skripsi diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh...

70
MENIKAHI ORANG MUSYRIK PERSPEKTIF AL-JASHASH DAN AL-QURTUBI (ANALISA TERHADAP SURAT AL-BAQARAH : 221 DALAM TAFSIR AHKAM AL-QUR’AN DAN AL-JAMI’ LI AHKAM AL-QURAN) Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.i) Oleh Budy Prestiawan NIM : 107034001793 JURUSAN TAFSIR-HADIS FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 M / 2014 H

Upload: trinhnguyet

Post on 29-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

MENIKAHI ORANG MUSYRIK PERSPEKTIF AL-JASHASH

DAN AL-QURTUBI

(ANALISA TERHADAP SURAT AL-BAQARAH : 221 DALAM

TAFSIR AHKAM AL-QUR’AN DAN AL-JAMI’ LI AHKAM

AL-QURAN)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.i)

Oleh

Budy Prestiawan

NIM : 107034001793

JURUSAN TAFSIR-HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1435 M / 2014 H

Page 2: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

MENIKAHI ORANG MUSYRIK PERSPEKTIF AL-JASHASH

DAN AL-QURTUBI

(ANALISA TERHADAP SURAT AL-BAQARAH : 221 DALAM

TAFSIR AHKAM AL-QUR’AN DAN AL-JAMI’ LI AHKAM

AL-QURAN)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.i)

Oleh

Budy Prestiawan

NIM : 107034001793

Pembimbing

Dr. Faizah Ali Syibromalisi, MA

NIP : 19550725 200012 2 001

JURUSAN TAFSIR-HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1435 M / 2014 H

Page 3: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

LEMBAR PENGESAHAN

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul : “Menikahi Orang Musyrik Perspektif al-Jashash dan al-Qurtubi

Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir Ahkam al-Quran dan al-Jami’

li Ahkam al-Quran” diajukan dalam Sidang Muaqosyah Fakultas Ushuluddin UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 25 September 2014. Skripsi ini telah

diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1

(S1) pada Jurusan Tafsir Hadis.

Jakarta, 03 Oktober 2014

Sidang Munaqosyah

Ketua Sekretaris

Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA Jauhar Azizy, MA

NIP: 19711003 199903 2 001 NIP: 19820821 200801 101 2

Penguji I Penguji II

Dr. Abd. Moqsith, MA Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA

NIP: 19710607 200501 1 002 NIP: 19711003 199903 2 001

Pembimbing

Dr. Faizah Ali Syibromalisi, MA

NIP: 19550725 200012 2 001

Page 4: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

INSPIRASI UNTUK SEORANG KAWAN

Walaupun kita gagal, meskipun kita mengalami masa-masa yang kelam dan hidup

tidak berjalan baik sesuai dengan apa yang kita harapkan …

BANGKITLAH !!!

“INGATLAH MIMPI-MIMPI YANG DAHULU INGIN KAU CAPAI,

GENGGAMLAH SELALU MIMPIMU DAN JANGAN PERNAH KAU

LEPASKAN”

“YAKINLAH DENGAN APA YANG KAU JALANI SAAT INI ADALAH

SALAH SATU CARA TUHAN UNTUK MEWUJUDKAN MIMPI-MIMPIMU”

“MIMPI ITU TIDAK AKAN TERCAPAI DENGAN KESENANGAN DAN

KEBAHAGIAAN, MIMPI ITU MEMBUTUHKAN KERJAKERAS,

SEMANGAT, KERINGAT BAHKAN AIR MATA”

“YAKINLAH BAHWA SKENARIO TUHAN AKAN INDAH PADA

WAKTUNYA”

Budy Prestiawan

(Mahasiswa TH ’07)

Nb.

Skripsi ini saya persembahkan khusus kepada teman-teman TH angkatan 2007

yang tidak dapat menyelesaikan masa studi S1 di UIN Jakarta.

Page 5: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

iii

KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan hidayah-Nya

pemulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa

tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw, yang begitu berjasa dalam mencurahkan

kebaikan kepada seluruh manusia.

Dalam proses penulisan skripsi ini penulis merasakan tantangan dan halangan

yang begitu berat. Di sela-sela kesibukan penulis dalam bekerja, penulis harus

menyempatkan diri mencari buku-buku referensi serta mengetik hasil temuan tersebut

dengan harapan dapat segera menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Sebagai karya tulis hamba yang dha’if, tentunya di dalam penelitian ini masih

terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, ada kemungkinan ditemukan bagi mereka

yang ingin menelaahnya dengan lebih teliti. Segala kesalahan tersebut tidak lain

adalah sebuah keterbatasan pengetahuan penulis di dalam melakukan penelitian ini.

Bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak serta kritikan, sangat berharga

dalam penyusunan tugas akhir ini. Maka, pada kesempatan ini penulis menyampaikan

ucapan terima kasih kepada:

1. Segenap civitas akademik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; Prof. Dr.

Komaruddin Hidayat (Rektor), Prof. Dr. Masri Mansoer MA, (Dekan Fakultas

Ushuluddin), Prof. Dr. M. Ikhsan Tanggok, M.Si (Pembantu Dekan Bidang

Akademik), Dr. M. Suryadinata, M.Ag (Pembantu Dekan Bidang

Page 6: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

iv

Administrasi Umum), Dr. Faizah Ali Syibromalisi, MA (Pembantu Dekan

Bidang Kemahasiswaan), Dr. Lilik Ummi Kaltsum, M.A (Ketuan Jurusan

Tafsir-Hadis), Jauhar Azizy, MA (Sekretaris Jurusan Tafsir-Hadis)

2. Dr. Faizah Ali Syibromalisi, MA Selaku pembimbing yang telah dengan sabar

dan tidak bosan-bosannya membantu, membimbing dan mengarahkan serta

menasehati penulis dalam penulisan skripsi ini, semoga beliau selalu diberi

perlindungan dan kesehatan oleh Allah SWT (Amin).

3. Segenap dosen Fakultas Ushuluddin, Khususnya dosen-dosen di Jurusan

Tafsir-Hadis yang telah banyak berbagi ilmu kepada penulis, dari semenjak

penulis masuk di Fakultas Ushuluddin sampai saat ini, sehingga berkat jasa

beliau-beliaulah penulis mendapatkan berbagai pengetahuan, semoga Allah

SWT selalu melindungi beliau-beliau semua (Amin).

4. Kedua orang tua yang selalu memberikan dukungan, semangat, motivasi

kepada penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini, serta senantiasa

menghembuskan nafas untuk mendoakan penulis agar kelak menjadi manusia

yang sukses serta bermanfaat bagi banyak orang. Semoga Allah SWT selalu

memberikan rahmat, hidayah, perlindungan dan kesehatan kepada mereka

(Amin).

5. Kakak penulis (Didik Irawan) yang sudah banyak berkorban membantu

penulis mengeluarkan sebagian penghasilannya dalam menyelesaian skripsi

ini, semoga Allah SWT melancarkan dan memberikan keberkahan atas

rejekinya (Amin)

Page 7: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

v

6. Teman-teman penulis di Jurusan Tafsir Hadis angkatan 2007: Mustar, Mi’roji,

Husnul Aqib, Fiqri Aulia Ilhamny, Daud Catur Wicaksono, Irwan

Muhibbudin, Muhammad Rusli, Arfan Akbar, Muhammad Berbudi,

Muhammad Badrul Munir, Ismail Amir, Syaifuddin, Dian Kusnadi, Uchil,

Redhitya Bagus, dan kepada teman-teman lain yang penulis tidak bisa

cantumkan namanya satu persatu dalam kata pengantar ini, semoga Allah

SWT melindungi mereka semua dimanapun berada (Amin).

7. Kepada Rahayu, Stella, dan teman-teman seperjuangan lain yang telah dengan

sukarela memberikan motivasi, dukungan, inspirasi, dan kekuatan kepada

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, semoga Allah SWT membalas segala

kebaikan-kebaikan mereka (Amin)

8. Akhirnya, harapan penulis, semoga segala aktivitas yang kita kerjakan selalu

diberi kemudahan dan menjadi nilai ibadah di sisi-Nya. Sekali lagi dari lubuk

hati yang paling dalam penulis haturkan banyak terimakasih yang sebesar-

besarnya.

Jakarta, 21 September 2014

Penulis

Page 8: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

vi

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Budy Prestiawan

Tempat/ Tanggal Lahir : Jakarta 04 Mei 1989

NIM : 107034001793

Jurusan : Tafsir Hadis

Judul Skripsi : “Menikahi Orang Musyrik Perspektif al-Jashash dan al-Qurtubi

(Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir Ahkam al-

Quran dan al-Jami’ Li Ahkam al-Qur’an)”.

Dosen Pembimbing : Dr. Faizah Syibromalisi, MA

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya sendiri yang diajukan untuk memenuhi salah

satu persyaratan memperoleh gelar Strata Satu (S1) di Fakultas Ushuluddin UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 21 September 2014

Budy Prestiawan

Page 9: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

vii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... iii

DAFTAR ISI .................................................................................................. vi

PEDOMAN TRANSLITERASI .................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .................................... 7

C. Tinjauan Pustaka ................................................................... 8

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................. 9

E. Metode dan Teknik Penelitian ............................................... 9

F. Sistematika Penulisan ........................................................... 11

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG AL-JASHASH DAN AL-

QURTUBI ....................................................................................... 13

A. Sekilas tentang al-Jashash dan Tafsir Ahkam al-Qur’an ......... 13

1. Riwayat Hidup ............................................................. 13

2. Profil Tafsir Ahkam al-Qur’an ..................................... 14

3. Karya-karya al-Jashash ................................................ 17

B. Sekilas tentang al-Qurtubi dan Tafsir al-Jami’ Li Ahkam Al-

Qur’an .................................................................................. 18

1. Riwayat Hidup ............................................................. 18

2. Profil Tafsir al-Jami’ Li Ahkam al-Qur’an ................... 20

3. Karya-karya al-Qurtubi ................................................. 22

Page 10: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

viii

BAB III PENAFSIRAN AL-JASHASH DAN AL-QURTUBI TERHADAP

SURAT AL-BAQARAH : 221 ....................................................... 24

A. Penafsiran al-Jashash terhadap Surat al-Baqarah : 221 .......... 24

B. Penafsiran al-Qurtubi terhadap Surat al-Baqarah : 221 ........... 31

BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN PENAFSIRAN AL-JASHASH

DAN AL-QURTUBI TERHADAP SURAT AL-BAQARAH : 221

.......................................................................................................... 37

A. Pemaknaan Musyrik .............................................................. 37

B. Hukum Menikahi Orang Musyrik ......................................... 39

C. Keterkaitan al-Baqarah : 221 dengan al-Maidah : 5 ............... 42

BAB V PENUTUP ...................................................................................... 47

A. Kesimpulan ........................................................................... 47

B. Saran .................................................................................... 48

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 52

Page 11: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

ix

PEDOMAN TRANSLITERASI

A. Konsonan

Huruf

Arab

Huruf Latin Huruf Arab Huruf Latin

t ط B ب

z ظ T ت

‘ ع Ts ث

gh غ J ج

f ف H ح

q ق Kh خ

k ك D د

l ل Dz ذ

m م R ر

n ن Z ز

w و S س

h هـ Sy ش

` ء S ص

y ي D ض

B. Vokal

Vokal Tunggal : ....... = a ...... = i ...... = u

Vokal Panjang : ....... = â ...... = î ...... = û

Vokal Rangkap : ....... = ai ...... = au

C. Alif Lam (al)

Alif lam ta’rîf (ال) dalam lafadz atau kalimat, baik yang bersambung

dengan huruf qamariyyah maupun syamsiyyah ditulis dengan huruf kecil (al), dan

diikuti dengan kata penghubung ” – “. Namun, jika terletak diawal kalimat, maka

ia ditulis dengan huruf besar (Al). Contoh:

Page 12: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

x

1. Al ditulis dengan huruf kecil

- al-Qur’an = seperti, “sebagai mana disebutkan dalam al-Qur’an”

- al-Baihaqî = seperti, “menurut al-Baihaqi, bahwasannya…”

2. Al ditulis dengan huruf besar

- Al-Baihaqi = seperti, “Al-Baihaqi menyatakan bahwa….”

- Al-Bukhari = seperti, “Al-Bukhari, didalam kitabnya menegaskan…”

D. Singkatan

SWT = Subhânahu wa ta’âlâ H = Hijriyah

as = ‘Alaih al-salâm ra = Radiya Allâh ‘anhu

M = Masehi w = Wafat

Q.S = al-Qur’ân; surat h = Halaman

saw = Sholla Allahu ‘alaih wa sallam

Page 13: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur‟an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad memiliki banyak

sekali fungsi, dan fungsi utamanya adalah sebagai petunjuk bagi seluruh alam.

Petunjuk yang dimaksud adalah agama, atau yang biasa juga disebut syariat.1

Menurut Yusuf Qardhawi, al-Qur‟an dan sunnah merupakan dua sumber untuk

mengenali hukum dan ajaran islam yang berkaitan dengan akhlak, ibadah,

penetapan hukum, aqidah, adab sopan santun, dan bidang-bidang kehidupan

lainnya.2

Jika dilihat dari sejarah diturunkannya al-Qur‟an, tujuan pokok al-Qur‟an

salah satunya adalah petunjuk mengenai akhlak yang murni dengan jalan

menerangkan norma-norma yang harus diikuti oleh manusia dalam kehidupannya

secara individual atau kolektif, termasuk pula dalam hal tauhid agar manusia tidak

terjerumus kedalam kemusyrikan.3

Jika kita perhatikan tentang sejarah awal mula terjadi kemusyrikan tidak

terlepas dari kisah Nabi Nuh dan pengikutnya, sebagaimana riwayat yang shahih

dari Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu Abbas berkata: Dan setelah sepuluh abad

berlalu setelah masa Nabi Adam, munculah orang-orang shalih yang nama-nama

mereka disebutkan Allah4. Mereka ialah, Wadd, Suwa', Yaghuts, Ya'uq, dan nasr.

5

1 M.Quraish Shihab, Membumikan al-Qur‟an; Fungsi dan Peran Wahyu dalam

Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1994), h. 27. 2 Yusuf Qardhawi, Al-Qur‟an dan As-Sunnah Refensi Tertinggi Umat Islam; Beberapa

Kaidah dan Rambu dalam Menafsirkan, (Jakarta: Rabbani Press,1997), h. 15. 3 Yusuf Qardhawi, Al-Qur‟an dan As-Sunnah Refensi Tertinggi Umat Islam; Beberapa

Kaidah dan Rambu dalam Menafsirkan, h. 40.

