paper stroke hemoragik

45
MAGISTER BIOMEDIK UNDIP

Upload: fransisca-hardimarta

Post on 31-Oct-2014

169 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Paper Stroke Hemoragik

MAGISTER BIOMEDIK UNDIP

Page 2: Paper Stroke Hemoragik

Pemahaman kesehatan pembuluh darah menjadi penting khususnya dalam penanganan perdarahan misalnya stroke. Jelaskan peranan biomolekuler untuk memahami patobiologi

PENDAHULUAN

Di Amerika Serikat, stroke menempati urutan ketiga penyebab kematian setelah penyakit jantung dan kanker. Di Indonesia, data nasional epidemiologi stroke belum ada. Tetapi dari data sporadis di rumah sakit terlihat adanya tren kenaikan angka morbiditas stroke yang seiring dengan makin panjangnya life expentancy dan gaya hidup yang berubah.

Karakteristik demografik yang umum dianalisa untuk stroke adalah usia dan gender.Dari berbagai studi yang dilakukan di berbagai belahan dunia, terlihat hal yang sama, yaitu adanya korelasi antara peningkatan kejadian stroke dengan pertambahan umur. Untuk gender, kejadian stroke lebih sering pada pria dibandingkan wanita di usia kuang dari 60 tahun dan relatif menjadi hampir sama di usia lebih dari 60 tahun.

Stroke mempunyi multifaktor risiko. Faktor risiko tersebut ada yang major dan minor, serta ada yang bersifat modifiable atau nonmodifiable. Faktor faktor risiko tersebut adalah hipetensi, diabetes melitus, atrial fibrilasi dan penyakit katup jantung, hematokrit, fibrinogen, polisitemia, hiperkolesterolemia, pil kontrasepsi, merokok, alkohol, obesitas dan riwayat stroke atau transient ischemic attack (TIA) baik untuk pasien ataupun keluarga

Data epidemiologi lain selain usia, faktor risiko, yang perlu untuk memperbaiki tatalaksana adalah tipe stroke (iskemik atau hemoragik), lokasi lesi, gejala klinis, terapi (obat dan operasi) yang dipakai / dilakukan serta hasil keluaran setelah perawatan di rumah sakit (outcome dan output).

ANATOMI PEMBULUH DARAH OTAK

Sirkulasi darah ke otak ada sirkulasi anterior dan sirkulasi posterior. Sirkulasi anterior adalah a.karotis komunis dengan cabang distalnya yaitu a.karotis internal, a. serebri media dan a. serebri anterior. Sirkulasi posterior adalah a.vertebrobasilar yang berasal dari a.vertebralis kanan dan kiri dan kemudian bersatu menjadi a.basilaris dan seluruh percabangannya termasuk cabang akhirnya yaitu a.serebri posterior kanan dan kiri

Ada tiga sirkulasi yang membentuk sirkulus Willisi di otak. Ketiga sirkulasi tersebut adalah : 1). sirkulasi anterior terdiri dari a.serebri media, a.serebri anterior dan a.komunikans anterior yang menghubungkan kedua arteri serebri anterior, 2). sirkulasi posterior yang terdiri dari a.serebri posterior dan 3). a.komunikans posterior yang menghubungkan a. serebri media dengan a.serebri posterior. Kegunaan dari sirkulus Willisi ini adalah untuk proteksi terjaminnya pasokan darah ke otak, apabila terjadi sumbatan disalah satu cabang. Contohnya bila terjadi sumbatan parsial pada proksimal dari a. serebri anterior kanan, maka a. serebri kanan ini akan menerima darah dari a. karotis komunis lewat a.serebri anterior kiri dan a. komunikans anterior.

A.serebri anterior memperdarahi daerah medial hemisfer serebri, lobus frontal bagian superior dan lobus parietal bagian superior. A. serebri media memperdarahi daerah frontal inferior, parietal inferolateral dan lobus temporal bagian lateral. A.serebri posterior memperdarahi lobus oksipital dan lobus temporal bagian medial. Batang otak diperdarahi secara eksklusif dari sirkulasi posterior. Medula oblongata menerima darah dari a.vertebralis melalui a.perforating medial dan lateral,

2 | P a g e

Page 3: Paper Stroke Hemoragik

sedangkan pons dan midbrain (mesensefalon) menerima darah dari a.basilaris lewat cabangnya yaitu a.perforating lateral dan medial. Serebelum mendapat darah dari tiga pembuluh darah serebelar, yaitu 1). a.serebelar posterior inferior (PICA) yang merupakan akhir dari cabang a. vertebralis, 2). a. serebelar anterior inferior (AICA) yang merupan cabang pertama dari a.basilaris, dan 3). A.serebelar superior (SCA) yang merupakan cabang akhir dari a.basilaris. Basal ganglia diperdarahi oleh a.lentikulostriata kecil percabangan dari a.serebri media, talamus diperdarahi oleh a.perforating thalamogeniculata yang merupakan cabang dari a.serebri posterior. Genu internal capsula diperdarahi oleh a.lenticulostriate anteromedial atau disebut juga rekuren a.Heubneur.

Cabang intrakranial pertama dari arteri karotis internal adalah a.optalmika dan cabang pertama dari a.basilar adalah a. serebelar anterior inferior (AICA).

Pada bagian medial antara a.serebral posterior dan a.serebelar superior keluar saraf kranial III sedangkan dari bagian lateralnya keluar saraf kranial VI. Oleh karenya bila ada aneurisma dari pembuluh darah tersebut, akan mengganggu saraf kranial III atau VI itu.

FISIOLOGI OTAK

Jumlah aliran darah ke otak (CBF) biasanya dinyatakan dalam cc/menit/100 gram otak. Nilainya tergantung pada tekanan perfusi otak (cerebral perfusion pressure / CPP) dan resistensi serebrovaskuler (cerebrovascular resistance / CVR)

Komponen CPP ditentukan oleh tekanan darah sistematik (mean arterial blood pressure / MABP) dikurangi dengan tekanan intrakranial (TIK), sedangkan komponen CVR ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu :

1. Tonus pembuluh darah otak

2. Struktur dinding pembuluh darah

3. Viskositas darah yang melewati pembuluh darah otak

CBF dapat diukur dengan berbagai metode misalnya metode Kety Schmidt, atau metode lain yang menggunakan inhalasi gas radioaktif yang kemudian diukur dengan gamma counter. Dalam keadaan normal dan sehat, rata-rata aliran darah otak (hemispheric CBF) adalah 50,9 cc/100 gram otak/ menit.

Aliran darah otak merupakan patokan utama dalam menilai vaskularisasi regional di otak. Melalui pemeriksaan dengan menggunakan emisi sinar (Positron Emmision Tomography / PET) di ketahui bahwa aliran darah otak bersifat dinamis. Artinya, dalam keadaan istirahat nilainya stabil, tetapi pada saat melakukan kegiatan fisik maupun psikis, aliran darah regional pada daerah yang bersangkutan akan meningkat sesuai dengan aktivitasnya.

Dari percobaan pada hewan maupun manusia, ternyata derajat ambang batas aliran darah otak yang secara langsung berhubungan dengan fungsi otak, yaitu :

3 | P a g e

CBF = CPP = MABP - ICP

Page 4: Paper Stroke Hemoragik

a. Ambang fungsional: adalah batas aliran darah otak (yaitu sekitar 50 – 60 cc/100 gram/menit), yang bila tidak terpenuhi akan menyebabkan terhentinya fungsi neuronal, tetapi integritas sel-sel saraf masih utuh.

b. Ambang aktivitas listrik otak (threshold of brain electrical activity), adalah batas aliran darah otak (sekitar 15 cc/100 gram/menit) yang bila tak tercapai, akan menyebabkan aktivitas listrik neuronal terhenti. Ini berarti, sebagian struktur intrasel telah berada dalam proses disintegrasi.

c. Ambang kematian sel (threshold of neuronal death), yaitu batas aliran darah otak yang bila tak terpenuhi, akan menyebabkan kerusakan total sel-sel otak (CBF kurang dari 15 cc/100/menit/gram).

CBF 50.9 CC/100 Daya cadang

gram/ menit serebrovaskuler

35-40cc/100 Kehilangan fungsi

gram/menit

20 cc/100 Aktifitas listrik otak terhenti

Gram /menit

(15-18 cc)

Kematian sel saraf

ASPEK BIOLOGI MOLEKULER

Perubahan-perubahan pada stadium sangat awal dari stroke sangat penting untuk diketahui oleh karena terjadi pada tingkat subseluler, yaitu pada integritas biomolekular sebagai penopang kehidupan sel-sel neuron. Pengetahuan dasar ini sangat penting dalam meletakkan dasar-dasar pengobatan intervensional, berdasarkan patofisiologi

Ada perbedaan mendasar pada kerusakan seluler pada stroke akibat perdarahan dan sumbatan (iskemik). Pada perdarahan intraserebral, kerusakan sel neuron dan struktur otak disebabkan oleh ekstravasasi darah ke massa otak, yang mengakibatkan nekrosis kimiawi oleh zat-zat proteolitik di

4 | P a g e

Page 5: Paper Stroke Hemoragik

dalam darah. Sebaliknya pada stroke iskemik, nekrosis pada neuron terutama akibat disintegrasi struktur sitoskeleton karena zat-zat neurotransmitter eksitotoksik yang bocor pada proses hipoksia akut. Selain itu, pada stroke iskemik, kerusakan yang terjadi lebih lambat, akibat berkurangnya energi yang berkepanjangan pada sel-sel otak menyebabkan apoptosis, yaitu kematian sel secara perlahan karena kehabisan energi pendukungnya.

Otak membutuhkan energi yang cukup besar untuk mempertahankan keseimbangan ion-ion yang berada di intra seluler seperti kalium (K+) dan ekstra seluler seperti natrium (Na+), kalsium (Ca++) dan khlor (Cl). Keseimbangan ini dipertahankan melalui pompa ion aktif yang bergantung pada energi tinggi, yaitu adenosine triphosphate (ATP) dan adenosine diphosphate (ADP).

PATOFISIOLOGI STROKE

Penyakit serebrovaskuler (cerebrovascular disease / CVD) atau stroke adalah setiap kelainan otak akibat proses patologi pada sistem pembuluh darah otak.

Proses patologi pada sistem pembuluh darah otak ini dapat berupa penyumbatan lumen pembuluh darah oleh trombosis atau emboli, pecahnya dinding pembuluh darah, perubahan permeabilitas dinding pembuluh darah dan perubahan viskositas maupun kualitas darah sendiri. Perubahan dinding pembuluh darah serta komponen lainnya dapat bersifat primer karena kelainan kongenital maupun degeneratif, atau sekunder akibat proses lain, seperti peradangan arteriosklerosis, hipertensi dan diabetes mellitus.

Proses primer yang terjadi mungkin tidak menimbulkan gejala (silent) dan akan muncul secara klinis jika aliran darah ke otak (cerebral blood flow /CBF) turun sampai ke tingkat melampaui batas toleransi jaringan otak, yang disebut ambang aktivitas fungsi otak (threshold of brain functional activity).. Keadaan ini menyebabkan sindrom klinik yang disebut stroke.

Gejala klinik stroke tergantung lokalisasi daerah yang mengalami iskemik ataupun perdarahan.

Patogenesis infark otak

Iskemik otak dapat bersifat fokal atau global. Terdapat perbedaan etiologi keduanya. Pada iskemik global, aliran otak secara keseluruhan menurun akibat tekanan perfusi (syok ireversible karena henti jantung, perdarahan sistemik yang masif, fibrilasi atrial berat dll). Sedangkan iskemik fokal terjadi akibat menurunnya tekanan perfusi otak karena ada sumbatan atau pecahnya salah satu pembuluh darah otak yang berakibat lumen pembuluh darah yang terkena akan tertutup sebagian atau seluruhnya.Tertutupnya lumen pembuluh darah oleh karena iskemik fokal, disebabkan antara lain :

Perubahan patologi pada dinding arteri pembuluh darah otak meniimbulkan trombusis. Adanya trombusis ini, diawali oleh proses arteriosklerosis di tempat tersebut. Pada arteriole dapat terjadi vaskulitis atau lipohialinosis yang akan menyebabkan stroke iskemik berupa infark lakunar.

