status pasien bedah urologi

45
STATUS PASIEN BEDAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH Nama Mahasiswa : Malinda Priskasari NIM : 030.07.149 Dokter Pembimbing : Dr. Tri Endah S, Sp.U IDENTITAS PASIEN Nama Lengkap : Tn. A Suku Bangsa : Betawi _________________________________________________________________ _____________ Umur : 79 tahun Agama : Islam _________________________________________________________________ _____________Jenis Kelamin : Laki-laki _________________________________________________________________ _____________ Pekerjaan : tidak bekerja _________________________________________________________________ ____________Alamat : Jl. Batu Ampar RT 14/ RW 05 Tanggal masuk RS: 07 Desember 2012 A. ANAMNESIS Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 07 Desember 2012, jam 07.30 WIB Keluhan Utama : Sulit buang air kecil sejak 1 bulan SMRS Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke poliklinik Bedah Urologi RSUD Budhi Asih dengan keluhan sulit buang air kecil sejak 1 bulan SMRS dan

Upload: malinda-priskasari

Post on 12-Aug-2015

383 views

Category:

Documents


40 download

DESCRIPTION

bedah

TRANSCRIPT

Page 1: Status Pasien Bedah Urologi

STATUS PASIEN BEDAH

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH

Nama Mahasiswa : Malinda Priskasari

NIM : 030.07.149

Dokter Pembimbing : Dr. Tri Endah S, Sp.U

IDENTITAS PASIENNama Lengkap : Tn. A Suku Bangsa : Betawi______________________________________________________________________________Umur : 79 tahun Agama : Islam______________________________________________________________________________Jenis Kelamin : Laki-laki______________________________________________________________________________Pekerjaan : tidak bekerja_____________________________________________________________________________Alamat : Jl. Batu Ampar RT 14/ RW 05 Tanggal masuk RS: 07 Desember 2012

A. ANAMNESIS

Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 07 Desember 2012, jam 07.30 WIB

Keluhan Utama : Sulit buang air kecil sejak 1 bulan SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke poliklinik Bedah Urologi RSUD Budhi Asih dengan keluhan sulit buang

air kecil sejak 1 bulan SMRS dan dipasang kateter 16fr. Os menyangkal keluhan keluarnya darah

dan pasir saat buang air kecil, demam, mual muntah.

Sejak 1 bulan SMRS Os mengeluh sulit BAK. Os sering merasakan sulit memulai BAK

sehingga harus mengejan, menunggu lama saat permulaan BAK, merasa BAK tidak tuntas, sulit

menahan BAK, pancaran BAK lemah, menetes pada akhir BAK dan sering terbangun pada saat

tidur malam karena ingin BAK. Demam disangkal. BAB 1x sehari, warna kecoklatan, tidak

keras, tidak ada lendir dan darah. BAK 5x sehari sebanyak 1 gelas sekali BAK, warna kuning

jernih, tidak ada darah, tidak ada pasir dan tidak nyeri.

Page 2: Status Pasien Bedah Urologi

Os mengaku ia kurang minum air putih, hanya 3 gelas aqua perhari. Tidak ada riwayat

alergi obat, tidak mengkonsumsi alcohol ataupun obat-obatan terlarang. Tidak ada riwayat

kencing manis, darah tinggi, dan asam urat.

Riwayat Penyakit Dahulu

1 tahun SMRS os mengalami keluhan yang sama seperti ini. Os berobat dan dipasangkan

selang (kateter). Os selalu memakai kateter dan control ke pusdikes untuk ganti kateter setiap 2

minggu sekali. Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, stroke disangkal os.

Penyakit Dahulu (Tahun)

( - ) Cacar ( - ) Malaria ( - ) Batu Ginjal / Saluran Kemih

( + ) Cacar air ( - ) Disentri ( - ) Burut (Hernia)

( - ) Difteri ( - ) Hepatitis ( - ) Penyakit Prostat

( - ) Batuk Rejan ( - ) Tifus Abdominalis ( - ) Wasir

( + ) Campak ( - ) Skirofula ( - ) Diabetes

( - ) Influenza ( - ) Sifilis ( - ) Asma

( - ) Tonsilitis ( - ) Gonore (-)Tumor ( - ) Khorea ( - ) Hipertensi ( - ) Penyakit Pembuluh

( - ) Demam Rematik Akut ( - ) Ulkus Ventrikuli ( - ) Perdarahan Otak

( - ) Pneumonia ( - ) Ulkus Duodeni ( - ) Psikosis

( - ) Pleuritis ( - ) Gastritis ( - ) Neurosis

( - ) Tuberkulosis ( - ) Batu Empedu

Lain-lain: ( - ) Kecelakaan kerja

( -) Operasi

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga pasien yang mengalami hal serupa sepertinya. Riwayat hipertensi,

diabetes melitus maupun alergi pada keluarga pasien disangkal.

Page 3: Status Pasien Bedah Urologi

ANAMNESIS SISTEM

Catatan keluhan tambahan positif disamping judul-judul yang bersangkutan

Kulit( - ) Bisul ( - ) Rambut ( - ) Keringat malam

( - ) Kuku ( - ) Kuning / Ikterus ( - ) Sianosis

( - ) Lain-lain ( - ) Petechiae

Kepala( - ) Trauma ( - ) Sakit kepala

( - ) Sinkop ( - ) Nyeri pada sinus

Mata( - ) Nyeri ( - ) Radang

( - ) Sekret ( - ) Gangguan penglihatan

( - ) Kuning / Ikterus ( - ) Ketajaman penglihatan

Telinga( - ) Nyeri ( - ) Gangguan pendengaran

( - ) Sekret ( - ) Kehilangan pendengaran

( - ) Tinitus

Hidung( - ) Trauma ( - ) Gejala penyumbatan

( - ) Nyeri ( - ) Gangguan penciuman

( - ) Sekret ( - ) Pilek

( - ) Epistaksis

Mulut( - ) Bibir kering ( - ) Lidah kotor

( - ) Gusi sariawan ( - ) Gangguan pengecap

( - ) Selaput ( - ) Stomatitis

Page 4: Status Pasien Bedah Urologi

Tenggorokan( - ) Nyeri tenggorokan ( - ) Perubahan suara

Leher( - ) Benjolan ( - ) Nyeri leher

Dada (Jantung/Paru)

