sp-paskalis andrew gunawan.pdf

92
UNIVERSITAS INDONESIA PERBANDINGAN KESINTASAN, DAN EFEKTIVITAS BIAYA PASIEN GERIATRI DI RUANG RAWAT INAP AKUT RSCM PADA ERA SEBELUM DAN SELAMA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL TESIS PASKALIS GUNAWAN NPM 1006766895 FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM STUDI ILMU PENYAKIT DALAM JAKARTA JANUARI 2015 Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Upload: lamxuyen

Post on 31-Dec-2016

243 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

UNIVERSITAS INDONESIA

PERBANDINGAN KESINTASAN, DAN EFEKTIVITAS BIAYA

PASIEN GERIATRI DI RUANG RAWAT INAP AKUT RSCM

PADA ERA SEBELUM DAN SELAMA JAMINAN KESEHATAN

NASIONAL

TESIS

PASKALIS GUNAWAN

NPM 1006766895

FAKULTAS KEDOKTERANPROGRAM STUDI ILMU PENYAKIT DALAM

JAKARTAJANUARI 2015

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 2: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

iiUniversitas Indonesia

UNIVERSITAS INDONESIA

PERBANDINGAN KESINTASAN, DAN EFEKTIVITAS BIAYA

PASIEN GERIATRI DI RUANG RAWAT INAP AKUT RSCM

PADA ERA SEBELUM DAN SELAMA JAMINAN KESEHATAN

NASIONAL

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelarSpesialis-1

Ilmu Penyakit Dalam

PASKALIS GUNAWAN

NPM 1006766895

FAKULTAS KEDOKTERANPROGRAM STUDI ILMU PENYAKIT DALAM

JAKARTAJANUARI 2015

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 3: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

iiiUniversitas Indonesia

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 4: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

ivUniversitas Indonesia

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 5: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

vUniversitas Indonesia

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 6: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

viUniversitas Indonesia

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 7: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

viiUniversitas Indonesia

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat danrahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penelitian ini disusun untukmemenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Spesialis-1 dalam bidang IlmuPenyakit Dalam pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yangsebesar-besarnya kepada :

Dr.dr. Ratna Sitompul, SpM (K) sebagai Dekan Fakultas KedokteranUniversitas Indonesia saat ini yang telah memberikan kesempatan kepada sayauntuk menjalani proses pendidikan di fakultas yang beliau pimpin.

Dr. dr. Imam Subekti, SpPD, K-EMD sebagai Kepala Departemen IlmuPenyakit Dalam FKUI / RSCM sebagai Kepala Departemen Ilmu Penyakit Dalamatas kesempatan yang telah diberikan kepada saya untuk mendapatkan pendidikandi Departemen Ilmu Penyakit Dalam.

dr. Aida Lydia, PhD. SpPD, K-GH sebagai Ketua Program Pendidikan ProfesiDokter Spesialis-1 Ilmu Penyakit Dalam yang telah banyak memberi kesempatan,petunjuk dan saran selama pendidikan.

Dr.dr. Aru W. Sudoyo. SpPD, K-HOM sebagai Ketua Program PendidikanProfesi Dokter Spesialis-1 Ilmu Penyakit Dalam terdahulu yang telahmemberikan kesempatan kepada saya sebagai peserta didik di Departemen IlmuPenyakit Dalam FKUI / RSCM.

dr. Arya Govinda R, SpPD,K-Ger sebagai ketua divisi Geriatri yang telahmemberikan kesempatan kepada saya untuk melakukan penelitian di divisiGeriatri

Dr. dr. Czeresna Heriawan Soejono, SpPD, K-Ger sebagai pembimbingpenelitian sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian ini.

Dr. dr. Kuntjoro Harimurti, SpPD, K-Ger, MSc sebagai pembimbingpenelitian sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian ini.

Siti Rizny F. Saldi Apt MSc sebagai pembimbing Metodologi Penelitian danStatistik atas segala bimbingannya, sehingga saya dapat menyelesaikan penelitianini.

Prof. dr. Wiguno Prodjosudjadi, Ph.D, SpPD, K-GH dan dr. CosphiadiIrawan, SpPD, K-HOM sebagai pembimbing akademis atas segalabimbingannya.

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 8: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

viiiUniversitas Indonesia

Seluruh guru besar dan staf pengajar Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI /RSCM yang telah membimbing dan mendidik saya selama pendidikan IlmuPenyakit Dalam.

Para sejawat peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis-1 di Departemen Ilmupenyakit Dalam FKUI / RSCM, khusunya teman-teman seangkatan dr. Arshita,dr. M. Ikhsan, dr. Hari, dr. Ika F, dr. Deka, dr. Resultanti, dr. Yusuf AuliaR, dr. Farid K, dr. Imelda Loho, dr. Ferry Valerian, dr. Dwi Rahayu, dr.Raden Fidiaji, dr.M. Adli, dr. Diah Martina, dr. Fandy Erlangga, dr.Amanda Trixie, dr. Suzy Maria, semoga kebersamaan dan persaudaraan kitaterus terjalin sehingga kita semua menjadi dokter yang bermanfaat untukmasyarakat.

Seluruh staf pendidikan PPDS-1 Ibu Yanti, Pak Heri dan Ibu Aminah yangtelah banyak memberikan bantuan dan kerjasama selama menjalani pendidikan.

Seluruh staf dan perawat di lingkungan Departemen Ilmu Penyakit Dalam diRSCM, RS. Persahabatan, RSPAD Gatot Subroto, RS. Fatmawati, dan RSU.Tangerang

Terima kasih orang tua saya tercinta Ayahanda Hardi Gunawan dan IbundaLenny Winata atas curahan kasih sayang, perhatian, dukungan, bantuan dansegala pengorbanan yang telah diberikan.

Kakak-kakak saya tercinta Paulina Novita dan Pricilla Yani serta adik sayatercinta Patricia Yulita atas segala kasih sayang, bantuan, dukungan, semangatdan doa yang tidak ternilai selama ini.

Serta kepada seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telahmemberikan bantuan kepada saya selama ini. Semoga Allah SWT memberirahmat dan balasan yang berlipat ganda atas kebaikan yang telah diberikan.

Jakarta, 23 Januari 2014

Paskalis Andrew Gunawan

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 9: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

ixUniversitas Indonesia

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 10: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

xUniversitas Indonesia

ABSTRAK

Nama : Paskalis Gunawan

Program studi : Spesialis Ilmu Penyakit Dalam

Judul : Perbandingan kesintasan, dan efektivitas biaya pasien geriatridi ruang rawat inap akut RSCM pada era sebelum dan selamaJaminan Kesehatan Nasional

Latar belakang :

Pendekatan Paripurna Pasien Geriatri (P3G) telah menjadi standar pelayanan diRSCM karena terbukti menghasilkan luaran perawatan geriatri yang lebih baik.Semenjak awal tahun 2014, di Indonesia diberlakukan sistem pembiayaan JaminanKesehatan Nasional. Belum diketahui apa pengaruh penerapan JKN terhadapkesintasan dan efektifitas biaya pasien geriatri yang dirawat di RSCM.

Tujuan : Mengetahui perbandingan kesintasan dan efektifitas biaya pasien geriatripada era JKN dan non JKN yang dirawat di RSCM.

Metode : Penelitian menggunakan metode kohort retrospektif dengan kontrolhistoris. Sampel dikumpulkan dari pasien geriatri yang dirawat di RSCM selamaperiode Juli 2013-Juni 2014 yang kemudian dibagi menjadi kelompok JKN dankelompok non JKN sebagai kontrol. Akan dinilai perbedaan kesintasan dengan kurvakesintasan dan efektifitas biaya perawatan dengan menghitung incremental costeffectiveness ratio (ICER).

Hasil : Dari total 225 subjek, 100 subjek berada di era non JKN dan 125 subjek di eraJKN dengan karakteristik demografis dan klinis yang relatif sama. Tidak adaperbedaan mortalitas selama perawatan dan kesintasan 30 hari antara kelompok JKNdan non JKN (31,2% vs 28%, p=0,602 dan 65,2% vs 66,4%, p = 0,086). Kurvakesintasan 30 hari antara kedua kelompok tidak menunjukkan perbedaan bermakna.ICER memperlihatkan pada era JKN investasi biaya Rp. 1,4 juta,- terkait denganpenurunan kesintasan 1,2% dibandingkan kelompok non JKN, namun perbedaantersebut tidak bermakna secara klinis dan statistik.

Simpulan : Tidak ada perbedaan bermakna angka mortalitas antara pasien geriatriyang dirawat di RSCM pada kelompok JKN dan non JKN. Perhitungan ICERmenunjukkan dibutuhkan investasi biaya untuk memperoleh penurunan kesintasanpada penerapan JKN, namun perlu dipertimbangkan implentasi JKN yang masihdalam tahap awal. Diperlukan penelitian lanjutan saat implementasi JKN telahberlangsung dalam kurun waktu lebih panjang.

Kata kunci : efektifitas biaya, geriatri, JKN, kesintasan, mortalitas

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 11: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

xi

ABSTRACT

Name : Paskalis Gunawan

Study Program : Internal medicine

Title : The comparison of survival, and cost effectiveness ofgeriatric patients admitted in Cipto Mangunkusumo Hospitalbefore and during National Health Insurance Program (NHIP)implementation

Background : Comprehensive Geriatrics Assesment (CGA) has been proven toimprove the overall outcome of inpatient geriatric patients, and has been implementedin RSCM as the standard geriatric medical care. Since January 2014, a new insurancesystem called National Health Insurance Program (NHIP) was implemented inIndonesia. It is unclear how NHI will affect survival and cost effectiveness ofgeriatric inpatients receiving CGA.

Objectives : To compare the survival and cost effectiveness betewwn NHIP and nonNHIP era in geriatric patients admitted in RSCM.

Method : This is a retrospective cohort study with hystorical control. The subjectwere geriatric inpatients ≥60 years old with one or more geriatrics giants between Julito Desember 2013 (non NHIP) and Januari to Juni 2014 (NHIP). A survival analysisand determination of incremental cost effectivitveness ratio (ICER) was used tocompare the survival and cost effectiveness between the two group.

Result : The clinical and demographics characteristics were relatively similarbetween the NHIP and non NHIP group. No difference in inhospital mortaliy rate and30 day survival rate between NHIP and non NHIP group (31,2% vs 28%, p=0,602,65,2% vs 66,4%, p = 0,086, respectively). No significant difference was found whencomparing the survival curve between the two group. Calculation of ICER shows thatNHIP is associated with an increased cost of 1,4 million rupiah and 1,2 % highermortality rate.

Conclusion: NHIP had no impact on survival in geriatric inpatients. ICER calculationshows NHIP implementation is associated with higher investment cost to yield lowersurvival rate. Further research is needed to evaluate this result when NHIP had beenimplemented for a longer duration.

Key words : cost effectiveness, elderly, geriatric, mortality, survival

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 12: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................iSURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME.................................. iiHALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ...................................... iiiLEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ivUCAPAN TERIMA KASIH.......................................................................viHALAMAN PUBLIKASI ....................................................................... viiiABSTRAK..................................................................................................ixABSTRACT.................................................................................................xDAFTAR ISI...............................................................................................xiDAFTAR TABEL.................................................................................... xiiiDAFTAR GAMBAR ................................................................................xivDAFTAR TANDA DAN SINGKATAN...................................................xvDAFTAR LAMPIRAN........................................................................... xviiBAB 1. PENDAHULUAN .........................................................................11.1 Latar Belakang Penelitian ................................................................11.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah ..................................................41.3 Pertanyaan Penelitian.......................................................................41.4 Hipotesis ..........................................................................................41.5 Tujuan Penelitian .............................................................................41.5.1 Tujuan Umum ..................................................................................41.5.2 Tujuan Khusus .................................................................................41.6 Manfaat Penelitian ...........................................................................5BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA................................................................62.1 Konsep Geriatri ................................................................................62.2 Epidemiologi ...................................................................................62.3 Geriatric Conditions dan Geriatric Giants ......................................72.4 Pendekatan Paripurna Pasien Geriatri ..............................................82.5 Sistem Jaminan Kesehatan di Dunia..............................................102.6 Diagnosis Related Groups dan Case Based Groups......................112.7 Jaminan Kesehatan Nasional di Indonesia.....................................132.8 Perbedaan Sistem JKN dengan Sistem Sebelumnya......................162.9 Ekonomi Kesehatan .......................................................................192.10 Telaah Efektivitas Biaya ................................................................232.11 Mortalitas Pasien Geriatri ..............................................................25BAB 3. KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP .............283.1 Kerangka Teori ..............................................................................283.2 Kerangka Konsep...........................................................................293.3 Definisi Operasional ......................................................................29BAB 4. METODE PENELITIAN .........................................................314.1 Desain Penelitian ...........................................................................314.2 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................31

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 13: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

xiii

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian .....................................................314.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi..........................................................314.4.1 Kriteria Inklusi ...............................................................................314.4.2 Kriteria Eksklusi.............................................................................324.5 Estimasi Besar Sampel...................................................................324.6 Identifikasi Variabel Penelitian......................................................324.7 Instrumen dan Tatacara Pengumpulan Data ..................................334.8 Cara Pengambilan Sampel .............................................................334.9 Alur Penelitian ...............................................................................344.10 Analisis Data ..................................................................................344.11 Masalah Etika.................................................................................354.12 Penulisan dan Pelaporan Hasil Penelitian ......................................36BAB 5. HASIL..........................................................................................375.1 Karakteristik Subjek.......................................................................385.2 Karakteristik Klinis ........................................................................395.3 Mortalitas dan Analisis Kesintasan................................................425.4 Biaya Rawat ...................................................................................435.5 Analisis Efektivitas Biaya..............................................................45BAB 6. PEMBAHASAN..........................................................................476.1 Proses recriutment sub jek .............................................................476.2 Karakteristik Demografis Subjek...................................................476.3 Karakteristik Klinis ........................................................................496.4 Mortalitas dan Analisis Kesintasan................................................516.5 Biaya Rawat ...................................................................................556.6 Analisis Efektivitas Biaya..............................................................586.7 Kelebihan dan Kelemahan Penelitian ……………………………596.8 Generalisasi Penelitian ...................................................................60BAB 7. SIMPULAN DAN SARAN.........................................................637.1 Simpulan ........................................................................................637.2 Saran ..............................................................................................63RINGKASAN ...........................................................................................64SUMMARY ..............................................................................................66DAFTAR PUSTAKA...............................................................................68LAMPIRAN .............................................................................................73

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 14: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Bermacam Tipe Analisa Efektivitas Biaya 22

Tabel 3.1 Definisi Operasional 28

Tabel 5.1

Tabel 5.2

Gambaran Karakteristik Demografis pada Kelompok

Non JKN dan Kelompok JKN

Gambaran Karakteristik Klinis selama Perawatan pada

Kelompok Non JKN dan Kelompok JKN

38

41

Tabel 5.3 Biaya Perawatan Era Non JKN dan JKN 44

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 15: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar3.1 Kerangka Teori 27

Gambar 3.2 Kerangka Konsep 28

Gambar 4.1 Alur Penelitian 35

Gambar 5.1 Bagan Pengambilan Sampel 38

Gambar 5.2 Kurva Kesintasan JKN dan Non JKN 43

Gambar 5.3

Gambar 5.4

Penggunaan Jaminan Kesehatan pada Perawatan

Plot Nilai ICER

44

45

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 16: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

xvi

DAFTAR TANDA DAN SINGKATAN

< Lebih Kecil Dari

> Lebih Besar Dari

≤ Lebih Kecil Atau Sama Dengan Dari

≥ Lebih Besar Atau Sama Dengan Dari

↑ Peningkatan

↓ Penurunan

ADL Activity Daily Living

AKN Asuransi Kesehatan Nasional

APBN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

ASKES Asuransi Kesehatan

Askeskin Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin

BPJS Badan Pelakasana Jaminan Sosial

BUMN Badan Usaha Milik Negara

CGA Comprehensive Geriatric Assesment

DALY Daily Adjusted Life Years

DRG Diagnosis Related Group

ICD International Classification of Disease

ICER Incremental Cost Effectiveness Ratio

ICF International Classification of Functioning, disability and health

INA CBGs Indonesia Case Based Groups

Jamkesda Jaminan Kesehatan Daerah

Jamkesmas Jaminan Kesehatan Masyarakat

JKN Jaminan Kesehatan Nasional

KEMHAN Kementerian pertahanan

Maks Maksimum

Min Minimum

MMSE Mini Mental State Examination

NHIP National Health Insurance Program

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 17: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

xvii

P3G Pendekatan Paripurna Pasien Geriatri

PBB Perserikatan Bangsa Bangsa

PBI Penerima Bantuan Iuran

PNS Pegawai Nasional swasta

POLRI Polisi Republik Indonesia

PT Perseroan Terbatas

QALY Quality Adjusted Life Years

RISKESDAS Riset Kesehatan Dasar

RSCM Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo

RSUPNCM Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo

SJSN Sistem Jaminan Sosial Nasional

TNI Tentara Nasional Indonesia

UNU IIGH United Nation University International Institiute for Global Health

WHO World Health Organization

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 18: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Formulir Borang Penelitian

Lampiran 2 Formulir Etik Penelitian

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 19: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Populasi usia lanjut kian hari kian bertambah jumlahnya di seluruh dunia.

Peningkatan ini diperkirakan akan menyebabkan perubahan proporsi kelompok umur

penduduk dunia, yang akan didominasi oleh kelompok usia lanjut. Hal tersebut

disebabkan menurunnya angka fertilitas dan angka kematian. Diperkirakan pada

tahun 2050 nanti, populasi usia lanjut di Asia akan mencapai 1,2 milyar orang.1

Menurut data Perserikatan Bangsa Bangsa, Indonesia diperkirakan mengalami

peningkatan populasi berusia lanjut yang tertinggi di dunia, yaitu 414% hanya dalam

waktu 35 tahun (1990-2025).2 Peningkatan populasi usia lanjut akan mengakibatkan

dua hal, yaitu makin bertambahnya jumlah pasien geriatri dan terjadinya transisi

epidemiologi penyakit.

Geriatri diartikan sebagai usia lanjut yang memiliki kondisi multipatologi,

tanpa didukung lagi oleh cadangan faali tubuh yang adekuat.3 Populasi usia ini

merupakan populasi yang rentan, karena adanya suatu stresor akut dapat

menyebabkan usia lanjut langsung jatuh dalam penyakit berat. Hal ini diperberat

dengan sudah terdapatnya disabilitas lain seperti gangguan fungsi kognitif, depresi,

instabilitas, imobilisasi dan inkontinensia. Seorang geriatri biasanya memiliki satu

atau lebih penyakit kronik, yang membutuhkan tatalaksana berkepanjangan dan bisa

memperberat kondisi akut saat perawatan.

Perubahan proporsi kelompok umur penduduk dunia akibat peningkatan

populasi geriatri menyebabkan transisi epidemiologi. Transisi epidemiologi adalah

suatu fenomena bergesernya pola penyakit dari penyakit infeksi dan gangguan gizi

menjadi penyakit-penyakit degeneratif, diabetes, hipertensi, neoplasma, penyakit

jantung koroner.4 Faktor yang turut berperan pada transisi epidemiologi tersebut

adalah keberhasilan secara global dalam penanggulangan dan pencegahan infeksi di

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 20: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

2

bawah arahan WHO. Penyakit-penyakit kronik tersebut membutuhkan tatalaksana

yang berkepanjangan, karena tidak bisa sepenuhnya sembuh seperti penyakit infeksi.5

Dengan kata lain, transisi epidemiologi ini secara tak langsung akan menyebabkan

peningkatan biaya kesehatan secara global.1

Mengingat kompleksnya masalah kesehatan terkait geriatri, diperlukan

pendekatan holistik dan paripurna dalam tatalaksananya.6 Pendekatan paripurna yang

dimaksud tidaklah semata-mata dari sisi biopsikososial, namun juga harus senantiasa

dari sisi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Pendekatan paripurna tersebut

dikenal dengan pendekatan paripurna pasien geriatri (P3G). Pada penerapannya, P3G

terbukti memberikan luaran yang lebih baik dalam tatalaksana pasien geriatri

dibandingkan sistem konvensional non P3G, dalam hal efektivitas biaya dan

efisiensi.6

Salah satu parameter keberhasilan perawatan pasien geriatri di ruang rawat

inap akut adalah angka mortalitas.6 Mortalitas seseorang dipengaruhi oleh berbagai

faktor, namun secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi faktor host, agent dan

environment.3 Salah satu faktor environment yang menjadi konteks pembahasan

disini adalah kualitas pelayanan kesehatan yang diperoleh, yang sangat erat kaitannya

dengan biaya. Pelayanan kesehatan yang terselenggara dengan efisien dan efektif,

diharapkan dapat menurunkan angka mortalitas pasien geriatri yang menjalani rawat

inap.

