stroke hemoragik
DESCRIPTION
laporan kasus stroke hemoragikTRANSCRIPT
PORTOFOLIO
STROKE HEMORAGIK
OLEH:
dr. Marianto
PENDAMPING:
dr. Mey Margaretha Sitanggang
dr. Erna Marpaung
dr. Hardi Gurning
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SIDIKALANG
KABUPATEN DAIRI
SUMATERA UTARA
2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang Maha Kuasa atas
berkat-Nya sehingga laporan kasus ini dapat saya selesaikan tepat pada waktunya.
Terima kasih saya ucapkan kepada pihak-pihak yang berkontribusi dalam
pembuatan laporan ini.
Adapun tujuan penulisan laporan kasus ini adalah memenuhi tugas sebagai
dokter internship di RSUD Sidikalang. Besar harapan kami, melalui laporan kasus
ini, pengetahuan dan pemahaman kita tentang penyakit saraf yang telah menjadi
momok bagi masyarakat Indonesia, yaitu stroke iskemik, dapat bertambah.
Saya menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna, untuk
itu mohon maaf. Saya juga sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
demi kesempurnaan laporan kasus selanjutnya. Terima kasih.
Medan, Maret 2015
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................. iiDAFTAR ISI................................................................................................. iii
BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................ 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 32.1. Definisi Stroke................................................................... 32.2. Epidemiologi Stroke.......................................................... 32.3. Faktor Resiko Stroke Hemoragik....................................... 42.3.1. Faktor Resiko yang Tidak Dapat Dimodifikasi................. 42.3.2. Faktor Resiko yang Dapat Dimodifikasi............................ 52.4. Patofisiologi Stroke Hemoragik......................................... 62.5. Diagnosis Stroke Hemoragik............................................. 102.5.1. Anamnesis.......................................................................... 112.5.2. Pemeriksaan Fisik.............................................................. 112.5.3. Pemeriksaan Penunjang..................................................... 132.6. Diagnosis Banding............................................................. 162.7. Penatalaksanaan................................................................. 17
BAB 3 LAPORAN KASUS..................................................................... 233.1 Anamnesis.......................................................................... 233.2. Riwayat Perjalanan Penyakit............................................. 233.3. Pemeriksaan Jasmani......................................................... 243.4. Pemeriksaan Neurologis.................................................... 253.5. Pemeriksaan Penunjang..................................................... 323.6. Kesimpulan........................................................................ 323.7. Diagnosis............................................................................ 343.8. Penatalaksanaan................................................................. 34
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Stroke merupakan penyakit yang paling sering menimbulkan kecacatan
pada usia dewasa dan merupakan penyebab kematian tersering kedua di dunia
setelah penyakit jantung iskemik.1 Diperkirakan 5,5 juta orang meninggal oleh
karena stroke di seluruh dunia. Sekitar 80% pasien selamat dari fase akut stroke
dan 50-70% di antaranya menderita kecacatan kronis dengan derajat yang
bervariasi.2
Stroke berdasarkan definisi WHO adalah suatu tanda klinis yang
berkembang cepat akibat gangguan otak fokal dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa
adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. Stroke sendiri merupakan salah
satu penyebab gangguan otak pada usia produktif.3
Di negara-negara berkembang, jumlah penderita stroke cukup tinggi dan
mencapai dua pertiga dari total penderita stroke di seluruh dunia.2 Negara
berkembang juga menyumbang 85,5% dari total kematian akibat stroke di seluruh
dunia. Usia penderita stroke di negara berkembang rata-rata lebih muda 15 tahun
daripada usia penderita stroke di negara maju dan ada pendapat yang menyatakan
bahwa kondisi tersebut terkait dengan keadaan ekonomi negara.4,5
Data di Indonesia menunjukkan prevalensi stroke mencapai angka 8,3 per
1.000 penduduk. Daerah yang memiliki prevalensi stroke tertinggi adalah
Nanggroe Aceh Darussalam (16,6 per 1.000 penduduk) dan yang terendah adalah
Papua (3,8 per 1.000 penduduk). Dari 8,3 per 1.000 penderita stroke, 6
diantaranya telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan. Hal ini menunjukkan sekitar
72,3% kasus stroke di masyarakat telah terdiagnosis oleh tenaga kesehatan,
namun angka kematian akibat stroke tetap tinggi. Hal ini terlihat dari angka
kematian stroke berdasarkan umur adalah: sebesar 15,9% (umur 45-55 tahun) dan
26,8% (umur 55-64 tahun), dan 23,5% (umur 65 tahun).6 Data menunjukkan
bahwa stroke menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian utama semua
1
umur di Indonesia. Stroke, bersama-sama dengan hipertensi, penyakit jantung
iskemik dan penyakit jantung lainnya, juga merupakan penyakit tidak menular
utama penyebab kematian di Indonesia.7 Penderita laki-laki lebih banyak daripada
perempuan dan profil usia di bawah 45 tahun sebesar 11,8%, usia 45-64 tahun
54,2%, dan usia di atas 65 tahun sebesar 33,5%.8
Adanya unit stroke telah terbukti dapat menurunkan angka kematian dan
menurunkan derajat kecacatan selain mengurangi waktu perawatan bagi pasien di
rumah sakit.9 Menurut NIHSS (National Institute Health Stroke Scale), perawatan
pada unit stroke menunjukkan perbaikan defisit neurologis yang signifikan
dibandingkan bangsal biasa (10,4% pada unit stroke dan 5,4% pada bangsal
biasa).10
Untuk dapat mendiagnosis dan mendefinisikan tipe stroke bisa cukup sulit
dan tidak akurat bila hanya berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Penggunaan Head CT-Scan sebagai baku emas dalam mendiagnosa stroke perlu
dilakukan. Namun tidak semua penyedia pelayanan kesehatan memiliki Head CT-
Scan. Oleh sebab itu, penyusunan laporan kasus ini bertujuan untuk menjelaskan
lebih dalam tentang stroke hemoragik dan ditujukan untuk praktisi klinis yang
membaca laporan kasus ini. Diharapkan setelah membaca laporan kasus ini,
pembaca dapat sedikit ataupun lebih banyak mengerti tentang stroke hemoragik
dan tatalaksananya di Rumah Sakit.3,10
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Stroke
Stroke berdasarkan definisi WHO adalah suatu tanda klinis yang
berkembang cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala
yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian
tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.3 Sebagian besar stroke
disebabkan tersumbatnya aliran darah otak yang menyebabkan iskemiknya
jaringan otak, hanya sekitar 13% penderita stroke termasuk dalam kategori stroke
hemoragik.11,12
Terdapat 2 jenis stroke hemoragik, perdarahan intraserebral dan perdarahan
subarachnoid. Perdarahan pada otak lainnya, epidural hematom dan subdural
hematom. Namun perdarahan otak ini disebabkan trauma kapitis.12
2.2. Epidemiologi Stroke
Menurut WHO, 15 juta orang menderita stroke setiap tahun. 5 juta dari
penderita tersebut meninggal, dan 5 juta lainnya mengalami disabilitas permanen.
Stroke merupakan penyebab kematian keempat di Amerika. Sejak tahun 2001
hingga 2011, angka kematian stroke menurun 21,2%. Hal ini disebabkan usaha-
usaha yang dilakukan untuk menurunkan tekanan darah dan merokok. Akan
tetapi, angka stroke secara keseluruhan masih tinggi disebabkan populasi usia
yang semakin meningkat usianya.13
Setiap tahun di Amerika Serikat, 795.000 orang mengalami stroke baru dan
rekuren. Pada tahun 2011, setiap 1 dari 20 kematian disebabkan oleh stroke.
