Download - Student Grant
Jurusan Teknik MesinInstitut Teknologi Sepuluh Nopember
Student
Grant
USULAN PEMBIAYAAN STUDENT GRANT
JURUSAN TEKNIK MESIN FTI ITS
1. JUDUL TUGAS AKHIR
Studi Eksperimen dan Numerik Karakteristik Boundary Layer Turbulen di dalam 3D
asymmetric Flat-Walled Diffuser 20°
“Studi Kasus untuk bilangan Reynolds ReW1 = 5,85 x 104 dan ReW1 = 10,5 x 104”
2. DISIPLIN ILMU
Teknik Mesin – Konversi Energi
3. PENDAHULUAN
3.1 LATAR BELAKANGDiffuser adalah salah satu bagian yang memegang peranan penting untuk mendukung
proses pada beberapa komponen teknik dan otomotif. Contoh penggunaan diffuser
diantaranya pada car rear bumper dari sebuah mobil balap, pada sistem HVAC (Heat,
Ventilating and Air Conditioning) sebagai bagian dalam pendistribusian udara ke ruangan,
pada carburators serta wind tunnel. Sebagai contoh penggunaan diffuser pada rear bumper
mobil balap F1. Dalam arena mobil balap klas dunia tersebut terdapat tiga tim yang merubah
rancangan diffusernya. Apabila dibandingkan dengan mobil balap yang menggunakan diffuser
konvensional, mobil balap ketiga tim tersebut memiliki performa yang lebih baik, yaitu
memiliki parameter waktu 0,5 detik lebih cepat untuk setiap satu putaran arena balap. Oleh
karena itu, perubahan rancangan diffuser menjadi salah satu pertimbangan yang penting
didalam meningkatkan performa komponen teknik dan otomotif.
Diffuser merupakan suatu bentuk saluran tertutup yang mengalami perbesaran luas
penampang melintang searah dengan lintasan aliran utama. Adanya perbesaran luas
penampang akan mengubah energi kinetik yang dimiliki fluida menjadi energi potensial
berupa tekanan. Apabila perbesaran luas penampang diffuser memiliki rasio yang semakin
besar antara inlet dan outletnya, akan menyebabkan terjadi peningkatan tekanan di dalam
saluran diffuser. Peningkatan tekanan tersebut sangat berpotensi menyebabkan terjadinya
gradien tekanan positif (adverse pressure gradient) yang sangat kuat. Adverse pressure
gradient (APG) yang sangat kuat ini mengakibatkan perkembangan boundary layer aliran
yang semakin cepat dan semakin sensitif terhadap terjadinya separasi aliran. Terjadinya
Page 1
Jurusan Teknik MesinInstitut Teknologi Sepuluh Nopember
Student
Grant
separasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi nilai coefficient presssure (Cp)
suatu diffuser.
3.2 PERUMUSAN MASALAH
Salah satu faktor dari perkembangan boundary layer di dalam penampang yang
mengalami pembesaran (divergensi) seperti diffuser adalah sudut divergensi. Semakin besar
sudut divergensi suatu diffuser akan semakin besar adverse pressure gradient (APG).
Meningkatnya APG akan menyebabkan aliran akan cepat berkembang dan kehilangan
momentum untuk dapat mengikuti kontur dari permukaan. Pada titik tertentu gradient
kecepatan pada dinding bernilai nol, hal tersebut yang disebut separasi. Terjadinya separasi
yang lebih awal akan menurunkan pressure recovery coefficient (Cpr), hal ini disebabkan aliran
tidak mampu lagi menahan APG. Oleh karena itu diharapkan dengan penundaan terjadinya
separasi, Cpr akan mengalami peningkatan.
