strategi sumber daya manusia
TRANSCRIPT
Manajemen Sumber Daya Manusia
Oleh:
Iin Intan Indah Wulandari
A. Strategi Sumber Daya Manusia
Randall Schuler (1994), mendefinisikan strategi sumber daya manusia sebagai
berikut:
.......... getting the strategy of the bussiness implemented effectively .......... getting
everybody from the top of the human organization to the bottom doing things that
make the business successful.
Mengacu pada definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa strategi sumber daya
manusia berkaitan dengan misi, visi, strategi perusahaan, SBU (Strategy Business Unit)
dan juga strategi fungsional. Penentuan strategi sumber daya manusia perlu
memperhatikan dan mempertimbangkan misi, visi, serta strategi korporat, serta perlu
dirumuskan secara logis, jelas dan aplikabel. Strategi sumber daya manusia mendukung
pengimplementasian strategi korporat dan perlu diterjemahkan dalam aktivitas-aktivitas
SDM, kebijakan-kebijakan, program-program yang sejalan dengan strategi perusahaan.
Ketidaksesuaian antara strategi SDM dan strategi perusahaan akan mempengaruhi
pencapaian sasaran perusahaan. Sebaliknya kesesuaian antara strategi perusahaan dan
strategi SDM perlu diupayakan mendorong kreativitas dan inovasi karyawan dalam
mencapai sasaran perusahaan.
Strategi SDM berkaitan antara lain dengan pembentukan suatu budaya perusahaan
yang tepat, perencanaan SDM, mengaudit SDM baik dari segi kuantitatif maupun kualita-
tif, serta mencakup pula aktivitas SDM seperti pengadaan SDM (dari rekrutmen sampai
pada seleksi), orientasi, pemeliharaan, pelatihan dan pengembangan SDM, penilaian
SDM. Dalam menentukan strategi SDM, faktor-faktor eksternal perlu dipertimbangkan
mengacu pada future trends and needs, demand and supply, peraturan pemerintah,
kebutuhan manusia pada umumnya dan karyawan pada khususnya, potensi pesaing,
perubahan-perubahan sosial, demografis, budaya maupun nilai-nilai, teknologi. Kecen-
derungan perubahan lingkungan akan mempengaruhi perubahan strategi perusahanan
yang juga berarti bahwa strategi SDM pun perlu dipertimbangkan ulang, dan
kemungkinan besar perlu disesuaikan. Perubahan strategi SDM bukanlah sesuatu yang
tabu namun perlu dilakukan dengan pertimbangan yang matang.
Perusahaan harus memilih strategi bisnis yang tepat supaya mampu memanfaatkan
peluang bisnis dan mengantisipasi kendala-kendala yang terjadi sebagai dampak dari
perubahan lingkungan yang cepat. Salah kunci yang sangat penting dalam meraih
keuntungan kompetitif adalah melalui pengelolaan sumber daya manusia secara efektif.
Pengembangan dan pengimplementasian strategi Sumber Daya Manusia yang
dicerminkan pada kegiatan-kegiatan SDM seperti pengadaan, pemeliharaan dan
pengembangan harus sejalan dengan strategi bisnis dan budaya perusahaan. Kemitraan
dengan perusahaan lain merupakan karakteristik untuk meningkatkan produktivitas dan
prestasi perusahaan. Sebab itu network structure dan budaya perusahaan yang mengacu
pada inovasi, kreativitas dan belajar berkesinambungan (continous learning) akan
merupakan pilihan yang tepat bagi perusahaan-perusahaan yang ingin survive dan
berkembang.
Desain ulang SDM (Redesigning Human Resource) acapkali perlu dilakukan
dengan seksama dan bijak agar sasaran perusahaan dapat dicapai. Desain SDM berkaitan
dengan desain pekerjaan yang mengacu pada JCM (Job Characteristic Model). Hackman
dan Oldham (1976) mengemukakan bahwa JCM terdiri dari task identity, task
significance, task variety, authority dan feedback yang berimplikasi pada struktur
organisasi. Dengan perkataaan lain, desain ulang pekerjaan dapat dilakukan dengan
mangacu pada peningkatan kelima karakteristik tersebut. Pepsi Cola di Amerika Utara,
misalnya, merampingkan organisasi dan menempatkan pelanggan pada hirarki organisasi
teratas dan justru CEO pada tempat terbawah. BNI misalnya melakukan perubahan
strategi dan budaya perusahaan untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat di
dunia perbankan. Organisasi yang ramping (lean) tentu bukan segalanya kalau faktor-
faktor lain seperti aktivitas SDM, dan nilai-nilai organisasi tidak diarahkan mendukung
struktur tersebut. Dalam mendesain pekerjaan perlu juga dipertimbangkan kompentensi,
motivasi dan nilai-nilai karyawan.
Dalam menghadapi pasar bebas Asia (AFTA) 2003, mutu SDM Indonesia cukup
mengkhawatirkan. Man power planning secara nasional perlu dilakukan dengan seksama.
Secara umum, mutu sekolah dan universitas di Indonesia pun relatif lebih rendah
dibandingkan mutu sekolah atau universitas di Singapura dan Malaysia. Universitas-
universitas terkemuka Indonesia masih menduduki peringkat jauh dibawah sepuluh besar,
padahal universitas merupakan suatu wadah pendidikan dan pengembangan ilmu.
Pendidikan berperan besar dalam meningkatkan mutu SDM sebab itu mutu pendidikan di
Indonesia perlu ditingkatkan baik secara kuantitas maupun secara kualitas. Kurikulum
dan sistem belajar mengajar perlu ditinjau kembali dan ditingkatkan. Pelatihan-pelatihan
yang efektif perlu dirancang untuk meningkatkan kualitas SDM.
Sementara itu di tingkat mikro, perusahaaan-perusahaan perlu berperan aktif untuk
ikut meningkatkan mutu SDM baik. Perusahaan perlu mengkaji dan menganalisis
kebutuhan dan kesenjangan SDM terhadap strategi perusahaan masa kini dan masa
mendatang. Aset SDM yang perlu dievaluasi adalah bobot/kualitas dan potensi SDM
yang dimiliki saat ini, kebijakan-kebjakan SDM, sistem pengadaan, pemeliharaan dan
pelatihan pengembangan, nilai-nilai yang ada baik yang positif maupun yang negatif serta
kemampuan mengelola keragaman SDM. Berkaitan dengan aset SDM suatu perusahaan,
dalam menyusun strategi SDM perlu dievaluasi sejauh mana elemen-elemen organisasi
sudah sesuai dengan strategi korporat, SBU, visi, misi, sasaran perusahaan. Disamping
perlu dirancang suatu alat ukur (human resource measurement) untuk mengetahui mutu
dan kuantitas SDM, potensi SDM serta keterkaitan strategi SDM dengan performance
perusahaan. IGM Mantera, misalnya mengemukakan pengukuran keberhasilan karyawan
berdasarkan jenis ketrampilan yaitu a) untuk ketrampilan profesional dipergunakan
vitality index dan b) untuk ketrampilan manajerial diukur dari kesiapan suksesi.
Untuk mengevaluasi SDM perlu dipertimbangkan empat faktor sebagai berikut:
1) Tingkat strategis, antara lain misi, visi dan sasaran organisasi .
2) Faktor Internal SDM , antara lain: aset SDM, kualifikasi SDM, aktivitas SDM :
pengadaan, pemeliharaan, pelatihan dan pengembangan, serta kebijakan-kebijakan
SDM.
3) Faktor-faktor eksternal, antara lain demografis, perubahan sosial, budaya, teknologi,
politik, peraturan pemerintah, pasar tenaga kerja dan isu Internasional (misalnya
:HAM dan ekologi).
4) Faktor organisasional, antara lain struktur, strategi perusahaan, budaya perusahaan,
dan strategi SDM.
Pertimbangan Konseptual dalam Memilih Strategi SDM
Karakteristik bisnis abad 21 yang seolah-olah dunia semakin tanpa batas akan
ditandai dengan perdagangan dunia yang kompetitif, tuntutan pelanggan semakin tinggi,
hak paten, faktor lingkungan, product life cycle semakin pendek, inovasi produk
cenderung meningkat. Isu-isu yang berkaitan dengan karakteristik tersebut bahkan tak
jarang menjadi topik- topik yang menarik dan kadang kontraversial di media masa, mis-
alnya ecolabelling, ekosistem, ISO 9000, ISO 14000, AFTA, dll.
Continuous innovativeness perlu dilakukan manun perlu didukung oleh kreatifitas
karyawan yang tinggi. Kekreativitasan organisasi harus dikembangkan melalui
penanaman budaya perusahaan yang direfleksikan pada aktivitas-aktivitas SDM.
Perusahaan perlu tanggap dalam menghadapi persaingan yang semakin kompetitif yang
tidak saja dari Indonesia, tetapi juga dari luar Indonesia. Lingkungan yang kompetitif dan
turbulen ini menuntut struktur organisasi yang fleksibel yang didukung oleh nilai-nilai
profesional yang berorientasi pada keefektifan organisasi. Pembudayaan nilai profesional
perlu dilakukan dengan seksama dan disertai sistem yang menunjangnya, misalnya
pendelegasian dan pemberdayaan. Peranan struktur organisasi harus berorientasi pada
kebebasan bergagasan bagi semua karyawan, keterbukaan, suasana belajar yang
berkesinambungan. Organisasi yang belajar (learning organization) merupakan salah satu
pendekatan yang tepat dalam mengembangkan sumber daya manusia untuk
mengantisipasi masa depan. Komitmen dan kemauan belajar semua tingkat
karyawan/wati merupakan modal dasar organisasi unggul masa depan. Paradigma
organisasi yang belajar (learning organization) membahas pentingnya peranan learning
dalam menunjang keberhasilan perusahaan melalui SDM yang mengimplementasi
paradigma tersebut. Learning organization membahas lima komponen dasar sebagai
berikut :
1) Personal mastery membahas suatu penguasaan terpadu dan tuntas suatu pengetahuan
dan ketrampilan tetentu. Belajar secara terus menerus merupakan konsekuensi logis
dari komponen ini.
2) Mental models memberi dorongan yang kuat terhadap tindakan karyawan. Trust
merupakan kunci seseorang dalam membangun organisasi pembelajar. Komponen ini
memberikan suatu arah cara bertindak
3) Shared vision merupakan suatu kekuatan atau dorongan agar karyawan secara
bersama-sama komit dan mau belajar secara terus menerus.
4) Team learning merupakan proses pengembangan individu melalui kelompok kerja
dengan cara dialog dan diskusi.
5) Systems thinking merupakan salah satu komponen yang menyatukan dan memadukan
komponen-komponen lain membentuk suatu kesatuan yang bermakna.
Tidak jarang dalam meningkatkan performance-nya, perusahaan perlu melakukan
rightsizing agar fleksibilitas SDM dalam mencapai sasaran perusahaan dapat tercapai.
Akhir-akhir tindakan downsizing menjadi sangat popular dan bahkan sering dilakukan
tanpa pertimbangan yang matang sehingga berakibat fatal karena banyak karyawan yang
tetap di perusahaan menjadi kurang bermotivasi. Prahalad dan Hamel (1994) mengkritik
downsizing yang tidak berorientasi pada kesehatan perusahaan. Sebagai bahan
pertimbangan untuk menerapkan strategi SDM yang tepat kita perlu menganalisis strategi
perusahaan dan SDM secara holistik. Berdasarkan dengan keterkaitan strategi bisnis dan
strategi SDM secara sistematik, Sonnenfeld dan Peiperl (1991) mengembangkan suatu
model tipologi perusahaan dan implikasinya pada strategi sumber daya manusia sebagai
berikut :
Fortress. Perusahaan menekankan pada kelangsungan hidup. Keamanan terhadap
pekerjaan kurang bahkan tidak dijamin. Jenis perusahaan yang biasanya memiliki tipologi
ini, misalnya hotel, retailing. Stategi SDM adalah retrenchment. Pengembangan lebih
menitikberatkan pada retensi bakat utama (retention of core talent). Pada umumnya,
perusahaan yang memilih strategi ini berada dalam lingkungan yang sangat kompetitif
sehingga implementasi strategi kurang sistematik dan konsisten.
Academy. Perusahaan menekankan pada spesialisasi jabatan. Pada umumnya perusahaan
yang bertipologi ini cenderung merekrut fresh graduate kemudian diarahkan dan dibina
menjadi specialist pada pekerjaan tertentu. IBM pada beberapa waktu yang lalu
cenderung bertipologi ini. Strategi SDM yang dijalankan adalah pengembangan SDM.
Pelatihan ekstensif diberikan pada para recruitees, sebab itu jalur karier yang jelas
biasanya direncanakan dengan seksama. Turnover karyawan diupayakan serendah-
rendahnya. Perusahaan bertipologi ini berupaya membuka ceruk (niches) pasar. Kendati
perusahaan beriorientasi pada pembinaan karyawan dari awal, perusahaan kadang-kadang
juga merekrut outsider untuk posisi tertentu.
Club. Perusahaan bertipologi ini menekankan loyalitas, komitmen, senioritas dan
pengalaman. Pada club, para manajernya cenderung generalist, sebab itu strategi SDM
cenderung berorientasi pada retensi, pemeliharaan, dan kontribusi kelompok. Karyawan
lebih diarahkan dan dikembangkan menjadi generalist. Kebijakan akan promotion from
within lebih disukai. Jika strategi perusahaan adalah low cost producer (defender), maka
tipologi ini tampaknya tepat. Perusahaan bertipologi ini berupaya meningkatkan
keefisienannya dalam mengendalikan biaya, memelihara mutu, dan mengutamakan
layanan pada pelanggan.
Baseball-Team. Perusahaan menekankan pada inovasi. Kreativitas memegang peranan
penting pada perusahaan bertipologi ini. Penilaian prestasi lebih berorientasi pada hasil.
Redeployment karyawan cenderung sering terjadi, sebab itu kendati para karyawan
umumnya berbakat dan kapabel, komitmen mereka cenderung rendah. Pengembangan
berupa pelatihan tidak terlalu banyak dilakukan, kalaupun dilakukan biasanya bersifat
informal dan berkaitan dengan pekerjaan yang sedang dilakukan karyawan.
Pendekatan tipologi ini mengarahkan pola berpikir secara sistematik dan pragmatis,
akan tetapi memasukkan suatu perusahaan pada salah satu kategori tersebut tidak selalu
mudah. Mengacu ada setiap tipologi, perusahaan perlu mempersiapkan strategi SDM
yang efektif dengan mempertimbangkan antara lain penanaman budaya perusahaan yang
sesuai, mengimplementasi aktivitas SDM yaitu pengadaan, pemeliharaan, pelatihan dan
pengembangan secara tepat. Kekompleksan lingkungan internal dan eksternal
menyebabkan kefleksibelan tipologi tersebut dan tampaknya perusahaan masa depan
cenderung memiliki perpaduan ciri ciri tersebut.
Mengkaitkan konsep tipologi strategi SDM dengan future predictable
characteristics akan memberikan gambaran peranan strategi SDM secara jelas yang
kemudian perlu direncanakan kegiatan-kegiatan (pratices) SDM yang mendukung.
Keflesikbelan strategi SDM penting mengingat kondisi bisnis masa depan menuntut
kreativitas dan inovasi dalam menghadapi kompetisi yang ketat. Untuk melengkapi
pemahaman ini, paradigma learning organization akan banyak mengarahkan tindakan-
tindakan SDM pada organisasi agar perusahaan dapat terus hidup dan berkembang.
Strategi sumber daya manusia masa depan harus mendukung inovasi -- continuous
innovativeness dan long-term employment oriented human resources strategy -- untuk
menjawab tuntutan pelanggan antara lain menghendaki faktor-faktor mutu, fungsi, harga,
layanan, dan kecepatan layanan.
B. Aktivitas SDM dalam Menghadapi Bisnis “Global”
Dengan mengacuh pada karakteristik bisnis masa depan (globalisasi), serta
memperhatikan masalah-masalah SDM yang dihadapi oleh perusahaan-perusahaan di
Indonesia, maka perlu dirumuskan dan diimplementasi strategi SDM yang tepat dengan
mempertimbangkan aktivitas-aktivitas manajemen antara lain sebagai berikut:
1) Prediksi SDM perlu dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif melalui penelitian
SDM.
2) Rekrutmen dan seleksi harus mendasarkan pada faktor kemampuan, kepribadian yang
positif, bermotivasi tinggi, nilai-nilai yang menunjang misi, visi serta strategi masa
depan, misalnya kreativitas, kemampuan berubah cepat, potensi berkembang, serta
berkemampuan dan kemauan belajar terus-menerus.
3) Orientasi atau induction perlu dilakukan dengan mendasarkan pada budaya
perusahaan.
4) Pelatihan serta pengembangan perlu mengacu pada kompeten, motivasi dan nilai-nilai
yang diharapkan serta hasilnya harus dapat diukur.
5) Pemeliharaan perlu dilakukan dengan memperhatikan hak dan kewajiban karyawan
secara seksama. Kompensasi yang mendasarkan pada suatu pertimbangan yang efektif
dan adil. Insentif atau tunjangan harus dipertimbangan dengan seksama dan
berdasarkan prestasi.
6) Penilaian prestasi perlu benar-benar menilai prestasi karyawan secara tepat dan
berorientasi pada pengembangan karyawan.
