studi komparasi determinan kinerja ekspor crude …

12
STUDI KOMPARASI DETERMINAN KINERJA EKSPOR CRUDE PALM OIL (CPO) ANTARA INDONESIA DAN MALAYSIA JURNAL ILMIAH Disusun oleh : Sri Pertiwi Permadani 115020107111058 JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2015

Upload: others

Post on 12-Nov-2021

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: STUDI KOMPARASI DETERMINAN KINERJA EKSPOR CRUDE …

STUDI KOMPARASI DETERMINAN KINERJA

EKSPOR CRUDE PALM OIL (CPO) ANTARA

INDONESIA DAN MALAYSIA

JURNAL ILMIAH

Disusun oleh :

Sri Pertiwi Permadani

115020107111058

JURUSAN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2015

Page 2: STUDI KOMPARASI DETERMINAN KINERJA EKSPOR CRUDE …
Page 3: STUDI KOMPARASI DETERMINAN KINERJA EKSPOR CRUDE …

STUDI KOMPARASI DETERMINAN KINERJA EKSPOR CRUDE PALM OIL (CPO)

ANTARA INDONESIA DAN MALAYSIA

Sri Pertiwi Permadani

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya

Email: [email protected]

ABSTRAK

Indonesia dan Malaysia adalah produsen dan eksportir Crude Palm Oil (CPO) terbesar di

dunia. Hal ini terlihat pada hasil produksi serta jumlah ekspor, dimana setiap tahunnya kedua

negara ini mengalami tren positif. Penelitian ini menganalisis tentang komparasi determinan

kinerja ekspor CPO antara Indonesia dan Malaysia. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui

pengaruh Gross Domestic product (GDP) perkapita negara pengimpor, harga CPO dunia, dan

inflasi negara pengimpor terhadap nilai ekspor CPO Indonesia dan Malaysia. Metode yang

digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi data panel dengan data time series

tahun 2000 hingga tahun 2013 dan cross section sebanyak 8 negara.

Berdasarkan hasil regresi data panel baik Indonesia maupun Malaysia menunjukan bahwa

faktor yang mempengaruhi kinerja ekspor CPO adalah harga, sedangkan faktor yang lain

seperti GDP perkapita negara pengimpor dan inflasi negara pengimpor tidak berpengaruh. Hal

ini karena mengingat besarnya manfaat dan efisiensi dari produksi CPO, serta konsumsi CPO

dunia yang masih tinggi yang menyebabkan besaran dari GDP perkapita dan inflasi negara

pengimpor tidak berpengaruh.

Kata kunci: CPO, kinerja ekspor, harga CPO, inflasi, GDP perkapita.

A. LATAR BELAKANG

Globalisasi memberikan dampak yang cukup besar terhadap negara di dunia. Dampak

globalisasi yang paling nyata yaitu adanya aktivitas ekonomi, dimana negara-negara di dunia

melakukan perdagangan internasional. Hal ini karena perdagangan internasional memberikan

banyak manfaat bagi perekonomian suatu negara, terutama untuk meningkatkan penerimaan

devisa negara. Dalam struktur penerimaan devisa ekspor terdapat dua sumber yaitu migas dengan

kontribusi 18 persen dan non migas dengan kontribusi 82 persen. Kontribusi sektor non migas

yang besar dapat dikatakan bahwa sektor non migas sangat potensial untuk dikembangkan.

Terdapat beberapa subsektor dalam sektor non migas yaitu industri dengan kontribusi 80,43

persen, pertambangan 15,62 persen, pertanian 3,94 persen dan lain lain 0,01 persen. Dalam hal

ini, kontribusi sektor pertanian kecil, namun sebagian besar penduduk Indonesia berpencaharian

dibidang pertanian atau bercocok tanam. Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2013

menunjukan 39,94 persen penduduk Indonesia bekerja dibidang pertanian.

Sektor pertanian yang menjadi peranan penting bagi perekonomian nasional yaitu subsektor

perkebunan, dan produk perkebunan yang paling produktif yaitu kelapa sawit. Data BPS

menunjukan besarnya produksi hasil kelapa sawit tahun 2013, untuk Crude Palm Oil (CPO)

sebesar 17,4 juta ton sedangkan Palm Kernel Oil (PKO) sebesar 3,6 juta ton, dibandingkan tahun

sebelumnya mengalami peningkatan untuk CPO sebesar 3,3 persen dan untuk PKO 3,5 persen.

Tidak berbeda jauh dengan Indonesia, menurut Malaysian Palam Oil Councial (MPOC) bahwa

Malaysia sebagai negara tropis memiliki potensi yang cukup besar terhadap produk kelapa sawit.

4,49 juta Ha berada pada budidaya kelapa sawit, dengan produksi 17,73 juta ton CPO dan 2,13 ton

PKO. Pesatnya pertumbuhan kelapa sawit berawal dari program diversifikasi pertanian pemerintah

pada tahun 1960-an, dengan tujuan mengurangi ketergantungan pada karet dan timah serta

memberantas kemiskinan petani.

