student grant

22
Jurusan Teknik Institut Teknologi Sepuluh Student Grant USULAN PEMBIAYAAN STUDENT GRANT JURUSAN TEKNIK MESIN FTI ITS 1. JUDUL TUGAS AKHIR Studi Eksperimen dan Numerik Karakteristik Boundary Layer Turbulen di dalam 3D asymmetric Flat-Walled Diffuser 20° “Studi Kasus untuk bilangan Reynolds Re W1 = 5,85 x 10 4 dan Re W1 = 10,5 x 10 4 2. DISIPLIN ILMU Teknik Mesin – Konversi Energi 3. PENDAHULUAN 3.1 LATAR BELAKANG Diffuser adalah salah satu bagian yang memegang peranan penting untuk mendukung proses pada beberapa komponen teknik dan otomotif. Contoh penggunaan diffuser diantaranya pada car rear bumper dari sebuah mobil balap, pada sistem HVAC (Heat, Ventilating and Air Conditioning) sebagai bagian dalam pendistribusian udara ke ruangan, pada carburators serta wind tunnel. Sebagai contoh penggunaan diffuser pada rear bumper mobil balap F1. Dalam arena mobil balap klas dunia tersebut terdapat tiga tim yang merubah rancangan diffusernya. Apabila dibandingkan dengan mobil balap yang menggunakan diffuser konvensional, mobil balap ketiga tim tersebut memiliki performa yang lebih baik, yaitu memiliki parameter waktu 0,5 detik lebih cepat untuk setiap satu putaran arena balap. Oleh karena itu, perubahan rancangan diffuser menjadi Page 1

Upload: windy-kurniawati

Post on 24-Jul-2015

87 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Student Grant

Jurusan Teknik MesinInstitut Teknologi Sepuluh Nopember

Student

Grant

USULAN PEMBIAYAAN STUDENT GRANT

JURUSAN TEKNIK MESIN FTI ITS

1. JUDUL TUGAS AKHIR

Studi Eksperimen dan Numerik Karakteristik Boundary Layer Turbulen di dalam 3D

asymmetric Flat-Walled Diffuser 20°

“Studi Kasus untuk bilangan Reynolds ReW1 = 5,85 x 104 dan ReW1 = 10,5 x 104”

2. DISIPLIN ILMU

Teknik Mesin – Konversi Energi

3. PENDAHULUAN

3.1 LATAR BELAKANGDiffuser adalah salah satu bagian yang memegang peranan penting untuk mendukung

proses pada beberapa komponen teknik dan otomotif. Contoh penggunaan diffuser

diantaranya pada car rear bumper dari sebuah mobil balap, pada sistem HVAC (Heat,

Ventilating and Air Conditioning) sebagai bagian dalam pendistribusian udara ke ruangan,

pada carburators serta wind tunnel. Sebagai contoh penggunaan diffuser pada rear bumper

mobil balap F1. Dalam arena mobil balap klas dunia tersebut terdapat tiga tim yang merubah

rancangan diffusernya. Apabila dibandingkan dengan mobil balap yang menggunakan diffuser

konvensional, mobil balap ketiga tim tersebut memiliki performa yang lebih baik, yaitu

memiliki parameter waktu 0,5 detik lebih cepat untuk setiap satu putaran arena balap. Oleh

karena itu, perubahan rancangan diffuser menjadi salah satu pertimbangan yang penting

didalam meningkatkan performa komponen teknik dan otomotif.

Diffuser merupakan suatu bentuk saluran tertutup yang mengalami perbesaran luas

penampang melintang searah dengan lintasan aliran utama. Adanya perbesaran luas

penampang akan mengubah energi kinetik yang dimiliki fluida menjadi energi potensial

berupa tekanan. Apabila perbesaran luas penampang diffuser memiliki rasio yang semakin

besar antara inlet dan outletnya, akan menyebabkan terjadi peningkatan tekanan di dalam

saluran diffuser. Peningkatan tekanan tersebut sangat berpotensi menyebabkan terjadinya

gradien tekanan positif (adverse pressure gradient) yang sangat kuat. Adverse pressure

gradient (APG) yang sangat kuat ini mengakibatkan perkembangan boundary layer aliran

yang semakin cepat dan semakin sensitif terhadap terjadinya separasi aliran. Terjadinya

Page 1

Page 2: Student Grant

Jurusan Teknik MesinInstitut Teknologi Sepuluh Nopember

Student

Grant

separasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi nilai coefficient presssure (Cp)

suatu diffuser.

