struktur baja tekan tersusun.pdf

Upload: muhammad-khofidul-qolbi

Post on 09-Oct-2015

141 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

  • Laporan Tugas Akhir Semester II 2006/2007

    2 - 1 Bab 2 Dasar Teori

    BAB 2 DASAR TEORI

    2.1 UMUM

    Pada bab 2 ini akan dibahas formulasi perhitungan pada perencanaan kolom serta persyaratan-persyaratan yang ada dari peraturan yang ditetapkan sebagai bahan acuan perhitungan. Semua perhitungan desain pada Tugas Akhir ini mengacu pada SNI-03-1729-2002 yang digunakan di Indonesia dan juga acuan yang lain yaitu AISC-LRFD 1999 sebagai pelengkap. Berdasarkan literatur-literatur tersebut diharapkan penulis dapat membahas semua teori yang akan digunakan pada saat penyusunan dan perhitungan pengerjaan Tugas Akhir ini. Pada dasarnya peraturan SNI-03-1729-2002 hanya memiliki sedikit perbedaan dengan acuan AISC-LRFD 1999. Berikut ini adalah penjelasan tentang materi yang akan dibahas dalam proses desain struktur baja. Peraturan SNI-03-1729-2002 menggunakan prinsip LRFD yang berkembang saat ini, desain dengan metode ASD sudah lama ditinggalkan karena dianggap tidak reliable lagi pada kondisi saat ini. Adapun penjelasan mengenai kedua metode tersebut akan dijelaskan dibawah ini. a. LRFD (Load and Resistance Factor Design) yaitu di mana pembebanan pada

    desain bangunan baja memiliki faktor beban Q (load factor) yang besarnya ditentukan sesuai dengan fungsi bangunan dan jenis bebannya, sedangkan kekuatan pada material memiliki faktor reduksi (R) yang mengurangi nilai kekuatan tersebut akibat perbedaan jenis material, pelaksanaan metode konstruksi, dan penyederhanaan dalam perhitungan. Kedua variabel tersebut merupakan variabel yang saling bebas dan tidak mempengaruhi satu sama lain

    ..... ++ LDRn LD Keterangan : = faktor reduksi kekuatan Rn = tahanan penampang D, L = faktor beban D, L = beban yang bekerja (D = beban mati, L = beban hidup) b. ASD (Allowable Stress Design) yaitu dimana perhitungan kuat perlu pada struktur

    tersebut dikalikan dengan suatu faktor keamanan. Metode ASD ini sudah tidak dipakai lagi selama 20 tahun terakhir karena dianggap tidak bisa mendesain suatu struktur dalam beberapa variasi pembebanan.

    SFPuRn =

  • Laporan Tugas Akhir Semester II 2006/2007

    2 - 2 Bab 2 Dasar Teori

    Keterangan : Rn = tahanan penampang

    Pu = beban ultimit SF = faktor keamanan

    Pada spesifikasi SNI 03-1729-2002 proses desain yang digunakan yaitu metode LRFD, sedikit berbeda dengan peraturan AISC LRFD 1999 yang umum digunakan di luar negeri, pasal-pasal yang digunakan berbeda dalam hal detail dan notasi yang digunakan. Spesifikasi SNI 03-1729-2002 mengijinkan desain elastis, inelastik, dan juga desain plastis. Desain struktur baja mengikuti prosedur Limit State Design di mana komponen suatu struktur tidak dapat bekerja lagi sesuai dengan fungsinya. Hal itu diakibatkan karena keruntuhan pada elemen struktur, defleksi berlebihan, dan kondisi lainnya. Limit State Design dibagi atas dua yaitu strength limit state dan serviceability limit state. Pada strength limit state baik struktur maupun elemennya tidak dapat berfungsi lagi akibat progressive collapse, fatigue, instability, runtuh (rupture) sehingga probabilitas kegagalannya sangat kecil, sedangkan serviceability limit state mengacu di mana suatu struktur tidak layak sesuai dengan fungsinya, tetapi tidak mengalami keruntuhan. Umumnya diakibatkan oleh defleksi berlebihan dan undesirable vibration. Desain SNI 03-1729-2002 ini menitikberatkan pada strength limit design di mana keamanan dan keekonomisan suatu sistem struktur menjadi perhatian utama. Salah satu tahap awal dalam mendesain elemen struktur elemen baja yaitu mengetahui kelangsingan penampang yang berkaitan dengan tekuk lokal penampang (buckling). Tekuk lokal berkaitan dengan penampang profil baja dengan memperhitungan rasio lebar-tebal penampang tersebut. Bahasan selanjutnya yaitu faktor panjang tekuk (kc), faktor ini merupakan kekakuan suatu elemen struktur yang bergantung pada kekangan rotasi dan translasi pada ujung-ujung komponen struktur. Faktor kc pada desain kolom sangat berpengaruh terhadap perhitungan kekuatan tekan. Pada bahasan kali ini faktor kc pada kolom tidak akan memperhitungkan efek P- karena dianggap sebagai faktor beban luar. Nilai faktor kc pada perhitungan kolom ini dapat dilihat pada tabel SNI 03-1729-2002 di bawah ini. Nilai faktor panjang tekuk tergantung jenis perletakan kolomnya dan berlaku pada kolom elemen tunggal dengan ujung-ujung ideal.