Produksi yang besar dari kelapa sawit menjadi perhatian yang serius bahwa pengembangan

komoditas kelapa sawit dapat menjadi sangat menguntungkan, yang nantinya akan memberikan

nilai tambah untuk perekonomian. Hal ini karena Indonesia dan Malaysia adalah salah satu

produsen dan eksportir kelapa sawit terbesar di dunia. Produksi yang dihasilkan kelapa sawit baik

Indonesia maupun Malaysia lebih dominan memproduksi CPO , hal ini karena dari buah kelapa

sawit yang paling besar menghasilkan banyak minyak yaitu CPO.

Page 4: STUDI KOMPARASI DETERMINAN KINERJA EKSPOR CRUDE …

Gambar 1 nilai ekspor CPO Indonesia dan Malaysia tahun 2000-2013

Sumber: United Nations Commodity Trade (diolah), 2015

Berdasarkan gambar 1.1 menunjukan bahwa nilai ekspor CPO Indonesia dan Malaysia terus

mengalami kenikan dari tahun 2000-2013. Nilai ekspor yang dimiliki Indonesia lebih tinggi

dibandingkan nilai ekspor Malaysia. Namun demikian, walaupun Indonesia sebagai pengekspor

CPO terbesar, namun memiliki kinerja ekspor kurang bagus. Menurut penelitian Ernawati dan

Yeni (2013) kinerja ekspor CPO dan PKO Indonesia masih lebih rendah dibandingkan Malaysia.

Besarnya nilai ekspor CPO tidak terlepas dari permintaan para impotir. Permintaan CPO dari

importir yang fluktuatif tentunya dipengaruhi beberapa faktor. Untuk mengetahui faktor-faktor

yang dapat mempengaruhi nilai ekspor Indonesia dan Malaysia maka tujuan dari penelitian ini

adalah mengetahui pengaruh Gross Domestic product (GDP) perkapita negara pengimpor, harga

CPO dunia, dan inflasi negara pengimpor terhadap nilai ekspor CPO Indonesiadan Malaysia.

B. KAJIAN PUSTAKA

Teori Perdagangan Internasional

Keunggulan absolute, Menurut Adam Smith, perdagangan antar dua negara didasarkan pada

keunggulan absolute (absolute advantage). Keunggulan absolut adalah teori murni perdagangan

internasional. Prinsip yang diemban oleh keunggulan absolut bahwa jika sebuah negara lebiih

efisien daripada negara lain dalam memproduksi sebuah komoditi, namun kurang efisien

dibandingkan negara lain dalam memproduksi komoditi lainnya, maka kedua negara tersebut dapat

memperoleh keuntungan dengan melakukan spesialisasi dalam memproduksi komoditi yang

memiliki keunggulan absolut. Melalui proses ini, sumber daya di kedua negara dapat digunakan

dalam cara yang paling efisien. Pandangan Adam Smith dikatakan sangat bertentangan jika pada

saat ini sebagian besar negara di dunia ternyata memberlakukan banyak sekali pembatasan

terhadap arus bebas perdagangan internasional. Pembatasan arus bebas perdagangan ini dilakukan

oleh sejumlah industri dan para pekerja yang terancam dengan adanya impor. Oleh karena itu

pembatasan perdagangan sebetulnya hanya akan menguntungkan sedikit pihak, namun dengan

mengorbankan banyak pihak (Salvatore, 1997).

Keunggulan komparatif, dipelopori oleh J.S. Mill dan David Ricardo. Teori keunggulan

komparatif muncul atas penyempurnaan dari teori keunggulan absolut yang diprakarsai oleh Adam

Smith. Dasar pemikiran dari teori J. S mill beranggapan bahwa suatu negara akan mengkhususkan

diri pada ekspor barang tertentu bila negara tersebut memiliki keunggulan komparatif

(comparative advantage) terbesar. Dan akan mengkhusukan diri pada impor barang bila negara

tersebut memiliki kerugian komparatif (comparative disadvantage). Sedangkan dari pemikiran

David Ricardo bahwa perdagangan antar dua negara akan terjadi bila masing-masing negara

memiliki biaya relatif yang terkecil untuk jenis barang yang berbeda. Jadi penekanan teori David

Ricardo pada perbedaan efisiensi relatif antar negara dalam memproduksi dua atau lebih jenis

barang yang menjadi dasar terjadinya perdagangan internasional.

Teori modern (Teori Hecksler Ohlin), disebut juga teori proporsi faktor (factor proportion)

atau teori ketersediaan faktor (factor endowment). Dasar pemikiran dari teori ini bahwa

perdagangan internasional terjadi akibat adanya opportunity cost berbeda antara kedua negara.

Perbedaan ongkos alternatif tersebut dikarenakan adanya perbedaan dalam jumlah faktor produksi

misalnya tenaga kerja, modal, tanah bahkan bahan baku. Jadi karena faktor endowment nya

$0

$2,000,000,000

$4,000,000,000

$6,000,000,000

$8,000,000,000

$10,000,000,000

2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012

Indonesia

Malaysia

Page 5: STUDI KOMPARASI DETERMINAN KINERJA EKSPOR CRUDE …

berbeda, maka sesuai hukum pasar, harga dari faktor-faktor produksi tersebut juga berbeda

(Tambunan, 2000). Factor endowment berbeda maka harga dari faktor produksi juga akan

berbeda antara dua negara katakanlah Indonesia dan Amerika, misalnya hanya ada dua faktor

produksi yakni tenaga kerja dan modal dengan harga masing-masing w (gaji) dan r (suku bunga).