3.2 PERUMUSAN MASALAH

Salah satu faktor dari perkembangan boundary layer di dalam penampang yang

mengalami pembesaran (divergensi) seperti diffuser adalah sudut divergensi. Semakin besar

sudut divergensi suatu diffuser akan semakin besar adverse pressure gradient (APG).

Meningkatnya APG akan menyebabkan aliran akan cepat berkembang dan kehilangan

momentum untuk dapat mengikuti kontur dari permukaan. Pada titik tertentu gradient

kecepatan pada dinding bernilai nol, hal tersebut yang disebut separasi. Terjadinya separasi

yang lebih awal akan menurunkan pressure recovery coefficient (Cpr), hal ini disebabkan aliran

tidak mampu lagi menahan APG. Oleh karena itu diharapkan dengan penundaan terjadinya

separasi, Cpr akan mengalami peningkatan.

Banyak penelitian telah dilakukan untuk mengetahui perkembangan boundary layer

aliran di dalam diffuser termasuk penundaan terjadinya separasi untuk memperoleh Cpr yang

lebih tinggi. Namun penelitian–penelitian terdahulu belum mampu menjelaskan secara pasti

letak awal mulanya terjadi separasi di dalam diffuser, sehingga upaya dalam mengendalikan

perkembangan boundary layer aliran menjadi kurang maksimal. Oleh karena itu, diperlukan

suatu kajian untuk memperbaiki performa diffuser agar dihasilkan pressure recovery coefficient

(Cpr) yang maksimum.

3.3 TUJUAN

Penelitian bertujuan untuk mengetahui karakteristik boundary layer pada asymmetric

flat-walled diffuser 20° dengan dua bilangan Reynolds dengan cara menghitung parameter-

parameter:

1. Profil kecepatan.

2. Skin friction Coefficient (Cf).

3. Pressure Coefficient (Cp).

4. Pressure Recovery Coefficient (Cpr).

3.4 KONTRIBUSI/MANFAAT TUGAS AKHIR

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Mampu menjelaskan karakteristik boundary layer pada asymmetric flat-walled diffuser 20°

pada dua bilangan Reynolds, yaitu Rew1¿ 5,85 x 104 dan Rew1¿ 10,5 x 104 melalui

Page 2

Page 3: Student Grant

Jurusan Teknik MesinInstitut Teknologi Sepuluh Nopember

Student

Grant

parameter-parameter seperti profil kecepatan, skin friction coefficient (Cf), pressure

coefficient (Cp) dan pressure recovery coefficient (Cpr) dari hasil penelitian eksperimen

maupun numerik.

2. Memperoleh perbandingan hasil penelitian secara eksperimen dengan hasil penelitian

secara numerik.

4. TINJAUAN PUSTAKA

4.1 Boundary Layer dan Fenomena Pengembangannya

Boundary Layer adalah lapisan tipis di atas bidang aliran yang terjadi karena adanya

pengaruh viscositas aliran yang mengalir di atasnya sehingga terjadi distribusi kecepatan.

Konsep boundary layer pertama kali diperkenalkan oleh Ludwig Prandtl seorang ahli

aerodinamik dari German pada 1904. Prandtl membagi daerah aliran yang melewati permukaan

solid (solid surface) menjadi dua daerah yaitu daerah di dalam boundary layer yang

terpengaruh oleh viskositas aliran dan daerah di luar boundary layer dimana pengaruh

viskositas dapat diabaikan.

Gambar 4.1 Boundary Layer pada flat plate untuk aliran incompressible viscous.