  • Laporan Tugas Akhir Semester II 2006/2007

    2 - 3 Bab 2 Dasar Teori

    Gambar 2.1 Nilai kc untuk Kolom Dengan Ujung-ujung Ideal

    Sementara pada elemen multy story frame perhitungan nilai kc memakai 2 kondisi yaitu sway dan non sway yang dapat dianalisis dari nomogram untuk mendapatkan variabel Ga dan Gb. Variabel G merupakan variabel yang terkait dengan inersia penampang dan panjang elemen.

    Nilai tahanan lentur Mn didapat dari kedua kondisi tersebut, yaitu kc sway dan non sway Kondisi non sway digunakan untuk menghitung tahanan kolom Mnt (moment non-translated) dengan faktor amplifikasi yang disesuaikan, sementara kondisi sway untuk menghitung Mlt (moment lateral translated) yang juga disesuaikan dengan pengaruh faktor amplifikasinya. Perhitungan-perhitungan ini merupakan first order elastic analysis di mana perubahan geometri struktur dan perubahan kekakuan struktur akibat adanya gaya aksial diabaikan. Amplifikasi momen merupakan faktor penting dalam perhitungan struktur yang memperhitungkan sway atau sidesway. Faktor amplifikasi muncul akibat adanya momen tambahan akibat gaya lateral pada struktur atau distribusi gaya vertikal yang tidak simetris. Faktor amplifikasi (b dan s) didapatkan dari analisis yang memperhitungkan perpindahan struktur dalam arah lateral dan gaya lateral yang ditanggung. Faktor amplifikasi tersebut kemudian dikalikan dengan momen statis yang bekerja untuk mendapatkan besar momen sesungguhnya. Namun dalam penulisan laporan Tugas Akhir ini tidak akan dimasukkan faktor amplifikasi.

  • Laporan Tugas Akhir Semester II 2006/2007

    2 - 4 Bab 2 Dasar Teori

    Hal yang penting lainnya adalah menghitung kekuatan kolom yaitu dengan cara menghitung kuat interaksi lentur tekan kolom dan menganalisisnya ke dalam dua sumbu bangunan. Pada masing-masing analisis untuk tiap sumbu bangunan dimasukkan semua perhitungan Nu, Mult, Munt yang dominan. Dari kedua hasil tersebut dapat dibandingkan tahanan kolom secara keseluruhan. Persyaratan yang berlaku pada kedua sumbu adalah apabila :

    2.0NncNu

    dominan tekan

    198

    ++ MnybMuy

    MnxbMux

    NncNu

    2.0NncNu

    dominan lentur

    12

    ++ MnybMuy

    MnxbMux

    NncNu

    Keterangan : Nu = beban aksial ultimit Mu = momen ultimit Nn = tahanan aksial penampang Mn = tahanan lentur penampang c = 0.85 (faktor reduksi tekan) b = 0.9 (faktor reduksi lentur) 2.2 STABILITAS

    Konsep stabilitas pada suatu struktur merupakan dapat dijelaskan sebagai kondisi kesetimbangan. Sistem struktur yang diberikan gaya luar memiliki dua kondisi displacement akibat gaya luar, yaitu : a. Struktur dapat kembali ke posisi semula di mana struktur tersebut harus dalam

    kondisi stabil b. Struktur tidak dapat kembali ke posisi semula, akibatnya struktur tidak dapat

    berfungsi sebagaimana mestinya. Kondisi struktur seperti ini disebut kondisi tidak stabil (instabilitas)

    Instabilitas adalah kondisi di mana struktur mengalami perubahan geometri sehingga tidak lagi menahan beban sebagaimana mestinya. Masalah stabilitas dalam elemen struktur merupakan hal yang penting yang perlu diperhitungkan dalam kondisi Limit States Design. Struktur baja memiliki beberapa masalah dalam stabilitas dan semua harus diperhitungkan terutama pada elemen balok dan kolom. Tegangan tekan dan regangan merupakan hasil dari beban aksial dan beban momen (flexural bending)

