skripsi faktor-faktor yang berhubungan dengan …repository.stikes-bhm.ac.id/620/1/1.pdf ·...
TRANSCRIPT
SKRIPSI
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN
GANGGUAN PERNAPASAN PADA PEKERJA
DI UPTD INDUSTRI KULIT (LIK)
MAGETAN
Disusun Oleh:
SITI NUR AZIZAH
201503044
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2019
ii
SKRIPSI
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN
GANGGUAN PERNAPASAN PADA PEKERJA
DI UPTD INDUSTRI KULIT (LIK)
MAGETAN
Diajukan untuk memenuhi
Salah satu persyaratan dalam mencapai gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM)
Disusun Oleh:
SITI NUR AZIZAH
201503044
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2019
iii
iv
v
PERSEMBAHAN
Puji Syukur Alhamdulillah atas nikmat dan shalawat pada Nabi Muhammad
SAW. Teriring do’a dan dzikir penuh Khauf dan Roja’ kepada Allah SWT,
sebagai penuntut ilmu atas seruan-Nya dan atas segala Ridho-Nya yang telah
memberiku kekuatan dan senantiasa mengiringi dalam setiap langkahku. Skripsi
ini saya persembahkan untuk :
1. Ibunda tersayang yang telah menorehkan segala kasih sayangnya dengan
penuh rasa ketulusan yang tidak kenal lelah dan batas waktu, yang selalu
mendukungku, memberiku motivasi dalam segala hal serta memberikan kasih
sayang yang teramat besar, juga selalu mengerti semua keluh kesahku.
2. Ibu Hanifah Ardiani, S.KM., M.KM, yang saya sayangi selaku dewan penguji
yang telah bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk menguji skripsi
yang telah dibuat oleh penulis.
3. Ibu Avicena Sakufa Marsanti, S.KM., M.Kes dan Bapak Zaenal Abidin,
S.KM., M.Kes (Epid), yang saya sayangi selaku dosen pembimbing yang
senantiasa membimbing saya untuk menyusun skripsi ini sampai selesai.
4. Segenap dosen yang telah mengajar saya selama delapan semester di
Kesehatan Masyarakat yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, terima
kasih atas ilmu yang telah diberikan.
5. Teman-temanku yang sama-sama berjuang, memberi semangat dalam
terselesaikannya skripsi ini.
6. Semua pihak yang sudah membantu terselesaikannya skripsi ini, yang tidak
bisa saya sebutkan satu persatu.
7. Almamaterku tercinta STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun.
vi
vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Siti Nur Azizah
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat dan Tanggal Lahir : Lamongan, 12 Agustus 1997
Agama : Islam
Alamat : Kumendung RT 02/RW 01
Putatkumpul turi
Kabupaten Lamongan
Jawa Timur
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan : SDN Putatkumpul 2 (2004-2009)
SMP NU 1 Karanggeneng Lamongan (2009-2012)
SMK NU 1 Karanggeneng Lamongan (2012-2015)
STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun (2015-2019)
viii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat, taufik serta
hidayah-Nya skripsi ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu. Skripsi dengan
judul “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Gangguan Pernapasan
Pada Pekerja di UPTD Industri Kulit LIK Magetan” ini disusun sebagai salah satu
persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat Program Studi
Kesehatan Masyarakat Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bhakti Husada Mulia
Madiun.
Penulis menyadari bahwa di dalam penyusunan skripsi ini tidak akan
terlaksana sebagaimana mestinya tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak.
Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Ir.Wahyu Siswanto, MMT. Selaku kepala UPT Industri Kulit dan
Produk Kulit Magetan.
2. Bapak Zaenal Abidin, S.KM., M.Kes (Epid), selaku pembimbing I Ketua
STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun.
3. Ibu Avicena Sakufa Marsanti, S.KM., M.Kes, selaku Ketua Program Studi S1
Kesehatan Masyarakat STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun dan
Pembimbing II yang telah memberikan saran, masukan, tanggapan dan waktu
luang dalam penyusunan skripsi.
4. Ibu Hanifah Ardiani, S.KM, M.KM, selaku Dewan Penguji yang senantiasa
mendampingi dan membantu dalam sidang skripsi.
5. Seluruh keluarga dan teman-teman Prodi S1 Kesehatan Masyarakat Angkatan
2015 yang telah memberikan do’a, semangat dan dukungan kepada penulis
dalam penyusunan skripsi.
6. Serta semua pihak yang yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kata
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua
pihak sangat diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini.
ix
Penulis juga berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca pada
umumnya, bagi penulis dan orang-orang yang peduli dengan dunia kesehatan
masyarakat khususnya.
Madiun, 27 Agustus 2019
Penyusun
Siti Nur Azizah
NIM. 201503044
x
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2019
ABSTRAK
Siti Nur Azizah
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN
GANGGUAN PERNAPASAN PADA PEKERJA DI UPTD INDUSTRI
KULIT (LIK) MAGETAN
114 Halaman + 11 Tabel + 5 Gambar + 10 Lampiran
ISPA atau infeksi saluran pernapasan Akut merupakan penyakit saluran
pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan berbagai
spektrum penyakit yang berkisar dari penyakit tanpa gejala atau infeksi ringan
sampai penyakit yang parah dan mematikan, tergantung pada patogen
penyebabnya, faktor lingkungan dan faktor penjamu.Berdasarkan tabel observasi
survey pendahuluan didapat hasil bahwa sebagian besar pekerja masih belum
memakai APD sesuai dengan SOP yang ditentukan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan gangguan
pernapasan pada pekerja di UPTD Industri kulit LIK Magetan.
Desain penelitian yang digunakan dengan pendekatan cross sectional.
Populasi dalam penelitian ini adalah pekerja di UPTD LIK Magetan yang
menderita keluhan gangguan pernapasan, teknik pengambilan sampel yang
digunakan total sampling dan diperoleh sampel sejumlah 30 responden.
Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan lembar observasi. Analisa data
menggunakan uji statistik Chi square.
Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara penggunaan APD
dengan keluhangangguan pernapsan dengan nilai p-value 0,008 dan nila OR 6.638
sedangkan untuk variabel masa kerja juga terdapat hubungan antara masa kerja
dengan keluhan gangguan pernapasan dengan nilai p-value 0,007 dengan nilai OR
7.333.
Kesimpulan penelitian ini adalah agar terhindar dari keluhan gangguan
pernapasan diharapkan pekerja dapat meningkatkan menggunakan APD.
Saran penelitian ini adalah Industri harusnya menyediakan APD berupa
masker dan para pekerja dapat mematuhi SOP yang ditentukan Industri
Kata Kunci: APD, Masa kerja, Ispa, Keluhan gangguan pernapasan
xi
PROGRAM STUDY OF PUBLIC HEALT
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2019
ABSTRACT
Siti Nur Azizah
FACTORS RELATED TO THE COMPLAINT OF RESPIRATORY
DISORDERS ON WORKERS IN THE UPTD (LIK) MAGETAN
114 Pages + 11 Tables + 5 Pictures + 10 Attachments
ARI or acute respiratory infection is an upper or lower respiratory tract
disease, usually contagious, which can cause a variety of diseases ranging from
asymptomatic or mild infections to severe and deadly diseases, depending on the
causative pathogen, environmental and host factors. Based on the preliminary
survey observation table, the results show that most workers still do not use PPE
in accordance with the specified SOP. This study aims to determine the factors
associated with complaints of respiratory disorders in workers in the UPTD
Magetan leather industry.
The research design used was cross sectional approach. The population in
this study were workers at the UPTD LIK Magetan who suffered from complaints
of respiratory disorders, the sampling technique used was total sampling and a
sample of 30 respondents was obtained. Data collection using questionnaires and
observation sheets. Data analysis uses Chi square statistical test.
The results showed a relationship between the use of PPE with respiratory
disturbance with a p-value of 0.008 and an OR value of 6.638 while for the
working period variable there was also a relationship between working period
with complaints of respiratory distress with a p-value of 0.007 with an OR value
of 7,333.
The conclusion of this study is that in order to avoid complaints of
respiratory disorders workers are expected to be able to improve using PPE.
The suggestion of this research is that the industry should provide PPE in
the form of masks and workers can comply with the industry-determined SOP.
Keywords: APD, term of employment, ISPA, respiratory distress complaints
xii
DAFTAR ISI
Sampul Depan .................................................................................................... i
Sampul Dalam .................................................................................................... ii
Lembar Persetujuan ............................................................................................ iii
Lembar Pengesahan ........................................................................................... iv
Persembahan ....................................................................................................... v
Halaman Pernyataan ........................................................................................... vi
Daftar Riwayat Hidup ........................................................................................ vii
Kata Pengantar ................................................................................................... viii
Abstrak ................................................................................................................ x
Abstract ............................................................................................................... xi
Daftar Isi ............................................................................................................. xii
Daftar Tabel ....................................................................................................... xiv
Daftar Gambar .................................................................................................... xv
Daftar Lampiran ................................................................................................. xvi
Daftar Singkatan ................................................................................................. xvii
Daftar Istilah........................................................................................................xviii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 6
1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................... 6
1.3.1 Tujuan Umum .................................................................. 6
1.3.2 Tujuan Khusus ................................................................. 6
1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................... 7
1.5 Penelitian Terdahulu ................................................................... 7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pernapasan ................................................................................... 9
2.1.1 Definisi Pernapasan ......................................................... 9
2.1.2 Sistem Pernapasan ........................................................... 9
2.2 Gangguan Pernapasan ................................................................. 12
2.2.1 Definisi Gangguan Pernapasan ........................................ 12
2.2.2 Macam-macam Gangguan Pernapasan ............................ 13
2.3 Cara Penularan ............................................................................. 14
2.3.1 Klasifikasi ISPA .............................................................. 15
2.3.2 Penyebab ISPA ................................................................ 20
2.3.3 Cara Penularan Penyakit ISPA ........................................ 21
2.3.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyakit ISPA ........ 22
2.4 Asma ............................................................................................ 31
2.4.1 Definisi Asma .................................................................. 31
2.4.2 Faktor Lingkungan Penyebab Asma ................................ 33
2.4.3 Gejala Asma .................................................................... 34
2.5 Bronkitis ...................................................................................... 35
2.5.1 Definisi Bronkitis ............................................................ 35
2.5.2 Gejala Penyakit Bronkitis Akut ....................................... 35
xiii
2.6 Alat Pelindung Diri (APD) .......................................................... 36
2.6.1 Definisi Alat Pelindung Diri (APD) ................................ 36
2.7 Masa Kerja ................................................................................... 37
2.8 Kerangka Teori ............................................................................ 38
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Konseptual .................................................................. 39
3.2 Hipotesis Penelitian ..................................................................... 40
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian ......................................................................... 42
4.2 Populasi da n Sampel ................................................................... 43
4.2.1 Populasi ........................................................................... 43
4.2.2 Sampel ............................................................................. 43
4.2.3 Teknik Sampling .............................................................. 44
4.3 Kerangka Kerja Penelitian ........................................................... 44
4.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel ............... 45
4.4.1 Variabel Penelitian........................................................... 45
4.4.2 Definisi Operasional Variabel ......................................... 46
4.5 Instrumen Penelitian .................................................................... 49
4.5.1 Uji Validitas ..................................................................... 49
4.5.2 Uji Reliabilitas ................................................................. 50
4.6 Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................... 50
4.6.1 Lokasi Penelitian ............................................................. 50
4.6.2 Waktu Penelitian .............................................................. 50
4.7 Prosedur Pengumpulan Data ....................................................... 51
4.7.1 Data Primer ...................................................................... 51
4.7.2 Data Sekunder .................................................................. 51
4.8 Teknik Pengolahan Data .............................................................. 51
4.9 Teknik Analisa Data .................................................................... 53
4.9.1 Analisa Univariat ............................................................. 53
4.9.2 Analisa Bivariat ............................................................... 53
4.10 Etika Penelitian ............................................................................ 55
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ........................................... 58
5.2 Karakteristik Responden ............................................................. 59
5.3 Hasil Penelitian ........................................................................... 60
5.2.1 Analisis Univariat ........................................................... 61
5.2.2 Analisis Bivariat .............................................................. 62
5.4 Pembahasaan .............................................................................. 65
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan .................................................................................. 71
6.2 Saran ........................................................................................... 71
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 73
LAMPIRAN ........................................................................................................ 75
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu ........................................................................ 7
Tabel 4.1 Definis Operasional Variabel ........................................................... 47
Tabel 4.2 Waktu Kegiatan Penelitian ............................................................... 50
Tabel 4.3 Coding Variabel Penelitian .............................................................. 52
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan umur pekerja UPTD Industri
LIK Magetan bulan juli 2019 ........................................................... 60
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pendidikan pekerja UPTD
Industri LIK Magetan bulan Juli 2019 ............................................. 60
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan penggunaan
APD pekerja UPTD Industri LIK Magetan...................................... 61
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Masa Kerja
UPTD LIK Magetan ......................................................................... 61
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Keluhan Gangguan
Pernapasan UPTD LIK Magetan...................................................... 62
Tabel 5.6 Tabulasi Silang Penggunaan Alat Pelindung Diri Terhadap
Keluhan Gangguan Pernapasan di UPTD LIK Magetan ................. 63
Tabel 5.7 Tabulasi Silang Masa Kerja Terhadap Kejadian Keluhan
Gangguan Pernapasan di UPTD LIK Magetan ................................ 64
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Teori Buntarto 2015 .................................................... 38
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Gangguan Pernapasan .................................... 39
Gambar 4.1 Rancangan Penelitian .................................................................. 43
Gambar 4.2 Kerangka Kerja Penelitian ........................................................... 45
Gambar 5.1 Peta Lokasi UPT Industri Kulit dan Produk Kulit Magetan ........ 58
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Izin Pengambilan Data Awal ............................................. 75
Lampiran 2 Surat Permohonan Uji Validitas Dan Reliabilitas ....................... 76
Lampiran 3 Surat Izin Penelitian .................................................................... 77
Lampiran 4 Lembar Persetujuan (Inform Consent) ........................................ 80
Lampiran 5 Kuesioner Survei Awal Penelitian ............................................... 81
Lampiran 6 Observasi ..................................................................................... 82
Lampiran 7 Hasil Uji SPSS ............................................................................. 83
Lampiran 8 Dokumentasi Penelitian ............................................................... 93
Lampiran 9 Kartu Bimbingan ......................................................................... 94
Lampiran 10 Lembar Perbaikan Skripsi ........................................................... 95
xvii
DAFTAR SINGKATAN
APD = Alat Pelindung Diri
CO2 = Karbondioksida
Depkes = Departemen kesehatan
ILO = International Labour Organization
ISPA = Infeksi Saluran Pernapasan
KepPres = Keputusan Presiden
LIK = Lingkungan Industri Kulit
O2 = Oksigen
PPOK = Penyakit Paru Obstruktif Kronik
SOP = Standard Oprasional Prosedur
UPTD = Unit Pelaksanaan Teknis Daerah
WHO = World Health Organization
xviii
DAFTAR ISTILAH
Cross = Silang
Engineering = Teknik Mesin
Health = Kesehatan
International = Internasional
Labour = Pekerja/Buruh
Organization = Organisasi
Sectional = Bagian
World = Dunia
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah
atau barang setengah jadi menjadi barang jadi, barang jadi yang memiliki
nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Usaha perakitan atau
asembling dan juga reparasi adalah bagian dari industri. Hasil industri
tidak hanya berupa barang, tetapi juga dalam bentuk jasa. Dalam
meningkatkan produktivitas diperlukan adanya suasana atau lingkungan
kerja yang aman, nyaman, dan sehat sehingga dapat mengurangi angka
kecelakaan.(UU RI no 5 Tahun 1984 tentang perindustrian)
Menurut Internasional Labour Organization (ILO) pada tahun 2017
terdapat 860.000 pekerja mengalami kecelakaan dan penyakit akibat kerja
di seluruh dunia setiap harinya. Pekerja meninggal setiap harinya karena
kecelakaan dan penyakit akibat kerja sebanyak 6.400 pekerja.
