Download - Skripsi Devia
PERBEDAAN KETEBALAN EPITEL PASCA PEMBERIAN MEMBRAN KITOSAN PADA PROSES PENYEMBUHAN ULKUS
MUKOSA LABIAL TIKUS Sprague dawley
SKRIPSI
Oleh:
DEVIA ANNISA HANDOKO
G1G009013
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEDOKTERAN GIGI
PURWOKERTO
2014
SKRIPSI
PERBEDAAN KETEBALAN EPITEL PASCA PEMBERIAN MEMBRAN KITOSAN PADA PROSES PENYEMBUHAN ULKUS
MUKOSA LABIAL TIKUS Sprague dawley
Diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan S1 Kedokteran Gigi dan Mencapai gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh:
DEVIA ANNISA HANDOKO
G1G009013
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEDOKTERAN GIGI
PURWOKERTO
2014
ii
HALAMAN PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Devia Annisa Handoko
NIM : G1G009013 Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis berjudul:
Perbedaan Ketebalan Epitel Pasca Pemberian Membran Kitosan Pada Proses Penyembuhan Ulkus Mukosa Labial Tikus Sprague dawley
Adalah benar-benar hasil karya ilmiah saya, tidak pernah atau sedang ditulis oleh
orang lain. Semua data yang saya sajikan adalah data yang diperoleh dari
penelitian yang saya lakukan, kecuali data-data yang bersumber dari kepustakaan
yang saya sebutkan sumbernya di dalam skripsi saya.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Purwokerto, 2014
Devia Annisa Handoko NIM. G1G009013
iii
PRAKATA
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan skripsi ini, yang merupakan
salah satu kewajiban dalam menyelesaikan pendidikan S1 di Jurusan Kedokteran
Gigi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan, Universitas Negeri Jenderal
Soedirman, Purwokerto.
Judul dari skripsi ini adalah Perbedaan Ketebalan Epitel Pasca Pemberian
Membran Kitosan Pada Proses Penyembuhan Ulkus Mukosa Labial Tikus
Sprague dawley. Laporan ini tidak dapat terwujud tanpa ridho dan karunia Allah
SWT Yang Maha Kuasa, serta bantuan dari semua pihak yang telah membantu
penulis dalam mengatasi segala kendala dan menyelesaikan laporan ini, oleh
karena itu pada kesempatan ini penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima
kasih yang setulusnya kepada:
1. Dr. drg. A. Haris Budi Widodo, M.Kes., A.P., S.IP., selaku Ketua Jurusan
Kedokteran Gigi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan,
Universitas Negeri Jendral Soedirman, Purwokerto dan pembimbing
pertama atas bimbingan dan arahan dari awal penulisan proposal hingga
terselesaikannya skripsi ini.
2. Drs. Priyo Susatyo, M.Si., selaku pembimbing kedua atas bimbingan,dan
arahan dari awal penulisan proposal hingga terselesaikannya skripsi ini.
3. dr. Evy Sulistyoningrum, M.Sc., dan Dhadhang Wahyu Kurniawan,
S.Si.,Apt,M.Sc selaku penelaah atas semua masukan dan saran yang
membangun dalam penulisan skripsi ini.
v
4. drg. Yudi Prasetya S., selaku anggota komisi tugas akhir yang telah
banyak membantu dan memberi saran serta motivasi dalam penulisan
skripsi ini.
5. drg. Arwita Mulyawati, MH.Kes., selaku pembimbing akademik yang
telah mendampingi selama proses perkuliahan.
6. Papa Handoko, M. Marine Eng., Mama Zarmayetti, Fadia Aldilla Handoko
dan Putri Wachyuni yang selalu memberikan inspirasi, semangat,
dukungan, perhatian, doa dan tempat berbagi cerita yang menjadi motivasi
terbesar dalam penyelesaian skripsi ini.
7. drg. Retno Ardhani, M.Sc., yang telah banyak membantu dan
membimbing dari awal prapenelitian hingga penelitian selesai.
8. Mba Ica, Bebeb, Aul, Oot, Bunga, Fadhlia, Vika, Pite dan teman-teman
KG 2009 yang memberi dukungan dan semangat dalam penyelesaian
skripsi ini.
9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak
membantu hingga terselesaikannya skripsi ini.
Penulis menyadari laporan penelitian ini masih jauh dari sempurna dan
masih banyak kekurangan. Penulis yakin bahwa tidak ada satupun karya dari
tangan manusia yang lahir dalam keadaan sempurna, maka segala kritik dan saran
yang bersifat konstruktif dari berbagai pihak sangat penulis harapkan. Kiranya
Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang melindungi dan memberkati
kita sekalian di setiap perjalanan hidup kita. Amiiin.
Purwokerto, 2014
Penulis
vi
JURUSAN KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS
KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO
2014
INTISARI
DEVIA ANNISA HANDOKO PERBEDAAN KETEBALAN EPITEL PASCA PEMBERIAN MEMBRAN KITOSAN PADA PROSES PENYEMBUHAN ULKUS MUKOSA LABIAL TIKUS Sprague dawley.
Ulkus pada rongga mulut merupakan kondisi terjadinya kerusakan epitel yang
mengenai ujung saraf pada tepi membran basalis hingga tepi lamina propia.
Kerusakan epitel ini mengakibatkan rasa sakit. Ulkus dalam rongga mulut dapat
sembuh namun perlu waktu beberapa hari, saat ini sedang dikembangkan bahan-
bahan alami untuk mempercepat penyembuhan luka salah satunya adalah kitosan.
Kitosan mempunyai sifat biokompatibilitas, aktivitas hemostatik, non toksik dan
sifat anti infeksi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan
ketebalan lapisan epitel dengan yang diberikan membran kitosan dan yang tidak
diberikan dalam proses penyembuhan luka ulkus pada hari ke-3 dan ke-5. Tiga
puluh dua tikus dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok kontrol dan
kelompok perlakuan. Perlakuan pada mukosa mulut rahang bawah dibuat ulkus
dengan menggunakan kertas saring yang direndam asam asetat 50%. Luka pada
kelompok perlakuan diberikan membran kitosan 0,1%, sedangkan untuk
kelompok kontrol hanya diberikan aquades. Delapan ekor tikus dari tiap kelompok
didekapitasi pada hari ke-3 dan ke-5 setelah perlukaan. Jaringan luka dibuat
preparat histologi dengan pengecatan Hemaktosilin Eosin (HE) untuk mengamati
ketebalan lapisan epitel. Data rata-rata ketebalan lapisan epitel dianalisis
menggunakan uji statistik one way ANOVA dilanjutkan dengan uji Post-Hoc
LSD. Pada uji beda LSD menunjukan bahwa rata-rata ketebalan lapisan epitel
pada kelompok perlakuan lebih tebal dibandingkan dengan kelompok kontrol pada
hari ke-3 dan ke-5. Simpulan penelitian ini adalah terdapat perbedaan ketebalan
lapisan epitel antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan pada hari ke-3
dan ke-5.
Kata Kunci : Ulkus, Membran Kitosan, Ketebalan Epitel, Penyembuhan Luka
vii
DEPARTMENT OF DENTISTRY FACULTY OF
MEDICINE AND HEALTH SCIENCES JENDERAL
SOEDIRMAN UNIVERSITY PURWOKERTO 2014
ABSTRACT
DEVIA ANNISA HANDOKO THE DIFFERENCES OF EPITHELIAL THICKNESS POST APPLICATING A CHITOSAN MEMBRANE TO THE WOUND HEALING PROCESS OF ULCER ON RAT ORAL MUCOSA
Ulcer in oral cavity is a condition of epithelial damages that affect the nerves
ending of basalis membrane to the lamina propria. Epithelial damages are causing
pain. Ulcer in oral cavity can heal, but it takes a few days, nowadays, there are
some natural ingredients that developed to be a material that can accelerate the
wound healing process, one of those ingredients is chitosan. Chitosan has the
properties of biocompatibility, hemostatic activity, non-toxic and anti-infective.
The purpose of this study was to determined the differences thickness of the
epithelial layer that be given a chitosan membrane and not on a wound healing
process especially at day 3th
and 5th
of those process. Thirty-two rats were divided
into two groups: control group and treatment group. The treatment was making an
ulcer on mandibular oral mucosa of rat using filter paper that soaked in 50% asetic
acid solution before. 0.1% chitosan membrane give to the ulcer in the treatment
group, while in the control group was given by distilled water only. Eight rats
from each group were decapitated at day 3th
and 5th
of the treatment. Preparing
histology was made with a colouration of Hemaktosilin Eosin (HE) to observed
the thickness of the epithelium. The average data of the epithelial layer thickness
was analyzed with one-way ANOVA statistical test and continued with post hoc
LSD test. LSD in various tests showed that the average thickness of the epidermis
is thicker in the treatment group compared with the control group at day 3th
and
5th
of treatment. The conclusion of this study, there was a difference thickness
between epithelial layer of the control group and the treatment group at day 3th
and 5th
of treatment.
Key word: Ulcer, Membran Chitosan, Thicknes Epitel, Wound Healling
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ................................................................................... i
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... ii HALAMAN PERNYATAAN ...................................................................... iii HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iv
PRAKATA .................................................................................................... v
INTISARI ..................................................................................................... vii
ABSTRACT ................................................................................................ viii
DAFTAR ISI ................................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xiii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................1
A. Latar Belakang ..............................................................................1
B. Perumusan Masalah .................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian .........................................................................5
D. Manfaat Penelitian ........................................................................5
E. Keaslian Penelitian ......................................................................6
BAB II TELAAHPUSTAKA.......................................................................8
A. Landasan Teori .................................................................................7
1. Kitosan ...............................................................................7
ix
2. Epit
el. . .. . . . .. . . . . .. . . . .. . . . .. .
. .. . . . .. . . . . .. . . . .. . . . .. . . . . .. . . . .. . . . .. .
. .. . . . .. . . . . .. . 12
3. Epitelis
asi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . 16
4.
M
e
m
b
r
a
nK
itosa
n......... ............ .......
................. ............ ..... 18
5.Penyembuhan Luka pada mukosa mulut ........................... 19
B. Kerangka Teori................................................................................... 25
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................. 26
A. Kerangka Konsep ........................................................................ 26
B. Hipotesis ...................................................................................... 27
C. Jenis Penelitian ............................................................................ 27
D. Lokasi dan Waktu Penelitian....................................................... 27
E. Variabel Penelitian ...................................................................... 27
F. Definisi Operasional .................................................................... 28
G. Sampel Penelitian ........................................................................ 29
H. Sumber Data ................................................................................ 29
I. Instrumen Penelitian .................................................................... 29
J. Cara Kerja ................................................................................... 31
K. Ringkasan Cara Kerja.................................................................. 35
L. Analisis Data ............................................................................... 36
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................. 37
A. Hasil Penelitian ........................................................................ 37
B. Pembahasan .............................................................................. 43
BAB V SIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 49
A. Simpulan................................................................................... 49
B. Saran .. ...... ...... ...... ...... ...... ...... ...... ...... ....
.. ...... ...... ...... ...... ...... ... 49
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 50
LAMPIRAN ............................................................................................... 54
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Kitin ....................................................................................... 9
Gambar 2.2 Kitosan................................................................................... 9
Gambar 2.3 Lapisan dari epitel ................................................................. 16
Gambar 2.4 Fase Inflamasi........................................................................ 21
Gambar 2.5 Fase Proliferasi ...................................................................... 23
Gambar 2.5 Fase Remodeling ................................................................... 24
Gambar 2.6 Diagram Kerangka Teori ....................................................... 25
Gambar 3.l Diagram Kerangka Konsep .................................................... 26
Gambar 3.5 Ringkasan Cara Kerja ............................................................ 35
Gambar 4.1 Histogram Rata-Rata Ketebalan Lapisan Epitel .................... 38
Gambar 4.2 Foto Mikroskopik Jaringan Lapisan Epitel hari ke-3 ............ 42
Gambar 4.3 Foto Mikroskopik Jaringan Lapisan Epitel hari ke-5 ............ 43
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian ...................................................................... 6
Tabel 3.1 Definisi Operasional.................................................................. 28
Tabel 4.1 Hasil Uji Normalitas ................................................................. 39
Tabel 4.2 Hasil Uji Homogenitas .............................................................. 39
Tabel 4.3 Hasil Uji One Way Anova .........................................................40
Tabel 4.4 Hasil Uji Beda LSD ...................................................................41
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Alur Penelitian ...................................................................... 54
Lampiran 2. Hasil Penghitungan Ketebalan Lapisan Epitel ..................... 55
Lampiran 3. Analisi Data Penelitian ......................................................... 56
Lampiran 4. Foto Pelaksanaan Penelitian ................................................. 59
Lampiran 5. Surat Keterangan Lab ........................................................... 62
xiii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ulkus pada mulut merupakan kondisi terjadinya kerusakan epitel
dalam rongga mulut yang mengenai ujung saraf pada membran basalis
yang berdekatan dengan lamina propia. Kerusakan epitel ini
mengakibatkan rasa sakit saat makan pedas atau asam yang sering
dikeluhkan pasien (Scully dan Felix, 2005). Ulkus pada mulut bersifat akut
jika durasinya kurang dari 3 minggu dan menjadi kronis ketika durasinya
lebih dari 3 minggu. Ulkus disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya
adalah tekanan pengunyahan yang memicu terjadinya trauma dan
menyebabkan terjadinya ulkus (Paleri dkk, 2010). Proses penyembuhan
luka pada ulkus mukosa mulut sama dengan proses penyembuhan luka
sobek (Herriyadi, 2012).
