk
perairan yang produktif, perairan dengan
pH 7,5-8,5 adalah perairan yang memiliki
produktivitas yang sangat tinggi, dan
perairan dengan pH yang lebih besar dari
8,5 dikategorikan sebagai perairan yang
tidak produktif lagi (Mubarak, 1981).
4. Subtrat
Substrat mempunyai peranan
penting bagi kehidupan lamun, karena
substrat merupakan tempat tinggal
tumbuhan dan hewan yang hidup di dasar
perairan atau di permukaan benda yang
ada di kolom perairan. Substrat berfungsi
sebagai tempat mencari makan, habitat dan
memijah bagi sebagian besar organisme
akuatik. Lamun umumnya hidup di
substrat untuk menentukan pola hidup,
ketiadaan dan tipe organism (Nybaken,
1982). Menurut(Odum 1993 dalam
Saptarini 2010) menyatakan hahwa
substrat dasar atau tekstur tanahmerupakan
komponen yang sangat penting bagi
kehidupan organisme.
Pada jenis sedimen berpasir,
kandungan oksigen relative besar
dibandingkan pada sedimen yang halus
karena pada sedimen berpasir terdapat pori
udara yang memungkinkan terjadinya
pencampuran yang lebih intensif dengan
air di atasnya, tetapi pada sedimen ini tidak
banyak nutrien, sedangkan pada substrat
yang lebih halus walaupun oksigen sangat
terbatas tapi tersedia nutrient dalam jumlah
besar (Wood, 1987 dalam Utami, 2012).
5. Nitrat
Nitrogen merupakan salah satu
unsur penting bagi pertumbuhan
organisme dan proses pembentukan
protoplasma, serta merupakan salah satu
unsur utama pembentukan protein.
Diperairan nitrogen biasanya ditemukan
dalam bentuk amonia, amonium, nitrit dan
nitrat serta beberapa senyawa nitrogen
organik lainnya. Padau mumnya nitrogen
diabsorbsi oleh fitoplankton dalam bentuk
nitrat (NO3 – N) dan amonia (NH3 – N).
Fitoplankton lebih banya kmenyerap NH3
– N dibandingkan dengan NO3 – N karena
lebih banyak dijumpai diperairan baik
dalam Kondisi aerobik maupun anaerobik.
Senyawa-senyawa nitrogen ini sangat
dipengaruhi oleh kandungan oksigen
dalam air, pada saat kandungan oksigen
rendah nitrogen berubah menjadi amoniak
(NH3) dan saat kandungan oksigen tinggi
nitrogen berubah menjadi nitrat (NO3-)
(Welch, 1980).
6. Posfat
Nitrat dan fosfat merupakan unsur
hara terpenting untuk pertumbuhan
fitoplankton. Kadar nitrat dan fosfat yang
optimal untuk pertumbuhan fitoplankton
masing-masing 3,9 mg/l - 15,5 mg/l dan
0,27 mg/l - 5,51 mg/l. Nitrat dan fosfat
merupakan faktor pembatas di bawah
0,144 mg/l dan 0,02 mg/l (Mackentum,
1969 dalam Haerlina, 1978).
Fosfat merupakan unsur yang
sangat esensial sebagai bahan nutrien bagi
berbagai organisme akuatik. Fosfat
merupakan unsur yang penting dalam
aktivitas pertukaran energi dari organisme
yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit
(mikronutrien), sehingga fosfat berperan
sebagai faktor pembatas bagi pertumbuhan
organisme.
7. Oksigen Terlarut (DO/Dissolved
Oxygen)
Oksigen terlarut merupakan faktor
pembatas bagi kehidupan organisme.
Perubahan konsentrasi oksigen terlarut
dapat menimbulkan efek langsung yang
Berakibat pada kematian organisme
perairan. Sedangkan pengaruh yang tidak
langsung adalah meningkatkan toksisitas
bahan pencemar yang pada akhirnya dapat
membahayakan organisme itusendiri. Hal
ini disebabkan oksigen terlarut digunakan
untuk proses metabolisme dalam tubuh
dan berkembang biak (Rahayu, 1991).
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
1. Penelitian dilaksanakan pada bulan
Mei-Juni 2014 di Kawasan Konservasi
Laut Daerah Perairan Desa Malang Rapat,
Berakit dan Teluk Bakau.
Lokasi penelitian disajikan pada Gambar
1.