Berdasarkan data kementrian ketenagakerjaan (kemenaker) kasus
kecelakaan kerja sepanjang tahun 2017 mengalami penurunan dibanding
tahun 2016. Di tahun 2017, jumlah kecelakaan kerja tercatat sebanyak
80.393 kasus, turun sekitar 20.975 kasus. Dapat disimpulkan bahwa
meskipun angka kecelakaan kerja menurun tetapi penggunaan APD pada
tempat kerja tetap menjadi hal yang utama agar terhindar dari kecelakaan
kerja, dan wajib digunakan saat bekerja. (Reamer 1980 dalam Tulus
Winarsunu, 2008)
2
Magetan merupakan penghasil kulit yang mempunyai pengaruh
signifikan terhadap dukungan bahan baku bagi pengembangan industri alas
kaki, tas, koper, dan kerajinan kulit lainya yang dapat melayani IKM 1.500
unit, bukan saja dipasarkan di Jawa Timur tetapi juga ke luar Propinsi
Jawa Timur. Lingkungan Industri Kulit magetan memiliki 45 unit
pengusaha penyamak kulit dan 33 pengusaha penempel kulit dengan
tenaga kerja 550 orang dan menghasilkan kulit 6.180.440 fit/ tahun.
Dengan hasil produksi kerajinan sepatu, sandal, tas,dan ikat
pinggang.(Profil Lingkungan Industri Kulit Magetan,2017)
Alat pelindung diri (APD) adalah seperangkat alat yang digunakan
oleh tenaga kerja untuk melindungi seluruh /sebagian tubuhnya terhadap
kemungkinan adanya potensi bahaya/kecelakaan kejadian penyakit akibat
kerja (PAK). APD dipakai sebagai upaya rekaya (engineering) dan
administrative tidak dapat dilakukan dengan baik atau tidak kuat. Namun
pemakaian APD bukanlah pengganti dari kedua usaha tersebut, namun
sebagai usaha akhir (Anita Dewi PS,2012).
Menurut permenakertrans Republik Indonesia Nomor
Per.08/Men/Vii/2010 tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan
tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja atau
yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan
dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya, termasuk semua
ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian
atau berhubungan dengan tempat kerja.
3
PERMENAKERTRANS RI Nomor Per.08/Vii/2010 pasal 6 point 1
menyatakan bahwa perkerja/buruh dan orang lain yang memasuki tempat
kerja wajib memakai atau menggunakan APD sesuai dengan potensi
bahaya dan risiko. Belum ada tercatat kasus kecelakaan kerja di LIK
magetan. LIK magetan sudah menyediakan alat pelindung diri seperti
masker, sarung tangan, sepatu, namun hampir semua pekerja belum
mengunakan APD walaupun SOP yang ada menyebutkan pekerja harus
memakai alat pelindung diri ketika bekerja seperti menggunakan masker,
sarung tangan, dan sepatu yang telah disiapkan oleh pabrik.
Menurut perkiraan yang dikeluarkan oleh Organisasi Perubahan
Internasional (ILO) 2,78 juta pekerja meninggal setiap tahun karena
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Sekitar 2,4 juta (876,3%) dari
kematian ini dikarenakan penyakit akibat kerja, sementara lebih dari
380.000 (13,7%) dikarenakan kecelakaan kerja. Setiap tahun, ada hampir
seribu kali lebih banyak kecelakaan kerja non-fatal dibandingkan
kecelakaan kerja fatal. Kecelakaan non-fatal diperkirakan dialami 374 juta
pekerja setiap tahun, dan banyak dari kecelakaan ini memiliki konsekuensi
yang serius terhadap kapisitas penghasilan para pekerja (hamalainen et al.,
2017).
Kelainan dan gangguan pada sistem pernapasan dapat disebabkan oleh
dua hal, yaitu terjadi gangguan pada proses pengikatan oksigen dan
kelainan pada saluran pernapasan sehingga mengganggu aliran udara.
Gangguan pada proses pengikatan oksigen terjadi karena adanya kompetisi
4
antara oksigen dan zat lain yang dapat berikatan dengan hemoglobin.
Contohnya pada keracunan gas karbon monoksida. Karbon monoksida
lebih mudah berikatan dengan hemoglobin dibandingkan dengan oksigen.
Hal ini menyebabkan hemoglobin mengikat karbonmonoksida, bukan
oksigen. Jika sebagian besar darah berikatan dengan karbon monoksida,
jaringan dalam tubuh akan kekurangan oksigen. Salah satu gangguan
pernafasan adalah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan) (Depkes, 2009).
ISPA atau infeksi saluran pernapasan Akut merupakan penyakit
saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat
menimbulkan berbagai spektrum penyakit yang berkisar dari penyakit
tanpa gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan
mematikan, tergantung pada patogen penyebabnya, faktor lingkungan dan
faktor penjamu. Agent penyebab ISPA adalah virus, bakteri dan virus
influenza, virus parainfluenza, adenovirus, strptokukos, hemolitikus,
stafilokokus, pneumokokus dan sebaganya (WHO, 2014).
Angka ISPA di dunia yang paling banyak terjadi adalah di negara
berkembang seperti India (43 juta), China (21 juta), dan Pakistan (10 juta)
dan Bangladesh, Indonesia,Nigeria masing-masing 6 juta. Dari semua
kasus yang terjadi di masyarakat, 7-13% kasus berat dan memerlukan
perawatan rumah sakit. (Ruden et al Bulletin WHO, 2013).
ISPA di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan
keluhan penduduk tahun 2018 adalah 25,0%. Lima provinsi dengan ISPA
tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur (41,7%), papua (31,1%), Aceh
5
(30,0%), Nusa tenggara Barat (28,3%), dan Jawa Timur (28,3%).
(Riskesdas 2018) .
Masa kerja adalah waktu atau lamanya sesorang bekerja pada suatu
instansi, kantor, dan sebagainya (koesindratmono, 2011). Masa kerja juga
merupakan faktor yang berkaitan dengan lamanya seseorang bekerja di
suatu tempat (Andini 2015). Lama kerja adalah waktu yang dipergunakan
seseorang yang sudah bekerja untuk melakukan kegiatan atau usaha yang
menghasilkan nilai ekonomi di tempat kerja yang sudah diatur dalam
undang undang nomer 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan,khususnya
pasal 77 sampai dengan pasal 85.pasal 77 ayat 1,UU no 13/2003
mewajibkan setiap pengusaha untuk melaksanakan ketentuan jam kerja
(UU NO 13 2003,2014:32). Masa kerja juga merupakan jangka waktu
seseorang yang sudah bekerja dari pertama mulai masuk hingga bekerja.
Masa kerja dapat diartikan sebagai sepenggalan waktu yang agak lama
dimana seseorang tenaga kerja masuk dalam satu wilayah tempat usaha
sampai batas tertentu (Suma’mur,2009 dalam Nisak, 2014) Masa kerja
merupakan akumulasi aktivitas kerja seseorang yang dilakukan seseorang
dalam jangka waktu yang panjang. Di UPTD Industri kulit LIK magetan
sendiri para pekerjanya bekerja lebih dari 5 tahun hal ini sangat
mempengaruhi kualitas udara yang dihirup oleh para pekerja sehingga
mengakibatkan keluhan gangguan pernapasan.
APD atau Alat Pelindung Diri adalah seperangkat alat yang digunakan
oleh tenaga kerja untuk melindungi seluruh atau sabagian tubuhnya
6
terhadap kemungkinan adanya potensi bahaya atau kecelakaan kejadian
penyakit akibat kerja (PAK). APD dipakai sebagai upaya rekaya
(enginering) dan administratif tidak dapat dilakukan dengan baik atau
tidak. Namun pemakaian APD bukanlah pengganti dari kedua usaha
tersebut, namun sebagai usaha akhir (Anita Dewi PS, 2012).
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti ingin meneliti tentang
keluhan gangguan pernafasan sebagai masalah di industri LIK, karena
bahaya apabila tidak menggunakan APD adalah yang senantiasa
menyangkut nyawa seseorag pekerja, ataupun timbul sebagai PAK
penyakit akibat kerja.
1.2 Rumusan Masalah
Apa saja ’Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan
Gangguan Pernapasan Pada Pekerja di UPTD Industri Kulit (LIK)
Magetan”.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Keluhan Gangguan Pernapasan Pada Pekerja Di UPTD Industri Kulit
(LIK) Magetan”.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Menganalisis adanya hubungan antara masa kerja dengan keluhan
gangguan pernapasan
7
2. Menganalisis adanya hubungan antara penggunaan APD dengan
keluhan gangguan pernapasan
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Dari hasil penelitian diharapkan dapat digunakan Sebagai tambahan
pengalaman, pengetahuan serta wawasan dalam pengembangan ilmu
pengetahuan khususnya mengenai aspek kesehatan dengan kejadian
gangguan pernapasan ISPA di industri LIK kabupaten Magetan.
2. Bagi Industri
Dapat memberikan informasi dan pengetahuan mengenai gangguan
pernapasan atau ISPA bagi para pekerja LIK di kabupaten Magetan.
1.5 Penelitian Terdahulu
Berikut ini merupakan tabel dari penelitian-penelitian terdahulu tentang
gangguan pernapasan pada pabrik industri LIK antara lain:
Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu
No Peneliti Judul
penelitian
Desain
penelitian Variabel Hasil penelitian
1. Lestari Hubungan
antara
pemakaian
masker dengan
kejadian ISPA
pada karyawan
unit spinning II
bagoan Ring
Frame Shift C
PT APAC inti
corpora
semarang
Cross
sectional
Variabel
terikat:
Kejadian ISPA
Variabel
bebas:
Pemakaian alat
pelindung
pernapasan
(masker)
Ada hubungan
antara
pemakaian alat
pelindung
pernapasan
(masker) dengan
kejadian ISPA
di unit spinning
II bagian ring
frame shift C PT
APAC inti
corpora
semarang
8
No Peneliti Judul
penelitian
Desain
penelitian Variabel Hasil penelitian
2. Septian
Rini
Rizki
Analisis faktor-
faktor risiko
kejadian
infeksi saluran
pernapasan
akut (ISPA)
pada pekerja di
bagian
produksi block
rubber PT.
Cross
sectional
Variabel
terikat:
Kejadian ISPA
Variabel
bebas:
Umu, jenis
pekerjaan,peril
aku merokok,
penggunaan
APD.
Ada hubungan
antara umur,
tingkat
pendidikan
kebiasaan
merokok,suhu
udara
lingkungan
kerja.
3. Wahyuni Hubungan
faktor
lingkungan dan
faktor perilaku
keluarga
dengan
kejadian ISPA
balita di
puskesmas
ambacabang
kec. Kuranji
padang
Cross
sectional
Variabel
terikat:
Kejadian ISPA
Variabel
bebas:
Faktor
lingkungan,
pengetahuan
Kejadian ISPA
ringan dengan
faktor
lingkungan dan
pengetahuan.
4. Candra Hubungan
kondisi
lingjkungan
fisik rumah
dengan
kejadian ISPA
pada balita
wilayah kerja
puskesmas
Gayamasari
kota Semarang.
Cross
sectional
Variabel
terikat:
Kejadian ISPA
Variabel
bebas:
Intensitas
pencahayaan
rumah dengan
intensitas
pencahayaan
kamar tidur.
Terdapat
hubungan yang
bermakna antara
luas ventilasi
rumah dengan
kepadatan
hunian kamar
tidur balita.
Perbedaan penelitian :
1. Variabel dalam penelitian kali ini menggunakan variable masa kerja.
2. Tempat penelitian yang akan diambil di LIK magetan pada tahun
2019.
3. Pada penelitian kali ini sasaran sampel yang akan diteliti adalah
pekerja di UPTD LIK Magetan.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pernapasan
2.1.1 Definisi Pernapasan
Pernapasan adalah proses ganda, yaitu terjadinya pertukaran gas
dalam jaringan atau pernafasan dalam dan yang terjadi di dalam paru-paru
yaitu pernapasan luar. Manusia membutuhkan suply oksigen secara terus-
menerus untuk proses respirasi sel, dan membuang kelebihan
karbondioksida sebagai limbah beracun produk dari proses tersebut.
Pertukaran gas antara oksigen dengan karbondioksida dilakukan agar
proses respirasi sel terus berlangsung. Oksigen yang dibutuhkan untuk
proses respirasi sel ini berasal dari atmosfer, yang menyediakan
kandungan gas oksigen sebanyak 21% dari seluruh gas yang ada. Oksigen
masuk kedalam tubuh melalui perantaraan alat pernapasan yang berada di
luar. Pada manusia, alveolus yang terdapat di paru-paru berfungsi sebagai
permukaan untuk tempat pertukaran gas.
Proses pembakaran zat makanan secara singkat ditunjukan pada baga
berikut:
Zat Makanan (gula) + Oksigen à kabon doiksida + uap air + energi
(WHO, 2007:12)
2.1.2 Sistem Pernapasan
Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar
yang mengandung oksigen serta menghembuskan udara yang banyak
10
mengandung karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar tubuh
(Syaifuddin, 2006: 192) Menurut Syaifuddin (2006), organ-organ
pernapasan yang berperan dalam pertukaran O2 dan CO2 adalah sebagai
berikut:
1. Hidung
Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang
pertama, mempunyai dua lubang dipisahkan oleh sekat hidung. Di
dalamnya terdapat bulubulu yang berguna untuk menyaring udara,
debu dan kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung. Bagian luar
dinding terdiri dari kulit, lapisan tengah terdiri dari otot-otot dan
tulang rawan, sedangkan lapisan dalam terdiri dari selaput lendir yang
berlipat-lipat yang dinamakan karang hidung yang berjumlah 3 buah.
Adapun fungsi hidung sebagai alat pernapasan diantaranya bekerja
sebagai saluran udara pernapasan, sebagai penyaring udara pernapasan
yang dilakukan oleh bulu-bulu hidung, dapat menghangatkan udara
pernapasan oleh mukosa, membunuh kuman yang masuk bersama
udara pernapasan oleh leukosit yang terdapat dalam selaput lendir
(mukosa) atau hidung.
2. Faring
Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan
pernapasan dan jalan makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di
belakang rongga hidung dan mulut sebelah depan ruas tulang leher.
11
Faring mempunyai fungsi meneruskan udara yang masuk menuju
pangkal tenggorok.
3. Laring
Laring atau pangkal tenggorok merupakan saluran udara dan
bertindak sebagai pembentuk suara. Laring terletak di depan bagain
faring sampai ketinggian vertebrata sevikalis dan masuk ke dalam
trakea di bawahnya. Laring berfungsi sebagai tempay melekatnya
selaput atau pita suara. Pada laring terdapat katup epligotis yang
otomatis tertutup saat menelan makanan hingga tidak masuk ke
saluran pernapasan.
