spo pelayanan kedokteran

75
 Djoti Atmodjo

Upload: yuna-widjaja

Post on 05-Oct-2015

661 views

Category:

Documents


67 download

DESCRIPTION

Penjelasan terkait prosedur pelayanan klinis oleh dr.Djoti Atmodjo

TRANSCRIPT

  • Djoti Atmodjo

  • Pendahuluan

    Hubungan dokter pasien mengalami pergeseran: l Dokter dominan (Paternalistic relatioship) l Dokter dan pasien setara (Collegial

    relationship) l Pasien dominan (Engineering relationship) Pelayanan kesehatan mahal dan komersial Dokter lain sebagai provokator (globalisasi) Pengacara jemput bola

  • UU NO.29 TAHUN 2004 PRAKTIK KEDOKTERAN

    Perlindungan kepada pasien Mempertahankan dan meningkatkan

    mutu pelayanan medis Kepastian hukum kepada masyarakat

    dan dokter

  • UU Prak'k Kedokteran Pasal 66

  • TERJADI!!! Kecacatan/kematian atau reaksi

    tubuh yang tidak diharapkan

    TIDAK TERJADI!!! Kecacatan/kematian atau reaksi

    tubuh yang tidak diharapkan

    MISCONDUCT (Tidak sesuai kaidah

    teknis medis)

    GOOD CONDUCT (Sesuai kaidah teknis

    medis)

    Analisis linier (pada good system) menetapkan malpraktik

    Pidana dan/atau perdata (-) Hukum disiplin (+)

    Pidana dan/atau perdata (-) Hukum disiplin (-)

    Pidana dan/atau perdata (+) Hukum disiplin (+)

    KONDISI IDEAL

    SI-060805

  • Djoti - Atmodjo

  • Djoti - Atmodjo

  • Pasal 32 Hak Pasien

    q. menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana; dan

    r. mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan standar pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

  • Djoti - Atmodjo

    Pasal 29

    s. melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi semua petugas Rumah Sakit dalam melaksanakan tugas

  • Djoti - Atmodjo

    Pasal 46

    Rumah Sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit

  • Djoti - Atmodjo

    Pasal 36

    Setiap Rumah Sakit harus menyelenggarakan tata kelola Rumah Sakit dan tata kelola klinis yang baik

  • Djoti - Atmodjo

    Tata kelola rumah sakit yang baik adalah penerapan fungsi-fungsi manajemen rumah sakit yang berdasarkan prinsip-prinsip tranparansi, akuntabilitas, independensi dan responsibilitas, kesetaraan dan kewajaran.

    Tata kelola klinis yang baik adalah penerapan fungsi manajemen klinis yang meliputi kepemimpinan klinik, audit klinis, data klinis, risiko klinis berbasis bukti, peningkatan kinerja, pengelolaan keluhan, mekanisme monitor hasil pelayanan, pengembangan profesional, dan akreditasi rumah sakit.

  • Djoti - Atmodjo

    (3) Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan Rumah Sakit, standar prosedur operasional yang berlaku, etika profesi, menghormati hak pasien dan mengutamakan keselamatan pasien.

    Pasal 13

  • PROFESI DALAM MELAKSANAKAN PRAKTIK KEDOKTERAN

    Work activity

    " Standar Profesi " Standar Fasilitas Kendali mutu

    Kendali biaya

    Audit Medis

    ( Pasal 49 )

    Standar Pelayanan RS Standar Prosedur

    Operasional ( Pasal 50, 51 )

    Standar Pelayanan Kedokteran ( Pasal 44 )

    Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran

  • Yang dimaksud dengan standar profesi adalah :

    " batasan kemampuan (knowledge, skill and proffesional attitude) minimal yang harus dikuasai oleh seorang individu untuk dapat me lakukan keg ia tan profesionalnya pada masyarakat secara mandiri

    " yang dibuat oleh organisasi profesi

    batasan kemampuan minimal KOMPETENSI

  • 18

    Kredensial adalah proses evaluasi terhadap staf medis untuk menentukan kelayakan diberikan kewenangan klinis (clinical privilege)

  • 19

    Kode untuk Nakes : 1. Kompeten sepenuhnya. 2. Memerlukan supervisi. 3. Tidak dimintakan kewenangannya, karena

    diluar kompetensinya. Kode untuk Mitra Bestari : 1. Disetujui berwenang penuh. 2. Disetujui di bawah supervisi. 3. Tidak Disetujui, karena belum/bukan

    kompetensinya.