Banyak penelitian telah dilakukan untuk mengetahui perkembangan boundary layer
aliran di dalam diffuser termasuk penundaan terjadinya separasi untuk memperoleh Cpr yang
lebih tinggi. Namun penelitian–penelitian terdahulu belum mampu menjelaskan secara pasti
letak awal mulanya terjadi separasi di dalam diffuser, sehingga upaya dalam mengendalikan
perkembangan boundary layer aliran menjadi kurang maksimal. Oleh karena itu, diperlukan
suatu kajian untuk memperbaiki performa diffuser agar dihasilkan pressure recovery coefficient
(Cpr) yang maksimum.
3.3 TUJUAN
Penelitian bertujuan untuk mengetahui karakteristik boundary layer pada asymmetric
flat-walled diffuser 20° dengan dua bilangan Reynolds dengan cara menghitung parameter-
parameter:
1. Profil kecepatan.
2. Skin friction Coefficient (Cf).
3. Pressure Coefficient (Cp).
4. Pressure Recovery Coefficient (Cpr).
3.4 KONTRIBUSI/MANFAAT TUGAS AKHIR
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Mampu menjelaskan karakteristik boundary layer pada asymmetric flat-walled diffuser 20°
pada dua bilangan Reynolds, yaitu Rew1¿ 5,85 x 104 dan Rew1¿ 10,5 x 104 melalui
Page 2
Jurusan Teknik MesinInstitut Teknologi Sepuluh Nopember
Student
Grant
parameter-parameter seperti profil kecepatan, skin friction coefficient (Cf), pressure
coefficient (Cp) dan pressure recovery coefficient (Cpr) dari hasil penelitian eksperimen
maupun numerik.
2. Memperoleh perbandingan hasil penelitian secara eksperimen dengan hasil penelitian
secara numerik.
4. TINJAUAN PUSTAKA
4.1 Boundary Layer dan Fenomena Pengembangannya
Boundary Layer adalah lapisan tipis di atas bidang aliran yang terjadi karena adanya
pengaruh viscositas aliran yang mengalir di atasnya sehingga terjadi distribusi kecepatan.
Konsep boundary layer pertama kali diperkenalkan oleh Ludwig Prandtl seorang ahli
aerodinamik dari German pada 1904. Prandtl membagi daerah aliran yang melewati permukaan
solid (solid surface) menjadi dua daerah yaitu daerah di dalam boundary layer yang
terpengaruh oleh viskositas aliran dan daerah di luar boundary layer dimana pengaruh
viskositas dapat diabaikan.
Gambar 4.1 Boundary Layer pada flat plate untuk aliran incompressible viscous.
(White, 2001)
Pada gambar 4.1 ditunjukkan proses terbentuknya dan berkembangnya boundary layer
untuk fluida incompressible viscous melalui semi infinite flat plate. Pada awalnya fluida
mengalir dengan distribusi kecepatan yang uniform (U). Ketika melewati permukaan flat plate,
aliran fluida tersebut mengalami gesekan sehingga bekerja tegangan geser τ w(x) pada bidang
kontak antara fluida dengan permukaan flat plate. Adanya tegangan geser yang bekerja
sepanjang aliran menghasilkan distribusi kecepatan. Distribusi kecepatan dimulai dari titik di
permukaan flat plate yang mempunyai kecepatan nol sampai pada kecepatan mendekati harga
kecepatan uniform pada jarak δ(x). Hal ini dikarenakan tegangan geser yang terjadi semakin
kecil.
Boundary layer dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu laminar boundary layer dan
turbulent boundary layer. Kedua jenis boundary layer tersebut tergantung pada bilangan
Page 3
Jurusan Teknik MesinInstitut Teknologi Sepuluh Nopember
Student
Grant
Reynolds. Di dalam aliran fluida, proses peralihan dari laminar boundary layer ke turbulent
boundary layer disebut sebagai transisi. Pada awalnya terbentuk boundary layer yang tipis yang
disebut dengan laminar boundary layer. Semakin jauh dari leading edge, laminar boundary
layer akan mengalami proses transisi. Proses transisi ini terjadi karena ketidakstabilan pada
boundary layer yang semakin mengembang. Kemudian terjadi pencampuran partikel dan
perubahan momentum dalam fluida yang menyebabkan terjadinya turbulent boundary layer.