Indonesia merupakan negara berkembang dengan populasi 237 juta, 19 juta

diantaranya termasuk populasi usia lanjut.7 Seperti halnya di negara-negara

berkembang lain, usia lanjut di Indonesia memiliki tingkat prevalensi penyakit yang

tinggi. Tingginya prevalensi populasi usia lanjut di Indonesia, disertai dengan

tingginya tingkat kesakitan dan biaya kesehatan yang dihabiskan pada populasi ini,

mendorong penentu kebijakan untuk mencari solusi untuk mengupayakan suatu

sistem jaminan kesehatan nasional yang memiliki cakupan luas dan memastikan tiap

penduduknya memperoleh jaminan kesehatan.8

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 21: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

3

Mulai awal tahun 2014, telah diberdayakan suatu sistem Jaminan Kesehatan

Nasional (JKN) yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

(BPJS). Salah satu tujuan dibentuknya sistem JKN ini adalah agar kenaikan biaya

kesehatan yang tak terelakkan dapat ditekan, namun disisi lain biaya dan mutu

pelayanan kesehatan dapat tetap dikendalikan.8

Implikasi sistem JKN ini adalah pada pihak peserta, pelaksana dan fasilitas

pelayanan kesehatan. Pelaksana JKN yang dimaksud adalah BPJS. BPJS Kesehatan

akan membayar kepada Fasilitas Kesehatan dengan dua sistem pembiayaan, yaitu

sistem kapitasi untuk fasilitas kesehatan tingkat pertama dan sistem paket INA

CBG’s (Indonesia Case Based Groups) untuk fasilitas kesehatan tingkat lanjutan. Hal

ini berbeda dengan sistem pembiayaan jaminan kesehatan sebelumnya (era pre JKN),

dimana belum terdapat keseragaman sistem pembayaran, dan sebagian besar

menggunakan sistem Fee For Service atau Cost Based. Dalam pembayaran

menggunakan sistem INA-CBG’s, penggantian biaya kesehatan oleh BPJS kepada

penyedia layanan kesehatan tidak lagi berdasar pada rincian komponen pelayanan

yang diberikan, melainkan hanya pada kelompok diagnosis dan kode CBG (Case

Base Group). Besarnya penggantian biaya untuk diagnosis tersebut telah disepakati

bersama antara penyedia layanan kesehatan dan BPJS, serta bersifat nasional.8

Implementasi JKN terhadap layanan kesehatan diharapkan tidak hanya

sebagai kendali biaya, namun juga kendali mutu. Dengan adanya sistem pembayaran

cost based, diharapkan penyedia layanan kesehatan terdorong untuk mengoptimalkan

layanan kesehatan yang diselenggarakan dari segi pelaksanaan dan kendali biaya,

untuk memperoleh profit. Selain terjadinya kendali mutu, perubahan-perubahan pada

sistem layanan kesehatan di Indonesia yang diharapkan terjadi pada era JKN adalah

terjadi sistem rujukan yang baik dan tercapainya universal coverage, sehingga

mampu meningkatkan tingkat kesehatan Indonesia.8

Seperti telah dikemukakan sebelumnya, pembiayaan kesehatan erat kaitannya

dengan kualitas pelayanan kesehatan, yang pada akhirnya akan mempengaruhi

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 22: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

4

mortalitas. Sampai dengan saat ini belum ada suatu penelitian yang melihat pengaruh

penerapan sistem pembiayaan JKN di Indonesia terhadap outcome dari layanan

kesehatan. Yang menjadi pertanyaan saat ini adalah bagaimana dampak sistem

pembiayaan JKN terhadap kesintasan dan efektivitas biaya penerapan P3G pada

pasien geriatri yang menjalani perawatan di ruang rawat di Rumah Sakit Umum Pusat

Nasional Cipto Mangunkusumo (RSUPN-CM) bila dibandingkan dengan sistem

pembiayaan kesehatan nasional sebelumnya?

1.2 Identifikasi dan Rumusan masalah

Dari latar belakang masalah yang dikemukakan tadi, dirumuskan permasalahan

sebagai berikut :

Jumlah pasien geriatri yang akan terus meningkat akan membawa konsekuensi

meningkatnya penyakit-penyakit kronik degeneratif dan meningkatnya biaya

kesehatan terkait permasalahan geriatri.

Pembiayaan layanan kesehatan erat kaitannya dengan kualitas layanan kesehatan.

Sampai saat ini belum diketahui dampak dari penerapan sistem pembiayaan JKN

terhadap kesintasan dan efektivitas biaya dari penerapan P3G pada pasien geriatri

yang menjalani rawat inap di ruang rawat geriatri RSCM.

1.3 Pertanyaan penelitian

Apakah terdapat perbedaan kesintasan antara pasien geriatri yang memperoleh

P3G di ruang rawat pada era JKN dan sebelum JKN?

Bagaimana efektivitas biaya penerapan pembiayaan JKN pada pasien geriatri

yang mendapat P3G di ruang rawat?

1.4 Hipotesis

Terdapat perbedaan kesintasan pada pasien geriatri yang dirawat di ruang rawat

akut geriatri RSCM antara era JKN dan era sebelum JKN.

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 23: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

5

Terdapat perbedaan efektifitas biaya pada pasien geriatri yang dirawat di ruang

rawat akut geriatri RSCM antara era JKN dan era sebelum JKN.

1.5 Tujuan penelitian

1.5.1 Tujuan umum

Mengetahui perbandingan kesintasan dan efektivitas biaya di ruang rawat inap RSCM

pada era JKN dan era sebelum JKN

1.5.2 Tujuan khusus

Mengetahui perbandingan kesintasan di ruang rawat inap RSCM pada era JKN

dan era sebelum JKN

Mengetahui efektivitas biaya pelaksanaan P3G di ruang rawat RSCM pada era

JKN

1.6 Manfaat penelitian

Manfaat untuk institusi

a. Memberikan kontribusi data baru perihal kesintasan pasien geriatri

b. Dapat menjadi acuan penentuan kebijakan tentang sistem pembiayaan untuk

perawatan pasien geriatri di rumah sakit

Manfaat untuk klinisi

a. Memberikan data sebagai dasar penelitian selanjutnya

b. Diharapkan dapat menjadi data tambahan untuk pertimbangan para tenaga

medis bahwa keputusan klinis dokter sangat berperan dalam besar-tidaknya

pembiayaan rumah sakit dan pemerintah.

Manfaat untuk pasien

Terkait dengan penentuan kebijakan nasional, dapat memperoleh layanan

kesehatan yang tepat dan berdaya guna.

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 24: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Geriatri

Kedokteran geriatri (British Geriatric Society) merupakan cabang kedokteran umum

yang mempelajari aspek klinis, preventif, remedial, dan sosial dari penyakit usia

lanjut.3 Perawatan pasien geriatri merupakan tantangan tersendiri dalam ranah medis,

karena memiliki beberapa karakteristik yang unik. Populasi ini memiliki beberapa

ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan populasi dewasa biasa. Seiring dengan

proses penuaan, terjadi perubahan-perubahan fisiologis tubuh yang meningkatkan

kerentanan tubuh terhadap penyakit. Pasien geriatri juga biasanya memiliki satu atau

lebih penyakit komorbid dan kronik yang memperberat perubahan fisiologis

tersebut.3 Akibatnya pasien geriatri memiliki risiko lebih tinggi untuk terjadi

komplikasi selama penyakit akut. Hal-hal inilah yang membuat perlunya suatu

pendekatan klinis yang tepat dalam menatalaksana pasien-pasien geriatri, terutama

yang menjalani perawatan.

2.2 Epidemiologi

Populasi usia lanjut kian hari kian bertambah jumlahnya di seluruh dunia.

Perkembangan kelompok populasi ini merupakan yang tercepat bila dibandingkan

dengan yang lain.9 Peningkatan ini diperkirakan akan menyebabkan transisi

demografis, yaitu perubahan proporsi kelompok umur penduduk dunia, yang akan

didominasi oleh kelompok usia lanjut. Hal tersebut disebabkan menurunnya angka

fertilitas dan angka kematian. Pada tahun 2025, diperkirakan populasi usia lanjut

(usia lanjut) akan mencapai angka lebih dari 1,2 milyar, 840 juta diantaranya berada

di negara-negara berkembang seperti Indonesia.1

Proses transisi demografis juga sedang terjadi di Indonesia. Proporsi usia

lanjut terus meningkat karena menurunnya laju fertilitas total dan laju kematian bayi.

Jumlah populasi usia lanjut diperkirakan akan meningkat secara bermakna, mencapai

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 25: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

7

414% dalam 35 tahun. Pada tahun 2010, jumlah populasi usia lanjut di Indonesia

akan mencapai kurang lebih 19 juta.10 Transisi demografis ini akan berdampak

terjadinya transisi epidemiologi penyakit. Insiden dari penyakit kronik degeneratif

dan keganasan akan meningkat. Meningkatnya angka kesakitan akan menyebabkan

meningkatnya kebutuhan usia lanjut akan layanan kesehatan.

Sebanyak kurang lebih 10 persen dari populasi usia lanjut dirawat di rumah

sakit tiap tahunnya.10 Kelompok populasi ini ditandai dengan adanya multi morbiditas

yang diartikan sebagai terdapatnya dua atau lebih penyakit kronik penyulit, disabilitas

dan kondisi-kondisi debilitatif lain seperti polifarmasi, gangguan sensorik,

inkontinensia, riwayat jatuh, gangguan kognitif dan berkurangnya partisipasi dalam

aktifitas-aktifitas sosial.9 Hampir semua populasi usia lanjut memiliki lebih dari satu

penyakit kronik.4 Kondisi akut yang menyebabkan butuhnya perawatan inap di rumah

sakit akan diperberat dengan adanya berbagai penyakit kronik tersebut.11

2.3 Geriatric Conditions dan Geriatric Giants

Berbagai penyakit kronik yang biasanya menyertai dan memperberat kondisi akut

dari usia lanjut, yang secara langsung maupun tak langsung diakibatkan oleh proses

degeneratif disebut pula sebagai geriatric conditions. Geriatric conditions tidak boleh

dianggap remeh karena kehadirannya mencerminkan berkurangnya kapasitas

fungsional tubuh dan daya cadangan faali tubuh.12 Kombinasi dari berbagai kondisi

akut dan geriatric’s conditions tersebut merupakan prediktor yang penting terhadap

berkurangnya fungsi kognitif, fungsional dan mortalitas.13

Istilah sindrom geriatri semakin marak digunakan di panduan klinisi dan

literatur geriatri untuk menekankan kondisi usia lanjut yang unik, yang berbeda

dengan populasi lainnya.14 Istilah ‘‘Giants of Geriatrics’’ diciptakan oleh Bernard

Isaacs untuk menekankan sindrom geriatri terpenting, yaitu empat “I” yaitu

Instabilitas, Imobilitas, gangguan Intelektual dan Inkontinensia.15 Meskipun

demikian, konsep sindrom geriatri sampai saat ini sulit untuk didefinisikan. Istilah

tersebut lebih menekankan pada suatu kondisi multifaktorial yang terjadi akibat

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 26: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

8

akumulasi gangguan-gangguan fungsi tubuh pada berbagai sistem yang

mengakibatkan seorang individu rentan terhadap tantangan medis tertentu.16 Sindrom

geriatri mempengaruhi kualitas hidup dan disabilitas, dan sangat erat kaitannya

dengan kesintasan. Berbagai intervensi klinis dan model pendekatan geriatri telah

didesain untuk mengatasi permasalah ini.17

Karakteristik khas pasien geriatri ini didasari oleh konsep alami yang terjadi

seiring bertambahnya usia, yaitu penuaan. Untuk menjelaskan hal ini dikenal suatu

istilah homeostenosis. Homeostenosis didefinisikan sebagai berkurangnya cadangan

fisiologis untuk menghadapi suatu kondisi akut, disebabkan telah terpakainya

cadangan tersebut untuk mempertahankan fungsi fisiologis tubuh sehari-hari.3

Dengan penuaan, kapasitas pasien geriatri untuk mengembalikan dirinya ke kondisi

homeostasis setelah suatu tantangan menjadi lebih kecil. Semakin banyak tantangan

akan menuntut cadangan fisiologi yang lebih besar untuk kembali ke kondisi

homeostasis. Proses penuaan sendiri membuat seseorang makin dekat pada

“precipice” atau ambang menuju kehilangan cadangan fisiologisnya.1 Fisiologi

penuaan ini membuat pasien usia lanjut lebih rentan terhadap suatu penyakit atau

kejadian (serangan jantung, kematian) dan lebih lambat untuk pulih. Mereka juga

memiliki manifestasi penyakit yang berbeda dan memiliki ambang yang berbeda

dengan usia yang lebih muda. Wang dkk16 dalam suatu telaah sistematis

menunjukkan sindrom geriatri terutama frailty, disabilitas, dan komorbiditas multipel

memegang peran paling penting dalam memprediksi kemungkinan hospitalisasi pada

pasien lanjut usia.

Keadaan kesehatan usia lanjut yang rumit, kompleks dan menantang ini

membutuhkan suatu pendekatan diagnostik khusus, yang bersifat paripurna dan

mencakup banyak disiplin. Pendekatan tersebut dikenal pula dengan Pendekatan

Paripurna Pasien Geriatri (P3G).

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 27: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

9

2.4 Pendekatan Paripurna Pasien Geriatri

Dari tahun ke tahun, terdapat peningkatan jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit.

Dari peningkatan ini, yang menunjukkan laju peningkatan terbesar adalah pada

kelompok usia lanjut.18 Sehubungan dengan makin besarnya tingkat rawat inap pasien

usia lanjut, perhatian terhadap isu ini semakin berkembang. Peningkatan populasi

usia lanjut yang cepat dan penggunaan sarana kesehatan yang tidak proporsional oleh

populasi ini kian hari kian menimbulkan kecemasan terhadap resiko mortalitas,

disabilitas dan efisiensi penggunaan sarana kesehatan.19 Warren dkk mengamati

bahwa masih terdapat kekurangan dalam evaluasi pasien usia lanjut yang dirawat.

Kekurangan yang dimaksud adalah tidak dievaluasinya berbagai faktor non medis

lain, seperti fungsi sosial dan psikologis yang sebenarnya berperan penting dalam

aspek penyembuhan dan pencegahan penyakit. Inilah yang memicu adanya

pendekatan modern dari evaluasi pasien geriatri, yaitu Pendekatan Paripurna Pasien

Geriatri yang disingkat dengan P3G (Comprehensive Geriatric Assessment/CGA).

Telaah geriatri (geriatric assessment) sebenarnya telah digunakan dalam ilmu

geriatri sejak era 1980.20 Telaah geriatri pada dasarnya bukanlah suatu intervensi,

melainkan suatu sarana untuk mengidentifikasi komponen-komponen apa yang perlu

ditatalaksana. Tujuan telaah geriatri pada populasi geriatri tradisional adalah untuk

mengidentifikasi masalah kesehatan terkini yang sedang diderita dan untuk

mengarahkan tatalaksana untuk mengurangi efek samping, serta mengoptimalkan

status fungsional dari usia lanjut.21

Pendekatan paripurna pasien geriatri (P3G) merupakan suatu pendekatan

multidimensional, interdisiplin, yang bertujuan untuk memahami kondisi medis,

psikososial dan kapasitas fungsional usia lanjut, mengidentifikasi masalah yang ada

dengan tujuan memformulasikan rencana diagnostik, terapi dan follow up

selanjutnya.6 P3G terutama bermanfaat dalam menangani pasien dengan banyak

geriatric conditions, sebab pendekatan medis biasa tidak lagi memadai untuk

mengatasi begitu banyak masalah yang saling terjalin berkait dan mempersulit

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 28: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

10

pengobatan. Masalah-masalah yang saling berjalin tersebut akan lebih mudah

dipahami dan diidentifikasi melalu P3G.6

P3G tidak hanya mengevaluasi kondisi medis umum, namun juga kondisi

fisik, fungsional, medis, psikokognitif dan psikososial. Hal ini terkait dengan konsep

sehat oleh WHO22 dimana kesehatan diartikan sebagai suatu kondisi kesejahteraan

fisik, mental dan sosial dan bukan hanya berarti tidak terdapatnya penyakit atau

kelemahan (“Health is a state of complete physical, mental and social well-being and

not merely the absence of disease or infirmity”). Tujuan dari pengobatan bukan lagi

hanya menyembuhkan, namun juga mencegah penyakit lain atau komplikasi terkait,

dan mempertahankan kondisi kesehatan pasien. Untuk mencapai hal ini, pendekatan

interdisiplin menjadi sangat penting untuk diimplementasikan, dan bukan pendekatan

multidisiplin.23,5

Mengingat besar dan kompleksnya masalah kesehatan usia lanjut dan dampak

yang ditimbulkan terhadap biaya kesehatan, diperlukan suatu strategi yang tepat guna

untuk mencapai pelayanan kesehatan dengan kualitas yang baik, efektif dan efisien.6

Dalam menyusun suatu strategi intervensi terhadap suatu masalah kesehatan, metode

yang sebaiknya digunakan adalah dengan mengumpulkan bukti-bukti dari uji-uji

klinis yang ada, disebut juga dengan literatur berbasis bukti (Evidence-based

literature). Namun masalahnya hanya sedikit sekali uji klinis yang memiliki populasi

usia lanjut didalamnya, dan lebih sedikit lagi yang memperhitungkan faktor biaya,

sehingga metode ini sulit untuk diimplementasikan. Sedikitnya partisipasi populasi

usia lanjut dalam studi-studi dikarenakan populasi usia lanjut adalah populasi yang

rentan, sehingga tidak etis untuk mengikutsertakan populasi usia tersebut dalam suatu

uji klinis yang berpotensi meningkatkan disabilitas dan mortalitasnya. Selain itu

populasi usia lanjut sulit untuk dimasukkan dalam protokol uji klinis yang biasanya

ketat dan memiliki persyaratan banyak, sehingga kalaupun diikutsertakan, sulit untuk

mencapai titik akhir uji klinis.24 Sehingga dalam memilih suatu strategi intervensi

yang sesuai untuk populasi usia lanjut dalam kaitannya dengan pembiayaan

sebaiknya menggunakan analisis ekonomi kesehatan.

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 29: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

11

2.5 Sistem Jaminan Kesehatan di dunia

Perkembangan sistem kesehatan di dunia melahirkan masalah-masalah baru.

Berkembangnya konsep tentang definisi sehat oleh WHO yang tidak hanya

menyangkut penyembuhan penyakit saja serta meluasnya lingkup kesehatan

menyebabkan peningkatan biaya yang dibutuhkan untuk mencapai kondisi sehat

tersebut. Sistem pembayaran kesehatan suatu negara akan berperan penting dalam

menentukan kualitas pelayanan kesehatan dan tingkat kesehatan negara terkait. Saat

ini hampir seluruh negara maju di Eropa dan Amerika telah memiliki jaringan

asuransi kesehatan nasional yang mendanai berbagai intervensi kesehatan di berbagai

rumah sakit. Tujuannya adalah untuk meningkatkan dan menyamakan kualitas

pelayanan kesehatan.26

Pada awal terbentuknya suatu sistem jaminan asuransi kesehatan nasional,

digunakan konsep dasar sistem pembayaran fee for service atau cost based.26 Sistem

ini membayarkan biaya kesehatan seorang individu dengan menghitung besarnya

biaya tiap komponen yang terlibat dalam pelayanan kesehatan individu tersebut.