  • 20

    Kewenangan klinis

    Jenis Pelayanan Diminta Rekomendasi

    Resusitasi Jantung Paru Dasar (Basic Life Support = BLS)

    Resusitasi jantung Paru Lanjut (Advanced Life Support = ALS)

    Tindakan Intubasi Endotrakeal (Oral dan Nasal) Tindakan Anestesia Umum

  • Pasal 44

    (1) Dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran wajib mengikuti standar pelayanan kedokteran atau kedokteran gigi.

    (2) Standar pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibedakan menurut jenis dan strata sarana pelayanan kesehatan.

    (3) Standar pelayanan untuk dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan Menteri.

  • Yang dimaksud dengan standar pelayanan adalah :

    Peraturan Menteri Kesehatan

    Pedoman yang harus diikuti oleh dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran

  • Pasal 50

    Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan prak'k kedokteran mempunyai hak : a. memperoleh perlindungan hukum sepanjang

    melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional;

    b. memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional;

    c. memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya; dan

    d. menerima imbalan jasa

  • Pasal 51

    Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan prak'k kedokteran mempunyai kewajiban : a. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar

    profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien;

    b. merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian dan kemampuan yang lebih baik, apabila 'dak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan;

    c. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia;

    d. melakukan perto longan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannnya; dan

    e. menambah i lmu pengetahuan dan mengiku' perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi.

  • Yang dimaksud dengan standar profesi adalah :

    " batasan kemampuan (knowledge, skill and proffesional attitude) minimal yang harus dikuasai oleh seorang individu untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya pada masyarakat secara mandiri

    " yang dibuat oleh organisasi profesi

    batasan kemampuan minimal KOMPETENSI

  • Yang dimaksud dengan standar profesi adalah : " batasan kemampuan (capacity) meliputi

    pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan sikap profesional (professional attitude) yang minimal harus dikuasai oleh seorang individu untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya pada masyarakat secara mandiri

    " yang dibuat oleh organisasi profesi

    batasan kemampuan minimal capacity

  • Yang dimaksud dengan standar prosedur operasional adalah :

    " Suatu perangkat instruksi/ langkah-langkah yang dibakukan untuk menyelesaikan proses kerja rutin tertentu.

    " SPO memberikan langkah yang benar dan terbaik berdasarkan konsensus bersama untuk melaksanakan berbagai kegiatan dan fungsi pelayanan yang dibuat oleh sarana pelayanan kesehatan berdasarkan standar profesi

  • Djoti - Atmodjo

    UU Praktik Kedokteran

    Pasal 44 Pasal 50 dan 51

    Standar Pelayanan Kedokteran

    Standar Prosedur Operasional

    Permenkes 1438 Tahun 2010

  • Standar Pelayanan Kedokteran melipu' Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) dan Standar Prosedur Operasional (SPO)

    PNPK merupakan Standar Pelayanan Kedokteran yang bersifat nasional dan dibuat oleh organisasi profesi serta disahkan oleh Menteri

    Permenkes 1438 / 2010

  • Standar Pelayanan Kedokteran disusun secara sistematis dengan menggunakan pilihan pendekatan :

    Pengelolaan penyakit dalam kondisi tunggal, yaitu tanpa penyakit lain atau komplikasi;

    Pengelolaan berdasarkan kondisi.

  • Persyaratan penyusunan PNPK

    PNPK diperlukan bila: jumlah kasusnya banyak (high volume) mempunyai risiko tinggi (high risk) cenderung memerlukan biaya tinggi/banyak

    sumber daya (high cost)

    terutama bila terdapat variasi yang luas di antara para praktisi untuk penanganan kasus yang sama.