Lama terjadinya proses transisi dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu gradien tekanan, kekasaran
permukaan, perpindahan panas, gaya bodi dan gangguan aliran bebas. Pada turbulent boundary
layer, profil kecepatan yang terbentuk lebih tebal atau bundar dari pada kondisi laminer maupun
transisi.
Gambar 4.2 Perkembangan boundary layer akibat pengaruh pressure gradient.
(Fox dkk, 2010)
Adanya perubahan tekanan (pressure gradient) yang seiring dengan bertambahnya jarak
dapat berpengaruh pada kondisi boundary layer. Pada gambar 4.2 ditunjukkan bagaimana
pengaruh pressure gradient terhadap kondisi boundary layer. Pada proses perkembangan
boundary layer ini terdapat 3 daerah (region) pressure gradient sebagai berikut :
Region 1 (favorable pressure gradient), merupakan daerah terjadinya penurunan tekanan
dikarenakan terjadi peningkatan percepatan fluida sehingga gradien tekanan yang terjadi
negatif, (∂ p∂ x
<0).
Region 2 (zero pressure gradient), merupakan daerah terjadinya penurunan momentum
akibat efek tegangan geser sehingga gradien tekanan bernilai nol, (∂ p∂ x
=0), namun tidak
menyebabkan aliran fluida berhenti.
Page 4
Jurusan Teknik MesinInstitut Teknologi Sepuluh Nopember
Student
Grant
Region 3 (adverse pressure gradient), merupakan daerah terjadinya penurunan percepatan
karena pengaruh tegangan geser fluida sehingga akan terjadi peningkatan tekanan dan
gradien tekanannya menjadi positif, (∂ p∂ x
>0).
Terbentuknya adverse pressure gradient menyebabkan partikel fluida di dalam
boundary layer mengalami perlambatan. Perbedaan tekanan ini mengakibatkan momentum
aliran di atasnya menjadi lebih besar dan berpengaruh pada fluida yang terletak dekat dengan
permukaan, dimana momentum aliran yang dekat dengan permukaan menjadi lebih kecil.
Ketika momentum partikel fluida berkurang terus akibat tegangan geser dan tekanan balik
(back pressure) maka gradien kecepatan fluida di dekat permukanan menjadi nol, [∂ u∂ y
]y=0
= 0.
Dengan semakin jauh jarak pada region 3, pressure gradient fluida akan semakin besar,
menyebabkan fluida tidak mampu lagi melewati kontur dan melawan adverse pressure gradient
sehingga aliran di dekat permukaan akan berbalik arah. Titik terjadinya pemisahan aliran fluida
dari permukaan kontur (τ w=0) disebut sebagai titik separasi.
4.2 Bilangan Reynolds
Bilangan Reynolds merupakan salah satu faktor dalam proses terbentuknya suatu aliran.
Semakin besar bilangan Reynolds, maka aliran yang terbentuk akan semakin turbulen. Aliran
turbulen memiliki bentuk lebih blunt dibandingkan dengan aliran laminer, sehingga momentum
aliran turbulen di dekat dinding lebih besar. Hal ini mengakibatkan aliran lebih tahan terhadap
tegangan geser dan adverse pressure gradient. Persamaan Reynolds number dapat dituliskan
sebagai:
ℜw1=
ρU max W 1
μ , (4.1)
dimana : ρ : massa jenis fluida,
Umax : kecepatan maksimum fluida di sisi upstream difuser
(x/L1=0),
W1 : panjang karakteristik yang diukur pada medan aliran, merupakan
tinggi inlet diffuser,
µ : viskositas dinamis fluida.