Penyembuhan luka pada mukosa mulut lebih cepat daripada kulit.
Penyembuhan antara kulit dan mukosa mulut memiliki perbedaan yaitu
pola keratinisasi epitel dan sistem pertahanan terhadap tekanan eksternal
(Kuroki dkk, 2009). Berdasarkan klasifikasinya epitel mukosa mulut
termasuk epitel pipih berlapis atau epithelium stratificatum squamous non
cornificatum. Epitel tersebut termasuk kategori berlapis karena memiliki
tiga stratum atau lapisan (Balogh dan Fehrenbach, 2006). Ketebalan antara
2
stratum-stratum atau epitelisasi berperan sebagai indikator terjadinya
penyembuhan luka (Herriyadi, 2012).
Proses penyembuhan luka terjadi melalui 3 tahapan yaitu fase
inflamasi, fase proliferasi dan fase maturasi (Baxter, 1994). Fase inflamasi
merupakan fase terjadinya hemostasis yang kemudian diikuti inflamasi
akut. Fase proliferasi ditandai dengan adanya fibroplasia, granulasi, dan
epitelisasi. Fase maturasi adalah fase yang digambarkan sebagai adanya
bekas luka (Lorenz dan Longaker, 2008). Proses penyembuhan luka
merupakan aspek penting dalam bidang kedokteran gigi, untuk itu
penelitian terus dilakukan untuk membantu mempercepat terjadinya proses
penyembuhan luka di bidang kedokteran gigi.
Saat ini bidang kedokteran gigi telah memanfaatkan bahan alam
sebagai material klinis dan laboratoris, salah satunya adalah kitosan
(Sosrosoedirdjo, 2007). Kitosan mempunyai sifat biokompatibilitas,
aktivitas hemostatik, non toksik dan sifat anti infeksi. Kitosan juga
memiliki aktivitas biologi dan mempengaruhi fungsi makrofag dalam
membantu mempercepat proses penyembuhan luka (Paul dan Chandra,
2004). Kitosan ini membantu dalam mempercepat proses re-epitelisasi
luka dan regenerasi saraf dan regenerasi pembuluh darah dermis (Minami
dkk, 1992).
Kitosan merupakan salah satu polisakarida yang terdiri dari unit N-
asetil glukosamin dan glukosamin (Alsarra, 2009). Kitosan secara perlahan
akan melepaskan N-asetil glukosamin yang dapat merangsang proliferasi
3
fibroblas dan membantu mempersiapkan deposisi kolagen serta
merangsang peningkatan sistem asam hialuronik (Paul dan Chandra,
2004). Asam hialuronik merupakan komponen utama matriks ekstraseluler
dan berperan penting dalam perbaikan jaringan (Hollander dkk, 2000).
Asam hialuronat dalam membantu proliferasi sel adalah memfasilitasi
migrasi sel dengan menciptakan jalur sehingga proses migrasi sel
berlangsung lebih cepat. Migrasi sel berperan penting dalam memperbaiki
kontinuitas epitel (Toole dan Bryan, 1998). Proses tersebut merupakan
tahapan dalam penyembuhan luka yaitu pada fase proliferasi.
Asam hialuronat pada proses proliferasi juga merangsang terjadinya
mitosis sel, mitosis berperan penting untuk terjadinya regenerasi sel. Sel
yang melakukan mitosis akan berprolierasi maksimum. Proliferasi ini akan
terlihat dengan adanya pertambahan ketebalan epitel (Buchanan dkk,
1998). Pertumbuhan ketebalan epitel dapat dipercepat dengan adanya
kitosan (Herriyadi, 2012).
Sediaan kitosan dibuat dalam suasana asam sehingga perlu
dikembangkan sediaan yang tidak memiliki suasana asam. Sediaan yang
dikembangkan berbentuk membran dengan mencampurkan kitosan
hidrogel dengan gelatin (Nagahama dkk, 2009). Kitosan hidrogel dapat
mempercepat proses hemostatik, secara signifikan menginduksi kontraksi
luka, mempercepat penyembuhan luka dan mempercepat penutupan luka
(Ahearcane dan Young, 2008). Kitosan untuk penyembuhan luka biasanya
dalam bentuk sediaan obat topikal yaitu berbentuk gel.
4
Pemakaian obat topikal untuk rongga mulut akan mudah hilang
akibat adanya aliran saliva dan pergerakan mulut, sehingga dibutuhkan
polimer bioadhesif yang dapat dikombinasikan dengan pemacu penetrasi
dan dapat meningkatkan drug delivery sistem (Karsa dan Sthepenson,
1996). Pencampuran kitosan biasanya dengan polimer alami maupun
sintetis seperti gelatin. Gelatin merupakan model makromolekul yang
menjadi pilihan karena memiliki sifat antigen yang rendah, dapat dengan
mudah ditemukan dan sebelumnya digunakan dalam formulasi parenteral
(Jain, 2008). Gelatin mudah untuk dibentuk membran dengan perubahan
suhu larutan dan memiliki sifat biokompatibel.
Penambahan gelatin pada kitosan hidrogel dimaksudkan untuk
membentuk sifat fisik kitosan hidrogel yang optimal agar dapat
diaplikasikan secara topikal dalam bentuk membran. Berdasarkan latar
belakang tersebut peneliti tertarik untuk membuat membran kitosan
hidrogel, yang selanjutnya dapat digunakan sebagai media untuk
mempercepat terjadinya re-epitelisasi pada penyembuhan luka.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut, apakah terdapat perbedaan ketebalan epitel
pasca pemberian membran kitosan selama 3 dan 5 hari pada proses
penyembuhan ulkus mukosa labial tikus Sprague dawley.
5
C. Tujuan Penelitian
1. Mendeskripsikan ketebalan epitel gingiva antara yang tidak diberi
dengan yang diberi membran kitosan pada hari ke-3 dalam proses
penyembuhan ulkus mukosa labial tikus Sprague dawley.
2. Mendeskripsikan ketebalan epitel gingiva antara yang tidak diberi
dengan yang diberi membran kitosan pada hari ke-5 dalam proses
penyembuhan ulkus mukosa labial tikus Sprague dawley.
3. Membandingkan ketebalan epitel gingiva antara yang tidak diberi
dengan yang diberi membran kitosan pada hari ke-3 dan ke-5 dalam
proses penyembuhan ulkus mukosa labial tikus Sprague dawley.
D. Manfaat Penelitian
1. Teoritis
Menambah referensi tentang perbedaan ketebalan sel epitel
pasca pemberian membran kitosan pada proses penyembuhan ulkus
mukosa labial tikus Sprague dawley.
2. Praktis
Memberikan informasi ilmiah tentang manfaat penggunaan
kitosan (membran kitosan) di bidang kedokteran gigi dan digunakan
untuk penelitian selanjutnya.
6
E. Keaslian Penelitian
Beberapa penelitian tentang penggunaan membran kitosan sebagai
penyembuh luka telah banyak dilakukan, tentunya dengan variabel, sampel,
lokasi penelitian, tahun penelitian yang berbeda. Penelitian tersebut terlihat
pada Tabel 1.1 berikut ini
Tabel 1.1 Keaslian penelitian
No. Penelitian Sebelumnya Persamaan Perbedaan
1. Judul:
Preparation and Characterization of
Novel Chitosan/Gelatin Membranes
using Chitosan Hydrogel
Peneliti: Nagahama
Tahun:
2009
Dipublikasikan:
Carbohydrate Polymers
Pembuatan
membran kitosan
sebagai
penyembuh luka
Penelitian yang
terdahulu
melakukan uji
SEM, uji
kekuatan tarik
membran,
kekuatan panas
membran
2. Judul:
Effect of chitosan on dental bone
repair
Peneliti:
Fatemeh Ezoddini-Ardakani
Tahun:
2011
Dipublikasikan:
Journal Health
Menggunakan
kitosan sebagai
bahan
penyembuhan
luka.
Meneliti kitosan
sebagai bahan
untuk
memperbaiki
tulang soket
pasca
pencabutan gigi.
3. Judul:
Pengaruh Aplikasi Membran Kitosan-
Gelatin terhadap Jumlah Pembuluh
Darah dan Kepadatan Kolagen pada
Proses Penyembuhan Ulkus Mukosa
Bibir (Kajian In Vivo pada Sprague
dawley)
Peneliti:
Finsa
Tahun: 2012
Tidak dipublikasikan:
Skripsi FKG UGM
Menggunakan
membran kitosan
sebagai bahan
untuk
mempercepat
penyembuhan
luka
Pada penelitian
terdahulu
dilakukan untuk
melihat jumlah
pembuluh darah.
7
Lanjutan Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
4. Judul:
Pengaruh Aplikasi Topikal Gel Kitosan
terhadap Ketebalan Sel Epitel pada
Penyembuhan Luka Gingiva Labial
Peneliti: Herriyadi
Tahun:
2012
Tidak dipublikasikan:
Skripsi FKG UGM
Mengetahui
ketebalan sel
epitel pada
penyembuhan
luka
Penelitian yang
terdahulu
membuat bahan
gel kitosan
untuk melihat
perbedaan
ketebalan sel
epitel pada
penyembuhan
luka gingiva
labial
8
BAB II
TELAAH PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Kitosan
Kitin sebagai prekursor kitosan pertama ditemukan pada tahun 1811
oleh Henri Braconnot yang diisolasi dari jamur, dan 10 tahun kemudian
ditemukan kitin dari kulit serangga. Kitin merupakan polimer kedua
terbesar di bumi setelah selulosa dan merupakan konstituen utama dari
kulit luar binatang air krustacea. Kitosan ditemukan oleh C. Rouget pada
tahun 1859 dengan cara mencampurkan kitin dengan kalium hidroksida
pekat. Tahun 1934, dua paten didapatkan oleh Rigby yaitu penemuan
mengenai pengubahan kitin menjadi kitosan dan pembuatan film dari serat
kitosan (Manurung, 2005).
Perkembangan penggunaan kitin dan kitosan meningkat pada tahun
1940-an, dan semakin berkembang pada tahun 1970-an seiring dengan
diperlukannya bahan alami dalam berbagai bidang industri. Sejak saat itu,
penelitian tentang kitosan telah berkembang dengan pesat melalui usaha
pelopor seperti Muzzarelli. Perkembangan aplikasi baru dari kitosan
disebabkan polisakarida ini bukan hanya terdapat secara melimpah di
alam, akan tetapi juga bersifat tidak beracun dan dapat terurai di alam
(biodegradable) (Meriatna, 2008).
