skripsi devia

80
PERBEDAAN KETEBALAN EPITEL PASCA PEMBERIAN MEMBRAN KITOSAN PADA PROSES PENYEMBUHAN ULKUS MUKOSA LABIAL TIKUS Sprague dawley SKRIPSI Oleh: DEVIA ANNISA HANDOKO G1G009013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KEDOKTERAN GIGI PURWOKERTO 2014

Upload: devia-annisa-handoko

Post on 26-Dec-2015

148 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

skripsi

TRANSCRIPT

Page 1: Skripsi Devia

PERBEDAAN KETEBALAN EPITEL PASCA PEMBERIAN MEMBRAN KITOSAN PADA PROSES PENYEMBUHAN ULKUS

MUKOSA LABIAL TIKUS Sprague dawley

SKRIPSI

Oleh:

DEVIA ANNISA HANDOKO

G1G009013

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

JURUSAN KEDOKTERAN GIGI

PURWOKERTO

2014

Page 2: Skripsi Devia

SKRIPSI

PERBEDAAN KETEBALAN EPITEL PASCA PEMBERIAN MEMBRAN KITOSAN PADA PROSES PENYEMBUHAN ULKUS

MUKOSA LABIAL TIKUS Sprague dawley

Diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan S1 Kedokteran Gigi dan Mencapai gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

DEVIA ANNISA HANDOKO

G1G009013

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

JURUSAN KEDOKTERAN GIGI

PURWOKERTO

2014

ii

Page 3: Skripsi Devia

HALAMAN PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Devia Annisa Handoko

NIM : G1G009013 Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis berjudul:

Perbedaan Ketebalan Epitel Pasca Pemberian Membran Kitosan Pada Proses Penyembuhan Ulkus Mukosa Labial Tikus Sprague dawley

Adalah benar-benar hasil karya ilmiah saya, tidak pernah atau sedang ditulis oleh

orang lain. Semua data yang saya sajikan adalah data yang diperoleh dari

penelitian yang saya lakukan, kecuali data-data yang bersumber dari kepustakaan

yang saya sebutkan sumbernya di dalam skripsi saya.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Purwokerto, 2014

Devia Annisa Handoko NIM. G1G009013

iii

Page 4: Skripsi Devia
Page 5: Skripsi Devia
Page 6: Skripsi Devia

PRAKATA

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas

rahmat dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan skripsi ini, yang merupakan

salah satu kewajiban dalam menyelesaikan pendidikan S1 di Jurusan Kedokteran

Gigi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan, Universitas Negeri Jenderal

Soedirman, Purwokerto.

Judul dari skripsi ini adalah Perbedaan Ketebalan Epitel Pasca Pemberian

Membran Kitosan Pada Proses Penyembuhan Ulkus Mukosa Labial Tikus

Sprague dawley. Laporan ini tidak dapat terwujud tanpa ridho dan karunia Allah

SWT Yang Maha Kuasa, serta bantuan dari semua pihak yang telah membantu

penulis dalam mengatasi segala kendala dan menyelesaikan laporan ini, oleh

karena itu pada kesempatan ini penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima

kasih yang setulusnya kepada:

1. Dr. drg. A. Haris Budi Widodo, M.Kes., A.P., S.IP., selaku Ketua Jurusan

Kedokteran Gigi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan,

Universitas Negeri Jendral Soedirman, Purwokerto dan pembimbing

pertama atas bimbingan dan arahan dari awal penulisan proposal hingga

terselesaikannya skripsi ini.

2. Drs. Priyo Susatyo, M.Si., selaku pembimbing kedua atas bimbingan,dan

arahan dari awal penulisan proposal hingga terselesaikannya skripsi ini.

3. dr. Evy Sulistyoningrum, M.Sc., dan Dhadhang Wahyu Kurniawan,

S.Si.,Apt,M.Sc selaku penelaah atas semua masukan dan saran yang

membangun dalam penulisan skripsi ini.

v

Page 7: Skripsi Devia

4. drg. Yudi Prasetya S., selaku anggota komisi tugas akhir yang telah

banyak membantu dan memberi saran serta motivasi dalam penulisan

skripsi ini.

5. drg. Arwita Mulyawati, MH.Kes., selaku pembimbing akademik yang

telah mendampingi selama proses perkuliahan.

6. Papa Handoko, M. Marine Eng., Mama Zarmayetti, Fadia Aldilla Handoko

dan Putri Wachyuni yang selalu memberikan inspirasi, semangat,

dukungan, perhatian, doa dan tempat berbagi cerita yang menjadi motivasi

terbesar dalam penyelesaian skripsi ini.

7. drg. Retno Ardhani, M.Sc., yang telah banyak membantu dan

membimbing dari awal prapenelitian hingga penelitian selesai.

8. Mba Ica, Bebeb, Aul, Oot, Bunga, Fadhlia, Vika, Pite dan teman-teman

KG 2009 yang memberi dukungan dan semangat dalam penyelesaian

skripsi ini.

9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak

membantu hingga terselesaikannya skripsi ini.

Penulis menyadari laporan penelitian ini masih jauh dari sempurna dan

masih banyak kekurangan. Penulis yakin bahwa tidak ada satupun karya dari

tangan manusia yang lahir dalam keadaan sempurna, maka segala kritik dan saran

yang bersifat konstruktif dari berbagai pihak sangat penulis harapkan. Kiranya

Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang melindungi dan memberkati

kita sekalian di setiap perjalanan hidup kita. Amiiin.

Purwokerto, 2014

Penulis

vi

Page 8: Skripsi Devia

JURUSAN KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS

KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO

2014

INTISARI

DEVIA ANNISA HANDOKO PERBEDAAN KETEBALAN EPITEL PASCA PEMBERIAN MEMBRAN KITOSAN PADA PROSES PENYEMBUHAN ULKUS MUKOSA LABIAL TIKUS Sprague dawley.

Ulkus pada rongga mulut merupakan kondisi terjadinya kerusakan epitel yang

mengenai ujung saraf pada tepi membran basalis hingga tepi lamina propia.

Kerusakan epitel ini mengakibatkan rasa sakit. Ulkus dalam rongga mulut dapat

sembuh namun perlu waktu beberapa hari, saat ini sedang dikembangkan bahan-

bahan alami untuk mempercepat penyembuhan luka salah satunya adalah kitosan.

Kitosan mempunyai sifat biokompatibilitas, aktivitas hemostatik, non toksik dan

sifat anti infeksi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan

ketebalan lapisan epitel dengan yang diberikan membran kitosan dan yang tidak

diberikan dalam proses penyembuhan luka ulkus pada hari ke-3 dan ke-5. Tiga

puluh dua tikus dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok kontrol dan

kelompok perlakuan. Perlakuan pada mukosa mulut rahang bawah dibuat ulkus

dengan menggunakan kertas saring yang direndam asam asetat 50%. Luka pada

kelompok perlakuan diberikan membran kitosan 0,1%, sedangkan untuk

kelompok kontrol hanya diberikan aquades. Delapan ekor tikus dari tiap kelompok

didekapitasi pada hari ke-3 dan ke-5 setelah perlukaan. Jaringan luka dibuat

preparat histologi dengan pengecatan Hemaktosilin Eosin (HE) untuk mengamati

ketebalan lapisan epitel. Data rata-rata ketebalan lapisan epitel dianalisis

menggunakan uji statistik one way ANOVA dilanjutkan dengan uji Post-Hoc

LSD. Pada uji beda LSD menunjukan bahwa rata-rata ketebalan lapisan epitel

pada kelompok perlakuan lebih tebal dibandingkan dengan kelompok kontrol pada

hari ke-3 dan ke-5. Simpulan penelitian ini adalah terdapat perbedaan ketebalan

lapisan epitel antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan pada hari ke-3

dan ke-5.

Kata Kunci : Ulkus, Membran Kitosan, Ketebalan Epitel, Penyembuhan Luka

vii

Page 9: Skripsi Devia

DEPARTMENT OF DENTISTRY FACULTY OF

MEDICINE AND HEALTH SCIENCES JENDERAL

SOEDIRMAN UNIVERSITY PURWOKERTO 2014

ABSTRACT

DEVIA ANNISA HANDOKO THE DIFFERENCES OF EPITHELIAL THICKNESS POST APPLICATING A CHITOSAN MEMBRANE TO THE WOUND HEALING PROCESS OF ULCER ON RAT ORAL MUCOSA

Ulcer in oral cavity is a condition of epithelial damages that affect the nerves

ending of basalis membrane to the lamina propria. Epithelial damages are causing

pain. Ulcer in oral cavity can heal, but it takes a few days, nowadays, there are

some natural ingredients that developed to be a material that can accelerate the

wound healing process, one of those ingredients is chitosan. Chitosan has the

properties of biocompatibility, hemostatic activity, non-toxic and anti-infective.

The purpose of this study was to determined the differences thickness of the

epithelial layer that be given a chitosan membrane and not on a wound healing

process especially at day 3th

and 5th

of those process. Thirty-two rats were divided

into two groups: control group and treatment group. The treatment was making an

ulcer on mandibular oral mucosa of rat using filter paper that soaked in 50% asetic

acid solution before. 0.1% chitosan membrane give to the ulcer in the treatment

group, while in the control group was given by distilled water only. Eight rats

from each group were decapitated at day 3th

and 5th

of the treatment. Preparing

histology was made with a colouration of Hemaktosilin Eosin (HE) to observed

the thickness of the epithelium. The average data of the epithelial layer thickness

was analyzed with one-way ANOVA statistical test and continued with post hoc

LSD test. LSD in various tests showed that the average thickness of the epidermis

is thicker in the treatment group compared with the control group at day 3th

and

5th

of treatment. The conclusion of this study, there was a difference thickness

between epithelial layer of the control group and the treatment group at day 3th

and 5th

of treatment.

Key word: Ulcer, Membran Chitosan, Thicknes Epitel, Wound Healling

viii

Page 10: Skripsi Devia

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL ................................................................................... i

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... ii HALAMAN PERNYATAAN ...................................................................... iii HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iv

PRAKATA .................................................................................................... v

INTISARI ..................................................................................................... vii

ABSTRACT ................................................................................................ viii

DAFTAR ISI ................................................................................................. ix

DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xi

DAFTAR TABEL ........................................................................................ xii

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xiii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................1

A. Latar Belakang ..............................................................................1

B. Perumusan Masalah .................................................................... 4

C. Tujuan Penelitian .........................................................................5

D. Manfaat Penelitian ........................................................................5

E. Keaslian Penelitian ......................................................................6

BAB II TELAAHPUSTAKA.......................................................................8

A. Landasan Teori .................................................................................7

1. Kitosan ...............................................................................7

ix

Page 11: Skripsi Devia

2. Epit

el. . .. . . . .. . . . . .. . . . .. . . . .. .

. .. . . . .. . . . . .. . . . .. . . . .. . . . . .. . . . .. . . . .. .

. .. . . . .. . . . . .. . 12

3. Epitelis

asi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . .

. . . . . . . . . . . . . . 16

4.

M

e

m

b

r

a

nK

itosa

n......... ............ .......