7) Penanaman nilai yang menekankan pada paradigma learning organization, dan budaya
organisasi yang berorientasi pada profesionalisme
8) Memperhatikan faktor-faktor eksternal ---- strategi perusahaan yang berorientasi
global, lingkungan bisnis dan lain-lain.
9) Jalur karier karyawan perlu direncanakan dengan seksama dan secara transparan
dikomunikasikan.
C. Analisa Pekerjaan
1. Analisa Pekerjaan
Menurut Handoko (1987, h 32), analisis pekerjaan secara sistematik
menyimpulkan, mengevaluasi dan mengorganisasi informasi tentang pekerjaan-
pekerjaan. Ini biasanya dilakukan oleh para spesialis yang disebut analis pekerjaan.
Jadi, setelah departemen personalia terlibat dalam proses perancangan pekerjaan,
pemahaman tentang pekerjaan-pekerjaan dan persyaratan-persyaratannya harus
dikumpulkan melalui analisis pekerjaan. Jadi, dapat dikatakan bahwa analisis jabatan
adalah usaha untuk mencari tahu tentang jabatan atau pekerjaan yang berkaitan
dengan tugas-tugas yang dilakukan dalam jabatan tersebut.
Analisa pekerjaan mengacu pada proses memperoleh informasi secara rinci
mengenai pekerjaan-pekerjaan. Socrates berpendapat bahwa 1) terdapat perbedaan
individual dalam ketangkasan bagi suatu pekerjaan, yang berarti setiap individu
berbeda dalam kecakapan mereka; 2) perlu ada bakat-bakat unik bagi pekerjaan-
pekerjaan yang berbeda; 3) untuk mencapai kinerja berkualitas tinggi, masyarakat
harus berusaha menempatkan individu-individu dalam pekerjaan-pekerjaan yang
layak sesuai dengan bakat mereka masing-masing.
Analisa pekerjaan ini terkait dengan :
a. Pentingnya Analisa Pekerjaan bagi Para Manajer SDM
Hal ini karena kenyataan bahwa setiap program manajemen SDM mensyaratkan
beberapa jenis dari informasi yang diambil dari analisa pekerjaan seperti:
a) Rancangan ulang pekerjaan
b) Perencanaan SDM
c) Seleksi
d) Pelatihan
e) Penilaian Kinerja
f) Perencanaan Karir
g) Evaluasi Pekerjaan
b. Pentingnya Analisa Pekerjaan bagi Line Manager
Analisa pekerjaan penting bagi Line Manager karena:
a) Para manajer harus memiliki informasi secara rinci tentang seluruh pekerjaan
dalam kelompok mereka untuk memahami proses aliran pekerjaan
b) Para manajer harus memahami persyaratan-persyaratan pekerjaan untuk
membuat keputusan-keputusan yang cerdas.
2. Informasi Analisa Pekerjaan
a. Sifat Informasi
Dua jenis dari informasi yang paling berguna dalam analisa pekerjaan adalah:
deskripsi pekerjaan dan spesifikasi pekerjaan. Deskripsi pekerjaan adalah daftar
dari pekerjaan, tugas-tugas, dan tanggung jawab. Spesifikasi pekerjaan adalah
daftar dari pengetahuan, keterampilan, dan karakteristik-karakteristik lainnya
dimana individu harus memiliki untuk melakukan suatu pekerjaan.
b. Sumber-Sumber dari Informasi Analisa Pekerjaan
Dalam melaksanakan analisa pekerjaan, satu pertanyaan yang sering muncul
adalah siapa yang membuat kelompok bertanggung jawab untuk memberikan
informasi analisa pekerjaan? Apapun metode analisa pekerjaan yang anda pilih,
proses dari analisa pekerjaan perlu mendapatkan informasi dari individu-individu
yang terbiasa dengan pekerjaan tersebut.
3. Metode-Metode Analisa Pekerjaan
Terdapat berbagai metode bagi analisa pekerjaan dan tidak ada satupun yang
paling ideal. Metode-metode tersebut adalah:
a. Position Analysis Questionnaire (PAQ). PAQ merupakan pertanyaan analisa
pekerjaan yang terstandardisasi yang berisikan 194 item. Item-item tersebut
dikategorikan dalam enam bagian:
1) Input informasi
2) Proses mental
3) Output pekerjaan
4) Hubungan dengan individu lain
5) Konteks pekerjaan
6) Karakteristik-karakteristik lainnya
b. Task Analysis Inventory, yaitu proses pengidentifikasian tugas-tugas,
pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang dibutuhkan yang ditekankan dalam
pelatihan.
c. Sistem Analisa Pekerjaan Fleishman
Pendekatan ini menegaskan kemampuan sebagai atribut individual yang dapat
bertahan yang bergantung pada perbedaan-perbedaan dalam kinerja. Sistem tersebut
didasarkan pada taksonomi kemampuan yang secara cukup merepresentasikan
seluruh dimensi yang relevan dengan pekerjaan.
d. The Occupational Information Network (O*NET)
Kegunaan O*NET:
a) Digunakan oleh Boing untuk membantu mendapatkan pekerjaan baru bagi
pekerja yang berhenti karena tidak dapat pindah di masa depan.
b) digunakan oleh negara Bagian Texas USA untuk mengidentifikasi jabatan-
jabatan yang muncul dalam negara bagian yang mensyaratkan pengetahuan,
keterampilan dan kemampuan.
c) Digunakan oleh Boys and Girls Clubs untuk membantu merancang kegiatan
bagi anak-anak yang kurang beruntung yang akan meningkatkan
kemampuan mereka dalam keterampilan yang mungkin diperlukan.
4. Elemen-Elemen Dinamis dari Analisa Pekerjaan
Meskipun kita cenderung memandang pekerjaan sebagai suatu yang statis dan
stabil, pekerjaan cenderung berubah dan berevolusi sepanjang waktu. Mereka-mereka
yang melaksanakan atau mengelola pekerjaan seringkali membuat kecil, penyesuaian
kumulatif pada pekerjaan yang berusaha untuk menyesuaikan kondisi-kondisi
perubahan dalam lingkungan atau pilihan-pilihan pribadi tentang bagaimana
mengarahkan pekerjaan. Oleh karenanya proses analisa pekerjaan harus juga
mendeteksi perubahan pada sifat pekerjaan.
5. Rancangan Pekerjaan
Rancangan pekerjaan merupakan proses pendefinisian cara bekerja yang akan
dilakukan dan tugas-tugas yang dikehendaki dalam pekerjaan yang diberikan.
Sedangkan rancangan ulang pekerjaan adalah proses dari perubahan tugas-tugas atau
cara bekerja yang dilakukan dalam suatu pekerjaan yang ada.
6. Pendekatan Mekanistis
Pendekatan mekanistis memiliki akar dalam pabrikasi industri klasik. Fokus
pendekatan ini adalah mengidentifikasi cara termudah untuk menyusun pekerjaan
yang memaksimalkan efisiensi. Pendekatan ini memfokuskan pada perancangan
pekerjaan disekitar konsep-konsep spesialisasi tugas, simplifikasi keterampilan dan
pengulangan.
Scientific management merupakan salah satu dari pernyataan-pernyataan yang
paling awal dan yang paling terkenal dari pendekatan mekanistis.
7. Pendekatan Motivasional
Pendekatan motivasional pada rancangan pekerjaan memiliki akar dalam
psikologi organisasi dan literatur manajemen, dalam banyak hal, dimunculkan
sebagai reaksi pada pendekatan-pendekatan mekanistis bagi rancangan pekerjaan.
Pendekatan ini memfokuskan pada karakteristik pekerjaan yang mempengaruhi
pengertian psikologi dan potensi motivasional, dan pandangan variabel attitudinal-
nya sebagai hasil-hasil yang paling penting dari rancangan pekerjaan. Preskripsi dari
pendekatan motivasional memfokuskan pada peningkatan kompleksitas pekerjaan
melalui intervensi sebagai perluasan pekerjaan, pengayaan pekerjaan, dan konstruksi
pekerjaan disekitar sistem sosio-teknik.
8. Pendekatan Biologis
Pendekatan biologis terhadap rancangan pekerjaan utamanya berasal dari ilmu
biomekanik, fisiologi pekerjaan, dan pekerjaan pengobatan, dan biasanya mengacu
sebagai ergonomics. Ergonomics berkaitan dengan pengujian saling berhadapan
antara karakteristik psikologi pribadi dan lingkungan kerja fisik. Tujuan dari
pendekatan ini adalah untuk meminimalkan hambatan fisik pada pekerja dengan
menyusun lingkungan kerja fisik disekitar cara kerja tubuh manusia.
9. Pendekatan Perceptual – Motor
Pendekatan ini memiliki akar pada literatur faktor-faktor manusia. Fokus
pendekatan ini adalah pada kapabilitas dan batasan mental. Tujuannya adalah untuk
merancang pekerjaan dalam cara yang menyakinkan mereka agar tidak melampaui
kapabilitas dan batasan mental individu-individu. Pendekatan ini secara umum
berusaha untuk meningkatkan reliabilitas, keamanan, dan reaksi pengguna dengan
merancang pekerjaan untuk mengurangi proses informasi mereka yang disyaratkan.
D. Fungsi Perencanaan Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Wayne F. Cascio, 1991 dalam Agus Sunyoto (2008, h 19) dinyatakan
sebagai berikut :
Human resouces planning is a set of activities udertaken to anticipate future business and
environmental demands on the organization and to meet the human resources
requirements dictated by those condition.
(Perencanaan SDM adalah sekumpulan kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi
usaha yang akan datang dan permintaan lingkungan pada organisasi dan untuk memenuhi
kebutuhan SDM yang diciptakan oleh keadaan).
Menurut Buchari Zainun (2001, h 85), istilah perencanaan SDM pun masih
banyak yang menyalahartikan. Dan mungkin untuk mempunyai dan memberi satu
pengertian yang singkat dan tepat. Perencanaan sumber daya manusia itu mungkin dapat
ditinjau dari tiga aspek. Pertama adalah aspek statistik dengan pusat perhatian utamanya
kepada upaya mempertemukan sumber daya manusia dengan jabatan atau pekerjaan
yang tersedia. Pada aspek statistik ini tidak tampak secara jelas unsur keinginan dan
harapan setiap itu yang dipertemukan dengan jabatan atau pekerjaan itu. Kedua adalah
aspek perilaku yang tampil karena adanya perbedaan cara pandang dan reaksi masing-
masing orang terhadap lingkungan dirinya. Disamping aspek statistik dan aspek prilaku
yang merupakan perhatian utama dari para spesialis, maka yang tidak kurang pentingnya
adalah aspek praktis yang justru mempunyai pengaruh besar terhadap perencanaan
sumber daya manusia. Karena itu perencanaan sumber daya manusia itu sebaik-baiknnya
tidak dianggap sebagai satu cabang spesialisasi, tetapi merupakan suatu gabungan dari
berbagai ragam spesialisasi dan pengalaman orang-orang dilapangan. Dengan demikian
maka sumber daya manusia itu akan dapat dimanfaatkan secara optimal.
Secara lebih sempit, perencanaan SDM berarti mengestimasi secara sistematik
permintaan (kebutuhan) dan suplai tenaga kerja organisasi di waktu yang akan datang.
Ini memungkinkan departemen personalia dapat menyediakan tenaga kerja secara lebih
tepat sesuai dengan kebutuhan organisasi. Idealnya, organisasi harus
mengidentifikasikan baik kebutuhan-kebutuhan personalia jangka pendek maupun
jangka panjang melalui perencanaan. Rencana-rencana jangka pendek menunjukan
berbagai kebutuhan tenaga kerja yang harus dipenuhi selama satu tahun yang akan
datang. Seandainya rancana-rencana jangka panjang mengestimasi situasi SDM untuk
dua, lima, atau kadang-kadang sepuluh tahun yang akan datang.
Sejalan dengan perkembangan tersebut diatas terjadi pula perkembangan-
perkembangan lain seperti mengenai tuntutan kenaikan gaji dan upah, tuntutan atas
kemampuan tenaga kerja yang baru sesuai perkembangan teknologi dan dalam keadaan
rendahnya angka pengangguran,pimpinan organisasi benar-benar dihadapkan kepada
masalah sumber daya manusia yang lebih sulit dan menantang. Setiap orang yang
bekerja pun mempunyai harapan-harapan yang semakin meningkat untuk memperoleh
kepuasan kerja, pengembangan diri dan ganjaran yang lebih memadai. Para peremcanaan
ekonomi dan pengembangan juga makin sadar terutama terhadap adanya persaingan
ketat dantuntutan kesejahteraan dalampemanfaatan sumber daya manusia melalui
sesuatu perencanaannya yang lebih mantap.
Pendekatan terhadap perencanaan SDM yang semata-mata hanya dari aspek
statistik dapat menimbulkan banyak salah paham terutama pada tingkat perusahaan
dimana banyak pimpinan suatu organisasi kepegawaian yang tidak atau kurang paham
dengan pendekatan statistik ini. Sepertinya ada anggapan bahwa merencanakan sumber
daya manusia disamakan saja seperti merencanakan barang-barang tak bernyawa tanpa
perhatian sama sekali terhadap jati diri setiap orang termasuk hal-hak asasi orang lain.
Perencanaan SDM yaitu pada hakikatnya merupakan upaya penyesuaian antara
kebutuhan atau tuntutan terhadap sumber daya manusia dan tersedianya sumber daya
manusia yang diputuhkan itu pada saat dan di tempat yang membutuhkan dalam jumlah
dan mutu yang memadai.
Menurut Hasibuan (2003, h 248) perencanaan SDM merupakan fungsi pertama
dan utama dari MSDM, diproses oleh perencana (planner) dan hasilnya terjadi rencana
(plan). Dalam rencana ditetapkan tujuan dan pedoman pelaksanaan serta menjadi dasar
pengendalian. Tanpa rencana, pengendalian tak dapat dilakukan, dan tanpa
pengendalian, pelaksanaan rencana baik atau pun salah tidak dapat diketahui.
Model Perencanaan SDM dimulai dari Pengumpulan Informasi, yang terdiri dari
lingkungan luar organisasi dan dari dalam organisasi; Perkiraan Permintaan SDM
(jangka pendek dan jangka panjang); Perkiraan Penawaran SDM (penawaran dari dalam
dan dari luar); Rencana dan Tindakan Progran sesuai kebutuhan (menambah atau
mengurangi, perubahan keterampilan, pengembangan rencana manajerial,
pengembangan rencana karir); yang terakhir yaitu umpan balik terhadap proses
perencanaan (apakah sudah tepat dan apakah program sesuai keperluan ?).
Dari definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada dasarnya suatu
perencanaan SDM selalu akan mencakup empat segi yang harus diperhatikan, yaitu:
Kualitas yang tepat, Kuantitas yang tepat, Waktu dan posisi yang tepat dan perhatian
yang maksimal terhadap tujuan individual dan organisasional.
Menurut Hasibuan (2003, h 256) fungsi MSDM diterapkan dengan baik dan tepat
maka perlu perencanaan terlebih dahulu seperti :
a. Perencanaan Organisasi
b. Perencanaan pengarahan
c. Perencanaan pengendalian
d. Perencanaan pengadaan
e. Perencanaan pengembangan
f. Perencanaan kompensasi
g. Perencanaan pengintegrasian
h. Perencanaan pemeliharaan
i. Perencanaan kedisiplinan
j. Perencanaan pemberhentian
1. Fungsi Dan Manfaat Perencanaan Sdm
Fungsi perencanaan dalam SDM dilihat dari sudut kepentingan individual
tenaga kerja sendiri, bagi seorang pekerja, mengetahui secara pasti rencana
ketenagakerjaan dari organisasi tempat bekerja itu berada, tempat yang bersangkutan
itu bekerja, memungkinkan pekerja itu untuk menyusun pengembangan karir bagi
dirinya sendiri. Artinya bagi seorang tenaga kerja dalam suatu organisasi,
mengetahui perencanaan tenaga kerja merupakan dasar bagi mereka itu untuk
menyusun karirnya, rencana pengembangan dirinya dimasa depan, dan merasa yakin
akan tempat dan posisinya didalam organisasi untuk masa masa depan dalam jengka
waktu panjang. Dari rencana organisasi, yang berawal dari rencana tenaga kerja,
karyawan akan mengetahui:
a. Bagaimana kemampuan pengembangan jenjang karirnya
b. Kemampuan apa yang harus dimiliki untuk memungkinkan dirinya menduduki
suatu jabatan tertentu
c. Waktu yang terbaik untuk menjangkau karir tesebut
Fungsi perencanaan dalam SDM dilihat dari sudut kepentingan organisasi,
suatu perencanaan tenaga kerja akan membantu pimpinan organisasi dalam upaya
mendaya-gunakan SDM yang ada, sehingga organisasi akan mampu meningkatkan
efisiensi dan produktivitasnya dalam jangka waktu panjang. Dengan perencanaan
tenaga kerja yang baik suatu organisasi akan mampu menarik tenaga kerja yang
benar-benar dibutuhkan, baik secara kuantitatif atau kualitatif yang dilakukan pada
waktu yang tepat. Ketepatan dalam menentukan jumlah, kualitas dan waktu
penarikannya serta didukung oleh penempatan yang tepat pula, akan mempu
meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi. Yang akan menambah kuatnya
daya saing organisasi terhadap organisasi lain.
