strategi kognitif dalam pembelajaran
TRANSCRIPT
PELATIHAN SINGKAT PENYUSUNAN KONTRAK PERKULIAHAN DAN BAHAN AJAR BAGI STAF PENGAJAR PTN
KAWASAN TIMUR INDONESIA
STRATEGI KOGNITIF DALAM PEMBELAJARAN
DRS FRANS A. RUMATE, Apt.
KERJASAMAPUSAT PENINGKATAN DAN PENGEMBANGAN AKTIVITAS
INSTRUKSIONAL UNIVERSITAS HASANUDDIN(P3AI-UNHAS)
DENGANBAGIAN KEGIATAN PENINGKATAN KUALITAS
SUMBER DAYA MANUSIA DIRJEN DIKTI
21 -26 November 2005
STRATEGI KOGNITIF DALAM PEMBELAJARAN
Drs Frans A.Rumate, Apt *
I. PENDAHULUAN
Strategi Kognitif merupakan tujuan belajar dengan kemampuan tertinggi dari
domain kognitif, yaitu cognitive strategies menurut Taksonomi Gagne, atau
di atas ( beyond) analisis, sintesis, dan evaluasi menurut Taksonomi Bloom
(metacognition). Strategi Kognitif dapat dipelajari mahasiswa dengan
bantuan dosen. Dosen disebut berhasil apabila mampu mengembangkan
kemampuan strategi kognitif mahasiswa; perkuliahan bukan semata-mata
penyampaian materi bidang ilmu saja.
Taksonomi ialah klasifikasi atau pengelompokan benda menurut ciri-ciri
tertentu. Dalam bidang pendidikan, taksonomi digunakan untuk klasifikasi
tujuan instruksional; ada yang menamakannya tujuan pembelajaran, tujuan
penampilan, atau sasaran belajar, yang digolongkan dalam 3 klasifikasi
umum atau ranah (domain), yaitu :
Ranah Kognitif berkaitan dengan tujuan belajar yang berorientasi pada
kemampuan berpikir
Ranah Afektif berhubungan dengan perasaan, emosi, sistem nilai, dan
sikap hati)
Ranah Psikomotor (berorientasi pada keterampilan motorik atau
penggunaan otot kerangka).
Saat ini dikenal berbagai macam taksonomi tujuan instruksional yang diberi
nama menurut penciptanya, misalnya Bloom, Merill dan Gagne (kognitif),
Krathwohl, Martin & Briggs dan Gagne (afektif), dan Dave, Simpson dan
Gagne (psikomotor).
* Pusat Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas Instruksional Universitas
Hasanuddin (P3AI-UNHAS)
Satu hal yang penting dalam taksonomi tujuan instruksional ialah adanya
hirarki yang dimulai dari tujuan instruksional pada jenjang terendah sampai
jenjang tertinggi. Dengan kata lain, tujuan pada jenjang yang lebih tinggi
tidak dapat dicapai sebelum tercapai tujuan pada jenjang di bawahnya.
Penting pula diingat bahwa tidak terdapat batas yang jelas antara ranah
yang satu dengan lainnya. Sebagai contoh, misalnya rumusan tujuannya
dalam ranah kognitif Penerapan; tetapi seringkali tujuan kognitif ini disertai
praktek yang memerlukan keterampilan motorik, demikian pula,misalnya
pada rumusan tujuan instruksional dalam ranah kognitif yang perilakunya
memilih, sudah terkait pula ranah afektif (sikap hati). Melakukan perumusan
tujuan berdasarkan ranah, selalu dipilih yang mana yang lebih dominan.