9
Penggunaan kitosan dalam aplikasi farmasi dan kesehatan
berkembang pada pertengahan 1980-an. Kitosan adalah suatu polisakarida
yang diperoleh melalui deasetilasi kitin. Perbedaan antara kitin dan kitosan
terdapat dalam derajat deasetilasinya. Kitosan mempunyai derajat
deasetilasi 80–90%, akan tetapi kebanyakan publikasi menggunakan
istilah kitosan apabila derajat deasetilasi lebih besar 70%. Derajat
deasetilasi (DD) merupakan salah satu dari parameter utama yang
menentukan karakteristik kitosan. Struktur kimia dari kitin dan kitosan
dapat dilihat pada Gambar 2.1 dan 2.2:
Gambar 2.1 Kitin (poli-N-asetil-glukosamin)
Sumber: Muzzarelli 1978
Gambar 2.2 Kitosan (poli-glukosamin)
Sumber: Muzzarelli 1978
Berdasarkan Gambar 2.1 dan 2.2 terlihat kitin mengandung gugus
asetamida (NH-COCH3) dan kitosan murni mengandung gugus amino
(NH2). Perbedaan gugus tersebut yang mempengaruhi sifat-sifat kimia
senyawa ini. Perbedaan antara kitin dan kitosan adalah berdasarkan
kandungan nitrogennya, bila nitrogen kurang dari 7% maka polimer
10
disebut kitin dan apabila nitrogennya lebih dari 7% maka polimer disebut
kitosan (Meriatna, 1992).
Proses utama dalam pembuatan kitosan meliputi penghilangan
protein (deproteinisasi) dan kandungan mineral (demineralisasi) melalui
proses kimiawi yang masing-masing dilakukan dengan menggunakan
larutan basa dan asam. Selanjutnya, kitosan diperoleh melalui proses
deasetilasi dengan cara memanaskan dalam larutan basa (Minami, 2008).
Kitosan tidak larut dalam air tapi larut dalam pelarut asam dengan
pH dibawah 6,0. Pelarut yang umum digunakan untuk melarutkan kitosan
adalah asam asetat 1%, dengan pH sekitar 4,0 sedangkan pH di atas 7,0
stabilitas kelarutan kitosan sangat terbatas. Penggunaan dengan pH
tinggi, cenderung terjadi pengendapan dan larutan kitosan membentuk
kompleks polielektrolit dengan hidrokoloid anionik menghasilkan gel.
Kitosan merupakan polielektrolit kationik (pKa 6,5), yang mengandung
gugus amino hal yang sangat jarang terjadi secara alami, karena sifatnya
yang basa ini, maka kitosan (Manurung, 2005):
a. Dapat larut dalam media asam encer membentuk larutan yang kental,
sehingga dapat digunakan untuk pembuatan gel dalam beberapa
variasi konfigurasi seperti butiran, membran, pelapis, kapsul, serat
dan spons.
b. Membentuk kompleks yang tidak larut dalam air dengan
polielektrolit anion yang dapat digunakan untuk pembuatan butiran,
gel, kapsul, dan membran.
11
c. Dapat digunakan sebagai pemisah ion logam berat dimana gelnya
menyediakan sistem proteksi terhadap efek destruksi dari ion.
Protein pada kitin telah dibuang dengan proses deproteinisasi
(penghilangan protein) meskipun sudah dilakukan proses tersebut namun
bahan ini tidak dapat dikonsumsi atau digunakan untuk seseorang yang
mempunyai alergi makanan laut (Zhao dkk, 2002). Kitosan memiliki sifat
hemostatik, dapat mempunyai fungsi protektif sehingga membantu dalam
proses penyembuhan luka yang optimal. Kitosan juga meningkatkan
fungsi sel inflamasi, seperti sel PMN, makrofag dan fibroblast.
Kemampuan sel PMN ditingkatkan dalam fagositosis, sedangkan
fibroblast akan meningkat dalam memproduksi interleukin-8 (Ueno dkk,
2001). Mekanisme kitosan dalam mempercepat proses penyembuhan luka
adalah dengan mengaktifkan komplemen dengan jalur alternatif
Aktivasi untuk jalur alternatif berhubungan dengan pembentukan
molekul C3b, nantinya molekul ini akan menghasilkan suatu sitokin yang
berfungsi mengaktifkan PMN makrofag, kontraksi otot polos, kontraksi
endotel dan degradasi sel mast, eosinofil serta basofil (Ishihara dkk, 2002).
Kitosan berperan penting pada proses pembentukan C3b karena kitosan
memiliki banyak gugus hidroksil dan gugus amino. Berdasarkan
komplemen yang telah aktif akan mempercepat migrasi PMN pada proses
inflamasi. Migrasi PMN akan memicu migrasi makrofag. Kitosan juga
akan meningkatkan faktor pertumbuhan oleh makrofag, faktor tersebut
yang berfungsi memicu proliferasi fibroblast dan produksi matriks
12
ekstraseluler. Fibroblas berperan penting dalam proses penyembuhan luka
(Ueno, 2001).
2. Epitel
Jaringan epitel terdiri dari sel-sel polihedral yang berkumpul dengan
erat dengan sedikit intersel, pelekatan diantara sel-sel ini kuat. Jaringan
epitel membentuk lapisan yang menutupi permukaan tubuh dan melapisi
rongga-rongganya. Jaringan epitel mempunyai fungsi –fungsi berikut ini :
a. Menutupi dan melapisi permukaan, misalnya epitel di kulit
b. Absorbsi, misalnya di usus, bagian proksimal tubulus kontortus nefron
c. Sekresi, misalnya epitel kelenjar
d. Sensoris, misalnya neuroepitel
e. Kontraktil, misalnya mioepitel
f. Proteksi, misalnya epitel di ureter dan, kulit
Epitel berasal dari ketiga lapis benih embrio :
a. Lapisan ektodermal membentuk epitel yang melapisi kulit, mulut,
hidung dan anus.
b. Lapisan endodermal membentuk epitel yang melapisi sistem
pernapasan, traktus digestivusdan kelenjar-kelenjar traktus digestivus
seperti pankreas dan hati.
c. Lapisan mesodermal membentuk epitel lain seperti ginjal.
Mukosa rongga mulut dapat dibagi menjadi 3 tipe yaitu lining
mucosa, masticatory mucosa dan specialized mucosa berdasarkan
13
gambaran histologi secara umum dari sebuah jaringan. Lining mukosa
(mukosa penutup) yaitu melapisi daerah pipi bibir, palatum lunak dan area
sublingual. Masticatory mukosa (mukosa pengunyahan) yang melapisi
gingiva cekat dan palatum keras, kemudian specialed mucosa (mukosa
khusus) mukosa melapisi permukaan lidah yang terdapat papila dan taste
bud (Balogh dan Fahrenbach, 2006).
Lining mucosa atau mukosa berlapis merupakan tipe mukosa yang
dinamai karena tekstur permukaannya yang lembut, permukaannya yang
lembap, dan memiliki kemampuan untuk meregang dan ditekan, beraksi
sebagai bantalan dari struktur yang berada dibawahnya. Mukosa berlapis
meliputi mukosa bukal, mukosa labial, mukosa alveolar, dan mukosa dasar
rongga mulut, mukosa di ventral lidah, dan mukosa di palatum
mole.Secara histologi, mukosa berlapis terdiri dari epitel skuamosa
berlapis dan tidak berkeratin.
Berbeda dengan mucosa masticatory, mukosa berlapis memiliki
interface antara epitel dan lamina propia secara umum lebih lembut,
dengan lebih sedikit jumlah rete ridges yang tampak jelas, dan papilla
jaringan ikat. Mukosa berlapis juga memiliki elastic fibers di dalam lamina
propia juga mendukung keelastisan dari dasar jaringan tersebut. Umumnya
akan terdapat submukosa dibawah lamina propia dan di atas jaringan otot,
submukosa memungkinkan menyebabkan suatu tekanan pada lapisan
superfisial jaringan otot tersebut. Gambaran histologi ini membuat mukosa
tipe lining ini sebagai mukosa yang layak dan dibutuhkan berada di rongga
14
mulut karena mukosa dengan movable base dibutuhkan untuk fungsi
bicara, mastikasi, dan mengunyah. Beberapa area dengan lining mucosa
terutama mukosa bukal dan mukosa labial terdapat Fordyce’s spot atau
Fordyce’s granules. Fordyce’s spot ini merupakan variasi normal, terlihat
sebagai penaikkan di atas permukaan mukosa berbentuk kecil dan
berwarna kekuningan. Spot ini menyerupai deposit sebum atau minyak
yang berasal dari glandula sebasea yang tidak pada tempatnya, misalnya
berada pada area submukosa folikel rambut (Balogh dan Fahrenbach,
2006).
Epitel pada mukosa berlapis adalah epithelium stratificatum
squamous non cornificatum (Epitel squamous berlapis tidak berkeratin).
Epitel ini berada di lapisan superfisial dari lining mucosa, seperti mukosa
di labial, bukal, alveolar, dasar mulut, ventral lidah dan palatum mole.
Jaringan pada lining mucosa memiliki gambaran histologi antar epitelnya
yang sama walaupun terdapat sedikit perbedaan. Epitel nonkeratin
merupakan bentukkan epitel yang paling banyak di dalam rongga mulut.
Setiap jaringan lining mucosa setidaknya memiliki 3 lapisan pada
epitelnya.
Lapisan basal atau stratum basale merupakan lapisan terdalam dari
3 lapisan tersebut. Lapisan basal ialah selapis sel epitel kuboidal yang
berada di atas membran basal, dan di bawah lamina propia. Lapisan basal
memproduksi lamina basal pada membran basalis.Lapisan basalis juga
bersifat germinatif karena hasil mitosis dari sel epitel muncul pada lapisan
15
ini, namun mitosis tersebut hanya dapat terlihat saat sel mengalami
pembesaran akibat mitosis pada level yang tertinggi.
Lapisan kedua setelah lapisan basal yang juga termasuk dalam epitel
tidak berkeratin disebut intermediate layer atau stratum intermedium.
Intermediate layer ini terdiri dari sel yang besar, bertumpuk, berbentuk
polihedral. Sel-sel ini memiliki ukuran yang lebih besar dari sel-sel di
lapisan basalis karena mereka memiliki kandungan cairan yang lebih
banyak di dalam sitoplasma selnya. Sel-sel pada intermediate layer telah
kehilangan kemampuannya untuk melakukan mitosis saat sel-sel tersebut
bermigrasi. Intermediate layer merupakan lapisan yang memenuhi
sebagian besar dari epitel nonkeratin.
Lapisan paling superfisial dari epitel non keratin disebut lapisan
superfisial atau stratum superficiale. Secara histologi, cukup sulit untuk
melihat batas antara lapisan superfisial dan intermediate layer di mucosa
lining. Lapisan ini menunjukkan gambaran histologi dengan adanya
tumpukan sel epitel polihedral yang menyerupai sel epitel pada
intermediate layer walaupun dalam ukuran yang lebih besar dengan sel
terluarnya berbentuk rata atau dinamakan squames. Squames ini akan
hilang seiring dengan bertambahnya umur sel dan kematian sel serta
pergantian jaringan (regenerasi jaringan). Kematangan dari jaringan
tersebut hanya terlihat sebagai penambahan jumlah dari sel saat mereka
bermigrasi ke arah superfisial (Balogh dan Fahrenbach, 2006).
16
Gambar 2.3 Lapisan- Lapisan dari epithelium stratificatum squamous non
cornificatum (Epitel squamous berlapis tidak berkeratin) pada
bagian mukosa bibir bagian dalam
Sumber: Leslie dan James, 1994.
3. Epitelisasi
Epitelisasi dalam proses penyembuhan luka, terjadi pada fase
proliferasi. Terjadinya kehilangan jaringan dan tepi luka tidak dapat
disatukan kembali, maka luka akan berkontraksi dan jaringan granulasi
mengisi area luka dan epitelisasi terjadi disekitar permukaan luka. Sel-sel
epitel mulai berproliferasi di pinggiran luka dibawah bekuan darah
melewati zona neutrofil dan di atas jaringan granulasi. Luka tertutup
sempurna melalui proses migrasi, sel menjadi kolumnar dan berlapis
(Rajesndran dan Sivapathasundharam, 2009).
