studi kasus bab 4

7
STUDI KASUS PT. INDOSAT TBK. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan atau Bapepam-LK menilai transaksi derivatif berupa lindung nilai (hedging) PT. Indosat Tbk merupakan hal yang wajar dan tidak ditemukan adanya pelanggaran. Tetapi, otoritas pasar modal tetap akan meneliti kasus Indosat ini. Berdasarkan keterangan dari direksi Indosat dan akuntan publik yang memeriksa laporan keuangannya, langkah lindung nilai terhadap utang dollar AS perseroan adalah hal yang wajar dan tak melanggar aturan. Itu dilakukan sebagai prinsip kehati-hatian terhadap fluktuasi kurs rupiah, kata Fuad Rahmany, Ketua Bapepam. Kasus Indosat mencuat pada tahun 2007 ketika anggota Komisi XI DPR, yang juga Wakil Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional Dradjad H Wibowo dalam rapat kerja dengan Menteri Keuangan mengatakan, Indosat diduga berpotensi merugikan negara sebesar Rp 323 miliar akibat salah kelola dalam transaksi derivatif pada tahun 2004-2006. Bapepam telah menelaah kasus ini. Namun, dari akuntan publik, Ernst & Young telah menyatakan transaksi derivatif itu wajar. Secara terpisah, Direktur Keuangan Indosat Wong Heang Tuck mengatakan, kebijakan lindung nilai itu untuk mengelola potensi risiko dari fluktuasi kurs. Itu praktik umum yang dilakukan perusahaan di seluruh dunia yang memiliki utang valas, sementara pendapatan usahanya dalam mata uang lokal. Perseroan memiliki kebijakan lindung nilai paling sedikit 50 persen dari total utang dalam denominasi dollar AS. Pada akhir triwulan I-2007, kewajiban jangka panjang Indosat dalam dollar AS berjumlah 584 juta dollar AS. Sebanyak 400 juta dollar AS atau 69 persen di antaranya telah dilakukan program lindung nilai.

Upload: winnykarina

Post on 20-Jan-2016

189 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Studi Kasus Bab 4

STUDI KASUS PT. INDOSAT TBK.

Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan atau Bapepam-LK menilai transaksi derivatif berupa lindung nilai (hedging) PT. Indosat Tbk merupakan hal yang wajar dan tidak ditemukan adanya pelanggaran. Tetapi, otoritas pasar modal tetap akan meneliti kasus Indosat ini.

Berdasarkan keterangan dari direksi Indosat dan akuntan publik yang memeriksa laporan keuangannya, langkah lindung nilai terhadap utang dollar AS perseroan adalah hal yang wajar dan tak melanggar aturan. Itu dilakukan sebagai prinsip kehati-hatian terhadap fluktuasi kurs rupiah, kata Fuad Rahmany, Ketua Bapepam.

Kasus Indosat mencuat pada tahun 2007 ketika anggota Komisi XI DPR, yang juga Wakil Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional Dradjad H Wibowo dalam rapat kerja dengan Menteri Keuangan mengatakan, Indosat diduga berpotensi merugikan negara sebesar Rp 323 miliar akibat salah kelola dalam transaksi derivatif pada tahun 2004-2006. Bapepam telah menelaah kasus ini. Namun, dari akuntan publik, Ernst & Young telah menyatakan transaksi derivatif itu wajar.

Secara terpisah, Direktur Keuangan Indosat Wong Heang Tuck mengatakan, kebijakan lindung nilai itu untuk mengelola potensi risiko dari fluktuasi kurs. Itu praktik umum yang dilakukan perusahaan di seluruh dunia yang memiliki utang valas, sementara pendapatan usahanya dalam mata uang lokal. Perseroan memiliki kebijakan lindung nilai paling sedikit 50 persen dari total utang dalam denominasi dollar AS. Pada akhir triwulan I-2007, kewajiban jangka panjang Indosat dalam dollar AS berjumlah 584 juta dollar AS. Sebanyak 400 juta dollar AS atau 69 persen di antaranya telah dilakukan program lindung nilai.

Kerugian derivatif, sebagaimana disebutkan dalam laporan keuangan tahun 2004 sampai 2006, sebesar Rp 653 miliar. Porsi yang belum terealisasi merupakan transaksi atas nilai pasar wajar (marked to market) yang berjumlah lebih dari 50 persen. Dalam hal lindung nilai ini, untuk sisi utang kami mungkin merugi, namun dari sisi pendapatan kami meraih keuntungan. Jadi, sebaiknya dilihat dari sisi kerugiannya saja.

Marwan Batubara Anggota DPD RI Sewaktu posisi Dirut Indosat kosong karena diangkatnya Widya Purnama menjadi Dirut Pertamina (2004), pemerintah berupaya menempatkan pengganti. Namun Temasek menolak. Komisaris Utama Indosat, Peter Seah, mengatakan, “Posisi Dirut Indosat dikosongkan karena calon-calon yang ada tidak memenuhi kualifikasi.” Kita paham itu memang hak Temasek sebagai pemegang saham mayoritas. Tapi hal ini dapat juga dianggap menistakan kemampuan SDM Indonesia.