4

Page 14: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

2

Mereka ini adalah orang-orang shalih yang bertauhid, ahli ibadah dan juga

berdakwah menyeru kaum mereka kepada Allah. Mereka amat dicintai oleh kaum

mereka, dan lebih dari itu, mereka adalah tauladan yang penuh pesona bagi

mereka. Tapi justru malapetaka kemudian muncul dari arah ini; yaitu rasa

ketergantungan mereka kepada orang-orang shalih tersebut melahirkan sikap

pengkultusan dan ghuluw pada diri mereka.6

Ibnu Taimiyah rahimahullah pun menjelaskan hal yang serupa tentang

kemusyrikan yang dilakukan kaum Nabi Nuh : “Nama-nama yang disebutkan

dalam ayat tersebut adalah nama-nama orang sholih dari kaum Nuh. Ketika orang-

orang sholih tersebut wafat, maka orang-orang mulai i‟tikaf di kubur-kubur

mereka, kemudian berlalulah waktu hingga mereka membuat bentuk untuk orang-

orang sholih tersebut dengan wujud patung. Dan perlu dipahami bahwa berdiam

(beri‟tikaf) di kubur, mengusap-ngusap kubur, menciumnya dan berdo‟a di sisi

kubur serta semacam itu adalah asal dari kesyirikan dan asal mula penyembahan

berhala.”7

23. Dan mereka berkata: "Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan

kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula

suwwa', yaghuts, ya'uq dan nasr". (Q.S. Nuh : 23). 5 wadd, suwwa', yaghuts, ya'uq dan Nasr adalah nama-nama berhala yang terbesar pada

qabilah-qabilah kaum Nuh. 6 Ibnu Katsir, Tafsir Al Qur‟an Al „Azhim, (T.tp: Dar Ibn al-Jauzi, 1431 H), Cet. I, Juz 7,

h. 390. Ghuluw adalah sikap berlebih-lebihan atau melampaui batas. Pengkultusan adalah

Pengkeramatan sang tokoh, sejak tokoh tadi hidup bahkan sampai ia meninggal dunia. Barang-

barang yang berkaitan dengan sosok tadi pun dicari-cari dan diagung-agungkan, dijadikan jimat

dan tidak lupa untuk dikeramatkan.Tambah parah lagi, makamnya senantiasa ramai dipadati oleh

para pengagum dan simpatisan yang ingin “mencari berkah” dari kubur sang tokoh. Bahkan ketika

tiba saat ulang tahun kematian dan kelahiran tokoh, semaraknya kubur lebih dibandingkan dengan

semaraknya masjid-masjid Allah. 7 Iyad bin „Abdul Lathief bin Ibrahim Al Qoisi, Tafsir Syaikh al-Islam Ibn at-Taimiyah,

(T.Tp, Dar Ibn al-Jauzi, 1432 H), Cet. I

Page 15: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

3

Imam al-Bukhari juga menjelaskan di dalam kitab shahihnya tentang

kemusyrikan yang dilakukan kaum Nabi Nuh ternyata menyebar sampai ke orang

arab Jahiliyah :

ية ا ود كاثأ نكهأة تدوأ د، أي ح ف انأعسب تعأ و ىأ أ كاثأ ف قىأ انح ثا وأ صازت الأ

ف أف تانأجىأ ساد ثى نث غط خ فكاثأ ن ا غىأ أم وأي ا سىاع كاثأ نهر دل وأي أ ج انأاء ل ذي انأكلع، أسأ س أ س فكاثأ نح ا سأ وأي دا أ ق فكاثأ نه ا عىأ د سثإ وأي أ ع

ا إنى أصثىأ ا يهىأ أ إنى قىأ أطا حى انش ا أوأ ا ههكىأ ح فه و ىأ أ قىأ ي أ زجال صانح

ثدأ ححى إذا ا فهىأ جعأ ائهىأ ففعهىأ ها تأسأ ىأ أصاتا وس أ هسىأ ا جأ أ كاىأ يجانسهىأ انحى عثدتأ . هه أون وجس انأعهأ

Artinya : “berhala-berhala yang dulu (disembah) pada kaum Nuh menjadi (di-

sembah) Oleh orang-orang arab (jahiliyah) setelah itu. Berhala Wad menjadi

milik kabilah Kalb di Daumah al-Jandal, berhala Suwa' milik kabilah Hudzail,

Yaghuts adalah milik kabilah murad kemudian menjadi milik Bani Ghuthaif di al-

Jauf di negeri Saba`, berhala Ya'uq milik kabilah Hamdan, dan berhala nasr

milik kabilah himyar untuk keluarga Dzu al-Kala'. (mereka sebenarnya) adalah

nama-nama laki-laki yang shalih dari kaum Nuh. Ketika mereka meninggal, maka

setan membisikkan kepada kaum mereka untuk mendirikan patung (arca) di

tempat duduk mereka yang biasa mereka duduki. Lalu mereka menamakan patung

tersebut dengan nama mereka. Mereka pun melakukannya dan tidak disembah,

hingga ketika kaum tersebut telah wafat, dan ilmu telah lenyap, maka berhala-

berhala itupun disembah.”8

Bahkan pada masa Nabi Muhammad SAW pun kemusyrikan masih saja

merajalela. Hal ini dapat dilihat pada saat itu di sekeliling ka'bah ada sekitar 360

berhala dan arca yang ditancapkan oleh setiap kabilah untuk disembah dan

dijadikan perantara antara mereka dengan Allah. Namun berkat bimbingan Allah

yang terus menerus kepada Nabi Muhammad, sistimatika dalam berdakwah, dan

pribadi Nabi yang sangat mengesankan, akhirnya berhala-berhala tersebut bisa

dihancurkan dan pada akhirnya Mekah dan ka'bah bisa dikembalikan sesuai

dengan tujuan didirikannya semula yaitu menjadi kiblat kaum muslimin.9

8 Shahih al-bukhari, no. 4920. 9 Lihat http://www.iiq.ac.id/index.php?a=artikel&d=2&id=89, diakses pada tanggal 5

Oktober 2014, pukul 16.50. Artikel ditulis oleh: DR. KH. Ahsin Sakho Muhammad.

Page 16: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

4

Jika kita melihat tentang perbuatan-perbuatan orang musyrik tersebut,

maka al-Qur‟an secara tegas melarang kita untuk berhubungan dengan orang

musyrik karena dikhawatirkan hubungan tersebut akan berdampak buruk bagi

aqidah kita, seperti apa yang Allah tegaskan dalam firman-firmannya :

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman

kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak

henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. mereka menyukai apa yang

menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang

disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. sungguh Telah kami

terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya”. (Q.S. Al-

Imran : 118).

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi

pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan

permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang Telah diberi kitab sebelummu,

dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). dan bertakwalah kepada

Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman”. (Q.S. Al-Maidah : 57)

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku

dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka

(berita-berita Muhammad), Karena rasa kasih sayang; padahal Sesungguhnya

Page 17: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

5

mereka Telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir

Rasul dan (mengusir) kamu Karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu. jika

kamu benar-benar keluar untuk berjihad di jalan-Ku dan mencari keridhaan-Ku

(janganlah kamu berbuat demikian). kamu memberitahukan secara rahasia

(berita-berita Muhammad) kepada mereka, Karena rasa kasih sayang. Aku lebih

mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. dan

barangsiapa di antara kamu yang melakukannya, Maka Sesungguhnya dia Telah

tersesat dari jalan yang lurus”. (Q.S. Al-Mumtahanah : 1).

al-Qur‟an dengan tegas telah melarang kita untuk menjalin hubungan

dengan orang-orang musyrik, entah itu hanya sebatas hubungan pertemanan,

hubungan rekan kerja, hubungan percintaan ataupun hubungan yang lebih erat lagi

seperti hubungan pernikahan, karena hal ini dikhawatirkan hubungan-hubungan

tersebut akan dimanfaatkan oleh mereka (orang musyrik) untuk mempengaruhi

aqidah kita menjadi kearah kesesatan.

Di dalam al-Qur‟an banyak sekali ayat yang menjelaskan tentang

pernikahan, hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat al-Dzariyat ayat 49 :

Artinya : “Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu

mengingat kebesaran Allah”. (Q.S. Al-Dzariyat : 49)

Dan Surat Yasin ayat 36 :

Artinya : “Maha Suci Tuhan yang Telah menciptakan pasangan-pasangan

semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka

maupun dari apa yang tidak mereka ketahui”. (Q.S. Yasin : 36).

Meskipun di dalam al-Qur‟an banyak terdapat ayat-ayat tentang

pernikahan, namun perlu diketahui bahwa ada beberapa batasan yang perlu

diperhatikan dalam hal memilih pasangan hidup, salahsatunya yaitu kita harus

berhati-hati dalam memilih pasangan hidup, terutama dengan orang musyik.

Page 18: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

6

Manusia cenderung mengikuti naluri lahiriyahnya dalam hal mencari

pasangan. Perbedaan latar belakang keyakinan dan kepercayaan kini tidak lagi

dipersoalkan dalam hal mencari pasangan, menurut mereka yang penting adalah

ada kecocokan antar satu dengan yang lainnya dan juga rasa kasih dan sayang

antar sesama pasangan. Sehingga terjadi hubungan spesial (pacaran) antara

seorang muslim dan musyrik, bahkan tidak sedikit yang melanjutkan hubungan itu

ke jenjang yang lebih serius lagi, yaitu pernikahan.

Sebelum melangkah lebih jauh lagi, penulis terlebih dahulu akan

menjelaskan pengertian dan definisi ”Pernikahan” atau “Nikah”. Nikah dalam

bahasa Arab terdiri dari tiga huruf, yaitu : “nun”, “kaf” dan “ha” yang bermakna

untuk menunjukan sesuatu rakiban alaihi (menaiki di atas). Hal ini diambil dari

Abu Ali al-Farisi yang berkata bahwa pecahan-pecahan bahasa Arab memperhalus

makna dari “nakaha” tersebut menjadi “aqada” yang berarti “ikatan”. Namun

menurut para ahli bahasa bahwasanya tidak ada makna yang lebih tepat bagi

“nikah” kecuali “al-Wad‟u” yakni “hubungan seksual”.10

Secara etimologi

pernikahan berarti “persetubuhan” adapula yang mengartikan “perjanjian”.

Pernikahan menurut Abu Hanifah adalah “akad yang dikukuhkan untuk

memperoleh kenikmatan dari seorang wanita yang dilakukan dengan sengaja”.11

Di dalam agama Islam, pernikahan diatur dengan sangat baik, yaitu dengan

adanya syarat-syarat dan rukun-rukun dalam pernikahan. Salah satu syarat dalam

pernikahan yaitu calon pasangan suami dan istri harus sama-sama beragama

10 Isham al-Shabbaythi, et al-Shahih Muslim bi Syarah al-Nawawi, (al-Qahirah: Dar al-

Hadits, 1994), Juz 5, h. 187. 11 M. Ali Hasan, Masalah-Masalah Kontemporer Hukum Islam, (Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 1997), cet II, h. 1.

Page 19: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

7

Islam.12

Kemudian yang jadi permasalahan adalah bagaimana jika pernikahan

tersebut dilakukan dengan orang musyrik?

Agar permasalahan ini menemui titik terang, penulis akan mencoba

mengkaji surat al-Baqarah ayat 221 yang berkaitan dengan kemusyrikan. Tidak

hanya itu, penulis juga akan memaparkan pendapat dua orang mufassir besar,

yaitu al-Jashash dan al-Qurtubi, untuk melihat bagaimana penafsiran al-Jashash

dan al-Qurtubi dalam menyikapi persoalan tentang pernikahan dengan orang

musyrik, kemudian penulis akan membandingkan dua pendapat mufassir tersebut

untuk bisa menemukan titik terang dari permasalahan tentang menikahi orang

musyrik ini.

Al-Jashash memiliki nama lengkap Imam Ahmad bin Ali Abu bakar Al-

Razi, beliau dikenal dengan sebutan “ Al-Jashash” (penjual kapur rumah), beliau

lahir di Baghdad tahun 305 H dan wafat tahun 370 H.13

Beliau salah satu Imam

fiqih mazhab Hanafi pada abad empat hijriyah. Dan kitabnya Tafsir Ahkam al-

Qur‟an dipandang sebagai kitab tafsir fiqih terpenting, terutama bagi pengikut

mazhab Hanafi.

Al-Jashash terlalu fanatik terhadap mazhab Hanafi sehingga

mendorongnya untuk memaksa-maksakan penafsiran ayat dan penta‟wilannya,

guna mendukung mazhabnya. Dari tafsirnya ini nampak jelas bahwa al-Jashash

menganut paham Mu‟tazilah.14

12 Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Departemen Agama, 1993), h. 850. 13 As-Sayid Muhammad Ali Iyazi, Al-Mufassirun Hayatuhum wa Minhajuhum, (Teheran:

t.p, 1414), h. 107; Muhammad Husain Al Zahabi, Al Tafsir wa Al Mufassiruun, (Mesir:

Daar Al-Maktabah Al-Harisah, 1976), h. 439. 14 Manna‟ Qaththan, Mabahits fi Ulum al-Qur‟an, Terj. Mudzakir, Studi Ilmu-ilmu al-

Qur‟an, (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 1992), h. 511.

Page 20: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

8

Berbeda dengan tafsir Al-Jashash, kitab tafsir Al-Qurtubi dikarang oleh

Abdullah Muhammad bin Ahamd bin Aby Bakr bin Farah al-Anshori al-Khazroji

Al-Qurtubi, yang lahir di Spanyol pada tahun 580 H / 1184 M, meninggal 671 /

1273 M.15

beliau merupakan penganut mazhab Maliki, Al-Qurtubi di dalam

tafsirnya al-Jami‟ li Ahkam al-Qur‟an tidak membatasi diri pada ayat-ayat hukum

semata-mata, tetapi juga menafsirkan al-Qur‟an secara menyeluruh. Beliau sangat

luas dalam mengkaji ayat-ayat hukum, dan tidak fanatik terhadap mazhabnya.

Melalui dua kitab tersebut, penulis akan mencoba mengkomparasikan

penafsiran al-Jashash dan Al-Qurtubi dalam menafsirkan surat al-Baqarah ayat

221, sehingga dari studi komparasi ini dapat diketahui bentuk penafsiran antara

Al-Jashash dan Al-Qurtubi dalam menafsirkan ayat tentang menikahi orang

musyrik ini, sehingga permasalahan pernikahan seseorang yang melakukan

kemusyrikan akan dapat diketahui status hukumnya.

Alasan yang mendasari untuk meneliti kedua tafsir tersebut adalah bahwa

kedua pengarang memiliki latar belakang yang berbeda, baik kehidupan

pengarang, keilmuan, letak geografis atau daerah pengarang tinggal dan juga masa

yang berbeda. Sehingga nantinya pasti akan berpengaruh terhadap pola berfikir

dan hasil karya dari kedua mufassir tersebut, termasuk dalam menafsirkan surat

al-Baqarah ayat 221. Maka tidak dipungkiri jika nantinya dalam menafsirkan surat

al-Baqarah ayat 221 ini ditemukan persamaan dan perbedaan dalam memahami

isi, maksud dan kandungan yang terdapat dalamnya.

15 Manna‟ Qaththan, Mabahits fi Ulum al-Qur‟an, Terj. Mudzakir, Studi Ilmu-ilmu al-

Qur‟an, h. 411.

Page 21: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

9

Oleh karena itu, penulis tertarik untuk menyusun sebuah skripsi ini dengan

mengangkat judul “Menikahi Orang Musyrik Perspektif al-Jashash dan Al-

Qurtubi Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir Ahkam al-

Qur’an dan al-Jami’ Li Ahkam al-Qur’an”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan alasan penulisan diatas, maka

penulis akan membatasi skripsi ini pada surat al-Baqarah ayat 221 saja yang selalu

dijadikan referensi para ulama dalam menjelaskan tentang pernikahan dengan

orang musyrik.

Berdasarkan pemaparan diatas, maka rumusan masalah yang dapat

dikemukakan adalah :

“Bagaimana pandangan al-Jashash dan al-Qurtubi tentang menikahi orang

musyrik melalui surat al-Baqarah ayat 221?”

C. Tinjauan Pustaka

Dari hasil penelusuran Penulis mengenai “Menikahi Orang Musyrik

Perspektif al-Jashash dan al-Qurtubi Analisa Terhadap Surat al-Baqarah : 221

dalam Tafsir Ahkam al-Qur‟an dan al-Jami‟ Li Ahkam al-Qur‟an”, penulis

menemukan skripsi dan buku-buku yang berkaitan, yaitu sebagai berikut :

1. Perkawinan antar Agama menurut al-Qur‟an dan Hadis, Dewi

Sukarti, Jakarta: PBB UIN, 2003. Isi buku ini menitikberatkan

kepada tataran praktis dalam bidang fiqih dan tidak ada kajian tafsir

yang mendetail.