( - ) Nyeri dada ( - ) Sesak nafas

( - ) Berdebar ( - ) Batuk darah

( - ) Ortopnoe ( - ) Batuk

Abdomen (Lambung/Usus)

( - ) Rasa kembung ( - ) Wasir

( - ) Mual ( - ) Mencret

( - ) Muntah ( - ) Tinja darah

( - ) Muntah darah ( - ) Tinja berwarna dempul

( - ) Sukar menelan ( - ) Tinja berwarna hitam

( - ) Nyeri ulu hati ( - ) Benjolan

( - ) Perut membesar

Saluran Kemih / Alat kelamin

( + ) Disuria ( - ) Kencing nanah

( - ) Stranguria ( - ) Kolik

( - ) Poliuria ( - ) Oliguria

( - ) Polakisuria ( - ) Anuria

( - ) Hematuria ( + ) Retensi urin

( - ) Kencing batu ( + ) Kencing menetes

( - ) Ngompol (tidak disadari)( - ) Penyakit Prostat

Page 5: Status Pasien Bedah Urologi

Saraf dan Otot

( - ) Anestesi ( - ) Sukar mengingat

( - ) Parestesi ( - ) Ataksia

( - ) Otot lemah ( - ) Hipo / hiperesthesi

( - ) Kejang ( - ) Pingsan

( - ) Afasia ( - ) Kedutan

( - ) Amnesia ( - ) Pusing (vertigo)

( - ) Lain-lain : Mialgia ( - ) Gangguan bicara (Disartri)

Ekstremitas( - ) Bengkak ( - ) Deformitas

( - ) Nyeri sendi ( - ) Sianosis

BERAT BADAN

Berat badan rata-rata (Kg) : 50 kg

Berat tertinggi (Kg) : 55 kg

Berat badan sekarang (Kg) : 50 kg

B. PEMERIKSAAN JASMANI

Pemeriksaan Umum

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Keadaan gizi : Cukup

Tanda Vital

Tekanan Darah : 140/60 mmHg

Frekuensi Nadi : 88 x/menit, reguler, isi cukup.

Frekuensi Nafas : 20x/menit , pola pernafasan normal, thorako-abdominal, tidak terlihat

penggunaan otot bantu napas.

Suhu : 36oC

Page 6: Status Pasien Bedah Urologi

Pemeriksaan Sistematik

Kepala : Normocephali, rambut hitam, tidak mudah dicabut

Mata : Palpebra tidak oedem, pupil bulat isokor

Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-

Refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung +/+

Hidung: Normosepta, deformitas - , Sekret -/-

Mulut : Bibir kering (-), sianosis (-)

Mukosa bibir pecah-pecah (–)

Oral hygiene baik, gigi geligi lengkap, gusi hiperemis (–)

Lidah bersih dan papilla normal

Faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1, kriptus tidak melebar, detritus (–)

Telinga : Normotia

Leher : JVP 5+1 cmH2O

KGB tidak teraba membesar

Kelanjar tiroid tidak teraba membesar

Trakhea berada di tengah

Thoraks

Jantung: Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : ictus cordis teraba ics V pada 2 cm linea midclavicularis sinistra

Perkusi : - Batas atas jantung pada ics III linea parasternal sinistra

- Batas kanan jantung pada linea parasternal kanan ics III-IV-V

- Batas kiri jantung ics V pada 3 cm medial linea midklavikularis

sinistra

Auskultasi : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Paru : Inspeksi : simetris dalam keadaan statis dan dinamis, memar (-)

Palpasi : vocal fremitus sama kuat paru dextra dan sinistra

Perkusi : sonor pada kedua lapang paru.

Auskultasi : suara nafas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : Inspeksi : datar, simetris

Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : timpani pada seluruh abdomen.

Page 7: Status Pasien Bedah Urologi

Auskultasi : bising usus normal 3 kali permenit

Ekstremitas

Atas : akral hangat, oedem -/-, deformitas -/-

Bawah : akral hangat, oedem -/- , deformitas -/-

C. STATUS UROLOGI

Regio Costo vertebrae angle

Inspeksi : jejas (-), tanda-tanda radang (-)

Palpasi : nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), massa (-), ballottement (-)

Perkusi : nyeri ketuk (-)

Regio Supra symphisis

Inspeks : warna kulit sama dengan sekitar, jejas (-), sikatriks (-), tanda-tanda radang (-)

Palpasi : nyeri tekan (+), vesika urinaria tidak teraba penuh

Perkusi : tympani

Regio Genitalia Eksterna

Penis

Inspeksi : kelainan bentuk (-), OUE letak normal, tanda radang (-), terpasang kateter

folley no 16 tahanan baik, aliran lancar, warna urin kuning tua, darah (-),

volume 200 cc/3jam.

Palpasi : nyeri tekan (-), tidak teraba massa

Scrotum

Inspeksi : pembesaran (-), tanda-tanda radang (-)

Palpasi : testis teraba kanan dan kiri, konsistensi kenyal, nyeri tekan (-)

Rectal Toucher

Inspeksi : disekitar anus massa (-), ulcerasi (-), tanda-tanda radang (-).

Rectal Toucher : tonus sphincter ani baik, ampula recti tidak kolaps, mukosa rectum licin

tidak berbenjol, teraba prostat dengan konsistensi kenyal, permukaan rata, pool atas tidak

teraba, sulcus mediana menghilang, nyeri tekan (+), BCR (+) normal, pada sarung tangan

darah (-), feces (-).