(White, 2001)

Pada gambar 4.1 ditunjukkan proses terbentuknya dan berkembangnya boundary layer

untuk fluida incompressible viscous melalui semi infinite flat plate. Pada awalnya fluida

mengalir dengan distribusi kecepatan yang uniform (U). Ketika melewati permukaan flat plate,

aliran fluida tersebut mengalami gesekan sehingga bekerja tegangan geser τ w(x) pada bidang

kontak antara fluida dengan permukaan flat plate. Adanya tegangan geser yang bekerja

sepanjang aliran menghasilkan distribusi kecepatan. Distribusi kecepatan dimulai dari titik di

permukaan flat plate yang mempunyai kecepatan nol sampai pada kecepatan mendekati harga

kecepatan uniform pada jarak δ(x). Hal ini dikarenakan tegangan geser yang terjadi semakin

kecil.

Boundary layer dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu laminar boundary layer dan

turbulent boundary layer. Kedua jenis boundary layer tersebut tergantung pada bilangan

Page 3

Page 4: Student Grant

Jurusan Teknik MesinInstitut Teknologi Sepuluh Nopember

Student

Grant

Reynolds. Di dalam aliran fluida, proses peralihan dari laminar boundary layer ke turbulent

boundary layer disebut sebagai transisi. Pada awalnya terbentuk boundary layer yang tipis yang

disebut dengan laminar boundary layer. Semakin jauh dari leading edge, laminar boundary

layer akan mengalami proses transisi. Proses transisi ini terjadi karena ketidakstabilan pada

boundary layer yang semakin mengembang. Kemudian terjadi pencampuran partikel dan

perubahan momentum dalam fluida yang menyebabkan terjadinya turbulent boundary layer.

Lama terjadinya proses transisi dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu gradien tekanan, kekasaran

permukaan, perpindahan panas, gaya bodi dan gangguan aliran bebas. Pada turbulent boundary

layer, profil kecepatan yang terbentuk lebih tebal atau bundar dari pada kondisi laminer maupun

transisi.

Gambar 4.2 Perkembangan boundary layer akibat pengaruh pressure gradient.

(Fox dkk, 2010)

Adanya perubahan tekanan (pressure gradient) yang seiring dengan bertambahnya jarak

dapat berpengaruh pada kondisi boundary layer. Pada gambar 4.2 ditunjukkan bagaimana

pengaruh pressure gradient terhadap kondisi boundary layer. Pada proses perkembangan

boundary layer ini terdapat 3 daerah (region) pressure gradient sebagai berikut :

Region 1 (favorable pressure gradient), merupakan daerah terjadinya penurunan tekanan

dikarenakan terjadi peningkatan percepatan fluida sehingga gradien tekanan yang terjadi

negatif, (∂ p∂ x

<0).

Region 2 (zero pressure gradient), merupakan daerah terjadinya penurunan momentum

akibat efek tegangan geser sehingga gradien tekanan bernilai nol, (∂ p∂ x

=0), namun tidak

menyebabkan aliran fluida berhenti.

Page 4

Page 5: Student Grant

Jurusan Teknik MesinInstitut Teknologi Sepuluh Nopember

Student

Grant

Region 3 (adverse pressure gradient), merupakan daerah terjadinya penurunan percepatan

karena pengaruh tegangan geser fluida sehingga akan terjadi peningkatan tekanan dan

gradien tekanannya menjadi positif, (∂ p∂ x

>0).

Terbentuknya adverse pressure gradient menyebabkan partikel fluida di dalam

boundary layer mengalami perlambatan. Perbedaan tekanan ini mengakibatkan momentum

aliran di atasnya menjadi lebih besar dan berpengaruh pada fluida yang terletak dekat dengan

permukaan, dimana momentum aliran yang dekat dengan permukaan menjadi lebih kecil.

Ketika momentum partikel fluida berkurang terus akibat tegangan geser dan tekanan balik

(back pressure) maka gradien kecepatan fluida di dekat permukanan menjadi nol, [∂ u∂ y

]y=0

= 0.

Dengan semakin jauh jarak pada region 3, pressure gradient fluida akan semakin besar,

menyebabkan fluida tidak mampu lagi melewati kontur dan melawan adverse pressure gradient

sehingga aliran di dekat permukaan akan berbalik arah. Titik terjadinya pemisahan aliran fluida

dari permukaan kontur (τ w=0) disebut sebagai titik separasi.

4.2 Bilangan Reynolds

Bilangan Reynolds merupakan salah satu faktor dalam proses terbentuknya suatu aliran.