Pertama-tama kita melihat perbandingan Taksonomi Bloom dan Taksonomi
Gagne pada Ranah Kognitif (Cognitive Domain) berikut :
- Prosedur
Taksonomi Gagne
Verbal Information (facts, ingatan)
Intellectual Skills
- discrimination (membedakan)
- concepts (mengelompokkan)
- rules (hubungan antar konsep)
- higher order rules (aturan/prinsip baru)
Taksonomi Bloom
Knowledge (mengingat, menghafal)
Comprehension (menerjemahkan)
Application (menerapkan)
Analysis (memecah konsep menjadi bagian-bagian)
Synthesis (menggabungkan bagian-bagian menjadi suatu kesatuan)
Evaluation (membandingkan dengan standar)
II. DEFINISI STRATEGI KOGNITIF
Strategi Kognitif ialah kemampuan internal yang terorganisasi yang dapat
membantu mahasiswa dalam proses belajar, proses berpikir, memecahkan
masalah dan mengambil keputusan (Gagne, 1974)
Kemampuan strategi kognitif menyebabkan proses berpikir seseorang itu
unik, yang disebut sebagai executive control (kontrol tingkat tinggi).
Strategi kognitif tidak berhubungan dengan materi bidang ilmu tertentu,
karena merupakan keterampilan berpikir mahasiswa secara internal dan
dapat diterapkan dalam berbagai bidang ilmu.
Pembentukan pengetahuan dalam diri (otak) seseorang dapat digambarkan
dalam bagan
Model dasar belajar dan ingatan dari Gagne sepertu berikut :
EXECUTIVE CONTROL EXPECTANCIES
E F F E
C T O
R S
R S E E R SHORT LONG C N E TERM TERM E S G MEMORY MEMORYP O I
T R SO Y TR E S R
RESPONSEGENERATOR
ENVIRONMENT
MODEL DASAR BELAJAR DAN INGATAN ( GAGNE )
III. LATAR BELAKANG
Strategi Kognitif didasarkan pada : Paradigma konstruktivisme, teori
metacognition, dan pengalaman di lapangan (reflection in action)
III. 1 Paradigma konstruktivisme
Proporsi paradigma konstruktivisme dapat diterjemahkan menjadi
pertanyaan-pertanyaan yang lebih operasional, sebagai berikut:
1. Kepercayaan, nilai dan norma, motivasi, pengetahuan dan
keterampilan, serta intuisi setiap orang akan sangat berpengaruh
terhadap strategi dan kemampuan orang tersebut dalam menghadapi
permasalahan yang dihadapinya.
2. Permasalahan yang dihadapi setiap orang tidak pernah dapat
dipisahkan dari konteks situasinya. Strategi dan kemampuan
seseorang dalam menghadapi masalah-masalah tersebut adalah unik.
3. Jika dikumpulkan strategi-strategi yang digunakan masing-masing
orang dalam masalah tertentu, maka akan terlihat adanya pola dasar
yang sama (generalizable pattern) dari strategi tersebut. Pola dasar
teresebut diperlukan dan dapat dipelajari oleh orang (mahasiswa) lain,
untuk menjadi bekal dasar dalam memecahkan masalah.
Keberhasilan mahasiswa untuk memecahkan masalah di lapangan nantinya
merupakan indikasi penguasaan strategi kognitif oleh mahasiswa tersebut
yang terdiri dari pola dasar yang telah dipelajarinya, dan dipengaruhi oleh
kepercayaan, nilai dan norma, motivasi, kemampuan dan keterampilan, serta
intuisi mahasiswa tersebut dalam suatu konteks situasi.
III.2 Teori Metacognition
Metacognition, yang melandasi strategi kognitif merupakan keterampilan
mahasiswa dalam mengatur dan mengontrol proses berpikirnya (Preisseisen,
1985), meliputi :
1. Keterampilan pemecahan masalah (problem solving), yaitu
keterampilan individu dalam menggunakan proses berpikirnya untuk
memecahkan masalah melalui pengumpulan fakta, analisis informasi,
menyusun berbagai alternatif pemecahan, dan memilih penyelesaian
masalah yang efektif.