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
B. Alat dan Bahan
Peralatan dan bahan yang digunakan
dalam melakukanpenelitian ini di sajikan
padaTabel 1.
Tabel 1.Peralatan yang digunakan
selama penelitian
No. Alat Kegunaan
1 Alattulis Mencatathasilpengamatan
2 Roll meter Penentuanpanjangtransek
3 Hand
refraktometer Pengukursalinitas
4 Thermometer Pengukursuhu
5 Kamera Dokumentasi
6 pH meter Pengukur pH
8 Botolsampel Penyimpansampel air
9 Stop watch Alat bantu
mengukurkecepatanarus
10 Tali raffia Penandaluasstasiun
11 Transekkuadrat Pengamatanlamun
12 Sekop Mengambilcontohsedimendasa
rperairan
13 Penggaris Mengestimasiukuransubstrat
C. MetodePengambilan Data
Data yang digunakan dalam
penelitian ini meliputi data primer dan data
skunder.
1. Pengamatan Lamun dan
Pengambilan Data
Lokasi pengamatan difokuskan pada
wilayah TRISMADES Desa Malang
Rapat, Berakit dan Teluk Bakau. Metode
pengumpulan data sepenuhnya mengacu
pada Kepmen LH No.200 Tahun 2004.
Unit sampling adalah kuadrat ukuran 0.5
m x 0.5 m. Panjang transek akan
mengikuti panjang pantai. Garis transek
dipasang dari mulai adanya lamun kearah
tubir sampai tidak ditemukan lamun.
Pengamatan lamun meliputi jenis dan
jumlah padas etiap plot / kuadrat.
Sampling dilakukan dengan sistematik
menggunakan metode transek kuadrat
dimulai pada daerah surut terendah sampai
daerah subtidal yang diperkirakan masih
terdapat lamun. Metode kuadrat adalah
prosedur umum yang digunakan untuk
sampling berbagai tipe organisme,
khususnya sampling tumbuh-tumbuhan
(Soegianto, 1994). Prosedur sistematik
sampling dilakukan sebagai berikut
(Elzingaet al, 1999) :
a. Transek diletakkan tegak lurus
pantai kearah laut.
b. Unit sampling adalah kuadrat ukuran
0.5 m x 0.5 m yang ditempatkan secara
teratur sepanjang transek dengan ukuran
transek bergantung kondisi stasiun. Jarak
antar kuadrat adalah 10 m sedangkan jarak
antar transek 30 m.
c. Titik awal penempatan kuadrat
dilakukan dengan memilih secara acak
angka antara 0-9 m untuk penempatan
kuadrat pertama, kemudian menempatkan
kuadrat selanjutnya dengan interval 10 m.
Pada setiap unit sampling (kuadrat)
dihitung jumlah dan jenis lamun yang
diambil menggunakan ekman grab atau
sekop kecil. Pengambilan sampel
dilakukan ketika saat surut.
2. Pengukuran Parameter
Lingkungan
Parameter lingkungan lamun (untuk
parameter suhu, pH, DO dan salinitas
menggunakan multitester, sedangkan
pengukuran nitrat dan posfat mengacu
pada Standar Nasional Indonesia / SNI
Tahun 2009 dan akan dilakukan di Lab
BTKL Batam) Pengukuran substrat
dilakukan dengan cara sampel sedimen
diambil dengan cara menyekop bagian
permukaan sedimen yang ada di dalam tiap
plot sampel (±500 gr). Selanjutnya substrat
diangkatk epermukaan dan dikeringkan
dengan bantuan sinar matahari (dijemur),
kemudian diukur menggunakan
metodesieve analysis (metodeayakan) dan
penentuan jenis substrat menggunakan
grain analysis method menggunakan
software.
D. AnalisisData
1. Kelimpahan
Untuk menghitung Kelimpahan
dilakukan perhitungan berdasarkan metode
yang diajukan oleh Krebs (1997) ;
Kelimpahan = Jumlah Individu suatu spesies
Luas Kuadrat
2. Indeks Keanekaragaman (H’)
Untuk melihat Indeks
Keanekaragaman digunakan metode
Shannon – Wiener dalam Krebs (1997)
yaitu :
H’ = -∑ ni/N Log2ni/N
H’ = -∑ pi Log2 pi
Dimana :
N = Jumlah total Individu
ni = Jumlah Individu dalam setiap spesies
pi = Jumlah individu dalam setiap pesies
Jumlah total individu
Bila :
H’< 1 = Keanekaragaman rendah dengan
jumlah individu tidak seragam dan salah
satu spesiesnya ada yang dominan.
