stroke iskemik terapi belum
DESCRIPTION
stroke iskemikTRANSCRIPT
BORANG PORTOFOLIO
Nama peserta : dr. Lenny
Nama wahana : RSUD Kota Bau-bau
Topik : Stroke Iskemik
Tanggal kunjungan : 30 Agustus 2015
Nama pasien : Tn. B (Umur 57 tahun) No RM : 03 51 73
Tanggal presentasi : Nama pendamping : dr. Kenangan, MARS
Tempat presentasi : RSUD Kota Bau-Bau
Objektif presentasi
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia
Deskripsi : Laki-laki, 57 tahun, dengan penurunan kesadaran saat beristirahat.
Tujuan : Mampu mendiagnosis dan memahami penatalaksanaan stroke iskemik
Bahan bahasan
Tinjauan pustaka Riset Kasus Audit
Cara membahas
Presentasi & diskusi Diskusi Email Pos
Data utama untuk bahan diskusi
1. Diagnosis/ Gambaranklinis
Keluhan Umum : Pingsan
Aloanamnessa (istri dan Anak Pasien)
Pasien mengalami penurunan kesadaran sejak 12 jam sebelum masuk rumah sakit.
Menurut hasil anamnesa masuk di IGD bahwa tiba-tiba Tn.B pingsan saat bangun tidur
dipagi hari, setelah sadar tidak bisa berdiri dan badan terasa lemas termasuk kaki dan
tangan kanan serta tidak dapat digerakkan, bicara pelo, mulut terlihat mencong kekiri dan
saat diberikan minum tersedak dan batuk. Pasien juga mengeluhkan mual, muntah (-),
sakit kepala (-). Pasien sudah dibawa ke Puskesmas dan dirujuk ke RSUD Kota Bau-bau
2. Riwayat Pengobatan: Captopril 12,5 mg 2x1, dan amlodipin 5mg 1x1, tetapi pasien tidak minum obat teratur.
3.Riwayat kesehatan/penyakit: Keluarga mengatakan bahwa pasien mengalami hipertensi sejak 20 tahun lalu, dan berobat tidak teratur, sebelumnya pasien tidak pernah mengalami
penyakit seperti saat ini.
4.Riwayat keluarga Keluarga mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mengalami sakit seperti pasien, termasuk penyakit-penyakit kencing manis, darah tinggi dan lainnya .
5. riwayat kebiasaan: Pasien sering konsumsi kopi dan merokok sampai setengah bungkus perharinya
6. Status Present
1. Keadaan Umum : Gelisah, lemah
2. Kesadaran : Compos mentis mengarah apatis
3. GCS : E4 M6 Vx
4. Tekanan Darah : 180/110 mmHg
5. Nadi : 90x/menit, reguler
6. Frekuensi Nafas : 24x/menit
7. Temperatur : 37,8o C
Pemeriksaan fisik :
- Kepala : tidak dijumpai kelainan
- Mata : Cekung (-), refleks cahaya (+/+), pupil isokor, konj. Palp inf pucat (-/-),
sklera ikterik (-/-)
- Muka : Asimetris, otot muka dan rahang kekuatan lemah
- Mulut dan Tenggorokan : Pucat (+), Sianosis (-), merot kekiri, Karies (+), gigi banyak
yg hilang,
- Leher : KGB dalam batas normal, kelenjar tyroid dalam batas normal, TVJ dalam
batas normal
- Thorak
Paru : Pergerakan dada simetris kanan dan kiri,retraksi intercostals (-) stem fremitus
simetris, perkusi sonor/sonor, vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung : iktus kordis tidak terlihat, batas jantung dalam batas normal.
- Abdomen : Kesan simetris, distensi (-),Nyeri tekan (+) di epigastrium, Lien tidak
teraba, hepar tidak teraba, Tympani (+), Shifting Dullness (-),peristaltik usus (+)
- Ekstremitas : edema (-)
Ekstremitas Superior InferiorKanan Kiri Kanan Kiri
Sianotik - - - -Edema - - - -Ikterik - - - -Gerakan Lemah Aktif lemah AktifTonus otot 3333 Normotonus 4444 NormotonusSensibilitas Menurun N menurun NAtrofi otot - - - -
STATUS NEUROLOGIS
Kesadaran : GCS E4M6Vx
Pupil : isokor, 3mm/3mm
Reflex cahaya langsung : +/+
Raflex cahaya tidak langsung : +/+
Tanda rangsang meningeal
Kaku kuduk : Negatif
Laseque : Negatif
Kernig : Negatif
Burdzinsky 1 : Negatif
Burdzinsky 2 : Negatif
Tanda – tanda tekanan intracranial : kaku kuduk (-), pupil isokor, agak gelisah
(+), deficit neurology (+), penurunan kesadaran (apatis).
