stosite 4,5,8

9
Stopsite 4 : Schist (sekis), Gunung Konang Daerah Bayat sering dikenal dengan sebutan daerah Perbukitan Jiwo. Secara fisiologis Perbukitan Jiwo adalah daerah rendah yang terletak diantara kota Klaten dengan Pegunungan Selatan dan merupakan formasi wonosari. Struktur-struktur geologi yang berkembang didaerah Bayat adalah struktur lipatan dan sesar-sesar naik, turun, dan sesar mendatar. Perbukitan jiwo merupakan daerah yang relatif sempit namun memiliki kondisi geologi yang kompleks. Semua batuan dapat dijumpai pada daerah ini pada temepat-tempat singkapan. Salah satu batuan yang tertua di Jawa, yang berupa kompleks batuan metamorf dan batuan Paleogen yang banyak mengandung fosil juga tersingkap di daerah ini. Formasi geologi atau jenis batuan yang ada didaerah Bayat dapat dipilahkan menjadi 8 formasi, salah satunya adalah formasi batuan malihan yang terdiri atas Sekis, pualam (marmer), batuan gunung api malih, sedimen malih, dan batu sabak (Agri dkk., 2010). Gunung Pendul dan Gunung Semangu termasuk kedalam deretan Perbukitan Jiwo Timur yang terdiri dari gunung-gunung Konang, Pendul, Semangu, Jokotuwo, dan Temas. Gunung Semangu dan Gunung Konang merupakan tubuh batuan sekis-mika dan berfoliasi dengan cukup baik sedangkan Gunung Pendul merupakan tubuh batuan intursi mikrodiorit. Disebelah utara Gunung Pendul dijumpai singkapan batu gamping nummulites yang sekitarnya terdapat batu pasir berlapis. Hubungan antara satuan batuan tersebut masih meberikan kemungkinan-kemungkinan baru dari aspek goelogi karena kontak

Upload: sunyiirahastii

Post on 11-Jan-2016

15 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

geomin

TRANSCRIPT

Page 1: stosite 4,5,8

Stopsite 4 : Schist (sekis), Gunung Konang

Daerah Bayat sering dikenal dengan sebutan daerah Perbukitan Jiwo. Secara fisiologis

Perbukitan Jiwo adalah daerah rendah yang terletak diantara kota Klaten dengan Pegunungan

Selatan dan merupakan formasi wonosari. Struktur-struktur geologi yang berkembang didaerah

Bayat adalah struktur lipatan dan sesar-sesar naik, turun, dan sesar mendatar. Perbukitan jiwo

merupakan daerah yang relatif sempit namun memiliki kondisi geologi yang kompleks. Semua

batuan dapat dijumpai pada daerah ini pada temepat-tempat singkapan. Salah satu batuan yang

tertua di Jawa, yang berupa kompleks batuan metamorf dan batuan Paleogen yang banyak

mengandung fosil juga tersingkap di daerah ini. Formasi geologi atau jenis batuan yang ada

didaerah Bayat dapat dipilahkan menjadi 8 formasi, salah satunya adalah formasi batuan malihan

yang terdiri atas Sekis, pualam (marmer), batuan gunung api malih, sedimen malih, dan batu

sabak (Agri dkk., 2010).

Gunung Pendul dan Gunung Semangu termasuk kedalam deretan Perbukitan Jiwo Timur

yang terdiri dari gunung-gunung Konang, Pendul, Semangu, Jokotuwo, dan Temas. Gunung

Semangu dan Gunung Konang merupakan tubuh batuan sekis-mika dan berfoliasi dengan cukup

baik sedangkan Gunung Pendul merupakan tubuh batuan intursi mikrodiorit. Disebelah utara

Gunung Pendul dijumpai singkapan batu gamping nummulites yang sekitarnya terdapat batu

pasir berlapis. Hubungan antara satuan batuan tersebut masih meberikan kemungkinan-

kemungkinan baru dari aspek goelogi karena kontak antar satuan masih tertutup oleh koluvial di

daerah dataran (Yulianto dkk., 2001).

Daerah Gunung Konang mempunyai kemiringan 6º. Batuan metamorf didaerah Gunung

Konang adalah sekis, filit, dan kwarsit. Morfologi Perbukitan Gunung Konang mempunyai

singkapan Batu Sekis-Filit dengan komposisi mineral mika dari kuarsa yang ada didalamnya.