Page 8: Status Pasien Bedah Urologi

Skor Madsen

Pertanyaan

Pancaran Lemah (3)

Mengedan pada saat berkemih Ya (2)

Harus menunggu saat akan

miksi

Ya (3)

BAK terputus – putus Ya (3)

Miksi tidak lampias 1x retensi (3)

Inkontinensia 0

BAK sulit ditunda Sedang (2)

Miksi malam hari >4x (3)

BAK siang hari Setiap

1 – 2 jam sekali (2)

Total : 21 (berat)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium Rutin

Tanggal 15 Oktober 2012

Hasil Pemeriksaan Nilai Normal

Hemoglobin 14,5 13.2-17.3 g/dl

Hematokrit 45 40-52 %

Trombosit 292 150 – 440 ribu/uL

Leukosit 10,5 3,8 – 10,6 ribu/uL

Protrombin Time

Page 9: Status Pasien Bedah Urologi

kontrol

Pasien

13,90

15,2

Detik

12 – 14 detik

Masa tromboplastin

Kontrol

Pasien

33,6

41,5

Detik

20 – 40 detik

SGOT 10 < 33 mU/dl

SGPT 12 < 50 mU/dl

Gula darah sewaktu 151 < 110 mg/dL

Ureum 34 17 – 49 mg/dL

kreatinin 1,62 < 1,2 mg/dL

Tanggal 16 Oktober 2012

Hasil Pemeriksaan Nilai Normal

PSA total 16,89 0,21 – 6,77 ng/mL

Tanggal 17 Oktober 2012

Hasil Pemeriksaan Nilai Normal

Natrium (Na) 145 135 – 155 mmol/L

Kalium (K) 3,7 3,6 – 5,5 mmol/L

Klorida (Cl) 111 98 – 109 mmol/L

Tanggal 06 Desember 2012

Hasil Pemeriksaan Nilai Normal

Hemoglobin 12,9 13.2-17.3 g/dl

Hematokrit 40 40-52 %

Trombosit 256 150 – 440 ribu/uL

Leukosit 8,5 3,8 – 10,6 ribu/uL

Waktu Perdarahan 3,00 1 – 6 menit

Waktu Pembekuan 13,00 5 – 15 menit

Glukosa Darah Cito 101 < 110 mg/dL

Tanggal 07 Desember 2012

Page 10: Status Pasien Bedah Urologi

Hasil Pemeriksaan Nilai Normal

Hemoglobin 11,6 13.2-17.3 g/dl

Hematokrit 34 40-52 %

Trombosit 284 150 – 440 ribu/uL

Leukosit 12,2 3,8 – 10,6 ribu/uL

Natrium (Na) 142 135 – 155 mmol/L

Kalium (K) 4,2 3,6 – 5,5 mmol/L

Klorida (Cl) 107 98 – 109 mmol/L

Thorax (PA)

Pulmo kanan dan kiri normal

Bentuk dan ukuran jantung normal, CTR<50 %

Kesan : Pulmo dan Cor normal

BNO (AP)

Tidak tampak bayangan batu yang radio opaque di dasar buli-buli

Kesan : tidak tampak kelainan

RINGKASAN

Laki-laki, 79 tahun, datang ke poliklinik RSUD Budhi Asih dengan keluhan sulit BAK sejak 1

bulan SMRS. Os sering merasakan sulit memulai BAK sehingga harus mengejan, menunggu

lama saat permulaan BAK, merasa BAK tidak tuntas, sulit menahan BAK, pancaran BAK

lemah, menetes pada akhir BAK dan sering terbangun pada saat tidur malam karena ingin BAK.

Demam disangkal. BAK 5x sehari sebanyak 1 gelas sekali BAK, warna kuning jernih, tidak ada

darah, tidak ada pasir dan tidak nyeri. Pemeriksaan fisik didapatkan hasil tekanan darah 140/60

mmHg, nadi 88 x/menit, nafas 20x/menit, suhu 36oC. Pada pemeriksan status urologi regio

suprasimfisis terdapat nyeri tekan (+). Hasil pemeriksaan penunjang didapatkan leukosit 12,2

ribu/uL dan PSA total 16,89 ng/mL.

DIAGNOSIS KERJA DAN DASAR DIAGNOSIS

Benign Prostat Hiperplasia

Dasar diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium

Page 11: Status Pasien Bedah Urologi

Pasien pria dengan usia 79 tahun

Sulit BAK sejak 1 bulan SMRS

Sulit memulai BAK sehingga harus mengejan

Menunggu lama saat permulaan BAK

Merasa BAK tidak tuntas

Sulit menahan BAK

Pancaran BAK lemah

Menetes pada akhir BAK

Sering terbangun pada saat tidur malam karena ingin BAK

1 tahun yang lalu pasien pernah mengalami hal serupa yakni sulit buang air kecil

Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan pada region suprasimfisis

Pada rectal toucher pool atas prostat tidak teraba yang menunjukkan adanya

kemungkinan pembesaran prostat

PSA meningkat

DIAGNOSIS BANDING

Striktur Urethra

- Dasar yang mendukung : sulit BAK, memerlukan waktu untuk menunggu urin keluar dan

mengedan untuk mengeluarkan urinnya. Pancaran urin lemah. Ada rasa ridak puas

setelah berkemih.

- Dasar yang tidak mendukung : tidak ada pancaran urin bercabang

Karsinoma prostat

- Dasar yang mendukung : usia diatas 50 tahun, BAK tersendat, memerlukan waktu

untuk menunggu urin keluar dan mengedan untuk mengeluarkan urinnya, setelah urin

keluar pancarannya lemah dan kecil. Ada rasa tidak puas setelah berkemih.

- Dasar yang tidak mendukung : Pada karsinoma prostat terdapat metastasis ke tulang yang

menimbulkan rasa nyeri tekan pada daerah tulang yang terkena metastasis. Disertai

pembesaran kelenjar limfe inguinal. Pada pemeriksaan rectal toucher tidak ditemukan

perabaan prostat yang konsistensinya keras, asimetris dan bernodul-nodul.

PEMERIKSAAN ANJURAN

Page 12: Status Pasien Bedah Urologi

- Urinalisa : untuk melihat keadaan urin baik makroskopik maupun mikroskopik. Untuk

mengetahui apakah ada infeksi saluran kemih

- Uretroskopi : untuk menyingkirkan Diagnosis Banding striktur uretra.