Perubahan akibat proses hemodinamik dimana tekanan perfusi sangat menurun karena sumbatan di bagian proksimal pembuluh arteri seperti sumbatan arteri karotis atau vertebro-basilar.

Perubahan yang terjadi akibat dari perubahan sifat sel darah, misalnya: anemia sickle-cell, leukemia akut, polisitemia, hemoglobinopati dan makroglobulinemia.

Tersumbatnya pembuluh akibat emboli daerah proksimal misalnya: trombosis arteri– arteri, emboli jantung, dan lain-lain.

Sebagai akibat dari penutupan aliran darah ke bagian otak tertentu, maka terjadi serangkaian proses patologik pada daerah iskemi. Perubahan ini dimulai di tingkat seluler, berupa perubahan fungsi dan

5 | P a g e

Page 6: Paper Stroke Hemoragik

struktural sel yang diikuti kerusakan pada fungsi utama serta integritas fisik dari susunan sel, selanjutnya akan berakhir dengan kematian neuron.

Disamping itu terjadi pula perubahan-perubahan dalam milliu ekstra seluler, karena peningkatan pH jaringan serta kadar gas darah, keluarnya zat neurotransmiter (glutamat) serta metabolisme sel-sel yang iskemik, disertai kerusakan sawar darah otak. Seluruh proses ini merupakan perubahan yang terjadi pada stroke iskemik.

Perubahan fisiologi pada aliran darah otak

Pengurangan aliran darah yang disebabkan oleh sumbatan atau sebab lain, akan menyebabkan iskemia di suatu daerah otak. Terdapatnya kolateral di daerah sekitarnya disertai mekanisme kompensasi fokal berupa vasodilatasi, memungkinkan terjadinya beberapa keadaan berikut ini:

1. Pada sumbatan kecil, terjadi daerah iskemia yang dalam waktu singkat dikompensasi dengan mekanisme kolateral dan vasodilatasi lokal. Secara klinis gejala yang timbul adalah transient ischemic attack (TIA) yang timbul dapat berupa hemiparesis sepintas atau amnesia umum sepintas, yaitu selama <24 jam.

2. Bila sumbatan agak besar, daerah iskemia lebih luas. Penurunan CBF regional lebih besar, tetapi dengan mekanisme kompensasi masih mampu memulihkan fungsi neurologik dalam waktu beberapa hari sampai dengan 2 minggu. Mungkin pada pemeriksaan klinik ada sedikit gangguan. Keadaan ini secara klinis disebut RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit).

3. Sumbatan yang cukup besar menyebabkan daerah iskemia yang luas sehingga mekanisme kolateral dan kompensasi tak dapat mengatasinya. Dalam keadaan ini timbul defisit neurologis yang berlanjut.

Pada iskemia otak yang luas, tampak daerah yang tidak homogen akibat perbedaan tingkat iskemia, yang terdiri dari 3 lapisan (area) yang berbeda:

1. Lapisan inti yang sangat iskemik (ischemic-core) terlihat sangat pucat karena CBF-nya paling rendah. Tampak degenerasi neuron, pelebaran pembuluh darah tanpa adanya aliran darah. Kadar asam laktat di daerah ini tinggi dengan PO2 yang rendah. Daerah ini akan mengalami nekrosis.

2. Daerah di sekitar ischemic-core yang CBF-nya juga rendah, tetapi masih lebih tinggi daripada CBF di ischemic core . Walaupun sel-sel neuron tidak sampai mati, fungsi sel terhenti, dan menjadi functional paralysis. Pada daerah ini PO2 rendah, PCO2 tinggi dan asam laktat meningkat. Tentu saja terdapat kerusakan neuron dalam berbagai tingkat, edema jaringan akibat bendungan dengan dilatasi pembuluh darah dan jaringan berwarna pucat. Astrup menyebutnya sebagai ischemic penumbra. Daerah ini masih mungkin diselamatkan dengan resusitasi dan manajemen yang tepat.

3. Daerah di sekeliling penumbra tampak berwarna kemerahan dan edema. Pembuluh darah mengalami dilatasi maksimal, PCO2 dan PO2 tinggi dan kolateral maksimal. Pada daerah ini CBF sangat meninggi sehingga disebut sebagai daerah dengan perfusi berlebihan (luxury perfusion).

Konsep “penumbra iskemia” merupakan sandaran dasar pada pengobatan stroke, karena merupakan manifestasi terdapatnya struktur selular neuron yang masih hidup dan mungkin masih reversible apabila dilakukan pengobatan yang cepat.

Usaha pemulihan daerah penumbra dilakukan dengan reperfusi yang harus tepat waktunya supaya aliran darah kembali ke daerah iskemia tidak terlambat, sehingga neuron penumbra tidak mengalami nekrosis.

Komponen waktu ini disebut sebagai jendela terapeutik (therapeutic window) yaitu jendela waktu reversibilitas sel-sel neuron penumbra terjadi dengan melakukan tindakan resusitasi sehingga neuron

6 | P a g e

Page 7: Paper Stroke Hemoragik

ini dapat diselamatkan. Perlu diingat di daerah penumbra ini sel-sel neuron masih hidup akan tetapi metabolisme oksidatif sangat berkurang, pompa-pompa ion sangat minimal mengalami proses depolarisasi neuronal.

Perubahan lain yang terjadi adalah kegagalan autoregulasi di daerah iskemia, sehingga respons arteriole terhadap perubahan tekanan darah dan oksigen atau karbondioksida menghilang.

Mekanisme patologi lain yang terjadi pada aliran darah otak adalah, berkurangnya aliran darah seluruh hemisfer di sisi yang sama dan juga di sisi hemisfer yang berlawanan (diaskisis) dalam tingkat yang lebih ringan. Disamping itu, di daerah cermin (mirror area) pada sisi kontra lateral hemisfer mengalami proses diaskisis yang relatif paling terkena dibanding sisi lainnya, dan juga pada sisi kontralateral hemisfer serebral (remote area)

Perubahan aliran darah otak bersifat umum/global akibat stroke ini disebut diaskisis (Meyer et al.), yang merupakan reaksi global terhadap aliran darah otak, dimana seluruh aliran darah otak berkurang/menurun. Kerusakan hemisfer terutama lebih besar pada sisi yang tersumbat (ipsilateral dari sumbatan).

Proses ini diduga karena pusat di batang otak (yang mengatur tonus pembuluh darah di oatak) mengalami stimulasi sebagai reaksi terjadinya sumbatan atau pecahnya salah satu pembuluh darah sistem serebrovaskuler, didasari oleh mekanisme neurotransmiter dopamin atau serotonin yang mengalami perubahan keseimbangan mendadak sejak saat stroke.

Proses diaskisis berlangsung beberapa waktu (hari sampai minggu) tergantung luasnya infark. Mekanisme proses ini diduga karena perubahan global dan pengaturan neurotransmiter. Perubahan-perubahan ini tampak secara eksperimental maupun dengan pemeriksaan PET scan, akan tetapi tidak ada manifestasi klinik sebagai akibat dari diasksis maupun iskemia pada daerah hemisfer kontralateral.

Perubahan pada tingkat seluler / mikro-sirkulasi

Perubahan yang kompleks terjadi pada tingkat seluler/mikro-sirkulasi yang saling berkaitan. Secara eksperimental perubahan ini telah banyak diketahui, akan tetapi pada keadaan sebenarnya pada manusia (in vivo) ketetapan ekstrapolasi sulit dipastikan.

Astrup dkk (1981) menunjukkan bahwa pengaruh iskemia terhadap integritas dan struktur otak pada daerah penumbra terletak antara batas kegagalan elektrik otak (electrical failure) dengan batas bawah

7 | P a g e

Page 8: Paper Stroke Hemoragik

kegagalan ionik (ion-pump failure). Selanjutnya dikatakan bahwa aliran darah otak di bawah 17 cc/ 100 g otak / menit, menyebabkan aktifitas otak listrik berhenti walaupun kegiatan pompa ion masih berlangsung.

Sedangkan Hakim (1998) menetapkan bahwa neuron penumbra masih hidup jika CBF berkurang di bawah 20 cc/ 100 gram otak/ menit dan kematian neuron akan terjadi apabila CBF di bawah 10 cc/ 100 gram otak/ menit.

CBF 50 fungsi normal

40

30 gangguan fungsi

Time mal EEG

-EEG silence

-Evoked Potensials

Membran dan kerusakan K++ reflux irreversible

Time Na+ influx

Ca 2+ influx

Hachinsky (1989)

Daerah penumbra pada misery perfusion ini, jika aliran darahnya dicukupi kembali sebelum jendela terapeutik, dapat kembali normal dalam waktu singkat. Sedangkan sebagian lesi tetap akan mengalami kematian setelah beberapa jam atau hari setelah iskemik otak temporer.

Dengan kata lain, di daerah ischemic core kematian sudah terjadi sehingga mengalami nekrosis akibat kegagalan energi (energy failure) yang secara dahsyat merusak dinding sel beserta isinya sehingga mengalami lisis (sitolisis). Sementara pada daerah penumbra jika terjadi iskemia berkepanjangan sel tidak dapat lagi mempertahankan integritasnya sehingga akan terjadi kematian sel, yang secara akut timbul melalui proses apoptosis, yaitu disintegrasi elemen-elemen seluler secara bertahap dengan kerusakan dinding sel yang disebut juga programmed cell death.

8 | P a g e

Page 9: Paper Stroke Hemoragik

Kumpulan sel-sel ini disebut sebagai selectively vulnerable neuron, seperti pertama kali dilaporkan Kirino (1982) & Pulsmelli (1982), dan diuraikan oleh Kogure & Kato (1992) pada percobaan dengan binatang. Pada neuron-neuron tersebut terdapat hirarki sensitifitas terhadap iskemia diawali pada daerah hipokampus CA1 dan sebagian kolikulus inferior, kemudian jika iskemia lebih dari 5 menit (10-15 menit) akan diikuti oleh lapis 3 dan 5 neokortex striatum septum, hipokampus sektor CA 3, thalamus, korpus genikulatum medial, dan substania nigra.

Meskipun ditemukan pada binatang, kenyataan ini menunjukkan bahwa di daerah sistem limbik dan ganglia basal terdapat sel-sel yang sensitif terhadap iskemia. Keadaan ini penting dalam hubungannya dengan stroke yang disertai dengan demensia. Hal yang juga menarik adalah bahwa sel-sel yang sensitif terhadap iskemia terutama merupakan bagian dari serabut yang terisi glutamat. Iskemia menyebabkan aktifitas intra seluler Ca2+ meningkat hingga peningkatan ini akan menyebabkan juga aktifitas Ca2+ di celah sinaps bertambah sehingga terjadi sekresi neutransmitter yang berlebihan, yaitu glutamat, aspartat dan kainat yang bersifat eksitotoksin.

Disamping itu Abe dkk (1987) yang diulas oleh Kogure (1992), membuktikan bahwa, akibat lamanya stimulasi reseptor metabolik oleh zat-zat yang dikeluarkan oleh sel, menyebabkan juga aktifitas reseptor neurotropik yang merangsang pembukaan kanal Ca2+ yang tidak tergantung pada kondisi tegangan potensial membran seluler (receptor-operated gate opening), disamping terbukanya kanal Ca2+ akibat aktivitas NMDA reseptor “voltage operated gate opening” yang telah terjadi sebelumnya.