Setiap 40 detik, 1 orang mengalami stroke, dan setiap 4 detik, 1 orang meninggal
akibat stroke.14
3
Pada survey tahun 2005, 93% responden mengetahui bahwa rasa kebas pada
sebagian tubuh secara tiba-tiba merupakan salah satu gejala stroke. Hanya 38%
yang menyadari semua gejala stroke dan mencari pertolongan pertama.15 Telah
diketahui bahwa pasien yang tiba di ruang gawat darurat dalam waktu 3 jam sejak
gejala pertama cenderung untuk mempunyai lebih sedikit disabilitas dalam 3
bulan daripada yang menerima pertolongan lebih lambat.16
Di Indonesia, prevalensi stroke meningkat dari 8,3 per 1.000 penduduk (tahun
2007) menjadi 12,1 per 1.000 penduduk (2013).17 Prevalensi stroke pada pria
sama banyaknya dengan wanita. Prevalensi penyakit stroke pada kelompok
tertinggi pada usia di atas 75 tahun (43,1‰).
2.3. Faktor Risiko Stroke Hemoragik
2.3.1.Faktor Risiko yang Tidak Dapat Dimodifikasi
Usia, jenis kelamin, ras, etnis, dan keturunan diketahui merupakan pertanda
risiko stroke. Walaupun faktor risiko ini tidak dapat dimodifikasi, apabila
diketahui adanya faktor risiko ini, memungkinkan untuk diidentifikasinya pasien
dengan risiko yang tinggi, sehingga dapat dilakukan terapi yang lebih cepat
terhadap faktor risiko yang dapat dimodifikasi.18
Usia merupakan faktor risiko tunggal yang berperan pada penyakit stroke. Setiap
kenaikan 10 tahun setelah usia 55 tahun, risiko stroke meningkat dua kali pada
pria dan wanita. Insidens stroke ditemukan 1,25 lebih banyak pada pria.18.19
Peningkatan insidens stroke dalam keluarga disebabkan karena beberapa hal,
antara lain, kecenderungan genetik, dan paparan lingkungan atau gaya hidup yang
mirip. Pada penelitian Framingham, menunjukkan bahwa riwayat dari ayah dan
ibu berhubungan dengan peningkatan risiko stroke.18 Risiko stroke juga
meningkat apabila ditemukan saudara derajat satu mempunyai penyakit jantung
koroner atau stroke sebelum usia 55 tahun (laki-laki) atau 65 tahun (wanita).19
4
Riwayat seseorang pernah mengalami gejala stroke (TIA/Transient ischemic
attack) meningkatkan risiko 10 kali dibandingkan seseorang yang tidak memiliki
riwayat stroke. Riwayat penyakit jantung sebelumnya juga memiliki risiko yang
sama.20
Pada usia tua, salah satu faktor risiko yang paling penting adalah adanya amiloid
angiopati. Amiloid angiopati serebral (CAA) disebabkan karena mutasi pada
protein prekursor amiloid atau gen protein sistatin C yang diturunkan dengan pola
autosomal dominan. Amiloid angiopati sering asimptomatik, tetapi merupakan
penyebab penting terjadinya perdarahan intraserebral lobaris pada pasien usia
tua.21
2.3.2. Faktor Risiko yang Dapat Dimodifikasi
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi lainnya yang diketahui menyebabkan
ICH adalah hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, penggunaan kronik alkohol,
kokain, antikoagulan, dan terapi trombolitik. Adanya malformasi vaskular,
aneurisma, vaskulitis, dan keganasan intrakranial juga merupakan faktor risiko
terjadinya stroke hemoragik.22-25
Hipertensi adalah faktor risiko yang paling kuat dan sering memicu ICH.18 Lebih
dari 12,7 juta penderita stroke juga menderita hipertensi.13 Pada kasus stroke
hemoragik, sekitar 60% kasus ICH menderita hipertensi.26 Risiko ICH diketahui
meningkat berhubungan dengan tingkat tekanan darah sistolik. Hipertrofi
ventrikel kiri juga berhubungan dengan peningkatan stroke hemoragik sebanyak
dua sampai tujuh kali.18
Rendahnya sosioekonomi, penyakit mental, dan stres psikososial juga merupakan
faktor risiko stroke. Sosioekonomi rendah diketahui berhubungan dengan
peningkatan risiko stroke. Depresi, adanya stres hidup kronik, dan gangguan
panik meningkatkan risiko terjadinya stroke. Obat-obatan lain seperti kontrasepsi
oral dan terapi pengganti hormon juga meningkatkan risiko stroke.19 Faktor risiko
lainnya, yaitu konsumsi alkohol, diketahui apabila konsumsi alkohol satu hingga
5
dua gelas per hari dapat menurunkan risiko sebanyak 30%. Namun, peminum
berat dapat merusak miokardium.19
Koagulopati yang menyebabkan perdarahan disebabkan karena kurangnya faktor
pembekuan atau adanya kelainan pada hepar. Koagulopati yang menyebabkan
ICH biasanya terjadi karena penggunaan antikoagulan, antagonist platelet, dan
obat lainnya yang bersifat antikoagulan.27
Tingginya kadar kolesterol total, LDL, dan trigliserida, dan rendahnya kadar
kolesterol HDL meningkatkan risiko stroke. Hal yang sama juga terjadi pada
merokok. Merokok secara pasif merupakan faktor risiko tambahan untuk stroke.
Kurangnya aktivitas fisik akan meningkatkan risiko stroke dan PJK sebanyak
50%.19
2.4. Patofisiologi Stroke Hemoragik
Aneurisma intrakranial merupakan lesi yang didapatkan pada 1-6% pemeriksaan
postmortem. Sebagian besar aneurisma ini tidak ruptur dan tetap tidak
terdiagnosis. Sekitar 27.000 kasus perdarahan subarakhnoid baru akibat ruptur
aneurisma terjadi setiap tahun (sekitar 5-15%). Rupturnya aneurisma ini tidak
diketahui secara jelas, namun berhubungan dengan hipertensi dan merokok.
Merokok dan hipertensi diketahui menyebabkan defek struktural dengan
menginduksi perubahan endovaskular, terutama di bagian tunika media, yang
menyebabkan kelemahan fokal pada dinding pembuluh darah yang menyebabkan
aneurysmal ballooning pada bifurkasio arteri.28
6
Gambar 2.1. Daerah Terjadi Perdarahan Intraserebral Paling Sering27
Lokasi paling sering terjadinya aneurisma serebri pada daerah sekitar arteri
kommunikans anterior dan arteri serebri anterior, pada percabangan dekat arteri
serebri media dan percabangan antara arteri basiler dan arteri serebri posterior.