................. ............ ..... 18

5.Penyembuhan Luka pada mukosa mulut ........................... 19

B. Kerangka Teori................................................................................... 25

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................. 26

A. Kerangka Konsep ........................................................................ 26

B. Hipotesis ...................................................................................... 27

C. Jenis Penelitian ............................................................................ 27

D. Lokasi dan Waktu Penelitian....................................................... 27

E. Variabel Penelitian ...................................................................... 27

F. Definisi Operasional .................................................................... 28

G. Sampel Penelitian ........................................................................ 29

H. Sumber Data ................................................................................ 29

I. Instrumen Penelitian .................................................................... 29

J. Cara Kerja ................................................................................... 31

K. Ringkasan Cara Kerja.................................................................. 35

L. Analisis Data ............................................................................... 36

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................. 37

A. Hasil Penelitian ........................................................................ 37

B. Pembahasan .............................................................................. 43

BAB V SIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 49

A. Simpulan................................................................................... 49

B. Saran .. ...... ...... ...... ...... ...... ...... ...... ...... ....

.. ...... ...... ...... ...... ...... ... 49

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 50

LAMPIRAN ............................................................................................... 54

Page 12: Skripsi Devia

x

Page 13: Skripsi Devia

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Kitin ....................................................................................... 9

Gambar 2.2 Kitosan................................................................................... 9

Gambar 2.3 Lapisan dari epitel ................................................................. 16

Gambar 2.4 Fase Inflamasi........................................................................ 21

Gambar 2.5 Fase Proliferasi ...................................................................... 23

Gambar 2.5 Fase Remodeling ................................................................... 24

Gambar 2.6 Diagram Kerangka Teori ....................................................... 25

Gambar 3.l Diagram Kerangka Konsep .................................................... 26

Gambar 3.5 Ringkasan Cara Kerja ............................................................ 35

Gambar 4.1 Histogram Rata-Rata Ketebalan Lapisan Epitel .................... 38

Gambar 4.2 Foto Mikroskopik Jaringan Lapisan Epitel hari ke-3 ............ 42

Gambar 4.3 Foto Mikroskopik Jaringan Lapisan Epitel hari ke-5 ............ 43

xi

Page 14: Skripsi Devia

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian ...................................................................... 6

Tabel 3.1 Definisi Operasional.................................................................. 28

Tabel 4.1 Hasil Uji Normalitas ................................................................. 39

Tabel 4.2 Hasil Uji Homogenitas .............................................................. 39

Tabel 4.3 Hasil Uji One Way Anova .........................................................40

Tabel 4.4 Hasil Uji Beda LSD ...................................................................41

xii

Page 15: Skripsi Devia

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Alur Penelitian ...................................................................... 54

Lampiran 2. Hasil Penghitungan Ketebalan Lapisan Epitel ..................... 55

Lampiran 3. Analisi Data Penelitian ......................................................... 56

Lampiran 4. Foto Pelaksanaan Penelitian ................................................. 59

Lampiran 5. Surat Keterangan Lab ........................................................... 62

xiii

Page 16: Skripsi Devia
Page 17: Skripsi Devia

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ulkus pada mulut merupakan kondisi terjadinya kerusakan epitel

dalam rongga mulut yang mengenai ujung saraf pada membran basalis

yang berdekatan dengan lamina propia. Kerusakan epitel ini

mengakibatkan rasa sakit saat makan pedas atau asam yang sering

dikeluhkan pasien (Scully dan Felix, 2005). Ulkus pada mulut bersifat akut

jika durasinya kurang dari 3 minggu dan menjadi kronis ketika durasinya

lebih dari 3 minggu. Ulkus disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya

adalah tekanan pengunyahan yang memicu terjadinya trauma dan

menyebabkan terjadinya ulkus (Paleri dkk, 2010). Proses penyembuhan

luka pada ulkus mukosa mulut sama dengan proses penyembuhan luka

sobek (Herriyadi, 2012).

Penyembuhan luka pada mukosa mulut lebih cepat daripada kulit.

Penyembuhan antara kulit dan mukosa mulut memiliki perbedaan yaitu

pola keratinisasi epitel dan sistem pertahanan terhadap tekanan eksternal

(Kuroki dkk, 2009). Berdasarkan klasifikasinya epitel mukosa mulut

termasuk epitel pipih berlapis atau epithelium stratificatum squamous non

cornificatum. Epitel tersebut termasuk kategori berlapis karena memiliki

tiga stratum atau lapisan (Balogh dan Fehrenbach, 2006). Ketebalan antara

Page 18: Skripsi Devia

2

stratum-stratum atau epitelisasi berperan sebagai indikator terjadinya

penyembuhan luka (Herriyadi, 2012).

Proses penyembuhan luka terjadi melalui 3 tahapan yaitu fase

inflamasi, fase proliferasi dan fase maturasi (Baxter, 1994). Fase inflamasi

merupakan fase terjadinya hemostasis yang kemudian diikuti inflamasi

akut. Fase proliferasi ditandai dengan adanya fibroplasia, granulasi, dan

epitelisasi. Fase maturasi adalah fase yang digambarkan sebagai adanya

bekas luka (Lorenz dan Longaker, 2008). Proses penyembuhan luka

merupakan aspek penting dalam bidang kedokteran gigi, untuk itu

penelitian terus dilakukan untuk membantu mempercepat terjadinya proses

penyembuhan luka di bidang kedokteran gigi.

Saat ini bidang kedokteran gigi telah memanfaatkan bahan alam

sebagai material klinis dan laboratoris, salah satunya adalah kitosan

(Sosrosoedirdjo, 2007). Kitosan mempunyai sifat biokompatibilitas,

aktivitas hemostatik, non toksik dan sifat anti infeksi. Kitosan juga

memiliki aktivitas biologi dan mempengaruhi fungsi makrofag dalam

membantu mempercepat proses penyembuhan luka (Paul dan Chandra,

2004). Kitosan ini membantu dalam mempercepat proses re-epitelisasi

luka dan regenerasi saraf dan regenerasi pembuluh darah dermis (Minami

dkk, 1992).

Kitosan merupakan salah satu polisakarida yang terdiri dari unit N-

asetil glukosamin dan glukosamin (Alsarra, 2009). Kitosan secara perlahan

akan melepaskan N-asetil glukosamin yang dapat merangsang proliferasi

Page 19: Skripsi Devia

3

fibroblas dan membantu mempersiapkan deposisi kolagen serta

merangsang peningkatan sistem asam hialuronik (Paul dan Chandra,

2004). Asam hialuronik merupakan komponen utama matriks ekstraseluler

dan berperan penting dalam perbaikan jaringan (Hollander dkk, 2000).

Asam hialuronat dalam membantu proliferasi sel adalah memfasilitasi

migrasi sel dengan menciptakan jalur sehingga proses migrasi sel

berlangsung lebih cepat. Migrasi sel berperan penting dalam memperbaiki

kontinuitas epitel (Toole dan Bryan, 1998). Proses tersebut merupakan

tahapan dalam penyembuhan luka yaitu pada fase proliferasi.

Asam hialuronat pada proses proliferasi juga merangsang terjadinya

mitosis sel, mitosis berperan penting untuk terjadinya regenerasi sel. Sel

yang melakukan mitosis akan berprolierasi maksimum. Proliferasi ini akan

terlihat dengan adanya pertambahan ketebalan epitel (Buchanan dkk,

1998). Pertumbuhan ketebalan epitel dapat dipercepat dengan adanya

kitosan (Herriyadi, 2012).

Sediaan kitosan dibuat dalam suasana asam sehingga perlu

dikembangkan sediaan yang tidak memiliki suasana asam. Sediaan yang

dikembangkan berbentuk membran dengan mencampurkan kitosan

hidrogel dengan gelatin (Nagahama dkk, 2009). Kitosan hidrogel dapat

mempercepat proses hemostatik, secara signifikan menginduksi kontraksi

luka, mempercepat penyembuhan luka dan mempercepat penutupan luka

(Ahearcane dan Young, 2008). Kitosan untuk penyembuhan luka biasanya

dalam bentuk sediaan obat topikal yaitu berbentuk gel.

Page 20: Skripsi Devia

4

Pemakaian obat topikal untuk rongga mulut akan mudah hilang

akibat adanya aliran saliva dan pergerakan mulut, sehingga dibutuhkan

polimer bioadhesif yang dapat dikombinasikan dengan pemacu penetrasi

dan dapat meningkatkan drug delivery sistem (Karsa dan Sthepenson,

1996). Pencampuran kitosan biasanya dengan polimer alami maupun

sintetis seperti gelatin. Gelatin merupakan model makromolekul yang

menjadi pilihan karena memiliki sifat antigen yang rendah, dapat dengan

mudah ditemukan dan sebelumnya digunakan dalam formulasi parenteral

(Jain, 2008). Gelatin mudah untuk dibentuk membran dengan perubahan

suhu larutan dan memiliki sifat biokompatibel.

Penambahan gelatin pada kitosan hidrogel dimaksudkan untuk

membentuk sifat fisik kitosan hidrogel yang optimal agar dapat

diaplikasikan secara topikal dalam bentuk membran. Berdasarkan latar

belakang tersebut peneliti tertarik untuk membuat membran kitosan

hidrogel, yang selanjutnya dapat digunakan sebagai media untuk

mempercepat terjadinya re-epitelisasi pada penyembuhan luka.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut, apakah terdapat perbedaan ketebalan epitel

pasca pemberian membran kitosan selama 3 dan 5 hari pada proses

penyembuhan ulkus mukosa labial tikus Sprague dawley.

Page 21: Skripsi Devia

5

C. Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan ketebalan epitel gingiva antara yang tidak diberi

dengan yang diberi membran kitosan pada hari ke-3 dalam proses

penyembuhan ulkus mukosa labial tikus Sprague dawley.

2. Mendeskripsikan ketebalan epitel gingiva antara yang tidak diberi

dengan yang diberi membran kitosan pada hari ke-5 dalam proses

penyembuhan ulkus mukosa labial tikus Sprague dawley.

3. Membandingkan ketebalan epitel gingiva antara yang tidak diberi

dengan yang diberi membran kitosan pada hari ke-3 dan ke-5 dalam

proses penyembuhan ulkus mukosa labial tikus Sprague dawley.

D. Manfaat Penelitian

1. Teoritis

Menambah referensi tentang perbedaan ketebalan sel epitel

pasca pemberian membran kitosan pada proses penyembuhan ulkus

mukosa labial tikus Sprague dawley.

2. Praktis

Memberikan informasi ilmiah tentang manfaat penggunaan

kitosan (membran kitosan) di bidang kedokteran gigi dan digunakan

untuk penelitian selanjutnya.

Page 22: Skripsi Devia

6

E. Keaslian Penelitian

Beberapa penelitian tentang penggunaan membran kitosan sebagai

penyembuh luka telah banyak dilakukan, tentunya dengan variabel, sampel,

lokasi penelitian, tahun penelitian yang berbeda. Penelitian tersebut terlihat

pada Tabel 1.1 berikut ini

Tabel 1.1 Keaslian penelitian

No. Penelitian Sebelumnya Persamaan Perbedaan

1. Judul:

Preparation and Characterization of

Novel Chitosan/Gelatin Membranes

using Chitosan Hydrogel

Peneliti: Nagahama

Tahun:

2009

Dipublikasikan:

Carbohydrate Polymers

Pembuatan

membran kitosan

sebagai

penyembuh luka

Penelitian yang

terdahulu

melakukan uji

SEM, uji

kekuatan tarik

membran,

kekuatan panas

membran

2. Judul:

Effect of chitosan on dental bone

repair

Peneliti:

Fatemeh Ezoddini-Ardakani

Tahun:

2011

Dipublikasikan:

Journal Health

Menggunakan

kitosan sebagai

bahan

penyembuhan

luka.

Meneliti kitosan

sebagai bahan

untuk

memperbaiki

tulang soket

pasca

pencabutan gigi.

3. Judul:

Pengaruh Aplikasi Membran Kitosan-

Gelatin terhadap Jumlah Pembuluh

Darah dan Kepadatan Kolagen pada

Proses Penyembuhan Ulkus Mukosa

Bibir (Kajian In Vivo pada Sprague

dawley)

Peneliti:

Finsa

Tahun: 2012

Tidak dipublikasikan:

Skripsi FKG UGM

Menggunakan

membran kitosan

sebagai bahan

untuk

mempercepat

penyembuhan

luka

Pada penelitian

terdahulu

dilakukan untuk

melihat jumlah

pembuluh darah.

Page 23: Skripsi Devia

7

Lanjutan Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

4. Judul:

Pengaruh Aplikasi Topikal Gel Kitosan

terhadap Ketebalan Sel Epitel pada

Penyembuhan Luka Gingiva Labial

Peneliti: Herriyadi

Tahun:

2012

Tidak dipublikasikan:

Skripsi FKG UGM

Mengetahui

ketebalan sel

epitel pada

penyembuhan

luka

Penelitian yang

terdahulu

membuat bahan

gel kitosan

untuk melihat

perbedaan

ketebalan sel

epitel pada

penyembuhan

luka gingiva

labial

Page 24: Skripsi Devia

8

BAB II

TELAAH PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Kitosan

Kitin sebagai prekursor kitosan pertama ditemukan pada tahun 1811

oleh Henri Braconnot yang diisolasi dari jamur, dan 10 tahun kemudian

ditemukan kitin dari kulit serangga. Kitin merupakan polimer kedua

terbesar di bumi setelah selulosa dan merupakan konstituen utama dari

kulit luar binatang air krustacea. Kitosan ditemukan oleh C. Rouget pada

tahun 1859 dengan cara mencampurkan kitin dengan kalium hidroksida

pekat. Tahun 1934, dua paten didapatkan oleh Rigby yaitu penemuan

mengenai pengubahan kitin menjadi kitosan dan pembuatan film dari serat

kitosan (Manurung, 2005).