- Ultrasonografi secara transabdominal atau transrectal (TRUS): untuk mengetahui

pembesaran prostat dan mengukur sisa urin/volume buli

- Biopsi prostat: untuk menyingkirkan DD karsinoma prostat

RENCANA PENGELOLAAN

Non medikamentosa:

Perbanyak minum air putih

Banyak makan makanan berserat

Hindari mengankat barang berat

Medikamentosa:

Antibiotik broad spectrum

Analgetik

Pencahar

PROGNOSIS

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad functionam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

Page 13: Status Pasien Bedah Urologi

Laporan Operasi

Tanggal: 07 Desember 2012

Nama operator: dr. Tri Endah, Sp.U / dr. Taufik

D/ sebelum operasi: Retensi urin e.c BPH

D/ post operasi: Retensi urin e.c BPH

Nama/macam operasi: TURP

Laporan Operasi:

Pasien posisi litotomi dalam anestesi spinal

A dan antisepsis di daerah operasi dan sekitarnya

Dilakukan sistoskopi: tampak mukosa buli tidak hiperemis, trabekulasi berat, sakulasi (+), divertikel (-), massa (-), batu (-), muara ureter kanan dan kiri normal, vero muntanum dalam batas normal, kissing lobe prostat 1-1 cm

Dilakukan TURP prostat

Chip dievakuasi

Perdarahan dirawat

Pasang FC 24 fr 3 way, balon 50 cc, fraksi (+), drip NaCl 0,9%

Operasi selesai

Instruksi post-op:

Awasi tanda vital

Cek DPL dan elektrolit

Bed rest

Diet bebas

Terapi:

Cefoperazone sulbactam 2 x 1 gr IV

Kaltrofen Supp 2 x 1

FOLLOW UP

Page 14: Status Pasien Bedah Urologi

Hari ke 1

8 Desember 2012

Subject:

Sedikit nyeri di ujung kemaluan. Nyeri perut bawah tidak ada. Tidak ada pusing, mual dan muntah. BAB 1x.

Object:

Kesadaran : compos mentis

Keadaan umum : tampak sakit ringan

Tekanan darah: 130/80 mmHg

Nadi : 84x/menit

Suhu : 360C

Pernafasan : 24x/menit

Abdomen : datar, supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), bising usus (+) 3x/menit

Ekstrimitas : akral hangat, edema tidak ada

Jumlah urin pada urine bag: 1500cc (dari malam hingga pagi hari), warna jernih

Assesment:

Post TUR-P H+1

Planning:

Aff fraksi

Bed rest

Cefoperazone sulbactam 2 x 1 gr IV

Kaltrofen Supp 2 x 1

FOLLOW UP

Page 15: Status Pasien Bedah Urologi

Hari ke 2

9 Desember 2012

Subject:

Tidak ada keluhan

Object:

Kesadaran : compos mentis

Keadaan umum : tampak sakit ringan

Tekanan darah: 130/70 mmHg

Nadi : 80x/menit

Suhu : 360C

Pernafasan : 20x/menit

Abdomen : datar, supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), bising usus (+) 3x/menit

Ekstrimitas : akral hangat, edema tidak ada

Jumlah urin pada urine bag: 500cc (dari malam hingga pagi hari), warna jernih

Assesment:

Post TUR-P H+2

Planning:

Mobilisasi

Cefoperazone sulbactam 2 x 1 gr IV

Kaltrofen Supp 2 x 1

FOLLOW UP

Page 16: Status Pasien Bedah Urologi

Hari ke 3

10 Desember 2012

Subject:

Tidak ada keluhan

Object:

Kesadaran : compos mentis

Keadaan umum : tampak sakit ringan

Tekanan darah: 130/80 mmHg

Nadi : 80x/menit

Suhu : 360C

Pernafasan : 20x/menit

Abdomen : datar, supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), bising usus (+) 3x/menit

Ekstrimitas : akral hangat, edema tidak ada

Jumlah urin pada urine bag: 500cc (dari malam hingga pagi hari), warna jernih

Assesment:

Post TUR-P H+3

Planning

Aff kateter

Boleh Pulang

Hytrin 1 x 2 mg

Nonflamin 3 x 1 tab

TINJAUAN PUSTAKA

Page 17: Status Pasien Bedah Urologi

HIPERPLASIA PROSTAT BENIGNA

ANATOMI KELENJAR PROSTAT

Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli – buli, di depan

rectum dan membungkus uretra posterior. Bentuknya seperti buah kemiri dengan ukuran 4 x 3 x

2,5 cm dan beratnya kurang lebih 20 gram. Kelenjar ini terdiri atas jaringan fibromuskular dan

glandular yang terbagi dalam beberapa daerah atau zona, yaitu zona perifer, zona sentral, zona

transisional, zona prepostatik sfingter, dan zona anterior. Secara histopatologik kelenjar prostat

terdiri atas komponen kelenjar dan stroma. Komponen stroma ini terdiri atas otot polos,

fibroblast, pembuluh darah, saraf, dan jaringan penyanggah yang lain.

Prostat menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen dari cairan

ejakulat. Cairan ini dialirkan melalui duktus sekretorius dan bermuara di uretra posterior untuk

kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang lain pada saat ejakulasi. Volume cairan

prostat merupakan ± 25% dari seluruh volume ejakulat.

Prostat mendapatkan inervasi otonomik simpatik dan parasimpatik dari pleksus

prostatikus. Pleksus prostatikus ( pleksus pelvikus ) menerima masukan serabut parasimpatik

dari korda spinalis S2-4 dan simpatik dari nervus hipogastrikus ( T10-L2 ). Stimulasi parasimpatik

meningkatkan sekresi kelenjar pada epitel prostat, sedangkan rangsangan simpatik menyebabkan

pengeluaran cairan prostat ke dalam uretra posterior, seperti pada saat ejakulasi. Sistem simpatik

memberikan inervasi pada otot polos prostat, kapsula prostat, dan leher buli – buli. Di tempat –

tempat itu banyak terdapat reseptor adrenergik – α. Rangsangan simpatik menyebabkan

dipertahankan tonus otot polos tersebut.

Pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada hormon testosteron, yang di dalam sel –

sel kelenjar prostat hormon ini akan dirubah menjadi metabolit aktif dihidrotestoteron ( DHT )

dengan bantuan enzim 5α – reduktase. Dihidrotestoteron inilah yang secara langsung memacu m

– RNA di dalam sel – sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein growth factor yang memacu

pertumbuhan kelenjar prostat.

Jika kelenjar ini mengalami hiperplasi jinak atau berubah menjadi kanker ganas dapat

membuntu uretra posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran kemih.

Page 18: Status Pasien Bedah Urologi

Aliran urin dengan BPH Aliran urin normal

ETIOLOGI

BPH terjadi karena proliferasi stroma dan epithelial dari glandula prostat yang sering

didapatkan gejala voiding.