Page 22: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

10

2. Tafsir Ulang Perkawinan Lintas Agama; Perspektif Perempuan dan

Pluralisme, Ansor, Maria Ulfa, Jakarta: KAPAL Perempuan, 2004.

Pembahasan buku ini lebih menekankan sisi gender dan pluralisme

dan cenderung lebih menjelaskan realitas saat ini.

3. Konsep Nikah beda agama dalam al-Qur‟an, Dede Setiawan, Jakarta:

UIN, 2005. Pembahasan skripsi ini lebih menekankan kepada isi

tafsiran al-Qur‟an dan argumen ulama tafsir, tetepi mayoritas

kebanyakan tafsiran al-Shabuni.

4. Pernikahan Beda Keyakinan dalam al-Qur‟an (Analis Penafsiran al-

Maraghi atas Q.S al-Baqarah 2:221 dan Q.S al-Maidah 5:5), Dedi

Irawan, Jakarta: UIN, 2011. Pembahasan skripsi ini lebih

menekankan kepada tafsiran al-Maraghi dan argumennya tentang

pernikahan beda agama.

Adapun skripsi yang penulis susun ini lebih menitikberatkan kepada

tafsiran al-Qur‟an dan argumen para ulama tafsir tidak secara umum saja, tetapi

lebih khusus tentang argumen al-Jashash dan al-Qurtubi tentang menikahi orang

musyrik dalam surat al-Baqarah ayat 221.

Dari hasil penelusuran yang dilakukan penulis, penulis tidak menemukan

kajian yang serupa dengan judul penelitian ini. Maka menurut penulis, penelitian

ini patut untuk dilakukan guna menambah wawasan dan khazanah keilmuan,

khususnya dalam memahami penafsiran al-Jashash dan al-Qurtubi tentang

menikahi orang musyrik melalui surat al-Baqarah ayat 221.

Page 23: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

11

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dan manfaat penelitian skripsi ini yaitu :

1. Untuk mengetahui pandangan al-Jashash tentang menikahi orang

musyrik.

2. Untuk mengetahui pandangan al-Qurtubi tentang menikahi orang

musyrik.

3. Untuk memenuhi syarat dalam memperoleh gelar sarjana program

strata satu (S-1) pada jurusan Tafsir-Hadits.

E. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Studi ini merupakan penelitian kepustakaan (Librabry Research) yaitu

menjadikan bahan pustaka sebagai sumber data utama yang dimaksudkan untuk

menggali teori-teori dan konsep-konsep yang telah ditentukan oleh para ahli

terdahulu, mengikuti perkembangan penelitian dibidang yang akan diteliti,

memperoleh orientasi yang luas mengenai topik yang dipilih, memanfaatkan

data sekunder serta menghindarkan duplikasi penelitian.16

Karena studi ini menyangkut tentang al-Qur‟an secara langsung, maka

sumber yang pertama adalah al-Qur‟an dan terjemahannya. Sumber-sumber

lainnya adalah tafsir-tafsir, seperti tafsir al-Jashash, al-Qurtubi dan karya-karya

tafsir dan buku-buku lainnya yang bersangkutan dengan tema skripsi ini sebagai

data sekunder.

16 Masri Singarimbun dan Sofwan Effendi, Metode Penelitian Survey, (Jakarta: LP3ES,

1989), h.70.

Page 24: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

12

2. Metode Penelitian

Sebuah karya ilmiah pada suatu bidang keilmuan dalam setiap

pembahasan menggunakan metode tertentu dalam menganalisa permasalahan-

permasalahan yang sedang digelutinya. Adapun metode yang penulis gunakan

dalam menyusun skripsi ini adalah dengan menggunakan metode deskriptif,

analisis, komparatif.

Metode deskriptif adalah suatu metode yang meneliti status sekelompok

manusia, suatu objek, kondisi, sistem pemikiran ataupun peristiwa. Tujuannya

adalah untuk membuat deskriptif (gambaran) secara sistematis, faktual, dan akurat

menenai fakta-fakta, sifat-sifat dan hubungan antara fenomena yang diselidiki.17

Sedangkan yang dimaksud dengan studi analisis ialah untuk menganalisa

(menguji) hipotesa-hipotesa dan mengadakan interpretasi yang lebih mendalam

tentang hubungan fakta-fakta, sifat-sifat antar fenomena yang diselidiki.18

Adapun metode komparatif digunakan untuk mengkomparasikan

(membandingkan) pemikiran al-Jashash dan al-Qurtubi.

3. Tekhnik Penulisan

Untuk tekhnik penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada buku

“Pedoman Penulisan Sripsi, Tesis, dan Disertasi” yang diterbitkan oleh

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2007.

17 Muhammad Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983), Cet. Ke-3, h.

63. 18 Muhammad Nazir, Metode Penelitian, h. 105.

Page 25: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

13

F. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dalam memahami skripsi ini, maka penulis

membagi skripsi ini menjadi lima bab, dan masing-masing bab terbagi lagi

kedalam sub bab, adapun sistematika pembahasan tersebut yaitu :

Bab Pertama : Pendahuluan, bab ini merupakan acuan bagi penulis dalam

penyusunan skripsi ini dan menjadi landasan dalam pembahasan bab-bab

selanjutnya. Bab ini mengemukakan latar belakang masalah dan signifikasinya,

hal ini akan menjadi penjelas mengapa penulis mengangkat judul ini, dilanjutkan

dengan pokok permasalahan, tujuan penelitian, hal ini berguna untuk menjelaskan

pokok kajian yang akan penulis bahas, kemudian tinjauan pustaka, metode

penulisan serta sistematika penulisan penelitian ini.

Bab Kedua : Gambaran umum tentang al-Jashash dan al-Qurtubi, dalam

hal ini tokoh pertama yang dikemukakan adalah Al-Jashash dengan kitabnya

Ahkam al-Qur‟an, dimulai dari riwayat hidupnya, profil Tafsir Ahkam al-Qur‟an,

dan karya-karya Al-Jashash lainnya. Tokoh kedua yang dibahas adalah Al-

Qurtubi dengan kitabnya Al-Jami‟ Li Ahkam al-Qur‟an, dimulai dari riwayat

hidupnya, profil Tafsir Ahkam al-Qur‟an, dan karya-karya Al-Qurtubi lainnya.

Bab Ketiga : Penafsiran al-Jashash dan al-Qurtubi terhadap Surat al-

Baqarah : 221 dengan sub bab yang pertama di bahas adalah Penafsiran al-Jashash

terhadap surat al-Baqarah : 221 kemudian dibahas Penafsiran al-Qurtubi terhadap

Surat al-Baqarah : 221

Page 26: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

14

Bab Keempat : Persamaan dan Perbedaan Penafsiran al-Jashash dan al-

Qurtubi Terhadap Surat al-Baqarah : 221, point pertama yang akan dibahas dalam

bab ini adalah tentang Pemaknaan Musyrik, kemudian akan dibahas Hukum

Menikah dengan Orang Musyrik dan yang terakhir akan dibahas tentang

Keterkaitan surat al-Baqarah : 221 dengn surat al-Maidah : 5.

Bab Kelima : Penutup, pada bab ini penulis menarik jawaban yang diambil

berdasarkan perumusan masalah dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya dan

juga penulis membuat saran-saran serta pada akhir tulisan penulis menjabarkan

referensi-referensi yang dapat dijadikan rujukan penulis dalam penulisan

penulisan ini.

Page 27: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

15

BAB II

GAMBARAN UMUM TENTANG AL-JASHASH DAN AL-QURTHUBI

A. Sekilas Tentang al-Jashash dan Tafsir Ahkam al-Qur’an

1. Riwayat Hidup

Nama lengkapnya adalah Abu Bakar Ahmad Ibn Ali Al-Razi, yang

terkenal dengan sebutan Al-Jashash.1 Ia lahir di Baghdad tahun 305 H. Beliau

merupakan seorang ahli tafsir dan ahli ushul fiqih ternama yang terkenal dengan

panggilan Al-Jashash (penjual kapur rumah). Beliau disebut demikian, karena

dalam mencari nafkah hidup ia bekerja sebagai pembuat dan penjual kapur

rumah.2

Pada masanya ia adalah imam pengikut madzhab Hanafi, beliau berguru

kepada Abu Sahal Al-Zujaj, Abu Al-Hasan Al-Harakhi, dan kepada orang alim

fiqih lainnya pada saat itu. Proses belajarnya menetap di baghdad, dan perjalanan

mencari ilmunya pun berakhir di sana. Al-Jashash berguru tentang zuhud kepada

Imam Al-Harakhi, saat Al-Jashash mencapai maqam zuhud, beliau diminta untuk

menjadi seorang penghulu (qadhi), tapi ia tolak. Dan ketika diminta lagi ia tetap

tidak menerimanya.3

Al-Jashash adalah salah seorang Imam fiqih Hanafi pada abad ke 4 H, dan

kitabnya Ahkam al-Qur’an dipandang sebagai kitab fiqih terpenting, terutama

bagi pengikut mazhab Hanafi. Al-Jashash terlalu fanatik buta terhadap mazhab

Hanafi sehingga mendorongnya untuk maksakan penafsiran ayat dan

1 Muhammad Husain Al Zahabi, Al Tafsir wa Al Mufassiruun, (Mesir: Daar Al Maktabah

Al Harisah, 1976), h. 485. 2 Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta:

Djambatan, 1992), h. 485. 3 Muhammad Husain Al Zahabi, Al Tafsir wa Al Mufassiruun , h. 485.

Page 28: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

16

penakwilannya, guna mendukung mazhabnya, ia sangat ekstrim dalam

menyanggah mereka yang tidak sependapat dengannya dan bahkan berlebih-

lebihan dalam menta‟wilkan sehingga menyebabkan pembaca tidak suka

meneruskan bacaannya, karena ungkapan-ungkapannya dalam membicarakan

mazhab lain sangat pedas.4 Al-Jashash tergolong seorang ulama pilihan yang alim.

Banyak ulama lain yang mengembalikan permasalahan yang berkaitan dengan

mazhab Hanafi kepadanya berdasarkan bukti dan dalil yang ada. Al-Jashash wafat

tahun 370 H.5

2. Profil Tafsir Ahkam al-Qur’an

Al-Qur‟an al-Karim itu laksana samudra ilmu dan keunikannya tidak akan

pernah sirna sampai kapanpun, banyak sekali para ulama yang mengkaji al-Qur‟an

sampai saat ini, sehingga lahirlah bermacam-macam tafsir dengan metode yang

beraneka ragam. Kitab-kitab tafsir yang memenuhi perpustakaan merupakan bukti

nyata yang menunjukkan betapa tingginya semangat dan besarnya perhatian para

ulama untuk menggali dan memahami kandungan makna-makna kitab suci al-

Qur‟an.6

Dalam perkembangan berikutnya, bersamaan dengan kehadiran buku-buku

tafsir al-Qur‟an yang bersifat umum atau keseluruhan, lahir pula sejumlah kitab

tafsir yang lebih berorientasi kepada hukum, bahkan lebih dari itu ada yang

membatasi pembahasan kitab tafsirnya khusus pada ayat-ayat hukum. Kitab-kitab

inilah yang kemudian populer dengan sebutan kitab tafsir ayat ahkam atau tafsir

4 Manna‟ Khalil Al-Qattan, Mabahits fi Ulum Al-Qur’an, Terj. Mudzakir, Studi Ilmu-Ilmu

Qur’an, (Jakarta: Litera Antara Nusa, 2000), Cet. V, h. 518. 5 Muhammad Husain Al-Zahabi, Al Tafsir wa Al Mufassiruun, h. 439. 6 Abd. Al-Hayy Al-Farmawi, Metode Tafsir Maudlu’iy, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,

1996), h. 1.

Page 29: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

17

ahkam.7 Salah satunya kitab Tafsir Ahkam yang tergolong tua dan terdiri atas tiga

jilid, dengan tebal halaman secara keseluruhan masing-masing 540 halaman, jilid

1 (diatur daftar isi) 494 halaman, jilid 2 dan 479 halaman, untuk jilid 3 yang tanpa

halaman daftar isi. Kitab ini disusun oleh Imam Hujj Al-Islam Abi Bakr Ahmad

bin Ali Al-Razi Al-Jashash (305-370 H), salah seorang ahli fiqih dari kalangan

mazhab Hanafi.8

Kitab tafsir Ahkam al-Qur’an karya Al-Jashash termasuk dalam tafsir bi

al-ma’tsur (bi al-riwayah), yaitu menafsirkan al-Qur‟an dengan al-Qur‟an, dengan

perkataan sahabat atau dengan apa yang dikatakan tokoh-tokoh besar tabi‟in,

disamping itu ia juga mengemukakan beberapa pendapat berdasarkan pada

pemikirannya.9

Tafsir Ahkam al-Qur’an karya Al-Jashash dikategorikan pada tafsir yang

menggunakan metode analitik (tahlili) yakni menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an

dengan memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang

ditafsirkan itu serta menerangkan makna-maknanya yang tercakup di dalamnya

sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufassir yang menafsirkan ayat-ayat

tersebut.10

Tafsir Ahkam al-Qur’an karya Al-Jashash ini termasuk tafsir yang

bercorak fiqih. Al-Jashash membatasi diri pada ayat yang berhubungan dengan

7 Moh. Amin Suma, Pengantar Tafsir Ahkam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2001), h. 141.

(Prof. Dr. Drs. KH. MA, SH) 8 Moh. Amin Suma, Pengantar Tafsir Ahkam, h. 142.

9 Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2000), h. 32-33. 10 Ahmad Arif Junaidi, Pembaharuan Metodologi Tafsir Al-qur’an, (Semarang: Gunung

Jati, 2001), h. 27-28.

Page 30: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

18

hukum-hukum cabang (masalah-masalah furu’iyah) dengan menjelaskan

maknanya dengan hadis dan mengutip beberapa pendapat Imam mazhab.11

Tafsir Ahkam al-Qur’an ini sesungguhnya lebih layak dikategorikan dalam

kelompok buku-buku fiqih. Selain pemaparannya tidak pernah menunjukkan

nomor ayat yang hendak ditafsirkan, juga daftar isinya yang lebih

memperkenalkan tema-tema yang akan dibahas daripada ayat al-Qur‟annya

sendiri, karenanya para pembaca sedikit mengalami kesulitan dan harus bersabar

ketika mencari tafsir ayat-ayat tertentu dalam Tafsir Ahkam al-Qur’an.

Sehubungan dengan itu Muhammad Husain Al-Dzahabi berkomentar

bahwa penyimpangan Al-Jashash yang terlalu fanatik terhadap mazhab Hanafi itu

dalam membahas masalah-masalah fiqhiyah dan khilafiyah sering meluas dan

melebar sehingga pengalihan arah pembicaraannya sering-sering dirasakan tidak

lagi sesuai dengan ayat yang dibicarakan.12

Apabila dibaca dan dikaji Tafsir Ahkam al-Qur’an ini merupakan salah

satu karya tafsir yang menggunakan metode tafsir tahlili.13

Biasanya mufassir

menguraikan makna yang dikandung oleh al-Qur‟an, ayat demi ayat dan surat

demi surat sesuai dengan urutannya di dalam mushaf. Uraian tersebut menyangkut

berbagai aspek yang dikandung ayat yang ditafsirkan seperti pengertian kosakata,

konotasi kalimatnya, latar belakang turun ayat, kaitannya dengan ayat-ayat yang

lain, baik sebelum dan sesudahnya (munasabat), dan tidak ketinggalan pendapat-

11

Manna‟ Khalil Al-Qattan, Mabahits fi Ulum Al-Qur’an, Terj. Mudzakir, Studi Ilmu-

Ilmu Qur’an, h. 518. 12 Moh. Amin Suma, Pengantar Tafsir Ahkam, h. 142. 13 Nashiruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Offset, 1998), h. 32.