  • Laporan Tugas Akhir Semester II 2006/2007

    2 - 5 Bab 2 Dasar Teori

    yang terkadang terdiri dari beberapa kombinasi pembebanan keduanya yang cukup rumit. Struktur baja pada umumnya bukan material elastis sebagaimana disebutkan dalam kriteria stability limit state. Ada tiga regangan batas (strain state) yang telah diidentifikasi dan dijadikan peraturan dalam desain struktur baja, yaitu dibedakan atas penampang kompak, tak-kompak, dan langsing. Batasan suatu penampang dikatakan kompak dan tak-kompak terletak pada rasio lebar-tebal p. Penampang yang memiliki rasio lebar-tebal kurang dari p (penampang kompak) memiliki kemampuan untuk berotasi setelah pada kondisi pasca leleh (inelastis). Batasan lainnya r, menunjukkan batas yang jelas antara penampang tak-kompak dan penampang langsing. Selama berada di bawah r, maka tekuk lokal elastis tidak akan mempengaruhi kekuatan elemen tersebut, namun apabila yang terjadi adalah sebaliknya maka tekuk lokal terjadi sebelum tegangan lelehnya tercapai. Selain itu ada juga yang dimaksud dengan tekuk global. Tekuk global berkaitan dengan panjang bentang tak terkekang dari elemen struktur tersebut. Bentang tak terkekang suatu elemen juga terbagi atas tiga yaitu bentang pendek, bentang menengah, dan bentang panjang. a. Bentang pendek apabila panjang bentang tak terkekang Lb < Lp b. Bentang panjang apabila menengah bentang tak terkekang Lp Lb Lr c. Bentang panjang apabila menengah bentang tak terkekang Lb > Lr, di mana

    fyEryLp 76,1= untuk profil HWF dan IWF

    MpJAEryLp 13,0= untuk profil Square dan Tubular HSS

    22111 LL

    fXfXryLr ++

    = untuk profil HWF dan IWF

    MrJAEryLr 2= untuk profil Square dan Tubular HSS

    Keterangan : Lp = panjang bentang maksimum untuk balok yang mampu menerima momen plastis Lr = panjang bentang minimum untuk balok yang kekuatannya mulai ditentukan oleh momen kritis tekuk torsi lateral E = Modulus elastisitas ry = radius girasi sumbu Y J = konstanta puntir torsi A = luas penampang

  • Laporan Tugas Akhir Semester II 2006/2007

    2 - 6 Bab 2 Dasar Teori

    fy = tegangan leleh baja Mp = momen lentur yang menyebabkan seluruh penampang mengalami tegangan leleh Mr = momen batas tekuk fL = tegangan leleh dikurangi tegangan sisa X1,X2 = koefisien untuk perhitungan momen tekuk torsi lateral Stability Limit States sering kali sangat sulit diperhitungkan, tapi dapat diselesaikan secara analitis. Dengan begitu plastic stability limit states sangat penting dalam suatu proses desain. Berikut ini adalah beberapa topik bahasan yang memperdalam identifikasi dan perhitungan dalam stability limit states :

    2.2.1 STABILITAS AKSIAL

    Teori stabilitas elastis pertama kali dikembangkan oleh Euler pada abad ke 18. Hasil analisis berdasarkan pada teori Euler yang dianggap tidak konservatif karena mengasumsikan bahwa material akan berperilaku elastis pada kondisi apapun.

    a. Sistem Elastis Euler Buckling Sistem Elastis Euler Buckling terjadi pada elemen kolom diberi beban aksial sebesar N dan beban aksial tersebut ditambahkan hingga kolom mencapai batas lelehnya. Namun akan terdapat deviasi awal pada pembebanan tersebut yang menyebabkan elemen kolom dapat berdeformasi lateral. Deformasi lateral ini akan kembali ke posisi semula pada saat beban aksial yang dikenakan berada di bawah beban aksial kritis (Ncr). Jika beban kitis ini dikenakan, maka elemen tersebut tidak lagi berada dalam kondisi stabil. Elemen ini akan berubah menjadi tidak stabil atau dalam prosesnya disebut buckling. Defleksi dari beban aksial ini merupakan fungsi dari gelombang sinusoidal yang solusi deformasinya dapat diselesaikan dengan perhitungan diferensial. Sehingga dari penurunan rumus ini dapat dilihat bahwa Ncr bisa diperoleh dari perhitungan ini.

    y = A sin kx + B cos kx Keterangan : A, B = Konstanta sin kx, cos kx = fungsi deformasi gelombang Dari hasil tersebut didapatkan :

    22

    =EI

    NL

  • Laporan Tugas Akhir Semester II 2006/2007

    2 - 7 Bab 2 Dasar Teori

    Maka rumus Pcr didapatkan :

    2

    22

    LEInNcr =

    Keterangan : n = jumlah node gelombang I = Inersia penampang L = panjang bentang N = beban aksial tekan Ncr = beban kritis elastis

    b. Sistem Elastis Pengaruh panjang tekuk Dari rumus Ncr sebagaimana telah diterangkan di atas bahwa defleksi penampang merupakan fungsi sinusoidal dengan jumlah gelombang/lengkungan dalam suatu bentang dinyatakan dalam n, sehingga apabila terdapat tiga kelengkungan atau biasa juga disebut mode 3 maka rumus Ncr:

    2

    2.9L

    EINcr = Spesifikasi desain dalam struktur baja mengenal nilai kc untuk menyebutkan panjang tekan efektif umumnya pada kolom. k didefinisikan sebagai invers jumlah mode n.

    nkc 1= , maka

    ( )222

    ..

    LkcEInNcr =

    c. Sistem Elastis - Frame Stability

    Frame stability limit states akan didefinisikan dengan menggunakan kondisi batas yang biasanya ditunjukkan dalam gambar portal yang mengalami displacement lateral pada ujung atasnya. Apabila portal ini telah mencapai titik kritisnya. maka frame tersebut akan mengalami buckling. Jika portal tersebut diberikan tahanan sendi sehingga tidak diijinkan berdeformasi dalam arah lateral, maka frame tersebut akan mengalami buckling pada saat mencapai titik kritisnya.