  • PNPK disusun oleh sekelompok pakar yang dapat melibatkan profesi kedokteran, kedokteran gigi, atau profesi kesehatan lainnya, atau pihak lain yang dianggap perlu dan disahkan oleh Menteri.

  • PNPK memuat pernyataan yang sistematis yang didasarkan pada bukti ilmiah (scientific evidence) untuk membantu dokter dan pembuatan keputusan klinis tentang tata laksana penyakit atau kondisi klinis yang spesifik

    PNPK harus dijadikan acuan pada penyusunan SPO difasilitas pelayanan kesehtan.

    PNPK harus ditinjau kembali dan diperbaharui sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran atau kedokteran gigi

    Pemerintah dan organisasi profesi melakukan sosialisasi setiap adanya perubahan dan/atau perbaikan terhadap Pedoman Nasional.

  • Levels of evidence and grades of recommendation

    Levels of evidence

    High quality meta-analyses, systematic reviews of randomised controlled trials (RCTs), or RCTs with a very low risk of bias.

    Well conducted meta-analyses, systematic reviews of RCTs, or RCTs with a low risk of bias.

    Meta-analyses, systematic reviews of RCTs, or RCTs with a high risk of bias.

    High quality systematic reviews of case control or cohort studies. High quality case control or cohort studies with a very low risk of confounding or bias and a high probability that the relationship is causal

    Well conducted case control or cohort studies with a low risk of confounding or bias and a moderate probability that the relationship is causal

    Case control or cohort studies with a high risk of confounding or bias and a significant risk that the relationship is not causal

    Non-analytic studies, e.g. case reports, case series

    Expert opinion

    1+ +

    1+

    1-

    2+ +

    2+

    2-

    3

    4

    Level Type of Evidence

    Grades of recommendation

    At least one meta-analysis, systematic review of RCTs, or RCT rated as 1+ + and directly applicable to the target population; orA body of evidence consisting principally of studies rated as 1+, directly applicable to the target population, and demonstrating overall consistency of results

    A body of evidence including studies rated as 2++, directly applicable to the target population, and demonstrating overall consistency of results; orExtrapolated evidence from studies rated as 1+ + or 1+

    A body of evidence including studies rated as 2+, directly applicable to the target population and demonstrating overall consistency of results; orExtrapolated evidence from studies rated as 2+ +

    Evidence level 3 or 4; or Extrapolated evidence from studies rated as 2+

    Recommended best practice based on the clinical experience of the guideline development group.

    A

    B

    C

    D

    GPP(good practice

    points)

    Grade Recommendation

    Stroke_Cover_IN_1.ai 8/27/09 2:21:09 PMStroke_Cover_IN_1.ai 8/27/09 2:21:09 PM

  • Levels of evidence and grades of recommendation

    Levels of evidence

    High quality meta-analyses, systematic reviews of randomised controlled trials (RCTs), or RCTs with a very low risk of bias.

    Well conducted meta-analyses, systematic reviews of RCTs, or RCTs with a low risk of bias.

    Meta-analyses, systematic reviews of RCTs, or RCTs with a high risk of bias.

    High quality systematic reviews of case control or cohort studies. High quality case control or cohort studies with a very low risk of confounding or bias and a high probability that the relationship is causal

    Well conducted case control or cohort studies with a low risk of confounding or bias and a moderate probability that the relationship is causal

    Case control or cohort studies with a high risk of confounding or bias and a significant risk that the relationship is not causal

    Non-analytic studies, e.g. case reports, case series

    Expert opinion

    1+ +

    1+

    1-

    2+ +

    2+

    2-

    3

    4

    Level Type of Evidence

    Grades of recommendation

    At least one meta-analysis, systematic review of RCTs, or RCT rated as 1+ + and directly applicable to the target population; orA body of evidence consisting principally of studies rated as 1+, directly applicable to the target population, and demonstrating overall consistency of results

    A body of evidence including studies rated as 2++, directly applicable to the target population, and demonstrating overall consistency of results; orExtrapolated evidence from studies rated as 1+ + or 1+

    A body of evidence including studies rated as 2+, directly applicable to the target population and demonstrating overall consistency of results; orExtrapolated evidence from studies rated as 2+ +

    Evidence level 3 or 4; or Extrapolated evidence from studies rated as 2+

    Recommended best practice based on the clinical experience of the guideline development group.

