sosialisasi pp nomor 27 tahun 2014 tentang pengelolaan bmn

3
SOSIALISASI PP NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BMN/D PP 27/2014 Sederhanakan Birokrasi Pengelolaan BMN | 4 Juni 2014 | 4 Juni 2014, pukul 14:28 | 1930 kali Jakarta – Untuk menyamakan persepsi baik di tingkat Pengguna Barang maupun Pengelola Barang mengenai pokok-pokok pengaturan pengelolaan Barang Milik Negara (BMN) terkait dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan BMN/D sebagai pengganti PP Nomor 6 Tahun 2006, Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) mengadakan Sosialisasi PP 27/2014 tentang Pengelolaan BMN/D serta Peraturan Pelaksanaannya. Acara yang diadakan pada Senin, 2 Mei 2014 di Ballroom Gedung Dhanapala ini diikuti oleh seluruh Kementerian/Lembaga (K/L), yaitu 88 K/L ditambah dengan perwakilan internal dari Direktorat Jenderal kekayaan Negara (DJKN) yang berada di Jakarta, serta dua Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berada di bawah Kementerian Keuangan, yaitu PT Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI) dan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT PII) dengan jumlah peserta sekitar 230 orang. Dengan adanya kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan sinergi antara Pengelola Barang dan Pengguna Barang dalam mengelola BMN yang lebih baik, tertib, transparan, dan akuntabel. Pengelolaan BMN secara lebih spesifik sudah dimulai dengan terbitnya PP 6/2006 tentang Pengelolaan BMN/D, di mana telah diatur berbagai hal yang berkaitan dengan perencanaan, penganggaran, pengadaan, pemeliharaan, pengendalian, dan pertanggungjawaban terhadap BMN. “Akan tetapi, tata cara yang diatur dalam PP tersebut hingga saat ini belum sepenuhnya dapat secara efektif dilaksanakan oleh kita,” demikian ungkap Dirjen Kekayaan Negara Hadiyanto dalam sambutannya. Banyak hal yang menjadi latar belakang perubahan PP 6/2006. Salah satunya yaitu masih banyaknya hasil audit temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang berkaitan dengan pelaksanaan PP 6/2006 yang berdampak pada opini audit. Temuan-temuan itu khususnya yang berkaitan dengan sertifikasi BMN, BMN dalam sengketa, BMN hilang atau rusak berat, BMN yang dimanfaatkan oleh pihak lain, dan penyusutan BMN. Dinamika dari pengelolaan BMN baik yang bersifat administratif maupun utilisasinya tidak cukup tertampung dalam PP 6/2006. Saat ini, pemerintah sedang menggalakkan pembangunan infrastruktur melalui kerja sama pemerintah dan swasta, dan

Upload: margiepoluan19

Post on 23-Dec-2015

35 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

sosialisasi perpress terbaru tentang pengelolaan bumn

TRANSCRIPT

Page 1: Sosialisasi Pp Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Bmn

SOSIALISASI PP NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BMN/DPP 27/2014 Sederhanakan Birokrasi Pengelolaan BMN  |   4 Juni 2014   |   4 Juni 2014, pukul 14:28   |   1930 kali

Jakarta – Untuk menyamakan persepsi baik di tingkat Pengguna Barang maupun Pengelola Barang mengenai pokok-pokok pengaturan pengelolaan Barang Milik Negara (BMN) terkait dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan BMN/D sebagai pengganti PP Nomor 6 Tahun 2006, Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) mengadakan Sosialisasi PP 27/2014 tentang Pengelolaan BMN/D serta Peraturan Pelaksanaannya. Acara yang diadakan pada Senin, 2 Mei 2014 di Ballroom Gedung Dhanapala ini diikuti oleh seluruh Kementerian/Lembaga (K/L), yaitu 88 K/L ditambah dengan perwakilan internal dari Direktorat Jenderal kekayaan Negara (DJKN) yang berada di Jakarta, serta dua Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berada di bawah Kementerian Keuangan, yaitu PT Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI) dan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT PII) dengan jumlah peserta sekitar 230 orang. Dengan adanya kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan sinergi antara Pengelola Barang dan Pengguna Barang dalam mengelola BMN yang lebih baik, tertib, transparan, dan akuntabel.Pengelolaan BMN secara lebih spesifik sudah dimulai dengan terbitnya PP 6/2006 tentang Pengelolaan BMN/D, di mana telah diatur berbagai hal yang berkaitan dengan perencanaan, penganggaran, pengadaan, pemeliharaan, pengendalian, dan pertanggungjawaban terhadap BMN. “Akan tetapi, tata cara yang diatur dalam PP tersebut hingga saat ini belum sepenuhnya dapat secara efektif dilaksanakan oleh kita,” demikian ungkap Dirjen Kekayaan Negara Hadiyanto dalam sambutannya.Banyak hal yang menjadi latar belakang perubahan PP 6/2006. Salah satunya yaitu masih banyaknya hasil audit temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang berkaitan dengan pelaksanaan PP 6/2006 yang berdampak pada opini audit. Temuan-temuan itu khususnya yang berkaitan dengan sertifikasi BMN, BMN dalam sengketa, BMN hilang atau rusak berat, BMN yang dimanfaatkan oleh pihak lain, dan penyusutan BMN.  Dinamika dari pengelolaan BMN baik yang bersifat administratif maupun utilisasinya tidak cukup tertampung dalam PP 6/2006. Saat ini, pemerintah sedang menggalakkan pembangunan infrastruktur melalui kerja sama pemerintah dan swasta, dan DJKN sudah mencoba untuk menampung kebutuhan dari pengelola infrastruktur di dalam PP 27/2014, sehingga Pengguna Barang yang bergerak di bidang infrastruktur dapat lebih dinamis dan agresif memanfaatkan BMN dalam kaitannya dengan pembangunan infrastruktur. Sebagi contoh, jangka waktu sewa dan jangka waktu Kerja Sama Pemanfaatan (KSP) yang lebih panjang dapat menjadi appetite (daya pikat) bagi investor untuk melaksanakan kegiatan pembangunan infrastruktur dengan memanfaatkan BMN.Prinsip tertib administrasi, tertib hukum, dan tertib fisik (3T) selalu menjadi tugas besar K/L untuk memastikan agar dapat dijalankan dengan baik. “Tingkatkan kapasitas SDM dan infrastruktur untuk mampu menopang pengelolaan BMN yang lebih modern dan IT-based,” pesan Hadiyanto. Optimalisasi berdasarkan prinsip The Highest and Best Use dari aset-aset idle juga masih perlu menjadi perhatian. “Serahkan aset idle ke Pengelola Barang. Sesuai dengan PP 27/2014, sebenarnya Anda punya kesempatan untuk meningkatkan optimalisasi dari BMN yang berada dalam pengelolaan Anda,” imbuhnya menambahkan.Perubahan PP 6/2006 menjadi PP 27/2014 antara lain menyangkut penyederhanaan birokrasi pengelolaan BMN. Dengan PP 27/2014, Pengelola Barang dapat mendelegasikan kewenangannya ke Pengguna Barang dan Pengguna Barang dapat mendelegasikan kewenangannya ke Kuasa Pengguna Barang sehingga birokrasi akan menjadi semakin singkat dan arus pengelolaan BMN menjadi semakin cepat. Adapun yang dapat didelegasikan

