strategi percepatan pengembangan minapolitan melalui industrialisasi kelautan dan perikanan

Upload: hikmah-madani

Post on 13-Oct-2015

100 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

NASKAH USULANREKOMENDASI KEBIJAKAN

STRATEGI PERCEPATAN PENGEMBANGAN MINAPOLITAN UNTUK MENDUKUNG INDUSTRIALISASI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Sasaran Rekomendasi: 1) Kebijakan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya 2) Kebijakan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap 3) Kebijakan Direktorat Jenderal Kp3K

LATAR BELAKANGKebijakan pembangunan nasional mengamanatkan pendayagunaan sumberdaya alam sebagai pokok-pokok kemakmuran rakyat dilakukan secara terencana, rasional optimal bertanggung jawab, dan sesuai dengan kemampuan daya dukungnya. Namun proses pembangunan yang dilaksanakan selama ini, selain memberikan dampak positif sebagaimana diamanatkan dalam kebijakan pembangunan nasional, di sisi lain telah menimbulkan masalah yang cukup besar dan kompleks. Pendekatan pengembangan kawasan minapolitan dipacu sebagai penggerak ekonomi sektor kelautan dan perikanan dan diharapkan mampu menarik perkembangan sektor-sektor yang lainnya. Tujuannya untuk mengembangkan sistem dan usaha minabisnis, sehingga akan mengurangi kesenjangan kesejahteraan pendapatan antar masyarakat, mengurangi kemiskinan dan mencegah terjadinya urbanisasi tenaga produktif, serta akan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) (DJPB 2009). Berdasarkan penelitian BBPSEKP (2012), Permasalahan dalam pelaksanaan kegiatan program minapolitan masih banyak terjadi sehingga target capaian yang diharapkan tidak terealisasi. Permasalahan tersebut terjadi baik pada sisi input (kebijakan), Proses, dan outputnya. Permasalahan dan kendala hulu- hilir yang dihadapi oleh pelaku usaha tambak garam, perikanan budidaya dan perikanan tangkap antara lain: Pada minapolitan garam permasalahan pada produksi antara lain hasil panen masih didominasi garam kualitas II dan kualitas III yaitu sebanyak 80 % sedangkan garam kualitas I hanya 20 %, teknologi yang digunakan oleh petambak teknologi tradisional, infrastruktur yang kurang memadai, misalnya saluran air, jalan menuju tambak, dan sedikitnya gudang penyimpanan yang representatif bagi dari segi kapasitas maupun higienitas. Petambak garam hanya sebagai price taker, kualitas garam sebagai dasar penentuan harga ditentukan oleh pedagang besar (terjadinya penguasaan kartel garam di tingkat lokal, adanya keterikatan permodalan antara petambak garam dan pedagang, menjadikan petambak tidak bebas memilih jalur pemasaran, kurangnya informasi pasar yang diterima petambak, keterbatasan modal jika produksi melebihi kapasitas keuangan, persaingan dengan garam impor yang kualitasnya sama dengan garam lokal dengan harga garam impor yang lebih rendah dibanding garam lokal. Permasalahan kelembagaan antara lain tingkat pendidikan petambak kurang, hal ini berkaitan dengan manajemen usaha dan penerimaan inovasi teknologi, generasi muda kurang tertarik untuk usaha pegaraman, tidak adanya lembaga keuangan yang memberikan fasilitas yang mudah diterima oleh para petambak. Permasalahan permodalan antara lain: petambak sulit mengakses sumber modal, sehingga pedagang terjerat utang pada pedagang pengumpul dan juragan. Pada perikanan budidaya permasalahan yang dihadapi antara lain belum optimalnya sinergitas antara KKP dengan Kementrian PU, Perbankan untuk pembangunan Infrastruktur, pembiayaan usaha dalam mendukung pengembangan minapolitan, Belum optimalnya pengembangan saranan dan prasarana infrastruktur. Kurangnya benih/bibit yang berkualitas, belum diterapkannya CBIB, kurangnya informasi terhadap penanggulangan hama penyakit, Permasalahan pada distribusi dan pemasaran antara lain kurangnya daya saing produk, kurangnya informasi pasar, panjangnya rantai pasar sehingga tidak efisien, dan kurangnya nilai tambah produk. Permasalahan pada SDM dan Kelembagaan antara lain kurang kuatnya kapasitas kelembagaan penyuluhan dan terbatasnya penguasaan teknologi budidaya. Permasalahan permodalan: pembudidaya tidak terbiasa mengakses sumber modal pada lembaga keungan konvensional, sehingga pola patron klien masih banyak ditemui antara pembudidaya, pedagang pengumpul besar. Permasalahan pada sisi output target produksi belum tercapai. Jumlah armada penangkapan ikan yang tidak terkendali akan menyebabkan kondisi yang kontra-produktif, karena peningkatan effort penangkapan ikan tersebut akan menyebabkan sumberdaya perikanan semakin sulit, Penyaluran bantuan PUMP tidak tepat sasaran, Kurangnya sinergitas program antara pemerintah tingkat pusat. Sejalan dengan pendekatan pengembangan kawasan minapolitan, kebijakan industrialisasi perikanan merupakan langkah strategi percepatan pengembangan kawasan minapolitan perikanan. untuk itu, perlu diupayakan perbaikan untuk penanganan permasalahan tersebut dan merumuskan langkah-langkah strategi percepatan pengembangan minapolitan melalui industrialisasi Kelautan dan perikanan.