    2.2.2 TEKUK LOKAL

    Fenomena tekuk lokal adalah terjadinya tekuk setempat pada bagian penyusun penampang tanpa memperlihatkan tekuk secara keseluruhan. Untuk mencegah terjadinya tekuk lokal maka suatu penampang harus dikelompokkan menjadi tiga yaitu kompak, tidak kompak, dan langsing. Di mana ketiga kriteria di atas memiliki perbedaan perilaku dan perhitungan.

  • Laporan Tugas Akhir Semester II 2006/2007

    2 - 8 Bab 2 Dasar Teori

    a. Disebut penampang kompak jika elemen sayap dan badan web memiliki rasio lebar-tebal untuk semua batang tekan < p. Penampang kompak dapat memberikan kontribusi tegangan plastis sepenuhnya.

    b. Disebut penampang tidak kompak jika salah satu atau semua elemen pada penampang tersebut memiliki rasio lebar-tebal () berada di antara p dan r. Penampang tidak kompak mampu menghasilkan tegangan leleh sebelum terjadi tekuk lokal, tapi setelah pasca leleh akan terjadi tekuk lokal sebelum mampu didistribusikan tegangan plastis sepenuhnya.

    c. Disebut penampang langsing jika salah satu atau semua elemen tekan pada penampang tersebut memiliki rasio lebar-tebal > r. Elemen batang langsing akan mengalami tekuk pada kondisi tegangan elastis sehingga dapat runtuh sebelum mencapai tegangan lelehnya.

    2.2.3 TEKUK GLOBAL

    Untuk mendapat gambaran menyeluruh mengenai perencanaan batang tekuk di Indonesia maka acuan yang harus diperhatikan adalah SNI-03-1729-2002 dan AISC-LRFD 1999. Sebagai peraturan yang umum digunakan maka kedua teori dalam peraturan ini akan sedikit dibahas. Apabila komponen penyusun batang tekan telah memenuhi syarat lebar-tebal seperti yang disyaratkan maka kemungkinan tekuk lokal dapat dihindari. Bila kolom diberi gaya tekan konsentris maka batang tersebut akan mengalami tekuk secara global.

    2.2.3.1 Faktor Panjang Tekuk

    Nilai faktor panjang tekuk kc tergantung pada kekangan rotasi dan translasi pada ujung-ujung komponen struktur. Untuk komponen tunggal perhitungan nilai kc dapat dapat langsung dicari dengan melihat gambar 2.1. Sementara untuk komponen struktur rangka atau portal, maka nilai kc dicari dari persamaan Ga dan Gb.

  • Laporan Tugas Akhir Semester II 2006/2007

    2 - 9 Bab 2 Dasar Teori

    Gambar 2.2 Nilai kc pada Rangka Portal

    Nilai Ga dan Gb ini dibagi atas struktur dengan rangka yang bergoyang dan tak bergoyang. Untuk komponen struktur tak begoyang, kekangan translasi ujungnya dianggap tak hingga. Dan untuk komponen struktur yang bergoyang dianggap kekangan translasinya dianggap nol. Ga dan Gb adalah perbandingan antara kekakuan komponen struktur dengan tekan dominan terhadap kekakuan pada masing-masing ujung A dan B. Nilai yang didapatkan tersebut akan dihitung dengan menggunakan nomogram untuk mendapatkan nilai kc sesuai dengan kondisi bergoyang atau tak-bergoyang.

    Nilai G suatu komponen struktur pada rangka portal dapat ditentukan sebagai berikut :

    =

    Balok

    kolom

    LILI

    G

    Persamaan untuk menghitung nilai G di atas ditambahkan syarat yang berlaku sebagai berikut :

    a. Untuk komponen struktur tekan yang dasarnya tidak terhubungkan secara kaku pada pondasi nilai G tidak boleh diambil kurang dari 10, kecuali bila dilakukan analisis khusus pada nilai G tersebut.

    b. Untuk komponen struktur tekan yang dasarnya terhubungkan secara kaku pada pondasi, nilai G diambil tidak kurang dari 1, kecuali bila dilakukan analisis khusus pada nilai G tersebut.

  • Laporan Tugas Akhir Semester II 2006/2007

    2 - 10 Bab 2 Dasar Teori

    2.2.3.2 Rasio Batas Kelangsingan

    Suatu struktur yang mengalami batas keruntuhan akibat tekuk menunjukkan struktur tersebut tidak efisien, artinya struktur itu tidak dapat memanfaatkan potensi suatu penampang yang dibuat dari baja mutu tinggi. Yang menentukan kekuatan batang tekan adalah dominan karena bentuk penampangnya dan bukan karena mutu bajanya. Semakin langsing suatu penampang, maka elemen tersebut semakin rentan mengalami tekuk. Berkaitan dengan hal di atas maka penampang yang paling efisien dalam mengantisipasi keruntuhan akibat tekuk adalah memiliki rmin yang besar karena persamaan untuk menghitung nilai kelangsingan () ditentukan sebagai berikut :

    = rLkc

    rLk .=

    Untuk elemen yang direncanakan sebagai batang tekan maka rasio kelangsingan kL/r tidak boleh lebih dari 200 pada semua arah (SNI-03-1729-2002) sedangkan pada peraturan baru AISC-LRFD 2005 batasan < 200 sudah dihilangkan.

