solusi pencegahan kontaminasi kemasan

10
Penyimpangan mutu adalah penyusunan kualitatif dimana bahan mengalami penurunan mutu sehingga menjadi tidak layak dikonsumsi manusia. Bahan pangan yang rusak mengalami perubahan cita rasa, penurunan nilai gizi atau tidak aman lagi untuk dimakan karena mengganggu kesehatan. Pada kondisi ini maka makanan sudah tidak layak lagi diknsumsi. Pengemasan dapat mempengaruhi mutu pangan antara lain melalui : 1. Perubahan fisik dan kimia karena migrasi zat-zat kimia dari bahan kemas (monomer plastic, timah putih, korosi). 2. Perubahan aroma (flavor), warna, tekstur yang dipengaruhi oleh uap air dan oksigen. Oleh karena itu pada bagian ini akan dijelaskan cara pencegahan kontaminasi pada kemasan makanan. a. Kemasan plastik Kemasan plastik merupakan kemasan yang paling banyak digunakan pada saat ini dibandingkan dengan kemasan lainnya, seperti kemasan logam dan gelas. Hal ini disebabkan karena kelebihan dari kemasan plastik yang ringan, fleksibel, multiguna, kuat, tidak karatan, serta dapat diberi warna dan harganya yang relatif murah. Akan tetapi, pemakaian plastik yang makin meluas tidak disertai perhatian terhadap dampak negatif yang ditimbulkannya. Selain merusak lingkungan, penggunaan plastik untuk kemasan bahan pangan berpotensi mengganggu kesehatan manusia.

Upload: abubakar-adeni

Post on 26-May-2017

289 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: Solusi Pencegahan Kontaminasi Kemasan

Penyimpangan mutu adalah penyusunan kualitatif dimana bahan mengalami

penurunan mutu sehingga menjadi tidak layak dikonsumsi manusia. Bahan pangan

yang rusak mengalami perubahan cita rasa, penurunan nilai gizi atau tidak aman lagi

untuk dimakan karena mengganggu kesehatan. Pada kondisi ini maka makanan sudah

tidak layak lagi diknsumsi.

Pengemasan dapat mempengaruhi mutu pangan antara lain melalui :

1. Perubahan fisik dan kimia karena migrasi zat-zat kimia dari bahan kemas

(monomer plastic, timah putih, korosi).

2. Perubahan aroma (flavor), warna, tekstur yang dipengaruhi oleh uap air dan

oksigen.

Oleh karena itu pada bagian ini akan dijelaskan cara pencegahan kontaminasi pada

kemasan makanan.

a. Kemasan plastik

Kemasan plastik merupakan kemasan yang paling banyak digunakan pada saat

ini dibandingkan dengan kemasan lainnya, seperti kemasan logam dan gelas.

Hal ini disebabkan karena kelebihan dari kemasan plastik yang ringan,

fleksibel, multiguna, kuat, tidak karatan, serta dapat diberi warna dan harganya

yang relatif murah. Akan tetapi, pemakaian plastik yang makin meluas tidak

disertai perhatian terhadap dampak negatif yang ditimbulkannya. Selain

merusak lingkungan, penggunaan plastik untuk kemasan bahan pangan

berpotensi mengganggu kesehatan manusia.

Plastik dan bahan-bahan tambahan dalam pembuatan plastik plastisizer,

stabilizer dan antioksidan dapat bermigrasi ke dalam bahan pangan yang

dikemas dengan kemasan plastik dan mengakibatkan keracunan. Monomer

plastik yang dicurigai berbahaya bagi kesehatan manusia adalah vinil klorida,

akrilonitril, metacrylonitril, vinilidenklorida dan styrene. Monomer vinil

klorida dan akrilonitril berpotensi untuk menyebabkan kanker pada manusia,

karena dapat bereaksi dengan komponen DNA yaitu guanin dan sitosin (pada

vinil klorida) sedangkana denin dapat bereaksi dengan akrilonitril (vinil

sianida). Metabolit vinil klorida yaitu epoksi kloretilenoksida merupakan

senyawa yang bersifat karsinogenik. Tetapi metabolit ini hanya dapat bereaksi

dengan DNA jika adenin tidak berpasangan dengan sitosin.