Sadarkah kita bahwa asing telah sedemikian menentukan pada sektor strategis negara? Meskipun divestasi Indosat pada bulan Desember 2002 telah dilakukan

Page 2: Studi Kasus Bab 4

dengan melanggar aturan, kita belum melihat upaya menyeluruh untuk menuntaskannya. Justru kita tersentak dengan temuan Anggota DPR Dradjad H Wibowo yang menyatakan bahwa transaksi derivatif Indosat berpotensi merugikan negara hingga Rp 323 miliar. Kita khawatir temuan terbaru tentang Indosat inipun akhirnya akan hilang tanpa penyelidikan yang tuntas. Me! Mengapa semua ini bisa terjadi? Kita khawatir memang ada oknum yang terus melindungi dan bekerja untuk kepentingan Temasek. Selalu mentok Saat Iluni UI Jakarta melaporkan kasus divestasi Indosat ke Kejaksaan Agung pada awal 2003, kita menaruh harapan besar mengingat antusiasnya Tim Kejasaan Agung meminta keterangan dan informasi. Namun setelah dua kali diundang ke Kejaksaan Agung, Iluni justru diminta mendengarkan presentasi hasil penyidikan yang menyimpulkan tidak adanya pelanggaran dan kerugian negara. Yang mengagetkan, Tim Kejagung menolak untuk menyerahkan hasil penyelidikan tersebut kepada Iluni. Kejagung pun tidak pernah menyampaikan kesimpulan penyelidikannya kepada publik. Selain kepada Kejagung, Iluni UI juga mengajukan gugatan actio popularis 133 tokoh nasional ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 2004. Gugatan ini ditolak dengan alasan konsep gugatan actio popularis tidak diatur dalam perundang-undangan Indonesia. Gugatan kembali ditolak dengan alasan yang sama saat banding diajukan ke Pengadilan Tinggi Jakarta (2005) dan kasasi ke Mahkamah Agung (2006).

Ketiga lembaga peradilan tersebut tidak pernah memeriksa esensi materi gugatan berupa pelanggaran hukum dan kerugian negara, kecuali menolak karena tidak adanya aturan perundangan. Padahal bentuk gugatan actio popularis sudah pernah (2002) diajukan oleh suatu kelompok masyarakat dalam kasus TKI Nunukan, dan pengadilan memenangkan gugatan tersebut. Sekarang KPPU sedang giat-giatnya menyelidiki dugaan pelanggaran terhadap UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat oleh Temasek di Indosat dan Telkomsel. Kita mencatat banyaknya penolakan pakar dan pengamat atas langkah itu. Ada pula yang menuduh KPPU ditunggangi oleh pihak tertentu. Bahkan ada pula sejumlah berita yang menunjukkan pembelaan kepada Temasek. Mudah-mudahan KPPU tetap tegar untuk menuntaskan tugasnya dan menghasilkan keputusan yang mengutamakan kepentingan nasional. Kita tidak anti-investor asing dan tidak pula mengabaikan proses tender yang telah dilakukan. Kita justru mendukung langkah-langkah tersebut demi perbaikan ekonomi, sepanjang itu dilakukan sejalan dengan amanat konstitusi. Kita menolak keras oknum-oknum yang melindungi investror asing yang telah melanggar hukum, termasuk yang bekerja menjadi antek asing. Kita tidak sependapat dengan pernyataan tokoh dan beberapa tulisan yang mengatakan pembelian saham Telkomsel dan Indosat telah melalui proses tender, dan harus dihormati. Apakah disadari bahwa justru Temasek telah melakukan konspirasi jahat dan berbagai pelanggaran hukum dalam divestasi Indosat? Saat ini tindakan manipulatif juga masih berlangsung di perusahaan tersebut. Penggunaan ICL sebagai SPV dalam pembelian saham Indosat jelas melanggar Pasal 90 UU No 8/1995. Mengapa para tokoh ini diam? Jangan-jangan

