bogor masterplan minapolitan

175
MASTERPLAN MINAPOLITAN KABUPATEN BOGOR Tim Penyusun : Lala M. Kolopaking Kadarwan Soewardi Linawati Hardjito Ernan Rustiadi Taryono Kodiran Siti Nursyiah Prastowo Odang Carman Yoyoh Indaryanti Dyah Ita Mardiyaningsih Nuning Koesumowardani Muhamad Alif Razi Eka Hermawan Susanto Dewi Setyawati Johan Kerjasama BADAN PERENCANAN PEMBANGUNAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR dengan PUSAT STUDI PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PEDESAAN LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

Upload: ferry-triwahyudi

Post on 29-Oct-2015

1.722 views

Category:

Documents


88 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bogor Masterplan Minapolitan

 

 

 

 

 

 

MASTERPLAN MINAPOLITAN KABUPATEN BOGOR

Tim Penyusun : Lala M. Kolopaking

Kadarwan Soewardi Linawati Hardjito

Ernan Rustiadi Taryono Kodiran

Siti Nursyiah Prastowo

Odang Carman Yoyoh Indaryanti

Dyah Ita Mardiyaningsih Nuning Koesumowardani

Muhamad Alif Razi Eka Hermawan Susanto

Dewi Setyawati Johan

 

 

 

 

 

KerjasamaBADAN PERENCANAN PEMBANGUNAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR

dengan PUSAT STUDI PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PEDESAANLEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

Page 2: Bogor Masterplan Minapolitan

MasterPlan Minapolitan Kabupaten Bogor

ii

KATA PENGANTAR

Kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan

karunia-Nya “Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor” ini dapat diselesaikan.

Kegiatan ini merupakan hasil kerjasama antara PSP3 - LPPM IPB dengan BAPPEDA

Kabupaten Bogor berdasarkan Surat Kuasa Melaksanakan Pekerjaan Swakelola Kajian

Akademis oleh Perguruan Tinggi.

Dokumen Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor ini merupakan bentuk Laporan Akhir

dari pertanggungjawaban PSP3-IPB dalam pelaksanaan kegiatan Penyusunan

Masterplan Minapolitan di Kabupaten Bogor. Laporan ini dibuat berdasarkan data dan

informasi yang diperoleh melalui beragam pendekatan dari wawancara mendalam,

observasi langsung, survey terhadap stakeholder terkait maupun diskusi kelompok

terarah pada beragam tingkatan. Selain itu, laporan ini dilengkapi dengan masukan-

masukan yang diterima oleh Tim pada saat kegiatan ekspose Laporan Pendahuluan dan

Laporan Antara. Dalam laporan antara ini sudah dipaparkan rencana pengembangan

kawasan minapolitan di Kabupaten Bogor dengan beberapa indikasi program yang perlu

dilakukan dalam jangka waktu lima tahun ke depan.

Paparan rencana pengembangan kawasan minapolitan ini masih belum sempurna

sehingga diharapkan masukan dan saran untuk mendapatkan satu dokumen Master Plan

Minapolitan Kabupaten Bogor yang baik.

Terima kasih

Bogor, November 2010

Tim Penyusun

Page 3: Bogor Masterplan Minapolitan

MasterPlan Minapolitan Kabupaten Bogor

iii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar iii

Daftar Isi iv

Daftar Tabel v

Daftar Gambar v

I. PENDAHULUAN I-1

1.1. Latar Belakang I-1

1.2. Tujuan dan Sasaran I-2

1.2.1. Tujuan I-3

1.2.2. Sasaran I-3

1.3. Ruang Lingkup Kegiatan I-3

II. KONSEP DAN KERANGKA TEORU PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLTAN II-1

2.1. Pengertian dan Ciri Kawasan Minapolitan II-1

2.1.1. Pengertian umum II-1

2.1.2. Kriteia Kawasan Minapolitan II-2

2.2. Rencana Pengembangan Kawasan Minapolitan II-3

2.2.1. Komoditi Unggulan II-3

2.2.2. Prinsip, Tujuan dan Perencanaan Pengembangan Kawasan Minapolitan II-4

2.2.3. Konsep Rencana Tata Ruang Kawasan Minpolitan II-7

2.2.4. Kedudukan Rencana Tata Ruang Minapolitan dalam Sistem Pengembangan Wilayah Kabupaten/Kota II-8

2.2.5. Konsep Kelembagaabn Minapolitan II-9

2.3 Tujuan Minapolitan II-12

2.4. Sasaran Minapolitan II-12

III. TINJAUAN KEBIJAKAN III-1

3.1. Kebijakan Nasional Minapolitan III-1

3.2. Kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten III - 3

Page 4: Bogor Masterplan Minapolitan

MasterPlan Minapolitan Kabupaten Bogor

iv

Bogor: Perda No. 19 Tahun 2008

3.3. Kebijakan Rencana Pembangunan Jangka Memengah Daerah

(RPJM-D) Kabupaten Bogor 2008-2013: Perda No. 7 Tahun 2009

III-11

3.4. Peraturan Terkait Minapolitan III-13

IV. WAKTU DAN LOKASI KEGIATAN 4-1

4.1. Lokasi Kegiatan di Empat Kecamatan 4-1

4.2.1. Kerangka Pendekatan Studi IV-2

4.2.1. Pendekatan Penyusunan Master Plan IV-2

4.2.2. Pendekatan Pengembangan Minapolitan IV-4

4.2.3. Pendekatan Agribisnis dalam Pengembangan Minapolitan IV-5

4.3. Pendekatan Keilmuan Terkait IV-7

4.3.1. Pendekatan Peerikanan Budidaya IV-7

4.3.2. Pendekatan Pengolahan Perikanan IV-8

4.3.3. Pendekatan Hidrologi IV-9

4.3.4. Pendekatan Kelembagaan dan Sosial Ekonomi Perikanan IV-9

4.3.5. Pendekatan Pengembangan Wilayah IV-10

4.3.6. Pendekatan Lanskap IV-11

4.4. Pelaporan IV-18

V. KONDISI UMUM KAWASAN MINAPOLITAN V-1

5.1. Batas Administrasi dan Geografis Wilayah V-1

5.2. Kondisi Demografi V-1

5.3. Kondisi Ekonomi Wilayah V- 2

5.4. Biofisik dan Tata Guna Lahan V - 4

5.5. Kondisi Perikanan V - 7

VI. ANALISIS POTENSI DAN PERMASALAHAN VI-1

6.1. Potensi budidaya Perikanan Air Tawar VI-1

6.2. Pemasaran VI-2

6.3. Permasalahan Perikanan Budidaya VI-2

6.3.1. Permaalahan Pembenihan VI-3

6.3.2. Permasalahan di Tingkat Pendeder VI-3

6.3.3. Permasalahan di Tingkat Pembesaran VI-4

6.4. Potensi Pengolahan Produk Perikanan VI-4

6.4.1. Jenis Pengolahan VI-6

Page 5: Bogor Masterplan Minapolitan

MasterPlan Minapolitan Kabupaten Bogor

v

6.4.2. Permasalahan Pengolahan VI-7

6.4.3. Potensi Calon Sentra Pengolahan VI-7

6.5. Pemasaran VI-8

6.5.1. Pemasaran Ikan Segar VI-8

6.5.2. Pemasaran Ikan Olahan VI-9

6.6. Sistim Tata Air VI-11

6.7. Kebijakan Terkait Minapolitan VI-15

6.8. Isu dan Permasalahan Kelembagaan VI-17

6.9. Potensi Minawisata VI-18

6.9.1. Infrastruktur Wilayah VI-18

6.9.2. Identifikasi dan Analisis Potensi Lanskap Kawasan Minapolitan VI-18

6.9.3. Analisis Kelayakan Lanskap untuk Minawisata VI-24

VII. STRATEGI DAN RENCANA PENGEMBANGAN VII-1

7.1. Penetapan Kawasan Pengembangan VII-1

7.2. Penetapan Produk Unggulan VII-1

7.3. Rencana Pengembangan Potensi Perikanan Budidaya VII-3

7.4. Rencana Pengembangan Potensi Pengolahan VII-3

7.4.1. Pengembangan Produk Olahan VII-3

7.4.2. Pengembangan Teknologi Pengolahan VII-4

7.5. Arahan dan Rencana Pengembangan Lanskap Minawisata VII-8

7.6. Arahan dan Rencana Pengembangan Kelembagaan VII-13

VIII. INDIKASI PROGRAM VIII-1

DAFTAR PUSTAKA D&L-1

LAMPIRAN Lampiran-2

Page 6: Bogor Masterplan Minapolitan

MasterPlan Minapolitan Kabupaten Bogor

vi

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Hal

4.1. Lokasi Kegiatan di 4 Kecamatan IV-1

4.2. Kerangka Pendekatan Penyusunan Masterplan Pengembangan Minapolitan

IV-3

4.3. Alat Perencanaan IV-11

4.4. Kriteria Penilaian Kelayakan Kawasan untuk Wisata IV-14

4.5. Penilaian Akseptibilitas Masyarakat IV-16

5.1. Presentase Jenis Mata Pencaharian Masyarakat Per Kecamatan di Zona IV

V-2

5.2. PDRB per Kapita Kabupaten/Kota di Kawasan Jabodetabek dan Sekitarnya Tahun 2000 dan 2008

V-3

5.3. Total PDRB, Julah Penduduk dan PDRB per Kapita Kabupaten/Kota di Kawasan Jabodetabek dan Sekitarnya Tahun 2006

V-4

5.4. Jumlah dan Luas Daerah Irrigáis Se-Kabupaten Bogor V-5

5.5 Luasan Masing-masing Penggunaan Lahan di Kabupeten Bogor Tahun 2006

V-7

6.1. Jumlah RTP Pembudidaya, Luas Areal dan Total Produksi Ikan Air Tawar di Kabupaten Bogor

6-1

6.2. Produksi Perikanan Per-kecamatan menurut Jenis Ikan

6.3. Jenis dan Harga Produk Olahan Ikan di CV. Bening dan CV. Bintang Anugerah di PIH Cibinong

VI-10

6.4. Hasil Analisi Neraca Air untuk Budidaya Perikanan VI-11

6.5. Hasil Analisis Debit Bulanan (Lt/Dtet) di Cogrek (53 Hal) Vi-12

6.6. Status Jalan dan Panjang di Kabupaten Bogor VI-1

6.7. Penilaian Kelayakan Kawasan Bogor sebagai Minawisata VI-25

Page 7: Bogor Masterplan Minapolitan

MasterPlan Minapolitan Kabupaten Bogor

vii

7.1. Skor Penentuan Komoditas Unggulan Ikan Air Tawar di Kabupaten Bogor

VII-2

7.2. Parameter Penilaian Pengolahan VII-2

7.3. Daftar Fasilitas dan Peralatan untuk Produksi Filet dan Pemanfaatan Hasil Samping

7.4. Fasilitas dan Peralatan untuk Pembuatan Lele Asap VII-6

7.5. Fasilitas dan Peralatan untuk Produksi Surimi VII-7

7.6. Fasilitas yang Diperlukan untuk Proses Produksi Surimi VII-7

7.7. Pilihan Bentuk Kelembagaan Pengelola Kawasan Minpolitan Bogor VII-20

Page 8: Bogor Masterplan Minapolitan

MasterPlan Minapolitan Kabupaten Bogor

viii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Hal

2.1. Konsepsi Pengembangan Minapolitan II-6

2.2. Keterkaitan Pusat Kawasan Minapolitan II-7

2.3. Deskripsi Kawasan Minapolitan II-9

2.4. Keterkaitan Usaha dan Pelakunya di Wilayah Studi II-10

4.1. Peta Lokasi Kegiatan IV-2

4.2. Sistem Agribisnis Perikanan IV-6

4.3. Tahapan Studi IV-13

5.1. Peta Lokasi Kabupaten Bogor V-1

5.2. Peta Wilayah Zona IV V-9

6.1. Kaki naga (VegiFish) (kiri) dan Nuget (kanan) VI-5

6.2. Industri Rumah Tangga Lele Asap dan Pengasapan Lele VI-6

6.3. Aktifitas Penjualan Benih Ikan di Pasar Benih Ciseeng VI-8

6.4. Lokasi Pasar Benih Ikan di Ciseeng VI-8

6.5. Lokasi BP3K, Ciseeng VI-8

6.7. Kolam di Lokasi BP3K VI-8

6.7. CV. Bening dan CV Bintang Anugerah VI-10

6.8. Grafik Curah Hujan Andalan dan Kebutuhan Air Untuk Budidaya Perikanan VI-12

6.9. Skema Daerah Irigasi Cibeuteung-1 VI-13

6.10 Skema Daerah Irigasi Saak BSK3 VI-14

6.11. Skema Daerah Irigasi Curug Serpong VI-15

6.12 Peta Kecamatan Kemang VI-19

Page 9: Bogor Masterplan Minapolitan

MasterPlan Minapolitan Kabupaten Bogor

ix

6.13. Peta Kecamatan Ciseeng VI-20

6.14. Kondisi Desa Babakan VI-20

6.15. Kondisi Pasar Ciseeng VI-20

6.16 Kondisi Kawasan Budidaya Ikan Hias VI-21

6.17. Kondisi Kawasan BP3K VI-21

6.18 Pembesaran Lele VI-21

6.19 Peta Kecamatan Parung VI-22

6.20 Kawasan Wisata Tirta Sanita VI-22

6.21. Kawasan Budidaya Lobster VI-22

6.22. Pengolahan Lele Asap VI-23

6.23. Peta Kecamatan Gunung Sindur VI-23

6.24 Beberapa Area Pemancingan VI-24

7.1. Pengolahan Ikan VI-24

7.2. Kaki Naga (Vegi Fish) dan Nuget VII-6

7.3. Proses Pembuatan Lele Asap VII-6

7.4. Proses Pembuatan Surimi VII-6

7.5. Produksi Produk Turunana Surami VII-7

7.7. Konsep Ruang dan Sirkulasi Minawisata Alternatife 1 VII-10

7.8 Lokasi Eksisting dan Desain Alternatif 1 Sentra Minapolitan (BP3K) VII-10

7.9. Kondisi Eksisting Sentra Minapolitan Alternatif 1 VII-11

7.10. Perspektif Sentra Minawisata Alternatif 2 VII-11

7.11. Konsep Ruang dan Sirkulasi Minawisata Alternatif 2 VII-12

7.12. Diagram Ruang Sentra Minapolitan Alternatif 2 (Desa Babakan) VII-12

7.13. Lokasi Eksisting dan Desain Alternatif 2 Sentra Minapolitan VII-13

7.14 Hirarki Pengambilan Keputusan Pengelolaan Sumberdaya Kawasan Minapolitan Bogor VII-18

7.15. Proses Pembentukan Kelembagaan Pengelola Kawasan Minapolitan VII-19

Page 10: Bogor Masterplan Minapolitan

MasterPlan Minapolitan Kabupaten Bogor

x

7.16. Tahapan Substantif Pembentukan Kelembagaan Operasional Pengelolaan Kawasan Minapolitan VII-19

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Peta Produksi Perikanan Dapus & Lamp-3

Lampiran 2. Peta Rumah Tangga Perikanan Dapus & Lamp-4

Lampiran 3. Peta Sarana dan Prasarana Dapus & Lamp-5

Lampiran 4. Peta Lokasi Obyek Wisata Minapolitan Dapus & Lamp-6

Lampiran 5. Tabel Indikasi Program Pengembangan Kawasan Minapolitan

Dapus & Lamp-7

Page 11: Bogor Masterplan Minapolitan

1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bogor merupakan salah satu kabupaten yang ditunjuk oleh Kementerian Kelautan dan

Perikanan (KKP) Republik Indonesia (RI) sebagai lokasi Pengembangan Minapolitan.

Kebijakan tersebut seirama dengan Kebijakan Revitalisi Petanian dan Pedesaan (RP3)

Kabupaten Bogor yang menerapkan pendekatan pengembangan pertanian berdasarkan

zonasi. Prinsip Zonasi Pengembangan RP3 ditujukan agar di Kabupaten Bogor ada

percepatan pembangunan pertanian dalam arti luas melalui pengembangan komoditas

unggulan di masing-masing zona. Selaras dengan RP3 tersebut, prinsip pangembangan

minapolitan oleh KKP juga menekankan pengembangan komoditas perikanan unggulan

di masing-masing wilayah berdasarkan kluster wilayah. Program minapolitan merupakan

upaya untuk menjadikan sektor perikanan sebagai sektor unggulan dalam pembangunan

daerah yang kawasannya memiliki potensi perikanan.

Program yang dapat dikembangkan di Zona 4 dan 2 selaras dengan upaya pemerintah

(KKP-RI) untuk menjadikan sektor perikanan sebagai salah satu sektor unggulan dalam

pembangunan daerah. Oleh karena itu, pemilihan produk atau komoditas menjadi sangat

penting karena nantinya diharapkan dapat merupakan branding bagi Kabupaten Bogor,

yang dapat membedakan dengan produk-produk dari daerah lain dan juga memiliki daya

saing yang tinggi. Dalam perkembangannya program minapolitan ini tidak hanya mampu

menggerakkan sektor perikanan saja, melainkan harus berdampak pada pertumbuhan

ekonomi masyarakat secara umum di wilayah tersebut.

Program minapolitan ini merupakan bagian dari strategi besar (grand strategy) KKP

dengan slogan “Revolusi Biru” dalam rangka peningkatan produksi perikanan, dan

peningkatan pendapatan nelayan serta pembudidaya ikan untuk menjadi pendorong

pembangunan daerah. Dalam strategi besar ini, kebijakan RP3 Kabupatern Bogor

memiliki arah yang bersinergi dengan gagasan atau kebijakan KKP-RI dengan

menempatkan perikanan budidaya faktor penggerak pembangunan daerah serta

berkotribusi signifikan tehadap pembangunan perikanan nasional. Sebagaimana dicatat

bahwa Program Minapolitan tersebut merupakan strategi besar KKP-RI yang

direncanakan akan diwujudkan mulai tahun 2011.

Page 12: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

Kabupaten Bogor adalah salah satu wilayah dengan ekologi dan geografis yang memiliki

potensi usaha perikanan budidaya air tawar yang sangat memadai dan layak

dikembangkan dalam kerangka program pengembangan minapolitan budidaya.

Kabupaten Bogor yang menjadi hinterland Daerah Khusus Ibukota Jakarta merupakan

wilayah pemasok pasar produk perikanan baik nasional maupun internasional.

Hingga saat ini, beberapa komoditas perikanan budidaya sudah berkembang di

Kabupaten Bogor, diantaranya ikan nila dan ikan Lele, Gurame, dan lain-lain. Namun

demikian, dalam kerangka minapolitan budidaya, tidak semua komoditas perikanan

budidaya tersebut harus menjadi komoditas pengembangan budidaya perikanan. Oleh

karena itu, dalam kerangka minapolitan budidaya, di mana satu bentuk/jenis kegiatan

budidaya perikanan satu komoditas unggulan, maka harus ada prioritas komoditas

perikanan budidaya yang akan dikembangkan untuk masing-masing jenis kegiatan

budidaya perikanan.

Hal-hal penting yang perlu mendapatkan perhatian dalam pengembangan minapolitan

budidaya tersebut adalah bahwasannya pengembangan minapolitan budidaya harus

terintegrasi dan memperhatikan kebijakan-kebijakan terkait yang sudah ada di Kabupaten

Bogor, diantaranya kebijakan tata ruang dan daya dukung wilayah. Selain itu, proses

pengembangannya harus bertumpu pada pemberdayaan masyarakat dengan melakukan

inovasi kebijakan di dalam pembiayaan usaha perikanan dengan membangun kerjasama

dengan pihak-pihak yang memiliki sumber pendanaan (baik secara Blending maupun

Hybrid Financing).

Oleh karena itu, dalam rangka mematangkan konsep minapolitan budidaya perikanan

Kabupaten Bogor yang meliputi kesiapan manajemen, finansial, teknologi, komoditas

unggulan, kelembagaan dan pemasaran, perlu disusun upaya-upaya teknis untuk

mematangkan konsep minapolitan budidaya perikanan tersebut. Dalam rangka menyusun

upaya-upaya teknis dan strategis untuk mematangkan konsep minapolitan tersebut

disusun rencana induk atau master plan pengembangan minapolitan di Kabupaten Bogor.

1.2. Tujuan dan Sasaran

1.2.1. Tujuan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan dari kegiatan ini adalah memperoleh dan

menganalisa data-data untuk merancang penyusunan dokumen rencana induk atau

masterplan pengembangan minapolitan di Kabupaten Bogor. Data-data tersebut diolah

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan I - 2 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 13: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan I - 3 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

secara cermat sehingga masterplan yang terbentuk dapat mendukung segala kegiatan

dan kepentingan minapolitan secara efektif dan efisien.

1.2.2. Sasaran

Merujuk tujuan kegiatan yang diuraikan sebelumnya, maka sasaran dari kegiatan ini

adalah tersusunnya dokumen rencana induk atau masterplan pengembangan minapolitan

di Kabupaten Bogor. Masterplan tersebut haruslah mempertimbangan dan mewakili

seluruh pihak terkait agar dapat menjadi cetak biru dalam pembangunan minapolitan.

1.3. Ruang Lingkup Kegiatan

Ruang lingkup kegiatan penyusunan masterplan pengembangan minapolitan di

Kabupaten Bogor sebagai berikut:

1. Identifikasi potensi sumberdaya alam (lahan, lingkungan perairan dan perikanan),

sumberdaya manusia, dan kelembagaan perikanan.

2. Identifikasi isu dan permasalahan dalam pengembangan perikanan budidaya

3. Identifikasi kondisi dan potensi infrastruktur pendukung kegiatan budidaya perikanan,

diantaranya jalan akses dan balai-balai benih.

4. Identifikasi kebijakan-kebijakan pemerintah, baik pusat maupun kebijakan RP3

Kabupaten Bogor yang terkait dengan pengembangan minapolitan budidaya perikanan

serta pemanfaatan ruang,

5. Perumusan konsepsi visi, misi, tujuan, dan strategi pengembangan minapolitan

budidaya.

6. Penyusunan rencana induk pengembangan minapolitan budidaya di Kabupaten Bogor,

meliputi:

a. penentuan lokasi atau kawasan unggulan untuk pengembangan minapolitan

budidaya,

b. penentuan komoditas unggulan dan teknologi budidaya untuk masing-masing jenis

kegiatan budidaya perikanan,

c. pengembangan sistem penyediaan benih secara tepat dan terus-menerus,

d. pengembangan sistem pemasaran produk-produk hasil pengembangan

minapolitan, dan

e. pengembangan sistem kelembagaan dan sistem pengelolaan kawasan minapolitan.

Page 14: Bogor Masterplan Minapolitan

2 KONSEP DAN KERANGKA TEORI PENGEMBANGAN KAWASAN

MINAPOLITAN

2.1. Pengertian dan Ciri Kawasan Minapolitan

2.1.1. Pengertian Umum

Secara bahasa, minapolitan berasal dari kata “Mina” (perikanan) dan “politan” (poli (multi)

dan –tan (kegiatan)) yang dapat diartikan sebagai kluster kegiatan perikanan yang

meliputi kegiatan produksi, pengolahan dan pemasaran dalam sistem agribisnis terpadu

di suatu wilayah atau lintas wilayah perikanan dengan kelengkapan sarana prasarana

serta pelayanan seperti di perkotaaan (kelembagaan, sistem permodalan, transportasi,

dan lain-lain). Lengkapnya adalah kluster perikanan yang tumbuh dan berkembang

seiring berjalannya sistem dan usaha agribisnis yang mampu melayani, mendorong,

menarik dan menghela kegiatan pembangunan perikanan di wilayah tersebut dan

sekitarnya.

Adapun secara makna, ada beberapa definisi minapolitan, yaitu:

1. kawasan perdesaan yang disiapkan mempunyai kelengkapan sarana dan prasarana

dan pelayanan perkotaan (infrastruktur termasuk transportasi dan energi), dengan

dukungan sistem permodalan yang tepat guna.

2. kawasan yang dikembangkan melalui pembentukan titik tumbuh suatu kluster kegiatan

perikanan dengan sistem agribisnis berkelanjutan yang meliputi produksi, pengolahan

dan pemasaran, sampai jasa lingkungan sebagai sistem kemitraan di dalam satu

wilayah.

3. kawasan terintegrasi sebagai kluster kegiatan perikanan dimana masyarakatnya

tumbuh dan berkembang seiring dengan kemajuan kelembagaan usaha yang

didukung sumberdaya manusia berkualitas melalui pendidikan yang maju.

Program minapolitan ini pada prinsipnya merupakan suatu program kegiatan yang

berupaya untuk mensinergiskan kegiatan produksi bahan baku, pengolahan dan

pemasaran dalam satu rangkaian kegiatan besar dalam satu kawasan atau wilayah.

Page 15: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

2.1.2. Kriteria dan Persyaratan Kawasan Minapolitan

a. Kriteria Kawasan Minapolitan

Kriteria dan persyaratan kawasan minapolitan yang akan dikembangkan, disesuaikan

dengan kondisi geografis dan potensi yang dimiliki oleh masing-masing kawasan yang

akan dikembangkan. Kriteria umum pengembangan kawasan minapolitan harus

memenuhi kriteria di bawah ini, yaitu:

1. Penggunaan lahan untuk kegiatan perikanan harus memanfaatkan potensi yang

sesuai untuk peningkatan kegiatan produksi dan wajib memperhatikan aspek

kelestarian lingkungan hidup serta mencegah kerusakannya;

2. Wilayah yang sudah ditetapkan untuk dilindungi kelestariannya dengan indikasi

geografis dilarang untuk dialih fungsikan;

3. Kegiatan perikanan skala besar, baik yang menggunakan lahan luas ataupun

teknologi intensif harus terlebih dahulu memiliki kajian Amdal sesuai dengan

ketentuan perundangan yang berlaku;

4. Kegiatan perikanan skala besar, harus diupayakan menyerap sebesar mungkin

tenaga kerja setempat; dan

5. Pemanfaatan dan pengelolaan lahan yang harus dilakukanberdasarkan

kesesuaian lahan dan RTRW.

Sedangkan Kriteria khusus pengembangan kawasan perikanan budidaya antara lain

adalah:

1. Memiliki kegiatan ekonomi yang dapat menggerakkan pertumbuhan daerah;

2. Mempunyai sektor ekonomi unggulan yang mampu mendorong kegiatan ekonomi

sektor lain dalam kawasan itu sendiri maupun di kawasan sekitarnya;

3. Memiliki keterkaitan kedepan (daerah pemasaran produk-produk yang dihasilkan)

maupun ke belakang (suplai kebutuhan sarana produksi) dengan beberapa daerah

pendukung;

4. Memiliki kemampuan untuk memelihara sumber daya alam sehingga dapat

dimanfaatkan secara berkelanjutan dan mampu menciptakan kesejahteraan

ekonomi secara adil dan merata bagi seluruh masyarakat.

5. Memiliki luasan areal budidaya eksisting minimal 200 Ha.

b. Persyaratan Kawasan Minapolitan

Suatu kawasan dapat dikembangkan menjadi kawasan minapolitan jika memenuhi

persyaratan sebagai berikut:

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan II - 2 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 16: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

1. Memiliki sumberdaya lahan/perairan yang sesuai untuk pengembangan komoditas

perikanan yang dapat dipasarkan atau telah mempunyai pasar (komoditas

unggulan), serta berpotensi atau telah berkembang diversifikasi usaha komoditas

unggulanya. Pengembangan kawasan tersebut tidak hanya menyangkut kegiatan

perikanan saja (on farm) tetapi juga kegiatan off farm-nya, yaitu mulai dari

pengadadaan nsarana dan prasarana perikanan, kegiatan pengolahan hasil

perikanan sampai dengan pemasaran hasil perikanan serta kegiatan penunjang.

2. Memiliki berbabgai sarana dan prasarana minabisnis yang memadai untuk

mendukung pengembangan sistsem dan usaha minabisnis tersebut adalah:

a. Pasar, (pasar hasil-hasil perikanan, pasar sarana dan prasarana, maupun

pasar jasa pelayanan termasuk pasar lelang, cold storagge dan processing

hasil perikanan sebelum dipasarkan.

b. Lembaga keuangan (perbankan maupun non perbankan).

c. Memiliki kelembagaan perikanan (kelompok, UPP).

d. Balai Beni Ikan.

e. Penyuluhan dan bimbingan teknologi.

3. Memiliki sarana dan Prasaran penunjang yanga memadai seperti jalan, listrik, air

bersih, dan lain-lain.

4. Memiliki sarana dan prasarana kesejahteraan sosial/masyarakat yang memadai

seperti kesehatan, pendidikan, kesenian, rekreasi, perpusatakaan dan lain-lain.

5. Kelestarian lingkungan hidup baik kelestarian sumberdaya alam, sosial budaya

maupun kota terjamin.

2.2. Rencana Pengembangan Kawasan Minapolitan

2.2.1. Komoditi Unggulan Kawasan Minaploitan

Komoditi unggulan adalah produk pilihan yang dihasilkan oleh sektor perikanan atau

pariwisata berbasis perikanan yang mempunyai nilai jual dan jaminan prospek masa

depan karena memiliki daya saling (competitive advantages) yang tinggi. Kawasan

minapolitan tidak saja berfungsi sebagai pemasok komoditi unggulan yang dihasilkan,

tetapi juga menghasilkan suatu produk olahan dari produksi pertanian yang siap

dipasarkan dan menjadi ciri khas daerah yang bersangkutan. Keunggulan produk yang

dihasilkan dari industri yang mengolah komoditi unggulan tersebut akan memberikan nilai

tambah yang besar karena produk yang dihasilkan mempunyai nilai jual yang stabil

dibandingkan dengan produk perkebunan atau pertanian tanpa melalui pengolahan.

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan II - 3 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 17: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

Untuk mendapatkan model-model pengembangan minapolitan pada kawasan pertanian

yang berbasiskan: tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan dan perikanan

maka diperlukan susunan tipologi sesuai dengan karakteristik yang dimiliki oleh masing-

masing kawasan minapolitan.

Di daerah-daerah yang akan dikembangkan sebagai kawasan minapolitan, membangun

industri produk jadi yang berbasis pada komoditi unggulan menjadi sangat penting untuk

dilakukan agar produk tersebut tidak menjadi komoditi yang dipermainkan pasar. Dengan

demikian selain petani akan mendapatkan jaminan pembelian bagi produk pertanian yang

dihasilkan, harga jual produk pertanian juga akan memberikan kontribusi yang baik

kepada petani. Akan terjadi kerjasama yang baik antara petani dengan industri, di mana

petani akan mengembangkan tanaman atau komoditi yang dibutuhkan oleh industri;

sedangkan industri akan mendapatkan jaminan suplai dari para petani pengembang

komoditi yang dibutuhkan.

2.2.2. Prinsip, Tujuan dan Perencanaan Pengembangan Kawasan Minapolitan

a. Prinsip Pengembangan Kawasan Minapolitan

Pengembangan kawasan dilaksanakan berdasarkan pada prinsip-prinsip yang sesuai

dengan arah kebijakan ekonomi nasional, yaitu:

1. Mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada mekanisme

pasar yang berkeadilan;

2. Mengembangkan perekonomian yang berorientasi global sesuai dengan

kemajuan teknologi dengan membangun keunggulan kompetitif berdasarkan

kompetensi produk unggulan di setiap daerah;

3. Memberdayakan usaha kecil, menengah dan koperasi, agar mampu

bekerjasama secara efektif, efisien dan berdaya saing;

4. Mengembangkan sistem ketahanan pangan yang berbasis pada keragaman

sumber daya perikanan budidaya dan budaya lokal;

5. Mempercepat pembangunan ekonomi daerah dengan memberdayakan para

pelaku sesuai dengan semangat otonomi daerah;

6. Mempercepat pembangunan pedesaan dalam rangka pemberdayaan

masyarakat daerah (khususnya pembudidaya ikan) dengan kepastian dan

kejelasan hak dan kewajiban semua pihak; dan

7. Memaksimalkan peran pemerintah sebagai fasilitator dan pemantau seluruh

kegiatan pembangunan di daerah.

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan II - 4 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 18: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

b. Perencanaan Pengembangan Kawasan Minapolitan

Proses perencanaan kawasan minapolitan memerlukan fasilitasi kegiatan berupa

sosialisasi program untuk seluruh stakeholders dalam rangka menyamakan persepsi,

mendapatkan masukan bagi proses pengembangan, dan mensiasati persaingan pasar

(domestik dan global). Langkah berikutnya adalah penetapan kawasan di daerah

kabupaten/kota sebagai kawasan pengembangan minapolitan melalui studi kelayakan

(ekonomi, teknis, dan lingkungan) yang cermat.

Inventarisasi dan identifikasi permasalahan yang terkait dengan proses perencanaan

perlu dilakukan dengan kerja sama antara instansi terkait, pemerintah daerah, dan

masyarakat setempat. Penyusunan rencana/program pengembangan kawasan

minapolitan jangka panjang perlu dilakukan dengan mempertimbangkan potensi

sumberdaya lahan dan perkembangan kawasan.

Strategi pengembangan kawasan minapolitan meliputi pembangunan sistem dan

usaha agribisnis berorientasi kekuatan pasar (market driven) yang diarahkan untuk

menembus batas kawasan (bahkan mencapai pasar global); pengembangan sarana-

prasarana publik untuk memperlancar distribusi hasil pertanian dengan efisiensi dan

resiko yang minimal; dan deregulasi yang berhubungan dengan penciptaan iklim yang

kondusif bagi pengembangan usaha dan perekonomian daerah.

Suatu kawasan sentra perikanan budidaya yang sudah berkembang harus memiliki

ciri-ciri sebagai berikut (lihat Gambar 2.1.):

1) Sebagian besar kegiatan masyarakat di kawasan tersebut di dominasi oleh

kegiatan perikanan budidaya dalam suatu sistem yang utuh dan terintegrasi mulai

dari:

a. Subsistem minabisnis hulu (up stream minabusiness) yang mencakup:

penelitian dan pengembangan, sarana perikanan, pemodalan, dan lain-lain;

b. Subsistem usaha perikanan budidaya (on farm minabusiness) yang mencakup

usaha: pembenihan ikan, pembesaran ikan dan penyediaan sarana perikanan

budidaya;

c. Subsistem minabinis hilir (down stream minabusiness) yang meliputi: industri-

industri pengolahan dan pemasarannya, termasuk perdagangan untuk kegiatan

ekspor,

d. Subsistem jasa-jasa penunjang (kegiatan yang menyediakan jasa bagi

minabisnis) seperti: perkreditan, asuransi, transportasi, pendidikan, penyuluhan,

infrastruktur, dan kebijakan pemerintah.

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan II - 5 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 19: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan II - 6 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2) Adanya keterkaitan antara kota dengan desa (urban-rural linkages) yang bersifat

timbal balik dan saling membutuhkan, dimana kawasan perikanan budidaya di

pedesaan mengembangkan usaha budidaya (on farm) dan produk olahan skala

rumahtangga (off farm), sebaliknya kota menyediakan fasilitas untuk

berkembangnya usaha budidaya dan minabisnis seperti penyediaan sarana

perikanan antara lain: modal, teknologi, informasi, peralatan perikanan dan lain

sebagainya;

3) Kegiatan sebagian besar masyarakat di kawasan tersebut didominasi oleh

kegiatan perikanan budidaya, termasuk didalamnya usaha industri (pengolahan)

produk perikanan, perdagangan hasil-hasil perikanan (termasuk perdagangan

untuk kegiatan ekspor), perdagangan minabisnis hulu (sarana perikanan dan

permodalan), minawisata dan jasa pelayanan; dan

4) Infrastruktur yang ada dikawasan diusahakan tidak jauh berbeda dengan di kota.

Gambar 2.1. Konsepsi Pengembangan Minapolitan

Suatu wilayah dapat dikembangkan menjadi suatu kawasan perikanan budidaya harus

dapat memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Memiliki sumberdaya lahan dan perairan yang sesuai untuk mengembangkan

komoditi perikanan budidaya, yang dapat dipasarkan atau telah mempunyai pasar

(selanjutnya disebut komoditi unggulan);

PASAR/GLOBAL

Desa Minapolitan

Desa Minapolitan

Desa Minapolitan

Kota Kecil / Pusat Regional

Kota Sedang / Besar (outlet)

Jalan Dan Dukungan Sapras

Batas Kaw. Minapolitan

Keterangan :

Pengahsilan Bahan Baku

Pengumpul Bahan Baku

Sentra Produksi

Kota Kecil / Pusat Regional

Page 20: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

b. Memiliki infrastruktur yang memadai untuk mendukung pengembangan sistem dan

usaha perikanan, seperti misalnya: jalan, sarana irigasi/pengairan, sumber air

baku, pasar, terminal, jaringan telekomunikasi, fasilitas perbankan, sarana

produksi pengolahan hasil perikanan, dan fasilitasumumserta fasilitas sosial

lainnya; dan

c. Memiliki sumberdaya manusia yang mau dan berpotensi untuk mengembangkan

kawasan perikanan budidaya secara mandiri.

2.2.3. Konsep Rencana Tata Ruang Kawasan Minapolitan

Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Minapolitan adalah dokumen formal rencana induk

pengembangan kawasan yang digunakan sebagai arahan para stakeholder dalam

melaksanakan pembangunan kawasan. Rencana tata ruang Kawasan Minapolitan

merupakan rencana pengembangan kawasan yang bersifat komprehensif dan multisektor

yang memuat terutama rencana struktur kawasan dengan pusat kegiatan dan hinterland-

nya, pengembangan sistem infrastruktur, pengembangan sistem usaha agribisnis, dan

juga memuat ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang kawasan.

merupakan rencana pengembangan kawasan yang bersifat komprehensif dan multisektor

yang memuat terutama rencana struktur kawasan dengan pusat kegiatan dan hinterland-

nya, pengembangan sistem infrastruktur, pengembangan sistem usaha agribisnis, dan

juga memuat ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang kawasan.

Keterangan :

Pusat Kegiatan

Pusat Kegiatan

Pusat Kegiatan

Pusat Minapolitan

Jalan Kabupaten Jalan Kabupaten

Kawasan 1 Kawasan 2 Jalan Nasional

Jalan Propinsi Jalan Propinsi

Jalan Lokal Jalan Lokal

Gambar 2.2. Keterkaitan Pusat Kawasan Minapolitan Gambar 2.2. Keterkaitan Pusat Kawasan Minapolitan

Dalam penyusunan rencana tata ruang, perumusan konsep, perencanaan dan

pengembangan kawasan-kawasan yang akan dibangun sepenuhnya berada di tangan

pemerintah daerah dengan melaksanakan konsultasi publik. Beberapa hal yang sifatnya

sektoral masih mendapatkan masukan dari sektor atau dinas terkait. Proses perencanaan

clan pengembangan kawasan minapolitan menuntut hal utama untuk diperhatikan yaitu

Dalam penyusunan rencana tata ruang, perumusan konsep, perencanaan dan

pengembangan kawasan-kawasan yang akan dibangun sepenuhnya berada di tangan

pemerintah daerah dengan melaksanakan konsultasi publik. Beberapa hal yang sifatnya

sektoral masih mendapatkan masukan dari sektor atau dinas terkait. Proses perencanaan

clan pengembangan kawasan minapolitan menuntut hal utama untuk diperhatikan yaitu

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan II - 7 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 21: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

koordinasi lintas sektoral dan lintas kelembagaan. Pengembangan kawasan minapolitan

tidak hanya melibatkan departemen dan dinas teknis terkait saja, tetapi juga berbagai

pihak yang berkepentingan.

2.2.4. Kedudukan Rencana Tata Ruang Kawasan Minapolitan dalam Sistem Pengembangan Wilayah KabupatenIKota

Penataan ruang diklasifikasi berdasarkan sistem, fungsi utama kawasan, wilayah

administratif, kegiatan kawasan dan nilai strategis kawasan. Berdasar kegiatan kawasan

maka diketahui adanya rencana tata ruang kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan.

Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian,

termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai

tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan

kegiatan ekonomi.

Rencana tata ruang kawasan perdesaan merupakan bagian dari rencana tata ruang

wilayah kabupaten yang dapat disusun sebagai instrumen pemanfaatan ruang untuk

mengoptimalkan kegiatan pertanian yang dapat berbentuk kawasan minapolitan.

Kawasan Minapolitan adalah sebagian dari wilayah kabupaten yang ditetapkan dan

direncanakan sebagai kawasan budidaya pertania dan termuat dalam RTRW Kabupaten

yang bersangkutan. Departemen Pekerjaan Umum adalah salah satu departemen teknis

terkait yang sangat berkepentingan dalam proses pengembangan kawasan minapolitan,

khususnya dari aspek perencanaan tata ruang dan penyediaan sarana dan prasarana

penunjang.

Dalam UU No. 26 tahun 2007 tentang Panataan Ruang dijelaskan bahwa RTR Kawasan

Agropolitan/Minapolitan merupakan penjabaran lebih detail dari RTRW Kabupaten.

Meskipun demikian, tidak tertutup kemungkinan bahwa hasil dari rencana tata ruang

tersebut dapat menjadi alat evaluasil masukan terhadap RTRW Kabupaten/kota.

2.2.5. Konsep Kelembagaan

Kelembagaan merupakan terminologi yang sangat umum, dengan definisi atau

pengertian yang beragam mulai dari persepsi sosiologis, organisasi sampai dengan

ekonomi. Berdasarkan penelusuran terhadap sejumlah konsep tentang kelembagaan,

kelembagaan pengelola sumberdaya menunjukan konsepsi multidimensi yang

diantaranya merepresentasikan konsep peran (roles) dan aturan (rules); sistem norma,

panduan, kaidah formal dan informal (termasuk nilai budaya, dan adat istiadat) bagi

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan II - 8 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 22: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan II - 9 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

masyarakat serta aturan yang memfasilitasi komunikasi dan koordinasi antar elemen

organisasi atau masyarakat untuk mencapai pengelolaan efektif.

Penataan kelembagaan (institutional arrangement) pengelolaan sumberdaya adalah

penataan hubungan antar unit-unit elemen masyarakat atau organisasi, sehingga

pengelolaan menjadi efektif untuk mencapai tujuan dan fungsi-fungsinya. Secara ringkas,

berdasarkan pemahaman terdapat konsep-konsep kelembagaan, kelembagaan

pengelolaan sumberdaya setidaknya mencakup dua hal pokok yaitu (a) organisasi atau

institusi pengelola (player of the game) dan (2) aturan-aturan (rules of the game) yang

dapat menjamin organisasi/institusi pengelola dapat bekerja secara efektif melaksanakan

aktivitas pengelolaannya.