Terjadinya perdarahan parenkim otak pada aneurisma tersebut merupakan
perdarahan intraserebral.29,30 Perdarahan intraserebral terdiri dari tiga fase, (1)
perdarahan awal, (2) ekspansi hematoma, dan (3) edema perihematom.31
Perdarahan awal terjadi karena ruptur arteri serebri yang disebabkan faktor risiko
yang telah disebutkan sebelumnya. Ekspansi hematoma terjadi beberapa jam
setelah gejala awal terjadi dimana terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
Ekspansi ini akan berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam. Ekspansi
hematoma juga akan mengganggu integritas jaringan lokal (cedera otak primer
yang diakibatkan dari efek masa hematom).32,33
7
Gambar 2.2. Patogenesis Perdarahan Intraserebral34
Cedera otak sekunder, sebagian besar, menyebabkan perdarahan intraparenkim
otak dan terjadi melalui beberapa mekanisme, seperti (1) sitotoksisitas darah, (2)
hipermetabolisme, (3) eksitotoksisitas, (4) penyebaran tekanan, dan (5) stres
oksidatif dan inflamasi. Keseluruhan hal ini pada akhirnya menyebabkan
gangguan ireversibel neurovaskular dan diikuti dengan gangguan sawar darah
8
otak, dan edema yang diikuti kematian sel otak secara masif. Selain itu, gangguan
aliran keluar vena yang terobstruksi akan menginduksi pelepasan tromboplastin,
yang menyebabkan koagulopati.32
Lebih dari sepertiga pasien, terjadi ekspansi hematom yang disebabkan
hiperglikemia, hipertensi, dan antikoagulan. Ukuran awal hematom dan kecepatan
penyebaran hematom merupakan salah satu faktor prognostik untuk menentukan
perburukan neurologis. Ukuran hematoma > 30 ml berhubungan dengan tingginya
mortalitas.35 Diikuti penyebaran hematoma, edema serebri terbentuk sekitar
hematoma yang disebabkan inflamasi dan gangguan sawar darah otak. Edema
peri-hematoma ini merupakan penyebab utama terjadi perburukan neurologis dan
terus berkembang hingga beberapa hari sejak perdarahan awal.31,32
Perdarahan intraserebral mempunyai daerah predileksi pada otak seperti talamus,
putamen, serebelum, dan batang otak. Selain daerah otak yang rusak karena
perdarahan, otak sekeliling dapat rusak karena tekanan yang disebabkan efek
masa hematom. Peningkatan tekanan intrakranial dapat terjadi.30
Pada sekitar 40% kasus ICH, perdarahan menyebar sampai ventrikel serebri
menyebabkan perdarahan intraventrikel. Perdarahan intraventrikel dapat
menyebabkan hidrosefalus obstruksi dan memperburuk prognosis. ICH dan
edema yang terjadi dapat mengganggu dan menekan jaringan sekitar. Hal ini yang
menyebabkan gangguan neurologis.36 Tergesernya parenkim otak dapat
meningkatkan tekanan darah intrakranial dengan menyebabkan sindroma
herniasi.37
Patofisiologi Perdarahan Subarakhnoid
Proses patologis yang terjadi pada PSA adalah terjadi pecahnya darah arteri secara
tiba-tiba yang terjadi pada ruang subarakhnoid atau ke bagian otak. Pada
perdarahan subarakhnoid, perdarahan disebabkan dari aneurisma Berry pada salah
satu arteri pada dasar otak, sekitar sirkulus Willis.34
9
Gambar 2.3 Patofisiologi Terjadinya Perdarahan Subarachnoid
Sebagian besar kasus disebabkan oleh pecahnya aneurisma pada percabangan
arteri-arteri besar. Penyebab lain adalah malformasi arterivena atau tumor. Efek
patologis dari perdarahan subarakhnoid bersifat multifokal. Pada PSA, terjadi
iritasi meningens yang mengakibatkan peningkatan TIK dan mengganggu
autoregulasi serebri. Gangguan ini dapat terjadi dengan adanya vasokonstriksi
akut, agregasi platelet mikrovaskular, dan hilangnya perfusi mikrovaskular serebri
yang menyebabkan penurunan aliran darah otak dan iskemik serebri.30,34
2.5. Diagnosis Stroke Hemoragik
Perdarahan intraserebral merupakan kegawatdaruratan. Diagnosis dan
manajemen yang cepat diperlukan karena perburukan terjadi pada beberapa jam
10
setelah onset serangan. Lebih dari 20% pasien akan mengalami penurunan GCS >
2 poin sebelum tiba pada pelayanan kesehatan gawat darurat dan penilaian awal
pada ruang gawat darurat. Apabila terjadi penurunan kesadaran sebanyak 6 poin
pada pasien prehospital, telah diketahui angka mortalitasnya > 75%.18
Hal yang perlu dilakukan adalah menentukan apakah stroke yang diderita adalah
stroke infark atau hemoragik. Pembuatan diagnosis stroke iskemik atau
perdarahan di pusat neurologis tidak sulit karena adanya CT-Scan, tetapi karena
alat ini hanya dijumpai pada kota besar, maka diagnosis harus dibuat berdasarkan
pemeriksaan klinis.38
2.5.1. Anamnesis
Hal yang harus diketahui adalah mengenai onset gejala, apakah gejala
dialami pada saat pasien sedang beraktivitas, bagaimana perjalanan gejala, faktor-
faktor risiko yang ada pada pasien, berapa kali serangan telah dialami oleh
penderita. Apakah serangan disertai nyeri kepala, mual dan muntah.38
Hal lain yang perlu ditanyakan juga adalah apakah pasien mengalami kesemutan
separuh badan, gangguan penglihatan, apakah terjadi penurunan intelektualitas,
dan riwayat pemakaian obat sebelumnya. Riwayat trauma juga perlu
ditanyakan.30,38
2.5.2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang dilakukan meliputi tanda vital, pemeriksaan umum meliputi
kepala, jantung, paru, abdomen, dan ekstremitas. Pemeriksaan kepala dan leher
(cedera kepala akibat jatuh saat kejang, bruit karotis, dan tanda distensi vena
jugular pada gagal jantung kongestif.)10
Pemeriksaan neurologis dan skala stroke. Pemeriksaan neurologis terutama
pemeriksaan saraf kranialis, rangsang selaput otak, sistem motorik, sikap dan cara
jalan, refleks koordinasi, sensorik, dan fungsi kognitif. Skala stroke yang
digunakan adalah NIHSS (National Institutes of Heart Stroke Scale). Hipertensi
(tekanan darah sistolik di atas 220 mmHg) biasanya ditemukan pada stroke
11
hemoragik. Tekanan darah awal yg tinggi berhubungan dengan kerusakan
neurologis dini. Hal yang sama juga berlaku pada demam.10,30
Onset akut defisit neurologis, perubahan kesadaran atau status mental lebih sering
ditemukan pada stroke hemoragik. Hal ini disebabkan karena peningkatan tekanan
intrakranial. Meningismus dapat juga terjadi karena darah pada ruang
subarakhnoid.38
Defisit fokal neurologis
Defisit neurologis yang terjadi tergantung daerah otak yang terlibat. Apabila
terkena pada hemisfer yang kiri, sindroma berikut dapat terjadi: 30
1. Hemiparesis kanan
2. Kehilangan sensorik pada bagian kanan tubuh
3. Kecenderungan melihat pada sebelah kiri
4. Kehilangan lapangan pandang sebelah kanan
5. Afasia
Apabila terjadi pada hemisfer sebelah kanan, terjadi hal sebaliknya dari yang telah
disebutkan di atas.
