skripsi achyar (revisi) 1
TRANSCRIPT
ANALISIS PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE
TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN
(Studi Empiris Perusahaan dalam Perhitungan Jakarta Islamic Index (JII) Tahun
2008-2010)
ACHYAR SAEPUDIN
NIM 40108002
PROGRAM STUDI AKUNTANSI SYARI’AH
SEKOLAH TINGGI EKONOMI ISLAM SEBI
1433 H / 2012 M
ANALISIS PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE
TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN
(Studi Empiris Perusahaan dalam Perhitungan Jakarta Islamic Index (JII) Tahun
2008-2010)
Skripsi ini diajukan untuk melengkapi
Persyaratan mencapai gelar
Sarjana Ekonomi Islam
Oleh :
ACHYAR SAEPUDIN
NIM 40108002
Program Studi Akuntansi Syari’ah
JURUSAN MUAMALAT
SEKOLAH TINGGI EKONOMI ISLAM SEBI
1433 H / 2012 M
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sebenarnya bahwa
skripsi ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang
berlaku di STEI SEBI.
Jika di kemudian hari ternyata saya melakukan tindakan plagiarisme, saya akan
bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh STEI
SEBI kepada saya.
Depok, 22 Maret 2012
Penulis
Achyar Saepudin
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi ini telah diujikan pada hari Rabu, tanggal 28 Maret 2012 dan dinyatakan
lulus.
PANITIA UJIAN
Ketua Penguji Pembimbing
Sri Mulyati, SE, Ak., M.Ak. Sepky Mardian, SEI., MM.
Disahkan pada hari Jum’at, tanggal 13 April 2012 oleh :
Wakil Ketua I
Bidang Akademik
Ketua Program Studi
Akuntansi Syari’ah
Azis Budi Setiawan, SEI., MM. Sepky Mardian, SEI., MM.
SEKOLAH TINGGI EKONOMI ISLAM SEBI
Deklarasi Hak Cipta
Persetujuan Pemanfaatan Karya Ilmiah
Hak Cipta @2012 oleh ACHYAR SAEPUDIN, Hak Cipta terpelihara. Judul
“ANALISIS PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE
TERHADAP KINERJA KEUANGAN (Studi Empiris Perusahaan dalam
Perhitungan Jakarta Islamic Index (JII) Tahun 2008-2010) ”.
Tidak ada bagian dari kaya ilmiah ini yang telah diproduksi dalam bentuk
apapun, dengan maksud apapun baik secara elektronik, manual, foto copy dan
lain-lain tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari pemegang hak cipta,
kecuali dengan ketentuan dibawah ini:
1. Semua isi tertulis dari bahan-bahan dalam karya ilmiah ini hanya dapat
digunakan oleh pihak lain dalam tulisan ilmiah mereka dengan pemberitahuan
terlebih dahulu.
2. STEI SEBI atau perpustakaan STEI SEBI memilki hak untuk melakukan
penggandaan atas karya ilmiah ini, baik berupa tulisan maupun data
elektronik untuk keperluan institusi dan akademik.
3. STEI SEBI atau perpustakaan STEI SEBI memilki hak untuk menerbitkan
karya ilmiah ini jika ada permintaan dari perguruan tinggi lain, perpustakaan
atau pihak-pihak lain baik organisasi maupun individu.
Disetujui oleh
Achyar Saepudin
i
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-
Nya sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Shalawat serta
salam semoga tetap atas baginda Rasulullah SAW, keluarga, sahabat dan mudah-
mudahan kita termasuk umat yang senantiasa istiqamah dalam menjalankan
syariatnya.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan puji syukur alhamdulillah
untuk semua nikmat yang telah diberikan kepada penulis, sehingga dapat melalui
proses studi yang panjang ini dan dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“ANALISIS PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE
TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN (Studi Empiris Perusahaan dalam
Perhitungan Jakarta Islamic Index (JII) Tahun 2008-2010)”. Skripsi ini
merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1) Program
Studi Akuntansi Syariah Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI Depok.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini, penulis mendapat
bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Maka
dalam kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Sigit Pramono, SE.Ak., MSACC., selaku Ketua Sekolah Tinggi
Ekonomi Islam SEBI.
2. Bapak Azis Budi Setiawan, SEI, MM selaku Wakil Ketua I Bidang
Akademik Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI.
ii
3. Bapak Sepky Mardian, SEI, MM selaku Ketua Prodi Akuntansi Syariah
Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI sekaligus sebagai Dosen Pembimbing
yang telah meluangkan waktu, perhatian dan segala bimbingan serta
arahannya selama penulisan skripsi ini.
4. Bapak Edi Suprapto, SE. selaku Dosen Pembimbing Metodologi Penelitian
yang telah sangat sabar membimbing dan memotivasi selama penulisan
skripsi ini.
5. Bapak/Ibu dosen yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan selama
penulis menuntut ilmu di Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI serta staf
Akademik dan Perpustakaan, terima kasih atas kesabaran dan kemudahan
yang diberikan.
6. Kedua orang tuaku tercinta (Ayah Oong Sunanto, S.Pd dan Ibu Suryati) atas
segala kasih sayang, do’a, semangat, dukungan, bimbingan dan nasihat yang
tak pernah usai. Keluarga besar penulis yang senantiasa memberikan
dorongan dan inspirasi selama masa studi di Sekolah Tinggi Ekonomi Islam
SEBI.
7. Adik-adiku tersayang (Tuti Suryani, Yesi Nasrudin dan Yuni Yustia) terima
kasih untuk dukungan dan do’anya, rajin belajar dan bahagiakan kedua orang
tua.
8. Sahabat-sahabat seperjuangan AS2012A: Mas Bro “kuprul” (Agusnar,
Alipiah, Jayadi, Bahrizal, Erwin S, Erwin PS, Fadli, Fahmi, Fahrozi, Ibnu,
Irfan) and M’bak Sis “keong” (Azza, Ai, Erina, Ina, Helda, Lis, Dea, Retno,
iii
Marfuah, Puput, Laili, Lina). Terima kasih atas segala bantuan, dukungan dan
perhatian kalian semua. Tetap semangat untuk menggapai masa depan.
9. Teman-teman Angkatan 2008, terima kasih untuk semua dukungan dan
kepedulian kalian semua.
10. Temen-temen penghuni Kosan Yongky (Ka Faza, Uung, Makhrus, Yudi,
Saprudin, Kamal, Ozan, Ozay, Rijal, Syuhada), keluarga Pak Sugeng dan Bu
Toni (Ibu Kost) dan keluarga Mak Saroh (Syukur, Karim”Nye”, Irma) terima
kasih sudah menjadi tetangga yang baik dan paling dekat untuk minta
bantuan.
11. Divisi Kemahasiswaan STEI SEBI (Pak Lutfi, S.Ag., K’Fahmi, SEI.,
K’Aries., SEI, K’Deni Lc.) yang selalu memberikan semangat.
12. Teman-teman MMM masa amanah 2011-2012 (Kang Aep, Usep, Emet,
Erwin, Fadli, Erina, Niswah, Linda, Lis, Mahrini) dan adik-adik di
ORMAWA STEI SEBI (BEM, IsEF, SSP) semoga tetap semangat dalam
kerja-kerja kebaikan untuk STEI SEBI yang lebih baik.
13. Keluarga B.S 24 dan mentor spiritual (Ust. Quintanto, ST) semoga saya tetap
istiqamah hadir dalam pertemuan pekanan.
14. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu, terima kasih
banyak.
Semoga Allah SWT membalas semua amal baik semua pihak yang telah
memberikan inspirasi, dukungan, bantuan, arahan dan bimbingan kepada penulis.
Depok, 22 Maret 2012
Penulis
iv
ABSTRAKSI
ACHYAR SAEPUDIN. Analisis Pengaruh Mekanisme Corporate Governance
Terhadap Kinerja Perusahaan (Studi Empiris Perusahaan dalam Perhitungan
Jakarta Islamic Index (JII) Tahun 2008-2010)”. (Di Bawah Bimbingan Sepky
Mardian, SEI, MM dan Edi Suprapto, SE). Program Studi Akuntansi Syariah
STEI SEBI, 2012.
Perkembangan perspektif corporate governance berawal dari agency theory,
dimana dalam agency theory, prinsipal yang bertindak sebagai pemilik
perusahaan menyerahkan kewenangannya kepada agen. Dengan adanya
pemisahan antara kepemilikan dan pengelolaan perusahaan maka akan
memunculkan perbedaan kepentingan antara agen dan prinsipal yang dapat
menimbulkan potensi konflik kepentingan. Corporate governance muncul untuk
mengendalikan perilaku dan mengatasi konflik antara pihak-pihak dalam
perusahaan. Penelitian tentang corporate governance terhadap kinerja, telah
menjadi fokus umum namun hasil-hasil penelitian terdahulu menunjukkan hasil
yang tidak konsisten. Untuk merekonsiliasi perbedaan hasil penelitian tersebut,
dilakukan penelitian serupa dengan objek yang berbeda.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menemukan bukti empiris pengaruh
mekanisme good corporate governance terhadap kinerja perusahaan yang diukur
dengan Tobin’s Q. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
perusahaan yang terdaftar dalam Jakarta Islamic Index (JII), sedangkan sampel
adalah perusahaan yang konsisten selama periode 2008-2010 terdaftar sebagai
saham Jakarta Islamic Index (JII). Pengambilan sampel dilakukan dengan
metode purposive sampling. Pengujian hipotesis dilakukan dengan analisis
regresi berganda.
Dari hasil pengujian hipotesis, menunjukkan bahwa pengaruh mekanisme
corporate governance secara simultan mempunyai hubungan yang positif dan
signifikan terhadap kinerja. Corporate governance yang diproksi oleh
kepemilikan institusional dan komisaris independen mempunyai hubungan yang
positif dan signifikan terhadap kinerja. Hasil penelitian ini juga menunjukkan
bahwa komite audit mempunyai hubungan yang negatif dan signifikan terhadap
kinerja. Sementara variabel aktivitas komisaris dan ukuran dewan direksi dapat
mempengaruhi kinerja tetapi tidak signifikan. Secara umum hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa perusahaan yang tercatat dalam perhitungan saham Jakarta
Islamic Index (JII) sudah menerapkan good corporate governance dalam upaya
meningkatkan kinerja perusahaan serta untuk melindungi kepentingan
stakeholders.
Kata Kunci : Good Corporate Governance, Kepemilikan Institusional, Aktivitas
Komisaris, Ukuran Dewan Direksi, Komite Audit, Komisaris
Independen dan Tobin’s Q
v
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
ABSTRAKSI ......................................................................................................... iv
DAFTAR ISI ........................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ................................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ................................................................................ 13
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................... 14
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................. 15
1.5 Batasan Penelitian .................................................................................. 16
1.6 Sistematika Penulisan ............................................................................. 16
BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................... 19
2.1 Corporate Governance ........................................................................... 19
2.1.1 Pengertian Corporate Governance ................................................. 19
2.1.2 Prinsip-Prinsip Corporate Governance........................................... 23
2.1.3 Implementasi Corporate Governance di Pasar Modal.................... 28
2.2 Kinerja Keuangan ................................................................................... 33
vi
2.3 Tinjauan Penelitian Terdahulu ............................................................... 40
2.4 Kerangka Pemikiran ............................................................................... 47
2.5 Kerangka Pemikiran Teoritis .................................................................. 48
2.5.1 Kepemilikan Institusional ............................................................... 48
2.5.2 Aktivitas Komisaris ......................................................................... 49
2.5.3 Ukuran Dewan Direksi .................................................................... 54
2.5.4 Ukuran Komite Audit ...................................................................... 61
2.5.5 Komisaris Independen ..................................................................... 63
2.6 Perumusan Hipotesis .............................................................................. 67
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.............................................................. 69
3.1 Metode Pengumpulan Data .................................................................... 69
3.1.1 Jenis dan Sumber Data .................................................................... 69
3.1.2 Populasi dan Sampel ....................................................................... 69
3.1.3 Pengumpulan Data .......................................................................... 71
3.1.4 Definisi Operasional Variabel dan Pengukurannya .............................. 72
3.2. Metode Analisis .......................................................................................... 77
3.2.1. Statistik Deskriptif ............................................................................... 77
3.2.2. Uji Asumsi Klasik ................................................................................ 77
3.2.3. Analisis Regresi ............................................................................. 79
3.2.4 Pengujian Hipotesis ......................................................................... 80
vii
BAB IV PEMBAHASAN ..................................................................................... 83
4.1 Gambaran Umum dan Deskriptif Data Obyek Penelitian ...................... 83
4.1.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian ............................................... 83
4.1.2 Statitik Deskriptif ............................................................................ 83
4.2. Hasil Pengolahan Data ........................................................................... 86
4.2.1 Uji Asumsi Klasik ........................................................................... 86
4.2.2 Analisis Regresi .............................................................................. 99
4.2.3 Pengujian Hipotesis ....................................................................... 101
4.2.4 Pembahasan ................................................................................... 107
BAB V PENUTUP .............................................................................................. 116
5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 116
5.1.1 Hasil Pengujian Simultan .............................................................. 116
5.1.2 Hasil Pengujian Parsial ................................................................. 117
5.2 Keterbatasan Penelitian ........................................................................ 119
5.3 Saran ..................................................................................................... 120
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 122
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 2 1 Ringkasan Penelitian Terdahulu ........................................................... 46
Tabel 4 1 Output Uji Statistik Deskriptif .............................................................. 84
Tabel 4 2 Output Uji Normalitas ........................................................................... 86
Tabel 4 3 Output Variabel Y ................................................................................. 88
Tabel 4 4 Output Variabel X1 ............................................................................... 89
Tabel 4 5 Output Variabel X2 ............................................................................... 90
Tabel 4 6 Output Variabel X3 ............................................................................... 91
Tabel 4 7 Output Variabel X4 ............................................................................... 92
Tabel 4 8 Output Variabel X5 ............................................................................... 93
Tabel 4 9 Output Uji Heteroskedastisitas (no cross terms) .................................. 95
Tabel 4 10 Output Uji Heteroskedastisitas(cross terms)....................................... 96
Tabel 4 11 Output Uji Autokorelasi ...................................................................... 98
Tabel 4 12 Output Regresi Linear Berganda (Uji Regresi)................................... 99
Tabel 4 13 Output Regresi Linear Berganda (Uji R) .......................................... 101
Tabel 4 14 Output Regresi Linear Berganda(Uji F)............................................ 102
Tabel 4 15 Output Regresi Linear Berganda (t test) ........................................... 103
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. 1 Harga Penutupan Saham Perusahaan Dalam Indeks JII..................... 6
Gambar 1. 2 Harga Penutupan Saham & Kinerja Perusahaan Tahun 2008 .......... 10
Gambar 1. 3 Harga Penutupan Saham & Kinerja Perusahaan Tahun 2009 .......... 10
Gambar 1. 4 Harga Penutupan Saham & Kinerja Perusahaan Tahun 2010 .......... 11
Gambar 2 2 Kerangka Pemikiran Penelitian ......................................................... 48
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Krisis ekonomi yang melanda Asia Timur pada akhir 1997 telah memicu
terjadinya diskusi tentang pentingnya sistem tatakelola dalam suatu negara.
Iskandar dan Chamlou (2000) menyampaikan bahwa krisis ekonomi yang terjadi
di kawasan asia tenggara dan negara lain bukan hanya akibat faktor ekonomi
makro namun juga karena lemahnya good corporate governance yang ada di
negara-negara tersebut, seperti lemahnya hukum, standar akuntansi dan
pemeriksaan keuangan (auditing) yang belum mapan, pasar modal yang masih
under-regulated, lemahnya pengawasan komisaris dan terabaikannya hak
minoritas. Hal ini berarti bahwa GCG tidak saja berakibat positif bagi pemegang
saham, namun juga bagi masyarakat yang lebih luas yang berupa pertumbuhan
ekonomi nasional. Karena itulah berbagai lembaga-lembaga ekonomi dan
keuangan dunia seperti World Bank dan International Monetary Fund sangat
berkepentingan terhadap penegakan corporate governance di negara-negara
penerima dana, karena mereka menganggap bahwa corporate governance
merupakan bagian penting sistem pasar yang efisien. Penelitian yang dilakukan
oleh Asian Development Bank (2000) menyimpulkan bahwa negara-negara Asia,
termasuk di dalamnya Indonesia, kondisi yang sering terjadi adalah tidak
2
berfungsinya mekanisme pengawasan dewan komisaris untuk melindungi
kepentingan pemegang saham dan belum dilakukannya pengelolaan perusahaan
secara profesional (Hidayah, 2008).
Skandal korporate (corporate scandal) yang terjadi pada abad ke dua puluh
satu sangat mempengaruhi keuangan, integritas dan sistem ekonomi Amerika.
Skandal korporate mengakibatkan kehilangan kesetiaan, kepercayaan dalam
hubungan dan sering melanggar hukum. Perusahaan energi Enron Corporation,
perusahaan ketujuh terbesar di Amerika Serikat, mengalami kebangkrutan.
Perusahaan raksasa komunikasi Global Crossing dan Worldcom juga mengalami
nasib yang sama. Perusahaan-perusahaan lain yang melakukan kecurangan adalah
Tyco, Q-West, Adelphia Communication Corporation, Imclone, Xerox
Corporation, Subbeam Corporation, Tyco International Ltd., dan lain-lain.
Sementara di Eropa skandal korporate terjadi juga pada perusahaan Shell, Royal
A Hold, Parmalat, Lernout & Hauspie dan Enron (Tunggal, 2007).
Semakin hari kompleksitas kegiatan di dunia bisnis semakin tinggi, yang
berarti potensi resiko dan tantangan juga berpotensi meningkat. Perusahaan-
perusahaan di Indonesia pun tidak luput dari kecurangan, karyawati bank BNI
ditangkap polisi karena diduga kuat menggelapkan dana nasabah dengan cara
menggunakan tanda tangan palsu dari nasabah bank yang sudah dikenalnya.
Wakil pimpinan cabang Bank Lippo ditahan karena diduga menggelapkan dana
bank dengan cara memindahkan rekening antar kantor (RAK) ke beberapa
rekening fiktif dan hasilnya digunakan untuk kepentingan pribadi (Tunggal,
2007). Oleh karena itu untuk merendam skandal korporat tersebut, penerapan
3
prinsip-prinsip corporate governance sangat diperlukan agar tidak ada pihak-
pihak yang dirugikan. Ciri utama dari lemahnya corporate governance adalah
adanya tindakan-tindakan yang mementingkan diri sendiri dengan mengabaikan
kepentingan investor dan stakeholder yang lain, sehingga menyebabkan jatuhnya
harapan para investor terhadap pengembalian atas investasi yang telah mereka
lakukan (Sabrinna, 2010). Pelaksanaan dari corporate governance diharapkan
bermanfaat untuk menambah dan memaksimalkan nilai perusahaan serta mampu
mewujudkan keseimbangan antara berbagai kepentingan yang dapat memberikan
keuntungan bagi perusahaan secara menyeluruh (CGPI, 2008).
Di negara-negara Asia, pelaksanaan prinsip corporate governance
merupakan bagian penting dari pembaharuan-pembaharuan ekonomi yang mutlak
untuk mengatasi krisis ekonomi. Demikian juga di Indonesia, usaha-usaha untuk
memperbaiki corporate governance telah dimulai. Hal ini dapat diketahui dari
nota kesepakatan (letter of intent) yang ditandatangani oleh Pemerintah Indonesia
dan International Monetary Fund (IMF), yang secara tersirat menyatakan bahwa
kelanjutan bantuan keuangan dari pihak IMF bergantung pada perbaikan di
bidang corporate governance. Menindaklanjuti nota kesepakatan tersebut,
pemerintah Indonesia telah mencanangkan penerapan tata kelola perusahaan yang
baik. Wujud dari kepedulian pemerintah tersebut didirikan satu lembaga khusus
yang bernama Komite Nasional mengenai Kebijakan Corporate Governance
(KNKCG), yang kemudian dirubah menjadi Komite Nasional Kebijakan
Governance (KNKG). KNKCG dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Negara
Koordinator Bidang Keuangan dan Industri Nomor: KEP-31/M.EKUIN/06/2000.
4
Tugas pokok KNKG merumuskan dan menyusun rekomendasi kebijakan
nasional mengenai GCG, serta memprakarsai dan memantau perbaikan di bidang
corporate governance di Indonesia (Emirzon, 2006).
Pelaksanaan tata kelola perusahaan atau yang lebih dikenal dengan
corporate governance pada dasarnya merupakan upaya untuk menciptakan iklim
bisnis yang sehat. Corporate governance sebagai ukuran dan pedoman bagi
pengelolaan perusahaan, harus mampu meningkatkan kemampuan daya saing dan
berperan aktif dalam menghindari penyimpangan dalam mengelola manajemen
perusahaan. Penerapan prinsip-prinsip corporate governance sangat diperlukan
agar perusahaan dapat menerapkan etika bisnis secara konsisten sehingga dapat
terwujud iklim usaha yang sehat, efisien dan transparan. Penerapan corporate
governance secara langsung akan memberikan arahan yang jelas bagi perusahaan
dalam pengambilan keputusan secara bertanggung jawab dan memungkinkan
pengelolaan perusahaan secara lebih amanah, sehingga dapat meningkatkan nilai
perusahaan, kepercayaan dari stakeholder dan meningkatkan investasi.