Gambar 2.3. Deskripsi Kawasan Minapolitan

Dua elemen pokok tersebut diatas menjadi kebutuhan elementer, sehingga perlu

dirumuskan melalui mekanisme yang dapat diterima oleh seluruh pemangku kepentingan

pengelolaan kawasan Minapolitan Kabupaten Bogor. Upaya-upaya kelembagaan secara

fokus perlu diarahkan pada usaha-usaha untuk menghasilkan bentuk-bentuk

kesepahaman tentang organisasi dan aturana mainnya.

Kawasan Minapolitan Dalam Sistem Pemasaran

Ibukota Propinsi Kota

Ibukota Propinsi Kota

Kota Jenjang II

Jalan Arteri Prime

Kawasan Minapolitan

Kawasan Minapolita

Kawasan Minapolita

Jalan Arteri Prime

Jalan Kolektor Primer

Sketsan jaringan jalan agar terjadi efisiensi desa-kota sebagai satu kesatuan dalam meningkatkan SDA,

infrastruktur buatan,& SDM

Sketsa Jaringan Jalan Dalam Kawasan Minapolitan

Pusat Minapolitan 

Sentra Produksi 

Jalan Primer 

Jalan Akses 

Jalan Utama Antar Pusat Minapolitan

Jalan Usahatani

Desa Hiterland

Page 23: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

Bila dari sisi pelaku baik organisasi maupun individual, di wilayah studi terdapat beberapa

kelompok atau pelaku usaha perikanan yang meliputi kelompok atau pelaku usaha :

(a) pembenihan baik berupa unit pembenihan rakyat (UPR) atau rumahtangga,

(b) budidaya pembesaran, (c) pemasaran dan (d) pengolahan. Selain itu, di wilayah

tersebut juga telah berkembang usaha-usaha sarana produksi perikanan budidaya seperti

penjualan pakan dan obat-obatan, jasa transportasi. Pada faktanya di lapang, juga

terdapat pedagang benih ikan baik yang membeli dari petani pembenih setempat atau

mendatangkan dari wilayah lain. Dalam konsepsi sistem agribisnis, maka keterkaitan

antar usaha dan pelakunya dapat dilihat dalam Gambar 2.4.

Gambar 2.4. Keterkaitan Usaha dan Pelakunya di Wilayah Studi

Berdasar Gambar 2.4., hubungan yang harus dibangun semestinya bersifat mutualisme,

dimana antar pihak yang saling berinteraksi harus mendapatkan keuntungan optimum

untuk mendukung kelangsungan usahanya. Kegagalan dalam satu pelaku usaha, akan

mendorong terjadinya efek domino pada kegiatan lainnya yang dapat menghancurkan

sistem yang telah berkembang. Akan tetapi perlu dipahami bahwa dalam sistem ini,

sebagai tulang punggung adalah sistem usaha on-farm yaitu proses budidaya yang

meliputi aktivitas pembenihan, pendederan dan pembesaran.

Relasi antara pembudidaya dan pelaku usaha sarana produksi budidaya bersifat cukup

kental. Pada pabrik pakan, mempunyai beberapa pemasaran dan perwakilan pemasaran

(agen pakan) yang berada pada tingkat komunitas. Adanya kebijakan pemasaran yang

dikembangkan oleh produsen pasar, mendorong adanya relasi yang lebih kuat antara

petani dan agen pakan. Pada beberapa kasus, agen pakan seringkali juga merupakan

petani ikan setempat. Relasi ini sudah terjadi cukup lama, dan melibatkan transaksi jual

beli dengan nilai uang yang cukup besar, sehingga cukup kuat. Sampai pada cakupan

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan II - 10 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 24: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

tertentu dapat bersifat patronase, dimana agen perwakilan pabrik pakan menjadi patron

dan klien adalah petani yang menggunakan. Hal ini terjadi karena sebagian pola

pemasaran (pakan) tidak bersifat cash and carry. Pola ini juga terjadi pada pola hubungan

antara petani dengan pemasok obat-obatan.

Dalam proses on farm pola keeratan relasi juga terjadi antara petani dengan pembenih

atau pemasok benih walaupun dengan intesitas yang berbeda.Demikian selanjutnya

antara pembenih atau pemasok benih dengan pembesar. Relasi yang berkembang

biasanya didasarkan pada kebiasaan setempat mulai dari pola pembayaran, distribusi

barang sampai kesepakatan lain termasuk resiko kematian benih.

Relasi berikutnya terjadi antara sisi on-farm dengan off-farm pemasaran. Dimana

biasanya sudah terjadi relasi yang cukup erat antara produsen pembesaran dengan

pembeii. Dalam transaksi ini disepakati harga, pola pembayaran, distribusi dan resiko-

resiko yang ditanggung kedua belah pihak. Pola relasi antara on-farm dengan off-farm

pengolahan sekarang ini belum terjadi. Mengingat bahwa pengolah hasil perikanan di

Kecamatan Parung sekarang ini justru mengolah ikan laut.

Sementara itu, untuk mendukung kegiatan usaha tersebut juga telah dilakukan fasilitasi

oleh para petugas lapangan dan penyuluh dari dinas teknis baik Kabupaten Bogor.

Petugas ini memberikan fasilitasi transfer pengetahuan pada bidang teknologi budidaya,

pengelolaan usaha sampai kerjasama kelompok. Sehingga penyuluh merupakan

kelembagaan dari sisi pelaku (player of the game) yang merupakan pendukung dari

kegiatan ini. Perlu diperhatikan bahwa pada kenyataannya, di samping penyuluh, juga

terdapat kelembagaan keuangan yang sekarang ini telah berinteraksi dalam penyediaan

jasa permodalan bagi pelaku usaha budidaya. Kelompok jasa keuangan ini meliputi

lembaga keuangan bank maupun bukan bank.

Secara umum bisa disarikan bahwa secara kelembagaan, sekarang ini di lokasi terdapat

pelaku-pelaku usaha (baik individual maupun kelompok) yang perlu diperhitungkan yang

meliputi :

A. On-farm meliputi :

a.Pelaku pembenihan

b.Pelaku Pendederan

c. Pelaku pembesaran

B. Off-farm meliputi :

a. Pembeli/pedagang ikan konsumsi

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan II - 11 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 25: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

b. Pelaku usaha transportasi

C. Pendukung meliputi

a. Pemasok pakan dan obat-obatan

b. Pemasok benih

c. Pemasok modal

d. Penyuluh

2.3. Tujuan Minapolitan

Tujuan dari penerapan program minapolitan ini adalah:

1. Untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat serta pendapatan

asli daerah.

2. Untuk memfasilitasi pembangunan kawasan melalui pembentukan titik tumbuh

agribisnis perikanan berkelanjutan berbasis masyarakat.

3. Untuk meningkatkan keterkaitan desa dengan kota melalui jaringan usaha.

2.4. Sasaran Minapolitan

Sasaran program minapolitan yaitu:

1. Terwujudnya kawasan perdesaan dengan fasilitas perkotaan didukung kluster kegiatan

perikanan yang dikembangkan bersama masyarakat, sehingga masyarakat tumbuh

dan berkembang seiring dengan kemajuan agribisnis yang menjadi penghela kegiatan

pembangunan perikanan dari kawasan/wilayah tersebut.

2. Terbentuknya sistem dan usaha agribisnis perikanan berkelanjutan (tidak merusak

lingkungan), terdesentralisasi (wewenang berada pada pemerintah daerah dan

masyarakat), dan menjadi titik tumbuh yang menciptakan lapangan kerja, dan

membawa kemakmuran/kesejahteraan bagi masyarakat dari kawasan/wilayah

tersebut.

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan II - 12 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 26: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan II - 13 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2.5. Pariwisata

Yoeti (2008) mengemukakan, dalam perkembangan industri sebuah kawasan wisata,

sebuah perencanaan yang baik sangat penting dibutuhkan agar pengembangan wisata

tersebut sesuai dengan apa yang telah dirumuskan dan berhasil mencapai sasaran yang

dikehendaki, baik itu ditinjau dari segi ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan hidup.

Pariwisata menurut Damanik dan Weber (2006) adalah kegiatan rekreasi di luar domisili

untuk melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau mencari suasana lain. Pariwisata semakin

berkembang sejalan perubahan-perubahan sosial, budaya, ekonomi, teknologi dan politik.

Sebagai suatu aktifitas manusia, pariwisata adalah fenomena pergerakan manusia,

barang dan jasa yang sangat kompleks.

Yoeti (2008) menyatakan bahwa pariwisata merupakan sebuah perjalanan untuk

bersenang-senang. Perjalanan tersebut baru dapat dikatakan sebagai perjalan wisata jika

telah memenuhi empat kriteria di bawah ini, yaitu:

1. Perjalanan dilakukan dari suatu tempat ke tempat yang lain, dan dilakukan di luar

tempat kediaman dimana orang itu biasanya tinggal.

2. Perjalanan dilakukan minimal 24 jam atau lebih kecuali bagi excursionist (kurang dari

24 jam).

3. Tujuan perjalanan hanya untuk bersenang-senang (to pleasure) tanpa mencari nafkah

di negara, kota atau DTW (Daerah Tujuan Wisata) yang dikunjungi.

4. Uang yang dibelanjakan wisatawan tersebut dibawa dari negara asalnya dimana dia

tinggal atau berdiam dan bukan diperoleh karena hasil usaha selama dalam

perjalanan wisata yang dilakukan.

Pariwisata di daerah pariwisata dan rekreasi dapat menimbulkan masalah ekologis yang

khusus dibandingkan dengan kegiatan ekonomi lain mengingat bahwa keindahan dan

keaslian alam merupakan modal utama. Bila suatu wilayah dibangun untuk tempat

rekreasi, biasanya fasilitas-fasilitas pendukung lainnya juga berkembang dengan pesat.

Sebagai kegiatan rekreatif, pariwisata merupakan sarana pemenuhan hasrat manusia

untuk bereksplorasi guna mengalami berbagai perbedaan. Perbedaan tersebut mencakup

perbedaan fisik, seperti bangunan, lingkungan alam, benda-benda, hewan, tumbuhan dan

manusia. Perbedaan non-fisik, seperti perbedaan suhu dan kelembaban udara, suara,

rasa makanan dan minuman serta suasana, dan juga perbedaan-perbedaan lain yang

mengarah pada perilaku manusia termasuk adat-istiadat, kesenian, cara berpakaian dan

lain sebagainya (Simatupang 1999).

Page 27: Bogor Masterplan Minapolitan

3 TINJAUAN KEBIJAKAN

3.1. Kebijakan Nasional Minapolitan

Seiring dengan perkembangan sistem pemerintahan di Indonesia, pengesahan Undang-

undang (UU) No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang kemudian digantikan

oleh UU No. 32 Tahun 2004 telah menciptakan paradigma baru dalam pembangunan

daerah. Pergeseran sistem pemerintahan dari sentralistik menjadi terdesentralistik

merupakan peluang sekaligus tantangan bagi pemerintah daerah. Salah satu implikasi

perubahan kebijakan tersebut adalah Pemerintah Daerah harus mampu mengelola

sumber dana untuk membiayai pembangunan daerahnya. Peran Pemerintah Pusat yang

semula bersifat sektoral secara bertahap beralih ke Pemerintah Daerah, khususnya

Kabupaten/Kota, sehingga kelembagaan lokal dalam pembangunan ekonomi daerah

akan semakin penting dan diakui keberadaannya.

Desentralisasi menuntut pembangunan dikelola berdasarkan pada prinsip-prinsip sebagai

berikut:

1. Masyarakat sebagai pelaku utama dalam pengelolaan dan pengambilan manfaatnya;

2. Masyarakat sebagai pengambil keputusan dan menentukan sistem pengusahaan dan

pengelolaan yang tepat;

3. Pemerintah sebagai fasilitator dan pemantau kegiatan;

4. Kepastian dan kejelasan hak dan kewajiban semua pihak;

5. Kelembagaan pengusahaan ditentukan oleh masyarakat atau rakyat; dan

6. Pendekatan pengusahaan didasarkan pada keanekaragaman hayati dan

keanekaragaman budaya.

Kewenangan pemerintah daerah dalam kaitannya dengan pengembangan kawasan

adalah sangat luas, antara lain adalah:

a) Menetapkan target pertumbuhan;

b) Menetapkan tahap dan langkah pembangunan kawasan sesuai dengan potensi yang

dimiliki;

Page 28: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

c) Menetapkan persetujuan kerjasama regional di bidang perdagangan yang

berlandaskan pada produksi lokal yang dihasilkan oleh sentra-sentra komoditas

tertentu;

d) Melakukan berbagai macam negosiasi yang bertujuan mewujudkan konsepsi

pertumbuhan ekonomi regional;

e) Menetapkan institusi pendukung kebijakan untuk pertumbuhan ekonomi regional; dan

f) Mengembangkan sistem informasi untuk promosi kegiatan-kegiatan ekonomi regional.

Dalam rangka memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang ada khususnya yang terkait

dengan pengembangan perikanan dalam arti luas maka diupayakan suatu pendekatan

melalui produk yaitu perencanaan pengembangan kawasan perikanan budidaya

(Minapolitan). Konsepsi mengenai pengembangan kawasan perikanan budidaya dalam

penataan ruang lebih diarahkan kepada bagaimana memberikan arahan pengelolaan tata

ruang suatu wilayah perikanan, khususnya kawasan sentra produksi perikanan nasional

dan daerah. Perencanaan pengembangan kawasan perikanan budidaya (minapolitan)

merupakan suatu upaya untuk memanfaatkan lahan/potensi yang ada dalam mengatasi

permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan dan penataan ruang perikanan di

pedesaan. Pengelolaan ruang perikanan budidaya adalah arahan kebijakan dan strategi

pemanfaatan ruang yang diperuntukkan bagi kegiatan perikanan dan usaha-usaha

berbasis perikanan lainnya dalam skala nasional, sedangkan pengelolaan ruang kawasan

sentra produksi perikanan nasional dan daerah merupakan arah kebijakan dan strategi

pemanfaatan ruang bagi peruntukan perikanan secara umum.

Berikut ini adalah peraturan-perundangan yang mendasari kebijakan Minapolitan secara

nasional :

1) Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-undang

Nomor 31 Tahun 2004;

2) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan

Pulaupulau Kecil;

3) Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;

4) Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan kedua atas UU no. 32

tentang Pemerintahan Daerah;

5) Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan

Nasional;

6) Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas

Perbantuan;

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan III - 2 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 29: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

7) Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

Nasioanal;

8) Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan

Pemerintah,

9) Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota;

10) Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 41 Tahun 2009 tentang

Penetapan Lokasi Minapolitan;

11) Peraturan Menteri Dalam Negeri No 29 Tahun 2008 tentang Pengembangan

Kawasan Strategis Cepat Tumbuh di Daerah; dan

12) Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.24/MEN/2002 tentang Tata

Cara dan Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan di Lingkungan

Departemen Kelautan dan Perikanan.

3.2. Kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor : Perda No.19 tahun 2008

Secara legal, Peraturan Daerah Kabupaten Bogor No. 19/2008 tentang Rencana tata

Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor 2005-2025 pasal 7 menyebutkan bahwa

strategi untuk mewujudkan pola kebijakan penataan ruang wilayah Kabupaten Bogor

diantaranya mencakup strategi pengembangan pola ruang wilayah. Pengembangan pola

ruang wilayah (pasal 12) didasarkan pada (a) strategi pengembangan kawasan lindung,

(b) strategi pengembangan kawasan budidaya dan (c) strategi pengembangan kawasan

strategis. Strategi pengembangan kawasan budidaya dilakukan dengan meningkatkan

keterpaduan dan keterkaitan antar kegiatan budidaya, pengendalian perkembangan

budidaya agar tidak melampaui daya dukung dan pengembangan fasilitas perkotaan agar

mendukung perkembangan perdesaan. Perbandingan antara kawasan budidaya dan

kawasan lindung masing-masing sebesar 55,31% dan 44,67%. Di mana kawasan

budidaya di luar hutan termasuk didalamnya ditujukan untuk pertanian dengan kegiatan

perikanan.

Kawasan perikanan dikembangkan pada wilayah/kawasan yang secara teknis, sosial dan

ekonomi memiliki potensi untuk kegiatan perikanan, kolam air tenang, air deras,

pembenihan, kolam ikan hias/aquarium, dan budidaya ikan di perairan umum. Kawasan

perikanan ini, berdasarkan peraturan daerah ini terletak di sebagian wilayah kecamatan

tertentu. Hal yang dipikirkan adalah bahwa sebagian wilayah kecamatan yang telah

ditunjuk tersebut juga digunakan untuk peruntukan pemanfaatan yang lainnya.

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan III - 3 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 30: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

Kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang tertuang dalam Peraturan Daerah

Nomor 19 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor tahun

2005-2025 meliputi kebijakan pengembangan struktur ruang; dan kebijakan

pengembangan pola ruang. Kebijakan pengembangan struktur ruang Kabupaten Bogor,

meliputi :

1) Peningkatan akses pelayanan perkotaan dan pusat pertumbuhan ekonomi wilayah

yang merata dan berhierarki; dan;

2) Peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana transportasi,

telekomunikasi, energi, dan sumberdaya air yang terpadu dan merata di seluruh

wilayah daerah.

Sedangkan kebijakan pengembangan pola ruang, meliputi :

a. kebijakan pengembangan kawasan lindung, meliputi :

1) pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi lingkungan hidup; dan

2) pencegahan dampak negatif kegiatan manusia yang dapat menimbulkan

kerusakan lingkungan hidup.

b. kebijakan pengembangan kawasan budidaya, meliputi :

1) perwujudan dan peningkatan keterpaduan dan keterkaitan antarkegiatan

budidaya; dan

2) pengendalian perkembangan kegiatan budidaya agar tidak melampaui daya

dukung dan daya tampung lingkungan;

c. kebijakan pengembangan kawasan strategis, meliputi :

1) Pengembangan kawasan strategis Puncak sebagai kawasan strategis lingkungan

hidup yang berperan sebagai kawasan andalan pariwisata melalui pembatasan

pemanfaatan ruang yang lebih selektif dan efisien;

2) Pengembangan kawasan strategis industri sebagai kawasan strategis sosial

ekonomi melalui penataan dan pemanfaatan ruang serta pembangunan jaringan

infrastruktur yang mendorong perkembangan kawasan;

3) Pengembangan kawasan strategis pertambangan sebagai kawasan strategis

lingkungan hidup yang berperan sebagai kawasan andalan sumber daya alam

melalui konservasi bahan galian; dan

4) Pengembangan kawasan strategis lintas administrasi kabupaten sebagai kawasan

strategis sosial ekonomi melalui sinkronisasi sistem jaringan.

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan III - 4 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 31: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

Pengembangan struktur wilayah terdiri dari:

a. Sistem pusat permukiman perdesaan, dilakukan melalui pembangunan Desa

Pusat Pertumbuhan (DPP), meliputi 80 Desa di 40 Kecamatan;

b. Sistem pusat permukiman perkotaan, meliputi : (1) Orde I, yaitu Cibinong yang

memiliki aksesibilitas tinggi terhadap PKN lainnya (PKN JABODETABEKJUR); (2)

Orde II, yaitu Cileungsi dan Leuwiliang yang memiliki aksesibilitas tinggi terhadap

Cibinong; (3) Orde III, yaitu Jasinga, Parung Panjang, Parung, Ciawi, Cigombong,

dan Cariu.

c. Sistem prasarana wilayah, meliputi : (1) sistem prasarana transportasi; (2) sistem

prasarana telekomunikasi; (3) sistem prasarana sumberdaya energi; (4) sistem

prasarana sumberdaya air; (5) sistem prasarana gas; dan (6) sistem prasarana

lingkungan.

d. Klaster di 5 (lima) wilayah sebagai strategi ruang wilayah.

Pengembangan Pola Ruang Wilayah menggambarkan rencana sebaran Kawasan

Lindung dan Kawasan Budidaya. Dalam hal ini terdiri dari :

a. Ruang lingkup dari rencana pola ruang kawasan lindung, terdiri dari:

1) Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya;

2) Kawasan perlindungan setempat;

3) Kawasan suaka alam, meliputi 3 cagar alam di 3 kecamatan;

4) Kawasan pelestarian alam, meliputi 2 Taman Nasional dan 2 Taman Wisata Alam;

5) Kawasan perlindungan plasma nutfah, meliputi : (1) Taman Safari Indonesia; (2)

Taman Buah Mekarsari; dan (3) Gunung Salak Endah;

6) Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan, meliputi : (1) lingkungan non

bangunan; (2) lingkungan bangunan nongedung; dan (3) lingkungan bangunan

gedung dan halamannya;

7) Kawasan rawan konservasi geologi adalah kawasan karst kelas I yang berfungsi

sebagai perlindungan hidrologi dan ekologi;

8) Kawasan rawan bencana alam, meliputi kawasan rawan letusan gunung api serta

kawasan rawan gempa, gerakan tanah, dan longsor. Untuk kawasan rawan

letusan gunung api, terdiri dari : (1) Gunung Salak; (2) Gunung Gede Pangrango;

dan (3) Gunung Halimun. Sedangkan untuk kawasan gerakan tanah tinggi

terdapat di 13 wilayah Kecamatan.

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan III - 5 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 32: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

Ruang lingkup dari rencana pola ruang kawasan budidaya, terdiri dari:

1) Kawasan Budidaya di dalam kawasan hutan, meliputi : (1) Kawasan hutan

produksi terbatas (HPT); dan (2) Kawasan hutan produksi tetap (HP);

2) Kawasan pertanian, meliputi : (1) pertanian lahan basah (LB); (2) pertanian lahan

kering (LK); (3) tanaman tahunan (TT); (4) perkebunan (PB); (5) peternakan; dan

(6) perikanan;

3) Pemanfaatan kawasan pertambangan, meliputi : (1) pertambangan bahan galian

golongan strategis; (2) golongan bahan galian vital; (3) golongan bahan galian di

luar bahan; galian strategis dan bahan galian vital (golongan C); (4) Dalam hal

terdapat potensi tambang di luar lokasi tambang, maka pemanfaatan potensi

tambang harus memenuhi kelayakan secara teknis, ekonomis dan lingkungan,

serta dapat menunjang kegiatan pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan

masyarakat.

4) Pemanfaatan kawasan industri, meliputi : (1) Kawasan Industri Estate (KIE); (2)

Zona Industri (ZI); dan (3) Sentra Industri Kecil;

5) Kawasan pariwisata meliputi kawasan wisata alam, kawasan wisata budaya dan

kawasan wisata minat khusus;

6) Kawasan permukiman meliputi: (1) permukiman perdesaan terdiri dari

permukiman pedesaan diluar kawasan yang berfungsi lindung (PD 1) dan

permukiman pedesaan yang berada di dalam kawasan lindung di luar kawasan

hutan (PD 2); dan (2) permukiman perkotaan terdiri dari permukiman perkotaan

kepadatan tinggi (Pp 1), permukiman perkotaan kepadatan sedang (Pp 2) dan

permukiman perkotaan kepadatan rendah

Pengelolaan kawasan lindung dan kawasan budidaya terdiri dari :

a. Pengelolaan Kawasan Lindung, meliputi :

- Pengelolaan kawasan lindung di dalam kawasan hutan dan arahan pengelolaan

kawasan lindung di luar kawasan hutan.

- Pengelolaan kawasan perlindungan setempat.

- Pengelolaan kawasan suaka alam.

- Pengelolaan kawasan rawan bencana alam.

- Pengelolaan kawasan lindung lainnya.

b. Pengelolaan Kawasan Budidaya, mencakup :

1) Pengelolaan kawasan Budidaya di dalam kawasan lindung, di luar kawasan hutan

dilakukan pada kawasan hutan produksi terbatas dan hutan produksi tetap,

meliputi :

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan III - 6 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 33: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

- Pengelolaan kawasan pertanian lahan basah.

- Pengelolaan kawasan pertanian lahan kering.

- Pengelolaan kawasan tanaman tahunan/perkebunan.

- Pengelolaan kawasan peternakan.

- Pengelolaan kawasan perikanan.

- Pengelolaan kawasan pertambangan.

- Pengelolaan kawasan industri.

- Pengelolaan kawasan pariwisata.

- Pengelolaan kawasan permukiman.

2) Pengelolaan Kawasan Budidaya di Luar Kawasan Lindung, meliputi:

- Pengelolaan kawasan perdesaan.

- Pengelolaan kawasan perkotaan.

- Pengelolaan kawasan strategis.

Kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) juga mewadahi pengembangan sistem

prasarana wilayah yang terdiri dari :

A. Pengembangan sistem transportasi jalan

1) Pengelolaan jalan yang ada dilakukan melalui program peningkatan, rehabilitasi

dan pemeliharaan rutin untuk ruas-ruas jalan Nasional, jalan Provinsi, jalan

Kabupaten, dan jalan Kota, terdiri dari :

• Jaringan jalan Nasional, meliputi :

(1) Jaringan jalan arteri primer (2 ruas jalan).

(2) Jaringan jalan arteri sekunder (1 ruas jalan).

(3) Jaringan jalan kolektor primer I (10 ruas jalan).

(4) Jalan tol Jakarta – Bogor – Ciawi (Tol Jagorawi).

• Jaringan jalan provinsi (kolektor primer II) (10 ruas jalan)

• Pengelolaan jaringan jalan kabupaten (lokal sekunder, lokal I, lokal II dan lokal

III) dan jalan desa (lingkungan), dilakukan terhadap seluruh jalan kabupaten

dan desa di wilayah Kabupaten Bogor, yang jaringan jalannya terlampir pada

Dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah.

2) Pengembangan jalan baru dilakukan untuk menghubungkan antar wilayah dan

antar pusat-pusat permukiman, industri, pertanian, perdagangan, jasa dan simpul-

simpul transportasi serta pengembangan jalan penghubung antara jalan tol dan

bukan jalan tol, terdiri dari :

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan III - 7 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 34: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

- Rencana pengembangan jaringan jalan baru Nasional (8 jaringan jalan).

- Rencana pengembangan jaringan jalan baru berfungsi kolektor primer II, yang

merupakan jalan tembus antar wilayah kabupaten/kota perbatasan (11

jaringan jalan).

- Rencana pengembangan jaringan jalan baru berfungsi kolektor primer III, yang

merupakan jalan lingkar kabupaten dan jalan tembus antar wilayah

kabupaten/kota perbatasan (12 jaringan jalan).

- Rencana pengembangan jaringan jalan baru berfungsi lokal primer I (26

jaringan jalan).

3) Rencana pengembangan terminal, terdiri dari :

- 4 Terminal angkutan penumpang.

- 3 Terminal untuk tujuan wisata

- 2 Terminal barang/peti kemas.

B. Pengembangan sistem transportasi perkeretaapian

Rencana pengembangan sistem transportasi perkeretaapian meliputi pengelolaan

jalur perkeretaapian, pengembangan prasarana transportasi kereta api untuk

keperluan penyelenggaraan perkeretaapian komuter, dry port, terminal barang, serta

konservasi rel mati, meliputi :

1) Rencana pengembangan jalur kereta api perkotaan meliputi pengembangan jalur

kereta api ganda dan penataan jalur kereta api yang beroperasi saat ini (3 jalur

dan 1 stasiun).

2) Rencana pengembangan jalur kereta api antarkota pada ruas tertentu,

disesuaikan dengan rencana pengembangan jaringan kereta api (rail way master

plan) nasional (3 jalur).

C. Pengembangan sistem transportasi udara

Sistem transportasi udara, terdiri dari lapangan udara dan ruang udara di sekitar

udara yang dipergunakan untuk operasi penerbangan. Lapangan udara yang terdapat

di wilayah Kabupaten Bogor, adalah : (1) lapangan udara untuk pertahanan keamanan

(Hankam), Atang Senjaya di Kecamatan Kemang; (2) lapangan udara untuk

penelitian, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) di Kecamatan

Rumpin; dan (3) lapangan udara untuk pendidikan/pelatihan, Sekolah Polisi Negara

(SPN) Lido di Kecamatan Cigombong.

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan III - 8 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 35: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

Penataan dan pengembangan ruang udara di sekitar bandar udara yang

dipergunakan untuk operasi penerbangan sebagaimana dimaksud di atas, dilakukan

untuk menjamin keselamatan operasi penerbangan dan keberlanjutan pengoperasian

lapangan udara, dimana penataan ruang di sekitar dan di kawasan lapangan udara

harus memperhatikan kegiatan kebandaraan sesuai dengan rencana induk bandar

udara dan ketentuan kawasan keselamatan operasi penerbangan (KKOP).

D. Pengembangan sistem prasarana telekomunikasi

Pengembangan sistem jaringan telekomunikasi dilakukan berdasarkan kriteria teknis

sebagai berikut : (1) meminimalkan dampak negatif terhadap kesehatan dan

keselamatan masyarakat serta keselamatan penerbangan; (2) mendukung

perwujudan struktur ruang kawasan; dan (3) kriteria teknis lainnya sebagaimana diatur

dalam peraturan perundang-undangan. Pengembangan sistem jaringan

telekomunikasi dapat juga dilakukan melalui kerjasama antar daerah serta peran

masyarakat dan dunia usaha.

E. Pengembangan sistem prasarana sumberdaya energi

Pengembangan energi baru dan terbarukan oleh Pemerintah Kabupaten Bogor,

meliputi energi mikrohidro di Kecamatan Leuwiliang dan energi panas bumi di

Kecamatan Pamijahan.

Pengembangan sistem jaringan tenaga listrik harus memperhatikan kapasitas yang

telah terpasang dan kebutuhan jangka panjang, dilakukan berdasarkan kriteria teknis

sebagai berikut: (1) meminimalkan dampak negatif terhadap kesehatan dan

keselamatan masyarakat; (2) mendukung perwujudan struktur ruang kawasan; dan (3)

kriteria teknis lainnya sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Pengembangan sistem jaringan tenaga listrik dapat dilakukan melalui kerjasama antar

daerah, pera masyarakat dan dunia usaha.

F. Pengembangan sistem prasarana sumberdaya air

1) Pengelolaan sumberdaya air.

2) Pengembangan Prasarana Pengairan.

G. Pengembangan sistem prasarana migas

Rencana pengembangan prasarana migas adalah jaringan/ distribusi minyak dan gas

bumi melalui pipa di darat, kereta api dan angkutan jalan raya. Rencana

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan III - 9 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 36: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

pengembangan sumber migas, meliputi wilayah Kecamatan Jonggol dan Kecamatan

Cariu, sedangkan rencana pengembangan prasarana migas dilakukan pada seluruh

wilayah kabupaten.

H. Pengembangan sistem prasarana lingkungan

Prasarana lingkungan meliputi, sarana Tempat Pengelolaan Sampah (TPS), sarana

Tempat Pemakaman Umum dan Bukan Umum (TPU/TPBU), sarana Pendidikan dan

Balai Latihan Kerja, Sarana Olahraga, sarana Kesehatan, sarana Kebudayaan dan

Peribadatan; dan sarana Perdagangan, dengan arahan pengembangan sebagai

berikut :

1) Pengembangan sarana tempat pengolahan sampah.

2) Pengembangan tempat pemakaman umum (TPU) dan tempat pemakaman bukan

umum (TPBU).

3) Pengembangan sarana pendidikan dan balai latihan kerja.

4) Pengembangan sarana olahraga.

5) Pengembangan sarana kesehatan.

6) Pengembangan sarana kebudayaan dan peribadatan.

7) Pengembangan tempat ibadah umat muslim dan pembangunan tempat ibadah

umat lainnya disesuaikan dengan kebutuhan.

8) Pengembangan sarana perdagangan.

I. Pengelolaan tata guna tanah, tata guna air, tata guna udara, dan tata guna sumber

daya alam lainnya

Rencana pengelolaan tata guna tanah, tata guna air, tata guna udara, dan tata guna

sumberdaya alam lainnya, terdiri dari: tata guna tanah; tata guna air; dan tata guna

udara, dengan arahan pengembangan sebagai berikut :

1) Pengelolaan tata guna tanah, dilakukan melalui upaya perlindungan tanah dan

perlindungan/pengawetan keseimbangannya terhadap kelestarian lingkungan

hidup.

2) Pengelolaan tata guna air, dilakukan melalui upaya kelestarian sumberdaya air.

3) Pengelolaan tata guna udara ditujukan untuk menjaga kelestarian kualitas udara,

estetika, dan keselamatan.

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan III - 10 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 37: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

J. Pemanfaatan jasa lingkungan

Pemanfaatan jasa lingkungan merupakan acuan dalam pengenaan kompensasi bagi

pengguna jasa lingkungan. Jasa lingkungan dimaksud berupa jasa lingkungan air,

udara bersih dan penyerapan karbon, serta wisata alam, meliputi :

1) Kawasan lindung dan kawasan budidaya yang dikelola secara berkelanjutan dapat

memberikan jasa lingkungan yang penting bagi kelangsungan kehidupan

masyarakat dan lingkungan hidupnya.

2) Kawasan yang menghasilkan jasa lingkungan harus dilindungi dari kegiatan yang

dapat merusak fungsinya sebagai penyedia jasa lingkungan.

3) Upaya perlindungan kawasan penyedia jasa lingkungan harus diapresiasi oleh

pengguna jasa lingkungan yang selama ini menggunakannya.

4) Pengguna jasa lingkungan memberikan sejumlah kompensasi sebagai bentuk

apresiasi dan tanggung jawab bersama untuk melindungi dan melestarikan

kawasan penyedia jasa lingkungan.

5) Pemilik lahan perorangan yang lahannya berfungsi sebagai penyedia jasa

lingkungan dapat menerima dana kompensasi konservasi dari pengguna jasa

lingkungannya berdasarkan kesepakatan diantara keduanya.

6) Dana kompensasi konservasi hanya dapat digunakan untuk membiayai upaya

konservasi kawasan yang menyediakan jasa lingkungan.

7) Pemerintah Kabupaten Bogor dapat mengadakan perjanjian kerja sama

pemanfaatan jasa lingkungan yang ada di dalam wilayahnya dengan pengguna

jasa lingkungan di wilayah Kabupaten Bogor dan/atau wilayah lain di sekitarnya

sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

3.3. Kebijakan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJM-D) Kabupaten Bogor 2008-2013 : Perda No.7 Tahun 2009

RPJM Daerah Kabupaten Bogor 2008-2013 merupakan pedoman bagi seluruh pemangku

kepentingan, baik Pemerintahan Daerah, masyarakat dan dunia usaha di dalam

mewujudkan cita-cita dan tujuan pembangunan daerah Kabupaten Bogor. RPJM Daerah

Kabupaten Bogor 2008-2013 selain memuat visi, misi, dan strategi juga memuat

kebijakan pembangunan Kabupaten Bogor lima tahun ke depan.

Kebijakan Pembangunan merupakan penjabaran tujuan dan sasaran pada Misi serta

strategi pembangunan yang telah dijelaskan sebelumnya. Kebijakan Pembangunan Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan III - 11 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 38: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

tersebut menjadi pedoman dalam melaksanakan program dan kegiatan pembangunan,

dengan kata lain Kebijakan Pembangunan adalah untuk mengarahkan pencapaian tujuan

dan sasaran Misi yang ditetapkan dan dijadikan sebagai pedoman dalam melaksanakan

program dan kegiatan pembangunan. Rumusan Kebijakan Pembangunan dapat

dikelompokkan ke dalam Urusan Pemerintahan maupun menurut Rencana Tata Ruang

Wilayah (RTRW).

a. Kebijakan Pembangunan Kabupaten Bogor

Kebijakan Pembangunan urusan pemerintahan yang termuat dalam okumen RPJM

Daerah Kabupaten Bogor 2008-2013 adalah :

- Kebijakan pembangunan urusan pendidikan

- Kebijakan pembangunan urusan kesehatan

- Kebijakan pembangunan urusan pekerjaan umum

- Kebijakan pembangunan urusan perumahan dan permukiman

- Kebijakan pembangunan urusan penataan ruang

- Kebijakan pembangunan urusan perencanaan pembangunan

- Kebijakan pembangunan urusan perhubungan

- Kebijakan pembangunan urusan lingkungan hidup

- Kebijakan pembangunan urusan kependudukan

- Kebijakan pembangunan urusan pemberdayaan perempuan dan perlindungan

anak

- Kebijakan pembangunan urusan sosial

- Kebijakan pembangunan urusan ketenagakerjaan

- Kebijakan pembangunan urusan koperasi dan UKM

- Kebijakan pembangunan urusan penanaman modal

- Kebijakan pembangunan urusan kebudayaan

- Kebijakan pembangunan urusan kepemudaan dan olahraga

- Kebijakan pembangunan urusan kesatuan bangsa dan politik dalam negeri

- Kebijakan pembangunan urusan pembangunan otonomi daerah, pemerintahan

umum, administrasi keuangan daerah, perangkat daerah, kepegawaian dan

persandian

- Kebijakan pembangunan urusan pemberdayaan masyarakat desa

- Kebijakan pembangunan urusan kearsipan dan perpustakaan,

- Kebijakan pembangunan urusan komunikasi dan informasi

- Kebijakan pembangunan urusan pertanian

- Kebijakan pembangunan urusan energi dan sumber daya mineral

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan III - 12 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 39: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

- Kebijakan pembangunan urusan pariwisata

- Kebijakan pembangunan urusan industri dan perdaganga

b. Kebijakan pembangunan urusan pertanian

Berikut ini adalah Kebijakan pembangunan urusan pertanian :

1. Peningkatan ketersediaan pangan secara berkelanjutan melalui peningkatan

produksi pertanian dan peternakan khususnya untuk memenuhi karbohidrat

dan protein;

2. Pemberian pola insentif dalam rangka peningkatan produksi pertanian secara

berkelanjutan dalam rangka ketersediaan pangan maupun agribisnis;

3. Peningkatan produksi hasil perikanan yang berkelanjutan dengan tetap

menjaga kelestarian lingkungan;

4. Peningkatan produksi hasil hutan dengan tetap menjaga kelestarian dan

kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan serta rehabilitasi lahan kritis;

5. Pelaksanaan revitalisasi pertanian dalam arti luas melalui penguatan sistem

agribisnis dan penerapan hasil inovasi serta teknologi terkini dalam lingkup

pertanian;

6. Pengembangan industri agro yang tersebar di pedesaan untuk meningkatkan

nilai tambah produk pertanian dan menyerap tenaga kerja.

7. Peningkatan, pencegahan dan penanggulangan penyakit tanaman, ternak dan

ikan.

Dalam RPJM Daerah Kabupaten Bogor 2008-2013 terkait dengan pengembangan

perikanan, program yang akan dilaksanakan adalah :

1. Program Pengembangan Sistem Penyuluhan Perikanan;

2. Program Optimalisasi Pengelolaan dan Pemasaran Produksi Perikanan;

.

3.4. Peraturan Terkait Minapolitan

Peraturan terkait dengan Minapolitan saat ini secara pokok meliputi peraturan tentang tata

ruang wilayah, peraturan yang terkait dengan kebijakan pemilihan lokasi dan komoditas

dan kebijakan/peraturan terkait dengan minapolitan itu sendiri. Peraturan terkait dengan

tata ruang wilayah adalah peraturan Peraturan Daerah Kabupaten Bogor No. 19/2008

tentang Rencana tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor 2005-2025. Peraturan ini

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan III - 13 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 40: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

secara garis besar berisikan : (1) ketentuan umum, (2) Ruang lingkup, (3) asas, tujuan,

kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah, (4) rencana strukur dan pola ruang

wilayah, (5) rencana pemanfaatan wlayah, (6) arahan pengendalian pemanfaatan ruang

dan (7) hak, kewajiban dan peran serta masyarakat dan kelembagaan. Hal yang paling

penting dari peraturan ini adalah bahwa lokasi pengembangan minapolitan yang akan

ditetapkan harus sesuai dengan rencana pemanfaatan wilayah sesuai dengan peraturan

daerah ini.

Peraturan yang terkait dengan kebijakan dan komoditas setidaknya terdapat dua

peraturan pokok yaitu Peraturan Bupati (Perbub) nomor 84/2009 tentang Revitalisasi

Pertanian dan Pembangunan Perdesaan (RP3) dan Keputusan Bupati Bogor nomor

523.31/227/Kpts/Huk/2010 tentang Penetapan Lokasi Pengembangan Kawasan

Minapolitan di Kabupaten Bogor.

Dalam Peraturan Bupati (Perbub) nomor 84/2009, menyebutkan bahwa ruang lingkup

revitalisasi pertanian dan pembangunan perdesaan mencakup 6 komoditi unggulan yaitu

usaha tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan.

Program direncanakan baik pada sisi on-farm, off-farm maupun yang tidak didasarkan

usaha pertanian (non-farm) serta infrastrukturnya.Terkait dengan minapolitan, Pasal 9

menyebutkan bahwa komoditi unggulan perikanan mencakup jenis-jenis ikan : mas,

gurame, nila, hias, patin dan lele. Maka pengembangan perikanan kolam air tenang

(komoditi mas, nila, mujair, gurame, tawes, patin dan lele) bertumpu pada target produksi

di kawasan Zona IV yang meliputi kawasan kecamatan Tahurhalang, Kemang,

Rancabungur, Parung, Ciseeng dan Gunung Sindur.

Peraturan lain yang terkait dengan pengembangan Minapolitan di Kabupaten Bogor

seperti yang sudah disebutkan di atas adalah Keputusan Bupati Bogor nomor

523.31/227/Kpts/Huk/2010 tentang penetapan lokasi pengembangan kawasan

minapolitan di Kabupaten Bogor. Dalam peraturan tersebut menyatakan bahwa lokasi

minapolitan terletak pada 4 kecamatan yaitu (1) Kecamatan Ciseeng, (2) Kecamatan

Parung, (3) Kecamatan Gunung Sindur dan (4) Kecamatan Kemang yang meliputi 28

desa. Keempat lokasi tersebut merupakan bagian dari wilayah kecamatan di Zona IV

RP3.

Hal lain yang lebih mendasar, secara kewilayah adalah adanya peraturan daerah tentang

rencana tata ruang wilayah. Pasal 37 perda ini ini menyebutkan bahwa kawasan industri

mencakup bentuk (a) kawasan industry estate, (b) zona industri dan (c) sentra industri kecil. Sebagian dari wilayah kecamatan yang menjadi zona industri (pasal 37) juga

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan III - 14 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 41: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

merupakan lokasi pengembangan minapolitan yaitu kecamatan Gunung Sindur.

Sementara sebagian wilayah kecamatan Gunung Sindur dan Parung juga menjadi sentra

industri kecil.

Berdasarkan pada telaah tersebut, terlihat bahwa peraturan tentang lokasi minapolitan

selaras dengan peraturan tentang RP3, walaupun terdapat potensi tumpang tindih

terutama pada kegiatan-kegiatan perikanan dan peternakan yang berbasis lahan yang

sama. Hal perlu untuk menjadi catatan adalah adanya pemanfaatan wilayah sesuai

RTRW sebagai zona indutri. Hal ini perlu untuk diperhitungkan secara cermat mengingat

bahwa bukan hanya persaingan pemanfaatan lahan tetapi potensi eksternal negatif dari

aktivitas perikanan dan zona industri yang bisa saling meniadakan.

