slw2

46
Kerajaan Jeumpa Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Belum Diperiksa Langsung ke: navigasi , cari Kerajaan Jeumpa adalah sebuah kerajaan yang berada di sekitar daerah perbukitan mulai dari pinggir sungai Peudada di sebelah barat sampai Pante Krueng Peusangan di sebelah timur pada sekitar abad ke VIII Masehi. Hal ini berdasarkan Ikhtisar Radja Jeumpa yang ditulis Ibrahim Abduh, yang disadurnya dari Hikayat Radja Jeumpa. Istana Raja Jeumpa terletak di desa Blang Seupeueng yang dipagari di sebelah utara, sekarang disebut Cot Cibrek Pinto Ubeut. Masa itu Desa Blang Seupeueng merupakan permukiman yang padat penduduknya dan juga merupakan kota bandar pelabuhan besar, yang terletak di Kuala Jeumpa. Dari Kuala Jeumpa sampai Blang Seupeueng ada sebuah alur yang besar, biasanya dilalui oleh kapal-kapal dan perahu-perahu kecil. Alur dari Kuala Jeumpa tersebut membelah Desa Cot Bada langsung ke Cot Cut Abeuk Usong atau ke Pinto Rayek (pintu besar). Sejarah Sebelum kedatangan Islam , di daerah Jeumpa sudah berdiri salah satu kerajaan Hindu yang dipimpin turun temurun oleh seorang meurah. Datang pemuda tampan bernama Abdullah yang memasuki pusat kerajaan di kawasan Blang Seupeueng dengan kapal niaga yang datang dari India belakang (Parsi ?) untuk berdagang. Dia memasuki negeri Blang Seupeueng melalui laut lewat Kuala Jeumpa, sekitar awal abad ke VIII Masehi dan negeri ini sudah dikenal di seluruh penjuru dan mempunyai hubungan perdagangan dengan Cina, India, Arab dan lainnya. Selanjutnya Abdullah tinggal bersama penduduk dan menyiarkan agama Islam. Rakyat di negeri tersebut dengan mudah menerima Islam karena tingkah laku, sifat dan karakternya yang sopan dan sangat ramah. Dia dinikahkan dengan puteri Raja bernama Ratna Kumala. Akhirnya Abdullah dinobatkan

Upload: sabdiahekasari

Post on 11-Dec-2014

145 views

Category:

Documents


13 download

TRANSCRIPT

Page 1: SLW2

Kerajaan JeumpaDari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Belum DiperiksaLangsung ke: navigasi, cari

Kerajaan Jeumpa adalah sebuah kerajaan yang berada di sekitar daerah perbukitan mulai dari pinggir sungai Peudada di sebelah barat sampai Pante Krueng Peusangan di sebelah timur pada sekitar abad ke VIII Masehi. Hal ini berdasarkan Ikhtisar Radja Jeumpa yang ditulis Ibrahim Abduh, yang disadurnya dari Hikayat Radja Jeumpa.

Istana Raja Jeumpa terletak di desa Blang Seupeueng yang dipagari di sebelah utara, sekarang disebut Cot Cibrek Pinto Ubeut. Masa itu Desa Blang Seupeueng merupakan permukiman yang padat penduduknya dan juga merupakan kota bandar pelabuhan besar, yang terletak di Kuala Jeumpa. Dari Kuala Jeumpa sampai Blang Seupeueng ada sebuah alur yang besar, biasanya dilalui oleh kapal-kapal dan perahu-perahu kecil. Alur dari Kuala Jeumpa tersebut membelah Desa Cot Bada langsung ke Cot Cut Abeuk Usong atau ke Pinto Rayek (pintu besar).

Sejarah

Sebelum kedatangan Islam, di daerah Jeumpa sudah berdiri salah satu kerajaan Hindu yang dipimpin turun temurun oleh seorang meurah. Datang pemuda tampan bernama Abdullah yang memasuki pusat kerajaan di kawasan Blang Seupeueng dengan kapal niaga yang datang dari India belakang (Parsi ?) untuk berdagang. Dia memasuki negeri Blang Seupeueng melalui laut lewat Kuala Jeumpa, sekitar awal abad ke VIII Masehi dan negeri ini sudah dikenal di seluruh penjuru dan mempunyai hubungan perdagangan dengan Cina, India, Arab dan lainnya. Selanjutnya Abdullah tinggal bersama penduduk dan menyiarkan agama Islam. Rakyat di negeri tersebut dengan mudah menerima Islam karena tingkah laku, sifat dan karakternya yang sopan dan sangat ramah. Dia dinikahkan dengan puteri Raja bernama Ratna Kumala. Akhirnya Abdullah dinobatkan menjadi Raja menggantikan bapak mertuanya, yang kemudian wilayah kekuasaannya dia berikan nama dengan Kerajaan Jeumpa, sesuai dengan nama negeri asalnya di India Belakang (Persia) yang bernama Champia, yang artinya harum, wangi dan semerbak. Sementara Bireuen sebagai ibukotanya, berarti kemenangan, sama dengan Jayakarta (Jakarta) dalam bahasa Jawa.

Berdasarkan silsilah keturunan sultan-sultan Melayu, yang dikeluarkan oleh Kerajaan Brunei Darussalam dan Kesultanan Sulu-Mindanao, Kerajaan Islam Jeumpa pada 154 H atau tahun 777 M dipimpin oleh seorang pangeran dari Persia (India Belakang ?) yang bernama Syahriansyah Salman atau Sasaniah Salman yang kawin dengan Puteri Mayang Seuludong dan memiliki beberapa anak, antara lain Syahri Duli, Syahri Tanti, Syahri Nawi, Syahri Dito dan Puteri Makhdum Tansyuri yang menjadi ibu dari sultan pertama Kerajaan Islam Perlak. Menurut penelitian pakar sejarah Aceh, Sayed Dahlan al-Habsyi, syahri adalah gelar pertama yang digunakan keturunan Nabi Muhammad di Nusantara sebelum menggunakan gelar meurah, habib, sayyid, syarif, sunan, teuku dan lainnya. Syahri diambil dari nama istri Sayyidina Husein bin Ali, Puteri Syahri Banun, anak Maha Raja Persia terakhir.

Page 2: SLW2

Mengenai keberadaan Syahri Nawi ini, disebutkan oleh Syekh Hamzah Fansuri. Syekh ini adalah ulama sufi dan sastrawan terkenal Nusantara yang berpengaruh dalam pembangunan Kerajaan Aceh Darussalam, yang juga merupakan guru Syamsuddin al-Sumatrani yang dikenal sebagai Syekh Islam Kerajaan Aceh Darussalam pada masa Iskandar Muda. A. Hasymi menyebutkan beliau juga adalah paman dari Maulana Syiah Kuala (Syekh Abdul Rauf al-Fansuri al-Singkili). Syekh Fansuri dalam beberapa kesempatan menyatakan asal-muasalnya dan hubungannya dengan Syahri Nawi. Diantaranya syair:

Hamzah ini asalnya FansuriMendapat wujud di tanah SyahrnawiBeroleh khilafat ilmu yang ’aliDaripada ’Abd al-Qadir Jilani

Hamzah di negeri MelayuTempatnya kapur di dalam kayu

Dari rangkaian syair ini, maka jelaslah bahwa ada hubungan antara bumi Syahrnawi (Syahr Nawi) dengan Fansur yang menjadi asal muasal kelahiran Syekh Hamzah Fansuri dan tempat yang terkenal kapur barus. Sebagaimana disebutkan di atas, Syahr Nawi adalah anak Pangeran Salman (Sasaniah Salman) yang lahir di daerah Jeumpa, di Aceh, Bireuen saat ini. Syahr Nawi adalah salah satu tokoh yang berpengaruh dalam pengembangan Kerajaan Perlak, bahkan beliau dianggap arsitek pendiri kota pelabuhan Perlak pada tahun 805 M yang dipimpinnya langsung, dan diserahkan kepada anak saudaranya Maulana Abdul Aziz. Kerajaan Islam Perlak selanjutnya berkembang menjadi Kerajaan Pasai dan mendapat kegemilangannya pada masa Kerajaan Aceh Darussalam. Maka tidak mengherankan jika Syekh Hamzah Fansuri, mengatakan kelahirannya di bumi Sharhnawi yang merupakan salah seorang generasi pertama pengasas Kerajaan-kerajaan Islam Aceh yang dimulai dari Kerajaan Islam Jeumpa. Pernyataan Syekh Hamzah Fansuri ini juga menjadi hujjah yang menguatkan teori bahwa Jeumpa, asal kelahiran Syahrnawi adalah kerajaan Islam pertama di Nusantara.

