03 astrid devia okta rianti

92
ABORTUS A. Pengertian Menurut Eastman, Abortus adalah keadaan terputusnya suatu kehamilan dimana Fetus belum sanggup hidup sendiri di luar uterus. Belum sanggup diartikan apabila fetus itu bertanya antara 400 – 1000 gram, atau usia kehamilan kurang dari 20 minggu. Menurut Jeffcoa, Abortus adalah keluarnya hasil konsepsi sebelum usia kehamilan 20 minggu. Menurut Chalik, 1998, Abortus adalah kehamilan yang berhenti prosesnya pada umur kehamilan di bawah 20 minggu, atau berat fetus yang lahir 500 gram atau kurang. B. Tanda dan Gejala 1) Terlambat haid atau amenore kurang dari 20 minggu. 2) Pada pemeriksaan fisik : keadaan umum tampak lemah atau kesadaran menurun, tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu badan normal atau meningkat. 3) Perdarahan pervagina, mungkin disertai keluarnya jaringan hasil konsepsi.

Upload: helnida-zaini-kaderi

Post on 09-Nov-2015

47 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

BBBGGGDDDE

TRANSCRIPT

ABORTUS

A. Pengertian Menurut Eastman, Abortus adalah keadaan terputusnya suatu kehamilan dimana Fetus belum sanggup hidup sendiri di luar uterus. Belum sanggup diartikan apabila fetus itu bertanya antara 400 1000 gram, atau usia kehamilan kurang dari 20 minggu.Menurut Jeffcoa, Abortus adalah keluarnya hasil konsepsi sebelum usia kehamilan 20 minggu.Menurut Chalik, 1998, Abortus adalah kehamilan yang berhenti prosesnya pada umur kehamilan di bawah 20 minggu, atau berat fetus yang lahir 500 gram atau kurang.

B. Tanda dan Gejala1) Terlambat haid atau amenore kurang dari 20 minggu.2) Pada pemeriksaan fisik : keadaan umum tampak lemah atau kesadaran menurun, tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu badan normal atau meningkat.3) Perdarahan pervagina, mungkin disertai keluarnya jaringan hasil konsepsi.4) Rasa mulas atau eram perut di daerah atas simpisis, sering disertai nyeri pinggang akibat kontraksi uterus.5) Pemeriksaan Ginekologi a) Inspeksi Vulva :perdarahan pervagina, ada atau tidak jaringan hasil konsepsi, tercium atau tidak dari ostium.b) Inspekula:Osteum uteri terbuka atau sudah tertutup, ada atau tidak cairan atau jaringan berbau busuk dari ostium.c) Colok Vagina:Posio masih terbuka atau sudah tertutup, besar uterus atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyang.6) Plasenta Sign (Gejala Plasenta) yaitu perdarahan dari pembuluh-pembuluh darah sekitar plasenta.7) Pada pemeriksaan bimanual, uterus membesar, besar uterus sesuai dengan riwayat haid, tidak mendatar dan mempunyai konsistensi hamil normal.

C. Klasifikasi 1) Abortus Provakatus (Induced Abortion)Abortus Provakatus adalah abortus yang sengaja, baik dengan memakai obat-obatan maupun alat-alat. Abortus ini dibagi menjadi dua yaitu :a) Abortus MedisinalisAbortus Medisinalis adalah abortus karena tindakan kita sendiri, dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan dapat membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi media). Biasanya perlu mendapat persetujuan 2-3 tim dokter ahli.b) Abortus KriminalisAbortus Kriminalis adalah abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis.2) Abortus Spontan Abortus spontan adalah abortus yang terjadi dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis ataupun medisinalis, semata-mata disebabkan oleh faktor-faktor alamiah.Abortus spontan dapat dibagi atas :a) Abortus Kompletus (keguguran lengkap) artinya seluruh hasil konsepsi dikeluarkan (desidua dan fetus) sehingga rongga rahim kosong.b) Abortus Inkompletus (keguguran sedang berlangsung) artinya hanya sebagian dari hasil konsepsi yang dikeluarkan yang tertinggal adalah desidua dan plasenta.c) Abortus insipiens (keguguran sedang berlangsung)Artinya abortus yang sedang berlangsung dengan ostium sudah terbuka dan ketuban yang teraba, kehamilan tidak dapat dipertahankan lagi.d) Abortus Iminens (keguguran membakat) artinya keguguran membakat dan akan terjadi, dalam hal ini keluarnya fetus masih dapat dicegah dengan memberikan obat-obat hormonal dan antipasmodika serta istirahat.e) Missed Abortion artinya keadaan dimana janin sudah mati, tetapi tetap berada dalam rahim dan tidak dikeluarkan selama 2 bulan atau lebih.f) Abortus Habitualis (keguguran berulang) artinya keadaan dimana penderita mengalami keguguran berturut-turut 3 kali atau lebih.g) Abortus Infeksiosus dan Abortus Septik Abortus Infeksiosus adalah keguguran yang disertai infeksi genital, sedangkan abortus septik adalah keguguran disertai infeksi berat dengan penyebaran kuman atau taksinya ke dalam peredaran darah atau peritoneum.

D. EtiologiPada kehamilan muda abortus tidak jarang didahului oleh kematian mudigah. Sebaliknya pada kehamilan lebih lanjut biasanya janin dikeluarkan dalam keadaan masih hidup. Hal-hal yang menyebabkan abortus dapat disebutkan oleh hal-hal berikut ini :1) Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menyebabkan kematian janin atau cacat kelainan berat biasanya menyebabkan kematian mudigah pada hamil muda. Faktor-faktor yang menyebabkan kelainan dalam pertumbuhan ialah sebagai berikut :a) Kelainan kromosom, terutama trisomi autoson dan monosomi x.b) Lingkungan sekitar tempat implatansi kurang sempurna.c) Pengaruh dari luar akibat radiasi, virus, dan obat-obatan.2) Kelainan pada plasenta misalnya endarteritis dapat terjadi dalam villi koriales dan menyebabkan oksigenasi plasenta terganggu, sehingga menyebabkan gangguan pertumbuhan dan kematian janin.3) Penyakit ibu : penyakit mendadak seperti pneumonia, tifus abdominalis, anemia berat dan keracunan.4) Kelainan traktus genetalis : mioma uteri, kelainan bawaan uterus dapat menyebabkan abortus. Sebab lain abortus dalam trisemester ke-2 ialah servik inkompeten yang dapat disebabkan oleh kelemahan bawaan pada serviks, dilatari serviks berlebihan konisasi, amputasi atau robekan serviks luar yang tidak dijahit.

E. Predisposisi 1) Usia ibu yang lanjut2) Riwayat obstetri / ginekologi yang kurang baik.3) Riwayat infertilisasi4) Adanya kelainan / penyakit yang menyertai kehamilan5) Berbagai macam infeksi6) Paparan dengan berbagai macam zat kimia]7) Trauma abdomen / pelvis pada trisemester pertama8) Kelainan kromosom (trisomi / monosomi)

F. Komplikasi1) Perdarahan :Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.2) Perforasi:Sering terjadi sewaktu dilatasi dan kuretase yang dilakukan oleh tenaga yang tidak ahli seperti bidan dan dukun. Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi hiperretrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu diamati dengan teliti, jika ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan laporatomi, dan tergantung dari luas dan bentuk perforasi, penjahitan luka perforasi atau perlu histerektomi. Perforasi uterus pada abortus yang dikerjakan oleh orang awam menimbulkan persoalan gawat karena perlukan uterus biasanya luas, mungkin pula terjadi perlukan pada kandung kemih atau usus. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi, laparatomi harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya cedera, untuk selanjutnya mengambil tindakan-tindakan seperlunya guna mengatasi komplikasi.3) Infeksi dan tetanus4) Payah ginjal akut5) Syok, pada abortus dapat disebabkan oleh :a) Perdarahan yang banyak disebut syok hemoragikb) Infeksi berat atau sepsis disebut syok septic atau endoseptic.

G. PatofisiologiPada awal abortus terjadi perdarahan desidua basalis diikuti nekrosis jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam uterus. Kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing tersebut. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, Villi Koralis belm menembus desidua secara dalam. Jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya pada kkehamilan 8 sampai 14 minggu, penembusan sudah lebih dalam hingga plasenta tidak dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu. Janin dikeluarkan lebih dulu dari pada plasenta. Hasil konsepsi keluar dalam berbagai bentuk seperti kantong kosong amnion atau benda kecil yang tidak jelas bentuknya, janin lahir mati. Janin masih hidup, mola kruenta, fetus kompresus, maserasi atau fetus papi raseus.

H. Penanganan Penanganan diberikan sesuai dengan etiologi yang mendasari timbulnya suatu abortus adalah sebagai berikut :a) Istirahat baring, tidur berbaring merupakan unsur penting dalam pengobatan, karena cara ini menyebabkan bertambahnya aliran dara ke uterus dan berkurangnya rangsangan mekanik.b) Pada kehamilan lebih dari 12 minggu diberikan infus oksitosin dimulai 8 tetes permenit dan naikkan sesuai kontraksi uterus.c) Bila pasien syok karena perdarahan berikan infus ringer laktat dan transfusi darah.

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

A. Pengertian Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang tempat implantasi atau nidasi melekatnnya buah kehamilan di luar tempat yang normal, yakni di luar rongga rahim (Wibowo, 2007).Kehamilan ekstrauterin adalah kehamilan di luar batas uterus, sedangkan kehamilan heterotopik adalah hamil intra uterin dan hamil ektopik yang terjadi bersama-sama. Sedangkan yang disebut sebagai kehamilan ektopik terganggu adalah suatu kehamilan ektopik yang mengalami abortus rupture pada dinding tuba (manuaba, dkk, 2008).

B. Tanda dan Gejala Tanda dan gejala tuba terganggu sangat berbeda-beda dari perdarahan banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut terdapat gejala yang tidak jelas, sehingga sukar membuat diagnosisnya. Tanda dan gejala bergantung pada lamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus atau rupture tuba, tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi, dan keadaan umum penderita sebelum hamil. Tanda dan gejala kehamilan ektopik terganggu adalah sebagai berikut :1) Nyeri2) Menstruasi abnormal3) Perdarahan pervaginam4) Syok karena hipovolemi5) Pembesaran uterus6) Tumor dalam rongga panggul7) Perubahan darah

C. EtiologiSemua faktor yang menghambat migrasi embrio ke kavum uteri menyebabkan seorang ibu semakin rentan untuk menderita kehamilan ektopik yaitu :1) Faktor ibu lumen tuba :a. Endosalpingitis, menyebabkan terjadinya penyempitan lumen tuba.b. Hipoplasia uteri dengan lumen tuba menyempit dan berkelok-kelok.c. Operasi plastik tuba dan sterilisasi yang tidak sempurna.2) Faktor pada dinding tuba :a. Endometriosis, sehingga memudahkan terjadinya implantasi di tuba.b. Divertikel tuba kongenital, menyebabkan retensi ovum.3) Faktor di luar dinding tuba :a. Perlekatan peritubal dengan distansi atau lekukan tuba.b. Tumor yang menekan dinding tuba.c. Pelvic Inflammatory Disease (PID)4) Faktor lain :a. Hamil saat berusia lebih dari 35 tahun.b. Fertilisasi in vitro c. Penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR)d. Riwayat kehamilan ektropik sebelumnya.e. Infertilitasf. Mioma Uterig. Hidrosalping (Rachimhadhi, 2005)

D. Predisposisi 1) Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya2) Riwayat operasi di daerah tuba dan / atau tubektomi3) Riwayat penggunaan AKDR4) Infertilitas5) Riwayat inseminasi buatan atau teknologi bantuan reproduktif (Assisted Reproductive Technology / ART)6) Riwayat inekfsi saluran kemih dan pelvie inflammatory disease / PID.7) Merokok8) Riwayat abortus sebelumnya9) Riwayat promiskuitas10) Riwayat seksio sesarea sebelumnya.

E. Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi yaitu :1) Pada pengobatan konservatif, yaitu bila kehamilan ektopik terganggu telah lama berlangsung (4-6 minggu), terjadi perdarahan ulang. Ini merupakan indikasi operasi.2) Infeksi3) Sterilitas4) Pecahnya tuba falopi5) Komplikasi juga terganggu dari lokasi tumbuh berkembangnya embrio.

F. PatofisiologiKebanyakan dari kehamilan ektopik berlokasi di tuba falopi. Tempat yang paling umum terjadi adalah pada pars ampullaris, sekitar 80%. Kemudian berturut-turut adalah isthmus (12%), fimbriae dan seperti yang disebut pada bagian atas, kehamilan ektopik non tuba sangat jarang. Kehamilan pada daerah intersisial sering berhubungan dengan kesakitan yang berat, karena baru mengeluarkan gejala yang muncu lebih lama dari tipe yang lain, dan sulit di diagnosis dan biasanya menghasilkan perdarahan yang sangat banyak bila terjadi rupture.Proses implatansi ovum yang dibuahi yang terjadi di tiba pada dasarnya sama dengan halnya di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau interkolumner. Pada yang pertama telur berimplamantasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan diresorbsi. Pada nidasi secara interkolumner telur bernidasi antara 2 jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba tidak sempurna malahan kadang-kadang tidak tampak, dengan mudah villi korialis menembus endosalping dan masuk dalam lapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya bergantung pada beberapa faktor, seperti tempat implantasi, tebalnya dinding tuba, dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas. Dibawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari korpus luteum gravidatis dan trofoblas, uterus menjadi besar dan lembek, dan endometrium dapat pula berubah menjadi desidua. Dapat ditemukan pula perubahan-perubahan pada endometrium yang disebut fenomena Arias-Stella. Sel epitel membesar dengan intinya hipertrofik, hiperkromatik, lobuler, dan berbentuk tidak teratur. Sitoplasma sel dapat berlubang-lubang atau berbusa, dan kadang-kadang ditemukan mitosis. Perubahan ini hanya terjadi pada sebagian kehamilan ektopik.Terdapat beberapa kemungkinan yang dapat terjadi pada kehamilan ektopik dalam tuba. Karena tuba bukan merupakan tempat yang baik untuk pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin dapat tumbuh secara utuh seperti di uterus. Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 minggu sampai 10 minggu.

G. Penanganan 1) Penderita yang disangka Kehamilan Ektopik harus segera dirawat inap dirumah sakit untuk penanggulanggannya2) Bila wanita dalam keadaan syok perbaiki keadaan umumnya dengan pemberian cairan yang cukup ( dekstrose 5%, glukosa 5%, garam fisiologis) dan transfusi darah.3) Setelah didiagnosis jelas atau sangat disangka kehamilan ektopik dan keadaan umum baik atau lumayan, segera lakukan laparatomi untuk menghilangkan sumber perdarahan ; dicari, diklem dan dieksisi sebersih mungkin ( salpingektomi ) kemudian diikat sebaik-baiknya.4) Sisa-sisa darah dikeluarkan dan dibersihkan sedapat mungkin supaya penyembuhan lebih cepat5) Berikan antibiotika sesuai indikasi dan obat anti inflamasi

H. KlasifikasiSebagian besar kehamilan ektofik terjadi pada tuba. Tempat implantasi yang paling sering adalah ampula, kemudian isthmus, fibriae, kornum serta uterus intersisialis. Sedangkan kehamilan ektopik non-tuba sangat jarang terjadi, tetapi dapat terjadi pada abdomen, ovarium atau servik.Beberapa klasifikasi kehamilan ektopik terganggu adalah :a. Kehamilan interstisial (Kornual)Kehamilan interstisial merupakan kehamilan yang implantasi embrionya di tuba falopi. Pasien menunjukkan gejala yang cukup lama, sulit di diagnosis dan menyebabkan perdarahan masif ketika terjadi rupture. Pada usia kehamilan 6-10 minggu akan terganggu. Hasil konsepsi dapat mati dan diresorbsi, keguguran dan rupture tuba. Angka kematian ibu akibat kehamilan interstisial adalah 2%. Penanganan kasus ini dengan laparatomi.b. Kehamilan OvariumKehamilan di ovarium lebih sering dikaitkan dengan perdarahan dalam jumlah banyak dan pasien sering mengalami rupture kista korpus luteum secara klinis, pecahnya kehamilan ovarium , torsi dan endometriosis.

c. Kehamilan servikKehamilan servik merupakan kehamilan dengan nidasi di kanalis servikalis, dinding servik menjadi tipis dan membesar. Kehamilan di servikalis ini jarang ditemui. Tanda dari kehamilan ini adlaha kehamilan terganggu, perdarahan, tanpa nyeri, abortus spontan. Terapinya adalah histerektomi.d. Kehamilan AbdomenKehamilan abdominal terbagi menjadi primer (implantasi sesudah dibuahi, langsung pada peritoneum / kavum abdominal) dan sekunder (embrio masih hidup dari tempat primer). Kehamilan dapat aterm dan anak hidup, namun didapatkan cacat. Fetus mati, degenerasi dan maserasi, infiltrasi lemak jadi lithopedion / fetus popyraceus. Terapi kehamilan abdominal adalah laparatomi, dan plasenta dibiarkan (teresorbsi).

MOLA HIDATIDOSA

A. Pengertian Mola Hidatidosa adalah jonjot-jonjot korion (chorionic villi) yang tumbuh berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur atau mata ikan. Kelainan ini merupakan neoplasma trofoblas yang jinak (beigna). Menurut Mochtar, 2005.Sedangkan menurut Prawirohardjo, 2007 yang dimaksud dengan mola hidatidosa ialah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh villi korialis mengalami perubahan hidrotopik. Dalam hal demikian disebut mola hidotisida atau complete mole, sedangkan bila janin atau bagian dari janin disebut mola parsialis atau partial mole.

B. Tanda dan GejalaMenurut Mochtar, 2005 terdapat beberapa tanda dan gejala mola dilihat dari keluhan dan beberapa pemeriksaan khusus obstetri yang dilakukan pada penderita :1. Terdapat gejala-gejala hamil muda yang kadang-kadang lebih nyata dari kehamilan biasa.2. Kadang kala ada tanda toksemia gravidarum.3. Terdapat perdarahan yang sedikit atau banyak, tidak teratur, warna tengguli tua atau kecoklatan seperti bumbu rujak. 4. Pembesaran uterus tidak sesuai (lebih besar) dengan tua kehamilan seharusnya.5. Keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan (tidak selalu ada), yang merupakan diagnosa pasti.6. Muka dan badan kadang-kadang kelihatan pucat kekuning-kuningan yang disebut muka mola (mola face)7. Tidak teraba bagian-bagian janin dan balotemen juga gerakan janin.8. Adanya fenomena harmonika : darah dan gelembung mola keluar dan fundus uteri turun; lalu naik lagi terkumpulnya darah baru.9. Tidak terdengar bunyi denyut jantung janin10. Terdengar bising dan bunyi khas11. Perdarahan tidak teratur12. Penurunan berat badan yang berlebihan.

C. EtiologiMenurut Purwaningsih, 2010, penyebab terjadinya mola hidatidosa adalah pembengkakan pada villi (degenerasi pada hidrofik) dan poliferas trofoblas. Faktor yang dapat menyebabkan mola hidatidosa antara lain :1. Faktor ovum : ovum patologik sehingga mati dan terlambat dikeluarkan.2. Imunoselektif dari trofoblos3. Keadaan sosio ekonomi yang rendah4. Paritas tinggi5. Kekurangan protein6. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas.

D. PredisposisiFaktor resiko lainnya yang diketahui adalah status sosio ekonomi rendah, keguguran sebelumnya, neoplasma torofoblastik gestasional sebelumnya, dan usia yang sangat ekstrim pada masa subur. Efek usia yang sangat jelas terlihat adalah pada wanita yang berusia lebih dari 45 tahun, ketika frekuensi lesi yang terjadi adalah 10 kali lipat dari pada lesi yang dapat terjadi pada wanita yang berusia diantara 20-40 tahun. (Reader, 2011).Faktor lain yang mempengaruhi wanita untuk kehamilan mola yaitu berkaitan dengan genetikan dan riwayat produksi. Berikut faktor resiko untuk kehamilan mola hidatisoda menurut Fauziyah, 2012 :1. Etnis AsiaAda insiden yang lebih tinggi untuk angka kejadian kehamilan mola hidatidosa di kawasan Asia. Perempuan dari etnis Asia beresiko dua kali lipat lebih tinggi dari pada wanita non-etnis Asia.2. Riwayat Kehamilan Mola Hidatidosa sebelumnyaWanita yang pernah mengalami kehamilan mola hidatidosa memiliki resiko 2 kali lipat dibandingkan dengan yang belum pernah mengalami kehamilan mola hidatidosa.3. Riwayat Genetik Terdapat penelitian yang membuktikan bahwa kehamilan mola hidatidosa memiliki penyebab genetik terkait dengan mutasi gen pada kromosom.4. Faktor makananAsupan rendah karotene dan rendah lemak hewani dikaitkan dengan peningkatan resiko kehamilan mola hidatidosa sempurna termasuk juga kekurangan vitamin A.