Investasi merupakan salah satu kegiatan yang bersifat muamalah, yang
bertujuan untuk memperoleh keuntungan. Pada dasarnya, Islam sangat
menganjurkan umatnya untuk melakukan aktivitas ekonomi (muamalah) dengan
cara yang baik dan benar, serta melarang penimbunan barang, atau membiarkan
harta (uang) tidak produktif, sehingga kegiatan ekonomi yang dilakukan dapat
meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat. Namun demikian, dalam melakukan
investasi harus tetap memperhatikan prinsip, etika dan hukum ekonomi syariah.
Tujuan utama investasi dalam syariah islam bukan semata-mata mencari
5
keuntungan, tetapi juga memiliki tanggung jawab sosial terhadap lingkungan,
komitmen terhadap nilai-nilai yang diyakini tanpa harus mengabaikan keinginan
dari investornya. Oleha karena itu, investasi yang dilakukan tidak boleh
menginvestasikan dananya pada bidang-bidang yang bertentangan dengan syariah
islam, misalnya saham-saham atau obligasi-obligasi dari perusahaan pengelolaan
atau produknya bertentangan dengan syariat islam (Firdaus, dkk., 2005).
Stakeholder yang paling utama dalam sistem perusahan Islam adalah Islam
itu sendiri. Jika perusahaan tidak mampu untuk menunjukan kinerja yang baik,
orang akan beranggapan bahwa sistem Islam tidak selaras dengan dunia modern
dan Islam akan disalahkan karena kinerja perusahaan yang buruk (Chapra dan
Ahmed, 2008).
Tujuan untuk memenuhi kepentingan seluruh stakeholder telah menjadi
perhatian penting dalam peran corporate governance. Inti persoalan dari peran ini
adalah menciptakan keseimbangan bagi seluruh stakeholder melalui pemisahan
aturan formal maupun non formal, standar dan batasan dibuat untuk mengarahkan
dan mengontrol perusahaan agar melindungi kepentingan semua pihak dengan
biaya sekecil mungkin. Masalah biaya ini menjadi penting karena jika biayanya
tinggi, maka akan menyebabkan kepentingan seluruh stakeholder menjadi tidak
aman (Chapra dan Ahmed, 2008).
Penerapan corporate governance juga bermanfaat untuk mengurangi agency
cost, yaitu biaya yang harus ditanggung pemegang saham akibat pendelegasian
wewenangnya kepada manajemen; menurunkan cost of capital sebagai dampak
dikelolanya perusahaan secara sehat dan bertanggung jawab, meningkatkan nilai
6
saham perusahaan serta menciptakan dukungan stakeholders terhadap perusahaan
(CGPI, 2008).
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2012
Perusahaan yang masuk dalam perhitungan indeks JII dan menerapkan
corporate governance terlihat tren harga penutupan sahamnya meningkat dari
tahun 2008, 2009 dan 2010. Tapi ada perusahaan yang mengalami tren penurunan
saham seperti yang dialami oleh PT. Telkom (TLKM) dariharga saham 9.450
(tahun 2009) turun menjadi 7.950 (tahun 2010) dan PT. Bakrie Sumatera
Plantations (UNSP) yang mengalami penurunan harga saham dari 580 (tahun
2009) menjadi 390 (tahun 2010).
Good corporate governance atau tata kelola perusahaan yang baik
membantu terciptanya hubungan yang kondusif dan dapat dipertanggungjawabkan
diantara elemen dalam perusahaan (dewan komisaris, dewan direksi, dan para
pemegang saham) dalam rangka meningkatkan kinerja perusahaan. Dalam
paradigma ini, dewan komisaris berada pada posisi untuk memastikan bahwa
manajemen telah benar-benar bekerja demi kepentingan perusahaan sesuai strategi
Gambar 1. 1 Harga Penutupan Saham Perusahaan Dalam Indeks JII
7
yang telah ditetapkan serta menjaga kepentingan para pemegang saham, yaitu
untuk meningkatkan nilai ekonomis perusahaan. Demikian juga komite audit
mempunyai peran yang sangat penting dan strategis dalam hal memelihara
kredibilitas proses penyusunan laporan keuangan seperti halnya menjaga
terciptanya sistem pengawasan perusahaan yang memadai serta dilaksanakannya
prinsip good corporate governance (Sam’ani, 2008).
Salah satu prinsip corporate governance menurut Organization for
Economic Cooperation and Development (OECD) adalah menyangkut peranan
dewan komisaris. Bentuk dewan komisaris tergantung pada sistem hukum yang
dianut. Terdapat dua sistem yang berbeda, yaitu Anglo Saxon dan Kontinental
Eropa. Dalam sistem hukum Anglo Saxon, sistem yang dianut adalah sistem satu
tingkat atau one tier system. Pada sistem satu tingkat, perusahaan mempunyai
satu dewan direksi yang merupakan kombinasi antara manajer atau pengurus
senior (direktur eksekutif) dan direktur independen yang bekerja dengan
prinsip paruh waktu (non direktur eksekutif). Negara-negara yang menerapkan
sistem ini adalah Amerika Serikat dan Inggris. Sistem hukum Kontinental Eropa
menganut sistem dua tingkat atau two tier system. Pada sistem dua tingkat,
perusahaan mempunyai dua badan terpisah;yaitu dewan pengawas (dewan
komisaris) dan dewan manajemen (dewan direksi). Dewan direksi bertugas
mengelola dan mewakili perusahaan sesuai dengan pengarahan dan pengawasan
dewan komisaris. Dewan direksi diangkat dan setiap waktu dapat diganti oleh
badan pengawas (dewan komisaris). Tugas utama dewan komisaris adalah
8
bertanggungjawab mengawasi tugas-tugas manajemen. Indonesia termasuk negara
yang mengadopsi sistem dua tingkat ini (Setyapurnama dan Norpratiwi, 2005).
Pelaksanaan pedoman umum good corporate governance oleh
perusahaan-perusahaan di Indonesia baik perusahaan terbuka (emiten/perusahaan
publik) maupun perusahaan tertutup pada dasarnya bersifat comply and explain.
Dimana perusahaan diharapkan menerapkan seluruh aspek pedoman good
corporate governance ini. Apabila seluruh aspek pedoman ini belum dilaksanakan
maka perusahaan harus mengungkapkan aspek yang belum dilaksanakan tersebut
beserta alasannya dalam laporan tahunan. Namun demikian mengingat pedoman
ini hanya merupakan acuan sedangkan pelaksanaannya diharapkan diatur lebih
lanjut oleh otoritas masing-masing industri maka penerapan ini bersifat voluntary
dan tidak terdapat sanksi hukum apabila perusahaan tidak menerapkan pedoman
ini. Saat ini, BAPEPAM-LK sebagai otoritas pasar modal tidak mewajibkan
emiten dan perusahaan publik untuk menerapkan pedoman ini, namun beberapa
substansi yang terdapat dalam pedoman ini diadopsi oleh BAPEPAM-LK
kedalam peraturan-peraturan BAPEPAM-LK yang sifatnya mandatory seperti
kewajiban pembentukan komite audit dan keberadaan komisaris independen
dalam perusahaan. Dengan cara demikian, BAPEPAM-LK dapat memberikan
sanksi atas ketidak patuhan terhadap peraturan tersebut. Lebih lanjut,
BAPEPAM-LK juga mewajibkan emiten dan perusahaan publik untuk
mengungkapkan pelaksanaan tata kelola perusahaan dalam laporan tahunan
seperti frekuensi rapat dewan komisaris dan direksi, frekuensi kehadiran anggota
dewan komisaris dan direksi dalam rapat tersebut, frekuensi rapat dan kehadiran
9
komite audit, pelaksanaan tugas dan pertanggungjawaban dewan komisaris dan
direksi serta remunerasi dewan komisaris dan direksi (BAPEPAM-LK, 2010).
Ada beberapa peraturan terkait dengan penerapan good corporate
governance baik yang dikeluarkan Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM),
maupun Keputusan Menteri BUMN. Berdasar surat keputusan Ketua BAPEPAM
KEP 41/PM/2003, SK Dir. BEJ Nomor 315/BEJ/06-2000, Keputusan Menteri
BUMN Nomor 117/Tahun 2000, dan Undang-undang BUMN Nomor 19/2003,
pembentukan komite audit merupakan suatu keharusan. Komite audit harus
diketuai oleh seorang komisaris independen. Komite audit merupakan salah satu
komite yang memiliki peranan penting dalam corporate governance. Tugas
komite audit adalah membantu dewan komisaris untuk memenuhi
tanggungjawabnya dalam memberikan pengawasan secara menyeluruh.
Tahun 2002, pemerintah Indonesia dalam hal ini kantor kementrian BUMN
telah membuat Surat Keputusan Menteri BUMN No. Kep-117/M-MBU/2002
tentang penerapan good corporate governance pada Badan Usaha Milik Negara
(BUMN). Didalamnya menjabarkan tentang prinsip-prinsip good corporate
governance yang sejalan dengan prinsip-prinsip yang dirumuskan oleh OECD.
Dengan adanya peraturan ini, perusahaan harus menyediakan informasi yang
material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh
pemangku kepentingan. Perusahaan harus melakukan pengungkapan yang akurat
dan tepat waktu serta transparan sehubungan dengan struktur dan operasi
perusahaan. Maka perusahaan yang dikelola dengan benar, terukur, sesuai dengan
kepentingan perusahaan, tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham
10
dan pemangku kepentingan lainnya, diharapkan akan mencapai kinerja yang
berkesinambungan (Hidayah, 2008).
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2012
Gambar 1. 3 Harga Penutupan Saham & Kinerja Perusahaan Tahun 2009
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2012
Gambar 1. 2 Harga Penutupan Saham & Kinerja Perusahaan Tahun 2008
11
Gambar 1. 4 Harga Penutupan Saham & Kinerja Perusahaan Tahun 2010
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2012
Dari gambar diatas bisa dilihat perbandingan harga penutupan saham
perusahaan dalam indeks JII dengan kinerja perusahaan dalam indeks JII tahun
2008, 2009 dan 2010 yang menunjukan arah pergerakan yang positif. Setiap
pergerakan kenaikan harga penutupan saham maka terjadi pula kenaikan terhadap
kinerja perusahaan. Sesuai dengan pendapat Hidayah (2008), maka perusahaan
yang dikelola dengan benar, terukur, sesuai dengan kepentingan perusahaan, tetap
memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan
lainnya, diharapkan akan mencapai kinerja yang berkesinambungan.
Prinsip-prinsip dasar dari good corporate governance pada dasarnya
memiliki tujuan untuk memberikan kemajuan terhadap kinerja suatu perusahaan.
Corporate governance lebih condong pada serangkaian pola perilaku perusahaan
yang diukur melalui kinerja, pertumbuhan, struktur pembiayaan, perlakuan
terhadap para pemegang saham, dan stakeholders. Sehingga dapat dijadikan
12
sebagai dasar analisis dalam mengkaji corporate governance di suatu negara
dengan memenuhi transparansi dan akuntabilitas dalam pengambilan keputusan
yang sitematis, yang dapat digunakan sebagai dasar pengukuran yang lebih akurat
mengenai kinerja perusahaan dan bagaimana korelasi antar kebijakan tentang
buruh dan kinerja perusahaan (Wardani, 2008). Dalam hubungannya dengan
kinerja, laporan keuangan sering dijadikan dasar untuk penilaian kinerja
perusahaan (Pradhono, 2004).
Ketika perusahaan mengalami kegagalan dalam menerapkan good corporate
governance, maka sistem pengendalian perusahaan sulit mengukur semua resiko
secara baik. Sistem keuangan perusahaan akan menjadi tidak konsisten, para
pelanggan beserta stakeholders lainnya akan merasa bosan dengan etika dan
moral pelayanan yang kurang baik dan tidak menyenangkan, serta ada beberapa
hal lain yang dapat menyebabkan perusahaan berada dalam genggaman potensi
negatif. Semua faktor tersebut akan menggerogoti daya saing, cash flow, sumber
daya manusia, produksi serta jasa perusahaan, sehingga perusahaan akan sulit
untuk bernafas dengan baik yang artinya perusahaan sudah tidak dapat berjalan
dengan baik atau diambang kehancuran (Lestariningsih, 2008).
Dengan bisa terukurnya praktik corporate governance di tingkat
perusahaan, banyak penelitian yang berhasil menemukan adanya hubungan positif
antara corporate governance dengan kinerja perusahaan,antara lain: Klapper dan
Love (2002), Black dkk. (2003), Darmawati dkk. (2004), Putri (2006), Pranata
(2007), Maharani (2007), Wardani (2008), Sam’ani (2008), Mulyati (2010) dan
Hardi`kasari (2011). Penelitian-penelitian tersebut secara tidak langsung juga
13
menunjukkan kegunaan (usefulness) dari pemeringkatan praktik corporate
governance di tingkat perusahaan yang sudah dilakukan di beberapa negara
(termasuk Indonesia).
Adanya pengaruh positif dari penelitian-penelitian di atas, membuat peneliti
tertarik untuk meneliti mengenai pengaruh mekanisme corporate governance
terhadap kinerja keuangan perusahaan. Penelitian ini dikembangkan dari
penelitian Sam’ani (2008) dengan objek penelitian pada perusahaan yang masuk
dalam perhitungan saham Jakarta Islamic Index (JII). Konsep indikator
mekanisme corporate governance terdiri dari; kepemilikan institusional, aktivitas
komisaris, ukuran dewan direksi, komite audit dan komisaris independen. Atas
pertimbangan hal tersebut, penulis akan melakukan penelitian dengan judul
“ANALISIS PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE
TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN (Studi Empiris Perusahaan dalam
Perhitungan Jakarta Islamic Index (JII) Tahun 2008-2010”.
1.2 Perumusan Masalah
Corporate governanace merupakan salah satu elemen kunci dalam
meningkatkan efisiensi ekonomis. Peran corporate governance lebih mengarah
pada serangkaian pola prilaku perusahaan yang diukur melalui kinerja,
pertumbuhan, struktur pembiayaan, perlakuan terhadap para pemegang saham dan
stakeholder. Sehingga dapat dijadikan analisis dalam mengkaji corporate
governance dengan memenuhi transparansi dan akuntabilitas dalam pengambilan
14
keputusan yang sistematis, untuk dapat digunakan sebagai dasar pengukuran yang
lebih akurat mengenai kinerja perusahaan (Wardani, 2008).
Berdasarkan penemuan-penemuan dari beberapa penelitian terdahulu, maka
diajukan pertanyaan penelitian dari perumusan masalah tersebut adalah:
1. Apakah corporate governance, dalam hal ini kepemilikan institusional,
aktivitas komisaris, ukuran dewan direksi, komite audit dan komisaris
independen berpengaruh secara simultan terhadap kinerja keuangan?
2. Apakah corporate governance, dalam hal ini kepemilikan institusional,
aktivitas komisaris, ukuran dewan direksi, komite audit dan komisaris
independen berpengaruh secara parsial terhadap kinerja keuangan?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis pengaruh corporate
governance yang terdiri dari; kepemilikan institusional, aktivitas komisaris,
ukuran dewan direksi, komite audit dan komisaris independen terhadap kinerja
keuangan pada perusahaan dalam perhitungan Jakarta Islamic Index (JII) yang
diukur dengan Tobins Q. Tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan bukti
empiris mengenai:
1. Pengaruh corporate governance, dalam hal ini kepemilikan institusional,
aktivitas komisaris, ukuran dewan direksi, komite audit dan komisaris
independen berpengaruh secara simultan terhadap kinerja keuangan.
15
2. Pengaruh corporate governance, dalam hal ini kepemilikan institusional,
aktivitas komisaris, ukuran dewan direksi, komite audit dan komisaris
independen berpengaruh secara parsial terhadap kinerja keuangan.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari hasil penelitian ini diharapkan dapat dirasakan oleh berbagai
pihak. Adapun hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai
berikut :
1. Manfaat Bagi Penulis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan penulis mengenai
pengaruh penerapan prinsip-prinsip good corporate governance terhadap
kinerja perusahaan yang yang masuk dalam perhitungan Jakarta Islamic
Index (JII).
2. Manfaat Bagi Perusahaan
Penelitian ini diharapkan akan memberikan bahan pertimbangan dan
sumbangan pemikiran yang bermanfaat dalam meningkatkan kinerja
keuangan dengan cara menerapkan prinsip-prinsip good corporate
governance.
3. Manfaat Bagi Investor
Penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi para investor yang akan
melakukan investasi untuk memilih perusahaan yang mengungkapkan
laporan corporate governance dalam laporan tahunan perusahaan. Hal ini
disebabkan perusahaan yang menerapkan corporate governance cenderung
16
memiliki nilai kinerja perusahaan yang tinggi sehingga dapat memberikan
keuntungan kepada investor.
4. Bagi Ilmu Pengetahuan (Akademisi)
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan para akademisi
mengenai efektifitas penerapan good corporate governance yang akan
memberikan imbas bagi peningkatan kinerja perusahaan yang masuk dalam
perhitungan Jakarta Islamic Index (JII) sehingga dapat dijadikan salah satu
referensi atau bahan rujukan untuk penelitian lebih lanjut.
1.5 Batasan Penelitian
Beberapa batasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Penelitian ini dibatasi pada perusahaan-perusahaan yang masuk dalam
perhitungan Jakarta Islamic Index (JII) dan perusahaan tersebut
melampirkan laporan corporate governance pada laporan tahunannya.
2. Periode penelitian dibatasi untuk tahun 2008 sampai tahun 2010.
3. Sampel penelitian dibatasi pada perusahaan selama periode pengamatan
(Juni-November) termasuk dalam daftar perusahaan Jakarta Islamic Index
(JII), setelah dilakukan evaluasi periodik setiap enam bulan.
1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika untuk memberikan gambaran umum dari tugas akhir yang
penulis buat adalah sebagai berikut :
17
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis menguraikan hal-hal seperti Latar Belakang,
Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Batasan Penelitian,
dan Sistematika Penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Dalam bab ini penulis membahas secara teoritis mengenai corporate
governance dari berbagai literatur dan pengaruhnya terhadap kinerja perusahaan,
daftar penelitian sebelumnya dan pengembangan hipotesis.\
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisi uraian tentang jenis dan sumber data, populasi dan
sampel,pengumpulan data, definisi operasional variabel dan pengukurannya serta
metode analisis.
BAB IV PEMBAHASAN
Pada bab ini akan disajikan mengenai deskripsi obyek penelitian serta
analisis data dan pembahasan yang dilakukan, sesuai dengan alat analisis yang
digunakan.
18
BAB V PENUTUP
Dalam bab ini penulis memberikan kesimpulan dari hasil penelitian yang
dilakukan dan saran-saran yang berguna bagi tujuan penelitian serupa di masa
yang akan datang.
19
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Corporate Governance
2.1.1 Pengertian Corporate Governance
Good1 Corporate Governance (GCG) menurut The Indonesian Institute for
Corporate Governance (IICG) didefinisikan sebagai struktur2, sistem
3 dan proses
4
yang digunakan oleh organ-organ perusahaan sebagai upaya untuk memberikan
nilai tambah perusahaan secara berkesinambungan dalam jangka panjang, dengan
tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan
perundangan dan norma yang berlaku (CGPI, 2008).
Corporate governance didefinisikan oleh Forum for Corporate Governance
in Indonesia (FCGI) sebagai seperangkat peraturan yang menetapkan hubungan
antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta
para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya sehubungan dengan hak-
hak dan kewajiaban mereka atau dengan kata lain sistem yang mengarahkan dan
1Tingkat pencapaian terhadap suatu hasil upaya yang memenuhi persyaratan, menunjukan
kepatutan dan keteraturan operasional perusahaan sesuai dengan konsep corporate governance. 2 Susunan atau rangka dasar manajemen perusahaan yang didasarkan pada pendistribusian hak-hak
dan tanggungjawab diantara organ perusahaan (dewan komisaris, direksi dan RUPS pemegang
saham) dan stakeholder lainnya, dan aturan-aturan maupun prosedur-prosedur untuk
penngambilan keputusan dalam hubungan perusahaan. 3 Prosedur formal dan informal yang mendukung struktur dan strategi operasional dalam suatu
perusahaan. 4Kegiatan mengarahkan dan mengelola bisnis yang direncanakan dalam rangka mencapai tujuan
perusahaan, menyelaraskan perilaku perusahaan dengan ekspektasi dari masyarakat, serta
mempertahankan akuntabilitas perusahaan kepada pemegang saham.
20
mengendalikan perusahaan. Tujuan corporate governance ialah untuk
menciptakan pertambahan nilai bagi pihak pemegang kepentingan (Tunggal,
2007).
Menurut keputusan menteri BUMN tentang penerapan praktek corporate
governance dalam Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dimaksud dengan
corporate governance adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ
BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan
guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap
memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan
perundangan dan nilai-nilai etika (KEP-117/M-MBU/2002).
Komite Cadbury mendefinisikan corporate governance sebagai sistem yang
mengarahkan dan mengendalikan perusahaan dengan tujuan agar tercapai
keseimbangan antara kekuatan kewenangan yang diperlukan oleh perusahaan,
untuk menjamin kelangsungan eksistensinya dan pertanggungjawaban kepada
stakeholders. Hal ini berkaitan dengan peraturan kewenangan pemilik, direktur,
manajer, pemegang saham dan sebagainya. Menurut Price Waterhouse Coopers,
corporate governance terkait dengan pengambilan keputusan yang efektif.
Dibangun melalui kultur organisasi, nilai-nilai, sistem, berbagai proses, kebijakan-
kebijakan dan struktur organisasi yang bertujuan untuk mencapai bisnis yang
menguntungkan, efisien dan efektif dalam mengelola resiko dan bertanggung
jawab dengan memperhatikan kepentingan stakeholder (Surya dan Yustiavandana,
2008).