Kedua proses tersebut mengakibatkan masuknya Ca2+ ion ekstraseluler ke dalam ruang intraseluler. Jika proses berlanjut, pada akhirnya akan menyebabkan kerusakan membrane sel dan rangka sel (sitoskeleton) melalui terganggunya proses fosforilase dari regulator sekunder sintesa protein, proses proteolisis dan lipolisis yang akan menyebabkan ruptur atau nekrosis.

Disamping neuron-neuron yang sensitif terhadap iskemia, kematian sel dapat langsung terjadi pada iskemia berat dengan hilangnya energi secara total dari sel karena berhentinya aliran darah. Disamping itu,desintegrasi sitoplasma dan disrupsi membran sel juga menghasilkan ion-ion radikal bebas yang dapat lebih memperburuk keadaan lingkungan seluler.

Patogenesis Perdarahan Otak

Pendarahan otak merupakan penyebab stroke kedua terbanyak setelah infark otak, yaitu 20 – 30 % dari semua stroke di Jepang dan Cina. Sedangkan di Asia Tenggara (ASEAN), pada penelitian stroke oleh Misbach,1997 menunjukkan stroke perdarahan 26 %, terdiri dari lobus 10 %, ganglionik 9 %, serebellar 1 %, batang otak 2 % dan perdarahan sub arakhnoid 4 %.

Pecahnya pembuluh darah di otak dibedakan menurut anatominya atas perdarahan intraserebral dan perdarahan subarakhnoid. Sedangkan berdasarkan penyebab, perdarahan intraserebral dibagi atas perdarahan intra serebral primer dan sekunder.

Perdarahan intraserebral primer (perdarahan intraserebral hipertensif) disebabkan oleh hipertensif kronik yang menyebabkan vaskulopati serebral dengan akibat pecahnya pembuluh darah otak. Sedangkan perdarahan sekunder (bukan hipertensif) terjadi antara lain akibat anomali vaskuler kongenital, koagulopati, tumor otak, vaskulopati non hipertensif (amiloid serebral), vaskulitis, moya-moya, post stroke iskemik, obat anti koagulan (fibrinolitik atau simpatomimetik). Diperkirakan hampir 50 % penyebab perdarahan intraserebral adalah hipertensif kronik, 25 % karena anomali kongenital dan sisanya penyebab lain (Kaufman,1991).

Pada perdarahan intraserebral, pembuluh yang pecah terdapat di dalam otak atau pada massa otak, sedangkan pada perdarahan subarakhnoid, pembuluh yang pecah terdapat di ruang subarakhnoid, di sekitar sirkulus arteriosus willisi. Pecahnya pembuluh darah disebabkan oleh kerusakan dindingnya

9 | P a g e

Page 10: Paper Stroke Hemoragik

(arteriosklerosis), atau karena kelainan kongenital misalnya malformasi arteri-vena, infeksi (sifilis), dan trauma.

Perdarahan intraserebral

Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya mikroaneurisma (Berry aneurysm) akibat hipertensi maligna. Hal ini paling sering terjadi di daerah subkortikal, serebelum, pons dan batang otak. Perdarahan di daerah korteks lebih sering disebabkan oleh sebab lain misalnya tumor otak yang berdarah, malformasi pembuluh darah otak yang pecah, atau penyakit pada dinding pembuluh darah otak primer misalnya Congophilic angiopathy, tetapi dapat juga akibat hipertensi maligna dengan frekuensi lebih kecil dari pada perdarahan subkortikal.

Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola berdiameter 100 – 400 mikrometer mengalami perubahan patologi pada dinding pembuluh darah tersebut berupa hipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Arteriol-arteriol dari cabang-cabang lentikulostriata, cabang tembus arteriotalamus (thalamo perforate arteries) dan cabang-cabang paramedian arteria vertebro-basilar mengalami perubahan-perubahan degeneratif yang sama. Kenaikan tekanan darah yang mendadak (abrupt) atau kenaikan dalam jumlah yang sangat mencolok dapat menginduksi pecahnya pembuluh darah terutama pada pagi hari dan sore hari (early afternoon). (Batytr, 1992 dikutip Falker & Kaufman,1997).

Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka perdarahan dapat berlanjut sampai dengan 6 jam (Broderick et al,1990) dan jika volumenya besar akan merusak struktur anatomi otak dan menimbulkan gejala klinik.

Jika perdarahan yang timbul kecil ukurannya, maka massa darah hanya dapat merasuk dan menyela di antara selaput akson massa putih “dissecan spilitting” tanpa merusaknya. Pada keadaan ini absorpsi darah akan diikuti oleh pulihnya fungsi-fungsi neurologi. Sedangkan pada perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peninggian tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan hermiasi otak pada falks serebri atau lewat foramen magnum.

Kematian dapat disebabkan karena kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada 1/3 kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, thalamus dan pons. Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan peninggian tekanan intrakranial yang menyebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak.

Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya lebih tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebellar dengan volume antara 30 – 60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 %, tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal (Fayad dan Awad, 1998).

Gejala neurologik timbul karena ekstravasasi darah ke jaringan otak yang menyebabkan nekrosis. Akhir-akhir ini para ahli bedah otak di Jepang berpendapat bahwa pada fase awal perdarahan otak ekstravasasi tidak langsung menyebabkan nekrosis. Pada saat-saat pertama, mungkin darah hanya akan mendesak jaringan otak tanpa merusaknya, karena saat itu difusi darah ke jaringan belum terjadi. Pada keadaan ini harus dipertimbangkan tindakan pembedahan untuk mengeluarkan darah agar dapat dicegah gejala sisa yang lebih parah. Absorpsi darah terjadi dalam waktu 3-4 minggu. Gejala klinik

10 | P a g e

Page 11: Paper Stroke Hemoragik

perdarahan di korteks mirip dengan gejala infark otak, tetapi mungkin lebih gawat apabila perdarahan sangat luas.

Perdarahan subarakhnoid

Perdarahan subarakhnoid (SAH) relatif kecil jumlahnya (< 0,01 % dari populasi di USA) sedangkan di ASEAN 4 % (hospital based) dan di Indonesia 4,2 % (hospital based, Misbach 1996). Meskipun demikian angka mortalitas dan disabilitas sangat tinggi, yaitu hingga 80 % (USA).

Perdarahan subarakhnoid terjadi karena pecahnya aneurisme sakuler pada 80 % kasus non traumatik. Aneurisma sakuler ini merupakan proses degenerasi vaskuler yang didapat (acquired) akibat proses hemodinamika pada bifurkasio pembuluh arteri otak. Terutama di daerah sirkulus Willisi (Meir B. 1987 ; Ratcheson and Wirth, 1994. Lokasi aneurisma intraserebral tersering adalah: di a.komunikans anterior (30%), di pertemuan antara a.komunikans posterior dengan a.karotis interna (25%), di bifurkasio dari a.karotis interna dan a.serebri media (20-25%). Anerisma ini adalah multipel pada sekitar 25% dari pasien. Sekitar 3% aneurisma berhubungan dengan adanya polikistik ginjal.

Penyebab lain adalah aneurisma fusiforra/aterosklerosis pembuluh arteri basilaris, aneurisme mikotik dan traumatik selain AVM. Perdarahan ini dapat juga disebabkan oleh trauma (tanpa aneurisma), arteritis, neoplasma dan penggunaan kokain / amfetamin berlebihan, hipertensi, perokok dan peminum alkohol.

Gejala yang karakteristik dari perdarahan subarakhnoid ini, adalah tiba-tiba sakit kepala hebat dan muntah muntah yang biasanya digambarkan sebagai ’sakit kepala terburuk yang pernah saya alami sepanjang hidup saya’. Dengan atau tanpa defisit neurologi dan sering disertai dengan perubahan mental status. Perdarahan subarakhnoid aneurisma, kadang ditandai dengan sakit kepala sedang berat bila disebabkan oleh ’sentinel bleed’ . Perburukan klinis dapat disebabkan karena perdarahan ulang akibat dari tidak terdiagnosa dini dan terlambat diterapi.

Dari CT Scan non kontras, terlihat gambaran adanya darah di cistern, fisura Sylvii atau sulci yang meliputi konveksitas. Terkadang terlihat juga darah di intraparenkimal. Bila secara klinis kuat duagaan kearah perdarahan subarakhnoid tetapi pada CT Scan tidak terlihat adanya darah, maka pemeriksaan selanjutnya adalah melakukan Lumbal Punksi.

Darah yang masuk ke ruang subarakhnoid dapat menyebabkan komplikasi hidrosefalus karena gangguan absorpsi cairan otak di granulation Pacchioni. Komplikasi lain yang bisa terjadi adalah intraparenchymal extention yang menyebabkan edema otak, seizure, vasospasme.

Perdarahan subarakhnoid sering bersifat residif selama 24-72 jam pertama, dan dapat menimbulkan vasospasme serebral hebat disertai infark otak.

Pasien dengan perdarahan subarakhnoid dapat diklasifikasi dengan skala klinis I-IV berdasarkan tingkat kesadaran dan gejala fokal defisit neurologi yang berguna untuk menentukan prognosisnya.

Skala klinis tersebut adalah :

Grade I Sadar, tanpa gejala atau dengan sakit kepala ringan dan/atau ada

kaku kuduk

Grade II Sadar, dengan sakit kepala sedang sampai berat dan ada kaku

Kuduk

11 | P a g e

Page 12: Paper Stroke Hemoragik

Grade III Mengantuk atau Bingung, dengan atau tanpa defisit fokal neurologi

Grade IV Stupor dengan hemiparesis sedang sampai berat dan ada tanda

dari peningkatan tekanan intra kranial

Grade V Koma dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial berat

Klasifikasi dengan skala klinis ini menunjukkan bahwa bila pasien berada di Grade I atau II, maka pasien mempunyai prognosis baik dan dapat segera dilakukan angiografi serta tindakan intervensi sesuai dengan indikasinya. Bila pasien berada di grade IV dan V, maka pasien mempunyai prognosis buruk dan memerlukan terapi medikamentosa dulu sampai kondisi stabil dan baik, baru direncanakan dilakukan angiografi untuk menentukan tindakan terapi lanjutan sesuai kebutuhan pasien

DIAGNOSIS STROKE

Proses gangguan pembuluh darah otak mempunyai beberapa sifat klinik yang spesifik :

a. Timbulnya mendadak

b. Menunjukkan gejala-gejala neurologis kontralateral terhadap pembuluh yang tersumbat. Tampak sangat jelas pada penyakit pembuluh darah otak sistem karotis dan perlu lebih teliti pada observasi sistem vertebro-basilar, meskipun prinsipnya sama. Untuk sistem vertebro-basilar, gejala klinis paresis dikenal sebagai ‘alternans’, yaitu kelumpuhan nervi kranialis se sisi lesi dan kelumpuhan motorik kontralateral lesi.

c. Kesadaran dapat menurun sampai koma terutama pada perdarahan otak. Sedang pada stroke iskemik lebih jarang terjadi penurunan kesadaran.

Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke, berdasarkan atas gambaran klinik, patologi anatomi, sistem pembuluh darah, dan stadiumnya.

Dasar klasifikasi yang berbeda-beda ini perlu, sebab setiap jenis stroke mempunyai cara pengobatan, preventif dan prognosis yang berbeda, walaupun patogenesisnya serupa. Di klinik kami, digunakan klasifikasi modifikasi Marshall, yaitu:

a. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya

1) Stroke Iskemik

a. Serangan iskemik sepintas (Transient Ischemic Attack/TIA)

b. Trombosis serebri

c. Emboli serebri

2) Stroke Hemoragik

a. Perdarahan intra serebral

b. Perdarahan subarakhnoid

b. Berdasarkan stadium/pertimbangan waktu

1) TIA

2) Stroke-in-evolution

3) Completed stroke

c. Berdasarkan sistem pembuluh darah

1) Sistem karotis

2) Sistem vertebro-basilar

12 | P a g e

Page 13: Paper Stroke Hemoragik

Stroke mempunyai tanda klinik spesifik, tergantung daerah otak yang mengalami iskemia atau infark. Serangan pada beberapa arteri akan memberikan kombinasi gejala yang lebih banyak pula.