    A

    B

    C

    D

    GPP(good practice

    points)

    Grade Recommendation

    Stroke_Cover_IN_1.ai 8/27/09 2:21:09 PMStroke_Cover_IN_1.ai 8/27/09 2:21:09 PM

  • Tata Laksana Bayi Berat Lahir Rendah: Resusitasi, Stabilisasi, dan Mekanisme Merujuk Oktober 2011

  • Peringkat Buk' (Hierarchy of Evidence)

    IA metaanalisis, uji klinis IB uji klinis yang besar dengan validitas yang baik

    IC all or none II uji klinis 'dak terandomisasi III studi observasional (kohort, kasus kontrol) IV konsensus dan pendapat ahli

  • Derajat Rekomendasi

    Rekomendasi A bila berdasar pada buk' level IA atau IB.

    Rekomendasi B bila berdasar atas buk' level IC atau II.

    Rekomendasi C bila berdasar atas buk' level III atau IV.

  • Rekomendasi

  • Resusitasi Resusitasi BBLR dapat dilakukan dengan menggunakan

    udara kamar (FiO2 21%). Level of evidence IB, derajat rekomendasi A

    Selama proses resusitasi, blender digunakan untuk

    mengatur konsentrasi oksigen dan pulse oxymeter dipasang untuk memantau saturasi oksigen.

    Level of evidence IV, derajat rekomendasi C Pada BBLSR yang bernapas spontan saat lahir, bantuan

    pernapasan diberikan berupa NCPAP. Tindakan intubasi hanya dilakukan untuk pemberian surfaktan jika ada indikasi. Level of evidence IB, derajat rekomendasi A

  • Resusitasi Pada bayi dengan RDS yang sudah diintubasi di kamar bersalin

    akibat distres pernapasan, pemberian surfaktan dalam dua jam pertama menurunkan risiko acute pulmonary injury, mortalitas, maupun penyakit paru kronik. Level of evidence IA, derajat rekomendasi A

    Pemberian surfaktan dini dengan ekstubasi segera (

  • Stabilisasi Penggunaan radiant warmer meningkatkan insensible

    water loss (IWL) sehingga perhitungan kebutuhan cairan perlu disesuaikan dengan kondisi Pap-Pap bayi. Level of evidence IA, derajat rekomendasi A

    Metode perawatan model kanguru (PMK) efekPf untuk

    mencegah hipotermia pada BBLR di sarana dengan fasilitas terbatas. Level of evidence IA, derajat rekomendasi A

    Membungkus bayi dengan berat badan

  • Stabilisasi Penggunaan udara yang telah dihangatkan dan dilembabkan

    (heated and humidified air) mengurangi kejadian hipotermia pada BBLR.

    Level of evidence III, derajat rekomendasi C Pemberian terapi oksigen harus secara restricted dan terpantau

    kadarnya dalam darah. Level of evidence IA, derajat rekomendasi A

    Terapi oksigen dalam kadar rendah menurunkan risiko ROP dan

    BPD. Level of evidence IA, derajat rekomendasi A

    PenghenPan terapi oksigen dilakukan secara bertahap.

    Level of evidence IA, derajat rekomendasi A

  • SPO disusun oleh staf medis pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dikoordinasi oleh Komite Medis dan ditetapkan oleh Pimpinan sarana pelayanan kesehatan.

    SPO harus selalu ditinjau kembali dan diperbaharui sekurang-kurangnya 2(dua) tahun sekali sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran atau kedokteran gigi.

  • Standar Prosedur Operasional 1) Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan wajib

    memprakarsai penyusunan SPO sesuai dengan jenis dan strata fasilitas pelayanan kesehatan yang dipimpinnya.

    2) SPO harus dijadikan panduan bagi seluruh tenaga kesehatan difasilitas pelayanan kesehatan dalam melaksanakan pelayanan kesehatan.

