social capital on farmers' agribusiness development within subak
TRANSCRIPT
63
BAB VHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Subak Guama dan Subak Selanbawak berlokasi di Kecamatan Marga yang
tersebar di tiga desa, yaitu Desa Selanbawak, Desa Batannyuh dan Desa Peken
Belayu. Sumber air irigasi ke dua subak ini adalah dari Bendung Cangi yang
dibangun oleh pemerintah pada Sungai Yeh Sungi. Beberapa subak lain yang juga
memperoleh air dari Bendung Cangi adalah : (i) Subak Pacung Babakan ; (ii);
Subak Cangi Selatan; (iii) Subak Apit Jurang; (iv) Subak Uma Dalem; (v) Subak
Bulan; dan (vi) Subak Lepud. Seluruh subak yang sumber airnya dari Bendung
Cangi telah tergabung dalam satu wadah yaitu Subak-gede Asta Buana Cangi.
Secara skematis subak-subak yang memperoleh air dari Bendung Cangi dapat
dilihat pada Gambar 5.1.
Luas areal Subak Guama dan Subak Selanbawak masing-masing adalah
179 ha dan 125 ha, di mana hamparan sawah-sawahnya memiliki topografi relatif
datar. Ketersediaan air di kedua subak untuk penanaman dalam satu tahu adalah
cukup dengan pola tanam padi-padi-palawija. Prasarana fisik seperti jalan baik
untuk untuk roda empat maupun roda dua di kawasan subak-subak dan daerah
sekitarnya adalah relatif bagus sehingga menjadi faktor pendukung dalam
pengembangan agribisnis. Selain itu, jaringan komunikasi, listrik dan air minum
untuk masyarakat desa termasuk petani anggota subak adalah sangat baik.
64
Gambar 5.1Skema Irigasi Subak-subak dari Bendung Cangi
65
5.2 Karakteristik Petani Sampel
Pada penelitian ini diuraikan beberapa karakteristik petani di Subak
Guama dan Selanbawak yang meliputi: (i) umur; (ii) lama pendidikan formal; (iii)
besar anggota keluarga; (iv) luas areal dan status petani; (v) lamanya bekerja pada
usahatani sawah; dan (vi) pekerjaan di luar usahatani.
5.2.1 Umur petani sampel
Berdasarkan pada hasil survai yang dilakukan terhadap 88 petani sampel
di Subak Guama dan Subak Slanbawak diperoleh informasi bahwa rata-rata umur
petani adalah 48,60 tahun dengan kisaran antara 36 tahun sampai dengan 62
tahun. Sebagian besar petani berada pada rentangan umur antara 41-50 tahun,
yaitu sebesar 60,23 %. Secara lebih rinci distribusi frekuensi berdasarkan tingkat
umurnya disajikan dalam Tabel 5.1.
Tabel 5.1Distribusi frekuensi petani sampel berdasarkan umur
No Kisaran umur(th)
Frekuensi(orang)
Persentase(%)
1234
30 – 4041 – 5051 – 60
> 60
853252
9,0960,2328,412,73
Jumlah 88 100
Data yang ditampilkan pada Tabel 5.1 menunjukkan bahwa petani sampel
tergolong pada usia kerja atau usia produktif, yaitu mereka yang berusia antara 15
tahun sampai dengan 64 tahun. Selain itu, terdapat indikasi bahwa generasi muda
66
di wilayah Subak Guama dan Subak Selanbawak memiliki kecendrungan untuk
bekerja di luar sektor pertanian. Kondisi ini memberikan konsekuensi bahwa
dalam diseminasi inovasi pertanian diperlukan adanya teknik komunikasi atau
penyuluhan yang mudah untuk dipahami oleh mereka yang telah berusia relatif
tua.
5.2.2 Lama Pendidikan Formal
Dari 88 orang petani sampel yang disurvai, ditemukan bahwa rata-rata
lama pendidikan formal petani sampel adalah 9,82 tahun, dengan kisaran antara
dari 4 tahun sampai dengan 12 tahun. Ini berarti bahwa lama pendidikan formal
petani sampel di kedua subak adalah setara dengan tamat Sekolah Menengah
Pertama (SMP). Secara lebih rinci, distribusi frekuensi petani sampel berdasarkan
pada lama pendidikan dapat dilihat pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2Distribusi frekuensi petani sampel berdasarkan lama pendidikan formal
No Lama pendidikanformal (th)
Frekuensi(orang)
Persentase(%)
1234
< 6>6 – 9>9 – 12
> 12
2126410
23,8629,5546,59
0
Jumlah 88 100
Memperhatikan Tabel 5.2 dapat dijelaskan bahwa sebagian besar petani
(46,59 %) petani sampel memiliki lama pendidikan formal > 9-12 tahun dan
sebesar 23,86 % petani sampel memiliki lama pendidikan formal yang kurang dari
67
6 tahun. Keadaan yang demikian ini memberikan konsekuensi bahwa diperlukan
adanya teknik penyuluhan yang partisipatif dalam pengembangan agribisnis
misalnya penyelenggaraan penyuluhan langsung di sawah dengan banyak praktek,
atau jika di kelas lebih banyak menggunakan gambar-gambar atau alat peraga
lainnya serta bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti terutama yang
berkenaan dengan pengembangan agribisnis.
5.2.3 Besar anggota keluarga
Berdasarkan pada hasil survai terhadap petani sampel di Subak Guama dan
Subak Selanbawak diperoleh informasi bahwa rata-rata besar anggota
keluarganya adalah sebanyak 4,73 orang, dengan kisaran antara tiga orang sampai
dengan tujuh orang. Secara lebih rinci, distribusi frekuensi petani sampel
didasarkan pada besarnya anggota keluarga dapat dilihat pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3Distribusi frekuensi petani sampel berdasarkan besarnya anggota keluarga
No Besar anggota keluarga(orang)
Frekuensi(orang)
Persentase(%)
123
< 34– 6> 6
225313
25,0060,2314,77
Jumlah 88 100
Pada Tabel 5.3 tersebut juga menunjukkan bahwa sebagian terbesar dari
petani sampel (60,23 %) memiliki anggota keluarga yang besarnya 4-6 orang dan
hanya 14,77 % petani memiliki anggota keluarga yang besarnya lebih dari 6
orang. Selain itu, dalam penelitian ini diuraikan juga informasi mengenai kondisi
68
jumlah anggota keluarga yang didasarkan pada umur dan jenis kelamin anggota
keluarganya.
Berdasarkan pada hasil survai pada kedua subak diperoleh informasi
bahwa jumlah anggota keluarga yang berjenis kelamin perempuan lebih kecil dari
pada mereka yang berjenis kelamin laki-laki. Jumlah anggota keluarga yang
berjenis kelamin laki-laki adalah sebesar 52,40 % dan sebesar 47,60 % adalah
berjenis kelamin perempuan. Secara lebih rinci distribusi frekuensinya dapat
dilihat pada Tabel 5.4.
Tabel 5.4Besarnya anggota keluarga berdasarkan umur dan jenis kelamin
No. Kelompok umur(tahun)
Jumlah anggota keluarga (orang)Laki-laki Perempuan Total %
123
< 1515 – 64
> 65
4814426
4213224
9027650
21,6366,3512,02
Jumlah 218 198 41652,40% 47,60% 100
__________________________________________________________________
Dari Tabel 5.4 dapat dilihat bahwa sebagian besar (66,35 %) keluarga
petani sampel tergolong pada usia produktif yaitu mereka yang memiliki kisaran
umur antara 15 – 64 tahun. Pada penelitian ini dapat diungkapkan juga besarnya
angka ketergantungan (dependency ratio) yaitu angka yang menunjukkan
perbandingan antara banyaknya orang yang termasuk dalam usia non-produktif,
yaitu mereka yang berusia 0 – 14 tahun dan usia di atas 64 tahun dengan
penduduk yang berada di dalam usia produktif (15 sampai dengan 64 tahun).
69
Secara ekonomi besarnya angka ketergantungan petani adalah sebesar 50,73
(dibulatkan 51). Ini berarti bahwa sebanyak 51 anggota keluarga yang berada
pada usia non- produktif ditanggung oleh 100 penduduk usia yang produktif dan
tergolong tinggi.
5.2.4 Luas penguasaan lahan
Berdasarkan pada hasil penelitian terhadap 88 petani sampel, ditemukan
bahwa rata-rata luas penguasaan lahan sawah adalah sebesar 36,27 are dengan
kisaran antara 26 sampai dengan 58 are. Sebagian besar petani (86,36 %)
merupakan petani pemilik penggarap dan sisanya sebesar 13,64 % adalah petani
penyakap. Rata-rata luas penguasaan sawah yang dimiliki adalah 36,15 are. Rata-
rata luas tegalan yang dimiliki oleh petani adalah 24,02 are, di mana tidak ada
petani yang menyakap lahan tegalan. Distribusi penguasaan lahan sawah di lokasi
penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.5.
Tabel 5.5Distribusi frekuensi petani berdasarkan luas penguasaan lahan sawah
No Luas areal sawah(are)
Frekuensi(orang)
Persentase(%)
1234
< 3030 - 4040 – 50> 50
3233158
36,3637,5017,059,09
Jumlah 88 100
Memperhatikan data yang disajikan pada Tabel 5.5 menunjukkan bahwa
sebagian besar petani (73,86) menguasai lahan sawah yang lebih kecil dari 40 are.
Penguasaan lahan sawah di lokasi penelitian adalah relatif sempit sehingga
70
menjadi skala yang kurang menguntungkan secara ekonomis untuk
pengembangan usahatani padi.
5.2.5 Jenis pekerjaan di luar usahatani sawah
Hasil survai yang dilakukan terhadap petani sampel anggota di kedua
subak, terlihat bahwa sebagian besar petani (81,82 %) memiliki pekerjaan sebagai
peternak, khususnya ternak sapi. Ini berarti bahwa pemeliharaan sapi merupakan
pekerjaan lain yang dipandang sebagai usahatani terintegrasi dengan tanaman di
lahan sawah. Jenis pekerjaan di luar usahatani sawah di kedua subak dapat dilihat
pada Tabel 5.6.
Tabel 5.6Jenis pekerjaan di luar usahatani sawah
No Jenis Pekerjaan Frekuensi Persentase Keterangan1
23456
Peternakan(sapi, babi)DagangPegawai SwastaBuruhTukangPegawai negeri
72
261948228
81,82
29,5521,5954,5525,009,09
Petani memiliki lebihdari satu pekerjaansampingan.
Data pada Tabel 5.6 menunjukkan bahwa pekerjaan sampingan petani
sampel sebagai buruh memiliki frekuensi yang besar juga yaitu 54,55 %. Selain
itu, terlihat juga adanya pekerjaan lain sebagai tukang dan dagang untuk tambahan
penghasilan mereka. Pekerjaan sebagai dagang juga dilakukan oleh petani secara
bersama-sama dengan istrinya.
71
5.3 Elemen-Elemen Modal Sosial Subak
5.3.1 Kepercayaan terhadap aktivitas subak dan koperasi
Di depan telah disebutkan bahwa kepercayaan merupakan merupakan suatu
harapan-harapan terhadap keteraturan, kejujuran, dan perilaku kooperatif yang
muncul dari dalam sebuah komunitas masyarakat yang didasarkan pada norma-norma
yang dianut bersama oleh para anggotanya. Pada penelitian ini, tingkat kepercayaan
anggota subak tergolong dalam kategori tinggi dengan rata-rata pencapaian skor
adalah 82,27 % dari skor maksimal dengan kisaran antara 48,33 % sampai dengan
91,67 %. Sebagian besar petani sampel memiliki kategori yang tinggi, yaitu
sebanyak 40,91 %. Secara lebih rinci, distribusi frekuensi petani berdasarkan pada
kepercayaan dapat dilihat pada Tabel 5.7.
Tabel 5.7Distribusi frekuensi petani berdasarkan pada kepercayaan
No Kategori Frekuensi Persentase(orang) (%)
1 Sangat tinggi 32 36,362 Tinggi 36 40,913 Sedang 18 20,464 Rendah 2 2,275 Sangat rendah 0 0
Jumlah 88 100
Informasi yang ditunjukkan pada Tabel 5.7 terlihat juga bahwa sebanyak
36,36 % petani memiliki kepercayaan yang sangat tinggi di antara sesama anggota
subak. Bahkan pada penelitian ini tidak ditemui adanya kepercayaan yang
terkategori sangat rendah. Saling percaya di antara petani sebenarnya telah
terbentuk sejak dahulu saat terbentuknya subak kemudian berlanjut dengan
72
pengelolaan irigasi yang meliputi beberapa kegiatan pokoknya. Kegiatan-kegiatan
tersebut adalah distribusi dan alokasi air irigasi, pengelolaan operasi dan
pemeliharaan jaringan irigasi (gotong royong), pengelolaan keuangan subak,
penanganan konflik dan penyelenggaraan upacara keagamaan.
Air irigasi dan upacara ritual subak masih menjadi faktor pengikat yang
penting bagi anggota subak untuk mereka saling percaya. Kebersamaan dalam
berbagai aktivitas subak (irigasi, pertanian, ritual dan ekonomis) yang dilakukan
oleh para petani bersama-sama dengan pengurusnya didasarkan pada kepercayaan
di antara mereka.
Berdasarkan pada masing-masing peubah dalam kepercayaan ini, terlihat
bahwa pada peubah kepercayaan sesama anggota ditemukan tingkat frekuensi
yang terbesar pada kategori sangat tinggi yaitu sebanyak 50,00 %, dan terendah
pada peubah kepercayaan anggota kepada pegurus subak yaitu sebanyak 25,00 %
(lihat Tabel 5.8). Sedangkan frekuensi terbesar untuk kategori kepercayaan yang
rendah terdapat pada peubah kepercayaan anggota terhadap pengurus subak, yaitu
sebesar 4,54 %.
Saling percaya pada setiap indikator sebagian besar berada pada kategori
sangat tinggi dan tinggi karena para petani memiliki kepercayaan kepada sesame
petani dan juga dengan pengurus subak maupun koperasi. Mereka memiliki
keyakinan bahwa mereka berbuat sesuatu dengan harapan yang lainnya juga akan
berbuat yang sama. Putman (1992) menjelaskan bahwa trust merupakan suatu
bentuk didasari oleh perasaan ”yakin”, dimana seseorang akan melakukan sesuatu
seperti yang diharapkan dalam suatu pola tindakan yang saling mendukung.
73
Tabel 5.8Distribusi frekuensi petani, rata-rata pencapaian skor dan interval berdasarkan
peubah-peubah kepercayaan
No Peubah/Kategori Frekuensi Persentase Rata-rata Intervalskor skor
(orang) (%) (%) (%)
1 Kepercayaan antar anggota 90,24 64,23 - 91,67Sangat tinggi 44 50.00Tinggi 42 47,73Sedang 2 2,27Rendah 0 0,00Sangat rendah 0 0,00Jumlah 88 100
2 Kepercayaan anggota dgn 76,67 48,33 – 90,56pengurus subakSangat tinggi 22 25,00Tinggi 28 31,82Sedang 34 38,64Rendah 4 4,54Sangat rendah 0 0,00Jumlah 88 100
3 Kepercayaan anggota dgn 83,63 50,46 – 89,55pengurus koperasiSangat tinggi 36 40,91Tinggi 40 45,46Sedang 10 11,36Rendah 2 2,27Sangat rendah 0 0,00Jumlah 88 100
4 Kepercayaan anggota thd 78,54 48,33 – 90,23kegiatan agribisnis subakSangat tinggi 26 29,55Tinggi 34 38,63Sedang 26 29,55Rendah 2 2,27Sangat rendah 0 0,00Jumlah 88 100
74
Kepercayaan yang telah dimiliki oleh para petani menjadi salah satu modal
dasar (sosial) yang sangat penting di dalam melakukan aktivitas kolektif, seperti
dalam pengelolaan sistem subak yang meliputi aspek irigasi, pertanian, sosial
budaya dan ekonomis. Berbagai tindakan kolektif di antara individu-individu
dalam suatu kelompok yang didasari oleh kepercayaan yang tinggi akan dapat
meningkatkan partisipasi mereka dalam berbagai kegiatan pelaksanaan program-
program untuk kepentingannya.
Kepercayaan di antara para anggota, pengurus subak dan koperasi
merupakan cerminan adanya ikatan saling membutuhkan di dalam setiap
pelaksanaan aktivitas subak dan koperasi secara kolektif. Saling percaya di antara
mereka dapat memperlancar transaksi sosial dan ekonomis dan memberdayakan
kreatifitas individu-individu petani anggota dan pengurus dalam pengembangan
agribisnis.
Pada penelitian ini, kepercayaan terhadap pengurus subak ditunjukkan
oleh adanya rasa keyakinan yang tinggi di dalam pengelolaan subak seperti
pertanian, irigasi dan sosial budaya di tingkat subak. Informasi dan arahan-arahan
dari pengurus senantiasa dilaksanakan oleh anggota secara bersama-sama dalam
aktivitas di subaknya.
Pada tingkat koperasi dan embrio koperasi, saling percaya antara anggota
dengan pengurus koperasi tercermin dari diterimanya berbagai kegiatan agribisnis
yang diselenggarakan di dalam koperasi seperti layanan jasa penyediaan sarana
produksi pertanian, kredit, dan lain sebagainya. Kepercayaan anggota kepada
pengurus tercermin dari adanya keyakinan petani untuk menabungkan dan
mendepositokan uangnya pada koperasi.
75
Selain itu, para anggota (petani) percaya kepada pengurus untuk
mengelola koperasi secara professional. Para petani mempercayai bahwa pengurus
koperasi memiliki jiwa wirausaha yang baik di dalam pengelolaan agribisnis
melalui koperasi. Selain itu, kepercayaan petani dicerminkan dari diterima
pertanggungjawaban pengurus koperasi setiap tahun melalui Rapat Anggota
Tahunan.
Kepercayaan pada aspek manfaat kegiatan agribisnis terlihat dari rasa
keyakinan yang tinggi anggota subak dan koperasi memanfaatkan jasa atau
layanan yang diberikan oleh subak melalui koperasi. Manfaat yang diterima oleh
petani adalah adanya keringanan kontribusi untuk kegiatan ritual subak karena
telah ditanggung oleh koperasi. Para anggota juga memperoleh Sisa Hasil Usaha
(SHU) yang diterima setiap tahun.
Adanya kepercayaan sebagai salah satu elemen modal sosial dalam sistem
subak, para petani dan pengurus subak serta pengurus koperasi dapat menjadi
suatu dasar terhadap interaksi di antara mereka tanpa adanya rasa saling
mencurigai. Selain itu, dengan kepercayaan yang tinggi di antara mereka juga
memberikan suatu kekuatan di dalam memelihara kohesivitas sosial subak dan
koperasi yang selanjutnya semakin memberikan daya afiliasi yang lebih kuat
untuk mencapai tujuan baik secara individu maupun institusi/lembaga (subak).
Seperti telah diuraikan di atas bahwa kepercayaan anggota subak ini
dipengaruhi oleh beberapa peubah observer, dimana berdasarkan pada analisa
Confimatory Factor Analysis (CFA) diperoleh bahwa peubah-peubah tersebut
memiliki bobot masing-masing yaitu (i) saling percaya di antara sesama anggota
sebesar 0,93 (ii) kepercayaan petani terhadap pengurus subak sebesar 0,51 (iii)
76
kepercayaan petani terhadap pengurus koperasi sebesar 0,68 dan (iv) kepercayaan
anggota terhadap kegiatan agribisnis di subak 0,52 (lihat Gambar 5.2).
KEPERCAY
Gambar 5.2Hasil CFA peubah kepercayaan petani
Keterangan:SESAMA : Kepercayaan antar anggotaPINBAK : Kepercayaan anggota terhadap pengurus subakPINKOP : Kepercayaan anggota terhadap pengurus koperasiBISNIS : Kepercayaan anggota terhadap kegiatan bisnis di subakKEPERCAY : Kepercayaan sebagai elemen modal sosial
Memperhatikan pada hasil analisa CFA seperti di atas dan untuk dapat
membentuk model persamaan struktural yang fit, maka dipilih tiga peubah
observer yang memiliki bobot yang lebih besar dari 0,50 yaitu kepercayaan antara
anggota subak (0,93) kepercayaan anggota terhadap dengan pengurus koperasi
(0,68), kepercayaan anggota terhadap kegiatan agribisnis di subak (0,52).
Kepercayaan anggota terhadap pengurus koperasi menunjukkan indikasi
adanya keyakinan kapasitas pengurus dalam pengelolaan kegiatan ekonomis
(agribisnis) pada sistem subak. Saling percaya (mutual trust) yang terbentuk di
SESAMA
PINBAK
PINKOP
BISNIS
0,93
0,50
0,68
0,52
0,27
0,74
0,64
0,53
77
antara mereka menjadikan landasan yang kuat bagi keberlangsungan koperasi,
terutama dalam keikutsertaan atau partisipasi kegiatan-kegiatan agribisnis subak.
Sedangkan kepercayaan anggota terhadap kegiatan ekonomis di tingkat
subak juga tercermin dari manfaat yang diperoleh dalam kemudahan dalam
memperoleh sarana produksi pertanian, kredit dan lain sebagainya. Kondisi ini
sejalan dengan Fukuyama (1995) bahwa trust merupakan energi kolektif di
masyarakat yang memungkinkan mereka untuk saling bersatu dan berkontribusi
guna peningkatan kemajuan ekonomisnya.
5.3.2 Norma sosial dalam subak dan koperasi
Norma sosial yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah seperangkat
aturan-aturan yang diberlakukan pada aktivitas subak dan koperasi, yaitu adanya
awig-awig dengan perarem subak, dan anggaran dasar beserta anggaran rumah
tangga KUAT. Berdasarkan pada hasil penelitian ditemukan bahwa kekuatan
norma sebagai elemen modal sosial terhadap penyelenggaraan agribisnis di
tingkat subak kategori tinggi, yaitu rata-rata pencapaian skornya adalah 82,95 %
dari skor maksimal dengan kisaran antara 50,24 % sampai dengan 94,08 %.