Fungsi perencanaan dalam SDM dilihat dari sudut kepentingan negara, dengan
perencanaan tenaga kerja negara dapat mengatur program penataan dan
pengembangan SDM, guna mendukung terciptanya negara yang memikiki efisiensi
yang tinggi. Jika negara (sebagai sestem) yang terdiri dari berbagai orgasisasi (sebagai
subsistem) memiliki tingkat efisiensi dan efektifitas yang tinggi, negara tersebut akan
mampu bersaing dengan negara lain di tingkat internasional.
Fungsi perencanaan dalam SDM dilihat dari kedudukan sebuah rencana,
perencanaan SDM memiliki kedudukan yang sangat penting, karena:
a. Rencana membimbing kearah yang sukses, artinya rencana akan dimungkinkan
melakukan pendayagunaan tenaga kerja secara optimal melalui penempatan pada
jabatan-jabatan tertentu dengan jenjang karir yang sesuai dengan kepentingan
individu dan organisasi. Jika dengan rencana kita akan mempunyai keyakinan
bahwa tenaga kerja akan dipergunakan secara efektif dan efisien.
b. Dengan rencana memungkinkan organisasi melakukan penyesuaian dengan
perubahan-perubahan yang sedang terjadi. Dengan rencana kita akan mampu
mengantisipasi kondisi usaha yang akan datang secara lebih dini, sehingga
organisasi dapat mempersiapkan tenaga kerja yang dimilikinya, baik melalui
pelatihan, mutasi, dan sebagainya disesuaikan kebutuhan tenaga kerja sebagai
antisipasi terhadap perubahan-perubahan dikemudian hari.
c. Rencana mengharuskan manajer untuk menetapkan tujuan organisasi, dengan
perkembangan organisasi berarti kita harus menetapkan tujuan organisasi secara
sepesifik, baik tujuan umum maupun tujuan dari bagian-bagiannya, termasuk
penetapan tujuan dan kerangka kerjanya.
d. Rencana memungkinkan dilakukannya pengawasan secara efektif, dengan rencana
kita menyusun standar (baku) yang akan digunakan dalam pengawasan/evaluasi.
Dengan rencana kita akan mengetahui kualitas tenaga kerja yang dibutuhkan.
Informasi ini dapat digunakan sebagai penilaian apaka kegiatan yang dilakukan
karyawan telah memenuhi standar yang ditetapkan.
Prinsip utama Perencanaan SDM adalah keserasiannya dengan
Perencanaan Strategis Bisnis dan Perencanaan Operasional. Dengan kata lain
manajer harus mampu mengintegrasikan Perencanaan SDM, Perencanaan
Strategis dan Operacional Bisnis.
Fungsi Perencanaan SDM seperti yang dinyatakan oleh Hadari Nawawi
(2005, h.141) adalah untuk memprediksi kondisi tenaga kerja untuk memenuhi
kebutuhan perusahaan sebagai organisasi yang kompetitif dalam mengantisipasi
perubahan lingkungan bisnis sekarang dan di masa mendatang. Oleh karena itu
manfaat perencanaan SDM sebagai berikut :
a. Meningkatkan Sistem Informasi SDM, yang secara terus menerus diperlukan
dalam mendayagunakan SDM secara efektif dan efisien bagi pencapai tujuan
bisnis perusahaan.
b. Perencanaan SDM juga bermanfaat untuk : meningkatkan pendayagunaan
SDM, menyelelaraskan aktivitas SDM dengan sasaran organisasi secara lebih
efisien, menghemat tenaga, waktu, dan dana serta dapat meningkatkan
kecermatan dalam proses penerimaan tenaga kerja, mengembangkan dan
menambah informasi SDM.
c. Fungsi Perencanaan SDM untuk mempermudah pelaksanaan koordinasi SDM
oleh Manajer SDM, dalam usaha memadukan pengelolaan SDM yang
merupakan tanggung jawab manajer lainnya, meskipun terbatas pada unit
kerja masing-masing.
d. Perencanaan SDM Jangka panjang bermanfaat bagi organisasi untuk
memperkirakan kondisi dan kebutuhan pengelolaan SDM dalam jangka waktu
2 sampai 10 tahun mendatang.
e. Perencanaan SDM Jangka Pendek bermanfaat untuk posisi/jabatan atau
pekerjaan yang lowong pada tahun yang akan datang.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa fungsi perencanaan harus
mencakup perencanaan sumber daya manusia untuk satuan kerja yang
dipimpinnya, bekerja sama dengan para tenaga spesialis yang terdapat dalam
satuan tenaga yang mengelola sumber daya manusia dalamorganisasi.
Perencanaan sumber daya manusia kaitanya dengan penentuan kebutuhan
akan tenaga kerja di masa depan, baik dalam arti jumlah dan kualifikasinya untuk
mengisi berbagai jabatan dan menyelenggarakan berbagai aktivitas baru kelak.
Salah satu segi manajemen sumber daya manusia yang dewasa ini dirasakan
semakin penting ialah penanganan informasi ketenagakerjaan. Informasi demikian
mencakup banyak hal seperti:
a. Jumlah tenaga kerja yang dimiliki
b. Masa kerja setiappekerja
c. Status perkawinan dan jumlah tanggungan
d. Jabatan yang pernah dipangku
e. Tenaga karier yang pernah diinginkan
f. Jumlah penghasilan
g. Pendidikan dan pelayanan yang pernah ditempuh
h. Keahlian dan keterampilann khusus yang dimiliki oleh paa pegawai
i. Informasi lainnya mengenai kekayaan setiap pegawai.
2. Asas Perencanaan Sdm
Seperti yang dinyatakan oleh Agus Sunyoto (2008,h. 22). Manusia
mempunyai potensi yang sangat besar, yang tidak mudah diukur, dan tidak
terbatas. Perencanaan satu kekuatan SDM dalam organisasi bukan saja harus
dilihat dari segi pembinaannya. Manusia sampai sekarang ini pun, dianggap belum
memanfaatkan seluruh kemampuannya sesuai dengan potensinya. Jika manusia
sanggup bekerja dengan memanfaatkan seluruh potensinya sendiri, manusia akan
dapat melakukan banyak sekali hal-hal yang sekarang ini masih tidak mungkin.
Karena itu asas perencanaan SDM pada dasarnya harus mampu
mengungkapkan potensi manusia seluas mungkin, dan kemudian mengarahkan
potensi itu untuk meningkatkan kinerja organisasi bagi kemanusiaan. Berbagai
teori atau model telah diajukan oleh para pakar dibidangnya yang menjadi rujukan
setiap perencanaan dalam menyusun perencanaan SDM.
Terdapat 3 (tiga) teori pendekatan dalam asas perencanaan SDM yaitu :
a. Teori Psikoanalitik : manusia didorong oleh naluri yang senantiasa terbias
keluar. Dorongan inilah yang akan memberikan tenaga psikologik untuk
kegiatan memuaskan kebutuhan individu. Jika yang dibutuhkan itu ada
(tersedia) individu hanya akan mengadakan reaksi motorik untuk
memperolehnya.
b. Teori Humanistik : proses perkembangan SDM dianggap mengikuti pola
perkembangan dinamik, sesuai dengan teori kebutuhan Maslow. Dalam proses
pemenuhan kebutuhan manusia, berbagai hambatan sering dihadapi. Hambatan
itulah yang mendorong individu untuk memikirkan cara-cara baru guna
memperoleh apa yang dibutuhkan.
c. Teori Fungsionalitas : manusia dianggap sebagai makhluk Tuhan dengan
potensi yang batas-batasnya tidak bisa kita tentukan. Potensi inilah yang
menggerakkan orang untuk melakukan sesuatu, baik yang diterima masyarakat
atau yang tidak dapat diterima masyarakat.
3. Pelatihan Dan Pengembangan Karyawan Sumber Daya Manusia
Edwin B. Flippo menggunakan istilah pelatihan untuk pegawai
pelaksana dan pengembangan untuk tingkat pemimpin. Istilah-istilah yang
dikemukakan oleh adalah training operative personal, dan executive
development J.C Denyer menggunakan istilah-istilah induction training, job
training, supervisory training, management training, dan executive
development.
Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2001, 43), penggunaan istilah
pelatihan (training) dan pengembangan (development) dikemukakan para ahli,
yaitu Dale Yoder menggunakan istilah pelatihan untuk pegawai pelaksana dan
pengawas. Sedangkan istilah pengembangan ditunjukan untuk pegawai tingkat
menajemen. Istilah yang dikemukakan oleh Dale Yoder adalah rank and file
training, supervisor training, dan management development.
Pelatihan adalah sebuah proses dimana orang mendapatkan kapabilitas
untuk membantu pencapaian tujuan organisasional. Dalam pengertian terbatas,
pelatihan adalah memberikan karyawan pengetahuan dan keterampilan yang
spesifik dan dapat diidentifikasi untuk digunakan dalam pekerjaan mereka saat
ini. (Mathis dan Jackson, 2004,h.301).
Pelatihan adalah program-program untuk memperbaiki kemampuan
melaksanakan pekerjaan secara individual, kelompok dan/atau berdasarkan
jenjang jabatan dalam organisasi/perusahaan. Pelatihan juga merupakan proses
melengkapi para pekerja dengan keterampilan khusus atau kegiatan membantu
para pekerja dalam memperbaiki pelaksanaan pekerja yang tidak efisien.
(Hadari Nawawi, 2005,h.208).
Dengan demikian, istilah pelatihan ditujukan kepada pegawai pelaksana
dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan keterampilan teknis, sedangkan
pengembangan diperuntukan bagi pegawai tingkat manajerial dalam rangka
meningkatkan kemampuan konseptual, kemampuan dalam pengambilan
keputusan, dan memperluas human relation.
Efisiensi organisasi sangat tergantung dari baik buruknya
pengembangan anggota organisasi sendiri. Tujuan perusahaan dapat dicapai,
jika karyawannya terlatih dengan baik dan tepat pada bidangnya. Latihan yang
baik diperlukan setiap saat, selain oleh karyawan baru, juga oleh karyawan
lama. Karyawan baru memerlukan latihan pengenalan dan keterampilan
sebelum menjalankan tugas dan kewajiban yang dibebankan kepadanya.
Sedangkan karyawan lama membutuhkan pelatihan karena adanya tuntutan
baru ditugasnya yang selau berkembang, atau untuk mempersiapkan diri jika
terjadi mutasi. Latihan untuk karyawan, jika diberikan dengan tepat dan
diselenggarakan dengan baik, akan mendorong mereka untuk bekerja lebih
keras lagi. Karyawan yang lebih mengetahui dengan lebih baik tugas dan
tanggung jawabnya, akan berusaha mencapai tingkat prestasi kerja yang lebih
tinggi.
Kesadaran para pengusaha akan pentingnya latihan bagi karyawan
untuk dapat mengikuti perubahan teknologi yang akan dipakai pada
perusahaan, mendorong peran pelatihan menjadi semakin penting. Perusahaan
akan bersedia menyisihkan sebagian anggarannya untuk kepentingan
karyawan, karena pengeluaran ini merupakan investasi yang memberikan
bahwa karyawan akan menjadi anggota organisasi yang kompeten. Ini sangat
dirasakan untuk industri yang berada pada kondisi pelatihan teknologi. Pada
kondisi itu perusahaan mampu menggunakan teknologi yang lebih maju agar
dapat mempertahankan dinamika usahanya. Penggunakan teknologi baru akan
menciptakan pekerjaan, kegiatan, dan peluang baru.
Manajer yang efektif menyadari bahwa latihan adalah proses berjalan
terus-menerus, bukan proses yang hanya terjadi sesaat. Pramasalahaan baru,
prosedur kerja baru, peralatan kerja baru, pengetahuan mutakhir, dan yang
menyebabkan jabatan baru, selalu timbul dalam organisasi yang dinamik.
Keadaan yang dinamik
itu mendorong terjadinya perubahan kebijaan pada proses dan sistem
manajemen, misalnya dalam pemberian instruksi pada karyawan. Munculnya
kondisi baru dalam perusahaan mendorong manajemen untuk terus
memperhatikan dan menyusun program latihan yang terus menerus
(continuous). Adanya karyawan yang keluar, mutasi pekerjaan atau tugas, dan
adanya promosi jabatan, juga mendorong manajemen untuk terus menyusun
program yang berbeda-beda.
Dari konsep yang diajukan oleh Mason Haire, dapat disimpulkan
bahwa pada suatu organisasi aka selalu terjadi pergeseran jabatan. Pada
pergeseran jabatan itu akan terdapat karyawan yang keluar, yang
dipromosikan, dan yang ditarik atau direkrut untuk mengisi lowongan jabatan
sebagai akibat dari keluarnya atau adanya promosi. Karyawan yang keluar
bisa disebabkan oleh usia dengan hak pensiun, atau dengan hak pesangon.
Atau bisa juga sebagai akibat dari kecelakaan. Karyawan yang mengalami
musibah seperti itu tidak memungkinkan ia bekerja dengan benar. Misalnya
cacat fisik tertentu tidak memungkinkan karyawan bekerja pada keadaan yang
menuntut persyaratan khusus. Karyawan yang keluar tentunya harus diganti
agar kebutuhan akan jumlah karyawan untuk melaksanakan dan mengerjakan
suatu penugasan tetap terpenuhi. tujuannya agar tingkat produktivitas
perusahaan tetap bisa dipertahankan atau kalau mungkin bahkan diperbaiki.
Demikian juga jabatan yang lowong, yang karena jabatnnya telah
dipromosikan, perlu diisi kembali. Perusahaan harus menarik karyawan (baru)
untuk mengganti karyawan yang dipromosikan tersebut. Karyawan yang baru
direkrut harus menjalani masa latihan, agar mereka mampu menjalankan tugas
dengan baik. Karyawan yang dipromosikan tentunya juga harus menjalani
pelatihan, agar mampu melaksanakan tugas baru dengan tepat dan dengan
sebaik-baiknya. Karena itu jelaslah bahwa program pelatihan itu sangat
penting untuk menjamin adanya kesinambungan pekerjaan dan penugasan
dalam suatu organisasi untuk mempertahankan eksistensi dalam rangka
mencapai tujuan organisasi.
Menurut Veithzal Rivai (2008, h 226) pengembangan manajemen
adalah suatu proses bagaimana manajemen mendapatkan pengalaman,
keahlian dan sikap untuk menjadi atau meraih sukses sebagai pemimpin dalam
organisasi mereka. Karena itu, kegiatan pengembangan ditujukan membantu
keryawan untuk dapat menangani jawabanya di masa mendatang, dengan
memperhatikan tugas dan kewajiban yang dihadapi dekarang. Karena adanya
perbedaan antara kegiatan pelatihan (sekarang) dan pengembangan (di masa
mendatang) menyebabkan sering kabur dan hal ini merupakan salah satu
permasalahan utama. Apabila dilihat dari perspektif keseluruhan, perbedaan
antara kegiatan pelatihan untuk bidang tugas yang sekarang dengan kegiatan
pengembangan untuk suatu tanggung jawab di masa mendatang makin kabur.
Umumnya suatu perusahaan melakukan usaha untuk menciptakan sesuatu
adalah suatu organisasi di mana orang-orang bergabung untuk melakukan
kegiatan belajar yang terus-menerus. Walaupun pelatih dapat membantu
karyawan untuk mengerjakan pekerjaan mereka saat ini, keuntungan dari
program pelatihan dapat diperoleh sepanjang karirnya dan dapat membantu
peningkatan karirnya di masa mendatang. Pengembangan, sebaliknya, dapat
membantu individu untuk memegang tanggung jawab di masa mendatang.
Jenis-jenis Pelatihan
Menurut Mathis dan Jackson (2004,h.318) pelatihan dapat dirancang untuk
memenuhi tujuan berbeda dan dapat diklasifikasikan ke dalam berbagai cara, yang
meliputi :
a. Pelatihan yang dibutuhkan dan rutin : dilakukan untuk memenuhi berbagai
syarat hukum yang diharuskan dan berlaku sebagai pelatihan untuk semua
karyawan (orientasi karyawan baru).
b. Pelatihan pekerjaan/teknis : memungkinkan para karyawan untuk melakukan
pekerjaan, tugas dan tanggung jawab mereka dengan baik.
c. Pelatihan antarpribadi dan pemecahan masalah : dimaksudkan untuk mengatasi
masalah operasional dan antarpribadi serta meningkatkan hubungan dalam
pekerjaan organisasional.
d. Pelatihan perkembangan dan inovatif : menyediakan fokus jangka panjang
untuk meningkatkan kapabilitas individual dan organisasional untuk masa
depan.
4. Tujuan Pengembangan dan Pembinaan karyawan
Tujuan organisasi akan tercapai jika karyawan melakukan tugasnya dengan
tepat dan sebaik-baiknya. Untuk meningkatkan kemampuan kerja karyawan,
organisasi harus mengusahakan pengembangan karyawan. Jadi tujuan
pengembangan karyawan adalah untuk dapat memperbaiki efektifitas kerja
karyawan dalam mencapai tujuan dan sasaran kerja. Perbaikan efektifitas kerja
dapat dilakukan melalui : (1) peningkatan pengetahuan, (2) perbaikan
keterampilan, (3) pembinaan sikap karyawan terhadap pekerjaannya, dan terhadap
tugas-tugasnya. Dengan upaya peningkatan efektifitas kerja itu timbulah pengertian
yang sangat teknis spesifik, bahwa pengembangan mempunyai konotasi usaha
peningkatan pengetahuan dan keterampilan, sedangkan pembinaan adalah upaya
untuk merubah sikap seseorang terhadap persepsi mengenai dirinya dan mengenai
pekerjaan yang dihadapinya.