Dengan bertambahnya usia, akan terjadi perubahan testosteron estrogen karena produksi

testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di

perifer.

Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hyperplasia

prostat; tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya dengan

peningkatan kadar dihidrotestosteron ( DHT ) dan proses aging ( menjadi tua ). Beberapa

hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat adalah :

1. Teori dihidrotestosteron

2. adanya ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron

3. interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat

4. berkurangnya kematian sel ( apoptosis )

5. teori stem sel

Page 19: Status Pasien Bedah Urologi

1. Teori Dihidrotestosteron

Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada

pertumbuhan sel – sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosterone di dalam sel prostat oleh

enzim 5α- reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk berikatan

dengan reseptor androgen ( RA ) membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel dan

selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat.

Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda

dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5α- reduktase

dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan BPH lebih

sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan

prostat normal.

2. Ketidakseimbangan Antara Estrogen – testosteron

Pada usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun, sedangkan kadar estrogen relatif

tetap sehingga perbandingan antara estrogen : testosteron relatif meningkat. Telah diketahui

bahwa estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel – sel kelenjar

prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas sel – sel prostat terhadap rangsangan hormon

androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen dan menurunkan jumlah kematian sel –

sel prostat ( apoptosis ). Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah, meskipun rangsangan

terbentuknya sel –sel baru akibat rangsangan testosteron menurun, tetapi sel – sel prostat

yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa prostat menjadi lebih

besar.

3. Interaksi Stroma – Epitel

Cunha ( 1973 ) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat

secara tidak langsung dikontrol oleh sel – sel stroma melalui suatu mediator ( growth factor )

tertentu. Setelah sel – sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel – sel

stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel – sel epitel

secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya proliferasi sel – sel epitel maupun sel

stroma.

4. Berkurangnya Kematian Sel Prostat

Page 20: Status Pasien Bedah Urologi

Program kematian sel ( apoptosis ) pada sel prostat adalah mekanisme fisiologi untuk

mempertahankan homeostasis kelenjar prostat. Pada apoptosis terjadi kondensasi dan

fragmentasi sel yang selanjutnya sel –sel yang mengalami apoptosis akan difagositosis oleh

sel – sel di sekitarnya kemudian didegradasi oleh enzim lisosom.

Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan antara laju proliferasi sel dengan kematian

sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada prostat dewasa, penambahan jumlah

sel – sel prostat baru dengan yang mati dalam keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah sel –

sel prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel – sel prostat secara

keseluruhan menjadi meningkat sehingga menyebabkan pertambahan massa prostat.

5. Teori Sel Stem

Untuk mengganti sel – sel yang telah mengalami apoptosis, selalu dibentuk sel – sel baru.

Di dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel yang mempunyai kemampuan

berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini sangat tergantung pada keberadaan hormon

androgen, sehingga jika hormon ini kadarnya menurun seperti yang terjadi pada kastrasi,

menyebabkan terjadinya apoptosis. terjadinya proliferasi sel – sel pada BPH dipostulasikan

sebagai ketidaktepatan aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel

stroma atau sel epitel.

PATOFISIOLOGI

Biasanya ditemukan gejala dan tanda obstruksi serta iritasi. Gejala dan tanda obstruksi

saluran kemih berarti penderita harus menunggu pada permulaan miksi, miksi terputus, menetes

pada akhir miksi, pancaran miksi menjadi lemah dan rasa belum puas sehabis miksi. Gejala

iritasi disebabkan hipersensitivitas otot detrusor berarti bertambahnya frekuensi miksi, nokturia,

miksi sulit ditahan dan disuria. Gejala obstruksi terjadi karena detrusor gagal berkontraksi cukup

kuat atau gagal berkontraksi cukup lama sehingga kontraksi terputus – putus. Gejala iritasi

terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna pada saat miksi atau pembesaran miksi atau

pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada kandung kemih sehingga vesika sering

berkontraksi meskipun belum penuh. Gejala dan tanda ini diberi skor untuk menentukan berat

keluhan klinis.

Page 21: Status Pasien Bedah Urologi

Apabila vesika menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urin sehingga pada akhir

miksi masih di dalam kandung kemih dan timbul rasa tidak tuntas pada akhir miksi. Jika keadaan

ini berlanjut, pada suatu saat akan terjadi kemacetan total sehingga penderita tidak mampu lagi

miksi. Karena produksi urin terus terjadi, pada suatu saat vesika tidak mampu lagi menampung

urin sehingga tekanan intra vesika terus meningkat. Apabila tekanan vesika menjadi menjadi

lebih tinggi daripada tekanan sfingter dan obstruksi, akan terjadi inkontinensia paradoks. Retensi

kronik menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses

kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi. pada waktu miksi, penderita harus selalu

mengedan sehingga lama kelamaan menyebabkan hernia atau hemoroid.

Karena selalu terdapat sisa urin, dapat terbentuk batu endapan di dalam kandung kemih.

Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat pula

menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks, dapat terjadi pielonefritis.

Hiperplasia Prostat

Penyempitan lumen uretra posterior

Tekanan intravesikal ↑

Buli – buli Ginjal dan ureter

- Hipertrofi otot detrusor - Refluks vesiko-ureter

- Trabekulasi - Hidroureter

- selula - Hidronefrosis

- divertikel buli – buli - Pionefrosis pilonefritis

- Gagal ginjal

Page 22: Status Pasien Bedah Urologi

GEJALA KLINIS

Biasanya gejala – gejala pembesaran prostat jinak, dikenal sebagai Lower Urinary Tract

Symptoms ( LUTS ), dan dapat dibedakan menjadi :

1. Gejala iritatif

Frekuensi : sering miksi

Frekuensi terutama terjadi pada malam hari ( nokturia ) karena hambatan normal

dari korteks berkurang dan tonus sfingter dan uretra berkurang selama tidur.

Nokturia : terbangun untuk miksi pada malam hari

Nokturia dan frekuensi terjadi karena pengosongan yang tidak lengkap pada tiap

miksi sehingga interval antar miksi lebih pendek.

