studi kasus bioremediasi

9
2.7 Contoh Studi Kasus Pencemaran Logam Berat Pencemaran Logam Berat Di Teluk Buyat Gambar 2. Peta Teluk Buyat Teluk Buyat adalah teluk kecil yang terletak di pantai selatan Semenanjung Minahasa, Sulawesi Utara, Indonesia. Secara administratif, teluk ini berada di Kabupaten Minahasa Tenggara. Teluk Buyat berada di sisi tenggara lengan semenanjung Sulawesi bagian utara, menghadap Laut Maluku. Di sekitar teluk ini tinggal sejumlah nelayan. Sejak tahun 1996, Teluk Buyat digunakan sebagai daerah penimbunan untuk Mesel Gold Mine, dijalankan oleh PT Newmont Minahasa Raya, perusahaan cabang Newmont Mining Corporation yang memiliki saham 80%. Tailing dari tambang emas itu merupakan cadas halus dan emas ditemukan di situ. Sejak tahun 1996, Newmont Mining Corporation di bawah cabangnya PT. Newmont Minahasa Raya memanfaatkan teluk ini sebagai penimbunan tailing (limbah pertambangan) untuk aktivitas pertambangan emasnya.

Upload: rifky-farhan

Post on 04-Dec-2015

56 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

fgd

TRANSCRIPT

Page 1: Studi Kasus Bioremediasi

2.7 Contoh Studi Kasus Pencemaran Logam Berat 

Pencemaran Logam Berat Di Teluk Buyat

Gambar 2. Peta Teluk Buyat

Teluk Buyat adalah teluk kecil yang terletak di pantai selatan

Semenanjung Minahasa, Sulawesi Utara, Indonesia. Secara

administratif, teluk ini berada di Kabupaten Minahasa

Tenggara. Teluk Buyat berada di sisi tenggara lengan

semenanjung Sulawesi bagian utara, menghadap Laut

Maluku. Di sekitar teluk ini tinggal sejumlah nelayan. Sejak

tahun 1996, Teluk Buyat digunakan sebagai daerah

penimbunan untuk Mesel Gold Mine, dijalankan oleh PT

Newmont Minahasa Raya, perusahaan cabang Newmont

Mining Corporation yang memiliki saham 80%. Tailing dari

tambang emas itu merupakan cadas halus dan emas

ditemukan di situ. Sejak tahun 1996, Newmont Mining

Corporation di bawah cabangnya PT. Newmont Minahasa

Raya memanfaatkan teluk ini sebagai penimbunan tailing

(limbah pertambangan) untuk aktivitas pertambangan

emasnya.

Pada tahun 2004, penduduk setempat di wilayah tersebut

memprotes beberapa masalah kesehatan tak lazim yang

Page 2: Studi Kasus Bioremediasi

lebih lanjut mencurigai Newmont melanggar peraturan kadar

limbah pertambangan sehingga mencemari wilayah itu

dengan bahan berbahaya. Walhi, aktivis lingkungan

Indonesia, mengklaim Newmont menimbun 2.000 ton tailing

ke teluk itu setiap hari. Pada tahun 2004, akhirnya aktivitas

pertambangan ditutup sementara pemantauan lingkungan

pasca-penambangan terus berlangsung hingga tahun 2008.

Jalur pipa dibangun untuk menyalurkan tailing dari daerah

pertambangan ke teluk yang memanjang sekitar 900 m ke

laut dan menimbun bahan intu pada kedalaman 82 m.

Pada bulan Juli 2004, beberapa lembaga swadaya

masyarakat memulai kampanye mendakwa PT Newmont

Minahasa Raya mencemari Teluk Buyat dengan sengaja,

yang menimbulkan efek samping pada kesehatan warga

setempat.

Pada pertengahan tahun 2004, kelompok nelayan setempat

memohonkan penyelidikan independen kepada Pemerintah

Indonesia atas kadar limbah tambang Newmont di Teluk

Buyat. Nelayan setempat melihat jumlah ikan yang mati

mendadak amat tinggi disertai dengan pembengkakan yang

tak biasa, hilangnya ikan bandeng muda dan spesies lain di

wilayah teluk. Mereka juga mengeluhkan masalah kesehatan

yang tak biasa seperti penyakit kulit yang tak dapat

dijelaskan, tremor, sakit kepala, dan pembengkakan aneh di

leher, betis, pergelangan tangan, bokong, dan kepala.

Penelitian itu menemukan beberapa logam berat seperti

Page 3: Studi Kasus Bioremediasi

arsen, antimon, merkuri, dan mangan yang tersebar di sana

dengan kepadatan tertinggi di sekitar daerah penimbunan.