    3) SPO disusun dalam bentuk panduan praktis (clinical practice guidelines) yang dapat dilengkapi dengan alur klinis (clinical pathway), algoritme, protokol, prosedur atau standing order.

    4) Panduan praktis klinis (PPK) harus memuat sekurang-kurangnya mengenai pengertian, anamnesis, pemeriksaan fisis, kriteria diagnosis, diagnosis banding, pemeriksaan penunjang, terapi, edukasi, prognosis, dan kepustakaan

  • SPO memberikan langkah yang benar dan terbaik berdasarkan konsensus bersama untuk melaksanakan berbagai kegiatan dan fungsi pelayanan yang dibuat oleh sarana pelayanan kesehatan berdasarkan standar profesi

    Pasal 10 Permenkes 1438 / 2010

    Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan wajib memprakarsai penyusunan SPO sesuai dengan jenis dan strata fasyankes yang dipimpinnya

  • BENTUK SPO

    " Panduan praktik klinis (Clinical Practice Guideline)

    " Alur klinis (Clinical Pathways)

    " Algoritme " Prosedur " Protokol " Standing Orders

  • Djoti - Atmodjo

    PENDEKATAN PENGELOLAAN PASIEN Diagnosis kerja Kondisi klinis

    Standar pelayanan di RS :

    Panduan Praktik Klinis Definisi

    Anamnesis

    Pemeriksaan fisis

    Kriteria diagnosis

    Diagnosis banding

    Pemeriksaan penunjang

    Terapi

    Edukasi

    Prognosis

    Kepustakaan

    Alur klinis Algoritme Protokol Prosedur Standing orders

    dapat dilengkapi dengan

  • Kepatuhan kepada Standar dan Penyangkalan (disclaimer)

    Dalam se'ap penyusunan SPO harus d i can tumkan adanya penyangka lan (disclaimer)

    Penyangkalan (disclaimer) merupakan dasar pembenaran terhadap kemungkinan adanya modifikasi dalam penyelenggaraan prak'k kedokteran terhadap SPO.

  • Panduan Praktik Klinis

    PPK harus diterapkan secara individual. PPK bersifat rekomendasi atau advis, tidak harus diterapkan pada semua pasien PPK dibuat untuk average patients. PPK dibuat untuk penyakit tunggal. Respons pasien terhadap prosedur diagnostik

    dan terapeutik sangat bervariasi. PPK dianggap valid pada saat dicetak. Praktik kedokteran modern mengharuskan kita

    mengakomodasi apa yang dikehendaki oleh keluarga dan pasien.

  • PNPK harus diterjemahkan sesuai dengan kondisi dan fasilitas setempat menjadi PPK

    PPK dapat sama/berbeda di RS yang beda: PPK untuk DBD tanpa syok, mungkin bersifat sama, di rumah

    sakit tipe, A, B, C, D.

    Di RS tipe A, PPK untuk PJB dari Dx sampai bedah, di RS tipe A yang lain hanya Dx lalu rujuk

    Di RS tipe B clinical pathway untuk stroke melibatkan bedah saraf, di RS B yang lain tidak

    Dengan demikian maka PPK bersifat hospital specific.

    Panduan Praktik Klinis

  • Tujuan PPK

    Meningkatkan kualitas pelayanan pada keadaan klinis dan lingkungan tertentu

    Mengurangi intervensi yang tidak perlu/berbahaya Memberikan opsi pengobatan terbaik dengan keuntungan

    maksimal Memberikan opsi pengobatan dengan risiko terkecil Tata laksana dengan biaya yang memadai

  • PPK untuk penyakit yang umum

    Untuk penyakit yang tidak memenuhi syarat PNPK, atau yang PNPK-nya belum ada, staf medis membuat PPK dengan: mengacu pustaka mutakhir/PNPK negara lain kesepakatan para staf medis

    Di RSU: PPK penyakit-penyakit terbanyak untuk setiap departemen, sedangkan untuk RS rujukan: PPK untuk penyakit-penyakit tiap subdisiplin

    Pembuatan PPK berlaku setelah disahkan oleh Direksi.