Pemeriksaan Nervus Kranialis : N. olfaktorius, N. Optikus, N. okulomotorius, N.
trokhlearis, N. trigenimus, B. Abdusen kesan tidak kelainan, N. fasialis; kesan
parese (mulut merot kekiri) N. Vestibulo; tidak ada kelainan, N. glosofaringeus;
ada gangguan menelan, N. vagus, N. aksesorius; tidak ada kelaianan, N.
hipoglosus; kesan ada kelainan (NC VII, IX, XII; kesan ada kelainan).
Pemeriksaan Reflex fisiologis : radius, patella, tendon achiles +/+
Pemeriksaan Reflex patologis : chaddock, Gordon, oppenheim, gonad, Schaefer
(-).
Pemeriksaan Motorik
3333 55554444 5555
Fungsi saraf autonom : inkontinensia (-), hiper saliva (-), tachicardi (-),
tachipnea (-). Bab spontan, bak spontan.
Gerakan Abnormal : tidak ditemukan
Fungsi vegetatif
Miksi : tidak ditemukan inkontinensi urin
Hasil laboratorium
Jenis pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Rujukan
Haemoglobin 10,5 gr/dl 13 - 17 gr/dl
Leukosit 10,4 x 103 /ul 4,1-10,5.103/ul
Trombosit 208 x 103 / ul 150-400.103/ul
Hematokrit 28,2 % 40-55%
MCV 89,5 fl 82,5-98 fl
MCH 29,5pg 26,1-32,8
MCHC 33,0 g/dl 30,7-35,9
Albumin 3,5 g/dl 3,5-5,2
KGDS 120 mg/dl 100-140 mg/dl
Asam Urat 6,8mg/dl 3,4-7,0 mg/dl
Kolesterol total 228mg/dl <200 mg/dl
-
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. Stroke. Dalam: eds. Mansjoer A. Kapita selekta kedokteran. Jilid 2. Edisi 3.
Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2000. h.17-
26.
2. Tobing SML. Penanggulangan bencana peredaran darah di otak. Dalam: Cermin
dunia kedokteran. [online]. 1984. [cited 14 Mei 2010]. Nomor 34. Available from
URL:
http://www.kalbe.co.id/files/cak/files/07.PenanggulanganBencanaPeredaranOtak.pdf/
07G
3. Budiarto G. Patofisiologi Perkembangan Diagnostik Stroke Iskemik. ADLN.
Perpustakaan Universitas Airlangga. http://adln.lib.unair.ac.id/.../gdlhub-gdl-grey-
2009-budiartogu-10713-abstract-o.pdf.
4. Caplan LR. Stroke a clinical approach. 3rd ed. Wellington : Butterworth, 1993; 3, 517
5. Demyelinisasi Graba TJ. Atherogenesis and strokes, in barnet HJM, Strokes
pathophysiology, diagnosis and management 2nd ed. New York: Churchill, 1992:29-
41
6. Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 1st ed. London: Lea & Febriger, 1993:84-
84.
7. Mardjono M. Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Penerbit Dian Rakyat. Jakarta.
1981: 269-287.
8. Dewanto G. Suwono WJ. Riyanto B. Turana Y. Panduan Praktis Diagnosis dan Tata
Laksana Penyakit Saraf. Penerbit EGC Kedokteran. 2009; 24-28.