    2.3 PERENCANAAN KOMPONEN TEKAN SESUAI SNI 03-1729-2002

    Formulasi perhitungan pada batang tekan untuk penampang tunggal menurut SNI terbagi atas 2 rumusan menurut profil yang digunakan, yaitu profil siku ganda atau profil T dan selain profil siku ganda atau profil T. Di bawah ini akan dijelaskan tentang formulasi tersebut pada kondisi penampang tidak langsing ( < r) untuk profil selain profil siku ganda atau profil T karena profil yang dibahas adalah profil HWF, IWF, Square dan Tubular HSS. Parameter kelangsingan dihitung dari SNI-03-1729-2002 sebagai berikut :

    Efy

    rLkcc

    1.= Di mana :

    r = AI radius girasi

    Selanjutnya parameter kelangsingan tersebut dapat ditentukan dengan faktor tekuk , seperti ditunjukkan oleh tabel di bawah ini :

  • Laporan Tugas Akhir Semester II 2006/2007

    2 - 11 Bab 2 Dasar Teori

    Tabel 2.1 Hubungan kelangsingan (c) dengan faktor tekuk () Parameter Kelangsingan Kolom Faktor Tekuk

    c 0.25 1=

    0.25 < c 1.2 c 67.06.143.1

    = c 1.2 225.1 c =

    Daya dukung nominal komponen tekan (kecuali profil siku ganda atau profil T) dapat dihitung sebagai berikut :

    fyAgNn =

    Sedangkan kuat tekan rencana cNn . Untuk penampang yang mempunyai rasio lebar-tebal > r tidak diatur pada Tabel 7.5.1 SNI-03-1729-2002 sehingga mengacu pada metode AISC-LRFD. Pada dasarnya perhitungan untuk profil langsing hanya menambahkan pengaruh Aef pada perhitungan angka tekuk Euler sebagai berikut :

    Tabel 2.2 Hubungan kelangsingan (c) dengan faktor tekuk () penampang langsing Parameter Kelangsingan Kolom Faktor Tekuk

    c 0.25 Q1=

    0.25 < c 1.2 Qc

    67.06.143.1

    =

    c 1.2

    Qc 225.1 =

    Di mana Q = Qa.Qs < 1 Untuk elemen dengan pengaku (Qa)

    - Elemen yang dibebani secara seragam

    Bila fyt

    b 665 , maka

    btbff

    tbe

    = 11501855

    ( )Ag

    tbebAgAgAefQa ==

    - Elemen bulat yang dibebani secara seragam 22000/fy < D/t < 90000/fy

    ( ) 327600 +=

    tDfyQa

  • Laporan Tugas Akhir Semester II 2006/2007

    2 - 12 Bab 2 Dasar Teori

    Keterangan : f = Pu/Ag be = lebar efektif penampang b = lebar penampang t = tebal penampang Qa = faktor reduksi elemen dengan pengaku

    2.4 PERENCANAAN KOMPONEN TEKAN SESUAI AISC-LRFD 1999

    Terdapat beberapa persamaan pada formulasi perhitungan untuk perencanaan dengan menggunakan peraturan AISC-LRFD 1999 dan SNI-03-1729-2002. Hal ini dikarenakan karena peraturan AISC-LRFD 1999 merupakan landasan bagi penyusunan peraturan yang ada di Indonesia SNI-03-1729-2002. Pada perencanaan batang tekan ini dianggap tidak ada momen yang bekerja akibat dari gaya aksial yang bekerja konsentris pada titik berat profil. Di bawah ini merupakan formulasi perhitungan dengan menggunakan metode AISC-LRFD 1999 untuk penampang tidak langsing.

    a. Penampang Tekuk Lentur (Flexural Buckling) i. Untuk c 1.5

    fyfcr c2

    658.0 = ii. Untuk c > 1.5

    fyc

    fcr 2877.0=

    Di mana :

    - Efy

    rkLc =

    - Fcr adalah tegangan tekuk lentur (flexural buckling stress). Sementara keterangan untuk variabel lainnya telah dijelaskan pada sub-bab sebelumnya.

    Kuat tekan rencana adalah c Nn, dengan Nn = fcr. Ag. Dan faktor tahanan c untuk komponen struktur tekan tidak berbeda dengan standar SNI yaitu 0.85. Dari rumusan

    di atas dapat diketahui bahwa pengaruh kelangsingan batang

    r

    kcL menyebabkan

    perbedaan tipe keruntuhan struktur. Untuk batang yang tidak langsing maka kekuatan batang ditentukan oleh material (struktur leleh akibat dari beban aksial) dan itu ditunjukkan dengan batasan c 1,5. Sedangkan untuk batang dengan c > 1,5, berarti struktur relatif lebih langsing sehingga kondisi tekuk lebih memungkinkan untuk terjadi keruntuhan.