Apabila perdarahan terjadi pada serebellum, pasien berisiko tinggi terjadi herniasi
dan kompresi batang otak. Herniasi akan menyebabkan penurunan kesadaran yang
cepat dan mengakibatkan apnea dan kematian.30
Tanda lain dari perdarahan pada serebelum atau batang otak dapat berupa ataxia,
vertigo atau tinitus, mual dan muntah, hemiparesis atau quadriparesis, kehilangan
fungsi sensorik sebagian tubuh atau keempat ekstremitas, gangguan sensorik pada
separuh tubuh atau keempat ekstremitas, kelemahan orofaringeal atau disfagia,
crossed signs (wajah ipsilateral dan badan kontralateral).30
12
Sindrome stroke lainnya berhubungan dengan perdarahan intraserebral, bervariasi
mulai dari nyeri kepala ringan sampai gangguan neurologis. Perdarahan serebri
pada onset awal dapat menimbulkan kejang.30
Tabel 2.1. Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Iskemik38
Gejala Stroke Hemoragik Stroke IskemikPermulaan Sangat akut SubakutWaktu serangan Aktif Bangun pagiPeringatan sebelumnya - ++Nyeri kepala ++ -Muntah ++ -Kejang-kejang ++ -Kesadaran menurun ++ +/-Bradikardi +++ (dari hari I) + (terjadi hari ke 4)Perdarahan di retina ++ -Papiledema + -Kaku kuduk, Kernig, Brudzinki
++ -
Ptosis ++ -Lokasi Subkortikal Kortikal/subkortikal
Tabel 2.2. Perbedaan Perdarahan Intraserebral dan Perdarahan Subarakhnoid38
Gejala Perdarahan Intraserebral Perdarahan SubarakhnoidNyeri kepala ++ +++Kaku kuduk + +++Kernig + +++Gangguan n III, IV + (bila besar) +++Kelumpuhan Biasanya hemiplegi HemiparesisCairan serebrospinal Eritrosit > 1000 Eritrosit > 25000Hipertensi ++ -
2.5.3. Pemeriksaan Penunjang
Gejala stroke yang ditandai dengan nyeri kepala hebat, muntah, tekanan
darah sistolik > 220 mmHg, defisit neurologis fokal, gangguan kesadaran, dan
onset secara tiba-tiba diasumsikan merupakan stroke hemoragik.39 Untuk
membedakan perdarahan atau iskemik dan penyebab gangguan neurologis yang
lain, pemeriksaan neuroimaging stroke yang merupakan gold standard adalah CT-
Scan atau MRI.38
13
Tingginya angka perburukan neurologis setelah ICH untuk mengetahui apakah
perdarahan aktif dapat berlanjut selama beberapa jam setelah onset. CT-Scan
dapat memberikan informasi mengenai lokasi, ukuran infark atau perdarahan,
apakah perdarahan dapat menyebar ke ruang intraventrikular, serta membantu
perencanaan operasi.31-33 Di antara pasien yang diperiksa head CT dalam 3 jam
setelah onset ICH, 28-38% mengalami ekspansi hematoma. Ekspansi hematom
diketahui merupakan perburukan klinis dan peningkatan morbiditas dan
mortalitas.31
Pemeriksaan MRI dapat menunjukkan infark pada fase akut dalam beberapa saat
setelah serangan yang dengan pemeriksaan CT-Scan belum terlihat. Sedangkan
pemeriksaan MRI pada perdarahan intraserebral baru dapat terdeteksi setelah
beberapa jam pertama perdarahan. Pemeriksaan ini rumit serta memerlukan waktu
lama sehingga kurang digunakan pada stroke perdarahan akut. 38,40
Angiografi dilakukan pada kasus yang selektif terutama pada perdarahan
intraserebral non hipertensi, perdarahan yang letaknya atipis. Untuk mencari
kemungkinan AVM, aneurisma atau tumor sebagai penyebab perdarahan
intraserebral.38
Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan adalah darah lengkap, elektrolit, kadar
ureum, kadar kreatinin, dan glukosa. Kadar kreatinin yang tinggi berhubungan
dengan adanya ekspansi hematom. Kadar glukosa yang tinggi juga menunjukkan
adanya ekspansi hematoma dan prognosis yang lebih buruk.31,40
Pemeriksaan darah lengkap diperlukan untuk menentukan keadaan hematologi
yang mempengaruhi stroke, misalnya anemia atau polisitemia.38,41 Selain itu,
kadar gula darah diperiksa untuk mengetahui adanya DM. Tingginya kadar gula
darah berkaitan dengan angka kecacatan dan kematian. Kadar gula darah diperiksa
juga untuk menyingkirkan hipoglikemia yang memberikan gambaran klinik
menyerupai stroke. 38
14
Pemeriksaan elektrolit serum untuk memeriksa osmolaritas serum yang berkaitan
dengan dehidrasi dan pemberian osmoterapi pada penderita stroke dengan
peningkatan tekanan intrakranial. Faal hemostasis seperti jumlah trombosit, waktu
protrombin, dan tromboplastin (aPTT) diperlukan untuk pemakaian obat
antikoagulan dan trombolitik. 38
Pemeriksaan elektrokardiografi untuk mengetahui adanya iskemik dan aritmia
jantung atau penyakit jantung lainnya untuk menilai fungsi jantung.39 Foto toraks
digunakan untuk menilai besar jantung ataupun adanya edema paru.38
Pemeriksaan lain yang diperlukan pada keadaan tertentu seperti tes faal hati,
saturasi oksigen, analisa gas darah, toksikologi, kadar alkohol dalam darah, pungsi
lumbal (apabila dugaan kuat perdarahan subarakhnoid, tetapi gambaran CT scan
normal), elektroensefalografi (terutama pada paralisis Todd).38
Untuk membedakan stroke iskemik akut dan stroke perdarahan, jika sarana tidak
memungkinkan, dapat menggunakan sistem skoring Siriraj Stroke Score38
Rumus Siriraj Stroke Score
(2,5 x derajat kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x nyeri kepala) + (0,1 x tekanan
darah diastolik) – (3 x tanda ateroma) – 12
Skor < -1 menunjukkan kemungkinan stroke iskemik
Skor > 1 menunjukkan kemungkinan stroke perdarahan
Catatan:
Derajat kesadaran: sadar = 0
Mengantuk/stupor = 2
Koma/semikoma = 2
Nyeri kepala: Tidak ada nyeri kepala = 0
Nyeri kepala = 1
Tanda ateroma: Tidak ada tanda ateroma = 0
Tanda ateroma
(diabetes, angina, penyakit arteri perifer) = 1
15
2.6. Diagnosis Banding
Diagnosis banding stroke hemoragik adalah stroke iskemik. Perbedaan klinisnya
dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 3.3. Perbedaan Stroke
Kejang lebih sering ditemukan pada stroke iskemik dan terjadi pada 28% stroke
hemoragik.
Pada perdarahan subarakhnoid perdarahan mengiritasi meningens. Hal ini
menyebabkan gejala nyeri kepala hebat yang tiba-tiba dan kaku kuduk. Sering
juga dijumpai adanya kehilangan kesadaran sementara pada saat perdarahan
terjadi. Onset yang terjadi secara tiba-tiba ini yang membedakan perdarahan
subarakhnoid dari nyeri kepala dan kaku kuduk dari meningitis, yang terjadi
dalam beberapa jam. Migren terkadang dapat menyebabkan nyeri kepala hebat
secara tiba-tiba tetapi tanpa kaku kuduk.34
Perdarahan intraserebral pada bagian kapsula interna akan menyebabkan
gangguan berat pada motorik, sensorik, dan gangguan penglihatan pada sisi
kontralateral tubuh (hemiplegia, hemianestesi, dan hemianopia homonim). Pada
pons, kehilangan fungsi motorik dan sensorik pada keempat ekstremitas,
berhubungan dengan gangguan fungsi batang otak. Perdarahan pada pons
16
merupakan perdarahan dengan tingkat mortalitas yang sangat tinggi. Perdarahan
pada sistem ventrikular, baik berasal dari perdarahan subarakhnoid atau
intraserebral, merupakan pertanda prognosis yang buruk. Apabila terjadi,
perdarahan ini sering menyebabkan kematian dalam waktu beberapa jam setelah
perdarahan.34
2.7. Penatalaksanaan
Setelah evaluasi dan diagnosis pasien, terapi yang dilakukan di ruang gawat
darurat adalah:10
1. Stabilisasi jalan napas
a. Pemantauan terhadap status neurologis, tanda vital, dan saturasi
oksigen dalam 72 jam pertama pada pasien dengan defisit neurologis
yang nyata.
b. Pemberian oksigen pada keadaan saturasi oksigen < 95%. Oksigen
diberikan 2 liter/menit.
c. Perbaiki jalan nafas dengan pemasangan pipa orofaring pada pasien
yang tidak sadar. Berikan bantuan ventilasi pada pasien yang
mengalami penurunan kesadaran.
d. Intubasi ETT (Endotracheal Tube) atau LMA (Laryngeal Mask
Airway) diperlukan pada pasen hipoksia (pO2 < 60 mmHg atau pCO2 >
50 mmHg), yang berisiko terjadi aspirasi atau syok.
2. Stabilisasi Hemodinamik
a. Berikan cairan kristaloid atau koloid. Hindari pemberian cairan
hipotonik seperti dekstrosa.
b. Dianjurkan pemasangan CVC (Central Venous Catheter) untuk
memantau kecukupan cairan. Tekanan dijaga 5-12 mmHg.
c. Optimalisasi tekanan darah
d. Bila tekanan darah sistolik < 120 mmHg dan cairan sudah mencukupi,
maka obat-obatan vasopressor dapat diberikan secara titrasi seperti
dopamin dosis sedang/tinggi, norepinefrin atau epinefrin dengan target
tekanan darah sistolik sebesar 140 mmHg.
