stemi.docx

63
RESPONSI LAPORAN KASUS PASIEN 73 TAHUN DENGAN ST-ELEVATION MYOCARDIAL INFARCTION (STEMI) ANTERIOR LUAS Oleh: FARCHAN AZZUMAR G99151007 LAURAINE W SINURAYA G99151008 IDA AYU SINTHIA PS G99151009 GEMALA RR G99151010 BERLIAN PERMATA S G99151011 CHENDY ENDRIANSA G99151012 CARKO BUDIYANTO G0007049 Pembimbing: dr. Tuko

Upload: berlianazaghi

Post on 13-Apr-2016

219 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: STEMI.docx

RESPONSI

LAPORAN KASUS

PASIEN 73 TAHUN DENGAN ST-ELEVATION MYOCARDIAL

INFARCTION (STEMI) ANTERIOR LUAS

Oleh:

FARCHAN AZZUMAR G99151007

LAURAINE W SINURAYA G99151008

IDA AYU SINTHIA PS G99151009

GEMALA RR G99151010

BERLIAN PERMATA S G99151011

CHENDY ENDRIANSA G99151012

CARKO BUDIYANTO G0007049

Pembimbing:

dr. Tuko

KSM KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR

FK UNS / RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

2015

Page 2: STEMI.docx

BAB I

STATUS PENDERITA

I. ANAMNESIS

A. Identitas Pasien

Nama Pasien : Ny. G

Usia : 73 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Menikah

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Agama : Islam

Alamat : Kracakan Rt/Rw 010/004, Bener, Wonosari, Klaten

Tanggal Masuk : 06-09-2015

No. RM : 01-31-29-44

B. Keluhan Utama

Sesak Nafas

C. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan sesak nafas sejak 4 jam SMRS.

Sesak nafas dirasakan tiba-tiba. Sebelumnya pasien tidak pernah

memiliki keluhan sesak nafas. Sesak nafas berawal saat aktivitas dan

tidak berkurang saat istirahat. Pagi sebelumnya ± 14 jam SMRS pasien

mengeluhkan nyeri dada seperti ditekan benda berat. Nyeri dirasakan di

dada sebelah kiri tidak menjalar ke bahu dan lengan kiri. Nyeri dada

dirasakan lebih dari 20 menit, keringat dingin (+), mual (-), muntah (-).

Sebelumnya pasien dibawa ke RS Dr. Oen Solo Baru pada

pukul 19.00 WIB dan telah mendapatkan tatalaksana Injeksi Furosemid

1 ampul, ISDN 3x5 mg, Plakta 300 mg, TA 160 mg.

Page 3: STEMI.docx

D. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat Hipertensi : disangkal

Riwayat Diabetes Melitus : disangkal

Riwayat Penyakit Jantung : disangkal

Riwayat Dislipidemia : disangkal

E. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat Hipertensi : disangkal

Riwayat Penyakit Jantung : disangkal

Riwayat Diabetes Melitus : disangkal

F. Riwayat Kebiasaan dan Gizi

Riwayat Merokok : disangkal

Riwayat Minum alkohol : disangkal

Riwayat Olahraga : disangkal

G. Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien adalah seorang ibu rumah tangga. Pasien dirawat menggunakan

fasilitas BPJS.

II. PEMERIKSAAN FISIK

A. Status Generalis

Keadaan umum sakit sedang, Compos Mentis E4V5M6, gizi kesan baik.

B. Tanda Vital

Tekanan darah : 120/70 mmHg.

Nadi : 96x/ menit

Heart Rate : 96x/ menit

Respirasi : 40x/ menit

SiO2 : 98%

C. Mata

Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)

Page 4: STEMI.docx

D. Leher

JVP tidak meningkat

E. Thoraks

Retraksi (-)

1. Jantung

Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak.

Palpasi : Ictus Cordis tidak kuat angkat

Perkusi : Batas jantung tidak melebar

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II intensitas normal, reguler,

bising (-).

2. Paru

Suara dasar vesikuler (+/+), Ronkhi basah halus (+/+) seluruh

lapang paru, Ronkhi basah kasar (-/-).

F. Abdomen

Inspeksi : Dinding perut sejajar dinding dada.

Auskultasi : Peristaltik (+) normal.

Perkusi : Timpani.

Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.

G. Ekstremitas

Oedem _ _ Akral dingin Sianosis

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. Pemeriksaan tanggal 6 september 2015

Pemeriksaan Laboratorium DarahHematologi Rutin Hasil RujukanHemoglobin 12.5 g/dl 13,5 – 17,5Hematokrit 40 % 33 – 45Leukosit 25.6 ribu/ul 4,5 – 11Trombosit 410 ribu/ul 150 - 450Eritrosit 4.12 juta/ul 4,5 – 5,9

Page 5: STEMI.docx

Indeks EritrositMCV 96.4/um 80.0-96.0MCH 30.3 pg 28-33MCHC 31.5 g/dl 33-36RDW 12.9 % 11.6-14.6MPV 8.7 fl 7.2-11.1PDW 16 % 25-65Hitung JenisEosinofil 0.40 % 0.00-0.40Basofil 0.10 % 0.00-2.00Neutrofil 92.30 % 55.00-80.00Limfosit 3.90 % 22.00-44.00Monosit 3.30% 0.00-7.00Kimia KlinikGDS 247 mg/dl 60-140SGOT 104 u/l <31SGPT 40 u/l <34Kreatinine 1.5 mg/dl 0.6-1.2Ureum 57 mg/dl <50ElektrolitNatrium 142 mmol/L 136 – 145Kalium 3.9 mmol/L 3.7 – 5.4Chlorida 107 mmol/L 98 – 106Analisis Gas DarahPH 7.450 7.31-7.42BE -4.1 -2 - +3PCO2 27.3 27-41PO2 120.6 70-100Hematokrit 37 37-50HCO3 21 21-28Total CO2 16.7 19-24O2 Saturasi 98.8 94-98SerologiTroponin I 2.6 ug/L 0 – 0.5CKMB 6.54 ng/mL < 4.9HBsAg Nonreactive Nonreactive

Page 6: STEMI.docx

B. Pemeriksaan tanggal 8 September 2015

C. Pemeriksaan tanggal 9 September 2015

Pemeriksaan Laboratorium DarahKimia Klinik Hasil Rujukan

HbA1c 5.8 4.8-5.9GDS 88 70-110Glukosa 2 jam PP 144 80-140Albumin 3.7 3.2-4.6Asam Urat 10.8 2.4-6.1Kolesterol Total 250 50-200Kolesterol LDL 174 96-206Kolesterol HDL 35 33-92Trigliserid 251 <150SerologiAnti HCV Nonreactive Nonreactive

Pemeriksaan SekresiMakroskopis Hasil Rujukan

Warna YellowKejernihan ClearKimia UrinBerat Jenis 1.007 1.015-1.025PH 7.5 4.5-8Leukosit Negatif NegatifNitrit Negatif NegatifProtein Negatif NegatifGlukosa Normal NormalKeton Negatif NegatifUrobilinogen Normal NormalBilirubin Negatif NegatifEritrosit Negatif NegatifMikroskopisEritrosit 16.2 0-8.7Leukosit 1.0 0-12EpitelEpitel Squamos 0-1 NegatifApitel transisional - Negatif

Page 7: STEMI.docx

Elektrokardiografi

Dari dr.Oen Solo tanggal 6 September 2015 jam 19.00

Kesimpulan : Sinus Takikardi, HR 134x/menit, RAD, dengan ST elevasi

di V1-V6, lead I dan aVL, Q wave di V1-V6, I, aVL

Page 8: STEMI.docx

6 september 2015 jam 21.12

Kesimpulan : Sinus Takikardi, HR 120x/ menit, RAD, dengan ST elevasi

di V1-V6, lead I dan aVL, Q wave di V1-V6, I, aVL

Page 9: STEMI.docx

Rontgen Thorax 6 September 2015

Kesimpulan : Apex cor tertanam memberikan kesan LVH dengan edema pulmonum dan efusi pleura bilateral

Echocardiography tanggal 8 September 2015

Page 10: STEMI.docx

Kesimpulan : Abnormalitas segmental wall motion (EF 22-27%),MR, TR Mild

Page 11: STEMI.docx

IV. RESUME

Pasien datang dengan keluhan sesak nafas sejak 4 jam SMRS.