Keberadaan Kerajaan Islam Jeumpa ini dapat pula ditelusi dari pembentukan Kerajaan Perlak yang dianggap sebagai Kerajaan Islam pertama di Nusantara. Perlak pada tahun 805 Masehi adalah bandar pelabuhan yang dikuasai pedagang keturunan Parsi yang dipimpin seorang keturunan Raja Islam Jeumpa Pangeran Salman al-Parsi dengan Putri Manyang Seuludong bernama Meurah Syahr Nuwi. Sebagai sebuah pelabuhan dagang yang maju dan aman menjadi tempat persinggahan kapal dagang Muslim Arab dan Persia. Akibatnya masyarakat muslim di daerah ini mengalami perkembangan yang cukup pesat, terutama sekali lantaran banyak terjadinya perkawinan di antara saudagar muslim dengan wanita-wanita setempat, sehingga melahirkan keturunan dari percampuran darah Arab dan Persia dengan putri-putri Perlak. Keadaan ini membawa pada berdirinya kerajaan Islam Perlak pertama, pada hari selasa bulan Muharram, 840 M. Sultan pertama kerajaan ini merupakan keturunan Arab Quraisy bernama Maulana Abdul Azis Syah, bergelar Sultan Alaiddin Sayyid Maulana Abdul Azis Syah. Menurut Wan Hussein Azmi, pedagang Arab dan Persia tersebut termasuk dalam golongan Syi'ah.

Page 3: SLW2

Wan Hussein Azmi dalam Islam di Aceh mengaitkan kedatangan mereka dengan Revolusi Syi'ah yang terjadi di Persia tahun 744-747. Revolusi ini di pimpin Abdullah bin Mu'awiyah yang masih keturunan Ja'far bin Abi Thalib. Abdullah bin Mu'awiyah telah menguasai kawasan luas selama dua tahun (744-746) dan mendirikan istana di Istakhrah sekaligus memproklamirkan dirinya sebagai raja Madian, Hilwan, Qamis, Isfahan, Rai, dan bandar besar lainnya. Akan tetapi ia kemudian dihancurkan pasukan Muruan di bawah pimpinan Amir bin Dabbarah tahun 746 dalam pertempuran Maru Sydhan. Kemudian banyak pengikutnya yang melarikan diri ke Timur Jauh. Para ahli sejarah berpendapat, mereka terpencar di semenanjung Malaysia, Cina, Vietnam, dan Sumatera, termasuk ke Perlak.

Pendapat Wan Hussein Azmi itu diperkaya dan diperkuat sebuah naskah tua berjudul Idharul Haqq fi Mamlakatil Ferlah w'l-Fasi, karangan Abu Ishak Makarni al-Fasy, yang dikemukakan Prof. A. Hasjmi. Dalam naskah itu diceritakan tentang pergolakan sosial-politik di lingkungan Daulah Umayah dan Abbasiyah yang kerap menindas pengikut Syi'ah. Pada masa pemerintahan Khalifah Makmun bin Harun al-Rasyid (813-833), seorang keturunan Ali bin Abi Thalib, bernama Muhammad bin Ja'far Shadiq bin Muhammad Baqr bin Zaenal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, memberontak terhadap Khalifah yang berkedudukan di Baghdad dan memproklamirkan dirinya sebagai khalifah yang berkedudukan di Makkah. Khalifah Makmun berhasil menumpasnya. Tapi Muhammad bin Ja'far Shadiq dan para tokoh pemberontak lainnya tidak dibunuh, melainkan diberi ampunan. Makmun menganjurkan pengikut Syi'ah itu meninggalkan negeri Arab untuk meluaskan dakwah Islamiyah ke negeri Hindi, Asia Tenggara, dan Cina. Anjuran itu pun lantas dipenuhi. Sebuah Angkatan Dakwah beranggotakan 100 orang pimpinan Nakhoda Khalifah yang kebanyakan tokoh Syi'ah Arab, Persia, dan Hindi (termasuk Muhammad bin Ja'far Shadiq) segera bertolak ke timur dan tiba di Bandar Perlak pada waktu Syahir Nuwi menjadi Meurah (Raja) Negeri Perlak. Syahir Nuwi kemudian menikahkan Ali bin Muhammad bin Ja'far Shadiq dengan adik kandungnya, Makhdum Tansyuri. Dari perkawinan ini lahir seorang putra bernama Sayyid Abdul Aziz, dan pada 1 Muharram 225 H dilantik menjadi Raja dari kerajaan Islam Perlak dengan gelar Sultan Alaiddin Sayyid Maulana Abdul Azis Syah.

Data Arkeologi

Menurut hasil observasi terkini di sekitar daerah yang diperkirakan sebagai tapak Maligai Kerajaan Jeumpa sekitar 80 meter ke selatan yang dikenal dengan Buket Teungku Keujruen, ditemukan beberapa barang peninggalan kerajaan, seperti kolam mandi kerajaan seluas 20 x 20 m, kaca jendela, porselin dan juga ditemukan semacam cincin dan kalung rantai yang panjangnya sampai ke lutut dan anting sebesar gelang tangan. Di sekitar daerah ini pula ditemukan sebuah bukit yang diyakini sebagai pemakaman Raja Jeumpa dan kerabatnya yang hanya ditandai dengan batu-batu besar yang ditumbuhi pepohonan rindang di sekitarnya.

http://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Jeumpa

Kesultanan Perlak

Page 4: SLW2

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

(Dialihkan dari Kesultanan Peureulak)

Belum Diperiksa

Langsung ke: navigasi, cari

Sumber referensi dari artikel atau bagian ini belum dipastikan dan mungkin isinya tidak benar.Tolong diperiksa, dan lakukan modifikasi serta tambahkan sumber yang benar pada bagian yang diperlukan.

Peureulak diarahkan ke halaman ini. Untuk kecamatan di Kabupaten Aceh Timur, lihat Peureulak, Aceh Timur

Peta kerajaan Islam Peureulak dan Pasai.

Kesultanan Peureulak adalah kerajaan Islam di Indonesia yang berkuasa di sekitar wilayah Peureulak, Aceh Timur, Aceh sekarang antara tahun 840 sampai dengan tahun 1292.[rujukan?] Perlak atau Peureulak terkenal sebagai suatu daerah penghasil kayu perlak, jenis kayu yang sangat bagus untuk pembuatan kapal, dan karenanya daerah ini dikenal dengan nama Negeri Perlak. Hasil alam dan posisinya yang strategis membuat Perlak berkembang sebagai pelabuhan niaga yang maju pada abad ke-8, disinggahi oleh kapal-kapal yang antara lain berasal dari Arab dan Persia. Hal ini membuat berkembangnya masyarakat Islam di daerah ini, terutama sebagai akibat perkawinan campur antara saudagar muslim dengan perempuan setempat.

Daftar isi

1 Hikayat Aceh 2 Perkembangan dan pergolakan 3 Penggabungan dengan Samudera Pasai 4 Daftar Sultan Perlak 5 Referensi

o 5.1 Catatan kaki o 5.2 Rujukan

Page 5: SLW2

6 Pranala luar

Hikayat Aceh

Naskah Hikayat Aceh mengungkapkan bahwa penyebaran Islam di bagian utara Sumatera dilakukan oleh seorang ulama Arab yang bernama Syaikh Abdullah Arif pada tahun 506 H atau 1112 M. Lalu berdirilah kesultanan Peureulak dengan sultannya yang pertama Alauddin Syah yang memerintah tahun 520–544 H atau 1161–1186 M. Sultan yang telah ditemukan makamnya adalah Sulaiman bin Abdullah yang wafat tahun 608 H atau 1211 M.[1]

Buku Zhufan Zhi (諸蕃志), yang ditulis Zhao Rugua tahun 1225, mengutip catatan seorang ahli geografi, Chou Ku-fei, tahun 1178 bahwa ada negeri orang Islam yang jaraknya hanya lima hari pelayaran dari Jawa.[2] Mungkin negeri yang dimaksudkan adalah Peureulak, sebab Chu-fan-chi menyatakan pelayaran dari Jawa ke Brunai memakan waktu 15 hari. Eksistensi negeri Peureulak ini diperkuat oleh musafir Venesia yang termasyhur, Marco Polo, satu abad kemudian. Ketika Marco Polo pulang dari Cina melalui laut pada tahun 1291, dia singgah di negeri Ferlec yang sudah memeluk agama Islam.[3]

Perkembangan dan pergolakan

Sultan pertama Perlak adalah Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Aziz Shah, yang beraliran Syiah dan merupakan keturunan Arab dengan perempuan setempat, yang mendirikan Kesultanan Perlak pada 1 Muharram 225 H (840 M). Ia mengubah nama ibukota kerajaan dari Bandar Perlak menjadi Bandar Khalifah. Sultan ini bersama istrinya, Putri Meurah Mahdum Khudawi, kemudian dimakamkan di Paya Meuligo, Peureulak, Aceh Timur.[4]

Pada masa pemerintahan sultan ketiga, Sultan Alaiddin Syed Maulana Abbas Shah, aliran Sunni mulai masuk ke Perlak. Setelah wafatnya sultan pada tahun 363 H (913 M), terjadi perang saudara antara kaum Syiah dan Sunni sehingga selama dua tahun berikutnya tak ada sultan.

