stroke hemoragik
TRANSCRIPT
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Pendahuluan
Stroke merupakan salah satu penyebab kematian terbesar di Indonesia, Angka kejadian
stroke di Indonesia meningkat tajam akhir-akhir ini bahkan menurut Yayasan Stroke
Indonesia saat ini, Indonesia adalah negara dengan penderita stroke terbesar di Asia. Usia
merupakan faktor resiko stroke, umumnya stroke menyerang pria/wanita diatas usia 60
tahun, namun saat ini stroke juga mulai mengancam usia-usia produktif dikarenakan
perubahan pola hidup tidak sehat seperti banyak mengkonsumsi makanan siap saji yang
berkolesterol, merokok, minuman keras, kurangnya berolah raga dan stress.
Stroke adalah serangan otak (brain attack/cerebrovascular accident) yang merupakan
salah satu penyebab kematian (mortalitas) dan kecacatan neurologis (morbiditas) yang
utama di Indonesia. Serangan otak ini merupakan kegawatdaruratan medis yang harus
ditangani secara cepat, tepat dan cermat.
1.2 Definisi
Stroke adalah gangguan aliran darah pada otak yang menyebabkan defisit
neurologis.Secara klinis stroke ditandai oleh hilangnya fungsi otak secara lokal atau
global yang terjadi mendadak dan disebabkan semata-mata oleh gangguan peredaran
darah otak. Defisit neurologik terjadi selama 24 jam atau lebih, dapat mengalami
perbaikan, menetap, memburuk bahkan pasien dapat meninggal.
1. 3 Epidemiologi
Usia merupakan faktor risiko penting dalam terjadinya stroke. Kelompok umur penderita
stroke yang terbanyak adalah pada usia di atas 40 tahun. Insiden stroke meningkat 1,25
kali lebih besar pada pria dibandingkan wanita. Penelitian epidemiologi menunjukkan
bahwa stroke hemoragik merupakan 8-13 % dari semua stroke di USA, 20-30 % stroke di
1
Jepang dan Cina. Sedangkan di Asia Tenggara, menurut penelitian stroke (Misbach,
1997) menunjukkan stroke perdarahan 26 %, terdiri dari lobus 10 %, ganglionik 9 %,
serebelar 1 %, brainstem 2 %, perdarahan subarachnoid 4 %.
1.4 Anatomi pembuluh darah otak
Otak mendapat perdarahan dari 2 arteri utama. Arteri karotis interna memperdarahi 2/3
bagian otak, terutama bagian rostral, sedangkan arteri basilaris memperdarahi 1/3 bagian
otak, terutama bagian kaudal. Arteri karotis interna dan arteri basilaris membentuk
circulus willisi yang melingkari batang otak. Dari sirkulus willisi, muncul arteri serebri
anterior, arteri serebri media, dan srteri serebri posterior. Arteri basilaris memiliki
cabang-cabang arteri serebeli superior, arteri serebeli inferior anterior, dan arteri serebeli
inferior posterior.
1. 5 Klasifikasi
Secara umum stroke dibagi menjadi 2 yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik. Stroke
iskemik adalah stroke yang disebabkan hambatan vaskular baik oleh trombus ataupun
emboli sedangkan stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan perdarahan pembuluh
otak, dapat berupa perdarahan intraserebral atau perdarahan subarachnoid. Klasifikasi
lain adalah menurut Bamfod yang didasarkan atas area sirkulasi yang terkena, yaitu :
Total Anterior Circulation Infark (TACI), gejala meliputi hemiparese dan
hemianopia kontralateral, gangguan fungsi luhur.
Partial Anterior Circulation Infark (PACI), gejala meliputi dua diantara defisit
motorik, hemianopia dan gangguan fungsi luhur.
Lacunar Circulation Infark (LaCI), gejala dapat berupa pure motor, pure
sensory, ataxia, tidak boleh ada defisit visual atau gangguan fungsi luhur.
Posterior Circulation Infark (PoCI), gejala dapat berupa gangguan saraf
kranial, defisit motorik/sensorik bilateral, gangguan konjugat mata atau
penurunan kesadaran.
Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke, semuanya berdasarkan atas gambaran
klinik, patologi anotomi, sistem pembuluh darah, dan stadiumnya. Dasar klasifikasi yang
berbeda-beda ini perlu, sebab setiap jenis stroke mempunyai cara pengobatan, preventif,
2
dan prognosis yang berbeda, walaupun patogenesisnya serupa. Di klinik digunakan
klasifikasi modifikasi Marshall.
Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya, stroke diklasifikasikan menjadi:
1. Stroke lskemik
a. Transient lschemic Attack (TIA)
b. Trombosis serebri
c. Emboli serebri
2. Stroke Hemoragik
a. Perdarahan intra serebral
b. Perdarahan subarakhnoid
Klasifikasi stroke berdasarkan stadium/pertimbangan waktu:
1. TIA
2. Stroke - in – evolution
3. Completed stroke
Klasifikasi stroke berdasarkan sistem pembuluh darah:
1. Sistem karotis
2. Sistem vertebro-basilar
Stroke mempunyai tanda klinik spesifik, tergantung daerah otak yang mengalami iskemia
atau infark. Serangan pada beberapa arteri, juga akan memberikan kombinasi gejala yang
lebih banyak.
1.6 Etiologi
1. Infark otak (80%)
a. Emboli
Emboli kardiogenik
Fibrilasi atrium atau aritmia lain
Trombus mural ventrikel kiri
Penyakit katup mitral atau aorta
Endokarditis (infeksi atau non-infeksi)
Emboli paradoksal (foramen ovale paten)
Emboli arkus aorta
3
b. Aterotrombotik (penyakit pembuluh darah sedang-besar)
Penyakit ekstrakranial
Arteri karotis interna
Arteri vertebralis
Penyakit intrakranial
Arteri karotis interna
Arteri serebri media
Arteri basilaris
Lakuner (oklusi arteri perforans kecil)
2. Perdarahan intraserebral (15%)
a. Hipertensif
b. Malformasi arteri-vena
c. Angiopati amiloid
3. Perdarahan subaraknoid (5%)
4. Penyebab lain (dapat menimbulkan infark atau perdarahan)
a. Trombosis sinus dura
b. Diseksi arteri karotis atau vertebralis
c. Vaskulitis sistem saraf pusat
d. Penyakit moya-moya (oklusi arteri besar intrakranial yang progresif)
e. Migren
f. Kondisi hiperkoagulasi
g. Penyalahgunaan obat (kokain atau amfetamin)
h. Kelainan hematologis (anemia sel sabit, polisitemia atau leukemia)
i. Miksoma atrium
1.7 Faktor Risiko
Faktor risiko penting dari stroke meliputi usia lanjut, jenis kelamin, hipertensi, diabetes
mellitus, hiperkolesterolemia dan stenosis arteri karotis, TIA, merokok, alkohol, kurang
olahraga, penyakit kardiovaskular seperti fibrilasi atrial dan hipertrofi ventrikel kiri.
Usia, hampir dua pertiga dari semua kasus stroke terjadi setelah usia 65
tahun. Pada studi Framingham, rata-rata usia pasien stroke adalah 65,4
4
tahun untuk pria dan 66,1 tahun untuk wanita. Dengan semakin banyaknya
proporsi populasi usia lanjut, maka masalah stroke ini akan menjadi
semakin penting.
Jenis kelamin, stroke lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita.
Hipertensi, ini adalah faktor risiko dapat dimodifikasi yang paling
signifikan untuk stroke. Ini terbukti pada pasien ras kulit hitam yang
kontrol tekanan darahnya lebih buruk memiliki prevalensi stroke yang
lebih besar. Penurunan tekanan darah sistol 10 mmHg mengurangi risiko
relatif stroke sekitar 35-40%.
Diabetes mellitus (DM), juga merupakan faktor risiko yang signifikan dan
terdapat pada sekitar 10% pasien stroke. DM secara khusus berkontribusi
terhadap perkembangan atherosklerosis intrakranial.
Hiperkolesterolemia, merupakan faktor yang mempercepat progresi
stenosis karotis akibat pembentukan plak aterom.