Semakin besar bilangan Reynolds, maka aliran yang terbentuk akan semakin turbulen. Aliran

turbulen memiliki bentuk lebih blunt dibandingkan dengan aliran laminer, sehingga momentum

aliran turbulen di dekat dinding lebih besar. Hal ini mengakibatkan aliran lebih tahan terhadap

tegangan geser dan adverse pressure gradient. Persamaan Reynolds number dapat dituliskan

sebagai:

ℜw1=

ρU max W 1

μ , (4.1)

dimana : ρ : massa jenis fluida,

Umax : kecepatan maksimum fluida di sisi upstream difuser

(x/L1=0),

W1 : panjang karakteristik yang diukur pada medan aliran, merupakan

tinggi inlet diffuser,

µ : viskositas dinamis fluida.

4.3 Pressure Coefficient (Cp) dan Pressure Recovery Coefficient (Cpr)

Page 5

Page 6: Student Grant

Jurusan Teknik MesinInstitut Teknologi Sepuluh Nopember

Student

Grant

Koefisien tekanan (Cp) adalah suatu koefisien untuk menyatakan distribusi tekanan pada

kontur permukaan suatu benda. Koefisien tekanan merupakan nilai yang diperoleh dari selisih

antara tekanan statis lokal disatu titik dengan tekanan statis referensi yang kemudian dibagi

dengan nilai tekanan dinamis inlet.

Cp=

ps ,i−pref

12

xρx U ref2 . (4.2)

Untuk menyatakan performa diffuser dapat ditentukan melalui pressure recovery

coefficient. Pressure recovery coefficient merupakan perbandingan antara selisih tekanan statis

pada diffuser outlet dengan tekanan statis referensi pada diffuser inlet dibandingkan dengan

tekanan dinamis yang diukur pada diffuser inlet. Perumusan untuk mendapatkan pressure

recovery coefficient ditunjukkan pada persamaan 2.3.

Cpr=ps , e−pref

12

xρx U ref2 , (4.3)

dimana: ps,i : tekanan statis lokal pada x/Li= i,

ps , e : tekanan statis pada diffuser oulet,

pref : tekanan statis referensi pada diffuser inlet x/Lo = 0,

ρ : massa jenis udara pada T = 28ºC,

Uref : kecepatan referensi pada inlet test section,

12

ρ U ref2 : tekanan dinamis pada diffuser inlet.

4.4 Tegangan Geser Dinding (τw) dan Skin Friction Coefficient (Cf)

Dalam penerapan ilmu aerodinamika, tegangan geser berperan sangat besar terhadap

drag (FD) total yang timbul pada suatu aliran. Ada beberapa metode yang telah dikenal saat ini

dalam melakukan perhitungan besaran tegangan geser pada dinding, yaitu: metode Clauser

chart, metode momentum defficiency, dan metode Preston tube. Berdasarkan penelitian

terdahulu, diketahui metode Preston tube dapat menghasilkan perhitungan tegangan geser lebih

akurat didalam section yang mengalami perluasan penampang dan terjadinya efek adverse

pressure gradient yang sangat kuat seperti didalam diffuser (Rinenggo, 2007). Sehingga pada

penelitian kali ini digunakan metode Preston untuk menghitung tegangan geser dan skin friction

coefficient. Gambar 4.3 merupakan skematik alat ukur Preston tube. Hubungan persamaan

tanpa dimensi yang diberikan oleh Preston adalah:

Page 6

Page 7: Student Grant

Jurusan Teknik MesinInstitut Teknologi Sepuluh Nopember

Student

Grant

∆ p d2

ρ υ2 =F [d2 τw

ρ υ2 ] ,

(4.4)

dimana: - ∆ p = selisih total pressure dekat dinding dengan static pressure (cross

section) yang sama,

- d = diameter Preston tube,

- υ = viskositas kinematis,

- τ w = tegangan geser,

- ρ = massa jenis fluida.