Sebagian besar petani memiliki kekuatan norma pada kategori tinggi yaitu sebesar
54,54 %. Distribusi frekuensi petani berdasarkan pada kekuatan norma sosial
dapat dilihat pada Tabel 5.9.
Data yang ditunjukkan pada Tabel 5.9 memberikan informasi bahwa
sebanyak 31,82 % petani menyatakan bahwa norma sosial yang ada di dalam
subak dan anggaran dasar/anggaran rumah tangga KUAT memiliki kekuatan yang
sangat tinggi. Hasil penelitian juga menujukkan bahwa tidak ada petani yang
78
menyatakan bahwa norma sosial yang ada memiliki kekuatan pada kategori yang
sangat rendah.
Tabel 5.9Distribusi frekuensi petani berdasarkan pada norma sosial
No Kategori Frekuensi Persentase(orang) (%)
1 Sangat tinggi 28 31,822 Tinggi 48 54,543 Sedang 9 10,234 Rendah 3 3,415 Sangat rendah 0 0
Jumlah 88 100
Terdapat empat peubah dalam kekuatan norma sosial yang diteliti, yaitu
pengetahuan tentang norma, peranan norma, kuatnya sanksi norma, dan ketaatan
terhadap norma. Di antara masing-masing peubah dalam norma sosial ini, terlihat
bahwa pada peubah kuatnya sanksi norma memiliki tingkat frekuensi petani yang
paling besar untuk kategori sangat tinggi, yaitu sebanyak 40,91 %, dan terendah
pada peubah pengetahuan tentang norma, yaitu sebanyak 21,59 %. Secara lebih
rinci distribusi frekuensi petani, rata-rata pencapaian skor dan interval didasarkan
pada masing-masing peubah dapat dilihat pada Tabel 5.10.
Kondisi tersebut mencerminkan bahwa norma yang terkandung di dalam
awig-awig subak dan AD/ART koperasi memberikan ikatan yang sangat kuat bagi
para petani dan pengurusnya. Hal ini disebabkan karena di dalam aturan-
aturannya mengikat perilaku mereka terhadap sesuatu yang harus dilakukan dan
yang tidak boleh dilakukan. Sanksi yang diberlakukan terutama sanksi sosial
dipandang sangat memberatkan bagi petani dan pengurus subak dan koperasi.
79
Tabel 5.10Distribusi frekuensi petani, rata-rata pencapaian skor dan interval berdasarkan
peubah-peubah norma sosial
No Peubah/Kategori Frekuensi Persentase Rata-rata Interval(orang) (%) skor skor
(%) (%)
1 Pengetahuan ttg norma sosial 81,45 44,33 – 90,67Sangat tinggi 19 21,59Tinggi 44 50,00Sedang 16 18,18Rendah 9 10,23Sangat rendah 0 0,00Jumlah 88 100
2 Peranan norma sosial 81,78 46,23 – 92,45Sangat tinggi 27 30,68Tinggi 49 55,68Sedang 9 10,23Rendah 3 3,41Sangat rendah 0 0,00Jumlah 88 100
3 Kuatnya sanksi norma sosial 83,33 50,24 – 94,08Sangat tinggi 36 40,91Tinggi 48 54,54Sedang 3 3,41Rendah 1 1,14Sangat rendah 0 0,00Jumlah 88 100
4 Ketaatan terhadap norma sosial 83,24 51,23 – 93,33Sangat tinggi 30 34,09Tinggi 51 57,95Sedang 4 4,55Rendah 3 3,41Sangat rendah 0 0,00Jumlah 88 100
Norma sosial subak dan koperasi (awig-awig dan anggaran dasar dan
anggaran rumah tangga) memiliki fungsi kontrol yang tinggi bagi seluruh petani,
pengurus subak dan pengurus koperasi. Norma ini menjadi suatu pedoman yang
80
sangat mengikat mereka di dalam setiap aktivitas persubakan yang terkait dengan
irigasi, pertanian, sosial budaya dan agribisnis. Norma-norma tersebut memiliki
fungsi sebagai pengontrol berbagai bentuk interaksi sosial di antara para petani
dengan pengurus subak dan koperasi. Dalam sistem subak, norma-norma yang
dimilikinya merupakan nilai-nilai sosial dan budaya yang telah berkembang sejak
dahulu yang didasarkan pada ajaran agama Hindu Bali.
Berdasarkan pada analisa CFA, masing-masing peubah norma sosial
memiliki bobot yang bervariasi. Pengetahuan tentang norma memiliki bobot
sebesar 0,47; besar bobot peranan norma adalah 0,69; kuatnya sanksi norma
memiliki bobot sebesar 0,79, dan besarnya bobot peubah ketaatan terhadap norma
adalah 0,67 (lihat Gambar 5.3).
Memperhatikan hasil analisa tersebut di atas, dipilih tiga peubah observer
yang memiliki bobot tertinggi untuk membentuk model persamaan struktural yang
fit, yaitu peubah peranan norma (0,69); sikap terhadap sanksi (0,79), dan ketaatan
terhadap norma (0,67). Peranan norma sosial baik di tingkat subak dan koperasi
termasuk embrio koperasi memiliki kekuatan yang yang tinggi di dalam mengatur
pola interaksi anggota subak dan koperasi.
Norma sosial (awig-awig dan anggaran dasar/anggaran rumah tangga
koperasi) ini menjadi pedoman bagi para petani sebagai anggota subak dan
koperasi (termasuk embrio koperasi). Setiap kegiatan di lingkungan internal
subak dan koperasi, seperti pengelolaan irigasi, pertanian, penyelenggaraan
kegiatan sosial budaya termasuk ritual keagamaan dan aktivitas agribisnis diatur
melalui norma sosial tersebut.
81
NORMASOS
Gambar 5.3Hasil CFA peubah norma sosial
Keterangan:TAHUNOR : Pengetahuan terhadap norma sosialKUATNOR : Peranan norma sosialSANKSI : Kuatnya sanksi norma sosialTAATNOR : Ketaatan terhadap norma sosialNORMASOS : Norma sosial
Kuatnya sanksi norma sosial baik yang ada di dalam subak maupun
koperasi dan embrio koperasi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
penyelenggaraan kegiatan subak dan koperasi. Meskipun petani tidak tahu secara
rinci isi dari awig-awig dan juga anggaran dasar dan anggaran rumah tangga
koperasi, tetapi mereka menilai bahwa sanksi yang terdapat di dalamnya adalah
memiliki pengaruh yang sangat kuat. Terlebih lagi, sanksi yang diterapkan
mencakup sanksi sosial yang memiliki kekuatan sangat tinggi.
Sanksi yang kuat terhadap norma sosial yang terdapat di dalam subak dan
koperasi mendorong petani untuk menjaga ketaatannya di dalam bertingkah laku
terkait dengan aktivitas persubakan termasuk kegiatan ekonomis subak. Salah satu
sanksi yang sangat kuat pengaruhnya adalah penutupan air bagi petani yang
melanggar aturan-aturan yang telah ditetapkan di dalam awig-awignya. Selain itu,
TAHUNOR
KUATNOR
SANKSI
TAATNOR
0,47
0,79
0,67
0,69
0,55
0,43
0,53
0,78
82
norma sosial yang diberlakukan dalam sistem subak di Subak Guama dan
Selanbawak adalah berkenaan dengan nilai-nilai keagamaan juga, seperti karma
pala. Nilai-nilai ini memiliki fungsi yang kuat dalam mengatur prilaku
berinteraksi di antara para petani untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada
secara bersama-sama.
Berkenaan dengan pengembangan agribisnis di tingkat subak, terdapat
penambahan ketentuan pada awig-awig subak yaitu dengan menambahkan aturan
mengenai kegiatan ekonomis. Ketentuan tersebut menyebutkan bahwa pada
sumber-sumber penerimaan subak adalah dari kegiatan usaha ekonomis yang telah
mendapatkan persetujuan dari anggota subak.
5.3.3 Jaringan Sosial Petani
Jaringan sosial (social networking) subak menggambarkan hubungan atau
interaksi di antara para petani termasuk dengan pengurus subak dan koperasi di
masing-masing subak. Hasil penelitian terhadap 88 petani sampel menunjukkan
bahwa terdapat jaringan sosial yang tinggi pada subak, dimana rata-rata
pencapaian skor petani untuk jaringan sosialnya adalah 78,64 % dari skor
maksimal dengan kisaran antara 42,33 % sampai dengan 88,67 %. Sebagian besar
petani (40,91 %) memiliki tingkat hubungan atau interaksi yang tinggi di dalam
aktivitas subak dan koperasinya. Distribusi frekuensi petani didasarkan pada
tingkat interaksinya disajikan pada Tabel 5.11.
83
Tabel 5.11Distribusi frekuensi petani berdasarkan pada jaringan sosial
No Kategori Frekuensi Persentase(orang) (%)
1 Sangat tinggi 28 31,822 Tinggi 36 40,913 Sedang 14 15,914 Rendah 10 11,365 Sangat rendah 0 0
Jumlah 88 100
Informasi yang ditunjukkan pada Tabel 5.11 terlihat bahwa sebanyak
31,82 % petani memiliki tingkat interaksi yang sangat tinggi dalam jaringan
sosialnya. Kondisi ini memberikan indikasi bahwa hubungan atau interaksi petani
dengan petani lainnya, pengurus subak dan koperasi serta pihak luar tergolong
sangat baik. Interaksi sosial ini dapat berupa pertemuan yang sifatnya informal
dan formal, individual dan berkelompok mengenai aktivitas persubakan dan
ekonomis subak. Hasil penelitian juga menujukkan bahwa tidak ada petani yang
memiiki tingkat jaringan sosial yang sangat rendah.
Terdapat tiga peubah yang dalam jaringan sosial yang diteliti, yaitu
interaksi di antara para petani anggota, interaksi antara petani anggota dengan
pengurus subak dan koperasi dan interaksi antara petani dengan pihak luar.
Berdasarkan pada masing-masing peubah dalam jaringan sosial ini, terlihat bahwa
frekuensi yang terbesar untuk kategori sangat tinggi ditemukan pada peubah
interaksi di antara petani yaitu sebanyak 36,36 %, dan terendah pada peubah
interaksi dengan pihak luar, yaitu sebanyak 27,28 %. Distribusi frekuensi petani,
84
rata-rata pencapaian skor dan interval berdasarkan pada masing-masing peubah
jaringan sosialnya (interaksi sosial) disajikan pada Tabel 5.12.
Tabel 5.12Distribusi frekuensi petani, rata-rata pencapaian skor dan interval
berdasarkan peubah-peubah jaringan sosial
No Peubah/Kategori Frekuensi Persentase Rata-rata Intervalinteraksi (orang) (%) skor skor
(%) (%)
1 Antar petani anggota 83,67 51,33 – 88,67
Sangat tinggi 32 36,36
Tinggi 34 38,64
Sedang 10 11,36
Rendah 12 9,09
Sangat rendah 0 0,00
Jumlah 88 100
2 Antara petani anggota dgn 76,24 48,45 – 87,36
pengurus subak dan koperasi
Sangat tinggi 28 31,82
Tinggi 36 40,91
Sedang 16 18,18
Rendah 8 11,36
Sangat rendah 0 0,00
Jumlah 88 100
3 Antara petani anggota dgn 76,01 42,33 – 86,91
pihak luar
Sangat tinggi 24 27,28
Tinggi 38 43,18
Sedang 16 18,18
Rendah 10 13,64
Sangat rendah 0 0,00
Jumlah 88 100
85
Memperhatikan data yang disajikan pada Tabel 5.12 menunjukkan juga
bahwa tingkat intensitas interaksi antara petani anggota dengan pihak luar adalah
relatif bagus. Kondisi ini terlihat dari besarnya frekuensi petani sampel yang
memiliki tingkat interaksi tinggi dan sangat tinggi yaitu mencapai 60,46 %. Pihak
luar yang memiliki intensitas interaksi tinggi dengan petani anggota subak dan
koperasi adalah PPL (baik yang dari kabupaten Tabanan maupun provinsi Bali).
dan petugas dari BPTP Bali, selain petugas dari koperasi, Dinas Pekerjaan Umum
(DPU), pihak swasta dan partner kerja koperasi. Interaksi ini dilakukan di lahan
sawah dan juga di bale subak (saat penyuluhan-penyuluhan dan pelatihan-
pelatihan).
Berdasarkan pada analisa CFA, masing-masing peubah jaringan sosial
memiliki bobot yang bervariasi. Interaksi antar petani memiliki bobot yang
terbesar yaitu 0,78; besar bobot peubah interaksi antara petani dengan pengurus
subak dan koperasi adalah 0,58; dan dan bobot peubah interaksi antara petani
dengan pihak luar adalah sebesar 0,56 (lihat Gambar 5.4).
Interaksi antar petani di dalam organisasi subak dan koperasi (termasuk
embrio koperasi) terlihat melalui berbagai kegiatan pertanian, irigasi, sosial
budaya dan ekonomis. Kegiatan pertanian yang melibatkan antara anggota dengan
pengurus subak di antaranya adalah berupa sangkepan dan paruman mengenai
pemilihan jenis atau varietas tanaman padi yang akan diusahakan, pola tanam dan
jadwal tanam termasuk pengendalian hama dan penyakit. Beberapa interaksi yang
86
terkait dengan kegiatan irigasi adalah dalam perbaikan dan pemeliharaan jaringan
irigasi (bangunan dan saluran irigasi), iuran-iuran untuk perbaikan jaringan irigasi,
pinjam-meminjam air irigasi.
JARINGAN
Gambar 5.4Hasil CFA peubah jaringan sosial
Keterangan:INTERNI : Interaksi antar anggota subakINTERUS : Interaksi antara anggota subak dengan pengurus subak dan
koperasiINTERLU : Interaksi antara anggota subak dengan pihak luarJARINGAN : Jaringan sosial
Sedangkan interaksi antara anggota dengan pengurus subak dan koperasi
dalam kegiatan sosial budaya adalah berupa kegiatan upacara keagamaan, gotong
royong yang dimulai dari saat persiapan kegiatan sampai dengan berakhirnya
kegiatan-kegiatan tersebut. Sedangkan kegiatan ekonomis mencakup simpan
pinjam, penyediaan sarana produksi pertanian dan beberapa kegiatan agribisnis
dalam sistem subak.
INTERLU
INTERUS
INTERNI
0,78
0,58
0,56
0,39
0,66
0,60
87
Jaringan sosial yang berkenaan dengan interaksi antara petani dengan
pihak luar seperti PPL dan petugas dari institusi lainnya (Dinas Perindagkop,
Dinas Pekerjaan Umum, BPTP dan lain sebagainya) adalah dalam bentuk
penyuluhan dan pelatihan yang diselenggarakan oleh subak dan koperasi, dan
beberapa penyampaian informasi lainnya. Penyuluhan dan pelatihan yang pernah
dilakukan di Subak Guama adalah berkenaan dengan teknologi budidaya
pertanian, peternakan, pembuatan kompos, bio-urine, pembenihan, manajemen,
agribisnis dan lain sebagainya. Sedangkan pada Subak Selanbawak juga meliputi
teknologi budidaya, peternakan, kegiatan ekonomis subak dan lain sebagainya.
Interaksi sosial yang tinggi antara petani dengan pihak luar seperti PPL
memberikan kecendrungan yang positif terhadap partisipasi petani dalam
pengembangan agribisnis subak. Informasi dari pihak luar yang memiliki
kompetensi tentang pengembangan agribisnis dan dilakukan melalui pendekatan
partisipasif menyebabkan pertani memiliki ketidakragu-raguan terhadap inovasi
tersebut, seperti yang terjadi pada Kelompok Tani terkait dengan partisipasinya
dalam proses adopsi inovasi Jagung di Lombok Timur (Bulu, dkk, 2009).
5.4 Kegiatan Agribisnis pada Sistem Subak
Seperti yang telah diuraikan di atas (Subbab 5.3) bahwa kegiatan agribisnis
pada sistem subak ditujukan untuk mendukung peningkatan usahatani di lahan
sawah dan pendapatan anggotanya. Pada Subak Guama, pengembangan agibisnis
diselenggarakan melalui pembentukan koperasi yang dinamakan Koperasi Usaha
Agribisnis Terpadu (KUAT) Subak Guama yang telah berstatus badan hukum
88
yaitu Nomor 22/BH/Diskop/VIII/2003 tertanggal 14 Agustus 2003. Sedangkan
pada Subak Selanbawak, koperasi yang ada belum memiliki status badan hukum.
KUAT Subak Guama memiliki fungsi untuk mengadakan pengelolaan
unit-unit usaha ekonomis bagi anggota Subak Guama yang berkenaan dengan
pengelolaan usahatani dan peningkatan pendapatan anggota subak. KUAT yang
telah terbentuk merupakan suatu unit lembaga yang berada dibawah pengelolaan
sistem subak. Melalui sumber modal yang berasal dari pemerintah, beberapa
kegiatan utama yang telah dilakukan adalah sebagai berikut.
1. Kegiatan Pengelolaan Padi Terpadu (Integrated Crops Management) sebesar
Rp 98.000.000,00.
2. Kegiatan Integrasi Padi-Ternak (Crops-Livestock System) yang besarnya
adalah Rp 663.500.000,00.
3. Kegiatan penguatan modal usaha rumah tangga yaitu Kredit Usaha Mandiri
(KUM) sebesar Rp 81.700.000,00.
Pada kegiatan usaha pengelolaan tanaman terpadu awalnya telah
direalisasikan dalam bentuk penyaluran saprodi (sarana produksi padi) dari
penyaluran benih, pupuk, dan pestisida dengan sistem pembayaran setelah panen
(empat bulan) dengan bunga 1 % / bulan. KUAT Subak Guama bekerjasama
dengan pemasok sarana produksi seperti pupuk yaitu PT Setiatani dan PT Pupuk
Kaltim. Sementara itu, pemasok pestisida, herbisida dan fungisida adalah PT
Syngenta, BASF, Bayer dan lain sebagainya. Selain memproduksi sendiri benih
padi, KUAT Subak Guama juga memperoleh pasokannya dari beberapa
perusahaan seperti PT Sang Hyang Sri dan PT Subur Kimia.
89
Pada kegiatan usaha integrasi sistem padi dengan ternak, telah direalisasikan
dalam bentuk kredit ternak sapi kepada anggota Subak Guama dengan besar kredit
sebesar Rp 3.000.000,00/ekor dengan bunga sebasar 1 % dalam jangka waktu
pengembalian selama dua tahun. Kredit usaha mandiri (simpan pinjam)
diselenggarakan dengan memberikan bantuan penguatan modal usaha untuk para
wanita tani seperti : (i) usaha minyak kelapa; (ii) usaha ternak babi; (iii) usaha
jajan bali; (iv) usaha tenun; (v) usaha ukir; dan (vi) usaha dagang. Beberapa
kegiatan agribisnis pada Subak Guama dapat dilihat pada Gambar 5.5.
Gambar 5.5Kegiatan agribisnis pada Subak Guama
Subsistempenyediaan Saprotan
& Alsintan
Subsistemusahatani
BPTP (Penyuluh-an dan pelatihanBPSB (sertifikasibenih
Subsistempemasaran
Subsistempengolahan
Penyediaan saprodi :kerja sama denganPT Setiatani, PTPupuk Kaltim, PTSyngeta, BASF danBayer
Pengelolaanusahatani padi
terpadu
Pengelolaanintegrasitanaman
dengan ternaksapi Pengolahan
pupuk organik
Pemasaran benihpadi
Pelayanan kredit danKUM (dengansasaran petani danwanita tani)
Subsistempenunjang
Pengolahan padi
Pelayanan jasaAlsintan
Pemasaranpupuk organik
Pemasaran beras
Aktivitasindustri rumah
tangga Olahan minyakkelapa, ukiran,
dsb
Pemasaranminyak, ukiran,
dsb
SistemAgribisnis
90
Pada Gambar 5.5 terlihat bahwa terdapat berbagai unit usaha bisnis yang
saling terkait antara satu subsistem dengan subsistem lainnya, seperti pengelolaan
integrasi tanaman dengan ternak sapi memunculkan adanya usaha bisnis
pengolahan dan pemasaran pupuk organik. Pengembangan kegiatan usaha
agribisnis di subak di Subak Guama mengalami peningkatan yang signifikan,
terutama dari aspek finansialnya. Jumlah modal usaha yang dimiliki oleh KUAT
Subak Guama bertambah tinggi untuk ketiga kegiatan usaha di atas seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 5.13
Tabel 5.13Perkembangan modal usaha KUAT Subak Guama yang
bersumber dari BLM
No Kegiatan Modal awal2003 (Rp)
Modal 2011(Rp)
Kenaikan(%)
Rata-rata/th(%)
1
2
3
Integrasi paditernakPengelolaanpadi terpaduKredit usahamandiri
663.500.000
98.000.000
81.700.000
923.534.113
2.068.790.460
1.044.042.023
39,2
2.011,0
1.177,9
4,9
251,38
147,24
Jumlah 843.200.000 4.036.366.596 378,70 47,34Sumber: KUAT Subak Guama, 2012
Kondisi ini memberikan indikasi bahwa pembentukan koperasi pada sistem
subak memberikan peningkatan nilai ekonomis dan memberikan manfaat bagi
petani anggotanya. Atau dengan kata lain, nilai ekonomis modal usaha KUAT
Subak Guama pada kegiatan integrasi padi ternak, pengelolaan padi terpadu dan
kredit usaha mandiri mengalami kenaikan dengan rata-rata sebesar 47,34 % per
91
tahun, dimana persentase tertinggi kenaikannya adalah pada kegiatan usaha
pengelolaan padi terpadu, yaitu mencapai rata-rata 251,38 % per tahun.