2. Kemampuuan pengambilan keputusan (decision making), yaitu
keterampilan individu dalam menggunakan proses berpikirnya untuk
memilih suatu keputusan yang terbaik dari beberapa pilihan yang ada
melalui pengumpulan informasi, perbandingan kebaikan dan
kekurangan setiap alternatif, analisis informasi, dan pengambilan
keputusan yang terbaik berdasarkan alasan-alasan yang rasional.
3. Kemampuan berpikir kritis (critical thinking), yaitu keterampilan
individu dalam menggunakan proses berpikirnya untuk menganalisis
argumen dan memberikan interpretasi berdasarkan persepsi yang
sahih melalui “logical reasoning” , analisis asumsi dan bias dari
argumen, dan interpretasi logis.
4. Keterampilan berpikir kreatif (creative thinking), yaiyu keterampilan
individu dalam menggunakan proses berpikirnya untuk menghasilkan
suatu ide yang baru dan konstruktif, berdasarkan konsep-konsep, dan
prinsip-prinsip yang rasional maupun persepsi dan intuisi individu.
Keterampilan-Keterampilan tersebut tidak terpisah melainkan terintegrasi
satu dengan yang lain. Jadi pada saat bersamaan ketika mahasiswa
menggunakan strategi kognitifnya untuk memecahkan masalah, dia juga
menggunakan keterampilannya untuk mengambil keputusan, berpikir kritis,
dan berpikir kreatif.
III.3 Reflection in Action
Prinsip refleksi dari pengalaman-pengalaman praktisi profesional dalam
pemecahan masalah-masalah yang pernah dihadapi untuk memecahkan
masalah baru (praktisi-praktisi tersebut dikenal dengan nama reflective
practitioners) disebut prinsip reflectioan in action (Schon, 1982) merupakan
salah satu prinsip yang melandasi Strategi Kognitif
Seorang praktisi yang profesional akan berpikir tentang apa yang
dilakukannya, bahkan kadang-kadang sambil melakukan aksinya. Cara
tersebut akan menjadi awal baginya untuk mencoba menyadari apa yang
terjadi, apa respon atau reaksinya terhadap kejadian tersebut dan
bagaimana ia dapat menyimpulkan apa masalah sesungguhnya. Pada saat
itu, seorang praktisi profesional terlibat dalam pengaturan dan pengontrolan
kognisinya secara intensif. Tidak jarang akan terlibat dalam situasi yang
meragukan, problematik, atau membingungkan. Ketika ia berusaha untuk
keluar dari keraguan, problematika, dan kebingungan tersebut ia
merefleksikan apa-apa yang telah pernah dilakukannya dalam aksi-aksi
sebelumnya untuk kemudian dipilah, diatur, dan diorganisasikan untuk
dilakukan dalam aksi-aksi berikut. Proses ini dikenal dengan nama reflection
in action, yang merupakan proses operasional utama dalam seseorang
menggunakan strategi kognitif.
Bragar dan Johnson (1993) mengatakan bahwa seseorang belajar melalui apa
yang dilakukannya dan kemudian mengkaji ulang apa yang telah
dilakukannya tersebut. Perilaku yang direfleksikannya, artinya telah dikaji
ulang dan diatur kembali, akan memberikan suatu pengertian baru yang
akan menjadi petunjuk bagi terjadinya perilaku-perilaku berikutnya. Proses
pembelajaran strategi kognitif merupakan proses reflection in action, yang
didasarkan pada teori Experential Learning Cycle dai David Kolb. Teori
Experential Learning Cycle dari David Kolb dapat digambarkan sebagai
berikut:
Contoh : (Experiental Learning Cycle, David Kolb)
Experiental Learning (David Kolb)
Window of the world
(Pengalaman Konkrit)
Refleksi
Implementasi
Finding Out(Penemuan)
Talking Action(Penerapan)Konseptualisasi
Berdasarkan teori ini proses belajar dimulai dari pengalaman konkret yang
dialami seseorang. Pengalaman tersebut diteflekdikan secara individual.