Rencana pengelolaan kawasan (Pasal 51 Perda No.19/2008) kawasan perikanan

dilakukan dengan (a) menjaga kelestarian sumberdaya air terhadap pencemaran limbah

industry maupun limbah lainnya, (b) pengendalian melalui sarana kualitas air dan

memperhatikan habitat alami ikan dan (c) meningkatkan produksi dengan memperbaiki

dan meningkatkan sarana dan prasarana perikanan.

Sedangkan dari sisi kebijakan nasional mengenai minapolitan, telah dikeluarkan

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. KEP : 32/MEN/2010 tentang penetapan

kawasan minapolitan. Dalam keputusan ini, Kabupaten Bogor merupakan 1 dari 197

kabupaten/kota seluruh Indonesia yang telah ditetapkan sebagai daerah pengembangan

kawasan minapolitan. Kabupaten Bogor merupakan satu dari 11 kabupaten yang terpilih

di Propinsi Jawa Barat.

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. PER : 12/MEN/2010 tentang minapolitan,

memuat tentang konsepsi minapolitan. Minapolitan didefinisikan sebagai suatu bagian

wilayah yang mempunyai fungsi utama ekonomi yang terdiri dari sentra produksi,

pengolahan, pemasaran komoditas perikanan, pelayanan jasa dan/atau kegiatan

pendukung lainnya. Secara umum, disampingg berisikan tentang ketentuan umum,

peraturan ini juga meliputi : (1) azas, tujuan dan sasaran, (2) konsep pengembangan

kawasan minapolitan, (3) pemantauan, evaluasi dan pelaporan, (4) pembinaan dan (5)

pembiayaan. Secara spesifik, peraturan ini menyebutkan bahwa karakteristik kawasan

minapolitan merupakan kawasan ekonomi yang terdiri atas sentra produksi, pengolahan,

dan/atau pemasaran dan kegiatan usaha lainnya seperti jasa dan perdagangan.

Salah satu persyaratan mendasar adalah bahwa kawasan minapolitan harus sesuai

dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW) dan Rencana Pengembangan Investasi

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan III - 15 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 42: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan III - 16 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Jangka Menengah Daerah (RPIJMD) yang telah ditetapkan. Sedangkan bila sudah

memenuhi criteria dan persyaratan yang ada, maka Bupati/Walikota mempunyai otoritas

untuk menyusun Rencana Induk (Master plan), yang diimplementasikan melalui Rencana

Pengusahaan dan Rencana Tindak. Penetapan lokasi Minapolitan dilakukan oleh

Bupati/Walikota dan disampaikan pada Menteri Kelautan dan Perikanan. Pada sisi

pembiayaan, maka pengembangan dan pembinaan kawasan minapolitan didasarkan

pada APBN dan atau APBD serta sumber lain yang tidak mengikat sesuai peraturan

perundang-undangan.

Page 43: Bogor Masterplan Minapolitan

4 METODOLOGI

4.1. Waktu dan Lokasi Kegiatan

Perencanaan kawasan minapolitan sebagai salah satu tujuan wisata edukasi dan rekreasi

ini direncanakan dilakukan pada empat wilayah pengembangan yaitu di empat (4)

kecamatan yang terdiri dari 27 desa yaitu :

Tabel 4.1. Lokasi Kegiatan di Empat Kecamatan

No. Kecamatan Desa Luas (ha) 1 Ciseeng Babakan 283.00 Parigi Mekar 63.20 Putat Nutug 245.00 Ciseeng 80.30 Cibentang 105.00 Cibeuteung Udik 203.00 Cibeuteung Muara 225.00 Cihoe 105.00 2 Parung Bj. Indah 90.00 Cogreg 280.00 Bj. Sempu 76.00 Waru Jaya 45.00 Waru 36.00 Pamegar Sari 24.00 Iwu 56.00 3 Gunung Sindur Pangasinan 35.00 Cibinong 56.00 Gunung Sindur 32.00 Curug 22.00 Cidokom 22.00 Pabuaran 25.00 4 Kemang Pabuaran 210.00 Kemang 82.00 Tegal 18.00 Pondok Udik 15.00 Bojong 151.00 Jampang 8.00

Page 44: Bogor Masterplan Minapolitan

Penyusunan Master Plan Minapolitan di Kabupaten Bogor

Gambar 4.1. Peta Lokasi Kegiatan

Pelaksanaan kegiatan Penyusunan Masterplan Minapolitan di Kabupaten Bogor

dilakukan selama 45 hari kerja dari bulan Oktober hingga Desember 2010.

4.2. Kerangka Pendekatan Studi

4.2.1. Pendekatan Penyusunan Master Plan

Penyusunan Masterplan Pengembangan Minapolitan Budidaya pada dasarnya

merupakan penyusunan model-model dan program-program pembangunan yang akan

dilakukan serta indikator kinerja untuk masing-masing model tersebut yang bersifat

operasional, implementatif, spesifik lokasi dan berbasis masyarakat, sehingga

penyusunan masterplan dilakukan dengan berbagai pendekatan, perkiraan, analisis

mendalam dan komprehensif terhadap berbagai aspek, antara lain aspek sumberdaya

alam dan lingkungan, sumberdaya manusia, sosial ekonomi, pengembangan infrastruktur

wilayah, dan aspek kelembagaan.

Pendekatan studi penyusunan Masterplan Pengembangan Minapolitan Budidaya

dilakukan dengan beberapa tahapan, yang mencakup pengumpulan data dan informasi

(primer dan sekunder), serta pengkajian terhadap data dan informasi (termasuk review

hasil-hasil studi sejenisnya atau sebelumnya, jika ada). Disamping itu terdapat proses

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan IV - 2 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 45: Bogor Masterplan Minapolitan

Penyusunan Master Plan Minapolitan di Kabupaten Bogor

partisipatif melalui kegiatan Focus Group Discussion (FGD) atau Rembug Warga di lokasi

pengembangan minapolitan budidaya.

Suatu calon Kawasan Minapolitan masing-masing memiliki potensi sumberdaya

(sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sumberdaya infrastruktur dan sumberdaya

sosial dan kelembagaan) dimana dalam perkembangan pengelolaan dan

pemanfaatannya juga menimbulkan berbagai isu dan permasalahan. Untuk mewujudkan

suatu lokasi sebagai sebuah kawasan minapolitan, maka perlu disusun kebijakan-

kebijakan yang mampu memberikan arahan dan ketetapan pengembangan kawasan

serta mendapat legitimasi dari seluruh stakeholder melalui proses pembuatan kebijakan

yang partisipatif. Kebijakan-kebijakan itu dituangkan dalam bentuk konsepsi, visi, misi

dan strategi pengembangan kawasan yang kemudian menjadi arahan bagi rencana induk

masing-masing sub kawasan pengembangan. Hasil akhir yang diharapkan adalah

terciptanya kawasan minapolitan sebagai kawasan pertumbuhan baru berbasis

sumberdaya perikanan yang mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan

menjaga kelestarian lingkungan secara berkelanjutan. Secara skematis, kerangka

pendekatan penyusunan masterplan ini dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Calon Kawasan Minapolitan Budidaya

Tinjauan Kebijakan Pemerintah

FGD atauRembug Warga

Identifikasi:a.Potensi SDA, SDM, dan Kelembagaanb.Infrastruktur pendukung perikanan budidayac. Isu & permasalahan perikanan budidaya

Rencana Induk Pengembangan Minapolitan Budidaya(Konsepsi Visi, Misi, dan Strategi)

Pertumbuhan Ekonomi dan Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Berbasis Budidaya Perikanan Secara Berkelanjutan

Rencana Induk Pengembangan Minapolitan Budidaya

Rencana Pengembangan Sistem Pengolahan

Rencana Pengembangan Sistem Pemasaran

Survei Lapangan

Rencana Pengembangan Sistem Perbenihan

Rencana Pengembangan Teknologi Budidaya Perikanan

Calon Kawasan Minapolitan Budidaya

Tinjauan Kebijakan Pemerintah

FGD atauRembug Warga

Identifikasi:a.Potensi SDA, SDM, dan Kelembagaanb.Infrastruktur pendukung perikanan budidayac. Isu & permasalahan perikanan budidaya

Rencana Induk Pengembangan Minapolitan Budidaya(Konsepsi Visi, Misi, dan Strategi)

Pertumbuhan Ekonomi dan Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Berbasis Budidaya Perikanan Secara Berkelanjutan

Rencana Induk Pengembangan Minapolitan Budidaya

Rencana Pengembangan Sistem Pengolahan

Rencana Pengembangan Sistem Pemasaran

Survei Lapangan

Rencana Pengembangan Sistem Perbenihan

Rencana Pengembangan Teknologi Budidaya Perikanan

Gambar 4.2. Kerangka Pendekatan Penyusunan Masterplan Pengembangan

Minapolitan Budidaya

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan IV - 3 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 46: Bogor Masterplan Minapolitan

Penyusunan Master Plan Minapolitan di Kabupaten Bogor

4.2.2. Pendekatan Pengembangan Minapolitan

Prinsip utama dalam pengembangan Minapolitan adalah untuk mensinergiskan kegiatan

produksi bahan baku, pengolahan dan pemasaran dalam satu rangkaian kegiatan besar

dalam satu kawasan atau wilayah dengan penekanan pada peningkatan nilai tambah

produk perikanan. Keuntungan yang diperoleh melalui peningkatan nilai tambah harus

dapat dinikmat oleh seluruh masyarakat yang terlibat dalam proses agribisnis perikanan

tersebut sehingga akan berdampak pada kesejahteraan masyarakat.

Oleh karena itu, pengembangan minapolitan mengacu kepada prinsip-prinsip :

1) Prinsip Kerakyatan: pembangunan diutamakan sebesar-besarnya bagi

kesejahteraan rakyat banyak (bukan kesejahteraan individu atau kelompok)

berdasarkan keadilan.

2) Prinsip swadaya: bimbingan dan dukungan kemudahan (fasilitas) yang diberikan

harus mampu menumbuhkan sikap keswadayaan dan kemandirian (bukan

menciptakan ketergantungan).

3) Prinsip Kemitraan: peran pelaku agribisnis perikanan diperlakukan sebagai mitra

kerja pembangunan yang berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan,

sehingga dapat menjadikan mereka sebagai pelaku dan mitra kerja yang aktif

dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan.

4) Prinsip bertahap dan berkelanjutan: pembangunan dilaksanakan secara

bertahap dan sesuai potensi dan kemampuan masyarakat setempat serta

memperhatikan kelestarian lingkungan.

5) Prinsip Keadilan Pemerataan: manfaat yang diperoleh dari kegiatan minapolitan

dapat terdistribusi secara merata dan berkeadilan bagi semua pelaku yang

terlibat.

Di samping prinsip-prinsip tersebut, dalam pengembangan Minapolitan juga harus

dilandasi dengan konsep yang jelas. Landasan konsep dalam pengembangan

minapolitan adalah:

1. Bahwa dalam pengembangan minapolitan secara nasional untuk komoditas yang

sama tidak boleh terjadi kompetisi antar daerah. Jika ada lebih dari satu daerah

mengembangkan minapolitan dengan komoditas unggulan yang sama dengan target

pasar yang sama harus ada pengaturan tentang kuota yang adil.

2. Dalam pengembangan Minapolitan harus dapat menjamin terciptanya pertumbuhan

ekonomi di kawasan tersebut. Namun pertumbuhan ekonomi yang tercipta harus

dinikmati masyarakat setempat khususnya masyarakat pelaku agribisnis perikanan

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan IV - 4 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 47: Bogor Masterplan Minapolitan

Penyusunan Master Plan Minapolitan di Kabupaten Bogor

baik pembenih, pembudidaya maupun pengolah yang pada gilirannya akan

berdampak pada pertumbuhan ekonomi masyarakat yang lain secara keseluruhan.

3. Untuk menjamin terciptanya kondisi seperti yang diuraikan dalam butir 2, maka

pengaturan maupun perijinan investasi harus dilakukan secara hati-hati dan selektif.

Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi distorsi ekonomi, dimana keuntungan yang

terjadi dari investasi tersebut dinikmati oleh masyarakat diluar kawasan tersebut.

Oleh karena dalam pengembangan Minapolitan diperlukan kelembagaan yang

berfungsi pengawasan atau pendampingan terhadap semua proses pengembangan

bisnis di kawasan minapolitan.

4.2.3. Pendekatan Agribisnis dalam Pengembangan Minapolitan

Kawasan minapolitan merupakan kawasan perikanan yang tumbuh dan berkembang

karena berjalannya sistem dan usaha agribisnis perikanan serta mampu melayani,

mendorong, menarik, menghela kegiatan pembangunan lainnya di wilayah sekitarnya.

Kawasan minapolitan terdiri dari pusat kawasan perikanan dan desa-desa sentra

produksi perikanan yang ada disekitarnya, dengan batasan yang tidak ditentukan oleh

batasan administratif pemerintahan, tetapi lebih ditentukan dengan memperhatikan skala

ekonomi kawasan yang ada.

Di samping itu, setiap pengembangan usaha dari suatu sub sektor ekonomi di suatu

kawasan harus dikaitkan dengan program pengembangan wilayah dan pengembangan

masyarakat. Kalau tidak maka hal tersebut akan menimbulkan kerusakan pada

lingkungan (sumberdaya alam dan ekosistem) dan masalah sosial (pemerataan

kesempatan kerja dan berusaha, kecemburuan sosial serta friksi sosial).

Dengan demikian, upaya untuk mengembangkan minapolitan hendaknya ditempuh

melalui penciptaan atau pengembangan kegiatan-kegiatan ekonomi yang bersifat

berkelanjutan (sustainable economic basis). Dalam hal ini, yang dimaksud dengan

sustainable economic basis adalah bahwa kegiatan ekonomi termaksud hendaknya

secara sosial-ekonomi menguntungkan masyarakat lokal dan secara ekologis aman,

sehingga dapat memenuhi kebutuhan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhan

serta aspirasinya (Dahuri 1999)

Dalam rangka mewujudkan pembangunan ekonomi secara berkelanjutan, maka

pengembangan minapolitan di Kabupaten Bogor hendaknya dilaksanakan melalui

pendekatan sistem sumberdaya (resources system). Pendekatan ini mengartikan bahwa

suatu kegiatan pembangunan (ekonomi) merupakan kombinasi yang terpadu dan holistik

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan IV - 5 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 48: Bogor Masterplan Minapolitan

Penyusunan Master Plan Minapolitan di Kabupaten Bogor

antara sumberdaya alam beserta ekosistemnya dengan sumberdaya manusia, mulai dari

tahap produksi sampai pemasaran hasil kepada masyarakat konsumen.

Oleh karena itu, tahapan pengembangan minapolitan harus dimulai dari identifikasi

potensi sumberdaya yang dapat dikembangkan untuk kemudian dicari solusi optimalnya

berdasarkan pendekatan sistem agribisnis perikanan yang terpadu dan holistik seperti

diperlihatkan pada Gambar 4.3. Suatu sistem agribisnis perikanan (baik usaha

penangkapan maupun budidaya) meliputi empat subsistem utama, yaitu: (1) sumberdaya

ikan dan habitat/lingkungannya, (2) produksi, (3) pengolahan (teknologi pasca panen), dan

(4) pemasaran termasuk konsumennya; dan empat sub-sistem pendukung, yaitu: (1)

prasarana dan sarana, (2) keuangan, (3) hukum dan kelembagaan, dan (4) sumberdaya

manusia beserta iptek.

HABITAT DANSUMBERDAYA

IKAN PRODUKSI * * BUDIDAYA

SEKTOR PRIMER

PENGOLAHAN

KONSUM NELOKAL *

* NASIONAL* DUNIA

PRASARANADAN

SARANAKEUANGAN SUMBERDAYA

MANUSIA DANIPTEK

HUKUM DAN

KELEMBAGAAN

PEMASARAN

SEKTOR SEKUNDER SEKTOR TERSIER

Gambar 4.3. Sistem Agribisnis Perikanan (Dahuri 1999)

Berdasarkan gambar di atas terlihat bahwa ada 3 (tiga) kegiatan besar dalam kegiatan

industri perikanan, yaitu sektor primer sektor sekunder dan sektor tersier, dimana ketiga

sektor tersebut saling terkait antara satu dengan yang lainnya. Selama ini kebijakan

pengembangan perikanan hanya terfokus pada satu sektor saja, yaitu sektor primer yaitu

produksi tanpa melihat sektor lainnya seperti pemasaran dan pengolahan, sehingga

sering kali terjadi permasalahan pada saat produksi melimpah, yaitu harga produk turun

dan penghasilan masyarakat akan turun.

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan IV - 6 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 49: Bogor Masterplan Minapolitan

Penyusunan Master Plan Minapolitan di Kabupaten Bogor

Sementara itu, model pemasaran hasil perikanan yang dikembangkan selama ini

langsung dipasarkan ke pihak konsumen dalam bentuk segar dan biasanya dipasarkan

sendiri-sendiri. Model pemasaran seperti ini secara umum hanya memberikan nilai

tambah yang rendah, dan itupun biasanya hanya pada sedikit produk perikanan yang

memang memiliki nilai ekonomis tinggi dan dicari oleh para konsumen dalam keadaan

masih hidup. Oleh karena itu, melalui program minapolitan, pemerintah ingin

meningkatkan nilai tambah produk-produk perikanan sehingga dampaknya dapat

meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada kegiatan

perikanan, pembudidaya, dan pengolah produk perikanan.

Pengembangan program minapolitan juga harus didukung dengan sistem kelembagaan

yang kuat, salah satunya adalah kelembgaan pemasaran. Pemasaran produk-produk

perikanan, baik ikan-ikan segar atau hidup maupun produk perikanan hasil olahan, akan

diorganisasi oleh lembaga pengelola suatu kawasan minapolitan. Hal tersebut

dimaksudkan agar pemasaran produk-produk perikanan lebih mudah dilakukan, lebih

terkendali, lebih mempunyai posisi tawar, dan selalu mendapatkan harga yang stabil dan

baik, minimal sesuai dengan harga pasar.

Selain kelembagaan, program pengembangan minapolitan juga harus didukung oleh

sistem keuangan yang kuat, sumberdaya manusia yang berkualitas dan IPTEK serta

dukungan kelengkapan infrastruktur, baik insfrastruktur yang mendukung kegiatan

pengolahan hasil perikanan maupun pemasaran hasil perikanan.

4.3. Pendekatan Keilmuan Terkait

4.3.1. Pendekatan Perikanan Budidaya

Data yang digunakan pada kegiatan ini adalah data primer yang diperoleh dari

wawancara stakeholder yang terlibat dan data sekunder dari Dinas peternakan dan

Perikanan (Disnakan) Kabupaten Bogor. Data yang akan diambil meliputi:

1. Sumber daya manusia (Pendidikan, jumlah, anggota keluarga, umur, pekerjaan

lain, latar belakang usaha, lama usaha, dan kepemilikan usaha);

2. Input produksi (sumber input, jenis input, kuantitas input produksi, permodalan,

dan fasilitas produksi);

3. Produksi Lele di wilayah Minapolitan (4 kecamatan) per bulan;

4. Proses produksi perbenihan ;

5. Proses produksi pembesaran (lama produksi, dan teknologi yang digunakan);

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan IV - 7 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 50: Bogor Masterplan Minapolitan

Penyusunan Master Plan Minapolitan di Kabupaten Bogor

6. Jumlam pembudidaya dan pembenih ikan lele dan rata-rata produksinya;

7. Proporsi hasil produksi menurut ukuran;

8. Output produksi (jumlah panen, ukuran panen, kualitas hasil panen dan

keuntungan usaha);

9. Potensi dan kondisi existing Pemasaran di Jabodetabek (harga jual, rantai

pemasaran, dan lain-lain);

10. Permasalahan dan kendala baik dalam proses pembenihan, pembesaran mapun

pemasannya; dan

11. Analisis finansial usaha budidaya dan pembenihan.

4.3.2. Pendekatan Pengolahan Perikanan

Pendekatan yang dilakukan untuk mendapatkan model pengembangan pengolahan

perikanan adalah:

a) Lokasi pengolahan; lokasi pegolahan ditentukan berdasarkan survey lapang

potensial area dengan mempertimbangkan ketersediaan lahan, kemudahan akses

bahan baku, akses pasar, sarana(listrik, air) dan prasarana (jalan).

b) Kapasitas Produksi dan Jenis Olahan; Kapasitas produksi ditentukan dari

persentasi ketersediaan bahan baku berupa lele BS. Jenis olahan dapat merupa filet,

surimi, bakso, sosis, nugget, kaki naga dan makanan kering krupuk, crakers. Secara

umum produksi dan jenis olahan yang akan dikaji sebagai berikut:

- Jenis hasil olahan kan lele yang ada di 4 kecamatan

- Kapasitas produksi masing-masing jenis olahan

- Jenis ikan olahan ikan lele secara umum

- Konversi produk ikan lele menjadi olahan untuk setiap jenis olahan

- Harga produk ikan olahan

- Analisis finansial usaha ikan olahan

c) Teknologi Pengolahan; teknologi yang diterapkan untuk pengolahan lele adalah

teknologi zero waste (bebas limbah). Hasil samping akan digunakan untuk

memproduksi pupuk organik untuk budidaya hortikultura.

d) Jaringan Pemasaran; produk akan dipasarkan ke berbagai konsumen seperti PSH

(Pusat Jajanan Sehat) disekolah-sekolah, catering, dan lain-lain bekerjasama dengan

asosiasi jasa boga, sekolah, mini market serta potensi pasar yang lain seperti PIH

(Pusat ikan Higienisa) dan hotel.

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan IV - 8 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 51: Bogor Masterplan Minapolitan

Penyusunan Master Plan Minapolitan di Kabupaten Bogor

e) Kelayakan Ekonomi; kelayakan ekonomi dianalisa dengan perhitungan standar

seperti investasi, IRR, BEP, waktu kembali modal dan Cash-Flow.

4.3.3. Pendekatan Hidrologi

Data hidrobiologi yang diperlukan untuk menunjang kegiatan Minapolitan adalah

menghitung ketersediaan air di kawasan minapolitan baik untuk kebutuhan pembenihan,

pembesaran, pengolahan maupun kegiatan wisata. Serta kebutuhan air lainnya. Untuk

dapat menghitung ketersediaan air akan dulakukan survai untuk mengidentifikasi sumber-

sumber air yang merupakan suplai air bagi kawasan minapolitan yang meliputi air

sungai, saluran irigasi dan air tanah khususnya untuk pemebenihan dan pengolahan.

Untuk sungai dan saluran irigasi akan dihitung debit air baik pada musim kemarau

maupun hujan dengan demikian dapat diketahui fluktuasi antara kedua musim tersebut.

Sedangkan untuk air tanah akan dilakukan pengukuran dengan metode tersendiri.

Data ketersediaan air tersebut nantinya akan dibandingkan dengan data kebutuhan air

untuk setiap unit dari setiap kegiatan pembenihan, pembesaran maupun pengolahan.

Oleh karena itu akan dilakukan juga perhitungan kebutuhan air untuk setiap unit kegiatan

per musim dan per tahun. Secara rinci data hidrologi yang diamati meliputi parameter

sebagai berikut:

o Jaringan dan tata air diwilayah calon minapolitan

o Kapasitas suply aiar,musimhujan dan kemarau untuk kebutuhan budidaya

o Cadangan air tanah

o Kebutuhan air untuk budidaya , perbenihan dan pengolahann

o Water budget di wilayah calon minapolitan

o Konsep jaringan irigasi perikanan budidaya lele

4.3.4. Pendekatan Kelembagaan dan Sosial Ekonomi Perikanan

Pengertian kelembagaan mencakup banyak pengertian yang diajukan oleh para ahli.

Secara umum kelembagaan mencakup segala suatu tatanan dan pola hubungan antara

anggota masyarakat atau organisasi yang saling mengikat yang dapat menentukan

bentuk hubungan antar manusia atau antara organisasi yang diwadahi dalam suatu

organisasi atau jaringan dan ditentukan oleh faktor-faktor pembatas dan pengikat berupa

norma, kode etik aturan formal maupun informal untuk pengendalian prilaku sosial serta

insentif untuk bekerjasama dan mencapai tujuan bersama” (Djogo et.all, 2003).

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan IV - 9 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 52: Bogor Masterplan Minapolitan

Penyusunan Master Plan Minapolitan di Kabupaten Bogor

Secara ringkas, kelembagaan menyangkut aspek pemain (baik individu atau organisasi)

(player of the game) dan aturan yang menjamin fungsi-fungsi peran individu/organisasi

berjalan dengan baik (rules of the game) (Ostorm, 1985; Ostorm 1986; Doward, 1997;

Doward et.all, 1998 dalam Kartodiharjo dan Jamhani, 2006) Dengan demikian analisis

tentang kelembagaan dalam kegiatan ini akan mencakup analisis individu atau organisasi

sebagai stakeholder dan peraturan-peraturan yang mendasari (rules of the game).

Aturan yang mendasari meliputi aturan pemerintah (pusat dan daerah), aturan antar

pelaku (stakeholder langsung) terkait dengan hal-hal yang menyangkut implementasi

minapolitan.

Metode pengambilan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara mendalam, dan

studi pustaka pada dokumen yang mendukung. Dari aspek sosio-ekonomi perikanan

data yang akan amati meliputi jaringan pemasaran ikan baik yang segar maupun olahan,

potensi pasar khususnya ikan olahan. Disampingpemasaran ikan segar olahan, system

jaringan pemasaran input produksi khususnya benih merupakan hal penting untuk dikaji.

Baik usaha ikan pembenihan, pembesaran maupun olahan semuanya akan dilakukan

analisis finansialnya. Sedang peluang pengembangan pasar baik segar maupun olahan

akan di kaji untuk melihat prospek bisnisnya di masa mendatang.

4.3.5. Pendekatan Pengembangan Wilayah

Pada prinsipnya dalam pendekatan pengembangan wilayah akan diidentifikasi kondisi

existing calon kawasan minapolitan di empat kecamatan yakni Kemang, Ciseeng, Parung

dan Gunung Sindur dari segi akses dan keterkaitan satu daerah dengan yang lain serta

antara daeran produksi dan pemasaran. Di samping itu potensi lahan budidaya dan

penyebarannya serta sebaran pemukiman di kawasan minapolitan dapat dipetakan

dalam peta GIS. Jadi secara rinci akan dapat dihasilkan beberapa jenis peta yang

meliputi:

Peta administrtatif keempat kecamatan secara detail

Kondisi eksisting jaringan jalan dengan ukuran lebar dan panjang

Jaringan akses jalan produksi,pemasaran

Kondisi existing kolam budidaya dan pembenihan

Potensi lahan budidaya dan distribusinya dalam peta

‐ Konsep pengembangan wilayah untuk Minapolitan agar tercapai efisiensi dalam

pendistribusan input maupun output produksi

‐ Peta jaringan irigasi maupun sungai di kawasan minapolitan

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan IV - 10 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

‐ Tata ruang serta perda yang ada untuk wilayah minapolitan

Page 53: Bogor Masterplan Minapolitan

Penyusunan Master Plan Minapolitan di Kabupaten Bogor

4.3.6. Pendekatan Lanskap

a) Alat dan Data

Kegiatan ini menggunakan peralatan baik perangkat keras (hardware) maupun

perangkat lunak (software) dengan spesifikasi pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Alat Perencanaan

Hardware dan Software Fungsi Hardware Kamera Notebook

Survei

Pengolahan data Software Microsoft Office (Word, Excel, Powerpoint) AutoCad 2008 Adobe Photoshop CS3

Analisis data tabular, pelaporan, presentasi

Pengolahan peta tematik Pengolahan peta tematik

b) Data Penelitian

Data yang digunakan pada kegiatan ini adalah telihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Spesifikasi Data Lanskap

No Data/Informasi Sumber Jenis Data 1. Peta :

• Peta Administrasi

BAPPEDA Sekunder

• Peta RTRW • Peta Rupa Bumi, skala 1 : 50.000 • Peta Tata Guna Tanah BPN dan Peta Vegetasi Kawasan • Peta Jaringan jalan dan telekomunikasi, skala 1 : 100.000 • Peta jalur eksisting transportasi, skala 1 : 500.000 • Peta sebaran sungai, skala 1 : 1.000.000

2. Kondisi Fisik: Ekologi, Iklim : Curah Hujan, dll

BAPPEDA

Sekunder

3. Potensi Kawasan : a. Produksi perikanan b. Wisata Mina

Survei lapangan dan pengamatan

Primer

4. Sosial : a. Jumlah Penduduk b. Mata Pencaharian c. Pendapatan

BPS

Sekunder

5. Stakeholder: Pemerintah, Masyarakat, Pihak Swasta, LSM

Wawancara

dan Kuisioner Primer

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan IV - 11 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 54: Bogor Masterplan Minapolitan

Penyusunan Master Plan Minapolitan di Kabupaten Bogor

c) Pendekan studi

Studi ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif yaitu melakukan analisis tabulasi

dan spasial. Pendekatan ini dilakukan dengan memperhatikan kesesuaian wilayah

kecamatan untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata minapolitan yang

berkelanjutan. Pendekatan wisata dilakukan melalui penentuan kawasan yang berpotensi

memiliki obyek dan atraksi wisata. Sedangkan, pendekatan masyarakat (stakeholder)

dilakukan melalui analisis stakeholder yang bersumber dari data kuisioner, wawancara

dan studi pustaka.

d) Prosedur Pelaksanaan

Proses yang dilakukan dalam melaksanakan studi lanskap, terdiri dari empat tahapan

yaitu tahap pengumpulan dan klasifikasi data (persiapan), analisis dan sintesis, konsep

disain perencanaan serta tahap perancangan. Keempat tahap tersebut diuraikan sebagai

berikut:

Tahap 1. Pengumpulan dan Klasifikasi Data

Tahap pengumpulan dan klasifikasi data ini dilakukan dengan mengumpulkan data primer

maupun data sekunder di lapangan yang berkaitan dengan studi ini baik melalui survey

langsung ke lokasi studi ataupun melalui dinas yang terkait.

Tahap 2. Analisis dan Sintesis

a. Identifikasi dan Analisis Tapak dan Wilayah

a.1 Data

Data yang diperlukan dalam menganalisis potensi wilayah yang akan direncanakan

untuk pengembangan minapolitan yaitu data tentang sumberdaya dan potensi

perikanan yang terdapat di kecamatan yang dipilih berdasarkan potensi wisata dan

objek yang ada.

a.2 Metode Analisis

Kawasan wisata minapolitan dapat dinilai dari beberapa parameter untuk

mengetahui kesesuaian kawasan tersebut dengan analisis pembobotan dan skoring

beberapa faktor kriteria penilaian kelayakan kawasan untuk wisata (Tabel 4.4).

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan IV - 12 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 55: Bogor Masterplan Minapolitan

Penyusunan Master Plan Minapolitan di Kabupaten Bogor

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan IV - 13 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Gambar 4.4. Tahapan Studi

Tahapan pengumpulan dan klasifikasi data

Tahapan analisis dan Sintesis

Tahapan Konsep dan Perencanaan Kawasan

Kawasan Perencanaan Wisata Minapolitan

Potensi Kawasan Potensi Pengembangan Pariwisata

Stakeholder

Analisis kesesuaian kawasan minapolitan

Zona Kesesuaian kawasan Minapolitan

• Analisis Obyek dan Atraksi Wisata

Pembobotan dan

Skoring

Zona Potensi Pengembangan Wisata

Minapolitan

Analisis Stakeholder

Zona Akseptibilitas Stakeholder

Identifikasi

Peta Digital Survey Lapangan Studi Pustaka

Perencanaan Kawasan Wisata Minapolitan

• Produksi Perikanan • Ketersediaan Obyek dan Atraksi untuk Wisata

• Masyarakat • Pemda • Swasta

Pengembangan Aktifitas dan Fasilitas Wisata Minapolitan

Pembobotan dan

Skoring

Aturan Pemerintah (RTRW)

Zona Potensial untuk Pengembangan Wisata Minapolitan

Pembobotan dan

Skoring

Pengembangan Jalur Wisata Minapolitan

Perancangan Kawasan Wisata Minapolitan

Page 56: Bogor Masterplan Minapolitan

Penyusunan Master Plan Minapolitan di Kabupaten Bogor

Tabel 4.4. Kriteria Penilaian Kelayakan Kawasan untuk Wisata

No Faktor Bobot

Nilai 4

(sangat baik)

3 (Baik)

2 (Buruk)

1 (Sangat Buruk)

1. Letak dari Jalan Raya 10 < 1 km 1-2 km 2-3 km > 3 km

2. Estetika dan keaslian

25 Asli Asimilasi, dominan bentuk asli

Asimilasi, dominan bentuk baru

Sudah berubah sama sekali

3. Atraksi 25 Hanya terdapat di tapak

Terdapat < 3 di tempat lain

Terdapat 3-5 di tempat lain

Terdapat > 5 di tempat lain

4. Fasilitas Pendukung

15 Tersedia dalam kondisi sangat baik

Tersedia dalam kondisi baik

Tersedia dalam kondisi kurang baik

Tidak tersedia

5. Ketersediaan Air bersih 15 < 0.5 km 0.5-1 km 1-2 km >2km

6. Transportasi dan Aksesibilitas

10 Jalan aspal, ada

kendaraan umum

Jalan aspal berbatu, ada kendaraan

umum

Jalan aspal berbatu,

tanpa kendaraan

umum

Jalan berbatu /tanah, tanpa kendaraan

umum

Sumber : Mc. Kinnon (1986). Modifikasi

Perhitungan penilaian kelayakan kawasan untuk wisata:

Keterangan :

Fljr = faktor letak dari jalan raya Ffp = faktor fasilitas pendukung

Fek = faktor estetika dan keaslian Fka = faktor ketersediaan air bersih

Fatr = faktor atraksi

Fta = faktor transportasi dan aksesibilitas = titik ke 1 hingga ke 5

Penentuan klasifikasi tingkat kelayakan kawasan untuk wisata adalah sebagai

berikut :

Klasifikasi Tingkat Potensi = N Skor maksimal – N Skor minimal...................... (1)

N Tingkat Klasifikasi

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan IV - 14 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 57: Bogor Masterplan Minapolitan

Penyusunan Master Plan Minapolitan di Kabupaten Bogor

Dari penghitungan skor masing-masing parameter, maka dilakukan pembobotan

dan dikategorikan dalam kelas kesesuaian, sehingga hasil Penilaian kawasan

wisata di klasifikasikan menjadi :

• SP (Sangat potensial) dengan nilai 325 – 400. Artinya, bahwa obyek dan

atraksi wisata sangat potensial untuk dilakukan pengembangan dan penataan

kawasan wisata. Perlakukan yang dilakukan hanya untuk menjaga kualitas

obyek dan atraksi agar tetap terjaga

• CP (Cukup Potensial) dengan nilai 249 – 324. Artinya, bahwa obyek dan

atraksi wisata cukup potensial untuk dilakukan pengembangan dan penataan

kawasan wisata. Perlu perlakuan untuk meningkatkan kualitas menjadi sangat

potensial

• KP (Kurang Potensial) dengan nilai 173 – 248. Artinya, bahwa bahwa obyek

dan atraksi wisata kurang potensial untuk dilakukan pengembangan dan

penataan kawasan wisata. Perlu perlakuan lebih banyak untuk meningkatkan

kualitas menjadi sangat potensial

• TP (Tidak Potensial) dengan nilai 97 – 172. Artinya, bahwa obyek dan

atraksi wisata yang tersedia tidak potensial untuk dilakukan pengembangan dan

penataan kawasan wisata. Perlu perlakuan yang khusus dan mahal untuk

meningkatkan kualitas menjadi sangat potensial

b. Identifikasi dan Analisis Potensi Tapak

Data yang digunakan dalam analisis potensi tapak ini adalah dilihat dari data

produksi perikanan, data akses dan transportasi untuk menuju kawasan wisata

minapolitan, data infrastruktur serta adanya peluang untuk rekreasi pada masing-

masing kecamatan yang akan dikembangkan menjadi kawasan wisata minapolitan.

c. Identifikasi dan Analisis Keikutsertakan Stakeholder

c1. Data

Data yang digunakan dalam analisis stakeholder ini adalah data kesediaan

masyarakat tentang pengembangan wisata pesisir melalui penyebaran kuisioner

dengan metode pengambilan contohnya menggunakan metode purposive

sampling.

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan IV - 15 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 58: Bogor Masterplan Minapolitan

Penyusunan Master Plan Minapolitan di Kabupaten Bogor

c.2 Metode Analisis

Tahap penentuan zona akseptibilitas masyarakat lokal ditunjukkan dengan tingkat

kesediaan masyarakat dalam menerima pengembangan lokasi penelitian menjadi

kawasan wisata (Tabel 4.5). Penilaian dilakukan oleh responden, masing-masing

kecamatan diambil n=10, sehingga jumlah dari responden seluruh kecamatan yang

diteliti adalah 40 responden.

Tabel 4.5. Penilaian Akseptibilitas Masyarakat

No Faktor

Peringkat

4 (Bersedia)

3 (Kurang

Bersedia)

2 (Tidak

Bersedia)

1 (Tidak tahu)

1. Pengembangan kawasan sebagai daerah tujuan wisata Setuju Kurang setuju Tidak Setuju Tidak Tahu

2. Pengelolaan kawasan wisata oleh masyarakat Setuju Kurang setuju Tidak Setuju Tidak Tahu

3. Peran aktif masyarakat dalam pariwisata Ya Kurang Tidak Tidak Tahu

4. Keuntungan kegiatan wisata Ya Kurang Tidak Tidak Tahu

5. Keberadaan wisatawan Bersedia Kurang Bersedia

Tidak Bersedia Tidak Tahu

Sumber : Yusiana (2007)

Penilaian akseptibilitas masyarakat untuk faktor tertentu di tiap desa didasarkan

pada penghitungan :

Fx desa ke-p = (4 x n)+(3 x n)+(2 x n)+(1 x n)

Dimana,

Fx = total nilai faktor tertentu

p = desa tertentu

n = jumlah orang yang memilih

Aksesibilitas Masyarakat =

Keterangan :

Pdtw = Pengembangan kawasan sebagai daerah tujuan wisata

Ppkw = Pengelolaan kawasan wisata oleh masyarakat

Ppmp = Peran aktif masyarakat dalam pariwisata Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan IV - 16 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 59: Bogor Masterplan Minapolitan

Penyusunan Master Plan Minapolitan di Kabupaten Bogor

Pkkw = Keuntungan kegiatan wisata

Pkw = Keberadaan wisatawan

Setelah dihitung skor masing-masing parameter, maka dilakukan pembobotan dan

dikategorikan dalam kelas kesesuaian :

S1 (Sangat Sesuai) = Nilai 163 – 200

S2 (Cukup Sesuai) = Nilai 125 – 162

S3 (Sesuai Marginal) = Nilai 87 – 124

N (Tidak Sesuai) = Nilai 49 – 86

d. Penentuan Zona Potensial untuk Pengembangan Wisata Minapolitan

Pembuatan zonasi ini dilakukan dengan menggunakan bantuan AutoCad dan

Adobe Photoshop untuk tehnik overlay sehingga hasil analisis tapak/wilayah dan

potensi wilayah serta hasil peta akseptibilitas masyarakat dapat dispasialkan.

e. Peraturan

Analisis mengenai regulasi dilakukan berdasarkan RTRW yang ada sehingga

diterapkan pada masing-masing kecamatan yang akan dikembangkan. Menurut

RTRW Kabupaten Bogor tahun 2005 – 2025, kawasan perikanan akan

dikembangkan pada wilayah/kawasan yang secara teknis, sosial dan ekonomi

memiliki potensi untuk kegiatan perikanan, kolam air tenang, air deras, pembenihan,

kolam ikan hias/aquarium, dan budidaya ikan di perairan umum.

Tahap 3. Konsep dan Perencanaan Kawasan Minapolitan

Tahap konsep dan perencanaan ini merupakan hasil dari perencanaan wisata yang

dikembangkan dari zona potensial. Dari zona tersebut kemudian ditentukan akfititas,

fasilitas dan sirkulasi wisata yang disesuaikan dengan peraturan daerah (RTRW) ada

pada. Dari hasil perencanaan wisata tersebut maka dilakukan pembuatan konsep yang

sesuai dengan analisis dan sintesis yang telah dilakukan. Dengan demikian diperoleh

rencana lanskap kawasan minapolitan.

Rencana lanskap kawasan wisata minapolitan berdasarkan zona kesesuaian wisata

yang merupakan hasil analisis di beberapa kecamatan di Kabupaten Bogor, yaitu

dalam bentuk:

a. Konsep pengembangan dan penataan ruang yang akan dilaksanakan adalah

kawasan wisata minapolitan yang berkelanjutan. Konsep ini diilustrasikan dalam

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan IV - 17 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 60: Bogor Masterplan Minapolitan

Penyusunan Master Plan Minapolitan di Kabupaten Bogor

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan IV - 18 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

bentuk model pengembangan dan penataan ruang wisata yang

mempertimbangkan karakter lanskap dan potensi obyek atraksi wisata yang ada.

b. Program pengembangan dan penataan kawasan sesuai dengan konsep

pengembangan kawasan. Perencanaan program ini dilakukan berdasarkan nilai-

nilai potensi wisata kawasan, hasilnya berupa arahan pengembangan kawasan

yang diilustrasikan secara grafis sebagai panduan penataan kawasan wisata

minapolitan.

c. Rencana pengembangan dan penataan infrastruktur pendukung wisata.

4.4. Pelaporan

Laporan yang dibuat sebagai pertanggung jawaban kegiatan ini terdiri dari:

1. Laporan Pendahuluan, antara lain berisi pemahaman dan tanggapan dalam

Penyusunan Masterplan Minapolitan beserta metodologi pengerjaan Penyusunan

Masterplan Minapolitan. Laporan ini dilengkapi daftar mobilisasi tenaga ahli dan

jadwal penugasan tenaga ahli dan pelaksana/asisten tenaga ahli. Laporan

Pendahuluan akan diserahkan 1 minggu setelah terbitnya Surat Perintah Mulai Kerja.

2. Laporan Antara, berisi data-data hasil survei primer maupun sekunder dan hasil

pengolahan data, serta berisikan hasil analisis awal Masterplan Minapolitan, yang

memuat antara lain: kondisi dan potensi perikanan air tawar, isu dan permasalahan

dalam pengembangan budidaya perikanan air tawar, rumusan konsepsi

pengembangan kawasan minapolitan, penentuan lokasi dan komoditas unggulan,

pengembangan lahan budidaya dan infrastruktur pendudkung, pengembangan

penyediaan benih/bibit dan pakan, pengembangan sistem pemasaran dan

pengolahan, pengembangan sistem kelembagaan dan rumusan program/kegiatan

pengembangan kawasan minapolitan dalam jangka waktu lima tahun. Laporan Antara

akan diserahkan 5 minggu setelah terbitnya Surat Perintah Mulai Kerja.