Secara keseluruhan nilai aset yang dimiliki olek KUAT Subak Guama pada
akhir 2012 adalah sebesar Rp 4.036.366.596. Selain itu, ditemukan pula bahwa
pada tahun 2011 akhir, tercatat besarnya deposito petani di koperasi subak sebesar
Rp 697.500.000, dan jumlah tabungan yang besar yaitu Rp 738.158.800. Kondisi
ini memberikan indikasi yang kuat bahwa petani telah memiliki kepercayaan
kepada koperasi sehingga mereka yakin bahwa uang yang didepositokan dan
ditabung terjamin keamanannya.
Dalam pengembangan agribisnis subak melalui KUAT, pengurus telah
mengupayakan berbagai prasarana dan sarana pendukung untuk melancarkan
usaha-usaha ekonomis yang dilakukannya, seperti bangunan kantor, kendaraan,
peralatan dan lain sebagainya. Beberapa prasarana yang dimiliki dan dikelola oleh
KUAT Subak Guama disajikan pada Tabel 5.14.
Pengelolaan parasarana yang dilakukan oleh managemen KUAT Subak
Guama dilakukan secara terbuka dan transparan melalui kegiatan inventarisasi
yang baik dan dilaporkan kepada subak setiap tahun. Guna menjamin umur teknis
prasarana-prasarana yang dikuasainya, koperasi melakukan perawatan secara baik
dan rutin dengan menganggarkan biayanya setiap tahun. Pada periode tahun 2012
tercatat bahwa koperasi telah menganggarkan biaya atau dana pemeliharaan dan
perbaikan infrastruktur sebesar Rp 22.642.271.
Manfaat ekonomis yang dirasakan oleh petani anggota subak yang sekaligus
anggota koperasi tercermin dari kondisi besarnya Sisa Hasil Usaha (SHU). Pada
penelitian ini, ditemukan juga bahwa sisa hasil usaha KUAT sejak tahun 2004
92
Tabel 5.14Prasarana KUAT Subak Guama
No Prasarana Unit Tahun Nilai (Rp)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Bangunan kantor
Mitsubishi PU L300
Handtractor, Kubota
Power tresser
Mesin pengayak kompos
Rice Milling Unit
Lantai Jemur
Kandang koloni
Gudang benih
Set meja kerja
Meja dan kursi tamu
Set komputer
2
1
3
4
1
1
1
1
1
7
2
3
2005
2007
2006
2006
2006
2007
2007
2007
2006
2005
2007
2006
84.862.000
47.000.000
65.050.000
12.000.000
4.500.000
96.254.000
45.000.000
17.561.000
29.000.000
7.400.000
3.000.000
24.000.000
Sumber: KUAT Subak Guama, 2012
sampai dengan tahun 2012 mengalami perubahan yang signifikan meskipun pada
tahun 2008 dan 2009 mengalami penurunan. Besaran sisa hasil usaha KUAT
Subak Guama dapat dilihat pada Tabel 5.15.
Menurunnya SHU KUAT Subak Guama pada tahun 2008 disebabkan oleh
adanya pemanfaatannya untuk kegiatan ritual (ngenteg linggih dan ngusaba nini)
yang diselenggarakan oleh subak yang memerlukan dana relative tinggi. Ini
berarti bahwa KUAT memberikan kontribusi yng sangat besar untuk kepentingan
aktivitas subak. Atau dengan kata lain, adanya KUAT Subak Guama, petani
anggota subak memperoleh keringanan ekonomis di dalam berkontribusi untuk
kegiatan ritual di tingkat subak. Pada tahun tersebut, besarnya kontribusi KUAT
93
Tabel 5.15Sisa hasil Usaha KUAT Subak Guama
Tahun SHU (Rp)
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
8.274.823
109.889.492
140.952.178
159.175.138
212.227.525
183.404.678
192.214.271
150.948.469
133.768.171
Sumber: KUAT Subak Guama, 2012
Subak Guama adalah Rp 173.000.000 (sebesar 50% dari total biaya yang
dibutuhkan. Sedangkan rendahnya SHU pada tahun 2009 diakibatkan oleh
adanya serangan hama tikus pada tanaman padi sehingga produksi benih pada
usaha penangkaran yang luasnya 50 ha menjadi sangat menurun termasuk
penjualan sarana produksinya.
Adapun pengembangan usaha yang dilakukan KUAT Subak Guama selain
kegiatan pokok BLM yaitu sebagai berikut.
1. Usaha penangkaran benih padi
Dalam proses penangkaran ini KUAT Subak Guama telah mampu
menangkarkan 10 – 20 ha/musim dengan kapasitas produksi yang besarnya
sekitar 100 ton/musim tanam.
94
2. Usaha prosesing kompos
Usaha ini dilakukan dengan menggunakan bahan baku ternak sapi yang
diambil dari petani di Subak Guama dengan memanfaatkan bahan aktif
Romino Bacillus (RB) yang difasilitasi oleh BPTP. Produksi pupuk organik
Subak Guama mencapai rata rata 25 ton/bulan dan sebagian besar dipasarkan
untuk komoditi tanaman hias dan hortikultura.
3. Unit Pelayanan Jasa Alat dan Mesin Pertanian (UPJA)
Unit pelayanan jasa alat dan mesin pertanian adalah untuk menunjang
kegiatan dalam usaha meningkatkan produksi pertanian. Alat dan mesin ini
dimanfaatkan petani sejak pengolahan lahan sampai dengan penanganan
pasca panen. Alat dan mesin yang tersedia antara lain : hand traktor, seeder
(alat tanam tabela), power tresser, Rice Milling Unit (RMU).
Tahun 2007 KUAT Subak Guama dijadikan salah satu unit percontohan
dalam pelaksanaan program nasional yaitu Program Rintisan dan Akselerasi
Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian (Prima Tani). Adapun kegiatan
kegiatan yang dilakukan dalam Prima Tani tersebut adalah sebagai berikut.
1. Bidang penerapan teknologi pola tanam (tanaman pangan & palawija), yaitu
berupa:
a. penggunaan benih bermutu dengan anjuran 20 – 25 kg /ha;
b. penanaman bibit muda (umur 15 – 21 hari);
c. penanaman bibit 1 – 2 batang per lubang;
d. penanaman dengan sistem Tapin Legowo;
e. penanaman dengan sistem Tabela Legowo;
95
2. Pengolahan limbah ternak untuk pupuk organik padat & cair.
3. Usaha penangkaran benih tanaman padi.
4. Pengenalan beberapa varietas unggul baru.
5. Usaha pengeringan dan prosesing (Rice Milling Unit).
6. Pengadaan kandang koloni (usaha penggemukan sapi).
7. Penguatan kelembagaan kelompok termasuk kelompok wanita tani.
8. Pembentukan jaringan kerja sama lintas instansi.
9. Peningkatan kesehatan ternak.
10. Pelatihan Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu, pasca panen, dan
klinik konsultasi pertanian.
Di sisi lain, pengembangan agribisnis pada Subak Selanbawak
menunjukkan hasil yang berbeda dibandingkan dengan Subak Guama. Pada
Subak Selanbawak, kegiatan agribisnis diselenggarakan melalui embrio koperasi
yang telah dibentuk tetapi belum memiliki status badan hukum. Pada awalnya,
modal yang dimiliki oleh embrio koperasi tersebut adalah sebesar Rp 75.000.000
yang merupakan bantuan dari pemerintah melalui Dinas Pertanian Tanaman
Pangan Provinsi Bali pada tahun 2001.
Keseluruhan modal yang dimilikinya dimanfaatkan untuk pemberian
kredit petani anggota dalam memperoleh sarana produksi (benih, pupuk, pestisida)
termasuk juga upah tenaga kerja, sebagai bagian dari kegiatan ekonomis di subak
(lihat Gambar 5.6). Terbatasnya modal usaha yang dimiliki oleh subak
menyebabkan penyaluran kreditnya dilakukan secara bergilir. Besarnya tingkat
bunga yang diberlakukan terhadap pinjaman ini adalah 2 %/ bulan untuk jangka
96
waktu selama empat bulan. Pengembalian keseluruhan pinjaman kepada subak
dilakukan setelah panen.
Gambar 5.6Kegiatan agribisnis pada Subak Selanbawak
Gambar 5.6 menunjukkan bahwa kegiatan agribisnis pada embrio koperasi
Subak Selanbawak hanya dilakukan pada subsistem penyediaan sarana produksi
dan subsistem produksi atau on-farm. Para petani hanya melakukan kegiatan
agribisnis pada subsistem penyediaan sarana produksi dan pelayanan kredit.
Petani-petani menyusun RDKK yang diajukan sesuai dengan kebutuhan untuk
usahatani padinya. Subak melalui embrio koperasinya membuat aturan pinjaman
dan pengembalian kredit. Besaran pinjaman adalah Rp 1.000.000 sampai dengan
Rp 3.000.000 dan tanpa agunan. Apabila terjadi gagal panen, maka peminjam
hanya mengembalikan sejumlah uang yang dipinjamnya tanpa dikenakan bunga.
Subsistempenyediaansaprodi
Subsistemusahatani
Dinas Pertanian(penyuluhan)
PenyediaanSaprodi;kerjasamadengan KUDBringkit
SistemAgribisnis
Pelayanan kredit
Usahatani padi
Subsistempenunjang
97
Telah diatur pula dalam embrio koperasi ini bahwa jika petani tidak
mengembalikan pinjamannya sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan, maka
subak dapat mengambil tindakan melalui beberapa tahapan, seperti denda sampai
dua kali (dua bulan). Apabila masih belum bisa melakukan kewajibannya, maka
sanksi subak dikenakan kepada yang bersangkutan, yaitu berupa penutupan air.
Kegiatan agribisnis di Subak Selanbawak tidak berkembang untuk
berbagai kegiatan usaha bisnis lainnya karena keterbatasan dana dan kurangnya
pemberdayaan subak dari pihak luar seperti yang diterima oleh Subak Guama.
Kondisi ini tercermin dari belum dilakukan upaya lanjutan untuk menjadikan
embrio koperasi sebagai koperasi yang berstatus badan hukum. Sebagai
konsekuensinya, rata-rata perkembangan kas yang dimiliki subak sejak
memperoleh bantuan dana langsung dari Dinas Pertanian tanaman pangan
Provinsi Bali hingga tahun 2012 adalah sebesar 11,52 % per tahun dimana saat ini
besarnya kas adalah Rp 168.000.000.
Pada Subak Selanbawak, embrio koperasi bersama-sama dengan subak
belum membuat kesepakatan mengenai SHU setiap tahunnya. Hanya pengurus
embrio koperasi dan subak memperoleh keuntungan dari kegiatan agribisnis yang
dilakukannya. Mereka mendapat bagian sebesar 25 % dari penghasilan yang
diperoleh melalui kredit yang dijalankan kepada anggota.
Keuntungan lain yang diperoleh anggota subak adalah embrio koperasi ini
juga turut berkontribusi untuk kegiatan perbaikan saluran irigasi, seperti yang
terjadi pada tahun 2010. Pada saat itu, embrio koperasi memberikan kontribusinya
sebesar Rp 2.000.000. Embrio koperasi juga memberikan kontribusi untuk
98
upacara-upacara ritual di tingkat subak termasuk di desa yang besarnya ditentukan
melalui kesepakatan anggota subak.
Ini berarti bahwa keberadaan embrio koperasi telah memberikan manfaat
ekonomis bagi subak dan anggotanya karena mereka beban ekonomis mereka
menjadi berkurang untuk kegiatan perbaikan saluran irigasi dan kegiatan ritual
yang diselenggarakannya.
5.5 Pengaruh Elemen-elemen Modal Sosial terhadap Sikap dan Pengetahuan,dan terhadap Pengembangan Agribisnis
Berdasarkan pada kerangka pikir seperti yang telah diuraikan di bagian
terdahulu, sebelum dilakukan analisis untuk mengetahui hubungan antar variabel-
variabel yang telah disebutkan di atas, maka diuraikan sikap dan pengetahuan
petani dikaitkan dengan pengembangan usaha agribisnis.
5.5.1 Sikap petani terhadap pengembangan agribisnis
Dalam penelitian ini, sikap merupakan suatu kecendrungan petani terhadap
pengembangan agribisnis di tingkat subak. Hasil survai menunjukkan bahwa rata-
rata tingkat sikap petani terhadap pengembangan agribisnis pada sistem subak
adalah sebesar 83,18 % dari skor maksimal dengan kisaran antara 64,33 % sampai
dengan 91,41 %. Ini berarti bahwa sikap petani berada pada kategori setuju
terhadap pengembangan agribisnis di tingkat subak. Sebagian besar petani
memiliki sikap yang setuju (47,73 %) dan tidak ada petani yang memiliki sikap
tidak setuju dan bahkan sangat tidak setuju. Secara lebih rinci, distribusi frekuensi
petani yag didasarkan pada sikapnya dapat dilihat pada Tabel 5.16.
99
Tabel 5.16Distribusi frekuensi petani berdasarkan pada tingkat sikap
No Kategori Frekuensi Persentase(orang) (%)
1 Sangat setuju 30 34,092 Setuju 42 47,733 Ragu-ragu 16 18,184 Tidak setuju 0 05 Sangat tidak setuju 0 0
Jumlah 88 100
Data yang ditunjukkan pada Tabel 5.16 terlihat bahwa sebanyak 18,18 %
petani memiliki sikap yang ragu-ragu terhadap pengembangan agribisnis. Kondisi
ini terjadi karena pada kegiatan pasca-panen belum dapat memberikan kepastian
yang menguntungkan kepada petani. Selain itu, masih ada petani yang tidak
melakukan pengolahn dan pemasaran produk usahataninya (gabah) melalui
koperasi atau subaknya. Kondisi ini terjadi karena masih ditemukan transaksi
penjualan gabah dengan sistem tebasan.
Tingginya pencapaian skor sikap petani memberikan indikasi bahwa
kegiatan agribisnis di tingkat subak dirasakan akan memberikan manfaat bagi
mereka, terutama dalam pelayanan sarana produksi padi dan Alat dan mesin
pertanian, pelayanan kredit dan pengolahan dan pemasaran. Layanan alsintan,
pengolahan dan pemasaran hanya ditemukan pada Subak Guama, sedangkan di
Subak Selanbawak kegiatan agribisnisnya masih terbatas pada kegiatan
penyediaan sarana produksi padi dan pemberian kredit atau pinjaman kepada
anggota. Secara lebih rinci, distribusi frekuensi petani, rata-rata pencapaian skor
dan interval didasarkan pada masing-masing peubah disajikan pada Tabel 5.17.
100
Tabel 5.17Distribusi frekuensi petani, rata-rata pencapaian skor dan interval
berdasarkan peubah-peubah sikap
No Kategori Frekuensi(orang)
Persentase(%)
Rata-rataskor(%)
Interval skor(%)
1
2
3
4
Layanan Saprodi danalsintanSangat setujuSetujuRagu-raguTidak setujuSangat tidak setujuJumlahPengolahan danpemasaranSangat setujuSetujuRagu-raguTidak setujuSangat tidak setujuJumlahKontrol thd kegiatanagribisnisSangat setujuSetujuRagu-raguTidak setujuSangat tidak setujuJumlahLayanan kreditusahataniSangat setujuSetujuRagu-raguTidak setujuSangat tidak setujuJumlah
3640120088
3038200088
2446180088
3044140088
40,9145,4513,640,000,00100
34,0943,1822,730,000,00100
27,2752,2720,460,000.00100
34,0950,0015,910,000,00100
83,67
82,89
82,98
83,18
66,33 – 91,41
64,33 – 86,54
62,23 – 85,67
67,23 – 90,81
101
Memperhatikan Tabel 5.17 tersebut, frekuensi tertinggi untuk sikap petani
yang sangat setuju terlihat pada peubah layanan sarana produksi dan alsintan.
Kondisi ini sangat wajar terjadi pada kedua subak karena para petani setiap musim
tanam padi memperoleh layanan sarana produksi (benih, pupuk dan pestisida)
melalui masing-masing koperasinya. Sedangkan frekuensi petani pada peubah
pengolahan dan pemasaran pada kategori sikap sangat setuju jumlahnya lebih
sedikit dibandingkan peubah lainnya karena kegiatan-kegiatan tersebut belum
diikuti oleh seluruh petani meskipun menurut mereka mengetahui akan
memberikan nilai tambah.
Berdasarkan pada hasil analisis yaitu CFA diperoleh besaran bobot
masing-masing peubah sikap. Pada peubah sikap terhadap layanan sarana
produksi dan alsintan memiliki bobot sebesar 0,60, Bobot peubah sikap terhadap
pengolahan dan pemasaran produk adalah 0,58. Sedangkan, besarnya bobot
peubah sikap terhadap kontrol kegiatan agribisnis adalah 0,50 dan peubah sikap
terhadap kredit usahatani memiliki bobot sebesar 0,54. Secara sederhana dapat
dilihat pada Gambar 5.7.
Positifnya sikap terhadap penyediaan sarana produksi dan Alsintan
disebabkan karena para petani sangat membutuhkan sarana produksi dan Alsintan
untuk aktivitas usahataninya di lahan sawah. Para petani telah merasakan adanya
ketergantungan yang tinggi terhadap sarana produksi, khususnya pupuk dan benih
padi yang akan diusahakan. Adanya subak dan koperasi memberikan kemudahan
bagi mereka untuk memperoleh sarana produksi secara kolektif dengan sistem
Bayar Setelah Panen (Yarnen).
102
SIKAP
Gambar 5.7Hasil CFA peubah sikap petani terhadap pengembangan agribisnis
Keterangan:SISAR : Sikap thd penyediaan sarana produksi dan AlsintanSIOLAH : Sikap thd pengolahan dan pemasaranSITROL : Sikap thd aktivitas kontrol kegiatan agribisnisSIKRED : Sikap thd kredit usahataniSIKAP : Sikap terhadap pengembangan agribisnis
Sikap para petani terhadap kontrol kegiatan agribisnis dalam subaknya
terlihat dari adanya kecendrungan mereka untuk mengetahui perkembangan
kegiatan agribisnis yang diselenggarakan, termasuk dengan adanya
keterlibatannya dalam perencanaan-perencanaannya. Para petani tidak
menghendaki adanya penyalagunaan kewenangan yang dilakukan oleh para
pengurus subak dan koperasi (termasuk embrio koperasi).
Sikap petani terhadap kegiatan pengolahan dan pemasaran di dalam subak
menunjukkan adanya kecendrungan yang positif, dimana kegiatan tersebut
dirasakan akan dapat memberikan nilai tambah bagi produk-produk yang
dihasilkannya.
SISAR
SIKRED
SITROL
SIOLAH
0,600
0,750
0,620
0,660
0,580
0,500
0,54
0,660
103
5.5.2 Pengetahuan petani tentang pengembangan agribisnis
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata tingkat pengetahuan petani
mengenai pengembangan agribisnis (layanan penyediaan sarana produksi dan
Alsintan, kredit usahatani, pengolahan dan pemasaran) adalah sebesar 77,27 %
dari skor maksimal dengan kisaran antara 28,24 % sampai dengan 92,12 %. Ini
berarti bahwa pengetahuan petani berada pada kategori tinggi mengenai
pengembangan agribisnis di tingkat subak. Sebagian besar petani memiliki
pengetahuan yang tinggi (40,91 %) dan tidak ada petani yang memiliki
pengetahuan yang sangat rendah. Secara lebih rinci, distribusi frekuensi petani
yang didasarkan pada pengetahuannya dapat dilihat pada Tabel 5.18.
Tabel 5.18Distribusi frekuensi petani berdasarkan pada tingkat pengetahuan
No Kategori Frekuensi Persentase(orang) (%)
1 Sangat tinggi 24 27,27
2 Tinggi 36 40,91
3 Sedang 20 22,73
4 Rendah 8 9,09
5 Sangat rendah 0 0,00
Jumlah 88 100
Tingginya pencapaian skor pengetahuan petani memberikan indikasi
bahwa kegiatan agribisnis di tingkat subak sudah dipahami secara baik termasuk
memberikan manfaat ekonomis. Beberapa peubah yang berkenaan dengan
pengetahuan petani adalah layanan sarana produksi dan Alsintan, pengolahan dan
pemasaran, dan kredit usahatani. Secara lebih rinci, distribusi frekuensi petani,
104
rata-rata pencapaian skor dan interval didasarkan pada masing-masing peubah
pengetahuan disajikan pada Tabel 5.19.
Tabel 5.19Distribusi frekuensi petani, rata-rata pencapaian skor dan interval berdasarkan
pada masing-masing peubah pengetahuan
No Kategori Frekuensi(orang)
Persentase(%)
Rata-rata skor
(%)
Interval skor(%)
1
2
3
Layanan Saprodi dan
Alsintan
Sangat tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat rendah
Jumlah
Layanan Kredit
Sangat tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat rendah
Jumlah
Layanan pengolahan
dan pemasaran
Sangat tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat rendah
Jumlah
30
32
20
6
0
88
18
38
22
10
0
88
24
38
18
8
0
88
34,09
36,36
22,73
6,82
0,00
100
20,46
43,18
25,00
11,36
0,00
100
27,27
43,18
20,46
9,09
0,00
100
82,56
75,33
71,22
34,12 - 92,12
32,26 – 85,67
28,24 – 84,33
105
Memperhatikan Tabel 5.19 tersebut, frekuensi terbesar untuk pengetahuan
petani dalam kategori sangat tinggi terlihat pada peubah layanan sarana produksi.
Kondisi ini terjadi karena para petani menerima informasi pada saat mereka saling
berinteraksi baik dengan sesama petani maupun pengurus subak dan koperasi
serta penyuluh pertanian berkenaan penyediaan sarana produksi dan Alsintan.