Sesak nafas dirasakan tiba-tiba. Sebelumnya pasien tidak pernah memiliki

keluhan sesak nafas. Sesak nafas berawal saat aktivitas dan tidak

berkurang saat istirahat. Pagi sebelumnya ± 14 jam SMRS pasien

mengeluhkan nyeri dada seperti ditekan benda berat. Nyeri dirasakan di

dada sebelah kiri tidak menjalar ke bahu dan lengan kiri. Nyeri dada

dirasakan lebih dari 20 menit, keringat dingin (+), mual (-), muntah (-).

Pasien tidak mengeluhkan adanya keluhan pada BAB dan BAK.

Sebelumnya pasien dibawa ke RS Dr. Oen Solo Baru pada pukul 19.00

WIB dan telah mendapatkan tatalaksana Injeksi Furosemid 1 ampul, ISDN

3x5 mg, Plakta 300 mg, TA 160 mg.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis,

tekanan darah: 120/70 mmHg, nadi : 96 x/ menit, heart rate : 96 x/menit,

frekuensi respirasi : 40 x/menit, SiO2 : 98%. Thorax retraksi (-), simetris

(+). Pada pemeriksaan jantung, bunyi jantung I-II intensitas normal,

reguler, bising (-). Pada pemeriksaan paru ronki basah halus (+/+).

Sinus Takikardi, HR 120x/ menit, RAD, dengan ST elevasi di

V1-V6, lead I dan aVL, Q wave di V1-V6, I, aVL.

V. ASSESSMENTA(x) : STEMI anterior luas onset 14 jam tanpa fibrinolitik

F(x) : Killip III

E(x) : PJK

FR : Geriatri

VI. PENATALAKSANAAN IGD

O2 10 lpm

Injeksi Furosemid 40 mg I.V (jam 22.00)

Infus RL 12 tpm

Page 12: STEMI.docx

VII. PLAN TERAPI

Mondok ICVCU

Bedrest total posisi ½ duduk

O2 10 lpm NRM

Infus RL 20cc/jam

Diet jantung nasi tim 1700 kkal

IV ISDN 10 mg dalam SP 50 cc kecepatan 2,5 cc/jam

Injeksi Furosemid 100 mg dalam SP 50 cc kecepatan 2,5 cc/jam

Injeksi Fundaparinux 2,5mg I.V selanjutnya 2,5 mg/24 jam S.C

Aspilet 1 x 80 mg

Clopidogrel 1 x 75 mg

Simvastatin 1 x 20 mg

VIII. PLANNING

EKG serial

Cek profil lipid

Echocardiography

Ro Thorax sebelum ke bangsal

IX. PROGNOSIS

Ad vitam : dubia

Ad sanam : dubia

Ad fungsionam : dubia

X. FOLLOW UP

Page 13: STEMI.docx

Tanggal Keluhan/KU/VS Pemeriksaan/Diagnosis Penatalaksanaan06/09/15DPH IICVCU

Nyeri dada (-), sesak nafas (+), berdebar (-)

TD :120/70mmHgHR : 96x/menitRR : 20x/menitNadi: 96x/menitSiO2: 98%

Px FisikCor :I : IC tak tampakP:IC tak kuat angkatP: Batas jantung tak

melebarA:BJ I-II (N) reguler, bising (-)

Pulmo : SDV (+/+), RBH (+/+) seluruh lapang paru, RBK (-/-)

Dx :A(x): STEMI anterior

luas onset 14 jam tanpa streptase

F(x) : Killip IIIE(x) : PJKFR : Geriatri

Terapi1. Mondok ICVCU

2. Bedrest total posisi ½

duduk

3. O2 10 lpm NRM

4. Infus RL 20cc/jam

5. Diet jantung nasi tim

1700 kkal

6. IV ISDN 10 mg dalam

SP 50 cc kecepatan 2,5

cc/jam

7. Injeksi Furosemid 100

mg dalam SP 50 cc

kecepatan 2,5 cc/jam

8. Injeksi Fundaparinux

2,5mg I.V selanjutnya

2,5 mg/24 jam S.C

9. Aspilet 1 x 80 mg

10. Clopidogrel 1 x 75 mg

11. Simvastatin 1 x 20 mg

Plan1. EKG serial

2. Cek profil lipid

3. Echocardiography

4. Ro Thorax sebelum ke

bangsal

07/09/15DPH II06.00ICVCU

Nyeri dada (-), sesak nafas (-), berdebar (-)

TD :109/66mmHg

Px FisikCor :I : IC taktampakP:IC tak kuat angkatP: Batas jantung tak

Terapi1. Bedrest total posisi ½

duduk

2. O2 10 lpm NRM

Page 14: STEMI.docx

HR : 107x/menitRR : 18x/menitNadi:107 x/menitSiO2: 100%BC: - 2500

melebarA:BJ I-II (N) reguler, bising (-)

Pulmo :SDV (+/+), RBH (+/+) di 1/3 lapang paru, RBK (-/-).

Dx :A(x): STEMI anterior

luas onset 14 jam tanpa fibrinolitik

F(x) : Killip IIIE(x) : PJKP: Hiperglikemia (247),

Leukositosis (20.6), Peningkatan enzim transaminase.

FR: GeriatriTIMI 9/14GRACE 162

3. Infus RL 20cc/jam

4. Diet jantung nasi tim

1700 kkal

5. IV ISDN 10 mg dalam

SP 50 cc kecepatan 2,5

cc/jam

6. Injeksi Furosemid 100

mg dalam SP 50 cc

kecepatan 2,5 cc/jam

7. Injeksi Fundaparinux

2,5 mg/24 jam S.C

8. Aspilet 1 x 80 mg

9. Clopidogrel 1 x 75 mg

10. Simvastatin 1 x 20 mg

11. Ramipril 1x 25mg

Plan1. EKG/hari2. Cek Laboratorium

melengkapi( profil lipid, AU, GDP, HbA1c)

3. Echocardiografi4. Ro Thorax ambil hasil

08/09/15DPH III06.00ICVCU

Nyeri dada (-), sesak nafas (-), berdebar (-)

TD : 111/61mmHgHR : 105x/menitRR : 13x/menitNadi:105 x/menitSiO2: 94%BC: - 1687,5

Px FisikCor :I : IC tak tampakP:IC tak kuat angkatP: Batas jantung tak

melebarA:BJ I-II (N) reguler, bising (-)

Pulmo : SDV (+/+), RBH (+/+) minimal, RBK (-/-)