Urgensi : perasaan miksi yang sangat mendesak

Disuria: nyeri pada saat miksi

Urgensi dan disuria jarang terjadi, jika ada disebabkan oleh ketidaksatabilan

detrusor sehingga terjadi kontraksi involunter.

2. Gejala obstuktif

Pancaran melemah

Rasa tidak lampias sehabis miksi

Terminal dribbling : menetes setelah miksi

Terminal dribbling dan rasa belum puas sehabis miksi terjadi karena jumlah

residu urin yang banyak dalam buli – buli.

Hesitancy : bila mau miksi harus menunggu lama

Terjadi karena detrusor membutuhkan waktu yang lama untuk dapat melawan

resistensi uretra.

Straining : harus mengedan jika miksi

Intermittency : kencing terputus – putus

Terjadi karena detrusor tidak dapat mengatasi resistensi uretra sampai akhir miksi

Page 23: Status Pasien Bedah Urologi

Waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensio urin dan inkontinen

karena overflow.

Keluhan ini biasanya disusun dalam bentuk score symptom. Terdapat beberapa jenis

klasifikasi yang dapat digunakan untuk membantu diagnosis dan menentukan tingkat beratnya

penyakit, diantaranya adalah score internasional gejala-gejala prostat WHO ( Internasional

Prostate Symptom Score, IPSS) dan score Madsen Iversen.

Skor Madsen – Iversen dalam bahasa Indonesia

Pertanyaan 0 1 2 3 4

Pancaran Normal Berubah –

ubah

Lemah Menetes

Mengedan

pada saat

berkemih

Tidak Ya

Harus

menunggu

saat akan

miksi

Tidak Ya

BAK

terputus –

putus

Tidak Ya

Miksi tidak

lampias

Tidak tahu Berubah –

ubah

Tidak

lampias

1x retensi > 1x retensi

Inkontinensia Ya

Page 24: Status Pasien Bedah Urologi

BAK sulit

ditunda

Tidak ada Ringan Sedang Berat

Miksi malam

hari

0 – 1 2 3-4 >4

BAK siang

hari

> 3 jam

sekali

Setiap

2 – 3 jam

sekali

Setiap

1 – 2 jam

sekali

< 1 jam

sekali

Skor Internasional gejala – gejala prostat WHO

( Internasional Prostate Symptom Score, IPSS )

Keluhan pada bulan

terakhir

Tidak

sama

sekali< 1 - 5x

> 5 - <

15x

15x > 15x Hampir

selalu

Adakah anda merasa buli –

buli tidak kosong setelah

BAK

0

Berapa anda hendak BAK

lagi dalam waktu 2 jam

setelah BAK

0 1 2 3 4 5

Berapa kali terjadi air kencing

berhenti sewaktu BAK

0 1 2 3 4 5

Berapa kali anda tidak dapat

menahan keinginan BAK

0 1 2 3 4 5

Page 25: Status Pasien Bedah Urologi

Berapa kali arus air seni

lemah sekali sewaktu BAK

0 1 2 3 4 5

Berapa kali terjadi anda

mengalami kesulitan memulai

BAK (harus mengejan)

0 1 2 3 4 5

Berapa kali anda bangun

untuk BAK diwaktu malam

0 1x 2x 3 x 4 x 5 x

Andaikata hal yang anda

alami sekarang akan tetap

berlangsung seumur hidup,

bagaimana perasaan anda

Sangat

senang

Cukup

senang

Biasa

saja

Agak

tidak

senang

Tidak

menyen

angkan

Sangat

tidak

menyen

angkan

Jumlah nilai :

0 = baik sekali

1 = baik

2 = kurang baik

3 = kurang

4 = buruk

5 = buruk sekali

Sistem skoring I-PSS terdiri dari tujuh pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan

miksi (LUTS) dan satu pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Setiap

pertanyaan dihubungkan dengan keluhan miksi diberi nilai dari 0 sampai dengan 5, sedangkan

keluhan yang menyangkut kualitas hidup pasien diberi nilai dari 1 sampai 7.

Page 26: Status Pasien Bedah Urologi

Dari skor I-PSS dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu (1) ringan :

skor 0-7, (2) sedang : skor 8-19, (3) berat : skor 20-35.

Mild or No Symptoms. Skor IPSS 7 atau di bawah 7, pada umumnya memilih watchfull

waiting sekalipun prostat mereka membesar. Perlu diingat, bagaimanapun obstruksi traktus

urinaria dapat memperlihatkan pembesaran prostat sekalipun tidak mempunyai gejala, maka ada

beberapa resiko dengan pilihan ini, walaupun itu kecil.

PEMERIKSAAN KLINIS

1. Pemeriksaan colok dubur / digital rectal examination ( DRE )

Merupakan pemeriksaan yang sangat penting, DRE dapat memberikan gambaran tonus

sfingter ani, mukosa rektum, adanya kelainan lain seperti benjolan di dalam rektum dan tentu

saja meraba prostat. Pada perabaan prostat harus diperhatikan :

- Konsistensi pada pembesaran prostat kenyal

- Adakah asimetri

- Adakah nodul pada prostat

- Apakah batas atas dapat diraba dan apabila batas atas masih

dapat diraba biasanya besar prostat diperkirakan < 60 gr.

Pada BPH akan ditemukan prostat yang lebih besar dari normal atau normal ( ingat

tidak ada korelasi antara besar prostat dengan obstruksi yang ditimbulkannya ),

permukaan licin dan konsistensi kenyal.

Pada akut retensi, buli-buli penuh ( ditemukan massa supra pubis ) yang nyeri dan

pekak pada perkusi.

Derajat berat hipertrofi prostat berdasarkan gambaran klinis

Derajat Colok Dubur Sisa Volume Urin

Page 27: Status Pasien Bedah Urologi

I Penonjolan prostat, batas atas mudah diraba < 50 ml

II Penonjolan prostat jelas, batas atas dapat dicapai 50 – 100 ml

III Batas atas prostat tidak dapat diraba > 100 ml

IV Retensi urin total

2. Derajat berat obstruksi

Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan menentukan jumlah sisa urin setelah miksi

spontan. Sisa urin ditentukan dengan mengukur urin yang masih dapat keluar dengan

kateterisasi. Sisa urin dapat pula diketahui dengan melakukan ultrasonografi kandung kemih

setelah miksi. Sisa urin lebih dari 100 cc biasanya dianggap sebagai batas untuk indikasi

melakukan intervensi pada hipertrofi prostat.