1 ≤ H’≤ 3 = Keragaman sedang dengan
jumlah individu tiap spesies tidak seragam
tapi tidak ada yang dominan
H’> 3 = Keragaman tinggi dengan
jumlah individu setiap spesies seragam dan
tidak ada yang dominan.
Nilai keanekaragaman akan
dibandingkan pada dua komunitas (Malang
Rapat, Berakit dan Teluk Bakau.)
menggunakan uji t dengan langkah sebagai
berikut :
Menghitung keragaman H’ dengan rumus :
s2=(( ∑fi log2 f1) – (∑fi log f1)2/n))/n2
Kemudian menghitung nilai t :
t = (H1’– H2’) /(√s12 + s22)
nilai uji-t akan dibandingkan dengan nilai
table dengan derajat bebas
DF = (s2H1’ + s2H2’)2 / ((s2H1’)2/n1) + ((s2H2’)2/n2)
Dimana f adalah frekuensi, n jumlah
sampel, H’ indeks keanekaragaman
Shannon-Wiener
3. Analisis Kesamaan Komunitas
Kelimpahan setiap spesies dari dua
komunitas akanditabulasi dan dianalisis
yang meliputi presentase kesamaan (PS),
perbedaan dalam kelimpahan spesies
(IBCdanICM ) dan indeks tumpang tindih
Horn (RO). Koefisien kesamaan antar
komunitas dihitung dengan rumus :
CCj = c/s1+s2-c
CCj adalah nilai Koefisien Jaccard, s1 dan
s2 adalah jumlah jenis pada komunitas
satu dan dua, c adala hjumlah spesies yang
jumlahnya sama yang terdapat pada dua
komunitas. Nilai CCj berkisar antara 0
(dimana tidak ada satupun spesies yang
sama ditemukan pada kedua komunitas)
dan 1 (dimana semua spesies ditemukan
pada kedua komunitas).
4. Indeks Dominasi
Perhitungan Indeks Dominasi
digunakan untuk mengetahui jenis yang
mendominasi di suatu perairan .Rumus
yang digunakan untuk menghitung Indeks
Dominasi mengacu pada Simpson dalam
Krebs (1997) sebagai berikut :
Dominansi jenis dihitung menggunakan
indeks dominansi Simpson (Odum, 1997,
dalam Fachrul 2007) sebagai berikut :
D = Kisaran nilai indeks dominansi
berkisar antara 0 – 1. Nilai C mendekati 1
maka semakin kecil keseragaman suatu
populasi dan terjadi kecendrungan suatu
jenis yang mendominans populasi
tersebut.Kisaran indeks dominansi adalah
sebagai berikut :
00,0 <C 0, 30 : Dominansi rendah
0,30 <C 0, 60 : Dominansi sedang
0,60 <C 1,00 : Dominansi tinggi
5. Keseragaman (E)
Penghitungan mengenai keseragaman
bertujuan untuk melihat apakah spesies
yang ada disuatu ekosistem berada dalam
keadaan seimbang atau tidak serta
bertujuan untuk melihat apakah terjadi
persaingan pada ekosistem tersebut. Untuk
itu dapat dihitung mengacu pada Pielou
dalam Krebs (1985) dengan rumus
E = H’
Hmaks
Dimana :
E = Indeks Keseragaman ( Equilibility) jenis
H’ = Indeks Keragaman
Hmaks = Indeks Keragaman Jenis maksimum
= Log2 S
Apabila nilai E mendekati 1 ( > 0,5 )
berarti keseragaman organism dalam suatu
perairan berada dalam keadaan seimbang.
Berarti tidak terdapat persaingan baik dari
factor tempat ataupun makanan.
Apabila nilai E berada dibawah 0,5
atau mendekati 0, berarti keseragaman
jenis organisme dalam perairan tersebut
tidak seimbang dan terdapat persaingan
baik dari factor tempat maupun makanan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. STASIUN I (Desa Berakit)
Hasil pengamatan lamun di Stasiun
I yang terletak di Desa Berakit ditemukan
6 jenis lamun. Jenis lamun yang paling
banyak ditemukan pada stasiun I adalah
Enhalusacoroides dengan nilai total
sebanyak 508. menjelaskan bahwa stasiun
1nilai indeks keanekaragaman ( H ) jenis
yang diperoleh selama pengamatan yaitu
sebesar 2,52. Tinggi rendahnya nilai
indeks keanekaragaman jenis dapat
disebabkan oleh beberapa faktor,
diantaranya jumlah jenis yang didapat,
adanya individu melebihi jumlah individu
yang lainnya, kondisi homogenis substrat,
dan kondisi dari ekosistemnya (Daget,
1976 dalam Andra, 2014).