Page 31: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

19

pendapat yang telah diberikan berkenaan dengan tafsiran ayat-ayat tersebut, baik

yang disampaikan oleh Nabi, Sahabat, para tabi‟in maupun ahli tafsir lainnya.14

Dalam kitabnya, Al-Jashash membatasi diri pada penafsiran ayat yang

berhubungan dengan hukum-hukum cabang, ia mengemukakan satu atau beberapa

ayat lalu menjelaskan maknanya dengan atsar dan memaparkan masalah fiqih

yang berhubungan dengannya baik hubungan itu dekat maupun jauh, serta

mengemukakan berbagai perbedaan pendapat antar mazhab sehingga pembaca

merasa bahwa ia sedang membaca sebuah kitab fiqih, bukan kitab tafsir. Tafsir

Al-Jashash termasuk dalam tafsir bi al-ma’tsur (bi al-riwayah) yaitu menafsirkan

al-Qur‟an dengan al-Qur‟an, dengan perkataan sahabat atau dengan apa yang

dikatakan tabi‟in, di samping itu juga beliau mengemukakan beberapa pendapat

berdasarkan pada pemikirannya.15

3. Karya-Karya Al-Jashash

Karya-karya beliau banyak sekali, ada yang berupa bentuk buku atau kitab,

diantara karya-karyanya adalah:

1. Ushul Al-Jashash

2. Tafsir Ahkam al-Qur’an

3. Syarah Mukhtashar Al-Karkhi

4. Syarah Mukhtashar Al-Tahawi

5. Syarah jami’ Al-Saghir Wa Al-Jami’ Al-Kabir

6. Syarah Asma’ Al-Husna

7. Jawab Al-Massa’il.16

14 Nashiruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an, h. 31. 15 Nashiruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an, h. 31. 16 Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, h 486.

Page 32: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

20

B. Sekilas Tentang Al-Qurthubi dan Tafsir al-Jami’ Li Ahkam Al-Qur’an

1. Riwayat Hidup

Al-Qurthubi adalah salah seorang mufassir dan seorang yang alim.17

Nama

lengkap beliau adalah Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Ali Abi Bakar

bin Faraj Al Ansari Al Hajraji Al-Andalusi Al-Qurthubi.18

Beliau dilahirkan di

Spanyol tahun 580 H / 1184 M. beliau adalah hamba Allah yang saleh, bijaksana,

wara‟ dan zuhud. Beliau menghabiskan waktunya untuk urusan-urusan akhirat

dan untuk mencari keridhoan Allah, beribadah dan mengarang beberapa kitab.

Beliau merantau keluar daerahnya untuk belajar ilmu-ilmu agama,

sehingga menjadi sarjana yang teliti dan kehidupannya cenderung asketisisme19

dan selalu meditasi tentang kehidupan setelah mati. Al-Qurthubi telah belajar

ilmu-ilmu agama kepada para ulama dimasanya. beliau mengembara ke Timur

dan menetap di Andalusia. Di sana beliau berguru kepada: Syaih Abu Abbas

Ahmad bin Umar Al-Qurthubi, al-Hafizh Abu Ali al-Hasan bin Muhammad bin

Muhammad al-Bakry. Diantara para gurunya yang terkenal adalah Abu Abbas

Ahmad bin Umar Al-Qurthubi yang mempunyai kitab Shahih Muslim. Tokoh ini

merupakan seorang guru ulama salaf yang terkenal sebagai ahli bahasa Arab.20

Setelah Al-Qurthubi menuntut ilmu ke arah timur di dataran tinggi Mesir

dari beberapa guru, reputasinya menjadi besar, beliau juga belajar ilmu hadis.

Seperti Imam Nawawi telah mengutip dari kitab mufhimnya di beberapa tempat

dari karya-karyanya yang menyebutkan ada dua tokoh dari siapa Al-Qurthubi

17 As-Sayyid Muhammad „Ali Iyaziy, Al Mufassiruun Hayatuhum wa Minhajuhum

wizarah as-saqafah wa Al-Irsyad Al Islamy, (Teheran: tp, 1414 H), h. 409. 18 Muhammad Husain Al Zahabi, Al-Tafsir wa Al-Mufassirun, Juz , (Mesir: Daar Al-

Maktabah Al Harisah, 1976), h. 457. 19 Paham yang mempraktikkan kesederhanaan, kejujuran dan kerelaan berkorban. 20 Muhammad Husain Al Zahabi, Al-Tafsir wa Al-Mufassirun, h. 512

Page 33: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

21

telah belajar ilmu hadis, yaitu dari Al Hafidz Abu Ali Hasan Ali bin Muhammad

bin Ali Hafzi bin Yahsubi dan Abu Abbas Ahmad bin Umar Al-Qurthubi.21

Dari

beberapa ulama pada masanya beliau belajar agama dan belajar bahasa arab serta

belajar ilmu hadis dari tokoh ulama di Mesir, beliau menjadi paham agama serta

meneruskan cita-citanya untuk mengarang dan menulis kitab yang berguna pada

masanya.

Al-Qurthubi mempunyai sifat-sifat yang menjadikan para ulama

menyebut-nyebut keagungannya. Al-Hafizh Abdul Karim berkata tentangnya :

“Dia termasuk hamba Allah yang shalih, ulama yang arif, zuhud akan selalu

menyibukkan diri dengan urusan-urusan akhirat”. Dalam sejarah al-Kitaby juga

terdapat pujian baginya “Dia seorang syaikh, mempunyai karangan-karangan yang

berfaedah yang menunjukkan pada ketinggian ilmunya, diantaranya adalah tafsir

Qur‟an. Al-Dzahabi menyampaikan dalam sejarah Islam, “Abu Abdullah

Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakar bin Farh al-Imam al-Qurthubi pemilik

lautan ilmu”. Dia mempunyai karangan-karangan yang berfaedah yang

menunjukkan pada ketinggian ilmu kejeniusan otak dan keutamaannya.22

Imam Al-Qurthubi kemudian berdomisili di Munyah Ibnu Kasib,

selanjutnya beliau meninggal dan dimakamkan di Munyah pada malam senin 9

Syawal 671 H.23

21 Muhammad Husain Al Zahabi, Al-Tafsir wa Al-Mufassirun, h. 512 22 Muhammad Husain Al Zahabi, Al-Tafsir wa Al-Mufassirun, h. 512 23 Al-Qurthubi, Al Jami’ li Ahkam al-Qur’an, Juz I, (Dar Al-Kutub Al-Misriyyah, 1967),

h. 1.

Page 34: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

22

2. Profil Tafsir al-Jami’ Li Ahkam al-Qur’an

Tafsir Jami’i Ahkam al-Qur’an Wa al-Mubayyi Lima Tadhammanahu min

al-Sunnah Wa Ayi al-Qur’an (himpunan hukum-hukum al-Qur‟an dan penjelasan

terhadap isi kandungannya dari as-Sunnah dan ayat-ayat al-Qur‟an) tergolong

dalam salah satu kitab-kitab tafsir yang sangat tebal dengan berbagai jilid. Ada

yang sepuluh jilid tebal, dan ada pula yang terdiri 22 jilid dengan jumlah halaman

723.

Tafsir ini ditulis oleh Abu Abdullah Muhammad Al-Qurthubi, beliau

merupakan salah satu ulama yang sangat produktif dimasanya. Ibn Farhun seperti

dikutip Al-Dzahabi, menilai tafsir al-Qur‟an ini sebagai salah satu kitab tafsir

yang sangat bermutu dan paling besar manfaatnya. Ini dibuktikan bahwa semua

kitab tafsir yang lahir sesudah generasi Al-Qurthubi banyak merujuk kepada Al-

Jami’ li Ahkam al-Qur’an.24

Tafsir Jami’ li Ahkam al-Qur’an karya Al-Qurthubi termasuk dalam tafsir

Al-Ra‟yi. Yaitu suatu metode penafsiran al-Qur‟an yang pola pemahamannya

dilakukan melalui ijtihad setelah seorang mufassir al-ra‟yi mengetahui beberapa

syaratnya.25

Untuk menggunakan penafsiran al-ra‟yi, terlebih dahulu seorang

mufassir harus mencari makna ayat-ayat al-Qur‟an yang terdapat dalam al-Qur‟an

itu sendiri, lalu pada sunnah Nabi SAW, perbuatan para sahabat dan tabi‟in. jika

tidak menjumpai dalil yang terdapat pada beberapa sumber diatas, barulah seorang

mufassir menggunakan kekuatan akal pikirannya (ijtihad).26

Berbeda dengan tafsir al-Qur‟an karya para ulama lainnya, Tafsir al-Jami’

Li Ahkam al-Qur’an lebih menekankan pada pemahaman hukum islam dari segi

24

Moh. Amin Suma, Pengantar Tafsir Ahkam, h. 144-145. 25 M. Nur Ichwan, Memasuki Dunia Al Qur’an, (Semarang: Lubuk Raya, 2001), h. 180. 26 M. Nur Ichwan, Belajar Mudah Ilmu-Ilmu Al-qur’an, (Semarang: tp, 2001), h. 215.

Page 35: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

23

fungsinya sebagai petunjuk bagi umat islam untuk mencapai kebahagian hidup di

dunia dan akhirat, karena inilah tujuan utama menafsirkan al-Qur‟an. Tafsir al-

Qurthubi merupakan tafsir yang paling besar manfaatnya dan faedahnya paling

universal, merupakan referensi paling diperhatikan dalam ilmu tafsir, melihat

bahwa muatan atau isi tafsir ini sangat lengkap, tentang hukum-hukum faedah

bahasa, menyebutkan bacaan-bacaan, naskh dan mansukh serta muhkam dan

mutasyabih. Kitab ini mengalami banyak revisi karena banyak diminati dan

menjadi referensi utama dalam pemahaman al-Qur‟an dibanyak kalangan.

Metode yang digunakan Al-Qurthubi dalam menyusun tafsirnya dapat di

golongkan sebagai tafsir tahlili atau analitik, karena dalam penyusunannya dengan

menafsirkan ayat-ayat sesuai dengan runtutan dalam mushaf al-Qur‟an, sedangkan

dalam rangka menerangkan maknanya yang terkandung dalam ayat dilakukan

melalui beberapa ciri yaitu ciri kebahasan, munasabah ayat, hubungan ayat

dengan hadis, hubungannya dengan sosial histori kultural.27

Metode ini biasanya mufassir menguraikan makna yang dikandung oleh

al-Qur‟an, ayat demi ayat dan surat demi surat sesuai dengan urutannya di dalam

mushaf. Uraian tersebut, menyangkut berbagai aspek yang dikandung ayat yang

ditafsirkan seperti pengertian kosakata, konotasi kalimatnya latar belakang turun

ayat, kaitannya dengan ayat-ayat lain, baik sebelum maupun sesudahnya

(munasabat), dan tidak ketinggalan pendapat-pendapat yang telah diberikan

berkenaan dengan tafsiran ayat-ayat tersebut, baik yang disampaikan oleh Nabi,

sahabat, para tabi‟in maupun ahli tafsir lainnya.28

27 Muhammad Ali Iyazi, al-Mufassiruun Hayatuhum wa Minhajuhum Wizarah as-

Saqafah wa Al-Irsyad Al Islamy, h. 411. 28 Nashiruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an, h. 31

Page 36: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

24

Beliau bermadzhab maliki, di dalam tafsirnya Al-Qurthubi termasuk tafsir

yang bercorak fiqih, beliau tidak membatasi diri pada ayat-ayat hukum semata,

tetapi juga menafsirkan al-Qur‟an secara menyeluruh. Ia mengemukakan masalah-

masalah khilafiyah, mengetengahkan dalil bagi setiap pendapat.29

Metode yang

ditempuh Al-Qurthubi adalah dengan menyebutkan sebab-sebab nuzul,

mengemukakan macam-macam qiro‟at dan i‟rab, menjelaskan lafadz-lafadz yang

gharib, menghubungkan pendapat-pendapat kepada yang mengatakannya,

menyediakan paragraf khusus bagi kisah para mufassir dan berita-berita dari para

ahli sejarah.

Tafsir Al-Qurthubi termasuk penafiran bi al-ra‟yi dan menafsirkan ayat-

ayat al-Qur‟an harus menggunakan kerangka berfikir yang sistematis. Yaitu

terlebih dahulu harus mencari makna ayat-ayat al-Qur‟an yang terdapat dalam al-

Qur‟an sendiri, sunnah Nabi, perkataan para sahabat dan tabi‟in kalau tidak

menjumpai beberapa dalil yang terdapat pada beberapa sumber diatas barulah

seorang mufassir menggunakan kekuatan akal pikirannya (ijtihad).

3. Karya-karya Al-Qurthubi

Semasa hidupnya beliau banyak membuat karya-karya ilmiah, antara lain

sebagai berikut:

1. Al Jami’ li-Ahkam al-Qur’an

2. Al-Tadzkiratu fi Ahwali al-Mauta wa Umuri al-Akhirati

3. Al-Asna fi Syarkhi al-Asma’ al-Husna

4. al-Tadzkaru fi Afdlali al-Adzkari

5. Al-Tadzkiratu bi al-Umuri al-Akhirati

29 Manna Khalil Akl-Qattan, Mabahits fi Ulum Al-Qur’an, Terj. Mudzakir, Studi Ilmu-ilmu

Qur’an, h. 514 & 520.

Page 37: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

25

6. Syarh at-Tuqsho fi al-Hadis al-Nabawi

7. Al-I’lam bima fi Dini al-Nashara min al-Mafasid wa al-Auhani wa

Idhari Makhosini Dini al-Islami.30

Komentar-komentar dalam kitab diatas adalah sangat sempurna dan sangat

berguna. Kebanyakan para pengarang yang menceritakan tentang Al-Qurthubi

mereka mengakui serta mengambil rujukan pendapat dari komentar kitab Al-

Qurthubi. E.J. Brill menjelaskan dalam kaitannya muqodimahnya tafsir Al-Jami’

li Ahkam al-Qur’an, yang menerangkan pada nilai al-Qur‟an akan mendapatkan

tingkatan yang tinggi dan keutamaan dimata Allah bagi mereka yang membawa

dan mempunyai kemampuan ijtihad untuk menggali isi kandungan al-Qur‟an.31

30 Muhammad Hussain al-Zahabi, Al-Tafsir wa Al-Mufassirun, h. 457. 31 Muhammad Hussain al-Zahabi, Al-Tafsir wa Al-Mufassirun, h. 512

Page 38: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

26

BAB III

PENAFSIRAN AL-JASHASH DAN AL-QURTUBI TERHADAP SURAT

AL-BAQARAH : 221

A. Penafsiran al-Jashash terhadap surat al-Baqarah : 221

Al-Jashash banyak menukil pendapat ulama sebelum menyatakan

pendapatnya seputar hukum menikahi orang musyrik. Dalil yang dijadikan

sandaran adalah firman Allah SWT:

Artinya :”Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka

beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita

musyrik, walaupun dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-

orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman.

Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia

menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga

dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-

perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran”. (Q.S. Al-

Baqarah ayat 221).