Dalam perkembangannya, ternyata hal ini membawa pengaruh negatif terhadap

efektivitas biaya layanan kesehatan, karena memacu fasilitas layanan kesehatan

(dalam hal ini rumah sakit) untuk tidak lagi memikirkan perlu atau tepat tidaknya

suatu prosedur atau intervensi kesehatan terhadap pasiennya, melainkan hanya

melihat aspek untung ruginya intervensi tersebut. Tentu saja hal ini menyebabkan

pemberi layanan kesehatan untuk berlomba memberikan intervensi yang belum tentu

tepat dan berdaya guna, sehingga akhirnya dapat merugikan penerima layanan

maupun penyedia dana kesehatan. Selain itu sistem ini dinilai tidak memacu

berkembangnya kualitas dan efektivitas layanan kesehatan, terutama dari segi non

terapeutik, yaitu segi promotif atau preventif.26

Konsep Jaminan atau Asuransi Kesehatan Nasional (JKN/AKN) pertama kali

dicetuskan di Inggris pada tahun 1911 yang didasarkan pada mekanisme asuransi

kesehatan sosial yang pertama kali diselenggarakan di Jerman tahun 1883. Setelah

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 30: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

12

itu banyak negara lain menyelenggarakan JKN seperti Kanada (1961), Taiwan

(1995), Filipina (1997), dan Korea Selatan (2000). Saat ini penetapan pembiayaan

yang dipakai oleh asuransi kesehatan sosial adalah berdasarkan klasifikasi Diagnosis

Related Groups (DRG) atau Case Based Group (CBG).25

2.6 Diagnosis Related Groups dan Case Based Groups

Diagnosis-Related Groups (DRG) merupakan suatu sistem yang mengklasifikasikan

kasus-kasus kesehatan dalam berbagai grup, awalnya sejumlah 467 grup.27 Sistem ini

pertama kali dikembangkan oleh Robert B Fetter PhD dari Yale School of

Management, dan John D. Thompson, MPH, dari Yale School of Public Health.27

Sistem pembayaran ini dimaksudkan untuk menggantikan sistem pembayaran "cost

based" yang dinilai tidak efektif.

DRGs didesain berdasarkan ICD (International Classification of Diseases)

diagnosis, prosedur, umur, jenis kelamin, lama rawat, dan ada tidaknya komorbid.

Sistem DRGs telah digunakan di Amerika sejak tahun 1982, dalam sistem kesehatan

nasionalnya yaitu Medicare.28 Setelah itu, DRG merupakan sistem pembayaran yang

banyak di adopsi di berbagai negara industri termasuk Eropa. Eropa menggunakan

sistem klasifikasi pembayaran DRGs agar pembiayaan kesehatan lebih transparan dan

memperbaiki efisiensi. DRG dianggap transparan karena mengelompokkan pasien

dalam angka-angka yang secara ekonomi dan klinis bermakna dan dapat diukur

misalnya prosedur pemasangan dua stent untuk penyumbatan pembuluh darah

koroner secara elektif atau stroke iskemik pasien di atas 60 tahun.

Selain dinilai transparan, sistem DRG diharapkan mampu mengubah sikap

para penyedia layanan kesehatan. Pembatasan sistem “reimbursement” kepada

penyedia layanan kesehatan diharapkan dapat mendorong mereka untuk lebih kreatif,

inovatif dan efisien dalam menjalankan pelayanan kesehatannya. Fasilitas layanan

kesehatan yang dapat tepat memilih pemeriksaan diagnostik dan terapinya dapat

memperoleh laba dari selisih jumlah yang dibayarkan pemerintah dengan biaya yang

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 31: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

13

sesungguhnya dikeluarkan dalam menangani pasien dengan penyakit tertentu

tersebut.26

Sejak tahun 1990-an, sistem pembayaran DRGs sudah menjadi sistem kapitasi

utama di berbagai rumah sakit untuk pasien rawat inap akut di negara berpenghasilan

tinggi dengan harapan efisiensi meningkat. Tetapi di negara dengan penghasilan

kecil-menengah, sistem berbasis DRGs ini baru saja dikembangkan. Sistem

pembayaran DRGs sering disamakan dengan case-based atau case-mixed based,

tetapi keduanya tidak serupa meski saling bisa tumpang tindih.29

2.7 Jaminan Kesehatan Nasional di Indonesia

Setelah melakukan berbagai kajian dan kunjungan para legislatif maupun eksekutif ke

berbagai negara untuk belajar tentang sistem JKN, pada tanggal 28 September 2004,

UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), yang salah satunya berisi JKN disetujui

Rapat Pleno DPR untuk diundangkan. Pada tanggal 19 Oktober 2004, Presiden

Megawati mengundangkan UU SJSN dengan upacara khusus yang dihadiri menteri-

menteri terkait dan anggota inti Tim SJSN. Dalam kelanjutannya, terdapat berbagai

benturan dan halangan dalam perwujudannya, dari segi administrasi, keputusan

politik, kesiapan sarana prasarana dan isu sosial politik medis lain, sehingga SJSN

tidak dapat segera terlaksana.25

Indonesia pertama kali diperkenalkan dengan skema community based

insurance pada tahun 2004. Melalui Asuransi Kesehatan Masyarakat miskin

(Askeskin) yang ditargetkan untuk masyarakat tidak mampu, penduduk Indonesia

mampu mendapatkan akses pelayanan yang lebih besar. Pada tahun 2008, Askeskin

berubah menjadi Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) yang melindungi

sekitar 76,4 juta penduduk Indonesia. Saat itu mulai diimplementasikan sistem INA-

DRG. Pada tahun 2010, terjadi perubahan nama dari sistem INA-DRG menjadi INA-

CBG. Sistem yang baru ini dijalankan dengan menggunakan grouper dari United

Nation University Internasional Institute for Global Health(UNU - IIGH). Universal

Grouper artinya sudah mencakup seluruh jenis perawatan pasien. Sistem ini bersifat

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 32: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

14

dinamis yang artinya total jumlah CBGs bisa disesuaikan berdasarkan kebutuhan

sebuah negara. Selain itu, sistem ini bisa digunakan jika terdapat perubahan dalam

pengkodean diagnosa dan prosedur dengan sistem klasifikasi penyakit baru.

Pengelompokan ini dilakukan dengan menggunakan kode-kode tertentu yang terdiri

dari 14.500 kode diagnosa (ICD – 10) dan 7.500 kode prosedur/tindakan (ICD – 9

CM). Sistem ini dihitung menggunakan beberapa variabel : diagnosis utama dan

diagnosis sekunder, usia, adanya komorbiditas dan komplikasi dan prosedur

kedokteran yang dilakukan, serta lama rawat. Diagnosis yang tertera dicirikan dengan

pola pengobatan dan pelayanan yang sama, sehingga secara medis dan ekonomi

dianggap serupa. Sistem ini kemudian diimplementasikan oleh Kementerian

Kesehatan Indoensia sampai dengan tahun 2013, dimana tercatat penggunaan sistem

ini dalam klaim Jamkesmas telah terlaksana di 515 RS Swasta dan 747 RS

Pemerintah.30

Pada evaluasinya, terjadi peningkatan budget menjadi tiga kali lipat

dibandingkan awal program yang menyebabkan pengeluaran anggaran untuk

kesehatan membengkak. Muncul pertanyaan yang mendasar terkait ekuitas,

kemampuan bayar, dan kelanggengan program lewat sistem asuransi kesehatan ini.

Pada akhirnya sistem ini menyebabkan banyak inefisiensi karena luasnya geografi

Indonesia, adanya ketimpangan urban-rural, dan ketidakseimbangan antara pasien

yang benar-benar tidak mampu atau pasien yang sebenarnya mampu, sampai

lemahnya pengawasan terhadap kualitas pelayanan melalui sistem ini.31

Sampai dengan akhir tahun 2013, masyarakat Indonesia yang telah memiliki

Jaminan kesehatan sebanyak 176.844.161 juta jiwa (72%)7 terdiri dari:31

a) JAMKESMAS : 86.400.000 (36,3 %)

b) JAMKESDA : 45.595.520 (16,79 %)

c) Perusahaan menjaminkan karyawannya sendiri: 16.923.644 (7,12 %)

d) ASKES PNS : 16.548.283 (6,69 %)

e) JPK JAMSOSTEK : 7.026.440 (2,96 %)

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 33: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

15

f) Commercial insurance : 2.937.627 (1,2 %)

g) TNI/POLRI/PNS KEMHAN : 1.412.647 (0,59 %)

Setelah rentang waktu kurang lebih 10 tahun sejak diputuskannya Undang-

undang terkait perwujudan SJSN, baru akhirnya pada awal Januari 2014, Sistem

Jaminan Sosial Nasional (SJSN) mulai diterapkan di Indonesia.31 SJSN merupakan

amanat UUD 1945 yang mewajibkan negara mengembangkan sistem jaminan sosial

bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu,

sesuai dengan martabat kemanusiaan. Sistem jaminan kesehatan ini menggantikan

sistem sebelumnya, dimana tiap daerah dan atau BUMN menyelenggarakan sistem

jaminan kesehatan masing-masing sesuai ruang lingkup dan anggotanya. Jaminan

Kesehatan Nasional diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan yang merupakan badan

hukum publik milik negara yang bersifat non profit dan bertanggungjawab kepada

Presiden. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) merupakan penyatuan dari

beberapa BUMN yang ditunjuk, yaitu PT. Jamsostek, PT. Askes, PT. Taspen, dan PT.

Asabri.7 Jaminan kesehatan yang tercakup dalam JKN ini diberikan dalam bentuk

pelayanan kesehatan perseorangan yang komprehensif, mencakup peningkatan

kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan dan pemulihan, termasuk obat dan

bahan medis dengan teknik layanan terkendali mutu dan biaya (managed care).

Bagi tiap peserta SJSN ini atau lebih lazim disebut dengan JKN, diwajibkan

membayar iuran jaminan kesehatan. Bagi yang mempunyai upah/gaji, besaran iuran

berdasarkan persentase upah/gaji dibayar oleh pekerja dan pemberi kerja. Bagi yang

tidak mempunyai gaji/upah besaran iurannya ditentukan dengan nilai nominal

tertentu, sedangkan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu membayar iuran, maka

iurannya dibayari pemerintah. Pembiayaan BPJS diatur dalam APBN 2013.

Pemerintah mengalokasikan anggaran untuk persiapan pelaksanaan SJSN berupa

penyertaan modal negara, peningkatan kapasitas puskemas dan rumah sakit milik

pemerintah. Selain itu, pemerintah juga menyediakan anggaran untuk peningkatan

kesadaran masyarakat akan manfaat pelayanan kesehatan, serta anggaran sosialisasi,

edukasi dan advokasi kepada masyarakat tentang SJSN dan BPJS. Mulai 2014,

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 34: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

16

Pemerintah menanggung iuran bagi masyarakat miskin dan kurang mampu (yang

disebut sebagai Penerima Bantuan Iuran atau PBI) untuk menjamin keikutsertaan

mereka dalam program ini.7

Masa berlaku JKN ditentukan oleh masih tidaknya peserta terkait membayar

iuran. Bila peserta tidak membayar iuran atau meninggal dunia maka status

kepesertaannya akan hilang. Iuran Jaminan Kesehatan merupakan sejumlah uang

yang dibayarkan secara teratur oleh peserta, pemberi kerja dan/atau pemerintah untuk

program jaminan kesehatan, dan diatur berdasar Perpres No. 12 tahun 2013 tentang

Jaminan Kesehatan bagi Peserta PBI. Besarnya iuran jaminan kesehatan ditetapkan

melalui Peraturan Presiden. Setiap peserta wajib membayar iuran yg besarnya

ditetapkan berdasarkan persentase dari upah (untuk pekerja penerima upah) atau

suatu jumlah nominal tertentu (bukan penerima upah & PBI). Prinsip pembayaran

iuran tidak berlaku bagi peserta PBI, dimana jaminan Kesehatan dibayar oleh

Pemerintah.7

Penyelenggara pelayanan kesehatan meliputi semua Fasilitas Kesehatan yang

menjalin kerjasama dengan BPJS Kesehatan baik fasilitas kesehatan milik

pemerintah, pemerintah daerah dan swasta yang memenuhi persyaratan melalui

kredensialing.31

2.8 Perbedaan sistem JKN dengan sistem sebelumnya

Jaminan kesehatan nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia merupakan

bagian dari sistem jaminan sosial nasional yang diselenggarakan dengan

menggunakan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory)

berdasarkan Undang-Undang No.40 Tahun 2004 tentang SJSN dengan tujuan untuk

memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak yang diberikan kepada

setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah.7

Program JKN digelar berdasarkan prinsip asuransi sosial dan ekuitas, yaitu

kesamaan dalam memperoleh pelayanan sesuai kebutuhan medis yang tak terkait

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 35: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

17

dengan besaran iuran yang dibayarkan. Hal inilah yang membedakan sistem JKN

dengan sistem jaminan kesehatan sebelumnya. Sistem JKN merupakan suatu asuransi

sosial yang universal. Ada dua kata kunci di sini, yaitu asuransi sosial dan universal.

Sistem asuransi berarti adanya sistem iuran, yang besarnya ditetapkan sebagai

prosentase tertentu dari upah, bagi mereka yang memiliki penghasilan. Pemerintah

akan membayarkan iuran bagi mereka yang tidak mampu (fakir miskin). Iuran

tersebut bersifat wajib dan bersifat sebagai dana amanat, dalam arti penggunaannya

sepenuhnya untuk pengembangan sistem JKN, dan bukan diperhitungkan sebagai

laba. Sistem JKN akan diselenggarakan oleh BPJS yang merupakan badan hukum

khusus, bukan lagi seperti BUMN yang berasaskan laba, sehingga memiliki

paradigma yang sepenuhnya berbeda. Universal dalam arti kedepannya hanya akan

ada satu sistem pembiayaan kesehatan di Indonesia, yang mencakup seluruh rakyat

Indonesia dan berlaku di seluruh fasilitas kesehatan di Indonesia. Hal ini berbeda

dengan jaminan kesehatan sebelumnya dimana terdapat berbagai jenis jaminan

kesehatan dengan pelbagai cakupan dan iuran yang berbeda. Penetapan sistem JKN

ini bertujuan untuk tercapainya universal coverage untuk jaminan kesehatan,

sehingga tiap penduduk terpenuhi hak asasinya untuk mencapai suatu kondisi sehat.31

Perbedaan lain dari sistem JKN ini dengan sistem jaminan kesehatan

sebelumnya adalah perbedaan sistem pembiayaannya. BPJS Kesehatan akan

membayar kepada fasilitas kesehatan dengan dua sistem pembiayaan, yaitu sistem

kapitasi untuk fasilitas kesehatan tingkat pertama dan sistem paket INA CBG’s

(Indonesia Case Based Group) untuk fasilitas kesehatan tingkat lanjutan. Hal ini

berbeda dengan sistem pembiayaan jaminan kesehatan sebelumnya (era pre JKN),

dimana digunakan sistem Fee For Service. Dalam pembayaran menggunakan sistem

INA-CBG’s baik rumah sakit maupun pihak pembayar tidak lagi merinci tagihan

berdasarkan rincian pelayanan yang diberikan, melainkan hanya dengan

menyampaikan diagnosis keluar pasien dan kode DRG (Disease Related Group).

Jadi, pembayaran dilakukan berdasar kelompok diagnosis, dan bukan terhadap

masing-masing komponen biayanya. Besarnya penggantian biaya untuk diagnosis

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 36: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

18

tersebut telah disepakati bersama antara provider/asuransi atau ditetapkan oleh

pemerintah. Hal ini berbeda dengan pembayaran sistem fee for service, dimana

pembayaran masih dilakukan terhadap masing-masing komponen biaya.

Berikut beberapa manfaat yang diharapkan dapat dicapai dari penerapan JKN

dibandingkan dengan sistem jaminan kesehatan Indonesia sebelumnya:7

Kenaikan biaya kesehatan dapat ditekan, karena diharapkan penyedia layanan dan

fasilitas kesehatan tidak lagi berlomba-lomba menyediakan layanan kesehatan

yang membutuhkan biaya besar namun tidak efektif.

Biaya dan mutu yankes dapat dikendalikan, karena diharapkan fasilitas kesehatan

akan terpacu untuk memilih pemeriksaan dan intervensi yang tepat dan berdaya

guna dalam menangani kelompok penyakit.

Kepesertaannya bersifat wajib bagi seluruh penduduk sehingga “memaksa” tiap

penduduk mendapat perlindungan kesehatan

Pembayaran dengan sistem prospektif, sehingga memastikan adanya suatu

pemasukan tetap yang dapat digunakan sebagai dana amanat untuk meningkatkan

kualitas sistem JKN itu sendiri dan bukan untuk laba.

Adanya kepastian pembiayaan yankes berkelanjutan

Manfaat yankes komprehensif (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif)

Portabilitas nasional: peserta tetap mendapatkan jaminan kesehatan yang

berkelanjutan meskipun peserta berpindah tempat tinggal atau tempat bekerja

dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Diharapkan

kedepannya registrasi dan penggunaan sistem JKN ini dapat bersifat elektronik

dan berbasis internet, sehingga dengan membawa kartu kepesertaan JKN

seseorang dapat memperoleh kepastian layanan kesehatan di manapun ia berada

selama masih dalam wilayah NKRI.

Berbeda dengan sistem sebelumnya, penghitungan pembiayaan asuransi

kesehatan JKN mengadaptasi sistem casemix dari United Nation University

International Institute for Global Health (UNU-IIGH). Sistem ini bersifat dinamis

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 37: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

19

artinya total jumlah CBG dapat berubah sesuai keadaan. Karena terdapat 14500

macam diagnosis ICD10 dengan 7500 prosedur tindakan (ICD 9 CM) dibuat suatu

grouper yang disusun secara terkomputerisasi. Sistem ini juga telah dilakukan di

beberapa negara Asia, TImur tengah, Amerika Selatan, Afrika, dan Eropa, terutama

di negara-negara sedang berkembang.32

Sistem casemix yang dikembangkan oleh UNU IIGH ini juga merupakan

sistem yang terutama dibuat untuk negara-negara berkembang, menggunakan sistem

klasifikasi yang menggabungkan beberapa unsur:33

Meliputi seluruh tipe perawatan: akut, subakut, kronik

Bersifat dinamis: jumlah diagnosis dapat disesuaikan, menilai derajat berat

penyakit, klasifikasinya sangat detail

Dapat dikembangkan bila terjadi perubahan klasifikasi prosedur dan diagnosis

(misalnya bila menggunakan ICD-11)

Sistem ini memiliki beberapa kelemahan yaitu tidak diperhitungkannya faktor

status fungsional dan disabilitas, yang sebenarnya merupakan aspek penting pada

karakteristik pasien geriatri. Pada perkembangannya, WHO membuat sistem ICF

(International Classification of functioning, disability, and health), yaitu suatu sistem

klasifikasi diluar ICD 10 atau ICD 9, yang mengklasifikasikan kondisi kesehatan

terkait fungsi dan disabilitas. ICD-10 dan ICF selayaknya bersifat komplementer dan

penggunaan keduanya akan menciptakan gambaran kesehatan individu yang lebih

bermakna, terutama pada populasi pasien geriatri.34

Dengan diterapkannya sistem baru ini melalui JKN, diharapkan penyedia

layanan kesehatan makin berusaha mengembangkan metode diagnosis dan terapi

yang tepat dan berdaya guna.32 Hal ini dikarenakan, pemilihan tatalaksana yang

paling efisien menjadi kunci untuk memberi insentif pada sebuah rumah sakit. Untuk

melihat efektivitas suatu layanan kesehatan diperlukan suatu pendekatan analisis

khusus, yang berada dalam ranah ekonomi kesehatan.

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 38: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

20

2.9 Ekonomi Kesehatan

Ilmu ekonomi kesehatan dapat diartikan sebagai aplikasi ilmu ekonomi dalam bidang

kesehatan, atau penerapan ilmu ekonomi dalam upaya kesehatan dan faktor-faktor

yang mempengaruhi kesehatan untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal.