4.3 Pressure Coefficient (Cp) dan Pressure Recovery Coefficient (Cpr)
Page 5
Jurusan Teknik MesinInstitut Teknologi Sepuluh Nopember
Student
Grant
Koefisien tekanan (Cp) adalah suatu koefisien untuk menyatakan distribusi tekanan pada
kontur permukaan suatu benda. Koefisien tekanan merupakan nilai yang diperoleh dari selisih
antara tekanan statis lokal disatu titik dengan tekanan statis referensi yang kemudian dibagi
dengan nilai tekanan dinamis inlet.
Cp=
ps ,i−pref
12
xρx U ref2 . (4.2)
Untuk menyatakan performa diffuser dapat ditentukan melalui pressure recovery
coefficient. Pressure recovery coefficient merupakan perbandingan antara selisih tekanan statis
pada diffuser outlet dengan tekanan statis referensi pada diffuser inlet dibandingkan dengan
tekanan dinamis yang diukur pada diffuser inlet. Perumusan untuk mendapatkan pressure
recovery coefficient ditunjukkan pada persamaan 2.3.
Cpr=ps , e−pref
12
xρx U ref2 , (4.3)
dimana: ps,i : tekanan statis lokal pada x/Li= i,
ps , e : tekanan statis pada diffuser oulet,
pref : tekanan statis referensi pada diffuser inlet x/Lo = 0,
ρ : massa jenis udara pada T = 28ºC,
Uref : kecepatan referensi pada inlet test section,
12
ρ U ref2 : tekanan dinamis pada diffuser inlet.
4.4 Tegangan Geser Dinding (τw) dan Skin Friction Coefficient (Cf)
Dalam penerapan ilmu aerodinamika, tegangan geser berperan sangat besar terhadap
drag (FD) total yang timbul pada suatu aliran. Ada beberapa metode yang telah dikenal saat ini
dalam melakukan perhitungan besaran tegangan geser pada dinding, yaitu: metode Clauser
chart, metode momentum defficiency, dan metode Preston tube. Berdasarkan penelitian
terdahulu, diketahui metode Preston tube dapat menghasilkan perhitungan tegangan geser lebih
akurat didalam section yang mengalami perluasan penampang dan terjadinya efek adverse
pressure gradient yang sangat kuat seperti didalam diffuser (Rinenggo, 2007). Sehingga pada
penelitian kali ini digunakan metode Preston untuk menghitung tegangan geser dan skin friction
coefficient. Gambar 4.3 merupakan skematik alat ukur Preston tube. Hubungan persamaan
tanpa dimensi yang diberikan oleh Preston adalah:
Page 6
Jurusan Teknik MesinInstitut Teknologi Sepuluh Nopember
Student
Grant
∆ p d2
ρ υ2 =F [d2 τw
ρ υ2 ] ,
(4.4)
dimana: - ∆ p = selisih total pressure dekat dinding dengan static pressure (cross
section) yang sama,
- d = diameter Preston tube,
- υ = viskositas kinematis,
- τ w = tegangan geser,
- ρ = massa jenis fluida.
Bechert merumuskan persamaan kalibrasi Preston tube secara umum sebagai berikut:
τ+¿=¿¿ ¿ , (4.5)
dimana : τ+¿=¿¿ (τw d2
ρ υ2 ) , (4.6)
∆ p+¿=¿¿ ∆ p d2
ρ υ2 . (4.7)
Persamaan 4.7 di atas dapat digunakan untuk menghitung tegangan geser (τ w¿dan skin friction
coefficient (Cf), sebagai berikut:
τ w=¿ ¿ , (4.8)
C f =¿ τw
0,5 x ρ xU ref2 . (4.9)
Secara umum metode Preston Tube dapat memberikan tingkat uncertainty sebesar ± 6% jika
pressure gradient parameter (Δ) berada dalam kisaran -0,007 < Δ < 0,015 (Ari, 2005).