Terapi1. Bedrest total posisi ½

duduk

2. O2 10 lpm NRM

3. Infus RL 20cc/jam

4. Diet jantung 1700 kkal

5. Injeksi Furosemid 100

mg dalam SP 50 cc

kecepatan 2,5 cc/jam

6. Injeksi Fundaparinux

Page 15: STEMI.docx

Dx :A(x): STEMI anterior

luas onset 14 jam tanpa fibrinolitik, MR dan TR mild

F(x) : Killip III, EF 22-27%E(x) : PJKP: Hiperglikemia,

peningkatan enzim transaminase, Leukositosis, Azotemia

FR: GeriatriTIMI 9/14GRACE 162

2,5 mg/24 jam S.C

7. Injeksi Ceftriaxon 2mg

8. Aspilet 1 x 80 mg

9. Clopidogrel 1 x 75 mg

10. Simvastatin 1 x 20 mg

11. Ramipril 1x 25mg, jika

TDS >100

12. Bisoprolol 1x1.25

13. ISDN 3x5mg, jika TD >

100

Plan1. EKG/hari2. Dr3/Ur/Cr/e.3. Echo ambil hasil4. Konsul IPD

9/09/15DPH IV06.00ICVCU

Nyeri dada (-), sesak nafas (-), berdebar (-)

TD :102/62mmHgHR : 95x/menitRR : 24x/menitNadi:95 x/menitBC: -590

Px FisikCor :I : IC tak tampakP:IC tak kuat angkatP: Batas jantung tak

melebarA:BJ I-II (N) reguler, bising (-)

Pulmo : SDV (+/+), RBH (-/-), RBK (-/-)

Dx :A(x): STEMI anterior

luas onset 14 jam tanpa fibrinolitik

F(x) : Killip III, EF 22-27 %E(x) : PJKP: Ttransaminase,

Leukositosis, Azotemia

Terapi1. Bedrest total posisi ½

duduk

2. O2 10 lpm NRM

3. Infus RL 20cc/jam

4. Diet jantung 1700 kkal

5. Injeksi Furosemid 100

mg dalam SP 50 cc

kecepatan 2,5 cc/jam

6. Injeksi Fundaparinux

2,5 mg/24 jam S.C

7. Injeksi Ceftriaxon 2mg

8. Aspilet 1 x 80 mg

9. Clopidogrel 1 x 75 mg

10. Simvastatin 1 x 20 mg

11. Ramipril 1x 25mg, jika

TDS >100

Page 16: STEMI.docx

FR: GeriatriTIMI 9/14GRACE 162

12. Bisoprolol 1x1.25

13. ISDN 3x5mg, jika TD >

100

Plan1. Dr3/Ur/Cr2. EKG/pagi3. Kultur Darah

10/09/15DPH V06.00ICVCU

Nyeri dada (-), sesak nafas (-), berdebar (-)

TD :100/61mmHgHR : 80x/menitRR : 14x/menitNadi:80 x/menitBC: -1120

Px FisikCor :I : IC taktampakP:IC tak kuat angkatP: Batas jantung tak

melebarA:BJ I-II (N) reguler, bising (-)

Pulmo : SDV (+/+), RBH (-/-), RBK (-/-)

Dx :A(x): STEMI anterior

luas onset 14 jam tanpa fibrinolitik

F(x) : Killip III, EF 22-27 %E(x) : PJKP: Ttransaminase,

Leukositosis, Azotemia

Terapi1. Bedrest total posisi ½

duduk

2. O2 10 lpm NRM

3. Infus RL 20cc/jam

4. Diet jantung 1700 kkal

5. Injeksi Furosemid 100 mg

dalam SP 50 cc kecepatan

2,5 cc/jam

6. Injeksi Fundaparinux 2,5

mg/24 jam S.C

7. Injeksi Ceftriaxon 2mg

8. Aspilet 1 x 80 mg

9. Clopidogrel 1 x 75 mg

10.Simvastatin 1 x 20 mg

11.Ramipril 1x 25mg, jika

TDS >100

12.Bisoprolol 1x1.25

13. ISDN 3x5mg, jika TD >

100

Plan1. Dr3/Ur/Cr2. EKG/pagi3. Kultur Daah

Page 17: STEMI.docx

Elektrokardiografi di ICVCU

7 september 2015 jam 05.00

Page 18: STEMI.docx

Kesimpulan : : Sinus Takikardi, HR 120x/ menit, RAD, dengan ST elevasi

di V1-V6, lead I dan aVL, Q wave di V1-V6, I, aVL

8 september 2015 jam 04.50

Kesimpulan : : Sinus Takikardi, HR 105x/ menit, RAD, dengan ST

elevasi di V2-V4, Q wave di V1-V4, I, aVL

Page 19: STEMI.docx

9 september 2015 jam 05.00

Kesimpulan : Sinus Rythm, HR 90x/menit, RAD, Q patologis di

V1-V5, I, aVL

Page 20: STEMI.docx

10 september 2015 jam 04.35

Kesimpulan : Sinus Rythm, HR 80x/menit, RAD, Q patologis di V1-V5, I,

aVL

Page 21: STEMI.docx

BAB II

ANALISIS KASUS

Pasien datang dengan keluhan sesak nafas sejak 4 jam SMRS. Sesak nafas

dirasakan tiba-tiba. Sebelumnya pasien tidak pernah memiliki keluhan sesak

nafas. Sesak nafas berawal saat aktivitas dan tidak berkurang saat istirahat. Pagi

sebelumnya ± 14 jam SMRS pasien mengeluhkan nyeri dada seperti ditekan

benda berat. Nyeri dirasakan di dada sebelah kiri tidak menjalar ke bahu dan

lengan kiri. Nyeri dada dirasakan lebih dari 20 menit, keringat dingin (+), mual

(-), muntah (-).

Nyeri dada dan sesak nafas ini merupakan presentasi klinis yang khas dari

Acute Coronary Syndrome (ACS) dimana pasien tiba-tiba merasakan nyeri dada

prekordial atau sesak nafas yang digambarakan sebagai sensasi dihimpit, diremas,

atau ditekan, di retrosternal dengan atau tanpa penjalaran ke leher, rahang, bahu

Page 22: STEMI.docx

kiri dan lengan kiri. Nyeri biasanya cukup hebat sehingga terjadi aktivasi simpatis

berupa mual, muntah, dan keringat dingin. Namun pada pasien ini aktivasi

simpatis yang timbul yaitu berupa keringat dingin saja.

Untuk menentukan diagnosis pasti, maka dilakukan pemeriksaan EKG

pada pasien. Pada pemeriksaan EKG didapatkan : Sinus Takikardi, HR 120x/

menit, RAD, dengan ST elevasi di V1-V6, lead I dan aVL, Q wave di V1-V6, I,

aVL. ST elevasi di V1 – V6, I, aVL menunjukkan letak infark di anterior dan high

lateral atau biasa disebut anterior luas. Sedangkan pada pemeriksaan enzim

jantung didapatkan nilai tropinin I 2.60 ug/L dan CKMB 6.54 ng/mL. Terdapat

peningkatan pada level Troponin I dan CKMB.

Adanya sesak nafas dan nyeri dada yang khas, gambaran ST elevasi di V1

– V6, I, aVL pada pemeriksaan EKG, dengan adanya peningkatan Troponin I dan

CKMB mengarahkan diagnosis pada STEMI anterior luas.

Pasien ini merupakan rujukan Rumah Sakit dr. Oen Solo Baru. Di sana

pasien telah diberikan Injeksi Furosemid 1 ampul, ISDN 3x5 mg, Plakta 300 mg,

TA 160 mg.

Ketika sampai di RSUD dr. Moewardi, pasien diberikan oksigen sebesar

10 lpm dengan menggunakan nasal canul. Pemberian oksigen berfungsi untuk

mengoptimalkan oksigenasi ke jaringan, dalam hal ini ke otot jantung karena

nyeri dada yang dirasakan pasien dengan Acute Coronary Syndrome (ACS)

disebabkan karena hipoksia pada otot jantung.