Bamford (1992), mengajukan klasifikasi klinis saja yang dapat dijadikan pegangan, yaitu:

a. Total Anterior Circulation Infarct (TACI)

Gambaran klinik :

Hemiparesis dengan atau tanpa gangguan sensorik (kontralateral sisi lesi)

Hemianopia (kontralateral sisi lesi)

Gangguan fungsi luhur : missal, disfasia, gangguan visuo spasial, hemineglect, agnosia, apraxia.

Infark tipe TACI ini penyebabnya adalah emboli kardiak atau trombus arteri ke arteri, maka dengan segera pada penderita ini dilakukan pemeriksaan fungsi kardiak (anamnesia penyakit jantung, EKG,foto thorax) dan jika pemeriksan kearah emboli arteri ke arteri mendapatkan hasil normal (dengan bruit leher negatif, dupleks karotis normal), maka dipertimbangkan untuk pemeriksaan ekhokardiografi.

b. Partial Anterior Circulation Infarct (PACI)

Gejala lebih terbatas pada daerah yang lebih kecil dari sirkulasi serebral pada sistem karotis, yaitu:

Defisit motorik/sensirik dan hemianopia.

Defisit motorik/ sensorik disertai gejala fungsi luhur

Gejala fungsi luhur dan hemianopia

Defisit motorik/sensorik murni yang kurang extensif dibanding infark lakunar (hanya monoparesis- monosensorik),

Gangguan fungsi luhur saja.

Gambaran klinis PACI terbatas secara anatomik pada daerah tertentu dan percabangan arteri serebri media bagian kortikal, atau pada percabangan arteri serebri media pada penderita dengan kolateral kompensasi yang baik atau pada arteri serebri anterior. Pada keadaan ini kemungkinan embolisasi sistematik dari jantung menjadi penyebab stroke terbesar dan pemeriksaan tambahan dilakukan seperti pada TACI.

c. Lacunar Infarct (LACI)

Disebabkan oleh infark pada arteri kecil dalam otak (small deep infarct) yang lebih sensitif dilihat dengan MRI dari pada CT scan otak.

Tanda-tanda klinis :

1) Tidak ada defisit visual

2) Tidak ada gangguan fungsi luhur

3) Tidak ada gangguan fungsi batang otak

4) Defisit maksimum pada satu cabang arteri kecil

5) Gejala :

Pure motor stroke (PMS)

Pure sensory stroke (PSS)

13 | P a g e

Page 14: Paper Stroke Hemoragik

Ataksik hemiparesis (termasuk ataksia dan paresis unilateral, dysarthria-hand syndrome)

Jenis infark ini bukan disebabkan karena proses emboli karena biasanya pemeriksaan jantung dan arteri besar normal, sehingga tidak diperlukan pemeriksaan khusus untuk mencari emboli kardiak.

d. Posterior Circulation Infarct (POCI)

Terjadi oklusi pada batang otak dan atau lobus oksipitalis. Penyebabnya sangat heterogen dibanding dengan 3 tipe terdahulu.

Gejala klinis:

Disfungsi saraf otak, satu atau lebih sisi ipsilateral dan gangguan motorik/sensorik kontralateral.

Gangguan motorik/ sensorik bilateral.

Gangguan gerakan konjugat mata (horizontal atau vertikal)

Disfungsi serebelar tanpa gangguan long-tract ipsilateral.

Isolated hemianopia atau buta kortikal.

Heterogenitas penyebab POCI menyebabkan pemeriksaan kasus harus lebih teliti dan lebih mendalam. Salah satu jenis POCI yang sering disebabkan emboli kardiak adalah gangguan batang otak yang timbulnya serentak dengan hemianopia homonym (Warlow et. al 1995).

Setiap penderita segera harus dirawat, karena umumnya pada masa akut akan terjadi perburukan akibat infark yang meluas atau terdapatnya edema serebri atau komplikasi-komplikasi lainnya. Diagnosis tegak berdasarkan anamnesis, pemeriksaan neurologik, dan penunjang.

DASAR DIAGNOSIS

1. Anamnesis

Pada anamnesis akan ditemukan kelumpuhan anggota gerak sebelah badan, mulut mencong atau bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi dengan baik. Keadaan ini timbul sangat mendadak, dapat sewaktu bangun tidur, mau sholat, selesai sholat, sedang bekerja atau sewaktu beristirahat.

Selain itu perlu ditanyakan pula faktor-faktor risiko yang menyertai stroke misalnya penyakit kencing manis, darah tinggi dan penyakit jantung, serta obat-obat yang sedang dipakai. Selanjutnya ditanyakan pula riwayat keluarga dan penyakit lainnya.

Pada kasus-kasus berat, yaitu dengan penurunan kesadaran sampai koma, dilakukan pencatatan perkembangan kesadaran sejak serangan terjadi.

2. Pemeriksaan fisik

Setelah penentuan keadaan kardiovaskular penderita serta fungsi vital seperti tekanan darah kiri dan kanan, nadi, pernafasan, tentukan juga tingkat kesadaran penderita. Jika kesadaran menurun, tentukan skor dengan skala koma Glasgow agar pemantauan selanjutnya lebih mudah. Namun jika penderitanya sadar, tentukan berat kerusakan neurologis yang terjadi, disertai pemeriksaan saraf-saraf otak dan motorik apakah fungsi komunikasi baik atau adakah disfasia.

Penilaian klinis lainnya yang dilakukan untuk menilai beratnya stroke, dipergunakan National Institute Health Stroke Scale (NIHSS). Penilaian ini dilakukan dua kali, yaitu saat masuk dan saat pulang. Beda nilai saat masuk dan saat keluar dapat menjadi salah satu penilaian kinerja keberhasilan terapi. Tetapi untuk stroke pada sistem vertebro basilar, akurasi penilaian NIHSS kurang baik.

14 | P a g e

Page 15: Paper Stroke Hemoragik

Stroke Siriradj Score, dilakukan bersama sama pemeriksaan fisik untuk membedakan antara stroke iskemik dan stroke perdarahan. Penilaian ini, dapat membantu bagi rumah sakit atau pusat pelayanan kesehatan yang tidak mempunyai alat bantu diagnosis CT Scan otak.

Skor Stroke Siriraj = (2,5 x S) + (2 x M) + (2 x N) + (0,1D) – (3 x A) – 12

Penilaiannya adalah sebagai berikut :

Skor > 1 : perdarahan supratentorial

Skor < -1 : infark serebri

Skor -1 s/d 1 : meragukan

Jika kesadaran menurun dan nilai skala koma Glasgow telah ditentukan, lakukan pemeriksaan refleks-refkles batang otak yaitu:

reaksi pupil terhadap cahaya

refleks kornea

refleks okulo sefalik

Keadaan (refleks) respirasi, apakah terdapat pernapasan Cheyne Stokes, hiperventilasi neurogen, kluster, apneustik dan ataksik. Setelah itu tentukan kelumpuhan yang terjadi pada saraf-saraf otak dan anggota gerak. Kegawatan kehidupan sangat erat hubungannya dengan kesadaran menurun, karena makin dalam penurunan kesadaran, makin kurang baik prognosis neurologis maupun kehidupan. Kemungkinan perdarahan intra serebral dapat luas sekali jika terjadi perdarahan-perdarahan retina atau preretinal pada pemeriksaan funduskopi.

3. Gejala klinik

Manifestasi klinik stroke sangat tergantung kepada daerah otak yang terganggu aliran darahnya dan fungsi daerah otak yang menderita iskemia tersebut. Karena itu pengetahuan dasar dari anatomi dan fisiologi aliran darah otak sangat penting untuk mengenal gejala-gejala klinik pada stroke.

Berdasarkan vaskularisasi otak, maka gejala klinik stroke dapat dibagi atas 2 golongan besar yaitu:

1. Stroke pada sistem karotis atau stroke hemisferik

2. Stroke pada sistem vertebro-basilar atau stroke fossa posterior

Salah satu ciri stroke adalah timbulnya gejala sangat mendadak dan jarang didahului oleh gejala pendahuluan (warning signs) seperti sakit kepala, mual, muntah, dan sebagainya.

Gejala pendahuluan yang jelas berhubungan dengan stroke adalah serangan iskemia sepintas (TIA) dan ini diketahui melalui anamnesis yang baik pada stroke akut. Selain gejala-gejala yang timbul mendadak dalam waktu beberapa menit sampai beberapa jam dari mulai serangan sampai mencapai maksimal. Tidak pernah terjadi dalam beberapa hari atau apalagi dalam 1-2 minggu. Kalau terjadi demikian, bukan disebabkan stroke tetapi oleh sindroma stroke (stroke-syndromes) karena tumor, primer maupun metastatik, trauma, peradangan dan lain-lain.

Gejala klinik pada stroke hemisferik

Seperti kita ketahui, daerah otak yang mendapat darah dari a. karotis interna terutama lobus frontalis, parietalis, basal ganglia, dan lobus temporalis. Gejala-gejalanya timbul sangat mendadak berupa hemiparesis, hemihipestesi, bicara pelo, dan lain-lain.

15 | P a g e

Page 16: Paper Stroke Hemoragik

Pada pemeriksaan umum:

Kesadaran: penderita dengan stroke hemisferik jarang mengalami gangguan atau penurunan kesadaran, kecuali pada stroke yang luas. Hal ini disebabkan karena struktur-struktur anatomi yang menjadi substrat kesadaran yaitu formasio retikuralis di garis tengah dan sebagian besar terletak dalam fossa posterior. Karena itu kesadaran biasanya kompos mentis, kecuali pada stroke yang luas.

Tekanan darah: biasanya tinggi, hipertensi merupakan faktor resiko timbulnya stroke pada lebih kurang 70% penderita.

Fungsi vital lain umumnya baik jantung, harus diperiksa teliti untuk mengetahui kelainan yang dapat menyebabkan emboli.

Pemeriksaan neurovaskuler adalah langkah pemeriksaan yang khusus ditujukan pada keadaan pembuluh darah ekstrakranial yang mempunyai hubungan dengan aliran darah otak yaitu: pemeriksaan tekanan darah pada lengan kiri dan kanan, palspasi nadi karotis pada leher kiri dan kanan, arteri temporalis kiri dan kanan dan auskultasi nadi pada bifurkatio karotis komunis dan karotis interna di leher, dilakukan juga auskultasi nadi karotis interna pada orbita, dalam rangka mencari kemungkinan kelainan pembuluh ekstrakranial.

Pemeriksaan neurologis

a. Pemeriksaan saraf otak: pada stroke hemisferik saraf otak yang sering terkena adalah:

Gangguan n. fasialis dan n. hipoglosus. Tampak paresis n. fasialis tipe sentral (mulut mencong) dan paresis n. hipoglosus tipe sentral (bicara pelo) disertai deviasi lidah bila dikeluarkan dari mulut.