OPSI REKOMENDASI

1. Peningkatan konektivitas dan infrastruktur2. Penguatan Investasi dan sistem manajemen usaha 3. Pengembangan IPTEK dan Penguatan kelembagaan serta Sumber Daya Manusia 4. Peningkatan kualitas dan keamamanan produk

DASAR PERTIMBANGAN REKOMENDASI1. Peningkatan konektivitas dan infrastrukturSalah satu peramasalahan dalam pengembangan kawasan minapolitan antara lain pembangunan infrastruktur di kawasan perbatasan seperti: kondisi geografis yang sulit dijangkau sehingga tidak seluruh trase memenuhi konsep sabuk komando, sumber material pembangunan jalan yang sulit didapat, konektivitas yang masih sangat terbatas dan sarana dan sarana penunjang produktivitas perikanan masih kurang. Sebagai contoh hasi penelitian BBPSEKP mengidentifikasi permasalahan terkait dengan infrastruktur antara lain kondisi saluran irigasi yang buruk, jaringan jalan dan aksesibilatias yang buruk, sarana dan sarana produksi seperti pabrik es, minimnya sarana dan sarana BBI, minimnya sarana cold storage (Apriliani et.al, 2011); (Purnomo, et.al., 2012). Disamping itu, permasalahan pada beberapa daerah yang memiliki infrastruktur yang kurang memadai, misalnya saluran air, jalan menuju tambak, dan sedikitnya gudang penyimpanan yang representatif bagik dari segi kapasitas maupun higienitas (Manadiyanto et.al, 2012). Selanjutnya Zulham et.al (2012) mengemukakan bahwa permasalahan infrastruktur atau prasarana publik pendukung aktifitas ekonomi di bidang perikanan sangat minim seperti kondisi jalan raya dari dan ke pelabuhan perikanan masih buruk, dermaga kolam labuh yang tidak memadai, kurangnya sarana air bersih, tempat pelelangan ikan, sarana bongkar muat, cold storage dan lainya yang masih buruk.