3. Laporan Akhir, merupakan penyempurnaan terhadap Laporan Antara yang telah

dibahas dengan instansi terkait. Laporan Akhir ini akan dilengkapi dengan Executive

Summary dan peta kawasan minapolitan, dibuat luxury dan berwarna. Laporan Akhir

dan Executive Summary akan diserahkan pada akhir pekerjaan atau 45 hari kerja

setelah terbitnya Surat Perintah Mulai Kerja.

Page 61: Bogor Masterplan Minapolitan

KONDISI UMUM KAWASAN MINAPOLITAN 5

5.1. Batas Administrasi dan Geografis Wilayah

Kabupaten Bogor yang merupkan bagian dari Provinsi Jawa Barat beribukota Cibinong.

Kabupaten Bogor secara geografis terletak antara 6.19o-6.47o Lintang Selatan dan 106o1’-

107o103’ Bujur Timur. Wilayah Kabupaten Bogor di sebelah Utara berbatasan dengan

Kabupaten Tangerang (Banten), Kota Depok, Kota Bekasi, dan Kabupaten Bekasi.

Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Karawang. Sebelah Barat berbatasan

dengan Kabupaten Lebak (Banten), sedangkan sebelah Selatan berbatasan dengan

Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Sukabumi.

Gambar 5.1. Peta Lokasi Kabupaten Bogor

5.2. Kondisi Demografi

Kabupaten Bogor dengan luas wilayah sebesar 2.237,09 km2 merupakan salah satu

wilayah administratif terluas (keenam) di Provinsi Jawa Barat setelah Kabupaten

Page 62: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

Sukabumi, Cianjur, Tasikmalaya, Bandung dan Ciamis. Kabupaten Bogor terdiri dari 40

kecamatan dengan jumlah total desa paling banyak se-Provinsi Jawa Barat, yaitu 428

desa (dimana 200 desa termasuk dalam klasifikasi perkotaan, sedangkan 228 desa

lainnya berstatus perdesaan) (BPS, 2008).

Kabupaten Bogor mengalami peningkatan populasi penduduk yang cukup pesat dari

waktu ke waktu. Pada tahun 2000, jumlah penduduk di Kabupaten Bogor sebanyak

3.711.996 jiwa. Dan berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010, penduduk Kabupaten

Bogor menjadi 4.763.209 Jiwa terdiri dari laki-laki sebanyak 2.446.251 jiwa dan

perempuan sebanyak 2.316.958 jiwa (http://bogorkab.go.id).

Ditinjau dari segi mata pencaharian masyarakatnya , pada umumnya yang didominasi

oleh buruh (25.54 %), buruh perusahaan industri dan pegawai/karyawan (25.17 %), dan

pedagang (20.33 %). Masyarakat yang bermata pencaharian sebagai petani/peternak

sangat sedikit (6,51%). Sedangkan secara rinci distribusi mata pencaharian masyarakat di

wilayah calon Kawasan Minapolitan disajkan pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1. Persentase Jenis Mata Pencaharian Masyarakat Per Kecamatan di Zona IV

Kecamatan Mata Pencaharian

Total PNS/TNI/ POLRI Pedagang Petani/

Peternak Jasa Buruh Pegawai/ Karyawan

Lain-lain

1. Tajurhalang 1.68 3.65 0.62 2.82 3.24 4.59 0.16 16.76

2. Kemang 1.57 3.49 1.24 2.81 4.62 5.04 0.20 18.97

3. Rancabungur 0.43 1.59 0.64 1.65 3.76 1.91 0.06 10.05

4. Parung 1.12 5.50 0.91 2.98 3.97 5.76 0.28 20.51

5. Ciseeng 0.53 2.96 1.83 2.22 5.21 2.41 0.26 15.43

6. Gunung Sindur 0.86 3.13 1.27 2.65 4.74 5.46 0.17 18.28

Jumlah 6.19 20.33 6.51 15.13 25.54 25.17 1.14 100.00 Keterangan:

*) Lain-lain = pengrajin dan pekerja tambang. Sumber : Data Susda Kab. Bogor 2007 dalam BAPPEDA Kabupaten Bogor & PSP3-IPB (2009)

5.3. Kondisi Ekonomi Wilayah

Sebagai wilayah hinterland dari Kota Bogor maupun sebagai bagian dari kawasan

megapolitan Jabodetabek, Kabupaten Bogor berfungsi sebagai pemasok (produsen)

bahan-bahan mentah dan atau bahan baku, pemasok tenaga kerja melalui proses

urbanisasi dan commuting (menglaju), serta daerah pemasaran barang dan jasa industri

manufaktur. Dilihat dari penerimaan total Produk Domestik Regional Bruto (PDRB),

Kabupaten Bogor mengalami kenaikan sebesar 145% dari tahun 2000 hingga 2006, yaitu

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan V - 2 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 63: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

sebesar 18.226.545 juta rupiah (tahun 2000), menjadi 44.792.698 juta rupiah (tahun

2006) (BPS, 2007). Dan sektor industri pengolahan merupakan pemberi kontribusi paling

besar terhadap total PDRB dengan persentase sebesar 59.85% (tahun 2000) dan 64.30%

(tahun 2006). Sedangkan urutan kedua dan ketiga ditempati oleh sektor perdagangan,

hotel dan restoran (dengan persentase sekitar 15%), dan sektor pertanian (dengan

persentase 7.74% pada tahun 2000, dan menurun menjadi 4.69% pada tahun 2006).

Apabila dibandingkan dengan wilayah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang,

Bekasi) dan sekitarnya (Sukabumi, Cianjur dan Lebak), Kabupaten Bogor menempati

urutan kelima setelah Jakarta, Kabupaten Bekasi, Kota Tangerang, dan Kota Bekasi

dalam hal PDRB per kapita tahun 2000 maupun 2006 (Tabel 5.2.).

Tabel 5.2. PDRB per Kapita Kabupaten/Kota di Kawasan Jabodetabek dan Sekitarnya Tahun 2000 dan 2006

KABUPATEN/KOTA PDRB PER KAPITA (Rp/Jiwa) 2000 2006

KOTA JAKARTA 27,011,027 55,361,136 KAB. BEKASI 17,297,753 33,265,824 KOTA TANGERANG 12,310,363 24,031,381 KOTA BEKASI 5,030,082 11,202,090 KAB. BOGOR 4,910,174 10,623,985 KOTA SUKABUMI 4,152,983 9,718,210 KAB. TANGERANG 4,434,197 8,190,222 KOTA BOGOR 3,507,687 7,428,605 KOTA DEPOK 2,815,218 6,435,121 KAB. CIANJUR 2,992,669 5,882,538 KAB. SUKABUMI 2,973,353 5,874,341 KAB. LEBAK 2,644,342 4,595,988

Sumber: PDRB Tahun 2000 dan 2006 (diolah).

PDRB per kapita di Kabupaten Bogor pada tahun 2006 adalah Rp.10.623.985/jiwa

(meningkat lebih dari dua kali lipat dari tahun 2000), yang diperoleh dengan cara

membagi total PDRB dengan jumlah penduduknya. Tabel 5.3. menyajikan data

mengenai total PDRB, jumlah penduduk dan PDRB per kapita masing-masing

kabupaten/kota di Kawasan Jabodetabek dan sekitarnya tahun 2006. Ditinjau dari

peranan masing-masing sektor terhadap perekonomian di Kabupaten Bogor, dapat

diketahui bahwa sektor industri pengolahan memberikan kontribusi paling besar terhadap

total PDRB dengan persentase sebesar 59.85% (tahun 2000) dan 64.30% (tahun 2006).

Sedangkan urutan kedua dan ketiga ditempati oleh sektor perdagangan, hotel dan

restoran (dengan persentase sekitar 15%), dan sektor pertanian (dengan persentase

7.74% pada tahun 2000, dan menurun menjadi 4.69% pada tahun 2006).

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan V - 3 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 64: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

Tabel 5.3. Total PDRB, Jumlah Penduduk dan PDRB per Kapita Kabupaten/Kota di Kawasan Jabodetabek dan Sekitarnya Tahun 2006

KABUPATEN/KOTA TOTAL PDRB (JUTA RP)

JUMLAH PENDUDUK

(JIWA)

PDRB PER KAPITA

(RP/JIWA) KOTA JAKARTA 495,056,882 8,942,318 55,361,136KAB. BEKASI 66,239,907 1,991,230 33,265,824KOTA TANGERANG 35,604,678 1,481,591 24,031,381KOTA BEKASI 22,855,154 2,040,258 11,202,090KAB. BOGOR 44,792,698 4,216,186 10,623,985KOTA SUKABUMI 2,863,432 294,646 9,718,210KAB. TANGERANG 27,571,753 3,366,423 8,190,222KOTA BOGOR 6,357,742 855,846 7,428,605KOTA DEPOK 8,967,779 1,393,568 6,435,121KAB. CIANJUR 12,500,528 2,125,023 5,882,538KAB. SUKABUMI 13,163,816 2,240,901 5,874,341KAB. LEBAK 5,437,900 1,183,184 4,595,988

Sumber: Data PDRB dan Jumlah Penduduk Tahun 2006 (diolah)

5.4. Biofisik dan Tata guna lahan

Secara biofisik khususnya dalam hal ketersediaan air, Kabupaten Bogor relatif memiliki

ketersediaan air yang cukup memadai yang didukung oleh irigasi yang cukup baik.

sebagai gambaran ,luas daerah irigasi di Kabupaten Bogor adalah 47.121 ha terdiri atas

daerah irigasi Pemerintah (PU), daerah irigasi desa dan daerah irigasi PIK. Meskipun

irigasi pada awalya ditujukan untuk pengembangan pertanian sawah, namun dalam

perkembangannya kegiatan budidaya perikanan memerlukan dukungan irigasi yang

memadai. Jumlah dan daerah irigasi di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 5.4.

Di samping irigasi yang luas, di Kabupaten Bogor didukung oleh sumber air yang mengalir

diwilayah kabupaten ini. Di Kabupaten Bogor mengalir enam sungai besar yang memiliki

cabang-cabang sangat banyak hingga 339 cabang, yaitu meliputi Daerah Aliran Sungai :

1. DAS Cisadane, dengan Sub-DAS : Cisadane Hulu, Ciapus, Ciampea, Cihideung,

Cianten, Citempuan. Wilayah-wilayah yang tercakup dalam DAS Cisadane ini

adalah kecamatan Caringin, Ciawi, Cijeruk, Ciomas, Dramaga, Ciampea,

Cibungbulang, Pamijahan, Leuwiliang, Nanggung, Kemang, Parung, Rumpin, dan

sebagian besar Cigudeg bagian timur.

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan V - 4 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 65: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

Tabel 5.4. Jumlah dan Luas Daerah Irigasi Se-Kabupaten Bogor

NO UPTD/KEC. DAERAH IRIGASI

LUAS KONDISI KECAMATAN HA Baik Sedang Rusak

1 2 4 5 6 7 8 1 Jasinga Jasinga 1.699 7 8 39 Parung Panjang 461 3 2 11 Tenjo 733 - 1 10 Nanggung 2.365 11 30 19 Sukajaya 948 4 24 17 Cigudeg 1.373 7 22 20 Jumlah UPTD wilayah Jasinga 7.579 32 87 116

2 Leuwiliang Leuwiliang 1.645 10 18 22 Ciampea 1.294 10 4 3 Cibungbulang 1.696 14 8 15 Pamijahan 2.881 26 9 22 Leuwisadeng 1.388 10 18 11 Tenjolaya 1.567 11 12 5 Taman Sari 1.386 5 11 11 Jumlah UPTD teknis Leuwiliang 11.857 86 80 89

3 Ciawi Ciomas 523 2 7 3 Dramaga 1.459 3 3 5 Cijeruk 743 8 1 5 Ciawi 873 5 8 9 Cisarua 488 3 13 5 Megamendung 891 7 8 7 Caringin 1.838 16 17 5 Cigombong 653 3 4 2 Jumlah UPTD wilayah Ciawi 7.468 47 61 41

4 Parung Parung 462 2 1 2 Ciseeng 1.823 1 3 1 Kemang 626 1 2 1 Gunung Sindur 389 2 1 3 Bojonggede 204 3 0 0 Ranca Bungur 706 0 1 0 Tajur Halang 73 0 0 2 Rupin 1.964 9 7 23 Jumlah UPTD wilayah Parung 6.256 18 15 32

5 Cibinong Cibinong 131 3 2 0 Citeureup 263 3 0 4 Babakan Madang 285 3 2 3 Sukaraja 909 1 2 2 Gunung Putri 48 1 0 1 Jumlah UPTD wilayah Cibinong 1.636 11 6 10

6 Jonggol Cileungsi 752 2 1 3 Klapa Nunggal 897 4 1 2 Jonggol 2.995 4 7 18 Sukamakmur 2.579 11 19 22 Cariu 2.571 6 5 5 Tanjungsari 2.531 16 7 15 Jumlah UPTD wilayah Jonggol 12.325 43 40 65 Jumlah seluruh UPTD teknis pengairan 47.121 237 289 353

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan V - 5 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 66: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

2. DAS Ciliwung, dengan Sub-DAS : Ciesek, Ciliwung Hulu, Cibogo, Cisarua,

Ciseuseupan, Cisukaribas. Wilayah-wilayah yang tercakup dalam DAS Ciliwung ini

adalah Kecamatan Cisarua, Megamendung, Sukaraja, Cibinong, Cimanggis, Bojong

Gede, Sawangan, dan Limo.

3. DAS Cidurian, dengan wilayah-wilayah yang tercakup meliputi Kecamatan Parung

Panjang, Tenjo bagian timur, Tenjo bagian barat, Rumpin bagian utara, Cigudeg

bagian selatan.

4. DAS Cimanceuri, dengan wilayah-wilayah yang tercakup meliputi kecamatan

Parung Panjang, Tenjo bagian timur, Rumpin bagian utara, Cigudeg bagian utara.

5. DAS Angke, dengan Sub-DAS : Cikeas, Citeureup, Cileungsi, Cikarang

(Cibarengkok, Cibodas, Cipajutah). Wilayah-wilayah yang terdapat dalam DAS ini

adalah Kecamatan Citeureup, Cileungsi, Gunung Putri, dan sebagian kecamatan

Jonggol bagian barat.

6. DAS Citarum, dengan Sub-DAS : Cipamingkis, Cibeet. Wilayah-wilayah yang

tercakup dalam DAS ini adalah Kecamatan Jonggol dan Cariu.

Ketersediaan air dari mata air di Kabupaten Bogor cukup banyak dan hampir semuanya

mengalir sepanjang tahun dengan debit yang bervariasi. Secara garis besar wilayah

Kabupaten Bogor memiliki tiga kelompok daerah resapan air sebagai berikut : daerah

resapan air tanah utama antara lain daerah Parung, Sawangan, Cileungsi, Gunung Putri,

Citeureup, Cibinong, dan Gunung Sindur.

Sedangkan dari segi ata guna lahan, meskipun sektor pertanian menempati urutan ketiga

dalam kontribusinya terhadap total PDRB kabupaten Bogor, berdasarkan luasan

penggunaan lahan pada tahun 2006 sebagian besar lahan di Kabupaten Bogor digunakan

sebagai areal persawahan (sawah irigasi + sawah tadah hujan), kebun campuran dan

hutan. Sampai tahun 2006 Kabupaten Bogor masih memiliki areal persawahan kurang

lebih seluas 65.000 ha. Hal ini menandakan bahwa Kabupaten Bogor masih

mengandalkan sektor pertanian untuk menopang perekonomian di wilayahnya. Cukup

berkembangnya sektor pertanian di Kabupaten Bogor, terutama disebabkan karena

karakteristik lahan dan kondisi geobiofisik wilayah yang sesuai untuk pengembangan

pertanian.

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan V - 6 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 67: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

Tabel 5.5. Luasan Masing-masing Penggunaan Lahan di Kabupaten Bogor Tahun 2006

Jenis Penggunaan Lahan Luas (ha) Persentase (%)

Pemukiman 26,025.70 8.73 Jasa 524.20 0.18 Tegal 27,045.60 9.07 Industri 1,590.00 0.53 Sawah Irigasi 53,499.30 17.94 Sawah Tadah Hujan 11,805.90 3.96 Kebun Campuran 85,001.70 28.50 Perkebunan 19,001.80 6.37 Hutan 62,306.40 20.89 Perairan 43.10 0.01 Tambak/Kolam 17.00 0.01 Tanah Rusak/Kosong/ Pasir Galian

1,217.90 0.41

Semak/alang2 4,936.10 1.65 Lain-lain 5,263.20 1.76 Total 298,277.90 100.00

Sumber: Badan Pertanahan Nasional (BPN), 2007

Dalam pengembangan penggunaan lahan tidak terbatas hanya untuk pertanian budidaya,

kehutanan dan kebun campuran, namun dengan perkembangan kegiatan perikanan

budidaya yang cukup pesat penggunaan lahan untuk kolam meningkat, bahkan sebagian

lahan pertanian juga ada yang digunakan untuk berbudidaya ikan. Budidaya Ikan cukup

berkembanga terutama di Zona IV dan II karena potensi sumberdaya air yang ada di

Kabupaten Bogor cukup banyak.

5.5. Kondisi Perikanan

Dalam perikanan budidaya (khususnya budidaya ikan air tawar), secara historis

Kabuapten Bogor dan sekitarnya merupakan daerah sentra produksi di samping

Sukabumi, Tasikmalaya, Cianjur, Subang dan Purwakarta. Selain dikenal sebagai

produsen benih (kegiatan pembenihan), pembudidaya ikan di Kabupaten Bogor banyak

berkontribusi dalam memproduksi ikan-ikan ukuran konsumsi (kegiatan pembesaran).

Selama tiga dekade terakhir, beberapa catatan penting dalam kegiatan perikanan

budidaya di Bogor antara lain:

(1) Di tahun 80-an sistem budidaya ikan mas di kolam air deras berkembang pesat di

daerah Cibening, Pamijahan, Cibuntu, Cihideung dan sekitarnya. Diduga jumlahnya

paling banyak dibanding daerah sentra produksi lainnya di Jawa Barat. Pada saat

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan V - 7 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 68: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

harga pakan semakin tinggi dan berkembangnya budidaya ikan mas di keramba

jaring apung (KJA) di waduk Saguling, Jatiluhur, dan Cirata, sistem budidaya ini

secara berangsur berhenti.

(2) Di tahun 80-an sampai tahun 90-an, daerah Bogor (khususnya Parung) dikenal

sebagai pusat produsen benih dan ikan gurame ukuran konsumsi. Diduga karena

persaingan harga, kegiatan budidaya gurame baik pembenihan maupun

pembesaraanya akhirnya tersisihkan oleh daerah lain seperti Purwokerto, Blitar dan

Tasikmalaya.

(3) Pada kurun waktu dua dekade terakhir Bogor dikenal sebagai sentra produksi

berbagai spesien ikan hias. Tidak kurang dari 30 spesies ikan hias baik lokal

maupun yang berasal negara lain, banyak dihasilkan oleh pembudidaya ikan di

daerah Cibuntu dan sekitarnya, Ciseeng dan Parung.

(4) Di tahun 90-an hingga sekarang, kegiatan perikanan budidaya yang secara lokal

maupun nasional masih dianggap memegang peran penting adalah bahwa Bogor

sebagai produsen benih ikan patin, bawal, dan gurame serta produsen ikan lele

ukuran konsumsi dengan produksi sekitar 40 ton per hari.

Beberapa kondisi yang menunjang dan diduga telah mendorong berkembangnya kegiatan

perikanan budidaya di Kabupaten Bogor adalah bahwa:

(1) Kabupaten Bogor dengan iklim yang dimilikinya (kelayakan lahan dan air, kisaran

suhu, curah hujan, dan sebagainyan) telah menunjukkan kesesuaian yang cukup

tinggi untuk digunakan sebagai lahan usaha budidaya berbagai spesies ikan, baik

ikan konsumsi maupun ikan hias. Dengan kata lain, hampir semua spesies ikan

budidaya air tawar yang dipelihara dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.

(2) Para pembudidaya ikan di Kabupaten Bogor secara relatif memiliki kemampuan

teknis budidaya yang cukup baik dibanding daerah sentra produksi lainnya,

mengingat historis yang cukup panjang dan akses terhadap inovasi maupun

teknologi baru yang lebih mudah.

(3) Kabupaten Bogor dengan lokasinya yang tidak jauh dari Jakarta memiliki

keunggulan komparatif dalam hal penyediaan sarana produksi seperti peralatan,

pakan buatan dan obat-obatan, di samping akses pasar, baik ditinjau dari potensi

kuota permintaan, maupun akses sarana dan prasarana pendistribusian. Misalnya,

peran bandara Soekarno-Hatta dalam hal distridusi antar pulau atau untuk ekspor.

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan V - 8 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 69: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

Pendukung pengembangan perikanan yang lain adalah ketersediaan sarana prasarana

transportasi yang cukup baik yang memperlancar distribusi hasil budidaya dan

pengolahan meskipun masih diperlukan peningkatan kualitas.

Salah satu kawasan yang cocok untuk dikembangkan menjadi kawasan pengembangan

budidaya ikan air tawar di Kabupaten Bogor adalah Zona 4. Zona 4 dalam revitalisasi

pertanian dan pembangunan perdesaan terletak di bagian tengah utara kawasan

Kabupaten Bogor. Wilayah ini berbatasan dengan Kota Bogor dan Kota Depok. Secara

administratif wilayah ini terdiri dari enam kecamatan, yaitu: Kecamatan Tajurhalang,

Kemang, Rancabungur, Parung, Ciseeng dan Gunung Sindur.

Gambar 5.2. Peta Wilayah Zona 4

Selain memiliki potensi perikanan, zona 4 juga memiliki potensi pariwisata, terutama di

Kecamatan Ciseeng yang memiliki kawasan wisata pemandian air panas. Masyarakat

yang berkunjung di area wisata ini cukup beragam dan tidak hanya dari daerah Bogor

namun ada yang dari Jakarta, Tangerang, Depok dan beberapa kota lain Jabodetabek.

Memperhatikan perjalanan perikanan budidaya di Bogor selama ini, pengembangan

kegiatan perikanan budidaya di masa-masa mendatang dapat memberi kontribusi nyata

dalam hal penyediaan lapangan pekerjaan, meningkatkan kesejahteraan pelaku usaha

dan meningkatkan kegiatan perekonomian. Kegiatan produksi perikanan menunjukkan

skecenderungan semakin meningkatl. Jumlah produksi perikanan kolam air tenang di

Kabupaten Bogor pada tahun 2009 adalah 24.072,98 ton yang tersebar merata di 40

kecataman yang terdapat Kabupaten Bogor. Produksi Perikanan terbesar terdapat di

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan V - 9 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 70: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan V - 10 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Kecamatan Parung dan Gunung Sindur dengan produksi sebesar 7.650,80 ton dan

6.071,64 ton. Sedangkan kecamatan dengan jumlah produksi paling kecil adalah

kecataman Tenjo dengan produksi mencapau 15,43 ton.

Sementara itu jumlah Rumah Tangga Perikanan (RTP) di Kabupaten Bogor berjumlah

6.605 orang yang tersebar ke 40 kecamatan. Jumlah RTP terbanyak terdapat di Gunung

Sindur yaitu sebanyak orang 493, jumlah RTP yang kedua adalah Kecamatan Ciseeng

dengan jumlah 463 orang RTP dan Kecamatan Parung dengan jumlah RTP 449 orang.

Luas areal total Kolam air tenang yang terdapat di di Kabupaten Bogor seluas 1.075,94.

Kecamatan paling luas adalah Kecamatan kemaang dengan luas areal budidaya seluas

145 ha sedangkan luas paling kecil adalah Kecamatan Tenjo dengan luas areal kolam

seluas 0,71 ha.

Page 71: Bogor Masterplan Minapolitan

6

ANALISIS POTENSI DAN PERMASALAHAN

6.1. Potensi Perikanan Budidaya Air Tawar

Potensi produksi ikan air tawar di Kabupaten Bogor cukup tinggi, untuk seluruh jenis ikan

yang dibudiyakan mencapai 24.072.98 ton per tahun pada tahun 2009 (Tabel 6.1.) atau

sekitar 66.85 ton per hari. Jumlah jenis ikan air tawar yang dibudidayakan ada 10 jenis

ikan antara lain mas, gurame, nila, lele, tawes, tambakan, mujair, nilem, patin dan bawal

(Lampiran 1). Jenis lain yang jumlahnya cukup banyak adalah ikan hias dan lobster air

tawar. Kedua jenis ikan yang terakhir tersebut tidak diikutkan dalam pembahasan karena

dalam pengembangan produk tersebut tetap harus mendapat perhatian khusus karena

memiliki prospek yang baik. Sedangkan ditinjau dari penyerapan tenaga kerja, produk

perikanan menyerap tenaga kerja cukup besar mencapai sekitar 6.605.00 RTP

(rumahtangga perikanan) (Tabel 6.1.).

Tabel 6.1. Jumlah RTP Pembudidaya, Luas Areal dan Total Produksi Ikan Air

Tawar di Kabupaten Bogor Zona

Pengembangan KOLAM AIR TENANG

Jumlah RTP Luas Areal Produksi (orang) (Ha) (Ton)/hari

Zona I 699.0 167.8 309.9 Zona II 947.0 121.5 1577.6 Zona III 933.0 124.0 1566.6 Zona IV 2203.0 503.8 19179.5 Zona V 582.0 44.9 278.7 Zona VI 358.0 40.6 278.0 Zona VII 680.0 58.3 460.1 Zona VII 203.0 15.0 422.6 TOTAL 6.605.00 1.075.94 24.072.98

Sumber : Diolah dari data Disnakan (2009)

Dalam program Revitalisasi Pembangunan Pertanian dan Perdesaan (RP3), wilayah di

Kabupaten Bogor telah diklasifikasikan menjadi 8 zona pembangunan. Dari kelapan zona

tersebut Zona 4 memiliki produktivitas perikanan tertinggi dikuti dengan Zona 2 dan 3.

Kecamatan yang termasuk ke dalam Zona 2, 3 dan 4 adalah :

Zona 2 : Sukajaya, Nanggung, Leuwiliang, Leuwisadeng, Cibungbulang, Pamijahan

Page 72: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

Zona 3 : Ciampea, Tenjolaya, Dramaga, Ciomason

Zona 4 : Tajurhalang, Kemang, Rancabungur, Rancabungur, Parung , Ciseeng, Gunung

Sindur (Peta RTP Kemang, Parung, Ciseeng, dan Gunung Sindur dapat dilihat

di Lampiran 2).

Sedangkan untuk jenis komoditi, satu dari sepuluh jenis komoditi perikanan yang

dibudidayakan produksi terbanyak adalah ikan lele. Ikan lele merupakan jenis yang

produksinya paling tinggi (18312.86 ton/tahun), diikuti dengan ikan Mas (1966.17

ton/tahon), ikan Nila (1946.43 ton/tahun) dan Gurame (1092.59 ton/tahun) (lihat Tabel 6.2.). Sedangkan jenis yang lain produkdsinya masih jauh lebih rendah.

Tabel 6.2. Produksi Perikanan Per-kecamatan menurut Jenis Ikan

Zona

Komoditas

Mas Nila Gurame Lele Tawes Tambakan Mujair Nilem Patin Bawal

zona I 112.7 78.8 27.3 71.6 3.7 1.2 4.4 0.1 10.2 0.0

zona II 764.7 248.3 133.9 214.1 31.4 12.6 6.8 0.0 122.4 43.4

zona III 479.8 286.9 585.7 71.1 9.2 0.0 0.0 0.0 0.0 133.9

zona IV 328.0 167.4 1086.3 17383.5 16.8 3.3 4.7 1.6 86.6 101.4

zona V 88.7 50.7 39.6 64.9 5.0 0.0 0.0 0.0 7.8 21.9

zona VI 73.7 36.1 24.2 81.4 0.0 0.0 0.0 0.0 15.4 47.2

zona VII 80.7 57.9 38.4 219.3 4.3 2.2 10.2 0.2 31.2 10.7

zona VII 38.0 166.5 11.0 207.1 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0

TOTAL 1966.17 1092.59 1946.43 18312.86 70.44 19.31 26.22 1.80 273.58 358.36

Prod/bln 163.85 91.05 162.20 1 526.07 5.87 1.61 2.19 0.15 22.80 29.86

Prod/Hari 5.46 3.03 5.41 50.87 0.20 0.05 0.07 0.00 0.76 1.00

=

Skor 3 2 3 5 1 1 1 1 1 1

Sumber : Diolah dari data Disnakan (2009)

Keterangan : Untuk Tahun 2010 produksi lele mencapai 70 ton/hari

Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa di antara komoditas perikanan yang ada di

Kabupaten Bogor, lele merupakan komoditas dengan produksi tertinggi yakni sekitar

18312,86/tahun atau sekitar 50,87 ton/hari pada tahun 2009. Produksi ini semakin hari

semakin meningkat, dan pada akhir tahun 2010 produksi ini mencapai 70 ton/hari (Lihat

Tabel 6.3.)

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VI - 2 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 73: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

Tabel 6.3. Kapasitas Produksi Lele Menurut Petani/Penampung di Kawasan Minapolitan Tahun 2010

No Nama Kapasitas (ton/bulan )

Keterangan Daging Bs (besar) Total

1 Siu eng 90 10 100 Petani/penampung

2 Bun yan 90 10 100 Petani/penampung

3 Yana 90 10 100 Petani/penampung

4 Em bin 70 10 80 Petani

5 Ahan 90 10 100 Petani/penampung

6 Ong tan 40 5 45 Petani

7 Asnawi 100 20 120 Penampung/bandar

8 Bun yok 100 10 110 Petani/penampung

9 M.nooh 100 10 110 Petani

10 Khoerudin 100 10 110 Petani

11 Rudy 90 10 100 Petani/penampung

12 Abdul ghani 70 5 75 Petani/penampung

13 Neran 40 5 45 Petani

14 Peng un 70 5 75 Petani

15 Ogh wan 70 5 75 Petani

16 Sugeng 30 5 35 Petani

17 Samsudin 30 5 35 Petani

18 Nacu 30 5 35 Petani

19 Kode 70 5 75 Petani/penampung

20 Gedeon 70 5 75 Petani/penampung

21 Akent 180 60 240 Petani/penampung

22 Sutaji 50 10 60 Petani/penampung

TOTAL 1670 230 1900

Pada keadaan tertentu jumlah ikan BS bisa mencapai 30%

dari jumlah ikan Daging

Tergabung UPP

1. Kel. ASTENA 180 30 210 Anggota : 60 orang

2. Balai Makmur 3 Anggota : 10 orang

TOTAL(Ton/Bulan)/ 1850 260 2113

TOTAL(Ton/Hari) 62 8 70

Sumber: Data Survai Lapang (2010)

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VI - 3 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 74: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

6.2. Pemasaran 

Potensi pasar ikan air tawar cukup besar, di samping dipasarkan di Bogor, pemasaran

terbesar adalah di Jakarta dan Tangerang. Khususnya untuk komoditas ikan lele. Potensi

pasar Lele di Jakarta dan Tangerang mencapai sekitar 80-100 ton per hari (diprediksi

dai jumlah pakan yang terjual). Dari potensi pasar tersebut Kabupaten Bogor memasok

sekitar 40-50 ton per hari, sisanya dipasok utama dari Indramayu. Pasar ikan Lele

tersebut adalah warung tenda (pecel lele), sedangkan Gurame, Mas dan Nila umumnya

dipasarkan ke restoran.

Dengan berkembangnya produksi ikan lele dari tahun ke tahun maka perlu diantisipasi

akan terjadinya kejenuhan pasar. Untuk mengantisipasi kejenuhan pasar, program

minapolitan diharapkan dapat memberikan solusi dengan adanya pengolahan produk

ikan Lele. Dengan adanya program pengolahan yang dikembangkan di Minapolitan,

paling tidak dapat menyerap produk ikan Lele BS (ukuran besar > 6 ekor/kg) dengan

harga yang memadai. Dengan demikian diharapkan keuntungan pembudidaya dapat

lebih ditingkatkan.

6.3. Permasalahan Perikanan Budidaya  

6.3.1. Permasalahan Perbenihan

a) Permasalahan utama dalam perbenihan adalah rendahnya produktivitas yang

dicerminkan dengan rendahnya tingkat kelangsungan hidup (SR= Survival Rate)

atau tingginya tinggkat kematian benih .Penyebab utama permasalahan tersebut

dididuga disebabkan rendahnya kualitas induk. Kualitas induk yang tidak stabil

(akibat faktor genetik induk dan teknik pemeliharaan induk). Secara genetik, masih

banyak petani yang menggunakan indukan lele “asal” yang diperoleh dari lele

konsumsi yang telah matang gonad, bukan dari lele unggul yang dikususkan

menjadi parent stock, secara teknis pemeliharaan induk, pemberian pakan induk

sering tidak mencukupi sehingga kualitas telur dan anakan menjadi rendah.

b) Ketersediaan pakan alami sangat terbatas baik dari segi kuantitas dan kualitas.

Pakan alami antara lain yang berupa cacing sutera dan insekta air tidak

mencukupi. sebagian besar masih tergantung produksi alami yang berasal dari

sungai-sungai besar di Jakarta dan Tangerang yang kaya akan bahan organik,

sedangkan budidaya cacing sendiri sebenarnya sudah dapat dilakukan tetapi

masih sangat terbatas karena teknologinya belum dapat dikuasai, dan belum

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VI - 4 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 75: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

mencapai skala ekonomis. Jumlah cacing sutera dari sungai-sungai ini dipengaruhi

oleh curah hujan dan banjir. Disamping itu pencemaran lingkungan sungai oleh

logam berat menimbulkan resiko, karena benih ikan dapat terserang penyakit

akibat sumber pakan alami terkontaminasi logam berat sehigga penggunaan

cacing sungai menjadi ancaman serius bagi petani lele, sedangkan sumber cacing

lain dari sawah dan selokan tidak mencukupi kebutuhan cacing untuk budidaya lele.

Strategi yang digunakan petani pembenih saat ini ialah mempersingkat

pemeliharaan benih di bak yang menggunakan pakan cacing menjadi hanya

selama 3-10 hari yang sebelumnya 15 hari, kemudian dipindahkan ke kolam yang

telah dipupuk, hal ini cukup efektif dalam mengatasi kekurangan cacing, namun hal

ini berpengaruh terhadap kelangsungan hidup (SR) benih lele yang ditebar.

c) Kurangnya pengetahuan khususnya terkait penanganan terhadap penyakit juga

merupakan permasalahan bagi pembenih ikan. Penyakit yang paling umum

menyerang pembenih lele ialah “lele gantung” dan “ moncong putih”

d) Permasalahan yang lain yang dihadapi pembenih adalah lemahnya pengetahuan

tentang pengelolaan keuangan sehingga masih terjadi pemborosan atau kurang

efisien dalam mengelolaan usahanya.

6.3.2. Permasalahan di Tingkat Pendeder

Pendeder adalah adalah orang yang melakukan pemeliharaan dari ukuran larva atau

ukuran 3-4 cm menjadi ukuran yang siap ditebar untuk pembesaran (7-12 cm).

Perbedaan dengan pembenih adalah tidak dilakukannya pemijahan sendiri, tetapi hanya

membeli larva atau benih ukuran kecil dari pembenih. Permasalahan yang dihadapi

pendeder antara lain:

a) Kualitas dan kuantitas benih yang tidak stabil akibat tidak stabilnya kualitas benih dari

segmen pembenihan.

b) Kurangnya pengetahuan sumberdaya manusia khususnya terkait penanganan

terhadap penyakit dan manajemen keuangan usaha.

6.3.3. Permasalahan di Tingkat Pembesaran

Permasalahan dalam budidaya ikan lele tidak hanya terjadi di pembenihan tetapi juga

terjadi pada tingkat pembesaran. Permasalahan tersebut diantaranya adalah:

a) Harga jual dan pasar yang fluktuatif, terutama jika masuk lele dari jawa, jika lele

ditahan dijual, akan mengakibatkan persentase BS meningkat yang berujung pada

kerugian usaha.

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VI - 5 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 76: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

b) Harga lele BS (over & undersize) yang rendah (Rp 2000,- dibawah harga normal).

c) Persaingan pasar dengan lele dari daerah lain (Indramayu) bahkan dari Boyolali.

d) Tingginya harga pakan.

e) Kualitas dan kuantitas benih yang tidak stabil yang disebabkan oleh teknologi

pembenihan yang kurang tepat atau disebabkan karena tidak tersedianya induk yang

berkualitas.

f) Kurangnya pengetahuan sumberdaya manusia khususnya terkait penanganan

terhadap penyakit dan manajemen keuangan usaha. Penyakit yang sering

menyerang antara lain aeromonas, badan kuning, perut kembung, dan lain-lain.

g) Kualitas produk hasil budidaya kualitasnya masih beragam belum dapat mencapai

kualitas yang memenuhi standar higienis karena masih digunakannya pakan

tambahan seperti limbah pabrik maupun budidaya ayam. Sehinga sebagian

masyarakat masih memandang bahwa ikan lele merupakan produk yang kurang

bersih.

h) Permodalan usaha dan kesulitan memperoleh input produksi.

i) Kurangnya informasi khususnya mengenai teknologi budidaya, penangan penyakit

bahkan harga ikan.

j) Terbatasnya ketersediaan pakan alami dari benih pada stadia. Selama ini benih lele

pada stadia awal diberikan cacing suter atau dahnia yang diperoleh secara alami.

Dengan meningkatnya produksi benih, sering terjadi kekurangan pakan alami.

6.4. Potensi Pengolahan Produk Perikanan

Lele merupakan komoditas unggulan Kabupaten Bogor karena beberapa alasan yaitu

memiliki potensi terbesar dibanding jenis ikan lainnya, budidaya dilakukan oleh kelompok

UMKM, harga lele sebagai bahan baku produk olahan terjangkau sehingga meningkatkan

daya saing olahan. Lele sebagai bahan baku lebih mudah dijaga kesegarannya sehingga

dapat menghasilkan produk olahan berkualitas. Kandungan gizi lele yang bagus dapat

meningkatkan konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia.

Berdasarkan data yang disediakan oleh PEMDA BOGOR, daerah produksi lele meliputi

empat kecamatan yaitu Kecamatan Ciseeng, Parung, Gunung Sindur dan Kemang. Pada

tahun 2008 total produksi lele per tahun 41.93 ton atau sekitar 11 ton/hari. Lele dapat

diolah menjadi berbagai produk antara yaitu filet, surimi dan produk siap saji yaitu bakso,

sosis, nugget, kaki naga, serta produk kering seperti krupuk, crakers dan lainnya.

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VI - 6 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 77: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

Untuk pengembangan sentra produksi olahan dan pemasaran perlu dicari lokasi yang

tepat dengan sarana dan prasarana yang memadai, jenis produk olahan yang digemari

masyarakat, kapasitas produksi sesuai dengan ketersediaan bahan baku dan daya serap

pasar, serta penerapan teknologi pengolahan yang ramah lingkungan. Selain itu kegiatan

pengolahan dan pemasaran harus layak secara ekonomi supaya hasilnya dapat

meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Bahan baku yang digunakan untuk produk olahan adalah filet dari lele segar. Untuk

produk siap saji seperti bakso, sosis, nugget, kaki naga (VegiFish) dibuat surimi terlebih

dahulu. Kapasitas bahan baku ditentukan dari kapasitas produk lele segar BS yaitu 6 ton

lele segar/hari. Dari jumlah tersebut sekitar 15 % ( 1 ton) diolah menjadi lele asap. 15% (1

ton/hari) diolah menjadi berbagai produk turunan. Dibandingkan dengan produk sejenis

yang ada di pasaran saat ini (CV. Bening dan CV. Bintang Anugerah), produk olahan

bakso, nugget, kaki naga diyakini tidak dapat berkompetisi bila memasuki pasar yang

sama. Produk yang mungkin dikembangkan adalah perluasan lele asap dengan mencari

pasar baru, sosis, filet lele asap, filet segar, burger, makanan ringan chiki/crackers.

Produk olahan bakso, nugget, kaki naga masih bisa diproduksi dengan menciptakan

segmen pasar yang berbeda, dijual dalam bentuk makanan kesehatan. Contoh produk

olahan lele yang diformulasikan bersama rumput laut, chitosan dan lainnya (Gambar 6.1.)

Gambar 6.1. Kaki naga (VegiFish) (kiri) dan Nuget (kanan)

6.4.1. Jenis Pengolahan

Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan oeh team budidaya diperoleh data

produksi lele mencapai 40 ton per hari untuk empat kecamatan dengan jumlah lele BS

sekitar 15 % atau 6 ton /hari. Hasil survey lanjutan pada tanggal 9 Nopember 2010,

diperoleh informasi industri rumahtangga produk olahan ada 4. Produk lele asap yang

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VI - 7 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 78: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

terletak di Gunung Sindur, Kelompok Usaha Lele Asap “Citra Dumbo” yang di miliki oleh

Bapak Suaep dengan kapasitas produksi per hari antara 150-200 kg lele segar ukuran

10-12 ekor/kg. Dengan pengasapan menggunakan kayu bakar selama 2 hari dihasilkan

produk lele asap 37.5-50 kg. Selanjutnya produk dipasarkan di Pasar Senen Jakarta

dengan harga Rp. 65.000/kg.

Selain itu terdapat industri olahan lele asap di Citayam. Terdapat 2 industri rumah tangga

di kecamatan Parung CV. Bening dan CV. Bintang Anugerah. Keduanya memproduksi

olahan ikan seperti bakso, nugget, lumpia, ekado, kaki naga. CV. Bening menggunakan

bahan baku tetelan kakap, tuna marlin dengan kapasitas produksi 150-200 kg/hari bahan

baku. CV. Bintang Anugerah menggunakan bahan baku tetelan tuna dengan kapasitas

produksi 700 kg bahan baku/hari. Harga bahan baku berkisar antara Rp. 12.000-

15.000/kg. Oleh karena itu untuk meningkatkan daya saing produk Lele , maka diperlukan

inovasi dalam pengolahan produk agar dapat menjangkau konsumen yang memiliki daya

beli lebih tinggi. Konsumen yang memiliki daya beli yang lebih tinggi biasanya menuntut

kualitas produk yang lenih tinggi.