17
e. Hipovolemia harus dikoreksi dengan larutan salin normal.
3. Pengendalian Peninggian Tekanan Intrakranial (TIK)
a. Pemantauan ketat terhadap penderita dengan risiko edema serebral
harus dilakukan dengan memperhatikan perburukan gejala dan tanda
neurologis pada hari pertama setelah serangan stroke.
b. Monitor TIK harus dilakukan pada pasien dengan GCS < 9 dan
penderita yang mengalami penurunan kesadran karena penurunan TIK.
Sasaran terapi adalah TIK kurang dari 20 mmHg dan CPP > 70
mmHg.
c. Penatalaksanaan untuk menurunkan peningkatan TIK:
- Tinggikan posisi kepala 20-30o
- Posisi pasien hendaklah menghindari tekanan vena jugular
- Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
- Hindari hipertermia
- Jaga normovolemia
- Osmoterapi atas indikasi sebagai berikut:
o Manitol 0,25-0,50 gram/kgBB, selama > 20 menit, diulangi
setiap 4-6 jam dengan target < 310 mOsm/L.
o Kalau perlu, furosemide dengan dosis inisial 1 mg/kgBB/iv
- Paralisis neuromuskular yang dikombinasi dengan sedasi dapat
mengurangi naiknya TIK dengan mengurangi naiknya tekanan
intratorakal dan tekanan vena akibat batuk, suction, bucking
ventilator.
- Kortikosteroid tidak direkomendasikan untuk mengatasi edema
otak dan tekanan tinggi intrakranial pada stroke iskemik, dan dapat
diberikan kalau diyakini tidak ada kontraindikasi.
4. Apabila kejang, dapat diberikan diazepam bolus lambat intravena 5-20 mg
dan diikuti pemberian fenitoin loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan
kecepatan maksimum 50 mg/menit. Bila kejang belum teratasi, rawat di
ICU.
18
5. Pada stroke perdarahan intraserebral, pemberian antikonvulsan profilaksis
dapat diberikan selama 1 bulan, kemudian diturunkan, dan dihentikan bila
kejang tidak dijumpai selama pengobatan.
6. Pengendalian suhu tubuh:
a. Setiap pasien demam harus diobati dengan antipiretika dan diatasi
penyebabnya.
b. Berikan asetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 37,5-38,5oC.
c. Pada pasien febris atau berisiko terjadi infeksi, harus dilakukan
kultur dan hapusan (trakea, darah, urin) dan diberikan antibiotik.
Penatalaksanaan pada ruang rawat inap.
1. Cairan diberikan cairan isotonis seperti 0,9% salin untk menjaga euvolemi
dengan kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari.
2. Nutrisi
a. Nutrisi enteral paling lambat diberikan dalam 48 jam, nutrisi oral
hanya boleh diberikan setelah tes fungsi menelan baik.
b. Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran, nutrisi diberikan
melalui pipa nasogastrik.
c. Pada keadaan akut, komposisi kalori 25-30 kkal/kg/hari, dengan
komposisi:
i. Karbohidrat 30-40% dari total kalori
ii. Lemak 20-35% (pada gangguan nafas dapat diberikan lebih
tinggi 35-55%)
iii. Protein 20-30% (pada keadaan stres kebutuhan protein 1,4-
2,0 g/kgBB/hari, pada gangguan fungsi ginjal < 0,8
g/kgBB/hari).
3. Pencegahan dan Komplikasi
a. Mobilisasi untuk mencegah komplikasi subakut malnutrisi,
pneumonia, trombosis vena dalam, emboli, dekubitus perlu
dilakukan
b. Berikan antibiotika sesuai indikasi.
c. Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi
19
4. Penatalaksanaan medis lain44
a. Pemantauan kadar glukosa darah diperlukan. Hiperglikemia (KGD
> 180 mg/dl) pada stroke akut harus diobati dengan titrasi insulin.
Hipoglikemia berat (<50mg/dL) harus diobati dengan dekstrosa
40% intravena atau infuse glukosa 10-20%.
b. Analgesik dan antimuntah sesuai indikasi
c. Berikan H2 antagonis sesuai indikasi
d. Hati-hati dalam menggerakkan, penyedotan lendir, atau
memandikan pasien karena dapat mempengaruhi TIK.
e. Kandung kemih yg penuh dikosongkan, sebaiknya dengan
kateterisasi intermiten.
Penatalaksanaan Tekanan Darah pada Stroke Akut10
Pada pasien dengan stroke perdarahan intraserebral akut, apabila TDS > 200
mmHg atau Mean Arterial Pressure (MAP) > 150 mmHg, tekanan darah
diturunkan dengan obat antihipertensi secara kontiniu dengan pemantauan TD
setiap 5 menit.
Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg disertai dengan gejala dan
tanda peningkatan tekanan intracranial, dilakukan pemantauan tekanan
intracranial. Tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi
intravena secara kontinu atau intermiten dengan pemantauan tekanan perfusi
serebral ≥60 mmHg.
Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg tanpa disertai gejala dan tanda
peningkatan tekanan intracranial, tekanan darah diturunkan secara hati-hati
dengan menggunakan obat antihipertensi intravena kontinu atau intermitten
dengan pemantauan tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP 110 mmHg atau
tekanan darah 160/90 mmHg. Pada studi INTERACT 2010, penurunan TDS
hingga 140 mmHg masih diperbolehkan. Pada pasien stroke perdarahan
20
intraserebral dengan TDS 150-220 mmHg, penurunan tekanan darah dengan cepat
hingga TDS 140 mmHg cukup aman.
Penanganan nyeri termasuk upaya penting dalam penurunan tekanan darah pada
penderita stroke perdarahan intraserebral. Pemakaian obat antihipertensi
parenteral yang dianjurkan adalah golongan penyekat beta (labetalol dan esmolol),
penyekat kanal kalsium (nikardipin dan diltiazem) intravena.
Pada perdarahan subaraknoid (PSA) aneurismal, tekanan darah harus dipantau dan
dikendalikan bersama pemantauan tekanan perfusi serebral untuk mencegah
resiko terjadinya stroke iskemik sesudah PSA serta perdarahan ulang. Untuk
mencegah terjadinya perdarahan subarakhnoid berulang, pada pasien stroke
perdarahan subarakhnoid akut, tekanan darah diturunkan hingga TDS 140-160
mmHg. Sedangkan TDS 160-180 mmHg sering digunakan sebagai target TDS
dalam mencegah resiko terjadinya vasospasme, namun hal ini bersifat individual,
tergantung pada usia pasien, berat ringannya kemungkinan vasospasme dan
komorbiditas kardiovaskular.