Bechert merumuskan persamaan kalibrasi Preston tube secara umum sebagai berikut:

τ+¿=¿¿ ¿ , (4.5)

dimana : τ+¿=¿¿ (τw d2

ρ υ2 ) , (4.6)

∆ p+¿=¿¿ ∆ p d2

ρ υ2 . (4.7)

Persamaan 4.7 di atas dapat digunakan untuk menghitung tegangan geser (τ w¿dan skin friction

coefficient (Cf), sebagai berikut:

τ w=¿ ¿ , (4.8)

C f =¿ τw

0,5 x ρ xU ref2 . (4.9)

Secara umum metode Preston Tube dapat memberikan tingkat uncertainty sebesar ± 6% jika

pressure gradient parameter (Δ) berada dalam kisaran -0,007 < Δ < 0,015 (Ari, 2005).

Page 7

Gambar 4.3 Alat ukur Preston

tube

Page 8: Student Grant

Jurusan Teknik MesinInstitut Teknologi Sepuluh Nopember

Student

Grant

4.5 Geometri Diffuser

Diffuser adalah suatu komponen saluran yang memiliki penampang dengan pembesaran

secara gradual. Berdasarkan bentuk penampangnya diffuser dapat diklasifikasikan menjadi dua

jenis, yaitu Flat-walled Diffuser dan Conical Diffuser. Variabel geometri yang sangat berperan

terhadap performa diffuser adalah sudut divergensi (2θ), panjang (L), dan area ratio (AR).

Performa diffuser dapat dikatakan baik apabila dapat menghasilkan pressure recovery yang

maksimum dan tidak terjadi separasi di dalamnya. Fox dan Kline (White, 2001) telah

menemukan peta kestabilan diffuser (diffuser stability map) yang sangat membantu dalam

perancang diffuser yang baik dan benar berdasarkan pertimbangan ilmiah. Dengan perancangan

yang baik dan benar ini dapat meminimalkan efek yang tidak diinginkan dari adverse pressure

gradient dan separasi aliran.

Seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.5, peta kestabilan flat diffuser dibagi menjadi 4

daerah utama. Pertama dimisalkan suatu diffuser memiliki harga L/W1 = 10 dan 2θ = 7°.

Dengan geometri tersebut maka rezim aliran dalam diffuser berada pada daerah ”No Stall” di

bawah garis a-a. Dalam daerah ini aliran dalam diffuser tidak mengalami separasi sehingga

performanya (Cp) sangat baik. Dengan harga L/W1 yang konstan, Cp akan naik seiring dengan

pembesaran sudut divergensi sampai hampir mencapai garis a-a.

Gambar 4.5 Peta Kestabilan flat diffuser dari Fox dan Kline. (White,2001)

Ketika harga 2θ diperbesar sampai 10° maka rezim aliran akan tepat berada pada garis

a-a. Pada posisi ini mulai terjadi stall pada diffuser namun performa masih tetap baik. Apabila

naik sedikit di atas garis a-a maka akan dicapai garis putus–putus dengan keterangan ”Cpmax”

yang disebut dengan kondisi first appreciable stall dimana Cp maksimum telah dicapai.

Page 8

Page 9: Student Grant

Jurusan Teknik MesinInstitut Teknologi Sepuluh Nopember

Student

Grant

Kemudian daerah yang berada di antara garis a-a dan b-b disebut dengan large Transitory Stall.

Stall pada region ini bersifat sementara. Dengan sudut bukaan yang lebih besar lagi maka akan

tercapai garis b-b. Pada posisi ini mulai terjadi bistable stall atau fully developed 2D stall.

Separasi akan terjadi sesaat setelah memasuki inlet diffuser dan terjadi hanya pada satu

diverging wall. Pola separasi bisa berpindah dari satu dinding ke dinding lainnya (bistable),

namun juga masih ada kemungkinan terjadi pola separasi yang tetap (fully developed). Performa

diffuser mulai menurun secara signifikan pada daerah yang berada di antara garis b-b dan c-c.

Pada sudut divergensi atau area ratio yang sangat besar, misal harga 2θ adalah 70 o,

pada diverging wall akan terjadi separasi yang sangat besar sehingga dihasilkan aliran jet flow

di tengah diffuser. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa daerah jet flow yang berada di atas

garis c-c memiliki performa yang paling buruk.

5. METODE PENYELESAIAN MASALAH

Pada penelitian ini akan digunakan dua metode, yaitu metode eksperimen dan metode

numerik.