Menurut WHO (1975), ilmu ekonomi kesehatan adalah ilmu ekonomi untuk

perhitungan sumber daya yang digunakan bagi penyediaan pelayanan kesehatan.

Alokasi dan efisiensi penggunaan sumber daya tersebut bertujuan mencapai

pembangunan kesehatan, serta kuantifikasi dampak upaya pencegahan, pengobatan

dan rehabilitasi meliputi health care industry; health care financing; health

economics and development; utility, demand and supply; cost and cost behavior; cost

analysis and pricing; cost containment; economics evaluation.35

Penerapan prinsip ekonomi dalam bidang kesehatan tak lepas dari perannya

sebagai institusi penyedia layanan kesehatan. Rumah sakit merupakan lembaga

tempat dokter bekerja yang hanya dapat beroperasi jika ada sumber ekonomi. Tidak

mungkin sebuah rumah sakit berjalan tanpa ada sumber keuangan yang terkelola

dengan baik. Di sisi lain, rumah sakit merupakan lembaga multiprofesional yang

menghasilkan berbagai produk pelayanan kesehatan yang bermutu tetapi harus tetap

memperhatikan aspek sosialnya. Sifat rumah sakit yang unik ini perlu menggunakan

berbagai ilmu untuk meningkatkan mutu pelayanan. Ekonomi merupakan salah satu

ilmu yang dapat dipergunakan. Penggunaan ilmu ekonomi dalam bidang kesehatan

tidak hendak dipandang sebagai berubahnya paradigma rumah sakit menjadi sarana

dagang, namun dipandang sebagai suatu metode untuk menerangkan berbagai

perilaku rumah sakit dan kalangan kesehatan. Jika ilmu ekonomi di dunia kesehatan

dikesampingkan, dikhawatirkan akan terjadi keadaan di kalangan dokter yang justru

berlawanan dengan idealisme dalam masyarakat yang beradab.35

Dalam kaitan ekonomi dan pengelolaan rumah sakit, dikenal dua jenis model

pendekatan yakni rumah sakit yang for profit dan non profit. Yang pertama

berorientasi laba, sedangkan yang kedua tidak. Pada umumnya rumah sakit

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 39: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

21

pemerintah berbasis non profit, sedangkan rumah sakit swasta berbasis for profit.

Walaupun tidak berorientasi mencari keuntungan semata-mata, namun rumah sakit

pemerintah tetap harus menjalankan fungsinya dan memerlukan dana untuk

operasionalisasi misinya. Di sini letak pentingnya kajian-kajian cost effectiveness

untuk berbagai jenis pelayanan bagi pasien rumah sakit yang mampu mendorong

efisiensi dalam rangka tetap menjalankan fungsi rumah sakit pemerintah tanpa harus

kehilangan mutu pelayanan yang optimal.35

Teknik untuk mengevaluasi keefektifan suatu program pelayanan disebut

teknik evaluasi ekonomi program kesehatan. Evaluasi ekonomi membandingkan

biaya dan efek dari dua atau lebih intervensi, dalam hal ini program kesehatan.

Tujuan utama dari evaluasi ekonomi kesehatan adalah untuk mengevaluasi keluaran

dan biaya intervensi-intervensi yang didesain untuk meningkatkan kesehatan. Hal ini

ditujukan untuk memandu penentu kebijakan dengan menyajikan bukti-bukti objektif

terkait efektivitas biaya. Tujuan hal ini adalah untuk meningkatkan efektivitas biaya,

yaitu untuk mencapai efek sebesar besarnya dengan sumber daya serendah

rendahnya.36

Evaluasi ekonomi kesehatan terdiri atas: Cost Minimization Analysis (analisis

biaya minimal), cost utiliy analysis (analisis biaya guna), cost benefit analysis

(analisis biaya manfaat), dan cost effectiveness analysis (analisis biaya efektivitas).37

Prinsip dari keempat teknik tersebut adalah melakukan analisis kuantitatif dari apa

yang diharapkan/ diinginkan oleh provider (penyedia layanan kesehatan) dan pasien

(pengguna jasa pelayanan kesehatan) dalam melakukan investasi pada beberapa

alternatif program. Kegiatan pada keempat teknik tersebut intinya adalah

membandingkan masukan (input) dengan keluaran (output) maupun hasil akhir

(outcome) dengan memperhatikan masalah pilihan.37

Analisis biaya minimal adalah suatu analisis yang membandingkan dua atau

lebih intervensi terhadap suatu kegiatan yang menghasilkan keluaran (output) yang

sama, berdasarkan studi epidemiologi sebelumnya dalam kurun waktu tertentu. Biaya

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 40: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

22

yang dikeluarkan akan dibandingkan satu sama lain sehingga terlihatlah intervensi

mana yang paling minimal biayanya dalam menghasilkan keluaran yang sama.37

Analisis biaya guna menilai hasil akhir dari sebuah program yang

dilaksanakan dengan mengukur kegunaannya (utilitas); yang dikaitkan pula dengan

perubahan kualitas akibat program tersebut. Analisis biaya guna dapat dititikberatkan

pada minimalisasi biaya (minimizing cost) atau memperbesar hasil (maximizing

effect), yang hasilnya dinyatakan dalam cost per quality adjusted life years (cost per

QALY’s) atau QALY per unit moneter.37

Analisis biaya manfaat akan menilai baik manfaat maupun biaya dari suatu

program, dan menetapkan apakah program tersebut bermanfaat atau tidak. Bila rasio

antara biaya dan manfaat lebih besar berarti program tersebut tidak menguntungkan.

Analisis biaya manfaat ini digunakan untuk membandingkan program dengan tujuan

keluaran yang berbeda, dengan masukan yang diukur dalam nilai moneter dan ukuran

keluarannya, yaitu manfaat yang diharapkan, juga diukur dalam nilai moneter. Di

samping itu, analisis biaya manfaat juga digunakan untuk mengetahui apakah suatu

intervensi layak diteruskan atau tidak.37

Analisis biaya efektivitas adalah suatu analisis yang mencari bentuk intervensi

mana yang paling menguntungkan dalam mencapai suatu tujuan, dengan cara

membandingkan hasil suatu kegiatan dengan biayanya, dengan ukuran masukan yang

diukur dalam nilai moneter sedangkan keluarannya diukur dalam jumlah output yang

dihasilkan. Dengan kata lain, teknik ini menilai/ mencari cara intervensi yang paling

murah dan paling menguntungkan dalam pencapaian target/suatu tujuan yang sama,

dengan cara membandingkan hasil-hasil suatu kegiatan dengan biayanya.37 Berbagai

tipe analisis efektivitas biaya dan perbedaannya disajikan dalam tabel 2.1.

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 41: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

23

Tabel 2.1. Berbagai tipe analisis efektivitas biaya

Metode Biaya Efek Pertanyaan evaluasiAnalisis biaya efektivitas Unit monetari Unit alami (life-

years gained, lukabakar yang bisadicegah)

Perbandinganintervensi dengantujuan yang sama

Analisis biaya guna Unit monetari Utilitas dan QALYatau DALY

Perbandinganintervensi dengantujuan yang berbeda

Analisis biaya manfaat Unit monetari Efek tidak diukurkarena dianggapsama

Biaya yang lebihsedikit diantara duaprogram denganluaran yang sama

Analisis keuntungan-biaya

Unit monetari Unit monetari Apakahkeuntungannnyasebanding denganbiaya

Analisis biaya manfaat dan analisis biaya efektivitas walau mempunyai

beberapa persamaan, keduanya mempunyai beberapa prinsip yang berbeda. Analisis

biaya manfaat biasanya digunakan untuk menilai beberapa alternatif yang tujuannya

berbeda, atau menentukan apakah suatu rencana program sebaiknya dilaksanakan

atau tidak, sedangkan analisis biaya efektivitas dipergunakan untuk menilai beberapa

alternatif yang tujuannya sama. Pada pasien geriatri yang pada umumnya sudah tidak

produktif lagi secara ekonomis, loss of production tidak lagi menjadi perhatian

utama.37

Keluaran dari evaluasi ekonomi dinyatakan sebagai rasio dari cost (biaya)

dengan efek (E). Rasio ini disebut dengan incremental cost–effectiveness ratio

(ICER), yaitu perbedaan biaya antara intervensi baru dan lama dibagi dengan

perbedaan efek antara kedua intervensi tersebut.

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 42: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

24

2.10 Telaah efektivitas biaya

Telaah efektivitas biaya (Cost-effectiveness analysis), dalam konsep termudah,

merupakan suatu analisis yang menghitung unit biaya yang dibutuhkan untuk

mencapai unit efek tertentu. Rasio ini, bila diterapkan dalam perhitungan berbagai

alternatif intervensi, dapat menampilkan efek dan biaya relatif dari alternatif-

alternatif tersebut dan memudahkan pemahamannya. 37

Sangat sedikit studi tentang evaluasi program kesehatan yang menampilkan

variabel biaya, dan bilapun ada, biasanya ditampilkan dalam format yang bervariasi

sehingga sulit untuk dibandingkan. Terlebih lagi terdapat kesulitan dalam

menentukan terminologi konsep biaya dan efek, karena kedua konsep ini sangat

tergantung dari sudut pandang mana analisisnya dilakukan. Apakah biaya-biaya yang

dimasukkan dalam perhitungan sama dan sebanding untuk tiap-tiap pemegang saham

atau hanya untuk pihak yang terlibat saja? Bila terdapat berbagai luaran yang

ditimbulkan oleh biaya tersebut, bagaimana cara merangkum berbagai variabel efek

tersebut menjadi satu variabel? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut,

penting untuk memahami konsep analisis ini dengan lebih mendalam.38

Ada dua kelebihan dari analisis cost effectiveness. Kelebihan pertama adalah

kemampuannya untuk merangkum suatu program yang kompleks dalam dimensi

biaya dan efektivitasnya. Untuk mewujudkan hal ini diperlukan ketepatan secara

teknis dalam menentukan unit biaya dan unit efek dari suatu program. Kelebihan

kedua adalah kemampuannya untuk menggunakan dua parameter yang sebenarnya

sederhana ini untuk membandingkan dan mengevaluasi berbagai program dengan

konteks dan waktu yang berbeda-beda. Untuk mencapai hal ini diperlukan suatu

kepatuhan pada suatu metodologi tertentu yang ditentukan sebelumnya dalam

mengestimasi biaya dan efek dari berbagai studi yang ada, supaya dapat

diperbandingkan. Supaya suatu analisis efektivitas biaya dapat memberikan informasi

yang optimal, diperlukan suatu metode pengukuran yang bukan hanya andal dalam

membandingkan berbagai program, namun juga dapat secara tepat menilai biaya dan

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 43: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

25

efek dari masing-masing pogram itu sendiri. Bila dilaksanakan dengan benar, metode

analisis ini dapat menjadi alat andal bagi penentu kebijakan organisasi-organisasi

yang bergerak di bidang pendanaan dan pengadaan kegiatan-kegiatan edukasi dan

sosial, memungkinkan mereka untuk membandingkan berbagai program yang telah

dijalankan untuk menentukan pengalokasian sumber daya dengan lebih tepat.

Organisasi yang dapat mengambil manfaat dari analisis ini dapat berupa organisasi-

organisasi swasta maupun pemerintah.39

Meskipun analisis efektivitas biaya menawarkan banyak kelebihan dibanding

analisis ekonomi lain dalam pengambilan kebijakan, terdapat beberapa isu penting

yang perlu dipertimbangkan. Analisis efektivitas biaya bermanfaat dalam

menentukan program atau intervensi mana yang memberikan keefektivitasan biaya

yang terbaik, namun tidak dapat membandingkan keefektivitas antar intervensi

dengan paradigma kesehatan atau lokasi yang berbeda. Hal ini dikarenakan untuk

membandingkan suatu program dengan analisis ini, diperlukan parameter pengukuran

efek/keluaran yang sama antar intervensi atau program yang diperbandingkan.

Kualitas dari analisis efektivitas biaya sangat bergantung dari kualitas data yang

digunakan, sehingga setiap analisis efektivitas biaya sebaiknya mencantumkan

analisis sensitifitas untuk melihat seberapa besar perubahan parameter yang

digunakan dapat mempengaruhi hasil yang diperoleh. Penting ditekankan disini,

bahwa analisis efektivitas biaya hanya merupakan salah satu dari sekian banyak

penilaian dalam menentukan apakah suatu program atau intervensi efektif atau tidak.

Hal-hal yang lain yang penting untuk diperhatikan adalah masalah ketersediaan

sarana prasarana, kebutuhan masyarakat setempat, prioritas kesehatan lokal dan

lainnya.39

Menilai efektivitas dapat ditinjau dari berbagai faktor yakni lama rawat,

rehospitalisasi, ada tidaknya perbaikan status fungsional, kepuasan pasien, kepuasan

perawat dan mortalitas selama dan setelah perawatan. Setiap faktor tersebut harus

ditentukan bobotnya agar diketahui yang terbesar perannya dalam menentukan

efektivitas. Batasan setiap faktor yang digunakan untuk menentukan efektivitas tidak

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 44: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

26

seragam karena perbedaan sistem pelayanan, diagnosis pasien geriatri yang dirawat

serta berat-ringannya kondisi pasien.40

2.11 Mortalitas pasien geriatri

Mortalitas merupakan salah satu komponen penilaian efektivitas suatu layanan

kesehatan. Pelayanan kesehatan yang dilaksanakan dengan baik dan efektif

diharapkan dapat menurunkan angka mortalitas. Tentu saja angka mortalitas pasien

geriatri tidak semata-mata hanya ditentukan oleh kualitas dari suatu layanan

kesehatan.6

Dalam membicarakan faktor-faktor yang mempengaruhi mortalitas suatu

populasi, penting untuk mengingat konsep dasar epidemiologi tentang terjadinya

penyakit, yaitu interaksi antara host, agent dan environment. Konsep ini dapat

diterapkan untuk melihat hubungan antara ketiga komponen penting yang

menentukan outcome dari suatu penyakit.3 Dalam konteks pasien geriatri yang

menjalani perawatan di fasilitas kesehatan, segi environment merupakan kualitas dari

layanan kesehatan tersebut. Segi agent mengacu kepada poten tidaknya suatu agen-

organik maupun non organik-dalam menimbulkan suatu kondisi sakit, dalam konteks

ini yang terbanyak bertindak sebagai agent adalah mikroba (organik). Sedangkan host

mengacu kepada kumpulan karakteristik dasar dari suatu individu yang menentukan

ketahanan tubuh menanggapi suatu tantangan dari luar. Komponen host inilah yang

sangat berpengaruh dalam populasi pasien geriatri, mengingat pada populasi ini

terjadi banyak sekali perubahan fisiologis penuaan yang berujung pada meningkatnya

kerentanan tubuh terhadap tantangan eksternal tersebut(agent).3

Dari tiga komponen ini, dapat dilihat terhadap komponen agent dan host,

sedikit yang bisa kita lakukan untuk memodifikasinya. Perubahan pada komponen

host sebagian besar terjadi akibat suatu proses yang fisiologis, yaitu penuaan,

sehingga tidak sepenuhnya dapat kita modifikasi. Sedangkan modifikasi komponen

agent biasanya dilakukan dengan mengoptimalkan program preventif dan promotif,

dan kedua faktor ini meskipun sangat penting dalam tatalaksana pasien geriatri secara

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 45: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

27

holistik, sedikit perannya pada tatalaksana pasien geriatri yang dirawat di fasilitas

kesehatan. Sehingga sangat penting dalam tatalaksana pasien geriatri di ruang rawat

inap untuk mengoptimalkan pula komponen kualitas layanan kesehatan, untuk

meningkatkan prognosis.40

Dalam konteks masyarakat luas, suatu layanan kesehatan dikatakan baik bila

terdapat keseimbangan antara kualitas dan biaya operasionalnya. Suatu intervensi

atau program kesehatan yang sangat baik namun sangat mahal biaya operasionalnya

mungkin ideal untuk kasus orang perorangan, namun bukan merupakan pilihan tepat

untuk diadopsi sebagai program kesehatan masyarakat luas yang skalanya besar. Hal

itu bisa menimbulkan pemborosan sumber daya kita yang terbatas. Sebaliknya suatu

program kesehatan yang hasilnya hanya cukup baik namun memiliki biaya

operasional yang lebih rendah dapat menjadi pilihan yang lebih baik sebagai program

kesehatan masyarakat luas pada umumnya. Disinilah peran analisis efektivitas biaya,

karena analisis ini dapat memperlihatkan keseimbangan dan hubungan antara efek

dan biaya dari suatu program/intervensi yang diperbandingkan.

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 46: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

28

BAB 3.

KERANGKA TEORI DAN KONSEP

3.1 Kerangka Teori

Gambar 3.1. Kerangka teori

P3G

Raw

at in

ap

Mul

tipel

com

orbi

dity

Polif

arm

asi

Frai

ltyIm

mun

osen

esce

nce

Karakteristik geriatri

Ger

iatr

ic G

iant

sIm

obili

sasi

Inst

abili

tas

Gang

guan

liha

tGa

nggu

an d

enga

rDe

men

siaDe

liriu

mIn

kont

inen

sia

uri/a

lvi

Ulk

us d

ekub

itus

Mal

nutr

isiDe

pres

iGa

nggu

an k

ogni

tifKu

alita

shi

dup

Stat

usfu

ngsio

nal

Reho

spit

alisa

si

Lam

ara

wat

Mor

talit

as

Pem

biay

aan

laya

nan

kese

hata

n

ERA

JKN

/IN

A CB

G

Sist

em a

sura

nsi k

eseh

atan

nasio

nal

= Va

riabe

l yan

gdi

telit

i

Pasie

n G

eria

tri

Acut

ein

sult(

Agen

t)

(Org

anik

/No

n or

gani

k)

Biay

aRa

wat

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 47: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

29

3.2 Kerangka konsep

Gambar 3.2. Kerangka konsep

3.3 Definisi operasional

Tabel 3.1. Definisi operasional

Variabel Definisi Cara pengukuran Skala

Lama rawat Lama seseorang dirawat sejak

masuk ke rumah sakit hingga

pulang atau meninggal. Diperoleh

dari hasil pengurangan tanggal

pulang/meninggal dengan tanggal

masuk rumah sakit, dalam satuan

hari.

Melihat data tanggal

masuk dan keluar rumah

sakit di rekam medis atau

EHR.

Numerik

Era Jaminan

Kesehatan

Nasional (JKN)

Era di mana mulai berlaku distem

JKN. JKN merupakan bagian dari

Sistem Jaminan Sosial Nasional,

yang diberlakukan di Indonesia

sejak 1 Januari 2014. Prinsip

Jaminan Kesehatan Nasional adalah

asuransi sosial nasional dan ekuitas.

Melihat tanggal perawatan Kategori

Era Non JKN Era sebelum diberlakukan JKN

(sebelum 1 Januari 2014), dimana

terdapat berbagai macam jaminan

kesehatan yang masing-masing

diselenggarakan oleh berbagai

pihak yaitu Askes, Jamkesmas,

Melihat tanggal perawatan Kategori

JKN KesintasanEfektivitas Biaya

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 48: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

30

Jamkesda, Gakin, Kartu Jakarta

Sehat dan Jamsostek.

Meninggal saat

perawatan

Kematian dengan sebab apapun (all

cause mortality) yang terjadi selama

masa rawat inap.

Diperoleh dari selisih

tanggal masuk rumah

sakit dengan tanggal

meninggal pasien.

Kategorik

Kesintasan 30

hari

Kesintasan pasien geriatri yang

dirawat. Dinyatakan sebagai

persentase subjek yang hidup atau

tidak mengalami event (meninggal)

pada waktu tertentu dari

pengamatan. Rentang waktu

pengamatan adalah dari tanggal

awal perawatan sampai dengan 30

hari setelah itu.

Diperoleh dari selisih

tanggal masuk rumah

sakit dengan tanggal

meninggal pasien

Kategorik

Biaya perawatan Biaya total selama perawatan pasien

di ruang rawat inap berdasarkan

tagihan akhir dari rumah sakit ke

pasien. Komponennya berupa biaya

ruangan, biaya material, sarana dan

prasarana, biaya jasa medis dan

biaya penunjang.