Berpedoman pada Kreb, 1978
dalam Fitriana, 2005) bahwa nilai besar
dari 3 maka nilai keanekaragaman
tergolong tinggi, dan nilai kecil dari 3
keanekaragaman tergolong sedang. Hasil
penelitian yang terdapat di stasiun I dapat
dikategorikan memiliki nilai
keanekaragaman sedang.
Gambar 2. Komposisi dan Proporsi Jenis
Lamun Di Desa Berakit ( StasiunI )
Nilai indeks keseragaman ( E )
yang diperoleh pada stasiun 1 yaitu sebesar
0,97. Hal ini menunjukkan bahwa
keseragaman yang terdapat di Desa
Berakit dalam keadaan seimbang (Pielou
dalam Krebs (1985), Apabila nilai E
mendekati 1 (> 0,5 ) berarti keseragaman
organisme dalam suatu perairan berada
dalam keadaaan seimbang).
Hasil pengamatan yang terdapat di
satsiun I memiliki Nilai indeks dominanasi
(D ) sebanyak 0,18. Berdasarkan hasil
pengamatan satsiun I dapat dikategorikan
perairan yang memiliki tingkat dominasi
rendah.
Dilihat dari gambar 2 komposisi
dan proporsi terbanyak jenis lamun yang
terdapat di Desa Berakit adalah Enhalus
acoroidesdengan nilai sebanyak 27% dan
yang paling sedikit adalah Syringodium
iseotifoliumdengan nilai sebanyak 11%.
2. Stasiun II (Desa Malang Rapat)
Hasil pengamatan lamun di Stasiun
II yang terdapat di Desa Malang
Rapatterdapat 6 jenis lamun yang paling
banyak ditemukan pada stasiun II adalah
Enhalusa coroides dengan nilai total
sebanyak 582, Thalassia hemprichii
dengan nilai total sebanyak 332,
Cymodocea serrulata dengan nilai total
sebanyak 264, Cymodocea rotundata
dengan nilai total sebanyak 244, Holodule
uninervis dengan nilai total sebanyak 168,
Syringodium iseotifolium dengan nilai
total sebanyak 140, dapat menjelaskan
bahwa pada stasiun II nilai indeks
keanekaragaman ( H ) jenis yang diperoleh
selama pengamatan yaitu sebesar 2,33.
Tinggi rendahnya nilai indeks
keanekaragaman jenis dapat disebabkan
oleh beberapa faktor, diantaranya jumlah
jenis yang didapat, adanya individu
melebihi jumlah individu yang lainnya,
kondisi homogenis substrat, dan kondisi
dari ekosistemnya (Daget, 1976 dalam
Andra, 2014).
Berpedoman pada Kreb, 1978
dalam Fitriana, 2005) bahwa nilai besar
dari 3 maka nilai keanekaragaman tinggi,
kecil dari 3 keanekaragaman sedang. Maka
dari hasil penelitian ini nilai
keanekaragaman yang diperoleh tergolong
sedang.Indeks keanekaragaman digunakan
untuk mengukur kelimpahan komunitas
berdasarkan jumlah jenis dan jumlah
tegakan pada suatu area, kelimpahan suatu
jenis berkaitan erat dengan faktor biotik
dan abiotik lingkunganhidupnya.
Gambar 3. Proporsi dan Komposisi Jenis
Lamun Di Desa Malang Rapat (Stasiun II)
Hasil pengamatan yang terdapat di
stasiun II Nilai indeks keseragaman ( E )
yang diperoleh memiliki nilai sebesar 0,90.
Nilai ini menunjukkan keseragaman yang
terdapat di Desa Malang Rapat berada
dalam keadaan seimbang (Pielou dalam
Krebs (1985), Apabila nilai E mendekati 1
(> 0,5 ) berarti keseragaman organisme
dalam suatu perairan berada dalam
keadaaan seimbang). Sedangkan Nilai
indeks dominanasi (D ) yang terdapat di
stasiun II sebanyak 0,18. Nilai ini
menunjukkan bahwa perairan yang
terdapat di Desa Malang rapat memiliki
tingkat dominasi rendah.