Penyediaan sarana produksi dan Alsintan ini diketahui akan menjadi suatu dengan
kegiatan ekonomis yang menguntungkan bagi petani melalui koperasinya.
Pada penelitian ini juga ditemukan bahwa terdapat pengetahuan petani
dalam kategori yang rendah yaitu sebanyak 9,09 %. Kondisi ini memberikan
indikasi bahwa aspek pasca-panen yang berkenaan dengan sistem agribisnis
belum diketahui secara baik oleh para petani meskipun mereka sudah telah
melakukan transaksi penjualan.
Berdasarkan pada hasil analisis yaitu CFA diperoleh besaran bobot
masing-masing peubah pengetahuan. Pada peubah layanan sarana produksi dan
Alsintan memiliki besar bobot 0,75, besar bobot pada peubah kredit usahatani
memiliki bobot sebesar 0,46 dan peubah layanan pengolahan dan pemasaran
memiliki bobot sebesar 0,60 (lihat Gambar 5.8).
Pengetahuan mengenai layanan sarana produksi pertanian adalah
merupakan bagian dari aktivitas agribinsis yang diikuti oleh para petani. Mereka
memiliki pengetahuan yang lengkap tentang proses pengamprahannya seperti
benih, pupuk, pestisida atau insektisida. Aspek penggunaan sarana produksi juga
mereka telah ketahui setelah memperoleh informasi dari PPL dan juga pengurus
subak. Selain itu, pengisian formulir untuk memperoleh sarana produksi tersebut
sudah dipahami secara baik oleh para petani termasuk saat pendistribusiannya.
106
PENGETAH
Gambar 5.8Hasil CFA peubah pengetahuan petani terhadap pengembangan agribisnis
Keterangan:HUSARNA : Pengetahuan ttg sarana produksi dan AlsintanHUKRED : Pengetahuan ttg kredit usahataniHUOLAH : Pengetahuan ttg pengolahan dan pemasaranPENGETAH : Pengetahuan petani mengenai pengembangan agribisnis
Pengolahan produk dan pemasaran juga menjadi aspek yang diketahui oleh
para petani secara baik, seperti adanya pengolahan pupuk organik dan pemasaran
produk benih padi di Subak Guama. Namun, belum banyak petani yang mengikuti
pengolahan dan pemasaran produknya melalui subak atau koperasi. Aspek
perkreditan yang ada di subak dan koperasi adalah menyangkut persyaratan untuk
memperoleh kredit dan mekanisme pengembaliannya. Meskipun tidak terlalu
kompleks, namun para petani tidak sepenuhnya memahaminya, dan mereka
biasanya menanyakan kembali kepada pengurus sebelum mengurus perolehan
kredit.
HUSARNA
HUOLAH
HUKRED
0,44
0,60
0,46
0,75
0,79
0,64
107
5.5.3 Pengembangan Agribisnis
Pada penelitian ini, pengembangan agribisnis pada sistem subak diukur
dengan partisipasi petani di dalam kegiatan-kegiatan usaha agribisnis yang
diselenggarakan oleh masing-masing subak. Pengembangan agribisnis di subak
mencakup kegiatan usaha yaitu: (i) layanan sarana produksi, alat dan mesin
pertanian; (ii) layanan kredit; dan (iii) layanan pengolahan dan pemasaran produk
pertanian. Partisipasi para petani mencerminkan bahwa mereka secara bersama-
sama terlibat langsung di dalam pengembangan kegiatan usaha agribisnis dalam
subak. Pengembangan usaha agribisnis dalam suatu organisasi sosial termasuk
subak tercermin dari berbagai keikutsertaan atau partisipasi petani di dalam setiap
kegiatan pengembangan agribisnis.
Berdasarkan pada hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata
pencapaian skor tingkat partisipasinya adalah 79,09 % dari skor maksimal dengan
interval antara 32,20 % sampai dengan 88,80 %. Ini berarti bahwa partisipasi
petani dalam kegiatan agribisnis yang diselenggarakan pada tingkat subak
tergolong tinggi. Sebagian besar petani (45,46 %) memiliki partisipasi yang tinggi
dan bahkan ditemukan ada petani yang memiliki tingkat partisipasi sangat tinggi
(31,82 %). Secara lebih rinci, distribusi frekuensi petani berdasarkan pada tingkat
partisipasinya dalam kegiatan agribisnis dapat dilihat pada Tabel 5.20.
Memperhatikan Tabel 5.20 ternyata terlihat juga adanya petani yang
memiliki tingkat partisipasi rendah dan sangat rendah berkenaan dengan kegiatan
agribisnis pada subak, yaitu sebesar 9,08 %. Kondisi ini terjadi karena di Subak
Selanbawak kegiatan agribisnisnya yang terbatas tidak seperti di Subak Guama.
108
Di Subak Selanbawak hanya melakukan kegiatan agribisnis untuk penyediaan
sarana produksi dan pinjaman kas subak.
Tabel 5.20Distribusi frekuensi petani berdasarkan pada tingkat partisipasi
No Kategori Frekuensi Persentase(orang) (%)
1 Sangat tinggi 28 31,82
2 Tinggi 40 45,46
3 Sedang 12 13,64
4 Rendah 4 4,54
5 Sangat rendah 4 4,54
Total 88 100
Berdasarkan pada masing-masing peubah dalam partisipasi ini, hasil
penelitian menunjukkan bahwa peubah pemanfaatan layanan sarana produksi
pertanian dan Alsintan memiliki tingkat frekuensi petani yang paling besar pada
kategori partisipasi paling tinggi yaitu sebanyak 40,91 %., dan terendah pada
peubah pengolahan dan pemasaran, yaitu sebanyak 29,55 %. Secara lebih rinci,
distribusi frekuensi petani, rata-rata pencapaian skor dan intervalnya dapat dilihat
pada Tabel 5.21.
Data yang ditunjukkan pada Tabel 5.21 terlihat informasi bahwa terdapat
petani anggota subak yang memiliki tingkat partisipasi yang sangat rendah
terhadap pengembangan agribisnis. Besarnya jumlah petani yang berada pada
kategori ini adalah relatif kecil yaitu: 2,27 %; 4,55 %; dan 6,82 % untuk masing-
masing peubah yaitu layanan sarana produksi dan alsintan; layanan kredit dan
109
Tabel 5.21Distribusi frekuensi petani, rata-rata pencapaian skor dan interval skor
berdasarkan peubah-peubah partisipasi
No Peubah/Kategori Frekuensi Persentase Rata-rata Interval(partisipasi) (orang) (%) skor skor
(%) (%)1 Penyediaan Saprodi 83,23 34,36 – 88,80
dan AlsintanSangat tinggi 34 38,64
Tinggi 36 40,91
Sedang 8 9,09
Rendah 8 9,09
Sangat rendah 2 2,27
Jumlah 88 100
2 Kredit usahatani 79.92 33,12 – 86.33
Sangat tinggi 30 34,09
Tinggi 40 45,45
Sedang 12 13,64
Rendah 2 2,27
Sangat rendah 4 4,55
Jumlah 88 100
3 Pengolahan dan pemasaran 74,12 32,20 – 84,56
Sangat tinggi 20 22,73
Tinggi 44 50,00
Sedang 16 18,18
Rendah 2 2,27
Sangat rendah 6 6,82
Jumlah 88 100
110
layanan pengolahan dan pemasaran produk. Pendekatan pemberdayaan yang
dilakukan dalam bentuk pemberian bantuan fisik semata tidak akan memiliki
pengaruh positif terhadap penguatan modal sosial setempat sehingga
mengakibatkan partisipasi masyarakat pedesaan menjadi sangat dangkal
(Malvicini and Sweetser, 2003).
Berdasarkan pada analisa CFA, masing-masing peubah partisipasi
memiliki bobot yang bervariasi. Partisipasi dalam layanan sarana produksi dan
Alsintan memiliki bobot sebesar 0,69 bobot partispasi pada layanan kredit adalah
0,57, dan bobot partisipasi pada layanan pengolahan dan pemasaran adalah 0,54
(lihat Gambar 5.9).
AGRIBISNIS
Gambar 5.9Hasil CFA peubah partisipasi petani terhadap pengembangan agribisnis
Keterangan:SAPRODI : Partisipasi pada layanan sarana produksi dan AlsintanKREDIT : Partisipasi pada layanan kreditPASAR : Partisipasi pada layanan pengolahan dan pemasaranAGRIBISNIS : Pengembangan agribisnis
SAPRODI
PASAR
KREDIT
0,53
0,69
0,57
0,54
0,70
0,62
111
Memperhatikan analisis CFA di atas menunjukkan bahwa partisipasi petani
dalam pemanfaatan sarana produksi pertanian dan alsintan merupakan peubah
yang memiliki peluang paling tinggi dalam membentuk peubah partisipasi
dibandingkan dengan peubah-peubah lainnya. Kondisi ini memberikan indikasi
bahwa petani memiliki partisipasi dengan intensitas yang tinggi dalam
memperoleh layanan sarana produksi dan alsintan. Layanan sarana produksi dan
alsisntan ini menjadi bagian yang sangat penting bagi petani untuk kegiatan
usahatani, khususnya tanaman padi.
Berdasarkan pada hasil analisa diperoleh bahwa hasil uji kesesuaian model
menunjukkan nilai statistik chi-square sebesar 178,65 dengan derajat kebebasan
238 dengan nilai P-hitung 0,08296 yang lebih besar dari 0,05; nilai RMSEA 0,079
lebih kecil dari 0,08 sertai nilai GFI 0,932 lebih besar dari 0,90. Hasil statistika
ini dapat dipakai untuk disimpulkan bahwa model yang diajukan fit dengan data
seperti disajikan pada Gambar 5.10. Berdasarkan pada analisis data, diperoleh
bahwa hasil SEM menunjukkan adanya estimasi koefisien bobot faktor seluruhnya
nyata pada tingkat kesalahan lima persen dengan nilai koefisien bobot faktor yang
distandarkan seluruhnya lebih besar dari nilai minimal yang disyaratkan sebesar
0,50.
Besarnya pengaruh peubah laten endogen terhadap peubah laten eksogen
memberikan gambaran yang konprehensif terhadap model penelitian yang
diajukan. Selanjutnya, besarnya pengaruh baik langsung maupun tidak langsung
dari masing-masing peubah berdasarkan model tersebut di atas dapat dilihat
melalui proses dekomposisi antar peubah seperti yang disajikan pada Tabel 5.22.
112
Chi-Square=178.65, df=238, P-value=0.08296, RMSEA=0.019 GFI = 0,932
Keterangan:Sesama : Kepercayaan antara sesama petani Sisar : Sikap thd saprotan & AlsintanPinbak : Kepercayaan petani thd pengurus subak Siolah : Sikap thd pengolahan&pemasaranPinkop : Kepercayaan petani thd pengurus koperasi Sitrol : Sikap thd kontrolBisnis : Kepercayaan petani thd usaha bisnis Sikred : Sikap thd kreditInterni : Interaksi antar petani Husarna: Pengetahuan ttg Saprotan &Interus : Interaksi antara petani dgn pengurus subak Huolah : Pengetahuan ttg pengolahan
dan koperasi Sapro : Partisipasi dalam penggunaanInterlu : Interaksi antara petanui dgn pihak luar Saprodi dan AlsintanInterlu : Interaksi antara petanui dgn pihak luar Kredit : Partisipasi penggunaan kreditKuatnor:Kekuatan norma Pasar : Partisipasi dalam pemasaranSanksi : Sanksi normaTaatnor : Ketaatan thd norma
Gambar 5.10Pengaruh elemen-elemen modal sosial terhadap pengembangan agribisnis
di subak
113
Tabel 5.22Dekomposisi antar peubah elemen-elemen modal sosial subak
Pengaruh Antar Peubah P e n g a r u h
Langsung
Pengaruh Tidak Langsung melalui
PeubahBebas
PeubahTerikat
Y1 Y2 Y1&Y2
Total
X1 Y1 0,26 - - - 0,26
Y2 0,39 0,09 - - 0,48
Y3 0,22 0,07 0,18 0,04 0,51
X2 Y1 0,09 - - - 0,09
Y2 0,02 0,03 - - 0,05
Y3 0,29 0,03 0,01 0,02 0,35
X3 Y1 0,39 - - - 0,39
Y2 0,05 0,14 - - 0,19
Y3 0,03 0,11 0,03 0,06 0,23
Y1 Y2 0,36 - - 0,36
Y3 0,28 - 0,16 - 0,44
Y2 Y3 0,45 - - - 0,45
Keterangan:X1 = Kepercayaan Y1 = SikapX2 = Jaringan Y2 = PengetahuanX3 = Norma Sosial Y3 = Partisipasi kegiatan Agribisnis
Data yang ditunjukkan pada Tabel 5.22 memberikan gambaran bahwa
peubah (elemen modal sosial) yang memberikan pengaruh terbesar secara
langsung terhadap partisipasi petani dalam kegiatan agribisnis adalah peubah
jaringan sosial, yaitu sebesar 0,29. Sedangkan peubah elemen modal sosial yang
memberikan pengaruh terbesar secara tidak langsung adalah peubah kepercayaan
yaitu 0,50. Artinya bahwa peningkatan partisipasi petani dalam kegiatan
agribisnis dapat didorong dengan meningkatkan jaringan kerja sosial (social
88
114
networking) baik di antara petani, antara petani dengan pengurus subak dan
koperasi serta dengan pihak luar, seperti PPL.
5.5.4 Pengaruh elemen-elemen modal sosial terhadap sikap petani
Berdasarkan pada hasil analisa yang telah dilakukan, dinyatakan bahwa
elemen-elemen modal sosial (kepercayaan, norma sosial, jaringan sosial) memiliki
hubungan dan pengaruh yang signifikan dengan sikap petani terhadap
pengembangan agribisnis. Sikap petani terhadap agribisnis meliputi sikap
terhadap penyediaan sarana produksi dan alsintan, sikap terhadap penyediaan
kredit, sikap terhadap pengolahan dan pemasaran, dan sikap terhadap kontrol
pengelolaan agribisnis dalam subak.
Hasil uji kebermaknaan terhadap masing-masing estimasi parameter model
struktural faktor sikap semuanya nyata pada tingkat kesalahan 0,05 dengan
estimasi persamaan struktural seperti formula di bawah ini:
Sikap = 0,26* x1 + 0,09* x2+ 0,39* x3(0,10) (0,15) (0,20)5,76 9,02 4,22
Errorvar = 0,22, R2 = 0,77
Memperhatikan formula tersebut, besarnya pengaruh peubah kepercayaan
(antar anggota subak, antara anggota dengan pengurus subak, antara anggota
dengan pengurus koperasi dan kepercayaan anggota terhadap kegiatan agribisnis
di subak) terhadap sikap petani adalah 0,26 atau 6,76 persen. Kepercayaan yang
tinggi di antara para petani dan pengurus subak dan koperasi telah memberikan
kecendrungan yang positif bagi mereka untuk secara bersama-sama dalam
mengembangkan agribisnis dalam sistem subak. Adanya tingkat kepercayaan
115
yang tinggi di antara para petani dan pengurus subak dan koperasi mendorong
tumbuhnya motif-motif atau dorongan untuk mendukung kegiatan agribisnis
seperti penyediaan sarana produksi dan Alsintan, penyediaan kredit, pengolahan
dan pemasaran. Para petani mempercayakan kepada para pengurus subak dan
koperasi di dalam pengelolaan usaha-usaha agribisnisnya.
Norma sosial (tingkat pengetahuan petani terhadap norma, kekuatan
norma, kekuatan sanksi dan ketaaatan terhadap norma) berpengaruh sebesar 0,39
atau 15,21 persen. Kondisi ini memberikan makna bahwa tersedianya berbagai
aturan baik di tingkat subak dan koperasi mengakibatkan adanya kecendrungan
yang positif bagi para petani untuk melakukan kegiatan agribisnis. Mereka
menyadari bahwa kekuatan norma dan sanksi yang melekat di dalamnya menjadi
pedoman bagi para pengurus dan anggota untuk penyelenggaraan berbagai
kegiatan subak termasuk agribisnis.
Sedangkan jaringan sosial (interaksi antar anggota, antara anggota dengan
pengurus subak dan pengurus koperasi, dan dengan pihak luar) juga merupakan
peubah yang memiliki pengaruh nyata terhadap sikap dengan besaran 0,09 atau
0,81 persen. Adanya interaksi tersebut memberikan kecendrungan juga terhadap
terbentukan sikap petani yang positif terhadap pengembangan agribisnis pada
sistem subak. Dalam setiap interaksi baik antar petani maupun dengan pengurus
subak dan koperasi dan juga dengan pihak luar memberikan pemahaman kepada
mereka untuk mengambil suatu tindakan bersama-sama yaitu dalam subak dan
koperasi guna pengembangan agribisnis. Sikap petani terbentuk didasarkan pada
situasi yang dialaminya melalui proses interaksi di antara mereka dan pihak-pihak
lainnya (pengurus subak, koperasi dan petugas pemerintah).
116
Berdasarkan pada persamaan di atas, dari ketiga elemen modal sosial yang
ada, ternyata elemen norma sosial memiliki pengaruh yang paling kuat dalam
pembentukan sikap petani terhadap pengembangan agribisnis subak. Selanjutnya
dapat dinyatakan juga bahwa ketiga peubah elemen-elemen dalam modal sosial
ini (kepercayaan, norma sosial dan jaringan sosial) secara bersama-sama memiliki
pengaruh sebesar 77 persen terhadap pembentukan sikap petani. Ini berarti
terdapat 23 persen peubah lainnya yang memberikan pengaruh terhadap sikap
petani mengenai agribisnis.
5.5.5 Pengaruh elemen-elemen modal sosial terhadap pengetahuan petani melaluisikap
Berdasarkan pada model yang telah digambarkan di atas, dapat dinyatakan
bahwa pengetahuan petani mengenai pengembangan agribisnis (mengenai
penyediaan sarana produksi dan Alsintan, penyediaan kredit, terhadap pengolahan
dan pemasaran) dipengaruhi oleh kepercayaan, norma sosial, jaringan sosial yang
melalui sikap dengan koefisien yang berbeda-beda. Hasil uji kebermaknaan
terhadap masing-masing estimasi parameter model struktural faktor pengetahuan
petani ternyata semua peubah memiliki pengaruh yang nyata pada tingkat
kesalahan 0,05. Formula estimasi persamaan strukturalnya adalah sebagai berikut:
Pengetahuan = 0,39* x1 + 0,02* x2 + 0,05* x3 + 0,36 *y1
(1,19) (0,22) (0,08) (1,19)2,60 10,72 2,24 2,60
Errorvar = 0,28; R2 = 0,71
Persamaan di atas menunjukkan bahwa besarnya pengaruh kepercayaan
(antar anggota subak, antara anggota dengan pengurus subak, antara anggota
dengan pengurus koperasi dan kepercayaan anggota terhadap kegiatan agribisnis
117
di subak) secara langsung terhadap pengetahuan adalah 0,39 atau 15,21 persen.
Pengetahuan tersebut meliputi pengetahuan mengenai penyediaan sarana
produksi, penyediaan kredit dan pengolahan dan pemasaran. Saling percaya di
antara mereka menyebabkan petani memiliki pengetahuan yang diyakini sesuatu
yang benar mengenai pengembangan agribisnis. Informasi yang disampaikan oleh
pengurus subak sejak awal perencanaan program pengembangan agribisnis telah
dipercayai secara baik untuk mendukungnya. Rasa kepercayaan yang dimiliki
oleh para petani telah terbentuk sejak dahulu yang tercermin dari penyelenggaraan
kegiatan irigasi, sosial dan budaya termasuk ritual di subak.
Kepercayaan yang tinggi terhadap pengurus subak juga memberikan
kontribusi dalam pembentukan pengetahuan petani mengenai berbagai kegiatan
agribisnis dalam subak serta mekanisme pelaksanaannya sesuai dengan aturan-
aturannya. Selain itu, kepercayaan anggota terhadap manfaat yang hendak
diperoleh melalui kegiatan agribisnis subak memberikan dorongan kepada mereka
untuk semakin memperoleh pengetahuan yang terkait. Elemen kepercayaan (trust)
memiliki pengaruh tidak langsung yaitu melalui elemen sikap terhadap
pengetahuan sebesar 0,09 atau 0,81 persen. Ini berarti pengaruh yang tidak
langsung ini lebih kecil dibandingkan dengan pengaruh langsungnya yang
nilainya sebesar 0,39.
Faktor norma sosial memberikan pengaruh langsung pada pengetahuan
sebesar 0,05 atau 0,25 persen. Norma sosial yang diberlakukan dalam subak dan
koperasi menjadi landasan bagi para petani untuk penyelenggaraan berbagai
kegiatan agribisnis. Melalui norma-norma yang ada, mereka dapat saling percaya
terhadap berbagai informasi yang menerpanya yang sekaligus sebagai
118
pengetahuan yang berkenaan dengan pengembangan agribisnis. Mereka
mengetahui aturan-aturan penyelenggaraan berbagai kegiatan usaha agribisnis di
dalam subak karena didasarkan pada nilai-nilai yang mereka miliki sebelumnya.
Elemen norma sosial pada subak dan koperasi ini juga memiliki pengaruh
tidak langsung (melalui sikap) yaitu sebesar 0,14. Pada kondisi ini menunjukkan
bahwa faktor elemen norma sosial dapat meningkatkan pengetahuan petani
mengenai agribisnis melalui pembentukan sikap terlebih dahulu karena nilainya
lebih tinggi dari pada pengaruh langsungnya, yaitu sebesar 0,05.