Selanjutnya pasien diberikan antikoagulan (injeksi fondaparinux) yang

fungsinya untuk mencegah generasi thrombin dan aktivitasnya serta diberikan anti

platelet (Clopidogrel) dimana kombinasi keduanya untuk mencegah trombosis

baru dan embolisasi dari plak aterosklerosis yang ruptur atau erosi. Banyak studi

telah membuktikan bahwa kombinasi antikoagulan dan antiplatelet sangat efektif

dalam mengurangi serangan jantung akibat trombosis. Kombinasi kedua agen

akan lebih efektif daripada hanya pemberian salah satu agen saja.

Selanjutnya pada pasien juga diberikan injeksi isorbid yang bekerja

sebagai vasodilator arteri coronaria, vasodilator vena.dan vasodilator arteri

sistemik yang berfungsi mengurangi afterload sehingga konsumsi oksigen turun,

Page 23: STEMI.docx

serta berfungsi meningkatkan aliran darah melalui kontralateral sehingga otot

jantung medapatkan darah dan oksigen yang cukup dan nyeri dada dapat

berkurang.

Selain itu aspilet diberikan dalam dosis mantainance untuk menghambat

agregasi platelet. Simvastatin diberikan untuk mengurangi inflamasi dan

menurunkan komplikasi seperti infark berulang, angina berulang dan aritmia.

Pada pasien terdapat ronki basah halus di seluruh lapang paru yang

menandakan terdapat banyak cairan dalam paru-paru pasien. Maka dari itu

diberikan injeksi furosemide 100mg dalam sp 50cc. Furosemide adalah obat yang

berfungsi sebagai diuretik. Diuretik merupakan obat yang digunakan untuk

mengurangi cairan di dalam tubuh dan membuangnya melalui saluran kemih.

Furosemide bekerja di ginjal dengan menghambat penyerapan garam dan

elektrolit sehingga air terikat dengan garam tersebut dan tidak bisa diserap oleh

ginjal. Akibatnya air akan dibuang melalui mekanisme buang air kecil.

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

Infark Miokard

1. Definisi

Infark adalah area nekrosis koagulasi pada jaringan akibat iskemia

lokal, disebabkan oleh obstruksi sirkulasi ke daerah itu, paling sering

karena thrombus atau embolus (Dorland, 2002). Infark miokard adalah

perkembangan cepat dari nekrosis otot jantung yang disebabkan oleh

ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen (Fenton, 2009).

Otot jantung diperdarahi oleh 2 pembuluh coroner utama, yaitu

arteri coroner kanan dan arteri coroner kiri. Kedua arteri ini keluar dari

aorta. Arteri coroner kiri kemudian bercabang menjadi arteri desendens

anterior kiri berjalan pada sulkus interventrikuler hingga ke apeks jantung.

Page 24: STEMI.docx

Arteri sirkumfleks kiri berjalan pada sulkus arterioventrikuler dan

mengelilingi permukaan posterior jantung. Arteri coroner kanan berjalan

didalam sulkus atrioventrikuler ke kanan bawah (Oemar, 1996). Adanya

sumbatan atau kelainan lain pada sirkulasi ini dapat menyebabkan iskemia

otot jantung dan dapat berlanjut menjadi nekrosis.

2. Etiologi dan Faktor Risiko

Menurut Alpert (2010), infark miokard terjadi oleh penyebab yang

heterogen, antara lain :

a. Infark miokard tipe 1: Infark miokard secara spontan terjadi karena

ruptur plak, fisura, atau diseksi plak aterosklerosis. Selain itu,

peningkatan kebutuhan dan ketersediaan oksigen dan nutrien yang

inadekuat memicu munculnya infark miokard. Hal-hal tersebut

merupakan akibat dari anemia, aritmia dan hipertensi atau hipotensi.

b. Infark miokard tipe 2 : Infark miokard jenis ini disebabkan oleh

vaskonstriksi dan spasme arteri menurunkan aliran darah miokard.

c. Infark miokard tipe 3 : Pada keadaan ini, peningkatan pertanda

biokimiawi tidak ditemukan. Hal ini disebabkan sampel darah

penderita tidak didapatkan atau penderita meninggal sebelum kadar

pertanda biokimiawi sempat meningkat.

d. Infark miokard tipe 4 :

4a Peningkatan kadar pertanda biokimiawi infark miokard

(contohnya troponin) 3 kali lebih besar dari nilai normal akibat

pemasangan percutaneous coronary intervention (PCI) yang

memicu terjadinya infark miokard.

4b Infark miokard yang muncul akibat pemasangan stent

trombosis.

e. Infark miokard tipe 5 : Peningkatan kadar troponin 5 kali lebih besar

dari nilai normal. Kejadian infark miokard jenis ini berhubungan

dengan operasi bypass koroner.

Page 25: STEMI.docx

Ada empat faktor risiko biologis infark miokard yang tidak dapat

diubah yaitu usia, jenis kelamin, ras dan riwayat keluarga. Risiko

aterosklerosis coroner meningkat seiring bertambahnya usia. Penyakit

yang serius jarang terjadi sebelum usia 40 tahun. Factor risiko lain masih

dapat diubah sehingga berpotensi dapat memperlambat proses aterogenik

(Santoso,2005). Faktor-faktor tersebut adalah hiperlipidemia, hipertensi,

merokok, diabetes, obesitas, faktor psikososial, diet, alkohol dan aktivitas

fisik (Ramrakha,2006).

Menurut Anand (2008), wanita mengalami kejadian infark

miokard pertama kali 9 tahun lebih lama daripada laki-laki. Perbedaan

onset infark miokard diperkirakan dari berbgai faktor resiko tinggi yang

mulai muncul pada wanita dan laki-laki ketika berusia muda. Hal ini

diduga karena adanya efek perlindungan estrogen (Santoso, 2005).

Abnormalitas kadar lipid serum yang merupakan faktor resiko

adalah hiperlipidemia. Hiperlipidemia adalah peningkatan kadar

kolesterol atau trigliserida serum di atas batas normal. The National

Cholesterol Education Program (NCEP) menemukan kolesterol LDL

sebagai faktor penyebab penyakit jantung koroner. The Coronary

Primary Prevention Trial (CPPT) memperlihatkan bahwa penurunan

kadar kolesterol juga menurunkan mortalitas akibat infark miokard.

(Brown, 2006)

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya

140 mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Peningkatan

tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi vaskuler terhadap

pemompaan darah dari ventrikel kiri. Akibatnya kerja jantung bertambah,

sehingga ventrikel kiri hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan pompa.

Bila proses aterosklerosis terjadi, maka penyediaan oksigen untuk

miokard berkurang. Tingginya kebutuhan oksigen karena hipertrofi

jaringan tidak sesuai dengan rendahnya kadar oksigen yang tersedia.

(Brown, 2006).

Page 26: STEMI.docx

Merokok meningkatkan resiko terkena penyakit jantung kororner

sebesar 50%. Seorang perokok pasif mempunyai resiko terkena infark

miokard. Di Inggris, sekitar 300.000 kematian karena penyakit

kardiovaskuler berhubungan dengan rokok. (Ramrakha, 2006).

Obesitas meningkatkan resiko terkena penyakit jantung koroner.