W di Indonesia lebih murah daripada di Amerika dan r indonesia lebih mahal daripada di Amerika.

Dengan perbedaan ini bukan berarti bahwa indonesia dikatakan unggul atas Amerika akan tetapi

intensitas pemakaian faktor produksi sangat penting dalam menentukan hal ini. Intensitas faktor

adalah rasio faktor produksi terhadap output.

Hubungan Variabel GDP Perkapita Negara Pengimpor, Harga Produk, Inflasi Negara

Pengimpor terhadap Nilai Ekspor

Menurut Mankiw (2003) GDP adalah nilai pasar semua barang dan jasa akhir yang diproduksi

dalam perekonomian selama kurun waktu tertentu. GDP secara riil menunjukan ukuran ekonomi

suatu negara sehingga apabila GDP meningkat maka suatu negara akan mengekspor atau

mengimpor dalam jumlah yang relatif banyak. Seiring dengan meningkatnya GDP suatu negara

akan meningkatkan permintaan barang sehingga mampu memenuhi kebutuhan dalam negerinya.

Kemudian untuk mengukur besaran barang yang dikonsumsi Masyarakat suatu negara dihitung

dengan menggunakan GDP perkapita. GDP perkapita menunjukan besaran pendapatan setiap

orang yang diperoleh untuk membelanjakan barang kebutuhan.

Harga barang merupakan aspek pokok dalam pembahasan teori ekonomi dan pembentukan

harga dari suatu barang terjadi di pasar melalui suatu mekanisme. Dalam mekanisme ini terdapat

dua kekuatan pokok yang saling berinteraksi, yaitu penawaran dan permintaan. Apabila pada suatu

barang yang diminta melebihi kuantitas barang yang ditawarkan maka harga akan naik. Sebaliknya

apabila kuantitas barang yang ditawarkan pada harga tersebut lebih banyak daripada kuantitas

permintaan, maka harga cenderung turun. Tingginya harga mencerminkan kelangkaan dari barang

tersebut. Sampai pada tingkat harga tertentu dengan barang lain yang mempunyai hubungan dekat

dan relatif lebih murah (Boediono, 2001).

Inflasi merupakan suatu keadaan dimana terjadi kenaikan harga secara tajam yang berlangsung

terus menerus dalam jangka waktu yang cukup lama. Seirama dengan kenaikan harga-harga

tersebut nilai uang turun secara tajam. Inflasi yang terus berlanjut akan berdampak pada distribusi

pendapatan dan alokasi produksi nasional, mengurangi investasi produktif, mengurangi ekspor dan

impor, dan kecenderunagn berdampak pada pertumbuhan perekonomian (Sukirno, 2002).

C. METODE PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Jenis data menggunakan data sekunder yang

bersumber dari United Nations Commodity Trade (UNCOMTRADE), united nations conferensce

on trade and development (UNCTAD), Word Bank. Penelitian ini dilakukan dalam lingkup

Indonesia dan Malaysia. Dimana Indonesia dan Malaysia sebagai negara produsen dan eksportir

minyak kelapa sawit (CPO) terbesar di dunia, selain itu penelitian ini juga mencangkup beberapa

negara tujuan utama ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia dan Malaysia. Indonesia

mengekspor CPO dengan dengan tujuan India, Belanda, Singapura, Malaysia, Jerman, Spanyol,

China dan Italia. Sedangkan Malaysia mengekspor CPO ke India, Belanda, Pakistan, Jerman,

Spanyol, Inggris, Vietnam dan Bangladesh. Waktu penelitian dilakukan dimulai tahun 2000

hingga tahun 2013.

Metode analisis Data

Karakteristik data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data cross section dan

time series. Karakteristik ini menunjukan bahwa regresi yang digunakan menggunakan panel data,

sehingga dalam menganalisis data metode yang dipakai adalah uji kesesuaian model, uji asumsi

klasik dan uji kriteria statistik. Estimasi yang digunakan untuk model regresi data panel ada tiga

yaitu Common Effect Model (CEM), Fixed Effect Model (FEM), dan Random Effect Model

(REM).

Dimana

Yjit : dependent variabel j untuk section ke i pada waktu ke t

Xit : Independent variabel untuk section ke i pada waktu ke t

Page 6: STUDI KOMPARASI DETERMINAN KINERJA EKSPOR CRUDE …

i : Unit cross section sebanyak k

t : unit time series sebanyak k

e : error term

Penelitian dilakukan untuk dua negara yaitu Indonesia dan Malaysia, dengan.model persamaan

yang digunakan dalam penelitian yaitu:

Dimana

NILAI : Nilai ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia/ Malaysia (USD)

GDPKAPITA : GDP perkapita negara pengimpor

PCPO (Harga) : Harga minyak kelapa sawit (CPO) dunia (USD/Ton)

INFLASI : Inflasi negara pengimpor (persentase)

e : Error term

Teknik yang digunakan untuk mengestimasi model regresi data penel. Pertama, Uji kesesuaian

medel. Apakah sebaiknya menggunakan CEM, FEM atau REM. Uji kesesuaian model dianalisis

dengan menggunakan Uji Langrange Multiplier (LM) Uji Chow dan Uji Hausman. Kedua,

pengujian Ekonometrika (Asumsi Klasik) dibutuhkan dalam penelitian hanya menggunakan

heteroskedastisitas. Untuk mendekti ada tidaknya heteroskedastisitas maka digunakan uji white.