E. KomplikasiKomplikasi pada mola hidatidosa menurut Nugroho, 2011 meliputi :a. Perdarahan hebat b. Anemiac. Syok hipovolemikd. Infeksi sekundere. Perforasi uterusf. Keganasan (PTG)

F. PatofisiologiJonjot-jonjot korion tumbuh berganda dan mengandung cairan merupakan kista-kista seperti anggur. Biasanya di dalamnya tidak berisi embrio. Secara histopatologik kadang-kadang ditemukan jaringan mola pada plasenta dengan bayi normal. Bisa juga terjadi kehamilan ganda mola adalah satu jam tumbuh dan yang satu lagi menjadi mola hidatidosa. Gelembung mola biasanya bervariasi, mulai dari yang kecil sampai berdiameter lebih dari 1 cm. Mola persialis adalah bila dijumpai janin dan gelembung-gelembung mola. Secara mikroskopik terlihat:a. Proliferasi dan trofoblasb. Degenerasi hidropik dari stroma villic. Terlambat dan hilangnya pembuluh darahSel-sel Langhans tampak seperti sel polidral dengan inti terang dan adanya sel sinsisial giantik. Pada kasus mola banyak kita jumpai ovarium dengan kista lutein ganda berdiameter 0 cm atau lebih (25-60 %). Kista lutein akan berangsur-angsur mengecil dan kemudian hilang setelah mola hidrotidosa sembuh. (Mochtar, 2005).Sedangkan menurut Purwaningsih, 2010 patofisiologi mola hidatidosa yaitu ovumnya telah dibuahi mengalami proses segmentasi sehingga terjadi blastomer kemudian terjadi pembelahan dan sel telur membelah menjadi 2 buah sel, masing-masing sel membelah lagi menjadi 4, 8, 16, 32 dan seterusnya hingga membentuk kelompok sel yang disebut morula. Morula bergerak ke cavum uteri kurang lebih 3 hari dan di dalam morula terdapat exozeolum. Sel-sel morula terbagi dalam 2 jenis yaitu trofoblas (Sel yang bernoda disebelah luar yang merupakan dinding sel telur). Sel kedua yaitu bintik benih atau nodus embrionale (sel yang terdapat disebelah dalam yang akan membentuk bayi). Pada fase ini sel seharusnya mengalami nidasi tetapi karena adanya proliferasi dari trofoblos atau pembengkakan villi atau degenerasi hidriflik dari stroma villi maka nidasi tidak terjadi. Trofoblas kadang berproliferasi ringan kadang keras sehingga saat proliferasi keras uterus menjadi semakin bersar. Selain itu trofoblas juga mengeluarkan hormone hidatidosa tidak jarang terjadi perdarahan pervaginam, ini juga dikarenakan proliferasi trofoblas yang berlebihan. Pengeluaran darah ini kadang disertai gelembung vilus yang dapat memastikan diagnose mola hidatidosa.

G. Penanganan Terapi Mola Hidatidosa ada 3 tahap yaitu :a. Perbaikan keadaan umumPerbaikan keadaan umum pada pasien mola hidatidosa yaitu :1) Koreksi dehidrasi bila ada 2) Transfusi darah bila ada anemia (Hb 8 gr % atau kurang)3) Bila ada gejala pre eklamsi dan hiperemesis gravidarum diobati sesuai dengan protokol penanganan di bagian obstetrik dan ginekologi.4) Bila ada gejala-gejala tirotoksikosis, dikonsultasikan ke bagian penyakit dalam.b. Pengeluaran jaringan mola dengan cara kuretase dan histerektomi 1) Kuretase pada pasien mola Hidatidosa :a) Dilakukan setelah pemeriksaan persiapan selesai (pemeriksaan darah rutin, kadar beta HCG foto toraks) kecuali bila jaringan mola sudah keluar spontan.b) Bila kanalis servikalis belum terbuka maka dilakukan pemasangan laminaria dan kuretase dilakukan 24 jam kemudian.c) Sebelum melakukan kuretase, sediakan darah 500 cc dan pasang infuse dengan tetesan oksitosin 10 IU dalam 500 cc dektrase 5%.d) Kuretase dilakukan 2 kali dengan interval minimal 1 minggu.e) Seluruh jaringan hasil kuretase dikirim ke laboratorium.2) HisterektomiSyarat melakukan histerektomi adalah :a) Umur ibu 35 than atau lebihb) Sudah memiliki anak hidup 3 orang atau lebih.

c. Pemeriksaan Tindak LanjutMenurut Sujiyatini, 2009 pemeriksaan tindak lanjut pada pasien mola hidatidosa meliputi :a) Lamanya pengawasan 1-2 tahunb) Selama pengawasan, pasien dianjurkan untuk memakai kontrasepsi kondom, pil kombinasi atau diafragma. Pemeriksaan fisik dilakukan setiap kali pasien datang untuk kontrol.c) Pemeriksaan kadar beta HCG dilakukan setiap minggu sampai ditemukan kadarnya yang normal 3 kali berturut-turut.d) Bila telah terjadi remisi spontan (kadar beta HCG, Pemeriksaan fisik dan foto toraks semuanya normal). Setelah 1 tahun maka pasien tersebut dapat berhenti menggunakan kontrasepsi dan dapat hamil kembali.e) Bila selama observasi, kadar beta HCG tetap akan meningkat dan pada pemeriksaan foto toraks ditemukan adanya tanda-tanda metastasis maka pasien harus dievaluasi dan mulai pemberian kemoterapi.

H. KlasifikasiMola hidatidosa terdiri dari dua jenis menurut Myles, 2009 yaitu :1. Mola Hidatidosa kompletPada mola jenis ini, tidak terdapat adanya tanda-tanda embrio, tali pusat atau membran. Kematian terjadi sebelum berkembangnya sirkulasi plasenta. Villi korionik berubah menjadi vesikel hidrofik yang jernih yang menggantung bergerombol pada pedikulus kecil dan memberi tmapilan seperti seikat anggur. Ukuran vesikel bervariasi dari yang sulit dilihat samapi yang berdiameter beberapa centimeter. Hiperplasia menyerang lapisan sinsitiotrofoblas dan

PLASENTA PREVIA

a. Pengertian Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutup sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (ostium uteri internal). Normalnya adlah pada dinding depan atau dinding belakang rahim didaerah fundus uteri.

b. Tanda gejala1. Gejala yang terpenting adlah perdarahan tanpa nyeri, bisa terjadi kapan saja dan dimana saja.2. Perdarhannya berulang.3. Warna perdarahan merah segar.4. Bagian terndah janin sangat tinggi.5. Adanya anemia dan shock yang sesuai dengan keluarnya darah.6. His biasanya tidak ada.7. Denyut jantung janin ada.8. Penurunan kepala tidak masuk PAP.9. Sering disertai kelainan letak. Bahaya untuk ibu1. Perdarahan yang hebat2. Infeksi sepsis3. Emboli udara (jarang) Bahaya untuk anak1. Hypoxia2. Perdarahan dan shock

c. EtiologiDisamping masih banyak penyebab plasenta previa yang belum diketahui atau belum jelas, bermacam-macam teori dan faktor dikemukakan sebagai etiologinya. Diantaranya yaitu : endometrium yang inferior, chorion leave yang persisten dan korpus luteum yang bereaksi lambat.Faktor-faktor etiologis:1. Umur dan paritasPada primigravida umur diatas 35 tahun lebih sering daripada umur dibawah 25 tahun. Lebih sering terjadi pada paritas tinggi dan pada paritas rendah. Di indonesia menurut Toha plasenta previa banyak dijumpai pada umur muda dan paritas kecil.2. Hipoplasia endometrium: bila kawin dan hamil pada umur muda.3. Endometrium cacat pada bekas persalinan berulang-ulang bekas operasi, kuretase dan manual plasenta.4. Korpus luteum beraksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima hasil konsepsi.5. Tumor-tumor seperti mioma uteri dan polip endometrium.6. Kadang-kadang pada malnutrisi.

d. Diagnosis1. AnamnesisPerdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu berlangsung tanpa nyeri terutama pada multigravida, banyaknya perdarahan tidak dapat dinilai dan anamnesis, melainkan dan pada pemeriksaan hematokrit.2. Pemeriksaan luarBagian bawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul presentasi kepala, biasanya kepala masih terapung diatas pintu atas panggul mengelak kesamping dan sukar didorong masuk ke PAP.3. Pemeriksaan In SpekuloPemeriksaan bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari osteum uteri eksternum atau dari ostium uteri eksternum, adnaya plasenta previa harus dicurigai.4. Penetuan letak plasenta tidak langsungPenentuan letak plasenta secara tidak langsung dapat dilakukan radiografi, radioisotope dan ultrasonografi. Ultrasonografi penentuan letak plasenyta dengan cara ini ternyata sangat tepat, tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan janinnyadan tidak menyebabkan nyeri.5. Pemeriksaan ultrasonigrafiDenga pemeriksaan ini dapat ditentuka implantasi plasenta atau jarak tepi 5 cm disebut placenta letak rendah.6. Diagnosis plasenta previa secara definitifDilakukaan dengan PDMO yaitu melakukan perabaan secar langsung melalui pembukaan serviks pada perdarahn yang sangat banyak pada ibu dengan anemia berat, tidak dianjurkan melakukan PDMO sebagai upaya penentuan diagnosis.

e. KomplikasiPlasenta previa dapat menyebabkan resiko pada ibu dan janin. Menurut Manuaba (2001), adapun komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi yaitu :1. Komplikasi pada ibuPerdarahan tambahan saat operasi menembus plasenta dengan insersio depan. Infeksi karena anemia, robekan implantasi plasenta dibagian belakang segmen bawah rahim, terjadi ruptur uteri karena susunan jaringan rapuh dan sulit diketahui.2. Komplikasi pada janinPrematuritas dengan morbiditas dan mortalitas tinggi, mudah infeksi karena anemia disertai daya tahan rendah, asfiksia intra uteri sampai dengan kematian.

f. PenatalaksanaanTindakan pada plasenta previa :1. Tindakan dasar umumMemantau tekanan darah, nadi dan hemoglobin, memberi oksigen, memasang infus, memberi ekspander plasma atau serum yang diawetkan. Usahakanlah pemberian darah lengkap yang telah diawetkandalam jumlah yang mencukupi.2. Pada perdarahan yang mengancam nyawa, seksio sesarea segera dilakukaan setelah pengobtan syok dimulai.3. Pada perdarahan yang tetap hebat atau meningkat karena plasenta previa totalis atau pasrialis. Segera lakukan seksio sesarea karena plasenta letak rendah (plasenta tidak terlihat jika lebar mulut serviks sekitar 4-5 cm), pecahkan selaput ketuban dan berikan infus oksitosin jika perdarahan tidak berhenti lakukan persalinan pervagina dengan forcep atau ekstraksi vakum, jika perdarahan tidak berhenti dilakukan seksio sesaria.4. Tindakan setelah melahirkan a. Cegah syok (syok hemoragik)b. Pantau urin dengan kateter menetapc. Pantau sistem koagulasi (koagulopati)d. Pada bayi, pantau Hb , hitung eritrosit dan hematokrit.

SOLUSIO PLASENTA

A. PengertianSolusio Plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya yang normal pad uterus sebelum janin dilahirkan. Yang terjadi pada kehamilan 22 minggu atau berat janin diataas 500 gr (Rustam, 2002).Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya yang normal dari uterus, sebelum janin dilahirkan. Defenisi ini berlaku pada kehamilan dengan usia kehamilan (masa gestasi) di atas 22 minggu atau berat janin di atas 500 gr. Proses solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan dalam desidua basalis yang menyebabkan hematoma retroplasenter (saefuddin, 2006).

B. Tanda dan GejalaUsia kehamilan enam bulan ke atas, terutama beberapa pekan sebelum proses kehamilan merupakan waktu yang paling sering mengalami solusio plasenta. Di bawah ini adalah beberapa gejala solusio plasenta yang bisa terjadi :a. Nyeri punggungb. Kontraksi berlangsung cepatc. Perdarahan pada vaginad. Rahim terasa sakite. Nyeri perutf. Kurang bergeraknya bayi yang berada dalam kandungan atau tidak seperti biasanya.Jika mengalami gejala seperti yang disebutkan di atas, segera temui dokter.