9. Juwono T. Pemeriksaan Klinik Neurologik Dalam Praktek. Penerbit Buku Kedokteran
EGC: 2006
10. Ginsberg L. Lecture Notes: Neurology. Edisi 8. Penerbit Erlangga. Jakarta. 2005
Hasil pembelajaran
1. Diagnosis Stroke Iskemik
2. Penatalaksanaan terapi non medikamentosa
3. Penatalaksanaan terapi medikamentosa
RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN PORTOFOLIO
Subjektif
RiwayatPenyakitSekarang:. Pasien mengalami penurunan kesadaran sejak 12 jam sebelum
masuk rumah sakit. Menurut hasil anamnesa masuk di IGD bahwa tiba-tiba Tn.B pingsan
setelah bangun tidur dipagi hari , setelah sadar tidak bisa berdiri dan badan terasa lemas
termasuk kaki dan tangan kanan serta tidak dapat digerakkan , bicara pelo, mulut terlihat
mencong kekiri dan saat diberikan minum tersedak dan batuk, Pasien juga mengeluhkan
mual (+). Pasien sudah dibawa ke Puskesmas dan dirujuk ke RSUD Kota Bau-bau
Objektif
Hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang sangat mendukung
diagnosis stroke hemoragik. Pada kasus ini diagnosis ditegakkan berdasarkan:
Aloanamnessa didapatkan terjadi penurunan kesadaran secara tiba-tiba saat
beristirahat, sakit kepala, kelemahan anggota gerak kanan, mulut merot, bicara pelo,
sakit kepala dan mual hal ini terjadi jika tekanan darah meningkat dengan signifikan
yang diakibatkan oleh penyumbatan pada pembuluh darah sehingga membentuk
suatu massa yang menyebabkan jaringan otak terdesak, bergeser atau tertekan yang
akhirnya fungsi otak terganggu.
Dari pemeriksaan status interna dijumpai pada pemeriksaan kepala ditemukan mulut
merot ke kiri.
Pemeriksaan status neurologis
Pemeriksaan Nervus Kranialis : N. fasialis; kesan parese (mulut merot kekiri), N.
glosofaringeus; ada gangguan menelan, N. hipoglosus; kesan ada kelainan (NC VII,
IX, XII; kesan ada kelainan).
Pemeriksaan Motorik
3333 55554444 5555
Dari pemeriksaan darah, hemoglobin yang rendah 10,5 g/dl, kolesterol total
228mg/dl.
Assessment
Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresi cepat, berupa
defisit neurologis fokal dan/atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung
menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak
non traumatik. Bila gangguan peredaran darah otak ini berlangsung sementara, beberapa
detik hingga beberapa jam (kebanyakan 10 - 20 menit), tapi kurang dari 24 jam, disebut
sebagai serangan iskemia otak sepintas (transient ischemic attack TIA).
Secara umum, terdapat dua jenis stroke, yaitu:
1. Stroke iskemik, dimana didapatkan penurunan aliran darah sampai di bawah titik kritis,
sehingga terjadi gangguan fungsi pada jaringan otak.
2. Stroke hemoragik, dimana salah satu pembuluh darah di otak (aneurisma,
mikroaneurisma, kelainan pembuluh darah kongenital) pecah atau robek.
Stroke Iskemik paling sering terjadi pada sirkulasi anterior yaitu hampir 70% dari
semua kasus iskemik. Arteri yang paling sering terlibat pada stroke adalah arteri serebri
media, hampir 90% dan duapertiga kasus terjadi pada stroke pertama. Pada infark arteri
serebri media, 33% melibatkan teritori arteri serebri media profunda, 10% melibatkan teritori
arteri serebri media superfisial dan profunda dan 50% melibatkan teritori arteri serebri
superfisial.
Gejala Klinis
Pada gangguan aliran darah otak (stroke), gejala ditentukan oleh tempat perfusi yang
terganggu, yakni daerah yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut:
Stroke Iskemik Arteri Serebri Anterior,
Umumnya menyerang lobus frontalis sehingga menyebabkan:
- Gangguan bicara,
- Timbulnya refleks primitive (grasping dan sucking reflex),
- Penurunan tingkat kesadaran,
- Hemiparesis
- Defisit sensorik kontralateral (akibat kehilangan girus presentralis dan postsentralis
bagian medial),
- Kesulitan berbicara (akibat kerusakan area motorik tambahan) serta apraksia pada
lengan kiri jika korpus kalosum anterior dan hubungan dari hemisfer dominan ke
korteks motorik kanan terganggu.
- Penyumbatan bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan apatis karena
kerusakan dari sistem limbik.
- Inkontinensia
- Kejang-kejang
Stroke Iskemik Arteri Serebri Posterior
- Hemianopsia kontralateral parsial (korteks parsial primer)
- Kebutaan pada penyumbatan bilateral.