Pada bulan November 2004, WALHI (LSM lingkungan)

bersama dengan beberapa organisasi nirlaba (Indonesian

Mining Advocacy Network, Earth Indonesia, danIndonesian

Center for Environmental Law) mengumpulkan laporan yang

lebih menyeluruh atas keadaan Teluk Buyat, menyimpulkan

teluk itu dicemari oleh arsen dan merkuri dalam kadar yang

berbahaya, sehingga berisiko tinggi bagi masyarakat. Sampel

endapan dasar Teluk Buyat menunjukkan kadar arsen

setinggi 666 mg/kg (ratusan kali lebih besar daripada Kriteria

Kualitas Perairan Laut ASEAN yang hanya 50 mg/kg) dan

kadar merkuri rata-rata 1000 µg/kg (standar yang sama

menetapkan 400 µg/kg). Dibandingkan dengan sampel

kontrol alami dari tempat yang tak dipengaruhi penimbunan

limbah pertambangan, studi itu juga menyimpulkan bahwa

kadar arsen dan merkuri itu tidak alami dan satu-satunya

sumber yang mungkin adalah dari penimbunan limbah

pertambangan Newmont.

Merkuri dan arsen tertumpuk di berbagai organisme hidup di

Teluk Buyat termasuk ikan yang dimakan setiap hari oleh

penduduk setempat. Kesehatan manusia berada dalam

bahaya dan laporan itu merekomendasikan konsumsi ikan

harus dikurangi secara signifikan dan mungkin relokasi

penduduk ke daerah lain. Pada tahun 1994, AMDAL Newmont

menegaskan adanya lapisan termoklin pada kedalaman 50–

Page 4: Studi Kasus Bioremediasi

70 meter sebagai penghalang bagi tailing untuk bercampur

dan menyebar di Teluk Buyat. Walaupun demikian, WALHI

tak menemukan lapisan yang dimaksud.

Akibat kegiatan pertambangan skala besar oleh PT. Newmont

Minahasa Raya (NMR), ekosistem perairan laut di teluk Buyat

rusak parah akibat buangan 2000 ton tailing setiap hari.

Bukan saja itu, kondisi masyarakat di sekitar Teluk Buyat

yang mengantungkan hidupnya dari hasil laut dan harus

bertahan hidup di wilayah tersebut karena tekanan

kemiskinan harus menerima akibat dari pencemaran dan

perusakan ekosistem Perairan Teluk Buyat. Terkontaminasi

logam berat arsen, lahan tangkapan ikan berpindah jauh

ketengah laut, yang semuanya itu menurunkan kualitas

hidup sebagian masyarakat Desa Buyat tepatnya masyarakat

di dusun V Desa Buyat Pante.

Limbah yang akan mengakibatkan biaya tambahan bagi

masyarakat akibat kegiatan perusahaan yang seharusnya

tidak keluar ke alam bebas, justru sengaja dikeluarkan

melalui pipa sepanjang 900 meter dari tepi pantai Teluk

Buyat. Akibatnya menimbulkan biaya pencemaran bagi

masyarakat sekitar Teluk Buyat atau eksternal cost.

2.8 Pemanfaatan Bioremediasi Dalam Menanggulangi

Logam Berat Di Teluk Buyat

Sebelumnya, dapat dilihat video tentang bioremediasi alga

terlebih dahulu. Link Video

Page 5: Studi Kasus Bioremediasi

Kasus Teluk Buyat di Sulawesi Utara adalah contoh kasus

keracunan logam berat. Logam berat yang berasal dari

limbah tailing perusahaan tambang serta limbah penambang

tradisional merupakan sebagian besar sumber limbah B3

(bahan berbahaya dan beracun) yang mencemari

lingkungan. Limbah tailing merupakan produk samping,

reagen sisa, serta hasil pengolahan pertambangan yang

tidak diperlukan (Sutjahjo 2010). Tailing hasil penambangan

misalnya penambangan emas mengandung bahan-bahan

berbahaya dan beracun seperti Arsen (As), Kadmium (Cd),

Timbal (Pb), Merkuri (Hg), Sianida (CN) dan lain-lain. Logam-

logam yang berada dalam tailing adalah logam berat yang

masuk dalam kategori limbah bahan berbahaya dan beracun

(B3).

Salah satu alternatif pencegahan pencemaran dengan logam-

logam berat yang termasuk dalam B3 tersebut dapat

dilakukan dengan berbagai macam cara, diantaranya

bioremediasi, yaitu proses pembersihan pencemaran di suatu

tempat bisa dengan menggunakan mikroalga (fitoplankton)

untuk mengurangi tingkat pencemaran logam berat.

Bioremediasi merupakan proses degradasi secara biologis

bahan organik menjadi senyawa lain. Proses ini didasarkan

pada siklus karbon, sehingga bentuk senyawa organik dan

anorganik didaur ulang melalui reaksi oksidasi dan reduksi.

Proses bioremediasi bergantung pada kemampuan

Page 6: Studi Kasus Bioremediasi

organisme yang digunakan (mikroba, tanaman, atau hewan)

dan sistem yang dioperasikan pada jangka waktu tertentu

(Citroreksoko 1996).