C. KlasifikasiSolusio plasenta dapat diklasifikasikan sebagai berikut :a. Menurut Jenis perdarahan 1) Jenis perdarahan tersembunyi (concealed), perdarahan terperangkap dalam kavum uteri (Hematoma retroplasenta).2) Jenis perdarahan keluar / eksternal (revealed) darah keluar dari ostium uteri.b. Menurut lepasnya plasenta1) Solusio plasenta parsialis, bila hanya sebagian saja plasenta terlepas dari perlekatannya.2) Solusio plasenta totalis (komplit) bila seluruh plasenta sudah terlepas tempat perlekatannya.c. Menurut Derajatnya1) Solusio plasenta ringan a) Perdarahan kurang dari 500 cc dengan lepasnya plasenta kurang dari 1/5 bagianb) Perut ibu masih lemas sehingga janin mudah dirabac) Tanda fatal distress belum tampakd) Terdapat perdarahan hitam pervaginame) Tanpa gangguan pembekuan darah2) Solusio plasenta sedanga) Lepasnya plasenta antara 2/3 bagian dengan perdarahan sekitar 1000 ccb) Perut mulai tegang, nyeri tekan uterus karena darah telah mengadakan infiltrasi di antara serabut otot uterus dan janin sulit di raba.c) Janin mengalami hipoksia dan denyut jantung abnormald) Tanda persalinan ada dan dapat berlangsung cepat sekitar 2 jam.3) Solusio Plasenta berata) Lepasnya plasenta melebihi 2/3 bagian b) Ibu biasanya dalam keadaan syokc) Perut nyeri dan tegang, bagian janin sulit dirabad) Darah dapat masuk otot rahim, uterus couvelaire yang menyebabkan otonia uteri serta perdarahan pasca partus.e) Terdapat gangguan pembekuan darah

D. EtiologiPenyebab primer solusio plasenta belum diketahui secara pasti. Namun ada beberapa faktor yang menjadi predisposisi La. Faktor kordiorenovaskulerGlomerulonefritis kronik, hipertensi ensial, sindroma preeklamsi dan eklamsia. Pada penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi pada separuh kasus solusio plasenta beberapa abnormalitas pada mikro sirkulasinya. Sring dalam penelitiannya melaporkan bahwa resiko terjadinya solusio plasenta meningkat 40% untuk setiap tahun ibu merokok sampai terjadinya kehamilan.b. Riwayat solusio plasenta sebelumnyaHal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan riwayat solusio plasenta adalah bahwa resiko berulangnya kejadian ini pada kehamilan berikutnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil lainnya yang tidak memiliki riwayat solusio plasenta sebelumnya.c. Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi / defisiensi gizi tekanan uterus pada vena cava inferior dikarenakan pembesaran ukuran uterus oleh adanya kehamilan dan lain-lain.

E. Predisposisi a. Hipertensib. Versi luarc. Trauma abdomend. Hidramnione. Gernelif. Defisiensi besi

F. KomplikasiKomplikasi yang dapat terjadi pada ibu adalah :a. Syok hemoragikb. Gagal ginjalGagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita solusio plasenta dan pada dasarnya disebabkan oleh keadaan hipovolemia karena perdarahan yang terjadi. Biasanya terjadi nekrosis tubuli ginjal yang mendadak yang umumnya masih dapat ditolong dengan penanganan yang baik. Perfusi ginjal aka terganggu karena syok dan pembekuan intravaskuler. Oliguri dan protein urin akan terjadi nekrosis tubuli atau nekrosis korteks ginjal mendadak. Oleh karena itu oliguria hanya dapat diketahui dengan pengukuran pengeluaran urine yang harus secara rutin dilakukan pada solusio plasenta berat. Hipovolemia secepat mungkin menyelesaikan persalinan dan mengatasi kelainan pembekuan darah.c. Kelainan pembekuan darah Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta biasanya disebabkan oleh Hipofibrinogenemia.d. Apoplexi Uteroplasenta (uterus Couvelaire)Pada solusio plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam otot-otot rahim dan dibawah perimetrium dan terkadang juga dalam ligamentum latum. Perdarahan ini menyebabkan gangguan kontraktilitas uterus dan warna uterus berubah menjadi biru atau ungu yang biasa disebut uterus couvelaire. Tapi apakah ini harus diangkat atau tidak tergantung pada kesanggupannya dalam membantu menghentikan darah.Komplikasi yang dapat terjadi pada janin adalah :a. Fetal distressb. Gangguan pertumbuhan / perkembanganc. Hipoksia dan anemiad. Kematian

G. PatofisiologiSolusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan ke dalam desidua basalis dan terbentuknya hematom subkhorionik yang dapat berasal dari pembuluh darah miometrium atau plasenta dengan berkembangnya hemotom subkhrionik terjadi penekanan dan perluasan pelepasan plasenta dari dinding uterus.Apabila perdarahan sedikit, hematoma yang kecil itu hanya akan mendesak jaringan plasenta, peredaran darah antara uterus dan plasenta belum terganggu, dan tanda serta gejalanya pun tidak jelas. Kejadiannya baru diketahui setelah plasenta lahir, yang pada pemeriksaan didapatkan cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah lama yang berwarna kehitam-hitaman.Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus karena otot uterus yang telah meregang oleh kehamilan itu tidak mampu untuk lebih berkontraksi menghentikan perdarahannya. Akibatnya, hematoma retroplasenter akan bertambah besar, sehingga sebagian dan akhirnya seluruh plasenta terlepas dari dinding uterus. Sebagian darah akan menyelundup di bawah selaput ketuban keluar dari vagina; atau menembus selaput ketuban masuk ke dalam kantong ketuban; atau mengadakan ekstravasasi di antara serabut-serabut otot uterus. Apabila ekstravasasinya berlangsung hebat, seluruh permukaaanuterus akan berbercak biru atau ungu. Hal ini disebut uterus Couvelaire, menurut orang yang pertama kali menemukannya. Uterus seperti itu akan terasa sangat tegang dan nyeri. Akibat kerusakan jaringan miometrium dan pembekuan retroplasenter, adalah perlepasan tromboplastin yang banyak ke dalam peredaran darah ibu, sehingga terjadi pembekuan intravaskuler dimana-mana, yang akan menghabiskan sebagian besar persediaan fibrinogen. Akibatnya, ibu jatuh pada keadaan hipofibrinogenemia. Pada keadaan hipofibrinogenemia ini terjadi gangguan pembekuan darah yang tidak hanya di uterus, tetapi juga pada alat-alat tubuh lainnya.

H. Penanganan Penanganan pada pasien yang mengalami solusio plasenta tergantung dari berat ringannya kejadian di bawah ini akan dijelaskan antara lain :a. Pada kondisi solusio plasenta ringan, jika keadaan janin masih baik dapat dilakukan penanganan secara konservatif kemudian menganjurkan ibu untuk melakukan ibu posisi semi fowler atau setengah duduk, mengobservasi tanda-tanda vital tiap 15 menit, memantau bunyi jantung janin.b. Inspeksi tempat perdarahan, menganjurkan ibu untuk melakukan pemeriksaan cardiotopograf (CTG) untuk memonitor keadaan janin,, jika perdarahan berhenti dan keadaan janin baik pada kehamilan prematur, mengajurkan ibu untuk dirawat inap: bila ada perbaikan (perdarahan berhenti, kontraksi uterus tidak ada dan janin hidup) menganjurkan ibu melakukan pemeriksaan USG dan KTG lalu tunggu persalinan spontan; bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus menerus dan uterus berkontraksi ini dapat mengancam ibu dan janin). Usahakan partus pervaginam dengan amniotomi atau oksitosin, bila pembukaan > 6 cm. Jika terus perdarahan, skor pelvie kurang dari 5 atau persalinan masih lama, pembukaan < 6 cm, maka segera lakukan seksio sesarea.c. Solusio plasenta sedang : lakukan pemasangan infus RL 20 tetes / menit dan transfusi darah melakukan pemecahan ketuban, melakukan induksi persalinan atau dilakukan seksio sesarea.d. Solusio plasenta berat : memperbaiki rujukan ke rumah sakit, sebelumnya melakukan : memperbaiki kesadaran umum pemasangan infus RL 20 tetes / menit, tidak diperbolehkan melakukan pemeriksaan dalam, saat merujuk harus diantar oleh petugas kesehatan yang dapat pertolongan mempersiapkan donor darah dari masyarakat atau keluarganya.

RUPTUR UTERI

A. PengertianMenurut Sarwono Prawirohardjo pengertian ruptura uteri adalah robekan atau diskontinuitas dinding rahim akiat dilampauinya daya regang miometrium. Penyebab ruptura uteri adalah disproporsi janin dan panggul, partus macet atau traumatik. Ruptura uteri termasuk salah satu diagnosis banding apabila wanita dalam persalinan lama mengeluh nyeri hebat pada perut bawah, diikuti dengan syok dan perdarahan pervaginam. Robekan tersebut dapat mencapai kandung kemih dan organ vitalnya. Ruptura uteri adalah robeknya dinding uterus pada saat kehamilan atau dalam persalinan dengan atau tanpa robeknya perineum visceral. (Menurut Obstetri dan Ginekologi.

B. Tanda dan GejalaTanda dan gejala ruptura uteri dapat terjadi secara dramatis dan tenang.1) Dramatisa. Nyeri tajam, yang sangat pada abdomen bawah saat kontraksi hebat memuncak.b. Penghentian kontraksi uterus disertai hilangnya rasa nyeric. Perdarahan vagina (dalam jumlah sedikit atau hemoragi)d. Terdapat tanda dan gejala syok, denyut nadi meningkat, tekanan darah menurun dan nafas pendek (sesak)e. Temuan pada polpasi abdomen tidak sama dengan temuan terdahuluf. Bagian presentasi dapat digerakkan di atas rongga panggulg. Janin dapat terposisi atau terelokasi secara dramatis dalam abdomen ibu.h. Bagian janin lebih mudah dipolpasii. Gerakan janin dapat menjadi lebih kuat dan kemudian menurun menjadi tidak ada gerakanj. Lingkar uterus dan kepadatannya (kontraksi) dapat dirasakan (janin seperti berada di luar uterus)2) Tenanga. Kemungkinan terjadi muntahb. Nyeri meningkat diseluruh abdomen c. Nyeri berat pada suprapubisd. Kontraksi uterus hipotorike. Perkembangan persalinan menurunf. Perasaan ingin pingsang. Hematuri (kadang-kadang kencing darah)h. Perdarahan pervaginai. Tanda-tanda syok progresifj. Kontraksi dapat berlanjut tanpa menimbulkan efek pada servik atau kontraksi mungkin tidak dirasakank. DJJ mungkin akan hilang