4. Trakea
Trakea atau batang tenggorok merupakan lanjutan dari laring
yang dibentuk oleh 19 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang
rawan yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf C). Panjang trakea 9-
11 cm dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh otot
polos. Dinding bagian dalam trakea dilapisi oleh jaringan epitel
berambut (bersilia) yang berfungsi menahan dan mengeluarkan
kotoran yang terbawa oleh udara agar tidak masuk ke paru-paru dan
dikeluarkan melalui bersin.
5. Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorok merupakan lanjutan dari trakea.
Ada dua buah yang terdapat pada ketinggian vertebrata torakolis IV
dan V, mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh
12
jenis set yang sama. Bronkus berjalan ke bawah dan ke samping kea
rah tampuk paru-paru. Bronkus bercabangcabang dengan cabang yang
lebih kecil disebut bronkiolus. Pada bronkiolus tidak terdapat cincin
lagi dan pada ujung bronkiolus terdapat gelembung paru atau
gelembung alveoli. Bronkus memiliki fungsi utama membawa udara
menuju paruparu kiri dan kanan.
6. Paru-paru
Paru-paru merupakan bagian alat pernapasan yang terletak di
dalam rongga dada dan terdiri dari paru-paru kanan dan paru-paru kiri.
Pada paru-paru terdapat bronkus dan bronkiolus. Bronkiolus
mengalami percabangan yang diujungnya terdapat gelembung
alveolus. Alveolus adalah gelembung udara yang sangat kecil dan
banyak yang berfungsi sebagai alat pertukaran udara pernapasan O2
dengan CO2 di dalam paru-paru.
2.2 Gangguan Pernapasan
2.2.1 Definisi Gangguan Pernapasan
Kelainan dan gangguan pada sistem pernapasan dapat disebabkan oleh
dua hal, yaitu terjadi gangguan pada proses pengikatan oksigen dan
kelainan pada saluran pernapasan sehingga mengganggu aliran
udara.Gangguan pada proses pengikatan oksigen terjadi karena adanya
kompetisi antaraoksigen dan zat lain yang dapat berikatan dengan
hemoglobin. Contohnya pada keracunangas karbon monoksida. Karbon
monoksida lebih mudah berikatan dengan hemoglobin dibandingkan
13
dengan oksigen. Hal ini menyebabkan hemoglobin mengikat
karbonmonoksida, bukan oksigen. Jika sebagian besar darah berikatan
dengan karbon monoksida, jaringan dalam tubuh akan kekurangan
oksigen. (Depkes, 2009).
Pada umumnya suatu penyakit saluran pernafasan dimulai dengan
keluhan keluhan dan gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit
mungkin gejala gejala menjadi lebih berat dan bila semakin berat dapat
jatuh dalam keadaan kegagalan pernafasan dan mungkin meninggal. Bila
sudah dalam kegagalan pernafasan maka dibutuhkan penatalaksanaan yang
lebih rumit, meskipun demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu
diusahakan agar yang ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah
berat cepat-cepat ditolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan
pernafasan (Depkes, 2009).
2.2.2 Macam-Macam Gangguan Pernapasan
1. ISPA
ISPA adalah sebagai penyakit demam akut dengan tanda dan
dejala seperti batuk, pilek, sakit tenggorokan dan suara serak yang
mana merupakan alasan utama penyakit ISPA. Transmisi organisme
yang menyebabkan ISPA terjadi melalui aerosol, droplet, dan dari
tangan ke tangan yang telah terinfeksi (Rohilla, dkk, 2013).
2. ASMA
Asma merupakan penyakit inflamasi (peradangan) kronik saluran
nafas yang ditandai adanya mengi episodik, batuk dan rasa sesak di
14
dada akibat penyumbatan saluran nafas, termasuk dalam kelompok
penyakit pernafasan kronik. Walaupun mempunyai tingkat fatalitas
yang rendah namun jumlah kasusnya cukup banyak ditemukan dalam
masyarakat. Badan Kesehatan (WHO) memperkirakan 100-150 juta
penduduk dunia menderita asma. Bahkan jumlah ini diperkirakan akan
terus bertambah hingga mencapai 180.000 orang setiap tahun
(Depkes, 2009).
3. Bronkitis
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit
paru kronik yang disertai dengan hambatan aliran udara disaluran
napas yang tidak sepenuhnya reversible. Sumbatan aliran udara
tersebut pada umumnya bersifat progresif dan berhubungan pada
respon inflamasi abnormal paru-paru terhadap partikel maupun gas
berbahaya. PPOK ini bisa disebabkan oleh bronkitis kronik, emfisema
ataupun akibat dari keduanya (Abidin, Yunus, Wiyono, & Ratnawati,
2009).
2.3 Cara Penularan
Cara penularan utama sebagian besar ISPA adalah melalui droplet,
tapi penularan melalui kontak (termasuk kontaminasi tangan yang diikuti
oleh inokulasi tak sengaja) dan aerosol pernapasan infeksius berbagai
ukuran dan dalam jarak dekat bias juga terjadi untuk sebagian patogen
(WHO, 2007: 10).
15
Penularan penyakit ISPA dapat terjadi melalui udara yang telah
tercemar, bibit penyakit masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan, oleh
karena itu maka ISPA termasuk golongan Air Borne Disease. Penularan
melalui udara dimaksudkan adalah cara penularan yang terjadi tanpa
kontak dengan penderita maupun dengan benda terkontaminasi. Sebagian
besar penularan melalui udara dapat pula menular melalui kontak
langusngm namun tidak jarang penyakit yang sebagian besar penularannya
adalah karena menghisap udara yang mengandung unsur penyebab atau
mikroorganisme penyebab (WHO, 2007:10).
2.3.1 Klasifikasi ISPA
Menurut Dirjen PPM dan PLP tahun 1998 klasifikasi ISPA dibagi
menjadi:
1. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomik
a. Infeksi saluran pernapasan akut bagian atas
Infeksi akut yang menyerang hidung sampai epligotis dengan
organ adneksanya misalnya: rhinitis akut, faringitis akut, sinusitis
akut dan sebagainya.
b. Infeksi saluran pernapasan akut bagian bawah
Dinamakan sesuai dengan organ saluran pernapasan mulai dari
bagian bawah epligotis sampai alveoli paru-paru, misalnya :
trakeitis, bronchitis akut, bronkiolitis, pneumonia dan lain-lain.
16
Menurut Erlien, 2008, berdasarkan lokasi anatomik tersebut,
gangguan-gangguan pernapasan yang merupakan ISPA diantaranya:
a. Influenza
Influenza sering disebut flu merupakan penyakit yang
disebabkan oleh virus dan gejala-gejalanya yang ditimbulkan
mengakibatkan terganggunya sistem pernapasan. Influenza
disebabkan oleh tipe virus influenza yang ditularkan karena
adanya kontak langsung dengan penderita. Selain itu penularan
juga dapat terjadi jika menghirup benda-benda yang sudah
terkontaminasi virus. Beberapa tanda influenza sebagai berikut:
1) Demam kadang-kadang lebih dari 38ºC.
2) Gemetar dan berkeringat.
3) Sakit kepala dan sering bertambah parah jika berada di
tempat yang terang
4) Gangguan pada saluran pernapasan misalnya hidung
tersumbat, rasa gatal di tenggorokan, rasa panas di dada,
batuk kering dan hidung berair. Gangguan pernapasan ini
dapat lebih parah yaitu berupa batuk yang semakin parah
disertai dahak.
5) Nyeri dan sakit otot terutama pada daerah punggung, lengan
dan kaki.
6) Kelelahan dan merasa lemas.
7) Hilang nafsu makan.
17
b. Sinusitis
Sinusitis merupakan salah satu peradangan pada daerah sinus
yang terjadi karena adanya komplikasi influenza maupun karena
alergi. Penyebab sinusitis adalah infeksi virus maupun bakteri.
Adapun tanda sinusitis yaitu:
1) Sakit kepala yang dirasakan pada waktu pagi hari.
2) Pembengkakan pada daerah sinus yang terinfeksi.
3) Nyeri tekan pada daerah sinus yang mengalami peradangan.
4) Merasa tidak enak badan.
5) Merasa demam.
6) Merasa letih dan lesu.
7) Batuk yang semakin lama semakin bertambah buruk pada
malam hari.
8) Hidung meler dan tersumbat.
9) Selaput lendir hidung tampak merah dan membengkak.
c. Faringitis
(Radang Tenggorokan) Faringitis merupakan munculnya
peradangan (infeksi) pada daerah tenggorokan yang disebabkan
virus dan bakteri. Adapun tanda-tanda dari faringitis adalah
sebagai berikut;
1) Nyeri tenggorokan.
2) Rasa nyeri ketika menelan.
18
3) Munculnya selaput yang berwarna keputihan dan atau
mengeluarkan nanah pada daerah faring.
d. Laringitis
Laringitis merupakan peradangan pada daerah laring. Laring
terletak pada ujung saluran pernapasan yang menuju paru-paru
(trakea). Oleh karena itu laringitis juga kadang-kadang disebut
sebagai radang pita suara. Penyebab laringitis diantaranya
pengguanaan suara yang berlebihan, reaksi alergi, menghirup zat-
zat yang dapat mengiritasi seperi asap rokok.
Tanda-tanda laringitis diantaranya seperti demam, rasa tidak
enak badan, rasa gatal dan tidak nyaman pada daerah
tenggorokan.
e. Bronkitis
Bronkitis adalah peradangan yang terjadi pada daerah
bronkus. Bronkus merupakan saluran pada sistem pernapasan
yang menuju ke paru-paru. Berbagai penyebab bronitis adalah
virus, bakteri, berbagai jenis debu,asap rokok dan partikel yang
berasal dari polusi udara. Tanda terjadinya bronkitis yang dapat
dialami individu seperti batuk berdahak berwarna merah, sesak
napas, sakit kepala.
f. Pneumonia
Pneumonia adalah infeksi akut pada jaringan paru-paru
(alveoli). Pneumonia merupakan infeksi pada saluran pernapasan
19
yang tergolong serius yang disebabkan oleh bakteri, virus dan lain
sebagainya. Adapun tanda pneumonia ini adalah:
1) Suhu badan tinggi dan berkeringat.
2) Bibir dan kuku lama-kelamaan membiru karena kekurangan
oksigen.
3) Denyut jantung meningkat cepat disertai sakit dada
4) Batuk kering dan sesak napas
5) Badan terasa letih dan lesu
2. Klasifikasi berdasarkan derajat keparahan penyakit
a. ISPA Ringan
Apabila terdapat satu atau lebih tanda dan gejala yang berupa
batuk, pilek, serak, dengan ataupun tanpa panas (demam),
keluarnya cairan dari telinga (congekan) yang lebih dari 2
minggu, tanpa rasa sakit pada telinga.
b. ISPA Sedang
Tanda dan gejala ISPA ringan ditambah dengan satu atau
lebih tanda dan gejala berupa pernapasan yang cepat (lebih dari
50 kali per menit), wheezing (nafas menciut-ciut), panas 39º C
atau lebih selain itu mengalami sakit telinga, keluarnya cairan dari
telinga (congekan) yang belum lebih dari 2 minggu.
c. ISPA Berat
Tanda dan gejala ISPA ringan atau sedang ditambah dengan
satu atau lebih tanda dan gejala berupa penarikan dada kedalam
20
(ches indrowing), stridor (pernapasan ngorok), tak mampu atau
tak mau makan, selain itu disertai kulit kebiru-biruan (sianosis),
nafas cuping hidung (cuping hidung ikut bergerak kembang
kempis waktu bernapas), kejang, dehidrasi, kesadaran menurun,
terdapatnya membrane difteri.
2.3.2 Penyebab ISPA
Etiologi ISPA terdiri dari bakteri, virus, jamur dan lain sebagainya.
Dalam kelompok bakteri yang termasuk bakteri penyebab ISPA
diantaranya, Diplococcus 27 pneumonia, Pneumococcus, Streptococcus
pyogenes, Staphylococcus aeureus, Haemophilus influenza, dan lain
sebagainya. Sedangkan di kelompok virus terdapat influenza, adenovirus,
sitomegalovirus. Dikelompok jamur terdapat Aspergilus sp, Candida
albicans, Histoplasma, dan lainnya. Serta penyebab lainnya adalah
makanan, asap kendaraan bermotor, benda asing, dan sebagainya
(Widoyono, 2005: 156)
Terjadinya ISPA tertentu bervariasi menurut beberapa faktor.
Penyebaran dan dampak penyakit berkaitan dengan:
1. Kondisi lingkungan misalnya polutan udara, kepadatan anggoata
keluarga, kelembaban, kebersihan, musim, suhu.
2. Ketersediaan dan efektivitas pelayanan kesehatan dan langkah
pencegahan infeksi untuk mencegah penyebaran misalnya vaksin,
akses terhadap fasilitas pelayanan kesehatan, kapasitas ruang isolasi.
21
3. Faktor penjamu seperti usia, kebiasaan merokok, kemampuan
penjamu menularkan infeksi, status gizi, infeksi sebelumnya atau
infeksi serentak yang disebabkan oleh pathogen lain, kondisi
kesehatan umum.
4. Karakteristik patogen seperti cara penularan, daya tular, faktor
virulensi misalnya gen, jumlah atau dosis mikroba (WHO, 2007:12)
2.3.3 Cara Penularan Penyakit ISPA
Cara penularan utama sebagian besar ISPA adalah melalui droplet,
tapi penularan melalui kontak (termasuk kontaminasi tangan yang diikuti
oleh inokulasi tak sengaja) dan aerosol pernapasan infeksius berbagai
ukuran dan dalam jarak dekat bias juga terjadi untuk sebagian patogen
(WHO, 2007: 10)
Penularan penyakit ISPA dapat terjadi melalui udara yang telah
tercemar, bibit penyakit masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan, oleh
karena itu maka ISPA termasuk golongan Air Borne Disease. Penularan
melalui udara dimaksudkan adalah cara penularan yang terjadi tanpa
kontak dengan penderita maupun dengan benda terkontaminasi. Sebagian
besar penularan melalui udara dapat pula menular melalui kontak
langusngm namun tidak jarang penyakit yang sebagian besar penularannya
adalah karena menghisap udara yang mengandung unsur penyebab atau
mikroorganisme penyebab (WHO, 2007:10).
22
2.3.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyakit ISPA
Banyak faktor yang mempengaruhi penyakit saluran pernapasan
khususnya pada faktor individu dari suatu pekerjaan dan faktor
lingkungan. Penurunan fungsi pernapasan ini dapat terjadi secara bertahap
dan bersifat kronis sebagai frekuensi lama individu dari suatu pekerjaan
tertentu. Adapun faktor-faktornya sebagai berikut:
1. Faktor Individu
a. Umur
ISPA merupakan penyakit yang dapat menyerang segala jenis
umur. ISPA akan sangat berisiko pada bayi berumur kurang dari 1
tahun, kemudian risiko tersebut akan menurun pada kelompok
umur 15-24 tahun. Setelah itu, risiko ISPA akan terus meningkat
ketika berumur 24 tahun. Semakin tua umur seseorang maka
risiko untuk terkena ISPA juga akan semakin meningkat. Umur
merupakan salah satu karakteristik yang mempunyai risiko tinggi
terhadap gangguan paru-paru terutama yang berumur 40 tahun ke
atas, dimana 29 kualitas paru dapat memburuk dengan cepat.