Pengetahuan karyawan mengenai pelaksanaan tugas maupun pengetahuan
umum (yang ada hubungannya dengan pelaksanaan tugas), menentukan
keberhasilan pelaksanaan tugas itu sendiri. Karyawan yang kurang memiliki
pengetahuan yang cukup tentang bidang kerja (seperti karyawan baru) akan bekerja
dengan tersendat-sendat. Pemborosan bahan, waktu dan faktor produksi lainnya
sering dilakukan oleh mereka belum yang cukup mempunyai pengetahuan dibidang
kerjanya. Pemborosan ini akan mempertinggi biaya pencapaian tujuan organisasi.
Karena itulah karyawan harus dibina dan dikembangkan agar mereka tidak berbuat
sesuatu yang bisa merugikan usaha mencapai tujuan organisasi.
Keterampilan karyawan merupakan salah satu faktor utama dalam usaha
mencapai sukses bagi pencapaian tujuan organisasi. Bagi karyawan baru, atau yang
menghadapi pekerjaan baru, diperlukan tambahan keterampilan untuk dapat
melaksanakan tugas dengan baik. Selain keterampilan, diperlukan pengetahuan
dasar yang cukup memadai bagi karyawan untuk penyelesaian pekerjaan. Namun,
pengetahuan dan keterampilan saja sebelum cukup untuk mencapai suksesnya
tujuan. Sikap (attitude) karyawan terhadap pelaksanaan tugas merupakan faktor
kunci dalam mencapai keberhasilan.oleh karena itu pembinaan sikap juga harus
dilaksanakan dalam kerangka pengembangan kemampuan karyawan secara
keseluruhan.
Adanya perbedaan dalam obyek pengembangan, yaitu pengetahuan,
keterampilan dan sikap karyawan, membawa konsekwensi pada metoda
peningkatan efektifitas karyawan. Perkembangan pengetahuan bisa dilaksanakan
dengan cara-cara perkuliahan, menggunakan audiovisual aids (AVA), dan instruksi
yang telah diprogramkan. Keterampilan dapat dikembangkan melalui pelatihan-
pelatihan dengan fokus kepada kemampuan dasar fisik karyawan. Namun
pembinaan sikap haya bisa dilakukan melalui proses dinamika kejiwaan, yaitu
melelui metoda permainan (games), sensitivity training dan lain-lain yang sejenis..
Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2001, h 45) tujuan pelatihan dan
pengembangan yaitu:
a. Meningkatkan penghayatan jiwa dan ideologi.
b. Meningkatkan produktivitas kerja.
c. Meningkatkan kualitas kerja.
d. Meningkatkan ketetapan perencanaan sumber daya manusia.
e. Meningkatkan rangsangan agar pegawai mampu berprestasi secara maksimal.
f. Meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja.
g. Menghindarkan kesehatan dan keselamatan kerja.
h. Menghindari keusangan (obsolescence).
i. Meningkatkan perkembangan pegawai.
Menurut Veithzal Rivai (2008, h 229), tujuan atau sasaran dari pelatihan
dan pengembangan pada dasarnya dapat dikembangkan dari serangkaian
pertanyaan sebagai berikut:
a. Keefektifan/validasi pelatihan
Apakah peserta memperoleh keahlian, pengetahuan dan kemampuan selama
pelatihan.
b. Keefektifan pengalihan/transfer ilmu pengetahuan
Apakah pengetahuan, keahlian atau kemampuan yang dipelajari dalam
pelatihan dapat meningkatkan kinerja kinerja dalam melakukan tugas.
c. Keefektifan/validitas intraorganisasional
Apakah kinerja pekerjaan dari grup baru yang menjalani program pelatihan di
perusahaan yang sama dapat dibandingkan dengan kinerja pekerjaan dari grup
sebelumnya.
d. Keefektifan/validasi interorganisasional
Dapatkah suatu program pelatihan yang ditetapkan di satu perusahaan berhasil
diperusahaan yang lain.
Tujuan dari pelatihan dan pengembangan adalah:
a. Untuk meningkatkan kualitas output
b. Untuk meningkatkan kuantitas output
c. Untuk menurunkan biaya limbah dan perawatan.
d. Untuk menurunkan jumlah dan biaya terjadinya kecelakaan
e. Untuk menurunkan turnover, ketidakhadiran kerja serta meningkatkan
kepuasan kerja
f. Untuk mencegah timbulnya antipati karyawan
5. Prinsip dan Jenis Pengembangan
Menurut Hasibuan (2003, h 72), prinsip pengembangan adalah
peningkatan kualitas dan kemampuan bekerja karyawan. Program pengembangan
adalah jenis rencana yang konkrit karena didalamnya sudah tercantum sasaran,
kebijaksanaan, prosedur, anggaran, dan waktu pelaksanaannya. Jelasnya suatu
program sudah pasti dilakuakan. Jenis-jenis pengembangan dikelompokan atas
pengembangan secara informal dan pengembangan secara formal.
Pengembangan secara informal yaitu karyawan atas keinginan dan usaha sendiri
melatih dan mengembangkan dirinya dengan mempelajari buku-buku literatur
yang ada hubungannya dengan pekerjaan atau jabatannya. Pengembangan secara
informal menunjukan bahwa karyawan tersebut berkeinginan keras secara
informal menunjukan bahwa tersebut berkeinginan keras untuk maju dengan cara
meningkatkan kemampuan kerjanya. Hal ini bernanfaat bagi perusahaan karena
prestasi kerja karyawan semakin besar, di samping efisiensi dan produktifitasnya
juga semakin baik. Pengembangan secara formal yaitu karyawan ditugaskan
perusahaan untuk mengikuti pendidikan atau latihan, baik yang dilakukan
perushaan maupun yang dilaksanakan oleh lembaga-lembaga pendidikan atau
latihan. Pengembangan secara formal dilaksanakan perusahaan karena tuntutan
pekerjaan saat ini ataupun masa yang akan datang, yang sifatnya ninkarier atau
peningkatan kareier seorang karyawan.
Menurut Mc. Gehee dalam Anwar Prabu Mangkunegara (2001, h 44)
merumuskan prinsip-prinsip perencanaan pelatihan sebagai beikut:
a. Materi harus diberikan secara sistematis dan berdasarkan tahapan-tahapan.
b.Tahapan-tahapan tersebut harus disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai.
c. Penatar harus mampu memotivasi dan menyeberangkan respon yang berhubungan
dengan serangkaian materi pelajaran.
d.Adanya penguat (reinforencement) guna membangkitkan respon yang positif dari
peserta.
e. Menggunakan konsep shaping (pembentukan) prilaku.
6. Metode Pengembangan
Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2001, h 57) dijelaskan sebagai berikut :
a. Metode Pelatihan
Beberapa metode pelatihan dapat digunakan pula untuk metode pengembangan. Hal
ini karena beberapa pegawai adalah manajer, dan semua manajer adalah pegawai.
Metode pelatihan yang sering digunakan dalam pengajaran pengembangan antara
lain simulasi, metode konferensi, studi kasus, dan bermain peran.
b. Understudies
Understudy adalah mempersiapkan peserta untuk melaksanakan pekerjaan atau
mengisi suatu posisi jabatan tertentu. Peserta pengembangan tersebut, pada masa
yang akan datang akan menerima tugas dan bertanggung jawab pada posisi
jabatannya. Konsep understudies merupakan suatu teknik perencanaan pegawai yang
dikualifikasikan untuk mengisi jabatan manajer. Teknik pengembangan understudy
serupa dengan metode on the job. Belajar dengan berbuat ditekankan melalui
kebiasaan. Pada teknik understady tugas tidak dilakukan secara penuh, tetapi
tanggung jawab yang diberikan. Dalam understudy, peserta diberikan beberapa latar
belakang masalah dan pengalaman-pengalaman tentang suatu kejadian, kemudian
mereka harus menelitinya dan membuat rekomendasi secara tertulis tentang masalah-
masalah yang berhubungan dengan tugas-tugas unit kerja.Motivasi dan minat peserta
pada umumnya tinggi bilamana digunakan teknik understudy. Konsep understudy
memungkinkan perencanaan pegawai secara sistematik dan terkoordinasi serta dapat
digunakan dengan jarak waktu lama.
a. Job Rotation dan Kemajuan Berencana
Job rotation melibatkan perpindahan peserta dari satu pekerjaan ke pekerjaan
lainnya. Kadang-kadang dari satu penempatan kepada penempatan lainnya
direncanakan atas dasar tujuan belajar. Kemampuan berencana tidak mengubah
keseimbangan status dan gaji, tetapi penempatan penempatan kembali dengan
asumsi mempunyai tugas dan tanggung jawab yang tinggi. Sering job rotation
dilakukan dalam waktu 3 bulan sampai 2 bulan. Peserta-peserta diberi tugas-tugas
dan tanggung jawab atas bagian yang dirotasikan. Kegiatan-kegiatan mereka
dimonitor dan diawasi serta dievaluasi.
b. Coaching-counseling
Coaching adalah suatu prosedur pengajaran pengetahuan dan keterampilan-
keterampilan pada pegawai bawahan. Peranan job coaching adalah memberikan
bimbingan kepada pegawai bawahan dalam menerima suatu pekerjaan atau tugas
dari atasannya. Penyuluhan merupakan pemberian bantuan kepada pegawai agar
dapat menerima dari, memahami dari dan merealisasikan dari sehingga potensinya
dapat berkembang secara optimal dan tujuan perusahaan dapat tercapai. Dengan
penyuluhan pegawai diharapkan aspirasinya dapat berkembang dengan baik dan
pegawai yang bersangkutan mampu mencapai kepuasan kerja.Perbedaan coahing dan
penyuluhan, antara lain pertama, coaching biasanya dilakukan dengan pengawasan
langsung yang berhubungan dengan pelaksanaan pekerjaan, sedangkan penyuluhan
dilakukan oleh seorang ahli kepegawaian yang melibatkan hubungan manusiawi, dan
bantuan pemecahan masalah. Coaching merupakan proses waktu yang lama,
sedangkan penyuluhan antara atasan dan bawahan, sedangkan penyuluhan
merupakan hubungan seseorang ahli dengan pegawai. Coaching pelaksanaannya
langsung pada area pekerjaan, sedangkan penyuluhan pelaksanaannya dilakukan
pada ruang tersendiri yang mengutamakan penjagaan kerahasiaan secara pribadi.
Menurut Hasibuan (2003, h 76), pelaksanaan pelatihan dan pengembangan
(training and education) harus didasarkan pada metode-metode yang telah ditetapkan
dalam program pengembangan perusahaan. Program pengembangan ditetapkan oleh
penanggung jawab pengembangan, yaitu manajer personalia atau suatu tim. Dalam
program pengembangan telah ditetapkan sasaran, proses, waktu, dan metode
pelaksanaannya. Supaya lebih baik program ini hendaknya disusun oleh manajer
personalia. Dan atau suatu tim serta mendapat saran, ide maupun kritik yang besifat
konstruktif. Metode-metode pengembangan harus didasarkan pengembangan harus
didasarkan kepada sasaran yang ingin dicapai.
Sasaran Pengembangan Karyawan adalah:
a. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan teknis pengerjaan pekerjaan atau
technical skill.
b. Meningkatkan keahlian dan kecakapan memimpin serta mengambil keputusan
atau managerial skill dan conceptual skill.
Metode Pengembangan terdiri atas:
a. Metode latihan atau training
b. Metode pendidikan atau education
Sistem dan Metode Pelatihan Karyawan Operasional
a. On the Job training. Metode latihan ini banyak dipakai. Atasan langsung dari
karyawan yang akan dilatih, diberi tugas untuk melatih mereka. Sistem ini
mempunyai keunggulan karena hemat, dan karena tidak perlu menyediakan
fasilitas khusus untuk latihan. Namun keberhasilan dari sistem ini masih
diragukan. Apakah atasan itu cukup mempunyai waktu untuk mengajar dengan
baik, disela-sela kesibukannya? Mereka sudah penuh dibebani tugas sehari-hari,
sehingga waktu untuk memberikan pelatihan kepada karyawan baru tidak lagi
tersisa. Karena itu keberhasilan sistem ini sangat tergantung kepada kemampuan
membagi waktu dari atasan langsung tesebut. Meskipun demikian cara ini
memberi dampak psikis yang kuat terhadap karyawan baru, karena dijalankan
sendiri oleh atasanya, dan dilakukan pada tempat kerja yang sesungguhnya.
b. Vestibule Training, sebaliknya dari on the job training, pada cara dengan vestibule
training. Latihan tidak diberikan oleh atasan langsung melainkan oleh pelatih
khusus (staff specialist). Cara ini menghindarkan atasan langsung dengan tugas
tambahan yang terlalu memberatkan. Pelatihan diberikan oleh pelatih yang ahli
dibidangnya. Jika peserta latihan tidak memperlihatkan prestasi yang baik, atasan
langsung bisa minta pertanggung jawaban dari pelatih yang profesional itu.
Dengan cara ini, bisa terjadi perbedaan pendapat antara pelatih dengan atasan
langsung, dan bisa menimbulkan konflik berkepanjangan. Inilah salah satu
kelemahan dari vestibule training. Salah satu bentuk dari latihan vestibule training
adalah latihan “simulasi” (seperti yang bisa diberikan kepada para calon pilot
kapal terbang).
c. Magang atau Apprenticeship, bisa digunakan untuk bekerja yang membutuhkan
keterampilan formal yang relatif memerlukan sistem dan prosedur yang lebih
rinci. Program magang bisa dikombinasikan dengan on the job training, dengan
memanfaatkan pengalaman peserta sendiri. Mereka kemudian diberi petunjuk
cara-cara mengambil manfaat dari pengalaman mereka itu. Magang bisa juga
diberikan kepada pekerjaan pengrajin (craft) seperti tukang kayu, tukang las, ahli
listrik, tukang pipa air. Dan sebagainya. Mereka menjalani masa magang,
dianggap sebagai karyawan penuh, mereka mendapatkan hak dan kewajiban sama
seperti karyawan lainnya.
d. Kursus dan Pelatihan khusus, merupakan bentuk pengembangan karyawan yang
lebih mirip pendidikan dari pada pelatihan. Kursus-kursus ini biasanya diadakan
untuk memenuhi minat dari karyawan dibidang pengetahuan tertentu, seperti
kursus bahsa asing, kursus manajemen, kepemimpinan, dan lain sebagainya.
Diberikan dalam bentuk “programmed learning”. yaitu cara belajar menutut
rencana yang baku, diberikan dengan irama. Kecepatan dan kemampuan peserta.
Menurut Hasibuan (2003, h 77), metode latihan harus berdasarkan kepada
kebutuhan pekerjaan tergantung pada berbagai faktor, yaitu faktor waktu, biaya,
jumlah peserta, tingkat pendidikan dasar peserta, latar belakang peserta, dan lain-lain.
Metode studi kasus: pelatih memberikan suatu kasus kepada peserta
pengembengan. Kasus ini tidak desertai dengan data yang lengkap atau sengaja
disembunyikan. Peserta ditugaskan untuk mengidentifikasi masalah, menganalisa
situasi, dan merumuskan penyelesaiannya.
Role playing: beberapa peserta ditunjuk untuk memainkan suatu peran dalam sebuah
organisasi tiruan, jadi semacam sandiwara.
Metode diskusi: dilakukan dengan melatih peserta untuk berani memberikan pendapat
dan rumusannya serta cara-cara bagaimana meyakinkan orang lain percaya terhadap
pendapatnya. Peserta dilatih untuk menyadari bahwa tidak ada rumusan yang mutlak
benar.
Metode seminar: bertujuan mengembangkan keahlian dan kecakapan peserta untuk
menilai dan memberikan saran-saran yang konstruktif mengenai pendapat orang lain
(pembawa makalah). Peserta dilatih dapat mempersepsi, mengevaluasi, dan
memberikan saran-saran serta meneriama atau menolak pendapat atau usul orang lain.
7. Langkah-langkah Pelatihan dan Pengembangan
Menurut Veithzal Rivai (2008, h 236), agar pelatihan dan pengembangan
dapat berjalan sesuai dengan rencana dan mencapai tujuan yang diinginkan, langkah-
langkah yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:
Materi
Program
Penilaian
Kebutuhan
Kinerja
Evaluasi
Prinsip
Pembelajaran
Keahlian
Pengetahuan
Kemampuan Pekerja
Program
Aktual
Tujuan Pelatihan &
Pengembangan
Evaluasi dan Umpan Balik
Gambar 3.1. Langkah-langkah Pelatihan dan Pengembangan
Sumber : Mathis dan Jackson dalam Veithzal Rivai (2008, h 236).
Proses pelatihan dapat digambarkan dengan menggunakan tahapan-tahapan
pelatihan sebagai berikut :
Gambar 3.2. Proses Pelatihan
Sumber : Mathis dan Jackson dalam Veithzal Rivai (2008, h 236).