21
Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD)
mendefinisikan corporate governance sebagai sekumpulan hubungan antara pihak
manajemen perusahaan, board, pemegang saham dan pihak lain yang mempunyai
kepentingan dengan perusahaan. Corporate governance juga menyaratkan adanya
struktur perangkat untuk mencapai tujuan dan pengawasan atas kinerja. Corporate
governance yang baik dapat memberikan rangsangan bagi board dan manajemen
untuk mencapai tujuan yang merupakan kepentingan perusahaan dan pemegang
saham harus memfasilitasi pengawasan yang efektif sehingga mendorong
perusahaan menggunakan sumber daya dengan lebih efisien.
Menurut Tangkilisan (2003), world bank mendefinisikan corporate
governance sebagai kumpulan hukum, peraturan dan kaidah-kaidah yang
wajib dipenuhi yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan
bekerja secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang
berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar
secara keseluruhan (Emirzon, 2006).
Sutan Remy Sjahdeini mengatakan, corporate governance adalah suatu
konsep yang menyangkut struktur perseroan, pembagian tugas, pembagian
kewenangan dan pembagian beban tanggung jawab dari masing-masing unsur
yang membentuk struktur perseroan dan mekanisme yang harus ditempuh oleh
masing-masing unsur dari struktur perseroan tersebut. Konsep ini juga
menyangkut hubungan-hubungan antara unsur-unsur dari struktur perseroan itu,
mulai dari RUPS, direksi, komisaris, juga mengatur hubungan-hubungan antara
unsur-unsur dari struktur perseroan dengan unsur-unsur di luar perseroan yang
22
pada hakikatnya merupakan stakeholder dari perseroan, yaitu negara yang sangat
berkepentingan akan perolehan pajak dari perseroan yang bersangkutan dan
masyarakat luas yang meliputi para investor publik dari perseroan itu (dalam hal
perseroan merupakan perusahaan publik), calon investor, kreditur dan calon
kreditur perseroan. Dengan demikian corporate governance merupakan suatu
konsep yang luas (Khairandy dan Malik, 2007).
Finance Committee on Corporate Governance Malaysia memberi
pengertian corporate governance sebagai proses dan struktur yang digunakan
untuk mengarahkan serta mengelola bisnis dan kegiatan perusahaan kearah
peningkatan maupun pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas perusahaan.
Sedangkan tujuan akhirnya adalah meningkatkan kemakmuran kepada pemegang
saham jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders
lainnya (Lestariningsih, 2008).
Di Amerika Serikat konsep tentang corporate governance itu sendiri lebih
bermakna pada tanggung jawab sosial perusahaan (social responsibility) dan
perilaku etis para stakeholder yang di dalamnya termasuk para karyawan,
pelanggan, supplier, kreditur, dan sebagainya. Di sini perusahaan berperan
sebagai trustee dan hubungan antara perusahaan dan para stakeholder-nya harus
didasarkan pada kontrak sosial, di mana perusahaan secara moral terikat pada
constituency statutes untuk memperhatikan seluruh kepentingan dalam
kelompoknya. Di Inggris, konsep corporate governance diasosiasikan dengan
pertanggungjawaban dan kewajiban direksi terkait dengan urusan finansial
perusahaan. Sistem hukum perusahaan Inggris menganut sistem tripartit yang
23
terdiri dari direksi, pemegang saham, dan auditor perusahaan. Peranan pemegang
saham dan auditor adalah untuk memastikan bahwa direksi tidak akan
menggunakan kekuasaannya untuk tujuan yang bertentangan dengan kepentingan
perusahaan (Khairandy dan Malik, 2007).
Struktur corporate governance pada suatu korporasi dipengaruhi oleh
berbagai faktor terutama teori korporasi yang dianut, budaya, dan sistem hukum
yang berlaku. Tarik menarik di antara faktor-faktor ini menghasilkan struktur
corporate governance yang berbeda-beda pada perusahaan di berbagai negara.
Disamping itu, sistem corporate governance juga tergantung pada latar belakang
budaya masyarakat yang ada dan juga sejarah ekonomi dan politik pada suatu
negara. Dengan demikian, istilah corporate governance antar satu negara dengan
negara lain berbeda-beda. Walaupun berbeda, tetapi dari kesemua istilah
corporate governance tersebut memiliki inti pengertian yang sama (Khairandy
dan Malik, 2007).
2.1.2 Prinsip-Prinsip Corporate Governance
Setiap perusahaan harus memastikan bahwa asas corporate governance
diterapkan pada setiap aspek bisnis dan di semua jajaran perusahaan. Asas
corporate governance yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas,
independensi serta kewajaran dan kesetaraan diperlukan untuk mencapai
kesinambungan usaha (sustainability) perusahaan dengan memperhatikan para
stakeholders (KNKG, 2006).
24
Prinsip-prinsip dasar penerapan corporate governance yang dikemukakan
oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) adalah sebagai berikut:
2.1.2.1 Transparansi (Transparency)
Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus
menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah
diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil
inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh
peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan
keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya.
Adapun pedoman pokok pelaksanaan dalam pemenuhan prinsip ini adalah:
a. Perusahaan harus menyediakan informasi secara tepat waktu, memadai,
jelas, akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh
pemangku kepentingan sesuai dengan haknya.
b. Informasi yang harus diungkapkan meliputi, tetapi tidak terbatas pada, visi,
misi, sasaran usaha dan strategi perusahaan, kondisi keuangan, susunan dan
kompensasi pengurus, pemegang saham pengendali, kepemilikan saham
oleh anggota direksi dan anggota dewan komisaris beserta anggota
keluarganya dalam perusahaan dan perusahaan lainnya, sistem manajemen
risiko, sistem pengawasan dan pengendalian internal, sistem dan
pelaksanaan corporate governance serta tingkat kepatuhannya, dan
kejadian penting yang dapat mempengaruhi kondisi perusahaan.
25
c. Prinsip keterbukaan yang dianut oleh perusahaan tidak mengurangi
kewajiban untuk memenuhi ketentuan kerahasiaan perusahaan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan, rahasia jabatan, dan hak-hak
pribadi.
d. Kebijakan perusahaan harus tertulis dan secara proporsional
dikomunikasikan kepada pemangku kepentingan.
2.1.2.2 Akuntabilitas (Accountability)
Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara
transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur
dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan
kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas
merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang
berkesinambungan.
Adapun pedoman pokok pelaksanaan dalam pemenuhan prinsip ini adalah:
a. Perusahaan harus menetapkan rincian tugas dan tanggung jawab masing-
masing organ perusahaan dan semua karyawan secara jelas dan selaras
dengan visi, misi, nilai-nilai perusahaan (corporate values), dan strategi
perusahaan.
b. Perusahaan harus meyakini bahwa semua organ perusahaan dan semua
karyawan mempunyai kemampuan sesuai dengan tugas, tanggung jawab,
dan perannya dalam pelaksanaan corporate governance.
26
c. Perusahaan harus memastikan adanya sistem pengendalian internal yang
efektif dalam pengelolaan perusahaan.
d. Perusahaan harus memiliki ukuran kinerja untuk semua jajaran perusahaan
yang konsisten dengan sasaran usaha perusahaan, serta memiliki sistem
penghargaan dan sanksi (reward and punishment system).
e. Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, setiap organ
perusahaan dan semua karyawan harus berpegang pada etika bisnis dan
pedoman perilaku (code of conduct) yang telah disepakati.
2.1.2.3 Responsibilitas (Responsibility)
Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta
melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga
dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat
pengakuan sebagai good corporate citizen.
Adapun pedoman pokok pelaksanaan dalam pemenuhan prinsip ini adalah:
a. Organ perusahaan harus berpegang pada prinsip kehati-hatian dan
memastikan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, anggaran
dasar dan peraturan perusahaan (by-laws).
b. Perusahaan harus melaksanakan tanggung jawab sosial dengan antara lain
peduli terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar
perusahaan dengan membuat perencanaan dan pelaksanaan yang memadai.
27
2.1.2.4 Independensi (Independency)
Untuk melancarkan pelaksanaan asas corporate governance, perusahaan
harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan
tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.
Adapun pedoman pokok pelaksanaan dalam pemenuhan prinsip ini adalah:
a. Masing-masing organ perusahaan harus menghindari terjadinya dominasi
oleh pihak manapun, tidak terpengaruh oleh kepentingan tertentu, bebas dari
benturan kepentingan (confict of interest) dan dari segala pengaruh atau
tekanan, sehingga pengambilan keputusan dapat dilakukan secara obyektif.
b. Masing-masing organ perusahaan harus melaksanakan fungsi dan
tugasnya sesuai dengan anggaran dasar dan peraturan perundang-
undangan, tidak saling mendominasi dan atau melempar tanggung jawab
antara satu dengan yang lain.
2.1.2.5 Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness)
Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa
memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan
lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.
Adapun pedoman pokok pelaksanaan dalam pemenuhan prinsip ini adalah:
a. Perusahaan harus memberikan kesempatan kepada pemangku
kepentingan untuk memberikan masukan dan menyampaikan pendapat
bagi kepentingan perusahaan serta membuka akses terhadap informasi
28
sesuai dengan prinsip transparansi dalam lingkup kedudukan masing-
masing.
b. Perusahaan harus memberikan perlakuan yang setara dan wajar kepada
pemangku kepentingan sesuai dengan manfaat dan kontribusi yang
diberikan kepada perusahaan.
c. Perusahaan harus memberikan kesempatan yang sama dalam
penerimaan karyawan, berkarir dan melaksanakan tugasnya secara
profesional tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, gender, dan
kondisi fsik.
2.1.3 Implementasi Corporate Governance di Pasar Modal
BAPEPAM-LK selaku otoritas pasar modal Indonesia telah menerbitkan
serangkaian peraturan yang memiliki korelasi yang kuat dengan corporate
governance (Surya dan Yustiavandana, 2008).
Beberapa peraturan BAPEPAM-LK yang terkait dengan penerapan prinsip
good corporate governance adalah:
1. Peraturan Bapepam Nomor IX.D.1 tentang Hak Memesan Efek
Terlebih Dahulu
Peraturan ini berkaitan dengan prinsip fairness dalam GCG yang
mengisyaratkan adanya kewajaran dan keseimbangan yang harus
diterapkan pada semua pemegang saham.
29
2. Peraturan Bapepam No. VIII.G.2 tentang Laporan Tahunan
Peraturan ini berkaitan dengan prinsip transparansi dari GCG, yang
mewajibkan penyampaian laporan yang penting kepada pihak-pihak
yang berkepentingan secara berkala.
3. Peraturan Bapepam No.IX.E.1 tentang Benturan Kepentingan Transaksi
Tertentu
Peraturan ini merupakan salah satu Peraturan Bapepam yang sangat
mencerminkan pentingnya diterapkan prinsip-prinsip GCG dalam suatu
perusahaan.
4. Peraturan Bapepam No.IX.E.2 tentang Transaksi Material dan Perubahan
Kegiatan Usaha yang Dilakukan Perusahaan Terbuka
Peraturan ini menunjukan bagaimana prinsip kewajaran, transparansi dan
akuntabilitas diterapkan. Segala macam transaksi yang dilakukan
perusahaan publik yang memengaruhi perusahaan secara signifikan
(transaksi material), maka harus terlebih dahulu memperoleh persetujuan
RUPS independen.
5. Peraturan Bapepam No.IX.G.1 tentang Penggabungan Usaha dan
Peleburan Perusahaan Publik dan Emiten
Peraturan ini berkaitan dengan pelaksanaan prinsip responsibilitas yang
menyangkut tanggung jawab suatu perusahaan untuk taat pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
30
6. Peraturan Bapepam No.IX.I.1 tentang Rencana dan Pelaksanaan RUPS
Peraturan ini memuat prinsip tentang keseragaman informasi untuk
rencana RUPS. Dengan demikian, peraturan ini memiliki korelasi yang
kuat dengan prinsip fairness, sehingga terdapat aturan yang memberikan
persamaan hak kepada setiap pemegang saham untuk menyuarakan
kepentingannya berdasarkan jumlah saham yang ia miliki selama ini.
7. Peraturan Bapepam No.IX.J.1 tentang Pengaturan tentang Pokok-
pokok Anggaran Dasar Perseroan yang Melakukan Penawaran Umum
Efek Bersifat Ekuitas dan Perusahaan Publik
Menurut ketentuan ini pemegang saham berhak memperoleh kesempatan
untuk berparisipasi dan menggunakan hak suara dalam RUPS serta
mendapatkan informasi tentang tata cara RUPS, termasuk penggunaan
hak suara.
8. Peraturan Bapepam No.X.K.1 tentang Keterbukaan Informasi yang Harus
Segera Diumumkan Kepada Publik
Peraturan ini dengan tegas mewajibkan emiten untuk menyampaikan
kepada Bapepam dan mengumumkan kepada masyarakat paling
lambat hari kerja kedua setelah keputusan atau terjadinya peristiwa
atau fakta material yang mungkin dapat mempengaruhi nilai efek,
perusahaan, dan keputusan investor.
31
9. Peraturan Bapepam No.X.K.4 tentang Laporan Realisasi Penggunaan
Dana Hasil Penawaran Umum
Peraturan ini memuat kewajiban untuk menyampaikan penggunaan
dana yang diperoleh dari penawaran umum kepada publik. Peraturan ini
juga berkaitan dengan prinsip keterbukaan yang berkaitan erat dengan
perlindungan terhadap pemegang saham publik, mengingat informasi yang
diberikan menyangkut dana yang didapat suatu perusahaan setelah
melakukan penawaran umum.
10. Peraturan Bapepam No.IX.H.1 tentang Pengambilalihan Perusahaan
Terbuka
Peraturan ini memuat kewajiban untuk menyampaikan informasi yang
berkaitan dengan proses pengambilalihan oleh pihak pengambil alih
kepada otoritas pasar modal, bursa, dan publik, serta memuat kewajiban
untuk melakukan tender offer.
11. Peraturan Bapepam No.IX.F.1 tentang Penawaran Tender
Dalam hal terjadinya pembelian perusahaan terbuka, diwajibkan untuk
melakukan tender offer, dimana peraturan ini memberikan bentuk yang
lebih jelas berkaitan dengan pengambilalihan perusahaan terbuka.
12. Peraturan Bapepam No.VIII.G.11 tentang Tanggung Jawab Direksi atas
Laporan Keuangan
Peraturan ini merupakan peraturan yang memgimplementasikan secara
konkret prinsip akuntabilitas dan prinsip responsibilitas, karena
memberikan gambaran yang jelas bagaimana tanggung jawab para direksi
32
atas laporan keuangan perusahaan yang dilaporkan secara berkala kepada
Bapepam.
13. Peraturan Bapepam No.X.K.5 tentang Keterbukaan Informasi bagi Emiten
atau Perusahaan Publik yang Dimohonkan Pernyataan Pailit
Ketentuan ini mengatur penerapan prinsip keterbukaan, terutama apabila
terhadap suatu perusahaan publik dimohonkan pernyataan pailit.
14. Peraturan Bapepam No.IX.I.4 tentang Pembentukan Sekretaris Perusahaan
Peraturan yang mewajibkan emiten untuk membentuk fungsi sekretaris
perusahaan ini adalah juga merupakan bentuk konkret implementasi
prinsip keterbukaan, mengingat peranan utama dari sekretaris perusahaan
adalah untuk menghubungkan antara perusahaan public atau emiten
dengan para pemodal melalui pemberian informasi-informasi penting
yang dibutuhkan sebelum menanam modal.
15. Peraturan Bapepam No.IX.I.6 tentang Direksi dan Komisaris Emiten dan
Perusahaan
Peraturan ini diterbitkan dengan maksud untuk meningkatkan penerapan
prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate
governance) bagi emiten dan perusahaan public terutama yang berkaitan
dengan persyaratan dan pertanggungjawaban anggota direksi dan
komisaris.
33
2.2 Kinerja Keuangan
Kinerja keuangan perusahaan merupakan hasil dari banyak keputusan
individual yang dibuat secara terus menerus oleh manajemen. Oleh karena itu
untuk menilai kinerja keuangan suatu perusahaan, perlu dilibatkan analisa dampak
keuangan kumulatif dan ekonomi dari keputusan dan mempertimbangkannya
dengan menggunakan ukuran komparatif. Dalam membahas metode penilaian
kinerja keuangan, perusahaan harus didasarkan pada data keuangan yang
dipublikasikan yang dibuat sesuai dengan prinsip akuntansi keuangan yang
berlaku umum. Laporan ini merupakan data yang paling umum yang tersedia
untuk tujuan tersebut, walaupun seringkali tidak mewakili hasil dan kondisi
ekonomi. Laporan keuangan memuat hasil investasi operasi dan pembiayaan
perusahaan, maka fokus akan diarahkan pada hubungan dan indikator keuangan
yang memungkinkan analisa penilaian kinerja masa lalu dan juga proyeksi hasil
masa depan dimana akan menekankan pada manfaat serta keterbatasan yang
terkandung didalamnya (Sucipto, 2003).
Kinerja keuangan dalam konteks dunia usaha mengandung pengertian yang
sangat luas. Pengertian kinerja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997)
adalah merupakan kata banda (n) yang artinya: 1. Sesuatu yang dicapai, 2.
Prestasi yang diperlihatkan, 3. Kemampuan kerja. Sedangkan penilaian kinerja
menurut Mulyadi (1997) adalah, penentuan secara periodik efektifitas operasional
suatu organisasi, bagian organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar
dan kriteria yang ditetapkan sebelumnya. Karena organisasi pada dasarnya
dijalankan oleh manusia maka penilaian kinerja sesungguhnya merupakan
34
penilaian atas prilaku manusia dalam melaksanakan peran yang mereka mainkan
dalam organisasi.
Barlian (2003) dalam Meta (2010) mengartikan kinerja keuangan suatu
perusahaan sebagai prospek atau masa depan, pertumbuhan, dan potensi
perkembangan yang baik bagi perusahaan. Informasi kinerja keuangan diperlukan
untuk menilai perubahan potensial sumber daya ekonomi, yang mungkin
dikendalikan di masa depan dan untuk memprediksi kapasitas produksi dari
sumber daya yang ada. Pimpinan perusahaan atau manajemen sangat
berkepentingan terhadap laporan keuangan yang telah dianalisis, karena hasil
tersebut dapat dijadikan sebagai alat dalam pengambilan keputusan lebih lanjut
untuk masa yang akan datang. Dengan menggunakan analisis rasio, berdasarkan
data dari laporan keuangan, akan dapat diketahui hasil-hasil finansial yang telah di
capai di waktu-waktu yang lalu, dapat diketahui kelemahan-kelemahan yang
dimiliki perusahaan, serta hasil-hasil yang dinggap cukup baik.
Evaluasi kinerja keuangan dapat dilakukan menggunakan analisis laporan
keuangan, di mana data pokok sebagai input dalam analisis ini adalah neraca dan
laporan laba rugi. Analisis laporan keuangan dapat dilakukan menggunakan rasio
keuangan. Analisis rasio keuangan memungkinkan manajer keuangan dan pihak
yang berkepentingan untuk mengevaluasi kondisi keuangan dengan cepat, karena
penyajian rasio-rasio keuangan akan menunjukkan kondisi sehat tidaknya suatu
perusahaan. Analisis rasio menghubungkan unsur-unsur rencana dan perhitungan
laba rugi sehingga dapat menilai efektivitas dan efisiensi perusahaan. Analisis
pos-pos neraca akan memberikan gambaran tentang posisi keuangan perusahaan,
35
sementara analisis terhadap laporan laba rugi akan mendeskripsikan hasil atau
perkembangan usaha dari perusahaan. Informasi yang bisa diperoleh dari evaluasi
kinerja keuangan antara lain tentang kemampuan perusahaan melunasi utang
jangka pendek, kemampuan perusahaan dalam membayar bunga pokok pinjaman,
dan keberhasilan perusahaan dalam meningkatkan besarnya modal sendiri
(Orniati, 2009).
Munawir (2002) dalam Orniati (2009) menjelaskan bahwa pengukuran
kinerja keuangan memiliki beberapa tujuan. Tujuan pertama untuk mengetahui
tingkat likuiditas, yaitu kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban
keuangan pada saat ditagih. Tujuan kedua untuk mengetahui tingkat solvabilitas,
yaitu menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban
keuangannya apabila perusahaan tersebut dilikuidasi, yang mencakup baik
kewajiban jangka pendek maupun kewajiban jangka panjang. Tujuan ketiga untuk
mengetahui tingkat profitabilitas, yaitu menunjukkan kemampuan perusahaan
untuk mendapatkan laba selama periode tertentu. Tujuan keempat untuk
mengetahui stabilitas, yaitu kemampuan perusahaan untuk melakukan usahanya
dengan stabil, yang diukur dengan mempertimbangkan kemampuan perusahaan
untuk membayar cicilan secara teratur kepada pemegang saham tanpa mengalami
hambatan.
Ada dua macam kinerja yang diukur dalam berbagai penelitian yaitu
kinerja operasi perusahaan dan kinerja pasar. Kinerja operasi perusahaan diukur
dengan melihat kemampuan perusahaan yang tampak pada laporan keuangannya.
Untuk mengukur kinerja operasi perusahaan biasanya digunakan rasio
36
profitabilitas. Rasio profitabilitas mengukur kemampuan perusahaan
menghasilkan keuntungan pada tingkat penjualan, asset dan modal saham tertentu.