C. KlasifikasiMenurut waktu terjadinya rupture uteri dibedakan :1) Rupture uteri gravidarum : terjadi waktu sedang hamil, sering berlokasi pada korpus.2) Rupture uteri durante partum : terjadi waktu melahirkan anak, lokasinya sering pada segmen bawah rahim, jenis inilah yang terbanyak.Menurut lokasinya, ruptur uteri dapat dibedakan:1) Korpus UteriBiasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami operasi, seperti seksio sesarea klasik (korporal) atau miomektomi.2) Segmen Bawah RahimBiasanya terjadi pada partus yang sulit dan lama (tidak maju). SBR tambah lama tambah regang dan tipis dan akhirnya terjadilah ruptur uteri.3) Serviks UteriBiasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forsep atau versi dan ekstraksi, sedang pembukaan belum lengkap.4) Kolpoporeksis-KolporeksisRobekan robekan di antara serviks dan vagina.Menurut robeknya peritoneum, ruptur uteri dapat dibedakan:1) Ruptur Uteri KompletaRobekan pada dinding uterus berikut peritoneumnya (perimetrium), sehingga terdapat hubungan langsung antara rongga perut dan rongga uterus dengan bahaya peritonitis.2) Ruptur Uteri InkompletaRobekan otot rahim tetapi peritoneum tidak ikut robek. Perdarahan terjadi subperitoneal dan bisa meluas sampai ke ligamentum latum

D. EtiologiRuptur uteri dapat terjadi sebagai akibat cedera atau anomali yang sudah ada sebelumnya, atau dapat menjadi komplikasi dalam persalinan dengan uterus yang sebelumnya tanpa parut. Akhir-akhir ini, penyebab ruptur uteri yang paling sering adalah terpisahnya jaringan parut akibat seksio sesarea sebelumnya dan peristiwa ini kemungkinan semakin sering terjadi bersamaan dengan timbulnya kecenderungan untuk memperbolehkan partus percobaan pada persalinan dengan riwayat seksio sesarea.Faktor predisposisi lainnya yang sering ditemukan pada ruptur uteri adalah riwayat operasi atau manipulasi yang mengakibatkan trauma seperti kuretase atau perforasi. Stimulasi uterus secara berlebihan atau kurang tepat dengan oksitosin, yaitu suatu penyebab yang sebelumnya lazim ditemukan, tampak semakin berkurang. Umumnya, uterus yang sebelumnya tidak pernah mengalami trauma dan persalinan berlangsung spontan, tidak akan terus berkontraksi dengan kuat sehingga merusak dirinya sendiri.E. Predisposisi1) Lingkaran retraksi patologis / lingkaran Bandl yang tinggi, mendekati pusat dan naik uterus.2) Kontraksi rahim kuat dan terus menerus3) Penderita gelisah, nyeri diperut bagian bawah, juga diluar his4) Pada polpasi segmen bawah rahim terasa nyeri (di atas simpisis)5) Ligamentum rotundun tegang, juga di luar his6) Bunyi jantung anak biasanya tidak ada atau tidak baik karena anak mengalami hipoksia, yang disebabkan kontraksi dan retraksi rahim yang berlebihan.7) Air kencing mengandung darah (karena kandung kencing terganggu atau tertekan)

F. PenangananUntuk mencegah timbulnya ruptura uteri pimpinan persalinan harus dilakukan dengan cermat, khususnya pada persalinan dengan kemungkinan distosia, dan pada wanita yang pernah mengalami sectio sesarea atau pembedahan lain pada uterus. Pada distosia harus diamati terjadinya regangan segmen bawah rahim, bila ditemui tanda-tanda seperti itu, persalinan harus segera diselesaikan.Jiwa wanita yang mengalami ruptur uteri paling sering bergantung pada kecepatan dan efisiensi dalam mengoreksi hipovolemia dan mengendalikan perdarahan. Perlu ditekankan bahwa syok hipovolemik mungkin tidak bisa dipulihkan kembali dengan cepat sebelum perdarahan arteri dapat dikendalikan, karena itu keterlambatan dalam memulai pembedahan tidak akan bisa diterima.Bila keadaan umum penderita mulai membaik, selanjutnya dilakukan laparotomi dengan tindakan jenis operasi:1. Histerektomi, baik total maupun subtotal.2. Histerorafia, yaitu tepi luka dieksidir lalu dijahit sebaik-baiknya.3. Konservatif, hanya dengan tamponade dan pemberian antibiotik yang cukup.Tindakan aman yang akan dipilih, tergantung dari beberapa faktor, antara lain:1. Keadaan umum2. Jenis ruptur, inkompleta atau kompleta3. Jenis luka robekan4. Tempat luka5. Perdarahan dari luka6. Umur dan jumlah anak hidup7. Kemampuan dan keterampilan penolong

RETENSIO PLASENTA

A. PengertianRetensio plasenta adalah plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir (Ilmu kebidanan, 2002 : 656). Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta tidak dapat lahir setelah setengah jam kelahiran bayi (Subroto, 1987 : 346). Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga melebihi waktu tiga puluh menit setelah bayi lahir (Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2002 : 178).

B. EtiologiSebab retensio plasenta1. Atonia Uteri, sebagai lanjutan inertia yang sudah ada sebelumnya atau yang terjadi pada kala III. Misalnya Partus Lama, permukaan narkose dan sebagainya.2. Pimpinan Kala III yang salah, memijat rahim yang tidak merata, pijatan sebelum plasenta lepas, pemberian uterotonika dan sebagainya.3. Kontraksi rahim yang hipertonik, yang menyebabkan konstriksion ring, (bukan retraction ring), hour glass contraction.4. Plasenta Yang adhesive, sukar lepas karena plasenta yang lebar dan tipis (plasenta yang prematur, immature atau plasenta membranacea)5. Vili chorialis yang melekatnya lebih dalam :a. Plasenta aleretab. Plasenta incretac. Plasenta perkreta6. Kelainan bentuk plasenta sehingga plaenta / sebagian plasenta sukar lepas.a. Plasenta fenestrateb. Plasenta membrannaceac. Plasenta bilabata, plasenta succehturiota, plasenta supriaC. PatofisiologiSegera setelah anak lahir, uterus berhenti kontraksi namun secara perlahan tetapi progresif uterus mengecil yang disebut retraksi, pada masa retraksi itu lebek namun serabut-serabutnya secara perlahan memendek kembali. Peristiwa retraksi menyebabkan pembuluh-pembuluh darah yang berjalan dicelah-celah serabut otot-o tot polos rahim terjepit oleh serabut otot rahim itu sendiri. Bila serabut ketuban belum terlepas, plasenta belum terlepas seluruhnya dan bekuan darah dalam rongga rahim bisa menghalangi proses retraksi yang normal dan menyebabkan banyak darah hilang.

D. Komplikasi1. PerdarahanTerjadi terlebih lagi bila retensio plasenta yang terdapat sedikit perlepasan hingga kontraksi memompa darah tetapi bagian yang melekat membuat luka tidak menutup.2. InfeksiKarena sebagai benda mati yang tertinggal di dalam rahim meningkatkan pertumbuhan bakteri dibantu dengan port dentre dari perlekatan plasenta.3. Dapat terjadi plasenta inkarserata dimana plasenta melekat terus sedangkan kontraksi pada ostium baik hingga yang terjadi.4. Terjadi polip plasenta sebagai massa proliferative yang mengalami infeksi sekunder dan nekrosis.5. Terjadi degenerasi (keganasan) koriokarsinoma dengan masuknya mutagen, perlukaan yang semula fisiologik dapat berubah menjadi patologik (displastik-diskariotik) dan akhirnya menjadi korsinoma invasif. Sekali menjadi mikro invasive, proses keganasan akan berjalan terus. Sel ini tampak abnormal tetapi tidak ganas. Para ilmuwan yakin bahwa beberapa perubahan abnormal pada sel-sel ini merupakan langkah awal dari serangkaian perubahan yang berjalan lambat, yang beberapa tahun kemudian bisa menyebabkan kanker. Karena itu beberapa perubahan abnormal merupakan keadaan prekanker, yang bisa berubah menjadi kanker.

E. PenangananBila tidak terjadi perdarahan : perbaiki keadaan umum penderita bila perlu misal: infus atau transfusi, pemberian antibiotika, pemberian antipiretika, pemberian ATS kemudian dibantu dengan mengosongkan kandung kemih. Lanjutkan memeriksa apakah telah terjadi pemisahan plasenta dengan cara klien, kustner atau strassman. Bila terjadi perdarahan : lepaskan plasenta secara manual, jika plasenta dengan pengeluaran manual tidak lengkap dapat disusul dengan upaya kuretase. Bila plasenta tidak dapat dilepaskan dari rahim, misal plasenta increta / pecreta, lakukan hysterectomia.Cara untuk melahirkan plasenta :1. Dicoba mengeluarkan plasenta dengan cara normal : tangan kanan penolong meregangkan tali pusat sedangkan tangan yang lain mendorong ringan.2. Pengeluaran plasenta secara manual (dengan norkase) : melahirkan plasenta dengan cara memasukkan tangan penolong ke dalam cavum uteri, melepaskan plasenta dari insectio dan mengeluarkan.3. Bila ostium uteri sudah demikian sempitnya, sehingga dengan norkase yang dalam pun tangan tak dapat masuk, maka dapat dilakukan hysterectomia untuk melahirkan plasenta.

PLASENTA RESET / SISA PLASENTA

A. DefinisiPlasenta reset adalah tertinggalnya sisa plasenta dan membrannya dalam cawan uteri (Saifudin, A.B, 2002).Plasenta reset merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam uterus yang dapat menimbulkan perdarahan past partum primer atau perdarahan past partum sekunder.

B. EtiologiEtiologi perdarahan postpartum akibat sisa plasenta : a. Sisa plasenta dan ketuban yang masih tertinggal dalam rongga rahim dapat menimbulkan perdarahan postpartum lambat (biasanya terjadi dalam 6-10 pasca persalinan). Pada perdarahan post partum dini akibat sisa plasenta ditandai dengan perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta lahir dan kontraksi rahim baik. Pada perdarahan post partum lambat gejalanya sama dengan subinvolusi rahim yaitu perdarahan yang berulang atau berlangsung terus dan berasal dari rongga rahim. Perdarahan akibat sisa plasenta jarang menimbulkan syok.b. Penilaian klinis sulit untuk memastikan adanya sisa plasenta, kecuali apabila penolong persalinan memeriksa kelengkapan plasenta setelah plasenta lahir. Apabila kelahiran plasenta dilakukan oleh orang lain atau terdapat keraguan akan sisa plasenta maka untuk memastikan adanya sisa plasenta ditentukan dengan eksplorasi dengan tangan, kuret atau alat bantu diagnostik yaitu ultrasonografi. Pada umumnya perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta lahir dan kontraksi rahim baik dianggap sebagai akibat sisa plasenta yang tertinggal dalam rongga rahim.