Bioremediasi memiliki beberapa kelebihan diantaranya,

memanfaatkan agen biologi yang ada di alam sehingga

dapat menghemat biaya, dapat mencegah kerusakan

lingkungan, penyisihan buangannya permanen dan

menghapus resiko jangka panjang, dan dapat digabung

dengan teknik pengolahan lain. Sedangkan kekurangannya,

terdapat pengotoran toksik, membutuhkan pemantauan yang

ekstensif, berpotensi menghasilkan produk yang tidak

dikenal, tidak semua bahan kimia dapat diolah secara

bioremediasi, dan adanya batasan konsentrasi polutan yang

dapat ditolerir oleh organisme (Citroreksoko 1996).

Teknik bioremediasi dapat dilakukan yaitu melalui

pemanfaatan agen biologi berupa tumbuhan air atau bakteri.

Misalnya Microccocus, Corynebacterium, Phenylobacterium,

Enhydrobacter, Morrococcus, Flavobacterium,  Bacillus, 

Staphylococcus, dan  Pseudomonas, yang dapat

mendegradasi  logam  Pb (misalnya pada tailing dari hasil

kasus buyat), serta nitrat, nitrit, bahan organik, sulfida,

kekeruhan, dan amonia di dalamnya (Priadie 2012).

Bioremediasi merupakan proses degradasi secara biologis

bahan organik menjadi senyawa lain. Proses ini didasarkan

pada siklus karbon, sehingga bentuk senyawa organik dan

Page 7: Studi Kasus Bioremediasi

anorganik didaur ulang melalui reaksi oksidasi dan reduksi.

Proses bioremediasi bergantung pada kemampuan

organisme yang digunakan (mikroba, tanaman, atau hewan)

dan sistem yang dioperasikan pada jangka waktu tertentu

(Citroreksoko 1996).

Dalam makalah ini pemanfaatan mikroalga yang dapat

menyerap logam berat yang akan dibahas lebih lanjut.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

eksperimental laboratorium yang kemudian diterapkan ke

lapangan.

Mikroalga yang digunakan adalah Chlorella sp yang diperoleh

dari stok murni dari Laboratorium setempat dan yang

kemudian dikultur. Kondisi lingkungan mempengaruhi

tumbuh dari Chlorella sp dimana untuk pertumbuhan

terbaikChlorella sp pada salinatas 25%, Suhu 17, 20, dan

23 oC dan juga intensitas cahaya 4500 Lux.

Kondisi lingkungan yang ada di teluk Buyat terkadang tidak

sesuai dengan kondisi lingkungan untuk hidup Chlorella

sp. Maka dari itu bagaimana caranya supayaChlorella

sp mampu bertahan hidup di kondisi lingkungan yang

terdapat di Teluk Buyat.

Page 8: Studi Kasus Bioremediasi

Gambar 3. Alga Chlorella sp sebagai salah satu alternatif

bioremediasi logam berat di Teluk Buyat

Dengan adanya teknik seperti itu, Chlorella sp di duga

mampu menyerap logam berat yang ada di Teluk

Buyat. Selain itu penelitian tersebut mendapatkan hasil

seperti penyerapan logam berat tertinggi terlihat berturut

turut adalah Cr sebesar 33% , Cu sebesar 29 %, Cd sebesar

15% dan Zn sebesar 8% pada hari ke-7, dalam kondisi

medium (salinitas 34%, pH 7 dan kandungan Oksigen terlarut

8 mg/L).

Pada beberapa jurnal lain meyebutkan bahwa penyerapan

logam berat paling tinggi oleh Chlorella sp adalah Cd

dibandingkan dengan Pb dan Cu (Niczyporuk, Bajguz,

Zambrzycka, & Żyłkiewiczb, 2012) tetapi pada percobaan ini

penyerapan tertinggi justru terjadi pada logam Cr dan Cu.

(Niczyporuk, Bajguz, Zambrzycka, & Żyłkiewiczb, 2012)

menyebutkan juga bahwa penyerapan logam berat dapat

menurunkan tetapi tetapi pada percobaan ini berbeda

misalnya pada logam jenis Cr pada hari ke 5 pH 7.1 tetapi

pada hari ke 7 terjadi kenaikan pH 7.2 ini juga terjadi pada

perlakuan yang lain menyebutkan bahwa kondisi lingkungan

Page 9: Studi Kasus Bioremediasi

untuk pertumbuhan Chlorella sp adalah pada salinitas 15 dan

35% tetapi untuk pertumbuhan terbaik Chlorella sp adalah

pada 25% salinitas dan Alga juga bertumbuh pada suhu 17,

20, dan 23oC tetapi alga akan bertumbuh lambat pada suhu

26, 29, 32 dan 14oC.

SUMBER :

https://bioremediasil.wordpress.com/2014/12/31/38/