Perkembangan penggunaan kitin dan kitosan meningkat pada tahun

1940-an, dan semakin berkembang pada tahun 1970-an seiring dengan

diperlukannya bahan alami dalam berbagai bidang industri. Sejak saat itu,

penelitian tentang kitosan telah berkembang dengan pesat melalui usaha

pelopor seperti Muzzarelli. Perkembangan aplikasi baru dari kitosan

disebabkan polisakarida ini bukan hanya terdapat secara melimpah di

alam, akan tetapi juga bersifat tidak beracun dan dapat terurai di alam

(biodegradable) (Meriatna, 2008).

Page 25: Skripsi Devia

9

Penggunaan kitosan dalam aplikasi farmasi dan kesehatan

berkembang pada pertengahan 1980-an. Kitosan adalah suatu polisakarida

yang diperoleh melalui deasetilasi kitin. Perbedaan antara kitin dan kitosan

terdapat dalam derajat deasetilasinya. Kitosan mempunyai derajat

deasetilasi 80–90%, akan tetapi kebanyakan publikasi menggunakan

istilah kitosan apabila derajat deasetilasi lebih besar 70%. Derajat

deasetilasi (DD) merupakan salah satu dari parameter utama yang

menentukan karakteristik kitosan. Struktur kimia dari kitin dan kitosan

dapat dilihat pada Gambar 2.1 dan 2.2:

Gambar 2.1 Kitin (poli-N-asetil-glukosamin)

Sumber: Muzzarelli 1978

Gambar 2.2 Kitosan (poli-glukosamin)

Sumber: Muzzarelli 1978

Berdasarkan Gambar 2.1 dan 2.2 terlihat kitin mengandung gugus

asetamida (NH-COCH3) dan kitosan murni mengandung gugus amino

(NH2). Perbedaan gugus tersebut yang mempengaruhi sifat-sifat kimia

senyawa ini. Perbedaan antara kitin dan kitosan adalah berdasarkan

kandungan nitrogennya, bila nitrogen kurang dari 7% maka polimer

Page 26: Skripsi Devia

10

disebut kitin dan apabila nitrogennya lebih dari 7% maka polimer disebut

kitosan (Meriatna, 1992).

Proses utama dalam pembuatan kitosan meliputi penghilangan

protein (deproteinisasi) dan kandungan mineral (demineralisasi) melalui

proses kimiawi yang masing-masing dilakukan dengan menggunakan

larutan basa dan asam. Selanjutnya, kitosan diperoleh melalui proses

deasetilasi dengan cara memanaskan dalam larutan basa (Minami, 2008).

Kitosan tidak larut dalam air tapi larut dalam pelarut asam dengan

pH dibawah 6,0. Pelarut yang umum digunakan untuk melarutkan kitosan

adalah asam asetat 1%, dengan pH sekitar 4,0 sedangkan pH di atas 7,0

stabilitas kelarutan kitosan sangat terbatas. Penggunaan dengan pH

tinggi, cenderung terjadi pengendapan dan larutan kitosan membentuk

kompleks polielektrolit dengan hidrokoloid anionik menghasilkan gel.

Kitosan merupakan polielektrolit kationik (pKa 6,5), yang mengandung

gugus amino hal yang sangat jarang terjadi secara alami, karena sifatnya

yang basa ini, maka kitosan (Manurung, 2005):

a. Dapat larut dalam media asam encer membentuk larutan yang kental,

sehingga dapat digunakan untuk pembuatan gel dalam beberapa

variasi konfigurasi seperti butiran, membran, pelapis, kapsul, serat

dan spons.

b. Membentuk kompleks yang tidak larut dalam air dengan

polielektrolit anion yang dapat digunakan untuk pembuatan butiran,

gel, kapsul, dan membran.

Page 27: Skripsi Devia

11

c. Dapat digunakan sebagai pemisah ion logam berat dimana gelnya

menyediakan sistem proteksi terhadap efek destruksi dari ion.

Protein pada kitin telah dibuang dengan proses deproteinisasi

(penghilangan protein) meskipun sudah dilakukan proses tersebut namun

bahan ini tidak dapat dikonsumsi atau digunakan untuk seseorang yang

mempunyai alergi makanan laut (Zhao dkk, 2002). Kitosan memiliki sifat

hemostatik, dapat mempunyai fungsi protektif sehingga membantu dalam

proses penyembuhan luka yang optimal. Kitosan juga meningkatkan

fungsi sel inflamasi, seperti sel PMN, makrofag dan fibroblast.

Kemampuan sel PMN ditingkatkan dalam fagositosis, sedangkan

fibroblast akan meningkat dalam memproduksi interleukin-8 (Ueno dkk,

2001). Mekanisme kitosan dalam mempercepat proses penyembuhan luka

adalah dengan mengaktifkan komplemen dengan jalur alternatif

Aktivasi untuk jalur alternatif berhubungan dengan pembentukan

molekul C3b, nantinya molekul ini akan menghasilkan suatu sitokin yang

berfungsi mengaktifkan PMN makrofag, kontraksi otot polos, kontraksi

endotel dan degradasi sel mast, eosinofil serta basofil (Ishihara dkk, 2002).

Kitosan berperan penting pada proses pembentukan C3b karena kitosan

memiliki banyak gugus hidroksil dan gugus amino. Berdasarkan

komplemen yang telah aktif akan mempercepat migrasi PMN pada proses

inflamasi. Migrasi PMN akan memicu migrasi makrofag. Kitosan juga

akan meningkatkan faktor pertumbuhan oleh makrofag, faktor tersebut

yang berfungsi memicu proliferasi fibroblast dan produksi matriks

Page 28: Skripsi Devia

12

ekstraseluler. Fibroblas berperan penting dalam proses penyembuhan luka

(Ueno, 2001).

2. Epitel

Jaringan epitel terdiri dari sel-sel polihedral yang berkumpul dengan

erat dengan sedikit intersel, pelekatan diantara sel-sel ini kuat. Jaringan

epitel membentuk lapisan yang menutupi permukaan tubuh dan melapisi

rongga-rongganya. Jaringan epitel mempunyai fungsi –fungsi berikut ini :

a. Menutupi dan melapisi permukaan, misalnya epitel di kulit

b. Absorbsi, misalnya di usus, bagian proksimal tubulus kontortus nefron

c. Sekresi, misalnya epitel kelenjar

d. Sensoris, misalnya neuroepitel

e. Kontraktil, misalnya mioepitel

f. Proteksi, misalnya epitel di ureter dan, kulit

Epitel berasal dari ketiga lapis benih embrio :

a. Lapisan ektodermal membentuk epitel yang melapisi kulit, mulut,

hidung dan anus.

b. Lapisan endodermal membentuk epitel yang melapisi sistem

pernapasan, traktus digestivusdan kelenjar-kelenjar traktus digestivus

seperti pankreas dan hati.

c. Lapisan mesodermal membentuk epitel lain seperti ginjal.

Mukosa rongga mulut dapat dibagi menjadi 3 tipe yaitu lining

mucosa, masticatory mucosa dan specialized mucosa berdasarkan

Page 29: Skripsi Devia

13

gambaran histologi secara umum dari sebuah jaringan. Lining mukosa

(mukosa penutup) yaitu melapisi daerah pipi bibir, palatum lunak dan area

sublingual. Masticatory mukosa (mukosa pengunyahan) yang melapisi

gingiva cekat dan palatum keras, kemudian specialed mucosa (mukosa

khusus) mukosa melapisi permukaan lidah yang terdapat papila dan taste

bud (Balogh dan Fahrenbach, 2006).

Lining mucosa atau mukosa berlapis merupakan tipe mukosa yang

dinamai karena tekstur permukaannya yang lembut, permukaannya yang

lembap, dan memiliki kemampuan untuk meregang dan ditekan, beraksi

sebagai bantalan dari struktur yang berada dibawahnya. Mukosa berlapis

meliputi mukosa bukal, mukosa labial, mukosa alveolar, dan mukosa dasar

rongga mulut, mukosa di ventral lidah, dan mukosa di palatum

mole.Secara histologi, mukosa berlapis terdiri dari epitel skuamosa

berlapis dan tidak berkeratin.

Berbeda dengan mucosa masticatory, mukosa berlapis memiliki

interface antara epitel dan lamina propia secara umum lebih lembut,

dengan lebih sedikit jumlah rete ridges yang tampak jelas, dan papilla

jaringan ikat. Mukosa berlapis juga memiliki elastic fibers di dalam lamina

propia juga mendukung keelastisan dari dasar jaringan tersebut. Umumnya

akan terdapat submukosa dibawah lamina propia dan di atas jaringan otot,

submukosa memungkinkan menyebabkan suatu tekanan pada lapisan

superfisial jaringan otot tersebut. Gambaran histologi ini membuat mukosa

tipe lining ini sebagai mukosa yang layak dan dibutuhkan berada di rongga

Page 30: Skripsi Devia

14

mulut karena mukosa dengan movable base dibutuhkan untuk fungsi

bicara, mastikasi, dan mengunyah. Beberapa area dengan lining mucosa

terutama mukosa bukal dan mukosa labial terdapat Fordyce’s spot atau

Fordyce’s granules. Fordyce’s spot ini merupakan variasi normal, terlihat

sebagai penaikkan di atas permukaan mukosa berbentuk kecil dan

berwarna kekuningan. Spot ini menyerupai deposit sebum atau minyak

yang berasal dari glandula sebasea yang tidak pada tempatnya, misalnya

berada pada area submukosa folikel rambut (Balogh dan Fahrenbach,

2006).

Epitel pada mukosa berlapis adalah epithelium stratificatum

squamous non cornificatum (Epitel squamous berlapis tidak berkeratin).

Epitel ini berada di lapisan superfisial dari lining mucosa, seperti mukosa

di labial, bukal, alveolar, dasar mulut, ventral lidah dan palatum mole.

Jaringan pada lining mucosa memiliki gambaran histologi antar epitelnya

yang sama walaupun terdapat sedikit perbedaan. Epitel nonkeratin

merupakan bentukkan epitel yang paling banyak di dalam rongga mulut.

Setiap jaringan lining mucosa setidaknya memiliki 3 lapisan pada

epitelnya.

Lapisan basal atau stratum basale merupakan lapisan terdalam dari

3 lapisan tersebut. Lapisan basal ialah selapis sel epitel kuboidal yang

berada di atas membran basal, dan di bawah lamina propia. Lapisan basal

memproduksi lamina basal pada membran basalis.Lapisan basalis juga

bersifat germinatif karena hasil mitosis dari sel epitel muncul pada lapisan

Page 31: Skripsi Devia

15

ini, namun mitosis tersebut hanya dapat terlihat saat sel mengalami

pembesaran akibat mitosis pada level yang tertinggi.

Lapisan kedua setelah lapisan basal yang juga termasuk dalam epitel

tidak berkeratin disebut intermediate layer atau stratum intermedium.

Intermediate layer ini terdiri dari sel yang besar, bertumpuk, berbentuk

polihedral. Sel-sel ini memiliki ukuran yang lebih besar dari sel-sel di

lapisan basalis karena mereka memiliki kandungan cairan yang lebih

banyak di dalam sitoplasma selnya. Sel-sel pada intermediate layer telah

kehilangan kemampuannya untuk melakukan mitosis saat sel-sel tersebut

bermigrasi. Intermediate layer merupakan lapisan yang memenuhi

sebagian besar dari epitel nonkeratin.

Lapisan paling superfisial dari epitel non keratin disebut lapisan

superfisial atau stratum superficiale. Secara histologi, cukup sulit untuk

melihat batas antara lapisan superfisial dan intermediate layer di mucosa

lining. Lapisan ini menunjukkan gambaran histologi dengan adanya

tumpukan sel epitel polihedral yang menyerupai sel epitel pada

intermediate layer walaupun dalam ukuran yang lebih besar dengan sel

terluarnya berbentuk rata atau dinamakan squames. Squames ini akan

hilang seiring dengan bertambahnya umur sel dan kematian sel serta

pergantian jaringan (regenerasi jaringan). Kematangan dari jaringan

tersebut hanya terlihat sebagai penambahan jumlah dari sel saat mereka

bermigrasi ke arah superfisial (Balogh dan Fahrenbach, 2006).

Page 32: Skripsi Devia

16

Gambar 2.3 Lapisan- Lapisan dari epithelium stratificatum squamous non

cornificatum (Epitel squamous berlapis tidak berkeratin) pada

bagian mukosa bibir bagian dalam

Sumber: Leslie dan James, 1994.