Lapisan Superficial
Lapisan Basal
Lapisan Intermediate
Ep = Epithel
BV = Blood Vascullar
17
Respon seluler dari sel epitel terhadap suatu jejas dapat dibagi
menjadi empat tahap yaitu mobilisasi, migrasi, proliferasi dan diferensiasi.
Respon pertama epitel adalah mobilisasi yang dimulai setelah 12-24 jam.
Proses ini melibatkan lepasnya sel individual sebagai persiapan migrasi.
Sel yang dekat dengan luka menjadi fagosit, menelan debris jaringan dan
eritrosit. Epitelisasi paling cepat pada luka superfisial ketika membran
basalis utuh (Andreasen dkk, 2007).
Dasar luka tertutupi oleh lapisan epitel pada hari ke-2 dan 3. Migrasi
sel epitel terjadi selapis demi selapis. Fibronektin dari fibrin membentuk
matriks sementara sebagai jalur untuk sel epitel agar dapat bermigrasi.
Fibronektin yang terdapat di tepi luka oleh sel epidermal bergeser ke
matriks fibronektin yang terdeposisi. Sel motil yang mensekresikan
fibronektin sebagai membran basal sementara dan menggunakan aktivator
kolagenase dan plasminogen untuk memfasilitasi perjalanan sel melalui
jaringan ikat reparatif (Andreasen dkk, 2007).
Substansi yang dibutukan sebagai substrat untuk migrasi sel adalah
serabut kolagen, fibrin dan fibronektin. Fibronektin merupakan substrat
untuk pergerakan sel dan memiliki kapasitas mengikat sel epitel, sama
halnya dengan monosit fibroblas dan sel endotel. Proliferasi sel epitel
mulai setelah 1 sampai 2 hari. Aktivitas mitosis maksimal ditemukan pada
hari ke-3 dan berlanjut sampai epitelisasi telah sempurna dan sel epitel
kembali pada fenotip normalnya dan telah berkontak kembali dengan
membran basalis dengan diferensiasi (Andreasen dkk, 2007).
18
Luka sudah menutup pada hari ke-5 dan pada hari ke-7 lapisan epitel
telah sempurna. Penebalan epitel berlanjut dan berangsur-angsur menurun
hingga mencapai ketebalan normal. Stimulus yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan sel epidermal dan penutupan luka adalah kalsium dalam
konsentrasi rendah, IL-1, bFGF, EGF, PDGF dan TGF-α (Bartold dkk,
2000).
4. Membran Kitosan
Membran kitosan adalah contoh membran polikationik. Membran
kitosan pertama kali dibuat dan dikarakterisasi oleh Muzzarelli dan teman-
temannya pada tahun 1974 (Zhao, 2002). Membran dari polimer kitosan
ini memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan membran sintesis,
diantaranya dari ketersediaan bahan baku. Kitosan merupakan
biopolimer yang keberadaannya melimpah di alam setelah selulosa. Hal
ini tentu saja menguntungkan dari segi biaya pembuatan membran yang
berbahan dasar polimer kitosan. Membran kitosan pada umumnya
memiliki kapasitas yang lebih rendah daripada bubuk kitosan. Membran
ini memiliki banyak kegunaan dalam berbagai bidang, misalnya dalam
bidang kedokteran (salah satunya sebagai pembalut luka) maupun dalam
bidang lain seperti proses pengolahan air dan limbah industri (Youn dkk,
2009).
Kitosan sebagai penyembuh luka awalnya dilakukan dalam bentuk
hidrogel, namun pada rongga mulut obat topikal akan mudah hilang akibat
19
adanya aliran saliva dan pergerakan mulut. Karena itu dibutuhkan polimer
bioadhesif yang dapat dikombinasi dengan pemacu penetrasi dan dapat
meningkatkan meningkatkan drug delivery sistem (Karsa dan Sthepenson,
1996). Pencampuran kitosan biasanya dengan polimer alami maupun
sintetis seperti gelatin (Youn dkk, 2009). Gelatin merupakan model
makromolekul yang menjadi pilihan karena memiliki sifat antigen yang
rendah, dapat dengan mudah ditemukan dan sebelumnya digunakan dalam
formulasi parenteral (Jain, 2008). Gelatin dapat dengan mudah
membentuk gel dengan perubahan suhu larutan dan memiliki sifat
biokompatibel. Penambahan gelatin dilakukan dengan tujuan untuk
membentuk sifat fisik kitosan hidrogel paling baik agar dapat
diaplikasikan secara topikal dalam bentuk membran.
5. Penyembuhan luka pada mukosa mulut
Luka adalah kerusakan pada kontinuitas jaringan tubuh yang
biasanya disertai dengan kehilangan substansi jaringan, luka
mengakibatkan adanya pemutusan kontinuitas jaringan baik secara
anatomis maupun fungsional yang diikuti oleh kematian atau kerusakan
seluler (Pinheiro dkk., 2004). Penyembuhan luka adalah proses paling
kompleks dalam fisiologi manusia yang melibatkan serangkaian reaksi dan
interaksi kompleks antara sel dan mediator. Luka akan mengalami
serangkaian proses perbaikan dan penyembuhan, dengan cara
20
memperbaiki sel dan mengganti sel yang rusak oleh jaringanbaru yang
sempurna atau terbentuk jaringan granulasi (Sudiono,2003).
Secara histologis, proses penyembuhan luka akan memperlihatkan
adanya berbagai perubahan pada area luka seperti perubahan jumlah sel
radang, vaskularisasi, peningkatan jumlah sel epitel, fibroblas dan serabut
kolagen (Kumar dkk, 1999). Proses penyembuhan luka dibagi menjadi 3
fase yaitu inflamasi, proliferasi dan remodeling.
a. Fase Inflamasi
Fase ini terbagi atas hemostasis dan respon inflamasi.
Hemostasis adalah kondisi dimana terjadi konstriksi pembuluh darah
dan membawa platelet menghentikan pendarahan. Bekuan darah
membentuk sebuah matriks fibrin yang mencegah masuknya
organisme infeksius. Respon inflamatori adalah saat terjadi
peningkatan aliran darah pada luka dan permeabilitas vaskuler plasma
menyebabkan kemerahan dan bengkak pada lokasi luka. Sel darah
putih yang telah sampai diluka melalui suatu proses, netrofil
membunuh bakteri dan debris yang kemudian akan mati dan
meninggalkan eksudat yang menyerang bakteri dan membantu
perbaikan jaringan. Monosit menjadi makrofag, selanjutnya makrofag
membersihkan sel dari debris oleh sel fagositosis. Meningkatkan
perbaikan luka dengan mengembalikan asam amino normal dan
glukosa jaringan membawa bahan-bahan dan nutrisi yang diperlukan
pada proses penyembuhan. Akhirnya daerah luka tampak merah dan
21
sedikit bengkak. Selama sel berpindah leukosit (netrofil) berpindah ke
daerah interstitial. Tempat ini ditempati oleh makrofag yang keluar
dari monosit setelah cedera atau luka. Makrofag ini menelan
mikroorganisme dan sel debris melalui proses yang disebut
fagositosis. Respon inflamatori ini sangat penting bagi proses
penyembuhan (Potter, 1998).
Gambar 2.4 Fase Inflamasi. Tahap ini berlangsung setelah terjadinya trauuma.
Proses utama yang terjadi di antaranya adalah hemostasis, membuang
jaringan non-vital, dan mencegah infeksi mikroba.
Sumber: Herriyadi, 2012
b. Fase Proliferasi
Fase ini meliputi epitelisasi, angiogenesis dan fibroplasias yang
ditandai oleh pembentukan jaringan granulasi, pembentukan
cappilary bed, proliferasi fibroblas, makrofag dan penyusunan ECM
(Philips, 2010). Fibroblas menjadi sel dominan dan mencapai jumlah
tertinggi pada 7-14 hari setelah luka. Selama minggu kedua, fibroblas
mengalami modulasi dan berdiferensiasi menjadi miofibroblas yang
mengandung alfa otot polos aktin fibril. Sel-sel kontraktil ini memiliki
22
gambaran tepi luka lebih dekat bersama-sama, sehingga mengurangi
volume jaringan yang terluka. Produksi kolagen baru menjadi akhir
dari penyembuhan luka sampai kira-kira 6 minggu setelah terluka,
kemudian fibroblas berhenti memproduksi kolagen dan mengalami
apoptosis (Tsirrogianni, 2006).
Epitelisasi diawali dengan terjadinya peningkatan aktivitas
mitosis sel epitel ke tepi luka. Selama pembentukan jaringan
granulasi, epitel bergerak keluar dari tepi luka dengan gerakan
amuboid yang khas. Sel-sel menggunakan pita-pita fibrin dan
komponen ECM seperti fibronektin sebagai pemandu atau jalur dalam
perjalannya. Sel-sel epitel dari sisa struktur epitel yang terdapat
setelah terjadinya perlukaan akan memisahkan ikatan
hemidesmosomnya dan melekat kembali pada membran basalis serta
bergerak secara cepat melintasi luka (Philips, 2010). Epitelium
permukaan pada tepi luka mulai terlihat. Beberapa hari kemudian
lapisan epitelim yang tipis bermigrasi menyebrangi permukaan luka.
Epitel menebal, mulai matur dan luka merapat (Tarigan, 2007).
23
Gambar 2.5 Fase Proliferasi. Tahap ini terjadi pada hari ke 4-21, jaringan granulasi
mengisi lokasi luka terjadinya proses migrasi dan proliferasi sel untuk
merestorasi kontinuitas epitel
Sumber: Herriyadi, 2012
c. Fase Remodelling
Fase ini disebut juga fase maturasi, fase ini berlangsung pada
hari ke 7 sampai hari ke 21 atau bisa berbulan-bulan. Fibroblas,
matrix metaloproteinase (MMP) dan inhibitor memiliki peran penting
dalam fase ini. Fibronektin sebagai deposit matriks ekstraseluler
(bersama dengan asam hyaluronat dan proteoglikan) membentuk
jaring-jaring serabut yang berfungsi untuk substratum migrasi dan
pertumbuhan sel dan juga membantu deposisi kolagen. Deposisi
kolagen menjadi unsur pokok dari matriks dan membentuk bundel
serabut untuk kekerasan dan kekuatan regang luka (Baranoski dan
Ayello, 2008).
24
Pengaruh sitokin dan growth factor, membuat matriks kolagen
terus-menerus terdegadrasi, resintesis, reorganisasi dan stabilisasi
oleh crosslinking molekuler. Fibroblas kemudian menghilang dan
kolagen tipe III yang terdeposit selama fase granulasi digantikan
dengan kolagen tipe I. Kekuatan regang dan elastisitas luka
meningkat hingga 80% mendekati kekuatan jaringan aslinya. Inhibitor
dari matrix metaloproteinase (MMP) menghasilkan keseimbangan
terhadap MMP dan memberikan kontrol aktivitas proteolitik dalam
jaringan parut (Miloro dkk, 2000).
Gambar 2.6 Fase Remodeling. Tahap ini merupakan tahap yang paling lama karena
berlangsung dari hari ke 21 sampai 1 tahun.