Page 2: Sosialisasi Pp Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Bmn

adalah penetapan status, pemindahtanganan, dan penghapusan, sedangkan pemanfaatan tidak dapat didelegasikan kepada K/L. Penyederhanaan birokrasi ini tentu harus diikuti dengan akuntabilitas yang terjaga dengan baik pada K/L. Hal ini sangat penting untuk mempercepat proses pengambilan keputusan dalam pengelolaan BMN yang pada akhirnya akan membuat rekonsiliasi lebih tertib dan lebih cepat.Materi terkait dengan PP 27/2014 disampaikan oleh Direktur Barang Milik Negara Chalimah Pujihastuti yang dimoderatori oleh Direktur Hukum dan Hubungan Masyarakat Tavianto Noegroho. Latar belakang dari penyempurnaan PP ini antara lain karena adanya dinamika pengelolaan BMN/D terkait dengan sewa, KSP, dan BMN luar negeri yang harus diperlakukan secara khusus; adanya multitafsir terhadap aturan-aturan dalam PP 6/2006 mengenai Badan Layanan Umum (BLU) dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP); kasus-kasus yang muncul dalam pengelolaan BMN/D; dan adanya temuan pemeriksaan BPK. Dengan adanya penyempurnaan PP ini diharapkan dapat mengakomodasi dinamika pengelolaan BMN/D; meminimalisasi multitafsir atas pengelolaan BMN/D; mempertegas hak, kewajiban, tanggung jawab, dan kewenangan Pengguna Barang dan Pengelola Barang; serta menciptakan harmonisasi dengan peraturan-peraturan terkait.Salah satu pokok penyempurnaan PP 6/2006 yaitu penyempurnaan siklus pengelolaan BMN. Selama ini yang terjadi adalah pemindahtanganan dan penghapusan selalu dicampuradukkan. Siklus ini harus diperbaiki, yaitu dimulai dengan perencanaan, pengadaan, dan pengelolaan, di mana pengelolaan dibagi dua, yaitu dikelola untuk keperluan tugas dan fungsi (tusi) atau dikelola untuk dimanfaatkan. Jika tidak keduanya, maka BMN dapat dipindahtangankan. Dan jika BMN tidak dikelola untuk kepentingan tusi, tidak dimanfaatkan, dan tidak dipindahtangankan, maka BMN harus dihapuskan. Pemusnahan dan pemindahtanganan merupakan kegiatan sebelum proses penghapusan. Dengan demikian, penghapusan merupakan ending point dari semua siklus pengelolaan BMN yang membebaskan Pengguna Barang dan Pengelola Barang dari kewajiban untuk mengadministrasikan dan mengelola BMN. “Penghapusan berarti menghapus BMN dari daftar barang, bukan menghapus dengan cara menjual, menghibahkan, ataupun yang lainnya,” tegas wanita peraih gelar Master Of Accountancy and Financial Information System, Cleveland State University ini.Terkait dengan penguatan dasar hukum pengaturan sebagai salah satu pokok penyempurnaan, dalam penjelasan pada PP 6/2006, aset tak berwujud berada di luar lingkup PP 6/2006. Sementara itu, dalam pasal pada PP 6/2006 tidak dibatasi apakah itu aset berwujud atau tidak berwujud. Agar tidak terjadi perbedaan interpretasi di dalam pengelolaannya, maka di PP 27/2014 juga mengatur tentang aset tak berwujud.                 Acara dilanjutkan dengan pemaparan peraturan teknis terkait sebagai petunjuk pelaksanaan PP 27/2014, yaitu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 50/PMK.06/2014 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penghapusan BMN dan PMK Nomor 78/PMK.06/2014 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemanfaatan BMN yang disampaikan oleh Kepala Subdirektorat (Kasubdit) BMN IV Hamim Mustofa dan Kasubdit BMN I Aloysius Yanis Dhaniarto yang dimoderatori oleh Kasubdit BMN II Asep Suryadi.  (Berita: Achie | Foto: Yudi/Okka)