Faktor umur berperan penting dengan kejadian penyakit dan
gangguan kesehatan. Berbagai macam perubahan biologis dapat
terjadi seiring bertambahnya usia seseorang dan juga akan
berpengaruh pada kemampuan seseorang dalam bekerja. Umur
seseorang berhubungan dengan potensi kemungkinan untuk
terpapar terhadap suatu sumber infeksi, tingkat imunitas dan
23
aktivitas fisiologis berbagai jaringan yang mempengaruhi
perjaanan penyakit seseorang (Nelson dan Williams, 2014: 529).
b. Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil dari berbagai penelitian, dilaporkan bahwa
faktor risiko meningkatnya kejadian ISPA adalah dengan jenis
kelamin laki-laki. Pada anak laki-laki dan perempuan, ketika
berusia 15-24 tahun, memiliki risiko ISPA tidak terlalu jauh. Hal
ini berhubungan dengan kebutuhan oksigen dimana anak laki-laki
lebih membutuhkan oksigen lebih banyak dibandingkan dengan
anak perempuan. Akan tetapi, risiko tersebut akan menjadi dua
kali lipat pada laki-laki setelah berumur 25 tahun. Hal ini terkait
dengan aktivitas di luar rumah, perilaku merokok dan nikotin
(Nelson dan Williams, 2014: 529).
c. Riwayat Penyakit
Terdapat riwayat pekerjaan yang menghadapi debu akan
mengakibatkan pneumonokiosis dan salah satu pencegahnya
dapat dilakukan dengan menghindari diri dari debu dengan cara
memakai masker saat bekerja (Suma’mur, 1996: 98).
d. Kebiasaan Merokok
Komponen partikel rokok terdiri dari nikotin dan tar. Nikotin
adalah suatu bahan adiktif yaitu bahan yang dapat menyebabkan
orang ketagihan dan menimbulkan ketergantungan, sedangkan tar
mengandung bahan karsinogen (dapat menyebabkan kanker).
24
Asap rokok yang dihisap disebut asap utama atau mainstream
smoke, sedangkan asap yang keluar dari ujung rokok yang
terbakar yang dihisap oleh orang sekitar perokok disebut asap
sampingan atau sidestream smoke (Sudarto, 2002: 297).
Efek merokok pada setiap orang berbeda-beda tergantung
pada usia kapan orang tersebut pertama kali merokok, kerentanan
seseorang terhadap bahan kimia dalam asap tembakau, jumlah
rokok yang dihasilkan dapat mempengaruhi sistem escalator
mukosiliar yang dapat mempermudah sampainya debu ke saluran
napas bawah sehingga dapat memperparah keadaan (Elizabeth J.
Corin, 2000: 417)
e. Jenis Pekerjaan
Tempat kerja merupakan kawasan (wilayah) bagian dari
kewenangan dan tanggung jawab manajemen perusahaan.
Kategori atau pembagian manajemen penyakit infeksi dapat
dikategorikan menjadi “penyakit infeksi” yang merupakan “akibat
kerja”, yakni dari jenis pekerjaannya atau penyakit infeksi yang
berhubungan dengan pekerjaannya (Umar Fahmi, 2005 : 115).
Berdasarkan KEPPRES RI No. 22 Tahun 1993, jenis-jenis
pekerjaan tertentu dapat menyebabkan terjadinya masalah
kesehatan khususnya gangguan saluran pernapasan (ISPA). Jenis
pekerjaan tersebut berasal dari pekerja yang bekerja di area debu,
debu organik, debu logam keras, debu kapas, vlas, henep dan sisa.
25
f. Masa Kerja
Masa kerja adalah suatu kurun waktu atau lamanya tenaga
kerja bekerja di suatu tempat. Masa kerja dapat mempengaruhi
kinerja baik positif maupun negatif. Memberi pengaruh positif
pada kinerja bila dengan semakin lamanya masa kerja personal
semakin berpengalaman dalam melaksanakan tugasnya.
Sebaliknya akan memberikan pengaruh negatif apabila dengan
semakin lamanya masa kerja akan timbul kebiasaan pada tenaga
kerja. Masa kerja dikategorikan menjadi tiga, yakni; masa kerja
baru < 6 tahun; masa kerja sedang antara 6-10 tahun; dan masa
kerja lama > 10 tahun (M. A. Tulus, 1992: 121).
g. Cat adalah suatu cairan yang dipakai untuk melapisi permukaan
suatu bahan dengan tujuan memperindah, memperkuat, atau
melindungi bahan tersebut. Setelah dikenakan pada permukaan
dan mengering, cat akan membentuk lapisan tipis yang melekat
kuat pada permukaan tersebut. Pelekatan cat ke permukaan dapat
dilakukan dengan banyak cara : diusapkan, dilumurkan, dikuas,
diseprotkan, dsb. (Fajar Anugerah, 2009).
2. Faktor Lingkungan
a. Suhu
Persyaratan kesehatan untuk ruang kerja yang nyaman di
tempat kerja adalah suhu yang tidak dingin dan tidak
menimbulkan kepanasan bagi tenaga kerja berkisar antara 18º C
26
sampai dengan 30º C dengan tinggi langit-langit dari lantai
minimal 2,5 m. Bila suhu udara > 30ºC perlu menggunakan alat
penata udara seperti air conditioner, kipas angin dan lain-lain.
Bila suhu 32 udara luar < 18º C perlu menggunakan alat pemanas
ruangan (Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1405/MENKES/SK/XI/2002).
b. Kelembaban
Kelembaban udara tergantung berapa banyak uap air (dalam
%) yang terkandung di udara. Saat udara dipenuhi uap air dapat
dikatakan bahwa udara berada dalam kondisi jenuh dalam arti
kelembaban tinggi dan segala sesuatu menjadi basah.
Kelembaban lingkungan kerja yang tidak memberikan pengaruh
kepada kesehatan pekerja berkisar antara 65% - 95%.
Kelembaban sangat erat kaitannya dengan suhu dan keduanya
merupakan pemicu pertumbuhan jamur dan bakteri. Bila
kelembaban udara ruang kerja > 95% perlu menggunakan alat
dehumifider dan bila kelembaban udara ruang kerja < 65% perlu
menggunakan humifider, misalnya mesin pembentuk aerosol
(Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1405/MENKES/SK/XI/2002).
Persyaratan kesehatan untuk kelembaban di rumah adalah
berkisar antara 40%-70% (Keputusan Menteri Kesehatan RI
Nomor 829/MENKES/SK/VII/1999).
27
c. Ventilasi
Ventilasi sangat penting untuk suatu tempat tinggal karena
ventilasi mempunyai fungsi ganda. Fungsi pertama sebagai
lubang masuk dan keluar angin sekaligus udara dari luar ke dalam
dan sebaliknya. Dengan adanya jendela sebagai lubang ventilasi,
maka ruangan tidak akan terasa pengap asalkan jendela selalu
dibuka. Suatu ruangan yang tidak mempunyai sistem ventilasi
yang baik akan menimbulkan beberapa keadaan seperti 33
berkurangnya kadar oksigen, bertambahnya kadar karbon
dioksida, bau pengap, suhu dan kelembaban udara meningkat.
Keadaan yang demikian dapat merugikan kesehatan dan atau
kehidupan dari penghuninya, bukti yang nyata pada kesehatan
menunjukkan terjadinya penyakit pernapasan, alergi, iritasi
membrane mucus dan kanker paru. Sirkulasi udara dalam rumah
akan baik dan mendapatkan suhu yang optimum harus
mempunyai ventilasi minimal 15% dari luas lantai (KEMENKES
RI Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002).
Penularan penyakit saluran pernapasan lebih besar terjadi
karena jumlah/ konsentrasi kuman lebih banyak pada udara yang
tidak tertukar. Untuk itu dalam mengurangi terjadinya
pencemaran udara dalam rumah dan lingkungan luar adalah
dengan menciptakan ventilasi dan penggunaan jendela yang
memenuhi syarat kesehatan, yang menurut Kemenkes RI No.
28
1405/Menkes/SK/XI/2002 yaitu berkisar 15% dari luas lantai.
Adapun rumah yang memiliki ventilasi yang buruk akan
menyebabkan terganggu pertukaran udara dari dalam dan luar
rumah dan dapat menyebabkan terjadinya 3 faktor yaitu;
kekurangan oksigen dalam udara, bertambahnya konsentrasi CO2,
dan adanya bahan-bahan racun organik yang ikut terhirup. Di
samping itu ruangan dengan ventilasi yang tidak baik dan sudah
dihuni oleh manusia akan mengalami kenaikan kelembaban yang
disebabkan oleh penguapan cairan tubuh dari kulit atau karena
uap pernapasan jika udara terlalu banyak mengandung uap air,
maka udara basah yang dihirup berlebihan akan mengganggu
fungsi paru-paru/ pernapasan (Juli Soemirat, 2000).
Ada dua macam ventilasi, yaitu:
1) Ventilasi Alamiah
Aliran udara di dalam ruangan tersebut terjadi secara alamiah
melalui jendela, pintu, lubang angin dan lubang-lubang pada
dinding.
2) Ventilasi Buatan
Untuk mengalirkan udara di dalam ruangan dengan
menggunakan alatalat khusus seperti kipas angin dan mesin
penghisap udara.
29
d. Jenis dan Luas Lantai
Lantai yang baik seharusnya terbuat dari ubin atau semen,
tetapi hal ini tidak cocok untuk ekonomi pedesaan. Syarat yang
paling penting di sini adalah tidak berdebu pada musim kemarau
dan tidak basah pada musim hujan. Berdasarkan Keputusan
Menteri Kesehatan RI Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang
Persyaratan Kesehatan Perumahan, lantai rumah harus kedap air
dan mudah diberikan. Seperti diketahui bahwa lantai yang tidak
rapat air dan tidak didukung dengan ventilasi yang baik dapat
menimbulkan peningkatan kelembaban dan kepengapan yang
akan memudahkan penularan penyakit.
Luas lantai ruangan yang sehat harus cukup untuk penghuni
di dalamnya. Artinya, luas lantai ruangan tersebut harus
disesuaikan dengan jumlah penghuninya agar tidak menyebabkan
keberadaan penghuni rumah yang padat. Terlebih lagi keberadaan
barang-barang yang ada di dalam ruangan. Jika terlalu banyak
barang-barang di dalam ruangan memungkinkan terjadi 35
kepengapan akibat tidak ada sirkulasi udara yang baik di dalam
ruangan. Hal ini dapat menyebabkan kurangnya oksigen di dalam
ruangan sehingga memungkinkan terjadi masalah kesehatan.
e. Atap Rumah
Atap genting adalah jenis atap yang umum digunakan di
Indonesia, baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Akan
30
tetapi, masih banyak masyarakat pedesaan yang tidak mampu
sehingga mereka menggunakan daun rumbai atau daun kelapa.
Selain itu, banyak juga masyarakat yang menggunakan jenis atap
seng atau asbes sehingga dapat menimbulkan suhu panas di dalam
rumah. Hal ini dapat mengakibatkan masalah kesehatan.
(Notoatmodjo, 1996).
f. Konsentrasi Debu di Lingkungan Kerja
Debu merupakan partikel-partikel yang disebabkan oleh
kekuatankekuatan alami atau mekanis seperti pengolahan,
penghancuran, pelembutan, pengepakan yang cepat, peledakan,
dan lain-lain dari bahan organik maupun anorganik. Debu
merupakan partikel yang sangat mudah terhirup oleh manusia,
khususnya di lingkungan kerja. Partikel yang berukuran besar
akan terdeposisi di hidung dan menimbulkan efek toksik. Partikel
yang lebih kecil akan terdeposisi pada saluran pernapasan atas
sampai ke bronki dan bronkiolus. Partikel terkecil, respirable
dust, dapat mencapai alveoli (Fatma, 2009:18). Berdasarkan
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang persyaratan kesehatan
lingkungan kerja 36 perkantoran dan industri, kandungan debu
maksimal di dalam udara ruangan dalam pengukuran rata-rata 8
jam adalah 0,15 mg/m3.
31
g. Kebersihan adalah salah satu tanda dari keadaan hygene yang
baik.Kebersihan badan meliputi kebersihan diri sendiri seperti
mandi, gosok gigi,mencuci tangan, dan memakai pakaian yang
bersih. Kebersihan lingkungan adalah kebersihan tempat tinggal,
tempat bekerja, dan tempat awam.Kebersihan tempat tinggal
dilakukan dengan cara mengelap tingkap dan perabot rumah,
menyapu dan mengepel lantai, mencuci peralatan masak dan
peralatan makan, membersihkan bilik mandi dan jamban, dan
membuang sampah. Kebersihan lingkungan dimulakan dengan
menjaga kebersihan halaman dan membersihkan jalan di depan
rumah daripada sampah (Sangian, 2011 : 3-4).
h. Virus penyebab terjadinya keluhan gangguan pernafasan adalah
seperti Virus Influenza, (Soemirat,2009)
i. Bakteri penyebab terjadinya keluhan gangguan pernapasan antara
lain adalah Mycobakterium tuberculosis, dan Diplococcus
pneumonia (Soemirat,2009).
2.4 Asma
2.4.1 Definisi Asma
Asma merupakan penyakit penyumbatan saluran pernafasan yang
disebabkan alergi terhadap rambut, bulu atau kotoran, debu, atau tekanan
psikologis.Asma bersifat menurun. Asma (dalam bahasa Yunani ἅσθµα,
ásthma, "terengah") merupakan peradangan kronis yang umum terjadi
pada saluran napas yang ditandai dengan gejala yang bervariasi dan
32
berulang, penyumbatan saluran napas yang bersifat reversibel, dan spasme
bronkus. Gejala umum meliputi mengi, batuk, dada terasa berat, dan sesak
napas.
Asma pada awalnya diperkirakan disebabkan oleh kombinasi faktor
genetika dan lingkungan. Diagnosis biasanya didasarkan atas pola gejala,
respons terhadap terapi pada kurun waktu tertentu, dan spirometri.Asma
diklasifikasikan secara klinis berdasarkan seberapa sering gejala muncul,
volume ekspirasi paksa dalam satu detik (FEV1), dan puncak laju aliran
ekspirasi. Asma dapat pula diklasifikasikan sebagai atopik (ekstrinsik) atau
non-atopik (intrinsik) dimana atopi dikaitkan dengan predisposisi
perkembangan reaksi hipersensitivitas tipe 1.Terapi untuk gejala akut
biasanya dengan menghirup beta-2 agonist reaksi cepat (misalnya
salbutamol) dan kortikosteroid oral. Pada kasus yang sangat parah
mungkin diperlukan pemberian kortikosteroid intravena, magnesium sulfat
dan perawatan di rumah sakit. Gejala ini dapat dicegah dengan
menghindari pencetusnya, seperti misalnya alergen dan iritan, dan dengan
penggunaan kortikosteroid hirup.Beta agonist reaksi lambat (LABA) atau
leukotrien antagonis dapat ditambahkan, selain pemberian kortikosteroid
hirup bila gejala asma tidak dapat dikontrol. Prevalensi asma mengalami
peningkatan secara signifikan sejak tahun 1970an. Pada tahun 2011, 235–
300 juta orang terserang asma secara global, termasuk adanya 250.000
kematian. Penyakit ini menyebabkan penyempitan saluran pernapasan.