Page 7
Gambar 4.3 Alat ukur Preston
tube
Jurusan Teknik MesinInstitut Teknologi Sepuluh Nopember
Student
Grant
4.5 Geometri Diffuser
Diffuser adalah suatu komponen saluran yang memiliki penampang dengan pembesaran
secara gradual. Berdasarkan bentuk penampangnya diffuser dapat diklasifikasikan menjadi dua
jenis, yaitu Flat-walled Diffuser dan Conical Diffuser. Variabel geometri yang sangat berperan
terhadap performa diffuser adalah sudut divergensi (2θ), panjang (L), dan area ratio (AR).
Performa diffuser dapat dikatakan baik apabila dapat menghasilkan pressure recovery yang
maksimum dan tidak terjadi separasi di dalamnya. Fox dan Kline (White, 2001) telah
menemukan peta kestabilan diffuser (diffuser stability map) yang sangat membantu dalam
perancang diffuser yang baik dan benar berdasarkan pertimbangan ilmiah. Dengan perancangan
yang baik dan benar ini dapat meminimalkan efek yang tidak diinginkan dari adverse pressure
gradient dan separasi aliran.
Seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.5, peta kestabilan flat diffuser dibagi menjadi 4
daerah utama. Pertama dimisalkan suatu diffuser memiliki harga L/W1 = 10 dan 2θ = 7°.
Dengan geometri tersebut maka rezim aliran dalam diffuser berada pada daerah ”No Stall” di
bawah garis a-a. Dalam daerah ini aliran dalam diffuser tidak mengalami separasi sehingga
performanya (Cp) sangat baik. Dengan harga L/W1 yang konstan, Cp akan naik seiring dengan
pembesaran sudut divergensi sampai hampir mencapai garis a-a.
Gambar 4.5 Peta Kestabilan flat diffuser dari Fox dan Kline. (White,2001)
Ketika harga 2θ diperbesar sampai 10° maka rezim aliran akan tepat berada pada garis
a-a. Pada posisi ini mulai terjadi stall pada diffuser namun performa masih tetap baik. Apabila
naik sedikit di atas garis a-a maka akan dicapai garis putus–putus dengan keterangan ”Cpmax”
yang disebut dengan kondisi first appreciable stall dimana Cp maksimum telah dicapai.
Page 8
Jurusan Teknik MesinInstitut Teknologi Sepuluh Nopember
Student
Grant
Kemudian daerah yang berada di antara garis a-a dan b-b disebut dengan large Transitory Stall.
Stall pada region ini bersifat sementara. Dengan sudut bukaan yang lebih besar lagi maka akan
tercapai garis b-b. Pada posisi ini mulai terjadi bistable stall atau fully developed 2D stall.
Separasi akan terjadi sesaat setelah memasuki inlet diffuser dan terjadi hanya pada satu
diverging wall. Pola separasi bisa berpindah dari satu dinding ke dinding lainnya (bistable),
namun juga masih ada kemungkinan terjadi pola separasi yang tetap (fully developed). Performa
diffuser mulai menurun secara signifikan pada daerah yang berada di antara garis b-b dan c-c.
Pada sudut divergensi atau area ratio yang sangat besar, misal harga 2θ adalah 70 o,
pada diverging wall akan terjadi separasi yang sangat besar sehingga dihasilkan aliran jet flow
di tengah diffuser. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa daerah jet flow yang berada di atas
garis c-c memiliki performa yang paling buruk.
5. METODE PENYELESAIAN MASALAH
Pada penelitian ini akan digunakan dua metode, yaitu metode eksperimen dan metode
numerik.
5.1. Metode Eksperimen
5.1.1. Test Section Penelitian
Eksperimen dilakukan pada test section berupa asymmetric flat-walled diffuser dengan
spesifikasi seperti ditunjukkan pada gambar 5.1.