Melihat data Bendahara

RSCM dan HER

Kontinyu

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 49: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

31

BAB 4.

METODE PENELITIAN

4.1 Desain

Penelitian dilaksanakan dengan desain cohort with historical control (kohort dengan

kontrol historis). Kohort pertama diambil saat sistem pembiayaan non JKN (Juli

2013-Desember 2013), kohort kedua diambil saat sistem pembiayaan JKN

diberlakukan (Januari-Juni 2014). Kohort pertama merupakan kontrol bagi kohort

kedua.

4.2 Waktu dan tempat penelitian

Penelitian dilakukan terhadap pasien-pasien yang dirawat di ruang rawat inap geriatri

di RSCM yang mendapatkan P3G yang berusia di atas 60 tahun. Pengumpulan data

dilakukan selama Agustus-September 2014. Data dikumpulkan dari rekam medis atau

resume medis semua pasien yang dirawat di ruang rawat inap geriatri RSCM selama

periode Juli 2013 sampai Juni 2014. Pengumpulan data dilakukan secara retrospektif

menggunakan data dari rekam medis dan electronic health record.

4.3 Populasi dan sampel penelitian

Populasi target adalah pasien geriatri berusia lebih atau sama dengan 60 tahun di

Indonesia.

Populasi terjangkau adalah pasien geriatri berusia lebih atau sama dengan 60

tahun yang dirawat di ruang rawat inap akut geriatri RSCM selama periode Juli

2013-Juni 2014.

Sampel penelitian adalah semua pasien yang memenuhi kriteria inklusi/eksklusi

penelitian

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 50: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

32

4.4 Kriteria inklusi dan eksklusi

4.4.1 Kriteria inklusi

1. Orang usia lanjut (usia ≥60 tahun).2. Dirawat di ruang rawat inap geriatri RSCM pada periode Juli 2013-Juni

20143. Dirawat dengan satu atau lebih diagnosis berikut : sindrom delirium,

instabilitas dan/atau jatuh, gangguan kognitif ringan, depresi,inkontinensia urine dan/ atau alvi, dekubitus, imobilisasi.

4.4.2 Kriteria eksklusi

1. Pasien yang meninggal dalam 24 jam perawatan pertama di rumah sakit2. Pasien yang pindah ke ruang rawat lain yang tidak menerapkan P3G

selama perawatan.3. Pasien yang pada saat pergantian sistem pembayaran dari non JKN ke

JKN masih dalam perawatan. (waktu perawatan melintasi periode 31Desember 2013-1 Januari 2014)

4. Pasien yang tidak ditemukan rekam medisnya.

4.5 Estimasi besar sampel

Untuk analisis kesintasan, digunakan perhitungan besar sampel menggunakan rumus

uji hipotesis untuk survival:

( Z α + Z β )2

[ Ǿ ( λc) + Ǿ ( λi)]

( λc - λi)2

Dengan menggunakan alpha : 0.05, power penelitian 80%, λi (kesintasan

kelompok intervensi) sebesar 90% dan λc (kesintasan kelompok kontrol) sebesar

75%,41 diperoleh besar sampel untuk masing-masing grup adalah 105. Sehingga total

jumlah sampel yang diperlukan untuk kedua grup adalah 210.

Untuk analisis efektivitas biaya, dilakukan total sampling dalam periode

waktu yang telah ditentukan.

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 51: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

33

4.6 Identifikasi Variable Penelitian

4.6.1 Variabel dependen

Kesintasan dan efektivitas biaya

4.6.2 Variabel independen

Sistem pembiayaan JKN

4.7 Instrumen dan tatacara pengumpulan data

Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah:

Data sosiodemografik pasien

Data antropometri dan status gizi pasien

Data komorbid dan pengobatan dari status pasien

Data medis awal berupa keluhan utama dan diagnosis masuk dan keluar

Data laboratorium

Instrumen yang digunakan adalah:

Rekam medis

Resume medis

Catatan pembiayaan pasien

Electronic Health Record RSCM

4.8 Cara pengambilan sampel

Sampel diambil dari catatan rekam medis atau resume medis pasien di Unit Rekam

Medis RSCM dan Unit Pusat Administrasi dan Keuangan RSCM. Status pasien yang

memenuhi kriteria inklusi/eksklusi dipilih. Setelah itu dilakukan pencatatan data

demografis dasar, komorbiditas, data laboratorium dan status gizi pasien. Penelusuran

biaya rawat pasien dilakukan melalui Unit Keuangan RSCM dan catatan tagihan

pasien selama perawatan. Khusus untuk pasien-pasien yang pulang dari perawatan

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 52: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

34

sebelum waktu pengamatan event (kematian) selesai, dilakukan penelusuran lewat

telepon atau wawancara langsung untuk melihat apakah pasien meninggal atau tidak

dan ditulis waktu dan sebab kematiannya. Pengambilan sampel dilakukan dengan

metode tersebut di atas sampai mencakupi semua pasien yang dirawat pada periode

waktu yang telah ditentukan.

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 53: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

35

4.9 Alur penelitian

Gambar 4.1. Alur penelitian

4.10 Analisis data

Data medis pasien dan keuangan diambil dari unit rekam medis dan pusat

administrasi dan keuangan RSCM. Tabulasi dilakukan menggunakan program

pengumpulan data elektronik Microsoft Access 2010, sedangkan analisis data

menggunakan program SPSS 21. Data karakteristisk sosio-demografik,

antropometrik, diagnosis klinis dan pengobatan pasien dijabarkan dengan

menggunakan metode statistik deskriptif. Data-data numerik dijabarkan dengan

Pasienusia ≥60 tahun yang dirawatdi ruangrawatinapakutGeriatri

RSCM

Pengumpulan data(Total sampling)

Kriteria Inklusi/eksklusi

Tabulasi data

Analisis data

Penyusunan laporan dan publikasi

SPSS 21

Data sosiodemografikData antropometridan status giziData komorbidData pengobatanData laboratoriumData mortalitasData pembiayaan

Microsoft Access 2010

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 54: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

36

mean/median dan menyertakan deviasi standar. Data nominal dijabarkan dalam

bentuk proporsi dengan menyertakan interval kepercayaan 95% dan nilai p.

Analisis cost effectiveness menggunakan Incremental cost effectiveness ratio

(ICER). Incremental cost effectiveness ratio (ICER) dihitung untuk menilai

efektivitas intervensi yaitu sistem pembiayaan dengan efek yaitu kesintasan. ICER

dihitung dengan membagi selisih antara mean biaya yang dikeluarkan selama masa

rawat pada periode JKN dan mean biaya selama masa rawat pada periode sebelum

JKN, dengan selisih proporsi kematian pasien sebelum dan saat era JKN.

Untuk analisis kesintasan, dibuat kurva kesintasan untuk masing-masing

kelompok menggunakan analisis kaplan meier. Selanjutnya dilakukan uji log rank

untuk membandingkan kedua kurva kesintasan dari kedua kelompok tersebut dan

melihat distribusinya.

4.11 Masalah etika

Penelitian ini telah mendapatkan ethical clearance dari Panitia Etik Penelitian

Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dengan nomor

753/UN2.F1/ETIK/2014. Semua data rekam medik yang dipergunakan dijaga

kerahasiaannya.

4.12 Penulisan dan Pelaporan Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini akan diajukan untuk dipublikasikan di dalam jurnal kedokteran

atau kesehatan nasional dan/atau internasional. Secara keseluruhan hasil akhir

penelitian dibuat dalam bentuk tesis sebagai salah satu syarat untuk mencapai sebutan

Spesialis Ilmu Penyakit Dalam di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 55: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

37

BAB 5

HASIL

Penelitian ini merupakan penelitian kohort dengan kontrol historis, dilakukan pada

bulan Agustus-September 2014 dengan mengumpulkan data rekam medis pasien

geriatri yang dirawat di ruang rawat geriatri pada dua periode waktu, yaitu periode

pra JKN sebagai kontrol dan periode JKN sebagai kelompok studi. Periode pra JKN

diambil dari periode perawatan Juli-Desember 2013, dan periode JKN dari bulan

Januari-Juni 2014. Bagan pengambilan sampel dapat dilihat pada gambar 5.1.

Gambar 5.1. Bagan pengambilan sampel

Terdapat 319 pasien yang menerima P3G pada periode perawatan Juli 2014-Juni

2014. Sebanyak total 94 subjek dieksklusi, dengan rincian : 8 subjek dieksklusi

karena pindah ruangan, 13 subjek karena periode perawatan melewati saat pergantian

ke sistem pembiayaan JKN yaitu 31 Desember 2013 dan 73 subjek yang tidak

ditemukan catatan rekam medisnya. Jumlah sampel akhir yang dianalisis sebanyak

225 subjek, 100 di kelompok non JKN dan 125 di kelompok JKN.

Jumlah pasien geriatri yang menerima P3Gpada periode penelitian : 319 subjek

Sampel aktual: 225subjek

non JKN : 100 subjek JKN : 125 subjek

Eksklusi : 94 subjek (Pindah ruangan : 8 subjek,Melintasi dua periode pembiayaan : 13 subjek,

rekam medis tidak ditemukan : 73 subjek)

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 56: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

38

Pada subjek yang dieksklusi dilakukan analisis sensitifitas, dan tidak

ditemukan perbedaan pada karakteristik kedua kelompok. Hanya terdapat satu

perbedaan yang bermakna, yaitu perbedaan proporsi subjek yang memiliki diagnosis

rawat sindrom delirium akut.

5.1 Karakteristik Subjek

Jenis kelamin pada kelompok JKN sebagian besar adalah perempuan (53,6%), setara

dengan kelompok kontrol (59%). Median usia 68 tahun (rentang 60-85 tahun) pada

kelompok JKN dan 70 (rentang 60-86 tahun) pada kelompok non JKN. Sebagian

besar subjek penelitian berstatus menikah (JKN vs non JKN = 56% vs. 55%) dengan

pendidikan terbanyak hanya mencapai SD. Sebagian besar sudah pensiun dan tidak

bekerja saat ini. Suku yang terbanyak adalah suku Jawa dan Betawi. Hampir semua

subjek di kedua kelompok memiliki gizi yang baik atau lebih, dan hanya sebagian

kecil (15,2% vs 14%) yang memiliki gizi kurang. Karakteristik demografis dapat

dilihat di tabel 5.1.

Tabel 5.1. Gambaran karakteristik demografis pada kelompok Non JKN dan

kelompok JKN

Karakteristik Subjek Kelompok non JKNn = 100

Kelompok JKNn = 125

Jenis kelamin, n(%)Laki-lakiPerempuan

41 (41)59 (59)

58 (46,4)67 (53,6)

Usia, n(%)60-69 tahun70-79 tahun80-89 tahun

Usia, median(min-max)

48 (48)44 (44)

8 (8)70 (60-86)

72 (57,6)42 (33,6)11 (8,8)

68 (60-85)Status pernikahan, n(%)

MenikahJanda/DudaTidak MenikahTidak ada data

55 (55)21 (21)

1 (1)23 (23)

70 (56)26 (20,8)

029 (23,2)

Pendidikan, n(%)Tidak sekolah-SDSMP-SMA

28 (28)24 (24)

37 (29,8)29 (23,4)

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 57: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

39

Diploma-SarjanaTidak ada data

14 (14)34 (34)

13 (10,5)45 (36,3)

Suku, n(%)JawaBetawiSundaLain-lainTidak ada data

21 (21)21 (21)10 (10)19 (19)29 (29)

31 (24,8)20 (16)

13 (10,4)36 (28,8)

25(20)Agama, n(%)

IslamKristen ProtestanKristen KatolikBuddhaTidak ada data

65 (65)9 (9)2 (2)1(1)

23 (23)

77 (61,6)15 (12)

5 (4)3 (2,4)25(20)

Pekerjaan, n(%)Pegawai NegeriPegawai swastaPensiunTidak bekerjaTidak ada data

3 (3)8 (8)

26 (26)37 (37)26 (26)

4 (3,2)16 (12,8)13 (10,4)55 (44)

37 (29,6)

5.2 Karakteristik klinis

Selama perawatan, beberapa pasien menjalani prosedur atau tindakan medis sebagai

bagian dari tatalaksana penyakitnya. Prosedur atau tindakan medis tersebut akan

mempengaruhi lama rawat dan biaya perawatan, dan terkait erat dengan diagnosis

pasien. Tindakan dibagi menjadi bedah dan non bedah. Intervensi non bedah antara

lain tindakan endoskopi, kolonoskopi, ligasi varises esofagus, pemasangan catheter

double lumen dan akses vena sentral, kateterisasi jantung, dialisis, pemasangan mini

drain, aspirasi cairan asites, pleura dan abses hati, ekstraksi gigi, biopsi sumsusm

tulang, bronkoskopi, dan biopsi. Sedangkan intervensi bedah mencakup debridemant,

nefrostomi, pembuatan pintas arteriovena, STSG (split thickness skin graft), dan

pemasangan double J stent. Sebagian besar pasien tidak menjalani tindakan selama

perawatan (56% pada non JKN dan 60% pada JKN).

Dari keluhan utama, 15% dan 22,4% subjek pada era non JKN dan JKN

datang dengan penurunan kesadaran. Hal ini berbeda dengan diagnosis awal di ruang

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 58: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

40

rawat, karena terdapat sebanyak 34% dan 39,2% (Non JKN dan JKN) subjek yang

didiagnosis dengan sindrom delirium akut.

Untuk diagnosis selama perawatan, kedua kelompok memiliki distribusi

penyakit dengan persentase yang kurang lebih sama. Tiga penyakit terbanyak pada

kedua kelompok secara berurutan dari yang terbesar adalah pneumonia, sindrom

delirium akut dan sepsis. Infeksi merupakan masalah utama pada kedua kelompok,

dengan infeksi terbanyak adalah pneumonia, baik pada kelompok Non JKN dan JKN

(67% dan 68,8%). Infeksi yang disertai sepsis terjadi pada 29% dan 30,4% subjek,

secara berturutan pada kelompok non JKN dan JKN.

Skor APACHE II dihitung sebagai parameter berat ringannya kondisi

morbiditas, sebagai prediktor mortalitas pasien yang dirawat. APACHE II

menggabungkan parameter klinis, laboratorium dan komobiditas untuk mendapatkan

suatu skor yang dapat digunakan sebagai prediktor mortalitas. Didapatkan nilai

tengah skor APACHE II antara kelompok JKN dan non JKN tidak berbeda (12 dan

13).

Kadar albumin serum merupakan salah satu parameter laboratorium penting

yang dapat digunakan sebagai prediktor mortalitas dan terkait berat ringannya kondisi

morbiditas pasien. Dapat dilihat pada tabel tidak terdapat perbedaan antara rerata

kadar albumin kelompok JKN dan non JKN (2,96 [SD=0,67]; 3,08 [SD=0,71]).

Karakteristik klinis lain dapat dilihat pada tabel 5.2.

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 59: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

41

Tabel 5.2. Gambaran karakteristik klinis selama perawatan pada kelompok Non

JKN dan kelompok JKN

Karakterikstik Subjek Non JKN n= 100 JKN n= 125Keluhan utama, n (%)

Penurunan kesadaranBukan penurunan kesadaran

15 (15,5)84 (84,5)

28 (25,2)90 (74,8)

Diagnosis selama rawata, n (%)PneumoniaACSHipertensiSepsisInfeksi bukan pneumoniaDiabetes dan komplikasiPerdarahan saluran cernaMalignansiGagal jantungAritmiaStrokeSindrom koroner akutFraktur

67 (67)34 (34)38 (38)29 (29)26 (26)22 (22)22 (22)22 (22)18 (18)12 (12)

9 (9)7 (7)7(7)

86 (68,8)49 (39,2)36 (28,8)38 (30,4)39 (31,2)24 (19,2)17 (13,6)20 (16)

18 (14,4)12 (9,6)

13 (10,4)5 (5,6)3(2,4)

Geriatric giantsb, n (%)ImobilisasiSindrom delirium akutInstabilitas/jatuhGangguan lihatGangguan dengarUlkus dekubitusMalnutrisiInkontinensia uriDemensiaDepresiInkontinensia alviMild cognitive impairment

54 (54)38 (38)32 (32)33 (33)22 (22)18 (18)11 (11)11 (11)

4 (4)8 (8)6 (3)4 (4)

62 (49,6)46 (36,8)42 (33,6)29 (23,2)20 (16)

19 (15,2)10 (8)9 (7,2)

11 (8,8)6 (4,8)3 (2,4)6 (4,8)

Tindakan selama rawat, n(%)Tidak ada tindakanBedahNon Bedah

56 (56)9 (9)

35 (35)

75 (60)17 (13,6)33 (26,4)

Skor APACHE II, median (min-max) 13 (5-27) 12 (5-27)Kadar Albuminc, mean (SD) 3,08 (0,71) 2,96 (0,67)IMTd, n(%)

<18,518,5-22,9>23

14 (14)21 (21)35 (35)

19(15,2)23(18,4)29 (23,2)

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 60: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

42

Tidak ada data 30 (30) 54 (43,2)aTerdapat 10 sampel yang missing = 2 pada Non JKN, 8 pada JKNbTerdapat 14 subjek yang missing = 2 pada non JKN, 12 pada JKNcTerdapat 25 subjek yang missing = 11 pada non JKN, 14 pada JKNdTerdapat 84 subjek yang missing = 30 pada non JKN, 54 pada JKN

5.3 Mortalitas dan Kesintasan

Salah satu parameter keberhasilan suatu layanan kesehatan dapat dilihat dari angka

mortalitas dan kesintasan. Suatu program atau intervensi yang berhasil menurunkan

angka mortalitas dinilai baik secara klinis. Pada penelitian ini dibandingkan

mortalitas antara kelompok JKN dan non JKN. Luaran perawatan dari kedua grup

memiliki distribusi yang kurang lebih sama, dimana pasien meninggal saat perawatan

sebanyak 28% pada kelompok JKN dan 31,2% pada kelompok JKN (p=0,602). Besar

kesintasan kumulatif pada kelompok JKN dan non JKN sebesar 65,2% dan 66,4% (p

= 0,086). Sebanyak 14% pasien pulang atas permintaan sendiri pada kelompok non

JKN, dan 9,6% pada kelompok JKN.

Untuk melihat hubungan antara mortalitas dengan waktu, dilakukan analisis

kesintasan menggunakan Kaplan Meier. Waktu pengamatan terjadinya event

(kematian) adalah 30 hari. Sampel yang tidak dapat menyelesaikan waktu

pengamatan tersebut akan disensor. Tidak didapatkan perbedaan yang bermakna

antara kurva kesintasan JKN dan non JKN (p=0.831). Kurva kesintasan kedua

kelompok dapat dilihat pada gambar 5.2.

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 61: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

43

Gambar 5.2. Kurva Kesintasan JKN dan non JKN

5.4 Biaya rawat

Biaya perawatan merupakan komponen penting dalam analisis ekonomi kesehatan,

untuk melihat suatu program bukan dari segi medis klinis namun dari segi efektivitas

biayanya. Dalam penelitian ini, biaya yang diukur adalah biaya langsung, bukan

biaya tidak langsung. Biaya langsung dibagi menjadi biaya ruang rawat, biaya

material, biaya sarana, dan biaya penunjang.

Biaya total untuk pembiayaan satu kali rawat pada era non JKN memiliki

median 19 juta (min 2 juta, maks 141 juta) dan pada era JKN yaitu 20,8 juta (min 3

juta, maks 104 juta). Biaya terbesar berasal dari biaya material dan biaya sarana.

Rincian biaya selama perawatan dapat dilihat di tabel 5.3. Tidak terdapat perbedaan

antara kelompok JKN dan non JKN dari masing-masing kategori biaya tersebut dan

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 62: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

44

biaya total. Pada gambar 5.2 dapat dilihat penggunaan jaminan kesehatan pada kedua

era sistem pembiayaan. Pada era JKN, semua subjek menggunakan JKN, tidak ada

yang menggunaan pembiayaan sendiri. Pada era Non JKN ada 8,4% subjek yang

menggunakan biaya sendiri.