Gangguan konjugat pergerakan bola mata antara lain deviasi konjugae, gaze paresis ke kiri atau ke kanan, dan hemianopia. Kadang-kadang ditemukan sindroma horner pada penyakit pembuluh karotis. Gangguan lapangan pandang: tergantung kepada letak lesi dalam jarak perjalanan visual, hemianopia kongruen atau tidak. Terdapatnya hemianopia merupakan salah satu faktor prognostik yang kurang baik pada penderita stroke.

b. Pemeriksaan motorik:

Hampir selalu terjadi kelumpuhan sebelah anggota badan (hemiparesis). Dapat dipakai sebagai patokan bahwa jika ada perbedaan kelumpuhan yang nyata antara lengan dan tungkai hampir dipastikan bahwa kelainan aliran darah otak berasal dari daerah hemisferik (kortikal), sedangkan jika kelumpuhan sama berat gangguan aliran darah dapat terjadi di subkortikal atau pada daerah vertebro-basilar.

c. Pemeriksaan sensorik dapat terjadi hemisensorik tubuh. Karena bangunan anatomik yang terpisah, gangguan motorik berat dapat disertai gangguan sensorik ringan atau gangguan sensorik berat disertai dengan gangguan motorik ringan.

d. Kelainan fungsi luhur: manifestasi gangguan fungsi luhur pada stroke hemisferik berupa: disfungsi parietal baik sisi dominan maupun nondominan. Kelainan yang paling sering tampak adalah disfasia campuran dimana penderita tak mampu berbicara atau mengeluarkan kata-kata dengan baik dan tidak mengerti apa yang dibicarakan orang kepadanya. Selain itu dapat juga terjadi agnosia, apraxia dan sebagainya.

Gejala-klinik stroke vertebro-basilar

Gangguan vaskularisasi pada pembuluh darah vertebro-basilar, tergantung kepada cabang-cabang sistem vertebro-basilar yang terkena, secara anatomik, percabangan arteri basilaris di golongkan menjadi 3 bagian:

16 | P a g e

Page 17: Paper Stroke Hemoragik

a. Cabang-cabang panjang: misalnya a. serebeli inferior posterior yang jika tersumbat akan memberikan gejala – gejala sindroma Wallenberg, yaitu infark di bagian dorso-lateral tegmentum medula oblongata.

b. Cabang-cabang paramedian: sumbatan cabang-cabang yang lebih pendek memberikan gejala klinik berupa sindroma Weber hemiparesis alternans dari berbagai saraf kranial dari mesensefalon atau pons.

c. Cabang-cabang tembus (Perforating branches) memberi gejala-gejala sangat fokal seperti internuclear ophtalmoplegia (INO).

Diagnostik kelainan sistem vertebro-basilar adalah:

1. Penurunan kesadaran yang cukup berat (dengan diagnosis banding infark supratentorial yang luas, dalam hal ini yang terkena adalah formasio retikularis).

2. Kombinasi berbagai saraf otak yang terganggu disertai vertigo diplopia dan gangguan bulbar

3. Kombinasi beberapa gangguan saraf otak dan gangguan long-tract sign: vertigo disertai paresis keempat anggota gerak (ujung-ujung distal). Jika ditemukan long-tract sign pada kedua sisi maka penyakit vertebro-basilar hampir dapat dipastikan.

4. Gangguan bulbar juga hampir pasti disebabkan karena stroke vertebro-basilar. Beberapa ciri khusus lain adalah: parestesia perioral, hemianopia altitudinal dan skew deviation.

3. Gejala klinik

Manifestasi klinik stroke sangat tergantung kepada daerah otak yang terganggu aliran darahnya dan fungsi daerah otak yang menderita iskemia tersebut. Karena itu pengetahuan dasar dari anatomi dan fisiologi aliran darah otak sangat penting untuk mengenal gejala-gejala klinik pada stroke.

Berdasarkan vaskularisasi otak, maka gejala klinik stroke dapat dibagi atas 2 golongan besar yaitu:

3. Stroke pada sistem karotis atau stroke hemisferik

4. Stroke pada sistem vertebro-basilar atau stroke fossa posterior

Salah satu ciri stroke adalah timbulnya gejala sangat mendadak dan jarang didahului oleh gejala pendahuluan (warning signs) seperti sakit kepala, mual, muntah, dan sebagainya.

Gejala pendahuluan yang jelas berhubungan dengan stroke adalah serangan iskemia sepintas (TIA) dan ini diketahui melalui anamnesis yang baik pada stroke akut. Selain gejala-gejala yang timbul mendadak dalam waktu beberapa menit sampai beberapa jam dari mulai serangan sampai mencapai maksimal. Tidak pernah terjadi dalam beberapa hari atau apalagi dalam 1-2 minggu. Kalau terjadi demikian, bukan disebabkan stroke tetapi oleh sindroma stroke (stroke-syndromes) karena tumor, primer maupun metastatik, trauma, peradangan dan lain-lain.

Gejala klinik pada stroke hemisferik

Seperti kita ketahui, daerah otak yang mendapat darah dari a. karotis interna terutama lobus frontalis, parietalis, basal ganglia, dan lobus temporalis. Gejala-gejalanya timbul sangat mendadak berupa hemiparesis, hemihipestesi, bicara pelo, dan lain-lain.

Pada pemeriksaan umum:

Kesadaran: penderita dengan stroke hemisferik jarang mengalami gangguan atau penurunan kesadaran, kecuali pada stroke yang luas. Hal ini disebabkan karena struktur-struktur anatomi yang menjadi substrat kesadaran yaitu formasio retikuralis di garis tengah dan sebagian besar terletak dalam fossa posterior. Karena itu kesadaran biasanya kompos mentis, kecuali pada stroke yang luas.

17 | P a g e

Page 18: Paper Stroke Hemoragik

Tekanan darah: biasanya tinggi, hipertensi merupakan faktor resiko timbulnya stroke pada lebih kurang 70% penderita.

Fungsi vital lain umumnya baik jantung, harus diperiksa teliti untuk mengetahui kelainan yang dapat menyebabkan emboli.

Pemeriksaan neurovaskuler adalah langkah pemeriksaan yang khusus ditujukan pada keadaan pembuluh darah ekstrakranial yang mempunyai hubungan dengan aliran darah otak yaitu: pemeriksaan tekanan darah pada lengan kiri dan kanan, palspasi nadi karotis pada leher kiri dan kanan, arteri temporalis kiri dan kanan dan auskultasi nadi pada bifurkatio karotis komunis dan karotis interna di leher, dilakukan juga auskultasi nadi karotis interna pada orbita, dalam rangka mencari kemungkinan kelainan pembuluh ekstrakranial.

Pemeriksaan neurologis

e. Pemeriksaan saraf otak: pada stroke hemisferik saraf otak yang sering terkena adalah:

Gangguan n. fasialis dan n. hipoglosus. Tampak paresis n. fasialis tipe sentral (mulut mencong) dan paresis n. hipoglosus tipe sentral (bicara pelo) disertai deviasi lidah bila dikeluarkan dari mulut.

Gangguan konjugat pergerakan bola mata antara lain deviasi konjugae, gaze paresis ke kiri atau ke kanan, dan hemianopia. Kadang-kadang ditemukan sindroma horner pada penyakit pembuluh karotis. Gangguan lapangan pandang: tergantung kepada letak lesi dalam jarak perjalanan visual, hemianopia kongruen atau tidak. Terdapatnya hemianopia merupakan salah satu faktor prognostik yang kurang baik pada penderita stroke.

f. Pemeriksaan motorik:

Hampir selalu terjadi kelumpuhan sebelah anggota badan (hemiparesis). Dapat dipakai sebagai patokan bahwa jika ada perbedaan kelumpuhan yang nyata antara lengan dan tungkai hampir dipastikan bahwa kelainan aliran darah otak berasal dari daerah hemisferik (kortikal), sedangkan jika kelumpuhan sama berat gangguan aliran darah dapat terjadi di subkortikal atau pada daerah vertebro-basilar.

g. Pemeriksaan sensorik dapat terjadi hemisensorik tubuh. Karena bangunan anatomik yang terpisah, gangguan motorik berat dapat disertai gangguan sensorik ringan atau gangguan sensorik berat disertai dengan gangguan motorik ringan.

h. Kelainan fungsi luhur: manifestasi gangguan fungsi luhur pada stroke hemisferik berupa: disfungsi parietal baik sisi dominan maupun nondominan. Kelainan yang paling sering tampak adalah disfasia campuran dimana penderita tak mampu berbicara atau mengeluarkan kata-kata dengan baik dan tidak mengerti apa yang dibicarakan orang kepadanya. Selain itu dapat juga terjadi agnosia, apraxia dan sebagainya.

Gejala-klinik stroke vertebro-basilar

Gangguan vaskularisasi pada pembuluh darah vertebro-basilar, tergantung kepada cabang-cabang sistem vertebro-basilar yang terkena, secara anatomik, percabangan arteri basilaris di golongkan menjadi 3 bagian:

d. Cabang-cabang panjang: misalnya a. serebeli inferior posterior yang jika tersumbat akan memberikan gejala – gejala sindroma Wallenberg, yaitu infark di bagian dorso-lateral tegmentum medula oblongata.

e. Cabang-cabang paramedian: sumbatan cabang-cabang yang lebih pendek memberikan gejala klinik berupa sindroma Weber hemiparesis alternans dari berbagai saraf kranial dari mesensefalon atau pons.

f. Cabang-cabang tembus (Perforating branches) memberi gejala-gejala sangat fokal seperti internuclear ophtalmoplegia (INO).

18 | P a g e

Page 19: Paper Stroke Hemoragik

Diagnostik kelainan sistem vertebro-basilar adalah:

1. Penurunan kesadaran yang cukup berat (dengan diagnosis banding infark supratentorial yang luas, dalam hal ini yang terkena adalah formasio retikularis).

2. Kombinasi berbagai saraf otak yang terganggu disertai vertigo diplopia dan gangguan bulbar

3. Kombinasi beberapa gangguan saraf otak dan gangguan long-tract sign: vertigo disertai paresis keempat anggota gerak (ujung-ujung distal). Jika ditemukan long-tract sign pada kedua sisi maka penyakit vertebro-basilar hampir dapat dipastikan.

4. Gangguan bulbar juga hampir pasti disebabkan karena stroke vertebro-basilar. Beberapa ciri khusus lain adalah: parestesia perioral, hemianopia altitudinal dan skew deviation.

Gejala - tanda klinik emboli serebral

Costillo dan Bougousslausky (1997) mengajukan enam ciri stroke embolik, yaitu :

a. Timbul secara mendadak pada penderita yang sadar, tanpa defisit neurologi yang berfluktuasi atau yang progresif.

b. Defisit neurologi pada pembuluh superfisial atau berupa infark yang luas.

c. Tidak ada riwayat TIA pada daerah vaskular yang sama.

d. Riwayat stroke sebelumnya di daerah teritorial lain, diantaranya adalah emboli sistemik.

e. Jantung yang abnormal pada pemeriksaan fisik/tambahan.

f. Tidak ada sebab emboli arterial lain atau sebab stroke yang lain.

Tanda-tanda tambahan pada pemeriksaan neuro-imajing adalah :

a. Adanya infark hemoragik pada CT, atau MRI otak pada distribusi arteri kortikal.

b. Oklusi cabang teritorial arteri otak, tanpa ditemukan kelainan arteri-arteri proksimal atau carotis ekstrakranial pada pemeriksaan transcranial doppler (TCD), pada pemeriksaan duplex ultrasound sistem karotis, pada Magnetic Resonance Arteriography (MRA) atau pada arteriografi kontras jika dilakukan.

c. Ditemukan adanya sumber emboli atau sangat mungkin ada sumber emboli pada pemeriksaan kardiologi.

Emboli kardiak lebih sering menyebabkan kombinasi infark kortikal dan subkortikal hingga daerah infark lebih luas tampak pada kardiogenik dibanding dengan emboli arteri ke arteri. Caplan (1993) menyebutkan bahwa emboli kardiak mempunyai tempat prediksi, misalnya daerah posterior dari arteri serebri media.