Page 3: Studi Kasus Bab 4

memang banyak orang-orang Indonesia yang bekerja untuk asing dengan berlindung di balik berbagai alasan yang sengaja ditiupkan oleh investor asing bersama kompradornya untuk mengamankan kepentingan. Dalam kasus transaksi derivatif Indosat, management letter dari auditor eksternal Indosat (Earnst & Young) kepada manajemen Indosat, pada 2004 dan 2005, telah menyatakan bahwa Indosat tidak memiliki kebijakan formal manajemen risiko atas transaksi derivatif yang dilakukan perusahaan. Akibatnya auditor tidak dapat menemukan adanya dokumentasi formal atas analisis keefektifan aktivitas lindung nilai yang diklaim telah dilakukan. Atas temuan tersebut, Earnst & Young sudah dua kali mengingatkan manajemen Indosat untuk membenahi kebijakan formal manajemen risiko atas instrumen derivatif. Aktivitas hedging Indosat yang tidak memenuhi persyaratan PSAK, tidak dapat dikategorikan sebagai hedging. Oleh sebab itu, kita mempertanyakan pernyataan Ketua Bapepam, Fuad Rahmany, yang mengatakan bahwa berdasarkan keterangan manajemen Indosat dan akuntan publik, disimpulkan tidak ada pelanggaran (Investor Daily, 8 Juni 2007). Fuad mengatakan Bapepam akan menelaah kasus tersebut. Kalau memang masih menelaah, mengapa dikatakan kesimpulan yang berisi ‘tidak ada pelanggaran’? Apakah ini dilakukan dalam rangka menggiring opini untuk kepentingan Temasek? Apakah Bapepam menilai wajar jika auditor sekelas Earnst & Young sampai setiap tahun harus mengingatkan manajemen Indosat mengenai kelemahan material yang terjadi dalam transaksi derivatif ini? Apakah Bapepam sudah memeriksa Earnst & Young dalam kasus ini? Kita meminta Bapepam bekerja objektif dan independen dari pengamanan kepentingan Temasek atas nama keamanan investasi asing. Meskipun Earnst & Young sudah menyimpulkan bahwa transaksi derivatif Indosat bukan hedging, Direktur Keuangan Indosat, Wong Heang Tuck, berkali-kali mencoba meyakinkan publik dan Bapepam bahwa itu adalah hedging. Padahal kasus-kasus seperti ini telah membangkrutkan Bank Exim akibat kerugian 2,23 miliar dolar AS (sekitar Rp 20 triliun), juga membangkrutkan Bank Duta pada tahun 1991. Oleh sebab itu tidak salah jika banyak pakar menyatakan bahwa transaksi derivatif seperti ini merupakan pelanggaran hukum berat yang pelakunya harus dipidanakan. Prospek buram Kita perhatikan cukup banyak oknum yang secara sadar atau tidak, telah bekerja untuk kepentingan asing dengan melanggar berbagai aturan dan mengabaikan kepentingan negara. Hasilnya, berbagai sektor strategis kita sudah dukuasai asing, sehingga tidak dapat mendatangkan keuntungan yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat. Di sisi lain, tidak sedikit elemen masyarakat yang melakukan advokasi agar lembaga-lembaga terkait melakukan perbaikan dan para oknum penyeleweng diusut tuntas dan dituntut secara hukum. Namun, oknum-oknum yang memiliki jaringan luas, serta didukung oleh si penjajah itu demikian kuat untuk dihadapi. Akibatnya, penjajahan tersebut akan terus berlangsung dan kita hanya akan menjadi pekerja dan kuli di negeri sendiri. Bagaimanakah prospek penyelesaian kasus derivatif dan penggelapan pajak Indosat? Tampaknya, kalau kita tidak punya harga diri kasus tersebut akan lenyap seiring dengan berjalannya waktu. Ikhtisar – Penyelesaian dugaan pelanggaran hukum yang terj! 

Page 4: Studi Kasus Bab 4

adi dalam penjualan Indosat belum terlihat bakal diselesaikan dengan serius. Beberapa upaya hukum yang ditempuh banyak pihak selalu menemukan jalan buntu. Masuknya investor asing sebenarnya tidak jadi soal jika berlangsung sesuai hukum. Kita melihat banyak oknum yang secara sadar atau tidak telah bekerja untuk kepentingan asing.

 

CONTOH KASUS KECURANGAN DERIVATIF PADA PT. INDOSAT TBK.

Pada laporan keuangan periode 2006, PT. Indosat melaporkan adanya kerugian sebesar Rp 438 miliar yang di klaim sebagai ”Rugi dari perubahan nilai wajar atas transaksi derivatif-bersih” (Loss on Change in Fair Value of Derivatifes-Net). Pengakuan atas kerugian ini muncul karena perusahaan tidak menerapkan PSAK sebagaimana mestinya.

Dalam PSAK no 55 ”Akuntansi Instrumen Derivatif dan Aktifitas Lindung Nilai” disebutkan bahwa transaksi derivatif mensyaratkan adanya dokumentasi formal atas analisa manajemen resiko dan analisa efektifitas transaksi jika ingin melindungi resiko dari transaksi derivatif ini. Selain itu suatu entitas diwajibkan pula untuk melaporkan setiap transaksi derivatif paling tidak setiap tiga bulan dalam laporan keuangan perusahaan.

Dalam surat yang ditujukan kepada manajemen Indosat (management letter) pada tahun 2004, 2005 dan 2006, auditor eksternal Indosat menyarankan pihak manajemen Indosat untuk segera membenahi kebijakan formal manajemen resiko yang berkaitan dengan transaksi derivatif yang dilakukan oleh Indosat sebesar US$ 275 juta atau sekitar Rp 2,5 trilliun. Transaksi derivatif ini meliputi 17 kontrak perjanjian dengan berbagai institusi keuangan.

Kasus ini memberikan contoh dari besarnya kerugian yang harus ditanggung oleh perusahaan di Indonesia diakibatkan tidak adanya analisa yang memadai terhadap transaksi derivatif yang akan dilakukan. Akibat kerugian ini pula negara kehilangan potensi pajak baik atas laba bersih perusahaan maupun atas deviden yang dibagikan.

Sumber : http://mikoedoankz.wordpress.com/2013/11/14/derivatif-lindung-nilai/