- Penurunan kesadaran.
- Hemiparesis kontralateral
- Hilangnya rasa sakit, suhu, sensorik prospioseptif (termasuk rasa getar) kontralateral
(hemianestesia).
Sindrom talamikus: Nyeri talamik, Hemikhorea, disertai hemiparesis, disebut
sindrom Dejerine Marie.
- Selain itu, akan terjadi kehilangan memori (lobus temporalis bagian bawah).
Plan: stroke iskemikPenatalaksanaan
IVFD RL 18 Tpm
Citicolin 1 amp/12jam/iv
Piracetam3gr/8jam/iv
Aspilet 1x1
Simvastatin 20mg 1x1
Neurobion 1 amp/hari/drips
Target managemen stroke iskemik akut adalah untuk menstabilkan pasien dan
menyelesaikan evaluasi dan pemeriksaan termasuk diantaranya pencitraan dan
pemeriksaan laboratorium dalam jangka waktu 60 menit setelah pasien tiba. Keputusan
penting pada manajemen akut ini mencakup perlu tidaknya intubasi, pengontrolan tekanan
darah, dan menentukan resiko atau keuntungan dari pemberian terapi trombolitik.
. Penatalaksanaan Umum
a. Airway and breathing
Pasien dengan GCS ≤ 8 atau memiliki jalan napas yang tidak adekuat atau paten
memerlukan intubasi. Jika terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial (TIK) maka
pemberian induksi dilakukan untuk mencegah efek samping dari intubasi. Pada kasus dimana
kemungkinan terjadinya herniasi otak besar maka target pCO2 arteri adalah 32-36 mmHg.
Dapat pula diberikan manitol intravena untuk mengurangi edema serebri. Pasien harus
mendapatkan bantuan oksigen jika pulse oxymetri atau pemeriksaan analisa gas darah
menunjukkan terjadinya hipoksia. Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan hipoksia pada
stroke iskemik adalah adanya obstruksi jalan napas parsial, hipoventilasi, atelektasis ataupun
GERD.
b. Circulation
Pasien dengan stroke iskemik akut membutuhkan terapi intravena dan pengawasan
jantung. Pasien dengan stroke akut berisiko tinggi mengalami aritmia jantung dan
peningkatan biomarker jantung. Sebaliknya, atrial fibrilasi juga dapat menyebabkan
terjadinya stroke.
c. Pengontrolan gula darah
Beberapa data menunjukkan bahwa hiperglikemia berat terkait dengan prognosis yang
kurang baik dan menghambat reperfusi pada trombolisis. Pasien dengan normoglokemik
tidak boleh diberikan cairan intravena yang mengandung glukosa dalam jumlah besar karena
dapat menyebabkan hiperglikemia dan memicu iskemik serebral eksaserbasi. Pengontrolan
gula darah harus dilakukan secara ketat dengan pemberian insulin. Target gula darah yang
harus dicapai adalah 90-140 mg/dl. Pengawasan terhadap gula darah ini harus dilanjutkan
hingga pasien pulang untuk mengantisipasi terjadinya hipoglikemi akibat pemberian insulin.
d. Posisi kepala pasien
Penelitian telah membuktikan bahwa tekanan perfusi serebral lebih maksimal jika
pasien dalam pasien supinasi. Sayangnya, berbaring telentang dapat menyebabkan
peningkatan tekanan intrakranial padahal hal tersebut tidak dianjurkan pada kasus stroke.
Oleh karena itu, pasien stroke diposisikan telentang dengan kepala ditinggikan sekitar 30-45
derajat.
. Pengontrolan tekanan darah
Pada keadaan dimana aliran darah kurang seperti pada stroke atau peningkatan TIK,
pembuluh darah otak tidak memiliki kemampuan vasoregulator sehingga hanya bergantung
pada maen arterial pressure (MAP) dan cardiac output (CO) untuk mempertahankan aliran
darah otak. Oleh karena itu, usaha agresif untuk menurunkan tekanan darah dapat berakibat
turunnya tekanan perfusi yang nantinya akan semakin memperberat iskemik. Di sisi lain
didapatkan bahwa pemberian terapi anti hipertensi diperlukan jika pasien memiliki tekanan
darah yang ekstrim (sistole lebih dari 220 mmHg dan diastole lebih dari 120 mmHg) atau
pasien direncanakan untuk mendapatkan terapi trombolitik.Adapun langkah-langkah
pengontrolan tekanan darah pada pasien stroke iskemik adalah sebagai berikut. Jika pasien
tidak direncanakan untuk mendapatkan terapi trombolitik, tekanan darah sistolik kurang dari
220 mmHg, dan tekanan darah diastolik kurang dari 120 mmHg tanpa adanya gangguan
organ end-diastolic maka tekanan darah harus diawasi (tanpa adanya intervensi) dan gejala
stroke serta komplikasinya harus ditangani.