Gambar 6.2. Industri Rumah Tangga Lele Asap dan Pengasapan Lele

6.4.2. Permasalahan Pengolahan

Hasil observasi menunjukkan masih ditemukan isu dan permasalahan terkait dengan

pengembangan olahan lele, antara lain :

1. Lele belum menjadi bahan baku olahan produk bakso, nuget, kakinaga, kecuali lele

asap. Hal ini disebabkan karana harga lele (filet) jauh lebih mahal dibandingkan

dengan bahan baku ikan yang selama ini digunakan yaitu tetelan kakap, marlin, tuna.

2. Persepsi sebagian masyarakat yang negatif tentang lele. Lele masih dianggap

sebagai ikan yang kurang bersih cara hidupnya.

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VI - 8 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 79: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

3. Belum diterapkannya Good Manufacturing Practices di industri pengolah.

4. Belum dimilikinya ijin BPOM, kehalalan MUI sehingga membatasi penetrasi pasar

khususnya ke supermarket.

Untuk mengolah lele perlu dilakukan beberapa hal sebagai berikut :

a) Inovasi produk olahan yang belum ada di pasaran antara lain steak, burger, sosis, filet

segar, filet asap dan produk kering seperti crackers, abon stick, dan chiki.

b) Inovasi produk yang sudah ada dengan penambahan bahan yang meningkatkan nilai

kesehatan seperti rumput laut, chitosan, protein ikan hidrolisat, dengan target pasar

golongan menegah keatas.

c) Penerapan teknologi zero waste dengan memanfaatkan limbah (produk samping)

untuk meningkatkan margin.

d) Sosialisasi dan kampanye intensif tentang manfaat dan keunggulan lele sebagai

sumber protein dan nutrisi lainnya.

e) Sertifikasi industri olahan dari BPOM, MUI

f) Penciptaan pasar baru seperti sekolah, pesantren, café & resto, dan supermarket.

6.5. Pemasaran

6.5.1. Pemasaran Ikan Segar

Pemasanan ikan segar khusunya Lele di Kabupaten Bogor sudah berjalan rutin dan

hampir tidak ada permasalahan dalam proses penjualannya. Sistem pembesaran ikan

segar dilakukan melalui rantai pemasaran mulai dari pembudidaya, pedang pengumpul

an kemudian konsumen. Konsumen utama produk ikan segar khususnya ikan Lele

adalah warung tenda yang menjual pecel lele dan sebagian lain ke restoran dan

cetering. Penjualan ke konsumen hampir seluruhnya dilakukan oleh pedagang

pengumpul. Hampir tidak ada penjualan dari pembudidaya langsung ke konsumen. Hal

ini disebabkan karena konsumen menginginkan kontinuitas produk baik dalam periode

harian, mingguan maupun bulanan. Sedangkan pembudidayaan lele memerlukan waktu

sekitar 2 bulan, jadi hampir tidak mungkin pembudidaya skala kecil dapat memenuhi

pemintaan konsumen. Pembudidaya yang dapat memenuhi konsumen dalam hal

kontinuitas produk hanya pembudidaya skala besar. Pembudidaya skala besar dengan

jumlah anggota banyak dapat mengatur pola tanam sesuai dengan kebutuhan pasar.

Harga lele di tingkat produsen atau pembudidaya untuk ukuran sedang berkisar antara

Rp 10.000,- sampai dengan Rp11.000,- tergantung banyak atau sedikitnya jumlah lele di

pasaran. Namun rata-rata harga lele saat ini adalah Rp. 10.500,-. Dengan harga

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VI - 9 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 80: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

tersebut, pembudidaya dapat memperoleh keuntungan sekitar Rp 1.000 - 2 000 per

kilogramnya tergantung tingkat efisiensi teknologi yang diterapkan dan proporsi ukuran

lele lele yang dipanen. Jika proporsi ukuran konsumsinya lebih banyak kentungan bisa

lebih besar. Ukuran konsumsi berkisar dari ukuran 12 ekor per kg sampai dengan 6 ekor

per kg. Jika ukurannya lebih besar dari 6 ekorper kg yakni mulai 5 ekor per kg sampai

dengan 2 ekor atau 1 ekor per kg harganya lebih rendah Rp 2.990,- dari ikan ukuran

konsumsi. Sedangkan yang ukurannya lebih kecil dari 12 ekor per kg biasanya tidak

dibeli dan harus dipelihara lagi sampai mencapai ukuran konsumsi sehingga memerlukan

waktu pemeliharaan lebih lama dan tentunya akan menambah biaya produksi. Oleh

karena itu keuntungan yang diperoleh pembudidaya akan ditentukan berapa besar

proporsi ukuran konsumsi yang dipanen pertama kali dan berapa lama total

pemeliharaan sisanya sapai mencapai ukuran konsumsi. Hal tersebut sangat ditentukan

oleh pemehaman pembudidaya dalam hal teknolgi, strategi pemeliharaan, sumber induk

atau benih dan strategi pemberian pakan.

6.5.2. Pemasaran Ikan Olahan

Hasil survey, diperoleh informasi industri rumahtangga produk olahan ada empat. Produk

lele asap yang terletak di Gunung Sindur, Kelompok Usaha Lele Asap “Citra Dumbo”

(Gambar 6.2.) yang dimiliki oleh Bapak Suaep dengan kapasitas produksi per hari antara

150-200 kg lele segar ukuran 10-12 ekor/kg. Dengan pengasapan menggunakan kayu

bakar selama 2 hari dihasilkan produk lele asap 37.5-50 kg. Selanjutnya produk

dipasarkan di Pasar Senen Jakarta dengan harga Rp. 65.000/kg.

Selain itu terdapat industri olahan lele asap di Citayam (akan di survey lanjut). Terdapat 2

industri rumah tangga di kecamatan Parung CV. Bening dan CV. Bintang Anugerah

(Gambar 6.7). Keduanya memproduksi olahan ikan seperti bakso, nugget, lumpia,

ekado, kaki naga. CV. Bening menggunakan bahan baku tetelan kakap, tuna marlin

dengan kapasitas produksi 150-200 kg/hari bahan baku. CV. Bintang Anugerah

menggunakan bahan baku tetelan tuna denga kapasitas produksi 700 kg bahan

baku/hari. Harga bahan baku berkisar antara Rp. 12.000-15.000/kg.

Sistem pemasaran yang diterapkan kedua perusahaan tersebut adalah gerobak dorong

dengan jumlah gerobak 30 untuk CV. Bening dan 60 untuk CV. Bintang Anugerah

dengan pemasaran di kawasan Jabotabek. CV. Bening selain melaui gerobak jalan juga

memasarkan produknya di Pasar Ikan Higienis Cibinong Daftar harga produk disajikan

pada Tabel 6.3.

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VI - 10 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 81: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

Gambar 6.7. CV. Bening dan CV. Bintang Anugerah

Tabel 6.3. Jenis dan harga produk olahan ikan di CV Bening dan CV Bintang Anugerah di PIH Cibinong

No. Jenis produk Harga Lokasi 1. Filet kakap 35.000/kg PIH Cibinong 2. Filet tuna 45.000/kg PIH Cibinong 3. Filet dori 38.000/kg PIH Cibinong 4. Filet tenggiri 35.000/kg PIH Cibinong 5. Cucut 18.000/kg PIH Cibinong

          Gambar 6.8. Produk ikan CV. Bening : Bakso Ikan (kiri)dan Lumananpia Ikan (kanan)

6.6. Sistem Tata Air

6.6.1. Neraca Air

Analisis neraca air dilakukan untuk mengetahui kondisi surplus/deficit neraca air secara

alamiah, yaitu dengan cara membandingkan antara ketersediaan air hujan dengan

kebutuhan air untuk budidaya perikanan. Ketersediaan air hujan diperhitungkan sebagai

curah hujan andalan dengan peluang kejadian 80%, sedangkan kebutuhan air

merupakan kehilangan air berupa evaporasi dan kebutuhan untuk penggantian air kolam.

Hasil analisis neraca air disajikan pada Tabel 6.4. dan Gambar 6.5. Dari tabel dan

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VI - 11 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 82: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

gambar tersebut dapat dilihat bahwa kondisi surplus neraca air terjadi pada periode Bulan

November hingga Mei, sedangkan kondisi defisit terjadi pada Bulan Juni hingga Bulan

Oktober.

Defisit neraca air berkisar antara 15-67 mm/bulan atau 0,5-3,3 mm/hari atau setara

dengan 5-33 m3/hari/hektar. Dalam kondisi pengaliran air secara kontinyu, nilai ini setara

dengan 0,06-0,38 lt/det/ha. Dalam kondisi defisit neraca air, diperlukan suplai air irigasi

dan atau pengaturan pola tanam, untuk menghindari terjadinya kekeringan pada lahan

sawah dengan sistem budidaya pertanian tanaman pangan maupun perikanan.

Table 6.4. Hasil Analisis Neraca Air untuk Budidaya Perikanan

Bulan CH rata-rata CH andalan1) Kebutuhan

air2) Surplus/defisit

neraca air Januari 334,1 183,0 80,6 102,4 Februari 428,7 305,5 72,5 233,0 Maret 270,5 154,7 95,8 58,9 April 240,7 125,8 98,7 27,1 Mei 293,3 161,7 108,5 53,2 Juni 203,9 80,0 102,0 -22,0 Juli 130,1 41,8 108,2 -66,4 Agustus 193,5 59,0 115,3 -56,3 September 228,1 56,0 112,8 -56,8 Oktober 329,4 89,0 104,2 -15,2 Nopember 356,8 192,0 86,4 105,6 Desember 569,0 214,0 81,5 132,5

Catatan : 1) CH andalan dihitung dengan peluang 80% dari data curah hujan harian di daerah Kahuripan, Cimulang dan

Curug Serpong 2) Kebutuhan air dihitung dari hasil analisis evaporasi ditambah kebutuhan air untuk penggantian air

Pada kondisi defisit neraca air, kebutuhan air untuk budidaya perikanan dipenuhi dari

sistem irigasi yang telah ada, yaitu Daerah Irigasi (DI) Sasak untuk wilayah Parung dan

Ciseeng, DI Cibeuteung untuk wilayah Kemang, dan DI Curug Serpong untuk wilayah

Gunung Sindur. Meskipun pada awalnya jaringan irigasi tersebut tidak dirancang secara

khusus untuk budidaya perikanan, namun secara umum dapat dimanfaatkan untuk

suplai air irigasi perikanan dengan sistem budidaya ikan tawar kolam biasa, dengan aliran

air berkecepatan rendah. Sistem ini dilengkapi dengan tanggul tanah dan pintu air, untuk

mengatur masuk dan keluarnya air segar sekitar 5 – 10 % dari volume kolam per hari.

Debit air keluar dialirkan kembali ke jaringan irigasi.

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VI - 12 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 83: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

Gambar 6.5. Grafik Curah Hujan Andalan dan Kebutuhan Air untuk Budidaya Perikanan

6.6.2. Layanan Daerah Irigasi

Pada kondisi defisit neraca air di wilayah studi, kebutuhan air untuk budidaya perikanan

dipenuhi dari sistem irigasi yang telah ada, yaitu Daerah Irigasi (DI) Sasak untuk wilayah

Parung dan Ciseeng, DI Cibeuteung-1 untuk wilayah Kemang, dan DI Curug Serpong

untuk wilayah Gunung Sindur. Meskipun pada awalnya jaringan irigasi tersebut tidak

dirancang secara khusus untuk budidaya perikanan, namun secara umum dapat

dimanfaatkan untuk suplai air irigasi perikanan dengan sistem budidaya ikan tawar kolam

biasa, dengan aliran air berkecepatan rendah. Sistem ini dilengkapi dengan tanggul tanah

dan pintu air, untuk mengatur masuk dan keluarnya air segar sekitar 5 – 10 % dari

volume kolam per hari. Debit air keluar dialirkan kembali ke jaringan irigasi

Hasil analisis debit intake irigasi disajikan pada Tabel 6.5. dan Lampiran 3. Kondisi debit

di daerah irigasi tersebut berfluktuasi sepanjang tahun, serta relatif mencukupi untuk

mengairi kolam-kolam yang ada. Namun demikian pada bagian hilir daerah irigasi, baik di

tingkat sekunder maupun tersier, diperlukan pengaturan yang lebih baik karena debit

intake pada musim kemarau cenderung berkurang. Dari skema jaringan irigasi yang

disajikan pada Lampiran 1, dapat diprakirakan nilai satuan ketersediaan air irigasi, yaitu

masing-masing sebesar 1-5 lt/det/ha di DI Sasak, 3-10 lt/det/ha di DI Curug Serpong, dan

> 10 lt/det/ha di DI Cibeuteung-1. Nilai ini relatif lebih besar dari nilai rata-rata satuan

kebutuhan air untuk perikanan darat, yaitu sekitar 1 lt/det/ha.

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VI - 13 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 84: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

Tabel 6.5. Hasil Analisis Debit Saluran Bulanan (Lt/Det)

Bulan DI Cibeuteung-1 DI Sasak (BSK3) DI Cogrek DI Curug Serpong

Januari 4447,2 3923,2 3144,1 13069,0

Pebruari 5666,1 4973,7 3154,4 11550,4

Maret 3086,1 2849,1 3267,2 4260,2

April 4226,6 3213,2 3148,3 9988,6

Mei 3971,7 5512,6 3142,4 13405,8

Juni 2922,2 2917,5 3136,6 14616,5

Juli 4292,3 1755,2 2925,0 5579,9

Agustus 1641,8 1611,0 3061,2 3785,6

September 1680,3 1123,0 3018,9 3836,9

Oktober 2287,7 1699,4 3101,6 4915,7

Nopember 6078,1 2956,4 3325,3 13425,9

Desember 4675,0 2794,6 3047,2 6970,1

Catatan : Dihitung dari data debit harian

Kolam ikan dengan aliran air kecepatan rendah dan pengembangbiakan di sawah tidak

membutuhkan prasarana bangunan air secara khusus. Pembiakan ikan dalam keramba

di saluran tidak dianjurkan, karena dapat mengganggu aliran dan merusak tanggul

saluran. Kolam dengan air tenang dapat diberi air dari saluran tersier, dengan pemberian

air secara terus-menerus.

6.6.3. Kinerja Jaringan Irigasi

Untuk memperoleh data dan informasi lapangan mengenai kondisi fisik jaringan,

pengaturan air irigasi, dan kecukupan air di tingkat usahatani, telah dilakukan observasi

lapang di 4 (empat) lokasi berikut:

1) Petak Tersier CBTS 7 ki; DI Cibeuteung-I; Desa Pabuaran, Kecamatan Kemang

2) Petak Tersier TP5 ki , DI Sasak, Desa Nutug, Kecamatan Ciseeng

3) Petak Tersier SK 8 ki , DI Sasak, Desa Cihowe, Kecamatan Ciseeng

4) Petak Tersier TP1 ka, DI Sasak, Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng

Rangkuman hasil observasi lapang secara rinci disajikan pada Lampiran 4. Pola aliran

air dari pintu sadap menuju petakan kolam dan sawah seperti pada Lampiran 4

menunjukkan bahwa lokasi kolam menyebar di sebelah hulu hamparan sawah. Air

drainase dari kolam bagian hulu pada umumnya digunakan kembali sebagai air irigasi

untuk areal di bagian hilir. Aliran air pada kolam pembibitan umumnya dari kolam ke

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VI - 14 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 85: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

kolam (2 – 3 kolam), sedangkan pada kolam pembesaran aliran air kolam ke kolam (4 – 5

kolam).

Kerusakan infrastruktur irigasi telah terjadi pada beberapa bangunan air seperti

kerusakan tanggul yang mengakibatkan terjadi rembesan dan kebocoran, pintu bangunan

pengambilan rusak/hilang, pendangkalan saluran, tanggul kurang tinggi, kerusakan

bangunan talang, serta tidak terdapat bangunan box bagi tersier. Selain itu juga terjadi

pengendapan lumpur di saluran tersier, serta tertutupnya saluran di bagian hilir oleh

sampah dan rumput. Sebagian bangunan sadap atau pengambilan umumnya masih

berfungsi untuk pengaturan air, namun saluran di bagian hilir tidak berfungsi dengan baik

karena tertutup oleh rumput dan terjadi pendangkalan. Pada lokasi tertentu, bangunan

pengambilan kurang berfungsi terutama pada musim kemarau, sedangkan pada musim

hujan saluran tersier masih befungsi untuk penyaluran air namun pada musim kemarau

terdapat hambatan dalam pengaturan air.

Ditinjau dari kecukupan airnya, pola tanam yang banyak diterapkan oleh petani adalah

kolam ikan sepanjang tahun; pada lahan dekat sumber air (saluran atau bangunan

sadap), atau yang mendapat suplesi dari areal di bagian atas seperti dari

perbukitan/kebun sawit, atau memiliki sumur bor. Sistem perkolaman terdiri dari kolam

penyuntikan, kolam pembibitan dan kolam pembesaran. Pada beberapa lokasi, kolam

penyuntikan terdapat di halaman rumah.

Pola tanam yang lain adalah kolam-kolam-padi diterapkan pada lahan yang relatif agak

jauh dari sumber air, umumnya berupa kolam pembibitan, serta padi-padi-palawija; pada

lahan yang relatif jauh dari sumber air. Pada areal tertentu seperti di areal petak tersier

TB 5 ki, air irigasi selalu cukup meskipun di musim kemarau karena muka airtanah yang

tinggi (istilah setempat: lahan balong). Dalam kondisi air cukup, petani pada umumnya

beralih dari budidaya padi ke budidaya ikan, namun apabila air irigasi terbatas/kurang,

terutama pada musim kemarau, petani cenderung mengurangi luas kolam yang

diusahakan (kolam dikosongkan).

Luas garapan kolam rata-rata berkisar antara 200 m2 hingga 1 ha per petani, namun

demikian pada lokasi tertentu terdapat juga kompleks perkolaman seluas sekitar 12 ha

yang dimiliki oleh seorang petani. Petani yang memiliki kolam dengan garapan luas

umumnya petani yang memiliki lapak di pasar. Perbandingan antara luas kolam ikan dan

sawah di petak tersier sekitar 30-50% (kolam) dan 50-70% (lahan sawah). Di areal Petak

Tersier TP1 ka, Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, perbandingan antara luas kolam

ikan dan sawah sekitar 95% : 5% atau sebagian besar adalah petani ikan. Kelembagaan

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VI - 15 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 86: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

pengelolaan air di tingkat usahatani yang telah ada di lokasi observasi tertera pada Tabel

6.6.

Tabel 6.6. Kelembagaan Pengelolaan Air di Tingkat Usahatani

Daerah irigasi Kelompok tani P3A o Petak Tersier CBTS 7 ki; DI

Cibeuteung-I; Desa Pabuaran, Kecamatan Kemang

o Kelompok tani tanaman pertanian : Solidaritas I (Ketua : Aja )

o Kelompok tani ikan : Solidaritas II (Ketua : Arifin)

o Petak Tersier TP5 ki , Desa Putat Nutug, Kecamatan Ciseeng

o Kelompok petani ikan : Perwatin (jumlah anggota 35 orang, Ketua: Bambang Purwanto

o P3A Gabungan (Ketua: Sumaryono)

o Petak Tersier SK 8 ki , Desa Cihowe, Kecamatan Ciseeng

o Kelompok petani ikan : Tirta Makmur

o P3A Gabungan (Ketua: Sumaryono)

o Petak Tersier TP1 ka, Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng:

o Kelompok petani ikan : Perikanan Jaya (jumlah anggota 100 orang, Ketua: Hudori , merangkap sebagai bendahara P3A Gabungan)

o P3A Gabungan (Ketua: Sumaryono)

Dari uraian hasil observasi lapang di atas, dapat diperoleh gambaran bahwa infrastrukur

irigasi yang telah ada tidak sepenuhnya dapat memberikan pelayanan air irigasi yang

memadai. Beberapa bangunan air memerlukan rehabilitasi dan peningkatan fungsi

jaringan. Pada tahap awal pengembangan minapolitan ini, diusulkan beberapa segmen

saluran yang memerlukan perbaikan, seperti tertera pada Tabel 6.7.

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VI - 16 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 87: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VI - 17 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Tabel 6.7. Usulan Rehabilitasi dan Peningkatan Jaringan Irigasi

No. Daerah Irigasi Usulan rehabilitasi/peningkatan

1. D.I. Cibeuteung I :

o Sal Tersier BCTS 7ki

o Galian Lumpur, 1800 m o Pasangan lining, 500 m o Box tersier, 3 bh

2. ah, 1 bh

TP1; BTP 5; BTP 8 dan D.I. Sasak :

a. Sal Sek Tembok Panjang

o Bangunan Pelimpo Perbaikan Bang Air, 4 bh (B

BTP 10)

. Sal Tersier BTP1 ka r, 1 bh

ut , 800 m

. Saluran Tersier BTP5 ki

0 m

. Sal Sekunder Cogrek

2 bh ilan, 1 bh

e. Sal Tersier BSK 4

pengambilan a, 100 m

h .I. Curug Serpong :

b

o Box tersieo Talang, 1 bh o Pembabatan rump

c

o Box tersier, 1 bh o Galian lumpur,150o Pasangan lining, 200 mo Pintu pengambilan

an,

d

o Perb bang pengambilo Pemb bang pengambo Galian lumpur, 2000 m o Pasangan lining, 500 m o Galian lumpur, 500 m o Pasangan lining, 500 m o Box tersier, 3 bh

Perbaikan lantai bangu

f. Sal Tersier BSK 8

o nan i dan ko Pasangan lining k

o Box tersier, 1 bua

3 a.D

Sal Induk

o Galian lumpur, 5600 m o Pasangan lining, 500 m o Perb pintu air, 3 bh

4 D.I. Angke 2 o Galian lumpur, 4000 m o Pasangan lining, 400 m

5 D.I. Cibeuteung 2 m o Galian lumpur, 1500o Pasangan lining, 600 m

S ber: airan Wilayah Parung

.7. Kebijakan Terkait Minapolitan

Peraturan terkait dengan Minapolitan saat ini secara pokok meliputi peraturan tentang

it dengan kebijakan pemilihan lokasi dan

komoditas dan kebijakan/peraturan terkait dengan minapolitan itu sendiri. Peraturan

um Kantor UPT Peng

6

tata ruang wilayah, peraturan yang terka

terkait dengan tata ruang wilayah adalah peraturan Peraturan Daerah Kabupaten Bogor

No. 19/2008 tentang Rencana tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor 2005-2025.

Peraturan ini secara garis besar berisikan : (1) ketentuan umum, (2) Ruang lingkup, (3)

asas, tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah, (4) rencana strukur dan pola

ruang wilayah, (5) rencana pemanfaatan wlayah, (6) arahan pengendalian pemanfaatan

ruang dan (7) hak, kewajiban dan peran serta masyarakat dan kelembagaan. Hal yang

paling penting dari peraturan ini adalah bahwa lokasi pengembangan minapolitan yang

Page 88: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VI - 18 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

akan ditetapkan harus sesuai dengan rencana pemanfaatan wilayah sesuai dengan

peraturan daerah ini.

Peraturan yang terkait dengan kebijakan dan komoditas setidaknya terdapat dua

peraturan pokok yaitu Peraturan Bupati (Perbub) nomor 84/2009 tentang revitalisasi

asi pertanian dan pembangunan perdesaan mencakup 6 komoditi

unggulan yaitu usaha tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, kehutanan

s/Huk/2010 tentang penetapan lokasi

pengembangan kawasan minapolitan di Kabupaten Bogor, menyatakan bahwa lokasi

itan, telah dikeluarkan Keputusan Menteri Kelautan

dan Perikanan No. KEP : 32/MEN/2010 tentang penetapan kawasan minapolitan. Dalam

inapolitan,

memuat tentang konsepsi minapolitan. Minapolitan didefinisikan sebagai suatu bagian

pertanian dan pembangunan perdesaan (RP3) dan Keputusan Bupati Bogor nomor

523.31/227/Kpts/Huk/2010 tentang penetapan lokasi pengembangan kawasan

minapolitan di Kabupaten Bogor. Pada Peraturan Bupaten No.84/2009 secara umum

berisikan program revitalisasi pertanian dan pembangunan perdesaan. Isi pokok dari

peraturan bupati ini adalah usaha untuk memberdayakan kembali sektor-sektor pertanian

serta fungsi kawasan perdesaan. Secara garis besar, maka wilayah Kabupaten Bogor

dibagi dalam 8 zona.

Ruang lingkup revitalis

dan perikanan. Program direncanakan baik pada sisi on-farm, off-farm maupun yang

tidak didasarkan usaha pertanian (non-farm) serta infrastrukturnya.Terkait dengan

minapolitan, bahwa peraturan bupati ini menyebutkan bahwa perikanan termasuk

komoditas unggulan yang akan diprogramkan, dengan 6 komoditas komoditas utama

yaitu mas, gurame, nila, patin, lele dan ikan hias.

Keputusan Bupati Bogor nomor 523.31/227/Kpt

minapolitan terletak pada 4 kecamatan yaitu (1) Kecamatan Ciseeng, (2) Kecamatan

Parung, (3) Kecamatan Gunung Sindur dan (4) Kecamatan Kemang yang meliputi 28

desa. Lokasi tersebut merupakan sebagian wilayah dalam zona 4 revitalisasi pertanian

dan pembangunan perdesaan (RP3). Bila diteaah lebih jauh sudah terjadi harmonisasi,

dimana dalam kebijakan revitalisasi pada zona 4 juga diprioritaskan untuk

pengembangan budidaya perikanan.

Sedangkan dari sisi kebijakan minapol

keputusan ini, Kabupaten Bogor merupakan 1 dari 197 kabupaten/kota seluruh Indonesia

yang telah ditetapkan sebagai daerah pengembangan kawasan minapolitan. Kabupaten

Bogor merupakan satu dari 11 kabupaten yang terpilih d Propinsi Jawa Barat.

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. PER : 12/MEN/2010 tentang m

Page 89: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VI - 19 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

wilayah yang mempunyai fungsi utama ekonomi yang terdiri dari sentra produksi,

pengolahan, pemasaran komoditas perikanan, pelayanan jasa dan/atau kegiatan

pendukung lainnya. Secara umum, disampingg berisikan tentang ketentuan umum,

peraturan ini juga meliputi : (1) azas, tujuan dan sasaran, (2) konsep pengembangan

kawasan minapolitan, (3) pemantauan, evaluasi dan pelaporan, (4) pembinaan dan (5)

pembiayaan. Secara spesifik, peraturan ini menyebutkan bahwa karakteristik kawasan

minapolitan merupakan kawasan ekonomi yang terdiri atas sentra produksi, pengolahan,

dan/atau pemasaran dan kegiatan usaha lainnya seperti jasa dan perdagangan.

Salah satu persyaratan mendasar adalah bahwa kawasan minapolitan harus sesuai

dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW) dan Rencana Pengembangan Investasi

.8. Isu dan Permasalahan Kelembagaan

n antar pelaku usaha (baik individu

maupun kelompok), maupun antara pendukung kegiatan ini dijumpai beberapa

a. Kepastian relasi yang menguntungkan antar kelompok,

ok,

a. Peraturan yang menjamin kepastian pola hubungan dan transaksi yang

n

Jangka Menengah Daerah (RPIJMD) yang telah ditetapkan. Sedangkan bila sudah

memenuhi criteria dan persyaratan yang ada, maka Bupati/Walikota mempunyai otoritas

untuk menyusun Rencana Induk (Master plan), yang diimplementasikan melalui Rencana

Pengusahaan dan Rencana Tindak. Penetapan lokasi Minapolitan dilakukan oleh

Bupati/Walikota dan disampaikan pada Menteri Kelautan dan Perikanan. Pada sisi

pembiayaan, maka pengembangan dan pembinaan kawasan minapolitan didasarkan

pada APBN dan atau APBD serta sumber lain yang tidak mengikat sesuai peraturan

perundang-undangan.

6

Berdasarkan kondisi kelembagaan serta hubunga

permasalahan sebagai berikut.

A. Relasi antar pelaku usaha atau organisasi

b. Bangunan kepercayaan (trust) antar kelomp

c. Komunikasi yang produktif, dan

d. Bentuk kelembagaan pengelolaan.

B. Aturan Main (Rules of The Game)

menguntungkan,

b. Peraturan yang menjamin kepastian lokasi dari interaksi potensi pemanfaatan

wilayah lainnya, da

Page 90: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VI - 20 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

c. Kepastian peraturan tentang pengelolaan dan pemanfaatan sarana dan

prasarana.

Kepastian peraturan tentang pengelolaan dan pemanfaatan sarana dan

prasarana.

6.9. Potensi Minawisata

uti perencanaan

aktifitas yang direncana

data infrastruksur tersebut dapat dilihat pada Ta

6.9. Potensi Minawisata

uti perencanaan

aktifitas yang direncana

data infrastruksur tersebut dapat dilihat pada Ta

Pengembangan minawista melipPengembangan minawista melip yang mengakomodasikan seluruh

kan dalam suatu kawasan minapolitan. Perencanaan tersebut

p baik. Beberapa

bel 6.8. dan Lampiran 5.

Status Jalan Panjang (m)

yang mengakomodasikan seluruh

kan dalam suatu kawasan minapolitan. Perencanaan tersebut

p baik. Beberapa

bel 6.8. dan Lampiran 5.

Status Jalan Panjang (m)

didasari oleh konsep utama, yaitu untuk menciptakan kawasan wisata minapolitan yang

berkelanjutan dengan mengembangkan wisata edukasi yang didasarkan pada potensi

lingkungan yaitu perikanan yang potensial untuk melindungi sumberdaya alam dan

kualitas lingkungan serta kesejahteraan masyarakat lokal.

6.9.1. Infrastruktur Wilayah

didasari oleh konsep utama, yaitu untuk menciptakan kawasan wisata minapolitan yang

berkelanjutan dengan mengembangkan wisata edukasi yang didasarkan pada potensi

lingkungan yaitu perikanan yang potensial untuk melindungi sumberdaya alam dan

kualitas lingkungan serta kesejahteraan masyarakat lokal.

6.9.1. Infrastruktur Wilayah

Kondisi infrastruktur yang ada di sekitar kawasan perencanaan cukuKondisi infrastruktur yang ada di sekitar kawasan perencanaan cuku

Tabel 6.8. Status Jalan dan Panjang Jalan di Kabupaten Bogor

Tabel 6.8. Status Jalan dan Panjang Jalan di Kabupaten Bogor

a) Jalan Nasional 121.487

b) Jalan Pro .989vinsi 129

c) Jalan Kabupaten 1.506.565

d) Jumlah 1.758.041

6.9.2. Identifikasi dan Analisis Potensi Wisata Kawasan Minapolitan

Kondisi kawasan yang terletak di perkampungan dan suasana perdesaan yang k

merupakan daya tarik tersendiri meskipun potensi masing-masing kecamatan relatif sama

ental

. Kecamatan Kemang

namun karakter yang ada cukup berbeda. Beberapa lokasi telah menjadi obyek wisata

dan dapat dilihat pada peta obyek wisata, Lampiran 6.

A

Page 91: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VI - 21 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Meskipun produksi ikannya paling sedikit diantara keempat kawasan minapolitan, akan

tetapi Kecamatan ini memiliki akses yang cukup baik sebagai jalur penghubung antara

kawasan minapolitan dengan Kota Bogor maupun Jakarta. Dari luas wilayah sebesar

6369. 99 Ha, potensi perikanan yang dimiliki oleh Kecamatan ini sekitar 484 Ha. Cukup

kecil dibandingkan dengan kecamatan yang lain sehingga, namun di Kecamatan ini

memiliki situ yang cukup strategis, dengan akses yang mudah dan tidak terlalu jauh (10

m) dari Jalan raya Bogor-Parung. Situ ini memiliki pemandangan yang indah dan sudah

ada trotoar di tepi danau serta tumbuhan yang rindang. Namun demikian kondisi wisata

belum digarap secara baik, khususnya kondisi trotoar dan jalan , serta tepi situ beum

terpelihara. Sedangkan dari segi Wisata Edukasi, kecamatan Kemanga memiliki

kekhususan dalam pembenihan ikan gurame dan sebagin juga ada perbenihan Lele serta

pembesaran Akses ke area perbenihan maupun budidaya sangat mudah dengan kondisi

jalan cukup baik.

Page 92: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VI - 22 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Gambar 6.7 . Kondisi potensi wisata Situ Kemang Kecamatan Kemang

Disamping situ Kemang, di kecamatan ini juga terdapat potensi wisata Situ Cilaya yang

terletak didesa Jampang. Lokasi situ Cilaya terletak diperbatasan Kecamatan Kemang

dan Kecamatan Ciseeng. Lokasi wisiata ini memiliki nilai jual yang cukup tinggi kerena

akses yang mudah dan dekat dengan jalan raya Ciseeng (150 m) dan tidak jauh dengan

jalan raya Bogor Parung. Situ ini sekarang telah ada akvtivitas wisata pemancingan.

Namun jika diberdayakan dengan sarana dan prasarana yang cukup maka kondisi Situ

Cillala ini sangat potensial untuk menjadi obyek wisata unggulan. Kondis Situ Cilalal

disajikan dalam gambar berikut ini:

B. Kecamatan Ciseeng

Kecamatan ini merupakan kecamatan yang cukup luas areanya dan memiliki barbagai

kegitan budidaya yang beragam dari mulai perbenihan, pembesaran pengolahan serta

wisata. Secara uumum Keunggulan Kecamatan ini adalah :

1. Terletak relatif di tengah dari empat kota kecamatan wilayah minapolitan

2. Akses jalan menuju ke sentra produksi cukup memadai

3. Akses jalan menuju Jakarta sebagai pusat pemasaran cukup memadai

4. Jaringan listrik dan telekomunikasi cukup tersedia

5. Terdapat pasar benih ikan dan pasar yang menyediakan kebutuhan sehari-hari

Gambar 6.8. Kondisi Situ Cilala Desa Jampang

Page 93: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

6. Terdapat kios penyedia sarana produksi perikanan

Gambar 6.9. Peta Kecamatan Ciseeng

Pada kecamatan ini terdapat Desa Babakan yaitu desa yang menjadi pusat pembenihan

ikan lele yang cukup besar baik di skala rumah tangga maupun industri.

Pada kecamatan ini terdapat Desa Babakan yaitu desa yang menjadi pusat pembenihan

ikan lele yang cukup besar baik di skala rumah tangga maupun industri.

Gambar 6.10. Kondisi Desa Babakan

Selain desa Babakan yang dikenal sebagai sentra pembenihan, di Kecamataan Ciseeng

ini juga terdapat Pasar Benih Ikan Ciseeng yang ramai pada hari-hari tertentu dimana

pedagang benih menjual benih ikannya dalam jumlah sedikit maupun banyak.

Selain desa Babakan yang dikenal sebagai sentra pembenihan, di Kecamataan Ciseeng

ini juga terdapat Pasar Benih Ikan Ciseeng yang ramai pada hari-hari tertentu dimana

pedagang benih menjual benih ikannya dalam jumlah sedikit maupun banyak.

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VI - 23 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 94: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

Gambar 6.11. Kondisi Pasar Ciseeng

Ikan hias juga merupakan salah satu komoditas unggulan selain ikan lele, pada

Kecamatan Ciseeng ini terdapat suatu kawasan budidaya yang cukup luas yaitu adanya

danau buatan yang digunakan sebagai keramba ikan hias berbagai jenis sehingga

menarik untuk dijadikan potensi minawisata.

Gambar 6.12. Kondisi Kawasan Budidaya Ikan Hias

Kawasan BP3K merupakan salah satu aset pemerintah daerah yang digunakan sebagai

unit pengembangan untuk tanaman pangan maupun perikanan yang berpotensi dapat

dikembangkan sebagai tempat pelatihan berbagai kegiatan karena area yang cukup luas

dan sudah tersedia kolam-kolam yang dapat dimanfaatkan sebagai percontohan

perbenohan maupun budidaya serta didukuang dengan akses yang relative mudah.

Gambar 6.13. Kondisi Kawasan BP3K (Balai Penyuluhan Pertanian, perikanan,

Peternakan dan Kehutanan)

Disamping kegiatan perbenihan dan budidaya, kecamatan ini juga memiliki potensi

wisata yang lain yakni Situ Iwul yang terletak didesa Iwul. Situ ini lokasinya tidak jauh dari

pasar Ciseeng dan juga relative dekat dengan Parung. Situ ini memiliki nilai keindahan

yang memadai untuk suatu obyek wisata, disamping akses yang mudah dan kondisis

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VI - 24 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 95: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

jalan yang baik. Namun kondisi Situ ini saat ini belum diberdayakan sebagai obyek

wisata. Gambaran umum kondisi Situ Iwul disajikan dalam gambar dibawah ini.

Gambar 6.14. Kondisi Situ Iwul- Desa Iwul

C. Kecamatan Parung

Gambar 6.15. Peta Kecamatan Parung

Parung merupakan kecamatan dengan potensi perikanan yang cukup besar, dengan luas

kecamatan sebesar 7.376,59 ha, lahan yang berpotensi untuk perikanan adalah sebesar

607 ha. Pada kecamatan ini terdapat adanya area-area pembesaran ikan lele yang sudah

cukup besar.

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VI - 25 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 96: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VI - 26 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Obyek wisata yang terdapat di kecamatan ini dan sudah cukup dikenal oleh masyarakat

adalah wisata Tirta Sanita. Pada hari-hari libur wisata yang merupakan pemandian air

panas ini banyak dikunjungi oleh pengunjung.

Potensi komoditas lain disini adalah adanya pusat budidaya lobster. Luasan kawasan

bangunan sekaligus kolam budidaya adalah sekitar 3,5 ha. Berbagai jenis lobster telah

dibudidayakan dengan baik disini sehingga menarik untuk dikunjungi.

Industri pengolahan ikan juga sudah maju di Kecamatan Parung adalah Bening Food

dan CV Bintang Anugerah yaitu pabrik pengolahan ikan berasal dari skala rumahtangga.

Gambar 6.169. Pembesaran Lele

Gambar 6.17. Kawasan Wisata Tirta Sanita

Gambar 6.18. Kawasan Budidaya Lobster

Gambar 6.19. Pengolahan ikan

Page 97: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

D. Kecamatan GunungSindur

Meskipun dalam RTRW Kecamatan Gunung Sindur dialokasikan sebagai kawasan

industri, namun masih ada sebagian desa yang memiliki kolam-kolam pembesaran baik

penampungan ikan lele.

Gambar 6. 20. Peta Kecamatan Gunung Sindur

Adanya tambang pasir dan kendaraan besar terdapat di sepanjang jalan di Kecamatan

Gunung Sindur ini menyebabkan jalan atau akses menjadi tidak nyaman karena panas

dan berdebu. Namun ada masih terdapat juga kolam pemancingan yang banyak diminati

oleh masyarakat sekitar.

Gambar 6.21. Beberapa Area Pemancingan

Pengolahan ikan yang cukup terkenal di wilayah kecamatan Gunung Sindur ini adalah

adanya pengolahan lele asap. Proses pengasapan yang menggunakan cara yang masih

tradisional ini menghasilkan lele asap dengan rasa yang khas sehingga dapat menjadi

salah satu objek menarik (lihat gambar 6.2).

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VI - 27 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 98: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VI - 28 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

6.9.3. Analisis Kelayakan Lanskap untuk Minawisata

Berdasarkan analisis kelayakan kawasan yang potensial untuk dikembangkan sebagai

kawasan minapolitan dilihat dari Tabel 6.9. dibawah menunjukkan bahwa seluruh

kecamatan yang ada cukup potensial untuk dikembangkan sebagai kawasan minawisata.

Kecamatan Ciseeng memiliki nilai paling besar untuk menjadi potensial dikarenakan

kondisinya yang masih alami dengan kolam-kolam pembenihan yang menjadi objek

menarik untuk dikunjungi. Selain itu, keragaman objek yang dapat dijadikan sebagai

atraksi wisata juga merupakan faktor pendukung untuk menjadikan Ciseeng sebagai

kawasan sentra dari minapolitan.

Obyek dan atraksi yang terdapat pada tapak memperkuat komponen untuk melakukan

wisata, seperti yang dinyatakan oleh Gunn (1994), alasan sebuah kawasan yang

dikembangkan untuk wisata karena terdapat atraksi sebagai komponen dan suplay.

Atraksi dapat berbentuk ekosistem, landmark atau satwa.

Tabel 6.9. Penilaian Kelayakan Kawasan Bogor sebagai Minawisata

Desa Kemang Ciseeng Parung Gunung Sindur a) Letak dr jln raya 20 40 40 20 b) Estetika dan keaslian 50 75 50 75 c) Atraksi 75 75 75 75 d) Fasilitas pendukung 15 15 15 15 e) Ketersediaan air bersih 60 60 60 60 f) Transportasi dan aksesilitas 40 40 40 40 g) Nilai 260 305 280 285

Keterangan Cukup Potensial

Cukup Potensial

Cukup Potensial Cukup Potensial

Sumber : Hasil Olahan Data, 2010

Page 99: Bogor Masterplan Minapolitan

RENCANA PENGUSAHAAN KAWASAN MINAPOLITAN

7

7.1. Penetapan Kawasan Pengembangan Minapolitan

Berdasarkan Kebijakan Revitalisasi Pertanian dan Pembangunan Pedesaan (RP3P) di

Kabupaten Bogor yang sudah disinkronkan dengan RTRW (Rencana Tata Ruang

Wilayah) Kabupaten Bogor tahun 2005-2025, wilayah Kabupaten Bogor dibagi menjadi

delapan zona pengembangan pertanian dan perdesaan. Kedelapan zona

pengembangan pertanian dan perdesaan tersebut dapat dilihat pada pada Gambar 7.1 dan Tabel 7.1 Kecamatan-kecamatan yang masuk ke dalam zona yang sama lokasinya

saling berdekatan antara satu dengan lainnya, sehingga diharapkan dapat mencerminkan

kondisi agroekosistem yang sama. Pengelompokkan berdasarkan agroekosistem

tersebut penting karena suatu kondisi agroekosistem tertentu cocok bagi pengembangan

komoditas pertanian tertentu pula. Dengan demikian, di zona tersebut dapat

dikembangkan suatu klaster industri (industrial cluster) bagi komoditas-komoditas tertentu

pula.