Rasio yang sering digunakan adalah ROE. ROE (Return On Equity) merupakan
rasio antara laba bersih terhadap total equity. Semakin tinggi ROE menunjukkan
semakin efisien perusahaan menggunakan modal sendiri untuk menghasilkan
laba atau keuntungan bersih. ROE digunakan untuk mengukur tingkat
pengembalian perusahaan atau efektivitas perusahaan didalam menghasilkan
keuntungan dengan memanfaatkan ekuitas (shareholders’ equity) yang dimiliki
oleh perusahaan (Sabrinna, 2010).
Sabrinna (2010) mengatakan, ada beberapa rasio untuk mengukur kinerja
pasar perusahaan, salah satu rasio yang dinilai bisa memberikan informasi yang
paling baik adalah Tobin’s Q. Tobin’s Q merupakan ukuran penilaian yang
paling banyak digunakan dalam data keuangan perusahaan. Nama Tobin’s Q
berasal dari James Tobin dari Yale University setelah dia memperoleh hadiah
nobel. Semakin besar nilai rasio Tobin’s Q menunjukkan bahwa perusahaan
memiliki prospek pertumbuhan yang baik dan memiliki intangible asset
yang semakin besar. Hal ini bisa terjadi karena semakin besar nilai pasar
aset perusahaan, semakin besar kerelaan investor untuk mengeluarkan
pengorbanan yang lebih untuk memiliki perusahaan tersebut. Brealey dan Myers
(2000), Sukamulja (2004) dalam Sabrinna (2010) menyebutkan bahwa perusahaan
dengan nilai Tobin’s Q yang tinggi biasanya memiliki brand image perusahaan
yang sangat kuat, sedangkan perusahaan yang memiliki nilai Tobin’s Q yang
37
rendah umumnya berada pada industri yang sangat kompetitif atau industri yang
mulai mengecil.
Ukuran kinerja keuangan yang mendasarkan pada laba akuntansi
(accounting profit), seperti earnings per share, price earning ratio dan return
on equity, dianggap tidak lagi memadai untuk mengevaluasi efektivitas dan
efisiensi perusahaan. Pada saat ini, banyak perusahaan menggunakan ukuran
kinerja yang lebih menekankan value (Value Vased Management / VBM). Konsep
VBM mendorong manajemen lebih termotivasi dan fokus pada penciptaan arus
kas di masa mendatang bagi pemegang saham. VBM yang diterapkan secara
kontinyu, pada kondisi pasar yang efisien akan merefleksikan kinerja dan prospek
bagus pada harga saham. VBM memiliki dua elemen kunci. Pertama, penciptaan
nilai bagi pemegang saham (shareholder value) sebagai tujuan utama perusahaan.
Kedua, sebagai ukuran kinerja internal perusahaan yang mampu memotivasi
manajemen mengejar tujuan maksimalisasi tujuan di atas. Economic Value Added
(EVA) yang dipopulerkan dan dipatenkan oleh Stewart & Company, sebuah
konsultan manajemen terkemuka adalah salah satu varian value based
management. EVA menghitung economic profit dan bukan accounting profit.
Pada dasarnya, EVA mengukur nilai tambah dalam suatu periode tertentu. Nilai
tambah ini tercipta apabila perusahaan memperoleh keuntungan (profit) di atas
cost of capital perusahaan. Secara matematis, EVA dihitung dari laba setelah
pajak dikurangi dengan cost of capital tahunan. Jika EVA positif, menunjukkan
perusahaan telah menciptakan kekayaan (Pradhono & Christiawan, 2004).
38
Meskipun pengukuran kinerja tampaknya objektif, bersifat repetitif dan
merupakan kegiatan yang rutin, namun pengukuran kinerja itu sendiri seringkali
memicu timbulnya prilaku yang tidak semestinya (Sucipto, 2003). Perilaku yang
tidak seharusnya muncul dalam pengukuran kinerja adalah :
a. Perataan (smothing)
Perataan meliputi semua kegiatan yang digunakan oleh manajer untuk
mempengaruhi arus data dengan cara mempercepat atau menunda informasi
yang disampaikan kepada manajer atasnya. Perataan dilakukan dengan cara
mengirim informasi dalam periode sekarang mengenai peristiwa yang
terjadi dalam periode yang akan datang atau menunda pengiriman informasi
mengenai peristiwa sekarang sampai dengan periode yang akan datang.
Informasi pendapatan dan biaya biasanya merupakan informasi yang
menjadi objek perataan untuk memenuhi kepentingan pribadi manajer yang
diukur kinerjanya.
b. Pencondongan (biasing)
Perilaku tidak semestinya yang lain yang kemungkinan timbul dalam proses
pengukuran kinerja sesungguhnya adalah pencondongan, yang merupakan
metode manipulasi data yang digunakan oleh manajer dengan memilih
informasi diantara berbagai rangkaian informasi yang mungkin dihasilkan,
yang kemungkian menghasilkan gambaran yang paling menguntungkan
bagi kinerja manajer tersebut. Jika kemungkinan untuk memilih, manajer
cenderung akan memilih metode akuntansi yang memberikan gambaran
yang paling baik bagi manajer.
39
c. Permainan (gaming)
Manipulasi hasil kerja dapat pula dilaksanakan dengan memanfaatkan
berbagai aspek hubungan antara atasan dengan bawahannya. Permainan
adalah perilaku pengirim informasi yang bertindak untuk menyebabkan
informasiyang diinginkan yang seharusnya dikirim. Jika misalnya manajer
atas menetapkan aturan main dalam pengukuran kinerja seperti target laba,
biaya standar, aturan untuk pendistribusian penghargaan, manajer bawahnya
kemudian memilih satu diantara altematif tindakan yang mungkin
dilaksanakan, yang menghasilkan dampak yang paling menguntungkan bagi
dirinya. Permainan ini dapat dicegah dengan mengukur kinerja manajer
tidak dengan kriteria tunggal tapi dengan kriteria beragam (multiple
creteria) atau kriteria gabungan (composite criteria).
d. Penonjolan dan pelanggaran aturan (focusing and illegal act)
Cara lain yang digunakan oleh manajer yang mengirim pesan tentang
ukuran kinerjanya agar sesuai dengan kebutuhan pribadinya adalah
penonjolan dan tindakan melanggar aturan. Penonjolan terjadi dengan cara
menonjolkan informasi yang menguntungkan diri pengirim informasi dan
menyembunyikan informasi yang tidak menguntungkan dirinya. Prilaku ini
seringkali terjadi jika perusahaan menggunakan kriteria beragam untuk
pengukuran kinerja. Penonjolan dapat berupa pemalsuan data yang
digunakan untuk pengukuran kinerja jika manajer tidak dapat mencapai
target yang telah ditetapkan atau manajer dapat membatasi keluaran
bagiannya untuk menghindari dinaikkannya target keluaran dimasa yang
40
akan datang atau karyawan yang sangat produktif ditekan oleh rekan
sekerjanya untuk mengurangi kecepatan kerjanya. Penonjolan sering
berbentuk pelanggaran aturan perusahaan atau bahkan pelanggaran hukum.
Misalnya untuk memberikan gambaran profitabilitas perusahaan kepada
calon kreditur atau investor, manajemen perusahaan memalsukan angka-
angka pendapatan dan biaya.
2.3 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai hubungan good corporate governance dengan kinerja
perusahaan memberikan hasil yang bervariasi. Beberapa penelitian terdahulu yang
pernah melakukan penelitian tentang penerapan corporate governance adalah
sebagai berikut:
Penelitian Pranata (2007) dari Universitas Islam Indonesia. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui penerapan corporate governance terhadap ROE,
NPM, dan Tobin‟s Q. Sampel yang digunakan sebanyak 35 perusahaan yang
diambil secara purpose sampling yaitu perusahaan yang telah go public yang
terdaftar di BEJ selama tahun 2001-2005 dan masuk dalam kelompok 10 besar
berdasarkan skor pemeringkatan corporate governance. Hasil dari penelitian ini
menunjukan bahwa penerapan corporate governance berpengaruh positif dan
signifikan terhadap ROE, NPM, dan Tobin’s Q.
Penelitian Maharani (2007). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh penerapan good corporate governance yang didukung profitabilitas
dan ukuran perusahaan terhadap nilai pasar perusahaan di BEJ. Penelitian
41
menggunakan metode survey empiris yang menggunakan data sekunder yang
diperoleh dari The Indonesian Institute foc Corporate Governance (IICG) dan
data kinerja keuangan dari Indonesian Capital Market Directory tahun 2001-
2003. Sampel penelitian adalah 35 perusahaan manufaktur yang diambil dengan
teknik purposive sampling. Pengukuran kinerja perusahaan menggunakan nilai
pasar (market value) adalah nilai kekayaan yang tidak dapat dilihat dari neraca
yaitu dengan Tobin’s Q. Hasil penelitian menunjukkan bahwa good corporate
governance berpengaruh terhadap kinerja perusahaan yang terdaftar di BEJ.
Perusahaan yang menerapkan prinsip corporate governance dalam manajemennya
akan mendapat apresiasi yang positif dari investor, sehingga nilai pasar semakin
meningkat dan kinerja akan semakin meningkat.
Penelitian Wardhani (2008). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh CG terhadap Kinerja Perusahaan. Corporate governance di-proxy-kan
dengan Indeks CG berdasarkan hasil survei pemeringkatan oleh IICG dan kinerja
perusahaan di-proxy-kan dengan nilai Return on Equity (ROE) dan Tobin’s Q.
Sebagai variabel kontrol digunakan komposisi aktiva perusahaan, kesempatan
pertumbuhan, dan ukuran perusahaan. Sampel penelitian adalah perusahaan yang
terdaftar di Bursa Efek Jakarta dan mengikuti survei yang dilakukan oleh IICG
tahun 2001-2005 dan termasuk dalam pemeringkatan CGPI. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa tingkat penerapan CG tidak mempengaruhi ROE, namun
hasil lainnya menunjukkan bahwa tingkat penerapan CG secara positif signifikan
mempengaruhi Tobin’s Q.
42
Penelitian Hidayah (2008). Penelitian ini bertujuan untuk menguji
keterkaitan penerapan CG dengan kinerja perusahaan dan menguji pengaruh
pengungkapan wajib dan ketepatan waktu penyampaian informasi terhadap
hubungan antara CG dengan kinerja perusahaan. Tingkat penerapan CG di-proxy-
kan dengan indeks CG hasil studi IICG tahun 2001-2004 dan kinerja di-proxy-kan
oleh nilai Tobin’s Q. Sedangkan pengungkapan diwakili oleh indeks
pengungkapan dengan rumus n/k dimana n adalah jumlah informasi yang
dipenuhi dan k jumlah seluruh informasi yang mungkin dapat dipenuhi. Ketepatan
waktu penyampaian informasi diwakili oleh variabel dummy dimana 1 untuk
penyampaian informasi tepat waktu (tidak lebih dari 3 bulan sejak tanggal laporan
keuangan) dan 0 untuk penyampaian informasi tidak tepat waktu. Metode yang
digunakan untuk menguji hipotesis adalah statistik regresi linier dan uji interaksi.
Metode regresi linier digunakan sebagai model prediksi terhadap hubungan satu
variabel dependen dengan satu variabel independen. Sedangkan uji interaksi
digunakan sebagai model prediksi hubungan antara satu variabel independen dan
satu variabel dependen dengan satu variabel moderating. Temuannya adalah
penerapan CG tidak mempengaruhi kinerja pasar perusahaan. Demikian juga
untuk pengungkapan wajib dan ketepatan waktu penyampaian informasi, ternyata
bukan merupakan variabel moderating.
Penelitian Sam’ani (2008). Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk
menemukan bukti empiris pengaruh elemen-elemen dalam penerapan good
corporate governance terhadap kinerja perusahaan perbankan di Indonesia.
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar di
43
Bursa Efek Indonesia (BEI), sedangkan sampel adalah perusahaan perbankan
selama periode 2004-2007. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode
purposive sampling. Pengujian hipotesis dilakukan dengan analisis regresi
berganda. Dari hasil pengujian hipotesis, menunjukkan bahwa pengaruh
corporate governance yang diproksi oleh aktivitas komisaris, ukuran dewan
direksi, komite audit mempunyai hubungan yang positif dan signifikan terhadap
kinerja. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa kepemilikan institusional
dan rasio leverage mempunyai hubungan yang negatif dan signifikan terhadap
kinerja. Akan tetapi variabel komisaris independen secara signifikan tidak dapat
mempengaruhi kinerja. Secara umum hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
perusahaan perbankan di Indonesia sudah mulai menerapkan good corporate
governance dalam upaya meningkatkan kinerja perusahaan serta untuk
melindungi kepentingan para principal.
Penelitian Mulyati (2010). Penelitian ini menguji pengaruh corporate
governance terhadap kinerja perusahaan. Untuk menguji pengaruh tersebut
digunakan model regresi linier berganda. Pemeringkatan corporate governance
tahun 2005 dan 2007 hasil riset The Indonesian Institute for Corporate
Directorship (IICD) digunakan sebagai ukuran tingkat penerapan corporate
governance, return on equity (ROE) digunakan sebagai ukuran kinerja
operasional, dan nilai Tobin’s Q sebagai ukuran kinerja pasar perusahaan.
Penelitian ini juga menginvestigasi apakah terdapat perbedaan reaksi pasar
terhadap pengumuman penghargaan Good Corporate Governance (GCG) Award
antara perusahaan-perusahaan yang memperoleh penghargaan GCG Award dari
44
IICD pada tahun 2009 dengan perusahaan-perusahaan yang tidak memperoleh
penghargaan. Reaksi pasar dicerminkan oleh abnormal return yang dihitung
dengan menggunakan market model. Hasil pengujian menunjukkan bahwa tidak
terdapat pengaruh yang signifikan antara indeks CG terhadap ROE. Namun
terdapat pengaruh positif yang signifikan antara indeks CG dan nilai Tobin’s Q.
Pengujian terhadap reaksi pasar menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan
abnormal return selama periode pengamatan antara perusahaan yang memperoleh
penghargaan dengan perusahaan yang tidak memperoleh penghargaan.
Penelitian Sabrinna (2010). Penelitian ini menjelaskan hubungan antara
corporate governance dan struktur kepemilikan dengan kinerja perusahaan.
Pengambilan sampel Corporate Governance Perception Index (CGPI) untuk
2002 sampai 2008 dari The Indonesian Institute for Corporate Governance
(IICG) digunakan untuk mengukur pengaruh corporate governance dengan
Tobin’s Q pada kinerja pasar perusahaan dan Return On Equity (ROE) digunakan
untuk mengukur kinerja operasional perusahaan. Pengambilan sampel struktur
kepemilikan dilihat dari modal saham perusahaan yang terdapat pada laporan
keuangan. Struktur kepemilikan terdiri dari kepemilikan manajerial dan
kepemilikan institusional digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan dengan
menggunakan Tobin’s Q dan Return On Equity (ROE). Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan signifikan antara corporate
governance dengan Tobin’s Q (kinerja pasar) tetapi terdapat hubungan positif
signifikan antara corporate governance dengan ROE (kinerja operasional).
Sedangkan pada struktur kepemilikan tidak terdapat hubungan signifikan antara
45
kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional terhadap kinerja
perusahaan, hal ini dikarenakan bahwa keberadaan manajer dan pemegang
saham kurang memiliki pengaruh dalam peningkatan kinerja perusahaan.
Penelitian Hardikasari (2011). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengukur corporate governance dan kinerja keuangan dalam sektor perbankan
yang nantinya akan menentukan pada pelaksanaan good corporate governance.
Dalam penelitian ini konsep indikator yang dipakai dalam mekanisme
corporate governance terdiri dari: ukuran dewan direksi, ukuran dewan
komisaris dan ukuran perusahaan terhadap praktik manajemen laba yang
dilakukan oleh industry perbankan di Indonesia. Sampel pada penelitian ini adalah
seluruh perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun
2006-2008. Untuk menentuan sampel pilihan digunakan metode purposive
sampling. Dengan menggunakan metode ini maka didapatkan 22 perusahaan
perbankan yang akan dijadikan sebagai sampel dalam penelitian ini. Dari hasil
pengujian hipotesis, maka menunjukan bahwa corporate governanace yang
dalam penelitian ini terdiri dari indikator ukuran dewan direksi, ukuran dewan
komisaris dan ukuran perusahaan. Dan hasilnya menujukan bahwa ukuran dewan
direksi berpengaruh negatif secara signifikan terhadap kinerja keuangan,
ukuran dewan komisaris berpengaruh positif secara signifikan terhadap kinerja
perusahaan dan ukuran perusahaan berpengaruh positif tidak signifikan terhadap
kinerja keuangan.
46
Secara ringkas penelitian terdahulu dapat dipaparkan dalam tabel 2.1
berikut:
Tabel 2 1 Ringkasan Penelitian Terdahulu
No. Peneliti Tahun Variabel Penelitian Hasil Penelitian
1. Yudha Pranata 2007 Corporate
Governance, ROE,
NPM dan Tobin’s Q
Indeks CG berpengaruh
positif dan signifikan
terhadap ROE, NPM
dan Tobin’s Q
2. Arum
Maharani
2007 Indeks CG,
Profitabilitas, Ukuran
Perusahaan, Tobin’s
Q
Indeks CG dan
Profitabilitas
berpengaruh positif
terhadap Tobin’s Q
3. Diah Kusuma
Wardhani
2008 Indeks CG, ROE,
Tobin’s Q, Komposisi
aktiva, Kesempatan
pertumbuhan, Ukuran
perusahaan
Indeks CG tidak
mempengaruhi ROE,
namun secara signifikan
mempengaruhi Tobin’s
Q
4. Erna Hidayah 2008 Indeks CG, Tobin’s
Q, Komposisi aktiva,
Kesempatan
pertumbuhan, Ukuran
perusahaan
Tidak terdapat hubungan
antara indeks CG
dengan Tobin’s Q
5. Sam’ani 2008 Kepemilikan
institusioanal, dewan
komisaris, dewan
direksi, komisaris
independen, komite
audit, Leverage,
CFROA
Corporate governance
yang diproksi oleh
aktivitas komisaris,
ukuran dewan direksi
dan komite audit
mempunyai hubungan
positif dan signifikan
terhadap kinerja yang
diproksi dengan CFROA
6. Sri Mulyati 2010 Indeks CG, ROE,
Tobin’s Q, Reaksi
pasar, Komposisi
aktiva, Kesempatan
pertumbuhan, Ukuran
perusahaan
Indeks CG tidak
mempengaruhi ROE,
namun secara positif
signifikan
mempengaruhi Tobin’s
Q.
7. Anindhita Ira
Sabrinna
2010 Indeks CG,
Kepemilikan
Manajerial,
Kepemilikan
Institusional,
Komposisi aktiva,
Tidak terdapat hubungan
antara Indeks CG
dengan Tobin’s Q tetapi
terdapat hubungan
positif signifikan dengan
ROE.
47
Kesempatan
pertumbuhan, Ukuran
perusahaan
8. Eka
Hardikasari
2011 Ukuran Dewan
Direksi, Ukuran
Dewan Komisaris,
Ukuran Perusahaan,
CFROA
Corporate governance
yang diproksi dengan
ukuran dewan komisaris
berpengaruh positif
secara signifikan
terhadap kinerja
perusahaan, sementara
ukuran perusahaan
berpengaruh positif
tetapi tidak signifikan. Sumber: Disarikan dari masing-masing penelitian
2.4 Kerangka Pemikiran
Berdasarkan tinjauan pustaka dan penelitian terdahulu yang sudah
diuraikan, maka kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah adanya indikator
dalam suatu perusahaan yang masuk kedalam perhitungan indeks JII; kepemilikan
institusional, aktivitas komisaris, ukuran dewan direksi, ukuran komite audit dan
komisaris independen yang mempunyai pengaruh terhadap baik atau buruknya
kinerja perusahaan tersebut. Dalam pengukuran kinerja perusahaan, alat ukur yang
digunakan adalah Tobin’s Q. Tobin’s Q ini digunakan untuk menghitung nilai
perusahaan atau menunjukan kinerja pasar perusahaan.
48
Kerangka pemikiran penelitian ini dapat digambarkan pada gambar berikut:
Sumber: dikembangkan dengan justifikasi penelitian terdahulu
2.5 Kerangka Pemikiran Teoritis
2.5.1 Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional menurut Soesetio (2008), berarti kepemilikan
saham oleh pihak institusi lain; kepemilikan oleh perusahaan atau lembaga lain.
Institusi biasanya dapat menguasai mayoritas saham karena mereka memiliki
sumber daya yang lebih besar bila dibandingkan dengan pemegang saham
lainnya. Sujoko dan Soebiantoro (2007) mengartikan kepemilikan institusional
sebagai proporsi kepemilikan saham oleh institusi dalam hal ini institusi pendiri
Komisaris Independen
Komite Audit
Kinerja Perusahaan
(Tobin’s Q)
Dewan Direksi
Aktivitas Komisaris
Kepemilikan
Institusional
Gambar 2 1 Kerangka Pemikiran Penelitian
49
perusahaan, bukan institusi pemegang saham publik yang diukur dengan
prosentase jumlah saham yang dimiliki oleh investor institusi intern.