Dalam proses refleksi, seseorang akan berusaha memahami apa yang terjadi
atau apa yang dialami. Refkesi ini menjadi dasar proses kenseptualisasi atau
proses pemahaman prinsip-prinsip yang mendasari pengalaman yang dialami
serta perkiraan kemungkinan aplikasinya dalam situasi dan konteks yang lain
atau baru. Proses implementasi merupakan situasi dan konteks yang
memungkinkan penerapan konsep yang sudah dikuasai seseorang. Proses
pengalaman dan refleksi dikategorikan sebagai proses penemuan (finding
out), sedangkan proses konseptualisasi dan implementasi dikategorikan
dalam proses penerapan (taking action). Proses keseluruhan ini terjadi
berulang-ulang sehingga setiap action yang dilakukan seseorang merupakan
hasil refleksi dari pengalaman atau kejadian yang dialami.
IV. STRATEGI KOGNITIF VS. KETERAMPILAN INTELEKTUAL
Strategi kognitif berbeda dengan keterampilan intelektual yang disebut
"intelectual skills” (dalam taksonomi Gagne) atau aplikasi dalam taksonomi
Bloom. Keterampilan intelektual lebih berorientasi kepada interaksi
mahasiswa sebagai individu dengan lingkungan belajarnya, yaitu dengan
angka, kata-kata, simbol, rumus, prinsip, prosedur, dan lain-lain. Dengan
keterampilan intelektual, mahasiswa mampu mengerjakan (how to) sesuatu
dengan fakta yang dimilikinya. Sedangkan strategi kognitif, merupakan
kemampuan mahasiswa untuk mengontrol interaksinya dengan lingkungan.
Contohnya, mahasiswa menggunakan strategi kognitif untuk membaca
artikel di majalah ilmiah. Apa yang dipelajarinya dari artikel tersebut
mungkin Cuma fakta, rumus-rumus, atau penerapan teori. Namun, untuk
menyeleksi informasi yang dibacanya, memberikan kode terhadap informasi
yang direkam dipikirannya, dan menemukan kembali informasi tersebut
untuk keperluan lain, merupakan strategi kognitif. Dalam hal tersebut,
mahasiswa mempergunakan strategi kognitif untuk memahami apa yang
sudah dibaca dan dipelajarinya, dan untuk memecahkan masalah. Strategi
kognitif merupakan cara mahasiswa untuk mengorganisasikan dan
mengontrol proses belajarnya, dan juga berproses berpikir, memecahkan
masalah, dan mengambil keputusan.
Jika mahasiswa menghadapi suatu masalah baru, diharapkan mahasiswa
dapat menanganinya dengan mempergunakan informasi dan fakta-fakta,
serta keterampilan intelektual yang pernah dipelajarinya. Namun, belum
mencukupi, karena mahasiswa perlu mempunyai strategi untuk dapat
menangani masalah baru tersebut. Diharapkan, mahasiswa akan dapat
memilih cara penanganan masalah yang tepat dari berbagai strategi
alternatif. Keunikan dan kebenaran proses berpikir mahasiswa ditentukan
oleh ketepatan pemilihan strategi untuk menangani masalah baru tersebut.
V. PENGEMBANGAN STRATEGI KOGNITIF
Strategi kognitif berkembang dalam waktu yang cukup lama dan panjang
sebagai hasil dari pendidikan. Dalam hal ini, proses belajar merupakan
proses yang penting dalam pengembangan strategi kognitif seseorang.
Menurut Socrates dan John Dewey, belajar merupakan suatu kegiatan atau
sesuatu yang dilakukan secara mental dan/atau fisik yang diikuti dengan
kesempatan merefleksikan hal-hal yang dilakukan dari hasil perilaku
tersebut. Strategi kognitif dikembangkan melalui proses refleksi perilaku
ketika mahasiswa menghadapi masalah.