2. Penguatan Investasi dan sistem manajemen usaha Salah satu komponen pokok yang sensitif dan selalu menjadi ciri khas pada pengembangan perikanan skala kecil dan menengah adalah permasalahan permodalan. Permasalahan modal bukan disebabkan oleh tidak adanya lembaga keuangan dan kurangnya uang beredar, namun disebabkan sebagian besar lembaga keuangan di Indonesia kurang berminat pada kegiatan usaha perikanan, karena dianggap beresiko tinggi (high risk) mengingat hasil tangkapan nelayan tidak pasti. Sedangkan dalam menyalurkan dana pinjamannya, lembaga keuangan pada umumnya menetapkan syarat agunan (collateral) yang sulit untuk dapat dipenuhi oleh para pelaku usaha penangkapan ikan skala kecil. Modal merupakan salah satu faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan perikanan tangkap. Hanya saja pemodal atau lembaga keuangan selalu mempertimbangkan risiko yang melekat pada usaha perikanan tangkap antara lain: (1) production risk, yaitu meliputi risiko atas hasil tangkapan nelayan yang diharapkan, seperti gangguan alam (cuaca, arus), stok ikan yang makin tipis; (2) natural risk, yaitu risiko akibat kondisi alam, biasanya merupakan salah satu faktor yang menyebabkan timbulnya risiko produksi, seperti terjadinya angin badai atau topan; (3) price risk, yaitu harga hasil tangkapan ikan tidak sesuai dengan yang diharapkan, misalnya karena ada permainan tengkulak; (4) technology risk, yaitu perubahan-perubahan yang terjadi oleh pesatnya kemajuan teknologi, yang dapat menimbulkan ketidakpastian; (5) other risk, yaitu macam risiko lainnya (Ritonga, 2004). Program investasi untuk tujuan percepatan pembangunan ekonomi Indonesia diletakkan sebagai fundamental nilai implementasi tentang arah pembangunan ekonomi Indonesia ke depan (BKPM,2011).

3. Pengembangan IPTEK dan Penguatan kelembagaan serta Sumber Daya Manusia Pembangunan iptek masih terkendala oleh berbagai permasalahan, antara lain tingkat kemampuan dan kapasitas kelembagaan iptek nasional yang masih rendah. Pada tahun 2001 Indonesia berada pada urutan ke-60 dari 72 negara dalam Indeks Pencapaian Teknologi (IPT). Sementara itu, menurut World Economic Forum (WEF) tahun 2004, Indeks Daya Saing Pertumbuhan (growth competitiveness index) Indonesia hanya menduduki peringkat ke-69 dari 104 negara. Salah satu penyebab rendahnya daya saing tersebut adalah lemahnya kebijakan pengembangan teknologi dalam memfasilitasi kebutuhan peningkatan produktivitas di samping masalah institusi publik dan kondisi makro ekonomi. Masih minimnya sumber daya iptek tercermin pula dari rendahnya kualitas SDM di bidang iptek. Rasio tenaga peneliti Indonesia pada tahun 2002 adalah 5,0 peneliti per 10.000 penduduk, lebih kecil jika dibandingkan dengan Malaysia sebesar 8,0. Di samping itu, belum terbentuk kompetensi inti yang bisa menjadi pusat unggulan pembangunan iptek jangka panjang. Sementara itu, kapasitas institusi-institusi iptek di pusat dan daerah masih belum kuat (Bappenas, 2009).Sementara Amanah UU no. 18 tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Iptek pasal 14 yang menyatakan Pemerintah, pemerintah dareah, dan atau badan usaha, dapat membangun kawasan, pusat peragaan, serta prasarana dan sarana iptek lain untuk memfasilitasi sinergi dan pertumbuhan unsur-unsur kelembagaan dan menumbuhkan budaya iptek di kalangan masyarakat.

4. Peningkatan kualitas dan keamamanan produkSektor perikanan juga akan dihadapkan pada berbagai hambatan seperti ditolaknya produk ekspor hasil perikanan oleh beberapa negara tujuan ekspor seperti Eropa dan Amerika, sebagai akibat mutu produk tidak terjamin dan memenuhi persyaratan, karena diduga tercemar logam berat. Posisi penawaran harga produk yang lemah karena harga ditentukan oleh negara tujuan ekspor yaitu Jepang dan Amerika, Uni Eropa dan Korea. Untuk mengantisipasi gejala ini, pengembangan perikanan harus melalui pengembangan agroindustri, karena agroindustri khususnya industri perikanan membutuhkan ketersediaan bahan baku berkembang tanpa dukungan kegiatan perikanan yang menghasilkan bahan baku primer (ikan). Untuk penyediaan bahan baku primer harus didukung oleh sarana (alat tangkap dan kapal) maupun infrastruktur berupa pelabuhan perikanan yang dilakukan secara bersamaan dan harmonis serta sesuai dengan persyaratan dunia tentang produk hasil perikanan (Wahyuni, 2002).