Elemen jaringan sosial yang meliputi interaksi antar anggota, antara
anggota dengan pengurus subak dan pengurus koperasi, dan dengan pihak luar
memberikan pengaruh langsung sebesar 0,02 atau 0,04 persen. Berbagai interaksi
yang terjadi merupakan wahana untuk memperoleh informasi dan juga saling
tukar pengetahuan di antara mereka. Interaksi antara petani dengan pengurus
subak dan koperasi termasuk dengan pihak luar, khususnya dari BPTP dan Dinas
Pertanian (provinsi dan kabupaten) memberikan kontribusi pada mereka dalam
peningkatan pengetahuannya yang berkenaan dengan pengembangan agribisnis.
Melalui proses interaksi sosial dalam jaringannya (tingkat subak, koperasi
dan dengan pihak luar) mendorong terbentuknya pengalaman belajar pada diri
petani terhadap suatu obyek tertentu (agribisnis) yang selanjutnya memperoleh
berbagai tambahan informasi. Pada sistem subak, informasi yang
terkomunikasikan adalah berjenjang yaitu dari tingkat pengurus menuju anggota
dan juga sebaliknya dari anggota menuju pengurus. Oleh karena itu, jaringan
sosial melalui proses interaksi sangat penting dalam meningkatkan pengetahuan
petani mengenai agribisnis yang dikembangkan dalam sistem subak.
119
Elemen jaringan sosial di subak dan koperasi memiliki pengaruh tidak
langsung (melalui sikapnya) terhadap pengetahuan petani sebesar 0,03. Kondisi
ini menunjukkan bahwa dalam peningkatan pengetahuan petani yang didasarkan
pada elemen jaringan sosial perlu dilakukan melalui pembentukan sikapnya
karena pengaruhnya lebih besar dari pada pengaruh langsung yang nilainya
sebesar 0,02.
Sementara itu, faktor sikap memiliki pengaruh sebesar 0,36 atau 12,96
persen terhadap pengetahuannya. Sikap yang tinggi atau positif pada diri petani
mendorong adanya semangat untuk semakin memperoleh informasi yang
menyangkut pengembangan agribisnis. Dorongan yang tinggi ini mengakibatkan
petani memiliki pengetahuan semakin meningkat. Pada sistem subak, pengetahuan
petani terbentuk karena adanya sikap yang terbuka pada para petaninya di dalam
menerima inovasi atau pembaharuan dari pihak luar. Oleh karena itu, pengetahuan
mereka memiliki hubungan yang kuat dengan kondisi sikap dirinya terhadap
inovasi tersebut.
Secara bersama-sama ketiga peubah modal sosial (kepercayaan, norma
sosial, jaringan sosial) memiliki pengaruh sebesar 71 persen terhadap pengetahuan
petani mengenai pengembangan agribisnis pada sistem subak melalui sikapnya.
Ini berarti bahwa peningkatan pengetahuan petani mengenai agribisnis dapat
dilakukan dengan meningkatkan modal sosial melalui sikap para petaninya.
120
5.5.6 Pengaruh elemen-elemen modal sosial terhadap pengembangan agribisnismelalui sikap dan pengetahuan
Hasil analisis statistika yang dilakukan menunjukkan bahwa elemen modal
sosial (kepercayaan, norma sosial, jaringan sosial) memiliki pengaruh terhadap
pengembangan agribisnis di tingkat subak melalui sikap dan pengetahuan petani.
Pengembangan agribisnis di subak diukur dengan tingkat partisipasi petani dalam
kegiatan agribisnis yang meliputi layanan sarana produksi dan Alsintan, layanan
kredit usaha dan layanan pengolahan dan pemasaran produk. Hasil uji
kebermaknaan terhadap masing-masing estimasi parameter model struktural
faktor partisipasi petani semuanya memiliki pengaruh yang nyata pada tingkat
kesalahan 0,05, dimana estimasi persamaan struktural sebagai berikut:
Pengembangan = 0,22*Kepercayaan + 0,29*Jaringan Sosial + 0,03*Norma sosialAgribisnis (1,19) (0,22) (0,08)
2,60 10,72 2,24
+ 0,28*Sikap + 0,45*Pengetahuan(1,19) 0,222,60 10,72
Errorvar = 0,41; R2 = 0,59
Memperhatikan persamaan di atas, dapat dilihat bahwa masing-masing
peubah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap partisipasi anggota terhadap
kegiatan agribisnis di tingkat subak (partisipasi dalam layanan sarana produksi
dan alat-alat pertanian, kredit usaha, pengolaan dan pemasaran produk). Faktor
kepercayaan memiliki pengaruh langsung sebesar 0,22 atau 4,84 persen terhadap
partisipasi petani dalam kegiatan usaha agribisnis. Artinya bahwa saling percaya
121
di antara para petani, antara petani dengan pengurus subak dan koperasi serta
percaya pada manfaat kegiatan agribisnis memberikan kontribusi yang nyata pada
tingkat partisipasi mereka dalam kegiatan usaha agribisnis. Kepercayaan terhadap
pengelolaan usaha bisnis menjadi salah satu komponen bagi para petani untuk
mendukung pengembangan usaha melalui koperasi dalam sistem subak.
Sebaliknya, kepercayaan pengurus kepada anggota juga mengakibatkan usaha
yang diselenggarakan dapat berjalan secara baik.
Kepercayaan petani terhadap manfaat kegiatan agribisnis dalam subak
mendorong mereka untuk tetap aktif dalam setiap kegiatan usaha agribisnis yang
dilaksanakan. Manfaat yang telah dirasakan seperti kemudahan dalam
memperoleh sarana produksi dan Alsintan serta layanan kredit mendorong para
petani menjadikan koperasinya sebagai wadah untuk meningkatkan produksi dan
pendapatannya. Selain itu harga-harga sarana produksi tidak lebih mahal dari pada
di pengecer-pengecer sarana produksi lainnya.
Hasil analisa juga menunjukkan bahwa elemen kepercayaan ini memiliki
pengaruh tidak langsung terhadap partisipasi petani dalam kegiatan agribisnis.
Melalui komponen sikap, pengaruh elemen kepercayaan terhadap partisipasinya
adalah sebesar 0,07 atau 0,49 persen. Sedangkan pengaruh kepercayaan secara
tidak langsung yaitu melalui pengetahuan besarnya adalah 0,18 atau 3,24 persen.
Pengaruh tidak langsung kepercayaan terhadap partisipasinya melalui sikap dan
pengetahuan besarnya adalah 0,04 atau 0,16 persen.
Kondisi ini memberikan indikasi bahwa besarnya peningkatan partisipasi
petani dalam kegiatan usaha agribisnis dipengaruhi kepercayaan secara langsung
yaitu sebesar 0,22. Artinya bahwa kepercayaan petani yang semakin ditingkatkan
122
akan dapat secara langsung meningkatkan partisipasi mereka dalam aktivitas
usaha agribisnis pada sistem subak.
Faktor norma sosial dalam subak dan koperasi memiliki pengaruh secara
langsung terhadap partisipasi mereka dalam kegiatan usaha agribisnis, yaitu
sebesar 0,03 atau 0,09 persen. Adanya norma-norma atau aturan-aturan yang
diterapkan oleh subak dan koperasi menjadi landasan yang harus dipatuhi oleh
petani dalam beraktivitas termasuk pengelolaan agribisnisnya. Norma-norma ini
mengikat seluruh anggota dan pengurus subak dan koperasi di dalam
pengembangan agribisnis, yang selanjutnya mendorong petani untuk secara aktif
berpartisipasi dalam beberapa aktivitas agribisnis seperti layanan penyediaan
sarana produksi dan Alsintan, layanan kredit dan lain sebagainya.
Elemen norma sosial juga memiliki pengaruh tidak langsung terhadap
partisipasi mereka dalam kegiatan agribisnis, yaitu melalui sikap dan
pengetahuannya. Besar pengaruh dari sikap dan pengetahuan tersebut masing-
masing adalah 0,11 (1,21 persen) dan 0,02 (0,04 persen). Pengaruh secara tidak
langsung yang melalui sikap ini nilainya lebih besar dibandingkan dengan
pengaruhnya secara langsung. Oleh karena itu, peningkatan partisipasi petani
dalam kegiatan usaha agribisnis memerlukan adanya peningkatan sikap terlebih
dahulu. Sementara itu, pengaruh tidak langsung dari norma sosial ini (yaitu
sekaligus melalui sikap dan pengetahuan) besarnya adalah 0,06. Ini berarti
peningkatan partisipasi petani memerlukan adanya peningkatan sikap dan
pengetahuan terlebih dahulu secara bersama-sama.
Faktor jaringan sosial memiliki pengaruh secara langsung sebesar 0,29
atau 8,41 persen terhadap partisipasi anggota dalam kegiatan agribisnis subak.
123
Jaringan sosial ini tercermin dari adanya interaksi di antara petani dan juga antara
petani dengan pengurus subak dan koperasi serta pihak luar. Partisipasi petani
dalam kegiatan usaha agribisnis dapat terjadi karena adanya interaksi yang pada
awalnya antara pihak luar (inisiator program pengembangan agribisnis) dengan
para pengurus subak. Selanjutnya berkembang dalam proses interaksi antara
pengurus dengan para petani dan juga petugas penyuluh dari pemerintah, yaitu
BPTP termasuk juga dari Dinas Pertanian di tingkat provinsi dan kabupaten.
Intensitas interaksi yang tinggi mendorong para petani untuk semakin
meningkatkan partisipasinya dalam kegiatan usaha agribisnis. Di antara para
petani yang saling berinteraksi mengakui bahwa mereka memperoleh manfaat dari
kegiatan agribisnis yang diselenggarakan oleh subak sehingga tingkat
partisipasinya dapat diwujudkan secara baik. Petugas penyuluh memberikan
kontribusi tambahan terhadap interaksi yang selama ini telah terjadi di antara para
petani dan dengan pengurus subak dan koperasinya.
Elemen jaringan sosial ini memiliki pengaruh secara tidak langsung yaitu
melalui sikap dan pengetahuan terhadap tingkat partisipasi petani dalam kegiatan
usaha agribisnis. Secara berturut-turut besarnya pengaruh tidak langsung yang
melalui sikap dan pengetahuan masing-masing adalah 0,03 dan 0,10. Sementara
itu, pengaruhnya secara tidak langsung yang melalui sikap dan pengetahuan
secara bersama-sama adalah sebesar 0,02. Angka-angka tersebut nilainya lebih
kecil dibandingkan dengan pengaruh langsungnya yaitu sebesar 0,29.
Sementara itu, faktor sikap dan pengetahuan petani juga memiliki
pengaruh masing-masing sebesar 0,28 atau 7,84 persen, dan 0,45 atau 20,25
persen. Secara bersama-sama, pengaruh peubah kepercayaan, norma sosial,
124
jaringan sosial terhadap partisipasi anggota subak atau koperasi dalam kegiatan
agribisnis melalui sikap dan pengetahuan adalah sebesar 59 persen.
Berdasarkan pada model yang telah digambarkan di atas, dapat
diungkapkan bahwa faktor pengetahuan memberikan pengaruh yang paling tinggi
terhadap peningkatan partisipasi petani dalam kegiatan usaha agribisnis pada
sistem subak. Besarnya pengaruh pengetahuan tersebut adalah 0,45. Sedangkan
elemen-elemen modal sosial yang memberikan pengaruh langsung terbesar
terhadap partisipasi petani dalam kegiatan usaha agribisnis adalah jaringan sosial,
yaitu sebesar 0,29. Keadaan ini memberikan indikasi bahwa peranan penyuluh
memiliki kontribusi yang cukup signifikan dalam pengembangan agribisnis di
subak.
Sementara itu, pengaruh tidak langsung dari elemen-elemen modal sosial
terhadap partisipasi petani dalam kegiatan usaha agribisnis yang terbesar
ditunjukkan oleh kepercayaan yaitu sebesar 0,51. Sedangkan pengaruh tidak
langsung dari elemen-elemen modal sosial terhadap partisipasi yang terendah
terlihat pada norma sosial. Perlu dicatat bahwa elemen-elemen modal sosial
(kepercayaan, jaringan sosial dan norma sosial) secara bersama-sama
mempengaruhi partisipasi petani dalam pengembangan kegiatan usaha agribisnis
di subak.
Adanya pengaruh modal sosial (kepercayaan, norma sosial dan jaringan
sosial) yang signifikan ini terindikasi dari adanya manfaat yang telah diterima
petani melalui kegiatan agribisnis di subak. Beberapa manfaat yang dimaksudkan
di antaranya adalah: (i) kemudahan dalam akses informasi; (ii) kemudahan akses
teknologi; (iii) kemudahan akses modal usahatani; (iv) pengembangan solidaritas;
125
(v) sharing manfaat dan resiko; dan (vi) pencapaian usaha bersama melalui
kegiatan kooperatif.
Pengembangan agribisnis berbasis subak merupakan salah satu alternatif
untuk menjawab tantangan ke depan terutama yang berkenaan dengan
keberlanjutan sistem subak. Kegiatan agribisnis adalah representasi dari bagian
penting dalam sistem subak karena adanya saling percaya, nilai-nilai, norma-
norma sosial dengan pola interkasinya yang membentuk masyarakat tersebut.
Modal sosial dalam sistem subak diwujudkan dalam bentuk perilaku yang dapat
mendorong kemampuan dan kapabilitas untuk bekerjasama dan berkoordinasi
untuk menghasilkan kontribusi besar terhadap keberlanjutan produktivitas
pertanian dan koperasinya.
Berkenaan dengan kegiatan agribisnis melalui koperasi tani, modal sosial
dapat dipandang sebagai serangkaian sumberdaya baik fisik maupun non-fisik
yang membangun anggotanya termasuk pengurus untuk menjamin
keberlanjutannya melalui hubungan-hubungan di antara mereka yang dilandasi
oleh trust dan social norms. Koperasi ini dibentuk oleh para petani secara sukarela
untuk memperoleh manfaat bersama melalui kegiatan yang dilakukan secara
bersama-sama melalui pengurusnya.
Secara ringkas dapat diungkapkan bahwa modal sosial dengan elemen-
elemennya (trust, social norms, dan social networking) dapat memberikan peran
sebagai berikut: (i) alat untuk mempersatukan anggota subak karena adanya
solidaritas dan toleransi; (ii) alat mewujudkan demokratisasi di tingkat subak; dan
(iii) membangun partisipasi petani dalam aktivitas subak termasuk agribisnis
melalui koperasi subak.
126
5.6 Proses Pemberdayaan dalam Pengembangan Agribisnis di Subak
Sebelum pemerintah (BPTP Bali dan Dinas Pertanian Tanaman Pangan
Provinsi Bali) menginisiasi kegiatan agribisnis, Subak Guama dan Subak
Selanbawak pada awalnya telah melakukan kegiatan ekonomis dalam skala yang
relatif kecil dan sumber permodalannya adalah dari internal subak itu sendiri.
Beberapa kegiatan ekonomis yang diselenggarakan pada Subak Guama dan Subak
Selanbawak adalah simpan pinjam selain pengadaan sarana produksi padi melalui
Koperasi Unit Desa Beringkit, di Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung.
Kegiatan simpan pinjam yang dilakukan sepenuhnya didasarkan pada
kepercayaan antar anggota dan pengurus. Pinjaman kepada anggota subak
disepakati melalui rapat-rapat subak mengenai batas maksimum besaran
pinjaman, lama waktu pinjaman serta suku bunganya.
Sementara itu, pengadaan sarana produksi padi melalui KUD Beringkit
mengikuti ketentuan yang ditetapkan oleh pihak koperasi. Selain itu, di dalam
internal subak juga telah dilakukan kesepakatan-kesepakatan terutama yang
menyangkut varietas padi, pola dan jadwal tanam termasuk pengembaliannya.
Pengadaan sarana produksi padi dilakukan dengan pengisian formulir Rencana
Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) oleh masing-masing petani anggota
subak, kemudian diketahui oleh kelihan subak dan disetujui oleh penyuluh
pertanian.
Sebelum pengisian formulir, para petani di masing-masing subak diundang
untuk memperoleh penjelasan dari penyuluh pertanian terutama yang berkenaan
dengan pilihan varietas dan penggunaan pupuk. Pada penyediaan sarana produksi
padi ini, tidak ada penyuluhan secara spesifik mengenai orientasi ekonomis,
127
kecuali hanya untuk kebutuhan usahatani padi dalam satu musim tanam. Oleh
karena itu, orientasinya adalah peningkatan produktivitas lahan dan tanaman padi
melalui perbaikan teknologi budidaya tanaman padi.
Sementara kegiatan pinjaman kepada anggota merupakan kegiatan rutin yang
dilakukan setiap bulan oleh kedua subak, yaitu saat sangkepan. Kegiatan utama
adalah pengembalian pinjaman (pokok ditambah bunga, termasuk denda, kalau
ada) dan dilanjutkan dengan pemberian pinjaman baru kepada petani lainnya.
5.6.1 Proses pemberdayaan dalam pengembangan agribisnis di Subak Guama
Kegiatan ekonomis di atas merupakan suatu embrio bagi subak-subak untuk
dapat meningkatkan usahanya dalam skala yang lebih besar. BPTP Bali
menjadikan Subak Guama sebagai pilot proyek dalam pengembangan agribisnis
terpadu melalui subak, yaitu dengan menginisiasi pembentukan Kegiatan Usaha
Agribisnis Terpadu Subak Guama. Dalam upaya untuk menjamin keberlanjutan
pengembangan agribisnis berbasis subak, dilakukan kegiatan pemberdayaan sejak
awal secara intensif dan partisipatif.
Pada tahap awal, BPTP menyampaikan rencana program pengembangan
agribisnis melalui kegiatan temu koordinasi. Pada tanggal 23 Juli 2002, dilakukan
temu koordinasi antara BPTP dengan tim pembina dari Dinas Pertanian baik di
tingkat provinsi maupun kabupaten beserta dengan pengurus Subak Guama. Pada
pertemuan ini dilakukan sosialisasi atau penjelasan program pengembangan
agribisnis terutama yang berkenaan dengan aspek jenis kegiatan awal yaitu
Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) atau Integrated Crop Management (ICM);
Sistem Integrasi Tanaman Ternak (SITT) atau Crop Livestock System (CLS); dan
128
(iii) Kredit Usaha Mikro (KUM) yang didanai oleh pemerintah pusat (Departemen
Pertanian) melalui BPTP Bali.
Selain itu, disampaikan juga bahwa kegiatan pengembangan agribisnis ini
memerlukan adanya wadah yaitu Kelompok Usaha Agribisnis Terpadu di dalam
Subak Guama. Pada saat pertemuan tersebut, disampaikan juga informasi
pembentukan struktur kelompok dan hubungannya dengan subak sehingga
kelompok ini akan menjadi embrio koperasi subak. Kelompok ini selanjutnya
menjadi wadah penyalur Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) dan harus
mengelolanya secara baik guna menjamin keberlanjutan kegiatan agribisnis di
subak.
Beberapa petani anggota subak memiliki pandangan bahwa bantuan yang
diterima tersebut sebaiknya dibagi secara merata kepada seluruh petani dari pada
diusahakan melalui kelompok. Kepemimpinan subak yang kuat dan bimbingan
dari BPTP mampu meyakinkan anggota subak untuk melakukan kegiatan
agribisnis melalui kelompok sehingga tidak perlu dilakukan adanya upaya untuk
membagi bantuan tersebut.
Setelah pertemuan tersebut, pengurus Subak Guama mengadakan pertemuan
dengan anggotanya guna menindaklanjuti pembentukan kelompok dengan para
pengurusnya. Anggota subak menyetujui rencana pembentukan kelompok dan
menyerahkan sepenuhnya kepada pengurus untuk penyelesaian proses
pembentukan embrio koperasi. Struktur kepengurusannya adalah ketua, sekretaris
dan bendahara.
Pertemuan berikutnya dilakukan pada tanggal 9 Agustus 2002 yang dihadiri
oleh BPTP (sekaligus sebagai pendamping kegiatan), PPL Kecamatan Marga,
129
Pekaseh dan pengurus subak serta para kelihan tempek. Pada pertemuan ini,
dibahas mengenai kesiapan Subak Guama melalui kelompok yang dibentuknya
untuk menjalankan program pengembangan agribisnis. BPTP menyampaikan
kembali informasi mengenai rencana kegiatan seperti tersebut di atas (PTT, SITT
dan KUM). Secara lebih praktis, BPTP menunjukkan formulir-formulir yang
harus diisi oleh petani anggota subak seperti RDKK (Rencana Definitif Kerja
Kelompok) untuk pemanfaatan sarana produksi. Para kelihan tempek
mendiseminasikan informasi ini kepada petani di masing-masing tempek dan
didampingi oleh pengurus koperasi serta PPL.
Melalui bimbingan PPL dan pendamping dari BPTP, para petani mengisi
formulir RDKK untuk dijadikan dasar pendistribusian sarana produksi pada
kegiatan PTT dan SITT. RDKK tersebut ditandatangani oleh petani dan disetujui
oleh kelihan subak serta diketahui oleh PPL dimana cara ini sudah terbiasa
dilakukan saat petani memperoleh sarana produksi dari KUD Beringkit.
Pemantapan kegiatan pengembangan agribisnis di subak dilanjutkan pada
pertemuan berikutnya yaitu pada tanggal 18 September 2002 yang dihadiri oleh
BPTP, PPL, Pekaseh dan pengurus subak serta pengurus kelompok yang sudah
dibentuk. Pada pertemuan ini, dibahas banyaknya kebutuhan sarana produksi
untuk program PTT dan SITT pada Subak Guama, termasuk rencana tanam dan
teknis distribusi sarana produksi. Selain itu, teknis pembuatan kandang sapi juga
dijelaskan oleh BPTP dan rencana pengolahan jerami dan kompos.
Pengelolaan kredit (KUM) juga dibahas dalam pertemuan tersebut terutama
mengenai biaya administrasi kredit, suku bunga da batas waktu pengembaliannya.