West, Farmer, dan Wolf (1991) mengatakan bahwa dosen dapat
mengembangkan strategi kognitif dalam proses penyampaian materi bidang
ilmu (content), mengaktifkan strategi kognitif mahasiswa dalam penyajian
materi bidang ilmu, menggunakan strategi kognitif untuk menyampaikan
materi bidang ilmu ilmu. Strategi kognitif dikembangkan secara terpadu
dengan penyajian mata kuliah bidang ilmu, tidak secara terpisah.
Dosen dapat mengembangkan strategi kognitif mahasiswa :
1. dalam proses penyampaian materi bidang ilmu (content)
2. mengaktifkan strategi kognitif mahasiswa pada waktu menyajikan
materi bidang ilmu
3. menggunakan strategi kognitif untuk menyampaikan bidang ilmu
4. Strategi Kognitif dikembangkan secara terpadu dengan penyajiam
mata kuliah bidang ilmu, tidak secara terpisah.
VI. JENIS-JENIS STRATEGI KOGNITIF
Gagne (1984) mengidentifikasi strategi kognitif berdasarkan alur proses
instruksional mulai dari memperhatikan (attending), mengolah stimulus
( encoding), mencari kembali informasi (retrieval), dan berpikir. Untuk setiap
tahap mahasiswa dapat menggunakan strategi kognitif yang berbeda-beda.
West, Farmer dan Wolff (1991) menjelaskan adanya 4 keluarga besar strategi
kognitif, yaitu Chnkung, Spatial, Bridging, dan Multipurpose.
1. Chunking, merupakan strategi mengorganisasikan sesuatu secara
sistematis melalui proses mengurutkan (order), mengklasifikasi
(classify, dan menyusun (arrange). Chunking dapat membantu
seseorang untuk mengolah data yang sangat banyak atau proses yang
sangat kompleks. Melalui chunking, seseorang memilah-milah materi
kuliah atau masalah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil, kemudian
menyusun bagian-bagian tersebut secara berurut.
2. Spatial merupakan suatu strategi untuk menunjukkan hubungan antar
hal yang satu dengan yang lain. Dalam kategori ini termasuk “frames”
(tabel) dan “concept maps” (peta konsep)
3. Bridging merupakan strategi untuk menjembatani pemahaman
seseorang melalui “metafor” (perumpamaan), analogi dan advance
organizer. Metafor dan analogi merupakan strategi pengandaian yang
dapat menjembatani suatu konsep baru dengan menggunakan konsep
yang sudah dipahami sebelumnya. Advance organizer merupakan
kerangka dalam bentuk abstraksi atau ringkasan tentang konsep-
konsep dasar materi yang harus dipelajari, hanya dapat dibuat oleh
dosen untuk memudahkan mahasiswa belajar.
4. Mulitpurpose merupakan strategi kognitif yang dapat digunakan
untuk berbagai tujuan, antara lain rehearsal, imagery, dan mneumoncs
(jembatan keledai). Rehearsal merupakan cara untuk untuk mereviu
materi, bertanya, mengansipasi pertanyaan dan materi, yang hanya
dapat dilakukan oleh mahasiswa, dosen dapat memberikan waktu agar
mahasiswa dapat melakukan rehearsal. Imagery (membayangkan)
merupakan proses visualisasi suatu konsep, kejadian, ataupun prinsip.
Mneumonics merupakan alat bantu untuk mengingat, misalnya
singkatan.
JENIS STRATEGI KOGNITIF
VII. CONCEPT MAPPING
“Concept mapping” atau “pattern noting” (Peta Kognitif)ialah cara yang
dapat digunakan dosen untuk membantu mahasiswa mengorganisasikan
materi perkuliahan berdasarkan arti dan hubungan antar komponennya.
Hubungan antara satu konsep atau informasi dengan konsep yang lain
disebut proposisi. Peta kognitif juga dapat berfungsi sebagai peta visual
Chunking Spatial Bridging Multipurpose
FramesConcepts Mapping
AdvencerOrganizer Metaphor
Rehearsal Mneumonics
Imagery
Space and Time
Classification
Yang menggambarkan berbagai cara untuk mengartikan suatu konsep
berdasarkan proposisinya.