Kaum Syiah memenangkan perang dan pada tahun 302 H (915 M), Sultan Alaiddin Syed Maulana Ali Mughat Shah dari aliran Syiah naik tahta. Pada akhir pemerintahannya terjadi lagi pergolakan antara kaum Syiah dan Sunni yang kali ini dimenangkan oleh kaum Sunni sehingga sultan-sultan berikutnya diambil dari golongan Sunni.

Pada tahun 362 H (956 M), setelah meninggalnya sultan ketujuh, Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Malik Shah Johan Berdaulat, terjadi lagi pergolakan selama kurang lebih empat tahun antara Syiah dan Sunni yang diakhiri dengan perdamaian dan pembagian kerajaan menjadi dua bagian:

Perlak Pesisir (Syiah) dipimpin oleh Sultan Alaiddin Syed Maulana Shah (986 – 988) Perlak Pedalaman (Sunni) dipimpin oleh Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan

Berdaulat (986 – 1023)

Page 6: SLW2

Sultan Alaiddin Syed Maulana Shah meninggal sewaktu Kerajaan Sriwijaya menyerang Perlak dan seluruh Perlak kembali bersatu di bawah pimpinan Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat yang melanjutkan perjuangan melawan Sriwijaya hingga tahun 1006.

Penggabungan dengan Samudera Pasai

Sultan ke-17 Perlak, Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah II Johan Berdaulat (memerintah 1230 – 1267) menjalankan politik persahabatan dengan menikahkan dua orang putrinya dengan penguasa negeri tetangga Peureulak:

Putri Ratna Kamala, dikawinkan dengan Raja Kerajaan Malaka, Sultan Muhammad Shah (Parameswara).

Putri Ganggang, dikawinkan dengan Raja Kerajaan Samudera Pasai, Al Malik Al-Saleh.

Sultan terakhir Perlak adalah sultan ke-18, Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Aziz Johan Berdaulat (memerintah 1267 – 1292). Setelah ia meninggal, Perlak disatukan dengan Kerajaan Samudera Pasai di bawah pemerintahan sultan Samudera Pasai, Sultan Muhammad Malik Al Zahir, putra Al Malik Al-Saleh.

Daftar Sultan Perlak

Sultan-sultan Perlak dapat dikelompokkan menjadi dua dinasti: dinasti Syed Maulana Abdul Azis Shah dan dinasti Johan Berdaulat.[rujukan?] Berikut daftar sultan yang pernah memerintah Perlak.

1. Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Azis Shah (840 – 864)[rujukan?]

2. Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Rahim Shah (864 – 888)[rujukan?]

3. Sultan Alaiddin Syed Maulana Abbas Shah (888 – 913)[rujukan?]

4. Sultan Alaiddin Syed Maulana Ali Mughat Shah (915 – 918)[rujukan?]

5. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Kadir Shah Johan Berdaulat (928 – 932)[rujukan?]

6. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah Johan Berdaulat (932 – 956)[rujukan?]

7. Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Malik Shah Johan Berdaulat (956 – 983)[rujukan?]

8. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat [5] (986 – 1023)[rujukan?]

9. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mahmud Shah Johan Berdaulat (1023 – 1059)[rujukan?]

10. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mansur Shah Johan Berdaulat (1059 – 1078)[rujukan?]

11. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdullah Shah Johan Berdaulat (1078 – 1109)[rujukan?]

12. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ahmad Shah Johan Berdaulat (1109 – 1135)[rujukan?]

13. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mahmud Shah Johan Berdaulat (1135 – 1160)[rujukan?]

14. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Usman Shah Johan Berdaulat (1160 – 1173)[rujukan?]

15. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Shah Johan Berdaulat (1173 – 1200)[rujukan?]

16. Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Jalil Shah Johan Berdaulat (1200 – 1230)[rujukan?]

17. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah II Johan Berdaulat (1230 – 1267)[rujukan?]

18. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Aziz Johan Berdaulat (1267 – 1292)[rujukan?]

Referensi

Page 7: SLW2

Catatan kaki

1. ̂ Teuku Iskandar, Hikayat Aceh, Martinus Nijhoff, ‘s-Gravenhage, 1958. Suwedi Montana, “Nouvelles donees sur les royaumes de Aceh”, Archipel, 53, 1997, hh. 85-95.

2. ̂ F. Hirth dan W. W. Rockhill, h. 76.3. ̂ Sir Henry Yule, The Book of Marco Polo, II, London, 1903, h. 284.4. ̂ Siti Rahmah. Perempuanku Sayang, Perempuanku Malang.5. ̂ Perlak sempat memiliki dua sultan pada masa ini dengan Sultan Alaiddin Syed Maulana Shah

berkuasa di Perlak Pesisir hingga 988.

Rujukan

SKI Fakultas Adab UIN Yogyakarta, Sejarah Peradaban Islam di Indonesia, Yogyakarta: Penerbit PUSTAKA, 2006.

Pranala luar

http://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Peureulak

a. Kerajaan Perlak

Perlak adalah kerajaan Islam tertua di Indonesia. Perlak adalah sebuah kerajaan dengan masa pemerintahan cukup panjang. Kerajaan yang berdiri pada tahun 840 ini berakhir pada tahun 1292 karena bergabung dengan Kerajaan Samudra Pasai. Sejak berdiri sampai bergabungnya Perlak dengan Samudrar Pasai, terdapat 19 orang raja yang memerintah. Raja yang pertama ialah Sultan Alaidin Saiyid Maulana Abdul Aziz Syah (225 – 249 H / 840 – 964 M). Sultan bernama asli Saiyid Abdul Aziz pada tanggal 1 Muhharam 225 H dinobatkan menjadi Sultan Kerajaan Perlak. Setelah pengangkatan ini, Bandar Perlak diubah menjadi Bandar Khalifah.Kerajaan ini mengalami masa jaya pada masa pemerintahan Sultan Makhdum Alaidin Malik Muhammad Amin Syah II Johan Berdaulat (622-662 H/1225-1263 M).keberadaan Kerajaan Perlak didukung oleh adanya / ditemukannya sumber-sumber dan bukti-bukti sejarah (A. Hasjmy, 1989).1) Naskah-naskah Tua Berbahasa MelayuNaskah-naskah tua yang dijadikan sebagai rujukan mengenai keberadaan Kerajaan Perlak paling tidak ada tiga yakni :

Idharatul Haq fi Mamlakatil Ferlah wal Fasi, karangan buku Abu Ishak Makarani Al Fasy.

Kitab Tazkirah Thabakat Jumu Sultan As Salathin, karangan Syekh Syamsul Bahri Abdullah As Asyi.

Silsilah Raja-raja perlak dan Pasai, catatan Saiyid Abdullah Ibn Saiyid Habib Saifuddin. Jumu Sultan As Salathin, karangan Syekh Syamsul Bahri Abdullah As Asyi. Silsilah Raja-raja perlak dan Pasai, catatan Saiyid Abdullah Ibn Saiyid Habib Saifuddin.

 

Page 8: SLW2

Ketiga naskah tua tersebut mencatat bahwa kerajaan islam pertama Nusantara adalah Kerajaan Islam Perlak. Hanya di sana-sini terdapat perbedaan tahun dan tempat, karena mungkin terjadi karena kekurangan telitian para penyalinnya. Misalnya mengenai tahun berdirinya kerajaan perlak, Kitab Idharul Haq fi Mamlakatil Perlab val fasi menyebut tahun 225 sementara Tazkirah ThabakatSulthan As Salathin menyebut tahun 227. secara tegas Kitab Idharul Haq fi Mamlakatil. Ferlah wal Fasi menyebutkan bahwa kerajaan Perlak didirikan pada tanggal 1 Muhharam 225 H (840M) dengan rajanya yang pertama adalah Sultan Alaidin Saiyid Maulana Abdul Aziz Syah, yang semula bernama Syaid Abdul Aziz.2) Bukti-bukti Peninggalan SejarahBukti-bukti peninggalan sejarah yang dapat digunakan sebagai dasar untuk mendukung dan membukti mengenai keberadaan Kerajaan perlak ada tiga yakni ; mata uang perlak, stempel kerajaan dan makam raja-raja Benoa.# Mata Uang PerlakMata uang Perlak ini diyakini merupakan mata uang tertua yang diketemukan di Nusantara. Ada tiga jenis mata uang yang ditemukan, yakni yang pertama terbuat dari emas (dirham) yang kedua dari Perak (kupang) sedang yang ketiga dari tembaga atau kuningan.#Mata uang dari emas (dirham)Pada sebuah sisi uang tersebut tertulis ”al A’la” sedang pada sisi yang lain tertulis ”Sulthan”. Dimungkinkan yang dimaksud dalam tulisan dari kedua sisi mata uang itu adalah Putri Nurul A’la yang menjadi Perdana Menteri pada masa Sulthan Makhdum Alaidin Ahmad Syah Jauhan Berdaulat yang memerintah Perlak tahun 501-527 H (1108 – 1134 M).Mata uang perak (kupang)Pada satu sisi mata uang Perak ini tertulis ”Dhuribat Mursyidam”, dan pada sisi yang tertuliskan ”Syah Alam Barinsyah”. Kemungkinan yang dimaksud dalam tulisan kedua sisi mata uang itu adalah Puteri Mahkota Sultan Makhdum Alaidin Abdul Jalil Syah Jouhan Berdaulat, yang memerintah tahun 592 – 622 H (199 – 1225 M). Puteri mahkota ini memerintah Perlak karena ayahnya sakit. Ia memerintah dibantu adiknya yang bernama Abdul Aziz Syah. Mata uang tembaga (kuningan)Bertuliskan huruf Arab tetapi belum dapat dibaca. Adanya mata uang yang ditemukan ini menunjukkan bahwa Kerajaan Perlak merupakan sebuah kerajaan yang telah maju.Stempel kerajaanStempel kerajaan ini bertuliskan huruf Arab, model tulisan tenggelam yang membentuk kalimat ”Al Wasiq Billah Kerajaan Negeri Bendahara Sanah 512”. Kerajaan Negeri Bendahara adalah menjadi bagian dari Kerajaan Perlak.Makam Raja BenoaBukti lain yang memperkuat keberadaan Kerajaan Perlak adalah makam dari salah raja Benoa di tepi Sungai Trenggulon. Batu nisan makan tersebut bertuliskan huruf Arab. Berdasarkan penelitian Dr. Hassan Ambari, nisan makam tersebut dibuat pada sekitar abad ke-4 H atau abad ke-11 M. Berdasarkan catatan Idharul Haq fi Mamlakatil Ferlah wal Fasi, benoa adalah negara bagian dari Kerajaan Perlak.b. Kerajaan Samudera PasaiKerajaan ini didirikan oleh Sultan Malik Al-saleh dan sekaligus sebagai raja pertama pada abad ke-13. Kerajaan Samudera Pasai terletak di sebelah utara Perlak di daerah Lhok Semawe sekarang (pantai timur Aceh).Sebagai sebuah kerajaan, raja silih berganti memerintah di Samudra Pasai. Raja-raja yang pernah memerintah Samudra Pasai adalah seperti berikut.

Page 9: SLW2

(1) Sultan Malik Al-saleh(2) Sultan Muhammad (Sultan Malik al Tahir I) yang memerintah sejak 1297-1326.(3) Sultan Malik al Tahir II (1326 – 1348 M). .c. Kerajaan AcehKerajaan Islam berikutnya di Sumatra ialah Kerajaan Aceh. Kerajaan yang didirikan oleh Sultan Ibrahim yang bergelar Ali Mughayat Syah (1514-1528), menjadi penting karena mundurnya Kerajaan Samudera Pasai dan berkembangnya Kerajaan Malaka.Pusat pemerintahan Kerajaan Aceh ada di Kutaraja (Banda Acah sekarang). Corak pemerintahan di Aceh terdiri atas dua sistem: pemerintahan sipil di bawah kaum bangsawan, disebut golongan teuku; dan pemerintahan atas dasar agama di bawah kaum ulama, disebut golongan tengku atau teungku.Aceh mencapai jaman keemasan di bawah pemerintah Sultan Iskandar Muda yang memerintah tahun 1607-1936. ia adalah orang yang cakap dan pemeluk Islam yang taat. Wilayah di Semenanjung Malaya, seperti Johor, Kedah, pahang berhasil dikuasai. Demikian juga daerah Perlak, Pulau Bintan dan Nias.Iskandar muda bersikap anti penjajah. Ia bercita-cita dapat mengusir Portugis dari Malaka. Oleh sebab itu Iskandar Muda beberapa kali menyerang Portugis di Malaka. Contoh, tahun 1629, ia melakukan serangan besar-besaran ke Malaka. Namun karena persenjataan yang tidak seimbang belum berhasil. Portugis pun juga menyerang dan berusaha menguasai Aceh, namun selalu dapat dipukul mundur oleh tentara Aceh.Pada masa kekuasaan Iskandar Muda disusun suatu Undang-undang tentang tata Pemerintah. Undang-undang itu disebut Adat Mahkota Alam.Tahun 1636 Sultan Iskandar Muda Wafat kemudian digantikan Sultan Iskandar thani. Sultan Iskandar Thani memerintah sampai tahun 1641. raja-raja yang berkuasa selanjutnya lemah. Sementara tahun 1641 Belanda sudah berhasil menguasai Malaka. Lama kelamaan Belanda pun berhasil memasukkan pengaruhnya ke Aceh.Peninggalan sejarah dari kerajaan Aceh antara lain berupa koin emas, stempel kerajaan, makam Sultan Iskandar Muda, Rencong, juga beberapa karya sastra. Dalam bidang kesusasteraan dan ilmu agama, Aceh telah melahirkan beberapa ulama ternama, yang karangan mereka menjadi rujukan utama dalam bidang masing-masing, seperti Hamzah Fansuri dalam bukunya Tabyan Fi Ma’rifati al-U Adyan, Syamsuddin al-Sumatrani dalam bukunya Mi’raj al-Muhakikin al-Iman, Nuruddin Al-Raniri dalam bukunya Sirat al-Mustaqim, dan Syekh Abdul Rauf Singkili dalam bukunya Mi’raj al-Tulabb Fi Fashil.http://wildanrahmatullah.com/2012/08/13/kerajaan-islam-di-indonesia/

Page 10: SLW2

Kesultanan LamuriDari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Langsung ke: navigasi, cari

Nisan berangka tahun 398 H/1007 M. Pemilik makam yang tidak diketahui ini wafat pada hari Jumat, 22 Safar 398 H/5 November 1007 M.

Kesultanan Lamuri adalah nama sebuah kerajaan yang terletak di daerah kabupaten Aceh Besar dengan pusatnya di Lam Reh, kecamatan Mesjid Raya. Kerajaan ini adalah kerajaan yang lebih dahulu muncul sebelum berdirinya Kesultanan Aceh Darussalam, dan merupakan cikal bakal kesultanan tersebut.

Sumber asing menyebut nama kerajaan yang mendahului Aceh yaitu "Lamuri", "Ramni", "Lambri", "Lan-li", "Lan-wu-li". Penulis Tionghoa Zhao Rugua (1225) misalnya mengatakan bahwa "Lan-wu-li" setiap tahun mengirim upeti ke "San-fo-chi" (Sriwijaya). Nagarakertagama (1365) menyebut "Lamuri" di antara daerah yang oleh Majapahit diaku sebagai bawahannya. Dalam Suma Oriental-nya, penulis Portugis Tomé Pires mencatat bahwa Lamuri tunduk kepada raja Aceh.

Daftar isi

1 Raja-raja 2 Situs 3 Galeri 4 Lihat pula 5 Catatan kaki 6 Sumber 7 Pranala luar

Page 11: SLW2

Raja-raja

Batu nisan tipe plak pling yang merupakan ciri khas nisan dari Kerajaan Lam Reh

Dari lebih kurang 84 batu nisan yang tersebar di 17 komplek pemakaman, terdapat 28 batu nisan yang memiliki inskripsi. Dari ke-28 batu nisan tersebut diperoleh sebanyak 10 raja yang memerintah Lamuri, 8 orang bergelar malik dan 2 orang bergelar sultan.[1]

1. Malik Syamsuddin (wafat 822 H)2. Malik 'Alawuddin (wafat 822 H)3. [Malik?] Muzhhiruddin (wafat 832 H)4. Sultan Muhammad bin 'Alawuddin (wafat 834 H)5. Malik Nizar bin Zaid (wafat 837 H)6. Malik Zaid (bin Nizar?) (wafat 840 H)7. Malik Jawwaduddin (wafat 842 H)8. Malik Zainal 'Abidin (wafat 845 H?)9. Malik Muhammad Syah (wafat 848 H)10. Sultan Muhammad Syah (wafat 908 H?)[2]

Di Lam Reh terdapat makam Sultan Sulaiman bin Abdullah (wafat 1211), penguasa pertama di Indonesia yang diketahui menyandang gelar "sultan". Penemuan arkeologis pada tahun 2007 mengungkapkan adanya nisan Islam tertua di Asia Tenggara yaitu pada tahun 398 H/1007 M. Pada inskripsinya terbaca: Hazal qobri [...] tarikh yaumul Juma`ah atsani wa isryina mia Shofar tis`a wa tsalatsun wa tsamah […] minal Hijri[3]

Situs

Situs Kerajaan Lamuri di kampung Lam Reh kecamatan Mesjid Raya saat ini terancam musnah dikarenakan adanya rencana pembangunan lapangan golf oleh investor.[4]

Galeri

Page 12: SLW2

Batu nisan jenis plak pling bertaburan tidak terpelihara di situs Kerajaan Lamuri

Jenis lain dari nisan Lamuri di Lam Reh

Benteng Kuta Lubôk, salah satu benteng dari Kerajaan Lamuri

Berbagai jenis tembikar yang didapati di situs Kerajaan Lamuri

Lihat pula

Page 13: SLW2

Sultan Sulaiman bin Abdullah bin al-Basir

Catatan kaki

1. ̂ Lamuri dan Sekilas Usaha MAPESA untuk Menyelamatkannya2. ̂ Lamuri dan Sekilas Usaha MAPESA untuk Menyelamatkannya3. ̂ Evidence of the Beginning of Islam in Sumatera: Study on the Acehnese Tombstone

hal. 1394. ̂ Situs Kerajaan Lamuri Nyaris Musnah

Sumber

Keat Gin Ooi, Southeast Asia: a historical encyclopedia, from Angkor Wat to East Timor, 2004, ISBN 1-57607-770-5

Ricklefs, M. C. , A History of Modern Indonesia since c. 1200, Palgrave MacMillan, New York, 2008 (terbitan ke-4), ISBN 978-0-230-54686-8

Pranala luar

Nouvelles données sur les royaumes de Lamuri et Barat Beyond Serandib: A Note on Lambri at the Northern Tip of Aceh Lamuri telah Islam sebelum Pasai Kesultanan Lamuri Evidence of the Beginning of Islam in Sumatera: Study on the Acehnese Tombstone Nisan Plakpling, tipe nisan peralihan dari pra-Islam ke Islam

http://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Lamuri

Sejarah

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Sejarah Aceh

Awal mula

Kesultanan Aceh didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah pada tahun 1496. Pada awalnya kerajaan ini berdiri atas wilayah Kerajaan Lamuri, kemudian menundukan dan menyatukan beberapa wilayah kerajaan sekitarnya mencakup Daya, Pedir, Lidie, Nakur. Selanjutnya pada tahun 1524 wilayah Pasai sudah menjadi bagian dari kedaulatan Kesultanan Aceh diikuti dengan Aru.

Pada tahun 1528, Ali Mughayat Syah digantikan oleh putera sulungnya yang bernama Salahuddin, yang kemudian berkuasa hingga tahun 1537. Kemudian Salahuddin digantikan oleh Sultan Alauddin Riayat Syah al-Kahar yang berkuasa hingga tahun 1568.[2]

Page 14: SLW2

Masa kejayaan

Sultan Iskandar Muda

Kesultanan Aceh mengalami masa keemasan pada masa kepemimpinan Sultan Iskandar Muda (1607 - 1636). Pada masa kepemimpinannya, Aceh telah berhasil memukul mundur kekuatan Portugis dari selat Malaka. Kejadian ini dilukiskan dalam La Grand Encyclopedie bahwa pada tahun 1582, bangsa Aceh sudah meluaskan pengaruhnya atas pulau-pulau Sunda (Sumatera, Jawa dan Kalimantan) serta atas sebagian tanah Semenanjung Melayu. Selain itu Aceh juga melakukan hubungan diplomatik dengan semua bangsa yang melayari Lautan Hindia. Pada tahun 1586, kesultanan Aceh melakukan penyerangan terhadap Portugis di Melaka dengan armada yang terdiri dari 500 buah kapal perang dan 60.000 tentara laut. Serangan ini dalam upaya memperluas dominasi Aceh atas Selat Malaka dan semenanjung Melayu. Walaupun Aceh telah berhasil mengepung Malaka dari segala penjuru, namun penyerangan ini gagal dikarenakan adanya persekongkolan antara Portugis dengan kesultanan Pahang.

Dalam lapangan pembinaan kesusasteraan dan ilmu agama, Aceh telah melahirkan beberapa ulama ternama, yang karangan mereka menjadi rujukan utama dalam bidang masing-masing, seperti Hamzah Fansuri dalam bukunya Tabyan Fi Ma'rifati al-U Adyan, Syamsuddin al-Sumatrani dalam bukunya Mi'raj al-Muhakikin al-Iman, Nuruddin Al-Raniri dalam bukunya Sirat al-Mustaqim, dan Syekh Abdul Rauf Singkili dalam bukunya Mi'raj al-Tulabb Fi Fashil.

Kemunduran

Page 15: SLW2

Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh

Kemunduran Kesultanan Aceh bermula sejak kemangkatan Sultan Iskandar Tsani pada tahun 1641. Kemunduran Aceh disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya ialah makin menguatnya kekuasaan Belanda di pulau Sumatera dan Selat Malaka, ditandai dengan jatuhnya wilayah Minangkabau, Siak, Tapanuli dan Mandailing, Deli serta Bengkulu kedalam pangkuan penjajahan Belanda. Faktor penting lainnya ialah adanya perebutan kekuasaan di antara pewaris tahta kesultanan.

Traktat London yang ditandatangani pada 1824 telah memberi kekuasaan kepada Belanda untuk menguasai segala kawasan British/Inggris di Sumatra sementara Belanda akan menyerahkan segala kekuasaan perdagangan mereka di India dan juga berjanji tidak akan menandingi British/Inggris untuk menguasai Singapura.

Pada akhir November 1871, lahirlah apa yang disebut dengan Traktat Sumatera, dimana disebutkan dengan jelas "Inggris wajib berlepas diri dari segala unjuk perasaan terhadap perluasan kekuasaan Belanda di bagian manapun di Sumatera. Pembatasan-pembatasan Traktat London 1824 mengenai Aceh dibatalkan." Sejak itu, usaha-usaha untuk menyerbu Aceh makin santer disuarakan, baik dari negeri Belanda maupun Batavia. Setelah melakukan peperangan selama 40 tahun, Kesultanan Aceh akhirnya jatuh dan digabungkan sebagai bagian dari negara Hindia Timur Belanda. Pada tahun 1942, pemerintahan Hindia Timur Belanda jatuh di bawah kekuasan Jepang. Pada tahun 1945, Jepang dikalahkan Sekutu, sehingga tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan di ibukota Hindia Timur Belanda (Indonesia) segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, Aceh menyatakan bersedia bergabung ke dalam Republik indonesia atas ajakan dan bujukan dari Soekarno kepada pemimpin Aceh Sultan Muhammad Daud Beureueh saat itu[rujukan?].

Perang Aceh

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Perang Aceh

Page 16: SLW2

Sultan Muhammad Daud Syah Johan Berdaulat, sultan Aceh pada tahun 1521.

Perang Aceh dimulai sejak Belanda menyatakan perang terhadap Aceh pada 26 Maret 1873 setelah melakukan beberapa ancaman diplomatik, namun tidak berhasil merebut wilayah yang besar. Perang kembali berkobar pada tahun 1883, namun lagi-lagi gagal, dan pada 1892 dan 1893, pihak Belanda menganggap bahwa mereka telah gagal merebut Aceh.

Pada tahun 1896 Dr. Christiaan Snouck Hurgronje, seorang ahli Islam dari Universitas Leiden yang telah berhasil mendapatkan kepercayaan dari banyak pemimpin Aceh, memberikan saran kepada Belanda agar merangkul para ulama, dan hormat kepada sultan. Saran ini ternyata berhasil. Pada tahun 1898, Gubernur Jendral Joannes Benedictus van Heutsz dinyatakan sebagai gubernur Aceh, mendapat pangkat Tuanku Tijan, dan bersama wakilnya, Hendrikus Colijn, yang mendepat pangkat Tuanku Niman untuk menata Aceh.

Pada tahun 1903 Sultan Muhammad Daud akhirnya menyerahkan diri kepada Belanda setelah dua istrinya, anak serta ibundanya terlebih dahulu ditangkap oleh Belanda. Kesultanan Aceh akhirnya berada dalam kegelapan pada tahun 1904. Saat itu, hampir seluruh Aceh telah direbut Belanda.

Sultan Aceh

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Sultan Aceh

Sultan Aceh merupakan penguasa / raja dari Kesultanan Aceh, tidak hanya sultan, di Aceh juga terdapat Sultanah / Sultan Wanita. Daftar Sultan yang pernah berkuasa di Aceh dapat dilihat lebih jauh di artikel utama dari Sultan Aceh.

Tradisi kesultanan

http://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Aceh

Sabtu, 05 November 2011

KERAJAAN ISLAM DI SULAWESI

  Pada abad ke-15 di Sulawesi bersiri beberapa kerajaan, diantaranya dari suku bangsa Makasar(Gowa-Tallo) dan Bugis (Luwu, Bone, Soppeng, dan Wajo).

            Kerajaan Gowa dan Tallo ialah kedua kerajaan yang saling mengadakan hubungan baik. Ibu kota kerajaannya adalah gowa yang sekarang menjadi Makassar. Wilayah sebelah barat dibatasi oleh selat Makasar, sebelah selatan oleh

Page 17: SLW2

laut Flores, dan sebelah timur oleh teluk Bone. Pada akhir abad ke-16 wilayah Kerajaan Makassar sudah menjadi daerah Islam.

            Masuknya Islam ke Kerajaan Gowa-Tallo dilakukan dan dikembangkan oleh seorang ulama berasal dari Minangkabau yang bernama Datuk Ri Bandang. Sejak lahir abad ke-16 di Kerajaan Gowa-Tallo telah banyak mesyarakatnya yang menganut agama Islam, tetapi secara resmi kerajaan Islam di Gowa berdiri pada tahun 1605 M. Di anatara raja-rajanya yang terkenal adalah sebagai berikut.

a) Sultan Alauddin(1605-1639 M)

            Raja pertama yang memangku Kerajaan Islam Gowa-Tallo adalah Sultan Alauddin yang sebelum memeluk agama Islam bernama Karaeng-Tanigallo. Kerajaan Gowa-Tallo adalah negara maritime yang terkenal dengan perahu-perahu layarnya dari jenis pinisi dan limbo.

            Pada masa pemerintahan Sultan Alauddin agama Islam mengalami perkembangan yang sangat pesat bahkan wilayah kekuasaan Kerajaan Islam Gowa-Tallo hampir mencakup seluruh daerah di Sulawesi, terutama setelah ditundukannya Kerajaan Wajor pada tanggal 10 Mei 1610 M dan Kerajaan Bone pada tanggal 23 November 1611 M.

            Sultan Alauddin wafat pada tahun 1639 M setelah memangku jabatan sebagai raja kerajaan Islam Gowa-Tallo selama 34 tahun.

b) Muhammad Said(1639-1653 M)

            Sepeninggal Sultan Alauddin sebagai penggantinya adalah putranya yang bernama Muhammad said. Gowa-Tallo terus berkembang di bawah kekuasaan Muhammad Said yang memerintah kerajaan ini selama 14 tahun(1639-1653 M).

c) Sultan Hasanuddin(1653-1669 M)

            Setelah Muhammad Said wafat, yang memimpin Kerajaan Gowa-Tallo digantikan oleh putranya bernama Sultan Hasanuddin. Pada masa pemerintahannya Sultan Hasanuddin mampu membawa kerajaan Islam Gowa mencapai puncak kejayaannya. Akibat perkembangan Kerajaan Gowa-Tallo sebagai negara maritim, Makassar menjadi pelabuhan intenasional sehingga terkenal sebagai Kerajaan yang tangguh dan kaya. Sultan Hasanuddin berkuasa selama 16 tahun dari tahun 1653-1669 M.

    

Page 20: SLW2

Feed the fish

IING BLOG

Minggu, 18 November 2012

Makalah Sejarah Islam Di Sulawesi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.

Agama islam pertama masuk ke Indonesia melalui proses perdagangan, pendidikan, dll. Tokoh

penyebar islam adalah walisongo antara lain; Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Muria, Sunan Gunung

Jati, Sunan Kalijaga, Sunan Giri, Sunan Kudus, Sunan Drajat, Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim)

Sampai dengan abad ke-8 H / 14 M, belum ada pengislaman penduduk pribumi Nusantara

secara besar-besaran. Baru pada abad ke-9 H / 14 M, penduduk pribumi memeluk Islam secara massal.

Para pakar sejarah berpendapat bahwa masuk Islamnya penduduk Nusantara secara besar-besaran pada

abad tersebut disebabkan saat itu kaum Muslimin sudah memiliki kekuatan politik yang berarti. Yaitu

ditandai dengan berdirinya beberapa kerajaan bercorak Islam seperti Kerajaan Aceh Darussalam,

Malaka, Demak, Cirebon, serta Ternate. Para penguasa kerajaan-kerajaan ini berdarah campuran,

keturunan raja-raja pribumi pra Islam dan para pendatang Arab. Pesatnya Islamisasi pada abad ke-14

dan 15 M antara lain juga disebabkan oleh surutnya kekuatan dan pengaruh kerajaan-kerajaan Hindu /

Budha di Nusantara seperti Majapahit, Sriwijaya dan Sunda. Thomas Arnold dalam The Preaching of

Islam mengatakan bahwa kedatangan Islam bukanlah sebagai penakluk seperti halnya bangsa Portugis

dan Spanyol. Islam datang ke Asia Tenggara dengan jalan damai, tidak dengan pedang, tidak dengan

merebut kekuasaan politik. Islam masuk ke Nusantara dengan cara yang benar-benar menunjukkannya

sebagai rahmatan lil’alamin.

Dengan masuk Islamnya penduduk pribumi Nusantara dan terbentuknya pemerintahan-

pemerintahan Islam di berbagai daerah kepulauan ini, perdagangan dengan kaum Muslimin dari pusat

dunia Islam menjadi semakin erat. Orang Arab yang bermigrasi ke Nusantara juga semakin banyak. Yang

Page 21: SLW2

terbesar diantaranya adalah berasal dari Hadramaut, Yaman. Dalam Tarikh Hadramaut, migrasi ini

bahkan dikatakan sebagai yang terbesar sepanjang sejarah Hadramaut. Namun setelah bangsa-bangsa

Eropa Nasrani berdatangan dan dengan rakusnya menguasai daerah-demi daerah di Nusantara,

hubungan dengan pusat dunia Islam seakan terputus. Terutama di abad ke 17 dan 18 Masehi.

Penyebabnya, selain karena kaum Muslimin Nusantara disibukkan oleh perlawanan menentang

penjajahan, juga karena berbagai peraturan yang diciptakan oleh kaum kolonialis. Setiap kali para

penjajah – terutama Belanda – menundukkan kerajaan Islam di Nusantara, mereka pasti menyodorkan

perjanjian yang isinya melarang kerajaan tersebut berhubungan dagang dengan dunia luar kecuali

melalui mereka.

Maka terputuslah hubungan ummat Islam Nusantara dengan ummat Islam dari bangsa-bangsa

lain yang telah terjalin beratus-ratus tahun. Keinginan kaum kolonialis untuk menjauhkan ummat Islam

Nusantara dengan akarnya, juga terlihat dari kebijakan mereka yang mempersulit pembauran antara

orang Arab dengan pribumi.

B. Perumusan Masalah

1. Bagaimana Sejarah masuknya Awal Islam Sulawesi

2. Bagaimana Kerajaan Islam di Sulawesi

3. Bagaimana Peninggalan sejarah islam di Sulawesi

4. Bagaimana Kedatangan Orang Melayu di Tanah Bugis Makassar

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui Sejarah masuknya Awal Islam Sulawesi

2. Untuk mengetahui Kerajaan Islam di Sulawesi

3. Untuk Mengetahui Peninggalan sejarah islam di Sulawesi

4. Untuk mengetahui Bagaimana Kedatangan Orang Melayu di Tanah Bugis Makassar

Page 22: SLW2

http://iingmetalica.blogspot.com/2012/11/makalah-sejarah-islam-di-sulaesi.html

Page 23: SLW2

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Awal Islam Sulawesi

Ribuan pulau yang ada di Indonesia, sejak lama telah menjalin hubungan dari pulau ke pulau.

Baik atas motivasi ekonomi maupun motivasi politik dan kepentingan kerajaan. Hubungan ini pula yang

mengantar dakwah menembus dan merambah Celebes atau Sulawesi. Menurut catatan company

dagang Portugis yang datang pada tahun 1540 saat datang ke Sulawesi, di tanah ini sudah bisa ditemui

pemukiman Muslim di beberapa daerah. Meski belum terlalu besar, namun jalan dakwah terus berlanjut

hingga menyentuh raja-raja di Kerajaan Goa yang beribu negeri di Makassar.

Raja Goa pertama yang memeluk Islam adalah Sultan Alaidin al Awwal dan Perdana Menteri

atau Wazir besarnya, Karaeng Matopa pada tahun 1603. Sebelumnya, dakwah Islam telah sampai pula

pada ayahanda Sultan Alaidin yang bernama Tonigallo dari Sultan Ternate yang lebih dulu memeluk

Islam. Namun Tonigallo khawatir jika ia memeluk Islam, ia merasa kerajaannya akan di bawah pengaruh

kerajaan Ternate.

Beberapa ulama Kerajaan Goa di masa Sultan Alaidin begitu terkenal karena pemahaman dan

aktivitas dakwah mereka. Mereka adalah Khatib Tunggal, Datuk ri Bandang, datuk Patimang dan Datuk ri

Tiro. Dapat diketahui dan dilacak dari nama para ulama di atas, yang bergelar datuk-datuk adalah para

ulama dan mubaligh asal Minangkabau yang menyebarkan Islam ke Makassar.

Pusat-pusat dakwah yang dibangun oleh Kerajaan Goa inilah yang melanjutkan perjalanan ke

wilayah lain sampai ke Kerajaan Bugis, Wajo Sopeng, Sidenreng, Tanette, Luwu dan Paloppo.

B. Kerajaan Islam di Sulawesi

Pada abad ke 15 di Sulawesi berdiri beberapa kerajaan, diantaranya dari suku bangsa Makasar

(Gowa dan Tallo) dan Bugis (Luwu, Bone, Soppeng dan Wajo). 2 kerajaan yang memiliki hubungan baik

yaitu kerajaan Gowa dan Tallo. Ibu kota kerajaannya adalah Gowa yang sekarang menjadi Makasar.

Page 24: SLW2

Kerajaan ini pada abad ke 16 sudah menjadi daerah islam. Masuk dan berkembangnya Islam di Makasar

atas juga datuk Ribandang (Ulama adat Minangkabau). Secara resmi kerajaan Gowa Islam berdiri pada

tahun 1605 M.

Raja-raja yang terkenal diantaranya :

1. Sultan Alaudin (1605-1639 M) raja pertama Islam di Gowa-Tallo. Kerajaan ini adalah negara maritim

yang terkenal dengan perahu-perahu layarnya dengan jenis Pinisi dan lImbo. Pada masa Sultan Alaudin

berkuasa, Islam mengalami perkembangan pesat yang daerah kekuasaannya hampir mencakup seluruh

daerah Sulawesi. Ia wafat pada tahun 1939 M, setelah menjadi raja selama 34 tahun dan digantikan

putranya yang bernama Muhammad Said.

2. Muhammad Said (1639-1653 M). Raja ini berkuasa selama 14 tahun.

3. Sultan hasanuddin (1653-1669 M). Sultan ini sebagai pengganti dari Muhammad Saed. Pada masa Sultan

hasanuddin berkuasa, Gowa – Tallo mencapai puncak kejayaannya. Wilayah kekuasaannya sampai ke

pulau Selayar, Butung, Sumbawa dan Lombok. Ia berkuasa selama 16 Tahun.

C. Peninggalan sejarah islam di Sulawesi

1. Batu Pelantikan Raja (Batu Pallantikang)

Batu petantikan raja (hatu pallantikang) terletak di

sebelah tenggara kompleks makam Tamalate. Dahulu, setiap penguasa baru Gowa-Tallo di sumpah di

atas batu ini (Wolhof dan Abdurrahim, tt : 67). Batu pallantikang sesungguhnya merupakan batu alami

tanpa pem¬bentukan, terdiri dari satu batu andesit yang diapit 2 batu kapur. Batu andesit merupakan

pusat pemujaan yang tetap disakralkan masyarakat sampai sekarang. Pe-mujaan penduduk terhadap

ditandai dengan banyaknya sajian di atas batu ini. Mereka meyakini bahwa batu tersebut adalah batu

dewa dari kayangan yang bertuah

Page 25: SLW2

2. Mesjid Katangka

Page 26: SLW2

Mesjid Katangka didirikan pada tahun 1605 M. Sejak berdirinya telah mengalami beberapa kali

pemugaran. Pemugaran itu berturut-turut dilakukan oleh: [a] Sultan Mahmud (1818); [b] Kadi Ibrahim

(1921); [c] Haji Mansur Daeng Limpo, Kadi Gowa (1948); dan [d] Andi Baso, Pabbicarabutta GoWa (1962)

sangat sulit meng¬identifikasi bagian paling awal (asli) bangunan mesjid tertua Kerajaan Gowa ini.

Yang masih menarik adalah ukuran tebal tembok kurang lebih 90 cm, hiasan sulur-suluran dan

bentuk mimbar yang terbuat dari kayu menyerupai singgasana dengan sandaran tangan. Hiasan makhuk

di samarkan agar tidak tampak realistik. Pada ruang tengah terdapat empat tiang soko guru yang

mendukung konstruksi bertingkat di atasnya. Mimbar dipasang permanen dan diplaster. Pada pintu

masuk dan mihrab terdapat tulisan Arab dalam babasa Makassar yang menyebutkan pemugaran yang

dilakukan Karaeng Katangka pada tahun 1300 Hijriah.

3. Makam Syekh Yusuf

Kompleks makam ini terletak pada dataran rendah Lakiung di sebelah barat Mésjid Katangka. Di

dalam kompleks ini terdapat 4 buah cungkup dan sejumlah makam biasa. Makam Syekh Yusuf terdapat

di dalam cungkup terbesar, berbentuk bujur sangkar Pintu masuk terletak di sisi Selatan. Puncak

Page 27: SLW2

cungkup berhias keramik. Makam ini merupakan makam kedua. Ketika wafat di pengasingan, Kaap,

tanggal 23 Mei 1699, beliau di¬makamkan untuk pertama kalinya di Faure, Afrika Selatan. Raja Gowa

meminta kepada pemerintah Belanda agar jasad Syekh Yusuf dipulangkan dan dimakamkan di Gowa.

Lima tahun sesudah wafat (1704) baru per¬mintaan tersebut dikabulkan. Jasadnya dibawa pulang

bersama keluarga dengan kapal de Spiegel yang berlayar langsung dan Kaap ke Gowa. Pada tanggal 6

April 1705, tulang kerangka Syekh Yusuf dimakamkan dengan upacara adat pemakaman bangsawan di

Lakiung. Di atas makamnya dibangun kubah yang disebut kobbanga oleh orang Makassar.

Makam Syekh Yusuf mempunyai dua nisan tipe Makassar, terbuat dari batu alam yang

permukaannya sangat mengkilap. Hal ini dapat terjadi karena para peziarah selalu menyiramnya dengan

minyak kelapa atau semacamnya. Sampai sekarang peziarah masih sangat ramai mengunjungi tokoh

ulama (panrita)dan intelektual (tulnangngasseng) yang banyak berperan dalam perkembangan dan

kejayaan kerajaan Gowa-Tallo abad pertengahan.

Dalam lontarak "Riwayakna Tuanta Salamaka ri Gowa7, Syekh Yusuf dianggap Nabi Kaidir (Abu

Hamid, 1994: 85). la tokoh yang memiliki keistimewaan, seperti berjalan tanpa berpijak di tanah. Dalam

usia belia ia sudah tamat mempelajari kitab fiqih dan tauhid. Guru tarekat Naqsabandiayah, Syattariyah,

Ba'alaniiyah, dan Qa¬driyah. Wawasan sufistiknya tidak pernah menyinggung pertentangan antara

Hamzah Fanzuri yang me-ngembangkan ajaran Wujudiyah dan Syekh Nuruddin ar-Raniri.

4. Benteng Tallo

Benteng Tallo terletak di muara sungai Tallo. Benteng dibangun dengan menggunakan bahan batu

bata, batu padas/batu pasir, dan batu kurang. Luas benteng diper¬kirakan 2 kilometer Bardasarkan

temuan fondasi dan susunan benteng yang masih tersisa, tebal dinding benteng diperkirakan mencapai

260 cm.

Akibat perjanjian Bongaya (1667) benteng dihancurkan. Sekarang, sisa-sisa benteng dan bekas aktivitas

berserakan. Beberapa bekas fondasi, sudut benteng (bas¬tion) dan batu merah yang tersisa sering

dimanfaatkan penduduk untuk berbagai keperluan darurat, sehingga tidak tampak lagi bentuk aslinya.

Fondasi itu mengelilingi pemukiman dan makam raja-raja Tallo.

D. Kedatangan Orang Melayu di Tanah Bugis Makassar

Page 28: SLW2

Bardasarkan sumber-sumber yang telah ditemukan, dapat dikatakan bahwa gelombang

emigran orang-orang Bugis Makassar ke Semenangjung Melayu melalui tiga priode. , Pertama

berlangsung pada masa sebelum kawasan Sulawesi Selatan memasuki proses Islamisasi. Mereka itu

sudah tersebar di berbagai tempat semenangjung Sumatra, Malaka dan Kalimantan yang

menghubungkan kawasan-kawasan itu dengan rute perdagangan dengan Pusat Melaka, Kelompok

Bugis pada masa itu belum membentuk dirinya dalam suatu kekuatan militer, mereka umumnya masih

hidup dalam kelompok-kelompok kecil sebagai pedagang antar pulau dan sebagai nelayan. Itulah

sebabnya mereka pada umumnya tinggal di kawasan pantai mereka dapat dikatakan kelompok the sea

men atau orang laut.

Gelombang kedua terjadi padamasa proses Islamisasi sedang berlangsung di Sulawesi Selatan.

Masa berlangsung Islamisasi itu berkaitan erat dengan gerakan politik yang si lancarkan Kerajaan Gowa

dan sekutu-sekutunya untuk menundukkan kwasan-kawasan yang belum masuk Islam dan sampai

Islam diterima masyarakat setempat konflik politik juga masih berlangsung.

Gelombang ketiga berlangsung setelah kerajaan Gowa dan Wajo jatuh di tangan VOC . Masa

inilah merupakan periode yang paling banyak terjadi perpindahan orang-orang Bugis Makassar

kesemenagjung Melayu. Perpindahan yang terjadi dalam gelombang ini berbentuk kelompok yang

besar . Mereka tidak saja terdiri dari masyarakat lapisan bawah tatapi apat dikatakan terdiri dari smua

lapisan sosial

Dari ketiga gelombang yang disebutkan di atas, gelombang terkhir inilah yang paling menarik,

masalahnya adalah karena faktor pemindahan berkaitan erat dengan akibat langsung peperangan yang

terjadi di kawasan Sulawesi Selatan. Orang-orang Bugis Makassar yang termasuk ke dalam gelombang

yang terakhir ini dipimpin langsung oleh kelompok bangsawan. Dengan sisa-sisa kekuatan militer dan

kekayaan yang mereka miliki kelompok bangsawan ini mengikuti pengikut pengikutnya atau rakyat

yang meninggalkan kampung halamannya untuk merantau dengan tujuan utamanya untuk

melanjutkan perjuangan melawan kekuasaan Belanda.Perjuangan dalam melawan kekuasaan Belanda

itu dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan melakukan gangguan pada rute perdagangan

atau pelayaran Belanda di Selat Makassar, pantai Ambon dan di Selat Malaka pantau Kaliman tan yang

starategis dan Kepulauan Riau. Tindakan mereka dikaitkan dengan “bajak laut”

Sejak kedatangan orang-orang Melayu di kerajaan Makassar (Kerajaan Gowa) peranannya tidak

hanya dalam perdagangan dan penyebaran agama, tetapi juga dalam kegiatan sosial budaya. Peranan

Page 29: SLW2

orang-orang Melayu di Kerajaan Gowa misalnya, menyebabkan Raja Gowa ke XII, Mangarai Daeng

Pamatte Karaeng Tunijallo membangun sebuah Mesjid di Kampung Mangallekana untuk kepentingan

para saudagar Melayu agar mereka betah tinggal di Makassar, sekalipun ia sendiri belum beragama

Islam. Adanya perkampungan para saudagara Melayu itu membuat struktur kekuasaan Kerajaan Gowa

dibantu juga oleh orang-orang Melayu dan memegang peranan penting di Istana Kerajaan Gowa. Hal itu

dapat ditemukan dalam untaian kalimat sebagai berikut:

‘Kamilah orang-orang Melayu yang mengajar anak negeri duduk berhadap hadapan dalam

pertemuan adat, mengajar menggunakan keris panjang yang disebut tatarapang, tata cara berpakaian

dan berbagai hiasan untuk para anak bangsawan

Dalam periode tahun .1546-1565 pada masa raja Gowa ke 10, seorang keturunan Melayu

berdarah campuran Bajo yang amat terkemuka bernama I Mangambari Kare Mangaweang, yang juga

dikenal dengan nama I Daeng Ri Mangallekana diangkat sebagai sahbandar ke II Kerajaan Gowa, sejak

saat itu secara turun temurun jabatan Sahbandar berturut-turut dipegang oleh orang Melayu sampai

dengan Sahbandar Ince Husein, Sahbandar terakhir th 1669 ketika kerajaan Gowa mengalami kekalahan

perang melawan VOC.

Jabatan penting lainnya ialah juru tulis istana dijabat pula oleh orang-orang Melayu Incik Amin,

juru tulis istana di zaman Sultan Hasanuddin Raja Gowa ke XVI (1653-1669) adalah juru tulis istana yang

terakhir dan amat terkenal di zaman kebesaran Kerajaan Gowa. Sebuah karya tulisnya yang amat indah

berjudul : Syair Perang Makassar” mengisahkan saat-saat terakhir kerajaan Gowa tahun 1669.

Salah satu sumbangan utama orang-orang Melayu di Indonesia Timur, khususnya di Sulawesi

ialah upayanya dalam menyebarkan Agama Islam dan penyebaran dan penyebaran Kebudayaan Melayu

di Sulawesi. Pada tahun 1632 Rombongan Migran Melayu dari Patani tiba di Makassar. Rombongan

besar ini dipimpin oleh seorang bangsawan Melayu dari Patani bernama Datuk Maharajalela Turut serta

dengannya kemanakannya suami istri yang bergelar

Datuk Paduka Raja bersama istrinya yang bergelar Putri Senapati, Raja Gowa memberinya

tempat di sebelah selatan Somba Opu, Ibu Kota Kerajaan Gowa, karena disana telah berdiri

Perkampungan Melayu asal Patani. Sejak saat itu Salajo diganti menjadi kampung Patani, hingga

sekarang.

Page 30: SLW2

DAFTRAR PUSTAKA

Drs. Suwardi. 2006. LKS Merpati. Karanganyar : Graha Multi Grafika.

Siti Waridah Q, Dra. 2001. Sejarah Nasional dan Umum. Jakarta : PT. Bumi Aksara.

Nico Thamiend R.M.P.B. Manus. 2000. Sejarah. Jakarta : Yudhistira.

Page 31: SLW2

KATA PENGANTAR

Kami panjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat

dan karunia-Nya sehingga makalah Sejarah ini dapat terselesaikan.

Dengan mempelajari sejarah, manusia akan memperoleh banyak manfaat sehingga menjadi

lebih arif dan bijak. Oleh karena itu, sejarah harus disusun secara jujur, obyektif, dan tidak direkayasa.

Dalam makalah disebutkan bahwa tujuan pelajaran sejarah nasional dan umum dimaksudkan

untuk menanamkan pemahaman tentang perkembangan masyarakat masa lampau hingga masa kini,

menumbuhkan rasa kebangsaan, cinta tanah air, bangga sebagai warna negara Indonesia, serta

memperluas wawasan hubungan masyarakat antar bangsa.

Makalah ini dimaksudkan untuk menambah wawasan bagi para pembaca dari berbagai lapisan

dalam mendalami, memahami sejarah nasional dan umum.

Kami sampaikan ucapan terima kasih kepada guru pembimbing dan semua pihak yang telah membantu,

sehingga makalah sejarah ini dapat terselesaikan dan dimanfaatkan.

Kami juga menyadari atas kekurangsempurnaan makalah ini. Suatu kehormatan apabila para

pembaca yang budiman memberi masukan yang membangun. Terima kasih.

Pengakalan, Nopember 2012

Penulis

Page 32: SLW2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Perumusan Masalah

C. Tujuan Penulisan

BAB II PEMBAHASAN

A. Sejarah Awal Islam Sulawesi

B. Kerajaan Islam di Sulawesi

C. Peninggalan sejarah islam di Sulawesi

D. Kedatangan Orang Melayu di Tanah Bugis Makassar

DAFTAR PUSTAKA

i

ii

1

1

2

2

3

3

3

4

7

i

Page 34: SLW2

Lihat profil lengkapku

Diberdayakan oleh Blogger.

1

2

4

5

7

8

10

11