Calcium Channel Blocker (nimodipin) telah diakui dalam berbagai panduan
penatalaksanaan PSA karena dapat memperbaiki keluaran fungsional pasien
apabila vasospasme serebral telah terjadi. Pandangan akhir-akhir ini menyatakan
bahwa hal ini terkait dengan efek neuroprotektif dari nimodipin. Tindakan bedah
(ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun gamma knife) dianjurkan jika penyebabnya
adalah aneurisma atau malformasi arteri-vena (arteriovenous malformation,
AVM).44
Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat dipertimbangkan hingga lebih
rendah dari target di atas pada kondisi tertentu yang mengancam target organ
lainnya, misalnya diseksi aorta, infark miokard akut, edema paru, gagal ginjal akut
dan ensefalopati hipertensif. Target penurunan tersebut adalah 15-25% pada jam
pertama, dan TDS 160/90 mmHg dalam 6 jam pertama. Bahkan, sebuah review
21
sistematik dan beberapa penelitian multisenter di China menunjukkan tekanan
darah sistolik di atas 140 sampai 150 mmHg dalam 12 jam ICH meningkatkan
risiko sebanyak dua kali terhadap kematian.42,43
Pemakaian obat-obatan neuroprotektor belum menunjukkan hasil yang efekif,
sehingga sampai saat ini belum dianjurkan. Namun, citicolin sampai saat ini
masih memberikan manfaat pada stroke akut. Penggunaan citicolin pada stroke
iskemik akut dengan dosis 2x1000 mg intravena 3 hari dan dilanjutkan dengan
oral 2x1000 mg selama 3 minggu dilakukan dalam penelitian ICTUS
(International Citicholin Trial in Acute Stroke).10
Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume hematoma >30 mL,
perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan klinis cenderung
memburuk. Bila terdapat gagal jantung, tekanan darah harus segera diturunkan
dengan labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg (pemberian
dalam 10 menit) maksimum 300 mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6 jam;
kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral.44
22
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1. Anamnesis
Identitas Pribadi
Nama : MS
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 65 tahun
Suku Bangsa : Indonesia
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Lae Pinang
Status : Kawin
Tanggal Masuk : 17 Januari 2015 pukul 04.45
Tanggal Keluar : 17 Januari 2015
3.2. Riwayat Perjalanan Penyakit
Keluhan Utama : Penurunan Kesadaran
Telaah : Hal ini dialami pasien 2 jam sebelum masuk rumah
sakit. Hal ini dialami secara tiba-tiba saat pasien
sedang di kamar mandi. Pasien terjatuh dan tidak
sadarkan diri. Sebelum terjatuh, keluarga
mengatakan kepala pasien sangat pusing. Muntah
(+) 1x. Isi apa yang dimakan dan diminum pasien
sebelumnya. Kejang (-).
Riwayat Penyakit Terdahulu : Riwayat hipertensi (+), riwayat merokok (+) 1-2
bungkus per hari, riwayat tinggi kolesterol dan DM
disangkal, riwayat mengalami hal yang sama
sebelumnya (-)
Riwayat penggunaan obat : Tidak jelas
23
3.2.1. Anamnesa Traktus
Traktus Sirkulatorius : Riwayat hipertensi (+)
Traktus Respiratorius : Tidak dijumpai gangguan, sesak (-), batuk (+)
Traktus Digestivus : Tidak dijumpai kelainan, muntah (-), mual (-)
Traktus Urogenitalis : BAB normal, BAK normal
Penyakit Terdahulu
dan Kecelakaan : -
Intoksikasi dan Obat-obatan :
3.2.2. Anamnesa Keluarga
Faktor Herediter : -
Faktor Familier : -
Lain-lain : -
3.3. Pemeriksaan Jasmani
3.3.1. Pemeriksaan Umum
Tekanan Darah : 190/110 mmHg
Nadi : 98 x/i
Frekuensi Nafas : 24 x/i
Temperatur : 36,6oC
Kulit dan Selaput Lendir : sianosis (-), dalam batas normal
Kelenjar dan Getah Bening : tidak teraba
Persendian : pembengkakan (-)
3.3.2. Kepala dan Leher
Bentuk dan Posisi : normosefalik, bulat, dan medial
Pergerakan : bebas, dalam batas normal
Kelainan Panca Indera : tidak dijumpai
Rongga Mulut dan Gigi : dalam batas normal
Kelenjar Parotis : dalam batas normal
24
Desah : tidak dijumpai
Dan Lain-lain : -
3.3.3. Rongga Dada dan Abdomen
Rongga Dada Rongga Abdomen
Inspeksi : simetris fusiformis simetris
Palpasi : SF ka=ki, kesan normal soepel, H/L/R ttb
Perkusi : sonor timpani
Auskultasi : SP vesikuler, ST (-), SJ dbn peristaltik (+) normal
3.3.4. Genitalia
Toucher : tidak dilakukan pemeriksaan
3.4. Pemeriksaan Neurologis
3.4.1. Sensorium : koma, GCS 7 (E2V1M4)
3.4.2. Kranium
Bentuk : lonjong
Fontanella : tertutup rata
Palpasi : pulsasi a. temporalis (+), a. carotis (+), normal
Perkusi : cracked pot sign (-)
Auskultasi : desah (-)
Transilumnasi : tidak dilakukan pemeriksaan
3.4.3. Perangsangan Meningeal
Kaku Kuduk : (-)
Tanda Brudzinski I : (-)
Tanda Brudzinski II : (-)
3.4.4. Peningkatan Tekanan Intrakranial
Muntah : (+)
Sakit Kepala : sulit dinilai
25
Kejang : (-)
3.4.5. Saraf Otak/Nervus Kranialis
Nervus I Meatus Nasi Dextra Meatus Nasi Sinistra
Normosmia : sdn sdn
Anosmia : sdn sdn
Parosmia : sdn sdn
Hiposmia : sdn sdn
Nervus II Oculi Dextra (OD) Oculi Sinistra (OS)
Visus : tidak dilakukan pemeriksaan tdp
Lapangan Pandang
Normal : sdn sdn
Menyempit : sdn sdn
Hemianopsia : sdn sdn
Scotoma : sdn sdn
Refleks Ancaman : sdn sdn
Fundus Okuli : tidak dilakukan pemeriksaan tdp
Nervus III, IV, VI Oculi Dextra (OD) Oculi Sinistra (OS)
Gerakan Bola Mata : (+) (+)
Nistagmus : tidak dilakukan pemeriksaan tdp
Pupil
Lebar : Ø 3 mm Ø 3 mm
Bentuk : bulat bulat
Refleks Cahaya Langsung : (+) (+)
Refleks Cahaya tidak Langsung: (+) (+)
Rima Palpebra : 7 mm 7 mm
Deviasi Konjugate : (-) (-)
Fenomena Doll’s Eye : (+) (+)
Strabismus : (-) (-)
26
Ptosis : (-) (-)
Nervus V Kanan Kiri
Motorik
Membuka dan menutup mulut : dalam batas normal dbn
Palpasi otot masseter dan temporalis : sulit dinilai sulit dinilai
Kekuatan gigitan : sulit dinilai sulit dinilai
Sensorik
Kulit : sulit dinilai sulit dinilai
Selaput lendir : sulit dinilai sulit dinilai
Refleks Kornea
Langsung : (+) (+)
Tidak Langsung : (+) (+)
Refleks Masseter : (-) (-)
Refleks bersin : sulit dinilai sulit dinilai
Nervus VII Kanan Kiri
Motorik
Mimik : sudut mulut tertarik ke kanan
Kerut Kening : sdn sdn
Menutup Mata : sdn sdn
Meniup Sekuatnya : sdn sdn
Memperlihatkan Gigi : sdn sdn
Tertawa : sdn sdn
Sensorik
Pengecapan 2/3 Depan Lidah: tidak dilakukan pemeriksaan
Produksi Kelenjar Ludah : tidak dilakukan pemeriksaan
Hiperakusis : sulit dinilai