Merokok, adalah penyebab stroke yang dapat dicegah yang sangat
penting. Sekitar 30% pasien stroke adalah perokok. Perkok berat (lebih
dari 1 bugkus per hari) memiliki risiko terserang stroke iskemik 11 kali
lebih besar dan 4 kali risiko terserang stroke hemoragik lebih besar
daripada non perokok. Wanita perokok yang memakai kontrasepsi oral
bahkan memiliki 22 kali risiko stroke lebih besar dibanding dengan wanita
non perokok yang menggunakan metode kontrasepsi lain. Dengan berhenti
merokok, risiko stroke akan berkurang setelah 2-5 tahun.
Alkohol, memiliki ”J-shaped relationship”. Risiko relatif dari stroke
meningkat dengan pada peminum alkohol sedang sampai berat namun
turun pada peminum ringan dibandingkan dengan non peminum.
Penyakit jantung, sangat jelas berhubungan dengan peningkatan risiko
stroke iskemik khususnya fibrilasi atrial, penyakit jantung katup, infark
miokard, penyakit arteri koroner, gagal jantung kongestif, hipertrofi
ventrikel kiri dan mitral valve prolapse. Fibrilasi atrial meningkatkan
risiko stroke emboli sampat 5 kali lipat.
5
TIA, 5 % dari penderita stroke memiliki riwayat TIA dalam kurun waktu 1
tahun sebelumya.
Yang tidak dapat dimodifikasi Yang dapat dimodifikasi
Usia (>65 tahun) HipertensiRas (Orang kulit hitam > Kulit putih) Diabetes Melitus
Jenis Kelamin (Pria > Wanita) Hiperkolesterolemia
Genetik HiperlipidermiaHiperuresemia Penggunaan kontrasepsi oralGaya hidup : kebiasaan merokok, kebiasaan minum alkohol, physical inactivity, makan berlebihan
1. 8 Patogenesis
Perdarahan otak merupakan penyebab stroke kedua terbanyak setelah infark otak.
Pecahnya pembuluh darah di otak dibedakan atas perdarahan intraserebral dan
perdarahan subarakhnoid. Pada perdarahan intraserebral, pembuluh darah yang pecah
terdapat di dalam otak atau pada massa otak, sedangkan pada perdarahan subarakhnoid,
pembuluh darah pecah di ruang subarakhnoid, sekitar sirkulus arteriosus Willisi.
Pecahnya pembuluh darah dapat disebabkan oleh kerusakan dindingnya (akibat
arteriosklerosis), atau karena kelainan kongenital seperti malformasi arteri-vena (AVM),
infeksi (sifilis), dan trauma.
1.8.1 Perdarahan intraserebral
Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola berdiameter 100-400 µm mengalami
perubahan patologik pada dinding pembuluh darah tersebut berupa hipohialinosis,
nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Arteriol-arteriol dari cabang-
cabang lentikulostriata, cabang tembus arteriotalamus (thalamo perforate arteries) dan
cabang-cabang paramedian arteria vertebro-basilar mengalami perubahan-perubahan
degeneratif yang sama. Kenaikan tekanan darah yang abrupt atau kenaikan yang
6
mencolok dapat menginduksi pecahnya pembuluh darah terutama pada pagi dan sore hari
(early afternoon).
Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka perdarahan dapat berlanjut sampai dengan 6
jam dan jika volumenya besar akan merusak struktur anatomi otak dan menimbulkan
gejala klinik. Jika perdarahan yang timbul kecil ukurannya, maka massa darah hanya
dapat menyela di antara selaput akson substansia alba tanpa merusaknya. Pada keadaan
ini absorpsi darah akan diikuti oleh pulihnya fungsi-fungsi neurologi. Sedangkan pada
perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peninggian tekanan intrakranial dan
yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falks cerebri atau lewat foramen
magnum.
Kematian dapat disebabkan karena kompresi batang otak sekunder atau ekstensi
perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada 1/3 kasus
perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus, dan pons.
Selain menyebabkan kerusakan parenkim otak, volume perdarahan yang relatif banyak
akan mengakibatkan peninggian tekanan intrakranial dan menyebabkan menurunnya
tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah
yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan
neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya lebih tertekan lagi. Jumlah
darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60 cc maka
risiko kematian sebesar 93% pada perdarahan dalam dan 71% pada perdarahan lobar.
Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antar 30-60cc diperkirakan
kemungkinan kematian sebesar 75%, tetapi volume darah 5cc yang terdapat di pons
sudah berakibat fatal.
1.8.2 Perdarahan subarachnoid
Keluarnya darah ke ruang subarakhnoid akan menyebabkan reaksi yang cukup hebat
berupa sakit kepala yang sangat hebat pada sebagian besar kasus. Selanjutnya terjadi
penurunan kesadaran disertai kegelisahan. Gejala tersebut timbul pada hari-hari pertama.
7
Selain itu pada perdarahan subarakhnoid terjadi rebleeding pada 2 minggu pertama.
Rebleeding timbul pada 50-60% kasus dalam 6 bulan pertama setelah perdarahan awal,
dan menurun 10% pada hari ke 30 dan berkurang 3% setiap tahun.
Vasospasme yang timbul dalam ruang subarakhnoid sangat mempengaruhi prognosis.
Keadaan ini umumnya timbul pada hari ke-3 dan meningkat pada hari ke 7-10. Gangguan
kesadaran dan defisit neurologi fokal dapat menyebabkan kematian pada 12,5% kasus.
Komplikasi yang terjadi setelah perdarahan subarakhnoid adalah hidrosefalus karena
tersumbatnya aliran likuor intraventrikuler.
1.9 Gejala Klinis
Stroke hemoragik, baik perdarahan intraserebral maupun subarakhnoid, keduanya akan
mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial yang segera. Oleh karenanya akan
timbul gejala peningkatan tekanan intra kranial seperti sakit kepala yang hebat, muntah,
dan penurunan kesadaran yang kemudian dapat diikuti dengan munculnya papiledema.
Pada perdarahan subarakhnoid, perdarahan akan mengiritasi meningen. Hal ini akan
menyebabkan terjadinya sakit kepala mendadak yang sangat hebat (kepala terasa seperti
dipukul dengan tongkat baseball) dan kaku leher. Selain itu sering terjadi penurunan
kesadaran singkat saat momen perdarahan terjadi. Onset gejala yang tiba-tiba ini dapat
membedakan perdarahan subrakhnoid dengan meningitis. Sakit kepala dan kaku leher
pada meningitis biasanya muncul perlahan progresif dalam beberapa jam. Tanda dan
gejala defisit neorologis fokal yang berat seperti hemiplegia dan hemianopia umumnya
tidak terjadi pada masa awal setelah perdarahan, kecuali apabila perdarahan juga masuk
dan mengenai jaringan otak. Perdarahan yang meluas atau penumpukan darah pada
tempat tertentu dalam sisterna dan ruang sub arakhnoid dapat mengganggu nervus kranial
dan struktur otak disekitarnya, sehingga akan mengakibatkan tanda fokal tertentu.
Apabila perdarahan masuk hingga sistem ventrikel, maka akan menurunkan prognosis
secara signifikan. Pasien akan jatuh dalam koma dan kondisi yang kritis.
8
Gejala klinik stroke sangat bergantung kepada daerah otak yang terganggu aliran
darahnya dan fungsi daerah otak yang menderita iskemia tersebut. Berdasarkan
vaskularisasi otak, maka gejala klinik stroke dapat dibagi atas 2 golongan besar yaitu
stroke pada sistem karotis dan stroke pada sistem vertebrobasiler.
1.9.1 Stroke pada sistem karotis
Stroke pada sistem karotis disebut juga stroke hemisferik. Daerah otak yang mendapat
darah dari arteri karotis interna terutama lobus frontalis, parietalis, basal ganglia dan
lobus temporalis. Gejala-gejalanya timbul sangat mendadak berupa hemiparesis,
hemihipestesi, bicara pelo/ pada pemeriksaan umum didapatkan penderita stroke
hemisferik jarang mengalami gangguan atau penurunan kesadaran, kecuali pada stroke
yang luas. Hal ini disebabkan karena strukktur-struktur anatomi yang menjadi substrat
kesadaran yaitu formatio retikularis di garis tengah dan sebagian besar terleltak dalam
fossa posterior. Karena itu kesadaran biasanya kompos mentis, kecuali stroke yang luas.