  • Laporan Tugas Akhir Semester II 2006/2007

    2 - 13 Bab 2 Dasar Teori

    b. Penampang Tekuk Lentur Torsi (Flexural Torsional Buckling) Pada perencanaan tekuk lentur torsi menurut AISC LRFD 1999 dalam formulasi perhitungannya terbagi menjadi dua kondisi. Yaitu tekuk lentur torsi pada profil siku ganda atau profil T dan tekuk lentur torsi pada profil selain siku ganda atau profil T. Di bawah ini akan dijelaskan tentang urutan formulasi perencanaan untuk profil tekuk lentur torsi untuk penampang tidak langsing:

    i. Tekuk Lentur Torsi pada profil siku ganda dan profil T Pada kasus tekuk lentur torsi pada profil siku ganda dan T ini telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya yaitu pada perencanaan batang tekan dengan SNI-03-1729-2002 yang juga mengambil referensi dari metode AISC LRFD 1999 & 2005.

    ii. Tekuk Lentur Torsi pada profil selain siku ganda dan profil T Untuk penampang yang memiliki simetris tunggal, ganda atau tidak simetris dapat dianalisis dengan menggunakan formulasi dibawah ini :

    Nn = Ag fcr =0.85

    Dengan batasan tegangan fcr sebagai berikut :

    - Untuk 5.1Qe : ( )fyQfcr cQ 2658.0 = - Untuk 5.1>Qe : fy

    efcr 2

    877.0=

    Di mana :

    fefye =

    Q = 1.0 untuk penampang yang mempunyai kelangsingan r

    Q = Qs x Qa untuk penampang yang mempunyai kelangsingan > r

    Untuk menentukan besarnya fe, ditentukan dengan rumusan sebagai berikut :

    i. Untuk penampang simetri ganda

    ( ) IyIxGJKzIEIwfe +

    += 12

    2

    Keterangan :

    Iw = konstanta puntir lengkung

    G = modulus geser baja

  • Laporan Tugas Akhir Semester II 2006/2007

    2 - 14 Bab 2 Dasar Teori

    ii. Untuk penampang simetri tunggal

    ( )

    ++= 2...412 fezfey

    HfezfeyH

    fezfeyfe

    Di mana : 2020

    20 yxA

    IyIxr +++=

    += 2

    0

    20

    201

    ryx

    H

    2

    2

    =

    rxkxL

    Efex

    2

    2

    =ry

    kyL

    Efey

    ( ) 2022 1

    rAGJ

    KzLECwfez

    +=

  • Laporan Tugas Akhir Semester II 2006/2007

    2 - 15 Bab 2 Dasar Teori

    Flow Chart Penampang Tekuk Lentur Berdasarkan SNI 03-1729-2002

    Gambar 2.3 Flow chart penampang tekuk lentur berdasarkan SNI 03-1729-2002

  • Laporan Tugas Akhir Semester II 2006/2007

    2 - 16 Bab 2 Dasar Teori

    Flow Chart Penampang Tekuk Lentur Berdasarkan AISC LRFD 1999

    Gambar 2.4 Flow chart penampang tekuk lentur berdasarkan AISC-LRFD 1999

    2.5 PERENCANAAN KOMPONEN LENTUR SESUAI SNI 03-1729-2002 & AISC-

    LRFD 1999

    Momen erat kaitannya dengan komponen struktur lentur, seperti balok di mana batang tarik dan batang tekan digabungkan dengan suatu pemisah (separasi) yang dapat bersifat tetap atau berubah sesuai fungsi posisinya. Besarnya tegangan lentur untuk komponen lentur yang memiliki satu sumbu simetri dan dibebani pada pusat gesernya:

    = SyMy

    SxMx +

    =Iy

    cxMyIx

    cyMx .. + keterangan :

  • Laporan Tugas Akhir Semester II 2006/2007

    2 - 17 Bab 2 Dasar Teori

    - Sx, Sy adalah modulus penampang masing-masing terhadap sumbu x dan sumbu y - cx, cy adalah jarak dari garis netral terhadap serat-serat ekstrem penampang masing-

    masing terhadap sumbu x dan sumbu y - Ix, Iy adalah momen inersia penampang masing-masing terhadap sumbu x dan sumbu

    y - adalah tegangan lentur

    Gambar 2.5 cx dan cy pada profil I

    2.5.1 KUAT LENTUR NOMINAL PENAMPANG DENGAN PENGARUH TEKUK LOKAL

    Dalam menghitung kuat lentur nominal penampang akibat pengaruh tekuk lokal ada beberapa hal yang harus penulis perhatikan, yaitu :

    a. Batasan Momen i. Kuat lentur plastis Mp menyebabkan seluruh penampang mengalami tegangan

    leleh sehingga harus diambil Mp = fy.Z ii. Momen batas tekuk Mr = S (fy fr), dimana fr adalah tegangan sisa. iii. Perhitungan modulus penampang elastis harus dilakukan secermat mungkin,

    dengan meninjau sumbu yang menjadi acuan pada saat perhitungan. b. Tahanan momen berdasarkan kelangsingan penampang