Kepemilikan institusional menurut Han, dkk. (1999) dalam Soesetio (2008),
diharapkan mampu melakukan pengawasan lebih baik terhadap kebijakan
manajer. Kepemilikan institusional dapat melakukan pengawasan yang lebih baik
dikarenakan dari segi skala ekonomi, pihak institusional memiliki keuntungan
lebih untuk memperoleh informasi dan menganalisis segala hal yang berkaitan
dengan kebijakan manajer. Selain itu, pihak institusional lebih mementingkan
adanya stabilitas pendapatan atau keuntungan jangka panjang, sehingga aset
penting perusahaan akan mendapatkan pengawasan yang lebih baik.
Nuringsih (2010) mengatakan, keterlibatan kelompok pemegang saham
mayoritas menyebabkan kekuatan investor menjadi besar, sehingga dapat
mengawasi kinerja manajer agar sesuai dengan tujuan perusahaan. Pada saat
kepemilikan institusional mengalami peningkatan berarti pengawasan terhadap
kinerja manajer menjadi lebih kuat sehingga menurunkan kepemilikan manajerial.
Sebaliknya, pada kepemilikan institusional mengalami penurunan menyebabkan
penurunan pengawasan, sehingga manajer cenderung meningkatkan keterlibatan
dalam kepemilikan saham perusahaan. mekanisme ini dapat menekan konflik
keagenan dalam perusahaan.
2.5.2 Aktivitas Komisaris
Dewan Komisaris sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggungjawab
secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada
50
Direksi serta memastikan bahwa Perusahaan melaksanakan GCG. Namun
demikian, Dewan Komisaris tidak boleh turut serta dalam mengambil keputusan
operasional. Kedudukan masing-masing anggota Dewan Komisaris termasuk
Komisaris Utama adalah setara. Tugas Komisaris Utama sebagai primus inter
pares adalah mengkoordinasikan kegiatan Dewan Komisaris (KNKG, 2006).
Agar pelaksanaan tugas Dewan Komisaris dapat berjalan secara efektif,
perlu dipenuhi prinsip-prinsip berikut:
1. Komposisi Dewan Komisaris harus memungkinkan pengambilan keputusan
secara efektif, tepat dan cepat, serta dapat bertindak independen.
2. Anggota Dewan Komisaris harus profesional, yaitu berintegritas dan
memiliki kemampuan sehingga dapat menjalankan fungsinya dengan baik
termasuk memastikan bahwa Direksi telah memperhatikan kepentingan
semua pemangku kepentingan.
3. Fungsi pengawasan dan pemberian nasihat Dewan Komisaris mencakup
tindakan pencegahan, perbaikan, sampai kepada pemberhentian sementara.
Pedoman pokok anggota Dewan Komisaris menurut KNKG (2006), adalah:
1. Komposisi, Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Dewan Komisaris
a. Jumlah anggota Dewan Komisaris harus disesuaikan dengan
kompleksitas perusahaan dengan tetap memperhatikan efektivitas
dalam pengambilan keputusan.
b. Dewan Komisaris dapat terdiri dari Komisaris yang tidak berasal dari
pihak terafiliasi yang dikenal sebagai Komisaris Independen dan
Komisaris yang terafiliasi. Yang dimaksud dengan terafiliasi adalah
51
pihak yang mempunyai hubungan bisnis dan kekeluargaan dengan
pemegang saham pengendali, anggota Direksi dan Dewan Komisaris
lain, serta dengan perusahaan itu sendiri. Mantan anggota Direksi dan
Dewan Komisaris yang terafiliasi serta karyawan perusahaan, untuk
jangka waktu tertentu termasuk dalam kategori terafiliasi.
c. Jumlah Komisaris Independen harus dapat menjamin agar mekanisme
pengawasan berjalan secara efektif dan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Salah satu dari Komisaris Independen harus
mempunyai latar belakang akuntansi atau keuangan.
d. Anggota Dewan Komisaris diangkat dan diberhentikan oleh RUPS
melalui proses yang transparan. Bagi perusahaan yang sahamnya
tercatat di bursa efek, badan usaha milik negara dan atau daerah,
perusahaan yang menghimpun dan mengelola dana masyarakat,
perusahaan yang produk atau jasanya digunakan oleh masyarakat luas,
serta perusahaan yang mempunyai dampak luas terhadap kelestarian
lingkungan, proses penilaian calon anggota Dewan Komisaris
dilakukan sebelum dilaksanakan RUPS melalui Komite Nominasi dan
Remunerasi. Pemilihan Komisaris Independen harus memperhatikan
pendapat pemegang saham minoritas yang dapat disalurkan melalui
Komite Nominasi dan Remunerasi.
e. Pemberhentian anggota Dewan Komisaris dilakukan oleh RUPS
berdasarkan alasan yang wajar dan setelah kepada anggota Dewan
Komisaris diberi kesempatan untuk membela diri.
52
2. Kemampuan dan Integritas Anggota Dewan Komisaris
a. Anggota Dewan Komisaris harus memenuhi syarat kemampuan dan
integritas sehingga pelaksanaan fungsi pengawasan dan pemberian
nasihat untuk kepentingan perusahaan dapat dilaksanakan dengan baik.
b. Anggota Dewan Komisaris dilarang memanfaatkan perusahaan untuk
kepentingan pribadi, keluarga, kelompok usahanya dan atau pihak lain.
c. Anggota Dewan Komisaris harus memahami dan mematuhi anggaran
dasar dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
tugasnya.
d. Anggota Dewan Komisaris harus memahami dan melaksanakan
Pedoman GCG ini.
3. Fungsi Pengawasan Dewan Komisaris
a. Dewan Komisaris tidak boleh turut serta dalam mengambil
keputusan operasional. Dalam hal Dewan Komisaris mengambil
keputusan mengenai hal-hal yang ditetapkan dalam anggaran dasar atau
peraturan perundang-undangan, pengambilan keputusan tersebut
dilakukan dalam fungsinya sebagai pengawas, sehingga keputusan
kegiatan operasional tetap menjadi tanggung jawab Direksi.
Kewenangan yang ada pada Dewan Komisaris tetap dilakukan dalam
fungsinya sebagai pengawas dan penasihat.
b. Dalam hal diperlukan untuk kepentingan perusahaan, Dewan Komisaris
dapat mengenakan sanksi kepada anggota Direksi dalam bentuk
53
pemberhentian sementara, dengan ketentuan harus segera
ditindaklanjuti dengan penyelenggaraan RUPS.
c. Dalam hal terjadi kekosongan dalam Direksi atau dalam keadaan
tertentu sebagaimana ditentukan oleh peraturan perundang-undangan
dan anggaran dasar, untuk sementara Dewan Komisaris dapat
melaksanakan fungsi Direksi.
d. Dalam rangka melaksanakan fungsinya, anggota Dewan Komisaris
baik secara bersama-sama dan atau sendiri-sendiri berhak mempunyai
akses dan memperoleh informasi tentang perusahaan secara tepat waktu
dan lengkap.
e. Dewan Komisaris harus memiliki tata tertib dan pedoman kerja
(charter) sehingga pelaksanaan tugasnya dapat terarah dan efektif
serta dapat digunakan sebagai salah satu alat penilaian kinerja mereka.
f. Dewan Komisaris dalam fungsinya sebagai pengawas, menyampaikan
laporan pertanggungjawaban pengawasan atas pengelolaan perusahaan
oleh Direksi, dalam rangka memperoleh pembebasan dan pelunasan
tanggung jawab (acquit et decharge) dari RUPS.
g. Dalam melaksanakan tugasnya, Dewan Komisaris dapat membentuk
komite. Usulan dari komite disampaikan kepada Dewan Komisaris
untuk memperoleh keputusan. Bagi perusahaan yang sahamnya tercatat
di bursa efek, perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan yang
menghimpun dan mengelola dana masyarakat, perusahaan yang
produk atau jasanya digunakan oleh masyarakat luas, serta
54
perusahaan yang mempunyai dampak luas terhadap kelestarian
lingkungan, sekurang-kurangnya harus membentuk Komite Audit,
sedangkan komite lain dibentuk sesuai dengan kebutuhan.
2.5.3 Dewan Direksi
Direksi sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggungjawab secara
kolegial dalam mengelola perusahaan. Masing-masing anggota Direksi dapat
melaksanakan tugas dan mengambil keputusan sesuai dengan pembagian tugas
dan wewenangnya. Namun, pelaksanaan tugas oleh masing-masing anggota
Direksi tetap merupakan tanggung jawab bersama. Kedudukan masing-masing
anggota Direksi termasuk Direktur Utama adalah setara. Tugas Direktur Utama
sebagai primus inter pares adalah mengkoordinasikan kegiatan Direksi (KNKG,
2006).
Agar pelaksanaan tugas Direksi dapat berjalan secara efektif, perlu dipenuhi
prinsip-prinsip berikut:
1. Komposisi Direksi harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan
pengambilan keputusan secara efektif, tepat dan cepat, serta dapat bertindak
independen.
2. Direksi harus profesional yaitu berintegritas dan memiliki pengalaman
serta kecakapan yang diperlukan untuk menjalankan tugasnya.
3. Direksi bertanggung jawab terhadap pengelolaan perusahaan agar dapat
menghasilkan keuntungan (proftability) dan memastikan kesinambungan
usaha perusahaan.
55
4. Direksi mempertanggungjawabkan kepengurusannya dalam RUPS sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pedoman pokok anggota direksi menurut KNKG (2006), adalah:
1. Komposisi Direksi
a. Jumlah anggota Direksi harus disesuaikan dengan kompleksitas
perusahaan dengan tetap memperhatikan efektiftas dalam pengambilan
keputusan.
b. Anggota Direksi dipilih dan diberhentikan oleh RUPS melalui proses
yang transparan. Bagi perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek,
perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan yang menghimpun
dan mengelola dana masyarakat, perusahaan yang produk atau jasanya
digunakan oleh masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai
dampak luas terhadap kelestarian lingkungan, proses penilaian calon
anggota Direksi dilakukan sebelum dilaksanakan RUPS melalui Komite
Nominasi dan Remunerasi.
c. Pemberhentian anggota Direksi dilakukan oleh RUPS berdasarkan
alasan yang wajar dan setelah kepada yang bersangkutan diberi
kesempatan untuk membela diri.
d. Seluruh anggota Direksi harus berdomisili di Indonesia, di tempat
yang memungkinkan pelaksanaan tugas pengelolaan perusahaan sehari-
hari.
56
2. Kemampuan dan Integritas Anggota Direksi
a. Anggota Direksi harus memenuhi syarat kemampuan dan integritas
sehingga pelaksanaan fungsi pengelolaan perusahaan dapat
dilaksanakan dengan baik.
b. Anggota Direksi dilarang memanfaatkan perusahaan untuk
kepentingan pribadi, keluarga, kelompok usahanya dan atau pihak lain.
c. Anggota Direksi harus memahami dan mematuhi anggaran dasar dan
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tugasnya.
d. Anggota Direksi harus memahami dan melaksanakan Pedoman GCG ini
3. Fungsi Direksi
Fungsi pengelolaan perusahaan oleh Direksi mencakup 5 (lima) tugas utama
yaitu kepengurusan, manajemen risiko, pengendalian internal, komunikasi,
dan tanggung jawab sosial.
a. Kepengurusan
i. Direksi harus menyusun visi, misi, dan nilai-nilai serta program
jangka panjang dan jangka pendek perusahaan untuk dibicarakan
dan disetujui oleh Dewan Komisaris atau RUPS sesuai dengan
ketentuan anggaran dasar;
ii. Direksi harus dapat mengendalikan sumberdaya yang dimiliki
oleh perusahaan secara efektif dan efsien;
iii. Direksi harus memperhatikan kepentingan yang wajar dari
pemangku kepentingan;
57
iv. Direksi dapat memberikan kuasa kepada komite yang dibentuk
untuk mendukung pelaksanaan tugasnya atau kepada karyawan
perusahaan untuk melaksanakan tugas tertentu, namun tanggung
jawab tetap berada pada Direksi;
v. Direksi harus memiliki tata tertib dan pedoman kerja (charter)
sehingga pelaksanaan tugasnya dapat terarah dan efektif serta dapat
digunakan sebagai salah satu alat penilaian kinerja.
b. Manajemen Risiko
i. Direksi harus menyusun dan melaksanakan sistem manajemen
risiko perusahaan yang mencakup seluruh aspek kegiatan
perusahaan;
ii. Untuk setiap pengambilan keputusan strategis, termasuk penciptaan
produk atau jasa baru, harus diperhitungkan dengan seksama
dampak risikonya, dalam arti adanya keseimbangan antara hasil
dan beban risiko;
iii. Untuk memastikan dilaksanakannya manajemen risiko dengan
baik, perusahaan perlu memiliki unit kerja atau penanggungjawab
terhadap pengendalian risiko.
c. Pengendalian Internal
i. Direksi harus menyusun dan melaksanakan sistem pengendalian
internal perusahaan yang handal dalam rangka menjaga kekayaan
dan kinerja perusahaan serta memenuhi peraturan perundang-
undangan.
58
ii. Perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek, perusahaan
negara, perusahaan daerah, perusahaan yang menghimpun dan
mengelola dana masyarakat, perusahaan yang produk atau
jasanya digunakan oleh masyarakat luas, serta perusahaan yang
mempunyai dampak luas terhadap kelestarian lingkungan, harus
memiliki satuan kerja pengawasan internal;
iii. Satuan kerja atau fungsi pengawasan internal bertugas membantu
Direksi dalam memastikan pencapaian tujuan dan kelangsungan
usaha dengan: (i) melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan
program perusahaan; (ii) memberikan saran dalam upaya
memperbaiki efektifitas proses pengendalian risiko; (iii)
melakukan evaluasi kepatuhan perusahaan terhadap peraturan
perusahaan, pelaksanaan GCG dan perundang-undangan; dan (iv)
memfasilitasi kelancaran pelaksanaan audit oleh auditor eksternal;
iv. Satuan kerja atau pemegang fungsi pengawasan internal
bertanggung jawab kepada Direktur Utama atau Direktur yang
membawahi tugas pengawasan internal. Satuan kerja pengawasan
internal mempunyai hubungan fungsional dengan Dewan
Komisaris melalui Komite Audit.
d. Komunikasi
i. Direksi harus memastikan kelancaran komunikasi antara
perusahaan dengan pemangku kepentingan dengan
memberdayakan fungsi Sekretaris Perusahaan;
59
ii. Fungsi Sekretaris Perusahaan adalah: (i) memastikan kelancaran
komunikasi antara perusahaan dengan pemangku kepentingan;
dan (ii) menjamin tersedianya informasi yang boleh diakses
oleh pemangku kepentingan sesuai dengan kebutuhan wajar dari
pemangku kepentingan;
iii. Perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek, perusahaan
negara, perusahaan daerah, perusahaan yang menghimpun dan
mengelola dana masyarakat, perusahaan yang produk atau
jasanya digunakan oleh masyarakat luas, serta perusahaan yang
mempunyai pengaruh terhadap kelestarian lingkungan, harus
memiliki Sekretaris Perusahaan yang fungsinya dapat mencakup
pula hubungan dengan investor (investor relations);
iv. Dalam hal perusahaan tidak memiliki satuan kerja kepatuhan
(compliance) tersendiri, fungsi untuk menjamin kepatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan dilakukan oleh Sekretaris
Perusahaan;
v. Sekretaris Perusahaan atau pelaksana fungsi Sekretaris
Perusahaan bertanggung jawab kepada Direksi. Laporan
pelaksanaan tugas Sekretaris Perusahaan disampaikan pula kepada
Dewan Komisaris.
60
e. Tanggung Jawab Sosial
i. Dalam rangka mempertahankan kesinambungan usaha perusahaan,
Direksi harus dapat memastikan dipenuhinya tanggung jawab
sosial perusahaan;
ii. Direksi harus mempunyai perencanaan tertulis yang jelas dan fokus
dalam melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan.
4. Pertanggungjawaban Direksi
a. Direksi harus menyusun pertanggungjawaban pengelolaan perusahaan
dalam bentuk laporan tahunan yang memuat antara lain laporan
keuangan, laporan kegiatan perusahaan, dan laporan pelaksanaan GCG.
b. Laporan tahunan harus memperoleh persetujuan RUPS, dan khusus untuk
laporan keuangan harus memperoleh pengesahan RUPS.
c. Laporan tahunan harus telah tersedia sebelum RUPS diselenggarakan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk memungkinkan pemegang
saham melakukan penilaian
d. Dengan diberikannya persetujuan atas laporan tahunan dan
pengesahan atas laporan keuangan, berarti RUPS telah memberikan
pembebasan dan pelunasan tanggung jawab kepada masing-masing
anggota Direksi sejauh hal-hal tersebut tercermin dari laporan tahunan,
dengan tidak mengurangi tanggung jawab masing-masing anggota
Direksi dalam hal terjadi tindak pidana atau kesalahan dan atau
kelalaian yang menimbulkan kerugian bagi pihak ketiga yang tidak dapat
dipenuhi dengan aset perusahaan.
61
e. Pertanggungjawaban Direksi kepada RUPS merupakan perwujudan
akuntabilitas pengelolaan perusahaan dalam rangka pelaksanaan asas
GCG.
2.5.4 Komite Audit
Komite audit adalah organ tambahan yang diperlukan dalam pelaksanaan
prinsip GCG. Komite audit ini dibentuk oleh dewan komisaris untuk melakukan
pemeriksaan atau penelitian yan dianggap perlu terhadap pelaksanaan fungsi
direksi dalam melaksanakan pengelolaan perusashaan serta melaksanakan tugas
penting berkaitan dengan sistem pelaporan keuangan. Anggota komite audit
diharuskan memiliki keahlian yang memadai. Komite audit ini memiliki
kewenangan dan fasilitas untuk mengakses data perusahaan (Surya dan
Yustiavandana, 2008).
Menurut pedoman umum good corporate governance Indonesia (KNKG,
2006), tugas dan tanggung jawab komite audit adalah:
1. Komite Audit bertugas membantu Dewan Komisaris untuk memastikan
bahwa: (i) laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum, (ii) struktur pengendalian internal
perusahaan dilaksanakan dengan baik, (iii) pelaksanaan audit internal
maupun eksternal dilaksanakan sesuai dengan standar audit yang berlaku,
dan (iv) tindak lanjut temuan hasil audit dilaksanakan oleh manajemen;
2. Komite Audit memproses calon auditor eksternal termasuk imbalan jasanya
untuk disampaikan kepada Dewan Komisaris;
62
3. Jumlah anggota Komite Audit harus disesuaikan dengan kompleksitas
perusahaan dengan tetap memperhatikan efektiftas dalam pengambilan
keputusan. Bagi perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek,
perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan yang menghimpun dan
mengelola dana masyarakat, perusahaan yang produk atau jasanya
digunakan oleh masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai
dampak luas terhadap kelestarian lingkungan, Komite Audit diketuai oleh
Komisaris Independen dan anggotanya dapat terdiri dari Komisaris dan
atau pelaku profesi dari luar perusahaan. Salah seorang anggota memiliki
latar belakang dan kemampuan akuntasi dan atau keuangan.
Pengaturan mengenai jumlah Komite Audit bagi Emiten dan
Perusahaan Publik diatur dalam peraturan Bapepam-LK No.IX.I.5 tentang
Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit. Dalam peraturan
tersebut Emiten dan Perusahaan Publik diwajibkan membentuk Komite Audit
yang berjumlah sekurang-kurangnya tiga orang dimana salah satunya merupakan
Komisaris Independen Perusahaan dan bertindak sebagai ketua Komite Audit
(BAPEPAM-LK, 2010).
Adapun persyaratan anggota Komite Audit sebagai berikut :
1. Memiliki integritas yang tinggi, kemampuan, pengetahuan dan pengalaman
yang memadai sesuai latar belakang pendidikannya;
2. Mempunyai kemampuan komunikasi yang baik;
3. Memiliki kemampuan yang cukup untuk membaca dan memahami
laporan keuangan;
63
4. Memiliki pengetahuan yang memadai mengenai peraturan perundang-
undangan dibidang pasar modal;
5. Salah satu anggota memiliki latar belakang pendidikan akuntansi atau
keuangan;
6. Bukan merupakan orang dalam Kantor Akuntan Publik, Konsultan
Hukum maupun Pihak lain yang memberikan jasa audit, non audit
maupun jasa konsultasi lain kepada Emiten atau Perusahaan Publik dalam
waktu enam bulan terakhir sebelum diangkat;
7. Tidak mempunyai hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan
sampai derajat kedua dengan Direksi, Komisaris dan Penegang saham
Utama Emiten maupun Perusahaan Publik;
8. Tidak mempunyai hubungan usaha baik langsung mapun tidak langsung
dengan kegiatan usaha Emiten maupun Perusahaan Publik;
9. Tidak memiliki saham Emiten atau Perusahaan Publik baik langsung
maupun tidak langsung;
10. Bukan merupakan orang yang berwenang dan bertanggungjawab
merencanakan, memimpin dan mengendalikan kegiatan emiten maupun
perusahaan publik dalam waktu enam bulan terakhir sebelum diangkat.