Refleks Stapedial : tidak dilakukan pemeriksaan
27
Nervus VIII Kanan Kiri
Auditorius
Pendengaran : sdn sdn
Test Rinne : tidak dilakukan pemeriksaan tdp
Test Weber : tidak dilakukan pemeriksaan tdp
Test Schwabach : tidak dilakukan pemeriksaan tdp
Vestibularis
Nistagmus : tidak dilakukan pemeriksaan tdp
Reaksi Kalori : tidak dilakukan pemeriksaan tdp
Vertigo : sulit dinilai sulit dinilai
Tinnitus : sulit dinilai sulit dinilai
Nervus IX, X
Pallatum Mole : sulit dinilai
Uvula : sulit dinilai
Disfagia : sulit dinilai
Disartria : sulit dinilai
Disfonia : sulit dinilai
Refleks Muntah : (+)
Pengecapan 1/3 Belakang Lidah : tidak dilakukan pemeriksaan
Nervus XI Kanan Kiri
Mengangkat Bahu : sulit dinilai sulit dinilai
Fungsi Otot Sternocleidomastoideus : sulit dinilai sulit dinilai
Nervus XII
Lidah : medial
Tremor : sulit dinilai
Atrofi : sulit dinilai
28
Fasikulasi : sulit dinilai
Ujung Lidah Sewaktu Istirahat : medial
Ujung Lidah Sewaktu Dijulurkan : sulit dinilai
3.4.6. Sistem Motorik
Trofi : eutrofi ekstremitas atas dan bawah
Tonus Otot : normotonus ektremitas atas dan bawah
Kekuatan Otot : sulit dinilai
Lateralisasi : ke kiri
Sikap (Duduk-Berdiri-Berbaring) : tidak dilakukan pemeriksaan
Gerakan Spontan Abnormal
Tremor : (-)
Khorea : (-)
Ballismus : (-)
Mioklonus : (-)
Atetotis : (-)
Distonia : (-)
Spasme : (-)
Tic : (-)
Dan Lain-lain : (-)
3.4.7. Tes Sensibilitas
Eksteroseptif : sulit dinilai
Proprioseptif : sulit dinilai
3.4.8. Refleks Kanan Kiri
Refleks Fisiologis
Biceps : (+) (+)↑
Triceps : (+) (+)↑
Radioperiost : (+) (+)
APR : (+) (+)↑
29
KPR : (+) (+)↑
Strumple : (+) (+)
Refleks Patologis
Babinski : (-) (+)
Oppenheim : (-) (-)
Chaddock : (-) (-)
Gordon : (-) (-)
Schaefer : (-) (-)
Hoffman-Tromner : (-) (-)
Klonus Lutut : (-) (-)
Klonus Kaki : (-) (-)
Refleks Primitif : (-) (-)
3.4.9. Koordinasi
Lenggang : sulit dinilai
Bicara : sulit dinilai
Menulis : sulit dinilai
Percobaan Apraksia : sulit dinilai
Mimik : sulit dinilai
Test Telunjuk-Telunjuk : sulit dinilai
Test Telunjuk-Hidung : sulit dinilai
Diadokhokinesia : sulit dinilai
Test Tumit-Lutut : sulit dinilai
Test Romberg : sulit dinilai
3.4.10. Vegetatif
Vasomotorik : dalam batas normal
Sudomotorik : dalam batas normal
Pilo-Erektor : dalam batas normal
Miksi : dalam batas normal
Defekasi : dalam batas normal
30
Potens dan Libido : tidak dilakukan pemeriksaan
3.4.11. Vertebra
Bentuk
Normal : (+)
Scoliosis : (-)
Hiperlordosis : (-)
Pergerakan
Leher : dalam batas normal
Pinggang : dalam batas normal
3.4.12. Tanda Perangsangan Radikuler
Laseque : sulit dinilai
Cross Laseque : sulit dinilai
Test Lhermitte : sulit dinilai
Test Naffziger : sulit dinilai
3.4.13. Gejala-Gejala Serebelar
Ataksia : sulit dinilai
Disartria : sulit dinilai
Tremor : (-)
Nistagmus : sulit dinilai
Fenomena Rebound : sulit dinilai
Vertigo : sulit dinilai
Dan Lain-lain : (-)
3.4.14. Gejala-Gejala Ekstrapiramidal
Tremor : sulit dinilai
Rigiditas : sulit dinilai
Bradikinesia : sulit dinilai
Dan Lain-lain : (-)
31
3.4.15. Fungsi Luhur
Kesadaran Kualitatif : menurun
Ingatan Baru : sulit dinilai
Ingatan Lama : sulit dinilai
Orientasi
Diri : sulit dinilai
Tempat : sulit dinilai
Waktu : sulit dinilai
Situasi : sulit dinilai
Intelegensia : sulit dinilai
Daya Pertimbangan : sulit dinilai
Reaksi Emosi : sulit dinilai
Afasia : sulit dinilai
Agnosia : sulit dinilai
3. 5. Pemeriksaan Penunjang
Hb/Ht/L/Tr: 12,1/36,9/9.400/210.000, KGD ad random: 110 mg/dL
3. 6. Kesimpulan
Keluhan Utama : Penurunan Kesadaran
Telaah : Hal ini dialami pasien 2 jam sebelum masuk rumah
sakit. Hal ini dialami secara tiba-tiba saat pasien
sedang di kamar mandi. Pasien terjatuh dan tidak
sadarkan diri. 1 jam sebelum terjatuh, keluarga
mengatakan kepala pasien sangat pusing. Muntah
menyembur (+) 1x. Isi apa yang dimakan dan
diminum pasien sebelumnya. Kejang (-).
Riwayat penyakit terdahulu : Riwayat hipertensi (+), riwayat merokok (+) 1-2
bungkus per hari, riwayat tinggi kolesterol dan DM
32
disangkal, riwayat mengalami hal yang sama
sebelumnya (-)
Riwayat penggunaan obat : Tidak jelas
Status Presens
Sens : koma
Tekanan Darah : 190/110 mmHg
Nadi : 98 x/i
Frekuensi Nafas : 24 x/i
Temperatur : 36,6oC
Nervus Kranialis
N. I : sulit dinilai
N. II,III : refleks cahaya +/+, pupil isokor Ø=3mm
N. III,IV,VI : sulit dinilai
N. V : sulit dinilai
N. VII : sudut mulut tertarik ke kanan
N. VIII : pendengaran sulit dinilai
N. IX, X : sulit dinilai
N. XI : sulit dinilai
N. XII : sulit dinilai
STATUS NEUROLOGIS
Sensorium : koma
Peningkatan TIK : Sakit kepala sulit dinilai
Muntah (+)
Kejang (-)
Rangsang Meningeal : (-)
Refleks Fisiologis Kanan Kiri
B/T : +/+ +/+↑
APR/KPR : +/+ +/+↑
33
Refleks Patologis Kanan Kiri
H/T : - +
Babinski : - -
Kekuatan Motorik : sulit dinilai, lateralisasi ke kiri
Siriraj Stroke Score : (2,5 x 2) + (2 x 1) + (2 x 1) + (0,1 x 110) - (3 x 1) -
12= 5 stroke perdarahan
3.7. Diagnosis
Penurunan kesadaran + hemiparesis sinistra + Paresis UMN n.VII sinistra ec.:
Dd/: - Stroke hemoragik
o Stroke iskemik
3. 8. Penatalaksanaan
- NGT terpasang
- Kateter terpasang
- Elevasi kepala 30o
- IVFD Rsol 30 gtt/i
- Inj Ceftriaxone 1 g/12 jam
- Inj Ranitidine 50 mg/12 jam
- Inj Piracetam 3 g/8 jam
- Inj Citicholine 250 mg/12 jam
- Inj Furosemide 40 mg bolus 20 mg/12 jam
- Irbesartan 150 mg tab 1x1
R/
- Pasien dirujuk ke RSUP Hj Adam Malik
- Anjuran: CT Scan
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Van der Worp, HB & van Gijn, J. 2007. Acute Ischemic Stroke. N Engl J
Med 357: 572-579.
2. World Health Organization (WHO). 2004. Atlas Country Resources for
Neurological Disorders 2004. Department of Mental Health and Substance
Abuse, World Health Organization. Available from:
http://www.who.int/mental_health/neurology/epidemiology/en/index.html.
[Accessed 15 March 2015].
3. Sjahrir H. 2003. Stroke Iskemik. Medan: Yandira Agung; 1.
4. Kamal AK, Itrat A, Murtaza M, Khan M, Rasheed A, Ali A, Akber A, et
al. 2009. The Burden of Stroke and Transient Ischemic Attack in Pakistan:
a Community-based Prevalence Study. BMC Neurology 9: 58.
5. Lipska K, Sylaja PN, Sarma PS, Thankappan KR, Kutty VR, Vasan RS, et
al. 2007. Risk Factors for Acute Ischaemic Stroke in Young Adults in
South India. J Neurol Neurosurg Psychiatry, 78(9): 959-963.