Ketiga, Uji Kriteria statistik. Gujarati (2007) menyatakan uji signifikansi merupakan prosedur

yang digunakan untuk menguji kebenaran atau kesalahan hipotesis nol dari sampel. Uji yang

digunakan yaitu uji signifikansi parameter Individu (Uji T), Uji signifikansi simultan (Uji F), uji

Koefisiensi determinan (uji R2).

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Komoditas Kelapa Sawit

Kelapa sawit (Elaeis Guineensis jacq) termasuk golongan tumbuhan palma. Tanaman kelapa

sawit termasuk tanaman keras (tahunan) yang mulai memproduksi buahnya pada umur 3 tahun

dengan usia produktif hingga 25-30 tahun ke depan, sehingga memastikan pasokan yang konsisten

terhadap minyak. Tingginya 24 meter. Kelapa sawit merupakan tanaman berumah satu karena

bunga jantan dan betina pada pohon yang sama. Setiap pohon menghasilkan tandan kompak

dengan berat antara 10-25 kilogram dengan 1000-3000 fruitlets per tandan. Kelapa sawit

menghasilkan dua jenis minyak yaitu minyak kelapa sawit mentah/crude palm oil (CPO) dan

minyak inti sawit/palm kernel oil (PKO).

Hubungan antara perkebunan kelapa sawit dengan lingkungan sangat memberikan pengaruh

besar untuk menyelamatkan dari pemanasan global yaitu dapat mengurangi emisi GHG khusunya

karbondioksida (CO2) dan menyerap kembali GHG khususnya CO2 dari atmosfer bumi.

Perbedaan penyerapan netto CO2 tersebut disebabkan perbedaan laju fotosintesis dan respirasi.

Perkebunan kelapa sawit pertumbuhan biomas masih terjadi sampai kelapa sawit ditebang sekitar

umur 25 tahun sehingga laju fotosintesis lebih besar dari laju respirasi. Sedangkan hutan alam

tropis yang sudah mencapai umur dewasa pertumbuhan biomas sudah berhenti atau sangat kecil

sehingga fotosintesis sudah sama laju respirasi. Sehingga penyerapan CO2 dari atmosfir bumi,

konversi hutan dewasa menjadi perkebunan bukanlah bentuk deforestari tetapi bersifat reforestasi

(Soemarwoto, 1992) dikutip dari GAPKI.

Tabel 1 Perbandingan Penyerapan Karbondioksida antara Perkebunan Kelapa Sawit dan

Hutan Alam Tropis

Indikator Perkebunan kelapa sawit Hutan alam tropis

Fotosintesis (ton CO2/ha/tahun) 161,0 163,5

Respirasi (ton CO2/ha/tahun) 96,5 121,1

Netto (ton CO2/ha/tahun) 64,5 42,4

Sumber:Henson I.E. (1999). Comparative eco-physiology of palm oil and tropical forest. Oil palm

and the environment; a Malaysian perspective. Malaysian palm oil growers council.

Kuala lumpur. P9-39. Dikutip dari GAPKI

Gambaran Umum Kelapa sawit di Indonesia

Kelapa sawit didatangkan ke Indonesia oleh pemerintah hindia belanda pada tahun 1848. Kelapa

sawit di Indonesia baru di usahakan sebagai tanaman komersial pada tahun 1912 dan ekspor

minyak kelapa sawit pertama dilakukan pada tahun 1919. Perkebunan kelapa sawit pertama

dibangun di Tanahitam hulu sumatera utara oleh Schadt seorang yang berasal dari Jerman tahun

Page 7: STUDI KOMPARASI DETERMINAN KINERJA EKSPOR CRUDE …

1911. Awalnya pelaku usaha kelapa sawit terbatas pada perusahaan asing berskala besar dan

terintegrasi antara budidaya, pengolahan pabrik kelapa sawit dan pemasaran hasilnya. Tahun 1958,

beberapa perusahaan Belanda dinasionalisasikan dan diambil alih sebagai perusahaan perkebunan

negara. Rakyat menjadi pelaku usaha perkebunan kelapa sawit baru sekitar tahun 1980 dengan

dikembangkan program perkebunan Inti rakyat dalam rangka program akselerasi pembangunan

perkebunan. perkebunan kelapa sawit tersebar diseluruh wilayah Indonesia, namun perkebunan

kelapa sawit hanya dominan di pulau Sumatra dan Kalimantan. Kelapa sawit merupakan salah satu

andalan dalam komoditas pertanian Indonesia yang pertumbuhannya sangat cepat. Luas dari

perkebunan kelapa sawit di Indonesia tahun 2013 seluas 10,5 juta Ha, jumlah tersebut mengalami

kenaikan sebesar 9,3 persen dari tahun sebelumnya. Luas area yang sangat besar mempengaruhi

jumlah buah kelapa sawit yang didapat, jika buah semakin banyak dipanen maka produksi akan

hasil kelapa sawit akan besar. produksi kelapa sawit tahun 2013 sebesar 21 juta ton yang

didominasi produk CPO sebesar 17,39 juta ton, jumlah tersebut mengalami peningkatan sebesar

4,2 persen dari tahun sebelumnya.