Khusus mengenai atrial fibrilasi, terutama pada non reumatik, dan merupakan panyebab terbesar emboli kardiak, tidak selalu emboli sistemik menjadi penyebab stroke. Dalam jumlah yang sedikit, AF dapat disebabkan karena stroke yang berat. Warlow dkk. (1995) merujuk penelitian Daniel (1993) menemukan bahwa hanya 13% dari penderita AF ditemukan trombus pada arteri dengan transesophageal echocardiography (TEF). Peningkatan risiko emboli sistemik pada AF dikaitkan dengan kombinasi beberapa faktor seperti umur, riwayat emboli sebelumnya, hipertensi, diabetes, disfungsi ventrikel kiri dan pembesaran atrium kiri (SPAF 1992, AFI 1994). Adanya emboli kardiak sistemik dapat juga dipastikan dengan adanya spontaneus echo contrast pada atrium kiri yamg dideteksi sengan TCD.

4. Pemeriksaan Penunjang

a.Laboratorium

1) Pemeriksaan darah rutin

19 | P a g e

Page 20: Paper Stroke Hemoragik

2) Pemeriksaan kimia darah lengkap:

Gula darah sewaktu: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia reaktif. gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur kembali turun.

Ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati (SGOT/SGPT/CPK), dan profil lipid (kolesterol total, trigliserida, LDL, HDL)

3) Pemeriksaan hemostasis (darah lengkap) :

Waktu protrombin

APTT

Kadar fibrinogen

D-dimer

INR

Viskositas plasma

4) Pemeriksaan tambahan yang dilakukan atas indikasi :

Protein S

Protein C

ACA

Homosistein

b.Pemeriksaan Kardiologi

Pada sebagian kecil penderita stroke, terdapat juga perubahan elekrokardiografi (EKG). Perubahan ini dapat berarti kemungkinan mendapat serangan infark jantung, atau pada stroke dapat terjadi perubahan-perubahan EKG sebagai akibat perdarahan otak yang menyerupai suatu infark miokard. Dalam hal ini pemeriksaan khusus atas indikasi, misalnya pemeriksaan CK-MB lanjutan akan memastikan diagnosis. Pada pemeriksaan EKG dan pemeriksaan fisik, mengarah kepada kemungkinan adanya sumber emboli (potential source of cardiac emboli/PSCE) maka pemeriksaan ekhokardiografi terutama Transesofageal echocardiography (TEE) dapat diminta untuk visualisasi emboli kardial.

c. Pemeriksaan pada Emboli Serebral

Dugaan akan emboli serebral ditentukan setelah diagnosis stroke secara klinis telah dipastikan. Langkah selanjutnya adalah memastikan emboli kardiak sebagai penyebabnya. Pemastian ini tidak selalu mudah dan ada dua hal yang harus diteliti, yaitu :

a. Pemastian ada sumber emboli di jantung

b. Pemastian bahwa tipe stroke iskemik yang terjadi merupakan stroke yang sering menyertai/disebabkan karena emboli kardiak berdasarkan pertimbangan klinis dan penelitian epidemiologi.

Jika telah dicurigai emboli kardiak sebagai penyebab emboli serebral, maka kadang-kadang diperlukan pemeriksaan khusus untuk mevisualisasi sumber/ emboli kardiak terutama jika tak ada faktor risiko stroke diluar kardiak. Di Departemen Neurologi , penderita dengan stroke rutin dilakukan foto thorak dan EKG. Jika ditemukan infark teritorial pada CT scan, maka dilakukan konsultasi untuk pemeriksaan echokardiografi, khususnya Trans Esophageal Echokardografi (TEE) jika diperlukan.

20 | P a g e

Page 21: Paper Stroke Hemoragik

Selama 2 tahun (1996-1998) telah kami lakukan konsultasi TEE bersama dengan subbagian kardiologi FKUI/RSUPNCM, 37 kasus stroke dan 18 diantaranya ditemukan adanya trombus pada atrium (48,6%). Trombus pada atrium kiri ditemukan pada 14 kasus (77,7%) dan sisanya di ventrikel kiri (23,3%).

d.Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologi yang paling penting adalah:

CT scan Otak: segera memperlihatkan perdarahan intra serebral. Pemeriksaan ini sangat penting karena perbedaan manajemen perdarahan otak dan infark otak. Pada infark otak, pemeriksaan CT scan otak mungkin tidak memperlihatkan gambaran jelas jika dikerjakan pada hari-hari pertama, biasanya tampak setelah 72 jam serangan. Jika ukuran infark cukup besar dan hemisferik. Perdarahan/infark di batang otak sangat sulit diidentifikasi,oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan MRI untuk memastikan proses patologik di batang otak.

Pemeriksaan foto thoraks: dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita stroke dan adakah kelainan lain pada jantung. Selain itu dapat mengidentifikasi kelainan paru yang potensial mempengaruhi proses manajemen dan memperburuk prognosis.

Indikasi Transcranial Doppler :

Dalam praktek lapangan kegunaan transcranial Doppler sangat bervariasi, hal ini dikarenakan

transcranial Doppler termasuk salah satu alat diagnostik yang non invasive dan mudah digunakan

serta tidak meninbulkan dampak negatif bagi penderita walaupun diulang berkali-kali.

Satu hal yang perlu diingat, ultra sound bean masih diduga dapat memimbulkan percepatan katarak

pada power yang tinggi.

Kegunaan TCD diklinik antara lain dapat dimasukan dalam kategori:.

1. Mempelajari aliran dan kelainan pembuluh darah.

2. Monitoring cerebral microemboli.

3. Evaluasi pengobatan.

Mempelajari aliran dan kelainan pembuluh darah :

Beberapa kelainan aliran dan pembuluh yang umumnya diindikasikan penggunaan transcranial

Doppler antara lain :

1. Sistim kollateral.

2. Penyumbatan. ( Local stenosis )

3. Spasme.( Vasospasm )

4. Feeder arteri.

5. Mati otak. ( Brain Death )

6. Vasomotor reactivity.

7. Dsb.

Sistim Kollateral.

Kollateral adalah suatu anastomosis pembuluh darah dapat berasal dari intarakranial maupun

ekstrakranial.

21 | P a g e

Page 22: Paper Stroke Hemoragik

Ekstrakranial yang utama dipelajari adalah anastomosis pembuluh darah karotis interna dengan

pembuluh darah karotis externa yang menghubungkan arteri temporali superficial dan arteri fasialis

dengan arteri opthalmika melalui arteri supratrochlearis dan arteri supraorbita.

Intrakranial anastomosis meliputi sirkulus wilissi melalui arteri communican anterior dan

communican posterior.

Pengetahuan mengenai anatomi anastomosis ini sangat penting dalam menindak lanjuti kelainan

sumbatan seperti :

1. Oklusi ektrakranial karotis interna.

2. Oklusi arteri karotis intra cranial dibawah arteri opthalmika.

3. Oklusi arteri karotis intra cranial diatas arteri opthalmika

4. Oklusi arteri subclavia sebelum percabangan arteri vertebralis

(subclavian steal).

Pada sumbatan arteri karotis interna ekstrakranial akan memberikan tanda yang sama dengan stenosis

berat atau sumbatan arteri karotis intrakranial sebelum arteri opthalmika berupa perubahan arah aliran

pada arteri opthalmika atau pada arteri supratrochlearis, dan supra orbita.

Sumbatan pada arteri karotis interna sesudah arteri opthalmika , arah aliran arteri opthalmika tidak

berubah. Sedangkan arteri karotis interna ekstrakranial kontralateral dan arteri vertebrobasilar

terutama arteri cerebri posterior ipsilateral akan menunjukan feeder like.

Sumbatan arteri vertebralis ektrakranial maupun sumbatan arteri subklavia proksimal arteri vertebralis

akan memberikan gambaran perubahan aliran arteri vertebralis yang semula menjauhi probe menjadi

menuju probe hal inilah yang dikenal sebagai subklavian steal.

Local Vessel Stenosis.

Dalam mempelajari stenosis arteri basal kranial , harus dipastikan terlebih dahulu keadaan arteri

karotis ekstra cranial.

Mohr mengatakan deteksi TCD terhadap stenosis arteri basal cranial berarti stenosis tersebut telah

mencapai ukuran 65%.

Stenosis yang ditandai dengan peningkatan flow velocity ini , akan mengalami hal sebaliknya jika

stenosis tersebut telah 80%, dimana pada stenosis seberat ini terjadi kehilangan daya dorong dari

erithrosit sehingga flow velocity menjadi menurun hal ini dikenal sebagai “critical stenosis”

(Framingam).

Pencarian arteri basal cranial stenosis terutama dilakukan pada penderita stroke , walaupun flow

velocity tidak dapat menilai cerebral blood flow secara langsung tetapi setidaknya keadaan flow

velocity itu akan menggambarkan keadaan sirkulasi darah diotak.

Dan jika dilihat apa yang direkomendasikan oleh europian stroke initiative bahwa penggunaan

antikoagulan dibenarkan jika ditemukan adanya stenosis berat, maka TCD tidak saja merupakan

bagian dari factor penunjang diaknosa tetapi sudah menjadi penunjang pengobatan klinik..

22 | P a g e

Page 23: Paper Stroke Hemoragik

Yi-Min chen et al 1999, mengunakan TCD sebagai alat penilai prognosa pada penderita stroke. Pada

penelitiannya terhadap 41 orang penderita infark otak yang dilihat dengan CT Scanning sebagai

infark territorial MCA. Sebelas orang menderita oklusi / kritikal stenosis arteri karotis interna

ektrakranial, dua orang menderita stenosis moderat arteri karotis ekstrakranial, tiga orang menderita

keduanya dan 25 orang menderita murni sumbatan MCA.

Terbukti MCA territorial infark dapat ditimbulkan baik oleh sumbatan MCA sendiri maupun

sumbatan diluar MCA tetapi, yang mengalami sumbatan MCA mempunyai prognosa lebih buruk

dibandingkan dengan gambaran MCA territorial infark dengan stenosis arteri karotis ekatrakranial.

Penderita hypertensi maligman tidak jarang ditemukan multiple basal cranial stenosis hal ini

disebabkan karena kebutuhan CBF yang konstan sehingga diperlukan tekanan darah yang relatif lebih

tinggi utuk mencukupinya.

Cerebral Vasospasm

TCD dikembangkan pertama kali adalah untuk mempelajari hemodinami pembuluh darah otak pada

penderita perdarahan subarachnoid sehinggga diketahui adanya vasospasme pada perdarahan

subarachnoid terjadi dari hari ke 4 dan akan terus meningkat untuk mencapai puncaknya pada hari

ke10 selanjutnya turun kembali sampai hari ke 17 .

Vasospasm yang terjadi dengan pengindraan TCD diketahui tidak sama pada seluruh arteri basal

kranial dimana disatu sisi spasme terjadi lebih berat dari yang lain. Konfirmasi studi dengan CT

scanning diketahui spasme terjadi pada daerah yang lebih banyak mengandung bekuan darah

dirongga subarakhnoid..

Sensitifitas pemeriksaan TCD dalam memeriksa adanya vasospasme berkisar antara 59%-94%,

sedangkan spesifitasnya berkisar antara 85%-100%.

Zainal et al 1991 melakukan serial TCD pada penderita traumatik perdarahan subarakhnoid dan

ditemukan adanya spasme yang terjadi dari proksimal kedistal pembuluh darah serta dimilai dari hari

ke 4 sampai hari ke 18. Sedangkan Harris S , 1994 dalam studi kasus evaluasi vasospasme arteri

serebri media perdarahan subarakhnoid, penyembuhan vasospasme yang terjadi tak ada perbedaan

bagian distal maupun proksimal.

Dapat pula dievaluasi efek obat-obat vasoaktif seperti pavaverin, nimodipin dan sejenisnya terhadap

reaksi vasospame tersebut

Feeder Vessels.

Merupakan gambaran spektrum yang ditandai dengan peningkatan “ peak systolic velocity” yang

diikuti peningkatan “end diastolic velocity” dimana peningkatan end diastolic velocity lebih menonjol

sehingga pulsatility index menjadi menurun.

Keadaan ini mengambarkan seolah-olah pembuluh darah arteri sebagai pembuluh darah vena yang

berpulsasi.