Peta Kognitif biasanya dimulai dengan suatu konsep utama, yang mungkin
merupakan topik penting dalam suatu matakuliah atau suatu masalah.
Menurut Jonassen (1987), peta kognitif merupakan teknik yang
dikembangkan oleh Buzan (1974) untuk mengorganisasikan dan menyusun
informasi yang menunjukkan keterkaitan antara satu informasi dan informasi
lain. Hubungan antara satu konsep ’atau informasi’ dengan konsep yang
disebut preposisi (Novak & Gowin, 1984). Peta kognitif dapat
memperlihatkan arti suatu konsep berdasarkan preposisi konsep tersebut
dengan konsep-konsep lainnya. Dengan demikian, peta kognitif dapat
didefinisikan sebagai alat yang skematis untuk menunjukkan arti suatu
konsep berdasarkan proposisi. Peta kognitif juga dapat berfungsi menjadi
peta visual yang menggambarkan berbagai cara untuk mengartikan suatu
konsep berdasarkan preposisinya.
Jonassen (1987) mengartikan peta kognitif sebagai teknik untuk
menggambarkan susunan dan hubungan antar ide atau konsep dalam pikiran
seorang individu. Dalam perkuliahan, peta kognitif dapat digunakan untuk
menggambarkan susunan dan hubungan antarkonsep yang sudah dimiliki
mahasiswa dan yang baru dipelajarinya. Peta kognitif merupakan refleksi dari
konsep-konsep dan preposisinya yang sudah dikuasai oleh mahasiswa. Peta
kognitif hanya berlaku pada saat peta tersebut dibuat oleh seorang
mahasiswa, karena pada saat yang lain, ketika mahasiswa sudah
mempelajari konsep-konsep lain, maka akan mempunyai peta kognitif yang
berbeda.
Peta kognitif biasanya dimulai dengan satu konsep utama. Konsep utama
tersebut mungkin merupakan topik yang terpenting dalam satu mata kuliah,
atau hal yang terpenting dalam satu masalah. Selain konsep utama, ada lagi
konsep-konsep lain yang berhubungan dengan konsep utama. Proposisi
antarkonsep tidak sama, oleh sebab itu peta kognitif juga memperlihatkan
beraneka ragam proposisi antar konsep.
VII.1 Definisi
Proses mahasiswa menyusun proposisi suatu konsep dengan konsep lainnya
dalam membuat peta kognitif merupakan pengaturan proses berpikir dan
merupakan strategi kognitif mahasiswa.
VIII. Kegunaan Peta Kognitif :
1. MENYUSUN ALUR KONSEP ATAU IDE DALAM PERKULIAHAN
ATAU BUKU MENJADI SUATU “ CONTENT MAP ” ATAU PETA
SAJIAN.
2. MENGINVENTARISASI IDE-IDE YANG BERHUBUNGAN DENGAN
ANALISIS TUGAS
3. MERANGKUM SUATU LAPORAN ATAU BACAAN
4. MENGORGANISASIKAN BERBAGAI KEGIATAN
5. MENGORGANISASIKAN MATERI PERKULIAHAN UNTUK UJIAN
6. MENEMUKAN KEMBALI INFORMASI DALAM PIKIRAN INDIVIDU
7. MERUPAKAN SALAH SATU CARA UNTUK MENUNJUKKAN
JARINGAN KERJA
8. MENGEVALUASI SERAPAN MAHASISWA TERHADAP MATERI
PERKULIAHAN SEBELUM MAUPUN SESUDAH PERKULIAHAN
9. ALAT DIAGNOSTIK KESUKARAN BELAJAR MAHASISWA
VIII. Prosedur Pemetaan Kognitif
1. Menentukan satu konsep utama
Sediakan kertas kosong dan alat tulis, kemudian tentukan konsep
utama untuk peta kognitif. Dalam latihan, penentuan konsep utama
dapat dilakukan oleh dosen atau dilakukan bersama-sama dengan
mahasiswa. Konsep utama mewakili topik utama dari perkuliahan yang
baru saja berjalan, topik utama suatu tugas karya tulis, topik utama
suatu bacaan (buku atau artikel). Tuliskan topik utama dalam kotak
dan tempatkan di bagian tengah kertas!