Singkapan sekis dijumpai setempat-setempat, seperti di Jiwo Timur dijumpai di bagian barat

G.Jokotuo, G.Konang, G. Semangu, dan lereng tenggara Gunung Pendul, sedangkan di Jiwo

Barat lereng selatan G. Merak. Di lokasi sekis ini terdapat sebagai fragmen dalam batu lempung

Eosen Formasi Wungkal-Gamping. Hasil analisis petrografi menunjukkan, bahwa mineralogi

penyusun sekis ini antara lain mineral kuarsa (40-55%), felspar (10-15%), muskovit (10-35%),

dan sedikit mineral opak. Diantara sekis ini, sampel yang diambil di lereng selatan G.Konang

komposisinya ada yang mengandung garnet (15%) disamping kuarsa dan muskovit.

Page 2: stosite 4,5,8

Schist (sekis) adalah batuan metamorf yang mengandung lapisan mika, grafit, dan

horndlende. Mineral pada batuan ini umumnya terpisah menjadi berkas-berkas bergelombang

yang diperlihatkan dengan kristal yang mengkilap, Sekis berasal dari metamorfisme siltstone,

shale, dan basalt, dengan ciri khas foliasi yang kadang bergelombang, dan terdapat kristal garnet.

Berdasarkan pengamatan dilapangan, bahan induk Schist (Sekis) yang terdapat di Gunung

Konang adalah batu malihan yang mempunyai ciri khas jika dikenai suhu dan tekanan menjadi

terhimpit meliuk-liuk atau melekuk-lekuk dan tidak teratur, terkadang membentuk lapisan-

lapisan atau lempeng-lempeng seperti batu sabak dan tergantung dari bahan penyusunnya.

Pelapukan dari schist (sekis) akan membentuk tanah dengan horizon C yang memiliki ciri sudah

gembur .

Susunan schist (sekis) yang melekuk-lekuk dan meliuk-liuk menyebabkan pelapukannya

tidak mesti dari atas tetapi bisa dari arah mana saja. Jika schist melapuk maka unsur-unsur akan

melarut dan kehilangan kation-kation basa, tetapi bentuk schist (sekis) masih tetap sama. Mineral

primer di dalam schist (sekis) memiliki ciri khas adanya kenampakan mengkilap dibagian

luarnya. Unsur dominan dari schist (sekis) adalah Si, Al, dan Fe dan akan membentuk mineral

primer yang bermacam-macam. Semua batuan didominasi dengan Si (50-80%). Selain

ditemukan schist (sekis) di Gunung Konang juga ditemukan kwarsit. Kwarsit merupakan kwarsa

yang terbentuk melalui proses malihan. Kwarsit terbentuk karena intrusi batuan diorite dengan

suhu tinggi yang melelehkan Batuan-batuan yang ada disekelilingnya, ketika meleleh unsur akan

mengumpul sesuai dengan berat jenis masing-masing bahan, Si mengumpul bersama Si dan Al

mengumpul bersama Al. Unsur-unsur yang mengumpul akan membeku bersama-sama dengan

batuan diorite. Kwarsit biasanya terbentuk disekeliling batuan diorite. Diorite yang membeku

dikanan kirinya akan terbentuk kwarsit, yang berbentuk seperti kapur disebut kalsit. Kwarsit

didominasi oleh unsur Si, sedangkan kalsit didominasi oleh CaCO3.

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, kwarsit yang ditetesi dengan HCl tidak

mengeluarkan buih, sedangkan schist (sekis) berbuih dibagian luarnya tetapi tidak berbuih

dibagian dalamnya. Pada schist (sekis) yang berbuih adalah kapur yang menyelimuti schist

(sekis), karena disekitar schist (sekis) terdapat kapur yang mengotori schist (sekis). Jika kapur

yang melapisi schist (sekis) sudah habis maka tidak akan berbuih lagi. Kapur tersebut berasal

dari dasar laut, disekitar Gunung Konang terdapat kapur nummulites, namun unsur yang dominan

pada schist (sekis) adalah Si dan Al.