    Tahanan untuk kasus tekuk lokal didasarkan pada kelangsingan atau rasio lebar-tebal dari penampang. Berikut ini tiga mekanisme tahanan lentur nominal penampang untuk tekuk lokal, yaitu : i. Penampang kompak (0 < p) :

    Mn = Mp = fy . Z, di mana :

  • Laporan Tugas Akhir Semester II 2006/2007

    2 - 18 Bab 2 Dasar Teori

    fy adalah kuat leleh Z adalah modulus elastis penampang

    ii. Penampang tak-kompak (p < r) :

    ( )prpMrMpMpMn

    =

    iii. Penampang langsing ( > r) : ( )2rMrMn = Hubungan antara kelangsingan penampang dan momen ditunjukkan oleh grafik di bawah ini :

    Gambar 2.6 Penampang kompak, tak-kompak, dan langsing

    2.5.2 KUAT LENTUR NOMINAL PENAMPANG DENGAN PENGARUH TEKUK GLOBAL

    Tekuk global diakibatkan adanya momen yang timbul pada ujung batang. Momen-momen tersebut terdiri dari beberapa kombinasi yang tergantung dari besarnya dan arah momen di tiap ujung batang. Berikut ini merupakan batasan pada perhitungan kuat lentur nominal batang : i. Batasan penggunaan Mp dan Mr sesuai dengan sub-bab sebelumnya ii. Momen kritis Mcr sesuai dengan tabel dibawah ini :

  • Laporan Tugas Akhir Semester II 2006/2007

    2 - 19 Bab 2 Dasar Teori

    Tabel 2.2 Hubungan jenis profil dengan nilai momen kritis kritisnya Profil Mcr

    Profil-I dan kanal ganda WYY IILEGJEI

    LCb

    2

    +

    Profil kotak pejal atau berongga yiL

    JACbE2

    Rumus tahanan lentur nominal Mcr ini digunakan untuk batang yang memiliki kriteria termasuk bentang panjang atau L > Lr. Karena termasuk bentang panjang, maka nilai tahanan Mcr ini akan lebih kecil dibandingkan oleh Mp. Perencanaan menurut AISC LRFD 1999 juga menyebutkan bahwa persamaan elastis dari batang panjang L > Lr memiliki asosiasi dengan penampang yang mengalami torsi saint-venant pada orde pertama dan torsi warping pada orde kedua sehingga dalam persamaannya terdapat variabel torsi. iii. Faktor pengali momen Cb didapatkan dari persamaan

    3.2343max5.2

    max5.12 +++= CBA MMMMMCb

    Faktor pengali momen Cb hadir karena adanya perbedaan gradien dan variasi momen pada sepanjang bentang batang. Nilai Cb SNI-03-1729-2002 dari momen ini dimisalkan dengan MA, MB,dan MC. Dimana MA adalah momen di bentang, MB adalah momen di bentang, MC adalah momen di bentang. Rumus yang dikeluarkan oleh AISC LRFD 1999 hanya memperhitungkan momen di ujung-ujung batang yang berbeda dengan rumus SNI-03-1729-2002. Nilai Cb yang diambil dalam penulisan laporan Tudas Akhir disini adalah Cb 1 atau minimum 1, dengan tujuan bahwa pembuatan alat bantu ini hanya dittujukan untuk desain awal (preliminary design). Nilai Cb = 1 adalah nilai yang konservatif.

  • Laporan Tugas Akhir Semester II 2006/2007

    2 - 20 Bab 2 Dasar Teori

    Tabel 2.3 Nilai Lp dan Lr untuk suatu jenis profil Profil Lp Lr

    Profil-I dan kanal ganda fy

    Eiy76.1

    221 11 flXflXiy ++

    frfyfl =

    21EGJA

    SX

    x

    =

    '4

    2

    2 IyIw

    GJS

    X x

    =

    Profil kotak pejal atau berongga Mp

    JAEiy13.0 MrJAEry13.0

    Pada perencanaan lentur, untuk menghitung momen nominal elemen struktur dapat dianalisis ke dalam empat kasus, yaitu :

    a. Kasus 1a (Lb Lps) Kondisi-kondisi yang berlaku untuk analisis perencanaan pada kasus 1a ini adalah : i. Nilai Mn = Mp = fy . Zx ii. Kapasitas rotasi R : dari rentang 7 9 untuk perencanaan gempa iii. Nilai Lps dihitung dengan menggunakan rumus : Lps = (8500/fy) . ry iv. Penampang merupakan penampang kompak : p

    b. Kasus 1b (Lb Lpd)

    Kondisi-kondisi yang berlaku untuk analisis perencanaan pada kasus 1a ini adalah : i. Nilai Mn = Mp = fy . Zx ii. Kapasitas rotasi R : dari rentang 3 7 untuk perencanaan plastis iii. Nilai Lpd dihitung dengan menggunakan rumus :