2.5.5 Komisaris Independen
Adanya komisaris independen tidak terlepas dari keberadaan komisaris
(pada umumnya). Komisaris merupakan organ yang mengawasi kebijaksanaan
direksi dalam menjalankan perseroan serta memberikan nasihat kepada direksi. Di
Indonesia, dewan komisaris merupakan organ yang bersifat pasif dan tidak dapat
64
menjalankan fungsi pengawasannya secara efektif terhadap direksi. Atau
sebaliknya, peran komisaris yang terlalu kuat dalam perusahaan, sehingga sering
kali melakukan intervensi terhadap kebijakan direksi. Fenomena ini menjadi
masalah pada perusahaan terbatas biasa, namun akan berbeda halnya bila
perusahaan tersebut telah go publik. Sikap pasif ini atau sikap yang
mengintervensi setiap kebijakan yang diambil direksi tersebut pada akhirnya akan
dapat merugikan kepentingan pemegang saham (minoritas) serta para stakeholder
lainnya. Keberadaan komisaris independen diharapkan dapat bersikap netral
terhadap segala kebijakan yang dibuat oleh direksi. Peratuan BEI mewajibkan
perusahaan yang sahamnya tercatat di BEI untuk memiliki komisaris independen
sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh per seratus) dari jajaran anggota dewan
komisaris yang dapat dipilih dahulu melalui RUPS sebelum pencatatan dan mulai
bertindak sebagai komisaris independen setelah saham perusahaan tersebut
tercatat (Surya dan Yustiavandana, 2008).
Kriteria komisaris independen menurut Forum for Corporate Governance in
Indonesia (FCGI), yaitu:
1. Komisaris independen bukan merupakan anggota manajemen;
2. Komisaris independen bukan merupakan pemegang saham mayoritas, atau
seorang pejabat atau dengan cara lain yang berhubungan secara langsung
atau tidak langsung dengan pemegang saham mayoritas dari perusahaan;
3. Komisaris independen dalam kurun waktu tiga tahun terakhir tidak
dipekerjakan dalam kapasitasnya sebagai eksekutif oleh perusahaan atau
perusahaan lainnya dalam satu kelompok usaha dan tisak pula dipekerjakan
65
dalam kapasitasnya sebagai komisaris setelah tidak lagi menempati posisi
seperti itu;
4. Komisaris independen bukan merupakan penasihat profesional perusahaan
atau perusahaan lainnya yang satu kelompok dengan perusahaan tersebut;
5. Komisaris independen bukan merupakan pemasok atau pelanggan yang
signifikan dan berpengaruh dari perusahaan atau perusahaan lainnya yang
satu kelompok, atau dengan cara lain berhubungan secara langsung atau
tidak langsung dengan pemasok atau pelanggan tersebut;
6. Komisaris independen tidak memiliki kontraktual dengan perusahaan atau
perusahaan lainnya yang satu kelompok selain sebagai komisaris
perusahaan tersebut;
7. Komisaris independen harus bebas dari kepentingan dan urusan bisnis apa
pun atau hubungan lainnya yang dapat atau secara wajar dapat dianggap
sebagai campur tangan secara material dengan kemampuannya sebagai
seorang komisaris untuk bertindak demi kepentingan yang menguntungkan
perusahaan.
Sementara kriteria komisaris independen menurut Keputusan Direksi PT
Bursa Efek Jakarta Nomor Kep-305/BEJ/07-2004 Jakarta tanggal 19 Juli 2004,
yaitu:
1. Jumlah minimal komisaris independen adalah 30% dari seluruh anggota
dewan komisaris;
2. Komisaris independen tidak mempunyai saham baik langsung maupun tidak
langsung pada emiten atau perusahaan publik;
66
3. Komisaris independen tidak memiliki hubungan afiliasi dengan emitan atau
pemegang saham mayoritas atau pemegang saham utama dari perusahaan
tercatat yang bersangkutan;
4. Komisaris independen tidak memiliki hubungan afiliasi dengan direktur
dan/atau komisaris lainnya dari perusahaan tercatat yang bersangkutan;
5. Komisaris independen tidak memiliki kedudukan rangkap pada perusahaan
lainnya yang terafiliasi denga perusahaan tercatat yang bersangkutan atau
hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsung yang berkaitan
dengan kegiatan usaha perusahaan tercatat;
6. Komisaris independen harus berasal dari luar emiten atau perusahaan
publik;
7. Komisaris independen harus mengerti peraturan perundang-undangan di
bidang pasar modal;
8. Komisaris independen diusulkan atau dipilih oleh pemegang saham
minoritas yang bukan pemegang saham pengendali dalam Rapat Umum
pemegang Saham (RUPS).
Dengan demikian, terlihat bahwa pada dasarnya komisaris independen
memiliki peranan yang sama dengan komisaris yaitu menjamin pelaksanaan
strategi perusahaan dan mengawasi manajemen perusahaan dalam mengelola
perusahaan. Pada intinya komisaris independen merupakan suatu mekanisme
independen (netral) mengawasi dan mekanisme untuk memberikan petunjuk dan
arahan pada pengelola perusahaan.
67
2.6 Perumusan Hipotesis
Dari telaah pustaka yang telah dijelaskan pada bagian atas, maka penelitian
ini akan mengambil simpulan sementara sebagai hipotesis arah penelitian ini,
yaitu sebagai berikut :
Ho1 : Kepemilikan institusional, aktivitas komisaris, ukuran dewan direksi,
komite audit dan komisaris independen secara simultan tidak berpengaruh
signifikan terhadap kinerja perusahaan.
Ha1 : Kepemilikan institusional, aktivitas komisaris, ukuran dewan direksi,
komite audit dan komisaris independen secara simultan berpengaruh
signifikan terhadap kinerja perusahaan.
Ho2 : Kepemilikan institusional tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja
perusahaan.
Ha2 : Kepemilikan institusional berpengaruh signifikan terhadap kinerja
perusahaan.
Ho3 : Aktifitas komisaris tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja
perusahaan.
Ha3 : Aktifitas komisaris berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan.
68
Ho4 : Ukuran dewan direksi tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja
perusahaan.
Ha4 : Ukuran dewan direksi berpengaruh signifikan terhadap kinerja
perusahaan.
Ho5 : Ukuran komite audit tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja
perusahaan.
Ha5 : Ukuran komite audit berpengaruh signifikan terhadap kinerja
perusahaan.
Ho6 : Komisaris independen tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja
perusahaan.
Ha6 : Komisaris independen berpengaruh signifikan terhadap kinerja
perusahaan.
69
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Pengumpulan Data
3.1.1 Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari laporan
keuangan perusahaan yang masuk dalam daftar perhitungan saham Jakarta
Islamic Index (JII) periode 2008-2010 yang dipublikasikan untuk umum serta
tercantum dalam Indonesian Capital Market Directory (ICMD). Data penelitian
yang mencakup data periode 2008-2010 dipandang cukup mewakili kondisi
perusahaan yang masuk dalam Jakarta Islamic Index (JII) pada saat itu dan
indikator-indikator keuangan perusahaan pada periode itu.
Data yang digunakan dalam penelitian ini dikumpulkan dari laporan
keuangan perusahaan selama periode tahun 2008 sampai tahun 2010 yang bisa
dilihat dalam Indonesian Capital Market Directory (ICMD) dan www.idx.co.id,
serta dari situs masing-masing perusahaan sampel.
3.1.2 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang masuk dalam
perhitungan indeks JII 2008-2010 yang diseleksi dari daftar saham/efek syariah
sebagaimana yang telah ditetapkan oleh BAPEPAM-LK. Berdasarkan
pengumuman PT Bursa Efek Jakarta No. Peng-18/BEJ-DAG/U/06-2000 tanggal
70
28 Juni 2000 tentang Jakarta Islamic Index (JII), emiten yang masuk dalam
perhitungan indeks JII dilakukan evaluasi periodik enam bulan dan telah
ditetapkan sebanyak 30 emiten dalam perhitungan indeks JII. Berdasarkan hasil
evaluasi, terdapat saham baru yang masuk kedalam perhitungan indeks JII, yang
secara langsung menggantikan saham-saham yang tidak tercantum dalam daftar
indeks JII periode tersebut.
Jumlah emiten yang masuk dalam populasi penelitian :
Tahun Periode Populasi Jumlah Emiten
2008 6 Juni 2008 s/d November 2008 30
2009 5 Juni 2009 s/d November 2009 30
2010 4 Juni 2010 s/d November 2010 30
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan yang
konsisten selama periode pengamatan (Juni-November) masuk dalam perhitungan
indeks JII dan melampirkan laporan tata kelola perusahaan dalam laporan
tahunannya selama periode penelitian tahun 2008 sampai tahun 2010. Metode
pemilihan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling,
yaitu teknik sampling dengan menggunakan pertimbangan dan batasan tertentu
sehingga sampel yang dipilih relevan dengan tujuan penelitian. Jumlah
perusahaan yang dijadikan sampel sesuai kriteria ada 57 perusahaan selama tahun
2008-2010
71
Di bawah ini akan dijelaskan metode pengambilan sampel:
Jumlah populasi perusahaan yang termasuk dalam perhitungan
indeks JII pada tahun 2008-2010
90
Jumlah sampel perusahaan yang konsisten selama 3 tahun termasuk
dalam perhitungan indeks JII
60
Jumlah sampel perusahaan yang tidak memiliki laporan tata kelola
perusahaan
3
Jumlah Sampel 57
3.1.3 Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data dokumentasi yaitu
data sekunder yang berupa annual report perusahaan yang dipublikasikan. Data
laporan keuangan adalah data cross section dari semua perusahaan yang masuk
dalam perhitungan indeks JII dan data time series untuk tahun 2008-2010.
Pengambilan data selama 3 (tiga) periode tersebut dimaksudkan untuk dilakukan
uji stabilitas antara regresi tahun 2008-2010.
Prosedur pengumpulan data dilakukan berdasarkan teknik dokumenter
yaitu metode pengumpulan data dengan cara mencatat data dari laporan-laporan,
catatan dan arsip-arsip yang ada di beberapa sumber seperti; BEI, perpustakaan,
internet dan sumber-sumber lain yang relevan dengan data yang dibutuhkan.
Informasi mengenai data akuntansi, data kepemilikan saham institusional, jumlah
rapat dewan komisaris, komposisi dewan direksi, jumlah komite audit dan
komisaris independen diperoleh dari soft copy laporan keuangan 2008-2010 dan
homepage BEI, yaitu www.idx.co.id .
72
3.1.4 Definisi Operasional Variabel dan Pengukurannya
3.1.4.1 Kepemilikan Institusional
Struktur kepemilikan dibagi menjadi dua yaitu outsider dan insider
ownership. Outsider ownership dalam hal ini kepemilikan saham perusahaan
oleh institusional, sedangkan insider ownership merupakan kepemilikan saham
oleh manajemen perusahaan. Penelitian ini menggunakan istilah struktur
kepemilikan seperti yang dikemukakan Jensen dan Meckling (1976). Kepemilikan
institusional diproksi oleh para pemegang saham institusional. Seperti; dana
pensiun, perusahaan asuransi dan perseroan terbatas yang memiliki proporsi
saham cukup besar pada perusahaan di bursa. Di mana investasinya bersifat
jangka panjang dan berorientasi memperoleh dividen pada akhir periode
(Mursalim, 2009). Perhitungan kepemilikan institusional dalam penelitian ini
menggunakan rumus sebagai berikut:
3.1.4.2 Aktifitas Dewan Komisaris
Aktifitas dewan komisaris merupakan jumlah rapat dewan komisaris
perusahaan (Beiner, dkk. 2003 dalam Sam’ani, 2008). Dewan komisaris sebagai
organ perusahaan bertugas dan bertanggungjawab secara kolektif untuk
melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada direksi serta memastikan
73
bahwa perusahaan melaksanakan GCG. Namun demikian, dewan komisaris tidak
boleh turut serta dalam mengambil keputusan operasional (KNKG, 2006).
Aktifitas dewan komisaris diukur dengan menggunakan indikator jumlah rapat
dewan komisaris suatu perusahaan. Sesuai dengan keputusan Menteri Badan
Usaha Milik Negara Nomor: KEP-117/M-MBU/2002, Pasal 11 ayat 1
menetapkan bahwa rapat komisaris/dewan pengawas harus diadakan secara
berkala, yaitu pada prinsipnya sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan.
Perhitungan aktifitas dewan komisaris dalam penelitian ini menggunakan rumus
sebagai berikut:
3.1.4.3 Dewan Direksi
Direksi sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggungjawab secara
kolegial dalam mengelola perusahaan. Masing-masing anggota direksi dapat
melaksanakan tugas dan mengambil keputusan sesuai dengan pembagian tugas
dan wewenangnya. Namun, pelaksanaan tugas oleh masing-masing anggota
direksi tetap merupakan tanggung jawab bersama (KNKG, 2006). Dewan direksi
diukur dengan jumlah anggota dewan direksi dalam suatu perusahaan. Menurut
Peraturan Bank Indonesia nomor 8/4/PBI/2006 jumlah anggota dewan direksi
dalam suatu perusahaan paling kurang 3 orang. Perhitungan dewan direksi dalam
penelitian ini menggunakan rumus sebagai berikut:
74
3.1.4.4 Komite Audit
Komite audit bertanggung jawab untuk mengawasi laporan keuangan,
mengawasi audit eksternal, dan mengamati sistem pengendalian internal
(termasuk audit internal) dapat mengurangi sifat opportunistic manajemen yang
melakukan manajemen laba (earnings management) dengan cara mengawasi
laporan keuangan dan melakukan pengawasan pada audit eksternal (Sam’ani,
2008). Jumlah anggota komite audit harus disesuaikan dengan kompleksitas
perusahaan dengan tetap memperhatikan efektifitas dalam pengambilan
keputusan. Bagi perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek, perusahaan
negara, perusahaan daerah, perusahaan yang menghimpun dan mengelola dana
masyarakat, perusahaan yang produk atau jasanya digunakan oleh masyarakat
luas, serta perusahaan yang mempunyai dampak luas terhadap kelestarian
lingkungan, Komite Audit diketuai oleh Komisaris Independen dan anggotanya
dapat terdiri dari Komisaris dan atau pelaku profesi dari luar perusahaan. Salah
seorang anggota memiliki latar belakang dan kemampuan akuntansi dan atau
keuangan (KNKG, 2006).
Komite audit diukur dengan jumlah anggota komite audit. Sesuai dengan
Keputusan Ketua BAPEPAM Nomor: Kep-41/PM/2003 tanggal 22 Desember
2003 tentang Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit,
menetapkan bahwa komite audit sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) orang;
satu orang Komisaris Independen dan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang anggota
75
lainnya berasal dari luar emiten atau perusahan publik. Perhitungan komite audit
dalam penelitian ini menggunakan rumus sebagai berikut:
3.1.4.5 Komisaris Independen
Dewan Komisaris dapat terdiri dari Komisaris yang tidak berasal dari pihak
terafliasi yang dikenal sebagai Komisaris Independen dan Komisaris yang
terafliasi. Jumlah Komisaris Independen harus dapat menjamin agar mekanisme
pengawasan berjalan secara efektif dan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Salah satu dari Komisaris Independen harus mempunyai latar
belakang akuntansi atau keuangan (KNKG, 2008). Proporsi dewan komisaris
independen diukur dengan menggunakan indikator persentase anggota dewan
komisaris yang berasal dari luar perusahaan dari seluruh ukuran anggota dewan
komisaris perusahaan.Sesuai dengan keputusan Menteri Badan Usaha Milik
Negara Nomor: KEP-117/M-MBU/2002, Pasal 10 ayat 2 menetapkan bahwa
paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari anggota komisaris / dewan pengawas
harus berasal dari kalangan di luar perusahaan yang bersangkutan. Perhitungan
komisaris independen dalam penelitian ini menggunakan rumus sebagai berikut:
76
3.1.4.6 Kinerja Keuangan
Kinerja keuangan merefleksikan kinerja fundamental perusahaan. Kinerja
keuangan diukur dengan data fundamental perusahaan, yaitu data yang berasal
dari laporan keuangan. Kinerja keuangan dalam penelitian ini diukur dengan
menggunakan Tobin’s Q.
Tobin’s Q merupakan salah satu dari beberapa jalur other asset channel
yang digunakan oleh Bank Indonesia dalam mempengaruhi perekonomian
khususnya dalam mencapai sasaran akhir dari kebijakan moneter yang
dikeluarkan yaitu kestabilan harga-harga (tingkat inflasi). Penelitian ini
menganalisa mengenai jalur yang melihat harga asset, yang dipegang oleh
masyarakat sebagai ekuitas, sebagai indikator untuk mengendalikan tingkat inflasi
(Wardani, 2008).
Model ini telah digunakan dalam penelitian yang dilakukan oleh Klapper
dan Love (2002), Black, et.al. (2003), Darmawati, dkk. (2005), Hidayah (2005),
Pranata (2007), Wardani (2008) dan Mulyati (2010).
Tobin’s Q model dihitung dengan menggunakan formula:
Keterangan :
MVE : harga penutupan saham di akhir tahun buku X banyaknya saham
biasa yang beredar.
77
DEBT : (utang lancar – aktiva lancar) + nilai buku persediaan + utang
jangka panjang.
TA : nilai buku total aktiva.
3.2. Metode Analisis
3.2.1. Statistik Deskriptif
Analisis ini digunakan untuk mengetahui gambaran secara umum data
penelitian, mengenai variabel-variabel penelitian yaitu kepemilikan institusional,
jumlah rapat dewan komisaris, ukuran dewan direksi, ukuran komite audit, ukuran
komisaris independen dan kinerja keuangan. Deskripsi variabel tersebut disajikan
untuk mengetahui nilai rata-rata (mean), nilai minimum, nilai maksimum dan
standar deviasi dari variabel-variabel yang diteliti.
3.2.2. Uji Asumsi Klasik
Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, maka data yang diperoleh dalam
penelitian ini akan diuji terlebih dahulu untuk memenuhi asumsi dasar, dan
pengujian yang dilakukan meliputi:
3.2.2.1 Normalitas
Salah satu asumsi dalam analisis statistika adalah data terdistribusi normal.
Jarque-Bera adalah uji statistik untuk mengetahui apakah data berdistribusi
normal. Sebenarnya normalitas data dapat dilihat dari gambar histogram, namun
78
seringkali polanya tidak mengikuti bentuk kurva normal, sehingga sulit
disimpulkan. Lebih mudah bila melihat Jarque-Bera dari Probabilitas-nya.
Rahmanta (2009) mengatakan, untuk mendeteksi apakah residualnya
berdistribusi normal atau tidak dengan membandingkan nilai Jarque-Bera (JB)
dengan X2 tabel, yaitu:
a. Jika nilai JB > X2 tabel, maka residualnya berdistribusi tidak normal.
b. Jika nilai JB < X2 tabel, maka residualnya berdistribusi normal.
3.2.2.2 Multikolinearitas
Uji multikolinearitas dilakukan untuk mengetahui apakah tiap variabel
independen saling berhubungan secara linear. Apabila sebagian atau seluruh
variabel independen berkorelasi kuat berarti terjadi multikolinearitas.
Ketentuan ada atau tidaknya temuan multikolinearitas menurut Rahmanta
(2009), adalah:
a. Bila R2
1 > R211, R
212, R
213, R
214, R
215 maka model tidak diketemukan
adanya multikolinearitas.
b. Bila R2
1 < R2
11, R212, R
213, R
214, R
215 maka model diketemukan adanya
multikolinearitas.
3.2.2.3 Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas adalah terjadinya ketidaksamaan variance dari residual
satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Uji White menggunakan residual
kuadrat sebagai variabel dependen. Variabel independennya terdiri atas variabel
independen yang sudah ada ditambah dengan kuadrat variabel independen,
ditambah lagi dengan perkalian dua variabel independen. Nilai probabilitas hasil
79
pengujian lebih kecil dari α = 5% maka dapat disimpulkan bahwa data tersebut
bersifat heteroskedastisitas.
Apabila nilai X2 hitung (nilai Obs*R-squared) > nilai X
2tabel, baik untuk
cross terms maupun no cross terms maka dapat disimpulkan model tidak lolos uji
heteroskedastisitas (Rahmanta, 2009).
3.2.2.4 Autokorelasi
Autokorelasi adalah hubungan antara residual atau observasi dengan
residual observasi lainnya. Autokorelasi lebih mudah timbul pada data yang
bersifat runtut waktu, karena berdasarkan sifatnya, data masa sekarang
dipengaruhi oleh data pada masa-masa sebelumnya.Uji LM adalah salah satu uji
yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi. Bila nilai
probabilitas > α =5%, maka tidak ada aotukorelasi.
Winarno (2009) mengatakan, untuk mengindikasikan bahwa data tidak
mengandung masalah autokorelasi, adalah:
a. Bila nilai Probability > α = 5%, maka tidak ada autokorelasi
b. Bila nilai Probability ≤ α = 5%, maka ada autokorelasi
3.2.3. Analisis Regresi
Analisis regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
regresi berganda. Untuk mengukur analis regresi berganda menggunakan alat
bantu dengan program Eviews 5.1. Analisis regresi merupakan suatu alat statistik
yang memberikan penjelasan mengenai pola hubungan antara dua variabel, yaitu
variabel independen dan variabel dependen. Analisis regresi berganda digunakan
apabila pengguna/peneliti menggunakan atau memasukan lebih dari satu variabel
80
prediktor. Dalam penelitian ini regresi dilakukan untuk mendapatkan gambaran
mengenai bagaimana variabel Tobin’s Q dipengaruhi oleh variabel corporate
governance.
3.2.4 Pengujian Hipotesis
Untuk melakukan pengujian hipotesis terhadap pengaruh mekanisme
corporate governance terhadap kinerja keuangan (H1, H2, H3, H4 dan H5)
digunakan alat analisis regresi berganda. Dalam penelitian ini, pengujian hipotesis
yang digunakan antara lain adalah uji koefisien determinan (uji R2), uji regresi
simultan (Uji F) dan pengujian signifikan parameter individual (uji t).