Tekanan darah biasanya tinggi, hipertensi merupakan faktor risiko pada 70% penderita.
Fungsi vital lain umumnya baik. Perlu dilakukan pemeriksaan tekanan darah pada lengan
kiri dan kanan, palpasi nadi karotis pada leher kiri dan kanan, arteri temporalis kiri dan
kanan dan auskultasi nadi pada bifurkatio karotis komunis dan karotis interna di leher.
Dilakukan juga auskultasi nadi karotis interna pada orbita dalam rangka mencari
kemungkinan kelainan pembuluh ekstrakranial.
Pada stroke hemisferik saraf otak yang terkena adalah nervus fasialis dan nervus
hipoglosus. Tampak paresis nervus fasialis tipe sentral dan paresis nervus hipoglosus tipe
sentral disertai deviasi lidah bila dikeluarkan dari mulut. Gangguan konjugat pergerakan
bola mata antara lain deviation-konyugae, gaze paresis ke kiri dan kanan dan hemianopia.
Kadang ditemukan sindrom Horner pada penyakit pembuluh karotis. Gangguan lapang
pandang tergantung pada letak lesi dalam jaras perjalanan visual, hemianopia kongruen
atau tidak. Terdapatnya hemianopia merupakan salah satu faktor prognostik yang kurang
baik pada penderita stroke.
9
Hampir selalu terjadi kelumpuhan sebelah anggota badan. Dapat dipakai sebagai patokan
bahwa jika ada perbedaan kelumpuhan yang nyata antara lengan dan tungkai hamper
dipastikan bahwa kelainan aliran darah otak berasal dari daerah hemisferik, sedangkan
jika kelumpuhan sama berat gangguan aliran darah dapat terjadi di subkortikal atau pada
daerah vertebro-basilar. Pada pemeriksaan sensorik dapat terjadi hemisensorik tubuh,
karena bangunan anatomic yang terpisah, gangguan motorik berat dapat disertai dengan
gangguan sensorik ringan atau gangguan sensorik berat disertai dengan gangguan
motorik ringan. Pada fase akut refleks fisiologis pada sisi yang lumpuh akan menghilang.
Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahului dengan refleks
patologis.
Manifestasi kelainan fungsi luhur pada stroke hemisferik berupa disfungsi parietal baik
sisi dominant maupun non dominant. Kelainan yang paling sering tampak adalah disfasia
campuran dimana penderita tak mampu berbicara atau mengeluarkan kata-kata dengan
baik dan tidak mengerti apa yang dibicarakan orang kepadanya. Selain itu dapat juga
terjadi agnosia, apraxia
1.9.2 Stroke pada sistem vertebro-basilar
Stroke pada sistem vertebro-basilar ini disebut juga stroke fossa posterior. Gangguan
vaskularisasi pada pembuluh darah vertebro-basilar, tergantung kepada cabang-cabang
sistem vertebro-basiler yang terkena. Secara anatomik, percabangan arteri basilaris
digolongkan 3 bagian:
Cabang-cabang panjang : misalnya a. serebelar inferior posterior yang jika
tersumbat akan memberikan gejala-gejala sindrom Wallenberg, yaitu infark di
daerah bagian dorso lateral tegmentum medulla oblongata.
Cabang-cabang paramedian : sumbatan cabang-cabang yang lebih pendek
memeberikan gejala klinik berupa sindrom Weber, hemiparesis alternan dari
berbagai saraf cranial dari mesensefalon atau pons.
Perforating branches memberi gejala sangat fokal seperti internuclear
ophtalmoplegie.
10
Gejala klinik kelainan sistem vertebro-basilar adalah:
Penurunan kesadaran yang cukup berat
Kombinasi berbagai saraf otak yang terganggu disertai vertigo, diplopia,
dan gangguan bulbar.
Kombinasi beberapa gangguan saraf otak dan gangguan long tract sign
yaitu vertigo ditambah parestesi keempat anggota gerak.
Gangguan bulbar juga hampir pasti disebabkan karena stroke vertebro-basilar.
Beberapa ciri khusus lain adalah parestesia perioral, hemianopia altitudinal
dan skew deviation merupakan ciri disfungsi vaskuler sistem vertebro-basilar.
1.10 Diagnosis
1.10.1 Anamnesis
Pada anamnesis akan ditemukan adanya defisit neurologis, antara lain berupa
kelumpuhan anggota gerak sebelah badan, kesadaran menurun, mulut mencong atau
bicara pelo dan tidak dapat berkomunikasi dengan baik. selain itu terdapat juga gejala
lain yang berhubungan dengan sistem saraf pusat seperti muntah dan sakit kepala yang
hebat, peningkatan tekanan intrakranial dan lain sebagainya. Keadaan ini biasanya timbul
mendadak, dapat sewaktu bangun tidur, hendak sholat, selesai sholat, saat beraktifitas
atau sewaktu beristirahat.
Selain itu perlu ditanyakan faktor-faktor risiko yang menyertai stroke seperti diabetes
melitus, darah tinggi dan penyakit jantung
1.10.2 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan tanda vital seperti tekanan darah kiri dan kanan, nadi, pernapasan dan
tentukan juga tingkat kesadaran penderita. Kemudian dapat dilakukan pemeriksaan fisik
umum, terutama untuk menilai fungsi kardiovaskular.
Selanjutnya dapat dilakukan pemeriksaan neurologis, seperti pemeriksaan refleks-refleks
batang otak, yaitu:
- Reaksi pupil terhadap cahaya
- Refleks kornea
11
- Refleks okulo sefalik
- Keadaan atau refleks respirasi
Tentukan juga kelumpuhan yang terjadi pada saraf-saraf otak dan anggota gerak, serta
pemeriksaan lain untuk memastikan atau menemukan gejala klinis yang dikeluhkan
pasien.
1.10.3 Skor Stroke Siriraj
Merupakan sistem skor untuk membedakan jenis stroke.
Skor Stroke Siriraj : (2,5 x derajat kesadaran) + (2 x vomitus) + (2 x nyeri kepala) + (0,1
x tekanan diastolik) – (3 x petanda ateroma) – 12
Interpretasi hasil:
- Skor > 1 : perdarahan supra tentorial
- Skor -1 s.d 1 : perlu CT Scan
- Skor < -1 : infark serebri
Keterangan :
- Derajat Kesadaran : 0 = kompos mentis ; 1 = somnolen ; 2=sopor/koma
- Vomitus : 0 = tidak ada ; 1 = ada
- Nyeri kepala : 0 = tidak ada ; 1 = ada
- Ateroma : 0 = tidak ada ; 1 = salah satu atau lebih: diabetes,
angina, penyakit pembuluh darah
1.10.4 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang diperlukan antara lain:
a. Pemeriksaan darah rutin
b. Elektrolit darah
c. Kadar gula darah sewaktu
d. Kolesterol, ureum, kreatinin, asam urat, tes fungsi hati (AST/ALT), profil
lipid (LDL,HDL, Total lipid)
e. Pemeriksaan hemostasis:Waktu protrombin, APTT, kadar fibrinogen, D-
dimer, INR, viskositas plasma
f. Pemeriksaan tambahan yang dilakukan atas indikasi: Protein C, Protein S,
ACA , Homosistein
12
g. Pemeriksaan neurokardiologi
Pada sebagian kecil penderita Stroke, terdapat perubahan elektrokardiografi.
Perubahan itu dapat berarti kemungkinan mendapat serangan infark jantung,
atau pada stroke dapat terjadi perubahan-perubahan elektrokardiografi sebagai
akibat perdarahan otak yang menyerupai suatu infark miokard. Dalam hal ini
pemeriksaan khusus atas indikasi, misalnya CK-MB, dapat memastikan
diagnosis. Pada pemeriksaan EKG dan pemeriksaan fisik, mengarah kepada
kemungkinan adanya potensial source of cardiac emboli (PSCE) maka
pemeriksaan ekokardiografy terutama Traruesofagial echocardiography (TEE)
dapat diminta untuk visualisasi emboli cardial.
h. Radiologi
- CT Scan otak non kontras
Dapat membedakan antara stroke hemoragik dengan stroke iskemik serta
kelainan intrakranial lain. Dapat mengidentifikasi hematoma intraserebral
dengan diameter > 1 cm namun kurang dapat memberikan informasi
mengenai kelainan vaskularisasi yang terlibat.