Sekitar 25-49% penyakit jantung koroner di negara berkembang

berhubungan dengan peningkatan indeks masa tubuh (IMT). Overweight

didefinisikan sebagai IMT > 25-30 kg/m2 dan obesitas dengan IMT > 30

kg/m2. Obesitas sentral adalah obesitas dengan kelebihan lemak berada di

abdomen. Biasanya keadaan ini juga berhubungan dengan kelainan

metabolik seperti peninggian kadar trigliserida, penurunan HDL,

peningkatan tekanan darah, inflamasi sistemik, resistensi insulin dan

diabetes melitus tipe II. (Ramrakha, 2006).

Faktor psikososial seperti peningkatan stress kerja, rendahnya

dukungan sosial, ansietas dan depresi meningkatkan risiko terkena

aterosklerosis (Ramrakha, 2006).

3. Patofisiologi

Kejadian infark miokard diawali dengan terbentuknya

aterosklerosis yang kemudian ruptur dan menyumbat pembuluh darah.

Penyakit aterosklerosis ditandai dengan formasi bertahap fatty plaque di

dalam dinding arteri. Lama-kelamaan plak ini terus tumbuh ke dalam

lumen, sehingga diameter lumen menyempit. Penyempitan lumen

mengganggu aliran darah ke distal dari tempat penyumbatan terjadi.

(Ramrakha, 2006).

Faktor-faktor seperti usia, genetic, diet, merokok, diabetes mellitus

tipe II, hipertensi, reactive oxygen species dan inflamasi menyebabkan

disfungsi dan aktivasi endothelial. Pemaparan terhadap faktor-faktor di

atas menimbulkan injury bagi sel endotel. Akibat disfungsi endotel, sel-

sel tidak dapat lagi meproduksi molekul-molekul vasoaktif seperti nitric

oxide, yang bekerja sebagai vasodilator, anti-trombotik dan anti-

Page 27: STEMI.docx

proliferasi. Sebaliknya disfungsi endotel justru meningkatkan produksi

vasokonstriktor, endotelin-1, dan angiotensin II yang berperan dalam

migrasi dan pertumbuhan sel (Ramrakha, 2006).

Leukosit yang bersirkulasi menempel pada sel endotel teraktivasi.

Kemudian leukosit bermigrasi ke sub endotel dan berubah menjadi

makrofag. Di sini makrofag berperan sebagai pembersih dan bekerja

mengeliminasi kolesterol LDL. Sel makrofag yang terpajan dengan

kolesterol LDL teroksidasi disebut sel busa (foam cell). Faktor

pertumbuhan dan trombosit menyebabkan migrasi otot polos dari tunika

media ke dalam tunika intima dan proliferasi matriks. Proses ini mengubah

bercak lemak menjadi ateroma matur. Lapisan fibrosa menutupi ateroma

matur, membatasi lesi dari lumen pembuluh darah. Perlekatan trombosit

ke tepian ateroma yang kasar menyebabkan terbentuknya trombosis.

Ulserasi atau ruptur mendadak lapisan fibrosa atau perdarahan yang terjadi

dalam ateroma menyebabkan oklusi arteri (Price, 2006).

Pada saat episode perfusi yang inadekuat, kadar oksigen ke

jaringan miokard menurun dan dapat menyebabkan gangguan dalam

fungsi mekanis, biokimia dan elektrikal miokard. Perfusi yang buruk ke

subendokard jantung menyebabkan iskemia yang lebih berbahaya.

Perkembangan cepat iskemia yang disebabkan oklusi total atau subtotal

arteri koroner berhubungan dengan kegagalan otot jantung berkontraksi

dan berelaksasi. (Selwyn, 2005).

Selama kejadian iskemia, terjadi beragam abnormalitas

metabolisme, fungsi dan struktur sel. Miokard normal memetabolisme

asam lemak dan glukosa menjadi karbon dioksida dan air. Akibat kadar

oksigen yang berkurang, asam lemak tidak dapat dioksidasi, glukosa

diubah menjadi asam laktat dan pH intrasel menurun. Keadaaan ini

mengganggu stabilitas membran sel. Gangguan fungsi membran sel

menyebabkan kebocoran kanal K+ dan ambilan Na+ oleh monosit.

Keparahan dan durasi dari ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan

oksigen menentukan apakah kerusakan miokard yang terjadi reversibel

Page 28: STEMI.docx

(<20 menit) atau ireversibel (>20 menit). Iskemia yang ireversibel berakhir

pada infark miokard (Selwyn, 2005).

Ketika aliran darah menurun tiba-tiba akibat oklusi trombus di

arteri koroner, maka terjadi infark miokard tipe elevasi segmen ST

(STEMI). Perkembangan perlahan dari stenosis koroner tidak

menimbulkan STEMI karena dalam rentang waktu tersebut dapat

terbentuk pembuluh darah kolateral. Dengan kata lain STEMI hanya

terjadi jika arteri koroner tersumbat cepat. STEMI umumnya terjadi jika

aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus

pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri

koroner berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu

STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI

terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lesi vaskuler,

di mana lesi ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi

dan akumulasi lipid.

Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis

mengalami fisura, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik

memicu trombogenesis sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur

yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histologis

menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai

fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid. Pada STEMI gambaran

patologik klasik terdiri dari trombus merah kaya fibrin, yang dipercaya

menjadi dasar sehingga STEMI memberi respons terhadap terapi

trombolitik. Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen,

ADP, serotonin, epinefrin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya

akan memproduksi dan melepaskan Tromboksan A2 (vasokonstriktor

lokal yang poten). Selain itu aktivasi trombosit memicu perubahan

konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIa. Setelah mengalami konversi

fungsinya, reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuens asam

amino pada protein adesi yang larut (integrin) seperti vWF dan fibrinogen,

di mana keduanya adalah molekul multivalen yang dapat mengikat 2

Page 29: STEMI.docx

platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelet

dan agregasi. Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada

sel endotel yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan

konversi protrombin menjadi thrombin, yang kemudian mengonversi

fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat (culprit) kemudian

akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri dari agregat trombosit

dan fibrin. (Wilson, 2006)

Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh

oklusi arteri koroner oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital,

spasme koroner dan berbagai penyakit inflamasi sistemik (Kalim, 2001).

4. Diagnosis

Diagnosis STEMI ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri dada

yang khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST ≥1 mm, minimal pada 2

sandapan yang berdampingan. Pemeriksaan enzim jantung, terutama

troponin T yang meningkat, memperkuat diagnosis, namun keputusan

memberikan terapi revaskularisasi tidak perlu menunggu hasil

pemeriksaan enzim. (NEJM, 2006)

a. Anamnesis

Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan

anamnesis secara cermat apakah nyeri dadanya berasal dari jantung atau

luar jantung. Selanjutnya perlu dibedakan apakah nyerinya berasal dari

koroner atau bukan. Perlu dianamnesis pula apakah ada riwayat infark

miokard sebelumnya, serta faktor-faktor risiko antara lain hipertensi, DM,

dislipidemia, merokok, stres, serta riwayat sakit jantung koroner pada

keluarga.

Pada hampir setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum

terjadi STEMI, seperti aktivitas fisik berat, stres emosi atau penyakit

medis atau bedah. Walaupun STEMI dapat terjadi sepanjang hari atau

malam, variasi sirkadian dilaporkan pada pagi hari dalam beberapa jam

setelah bangun tidur.(Pearlson, 2003)

Page 30: STEMI.docx

Nyeri dada. Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal

pasien IMA. Sifat nyeri dada angina :

Lokasi: sub/retrosternal, prekordial

Sifat: rasa sakit seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat,

ditusuk, diperas, dan dipelintir

Penjalaran: biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah,

gigi, punggung/interskapula, perut, dan dapat juga ke lengan kanan

Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau nitrat

Faktor pencetus: latihan fisik, stres emosi, udara dingin dan sesudah

makan

Gejala penyerta: mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas

dan lemas.