Dilihat dari gambar 3 komposisi
dan proporsi terbanyak jenis lamun yang
terdapat di Desa Berakit adalah Enhalus
acoroidesdengan nilai sebesar 34% dan
yang paling sedikit adalah Syringodium
iseotifolium dengan nilai sebesar 8%.
3. Stasiun III (Desa Teluk Bakau)
Hasil pengamatan lamun di
StasiunIII ditemukan 6 jenis lamun yang
terdapat di DesaTelukBakau. . Jenis lamun
yang paling banyak ditemukan pada
stasiun II adalah Enhalusa coroides
dengan nilai total sebanyak 484, dan jenis
lamun yang paling sedikit ditemui adalah
jenis Holodule uninervis dengan nilai
total sebanyak 56. Menurut Shanon dalam
Ferianita (2007) Kisaran indeks
keanekaragaman yaitu sebagai berikut:
1). H’ > 3 = Keanekaragaman spesies
adalah tinggi,
2). 1 ≤ H’≤ 3 =Keanekaragaman spesies
sedang,
3). H’< 1 =Keanekaragaman rendah.
Stasiun III memiliki nilai indeks
keanekaragaman ( H ) sebesar 1,98. Nilai
indeks ini menunjukkan perairan di Desa
teluk Bakau berada pada kategori keaneka
ragaan sedang. Nilai indeks keseragaman
( E ) yang diperoleh pada stasiun 1 yaitu
sebesar 0,77. Hal ini menunjukkan bahwa
keseragaman yang terdapat di Desa
Berakit dalam keadaan seimbang (Pielou
dalam Krebs (1985), Apabila nilai E
mendekati 1 (> 0,5 ) berarti keseragaman
organisme dalam suatu perairan berada
dalam keadaaan seimbang).
4. Hasil Keseluruhan
Hasil pengamatan yang dilakukan
di perairan Desa Berakit, perairan Desa
Malang Rapat dan perairan Desa Teluk
Bakau terdapat 6 jenis lamun yang
ditemukan.
Jenis lamun yang ditemukan pada stasiun
I, stasiun II dan stasiun III yaitu
Enhalusacoroides, Thalassia hemprichii,
Cymodocea serrulata, Cymodocea
rotundata, Holodule uninervis,
Syringodium iseotifolium. Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa jenis
lamun yang paling banyak terdapat pada
daerah perairan Desa Berakit, perairan
Desa Malang Rapat dan perairan Desa
Teluk bakau yaitu Enhalusacoroides
dengan nilai total sebesar 1574 dan jenis
yang paling sedikit yaitu
Syringodiumiseotifolium dengan nilai total
sebesar 445.
Gambar 4. Proporsi dan Komposisi
JenisLamun di Desa Berakit, Desa
Malang Rapat, Desa Teluk Bakau
Hasil pengamatan yang terdapat di satsiun
I memiliki Nilai indeks dominanasi (D )
sebanyak 0,11. Berdasarkan hasil
pengamatan satsiun I dapat dikategorikan
perairan yang memiliki tingkat dominasi
rendah.
Dilihat dari gambar 4 komposisi
dan proporsi terbanyak jenis lamun yang
terdapat di Desa Berakit adalah Enhalusa
coroides dengan nilai sebesar 32% dan
yang paling sedikit adalah
Syringodiumiseotifolium dan
Holoduleuninervis dengan nilai sebesar
9%.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Hasil Kesimpulan dari penelitian
yang dilakukan di Desa Berkait, Malang
Rapat dan Teluk Bakau Kabupaten Bintan
ditemukan 6 jenis lamun Enhalus
acoroides Thalassia hemprichii,
Cymodocea serrulata, Cymodocea
rotundata, Holodule uninervis, dan
Syringodium iseotifolium. Dan memilik
Tingkat Kesamaan yang tinggi.
B. SARAN
Peneilitan ini diharapkan dapat
memberikan informasi dalam penegelolaan
sumberdaya padang lamun lebih lanjut
bagi instansi terkait serta dapat dijadikan
sebagai bahan untuk penelitian lebih
lanjut. Selajutnya perlunya pemantauan
dan pemeliharaan yang berkaitan dengan
kelestarian lingkungan perairan dan
dilakukan sosialisasi kembali kepada
masyarakat yang berada di kawasan
KKLD Kabupaten Bintan agar pengelolaan
KKLD tersebut mampu menarik minat dan
keterlibatan masyarakat secara
menyeluruh, sehingga dapat meningkatkan
kesadaran masyarakat akan pentingnya
menjaga kelestarian lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Den Hartog, 1970.The Seagrases Of The
World. Amsterdam: North
Holland Publishing Co.