3. Epitelisasi

Epitelisasi dalam proses penyembuhan luka, terjadi pada fase

proliferasi. Terjadinya kehilangan jaringan dan tepi luka tidak dapat

disatukan kembali, maka luka akan berkontraksi dan jaringan granulasi

mengisi area luka dan epitelisasi terjadi disekitar permukaan luka. Sel-sel

epitel mulai berproliferasi di pinggiran luka dibawah bekuan darah

melewati zona neutrofil dan di atas jaringan granulasi. Luka tertutup

sempurna melalui proses migrasi, sel menjadi kolumnar dan berlapis

(Rajesndran dan Sivapathasundharam, 2009).

Lapisan Superficial

Lapisan Basal

Lapisan Intermediate

Ep = Epithel

BV = Blood Vascullar

Page 33: Skripsi Devia

17

Respon seluler dari sel epitel terhadap suatu jejas dapat dibagi

menjadi empat tahap yaitu mobilisasi, migrasi, proliferasi dan diferensiasi.

Respon pertama epitel adalah mobilisasi yang dimulai setelah 12-24 jam.

Proses ini melibatkan lepasnya sel individual sebagai persiapan migrasi.

Sel yang dekat dengan luka menjadi fagosit, menelan debris jaringan dan

eritrosit. Epitelisasi paling cepat pada luka superfisial ketika membran

basalis utuh (Andreasen dkk, 2007).

Dasar luka tertutupi oleh lapisan epitel pada hari ke-2 dan 3. Migrasi

sel epitel terjadi selapis demi selapis. Fibronektin dari fibrin membentuk

matriks sementara sebagai jalur untuk sel epitel agar dapat bermigrasi.

Fibronektin yang terdapat di tepi luka oleh sel epidermal bergeser ke

matriks fibronektin yang terdeposisi. Sel motil yang mensekresikan

fibronektin sebagai membran basal sementara dan menggunakan aktivator

kolagenase dan plasminogen untuk memfasilitasi perjalanan sel melalui

jaringan ikat reparatif (Andreasen dkk, 2007).

Substansi yang dibutukan sebagai substrat untuk migrasi sel adalah

serabut kolagen, fibrin dan fibronektin. Fibronektin merupakan substrat

untuk pergerakan sel dan memiliki kapasitas mengikat sel epitel, sama

halnya dengan monosit fibroblas dan sel endotel. Proliferasi sel epitel

mulai setelah 1 sampai 2 hari. Aktivitas mitosis maksimal ditemukan pada

hari ke-3 dan berlanjut sampai epitelisasi telah sempurna dan sel epitel

kembali pada fenotip normalnya dan telah berkontak kembali dengan

membran basalis dengan diferensiasi (Andreasen dkk, 2007).

Page 34: Skripsi Devia

18

Luka sudah menutup pada hari ke-5 dan pada hari ke-7 lapisan epitel

telah sempurna. Penebalan epitel berlanjut dan berangsur-angsur menurun

hingga mencapai ketebalan normal. Stimulus yang dibutuhkan untuk

pertumbuhan sel epidermal dan penutupan luka adalah kalsium dalam

konsentrasi rendah, IL-1, bFGF, EGF, PDGF dan TGF-α (Bartold dkk,

2000).

4. Membran Kitosan

Membran kitosan adalah contoh membran polikationik. Membran

kitosan pertama kali dibuat dan dikarakterisasi oleh Muzzarelli dan teman-

temannya pada tahun 1974 (Zhao, 2002). Membran dari polimer kitosan

ini memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan membran sintesis,

diantaranya dari ketersediaan bahan baku. Kitosan merupakan

biopolimer yang keberadaannya melimpah di alam setelah selulosa. Hal

ini tentu saja menguntungkan dari segi biaya pembuatan membran yang

berbahan dasar polimer kitosan. Membran kitosan pada umumnya

memiliki kapasitas yang lebih rendah daripada bubuk kitosan. Membran

ini memiliki banyak kegunaan dalam berbagai bidang, misalnya dalam

bidang kedokteran (salah satunya sebagai pembalut luka) maupun dalam

bidang lain seperti proses pengolahan air dan limbah industri (Youn dkk,

2009).

Kitosan sebagai penyembuh luka awalnya dilakukan dalam bentuk

hidrogel, namun pada rongga mulut obat topikal akan mudah hilang akibat

Page 35: Skripsi Devia

19

adanya aliran saliva dan pergerakan mulut. Karena itu dibutuhkan polimer

bioadhesif yang dapat dikombinasi dengan pemacu penetrasi dan dapat

meningkatkan meningkatkan drug delivery sistem (Karsa dan Sthepenson,

1996). Pencampuran kitosan biasanya dengan polimer alami maupun

sintetis seperti gelatin (Youn dkk, 2009). Gelatin merupakan model

makromolekul yang menjadi pilihan karena memiliki sifat antigen yang

rendah, dapat dengan mudah ditemukan dan sebelumnya digunakan dalam

formulasi parenteral (Jain, 2008). Gelatin dapat dengan mudah

membentuk gel dengan perubahan suhu larutan dan memiliki sifat

biokompatibel. Penambahan gelatin dilakukan dengan tujuan untuk

membentuk sifat fisik kitosan hidrogel paling baik agar dapat

diaplikasikan secara topikal dalam bentuk membran.

5. Penyembuhan luka pada mukosa mulut

Luka adalah kerusakan pada kontinuitas jaringan tubuh yang

biasanya disertai dengan kehilangan substansi jaringan, luka

mengakibatkan adanya pemutusan kontinuitas jaringan baik secara

anatomis maupun fungsional yang diikuti oleh kematian atau kerusakan

seluler (Pinheiro dkk., 2004). Penyembuhan luka adalah proses paling

kompleks dalam fisiologi manusia yang melibatkan serangkaian reaksi dan

interaksi kompleks antara sel dan mediator. Luka akan mengalami

serangkaian proses perbaikan dan penyembuhan, dengan cara

Page 36: Skripsi Devia

20

memperbaiki sel dan mengganti sel yang rusak oleh jaringanbaru yang

sempurna atau terbentuk jaringan granulasi (Sudiono,2003).

Secara histologis, proses penyembuhan luka akan memperlihatkan

adanya berbagai perubahan pada area luka seperti perubahan jumlah sel

radang, vaskularisasi, peningkatan jumlah sel epitel, fibroblas dan serabut

kolagen (Kumar dkk, 1999). Proses penyembuhan luka dibagi menjadi 3

fase yaitu inflamasi, proliferasi dan remodeling.

a. Fase Inflamasi

Fase ini terbagi atas hemostasis dan respon inflamasi.

Hemostasis adalah kondisi dimana terjadi konstriksi pembuluh darah

dan membawa platelet menghentikan pendarahan. Bekuan darah

membentuk sebuah matriks fibrin yang mencegah masuknya

organisme infeksius. Respon inflamatori adalah saat terjadi

peningkatan aliran darah pada luka dan permeabilitas vaskuler plasma

menyebabkan kemerahan dan bengkak pada lokasi luka. Sel darah

putih yang telah sampai diluka melalui suatu proses, netrofil

membunuh bakteri dan debris yang kemudian akan mati dan

meninggalkan eksudat yang menyerang bakteri dan membantu

perbaikan jaringan. Monosit menjadi makrofag, selanjutnya makrofag

membersihkan sel dari debris oleh sel fagositosis. Meningkatkan

perbaikan luka dengan mengembalikan asam amino normal dan

glukosa jaringan membawa bahan-bahan dan nutrisi yang diperlukan

pada proses penyembuhan. Akhirnya daerah luka tampak merah dan

Page 37: Skripsi Devia

21

sedikit bengkak. Selama sel berpindah leukosit (netrofil) berpindah ke

daerah interstitial. Tempat ini ditempati oleh makrofag yang keluar

dari monosit setelah cedera atau luka. Makrofag ini menelan

mikroorganisme dan sel debris melalui proses yang disebut

fagositosis. Respon inflamatori ini sangat penting bagi proses

penyembuhan (Potter, 1998).

Gambar 2.4 Fase Inflamasi. Tahap ini berlangsung setelah terjadinya trauuma.

Proses utama yang terjadi di antaranya adalah hemostasis, membuang

jaringan non-vital, dan mencegah infeksi mikroba.

Sumber: Herriyadi, 2012

b. Fase Proliferasi

Fase ini meliputi epitelisasi, angiogenesis dan fibroplasias yang

ditandai oleh pembentukan jaringan granulasi, pembentukan

cappilary bed, proliferasi fibroblas, makrofag dan penyusunan ECM

(Philips, 2010). Fibroblas menjadi sel dominan dan mencapai jumlah

tertinggi pada 7-14 hari setelah luka. Selama minggu kedua, fibroblas

mengalami modulasi dan berdiferensiasi menjadi miofibroblas yang

mengandung alfa otot polos aktin fibril. Sel-sel kontraktil ini memiliki

Page 38: Skripsi Devia

22

gambaran tepi luka lebih dekat bersama-sama, sehingga mengurangi

volume jaringan yang terluka. Produksi kolagen baru menjadi akhir

dari penyembuhan luka sampai kira-kira 6 minggu setelah terluka,

kemudian fibroblas berhenti memproduksi kolagen dan mengalami

apoptosis (Tsirrogianni, 2006).

Epitelisasi diawali dengan terjadinya peningkatan aktivitas

mitosis sel epitel ke tepi luka. Selama pembentukan jaringan

granulasi, epitel bergerak keluar dari tepi luka dengan gerakan

amuboid yang khas. Sel-sel menggunakan pita-pita fibrin dan

komponen ECM seperti fibronektin sebagai pemandu atau jalur dalam

perjalannya. Sel-sel epitel dari sisa struktur epitel yang terdapat

setelah terjadinya perlukaan akan memisahkan ikatan

hemidesmosomnya dan melekat kembali pada membran basalis serta

bergerak secara cepat melintasi luka (Philips, 2010). Epitelium

permukaan pada tepi luka mulai terlihat. Beberapa hari kemudian

lapisan epitelim yang tipis bermigrasi menyebrangi permukaan luka.

Epitel menebal, mulai matur dan luka merapat (Tarigan, 2007).

Page 39: Skripsi Devia

23

Gambar 2.5 Fase Proliferasi. Tahap ini terjadi pada hari ke 4-21, jaringan granulasi

mengisi lokasi luka terjadinya proses migrasi dan proliferasi sel untuk

merestorasi kontinuitas epitel

Sumber: Herriyadi, 2012

c. Fase Remodelling

Fase ini disebut juga fase maturasi, fase ini berlangsung pada

hari ke 7 sampai hari ke 21 atau bisa berbulan-bulan. Fibroblas,

matrix metaloproteinase (MMP) dan inhibitor memiliki peran penting

dalam fase ini. Fibronektin sebagai deposit matriks ekstraseluler

(bersama dengan asam hyaluronat dan proteoglikan) membentuk

jaring-jaring serabut yang berfungsi untuk substratum migrasi dan

pertumbuhan sel dan juga membantu deposisi kolagen. Deposisi

kolagen menjadi unsur pokok dari matriks dan membentuk bundel

serabut untuk kekerasan dan kekuatan regang luka (Baranoski dan

Ayello, 2008).

Page 40: Skripsi Devia

24

Pengaruh sitokin dan growth factor, membuat matriks kolagen

terus-menerus terdegadrasi, resintesis, reorganisasi dan stabilisasi

oleh crosslinking molekuler. Fibroblas kemudian menghilang dan

kolagen tipe III yang terdeposit selama fase granulasi digantikan

dengan kolagen tipe I. Kekuatan regang dan elastisitas luka

meningkat hingga 80% mendekati kekuatan jaringan aslinya. Inhibitor

dari matrix metaloproteinase (MMP) menghasilkan keseimbangan

terhadap MMP dan memberikan kontrol aktivitas proteolitik dalam

jaringan parut (Miloro dkk, 2000).

Gambar 2.6 Fase Remodeling. Tahap ini merupakan tahap yang paling lama karena

berlangsung dari hari ke 21 sampai 1 tahun.