Penyakit ini dapat disebabkan oleh alergi.Asma merupakan inflamasi
33
kronik saluran napas. Berbagai sel inflamasi berperan, terutama sel mast,
eosinofil, sel limfosit T, makrofag, netrofil dan sel epitel. Faktor
lingkungan dan berbagai faktor lain berperan sebagai penyebab atau
pencetus inflamasi saluran napas pada pasien asma. Inflamasi terdapat
pada berbagai derajat asma baik pada asma intermiten maupun asma
persisten.Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif
(hipereaktifitas) jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang
berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama
pada malam dan/atau dini hari. Episodik tersebut berkaitan dengan
sumbatan saluran napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat
reversibel dengan atau tanpa pengobatan
Faktor lingkungan yang mempengaruhi individu dengan predisposisi
asma untuk berkembang menjadi asma adalah alergen di dalam maupun di
luar ruangan, seperti mite domestik, alergen binatang, alergen kecoa,
jamur, tepung sari bunga , sensitisasi (bahan) lingkungan kerja, asap
rokok, polusi udara di luar maupun di dalam ruangan, infeksi pernapasan
(virus), diet, status sosio ekonomi, besarnya keluarga, obesitas.
2.4.2 Faktor Lingkungan Penyebab Asma
Sedangkan faktor lingkungan yang menyebabkan eksaserbasi dan/atau
menyebabkan gejala asma menetap adalah :
1. alergen di dalam maupun di luar ruangan
2. polusi udara di luar maupun di dalam ruangan
3. infeksi pernapasan
34
4. olah raga dan hiperventilasi
5. perubahan cuaca
6. makanan, additif (pengawet, penyedap, pewarna makanan)
7. obat-obatan, seperti asetil salisilat
8. ekspresi emosi yang berlebihan
9. asap rokok
10. iritan antara lain parfum, bau-bauan yang merangsang
2.4.3 Gejala Asma
Gejala asma bersifat episodik, seringkali reversibel dengan/atau tanpa
pengobatan.
Gejala awal berupa :
1. batuk terutama pada malam atau dini hari
2. sesak napas
3. napas berbunyi (mengi) yang terdengar jika pasien menghembuskan
napasnya
4. rasa berat di dada
5. dahak sulit keluar.
Gejala yang berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam
jiwa.Yang termasuk gejala yang berat adalah serangan batuk yang hebat
Sesak napas yang berat dan tersengal-sengal Sianosis (kulit kebiruan, yang
dimulai dari sekitar mulut) Sulit tidur dan posisi tidur yang nyaman adalah
dalam keadaan duduk Kesadaran menurun.
35
2.5 Bronkitis
2.5.1 Definisi Bronkitis
Bronkitis adalah peradangan pada selaput lendir bronkus, saluran
udara yang membawa aliran udara dari trakea ke dalam paru-paru.
Bronkitis dapat diklasifikasikan kedalam dua kategori, akut dan kronis,
masing-masing memiliki etiologi yang unik,patologi,dan terapi. Bronkitis
akut ditandai oleh perkembangan batuk, dengan atau tanpa produksi
sputum,lendir yang ekspektorasi (batuk) dari saluran pernapasan. Bronkitis
akut sering terjadi selama penyakit virus akut seperti pilek atau influenza.
Virus menyebabkan sekitar 90% kasus bronkitis akut sementara bakteri
mencapai kurang dari 10%. Bronkitis kronis, jenis penyakit paru obstruktif
kronik, ditandai dengan adanya batuk produktif yang berlangsung selama
3 bulan atau lebih per tahun untuk minimal 2 tahun.Bronkitis kronis paling
sering berkembang karena cedera berulang pada saluran udara yang
disebabkan oleh iritasi dihirup. Merokok adalah penyebab paling umum,
diikuti oleh polusiudara dan pajanan iritasi, dan udara dingin.
2.5.2 Gejala penyakit bronkitis akut :
1. Demam ringan.
2. Nyeri dada ringan.
3. Kemacetan sinus.
4. Batuk berdahak .
5. Ada desahan suara saat bernapas.
6. Ada rasa tidak nyaman di bagian dada.
36
7. Kelelahan.
8. Faringitis.
2.6 Alat Pelindung Diri (APD)
2.6.1 Definisi Alat Pelindung Diri (APD)
Alat pelindung diri atau APD adalah seperangkat alat yang digunakan
oleh tenaga kerja untuk melindungi seluruh/sebagian tubuhnya terhadap
kemungkinan adanya potensi bahaya/kecelakaan kerjadan penyakit akibat
kerja (PAK). APD dipakai sebagai upaya rekaya (engineering) dan
administrative tidak dapat dilakukan dengan baik atau tidak
adekuat.Namun pemakaian APD bukanlah pengganti dari kedua usaha
tersebut, namun sebagai usaha akhir (Anita Dewi PS, 2012), APD untuk
mencegah terjadinya ISPA Respirator khusus, masker. Paru-paru harus
dilindungi mana kala udara tercemar atau ada kemungkinan kekurangan
oksigen dalam udara.Pencemaran-pencemaran mungkin berbentuk gas,
uap logam, kabut, debu dan lainnya.Kekurangan oksigen mungkin terjadi
di tempat-tempat yang pengudaraannnya buruk seperti tangki atau gudang
bawah tanah. Pencemar-pencemar yang berbahaya mungkin beracun,
korosit, atau menjadi sebab rangsangan.Pengaruh lainnya termasuk dalam
upaya kesehatan kerja (Anizar, 2009). Penggunaan Respirator atau alat
pelindung pernapasan lainnya dapat mecegah terjadinya factor keluhan
gangguan pernapasan,sebagai salah satu langkah dalam melindungi diri
dari penyebab Penyakit Akibat Kerja (PAK) salah satu nya ISPA atau
keluhan gangguan pernapasan.
37
2.7 Masa Kerja
Masa kerja adalah waktu atau lamanya sesorang bekerja pada suatu
instansi, kantor, dan sebagainya (koesindratmono, 2011). Masa kerja juga
merupakan faktor yang berkaitan dengan lamanya seseorang bekerja di
suatu tempat (Andini 2015). Masa kerja juga merupakan jangka waktu
seseorang yang sudah bekerja dari pertama mulai masuk hingga bekerja.
Masa kerja dapat diartikan sebagai sepenggalan waktu yang agak lama
dimana seseorang tenaga kerja masuk dalam satu wilayah tempat usaha
sampai batas tertentu (Suma’mur,2009 dalam Nisak,2014) Masa kerja
merupakan akumulasi aktivitas kerja seseorang yang dilakukan seseorang
dalam jangka waktu yang panjang.
38
2.8 Kerangka Teori
Gambar 2.1 Kerangka Teori Buntarto 2015
Sumber: Modifikasi Teori Buntarto 2015
Suhu
Keberadaan Virus, bakteri
penyebab gangguan
pernapasan
Lingkungan
- Cat Semprot
- Kebiasaan
Merokok
Kualitas Udara
Menurun
Keluhan Gangguan
Pernapasan
Jenis Pekerjaan
Tidak Menggunakan APD (pelindung
pernapasan) Saat Bekerja
Kebersihan Kelembaban
Masa Kerja
Umur
Jenis Kelamin
Riwayat Penyakit
39
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Konseptual
Kerangka konsep disajikan dalam bentuk bagan yang berisi suatu
rangkaian konstruk atau konsep, definisi dan proposisi yang saling
berhubungan yang menyajikan pandangan sistematis tentang suatu
fenomena dengan mencarikan hubungan antara variabel-variabel dengan
tujuan untuk menjelaskan dan memprediksi fenomena tersebut.
Kerangka konsep adalah hubungan antara konsep-konsep yang ingin
diamati dan di ukur melalui penelitian. Kerangka konsep terdiri dari
variabel bebas dan variabel terikat. Kerangkan konsep dari peneliti ini
yang berjudul “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan
Gangguan Pernapasan Pada Pekerja di UPTD Industri (LIK) Magetan”
sebagai berikut:
Variabel Independen (Bebas ) Variabel Dependen (Terkait)
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Gangguan Pernapasan
Keterangan:
: Diteliti
: Berhubungan
Penggunaan APD
Keluhan Gangguan
Pernapasan Masa Kerja
40
3.2 Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah suatu jawaban atas pertanyaan penelitian yang telah
dirumuskan dalam perencanaan penelitian, untuk mengarahkan pada hasil
penelitian maka dalam perencanaan penelitian perlu dirumuskan jawaban
sementara dari penelitian (Notoatmodjo, 2012). Jenis-jenis rumusan
hipotesis adalah sebagai berikut:
1. Hipotesis Kerja atau Hipotesis Alternatif
Hipotesis kerja adalah suatu rumusan dengan tujuan untuk
membuat ramalan tentang peristiwa yang terjadi apabila suatu gejala
muncul. Hipotesisi ini sering juga disebut dengan hipotesis
alternative, karena mempunyai rumusan dengan implikasi alternatif
didalamnya (Notoatmodjo, 2012).
2. Hipotesis Nol
Hipotesis nol yang bermula diperkenalkan oleh bapak statistika
Fisher, dirumuskan untuk ditolak sesudah pengujian. Dengan kata lain
hipotesis nol dibuat untuk menyatakan sesuatu kesamaan atau tidak
adanya suatu perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok atau
lebih mengenai suatu hal yang dipermasalahkan (Notoatmodjo, 2012).
Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam
penelitian ini hipotesis yag diperoleh adalah
1. (Ha) : Ada hubungan antara penggunaan APD dengan keluhan
gangguan Pernapasan pada pekerja di UPTD LIK
Magetan.
41
2. (Ha) : Ada hubungan antara masa kerja dengan keluhan
gangguan pernapasan pada pekerja di UPTD LIK
Magetan.
3. (H0) : Tidak ada hubungan antara penggunaan APD dengan
keluhan gangguan Pernapasan pada pekerja di UPTD
LIK Magetan.
4. (H0) : Tidak ada hubungan antara masa kerja dengan keluhan
gangguan pernapasan pada pekerja di UPTD LIK
Magetan.
42
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran ilmu
pengetahuan dan pemecahan suatu masalah pada dasarnya menggunakan metode
ilmia. Pada metode penelitian akan menguraikan tentang desain penelitian,
populasi dan sampel, teknik sampling, kerangka kerja penelitian, identifikasi
variabel, definisi operasional, instrument penelitian, uji validitas dan uji
reliabilitas, lokasi dan waktu penelitian, analisis data dan etika penelitian
(Notoatmodjo, 2010).
4.1 Desain Penelitian
Desain penelitian merupakan hasil akhir dari suatu tahap keputusan
yang dibuat oleh peneliti berhubungan dengan bagaimana suatu penelitian
bisa diterapkan (Nursalam, 2011). Desain penelitian yang akan digunakan
adalah metode penelitian analitik Cross Sectional. Yang dimaksud Cross
Sectional yaitu penelitian resiko dengan efek, dengan cara pendekatan,
observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point
timeapproach).
Pada penelitian ini peneliti ingin mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan keluhan gangguan pernapasan pada pekerja UPTD
industry kulit (LIK) Magetan.
43
Gambar 4.1 Rancangan Penelitian
Sumber: Notoatmodjo, 2018
4.2 Populasidan Sampel
4.2.1 Populasi
Populasi adalah setiap subjek yang memenuhi kriteria yang telah
ditetapkan (Nursalam, 2011).Populasi dalam penelitian ini adalah 30
pekerja di industri UPTD LIK Magetan.
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang
akan diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Jika populasi terlalu
besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada
populasi, karena suatu keterbatasan, maka peneliti dapat menggunakan
sampel yang diambil dari populasi (Sugiyono, 2013). Populasi pada
penelitian ini adalah pekerja penyamakan kulit industry di Magetan yang
berjumlah 30 orang.
4.2.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diambil dengan
menggunakan cara tertentu untuk dipergunakan sebagai subjek penelitian.
Populasi sampel
Faktor resiko (+) Faktor resiko (-)
Faktor resiko (+) Faktor resiko (-) Faktor resiko (+) Faktor resiko (-)
44
Dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah pekerja di
penyamakan kulit Magetan yang berjumlah 30 responden.
4.2.3 Teknik Sampling
Teknik penentuan sampel (teknik sampling) adalah cara menentukan
sampel yang dijadikan sumber data sebelumnya, dengan memperhatikan
sifat-sifat penyebaran populasi agar diperoleh sampel yang representive.
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah total sampling
dimana penelitian menggunakan total populasi yang ada di UPTD LIK
Magetan, dimana jumlah populasi 30 responden. Sehingga total sampling
yang digunakan pada penelitian ini berjumlah 30 responden.
4.3 Kerangka Kerja Penelitian
Kerangka kerja penelitian merupakan kerangka pelaksanaan penelitian
mulai dari pengambilan data sampai menganalisa hasil penelitian,
kerangka kerja penelitian ini adalah sebagai berikut:
45
Gambar 4.2 Kerangka Kerja Penelitian
4.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
4.4.1 Variabel Penelitian
Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran
yang memiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang suatu konsep
pengertian tertentu (Notoatmodjo, 2012).Variabel dalam penelitian ini
Hasil dan Kesimpulan
Sampel
30 sampel pekerja di sub bagian tertentu yang mempunyai kontak langsung
dengan faktor resiko
Teknik Sampling
Total sampling
Desain Penelitian
Cross sectional
Pengumpulam data primer dan sekunder dengan
melakukan wawancara,menyebar kuesioner dan table
observasi
Variable independent
Penggunaan APD
Masa kerja
Lama kerja
Keluhan Gangguan
Pernapasan
Variable dependent
Keluhan gangguan
pernapasan
Pengolahan Data
Editing,coding,scoring,tabulating
Analisis Data
Chi Square
Populasi Seluruh pekerja di UPTD LIK Magetan
46
terdapat 2 variabel yaitu variabel independen (bebas) dan variabel
dependen (terikat).
1. Variabel Independen (Bebas)
Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi atau
yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen
(terikat) (Sugiyono, 2013).Variabel independen yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Masa kerja,Lama kerja dan penggunaan APD.
2. Variabel Dependen (Terikat)
Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau yang
menjadi akibat, karena adanya variabel independen (bebas)
(Sugiyono, 2013).Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian
ini adalah keluhan gangguan pernapasan pada pekerja di UPTD LIK
Magetan.
4.4.2 Definisi Operasional Variabel
Agar variabel dapat diukur dengan menggunakan instrument atau alat
ukur, maka variabel harus diberi batasan atau definisi yang operasional
atau “definisi operasional variabel”. Definisi operasional ini sangat penting
dan diperlukan agar pengukuran variabel atau pengumpulan data (variabel)
itu konsisten antara sumber data (responden) yang satu dengan responden
yang lain (Notoatmodjo, 2012). Definisi operasional dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
47
Tabel 4.1 Definisi Operasional Variabel
No Variabel Definisi Operasional Parameter Alat Ukur Skala Kategori
Variabel Bebas (Independen)
1. Masa kerja Kurun waktu seseorang
bekerja terhitung sejak
pertama bekerja sampai
pada saat penelitian
dalam satuan tahun.