- MRI
Dapat mendeteksi stroke iskemik lebih awal dibandingkan dengan CT
Scan. Pencitraan hemoragik pada MRI sangat tergantung pada lama proses
perdarahan berlangsung.
- Foto toraks
Memperlihatkan keadaan jantung (hipertrofi ventrikel kiri pada hipertensi
kronik) dan identifikasi kelainan paru yang potensial mempengaruhi
proses manajemen dan memperburuk prognosis.
1.11 Tatalaksana
1.11.1 Tatalaksana di UGD
Memeriksa ABC pasien
Intubasi bila kesadaran stupor, koma, atau gagal napas
Mendapatkan akses intravena
Beri oksigen 2-4 liter/menit via kanul hidung
13
Jangan memberikan makanan atau minuman lewat mulut
Pemeriksaan glukosa darah karena hipoglikemia dapat menyerupai stroke dan
hiperglikemia menimbulkan prognosis yang buruk pada pasien stroke
o Hiperglikemia (>180 mg%) harus dikoreksi sampai batas gula darah
sewaktu sekitar 150 mg% dengan insulin skala luncur/ intravena
secara drips kontinyu selama 2-3 hari pertama
o Hipoglikemia (<60/<80 mg% + gejala) harus diatasi segera dengan
memberikan dekstrosa 40% intravena sampai normal dan obati
penyebabnya.
Memantau jantung, memeriksa EKG
Memantau tekanan darah
o Hipertensi penurunan tekanan darah pada stroke akut (emergensi)
jika terdapat salah satu dibawah ini:
Tekanan sistolik > 200 mmHg pada dua kali pengukuran
selang 30 menit
Tekanan diastolik > 105 mmHg pada dua kali pengukuran
selang 30 menit
Tekanan darah arterial rata-rata (MABP) > 130 mmHg pada
dua kali pengukuran selang 30 menit
o Penurunan tekanan darah perlu memperhatikan faktor penyerta lainnya
o Penurunan tekanan darah maksimal 20% kecuali pada kondisi adanya
kerusakan target organ lainnya, diturunkan sampai batas hipertensi
ringan/ pra stroke
o Obat yang direkomendasikan: natrium nitroprusid (untuk ICU),
golongan alfa-beta bloker, ACE inhibitor, atau antagonis kalsium yang
bekerja perifer
o Bila diastolik lebih dari 140 mmHg pada dua kali pengukuran selang 5
menit, dapat pemantauan tekanan darah kontinyu
o Hipotensi harus dikoreksi sampai normal/ hipertensi ringan dan diobati
penyebabnya
14
Memantau cairan dan elektrolit cairan dan elektrolit harus secara ketat
dimonitor dan dikoreksi untuk mencegah gangguan volume plasma atau
meningkatnya hematoktrit. Larutan hipotonik kontra indikasi karena akan
menyebabkan osmolaritas plasma berkurang sehingga memperburuk edema
serebri.
Memantau suhu demam akan mempengaruhi outcome stroke, secara
eksperimental demam akan memperluas jaringan infark. Atasi suhu tubuh
>37,5’C dengan antipiretik, paracetamol 500mg. Berikan antibiotik pada
kasus infeksi.
Pemberian neuroprotektor Citicholin, diberikan dalam 24 jam sejak awal
stroke. Dosis 250 – 1000 mg/hari IV terbagi dalam 2 – 3 kali/hari selama 2 –
14 hari.
1.11.2 Protokol Tatalaksana Dokter Umum
1. Segera konsul dokter ahli saraf
2. Singkirkan kemungkinan koagulopati: pastikan hasil PT dan APTT adalah
normal. Jika PT memanjang, berikan plasma beku segar (FFP) 4-8 unit IV
setiap 4 jam dan vitamin K 15 mg IV bolus, kemudian tiga kali sehari 15 mg
subkutan sampai masa protrombin normal. Koreksi antikoagulasi heparin
dengan protamin sulfat 10-50 mg bolus lambat (1 mg mengoreksi 100 unit
heparin).
3. Kendalikan hipertensi: Berlawanan dengan infark serebri akut, pendekatan
pengendalian tekanan darah yang lebih agresif dilakukan pada pasien dengan
perdarahan intraserebral akut, karena tekanan yang tinggi dapat menyebabkan
perburukan edema perihematom serta meningkatkan kemungkinan perdarahan
ulang. Tekanan darah sistolik >180 mmHg harus diturunkan sampai 150-180
mmHg dengan labetalol 20 mg IV dalam 2 menitl ulangi 40-80 mg IV dalam
interval 10 menit sampai dicapai tekanan darah yang diinginkan, kemudian
infus 2 mg/menit (120 mL/jam) dan dititrasi atau ACE Inhibitor, misalnya
kaptopril 12,5-25 mg, 2-3 kali sehari atau antagonis kalsium semisal nifedipin
oral 4 kali 10 mg.
15
4. Bila ahli saraf setuju, pertimbangkan konsultasi bedah saraf bila: perdarahan
serebelum berdiameter lebih dari tiga cm atau volume > dari 50 mL untuk
dekompresi atau pemasangan pintasan ventrikulo-peritoneal bila ada
hidrosefalus obstruktif akut atau kliping aneurisma.
5. Pertimbangkan angiografi untuk menyingkirkan aneurisma atau malformasi
arteriovenosa. Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada pasien usia muda (<50
tahun) yang nonhipertensif.
6. Berikan manitol 20% (1 kg/kgBB, IV dalam 20-30 menit) untuk pasien
dengan koma dalam, tanda-tanda tekanan intrakranial yang meninggi atau
ancaman herniasi.Steroid tidak terbukti efektif pada perdarahan intraserebral.
Steroid hanya dipakai pada kondisi ancaman nyawa herniasi transtentorial.
Hiperventilasi dapat dilakukan untuk membantu menurunkan tekanan
intrakranial.
7. Pertimbangkan fenitoin (10-20 mg/kgBBm IV, kecepatan maksimal 50
mg/menit; atau peroral) pada pasien dengan perdarahan luas dan derajat
kesadaran menurun. Umumnya antikonvulsan hanya diberikan bila ada
aktivitas kejang. Tetapi, terapi profilaksis beralasan bila kondisi pasien cukup
kritis dan membutuhkan intubasi, terapi tekanan intrakranial meningkat atau
pembedahan
8. Pertimbangkan terapi hipervolemik dan nimodipin untuk mencegah
vasospasme bila secara klinis, pungsi lumbal atau tomografik menunjukkan
perdarahan subarahnois akut primer.
1.11.3 Tindakan Bedah pada Stroke Hemoragik
Tindakan bedah pada ICH sampai sekarang masih kontroversial terutama pada
ganglionic hemorrhage, prognosis biasanya buruk secara fungsional. Mesikupun
ada beberapa indikasi untuk tindakan bedah, misalnya volume darah >55 cc,
midline shift ≥ 5 mm, perdarahan pada ICH, pasien dapat bertahan tetapi level
fungsionalnya kurang baik.
16
Pada penderita dilakukan:
1. Penanganan awal
Pertolongan awal harus bersifat khusus, pada peredaran darah otak
pertolongan serupa dengan jenis lain dari stroke (ABC, cegah infeksi dll).
Jika kepastian lokasi dan ukuran perdarahan serebral telah jelas pada CT
scan/ MRI, penentuan penyebab perdarahan perlu diketahui karena sangat
mempengaruhi prognosis, apalagi jika tindakan bedah direncanakan akan
dilakukan. Hal ini penting misalnya: apakah ada kelainan-kelainan lain
(gangguan koagulasi, gangguan fungsi hepar, kemungkinan amyloid
vaskulopati).
2. Tindakan bedah
Tindakan pembedahan pada perdarahan intraserebral primer
tergantung tujuan, tingkat keparahan klinis, dan indikasi bedahnya.