Sumber: Herriyadi, 2012
25
B. Kerangka Teori
Gambar 2.6 Kerangka Teori
Ulkus Mukosa
Mukosa labial
tikus Sprague
Dawley
Membran Kitosan
(N-Asetil
Glukosamin dan
Glukosamin)
Merangsang peningkatan
sistem asam hyaluronat
Sel yang melakukan mitosis akan
berproliferasi maksimal
Asam hyaluronat memfasilitasi migrasi sel
dan merangsang terjadinya mitosis sel
Mitosis sel mempercepat regenerasi sel
Ketebalan sel epitel meningkat
Penyembuhan Luka
Angiogenesis Epitelisasi
Inflamasi Proliferasi Remodelling
Fibroplasi
a
26
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Kerangka Konsep
Gambar 3.1 Diagram kerangka konsep
Variabel Terkendali
1. Jenis kelamin, usia dan berat
badan tikus
2. Waktu pemberian membran
kitosan
3. Bentuk dan ukuran ulkus
mukosa bibir tikus yaitu
berbentuk segi empat dengan
panjang tiap sisi 2mm
4. Letak di bagian mukosa dibawah
gigi Insisivus mandibula
5. Pembuatan membran kitosan
6. Pembuatan sediaan
7. Pengecatan sediaan dengan HE
8. Makanan dan Minuman tikus
Variabel Bebas
Membran Kitosan
konsentrasi 0,1%
Variabel Terikat
Ketebalan Epitel
Variabel tak terkendali
1. Kondisi sistemik pada masing-
masing subjek
2. Respon imun pada masing-
masing subjek
3. Kondisi mukosa bibir pada
masing-masing subjek
4. Kedalaman ulkus pada masing-
masing subjek.
27
B. Hipotesis
Terdapat perbedaan ketebalan epitel pasca pemberian membran
kitosan terhadap ulkus mukosa labial pada hari ke-3 dan ke-5.
C. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimental laboratoris
dengan rancangan post-test only control group design.
D. Lokasi dan Waktu Penelitian
Pembuatan membran kitosan di Laboratorium Riset Rumah Sakit
Gigi dan Mulut Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Perlakuan terhadap
tikus di Laboratorium Pusat Penelitian Terpadu Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta. Sediaan mikroskopis diproses di Laboratorium Patologi
Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Pembacaan hasil
dilakukan di Laboratorium Biologi Oral Kedokteran Gigi Universitas
Jenderal Soedirman Purwokerto.
E. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pemberian membran
kitosan 0,1%
2. Variabel terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah ketebalan epitel pada hari
ke-3 dan ke-5 pasca perlukaan ulkus di mukosa labial tikus.
3. Variabel Terkendali
a. Tikus putih (Rattus norvegicus galur Sprague dawley)
b. Umur tikus: ± 3 bulan
28
c. Jenis kelamin tikus: Jantan
d. Berat badan tikus: 250-360 gram
e. Makanan dan minuman yang diberikan: AD 2 dengan kandungan
air 12 %, protein kasar 15 %, lemak kasar 3-7 %, serat kasar 6 %,
abu 7%, kalsium 0,9-1.1 %, phosphor 0,6-0,9 %, antibiotika +,
coccidiostat + dan air RO (Reverse Osmosis).
f. Lokasi luka: Mukosa bibir tikus di bawah gigi insisivus I
mandibula.
g. Bentuk dan ukuran ulkus mukosa bibir tikus yaitu berbentuk segi
empat dengan panjang tiap sisi 2 mm
h. Volume, lama perendaman dan lama apilkasi asam asetat 50%.
i. Waktu aplikasi: satu kali sehari pada pukul 08.00-12.00 WIB
4. Variabel tak terkendali
a. Kondisi sistemik individual tikus
b. Respon imun individual tikus
c. Kondisi mukosa bibir individual tikus
F. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi operasional No Variabel Definisi Operasional Skala
1. Membran
kitosan
Pencampuran bahan kitosan
hidrogel dengan gelatin yang
selanjutnya dicetak menjadi
bentuk lembaran. Gelatin yang
digunakan adalah sigma type B
Aldrich
Nominal
2. Ketebalan epitel Ketebalan epitel ini akan terlihat
dengan pewarnaan HE, ketebalan
yang dihitung antara jarak
stratum basal hingga stratum
superficial dengan posisi tegak
lurus sebanyak tiga kali dengan
menggunakan Mikroskop
Ratio
29
G. Sampel Penelitian
Subjek penelitian berjumlah 32 ekor tikus, 32 ekor tikus untuk
jumlah seluruh sampel kemudian dipilih secara simple random sampling.
Subjek disatukan dalam satu tempat kemudian diambil secara acak lalu
dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok perlakuan (16 ekor) dengan
8 ekor untuk hari ke-3 dan 8 ekor untuk hari ke-5, kelompok kontrol
negatif (16 ekor) dengan 8 ekor untuk hari ke-3 dan 8 ekor untuk hari ke-
5. Kelompok perlakuan yakni kelompok yang diberi membran kitosan, dan
kelompok kontrol negatif yang diberi aquades setelah diberi perlukaan
ulkus selama 3 hari dan 5 hari. Masing-masing waktu pengamatan dari tiap
kelompok terdiri dari 16 ekor tikus yang didapatkan berdasarkan rumus
Federer:
(t-1) (r-1) ≥ 15
(2-1) (r-1) ≥ 15
1 (r-1) ≥ 15
1r ≥ 16
r ≥ 16 Keterangan:
t = jumlah perlakuan dalam penelitian
r = jumlah ulangan
H. Sumber data
Sumber data yang diperoleh adalah sumber data primer yang
diperoleh langsung melalui prosedur penelitian.
I. Instrumen penelitian
1. Alat yang digunakan:
a. Magnetic stirrer
b. Gelas ukur
30
c. Gelas beker
d. pH meter
e. Falcon centrifuge tubes
f. Centrifuge
g. Cetakan membran hidrogel
h. Cetakan membran kitosan-gelatin
i. Refrigerator
j. Kertas saring
k. Pipet tetes
l. Waterbath
m. Spuit injeksi
n. Mikroskop cahaya
o. Mikrotom (alat pemotong jaringan)
2. Bahan yang digunakan
a. Kitosan
b. Bubuk gelatin from Bovine Skin Type B powder (Aldrich)
c. Larutan asam asetat 2 %
d. Natrium hidroksida (NaOH)
e. Larutan asam asetat 50%
f. Buffer formalin 10%
g. Parafin cair
h. Mayer-Hemaktoksilin dan eosin sebagai pewarna jaringan
i. Xylol untuk penjernihan jaringan
j. Alkohol 70%, 80%, 95%
k. Balsem kanada
31
J. Cara kerja
1. Pembuatan Membran Kitosan-gelatin
a. Pembuatan kitosan
Kitosan sebanyak 1 gram dicampurkan dengan 1 liter asam
asetat 2%. Pencampuran dilakukan dengan vortex mixer. Natrium
hidroksida ditambahkan secara bertahap sampai pH larutan
menjadi 10-12. Dialisis dilakukan dengan akuades sampai larutan
menjadi netral, setelah dilakukan dialisis kitosan hidrogel
dipisahkan dengan centrifuge. Hasil yang didapatkan selanjutnya
disaring dengan kertas saring (Nagahama dkk, 2009).
b. Mencairkan gelatin
Gelatin from Bovine Skin Type B powder (Aldrich) gelatin
berbahan kulit sapi, gelatin ini berasal dari Jepang, ditambahkan
akuades dalam gelas beker dengan rasio 5%(b/v). Gelatin akan
mengalami swelling pada menit ke 30. Gelatin yang telah swelling
dipanaskan dengan suhu 370C sampai mencair.
c. Kitosan ditambahkan ke dalam gelas beker dengan perbandingan
kitosan dengan gelatin 1:1.
d. Larutan dihomogenisasi dengan magnetic stirrer selama 10 menit.
Campuran kitosan dan gelatin yang telah homogen dimasukkan ke
dalam cetakan membran dan dimasukkan dalam refrigerator dengan
suhu 4 C selama 7 hari untuk dikeringkan.
2. Perlakuan pada tikus Sparague dawley.
Kandang tikus ditempatkan dalam ruang yang sama dengan
kelembaban yang tetap dan bersuhu 20°-25°C, ventilasi cukup dan
32
kandang besi yang berukuran panjang 40 cm, lebar 25 cm, dan tinggi
17 cm. Proses pembuatan ulkus di mukosa bibir tikus dilakukan dalam
beberapa tahap:
a. Kertas saring dengan ukuran 2x2 mm direndam 15µl larutan asam
asetat 50% selama 3 menit (Karavana dkk., 2011).
b. Injeksi yang digunakan adalah injeksi intramuskular dengan
ketamin 60mg/kgBB.
c. Bibir rahang bawah diretraksi, kemudian diberikan dengan
potongan kertas saring yang telah dipersiapkan, ditempelkan
selama 60 detik tanpa tekanan. Ulkus yang terbentuk ditandai
dengan terjadinya perubahan warna dari merah menjadi putih
(Karavana dkk, 2011).
d. Setelah terbentuk ulkus pada masing-masing tikus uji, selanjutnya
diberikan perlakuan pada masing-masing kelompok uji. Kelompok
perlakuan diberi membran kitosan hingga hari ke-3 dan hari ke-5
sedangkan kelompok kontrol diberikan aquades hingga hari ke-3
dan hari ke-5.
e. Setelah hari ke-3 dan ke-5 tikus dikorbankan dan dibuat preparat
histologis. Tikus dikorbankan dengan teknik anestesi overdosis
menggunakan eter. Ketika tikus sudah didekapitasi, dilakukan
pembedahan dan dilakukan pengambilan jaringan pada daerah
ulserasi. Jaringan pada daerah ulserasi diambil dan dilakukan
fiksasi dengan buffer formalin 10% selama 24 jam untuk
mempertahankan struktur sel. Tahapan pembuatan preparasi:
33
1) Jaringan dimasukkan ke dalam automatic tissue processor,
dehidrasi menggunakan alkohol 70%, 80%, 95% dan
alkohol absolut secara bertahap untuk membersihkan sisa
larutan fiksatif.
2) Penjernihan dilakukan dengan xylol selama 1 jam dan 1,5
jam untuk menghilangkan alkohol dan jaringan.
3) Pembuatan blok parafin yaitu dengan proses infiltrasi,
adalah memasukkan jaringan kedalam parafin cair dengan
suhu 57°C selama 1,5 jam. Jaringan kemudian diletakkan
kedalam blok cetakan yang telah diisi parafin cair selama
30 menit hingga keras dan kemudian dilepas dari cetakan.
4) Pengirisan jaringan setiap blok parafin dilakukan
menggunakan mikrotom dengan ketebalan 5 µm. Hasil
irisan jaringan kemudian dimasukkan ke dalam waterbath
yang diisi air bersuhu 50°C, setelah itu diambil
menggunakan kaca obyek dan diberi label. Kaca obyek
dan irisan jaringan diletakkan diatas drying plate bersuhu
40°C selama 20 menit untuk menguapkan kandungan air
pada kaca obyek sehingga jaringan dapat menempel
dengan baik.
5) Irisan jaringan kemudian dideparafinisasi dengan xylol dan
memasukkan air ke dalam jaringan. Sisa alkohol
dihilangkan dengan membasuh preparat dibawah air
mengalir dan aplikasi dengan Mayer Hematoksilin yang
memberikan warna biru pada inti sel. Proses diikuti
34
pembasuhan di bawah air mengalir untuk menghilangkan
sisa cat. Eosin digunakan setelah itu sebagai bahan
penyeimbang yang memberikan warna merah sebagai
kontras. Sisa eosin dihilangkan menggunakan air,
kemudian dilakukan dehidrasi dengan alkohol bertingkat
naik untuk menghilangkan air.
6) Clearing xylol kemudian dilakukan untuk memberikan
warna bening pada jaringan selanjutnya dilakukan
prosedur mounting dilakukan dengan menggunakan
balsem kanada agar preparat awet dan menambah
kejernihan. Preparat kemudian ditutup dengan deck glass
lalu diberi label (Finsa, 2012).
3. Penghitungan ketebalan lapisan epitel
Pengukuran ketebalan lapisan epitel gingiva dengan menghitung
jarak antara stratum basale hingga stratum superficial dengan posisi
tegak lurus menggunakan mikroskop perbesaran 4x lensa obyektif.
Ketebalan diukur dalam satuan mikrometer, pengukuran menggunakan
bantuan program Image Rester perbesaran 40x. Pada daerah perlukaan
dipilih lapisan epitel pada dua titik yaitu pada daerah yang paling tebal
dan daerah yang sangat tipis. Ukuran ketebalan lapisan epitel tersebut
diambil reratanya untuk dijadikan data (Aqilla, 2012). Pembacaan
preparat ini dengan menggunakan 3 lapang pandang dengan
interobserve sehingga di diperlukan 2 pengamat.