Pelatihan untuk Karyawan Staf (Operasional)
a. Motivasi, semakin tinggi motivasi seseorang, semakin cepat orang itu mau dan
mampu mempelajari keterampilan atau pengetahuan baru. Latihan sebagai alat,
haruslah dihubungkan dengan tujuan yang ingin dicapai karyawan (seperti upah
yang lebih tinggi, kedudukan yang lebih memberi kenyamanan)
b. Laporan kemajuan pelatihan karyawan, laporan kemajuan keryawan sangat
diperlukan untuk mengetahui seberapa jauh seorang karyawan telah memahami
pengetahuan yang baru diperolehnya.
c. Reinforcement, apabila suatu keterampilan sedang dipelajari, proses belajar
hendaknya diperkuat dengan pengakuan dan penghargaan (memberi hadiah jika
terjadi prestasi lebih) maupun dengan memberikan teguran (jika terjadi
kekurangan). Manajer latihan harus bisa menentukan agar setiap penghargaan atau
teguran dikaitkan dengan prilaku (produktif) dari karyawan.
d. Praktek, mempraktekan apa yang telah dipelajari, merupakan hal yang sangat
penting. Karyawan peserta latihan harus bisa mempraktekan keterampilan yang
baru diperolehnya pada suasana pekerjaan dan keadaan yang sesungguhnya.
Assessment
Analysis training needs
Identify training and criteria
Design
Pretest trainees
Select training method
Plan training content
Delivery
Schedule training
Conduct training
Monitor training
Evaluation
Measure training outcome
Compare outcome to
objective/Cireteia
e. Perbedaan individual, meskipun latihan kelompok lebih ekonomis, namun harus
diingat bahwa manusia itu pada hakikatnya adalah unik. Mereka secara individual
berbeda satu sama lain. Karena itu latihan yang efektif sebenarnya adalah latihan
yang irama perjalanannya disesuaika dengan kecepatan individual (menyerap
pelajaran) dan dengan tingkat kerumitan dari pelajaran.
8. Prosedur Pelatihan
Pelatihan yang baik adalah latihan dalam proses belajar dan mengajarnya
memberikan bahan-bahan pelajaran yang baik. Sesuai dengan programnya, dan yang
dibawakan dengan baik oleh para pelatihnya, sehingga dimengerti oleh para peserta
latihan. Perlu disadari, bahwa karyawan yang baik dan ahli, belum bisa menjadi
pelatih yang baik. Melatih itu memerlukan penguasaan cara-cara berlatih, metodik
dan didatik, atau bahkan cara-cara mengajar orang dewasa. Persiapan dari para
pelatih, pelatih harus menguasai bagaimana menjalankan tugasnya, mengetahui apa
yang diajarkan, dan bagaimana cara mengajarkannya. Bahkan pelajaran harus dapat
dibagi-bagi sesuai dengan urutan yang masuk akal (logis), agar mudah dijelaskan.
Setiap bagian perlu dirinci ke dalam subbagian dan masing-masing subbagian
dilengkapi dengan teknik mengajarkannya, peragaannya, dan informasi lainnya yang
perlu diketahui sebelum pelatih menghasapi peserta pelatih menghadapi peserta
latihan. Tempat latihan harus disiapkan sesuai dengan keperluannya, tersedianya alat-
alat peraga dan lingkungan yang nyaman.
Persiapan kayawan yang dilatih, tidak cukup hanya dengan melatih pelatih,
para peserta pun harus disiapkan, dikoordinasikan, dan diminta mempersiapkan diri
untuk mengikuti proses belajar mengajar dengan sebaik-baiknya, beberapa waktu
sebelum dimulainya latihan. Juga beri waktu kepada karyawan, karena itu disarankan
untuk menyiapkan bahan-bahan latihan untuk mempersiapkan diri mengikuti latihan.
Melakukan peragaan latihan, banyak cara dapat ditempuh oleh pelatih, untuk
membuat peragaan dari bahan latihan, disertai dengan keterangan untuk hal-hal yang
dianggap penting. Cara berikut ini sering dilakukan oleh para pelatih:
a. Menjelaskan urutan-urutan pekerjaan keseluruhan.
b. Menjelaskan prosedur secara perlahan-lahan sambil merinci setiap langkah dari
urutan prosedur tersebut.
c. Meminta para peserta untuk menerangkan kembali setiap langkah yang telah
dijelaskan.
d. Meminta peserta untuk menjelaskan keseluruhan pekerjaan.
e. Meminta peserta latihan untuk mempraktekan latihan. Tahap ini merupakan tahap
yang penting, karena pada tahap ini pelatih dapat mengetahui sejauhmana bahan
latihan dipahami dengan tepat oleh para peserta latihan. Seandainya semua kiat
telah dilakukan dengan benar. Kemungkinan peserta latihan sudah bisa
memahaminya, hanya tinggal menyesuaikan dengan kecepatan atau irama bahan
latihan itu diajarkan.
f. Tindak lanjut, tahap ini merupakan tahap untuk mengamati prestasi karyawan
pada tempat mereka bekerja pada lingkungan yang sesungguhny, sesudah mereka
selesai mengikuti latihan dengan memenuhi segala persyaratan, apakah mereka
sudah bisa menjawab pertanyaan, apakah mereka sudah bisa melakukan atau
mempraktekan pada pekerjaannya sesuai dengan apa yang mereka peroleh pada
saat pelatihan. Perkembangan mereka itu harus selalu diikuti, untuk mencegah
adanya keusangan (incapacitate).
9. Kendala-kendala dalam Pengembangan
Menurut Hasibuan (2003, h 85) kendala pengembangan (development) yang
dilaksanakan selalu ada dan kita harus berusaha memahami pengaruh kendala-kendala
tersebut. Kendala-kendala pengembangan akan menghambat lancarnya pelaksanaan
latihan dan pendidikan sehingga sasaran yang tercapai kurang memuaskan.
Kendala-kendala pengembangan berkaitan dengan peserta, pelatih atau
instruktur, fasilitas pengembangan, kurikulum, dan dana pengembangan.
a. Peserta
Peserta pengembangan mempunyai latar belakang yang tidak sama atau
heterogen, seperti pendidikan dasarnya, pengalaman kerjanya, dan usianya. Hal
ini akan menyulitkan dan menghambat kelancaran dan pelaksanaan latihan dan
pendidikan karena daya tangkap, persepsi, dan daya nalar mereka terhadap
pelajaran yang diberikan berbeda.
b. Pelatih atau instruktur
Pelatih atau instruktur yang ahli dan cakap mentransfer pengetahuannya kepada
para peserta latihan dan pendidikan sulit didapat. Akibatnya, sasaran yang
diinginkan tidak tercapai, misalnya, ada pelatih yang ahli dan pintar tetapi tidak
dapat mengajar dan berkomunikasi secara efektif atau teaching skill-nya tidak
efektif, jadi dia hanya pintar serta ahli untuk dirinya sendiri.
c. Fasilitas pengembangan
Fasilitas sarana dan prasarana pengembangan yang dibutuhkan untuk latihan dan
pendidikan sangat kurang atau tidak baik. Misalnya, buku-buku, alat-alat dan
mesin-mesin, yang akan digunakan untuk praktek kurang atau tidak ada. Hal ini
akan menyulitkan dan menghambat lancarnya pengembangan.
d. Kurikulum
Kurikulum yang ditetapkan dan diajarkan kurang serasi atau menyimpang serta
tidak sistematis untuk mendukung sasaran yang diinginkan oleh pekerjaan atau
jabatan peserta yang bersangkutan. Untuk menetapkan kurikulum dan waktu yang
mengajarkannya yang tepat dan sulit.
e. Dana pengembangan
Dana yang tersedia untuk pengembang sangat terbatas, sehingga sering dilakukan
secara terpaksa, bahkan pelatih maupun sarannya kurang memenuhi persyaratan
yang dibutuhkan.
E. Rekrutmen
Tujuan utama dari proses rekrutmen dan seleksi adalah untuk mendapatkan orang
yang tepat bagi suatu jabatan tertentu, sehingga orang tersebut mampu bekerja secara
optimal dan dapat bertahan di perusahaan untuk waktu yang lama. Meskipun tujuannya
terdengar sangat sederhana, proses tersebut ternyata sangat kompleks, memakan waktu
cukup lama dan biaya yang tidak sedikit dan sangat terbuka peluang untuk melakukan
kesalahan dalam menentukan orang yang tepat. Kesalahan dalam memilih orang yang
tepat sangat besar dampaknya bagi perusahaan atau organisasi. Hal tersebut bukan saja
karena proses rekrutmen & seleksi itu sendiri telah menyita waktu, biaya dan tenaga,
tetapi juga karena menerima orang yang salah untuk suatu jabatan akan berdampak pada
efisiensi, produktivitas, dan dapat merusak moral kerja pegawai yang bersangkutan dan
orang-orang di sekitarnya.
Pada saat ini dimana persaingan untuk mendapatkan pekerjaan semakin kuat,
perusahaan seringkali mengalami kesulitan dalam menentukan kandidat yang tepat
mengingat bahwa ada banyak kandidat yang tersedia tetapi sangat sedikit yang memiliki
kualifikasi yang memadai. Rendahnya moral kerja dan pengaruh budaya "bapakisme"
yang telah berlangsung puluhan tahun semakin menyulitkan perusahaan dalam
mendapatkan kandidat yang benar-benar cocok. Selain menuntut keahlian dan
ketrampilan seorang petugas rekrutmen perusahaan juga harus benar-benar
mempersiapkan proses rekrutmen dan seleksi secara maksimal.
2. Pengertian Rekrutmen
Rekrutmen adalah proses mencari, menemukan, mengajak dan menetapkan
sejumlah orang dari dalam maupun dari luar perusahaan sebagai calon tenaga kerja
dengan karakteristik tertentu seperti yang telah ditetapkan dalam perencanaan
sumber daya manusia. Hasil yang didapatkan dari proses rekrutmen adalah sejumlah
tenaga kerja yang akan memasuki proses seleksi, yakni proses untuk menentukan
kandidat yang mana yang paling layak untuk mengisi jabatan tertentu yang tersedia
di perusahaan.
Pelaksanaan rekrutmen dan seleksi merupakan tugas yang sangat penting,
krusial, dan membutuhkan tanggung jawab yang besar. Hal ini karena kualitas
sumber daya manusia yang akan digunakan perusahaan sangat tergantung pada
bagaimana prosedur rekrutmen dan seleksi dilaksanakan.
3. Proses Rekrutmen
Proses pelaksanaan rekrutmen dan seleksi biasanya terdiri dari beberapa langkah atau
tahapan. Di bawah ini adalah langkah-langkah yang biasanya dilakukan dalam
pelaksanaan rekrutmen dan seleksi:
a) Mengidentifikasi jabatan yang lowong dan berapa jumlah tenaga yang
diperlukan. Proses rekrutmen dimulai saat adanya bidnag pkerjaan baru di
perusahaan, karyawan dipindahkan atau dipromosikan ke posisi lain, mengajukan
permintaan pengunduran diri, adanya PHK, atau karena pensiun yang
direncanakan. Dengan melihat dinamika dari beberapa hal tersebut dan
mencocokkannya dengan perencanaan sumber daya manusia yang sudah tersusun
(jika ada) maka akan diketahui jabatan apa saja yang sedang lowong dan berapa
jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk mengisi jabatan tersebut.
b) Mencari informasi jabatan melalui analisa jabatan
Untuk memperoleh uraian jabatan (job description) dan spesifikasi jabatan (job
spessification) sebagai landasan dalam membuat persyaratan jabatan. Persyaratan
jabatan harus dibuat secara hati-hati dan sejelas mungkin agar dalam
penerapannya nanti tidak ditemui kekaburan-kekaburan yang mengganggu proses
selanjutnya.
c) Jika persyaratan jabatan telah tersusun, maka langkah berikutnya adalah
menentukan dimana kandidat yang tepat harus dicari.
Dua alternatif untuk mencari kandidat yakni dari dalam perusahaan atau dari luar
perusahaan. Jika diambil dari dalam, apabila kebutuhan staf untuk masa yang
akan datang telah direncanakan, maka perlu juga diketahui siapa kira-kira
karyawan yang ada saat ini yang dapat dipindahkan atau dipromosikan. Jika
kandidat harus dicari dari luar perusahaan maka perlu dipertimbangan dengan
cermat metode rekrutmen yang tepat untuk mendaptkan kandidat tersebut.
d) Memilih metode-metode rekrutmen yang paling tepat untuk jabatan.
Ada banyak metode rekrutmen yang dapat dipilih oleh perusahaan dalam
melakukan rekrutmen seperti iklan, employee referrals, walk-ins & write-ins,
Depnakertrans, perusahaan pencari tenaga kerja, lembaga pendidikan, organisasi
buruh, dan lain sebagainya. Perusahaan juga dapat memilih lebih dari satu metode,
tergantung situasi dan kondisi yang terjadi saat itu.
F. Perencanaan dan Pengembangan Karir
Salah satu dorongan orang bekerja pada suatu organisasi, termasuk
perusahaan adalah karena di sana ada kesempatan untuk maju. Sudah menjadi sifat
dasar dari manusia pada umumnya untuk menjadi lebih baik, lebih maju dari posisi yang
dipunyai saat ini, karena itulah mereka menginginkan suatu kemajuan dalam hidupnya.
Kesempatan untuk maju yang termasuk ke dalam program pengembangan dapat di
wujudkan jika mereka diberikan kesempatan untuk mengikuti program pelatihan dan
pendidikan. Program pelatihan dan pendidikan yang mana yang diikuti perlu
direncanakan dengan baik, agar pada gilirannya mereka mempunyai kesempatan untuk
dipromosikan dipindahkan dari suatu jabatan ke jabatan lain yang mempunyai status
dan tanggung jawab yang lebih tinggi.
Berikut akan diberikan pemahaman tentang pengertian perencanaan dan
pengembangan karier, manfaat pengembangan karier bagi karyawan maupun perusahaan,
penempatan tenaga kerja, dan menggambarkan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
perencanaan karier, selain itu juga akan dibahas mengenai jalur karier yang diawali dengan
penjelasan tentang karier dan tahapan-tahapannya.
1. Pengertian Perencanaan Karir
Perencanaan karier terdiri atas dua suku kata, yaitu perencanaan dan karier.
Perencanaan dapat didefinisikan sebagai proses penentuan rencana atau kegiatan-
kegiatan yang akan dilakukan pada masa mendatang. Sedangkan karier adalah semua
pekerjaan yang dilakukan seseorang selama masa kerjanya yang memberikan
kelangsungan, keteraturan, dan nilai bagi kehidupan seseorang.
Secara umum, tahapan perjalanan karier seseorang dapat dikelompokkan
ke dalam 5 tahapan, yaitu pertumbuhan, penjajakan, pemantapan, pemeliharaan, dan
kemunduran. Pengelompokan itu didasarkan pada usia
Dalam tahap pertumbuhan dialami oleh mereka yang berusia di bawah 15 tahun.
Tahap ini diakhiri dengan adanya konsep tentang minat dan kemampuan dan mulai
berpikir tentang alternatif keahlian.
Dalam usia 15 sampai 24 tahun, seseorang berada dalam tahap penjajakan. Dalam
usia ini, mereka mulai menggali beberapa keahlian secara serius dan mulai mencoba
untuk bekerja.
Pada usia 25 sampai 44 tahun, seseorang berada dalam tahap pemantapan.
Mereka secara terus-menerus melakukan pengujian terhadap kemampuan yang
dimilikinya dan mencoba untuk melakukan pekerjaan yang sesuai dengan minat dan
bakatnya.
Dari usia 45 hingga 65, seseorang sudah berada dalam tahap pemeliharaan yang artinya ia
tidak lagi akan berusaha untuk mencari pekerjaan yang baru, melainkan akan
mempertahankan pekerjaannya yang sekarang.
2. Manfaat Perencanaan Karir
Dengan adanya perencanaan karier, maka perusahaan dapat:
a) menurunkan tingkat perputaran karyawan (turnover), di mana perhatian terhadap karier
individual dalam perencanaan karier yang telah ditetapkan akan dapat meningkatkan
loyalitas pada perusahaan di mana mereka bekerja, sehingga akan memungkinkan
menurunkan tingkat perputaran karyawan,
b) mendorong pertumbuhan, di mana perencanaan karier yang baik akan dapat
mendorong semangat kerja karyawan untuk tumbuh dan berkembang. Dengan demikian
motivasi karyawan dapat terpelihara,
c) memenuhi kebutuhan-kebutuhan organisasi akan sumber day a manusia di masa yang
akan datang,
d) memberikan informasi kepada organisasi dan individu yang lebih baik mengenai
jalur potensial karier di dalam suatu organisasi,
e) mengembangkan pegawai yang dapat dipromosikan, perencanaan karier membantu
membangun penawaran internal atas talenta yang dapat dipromosikan untuk
mempertemukan dengan lowongan yang disebabkan oleh masa pensiun, berhenti
bekerja dan pengembangan,
f) menyediakan fasilitas bagi penempatan internasional, organisasi global menggunakan
perencanaan karier untuk membantu mengindentifikasi dan mempersiapkan
penempatan di luar negeri,
g) membantu menciptakan keaneragaman angkatan kerja, ketika mereka diberikan
bantuan perencanaan karier, pekerja dengan latar belakang berbeda dapat belajar
tentang harapan-harapan organisasi untuk pertumbuhan sendiri dan pengembangan,
h) membuka jalan bagi karyawan yang potensial, perencanaan karier memberikan
keberanian kepada karyawan untuk melangkah maju kemampuan potensial mereka
karena mereka mempunyai tujuan karier yang spesifik, tidak hanya mempersiapkan
pekerja untuk lowongan di masa depan, hal ini dapat memberikan performasi yang
lebih baik untuk pekerjaannya sekarang ini.
i) mengurangi kelebihan, perencanaan karier menyebabkan karyawan, manajer,
dan departemen sumber daya manusia menjadi berhati-hati atas kualifikasi
karyawan, mencegah manajer yang mau menang sendiri dari pembatasan
subordinat kunci,
j) membantu pelaksanaan rencana-rencana kegiatan yang telah disetujui, perencanaan
karier dapat membantu anggota kelompok agar siap untuk jabatan-jabatan penting,
persiapan ini akan membantu pencapaian rencana-rencana kegiatan yang telah
disetujui.