Pinjaman/kredit di koperasi telah disetujui dengan suku bunga 2 %/bulan dan
130
sifatnya menurun dengan jangka waktu sesuai dengan kebutuhan peminjam dan
boleh diperpanjang. Peminjam ini dikenakan biaya administrasi sebesar 2 %.
Sedangkan kredit untuk ternak sapi disepakati tingkat bunganya sebesar 1%/bulan
sifatnya menetap untuk jangka waktu dua tahun tanpa biaya administrasi.
Kelompok juga berencana menjalankan kegiatan tabungan dan deposito dengan
suku bunga sebesar 1 %/bulan, dimana suku bunga ini akan menyesuaikan dengan
suku bunga di bank pemerintah.
Kesepakatan-kesepakatan ini selanjutnya disosialisasikan oleh masing-masing
kelihan tempek bersama-sama dengan BPTP, PPL dan pengurus kelompok kepada
anggotanya. Sosialisasi ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada
petani mengenai pengelolaan kelompok subak dalam pengembangan agribisnis.
Pada implementasi kegiatan pengembangan agribisnis di tingkat subak,
pemberdayaan dilakukan oleh BPTP dengan pola pendampingan, dimana petugas
BPTP ditempatkan di lokasi untuk mendorong dan memberikan motivasi kepada
subak baik pengurus maupun anggotanya. Beberapa kegiatan pokok yang
dilakukan adalah sebagai berikut.
1. Mengadakan Demonstration Plot (Demplot) untuk pengembangan tanaman
padi yang diintegrasikan dengan ternak sapi.
2. Memberikan pendampingan dalam pembuatan kandang sapi.
3. Mengadakan pelatihan dan penyuluhan mengenai teknologi budidaya tanaman
padi, pengembangan ternak sapi, pengolahan jerami dan kompos.
4. Mengadakan pelatihan-pelatihan manajemen dan keorganisasian yang
mendukung pengembangan agribisnis.
5. Pelatihan-pelatihan mengenai usaha industri kecil bagi para wanita tani.
131
Kesepakatan-kesepakatan yang telah diambil pada pertemuan tersebut
selanjutnya menjadi dasar yang kuat bagi Subak Guama untuk mengembangkan
kelompoknya menjadi koperasi di tingkat subak. Pada tanggal 20 September 2002
dilakukan pertemuan lagi untuk penyusunan Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga (AD/ART). Draft AD/ART ini sudah disiapkan oleh tim
pendamping dan Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Kabupaten
Tabanan. Pertemuan ini dihadiri oleh berbagai pihak, di antaranya adalah Dinas
Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan
Hortikultura Kabupaten Tabanan, Dinas Peternakan Kabupaten Tabanan, Kepala
Desa (Desa Batannyuh, Desa Peken dan Desa Selanbawak), pendamping BPTP,
pengurus Subak Guama dan kelompok, kelihan tempek dan anggota subak.
Arahan-arahan dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan disampaikan berkenaan
dengan teknis budidaya tanaman padi khususnya di lahan sawah yang
diintegrasikan dengan ternak. Pemanfaatan pupuk agar tetap berimbang dan
disertai dengan penggunaan pupuk organik atau kompos. Dinas Perindustrian,
Perdagangan dan Koperasi memberikan penyuluhan mengenai peranan koperasi
bagi pertanian dan kesejahteraan petani. Pada pertemuan ini sekaligus dilakukan
penunjukan ketua, manajer dan pengurus lainnya yang sifatnya masih sementara.
Subak Guama memiliki antusias yang tinggi untuk terbentuknya koperasi
subak, dimana pengurus sementara dan pekaseh selanjutnya berinisiatif
mengadakan pertemuan untuk pembentukan badan pengawas koperasi. Pertemuan
tersebut diselenggarakan pada tanggal 27 Oktober 2002 yang dihadiri oleh tiga
kepala desa, PPL, pengurus subak dan pengurus sementara koperasi. Pada saat itu,
Kepala Desa Selanbawak dipilih sebagai ketua Badan Pengawas koperasi.
132
Secara teknis budidaya, Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali dan
Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Tabanan
memberikan bimbingan (penyuluhan dan pelatihan) kepada petani dalam
implementasi program PTT dan SITT. Monitoring juga dilakukan oleh dinas
untuk melihat dan memantau perkembangan program yang dilaksanakan, seperti
yang dilakukan pada tanggal 27 November 2002.
Pada tanggal 19 Desember 2002, pengurus koperasi bersama-sama dengan
kelihan subak dan pengurusnya melakukan pertemuan dengan kepala desa dan
PPL serta pendamping kegiatan dari BPTP. Pertemuan ini membahas aspek teknis
penggunaan pupuk, pengembangan ternak, pembuatan kompos termasuk insentif
distribusi pupuk ke petani.
Pada tanggal 5 Mei 2003, pengurus sementara koperasi mengadakan
pertemuan untuk pembentukan koperasi yang sekaligus menghadirkan Dinas
Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi. Penyuluhan mengenai koperasi
dilakukan pada pertemuan tersebut termasuk berbagai persyaratan yang harus
disiapkan untuk menjadikan koperasi yang berbadan hukum. Pada pertemuan ini,
juga ditetapkan pengawas, pengurus, kedudukan dan nama koperasi serta
AD/ART koperasi. Nama koperasi yang dibentuk adalah Koperasi Usaha
Agribisnis Terpadu Subak Guama dengan status badan hukum, yaitu Nomor 22/
BH/DISKOP/VIII/2003 tertanggal 14 Agustus 2003.
Beberapa kegiatan yang dilakukan setelah pembentukan koperasi adalah
pertemuan untuk membahas kesepakatan-kesepakatan kontribusi koperasi kepada
subak dan simpanan wajib serta simpanan pokok dari anggota. Pertemuan ini
diselenggarakan pada tanggal 20 Mei 2003 yang dihadiri oleh pengurus subak dan
133
koperasi serta kepala desa. Koperasi yang terbentuk ini juga difasilitasi dan
didorong untuk dapat melakukan kerjasama dengan pihak-pihak tertentu seperti
bank lokal, PT Pertani, PT PUSRI dan PT Pupuk Kaltim dalam rangka
pengembangan jaringan kerjanya. Secara skematis, proses pengembangan
agribisnis di Subak Guama dapat dilihat pada Gambar 5.11.
koordinasi
Gambar 5.11Proses pengembangan agribisnis pada Subak Guama
Keterangan:PTT : Pengelolaan Tanaman TerpaduSITT : Sistem Integrasi Tanaman dan TernakKUM : Kredit Usaha Mandiri
Subak
BPTP
Program kegiatanagribisnis (PTT,SITT dan KUM
Diperta, Tabanan
Rapat anggota
KUAT
DinasPerindagkop,
Tabanan
Diperta, Bali
Rapat pengurus
Embrio koperasi
Rapat anggota
Rapat pengurusembrio koperasi
Penyuluhan danpelatihan
Persia-panpem-bntuk-ankope-rasi
134
5.3.2 Proses pemberdayaan dalam pengembangan agribisnis di Subak Selanbawak
Pengembangan kegiatan ekonomis di Subak Selanbawak sangat berbeda
dengan yang telah dilakukan di Subak Guama. Inisiasi pengembangan agribisnis
pada Subak Selanbawak tidak dilakukan secara intensif. Pada tahun 2001,
pemerintah melalui Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali memberikan
bantuan kepada Subak Selanbawak melalui program BLM yang besarnya adalah
Rp 75.000.000.
Pemberian BLM ini didasarkan pada performa Subak Selanbawak yang cukup
baik karena telah memperoleh penghargaan sebagai juara dalam lomba subak.
Pada awalnya, pengurus subak diberikan informasi tentang rencana pemberian
BLM oleh pemerintah Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali bersama-
sama dengan Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten
Tabanan. Tujuan utama pemberian bantuan tersebut adalah membantu subak
untuk mengembangkan kegiatan ekonomis, khususnya penyediaan sarana
produksi padi yang selanjutnya diharapkan mampu mengembangkan kegiatan
usaha agribisnis di tingkat subak.
Pengurus subak mengundang anggotanya untuk menyampaikan program yang
akan diterima dari pemerintah. Pada pertemuan ini, hanya petugas pertanian dari
tingkat kecamatan (Marga) yang ikut hadir mendampingi pengurus subak dan ikut
memberikan arahan-arahan kepada petani. Para petani anggota hanya merasakan
senang memperoleh bantuan tunai dari pemerintah dan dapat digunakan sebagai
tambahan kas subak untuk kegiatan pertanian, khususnya tanaman padi. Proses
pemberdayaan dalam pengembangan agribisnis pada Subak Selanbawak dapat
dilihat pada Gambar 5.12.
135
Gambar 5.12Proses pengembangan agribisnis pada Subak Guama
Berbeda halnya dengan di Subak Guama, pengembangan agribisnis di Subak
Selanbawak tidak disertai dengan kegiatan-kegiatan pelatihan baik mengenai
aspek teknis (budidaya tanaman dan ternak) maupun non-teknis (manajemen,
organisasi, dan bisnis) dari pemerintah. Pengurus subak bersepakat secara mandiri
mengelola bantuan uang tunai yang diperoleh dan dan hanya dimanfaatkan untuk
kegiatan penyediaan sarana produksi padi bagi petani anggota. Penyediaan
peralatan dan mesin pertanian termasuk dengan kegiatan bisnis lainnya seperti
pengolahan dan pemasaran belum dapat dilaksanakan oleh subak. Keinginan
subak untuk mengembangkan kegiatan agribisnis telah muncul tetapi masih
terkendala oleh kemampuan finansial subak.
Secara umum dapat dinyatakan bahwa pemberdayaan subak dalam
pengembangan agribisnis merupakan salah satu cara untuk menjamin
keberlanjutan kegiatan agribisnis di tingkat subak. Pendampingan oleh BPTP
Subak
Diperta, Tabanan
Embriokoperasi
Pengembanganusaha agribisnis
Rapat pengurus
Diperta, Bali
Rapat anggota
PPL Kecamatan
136
khususnya pada Subak Guama memberikan kontribusi yang signifikan untuk
mendorong dan memotivasi petani dan subak serta koperasi tani (KUAT) untuk
semakin meningkatkan perannya dalam pengembangan agribisnis.
Kegiatan pemberdayaan di subak, khususnya pada Subak Guama yang
dilakukan oleh BPTP dan pemerintah setempat diarahkan untuk mewujudkan
sustainable development dalam pengembangan agribisnisnya. Pemberdayaan
melalui pendampingan dengan melibatkan peran serta aktif dari pengurus dan
anggota baik subak maupun koperasi menjadi suatu prasyarat sangat penting
sebagai bagian dari kegiatan fasilitasi. Melalui upaya pemberdayaan, para
pengurus dan anggota didorong agar memiliki kemampuan untuk memanfaatkan
sumberdaya yang dimilikinya secara optimal dalam pengembangan agribisnis di
tingkat subak.
Memperhatikan kondisi di atas, pendampingan yang dilakukan oleh
pemerintah khususnya dalam pengembangan agribisnis di Subak Guama
mencakup beberapa kegiatan pokok, di antaranya adalah sebagai berikut: (i)
memotivasi pengurus dan anggota subak dan koperasi; (ii) meningkatkan
pemahaman dan keterampilan atau kapasitas subak dan koperasi; (iii)
memobilisasi sumber daya; dan (iv) mengembangkan jaringan kerja.
Kegiatan memotivasi diarahkan kepada pengurus dan anggota subak dan
koperasi agar mereka terdorong untuk dapat melibatkan diri secara aktif dan
langsung sebagai pelaku utama di dalam proses pemberdayaan yang dilakukan
oleh pemerintah. yang nantinya dapat meningkatkan pendapatan mereka dengan
menggunakan kemampuan dan sumber daya yang dimilikinya.
137
Meningkatkan pemahaman dan keterampilan atau kapasitas subak dan
koperasi dilakukan melalui pendekatan partisipatif yaitu disesuaikan dengan
kebutuhan subak dan koperasi dalam pengembangan agribisnis. Pemahaman
mengenai sistem agribisnis yang berbasis modal sosial menjadi bagian yang
penting dalam pengembangan agribisnis di tingkat subak karena kepercayaan
antara petani dan pengurus, norma sosial serta hubungan-hubungan sosial telah
terbentuk sejak lama di dalam subak.
Pengembangan jaringan kerja yang dilakukan di dalam pengembangan
agribisnis di tingkat subak adalah berupa kemitraan usaha antara koperasi
(KUAT) dengan pihak-pihak luar seperti PT Pertani, Bank dan perusahaan
distributor pupuk, seperti PT PUSRI dan PT Pupuk Kaltim. Mobilisasi sumber
daya di tingkat subak untuk kegiatan agribisnis dilakukan secara sinergis antara
pengurus subak dengan pengurus koperasi. Masing-masing lembaga ini memiliki
norma-norma (anggaran dasar/anggaran rumah tangga) yang mengatur pola
kegiatan para anggota dan pengurusnya. Mobilisasi sunber daya manusia, fisik
termasuk finansial dilakukan dengan tujuan pokok untuk meningkatkan
kesejahteraan mereka.
Sementara itu, kegiatan pedampingan tidak dilakukan pada pengembangan
agribisnis di Subak Selanbawak. Pemberian bantuan yaitu uang tunai tidak disertai
dengan kegiatan fasilitasi kecuali hanya arahan-arahan pemanfaatan bantuan
tersebut oleh petugas pemerintah. Pengembangan agribisnis di Subak Selanbawak
tidak berkembang secara baik seperti yang terdapat di Subak Guama, yaitu hanya
terbatas pada kegiatan penyediaan sarana produksi padi.
138
Pengalaman di Subak Guama menunjukkan bahwa strategi pendampingan
adalah sangat efektif dalam proses pemberdayaan masyarakat tani karena mampu
meningkatkan kapasitas mereka untuk berkembang dalam pemenuhan kebutuhan
yang berkenaan dengan kegiatan agribisnis di tingkat subak. Sejalan dengan
Keputusan Menteri Dalam Negeri No 50 tahun 2001 tentang Pedoman
Pemberdayaan Perkumpulan Petani Pemakai Air, pemberdayaan subak dilakukan
dengan tujuan untuk meningkatkan peranannya sebagai suatu lembaga yang
mampu mengelola irigasi secara mandiri, melakukan kegiatan ekonomi yang
berkaitan dengan usahatani anggotanya dan kerjasama dengan pihak lain berdasarkan
potensi yang dimiliki.
Pada penelitian ini, pengembangan agribisnis pada sistem subak dilakukan
dengan pendekatan komunitas lokal dengan sasaran keefektifan dan keberlanjutan
implementasi program. Kondisi ini terindikasi dari pemberdayaan ekonomis
diselenggarakan melalui pembentukan usaha pengembangan agribisnis yaitu koperasi
tani dengan tetap melestarikan pengelolaan irigasi melalui sistem subak.
Pengembangan agribisnis di subak mendorong subak untuk melakukan penyesuaian
kelembagaan, khususnya pada struktur dan auran-aturan atau norma yang berkenaan
dengan kegiatan agribisnisnya.
5.7 Penyesuaian Kelembagaan Subak dalam Pengembangan Agribisnis
Subak pada awalnya merupakan suatu organisasi pengelola air irigasi yang
bersifat sosial-agraris dan religious dengan filosofinya yaitu tri hita karana.
Aspek sosial budaya pertanian menjadi suatu hal yang sangat dominan dalam
sistem irigasi subak, sementara itu tuntutan kebutuhan para petani termasuk subak
semakin kompleks terutama yang berkenaan dengan aspek ekonomis.
139
Berdasarkan pada pengelolaan irigasi dan mewujudnyatakan ketentuan
peraturan dan perundangan seperti Undang-Undang No. 7 tahun 2004 tentang
Sumber Daya Air dan Peraturan Pemerintah No 26 tahun 2006 tentang Irigasi,
maka dalam penguatan kelembagaan irigasi yaitu P3A termasuk subak diarahkan
pada kemampuan di bidang fisik pengelolaan irigasi, kelembagaan dan sekaligus
kemampuan ekonominya. Ini berarti bahwa diperlukan adanya penyesuaian
kelembagaan pada subak khususnya untuk dapat mengembangkan kegiatan
ekonomis, seperti agribisnis. Secara lebih rinci, pemberdayaan P3A termasuk
subak berdasarkan pada Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor: 50 Tahun 2001
tentang Pedoman Pemberdayaan Perkumpulan Petani Pemakai Air telah tertuang
dalam pasal 21, yaitu sebagai berikut:
(1) Pemberdayaan P3A, GP3A, dan IP3A agar berperan sebagai lembagayang mampu mengelola irigasi secara mandiri, melakukan kegiatanekonomi yang berkaitan dengan usahatani anggotanya dan kerjasamadengan pihak lain berdasarkan potensi yang dimiliki;
(2) Pemberdayaan di bidang usaha ekonomi yang berkaitan denganusahatani meliputi budidaya tanaman bernilai ekonomi tinggi, perikanan,peternakan, penyediaan sarana produksi pertanian, jasa alat mesinpertanian, jasa pekerjaan konstruksi jaringan irigasi, pengolahan hasil,dan pemasaran;
(3) P3A, GP3A, dan IP3A dapat membentuk suatu usaha ekonomi atauagribisnis, dengan tetap melestarikan pengelolaan irigasi.
Pada Subak Guama, kelembagaan subak sudah mengalami penyesuaian
seiring dengan pengembangan agribisnis yang dijalankannya sejak tahun 2002
yang sesuai dengan ketentuan awig-awig subak pada Palet 5 indik Pedruweyan
Subak, Pawos 17 (2) yang berbunyi “Mungguwing padruweyan munjuk
lungsur sakeng (e) utsaha-utsaha subak sane sewosan”
140
(artinya: Bagian 5 tentang Kepemilikan Subak, Pasal 17 (2) yang berbunyi adapun
kepemilikan subak diperoleh dari (e) usaha-usaha subak yang lainnya). Secara
lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1.
Pada Subak Selanbawak, penyesuaian kelembagaan yang dilakukan belum
selengkap seperti di Subak Guama. Dalam pengembangan agribisnis di tingkat
subak, Subak Guama memiliki struktur kelembagaan yang diperluas sesuai
dengan kebutuhan penyelenggaraan kegiatan agribisnis tersebut. Selain itu,
penyesuaian kelembagaan ini juga dilakukan untuk memenuhi ketentuan
peraturan perundang-undangan tentang koperasi. Kegiatan agribisnis di Subak
Guama dijalankan melalui suatu unit koperasi yang dibentuk di bawah naungan
subak. Secara skematis, penyesuaian kelembagaan pada Subak Guama dapat
dilihat pada Gambar 5.13.
141
Gambar 5.13Penyesuaian kelembagaan Subak Guama
Keterangan:
----------- : Garis koordinasi/konsultasi_______ : Garis komando
Kelihan subak merangkap jabatan sebagai ketua pengawas
Rapat Anggota
Pekaseh
Sekretaris
Bendahara
Akuntansi
A n g g o t a s u b a k
UnitUsaha
Saprodi
Ketua Koperasi
Manajer
UnitUsahaJasaAlsintan
Kelian Tempek
Bendahara
UnitUsahaSimpanpinjam
UnitUsahaTernak
Juru arah
Pengawas
142
Dalam penyesuaian kelembagaan ini, posisi pekaseh atau kelihan subak
masih tetap memiliki peran yang sangat sentral karena sekaligus atau
merangkap sebagai pengurus koperasi yaitu ketua. Ketua bekerjasama dengan
pengawas yang ditunjuk dalam penyelenggaraan kegiatan koperasi. Kondisi ini
menunjukkan bahwa pembentukan koperasi KUAT masih tetap berada di
bawah payung subak.
Pemilihan pengurus termasuk manajer dilakukan secara musyawarah di
dalam rapat subak dan koperasi. Sedangkan untuk bagian-bagian akuntansi,
bendahara dan unit-unit usaha ditentukan oleh manajer tetapi dengan
persetujuan dari pengurus koperasi yang di dalamnya termasuk pekaseh juga.
Selayaknya koperasi lain yang ada di Indonesia, dalam penyesuaian
kelembagaan koperasi subak dibentuk juga posisi manager yang memiliki
tugas-tugas dan fungsi yang berkenaan dengan pengembangan agribisnis.
Adapun, tugas-tugas seorang manajer di KUAT Subak Guama adalah sebagai
berikut.
1. Melakukan koordinasi terhadap jalannya usaha agribisnis di tingkat subak.
2. Mengadakan evaluasi secara berkala terhadap kinerja karyawannya
berkenaan dengan tugas-tugas pokoknya.
3. Melaporkan perkembangan usaha kepada pengurus koperasi sesuai dengan
hasil evaluasi dan menindaklanjuti serta menyelesaikan berbagai masalah
yang timbul.
4. Menciptakan dan mengembangkan ide-ide baru untuk kemajuan usaha
agribisnis koperasi.
143
5. Mengadakan kerjasama dengan pihak-pihak lain sepeeti pemerintah dan
swasta.
6. Menyusun perencanaan usaha bisnis (business plan) setiap tahun.
7. Mengambil langkah-langkah peventif jika terjadi hal-hal yang merugikan
usaha dan selalu mempertimbangkan kondisi di masing-masing unit usaha.
8. Memberikan motivasi kepada karyawan untuk meningkatkan produktivitas
kerja.
9. Mengajukan usulan peningkatan kesejahteraan karyawan kepada pengurus
koperasi.
10. Mempertanggungjawabkan kegiatann usaha bisnis kepada pengurus
menjelang RAT setiap tahun.