Tindakan bedah yang dilakukan adalah: aspirasi sederhana, kraniotomi,
dan bedah terbuka (open surgery), evakuasi endoskopik, dan aspirasi
stereotaksik.
Aspirasi sederhana jarang dilakukan karena biasanya hanya sedikit
darah yang dapat disedot dan di samping itu dapat menimbulkan blind in
rebleeding. Sedangkan open surgery dibuktikan kurang bermanfaat karena
menyebabkan angka kematian dan cacat berat meningkat.
Evakuasi endoskopik berguna untuk perdarahan subkortikal
dengan syarat penderita < 60 tahun dan kesadaran baik atau turun sedikit
(somnolen). Metode ini tidak dapat dipakai pada perdarahan putamen dan
talamus. Akan tetapi reevaluasi penelitian menunjukkan bahwa metode ini
belum dapat direkomendasikan karena diperlukan uji kllinis yang lebih
besar.
Aspirasi stereotaksik tanpa endoskopi telah banyak dilakukan,
terutama di Jepang, pada perdarahan supratentorial baik intraparenkim
maupun intraventrikuler. Diperlukan uji klinis yang mapan untuk
memastikan bahwa metode ini cukup berhasil. Pembedahan perdarahan
cerebellum lebih pasti dalam indikasinya dibandingkan perdarahan
17
supratentorial dan jika dilakukan sesuai indikasi akan menolong hidup
penderita. Indikasi yang jelas yaitu adanya penurunan kesadaran yang
disertai dengan kompresi batang otak yang progresif atau diameter
hematom > 3cm. Jika penderita menurun kesadarannya dengan disertai
hidrosefalus dan diameter hematom < 3cm, maka tindakan
ventrikulostomi (VP shunt) dapat dilakukan sebagai tindakan awal dan
kemudian observasi penderita akan menentukan apakah trepanasi
serebelar perlu dilakukan atau tidak.
1.11.4 Penanganan hipertensi pada stroke perdarahan intraserebal
Hilangkan faktor yang berisiko meningkatkan tekanan darah seperti urin, nyeri,
febris, peningkatan tekanan intrakranial, emosional stress dan sebagainya.
Bila tekanan darah sistolik > 220 mmHg atau tekanan diatolik > 140 mmHg atau
tekanan arterial rata-rata145 mmHg diberikan nikardipin, diltiazem atau
nimodipin (dosis dan cara pemberian lihat table jenis-jenis obat untuk terapi
emergensi).
Bila tekanan sistolik 180-230 atau tekanan diastolik 105-140 mmHg, atau tekanan
arteri rata-rata 130 mmHg :
- Labetalol 10-20 mmHg IV selama 1-2 menit. Ulangi atau gandakam setiap
10 menit sampai maksimum 300 mmHg atau berikan dosis awal bolus
diikuti oleh labetalol drip 2-8 mg/menit, atau
- Nicardipin, diltiazem
- Nimodipin
Pada fase akut tekanan darah tak boleh diturunkan lebih dari 20-25% dari tekanan
arteri rata-rata dalam 1 jam pertama.
Bila tekanan sistolik <180 mmhg dan tekanan diastolik < 105 mmHg, tangguhkan
pemberian obat antihipertensi.
Bila terdapat peninggian tekanan intracranial, tekanan perfusi otak harus
dipertahankan >70 mmHg.
18
- Pada penderita dengan riwayat hipertensi, penurunan tekanan darah harus
dipertahankan di bawah tekanan arterial rata-rata 130 mmHg
- Tekanan darah arterial rata-rata > 110 mmHg harus dicegah segera pada
waktu pasca-operasi dekompresi
- Bila tekanan darah arterial sistolik turun < 90 mmHg harus diberikan obat
menaikkan tekanan darah (vasopressor).
Perhatian :
Peningkatan tekanan darah dapat disebabkan oelh stress akibat stroke, kandung
kemih yang penuh, nyeri, respon fisiologi hipoksia atau peningkatan intrakranial.
Dengan memperhatikan dan melakukan penangan pada keadaan tersebut di atas
banyak berpengaruh pada tekanan darah sistemik pada fase menunggu 5-20 menit
pengukuran berikutnya.
Tabel 1. Obat hipertensi parenteral
Obat Dosis Mula kerja
Lama kerja
Efek samping keterangan
Labetalol 20-80 mg iv bolus setiap 10 menit atau 2mg/menit infus kontinyu
5-10 menit
3-6 jam Nausea, vomitus, hipotensi, atau gagal jantung, keruskan hati, bronkospasme
t.u pada kegawatdaruratan hipertensi, kecuali pada gagal jantung akut
Nikardipin 5-15 mg infus kontinyu
5-15 menit
Sepanjang infus berjalan
Takikardi Larut dlm air, tidak sensitive terhadap cahaya, vasodilatsi perifer dgn menurunkan aktivasi pompa jantung.
Diltiazem 5-40 mg/menit infus kontinyu
5-10 menit
4 jam Blok nodus AV, denyut prematur atrium t.u usia lanjut
Krisis hipertensi
19
Tabel2. Obat oral anti-hipertensi tunggal
Obat Cara pemberian
Mula kerja
Lama kerja
Dosis dewasa
Frekuensi pemberian
Efek samping
Nifedipin Oral
Bukal
15-20 menit
5-10 menit
3-6 jam
3-6 jam
10 mg
10 mg
6 jam
20-30 menit
Hipotensi, nyeri kepala
Takikardia, pusing, muka merah
Kaptopril Oral
Sublingual
15-30 menit
5 menit
4-6 jam
2-3 jam
6.25-25 mg
6.25-25 mg
30 menit
30 menit
Hiperkalemia, insufiensi ginal, hipotensi dosis awal
Clonidin Oral 30 menit
8-12 jam
0.1-0.2 mg
12 jam Sedasi
Prazosin Oral 15-30 menit
8 jam 1-2 menit 8 jam Sakit kepala, fatigue, drowsiness, weakness
1. 11.5 Penanganan komplikasi
Gejala stroke akut sangat banyak variasinya serta menggambarkan perubahan yang
dinamis sehingga perlu suatu antisipasi.
Bila ada kejang diatasi segera dengan Diazepam iv perlahan atau dengan
antikonvulsan lain.
Ulkus stress diatasi dengan antagonis H2, antasid, atau inhibitor pompa proton.
Pneumonia dapat dicegah dengan fisioterapi dan diobati dengan antibiotik
spektrum luas.
Tekanan intrakranial yang meningkat dapat diturunkan dengan salah satu cara
atau gabungan cara berikut :
20
- Manitol bolus 1g/kgBB dalam 20-30 menit, kemudian dilanjutkan
dengan 0,25-0,5g/kgBB setiap 6 jam sampai maksimal 48 jam. Dengan
target osmolaritas 300-320 mmol/L.
- Gliserol 10%, 10mL/kg dalam 3-4 jam.
- Furosemid 1mg/kgBB iv.
- Intubasi dan hiperventilasi terkontrol dengan oksigen hiperbarik
hingga pCO2 29-35 mmHg.
- Steroid tidak diberikan secara rutin. Bila ada indikasi diberikan dengan
pengamatan ketat.
- Tindakan kraniotomi dekompresif.
1.12 Komplikasi
Peningkatan tekanan intrakranial, herniasi, edema serebral dalam 24- 48 jam
pertama
Defisit neurologik dalam waktu 3 jam pertama
Penurunan kesadaran dalam waktu 24 jam pertama pada 25 % pasien yang
masih sadar
Kejang post stroke
Disabilitas permanen
1.13 Prognosis
Prognosis setelah seseorang mengalami stroke tergantung dari jenis stroke dan
klinisnya. Faktor-faktor penentu prognosis pada stroke hemoragik yang telah
diketahui adalah:
Derajat kesadaran menurun, usia, volume darah (50 cc pada perdarahan
supratentorial, prognosisnya jelek, dan ekstensi perdarahan ke ruang
intraventikular > 25 cc, prognosisnya buruk).
Pada perdarahan infratentorial, hilangnya refleks-refleks batang otak
disertai respon motorik yang hilang terhadap nyeri jika berlangsung
beberapa jam menunjukkan prognosis yang buruk.
21
1.14. Pencegahan
Pencegahan Primer
1. Mengatur pola makan yang sehat
a. Makanan yang membantu menurunkan kadar kolesterol.