3.2.4.1 Uji R2
Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Menurut
gujarati (2003) dalam Sam’ani (2008), koefisien determinasi dapat dicari dengan
rumus sebagai berikut:
Ghozali (2005) mengatakan bahwa nilai koefisien determinasi adalah antara
0 dan 1. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen
dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati
1 (satu) berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi
yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi veriabel dependen (Sam’ani, 2008).
81
3.2.4.2 Uji Regresi Simultan (Uji F)
Uji F digunakan untuk menguji signifikansi pengaruh kepemilikan
institusional, jumlah rapat dewan komisaris, ukuran dewan direksi, komite audit
dan komisaris independen terhadap kinerja keuangan secara simultan. Jika Fhitung>
Ftabel dengan tingkat kepercayaan 95% atau α = 5% (df = k-1 ; n-k) maka terdapat
pengaruh yang signifikan antara variabel independen terhadap variabel dependen
secara simultan. Pengolahan data menggunakan Eviews 5.1.
3.2.4.3 Uji Signifikansi Parameter Individual (t test)
Uji t digunakan untuk menguji signifikansi pengaruh rasio keuangan
perusahaan terhadap kinerja perusahaan yang masuk kedalam perhitungan indeks
JII. Oleh karena itu uji t ini digunakan untuk menguji hipotesis Ha1, Ha2, Ha3,
Ha4, dan Ha5. Menurut gujarati (2003) dalam Sam’ani (2008), langkah-langkah
pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Merumuskan Hipotesis (Ha)
Ha diterima: berarti terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel
independen terhadap variabel dependen (kinerja perusahaan) secara parsial.
b. Menentukan tingkat signifikansi (α) sebesar 0,05
c. Membandingkan t hitung dengan t tabel. Jika t hitung lebih besar dari t tabel maka
Ha diterima.
d. Berdasarkan Probabilitas
Dasar pengambilan keputusan dalam penelitian ini adalah, jika probabilitas
< 0,05 maka dapat diambil kesimpulan bahwa corporate governance
berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan. Dan sebaliknya, jika
82
probabilitas > 0,05 maka dapat diambil kesimpulan bahwa corporate
governance tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan.
e. Menentukan variabel independen mana yang mempunyai pengaruh paling
dominan terhadap variabel dependen. Hubungan ini dapat dilihat dari
koefisien regresinya.
83
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum dan Deskriptif Data Obyek Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian
Obyek penelitian yang digunakan di dalam penelitian ini adalah seluruh
perusahaan yang termasuk dalam daftar perhitungan saham Jakarta Islamic Index
(JII) periode 2008 sampai 2010. Pada periode ini terdapat 90 perusahaan yang
termasuk dalam perhitungan indeks JII, akan tetapi setelah dilakukan purposive
sampling, maka sampel yang layak digunakan (memenuhi kriteria) dalam
penelitian ini ada 57 perusahaan yang masuk dalam perhitungan Jakarta Islamic
Index (JII). Data diambil dari annual report perusahaan-perusahaan tersebut.
Terdapat sampel yang digugurkan, karena data perusahaan tersebut tidak
memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dan karena ketidaklengkapan data.
4.1.2 Statitik Deskriptif
Berdasarkan hasil analisis statistik deskriptif, maka dalam Tabel 4.1 akan
ditampilkan karakteristik sampel yang digunakan didalam penelitian ini meliputi:
jumlah sampel (N), rata-rata sampel (mean), nilai maksimim, nilai minimum serta
standar deviasi (σ) untuk masing-masing variabel.
84
Tabel 4 1 Output Uji Statistik Deskriptif
X1 X2 X3 X4 X5 Y
Mean 0.683895 0.722175 2.011807 1.157930 0.437263 2.550614
Median 0.737000 0.417000 2.000000 1.000000 0.400000 1.810000
Maximum 0.994000 3.333000 3.333000 2.000000 1.000000 15.00300
Minimum 0.187000 0.083000 1.000000 1.000000 0.167000 0.335000
Std. Dev. 0.219288 0.701686 0.549066 0.309354 0.147623 2.729940
Skewness -0.539081 1.943871 0.402737 1.633384 1.406898 2.730670
Kurtosis 2.429193 6.462793 2.323049 4.117903 5.861008 11.30932
Jarque-Bera 3.534603 64.37548 2.629243 28.31353 38.24418 234.8185
Probability 0.170793 0.000000 0.268576 0.000001 0.000000 0.000000
Sum 38.98200 41.16400 114.6730 66.00200 24.92400 145.3850
SumSq.Dev. 2.692885 27.57232 16.88250 5.359206 1.220389 417.3440
Observation 57 57 57 57 57 57
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2012
Pada tabel 4.1 diatas menunjukan bahwa jumlah data yang digunakan dalam
penelitian ini sebanyak 57 sampel data.
Data rasio Tobin’s Q terendah (minimum) adalah 0.335 dan yang tertinggi
(maximum) 15.003 kemudian rata-rata Tobin’s Q sebesar 2.550. Sementara
standar deviasi sebesar 2.729 menunjukan simpangan data yang relative besar,
karena nilainya yang lebih besar dari mean-nya.
Data rasio kepemilikan institusional terendah (minimum) adalah 0.187
persen dan yang tertinggi (maximum) 0.994 persen, kemudian rata-rata
kepemilikan institusional sebesar 0.683 persen. Sementara standar deviasi
sebesar 0.219 persen menunjukan simpangan data yang relative kecil, karena
nilainya yang lebih kecil dari mean-nya.
85
Data aktivitas komisaris mempunyai tingkat terendah (minimum) adalah
0.083 kali rapat dalam satu tahundan yang tertinggi (maximum) 3.333 kali rapat
komisaris, kemudian rata-rata aktivitas komisaris sebesar 0.722. Sementara
standar deviasi sebesar 0.701 menunjukan simpangan data yang relative kecil,
karena nilainya yang lebih kecil dari mean-nya.
Data ukuran dewan direksi mempunyai tingkat terendah (minimum) adalah
1.00 persen dan yang tertinggi (maximum) 3.333 persen, kemudian rata-rata
ukuran dewan direksi sebesar 2.011. Sementara standar deviasi sebesar 0.549
menunjukan simpangan data yang relative kecil, karena nilainya yang lebih kecil
dari mean-nya.
Data rasio ukuran komite audit mempunyai nilai terendah (minimum)
sebesar 1.00 persendan yang tertinggi (maximum) 2.00 persen, kemudian rata-rata
ukuran komite audit sebesar 1.157. Sementara standar deviasi sebesar 0.309
menunjukan simpangan data yang relative kecil, karena nilainya yang lebih kecil
dari mean-nya.
Data komisaris independen mempunyai nilai terendah (minimum) adalah
0.167 persendan yang tertinggi (maximum) 1.00 kemudian rata-rata komisaris
independen sebesar 0.437. Sementara standar deviasi sebesar 0.147 menunjukan
simpangan data yang relative kecil, karena nilainya yang lebih kecil dari mean-
nya.
86
4.2. Hasil Pengolahan Data
Dengan menggunakan data yang tersedia dari berbagai sumber yang
relevan, pengolahan data dilakukan menggunakan perangkat lunak siap pakai
Eviews 5.1. Estimasi dilakukan dengan menggunakan data panel.
4.2.1 Uji Asumsi Klasik
4.2.1.1 Uji Normalitas
Tabel 4 2 Output Uji Normalitas
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2012
Rahmanta (2009) mengatakan, untuk mendeteksi apakah residualnya
berdistribusi normal atau tidak dengan membandingkan nilai Jarque-Bera (JB)
dengan X2
tabel, yaitu:
a. Jika nilai JB > X2
tabel, maka residualnya berdistribusi tidak normal.
b. Jika nilai JB < X2
tabel, maka residualnya berdistribusi normal.
87
Analisis hasil output, bahwa nilai JB sebesar 6.406 < 58.124 maka dapat
disimpulkan bahwa residualnya berdistribusi normal.
4.2.1.2 Uji Multikolinearitas
Tahapan pengujian melalui program Eviews 5.1 dengan pendekatan korelasi
parsial dengan tahapan sebagai berikut:
Y = a0 + a1 X1 + a2 X2 + a3 X3 + a4 X4 + a5 X5............................................... (1)
X1 = b0+ b1 X2 + b2 X3 + b3 X4 + b4 X5 ........................................................... (2)
X2 = b0+ b1 X1 + b2 X3 + b3 X4 + b4 X5 ........................................................... (3)
X3 = b0+ b1 X1 + b2 X2 + b3 X4 + b4 X5 ........................................................... (4)
X4 = b0+ b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + b4 X5 ........................................................... (5)
X5 = b0+ b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + b4 X4 ........................................................... (6)
88
Hasil estimasi regresi untuk persamaan pertama untuk Y:
Tabel 4 3 Output Variabel Y
Dependent Variable: Y
Method: Least Squares
Date: 03/21/12 Time: 01:22
Sample: 1 57
Included observations: 57 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -3.004029 1.558750 -1.927204 0.0595
X1 6.515898 1.424062 4.575572 0.0000
X2 0.295653 0.420663 0.702825 0.4854
X3 0.422073 0.501657 0.841357 0.4041
X4 -3.706537 1.075011 -3.447906 0.0011
X5 9.897293 1.855923 5.332814 0.0000 R-squared 0.527211 Mean dependent var 2.550614
Adjusted R-squared 0.480859 S.D. dependent var 2.729940
S.E. of regression 1.966960 Akaike info criterion 4.290156
Sum squared resid 197.3156 Schwarz criterion 4.505214
Log likelihood -116.2695 F-statistic 11.37411
Durbin-Watson stat 1.305601 Prob(F-statistic) 0.000000
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2012
89
Hasil estimasi regresi untuk persamaan kedua untuk X1:
Tabel 4 4 Output Variabel X1
Dependent Variable: X1
Method: Least Squares
Date: 03/21/12 Time: 01:25
Sample: 1 57
Included observations: 57 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 0.242721 0.148012 1.639876 0.1071
X2 0.021942 0.040851 0.537132 0.5935
X3 0.017184 0.048793 0.352177 0.7261
X4 0.356038 0.092310 3.856992 0.0003
X5 -0.049193 0.180601 -0.272388 0.7864 R-squared 0.291540 Mean dependent var 0.683895
Adjusted R-squared 0.237043 S.D. dependent var 0.219288
S.E. of regression 0.191542 Akaike info criterion -0.383784
Sum squared resid 1.907802 Schwarz criterion -0.204569
Log likelihood 15.93783 F-statistic 5.349653
Durbin-Watson stat 0.838223 Prob(F-statistic) 0.001101
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2012
90
Hasil estimasi regresi untuk persamaan ketiga untuk X2:
Tabel 4 5 Output Variabel X2
Dependent Variable: X2
Method: Least Squares
Date: 03/21/12 Time: 01:26
Sample: 1 57
Included observations: 57 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -0.249535 0.512688 -0.486719 0.6285
X1 0.251462 0.468157 0.537132 0.5935
X3 -0.135145 0.164310 -0.822498 0.4145
X4 0.901601 0.331598 2.718959 0.0089
X5 0.063192 0.611757 0.103295 0.9181 R-squared 0.207045 Mean dependent var 0.722175
Adjusted R-squared 0.146048 S.D. dependent var 0.701686
S.E. of regression 0.648424 Akaike info criterion 2.055088
Sum squared resid 21.86362 Schwarz criterion 2.234303
Log likelihood -53.57002 F-statistic 3.394367
Durbin-Watson stat 0.834332 Prob(F-statistic) 0.015329
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2012
91
Hasil estimasi regresi untuk persamaan keempat untuk X3:
Tabel 4 6 Output Variabel X3
Dependent Variable: X3
Method: Least Squares
Date: 03/21/12 Time: 01:27
Sample: 1 57
Included observations: 57 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 1.460792 0.380303 3.841126 0.0003
X1 0.138472 0.393190 0.352177 0.7261
X2 -0.095028 0.115536 -0.822498 0.4145
X4 0.066968 0.297024 0.225463 0.8225
X5 1.023177 0.493029 2.075289 0.0429 R-squared 0.089375 Mean dependent var 2.011807
Adjusted R-squared 0.019327 S.D. dependent var 0.549066
S.E. of regression 0.543734 Akaike info criterion 1.702918
Sum squared resid 15.37363 Schwarz criterion 1.882133
Log likelihood -43.53317 F-statistic 1.275904
Durbin-Watson stat 1.121844 Prob(F-statistic) 0.291380
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2012
92
Hasil estimasi regresi untuk persamaan kelima untuk X4:
Tabel 4 7 Output Variabel X4
Dependent Variable: X4
Method: Least Squares
Date: 03/21/12 Time: 01:27
Sample: 1 57
Included observations: 57 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 0.621815 0.181649 3.423176 0.0012
X1 0.624782 0.161987 3.856992 0.0003
X2 0.138057 0.050776 2.718959 0.0089
X3 0.014583 0.064682 0.225463 0.8225
X5 -0.046219 0.239326 -0.193122 0.8476 R-squared 0.375310 Mean dependent var 1.157930
Adjusted R-squared 0.327257 S.D. dependent var 0.309354
S.E. of regression 0.253735 Akaike info criterion 0.178581
Sum squared resid 3.347843 Schwarz criterion 0.357796
Log likelihood -0.089550 F-statistic 7.810316
Durbin-Watson stat 1.071634 Prob(F-statistic) 0.000052
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2012
93
Hasil estimasi regresi untuk persamaan keenam untuk X5:
Tabel 4 8 Output Variabel X5
Dependent Variable: X5
Method: Least Squares
Date: 03/21/12 Time: 01:28
Sample: 1 57
Included observations: 57 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 0.322288 0.107554 2.996529 0.0042
X1 -0.028963 0.106330 -0.272388 0.7864
X2 0.003246 0.031429 0.103295 0.9181
X3 0.074756 0.036022 2.075289 0.0429
X4 -0.015507 0.080296 -0.193122 0.8476 R-squared 0.079608 Mean dependent var 0.437263
Adjusted R-squared 0.008809 S.D. dependent var 0.147623
S.E. of regression 0.146972 Akaike info criterion -0.913522
Sum squared resid 1.123236 Schwarz criterion -0.734307
Log likelihood 31.03537 F-statistic 1.124418
Durbin-Watson stat 0.738471 Prob(F-statistic) 0.355144
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2012
Untuk persamaan (1) nilai R2 adalah sebesar 0.527211 selanjutnya disebut R
21
Untuk persamaan (2) nilai R2 adalah sebesar 0.291540 selanjutnya disebut R
211
Untuk persamaan (3) nilai R2 adalah sebesar 0.207045 selanjutnya disebut R
212
Untuk persamaan (4) nilai R2 adalah sebesar 0.089375 selanjutnya disebut R
213
Untuk persamaan (5) nilai R2 adalah sebesar 0.375310 selanjutnya disebut R
214
Untuk persamaan (6) nilai R2 adalah sebesar 0.079608 selanjutnya disebut R
215
94
Ketentuan ada atau tidaknya temuan multikolinearitas menurut Rahmanta
(2009), adalah:
a. Bila R2
1 > R211, R
212, R
213, R
214, R
215 maka model tidak diketemukan adanya
multikolinearitas.
b. Bila R2
1 < R211, R
212, R
213, R
214, R
215 maka model diketemukan adanya
multikolinearitas.
Analisis hasil output menunjukan bahwa nilai 0.527211 (R21) > 0.291540
(R211), 0.207045 (R
212), 0.089375 (R
213), 0.375310 (R
214), 0.079608 (R
215) maka
dalam model tidak diketemukan adanya multikolinearitas.
95
4.2.1.3 Uji Heteroskedastisitas
Tabel 4 9 Output Uji Heteroskedastisitas (no cross terms)
White Heteroskedasticity Test: F-statistic 3.851373 Prob. F(10,46) 0.000782
Obs*R-squared 25.97545 Prob. Chi-Square(10) 0.003773
Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 03/21/12 Time: 01:24
Sample: 1 57
Included observations: 57 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 9.315281 21.59655 0.431332 0.6682
X1 22.67106 17.56843 1.290443 0.2033
X1^2 -15.96953 14.56899 -1.096131 0.2787
X2 0.757430 4.192162 0.180678 0.8574
X2^2 -0.188682 1.312666 -0.143740 0.8863
X3 3.124037 8.380512 0.372774 0.7110
X3^2 -0.782516 1.955427 -0.400176 0.6909
X4 -13.43817 27.92528 -0.481219 0.6326
X4^2 3.598541 9.724683 0.370042 0.7130
X5 -39.55018 18.47733 -2.140470 0.0377
X5^2 53.21033 16.58538 3.208267 0.0024 R-squared 0.455710 Mean dependent var 3.461676
Adjusted R-squared 0.337386 S.D. dependent var 5.342734
S.E. of regression 4.349046 Akaike info criterion 5.949345
Sum squared resid 870.0531 Schwarz criterion 6.343618
Log likelihood -158.5563 F-statistic 3.851373
Durbin-Watson stat 2.215216 Prob(F-statistic) 0.000782
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2012
96
Tabel 4 10 Output Uji Heteroskedastisitas(cross terms)
White Heteroskedasticity Test: F-statistic 1.917973 Prob. F(20,36) 0.043497
Obs*R-squared 29.40432 Prob. Chi-Square(20) 0.080098
Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 03/21/12 Time: 01:24
Sample: 1 57
Included observations: 57 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 40.47465 46.58667 0.868803 0.3907
X1 -24.56115 52.37504 -0.468948 0.6419
X1^2 -30.85409 22.02615 -1.400793 0.1698
X1*X2 12.43297 15.15070 0.820621 0.4173
X1*X3 4.397057 11.92986 0.368576 0.7146
X1*X4 36.45635 49.27996 0.739780 0.4642
X1*X5 25.59622 41.47826 0.617100 0.5411
X2 -19.26652 20.87914 -0.922764 0.3623
X2^2 -0.123609 1.534486 -0.080554 0.9362
X2*X3 2.465158 7.368291 0.334563 0.7399
X2*X4 -4.062552 9.340734 -0.434929 0.6662
X2*X5 26.05713 32.84479 0.793341 0.4328
X3 -0.376050 16.87196 -0.022288 0.9823
X3^2 0.033480 2.957748 0.011319 0.9910
X3*X4 -8.714695 15.67543 -0.555946 0.5817
X3*X5 10.91695 17.68680 0.617237 0.5410
X4 -22.12778 45.38196 -0.487590 0.6288
X4^2 10.91426 17.13833 0.636833 0.5283
X4*X5 -55.22163 55.82703 -0.989156 0.3292
X5 -17.62672 68.97423 -0.255555 0.7997
X5^2 37.27624 23.93612 1.557322 0.1281 R-squared 0.515865 Mean dependent var 3.461676
Adjusted R-squared 0.246902 S.D. dependent var 5.342734
S.E. of regression 4.636492 Akaike info criterion 6.183103
Sum squared resid 773.8939 Schwarz criterion 6.935806
Log likelihood -155.2184 F-statistic 1.917973
Durbin-Watson stat 2.316165 Prob(F-statistic) 0.043497
97
Apabila nilai X2 hitung (nilai Obs*R-squared) > nilai X
2tabel, baik untuk
cross terms maupun no cross terms maka dapat disimpulkan model di atas tidak
lolos uji heteroskedastisitas (Rahmanta, 2009).
Hasil analisis output, berdasarkan tabel output di atas, tampak bahwa nilai
Obs*R-squared untuk hasil estimasi uji white no cross terms adalah sebesar
25.975 dan uji white cross terms adalah sebesar 29.404, dan nilai X2tabel dengan
derajat kepercayaan α = 5% adalah sebesar 58.124.
Karena nilai X2 hitung (nilai Obs*R-squared) < nilai X
2tabel, baik untuk
cross terms maupun no cross terms maka dapat disimpulkan model di atas lolos
uji heteroskedastisitas.
98
4.2.1.4 Uji Autokorelasi
Tabel 4 11 Output Uji Autokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 2.565989 Prob. F(2,49) 0.087133
Obs*R-squared 5.403881 Prob. Chi-Square(2) 0.067075
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Date: 03/21/12 Time: 01:23
Sample: 1 57
Included observations: 57
Presample missing value lagged residuals set to zero. Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 0.098994 1.519114 0.065166 0.9483
X1 -0.265715 1.391492 -0.190957 0.8493
X2 0.009657 0.409927 0.023559 0.9813
X3 -0.020723 0.502346 -0.041252 0.9673
X4 0.194802 1.056107 0.184453 0.8544
X5 -0.212748 1.862568 -0.114223 0.9095
RESID(-1) 0.338793 0.150085 2.257346 0.0285
RESID(-2) -0.091101 0.167198 -0.544871 0.5883 R-squared 0.094805 Mean dependent var -3.74E-16
Adjusted R-squared -0.034509 S.D. dependent var 1.877097
S.E. of regression 1.909210 Akaike info criterion 4.260727
Sum squared resid 178.6091 Schwarz criterion 4.547471
Log likelihood -113.4307 F-statistic 0.733140
Durbin-Watson stat 1.812654 Prob(F-statistic) 0.644840
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2012
Winarno (2009) mengatakan, untuk mengindikasikan bahwa data tidak
mengandung masalah autokorelasi, adalah:
99
a. Bila nilai Probability > α = 5%, maka tidak ada autokorelasi
b. Bila nilai Probability ≤ α = 5%, maka ada autokorelasi
Hasil analisis output,tampak bahwa nilai X2
hitung (nilai Obs*R-squared)
adalah 5.403881, sedang nilai probability-nya adalah 0.067075. Nilai
probabilityini jauh lebih besar daripada α = 5%, yang mengindikasikan bahwa
data tidak mengandung masalah autokorelasi.