1. baru (≤5 tahun)
2. lama (>5 tahun)
(Tarwaka, 2010)
Wawancara
dengan
menggunakan
kuesioner
Nominal 0 = lama
1 = baru
2. Penggunaan
pelindung
(APD)
Penggunaan APD (Alat
Pelindung Diri) dapat
meminimalisir terjadinya
penyakit akibat kerja atau
(PAK)
Menurut
PERMENAKERTRANS
RI
NomorPer.08/vii/2010
pasal 6 poin 1
menyatakan bahwa
pekerja atau buruh dan
orang lain yang
memasuki kawasan kerja
wajib memakai atau
menggunakan APD (Alat
Pelindung Diri) sesuai
potensi bahaya dan
resiko di tempat kerja
tersebut
Wawancara
dengan
menggunakan
kuesioner/isian
dan tabel
observasi
Nominal 0 = tidak
menggunakan
1= menggunakan
48
No Variabel Definisi Operasional Parameter Alat Ukur Skala Kategori
Variabel Terikat (Dependen)
3. Keluhan
Gangguan
Pernapasan
Kelainan dan gangguan pada
sistem pernapasan dapat
disebabkan oleh dua hal,
yaitu terjadi gangguan pada
proses pengikatan oksigen
dan kelainan pada saluran
pernapasan sehingga
mengganggu aliran udara.
1. Jika pekerja penyamakan
kulit mengalami keluhan
gangguan
pernapasan seperti batuk,
sesak nafas, flu, nyeri
dada, sakit tenggorokan.
Jika pekerja penyamakan
kulit tidak mengalami
keluahan gangguan
pernapasan seperti batuk,
sesak nafas, flu, nyeri
dada, sakit tenggorokan.
Wawancara
dengan
menggunakan
kuesioner
Nominal 0 = mengalami
keluhan
gangguan
pernapasan
1 = tidak
mengalami
keluhan
gangguan
pernapasan
49
4.5 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan dalam pengumpulan
data penelitian, juga terkait dengan bahan penelitian (Supardi, Surahman,
2014). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara
dengan menggunakan kuesioner atau daftar pertanyaan dan observasi pada
pekerja di UPTD LIK Magetan .
1. Tabel kuesioner
2. Tabel observasi
3. Alat tulis beserta buku
4. Kamera hp sebagai alat dokumentasi
4.5.1 Uji Validitas
Salah satu hal yang penting dalam penelitian adalah bagaimana data
yang diperoleh objektif dan akurat. Objektifitas dan akurasi sangat penting
karena kesimpulan penelitian hanya akan dipercaya apabila didasarkan
pada informasi yang obyektif dan akurat. Validitas berasal dari kata
validity yang berarti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur
dalam mengukur suatu data (Isgiyanto, 2009).
Uji validitas dilakukan dengan cara membandingkan angka r-hitung
dan r-tabel. Jika r-hitung lebih besar dari r-tabel maka item dikatakan
valid, dan sebaliknya jika r-hitung lebih kecil dari r-tabel maka item
dikatakan tidak valid. sedangkan r-tabel dicari dengan cara melihat tabel r
dengan ketentuan r minimal adalah 0,312. (Sopiyudin, 2017). Uji validitas
pada penelitian ini dilakukan di PG Rejo Agung Madiun.
50
4.5.2 Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan sejauh mana hasil
pengukuran tetap konsisten apabila dilakukan pengukuran dua kali atau
lebih terhadap gejala yang sama dengan alat pengukur yang sama pula.
Pengukuran dapat bervariasi dari kejadian yang satu ke kejadian lainnya
(Isgiyanto, 2009).
Uji reliabilitas dilakukan dengan cara membandingkan angka
cronbach alpha dengan ketentuan nilai cronbach alpha minimal. Artinya
jika nilai cronbach alpha yang didapatkan dari hasil perhitungan SPSS
lebih besar dari nilai cronbach alpha minimal maka disimpulkan kuesioner
reliabel, sebaliknya jika cronbach alpha lebih kecil dari nilai cronbach
alpha minimal maka disimpulkan tidak reliabel (Sopiyudin, 2017)
4.6 Lokasi dan Waktu Penelitian
4.6.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di UPTD LIK Magetan.
4.6.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dimulai pada bulan Februari sampai dengan Agustus 2019.
Tabel 4.2 Kegiatan Penelitian
No Kegiatan Pelaksanaan
1. Pengajuan Judul 1 Februari 2019
2. Penyusunan Proposal 2 April – 26 Juni 2019
3. Ujian Proposal 29 Juni 2019
4. Revisi Proposal 1 Juli – 15 Juli 2019
5. Pengambilan Sampel dan Penelitian 28 Juli – 4 Agustus 2019
6. Penyusunan Skripsi 4 Agustus
7. Seminar Hasil Skripsi 27 Agustus 2019
8. Revisi Seminar Hasil 28 Agustus – 04 September 2019
51
4.7 Prosedur Pengumpulan Data
4.7.1 Data Primer
Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan metode
wawancara langsung dengan para pekerja di UPTD LIK Magetan,
penyebaran kuesioner dan tabel observasi.
4.7.2 Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder seperti data keluhan gangguan
pernapasandi dunia didapat dari WHO. Data keluhan gangguan pernapasan
di Indonesia didapat dari data Depkes dan Kemenkes.
4.8 Teknik Pengolahan Data
Menurut (Notoatmodjo, 2012) langkah – langkah pengolahan data
secara manual pada umumnya adalah sebagai berikut :
1. Editing
Hasil wawancara, atau angket yang diperoleh atau dikumpulkan
melalui kuesioner perlu disunting terlebih dahulu. Apabila masih ada
data atau informasi yang tidak lengkap dan tidak mungkin dilakukan
wawancara ulang, maka kuesioner tersebut dikeluarkan (drop out).
2. Coding
Setelah sekian kuesioner diedit atau disunting, selanjutnya
dilakukan peng “kodean” atau “coding”, yakni mengubah data
berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan.
Pemberian kode pada data adalah menterjemahka data ke dalam
kode-kode yang biasanya dalam bentuk angka.
52
Tabel 4.3 Coding Variabel Penelitian
No. Variabel Coding Kategori
1. Masa Kerja 0 Lama
1 Baru
2. Penggunaan Pelindung Diri (APD) 0 Tidak menggunakan
1 Menggunakan
3. Keluhan Gangguan Pernapasan 0 Iya
1 Tidak
3. Entry Data
Entry adalah jawaban-jawaban dari masing-masing responden
yang dalam bentuk “kode” (angka atau huruf) dimasukkan ke dalam
program atau “software” komputer. Proses data dilakukan dengan
cara meng-entry data dari kuesioner ke perangkat komputer
(Notoatmodjo 2012).
4. Cleaning
Cleaning adalah apabila semua data dari setiap sumber data atau
responden selesai dimasukkan, perlu dicek kembali untuk melihat
kemungkinan-kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode,
ketidaklengkapan, dan sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan
atau koresi.
5. Tabulating
Tabulating adalah pekerjaan membuat tabel. Semua jawaban yang
telah diberi kode kemudian dimasukkan ke dalam tabel. Untuk
selanjutnya data dibuat dalam bentuk tabel untuk mendeskripsikan
hasil perhitungan, setelah itu membuat interpretasi hasil pengolahan
tersebut dalam bentuk naratif sesuai hasil perhitungan data. (Ria
Puspita 2016).
53
4.9 Teknik Analisis Data
Analisis Data adalah mengelompokkan data berdasarkan variabel dan
jenis responden, mentabulasikan data berdasarkan dari variabel seluruh
responden, menyajikan data tiap variabel yang di teliti, melakukan
perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah diujikan (Sugiyono, 2009).
4.9.1 Analisa Univariat
Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik setiap variabel penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini
hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase dari setiap
variabel.
Analisis ini digunakan untuk menggambarkan distribusi dan
presentase dari tiap-tiap variabel yaitu, Pengetahuan, Sikap dan perilaku.
4.9.2 Analisa Bivariat
Analisa bivariat dengan menggunakan uji untuk mengetahui hubungan
yang signifikan antar masing-masing variabel bebas dengan variabel
terikat. Pada analisis bivariat terdapat 2 uji yaitu parametrik dan non
parametrik (Saryono, 2013).
Syarat – syarat yang terdapat pada Uji Chi Square adalah sebagai
berikut :
a. Sampel dipilih secara acak
b. Setiap sel paling sedikit berisi frekuensi harapan sebesar 1. Sel – sel
dengan frekuensi harapan kurang dari 5 tidak melebihi 20% dari total
sel
54
c. Besar sampel sebaiknya > 40
Syarat yang terdapat pada uji chi-square apabila tidak memenuhi
syarat digunakan uji alternatif yaitu uji fisher exact (Dahlan, 2017)
1. Untuk tabel 2x2 gunakan chi-square dengan korelasi Yates (Chi
Square with continuity correction).
2. Bila tabel 2x2, dan ada nilai sel dengan frekuensi harapan <5 maka uji
yang dipakai adalah Fisher’s Excat Test.
3. Bila tabelnya lebih dari 2x2 maka digunakan uji Pearson Chi Square.
Keputusan hasil uji statistik dengan membandingkan nilai p (p-value)
dan nilai α (0,05), ketentuan yang berlaku adalah sebagai berikut :
1) Jika p-value ≤ 0,05 berarti H0 ditolak H1 diterima sehinga antara
kedua variabel ada hubungan yang bermakna
2) Jika p-value > 0,05 berarti H0 diterima H1 ditolak,sehingga antara
kedua variabel tidak ada hubungan yang bermakna.
Jika dengan Uji Chi Square (x2) terbukti terdapat hubungan, untuk
menentukan kuatnya hubungan dapat dianalisis dengan pendekatan
Confisien contingency dan Ratio prevalens. Penulis menyarankan untuk
memakai pendekatan analisis Ratio prevalens (RP) karena kuatnya
hubungan dapat dilihat secara nyata. Ratio prevalens (RP) dihitung dengan
cara membagi prevalens efek pada kelompok dengan faktor risiko dengan
prevalen efek pada kelompok tanpa faktor risiko.
Cara memberi makna terhadap perhitungan nilai RP : Interpretasi nilai
RP harus disertai nilai interval kepercayaan (confidence interval) sesuai
55
yang dikehendaki. Nilai interval kepercayaan (IK) menentukan apakah RP
bermakna atau tidak. Cara menghitung IK dapat dilihat dibuku – buku
statistika dan tersedia pada program computer, yang terpenting IK harus
dihitung dan diinterpretasikan dengan benar. Interpretasi hasil RP sebagai
berikut :
a) Apabila nilai RP (ratio prevalens) = 1, berarti variable yang diduga
sebagai faktor resiko tersebut tidak ada hubungannya dalam terjadinya
efek. Nilai 1 menunjukkan nilai netral.
b) Apabila nilai RP > 1 dan nilai IK (interval kepercayaan) tidak
mencakup angka 1, bermakna variabel tersebut merupakan faktor
risiko timbulnya penyakit.
c) Apabila nilai RP = 1 dan nilai IK tidak mencakup nilai 1, bermakna
faktor risiko yang diteliti justru merupakan faktor protektif
(mengurangi kejadian penyakit).
d) Apabila nilai interval kepercayaan (IK) mencakup angka 1, maka
faktor risiko yang dikaji tersebut belum dapat disimpulkan apakah
merupakan faktor risiko atau faktor protektif (Cholik, 2017).
4.10 Etika Penelitian
1. Etika Penelitian
Peneliti dalam melakukan penelitian hendaknya memegang teguh
sikap ilmiah (scientific attitude) serta berpegang teguh pada etika
penelitian, diantaranya yaitu :
56
a. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human
dignity).
Peneliti perlu memeprtimbangkan hak-hak subjek penelitian
(responden) untuk mendapatkan informasi tentang tujuan peneliti
melakukan penelitian. Disamping itu, penelitian memberikan
kebebasan kepada subjek untuk memberikan informasi atau tidak
membrikan informasi. sebagai ungkapan, peneliti menghormati
harkat dan martabat subjek penelitian, peneliti seyogyanya
mempersiapkan formulir persetujuan subjek (inform consent).
1) Penjelasan manfaat penelitian.
2) Penjelasan kemungkinan resiko dan ketidak nyamanan yang
di timbulkan
3) Penjelasan manfaat yang di dapatkan.
4) Persetujuan peneliti dapat menjawab setiap pertanyaan yang
diajukan subjek penelitian berkaitan dengan prosedur
penelitian.
5) Pesetujuan subjek dapat mengundurkan diri sebagai objek
penelitian kapan saja .
6) Jaminan anonimitas dan kerahasiaan terhadap identitas dan
informasi yang diberikan oleh reponden.
57
b. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penelitian (respect
for privacy and confidentiality).
Setiap orang mempunyai hak-hak dasar individu termasuk
privasi dan kebebasan individu dalam memberikan informasi.
peneliti tidak boleh menampilkan informasi mengenai identitas
dan kerahasiaan identitas subjek. Peneliti cukup menggunakan
coding sebagai pengganti identitas responden.
c. Keadilan dan inklusivitas/keterbukaan (respect for justice and
inclusiveness).
Prinsip keterbukaan dan adil perlu dijaga oleh peneliti dengan
kejujuran, keterbukaan dan kehati-hatian. Untuk itu, lingkungan
penelitian perlu dikondisikan sehingga memenuhi prinsip
keterbukaan, yakni dengan, menjelaskan prosedur penelitian.
Prinsip keadilan menjamin bahwa semua subjek penelitian
memperoleh perlakuan dan keuntungan yang sama, tanpa
membedakan gender, agama, etnis, dan sebagainya.
d. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan
(balancing harms and benefits).
Sebuah penelitian hendaknya memperoleh manfaat
semaksimal mungkin bagi masyarakat pada umumnya, dan subjek
penelitian pada khususnya. (Notoatmojdo, S., 2010).
58
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Lingkungan Industri Kulit (LIK) merupakan sebuah tempat
berkumpulnya komunitas penyamak untuk melakukan aktifitas
penyamakan serta merupakan tempat berlangsungnya proses kemitraan
antara komunitas penyamak dengan UPT Industri kulit Magetan berlokasi
di Jl. Teuku umar No. 5 Magetan terletak di Dusun Tulung Desa
Ringinagung.
Secara geografis memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:
1. Sebelah Utara : Desa Candirejo Kecamatan Magetan
2. Sebelah selatan : Desa Sumber Dukun Kecamatan Ngariboyo
3. Sebelah Timur : Kelurahan Magetan Kecamatan Magetan
4. Sebelah Barat : Desa Sambirobyong Kecamatan Sidorejo
Gambar 5.1 Peta Lokasi UPT Industri Kulit dan Produk Kulit Magetan
Sumber :
https://www.google.com/maps/place/Balai+Pelayanan+Teknis+Industri+Kulit+Dan+Ling
kungan+Industri
59
Unit pelayanan teknis industri kulit dan produk kulit magetan berdiri
sejak tahun 1981, luas tanah ± 4 Ha yang tediri dari :
1. 2 Ha dipergunakan sebagai :
a. 3 unit work shop penyamakan kulit
b. 1 gedung show room
c. 1 gedung mushola
d. 1 gedung diklat
e. 2 gedung gudang
f. 1 gedung bengkel
g. 2 instalasi pengolahan air limbah (IPAL)
h. 1 unit laboratorium
2. 2 Ha dipergunakan sebagai :
Dipergunaan atau dihuni oleh 78 unit pengusaha penyamakan
kulit mempunyai tenaga krja 550 orang dan menghasilkan kulit
6.180.440 ft/Tahun. Sedangkan diluar LIK tercatat sebanyak 55 unit
penyamakan kulit yang mempunyai tenaga kerja 206 orang dan
menghasilkan 2.130.000 ft/Tahun.
5.2 Karakteristik Responden
Dalam hal ini akan membahas tentang distribusi frekuensi karateristik
responden penelitian berdasarkan umur dan tingkat pendidikan pekerja
UPTD Industri LIK Magetan.