35
K. Ringkasan Cara Kerja
Gambar 3.2 Ringkasan Cara Kerja
Pembacaan hasil
preparat dan
penghitungan rerata
ketebalan epitel
Pembuatan preparat
histologi
Pemberian membran kitosan
pada ulkus mukosa oral tikus
Sprague dawley selama 3 dan
5 hari. (Kelompok perlakuan)
Pembuatan ulkus pada
mukosa oral tikus
Sprague dawley
Pembuatan
Membran kitosan
Pemberian aquades pada ulkus
mukosa oral tikus Sprague
dawley selama 3 dan 5 hari.
(Kelompok kontrol negatif)
36
L. Analisis Data
Pengolahan data dan analisis data dilakukan dengan bantuan software
Statistical Package the Social Sciences (SPSS) for Windows versi 21. Data
yang diperoleh dilakukan analisis sebagai berikut,
a. Analisis normalitas data yang digunakan adalah Saphiro Wilk
karena jumlah data kurang dari 50, dengan batas bermaknanya 0,05
atau tingkat kepercayaan 95%. Hasil data yang didapat terdistribusi
normal dengan nilai p > 0,05.
b. Analisis Levene test untuk mengetahui homogen dari data tersebut
dengan p > 0,05.
c. Uji statistik Anova digunakan untuk mengetahui adanya perbedaan
rata-rata ke ketebalan sel epitel pasca pemberian membran kitosan
pada proses penyembuhan ulkus mukosa tikus Sprague dawley pada
hari ke-3 dan ke-5.
d. Analisis Post-Hoc LSD untuk mengetahui perbedaan bermakna
yang spesifik dengan tingkat kemaknaan 95% (p<0,05)
37
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Penelitian telah dilakukan terhadap 32 ekor tikus Sprague dawley. Tikus
dibagi menjadi 2 kelompok, 16 ekor untuk perlakuan yaitu dengan diberikan
membran kitosan 0,1% dan 16 ekor untuk kontrol yang hanya diberikan
aquades. Tikus dikorbankan masing-masing pada hari ke-3 dan ke-5.
Penelitian ini dilanjutkan dengan pengamatan dan perhitungan ketebalan
lapisan epitel pada preparat histologis mukosa labial daerah ulkus yang telah
diberi pengecatan Hematoksilin Eosin (HE) yang dilakukan di Laboratorium
Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta. Pengukuran
ketebalan lapisan epitel diperoleh dengan menghitung jarak antara stratum
basale hingga stratum superficial dengan posisi tegak lurus terhadap membran
basal, dilakukan 3 lapang pandang. Berdasarkan hasil pengamatan dan
perhitungan ketebalan lapisan epitel diperoleh rata-rata pada hari ke-3 dan 5
dapat dilihat pada histogram Gambar 4.1.
Berdasarkan rata-rata ketebalan lapisan epitel pada dibawah ini yaitu
Gambar 4.1, dapat dilihat bahwa pada hari ke-3 rata-rata ketebalan lapisan
epitel pada kelompok perlakuan (65,8419µm) lebih tebal daripada rata-rata
jumlah ketebalan lapisan pada kelompok kontrol (64,2087µm). Pada hari ke-5
rata-rata tebal lapisan epitel pada kelompok perlakuan (165,9212µm) lebih
tebal daripada rata-rata tebal lapisan epitel kelompok kontrol (125,6431µm).
38
Hasil penelitian di bawah menunjukkan bahwa rata-rata ketebalan lapisan
epitel pada kelompok perlakuan lebih tebal daripada rata-rata ketebalan
lapisan epitel pada kelompok kontrol pada hari ke-3 dan ke-5.
Gambar 4.1 Histogram Rata-rata ketebalan lapisan Epitel antara Kelompok Kontrol
dan Perlakuan pada Hari ke-3 dan ke-5 , kontrol = aquades, perlakuan =
membran kitosan 0.1%.
Sumber: Data primer diolah, 2013
Uji validitas data antara dua orang pengamat dilakukan menggunakan uji
Korelasi Pearson. Berdasarkan hasil uji validitas dapat diketahui bahwa
semua data yang diamati oleh pengamat 1 dan 2 adalah valid, karena semua
indikator signifikansinya di bawah 0,05 (p<0,05).
Analisis data hasil penelitian didahului dengan uji normalitas dan
homogenitas data untuk mengetahui bahwa data terdistribusi normal dan
homogen sebagai prasyarat dalam pengujian statistik parametrik. Uji
nomalitas dilakukan untuk mengetahui apakah distribusi data yang ada pada
masing-masing variabel mengikuti kurva distribusi normal atau tidak, uji
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
hari ke-3 hari ke-5
kontrol
perlakuan
39
normalitas data ini dilakukan dengan menggunakan Saphiro Wilk dengan
p>0,05 (Tabel 4.1)
Tabel 4.1 Hasil Uji Normalitas Shapiro Wilk Ketebalan Lapisan Epitel Antara
Kelompok Kontrol dan Perlakuan ke-3 dan ke-5
No Kelompok Shapiro Wilk
Statistik df Sig.
1
Kontrol hari ke-
3
0,933 8 0,548*
2 Perlakuan hari
ke-3
0,943 8 0,548*
3
4
Kontrol hari ke-
5
Perlakuan hari
ke-5
0,948
0,884
8
8
0,686*
0,207*
Keterangan: * = Distribusi data normal (p>0,05)
Berdasarkan analisis pada Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa data pada
kelompok kontrol dan perlakuan menunjukkan nilai p>0,05, maka data pada
penelitian ini terdistribusi normal. Uji selanjutnya adalah uji homogenitas data
menggunakan Levene test dengan p>0,05 (Tabel 4.2). Hal ini dilakukan
sebagai prasyarat dalam pengujian statistik parametrik.
Tabel 4.2 Hasil Uji Homogenitas Levene Ketebalan Lapisan Epitel Antara
Kelompok Kontrol dan Perlakuan Pada Hari k-3 dan ke-5.
Levene Statistic df1 df2 Sig. (p)
Hasil ukur 2.689 3 28 0,065*
Keterangan: * = Data homogen (p>0,05)
Berdasarkan analisis pada Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa nilai
signifikansinya sebesar 0,065 (p>0,05), maka dapat dikatakan bahwa data
tersebut adalah homogen.
Penggunaan uji parametrik dapat dilakukan setelah data tersebut
berdistribusi normal dan homogen. Pada penelitian ini digunakan uji
40
parametrik dengan uji ANOVA satu arah (One Way ANOVA Test), uji tersebut
dilakukan untuk mengetahui apakah ada pengaruh penggunaan membran
kitosan 0,1% dalam proses penyembuhan luka. Tingkat kepercayaan yang
digunakan adalah 95% (p>0,05) (Tabel 4.3).
Tabel 4.3 Hasil Uji One Way Anova Antara Kelompok Kontrol dan Perlakuan
pada hari ke-3 dan ke-5
Sum of squares F Sig. (p)
Between Groups 59207,284 112,572 0,000*
Within Groups 4908,888
Total 64116,172
Keterangan: * = berbeda bermakna (p<0,05)
Berdasarkan uji One Way Anova (Tabel 4.3), menunjukkan bahwa uji-F hitung
112,572 lebih besar dari F tabel (3,28) sebesar 2,95 dengan nilai signifikansi
sebesar 0,000 (p<0,05) yang dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
yang bermakna.
Penelitian ini memiliki kelompok pada hari pengamatan tertentu untuk
mengetahui perbedaan bermakna yang spesifik, maka dilanjutkan uji Post-Hoc
LSD dengan tingkat kemaknaan 95% (p<0,05).
41
Hasil uji beda LSD pada parameter kelompok dan hari dapat dilihat pada
Tabel 4.4 sebagai berikut.
Tabel 4.4 Hasil Uji Beda LSD pada Parameter Kelompok dan Hari
Kombinasi Sig.
P-3 K-3 0,584
K-5
P-5
0,000*
0,000*
K-3 P-3 0,584
K-5 0,000*
P-5 0,000*
K-5 P-3 0,000*
K-3 0,000*
P-5
P-5
P-3
K-3
K-5
0,000*
0,000*
0,000*
0,000*
Keterangan: * = berbeda bermakna (p<0,05)
K-x = kelompok kontrol pada hari pengamatan ke-x
P-x = kelompok perlakuan pada hari pengamatan ke-x
Berdasarkan hasil uji beda LSD (Tabel 4.4), dapat diketahui bahwa sebagian
besar menunjukkan perbedaan yang bermakna (tanda *) dari jumlah ketebalan
lapisan epitel pada kombinasi kelompok dengan hari pengamatan, namun pada
kombinasi kelompok kontrol dan perlakuan pada hari ke-3 tidak terdapat
perbedaan yang bermakna.
Gambaran lapisan epitel yang diberi pengecatan Hematoksilin Eosin
(HE) tampak tidak merata untuk ketebalan lapisannya. Hasil perhitungan
ketebalan lapisan epitel merupakan data numerik dengan skala ratio yang
diperoleh melalui pengamatan dengan menggunakan software Optilab yang
terhubung dengan mikroskop Olympus CX-21. Pengukuran ketebalan lapisan
epitel dilakukan dengan bantuan programe Image Raster dalam satuan
mikrometer (µm).
42
(A)
(B)
Gambar 4.3 Foto Mikroskopik Jaringan Ketebalan Lapisan Epitel pada Hari ke-3
dengan Pewarnaan HE Perbesaran 4x10. (A) Kelompok Kontrol dan (B)
Kelompok Perlakuan.
Hasil pengamatan secara klinis pada hari ke-3 setelah perlukaan terlihat
luka sudah mulai menutup baik pada kelompok kontrol dan perlakuan. Luka
pada kelompok kontrol (A) terlihat lapisan epitel lebih tipis dibandingkan
dengan kelompok perlakuan (B), karena sudah terdapat lapisan epitel pada
dasar luka, sedangkan pada kelompok kontrol jaringan epitel masih tipis pada
dasar luka. Perbedaan ketebalan lapisan epitel pada hari ke-3 antar kelompok
kontrol dan kelompok perlakuan tidak bermakna.
100µm
100µm
43
(A)
(B)
Gambar 4.4 Foto Mikroskopik Jaringan Lapisan Epitel pada Hari ke-5 dengan
Pewarnaan HE Perbesaran 4x10. (A) Kelompok Kontrol dan (B) Kelompok
Perlakuan.
Hasil pengamatan secara klinis pada hari ke-5 setelah perlukaan terlihat
adanya perbedaan bermakna ketebalan lapisan epitel antara kelompok kontrol
(A) dengan kelompok perlakuan (B) pada hari ke-5.
B. Pembahasan
Bahan yang digunakan untuk mempercepat penyembuhan luka pada
penelitian ini adalah membran kitosan 0,1% yang dibuat di Laboratorium
Riset Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
100µm
100µm
44
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan ketebalan lapisan epitel
pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan dalam proses penyembuhan
luka ulkus pada mukosa mulut tikus. Membran kitosan pada umumnya
memiliki kapasitas yang lebih rendah daripada bubuk kitosan. Kitosan
sebagai penyembuh luka awalnya dilakukan dalam bentuk gel, namun pada
rongga mulut obat topikal akan mudah hilang akibat adanya aliran saliva dan
pergerakan mulut. Pemakaian polimer bioadhesif dibutuhkan karena dapat
dikombinasi dengan pemacu penetrasi dan dapat meningkatkan meningkatkan
drug delivery sistem (Karsa dan Sthepenson, 1996). Kitosan mempunyai sifat
biokompatibilitas, aktivitas hemostatik, non toksik dan sifat anti infeksi.