Untuk pasien dengan TD sistolik di atas 220 mmHg atau diastolik antara 120-140
mmHg maka pasien dapat diberikan labetolol (10-20 mmHg IV selama 1-2 menit jika tidak
ada kontraindikasi. Dosis dapat ditingkatkan atau diulang setiap 10 menit hingga mencapai
dosis maksiamal 300 mg. Sebagai alternatif dapat diberikan nicardipine (5 mg/jam IV infus
awal) yang dititrasi hingga mencapai efek yang diinginkan dengan menambahkan 2,5 mg/jam
setiap 5 menit hingga mencapai dosis maksimal 15 mg/jam. Pilihan terakhir dapat diberikan
nitroprusside 0,5 mcg/kgBB/menit/IV via syringe pump. Target pencapaian terapi ini adalah
nilai tekanan darah berkurang 10-15 persen.
Pada pasien yang akan mendapatkan terapi trombolitik, TD sistolik lebih 185 mmHg,
dan diastolik lebih dari 110 mmHg maka dibutuhkan antihipertensi. Pengawasan dan
pengontrolan tekanan darah selama dan setelah pemberian trombolitik agar tidak terjadi
komplikasi perdarahan. Preparat antihipertensi yang dapat diberikan adalah labetolol (10-20
mmHg/IV selama 1-2 menit dapat diulang satu kali). Alternatif obat yang dapat digunakan
adalah nicardipine infuse 5 mg/jam yang dititrasi hingga dosis maksimal 15 mg/jam.
Pengawasan terhadap tekanan darah adalah penting. Tekanan darah harus diperiksa
setiap 15 menit selama 2 jam pertama, setiap 30 menit selama 6 jam berikutnya, dan setiap
jam selama 16 jam terakhir. Target terapi adalah tekanan darah berkurang 10-15 persen dari
nilai awal. Untuk mengontrol tekanan darah selama opname maka agen berikut dapat
diberikan.
TD sistolik 180-230 mmHg dan diastolik 105-120 mmHg maka dapat diberikan labetolol 10
mg IV selama 1-2 menit yang dapat diulang selama 10-20 menit hingga maksimal 300 mg
atau jika diberikan lewat infuse hingga 2-8 mg/menit.
2. TD sistolik lebih dari 230 mmHg atau diastolik 121-140 mmHg dapat diberikan
labetolol dengan dosis diatas atau nicardipine infuse 5 mg/jam hingga dosis maksimal
15mg/jam.
3. Penggunaan nifedipin sublingual untuk mengurangi TD dihindari karena dapat
menyebabkan hipotensi ekstrim
f. Pengontrolan demam
Antipiretik diindikasikan pada pasien stroke yang mengalami demam karena hipertermia
(utamanya pada 12-24 jam setelah onset) dapat menyebabkan trauma neuronal iskemik.
Sebuah penelitian eksprimen menunjukkan bahwa hipotermia otak ringan dapat berfungsi
sebagai neuroprotektor
g. Pengontrolan edema serebri
Edema serebri terjadi pada 15 persen pasien dengan stroke iskemik dan mencapai
puncak keparahan 72-96 jam setelah onset stroke. Hiperventilasi dan pemberian manitol rutin
digunakan untuk mengurangi tekanan intrakranial dengan cepat.
h. Pengontrolan kejang
Kejang terjadi pada 2-23% pasien dalam 24 jam pertama setelah onset. Meskipun
profilaksis kejang tidak diindikasikan, pencegahan terhadap sekuel kejang dengan
menggunakan preparat antiepileptik tetap direkomendasikan.