Sumber: Herriyadi, 2012

Page 41: Skripsi Devia

25

B. Kerangka Teori

Gambar 2.6 Kerangka Teori

Ulkus Mukosa

Mukosa labial

tikus Sprague

Dawley

Membran Kitosan

(N-Asetil

Glukosamin dan

Glukosamin)

Merangsang peningkatan

sistem asam hyaluronat

Sel yang melakukan mitosis akan

berproliferasi maksimal

Asam hyaluronat memfasilitasi migrasi sel

dan merangsang terjadinya mitosis sel

Mitosis sel mempercepat regenerasi sel

Ketebalan sel epitel meningkat

Penyembuhan Luka

Angiogenesis Epitelisasi

Inflamasi Proliferasi Remodelling

Fibroplasi

a

Page 42: Skripsi Devia

26

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Gambar 3.1 Diagram kerangka konsep

Variabel Terkendali

1. Jenis kelamin, usia dan berat

badan tikus

2. Waktu pemberian membran

kitosan

3. Bentuk dan ukuran ulkus

mukosa bibir tikus yaitu

berbentuk segi empat dengan

panjang tiap sisi 2mm

4. Letak di bagian mukosa dibawah

gigi Insisivus mandibula

5. Pembuatan membran kitosan

6. Pembuatan sediaan

7. Pengecatan sediaan dengan HE

8. Makanan dan Minuman tikus

Variabel Bebas

Membran Kitosan

konsentrasi 0,1%

Variabel Terikat

Ketebalan Epitel

Variabel tak terkendali

1. Kondisi sistemik pada masing-

masing subjek

2. Respon imun pada masing-

masing subjek

3. Kondisi mukosa bibir pada

masing-masing subjek

4. Kedalaman ulkus pada masing-

masing subjek.

Page 43: Skripsi Devia

27

B. Hipotesis

Terdapat perbedaan ketebalan epitel pasca pemberian membran

kitosan terhadap ulkus mukosa labial pada hari ke-3 dan ke-5.

C. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimental laboratoris

dengan rancangan post-test only control group design.

D. Lokasi dan Waktu Penelitian

Pembuatan membran kitosan di Laboratorium Riset Rumah Sakit

Gigi dan Mulut Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Perlakuan terhadap

tikus di Laboratorium Pusat Penelitian Terpadu Universitas Gadjah Mada

Yogyakarta. Sediaan mikroskopis diproses di Laboratorium Patologi

Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Pembacaan hasil

dilakukan di Laboratorium Biologi Oral Kedokteran Gigi Universitas

Jenderal Soedirman Purwokerto.

E. Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pemberian membran

kitosan 0,1%

2. Variabel terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah ketebalan epitel pada hari

ke-3 dan ke-5 pasca perlukaan ulkus di mukosa labial tikus.

3. Variabel Terkendali

a. Tikus putih (Rattus norvegicus galur Sprague dawley)

b. Umur tikus: ± 3 bulan

Page 44: Skripsi Devia

28

c. Jenis kelamin tikus: Jantan

d. Berat badan tikus: 250-360 gram

e. Makanan dan minuman yang diberikan: AD 2 dengan kandungan

air 12 %, protein kasar 15 %, lemak kasar 3-7 %, serat kasar 6 %,

abu 7%, kalsium 0,9-1.1 %, phosphor 0,6-0,9 %, antibiotika +,

coccidiostat + dan air RO (Reverse Osmosis).

f. Lokasi luka: Mukosa bibir tikus di bawah gigi insisivus I

mandibula.

g. Bentuk dan ukuran ulkus mukosa bibir tikus yaitu berbentuk segi

empat dengan panjang tiap sisi 2 mm

h. Volume, lama perendaman dan lama apilkasi asam asetat 50%.

i. Waktu aplikasi: satu kali sehari pada pukul 08.00-12.00 WIB

4. Variabel tak terkendali

a. Kondisi sistemik individual tikus

b. Respon imun individual tikus

c. Kondisi mukosa bibir individual tikus

F. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi operasional No Variabel Definisi Operasional Skala

1. Membran

kitosan

Pencampuran bahan kitosan

hidrogel dengan gelatin yang

selanjutnya dicetak menjadi

bentuk lembaran. Gelatin yang

digunakan adalah sigma type B

Aldrich

Nominal

2. Ketebalan epitel Ketebalan epitel ini akan terlihat

dengan pewarnaan HE, ketebalan

yang dihitung antara jarak

stratum basal hingga stratum

superficial dengan posisi tegak

lurus sebanyak tiga kali dengan

menggunakan Mikroskop

Ratio

Page 45: Skripsi Devia

29

G. Sampel Penelitian

Subjek penelitian berjumlah 32 ekor tikus, 32 ekor tikus untuk

jumlah seluruh sampel kemudian dipilih secara simple random sampling.

Subjek disatukan dalam satu tempat kemudian diambil secara acak lalu

dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok perlakuan (16 ekor) dengan

8 ekor untuk hari ke-3 dan 8 ekor untuk hari ke-5, kelompok kontrol

negatif (16 ekor) dengan 8 ekor untuk hari ke-3 dan 8 ekor untuk hari ke-

5. Kelompok perlakuan yakni kelompok yang diberi membran kitosan, dan

kelompok kontrol negatif yang diberi aquades setelah diberi perlukaan

ulkus selama 3 hari dan 5 hari. Masing-masing waktu pengamatan dari tiap

kelompok terdiri dari 16 ekor tikus yang didapatkan berdasarkan rumus

Federer:

(t-1) (r-1) ≥ 15

(2-1) (r-1) ≥ 15

1 (r-1) ≥ 15

1r ≥ 16

r ≥ 16 Keterangan:

t = jumlah perlakuan dalam penelitian

r = jumlah ulangan

H. Sumber data

Sumber data yang diperoleh adalah sumber data primer yang

diperoleh langsung melalui prosedur penelitian.

I. Instrumen penelitian

1. Alat yang digunakan:

a. Magnetic stirrer

b. Gelas ukur

Page 46: Skripsi Devia

30

c. Gelas beker

d. pH meter

e. Falcon centrifuge tubes

f. Centrifuge

g. Cetakan membran hidrogel

h. Cetakan membran kitosan-gelatin

i. Refrigerator

j. Kertas saring

k. Pipet tetes

l. Waterbath

m. Spuit injeksi

n. Mikroskop cahaya

o. Mikrotom (alat pemotong jaringan)

2. Bahan yang digunakan

a. Kitosan

b. Bubuk gelatin from Bovine Skin Type B powder (Aldrich)

c. Larutan asam asetat 2 %

d. Natrium hidroksida (NaOH)

e. Larutan asam asetat 50%

f. Buffer formalin 10%

g. Parafin cair

h. Mayer-Hemaktoksilin dan eosin sebagai pewarna jaringan

i. Xylol untuk penjernihan jaringan

j. Alkohol 70%, 80%, 95%

k. Balsem kanada

Page 47: Skripsi Devia

31

J. Cara kerja

1. Pembuatan Membran Kitosan-gelatin

a. Pembuatan kitosan

Kitosan sebanyak 1 gram dicampurkan dengan 1 liter asam

asetat 2%. Pencampuran dilakukan dengan vortex mixer. Natrium

hidroksida ditambahkan secara bertahap sampai pH larutan

menjadi 10-12. Dialisis dilakukan dengan akuades sampai larutan

menjadi netral, setelah dilakukan dialisis kitosan hidrogel

dipisahkan dengan centrifuge. Hasil yang didapatkan selanjutnya

disaring dengan kertas saring (Nagahama dkk, 2009).

b. Mencairkan gelatin

Gelatin from Bovine Skin Type B powder (Aldrich) gelatin

berbahan kulit sapi, gelatin ini berasal dari Jepang, ditambahkan

akuades dalam gelas beker dengan rasio 5%(b/v). Gelatin akan

mengalami swelling pada menit ke 30. Gelatin yang telah swelling

dipanaskan dengan suhu 370C sampai mencair.

c. Kitosan ditambahkan ke dalam gelas beker dengan perbandingan

kitosan dengan gelatin 1:1.

d. Larutan dihomogenisasi dengan magnetic stirrer selama 10 menit.

Campuran kitosan dan gelatin yang telah homogen dimasukkan ke

dalam cetakan membran dan dimasukkan dalam refrigerator dengan

suhu 4 C selama 7 hari untuk dikeringkan.

2. Perlakuan pada tikus Sparague dawley.

Kandang tikus ditempatkan dalam ruang yang sama dengan

kelembaban yang tetap dan bersuhu 20°-25°C, ventilasi cukup dan

Page 48: Skripsi Devia

32

kandang besi yang berukuran panjang 40 cm, lebar 25 cm, dan tinggi

17 cm. Proses pembuatan ulkus di mukosa bibir tikus dilakukan dalam

beberapa tahap:

a. Kertas saring dengan ukuran 2x2 mm direndam 15µl larutan asam

asetat 50% selama 3 menit (Karavana dkk., 2011).

b. Injeksi yang digunakan adalah injeksi intramuskular dengan

ketamin 60mg/kgBB.

c. Bibir rahang bawah diretraksi, kemudian diberikan dengan

potongan kertas saring yang telah dipersiapkan, ditempelkan

selama 60 detik tanpa tekanan. Ulkus yang terbentuk ditandai

dengan terjadinya perubahan warna dari merah menjadi putih

(Karavana dkk, 2011).

d. Setelah terbentuk ulkus pada masing-masing tikus uji, selanjutnya

diberikan perlakuan pada masing-masing kelompok uji. Kelompok

perlakuan diberi membran kitosan hingga hari ke-3 dan hari ke-5

sedangkan kelompok kontrol diberikan aquades hingga hari ke-3

dan hari ke-5.

e. Setelah hari ke-3 dan ke-5 tikus dikorbankan dan dibuat preparat

histologis. Tikus dikorbankan dengan teknik anestesi overdosis

menggunakan eter. Ketika tikus sudah didekapitasi, dilakukan

pembedahan dan dilakukan pengambilan jaringan pada daerah

ulserasi. Jaringan pada daerah ulserasi diambil dan dilakukan

fiksasi dengan buffer formalin 10% selama 24 jam untuk

mempertahankan struktur sel. Tahapan pembuatan preparasi:

Page 49: Skripsi Devia

33

1) Jaringan dimasukkan ke dalam automatic tissue processor,

dehidrasi menggunakan alkohol 70%, 80%, 95% dan

alkohol absolut secara bertahap untuk membersihkan sisa

larutan fiksatif.

2) Penjernihan dilakukan dengan xylol selama 1 jam dan 1,5

jam untuk menghilangkan alkohol dan jaringan.

3) Pembuatan blok parafin yaitu dengan proses infiltrasi,

adalah memasukkan jaringan kedalam parafin cair dengan

suhu 57°C selama 1,5 jam. Jaringan kemudian diletakkan

kedalam blok cetakan yang telah diisi parafin cair selama

30 menit hingga keras dan kemudian dilepas dari cetakan.

4) Pengirisan jaringan setiap blok parafin dilakukan

menggunakan mikrotom dengan ketebalan 5 µm. Hasil

irisan jaringan kemudian dimasukkan ke dalam waterbath

yang diisi air bersuhu 50°C, setelah itu diambil

menggunakan kaca obyek dan diberi label. Kaca obyek

dan irisan jaringan diletakkan diatas drying plate bersuhu

40°C selama 20 menit untuk menguapkan kandungan air

pada kaca obyek sehingga jaringan dapat menempel

dengan baik.

5) Irisan jaringan kemudian dideparafinisasi dengan xylol dan

memasukkan air ke dalam jaringan. Sisa alkohol

dihilangkan dengan membasuh preparat dibawah air

mengalir dan aplikasi dengan Mayer Hematoksilin yang

memberikan warna biru pada inti sel. Proses diikuti

Page 50: Skripsi Devia

34

pembasuhan di bawah air mengalir untuk menghilangkan

sisa cat. Eosin digunakan setelah itu sebagai bahan

penyeimbang yang memberikan warna merah sebagai

kontras. Sisa eosin dihilangkan menggunakan air,

kemudian dilakukan dehidrasi dengan alkohol bertingkat

naik untuk menghilangkan air.

6) Clearing xylol kemudian dilakukan untuk memberikan

warna bening pada jaringan selanjutnya dilakukan

prosedur mounting dilakukan dengan menggunakan

balsem kanada agar preparat awet dan menambah

kejernihan. Preparat kemudian ditutup dengan deck glass

lalu diberi label (Finsa, 2012).

3. Penghitungan ketebalan lapisan epitel

Pengukuran ketebalan lapisan epitel gingiva dengan menghitung

jarak antara stratum basale hingga stratum superficial dengan posisi

tegak lurus menggunakan mikroskop perbesaran 4x lensa obyektif.