Mengenai firman Allah SWT : “dan

janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka beriman”, Ali

bin Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas: “Dalam hal ini, Allah SWT telah

mengharamkan untuk menikahi wanita-wanita musyrik.” Al-Jashash menukil

hadis yang diriwayatkan dari Ibn Umar yang mengatakan bahwa kata “Musyrik”

Page 39: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

27

dalam surat al-Baqarah 221 masih bersifat umum, sehingga mencakup setiap

orang kafir dan ahlul kitab, baik itu wanita maupun laki-laki.1

Seperti firman Allah :

Artinya: “Orang-orang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang musyrik

(mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan (agamanya) sebelum

datang kepada mereka bukti yang nyata”. (Q.S. Al-Bayyinah : 1)

Ibn Umar ketika ditanya tentang menikahi wanita-wanita musyrik, Ibn

Umar menjawab bahwa Allah telah mengharamkannya, termasuk wanita Yahudi

dan Nasrani haram untuk dinikahi oleh orang muslim, ketika ia ditanya (tentang

keharamannya), kemudian Ibnu Umar menjawab bahwa ia tidak mengetahui dari

perbuatan syirik yang lebih besar daripada seseorang yang mengatakan bahwa

tuhannya adalah Isa atau salah satu dari hamba Allah.2 Al-Jashash menjelaskan

bahwa Indikasi dilarangnya pernikahan dengan wanita musyrik karena mereka

akan mengajak (orang yang menikahinya) ke neraka.

Firman Allah :

“Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik,

walaupun dia menarik hatimu”. Al-Jashash menjelaskan bahwa memilih seorang

budak yang beriman lebih dianjurkan daripada seorang wanita musyrik yang

memiliki kelebihan dan derajat.

Al-Jashash mengutip pendapat as-Suddi mengatakan: “Ayat ini turun

berkenaan dengan Abdullah bin Rowahah yang mempunyai seorang budak wanita

berkulit hitam. Suatu ketika Abdullah bin Rowahah marah dan menamparnya, lalu

1 Al-Jashash, Bab Nikah al-Musyrikat, h. 15 2 Al-Jashash, Bab Nikah al-Musyrikat, h. 15.

Page 40: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

28

ia merasa takut dan mendatangi Rasulullah SAW dan menceritakan peristiwa

yang terjadi di antara mereka berdua (Abdullah bin Rowahah dan budaknya).

Maka Rasulullah SAW bertanya: “Bagaimana budak itu?” Abdullah bin Rowahah

menjawab: “Ia berpuasa, shalat, berwudhu’ dengan sebaik-baiknya, dan

mengucapkan syahadat bahwa tidak ada illah yang berhak disembah selain Allah

SWT dan engkau adalah Rasul-Nya.” Kemudian Rasulullah bersabda: “Wahai

Abu Abdullah, wanita itu adalah mukminah.” Abdullah bin Rowahah

mengatakan: “Demi Allah yang mengutusmu dengan hak, aku akan

memerdekakan dan menikahinya.” Setelah itu Abdullah pun melakukan

sumpahnya itu, maka beberapa orang dari kalangan kaum Muslimin mencelanya

serta berujar: “Apakah ia menikahi budaknya sendiri?” Padahal kebiasaan mereka

menikah dengan orang-orang musyrikin atau menikahkan anak-anak mereka

dengan orang-orang musyrikin, karena menginginkan kemuliaan leluhur mereka.

Maka Allah SWT menurunkan ayat ىة ة ة ؤ ة مه م ؤ ة ة ة ة ة ؤ ة ؤ ة ة ؤ ة ؤ ة ة م ؤ ة ة ة

“Seungguhnya wanita budak yang beriman itu lebih baik daripada wanita musrik,

walaupun ia menarik hatimu”.3

Firman Allah SWT : “dan janganlah

kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin)

sebelum mereka beriman”. Al-Jashash menjelaskan bahwa wanita musyrik dan

laki-laki musyrik haram untuk dinikahi, karena ajakan mereka ke neraka menjadi

alasan tegas diharamkannya menikah dengan mereka.4

3 Al-Jashash, Bab Nikah al-Musyrikat, h. 17; lihat pula Ibn Katsir, Lubab at-Tafsir min

Ibni Katsir, Alih Bahasa M. Abdu al-Ghofar E.M, cet. ke-1 (Jakarta, Pustaka Imam al-Syafi’i,

2009), jilid I, hlm. 427. 4 Al-Jashash, Bab Nikah al-Musyrikat, h. 18.

Page 41: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

29

Didalam kitab fiqih madzhab Hanbali disebutkan juga bahwa tidak ada

perbedaan pendapat dalam pelarangan seorang wanita muslimah yang menikah

dengan seorang laki-laki musyrik/kafir.

ال تى ح ا ا م ه ح ى ) ال يحل مسلم و بح بف بحبل ق ل هللا تعب ى

(ي ى ا . ال وعل الفب في ذ ك (ال هه حل ه ) ق ه س حبوه

Artinya : “tidak dihalalkan bagi wanita muslimah menikah dengan laki-laki kafir,

karena ayat larangan ini [dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik

(dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman.] dan juga ayat ini

[mereka (wanita-wanita Muslimah) tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan

orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka], dan kami tidak mengetahui

adanya perbedaan tentang ini diantara ulama”5

Imam Al-Kasai dari kalangan ulama Madzhab Hanafi, menegaskan

larangannya bagi wanita Muslimah dilarang untuk menikah dengan laki-laki

musyrik. Beliau berkata:

ب ةى بفة ة ةقة ؤ ةهة تةعة ىة ة ا ؤ ة ىة ا }فةالة ية ة زة إوؤ ةبحة ا ؤمة ؤ ة الة تةىؤ ةحة ا ا ؤمة ؤ ة ة هة ح ى ية ؤ ة } ة

“dilarang menikahkan wanita Muslimah kepada laki-laki kafir, karena ayat

larangan ini [dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan

wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman.”

ية ة بةقة ؤ ةهة ز جل ةئةكة يةدؤ ة نة إ ةى ا ىبرة }في آ ة ة الؤىةبتة { ة ةوهة ؤ يةدؤ ة نة ا ؤمة ؤ ة ة

ةن ا ؤ ة ؤ ة ية جة ة ا ىبرة باة إ ةى ا ىبرة ة باة إ ةى ا ؤ ة ؤ ة ة ة ا دم ة إ ةى ا ؤ ة ؤ ة ة

“diakhir ayat, Allah mengatakan: [mereka (orang kafir) mengajak ke neraka],

karena mereka mengajakan untuk menjadi kafir. Dan ajakan menjadi kafir ialah

ajakan menuju neraka. Karena orang kafir telah pasti untuk mereka adalah

neraka.”6

Firman Allah SWT : “mereka (orang musyrik)

mengajak ke neraka”. Menurut al-Jashash menikahi wanita musyrik diawal

Islam tidak dilarang oleh al-Qur’an, sampai turunnya ayat

5 Kitab Al-Syarhu Al-Kabir Juz 7, h.507 6 Imam al-Kasa’i, Bada’iu Al-Shona’i, juz 2, h. 271

Page 42: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

30

pengharaman ayat ini karena adanya ajakan orang

musyrik kepada kita agar terjatuh ke neraka menunjukkan bahwa makna ayat ini

menjadi illat7 diharamkannya menikahi wanita dan laki-laki musyrik.

al-Jashash menambahkan pula bahwa kebolehan untuk menikahi wanita

musyrik di awal Islam, tidak ada illat yang mengharamkan pernikahan tersebut,

namun layak diingat bahwa potongan ayat berikutnya (Al-Baqarah : 221) Allah

telah berfirman dalam redaksi yang sama untuk mengharamkan menikahi wanita

musyrik tersebut, karena dikhawatirkan bahwa wanita musyrik tersebut akan

mengajak ke neraka. “mereka mengajak ke neraka”

ajakan mereka untuk masuk ke neraka menjadi penegas bahaya laki-laki muslim

menikahi wanita musyrik.8

Al-Jashash menegaskan bahwa diantara larangan menikah dengan orang

musyrik adalah kekhawatiran terjadinya hubungan yang kurang harmonis dengan

orang musyrik, sebab tujuan pernikahan adalah mengharuskan adanya mawadah

sebagaimana firman Allah :

Artinya : “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan

untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa

tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.

Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi

kaum yang berfikir”.(Q.S. Al-Ruum : 21)

7 Illat : dasar untuk menetapkan hukum 8 Al-Jashash, Bab Nikah al-Musyrikat, h. 18.

Page 43: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

31

Maka ketika ada pemberitaan bahwa tujuan pernikahan itu menjadi sebab

mawaddah wa rahmah maka Rasulullah saw pun mencegah menikahi dengan

wanita musyrik, dan Rasulullah membencinya.9 Hal ini sebagaimana firman Allah

SWT :

Artinya: “Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari

akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan

Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau

Saudara-saudara ataupun keluarga mereka. meraka Itulah orang-orang yang

Telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan

pertolongan10

yang datang daripada-Nya. dan dimasukan-Nya mereka ke dalam

surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya.

Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan

rahmat)-Nya. mereka Itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya

hizbullah itu adalah golongan yang beruntung. (Q.S. Al-Mujadillah : 22)

Hal ini karena mereka (orang musyrik) dan kita (muslim) berada pada

keyakinan yang berseberangan, dan seandainya terjadi perkawinan maka anak-

anaknya kelak akan tumbuh dalam kondisi pertengkaran yang terjadi dalam

keluarganya dan hal ini pula akan mempengaruhi akhlak mereka yang setiap

harinya selalu berada dalam kondisi pertengkaran. Dan disini kita dapat

mengatakan bahwa menikahi wanita musyrik tentu dilarang dan dibenci oleh

9 Al-Jashash, Bab Nikah al-Musyrikat, h. 18 10 yang dimaksud dengan pertolongan ialah kemauan bathin, kebersihan hati, kemenangan

terhadap musuh dan lain lain.

Page 44: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

32

Rasulullah saw, karena anak-anak mereka yang lahir karena pernikahan tersebut

pasti cenderung akan mengikuti dan mencontoh perilaku ibunya yang musyrik.

Itu sebabnya Rasulullah saw bersabda :

لة ة يةقة ة بة ؤهة ة ؤهة ة ا ؤمة ؤ ة ة هة سؤ هؤ ةلم ة ةوةب بة ة اة ة

Artinya : “Aku berlepas diri dari setiap muslim yang bertempat tinggal di tengah-

tengah kaum musyrikin.”11

Setelah penulis lihat dari riwayat-riwayat yang telah al-jashash paparkan

diatas, maka penulis dapat menarik garis besar bahwa al-Jashash mengharamkan

menikahi orang musyrik karena mengikuti pendapat Ibn Umar diawal tulisan ini12

dan sebab-sebab lain yang telah dijelaskan sebelumnya yaitu bahwa

“mereka mengajak ke neraka”, serta hal ini dikarenakan

hilangnya sifat mawaddah dalam rumah tangga karena kekhawatiran akan

terjadinya hubungan yang kurang harmonis bila kita sampai menikah dengan

musyrik karena faktor perbedaan keyakinan dan nantinya pasti akan berdampak

pula kepada kondisi psikis, pertumbuhan dan perkembangan anak yang

dibesarkan dalam kondisi yang selalu menyaksikan pertengkaran rumah tangga

ibu dan bapaknya, istilah seperti ini sering disebut dengan “Broken home”.13

11 Sebagai ungkapan bahwa orang mukmin itu harusnya berbeda dengan orang kafir, atau

tempat orang mukmin itu tidaklah bisa disamakan dengan tempatnya orang kafir. Hal ini seperti

dinukilkan dari Al-Khaththaby dalam “Tuhfah Al-Ahwadzy; Diriwayatkan oleh At-Tirmidzy no.

1604, Ath-Thabrany no. 2261, 2262, Al-Baihaqy dalam “Asy-Syu’ab” no. 9374 secara makna, dan

juga dalam “As-Sunan” (9/12-13). Dan ini hadits yang hasan. 12 Lihat fote note no 2, h. 25. 13 Hal ini telah Allah SWT sampaikan pula dalam al-Qur’an surat al-Mujadillah ayat 22

Page 45: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

33

B. Penafsiran al-Qurtubi terhadap surat al-Baqarah : 221

Dalam menafsirkan tentang pernikahan dengan orang musyrik, al-Qurtubi

banyak menukil pendapat ulama sebelum menyatakan pendapatnya tetang hukum

menikahi orang musyrik. Dalil yang dijadikan sandaran adalah firman Allah

SWT:

Artinya :”Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka

beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita

musyrik, walaupun dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-

orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman.

Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia

menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga

dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-

perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran”. (Q.S. Al-

Baqarah ayat 221)

Konteks ayat ini diturunkan pada Abu Mirtsad Al-Ghanawi. Menurut satu

pendapat, ayat ini diturunkan kepada Mitsad bin Abu Mirtsad, Dia memiliki nama

Kanaz bin Husain al-Ghanawi. Dia diutus oleh Rasulullah saw secara rahasia

untuk berangkat ke Makkah guna membebaskan dua orang sahabatnya, sementara

di Makkah dia mempunya seorang istri yang dicintainya pada masa jahiliyah.

Wanita itu bernama Anaq. Mendengar kedatangan Mirtsad ke Makkah, maka

Anaq kemudian mendatanginya, dan Mirtsad berkata kepadanya, “sesungguhnya

islam mengharamkan apa yang telah terjadi pada masa jahiliyah”, Anaq menjawab

“maka kawinilah aku!” Mirtsad berkata “ aku akan meminta izin terlebih dahulu

Page 46: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

34

kepada Rasulullah saw”. Mirtsad kemudian mendatangi Rasulullah dan meminta

izin kepada beliau, namun beliau melarangnya menikahi Anaq, sebab dia adalah

seorang pria muslim sedangkan Anaq adalah seorang wanita musyrik.14

Al-Qurtubi menjelaskan tentang firman Allah SWT:

ه الة تةىة حة اؤ اة ؤمة ؤ ة ة ة حة ىة ية ؤ ة Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita“ ة

musyrik, sebelum mereka beriman”, yang dimaksud dengan wanita-wanita yang

musyrik tersebut adalah wanita-wanita penyembah berhala dan wanita-wanita

yang beragama Majusi, hal ini dinukil dari pendapat Imam Malik, Asy-Syafi’i,

Abu Hanifah, Al Auza’i, yang melarang menikah dengan wanita majusi,

sedangkan Ibnu Hanbal berkata, “Hal itu tidak menarik untukku”. Diriwayatkan

bahwa Hudzaifah bin Al Yaman pernah menikahi seorang wanita Majusi, lalu

Umar berkata kepadanya, “Ceraikan dia!”.15

Al-Qurtubi menukil pendapat Ibnu Athiyah yang mengatakan “Ibnu Abbas

berkata pada sebagian keterangan yang diriwayatkan darinya, “sesungguhnya ayat

ini (al-Baqarah : 221) adalah umum (sehingga mencakup) setiap wanita

penyembah berhala, wanita majusi dan wanita ahlul kitab. Setiap wanita yang

memeluk agama selain agam Islam adalah musyrik.16

Adapun perkataan Ibnu

Umar dalam al-Muwatha’ “aku tidak mengetahui kemusyrikan yang lebih besar

daripada seorang wanita yang mengatakan bahwa tuhannya adalah Isa”. Senada

dengan hal ini seperti apa yang diriwayatkan dari Umar bahwa dia memisahkan

Thalhah bin Ubaidillah dengan istrinya, dan Hudzaifah bin al-Yaman dengan

istrinya. Keduanya berkata “kami akan menjatuhkan talak wahai Amirul

14 Asbab al-Nuzul, karya An-Naisaburi, h. 49-50. 15 Syaikh Imam al-Qurthubi, al-Jami’ Li Ahkam al-Quran, h. 151 16 Tafsir Ibnu Athiyah juz 2, h. 246

Page 47: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

35

Mu’minin, dan janganlah engkau marah, Umar berkata “seandainya talak kalian

dibolehkan, niscaya nikah kalian pun dibolehkan, akan tetapi aku akan

memisahkan kalian secara paksa”.17

Riwayat lain yang sanadnya lebih baik dari riwayat tersebut menyatakan

bahwa Umar hendak memisahkan mereka dari istri-istrinya, lalu Hudzaifah

berkata “apakah engkau menganggap bahwa dia haram? Maka pisahkanlah dia

wahai Amirul Mu’minin. Umar menjawab “aku tidak menganggap bahwa dia

haram, akan tetapi aku takut kalian mendapatkan wanita-wanita pezina dari

kalangan mereka”.18

Pendapat yang senada dengan ini juga diriwayatkan dari Ibnu

Abbas.