Bagian akuntasi memiliki tugas yang sangat penting dalam kegiatan bisnis
di koperasi yang berkenaan dengan aliran uang (cash flow), dimana tugas-tugas
pokoknya adalah sebagai berikut:
1. melakukan pencatatan terhadap setiap transaksi kredit dan tunai serta
tagihan dari pihak-pihak tertentu termasuk anggota;
2. melakukan pemeriksaan dan verifikasi terhadap kelengkapan dokumen
pembayaran;
3. memposting kode input ke dalam sistem akuntansi;
4. memberikan kode perkiraan sebagai input data pada sistem komputer;
5. selalu meminta persetujuan kepada manager; dan
6. menyiapkan laporan keuangan secara periodik kepada manager dan instansi
terkait sebagai laporan kemajuan usaha.
144
Bagian bendahara koperasi merupakan satu unit yang memiliki peran
dalam pengelolaan keuangan yang erat kaitannya juga dengan bagian
akuntansi. Sebagai pengelola keuangan, tugas-tugas pokoknya adalah sebagai
berikut:
1. membuat bukti pembayaran dari dan untuk pelanggan atau anggota;
2. membuat kode input akuntansi bersama-sama dengan bagian akuntansi;
3. menyetorkan hasil pembayaran atau penjualan ke bank;
4. membuat laporan posisi keuangan baik harian maupun mingguan;
5. menyimpan bukti setor dan bukti pembayaran;
6. membantu manajer dalam kebutuhan dana operasional; dan
7. membukukan seluruh transaksi ke dalam sistem akuntansi.
Pada Subak Selanbawak, penyesuaian kelembagaan masih relatif sederhana
jika dibandingkan dengan Subak Guama. Belum dibentuk manajer dalam
pengelolaan usaha bisnis melalui embrio koperasinya. Hanya seorang ketua yang
ditunjuk oleh para anggota subak melalui rapat subak. Adapun struktur
penyesuaian kelembagaan Subak Selanbawak dapat dilihat pada Gambar 5.14.
145
Gambar 5.14Penyesuaian kelembagaan Subak Selanbawak
Keterangan:
----------- : Garis koordinasi/konsultasi_______ : Garis komando
Pekaseh menjadi pengawas pada embrio koperasi
Rapat Anggota
Pekaseh
Sekretaris
Bendahara
A n g g o t a s u b a k
Ketua embriokoperasi
Kelian Tempek
Juru arah
Pengawas
Sekretaris Bendahara
146
Penyesuaian kelembagaan yang dilakukan di kedua subak merupakan
upaya untuk mengembangkan kegiatan agribisnis dan masih berada dibawah
naungan lembaga subak. Menurut subak, terdapat beberapa keuntungan yang
diperoleh dengan membentuk lembaga baru di dalam subak, di antaranya adalah
sebagai berikut.
1. Anggota dapat dengan mudah untuk mendapatkan sarana produksi baik secara
kelompok maupun individu.
2. Anggota dengan mudah untuk memperoleh kredit.
3. Subak dengan mudah mengatur kewajiban anggota karena adanya awig-awig
subak yang disertakan dalam pengelolaan ekonomis.
4. Keuntungan dari kegiatan ekonomis subak dapat menjadi bagian dari
keuntungan individu anggota juga.
5. Memudahkan untuk mendapatkan akses modal dari luar.
6. Memudahkan akses informasi.
Sarana produksi khususnya untuk tanaman padi yang dibutuhkan oleh para
petani anggota subak yang juga sekaligus sebagai anggota koperasi dapat
ditentukan secara bersama-sama melalui rapat subak sebelum musim tanam padi
berlangsung. Kebutuhan terhadap sarana produksi baik dari aspek jenis, jumlah
dan waktu sudah dapat ditentukan secara bersama-sama oleh subak. Di antara para
petani dan pengurus subak sudah saling mengetahui luas sawah yang dikerjakan
untuk tanaman padi. Oleh karena itu, para petani tidak mengalami keterlambatan
dalam penyediaan sarana produksi.
Seluruh petani melalui koordinasi kelihan subak diminta untuk mengisi
form isian mengenai sarana produksi yang dibutuhkan. Pada pembahasan tersebut
147
dihadiri juga oleh PPL setempat. Kehadiran PPL sangat diperlukan untuk
membantu dalam pemberian informasi mengenai teknologi budidaya tanaman
padi yang berkaitan dengan penggunaan sarana produksinya.
Pendistribusian sarana produksi padi di Subak Guama dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut.
1. Langsung dibawakan ke lokasi sawah atau rumah petani koperasi.
2. Dibawa ke satu tempat di masing-masing tempek.
3. Langsung diambil di koperasi oleh petani dengan menunjukan RDKKnya.
Sedangkan pada Subak Selanbawak, sarana produksi padi didistribusikan oleh
Koperasi Unit Desa Beringkit ke subak melalui pengelolaan koperasinya dan
selanjutnya para petani mengambilnya di Bale Subak Selanbawak. Koordinasi
dilakukan antara pihak KUD dengan koperasi subak bersama-sama dengan
kelihan subak.
Selain itu, petani secara individual dapat memperoleh sarana produksi lainnya
selain yang sudah diusulkan melalui form isian tersebut. Pada Subak Guama,
koperasinya juga menyediakan berbagai sarana dan prasarana produksi pertanian
dan ternak serta peralatan pertanian Koperasi di Subak Guama juga dibolehkan
untuk melakukan layanan transaksi dengan pihak lain yang bukan anggota subak,
seperti penjualan sarana produksi dan juga pemberian kredit. Sementara itu, di
Subak Selanbawak belum memiliki toko seperti yang ada di Subak Guama,
sehingga kegiatan-kegiatan ekonomisnya hanya terbatas pada penyediaan sarana
produksi selain pemberian kredit khusus untuk petani anggotanya.
148
Di Subak Guama, penyesuaian kelembagaan subak dalam pengembangan
agribisnis berbasis subak menunjukkan hasil yang positif dilihat dari pengelolaan
keuangannya. Pada tahun 2012, modal usaha KUAT Subak Guama (yang
diperoleh melalui BLM) cukup besar yang mencakup berbagai jenis usaha seperti
crops livestock system, integrated crops management, kredit usaha mandiri selain
adanya tabungan dan deposito seperti yang telah diuraikan di bagian terdahulu.
Berdasarkan pada kondisi di atas, penyesuaian kelembagaan subak berkenaan
dengan pengembangan agribisnis yang berbasis subak dengan modal sosialnya
telah memberikan beberapa manfaat di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Menjamin adanya kegiatan kolektif dalam kegiatan bisnis pertanian, seperti
penyediaan sarana produksi, pengelolaan parasarana, kredit termasuk
pengolahan dan pemasaran.
2. Memberikan tambahan pendapatan yang signifikan terhadap subak sehingga
mampu mengurangi beban ekonomis anggota untuk kegiatan-kegiatan subak.
3. Menjadikan subak semakin mandiri dalam pengembangan agribisnis dan tetap
berbasiskan nilai-nilai sosial budaya atau modal sosial yang dimilikinya
Kegiatan agribisnis pada sistem subak melalui pembentukan unit koperasi
di dalamnya seperti diungkapkan di atas menjadi bagian yang sangat penting
dalam mewujudkan pengelolaan irigasi pada tingkat Perkumpulan Petani Pemakai
Air yang berdimensi pemberdayaan, yaitu dengan melakukan penyesuaian
kelembagaan (Rachman, 2009).
149
5.8 Kekuatan dan Kelemahan Subak dalam Pengembangan Agribisnis
5.8.1 Kekuatan subak
Pengembangan agribisnis di Subak Guama melalui Koperasi Usaha
Agribisnis Terpadu dan Subak Selanbawak melalui embrio koperasi didorong oleh
adanya beberapa faktor yang melekat dalam subak itu sendiri terutama yang
berkenaan dengan sosial kapital. Pada penelitian ini, ditemukan bahwa faktor-
faktor tersebut adalah sebagai berikut: (i) ikatan antar petani anggota subak; (ii)
ikatan antara petani sebagai anggota subak dengan pengurusnya; (iii) awig-awig
subak; (iv) nilai religius di subak.
5.8.1.1 Ikatan antar petani
Hasil penelitian terhadap sampel ditemukan bahwa terdapat ikatan antar
petani yang kuat di dalam penyelenggaraan aktivitas pertanian, irigasi, ritual dan
juga ekonomis. Ikatan antar dalam kegiatan pertanian ditunjukkan dengan adanya
interaksi di antara para petani yang diawali dari menjelang musim tanam padi
sampai dengan panen dan kemudian musim tanam berikutnya baik padi maupun
palawija. Interaksi sosial yang dilakukan mereka adalah berkenaan dengan
pemilihan jenis atau varietas tanaman padi yang akan diusahakan; persiapan-
persiapan pengolahan lahan dan persemaian, jadwal dan pola tanam dan
pengendalian hama dan penyakit. Ikatan antara petani melalui kegiatan interaksi
secara formal dilakukan pada sangkepan dan paruman subak. Di kedua subak,
paruman dilakukan sesuai dengan kebutuhan atau kepentingan yang akan dibahas
dan bahkan melibatkan pihak luar, seperti dari BPTP dan Dinas Pertanian baik di
tingkat kabupaten maupun provinsi.
150
Pada kegiatan pertanian ini, ikatan di antara para petani di kedua subak
terjadi dalam suatu bentuk proses berinteraksi yang telah biasa dilakukan sebagai
anggota masyarakat baik di banjar maupun di desa untuk kegiatan di luar sektor
pertanian. Kuatnya ikatan dalam proses interaksi sosial ini merupakan salah satu
indikasi bahwa terdapat rasa saling percaya di antara para petani anggota di kedua
subak. Ini berarti bahwa dengan adanya ikatan antar anggota yang kuat dan
didasari oleh saling percaya dapat menumbuhkan kegiatan kolektif yang semakin
kuat di dalam subak. Misalnya dalam upaya untuk bekerja bersama-sama untuk
memecahkan masalah yang berkenaan dengan akses informasi, kredit termasuk
penyediaan sarana produksi pertanian dan lain sebagainya. Temuan ini juga secara
kualitatif ditemukan oleh Woolcock dan Narayan (2000) dimana ikatan yang kuat
antar anggota dalam suatu kelompok (misalnya subak) membangkitkan adanya
kegiatan kolektif sebagai hasil dari dinamisasi sosial kapital di dalam suatu
kelompok masyarakat.
Ikatan antar petani dalam aspek irigasi sangat nyata ditunjukan dengan
adanya kegiatan gotong royong untuk membersihkan saluran irigasi sebelum
memulai penanaman di kedua subak. Kegiatan ini dilakukan secara bersama-sama
baik di tingkat tempek maupun subak. Bahkan saat diperlukan, para petani harus
berkontribusi material atau uang tunai untuk perbaikan-perbaikan saluran dan
bangunan irigasi di wilayah subaknya.
Pada kegiatan irigasi ini juga dilakukan adanya sistem saling meminjam
air terutama pada saat musim kemarau. Pemberian pinjaman air kepada petani
yang lain menunjukkan adanya saling ketergantungan di antara mereka dan saling
percaya bahwa pada saat tertentu petani peminjam akan memberikan pinjaman
151
airnya juga kepada petani lainnya. Saling meminjam air irigasi ini juga merupakan
salah satu bagian dari pegejawantahan konsep paras paros sarpanaya salunglung
sabayantaka. Pengaturan pengelolaan air (distribusi dan alokasi) juga didasarkan
pada kesepakatan antar petani melalui suatu musyawarah dalam rapat subak.
Keteraturan dan harmonisasi pengelolaan air irigasi di Subak Guama dan Subak
Selanbawak turut memberikan dukungan terhadap pengembangan agribisnis padi
yang dijalankan melalui KUAT Subak Guama dan embrio koperasi di Subak
Selanbawak.
Ikatan antar petani yang menonjol pada Subak Guama dan Subak
Selanbawak adalah saat diselenggarakan kegiatan ritual di tingkat subak.
Beberapa upacara keagamaan di tingkat subak adalah magpag toya yang diadakan
pada setiap bulan Oktober di Pura Ulun Empelan, dan juga di Pura Bedugul. Pada
kegiatan ritual ini, ikatan antar petani juga disertai dengan adanya ikatan antar istri
petani yang dimulai dari persiapan-persiapan penyelenggaraan upacara ritual
sampai dengan selesainya kegiatan upacara di pura subak.
5.8.1.2 Ikatan antara petani dengan pengurus subak
Pada penelitian ini, ikatan yang dimaksudkan adalah adanya interaksi
sosial antara para petai baik sebagai anggota subak maupun koperasi dengan
pengurus subak dan koperasinya juga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat ikatan yang kuat antara petani dengan pengurus subak dan koperasi di
kedua subak. Kondisi ini ditunjukkan oleh adanya kegiatan-kegiatan pertanian,
irigasi dan religius serta ekonomis yang dikoordinasikan oleh para pengurus dapat
dijalankan secara baik.
152
Di atas telah disebutkan bahwa pada kegiatan pertanian seperti
penggunaan varietas padi yang akan diusahakan oleh para petani selalu dipatuhi
setelah diputuskan melalui rapat subak yang dipimpin oleh pengurus subak dan
didampingi oleh PPL. Demikian juga halnya pada kegiatan irigasi, koordinasi
dilakukan oleh pengurus subak baik di tingkat subak maupun di tingkat tempek.
Informasi yang disampaikan oleh pengurus kepada para petani dapat dilakukan
secara berjenjang dan secara langsung. Di kedua subak, informasi yang berjenjang
biasanya dilakukan oleh pengurus di tingkat subak melalui pengurus di tingkat
tempek.
Pada kegiatan ritual, terdapat ikatan yang kuat antara petani dengan
pengurus seperti halnya ikatan yang terjadi antar petani. Pengurus bersama-sama
dengan pemangku mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan keagamaan
mulai dari persiapan sampai berakhirnya seluruh rangkaian kegiatan ritual di
tingkat subak. Ikatan antara petani dengan pengurus subak pada kegiatan ritual ini
lebih didasarkan pada nilai-nilai spiritual yang telah melekat sebagai umat yang
beragama Hindu. Salah satu indikasi yang terlihat pada Subak Guama dan Subak
Selanbawak adalah para petani sejak awal dilibatkan dalam penentuan anggaran
biaya untuk upacara keagamaan, rencana pelaksanaan ritual, dan lain sebagainya.
Pada saat upacara Ngusaba musim tanam tahun 2012, para petani dibawah
koordinasi pengurus subak menyiapkan pebantenan melalui rapat-rapat subak.
Ikatan antara petani dengan pengurus koperasi juga terlihat kuat terutama
dalam penyediaan sarana produksi pertanian (benih, pupuk, pestisida) dan ternak
dan layanan ekonomis lainnya dari koperasi. Para petani diberikan bimbingan oleh
pengurus koperasi dalam pengisian RDKK saat menyusun amprahan kredit
153
usahatani untuk tanaman padinya. Pada kegiatan ini, para petani dan pengurus
subak juga didampingi oleh PPL.
Hubungan baik antara para petani dengan pengurus koperasi juga terlihat
pada saat adanya pembagian sisa hasil usaha koperasi setiap tahun setelah
disetujuinya Rapat Anggota Tahunan koperasi. Pada Subak Selanbawak, belum
diterapkan sistem Sisa Hasil Usaha karena koperasi yang dibentuknya belum
memiliki status badan hukum. Pengurus koperasi dan pengurus subak hanya
menyampaikan laporannya secara periodik kepada seluruh anggotanya dalam
setiap sangkepan subak.
Ikatan-ikatan di antara petani dan juga dengan pengurus subak maupun
koperasi dilandasi oleh adanya rasa saling percaya (mutual trust). Trust tersebut
dipandang sebagai rasa saling mempercayai antar individu dan juga antar
kelompok di dalam suatu masyarakat seperti subak dan koperasi yang dibangun
oleh norma-norma yang terdapat di dalamnya (Woolcock, 1998).
5.8.1.3 Awig-awig
Awig-awig merupakan suatu produk hukum dari suatu organisasi
tradisional di Bali, seperti subak yang dibuat secara musyawarah mufakat oleh
seluruh anggotanya berdasarkan rasa keadilan dan rasa kepatutan yang hidup
dalam masyarakatnya dan diberlakukan sebagai pedoman bertingkah
laku untuk menciptakan keharmonisan. Awig-awig ini sebenarnya merupakan
anggaran dasar subak dan sebagai anggaran rumah tangganya adalah berupa
perarem. Pada kedua subak, awig-awignya telah dicatatkan pada Kantor
Pengadilan Negeri Tabanan sebagai bagian dari pengakuan status badan hukum
154
oleh pemerintah. Berdasarkan pada Peraturan Menteri Dalam Negeri No 42 tahun
1992 disebutkan bahwa apabila anggaran dasar Perkumpulan Petani Pemakai Air
(P3A) atau subak telah didaftarkan di Kantor Pengadilan Negeri setempat maka
P3A tersebut telah memiliki status berbadan hukum.
Adanya awig-awig ini yang juga merupakan norma-norma subak menjadi
salah satu faktor yang sangat kuat bagi petani termasuk pengurus subak untuk
bertingkah laku dalam berinteraksi pada kedua subak karena di dalamnya telah
dituangkan juga berbagai sanksi bagi para pelanggarnya. Secara garis besar, awig-
awig Subak Guama dan Subak Selanbawak memuat beberapa ketentuan di
antaranya adalah distribusi dan alokasi air irigasi, pola dan jadwal tanam, hak dan
kewajiban anggota dan pengurus, pengelolaan keuangan termasuk usaha-usaha
ekonomis, keanggotaan, kepengurusan dan juga sanksi-sanksi.
Ikatan di antara sesama petani dan juga antara petani dengan pengurus
subak seperti yang telah disebutkan di atas juga didasarkan pada aturan-aturan
yang telah mereka sepakati dan tuangkan di dalam awig-awignya. Salah satu
contohnya adalah pembagian air dan alokasi air irigasi untuk masing-masing
tempek dan masing-masing petani sudah diatur sedemikian rupa dan telah
diterima oleh seluruh petani. Ukuran-ukuran yang digunakan untuk alokasi air
tidak semata-mata didasarkan pada aspek teknis tetapi juga aspek sosial yang
berkenaan dengan sistem ayahan.
Dalam kaitannya dengan alokasi air ini, hasil penelitian bahwa rasa saling
percaya di antara petani sangat terlihat karena ada petani yang memperoleh
alokasi air yang lebih besar dibandingkan dengan petani lainnya yang luas lahan
sawahnya lebih besar. Hal ini disebabkan karena pembagian airnya tidak
155
sepenuhnya didasarkan pada perhitungan teknis tetapi juga pertimbangan social
atau dikenal dengan sistem ayahan. Tidak ada rasa iri yang ditunjukan oleh petani
yang memperoleh alokasi air lebih kecil kepada petani lainnya yang memperoleh
air lebih besar. Aturan yang ditetapkan pada kedua subak adalah didasarkan pada
hak dan kewajiban. Artinya bahwa petani yang memperoleh hak atas air lebih
besar maka kewajiban ayahannya juga lebih besar.
Di Subak Guama misalnya, hasil penelitian Yadnya (2009) menjelaskan
bahwa awig-awig Subak Guama telah menjadi pedoman bagi para petani untuk
menanam varietas Padi yaitu IR 64 pada penanaman musim hujan 2009 sesuai
dengan kesepakatannya. Selain itu, para petani selalu melakukan kewajibannya
untuk melunasi kredit atau pinjaman guna menghindari sanksi yang telah
ditetapkan di dalam awig-awig subak. Sanksi moral pada awig-awig Subak
Guama juga sangat memberikan kontribusi terhadap penyelenggaraan kegiatan di
subak sehingga tetap terjamin pola interaksi antar petani yang harmoni. Kekuatan
awig-awig di Subak Guama telah mampu menjadi pedoman bagi anggota subak
dan pengurusnya di dalam membentuk koperasi untuk menyelenggarakan
kegiatan agribisnis.
Di Subak Selanbawak, awig-awignya juga telah mengatur penggunaan
varietas tanaman padi yang akan diusahakan pada musim tertentu. Pelanggaran
terhadap ketentuan yang telah ditetapkan akan dikenakan sanksi oleh subak.
Kuatnya sanksi yang dirasakan menyebabkan hingga saat penelitian ini tidak
pernah ditemukan adanya petani yang melanggarnya.
Adanya norma sosial atau aturan-aturan di dalam kedua subak dan
koperasi telah menjadikan pedoman bagi anggotanya untuk menghindari perilaku
156
yang menyimpang dari kebiasaan pola tingkah laku mereka. Norma sosial, yaitu
awig-awig dan anggaran dasar/anggaran rumah tangga koperasi menjadi salah
satu unsur modal sosial yang signifikan dan tetap merangsang keberlangsungan
kohesifitas sosial yang hidup (Supriono, dkk., 2010).
5.8.1.4 Nilai Religius Hindu
Salah satu ciri yang menonjol pada subak dibandingkan dengan organisasi
organisasi pengelola air irigasi di luar Bali adalah adanya nilai-nilai religius
Hindu yang tinggi. Nilai religius di Subak Guama dan Subak Selanbawak
ditunjukkan adanya kegiatan ritual pada seluruh rangkaian kegiatan pertanian dan
irigasi di tingkat subak.
Pada awal musim tanam, misalnya, subak melakukan kegiatan ritual
penjemputan air dengan harapan air yang dimanfaatkan untuk usahatani tersedia
secara cukup dan memberikan manfaat dalam peningkatan produktivitas lahan dan
tanaman. Nilai-nilai religius lainnya yang sering ditunjukkan pada Subak Guama
adalah adanya persembahan atau sesajen/banten pada saat memulai acara rapat-
rapat subak. Sangat banyak ditemukan nilai-nilai religius di tingkat subak, di
antaranya adalah menghaturkan sesajen saat persemaian, pengolahan tanah,
pananaman, umur padi berumur 42 hari sampai pada panen, seperti telah
disebutkan di atas.