Gambar 7.1 Delapan Zona Pengembangan Pertanian dan Perdesaan Kabupaten Bogor

Page 100: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

Tabel 7.1. Delapan Zona Pengembangan Pertanian dan Perdesaan Kabupaten Bogor

Zona Kecamatan Jumlah Desa Pewilayahan RTRW

1

Rumpin 13 Barat Cigudeg 15 Barat Parung Panjang 11 Barat Jasinga 16 Barat Tenjo 9 Barat

2

Sukajaya 9 Barat Nanggung 10 Barat Leuwiliang 11 Barat Leuwisadeng 8 Barat Cibungbulang 15 Barat Pamijahan 15 Barat

3

Ciampea 13 Barat Tenjojaya 6 Barat Dramaga 10 Barat Ciomas 11 Barat

4

Tajurhalang 7 Tengah Kemang 9 Tengah Rancabungur 7 Tengah Parung 9 Tengah Ciseeng 10 Tengah Gunung Sindur 10 Tengah

5

Tamansari 8 Tengah Cijeruk 9 Tengah Cigombong 9 Tengah Caringin 12 Tengah

6

Ciawi 13 Tengah Cisarua 10 Tengah Megamendung 11 Tengah Sukaraja 13 Tengah Babakan Madang 9 Tengah

7

Cileungsi 12 Timur Klapanunggal 9 Timur Gunung Putri 10 Timur Citeureup 14 Timur Cibinong 12 Timur Bojonggede 9 Timur

8

Sukamakmur 10 Timur Cariu 10 Timur Tanjungsari 10 Timur Jonggol 14 Timur

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VII - 2 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 101: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

Dari Delapan Zona Pengembangan Pertanian dan Perdesaan Kabupaten Bogor,

berdasarkan kriteria pengembangan kegiatan minapolitan, maka Zona (IV) empat yaitu

Kecamatan Gunung Sindur, Parung, Ciseeng, Kemang ,Tajurhalang, Rancabungur

merupakan kawasan yang layak menjadi kawasan kegiatan Minapolitan di Kabupaten

Bogor. Setelah dianalisis lebih mendalam berdasarkan (i) aspek potensi lahan/area

untuk kegiatan perikanan budidaya, (ii) produktvitas dan (iii) jumlah Rumah Tangga

Perikanan (RTP), hanya empat kecamatan dan 27 desa yang layak menjadi kawasan

Minapolitan di Kabupaten Bogor, yaitu Kecamatan Gunung Sindur dengan 6 desa,

Kecamatan Parung dengan 7 desa, Kecamatan Ciseeng dengan 8 desa, dan

Kecamatan Kemang dengan 6 desa.

Potensi lahan untuk kegiatan perikanan budidaya di kawasan minapolitan Kabupaten

Bogor adalah seluas 2.592,5 Ha yang tersebar di empat kecamatan kawasan

pengembangan yaitu Kecamatan Ciseeng seluas 1.309,5 Ha, Kecamatan Parung seluas

607 Ha, Kecamatan Gunung Sindur seluas 192 Ha dan Kecamatan Kemang 484 Ha.

Selengkapnya luas potensi lahan untuk kegiatan perikanan budidaya di kawasan

minapolitan Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 7.2. dan Lampiran 7.

Kecamatan Ciseeng, Parung, Gunung Sindur dan Kemang saat ini merupakan sentra

kawasan kegiatan perikanan budidaya di Kabupaten Bogor. Komoditas perikanan

budidaya yang dikembangkan di keempat kecamatan tersebut adalah Lele, Gurame Ikan

Hias dan beberapa jenis lainya. Dari keempat kelompok komoditas yang dikembangkan

di kawasan tersebut, komoditas lele menjadi komoditas yang banyak dibudidayakan

kemudian Gurame, Ikan Hias dan kemudian jenis ikan lainnya. Luas lahan yang

digunakan untuk kegaitan budidaya Lele di kawasan tersebut adalah 649, Gurame 114

Ha, Ikan Hias 10 Ha dan untuk ikan jenis 23 Ha lainnya.

Total produksi perikanan budidaya yang dapat dikembangkan di kawasan Minapolitan

adalah 2.538,464 Ton. Komoditas Lele mempunyai priduktifitas paling besar yaitu

sebesar rupakan komoditas paling 16.772,14 ton. Produksi perikanan budidaya di

Kawasan Minapolitan dapat dlihat apda Tabel 7.4.

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VII - 3 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 102: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

Tabel 7.2. Potensi Luas lahan untuk kegiatan perikanan di Kawasan Minapolitan Kabupaten Bogor

No. Kecamatan Desa Luas (ha) 1 Ciseeng Babakan 283.00 Parigi Mekar 63.20 Putat Nutug 245.00 Ciseeng 80.30 Cibentang 105.00 Cibeuteung Udik 203.00 Cibeuteung Muara 225.00 Cihoe 105.00

2 Parung Bj. Indah 90.00 Cogreg 280.00 Bj. Sempu 76.00 Waru Jaya 45.00 Waru 36.00 Pamegar Sari 24.00 Iwu 56.00

3 Gunung Sindur Pangasinan 35.00 Cibinong 56.00 Gunung Sindur 32.00 Curug 22.00 Cidokom 22.00 Pabuaran 25.00

4 Kemang Pabuaran 210.00 Kemang 82.00 Tegal 18.00 Pondok Udik 15.00 Bojong 151.00 Jampang 8.00

Tabel 7.3. Luas Lahan Eksisting untuk Kegiatan Budidaya Perikanan di Kawasan

Minapolitan

Komoditas Luas per Kecamatan (Ha)

Ciseeng Parung Gunung Sindur Kemang

Lele 368 157 88 36

Gurame 75 25 10 4

Ikan Hias 1 5 1 3

Jenis Lain 11 8 2 2

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VII - 4 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 103: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

Tabel 7.4. Produksi perikanan budidaya di Wilayah Studi, Tahun 2008 (Dalam Satuan Ton/Tahun)

Kecamatan Lele Gurame Ikan hias(RE) Jenis Ikan Lain

Ciseeng 2.895,67 424.85 594,45 2.464

Parung 7.357,60 222.47 647,95 899

Gunung Sindur 5.820,44 192.08 0 1426

Kemang 698.43 108.30 258,59 211

Jumlah (Ton) 16.772,14 947,7 1.500,99 2538.464

Rata-rata (Ton) 4.193,04 236.93 375,25 1015.386

7.2. Penetapan Komoditi Unggulan

Seperti telah dijelaskan pada Bab sebelumnya, bahwa pengembangan kawasan

minapolitan pada prinsipnya adalah membangun industri produk jadi yang berbasis pada

komoditi unggulan. Komoditi unggulan adalah produk pilihan yang dihasilkan oleh sektor

perikanan dan atau pariwisata berbasis perikanan yang mempunyai nilai jual dan jaminan

prospek masa depan karena memiliki daya saling (competitive advantages) yang tinggi.

Kawasan minapolitan tidak saja berfungsi sebagai pemasok komoditi unggulan yang

dihasilkan, tetapi juga menghasilkan suatu produk olahan dari produksi perikanan yang

siap dipasarkan dan menjadi ciri khas daerah yang bersangkutan. Keunggulan produk

yang dihasilkan dari industri yang mengolah komoditi unggulan tersebut akan

memberikan nilai tambah yang besar karena produk yang dihasilkan mempunyai nilai jual

yang stabil dibandingkan dengan produk tanpa melalui pengolahan.

Sementara itu salah kriteria sebagai Kawasan Minapoliti adalah terdapatnya kegiatan

yang terintegrasi dari hulu sampai hilir yang meliputi kegiatan pembenihan,

pembesaran, pengolahan serta pemasaran. Dengan demikian, penetapan komoditi

unggulan pada kawasan minapolitan harus mempertimbangkan aspek-pasek tersebut,

yaitu aspek pembenihan, pembesaran, pengolahan serta pemasaran.

Penentuan komoditi unggulan dianalis dengan menggunakan beberapa parameter yang

berkaitan dengan aspek pembenihan, pembesaran, pengolahan dan pemasaran.

Analisis dilakukan pada beberapa komoditi yang selama ini sudah berkembang di lokasi

kawasan Minapolitan yaitu antara lain Ikan Mas, Gurame, Lele, Nila, Patin, Bawal Tawes

dan Tambakan.

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VII - 5 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 104: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

Analisis penentuan komoditi unggulan dengan menggunakan skoring. Untuk paramater

yang berkaitan dengan aspek budidaya (aspek pembenihan, pembesaran dan

pemasaran) masing-masing parameter yang telah ditetapkan diberikan skor 1-5, dimana

untuk parameter skor 1 (sangat rendah), skor 2 (rendah), skor 3 (sedang ), skor 4

(Tinggi) dan skor 5 (sangat tinggi). Sedangkan skoring untuk parameter yang berkaitan

dengan aspek Pengolahan penilaiannya dapat dilihat pada Tabel 7.5. Selengkapnya

hasil analisis skoring penentuan komoditi Unggulan untuk kegiatan Minapolitan di

Kabupaten Bogor dapat di lihat pada Tabel.7.6

Tabel 7.5. Parameter Penilaian Pengolahan

NILAI RATING KETERANGAN

Rendemen Keragaman

1=sangat rendah 5 = >40% jika bisa diolah (4) = 5

2=rendah 4 = 30-35% (3) = 4

3=sedang 3 = 25-30% (2) = 3

4=tinggi 2 = 20-25% (1) = 2

5=sangat tinggi 1 = <20% jika tidak bisa diolah = 1

Tabel 7.6. Skor Penentuan Komoditas Unggulan Ikan Air Tawar di Kabupaten Bogor

No. INDIKATOR BUDIDAYA

(Pembenihan, pembesaran dan pemasaran)

KOMODITAS IKAN KONSUMSI

Mas Gurame Nila Lele Patin Bawal Tawes Tambakan

1 Produksi 3 3 2 5 1 1 1 1

2 Produktivitas 3 2 3 5 4 3 2 2

3 Potensi pasar 4 3 5 5 2 2 2 1

4 Jumlah pelaku 3 4 3 5 2 3 1 1

5 Harga 4 5 3 3 2 2 5 3

6 Lama pemeliharaan 4 2 4 5 3 3 2 2

7 Margin/ m2/ tahun 3 2 2 5 4 2 3 3

8 Persyaratan kualitas air 3 4 3 5 5 3 3 4

INDIKATOR PENGOLAHAN

9 Rendemen fillet (2 ekor/kg) 1 3 4 4 5 2 1 1

10 Harga bahan baku 3 1 4 4 5 5 2 3

11 Keragaman produk olahan 2 2 5 5 5 2 2 2

(surimi dan turunannya, asap

produk konvensional dan

produk kering)

TOTAL 33 31 38 51 38 28 24 23

Pada Tabel 7.6. memperlihatkan bahwa, setelah dilakukan analisis penentuan komoditi

unggulan dengan menggunakan analisis skoring, maka dapat dlihat bahwa komoditi Ikan

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VII - 6 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 105: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

Lele mempunyai jumlah skor yang tertinggi yaitu 51, diikuti dengan Nila dan Bawal yang

memiliki skor sama (38) dan kemudian ikan Mas (33) dan Gurame (31). Dengan demikian

maka berdasarkaan analisis tersebut maka komoditi unggulan untuk kegiatan Minapolitan

di Kabupaten Bogor adalah Ikan Lele.

Ikan Lele merupakan komoditi perikanan yang mempunyai keunggulan lebih

dibandingkan dengan jenis komiditi perikanan lainnya. Produktivitas Lele cukup tinggi

dibandingkan dengan komoditi lainya sehingga masyakarat hampir tidak ada kesulitan

yang berarti dalam mengembangkan kegiatan budidaya Lele. Persayaratan kualitas air

yang menjadi prasyarat utama bagi kegiatan budidaya ikan secara umum tidak terlalu

ketat, karena Ikan Lele bisa hidup pada perairan yang masih dibawah standar rata-rata.

Sementara itu pasar lele saat ini juga masih cukup menjajikan, permintaan lele dari tahun

ke tahun semakin meningkat seiring dengan meningkatnya daya konsumsi ikan serta

masih banyak keunggulan lainnya dari Ikan Lele. Salah satu kelemahan Ikan Lele adalah

masih ada image di sebagian masyarakat yang mengangaga Ikan Lele jorok, tetapi

kelemahan itu dapat bisa diatasi dengan melakukan deversifikasi produk olahan dari

bahan baku Ikan Lele.

7.3. Penetapan dan Arahan pengembangan Sentra Kawasan (Minapolis)

Pengembangan kawasan minapolitan adalah pembangunan sistem dan usaha agribisnis

berorientasi kekuatan pasar (market driven) yang diarahkan untuk menembus batas

kawasan (bahkan mencapai pasar global); pengembangan sarana-prasarana publik

untuk memperlancar distribusi hasil perikanan dengan efisiensi dan resiko yang minimal;

dan deregulasi yang berhubungan dengan penciptaan iklim yang kondusif bagi

pengembangan usaha dan perekonomian daerah. Dalam hal minapolitan di kabupaten

bogor, khususnya dengan komoditas unggulan Lele, maka kawasn minapolitan harus

dapat meningkatan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pendapatan

khususnya pelaku usaha yang terdiri pembenih, pembudidaya dan Pengolah ikan.

Kegiatan pembenihan dan budidaya sudah berjalan cukup baik, sehingga yang perlu

ditingkatkan adalah produktivitas dan efiiensinya. Kegiatan pemebnihen dan budidaya

tidak dapat disentralisasi karena telah tercipta keterkaitan produsen dan pasar sesuai

dengan mekanisme pasar. Kegiatan yang masih belum berkembang adalah kegiatan

.pengolahan prduk perikanan. Oleh karena itu agar terbuka pasar yang baru maka

kegiatan pengolahan sebaiknya di sentralisasi. Atas dasar pemikiran tersebut tersebut,

maka kawasan minapolitan Bogor harus mempunyai sentra kawasan terutama untuk

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VII - 7 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 106: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

keitan pengolahan, dan disamping itu juga berfungsi sebagai pusat informasi dan

kegiatan minapolitan secara keseluruhan.

Mengingat bahwa dalam Sentra Minapolitan terdapat berbagai fungsi dan kegiatan, maka

sentra kawasan minapolitan Kabupaten Bogor harus memenuhi persyaratan sebagai

berikut:

1. Terletak relatif di tengah dari empat kota kecamatan wilayah minapolitan,

2. Akses jalan menuju ke sentra produksi cukup memadai, akses jalan menuju

Jakarta sebagai pusat pemasaran cukup memadai,

3. Jaringan listrik dan telekomunikasi cukup tersedia,

4. Terdapat pasar ikan dan pasar yang menyediakan kebutuhan sehari-hari,

5. Terdapat kios penyedia sarana produksi

6. Luas area minimal 1 hektar

7. Ketersediaan air bersih untuk pengolahan dan air untuk budidaya

8. Ada saluran pengairan untuk budidaya.

Arahan pengembangan sentra kawasan minapolitan adalah selain sebagai pusat industri

pengolahan produk perikanan juga dapat menjadi pusat pemasaran produk olahan, pusat

informasi kegiatan minapolitan secara keseluruhan dan juga pusat pelatihan bagi

masyarakat dalam hal teknologi pengolahan, budidaya perikanan serta menajemen

minapolitan. Oleh karena itu, di dalam Sentra Minapolitan di samping bangunan pabrik,

kantor, pusat informasi, showroom produk olahan juag terdapat kolam perbenihan dan

budidaya sebagai percontohan. Dengan demikian Sentra Minapolitan harus memiliki area

yang cukup luas minimum satu hektar.

Di samping luas area, sentra minapolitan harus berada pada suatu lokasi yang strategis,

mudah dijangkau dan kawasan sekelilingnya masih terbuka untuk pengembangan. Untuk

saat ini ada 3 calon lokasi Minapolitan yakni : Pasar Ciseeng, BP3K dan lokasi dekat

Danau Kahuripan. Ketiga lokasi tersebut akan dipilih salah satu berdasarkan berbagai

pertimbangan. Lokasi Sentra minapolitan juga harus memenuhi syarat keindahan

sehingga perlu dirancang Design Lanscape yang baik dan benar.

Berdasarkan hasil survei dan analisis terhadap potensi calon lokasi sentra kawasan

minapolitan, maka didapatkan hasil skoring pada masing-masing wilayah seperti terlihat

pada Tabel 7.7.

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VII - 8 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 107: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

Tabel 7.7 Hasil Analisis Skoring 4 Lokasi Calon Sentra Minapolitan

Parameter

LOKASI Total Skor Situ

Cilala Pasar

Ciseeng BP3K Situ Iwul

Bobot (%)

(A) (B) (C) (D) (A) (B) (C) (D)

1. Teknis 60

Kecukupan lahan (HA) 9 1 7 3 20 1,8 0,2 1,4 0,6

Ketersediaan air 7 3 5 3 20 1,4 0,6 1 0,6

Akses ke lokasi dari jalan raya 7 7 7 7 5 0,35 0,35 0,35 0,35

Ketersediaan Listrik 9 9 9 7 15 1,35 1,35 1,35 1,05

Sub total 1 4,9 2,5 4,1 2,6

2. Estetika 15

Aksesibilitas oleh calon pengunjung 9 9 7 7 8 0,72 0,72 0,56 0,56

Nilai jual wisata 9 5 5 7 7 0,63 0,35 0,35 0,49

Sub Total 2 1,35 1,07 0,91 1,05

3. Aspek Legal dan Otoritas

25

Otoritas Pengelolaan 5 9 9 5 5 0,25 0,45 0,45 0,25

Kemudahan pembebasan lahan 7 9 9 3 20 1,4 1,8 1,8 0,6

Sub Total 3 1,65 2,25 2,25 0,85

Total 7,9 5,82 7,26 4,5

Berdasarkan Tabel 7.7 diatas prioritas calon lokasi sentra minapolitan dari yang tertinggi

sampai terendah adalah Situ Cilala (7,9), BP3K (7,3), Pasar Ciseeng (5,8) dan Situ Iwul

(4,5).

7.4. Struktur Keterkaitan Kawasan

Secara umum stuktur keterkaitan kawasan pengembangan minapolitan digambarkan

oleh hubungan keterkaitan sentra kawasan dengan kawasan-kawasan pengembangan

lainya, keterkaitan antar kawasan itu sendiri, dan keterkaitan kawasan pengembangan

dengan kawasan di luar kawasan minapolitan. Stuktur keterkaitan kawasan

pengembangan minapolitan didasari oleh keterkaitan kegiatan antara kawasan yang satu

dengan kawasan lainnya yaitu berdasarkan hubungan agribisnis perikanan, mulai proses

pembenihan, pembesaran, pengolahan sampai pada pemasaran.

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VII - 9 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 108: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

A. Struktur Keterkaitan Antara Sentra Kawasan dengan Kawasan Pengembangan Lainnya

Salah satu arahan pengembangan kawasan minapolitan Kabupaten Bogor adalah

mengembangkan kawasan sentra Ciseeng menjadi pusat pengolahan hasil

perikanan, pusat informasi dan pusat pendidikan & pelatihan serta pusat pemasaran

hasil pengolahan komoditi Ikan Lele. Sehingga pola keterkaitan antara sentra

kawasan Ciseeng dengan kecamatan- kecamatan lainya didasari oleh pola hubungan

sistem pengolahan komoditi hasil perikanan, sistem informasi dan pendidikan dan

pelatihan serta sistem pemasaran.

Dalam sistem pengolahan hasil perikanan, Kecamatan Ciseeng menjadi pusat atau

sentra pengolahan bagi kawasan-kawasan lainnya. Dengan demikian bahan baku

yang digunakan dalam pengolahan produk perikanan yang dilakukan di Sentra

Ciseeng diperoleh dari kawasan-kawasan minapolitan lainnya, yaitu dari Kecamatan

Parung, Kecamatan Kemang dan Kecamatan Gunung Sindur.

Ikan lele,yang berukuran besar (>5 ekor per kg) tidak dipasarkan sebagai ikan

konsumsi dan harganya lebih rendah dari harga ikan konsumsi yang berukuran 6 ekor

s/d 12 ekor per kg. Oleh karena itu ikan Lele yang berukuran besar tersebut

merupakan bahan baku bagi produk olahan. Sehingga Sentra pengolahan ikan

tersebut dapat menerima bahan baku dari pembudidaya dari berbagai lokasi di

kawasan minapolitan maupun di luar kawasan minapolitan

Dalam hubunganya dengan pengolahan hasil perikanan, sentra Ciseeng juga

diarahkan sebagai pusat pemasaran hasil-hasil pengolahan hasil perikanan. Produk-

produk yang sudah dihasilkan dari kegiatan pengolahan dipasarkan di sentra

Ciseeng, sehingga masyarakat dapat langsung melakukan transaksi hasil olahan dari

komoditi kegiatan monapilitan di Sentra Ciseeng.

Selain pusat sistem pengolahan dan pemasaran, sentra Ciseeng juga diarahkan

menjadi kawasan pusat informasi dan pendidikan kegiatan minapolitan. Segala

kegiatan yang berhubungan dengan informasi baik itu informasi investasi,

pemasaran, komoditi, dan informasi lainya yang berkaitan dengan kegiatan

minapolitan dipusatkan di sentra Ciseeng.

Sentra Ciseeng juga diarahkan menjadi pusat pendidikan dan pelatihan bagi

pengembangan kegiatan minapolitan di Kabupaten Bogor. Pendidikan dan pelatihan

yang berkaitan dengan pembenihan, pembesaran serta pengolahan dilakukan di

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VII - 10 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 109: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

kecamatan Ciseeeng. Kegiatan tersebut bermanfaat bagi pengembangan usaha

perikanan, baik dari dalam kawasan minapolitan maupun dari luar wilayah

pengembangan di Kabupaten Bogor bahkan bisa dari masyarakat luar daerah.

Struktur hubungan keterkaitan antara sentra kawasan dengan kawasan

pengembangan lainnya dapat dilihat pada Lampiran 8.

B. Struktur Keterkaitan antar Kawasan Pengembangan

Struktur hubungan keterkaitan antar kawasan pengembangan minapolitan yang satu

dengan yang lainya didasarkan pada kegiatan pembenihan. Suatu desa di kawasan

minapolitan yang diarahkan sebagai kawasan pembenihan berfungsi sebagai suplier

benih ke beberapa pendederan dan pembesaran ikan Lele pada beberapa desa baik

dalam satu kecamatan maupun di luar kecamatan. Keterkaitan antar kawasan

pengembangan ini bersifat dinamik, artinya bahwa pola keterkaitan/hubungan antara

desa satu dengan yang lainya tidak bersifat tetap, tetapi bisa berubah-rubah sesuai

dengan mekanisme pasar perbenihan. Pola hubungan keterkaitan antar kawasan

pengembangan dapat dilihat pada Lampiran 8.

C. Stuktur Keterkaitan Antara Kawasan Pengembangan dengan Kawasan Diluar Kawasan Minapolitan

Stuktur keterkaitan antara kawasan pengembangan dengan kawasan di luar kawasan

Minapolitan ini biasanya terjadi karena adanya pola hubungan perdagangan hasil

produksi ikan Lele. Setiap kawasan atau desa pada kawasan minapolitan yang

berfungsi sebagai pengembangan kegiatan budidaya menjual hasil panennya selain

ke sentra kawasan di Ciseeng sebagai bahan baku untuk produk olahan, hasil panen

juga dijual ke luar kawasan minapolitan untuk ikan konsumsi. Penjualan hasil panen

selain dijual di dalam wilayah Bogor juga banyak dijual ke luar wilayah Bogor seperti

Jakarta. Struktur keterkaitan antara kawasan pengembangan dengan kawasan diluar

kawasan Minapolitan dapat dilihat pada Lampiran 8.

7.5. Arahan Pengembangan Kegiatan Budidaya (Pembesaran)

Arahan pengelolaan dan pengembangan kegiatan budidaya harus diorientasian pada

peningkatan produktivis dan efisiensi produksi agar diperoleh peningkatan keuntungan

uang lebih besar. Peningkatan produksi juga perlu dilakukan namun harus tetap

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VII - 11 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 110: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

mempertimbangkan kondisi pasar. Kondisi pasar sangat dipengaruhi oleh persaingan

dengan daerah lain dengan komoditas yang sama dan memiliki tujuan pasar yang sama.

Sesuai dengan permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, maka arahan

pengelolaan dan pengembangan budidaya perikanan akan lebih di fokuskan pada

peningkatan penyediaan benih baik dalam jumlah maupun kualitasnya, perbaikan

teknologi budidaya antara lain penggunaan probiotik dan multi vitamin dalam pakan untuk

perbaikan kualitas air dan peningkatan efisiensi pakan serta peningkatan kualitas produk

dengan teknologi budidaya yang lebih hiegenis dan ramah lingkungan.

7.6. Arahan pengembangan Kegiatan Perbenihan

Kegiatan perbenihan di wilayah minapolitan di arahkan pada peningkatan kualitas dan

kuantitas input produksi dan perbaikan teknologi produksi benih, yang diharapkan

berujung pada peningkatan produktivitas dan kesejahteraan para pembenih lele.

Peningkatan kualitas input dan kuantitas input produksi dapat dilakukan dengan

peningkatan kualitas dan kuantitas induk unggul seperti lele sangkuriang, peningkatan

kualitas dan kuantitas cacing sutera dan pencarian pakan alternative pengganti cacing

sutera. Perbaikan teknologi produksi benih dapat dilakukan dengan perbaikan

manajemen induk (prosedur pemberian pakan induk, seleksi dan pembatasan umur

induk, dan program penyuntikan perbulan dengan pembagian kolam induk), perbaikan

manajemen kualitas air (penggunaan probiotik, penggunaan tempat penampungan air)

dan program pencegahan penyakit (pengaturan padat tebar, penggunaan vitamin c dan

multivitamin pada pakan, dan treatment pakan alami sebelum digunakan) untuk

mengurangi penggunaan antibiotik pada pembenihan lele.

7.7. Arahan Pengembangan Pengolahan Hasil Perikanan

Arahan pengembangan pengolahan produk dilakukan berorientasi pada diversifikasi

produk olahan dan pengembangan teknologi pengolahan dalam rangka memperluas

pasar produk perikanan, menIngkatkan nilai tambah dan untuk meningkatkan daya saing.

Sepert halnya produk budidaya , produk olahan yang dihasilkan oleh minapolitan Bogor

harus memiliki kehususan sendiri yakni : a) bebas bahan pengawet b) bebas bahan

additive atau bahan tambahan yang berbahaya , c) memiliki nilai gizi yang tinggi d)

proses pengolahan yang hiegenis. Produk olahan minapolitan Bogor hendaknya tidak

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VII - 12 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 111: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

hanya dapat menjangkau pasar untuk kalangan masyarakat biasa,namun juga dapat

menjangkau kalangan masyarakat mengah keatas, Pada akhirnya strategi pengelolaan

dan pengembangan produk olahan minapolitan Bogor diharapkan dapat memenuhi

syarat untuk dapat diekspor keluar negeri. Untuk dapat memenuhi persyaratan tersebut

pengembangan pengolahan produk perikanan diperlukan proses pruduksi pengolahan

secara terpusat dalam suatu sentra industri pengolahan produk perikanan dan dikelola

dengan sistem manajemen industri. Hal ini diperlukan agar proses produksi dapat

terkontrol kualitasnya dan dapat mengatur output produksi tepat waktu dan jumlah serta

mutu yang terjamin.

Disamping sentra produksi pengolahan produk perikanan, produksi pengolahan rumah

tangga juga perlu dikembangkan bersinergi dengan industri pengolahan. Industri rumah

tangga perlu dikembangkan dan dibina agar dapat manghasilkan produl olahan sesuai

dengan stAndar indusri. Untuk itu sentra indusri pengolahan juga harus melakukan

program pelatihan dan penyuluhan terhadapa masyarakat.

7.7.1 Pengembangan Produk Olahan

Bahan baku yang digunakan untuk produk olahan adalah filet dari lele segar. Untuk

produk siap saji seperti bakso, sosis, nugget, kaki naga (VegiFish) dibuat surimi terlebih

dahulu. Kapasitas bahan baku ditentukan dari kapasitas produk lele segar BS BS (lele

berukuran besar 5-1 ekor/kg) yaitu sekitar 6 ton lele segar/hari. Dari jumlah tersebut 1

ton/hari akan digunakan untuk produksis lele asap utuh seperti yang telah ada.

Sedangkan yang 5 ton untuk diversikasi produk olahan. Rencana kapasitas produksi

disajikan pada Tabel 7.8.

Dibandingkan dengan produk sejenis yang ada di pasaran saat ini (CV. Bening dan CV.

Bintang Anugerah), produk olahan bakso, nugget, kaki naga diyakini tidak dapat

berkompetisi bila memasuki pasar yang sama. Produk yang mungkin dikembangkan

adalah perluasan lele asap dengan mencari pasar baru, sosis, filet lele asap, filet segar,

burger, makanan ringan chiki/crackers. Produk olahan bakso, nugget, kaki naga masih

bisa diproduksi dengan menciptakan segmen pasar yang berbeda, dijual dalam bentuk

makanan kesehatan. Contoh produk olahan lele yang diformulasikan bersama rumput

laut, chitosan dan lainnya ( Gambar 7.2).

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VII - 13 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 112: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

Tabel 7.8. Jenis olahan produk lele atau ikan lainnya ( kapasitas 5 ton ikan segar/hari)

No Jenis olahan Ukuran (ekor/kg)

Kapasitas bahan baku

( kg/hari)

Kapasitas olahan

(kg/hari) Potensi pasar

1 Lele tanpa kepala 8-12 500 lele segar 300 Pesantren, lembaga pemasyarakatn

2 Filet lele ( skinless) atau filet patin, nila, bawal

2 ekor/kg

4500 (total dari semua jenis ikan),

1260 ( 260 kg untuk filet segar)

Supermarket, jasaboga, hotel, restoran dan bahan baku produk olahan

3 Filet asap 100 filet 50 Supermarket, restoran

3 Surimi 900 filet 720 Bahan baku produk turunan bakso, dll

3 Bakso 100 surimi 150 Restoran, jasaboga, supermaket

4 Sosis 100 150 Restoran, supermarket

5 Nuget 100 150 Restoran, supermarket

6 Vegifish (kaki naga 200 300 Restoran, supermaket

7 Krupuk 60 120 supermaket

8 Makanan ringan 60 120 Supermaket

9 Lainnya 100 supermarket

Gambar 7.2. Kaki naga (VegiFish) dan Nuget

Teknologi yang akan diterapkan untuk mengolah lele adalah teknologi bebas limbah

(produk samping). Tahapan pengolahan dimulai dari pembuatan filet lele, pembuatan

surimi untuk produk gel, dan pengolahan surimi atau filet sesuai dengan produk akhir

yang ditetapkan. Untuk menghindari masalah lingkungan semua limbah (produk

samping) akan diolah menjadi produk turunan yang bernilai ekonomis. Teknologi

pengolahan yang akan diterapkan meliputi :

1. Pembuatan filet dan pemanfaatan hasil samping

2. Pembuatan filet asap

3. Pembuatan surimi

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VII - 14 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 113: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VII - 15 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

4. Produk olahan bakso, sosis, nugget, burger, crackers, chiki, abon, dll

7.7.2 PengembanganTeknologi Pengolahan .7.2 PengembanganTeknologi Pengolahan

Bahan baku lele akan difilet kemudian dibuat surimi untuk selanjutnya dipakai sebagai

bahan baku produk bakso, nugget, dll. Kulit dikeringkan untuk bahan baku kolagen yang

dapat diapliaksikan di produk kosmetik. Tulang dan sisa daging dikeringkan, dibubuk

kemudian difermentasi untuk menghasilkan pupuk organik berkulitas tinggi dengan

kandungan asam amino (growth factor), mineral, dll. Pupuk organik akan dipakai untuk

budidaya hortikultura seperti caisin, kaIlan, parkcoi, selada, timun, tomat, cabe, bayam,

kangkung, dan lain-lain. Skema proses masing-masing kegiatan pengolahan dapat dilihat

pada Gambar 7.3. Sementara itu, fasilitas dan peralatan yang digunakan dapat dilihat

pada Tabel 7.9.

Bahan baku lele akan difilet kemudian dibuat surimi untuk selanjutnya dipakai sebagai

bahan baku produk bakso, nugget, dll. Kulit dikeringkan untuk bahan baku kolagen yang

dapat diapliaksikan di produk kosmetik. Tulang dan sisa daging dikeringkan, dibubuk

kemudian difermentasi untuk menghasilkan pupuk organik berkulitas tinggi dengan

kandungan asam amino (growth factor), mineral, dll. Pupuk organik akan dipakai untuk

budidaya hortikultura seperti caisin, kaIlan, parkcoi, selada, timun, tomat, cabe, bayam,

kangkung, dan lain-lain. Skema proses masing-masing kegiatan pengolahan dapat dilihat

pada Gambar 7.3. Sementara itu, fasilitas dan peralatan yang digunakan dapat dilihat

pada Tabel 7.9.

Gambar 7.3. Skema Produksi Filet dan Pemanfaatn Hasil Samping Gambar 7.3. Skema Produksi Filet dan Pemanfaatn Hasil Samping

Lele hidup 100 %

Pemotongan kepala, pemberishan isi perut,

pelepasan kulit kulit

Pengeringan (70%)

kulit

Tulang

Kepala-isi perut

kolagen

Pupuk/pakan

Pupuk/fermentasi

Filet lele (30%)

Page 114: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VII - 16 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Tabel 7.9. Daftar Fasilitas dan Peralatan untuk Produksi Filet dan Pemanfaatan Hasil Samping

No. Fasilitas dan Nama Alat

1. Bak Penampungan lele

2. Meja pemotongan lele (SS)

3. Pisau potong dan pisua filet (SS)

4. Bak pencucian (SS)

5. Kerannjang penampungan (Plastik)

6. Wadah penyiapan filet (SS)

7. Freezer penampung filet (-20 C)

8. Bak pencician hasil samping

10. Pengering produk samping

11. Grinder

12. Vakum sealer

13. Sealer karung

14. Bak fermentasi

Gambar 7.4. Proses Pembuatan Lele Asap

Pencampuran dengan bumbu 

Pengasapan

Filet asap

Filet lele

Page 115: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

Tabel 7.10. Fasilitas dan Peralatan yang untuk Pembuatan Lele Asap

No Fasilitas dan Nama Alat

1 Wadah pencampuran bumbu (SS)

2 Alat pengasap

3 ALat pendingin

4 Vakum sealer

Filet lele

Grinding

Pencucian

Surimi

Penambahan cryoprotectant (extract rumput laut) dan bumbu2

Air bekas cucian untuk pupuk

Gambar 7.5. Proses Pembuatan Surimi Tabel 7.11. Fasilitas dan Peralatan untuk Produksi Surimi

No. Fasilitas dan Nama Alat

1. Grinder (SS)

2. Wadah penampung daging ikan (SS)

3. Wadah pencampur bumbu dan cryoprotectan

4. Vakum sealer

5. Freezer

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VII - 17 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 116: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

pencampuran 

Pencetakan 

pemasakan 

Bumbu2 + ektrak rumput 

Bakso, sosis, nugget, vegifish, crackers, abon,chiki, dll 

Surimi 

Gambar 7.6. Produksi Produk Turunan Surimi

Tabel 7.12. Fasilitas yang Diperlunan untuk Proses Produkan Surimi

No Fasilitas dan nama alat

1 Mixer (SS)

2 Pencetak bakso (SS)

3 Pencetak sosis (SS)

4 Pencetak burger (SS)

5 Penggorengan (SS)

6 Steamer (SS)

7 Pemasak (SS)

8 Oven

10 Extruder

11 Vakum sealer

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VII - 18 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 117: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

7.7.3. Rencana Pegembangan Pemasaran Produk Olahan Lele

Pengembangan pemasaran produksi lele diarahkan pada peningkatan daya saing

produk, peningkatan nilai jual/nilai tambah produk, dan peningkatan pangsa pasar baru.

Peningkatan daya saing produk minapolitan bogor dilakukan dengan penurunan biaya

produksi lele (dengan perbaikan teknologi budidaya, efisiensi komponen biaya produksi,

dan peningkatan produktivitas pelaku usaha) dan pembentukan image lele bogor yang

berbeda dengan lele wilayah lain (bebas antibiotik, tanpa menggunakan pakan limbah,

higienis, kontinyu, dll). Peningkatan nilai jual produk dilakukan dengan diferensiansi

produk dengan pengolahan hasil produksi lele sehingga memiliki nilai tambah.

Peningkatan pangsa pasar baru dilakukan dengan pencarian pasar lele segar ataupun

olahan keluar daerah/luar negeri dan peningkatan konsumsi pasar yang sudah ada

(dengan gerakan makan ikan dan perbaikan pencitraan ikan khususnya lele).

Pemasaran produk olahan lele perlu diciptakan pasar tersendiri dengan trade mark

makanan kesehatan. Produk olahan difortifikasi dengan serat alami dari rumput laut dan

bahan alam alut lainnya (seperti citosan). Untuk memasarkan produk harus dilakukan

kerjasama dengan pihak terkait seperti : rumah sakit, catering, sekolah-sekolah, PIH

Cibinong, Bandung, Jakarta, restoran, supermarket, dan gerai yang dibangun khusus

ditempat wisata mina.

Untuk menghilangkan kesan negative tentang lele dan menungkatkan pemasaran perlu

dilakukan promosi media kegiatan yang terkait dengan Forum Peningkatan Konsumsi

Ikan (FORIKAN) Kementrian Kelautan dan Perikanan.

Dari hasil diskusi yang dilaksanakan tgl 14 Desember 2010, dihadiri oleh perwakilan

Rumah Sakit Cibinong, Rumah Sakit Karya Bakti, Hotel Santika, catering Tiska Sejahtera

diketahui bahwa Rumah sakit Cibinong telah menggunakan ekstrak lele ( air rebusan

lele) untuk penyediaan albumin bagi pasien cirosis hati, nefrotil syndrome (ginjal), luka

bakar, stroke dan hipoalbumin. Pada saat ini RS Cibinong membutuhkan filet kakap 1300

kg/tahun dan ikan mujaer 1176 kg/tahun. Pihak rumah sakit telah bersedia menjadi

partner untuk pemasaran produk olahan minapolitan. Selain itu, rumah sakit Karyabakti

menyajikan pilihan menu ikan bagi pasien VIP. Hotel Santika menyajikan menu Sunda

seminggu sekali (hari Kamis) dengan sajian berbagai ikan termasuk lele ( ukuran 10-

12/kg). Selain lele, hotel Santika menyajikan ikan nila, bawal, patin, emas, gurame dan

ikan balita. Ketiga instansi tersebut siap menjadi partner untuk pemasaran produk

minapolitan.

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VII - 19 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 118: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

7.7.4. Analisa Ekonomi Pengolahan Lele

Biaya investasi untuk pengolahan lele tanpa kepala dan filet lele adalah Rp. 75.500.000

(Lampiran 9 ). Harga pokok produksi (belum termasuk keuntungan) untuk bahan baku

lele segar 5 ton/hari ( harga Rp. 8000/kg) dengan produk lele tanpa kepala 300 kg/hari

dan filet lele 1260 kg/hari adalah Rp. 21,576.68 /kg ( lele tanpa kepala) dan Rp.

31,750.22/kg ( filet lele). Bila harga bahan baku naik menajdi Rp. 10,000/kg, maka harga

pokok filet lele akan menjadi Rp. 39,289 /kg.

Tabel 7.13. Perhitungan HPP Lele Tanpa Kepala dan Filet Lele

Komponen Biaya Keterangan Harga lele harga lele

Rp. 8000/kg 10000/kg

Investasi alat dan fasiltas (diluar gedung) 275,500,000

Biaya penyusutan/hari 115,463 115,463

Bahan baku 5000 kg 40,000,000 50,000,000

Tenaga kerja 1000/kg headless 300,000 300,000

1500/kg filet 1,890,000 1,890,000

sub-total 42,305,463 52,305,463

Utilities ( listrik, air) 5% 2,115,273 2,615,273

pemeliharaan 5% 2,115,273 2,615,273

TOTAL BIAYA PRODUKSI

46,536,009 57,536,009

HPP headless lele (Rp) 300 kg lele tanpa kepala 21,576.68 26,576.68

HPP filet lele (Rp) 1260 filet lele 31,750.22 39,289.90

Untuk produk olahan bakso, sosis, nuget dan lainnya kebutuhan biaya investasi adalah

sebesar Rp. 400,000,000 (lampiran 3). Harga pokok produksi (belum termasuk

keuntungan) adalah sekitar Rp. 42.000/kg. Detail perhitungan disajikan pada Tabel 7.13.

 

 

 

 

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VII - 20 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 119: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

Tabel 7.14. Perhitungan Harga Pokok Produksi (HPP) Produk Olahan Bakso, Sosis, Nugget dan Lainnya

Komponen Jumlah Jumlah Total

Investasi alat dan fasiltas (Rp) 400,000,000

Biaya penyusutan/hari (Rp) 6,666,667

Biaya Bahan baku (Rp) 1260 kg 39,060,000

Biaya bahan pembantu (10%) 3,906,000

Biaya Tenaga kerja (20%) 7,812,000

Sub-total 57,444,667

Utilities ( listrik, air) 10% 5,744,467

Pemeliharaan 10% 5,744,467

TOTAL 68,933,600

Produk olahan (kg) 130% 1638

Harga pokok produksi (Rp/kg) 42,084.00

7.8. Arahan Pengembangan Lanskap Minawisata

Arahan pengembangan Lanskap Minawisata meliputi perencanaan yang

mengakomodasikan seluruh aktifitas yang direncanakan dalam suatu kawasan

minapolitan.

A. Konsep Perencanaan Minawisata

Konsep utama adalah untuk menciptakan kawasan wisata minapolitan yang

berkelanjutan, yaitu dengan mengembangkan wisata edukasi yang didasarkan pada

potensi lingkungan yaitu perikanan yang potensial untuk melindungi sumberdaya alam

dan kualitas lingkungan serta kesejahteraan masyarakat lokal.

Berdasarkan analisis pengembangan kawasan minawisata di kawasan Bogor,

Kecamatan Ciseeng sangat potensial untuk dijadikan kawasan sentra dari minawisata.

Selain memenuhi persyaratan ekologis, memiliki potensi perikanan yang potensial serta

alam yang alami dengan suasana perdesaan, masyarakat disekitar kecamatan ini juga

bersedia untuk menerima pengembangan minapolitan didaerahnya.

B. Pengembangan Tapak

Isu pengembangan tapak dikaitkan dengan perencanaan lanskap yang dilakukan di

kawasan minapolitan dilihat dari kondisi lingkungan cukup baik. Hal ini dikarenakan

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VII - 21 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 120: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

kondisi keempat kecamatan yang memiliki lingkungan yang masih cukup alami, ditengah

kehidupan masyarakatnya yang ramah dan suasana perdesaan yang masih kental.

C. Wisatawan/Pengunjung

Masalah yang cukup penting untuk diperhatikan adalah sasaran wisatawan atau

pengunjung yang ditargetkan untuk datang ke kawasan minapolitan. Hal ini dilihat dari

jenis minawisata yang ditawarkan yaitu wisata edukasi, rekreasi dan wisata produksi.

Pelajar atau mahasiswa adalah target untuk wisata edukasi, kalangan masyarakat umum

terutama keluarga akan menjadi target wisatawan yang diharapkan datang untuk rekreasi

di kawasan ini. Selain itu pengunjung untuk wisata produksi juga umum khususnya

investor lokal maupun mancanegara.