Front view Left view
Gambar 5.1 Test Section penelitian
Spesifikasi dari Test Section penelitian diuraikan sebagai berikut:
Bahan : Akrilik transparan
Panjang diffuser (L1) : 500 mm
Panjang downstream channel (L2) : 500 mm
Panjang upstream channel (L3) : 300 mm
Lebar span (b) : 100 mm
Tinggi inlet (W1) : 50 mm
Tinggi outlet (W2) : 231,99 mm
Sudut divergensi (θ) : 20°
Page 9
Jurusan Teknik MesinInstitut Teknologi Sepuluh Nopember
Student
Grant
Penelitian ini menggunakan dua bilangan Reynolds yang didasarkan pada tinggi diffuser
inlet (W1) dan kecepatan maksimum pada diffuser inlet sebesar Rew1¿ 5,85 x 104 dan Rew1¿
10,5 x 104.
5.1.2. Langkah-Langkah Eksperimen
Penelitian secara eksperimen dilakukan dengan tahapan–tahapan sebagai berikut.
5.1.2.1. Persiapan Instalasi Penelitian
Untuk melakukan penelitian maka dibuat suatu instalasi penelitian sesuai dengan
spesifikasi yang diinginkan. Skema instalasi penelitian secara keseluruhan ditunjukkan pada
gambar 5.2.
Gambar 5.2 Skema Instalasi Penelitian
Instalasi penelitian memiliki dimensi total dengan panjang 2000 mm, lebar 200 mm dan
tinggi 300 mm serta terdiri dari beberapa bagian utama, yaitu:
a. Blower, digunakan sebagai pembangkit aliran udara ke dalam instalasi.
b. Honey Comb, digunakan sebagai pelurus aliran agar lebih uniform yang akan masuk ke
dalam instalasi serta mengurangi derajat turbulensi.
c. Test Section
5.1.2.3. Pengambilan Data Eksperimen
Pengambilan data eksperimen yang dilakukan adalah pengukuran tekanan stagnasi dan
tekanan statis dengan prosedur dijelaskan sebagai berikut.
a. Prosedur Pengukuran Tekanan Stagnasi
1) Mengatur posisi Pitot tube untuk titik awal pengukuran pada jarak x/L1 = 0 dan pada
jarak y/W1 ≈ 0, artinya ujung Pitot tube sebisa mungkin didekatkan pada diverging
wall diffuser.
2) Mencatat bacaan awal yang ditunjukkan inclined manometer.
Page 10
flow
Jurusan Teknik MesinInstitut Teknologi Sepuluh Nopember
Student
Grant
3) Menghidupkan blower dan mengatur putaran untuk mendapatkan kecepatan yang
diinginkan.
4) Mencatat perubahan ketinggian fluida kerja (∆h) pada inclined manometer yang
menunjukkan hasil pengukuran Pitot tube.
5) Menggeser posisi Pitot tube secara vertikal ke bawah dengan memutar mikrometer
ke arah CCW sejauh yang diinginkan.
6) Mengulangi langkah 4) dan 5) sampai pada jarak y mendekati straight wall.
7) Menggeser posisi Pitot tube untuk merubah posisi titik pengukuran pada jarak
horisontal x/L1 yang diinginkan dengan cara mengendurkan baut pada Pitot tube
holder.
8) Mengatur posisi Pitot tube secara vertical dimulai pada jarak y/W1 ≈ 0 mendekati
diverging wall.
9) Mengulangi langkah 2) sampai 6).
10) Melakukan rangkaian pengukuran secara vertikal dengan perubahan setiap y/W1 =
0,1 dan horisontal sampai pada posisi x/L1 = 1,6. Adapun rangkaian posisi titik
pengukuran tekanan stagnasi ditunjukkan pada gambar 5.3.
Gambar 5.3 Posisi pengukuran tekanan stagnasi
b. Prosedur Pengukuran Tekanan Statis
1) Memastikan wall pressure tap terpasang pada diverging wall diffuser dengan jumlah
dan jarak yang telah ditentukan yaitu pada jarak 30 mm sebelum upstream diffuser
sampai pada jarak x/L1 = 1 dimana masing-masing wall pressure tap pada posisi ini
berjarak 5 mm. Selanjutnya untuk jarak x/L1 = 1 sampai jarak x/L1 = 1,8 posisi wall
pressure tap berjarak 100 mm.