Plastisizer seperti ester posporik, ester ptalik, glikolik, chlorinated aromatic

dan ester asam adipatik dapat menyebabkan iritasi. Plastisizer DBP (Dibutil

Page 2: Solusi Pencegahan Kontaminasi Kemasan

Ptalat) pada PVC termigrasi cukup banyak yaitu 55-189 mg ke dalam minyak

zaitun, minyak jagung, minyak biji kapas dan minyak kedele pada suhu 30oC

selama 60 hari kontak. Plastisizer DEHA (Di 2-etilheksil adipat) pada PVC

termigrasi ke dalam daging yang dibungkusnya (yang mengandung kadar

lemak 20-90%) sebanyak 14.5-23.5 mg/dm2 pada suhu 4oC selama 72 jam.

Oleh karena itu pada plastic harus digunakan plastisizer dan stabilizer yang

aman untuk kemasan bahan pangan.

Plastisizer yang aman untuk kemasan bahan pangan adalah heptil ptalat,

dioktil adipat, dimetil heptil adipat, di-N-desil adipat, benzil aktil adipat, ester

dari asam sitrat, oleat dan sitrat. Stabilizer yang aman digunakan adalah

garam-garam kalsium, magnesium dan natrium, sedangkan antioksidan jarang

digunakan karena bersifat karsinogenik.

Selain itu kita juga harus menghindari panas pada bahan pangan yang

berbahan kemas plastik. Semakin tinggi suhu makan semakin banyak

monomer plastic yang termigrasi ke dalam bahan yang dikemas. Batas

ambang maksimum dari monomer yang ditoleransi keberadaannya di dalam

bahan pangan juga harus diperhatikan. Batas ambang maksimum dari

monomer tersebut dapat ditentukan oleh hasil tes toksisitas (LD 50).

b. Kemasan Kaleng

Kemasan kaleng dapat terbuat dari berbagai jenis logam misalnya seng,

aluminium, dan besi. Dalam kadar rendah alumunium dan seng tidak beracun

bagi tubuh manusia. Namun perlu diperhatikan bahwa logam akan bereaksi

dengan asam, yang menyebabkan logam tersebut melarut. Banyak bahan

pangan yang bersifat asam, sehingga kontak antara asam dengan kemasan

logam dapat melarutkan kemasan logam yang bersangkutan. Waktu kontak

berkorelasi positif dengan banyaknya logam yang terlarut, artinya semakin

lama waktu kontak, maka semakin banyak logam yang terlarut. Oleh karena

itu perlu dipilih jenis pangan yang layak dikemas dengan kaleng atau kemasan

logam, agar kualitas produk pangan tetap terjaga. Perlu pula diperhatikan

penggunaan bahan tambahan pada pembuatan kaleng seperti: cat, serta bahan

pelapis kaleng organik epoksi fenol dan organosol. Kaleng ataupun kemasan

logam lainnya tidak boleh mengandung logam timbal, kromium, merkuri, dan

kadmium karena dapat mengakibatkan efek negatif terhadap kesehatan

manusia.

Page 3: Solusi Pencegahan Kontaminasi Kemasan

Kaleng yang sekarang banyak digunakan untuk pengalengan makanan

mengandung kurang dari 25% timah. Dalam makanan kaleng yang tertutup

hermetis, korosi wadah merupakan suatu proses yang terjadi bertahap. Baja

yang digunakan untuk membuat kaleng makanan mengandung kadar karbon

yang rendah. Penelitian telah membuktikan bahwa komposisi baja merupakan

faktor penting untuk memperoleh umur pakai yang memadai bagi bahan

pangan yang korosif. Kadar fosfor dan silika sangat menentukan, tetapi kadar

mineral lain seperti tembaga , nikel dan molibdat dapat juga mempengaruhi

daya tahan kaleng terhadap korosi (Muchtadi, 1995).