C. Faktor predisposisiFaktor-faktor yang menyebabkan perdarahan pasca persalinan yaitu :1) Faktor ibu Wanita yang melahirkan anak pada usia dibawah 20 tahun atau lebih dari 35 tahun merupakan faktor resiko terjadinya perdarahan pasca persalinan yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Hal ini dikarenakan pada usia dibawah yaitu < 20 tahun fungsi reproduksi seorang wanita belum berkembang dengan sempurna, sedangkan pada usia di atas 35 tahun fungsi reproduksi norma sehingga kemungkinan untuk terjadinya perdarahan pasca persalinan yang diakibatkan karena atonia uteri, sisa plasenta, retensio plasenta dan robekan jalan lahir. Perdarahan pasca persalinan yang mengakibatkan kematian maternal pada wanita hamil yang melahirkan pada usia dibawah 20 tahun 2-5 kali lebih tinggi dari pada perdarahan pasca persalinan yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Perdarahan pasca persalinan meningkat kembali setelah usia 30-35 tahun.2) Jarak antar kelahiranIbu yang hamil lagi sebelum 2 tahun sejak kelahiran yang terakhir sering kali mengalami komplikasi dalam persalinan. Sementara dibutuhkan 2-4 tahun agar kondisi tubuh ibu kembali seperti kondisi sebelumnya. Namun apabila ibu melahirkan secara berturut-turut dalam jangka waktu yang singkat akan mengakibatkan kontraksi uterus menjadi kurang baik dan organ reproduksi ibu belum pulih secara sempurna. Sehingga pada saat persalinan berikutnya uterus ibu tidak dapat berkontraksi dengan baik maka bagian-bagian plasenta yang tidak lengkap dan dapat mengakibatkan perdarahan pasca persalinan.3) Paritas Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman dari sudut perdarahan pasca persalinan yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Paritas satu dan paritas dan paritas tinggi (lebih dari tiga) mempunyai angka kejadian perdarahan pasca persalinan lebih tinggi. Pada paritas yang rendah (paritas satu), ketidaksiapan ibu dalam menghadapi persalinan yang pertama merupakan faktor penyebab ketidakmampuan ibu hamil dalam menangani komplikasi yang terjadi selama kehamilan, persalinan dan nifas. Ibu-ibu yang dengan kehamilan lebih dari 1 kali atau yang termasuk multigravida mempunyai resiko lebih tinggi terhadap terjadinya perdarahan pasca persalinan dibandingkan dengan ibu-ibu yang termasuk golongan primigravida (hamil pertama kali). Hal ini dikarenakan pada multigravida. Fungsi reproduksi 4 mengalami penurunan sehingga kemungkinan terjadinya perdarahan pasca persalinan menjadi lebih besar.4) AnemiaAnemia adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin (Hb)dalam darahnya kurang dari 12 gr%. Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin dibawah 11 gr% pada trimester 1 dan 3 atau kadar haemoglobinkurang dari 10,5 gr% pada trimester 2. Nilai batas tersebut danperbedaannya dengan wanita tidak hamil terjadi karena hemodilusi,terutama pada trimester 2. Darah akan bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut hidremia atau hipervolemia.Akan tetapi, bertambahnya sel darah kurang dibandingkan dengan bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran darah. Perbandingan tersebut adalah sebagai berikut: plasma 30%, sel darah 18% dan haemoglobin 19%.Bertambahnya darah dalam kehamilan sudah dimulai sejakkehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya dalam kehamilanantara 32 dan 36 minggu. Secara fisiologis,pengenceran darah ini untuk membantu meringankan kerja jantungyang semakin berat dengan adanya kehamilan. Bahaya persalinan pada ibu yang mengalami anemia adalah gangguan HIS (kekuatan mengejan). Kala pertama dapat berlangsung lama da terjadi partus terlantar, kala dua berlangsung lama sehingga dapat melelehkan dan sering memerlukan tindakan operasi kebidanan, kala uri dapat diikuti retensio plasenta, perdarahan post partum karena atonia uteri dan plasenta rest, kala empat dapat terjadi perdarahan post partum sekunder dan atonia uteri juga plasenta rest.Hasil pemeriksaan Hb, dapat digolongkan sebagai berikut :a. Hb 11 gr % : Tidak Anemiab. Hb 9-10 gr % : Anemia Ringan c. Hb 7-8 gr % : Anemia Sedangd. Hb < 7 gr % : Anemia Berat

D. Komplikasi 1) Sumber infeksi dan perdarahan potensial2) Memudahkan terjadinya anemia yang berkelanjutan3) Terjadi plasenta polip4) Degenerasi korio karsinoma 5) Dapat menimbulkan gangguan pembekuan darah

E. PatofisiologiTertinggalnya plasenta atau selaput janin yang menghalangi kontraksi uterus sehingga masih ada pembuluh darah yang tetap terbuka (Saifudin, 2002). Sewaktu suatu bagian plasenta (Satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan (Sujiyatini, 2011).

F. Penanganan Apabila diagnosa sisa plasenta ditegakkan maka bidan boleh melakukan pengeluaran sisa plasenta secara manual atau digital, dg langkah-langkah sebagai berikut:1. Perbaikan keadaan umum ibu (pasang infus)2. Kosongkan kandung kemih3. Memakai sarung tangan steril4. Desinfeksi genetalia eksterna5. Tangan kiri melebarkan genetalia eksterna,tangan kanan dimasukkan secara obstetri sampai servik6. Lakukan eksplorasi di dalam cavum uteri untuk mengeluarkan sisa plasenta7. Lakukan pengeluaran plasenta secara digital8. Setelah plasenta keluar semua diberikan injeksi uterus tonika9. Berikan antibiotik untuk mencegah infeksi10. Antibiotika ampisilin dosis awal 19 IV dilanjutkan dengan 3x1 gram. Oral dikombinasikan dengan metronidazol 1 gr suppositoria dilanjutkan dengan 3x500 mg oral.11. Observasi tanda-tanda vital dan perdarahan12. Antibiotika dalam dosis pencegahan sebaiknya diberikan.

ATONIA UTERI

A. DefinisiAtonia uteri (relaksasi otot uterus) adalah uteri tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir). Depkes Jakarta ; 2002Atonia uteri adalah kegagalan serabut-serabut otot myometrium uterus untuk berkontraksi dan memendek. Atonia Uteri adalah suatu kondisi dimana Myometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali. Atonia Uteri adalah kondisi dimana Myometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali. (Apri, 2007).

B. Etiologi Adapun faktor penyebab dari atonia uteri adalah sebagai berikut:1. Pemisahan plasenta inkomplet. Jika plasenta tetap melekat secara utuh pada dinding uterus, hal ini cenderung tidak menyebabkan perdarahan. Namun demikian, jika pemisahan telah terjadi, pembuluh darah maternal akan robek. Jika jaringan plasenta sebagian tetap tertanam dalam desidua yang menyerupai spon, kontraksi dan retraksi yang efisien akan terganggu.2. Retensi kotiledon, pragmen plasenta atau membaran. Hal ini juga mengganggu kerja uterus yang efisien.3. Percepatan persalinan. Jika uterus telah berkontraksi dengan kuat dan menyebabkan durasi persalinan kurang dari satu jam, kesempatan otot untuk berretraksi tidak cukup.4. Persalinan lama. Dalam persalinan yang fase aktifnya berlangsung lebih dari 12 jam inersia uterus dapat terjadi akibat kelelahan otot.5. Polihydramnion atau kehamilan kembar. Miometrium menjadi sangat regang sehingga menjadi kurang efisien.6. Plasenta previa. Sebagian atau seluruh plasenta berada di bawah tempat lapisan ototyang lebih tipis mengandung sedikit serat oblik : mengakibatkan control perdarahan yang buruk.7. Abrupsio plasenta. Darah dapat meresap diantara serat otot mengganggu kerja efektif.8. Anastesi umum. Agen anastesi dapat menyebabkan relaksi uterus, terutama agen inhalasi yang mudah menguap seperti halotan.9. Kesalahan penatalaksanaan kala 3 persalinan. Dikatakan bahwa factor ini tetap menjadi penyebab perdarahan pasca partum yang paling sering. Gesekan fundus atau manipulasi uterus dapat mencetuskan terjadinya kontraksi aritmik sehingga plasenta hanya sebagian terpisah dan kehilangan retraksi.10. Kandung kemih penuh. Kandung kemih penuh, kedekatannya dengan uterus di dalam abdomen setelah kala 2 persalinan dapat mengganggu kerja uterus. Hal ini juga merupakan kesalahan penatalaksanaan.

C. PredisposisiBeberapa faktor Predisposisi yang terkait dengan perdarahan pasca persalinan yang disebabkan oleh Atonia Uteri, diantaranya adalah :1. Uterus membesar lebih dari normal selama kehamilan, diantaranya : Jumlah air ketuban yang berlebihan (Polihidramnion) Kehamilan gemelli Janin besar (makrosomia) 2. Kala satu atau kala 2 memanjang. 3. Persalinan cepat (partus presipitatus)4. Persalinan yang diinduksi atau dipercepat dengan oksitosin5. Infeksi intrapartum6. Multiparitas tinggi7. Magnesium sulfat yang digunakan untuk mengendalikan kejang pada preeklamsia atau eklamsia.8. Umur yang terlalu tua atau terlalu muda(35 tahun). Atonia Uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala III persalinan, dengan memijat uterus dan mendorongnya ke bawah dalam usaha melahirkan plasenta, sedang sebenarnya belum terlepas dari uterus.

D. KomplikasiDi samping menyebabkan kematian, syok, HPP memperbesar kemungkinan terjadinya infeksi peurpeal karena daya tahan tubuh penderita berkurang. Perdarahan banyak kelak bisa menyebabkan sindroma Sheehan sebagai akiat nekrosis pada hipofisis pars anterior sehingga terjadi insufisiensi bagian tersebut. Gejala-gejalanya ialah hipotensi, anemia, turunnya berat badan menimbulkan kakeksia, penurunan fungsi dengan atrifi alat-alat genital, kehilangan rambut pubis dan ketiak, penurunan metabolisme dan hipotensi dan kehilangan fungsi loktasi.

E. PatofisiologiPerdarahan postpartum bisa dikendalikan melalui kontraksi dan retraksi serat-serat miometrium. Kontraksi dan retraksi ini menyebabkan terlipatnya pembuluh-pembuluh darah sehingga aliran darah di tempat plasenta berhenti kegagalan mekanisme akibat gangguan fungsi miometrium dinamakan atonia uteri dan keadaan ini menjadi penyebab utama perdarahan postpartum. Sekalipun pada kasus perdarahan postpartum kadang-kadang sama sekali tidak disangka atonia uteri sebagai penyebabnya, namun adanya factor penyebab dalam banyak hal harus menimbulkan kewaspadaan terhadap kemungkinan gangguan tersebut.

F. Penanganan a. Pemijatan uterusb. Oksitosin dapat diberikanc. Antisipasi dari akan kebutuhan darah dan transfusi sesuai kebutuhan, jika perdarahan terus berlangsung, memastikan plasenta lahir lengkap, jika terdapat tanda-tanda sisa plasenta tersebut dikeluarkan, uji pembekuan darah sederhana. Kegagalan terbentuknya pembekuan darah setelah 7 menit atau adanya bekuan lunak yang dapat pecah dengan mudah menunjukkan adanya koagulopati.d. Jika perdarahan masih berlangsung setelah dilakukan kompresi, bimanual internal atau kompresi aorta abdominalis.e. Jika perdarahan masih berlangsung setelah dilakukan kompresi, ligasi arteri uterine dan ovarika, histerektomi jika terjadi perdarahan yang mengancam jiwa.