2) Memastikan selang kapiler telah terpasang dan teridentifikasi dengan baik pada
masing-masing wall pressure tap.
3) Mencatat pembacaan awal inclined manometer.
Page 11
1,6
Jurusan Teknik MesinInstitut Teknologi Sepuluh Nopember
Student
Grant
4) Menghidupkan blower dan mengatur putaran untuk mendapatkan kecepatan yang
diinginkan.
5) Menghubungkan selang kapiler untuk wallpressure tap paling awal yang terletak
pada jarak 30 mm sebelum upstream diffuser dengan selang kapiler inclined
manometer.
6) Mencatat perubahan ketinggian fluida kerja (∆h) pada inclined manometer yang
menunjukkan hasil pengukuran wall pressure tap.
7) Melepas selang kapiler inclined manometer dari selang kapiler untuk wall pressure
tap paling awal kemudian menghubungkannya dengan selang kapiler untuk wall
pressure tap yang kedua.
8) Mengulangi prosedur 6) dan 7) untuk tiap-tiap wall pressure tap sampai pada x/L1=
1,8. Posisi wall pressure tap mulai jarak 30 mm sebelum upstream diffuser sampai
pada x/L1= 1,8 ditunjukkan pada gambar 5.4.
Gambar 5.4 Posisi wall pressure tap pada test section
5.2. Metode Numerik
Penelitian numerik dilakukan dengan menggunakan Computational Fluid Dynamics
(CFD) yaitu software Fluent 6.3.26. Penelitian numerik juga menggunakan software GAMBIT
untuk membuat model awal dan melakukan diskritisasi (meshing) pada model tersebut.
Prosedur yang dilakukan pada penelitian numerik adalah sebagai berikut.
5.2.1. Pembuatan Model dan Diskritisasi (meshing) pada software GAMBIT
Pada proses ini dilakukan tahapan-tahapan sebagai berikut:
1) Membuat model asymmetric flat-walled diffuser 20° pada GAMBIT sesuai dengan
dimensi pada test section eksperimen.
Page 12
TopView
Jurusan Teknik MesinInstitut Teknologi Sepuluh Nopember
Student
Grant
2) Membuat meshing volume dengan tipe hexahedral-map. Meshing pada penelitian ini
dapat dijelaskan sebagai berikut :
3) Menentukan daerah analisa dengan menentukan kondisi batas serta jenis kondisi
batas yang diinginkan.
4) Mengekspor mesh yang telah dibuat pada GAMBIT agar dapat dibaca pada software
Fluent.
5.2.2.Menjalankan software Fluent 6.3.26
Pada metode numeric ini analisa dilakukan pada 3 dimensi. Prosedur selanjutnya
dijelaskan dengan tahapan sebagai berikut:
1) Grid
Langkah awal setelah masuk pada software Fluent dilakukan read untuk data hasil
eksport GAMBIT. Kemudian dilakukan pengecekan grid. Setelah itu ditentukan
skala.
2) Models
Turbulence model yang digunakan untuk asymmetric flat-walled diffuser 20° ini
adalah shear stress transport k-ω model. Penggunaan permodelan turbulen k-ω-SST
mengacu penelitian El-Behery and Hamed (2010).
3) Materials
Untuk penelitian ini dipilih udara sebagai fluida kerja pada temperatur 28°C dengan
densitas (ρ) = 1,178 kg/m3 dan viscositas (μ) = 1,852 x 10-5 N.s/m2.
4) Operating Conditions
Operating conditions menggunakan Standard Temperature and Pressure.
5) Boundary Conditions
Pada daerah inlet diasumsikan sebagai velocity inlet dengan nilai kecepatan
ditentukan dari penelitian eksperimen. Sedangkan outlet adalah outflow dan wall
merupakan batasan dinding yang dilewati aliran.