Serat larut yang banyak terdapat dalam biji-bijian seperti beras merah,
bulgur, jagung dan gandum.
Oat (beta glucan) akan menurunkan kadar kolesterol total dan LDL,
menurunkan tekanan darah dan menekan nafsu makan bila dimakan di
pagi hari (memperlambat pengosongan usus).
Kacang kedele beserta produk olahannya dapat menurunkan lipid serum,
menurunkan kolesterol total, kolesterol LDL dan trigliserida tetapi tidak
mempengaruhi kadar kolesterol HDL. Mekanisme kerja dengan
menambah ekskresi asam empedu, meningkatkan aktivitas estrogen dari
isoflavon, memperbaiki elastisitas arterial dan meningkatkan aktivitas
antioksidan yang menghalangi oksidasi LDL.
Kacang-kacangan (termasuk biji kenari dan kacang mede) menurunkan
kolesterol LDL dan mungkin mencegah aterosklerosis.
b. Makanan lain yang berpengaruh terhadap prevensi stroke.
Makanan/zat yang membantu memecah homosistein seperti asam folat,
vitamin B6, B12 dan riboflavin.
Susu dan kalsium mempunyai efek protektif terhadap stroke.
Ikan terutama ikan yang berlemak seperti ikan tuna dan salmon,
mengandung omega-3, eicosapentenoic (EPA) dan docosahexonoic acid
(DHA) yang merupakan pelindung jantung dengan efek melindungi
terhadap risiko kematian mendadak, mengurangi risiko aritmia,
menurunkan kadar trigliserida, menurunkan kecenderungan adesi platelet,
sebagai prekursor prostaglandin, inhibisi sitokin, anti inflamasi dan
stimulasi NO endothelial. Dianjurkan untuk mengkonsumsi 2 kali/minggu.
22
Makanan yang kaya vitamin C, E dan beta karoten seperti yang banyak
terdapat pada sayuran, buahbuahan dan biji-bijian adalah sebagai sumber
antioksidan.
Teh hitam maupun hijau.
Buah-buahan dan sayuran.
Sayuran hijau dan jeruk : menurunkan risiko stroke
Sumber kalium. Kalium merupakan prediktor yang kuat untuk
mencegah mortalitas akibat stroke.
Apel (mengandung quercetin dan phytonutrient) : menurunkan risiko
stroke.
Diet kaya buah-buahan dan sayuran akan menurunkan level
homosistein dan mengandung banyak antioksidan (vitamin C,E dan
beta karoten).
c. Rekomendasi tentang makanan:
Menambah asupan kalium dan mengurangi asupan natrium (<6 gram/hari).
Meminimalkan makanan tinggi lemak jenuh dan mengurangi asupan trans-
fatty acids seperti kue-kue, krakers, makan yang digoreng dan mentega.
Mengutamakan makanan yang mengandung polyunsaturated fatty acids,
monounsaturated fatty acids, makanan berserat dan protein nabati.
Nutrient harus diperoleh dari makanan, bukan suplemen.
Jangan makan berlebihan dan perhatikan menu seimbang.
Makanan sebaiknya bervariasi dan tidak tunggal. Hindari makanan dengan
densitas kalori rendah dan kualitas nutrisi rendah.
Sumber lemak hendaknya berasal dari sayuran, ikan, buah polong dan
kacang-kacangan Utamakan makanan yang mengandung polisakarida
seperti nasi, roti, pasta, sereal dan kentang dari pada gula (monosakarida
dan disakarida)
2. Menghentikan rokok
3. Menghindari alkohol dan penyalahgunaan obat
4. Melakukan olahraga yang teratur
5. Menghindari stres dan beristirahat yang cukup
23
Pencegahan Sekunder
1. Pengendalian faktor risiko
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
Tidak dapat dirubah
Dapat dipakai sebagai petanda (marker) stroke pada seseorang.
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
Hipertensi
Rekomendasi:
Mengupayakan tekanan darah sistolik < 140 mmHg; diastolik < 90
mmHg.
Modifiskasi gaya hidup: kontrol berat badan, aktivitas fisik, hindari
minum alkohol, dan diet mengandung natrium sedang (100mmol/hari).
Bila setelah modifikasi gaya hidup TD masih tetap >140/90 mmHg atau
TD > 180/100 tambahkan obat anti hipertensi
Fibrilasi atrium
Karakteristik pasien Faktor Resiko Rekomendasi Usia < 65 tahun
Usia < 65 tahun
Usia 65-75 tahun
Usia 65-75 tahun
Usia > 75 tahun
(-)
(+)
(-)
(+)
(-/+)
Aspirin
Warfarin (INR 2.5; range 2.0-
3.0)
Aspirin atau wariarin
Wartarin (INR 2.5; range 2.0-
3.0)
Warfarin (INR 2.5; range 2.0-
3.0)
Faktor risiko AF : hipertensi, diabetes mellitus, fungsi ventrikel kiri jelek, penyakit katup mitral rematik,
riwayat TIA/stroke, emboli sistemik atau stroke, katup jantung buatan.
Diabetes mellitus
Rekomendasi:
24
Mengontrol dan mengendalikan kadar gula darah dengan cara diet, obat
antidiabetika oral, insulin;
Mengobati hipertensi bila ada.
Riwayat TIA atau stroke
Karakteristik pasien Rekomendasi Tanpa antiplatelet
sebelumnya
Dengan aspirin
sebelumnya
Dengan antiplatelet
mono terapi sebelumnya
Aspirin 75-150 mg perhari, atau
Dipiridamol SR 200 mg + aspirin 25 mg 2
kali sehari, atau Ticlopidin 250 mg 2 kali
sehari, atau Clopidogrel 75 mg perhari
Dipiridamol SR 200 mg/aspirin 25 mg
2 kali sehari, atau Ticlopidine 250 mg 2
kali sehari, atau Clopidogrel 75 mg
perhari
Wartarin, target 2.0-3.0 atau
Ticlopidine atau clopidogrel dengan
dikombinasikan dengan aspirin,
" Faktor risiko PJK : Laki-laki > 45 tahun; wanita > 55 tahun atau menopause dini tanpa terapi hormonal, riwayat
keluarga dengan PJK prematur, merokok, hipertensi, HDL < 35 mg %, diabetes melitus.
T = Cholesterol total; HDL = High Density Lipoprotein; PJK = Penyakit Jantung Koroner
Dislipidemia.
Karakteristik Rekomendasi
Evaluasi awal (tidak ada PJK)
CT <200 mg% & HDL >35 mg%
CT < 200 mg% & HDL <35mg%
CT 200-239 mg% & HDL 35 mg% &
< 2 faktor risiko PJK
CT 200-239 mg% & HDL < 35 mg%
atau < 2 faktor risiko PJK
CT > 240 mg %
Evaluasi LDL
Ulangi pemeriksaan CT & HDL dalam 6 bln-1
thn
Analisis lipoprotein
Modifikasi diet, evaluasi ulang 3 - 6 bulan
Analisis lipoprotein
Analisis lipoprotein
25
- Tanpa PJK & < 2 faktor risiko PJK"
Tanpa PJK tetapi mempunyai > 2
faktor risiko PJK"
Dengan PJK atau penyakit
aterosklerotik lainnya
Turunkan LDL < 160 gm%: modifikasi diet
selama 6 bulan, terapi obat-obatan bila LDL >
190 mg%
Turunkan LDL < 130 mg%: modifikasi diet
selama 6 bulan, terapi obat-obatan bila LDL >
160mg%
Diet selama 6- 12 minggu, bila LDL > 130 mg
%, berikan obat obatan
" Faktor risiko PJK : Laki-laki > 45 tahun; wanita > 55 tahun atau menopause dini tanpa terapi hormonal, riwayat
keluarga dengan PJK prematur, merokok, hipertensi, HDL < 35 mg %, diabetes melitus.
T = Cholesterol total; HDL = High Density Lipoprotein; PJK = Penyakit Jantung Koroner
Faktor risiko lainnya
- Obesitas: Turunkan berat badan (BMI < 30 kg/m2). Garis lingkar
pinggang usahakan < 35 inci (84 cm) untuk wanita dan < 40 inci (96
cm) untuk laki-laki.