Al-Qurtubi menambahkan bahwa An-Nuhas mengatakan, “diantara hujjah

yang sah sanadnya, diceritakan kepada kami oleh Muhammad bin Rayyan, dia

berkata “al-Laits menceritakan kepada kami dari Nafi’, bahwa Abdullah bin Umar

jika ditanya tentang seorang laki-laki yang akan menikahi wanita Nasrani atau

Yahudi, maka dia menjawab, Allah telah mengharamkan wanita musyrik kepada

orang-orang yang beriman, sementara aku tidak mengetahui suatu kemusyrikan

yang lebih besar daripada seorang wanita yang mengatakan bahwa tuhannya

adalah Isa, atau salah satu dari hamba-hamba Allah”.19

Al-Qurtubi menjelaskan bahwa alasan pengharaman tersebut telah

diterangkan Allah dalam ayat setelahnya, yaitu : ؤ ةئةكة يةدؤ ة نة إة ةى ا ىبرة Mereka“ ة

mengajak ke neraka,“dimana ajakan ke neraka dijadikan sebagai alasan hukum

17 Ibnu Katsir juga berkata, “Atsar ini gharib dari Umar”, lihat tafsir Ibnu Katsir, Juz 1, h.

386. 18 Ungkapan Umar ini sangat indah dan menunjukkan kecerdasan dan kejeniusannya.

Ungkapan ini perlu dipraktikan di masa sekarang ini, sebab sepantasnya seorang muslim menikahi

muslimah dan tidak menikahi wanita yang tidak memeluk agama islam 19 Al-Qurtubi, al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, terj. Fathurrahman, Tafsir al-Qurtubi , 142.

Page 48: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

36

diharamkan menikahi mereka, maka jawabannya adalah hal tersebut (mengajak ke

neraka) merupakan jawaban untuk firman Allah:

“Sesungguhnya wanita budak yang

mukmin lebih baik dari wanita musyrik”, sebab orang yang musyrik itu mengajak

ke neraka. Alasan hukum ini berlaku pula untuk orang-orang kafir.20

Al-Qurtubi menjelaskan bahwa ketika ada pilihan antara wanita musyrik

dengan wanita budak mukmin maka diharuskan untuk memilih wanita budak

mukmin, sebagaimana firman Allah ta’ala :

“Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik”.

Firman Allah ini merupakan penegas bahwa budak perempuan beriman lebih baik

daripada seorang wanita musyrik, meskipun wanita musyrik itu mempunyai

kedudukan dan kekayaan, “Walaupun dia menarik hatimu”.

Ayat ini diturunkan tentang khansa, Ibu Sauda budak perempuan

Khuzaifah bin al-Yaman. Hudzaifah berkata kepadanya, “Wahai Khansa,

sesungguhnya engkau telah disebutkan di Al-Mala al-A’la meskipun engkau

hitam dan legam. Allah juga menurunkan namamu didalam-Nya”. Hudzaifah

kemudian memerdekakan dan mengawininya.21

Dalam riwayat yang dikemukakan As-Suddi berkata, “ayat ini diturunkan

tentang Abdullah bin Rawahah, dia mempunyai seorang budak perempuan yang

pernah ditamparnya saat sedang marah, namun kemudian dia menyesal. Dia

datang kepada Nabi SAW dan memberitahukan hal itu kepada beliau. Beliau

bertanya “siapa dia wahai Abdullah?” Abdullah menjawab, “dia adalah seorang

20 Syaikh Imam al-Qurthubi, al-Jami’ Li Ahkam al-Quran, h. 146 21 Syaikh Imam al-Qurthubi, al-Jami’ Li Ahkam al-Quran, h. 147

Page 49: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

37

budak yang berpuasa, shalat dan menyempurnakan wudhunya dan mengucapkan

dua kalimat syahadat, Rasulullah Saw bersabda : “wanita itu adalah wanita yang

beriman.22

Ibnu Rawahah berkata : “sesungguhnya aku benar-benar akan

memerdekakannya dan menikahinya”, dia kemudian melakukan hal itu.

Setelah melihat dari riwayat-riwayat yang dipaparkan al-Qurthubi, maka

penulis menarik garis besar bahwa haram menikah dengan wanita musyrik, karena

mengikuti pendapat dari Ibnu Umar.23

al-Qurthubi pun menjelaskan dengan Surat

al-Baqarah ayat 221 yang menegaskan bahwa lebih baik menikahi wanita budak

yang mukmin daripada wanita musyrik merdeka meskipun mereka menarik

perhatianmu. Alasan pengharaman tersebut telah diterangkan Allah dalam ayat

setelahnya, yaitu : ؤ ةئةكة يةدؤ ة نة إة ةى ا ىبرة Mereka mengajak ke neraka,“dimana“ ة

ajakan mereka ke neraka penjadi penegas diharamkannya pernikahan tersebut.24

Setelah penulis membahas pandangan al-Jashash tentang menikahi

perempuan-perempuan musyrik, al-Jashash berpegang teguh pada riwayat Ibn

Umar yang mengatakan bahwa ia tidak mengetahui dari perbuatan syirik yang

lebih besar daripada seseorang yang mengatakan bahwa tuhannya adalah Isa atau

salah satu dari hamba Allah, dan diakhir ayat itu ditutup dengan firman Allah

yang menyatakan bahwa mereka mengajak ke neraka.

22 Hadis ini dicantumkan oleh Ibnu katsir dalam tafsirnya, Juz 1, h. 258. Lihat asbab an-

Nuzul karya al-Wahidi, h. 50. 23 Lihat h. 33, fote note no. 19 24 Syaikh Imam al-Qurthubi, al-Jami’ Li Ahkam al-Quran, h. 146

Page 50: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

38

Disamping itu kekhawatiran beberapa ulama akan adanya

ketidakharmonisan perkawinan antara dua orang yang berbeda keyakinan maka

al-Jashash menurut penilaian penulis condong untuk mengharamkan pernikahan

dengan orang musyrik. Ternyata pendapat al-Jashash juga diikuti oleh al-Qurtubi

(ulama yang datang belakangan), karena beliau juga berpegang pada riwayat yang

sama yaitu Ibn Umar.

Page 51: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

39

BAB IV

PERSAMAAN DAN PERBEDAAN PENAFSIRAN AL-JASHASH DAN

AL-QURTUBI TERHADAP SURAT AL-BAQARAH : 221

A. Pemaknaan Musyrik

Musyrik adalah orang yang menyekutukan Allah dengan sesuatu, baik

dengan menyembah benda-benda maupun menyembah Allah sambil menyembah

benda-benda. Jadi menurut mereka umat Yahudi dan Nasrani termasuk ke dalam

golongan musyrik, karena umat Yahudi mengatakan Uzair putra Allah dan umat

Nasrani mengatakan bahwa Isa putra Allah dan juga agama-agama lain seperti

Hindu, Budha, Konghucu dan lain-lain adalah musyrik. Sehingga umat Islam

diharamkan menikahinya.

Artinya : “(30). Orang-orang Yahudi berkata: "Uzair itu putera Allah" dan

orang-orang Nasrani berkata: "Al masih itu putera Allah". Demikianlah itu

Ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang

kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah mereka , bagaimana mereka sampai

berpaling?, (31). Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib

mereka sebagai Tuhan selain Allah1 dan (juga mereka mempertuhankan) Al

masih putera Maryam, padahal mereka Hanya disuruh menyembah Tuhan yang

Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari

apa yang mereka persekutukan”. (Q.S. At-Taubah : 30-31)

1 Maksudnya: mereka mematuhi ajaran-ajaran orang-orang alim dan rahib-rahib mereka

dengan membabi buta, biarpun orang-orang alim dan rahib-rahib itu menyuruh membuat maksiat

atau menghalalkan yang haram.

Page 52: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

40

Ada pula ulama yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan musyrik

adalah orang-orang Arab yang bukan ahlul kitab, jadi menurut mereka Yahudi dan

Nasrani boleh untuk dinikahi karena termasuk dalam ahlul kitab. Begitu juga

agama Hindu, Budha, Konghucu boleh dinikahi, karena menurut mereka agama-

agam tersebut juga memiliki kitab suci dan mereka yakin bahwa agama-agama

tersebut dibawa oleh nabi utusan Allah.

Menurut Ibnu Jarir Al-Thabari, bahwa musyrik yang dilarang untuk

dikawini itu ialah musyrik dari bangsa Arab saja, karena bangsa Arab pada waktu

turunnya Al-Qur‟an memang tidak mengenal kitab suci dan menyembah berhala.

Maka menurut pendapat ini seorang muslim boleh menikah dengan wanita

musyrik dari bangsa non-Arab, seperti Cina, India dan Jepang, yang diduga

dahulu mempunyai kitab suci atau serupa kitab suci. Muhammad Abduh juga

sependapat dengan ini.2 Beberapa pakar tafsir, seperti Thabathaba'i dan Rasyid

Ridha berpendapat bahwa yang dimaksud dengan al-musyrikun dalam Al-

Qur'an adalah penyembah berhala yang ketika itu bertempat tinggal di Makkah.

Ibnu Katsir dalam tafsir al-Qur’an al-azim meriwayatkan bahwa Abu

Abdillah Ibn Hanbal pernah ditanya tentang siapa sebenarnya yang dimaksdukan

dengan musyrikat dalam ayat tersebut. Ibnu Hanbal menjawab bahwa yang

dimaksud dengan musyrik dalam ayat itu adalah perempuan-perempuan musyrik

Arab yang menyembah patung,3 Muhammad Rasyid Ridha berpendapat bahwa

walaupun penyebutan musyrik diungkapkan dengan menggunakan kalimat yang

umum, namun ia memiliki pengertian yang khusus yaitu perempuan-perempuan

2 Ibnu Jarir Al-Thabari, Tafsir Al-Manar, jilid VI, h. 193.

3 Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim, (Beirut: Dar al-Fikri, t.th), h. 242.

Page 53: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

41

musyrik Arab.4 Ali As-Sabuni berpendapat bahwa yang dimaksud dengan

perempuan musyrik adalah perempuan yang menyembah berhala dan perempuan

yang tidak mempunyai agama samawi.5

Al-Jashash menukil hadis yang diriwayatkan dari Ibn Umar yang

mengatakan bahwa kata “Musyrikat” dalam surat al-Baqarah 221 masih bersifat

umum, sehingga mencakup setiap wanita kafir dan wanita ahlul kitab. Ibn Umar

ketika ditanya tentang menikahi wanita-wanita musyrik, Ibn Umar menjawab

bahwa Allah telah mengharamkannya, termasuk wanita Yahudi dan Nasrani

haram untuk dinikahi oleh orang muslim, ketika ia ditanya (tentang

keharamannya),6 kemudian Ibnu Umar menjawab bahwa ia tidak mengetahui dari

perbuatan syirik yang lebih besar daripada seseorang yang mengatakan bahwa

tuhannya adalah Isa atau salah satu dari hamba Allah.7

Al-Qurtubi menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan wanita-wanita

yang musyrik adalah wanita-wanita penyembah berhala dan wanita-wanita yang

beragama Majusi, hal ini dinukil dari pendapat Imam Malik, Asy-Syafi‟i, Abu

Hanifah, Al Auza‟i, yang melarang menikah dengan wanita majusi.8

Al-Qurtubi menjelaskan bahwa kedua ayat tersebut (maksudnya ayat

dalam surah Al Baqarah ini dan ayat dalam surah Al Maa‟idah), sesungguhnya

tidak ada pertentangan di antara keduanya. Sebab zhahirnya lafazh syirik itu tidak

mencakup Ahlul kitab. Hal ini berdasarkan kepada firman Allah SWT:

4 Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir Al-Qur’an al-Hakim, (Beirut: Darul al-Kutub, 1999),

h. 212. 5 Ali As-Sabuni, Rawai’ Al-Bayan, (Dimsyiq: Maktabah al-Ghazali, 1980), h. 282. 6 Al-Jashash, Bab Nikah al-Musyrikat, h. 15 7 Al-Jashash, Bab Nikah al-Musyrikat, h. 15. 8 Syaikh Imam al-Qurthubi, al-Jami’ Li Ahkam al-Quran, h. 151

Page 54: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

42

Artinya: “Orang-orang kafir dari ahlul kitab dan orang-orang musyrik tiada

menginginkan diturunkannya sesuatu kebaikan kepadamu dari Tuhanmu. dan

Allah menentukan siapa yang dikehendaki-Nya (untuk diberi) rahmat-Nya

(kenabian); dan Allah mempunyai karunia yang besar”.(Q.S Al-Baqarah ayat

105)

Senada dengan hal itu pula sebagaimana yang telah difirmankan Allah

SWT :

Artinya: “Orang-orang kafir yakni ahlul kitab dan orang-orang musyrik

(mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan (agamanya) sebelum

datang kepada mereka bukti yang nyata,” (Q.S Al-Bayyinah: 1)

B. Hukum Menikahi Orang Musyrik

Didalam al-Qur‟an memang terdapat penjelasan tentang kebolehan

menikah dengan ahlul kitab, yaitu dalam surat al-Maidah ayat 5, disisi lain

sebagian ulama juga mengharamkan, karena menurut mereka ahlul kitab masa

sekarang tidak sama dengan ahlul kitab masa dahulu, ahlul kitab yang sekarang

sudah musyrik, sehingga tidak boleh dinikahi, sedangkan menikah dengan orang

musyrik jelas-jelas diharamkan

Umat Yahudi mengatakan Uzair putra Allah dan umat Nasrani

mengatakan bahwa Isa putra Allah. (Q.S al-Taubah : 30-31), dan juga agama-

agama lain seperti Hindu, budha, Konghuchu dan lain-lain adalah musyrik.

Sehingga umat Islam diharamkan menikahinya.

Ulama yang setuju berpendapat bahwa yang dimaksud dengan musyrik

adalah orang-orang Arab yang bukan ahlul kitab, jadi menurut mereka Yahudi dan

Page 55: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

43

Nasrani boleh untuk dinikahi karena termasuk dalam ahlul kitab. Begitu juga

agama Hindu, Budha, Konghucu boleh dinikahi, karena menurut mereka agama-

agam tersebut juga memiliki kitab suci dan mereka yakin bahwa agama-agama

tersebut dibawa oleh nabi utusan Allah.

Al-Jashash menegaskan bahwa diantara larangan menikah dengan wanita

musyrikat adalah kekhawatiran terjadinya hubungan yang kurang harmonis antara

kaum muslim dan non muslim termasuk wanita-wanita musyrikat dan ahlul kitab,

sebab tujuan pernikahan adalah mengharuskan adanya mawadah9 sebagaimana

firman Allah :

Artinya : “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan

untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa

tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.

Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi

kaum yang berfikir”.(Q.S. Al-Ruum : 21)

Al-Qurtubi menambahkan bahwa An-Nuhas mengatakan, “diantara hujjah

yang sah sanadnya, diceritakan kepada kami oleh Muhammad bin Rayyan, dia

berkata “al-Laits menceritakan kepada kami dari Nafi‟, bahwa Abdullah bin Umar

jika ditanya tentang seorang laki-laki yang akan menikahi wanita Nasrani atau

Yahudi, maka dia menjawab, Allah telah mengharamkan wanita musyrik kepada

orang-orang yang beriman, sementara aku tidak mengetahui suatu kemusyrikan

9 Al-Jashash, Bab Nikah al-Musyrikat, h. 18

Page 56: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

44

yang lebih besar daripada seorang wanita yang mengatakan bahwa tuhannya

adalah Isa, atau salah satu dari hamba-hamba Allah”.10

Imam Syafi‟i, ketika mengomentari ayat 10 surat Al-Mumtahanah

menjelaskan juga bahwa sudah tidak ada lagi pendapat yang menyelisihi. Semua

sepakat bahwa Muslimah tidak dihalalkan bagi laki-laki kafir. Beliau berkata:

بذبل ونى يختهف ه نى يبخ واددة ي ؤيي عس وجم عهى انكفبر سبء ان و للا فذر

أهم انعهى في ذنك

Artinya: “Maka Allah Subhanahu Wata’ala mengharamkan wanita-wanita

Muslimah bagi orang-orang kafir (laki-laki) dan sama sekali tidak membolehkan

walaupun satu orang dari wnaita-wanita Muslimah apapun alasannya. Dan tidak

ada sama sekali perbedaan pendapat antara ulama dalam hal ini”.11

Imam Al-Kasaini dari kalangan ulama Madzhab Hanafi, juga mengutip

pendapat yang sama, bahwa jelas larangannya bagi kaum wanita Muslimah

dilarang menikah dengan laki-laki musyrik. Beliau berkata:

ؤيت انكبفر نقىنه تعبنى كبح ان دتى يؤيىا }فل يجىز إ شركي كذىا ان ول ت

Artinya: “dilarang menikahkan wanita Muslimah kepada laki-laki non-Muslim,

karena ayat larangan ini [dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik

(dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman.”

إنى انبر }في آخر اليت بقىنه عس وجم ؤيبث إنى انكفر {أونئك يدعى ان لهى يدعى

انكفر يىج انبر عبء إنى انكفر عبءء إنى انبر ل واندد

Artinya: “diakhir ayat, Allah mengatakan: [mereka (orang kafir) mengajak ke

neraka], karena mereka mengajakan untuk menjadi kafir. Dan ajakan menjadi

kafir ialah ajakan menuju neraka. Karena orang kafir telah pasti untuk mereka

adalah neraka”.12

10 Al-Qurtubi, al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, terj. Fathurrahman, Tafsir al-Qurtubi , 142. 11 Imam Syafi’I, Kitab al-Umm, Jilid 5, h. 153. 12 Imam al-Kasani, Kitab Bada’i Al-Shana’i, juz 2, h.271

Page 57: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

45

Dalam kitab fiqih mazdhab Hanbali disebutkan juga bahwa tidak ada

perbedaan pendapat antara ulama dalam pelarangan seorang wanita Muslimah

yang menikah dengan seorang laki-laki kafir/musyrik. Beliau berkata:

( ول تكذىا انشركي دتى يؤيىا)نقىل للا تعبنى (ول يذم نسهت كبح كبفر بذبل

ول عهى خلفب في ذنك (ل ه دم نهى)ونقىنه سبذبه .

Artinya: “tidak dihalalkan bagi wanita Muslimah menikah dengan laki-laki non-

Muslim, karena ayat larangan ini [dan janganlah kamu menikahkan orang-orang

musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman.] dan juga

ayat ini [mereka (wanita-wanita Muslimah) tiada halal bagi orang-orang kafir itu

dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka], dan kami tidak

mengetahui adanya perbedaan tentang ini diantara ulama”.13

Jadi jelas bahwa larangan bagi wanita Muslimah untuk menikah dengan

laki-laki musyrik itu sudah menjadi Ijma‟ yang tidak bisa diperselisihkan lagi.

Dan memang samapai sekarang juga tidak ada satu pun ulama yang menyelesihi

itu.

C. Keterkaitan Surat al-Baqarah : 221 dengan Surat Al-Maidah : 5

Pengharaman menikahi yang dikandung ayat

hanya terbatas pada perempuan-perempuan penyembah berhala dari

kelompok orang-orang musyrik, sebab bila pengharaman ini diumumkan sehingga

termasuk ahlul kitab tentu akan bertentangan dengan firman Allah :

Artinya : “(dan dihalalkan mengawini) wanita yang menjaga kehormatan di

antara orang-orang yang diberi al-kitab sebelum kamu,” (al-Maidah : 5)

Padahal tidak ada nasakh pada 2 ayat ini sehingga kedua ayat tersebut hukumnya

13 Ahmad Ibn Hambal, Al-Syarhu Al-Kabir, Juz 7, h. 507

Page 58: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

46

tetap berlaku, pemahaman yang diperoleh dari kata adalah

perempuan yang sudah masuk Islam.14

Hal ini sejalan dengan firman Allah :

Artinya: “Mereka itu tidak sama; di antara ahlul kitab itu ada golongan

yang berlaku lurus, mereka membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu di

malam hari, sedang mereka juga bersujud (sembahyang)”. (Q.S. Al-Imran : 113)

Para ulama berbeda pendapat tentang takwil ayat ini. Sekelompok ulama

mengatakan bahwa Allah telah mengharamkan menikahi wanita-wanita musyrik

dalam surat al-Baqarah, kemudian wanita-wanita musyrik tersebut dinasakh (yaitu

wanita-wanita ahlul kitab), dimana Allah telah menghalalkan mereka dalam surat

al-Maidah ayat 5. Pendapat ini diriwayatkan dari Ibnu Abbas. Pendapat ini pun

dikemukakan oleh Malik bin Anas, Sufyan bin Sa‟id Ats-Tsauri dan

Abdurrahman bin Amru al-Auza‟i.15

Al-Qurtubi pun menukil pendapat Ishak bin Ibrahim al-Harabi yang

mengatakan bahwa “sekelompok orang berpendapat untuk menjadikan ayat 221

dalam surat al-Baqarah sebagai ayat yang menasakh (menghapus), sedangkan ayat

dalam surat al-Maidah sebagai ayat yang dinasakh (dihapus). Mereka

mengharamkan menikahi setiap wanita musyrik, baik ahlul kitab maupun selain

ahlul kitab”.16

14 Al-Jashash, Bab Nikah al-Musyrikat, h. 17. 15

Pendapat yang benar dalam hal ini adalah pendapat yang menyatakan tidak adanya

nasakh. Sebab ayat dalam surat al-Baqarah itu bersifat umum, dimana ayat yang umum ini

kemudian ditakhshish (dikhususkan) oleh dalam surat al-Maidah ayat 5. 16 Al-Qurtubi, al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, terj. Fathurrahman, Tafsir al-Qurtubi,

(Jakarta: Pustaka Azam, 2007), 142.

Page 59: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

47

An-Nuhas berkata “pendapat ini berbeda dengan pendapat segolongan

orang yang ditopang oleh Hujjah. Sebab ada segolongan orang dari kalangan

sahabat maupun thabi‟in yang menyatakan bahwa menikahi wanita ahlul kitab

adalah halal. Diantara orang-orang yang mengemukakan pendapat ini adalah

Utsman, Thalhah, Ibnu Abbas, Jabir dan Huzaifah, sedangkan dari kalangan

thabi‟in adalah Sa‟id bin al-Musayyab, Sa‟id bin Jubair, al-Hasan, Mujahid,

Thawus, Ikrimah, Asy-Sya‟bi dan Adh-Dhahak. Para fuqaha dari berbagai daerah

juga menganut pendapat ini, selain itu ayat dalam surat al-Baqarah ini tidak dapat

menasakh ayat dalam surat al-Maidah, sebab ayat dalam surat al-Baqarah ini

merupakan hal pertama yang diturunkan di Madinah, sedangkan ayat dalam surat

al-Maidah adalah hal yang terakhir yang diturunkan di Madinah. Ayat yang

pertama turun tidak dapat menasakh ayat yang terakhir turun.17

Al-Qurtubi menjelaskan bahwa kedua ayat tersebut (maksudnya ayat

dalam surah Al Baqarah ini dan ayat dalam surah Al Maa‟idah), sesungguhnya

tidak ada pertentangan di antara keduanya. Sebab zhahirnya lafazh syirik itu tidak

mencakup Ahlul kitab. Hal ini berdasarkan kepada firman Allah SWT:

Artinya: “Orang-orang kafir dari ahlul kitab dan orang-orang musyrik tiada

menginginkan diturunkannya sesuatu kebaikan kepadamu dari Tuhanmu. dan

Allah menentukan siapa yang dikehendaki-Nya (untuk diberi) rahmat-Nya

(kenabian); dan Allah mempunyai karunia yang besar”.(Q.S Al-Baqarah ayat

105)

Senada dengan hal itu pula sebagaimana yang telah difirmankan Allah

SWT :

17 Syaikh Imam al-Qurthubi, al-Jami’ Li Ahkam al-Qur’an, Terj. Fahrurrahman, Jakarta:

Pustaka Azzam, 2007, h. 143

Page 60: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

48

Artinya: “Orang-orang kafir yakni ahlul kitab dan orang-orang musyrik

(mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan (agamanya) sebelum

datang kepada mereka bukti yang nyata,” (Q.S Al-Bayyinah: 1)

Dalam ayat ini al-Qurtubi melihat bahwa Allah telah membedakan lafadz

diantara mereka (kafir dan ahlul kitab), sedangkan (Athaf kata sambung wau/dan)

itu menunjukkan adanya perbedaan antara ma’thuuf (yang menyambung) dan

ma’thuufalaih (yang disambung). Selain itu, kata syirik adalah umum, dan bukan

nash.18

Meskipun demikian, al-Qurtubi menjelaskan bahwa ada pula diantara ahlul

kitab yang dapat dinikahi, seperti yang diterangkan dalam firman Allah SWT:

Artinya : “(dan dihalalkan menikahi) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di

antara orang-orang yang diberi Al-Kitab sebelum kamu”, (Qs. Al-Maa‟idah : 5),

tetapi penekanannya disini adalah kebolehan menikahi orang-orang yang

diberikan al-Kitab tersebut setelah mereka masuk Islam.

Seperti firman Allah:

Artinya: “Dan sesungguhnya di antara ahlul kitab ada orang yang beriman

kepada Allah”,(Qs. Ali‟Imran : 199).

Dan senada dengan hal itu pula firman Allah SWT :

Artinya: “Diantara ahlul kitab itu ada golongan yang berlaku lurus”,(Qs.

Ali‟Imran : 113).19

18 Syaikh Imam al-Qurthubi, al-Jami’ Li Ahkam al-Qur’an, h.145 19 Syaikh Imam al-Qurthubi, al-Jami’ Li Ahkam al-Qur’an, h. 146

Page 61: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

49

Al-Qurtubi menambahkan bahwa menikahi ahlul kitab, jika mereka adalah

orang-orang yang memerangi kaum muslim maka hal itu tidak dihalalkan. Hal ini

diambil dari riwayat Ibnu Abbas yang pernah ditanya akan hal itu, kemudian dia

menjawab “itu tidak halal”. Ibnu Abbas membaca firman Allah SWT :

Artinya : “Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak

(pula) kepada hari Kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang

diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang

benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada

mereka, sampai mereka membayar jizyah20

dengan patuh sedang mereka dalam

keadaan tunduk”.(At-Taubah : 29)

Kalau dilihat dari dua ayat di atas, berbeda konteks pemicaraan, yang

pertama pelarangan menikah dengan orang musyrik, sedangkan ayat yang kedua

kebolehan menikah dengan ahlul kitab, jelas bahwa dua ayat tersebut

membicarakan dalam objek yang berbeda. Bagi kalangan yang melarang

pernikahan beda agama biasanya menyamakan istilah musyrik, kafir dan ahlul

kitab, pada hal ketiganya memiliki makna dan pengertian yang berbeda, tetapi

tidak sedikit juga ulama yang membolekan melakukan pernikahan beda agama

dengan mengemukakan dalil dan argumennya masing-masing.21

Dalam kontek sekarang para mufassir mengemukakan ada 3 hal yang

menjadi penting dalam membahas pernikahan beda agama. Pertama, bahwa

20 Jizyah ialah pajak per kepala yang dipungut oleh pemerintah islam dari orang-orang yang

bukan islam, sebagai imbangan bagi keamanan diri mereka. 21

Tim Penulis Paramadina, Fiqh Lintas Agama, Membangun Masyarakat Inklusif-Pluralis,

(Jakarta: Paramadina, 2004), h. 43.

Page 62: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

50

musyrik dalam surat al-Baqarah 221 adalah lafaz „am dan bisa ditakhsiskan

dengan ahlul kitab pada surat al-Maidah ayat 5. Ibnu Katsir dalam tafsirnya

mengutip pernyataan Ibn Abbas melalui Ali bin Abi Talhah bahwa perempuan-

perempuan ahlul kitab dikecualikan dari surat al-Baqarah 221,22

Sedangkan

Thabathaba‟i berpendapat bahwa pengharaman yang dimaksudkan dalam surat al-

Baqarah 221 hanyalah terbatas kepada orang-orang Watsani (para penyembah

berhala) sehingga tidak termasuk kedalamnya para ahlul kitab, pendapat ini

intinya menyatakan bahwa ahlul kitab termasuk dalam pngertian umum

musyrik.23

Kedua, bahwa al-Baqarah 221 bertentangan dengan al-Maidah 5,

sehingga menimbulkan hukum nasakh yang mana surat al-Baqarah 221 di nasakh

oleh al-Maidah 5, pada pendapat kedua ini mengandung pengertian bahwa

musyrik dan ahlul kitab adalah sama. Ketiga, sebahagian ulama mengambil illat

hukum pengharaman nikah dengan musyrik adalah karena bunyi akhir ayat

Yad’una ila al-Nar (karena mereka mengajak ke neraka). Pendapat ini sangat

dipandang sangat lemah, karena illatnya tidak logis dijadikan sebab, karena jika

demikian illatnya maka pengharaman tidak hanya kepada orang musyrik, tetapi

juga menikah dengan orang yang menyeru kepada kejahatan dari apapun jenis

agamanya baik dari islam ataupun agama lainnya.24

Dilihat dari aspek sejarah pengharamannya, Abdul Moqsith Ghazali

mengatakan bahwa disebabkan oleh dua hal yaitu : pertama, karena kaum musyrik

terus menerus menyerang islam sejak Nabi di Makkah bahkan sampai Nabi Hijrah

ke Madinah, karena itu dapat dipahami bahwa kaum muslim akan menghindari

22 Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim, (Beirut: Dar al-Fikri, t.th), h. 244. 23 Thabathaba‟i, al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an, (Beirut : Dar al-Fikri, t.th), h. 153. 24 Ahmad Nurchalis, Ahmad Munib, Kado Cinta bagi Pasangan Nikah Beda Agama,

(Jakarta: P.T Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 45.

Page 63: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

51

pernikahan dengan kelompok yang selalu menyerangnya. Kedua, larangan

menikah dengan musyrik merupakan langkah strategis islam untuk menarik garis

pembeda antara lawan dan kawan.