Nilai-nilai religius yang ditemukan di kedua subak adalah adanya rasa
bersyukur kepada Tuhan yang Mahaesa atas ketersediaan air dan hasil panen yang
baik, nilai-nilai yadnya di dalam setiap beraktivitas yang berkaitan dengan
pertanian, irigasi dan ekonomis. Bagi Subak Guama dan Subak Selanbawak, nilai
157
religius yang ditunjukkan adalah bagian dari perwujudan filosofi subak yaitu tri
hita karana untuk menjaga keharmonisan melalui hubungannya dengan Tuhan,
hubungannya dengan sesama petani dan hubungannya dengan alam.
Penyelenggaraan kegiatan- kegiatan ritual subak memberikan indikasi bahwa para
petani di Subak Guama sangat ”berserah” kepada Tuhan yang Mahaesa di dalam
pengelolaan usahataninya.
Bahkan dalam penerapan aturan-aturan di persubakan, nilai religius ini
juga digunakan sebagai pedoman bagi para petani, seperti melakukan sumpah di
Pura Subak. Dengan adanya aturan ini, para petani di Subak Guama dan Subak
Selanbawak sangat menghindari terjadinya pelanggaran yang bermuara ke Pura
Subak untuk persumpahan. Ini berarti bahwa nilai religius menjadikan awig-awig
subak kekuatan spiritual yang tidak berani untuk dilanggar oleh setiap petani
termasuk pengurus subak.
Nilai lainnya yang sangat menonjol adalah karmapala, dimana nilai ini
menjadi pegangan yang yang sangat bagi petani di dalam aktivitas antar petani
dan juga dengan pengurus subak maupun koperasi karena merupakan salah satu
komponen Panca Srada. Adanya nilai karma pala, para petani anggota merasa
takut untuk berbuat yang kurang baik terhadap sesamanya, seperti merugikan,
membohongi, membahayakan dan hal-hal yang buruk lainnya.
Dalam hubungannya dengan pengembangan agribisnis, nilai religius yang
telah ada menjadi suatu kekuatan bagi subak di dalam membentuk koperasinya
karena didasarkan pada nilai-nilai yang telah terinternalisasi dan diyakini sangat
kuat oleh seluruh anggota dan pengurus subak. Penyelenggaraan kegiatan-
kegiatan di KUAT Subak Guama dan embrio koperasi di Selanbawak juga selalu
158
dilandasi oleh nilai-nilai religius Hindu yang terlihat dari dimasukannya tri hita
karana pada awig-awig subaknya.
Ikatan-ikatan yang kuat di antara petani anggota subak, ikatan antara
petani anggota dengan pengurus subak, kuatnya awig-awig subak serta adanya
nilai religius di dalam subak menjadi suatu ”lem” yang mengikat para petani
untuk melakukan kegiatan secara bersama-sama guna mencapai tujuan baik secara
pribadi maupun bersama-sama melalui lembaga subaknya. Ikatan-ikatan yang
ditunjukkan melalui interaksi sosial yang didasarkan pada norma-norma pada
awig-awig subak serta adanya rasa saling percaya merupakan bagian atau
komponen modal sosial yang terdapat di dalam subak. Fukuyama (1995) secara
eksplisit menyimpulkan bahwa trust mendorong orang-orang dapat bekerjama
secara lebih efektif karena terdapat kesediaan di antara mereka untuk
menempatkan kepentingan kelompok di atas kepentingan individu.
Brehm dan Rahn (1997) mengartikan trust sebagai suatu penghargaan
yang muncul dalam sebuah komunitas yang berperilaku normal, jujur, dan
kooperatif, bersadasarkan norma-norma yang dimiliki bersama, demi kepentingan
anggota yang lain dari komunitas itu. Di Subak Guama dan Subak Selanbawak,
saling percaya antar petani dan juga dengan pengurus baik di subak maupun
koperasi dalam berinteraksi selalu dilandaskan pada norma-norma atau aturan-
aturan yang telah disepakati bersama. Sebagai komponen modal sosial, saling
percaya (mutual trust), norma sosial (social norms) dan jaringan kerja (social net
working) merupakan satu kesatuan yang terdapat di dalam subak dan memberikan
kontribusi dalam pengembangan agribisnis.
159
5.8.2 Kelemahan Subak
Kelemahan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah beberapa faktor
yang dapat menjadi hambatan dalam pengembangan agribisnis di tingkat subak.
Faktor-faktor tersebut di antaranya adalah: (i) sempitnya lahan sawah; (ii)
rendahnya tingkat pendidikan formal petani; (iii) terbatasnya teknologi budidaya;
dan (iv) terbatasnya teknologi pasca-panen.
5.8.2.1 Sempitnya lahan sawah
Luas lahan merupakan salah satu ukuran faktor produksi dalam usahatani
termasuk usahatani padi. Pada lokasi penelitian diketahui bahwa rata-rata luas
penguasaan lahan sawah adalah 36,27 are dengan kisaran antara 26 are sampai
dengan 58 are. Kondisi ini merupakan salah satu kelemahan dalam subak
berkenaan dengan pengembangan agribisnis. Untuk usahatani padi, penguasaan
lahan yang relatif sempit menjadikan skala usaha yang kurang efisien (Adiwilaga,
1982). Sempitnya lahan sawah yang diusahakan untuk tanaman padi memberikan
pendapatan yang kurang tinggi jika dibandingkan dengan pengusahaan tanaman
lainnya yang memiliki nilai ekonomis tinggi, seperti melon, cabe dan lain
sebagainya.
5.8.2.2 Rendahnya tingkat pendidikan formal petani
Seperti telah disebutkan di atas bahwa rata-rata tingkat pendidikan formal
petani adalah relatif rendah yaitu setara dengan tamat SMP. Pendidikan formal
petani yang sedemikian ini dapat memberikan implikasi pada peningkatan kualitas
pengembangan usaha agribisnis pada sistem subak. Tingkat kapasitas
160
pengembangan inovasi dari internal subak khususnya para anggotanya belum
relatif tinggi. Selama ini, inovasi lebih banyak bersumber dari pihak ekternal dan
para pengurus subak serta koperasi berkenaan dengan pengembangan usaha-usaha
agribisnis di tingkat subak. Pengembangan agribisnis pada sistem subak
memerlukan adanya kualitas sumber daya petani yang baik terutama dari aspek
pendidikan formal.
5.8.2.3 Terbatasnya teknologi budidaya
Teknologi budidaya pertanian dalam arti luas merupakan salah satu faktor
penting dalam pengembangan agribisnis pada sistem subak. Meskipun pihak
pemerintah termasuk BPTP Bali memberikan penyuluhan dan pelatihan mengenai
teknologi budidaya (pertanian dan peternakan), namun belum seluruh petani
memiliki keterampilan dalam penguasaan teknologi budidaya tersebut pasca
kegiatan pengembangan agribisnis di subak. Rata-rata pengetahuan petani
mengenai teknologi budidaya pertanian tergolong sedang (lihat Tabel 5.23).
Tabel 5.23Distribusi frekuensi petani berdasarkan pada tingkat pengetahuan mengenai
teknologi budidaya pertanian
No Kategori Frekuensi Persentase(orang) (%)
1 Sangat tinggi 2 2,272 Tinggi 21 23,863 Sedang 48 54,554 Rendah 17 19,325 Sangat rendah 0 0
Jumlah 88 100
161
Data yang ditunjukkan pada Tabel 5.23 juga menggambarkan bahwa
sebagian besar petani memiliki pengetahuan yang sedang mengenai teknologi
budidaya pertanian, yaitu sebesar 54,55 %. Selain itu, ditunjukkan pula bahwa
sebanyak 19,32 % petani memiliki tingkat pengetahuan yang rendah. Oleh karena
itu, keterbatasan penguasaan teknologi budidaya oleh para petani di subak
memberikan implikasi pada tingkat produktivitas lahan, tanaman dan ternak yang
diusahakan oleh petani.
5.8.2.4 Terbatasnya teknologi pasca-panen
Teknologi pasca-panen pertanian memiliki peran yang sangat penting di
dalam pengembangan agribisnis karena menyangkut proses pengolahan dan
pemasaran produk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata tingkat
pengetahuan (penguasaan) teknologi pasca-panen masih berada pada kategori
sedang. Distribusi frekuensi petani berdasarkan pada tingkat pengetahuan
mengenai teknologi pasca-panen dapat dilihat pada Tabel 5.24.
Tabel 5.24Distribusi frekuensi petani berdasarkan pada tingkat pengetahuan mengenai
teknologi pasca-panen
No Kategori Frekuensi Persentase(orang) (%)
1 Sangat tinggi 1 1.142 Tinggi 18 20,453 Sedang 47 53,414 Rendah 22 25,005 Sangat rendah 0 0
Jumlah 88 100
162
Memperhatikan data pada Tabel 5.24 terlihat bahwa sebagian besar petani
memiliki tingkat pengetahuan mengenai teknologi pasca-panen yang sedang dan
rendah yaitu sebanyak 78,41 %. Kondisi ini dapat menjadi suatu hambatan dalam
peningkatan nilai tambah produk dan pengembangan agribisnis pada sistem
subak.
5.9 Refleksi Pengembangan Agribisnis Petani dalam Sistem Subak
Subak adalah masyarakat hukum adat yang bersifat sosio-agraris religius
yang secara historis didirikan sejak dulu kala dan berkembang terus sebagai
organisasi penguasa tanah dalam bidang pengaturan air dan lain-lain persawahan
dari suatu sumber di dalam suatu daerah. Sifat kultural sangat menonjol pada
sistem subak dan UNESCO mengakui sebagai salah satu warisan budaya dunia,
seperti subak di kawasan Jatiluwih.
Masalah dan tantangan subak di masa mendatang semakin kompleks baik
yang berkenaan dengan aspek hidrologi, ekonomis, lingkungan maupun sosial.
Tekanan dari faktor eksternal semakin kuat dan dapat memberikan dampak yang
kurang menguntungkan terhadap keberadaan subak. Salah satu upaya yang
dikembangkan oleh pemerintah adalah pengembangan agribisnis pada sistem
subak. Pengalaman yang ditemukan pada penelitian ini adalah adanya peranan
modal sosial (saling percaya, norma sosial dan jaringan sosial) yang berpengaruh
terhadap partisipasi petani dalam pengembangan agribisnis dan memberikan
manfaat ekonomis bagi para anggota subak.
Modal sosial subak merupakan suatu investasi yang memiliki energi untuk
menggerakan sumber daya manusia (petani) untuk melakukan aktivitas kolektif
163
guna memperoleh manfaat secara bersama-sama di dalam kelompoknya (subak).
Oleh karena itu, tekanan dari faktor luar akan dapat diantisipasi dengan penguatan
faktor internal subak itu sendiri yaitu modal sosialnya. Beberapa implikasi
pengembangan agribisnis pada sistem subak yang berbasis pada modal sosial
sebagai suatu refleksi terhadap penelitian ini dapat dilihat dari dua sisi yaitu bagi
subak dan pemerintah.
5.9.1 Bagi Subak
Pengembangan agribisnis yang dilakukan pada sistem subak yang salah
satunya melalui pembentukan koperasi tani sangat perlu mempertimbangkan
elemen-elemen modal sosial (saling percaya, norma sosial dan jaringan sosial)
yang telah ada. Saling percaya di antara para petani dan juga dengan pengurus
subak serta koperasi memiliki peran yang signifikan di dalam pengembangan
agribisnis. Kepercayaan merupakan salah satu prasyarat yang sangat penting di
dalam kegiatan bersama yang dilakukan di dalam subak. Rasa saling percaya yang
tinggi menjadi fondasi yang kuat terhadap interaksi di antara sesama petani dan
juga dengan para pengurus baik subak maupun koperasinya.
Oleh karena itu, rasa saling percaya di dalam sistem subak perlu semakin
dikuatkan oleh subak itu sendiri guna mewujudkan prilaku yang kooperatif seperti
dalam pengembangan agribisnis. Berbagai tindakan kolektif yang didasari rasa
saling mempercayai yang tinggi akan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
berbagai ragam bentuk dan dimensi, terutama dalam konteks membangun
bersama (Putman, 1993). Partisipasi petani yang ditumbuhkan berkenaan dengan
pengembangan agribisnis adalah peran serta mereka dalam penyelenggaraan
164
kegiatan penyediaan sarana produksi (benih, pupuk, pestisida, dan lain
sebagainya), pengembangan ternak, perkreditan, pengolahan dan pemasaran hasil.
Konsekuensi dari kondisi ini menuntut kepada pengurus subak maupun
koperasi untuk memiliki kapasitas kepemimpinan dan manajemen yang baik,
khususnya dalam menjaga rasa saling percaya yang telah ada. Dalam
pengembangan agribisnis pada sistem subak, penguatan rasa saling percaya
dilakukan dengan adanya transparansi pengelolaan keuangan dan usaha bisnis
oleh pengurus guna menghindarkan adanya kecurigaan anggota. Di sisi lain,
pengurus subak dan koperasi juga harus memiliki kepercayaan yang tinggi
terhadap anggotanya di dalam memanfaatkan jasa pelayanan berkenaan agribisnis,
dan tetap melibatkan mereka dalam pengambilan keputusan-keputusan di tingkat
subak dan koperasi.
Norma sosial dalam bentuk awig-awig subak dan anggaran dasar dan
anggaran rumah tangga koperasi memberikan pedoman bagi pengurus dan
anggota subak dan koperasi di dalam berbagai kegiatan seperti pertanian, irigasi,
sosial, budaya dan ekonomis. Dalam setiap norma senantiasa mencakup berbagai
kewajiban dan hak yang disertai dengan sanksi dan penghargaan. Dengan
demikian, aturan-aturan baik yang tertulis maupun belum tertulis pada sistem
subak dapat menjadi alat kontrol sosial yang efektif bagi keberlangsungan
berbagai aktivitas dalam subak termasuk kegiatan agribisnis. Penyusunan aturan-
aturan dalam subak dan koperasi dilakukan melalui pertemuan-pertemuan yang
melibatkan seluruh anggota untuk menghasilkan konsensus.
Adanya sanksi sosial selain sanksi yang telah ditetapkan dalam awig-awig
menjadi salah satu faktor pembatas bagi petani dan pengurus untuk melakukan
165
kegiatan yang menyimpang. Berkenaan dengan hal ini, pengurus memerlukan
adanya ketegasan dalam menerapkan awig-awig bagi seluruh anggota tanpa
membeda-bedakannya guna menumbuhkan kepercayaan petani terhadap
kepemimpinannya.
Kepercayaan yang tumbuh dan didasarkan pada norma-norma sosial pada
subak menjadi pedoman yang efektif dalam setiap proses interaksi sosial antara
para petani dan pengurus subak dan koperasi termasuk dengan pihak luar. Adopsi
inovasi atau teknologi pengembangan agribisnis menjadi lebih lancar dengan
adanya kepercayaan terhadap inovasi itu sendiri dan sumber informasi.
Sehubungan dengan pengembangan agribisnis pada sistem subak,
partisipasi petani akan semakin meningkat seiring dengan semakin tingginya
manfaat ekonomis yang diperoleh melalui usaha agribisnis yang didasarkan pada
aturan-aturan atau norma yang diberlakukan. Manfaat yang diterima tersebut
seperti adanya SHU yang memberikan rasa percaya yang tinggi terhadap
pengembangan agribisnis yang dikelola pengurus. Terdapat suatu siklus yang
saling berkaitan antara modal sosial dengan partisipasi petani dalam
pengembangan agribisnis.
5.9.2 Bagi pemerintah
Dalam upaya untuk mengembangkan agribisnis yang berkelanjutan pada
sistem subak diperlukan adanya pengembangan kelembagaan yang berbasis pada
sistem nilai dan budaya lokal yang telah ada sejak dahulu. Subak memiliki
beberapa kekuatan yang berkenaan dengan modal sosial di dalam pengembangan
agribisnis yaitu (i) ikatan antar petani anggota subak; (ii) ikatan antara petani
166
sebagai anggota subak dengan pengurusnya; (iii) awig-awig subak; (iv) nilai
religius di subak.
Pemerintah dapat melakukan penguatan modal sosial subak sebagai suatu
landasan untuk menumbuhkan berbagai kegiatan kolektif di dalam subak seperti
penyelenggaraan kegiatan agribisnis. Pemberdayaan melalui pendekatan
partisipatif baik secara individual maupun kelompok menjadi hal yang sangat
penting untuk dilakukan. Secara individu, para petani dan pengurus subak dan
koperasi dapat ditingkatkan kapasitasnya, seperti pengetahuan, keterampilan serta
sikapnya terhadap pengembangan agribisnis. Sedangkan secara kelompok, mereka
dapat ditingkatkan intensitas dan kualitas interaksinya baik antar petani, antara
petani dengan pengurus termasuk dengan pihak luar.
Pemberdayaan dalam penguatan modal sosial subak diarahkan untuk
mewujudkan tingkat solidaritas dan kolektivitas yang semakin tinggi dalam
pengembangan agribisnis. Secara praktis, pemberdayaan petani dilakukan melalui
kegiatan penyuluhan dan pelatihan yang disertai pendampingan. Pemerintah
bertindak sebagai fasilitator dalam pemberdayaan pengembangan agribisnis ini
dengan mengutamakan petani sebagai pelaku yang dilandasi oleh rasa saling
percaya dan norma-norma sosialnya.
Modal sosial yang kuat dapat menjadi landasan dan pendukung yang
signifikan dalam pengembangan agribisnis, misalnya dalam pengelolaan bantuan
dana atau finansial yang bersumber dari pemerintah. Pemerintah perlu
memanfaatkan jaringan sosial yang ada pada subak saat memulai program sampai
dengan implementasi serta evaluasi pelaksanaan program pengembangan
agribisnis dalam sistem subak.
167
Pembentukan lembaga baru dalam pengembangan agribisnis pada sistem
subak merupakan bagian dari penyesuaian kelembagaan. Pembentukan koperasi
tani tidak harus berdiri sendiri melainkan masih tetap berada dalam lingkup subak.
Aturan-aturan yang ada seperti awig-awig tetap dijadikan pedoman juga dalam
pengembangan agribisnis melalui koperasinya. Ini berarti bahwa pemerintah tidak
harus selalu membentuk wadah baru di luar sistem subak untuk pengembangan
agribisnis. Pemerintah perlu menyadari adanya faktor internal di dalam subak
yaitu modal sosial yang memiliki kekuatan atau pengaruh terhadap berbagai
kegiatan atau program pembenagunan pertanian seperti agribisnis.
Replikasi terhadap pengembangan agribisnis yang didasarkan pada modal
sosial subak perlu dilakukan di beberapa sistem subak dalam upaya meningkatkan
produktivitas dan pendapatan petani. Secara ringkas, pemberdayaan subak dalam
pengembangan agribisnis di masa mendatang dapat dilihat pada Gambar 5.15.
Proses Modal sosial subak Pengelolaan Pencapaianpemberdayaan & koperasi tani & koordinasi tujuan
Gambar 5.15Pengembangan agribisnis berbasis modal sosial
Kepercayaan
Norma sosial
Jaringan sosial
Pengembanganagribisnis
Pembangunanpertanian
Pemberdayaan danpendampingan
Sikap &pengeta-huan
Bantuan finansial
168
Pada Gambar 5.15 terlihat bahwa modal sosial subak sangat penting untuk
diperhatikan dalam penyelenggaraan program pembangunan pertanian proses
melalui pemberdayaan dan disertai dengan pendampingan. Modal sosial di dalam
subak sebagai bentuk akumulasi dari human capital para petani yang saling
berinteraksi dapat membentuk sikap dan pengetahuan yang mendukung
pengembangan pembangunan pertanian yaitu agribisnis. Pentingnya modal sosial
diungkapkan oleh Bian (2012) dimana koperasi pertanian yang dibentuk untuk
kegiatan agribisnis sangat ditentukan oleh adanya kepercayaan dan ketaatan
terhadap norma serta jaringan sosial yang kuat di tingkat internal dan eksternal.
Para petani yang memiliki sikap dan pengetahuan tinggi terhadap
pengelolaan kegiatan agribisnis dapat meningkatkan kepuasannya sebagai anggota
koperasi dan menjamin keberlanjutan kegiatan-kegiatan koperasinya (Espallardo,
et al., 2012). Pada aspek modal sosial, Zao dan Li (2007) menegaskan bahwa
saling percaya antara petani dengan pengurus koperasi pertanian mempengaruhi
secara signifikan terhadap perkembangan koperasi pertanian di Cina dalam
kegiatan-kegiatan ekonomisnya.
Melalui proses pemberdayaan dan pendampingan pada subak yang
dilakukan mampu memberikan jaminan bahwa tujuan pemberian bantuan
finansial kepada subak dapat tercapai secara baik. Tujuan pemberdayaan tersebut
adalah adanya keberlanjutan program pengembangan agribisnis seperti pelayanan
jasa sarana produksi pertanian, penyediaan jasa alsintan, pelayanan kredit,
pengolahn dan pemasaran. Sebagai trujuan akhir dari program pemberdayaan ini
adalah peningkatan produktivitas dan pendapatan serta pendapatn petani dan
subak. Pemerintah perlu memberikan edukasi kepada pengurus dan anggota
169
koperasi dalam upaya meningkatkan persepsi mereka dan meningkatkan
partisipasinya seperti yang telah dilakukan di Nigeria (Agbo, 2009).
Seperti halnya koperasi pertanian di Nigeria dan Iran yang dibentuk oleh
petani memiliki peranan yang penting dalam kegiatan kolektif dalam pengelolaan
sumber daya yang ada. Di sisi lain para petani dapat terpenuhi kebutuhan
pertaniannya secara efektif dan efisien melalui koperasinya (Adeyemo, 2004;
Aref, 2011).