60
1. Karakteristik Responden Berdasarkan umur pekerja UPTD Industri
LIK Magetan
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan umur pekerja UPTD
Industri LIK Magetan bulan juli 2019 No Umur Jumlah Presentase (%)
1 25-32 2 6,7
2 33-39 5 16,7
3 40-46 5 16,7
4 47-53 7 23,3
5 54-60 8 26,6
6 61-66 3 10
Total 30 100.0
Sumber : Data Primer dan Hasil Penelitian Bulan Juli 2019.
Berdasarkan tabel 5.1 diatas menunjukkan presentase terbesar
umur responden merupaan usia ≥54 tahun yaitu sebanyak 8 orang
(26,6%).
2. Karakteristik Responden berdasarkan pendidikan pekerja UPTD
Industri LIK Magetan
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pendidikan pekerja UPTD
Industri LIK Magetan bulan Juli 2019 No Pendidikan Jumlah Presentase (%)
1 SD 6 20.0
2 SMP 8 26.7
3 SMA 16 53.3
Total 30 100.0
Sumber : Data Primer dan Hasil Penelitian Bulan Juli 2019.
Berdasarkan tabel 5.2 Diatas menunjukan presentase terbesar dari
seluruh pendidikan responden terbanyak adalah SMA dengan
presentase (53.3%)
5.3 Hasil Penelitian
Analisis dalam penelitian ini dilakukan dengan analisis univariat dan
bivariat, untuk analisis univariat digunakan untuk mengetahui distribusi
frekuensi dari masing-masing variabel. Sedangkan untuk analisis bivariat
digunakan untuk mengetahui hubungan anatara variable independen
61
dengan variable dependen yaitu faktor yang berhubungan dengan kejadian
ispa pada pekerja UPTD Industri LIK Magetan. Dalam penelitian ini
menggunakan uji statistic Chi-square. Berikut hasil analisis bivariat
penelitian dengan menggunakan aplikasi spss.
5.2.1 Analisis Univariat
1. Penggunaan APD
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diperoleh distribusi
frekuensi penggunaan APD sebagai berikut :
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan penggunaan
APD pekerja UPTD Industri LIK Magetan. No Penggunaan APD Jumlah Presentase (%)
1 Tidak Menggunakan 18 60.0
2 Menggunakan 12 40.0
Total 30 100,0
Sumber : Data Primer dan Hasil Penelitian Bulan Juli 2019.
Berdasarkan tabel 5.3 diatas diketahui responden pekerja UPTD
Industri LIK Magetan dengan Penggunaan APD yang tidak
Menggunakan berjumlah 18 pekerja (60.0%)
2. Masa Kerja
Bedasarkan hasil penelitian yang dilakukan diperoleh distribusi
frekuensi Masa Kerja sebagai berikut :
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Masa Kerja
UPTD LIK Magetan
No Masa Kerja Jumlah Presentase (%)
1 Lama 18 60.0
2 Baru 12 40.0
Total 30 100,0
Sumber : Data Primer dan Hasil Penelitian Bulan Juli 2019.
62
Berdasarkan tabel 5.4 diatas diketahui responden pekerja UPTD
LIK Magetan yang bekerja >5 Tahun dengan kategori Lama yaitu 18
pekerja (60.0%).
3. Keluhan Gangguan Penapasan
Berdasarkan hasil penelitianyang dilakukan diperoleh distribusi
frekuensi Keluhan Gangguan Pernapasan sebagai berikut :
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Keluhan
Gangguan Pernapasan UPTD LIK Magetan
No Keluhan Gangguan Pernapasan Jumlah Presentase (%)
1 Mengalami 18 60.0
2 Tidak Mengalami 12 40.0
Total 30 100,0 Sumber : Data Primer dan Hasil Penelitian Bulan Juli 2019.
Berdasarkan tabel 5.5 diatas diketahui responden pekerja UPTD
LIK Magetan yang menderita Keluhan Gangguan Pernapasan
berjumlah 18 pekerja (60.0%).
5.2.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat merupakan lanjutan dari analisis univariat. Hasil
penelitian analisis bivariat ini digunakan untuk mengetahui hubungandan
besarnya Ratio Prevelen (RP) dan digunakan untuk mencari hubungan
antara variabel independent dan variabel dependent dengan uji statistik
yang digunakan adalah Chi-Square dan penentuan Ratio Prevalen (RP)
dengan taraf kepercayaan (CI) 95% dan tingkat kemaknaan 0,05.
63
1. Penggunaan Alat Pelindung Diri dengan Keluhan Gangguan
Pernapasan Pada Pekerja UPTD LIK Magetan
Tabel 5.6 Tabulasi Silang Penggunaan Alat Pelindung Diri Terhadap
Keluhan Gangguan Pernapasan di UPTD LIK Magetan
APD
Keluhan gangguan pernapasan
p-value RP
95% CI Mengalami
Tidak
Mengalami Total
F % F % F %
Tidak
menggunakan 11 61.1 7 38.9 18 100,0 0,018 6,638
0,945-42,907 Menggunakan 1 8.3 11 91.7 12 100,0
Total 12 40,0 18 60.0 30 100,0
Berdasarkan tabel 5.6 hasil analisis hubungan antara penggunaan
APD dengan keluhan gangguan pernapasan diperoleh hasil bahwa ada
18 responden yang tidak menggunakan APD dan yang mengalami
gangguan pernapasan sebanyak 11 orang dengan persentase 61.1%.
Sedangkan ada 12 yang menggunakan APD dengan presentase 8,3%.
Hasil uji Chi Square dapat dikatakan bahwa ada resiko antara
penggunaan APD dengan keluhan gangguan pernapasan dengan nilai
p=0,018 kurang dari α = 0,05. Hasil perhitungan resiko didapatkan RP
= 6.638 (95% CI 0.945-42,907), atau RP >1 secara statistik dapat
disimpulkan bahwa terdapat resiko keluhan gangguan pernapasan
6.638 kali lebih besar pada responden yang menggunakan APD
dengan responden yang tidak menggunakanan APD untuk keluhan
gangguan pernapasan.
64
2. Masa Kerja dengan Kejadian Keluhan Gangguan Pernapasan
Pada Pekerja UPTD LIK Magetan
Tabel 5.7 Tabulasi Silang Masa Kerja Terhadap Kejadian Keluhan
Gangguan Pernapasan di UPTD LIK Magetan.
Masa
Kerj
a
Keluhan gangguan pernapasan
p-value RP
95% CI Mengalami
Tidak
Mengalami Total
F % F % F %
Lama 11 61,1 7 38,9 18 100,0 0,007
7,333
1,811-49,640 Baru 1 8,3 11 91,7 12 100,0
Total 12 40,0 18 60,0 30 100,0
Berdasarkan tabel 5.6 hasil analisis hubungan antara penggunaan
APD dengan keluhan gangguan pernapasan diperoleh hasil bahwa ada
pekerja lama sebesar 18 orang dan 11 orang mengalami dengan
persentase 61,1%. Sedangkan ada 12 masa kerja baru yang
mengalami keluhan gangguan penapasan sebesar 1 dengan presentase
presentase 8,3%.
Hasil uji Chi Square dapat dikatakan bahwa ada resiko antara
penggunaan APD dengan keluhan gangguan pernapasan dengan nilai
p=0,007 kurang dari α = 0,05. Hasil perhitungan resiko didapatkan RP
= 7,333 (95% CI 1,083-49,640), atau RP >1 secara statistik dapat
disimpulkan bahwa terdapat resiko keluhan gangguan pernapasan
7,333 kali lebih besar pada responden pekerja lama dibanding dengan
responden pekerja baru.
65
5.4 Pembahasan
5.4.1 Alat Pelindung Diri Pada Pekerja UPTD LIK Magetan
Berdasarkan hasil distribusi frekuensi didapat bahwa dari 30
responden sebagian besar APD responden yang tidak menggunakan
sebesar 18 responden dengan presentase 60,0%, sedangkan responden
dengan memakai APD sebesar 12 responden dengan presentase 40,0%.
Menurut Anita Dewi P.S, (2012) APD atau Alat Pelindung Diri adalah
seperangkat alat yang digunakanoleh tenaga kerja untuk melindungi
seluruh atau sebagian tubuhnya terhadap kemungkinan adanya potnsi
bahaya atau kecelakaan kejadian penyakit akibat kerja (PAK). APD
dipakai sebagai upaya rekaya (enginering) dan administratif tidak dapat
dilakukan dengan baik atau tidak. Namun pemakaian APD bukanlah
pengganti dari kedua usaha tersebut,namun sebagai usaha akhir.
Wawancara kuesioner yang telah dilakukan diketahui bahwa pekerja
di UPTD LIK Magetan tidak memakai APD dikarenakan pekerja merasa
tidak nyaman dan merasa bahwa masker menghambat aktivitas pekerja
pada saat pengecatan kulit, pekerja lebih mengutamakan kenyamanan saat
bekerja dan tidak mengutamakan keamanan.
5.4.2 Masa Kerja Pada Pekerja UPTD LIK Magetan
Berdasarkan hasil distribusi frekuensi didapat bahwa dari 30
responden sebagian besar Masa Kerja lama responden sebesar 18
responden dengan presentase 60,0%, sedangkan responden dengan Masa
Kerja Baru sebesar 12 responden dengan presentase 40,0%.
66
Masa kerja adalah waktu atau lamanya seorang bekerja pada suatu
instansi, kantor, dan sebagainya (koesindratmono, 2011). Masa kerja juga
merupakan faktor yang berkaitan dengan lamanya seseorang bekerja
disuatu tempat (Andini, 2015). Masa kerja juga merupakan jangka waktu
seseorang yang sudah bekerja dari pertama mulai masuk hingga bekerja.
Masa kerja dapat diartikan sebagai sepenggalan waktu yang agak lama
dimana seseorang tenaga kerja masuk dalam satu wilayah tempat usaha
sampai batas tertentu (Suma’mur, 2009 dalam Nisak, 2014) Masa kerja
merupakan akumulasi aktivitas kerja seseorang yang dilakukan seseorang
dalam jangka waktu yang panjang.
Wawancara kuesioner yang telah dilakukan bahwa pekerja di UPTD
LIK Magetan dimana pekerja masuk dalam satu wilayah tempat usaha
sampai batas tertentu, pekerjanya sendiri bekerja lebih dari 5 tahun
sedangkan yang baru kurang dari 5 tahun.
5.4.3 Keluhan Gangguan Pernapasan Pada Pekerja UPTD LIK Magetan
Berdasarkan hasil distribusi frekuensi didapat bahwa dari 30
responden sebagian besar Keluhan Ganguan Pernapasan responden yang
tidak menggalami sebesar 12 responden dengan presentase 40,0%,
sedangkan responden yang mengalami keluhan gangguan pernapasan
sebesar 18 responden dengan presentase 60,0%.
Gangguan pada sistem pernapasan dapat disebabkan oleh dua hal,
yaitu terjadi gangguan pada proses pengikatan oksigen dan kelainan pada
saluran pernapasan sehingga mengganggu aliran udara.Gangguan pada
67
proses pengikatan oksigen terjadi karena adanya kompetisi antaraoksigen
dan zat lain yang dapat berikatan dengan hemoglobin. Contohnya pada
keracunangas karbon monoksida. Karbon monoksida lebih mudah
berikatan dengan hemoglobin dibandingkan dengan oksigen. Hal ini
menyebabkan hemoglobin mengikat karbonmonoksida, bukan oksigen.
Jika sebagian besar darah berikatan dengan karbon monoksida, jaringan
dalam tubuh akan kekurangan oksigen. (Depkes, 2009).
Wawancara kuesioner yang telah dilakukan diketahui bahwa penderita
Keluhan Gangguan Pernapasan di pengaruhi oleh adanya tidak memakai
alat pelindung diri (APD) saat bekerja, apabila tingkat kesadaran pekerja
lebih rendah maka akan mendorong pekerja terkena keluhan gangguan
pernapasan.
5.4.4 Hubungan Antara Penggunaan APD dengan Kejadian Keluhan
Ganguan Pernapasan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, menunjukkan bahwa ada
hubungan penggunaan APD dengan kejadian keluhan gangguan
pernapasan dengan nilai p = 0,018 kurang dari a = 0,05. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa responden dengan tidak menggunakan dan terdapat
adanya tidak menggunakan alat pelindung diri sebesar 11 dengan
presentase 57,9%, responden dengan tidak menggunakan dan
menggunakan terdapat tidak menggunakan alat perlindung diri sebesar 8
dengan presentase 42,1%, responden dengan menggunakan alat pelindung
diri sebesar 1 dengan presentase 9,1%, responden dengan tidak memakai
dan memakai sebesar 10 dengan presentase 90,0%.
68
Menurut Anita Dewi P.S, (2012) APD atau Alat Pelindung Diri adalah
seperangkat alat yang digunakanoleh tenaga kerja untuk melindungi
seluruh atau sebagian tubuhnya terhadap kemungkinan adanya potnsi
bahaya atau kecelakaan kejadian penyakit akibat kerja (PAK). APD
dipakai sebagai upaya rekaya (enginering) dan administratif tidak dapat
dilakukan dengan baik atau tidak. Namun pemakaian APD bukanlah
penggangti dari kedua usaha tersebut,namun sebagai usaha akhir.
Paru-paru harus dilindungi mana kala udara tercemar atau ada
kemungkinan kekurangan oksigen dalam udara.Pencemaran-pencemaran
mungkin berbentuk gas, uap logam, kabut, debu dan lainnya. Kekurangan
oksigen mungkin terjadi di tempat-tempat yang pengudaraannnya buruk
seperti tangki atau gudang bawah tanah. Pencemar-pencemar yang
berbahaya mungkin beracun, korosit, atau menjadi sebab
rangsangan.Pengaruh lainnya termasuk dalam upaya kesehatan kerja
(Anizar, 2009).
Hasil diatas sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fujianti
(2015), yang menyimpulka bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
anatara pemakaian APD dengan timbulnya keluhan gangguan pernapasan.
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian khaerani (2009), yang
menunjukkan bahwa ada hubungan anatara penggunaan APD masker
dengan keluhan gangguan pernapasan.
Berdasarkan penelitian diketahui bahwa responden dengan tidak
menggunakan hal ini dikarenakan berdasarkan observasi dan wawancara
69
kuesioner yang telah dilakukan diketahui bahwa pekerja di UPTD LIK
Magetan tidak memakai APD dikarenakan pekerja merasa tidak nyaman
dan menghambat aktivitas pekerja pada saat pengecatan kulit, pekerja
lebih mengutamakan kenyamanan saat bekerja dan tidak mengutamakan
keamanan.
5.4.5 Hubungan Antara Masa Kerja dengan Kejadian Keluhan Gangguan
Pernapasan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, menunjukkan bahwa ada
hubungan penggunaan masa kerja dengan kejadian keluhan gangguan
pernapasan dengan nilai p= 0,07 kurang dari a= 0,05. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa responden dengan lama kerja dan terdapat adanya
baru bekerja sebesar 11 dengan presentase 61,1%, responden dengan
pekerja lama dan baru terdapat lamanya sebesar 7 dengan presentase
38,9%, responden dengan pekerja baru sebesar 1 dengan presentase 9,1%,
responden dengan pekerja lama dan baru sebesar 11 dengan presentase
91,7%.