Lebih lanjut Abdul Moqsith berkesimpulan bahwa pelarangan pernikahan

umat islam dengan orang-orang musyrik tersebut tidak selalu bersifat teologis,

tetapi yang lebih kuat bersifat politis pada saat ketegangan dan sandungan politisi

antara umat islam dan kaum musyrik itu sudah tidak ada, boleh jadi konsekuensi

logisnya hukum yang melarang umat islam menikah dengan orang musyrik itupun

bisa bergeser.25

Adapun pernikahan dengan ahlul kitab juga terjadi perbedaan pendapat

dikalangan ulama tentang kemutlakan pengahalalan menikah dengan ahlul kitab

sebagaimana disebutkan dalam surat al-Maidah 5. ada beberapa pendapat ulama,

Pertama, ulama Ibnu Abbas, Hanabilh, Sa‟id ibn Musayyab membolehkan

pernikahan dengan ahlul kitab, mereka mengatakan bahwa ayat tersebut

menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan ahlul kitab adalah mencakup

keseluruhannya baik yang zimmi maupun yang harbi. Hanabilah membolehkan

menikah dengan ahlul kitab secara mutlaq dengan berpegang pada keumuman

surat al-Maidah 5. Ibnu Abbas tidak memutlakkannya. Menurutnya ayat tersebut

hanya meliputi ahlul kitab yang zimmi. al-Qurtubi berpendapat bahwa boleh

menikah perempuan ahlul kitab ketika dalam keadaan damai tidak dalam suasana

perang.

Kedua, „Atha‟ Ibnu Umar, Muhammad ibn Hanafiyah, Umar bin Khatab,

mengharamkan penikahan dengan ahlul kitab. „Atha ibn Umar berargumen bahwa

25 Abd. Moqsith Ghazali, Argumen Pluralisme Agama, Membangun Toleransi Berbasis Al-

Qur’an, (Jakarta: Kata Kita, 2009), h. 315.

Page 64: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

52

pembolehan menikah dengan ahlul kitab sebagaimana disebutkan dalam surat al-

Maidah 5 disebabkan karena pada saat itu jumlah perempuan muslim masih

sangat sedikit, sedangkan sekarang jumlah perempuan muslimah sudah sangat

banyak, sehingga tidak ada lagi kebutuhan menikah perempuan ahlul kitab.

kemudian umar juga pernah hendak mencambuk orang yang menikah dengan

perempuan ahlul kitab, beliau marah karena khawatir karena perbuatan menikah

dengan ahlul kitab akan diikuti oleh umat islam lainnya sehingga perempuan-

perempuan muslim tidak lagi menjadi pilihan untuk menikah.26

Beberapa kalangan ulama lainnya yang membolehkan pernikahan beda

agama, diantaranya Wahbah Zuhaili dalam kitabnya al-Fiqh al-Islam wa

Adillatuh, Ali Al-Sabhuni dalam tafsirnya Rawa‟I al-Bayan, Ibnu Katsir dalam

kitabnya Tafsir al-A‟dzam, Rasyid Ridha, Muhammad Abduh dan beberapa ulama

kontemporer lainnya serta beberapa pemikir di Indonesia seperti Siti Musdah

Mulia, Kautsar Azhari Nour dan Zainun Kamal.27

Mayoritas ulama tidak membolehkan perempuan muslim menikah dengan

laki-laki ahlul kitab berdasarkan dua alasan, Pertama, pada surat al-Maidah tidak

menjelaskan perempuan muslim boleh menikah dengan laki-laki ahlul kitab tetapi

yang disebutkan adalah sebalaiknya. Kedua, sifat perempun yang lemah sehingga

menjadikan perempuan mudah goyah dan terpengaruh dan dikhawatirkan

perempuan muslim akan berpindah agama kepada agama suami dan diindikasikan

bahwa keluarga tersebut akan terus melahirkan keturunan-keturunan kafir. Alasan

kedua ini menunjukan bahwa penikahan juga memiliki tujuan-tujuan politis.

26 Tim Penulis Paramadina, Fiqh Lintas Agama, Membangun Masyarakat Inklusif-

Pluralis, Paramadina, Jakarta: 2004. hlm. 43. 27 Ahmad Nurchalis, Ahmad Munib, Kado Cinta bagi Pasangan Nikah Beda Agama,

(Jakarta: P.T Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 47.

Page 65: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

53

Perbedaan pendapat di atas dapat dimaklumi karena satu dalil yang sama belum

tentu menghasilkan hukum yang sama, karena berbedanya cara pandang, ideologi,

keberpihakan mempunyai pengaruh terhadap lahirnya tafsir. Satu hal yang perlu

untuk diperhatikan bahwa apaun jenis tafsirnya- membolehkan atau tidak yang

jelas pernikahan beda agama pernah terjadi dalam praktek kehidupan sosial umat

Islam pada zaman Nabi.

Page 66: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

54

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka penulis menemukan

beberapa kesimpulan yang dapat diambil, yaitu :

Al-Jashash dan al-Qurtubi telah mengharamkan untuk menikahi wanita-

wanita musyrik”, karena ajakan mereka ke neraka menjadi alasan tegas

diharamkannya menikah dengan mereka. Hal ini karena mereka (orang musyrik)

dan kita (muslim) berada pada keyakinan yang berseberangan, dan seandainya

terjadi perkawinan maka anak-anaknya kelak akan tumbuh dalam kondisi

pertengkaran yang terjadi dalam keluarganya dan hal ini pula akan mempengaruhi

akhlak mereka yang setiap harinya selalu berada dalam kondisi pertengkaran.

Disini kita dapat mengatakan bahwa menikahi wanita musyrik tentu

dilarang dan dibenci oleh Rasulullah saw, karena anak-anak mereka yang lahir

karena pernikahan tersebut pasti cenderung akan mengikuti dan mencontoh

perilaku ibunya yang musyrik. Ketika ada pilihan antara wanita musyrik dengan

wanita budak mukmin maka diharuskan untuk memilih wanita budak

mukmin, meskipun wanita musyrik itu mempunyai kedudukan dan kekayaan,

disamping itu kekhawatiran beberapa ulama akan adanya ketidakharmonisan

perkawinan antara dua orang yang berbeda keyakinan menjadi alasan

diharamkannya pernikahan ini.

Page 67: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

55

DAFTAR PUSTAKA

A.W Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia, Edisi ke 2, Cet XIV,

Yogyakarta: Pustaka Progresif, 1997.

Amin, Muhammad. Kualitas Asbab al-Nuzul dalam Tafsir al-Azhar, Jakarta: UIN

Syarif Hidayatullah, 2007.

Al-Asqalani, Ibn Hajar. Bulugh al-Maram, Surabaya: Nabhan, t.th.

Azra, Azyumardi. Sejarah ‘Ulum Al-Qur’an, t.tp: Pustaka firdaus, t.th.

Azzam, Abdul Aziz Muhammad. dan Abdul Wahab Sayyed Hawwas, al-Usrah

wa Ahkamuha fi al-Tashri’ al-Islami, terjemahan fiqh munakahat,

Jakarta: Sinar Grafika Ofset, 2009.

Al-Baghawi. Ma’alim al-Tanzil, di-tahqiq oleh Muhammad Abdullah al-Namr,

cet 1, juz 1, Dar al-Taybah: 1997.

Baidan, Nashruddin. Metodologi Penafsiran Al-qur’an, Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2000.

Baidan, Nashruddin. Tafsir Maudhui bab Perkawinan Campuran, Cet I,

Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001

Departemen Agama RI, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Dirbenpera

Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI.

1993.

Departemen Agama RI, Ensiklopedi Islam, Jakarta: Departemen Agama, 1993.

Eoh, O. S. Perkawinan Antar Agama dalam Teori dan Praktek, Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 1996.

Al-Farmawi, Abd. Al-Hayy. Metode Tafsir Maudlu’iy, Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 1996

Hamdani, M. Faisal. Nikah Mut’ah Analisis Perbandingan Antara Sunni dan

Syi’ah, cet. 1, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2008.

Hasan, M. Ali. Masalah-Masalah Kontemporer Hukum Islam, cet II, Jakarta: PT.

Raja Grafindo Persada, 1997.

Hasbi, Rusli. Rekontruksi Hukum Islam: Kajian Kritis Sahabat terhadap

Ketetapan Rasulullah saw, Jakarta: al-Irfan Publishing, 2007.

Hosen, Ibrahim. Fiqh Perbandingan Masalah Pernikahan, Cet. I, Jakarta: Pustaka

Firdaus, 2003.

Page 68: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

56

Hosen, Ibrahim. Fiqih Perbandingan : Dalam Masalah Nikah, Thalaq, Rujuk dan

Hukum Kewarisan, Jakarta: Perpustakaan Islam Yayasan Ihya

Ulumuddin Indonesia, 1971.

http://delapan208.wordpress.com/tag/nikah-muda/ diakses pada hari jum’at 12

Agustus 2014 pukul 18.55 WIB.

http://nasional.news.viva.co.id/news/read/185877-kepala-bkkbn-desak-revisi-usia-

nikah, diakses pada hari jum’at 12 Agustus 2014 pukul 18.40 WIB.

Ichwan, M. Nur. Memasuki Dunia Al Qur’an, Semarang: Lubuk Raya, 2001.

‘Ali-Iyaziy, As-Sayyid Muhammad. Al Mufassiruun Hayatuhum wa Minhajuhum

wizarah as-saqafah wa Al-Irsyad Al Islamy, Teheran: tp, 1414 H.

Al-Jashash, Bab Nikah al-Musyrikat.

Al-Jaziri, Abdul Rahman. Kitab al-Fiqh ala Madhahib al-Arba’ah, jilid IV,

Beirut: Dar al-Fikr al-Ilmiyah, t.th.

Junaidi, Ahmad Arif. Pembaharuan Metodologi Tafsir Al-qur’an, Semarang:

Gunung Jati, 2001.

Katsir, Ibn. Lubab at-Tafsir min Ibni Katsir, Terj. M. Abdu al-Ghofar E.M, jilid I,

cet. ke-1, Jakarta, Pustaka Imam al-Syafi’i, 2009.

Kuzari, Ahmad. Nikah Sebagai Perikatan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995.

Ma’arif, Muhammad Hadi. Sejarah al-Qur’an, Jakarta: Al-Huda, 2007.

Al-Mahali, Jalaluddin. Jalaluddin as-Suyuthi, Tafsir Jalalain, Juz 1, Mesir: Darul

Hadits, t.th.

Majlis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam PP Muhammadiyah, Tafsir

Tematik al-Qur’an Tentang Hubungan Sosial Antar Umat Beragama,

Cet. I, Yogyakarta: Pustaka SM, 2000.

Al-Maraghi, Ahmad Mustafa al-. Tafsir al-Maraghi, Juz 2, Cairo: Mustafa al-Babi

al-Halabi, 1962.

Muchlas, Imam. Dr. H. MA. al-Qur’an Berbicara Kajian Kontekstual Beragam

Persoalan, Cet. I, Surabaya: Pustaka Progresif, 1996.

Mughniyah, Muhammad Jawad. Fiqh Lima Madzhab, Cet. IV, Jakarta: Lentera

Barsitama, 1999.

Munawwir, A.W. Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia, Edisi ke 2, Cet XIV,

Yogyakarta: Pustaka Progresif, 1997.

Page 69: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

57

Nazir, Muhammad. Metode Penelitian, Cet. III, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983.

Pagar, Perkawinan Berbeda Agama : Wacana dan Pemikiran Hukum Islam

Indonesia, Bandung : Ciptapustaka media, 2006.

Al-Qardhâwî, Yûsuf. Berinteraksi dengan al-Qur’an, Cet. I, Jakarta: Gema Insani

Press, 1999.

Qardhawi, Yusuf. Al-Qur’an dan As-Sunnah Refensi Tertinggi Umat Islam;

Beberapa Kaidah dan Rambu dalam Menafsirkan, Jakarta: Rabbani

Press,1997.

Al-Qattan, Mannâ Khalîl. Mabâhits fî ˈUlûm al-Qur’ân, t.tp., Mansyurât al-‘Ashr

al-Hadîs, 1973.

Al-Qattan, Mannâ Khalîl. Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an, Cet. X, Bogor: Pustaka

Litera Antar Nusa, 2007.

Al-Qattan, Manna’ Khalil. Mabahits fi Ulum Al-Qur’an, Terj. Mudzakir, Studi

Ilmu-Ilmu Qur’an, Cet. V, Jakarta: Litera Antara Nusa, 2000.

Al-Qurthubi, Al Jami’ li Ahkam al-Qur’an, Juz I, Dar Al-Kutub Al-Misriyyah,

1967.

Al-Qurtubi. al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, terj. Fathurrahman, Tafsir al-Qurtubi,

Jakarta: Pustaka Azam, 2007.

Quthb, Sayyid. Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, terj. As’ad Yasin, dkk, Jilid II Jakarta:

Gema Insani Press, 2000.

Rafiq, Ahmad. Hukum Islam di Indonesia, Cet. IV, Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2000.

Rasjidi, M. Kasus RUU Perkawinan dalam Hubungan Islam dan Kristen Jakarta:

Bulan Bintang, 1974

Rasyid, Rosiahan A. Hukum Acara Peradilan Agama, Jakarta : Rajawali Press,

1991.

Ridha, Muh Rasyid. Tafsir al-Manar, Cairo: Dar al-Manar, 1367, Vol VI.

Sabiq, Sayyid. Fiqhus Sunnah, , Jilid 3, Cairo : Pena Publishing, 1994.

Al-Shabbaythi, Isham. et al-Shahih Muslim bi Syarah al-Nawawi, Juz 5, al-

Qahirah: Dar al-Hadits, 1994.

Ash-Shabuni, M. ‘Ali. At-Tibyan fii ‘Ulum al-Qur’an, Damaskus: Maktabah al-

Ghazali, 1991.

Page 70: Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25360/1/BUDY... · Analisa terhadap Surat al-Baqarah : 221 dalam Tafsir

58

Ash-Shabuni, Muhammad Ali. Kitab Rawa’iu al-Bayyan tafsir Ayyati al-Ahkam,

Juz I.

Al-Shâlih, Shubhî. Mabâhits fi ‘Ulûmul al-Qur’ân, Dâr al-‘Ilmi li al-Malâyîn,

1977.

Shihab, M. Quraish Wawasan al-Quran; Tafsir Maudhi’I atas Perbagai

Persoalan Umat Bandung: Mizan, 1996.

Shihab, M. Quraish. Lentera al-Qur’an: Kisah dan Hikmah Kehidupan, Bandung:

PT. Mizan Pustaka, 1994.

Shihab, M. Quraish. Sejarah dan ‘Ulûmul al-Qur’ân, Jakarta, Pustaka Firdaus,

1999.

Shihab, M.Quraish. Membumikan al-Qur’an; Fungsi dan Peran Wahyu dalam

Kehidupan Masyarakat, Bandung: Mizan, 1994.

Singarimbun, Masri. dan Sofwan Effendi, Metode Penelitian Survey, Jakarta:

LP3ES, 1989.

Soleh, H.E Hasan. Kajian Fiqih Nabawi dan Fiqih Kontemporer, Cet, I, Jakarta:

Rajawali Pers, 2008.

Sosroatmojo, Arso. dan A. Wasit Aulawi, Hukum Perkawinan di Indonesia,

Jakarta: Bulan Bintang, 1975.

Suma, Moh. Amin. Pengantar Tafsir Ahkam, Jakarta: Rajawali Pers, 2001

Asy-Sya’rawi, Mutawalli. Dosa Dosa Besar, Jakarta: gema insane press, 2000.

Syamsuri, Hasani Ahmad. Studi Ulum al-Qur’an, Cet. I, Jakarta: Zikra Press,

2009.

Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta:

Djambatan, 1992.

Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia.

Yuhdi, Masfuk. Masail Fiqhiyah, Cet. X, Jakarta: Toko Gunung Agung, 1997.

Zahabi, Muhammad Husain Al- Al Tafsir wa Al Mufassiruun, Mesir: Daar Al-

Maktabah Al-Harisah, 1976.

Zuhaili, Wahbah. Fiqih Imam syafi’I, Jakarta: al-Mahira, 2010.

Zuhayli. Wahbah, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, jilid IX, Beirut: Dar al-Fikr,

1997.