6) Solution
Solution pada penelitian ini akan menggunakan discretization standard untuk
pressure, first-order upwind untuk momentum, turbulence kinetic energy dan
turbulence dissipation rate.
7) Initialize
Initialize dihitung dari velocity inlet.
8) Monitor Residual
Kriteria konvergensi ditetapkan sebesar 10-6.
Page 13
Jurusan Teknik MesinInstitut Teknologi Sepuluh Nopember
Student
Grant
9) Iterate
Pada tahap ini dilakukan iterasi sampai convergence criterion sebesar 10-6.
10) Post Processing
Merupakan penampilan hasil yang telah diperoleh. Dapat divisualisasikan melalui
tampilan grid display, plot kontur (tekanan, kecepatan, dsb), plot vector dll sesuai
dengan yang ingin digunakan pada analisa.
6. JADWAL PELAKSANAAN TUGAS AKHIR
N
oKeterangan
Bulan
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3
1Studi
Literatur
2Pengambilan
data
3
Asistensi &
pengerjaan
tugas akhir
4Seminar
Tugas akhir
5Sidang
Tugas akhir
7. PERKIRAAN BIAYA
NO
DESKRIPSI PENGELUARAN
JUMLAH SATUANHARGA SATUAN
BIAYA
ABAHAN HABIS PAKAI
1. Kertas A4 80 Gram 4 rim 35.000 140.0002. Tinta (warna &hitam)
6 tinta 30.000 180.000
3. Fotocopy 300 lembar 150 45.000
B PEMBUATAN ALAT
1. Selang pipa kapiler 130 buah 3.000 390.000
2. Tembaga 130 buah 5.000 650.000
3. Akrilik 1 lembar 1.000.000 1.000.000
4. Paku 1/4 kilo 40.000 10.000
5. Mur, baut, ring 30 buah 1.300 39.000
Page 14
Jurusan Teknik MesinInstitut Teknologi Sepuluh Nopember
Student
Grant
6. Karton 2 lembar 6.000 12.000
7. Selotape 2 buah 2.000 4.000
8. Lem 1 buah 10.000 10.000 TOTAL
PENGELUARAN
2.480.000
DANA STUDENT GRANT
2.480.000
Page 15
Jurusan Teknik MesinInstitut Teknologi Sepuluh Nopember
Student
Grant
8. DAFTAR PUSTAKA
1) Ari, S. 2005, Studi Eksperimental Karakteristik Turbulent Boundary Layer Disekitar
Alur berbentuk ”V” Tunggal Pada Plat Datar, Tugas Akhir, Teknik Mesin-ITS,
Surabaya.
2) El-Behery, S.M., Hamed, M.H., 2010. A Comparative Study of Turbulence Models
Performance for Turbulent Flow in a Planar Asymmetric Diffuser. International
Journal of Mechanical Systems Science and Engineering ; vol.2 no.2, 78-89.
3) Firchi, I. 2010. Studi Eksperimen dan Numerik Karakteristik Boundary Layer
Turbulen di dalam Asymmetric Flat-Walled Diffuser 20o. Tugas Akhir. Teknik Mesin
ITS, Surabaya.
4) Fox, Robert W., Mc Donald, Alan T. and Pritchard, Philip J. 2010. Introduction to Fluid
Mechanics, 7th edition. John Wiley and Sons, New York.
5) Harbangan, W. 2009. Study Eksperimen pengaruh Aspect Ratio dengan penambahan
Splitter pada Flat-walled Diffuser dengan Sudut Divergensi 20o. Tugas Akhir. Teknik
Mesin ITS, Surabaya.
6) Rinenggo, W. 2007. Pengendalian Pasif terhadap Boundary Layer di Flat-Walled
Diffuser 20o dengan Suction dan Blowing melalui Rectangular Slot. Tugas Akhir.
Jurusan Teknik Mesin ITS, Surabaya.
7) White, Frank M., 2001. Fluid Mechanics, 4th edition. McGraw Hill, New York.
.
Page 16