2. Penatalaksanaan Khusus
a. Terapi Trombolitik
Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan secara intravena akan
mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu enzim proteolitik yang mampu menghidrolisa
fibrin, fibrinogen dan protein pembekuan lainnya. Pada penelitian NINDS (National Institute
of Neurological Disorders and Stroke) di Amerika Serikat, rt-PA diberikan dalam waktu tidak
lebih dari 3 jam setelah onset stroke, dalam dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg) dan 10% dari
dosis tersebut diberikan secara bolus IV sedang sisanya diberikan dalam tempo 1 jam. Tiga
bulan setelah pemberian rt-PA didapati pasien tidak mengalami cacat atau hanya minimal.
Efek samping dari rt-PA ini adalah perdarahan intraserebral, yang diperkirakan sekitar 6%.
Penggunaan rt-PA di Amerika Serikat telah mendapat pengakuan FDA pada tahun 1996.
b. Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang mengancam. Suatu
fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak artinya bilamana stroke telah terjadi, baik
apakah stroke itu berupa infark lakuner atau infark massif dengan hemiplegia. Keadaan yang
memerlukan penggunaan heparin adalah trombosis arteri basilaris, trombosis arteri karotisdan
infark serebral akibat kardioemboli. Pada keadaan yang terakhir ini perlu diwaspadai
terjadinya perdarahan intraserebral karena pemberian heparin tersebut.
1) Warfarin
Segera diabsorpsi dari gastrointestinal. Terkait dengan protein plasma. Waktu paro
plasma: 44 jam. Dimetabolisir di hati, ekskresi: lewat urin. Dosis: 40 mg (loading dose),
diikuti setelah 48 jam dengan 3-10 mg/hari, tergantung PT. Reaksi yang merugikan:
hemoragi, terutama ren dan gastrointestinal.
2) Heparin
Merupakan acidic mucopolysaccharide, sangat terionisir. Normal terdapat pada mast
cells. Cepat bereaksi dengan protein plasma yang terlibat dalam proses pembekuan darah.
Heparin mempunyai efek vasodilatasi ringan. Heparin melepas lipoprotein lipase.
Dimetabolisir di hati, ekskresi lewat urin. Wakto paro plasma: 50-150 menit. Diberikan tiap
4-6 jam atau infus kontinu. Dosis biasa: 500 mg (50.000 unit) per hari. Bolus initial 50 mg
diikuti infus 250 mg dalam 1 liter garam fisiologis atau glukose. Dosis disesuaikan dengan
Whole Blood Clotting Time. Nilai normal: 5-7 menit, dan level terapetik heparin: memanjang
sampai 15 menit. Reaksi yang merugikan: hemoragi, alopesia, osteoporosis dan diare.
Kontraindikasi: sesuai dengan antikoagulan oral. Apabila pemberian obat dihentikan segala
sesuatunya dapat kembali normal. Akan tetapi kemungkinan perlu diberi protamine sulphute
dengan intravenous lambat untuk menetralisir. Dalam setengah jam pertama, 1 mg protamin
diperlukan untuk tiap 1 mg heparin (100 unit).
c. Hemoreologi
Pada stroke iskemik terjadi perubahan hemoreologi yaitu peningkatan hematokrit,
berkurangnya fleksibilitas eritrosit, aktivitas trombosit, peningkatan kadar fibrinogen dan
aggregasi abnormal eritrosit, keadaan ini menimbulkan gangguan pada aliran darah.
Pentoxyfilline merupakan obat yang mempengaruhi hemoreologi yaitu memperbaiki
mikrosirkulasi dan oksigenasi jaringan dengan cara: meningkatkan fleksibilitas eritrosit,
menghambat aggregasi trombosit dan menurunkan kadar fibrinogen plasma. Dengan
demikian eritrosit akan mengurangi viskositas darah. Pentoxyfilline diberikan dalam dosis
16/kg/hari, maksimum 1200 mg/hari dalam jendela waktu 12 jam sesudah onset.
d. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)
1) Aspirin
Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara menurunkan sintesis atau
mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong adhesi seperti thromboxane A2. Aspirin
merupakan obat pilihan untuk pencegahan stroke. Dosis yang dipakai bermacam-macam,
mulai dari 50 mg/hari, 80 mg/hari samapi 1.300 mg/hari. Obat ini sering dikombinasikan
dengan dipiridamol. Suatu penelitian di Eropa (ESPE) memakai dosis aspirin 975 mg/hari
dikombinasi dengan dipiridamol 225 mg/hari dengan hasil yang efikasius.