  • Perangkat untuk pelaksanaan PPK Dalam PPK mungkin perlu rincian langkah demi langkah:

    Stroke iskemik: tata laksana multidisiplin dan dengan pemeriksaan serta intervensi dengan urutan tertentu. Karakteristik penyakit ini sesuai untuk dibuat alur klinis (clinical pathway)

    Gagal ginjal kronik perlu hemodialisis. Uraian rinci tentang hemodialisis dimuat dalam protokol hemodialisis pada dokumen terpisah.

    Kejang demam kompleks perlu dilakukan pungsi lumbal > prosedur pungsi lumbal

    Kejang demam perlu pemberian diazepam rektal segera oleh perawat bila dokter tidak ada; ini diatur dalam standing order.

  • Clinical Pathway (CP)

    CP = care pathway, care map, integrated care pathways, multidisciplinary pathways of care, pathways of care, collaborative care pathways.

    CP merinci apa yang harus dilakukan pada kondisi klinis tertentu. CP = rencana tata laksana hari demi hari dengan standar pelayanan yang sesuai.

    CP bersifat multidisiplin sehingga semua dapat menggunakan format yang sama.

    Perkembangan pasien dapat dimonitor setiap hari, baik intervensi maupun outcome-nya.

    CP paling layak untuk penyakit multidisiplin, dan perjalanan klinisnya dapat diprediksi (pada >70% kasus).

  • Apakah semua penyakit perlu CP?

    Tidak. Di RSU hanya 30% dirawat dengan CP,

    selebihnya dirawat dengan usual care. CP hanya efektif dan efisien apabila

    dilaksanakan untuk penyakit atau kondisi kesehatan yang perjalanannya predictable, khususnya bila memerlukan perawatan multidisiplin.

  • Tidak CP mungkin dapat menjadikan biaya perawatan

    menjadi lebih murah Data CP juga dapat menjadi masukan untuk program

    lain yang menyangkut pembiayaan, misalnya diagnostic related group (DRG)/InaCBGs

    CP tidak dibuat untuk memperoleh rincian biaya perawatan, dengan konsekuensi dibuatnya secara dipaksakan CP untuk semua jenis penyakit

    Apakah CP dibuat untuk memperoleh rincian biaya?

  • Dapatkah CP dibuat untuk kelainan atau penyakit lain?

    CP - standardisasi pemeriksaan dan perawatan pasien yang memililiki pola tertentu.

    Bila perjalanan klinis sangat bervariasi, sulit untuk membuat standar pemeriksaan hari demi hari.

    Dapat dibuat CP bagi penyakit apa pun, asalkan: kriteria inklusi dan eksklusi jelas, bila pasien dirawat dengan CP mengalami komplikasi

    atau terdapat ko-morbiditas tertentu, maka pasien tersebut harus dikeluarkan dari CP

    Keputusan untuk membuat CP harus pertimbangkan efektivitas, sumber daya, dan waktu yang diperlukan.

  • Contoh: CP diare akut pada bayi dan anak

    Kriteria inklusi (harus memenuhi semua) Usia lebih 1-5 tahun Diare akut tanpa komplikasi / ko-morbid Dehidrasi 5 hari

    Pasien harus dikeluarkan dari CP bila ada salah satu/>: Tidak terdapat perbaikan klinis dalam waktu 48 jam Terdapat muntah empedu dengan nyeri perut Diagnosis awal diragukan

  • Indikasi : No. Rekam Medis : : Nama pasien : Tanggal Masuk : Jenis kelamin : ! Laki-laki ! Perempuan Rujukan : ! Ya ! Tidak Umur : Pengirim : Diagnosa Awal : Appendisitis (Tanpa Komplikasi) DPJP :

    KEGIATAN URAIAN KEGIATAN HARI KE KETERANGAN

    1 2 3 4 5 6 7 Diagnosis Pemeriksaan dokter ! Penunjang diagnosis ! 1. Laboratorium a. Darah Lengkap ! - Masa Perdarahan ! - Masa Pembekuan ! - Fungsi ginjal

    a. ureum b. creatinin

    !