- Kontrasepsi oral: Hentikan pemakaian kontrasepsi oral pada wanita
yang mempunyai taktor risiko tambahan lain (merokok atau riwayat
tromboemboli sebelumnya)
- Merokok: Anjurkan pasien dan keluarga untuk berhenti merokok
- Pencandu alkohol: Dianjurkan untuk menghindari dan berhenti minum
alkohol
- Kecanduan obat: Hentikan dan evaluasi kesehatan penderita
- Hiperhomosisteinemia: Turunkan sampai < 16 umol/ L (berikan asam
folat 400 ug/hari, B6 1.7 mg/hari, B12 2.4 mg/hari, diutamakan dalam
bentuksayur, buah-buahan, tumbuhan polong, daging, ikan, beras
fortified dan biji-bijian.
- Sindrom antifosfolipid: Kumarin (INR 2.5) jangka panjang. Pada
keguguran berulang berikan aspirin 75 mg/hari dengan dosis rendah 2
x 5000 u UFH (unfractioned heparin) subkutan
- Penyakit sel sabit (sickle cell anemia): Transfusi
- Stenosis karotis asimptomatis: Terapi sesuai
2. Melibatkan peran serta keluarga seoptimal mungkin
26
3. Tindakan Invasif
Flebotomi untuk polisitemia.
Enarterektomi karotis hanya dilakukan pada pasien yang simtomatik dengan
stenosis 70-99 % unilateral dan baru.
Tindakan bedah lain(reseksi artery vein malformation AVM, kliping
aneurisma Berry).
4. Neurorestorasi dan neurorehabilitasi
Neurorestorasi dan neurorehabilitasi pasien strok adalah berdasarkan
kerjasama tim yang dipimpin oleh dokter spesialis saraf, dibantu oleh perawat
khusus strok, petugas terapi fisik dan okupasional, petugas terapi wicara serta
ahli gizi dengan melibatkan juga keluarga pasien/petugas sosial (di kota besar
dapat dilakukan di unit strok)
Neurorestorasi dan neurorehabilitasi pasien strok harus dilaksanakan sedini
mungkin dengan memperhatikan faktor-faktor gangguan motorik, sensorik,
kognitif, komunikasi, visuospasial, dan emosi (depresi)
Rehabilitasi awal meliputi pengaturan posisi, perawatan kulit, fisioterapi
dada, fungsi menelan, fungsi berkemih dan gerakan pasif pada semua sendi
ekstremitas.
Mobilisasi aktif sedini mungkin secara bertahap sesuai toleransi setelah
kondisi neurologis dan hemodinamik stabil.
Terapi wicara harus dilakukan sedini mungkin pada pasien afasia dengan
stimulasi sedini mungkin, terapi komunikasi, terapi aksi visual, terapi intonasi
melodik, dll
Depresi harus diobati sedini mungkin dengan obat antidepresi yang tidak
mengganggu fungsi kognitif.
BAB II
ILUSTRASI KASUS
27
IDENTITAS
Nama : Tn. A
Usia : 55 Tahun
Agama : Islam
Status perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Pegawai swasta
Pendidikan Terakhir : SMA
Alamat : Lubuk Kilangan Padang
No. rekam medik : 798593
Tanggal dirawat : 10 September 2012
ANAMNESIS (Alloanamnesis)
Anamnesis secara Alloanamnesis dengan istri pasien
Keluhan Utama
Lemah anggota gerak kanan
Riwayat Penyakit Sekarang
- Lemah anggota gerak kanan sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit yang
terjadi saat pasien keluar dari kamar mandi. Pasien tiba-tiba merasakan tangan
dan tungkai kanannya terasa berat sehingga harus dipapah ke tempat tidur.
Kelemahan antara tangan dan tungkai dirasakan sama
- Keluhan ini juga disertai dengan nyeri kepala, mulut mencong dan bicara pelo
- Muntah saat onset (-)
Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat hipertensi (+) sejak ± 21 tahun yang lalu, kontrol tidak teratur
- Riwayat DM, stroke, penyakit jantung (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
28
Tidak ada anggota keluarga yang menderita stroke, hipertensi, jantung, DM
Riwayat Sosial Ekonomi
- Pasien seorang karyawan swasta, aktivitas fisik cukup
- Tidak minum kopi
- Merokok (+)
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Kesadaran : CMC, GCS E4M6V5=15
Tekanan darah : 170/90
Frekuensi nadi : 78 kali/menit
Frekuensi napas : 22 kali/menit
Suhu : 36,70 C
Status Generalis
Kepala : Deformitas (-)
Mata : Sklera ikterik (-/-), konjungtiva pucat (-/-)
THT : Perdarahan (-)
Leher : Trakea ditengah, KGB tidak teraba pembesaran
Jantung : Bunyi jantung I-II reguler, tidak ada murmur, tidak ada gallop
Paru : Suara napas vesikuler, tidak ada rhonki, tidak ada wheezing
Abdomen : Datar, lemas, tidak ada nyeri tekan, bising usus normal.
Ekstrimitas : Akral hangat, edema (-/-)
Status Neurologis
GCS : E4M6V5 = 15
TRM : Kaku kuduk (+), Laseq >700/>700, Kerniq >1350/>1350,
Brudzinski I dan II (-)
Pupil : Bulat, isokor, diameter 2mm/2mm, gerakan bebas ke segala arah,
refleks cahaya langsung dan tidak langsung +/+
29
Nervus Kranialis
N.I : -
N.II : papil batas tegas, warna kuning jingga, aa:vv = 1:3, cupping (+),
AV Crossing (+). Kesan : Funduskopi HT KW II
N.III,IV,VI : Posisi bola mata simetris, Gerakan bola mata normal, Ptosis:
mata kanan (-), mata kiri (-), Diplopia (-), nistagmus (-),
eksoftalmus (-), enoftalmus (-)
N.V : -
N.VII : plika nasolabialis kiri lebih datar. Saat mengangkat alis, kerutan
dahi kanan dan kiri sama
N.VIII : gangguan pendengaran (-)
N.IX,X : arkus faring simetris, uvula di tengah, reflek muntah (+)
N.XI : -
N.XII : lidah deviasi kekanan
Motorik : Kekuatan 222 555
222 555
Refleks fisiologi : biseps ++/++ triseps ++/++, patella ++/++, achilles ++/++
Refleks patologis : Babinski grup +/- , Hoffman Trommer -/-
Sensorik : hemihipestesi dextra
Otonom :
Koordinasi : belum bisa dinilai
Fungsi luhur : belum bisa dinilai
Skor Stroke Siriraj : (2,5 x 0) + (2 x 1) + (2 x 0) + (0,1 x 90) – (3x0) – 12 = -1
Kesan = ragu-ragu CT Scan
Skor Gajah Mada : penurunan kesadaran (-), nyeri kepala (+), reflek Babinski (+)
Kesan : perdarahan intraserebral
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
30
Hb : 14,8 g/dl
Leukosit : 8.700 /mm3
Ht : 45 %
Trombosit : 166.000 /mm3
GDR : 130
Ureum/Kreatinin : 30 / 1
Na/K/Cl : 138 / 4,2 / 105
PEMERIKSAAN PENUNJANG
EKG : Kesan : infark miokard = LVH
Brain CT Scan : Kesan : Perdarahan Intraserebral pada pons sinistra
DIAGNOSIS
Diagnosis klinis : - Hemiparese dextra
- Parese N.VII sinistra tipe perifer (alternans)
- Parese N.XII dextra
Diagnosis topis : Pons sinistra
Diagnosis etiologi : Perdarahan intraserebral
Diagnosis sekunder : HT stage II, LVH, Infark miokard
TATALAKSANA
Rencana Diagnosis
Pemeriksaan hematologi
EKG
Brain CT Scan
Rencana Terapi
Umum
Elevasi kepala 30o
O2 2 liter/menit
IVFD RL 12 jam/kolf
31
Khusus
Kalnex 4x1 gr iv
Cithicolin 2x 250 mg iv
Ranitidin 2x50 mg iv
Rencana Edukasi
Edukasi mengenai penyakit, faktor risiko, pengobatan dan komplikasi kepada
pasien dan keluarga.