Klasifikasi berdasarkan Killip digunakan pada penderita infark

miokard akut,dengan pembagian:

1. Derajat I : tanpa gagal jantung

2. Derajat II : Gagal jantung dengan ronki basah halus di basal paru, S3 galopdan

peningkatan tekanan vena pulmonalis

3. Derajat III : Gagal jantung berat dengan edema paru seluruh

lapangan paru.

4. Derajat IV : Syok kardiogenik dengan hipotensi (tekanan darah sistolik

90 mmHg) dan vasokonstriksi perifer (oliguria, sianosis dan diaforesis)

(Killip, 1967)

b. Pemeriksaan fisik

Sebagian besar pasien cemas dan gelisah. Sering kali ekstremitas

pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal >30

menit dan banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Seperempat

pasien infark anterior memiliki manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis

(takikardia dan/atau hipertensi) dan hampir setengah pasien infark

inferior menunjukkan hiperaktivitas parasimpatis (bradikardia dan/atau

hipotensi).

Page 31: STEMI.docx

Tanda fisik lain pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3

gallop, penurunan intensitas bunyi jantung pertama dan split

paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik

atau late sistolik apikal yang bersifat sementara karena disfungsi

aparatus katup mitral dan pericardial friction rub. Peningkatan suhu

sampai 380C dapat dijumpai pada minggu pertama pasca STEMI

(Pearlson, 2003).

c. Elektrokardiografi (EKG)

Pada fase awal terjadinya infark ditandaik gelombang T yang

tinggi sekali (hiperakut T) kemudian fase sub akut ditandai T terbalik lalu

pada fase akut ditandai ST elevasi. Pada fase lanjut (old) ditadai dengan

terbentuknya gelombang Q patologis.

Gambar 1. Evolusi EKG pada infark miokard

Kompleks QRS normal menunjukkan resultan gaya elektrik

miokard ketika ventrikel berdepolarisasi. Bagian nekrosis tidak berespon

secara elektrik. Vektor gaya bergerak menjauhi bagian nekrosis dan

terekam oleh elektroda pada daerah infark sebagai defleksi negatif normal.

Infark yang menunjukkan abnormalitas gelombang Q disebut infark

gelombang Q. Pada sebagian kasus infark miokard, hasil rekaman EKG

tidak menunjukkan gelombang Q abnormal. Hal ini dapat terjadi pada

infark miokard dengan daerah nekrotik kecil atau terbesar. Gelombang Q

Page 32: STEMI.docx

dikatakan abnormal jika durasinya ≥ 0,04 detik. Namun tidak berlaku

untuk gelombang Q di lead III, aVR, dan V1, karena normalnya

gelombang Q di lead ini lebar dalam (Chou, 1996).

Menurut Ramrakha (2006), pada infark miokard dengan elevasi

segmen ST, lokasi infark dapat ditentuakan dari perubahan EKG. Berikut

merupakan penentuan lokasi infark perubahan gambaran EKG :

Lokasi Lokasi elevasi

segmen ST

Perubahan

resiprokal

Arteri koroner

Anterior V3,V4 V7,V8,V9 Arteri koroner kiri,

cabang

LAD/Diagonal

Anterior

septal

V1,V2,V3 V7,V8,V9 Arteri koroner

kiri,cabang LAD

diagonal cabang LAD

septal

Anterior

ekstensif

I,aVL,V2-V6 I,III,aVF Arteri koroner

kiri,proksimal LAD

Antero

lateral

I,

aVL,V3,V4,V5,V

6

II,III,aVF,V7,V

8,V9

Arteri koroner kiri

Cabang LAD-diagonal dan

cabang sirkumfleks

Inferior II,III,aVF I,aVL,V2,V3 Arteri koroner kanan cabang

decendens posterior dan

cabang arteri koroner kiri

sirkumfleks

Lateral I,aVL,V5,V6 II,III,aVF Arteri koroner kiri

Cabang LAD- diagonal dan

cabang sirkumfleks

Septum V1,V2 V7,V8,V9 Arteri koroner kiri cabang

LAD-septal

Page 33: STEMI.docx

Posterior V7,V8,V9 V1,V2,V3 Arteri koroner kanan/

sirkumfleks

Ventrikel

kanan

V3R-V4R I,aVL Arteri koroner kanan

proksimal

d. Laboratorium

Petanda (biomarker) kerusakan jantung. Pemeriksaan yang

dianjurkan adalah creatinine kinase (CK)MB dan cardiac specific

troponin (cTn) T atau cTn I dan dilakukan secara serial. cTn harus

digunakan sebagai penanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai

kerusakan otot skeletal, karena pada keadaan ini juga akan diikuti

peningkatan CKMB. Pada pasien dengan elevasi ST dan gejala IMA,

terapi reperfusi diberikan sesegera mungkin dan tidak tergantung

pemeriksaan biomarker.

Peningkatan enzim dua kali di atas nilai batas atas normal

menunjukkan ada nekrosis jantung (infark miokard).

Page 34: STEMI.docx

CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan

mencapai puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4

hari. Operasi jantung, miokarditis dan kardioversi elektrik dapat

meningkatkan CKMB

cTn: ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. enzim ini meningkat setelah 2

jam bila infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan

cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I

setelah 5-10 hari

Pemeriksaan lainnya: mioglobin, creatinine kinase (CK) dan lactic

dehidrogenase (LDH) :

Reaksi nonspesifik terhadap lesi miokard adalah leukositosis PMN

yang dapat terjadi dalam beberapa jam setelah onset nyeri dan menetap

selama 3-7 hari. Leukosit dapat mencapai 12.000-15.000/uL.

5. Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksana IMA adalah diagnosis cepat,

menghilangkan nyeri dada, penilaian dan implementasi strategi reperfusi

yang mungkin dilakukan, pemberian antitrombotik dan terapi antiplatelet,

pemberian obat penunjang dan tatalaksana komplikasi IMA. (Aslam,2004)

Tujuan penanganan pada STEMI adalah:

a. Penanganan kegawatdaruratan diperlukan untuk menegakkan

diagnosis secara

cepat dan penilaian awal stratifikasi risiko, menghilangkan/

mengurangi nyeri dan pencegahan atau penanganan henti jantung.

b. Penanganan dini untuk membuat keputusan segera terapi reperfusi

untuk membatasi proses infark serta mencegah perluasan infark

serta menangani komplikasi segera seperti gagal jantung, syok dan

aritmia yang mengancam jiwa.

c. Penanganan selanjutnya untuk menangani komplikasi lain yang

timbul selanjutnya.

Page 35: STEMI.docx

d. Evaluasi dan penilaian risiko untuk mencegah terjadinya progresi

penyakit arteri koroner, infark baru, gagal jantung, dan kematian.

Penanganan kegawatdaruratan :

a. Tatalaksana awal:

• Oksigen 4L/ menit (saturasi dipertahankan > 90%).

• Aspirin 160mg (dikunyah).

• Nitrat diberikan 5mg SL (dapat diulang 3x) lalu drip bila masih

nyeri.

• Morfin iv bila nyeri tidak teratasi dengan nitrat.

b. Tatalaksana lanjut sesuai indikasi dan kontraindikasi (jangan menunda

reperfusi).

• Anti iskemik: nitrat, B-bloker, Ca antagonis.

• Anti platelet oral: aspirin, clopidogrel.

• Anti koagulan: heparin (UFH, LMWH).