Derajat berat obstruksi dapat pula diukur dengan mengukur pancaran urin pada waktu

miksi, yang disebut uroflowmetri.

Angka normal pancaran kemih rata-rata 10-12 ml/detik dan pancaran maksimal sampai

sekitar 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan, pancaran menurun antara 6 – 8 ml/detik, sedangkan

maksimal pancaran menjadi 15 ml/detik atau kurang.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan laboratorium

Analisis urin dan pemeriksaan mikroskopik urin penting untuk melihat adanya sel

leukosit, bakteri, dan infeksi. Bila terdapat hematuria, harus diperhatikan etiologi lain seperti

keganasan pada saluran kemih, batu, infeksi saluran kemih, walaupun BPH sendiri dapat

menyebabkan hematuria.

Page 28: Status Pasien Bedah Urologi

Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah merupakan informasi dasar dari fungsi ginjal

dan status metabolik.

Pemeriksaan Prostat Spesifik Antigen ( PSA ) dilakukan sebagai dasar penentuan

perlunya biopsi atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai PSA < 4 ng/ml tidak perlu

biopsi. Sedangkan bila nilai PSA 4 – 10 ng/ml, hitunglah Prostate Spesifik Antigen Density

( PSAD ) yaitu PSA serum dibagi dengan volume prostat. Bila PSAD ≥ 0,15 maka sebaiknya

dilakukan biopsi prostat, demikian pula bila nilai PSA > 10 ng/ml.

2. Pemeriksaan radiologis

Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah foto polos abdomen, pielografi intra vena, USG

dan sistoskopi. Tujuan pemeriksaan pencitraan ini adalah untuk memperkirakan volume

BPH, menentukan derajat disfungsi buli - buli dan volume residu urin, dan mencari kelainan

patologi lain, baik yang berhubungan maupun tidak dengan BPH.

Dari foto polos dapat dilihat adanya batu pada traktus urinarius, pembesaran ginjal atau

buli – buli. Dapat juga dilihat lesi osteoblastik sebagai tanda metastasis dari keganasan

prostat serta osteoporosis akibat kegagalan ginjal.

Dari pielografi intra vena dapat dilihat supresi komplit dari fungsi renal, hidronefrosis

dan hidroureter, fish hook appearance ( gambaran ureter berbelok-belok di vesica ),

indentansi pada dasar buli – buli, divertikel, residu urin, atau filling defect di vesica.

Cara pencitraan yang lain ialah pemeriksaan USG. Cara pemeriksaan ini untuk prostat

hipertrofi dianggap sebagai pemeriksaan yang baik oleh karena ketepatannya dalam

mendeteksi pembesaran prostat, tidak adanya bahaya radiasi dan juga relatif murah.

Pemeriksaan USG dapat dilakukan secara trans abdominal atau transrektal ( TRUS = Trans

Rectal Ultrasonografi ). TRUS dianggap lebih baik untuk pemeriksaan kelenjar prostat

apalagi bila menggunakan transducer yang ’biplane’. Selain untuk mengetahui adanya

pembesaran prostat pemeriksaan USG dapat pula mendeteksi volume buli, mengukur sisa

urin, dan patologi lain seperti divertikel, tumor buli yang besar, batu buli. TRUS dapat pula

mengukur besarnya prostat yang diperlukan untuk menentukan jenis terapi yang tepat yaitu

apabila besarnya lebih dari 60 gr digolongkan besar sehingga kalau akan dilakukan operasi

dipilih operasi buka. Perkiraan besarnya prostat dapat pula dilakukan dengan USG

Page 29: Status Pasien Bedah Urologi

suprapubik atau trans urethral tetapi cara transuretral dianggap terlalu invasif. Pengukuran

volume prostat sering disebut volumetri dan biasanya memakai rumus volume = 0,52 x d1 x

d2 x d3, bila kita anggap bahwa bentuk prostatelipsoid dan d adalah jarak panjang, lebar

( pada potongan transversal ), dan panjang prostat adalah potongan sagital. Dari USG dapat

diperkirakan besarnya prostat, memeriksa massa ginjal, mendeteksi residu urin, batu ginjal,

divertikulum atau tumor buli – buli.

3. Sistoskopi

Sistoskopi sebaiknya dilakukan pada anamnesa ditemukan adanya hematuri atau pada

pemeriksaan urin ditemukan adanya mikrohematuri, untuk mengetahui adanya kemungkinan

tumor di dalam vesica atau sumber perdarahan dari atas yang dapat dilihat apabila darah

datang dari muara ureter, atau adanya batu kecil yang radiolusent di dalam vesica. Selain itu

sistoskopi dapat juga memberi keterangan mengenai besar prostat dengan mengukur panjang

uretra pars prostatika dan melihat penonjolan prostat kedalam uretra.

4. CT – Scan atau MRI

Pencitraan dengan CT – Scaning dan Magnetic Resonance Imaging / MRI dalam praktek

jarang dipakai karena cara pemeriksaan ini mahal dan keterangan yang diperoleh tidak terlalu

banyak dibandingkan cara lain.

DIAGNOSIS BANDING

Proses miksi bergantung pada kekuatan kontraksi detrusor, elastisitas leher kandung

kemih dengan tonus ototnya dan resistensi uretra. Setiap kesulitan miksi disebabkan oleh salah

satu dari ketiga faktor tersebut. Kelemahan detrusor dapat disebabkan oleh kelainan saraf

( kandung kemih neurologik ), misalnya pada lesi medula spinalis, neuropatia diabetes, bedah

radikal yang mengorbankan persarafan di daerah pelvis, penggunaan obat penenang, obat

penghambat reseptor ganglion da parasimpatolitik. Kekakuan leher vesika disebabkan oleh

proses fibrosis, sedangkan resistensi uretra disebabkan oleh pembesaran prostat jinak atau ganas,

tumor di leher kandung kemih, batu di uretra atau striktur uretra. Kelainan tersebut dapat dilihat

dengan sistokopi.

Page 30: Status Pasien Bedah Urologi

PENATALAKSANAAN

Penderita datang ke dokter bila hipertrofi prostat telah memberikan keluhan klinis.