Gambaran Umum Kelapa sawit Malaysia

Kelapa sawit diperkenalkan di Malaysia dibawah oleh Inggris pada tahun 1870 sebagai tanaman

hias. Pada tahun 1917, penanaman komersial pertama terjadi di Tennamaran Estate di Selangor

sebagai dasar perkebunan dan industri kelapa sawit di Malaysia. Budidaya kelapa sawit Malaysia

berkembang cepat di awal 1960-an di bawah program diversifikasi pertanian pemerintah, yang

diperkenalkan untuk mengurangi ketergantungan ekonomi negara pada karet dan timah. Pada

tahun 1960 pemerintah memperkenalkan program pemukiman untuk penanaman kelapa sawit

sebagai sarana untuk memberantas kemiskinan bagi petani tak bertanah dan petani kecil.

Tumbuhan kelapa sawit tersebar di seluruh wilayah Malaysia, baik dari pulau panisular Malaysia

maupun dari pulau Sarawak. Luas area perkebunan kelapa sawit Malaysia tahun 2013 seluas 5,2

juta Ha, mengalami kenaikan sebesar 3 persen dari tahun sebelumnya. Sedangkan hasil produksi

kelapa sawit di Malaysia juga sangat tinggi tahun 2013 mencapai 28,8 juta ton yang didominasi

oleh produk CPO sebesar 19,2 juta ton. volume tersebut mengalami peningkatan 2,8 persen dari

tahun sebelumnya.

Perkembangan Ekspor Produk CPO Indonesia dan Malaysia

Produk turunan dari kelapa sawit yang sangat prospektif untuk diproduksi lebih lanjut adalah

minyak kelapa sawit mentah atau CPO. Kebutuhan minyak kelapa sawit terus meningkat. Hal ini

karena manfaat CPO sebagai bahan baku untuk industri dan masyarakat. Kegunaan dan manfaat

yang besar menuntut negara-negara yang memiliki keunggulan dalam menghasilkan minyak

kelapa sawit untuk lebih meningkatkan ekspor.

Gambar 2 Proporsi Ekspor Negara-Negara Penghasil CPO Tahun 2013

Sumber: United Nation Commodity Trade (Diolah), 2015

Berdasarkan gambar 2 menunjukan besaran proporsi ekspor negara-negara eksportir CPO di

pasar dunia pada tahun 2013. Indonesia sangat mendominasi dalam melakukan ekspor dengan

proporsi sebesar 45 persen setara dengan 6.584.732 ton, sedangkan posisi kedua ditempati oleh

Malaysia dengan proporsi sebesar 27 persen setara dengan 3.963.186 ton. Posisi ketiga ditempati

Ghana dengan nilai yang cukup besar yakni sebesar 20 persen setara dengan 3.016.513 ton,

kemudian disusul Thailand sebesar 3 persen setara dengan 480.083 ton, Guatemala 2 persen setara

dengan 332.818 ton, dan Equador sebesar 1 persen atau setara dengan 148.890 ton.

46%

27%

21%

3% 2% 1%

indonesia

malaysia

ghana

thailand

guatemala

equador

Page 8: STUDI KOMPARASI DETERMINAN KINERJA EKSPOR CRUDE …

Gambar 3 Jumlah Ekspor Produk Turunan Kategori Crude Palm Oil Indonesia (Ton)

Sumber : United Nation Commodity Trade (Diolah), 2015

Gambar 3 menunjukan jumlah ekspor produk Crude palm oil dari tahun 2000 hingga tahun

2013. Jumlah ekspor CPO Indonesia sangat besar meskipun terdapat naik turun dalam mengekspor

namun, produk ini mampu memberikan tambahan devisa yang cukup besar. Produk CPO pada

tahun 2000 hingga tahun 2009 mengalami kenaikan terus menerus dan mampu mengeskpor

sebesar 1.817.664 ton pada tahun 2000 dan pada tahun 2009 mencapai puncaknya sebesar

9.566.746 ton, Kenaikan ini tidak berjalan lama karena pada tahun 2010 hingga 2013 terjadi

penurunan hingga jumlahnya pada yahun 2013 hanya mencapai 6.584.732 ton.

Perkembangan ekspor CPO Malaysia tidak sebesar ekspor CPO Indonesia, dimana CPO

Malaysia pada tahun 2002 bisa mencapai 1.164.172 ton, namun jumlah tersebut tidak membuat

produk CPO Malaysia terus meningkat, tahun 2007 mengalami penurunan dan hanya bisa

mengekspor CPO sebesar 2.010.004 ton, tetapi penurunan ini tidak lama karena tahun 2008 hingga

2012 meningkat hampir 100 persen dengan ekspor tahun 2012 sebesar 4.801.874 ton. Tetapi, tidak

berbeda dengan Indonesia produk CPO Malaysia pun di tahun 2013 terjadi penurunan dengan

jumlah produk CPO yang diekspor hanya mampu sebesar 3.963.186 ton. Perkembangan jumlah

ekspor CPO Indonesia dan Malaysia berfluktuatif terkait dengan perubahan kebijakan dan

permintaan dalam negeri serta luar negeri.