Page 3: stosite 4,5,8

Tanah yang terbentuk dari pelapukan batuan schist (sekis) adalah tanah Alfisol yang

dicirikan oleh horizon eluviasi dan iluviasi yang jelas, yang mana horizon permukaan umumnya

berwarna terang karena dipengaruhi oleh beberapa jenis mineral seperti kwarsa yang dapat

mempengaruhi warna tanah Alfisol menjadi lebih terang. Pada pengamatan di lapangan, tanah

yang terbentuk tidak tererosi cukup dalam, tanahnya berwarna merah dan sering digunakan

sebagai bahan baku pembuatan gerabah. Pada horizon B tanah Alfisol terdapat cley skin atau

selaput lempung yang mengkilap (selaput lempung yang menyelimuti bongkahan tanah) yang

menyebabkan tanah menjadi argilik (endopedo). Cley skin terbentuk dari tanah yang memiliki

pori-pori ketika lempung turun ke bawah akan mengisi pori-pori tanah tersebut sehingga akan

mengendap sepanjang pori-pori dan menyebabkan tanah mempunyai selaput lempung yang

mengkilap. Cley skin pada Alfisol lama-lama akan hilang, berbeda dengan slickenside pada tanah

Vertisol. Tanah Alfisol sudah berkembang cukup dalam sehingga banyak mengandung mineral

lempung kaolinit tipe 1:1, sehingga sangat bagus untuk dijadikan bahan baku pembuatan

gerabah.

Pelindian atau pencucian kation-kation basa karena hujan akan melindi kebawah

sehingga hilang dari tubuh tanah disebut dengan tanah Ultisol atau tanah podzolik merah kuning,

biasanya curah hujan tinggi antara 2500-3000 mm. Pada tanah Alfisol terjadi pelindian atau

pencucian kation-kation basa tetapi belum banyak, biasanya curah hujan tidak tinggi (2000mm).

Tanah Alfisol mengalami pencucian atau pelindian belum lanjut, sehingga masih banyak

kandungan unsur Na, K, Ca, dan Mg, jika ditetesi dengan larutan HCl maka akan berbuih karena

kandungan unsur Ca tinggi. Jumlah kejenuhan basa pada tanah Alfisol tinggi. Pada tanah Alfisol

kandungan Cad an Mg tinggi maka akan berikatan dengan OH, jika pH pada tanah alfisol diukur

akan menunjukkan hasil pH yang tinggi.

Stopsite 5 : Sedimen organik

Secara geografis kawasan yang digunakan untuk pengamatan pada stop site 5 berada

pada koordinat S 07°46’01.3” E 110°40’13.6” dengan ketinggian tempat 154,6 mdpl. Batuan

induk yang ditemukan pada kawasan ini berupa sedimen organik. Watuprau pada awalnya

merupakan wilayah laut dangkal, organisme laut banyak yang tinggal di daerah ini kemudian

organisme yang didominasi oleh kerang atau numulites ini mati dan terendapkan disini. Setelah

itu, daerah ini mengalami subduksi sehingga laut dangkal yang ada tadinya menjadi terangkat

Page 4: stosite 4,5,8

atau (uplifting). Dalam proses pengangkatan endapan terjadi proses metamorfisme pada batu

sedimen yang berupa batugamping numulites, namun tak seluruhnya termetamorfisme. Sehingga

batuan sedimen mengalami metamorfisme sebagian atau dikatakan batu metasedimen. Karena

tidak termetamorfisme seutuhnya maka termasuk dalam metamorfisme derajat rendah.

Kemudian dalam waktu yang sangat lama, batuan ini menjadi sangat kompak karena pengaruh

suhu dan tekanan. Bukti batu ini adalah batu metasedimen dapat terlihat dari dalam batu

gamping numulites ini terdapat batu marmer yang sedang tumbuh namun belum sempurna.

Batuan ini mempunyai struktur kimia organik karena terdapat organisme mati yaitu

numulites yang melekat di batuan. Termasuk jenis batuan sedimen non klastik. Batuan gamping

numulites tersebut sebagian telah berubah menjadi marmer yang menandakan batuan tersebut

terbentuk pada kala Eiosen. Apabila mengalami pelapukan batuan akan membentuk tanah entisol

(USDA)/regosol (FAO).