5.1. Metode Eksperimen

5.1.1. Test Section Penelitian

Eksperimen dilakukan pada test section berupa asymmetric flat-walled diffuser dengan

spesifikasi seperti ditunjukkan pada gambar 5.1.

Front view Left view

Gambar 5.1 Test Section penelitian

Spesifikasi dari Test Section penelitian diuraikan sebagai berikut:

Bahan : Akrilik transparan

Panjang diffuser (L1) : 500 mm

Panjang downstream channel (L2) : 500 mm

Panjang upstream channel (L3) : 300 mm

Lebar span (b) : 100 mm

Tinggi inlet (W1) : 50 mm

Tinggi outlet (W2) : 231,99 mm

Sudut divergensi (θ) : 20°

Page 9

Page 10: Student Grant

Jurusan Teknik MesinInstitut Teknologi Sepuluh Nopember

Student

Grant

Penelitian ini menggunakan dua bilangan Reynolds yang didasarkan pada tinggi diffuser

inlet (W1) dan kecepatan maksimum pada diffuser inlet sebesar Rew1¿ 5,85 x 104 dan Rew1¿

10,5 x 104.

5.1.2. Langkah-Langkah Eksperimen

Penelitian secara eksperimen dilakukan dengan tahapan–tahapan sebagai berikut.

5.1.2.1. Persiapan Instalasi Penelitian

Untuk melakukan penelitian maka dibuat suatu instalasi penelitian sesuai dengan

spesifikasi yang diinginkan. Skema instalasi penelitian secara keseluruhan ditunjukkan pada

gambar 5.2.

Gambar 5.2 Skema Instalasi Penelitian

Instalasi penelitian memiliki dimensi total dengan panjang 2000 mm, lebar 200 mm dan

tinggi 300 mm serta terdiri dari beberapa bagian utama, yaitu:

a. Blower, digunakan sebagai pembangkit aliran udara ke dalam instalasi.

b. Honey Comb, digunakan sebagai pelurus aliran agar lebih uniform yang akan masuk ke

dalam instalasi serta mengurangi derajat turbulensi.

c. Test Section

5.1.2.3. Pengambilan Data Eksperimen

Pengambilan data eksperimen yang dilakukan adalah pengukuran tekanan stagnasi dan

tekanan statis dengan prosedur dijelaskan sebagai berikut.

a. Prosedur Pengukuran Tekanan Stagnasi

1) Mengatur posisi Pitot tube untuk titik awal pengukuran pada jarak x/L1 = 0 dan pada

jarak y/W1 ≈ 0, artinya ujung Pitot tube sebisa mungkin didekatkan pada diverging

wall diffuser.

2) Mencatat bacaan awal yang ditunjukkan inclined manometer.

Page 10

flow

Page 11: Student Grant

Jurusan Teknik MesinInstitut Teknologi Sepuluh Nopember

Student

Grant

3) Menghidupkan blower dan mengatur putaran untuk mendapatkan kecepatan yang

diinginkan.

4) Mencatat perubahan ketinggian fluida kerja (∆h) pada inclined manometer yang

menunjukkan hasil pengukuran Pitot tube.

5) Menggeser posisi Pitot tube secara vertikal ke bawah dengan memutar mikrometer

ke arah CCW sejauh yang diinginkan.

6) Mengulangi langkah 4) dan 5) sampai pada jarak y mendekati straight wall.

7) Menggeser posisi Pitot tube untuk merubah posisi titik pengukuran pada jarak

horisontal x/L1 yang diinginkan dengan cara mengendurkan baut pada Pitot tube

holder.

8) Mengatur posisi Pitot tube secara vertical dimulai pada jarak y/W1 ≈ 0 mendekati

diverging wall.

9) Mengulangi langkah 2) sampai 6).

10) Melakukan rangkaian pengukuran secara vertikal dengan perubahan setiap y/W1 =

0,1 dan horisontal sampai pada posisi x/L1 = 1,6. Adapun rangkaian posisi titik

pengukuran tekanan stagnasi ditunjukkan pada gambar 5.3.