Ketebalan diukur dalam satuan mikrometer, pengukuran menggunakan

bantuan program Image Rester perbesaran 40x. Pada daerah perlukaan

dipilih lapisan epitel pada dua titik yaitu pada daerah yang paling tebal

dan daerah yang sangat tipis. Ukuran ketebalan lapisan epitel tersebut

diambil reratanya untuk dijadikan data (Aqilla, 2012). Pembacaan

preparat ini dengan menggunakan 3 lapang pandang dengan

interobserve sehingga di diperlukan 2 pengamat.

Page 51: Skripsi Devia

35

K. Ringkasan Cara Kerja

Gambar 3.2 Ringkasan Cara Kerja

Pembacaan hasil

preparat dan

penghitungan rerata

ketebalan epitel

Pembuatan preparat

histologi

Pemberian membran kitosan

pada ulkus mukosa oral tikus

Sprague dawley selama 3 dan

5 hari. (Kelompok perlakuan)

Pembuatan ulkus pada

mukosa oral tikus

Sprague dawley

Pembuatan

Membran kitosan

Pemberian aquades pada ulkus

mukosa oral tikus Sprague

dawley selama 3 dan 5 hari.

(Kelompok kontrol negatif)

Page 52: Skripsi Devia

36

L. Analisis Data

Pengolahan data dan analisis data dilakukan dengan bantuan software

Statistical Package the Social Sciences (SPSS) for Windows versi 21. Data

yang diperoleh dilakukan analisis sebagai berikut,

a. Analisis normalitas data yang digunakan adalah Saphiro Wilk

karena jumlah data kurang dari 50, dengan batas bermaknanya 0,05

atau tingkat kepercayaan 95%. Hasil data yang didapat terdistribusi

normal dengan nilai p > 0,05.

b. Analisis Levene test untuk mengetahui homogen dari data tersebut

dengan p > 0,05.

c. Uji statistik Anova digunakan untuk mengetahui adanya perbedaan

rata-rata ke ketebalan sel epitel pasca pemberian membran kitosan

pada proses penyembuhan ulkus mukosa tikus Sprague dawley pada

hari ke-3 dan ke-5.

d. Analisis Post-Hoc LSD untuk mengetahui perbedaan bermakna

yang spesifik dengan tingkat kemaknaan 95% (p<0,05)

Page 53: Skripsi Devia

37

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Penelitian telah dilakukan terhadap 32 ekor tikus Sprague dawley. Tikus

dibagi menjadi 2 kelompok, 16 ekor untuk perlakuan yaitu dengan diberikan

membran kitosan 0,1% dan 16 ekor untuk kontrol yang hanya diberikan

aquades. Tikus dikorbankan masing-masing pada hari ke-3 dan ke-5.

Penelitian ini dilanjutkan dengan pengamatan dan perhitungan ketebalan

lapisan epitel pada preparat histologis mukosa labial daerah ulkus yang telah

diberi pengecatan Hematoksilin Eosin (HE) yang dilakukan di Laboratorium

Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta. Pengukuran

ketebalan lapisan epitel diperoleh dengan menghitung jarak antara stratum

basale hingga stratum superficial dengan posisi tegak lurus terhadap membran

basal, dilakukan 3 lapang pandang. Berdasarkan hasil pengamatan dan

perhitungan ketebalan lapisan epitel diperoleh rata-rata pada hari ke-3 dan 5

dapat dilihat pada histogram Gambar 4.1.

Berdasarkan rata-rata ketebalan lapisan epitel pada dibawah ini yaitu

Gambar 4.1, dapat dilihat bahwa pada hari ke-3 rata-rata ketebalan lapisan

epitel pada kelompok perlakuan (65,8419µm) lebih tebal daripada rata-rata

jumlah ketebalan lapisan pada kelompok kontrol (64,2087µm). Pada hari ke-5

rata-rata tebal lapisan epitel pada kelompok perlakuan (165,9212µm) lebih

tebal daripada rata-rata tebal lapisan epitel kelompok kontrol (125,6431µm).

Page 54: Skripsi Devia

38

Hasil penelitian di bawah menunjukkan bahwa rata-rata ketebalan lapisan

epitel pada kelompok perlakuan lebih tebal daripada rata-rata ketebalan

lapisan epitel pada kelompok kontrol pada hari ke-3 dan ke-5.

Gambar 4.1 Histogram Rata-rata ketebalan lapisan Epitel antara Kelompok Kontrol

dan Perlakuan pada Hari ke-3 dan ke-5 , kontrol = aquades, perlakuan =

membran kitosan 0.1%.

Sumber: Data primer diolah, 2013

Uji validitas data antara dua orang pengamat dilakukan menggunakan uji

Korelasi Pearson. Berdasarkan hasil uji validitas dapat diketahui bahwa

semua data yang diamati oleh pengamat 1 dan 2 adalah valid, karena semua

indikator signifikansinya di bawah 0,05 (p<0,05).

Analisis data hasil penelitian didahului dengan uji normalitas dan

homogenitas data untuk mengetahui bahwa data terdistribusi normal dan

homogen sebagai prasyarat dalam pengujian statistik parametrik. Uji

nomalitas dilakukan untuk mengetahui apakah distribusi data yang ada pada

masing-masing variabel mengikuti kurva distribusi normal atau tidak, uji

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

hari ke-3 hari ke-5

kontrol

perlakuan

Page 55: Skripsi Devia

39

normalitas data ini dilakukan dengan menggunakan Saphiro Wilk dengan

p>0,05 (Tabel 4.1)

Tabel 4.1 Hasil Uji Normalitas Shapiro Wilk Ketebalan Lapisan Epitel Antara

Kelompok Kontrol dan Perlakuan ke-3 dan ke-5

No Kelompok Shapiro Wilk

Statistik df Sig.

1

Kontrol hari ke-

3

0,933 8 0,548*

2 Perlakuan hari

ke-3

0,943 8 0,548*

3

4

Kontrol hari ke-

5

Perlakuan hari

ke-5

0,948

0,884

8

8

0,686*

0,207*

Keterangan: * = Distribusi data normal (p>0,05)

Berdasarkan analisis pada Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa data pada

kelompok kontrol dan perlakuan menunjukkan nilai p>0,05, maka data pada

penelitian ini terdistribusi normal. Uji selanjutnya adalah uji homogenitas data

menggunakan Levene test dengan p>0,05 (Tabel 4.2). Hal ini dilakukan

sebagai prasyarat dalam pengujian statistik parametrik.

Tabel 4.2 Hasil Uji Homogenitas Levene Ketebalan Lapisan Epitel Antara

Kelompok Kontrol dan Perlakuan Pada Hari k-3 dan ke-5.

Levene Statistic df1 df2 Sig. (p)

Hasil ukur 2.689 3 28 0,065*

Keterangan: * = Data homogen (p>0,05)

Berdasarkan analisis pada Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa nilai

signifikansinya sebesar 0,065 (p>0,05), maka dapat dikatakan bahwa data

tersebut adalah homogen.

Penggunaan uji parametrik dapat dilakukan setelah data tersebut

berdistribusi normal dan homogen. Pada penelitian ini digunakan uji

Page 56: Skripsi Devia

40

parametrik dengan uji ANOVA satu arah (One Way ANOVA Test), uji tersebut

dilakukan untuk mengetahui apakah ada pengaruh penggunaan membran

kitosan 0,1% dalam proses penyembuhan luka. Tingkat kepercayaan yang

digunakan adalah 95% (p>0,05) (Tabel 4.3).

Tabel 4.3 Hasil Uji One Way Anova Antara Kelompok Kontrol dan Perlakuan

pada hari ke-3 dan ke-5

Sum of squares F Sig. (p)

Between Groups 59207,284 112,572 0,000*

Within Groups 4908,888

Total 64116,172

Keterangan: * = berbeda bermakna (p<0,05)

Berdasarkan uji One Way Anova (Tabel 4.3), menunjukkan bahwa uji-F hitung

112,572 lebih besar dari F tabel (3,28) sebesar 2,95 dengan nilai signifikansi

sebesar 0,000 (p<0,05) yang dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan

yang bermakna.

Penelitian ini memiliki kelompok pada hari pengamatan tertentu untuk

mengetahui perbedaan bermakna yang spesifik, maka dilanjutkan uji Post-Hoc

LSD dengan tingkat kemaknaan 95% (p<0,05).

Page 57: Skripsi Devia

41

Hasil uji beda LSD pada parameter kelompok dan hari dapat dilihat pada

Tabel 4.4 sebagai berikut.

Tabel 4.4 Hasil Uji Beda LSD pada Parameter Kelompok dan Hari

Kombinasi Sig.

P-3 K-3 0,584

K-5

P-5

0,000*

0,000*

K-3 P-3 0,584

K-5 0,000*

P-5 0,000*

K-5 P-3 0,000*

K-3 0,000*

P-5

P-5

P-3

K-3

K-5

0,000*

0,000*

0,000*

0,000*

Keterangan: * = berbeda bermakna (p<0,05)

K-x = kelompok kontrol pada hari pengamatan ke-x

P-x = kelompok perlakuan pada hari pengamatan ke-x

Berdasarkan hasil uji beda LSD (Tabel 4.4), dapat diketahui bahwa sebagian

besar menunjukkan perbedaan yang bermakna (tanda *) dari jumlah ketebalan

lapisan epitel pada kombinasi kelompok dengan hari pengamatan, namun pada

kombinasi kelompok kontrol dan perlakuan pada hari ke-3 tidak terdapat

perbedaan yang bermakna.

Gambaran lapisan epitel yang diberi pengecatan Hematoksilin Eosin

(HE) tampak tidak merata untuk ketebalan lapisannya. Hasil perhitungan

ketebalan lapisan epitel merupakan data numerik dengan skala ratio yang

diperoleh melalui pengamatan dengan menggunakan software Optilab yang

terhubung dengan mikroskop Olympus CX-21. Pengukuran ketebalan lapisan

epitel dilakukan dengan bantuan programe Image Raster dalam satuan

mikrometer (µm).

Page 58: Skripsi Devia

42

(A)

(B)

Gambar 4.3 Foto Mikroskopik Jaringan Ketebalan Lapisan Epitel pada Hari ke-3

dengan Pewarnaan HE Perbesaran 4x10. (A) Kelompok Kontrol dan (B)

Kelompok Perlakuan.

Hasil pengamatan secara klinis pada hari ke-3 setelah perlukaan terlihat

luka sudah mulai menutup baik pada kelompok kontrol dan perlakuan. Luka

pada kelompok kontrol (A) terlihat lapisan epitel lebih tipis dibandingkan

dengan kelompok perlakuan (B), karena sudah terdapat lapisan epitel pada

dasar luka, sedangkan pada kelompok kontrol jaringan epitel masih tipis pada

dasar luka. Perbedaan ketebalan lapisan epitel pada hari ke-3 antar kelompok

kontrol dan kelompok perlakuan tidak bermakna.

100µm

100µm

Page 59: Skripsi Devia

43

(A)

(B)

Gambar 4.4 Foto Mikroskopik Jaringan Lapisan Epitel pada Hari ke-5 dengan

Pewarnaan HE Perbesaran 4x10. (A) Kelompok Kontrol dan (B) Kelompok

Perlakuan.

Hasil pengamatan secara klinis pada hari ke-5 setelah perlukaan terlihat

adanya perbedaan bermakna ketebalan lapisan epitel antara kelompok kontrol

(A) dengan kelompok perlakuan (B) pada hari ke-5.

B. Pembahasan

Bahan yang digunakan untuk mempercepat penyembuhan luka pada

penelitian ini adalah membran kitosan 0,1% yang dibuat di Laboratorium

Riset Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

100µm

100µm

Page 60: Skripsi Devia

44

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan ketebalan lapisan epitel

pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan dalam proses penyembuhan

luka ulkus pada mukosa mulut tikus. Membran kitosan pada umumnya

memiliki kapasitas yang lebih rendah daripada bubuk kitosan. Kitosan

sebagai penyembuh luka awalnya dilakukan dalam bentuk gel, namun pada

rongga mulut obat topikal akan mudah hilang akibat adanya aliran saliva dan

pergerakan mulut. Pemakaian polimer bioadhesif dibutuhkan karena dapat

dikombinasi dengan pemacu penetrasi dan dapat meningkatkan meningkatkan

drug delivery sistem (Karsa dan Sthepenson, 1996). Kitosan mempunyai sifat

biokompatibilitas, aktivitas hemostatik, non toksik dan sifat anti infeksi.