Kitosan juga memiliki aktivitas biologi dan mempengaruhi fungsi
makrofag dalam membantu mempercepat proses penyembuhan luka (Paul
dan Chandra, 2004). Kitosan ini membantu dalam mempercepat proses re-
epitelisasi luka dan regenerasi saraf dan regenerasi pembuluh darah dermis
(Minami dkk, 1992). Berdasarkan penelitian yang dilakukan terbukti ada
perbedaan ketebalan lapisan epitel yang diberikan membran kitosan 0,1 %
dalam proses penyembuhan luka ulkus mukosa tikus. Histogram Gambar 4.1
menunjukkan adanya peningkatan ketebalan lapisan epitel pada masing-
masing kelompok dari hari ke-3 dan hari ke-5.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan menggunakan uji one
way ANOVA untuk masing-masing kelompok didapatkan perbedaan yang
bermakna ketebalan lapisan epitel pada perbandingan kelompok kontrol dan
45
kelompok perlakuan. Perbedaan ini terlihat dengan lebih tebalnya lapisan
epitel pada kelompok perlakuan dibandingkan dengan dengan kelompok
kontrol.
Pada uji Post-Hoc LSD dengan parameter kombinasi kelompok dengan
hari pengamatan menunjukkan hampir semua terdapat perbedaan bermakna
(p<0,05). Perbedaan yang bermakna antara ketebalan lapisan epitel pada
perbandingan kelompok kontrol dan kelompok perlakuan pada hari ke-5
(p<0.05). Pengamatan pada hari ke-3 menunjukkan hasil perbedaan ketebalan
lapisan epitel yang tidak bermakna, ini disebabkan peningkatan ketebalan
epitel dimulai dan semakin tebal pada hari ke-5 dan ke-7 (Bartold, 2000).
Perbedaan ketebalan lapisan epitel yang bermakna baru dapat terlihat pada
hari ke-5, karena pengamatan epitelisasi atau regenerasi sel epitel luka dimulut
tikus terjadi pada hari ke-5 sampai hari ke-8 untuk semua binatang (Carranza,
1996).
Hasil analisis data rerata ketebalan kelompok perlakuan pada setiap
periode waktu pengamatan hari ke-3 dan ke-5 menunjukkan ketebalan yang
lebih tinggi dari kelompok kontrol. Perbedaan ini disebabkan oleh kitosan
yang secara perlahan akan melepaskan N-asetil glukosamin dan glukosamin
yang dapat merangsang peningkatan sintesis asam hialuronat (Paul dan
Chandra, 2004). Asam hialuronat mencapai puncaknya pada saat mitosis yang
berperan penting dalam pembentukan sel baru dan pelepasan sel lama
sehingga dapat mempercepat berlangsungnya fase proliferasi, selain itu
mekanisme kitosan dalam mempercepat proses penyembuhan luka adalah
46
dengan mengaktifkan komplemen dengan jalur alternative. Aktivitas sintesis
hialuronat dapat berubah-ubah selama siklus sel dan mencapai puncaknya
pada mitosis. Mitosis berperan penting dalam penggantian sel dalam suatu
jaringan yaitu proses pembentukan sel yang diimbangi oleh hilangnya sel,
dimana proses ini bertujuan untuk regenerasi sel dan untuk menjaga integritas
fungsionalnya (Bartold dkk, 2000). Mitosis yang terjadi pada setiap sel epitel
kemudian akan menyebabkan epitel tersebut berproliferasi sampai batas
maksimum, dan dapat dilihat pada ketebalan epitel yang semakin meningkat
(Buchanan dkk, 1998). Keseimbangan antara pembentukan sel baru dan
pelepasan sel-sel tua merupakan mekanisme yang menjaga ketebalan epitel
(Hoag dan pawlak, 1990).
Cara lain kitosan dapat membantu mempercepat proses penyembuhan
luka adalah dengan adanya sifat antibakteri pada kitosan. Kandungan asam
amino pada gugus glukosamin yang berinteraksi dengan dinding sel bakteri
mampu mencegah terjadinya kontaminasi bakteri atau infeksi (Trimurni,
2006). Beberapa faktor dapat menunda proses penyembuhan dan menurunkan
kualitas proses perbaikan. Infeksi merupakan faktor utama yang dapat
menimbulkan penundaan penyembuhan dengan memperpanjang proses
inflamasi (Mitchell dan Cottran, 1997).
Respon inflamasi yang berkepanjangan dapat menghambat berjalannya
proses penyembuhan luka melalui penundaan munculnya faktor proliferatif
seperti TGF- yang dapat menstimulasi sintesis fibronektin dan fibroblas.
Fibronektin berfungsi penting dalam proses re-epitelisasi untuk berlangsung
47
lebih cepat (Diegelman dan Evans, 2004). Re-epitelisasi merupakan salah satu
parameter penting untuk mengetahui penyembuhan luka karena pada proses
epitelisasi terjadi migrasi, mitosis dan differensiasi sel epitel yang bertujuan
untuk menutp luka dan mencapai ketebalan epitel yang normal (Kumar, 1999).
Pernyataan bahwa membran kitosan dapat membantu mempercepat proses
penyembuhan luka ini didukung oleh peneliti terdahulu Finsa (2012)
mengenai pengaruh membran kitosan yang terbukti dapat mempercepat proses
penyembuhan luka ulkus pada tikus Sprague Dawley.
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah peneliti kesulitan dalam
membuat perlukaan dengan kedalaman ulkus yang sama untuk setiap tikus
karena mukosa mulut tikus yang kecil dan bergerak-gerak sehingga
kedalaman luka ulkus yang dibuat tidak sama antara tikus yang satu dengan
tikus yang lainnya. Peneliti juga kesulitan dalam pemberian membran kitosan
kepada tikus karena mulut tikus yang terus bergerak sehingga ada
kemungkinan membran tidak menempel dengan baik terhadap mukosa mulut
tikus.
Perbedaan ketebalan lapisan epitel yang bermakna hanya terlihat pada
hari ke-5 hal ini juga dapat disebabkan oleh kitosan yang berbentuk membran.
Membran kitosan yang dibuat menggunakan gelatin hidrogel yang sering
digunakan sebagai pembawa obat dan mengatur laju pelepasan obat yang
terkontrol. Hidrogel memiliki kemampuan swelling dan memiliki sifat
elastisitas (Alsarra, 2009). Kemampuan swelling menentukan mekanisme
pelepasan obat dan masa polimer dan elastisitas menentukan kekuatan
48
mekanik jaringan dan stabilitas pembawa obat. Kitosan yang dibentuk dalam
bentuk membran hidrogel ini melepaskan obat secara perlahan sehingga
membutuhkan waktu yang lebih lama dalam melepaskan obat.
Kekurangan pada penelitian ini juga dikarenakan kurangnya hari yang
ditetapkan hanya sampai hari ke-5 sehingga tidak mengetahui kapan
pertumbuhan epitel akan berhenti. Pada penelitian ini hanya menggunakan
konsentrasi membran kitosan 0,1% sehingga untuk penelitian selanjutnya
diharapkan dapat menggunakan kitosan dengan konsentrasi yang lebih
beragam.
49
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik
simpulan sebagai berikut.
1. Rata-rata ketebalan lapisan epitel pada kelompok yang diberikan membran
kitosan 0,1% pada hari ke-3 adalah 65,8419µm dan pada hari ke-5 adalah
165,9212µm.
2. Rata-rata ketebalan lapisan epitel pada kelompok yang tidak diberikan
membran kitosan 0,1% pada hari ke-3 adalah 65,8419µm dan pada hari
ke-5 adalah 125,6431µm.
3. Ada perbedaan rata-rata ketebalan lapisan epitel antara kelompok yang
diberikan membran kitosan 0,1% dengan kelompok yang tidak diberikan
membran kitosan 0,1% pada hari ke-3 dan ke-5.
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui ketebalan lapisan
epitel lebih dari lima hari setelah perlukaan.
2. Perlu dilakukan teknik supaya membran kitosan 0,1% dapat menempel
tepat diperlukaan mukosa mulut tikus sehingga hasil penelitian dapat lebih
optimal.
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut menggunakan membran kitosan
dengan konsentrasi yang lebih beragam.
50
DAFTAR PUSTAKA
Ahearcane, M., and Yang, Y., 2008, Mechanical Characterization of Hydrogels
for Tissue Engineering Applications, Topic in Tissue Engineering, 4:3-16.
Alsarra, L.A.,2009, Chitosan Topical Gel Formulation in The Management of
Burn Wounds, Internasional Journal of Biological Macromolecules, 45(1):
16-21.
Amin, S., Rajabnezhad, S., Kohli, K., 2009, Hydrogels as Potential Drug Delivery
Systems, Scientific Research and Essay, 3(11): 1175-1183.
Andreasen JO., Andreasen FM., dan Andersson L, 2007, Textbook of Color Atlas
of Traumatic Injuries to the Theeth, edisi ke-4, Blackwell: Oxford.
Aqilla, T.K., 2012, Pengaruh Aplikasi Topikal Gel Ekstrak Kulit Jeruk Manis
Terhadap Epitelisasi pada Penyembuhan Luka Gingiva Labial Tikus
Sprague Dawley, Skripsi, FKG UGM: Jogjakarta.
Balogh, M. B., and Febrenbach, M.I., 2006, Dental Embriology, Histology and
Anatomy, edisi ke 2, Elsevier Saunders: St. Louis.
Baranoski S., and Ayello EA. Wound Care Essentials: Practice and Principles
Edisi ke-2. Lippincott Williams and Wilkins: Philadelphia.
Bartold., Walsh LJ., and Narayanan AS, 2000, Mollecular and Cell Biology of
The Gingival, Periodontology, 24: 28-55.
Baxter C.R., 1994, Immunologic Reaction in Chronic Wounds, Am. J. Surg 1994,
167: 12-14.
Buchanan, D.B., Cooke, P.S., Lubahn D.L., and Cunha G.R., 1998, Biology of
Reproduction, 59: 470-475.
Carranza, F.A., 1996, Glickman’s Clinical Periodontology Edisi ke-8, WB.
Sanders: Philadelphia.
Diegelman, R.F., and Evans, M.C., 2004, Wound Healling: An Overview of
Acute,Fibrotic And Delayed Healing. Frontiers in Bioscience. 9: 283-289.
Fadjar, K.H., 2002, Faktor-Faktor Berpengaruh Terhadap Tahap Deproteinase
Menggunakan Enzim Protease dalam Pembuatan Kitin dari Cangkang
Rajungan. Biosain, 2: 4-8.
51
Fatemeh, E., and Ardakani, 2011, Effect of Chitosan on Dental Bone Repair,
Journal Health, 3(4): 200-205.
Finsa, T. S., 2012, Pengaruh Aplikasi Membran Kitosan Gelatin terhadap Jumlah
Pembuluh Darah dan Kepadatan Kolagen Pada Proses Penyembuhan Ulkus
Mukosa Bibir, Skripsi, FKG UGM Yogyakarta.
Gartner, L.P. and James, L.H., 2000, Colour Atlas of Histology Edisi ke 3,
Lippincott William: Philadelphia.
Herriyadi, F.R., 2012, Pengaruh Aplikasi Topikal Gel Kitosan Terhadap
Ketebalan Sel Epitel pada Penyembuhan Luka Gingiva Labial, Skripsi, FKG
UGM Yogtakarta.
Hoag, P. M., and Pawlak, E.A., 1990, Essential of Periodontic Edisi ke 4, Mosby
Company: USA.
Hollander, D.A., Schmandra, T., M.D., and Windolf, J.,2000, A New Approach to
Treartment of Recalcitrant Wounds: A Case Report Demonstrating The Use
of a Hyaluronan Esters Flecee, Health Management Publication, 12(5): 1-5.
Ishihara, M., Nakanishi, K., Katsuaki, O., Sato, M., Kikuchi, M., Saito Y., Yura,
H., and Kurita, A., 2002, Photocrosslinkable Chitosan as Dressing for
Wound Occlusion and Accelerator in Healing Process, Biomaterials, 833-
840.
Jain, K.K., 2008, Drug Delivery System Methods in Molecul Biology, Springer,
437:416.