Berdasarkan uji khemikalia pada lapisan top soil tanah diketahui bahwa pH tanah adalah

5 dan pH potensialnya 6. Pada tanah ini tidak terjadi reaksi reduksi oksidasi. Kandungan bahan

organik tanah sedang (+++) dan kandungan kapurnya juga sedang (+++). Pada tanah ini terdapat

konkresi Mn dengan jumlah yang sedikit (++). Warna dari tanah yang terbentuk setelah diukur

dengan soil munsell colour chart menunjukkan nilai matriks 4/4 10 YR yang berwarna coklat

kehitaman. Tekstur tanah di kawasan ini geluh debuan. Penggunaan lahan di kawasan ini banyak

digunakan sebagai tegalan maupun hutan sekunder. Vegetasi utama yang terdapat adalah

tanaman jati dan rumput-rumputan liar.

Stop site 8 : Cawas (batuan sedimen)

Secara administrasi lokasi pengamatan yang digunakan untuk stop site 8 berada di daerah

Jenthir, Cawas. Secara geografis terletak pada S 07°47’37.8” E 110°42’53.0” dengan ketinggian

mencapai 139,3. Kondisi topografi di kecamatan Cawas ini adalah wilayah berbukit/gunung

kapur. Daerah ini didominasi oleh landform karst yang berarti dahulunya daerah ini merupakan

endapan/sedimen laut.

Batuan sedimen terbentuk di arus turbid (arus dalam) sehingga lapisan menjadi kacau.

Adanya banyak lapisan menunjukan lamanya periode pengendapan. Apabila pada lapisan banyak

terdapat kapur maka banyak terdapat kapur napalan/ napal kapuran. Sedangkan jika terdapat

banyak lempung maka akan terbentuk batu napal. Jika batuan diuji dengan ditetesi HCl 10%

Page 5: stosite 4,5,8

tidak mengeluarkan buih maka batuan tersebut termasuk jenis batuan lempung. Napal adalah

kalsium karbonat atau kapur kaya lumpur atau batu lumpur yang mengandung sejumlah variabel

tanah lempung dan aragonit. Napal awalnya merupakan istilah lama secara bebas diterapkan

untuk berbagai bahan, yang sebagian besar terjadi secara bebas, deposito membumi yang terdiri

terutama dari campuran tanah liat dan inti kalsium karbonat, yang terbentuk dibawah kondisi air

tawar, khusus zat yang mengandung tanah liat membumi 35-65% karbonat. Batu napal berwarna

abu-abu muda berbutir sangat halus hingga menegah lunak bersifat karbonan dan karbonatan.

Pengamatan dilakukan dengan mengambil sampel batuan yang terdiri dari lapisan.

Setelah dilakukan uji khemikalia, dapat diketahui bahwa lapisan pertama hanya mengandung

sedikit bahan organik sedangkan untuk kandungan Mn, dan Cl tidak terdapat pada lapisan ini.

Pada lapisan kedua tidak terdapat kandungan bahan organik, Mn, maupun Cl. Berbeda dengan

lapisan kedua, pada lapisan ketiga mengandung banyak bahan organik.

Batuan karst pada kawasan ini banyak ditambang oleh masyarakat sekitar. Tingkat

kesesuaian lahan pada kawasan ini termasuk dalam kelas kesesuaian lahan S3 yang berarti lahan

masih dapat untuk dikelola namun banyak faktor penghambat yang harus diperhatikan. Vegetasi

yang banyak ditemui adalah pohon jati dan bambu.

DAFTAR PUSTAKA

Agri, A. Purwati, A.F. Asngari, dan A. Dylian. 2010. Geologi Rekayasa Dan Property Tanah Di

Daerah Bayat Dan Waduk Wonogiri.

http://www.academia.edu/8147613/LAPORAN_KULIAH_LAPANGAN_GEOLOGI_

REKAYASA. Diakses pada 21 Mei 2015.

Yulianto, G., E. Hartantyo, Sudarmaji, A. Ismulhadi. 2001. Penentuan batas kontak batuan

gunung Pendul dan gunung Semangu, Bayat, Klaten menggunakan metode magnetik.

Berkala Fisika 4 : 63-68.