Tabel 5.3. Biaya perawatan era non JKN dan JKN

Biaya Perawatan

[median(min-maks)]

Non JKN (x106 Rupiah) JKN (x106 Rupiah)

Biaya ruang rawat

Biaya Material

Biaya sarana dan prasarana

Biaya penunjang

Biaya Total

2,7 (0,5 – 18,6)

5,6 (0,01 – 69,2)

5,1 (0,3 – 39,2)

3,6 (0,05 – 29,6)

19,1 (2,5 – 141,5)

2,9 (0,1 – 39,5)

6,4 (0,1 – 58,6)

5,1 (0,2 – 29,4)

2,8 (0,2 – 28,8)

20,8 (3,1 – 104)

Gambar 5.3 Penggunaan Jaminan kesehatan pada perawatan

5.5 Analisis efektivitas biaya

42.1

2.16.3

41.1

8.4

100

0

20

40

60

80

100

120

Era pra JKN Era JKN

Askes Jamkesmas Jamkesda KJS Umum JKN

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 63: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

45

Analisis efektivitas biaya adalah suatu analisis untuk membandingkan luaran

suatu program atau intervensi dengan mempertimbangkan komponen biaya. Dengan

menggunakan rumus ICER, dapat dilihat deskripsi biaya dan kesintasan pada era JKN

dibandingkan dengan era non JKN.

ICER =

rerata biaya total era JKN – rerata biaya total era non JKN

Kesintasan 30 hari era JKN – Kesintasan 30 hari era non JKN

Didapatkan hasil ICER =

(+)1.462.880

(-) 0,012

Selanjutnya bila kita plot ke dalam koordinat :

Gambar 5.4. Plot nilai ICER

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

10

-20 -15 -10 -5 0 5 10 15 20

ICER Biaya-mortalitas

Kesintasan (%)

Biaya (x105 Rupiah)

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 64: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

46

Dari gambar 5.4 dapat dilihat letak titik ICER di kuadran kiri atas. Ini menunjukkan

dengan menginvestasi biaya sebesar 1,46 juta rupiah terjadi kehilangan kesintasan 30

hari sebesar 1,2%.

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 65: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

47

BAB 6

PEMBAHASAN

6.1 Proses Recruitment Subjek

Pada penelitian ini terkumpul sebanyak 225 subjek, dengan distribusi 100 subjek

pada era non JKN dan 125 subjek pada era JKN. Jumlah subjek yang terkumpul telah

memenuhi perhitungan besar sampel, namun jumlah subjek pada kelompok yang

diteliti (JKN) lebih besar dibanding kelompok kontrol. Dalam melakukan analisis

membandingkan dua kelompok, secara statistik idealnya perbandingan jumlah

kelompok kontrol dan yang diteliti adalah 1:1, lebih baik bila kelompok kontrol lebih

banyak, mencapai perbandingan 2:1. Pada penelitian ini jumlah sampel kontrol lebih

sedikit dari yang diteliti, dengan perbandingan 0,8:1. Hal ini perlu dipertimbangkan

dalam menginterpretasi hasil penelitian.

Pada pengumpulan sampel penelitian ini, dilakukan eksklusi pada subjek yang

tidak memenuhi kriteria eksklusi. Terdapat 94 subjek yang dieksklusi, 45 pada era

JKN dan 49 pada era non JKN. Eksklusi ini cukup banyak, dan menyebabkan missing

data (data yang hilang) sebesar 29,4% dari total subjek. Hal ini dapat mempengaruhi

validitas penelitian ini. Hal ini akan dibahas di subbab selanjutnya.

6.2 Karakteristik demografis

Karakteristik demografis subjek pada penelitian ini relatif sama antara kelompok JKN

dan non JKN. Lebih dari 50 persen subjek pada kedua kelompok berjenis kelamin

perempuan, dengan rasio jenis kelamin (RJK) antara laki-laki dan perempuan adalah

0,85. Hal ini sesuai dengan data demografis dari Bappenas Indonesia tahun 2013,6

dimana perempuan sedikit mendominasi populasi usia lanjut (RJK berkisar antara

0,68-0,96 pada kelompok umur 60-75+). Hal ini juga sesuai dengan karakteristik

demografis di Cina, dimana Chan dkk42 mendapatkan populasi geriatri didominasi

oleh perempuan (60 %) baik di dalam komunitas atau pada ruang rawat.

Kelompok usia terbanyak pada sampel yang didapat adalah pada kelompok

usia 60-69 tahun (tabel 5.1). Median usia antara kedua kelompok JKN dan non JKN

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 66: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

48

relatif sama, yaitu 68 -70 tahun dengan rentang usia 60-86 tahun. Kelompok umur

yang mendominasi adalah pada kelompok usia 60-79 tahun, sebesar 92% dari sampel.

Hasil pada penelitian ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Soejono5,

yang mendapatkan kelompok usia terbanyak pada populasi geriatri yang menerima

P3G di ruang rawat geriatri adalah pada kelompok 60-79 tahun, mencapai kurang

lebih 88%. Buurman dkk43, lewat suatu penelitian yang dilakukan terhadap 639

subjek berusia diatas 65 tahun yang menjalani perawatan di Belanda, mendapatkan

rerata usia pasien 78 tahun. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan selain dari

perbedaan angka harapan hidup negara-negara Eropa dengan Asia, juga dikarenakan

perbedaan kriteria usia subjek yang dikategorikan sebagai populasi geriatri (>65

tahun) sehingga lebih banyak terkumpul subjek dengan sebaran usia yang lebih

lanjut. Studi yang dilakukan oleh Chan dkk42 di Cina mendapatkan rerata usia

populasi geriatri yang diteliti berkisar antara 80-82 tahun. Perbedaan ini selain

dikarenakan oleh kriteria usia geriatri yang digunakan berbeda (>65 tahun), juga bisa

diakibatkan perbedaan lokasi pengambilan sampel, dimana Chan dkk42

mengumpulkan sampel dari komunitas dan panti jompo. Perbedaan lokasi ini menjadi

penting mengingat populasi lansia yang menempati panti jompo biasanya adalah

populasi dengan usia yang lebih lanjut yang memiliki tingkat kemandirian yang lebih

rendah. Soejono5 dan Buurman43 mengumpulkan sampel dari ruang perawatan di

rumah sakit, serupa dengan lokasi pengumpulan sampel penelitian ini.

Kedua kelompok, JKN dan non JKN, memiliki dominasi sebaran subjek

dengan status gizi yang baik atau lebih. Hanya sebagian kecil pada kelompok JKN

dan non JKN (15,2% dan 14%) yang memiliki gizi kurang. Hasil ini sesuai dengan

studi yang dilakukan oleh Soejono5, dimana mayoritas subjek memiliki gizi yang baik

dengan rerata IMT 18,24. Chan dkk42 juga memperoleh nilai rerata IMT yang

dikategorikan sebagai gizi baik pada dua kelompok populasi geriatri yang diteliti,

yaitu berkisar 21,9-22,5.

Data demografis lainnya pada penelitian ini adalah suku, agama dan

pendidikan. Proporsi data demografis tersebut tidak berbeda diantara kedua kelompok

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 67: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

49

pada penelitian ini. Proporsi demografis ini sebanding dengan data demografis

populasi usia lanjut di Indonesia terutama yang berdomisili di pulau Jawa yang

didapat dari BAPPENAS 2013.6

Dari tabel 5.1 dapat dilihat sebaran karakterisitk demografis antara kelompok

JKN dan non JKN relatif sama, sehingga secara demografis dapat disimpulkan kedua

kelompok yang diteliti memiliki distribusi subjek yang serupa.

6.3 Karakteristik klinis

Karakteristik klinis yang diidentifikasi dalam penelitian ini adalah karakteristik medis

pasien yang terkait dengan mortalitas, yaitu keluhan utama saat masuk, diagnosis,

jumlah tindakan medis saat perawatan, skor APACHE dan kadar albumin serum.

Gambaran penyakit yang mendominasi pada subjek penelitian ini serupa

dengan penelitian sebelumnya oleh Soejono5, yaitu pneumonia dan sindrom delirium

akut. Pada penelitian ini, pneumonia dan sindrom delirium akut merupakan diagnosis

pada 68% dan 37% subjek, dengan distribusi yang sedikit lebih tinggi pada kelompok

JKN. Penting diperhatikan di sini bahwa pada analisis data yang hilang, menunjukkan

subjek dengan diagnosis sindrom delirium akut lebih banyak dieksklusi pada

kelompok non JKN dibanding JKN sehingga dapat mempengaruhi hasil sebaran

diagnosis pada subjek yang diteliti ini. Soejono dkk,5 pada tahun 2007, menemukan

kondisi pneumonia dan sindrom delirium akut sebanyak 42,06% dan 38,79%, sebagai

dua penyakit terbanyak. Perbedaan proporsi subjek yang memiliki pneumonia dengan

studi ini menunjukkan betapa pentingnya pneumonia sebagai penyakit utama yang

menyebabkan pasien membutuhkan perawatan, dengan prevalensi yang makin

meningkat. Pada populasi geriatri di komunitas, laporan Riskesdas tahun 201343

menunjukkan prevalensi pneumonia semakin naik seiring usia, mencapai 7,8% pada

populasi usia lanjut diatas 75 tahun. Penelitian oleh Buurman dkk43 di Belanda

mendapatkan pula penyakit terbanyak adalah pneumonia, menunjukkan masalah

pneumonia merupakan masalah global yang terdapat pula di negara berkembang, dan

bukan hanya di negara berkembang seperti Indonesia, yang oleh PBB diklasifikasikan

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 68: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

50

sebagai less developed country.2 Adanya variasi lingkungan sosial dan ekonomi dari

kedua profil negara tersebut, dimana pneumonia tetap menjadi penyebab utama

perawatan pasien geriatri semakin menekankan peran penting faktor host dalam

patogenesis terjadinya suatu penyakit. Pada geriatri terjadi perubahan-perubahan

fisiologis pada seperti imunosenescence dan homeostenosis yang membuatnya rentan

terkena infeksi.5 Ciri khas geriatri ini membuatnya rentan mengalami penurunan

fungsi selama perawatan dan mempengaruhi morbiditaas dan mortalitas selama

perawatan.45

Dari tabel 5.2 dapat dilihat beberapa geriatric giants yang teridentifikasi saat

subjek masuk perawatan. Geriatric giants yang terbanyak ditemukan adalah

imobilisasi, sindrom delirium akut dan instabilitas dengan riwayat jatuh, dengan

proporsi yang relatif sama pada era non JKN dan JKN. Imobilisasi ditemukan pada

54% dan 49,6% subjek pada era non JKN dan JKN. Temuan ini serupa dengan yang

studi oleh Burmann43, dimana imobilisasi merupakan geriatric giants yang terbanyak

ditemukan, sebesar 58,5%. Hal ini dapat dimengerti karena geriatric giants sendiri

merupakan morbiditas yang timbul terkait proses penuaan, sehingga tidak berbeda

walaupun berada di lingkungan yang berbeda.

Kesetaraan beratnya penyakit saat masuk perawatan antara kedua kelompok

pembiayaan ini ditentukan dengan membandingkan skor APACHE II. APACHE II

merupakan sistem klasifikasi beratnya penyakit, awalnya banyak digunakan di setting

perawatan intensif, namun seiring perkembangan waktu, penerapannya mulai

diperluas. Sistem skoring APACHE pertama kali dikembangkan oleh Knaus et al di

tahun 1981. Dalam perkembangannya, APACHE dikembangkan menjadi APACHE

II dan APACHE III, namun skor APACHE II merupakan skoring yang paling sering

digunakan. Skor APACHE II dinilai cukup akurat dalam menilai beratnya penyakit

dan resiko kematian, terdiri dari komorbiditas, kondisi hemodinamik dan beberapa

parameter laboratorium.

Skor APACHE II pada penelitian ini tidak menunjukkan perbedaan antara

kedua kelompok, dengan median pada era JKN adalah 12 dan pada era non JKN 13,

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 69: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

51

dengan nilai minimum dan maximum yang sama pada kedua kelompok. Nilai ini

lebih tinggi dari nilai yang diperoleh Soejono5, yaitu 8,25. Perbedaan dari skor

APACHE II sangat mungkin terkait lebih tingginya prevalensi pneumonia yang

ditemukan pada penelitian ini, mengingat beberapa parameter klinis dan laboratorium

di dalam skor APACHE II sangat terkait dengan ada tidaknya infeksi.

6.4 Mortalitas dan Analisis kesintasan

Salah satu parameter klinis keberhasilan suatu layanan kesehatan di rumah sakit

adalah rendahnya angka mortalitas atau tingginya kesintasan pasien, selain rendahnya

lama rawat, bertambahnya kualitas hidup, rendahnya angka rehospitalisasi dan status

fungsional. Pada penelitian ini tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara angka

kematian saat perawatan ( 31,2% vs 28%, p = 0,602) dan kesintasan 30 hari ( 66,4%

vs 65,2 %, p = 0.086) pada kelompok JKN dan non JKN. Penelitian sebelumnya oleh

Soejono5 dilakukan terhadap pasien yang dirawat di ruang rawat geriatri pada tahun

2007, menunjukkan angka kesintasan pasien yang menerima P3G sebesar 80,4% atau

angka mortalitas sebesar 19,6%. Perbedaan angka mortalitas penelitian ini dengan

penelitian Soejono5 dapat disebabkan oleh dua hal. Yang pertama, subjek pada

penelitian ini memiliki derajat keparahan penyakit yang lebih tinggi dibandingkan

penelitian sebelumnya oleh Soejono5. Rerata skor APACHE pada penelitian ini lebih

tinggi bila dibandingkan pada penelitian Soejono5, yang menandakan lebih beratnya

beban penyakit yang diderita dan lebih buruknya prediktor mortalitas. Jumlah subjek

yang dirawat dengan masalah utama pneumonia juga lebih banyak ditemukan pada

studi ini (68%) dengan kurang lebih 14% subjek pada kedua kelompok memiliki gizi

buruk. Karakteristik ini menunjukkan lebih beratnya kondisi penyakit subjek pada

penelitian ini dengan faktor resiko mortalitas yang lebih tinggi. Penelitian oleh Calle

dkk46 pada pasien geriatri dengan pneumonia komunitas mendapatkan angka

mortalitas sebesar 24,2%, suatu nilai yang tidak terlalu berbeda dengan angka

mortalitas pada penelitian ini. Hal ini menunjukkan besarnya peran pneumonia

sebagai prediktor mortalitas pasien geriatri yang dirawat inap.

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 70: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

52

Alasan kedua adalah adanya kemungkinan terdapat perubahan kualitas

pelaksanaan P3G. Angka mortalitas era non JKN pada penelitian ini adalah 28%,

sedangkan pada penelitian Seojono5 adalah 19,6%. Kedua angka tersebut diperoleh

dari populasi geriatri yang sama-sama berada pada era non JKN, meskipun terdapat

perbedaan waktu penelitian dan karakteristik klinis penyakit. Namun bila P3G

dilaksanakan dengan prosedur dan pengendalian yang semestinya dan tidak

mengalami perubahan kualitas seiring berjalannya waktu, angka mortalitas antara dua

masa ini seharusnya tidak akan berbeda jauh. Nyatanya terdapat perbedaan angka

mortalitas 8,4%. Hal ini menunjukkan ada kemungkinan pelaksanaan P3G pada saat

penelitian ini dilaksanakan telah mengalami perubahan dibandingkan saat pertama

kali diimplementasikan di RSCM pada tahun 2008. Pelaksanaan P3G di ruang rawat

akut geriatri memerlukan evaluasi lebih lanjut untuk melihat apakah telah sesuai

dengan yang diharapkan. Misalnya, apakah benar-benar sudah memenuhi syarat-

syarat seperti koordinasi interdisiplin, identifikasi dan inventarisasi menyeluruh

masalah medis, fisik, sosial, psikologi, pengambilan keputusan klinis termasuk

rehabilitasi, dan implementasi tatalaksana yang direkomendasikan, termasuk

evaluasinya.50

Pada analisis menggunakan metode Kaplan Meier untuk melihat hubungan

kesintasan dengan waktu, didapatkan tidak adanya perbedaan antara kurva kesintasan

kelompok JKN dan non JKN. (p = 0.831). Ini dapat dijelaskan karena terdapatnya

kesetaraaan relatif antara karakteristik demografis dan karakteristik klinis antara

kedua kelompok (Tabel 5.1 dan 5.2) termasuk beberapa karakteristik prognostik

untuk mortalitas. Studi oleh Zekry dkk47 dan Dias48 menunjukkan keterkaitan erat

antara mortalitas pasien geriatri yang dirawat dengan banyaknya komorbiditas yang

dimiliki. Lebih dari setengah subjek pada kedua kelompok yang diteliti memiliki

jumlah diagnosis saat masuk pada kelompok 5-10 buah (non JKN vs JKN = 69,7% vs

75,7%). Studi oleh Burrmann dkk43 mendapatkan bahwa jenis kelamin laki2,

besarnya umur, ada tidaknya komorbid seperti malnutrisi, riwayat jatuh, ulkus

dekubitus, terpasangnya kateter urine, sindrom delirium akut, rendahnya tingkat

kemandirian pasien geriatri (yang diukur dengan instrumen ADL dan IADL)

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 71: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

53

berhubungan dengan tingginya angka mortalitas saat perawatan. Karakteristik

tersebut setara antara kelompok JKN dan non JKN. Chan49 mendapatkan bahwa IMT

yang baik (antara 24-28) merupakan faktor yang protektif terhadap mortalitas yang

disebabkan oleh infeksi, kardiovaskular dan rehospitalisasi. Pada studi ini didapatkan

nilai IMT dan kadar albumin tidak berbeda antara kelompok JKN dan non JKN.

Bila dibandingkan angka mortalitas dan kesintasan antara kelompok JKN dan

non JKN pada saat perawatan, angka mortalitas kelompok JKN (31,2%) sedikit lebih

tinggi dibandingkan non JKN (28%), sedangkan kesintasan 30 hari kelompok JKN

lebih rendah 1,2% dibanding kelompok non JKN, meskipun secara statistik tidak

bermakna. Perbedaan tersebut relatif kecil dan menurut peneliti tidaklah bermakna

secara klinis. Namun, perbedaan angka mortalitas dan kesintasan antara kedua

kelompok pada penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut.

Pertama, terdapat perbedaan pada beberapa karakteristik klinis kedua

kelompok yang merupakan faktor prognostik mortalitas. Karakteristik klinis tersebut

diantaranya 43,47,48 seperti status gizi, albumin, ada tidaknya pneumonia, sindrom

delirium akut dan sepsis. Faktor-faktor prognostik mortalitas tersebut ditemukan

dengan proporsi yang lebih besar pada kelompok JKN, meskipun tidak bermakna

secara statistik. Analisis menggunakan chi square pada beberapa karakteristik klinis

dan demografis dengan mortalitas menunjukkan pneumonia, sepsis, malignansi,

penyakit koroner dan sindrom delirium akut terkait dengan angka mortalitas yang

lebih tinggi pada kedua kelompok.

Analisis dengan Cox Regression menunjukkan hazard kematian yang tidak

bermakna pada penerapan JKN (hazard ratio[HR] 1,05; IK 95%, 0,65 sampai 1,7).

Dengan mempertimbangkan beberapa faktor prognostik mortalitas yang tidak

seluruhnya setara pada kedua kelompok, maka dilakukan analisis multivariat dengan

mengikutsertakan variabel diagnosis penyakit koroner, pneumonia, sindrom delirium

akut, sepsis dan keganasan. Analisis ini menunjukkan bahwa walaupun terdapat

kecenderungan peningkatan hazard kematian pada kelompok JKN, tetap tidak

menunjukkan kemaknaan secara statistik. (HR 1,08; IK 95%, 0,66 sampai 1,79).

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 72: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

54

Kedua, implementasi JKN masih dalam tahap awal dan sampai penelitian ini

selesai dilaksanakan, belum mencapai 1 tahun pelaksanaan. JKN baru mulai

diimplementasikan pada 1 Januari 2014 dengan tujuan tercapainya program yang

diharapkan pada tahun 2019. Saat awal diimplementasikan terdapat banyak

perubahan yang terjadi pada layanan kesehatan di Indonesia pada umumnya, yang

secara khusus dibahas saat ini adalah perubahan pada RSCM. Perubahan-perubahan

akibat JKN tersebut terutama dirasakan dari segi non medis, bukan pada segi medis.