Derajat berat gejala klinis dibagi menjadi empat gradasi berdasarkan penemuan pada colok dubur

dan sisa volume urin.

WHO menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat gangguan miksi yang disebut

WHO PSS ( WHO Prostate Symptom Score ). Skor ini dihitung berdasarkan jawaban penderita

atas delapan pertanyaan mengenai miksi.

Terapi nonbedah dilakukan jika WHO PSS tetap di bawah 15. Untuk itu dianjurkan

melakukan kontrol dengan menentukan WHO PSS. Terapi bedah dianjurkan bila WHO PSS 25

ke atas atau bila timbul obstruksi.

Di dalam praktek pembagian besar prostat derajat I – IV digunakan untuk menentukan

cara penanganan.

DERAJAT I

Belum memerlukan tindak bedah, diberikan tindakan konservatif, misalnya dengan penghambat

adrenoreseptor alfa seperti alfazosin, prazosin dan terazosin. Keuntungan obat penghambat

adrenoreseptor alfa ialah efek positif segera terhadap keluhan, tetapi tidak mempengaruhi proses

hiperplasia prostat sedikit pun. Kekurangannya ialah obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian

lama.

DERAJAT II

Merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan. Biasanya dianjurkan reseksi endoskopik

melalui uretra ( trans urethral resection = TUR ). Mortalitas TUR sekitar 1% dan morbiditas

sekitar 8%. Kadang derajat dua dapat dicoba dengan pengobatan konservatif.

DERAJAT III

Reseksi endoskopik dapat dikerjakan oleh pembedah yang cukup berpengalaman. Apabila

diperkirakan prostat sudah cukup besar sehingga reseksi tidak akan selesai dalam satu jam,

sebaiknya dilakukan pembedahan.

Page 31: Status Pasien Bedah Urologi

Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui transvesikal, retropubik atau perineal. Pada

operasi melalui kandung kemih dibuat sayatan perut bagian bawah menurut pfannenstiel ;

kemudian prostat dienukleasi dari dalam simpainya. Keuntungan teknik ini adalah dapat

sekaligus untuk mengangkat batu buli – buli atau divertikelektomi apabila ada divertikulum yang

cukup besar. Cara pembedahan retropubik menurut milin dikerjakan melalui sayatan kulit

pfannenstiel dengan membuka kandung kemih, kemudian prostat dienukleasi. Cara ini

mempunyai keunggulan yaitu tanpa membuka kandung kemih sehingga pemasangan kateter

tidak lama seperti bila membuka vesika. Kerugiannya, cara ini tidak dapat dipakai kalau

diperlukan tindakan lain yang harus dikerjakan dari dalam kandung kemih. Kedua cara

pembedahan terbuka tersebut masih kalah dibandingkan dengan cara TUR, yaitu morbiditasnya

yang lebih lama, tetapi dapat dikerjakan tanpa memerlukan alat endoskopi yang khusus, dengan

alat bedah baku. Prostatektomi melalui sayatan perineal tidak dikerjakan lagi.

DERAJAT IV

Tindakan yang pertama harus dikerjakan adalah membebaskan penderita dari retensi urin total

dengan memasang kateter atau sistotomi. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk

melengkapi diagnosis, kemudian terapi definitif dengan TUR atau pembedahan terbuka.

Penderita yang keadaan umumnya tidak memungkinkan untuk dilakukan pembedahan,

dapat diusahakan pengobatan konservatif dengan memberikan obat penghambat adrenoreseptor

alfa. Efek samping obat ini adalah gejala hipotensi, seperti pusing, lemas, palpitasi dan rasa

lemah.

Pengobatan konservatif ialah dengan pemberian obat antiandrogen yang menekan

produksi LH. Kesulitan pengobatan konservatif adalah menetukan berapa lama obat harus

diberikan dan efek samping obat.

Pengobatan lain yang invasif minimal adalah pemanasan prostat dengan gelombang

mikro yang disalurkan ke kelenjar prostat melalui antena yang dipasang pada ujung kateter.

Dengan cara yang disebut transurethral micro wave thermotherapy ( TUMT ) ini, diperoleh hasil

perbaikan kira –kira 75 % untuk gejala objektif.

Page 32: Status Pasien Bedah Urologi

Pada penanggulangan invasif minimal lain, yang disebut transurethral ultrasound guided

laser induced prostatectomy ( TULIP ) digunakan cahaya laser. Dengan cara ini, diperoleh juga

hasil yang cukup memuaskan.

Uretra di daerah prostat dapat juga didilatasi dengan balon yang dikembangkan

didalamnya ( trans urethral ballon dilatation = TUBD ). TUBD ini biasanya memberi perbaikan

yang bersifat sementara.

KOMPLIKASI

Apabila buli – buli menjadi dekompensasi, akan terjadi retensio urin. Karena produksi

urin terus berlanjut maka pada suatu saat buli – buli tidak mapu menampung urin sehingga

tekanan intra vesika meningkat, dapat timbul hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses

kerusakan ginjal dipercepat jika terjadi infeksi.

Karena selalu terdapat sisa urin, dapat terbentuk batu endapan dalam buli – buli. Batu ini

dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat pula

menimbulkan sistitis dan bila terjadi refluks dapat terjadi pielonefritis.

Pada waktu miksi pasien harus mengedan shingga lama kelamaan dapat menyebabkan

hernia atau hemoroid.

Page 33: Status Pasien Bedah Urologi

DAFTAR PUSTAKA

1. Kozar Rosemary A, Moore Frederick A. Schwartz’s Principles of Surgery. 8th Edition.

Singapore : The McGraw-Hill Companies,Inc;2005.

2. Mansjoer, Arif, Suprohaita, Wardhani, Wahyu Ika. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi

Ketiga. Jilid Dua. Jakarta : Media Aesculapius; 2000.

3. Purnomo, Basuki B. Dasar – Dasar Urologi. Edisi Kedua. Jakarta : Sagung Seto.

4. Ramon P, Setiono, Rona, Buku Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran ;

2002: 203-7

5. Sabiston, David. Sabiston : Buku Ajar Bedah. Alih bahasa : Petrus. Timan. EGC. 1994.

6. Samsuhidajat, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC, 2003.

7. Sapardan Subroto. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Bagian Bedah Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia.