slinga_f1_metodologi-jg.doc

Upload: adi-firmansyah

Post on 29-Feb-2016

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

B

Dokumen Usulan Teknis

Review Desain Bendung Slinga di Kabupaten Purbalingga

F.1. U m u mPendekatan dan metodologi ini memuat tentang metode pendekatan dalam menangani pekerjaan Review Desain Bendung Slinga di Kabupaten Purbalingga, yaitu menguraikan bagaimana cara dan tahapan serta metode pelaksanaan pekerjaan sesuai pemahaman Konsultan terhadap Kerangka Acuan Kerja dan penjelasan Aanwijzing.

Pekerjaan review desain Bendung Slinga, Talang/Sipon dan Saluran Suplesi dilaksanakan dengan maksud untuk untuk mendapatkan hasil perencanaan yang dapat dipertanggung jawabkan secara teknis dan ekonomis, layak dibangun dan bila dibangun direncanakan dapat berfungsi secara optimal..Untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut perlu dilakukan kegiatan-kegiatan sesuai dengan cakupan pekerjaan yang tercantum dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK), yang secara garis besar terdiri dari :

1) Survey Hidrologi dan Hidraulik Lapangan

2) Pengukuran Topografi

3) Penyelidikan Geoteknik dan Laboratorium Mektan 4) Kegiatan Analisa Data dan Pra Desain Hidraulik Bendung

Analisa Hidrologi Analisa Geotek dan Mektan

Pembuatan Sistem Planning5) Uji Model Fisik Bendung

6) Perencanaan Detail Bendung, Talang dan Saluran Suplesi.Untuk menangani pekerjaan pekerjaan Review Desain Bendung Slinga di Kabupaten Purbalingga diperlukan metodologi dan rencana kerja yang sesuai, agar diperoleh hasil pekerjaan yang dapat dijadikan pedoman dalam menunjang pelaksanaan pembangunan fisiknya. Maka untuk itu kami pihak Konsultan mengusulkan rencana pendekatan dan metodologi yang akan digunakan pada pekerjaan ini adalah sebagaimana diuraikan pada Sub-Bab berikut ini.

F.2. Pedoman

Setiap tahapan pekerjaan yang dilakukan oleh Konsultan akan mengikuti Spesifikasi Teknis, Kerangka Acuan Kerja (KAK) dan penjelasannya yang telah diberikan. Untuk mendapatkan hasil pekerjaan sesuai dengan syarat-syarat, pihak Konsultan akan mengikuti pedoman, kriteria dan standar yang berlaku di Indonesia pada saat ini, yang dalam penerapannya harus dipertimbangkan : untung rugi, kemudahan sistim operasi dan pemeliharaan, tepat guna, dan biaya konstruksi yang paling menguntungkan.

Survey dan investigasi akan dilakukan secara teliti dan cermat sehingga akan didapat suatu data-data yang akurat dan lengkap untuk mendapatkan hasil perencanaan yang memenuhi sasaran. Dengan kualitas data yang baik dan memenuhi syarat sesuai dengan kriteria yang ditetapkan, akan menghasilkan suatu hasil perencanaan yang tepat sasaran dan dapat ditindak lanjuti dikemudian hari, sehingga pada akhirnya akan dapat dirasakan hasilnya oleh masyarakat disekitarnya.Pedoman yang digunakan dalam melaksanakan pekerjaan berupa penjelasan yang telah diberikan oleh Direksi Pekerjaan dan Standar Perencanaan yang ditetapkan oleh Standard Nasional Indonesia sesuai dengan Instruksi Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 04/IN/m/1991 tanggal 24 Januari 1991, Perencanaan Irigasi Direktorat Jenderal Pengairan SK. Nomor 185/KPTS/ 1986, Kepmen PU Nomor 378/KPTS/1987 tentang Pedoman Perencanaan Sungai dan Hidraulik Bangunan Sungai dan Standar-standar lainnya yang berlaku di Indonesia. Dan untuk perencanaan saluran dan bangunan irigasi akan digunakan Kriteria dan Standar Perencanaan Irigasi, yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pengairan, Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia dan buku-buku lain sebagai referensi yang sesuai dengan pekerjaan ini.

Beberapa kriteria perencanaan diuraikan seperti dibawah ini :

1) Debit Banjir RencanaAnalisis debit banjir rencana tergantung pada ketersediaan data dan kebutuhan analisis. Dalam hal hanya dibutuhkan puncak banjir dapat dilakukan dengan analisis frekuensi. Akan tetapi jika membutuhkan penelusuran banjir maka harus dilakukan analisis hidrograf.

a. Metode Berdasarkan Ketersediaan Data

Analisis debit banjir rencana berdasarkan ketersediaan data diuraikan seperti dibawah ini :

Jika data debit banjir maksimum tahunan sesaat yang tersedia >20 tahun dan memenuhi syarat untuk analisis frekuensi (stasioner, homogen, independensi dan keacakan), perhitungan besarnya debit banjir rencana dapat langsung dilakukan dengan distribusi frekuensi Gumbel, Log Pearson Tipe III, atau Log Normal 2 maupun Pearson III, baik dengan Cara Grafis maupun Cara Analitis.

Jika data debit banjir maksimum tahunan sesaat yang tersedia < 20 tahun dan > 10 tahun, perhitungan debit banjir rencana dapat menggunakan Metode Analisis Regional yang merupakan hasil analisis menggunakan gabungan data dari berbagai DAS.

Jika besarnya debit banjir diperkirakan dari data hujan dan data karakteristik DAS, maka besarnya debit banjir rencana dapat dilakukan dengan Metode Empiris, Metode Rasional atau Metode Analisis Regresi (IOH).

Jika ada data hidrograf banjir dan data hujan durasi pendek pada saat yang sama dengan hidrograf banjir, maka dapat digunakan Metode Hubungan Hujan Limpasan dengan Unit Hidrograf. Kedua jenis data jumlahnya cukup memadai dapat digunakan unit hidrograf pengamatan, jika tidak perlu digunakan unit hidrograf sintetis dengan parameter hasil kalibrasi dari hidrograf pengamatan.

b. Metode Berdasarkan Kebutuhan Analisis

Jika hanya membutuhkan puncak banjir dapat dilakukan dengan:

Analisis frekuensi debit banjir maksimum sesaat dengan data > 20 tahun

Metode Rasional (luas < 0,65 km2)

Analisis Regresi (IOH)

Jika dibutuhkan hidrograf banjir untuk penelusuran banjir, maka digunakan metode pendekatan hubungan hujan limpasan dengan :

Unit hidrograf pengamatan

Unit hidrograf pengamatan dan sintetis

Unit hidrograf sintetis (Rasional, SCS, Snyder)

2) Verifikasi

Verifikasi lapangan sebaiknya dilakukan, apapun metode yang digunakan dan minimnya data yang diperoleh, maka harus diupayakan mencari data lapangan sebanyak mungkin. Informasi lapangan dapat diperoleh dari penduduk di tempat kejadian yang sudah tinggal cukup lama di daerah tersebut (biasanya orang yang sudah tua) atau dari instansi pemerintah baik kelurahan, kecamatan maupun dinas terkait. Informasi yang dapat digunakan antara lain:

Kejadian banjir yang pernah terjadi yang ditinjau dari:

Kekerapan terjadinya banjir misal setiap hujan, setiap tahun, setiap sepuluh tahun dan seterusnya.

Tinggi genangan, informasi ini dapat juga diperoleh dari bekasnya banjir yang dapat berupa garis (jejak banjir) di rumah penduduk yang menunjukkan frekuensi tinggi (tahunan), atau banyaknya sampah-sampah yang tersangkut di pepohonan sehabis banjir. Hujan yang menyebabkan banjir dapat diperoleh dari data hujan durasi pendek di daerah studi kalau tidak ada dapat mencari informasi:

Jenis hujan rintik-rintik atau intensitas tinggi (deras waktu pendek)

Lamanya hujan

Hujan merata atau setempat

Kalau memungkinkan mempunyai data pengukuran penampang melintang sungai di tempat terjadinya banjir.

Dengan menggunakan data diatas dapat dilakukan verifikasi estimasi debit banjir pada saat kejadian atau banjir desain dengan cara memperkirakan volume banjir dari informasi yang diperoleh dari sketsa peta banjir, tinggi dan lamanya dan mencocokkan dengan hasil analisis apakah terpaut jauh atau mendekati. Selain itu dapat juga dilakukan debit banjir hasil analisis dilewatkan di penampang melintang sungai di lokasi terjadi banjir apakah melimpas sesuai dengan informasi lapangan.

Sedangkan informasi hujan dapat digunakan untuk melihat jenis hidrograf apakah berpuncak relatif datar dan waktu dasar panjang untuk hujan rintik-rintik atau berpuncak lebih lancip dan waktu dasar pendek untuk hujan dengan intensitas tinggi.

Metode perhitungan besarnya debit banjir rencana tersebut diuraikan dan dijelaskan terperinci dalam STANDAR SK SNI M-18-1989-F, METODE PERHITUNGAN DEBIT BANJIR.

3) Kriteria Desain Hidraulik

Desain hidraulik bangunan maupun saluran/ sungai dilakukan dengan menggunakan rumus hidrolika, metode dan model hidraulik serta atau model matematik. Sifat-sifat aliran pada saluran terbuka umumnya ditentukan berdasarkan persamaan Manning atau persamaan Chezy. Sedangkan aliran yang melalui bangunan harus ditentukan dengan menggunakan rumus-rumus yang ada.

Simulasi aliran dapat dilakukan dengan menggunakan model matematik, antara lain HEC-2, HEC-RAS, dan lain-lain. Aliran yang melalui bangunan harus ditentukan dengan menggunakan rumus dengan bantuan model matematik atau dengan bantuan model hidraulik fisik.

4) Kriteria Desain Geoteknik

Kriteria Geoteknik merupakan bagian yang penting pada desain bangunan pengaman sungai maupun pantai. Banyak kasus keruntuhan dan kerusakan bangunan seperti kelongsoran lereng, rembesan dan hambatan pada pelaksanaan bangunan yang berkaitan dengan kriteria-kriteria geoteknik.

Kriteria-kriteria tersebut meliputi kestabilan lereng tanggul dan penurunan mercu tanggul, rembesan, tekanan keatas (uplift), erosi buluh (piping), kelongsoran dan erosi yang besar yang akan mengganggu kestabilan bangunan.5) Kriteria Desain Struktur

Standar dan peraturan untuk desain dan pelaksanaan bangunan mengacu pada :

Standard Nasional Indonesia sesuai dengan Instruksi Menteri Pekerjaan Umum No.04/IN/m/1991, tanggal 24 Januari 1991.

Perencanaan Irigasi Direktorat Jenderal Pengairan SK. No. 185/KPTS/ 1986.

Beban rencana yang digunakan mengacu pada Kriteria Perencanaan Bangunan Irigasi KP-06 dan Peraturan Muatan Indonesia. Pedoman Konstruksi dan Bangunan, Perencanaan Teknis Bandung Pengendali Dasar Sungai, Pd T-12-2004-A, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2004 Perhitungan stabilitas bangunan harus mempertimbangkan kekuatan tanah pondasi, kestabilan terhadap gaya geser, kestabilan terhadap gaya guling dan gaya tekan keatas (uplift) dengan faktor keamanan yang harus dipenuhi.

Spesifikasi bahan dan tegangan ijin harus mengacu pada standar dan peraturan yang berlaku, antara lain : Peraturan Beton Indonesia NI-2-PBBI, 1971, Standar Spesifikasi Bahan Indonesia A-SNI-05-2919-1991, Standar Spesifikasi Bahan Indonesia B & C-SKSNI S-05-1989-F. Panduan Untuk Pembangunan Pembangkit Listrik Mikro Hidro (Japan International Cooperation Agency bekerjasama dengan Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral).

F.3. MetodologiSesuai pemahaman konsultan terhadap Kerangka Acuan Kerja (KAK), maka perlu dilakukan langkah-langkah pendekatan mengenai metodologi yang akan digunakan dalam pelaksanaan pekerjaan Review Desain Bendung Slinga di Kabupaten Purbalingga.

Tujuan dari penyusunan metodologi ini adalah untuk mendapatkan suatu pola penanganan pekerjaan secara benar, tepat, teliti dan akurat sehingga diperoleh hasil pekerjaan yang baik, benar, tepat, aman dan ekonomis serta mudah dalam pelaksanaannya, sesuai dengan syarat-syarat teknis dan sesuai dengan keinginan dari pihak Pemberi Pekerjaan.

Metodologi pelaksanaan pekerjaan Review Desain Bendung Slinga di Kabupaten Purbalingga yang akan digunakan mengacu kepada kriteria dan standar yang berlaku di Indonesia, antara lain Standar Perencanaan Irigasi dan standar lainnya yang sesuai dengan lingkup pekerjaan yang akan ditangani.

Metodologi Pekerjaan yang akan dijelaskan dalam uraian berikutnya terdiri dari :

1) Survey Hidrologi dan Hidraulik Lapangan

2) Pengukuran Topografi

3) Penyelidikan Geoteknik dan Laboratorium Mektan

4) Kegiatan Analisa Data dan Pra Desain Hidraulik Bendung

Pembuatan Sistem Planning

Analisa Hidrologi Analisa Geotek dan Mektan5) Uji Model Fisik Bendung6) Perencanaan Detail Bendung, Talang dan Saluran Suplesi.Penjelasan mengenai metodologi pelaksanaan pekerjaan tersebut secara garis besar disajikan pada uraian berikut.

F.3.1. Survey Hidrologi dan Hidraulik LapanganSurvey ini bertujuan untuk mengetahui gambaran umum bendung dan system sungai yang diperlukan untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya berkaitan dengan pelaksanaan survey dan investigasi yang lebih mendetail. Survey ini secara garis besar terdiri dari :

1. Sosialisasi Sebelum dilaksanakan pekerjaan lapangan perlu dilakukan sosialisasi kepada aparat dan masyarakat setempat yaitu untuk menjelaskan mengenai maksud dan tujuan dari pekerjaan ini. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mendapatkan persetujuan dan dukungan dari aparat dan masyarakat yang nantinya akan menerima manfaat dari pekerjaan ini di kemudian hari. Dalam kegiatan sosialisasi yang paling utama diperoleh adalah pernyataan dari masyarakat atas kesediaan dan kerelaan sebagian lahannya digunakan untuk rencana saluran dan bangunan.2. Observasi LapanganSurvey inventarisasi ini meliputi :

a. Inventarisasi kondisi fisik bangunan dan saluran dilakukan dengan mengadakan tinjauan dan pendataan langsung di lapangan.

b. Inventarisasi juga dilakukan melalui wawancara dengan petugas pengairan, Kepala Desa maupun masyarakat/petani.

c. Melakukan identifikasi dan inventarisasi permasalahan.

d. Inventarisasi dilengkapi dengan foto-foto kondisi fisik saluran dan bangunan.e. Inventarisasi kegiatan manusia/alami di alur sungai yang dapat mempengaruhi pembangunan bendung.

3. Survey Hidrologi dan HidrometriSurvey ini secara garis besar terdiri dari pengumpulan data hidroklimatologi (data sekunder) dan pengukuran hidrometri (pengukuran debit sungai, debit di saluran dan debit mata air), serta survey daerah aliran sungai (DPS). Data yang diperlukan untuk keperluan analisa hidrologi terdiri dari :

a. Pengumpulan Data Sekunder, terdiri dari :

Pengumpulan peta Rupa Bumi dan Peta Geologi Reginal.

Data Hujan dari stasiun Badan Meteorologi dan Geofisika yang ada di wilayah pekerjaan Kalabahi yang berupa data hujan harian, minimal 10 tahun terakhir.

Data Iklim dari stasiun Badan Meteorologi dan Geofisika yang ada di wilayah pekerjaan, minimal 5 tahun terakhir.

b. Survey Hidrologi dan Hidrometri, terdiri dari :

Pengukuran debit sesaat sungai dan debit di saluran dengan cara pengukuran menggunakan alat ukur arus atau pelampung.

Pengumpulan data informasi banjir, dilakukan dengan cara pengamatan langsung dan wawancara dengan penduduk setempat. Data Banjir yang pernah terjadi dapat diperoleh dengan cara melakukan pengamatan langsung pada alur sungai. Hal yang perlu dicatat adalah tanda dan batas banjir yang pernah terjadi serta periode banjir. Pengamatan kondisi fisik alur sungai dan daerah pengaliran sungai (DPS) yang berkaitan dengan lokasi rencana bendung. Pengambilan foto-foto lapangan.

Pengukuran Debit Sungai

Tujuan pengukuran debit sungai adalah untuk mendapatkan data debit. Hasil pengukuran debit dapat dibuat kurva debit pada penampang sungai yang diukur yaitu hubungan antara ketinggian muka air dengan debit sungai yang dapat digunakan sebagai kalibrasi analisa debit. Ada beberapa cara pengukuran debit antara lain cara pengukuran kecepatan aliran (arus) dan cara pelampung. Cara pengukuran dengan pelampung dilakukan apabila pengukur kecepatan arus (current meter) tidak dapat dilakukan.Hubungan antara kecepatan aliran dan banyaknya putaran baling-baling persatuan waktu, dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :

V = p.N + q

Dimana :

V= Kecepatan aliran ( m/dt )

N= Banyaknya putaran baling-baling setiap detik

p= koefisien diameter gerak maju baling-baling

q= koefisien kecepatan awal

Sedangkan apabila menggunakan alat pelampung, kecepatan aliran dihitung dari jarak lintasan pelampung dibagi waktu yang diperlukan untuk menempuh lintasan tersebut.

Cara pelaksanaan pengukuran debit dengan alat ukur arus (current meter) adalah :

1. Penampang sungai diukur dengan alat ukur waterpass atau T0 sesuai kebutuhan.

2. Memasang alat duga air biasa, tujuannya adalah untuk elevasi muka air pada saat pengukuran. Bahan yang digunakan dan cara pemasangan mempertimbangkan ketentuan sebagai berikut :

Dibuat dari bahan yang tahan air dan awet, dilengkapi dengan skala dan dicat dengan warna yang jelas agar mudah dibaca.

Pemasangan dapat lurus atau miring dengan membentuk sudut kemiringan 300, 450, 600 terhadap bidang horisontal.

Pemasangan harus kuat dan terlindung dari benturan benda keras yang terbawa oleh aliran air.

Kedudukan datum meteran pada kedalaman 0,5 meter dibawah muka air terendah pada musim kemarau dan diikatkan pada titik tetap.

3. Pelaksanaan pengukuran mengikuti petunjuk alat ukur dan mencatat pada formulir yang telah disiapkan.

Pengukuran dengan pelampung mengikuti cara sebagai berikut :

1. Pengukuran dua penampang yang ditinjau.

2. Pemasangan alat duga muka air biasa.

3. Pengukuran jarak antara dua penampang.

4. Pelaksanaan pengukuran dengan mencatat waktu tempuh pelampung melintasi dua penampang yang ditinjau.

Lokasi pengukuran harus mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut :

1. Dipilih pada bagian alur sungai yang lurus.

2. Sesuai dengan lokasi rencana bangunan.

3. Mudah dicapai dalam segala situasi dan kondisi.

4. Mampu melewatkan banjir.

5. Geometri dan badan sungai harus stabil.

6. Adanya penampang kendali

7. Mempunyai pola aliran yang seragam dan mendekati aliran sub kritis.

8. Tidak terkena pengaruh arus balik.

Lama dan periode pelaksanaan pengukuran yang diusulkan dilakukan pengukuran setiap hari sebanyak 3 kali pada lokasi yang sama dan debit yang berbeda dengan jangka waktu sesuai hasil diskusi dengan Direksi.

Survey Kondisi Daerah Aliran Sungai

Data-data kondisi daerah aliran sungai (DAS) didasarkan pada peta rupa bumi skala 1:25.000, namun demikian masih perlu dilakukan survey lapangan untuk memudahkan dalam menentukan besaran parameter-parameter yang akan digunakan untuk analisa serta kebenaran dari peta rupa bumi secara visual.

Kondisi daerah aliran sungai yang perlu dicatat adalah sebagai berikut :

1.Tata guna lahan3.Jenis tanah

2.Kemiringan lereng4.Jumlah anak sungai dan panjangnya.

Peta rupa bumi perlu dilengkapi dengan peta jenis tanah yang dikeluarkan oleh Bagian Reboisasi Lahan dan Konservasi Tanah Dinas Kehutanan Propinsi atau instansi lain.

F.3.2. Metodologi Pengukuran TopografiMaksud dari pekerjaan pengukuran dan pemetaan topografi ini adalah untuk membuat peta situasi sungai, bendung, talang dan saluran suplesi lengkap dengan profil memanjang (long section), profil melintang (cross section). Tahapan pekerjaan pengukuran dan pemetaan topografi diuraikan pada bagan alir berikut, lihat Gambar F-1.

Untuk kebutuhan dalam perencanaan Jaringan Irigasi dan Bangunan Utama jenis pengukuran yang harus dilakukan terdiri dari :

1. Pengukuran poligon untuk pembuatan kerangka dasar horizontal.

2. Pengukuran sipat datar untuk menentukan ketinggian titik-titik kerangka poligon.

3. Pengukuran situasi sungai dengan system raai pada setiap bentang potongan melintang, pengukuran profil memanjang dan melintang sungai.

4. Pengukuran Trase saluran terdiri dari pengukuran poligon, potongan memanjang dan melintang saluran.

5. Pengukuran situasi (titik detail) bangunan utama dan bangunan-bangunan penting.

Hal-hal penting lainnya yang perlu dilakukan ialah :

1. Sistim grid yang digunakan ialah sistim proyeksi UTM atau mengikuti sistim proyeksi peta yang telah ada.

2. Semua alat ukur yang akan digunakan dalam keadaan baik dan memenuhi syarat ketelitian yang diminta serta telah di kalibrasi.

3. Untuk standarisasi formulir data ukur, maka setiap Konsultan akan menggunakan formulir data ukuran.

4. Data pengukuran ditulis dengan ballpoint warna hitam, rapih, jelas dan dilengkapi dengan sket-sket jalur pengukurannya, serta dijilid rapih.

Lingkup pekerjaan pengukuran meliputi :

a). Pengukuran dan pemetaan situasi sungai, lokasi bendung dan talang dan saluran suplesi, meliputi :

Penentuan titik awal pengukuran, menggunakan alat GPS.

Pemasangan pilar BM/CP.

Pengukuran poligon dan sipat datar Pengukuran situasi detail.

Pengukuran potongan memanjang dan melintang.

Perhitungan dan Penggambaran (draft)

Gambar F-1 : Bagan Alir Pengukuran dan Pemetaan TopografiF.3.2.1. Pemasangan BM dan CPSemua pengukuran yang dilakukan diikatkan terhadap titik tetap yang telah ada seperti titik Triangulasi, Bench Mark dan lain-lain, sehingga didapatkan peta satu sistim dengan peta situasi yang telah ada, apabila didaerah pengukuran dan sekitar tidak terdapat titik tetap akan ditentukan titik tetap tertentu berdasarkan peta Rupabumi skala 1:25.000 atau berdasarkan alat GPS atas persetujuan Direksi Lapangan / Pengawas Lapangan.

Konstruksi pilar BM dan CP terbuat dari beton bertulang dengan bentuk dan ukuran mengikuti standar pengairan yaitu:

1. Pilar BM ukuran ( 20 cm x 20 cm x 100 cm).

2. Pilar CP ukuran (10 cm x 10 cm x 80 cm).

Pemasangan pilar BM (Bench Mark) dan CP (Control Point) sebagai berikut :

Pilar BM dipasang didalam kerangka dasar horizontal dan vertikal, ditanam pada tempat-tempat yang cukup aman dan tidak mudah terganggu. Pilar BM dan CP yang akan dipasang sebelum dilaksanakan pengukuran poligon dan sipat datar.

Pembuatan tulangan/pembesian dan cetakan BM/CP dilakukan di Base Camp, sedang pengecoran pilar dilakukan dilokasi pemasangan.

Lokasi pemasangan pilar BM/CP seperti dituangkan dalam peta rencana kerja berikut nomor BM dan CP.

Kemudian dilakukan pengecatan pilar BM/CP warna biru dan pemotretan setiap pilar (nomor kelihatan) untuk melengkapi Deskripsi Bench Mark.

Semua deskripsi bench mark yang telah dilengkapi dengan data koordinat dan foto akan dijilid tersendiri merupakan sebuah buku.

Ketentuan pemasangan pilar CP untuk pengukuran saluran dan bangunan yaitu :

Berdasarkan peta situasi yang disempurnakan/lanjutan dan telah ditarik berdasarkan desain Lay Out nya, direncanakan letak lokasi pilar CP, yaitu pada rencana bangunan bagi/sadap, talang, gorong-gorong, dan bangunan lainnya.

Bentuk dan ukuran pilar CP mengikuti standar pengairan.

Pilar CP diberi nomor yang teratur pakai huruf balok, untuk memudahkan identifikasi

Semua pilar CP dibuatkan diskripsinya dilengkapi dengan foto CP lengkap dengan nomor CP.

Bentuk dan Ukuran Pilar CP

F.3.2.2. Metode Penentuan Posisi dengan GPSSurvey penentuan posisi dengan GPS (survey GPS) secara umum dapat didefinisikan sebagai proses penentuan koordinat dari sejumlah titik terhadap beberapa buah titik yang telah diketahui koordinatnya, dengan menggunakan metode penentuan posisi diferensial (differential positioning) serta data pengamatan fase (carrier phase) dari sinyal satelit GPS (Global Positioning Sistem). Yang selanjutnya titik-titik koordinat hasil penentuan posisi dengan GPS tersebut, digunakan sebagai titik referensi (titik awal) pengukuran dan hitungan untuk kerangka dasar pemetaan topografi.Penentuan posisi GPS dalam kegiatan Review Desain Bendung Slinga di Kabupaten Purbalingga juga ditujukan untuk mengetahui koordinat dari sejumlah titik yang akan merupakan data masukan pada pembuatan Data Base Sistem Informasi Geografis (GIS) Kondisi dan Fungsi Daerah Irigasi.GPS (Global Positioning System) adalah sistem radio navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit yang dimiliki dan dikelola Amerika Serikat. Sistem yang terdiri atas 24 satelit ini dapat digunakan oleh banyak orang sekaligus dalam segala cuaca, serta didesain untuk memberikan posisi dan kecepatan tiga dimensi yang teliti dan juga informasi mengenai waktu secara kontinyu di seluruh dunia.

Patut dicatat disini bahwa posisi yang diberikan oleh GPS adalah posisi tiga dimensi (X,Y,Z ataupun (,(,h) yang dinyatakan dalam datum WGS (World Geodetic System) 1984. Dengan GPS, titik yang akan ditentukan posisinya dapat diam (static positioning) ataupun bergerak (kinematic positioning). Posisi titik dapat ditentukan dengan menggunakan satu receiver GPS terhadap pusat bumi dengan menggunakan metode absolute (point) positioning, ataupun terhadap titik lainnya yang telah diketahui koordinatnya (monitor station) dengan menggunakan metode differential (relative) positioning yang menggunakan minimal dua receiver GPS. GPS dapat memberikan posisi secara instant (real-time) ataupun sesudah pengamatan setelah data pengamatannya diproses secara lebih ekstensif (post processing) yang biasanya dilakukan untuk mendapatkan ketelitian yang lebih baik.

Gambar F-2 : Geometrik Lintasan Orbit Satelit GPS di Angkasa

Gambar F-3 : Penentuan Posisi titik-titik dengan Metode Survey GPS

Data pengamatan dasar GPS adalah waktu tempuh ((t) dari kode-kode P dan C/A serta fase (carrier phase, () dari gelombang pembawa L1 dan L2.

Seseorang dapat mengamati sebagian atau seluruh jenis pengamatan di atas bergantung pada jenis dan tipe alat penerima sinyal GPS (GPS receiver) yang digunakan. Hasil pengamatan ini terkait dengan posisi pengamatan (X,Y,Z) serta parameter-parameter lainnya melalui hubungan yang dapat diformulasikan secara umum berikut ini :

dimana:

= c.(ti = pseudorange pada frekuensi fi (m), (i=1,2),

=

= jarak fase (carrier range) pada frekwensi fi(m),(i=1,2),

= jarak geometris antara pengamat (X,Y,Z) dengan satelit (m),

c= kecepatan cahaya dalam vakum (m/s),

= panjang gelombang dari sinyal (m) = c /f (f adalah frekwensi),

dP= kesalahan jarak yang disebabkan oleh kesalahan ephemeris (orbit),

= bias yang disebabkan oleh refraksi troposfer (m),

= bias yang disebabkan oleh refraksi ionosfer(m) pada frekwensi fi (m),

= kesalahan dan offset dari jam GPS receiver dan jam satelit (m),

= efek dari multipath pada hasil pengamatan dan (m),

= ambiguitas fase dari pengamatan fase sinyal-sinyal dan (dalam jumlah gelombang), dan

= gangguan (noise) pada hasil pengamatan Pi dan Li (m).

Posisi suatu titik biasanya dinyatakan dengan koordinat (dua dimensi, 2D atau tiga dimensi, 3D) yang mengacu pada suatu sistem koordinat tertentu. Posisi tiga dimensi (3D) suatu titik di permukaan bumi umumnya dinyatakan dalam suatu sistem koordinat geosentrik. Bergantung pada parameter-parameter pendefinisi koordinat yang digunakan, dikenal dua sistem koordinat yang umum digunakan, yaitu sistem koordinat Kartesian/siku-siku ruang (X,Y,Z) dan sistem koordinat Geodetik (L, B, h).

Kedua sistem koordinat di atas penting sehingga hubungan kedua sistem koordinat tersebut perlu ditentukan, agar dapat dilakukan transformasi antar sistem koordinat.

Gambar F-4 : Posisi Titik dalam sistem Koordinat GeosentrikBila koordinat Kartesian/Siku-siku Ruang ditulis sebagai (X,Y,Z) dan koordinat geodetik ditulis sebagai (L,B,h), maka hubungan antara keduanya dapat ditulis sebagai :

Gambar F-5 : Hubungan antara Sistem Koordinat Geodetik dengan Sistem Koordinat Kartesian/Siku-siku Ruang

Bila koordinat Kartesian/siku-siku ruang ditulis sebagai (X,Y,Z) dan koordinat geodetik ditulis sebagai (L,B,h), maka hubungan antara keduanya dapat ditulis sebagai :

X = (N + h) cos L cos BY = (N + h) cos L sin BZ = [N(1-e2) + h] sin LKeterangan :

N= Jari-jari normal = a/ (1- e2 sin2 L)1/2a= Setengah sumbu panjang ellipsoid

b= Setengah sumbu pendek ellipsoid

e= Eksentrisitas pertama ellipsoid = [(a2 b2) / a2]1/2h= Tinggi suatu titik di atas bidang ellipsoid

Hubungan kebalikannya dapat ditulis sebagai:

L = Arc. Tan [(Z + (e)2 b sin3 () / (p e2 a cos3 ()]

B = Arc. Tan [Y / X]

h = [p / cos L] N

Keterangan :

P= [X2 + Y2]1/2(= Arc. Tan [(Z.a) / (p.b)]

e= [(a2 b2) / b2]1/2

e= [(a2 b2) / a2]1/2F.3.2.3. Metode Pengukuran PoligonAlat ukur yang digunakan adalah Theodolite Wild T2 atau alat lain yang mempunyai derajat ketelitian yang sama seperti TM.1A.

Pengukuran Poligon terdiri dari :

1. Poligon Utama

Pengukuran kerangka poligon utama dilakukan dengan poligon kring tertutup (closed loop).

Ketelitian pengukuran pada pengukuran poligon adalah sebagai berikut :

a) Sudut horizontal yaitu selisih maksimum hasil pengukuran sudut dalam kedudukan Biasa (B) dan Luar Biasa dengan ketelitian 5 (lima detik).

b) Sudut vertikal dibaca satu seri yang akan digunakan untuk mereduksi jarak horizontal dengan ketelitian 10' (sepuluh detik).

c) Kesalahan penutup sudut poligon utama maksimum 10' ( N, dimana N adalah jumlah titik poligon.

d) Ketelitian linier 1 : 5000.

Cara pengukuran adalah sebagai berikut :

a) Pengukuran poligon dilakukan kring tertutup, diikatkan ke titik tetap terdekat yang ada dan bila tidak ada titik tetap, maka akan ditentukan berdasarkan atau mengacu pada peta rupabumi dengan sistim grid UTM atas persetujuan Direksi Pekerjaan.

b) Sudut horizontal dibaca dalam 2 (dua) seri yaitu kedudukan Biasa (B), Biasa (B), Luar Biasa (LB) dan Luar Biasa (LB).

c) Sudut vertikal dibaca satu seri yang akan digunakan untuk mereduksi jarak horizontal.

d) Panjang sisi-sisi poligon diusahakan sama dan jaraknya diukur dengan pita ukur baja pergi pulang dan dikontrol dengan pembacaan jarak optis.

e) Patok-patok poligon dibuat dari kayu bulat atau persegi yang kuat dengan diameter ( 5 cm, panjang 30 sampai 35 cm, bila tanahnya becek lebih panjang lagi dan ditanam kedalam tanah, sehingga hanya muncul 10 sampai 15 cm diatasnya dipasang paku payung/paku seng untuk centring alat ukur.

f) Semua patok kayu di cat warna merah dan diberi nomor urut yang teratur.

g) Pengukuran poligon melalui pilar BM/CP dan patok kayu yang telah terpasang. Untuk menentukan orientasi arah Utara apabila disekitar lokasi terdapat titik referensi (BM) berikut control point (CP) telah diketahui dan direkomendasikan oleh Direksi Pekerjaan, maka orientasi arah dapat menggunakan arah titik referensi dan control point tersebut dan apabila tidak terdapat titik referensi berikut control point, maka orientasi arah dilakukan dengan pengamatan azimuth matahari.

2. Poligon Cabang

Ketelitian pengukuran adalah sebagai berikut :

a) Pengukuran sudut poligon dilakukan 1 (satu) seri dengan ketelitian 20.

b) Kesalahan penutup sudut poligon cabang maksimum 20 ( N dan ketelitian linier 1 : 2500

Cara pengukuran adalah sebagai berikut :

a) Pengukuran poligon dilakukan terikat sempurna dan diikatkan ke titik poligon utama.

b) Sudut horizontal dibaca 1 (satu) seri yaitu kedudukan Biasa (B), Biasa (B), Luar Biasa (LB) dan Luar Biasa (LB).

c) Sudut vertikal dibaca satu seri yang akan digunakan untuk mereduksi jarak horizontal.

d) Panjang sisi-sisi poligon diusahakan sama (dalam hal ini jarak lurus tiap 100 m dan pada belokan sungai 25 m) dan jaraknya diukur dengan pita ukur baja pergi pulang dan dikontrol dengan pembacaan jarak optis.

F.3.2.4. Metode Pengukuran Sipat Datar (Waterpass)

Alat ukur yang digunakan automatic level Zeiss Ni-2 atau alat lain yang sejenis (NAK-1 Wild, N-2 Wild) dan rambu ukur yang memenuhi standar dan dilengkapi dengan nivo kotak.

Pengukuran kerangka sipat datar dilakukan dengan sistim kring tertutup atau terikat sempurna terhadap pilar BM atau CP yang telah diketahui elevasinya dan terdiri dari beberapa kring atau seksi.

Caranya adalah sebagai berikut :

1) Sebelum melaksanakan pengukuran sipat datar dilakukan pengecekan garis bidik pada alat waterpas dengan menggunakan 2 (dua) patok uji.2) Pengukuran sipat datar untuk setiap seksi (terikat sempurna) dilakukan pergi pulang dan diselesaikan dalam satu hari, hal ini untuk menghindari kemungkinan berubahnya ketinggian patok pengukuran.

3) Dalam setiap seksi pembidikan jarak rambu muka diusahakan sama dengan jarak rambu belakang atau jumlah jarak muka sama dengan jumlah jarak belakang.

4) Jarak bidikan dari alat waterpas ke rambu ukur maksimum 50 meter dan jarak terdekat dari alat ke rambu minimum 5 meter.

5) Untuk rambu panjang 3 meter, pembidikan rambu ukur antara 0,250 m dan 2,750 m.

6) Untuk menghilangkan kesalahan titik nol rambu, maka waktu perpindahan alat ukur rambu belakang menjadi rambu muka dan rambu muka menjadi rambu belakang demikian seterusnya.

7) Pengukuran sipat datar setiap slag dilakukan dengan cara double stand, yaitu sebagai berikut pembacaan benang diafragma lengkap (BA, BT, BB) untuk stand I dan benang tengah saja untuk stand II, atau bisa juga dengan system pergi-pulang.

Ketelitian pengukuran sipat datar adalah sebagai berikut :

1) Selisih tinggi pada pembacaan stand I dan stand II tidak boleh lebih dari 2 (dua) mm

2) Kesalahan penutup kurang atau sama dengan 10( D, dimana D adalah jumlah jarak dalam km dan 10 adalah konstanta tetapan ketelitian dalam mm.

F.3.2.5. Metode Pengukuran SituasiAlat ukur yang digunakan adalah theodolit Wild T0 atau alat lain yang sederajat tingkat ketelitiannya . Metode pengukuran yang digunakan cara tachimetri.

Pengukuran situasi detail yang dilakukan meliputi :

a) Pengukuran daerah irigasi dan sungai (situasi, profil memanjang dan melintang) dengan cara sebagai berikut :

Pengukuran situasi sungai dan penampang akan dilakukan bersama-sama.

Metode yang digunakan adalah Tachimetri.

Pengukuran akan dilakukan dengan system raai, jalur raai merupakan panjang setiap penampang melintang sungai yaitu lebar sungai ditambah 200 m kekiri dan kekanan dari tebing sungai.

Penampang memanjang diambil pada dasar sungai yang terdalam, termasuk peil-peil muka air sungai terendah, normal dan tertinggi (banjir).

b) Pengukuran detail juga akan dilakukan pada lokasi rencana bangunan dan trase saluran.

c) Pengambilan titik-titik detail dilakukan secara merata di kiri dan kanan sepanjang jalur pengukuran dan penambahan titik detail antara profil melintang.

d) Semua kenampakan yang ada diareal pengukuran diukur atau disituasi seperti jalan, jembatan, alur/anak sungai, bangunan air, tanggul, krib dan sebagainya.

e) Ketinggian titik detail diukur dengan toleransi maksimum 10 cm.

f) Pengukuran titik-titik detail diikatkan terhadap titik-titik poligon/waterpas.

g) Pembacaan benang tengah diusahakan setinggi alat ukur untuk memudahkan dalam perhitungan titik detail.

h) Sketsa situasi pengukuran dibuat rapih, jelas dan lengkap untuk memudahkan identifikasi data lapangan

F.3.2.6. Metode Pengukuran Profil MelintangAlat ukur yang digunakan adalah Waterpass atau Theodolite T0 atau alat lain yang sederajat tingkat ketelitiannya.

Hal-hal yang perlu dilakukan dalam melakukan pengukuran adalah sebagai berikut :

a) Jarak antara patok diukur dengan pita ukur baja, sedang jarak titik detail propil menggunakan jarak optis, patok dipasang di kiri dan kanan sungai.

b) Semua pengukuran profil melintang dilakukan tegak lurus as sungai.

c) Detail khusus yang ada diantara profil melintang dilakukan dengan pengukuran rincikan agar variasi dalam relief dapat digambarkan dengan tepat pada waktu dilakukan penggambaran kontur.

d) Pengukuran titik-titik detail diusahakan bacaan benang tengah pada rambu setinggi alat ukur guna memudahkan perhitungan data.

e) Sketsa lokasi detail situasi/ profil melintang dibuat rapih, jelas dan lengkap sehingga memudahkan dalam penggambaran.

f) Lebar pengukuran profil melintang untuk sungai mencakup lebar sungai ditambah 100 m kekiri dan 100 m kekanan dari tepi sungai atau sesuai kebutuhan yang ditentukan guna keperluan perencanaan bendung. Diukur tinggi dasar sungai, tebing kiri dan kanan sungai dan setiap perubahan tanah.

g) Pengukuran dilakukan tiap interval 100 m pada bagian yang lurus dan 25 m bagian belokan.

h) Data profil melintang saluran irigasi diambil 10 m kekiri dan kekanan dari as saluran dan pengukuran dilakukan dengan interval 50 m pada bagian yang lurus dan 25 m pada bagian belokan.

F.3.2.7. Metode Pengukuran Azimuth MatahariUntuk arah awal dan mengontrol hasil pengukuran sudut disetiap seksi poligon, maka pada setiap ujung seksi pengukuran akan dilakukan pengukuran azimuth matahari, atau akan dilakukan pada satu sisi dengan pengamatan pada setiap jarak 5 km.

Peralatan untuk pengukuran pengamatan matahari yang perlu disiapkan :

1) Theodolit T2 lengkap dengan statip

1 (satu) buah

2) Filter gelap untuk okular atau kertas tadah

1 (satu) buah

3) Arloji/jam yang sudah dicocokan waktunya

1 (satu) buah

Perlengkapan tambahan lainnya yang diperlukan adalah :

1) Tabel deklinasi matahari tahun terakhir dan tabel refraksi

2) Peta topografi/rupabumi skala 1:50.000 untuk mengetahui lintang pendekatan.

Metode pengamatan yang dipakai untuk menentukan azimuth menggunakan metode tinggi matahari, maka pengukurannya dilakukan pada ketinggian matahari antara 15 40, hal ini dimaksudkan untuk menghindari adanya refraksi yang terlampau besar dan tidak menentu.

Cara pengamatan adalah sebagai berikut :

a) Setelah siap alat teropong diarahkan ke matahari dan dicatat waktu pengamatan, sudut horizontal ke matahari, sudut vertikal ke matahari dan sudut horizontal ke target, dilakukan dalam 4 (empat) kedudukan yaitu Biasa (B), Luar Biasa (LB), Luar Biasa (LB) dan Biasa (B) dengan toleransi waktu tiap kedudukan tidak lebih dari 5 menit.

b) Dalam pengamatan waktu, data yang dibaca menurut urutan detik, menit, jam dan sebelum pengamatan, jam tersebut dicocokan terlebih dahulu dengan standar waktu yang berlaku.

c) Pengamatan matahari pada pagi hari antara jam 07.00 09.00 Wita dan pada sore hari antara jam 15.00 17.00 Wita, pengamatan pagi dan sore ini bermaksud untuk mengeliminir kesalahan lintang tempat pengamatan.

d) Data yang perlu dicatat dalam formulir ukuran adalah :

Titik pengamat/stasiun,

Titik acuan/target,

Tanggal pengamatan,

Nama Pengamat,

Jenis alat,

Cara pengukuran (tadah/filter/prisma roelofs),

Temperatur,

Lintang pengamat

F.3.2.8. Metode HitunganMetode hitungan yang dibahas adalah hitungan poligon, sipat datar, titik detail situasi/profil melintang dan azimuth matahari.

1. Sistem Proyeksi Data

Seperti diketahui bahwa permukaan bumi merupakan suatu bidang lengkung yang tidak beraturan, sehingga hubungan geometris antara titik satu dengan titik lainnya di permukaan bumi tersebut sulit untuk ditentukan. Untuk itu dipilih suatu bidang yang teratur yang mendekati bidang fisik bumi yaitu bidang ellipsoid dengan besaran-besaran tertentu. Sehingga cara pemindahan data topografi dari atas permukaan bumi ke atas permukaan peta, dapat dirumuskan dengan suatu formula tertentu

Pada dasarnya, rumus proyeksi peta merupakan rumus pemindahan posisi titik dari atas bidang lengkung yang dinyatakan dalam sistem koordinat geodetik (lintang (L), bujur (B)) ke posisi titik pada bidang datar (bidang peta) yang dinyatakan dalam sistem koordinat siku-siku bidang datar (X,Y) (Sistem Koordinat Cartesius). Jadi rumus proyeksi peta ini menyatakan hubungan antara koordinat (L,B) dengan koordinat (X,Y) yang dapat ditulis sebagai:

Sedangkan rumus kebalikannya merupakan rumus untuk menentukan nilai (L,B) dari nilai (X,Y) :

Proyeksi Universal Transverse Mercator (UTM)

Proyeksi Universal Transverse Mercator (UTM) merupakan proyeksi silinder transversal conform, artinya bidang proyeksinya berupa silinder yang mempunyai kedudukan transversal, serta sifat distorsinya conform. Bidang silinder tersebut dipotongkan terhadap bidang ellipsoid, sehingga terjadi dua garis potong.

Dalam proyeksi UTM ini, lingkaran-lingkaran paralel diproyeksikan berupa garis lengkung yang menghadap ke utara untuk lingkaran paralel yang terdapat di belahan bumi utara, serta menghadap ke selatan untuk lingkaran paralel yang terdapat di belahan bumi selatan. Lingkaran equator akan diproyeksikan berupa garis lurus yang terdapat di tengah-tengah dan memisahkan garis proyeksi lingkaran paralel yang menghadap ke utara dengan yang menghadap ke selatan.

Gambar F-6 : Sistem Proyeksi Universal Transverse Mercator (UTM)Garis lengkung meridian akan diproyeksikan berupa garis lengkung yang menghadap dan simetris terhadap proyeksi garis lengkung meridian tengah. Garis proyeksi meridian tengah ini berupa garis lurus. Dengan demikian, pada sistem proyeksi ini, semua garis proyeksi dari lengkungan meridian dan lingkaran paralel akan berupa garis lengkung (kecuali untuk garis proyeksi lingkaran equator dan lengkungan meridian tengah yang berupa garis lurus). Bentuk jaringan yang dibentuk oleh garis proyeksi lengkungan di atas (dinamakan graticule) dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Gambar F-7 : Graticule dalam Sistem Proyeksi UTM

Berbeda dengan system proyeksi lainnya yang mengenal koordinat negatif, dalam sistem Proyeksi UTM ini semua koordinat titik mempunyai angka positif. Untuk mencapai keadaan ini, dibuat suatu salib sumbu semu sedemikian rupa, sehingga titik nol dari system salib sumbu (X,Y) di atas (disebut salib sumbu asli) mempunyai koordinat (500.0000 , 10.000.000) untuk titik-titik yang terletak di sebelah selatan equator. Sedangkan untuk titik-titik yang terletak di utara equator, titik nol tersebut akan mempunyai koordinat (500.000, 0).

Dengan adanya dua salib sumbu (salib sumbu asli dan salib sumbu semu), maka dalam sistem Proyeksi UTM ini dikenal dua macam sistem koordinat, yaitu koordinat asli dan koordinat semu. Kedua sistem koordinat tersebut mempunyai hubungan sebagai berikut :

(untuk titik yang terletak di sebelah timur meridian tengah)

(untuk titik yang terletak di sebelah barat meridian tengah)

(untuk titik yang terletak di sebelah selatan equator)

(untuk titik yang terletak di sebelah utara equator)

Untuk mempermudah perhitungan koordinat tersebut dibuat table UTM yang berisi parameter-parameter koordinat UTM, seperti parameter (I), (II), . . ., (X), (A6), (B6).

Rumus lengkap koordinat asli UTM dapat ditulis sebagai berikut:

. . . . . . . . . . . . . . . (1)

Sedangkan rumus kebalikan dari rumus diatas ini adalah:

. . . . . . . . . . . . . . . . . . ..(2)

Parameter (I), (II), . . ,(VI), dan A6 dalam tabel UTM dihitung dengan menggunakan argument Lintang titik yang dicari, sedangkan parameter (VII), (VIII), (IX), (X) dan E5 dapat dilihat dalam Tabel UTM dengan argument Lintang pendekatan dari titik yang dicari. Parameter p adalah 1/10.000 kali selisih bujur titik yang dicari dengan bujur meridian tengah dalam satuan detik, sedangkan q adalah 1/1.000.000 kali nilai . Harga p dan q selalu diambil positif. L adalah nilai Lintang pendekatan, sedangkan B0 adalah nilai Bujur dari meridian tengah. Penggunaan tanda (() pada rumus (2) adalah: tanda (+) digunakan bila titik yang dicari berada di sebelah timur meridian tengah, sedangkan tanda () digunakan bila titik yang dicari berada di sebelah barat meridian tengah.

Proyeksi Universal Transverse Mercator (UTM) adalah Proyeksi Tranverse Mercator (TM) yang mempunyai karakteristik sebagai berikut:

1. Perbesaran di meridian sentral m0 = 0.9996.

2. Ellipsoida Referensi dibagi dalam 60 zone, lebar zone = 6(.

3. Penomoran Zone: Zone 1, antara 180( BB sampai 174( BB terus ke Timur sampai Zone 60 antara 174( BT sampai 180( BT.

4. Titik nol koordinat proyeksi pada L= 0( (di Equator) pada meridian sentral tiap zone.

5. Batas wilayah utara selatan : 84( Lintang Utara dan 80( Lintang Selatan.

6. Koordinat proyeksi UTM biasanya dinyatakan terhadap titik nol semu, sebagai berikut :

Dalam penerapan sistem proyeksi UTM bagi peta-peta dasar nasional seluruh wilayah Indonesia terbagi dalam 9 wilayah (zone) yang masing-masing mempunyai lebar 6o bujur, mulai dari meridian 90o bujur timur sampai dengan meridian 144o bujur timur dengan batas garis parallel 10o lintang utara dan 15o lintang selatan dengan satuan daerah yaitu: L, M, N dan P. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut ini :

Gambar F-8 : Pembagian Zone Sistem Koordinat UTM untuk Wilayah Indonesia2. Hitungan Poligon

Hitungan koordinat dilakukan dengan metode Bowditch, pemberian koreksi diberikan kepada sudut dan jarak setelah memenuhi syarat geometris kring tertutup.

Hal - hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :

a) Azimuth awal hitungan yang digunakan adalah azimuth hitungan dari dua titik tetap yang ada atau azimuth hasil pengamatan matahari.

b) Hitungan azimuth untuk setiap sisi poligon dilakukan setelah sudut-sudut disetiap titik diberi koreksi.

c) Jarak setiap sisi yang dipergunakan adalah jarak datar.

d) Hitungan poligon sementara akan dikerjakan dilapangan, supaya apabila terjadi kesalahan dapat diperbaiki saat itu pula dan hitungan difinitif dikerjakan di kantor.

e) Koordinat difinitif didapat melalui hitungan metoda perataan kuadrat terkecil yang dihitung dengan komputer dimana program yang dipergunakan adalah siap pakai.

f) Apabila salah penutup sudut, absis dan ordinat tidak memenuhi toleransi yang ditetapkan, dilakukan pengecekan kembali hasil perhitungan pertama terutama pada sudut dan jarak.

Cara perhitungan poligon,

1. Hitungan poligon kring tertutup :

a) Bila yang diukur sudut dalam ((), maka syarat geometrisnya adalah

((( ukuran) - {(N - 2).180} - f( = 0

Bila yang diukur sudut luar ((), maka syarat geometrisnya adalah

((( ukuran) - {(N + 2).180} - f( = 0

dimana :

N = banyak titik poligon

f( = salah penutup sudut

Salah penutup sudut maksimum toleransi 10 ( N

b) Sudut mendatar (() yang benar dihitung dengan rumus :

( =( ukuran ( f(/N,

dimana f(/N = koreksi sudut

2. Menghitung sudut jurusan (Azimuth) dengan rumus :

(n = ( Awal + ( - 180

a) Menghitung selisih koordinat tiap sisi poligon dengan rumus :

(X = d x Sin (

(Y = d x Cos (b) Syarat geometris salah penutup absis (kx) dan ordinat (ky) adalah :

((X = 0, bila tidak sama dengan 0 (nol) ada kesalahan absis (kx) dan

((Y = 0, bila tidak sama dengan 0 (nol) ada kesalahan ordinat (ky)

dimana : ((X = jumlah D.sin (A)

((Y = jumlah D.cos (A)

c) Menghitung absis dan ordinat setelah dikoreksi tiap titik :

(X = (X + d . kx ( d

(Y = (Y + d. ky

( d

dimana :

d = jarak antar titik

( d = jumlah jarak per kring

d) Menghitung koordinat yang benar :

X = X + (X Y = Y + (Ye) Kesalahan linier poligon dihitung dengan rumus :

SL =

Kesalahan linier poligon utama ( 1/5000 dan poligon cabang /2500.

3. Hitungan poligon terikat sempurna :

a) Syarat geometris hitungan sudut mendatar poligon yaitu :

( Akhir - ( Awal = ( sudut - N.180 ( f ( dimana : ( Akhir = azimuth akhir

( Awal = azimuth awal

( sudut = jumlah sudut ukuran

N = banyak titik poligon

180 = harga konstanta

f ( = salah penutup sudut (bila ada kesalahan sudut dengan batas toleransi yang diizinkan)

b) Syarat geometris hitungan koordinat (X,Y) yaitu :

X akhir X awal = (D. sin (A) ( kx

Y akhir Y awal = (D.cos (A) ( ky

Dimana :

X akhir & X awal harga absis yang diketahui

Y akhir & Y awal harga ordinat yang diketahui

(D. Sin (A) =jumlah D sin (A)

(D. Sin (A) = jumlah D cos (A)

kx = koreksi absis

ky = koreksi ordinat

3. Hitungan Sipat Datar

Hitungan sipat datar dilakukan dengan cara -cara sebagai berikut :

a) Beda tinggi yang didapat dari hitungan adalah hasil rata-rata stand I dan stand II bila pengukuran stand ganda dan rata-rata ukuran pergi - pulang, serta tanda yang dipergunakan adalah tanda ukuran pergi.

b) Untuk kring tertutup jumlah beda tinggi sama dengan nol atau ( dh = 0, bila tidak sama dengan nol terdapat kesalahan penutup beda tinggi (fh), maka hitungan dikoreksi.

c) Pemberian koreksi dilakukan bila salah penutup ukuran tinggi sudah memenuhi toleransi yang diisyaratkan yaitu 10 mm( D Km.

d) Ketinggian difinitif tiap-tiap seksi didapat dari perhitungan cara konvensional atau perataan sederhana. Hitungan tinggi difinitif dihitung dengan persamaan :

En = E awal + dhn ( fh

Dimana :

n = 1,2,3 dstnya,

E= elevasi

dh = beda tinggi

fh = koreksi

Untuk hitungan terikat sempurna jumlah beda tinggi, dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

(dh = E akhir E awal,

Bila hasil perhitungan tidak sama atau ada kesalahan penutup beda tinggi sebesar (fh) dan hitungan harus dikoreksi.

4. Hitungan Titik Detail

Hitungan beda tinggi titiktitik detail menggunakan metode Tachimetri. Hitungan dilakukan sebagai berikut :

1) Jarak datar diperoleh dari unsur pembacaan sudut miring/zenith dan pembacaan jarak optis.

2) Elevasi awal dari ketinggian patok poligon/waterpas.

Persamaan tachimetri yang digunakan sebagai berikut :

a) Menghitung jarak miring/optis (JM) :

JM = C. (BB BA) atau JM = 100(BB BA)

b) Menghitung jarak datar (JD) :

JD = JM x Sin Z atau JD = JM x Cos h

c) Menghitung beda tinggi:

( H = 0,5 (sin 2 Z) x JM, bila tinggi alat ukur (TA) = bacaan benang tengah BT

( H = 0,5 (sin 2 Z) x JM + TA BT, bila tinggi alat ukur (TA) bacaan benang tengah (BT).

Keterangan :

Z = sudut zenith (90 h)

h = sudut miring

TA = tinggi alat

BT = benang tengah

5. Hitungan Azimuth Matahari

Azimuth matahari dihitung dengan metode tinggi matahari. Untuk dapat menghitung diperlukan :

1. Formulir hitungan matahari.

2. Lintang tempat pengamatan berdasarkan interpolasi dari peta Rupa Bumi skala 1:50.000.

Persamaan-persamaan yang digunakan dalam metode tinggi matahari adalah sebagai berikut :

a) Azimuth ke matahari dihitung dengan segitiga bola astronomis. Persamaannya adalah sebagai berikut :

Keterangan :

A = Azimuth matahari

Q = Lintang pengamatan

( = Deklinasi matahari

h = Sudut miring ke matahari

b) Hitungan deklinasi dari tabel-I almanak matahari, berdasarkan tanggal dan waktu pengamatan.

c) Koreksi refraksi (I), menggunakan persamaan sebagai berikut :

r = rm . cp . ct

dimana :

rm =refraksi normal pada tekanan udara 760 mm Hg, temperatur 10 C dan kelembaban nisbi 60%.

cp =p/760

ct =283/(273+t),

p =tekanan yang diukur dalam mm Hg

t =temperatur yang diukur dalam C

rm, cp dan ct dapat dicari dari tabel VI, VIIa dan VIIb buku almanak matahari.

d) Hasil pengamatan direduksi terhadap paralaks, besarnya paralaks (p), bila sudut miring (h) didapat p= ph Cos h dimana ph adalah berkisar antara 8,66 sampai 8,95 dan dipakai rata-ratanya yaitu 8,8.

e) Setelah melalui proses hitungan, maka didapat azimuth matahari (AM) :

Bila matahari diamati sebelah Timur (pagi hari) AM = A

Bila matahari diamati sebelah Barat (sore hari) AM = 360 - A

F.3.2.9. Metode PenggambaranSebelum dilaksanakan penggambaran, semua data ukuran dan hitungan akan diperiksa oleh Direksi Pekerjaan dan penggambaran baru dilaksanakan setelah semua data tersebut mendapat persetujuan dari Direksi/Pengawas Pekerjaan.

Jenis pekerjaan penggambaran sebagai berikut :

1) Peta Situasi Sungai.

a) Peta situasi sungai digambar pada skala 1:2000.

b) Penggambaran pendahuluan berupa draft dilakukan pada kertas milimeter dan penggambaran final di kertas kalkir 90/95 gram.

c) Penggambaran titik-titik poligon menggunakan unsur koordinat (x,y) hasil hitungan dan dilengkapi dengan titik tinggi waterpas.

d) Penggambaran titik-titik detail menggunakan unsur sudut/azimuth dan jarak datar dan dilengkapi dengan data tinggi detail.

e) Ukuran lembar peta situasi dibuat dalam ukuran kertas format A1 (59,4 x 84,1) cm dengan overlap dan sidelap 5 cm dari batas grid yang bersesuaian.

f) Interval kontur ditarik tiap 1,0 m dengan rapido ukuran 0,1 mm dan setiap 5 m ditarik lebih tebal dengan rapido ukuran 0,4 mm dan diberi indek kontur.

g) Semua kenampakan yang ada baik alami maupun buatan manusia diplotkan pada gambar peta situasi dan diberi keterangan atau simbol sesuai dengan yang ditentukan dalam buku standar irigasi, volume KP-07, yaitu meliputi :

Nama-nama desa atau kampung yang tercover,

Alur sungai dan nama sungai, alur, saluran, jalan desa dan jalan setapak,

Sawah, ladang, hutan, belukar,

Titik-titik BM dan CP diplotkan pada peta dan dilengkapi dengan harga koordinat,

Titik ketinggian dan garis tinggi,

Garis silang grid dengan interval 10 cm,

Titik acuan/referensi ditampilkan dibawah legenda,

Skala,

Pada setiap lembar situasi dibuat petunjuk lembar dan petunjuk arah utara.

2) Peta situasi trase saluran irigasi

a) Peta situasi trase saluran irigasi digambar pada skala 1:2000 dan profil memanjang skala horizontal 1:2000 dan skala vertikal 1:100.

b) Penggambaran titik-titik poligon menggunakan unsur koordinat (x,y) hasil hitungan dan dilengkapi dengan titik tinggi waterpas.

c) Penggambaran titik-titik detail menggunakan unsur sudut/azimuth dan jarak datar dan dilengkapi dengan data tinggi detail.

d) Ukuran lembar peta situasi dibuat dalam ukuran kertas format A1 (59,4 x 84,1) cm dengan overlap dan sidelap 5 cm dari batas grid yang bersesuaian.

e) Interval kontur ditarik tiap 1,0 m dengan rapido ukuran 0,1 mm dan setiap 5 m ditarik lebih tebal dengan rapido ukuran 0,4 mm dan diberi indek kontur.

f) Semua kenampakan yang ada baik alami maupun buatan manusia diplotkan pada gambar peta situasi dan diberi keterangan atau simbol sesuai dengan yang ditentukan dalam buku standar irigasi, volume KP-07, yaitu meliputi :

3) Profil melintang.

a) Profil melintang sungai dan saluran irigasi digambar pada skala vertikal 1 : 100 dan skala horizontal skala 1:100

b) Penggambaran dengan program komputer.

c) Penggambaran pada kertas kalkir ukuran A1. (59,4 x 84,1) cm.

4) Peta situasi Bendung dan Talanga) Yang dimaksud peta situasi bangunan khusus disini yaitu seperti talang, sipon, jembatan yang direncanakan .

b) Peta-peta tersebut digambar pada skala 1:200 tergantung ukuran bangunan.

5) Peta Ikhtisar.

a) Peta Ikhtisar digambar pada skala 1:10.000 yang merupakan perkecilan dari peta situasi skala 1:2000.

b) Peta digambar pada 1 (satu) lembar kertas format A1 (59,4 x 84,1) cm dengan Interval kontur ditarik tiap 5,0 m dengan rapido ukuran 0,1 mm dan setiap 25 m ditarik lebih tebal dengan rapido ukuran 0,4 mm dan diberi indek kontur.F. PENDEKATAN DAN METOGOLOGI

EMBED PictPub.Image.6

Kerangka Horisontal

Penentuan Posisi dengan GPS

Pemasangan :

Bench Mark, Control Point dan Patok Kayu

Orientasi Lapangan

Tidak

Persiapan

Personil pelaksana

Peralatan survey topografi

Cek

Kerangka Vertikal

LAPORAN PENGUKURAN, DESKRIPSI BM/CP

Ya

Ya

Ya

Gambar geometris badan sungai

Profil Memanjang dan Melintang

Situasi rencana bangunan

Tidak

Cek

Tidak

Cek

Hitungan Titik Detail

Hitungan Kerangka Vertikal

Hitungan Kerangka Horisontal

Hitungan Pengamatan Matahari

Hitungan Pengamatan Matahari

ANALISIS

Pengukuran Profil Memanjang / Melintang dan Detail

Pengamatan Matahari

EMBED Word.Picture.8

EMBED Word.Picture.8

Bentuk dan Ukuran Pilar BM

START

F - 31

_1263729739.unknown

_1265030675.unknown

_1266128465.unknown

_1266129172.unknown

_1266129428.unknown

_1266129986.unknown

_1268462435.unknown

_1266129486.unknown

_1266129328.unknown

_1266128554.unknown

_1266129163.unknown

_1266128492.unknown

_1265030828.unknown

_1266128362.unknown

_1265030787.unknown

_1263730224.unknown

_1263730299.unknown

_1265030554.unknown

_1263730238.unknown

_1263729991.unknown

_1263730152.unknown

_1263729869.unknown

_1263728706.unknown

_1263728989.unknown

_1263729361.unknown

_1263729674.unknown

_1263729133.unknown

_1263728947.unknown

_1052036638.unknown

_1206359399.bin

_1263728384.unknown

_1052805371.unknown

_1041059187.doc

40

20

15

65

20

100

Beton 1:2:3

Pasir dipadatkan

Pen kuningan

Tulangan tiang

10

Sengkang

5-15

Pelat marmer 12 x 12

20

10

20

10

_1051778458.unknown

_1041056552.doc

30

20

15

45

20

80

Beton 1:2:3

Pasir dipadatkan

Pen kuningan

Tulangan tiang

10

Sengkang

5-15

Pelat marmer 8 x 8

10

10

10

10