PERLUKAAN JALAN LAHIR

A. DefinisiPerlukaan jalan lahir merupakan perlukaan yang terjadi pada jalan lahir saat atau setelah terjadinya persalinan yang biasanya ditandai oleh perdarahan pada jalan lahir.Perlukaan jalan lahir karena persalinan dapat mengenai vulva, vagina, dan uterus. Jenis perlukaan ringan berupa luka lecet, yang berat berupa suatu robekan yang disertai perdarahan hebat. (Prawirohardjo S, 2008: 409)

B. Etiologi1. Robekan perineumUmumnya terjadi pada persalinan :a. Kepala janin terlalu cepat lahirb. Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinyac. Jaringan parut pada perineumd. Distosia bahu2. Robekan serviksa. Partus presipitatusb. Trauma krn pemakaian alat-alat operasic. Melahirkan kepala pd letak sungsang scr paksa, pembukaan blm lengkapd. Partus lama3. Ruptur Uteria. riwayat pembedahan terhadap fundus atau korpus uterusb. induksi dengan oksitosin yang sembarangan atau persalinan yang lamac. presentasi abnormal ( terutama terjadi penipisan pada segmen bawah uterus ).4. panggul sempit5. letak lintang6. hydrosephalus7. tumor yang menghalangi jalan lahir8. presentasi dahi atau muka

C. Predisposisi1. Penggunaan obat-obatan2. Partus presipitatus3. Solusio plasenta4. Persalinan traumatis5. Uterus terlalu tegang (gemelli, hidramnion)6. Adanya cacat parut, tumur, anomali uterus7. Partus lama8. Grandemultifora9. Plasenta previa10. Persalinan dengan pacuan11. Riwayat perdarahan pasca persalinan

D. KomplikasiResiko komplikasi yang mungkin terjadi jika rupture perenium tidak segera diatasi, yaitu :a. PerdarahanSeorang wanita dapat meninggal karena perdarahan pasca persalinan dalam waktu satu jam setelah melahirkan. Penilaian dan penatalaksanaan yang cermat selama kala satu dan kala empat persalinan sangat penting. Menilai kehingan darah yaitu dengan cara memantau tanda vital, mengevaluasi asal perdarahan serta memperkirakan jumlah perdarahan lanjutan dan menilai tonus otot (Depkes 2006)b. FistulaFistula dapat terjadi tanpa diketahui penyebabnya karen perluykaan pada vagina menembus kandung kencing atau rektum. Jika kandung kencing luka, maka air kencing akan segera keluar melalui vagina. Fistula dapat menekan kandung kencing atau rektum yang lama antara kepala janin dan panggul, sehingga terjadi iskemia (Depkes, 2006)c. HematomaHematoma dapat terjadi akibat trauma partus pada persalinan karena adanya penekanan kepala janin serta tindakan persalinan yang ditandai dengan rasa nyeri pada perineum dan vulva berwarna biru dan merah. Hematoma dibagian pelvis bisa terjadi dalam vulva perineum dan fosa iskiorektalis. Biasanya karena trauma perineum tetapi bisa juga dengan varikositas vulva yang timbul bersamaan dengan gejala peningkatan nyeri. Kesalahan yang menyebabkan diagnosis tidak diketahui dan memungkinkan banyak darah yang hilang. Dalam waktu yang singkat, adanya pembengkakan biru yang tegang pada salah satu sisi introtus di daerah rupture perineum (martius, 1997).d. InfeksiInfeksi pada masa nifas adalah peradangan di sekitar alat genetalia pada kala nifas. Perlukaan pada persalinan merupakan tempat masuknya kuman ke dalam tubuh sehingga menimbulkan infeksi. Dengan ketentuan meningkatnya suhu tubuh melebihi 380C tanp menghitung pireksia nifas. Setiap wanita yang mengalami pireksi nipas harus diperhatikan, diisolasi dan dilakukan inspeksi pada traktus gentitalis untuk mencari laserasi, robekan atau luka episiotomy (Liwellyin, 2001).

E. Patofisiologi1. Robekan perineumRobekan perineum terjadi pada semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan ini dapat dihindarkan dengan menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat, sebaliknya kepala janin yang akan lahir jangan ditahan terlampau kuat dan lama, karena akan menyebabkan asfiksia dan pendarahan dalam tengkorak janin, dan melemahkan otot-otot dan fasia pada dasar panggul karena diregangkan terlalu lama.2. Robekan serviksPersalinan selalu mengakibatkan robekan serviks, sehingga serviks seorang multipara berbeda daripada yang belum pernah melahirkan per vaginam. Robekan serviks yang luas mengakibatkan perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus berkontraksi baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya robekan serviks uteri.3. Rupture uteria. Rupture uteri spontan1) Terjadi spontan dan sebagian besar pada persalinan2) Terjadi gangguan mekanisme persalinan sehingga menimbulkan ketegangan segmen bawah rahim yang berlebihan. b. Rupture uteri traumatic1) Terjadi pada persalianan2) Timbulnya rupture uteri karena tindakan seperti ekstraksi forsep, ekstraksi vakum, dllc. Rupture uteri pada bekas luka uterus1) Terjadinya spontan atau bekas operasi secsio sesarea dan bekas opersi pada uterus

INVERSIO UTERI

A. Definisi Inversio uteri atau terbaliknya fundus ke dalam kavum uteri dapat menimbulkan nyeri dan perdarahan. Faktor yang menimbulkan inversio uteri meliputi faktor grandemultipara (lebih dari lima kali hamil). Tekanan abdomen meningkat dan fundus uteri masih belum berkontraksi baik. Selain itu terjadi pada persalinan plasenta secara crede yang kontraksi otot rahimnya belum kuat atau terjadi karena tarikan tali pusat sebagai upaya melahirkan plasenta sementara kontraksi uterus belum mulai sehingga yang ditarik justru fundus uteri itu sendiri dan menimbulkan inversio uteri.

B. EtiologiPenyebabnya bisa terjadi secara spontan atau karena tindakan. Faktor yang memudahkan terjadinya adalah uterus yang lembek, lemah, tipis dindingnya; tarikan tali pusat yang berlebihan; atau patulous kanalis servikalis. Yang spontan dapat terjadi pada grandemultipara, atonia uteri, kelemahan alat kandungan dan tekanan intra abdominal yang tinggi ( mengejan dan batuk ). Yang karena tindakan dapat disebabkan Crade yang berlebihan, tarikan tali pusat dan pada manual plasenta yang dipaksakan, apalagi bila ada perlekatan plasenta pada dinding rahim. Frekuensi : Jarang dijumpai, angka kejadian 1:20.000 persalinan.

C. Predisposisi1. Multi / grandemulti2. Prast crede yang salah3. Tekanan intraabdomen tinggi mendadak

D. Komplikasi1. Keratinisasi mukosa vagina dan portio uteri2. Dekubitis3. Hipertropi serviks uteri dan elongasioa4. Gangguan miksi dan stress inkontenensia5. Infeksi saluran kencing6. Infertilitas7. Gangguan partus8. Hemoroid9. inkarserasi usus

E. PatofisiologiUterus dikatakan mengalami inversi jika bagian dalam menjadi di luar saat melahirkan plasenta. Reposisi sebaiknya segera dilakukan. Dengan berjalannya waktu, lingkaran konstriksi sekitar uterus yang terinversi akan mengecil dan uterus akan terisi darah. Dengan adanya persalinan yang sulit, menyebabkan kelemahan pada ligamentum-ligamentum, fasia endopelvik, otot-otot dan fasia dasar panggul karena peningkatan tekanan intra abdominal dan faktor usia

F. PenangananPencegahan : hati-hati dalam memimpin persalinan; jangan terlalu mendorong rahim atau melakukan perasat Crede berulang-ulang dan hati-hatilah dalam menarik tali pusat serta melakukan pengeluaran plasenta dengan tangan.90% kasus inversio uteri disertai dengan perdarahan yang masif dan life-threatening.1. Untuk memperkecil kemungkinan terjadinya renjatan vasovagal dan perdarahan maka harus segera dilakukan tindakan reposisi secepat mungkin.2. Segera lakukan tindakan resusitasi3. Bila plasenta masih melekat , jangan dilepas oleh karena tindakan ini akan memicu perdarahan hebat4. Salah satu tehnik reposisi adalah dengan menempatkan jari tangan pada fornix posterior, dorong uterus kembali kedalam vagina, dorong fundus kearah umbilikus dan memungkinkan ligamentum uterus menarik uterus kembali ke posisi semula . 5. Sebagai tehnik alternatif : dengan menggunakan 3 4 jari yang diletakkan pada bagian tengah fundus dilakukan dorongan kearah umbilkus sampai uterus kembali keposisi normal.6. Setelah reposisi berhasil, tangan dalam harus tetap didalam dan menekan fundus uteri. Berikan oksitosin dan setelah terjadi kontraksi , tangan dalam boleh dikeluarkan perlahan agar inversio uteri tidak berulang.7. Bila reposisi per vaginam gagal, maka dilakukan reposisi melalui laparotomi

A. DefinisiGangguan pada faktor pembekuan darah (trombosit) adalah perdarahan yang terjadi karena adanya kelainan pada proses pembekuan darah sang ibu, sehingga darah tetap mengalir.

B. EtiologiPada periode post partum awal, kelainan sistem koagulasi dan platelet biasanya tidak menyebabkan perdarahan yang banyak, hal ini bergantung pada kontraksi uterus untuk mencegah pendarahan. Deposit fibrin pada tempat perlekatan plasenta dan darah memiliki peran penting beberapa jam hingga beberapa hari setelah persalinan. Kelainan pada daerah ini dapat menyebabkan perdarahan postpartum sekunder atau perdarahan eksaserbasi dari sebab lain, terutama trauma.Abnormalitas dapat muncul sebelum persalinan atau di dapat saat persalinan. Trombositopenia dapat berhubungan dengan penyakit sebelumnya, seperti ITP atau sindroma HELLP sekunder, solusio plasenta, DIC atau sepsis. Abnormalitas platelet dapat saja terjadi, tetapi hal ini jarang. Sebagian besar merupakan penyakit sebelumnya, walaupun sering tak terdiagnosis.Abnormalitas sistem pembekuan yang muncul sebelum persalinan yang berupa hipofibrinogenemia familial, dapat saja terjadi, tetapi abnormalitas yang didapat biasanya yang menjadi masalah. Hal ini dapat berupa DIC yang berhubungan dengan solusio plasenta, sindroma HELLP, IUFD, Emboli air ketuban dan sepsis. Kadar fibrinogen meningkat pada saat hamil, sehingga kadar fibrinogen pada kisaran normal seperti pada wanita yang tidak hamil harus mendapat perhatian. Selain itu, koagulopati delusional dapat terjadi setelah perdarahan postparfum masif yang mendapat resusitasi cairan kristaloid danb transfusi PRC.DIC, yaitu gangguan mekanisme pembekuan darah yang umumnya disebabkan oelh hipo atau fibrinigenemia atau pembekuan intravascular merata (Diseeminated Intravaskular Coagulation).DIC juga dapat berkembang dari syok yang ditunjukkan oelh hipoperfusi jaringan, yang menyebabkan kerusakan dan pelepasan tromboplastin jaringan. Pada kasus ini terdapat peningkatan kadar D-dimer dan penurunan fibrinogen yang tajam serta pemanjangan waktu trombin (trombin time).