Dosis lain yang diakui efektif ialah: 625 mg 2 kali sehari. Aspirin harus diminum
terus, kecuali bila terjadi reaksi yang merugikan. Konsentrasi puncak tercapai 2 jam sesudah
diminum. Cepat diabsorpsi, konsentrasi di otak rendah. Hidrolise ke asam salisilat terjadi
cepat, tetapi tetap aktif. Ikatan protein plasma: 50-80 persen. Waktu paro (half time) plasma:
4 jam. Metabolisme secara konjugasi (dengan glucuronic acid dan glycine). Ekskresi lewat
urine, tergantung pH. Sekitar 85 persen dari obat yang diberikan dibuang lewat urin pada
suasana alkalis. Reaksi yang merugikan: nyeri epigastrik, muntah, perdarahan,
hipoprotrombinemia dan diduga: sindrom Reye.
Alasan mereka yang tidak menggunakan dosis rendah aspirin antara lain adalah
kemungkinan terjadi “resistensi aspirin” pada dosis rendah. Hal ini memungkinkan platelet
untuk menghasilkan 12-hydroxy-eicosatetraenoic acid, hasil samping kreasi asam
arakhidonat intraplatelet (lipid – oksigenase). Sintesis senyawa ini tidak dipengaruhi oleh
dosis rendah aspirin, walaupun penghambatan pada tromboksan A2 terjadi dengan dosis
rendah aspirin.
2) Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)
Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin, dapat menggunakan
tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini bereaksi dengan mencegah aktivasi platelet, agregasi,
dan melepaskan granul platelet, mengganggu fungsi membran platelet dengan penghambatan
ikatan fibrinogen-platelet yang diperantarai oleh ADP dan antraksi platelet-platelet. Efek
samping tiklopidin adalah diare (12,5 persen) dan netropenia (2,4 persen). Bila obat
dihentikan akan reversibel. Pantau jumlah sel darah putih tiap 15 hari selama 3 bulan.
Komplikas yang lebih serius, teyapi jarang, adalah pur-pura trombositopenia trombotik dan
anemia aplastik.
e. Terapi Neuroprotektif
Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan neuron yang iskemik dan
sel-sel glia di sekitar inti iskemik dengan memperbaiki fungsi sel yang terganggu akibat
oklusi dan reperfusif.
Pembedahan
Indikasi pembedahan pada completed stroke sangat dibatasi. Jika kondisi pasien
semakin buruk akibat penekanan batang otak yang diikuti infark serebral maka pemindahan
dari jaringan yang mengalami infark harus dilakukan.
1) Karotis Endarterektomi
Prosedur ini mencakup pemindahan trombus dari arteri karotis interna yang
mengalami stenosis. Pada pasien yang mengalami stroke di daerah sirkulasi anterior atau
yang mengalami stenosis arteri karotis interna yang sedang hingga berat. Endarterektomi
tidak dapat digunakan untuk stroke di daerah vertebrobasiler atau oklusi karotis lengkap.
Angka mortalitas akibat prosedur karotis endarterektomi berkisar 1-5 persen.
2) Angioplasti dan Sten Intraluminal
Pemasangan angioplasti transluminal pada arteri karotis dan vertebral serta
pemasangan sten metal tubuler untuk menjaga patensi lumen pada stenosis arteri serebri
masih dalam penelitian. Suatu penelitian menyebutkan bahwa angioplasti lebih aman
dilaksanakan dibandingkan endarterektomi namun juga memiliki resiko untuk terjadi
restenosis lebih besar.
Edukasi : dilakukan pada keluarga pasien untuk membantu pasien dalam memberi semangat
dan harapan hidup. Serta ikut berperan dalam pengobatan pasien
Konsultasi :
Dijelaskan perlunya konsultasi dengan spesialis saraf dan rehab medik serta memantau faktor resiko yang dapat diatasi seperti profil lipid,kolesterol, BB, rokok, hipertensi, dan lainnya.
Pasien dgn terapi antikoagulan dipantau terhadap parameter koagulasi/perdarahan. Pasien yang mendapat aspirin dipantau kemungkinan gangguan/perdarahan GIT.