STRATEGI IMPLEMENTASI1. Peningkatan Konektivitas Dan InfrastrukturLangkah operasional yang akan dilaksanakan dalam rangka pelaksanaan strategi ini adalah: penguatan sistem dan manajemen pelabuhan perikanan; pembangunan dan manajemen infrastruktur dasar dan pelayanan public terintegrasi; peningkatan dan perluasan hubungan bisnis hulu-hilir, hulu-hulu, dan hilir-hilir melalui jaringan komunikasi; dan pengembangan hubungan geografis antar kawasan melalui pembangunan dan manajemen infrastruktur dasar pelayanan publik terintegrasi.

2. Penguatan Investasi dan sistem manajemen usaha Langkah operasional yang akan dilaksanakan dalam rangka pelaksanaan strategi ini adalah: Penguatan sistem dan manajemen standardisasi dan modernisasi armada perikanan tangkap dengan tetap melakukan keberpihakan kepada perusahaan dalam negeri dan nelayan lokal dan penerapan pengelolaan perikanan (fisheries management) secara bertahap berorientasi kepada kelestarian lingkungan dan terwujudnya keadilan. Memberlakukan pembatasan jumlah armada, penggunaan jenis dan jumlah alat tangkap serta mengevaluasi (rasionalisasi) struktur armada perikanan tangkap yang ada sehingga sumber daya ikan yang ada dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Penguatan sistem dan manajemen perizinan usaha penangkapan ikan; Penguatan sistem dan manajemen modal dan investasi; Penguatan sistem dan manajemen usaha nelayan; Penguatan sistem dan manajemen data dan informasi; Penguatan sistem monitoring dan pelaporan usaha; Pengembangan pola kemitraan usaha kelautan dan perikanan; Pengembangan kebijakan investasi kelautan dan perikanan yang kondusif; Integrasi kebijakan investasi lintas sektor, pusat dan daerah, serta antar daerah; Penguatan peran koperasi dalam pemasaran garam; Regulasi dan penataan usaha garam; dan Penetapan kuota produksi garam;

3. Penguatan Kelembagaan, Sumber Daya Manusia dan Pengembangan IPTEK

Langkah operasional yang akan dilaksanakan dalam rangka pelaksanaan strategi ini adalah: Pengembangan kelembagaan dan pelaksanaan model penerapan Iptek/iptekmas; Pengembangan kelembagaan inovatif; Percepatan proses difusi, pengembangan mekanisme intermediasi dan pemanfaatan IPTEK yang lebih efektif; Penguatan penelitian dan rekomendasi kebijakan untuk pengembangan komoditas dan produk unggulan; Penguatan kelembagaan IPTEK dengan mendorong mobilitas peneliti, peningkatan kerja sama vertikal dan horizontal, menciptakan sinergisme kebijakan dan keterpaduan program IPTEK dengan sektor lainnya; Penelitian stok, pola migrasi, habitat dan lokasi/sebaran daerah potensial ikan unggul untuk perikanan tangkap, serta pengembangan strain unggul dan teknologi pakan, vaksin, dan obat-obatan untuk mendukung peningkatan produksi perikanan budidaya; Penyelenggaraan pendidikan kelautan dan perikanan berkualitas berstandar internasional pada tingkat SLTA, Akademi, dan Perguruan Tinggi; Pengembangan sistem pendidikan terapan melalui teaching factory;