D. Aspek Masyarakat

Masyarakat setuju dan mendukung adanya program minapolitan ini, karena dengan

adanya pembangunan tersebut masyarakat dapat berperan aktif serta lapangan

pekerjaan untuk mereka juga akan bertabah.

E. Akses Jalan

Jalan yang terdapat di kawasan minapolitan ini dinililai kurang memadai untuk

mendukung program ini. Hal ini dikarenakan jalan yang kurang lebar serta kerusakan

yang ditimbulkan oleh kendaraan dengan kapasitas yang besar. Maka, diperlukan

perluasan jalan di kawasan yang akan digunakan untuk minapolitan, menambah jalan

atau sirkulasi sekunder dan tersier untuk mendukung aktifitas minawisata seperti jalur

sepeda maupun pedestrian untuk pejalan kaki.

Konsep Ruang dan Sirkulasi Minawisata

Konsep ruang minawisata disesuaikan dengan kondisi eksisting lingkungan. Ruang

wisata dibagi menjadi tiga yaitu ruang penerimaan (Welcome area), ruang transisi dan

ruang wisata utama. Pada tiap ruang wisata terdapat aktifitas dan fasilitas yang

mendukung tema dan tujuan dari ruang wisata tersebut.

Welcome Area merupakan area penerimaan yang ada sebagai pintu masuk ke objek di

tiap kecamatan pada kawasan minapolitan. Area ini berisi fasilitas parkir serta ruang

informasi agar wisatawan lebih mengerti dan mudah untuk melakukan aktifitas wisata.

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VII - 22 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 121: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VII - 23 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Ruang Transisi merupakan area perantara dari ruang penerimaan dan ruang wisata

utama. Area ini berupa fasilitas pelayanan rest area (peristirahatan), homestay dan

display area.

Ruang Wisata Utama merupakan area minawisata yang ditawarkan untuk dikunjungi

oleh wisatawan.

1. Wisata Edukasi, wisata ini dibagi berdasarkan komoditas unggulan yang terdapat

pada kawasan minapolitan, yaitu lele, ikan hias, dan lobster.

2. Rekreasi

3. Wisata Produksi, wisata ini berdasarkan objek pengolahan ikan yang terdapat pada

kawasan minapolitan.

A. Konsep Ruang dan Sirkulasi Minawisata Alternatif 1

Konsep ruang dan sirkulasi minawisata pada alternatif 1 ini pusat atau sentra

minapolitannya terletak di BP3K (Badan Penyuluhan Pertanian Perikanan dan

Kehutanan). Lokasi ini cukup strategis dilihat dari letaknya yang mudah dijangkau

dan akses yang cukup baik serta lingkungan disekitar yang mendukung.

Pada lokasi sentra minapolitan alternatif 1 ini, desain yang ditawarkan berupa

siteplan dengan tapak kawasan BP3K. Bangunan yang terdapat pada rencana ini

berupa area parkir, diikuti dengan pusat informasi, restoran kemudian display area

dari alur budidaya lele ini sendiri yang terdidir dari pembenihan, pembesaran,

Gambar 7.7. Konsep Ruang dan Sirkulasi Minawisata Alternatif 1

Page 122: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VII - 24 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

penampungan, pengolahan hingga pasca panennya yang dilengkapi dengan

pengolahan limbahnya sehingga ramah lingkungan.

Gambar 7.8. Lokasi Eksisting dan Desain Alternatif 1 Sentra Minapolitan (BP3K)

Gambar 7.9. Kondisi Eksisting Sentra Minapolitan Alternatif 1

Gambar 7.10. Perspektif Sentra Minapolitan Alternatif 1

Page 123: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VII - 25 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

B. Konsep Ruang dan Sirkulasi Minawisata Alternatif 2

Konsep ruang dan sirkulasi minawisata pada alternatif 2 ini pusat atau sentra

minapolitannya terletak di Desa Babakan. Lokasi ini dilihat cukup strategis dilihat

karena akses yang berada di jalur utama masuk kawasan Minapolitan. Selain itu jalur

yang mudah dijangkau dengan kondisi lingkungan perdesaannya yang masih terasa

menjadikan sesuai untuk minawisata.

Pada diagram ruang dibawah ini terdapat sirkulasi dimana dari sentra minapolitan,

dapat langsung berwisata edukasi menuju ke perkampungan warga sekitar untuk

menyaksikan secara langsung budidaya lele baik skala kecil (rumahtangga) hingga

skala industri. Kuldesak yang terdapat di akhir bertujuan agar wisatawan dapat

menikmati perjalanan dengan nyaman dan berputar balik untuk menuju ke paket

wisata selanjutnya. Diupayakan pada paket ini wisatawan menggunakan jalur sepeda

atau berjalan kaki.

Gambar 7.11. Konsep Ruang dan Sirkulasi Minawisata Alternatif 2

Page 124: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

Gambar 7.12. Lokasi Eksisting dan Desain Alternatif 2 Sentra Minapolitan (Desa

Babakan)

Gambar 7.13. Lokasi Eksisting Sentra Gambar 7.14. Desain Alternatif 2 Minapolitan Alternatif 2 Sentra Minapolitan (Situ Cilala)

(Situ Cilala) 

7.9. Pengembangan Lanskap Minawisata

Dalam pengembangan minawisata, salah satu upaya untuk meningkatkan daya tarik

obyek wisata adalah dengan memperbaiki lanskap kawasan wisata dan infrastruktur

(jalan, padestrian, fasilitas wisata) agar memiliki nilai jual wisata. Beberapa contoh

pengembangan infrastruktur wisata disajikan pada gambar berikut.

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VII - 26 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 125: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

Gambar 7.15. Gambar Existing dan Pengembangan Jalan Obyek Wisata Lele (Desa Babakan)

Gambar 7.16 Gambar Existing dan Pengembangan Gerbang Masuk Kawasan Wisata

Gambar 7.17. Gambar Existing dan Pengembangan Kawasan Wisata Ikan Hias Telaga Biru,

Ciseeng

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VII - 27 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 126: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

7.10. Arahan Pengembangan Kelembagaan

Arahan pengembangan kelembagaan mencakup dua kegiatan pokok yaitu :

(a) Pembentukan/penguatan kelembagaan masyarakat dan (b) Penyusunan

kelembagaan pengelola kawasan minapolitan, Arahan pengembangan kelembagaan

diuraikan sebagai berikut.

A. Pembentukan/Penguatan Kelembagaan Masyarakat

Sesuai dengan konsep tentang minapolitan, maka pembentukan dan atau

penguatan kelembagaan masyarakat ditujukan untuk meningkatkan jaminan

distribusi manfaat adanya kawasan minapolitan secara adil bagi seluruh

stakeholder. Hal ini secara eksplisit dituangkan dalam Permen No.12/MEN/2010

tentang minapolitan, mempunyai tujuan salah satunya sebagai pusat pertumbuhan

ekonomi di daerah. Seementara itu, salah satu sasarannya adalah meningkatkan

sector kelautan dan perikanan menjadi penggerak ekonomi regioanal dan nasional

diantaranya berupa pengembangan sistem ekonomi berbasis wilayah,

pengembangan kawasan ekonomi kelautan dan perikanan sebagai pusat

pertumbuhan ekonomi lokal dan pemberdayaan kelompok usaha kelautan dan

perikanan di sentra produksi, pengolahan dan/atau pemasaran. Dalam rumusan

peraturan ini juga dicantumkan bahwa pengembangan kawasan minaploitan dimulai

dari pembinaan unit produksi, pengolahan dan/atau pemasaran yang terkonsentrasi

di sentra produksi , pengolahan dan/atau pemasaran di suatu kawasan yang

diproyeksikan menjadi kawasan minaploitan yang akan dikelola secara terpadu.

Oleh karena itu, pembentukan dan/atau penguatan kelembagaan masyarakat

diarahkan pada kelompok-kelompok unit produksi yang ada atau yang diperlukan

untuk meningkatkan efisiensi dan pemenuhan tujuan minapolitan.

Sesuai dengan kondisi yang ada sekarang, usaha perikanan yang dilakukan

dilokasi calon kawasan minapolitan mencakup usaha budidaya, pengolahan dan

pemasaran. Pada usaha budidaya ikan, tersegmentasi menjadi usaha pembenihan,

pendederan, pembesaran. Dalam rangkaian budidaya ini, terdapat usaha

pengumpulan dan pendistribusian benih dari satu tahapan budidaya ke tahapan

lainnya. Misalnya usaha pengumpulan benih untuk proses tahap selanjutnya pada

budidaya. Berdasarkan informasi terdapat 68 kelompok dibawah UPP untuk seluruh

jenis ikan. Input cacing juga mempunyai kelompok berupa pencari cacing dan ketua

adalah pengumpul, tetapi belum ada organisasi. Berdasarkan kejelasan pasar dan

sedikit bantuan input/modal.

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VII - 28 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 127: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

Kelembagaan yang ada di masyarakat sekarang, sebenarnya sudah terjadi

pengelompokan (grouping) dari masing-masing segmen budidaya tersebut. Pada

segmen usaha perbenihan, terdapat kelompok pembenih, demikian pula pada

segmen pembesaran juga terdapat kelompok. Namun demikian, faktanya motif

pembentukan kelompok ini cukup beragam. Sebagian besar berdasarkan asesmen

lapang, didapatkan bahwa kelompok ini masih dalam bentuk relasi “patron-klien”.

Sebagian besar bahwa sistem patronase ini terjadi berdasar pada jaminan

kepastian pasar, jaminan input maupun kapital. Misalnya, kelompok pembenih,

terjadi karena adanya ketua kelompok merupakan penjamin pasar (pedagang

pengumpul). Sehingga anggota kelompok mempunyai jaminan pasar, terutama

ketika terjadi oversupply. Demikian juga pada kelompok pembesaran, pola ini juga

terjadi. Pola lain, adalah bahwa ketua kelompok juga menjadi pemasok input utama

seperti pakan atau benih. Ketua kelompok ini menjadi pembeli produk lele yang

dihasilkan.

Mengingat pola organisasi kelompok seperti tersebut diatas, maka pembentukan

dan atau penguatan kelompok diarahkan pada kelompok masing-masing segmen

dan kelompok antar segmen budidaya. Tujuan penguatan kelompok meliputi dua

hal pokok yaitu (a) peningkatan efisiensi organisasi kelompok dan (b) peningkatan

kualitas anggota kelompok.

Peningkatan efisiensi organisasi kelompok diantaranya meliputi :

i. Peningkatan kohesivitas kelompok

ii. Peningkatan kemampuan managerial organisasi kelompok

iii. Peningkatan kemampuan komunikasi antar kelompok

iv. Pembentukan asosiasi kelompok dalam satu segmen (perbenihan,

pembesaran, pengolahan atau pemasaran) dan atau pembentukan asosiasi

antar segmen.

Sedangkan usaha peningkatan kualitas anggota kelompok diantaranya meliputi :

I. Peningkatan jiwa kewirausahaan anggota kelompok

II. Peningkatan kemampuan perencanaan usaha

III. Peningkatan kemampuan komunikasi anggota kelompok.

B. Penyusunan Kelembagaan Kawasan Minapolitan

Pengelolaan sumberdaya termasuk kawasan minapolitan Kaupaten Bogor, adalah

mengelola harapan (ekspektasi) manusia terhadap fungsi-fungsi minapolitan untuk

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VII - 29 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 128: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

“kesejahteraannya”. Unsur kesejahteraan perlu untuk digarisbawahi mengingat

bahwa persepsi antar satu individu dengan individu yang yang terhadap konsepsi

kesejahteraan berbeda-beda, sehingga ekspektasinya juga berbeda.

Hubungan antar manusia tidak selamanya cukup direfleksikan dalam konteks

hubungan antar manusia (person to person), tetapi seringkali melalui lembaga-

lembaga yang merefleksikan atribut kumpulan individu (kelompok) dan kepentingan

bagi individu-individu yang mempunyai nilai-nilai atau kepentingan yang sama

dalam satu kelompok. Secara umum lembaga ini dapat disebut sebagai bentuk

kelompok social (social groups). Lembaga-lembaga tersebut dapat meliputi

lembaga-lembaga formal maupun informal. Masing-masing lembaga tersebut

berinteraksi, yang pada akhirnya menghasilkan kesepakatan-kesepakatan yang

dapat diterima oleh masing-masing pihak.

Kelompok-kelompok yang melakukan kesepakatan tersebut sebenarnya membawa

misi untuk mengimplementasikan ekspektasi-ekspektasi antar anggotanya.

Sehingga ketika kesepakatan-kesepakatan tersebut diambil, hal ini juga

menunjukan pemenuhan terhadap harapan setiap anggotan dalam memanfaatkan

sumberdaya. Hanya saja, implementasi terhadap misi atas harapan masyarakat

tersebut tidak selamanya bisa disandarkan pada mekanisme kesepakatan yang

bersifat kognitif, tetapi perlu direpresentasikan dalam format yang tangible dalam

struktur yang jelas. Fenomena ini tidak hanya diperlukan pada level kesepakatan

antar anggota dalam satu lembaga, tetapi diperlukan juga dalam membangun

mekanisme antar lembaga. Hal ini terutama ditujukan untuk menjamin konsistensi

dalam menjaga kesepakatan-kesepakatan antar elemen dalam masing-masing

lembaga maupun antar lembaga. Misalnya, untuk menjamin kelestasrian kawasan

minapolitan, maka kemudian dibangun kesepakatan untuk mengeksploitas

sebagian kawasan maksimum pada tingkat daya dukungnya. Kesepakatan ini perlu

dikembangkan tidak hanya pada tataran pemahaman antar anggota masyarakat

saja sehingga bersifat kognitif, tetapi perlu dibangun struktur untuk menjamin

konsistensi implementasi kesepakatan ini. Sehingga kelompok mengembangkan

tindakan untuk memberi hukuman atas pelanggaran yang dilakukan oleh

anggotanya misalnya pengenaan denda atau pengucilan secara social.

Mekanisme pemberian sangsi, besarnya denda, lamanya sanksi social dan ha-hal

lain yang terkait dengan usaha untuk menjamin kesepakatan dituangkan dalam satu

kesepakatan (baik tertulis maupun tidak tertulis) sehingga secara nyata dapat dilihat

wujud kesepakatan tersebut. Inilah yang kemudian mengarah pada terbentuknya

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VII - 30 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 129: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

aturan-aturan kelompok. Mekanisme ini juga dikembangkan pada relasi antar

kelompok, sehingga masing-masing kelompok yang terlibat dalam kesepakatan

dapat menjaga pelaksanaan kesepakatan.

Penjagaan kesepakatan kelompok baik melalui aspek kognitif maupun struktural

adalah usaha-usaha esensial yang diperlukan dalam pengelolaan kawasan

minapolitan, sebagai turunan konsepsi bahwa pengelolaan kawasan minaploitan

adalah pengelolaan pemanfaatan sumberdaya oleh manusia. Usaha-usaha ini

dilakukan baik pada tataran kelompok informal maupun formal. Kelompok-kelompok

informal sering dipahami dan diaktualisasikan sebagai kelompok pada level

masyarakat. Sedangkan pada kelompok formal mencakup pemerintahan (baik

pusat maupun daerah) maupun kelompok-kelompok yang berbasis legal yang

nyata.

Berdasarkan uraian diatas, terlihat bahwa pengelolaan kawasan minapolitan

mensyaratkan adanya pembangunan lembaga (institution) baik formal maupun informal

yang kuat serta pengembangan aturan main (baik kognitif maupun structural) yang

secara efektif dapat diimplementasikan.

Setidaknya terdapat beberapa alasan mengapa kelembagaan yang kuat dan efektif perlu

dibangun untuk pengelolaan sumberdaya seperti :

a. Secara alamiah sifat dasar manusia sebagai makhluk social. Interaksi antar

individu adalah kebutuhan mutlak, sehingga berkelompok menjadi kebutuhan.

b. Kelompok tidak hanya menggambarkan identitas indvidu anggotanya, tetapi

juga diperlukan untuk menjaga perilaku anggota yang menggambarkan identitas

kelompok tersebut. Bila satu nilai tertentu telah diadopsi sebagai nilai kelompok

(yang sebaiknya melalui mekanisme kesepakatan), maka biasanya individu

yang telah menyamakan identitasnya dengan kelompok tersebut akan

mengimplementasikannya dalam aktivitas individualnya.

Kelembagaan yang kuat dan efektif menggambarkan mekanisme menghasilkan

kesepakatan yang baik dan bentuk kesepakatan yang diterima (baik kognitif maupun

structural), yang secara efektif akan dijalankan oleh anggotanya serta lembaga juga

mempunyai mekanisme menjaga konsistensi implementasinya. Bila kesepakatan terkait

dengan pengelolaan sumberdaya sudah disetujui, maka baik secara individual maupun

kolektif kelembagaan, setiap individu terikat untuk melaksanakan kesepakatannya.

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VII - 31 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 130: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

Kelembagaan, merupakan satu konsepsi yang kompleks yang mengkaitkan antara

elemen-elemen secara komprehensif. Sebagai sebuah konsepsi, kelembagaan

menggambarkan adanya interaksi antar individu dalam mencapai tujuan bersama serta

usaha-usaha untuk menjamin bahwa harapan-harapan atau kepentingan mereka tetap

terakokmodasi. Jadi ada usaha kolaboratif menggabungkan beberapa kepentingan serta

representasi dari nilai-nilai yang disepakati antar anggotanya.

Konsepsi kelembagaan secara teoritis sangat bervariasi tergantung pada tinjauannya.

Tinjauan konsepsi kelembagaan bekembang mulai dari pendekatan sosiologis,

organisasi ekonomis sampai dengan politik/kebijakan. North (1990) menyatakan aturan

main di dalam suatu kelompok sosial dan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi,

sosial dan politik. Institusi dapat berupa aturan formal atau dalam bentuk kode etik

informal yang disepakati bersama. North membedakan antara institusi dari organisasi

dan mengatakan bahwa institusi adalah aturan main sedangkan organisasi adalah

pemainnya.

Uphoff (1986) menyatakan kelembagaan sebagai suatu himpunan atau tatanan norma–

norma dan tingkah laku yang bisa berlaku dalam suatu periode tertentu untuk melayani

tujuan kolektif yang akan menjadi nilai bersama. Institusi ditekankan pada norma-norma

prilaku, nilai budaya dan adat istiadat. Williamson (1985) melihat dalam perspektif

ekonomi dan mempelopori analisis ekonomi kelembagaan menyatakan bahwa

kelembagaan mencakup penataan institusi (institutional arrangement) untuk memadukan

organisasi dan institusi. Penataan institusi adalah suatu penataan hubungan antara unit-

unit ekonomi yang mengatur cara unit-unit ini apakah dapat bekerjasama dan atau

berkompetisi. Dalam pendekatan ini organisasi adalah suatu pertanyaan mengenai aktor

atau pelaku ekonomi di mana ada kontrak atau transaski yang dilakukan dan tujuan

utama kontrak adalah mengurangi biaya transaksi.

Sehingga secara sederhana, kelembagaan dapat berupa organisasi atau wadah (players

of the game) dan aturan main (rules of the game) yang mengatur kelangsungan

organisasi maupun kerjasama antara anggotanya untuk mencapai tujuan bersama

(Ostorm, 1985; Ostorm 1986; Doward, 1997; Doward et.all, 1998 dalam Kartodiharjo dan

Jamhani, 2006). Wadah atau organisasi dan peraturan-peraturan yang diperlukan untuk

menjalankan organisasi menjadi hal yang tidak terpisahkan, perlu mendapat perhatian

yang sangat besar dalam pengembangan kelembagaan yang efektif. Artinya

pengembangan kelembagaan tidak hanya mendasarkan pada pembentukan

institusi/organisasi seperti halnya yang sering dipahami sekarang ini, tetapi juga

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VII - 32 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 131: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

menyangkut seperangkat aturan (rules of the game) yang harus dan atau dapat dipatuhi

oleh anggotanya, sehingga institusi tersebut dapat berperan secara efektif.

Secara akademis, kelembagaan tidak bersifat uni-elemen, tetapi terkonstruksi atas

sejumlah elemen yang mendukung performa kelembegaan. Elemen-elemen tersebut

diantaranya adalah : (a) Institusi yang merupakan landasan untuk membangun tingkah

laku social masyaraka, (b) Norma tingkah laku yang mengakar dalam masyarakat dan

diterima secara luas untuk melayani tujuan bersama yang mengandung nilai tertentu dan

menghasilkan interaksi antar manusia yang terstruktur, (c) Peraturan dan penegakan

aturan/hukum, (d) Aturan dalam masyarakat yang memfasilitasi koordinasi dan

kerjasama dengan dukungan tingkah laku, hak dan kewajiban anggota, (e) Kode etik,

(f) Kontrak, (g) Pasar, (h) Hak milik (property rights atau tenureship) , (i) Organisasi dan

(j) Insentif untuk menghasilkan tingkah laku yang diinginkan

Tinjauan teoritis seperti disebutkan diatas memberikan arahan tujuan pembentukan

kelembagaan pengelolaan kawasan minapolitan Bogor. Tujuan-tujuan itu adalah :

a. Menjamin adanya organisasi/lembaga yang mempunyai tugas pokok dan fungsi

(tupoksi) melaksanakan kegiatan-kegiatan sesuai dengan fungsi pengelolaan

kawasan minapolitan Bogor.

b. Menjadi wadah yang menampung dan mengolah/menganalisis

aspirasi/pemikiran pemangku kepentingan terkait dengan fungsi-fungsi

pengelolaan kawasan minapolitan

c. Menjadi wadah untuk merumuskan aturan-aturan operasional yang terkait

dengan pengelolaan kawasan Minapolitan sesuai dengan rujukan hirarki

peraturan yang lebih tinggi.

d. Menjadi wadah untuk merumuskan dan memfasilitasi koordinasi dan partisipasi

pemangku kepentingan dalam pengelolaan kawasan minapolitan.

Kebutuhan akan kelembagaan bersifat berjenjang. Merujuk pada Ostrom (1999) tentang

pengambilan keputusan (choice) pada pengelolaan sumberdaya temasuk kawasan

minapolitan Bogor, maka pengambilan keputusan bersifat berjenjang dalam bentuk

hirarki. Secara hirarkial dari atas ke bawah secra vertical adalah pengambilan keputusan

pada aras konstitutional, kolektif dan operasional.

Keputusan constitutional memerlukan kelembagaan pembuat keputusan terkait aturan

dasar. Pada level ini keputusan pemerintah daerah yang melibatkan pihak eksekutif dan

legislative merupakan tingkat kelembagaan yang paling tinggi. Sebab dengan adanya

kesepakatan yang tertuang dalam bentuk peraturan daerah merupakan peraturan

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VII - 33 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 132: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

tertinggi di daerah sepanjang tidak menyalahi undang-undang pada tingkat yang lebih

tinggi. Pada keputusan constitutional ini dipengaruhi oleh kultur baik formal maupun

informal dari pihak-pihak yang berinteraksi.

Gambar 7.18. Hirarki Pengambilan Keputusan Pengelolaan Sumberdaya Kawasan Minapolitan Bogor (Sumber : Modifikasi Ostrom, 1999)

Pada tingkat dibawahnya adalah keputusan yang bersifat kolektif. Representasi

kolektifitas ini ditunjukan keputusan yang bisa mengikat seluruh elemen stakeholder

pengelolaan kawasan minapolitan. Bentuk kelembagaan juga mengikuti pola ini, dimana

kelembagaan yang menghasilkan keputusan ini juga merupakan lembaga yang bisa

mengikat stakeholder pengelolaan minapolitan. Bentuk keputusan ini misalnya adalah

keputusan atau peraturan bupati yang dikeluarkan oleh bupati setempat. Dalam hirarki

ini, keputusan atau peraturan bupati tunduk pada peraturan pemerintah daerah.

Sedangkan keputusan operasional meliputi keputusan operatif yang

mengimplementasikan keputusan kolektif. Keputusan operasional ini dihasilkan oleh

kelembagaan operasional, yang bersifat pelaksana terhadap pengelolaan kawasan

minapolitan. Pola ini harus dibangun secara bersama. Dalam hirarki vertical, maka

keputusan ini tidak boleh bertentangan dengan keputusan kolektif.

Sehingga secara ringkas, setidaknya dibutuhkan 3 tingkatan kelembagaan yaitu pada

tingkat konstitutional, kolektif dan operasional. Tidak semua kelembagaan tersebut harus

berangkat pada titik nol (zero point), khususnya pada tingkat kelembagaan konstitutional

dan kolektif. Karena kelembagaan-kelembagaan yang ada sekarang bisa menghasilkan

keputusan-keputusan konstitional dan kolektif terkait dengan operasionalisasi kawasan

minapolitan.

Pola aliran keputusan ini pada faktanya bisa bersifat dua arah (reversible) baik dari atas

(top down) maupun dari bawah (bottom up). Pengertiannya adalah apabila pada tingkat

constitutional sudah dirumuskan menjadi keputusan politik yang dsetujui oleh pihak

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VII - 34 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 133: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

eksektif dan legislative tingkat pemerintah daerah, maka tahap berikutnya adalah

memformulasikan keputusan-keputusan dibawahnya sampai pada keputusan

operasional. Sebaliknya proses-proses yang terjadi pada tingkat konstitutional juga harus

melihat dinamika pada tataran masyarakat yang nantinya akan member masukan pada

keputusan politik yang akan diputuskan. Hubungan antara keputusan dan proses

pembentukan kelembagaan pengelola kawasan minapolitan dapat dilhat dalam Gambar 7.19.

Gambar 7.19. Proses Pembentukan Kelembagaan Pengelola Kawasan Minapolitan

Pada sisi substantive, pembentukan kelembagaan melewati proses-proses pemahasan

tentang hal-hal elementer tentang kelembagaan seperti kewenangan dan kewajiban

(Gambar 7.20) Kewenangan dan kewajiban kelembagaan ini ditentukan setelah

diputuskan rencana induk kawasan, sehingga lebih jelas apa yang akan dilakukan dalam

kawasan tersebut. Dalam konteks kawasan Minapolitan Bogor, arahan rencana induk

merujuk pada kegiatan perikanan baik dari sisi on-farm (budidaya) sampai dengan

pengolahan dan pemasaran secara integral. Pembentukan kelembagaan ini didasarkan

pada produk-produk legal (baik pusat atau daerah) sesuai hirarkinya mulai undang-

undang, peraturan pemerintah, peraturan/keputusan presiden, peraturan/keputusan

menteri dan peraturan operasionalnya. Sedangkan pada produk legal daerah meliputi

peraturan daerah, peraturan/keputusan bupati dan aturan operasionalnya.

Gambar 7.20. Tahapan Substantif Pembentukan Kelembagaan Operasional Pengelolaan Kawasan Minapolitan

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VII - 35 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 134: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

Pada proses pembentukan kelembagaan akan berakhir ketika proses-proses tesebut

diatas telah berhasil mengidentifikasi bentuk kelembagaan yang bisa diterima oleh

seluruh stakeholder. Pilihan bentuk kelembagaan dapat dilakukan dengan merujuk pada

peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga lembaga yang terbentuk akan

berfungsi optimal.

Kelembagaan minapolitan meliputi beberapa jenis kelembagaan yaitu (a) kelembagaan

menyeluruh kawasan minapolitan, (b) kelembagaan pusat (sentra minaploitan) dan (c)

kelembagaan periferi atau masyarakat. Kelembagaan menyeluruh merupakan

kelembagaan pada tingkat pengarah (steering) yang merupakan kelembagaan koordinasi

antar stakeholder terutama antara satuan kerja pemerintah daerah (SKPD).

Kelembagaan sentra minaploitan, merupakan kelembagaan yang mengelola aset-aset

yang terdapat pada sentra minapolitan. Sedangkan kelembagaan periferi atau

masyarakat merupakan kelembagaan tingkat masyarakat baik pada tingkat

pembudidaya, pengolah maupun pemasaran.

Hal yang krusial untuk dibahas adalah kelembagaan pada tingkat sentra minapolitan,

karena terkait dengan pengelolaan aset-aset yang dibangun, baik aset bergerak (alat

transportasi) maupun aset tidak bergerak (gedung, kolam, mesin dan peralatan

pengolahan). Pilhan bentuk kelembagaan dalam bentuk daftar panjang (long list)

kelembagaan pengelolaan kawasan sentra minapolitan dapat dilihat dalam Tabel 7.15.

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VII - 36 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 135: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

Tabel 7.15. Pilihan Daftar Panjang (long list) Bentuk Kelembagaan Pengelola Kawasan Minapolitan Bogor

Basis Pilihan Bentuk Organisasi

Keterangan/catatan

1. Pemerintah a. Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) pada Dinas Teknis

Didasarkan pada keputusan pemimpin daerah tentang pendelagasian tugas dan kewenangan. Budget berbasis pada pagu dan arahan APBD

2. Pemerintah b. Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)

Didasarkan pada rujukan undang-undang dan keputusan pemimpin daerah. Budget dan bentuk program lebih fleksibel.

3. Pemerintah c. Perusahaan Daerah (PD)

Pemerintah daerah sebagai pengelola seperti swasta dan mempunyai saham berupa aset-aset milik PEMDA

4. Pemerintah d. Perseroan Terbatas (PT)

Pemerintah daerah menyerahkan aset untuk membantuk unit usaha komersial yang dikelola secara terpisah dari pengelolaan pemerintah daerah, dengan kepemilikan bisa menjadi milik public dimana pemerintah menjadi salah satu bagiannya.

5. Masyarakat e. Pengelola Berbasis Masyarakat (CBM)

Otoritas pengelolaan berada di masyarakat. Efektivitas pengelolaan sangat ditentukan oleh kapasitas masyarakat.. Salah satu bentuknya adalah koperasi.

6. Interaksi Pemerintah dan Masyarakat

f. Ko-manajemen Otoritas pengelolaan berbasis pada “kesepakatan” masyarakat dengan pemerintah. Bentuk riil sangat tergantung pada kualitas interaksi yang dipengaruhi oleh kapasitas masyarakat dan pemerintah.

7. Swasta g. Public-Private Partnership Operation

Otoritas pengelolaan diserahkan kepada pihak swasta. Bentuk-bentuk otoritas dan kewajiban bervariasi tergantung kesepakatan.

Uraian dan penjelasan baik menyangkut filosofi dan/atau dasar hukum alternatif

kelembagaan tersebut dapat dilihat dalam uraian sebagai berikut.

A. Kelembagaan Berbasis Pemerintah

1. Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Daerah

Sesuai dengan UU No.41/2007 tentang organisasi perangkat daerah, UPTD-daerah

merupakan satu lembaga teknis yang terdapat dalam organisasi pemerintah daerah

yaitu dinas teknis daerah. Besaran organisasi perangkat daerah ini disesuai dengan

variabel jumlah penduduk, luas wilayah dan besarnya APBD. Berdasarkan pada

undang-undang ini, besaran organisai perangkat daerah kabupaten/kota berbeda-

beda jumlahnya menurut nilai skor daerah. Semakin tinggi jumlah skor daerah,

semakin besar jumlah organisasi perangkat daerah yang diijinkan dibentuk di suatu

daerah. Sementara UPTD Unit pelaksana teknis pada dinas terdiri dari 1 (satu)

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VII - 37 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 136: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

subbagian tata usaha dan kelompok jabatan fungsional. Berdasar struktur

kepegawaian, maka kepala unit pelaksana teknis dinas di Kabupaten/Kota

merupakan jabatan struktural eselon IVa. Secara hirarkis, UPTD akan bertanggung

jawab kepada kepala dinas yang membidanginya.

Bila dilihat dari sisi struktur organisasi UPTD dan eselonisasi, menggambarkan

kewengan/otoritas kelembagaan yang jauh lebih sempit dibanding dengan dinas

teknisnya. Sehingga bila pengelolaan kawasan sentra diserahkan kepada UPTD

diduga akan sulit untuk dilaksanakan secara optimal.Pada sisi lain, pada kawasan

minapolitan ini juga memerlukan dukungan stakeholder lintas sektoral atau

kedinasan. Sehingga bila pengelolaan diserahkan pada tingkat UPTD akan

berpotensi menimbulkan overlaping dan konflik kepentingan antar beberapa dinas

terkait. Sehingga pilihan ini menjadi pilihan yang sulit untuk dilakukan.

2. Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)

Konsep Badan Layanan Umum (BLU) disebutkan dalam UU No.1/2004 tentang

perbendaharaan negara. Salah satu bentuk perbendaharaan adalah badan layanan

umum yang dapat dibentuk di tingkat pusat dan daerah. Secara lebih spesifik, konsep

ini dituangkan dalam PP No.23/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan

Umum. Konsep Badan Layanan Umum yang terdapat dalam UU No.1/2004 kemudian

diadopsi dalam PP No.23/2005 dan Badan Layanan Umum, didefinisikan sebagai

instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan

kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa

mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan

pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Peraturan yang lebih operatif adalah

Preaturan Menterdi Dalam Negeri (Permendagri) No.61/2007 tentang pedoman teknis

pengelolaan keuangan badan layanan umum daerah.

BLUD merupakan bagian dari perangkat pemerintah daerah, dengan status hukum

tidak terpisah dari pemerintah daerah. BLUD bisa merupakan unit teknis dalam SKPD

maupun satu SKPD sendiri. Berbeda dengan SKPD pada umumnya, pola

pengelolaan keuangan BLUD memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk

menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan

kepada masyarakat, seperti pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan

daerah pada umumnya. Sebuah satuan kerja atau unit kerja dapat ditingkatkan

statusnya sebagai BLUD.

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VII - 38 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 137: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

Contoh dari SKPD dengan status BLUD adalah Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD).

Unit kerja seperti puskesmas atau tempat rekreasi tidak tertutup kemungkinan

ditingkatkan statusnya sebagai BLUD. Unit organisasi BLUD dibawah kendali seorang

pimpinan, yang merupakan tugas perbantuan dari pimpinan daerah. Merujuk pada

peraturan yang ada, maka sumber pendanaan BLUD meliputi :a. APBD, b. Pungutan

Jasa dan c. Hibah yang tidak mengikat. Sementara berdasar Permendagri

No.61/2007, sumber pendanaan BLUD juga mencakup (d) hasil kerjasama dengan

pihak lain, (e) APBN dan (f) lain-lain pendapatan yang syah.

Menurut Permendagri No.61/2007, pendapatan selain dari pendapatan hibah yang

tidak mengikat, dapat dikelola langsung untuk membiayai pengeluaran BLUD sesuai

dengan RBA. Pertanggungjawaban dari pemanfaatan sumber pendanaan berbeda-

beda menurut sumbernya.Pemanfaatan sumber pendanaan dari APBD dan APBN,

maka pertanggungjawaban mengikuti mekanisme pemanfaatan dana APBD.

Sedangkan pungutan jasa dan hasil kerjasama dengan pihak lain akan masuk

menjadi penerimaan daerah yang mengikuti pola yang ada. Sementara

pertanggungjawaban yang bersifat hibah sesuai dengan peruntukannya.

Berdasarkan peraturan yang ada, struktur pengelola unit BLUD dapat berasal baik

dari pegawai negeri sipil (PNS) maupun non-PNS. Remunerasi pada intinya dapat

fleksible sesuai dengan profesionalisme, tanggung jawab dan resikonya. Bila

personalia pengelola BLUD merupakan PNS, disamping menerima gaji pokok dan

tunjangan sesuai ketentuan tentang PNS, juga mendapatkan tambahan remunerasi

sesuai dengan profesionalisme, tanggung jawab dan resikonya.

Hal yang perlu dicatat adalah bahwa struktur organisasi BLUD meskipun ada

keluluasaan administrasi keuangan dan program, pada faktanya sebagian besar

personalia dari pengelola BLUD sekarang ini merupakan aparatur pemerintah (PNS).

Sehingga terjadi peluang bahwa dari sisi kebutuhan organisasi membutuhkan

dukungan operasional yang tinggi tetapi dari sisi personalia tidak memungkinkan

karena statusnya sebagai PNS. Persoalan ini menjadi catatan penting dari sisi kinerja

kelembagaan.

Hal lain yang perlu dicatat adalah bila BLUD menjadi bentuk SKPD tersendiri, maka

berpotensi untuk mengarah pada benturan dengan jumlah SKPD yang diijinkan

menurut peraturan yang ada. Bila pada kondisi jumlah SKPD sudah memenuhi

ketentuan maksimal jumlah SKPD, maka pembentukan SKPD ini juga berpotensi

untuk meniadakan salah satu SKPD yang sudah ada sekarang ini.

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VII - 39 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 138: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

3. Perusahaan Daerah

Perusahaan Daerah (PD) merupakan salah satu bentuk badan hukum Badan Usaha

Milik Daerah (BUMD) (Permendagri No.3/1998). Permendagri tersebut menyatakan

bahwa BUMD yang berbadan hukum PD tunfuk pada undang-undang yang berlaku,

sedangkan yang berbentuk perseroan terbatas (PT) tunduk pada undang-undangnya.

Rujukan undang-undang tentang PD adalah UU No.5/1962 tentang Perusahaan

Daerah. Sebenarnya UU No. 5/1962 telah dicabut dengan dikeluarkannya UU

No.6/1969 tentang pencabutan UU No.5/1962. Tetapi dalam salah satu klausul UU

No.6/1969 dinyatakan bahwa undang-undang yang lama tetap berlaku bila belum

terdapat undang-undang pengganti. Sehingga UU No.5/1962 tetap berlaku.

Berdasarkan UU No.5/1962 ini yang dimaksud Perusahaan Daerah ialah semua

perusahaan yang didirikan berdasarkan Undang-undang ini yang modalnya untuk

seluruhnya atau untuk sebagian merupakan kekayaan Daerah yang dipisahkan,

kecuali jika ditentukan lain dengan atau berdasarkan Undang-undang. Tujuan

Perusahaan Daerah ialah untuk turut serta melaksanakan pembangunan Daerah

khususnya dan pembangunan ekonomi nasional umumnya dalam rangka ekonomi

terpimpin untuk memenuhi kebutuhan rakyat dengan mengutamakan industrialisasi

dan ketenteraman

serta kesenangan kerja dalam perusahaan, menuju masyarakat yang adil dan

makmur. Modal Perusahaan Daerah terdiri untuk seluruhnya atau untuk sebagian dari

kekayaan Daerah yang dipisahkan.

Secara umum, berdasar UU No.5/1962 pemanfaatan hasil keuntungan perusahaan

daerah ditujukan untuk (a) dana pembangunan daerah, (b) anggaran belanja daerah

dan (c) untuk cadangan umum, sosial dan pendidikan, jasa produksi, sumbangan

dana pensiun dan sokongan. Besarnya alokasi masing-masing komponen tesebut

tergantung modal PD milik satu daerah atau milik dari beberapa daerah (Bab XIII

pasal 25). Permendagri No.31998 tentang BUMD meyebutkan secara eksplisit

bahwa keuntungan dari PD merupakan salah satu sumber PAD (pasal 7).

Bila merujuk pada aturan yang ada, maka pemanfaatan keuntungan dari PD harus

masuk melalui mekanisme PAD yang menjadi bagian APBD. Artinya tidak semuanya

dapat digunakan untuk rekapitulasi usaha bila tidak disertai peraturan khusus dari

kepala daerah tentang pemanfaatan ini. Pasal 25 ayat 4 menyatakan bahwa

penggunaan laba untuk cadangan umum bilamana telah tercapai tujuannya dapat

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VII - 40 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 139: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

dialihkan kepada penggunaan lain dengan keputusan Pemerintah Daerah yang

mendirikan. Demikian pula cara mengurus dan penggunaan dana penyusutan dan

cadangan tujuan

ditentukan oleh kepala Daerah/pemegang saham/saham prioritet. Secara spesifik

bahkan dinyatakan bahwa pada perusahaan daerah yang tidak menghasilkan laba

seperti tersebut diatas disebabkan karena pertimbangan dan kebijaksanaan

Pemerintah Daerah dapat juga diberi jasa produksi yang ditentukan oleh Pemerintah

Daerah. Artinya bila memang kelembagaan kawasan sentra minapolitan diharapkan

untuk dapat melakukan rekapitulasi diperlukan peraturan khusus tentang kepala

daerah tentang pemanfaatan keuntungan ini.

Pada awalnya sesuai dengan Permendagri No.4/1990 mengijinkan adanya

kerjasama perusahaan daerah dengan pihak ketiga. Kerjasama ini diantaranya dalam

bentuk kerjasama manajemen, kontrak, pembelian saham, obligasi dari PT,

keagenan, pemakaian dan penyaluran, penjualan saham dan obligasi (go public)

maupun bentuk-bentuk kombinasinya. Tetapi dengan diterbitkannya Permendagri

No.4/2000 yang mencabut Permendagri No.4/1990, termasuk Permendagri

No.4/1995 tentang petunjuk pelaksanaanyya. Sehingga PD tidak diperbolehkan lagi

untuk bekerjasama dengan pihak ketiga dalam bentuk seperti yang disebutkan diatas.

4. Perseroan Terbatas (PT)

Seperti halnya PD, Perseroan Terbatas (PT) juga merupakan salah bentuk BUMD

(Permendagri No.3/1998), yang tunduk pada undang-undang tentang PT. Permendari

No.3/1998 bahkan menyebutkan bahwa kepala daerah (termasuk Bupati) dapat

merubah bentuk hukum Perusahaan Daerah (PD) menjadi PT. Dimana saham dalam

PT yang terbentuk dapat dimiliki oleh Pemerintah Daerah, Perusahaan Daerah,

swasta dan masyarakat (pasal 8). Namun peraturan ini menyebutkan bahwa bagian

terbesar dari saham Perseroan Terbatas dimiliki oleh Pemerintah Daerah dan

Perusahaan Daerah. Artinya harus selalu diusahakan bahwa porsi kepemilikan

saham pemerintah merupakan saham mayoritas (pengendali) dengan jaminan pada

pengendalian arah kebijakan perusahaan.

Sesuai dengan UU No.40/2007 tentang perseroan terbatas, dimana PT berhak untuk

menerbitkan saham untuk mendapatkan tambahan modal, maka sebagai

konsekuensinya adalah komposisi ini bisa berubah ketika saham diluar kepemilikan

pemerintah menjadi lebih besar. Bila kepemilikan saham diluar pemerintah lebih

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VII - 41 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 140: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

besar dari saham yang dimiliki oleh pemerintah maka kendali kebijakan perusahaan

tidak lagi berada pada pemerintah. Kondisi ini menunjukan perlunya tambahan saham

dari pemerintah. Namun demikian persoalan ini menjadi lebih rumit, sebab peraturan

ini tidak memuat pasal yang memberikan penjelasan secara jelas apakah

penambahan penyertaan modal dapat dilakukan melalui pengadaan dana dari APBD

setempat.