Kemasan kaleng baik bagian luar maupun bagian dalamnya harus memenuhi

beberapa persyaratan daya tahan korosi. Korosi oleh suatu produk disebabkan

adanya hubungan atau kontak langsung antara produk dan permukaan kaleng

serta cara pengalengan. Keadaan korosi dapat disebabkan oleh dua faktor

utama yaitu detinning, berupa terkelupasnya atau hilangnya lapisan timah

putih sehingga terjadi evolusi hidrogen dan kebocoran atau perforasi, serta

terjadinya reaksi kimia produk dengan bahan kaleng (Muchtadi, 1995).

c. Kemasan Kertas

Kemasan kertas merupakan salah satu jenis pengemas yang dapat digunakan

sebagai pengemas bahan pangan yang berfungsi untuk mewadahi atau

membungkus pangan, baik sebagai kemasan primer, tersier, atau kuarterner.

Supaya kemasan kertas berfungsi sebagai mestinya, maka hal penting yang

harus diperhatikan adalah kemasan kertas sebagai pengemas primer, karena

kemasan ini langsung bersentuhan dengan bahan pangan. Oleh karena itu,

kemasan kertas sebagai kemasan primer memiliki potensi untuk

mempengaruhi bahan pangan disebabkan interaksi dari komponen penyusun

kertas, dan cara migrasi komponen tersebut pada bahan pangan. Sebagian

komponen kemasan tersebut dapat menimbulkan efek buruk dan

membahayakan kesehatan. Komponen berbahaya tersebut dapat berasal dari

residu bahan baku (starting material) kemasan misalnya monomer, katalis

yang digunakan untuk mempercepat laju reaksi, hasil penguraian bahan

dasar, dan bahan tambahan yang digunakan dalam proses pembuatan kemasan

pangan.

Page 4: Solusi Pencegahan Kontaminasi Kemasan

Interaksi antara komponen-komponen penyusun bahan pengemas dengan

bahan yang dikemas dapat terjadi karena tidak ada sistem wadah-tutup yang

inert secara total. Reaksi ineteraksi tersebut diantaranya adalah sorpsi, migrasi

(proses terjadinya perpindahan suatu zat dari kemasan pangan ke dalam bahan

pangan), dan permeasi (masuknya kelembapan ke dalam kemasan. Yang akan

dibahas disini adalah proses migrasi. Struktur dasar kertas adalah bubur kertas

(selulosa) dan felted mat. Komponen lainnya adalah hemiselulosa, fenil

propan terpolimerisasi sebagai lem untuk merekatkan serat, minyak esensial

alkaloid, pigmen, dan mineral. Pada pembuatan kertas kadang menggunakan

klor sebagai pemutih, adhesive, aluminium, pewarna, dan pelapis. Bahan

berbahaya yang dapat bermigrasi adalah tinta dan klor. Apabila kertas bekas

yang mengandung tinta digunakan untuk membungkus produk pangan

berminyak seperti gorengan, maka minyak dalam keadaan panas dapat

melarutkan Pb (timbal) yang terkandung pada tinta dan bermigrasi ke produk

pangan. Sedangkan kertas bekas yang diputihkan dengan cara menambahkan

klor jika terkena suhu tinggi akan menghasilkan dioksin, yaitu senyawa

karsinogenik.

Oleh karena itu dalam mengemas bahan pangan dengan menggunakan bahan

kemasan berupa kertas sebaiknya dihindari untuk bahan pangan dalam suhu

panas, dan menghindari kertas tersebut sebagai pembungkus primer bahan

pangan tersebut untuk mencegah migrasi komponen yang tidak diinginkan

dari bahan kemasan kertas tersebut.

d. Kemasan Gelas/Kaca

Kaca/gelas dan porselen merupakan kemasan yang paling tahan terhadap air,

gas ataupun asam, atau memiliki sifat inert. Kemasan kaca juga dapat diberi

warna, banyak digunakan untuk produk minuman yang memiliki sifat-sifat

tertentu sehingga dapat menyaring cahaya yang masuk ke dalam kemasan

kaca. Jenis kemasan ini dianggap kemasan yang paling aman untuk produk

pangan. Porselen atau keramik, biasanya sering digunakan sebagai gelas atau

peralatan makan. Selain ada yang dibuat dari tanah liat, ada pula porselen yang

dibuat dari bahan dolomite dengan beberapa bahan campuran lainnya.