Hal ini karena tidak ada perubahan pada standar operasional (Standard of Procedure)

berbagai tindakan medis, clinical pathway yang digunakan serta assesment medis

yang dilakukan antara era JKN dan pra JKN.

Beberapa perubahan yang terjadi pada era JKN tidak bisa dielaborasi

seluruhnya pada tulisan ini, namun akan dipaparkan perubahan-perubahan yang

dinilai penting dan mempengaruhi kesintasan. Identifikasi perubahan-perubahan ini

didapat dari data kualitatif di lapangan. Belum ada penelitian kuantitatif mengenai hal

ini, karena penelitian ini adalah penelitian pertama yang secara kuantitatif melihat

efek dari penerapan JKN. Perubahan yang nyata terlihat adalah mengenai

ketersediaan obat, alat atau bahan medis. Tidak tersedianya obat dan peralatan medis

dapat mengakibatkan keterlambatan diagnostik dan tatalaksana , yang pada akhirnya

bisa mempengaruhi mortalitas. Ketidaktersediaan obat, alat dan bahan medis ini

terkait dengan dikeluarkannya formularium nasional. Penyedia obat dan alat medis

yang terdaftar di dalam formularium nasional diharuskan untuk memasok seluruh

rumah sakit di Indonesia yang terdaftar dalam program JKN. Perubahan supply dan

demand ini dapat menjadi penyebab sering tidak tersedianya persediaan obat dari

pemasok.

Pada analisis sensitifitas, dilakukan analisis sub grup setelah subjek-subjek

yang menjadi outlier (biaya rawat dan lama rawat) dieksklusi. Lima sampel dari

masing-masing kelompok dieksklusi dan dilakukan analisis mortalitas. Didapatkan

hasil yang tidak berbeda, dengan mortalitas saat perawatan dan kesintasan 30 hari

antara kelompok JKN dan non JKN adalah 30,8% vs 28,4%(p = 0,701) dan 63,5% vs

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 73: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

55

65,8% (p=0,769). Kelompok JKN tetap memiliki angka mortalitas absolut yang lebih

besar dibanding non JKN sebesar 2,4% dan kesintasan lebih rendah 2,3% namun

tidak bermakna secara statistik.

6.5 Biaya rawat

Biaya total perawatan antara kelompok JKN dan non JKN tidak berbeda bermakna,

dengan kelompok JKN memiliki rerata yang sedikit lebih besar dibanding non

JKN.(2,43 juta vs 2,23 juta). Biaya material yaitu obat dan alat medis menyumbang

biaya rawat terbesar. Hal ini serupa dengan penelitian analisis efektivitas biaya oleh

Soejono5 yang mendapatkan biaya rawat terbesar diperoleh dari biaya material.

Selain biaya material, komponen biaya yang juga perlu untuk diperhatikan

adalah biaya sarana. Contoh biaya sarana yang dimaksud adalah tindakan bedah,

intervensi non bedah, hemodialisis, dan transfusi. Dari biaya total perawatan terdapat

tiga pasien yang masuk dalam outliers, karena memiliki biaya total rawat >100 juta.

Pada pengamatan lebih lanjut untuk menelaah penyebabnya, subjek dengan biaya

tertinggi (mencapai 140 juta) merupakan subjek dengan lama rawat terlama dan

selama perawatan menjalani dua kali tindakan bedah. Subjek kedua merupakan

pasien yang menjalani hemodialisa dan transfusi produk darah berulang, yang

menjelaskan biaya rawat yang besar. Subjek yang ketiga merupakan pasien dengan

comorbiditas yang banyak, yang selama perawatan menjalani prosedur non bedah

berulang dengan antibiotik jangka panjang. Prosedur atau tindakan medis, baik bedah

maupun non bedah merupakan salah satu faktor penting yang menentukan besarnya

biaya rawat. Sebagian besar pasien tidak menjalani tindakan selama perawatan (56%

pada non JKN dan 60% pada JKN).

Pada kelompok non JKN terdapat 8 persen subjek yang dirawat tanpa

menggunakan jaminan kesehatan (biaya umum). Ini merupakan salah satu alasan

utama diterapkannya JKN, untuk mencapai universal coverage yaitu tiap penduduk

tanpa terkecuali memiliki jaminan kesehatan. Pada penelitian ini, dapat dilihat 100

persen subjek pada era JKN yang menjalani perawatan menggunakan JKN, tidak ada

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 74: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

56

yang menggunakan biaya sendiri. Meskipun penerapan JKN belum lama terlaksana,

namun sudah terlihat keberhasilan dari segi tujuan universal coverage tersebut.

Perlu diingat bahwa biaya perawatan antara kedua kelompok tersebut

dipengaruhi oleh tingkat inflasi dan situasi perekonomian di Indonesia. Indeks Harga

Konsumen (IHK) merupakan salah satu indikator ekonomi yang sering digunakan

untuk mengukur tingkat perubahan harga (inflasi/deflasi) di tingkat konsumen,

khususnya di daerah perkotaan. Di Indonesia, tingkat inflasi diukur dari persentase

perubahan IHK dan diumumkan ke publik setiap awal bulan (hari kerja pertama) oleh

Badan Pusat Statistik (BPS).51 Pada Januari 2014 terjadi inflasi sebesar 1,07 persen

dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 110,99. Inflasi terjadi karena adanya

kenaikan harga yang ditunjukkan oleh kenaikan indeks beberapa kelompok

pengeluaran, yaitu: kelompok bahan makanan 2,77 persen; kelompok makanan jadi,

minuman, rokok, dan tembakau 0,72 persen; kelompok perumahan, air, listrik, gas,

dan bahan bakar 1,01 persen; kelompok sandang 0,55 persen; kelompok kesehatan

0,72 persen; kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga 0,28 persen; dan kelompok

transpor, komunikasi, dan jasa keuangan 0,20 persen. Pada kelompok kesehatan

hanya terjadi peningkatan harga sebesar 0,72 persen dan hanya memberikan andil

sebesar 0,03% dari inflasi nasional bulan Januari 2014 (1,07 %). Sampai dengan

bulan Juni 2014 tingkat inflasi yang terjadi sebesar 1,98%, angka yang tergolong

inflasi ringan (<10%) dengan nilai IHK 112,01.

Untuk membandingkan tingkat inflasi antar kedua kelompok menjadi sulit

karena perhitungan IHK pada tahun 2014 menggunakan metode baru, dan bukan

merupakan kelanjutan tahun 2013. IHK 2013 menggunakan titik acuan 100 pada

tahun 2007, sedangkan IHK 2014 menggunakan titik acuan yang baru yaitu pada

tahun 2012. Namun bila kita melihat tingkat inflasi yang ringan pada periode

tersebut, dengan peran kelompok kesehatan yang kecil pada inflasi tersebut, nilai

inflasi dapat diabaiakan pada perhitungan biaya.

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 75: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

57

Terdapat perbedaan biaya rawat antara kedua kelompok, dengan kelompok

JKN menunjukkan biaya rawat yang lebih besar dibanding kelompok non JKN. Hal

ini dapat diakibatkan karena terdapat perbedaan tarif obat-obatan dan peralatan medis

pada kedua era. Tarif beberapa obat, alat dan bahan medis habis pakai pada era JKN

berbeda dengan era pra JKN, beberapa mengalami peningkatan dan ada pula yang

mengalami penurunan. Ketika dibandingkan beberapa tarif obat, alat dan prosedur

medis yang umum penggunaannya diantara kedua era, ditemukan tarif pada era JKN

relatif lebih mahal dibanding era pra JKN. Peningkatan tarif tersebut bervariasi dari

hanya 6% sampai mencapai 200%.

Seperti yang telah disebutkan pada subbab sebelumnya, salah satu dampak

penerapan JKN adalah penyedia obat dan alat medis yang terdaftar dalam

formularium nasional diberi kepercayaan memasok obat dan alat medis ke seluruh

rumah sakit di Indonesia yang tergabung dalam program JKN. Hal ini dapat

menyebabkan beberapa perubahan dalam perusahaan-perusahaan terkait, dan salah

satu perubahan yang terjadi adalah penyesuaian harga obat. Namun mengingat era

JKN terletak di masa yang berbeda dengan era non JKN, perubahan tarif ini juga

dapat disebabkan akibat perubahan pada situasi perekonomian Indonesia, dan bukan

akibat penerapan JKN itu sendiri. Sulit untuk mengidentifikasi faktor mana yang

menyebabkan peningkatan tarif ini, karena penentuan tarif ditentukan dari berbagai

macam faktor yang berada di luar cakupan penelitian ini. Hal ini perlu

dipertimbangkan dalam menginterpretasi hasil penelitian ini yang menunjukkan biaya

rawat pada era JKN lebih besar dibanding pada era pra JKN.

Infeksi dan pneumonia pada geriatri merupakan penyebab utama perawatan di

berbagai negara di Asia5,42,49 dan Eropa43, dan dapat menyebabkan peningkatan biaya

akibat tatalaksananya. Tatalaksana pneumonia dan sepsis biasanya meliputi

pemberian antibiotika empirik broad spectrum, pemasangan central venous catheter

untuk pemantauan cairan, transfusi darah untuk mencukupi oksigenasi perifer dan

panel-panel laboratorium dan mikrobiologi yang ketat; kesemuanya menghabiskan

biaya yang tidak sedikit. Lama rawat yang panjang akan menyebabkan peningkatan

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 76: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

58

biaya perawatan secara langsung lewat peningkatan biaya ruangan, biaya material

dan sarana.

Pada studi ini, terdapat 10 subjek yang memiliki biaya rawat besar, yang

menjadikan mereka outlier dalam variabel biaya. Dari 10 subjek tersebut, yang

memiliki biaya terbesar adalah subjek pada kelompok JKN, yaitu sebesar 140 juta.

Rentang biaya pada 10 subjek tersebut berkisar dari 70 juta-140 juta, sedangkan

subjek lainnya biaya perawatannya seluruhnya dibawah 65 juta. Saat dilakukan sub

group analysis pada ke 10 subjek tersebut, didapatkan bahwa semuanya memiliki

diagnosis sepsis atau pneumonia, dengan lama rawat >30 hari. Hal ini menunjukkan

adanya pengaruh yang nyata dari infeksi dan lama rawat terhadap biaya perawatan.

Dari 10 subjek tersebut, hanya ada satu subjek dengan karakteristik yang

berbeda dengan lainnya. Subjek tersebut menjalani perawatan <30 hari dan tidak

mengalami infeksi. Namun subjek tersebut dirawat dengan penyakit dasar

pansitopeni, yang menyebabkan selama perawatan dilakukan transfusi produk darah

berulang. Transfusi produk darah, termasuk albumin, merupakan komponen penting

yang mempengaruhi pembiayaan, karena besarnya biaya penyediaan produk darah

tersebut. Analisis terhadap biaya dengan menyingkirkan 10 outlier tersebut tidak

menunjukkan perbedaan hasil yang bermakna.

6.6 Analisis efektivitas biaya

Analisis efektivitas biaya merupakan salah satu analisis ekonomi kesehatan yang

dilakukan dengan tujuan memperoleh hubungan antara variabel luaran suatu

intervensi atau program baru dengan biaya terkait. Hasil dinyatakan sebagai satuan

biaya per satuan efek yang terjadi. Analisis efektivitas biaya makin sering digunakan

saat ini pada studi intervensi kesehatan.37

Pada penelitian ini dihitung hubungan antara variabel biaya rawat dan

kesintasan 30 hari antara kedua kelompok. Pada perhitungan ICER, dapat dilihat

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 77: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

59

posisi JKN berada di kuadran kiri atas. Hal ini berarti investor perlu menginvestasi

biaya sebesar 1,4 juta untuk memperoleh penurunan kesintasan sebesar 1,2%.

Penting diperhatikan di sini implementasi JKN yang belum lama di Indonesia.

Konsep JKN yaitu ekuitas dan asuransi sosial merupakan konsep yang baik dan jika

terselenggara dengan baik diharapkan mampu meningkatkan efektifitas biaya. Pada

JKN, pembayaran ke layanan kesehatan dilakukan secara prosepektif berdasarkan

INA-CBG. Dengan ini diharapkan penyedia layanan kesehatan melakukan

perubahan-perubahan pada sistem pelayanan sehingga meningkatkan efisiensi

layanannya. Perubahan yang dimaksudkan bukanlah dengan melakukan fraud, yaitu

dengan memulangkan pasien yang masih memiliki indikasi rawat, pemilihan metode

diagnostik dan terapi yang bukan tepat guna namun lebih hemat biaya atau metode-

metode lain yang tidak mementingkan kesehatan pasien. Perubahan yang diharapkan

adalah dengan membuat clinical pathway, terbentuknya sistem rujukan yang baik,

meningkatkan kesediaan tenaga layanan kesehatan, pemilihan metode terapi dan

diagnostik yang tepat dan berdaya guna. Perubahan lain yang diharapkan adalah

dibentuknya suatu formularium nasional, yaitu daftar obat-obatan dan alat medis

yang teruji efektivitasnya namun dapat diperoleh dengan biaya yang sesuai.

Perubahan-perubahan tersebut sampai saat ini belum tercapai dengan baik, yang

menandakan JKN belum terimplementasi sesuai konsep yang dicanangkan. Hal ini

perlu dipertimbangkan dalam melakukan interpretasi terhadap hasil penelitian ini.

Seperti telah dibahas sebelumnya, terdapat 10 subjek yang memiliki

karakteristik biaya berbeda dengan subjek lainnya (outliers). Untuk menyingkirkan

kemungkinan 10 subjek tersebut mempengaruhi hasil analisis, dilakukan analisis

sensitifitas tanpa memasukkan 10 subjek tersebut. Hasilnya tetap serupa dimana

perhitungan ICER terhadap kesintasan dan biaya menduduki kuadran kiri atas. Tidak

ditemukan pula perbedaan bermakna antara mortalitas pada kedua kelompok. Dapat

disimpulkan walaupun 10 subjek tersebut memiliki karakteristik yang relatif berbeda

dengan subjek lainnya, keikutsertaan mereka dalam analisis tidak mempengaruhi

hasil analisisnya.

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 78: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

60

6.7 Kelebihan dan Kelemahan Penelitian

Kelebihan penelitian ini adalah bahwa ini merupakan penelitian pertama yang

membandingkan pengaruh penerapan sistem pembiayaan JKN terhadap luaran

tertentu. Penelitian ini merupakan suatu bentuk evaluasi awal terhadap program

pembiayaan nasional yang diimplementasikan pemerintah Indonesia, sehingga data-

data yang diperoleh dapat membantu dalam penentuan kebijakan selanjutnya.

Meskipun demikian, penelitian ini belum dapat dinilai sebagai suatu bentuk evaluasi

program yang sudah komplit.

Sistem INA CBGs terakhir yang diadopsi sebagai dasar klasifikasi dan

pembiayaan program JKN merupakan suatu sistem yang disusun berdasar penelitian

observasi selama setahun (2013-2014) terhadap bermacam-macam pembiayaan dan

kriteria diagnosis di Indonesia. Seyogyanya evaluasi terhadap program ini dilakukan

juga dengan interval satu tahun semenjak program ini dilaksanakan. Hasil yang

diperoleh tidak bisa serta merta disimpulkan sebagai evaluasi akhir dari efek JKN

terhadap mortalitas pasien geriatri. Perlu dipertimbangkan adanya waktu transisi dari

era non JKN ke era JKN, dimana sangat rentan terjadi analisis terhadap era transisi,

dan bukan era murni dimana telah terimplementasi sistem JKN sesuai dengan yang

diharapkan. Dalam peta jalan jaminan kesehatan nasional disebutkan bahwa

implementasi JKN sendiri dimulai tanggal 1 Januari 2014, dan akan terus

dikembangkan sampai tahun 2019, dimana diharapkan telah terimplementasi dalam

jangka waktu lebih panjang. Meskipun demikian, penelitian ini dapat dipandang

sebagai suatu penelitian pendahuluan sebagai dasar dalam mengembangkan

penelitian evaluasi program ke depannya.

Kelemahan dari penelitian ini adalah tidak dilakukan klasifikasi lanjut dari

diagnosis. Sebagai contoh diagnosis pneumonia, dapat diklasifikasikan lebih lanjut

menjadi pneumonia komunitas, atau yang hospital associated pneumonia, atau

klasifikasi lanjut dari sepsis seperti sepsis berat atau syok sepsis. Diagnosis seperti

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 79: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

61

pneumonia dan sepsis memiliki implikasi besar terhadap lama rawat, mortalitas dan

biaya. Klasifikasi yang lebih tajam dapat membantu melihat sebaran karakteristik

klinis yang lebih mendetail, sehingga membantu interpretasi data penelitian.

Kelemahan ini sebenarnya tidak lepas dari desain penelitian ini, yaitu kohort

retrospektif, dimana peneliti tidak dapat mengontrol data yang dikumpulkan seperti

pada penelitian prospektif. Data yang didapat adalah dari rekam medis dan catatan

elektronik rumah sakit (electronic health record), sehingga bila ada data yang tidak

ada, tidak tepat atau tidak sesuai dengan keperluan penelitian maka tidak dapat

digunakan. Pada penelitian ini terdapat kurang lebih 25% dari populasi terjangkau

yang tidak diikutsertakan dalam penelitian karena rekam medis tidak ditemukan.

Terdapat kemungkinan hasil penelitian ini tidak dapat sepenuhnya mewakili populasi

yang dituju, dan perlu menjadi perhatian sebelum menginterpolasikan data yang

diperoleh ini.

6.8. Generalisasi Hasil Penelitian

Penelitian terhadap validitas interna dilakukan dengan memperhatikan apakah

subjek yang menyelesaikan penelitian dapat mempresentasikan sampel yang

memenuhi kriteria pemilihan subjek. Pada penelitian ini, semua subjek yang

memenuhi kriteria pemilihan menyelesaikan penelitian. Namun, terdapat 65 (28,9%)

subjek yang tidak dapat dilakukan penelusuran lanjut lewat telepon untuk melihat

apakah terjadi event (kematian) atau tidak. Dari 65 subjek tersebut, 33 subjek berada

pada kelompok non JKN dan 32 subjek pada kelompok JKN. Pada analisis

sensitifitas didapatkan tidak terdapat perbedaan karakteristik klinis, demografis dan

faktor-faktor prediktor mortalitas dari kedua kelompok subjek tersebut. Berdasarkan

hasil analisis sensitifitas tersebut, disimpulkan data yang hilang tersebut terjadi secara

acak (missing at random), dan tidak mempengaruhi validitas interna. Validitias

interna dari penelitian ini dapat dikatakan baik.

Untuk validitas eksterna I, dilihat apakah subjek yang direkrut sesuai dengan

kriteria pemilihan (intended sample) pada penelitian ini dapat mewakili populasi

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 80: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

62

terjangkau (accesible population). Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah

pasien geriatri berusia lebih atau sama dengan 60 tahun yang dirawat di ruang rawat

inap akut geriatri RSCM selama periode Juli 2013-Juni 2014. Dilakukan total

sampling pada seluruh subjek yang memenuhi kriteria pemilihan pada periode

tersebut. Dari 319 subjek yang berada pada periode waktu tertentu, terdapat 94 subjek

yang dieksklusi; 45 pada era JKN dan 49 pada era non JKN. Eksklusi ini cukup

banyak, dan menyebabkan missing data (data yang hilang) sebesar 29,4% dari total

subjek. Dilakukan analisis sensitifitas terhadap karakteristik subjek yang dieksklusi,

untuk melihat apakah data yang hilang terjadi secara acak. Pada analisis terhadap

karakteristik demografis dan klinis, tidak ditemukan perbedaan bermakna antara data

yang hilang pada kelompok JKN dan non JKN. Terdapat satu diagnosis yang tersebar

tidak merata pada kedua kelompok data yang hilang, yaitu sindrom delirium akut.

(20% pada kelompok non JKN dan 5% pada kelompok JKN). Namun, perbedaan

pada proporsi sindrom delirium akut ini tidaklah menyebabkan terjadinya missing

data. Berdasarkan hal tersebut, validitas eksterna I penelitian ini masih diragukan.