Kitosan juga memiliki aktivitas biologi dan mempengaruhi fungsi

makrofag dalam membantu mempercepat proses penyembuhan luka (Paul

dan Chandra, 2004). Kitosan ini membantu dalam mempercepat proses re-

epitelisasi luka dan regenerasi saraf dan regenerasi pembuluh darah dermis

(Minami dkk, 1992). Berdasarkan penelitian yang dilakukan terbukti ada

perbedaan ketebalan lapisan epitel yang diberikan membran kitosan 0,1 %

dalam proses penyembuhan luka ulkus mukosa tikus. Histogram Gambar 4.1

menunjukkan adanya peningkatan ketebalan lapisan epitel pada masing-

masing kelompok dari hari ke-3 dan hari ke-5.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan menggunakan uji one

way ANOVA untuk masing-masing kelompok didapatkan perbedaan yang

bermakna ketebalan lapisan epitel pada perbandingan kelompok kontrol dan

Page 61: Skripsi Devia

45

kelompok perlakuan. Perbedaan ini terlihat dengan lebih tebalnya lapisan

epitel pada kelompok perlakuan dibandingkan dengan dengan kelompok

kontrol.

Pada uji Post-Hoc LSD dengan parameter kombinasi kelompok dengan

hari pengamatan menunjukkan hampir semua terdapat perbedaan bermakna

(p<0,05). Perbedaan yang bermakna antara ketebalan lapisan epitel pada

perbandingan kelompok kontrol dan kelompok perlakuan pada hari ke-5

(p<0.05). Pengamatan pada hari ke-3 menunjukkan hasil perbedaan ketebalan

lapisan epitel yang tidak bermakna, ini disebabkan peningkatan ketebalan

epitel dimulai dan semakin tebal pada hari ke-5 dan ke-7 (Bartold, 2000).

Perbedaan ketebalan lapisan epitel yang bermakna baru dapat terlihat pada

hari ke-5, karena pengamatan epitelisasi atau regenerasi sel epitel luka dimulut

tikus terjadi pada hari ke-5 sampai hari ke-8 untuk semua binatang (Carranza,

1996).

Hasil analisis data rerata ketebalan kelompok perlakuan pada setiap

periode waktu pengamatan hari ke-3 dan ke-5 menunjukkan ketebalan yang

lebih tinggi dari kelompok kontrol. Perbedaan ini disebabkan oleh kitosan

yang secara perlahan akan melepaskan N-asetil glukosamin dan glukosamin

yang dapat merangsang peningkatan sintesis asam hialuronat (Paul dan

Chandra, 2004). Asam hialuronat mencapai puncaknya pada saat mitosis yang

berperan penting dalam pembentukan sel baru dan pelepasan sel lama

sehingga dapat mempercepat berlangsungnya fase proliferasi, selain itu

mekanisme kitosan dalam mempercepat proses penyembuhan luka adalah

Page 62: Skripsi Devia

46

dengan mengaktifkan komplemen dengan jalur alternative. Aktivitas sintesis

hialuronat dapat berubah-ubah selama siklus sel dan mencapai puncaknya

pada mitosis. Mitosis berperan penting dalam penggantian sel dalam suatu

jaringan yaitu proses pembentukan sel yang diimbangi oleh hilangnya sel,

dimana proses ini bertujuan untuk regenerasi sel dan untuk menjaga integritas

fungsionalnya (Bartold dkk, 2000). Mitosis yang terjadi pada setiap sel epitel

kemudian akan menyebabkan epitel tersebut berproliferasi sampai batas

maksimum, dan dapat dilihat pada ketebalan epitel yang semakin meningkat

(Buchanan dkk, 1998). Keseimbangan antara pembentukan sel baru dan

pelepasan sel-sel tua merupakan mekanisme yang menjaga ketebalan epitel

(Hoag dan pawlak, 1990).

Cara lain kitosan dapat membantu mempercepat proses penyembuhan

luka adalah dengan adanya sifat antibakteri pada kitosan. Kandungan asam

amino pada gugus glukosamin yang berinteraksi dengan dinding sel bakteri

mampu mencegah terjadinya kontaminasi bakteri atau infeksi (Trimurni,

2006). Beberapa faktor dapat menunda proses penyembuhan dan menurunkan

kualitas proses perbaikan. Infeksi merupakan faktor utama yang dapat

menimbulkan penundaan penyembuhan dengan memperpanjang proses

inflamasi (Mitchell dan Cottran, 1997).

Respon inflamasi yang berkepanjangan dapat menghambat berjalannya

proses penyembuhan luka melalui penundaan munculnya faktor proliferatif

seperti TGF- yang dapat menstimulasi sintesis fibronektin dan fibroblas.

Fibronektin berfungsi penting dalam proses re-epitelisasi untuk berlangsung

Page 63: Skripsi Devia

47

lebih cepat (Diegelman dan Evans, 2004). Re-epitelisasi merupakan salah satu

parameter penting untuk mengetahui penyembuhan luka karena pada proses

epitelisasi terjadi migrasi, mitosis dan differensiasi sel epitel yang bertujuan

untuk menutp luka dan mencapai ketebalan epitel yang normal (Kumar, 1999).

Pernyataan bahwa membran kitosan dapat membantu mempercepat proses

penyembuhan luka ini didukung oleh peneliti terdahulu Finsa (2012)

mengenai pengaruh membran kitosan yang terbukti dapat mempercepat proses

penyembuhan luka ulkus pada tikus Sprague Dawley.

Keterbatasan dalam penelitian ini adalah peneliti kesulitan dalam

membuat perlukaan dengan kedalaman ulkus yang sama untuk setiap tikus

karena mukosa mulut tikus yang kecil dan bergerak-gerak sehingga

kedalaman luka ulkus yang dibuat tidak sama antara tikus yang satu dengan

tikus yang lainnya. Peneliti juga kesulitan dalam pemberian membran kitosan

kepada tikus karena mulut tikus yang terus bergerak sehingga ada

kemungkinan membran tidak menempel dengan baik terhadap mukosa mulut

tikus.

Perbedaan ketebalan lapisan epitel yang bermakna hanya terlihat pada

hari ke-5 hal ini juga dapat disebabkan oleh kitosan yang berbentuk membran.

Membran kitosan yang dibuat menggunakan gelatin hidrogel yang sering

digunakan sebagai pembawa obat dan mengatur laju pelepasan obat yang

terkontrol. Hidrogel memiliki kemampuan swelling dan memiliki sifat

elastisitas (Alsarra, 2009). Kemampuan swelling menentukan mekanisme

pelepasan obat dan masa polimer dan elastisitas menentukan kekuatan

Page 64: Skripsi Devia

48

mekanik jaringan dan stabilitas pembawa obat. Kitosan yang dibentuk dalam

bentuk membran hidrogel ini melepaskan obat secara perlahan sehingga

membutuhkan waktu yang lebih lama dalam melepaskan obat.

Kekurangan pada penelitian ini juga dikarenakan kurangnya hari yang

ditetapkan hanya sampai hari ke-5 sehingga tidak mengetahui kapan

pertumbuhan epitel akan berhenti. Pada penelitian ini hanya menggunakan

konsentrasi membran kitosan 0,1% sehingga untuk penelitian selanjutnya

diharapkan dapat menggunakan kitosan dengan konsentrasi yang lebih

beragam.

Page 65: Skripsi Devia

49

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik

simpulan sebagai berikut.

1. Rata-rata ketebalan lapisan epitel pada kelompok yang diberikan membran

kitosan 0,1% pada hari ke-3 adalah 65,8419µm dan pada hari ke-5 adalah

165,9212µm.

2. Rata-rata ketebalan lapisan epitel pada kelompok yang tidak diberikan

membran kitosan 0,1% pada hari ke-3 adalah 65,8419µm dan pada hari

ke-5 adalah 125,6431µm.

3. Ada perbedaan rata-rata ketebalan lapisan epitel antara kelompok yang

diberikan membran kitosan 0,1% dengan kelompok yang tidak diberikan

membran kitosan 0,1% pada hari ke-3 dan ke-5.

B. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui ketebalan lapisan

epitel lebih dari lima hari setelah perlukaan.

2. Perlu dilakukan teknik supaya membran kitosan 0,1% dapat menempel

tepat diperlukaan mukosa mulut tikus sehingga hasil penelitian dapat lebih

optimal.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut menggunakan membran kitosan

dengan konsentrasi yang lebih beragam.

Page 66: Skripsi Devia

50

DAFTAR PUSTAKA

Ahearcane, M., and Yang, Y., 2008, Mechanical Characterization of Hydrogels

for Tissue Engineering Applications, Topic in Tissue Engineering, 4:3-16.

Alsarra, L.A.,2009, Chitosan Topical Gel Formulation in The Management of

Burn Wounds, Internasional Journal of Biological Macromolecules, 45(1):

16-21.

Amin, S., Rajabnezhad, S., Kohli, K., 2009, Hydrogels as Potential Drug Delivery

Systems, Scientific Research and Essay, 3(11): 1175-1183.

Andreasen JO., Andreasen FM., dan Andersson L, 2007, Textbook of Color Atlas

of Traumatic Injuries to the Theeth, edisi ke-4, Blackwell: Oxford.

Aqilla, T.K., 2012, Pengaruh Aplikasi Topikal Gel Ekstrak Kulit Jeruk Manis

Terhadap Epitelisasi pada Penyembuhan Luka Gingiva Labial Tikus

Sprague Dawley, Skripsi, FKG UGM: Jogjakarta.

Balogh, M. B., and Febrenbach, M.I., 2006, Dental Embriology, Histology and

Anatomy, edisi ke 2, Elsevier Saunders: St. Louis.

Baranoski S., and Ayello EA. Wound Care Essentials: Practice and Principles

Edisi ke-2. Lippincott Williams and Wilkins: Philadelphia.

Bartold., Walsh LJ., and Narayanan AS, 2000, Mollecular and Cell Biology of

The Gingival, Periodontology, 24: 28-55.

Baxter C.R., 1994, Immunologic Reaction in Chronic Wounds, Am. J. Surg 1994,

167: 12-14.

Buchanan, D.B., Cooke, P.S., Lubahn D.L., and Cunha G.R., 1998, Biology of

Reproduction, 59: 470-475.

Carranza, F.A., 1996, Glickman’s Clinical Periodontology Edisi ke-8, WB.

Sanders: Philadelphia.

Diegelman, R.F., and Evans, M.C., 2004, Wound Healling: An Overview of

Acute,Fibrotic And Delayed Healing. Frontiers in Bioscience. 9: 283-289.

Fadjar, K.H., 2002, Faktor-Faktor Berpengaruh Terhadap Tahap Deproteinase

Menggunakan Enzim Protease dalam Pembuatan Kitin dari Cangkang

Rajungan. Biosain, 2: 4-8.

Page 67: Skripsi Devia

51

Fatemeh, E., and Ardakani, 2011, Effect of Chitosan on Dental Bone Repair,

Journal Health, 3(4): 200-205.

Finsa, T. S., 2012, Pengaruh Aplikasi Membran Kitosan Gelatin terhadap Jumlah

Pembuluh Darah dan Kepadatan Kolagen Pada Proses Penyembuhan Ulkus

Mukosa Bibir, Skripsi, FKG UGM Yogyakarta.

Gartner, L.P. and James, L.H., 2000, Colour Atlas of Histology Edisi ke 3,

Lippincott William: Philadelphia.

Herriyadi, F.R., 2012, Pengaruh Aplikasi Topikal Gel Kitosan Terhadap

Ketebalan Sel Epitel pada Penyembuhan Luka Gingiva Labial, Skripsi, FKG

UGM Yogtakarta.

Hoag, P. M., and Pawlak, E.A., 1990, Essential of Periodontic Edisi ke 4, Mosby

Company: USA.

Hollander, D.A., Schmandra, T., M.D., and Windolf, J.,2000, A New Approach to

Treartment of Recalcitrant Wounds: A Case Report Demonstrating The Use

of a Hyaluronan Esters Flecee, Health Management Publication, 12(5): 1-5.

Ishihara, M., Nakanishi, K., Katsuaki, O., Sato, M., Kikuchi, M., Saito Y., Yura,

H., and Kurita, A., 2002, Photocrosslinkable Chitosan as Dressing for

Wound Occlusion and Accelerator in Healing Process, Biomaterials, 833-

840.

Jain, K.K., 2008, Drug Delivery System Methods in Molecul Biology, Springer,

437:416.