4. Peningkatan Kualitas Dan Keamanan ProdukLangkah operasional yang akan dilaksanakan dalam rangka pelaksanaan strategi ini adalah: Peningkatan kapasitas prasarana dan sarana pelaksanaan sistem jaminan mutu dan keamanan produk kelautan dan perikanan; Penguatan sistem pengendalian dan penjaminan mutu dan keamanan produk kelautan dan perikanan Desiminasi teknologi pengolahan garam industri skala mikro dan kecil; Mengoptimalkan sistem perkarantinaan dan pengawasan penyakit ikan Standarisasi dan sertifikasi industry pengolahan

PRAKIRAAN DAMPAK REKOMENDASI1. Meningkatnya konektivitas antar wilayah dan Infrastruktur yang memadai akan memberikan dampak terhadap percepatan pengembagan kawasan minapolitan2. Penguatan Investasi dan sistem manajemen usaha akan memberikan dampak berkembangnya skala usaha ke arah yang lebih modern yang memiliki dayasaing, dan ramah lingkungan3. Menguatnya kelembagaan Serta Sumber Daya Manusia dan Pengembangan IPTEK akan memberikan dampak bagi pelaku usaha agar semakin mampu mengelola atau memanfaatkan sumber daya secara berkelanjutan 4. meningkatnya kualitas dan keamamanan produk diharapkan produk perikanan yang dihasilkan Indonesia mampu berdaya saing yang tinggi

DAFTAR REFERENSIDirektorat Jenderal Perikanan Budidaya. 2009. Kebijakan Pengembangan Kawasan Minapolitan Sebagai Langkah DKP dalam Mendukung Pengembangan Wilayah. Gorontalo, 13 Nopember 2009.Hubeis, A.V.S dan Wasmana, P. 2010. Strategi Komunikasi Pemberdayaan Masyarakat Melalui Minapolitan. Makalah disampaikan pada Seminar Membangun Minapolitan Berbasis Masyarakat, IPB-Bogor 25 Maret 2010.Bogor. Manadiyanto, M. D. Erlina , T. Kurniawan, Frehsti A, A. Azizi, dan Hesti. 2012. Model Pengambangan Kawasan Minapolitan Garam. Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Laporan Teknis.Menteri Kelautan dan Perikanan. 2010. Revolusi Biru dan Program Nasional Minapolitan. Makalah disampaikan pada Seminar Membangun Minapolitan Berbasis Masyarakat, IPB-Bogor 25 Maret 2010.Bogor. Purnomo, Hikmah, Sastrawidjaja, Riayanti, suryanegara, Handayani. Kajian Pengembangan Kawasan Minapolitan Perikanan Budidayadan Pengembangan 7 Komoditas Budidaya. Jakarta. Laporan Teknis.Zulham, R. Yusuf, Wardono. 2012. Kajian Pengembangan Kawasan Minapolitan Perikanan Tangkap Laut. Jakarta. Laporan Teknis.Apriliani,T., T. Kurniawan, dan Hikmah. 2011. Identifikasi permasalahan dan peluang perbaikan pengembangan kawasan minapolitan di kabupaten Gowa. Jurnal Sosek KP Vol. 6 No. 2 Tahun 2011. Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Jakarta.BKPM,2011. identifikasi pengembangan Kawasan Berbasis Teknologi. www.regionalinvestment.bkpm.go.id/.../Identifikasi%20pengembang. Diakses tanggal 21 Desember 2013. Bappenas, 2009. Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM). www.bappenas.go.id/index.php/download_file/view/8916/1739. Diakses tanggal 23 Desember 2013.

Penyusun Rekomendasi:Nama: HikmahNo Hp: 081585068008Email: [email protected]

PAKET REKOMENDASI KEBIJAKAN

STRATEGI PERCEPATAN PENGEMBANGAN MINAPOLITAN UNTUK MENDUKUNG INDUSTRIALISASI KELAUTAN DAN PERIKANAN

BALAI BESAR PENELITIAN SOSIAL EKONOMI KELAUTAN DAN PERIKANANBADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANANKEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN2013