    Lpd = yy

    rf

    MM .)/(1500025000 21+ ; di mana |M1/M2| 1, digunakan nilai negatif bila kelengkungannya tunggal dan positif bila kelengkungannya ganda iv. Penampang merupakan penampang kompak : p

    c. Kasus 2 (Lpd Lb Lp)

    i. Nilai Mn = Mp = fy . Zx ii. Kapasitas rotasi R : dari rentang 1 3, biasanya digunakan untuk perencanaan

    umum iii. Nilai Lp dihitung dengan menggunakan rumus :

    Lp = fyEiy76.1

  • Laporan Tugas Akhir Semester II 2006/2007

    2 - 21 Bab 2 Dasar Teori

    iv. Penampang merupakan penampang kompak : p d. Kasus 3a (Lp < Lb Lr)

    i. Nilai Mn berada dalam rentang Mr Mn < Mp ii. Kapasitas rotasi R sangat terbatas (lebih kecil dari 1) iii. Nilai Mn dihitung dengan menggunakan rumus :

    Mn = Cb

    +

    MrLpLrLpLbMp

    LpLrLbLr ; di mana

    - A = 2btf - Iy = 1/6 tf . b3 - yIxSx /= - xIySy /= - Zx = tf . b (d tf) + tw (d/2 tf)2 - Zy = b2 . tf/2 + (d-2tf) . tw2/4 - G = E / (2 . (1 + v)) - J = 1/3 bt3

    - Iw = Iy 4

    )( 2ftd - Cb = faktor pengali momen

    - 2

    '1

    EGJAS

    Xx

    =

    - '

    42

    2 IyIw

    GJSX

    = = 4 (1 +v)

    2

    2 1

    XJi

    Iw

    y

    iv. Penampang merupakan penampang kompak : p

    e. Kasus 3b (Lp < Lb Lr)

    i. Nilai Mn berada dalam rentang Mr Mn < Mp ii. Penampang merupakan penampang tak-kompak : p < r iii. Nilai Mn dihitung dengan mengambil nilai minimum dari :

    (Mn untuk bentang menengah : Mn = Cb

    +

    MrLpLrLpLbMp

    LpLrLbLr ; dan Mn

    untuk penampang tak-kompak pada rumus tekuk lokal lentur :

    ( )prpMrMpMpMn

    = )

    f. Kasus 4 (Lb > Lr) Penampang merupakan penampang takkompak (p r) dan perhitungan nilai

    Mn sama dengan nilai Mcrnya seperti ditunjukkan pada tabel 2.2.

  • Laporan Tugas Akhir Semester II 2006/2007

    2 - 22 Bab 2 Dasar Teori

    Gambar 2.7 Perencanaan Lb Terhadap Momen

    Analisis perencanaan untuk lentur meliputi :

    a. Lentur terhadap sumbu utama kuat (sumbu x), di mana komponen struktur yang memikul lentur terhadap sumbu kuatnya dianalisis dengan metode elastis dan harus memenuhi : Mux Mn

    b. Lentur terhadap sumbu utama lemah (sumbu y), di mana komponen struktur yang memikul lentur terhadap sumbu lemahnya dianalisis dengan metode elastis dan harus memenuhi : Muy Mn

    Pada metode elastis hal yang perlu diperhatikan adalah :

    a. Analisis orde pertama, di mana perubahan geometri struktur dan perubahan kekakuan komponen struktur akibat adanya gaya aksial dapat diabaikan. Sementara pengaruhnya terhadap momen lentur diperhitungkan dengan dengan menggunakan amplifikasi momen.

    b. Analisis orde kedua dilakukan dengan memperhatikan titik tangkap beban- beban yang bekerja pada struktur dan komponen-komponen struktur setelah berdeformasi. Pengaruh orde kedua diperhatikan melalui salah satu dari analisis berikut: i. Analisis orde pertama dengan amplifikasi momen yang sesuai ii. Analisis orde kedua dengan cara-cara yang telah baku dan diterima secara umum

    Secara umum perhitungan kekuatan momen lentur dapat diringkas sebagai berikut berdasarkan kombinasi perhitungan tekuk torsi lateral dan tekuk lokal :

    Bila bentang pendek dan penampang kompak : ZfyMp .=

  • Laporan Tugas Akhir Semester II 2006/2007

    2 - 23 Bab 2 Dasar Teori

    Bila bentang pendek dan penampang tak-kompak : ( ) ( )( )

    =

    prrMrMpMpMn

    Bila bentang menengah dan kompak : ( ) ( )( ) MpLpLr

    LLrMrMpMrCbMn

    +=

    Bila bentang menengah dan tak-kompak Lp < Lb < Lr (minimum antara): ( ) ( )( )

    =

    prrMrMpMpMn

    ( ) ( )( )

    +=

    LpLrLLrMrMpMrCbMn

    Bila penampang langsing ( )2rMrMn = Bila bentang panjang McrMn = (mengacu pada tabel 2.2)