Karavana,S. Y., Sezer, B., Guneri, P., Veral, A., Boyacioglu, H., Ertan, G, and

Epstein,J.B., 2001, Efficacy of Topical Benzydamine Hydrochloride Gel on

Oral Mucosal Ulcer: an in vivo animal study, Internasional Journal Oral

Maxillofacial Surgery, 40: 973-978.

Karsa, D.R and Sthepenson, R.A., 1996, Chemical Aspect of Drug Delivery

Systems, Royal Society of Chemistry, Cambridge.

Knight B. 1996. Forensic Pathology, 2nd

edition. Arnold: London.

Kumar, V., Ramzi, S.C., and Collins, T., 1999, Pathology Basic of Disease Edisi

ke-6, WB Saunders Company: Philadelphia.

Kuroki, S., Yokoo, S., Terashi, H., Hasegawa, M., and Komori T., 2009,

Epithelialization in Oral Mucous Wound Healing in Terms of Energy

Metabolism, Kobe Journal Medical Science, 55(2): E5-E15.

Lorenz, H.P., and Longaker, M. T., 2008,Wounds : Biology, Pathology, and

Management, Springer Science, 2: 77.

Page 68: Skripsi Devia

52

Manurung, M., 2005. Penggunaan Kitosan Manik sebagai Adsorben untuk

Menurunkan Kadar Logam Ni. Skripsi, FKG USU. Medan. (Tidak

dipublikasi).

Martinez-Ruvalcaba and A. Sanchez-Diaz, 2009, Swelling Characterization and

Drug Delivery Kinetics of Polyacrylamide-co-itaconic Acid/Chitosan

Hydrogel, Express Polymer Letters, 3(1): 25- 32.

Meriatna, 2008, Penggunaan Membran Kitosan untuk Menurunkan Kadar Logam

Krom (Cr) dan Nikel (Ni) dalam Limbah Cair Industri Pelapis Logam.

Skripsi, FKG USU. Medan. (Tidak dipublikasi).

Miloro, M., 2000, Peterson’s Principles of Oral and Maxillifacial Surgery, British

Medical Journal, 1: 10-12.

Minami, S., Okamoto, Y., and Tanioka, S., 1992, Effect of Chitosan on Whound

Healing, Carbohydrates and carbohydrate polymer, 2: 141-152.

Mjor, I.A., and Fejerskov, O., 1990, Embriologi dan Histologi Rongga Mulut,

Penerbit Buku Kedokteran Widya Medika: Jakarta.

Moss, L., Salentjin and Klyvert, M., 1980, Dental and Oral Tissue an

Introduction for Paraprofesional in Dentistry, Ked&Febiger, Philadelphia.

Nagahama, H., Maeda, H., Kashiki, T., Jayakumar, R., Furuike, T., Tamura,

H.,2009, Preparation and Characterization of Novel Chitosan/Gelatin

Membranes using Chitosan Hydrogel, Carbohydrate Polymers,76:167-82.

Nanci, A., 2005, Ten Cate’s Oral Histology, Development, Structure, and

Function, edisi ke-6, Mosby Co: Canada.

Paleri, V., Staines, K., Sloan, P., Douglas, A., and Wilson, J., 2010, Evaluation of

Oral Ulceration in Primary Care, British Medical Journal, 340(c): 26-39.

Paul, W., and Chandra, P.S., 2004, Chitosan and Alginate Wound Dressing: A

Short Review, Trends Bioamter. Artif. Organs, 18(1): 18-23.

Philips, N., Auler., Hugo, R., and Gonzales, S., 2010, Beneficial Regulation of

Matrix Metalloproteinaso for Skin Health, Enzyme Res: 2011, 1-4.

Rajesndran, R., and Sivapathasundharam, B., 2009, Shafer’s Textbook of Oral

Pathology, Edisi ke-6, Elsevier: Noda.

Scully, C., Felix, D.H., 2005, Oral Medicine Update for Dental Practicioner

Apthouse and Other Common Ulcer, British Dental Journal, 199: 259-264.

Page 69: Skripsi Devia

53

Slaughter, B.V., Khurshid, S.S., Fisher, O.Z., Khademhosseini, A., Nicholas,

A.P., 2009, Hydrogel in Regenrative Medicine, Advanced Materials, 21:

3307-3329.

Sosrosoedirjo, B.I., 2007, Lompatan Besar Rekaya Jaringan di Bidang Kedokteran

Gigi dari Material Restorasi Menuju Biomaterial, Pidato Pengukuhan Guru

Besar, Universitas Indonesia: Jakarta.

Toole and Bryan P., 1998, Hyaluronan in Morphogenesis and Tissue remodelling,

http://glycoforum.gr.jp/science/hyaluronan/HA08/HA08E.html

Ueno, H., Mori, T.,Fujinaga, T., 2001, Topical Formultaion and Wound Healing

Applications of Chitosan, Advanced Drug Delivery Reviews, 52(2):105-115.

Youn, D.K., Hong, K.N., and Witoon, P., 2009, Physicochemical and Function

Properties of Chitosan Prepared from Shells of Crabs Harvested in Three

Different Years, Carbohydrate Polymers, 78: 41-45.

Zhao, Z., Zhi, W., Nan, Y., Shichang, W., 2002. A Novel N, O- Carboxymethyl

Amphoteric Chitosan/Poly(ethersulfone) Composite MF Membrane and Its

Charged Characteristic. Desalination. 144: 35 -39.

Page 70: Skripsi Devia

54

Lampiran I. Alur Penelitian

Persiapan dan pengelompokan

hewan coba

Pembuatan Membran

Kitosan 0,1%

Injeksi ketamin dan

pembuatan luka ulkus

Kelompok kontrol

(aquades)

Kelompok Perlakuan

(Membran Kitosan

0,1%)

Dekapitasi

Hari ke-3 (8ekor)

Dekapitasi

Hari ke-3 (8ekor)

Hari ke-5 (8ekor) Hari ke-5(8ekor)

Pembuatan sediaan histologis

Pengamatan dan pengukuran ketebalan lapisan epitel hari ke-3 dan ke-5

Analisis data

Page 71: Skripsi Devia

55

Lampiran II Hasil Penghitungan Ketebalan Lapisan Epitel

Hari ke 3

Pengamat ke 1 Pengamat ke 2

No Kontrol (µm) Perlakuan

(µm)

No Kontrol (µm) Perlakuan

(µm)

1 63.38 44.30 1 62.87 45.37

2 73.35 68.91 2 74.76 73.35

3 57.73 74.55 3 58.96 63.57

4 57.03 70.36 4 59.75 70.70

5 55.36 55.20 5 55.20 55.36

6 61.10 60.90 6 60.90 58.67

7 63.05 97.90 7 97.90 100.45

8 68.90 57.10 8 57.10 56.78

Rata- rata 62,4875 66,1525 65,93 65,5312

Hari ke 5

Pengamat ke 1 Pengamat ke 2

no Kontrol (µm) Perlakuan

(µm)

No Kontrol (µm) Perlakuan

(µm)

1 137.55 158.36 1 129.68 159.22

2 97.60 151.53 2 98.34 148.72

3 120.80 160.05 3 124.87 159.29

4 114.35 182.53 4 129.54 180.91

5 135.40 180.08 5 115.90 192.02

6 115.30 164.93 6 117.87 171.01

7 148.30 164.10 7 139.59 166.04

8 141.01 160.50 8 144.19 155.45

Rata- rata 126,288 165,26 124,9975 166,5825

Page 72: Skripsi Devia

56

Lampiran III. Analisis Data Penelitian

A. Rata-rata ketebalan epitel

Mean dari rata2 pengamaat 1 dan 2

rata2tebal perlakuanH3 KontrolH3 KontrolH5 PerlakuanH5

pengamat1 Mean 66.152500 62.487500 126.288800 165.260000

N 1 1 1 1

Std. Deviation . . . .

pengamat2 Mean 65.531300 65.930000 124.997500 166.582500

N 1 1 1 1

Std. Deviation . . . .

Total Mean 65.841900 64.208750 125.643150 165.921250

N 2 2 2 2

Std. Deviation .4392547 2.4342151 .9130870 .9351487

B. Uji Validitas

Correlations

tebal_epitel tebal_epitel2

tebal_epitel Pearson Correlation 1 .981**

Sig. (2-tailed) .000

N 32 32

tebal_epitel2 Pearson Correlation .981** 1

Sig. (2-tailed) .000

N 32 32

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

C. Uji Normalitas

Tests of Normality

kelompok

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

tebal_epitel perlakuan hari ke 3 .176 8 .200* .943 8 .643

kontrol hari ke 3 .192 8 .200* .933 8 .548

kontrol hari ke 5 .204 8 .200* .948 8 .686

perlakuan hari ke 5 .262 8 .112 .884 8 .207

Page 73: Skripsi Devia

57

D. Uji Homogenitas

Test of Homogeneity of Variance

Levene Statistic df1 df2 Sig.

tebal_epitel Based on Mean 2.689 3 28 .065

Based on Median 2.493 3 28 .081

Based on Median and with

adjusted df

2.493 3 21.706 .087

Based on trimmed mean 2.676 3 28 .066

E. Uji ANOVA Satu Arah ( One way Anova)

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

tebal_epitel Between Groups 59207.284 3 19735.761 112.572 .000

Within Groups 4908.888 28 175.317

Total 64116.172 31

tebal_epitel2 Between Groups 58193.913 3 19397.971 86.905 .000

Within Groups 6249.882 28 223.210

Total 64443.795 31

Page 74: Skripsi Devia

58

F. Uji LSD

Multiple Comparisons

tebal_epitel

LSD

(I) kelompok (J) kelompok

Mean

Difference (I-

J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

perlakuan hari ke 3 kontrol hari ke 3 3.66500 6.62037 .584 -9.8962 17.2262

kontrol hari ke 5 -60.13625* 6.62037 .000 -73.6975 -46.5750

perlakuan hari ke 5 -99.10750* 6.62037 .000 -112.6687 -85.5463

kontrol hari ke 3 perlakuan hari ke 3 -3.66500 6.62037 .584 -17.2262 9.8962

kontrol hari ke 5 -63.80125* 6.62037 .000 -77.3625 -50.2400

perlakuan hari ke 5 -102.77250* 6.62037 .000 -116.3337 -89.2113

kontrol hari ke 5 perlakuan hari ke 3 60.13625* 6.62037 .000 46.5750 73.6975

kontrol hari ke 3 63.80125* 6.62037 .000 50.2400 77.3625

perlakuan hari ke 5 -38.97125* 6.62037 .000 -52.5325 -25.4100

perlakuan hari ke 5 perlakuan hari ke 3 99.10750* 6.62037 .000 85.5463 112.6687

kontrol hari ke 3 102.77250* 6.62037 .000 89.2113 116.3337

kontrol hari ke 5 38.97125* 6.62037 .000 25.4100 52.5325

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Page 75: Skripsi Devia

59

Lampiran IV. Foto Pelaksanaan Penelitian

A. Pembuatan Membran Kitosan

Pencampuran Kitosan dengan Asam

Asetat dan natrium hidroksida

Centrifuse larutan kitosan hidrogel

Larutan kitosan hidrogel

Pencairan Gelatin

Page 76: Skripsi Devia

60

Pencampuran kitosan hidrogel

dengan gelatin

Pencetakan dan pengeringan kitosan

hidrogel

Membran kitosan yang sudah siap

pakai

Page 77: Skripsi Devia

61

B. Perlakuan pada hewan coba

Persiapan tikus

Perendaman kertas saringdalam

asam asetat

Pembiusan

Pembuatan ulkus

Pemberian membran kitosan

Page 78: Skripsi Devia

62

Lampiran V. Surat keterangan Lab

Page 79: Skripsi Devia

63

Lampiran VII. Identitas Peneliti

Nama : Devia Annisa Handoko

NIM : G1G009013

Tempat dan Tanggal Lahir : Padang, 14 Agustus 1991

Orang Tua : 1. Handoko

2. Zarmayetti

Agama : Islam

Alamat : Perumahan Tytyan Kencana Blok S2 no4, Rt 11

Rw 06, Margamulya, Bekasi Utara, Jawa Barat

Nomor Telepon : 087775901991

Riwayat Pendidikan :

1. TK Al-Hijrah : 1996-1997

2. SD Mutiara 17 Agustus : 1997-2003

3. SMP Negeri 2 Bekasi : 2003-2006

4. SMA Negeri 2 Bekasi : 2006-2009

5. Jurusan Kedokteran Gigi UNSOED : 2009-2014

Page 80: Skripsi Devia