Gambar 4 Nilai Ekspor Produk Turunan Crude Palm Oil Indonesia Dan Malaysia (USD)

Sumber: United Nation Commodity Trade (Diolah), 2015

Gambar 4 mengenai nilai ekspor produk CPO Indonesia tahun 2000 hingga 2013 menunjukan

bahwa terdapat peningkatan nilai ekspor dari tahun 2002 hingga 2008 yaitu sebesar $891.998.644

USD pada tahun 2002 dan tahun 2008 sebesar $6.561.330.490 USD. Namun, tahun 2009 setelah

masa krisis mengalami penurunan menjadi $5.702.126.189 USD. Penurunan nilai ekspor tidak

berlangsung lama karena tahun 2010 hingga 2011 meningkat kembali dan puncaknya tahun 2011

mencapai $8.777.015.600 USD tetapi tahun 2012 hingga 2013 terjadi penurunan kembali dan pada

tahun 2013 nilai ekspor CPO hanya mencapai $ 4.978.532.881 USD.

Perdagangan internasional yang dilakukan Malaysia juga mampu memberikan tambahan devisa

negara, ekspor produk CPO yang dilakukan Malaysia memberikan nilai perdagangan yang naik

turun hal ini ditunjukan dimana dari tahun 2000 hingga 2008 terjadi peningkatan terus menerus,

dimana nilai yang didapat tahun 2000 sebesar $95.519.923 USD dan tahun 2008 mencapai

$1.879.389.747 USD. Namun, tahun 2009 turun dan hanya mampu mencapai nilai sebesar

0

2,000,000

4,000,000

6,000,000

8,000,000

10,000,000

12,000,000

2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012

Indonesia

Malaysia

$0

$2,000,000,000

$4,000,000,000

$6,000,000,000

$8,000,000,000

$10,000,000,000

Indonesia

Malaysia

Page 9: STUDI KOMPARASI DETERMINAN KINERJA EKSPOR CRUDE …

$1.675.850.018 USD. Tahun 2009 nilai ekspor turun tetapi setelah itu, tahun 2010 hingga 2012

meningkat tajam dengan nilai yang diperoleh tahun 2012 sebesar $4.468.118.528 USD. Kemudian

pada musim selanjutnya tahun 2013 turun kembali dan hanya mampu mendapatkan nilai

$2.986.345.133 USD penurunan ini hampir mencapai 100 persen dari nilai tahun sebelumnya.

Perkembangan nilai ekspor produk CPO Indonesia dan Malaysia ini memang mengalami kendala

ketika tahun 2008 terjadi krisis keuangan sehingga menaikan nilai ekspor. Selain itu, perubahan

harga minyak kelapa sawit dunia

Analisis Uji Statistik

Berdasarkan hasil uji lagrange multilier (LM), uji chow, dan uji hausman diperoleh bahwa REM

merupakan model yang terbaik untuk digunakan dalam penelitian ini. Berikut merupakan hasil uji

regresi data panel dengan REM

Tabel 2 Hasil Random Effect Model Data Indonesia dan Malaysia

Variabel Koefisien T statistik probabilitas keputusan

LN_GDPKAPITA? -0.10115 -0.484166 0.6292 Tidak Signifikan

LN_PCPO? 2.501587 11.71970 0.0000 Signifikan

LN_INFLASI? -0.163253 -1.523367 0.1306 Tidak Signifikan

R squared 0.715497

Prob (F-statistik) 0.000000

(a) Indonesia

Variabel Koefisien T statistik probabilitas Keputusan

LN_GDPKAPITA? -0.160401 -0.531583 0.5961 Tidak signifikan

LN_PCPO? 1.980698 5.465433 0.0000 Signifikan

LN_INFLASI? 0.055737 0.260102 0.7953 Tidak signifikan

R squared 0.342397

Prob (F-statistik) 0.000000

(b) Malaysia

Sumber: data primer (diolah), 2015

Berdasarkan hasil regresi pada tabel 2 menunjukan uji signifikansi dimana secara bersama sama

variabel bebas (independent variabel) yaitu GDP perkapita negara pengimpor, harga CPO dan

inflasi negara pengimpor berpengaruh terhadap variabel terikat (dependen Variabel) yaitu nilai

ekspor CPO. Hal ini terlihat pada nilai probabilitas F stat masing-masing sebesar 0.000000 dimana

hasil tersebut adalah lebih kecil dari tingkat kesalahan sebesar 1 persen. Selain itu, data tersebut

memiliki nilai R2 masing-masing sebesar 0.715497 dan 0.342397, nilai tersebut menunjukan

bahwa variabel bebas mampu menjelaskan variabel terikat sebesar 71 persen untuk Indonesia dan

34 persen untuk Malaysia, sisanya dijelaskan variabel lain yang tidak termasuk dalam model.

Sedangkan secara parsial baik data Indonesia maupun Malaysia terdapat satu variabel bebas yang

dapat mempengaruhi variabel terikat yaitu harga CPO dunia. Namun, dua variabel lainnya tidak

dapat mempengaruhi variabel terikat yaitu GDP perkapita dan inflasi negara pengimpor.