Untuk validitas eksterna II, dilihat apakah populasi terjangkau pada

penelitian ini dapat mewakili populasi target penelitian ini. Populasi target penelitian

ini adalah pasien geriatri berusia lebih atau sama dengan 60 tahun di Indonesia.

RSCM merupakan rumah sakit rujukan nasional, sehingga pasien-pasien yang datang

berobat ke RSCM merupakan rujukan dari berbagai daerah di Indonesia. Hal ini

menyebabkan populasi geriatri yang ada di RSCM memiliki karakteristik penyakit

yang lebih kompleks dibandingkan dengan populasi geriatri di luar RSCM.

Pengambilan sampel pada penelitian ini juga dilakukan pada pasien geriatri di ruang

rawat, sehingga tidak mewakili populasi geriatri di komunitas. Berdasarkan

pertimbangan tersebut, validitas eksterna II dari penelitian ini dianggap kurang baik.

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 81: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

63

BAB 7

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

1. Tidak ada perbedaan antara kesintasan pasien yang dirawat dengan metode P3G

di ruang rawat geriatri akut RSCM pada era non JKN dengan era JKN.

2. Berdasarkan perhitungan incremental cost effectiveness ratio, dibutuhkan

investasi biaya tertentu untuk mencapai penurunan kesintasan pada penerapan

JKN. Analisis terhadap masing-masing komponen dari ICER (kesintasan dan

biaya) antara kedua kelompok tidak menberikan perbedaan yang bermakna secara

statistik dan dinilai tidak bermakna secara klinis.

7.2 Saran

1. Diperlukan penelitian lanjutan yang mengevaluasi program JKN saat telah

terimplentasi dalam jangka waktu yang lebih panjang, untuk menyingkirkan

kemungkinan adanya era transisi non JKN ke JKN yang dapat merancukan hasil

penelitian.

2. Ada keterkaitan erat antara biaya dan kualitas layanan kesehatan sehingga

disarankan untuk penelitian selanjutnya yang berbasis kesehatan baik segi

etiologi, diagnostik, terapi dan prognostik sebaiknya menyertakan analisis

ekonomi kesehatan.

3. Diperlukan suatu evaluasi berkala terhadap pelaksanaan P3G, untuk memastikan

terpeliharanya kualitas layanan sesuai yang dimaksudkan, yang tidak terpengaruh

oleh sistem pembiayaan dan faktor eksternal lain.

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 82: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

64

RINGKASAN

Populasi geriatri makin berkembang seiring waktu. Geriatri memiliki karakteristik

yang khas sehingga memerlukan pendekatan khusus dalam penatalaksanaan masalah

kesehatannya, yang dikenal dengan Pendekatan Paripurna Pasien Geriatri (P3G). P3G

telah menjadi standar pelayanan di RSCM dan terbukti menghasilkan luaran

perawatan yang lebih baik, dari segi mortalitas, rehospitalisasi, lama masa rawat,

perbauikan kualitas hidup dan lebih efektif biaya. Semenjak awal tahun 2014, di

Indonesia mulai diberlakukan sistem pembiayaan Jaminan Kesehatan Nasional,

menggantikan sistem jaminan kesehatan sebelumnya yang masih sangat bervariasi.

Yang menjadi pertanyaan adalah apakah terdapat perbedaan kesintasan dan efektifitas

biaya pasien geriatri yang dirawat di RSCM pada era JKN dibanding era non JKN.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan kesintasan

dan efektifitas biaya pasien geriatri yang dirawat di RSCM antara era JKN dan non

JKN.

Penelitian ini menggunakan metode kohort retrospektif dengan kontrol

historis. Sampel dikumpulkan dari pasien geriatri yang dirawat di RSCM selama

periode Juli 2013-Juni 2014 yang kemudian dibagi menjadi kelompok JKN dan

kelompok non JKN sebagai kontrol. Akan dinilai perbedaan angka mortalitas, kurva

kesintasan dan efektivitas biaya perawatan dengan menghitung incremental cost

effectivitveness ratio (ICER).

Dari total 225 subjek, 100 subjek berada di era non JKN dan 125 subjek di era

JKN dengan karakteristik demografis dan klinis yang relatif sama. Sebagian besar

subjek pada kedua kelompok berjenis kelamin perempuan, berada pada kelompok

usia 60-79 tahun, bersuku Jawa, dan tidak bersekolah. Terdapat kesetaraan

karakteristik demografis pada kedua kelompok. Subjek pada kelompok JKN memiliki

proporsi penyakit pneumonia, sepsis dan sindrom delirium akut yang lebih tinggi,

serta nilai albumin dan status gizi yang lebih rendah dibandingkan kelompok non

JKN, namun tidak bermakna secara statistik. Tidak ada perbedaan mortalitas selama

perawatan( 31,2% vs 28%, p = 0,602) dan kesintasan 30 hari antara kelompok JKN

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 83: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

65

dan non JKN ( 66,4% vs 65,2 %, p = 0.086). Kurva kesintasan 30 hari antara kedua

kelompok tidak menunjukkan perbedaan bermakna (log rank = 0,831). Hasil

perhitungan ICER menunjukkan dengan investasi biaya sebesar 1,4 juta diperoleh

penurunan kesintasan sebesar 1,2%.

Dari penelitian ini disimpulkan tidak ada perbedaan kesintasan antara pasien

geriatri yang dirawat di RSCM pada kelompok JKN dan non JKN. Perhitungan ICER

menunjukkan dibutuhkan investasi biaya untuk memperoleh penurunan kesintasan

pada penerapan JKN, namun interpretasi hasil ini perlu mempertimbangkan

implentasi JKN yang masih dalam tahap awal. Diperlukan penelitian lanjutan saat

implementasi JKN telah berlangsung dalam kurun waktu lebih panjang.

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 84: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

66

SUMMARY

Geriatrics is a growing population with special characteristics and medical

problems. Comprehensive Geriatrics Assesment (CGA) has been proven to improve

the overall outcome of inpatient geriatric patients, including mortality,

rehospitalization, quality of life, length of stay dan more cost effective. CGA has

been implemented in RSCM as the standard geriatric medical care. Since January

2014, a new insurance system called National Health Insurance Program (NHIP) was

implemented in Indonesia. It is unclear how NHI will affect the mortality rate and

cost effectiveness of geriatric inpatients receiving CGA.

The objectives of this study is to determine the difference between cost

effectiveness and survival of geriatric patients between NHIP and non NHIP era in

RSCM acute geriatric ward inpatients.

This is a retrospective cohort study with hystorical control. The subject were

geriatric inpatients ≥60 years old with one or more geriatrics giants between Juli to

Desember 2013 (non NHIP) and Januari to Juni 2014 (NHIP). A survival analysis and

determination of incremental cost effectivitveness ratio (ICER) was used to compare

the survival and cost effectiveness between the two group.

The result are as follows. A total of 225 subject was recruited, 100 in NHIP

era dan 125 in non NHIP era. Most of the subjects in both groups are women, in the

61-80 group of age, and didn’t attend school. The clinical and demographics

characteristics were relatively similar between the NHIP and non NHIP group. The

subject in NHIP group had higher proportion of pneumonia, sepsis, acute confusional

state and lower albumin and nutritional level compared with non NHIP group, though

not statistically significant. No difference in 30 day mortaliy rate and inhospital

mortality were found between NHIP and non NHIP group (31,2% vs 29%, p = 0,721

and 31,2% vs 28%, p=0,602, respectively). No significant difference was found when

comparing the survival curve between the two group (log rank = 0,831). Calculation

of ICER shows that NHIP is associated with an increased cost of 1,4 million rupiah

and 1,2 % survival lost.

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 85: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

67

Based on this study, we can conclude that NHIP had no impact on survival in

geriatric inpatients. ICER calculation shows NHIP implementation is associated with

higher investment cost to yield lower survival rate. Further research is needed to

evaluate this result when NHIP had been implemented for a longer duration.

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 86: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

68

DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization, Tufts University School of Nutrition and Policy,

editors. Keepfit for life: Meeting the nutritional needs of older persons [Internet].

Geneva: WHO publications; 2002. Diunduh pada 24 April 2014 di

http://whqlibdoc.who.int/publications/9241562102.pdf

2. United Nations, Department of Economic and Social Affairs, Population Division

2013. World Population Prospects: The 2012 Revision, Highlights and Advance

Tables. Working Paper No. ESA/P/WP.228.

3. Mulley G. Geriatric Medicine Defined [Internet]. United Kingdom British

Geriatrics Society. 2010. Diunduh pada 9 Juli 2014 di

http://www.bgs.org.uk/index.php?option=com_content&view=article&id=87&Ite

mid=72

4. Freedman VA, Martin LG. Contribution of chronic conditions to aggregate

changes in old-age functioning. Am J Public Health. 2000;90:1755-60.

5. Vogeli C, Shields AE, Lee TA, Gibson TB, Marder WD, Weiss KB, et al.

Multiple chronic conditions: prevalence, health consequences, and implications

for quality, care management and costs. JGIM. 2007; 22:391-5.

6. Soejono CH. The Impact of ‘Comprehensive Geriatric Assessment (CGA)’

Implementation on The Effectiveness and Cost (CEA) of Healthcare in an Acute

Geriatric Ward. Indonesia J Intern Med. 2008;40(1):3-10.

7. BAPPENAS, BPS, UNFPA. Proyeksi penduduk Indonesia (Indonesia population

projection) 2010-2035. Jakarta: Bappenas; Juli 2013.

8. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Tim penyusun bahan sosialisasi dan

advokasi JKN. Buku pegangan sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional. Indonesia: 2014.

9. Freedman VA, Martin LG. Contribution of chronic conditions to aggregate

changes in old-age functioning. Am J Public Health. 2000;90:1755-60.

10. Cavalli A, Del Vecchio L, Locatelli F. Geriatric nephrology. J Nephrol

2010;23:11-5.

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 87: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

69

11. DeFrances CJ, Lucas CA, Buie VC, Golosinskiy A. National Hospital Discharge

Survey. Natl Health Stat Report. 2008 Jul 30;(5):1-20.

12. Inouye SK, Zhang Y, Han L, Leo-Summers L, Jones R. Recoverable cognitive

dysfunction at hospital admission in older persons during acute illness. J Gen

Intern Med. 2006;21:1276–81.

13. Boyd CM, Landefeld CS, Counsell SR, Palmer RM, Fortinsky RH. Recovery of

activities of daily living in older adults after hospitalization for acute medical

illness. J Am Geriatr Soc. 2008;56:2171-9.

14. Lee SJ, Lindquist K, Segal MR, Covinsky KE. Development and validation of a

prognostic index for 4-year mortality in older adults. JAMA. 2006;295:801-8.

15. Rikkert O, Rigaud, Hoeyweghen, de Graaf. Geriatric syndromes: medical

misnomer or progress in geriatrics. Neth J Med. 2003;61(3):83-7.

16. Wang SY, Shamliyan TA, Talley KM, Ramakrishnan R, Kane RL. Not just

specific diseases: systematic review of the association of geriatric syndromes with

hospitalization ornursing home admission. Arch Gerontol Geriatr. 2013;57(1):16-

26.

17. Inouye SK, Tinneti ME, Gill TM, Doucette J. Shared risk factor for falls,

incontinence, and functional dependence. Unifying the approach to geriatric

syndromes. JAMA 1995;3(273(17)):1348-53.

18. Kane RL, Shamliyan, T., Talley, K. and Pacala, J. The Association Between

Geriatric Syndromes and Survival. J Am Geriatr Soc. 2012;60:896–904.

19. Wood R, Bain S. The Health and Well-being of Older People in Scotland:

Insights from National Data. Edinburgh: Information and Statistics Division;

2001.

20. Harris T, Kovar MG, Suzman R, Kleinman JC, Feldman JJ. Longitudinal study of

physical ability in the oldest-old. Am J Public Health. 1989;79(6):698–702.

21. Rubenstein LZ, Josephson KR, Wieland GD. Effectiveness of a geriatric

evaluation unit : A randomized clinical trial. N Engl J Med. 1984;311(26):1664–

70.

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 88: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

70

22. Wieland D, Ferrucci L. Multidimensional geriatric assessment: back to the future.

J Gerontol A Biol Sci Med Sci. 2008;63(3):272-4.

23. Preamble to the Constitution of the World Health Organization International

Health Conference; 19-22 June; New York: WHO; 1946. p. 100.

24. Supartondo. Pendekatan klinik pasien geriatri di rawat jalan dan rawat inap.

Prosiding simposium “Temu Ilmiah Geriatri 2002”: Penatalaksanaan pasien

geriatri/usia lanjut secara terpadu dan paripurna. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu

Penyakit Dalam FKUI; 2002. p. 18-21.

25. Cameron HJ. Clinical trials in the elderly: Should we do more. Drugs Aging.

1996;9(9):307-10.

26. Thabrany H. Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Nasional: sebuah policy

paper dalam analisis kesesuaian tujuan dan struktur BPJS. Jakarta 2009.

27. Busse R, Geissler A, Aaviksoo A, Cots F, Hakkinen U, Kobel C. Diagnosis

related groups in Europe: moving towards transparency, efficiency, and quality in

hospitals. BMJ. 2013;346:f3197.

28. Fetter RB SY, Freeman JL, Averill RF, Thompson JD. Case mix definition by

diagnosis related groups. Medical Care. 1980;18(2):1-53.

29. Fetter RB, Freeman JL. Diagnosis related groups: product linemanagement within

hospitals. Academy of Management Review. 1986;11(1):41-54.

30. O'Reilly J, Lowson K, Young J, Forster A, Green J, Small N. A cost effectiveness

analysis within a randomised controlled trial of post-acute care of older people in

a community hospital. BMJ. 2006;333(7561):228.

31. Bambang W. Tarif INA-CBG untuk JKN 2014. Case-mix Indonesia: PERSI-

Jakarta; 2013.

32. Rokx C, Schieber G, Harimurti P, Tandon A, Somanathan A. Health financing in

Indonesia: a reform road map. 2009. Indonesia: The World Bank.

33. Aljunid SM. Introduction to Casemix/DRG system: The need for a computerized

processing environment. International Institute for Global Health (UNU-IIGH),

Information technology for universal health coverage (ITUHC); 25-27

September; Manila, Filipina 2013.

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 89: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

71

34. Madden R, Marshall R, Race S. ICGF and casemix models for healthcare

funding: use of the WHO family of classifications to improve casemix. Disability

& Rehabilitation. 2013;2013(13):1074-7.

35. Drummond MF. Methods for the evaluation of health care programmes. 3rd ed.

Oxford: Oxford Medical Publications; 2005.

36. Polinder S, Toet, H, Panneman M, Van beeck, editors. Methodological approach

for cost effectiveness and cost-utility analysis of injury prevention measure. 2011.

World Health Organization Regional Office For Europe.

37. Edejer TT. Making choices in health: the WHO guide to cost–effectiveness

analysis. 2003. Diunduh 1 April 2014 dari

www.who.int/choice/publications/p_2003_generalised_cea.pdf

38. Gold MR. Cost–effectiveness in health and medicine. New York: Oxford

University Press; 1996.

39. National Institute for Health and Clinical Excellence. Guide to the methods of

technology appraisal [Internet]. Diunduh dari www.nice.org.uk/ media/ B52/ A7/

TAMethodsGuideUpdatedJune2008.pdf pada 11 Mei 2014

40. Drummond MF, Jefferson TO. Guidelines for authorsand peer reviewers of

economic submissions to the BMJ. BMJ 1996;313: 275–283.

41. Ferrucci L, Weilan D. Multidimensional Geriatric Assessment: back to the future.

J Gerontol A BiolSci Med Sci. 2008;63:272-4.

42. Epriliawati M. Uji validasi Pneumonia severity index (PSI) dan curb-65 dalam

memprediksi mortalitas pada pasien usia lanjut dengan Pneumonia komunitas.

Perpustakaan FKUI; 2011.

43. Chan TC, Luk JH, Chu LW, Chan FH. Validation study of Charlson Comorbidity

Index in predicting mortality in Chinese older adults. Geriatr Gerontol Int 2014;

14: 452–457.

44. Buurman B, Hoogerduijn JG, de Haan R, Abu-Hanna A, Lagaay AM, Verhaar

HJ, et al. Geriatric Conditions in Acutely Hospitalized Older Patients: Prevalence

and One-Year Survival and Functional Decline. PLoS ONE 6(11): e26951.

doi:10.1371/journal.pone.0026951.

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 90: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

72

45. Riset kesehatan dasar: RISKESDAS 2013. In: Kesehatan BPdP, editor:

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2013.

46. Taffet GE, editor. Physiology of Aging. 4 ed. New York: Springer, 2003;2:20-38.

47. Calle A, Márquez MA, Arellano M, Pérez LM, Pi-Figueras M, Miralles R.

Geriatric Assessment and Prognostic Factors of Mortality in Very Elderly Patients

With Community-Acquired Pneumonia . Arch Bronconeumol. 2014;50(10):429–

434.

48. Zekry D, Valle BH, Graf G, Michel JP, Gold G, Krause KH et al. Prospective

Comparison of Comorbidity Indices as Predictors of 1-Year Post-Hospital

Discharge Institutionalization, Readmission, and Mortality in Elderly Individuals.

J Biomed Inform. Jun 2013; 46(3):410-424

49. Dias A, Teixeira-Lopes F, Miranda A, Alves M, Narciso M, Mieiro L, et al..

Comorbidity burden assessment in older people admitted to a Portuguese

University Hospital. Aging Clin Exp Res DOI 10.1007/s40520-014-0280-5

50. Chan TC, Luk JH, Chu LW, Chan FH. Association between body mass index and

cause-specific mortality as well as hospitalization in frail Chinese older adults.

Geriatr Gerontol Int. 2014 Jan 12. doi: 10.1111/ggi.12230. [Epub ahead of print]

51. Ellis G, Whitehead MA, Robinson D, O'Neill D, Langhorne P. Comprehensive

geriatric assessment for older adults admitted to hospital: meta-analysis of

randomised controlled trials. BMJ 2011;343:d6553.

52. Badan Pusat Statistik. Perkembangan indeks harga konsumen/inflasi. Berita

Resmi Statistik No. 10/02/Th. XVII, 3 Februari 2014. Diunduh pada 3 Januari

2015

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 91: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

73

LAMPIRANCost-effectiveness Analysis of National Health Insurance for Geriatric Patients

Receiving CGAdr. Hari Sutanto/ dr. Ika Fitriana/ dr. Paskalis

Fakultas Kedokteran Universitas IndonesiaDepartemen Ilmu Penyakit DalamRSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo

NO.

FORMULIR PENELITIAN

Identitas Pasien

1. Nama : Tn/ Ny. ______________ No RM :______________________

2. Tanggal lahir : _____________________ Usia : ______________________

3. Alamat : _______________________________________________________

4. Suku : _____________________ No telp : ______________________

5. Agama : _____________________ Status : ______________________

6. Pekerjaan : PNS/ Swasta/ Pensiun/ Tidak bekerja

7. Pendidikan : Tidak Sekolah / SD / SMP / SMU / S1 / S2 / S3

8. Tanggal masuk : _______________________________________________________

9. Penghasilan : < 1juta / 1-3 juta / 3-5 juta / > 5 juta

Pembiayaan

□ Era non JKN □ Era JKN

□ Askes □ Jamkesda □ Umum

□ Jamkesmas □ KJS □ Lain2: ____________

===========================================================================================================

Keluhan Utama Masuk_________________________________________________________

Pemeriksaan Fisik Awal

1. GCS : ___________________

2. TD sistole : ___________________

3. TD diastole : ___________________

4. Nadi : ___________________

5. Laju napas : ___________________

6. Suhu : ___________________

7. BB : ___________________

8. TB : ___________________

Laboratorium

Hb SGOT pH

Ht SGPT pCO2

Leuko GDS PO2

Trombo Albumin HCO3

Ur Na FiO2

Cr K

LAMPIRAN 1LAMPIRAN 2

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015

Page 92: SP-Paskalis Andrew Gunawan.pdf

74

Perbandingan kesintasan..., Paskalis Andrew Gunawan, FK UI, 2015