Porselen cukup aman digunakan sebagai wadah makanan, terutama yang

bersuhu tinggi. Namun ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam

memilih gelas, atau peralatan makan dari porselen antara lain suhu

Page 5: Solusi Pencegahan Kontaminasi Kemasan

pembakaran pada saat pembuatan serta bahan bakunya. Porselen dibuat

dengan cara dibakar pada suhu sangat tinggi yaitu di atas 1200°C.

Pembakaran yang sempurna akan menghasilkan porselen yang baik dan kuat.

Namun bila pembakaran kurang dari 800°C, maka porselen yang dihasilkan

akan kurang baik. Bila bahan baku yang digunakan adalah dolomite, maka

kualitas porselen juga kurang baik. Porselen dari bahan baku dolomite dengan

pembakaran yang kurang sempurna, dapat berpotensi terjadi migrasi senyawa

kimia kalsium karbonat (CaCO3) dan magnesium karbonat (MgCO3) dari

dolomite ke dalam bahan pangan. Dolomite merupakan bahan baku yang

cukup luas penggunaannya, antara lain digunakan dalam industri gelas dan

kaca lembaran, industri keramik dan porselen, industri refraktori, pupuk dan

pertanian. Oleh karena itu dalam pemilihan bahan kemasan berupa kaca/ gelas

harus diperhatikan proses produksi bahan kemasan itu sendiri untuk

menghasilkan kemasan yang berkualitas dan aman bagi bahan pangan

tersebut.

e. Kemasan Kayu

Kemasan peti kayu memiliki sifat fisik dan mekanik yang bervariasi sehingga

untuk keperluan tertentu dilakukan pemilihan yang selektif terhadap jenis

kayu yang digunakan. Pada dasarnya tidak ada kriteria khusus untuk

menentukan jenis kayu yang digunakan sebagai kemasan. Pemilihannya

umumnya ditentukan hanya berdasarkan jumlah kayu yang tersedia,

kemudahannya untuk dipaku, jenis produk yang akan dikemas, kekuatan dan

kekakuan kayu, serta harganya (Hanlon, 1984).

Peti kayu merupakan salah satu alternatif kemasan yang masih banyak

digunakan untuk pengangkutan komoditas hortikultura, misalnya untuk

mengemas buah jeruk, salak, tomat dan komoditi lainnya. Bahan baku dan

tenaga kerja untuk membuatnya juga tersedia dan relative murah, disamping

itu kebutuhan akan perlatan khusus tidak terlalu banyak. Menurut Poernomo

(1979), keuntungan pemakaian peti kayu sebagai kemasan yaitu dapat

ditumpuk dengan ketinggian tertentu tanpa menyebabkan kerusakan yang

diakibatkan oleh penumpukan tersebut dan mampu melindungi komoditi yang

dikemas terhadap kerusakan yang mungkin terjadi akibat adanya tekanan dari

segala arah. Bila dibandingkan dengan kemasan peti karton bergelombang,

Page 6: Solusi Pencegahan Kontaminasi Kemasan

peti kayu mampu mempertahankan bentuknya bila ditempatkan dalam ruangan

yang lembab atau bila terkena air.

Tidak bisa dipungkiri lagi, bahwa kemasan kayu sangat rentan terhadap

serangan penyakit tanaman (OPT) yang dapat membahayakan produk. Namun

demikian permintaan terhadap kemasan berbahan kayu terus meningkat baik

dalam bentuk peti, pallet atau lainnya. Hal ini dikarenakan, kemasan tersebut

memiliki banyak keunggulan. Antara lain, kokoh, ramah lingkungan, harga

terjangkau, dan mudah ditangani.

Untuk mengatasi OPT tersebut, setidaknya ada tiga metode yang sering

digunakan, yakni perlakuan panas (heat treatment). Methyl bromide (MB), dan

semi permanent immunization treatment (S.P.I.TTM).

Pada kemasan kayu biasanya tidak memberikan efek migrasi secara langsung

terhadap komoditas pangan yang dikemas. Komoditas pangan yang rusak

akibat pengemasan menggunakan peti kayu yaitu terjadinya gesekan atau

benturan antara komoditas pangan sehingga terjadinya reaksi kimia dan

terjadinya migrasi dari komoditas pangan tersebut.