Edukasi mengenai pencegahan sekunder kepada pasien dan pencegahan primer
kepada keluarga
Edukasi mengenai pola makan sehat, olahraga teratur, Istirahat cukup dan hindari
stress
PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
FOLLOW UP
11 September 2012
S : lemah anggota gerak kanan
O : Kesadaran : CMC Nafas : 20x/mnt
TD : 170/100 T: 370
Nadi : 90x/mnt
SI : kardiomegali
SN : GCS : E4M6V5 = 15
TRM (-), TIK (-)
N.C : pupil isokor 3mm/3mm, RC +/+, gerak bola mata bebas ke segala arah, plika
nasolabialis kiri lebih datar, deviasi lidah ke kanan
32
Motoric : 222 555
222 555
Sensorik : hemihipestesi dextra
RF ++/++, RP +/-
A : perdarahan intraserebral
Hipertensi stage II
Terapi
Umum :
- O2 3 L/mnt
- Diet ML RG II 1800 kkal
Khusus :
- Kalnex 4x1 gr iv
- Citicholin 2x250 mg iv
- Ranitidine 2x50 mg iv
- Drip Herbesser 50 mg dalam 50 cc RL 5cc/jam
- Nimotop 4x30 mg po
12 September 2012
S : lemah anggota gerak kanan
O : Kesadaran : CMC Nafas : 24x/mnt
TD : 160/90 T: 36,90
Nadi : 60x/mnt
SI : kardiomegali
SN : GCS : E4M6V5 = 15
TRM (-), TIK (-)
N.C : pupil isokor 3mm/3mm, RC +/+, gerak bola mata bebas ke segala arah, plika
nasolabialis kiri lebih datar, deviasi lidah ke kanan
Motoric : 222 555
222 555
Sensorik : hemihipestesi dextra
Otonom : neurogenic bladder (-)
33
RF ++/++, RP +/-
A : perdarahan intraserebral
Hipertensi stage II
Terapi
Umum :
- Diet ML RG II rendah kolesterol
- Balance cairan
Khusus :
- Kalnex 4x1 gr iv
- Citicholin 2x250 mg iv
- Ranitidine 2x50 mg iv
- Herbesser 1x200 mg po
- Nimotop 4x30 mg po
13 September 2012
S : lemah anggota gerak kanan
O : Kesadaran : CMC Nafas : 20x/mnt
TD : 160/190 T: 370
Nadi : 68x/mnt
GCS : E4M6V5 = 15
TRM (-), TIK (-)
N.C : pupil isokor 3mm/3mm, RC +/+, gerak bola mata bebas ke segala arah, plika
nasolabialis kiri lebih datar, deviasi lidah ke kanan
Motoric : 333 555
333 555
Sensorik : hemihipestesi dextra
RF ++/++, RP -/-
A : perdarahan intraserebral
Hipertensi stage II
Terapi
Umum :
34
- Diet ML RG II rendah kolesterol
- Balance cairan
Khusus :
- Kalnex 4x1 gr iv
- Citicholin 2x250 mg iv
- Ranitidine 2x50 mg iv
- Herbesser 1x200 mg po
- Nimotop 4x30 mg po
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
35
Pasien, pria 55 tahun datang dengan keluhan kelemahan anggota gerak sebelah kanan
yang mendadak sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit. Pasien tidak mengalami
penurunan kesadaran, sakit kepala, mual, muntah, demam, maupun riwayat trauma
sebelumnya.
Diagnosis etiologis pada pasien ini dapat merupakan stroke, trauma, maupun keganasan.
Namun dari hasil anamnesis, kemungkinan trauma dapat disingkirkan karena tidak
terdapat riwayat terjadinya trauma. Keganasan pun dapat disingkirkan karena dari hasil
anamnesis menunjukkan adanya onset yang tiba-tiba dan bukan kronis. Selain itu pada
anamnesis dan pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya gejala dan tanda seperti
penurunan nafsu makan, aktivitas maupun berat badan yang menurun, dan gejala
peningkatan tekanan intrakranial kronis seperti sakit kepala lama, kejang, dan muntah
proyektil yang kronik.
Sementara diagnosis stroke dapat ditegakkan sesuai dengan definisi dari stroke yang
harus didapatkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yaitu tanda klinis yang
berkembang cepat berupa defisit neurologi fokal maupun global akibat gangguan fungsi
otak fokal (global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau
menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. Pada
pasien ini, terdapat onset yang berkembang cepat atau mendadak hemiparese dextra,
parese n.VII sinistra tipe sentral dan parese n. XII dextra tipe sentral.
Semuanya berlangsung kurang dari 24 jam sejak munculnya gejala. Penyebab selain
vaskuler dapat disingkirkan mengingat faktor risiko dari vaskuler pada pasien yang
diperoleh melalui anamnesis yaitu hipertensi. Keadaan ini didukung pemeriksaan fisik
yang menunjukkan tekanan darah lengan kanan dan kiri 170/100 mmHg yang menurut
JNC VII digolongkan dalam klasifikasi hipertensi grade II. Faktor risiko lain adalah
kebiasaan makan makanan berlemak serta jarang berolahraga.
36
Stroke yang dialami pasien dapat berupa stroke iskemik ataupun stroke hemoragik.
Berdasarkan skor stroke Siriraj menunjukkan skor -1 yang menunjukkan nilai ragu-ragu.
Sehingga diperlukan pemeriksaan lanjutan seperti Brain CT Scan yang hasilnya adalah
perdarahan intraserebral. Untuk dapat meyakinkan lebih jelas sekaligus membantu
mengidentifikasi berbagai faktor risiko pada pasien ini sehingga dapat mencegah stroke
berulang maka dapat dilakukan pemeriksaan EKG dan ekokardiografi bila EKG
menunjukkan abnormalitas, pemeriksaan asam urat, gula darah, dan kolesterol darah.
Selama perawatan, pasien perlu dikonsulkan ke dokter rehabilitasi medik sebagai upaya
pengembalian fungsi ataupun pengoptimalan fungsi organ yang mengalami kerusakan
akibat stroke. Edukasi pada pasien dan keluarganya harus dilakukan lebih lanjut
mengenai berbagai faktor risiko yang ada pada diri pasien dan upaya pencegahan stroke
berulang, melalui istirahat yang cukup, menghindari stres, memiliki pola makan sehat,
dan olahraga teratur dan harus didukung oleh anggota keluarga pasien. Terutama pula
dijelaskan pada anggota keluarga pasien tentang potensi genetik adanya faktor risiko
tersebut pada masing-masing anggota keluarga dan upaya pencegahan stroke sebagai
upaya menurunkan angka kejadian stroke.
Prognosis pada pasien ini untuk keadaan vitalnya adalah bonam. Dikarenakan cepatnya
pasien dibawa ke petugas kesehatan mencegah infark meluas yang mungkin
membahayakan tanda vital. Selain itu, semenjak datang ke IGD dan selama perawatan,
tanda vital pasien senantiasa dalam batas normal.
Untuk prognosis fungsi pada pasien ini adalah dubia ad bonam, karena secara umum
prognosis fungsi pada bagian otak yang mengalami infark akan lebih berat dibanding
pada perdarahan, selain itu usia pasien yang sudah tua akan memperburuk prognosis
pasien ini. Namun, karena waktu penanganan dan masuknya obat-obatan pasien ini dari
awal onsetnya cepat dilakukan ditambah dengan latihan-latihan yang diprogramkan
rehabilitasi medik akan mengurangi kemungkinan buruknya fungsi pada pasien, baik itu
dalam menelan, berbicara, dan menggerakkan ekstremitasnya.
37
Sedangkan prognosis kekambuhan pada pasien ini ialah dubia ad malam, karena
banyaknya faktor risiko yang memungkinkan terulangnya stroke. Meskipun pasien
mengaku berobat teratur namun dari dari hasil pemeriksaan tekanan darah saat masuk
yang sangat tinggi menunjukkan hipertensi pada pasien masih belum terkontrol. Hal ini
menyebabkan besar kemungkinan pasien mengalami stroke berulang. Untuk itu perlu
berbagai upaya pencegahan yang dapat dilakukan pasien.
38