Adanya suatu AVM memberikan gambaran feeder pada pembuluh yang mensuplai darah kesana , hal

serupa dapat dijumpai pada keadaan hiperemia. Kedua keadaan tersebut dengan mudah dapat

23 | P a g e

Page 24: Paper Stroke Hemoragik

dibedakan berdasarkan reaktifitas pembuluh terhadap stimulasi vasoaktif pembuluh dimana reaksi

vasoaktif ditemukan lebih baik pada hiperemia.

Penderita dengan riwayat sakit kepala kronis dapat ditemukan adanya feeder vessel bila reaktifitas

baik merupakan manifestasi dari vaskular headache (feeder like) dan sebaliknya jika vasoaktif

minimal kecurigaan perlu diarahkan pada kemungkinan suatu arterio-venous malformasi (AVM)..

Brain Death.

Dasar penilaian adanya brain death pada pemeriksaan TCD adalah tekanan intrakranial (ICP) akan

lebih besar dari pada tekanan perfusi cerebral (CPP).

Pada pemeriksaaan akan dijumpai gambaran yang bervariasi antara lain :

1. End diatolic velocity menghilang.

2. End diastolic velocity terbalik

3. Sharp systolic flow.

4. Small spike.

5. Pulsatility index yang tinggi..

Menurut Petty 1990, sensitipitas TCD dalam menegakkan diagnosa brain death adalah 91.3%,

sedangkan spesifisitasnya 100%.

Vasomotor Reactivity.

Didefinisikan sebagai test yang melihat perubahan cerebral blood flow atau cerebral blood velocity

sebelum dan sesudah distimulasi dengan pemberian vasodilator.

Hal ini bertujuan untuk memdapatkan informasi mengenai kemampuan pembuluh darah yang

bersangkutan untuk melakukan autoregulasi.

Beberapa test yang dapat dilakukan antara lain apneu test, CO2 inhalasi test, diamox test.

Test ini dilakukan terutama dengan meningkatnya tindakan endarterectomi pada penderita stenosis

maupun oklusi arteri karotis interna ektrakranial.

Sebelum dilakukan tindakan pembukaan kembali arteri karotids harus dipastikan bahwa sistim karotis

distal stenosis atau penyumbatan masih mampu melakukan reaksi vasoaktif yang baik karena

keadaaan hypoperfusi akan berubah menjadi hyperperfusi setelah operasi dilakukan. Pada keadaan

dimana vasomotor reactivity tidak baik risiko perdarahan intracerebral sangat besar pada tindakan

endarterectomi..

Dengan kemampuan ini TCD selalu dilakukan dalam kontek tindakan endarterektomi baik sebelum

sewaktu maupun sesudah tindakan.

MANAJEMEN STROKE (Guidelines Nasional Stroke 2007)

Manajemen Stroke untuk Indonesia, sesuai dengan kesepakatan nasional perhimpunan dokter spesialis saraf Indonesia (PERDOSSI), mengacu pada guidelines nasional stroke, 2007.

24 | P a g e

Page 25: Paper Stroke Hemoragik

Tujuan dari penatalaksanaan stroke secara umum adalah menurunkan morbiditas dan menurun kan tingkat kematian serta menurunnya angka kecacatan. Salah satu upaya yang berperan penting untuk mencapai tujuan tersebut adalah pengenalan gejala-gejala stroke dan penanganan stroke secara dini .

Manajemen stroke dibagi dalam manajemen pra rumah sakit, di rumah sakit dan setelah keluar dari rumah sakit yang ditujukan untuk prevensi sekunder dan perbaikan kualitas hidup.

Selama perawatan di rumah sakit, selain pemeriksaan fisik neurologi, juga dipergunakan skoring analisis untuk lokasi lesi dengan klasifikasi Bamford dan beratnya stroke dengan NIHSS (National Institute Health of Stroke Scales). Untuk membedakan stroke iskemik dan stroke perdarahan dipakai Siriradj Score.

Pengobatan farmakologik pada stroke dimaksudkan untuk mencegah kematian sel neuron berkelanjutan pada saat akut dan mencegah stroke berulang.

Tatalaksana intervensi-neurologik untuk stroke iskemik dengan tehnik trombolisi plus stenting dan perdarahan subarakhnoid dengan tehnik coiling, saat ini telah dikembangkan.

Dari hasil penelitian epidemiologi stroke, sekitar 20% penderita stroke akan mendapat serangan ulang (recurrent stroke).Untuk pencegahan stroke, prevensi primer dan sekunder merupakan hal yang terbaik.

Dipandang dari sudut patofisiologi perubahan metabolisme baik di tingkat seluler maupun di tingkat regional berbeda antara stroke iskemik dan stroke hemoragik, sehingga dengan demikian pendekatan terapeutiknya juga akan berbeda.

Penderita stroke sejak mulai sakit pertama kali dirawat sampai proses rawat jalan di luar RS, memerlukan perawatan dan pengobatan terus menerus sampai optimal dan mencapai keadaan fisik maksimal.

Jadi, strategi manajemen mempunyai tujuan utama untuk:

a. Memperbaiki keadaan penderita sehingga kesempatan hidup maksimum. Merupakan usaha terapeutik/medik terutama dalam fase akut hingga optimal. Pada penderita diukur bukan status neurologi, tetapi kemampuan fungsional yang dapat tercapai.

b. Memperkecil pengaruh stroke terhadap penderita dan keluarga.

Menurut WHO, konsekuensi stroke dilihat 4 aspek :

a. Aspek patologi: membicarakan tentang anatomi, etiologi dan patofisiologi stroke secara klinis dan intervensi medik (pembedahan) dilakukan berdasarkan proses patologi ini.

b. Impairment: menggambarkan hilangnya fungsi fisiologi, psikologis dan anatomis yang disebabkan stroke. Tindakan psikoterapi, fisioterapi, terapi okupational, EMG/evoked potential ditujukan untuk menetapkan kelainan ini.

c. Disability: setiap hambatan, kehilangan kemampuan untuk berbuat sesuatu yang seharusnya mampu dilakukan orang yang sehat seperti : tidak bisa jalan, menelan, atau melihat akibat pengaruh stroke.

d. Handicap: halangan atau gangguan pada seorang penderita stroke akibat impairment atau disability tersebut.

Manajemen stroke terdiri dari beberapa fase yang saling berkaitan dan berurutan, yaitu:

a. Manajemen Umum pada fase akut

b. Manajemen Spesifik pada fase akut; pembedahan maupun medik

25 | P a g e

Page 26: Paper Stroke Hemoragik

c. Manajemen Rehabilitasi pada fase perawatan lanjutan.

I. Manajemen stroke pra-rumah sakit meliputi:

1. Deteksi dini stroke Beberapa gejala/tanda yang mengarah kepada diagnosis stroke antara lain hemiparesis, gangguan sensorik satu sisi tubuh, hemianopia atau buta mendadak, diplopia, vertigo, afasia, disfagia, disatria, ataksia, kejang atau penurunan kesadaran yang kesemuanya terjadi secara mendadak, harus dikenali oleh masyarakat.

2. Pengiriman pasien / transportasi - ambulans Ambulan gawat darurat sangat berperan penting dalam pengiriman pasien ke fasilitas yang tepat untuk penanganan stroke. Semua tindakan dalam ambulansi pasien hendaknya berpedoman kepada protokol dan petugas ambulan mempunyai kompetensi dalam penanganan stroke. Fasilitas ideal yang harus ada ada dalam ambulans sebagai berikut:

a. Personil yang terlatih.b. Mesin EKG.c. Peralatan dan obat-obatan resusitasi dan emergensid. Obat-obatan neuroprotektan. e. Telemedisin

3. Menyiapkan jaringan yaitu unit gawat darurat, stroke unit atau ICU sebagai tempat tujuan penanganan definitif pasien stroke.

II. Manajemen Kegawat Daruratan Stroke di Unit Gawat Darurat

A.Manajemen pada Stroke Hemoragik Akut

Pertolongan awal harus bersifat khusus, serupa dengan jenis lain dari stroke (Airway, Breathing, Circulation, cegah infeksi, dan sebagainya). Jika kepastian lokasi dan ukuran perdarahan intraserebral telah jelas pada CT scan/MRI, penentuan penyebab perdarahan perlu diketahui karena sangat mempengaruhi prognosis, apalagi jika tindakan pembedahan direncanakan akan dilakukan. Hal ini penting misalnya apakah ada kelainan-kelainan lain (gangguan koagulasi, gangguan fungsi hepar, kemungkinan amyloid vasculopathy).

Faktor-faktor penentu prognosis yang telah diketahui :

Derajat kesadaran menurun, usia, volume darah (50 cc pada perdarahan subratentorial, prognosisnya jelek, dan ekstensi perdarahan ke ruang intraventikural > 20 cc prognosisnya buruk).

Pada perdarahan infratentorial, hilangnya refleks-refleks batang otak disertai respon motorik yang hilang terhadap nyeri jika berlangsung beberapa jam menunjukan prognosis yang buruk.

CT scan otak ulang mungkin diperlukan jika klinis memburuk dan dapat ditemukan adanya perdarahan ulang ditempat yang sama atau tempat lain, hydrocephalus atau jika status generalis menunjukkan adanya gangguan sistemik lain. Peninggian tekanan intrakranial bukan saja disebabkan oleh karena adanya hematom, tapi dapat disebabkan oleh faktor lain, seperti demam, hipoksia, kejang dan peninggian tekanan intrakranial yang harus segera diatasi.

Penggunaan obat-obat untuk menurunkan tekanan intrakranial agak sulit dilakukan pada perdarahan intraserebral primer. Hal ini disebabkan karena pemakaian obat-obat ostemik seperti gliserol, manitol

26 | P a g e

Page 27: Paper Stroke Hemoragik

akan mengurangi edema di daerah tersebut, dalam waktu agak lama dapat memberi kesempatan pada hematom untuk menjadi lebih ekspansif karena edema perihematom berkurang. Karena penggunaan obat-obatan ini secara uji klinis acak belum ada untuk memberikan kepastian akan manfaat dibandingkan dengan kerugiannya.

Larutan manitol 20-25 % merupakan zat yang paling banyak dipakai: 0,75-1mg/kg BB bolus diikuti 0,25-0,5 mg/kg BB setiap 3-5 jam tergantung pada respon klinis. Komplikasi penggunaan ostemik adalah hipotensi, hipokalemi, gangguan fungsi ginjal karena hiperosmolaritas gangguan jantung kongestif dan hemolisis. Beberapa senter menggunakan kortikosteroid, akan tetapi dibandingkan dengan obat osmolar maka bahaya komplikasi pengobatan lebih sering terjadi.

Manajemen Stroke di Ruang Rawat

PENATALAKSANAAN UMUM DI RUANG RAWAT.

Penatalaksanaan komprehensif secara garis besar di ruang rawat stroke, terdiri dari hal-hal tersebut dibawah ini :

1. Ulangi pemeriksaan neurologi lengkap termasuk NIHSS dan Bamford serta follow up kondisi klinis dengan urutan SOAP (S=subyektif (keluhan), O=obyektif (hasil pemeriksaan fisik dan neurologic), A=asesmen (diagnosis) dan P=planning (pemeriksaan penunjang tambahan, konsultasi bagian lain, obat, fisioterapi, nutrisi)

2. Cairan

3. Nutrisi

4. Pencegahan dan mengatasi komplikasi

5. Penatalaksanaan medik yang lain

a. Hyperglikemia pada stroke akut harus diobati.b. Jika gelisah lakukan terapi psikologi, kalau perlu berikan minor dan mayor tranquilizer seperti

benzodiazepin short acting atau propofol bisa di gunakan. c. Analgesik dan anti muntah sesuai indikasi. d. Berikan H2 antagonist, apabila ada indikasi (perdarahan lambung)e. Mobilisasi bertahap bila hemodinamik dan pernafasan stabilf. Pemeriksaan penunjang lanjutan seperti pemeriksaan laboratorium, MRI, Dupleks Carotid

Sonography, Transcranial Doppler, TTE, TEE, dan lain-lain sesuai dengan indikasig. Rehabilitasi.h. Komunikasi, Infoemasi dan Edukasi pada pasien dan keluarga.i. Discharge planning (rencana pengelolaan pasien setelah keluar dari rumah sakit)

Perawatan umum pada penderita stroke akut

Prinsip perawatan dan pengobatan umum pada stroke akut adalah mempertahankan kondisi agar dapat menjaga tekanan perfusi dan oksigenasi serta makanan yang cukup agar metabolisme sistemik otak terjamin. Secara klinis, ini dilakukan :

a. Stabilisasi fungsi kardiologis melalui ABC.

b. Mencegah infeksi sekunder terutama pada traktus respiratorius dan urinarius.

c. Menjamin nutrisi, cairan dan elektrolit yang stabil dan optimal.

d. Mencegah dekubitus dengan trombosis vena dalam.