3. Metode Perencanaan Karir
Perencanaan karier dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu:
a) pendidikan karier,
b) penyediaan informasi, dan
c) bimbingan karier.
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Karier
Ada beberapa faktor penting yang mempengaruhi perencanaan karier, di
mana seseorang akan mengakui dan mau mempertimbangkan faktor-faktor tersebut
saat mereka merencanakan karier, yaitu sebagai berikut :
a. Tahap Kehidupan Karier
Seseorang akan berubah secara terus menerus dan kemudian memandang perbedaan
karier mereka pada berbagai tingkatan dalam hidupnya.
b. Dasar Karier
Setiap orang dapat memiliki aspirasi, latar belakang, dan pengalaman yang
berbeda satu dengan yang lain.
Ada lima perbedaan motif dasar karier yang menjelaskan jalan bagi orang-orang
untuk memilih dan mempersiapkan kariernya, di mana mereka menyebutnya sebagai
jangkar karier (career anchors) yaitu antara lain :
a. kemampuan manajerial,
b. kemampuan fungsional-teknis,
c. keamanan,
d. kreativitas,
e. otonomi dan kebebasan.
Kemampuan manajerial. Tujuan karier bagi manajer adalah untuk mening-katkan kualitas
dari diri sendiri, analitis, dan kemampuan emosional. Manajer menggunakan dasar
ini untuk mengatur orang atau karyawan.
Kemampuan fungsional-teknis. Dasar ini digunakan untuk para teknisi yang akan
melanjutkan pengembangan dari bakat teknisnya. Orang-orang tersebut tidak
mencari kedudukan dalam manajerial.
Keamanan. Dasar ini digunakan untuk kesadaran keamanan individu untuk
memantapkan kesadaran karier mereka. Mereka seringkali melihat ikatan mereka
sendiri sebagai organisasi yang istimewa atau lokasi geografi.
Kreativitas. Seseorang yang kreatif memiliki sedikit sikap seperti pengusaha. Mereka ingin
menciptakan atau membangun sesuatu yang benar-benar milik mereka.
Otonomi dan kebebasan. Dasar karier ini digunakan untuk orang yang memiliki
hasrat kebebasan agar bebas dari aturan-aturan organisasi. Mereka menilai otonomi dan
ingin menjadi bos dari mereka sendiri dan bekerja pada langkah mereka sendiri.
5. Pengembangan Karier
Implementasi perencanaan karier merupakan pengembangan karier. Untuk
itu pengembangan karier dapat didefinisikan sebagai semua usaha pribadi karyawan
yang ditujukan untuk melaksanakan rencana kariernya melalui pendidikan, pelatihan,
pencarian dan perolehan kerja, serta pengalaman kerja.
Titik awal pengembangan karier dimulai dari diri karyawan sendiri, di mana
setiap orang bertangungjawab atas pengembangan atau kemajuan kariernya.
Setelah komitmen dimiliki, beberapa kegiatan pengembangan karier dapat
dilakukan. Untuk mengarahkan pengembangan karier agar mengun-tungkan
karyawan dan organisasi, departemen SDM mekakukan pelatihan dan pengembangan
bagi karyawan.
6. Manfaat Pengembangan Karier
Pada dasarnya pengembangan karier dapat bermanfaat bagi organisasi
maupun karyawan.
Bagi organisasi, pengembangan karier dapat :
1. menjamin ketersediaan bakat yang diperlukan,
2. meningkatkan kemampuan organisasi untuk mendapatkan dan memper-tahankan
karyawan-karyawan yang berkualitas.
3. menjamin agar kelompok-kelompok minoritas dan wanita mempunyai
kesempatan yang sama untuk meningkatkan karier,
4. mengurangi frustrasi karyawan,
5. mendorong adanya keanekaragaman budaya dalam sebuah organisasi, dan
6. meningkatkan nama baik organisasi.
Bagi karyawan, pengembangan karier identik dengan keberhasilan, karena
pengembangan karier bermanfaat untuk dapat :
1. menggunakan potensi seseorang dengan sepenuhnya,
2. menambah tantangan dalam bekerja,
3. meningkatkan otonomi, dan
4. meningkatkan tanggung jawab.
G. Penilaian Kinerja
Pada umumnya orang-orang yang berkecimpung dalam manajemen SDM
sependapat bahwa penilaian prestasi kerja karyawan merupakan bagian penting dari
seluruh proses kekaryaan karyawan yang bersangkutan. Sayangnya, penilaian kinerja juga
dapat menjadi kerisauan dan frustasi para manajer dan karyawan. Hal ini disebabkan oleh
ketidakpastian dan ambiguitas di seputar system penilaian kinerja. Pada intinya, penilaian
kinerja dapat dianggap sebagai alat untuk memverifikasi bahwa individu memenuhi
standar kinerja yang telah ditetapkan.
1. Penilaian Kinerja
Adalah proses yang dipakai oleh organisasi untuk mengevaluasi pelaksanaan kerja
individu karyawan.
Penilaian kinerja terdapat faktor-faktor yaitu:
a. Yang dinilai adalah manusia yang memiliki kemampuan tertentu dan
kekurangan/kelemahan.
b. Penilaian yang dilakukan pada serangkaian tolak ukur tertentu yang realistik,
berkaitan langsung dengan tugas seseorang serta kriteria yang ditetapkan dan
diterapkan secara objektif.
c. Hasil penilaian harus disampaikan kepada karyawan yang dinilai dengan tiga
maksud, yaitu :
1) Penilaian Positif, menjadi dorongan kuat bagi karyawan yang bersangkutan
untuk lebih berprestasi lagi.
2) Penilaian Negatif, karyawan yang bersangkutan mengetahui kelemahannya
dan dapat mengambil beberapa langkah untuk memperbaiki.
3) Penilaian tidak objektif, kepadanya diberikan kesempatan untuk mengajukan
keberatannya sehingga pada akhirnya karyawan dapat memahami dan
menerima hasil penilaian yang diperolehnya.
d. Hasil penilaian yang dilakukan secara berkala terdokumentasi dalam arsip
kepegawaian setiap orang sehingga tidak ada informasi yang hilang, baik yang
sifatnya menguntungkan maupun merugikan karyawan.
e. Hasil penilaian kinerja setiap orang menjadi bahan yang selalu turut
dipertimbangkan dalam setiap keputusan yang diambil mengenai mutasi pegawai.
Penilaian kinerja secara keseluruhan merupakan proses yang berbeda dari
evaluasi pekerjaan. Penilaian kinerja berkenaan dengan seberapa baik seseorang
melakukan pekerjaan yang ditugaskan/diberikan. Evaluasi pekerjaan menentukan
seberapa tinggi harga sebuah pekerjaan bagi organisasi dan dengan demikian pada
kisaran berapa gaji sepatutnya diberikan pada pekerjaan itu.
2. Tujuan Penilaian Kinerja
Tujuan utama sistem penilaian kinerja adalah untuk menghasilkan informasi
yang akurat dan sahih tentang perilaku dan kinerja anggota organisasi, semakin akurat
dan sahih informasi yang dihasilkan oleh sistem penilaian kinerja semakin besar
potensi nilainya bagi organisasi.
3. Tujuan khusus sistem penilaian kinerja yaitu:
a. Evaluasi
1) Penilaian kinerja dan telaah gaji
2) Penilaian kinerja dan kesempatan promosi
3) Pengembangan
4) Mengukuhkan dan menunjang kinerja
5) Meningkatkan kinerja
6) Menentukan tujuan progresi karir
7) Menentukan kebutuhan pelatihan
4. Masalah Penilaian Kinerja
Kesalahan-kesalahan Penilaian Kinerja yang lazim dijumpai diuraikan dibawah ini :
a. Leniency (bias kemurahan hati)
Memberikan nilai evaluasi yang tinggi kepada setiap orang. Penyelia meyakini
bahwa karyawan akan merasa mereka telah dinilai secara akurat. Karyawan tidak
akan mengeluhkan penilaian kinerja sekiranya mereka semua mendapat nilai
yang tinggi. Sekalipun demikian, karyawan-karyawan terbaik di departemen akan
mengeluhkan penyelia semacam ini karena orang-orang yang bekerja keras tidak
mendapat nilai lebih disbandingkan rekan-rekan yang tidak bekerja keras.
b. Strictness (keketatan)
Penyelia memberikan nilai-nilai yang rendah secara konsisten. Penyelia sering
merasa bersalah dalam menilai secara ketat karena penyelia merasa bahwa tidak
satupun karyawan “hidup diatas standar puncak mereka”. Kegagalan
memberikan pengakuan pada saat merupakan haknya dapat secara cepat
menimbulkan kerenggangan serius pada hubungan penyelia-bawahan.
Bias Keketatan dan bias kemurahan hati dapat dikendalikan dengan cara:
a. Mengalokasikan nilai-nilai kedalam distribusi yang dipaksakan, dimana para
bawahan dibagi menurut distribusi normal
b. Mengurangi ambiguitas skala penilaian itu sendiri, pengurangan dilakukan
dengan memperbaiki definisi dimensi dan menyediakan definisi berbagai macam
poin skala.
c. Central Tendency (masalah tendensi terpusat)
Penyelia merasa sulit untuk mengevaluasi beberapa karyawan sebagai lebih
tinggi atau lebih rendah daripada lainnya, meskipun kinerja mereka memperlihatkan
perbedaan yang nyata. Persoalan central tendency terjadi takkala penyelia tidak dapat
secara objektif mengevaluasi kinerja karyawan disebabkan kurangnya keakraban
dengan pekerjaan mereka, kurang adanya kecakapan penyelia, atau takut bahwa
mereka akan dicerca sekiranya mereka mengevaluasi individu-individu terlalu
rendah.
Bias tendensi terpusat dapat diminimalkan dengan menetapkan secara jelas
makna berbagai dimensi, penilai mesti meyakini nilai dan kegunaan potensial telaah
rating (merit ratings) sekiranya ingin memeberikan informasi yang berfaedah.
a. Halo Effect
Penyelia membiarkan satu aspek tertentu dari kinerja karyawan
mempengaruhi aspek lainnya yang sedang dievaluasi. Karena efek halo, penilai
memberikan nilai yang sama kepada seorang karyawan atas semua factor,
terlepas dari kinerja sesungguhnya dari karyawan itu. Oponi pribadi penilai
mempengaruhi pengukuran kinerja karyawan.
Bias efek halo dapat dikendalikan dengan cara:
1) Melatih para penilai berbagai teknik penilaian yang objektif
2) Memberikan umpan balik kepada para penilai tentang penggunaan cara-cara
penilaian yang pernah diterapkannya
3) Dengan bantuan bagian kepergawaian menemukan dan menggunakan teknik
penilaian yang dipandang paling tepat (berorientasi pada prestasi kerja
dimasa lalu maupun yang ditujukan kepada kepentingan organisasi dimasa
depan).
b. Bias Penyelia
Bias pribadi menjadi sumber kesalahan dalam penilaian kinerja dan
merintangi kapasitas sistem penilaian untuk melayani tujuan organisasional
yang untuknya sistem tersebut sebenarnya dirancang. Manajemen perlu
membuang bias penyelia terhadap individu bawahan atau menangkal bias
tersebut selama proses penilaian.
c. Recency
Idealnya, penilaian kinerja karyawan haruslah berpijak pada observasi
yang sistematik dari kinerja karyawan sepanjang seluruh periode penilaian
(umumnya 1 tahun). Tetapi ada kecenderungan penyelia mengingat-ingat lebih
banyak hal mengenai sesuatu yang baru saja dikerjakan oleh karyawannya
dibandingkan apa yang telah dilakukannya beberapa bulan sebelumnya. Bias
recency dapat dikendalikan dengan cara manajer perlu menyelenggarakan
penilaian kinerja bulanan atau kuartalan lebih sering.
d. Pengaruh organisasional
Penilai cenderung memperhitungkan kegunaan akhir data penilaian
pada saat menilai bawahan-bawahan mereka. Apabila mereka meyakini bahwa
promosi dan kenaikan gaji tergantung pada penilaian kinerja, mereka cenderung
memberikan nilai tinggi (penilai bersikap longgar). Dilain pihak, pada saat
penilaian kinerja terutama diselenggarakan untuk pengembangan para
karyawan, penilai cenderung mencari kelemahan bawahan. Pengaruh
organisasional dapat dikendalikan dengan membenahi kelemahan itu.
e. Standar Evaluasi
Masalah standar evaluasi muncul karena perbedaan konseptual dalam
makna kata-kata yang dipakai untuk mengevalusi karyawan. Kata-kata “baik,
memadai, memuaskan, dan sangat bagus” dapat mempunyai arti yang berbeda
bagi masing-masing penilai.
5. Metode Penilaian Kinerja
a. Metode-metode Penilaian Kinerja keperilakuan, misalnya :
1) Daftar Pernyataan (daftar pernyataan deskriptif atau sifat perilaku yang
berhubungan dengan pekerjaan)
Contoh formulir Penilaian Daftar Pernyataan
2) Skala penilaian grafis (membandingkan kinerja individu terhadap standar
absolute, mengevaluasi kinerja berbagai dimensi seperti kualitas kerja,
penerimaan kritik, kemauan memikul tanggung jawab, dan hal sejenis lainnya).
Contoh Skala penilaian grafis
1 2 3 4 5 6
Buruk Luar Biasa
1 = kinerja tidak memadai.
2 = kinerja tidak mencapai sasaran dalam beberapa bidang kunci
3 = kinerja mencapai semua sasaran
4 = kinerja mencapai semua sasaran dan dalam beberapa bidang melampaui target.
5 = Benar-benar kinerja yang luar biasa.
2. Metode-metode Penilaian Kinerja Perbandingan personalia, misalnya :
Rangking (membandingkan kinerja seorang individu dengan yang lainnya dengan
tujuan menempatkan mereka dalam peringkat nilai yang sederhana)
Forced distribution (penilai menempatkan suatu persentase tertentu dari karyawan-
karyawannya ke dalam setiap kategori berdasarkan kinerja keseluruhan)
Contoh Metode penilaian kinerja Forced distribution
3. Metode-metode Penilaian Kinerja Berorientasi masa depan, misalnya:
Penilaian mandiri (meminta karyawan melakukan penilaian mandiri, karyawan
cenderung memberikan bagi dirinya sendiri nilai yang tinggi daripada yang diberikan
penyelia mereka, penilaian mandiri lebih tepat untuk konseling dan pengembangan
ketimbang untuk keputusan personalia).
Penilaian psikologis (Teknik ini lazimnya terdiri dari wawancara, tes psikologis,
diskusi dengan penyelia, dan telaah evaluasi lainnya).
Dalam wawancara evaluasi, penyampaian hasil Penilaian Kinerja terdiri atas beberapa
pendekatan, yaitu :
1. Tell and sell
Manajer menerapkan ancangan mengutarakan dan menjual dan mencoba
menyampaiakan evaluasi kinerja bawahannya seakurat mungkin. Karyawan tidak
memberikan masukan ke dalam proses evaluasi. Metode Pendekatan ini
mengarahkan dari satu pihak saja, wawancara evaluasi dengan pendekatan ini
menyebabkan sifat marah dan frustasi si pihak karyawan. Metode ini hanya efektif
digunakan untuk karyawan baru.
2. Tell and listen
Manajer menerapkan ancangan mengutarakan dan mendengarkan, menyampaikan
evaluasi dan menunggu tanggapan bawahan. Selama wawancara, manajer
mengutarakan kekuatan dan kelemahan kinerja bawahan dan mengenali perasaan
bawahan mengenai evaluasi.
3. Problem solving
Manajer bertindak sebagai penolong dan bekerja sama dengan bawahan untuk
mengembangkan kinerja karyawan. Pendekatan pemecahan masalah memaksimalkan
prinsip yang mengundang partisipasi karyawan dalam penilaian kinerja, membahas
dan memecahkan masalah karyawan, dan menetapkan sasaran spesifik.
Karakteristik sistem Penilaian Kinerja yang efektif :
a. Kriteria yang digunakan untuk penilaian kinerja berkaitan dengan pekerjaan
b. Pengharapan kinerja (penilai harus memaparkan secara jelas pengharapan kinerja
kepada karyawan sebelum periode penilaian)
c. Fokus pada perilaku yang terobservasi
d. standarisasi
e. Sokongan manajemen dan karyawan
f. Penilai yang berbobot
g. Komunikasi yang terbuka
h. Akses karyawan terhadap hasil penilaian
i. Formulir penilaian (borang penilaian kinerja perlu memuat butir-butir pertanyaan
yang berhubungan langsung dengan pekerjaan karyawan)
Karakteristik sistem Penilaian Kinerja yang tidak efektif :
1. Sistem yang ditetapkan secara buruk
Terdapat suatu kepincangan dalam desain sistem. Contoh : sistem penilaian mungkin
tidak memiliki dokumentasi tertulis yang akan digunakan sebagai pedoman.