Fauziyah, I.M. 2004.Sturktur Komunitas
Padang Lamun di Pantai Jibar
Sanur, Bali. Jurusan Ilmu Dan
Teknoligi Kelautan Fakultas
Perikanan Dan Ilmu Kelautan.
Skripsi.IPB. Bogor.
Frederik, T.S, Robert, G.C. 2003.Global
Seagrass Research Methods.
Amsterdam, Netherlands.
Haslam, S. M. 1995. Biological Indicators
Of Freshwater Pollution and
Enviromental Managemen
London: Elsevier Applied
Science publisher.
Hendra. 2011. Pertumbuhan dan
Produktifitas Biomassa Daun
Lamun Halophila Ovalis,
syringgodium isoetifolium Dan
Holodule uninerversis Pada
Ekosistem Padang Lamun di
Perairan PulauBarrang Lompo,
Propinsi Sulawesi Selatan.
Skripsi.Unhas.
Hutomo, H.,et.al., 2009. Prosiding
Lokakarya Nasional 1
Pengelolaan Eksositem Lamun.
Pusat kajian Sumberdaya Pesisir
dan Lautan. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Ludwig, J.A and Reynold, J.F.1988.
Statistical Ecology.John Wiley
and Son. USA. 337 pp.
McKenzie, L.J. & Campbell, S.J. 2003.
Manual for Community
(Citizen) Monitoring of
Seagrass Habitat. WesterPasific
Edition.Seagrass-
Wach.Department of Primary
Industries Queensland.
Australia.
Nainggolan, P. 2011. Distribusi Spasial
dan Pengelolaan Lamun
(Seagrass) Di Teluk Bakau,
Kepulauan Riau.Skripsi, IPB.
Bogor.
Nontji, A. 2009.Pengelolaan dan
Rehabilitasi Lamun, Jurnal
Program TRISMADES
Kabupaten Bintan, Propinsi
Kepulauan Riau.
Nur, C. 2011. Inventarisasi JenisLamun
dan Gastropoda Yang
Berasosiasi di Perairan Pulau
Karangpuang, Mamuju, Propinsi
Sulawesi Barat. Program Studi
IlmuKelautan, Fakultas Ilmu
Kelautan dan Perikanan
Uversitas Hasanuddin,
Makasar..
Nyibakken, 1992.Biologi laut, Suatu
Pendekatan Ekologis. PT.
Gramedia. Jakarta.
Odum, 1993.Dasar-Dasar Ekologi.
Terjemahan Tjahjono Samingan.
Gajah Muda University press.
Yogyakarta
Rahayu, S. 1991. Penelitian Kadar
Oksigen Terlarut( DO ) dalam
Air bagi Kehidupan Ikan. BPPT
No.XLV/1991.Jakrta.
Santo Sitorus, S.A.R. 2011. Kajian
Sumberdaya Lamun Untuk
Pengembangan Ekowisata di
Teluk Bakau, Kepulauan Riau.
Skripsi IPB. Bogor.
Soegianto, A. 1994.Ekologi Kuantitatif.
Penerbit Usaha Nasional.
Surabaya-Indonesia.173 hal.
Syari, I.A. 2005. Asosiasi Gastropoda Di
Ekosistem Padang Lamun
Perairan Pulau Lepar. Propinsi
Kepulauan Bangka Belitung.
Departemen Ilmu dan Teknologi
Kelautan, skiripsi.IPB. Bogor.
Veronica, S.A.L. dkk. 2011. Kerapatan
dan Penutupan Jenis Lamun di
Gugus Pulau Pari, Kepulauan
Seribu, Jakarta. PKM-AI
Fakultas Ilmu Kelautan dan
Perikanan, IPB. Bogor.
Wardoyo, S. T. H. 1975. Pengelolaan
Kualitas Air ( Water Quality
Mangemen ). Proyek
Peningkatan Mutu Perguruan
Tinggi. IPB, Bogor.
Welch, P. S. 1980.Ecological Effect of
Waste Water. Cambridge
Univesity Press. Sidney.