Karavana,S. Y., Sezer, B., Guneri, P., Veral, A., Boyacioglu, H., Ertan, G, and
Epstein,J.B., 2001, Efficacy of Topical Benzydamine Hydrochloride Gel on
Oral Mucosal Ulcer: an in vivo animal study, Internasional Journal Oral
Maxillofacial Surgery, 40: 973-978.
Karsa, D.R and Sthepenson, R.A., 1996, Chemical Aspect of Drug Delivery
Systems, Royal Society of Chemistry, Cambridge.
Knight B. 1996. Forensic Pathology, 2nd
edition. Arnold: London.
Kumar, V., Ramzi, S.C., and Collins, T., 1999, Pathology Basic of Disease Edisi
ke-6, WB Saunders Company: Philadelphia.
Kuroki, S., Yokoo, S., Terashi, H., Hasegawa, M., and Komori T., 2009,
Epithelialization in Oral Mucous Wound Healing in Terms of Energy
Metabolism, Kobe Journal Medical Science, 55(2): E5-E15.
Lorenz, H.P., and Longaker, M. T., 2008,Wounds : Biology, Pathology, and
Management, Springer Science, 2: 77.
52
Manurung, M., 2005. Penggunaan Kitosan Manik sebagai Adsorben untuk
Menurunkan Kadar Logam Ni. Skripsi, FKG USU. Medan. (Tidak
dipublikasi).
Martinez-Ruvalcaba and A. Sanchez-Diaz, 2009, Swelling Characterization and
Drug Delivery Kinetics of Polyacrylamide-co-itaconic Acid/Chitosan
Hydrogel, Express Polymer Letters, 3(1): 25- 32.
Meriatna, 2008, Penggunaan Membran Kitosan untuk Menurunkan Kadar Logam
Krom (Cr) dan Nikel (Ni) dalam Limbah Cair Industri Pelapis Logam.
Skripsi, FKG USU. Medan. (Tidak dipublikasi).
Miloro, M., 2000, Peterson’s Principles of Oral and Maxillifacial Surgery, British
Medical Journal, 1: 10-12.
Minami, S., Okamoto, Y., and Tanioka, S., 1992, Effect of Chitosan on Whound
Healing, Carbohydrates and carbohydrate polymer, 2: 141-152.
Mjor, I.A., and Fejerskov, O., 1990, Embriologi dan Histologi Rongga Mulut,
Penerbit Buku Kedokteran Widya Medika: Jakarta.
Moss, L., Salentjin and Klyvert, M., 1980, Dental and Oral Tissue an
Introduction for Paraprofesional in Dentistry, Ked&Febiger, Philadelphia.
Nagahama, H., Maeda, H., Kashiki, T., Jayakumar, R., Furuike, T., Tamura,
H.,2009, Preparation and Characterization of Novel Chitosan/Gelatin
Membranes using Chitosan Hydrogel, Carbohydrate Polymers,76:167-82.
Nanci, A., 2005, Ten Cate’s Oral Histology, Development, Structure, and
Function, edisi ke-6, Mosby Co: Canada.
Paleri, V., Staines, K., Sloan, P., Douglas, A., and Wilson, J., 2010, Evaluation of
Oral Ulceration in Primary Care, British Medical Journal, 340(c): 26-39.
Paul, W., and Chandra, P.S., 2004, Chitosan and Alginate Wound Dressing: A
Short Review, Trends Bioamter. Artif. Organs, 18(1): 18-23.
Philips, N., Auler., Hugo, R., and Gonzales, S., 2010, Beneficial Regulation of
Matrix Metalloproteinaso for Skin Health, Enzyme Res: 2011, 1-4.
Rajesndran, R., and Sivapathasundharam, B., 2009, Shafer’s Textbook of Oral
Pathology, Edisi ke-6, Elsevier: Noda.
Scully, C., Felix, D.H., 2005, Oral Medicine Update for Dental Practicioner
Apthouse and Other Common Ulcer, British Dental Journal, 199: 259-264.
53
Slaughter, B.V., Khurshid, S.S., Fisher, O.Z., Khademhosseini, A., Nicholas,
A.P., 2009, Hydrogel in Regenrative Medicine, Advanced Materials, 21:
3307-3329.
Sosrosoedirjo, B.I., 2007, Lompatan Besar Rekaya Jaringan di Bidang Kedokteran
Gigi dari Material Restorasi Menuju Biomaterial, Pidato Pengukuhan Guru
Besar, Universitas Indonesia: Jakarta.
Toole and Bryan P., 1998, Hyaluronan in Morphogenesis and Tissue remodelling,
http://glycoforum.gr.jp/science/hyaluronan/HA08/HA08E.html
Ueno, H., Mori, T.,Fujinaga, T., 2001, Topical Formultaion and Wound Healing
Applications of Chitosan, Advanced Drug Delivery Reviews, 52(2):105-115.
Youn, D.K., Hong, K.N., and Witoon, P., 2009, Physicochemical and Function
Properties of Chitosan Prepared from Shells of Crabs Harvested in Three
Different Years, Carbohydrate Polymers, 78: 41-45.
Zhao, Z., Zhi, W., Nan, Y., Shichang, W., 2002. A Novel N, O- Carboxymethyl
Amphoteric Chitosan/Poly(ethersulfone) Composite MF Membrane and Its
Charged Characteristic. Desalination. 144: 35 -39.
54
Lampiran I. Alur Penelitian
Persiapan dan pengelompokan
hewan coba
Pembuatan Membran
Kitosan 0,1%
Injeksi ketamin dan
pembuatan luka ulkus
Kelompok kontrol
(aquades)
Kelompok Perlakuan
(Membran Kitosan
0,1%)
Dekapitasi
Hari ke-3 (8ekor)
Dekapitasi
Hari ke-3 (8ekor)
Hari ke-5 (8ekor) Hari ke-5(8ekor)
Pembuatan sediaan histologis
Pengamatan dan pengukuran ketebalan lapisan epitel hari ke-3 dan ke-5
Analisis data
55
Lampiran II Hasil Penghitungan Ketebalan Lapisan Epitel
Hari ke 3
Pengamat ke 1 Pengamat ke 2
No Kontrol (µm) Perlakuan
(µm)
No Kontrol (µm) Perlakuan
(µm)
1 63.38 44.30 1 62.87 45.37
2 73.35 68.91 2 74.76 73.35
3 57.73 74.55 3 58.96 63.57
4 57.03 70.36 4 59.75 70.70
5 55.36 55.20 5 55.20 55.36
6 61.10 60.90 6 60.90 58.67
7 63.05 97.90 7 97.90 100.45
8 68.90 57.10 8 57.10 56.78
Rata- rata 62,4875 66,1525 65,93 65,5312
Hari ke 5
Pengamat ke 1 Pengamat ke 2
no Kontrol (µm) Perlakuan
(µm)
No Kontrol (µm) Perlakuan
(µm)
1 137.55 158.36 1 129.68 159.22
2 97.60 151.53 2 98.34 148.72
3 120.80 160.05 3 124.87 159.29
4 114.35 182.53 4 129.54 180.91
5 135.40 180.08 5 115.90 192.02
6 115.30 164.93 6 117.87 171.01
7 148.30 164.10 7 139.59 166.04
8 141.01 160.50 8 144.19 155.45
Rata- rata 126,288 165,26 124,9975 166,5825
56
Lampiran III. Analisis Data Penelitian
A. Rata-rata ketebalan epitel
Mean dari rata2 pengamaat 1 dan 2
rata2tebal perlakuanH3 KontrolH3 KontrolH5 PerlakuanH5
pengamat1 Mean 66.152500 62.487500 126.288800 165.260000
N 1 1 1 1
Std. Deviation . . . .
pengamat2 Mean 65.531300 65.930000 124.997500 166.582500
N 1 1 1 1
Std. Deviation . . . .
Total Mean 65.841900 64.208750 125.643150 165.921250
N 2 2 2 2
Std. Deviation .4392547 2.4342151 .9130870 .9351487
B. Uji Validitas
Correlations
tebal_epitel tebal_epitel2
tebal_epitel Pearson Correlation 1 .981**
Sig. (2-tailed) .000
N 32 32
tebal_epitel2 Pearson Correlation .981** 1
Sig. (2-tailed) .000
N 32 32
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
C. Uji Normalitas
Tests of Normality
kelompok
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
tebal_epitel perlakuan hari ke 3 .176 8 .200* .943 8 .643
kontrol hari ke 3 .192 8 .200* .933 8 .548
kontrol hari ke 5 .204 8 .200* .948 8 .686
perlakuan hari ke 5 .262 8 .112 .884 8 .207
57
D. Uji Homogenitas
Test of Homogeneity of Variance
Levene Statistic df1 df2 Sig.
tebal_epitel Based on Mean 2.689 3 28 .065
Based on Median 2.493 3 28 .081
Based on Median and with
adjusted df
2.493 3 21.706 .087
Based on trimmed mean 2.676 3 28 .066
E. Uji ANOVA Satu Arah ( One way Anova)
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
tebal_epitel Between Groups 59207.284 3 19735.761 112.572 .000
Within Groups 4908.888 28 175.317
Total 64116.172 31
tebal_epitel2 Between Groups 58193.913 3 19397.971 86.905 .000
Within Groups 6249.882 28 223.210
Total 64443.795 31
58
F. Uji LSD
Multiple Comparisons
tebal_epitel
LSD
(I) kelompok (J) kelompok
Mean
Difference (I-
J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
perlakuan hari ke 3 kontrol hari ke 3 3.66500 6.62037 .584 -9.8962 17.2262
kontrol hari ke 5 -60.13625* 6.62037 .000 -73.6975 -46.5750
perlakuan hari ke 5 -99.10750* 6.62037 .000 -112.6687 -85.5463
kontrol hari ke 3 perlakuan hari ke 3 -3.66500 6.62037 .584 -17.2262 9.8962
kontrol hari ke 5 -63.80125* 6.62037 .000 -77.3625 -50.2400
perlakuan hari ke 5 -102.77250* 6.62037 .000 -116.3337 -89.2113
kontrol hari ke 5 perlakuan hari ke 3 60.13625* 6.62037 .000 46.5750 73.6975
kontrol hari ke 3 63.80125* 6.62037 .000 50.2400 77.3625
perlakuan hari ke 5 -38.97125* 6.62037 .000 -52.5325 -25.4100
perlakuan hari ke 5 perlakuan hari ke 3 99.10750* 6.62037 .000 85.5463 112.6687
kontrol hari ke 3 102.77250* 6.62037 .000 89.2113 116.3337
kontrol hari ke 5 38.97125* 6.62037 .000 25.4100 52.5325
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
59
Lampiran IV. Foto Pelaksanaan Penelitian
A. Pembuatan Membran Kitosan
Pencampuran Kitosan dengan Asam
Asetat dan natrium hidroksida
Centrifuse larutan kitosan hidrogel
Larutan kitosan hidrogel
Pencairan Gelatin
60
Pencampuran kitosan hidrogel
dengan gelatin
Pencetakan dan pengeringan kitosan
hidrogel
Membran kitosan yang sudah siap
pakai
61
B. Perlakuan pada hewan coba
Persiapan tikus
Perendaman kertas saringdalam
asam asetat
Pembiusan
Pembuatan ulkus
Pemberian membran kitosan
62
Lampiran V. Surat keterangan Lab
63
Lampiran VII. Identitas Peneliti
Nama : Devia Annisa Handoko
NIM : G1G009013
Tempat dan Tanggal Lahir : Padang, 14 Agustus 1991
Orang Tua : 1. Handoko
2. Zarmayetti
Agama : Islam
Alamat : Perumahan Tytyan Kencana Blok S2 no4, Rt 11
Rw 06, Margamulya, Bekasi Utara, Jawa Barat
Nomor Telepon : 087775901991
Riwayat Pendidikan :
1. TK Al-Hijrah : 1996-1997
2. SD Mutiara 17 Agustus : 1997-2003
3. SMP Negeri 2 Bekasi : 2003-2006
4. SMA Negeri 2 Bekasi : 2006-2009
5. Jurusan Kedokteran Gigi UNSOED : 2009-2014