27 | P a g e

Page 28: Paper Stroke Hemoragik

e. Mencegah timbulnya stress ulcer dengan pemberian obat antasida/pump inhibitor.

f. Menilai kemampuan menelan penderita, untuk menentukan apakah dapat diberikan makanan per oral atau dengan NGT (nasogastric tube). Penentuan ini tidak sulit jika penderita sadar, tetapi menjadi sukar bila kesadaran penderita menurun, karena melakukan tes aspirasi mempunyai risiko terjadinya pneumonia aspirasi. Menurut Warlow (1995) pemeriksaan video fluoroskopi akan memperlihatkan proses visualisasi refleks menelan. Apabila alat ini tidak ada, maka gag reflex dapat dijadikan indikator fungsi menelan, walaupun sulit dipercaya.

Kemungkinan gangguan menelan harus diperhitungkan pada keadaan – keadaan :

Stroke berat :

o kesadaran menurun

o kelumpuhan berat dan ataksia trunkal

o disfasia hemineglek dan hemianopia

Usia tua

Kegelisahan

Paresis diafragma

Kontrol batuk yang jelas terganggu

Suara serak, bicara berat

Adanya infeksi paru

Sensasi faring yang berkurang

Terapi stroke hemoragik

Penanganan stroke hemoragik dapat bersifat medik atau bedah tergantung keadaan dan syarat yang diperlukan untuk masing-masing jenis terapi.

Penanganan medik fase akut dilakukan pada penderita stroke hemoragik dengan menurunkan tekanan darah sistemik yang tinggi dengan obat-obat anti hipertensi yang biasanya kerja cepat untuk mencapai tekanan darah pre morbid atau diturunkan kira-kira 20 % dari tekanan darah waktu masuk rumah sakit. Jika keadaan penderita cukup berat karena peninggian tekanan intrakranial (TIK) disertai dengan deteriorasi fungsi neurologik progresif, intubasi, hyperventilation terkontrol dan pemantauan diuresis dapat dilakukan dalam setting ICU.

Tindakan bedah pada perdarahan intraserebal sampai sekarang masih kontroversial terutama pada perdarahan daerah ganglia, prognosis biasanya buruk secara fungsional. Meskipun ada beberapa indikasi untuk tindakan bedah, misalnya volume darah > 55 cc dan peregeseran garis tengah > 5 mm. Pada kasus perdarahan intraserebral, pasien dapat bertahan hidup, tetapi level fungsionalnya kurang baik Tindakan bedah pada stroke hemoragik.

Perdarahan intraserebral dibedakan atas perdarahan supratentorial dan infratetorial dengan gejala klinis yang khas pada masing-masing lokasi. Tindakan pembedahan pada perdarahan intra-serebral primer tergantung tujuan tingkat keparahan klinis dan indikasi bedahnya.

Tindakan bedah yang dilakukan adalah: aspirasi sederhana, kraniotomi dan bedah terbuka (open surgery), evakuasi endoskopik dan aspirasi stereotaksik.

Aspirasi sederhana jarang dilakukan karena biasanya darah hanya sedikit yang dapat di sedot dan disamping itu dapat menimbulkan “blind in rebleeding”. sedangkan open surgery telah dibuktikan kurang bermanfaat karena pada uji klinis menyebabkan kematian dan cacat berat meningkat 13 % (prasal 1993, disebut oleh Warlow at al 1996). Evakuasi endoskopik yang dilakukan uji klinis oleh

28 | P a g e

Page 29: Paper Stroke Hemoragik

Auer et al 1989 (disebut Warlow at al 1996) menyebutkan bahwa prosedur ini berguna untuk perdarahan subkortikal dengan syarat penderita < 60 tahun dan kesadaran baik atau turun sedikit/somnolen.

Metode ini tidak dapat dipakai pada perdarahan putamen dan talamus. Akan tetapi re-evaluasi penelitian menunjukkan bahwa metode ini belum dapat direkomendasikan karena diperlukan uji klinis yang lebih besar.

Aspirasi stereotaksik tanpa endoskopi telah banyak dilakukan terutama di Jepang pada perdarahan supratentorial baik intraparenkim maupun inteventrikular. Diperlukan uji kilnis yang mapan untuk memastikan bahwa metode ini cukup berhasil.

Pembedahan perdarahan serebelum lebih pasti dalam indikasinya dibandingkan perdarahan supratentorial dan jika dilakukan sesuai indikasi akan menolong hidup penderita.indikasi yang jelas yaitu : adanya penurunan kesadaran yang disertai dengan kompresi batang otak yang prokresif atau diameter hematoma > 3 cm. jika penderita menurun kesadarannya dengan disertai hidrosefalus dan diameter hematoma < 3 cm, maka tindakan ventrikulostomi (Ventriculo-Peritoneal shunt) dapat dilakukan sebagai tindakan awal dan kemudian observasi pendertia akan menentukan apakah trepanasi sereberal perlu untuk tindakan.

Terapi Perdarahan Subarakhnoid

Dasar-dasar penatalaksanaan perdarahan subaraknoid adalah menegakkan diagnosa klinis, menetapkan lokasi aneurisme yang bocor dan mengatasi perdarahan dengan pemasangan klipping pada aneurisma. Akan tetapi mortalitas yang tinggi pada perdarahan subaraknoid bersumber dari komplikasi yang sering ditemukan selama perawatan pasiennya, yaitu perdarahan ulang (rebleeding), delayed cerebral iskemia, hidrosefalus dan komplikasi sistemik lain.

Seperti jenis stroke lainnya, pengobatan pada perdarahan subaraknoid juga dilakukan :

a. Manajemen Umum

Perhatian khusus ditujukan pada keadaan yang mempunyai potensi memperburuk kondisi dari penderita. Ini meliputi :

1. ABC pada resusitasi kardiopulmoner

2. Pengelolaan hipertensi

Pengelolaan hipertensi harus hati-hati karena pengobatan yang agresif dapat menyebabkan hipotensi yang menyebabkan bertambahnya iskemia. Sebaiknya pengobatan hipertensi: hanya dilakukan bila ada kerusakan organ target dengan menggunakan anti hipertensi kerja cepat.

3. Keseimbangan cairan elektrolit.

Pemberian cairan dan elektrolit yang cukup dan tidak boleh terjadi hipo

atau hipervolemia.

4. Nyeri kepala pada penderita perdarahan subaraknoid yang sadar atau penurunan sedikit kesadaran dapat sangat hebat. Terapi medik dapat diberikan bertahap mulai dari ringan (parasetamol) sampai kodein, atau jika berat injeksi morfin secara intravena diberikan dalam beberapa dosis sehari.

b. Pencegahan Perdarahan Berulang

Risiko perdarahan aneurisma ulang pada perdarahan subarakhnoid diperkirakaan 35 – 40 % pada 4 minggu pertama dari mereka yang hidup pada hari pertama. Mereka yang dirawat pada hari pertama,

29 | P a g e

Page 30: Paper Stroke Hemoragik

risiko perdarahan ulang pada hari tersebut sulit dihindari, karena perdarahan ulang dapat terjadi pada 6 jam pertama setelah serangan dan mungkin pada mereka yang belum sempat dirawat dan meninggal. Karena itu secara kasar risiko perdarahan ulang kurang lebih 20 % pada hari pertama (Walow 1995).

Penggunaan terapi anti fibrinolik adalah untuk mencegah perdarahan ulang. Di Indonesia sering dipakai adalah EACA (Epsilon Amino Caproic Acid) dengan dosis 3 – 4,5 gram setiap 3 jam secara IV.atau per oral. Manfaatnya adalah untuk mencegah lisis dari bekuan darah yang menutup dinding aneurisma bila belum pecah oleh bekuan fibrin (thrombosed aneurism). Struktur molekul EACA ini mirip dengan lysine dan memblok plasminogen untuk bergabung dengan fibrin yang memulai proses fibrinolisis. Disamping itu, obat TEA (Tranexamid Acid) banyak dipakai dengan dosis (1 gram i.v. atau 1,5 gram oral 4 sampai 6 kali sehari). Efek obat ini adalah sama dengan EACA, dalam mencegah proses fibrinolisis pada thrombosed aneurysm.

Sayangnya akhir-akhir ini manfaat kedua obat tersebut dipertanyakan karena pada metaanalisis RCT (Randomized Clinical Trial) yang dilakukan ternyata pengobatan anti fibrinolisis tidak berbeda dengan placebo (Warlow et.al. 1995). Pada saat ini sedang dicoba uji klinis kombinasi antara antagonis kalsium dengan anti fibrinolitik dan hasilnya belum diumumkan.

Manajemen Gangguan metabolik pada stroke

Gangguan metabolik yang timbul pada fase akut stroke terutama stroke berat. Keadaan ini harus segera diatasi karena mempengaruhi prognosis dan kembalinya fungsi neurologik.

Gangguan metabolik ini antara lain:

a. Dehidrasi: dapat dikenal dengan pemeriksaan bedside dan pemeriksaan tambahan lain.

b. Hiponatremia: sering terjadi pada stroke hemoragik dan perdarahan subaraknoid. Salah satu penyebabnya adalah kehilangan garam yang berlebih oleh karena penggunaan diuretika, atau karena faktor dilusi seperti SIADH (sindrome of inappropriate diuretic hormone). Keadaan hiponatremia memperburuk kondisi neurologis penderita stroke. Pengobatan, selain tambahan NaCI baik oral/parental (NaCI 3%) diberikan pelan – pelan untuk mencegah komplikasi central pontine myelinolysis (Machiava Bignami Disease) (Haris et al 1993, seperti dikutip oleh Warlow 1995).

c. Hiperglikemia dan hipoglikemi: Kenaikan kadar glukosa darah ditemukan pada 43% penderita stroke akut, dan 25% diantaranya adalah penderita DM dan dalam jumlah yang sama (25%) ditemukan kenaikan HbA1c pada serum. Setengahnya lagi (50%) yaitu penderita non DM dengan respons hiperglikemia akibat stroke. Mungkin sekali kenaikan ini akibat dari pelepasan katekolamin atau karena steroid yang dieskresi berlebihan sebagai akibat stres (stress response).

Implikasi klinik dari hiperglikemia pada stroke kurang baik karena ini mencerminkan respons terhadap stress berat (stroke yang parah) dan bahwa keadaan hiperglikemia menghambat restorasi neuro penumbra. Sedangkan keadaan hipoglikemia jelas memperburuk stroke. Biasanya akibat intake yang kurang atau pengobatan terhadap hiperglikemia yang terlalu rendah. Keadaan hipoglikemia segera diatasi dengan pemberian glukosa 40% atau memberikan gula peroral.

REFERENSI

1.Kolegium Neurologi Indonesia (KNI).2009.Buku Modul Induk Neurovaskuler.PERDOSSI

30 | P a g e