• Terapi tambahan: Ace inhibitor/ ARB, Statin

Dosis heparin (UFH) sebagai co-terapi: Bolus iv 60 u/ kg BB

maksimum 4000u, dosis maintenance drip 12u/ kg BB selama 24 – 48 jam

dengan maksimum 1000 u/ jam dengan target aPTT 50 – 70s. Monitoring

aPTT 3, 6, 12, 24 jam setelah terapi dimulai. LMWH dapat digunakan

sebagai alternative UFH pada pasien-pasien berusia < 75 tahun dengan

fungsi ginjal baik (kreatinin < 2,5 mg/dl pada laki-laki atau < 2 mg/ dl

pada wanita).

Terapi Fibrinolitik

Dianjurkan pada:

a. Presentasi ≤ 3jam.

b. Tindakan invasif tidak mungkin dilakukan atau akan terlambat.

c. Tidak ada kontraindikasi fibrinolitik.

Kontraindikasi fibrinolitik:

a. Kontraindikasi absolut :

• Riwayat perdarahan intracranial apapun.

• Lesi structural cerebrovaskular.

Page 36: STEMI.docx

• Tumor intrakranial (primer ataupun metastasis).

• Stroke iskemik dalam 3 bulan atau dalam 3 jam terakhir.

• Dicurigai adanya suatu diseksi aorta.

• Adanya trauma/ pembedahan/ truma kepala dalam 3 bulan terakhir.

• Adanya perdarahan aktif (termasuk menstruasi). (Irmalita.2009)

b. Kontraindikasi relatif :

• Riwayat hipertensi kronik dan berat yang tidak terkontrol.

• Riwayat stroke iskemik > 3 bulan, demensia, atau kelainan

intracranial

selain yang disebutkan pada kontraindikasi absolut.

• Resusitasi jantung paru traumatik atau lama > 10 menit atau

operasi besar

< 3 minggu.

• Perdarahan internal dalam 2-4 minggu terakhir.

• Terapi antikoagulan oral.

• Kehamilan.

• Non compressible punctures.

• Ulkus peptikum aktif.

• Khusus untuk streptokinase/ anistreplase: riwayat pemaparan

sebelumnya (>5hari) atau riwayat alergi terhadap zat-zat tersebut

Terapi awal Antitrombin terapiKontraindikasi

spesifik

Streptokinase(SK) 1,5 juta unit/ 100ml

D5% atau NaCl 0,9%

selama 30 – 60 menit.

Dengan atau tanpa

heparin iv selama 24

– 48 jam

Riwayat SK atau

anistreplase

Alteplase(tPA) 15 mg iv bolus 0,75

mg/ kg BB selama 30

menit kemudian 0,5

mg/ kg BB selama 60

menit iv. Dosis total

Heparin iv selama

24 – 48 jam

Page 37: STEMI.docx

tidak melebihi 100mg

Percutanous coronary intervention (PCI)

a. PCI primer.

Dianjurkan pada:

• Presentasi ≥ 3jam.

• Tersedia fasilitas PCI.

• Waktu kontak antara pasien tiba sampai dengan inflasi balon < 90

menit. (Waktu antara pasien tiba sampai dengan inflasi) dikurangi

(waktu antara pasien

tiba sampai dengan proses fibrinolitik) < 1jam.

• Terdapat kontraindikasi fibrinolitik.

• Risiko tinggi (gagal jantung kongestif, Killip 3).

• Diagnosis infark miokard dengan elevasi ST masih diragukan.

b. PCI kombinasi dengan fibrinolitik.

Dapat dilakukan pada pasien-pasien dengan risiko tinggi jika

tindakan PCI tidak dapat dilakukan dengan segera dan pada pasien

dengan risiko perdarahan rendah. Pada tindakan ini tidak dianjurkan

menggunakan penghambat reseptor GPIIb/ IIIa dengan dosis penuh.

c. Rescue PCI.

Dilakukan bila terdapat kegagalan trombolitik pada pasien dengan

infark luas dengan:

• Hemodinamik tidak stabil atau dengan aritmia.

• Keluhan iskemik yang berkepanjangan.

• Syok kardiogenik.

Pada pasien-pasien dengan kegagalan reperfusi atau terjadi reoklusi

dimana rescue PCI tidak dapat dilakukan segera, reperfusi secara

medikamentosa harus dipertimbangkan dengan fibrinolitik ulang atau

tirofiban. Pemilihan stent pada PCI primer atau rescue PCI adalah

Bare metal stent (BMS).

Page 38: STEMI.docx

Tindakan pembedahan CABG ( Coronary Artery Bypass Graft )

Tindakan pembedahan lebih baik jika dilakukan dibandingkan dengan

pengobatan, pada keadaan :

a. Stenosis yang signifikan ( ≥ 50 %) di daerah left main (LM)

b. Stenosis yang signifikan (≥ 70 %) di daerah proksimal pada 3 arteri

koroner utama

c. Stenosis yang signifikan pada 2 daerah arteri koroner utama termasuk

stenosis yang cukup tinggi tingkatannya pada daerah proksimal dari

left anterior descending coronary artery.

7. Diagnosis Banding

Nyeri dada tidak selalu diakibatkan oleh adanya infark miokard, namun

dapat diakibatkan oleh sebab sebagai berikut:

a) Cardiac Origin:

i. Angina Pectoris

ii. Infark Miokard

iii. Likely Ischaemic In Origin : Stenosis aorta, kardiomiopati hipertrofik,

hipertensi ventrikel kanan berat, regurgitasi aorta, anemia/hipoksia

berat.

iv. Non Ischaemic In Origin : Diseksi aorta, perikarditis, miokarditis,

prolaps katup mitral.

b) Non Cardiac Origin

i. Penyakit gastrointestinal : spasme esophagus, ruptur esophagus, refluks

esophageal, ulkus peptikum.

ii. Psikogenik : ansietas, depresi.

iii. Penyakit neuromuskuler : penyakit degeneratif sendi leher/spinal,

costokondritis, herpes zooster, nyeri pada dinding dada.

iv. Kelainan paru : emboli paru, pneumothoraks, pneumonia, pleuritis.

8. Komplikasi

a. Gagal Jantung (decompensated cordis)

Page 39: STEMI.docx

Infark miokard mengganggu fungsi miokardium karena

menyebabkan pengurangan kontraktilitas, gerakan dinding yang

abnormal, dan menambah daya kembang ruang jantung. Dengan

berkurangnya kemampuan ventrikel kiri untuk mengosongkan ruang,

volume kuncup berkurang, sehingga tekanan ventrikel kiri meningkat.

Akibatnya tekanan vena pulmonalis meningkat dan dapt menyebabkan

transudasi, hingga udem paru sampai terjadi gagal jantung kanan.

Beberapa derajat kelainan pada saat fungsi ventrikel kiri terjadi

pada lebih dari separuh pasien dengan infark miokard. Tanda klinis yang

paling umum adalah ronki paru dan irama derap S3 dan S4. Kongesti

paru juga sering terlibat pada foto thoraks dada. Peningkatan tekanan

pengisian ventrikel kiri dan tekanan arteri pulmonalis merupakan temuan

hemodinamik karakteristik, namun sebaiknya diketahui bahwa temuan

ini dapat disebabkan oleh penurunan pemenuhan diastolik ventrikel

dan/atau penurunan isi sekuncup dengan dilatasi jantung sekunder.

Diuretik sangat efektif karena mengurangi kongesti pari-paru dengan

adanya gagal jantung sistolik dan atau diastolik.

Klasifikasi NYHA (New York Heart Association) digunakan untuk

menilai derajat pasien gagal jantung berdasarkan berat ringannya gejala:

1) NYHA I

Pasien dengan penyakit jantung tanpa limitasi aktivitas fisik.