Gambar 5.3 Posisi pengukuran tekanan stagnasi

b. Prosedur Pengukuran Tekanan Statis

1) Memastikan wall pressure tap terpasang pada diverging wall diffuser dengan jumlah

dan jarak yang telah ditentukan yaitu pada jarak 30 mm sebelum upstream diffuser

sampai pada jarak x/L1 = 1 dimana masing-masing wall pressure tap pada posisi ini

berjarak 5 mm. Selanjutnya untuk jarak x/L1 = 1 sampai jarak x/L1 = 1,8 posisi wall

pressure tap berjarak 100 mm.

2) Memastikan selang kapiler telah terpasang dan teridentifikasi dengan baik pada

masing-masing wall pressure tap.

3) Mencatat pembacaan awal inclined manometer.

Page 11

1,6

Page 12: Student Grant

Jurusan Teknik MesinInstitut Teknologi Sepuluh Nopember

Student

Grant

4) Menghidupkan blower dan mengatur putaran untuk mendapatkan kecepatan yang

diinginkan.

5) Menghubungkan selang kapiler untuk wallpressure tap paling awal yang terletak

pada jarak 30 mm sebelum upstream diffuser dengan selang kapiler inclined

manometer.

6) Mencatat perubahan ketinggian fluida kerja (∆h) pada inclined manometer yang

menunjukkan hasil pengukuran wall pressure tap.

7) Melepas selang kapiler inclined manometer dari selang kapiler untuk wall pressure

tap paling awal kemudian menghubungkannya dengan selang kapiler untuk wall

pressure tap yang kedua.

8) Mengulangi prosedur 6) dan 7) untuk tiap-tiap wall pressure tap sampai pada x/L1=

1,8. Posisi wall pressure tap mulai jarak 30 mm sebelum upstream diffuser sampai

pada x/L1= 1,8 ditunjukkan pada gambar 5.4.

Gambar 5.4 Posisi wall pressure tap pada test section

5.2. Metode Numerik

Penelitian numerik dilakukan dengan menggunakan Computational Fluid Dynamics

(CFD) yaitu software Fluent 6.3.26. Penelitian numerik juga menggunakan software GAMBIT

untuk membuat model awal dan melakukan diskritisasi (meshing) pada model tersebut.

Prosedur yang dilakukan pada penelitian numerik adalah sebagai berikut.

5.2.1. Pembuatan Model dan Diskritisasi (meshing) pada software GAMBIT

Pada proses ini dilakukan tahapan-tahapan sebagai berikut:

1) Membuat model asymmetric flat-walled diffuser 20° pada GAMBIT sesuai dengan

dimensi pada test section eksperimen.

Page 12

TopView

Page 13: Student Grant

Jurusan Teknik MesinInstitut Teknologi Sepuluh Nopember

Student

Grant

2) Membuat meshing volume dengan tipe hexahedral-map. Meshing pada penelitian ini

dapat dijelaskan sebagai berikut :

3) Menentukan daerah analisa dengan menentukan kondisi batas serta jenis kondisi

batas yang diinginkan.

4) Mengekspor mesh yang telah dibuat pada GAMBIT agar dapat dibaca pada software

Fluent.

5.2.2.Menjalankan software Fluent 6.3.26

Pada metode numeric ini analisa dilakukan pada 3 dimensi. Prosedur selanjutnya

dijelaskan dengan tahapan sebagai berikut:

1) Grid

Langkah awal setelah masuk pada software Fluent dilakukan read untuk data hasil

eksport GAMBIT. Kemudian dilakukan pengecekan grid. Setelah itu ditentukan

skala.

2) Models

Turbulence model yang digunakan untuk asymmetric flat-walled diffuser 20° ini

adalah shear stress transport k-ω model. Penggunaan permodelan turbulen k-ω-SST

mengacu penelitian El-Behery and Hamed (2010).

3) Materials

Untuk penelitian ini dipilih udara sebagai fluida kerja pada temperatur 28°C dengan

densitas (ρ) = 1,178 kg/m3 dan viscositas (μ) = 1,852 x 10-5 N.s/m2.

4) Operating Conditions

Operating conditions menggunakan Standard Temperature and Pressure.

5) Boundary Conditions

Pada daerah inlet diasumsikan sebagai velocity inlet dengan nilai kecepatan

ditentukan dari penelitian eksperimen. Sedangkan outlet adalah outflow dan wall

merupakan batasan dinding yang dilewati aliran.