2. Sistem yang dikomunikasikan secara buruk
Sistem Penilaian Kinerja yang canggih sekalipun akan gagal seandainya tidak
dikomunikasikan secara benar kepada orang-orang yang terlibat. Misalnya, para
karyawan hendaknya mengetahui apakah sistem Penilaian Kinerja akan terdiri telaah-
telaah periodik atas kinerja yang ditujukan kepada pengubahan perilaku kerja atau
akan menjadi evaluasi tahunan.
3. Sistem yang tidak tepat
4. Sistem yang didukung secara buruk
Sistem Penilaian Kinerja bisa gagal apabila sistemnya hanya mendapat dukungan dari
menajemen puncak. Pada prinsipnya, Sistem Penilaian Kinerja yang berhasil
hendaknya diterima dan didukung oleh semua pihak yang menggunakannya.
5. Sistem yang tidak terpantau
Sistem Penilaian Kinerja dibiarkan tidak terpantau, kekeliruan sistem itu akan
semakin serius nantinya. Contoh : anggaplah para penilai melakukan kesalahan (nilai
diberikan secara longgar), bila tidak terus dipantau, Penilaian Kinerja akan menjadi
tidak bermakna.
H. Manajemen Kompensasi
Kompensasi merupakan balas jasa yang diberikan oleh organisasi / perusahaan
kepada karyawan, yang dapat bersifat finansial maupun non finansial, pada periode yang
tetap. Sistem kompensasi yang baik akan mampu memberikan kepuasan bagi karyawan
dan memungkinkan perusahaan memperoleh, mempekerjakan, dan mempertahankan
karyawan.
Bagi organisasi / perusahaan, kompensasi memiliki arti penting karena
kompensasi mencerminkan upaya organisasi dalam mempertahankan dan meningkatkan
kesejahteraan karyawannya. Pengalaman menunjukkan bahwa kompensasi yang tidak
memadai dapat menurunkan prestasi kerja, motivasi kerja, dan kepuasan kerja karyawan,
bahkan dapat menyebabkan karyawan yang potensial keluar dari perusahaan.
1. Fungsi Kompensasi
Dari pengertian diatas terlihat bahwa kompensasi merupakan alat pengikat
perusahaan terhadap karyawannya, faktor penarik bagi calon karyawan dan faktor
pendorong seseorang menjadi karyawan. Dengan demikian kompensasi mempunyai
fungsi yang cukup penting di dalam memperlancar jalannya roda organisasi/
perusahaan. Menurut Martoyo (1994), fungsi kompensasi adalah :
a. Penggunaan SDM secara lebih efisien dan lebih efektif
Kompensasi yang tinggi pada seorang karyawan mempunyai implikasi bahwa
organisasi memperoleh keuntungan dan manfaat maksimal dari karyawan yang
bersangkutan karena besarnya kompensasi sangat ditentukan oleh tinggi/rendahnya
produktivitas kerja karyawan yang bersangkutan. Semakin banyak pegawai yang
diberi kompensasi yang tinggi berarti semakin banyak karyawannya yang
berprestasi tinggi. Banyaknya karyawan yang berprestasi tinggi akan mengurangi
pengeluaran biaya untuk kerja-kerja yang tidak perlu. (yang diakibatkan oleh
kurang efisien dan efektifitasnya kerja). Dengan demikian pemberian kompensasi
dapat menjadikan penggunaan SDM secara lebih efisien dan lebih efektif.
b. Mendorong stabilitas dan pertumbuhan ekonomi
istem pemberian kompensasi yang baik secara langsung dapat
membantu stabilitas organisasi dan secara tidak langsung ikut andil dalam
mendorong stabilitas dan pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya pemberian
kompensasi yang kurang baik dapat menyebabkan gejolak di kalangan
karyawan akibat ketidakpuasan. Pada gilirannya gejolak ketidakpuasan ini
akan menimbulkan kerawanan ekonomi.
2. Tujuan Kompensasi
Sebagai bagian dari manajemen SDM, pemberian kompensasi bertujuan untuk:
a) Memperoleh karyawan yang memenuhi persyaratan.
Salah satu cara organisasi untuk memperoleh karyawan yang memenuhi
persyaratan (qualified) dapat dilakukan dengan pemberian sistem kompensasi.
Sistem kompensasi yang baik merupakan faktor penarik masuknya karyawan
qualified. Sebaliknya, sistem kompensasi yang buruk dapat mengakibatkan
keluarnya karyawan yang qualified dari suatu organisasi. Sebagai contoh, eksodus
secara besar-besaran karyawan dari perusahaan A ke perusahaan B merupakan
indikasi lebih baiknya sistem kompensasi yang ada pada perusahaan B daripada
perusahaan A.
b) Mempertahankan karyawan yang ada
Eksodus besar-besaran karyawan ke perusahaan lain juga menunjukkan betapa
besarnya peranan kompensasi dalam mempertahankan karyawan yang qualified.
Sistem kompensasi yang kurang baik dengan iklim usaha yang kompetitif dapat
menyulitkan organisasi/perusahaan dalam mempertahankan karyawannya yang
qualified.
c) Menjamin keadilan
Pemberian kompensasi yang baik juga bertujuan untuk menjamin keadilan.
Dalam arti, perusahaan memberikan imbalan yang sepadan untuk hasil karya atau
prestasi kerja yang diberikan pada organisasi.
d) Menghargai perilaku yang diinginkan
Besar kecilnya pemberan kompensasi juga menunjukkan penghargaan
organisasi terhadap perilaku karyawan yang diinginkan. Bila karyawan berperilaku
sesuai dengan harapan organisasi, maka penilaian kinerja yang diberikan akan
lebih baik daripada karyawan yang berperilaku kurang sesuai dengan harapan
organisasi. Pemberian nilai kinerja yang baik diiringi dengan pemberian
kompensasi yang baik dapat meningkatkan kesadaran karyawan bahwa perilakunya
dinilai dan dihargai sehingga karywan akan selalu berusaha memperbaiki
perilakunya.
e) Mengendalikan biaya-biaya
Dalam jangka pendek, pemberian kompensasi pada karyawan yang berprestasi
akan memperbesar biaya. Namun secara jangka panjang, kerja karyawan yang
lebih efektif dan efisien akibat pemberian kompensasi yang baik dapat
mengendalikan biaya-biaya yang tidak perlu. Organisasi sering kali mengeluarkan
biaya-biaya yang tidak perlu akibat rendahnya produktifitas atau kurang efekif dan
efisiennya kerja karyawan. Seringkali biaya yang tidak perlu ini besarnya melebihi
biaya tetap. Pemberian komensasi yang baik diharapkan dapat mendorong
karyawan untuk lebih produktif dan lebih efisien serta efektif dalam bekerja
sehingga organisasi dapat memperkecil atau mengendalikan biaya-biaya yang
harus dikeluarkan dan memperbesar pemasukannya.
f) Memenuhi peraturan-peraturan legal
Selain lima tujuan di atas, kompensasi juga bertujuan untuk memenuhi
peraturan-peraturan legal seperti Upah Minimum Rata-rata (UMR), Ketentuan
Lembur, Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), Asuransi Tenaga Kerja (Astek)
dan fasilitas lainnya.
Sejalan dengan hal tersebut,martoyo(1994) berpendapat bahwa tujuan
kompensasi adalah :
1. Pemenuhan kebutuhan ekonomi karyawan atau sebagai jaminan economic
security bagi karyawan.
2. Mendorong agar karyawan lebih baik dan lebih giat.
3. Menunjukkan bahwa perusahaan mengalami kemajuan.
4. Menunjukkan penghargaan dan perlakuan adil organisasi terhadap karyawannya
(adanyakeseimbangan antara input yang diberikan karyawan terhadap
perusahaan dan output atau besarnya imbalan yang diberikan perusahaan
kepada karyawan).
3. Penentuan Kompensasi
Besarnya kompensasi yang diberikan ditentukan oleh 1) Harga / Nilai
pekerjaan, 2) Sistem kompensasi yang diterapkan, dan 3) Faktor-faktor yang
mempengaruhi kompensasi.
1) Harga/ Nilai Pekerjaan
Penilaian harga suatu jenis pekerjaan merupakan tindakan pertama yang
dilakukan dalam menentukan besarnya kompensasi yang akan diberikan kepada
karyawan. Penilaain harga pekerja dapat dilakukan dengan dua cara, sebagai
berikut :
a. Melakukan analisis jabatan/pekerjaan
Berdasarkan analisis jabatan akan didapat informasi yang berkaitan
dengan : 1) Jenis keahlian yang dibutuhkan, 2) Tingkat kompeksitas pekerjaan,
3) Resiko pekerjaan, dan 4) Perilaku/kepribadian yang dituntut oleh pekerjaan
tersebut. Dari informasi tersebut kemudian ditentukan harga pekerjaan.
b. Melakukan survei “harga” pekerjaan sejenis pada organisasi lain.
Harga pekerjaan pada beberapa organisasi dapat dijadikan sebagai
patokan dalam menetukan harga pekerjaan sekaligus sebagai ukuran kelayakan
kompensasi. Jika harga pekerjaan yang diberikan lebih rendah dari organisasi
lain, maka kecil kemungkinan organisasi tersebut mampu menarik atau
mempertahankan karyawan yang qualified. Tersebut lebih tinggi dari organisasi
lainnya, maka organisasi tersebut akan lebih mudah menarik dan
mempertahankan karyawan yang qualified.
2) Sistem kompensasi
Beberapa sistem kompensasi yang biasa digunakan adalah sistem prestasi, sistem
kontrak/borongan.
a. Sistem Prestasi
Upah menurut prestasi kerja sering juga disebut dengan upah sistem hasil.
Pengupahan dengan cara ini mengaitkan secara langsung antara besarnya upah
dengan prestasi kerja yang ditujukan oleh karyawan yang bersangkutan. Sedikit
banyaknya upah tersebut tergantung pada sedikit banyaknya hasil yang dicapai
karyawan dalam waktu tertentu. Cara ini dapat diterapkan bila hasil kerja dapat
diukur secara kuantitatif.
Cara ini dapat mendorong karyawan yang kurang produktif menjadi lebih
produktif. Cara ini akan sangat menguntungkan bagi karyawan yang dapat
bekerja cepat dan berkemampaun tinggi. Contoh kompensasi sistem hasil : per
potong, per meter, per kilo, per liter dan sebagainya.
b. Sistem Waktu
Besarnya kompensasi dihitung berdasarkan standar waktu seperti Jam,
Hari, Minggu, Bulan. Besarnya Upah ditentukan oleh lamanya karyawan
melaksanakan atau menyelesaikan suatu pekerjaan. Umumnya cara ini
digunakan bila ada kesulitan dalam menerapkan cara pengupahan berdasarkan
prestasi.
Kelemahan dari sistem waktu adalah :
1. Mengakibatkan mengendornya semangat karyawan yang produktifitasnya
tinggi (diatas rata-rata ).
2. Tidak membedakan usia, pengalaman, dan kemampuan karyawan.
3. Membutuhkan pengawasan yang ketat agar karyawan sungguh- sungguh
benerja.
4. Kurang mengakui adanya prestasi kerja karyawan.
Sedangkan kelebihan system waktu adalah:
1. Dapat mencegah hal- hal yang kurang diinginkan seperti pilih kasih,
diskriminasi maupun kompetisi yang kurang sehat.
2. Menjamin kepastian penerimaan upah secara periodik.
3. Tidak memandang rendah karyawan yang cukup lanjut usia.
c. Sistem kontrak/ borongan
Penetapan besarnya upah dengan sistem kontrak / borongan didasarkan
atas kuantitas, kualitas dan lamanya peyelesaian pekerjaan yang sesuai dengan
kontrak perjanjian. Untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan yang
diharapkan, maka dalam kontrak juga dicantumkan ketentuan mengenai
“konsekuensi” bila pekerjaan yang dihasilkan tidak sesuai dengan perjanjian
baik secara kuantitas, kualitas maupun lamanya penyelesaian pekerjaan.
Sistem ini biasanya digunakan untuk jenis pekerjaan yang dianggap merugikan
bila dikerjakan oleh karyawan tetap dan /atau jenis pekerjaan yang tidak
mampu dikerjakan oleh karyawan tetap.
4. . Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kompensasi
Dalam pemberian kompensasi, terdapat sejumlah faktor yang
mempengaruhinya. Secara garis besar faktor-faktor tersebut terbagi tiga, yaitu faktor
intern organisasi, pribadi karyawan yang bersangkutan, dan faktor ekstern pegawai
organisasi.
a. Faktor Intern Organisasi
Contoh faktor intern organisasi yang mempengaruhi besarnya kompensasi adalah
dana organsasi, dan serikat pekerja.
1) Dana Organisasi
Kemampuan organisasi untuk melaksanakan kompensasi tergantung
pada dana yang terhimpun untuk keperluan tersebut. Terhimpunnya dana
tentunya sebagai akibat prestasi-prestasi kerja yang telah ditujukan oleh
karyawan. Makin besarnya prestasi kerja maka makin besar pula keuntungan
organisasi/perusahaan. Besanya keuntungan perusahaan akan memperbesar
himpunan dana untuk kompensasi, maka pelaksanaan kompensasi akan makin
baik. Begitu pula sebaliknya.
2) Serikat Pekerja
Besarnya kompensasi pegawai yang bekerja di lapangan berbeda
dengan pekerjaan yang bekerja dalam ruangan, demikian juga kompensasi
untuk pekerjaan klerikal akan berbeda dengan pekerjaan adminsitratif. Begitu
pula halnya dengan pekerjaan manajemen berbeda dengan pekerjaan teknis.
Pemberian kompensasi yang berbeda ini selain karena pertimbangan
profesioalisme pegawai juga kerena besarnya resiko dan tanggung jawab yang
dipikul oleh pegawai yang bersangkutan. Sebagai contoh, dikebanyakan
organisasi/perusahaan pegawai yang bertugas di lapangan biasanya
mendaptkan kompenasai antara 2 – 3 kali lipat dari pekerjaan di dalam
ruangan/kantor. Besarnya kompensasi sejalan dengan besarnya resiko dan
tanggung jawab yang dipikulnya.
b. Faktor Ekstern
Contoh faktor ekstern pegawai dan organisasi yang mempengaruhi
besarnya kompensasi adalah sebagai berikut :
1) Penawaran dan Permintaan kerja
Mengacu pada hukum ekonomi pasar bebas, kondisi dimana
penawaran (supply) tenaga kerja ebih dari permintaan (demand) akan
menyebabkan rendahnya kompensasi yang diberikan. Sebaiknya bila kondisi
pasar kerja menunjukkan besarnya jumlah permintaan tenaga kerja sementara
penawaran hanya sedikit, maka kompensasi yang diberikan akan besar.
Besarnya nilai kompensasi yang ditawarkan suatu organisasi merupakan daya
tarik calon pegawai untuk memasuki organisasi tersebut. Namun dalam
keadaan dimana jumlah tenaga kerja lebih besar dari lapangan kerja yang
tersedia, besarnya kompensasi sedikit banyak menjadi terabaikan.
2) Biaya hidup
Besarnya kompensasi terutama upah/gaji harus disesuaikan dengan
besarnya biaya hidup (cost of living). Yang dimaksud biaya hidup disini adalah
biaya hidup minimal. Paling tidak kompensasi yang diberikan harus sama
dengan atau diatas biaya hidup minimal. Jika kompensasi yang diberikan lebih
rendah dari biaya hidup minimal, maka yang terjadi adalah proses pemiskinan
bangsa.
3) Kebijaksanaan Pemerintah
Sebagai pemegang kebijakan, pemerintah berupaya melindungi
rakyatnya dari kesewenang-wenangan dan keadilan. Dalam kaitannya dengan
kompensasi, pemerintah menentukan upah minimum, jam kerja/hari, untuk
pria dan wanita, pada batas umur tertentu. Dengan peraturan tersebut.
pemerintah menjamin berlangsungnya proses pemakmuran bangsa hingga
dapat mencegah praktek-praktek organisasi yang dapat memiskinkan bangsa.
4) Kondisi Perekonomian Nasional
Kompensasi yang diterim oleh pegawai di negara-negara maju jauh
lebih besar dari yang diterima negara-negara berkembang dan atau negara
miskin. Besarnya rata-rata kompensasi yang diberikan oleh organsasi-
organisasi dalam suatu negara mencerminkan kondisi perekonomian negara
tersebut dan penghargaan negara terhadap sumber daya manusianya.
5. Keadilan Dan Kelayakan Dalam Pemberian Kompensasi
Selain hal-hal diatas, dalam pemberian kompensasi perlu dipertimbangkan
unsur keadilan dan kelayakan.
a. Keadilan
Dalam pemberian kompensasi apakah itu berupa upah, gaji, bonus atau
bentuk-bentuk lainnya, penting sekali diperhatikan masalah keadilan terebut.
Keadilan bukan berarti sama rasa sama rata tanpa pandang bulu, tetapi harus
terkait adanya hubungan antara pengorbanan (input) dengan output.
