standarisasi menghadapi mea
DESCRIPTION
Standarisasi Menghadapi MeaTRANSCRIPT
STANDARISASI DI DALAM MENGHADAPI MEA
Bagi Indonesia pasar tunggal ASEAN 2015 adalah sebuah tantangan dan sekaligus
peluang untuk mengembangkan produk dalam negeri bersaing di pasar ASEAN. Daya saing
komoditas perikanan Indonesia dinilai masih relatif lemah menghadapi era persaingan
terbuka. Oleh sebab itu daya saing produk perikanan harus terus ditingkatkan agar mampu
menghadapi sebuan berbagai produk sejenis. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah
meningkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspor untuk menghadapi pasar global di kawasan
Asia Tenggara pada waktu yang akan datang. Pemerintah dan semua pihak terkait harus
bekerja keras untuk meningkatkan daya saing. Adanya MEA menjadi sebuah peluang
sekaligus tantangan bagi negara-negara ASEAN terutama Indonesia. Secara umum daya saing
produk perikanan Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan negara produsen atau
eksportir produk perikanan lainnya. Kunci untuk bisa menghimpun kesuksesan dan
memenangan pasar MEA 2015 adalah daya saing. Daya saing tersebut meliputi dari segi
sumber daya manusia dan segi produk. Salah satu kunci yang berkaitan dengan potensi dari
UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) olahan perikanan Indonesia adalah daya saing
produk yang erat kaitannya dengan standarisasi produk.
Standardisasi adalah kegiatan penetapan, yang terkait dengan masalah umum atau
potensial, ketentuan untuk penggunaan umum dan berulang, yang ditujukan untuk mencapai
tingkat keseragaman optimum dalam konteks tertentu. Standardisasi merupakan suatu
kegiatan yang bertujuan untuk memperlancar arus perdagangan, melindungi kepentingan
masyarakat luas, serta meningkatkan produktivitas dan efisiensi industri. Peran standardisasi
menjadi semakin nyata setelah liberalisasi dalam perdagangan menjadi bagian tak
terhindarkan dari perkembangan perekonomian dunia.
Sejak disepakatinya General Agreement on Tariff and Trade (GATT) pada Putaran
Tokyo tahun 1979, nuansa perdagangan bebas semakin mewarnai perekonomian dunia.
Kesepakatan tersebut bertujuan untuk menghilangkan hambatan yang terjadi dalam
perdagangan. Sejak itu berbagai restriksi perdagangan mulai berangsur-angsur dikurangi
menjadi tiada sama sekali. Hambatan tarif kini tidak lagi diperbolehkan, kecuali untuk
komoditi yang sangat sensitif bagi perekonomian atau keadaan sosial suatu negara.
Persaingan dalam perdagangan internasional semakin terasa meningkat, risiko terhadap
membanjirnya barang impor yang kurang bermutu juga meningkat, sementara perlindungan
terhadap produsen dalam negeri menjadi sangat terbatas. Sehingga, dalam rangka melindungi
kepentingan domestik banyak negara menggunakan instrumen non tarif yaitu standar mutu
produk.
Standardisasi, yang dalam konteks lain disebut sebagai standar dan penilaian
kesesuaian (standards and conformity assessment), dapat berfungsi sebagai alat kontrol teknis
dalam melindungi kepentingan domestik. Standar dapat dipergunakan sebagai persyaratan
spesifikasi minimum yang harus dipenuhi oleh produk impor untuk memasuki pasar
domestik, sekaligus berfungsi sebagai alat perlindungan konsumen, khususnya bagi produk-
produk yang menyangkut kesehatan, keamanan, keselamatan, dan pelestarian fungsi
lingkungan hidup. Meskipun demikian, penggunaan standar dapat digunakan sebagai alat
untuk memproteksi produk dalam negeri harus tidak melanggar ketentuan WTO seperti yang
tertuang dalam agreement on technical barriers to trade (TBT), disebut juga sebagai Standards
Code. Kesepakatan ini menetapkan bahwa penerapan standar tidak boleh menyebabkan
terjadinya hambatan yang tidak wajar dalam perdagangan internasional. Makalah ini
mengemukakan hasil kajian untuk mengetahui sejauh mana kegiatan standardisasi nasional di
Indonesia siap menjalankan fungsinya memfasilitasi perdagangan dan melindungi
kepentingan konsumen dan pelaku usaha domestik.
Melalui standardisasi diharapkan pelaksanaan transaksi perdagangan, baik antara
pemasok dan produsen maupun antara produsen dan konsumen, dapat dilaksanakan secara
efisien dengan tingkat kepastian yang terjamin dan dapat mengurangi biaya transaksi yang
harus ditanggung oleh kedua belah pihak.
Sementara itu, pemerintah akan memastikan bahwa seluruh produk industri yang
beredar di dalam negeri harus memenuhi SNI, dengan cara ini diharapkan bisa meningkatkan
daya saing produk tersebut. Penerapan SNI pada setiap produk perikanan maupun non
perikanan harus diberlakukan karena arus pasar tunggal MEA sangatlah ketat dan setiap
negara memiliki standar prodduk yang berbeda-beda. Adanya pemeriksaan mutu produk dari
sektor-sektor tertentu maka akan meminimalisir barang-barang berkualitas rendah. Setiap
produk harus memiliki standar yang dimiliki yaitu SNI sehingga barang yang tidak sesuai
dengan SNI maka barang tersebut akan ditarik dan akan dicabut. Pemerintah juga akan
menindak hukum bagi barang-barang yang beredar di Indonesia tidak memenuhi standar.
Selain menerapkan standar SNI, saat ini telah diupayakan kesesuaian dan keserasian SNI
produk perikanan dengan standar regional dan internasional seperti standar dari negara-negara
ASEAN, standar ISO, Codex, standar dari Uni Eropa dan standar internasional lainnya. Saat
ini standar produk perikanan yang dimiliki sebanyak 160 Standar Nasional Indonesia (SNI)
produk perikanan yang sudah sesuai dengan standar Codex. Standar Codex digunakan sebagai
referensi bagi negara anggota Codex dalam mengembangkan standaratau regulasi di bidang
pangan dalam rangka melakukan kesesuaian secara internasional. Hal tersebut berarti
sebanyak 160 produk berlabel SNI telah diakui dunia internasional dan siap bersaing dalam
pasar bebas dunia. Oleh karena itu SNI menjadi solusi untuk membendung dan mengatasi
serbuan produk impor serta sebagai cara untuk meningkatkan kualitas produk yang diproduksi
terutama oleh pelaku UMKM.
TUGAS STANDARISASI
STANDARISASI DALAM MENGHADAPI MEA
Disusun oleh:
Viki Gilang Ramadhan
26030112130056
Fakultas perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Diponegoro
Semarang
2015