Analisis Komparasi Kinerja Ekspor CPO Indonesia dan Malaysia

GDP Perkapita Negara Pengimpor terhadap Nilai Ekspor CPO Indonesia dan Malaysia

GDP perkapita negara pengimpor mencerminkan tingkat daya beli Masyarakat terhadap suatu

barang, dimana jika suatu negara memiliki GDP perkapita tinggi maka daya beli Masyarakat

tinggi. Artinya hubungan antara GDP perkapita negara pengimpor dengan nilai ekspor CPO

mempunyai hubungan positif. Hal ini sesuai dengan penelitian Nanang (2009). Namun, dalam

penelitian ini GDP perkapita negara pengimpor tidak berpengaruh terhadap nilai ekspor CPO

Indonesia dan Malaysia. Artinya besaran GDP perkapita yang dimiliki negara pengimpor tidak

berpengaruh terhadap nilai ekspor CPO yang didapat Indonesia dan Malaysia.

Tidak berpengaruhnya GDP perkapita negara pengimpor terhadap nilai ekspor CPO Indonesia

dan Malaysia karena mengingat CPO adalah minyak nabati yang konsumsinya paling besar di

dunia diantara minyak lainnya seperti kedelai, minyak repeseed, dan minyak bunga matahari.

dimana pada tahun 2000 konsumsi minyak kedelai mencapai 27.814 juta ton dan pada tahun 2014

naik menjadi 48.692 juta ton, dengan pertumbuhan 5.36 persen per tahun. Sementara itu konsumsi

minyak sawit pada tahun 2000 mencapai 23.642 juta ton dan pada tahun 2014 naik menjadi 62.267

juta ton dengan laju pertumbuhan rata-rata 11,67 persen per tahun (gambar 5). Dengan melihat

perkembangan konsumsi CPO semakin tinggi maka sewajarnya jika CPO adalah bahan yang

sangat dibutuhkan. Karena seperti yang sudah kita tahu bahwa manfaat dari produk CPO sangat

Page 10: STUDI KOMPARASI DETERMINAN KINERJA EKSPOR CRUDE …

banyak seperti es krim, minyak goreng, margarin, ataupun bahan non pangan seperti sabun cuci,

bahkan bisa dijadikan sebagai pembangkit listrik dan produksinya lebih efisien.

Gambar 5 Perkembangan Konsumsi Minyak Nabati Dunia 1965-2014

Sumber: Oil World dikutip dari GAPKI, 2014

Harga CPO Dunia terhadap Nilai Ekspor CPO Indonesia dan Malaysia

Harga mencerminkan permintaan dan penawaran terhadap barang. Apabila harga barang

meningkat maka permintaan barang menurun. Sebaliknya, apabila harga barang turun maka

permintaan barang meningkat. Sedangkan dari sisi penawaran barang jika harga meningkat maka

barang yang ditawarkan akan lebih banyak dan jika harga barang turun barang yang ditawarkan

juga turun. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa harga CPO dunia berpengaruh positif

terhadap nilai eskpor CPO Indonesia dan Malaysia. Hal ini sesuai dengan hukum penawaran yaitu

ketika harga CPO dunia meningkat maka kuantitas yang ditawarkan meningkat. Dengan adanya

kenaikan harga CPO dunia mendorong Indonesia sebagai negara pengekspor CPO terbesar di

dunia untuk meningkatkan produksi CPO sehingga output yang dihasilkan meningkat dan ekspor

CPO Indonesia juga meningkat. Kondisi ini menyebabkan nilai ekspor CPO Indonesia dan

Malaysia meningkat (gambar 6). Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian terdahulu

Hutabarat (2010) dan Raharjo (2013).

Gambar 6 Produksi, Harga dan Ekspor CPO Tahun 2000-2013

(a) Indonesia

(b) Malaysia

Sumber: MPOB, BPS, UNCOMTRADE, dan UNCTAD (diolah), 2015

0.00

5000.00

10000.00

15000.00

20000.00

Produksi CPO (Ribu ton)

Ekspor CPO (Ribu ton)

harga CPO Dunia(ton/USD)

0

5000

10000

15000

20000

25000

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Produksi CPO (Ribu ton)

Ekspor CPO (Ribu ton)

harga CPO Dunia(ton/USD)

Page 11: STUDI KOMPARASI DETERMINAN KINERJA EKSPOR CRUDE …

Inflasi Negara Pengimpor terhadap Nilai Ekspor CPO Indonesia dan Malaysia

Inflasi adalah kecenderungan naiknya harga-harga secara umum dan terus menerus. Ekspor CPO

yang dilakukan Indonesia dan malaysia ke beberapa negara tujuan sangat rentan terhadap kondisi

perekonomian negara pengimpor termasuk kondisi perkembangan inflasi negara pengimpor.

Berdasarkan hasil pengujian, pengaruh inflasi negara pengimpor terhadap nilai ekspor CPO

Indonesia dan Malaysia membuktikan bahwa tidak ada pengaruh yang. Hasil penelitian ini sama

dengan hasil penelitian Nosita (2009), yang menyimpulkan bahwa tinggi rendahnya inflasi tidak

berpengaruh terhadap nilai ekspor. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan Nurul (2012) yang

menyatakan bahwa inflasi memiliki pengaruh yang signifikan dan hubungan positif, hal ini sesuai

hukum penawaran jika harga naik maka barang yang ditawarkan juga bertambah.

Tidak berpengaruhnya inflasi negara pengimpor terhadap nilai ekspor CPO Indonesia dan

Malaysia disebabkan karena Kebutuhan akan CPO dianggap penting sebagai kebutuhan industri

dan masyarakat. Dimana hasil dari produksi CPO dapat menghasilkan berbagai barang-barang

seperti minyak goreng, kosmetik, es krim, sabun cuci dan lain sebagainya. Sehingga permintaan

akan CPO tidak terpengaruh dengan perkembangan inflasi.

E. KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Indonesia dan Malaysia sebagai eksportir

CPO terbesar di dunia ditentukan oleh faktor harga CPO dunia. Dimana perkembangan harga akan

menentukan besaran nilai ekspor yang diterima Indonesia maupun Malaysia. Namun, perubahan

inflasi dan GDP perkapita negara pengimpor tidak mendorong perkembangan kinerja ekspor CPO

Indonesia dan Malaysia.

Dalam upaya meningkatkan kinerja ekspor CPO pertama, perlu adanya kebijakan yang

memberikan ruang untuk eksportir CPO seperti kebijakan pembebasan tarif ekspor CPO.

kedua, perlu adanya industri pengembangan produk turunan CPO untuk mendapatkan nilai

jual yang lebih tinggi dan ketiga, perlu dibentuk lembaga promosi khusus untuk

mempromosikan produk kelapa sawit ke negara-negara tujuan ekspor dalam meningkatkan

akses pasar sehingga tujuan ekspor CPO bukan hanya terpusat pada beberapa negara saja,

namun bisa mengakses semua negara di dunia. Bagi peneliti yang ingin lebih mendalami

mengenai tema yang dibahas dalam penelitian ini disarankan untuk melihat kondisi daya

saing produk CPO dan turunannya dari sisi teknologi dan investasi asing terhadap komoditi

kelapa sawit.

UCAPAN TERIMA KASIH

Kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu sehingga

panduan ini dapat terselesaikan.Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Asosiasi Dosen Ilmu

Ekonomi Universitas Brawijaya khususnya kepada Bapak Shofwan, SE., M.Si selaku dosen

pembimbing dan Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya yang

memungkinkan jurnal ini bisa diterbitkan.

DAFTAR PUSTAKA

Boediono. 1983. Ekonomi Internasional, Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi nomor 3. Edisi

Pertama. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta

Ernawati, T. & Yeni S. 2013. Kinerja ekspor minyak kelapa sawit indonesia: pusat penelitian

ekonomi lipi. Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, volume 7 (Nomor 2)

Ernawati, Fatimah dkk. 2006. AFTA and its implication to the export demand of Indonesian palm

oil. Jurnal agro ekonomi. Vol 24, No 2.

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI). 2014. Industri Minyak Sawit Indonesia

Menuju 100 Tahun NKRI, Membangun Kemandirian Ekonmi, Energi Dan Pangan Secara

Berkelanjutan.

Gujarati, Damodar. 1993. Ekonometrika terjemahan jilid dua. (Raden Carlos Mangunsong).

Jakarta: Erlangga

Page 12: STUDI KOMPARASI DETERMINAN KINERJA EKSPOR CRUDE …

Kementrian perindustrian. 2007. Gambaran Sekilas Industri Minyak Kelapa Sawit. Jakarta:

Kementrian Perindustrian

Kementrian pertanian, direktur jenderal perkebunan. http://ditjenbun.pertanian. go.id/berita-362-

pertumbuhan-areal-kelapa-sawit-meningkat.html akses 16 januari 2015

Official Portal of Malaysian Palm Oil Board. Economic and industry development division

http://bepi.mpob.gov.my/index.php/statistics/production.html

Mankiw, Gregory. 2006. Makroekonomi terjemahan edisi keenam. (Fitria Liza dan Imam

Nurmawan) Jakarta: Erlangga

Nanang, david. M. 2010. Analysis of export demand for ghana’s timber product a multivariate co-

integration approach. Journal of forest economics. Volume 16, 2010: 47-61.

ScienceDirect

Nosita, firda. 2009. Pengaruh variabel inflasi, pendapatan nasional dan nilai tukar terhadap ekspor

non-migas republik indonesia ke Amerika Serikat. Skripsi tidak diterbitkan. Malang:

Universitas Brawijaya.

Rifin, Amzul. 2009. Export Competitiveness of Indonesian’s Palm Oil Product. Trend in Agri

Economics.

Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional, Edisi Kelima. (Haris Munandar) Erlangga: Jakarta

Tambunan, Tulus. 2000. Perdagangan Internasional dan Neraca Pembayaran. Jakarta: Pustaka

LP3ES.

The World Bank. http://www.worldbank.org/en/country

United Nations Conference on Trade and Develoment (UNCTAD). Commodities. Commodity

price long term trends. Free market commodity price annual 1960-2014

http://unctadstat.unctad.org/wds/TableViewer/tableView.aspx?

ReportId=30727

United Nastions Commodity Trade (UNCOMTRADE). http://comtrade.un.org/db/mr/da

Commodities Results.aspx?px=H1&cc=151110