Merunut kembali pada tujuan pengembangan minapolitan yang diarahkan pada

meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang sebesar-besarnya, bila pengendali

saham adalah swasta, maka dalam jangka panjang bisa menabrak rambu-rambu ini.

Sebab orientasi pengelolaan kawasan sentra minapolitan tidak menjadi bagian

service yang diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan minapolitan tetapi

meningkatkan keuntungan yang sebesar-sebesarnya bagi PT pengelola kawasan

sentra minapolitan.

B. Pengelolaan Berbasis Masyarakat (PBM)

Pengelolaan Berbasis Masyarakat (PBM) adalah suatu kelembagaan yang dibentuk dan

dikembangkan berdasarkan inisiatif dari masyarakat. Pada PBM ini, pengambilan

keputusan dilakukan pada tingkat komunitas/masyarakat yang mempunyai hak pada

bidang pengelolaan sumberdaya termasuk kawasan sentra minaploitan. Pola

kelembagaan ini memunculkan dua kemungkinan yaitu berjalan efektif bahkan sebaliknya

berjalan sangat tidak efektif dan berpotensi terjadi salah pengelolaan (mismanagement).

Salah satu bentuk badan hukum pengelolaan kawasan sentra minapolitan dengan

semangat ini adalah koperasi

Secara praktis, pengelolaan akan berjalan efektif dan lebih baik bila didrive dari kebijakan

yang benar yang diturunkan dalam kebijakan operatif yang memadai. Hal ini akan bisa

dilakukan bila didasarkan pada input pengambilan kebijakan yang valid, kuat dan

visioner. Pada PBM, persoalan ini menjadi sangat krusial mengingat bahwa kapasitas

masyarakat seringkali tidak memadai baik secara individual maupun kolektif. Bahkan

tidak jarang yang terjadi, walaupun terdapat tokoh individual yang memenuhi kriteria

tersebut tetapi tidak mendapatkan dukungan dari komunita lainnya juga tidak bisa

berjalan dengan baik. Bodin and Crona (2007) menyatakan bahwa adanya modal sosial

dan kepemimpinan merupakan prasyarat penting dalam pengelolaan sumberdaya.

Keengganan masyarakat untuk melaporkan terjadinya pelanggaran pada pengelolaan

sumberdaya walaupun tingkat modal sosial yang menggambarka jejaring sosial menjadi

salah satu faktor kegagalan ini. Pada sisi lain, homogenitas pandangan individu-individu

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VII - 42 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 141: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

kunci harus dimaknai secara hati-hati karena berpotensi untuk melihat permasalah

secara seragam sehingga kurang bisa mengenali perubahan ekologis, karakteristik

masyarakat. Hal ini bisa berdampak pada dominannya salah satu individu atau

sekelompok kecil individu dalam membentuk opini, pengambilan keputusan dan aksi

yang diperlukan.

Pada tataran praktis, adanya penyertaan aset dari pemerintah dalam kawasan

minapolitan, juga memerlukan administrasi pertanggungjawaban yang akuntabel

sehingga tidak menimbulkan permasalahan legal di kemudian hari. Apabila akan dikelola

secara PBM, bentuk penyertaan ini harus tertuang secara jelas kemudian pengelolaanya

juga harus dipertanggungjawabkan secara jelas. Pada sisi lain, dari sisi pendanaan

operasional, PBM akan berjalan efisien ketika mendapat dukungan kualitas pengelolaan

yang kuat, mengakar dan efisien. Sehingga lembaga dalam pengertian organisasi

pengelola akan mampu mengoperasikan fungsi-fungsi pengelolaan dengan baik. Baik

dalam aspek pemeliharaan aset, pemanfaatan maupun distribusi benefit baik untuk biaya

pengelolaan maupun keuntungan pengelolaan.

Pada praktisnya, walaupun secara filosofis dan ideologis pengelolaan PBM adalah

merupakan kondisi ideal pengelolaan sumberdaya termasuk kawasan lindung, tetapi

karena besarnya kendala operasional pengelolaan maka konsep ini jarang sekali

digunakan di Indonesia. Beberapa kasus merujuk regim pengelolaan di luar negeri

seperti pengelolaan perairan di Jepang yang berbasis komunitas (misalnya koperasi

nelayan), hal ini membutuhkan prasyarat kelembagaan yang sangat kuat. Secara legal

pengelolaan dengan pola ini di Jepang mempunyai dua dukungan peraturan setingkat

undang-undang yaitu Undang-Undang Perikanan dan Undang-Undang Koperasi

Nelayan, diikuti peraturan operasional dibawahnya. Secara sosiologis, pola

pembentukan ini mulai diintroduksi ketika sistem sosial komunitas (pesisir termasuk

nelayan) masih mengerucut dengan tingkat ketokohan lokal yang kuat. Sehingga,

pengambilan keputusan mempunyai legitimasi yang kuat secara sosio-kultural.

Namun demikian, bentuk Walaupun pada tataran operasional hal ini diduga masih sulit

dilakukan pada kasus pengelolaan kawasan lindung Pamurbaya, tetapi semangat dan

filosofi ini perlu dikembangkan dalam pengelolaan. Hal ini dilakukan dengan mengadopsi

konsep keterlibatan masyarakat, tetapi tidak dalam kondisi penuh atau maksimal.

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VII - 43 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 142: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

C. Pengelolaan Ko-Manajemen (Co-Management)

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa kutub pengelolaan sumberdaya dapat

bergerak pada dua titik ekstrim, yaitu masyarakat secara penuh pada satu sisi dan

pemerintah secara penuh pada sisi yang lain. Implementasi pola pengelolaan seperti

telah disebutkan diatas membutuhkan dukungan dan kapasitas kelembagaan (perangkat

peraturan dan organisasi) yang sangat kuat. Bila prasyarat ini tidak dipenuhi, biasanya

sulit mendapatkan hasil maksimal.

Interaksi antar dua kutub tersebut menghasilkan pola kelembagaan interaktif masyarakat

dan pemerintah yang disebut ko-manajemen. Bentuk interaksi ini menghasilkan tingkat

sharing (kekuatan dan dukungan) yang bervariasi seperti diuraikan oleh beberapa ahli

seperti Pomeroy (1995), Berkes et.al. (1991), Carlson and Berkes (2005).

Pada faktanya, konsepsi tentang co-management pun bervariasi tergantung pada posisi

tawar serta kapabilitas masing-masing stakeholder yang beinteraksi yaitu pemerintah dan

masyarakat. Bentuk-bentuk ini bervariasi dari mulai sekedar informatif, konsultatif yang

condong pada kutub government base, kemudian komunikasi, kerjasama, sampai bentuk

joint action pada tingkat posisi tawar dan kapabilitas yang sama ataupun bergerak ke

communication control dan inter area coordination yang condong ke masyarakat (lihat

gambar berikut).

Noble (2000) menyatakan bahwa terdapat 6 prinsip secara kelembagaan yang

mendukung efektivitas co-management pengelolaan sumberdaya yaitu (1) adanya

organisasi yang interaktif, (2) Kuatnya kontrol lokal, (3) Dukungan komunitas, (4) Proses

yang terencana, (5) keberagaman substansi dan benefit bagi stakeholder, dan (6)

Penataan kelembagaan yang menyeluruh (holism). Pilihan bentuk kelembagaan

pengelolaan kawasan minapolitan perlu diarahkan untuk mendorong persyaratan-

persyaratan tersebut dipenuhi.

Prinsip-prinsip tersebut perlu menjadi catatan, ketika bentuk co-management menjadi

pilihan, agar proses interaksi antara pemerintah dapat berjalan dengan baik dan

mendukung efektivitas dan efisiensi pengelolaan. Walaupun dalam beberapa kasus aka

sulit dilakukan, tetapi semangat melibatkan masyarakat lokal dalam proses perencanaan

dan pengambilan keputusan, akan bermuara pada dukungan komunitas lokal yang baik.

Hal ini bisa diperoleh bila gain adanya kawasan tersebut dapat terdistribusi dengan baik

kepada stakeholder, bukan hanya sekelompok stakeholder. Oleh karena itu, penataan

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VII - 44 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 143: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

kelembagaan secara keseluruhan menjaadi penting yang menguatkan kapasitas baik

pada tingkat komunitas maupun pemerintah.

Gambar 7.21. Hirarki Co-Management (Setelah Berkes) Sumber : Pomeroy (1995).

Permasalahan muncul terkait dengan akuntabilitas bila pengelolaan berbasis anggaran

pemerintah setempat. Pelibatan masyarakat dalam struktur kelembagaan perlu dilakukan

dengan hati-hati, mengingat bahwa sistem pelaporan terhadap pemanfaatan APBD

mempunyai struktur baku. Dimana perwakilan masyarakat akan ditempatkan sesuai

dengan level hirarki co-management yang aka diaplikasikan. Hal ini tentunya

memnbutuhkan asesmen kesiapan baik dari sisi pemerintah maupun masyarakat.

D. Kerjasama Pemerintah Swasta (Public Private Partnership Operation )

Kerjasama Operasi Swasta-Pemerintah (PPP = Public-private partnership operation),

ditujukan untuk memberikan ruang bagi swasta untuk berpartisipasi terhadap proses-

proses pembangunan. PBB (2008) menyatakan bahwa adanya PPP menggeser resiko

yang biasanya ditanggung oleh pemerintah kepada sector swasta, sehingga mendorong

swasta untuk berhati-hati dan bekerja dengan efisien.

Pengertian Public-Private Partnerships (Kerjasama Pemerintah dengan

Swasta/KPS)Suatu Perjanjian Kerja Sama (PKS) atau Kontrak, antara instansi

pemerintah dengan badan usaha/pihak swasta, dimana : a) pihak swasta melaksanakan

sebagian fungsi pemerintah selama waktu tertentu, b) pihak swasta menerima

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VII - 45 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 144: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

kompensasi ataspelaksanaan fungsi tersebut, baik secara langsungmaupun tidak

langsung, c) pihak swasta bertanggungjawab atas resiko yang timbul akibat pelaksanaan

fungsi tersebut, dan d) fasilitas pemerintah, lahan atau aset lainnya dapat diserahkan

atau digunakan oleh pihak swastas selama masa kontrak. Waktu kontrak bisa mencapai

30 tahun berdasarkan kebutuhan.

Berdasarkan cara ini, maka kegiatan atau proses pembangunan dapat tercapai, dengan

keterlibatan pihak swasta untuk jangka waktu tertentu. Tujuan dari penerapan kerjasama

pemerintah-swasta sangat beragam mulai dari mendapatkan dana investasi, efisiensi,

transparansi, sampai dengan pembukaan lapangan kerja. Secara teoritis, kontrak

kerjasama ini sangat beragam, mulai jasa, operasi aset sampai pengadaan infrastruktur.

Namun pada faktanya di Indonesia, bentuk-bentuk kerjasama ini masih didominasi pada

pengadaan dan operasionalisasi aset infrastruktur misalnya jalan tol. Sehingga

pengoperasian pengelolaan KLM Pamurbaya dengan pola seperti ini memerlukan

banyak penelaahan terutama dari sisi legal. Misalnya bentuk-bentuk penyertaan aset

pada pengelolaan, pertanggung jawaban, monitoring dan evaluasi sampai pada bentuk

kelembagaan operasionalnya.

Berdasarkan polanya, terdapat beberapa bentuk operasi PPP (UNECE, 2008) seperti

Buy-Build-Operate (BBO), Build-Own-Operate (BOO), Build-Own-Operate-Transfer

(BOOT), Build-Operate-Transfer (BOT), Build-Lease-Operate-Transfer (BLOT), Design-

Build-Finance-Operate (DBFO), Finance Only, Operation & Maintenance Contract (O &

M), Design-Build (DB), Operation License. Spektrum model PPP termasuk sebagian dari

bentuk-bentuk PPP dapat dilihat dalam gambar berikut.

Seperti halnya kebijakan public lainnya, PPP harus juga memenuhi standar-standar good

governance yang dipersyaratakan seperti partisipasi, santun (decency), transparansi,

akuntabilitas, keadilan, efisiensi dan pembangunan berkelanjutan. Sehingga prinsip-

prinsip dalam PPP harus memenuhi standar-standar tersebut, dan UNECE telah

menyusun prinsip-prinsip tata kelola (good governance) PPP sebagai berikut (UNECE,

2008) :

1. Bersandar pada kebijakan (policy)

2. Pengembangan Kapasitas (capacity building) baik skill, kelembagaan maupun

pelatihan.

3. Meningkatkan Legal Framework (Improving legal framework) dalam pengertian fewer,

simpler dan better.

4. Risk Sharing yang mencakup nilai cooperative sharing dan mutual support

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VII - 46 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 145: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

5. Procurement yang transparan, netral dan tidak diskriminatif.

6. Meletakan (kepentingan) Masyarakat sebagai hal pertama (Putting people first) dalam

bentuk pemberian informasi, akuntabilitas dan digalangnya dukungan.

7. Berorientasi lingkungan yang bersifat ramah (green case), adanya peran pemerintah

(government role) dan distribusi manfaat (belivery of benefit) yang baik dan adil.

Walaupun secara teoritis cukup menguntungkan, tapi implementasi di Indonesia masih

terkendala dengan kebijakan pemerintah. Sampai sekarang, pola PPP di Indonesia baru

diaplikasikan untuk infrastruktur jalan, jembatan dan pelabuhan. Diluar infrastruktur

tersebut masih belum diaplikasikan konsep ini.

Berdasarkan uraian diatas dapat disusun tabel yang menggambarkan kelebihan dan

kekurangan bentuk organisasi pengelola, seperti terlihat dalam tabel berikut.

Tabel 7.16. Potensi Kelebihan dan Kekurangan Pilihan Bentuk Organisasi Pengelola KLM Pamurbaya.

No. Bentuk Badan Hukum Organisasi Kelebihan Kekurangan

1. UPTD 1. Struktur dan eselonisasi pejabat jelas

2. Kejelasan sumber anggaran belanja

3. Ketersediaan personalia pendukung dari aparatur pemerintah

1. Adanya potensi overlap dan konflik kepentingan antar SKPD yang terkait.

2. Kurang fleksible terhadap kebutuan pengelolaan

3. Perencanaan sentralistik dan government base

4. Pertanggungjawaban anggaran harus mengikuti tertib administrasi yang baku

5. Kinerja dan ritme kerja mengikuti pola reward and punishment PNS

2. BLUD 1. Struktur dan eselonisasi pejabat jelas (rujukan legal

2. Kejelasan sumber anggaran belanja pokok

3. Ketersediaan personalia pendukung dari aparatur pemerintah

4. Fleksibilitas perencanaan dan pemanfaatan anggaran lebih baik dari UPTD

1. Kinerja dan ritme kerja personalia mengikuti pola reward and punishment PNS yang belum tentu cukup untuk kebutuhan pengelolaan.

2. Kegagalan untuk menggali sumber-sumber pendanaan selain APBD, (seperti jasa dan hibah) akan menurunkan kinerja pembiayaan program.

3. Akuntabilitas pengelolaan aset dan struktur kelembagaanya.

4. Perlunya kapasitas pengelola setigkat SKPD yang dapat melampui jumlah maksimal SKPD yang diijinkan oleh peraturan yang ada.

3. Perusahaan Daerah 1. Struktur dan eselonisasi pejabat jelas (rujukan legal

2. Kejelasan sumber anggaran belanja pokok

3. Ketersediaan personalia pendukung dari aparatur pemerintah

4. Fleksibilitas perencanaan dan pemanfaatan anggaran lebih baik dari SKPD/UPTD

1. Jaminan pemanfaatan keuntungan usaha untuk rekapitalisasi usaha

2. Kontrol dan pelaporan hanya kepada otoritas kepala daerah

3. Tidak diijinkan kerjasama membentuk perserikatan dengan pihak ketiga

4. Tidak adanya jamina dukungan dari masyarakat terutama terkait dengan suplai bahan baku karena kepemilikan masyarakat tidak ada.

4. Perseroan Terbatas 1. Fleksibilitas perencanaan dan 1. Tidak adanya jaminan kebijakan

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VII - 47 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 146: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VII - 48 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

No. Bentuk Badan Hukum Organisasi Kelebihan Kekurangan

(PT) pemanfaatan anggaran lebih baik dari SKPD/UPTD

2. Sumber pembiayaan tidak hanya tergantung dari pemerintah

3. Memungkinkan untuk mendapatkan dana penyertaan dari masyarakat dan swasta

operasional perseroan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat ketika pemerintah tidak menjadi pemegang saham pengendali.

2. Agar tetap menjadi pemegang saham pengendali terdapat potensi haru meningkatkan saham penyertaa setiap waktu tertentu.

3. Sumber pembiayaan untuk mempertahankan saham pengendali apakah memungkinkan dari APBD

5. PBM (Koperasi) 1. Dukungan masyarakat dan stakeholder tinggi.

2. Keterjangkauan program berdasar kebutuhan pengelolaan dan masyarakat sekitar

3. Pengambilan keputusan bisa lebih cepat bila kapasitas masyarakat (koperasi) cukup.

1. Akuntabilitas penyertaan aset daerah pada pengelola

2. Kurangnya kapasitas masyarakat dalam proses pengelolaan secara umum

3. Sulitnya mendapatkan dukungan dan akuntabilitas anggaran

4. Pengambilan keputusan berlarut-larut bila kapasitas masyarakat tidak cukup.

5. Kontrol dan arah pengelolaan bisa salah bila kapasitas masyarakat tidak cukup.

6. Co-management 1. Dukungan stakeholder tinggi (baik pemerintah maupun masyarakat)

2. Arahan pengelolaan bisa menjadi lebih baik bila ada sumber atau pihak yang mempunyai kapasitas lebih baik.

3. Kontrol dan monitoring lebih baik, baik dari pemerintah maupun masyarakat.

4. Adanya dukungan anggaran pemerintah pada program-program dasar sesuai perencanaan daerah

1. Disyaratkan kesiapan dan kecukupan kapasitas masyarakat dan pemerintah

2. Range hirarki tingkat Co-management pengelolaan luas, sehingga memerlukan asesmen yang tepat.

3. Akuntabilitas penyertaan aset daerah kepada pengelola.

4. Pengambilan keputusan bisa memerlukan proses yang cukup lama bila kapasitas pemerintah dan masyarakat tidak sama.

7. Public-Private Partnership (PPP)

1. Keterlibatan masyaarakat/swasta tinggi.

2. Operasional pengelolaan bisa lebih akuntable, dan efisien bila partner mempunyai kapasitas yang cukup.

3. Beban pembiayaan bisa sharing pemerintah dengan swasta.

4. Pengambilan keputusan bisa cepat dan rasional

1. Akuntabilitas pemilihan partner harus baik, dan dilakukan secara akuntabel dan transparan untuk mengindari klaim dari pihak lain.

2. Perlu ketetapan jangka waktu tertentu dan review atas kerjasama

3. Kontrol terhadap pengelolaan aset perlu kuat dan mengikuti rambu-rambu peraturan dan tujuan pengembangan kawasan minapolitan.

4. Kebiasaan yang terjadi di Indonesia masih didasarkan pada kerjasama bidang infrastruktur.

Sumber : Hasil analisis, 2010.

Sesuai dengan analisis pada tabel diatas serta dikaitkan dengan azas, tujuan dan

semangat pengembangan kawasan minaploitan, maka pilihan alternatif kelembagan

pengelola sentra minapolitan meliputi bentuk-bentuk : Perusahaan daerah (PD),

perseroan terbatas (PT), BLUD dan Koperasi. Pilihan-pilihan tersebut memerlukan

catatan tersendiri dalam bentuk tindakan kebijakan pimpinan daerah untuk

Page 147: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VII - 49 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

mengamankan tujuan pembentukan kawasan minapolitan seperti tertuang dalam tabel

berikut. Tabel 7.17. Alternatif Daftar Pendek Pilihan Kelembagaan Pengelola Kawasan Sentra

Minapolitan

No. Bentuk Badan Hukum Organisasi Catatan

1. Perusahaan Daerah (PD)

Perlu adanya komitmen yang tertuang dalam kebijakan pimpinan daerah bahwa keuntungan digunakan untuk rekapitulasi pengembangan fungsi kawasan sentra minapolitan dalam rangka mencapai tujuan pengembangan minapolitan secara umum

2. Koperasi

Perlu asistensi manajerial dan sistem pengawasan yang kuat serta pembentukan AD/ART yang menjamin arah kebijakan organisasi untuk pengembangan fungsi kawasan sentra minapolitan dalam rangka mencapai tujuan pengembangan minapolitan secara umum

3. BLUD Bila tidak menimbulkan permasalahan yang terkait dengan profesionalisme manajerial, etos kerja dan sistem merit pengelola serta potensi overlaping SKPD sesuai peraturan yang ada.

4. Perseroan Terbatas (PT)

Bisa diterapkan bila pemerintah (langsung maupun melalui PD) dan masyarakat budidaya di daerah bisa menjadi pengendali kebijakan perusahaan yang berorientasi pada fungsi kawasan sentra minapolitan dalam rangka mencapai tujuan pengembangan minapolitan secara umum.

Catatan untuk untuk bentuk kelemmbagaan adalah pilihan tersebut harus tetap mengikuti

rambu-rambu peraturan yang ada sehingga tidak menimbulkan permasalahan hukum di

kemudian hari, serta tetap menjamin tujuan dan fungsi kawasan minapolitan secara

umum.

Page 148: Bogor Masterplan Minapolitan

STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN 8 PENGEMBANGAN KAWASAN

MINAPOLITAN

8.1. Visi dan Misi

Visi merupakan ungkapan keinginan atau harapan atau pandangan masa depan yang

ingin dicapai semua pihak yang terkait (stakeholders) terhadap pengembangan kawasan

minapolitan di Kabupaten Bogor. Dengan visi ini diharapkan kawasan minapolitan dapat

bermanfaat secara optimal dan berkelanjutan yang ditujukan untuk sebesar-besarnya

kesejahteraan masyarakat dan menjadi kebanggaan bagi masyarakat Kabupaten Bogor.

Berdasarkan hasil penggalian aspirasi dan hasil agregasi potensi, isu dan permasalahan

dari data sekunder dan penelitian lapang, maka pengembangan kawasan minapolitan di

Kabupaten Bogor adalah :

“TERWUJUDNYA KAWASAN MINAPOLITAN SEBAGAI PUSAT PENGEMBANGAN KEGIATAN PERIKANAN BUDIDAYA UNTUK KESEJAHETRAAN MASYARAKAT”

Pernyataan tersebut mengandung makna bahwa :

Pusat Kegiatan Perikanan Budidaya berarti bahwa diharapkan kawasan minapolitan di

Kabupaten Bogor menjadi pusat kegiatan perikanan budidaya dari mulai pembenihan,

pendederan, pembesaran, pengolahan sampai pada pemasaran. Minapolitan diharapkan

juga menjadi pusat sarana informasi, pendidikan dan pelatihan kegiatan perikanan

budidaya.

Kesejahteraan Sejahtera berati bahwa pengembangan kawasan minapolitan selain

harus meningkatkan pendapatan dari pembudidaya dan pengolah ikan , hendaknya juga

dapat memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat lainnya yang

berada dalam kawasan tersebut melalui kegiatan-kegitan lain baik yang terkait secara

langsung maupun yang tidak langsung dengan minapolitan. Disamping itu

pengembangan kawasan minapolitan juga harus dapat menjadi rujukan maupun

pendorong bagi pengembangan sector-sektor lain didaerah tersebut.

Dalam rangka mewujudkan visi tersebut maka misi yang akan dijalankan adalah:

1) Mengembangkan Sentra Produksi Komoditi Unggulan

Page 149: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

2) Mengembangkan Jaringan Pemasaran Berbasis Teknologi Informasi

3) Mengembangkan Kawasan Minapolitan Sebagai Kawasan Minaeduwisata

4) Mengembangkan Pengolahan Produk Ikan Lele

5) Mengembangkan Pusat Pelayanan Kawasan (Sentra Minapolitan)

6) Mengembangkan Infrastruktur Dasar, Infrastruktur Perikanan, dan Wisata

7) Mengembangkan Sistem Kelembagaan minapolitan

8) Mengembangkan Pembiayaan minapolitan

8.2. Strategi dan Arah Kebijakan Pengembangan Minapolitan

Dengan memperhatikan isu dan permasalahan dan harapan, serta untuk mencapai visi

dan misi pengembangan kawasan Minapolitan di Kabupaten Bogor, maka berikut ini

adalah beberapa strategi dan arah kebijakan yang akan ditempuh dalam pengembangan

kawasan minapolitan.

8.2.1. Strategi Pengembangan Sentra Produksi Komoditi Unggulan

Strategi Pengembangan Sentra Produksi Komoditi Unggulan merupakan strategi yang

dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas komoditi unggulan, dalam hal ini

komoditi Ikan Lele sehingga produksinya dapat bersaing di pasaran, baik lokal maupun

luar daerah. Berikut ini adalah beberapa program yang dapat dilakukan dalam rangka

untuk mencapai strategi tersebut di atas, yaitu:

a. Program peningkatan kuantitas dan kualitas induk dan benih; Program ini didasari

atas dasar permasalahan dalam hal kualitas induk dan benih yang masih rendah,

sehingga program yang perlu dilakukan adalah pembentukan bank induk ikan air

tawar : pembenih dapat menyewa induk siap suntik dari bank induk dengan sistem

sewa, sehingga kualitas dan kuantitas induk dapat terkontrol. Bank induk memperoleh

keuntungan dari pembayaran sewa indukan.

b. Mengidentifikasi upaya upaya yang dapat dilakukan untuk peningkatan daya saing

lele minapolitan dengan peningkatan kualitas produksi dan pembentukan

merk/branding lele bogor dengan kualitas sebagai berikut: (i) bebas antibiotik;

(ii) bebas bau lumpur; (iii) dipelihara tanpa menggunakan kotoran, dan lain-lain.

Dengan demikian daya saing lele Bogor dapat meningkat dan mempermudah

pemasaran lele Bogor.

c. Program Peningkatan Kapasitas Sumberdaya Manusia, latar belakang keluarnya

program ini adalah karena selama ini kualitas sumberdaya manusia yang bergerak

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VIII - 2 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 150: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

dalam kegiatan budidaya masih sangat rendah, sehingga perlu peningkatan

kapasitasnya dengan melakukan pendidikan dan pelatihan dalam kegiatan budidaya

perikanan.

d. Pembentukan pusat informasi budidaya yang didalamnya terdapat laboratorium

kualitas air, penyakit ikan, dan analisis proksimat pakan. Pusat pelatihan budidaya

dan pengolahan ikan, dan pusat data hasil perikanan minapolitan, pusat riset/test

farm budidaya untuk demplot teknologi dan komoditas terbaru budidaya.

8.2.2. Strategi Pengembangan Jaringan Pemasaran Berbasis Teknologi Informasi

Hasil identifikasi isu dan permasalahan aspek pemasaran adalah antara lain pasar

persaingan antar daerah, harga tidak bisa bersaing serta kurangnya diversifikasi pasar.

Persaingan harga dengan daerah lain merupakan permasalahan utama bagi para pelaku

usaha kegiatan budidaya lele, mereka harus bersaing dengan daerah-daerah lain untuk

menjual produk mereka ke Jakarta. Akar permasalahan dari persaingan harga ini adalah

tidak adanya pusat informasi yang akurat yang memberikan informasi harga di pasaran

kepada para petani ikan, sehingga petani ikan bisa melakukan strategi kapan mereka

memanen, dan kemana mereka akan menjual produksinya. Dengan melihat latar

belakang tersebut, maka program utama dalam menjawab strategi Pengembangan

Jaringan Pemasaran Berbasis Teknologi Informasi adalah :

a. Program Pengembangan Pusat Informasi Pasar

b. Program Pengembangan Sumberdaya manusia

8.2.3. Strategi Pengembangan Kawasan Minapolitan sebagai Kawasan Wisatamina

Pengembangan kawasan minapolitan tidak hanya terfokus pada kegiatan pengembangan

perikanan budidaya, tetapi juga ditunjang oleh kegiatan lain yang sinergis dengan

kegiatan perikanan budidaya, yaitu kegiatan wisatamina. Aktivitas program

pengembangan ini meliputi perencanaan paket wisata kawasan minapolitan yang

diarahkan pada edutourism (wisata pendidikan) dan wisata kuliner. Pakat wisata

pendidikan meliputi kegiatan budidaya (pembenihan dan pembesaran lele) sampai pada

kegiatan pengolahan lele baik ditingkat sentra pengolahan maupun industri rumah

tangga. Paket wisata kuliner ditujukan kepada pengunjung yang ingin menikmati hasil

olahan lele. Kegiatan pengembangan minawisata ini juga didukung dengan

pengembangan wisata perikanan lain yang berada di kawasan minapolitan. Berikut ini

adalah beberapa program yang dapat dijalankan yang berikaitan dengan Strategi

Pengembangan Kawasan Minapolitan Sebagai Kawasan Wisatamina:

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VIII - 3 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 151: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

a. Pembangunan dan peningkatan fasilitas umum pendukung kegiatan minawisata

b. Perencanaan dan pengembangan atraksi paket minawisata

c. Pembangunan dan pemeliharaan jalan wisata dan jalan produksi

d. Promosi paket minawisata

e. Pengembangan home industry pendukung kegiatan minawisata

8.2.4. Strategi Pengembangan Pengolahan Produk Ikan Lele

Strategi pengembangan pengolahan produk Ikan Lele diarahkan untuk meningkatkan

mutu dan kualitas serta deversifikasi produk komoditi unggulan yaitu Ikan Lele. Strategi

lainya adalah peningkatan daya saing produk lele minapolitan dengan peningkatan

kualitas produksi dan pembentukan merk/branding lele bogor dengan kualitas sebagai

berikut: (i) bebas antibiotik; (ii) bebas bau lumpur; (iii) dipelihara tanpa menggunakan

pakan limbah, dan lain-lain. Dengan demikian daya saing lele Bogor dapat meningkat

dan mempermudah pemasaran Lele Bogor.

Program-program yang dapat dilakukan dalam rangka untuk menjawab strategi

pengembangan pengolahan hasil budidaya lele adalah sebagai berikut

a. Program Pengembangan Industri Rumah Tangga

b. Program Pengembangan Industri Berbasis Sumber Daya Lokal

c. Program pengembangan produk olahan ikan dengan mengunakan lele sebagai

bahan substitusi.

8.2.5. Strategi Pengembangan Pusat Pelayanan Kawasan (Sentra Minapolitan)

Dalam rangka untuk menjalan fungsi sebagai pusat pelayanan kawasan (minapolis) di

Kecamatan Ciseeng diperlukan beberapa program untuk mendukung strategi tersebut,

yaitu:

a. Program pengembangan sentra kawasan minapolitan lele, program ini meliputi

sentra perkantoran, training center, guest house, VIC, showroom, café dan

restoran serta fasilitas pendukung lainnya.

b. Program pengembangan sebagai pusat pendidikan dan pelatihan, program

pengembangan kegiatan pendidikan dan pelatihan menyelenggarakan pendidikan

dan pelatihan informal mengenai bagaimana proses pembenihan yang baik,

proses kegiatan budidaya yang baik serta menyusun modul dan kurikulumnya.

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VIII - 4 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 152: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

8.2.6. Strategi Pengembangan Infrastruktur Dasar Dan Infrastruktur Perikanan

Strategi pengembangan infrastuktur dasar dan infrastuktur perikanan adalah salah

strategi yang penting dalam pengembangan kegiatan minapolitan. Strategi ini adalah

strategi yang dapat mendukung strategi strategi lainnya, sehingga pengembangan

strategi ini tidak terlepas dengan strategi lainnya dalam pengembangan kawasan

minapolitan.

Beberapa program yang dapat dilakukan dalam rangka Pengembangan Infrastruktur

Dasar Dan Infrastruktur Perikanan adalah sebagai berikut:

a. Peningkatan kualitas dan pelayanan sarana dan prasarana transportasi,

b. Peningkatan kualitas pelayanan jaringan irigasi, dan

c. Peningkatan Sarana Pelayanan Pendukung Kegiatan bisnis Perikanan.

8.2.7. Strategi Pengembangan Sistem Kelembagaan

Program pengembangan kelembagaan ditujukan sebagai pendukung pengembangan

kawasan minapolitan yang ditujukan baik pada penyusunan kelembagaan pengelola

sentra/kawasan minapolitan dan penguatan penguatan kelompok budidaya (pembenihan,

pembesaran), pengolah dan pemasaran. Program-program yang dapat dilakukan antara

lain:

a. Penyusunan kelembagaan pengelola sentra/kawasan minapolitan

b. Penyusunan/penguatan kelompok pembudidaya ikan yang meliputi dua kelompok

besar yaitu (1) peningkatan efisiensi organisasi kelompok dan (2) peningkatan

kualitas anggota kelompok

8.2.8. Strategi Pengembangan Pembiayaan

Salah satu permasalahan dalam pengembangan kegiatan Minapoloitan bedasarkan hasil

FGD adalah permasalahan keterbasatan modal. Sehingga strategi ini sangat penting

untuk memecahkan permasalahan tersebut. Beberapa strategi yang dapat dilakukan

adalah pembentukan bank budidaya/koperasi budidaya : petani yang kesulitan input

produksi dapat meminjam input produksi dari bank budidaya yang berkoordinasi dengan

penjual input produksi dengan jaminan pembayaran sesudah panen (bank memiliki tim

survey untuk memastikan apakah petani benar-benar membutuhkan input produksi atau

tidak). Bank membantu pembiayaan namun untuk pengadaan barang tetap berasal dari

penjual input produksi. Bank memperoleh keuntungan berupa bunga (sistem bank

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VIII - 5 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 153: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

konvensional) atau bagi hasil (bank syariah). Untuk pembentukan bank ini dapat

bekerjasama dengan bank yang sudah ada.

8.3. Indikasi Program

Berdasarkan arahan dan strategi pengembangan program minapolitan, maka dapat

disusun table indikasi program yang perlu dilakukan dalam jangka waktu 5 (lima)

tahunan. Indikasi program tersebut dapat terlihat pada Tabel 8.1.

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VIII - 6 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 154: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

Tabel 8.1. Indikasi Program Dalam Waktu 5 (lima) Tahunan

No. Jenis Kegiatan Tahun Kerja

I II III IV V

1 Program Pengembangan Budidaya Ikan Lele

a. Pengembangan bank induk (broodstock Center)

b. Pembangunan fisik laboratorium terpadu untuk analisis air, penyakit dan pakan

c. Penyediaan peralatan dan perlengkapan laboratorium terpadu

d. Pembangunan Test farm

2 Program Pengembangan Jaringan Pemasaran Berbasis Teknologi Informasi

a. Program Pengembangan Pusat Informasi Pasar

b. Program Pengembangan Sumberdaya manusia

3 Program Pengembangan Minawisata Lele a. Pembangunan dan peningkatan fasilitas umum pendukung kegiatan

minawisata

b. Perencanaan dan pengembangan atraksi paket minawisata

c. Pembangunan dan pemeliharaan jalan wisata dan jalan produksi

d. Promosi paket minawisata

e. Pengembangan home industry pendukung kegiatan minawisata

4 Program Pengembangan Pengolahan Hasil Budidaya Lele

a. Pembangunan fisik gedung pabrik

b. Pembangunan kolam penampungan bahan baku

c. Pembangunan unit pemanfaatan hasil sampingan kegiatan pengolahan (kebun hortikultura organik, pakan, kolagen)

d. Pembangunan fasilitas umum

e. Pengadaan peralatan pengolahan (mesin pengolah ikan)

f. Uji coba peralatan dan mesin produksi

g. Uji coba produksi dan pemasaran (skala terbatas)

h. Pengembangan pemasaran hasil produksi olahan ikan

5 Program Pengembangan Sentra Kawasan Minapolitan Lele

a. Pembangunan kantor

b. Pembangunan showroom, café dan restoran

c. Pembangunan training center

d. Pembangunan VIC

e. Pembangunan guest house

f. Pembangunan fasilitas umum (parkir area)

6 Program Pengembangan Infrastruktur Dasar Dan Infrastruktur Perikanan

a. Peningkatan kualitas dan pelayanan sarana dan prasarana transportasi

b. Peningkatan kualitas pelayanan jaringan irigasi, meliputi :

c. Peningkatan Sarana Pelayanan Pendukung Kegiatan bisnis Perikanan

7 Program Pengembangan Kelembagaan

a. Penyusunan kelembagaan pengelola sentra/kawasan minapolitan

b. Penyusunan/penguatan kelompok pembudidaya ikan, pengolah dan pemasaran

8 Strategi Pengembangan Pembiayaan

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VIII - 7 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 155: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VIII - 8 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 156: Bogor Masterplan Minapolitan

Masterplan Minapolitan Kabupaten Bogor

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan VIII - 9 INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 157: Bogor Masterplan Minapolitan

LAMPIRAN

Lampiran 1. Peta Potensi Budidaya

Lamp- 1  

Page 158: Bogor Masterplan Minapolitan

Lampiran 2. Peta Produksi

Lamp- 2  

Page 159: Bogor Masterplan Minapolitan

Lamp- 3  

Lampiran 3. Sketsa Aliran Irigasi di Lokasi Irigasi

BCBTS

Aliran ke D I

BTP

5ki

BS

K8

ki

BTP

1

2) Petak Tersier CBTS 7 ki; DI Cibeuteung-I

3) Petak Tersier TP1 ka; DI Sasak

 

Sawah  

Kolam  

 

Kolam  

 

4) Petak Tersier SK 8 ki; DI Sasak

1) Petak Tersier TP5 ki; DI Sasak

Page 160: Bogor Masterplan Minapolitan

Lampiran 4. Skema Daerah Irigasi

   

CB

TS1

KA

7H

a

CB

TS2

KA

13H

a

CB

TS3

KA

21H

a

CB

TS4

KA

15H

a

CB

TS5

KA

6H

a

CB

TS6

KA

6H

a

CB

TS7

KA

70H

a

CB

TS7

KI

90H

a

Panjang saluran: 1700 m Luas areal : 228 Haluran Keterangan :

SALURAN

KA

LI

Skema Daerah Irigasi Cibeuteung-1

Lamp-4  

Page 161: Bogor Masterplan Minapolitan

 

 

   

Keterangan : Luas areal : 1088 Ha Panjang saluran : 16991 m

BTP 5 Ki

BTP 10 Ki BTP 8 Ki

10 Ha 7 Ha

BTP 12 TG

6 Ha

BTP

1K

a

38H

a

BTP 4 Ka

6 Ha

BTP

2K

a

2H

a

BTP

3K

a

3H

a

BTP 6 Ka

10 Ha

BTP

7K

a

4H

a

BTP

9K

a

11H

a

BTP

11K

a

10H

a

BTP

12K

a

3H

a

SALURAN SEKUNDER BSK 3

24 Ha

Skema Daerah Irigasi Sasak, BSK3

Lamp-5  

Page 162: Bogor Masterplan Minapolitan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

   

BSK 4 BSK 5 BSK 6 BSK 7 BKP 1 BKP 2 BKP 3 BKP 4 BKP 5

BSK 4 Ki

23 Ha

BSK 5 Ki

32 Ha

BSK 6 Ki

11 Ha

BKP 1 Ki

45 Ha

BKP 2 Ki

57 Ha

BKP 3 Ki

4 Ha

BKP 6 Ki BKP 8

7 Ha 7 Ha

BSK 8

158 Ha

BSKP 9

162 Ha

BSK 10

8 Ha

BSK 11

6 Ha

BSK 12

16 Ha

BSK 14

40 Ha

BKP 4 Ka

3 Ha

BKP 5 Ka

4 Ha

BKP 7 Ka

5 Ha

BKP 9 Ka

5 Ha

BCG 1 Ki

6 Ha

BCG 3 Ki

9 Ha

BCG 3 Ka

13 Ha

BCG 2 Ka

2 Ha

SALURAN INDUK SASAK

SALURAN SEKUNDER KURIPAN

KEC. CISEENG

Panjang saluran: 16991 m Luas areal: 1088 Ha Keterangan :

KEC. PARUNG

SALURAN SEKUNDER COGREG

Lamp-6  

Skema Daerah Irigasi Sasak BSK4

Page 163: Bogor Masterplan Minapolitan

 

 

 

BK

P 1

9 K

i

BK

P 1

0 K

i

BK

P 1

2 K

i

BK

P 1

3 K

i

BK

P 1

4 K

i

BK

P 1

6 K

i

50 H

a  

14 H

a

15 H

a

29 H

a

5 H

a

4 H

a

 

 

 BKP 19 TG

 

 

 

 

 

 

 

 

 

   

A

BK

P 1

0 K

a

37 H

a

BK

P 1

1 K

a

10 H

a

BK

P 1

5 K

a

25 H

a

BK

P 1

7 K

a

20 H

a

BK

P 1

8 K

a

25 H

a

77 Ha

Lamp-7  

Skema Daerah Irigasi Sasak BSK4 (lanjutan)

Page 164: Bogor Masterplan Minapolitan

Lamp-8  

 

KALI ANGKE

 

BC

S 1

K

a

2 H

a L

/ dt

BC

S 8

K

17 H

a L

/ dt

BC

S 1

0 K

a

L

/ dt

BC

S2

Ki

25H

aL

/dt

BC

S4

Ki

25H

aL

/dt

BC

S3

Ki

3H

aL

/dt

BC

S 5

Ki

15 H

a L

/ dt

BC

S6

Ki

26H

aL

/dt

BC

S 7

Ki

32 H

a L

/ dt

BC

S 9

Ki

10 H

a L

/ dt

L / d

t

Ds. PENGASINAN KALONG  PROPINSI BANTEN 

Ds. Rw. 

BC

S 1

0 t

e

Panjang saluran : 5800 m Luas areal : 1550 Ha Keterangan :

Ds. RAWA KALONG 

SAL INDUK CURUG SERPONG 

Skema Daerah Irigasi Curug Serpong

KECAMATAN GUNUNG SINDUR

Ds. CURUG 

Ds. CURUG 

SITU

 

Page 165: Bogor Masterplan Minapolitan

Lampiran 5. Peta Sarana Prasarana

Lamp-9  

Page 166: Bogor Masterplan Minapolitan

Lampiran 6. Peta Obyek Wisata

Alternatif 1 

Lamp-10  

Page 167: Bogor Masterplan Minapolitan

Alternatif 2

Lamp-11  

Page 168: Bogor Masterplan Minapolitan

Lampiran 7. Peta Potensi Budidaya

Lamp-12  

Page 169: Bogor Masterplan Minapolitan

Lamp-13  

 

Lampiran 8. Peta Pola Keterkaitan Kawasan

Page 170: Bogor Masterplan Minapolitan
Page 171: Bogor Masterplan Minapolitan
Page 172: Bogor Masterplan Minapolitan
Page 173: Bogor Masterplan Minapolitan
Page 174: Bogor Masterplan Minapolitan
Page 175: Bogor Masterplan Minapolitan