2) NYHA II

Pasien dengan penyakit jantung dengan limitasi ringan terhadap

aktivitas fisik.

3) NYHA III

Pasien dengan penyakit jantung dengan limitasi bermakna terhadap

aktivitas fisik

4) NYHA IV

Pasien dengan penyakit jantung dengan ketidakmampuan untuk

melakukan aktivitas apapun tanpa menimbulkan gejala.

b. Syok Kardiogenik

Page 40: STEMI.docx

Diakibatkan karena disfungsi nyata ventrikel kiri sesudah

mengalami infark yang massif. Timnul lingkatan setan hemodinakim

progresif hebat yang irreversible, yaitu:

i. Penurunan perfusi perifer

ii. Penurunan perfusi koroner

iii. Peningkatan kongesti paru

Sepuluh sampai 15% pasien IM mengalami syok kardiogenik, dengan

mortalitas antara 80-95%.

c. Tromboemboli

Nekrosis endotel ventrikel akan membuat permukaan endotel

menjadi kasar yang merupakan faktor predisposisi pembentukan trobus.

Pecahan trombus terlepas dan dapat terjadi embolisme sistemik. Studi

pada 942 kasus kematian akibat IM akut menunjukkan adanya teombi

mural pada 44% kasus pada endokardium. Study autopsi menunjukkan

10% kasus IM akut yang meninggal mempunyai emboli arterial ke otak,

ginjal, limpa atau mesenterium.

d. Aritmia

Komplikasi paling sering dari infark miokard akut adalah gangguan

itama jantung (90%). Aritmia timbul akibat perubahan bentuk potensi

aksi yaitu rekaman grafik aktivitas fisik.

e. Perikarditis

Sindrom ini dihubungkan dengan IM yang digambarkan pertama

kali oleh dressler dan disebut sindrom dressler. Biasanya terjadi setelah

infark transmural tetapi dapat menyertai infark subepikardial. Infark

transmural dapat membuat lapirsan epikardium yang langusng kontak

dengan pericardium menjadi besar sehingga merangsang permukaan

pericardium dan menimbulkan reaksi peradangan. Kadang terjadi efusi

pericardial/pericarditis biasanya sementara, yang tampak pada meninggal

pertma setelah infark. Nyeri dada dari perikarditis akut terjadi tiba-tiba

dan berat serta konstan pada dada anterior. Nyeri memburuk dengan

Page 41: STEMI.docx

inspirasi dan biasanya dihubungkan dengan takikardi, demam ringan, dan

friction rub pericardial yang terinfasik dan sementara.

f. Ruptura Miokardium

Ruptura dinding bebas dari ventrikel kiri menimbulkan kematian

sebanyak 10% di rumah sakit karena IM akut. Rupture ini menyebabkan

tamponade jantung dan kematian. Rupture septum intraventrikuler jarang

terjadi, yang terjadi pada kerusakan miokard luas, dan menimbulkan

defek septum ventrikel.

g. Aneurisma Ventrikel

Kejadian ini adalah komplikasi lambat dari IM yang meliputi

penipisan, penggembungan, dan hipokenesis dari dinding ventrikel kiri

setelah infark transmural. Aneurisme ini sering menimbulkan gerakan

paroksimal pada dinding ventrikel, dengan penggembungan keluar

segmen aneurisma pada kontraksi ventrikel. Kadang-kadang aneurisma

ini rupture dan menimbulkan tamponade jantung, tetapi biasanya masalah

yang terjadi disebabkan penurunan kontraktilitas ventrikel atau

embolisasi.

h. Disfungsi Septum Ventrikel

Nekrosis septum interventrikularis dapat menyebabkan rupture

dinding septum sehingga terjadi defek septum ventrikel. Akibatnya curah

jantung sangat berkurang disertai peningkatan kerja ventrikel kanan dan

kongesti.

i. Rupture Jantung

Ruptur dinding ventrikel jantung yang bebas dapat terjadi pada

awal perjalanan infark selama fase pembuangan jaringan nekrotik

sebelum pembentukan parut (Tambayong, 2000).

9. Prognosis

Prognosis dari infark miokard dapat diperkirakan dengan menggunakan

TIMI score (Thrombolysis in Myocardial Infarction). Skor ini memberikan

prediksi kematian dalam 30 hari sesudah terjadinya infark miokard.

Page 42: STEMI.docx
Page 43: STEMI.docx

DAFTAR PUSTAKA

Alpert, J.S., Kristian, T., MD, Allan S. J., Harvey D.W., 2010. A Universal

Definition of Myocarfial Infarction for the Twenty-Fisrst Century. Acces

Medicine from McGraw-Hill. Available from http://www.medscape.com/

viewarticle/716457

Anand, S.S., Islam, S., Rosengren, A., et al., 2008. Risk factors for myocardial

infarcion in women and men; insights from the INTERHEART study:

European Heart Journal. Available from http://eurheartj.oxfordjournals.

org/content/29/7.932.short

Brown, T.C., 2006. Penyakit Aterosklerotik Koroner. Dalam: Price, S.A.,

William, L.M., ed. Paatofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.

Edisi 6. Jakarta: EGC 580-587.

Cannon, C.P., Braunwald, E., 2005. Unstable Angina and Non-ST-Elevation

Myocardial Infarction, In: Kaspe, D.L., Fauci, A.S., Longo, D.L.,

Braunwald, E., Hauser, S.L., Jameson, J.L., eds. Harrison’s Principles of

Internal Medicine. 16th ed, USA: McGraw-Hill 1444-1445.

Chou, T, 1996/ electrocardiography in Clinical Practice Adult and Pediatric:

Myocardial Infarction, Myocardial Injury, and Myocardial Ischemia.

4th, Pennsylvania: W.B Saundes Company.

Dorland, W.A.N., 2002. Kamus Besar Kedokteran Dorland. Edisi 1: Jakarta:

EGC.

Fenton, D.E., 2009. Myocardial Infarction. Available from http://emedicine.

medscape.com/artivle/759321-overview

Inmalita, 1996. Infark Miokard. Dalam: Rilantono, L.I., Baraas, F., Karo Karo, S.,

Roebiono, P.S., ed., Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: FK UI, 173-174.

Page 44: STEMI.docx

Ismail, J., Jafar, T.H., Jafary, F.H., White, F., Faruqui, A.M., Chaturvedi, N.,

2004. Risk faactors for non-fatal myocardial infarction in young South

Asia’s adults. Pubmed. Available from http://www.ncbi.nih.gov/

pubmed/14960040

Kalim, H., 2001. Diagnostik dan Stratifikasi Risiko Dini Sindrom Koroner Akut.

Dalam: Kaligis, R.W.M., Kalim, H., Yusak, M., Ratnaningsih, E.,

Soesanto, A.M., (eds). Penyakit Kardiovaskuler dari Pediatrik sampai

Geriatrik. Jakarta: Balai Penerbit RS Jantung Harapan Kita, 227-228.

Nigam, P.K., 2007. Biochemical Markers if Myocardial Injury. Indian Journal if

Clinicsl Biochemistry. Available from: http://medind.mc.in/inf/

t07/il_rafti)7ilp10.pdf

Oemar, H., 1996. Anatomi Jantung dan Pembuluh Darah. Rilantoro, L.I., Baraas,

F., Karo kato, S., Roebiono, P.S., ed, Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: FK

UI, 12.

Price, S.A., William, L.M., 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses

Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC.

Ramrakha, P., Hill, J., 2006. Oxford Handbook of Cardiology: Coronary Artery

Disease. 1st ed. USA: Oxford University Press.