Masa kerja adalah waktu atau lamanya seorang bekerja pada suatu
instansi, kantor, dan sebagainya (koesindratmono, 2011). Masa kerja
jugamerupakan faktor yang berkaitan dengan lamanya seseorang bekerja
disuatu tempat (Andini, 2015). Masa kerja juga merupakan jangka waktu
seseorang yang sudah bekerja dari pertama mulai masuk hingga bekerja.
Masa kerja dapat diartikan sebagai sepenggalan waktu yang agak lama
dimana seseorang tenaga kerja masuk dalam satu wilayah tempat usaha
sampai batas tertentu (Suma’mur, 2009 dalam Nisak, 2014) Masa kerja
70
merupakan akumulasi aktivitas kerja seseorang yang dilakukan seseorang
dalam jangka waktu yang panjang.
Masa kerja adalah suatu kurun waktu atau lamanya tenaga kerja
bekerja di suatu tempat. Masa kerja dapat mempengaruhi kinerja baik
positif maupun negatif. Memberi pengaruh positif pada kinerja bila dengan
semakin lamanya masa kerja personal semakin berpengalaman dalam
melaksanakan tugasnya. Sebaliknya akan memberikan pengaruh negatif
apabila dengan semakin lamanya masa kerja akan timbul kebiasaan pada
tenaga kerja. Masa kerja dikategorikan menjadi tiga, yakni; masa kerja
baru < 6 tahun; masa kerja sedang antara 6-10 tahun; dan masa kerja lama
> 10 tahun (M. A. Tulus, 1992: 121).
Hasil diatas sejalan dengan penelitian yang dilakukan mochtar dkk.,
(2013), yang menyimpulka bahwa ada hubungan anatara masa kerja
dengan timbulnya keluhan gangguan pernapasan. Hasil penelitian ini juga
sejalan dengan penelitian fitri (2013), yang menunjukkan bahwa ada
hubungan dengan keluhan gangguan pernapasan.
Berdasarkan penelitian diketahui bahwa responden yang masa
kerjanya paling lama, hal ini dapat terjadi karena karyawan dengan masa
kerja lebih lama cenderung mempunyai kemampuan dan pemahaman yang
lebih baik menganai pekerjaan nya dibandingkan dengan karyawan
mempunyai masa kerja pendek. Dikarenakan pengalaman yang dimiliki
oleh karyawan dengan masa kerja yang lebih lama mempunyai
pengalaman yang lebih banyak mengenai pekerjaan yang dilakukannya.
71
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan,
maka dapat diambil kesimpulan dari penelitian ini sebagai berikut:
1. Responden di UPTD LIK Magetan sebagian besar 60.0% yang sudah
memakai APD. Ada hubungan penggunaan APD dengan kejadian
keluhan gangguan pernapasan dengan nilai p = 0,018 dan nilai RP=
sebesar 6,637 sedang nilai CI = 0.945-42,907.
2. Responden di UPTD LIK Magetan sebagian besar 60.0% dengan masa
kerja baru. Ada hubungan penggunaan masa kerja dengan kejadian
keluhan gangguan pernapasan dengan nilai p = 0,007 dan nilai RP =
7,333 sedang nilai CI = 1,083-49,640.
6.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian, disarankan sebagai berikut :
1. Bagi Industri LIK Magetan
Perusahaan sebaiknya menyediakan alat pelindung diri khususnya
masker dan harus melakukan pengawasan mengenai kepatuhan tenaga
kerja dalam pemakaian masker yang berkaitan dengan keluhan
gangguan pernapasan.
72
2. Bagi Pekerja
Bagi tenaga kerja diharapkan selalu mematuhi SOP dari industri
tentang penggunaan APD agar menurunkan angka kejadian keluhan
gangguan pernapasan.
3. Bagi Peneliti selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya yang inigin melakukan penelitian tentang
keluhan gangguan pernapasan pada pekerja di UPTD LIK Magetan
dapat merubah atau mengganti variabel lain seperti lama kerja, atau
lama paparan dari sumber pemicu resiko gangguan pernpasan.Sehingga
akan didapat faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan gangguan
pernapasan yang lebih banyak.
73
DAFTAR PUSTAKA
Abidin,Yunus, Wiyonodan Ratnawati. 2009. Tentang penyakit PPOK.
Buntarto.2015.Panduan keselamatan dan kesehatan kerja untuk
industry,ustakabaru pres,Jogjakarta.
Dewi, Anita. 2012. Dasar-dasar Keselamatan & Kesehatan Kerja. Jember
University Press :Jember.
Dylan Tromp, Manajer Proyek, Youth 4 OSH International Labour Organization
(ILO). 2017. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dan Kaum Muda di
Indonesia. Di kutip dari http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/--
-ro-bangkok/---ilo-jakarta/documents/presentation/wcms_552685.pdf diakses pada 29 Mei 2019.
Depkes RI. 2013.Tentang keluhan gangguan pernapasan dan infeksi saluran
pernapasa(ISPA).Dikutip dari
http://www.depkes.go.id/folder/view/ISPA_55478.pdf diakses pada tanggal
29 Mei 2019.
Dinas Kesehatan Kabupaten Magetan. 2017. Profil Kesehatan Kabupaten
Magetan.
ILO. 2013. Keselamatan dan Kesehatan Kerja untuk Produktivitas. Jakarta:
International Labour Office.
KepPres RI No 22 Tahun 1993.Tentang Jenis-jenis Pekerjaan.
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1405/MENKES/SK/Xi/2002,tentang
faktor lingkungan yang mempengaruhi gangguan pernapsan.
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
829/MENKES/SK/VII/1999.Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja
Perkantoran dan Industri.
Lestari.2008.Hubungan antara pemakaian masker dengan kejadian ISPA pada
karyawan unit spinning II bagian ring frame shift C PT APAC inti corpora
Semarang.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta :Rineka
Cipta.
Notoatmodjo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan.Jakarta : PT Rineka Cipta.
74
PERMENAKERTRANS Republik Indonesia. 2016. Alat Pelindung Diri. Di kutip
http://indorope.com/wpcontent/uploads/2016/05/permen_9_tahun_2016.pdf
diaksespada 29 Mei 2019.
Rini Rizky ,Septia. 2014.Analisis factor resiko kejadian infeksi saluran
pernapasan akut (ISPA) pada pekerja produksi block rubber ptsritrang
indonesia,Semarang.
Ruden et al Bulletin WHO. 2013.Angka ISPA di Indonesia.
Sugiyono. 2013. Metode penelitian kualitatif dan kuanitatif dan R & D. Bandung :
CV. Alfabeta.
Tarwaka. 2014. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3): Manajemen dan
Implementasi K3 di Tempat Kerja. Harapan Press : Surakarta.
Wahyuni.2013.Hubungan factor lingkungan dan perilaku keluarga dengan
kejadian ISPA pada balita di puskesmas ambacabang kec. Kuranji Padang.
Widoyono.2005.Sumber Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan (ISPA).
World Health Organization.2007.Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA) yang cenderung menjadi Epidemi dan Pendemi di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan. WHO (online). Jurnal 2015.
http://apps.who.int/iris/bitstream//0665/69707/14/WHO_CDS_EPR_2007.
6-Ind.PDF. diakses 20 Januari 2019, pukul 20.15.
. 2014. Penularan ISPA. Jurnal 2010. http://apps.who.int/iris/
bitstream//0665/ 69707/14/WHO_CDS_EPR_2014.PDF. diakses 20 Januari
2019, pukul 20.18.
75
Lampiran 1
SURAT IZIN PENGAMBILAN DATA AWAL
76
Lampiran 2
SURAT PERMOHONAN UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS
77
Lampiran 3
SURAT IZIN PENELITIAN
78
79
80
Lampiran 4
LEMBAR PERSETUJUAN
(INFORMED CONSENT)
Setelah mendapatkan penjelasan serta mengetahui manfaat penelitian
dengan judul “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Gangguan
Pernapasan Pada Pekerja Di UPTD Industry Kulit LIK Magetan”.Saya
menyatakan setuju diikutsertakan dalam penelitian ini dengan catatan bila
sewaktu-waktu dirugikan dalam bentuk apapun berhak membatalkan persetujuan.
Saya percayaapa yang saya buat dijamin kerahasiaannya.
Magetan, Juni 2019
Responden,
(…………………….)
81
Lampiran 5
KUESIONER SURVEI AWAL PENELITIAN
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN
GANGGUAN PERNAPASAN PADA PEKERJA DI UPTD INDUSTRI
KULIT (LIK) MAGETAN
Nama Responden :
Umur :
Pendidikan :
1. Apakah selama bekerja dan setelah bekerja pernah mengalami keluhan
gangguan pernapasan?
A.Ya B. Tidak
Jika “Ya”, gejala apa saja yang anda rasakan?
a. Batuk-batuk : Ya Tidak
b. Flu : Ya Tidak
c. Sesak napas : Ya Tidak
d. Nyeri dada : Ya Tidak
e. Sakit tenggorokan : Ya Tidak
2. Apakah bapak sudah lama merasakan keluhan gangguan pernapasan
tersebut?
A.Ya B. Tidak
3. Apakah pada industry LIK ini meneydiakan APD untuk pekerjanya?
A. Ya B. Tidak
4. Berapa lama bapak bekerja di LIK Magetan? …… tahun
82
Lampiran 6
OBSERVASI
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN
GANGGUAN PERNAPASAN PADA PEKERJA DI UPTD INDUSTRI
KULIT (LIK) MAGETAN
1. Tabel Observasi
No Pernyataan Ya Tidak
1. Pekerja memakai APD sesuai SOP
2. Pekerja memakai APD sesuai dengan
tupoksi pekerja
83
Lampiran 7
HASIL UJI SPSS
FREKUENSI DATA RESPONDEN
Statistics
JENIS_KELAMIN UMUR MK APD KGP
N Valid 30 30 30 30 30
Missing 0 0 0 0 0
JENIS_KELAMIN
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid L 30 100.0 100.0 100.0
UMUR
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid <45 10 33.3 33.3 33.3
>=45 20 66.7 66.7 100.0
Total 30 100.0 100.0
MK
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid TIDAK_MENGGUNAKAN 20 66.7 66.7 66.7
MENGGUNAKAN 10 33.3 33.3 100.0
Total 30 100.0 100.0
84
APD
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid TIDAK_MENGGUNAKAN 17 56.7 56.7 56.7
MENGGUNAKAN 13 43.3 43.3 100.0
Total 30 100.0 100.0
KGP
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 0 19 63.3 63.3 63.3
1 11 36.7 36.7 100.0
Total 30 100.0 100.0
85
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
MK * KGP 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%
APD * KGP 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%
ALAT PELINDUNG DIRI
Crosstab
KGP
Total 0 1
APD TIDAK_MENGGUNAKAN Count 16 1 17
% within APD 94.1% 5.9% 100.0%
MENGGUNAKAN Count 3 10 13
% within APD 23.1% 76.9% 100.0%
Total Count 19 11 30
% within APD 63.3% 36.7% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 16.010a 1 .000
Continuity Correctionb 13.097 1 .000
Likelihood Ratio 17.778 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 15.476 1 .000
N of Valid Casesb 30
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.77.
b. Computed only for a 2x2 table
86
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for APD (TIDAK_MENGGUNAKAN / MENGGUNAKAN)
53.333 4.852 586.212
For cohort KGP = 0 4.078 1.501 11.081
For cohort KGP = 1 .076 .011 .524
N of Valid Cases 30
MASA KERJA
Crosstab
KGP
Total 0 1
MK TIDAK_MENGGUNAKAN Count 19 1 20
% within MK 95.0% 5.0% 100.0%
MENGGUNAKAN Count 0 10 10
% within MK .0% 100.0% 100.0%
Total Count 19 11 30
% within MK 63.3% 36.7% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 25.909a 1 .000
Continuity Correctionb 21.980 1 .000
Likelihood Ratio 31.489 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 25.045 1 .000
N of Valid Casesb 30
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.67.
b. Computed only for a 2x2 table
87
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
For cohort KGP = 1 .050 .007 .338
N of Valid Cases 30
88
Frequency
umur
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid <45 18 60.0 60.0 60.0
>=45 12 40.0 40.0 100.0
Total 30 100.0 100.0
pendidikan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid SD 6 20.0 20.0 20.0
SMP 8 26.7 26.7 46.7
SMA 16 53.3 53.3 100.0
Total 30 100.0 100.0
APD
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid TIDAK MENGGUNAKAN 18 60.0 60.0 60.0
MENGGUNAKAN 12 40.0 40.0 100.0
Total 30 100.0 100.0
Masa_kerja
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid LAMA 18 60.0 60.0 60.0
BARU 12 40.0 40.0 100.0
Total 30 100.0 100.0
89
Keluhan_gangguan_pernafasan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid TIDAK MENGALAMI 12 40.0 40.0 40.0
MENGALAMI 18 60.0 60.0 100.0
Total 30 100.0 100.0
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
APD *
Keluhan_gangguan_pernafasan 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%
Masa_kerja *
Keluhan_gangguan_pernafasan 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%
Masa_kerja * Keluhan_gangguan_pernafasan
Crosstab
Keluhan_gangguan_pernafasan
Total
TIDAK
MENGALAMI MENGALAMI
Masa_kerja LAMA Count 11 7 18
% within Masa_kerja 61.1% 38.9% 100.0%
BARU Count 1 11 12
% within Masa_kerja 8.3% 91.7% 100.0%
Total Count 12 18 30
% within Masa_kerja 40.0% 60.0% 100.0%
90
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square 8.356a 1 .004
Continuity Correctionb 6.302 1 .012
Likelihood Ratio 9.440 1 .002
Fisher's Exact Test .007 .005
Linear-by-Linear Association 8.078 1 .004
N of Valid Casesb 30
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,80.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Masa_kerja
(LAMA / BARU) 17.286 1.811 164.958
For cohort
Keluhan_gangguan_pernafasan
= TIDAK MENGALAMI
7.333 1.083 49.640
For cohort
Keluhan_gangguan_pernafasan
= MENGALAMI
.424 .232 .776
N of Valid Cases 30
91
APD * Keluhan_gangguan_pernafasan
Crosstab
Keluhan_gangguan_pernafasan
Total
TIDAK
MENGALAMI MENGALAMI
APD TIDAK MENGGUNAKAN Count 11 7 18
% within APD 57.9% 42.1% 100.0%
MENGGUNAKAN Count 1 11 11
% within APD 9.1% 90.9% 100.0%
Total Count 12 18 30
% within APD 40.0% 60.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square 6.914a 1 .009
Continuity Correctionb 5.030 1 .025
Likelihood Ratio 7.815 1 .005
Fisher's Exact Test .018 .010
Linear-by-Linear Association 6.683 1 .010
N of Valid Casesb 30
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,40.
b. Computed only for a 2x2 table
92
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for APD (TIDAK
MENGGUNAKAN /
MENGGUNAKAN)
13.750 1.452 130.239
For cohort
Keluhan_gangguan_pernafasan
= TIDAK MENGALAMI
6.368 .945 42.907
For cohort
Keluhan_gangguan_pernafasan
= MENGALAMI
.463 .265 .810
N of Valid Cases 30
93
Lampiran 8
DOKUMENTASI PENELITIAN
Gambar 1 Gambar 2
Wawancara dengan Responden Wawancara dengan Responden
Gambar 3 Gambar 4
Wawancara dengan Responden Wawancara dengan Responden
di bagian Tabulasing di bagian Pengecatan
94
Lampiran 9
Kartu Bimbingan
95
Lampiran 10