6. Riskesdes depkes. Proporsi penyebab kematian pada kelompok umur 55-
64 tahun menurut tipe daerah. 2008
7. Departemen Kesehatan RI. 2009. Profile Kesehatan Indonesia. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
8. Misbach J. Pandangan Umum Mengenai Stroke dalam: Rasyid A
Soertidewi L editor. Units Stroke: Managemen Stroke Secara
Komprehensif. Balai penerbit. Jakarta. 2001-17
9. Langhome P, Denis M. 1998. Stroke Units: An Evidence Based Approach.
BMJ publishing group.
10. Perdossi. 2011. Guideline Stroke Tahun 2011. Jakarta: Perhimpunan
Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
11. American Stroke Association. 2013. Hemorrhagic Stroke. Available from:
http://www.strokeassociation.org/STROKEORG/AboutStroke/TypesofStr
35
oke/HemorrhagicBleeds/Hemorrhagic-Strokes-
Bleeds_UCM_310940_Article.jsp. [Accessed 16 March 2015].
12. Giraldo EA. 2014. Intracerebral Hemorrhage. Available from:
http://www.merckmanuals.com/home/brain_spinal_cord_and_nerve_disor
ders/stroke_cva/intracerebral_hemorrhage.html. [Accessed 15 March
2015].
13. Internet Stroke Center. 2015. Available from:
http://www.strokecenter.org/patients/about-stroke/stroke-statistics/.
[Accessed 15 March 2015].
14. Mozaffarian D, Benjamin EJ, Go AS, Arnett DK, Blaha MJ, Cushman M,
et al. 2015. Heart Disease and Stroke Statistics-2015 Update. Circulation.
2015;131:e1-294.
15. Fang J, Keenan NL, Ayala C, Dai S, Merritt R, Denny CH. Awareness of
stroke warning symptoms—13 states and the District of Columbia, 2005.
MMWR. 2008;57(18):481–5.
16. The ATLANTIS, ECASS, and NINDS rt-PA Study Group Investigators.
Association of outcome with early stroke treatment: pooled analysis of
ATLANTIS, ECASS, and NINDS rt-PA stroke trials. Lancet.
2004;363:768–74.
17. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2013. Riset Kesehatan
Dasar 2013. Jakarta: Kementrian Kesehatan.
18. Sacco RL, Benjamin EJ, Broderick JP, Dyken M, Easton D, Feinberg
WM, et al. Risk Factors. Stroke 1997; 28: 1507-1517.
19. WHO. 2003. Risk Factors. Available from:
http://www.who.int/cardiovascular_diseases/en/cvd_atlas_03_risk_factors.
pdf . [Accessed 15 March 2015].
20. American Heart Association. 2012. Stroke Risk Factors. Available from:
http://www.strokeassociation.org/STROKEORG/AboutStroke/Understand
ingRisk/Understanding-Stroke-Risk_UCM_308539_SubHomePage.jsp .
[Accessed 15 March 2015].
36
21. Hamaguchi T, Yamada M. Genetic factors for cerebral amyloid
angiopathy. Brain Nerve. 2008 Nov; 60(11):1275-83
22. Donnan GA, Fisher M, Macleod M, Davis SM. Stroke. Lancet. May 10
2008;371(9624):1612-23.
23. Mullins ME, Lev MH, Schellingerhout D, Gonzalez RG, Schaefer PW.
Intracranial hemorrhage complicating acute stroke: how common is
hemorrhagic stroke on initial head CT scan and how often is initial clinical
diagnosis of acute stroke eventually confirmed?. AJNR Am J Neuroradiol.
Oct 2005;26(9):2207-12.
24. Auer RN, Sutherland GR. Primary intracerebral hemorrhage:
pathophysiology. Can J Neurol Sci. Dec 2005;32 Suppl 2:S3-12.
25. Viswanathan A, Greenberg SM. Cerebral amyloid angiopathy in the
elderly. Ann Neurol. 2011; 70:871.
26. Lovelock CE, Molyneux AJ, Rothwell PM, Oxford Vascular Study.
Change in incidence and aetiology of intracerebral haemorrhage in
Oxfordshire, UK, between 1981 and 2006: a population-based study.
Lancet Neurol. 2007; 6: 487.
27. Magistris F, Bazak S, Martin J. Intracerebral Hemorrhage:
Pathophysiology, Diagnosis, and Management. MUMJ. 2013. 10;1:15-22.
28. Jonathan L. Brisman, Joon K. Song, David W. Newell. Cerebral
aneurysms. N Engl J Med. 2006;355:928-39.
29. Neuroradiology Unit, S P Institute of Neurosciences, Solapur, India. 2011.
Dr. Balaji Anvekar’s Neuroradiology Cases. Available from:
http://www.neuroradiologycases.com/2011/11/imaging-in-sub-arach noid-
hemorrhage.html. [Accessed 13 March 2015].
30. Liebeskind DS, Oconnor RE, Huff JS, Kirshner HS, Krause RS, Lutsep
HL. 2015. Hemorrhagic Stroke. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1916662-overview#showall.
[Accessed 13 March 2015].
31. Brott T, Broderick J, Kothari R, et al. Early Hemorrhage Growth in
Patients with Intracerebral Hemorrhage. Stroke. 1997;28:1-5.
37
32. Broderick J, Connolly S, Feldmann E., et al. Guidelines for the
management of spontaneous intracerebral hemorrhage in adults: 2007
update: a guideline from the American Heart Association/American Stroke
Association Stroke Council, High Blood Pressure Research Council, and
the Quality of Care and Outcomes in Research Interdisciplinary Working
group. Stroke. 2007; 38: 2001-23.
33. Qureshi AI, Mendelow AD, Hanley DF. Intracerebral haemorrhage.
Lancet. 2009;373:1632–1644.
34. Wilkinson I & Lennox G. 2005. Essential neurology, 4th ed. India:
Blackwell Publishing. 25-39.
35. Elliott J, Smith M. The acute management of intracerebral hemorrhage: a
clinical review. Anesth Analg. 2010; 110(5): 1419-27
36. Rincon F, Mayer SA. Clinical review: Critical care management of
spontaneous intracerebral hemorrhage. Critical Care. 2008; 12: 237
37. Tiebosch, I.A.C.W.. Effects of anti-inflammatory treatments on stroke
outcome in animal models. Geneeskunde Proefschriften, 2012.
38. Bahrudin M. Diagnosa Stroke. Available from:
http://ejournal.umm.ac.id/index.php/sainmed/article/download/1000/1118.
[Accessed 15 March 2015].
39. Morgenstern LB. Hemphill C, Anderson C, Becker K, Broderick JP,
Connolly S. Guidelines for The Management of Spontaneous Intracerebral
Hemorrhage. Stroke. 2010; 41: 2108-2129.
40. Becker KJ, Baxter AB, Cohen WA, Bybee HM, Tirschwell DL, Newell DW,
Winn HR, Longstreth WT Jr. Withdrawal of support in intracerebral
hemorrhage may lead to self-fulfilling prophecies. Neurology. 2001; 56:
766–772.
41. Morgenstern LB. Hemphill C, Anderson C, Becker K, Broderick JP,
Connolly S. Guidelines for The Management of Spontaneous Intracerebral
Hemorrhage. Stroke. 2010; 41: 2108-2129.
42. Zhang Y, Reilly KH, Tong W, Xu T, Chen J, Bazzano LA, Qiao D, Ju Z,
Chen CS, He J. Blood pressure and clinical outcome among patients with
38
acute stroke in Inner Mongolia, China. J Hypertens. 2008; 26: 1446–
1452.
43. Willmot M, Leonardi-Bee J, Bath PM. High blood pressure in acute stroke
and subsequent outcome: a systematic review. Hypertension. 2004; 43:
18–24.
44. Setyopranoto I. Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan. CDK 2011.185;38(4):
247-250.
39