2. Menentukan isu Utama
Pusatkan pikiran pada konsep utama dan identifikasi isu-isu yang
paling utama yang berhubungan dengan konsep utama. Isu terdiri dari
konsep lain dan proposisi yang berhubungan dengan konsep utama.
Pilihlah hanya isu yang paling utama saja, yaitu isu yang paling
penting berhubungan dengan konsep utama. Kemudian, tuliskan
konsep-konsep tersebut terhadap konsep utama. Setelah gambar jadi,
pikirkan adakah isu utama yang belum dicantumkan?
3. Identifikasi Subisu
Untuk selanjutnya, identifikasi sub-isu yang berhubungan dengan
setiap isu utama. Tuliskan konsep-konsep yang terdapat dalam subisu,
gambarkan dan tunjukkan proposisi konsep-konsep tersebut terhadap
isu utama. Setelah gambar jadi, perhatikan adakah subisu yang belum
dicantumkan?
Proses identifikasi sub-isu dapat dilanjutkan dengan pengidentifikasian
sub-subisu, dan seterusnya sampai dianggap cukup.
4. Review
Perhatikan peta yang sudah jadi, apakah ada proposisi antarkonsep
yang belum ditulis atau terlewat, dan apakah ada konsep yang belum
dicantumkan?
Keterampilan untuk menyusun peta kognitif memerlukan kemampuan
untuk dapat berpikir spatial (fragmentaris) di samping juga
penguasaan pola pikir holistic ‘menyeluruh’.
Contoh peta kognitif memerlukan kemampuan untuk mata kuliah
Sastra
Ada dua faktor penting yang dapat mempengaruhi proses belajar
mahasiswa dalam mempelajari keterampilan strategi kognitif, yaitu :
VIII. KECEPATAN BELAJAR YANG EFEKTIF
Seringkali dosen mengelola perkuliahan dengan kecepatan yang tinggi,
sehingga mahasiswa terbiasa untuk menjadi impulsive ‘bertindak reaktif
terhadap sesuatu’. Jika dosen mengajukan pertanyaan, maka dosen
mengharapkan mahasiswa untuk segera menjawabnya, dan akan meminta
mahasiswa yang pertama menunjukkan jari untuk menjawab pertanyaan
tersebut. Kecepatan yang tinggi berguna dalam beberapa hal, seperti
mengukur pengetahuan mahasiswa (ingatan dan pemahaman) dan
menyebabkan mahasiswa terus memperhatikan dosen. Namun, kecepatan
seperti itu kurang bermanfaat bagi pengembangan strategi kognitif
mahasiswa.
Mahasiswa memerlukan waktu untuk berpikir dan mengatur proses
berpikirnya. Mahasiswa perlu merefleksikan berbagai alternatif untuk
menganalisis informasi dan untuk mencapai konklusi dari masalah atau
kasus yang dihadapi. Mahasiswa juga perlu mengontrol proses berpikirnya.
Proses tersebut memerlukan waktu yang cukup. Glatthom dan Baron (1985)
mengusulkan agar dosen mau sabar menunggu jawaban mahasiswa
terhadap pertanyaannya sementara memberi kesempatan mahasiswa untuk
berpikir. Dengan demikian, dosen perlu benar-benar memperhitungkan
kecepatan belajar yang efektif bagi mahasiswa untuk dapat menguasai
keterampilan strategi kognitif.