6) Solution

Solution pada penelitian ini akan menggunakan discretization standard untuk

pressure, first-order upwind untuk momentum, turbulence kinetic energy dan

turbulence dissipation rate.

7) Initialize

Initialize dihitung dari velocity inlet.

8) Monitor Residual

Kriteria konvergensi ditetapkan sebesar 10-6.

Page 13

Page 14: Student Grant

Jurusan Teknik MesinInstitut Teknologi Sepuluh Nopember

Student

Grant

9) Iterate

Pada tahap ini dilakukan iterasi sampai convergence criterion sebesar 10-6.

10) Post Processing

Merupakan penampilan hasil yang telah diperoleh. Dapat divisualisasikan melalui

tampilan grid display, plot kontur (tekanan, kecepatan, dsb), plot vector dll sesuai

dengan yang ingin digunakan pada analisa.

6. JADWAL PELAKSANAAN TUGAS AKHIR

N

oKeterangan

Bulan

Januari Februari Maret April Mei Juni Juli

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3

1Studi

Literatur                                                   

2Pengambilan

data                                                   

3

Asistensi &

pengerjaan

tugas akhir

                                                   

4Seminar

Tugas akhir                                                   

5Sidang

Tugas akhir                                                   

7. PERKIRAAN BIAYA

NO

DESKRIPSI PENGELUARAN

JUMLAH SATUANHARGA SATUAN

BIAYA

ABAHAN HABIS PAKAI

       

1. Kertas A4 80 Gram 4 rim 35.000 140.0002. Tinta (warna &hitam)

6 tinta 30.000 180.000

3. Fotocopy 300 lembar 150 45.000

B PEMBUATAN ALAT      

  1. Selang pipa kapiler 130 buah 3.000 390.000

  2. Tembaga 130 buah 5.000 650.000

  3. Akrilik 1 lembar 1.000.000 1.000.000

  4. Paku 1/4 kilo 40.000 10.000

  5. Mur, baut, ring 30 buah 1.300 39.000

Page 14

Page 15: Student Grant

Jurusan Teknik MesinInstitut Teknologi Sepuluh Nopember

Student

Grant

  6. Karton 2 lembar 6.000 12.000

  7. Selotape 2 buah 2.000 4.000

  8. Lem 1 buah 10.000 10.000  TOTAL

PENGELUARAN     

2.480.000

  DANA STUDENT GRANT

     2.480.000

Page 15

Page 16: Student Grant

Jurusan Teknik MesinInstitut Teknologi Sepuluh Nopember

Student

Grant

8. DAFTAR PUSTAKA

1) Ari, S. 2005, Studi Eksperimental Karakteristik Turbulent Boundary Layer Disekitar

Alur berbentuk ”V” Tunggal Pada Plat Datar, Tugas Akhir, Teknik Mesin-ITS,

Surabaya.

2) El-Behery, S.M., Hamed, M.H., 2010. A Comparative Study of Turbulence Models

Performance for Turbulent Flow in a Planar Asymmetric Diffuser. International

Journal of Mechanical Systems Science and Engineering ; vol.2 no.2, 78-89.

3) Firchi, I. 2010. Studi Eksperimen dan Numerik Karakteristik Boundary Layer

Turbulen di dalam Asymmetric Flat-Walled Diffuser 20o. Tugas Akhir. Teknik Mesin

ITS, Surabaya.

4) Fox, Robert W., Mc Donald, Alan T. and Pritchard, Philip J. 2010. Introduction to Fluid

Mechanics, 7th edition. John Wiley and Sons, New York.

5) Harbangan, W. 2009. Study Eksperimen pengaruh Aspect Ratio dengan penambahan

Splitter pada Flat-walled Diffuser dengan Sudut Divergensi 20o. Tugas Akhir. Teknik

Mesin ITS, Surabaya.

6) Rinenggo, W. 2007. Pengendalian Pasif terhadap Boundary Layer di Flat-Walled

Diffuser 20o dengan Suction dan Blowing melalui Rectangular Slot. Tugas Akhir.

Jurusan Teknik Mesin ITS, Surabaya.

7) White, Frank M., 2001. Fluid Mechanics, 4th edition. McGraw Hill, New York.

.

Page 16