    - GDS ! 2. Radiologi - Thorak Foto - Atas indikasi / > 40th! - USG - Atas indikasi - Appendicogram - Atas indikasi - EKG - Atas indikasi / > 40 th Konsultasi - Dokter Bedah Umum - DPJP - Dokter Anestesi - Pemeriksaan Pre

    Operatif

    - Dokter Internis - Atas indikasi - Dokter Lainnya Edukasi

    1. Penjelasan Diagnosis Rencana tindakan Tata cara Tujuan Resiko Komplikasi Prognosa, dll

    Pengisian form 2. Rencana therapi - Lembar edukasi - Informen concern

    Ditanda-tangani keluarga atau pasien, dokter, saksi

    Tindakan medis dan jadwal

    Appendictomy - Surat pengantar tindakan

    - jadwal rencana operasi - golongan operasi - jenis anestesi - biaya

    Prosedur administrasi - administrai + keuangan - pendaftaran ke kamar

    operasi - Bagian keperawatan

    Persiapan Operasi STANDING ORDER ! I Perawat - Persiapan puasa 6-12 jam - Mencukur (rambut ) di sekitar

    daerah operasi Sesuai SOP

    - Pemasangan IV line Sesuai SOP - Pemberian cairan (jenis) dan

    jumlah tetesan RL/6 jam/kolf Sesuai DPJP

    - Pemasangan Dower Cateter Sesuai SOP - Memberi huknah clensing Sesuai SOP - Pemberian obat pre operasi

    - Antibiotik ceftriaxone 1 gr/cefotaxime 1 gr

    Sesuai SOP pemberian obat inj Didahului test alergi intrakulton 0,1 cc

    CLINICAL PATHWAY

  • Yang dimaksud dengan standar pelayanan Rumah Sakit adalah pedoman yang harus diikuti dalam menyelenggarakan Rumah Sakit antara lain Standar Prosedur Operasional, standar pelayanan medis, dan standar asuhan keperawatan.

    Pasal 13 UU RS

  • Djoti - Atmodjo

    Panduan pelayanan RS Panduan penundaan pelayanan RS Panduan pelayanan kebutuhan pasien Panduan pelayanan kerohanian pasien Panduan kebutuhan privasi pasien Panduan perlindungan harta Panduan perlindungan terhadap kekerasan fisik

  • Djoti - Atmodjo

    Panduan Asuhan Kesehatan u Panduan identifikasi pasien u Panduan skrining pasien u Panduan TRIAGE pasien u Panduan upaya peningkatan mutu RS u Panduan keselamatan pasien RS u Panduan transfer pasien di rumah sakit u Panduan rujukan pasien u Panduan pemulangan pasien u Panduan risiko jatuh u Panduan manajemen nyeri u Panduan persetujuan tindakan kedokteran u Panduan penolakan resusitasi (DNR) & pengobatan u Panduan informasi hasil pengobatan u Panduan pelayanan pasien kritis u Panduan asesmen pasien u Panduan pelayanan tahap terminal u Panduan pelayanan ambulance

  • Skrining

    Asesmen

    Rencana asuhan

    Edukasi

    SPO Yan Dok

    Rencana pulang

    Hak pasien MPO

    MFK MKI PPI KPS

    TKP

    APK AP PP

    PPK

    PAB

    PMKP SKP

    Triase

    Registrasi

  • 74

    u RS di Indonesia saat ini menghadapi perubahan tata nilai sebagai konsekuensi berlakunya UU 44 Tahun 2010 tentang Rumah Sakit

    u Akreditasi wajib dilaksanakan di RS sebagai upaya peningkatan mutu pelayanan RS

    u Untuk menjawab tantangan globalisasi, akreditasi RS di Indonesia menggunakan standar internasional, untuk mendorong RS berorientasi pada standar internasional

    u Akreditasi RS merupakan landasan terwujudnya tata kelola RS dan tata kelola klinis yang baik, sehingga kewajiban hukum RS dapat dilaksanakan dengan baik