IX. UMPAN BALIK
Umpan balik merpakan faktor yang paling penting bagi mahasiswa untuk
mempelajari keterampilan strategi kognitif. Umpan balik merupakan salah
satu cara untuk meningkatkan motivasi mahasiswa untuk mempelajari
keterampilan strategi kognitif. Mahasiswa perlu diberitahu tentang
pencapaian hasil belajarnya. Jika seorang mahasiswa diharapkan
memecahkan suatu masalah dengan kriteria keaslian, kreativitas, kebaruan
(innovativeness) strategi pemecahan masalah yang digunakan, maka umpan
balik yang baik perlu memberi tahu mahasiswa tentang pencapaian
mahasiswa atas kriteria yang ditentukan, yaitu keaslian, kreativitas, dan
kebaruan strategi yang digunakan. Umpan balik juga merupakan cara untuk
mengetahui kebenaran dan ketepatan refleksi yang telah dilakukan. Refleksi
itu sendiri merupakan suatu umpan balik.
Masalah-masalah atau kasus-kasus yang disusun oleh dosen untuk
digunakan dalam perkuliahan merupakan salah satu persyaratan untuk dapat
melatihkan keterampilan strategi kognitif kepada mahasiswa. Satu
persyaratan yang lain untuk dapat melatihkan keterampilan tersebut dengan
lebih efektif adalah pemberian umpan balik yang tepat kepada mahasiswa,
sehingga mahasiswa memahami tingkat pencapaiannya.
X. PENUTUP
Strategi Kognitif merupakan metode pembelajaran yang berdasarkan
Kognitivisme. Peningkatan kualitas lulusan tidak terlepas dari metode
pembelajaran yang sesuai untuk mahasiswa. Di sinilah strategi kognitif dapat
berperan sebagai metode pembelajaran di samping metode yang biasanya
digunakan.
TUGAS LATIHAN :
PEMBUATAN PETA KOGNITIF (CONCEPT MAPPING )
Gejala Kepustakaan
diamati Ukuran dibuatkan identifikasi Sampul kertas
meliputi meliputi Ukuran huruf Urutan ketikan Masalah Bab meliputi meliputi dirumuskan dipecahkan Format melalui Hipotesis berisi Metodologi mempunyai Daftar Pustaka mempunyai diuji Laporan Karya Tulis meliputi menggunakan mempunyai Pendahuluan meliputi menggunalan Bentuk
Eksperimen Bahasa Indonesia meliputi yang baik dan benar meliputi Isi meliputi Laporan meliputi Wacana meliputi penggunaan Kesimpulan merupakan
penulisan Istilah Paragraf Ragam bahasa Tatabahasa
menghasilkan
DAFTAR PUSTAKA
Behaviorism and constructivism. [On-line]. Available: http://hagar.up.ac.za/catts/learner/debbie/CADVANT.HTM
Beyond constructivism - contextualism. [On-line]. Available: http://tiger.coe.missouri.edu/~t377/cx_intro.html
Constructivist theory (J. Bruner). [On-line]. Available: http://www.gwu.edu/~tip/bruner.html
Dick, W. (1991). An instructional designer's view of constructivism. Educational Technology, May, 41-44.
Duffy, T. M., Jonassen, D. H. (1991). Constructivism: New implications for instructional technolgy? Educational Technology, May, 7-12.
Jonassen, D. H., McAleese, T.M.R. (Undated). A Manifesto for a constructivist approach to technology in higher education. [On-line]. Available:http://led.gcal.ac.uk/clti/papers/TMPaper11.html
Khalsa, G. (Undated). Constructivism. [On-line]. Available: http://www.gwu.edu/~etl/khalsa.html
Kulikowski, S. (Undated). The constructivist tool bar. [On-line]. Available: http://www.coe.missouri.edu:80tiger.coe.missouri.edu/
Pannen, P. dkk. (2005) Konstruktivisme dalam Pembelajaran, PAU-PPAI-UT,
DirJenDikti, DepDikNas.
Shank, P. (Undated). Constructivist theory and internet based instruction. [On-line]. Available: http://www.gwu.edu/~etl/shank.html
Smorgansbord, A., (Undated). Constructivism and instructional design. [On-line]. Available: http://hagar.up.ac.za/catts/learner/smorgan/cons.html