C. Patofisiologi Kelainan koagulasi generalisata ini dianggap sebagai akibat dari lepasnya substansi-substansi serupa tromboplastin yang berasal dari produk konsepsi ke dalam sirkulasi darah ibu atau akibat aktivasi faktor oleh edotoksin. Setelah itu mulailah serangkaian reaksi berantai yang mengaktifkan mekanisme pembekuan darah. Pembentukan dan pengendapan fibrin dan sebagai konsekuensinya, aktivasi sistem fibrinolitik yang normalnya sebagi proteksi. Gangguan patofisiologi yang kompleks ini menjadi suatu lingkaran setan yang munul sebagai diathesis perdarahan klinis dengan berubah-ubahnya hasil rangkaian tes pembekuan darah sehingga membingungkan.

D. KomplikasiKomplikasi-komplikasi obstetric yang diketahui berhubungan dengan DIC (Koagulasi Intravakuler Diseminata) :1. Sepesi oleh kuman gram negarive, trauma yang menyertai dengan abortus septic2. Syok berat3. Pemberian cairan hipertonik ke dalam uterus

E. PenangananJika tes koagulasi darah menunjukkan hasil abnormal dari onset terjadinya perdarahan post partum, perlu dipertimbangkan penyebab yang mendasari dan kelainan hemostatik.Penanganan DIC identik dengan pasien yang mengalami koagulopati delusional. Restorasi dan penanganan volume sirkulasi dan penggantian produk darah bersifat sangat esensial. Perlu saran dari ahli hematologi pada kasus transfusi masif dan koagulopati. Konsentrat trombosit yang diturunkan dari darah donor digunakan pada pasien dengan trombositopenia kecuali bila terdapat penghancuran trombosit dengan cepat. Satu unit trombosit biasanya menaikkan hitung. Trombosit sebesar 5.000 10.000/mm3. Dosis biasanya sebesar kemasan 10 unit diberikan bila gejala-gejala perdarahan telah jelas atau bila hitung trombosit di bawah 20.000/mm3. Transfusi trombosit diindikasikan bila hitung trombosit 10.000-50.000 /mm3, jika direncanakan suatu tindakan operasi, perdarahan aktif atau diperkirakan diperlukan suatu transfusi yang masif. Transfusi ulang mungkin dibutuhkan karena masa paruh trombosit hanya 3-4 hari.Plasma segar yang dibekukan adalah sumber faktor-faktor pembekuan V, VII, IX, X dan fibrinogen yang paling baik. Pemberian plasma segar tidak diperlukan adanya kesesuaian donor, tetapi antibodi dalam plasma dapat bereaksi dengan sel-sel penerima. Bila ditemukan koagulopati dan belum terdapat pemeriksaan laboratorium, plasma segar yang dibekukan harus dipakai secara empiris.Kriopresipitat, suatu sumber faktorfaktor pembekuan VIII, XII dan fibrinogen, dipakai dalam penanganan hemofilia A, hipofibrinogenemia dan penyakit von willebrand. Kuantitas faktor-faktor ini tidak dapat diprediksi untuk terjadinya suatu pembekuan, serta bervariasi menurut keadaan klinis DIC. Uterontonika dosis adekuat Tambahan fibrinogen langsung Analisa faktor bekuan darah

D. EtiologiEtiologi plasenta previa belum diketahui secara pasti. Frekuensi previa meningkat pada grade multipora, primigravida tua, bekas secsio sesarea, bekas aborsi, kelainan janin dan leioma uteri. Penyebab secara pasti belum diketahui dengan jelas. Menurut beberapa pendapat para ahli, penyebab plasenta previa yaitu :a. Plasenta previa merupakan implantasi di segmen bawah rahim dapat disebabkan oleh endometrium di fundus uteri belum siap menerima implantasi, endometrium yang tipis sehingga diperlukan perluasaan plasenta untuk mampu memberikan nutrisi pada janin, dan vili korealis pada chorion leave yang persisten.b. Etiologi plasenta previa belum diketahui pasti tetapi meningkat pada grademultipara, primigravida tua, bekas section sesarea, bekas operasi, kelainan janin dan leiomioma uteri.Menurut Sopian (2012) penyebab plasenta previa yaitu :a. Endometrium yang inferiorb. Chorion leave yang persesitenc. Korpus luteum yang berkreasi lambatStrassmant mengatakan bahwa faktor terpenting adalah vaskularisasi yang kurang desidua yang menyebabkabn atrofi dan peradangan sedangkan Brown menekankan bahwa faktor terpenting ialah VIlli korialis persisten pada desidu kapsularis.

E. PredisposisiMenurut Manuaba (1998), faktor faktor yang dapat meningkatkan kejadian plasenta previa adalah umur penderita antara lain pada umur muda < 20 tahun dan pada umur > 35 tahun, paritas yaitu pada multipara, endometrium yang cacat seperti : bekas operasi, bekas kuretage atau manual plasenta, perubahan endometrium pada mioma uteri atau polip, dan pada keadaan malnutrisi karena plasenta previa mencari tempat implantasi yang lebih subur, serta bekas persalianan berulang dengan jarak kehamilan < 2 tahun dan kehamilan 2 tahun.Menurut Mochtar (1998), faktor faktor predisposisi plasenta previa yaitu: a. Umur dan paritas Pada paritas tinggi lebih sering dari paritas rendah, di Indonesia, plasenta previa banyak dijumpai pada umur muda dan paritas kecil. Hal ini disebabkan banyak wanita Indonesia menikah pada usia muda dimana endometrium masih belum matang. b. Endometrium yang cacat Endometrium yang hipoplastis pada kawin dan hamil muda, endometrium bekas persalinan berulang ulang dengan jarak yang pendek (< 2 tahun), bekas operasi, kuratage, dan manual plasenta, dan korpus luteum bereaksi lambat, karena endometrium belum siap menerima hasil konsepsi. c. Hipoplasia endometrium : bila kawin dan hamil pada umur muda.

F. KomplikasiAda beberapa komplikasi yang bila terjadi pada ibu hamil dengan plasenta previa menurut Manuaba, 2008 yaitu :1. Komplikasi pada ibua. Dapat terjadi anemi bahkan syokb. Dapat terjadi robekan pada serviks dan segmen bawah rahim yang rapuhc. Infeksi pada perdarahan yang banyak2. Komplikasi pada janina. Kelainan letak janinb. Prematunitas, morbiditas dan mortalitas yang tinggic. Asfiksia intrauterine sampai dengan kematian

G. PatofisiologiPerdarahan antepartum yang disebabkan oleh plasenta previa umumnya terjadi pada triwulan ketiga karena saat itu segmen bawah uterus lebih mengalami perubahan berkaitan dengan semakin tuanya kehamilan.Menurut Manuaba 2008, Implantasi plasenta di segmen bawah rahim dapat disebabkan : 1. Endometrium di fundus uteri belum siap menerima implantasi 2. Endometrium yang tipis sehingga diperlukan perluasan plasenta untuk mampu memberikan nutrisi janin 3. Villi korealis pada korion leave (korion yang gundul yang persisten)Menurut Davood (2008) Sebuah penyebab utama perdarahan trimester ketiga, plasenta previa memiliki tanda yang khas, yaitu pendarahan tanpa rasa sakit. Pendarahan diperkirakan terjadi dalam hubungan dengan perkembangan segmen bawah rahim (SBR) pada trimester ketiga. Dengan bertambah tuanya kehamilan, segmen bawah rahim (SBR) akan lebih melebar lagi, dan serviks mulai membuka. Apabila plasenta tumbuh pada segmen bawah rahim (SBR), pelebaran segmen bawah rahim (SBR) dan pembukaan serviks tidak dapat diikuti oleh plasenta yang melekat disitu tanpa terlepasnya sebagian plasenta dari dinding uterus. Pada saai itu mulailah terjadi perdarahan. Darahnya berwarna merah segar berlainan dengan darah yang disebabkan solusio plasenta yang berwarna kehitam-hitaman. Sumber perdarahannya ialah sinus uterus yang terobek karena terlepasnya plasenta dari dinding uterus, atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta. Perdarahannnya tak dapat dihindarkan karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah rahim (SBR) untuk berkontraksi menghentikan perdarahan itu, tidak sebagaimana serabut otot uterus menghentikan perdarahan pada kala III dengan plasenta yang letaknya normal. Makin rendah letak plasenta, makin dini perdarahan terjadi.

H. Penanganan Menurut Prof. DR. Dr. Sarwono Prawirohardjo. SpOG.2009. jakarta :1. Perdarahan dalam trimester dua atau trimester tiga harus dirawat di rumah sakit. Pasien diminta baring dan dikalukan pemeriksaan darah lengkap termasuk golongan darah dan faktor Rh.pada kehamilan 24 minggu sampai 34 minggu diberikan steroid dalam perawatan antenatal untuk perawatan paru janin.2. Jika perdarahan terjadi pada trimester dua perlu diwanti-wanti karena perdarahan ulangan biasanya lebih banyak. Jika ada gejala hipovelemik seperti hipotensi, pasien tersebut mungkin mengalami perdarahan yang cukup berat, lenih berat dari pada penampakannya secara klinis. Transfusi darah yang banyak perlu segera diberikan.3. Pada kondisi yang terlihat stabil di dalam rawatan di luar rumah sakit, hubungan suami istri dan tumah tangga dihindari kecuali setelah pemeriksaan ultrasonografi ulangan dianjurkan minimal setelah 4 minggu, memperlihatkan ada migrasi plasenta menjauhi ostiun uteri internum (OUI)4. Perdarahan dalam trimester tiga perlu pengawasan lebih ketat dengan istirahat baring yang lebih lama dalam rumah sakit dan dalam keadaan yang cukup serius untuk merawatnya sampai melahirkan.5. Pada pasien dengan riwayat secsio sesaria perlu diteliti dengan ultrasonografi, color doppler atau MRI untuk melihatkemungkinan adanya plasenta akreta, inkreta atau perkreta6. Secsio sesaria juga dilakukan apabilaada perdarahan banyak yang menghawatirkanSemua pasien dengan perdarahan pervaginam pada trimester tiga dirawat di rumah sakit tanpa periksa dalam. Bila pasien dalam keadaan syok karena perdarahan yang banyak, harus segera perbaiki keadaan umumnya dengan pemberian infus atau transfusi darah. Selanjutnya penanganan plasenta previa bergantung pada keadaan umum pasien, kadar Hb, jumlah perdarahan, umur kehamilan, taksiran janin, jenis plasenta previa dan paritas.