Semakin tinggi pengorbanan, semakin tinggi penghasilan yang
diharapkan, sehingga oleh karenanya yang harus dinilai adalah pengorbanan
(input) yang diperlukan suatu jabatan. Input dalam satu jabatan ditujukan dari
persyaratan-persyaratan (spesifikasi) yang harus dipenuhi oleh orang yang
memangku jabatan tersebut. Oleh karena itu semakin tinggi pula penghasilan
(output) yang diharapkan. Ouput ini ditunjukan dari upah yang diterima para
karyawan yang bersangkutan,dimana didalamnya tercantum rasa keadilan yang
sangat diperhatikan oleh setiap karyawan penerima kompensasi tersebut. Bila
tuntutan keadilan seperti ini telah terpenuhi ini berarti perusahaan telah memiliki
internal consistency dalam system kompensasinya.
b. Kelayakan
Di samping masalah keadilan dalam pemberian kompensasi perlu
diperhatikan masalah kelayakan. Pengertian layak ini berkaitan dengan standar
hidup seperti kebutuhan pokok minuman atau upah minimum sesuai dengan
ketentuan pemerintah. Kelayakan juga dilihat dengan cara membandingkan
pengupahan di perusahaan lain. Bila kelayakan ini sudah tercapai, maka
perusahaan sudah mencapai apa yang disebut external consistency (Konsistensi
Eksternal). Apabila upah didalam perusahaan yang bersangkutan lebih rendah
dari perusahaan lain maka hal ini dapat mengakibatkan kesulitan bagi perusahaan
untuk memperoleh tenaga kerja.oleh karena itu untuk memenuhi kedua konsisten
tersebut(internal dan eksternal) perlu digunakan evaluasi pekerjaan.
6. Jenis – Jenis Kompensasi
Sebagaimana telah diuraikan di atas, kompensasi adalah gaji/upah ditambah
dengan fasilitas dan insentif lainnya yang diterima pegawai dari organisasi.
Pengertian ini menunjukkan bahwa selain mendapatkan upah/gaji yang ditetapkan,
pegawai juga mendapatkan kompensasi.
Jenis-jenis kompensasi selain upah/gaji tetap adalah:
1) pengupahan insentif
2) kompensasi pelengkap
3) keamanan/kesehatan.
a. Insentif
Yang dimaksud dengan insentif adalah memberikan upah/gaji berdasarkan
perbedaan prestasi kerja sehingga bisa jadi dua orang yang memiliki jabatan sama
akan menerima upah yang berbeda, karena prestasinya berbeda, meskipun gaji
pokoknya/dasarnya sama. Perbedaan tersebut merupakan tambahan upah (bonus)
karena adanya kelebihan prestasi yang membedakan satu pegawai dengan yang
lain.
1) Sifat dasar Insentif
Beberapa sifat dasar dalam sistem pengupahan insentif adalah :
a) Sistem pembayaran agar diupayakan cukup sederhana, sehingga mudah
dimengerti dan dihitung oleh karyawan yang bersangkutan sendiri.
b) Upah insentif yang diterima benar-benar dapat menaikkan motivasi kerja
mereka, sehingga output dan efisensi kerjanya juga meningkat.
c) Pelaksanaan pengupahan insentif hendaknya cukup cepat, sehingga
karyawan yang berprestasi lebih cepat pula merasakan nikmatnya
berprestasi.
d) Penentuan standar kerja atau standar produksi hendaknya scermat mungkin
dalam arti tidak terlalu tinggi, sehingga tidak terjangkau oleh umumnya
karyawan, atau tidak terlalu rendah, sehingga tidak terlalu mudah dicapai
karyawan.
e) Besarnya upah normal dengan standar kerja per jam hendaknya cukup
merangsang pekerja atau karyawan untuk bekerja giat.
Menurut penelitian para ahli, penentuan besarnya insentif berlaku pula bagi
tenaga pimpinan yang besarnya 50-60% dari gaji bulanan. Jenis upah insentif
macam-macam seperti Premi (bonus Payment), stock option (hak untuk
membeli/mendapatkan saham pada harga tertentu), Phantom stock plan (dicatat
sebagai pemegang saham), dan sebagainya.
2) Kesulitan Sistem Pengupahan Insentif
Menurut Heidjrachman dalam Susilo Martoyo (1994) terdapat delapan
kesulitan dalam sistem pengupahan insentif yaitu:
a) Alat ukur dari berbagai prestasi karyawan belum tentu dapat berhasil dibuat
secara tepat sebagaimana diharapkan, yakni wajar dan dapat diterima.
b) Alat ukur dan tujuan perusahaan harus terikat erat.
c) Data tentang prestasi kerja karyawan harus cepat dan teratur terkumpul
setiap saat (hari, minggu, bulan).
d) Standar yang ditetapkan haruslah mempunyai kadar/ tingkat kesulitan yang
sama untuk setiap kelompok kerja.
e) Gaji/ upah total dari upah pokok plus bonus yang diterima haruslah konsisten
di antara berbagai kelompok pekerja yang menerima insentif dan antara
kelompok yang menerima insentif dengan yang tidak menerima insentif.
f) Standar prestasi haruslah disesuaikan secara periodic dengan adanya
perubahan dalam prosedur kerja.
g) Kemungkinan tantangan dari pihak serikat karyawan harus sudah
diperhitungkan secara matang.
h) Berbagai reaksi kariyawan terhadap sistem pengupahan insentif yang
diterapkan juga harus diantisipasi kemungkinannya .
Dengan demikian perusahaan harus cukup cermat dan hati-hati sekali
dalam menentukanp engupahan insentif ini.
b. Kompensasi pelengkap (Fringe Benefit).
Kompensasi pelengkap merupakan salah satu bentuk pemberian kompensasi
berupa penyediaan paket benefit dan program- program pelayanan karyawan, dengan
maksud pokok untuk mempertahankan keberadaan karyawan sebagai anggota
organisasi dalam jangka panjang. Kalau upah dan gaji merupakan kompensasi
langsung karena sung berkaitan dengan prestasi kerja, maka kompansasi pelengkap
merupakan kompensasi tidak langsung berkaitan dengan prestasi kerja.
Dengan perkataan lain kompensasi pelengkap adalah upaya penciptaan kondisi
dan lingkungan kerja yang menyenangkan dan tidak secara langsung berkaitan dengan
prestasi kerja.
Saat ini kompensasi pelengkap berkembang pesat terutama karena :
1. Perubahan sikap karyawan
2. Tuntutan serikat pakerja;
3. Persaingan yang memaksa perusahaan untuk menyediakan benefit yang menarik
dan menjaga karyawannya,
4. Persyaratan- persyaratan yang ditetapkan pemerintah,
5. Tuntutan kenaikan biaya hidup.
Kompensasi pelengkap meliputi :
a) Tunjangan antara lain berbentuk :
1. Pensiun
2. Pesangon
3. Tunjangan Kesehatan
4. Asuransi Kecelakaan Kerja.
b) Pelayanan yang meliputi :
1. Majalah,
2. Sarana Olah Raga,
3. Perayaan Hari Raya,
4. Program Sosial Lainnya
I. Sistem Agribisnis
Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat besar dalam perekonomian
nasional. Peran tersebut pada PJP I cukup dominan terutama dalam hal sumbangan
terhadap PDB, penyerapan tenaga kerja dan devisa negara. Sejak repelita VI sebagai
awal pembangunan jangka panjang II (PJP II) orientasi pembangunan pertanian
mengalami perubahan yang mendasar, dan orientasi pada peningkatan produksi, menjadi
pembangunan pertanian yang berorientasi pada peningkatan produksi, menjadi
pembangunan pertanian yang berorientasi agribisnis. Reorientasi arah pembangunan
pertanian tersebut pada dasarnya adalah rancangan strategis untuk dapat menhawab
tantangan masa depan, yang pada hakikatnya merupakan antisipasi terhadap perubahan
dalam negeri dan lingkungan global yang berkembang secara cepat dan dinamis. Dengan
terbentuknya WTO dan adanya kesepakatan Negara-negara kawasan seperti AFTA
(2003), APEC (2020), NAFTA, MEE dan sebagainya, mau tidak mau akan melibatkan
Indonesia pada perdagangan global yang semakin kompetitif.
Untuk menghadapi tantangan pasar global yang semakin ketat dan kompleks
tersebut, maka tidak ada pilihan bagi Indonesia kecuali mengubah secara terencana
wajah pertanian dari corak subsistem atau tradisional menjadi pertanina yang maju,
efisien dan tangguh sebagai wujud pertanian modern yang berdaya saing tinggi.
Corak pertanian seperti ini menuntut efisiensi yang tinggi, berorientasi pasar
dan mampu bersaing di bidang mutu (quality), jumlah (quantity), kontinuitas
(continuity), ketepatan waktu (delivery on time) dan harga (price) baik di pasar dalam
negeri (domestic) maupun di pasar internasional (export).
Sistem pertanian modern tersebut merupakan kegiatan usaha yang berbasis
pertanian dan dilaksanakan atas dasar keterpaduan dalam suatu sistem agribisnis,
berorientasi pasar, memanfaatkan sumberdaya secara optimal, dikelola secara
professional, didukung oleh sumber daya manusia berkualitas, menerapkan teknologi
tepat guna, berwawasan lingkungan serta didukung oleh kelembagaan agribisnis yang
kokoh.
Di tengah kondisi krisis ekonomi dewasa ini, upaya untuk mewujudkan sistem
pertanian modern ini terus dilaksanakan agar sektor ini tetap menjadi andalan
pembangunan ekonomi nasional. Untuk itu cara pandang terhadap sektor pertanian tidak
lagi dapat dianggap sebagai motor penggerak (prime mover) perekonomian nasional. Hal
ini mengharuskan adanya reformasi di bidang pertanian, agar mampu menggerakkan
kembali roda pembangunan serta memberdayakan perekonomian rakyat di pedesaan.
Reformasi di sektor pertanian merupakan pembaharuan secara
berkesinambungan di semua aspek pembangunan, meliputi kebijaksanaan, pelaksanaan
dan program dalam berbagai bidang seperti penyediaan dan penyaluran saprodi,
dukungan kelembagaan dan permodalan serta pengolahan dan pemasaran hasil.
Selanjutnya reformasi pertanian juga dimaksudkan untuk mendukung program
demokratisasi dalam pembangunan pertanian melalui langkah revitalisasi kelembagaan
dan aparat pertanian, privatisasi, dan percepatan pelaksanaan otonomi di bidang
pertanian.
Salah satu wujud reformasi ini adalah perlunya memperkuat dan menata
kembali kelembagaan yang mendukung dan merupakan komponen penggerak dalam
sistem agribisnis yang dinamis.
Berlangsungnya proses industrialisasi telah mengubah kegiatan ekonomi
berbasis sumberdaya hayati dari sekedar bentuk pertanian primer menjadi suatu sektor
ekonomi modern yang dinamakan sebagai sektor agribisnis yang mencakup “… the sun
total of all operations involved in the manufacture and distribution of farm supplies,
production activities on the farm, storage, processing and distribution of farm
commodities and items for them…”. Dengan perkataan lain, sektor agribisnis sebagai
bentuk modern dari pertanian primer, mencakup paling sedikit empat subsistem yaitu.
1) Subsistem agribisnis hulu (Up-stream agribusiness), yaitu kegiatan ekonomi yang
menghasilkan (agroindustri hulu) dan perdagangan sarana produksi pertanian primer
(seperti industri pupuk, obat-obatan, bibit/ benih, alat dan mesin pertanian, dll).
2) Subsistem usaha tani (on farm agribusiness) disebut sebagai sektor pertanian primer.
3) Subsistem agribisnis hilir (down stream agribusiness) yaitu kegiatan ekonomi yang
mengolah hasil pertanian primer menjadi produk olahan, beserta kegiatan
perdagangannya di pasar domestic internasional.
4) Subsistem jasa layanan pendukung (supporting institution) seperti lembaga keuangan
dan pembiayaan, transportasi, penyuluhan, layanan informasi agribisnis, penelitian
dan sebagainya.
Dalam struktur perekonomian nasional, sektor agribisnis memiliki jangkauan
dan ruang gerak yang sangat luas yaitu dari skala usaha tani yang dikelola keluarga
sampai dengan skala usaha tani di tingkat nasional. Selain itu, agribisnis juga mencakup
keterkaitannya antara sektor pertanian dengan sektor industri hingga seluruh jaringan
sistem pertanian, mulai dari pengorganisasian produksi hingga pendistribusian hasil
produksi.
Secara konseptional sistem agribisnis dapat diartikan sebagai semua aktivitas,
mulai dari pengadaan dan penyaluran saran produksi (input) sampai dengan pemasaran
produk-produk yang dihasilkan oleh usaha tani serta agroindustri, yang saling terkait
satu sama lain.
Dengan demikian sistem agribisnis merupakan suatu sistem yang terdiri dari
berbagai subsistem yaitu.
1) Subsistem pengadaan atau penyaluran sarana produksi, teknologi dan pengembangan
sumberdaya manusia.
2) Subsistem budidaya dan usaha tani
3) Subsistem pengolahan hasil pertanian atau agroindustry
4) Subsistem pemasaran hasil pertanian.
Dengan pendekatan sistem tersebut di atas, orientasi pembangunan pertanian
mencakup seluruh aspek di dalam sistem agribisnis yang dilakukan secara terpadu,
dengan memperhatikan kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup.
Rangkaian kegiatan yang terkait dalam sistem agribisnis tersebut di atas di
gerakkan oleh berbagai kelembagaan. Peranan kelembagaan dalam sistem agribisnis
sangat menentukan keberhasilan pembangunan pertanian di masa depan. Selain itu,
pertanian berwawasan agribisnis memerlukan “dukungan rancangan bangun
kelembagaan” dalam suatu bentuk jaringan kelembagaan agribisnis yang terpadu,
sistematis, dan berfungsi secara efisien dalam mendukung kegiatan pertanian.ribisnis
dalam bentuk unit-unit usaha dalam subsistem saran produksi, usaha tani / produksi,
pasca panen dan pengolahan serta pemasaran hasil, memerlukan dukungan pembinaan
yang trearah dan terkoordinasi lintas sektor. Oleh karena itu pemberdayaan kelembagaan
menuju bangun kelembagaan agribisnis yang tangguh merupakan salah satu strategi
dalam pembangunan agribisnis. Ketangguhan kelembagaan semacam ini menjadi syarat
mutlak bagi pelaku-pelaku pertanian untuk mampu mengapresiasikan jati dirinya dalam
era persaingan mendatang.
1. Keragaan dan Peranan Kelembagaan Agribisnis
Keberhasilan pembangunan sektor agribisnis tidak terlepas dari faktor manusia
sebagai pelaku dan sekaligus sebagai tujuan pembangunan serta kelembagaan sebagai
wahana di dalam kegiatan pengembangan agribisnis.
Kelembagaan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan
agribisnis. Yang dimaksud dengan kelembagaan adalah berupa tradisi baru maupun
pranata baru yang cocok dengan tuntutan industrialisasi atau organisasi yang mampu
menghasilkan ragam produk yang dapat memanfaatkan dan mengembangkan keunggulan
komparatif atau keunggulan kompetitif.
Untuk lebih mengenal kelembagaan yang terkait dalam sistem agribisnis,
berikut ini akan disajikan berbagai bentuk kelembagaan yang terkait dalam sistem
agribisnis.
DAFTAR PUSTAKA
Andi Dungan, PhD: http://www.graceland.edu/~dungan/hrm/homepage_hrm.html
Asean website, www.Aseansec.org.
Ati Cahyati, Stategi Kebijakan MSDM, 2005
Ato Suprapto, Strategi Pengembangan Usaha Pertanian sebagai Penunjang Agroindustri.
1997
BPS (2000), Statistik Indonesia
Bungaran Saragih, Pembangunan “AGRIBISNIS” Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi
Berbasis Pertanian. 1998
Capra, F. (1997), The Web of Life, GB, Harper & Colin
Dessler, Gary (2000): Human Resource Management, International Edition, 8th Ed. Prentice
Hall, Inc., Upper Saddle River, New Jersey.
Drs. H. Melayu, S.P. Hasibuan, MSDM (versi revisi), 2005
Edwin B. Fuppo, Manajemen Personalia, 1998
Erve, N.M.( 1998), Resonant Corporation, McGraw-Hill, USA
Gery Dessler, Manajemen SDM, 1998
Gilley, J.W. & Maycunich, A.(2000), Beyond the Learning Organization, Harper Collins
Publishers, USA
Ginanjar Kartasasmita, 1996, Membangun Pertanian Abad ke-21 Menuju Pertanian yang
Berkebudayaan Industri. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 1996
Hackman, J. R. & Oldham, G.R. (1976), Motivation Through the Design of Work: Test of a
Theory, Organizational Behaviout and Human Performance, August, pp. 250 –79
Hamel, G. & Prahalad, C.K. (1994), Competing for the Future, Harvard Business School,
Press, Boston, MA
Jarvis, Chris: http://sol.brunel.ac.uk/~jarvis/bola/personnel/index.html#pest
Konstadakopulus, D. (2002), The Challenge of Technological Development for Asean, Asean
Economic Bulletin, vol 19 no 1. p 100-110.
Koter, P.J. & Haskett, J.L. (1992), Corporate Culture & Performance, Free Press, Macmillan
Press, USA
Marihot Efendi Hariandja, Drs., M.Si, MSDM, 2002
Miles, R. & Snow, C. (1978), Organizational Strategy, Structure & Process, MacGraw-Hill,
New York
Schulter, R.S. & Huber, L.V. (1993), Personnel & Human Resource Management, Minn-
West, St. Paul
Senge, P. (1990), The Leaders’ New Work : Building Learning Organizations, Sloan
Management Review 32, no. 1, p 7-24
Sonnenfeld, J. & Peiperl, M.A. ( 1998), Staffing Policy as a Strategic Response : A Typology
of Career System, Academy of Management Review, 13 no 4, p 588-600.
T. Hani Handoko, Manajemen Personalia dan SDM, 2001
Taylor, B. (1994), Successful Change Strategies, Simon & Schuster International, Co, GB