4.2.2 Analisis Regresi
Tabel 4 12 Output Regresi Linear Berganda (Uji Regresi)
Dependent Variable: Y
Method: Least Squares
Date: 03/21/12 Time: 01:22
Sample: 1 57
Included observations: 57 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -3.004029 1.558750 -1.927204 0.0595
X1 6.515898 1.424062 4.575572 0.0000
X2 0.295653 0.420663 0.702825 0.4854
X3 0.422073 0.501657 0.841357 0.4041
X4 -3.706537 1.075011 -3.447906 0.0011
X5 9.897293 1.855923 5.332814 0.0000 R-squared 0.527211 Mean dependent var 2.550614
Adjusted R-squared 0.480859 S.D. dependent var 2.729940
S.E. of regression 1.966960 Akaike info criterion 4.290156
Sum squared resid 197.3156 Schwarz criterion 4.505214
Log likelihood -116.2695 F-statistic 11.37411
Durbin-Watson stat 1.305601 Prob(F-statistic) 0.000000 Sumber: Data sekunder yang diolah, 2012
100
Berdasarkan hasil pengolahan data pada tabel 4.12 di atas, diperoleh model
persamaan sebagai berikut:
Y = -3.00 + 6.52 X1 + 0.30 X2 + 0.42 X3 –3.71 X4 +9.90 X5 + ε
Dari tabel 4.12 diatas diperoleh nilai R2
sebesar 0.527211. Hal ini berarti
kepemilikan institusional, aktivitas komisaris, dewan direksi, komite audit dan
komisaris independen secara bersama-sama mampu menjelaskan variasi data
Tobin’s Q sebesar 52.72%, sedangkan sisanya sebesar 47.28% dijelaskan oleh
variabel lain yang tidak masuk dalam model.
Hasil estimasi menunjukkan bahwa dengan uji t pada tingkat signifikasi
0.05, koefisien konstanta memiliki nilai probabilitas yang tidak signifikan, yaitu
0.06 > 0.05. Koefisien regresi kepemilikan institusional menunjukkan nilai
probabilitas yang signifikan sebesar 0.00 < 0.05. Sedangkan koefisien regresi
aktivitas komisaris menunjukkan nilai probabilitas yang tidak signifikan, yaitu
0.48 > 0.05. Koefisien regresi dewan direksi juga menunjukkan nilai probabilitas
yang tidak signifikan, yaitu 0.40 > 0.05. Koefisien regresi komite audit
menunjukkan nilai probabilitas yang signifikan, yaitu 0.00 < 0.05. Sementara
koefisien regresi komisaris independen juga menunjukkan nilai probabilitas yang
signifikan, yaitu 0.00 < 0.05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa berdasarkan
hasil estimasi dengan metode efek umum, koefisien regresi aktivitas komisaris,
dan dewan direksi tidak signifikan mempengaruhi Tobin’s Q. Sedangkan
koefisien regresi kepemilikan institusional, komite audit dan komisaris
independen secara statistik signifikan mempengaruhi Tobin’s Q.
101
4.2.3 Pengujian Hipotesis
4.2.3.1 Uji R2
Tabel 4 13 Output Regresi Linear Berganda (Uji R)
Dependent Variable: Y
Method: Least Squares
Date: 03/21/12 Time: 01:22
Sample: 1 57
Included observations: 57 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -3.004029 1.558750 -1.927204 0.0595
X1 6.515898 1.424062 4.575572 0.0000
X2 0.295653 0.420663 0.702825 0.4854
X3 0.422073 0.501657 0.841357 0.4041
X4 -3.706537 1.075011 -3.447906 0.0011
X5 9.897293 1.855923 5.332814 0.0000 R-squared 0.527211 Mean dependent var 2.550614
Adjusted R-squared 0.480859 S.D. dependent var 2.729940
S.E. of regression 1.966960 Akaike info criterion 4.290156
Sum squared resid 197.3156 Schwarz criterion 4.505214
Log likelihood -116.2695 F-statistic 11.37411
Durbin-Watson stat 1.305601 Prob(F-statistic) 0.000000
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2012
Hasil pengujian goodness of fit (R2) yaitu kemampuan variabel kepemilikan
institusional, aktivitas komisaris, dewan direksi, komite audit dan komisaris
independen dalam menerangkan pergerakan nilai Tobin’s Q, diperoleh nilai
sebesar 0.527211. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel
independen bisa menjelaskan sebesar 52.72% terhadap variabel dependen,
sedangkan sisanya sebesar 47.28% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak masuk
dalam model persamaan regresi.
102
4.2.3.2 Uji Regresi Simultan (Uji F)
Tabel 4 14 Output Regresi Linear Berganda(Uji F)
Dependent Variable: Y
Method: Least Squares
Date: 03/21/12 Time: 01:22
Sample: 1 57
Included observations: 57 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -3.004029 1.558750 -1.927204 0.0595
X1 6.515898 1.424062 4.575572 0.0000
X2 0.295653 0.420663 0.702825 0.4854
X3 0.422073 0.501657 0.841357 0.4041
X4 -3.706537 1.075011 -3.447906 0.0011
X5 9.897293 1.855923 5.332814 0.0000 R-squared 0.527211 Mean dependent var 2.550614
Adjusted R-squared 0.480859 S.D. dependent var 2.729940
S.E. of regression 1.966960 Akaike info criterion 4.290156
Sum squared resid 197.3156 Schwarz criterion 4.505214
Log likelihood -116.2695 F-statistic 11.37411
Durbin-Watson stat 1.305601 Prob(F-statistic) 0.000000
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2012
Hasil pengujian F-statistic yaitu kemampuan variabel kepemilikan
institusional, aktivitas komisaris, dewan direksi, komite audit dan komisaris
independen dalam menerangkan pergerakan nilai Tobin’s Q secara simultan,
diperoleh nilai sebesar 11.37 sementara Ftabel = 2.40. Karena nilai Fhitung > Ftabel
maka terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel independen (kepemilikan
institusional, aktivitas komisaris, dewan direksi, komite audit dan komisaris
independen) terhadap variabel dependen (Tobin’s Q) secara simultan.
103
4.2.3.3 Uji Signifikansi Parameter Individual (t test)
Tabel 4 15 Output Regresi Linear Berganda (t test)
Dependent Variable: Y
Method: Least Squares
Date: 03/21/12 Time: 01:22
Sample: 1 57
Included observations: 57 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -3.004029 1.558750 -1.927204 0.0595
X1 6.515898 1.424062 4.575572 0.0000
X2 0.295653 0.420663 0.702825 0.4854
X3 0.422073 0.501657 0.841357 0.4041
X4 -3.706537 1.075011 -3.447906 0.0011
X5 9.897293 1.855923 5.332814 0.0000 R-squared 0.527211 Mean dependent var 2.550614
Adjusted R-squared 0.480859 S.D. dependent var 2.729940
S.E. of regression 1.966960 Akaike info criterion 4.290156
Sum squared resid 197.3156 Schwarz criterion 4.505214
Log likelihood -116.2695 F-statistic 11.37411
Durbin-Watson stat 1.305601 Prob(F-statistic) 0.000000
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2012
Dari hasil perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa variabel Tobin’s Q
dipengaruhi oleh kepemilikan institusional, aktivitas komisaris, dewan direksi,
komite audit dan komisaris independen dengan persamaan matematis sebagai
berikut:
Y = -3.00 + 6.52 X1 + 0.30 X2 + 0.42 X3 – 3.71 X4 + 9.90 X5 + ε
Dari persamaan di atas dapat diartikan:
104
a. Nilai konstanta sebesar -3.00
Hal ini berarti bahwa tanpa adanya pengaruh kepemilikan institusional,
aktivitas komisaris, dewan direksi, komite audit dan komisaris independen
maka akan terjadi penurunan Tobin’s Q hingga mencapai nilai sebesar-3.00,
atau dengan kata lain jika variabel independen dianggap konstan, maka
kinerjanya sebesar -3.00.
b. Koefisien regresi variabel kepemilikan institusional (X1)
Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan proporsi kepemilikan institusional
dengan asumsi variabel lainnya tetap (ceteris paribus), maka Tobin’s Q
akan mengalami perubahan dengan arah yang sama.
c. Koefisien regresi variabel aktivitas komisaris (X2)
Hal ini berarti bahwa setiap perubahanaktivitas komisaris dengan asumsi
variabel lainnya tetap (ceteris paribus), maka Tobin’s Q akan mengalami
perubahan dengan arah yang sama.
d. Koefisien regresi variabel dewan direksi (X3)
Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan proporsi ukuran dewan direksi dengan
asumsi variabel lainnya tetap (ceteris paribus), maka Tobin’s Q akan
mengalami perubahan dengan arah yang sama.
e. Koefisien regresi variabel komite audit (X4)
Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan proporsi komite audit dengan asumsi
variabel lainnya tetap (ceteris paribus), maka Tobin’s Q akan mengalami
perubahan dengan arah yang berbeda.
105
f. Koefisien regresi variabel komisaris independen (X5)
Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan proporsi komisaris independen dengan
asumsi variabel lainnya tetap (ceteris paribus), maka Tobin’s Q akan
mengalami perubahan dengan arah yang sama.
Adapun penjelasan terhadap masing-masing variabel sebagai berikut:
a. Kepemilikan Institusional
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kepemilikan
institusional (X1) secara parsial terhadap kinerja. Koefisien regresi kepemilikan
institusional sebesar 6.52. Hal ini menunjukkan t kepemilikan institusional
mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja. Probabilitas menunjukkan lebih
kecil dari 0.05 yaitu sebesar 0.00, artinya bahwa variasi variabel kepemilikan
institusional secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja.
Sedangkan arah koefisien dari variabel kepemilikan institusional menunjukkan
arah yang positif. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hipotesis pertama
yang menyatakan kepemilikan institusional (X1) secara signifikan berpengaruh
positif terhadap kinerja tidak dapat ditolak atau diterima.
b. Aktivitas Komisaris
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh aktivitas dewan
komisaris (X2) secara parsial terhadap kinerja. Koefisien regresi aktivitas dewan
komisaris sebesar 0.30. Hal ini menunjukkan tingkat aktivitas dewan komisaris
mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja. Probabilitas menunjukkan lebih
besar dari 0.05 yaitu sebesar 0.48, artinya bahwa variasi variabel aktivitas dewan
komisaris secara parsial tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
106
kinerja. Sedangkan arah koefisien dari variabel aktivitas dewan komisaris
menunjukkan arah yang positif. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
hipotesis kedua yang menyatakan aktivitas dewan komisaris (X2) secara
signifikan berpengaruh positif terhadap kinerja tidak dapat diterima atau ditolak.
c. Dewan Direksi
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ukuran dewan direksi
(X3) secara parsial terhadap kinerja. Koefisien regresi ukuran dewan direksi
sebesar 0.42. Hal ini menunjukkan tingkat ukuran dewan direksi mempunyai
pengaruh positif terhadap kinerja. Probabilitas menunjukkan lebih besar dari 0.05
yaitu sebesar 0.40, artinya bahwa variasi variabel ukuran dewan direksi secara
parsial tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja. Sedangkan
arah koefisien dari variabel ukuran dewan direksi menunjukkan arah yang positif.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hipotesis ketiga yang menyatakan
ukuran dewan direksi (X3) secara signifikan berpengaruh positif terhadap kinerja
tidak dapat diterima atau ditolak.
d. Komite Audit
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ukuran komite audit
(X4) secara parsial terhadap kinerja. Koefisien regresi ukuran komite audit
sebesar –3.71. Hal ini menunjukkan tingkat ukuran komite audit mempunyai
pengaruh negatif terhadap kinerja. Probabilitas menunjukkan lebih kecil dari 0.05
yaitu sebesar 0.00, artinya bahwa variasi variabel ukuran komite audit secara
parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja. Sedangkan arah
koefisien dari variabel ukuran komite audit menunjukkan arah yang negatif.
107
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hipotesis keempat yang menyatakan
ukuran komite audit secara signifikan berpengaruh positif terhadap kinerja tidak
dapat diterima atau ditolak.
e. Komisaris Independen
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh komisaris independen
(X5) secara parsial terhadap kinerja. Koefisien regresikomisaris independen
sebesar 9.90. Hal ini menunjukkan komisaris independen mempunyai pengaruh
positif terhadap kinerja. Probabilitas menunjukkan lebih kecil dari 0.05 yaitu
sebesar 0.00, artinya bahwa variasi variabel komisaris independen secara parsial
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja. Sedangkan arah koefisien
dari variabel menunjukkan arah yang positif. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa hipotesis kelima yang menyatakan komisaris independen (X5) secara
signifikan berpengaruh positif terhadap kinerja tidak dapat ditolak atau diterima.
4.2.4 Pembahasan
Hasil pengujian hipotesis pertama yang menguji secara simultan
kemampuan variabel kepemilikan institusional, aktivitas komisaris, dewan direksi,
komite audit dan komisaris independen dalam menerangkan pergerakan nilai
Tobin’s Q, diperoleh nilai Fhitung sebesar 11.37. Karena nilai Fhitung> Ftabel maka
terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel independen (kepemilikan
institusional, aktivitas komisaris, dewan direksi, komite audit dan komisaris
independen) secara simultan terhadap variabel dependen (Tobin’s Q).
Hasil penelitian ini mendukung dengan hasil penelitian yang dikemukakan
oleh Pranata (2007), Maharani (2008), Wardhani (2008), Sam’ani (2008), Mulyati
108
(2010) yang menyatakan bahwa corporate governance berpengaruh positif
terhadap kinerja. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa secara teoritis penerapan
corporate governance dapat meningkatkan nilai perusahaan, karena dengan
penerapan corporate governance yang baik dapat mengurangi risiko yang
mungkin dilakukan oleh manajemen terkait dengan keputusan-keputusan yang
menguntungkan diri sendiri.
Hasil pengujian hipotesis kedua menunjukkan bahwa variabel kepemilikan
institusional berpengaruh secara positif terhadap kinerja keuangan pada tingkat
signifikan 5%. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa kepemilikan
instutusional berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan diterima. Temuan ini
menunjukkan bahwa kepemilikan institusional merupakan salah satu mekanisme
corporate governance yang mampu mempengaruhi kinerja keuangan. Jika dilihat
dari pola hubungannya, maka pengaruhnya adalah positif. Artinya, semakin tinggi
tingkat kepemilikan saham oleh institusi, maka semakin tinggi kinerja pada
laporan keuangan.
Berdasarkan review penelitian sebelumnya, menunjukkan bahwa hasil
penelitian ini mendukung dengan hasil penelitian yang dikemukakan oleh Porter
(1992), Bushee (1998), Rajgopal dan Venkatachalam (1998), Rajgopal,dkk.
(1999), Midiastuty dan Mas’ud Mahfoedz (2003) dalam Sam’ani (2008) yang
mengatakan kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap kinerja.
Cornet,dkk. (2006) dalam Ujiyantho dan Pramuka (2007) menyimpulkan
bahwa tindakan pengawasan perusahaan oleh pihak investor institusional dapat
mendorong manajer untuk lebih memfokuskan perhatiannya terhadap kinerja
109
perusahaan sehingga akan mengurangi perilaku opportunistic atau mementingkan
diri sendiri.Juniarti (2009) mengatakan, dengan kepemilikan institusi di luar
perusahaan dalam jumlah yang signifikan akan menyebabkan pihak luar
perusahaan melakukan pengawasan yang ketat terhadap pengelolaan yang
dilakukan oleh manajemen. Bagi manajemen, pengawasan oleh pihak luar
mendorong mereka untuk menunjukkan kinerja yang lebih baik, dan melakukan
pengelolaan secara transparan.
Shleifer dan Vishny (1997) dalam Juniarti (2009) menyatakan bahwa
investor institusional memiliki peranan yang penting dalam menciptakan sistem
corporate governance yang baik dalam suatu perusahaan, dimana mereka dapat
secara independen mengawasi tindakan manajemen dan memiliki voting power
untuk mengadakan perubahan pada saat manajemen sudah dianggap tidak efektif
lagi dalam mengelola perusahaan.
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan Sam’ani
(2008) yang menemukan adanya pengaruh negatif signifikan kepemilikan
institusional terhadap kinerja keuangan. Hasil ini juga menolak pandangan yang
dikemukanan oleh Cornett, dkk (2006) dalam Sam’ani (2008) yang menyatakan
bahwa kepemilikan institusional akan membuat manajer merasa terikat untuk
memenuhi target laba dari para investor, sehingga diduga manajemen perusahaan
akan tetap cenderung terlibat dalam tindakan manipulasi laba. Praktek ini
bertentangan dengan prinsip akuntabilitas dalam penerapan corporate governace
yang mewajibkan perusahaan untuk dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya
secara transparan dan wajar.
110
Hasil pengujian hipotesis ketiga menunjukkan bahwa variabel aktivitas
dewan komisaris berpengaruh secara positif terhadap kinerja keuangan, tetapi
pengaruhnya tidak signifikan. Dewan komisaris sebagai organ perusahaan
bertugas dan bertanggungjawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan
memberikan nasihat kepada direksi serta memastikan bahwa perusahaan
melaksanakan GCG. Sesuai dengan fungsinya, peran dewan komisaris dalam
suatu perusahaan lebih ditekankan pada fungsi monitoring dari implementasi
kebijakan direksi. Peran komisaris ini diharapkan dapat meminimalisir
permasalahan agensi yang timbul antara dewan direksi dengan pemegang saham,
yaitu dapat meningkatkan kualitas laba dengan membatasi tindakan kecurangan
dalam bentuk tingkat manajemen laba melalui fungsi monitoring atas pelaporan
keuangan tersebut. Fungsi monitoring yang dilakukan oleh dewan komisaris
dipengaruhi oleh aktivitas dewan komisaris (Vafeas, 2000 dalam Sam’ani 2008).
Sesuai dengan teori agensi, fungsi dewan komisaris sesuai dengan
peranannya akan mereduksi terjadinya agency cost yang tinggi. Dengan adanya
peningkatan pengawasan dan transparansi akan berdampak pada penurunan
information asymmetry, dan implikasinya monitoring cost pun juga akan
mengalami penurunan, sehingga efisiensi perusahaan juga dapat terwujud. Hal ini
didasarkan pada logika ketika manajemen (agen) diawasi secara ketat oleh
komisaris, mereka akan berupaya untuk menunjukkan kepada komisaris
(principal) bahwa mereka tidak akan menyalahgunakan kewenangan yang
diberikan, dan manajer akan berbuat demi kebaikan perusahaan. Kesadaran akan
hal ini memunculkan upaya dari manajemen agar mereka dipercaya oleh
111
principal. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menunjukkan itikad
baik dan memberikan mewujudkan kinerja yang prima serta komprehensif kepada
principal (Sam’ani, 2008).
Hasil pengujian hipotesis keempat menunjukkan bahwa variabel ukuran
dewan direksi berpengaruh secara positif terhadap kinerja keuangan, tetapi
pengaruhnya tidak signifikan. Berdasarkan review penelitian sebelumnya,
menunjukkan bahwa hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang
dikemukakan Jensen (1993,) Lipton dan Lorsch (1992), Yermack (1996), Dalton,
dkk. (1999) dalam Hardikasari (2011) yang menyatakan adanya hubungan
positif antara ukuran dewan dengan kinerja perusahaan.
Hasil ini berbeda dengan penelitian Hardikasari (2011) yang menunjukan
bahwa ukuran dewan direksi berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan.
Hasil ini menolak pandangan Jensen (1993) dan Yermack (1996) sebagaimana
yang diungkap Hardikasari (2011), kerugian dari jumlah dewan yang besar
berkaitan dengan dua hal yaitu : meningkatnya permasalahan dalam hal
komunikasi dan koordinasi dan semakin meningkatnya jumlah dewan dan
turunnya kemampuan dewan untuk mengendalikan manajemen, sehingga
menimbulkan permasalahan agensi yang muncul dari pemisahan antara
manajemen dan kontrol. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa perusahaan
yang memiliki ukuran dewan yang besar tidak bisa melakukan koordinasi,
komunikasi, dan pengambilan keputusan yang lebih baik dibandingkan
dengan perusahaan yang memiliki dewan yang lebih kecil.
112
Pfeffer & Salancik (1978) dalam Sam’ani (2008) menjelaskan bahwa
semakin besar kebutuhan akan hubungan eksternal yang semakin efektif, maka
kebutuhan akan dewan dalam jumlah yang besar akan semakin tinggi. Selain itu
ujung tombak dari efektivitas serta efisiensi perusahaan bergantung pada
mekanisme pengelolaan manajemen perusahaan yang menjadi tugas dari direksi.
Baik atau buruknya kinerja akan bergantung pada kemampuan dewan direksi
sebagai resource perusahaan secara lebih baik.
Hasil pengujian hipotesis kelima menunjukkan bahwa variabel ukuran
komite audit berpengaruh secara negatif terhadap kinerja keuangan pada tingkat
signifikan 5%. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Felo (2003),
Efendi (2005), Xie, Davidson, Dadalt (2003), Veronika dan Bachtiar (2004),
Wedari (2004) dan Wilopo (2004) dalam Sam’ani (2008), yang membuktikan
bahwa adanya komite audit yang efektif dapat meningkatkan kinerja perusahaan
karena dapat menekan terjadinya penyimpangan-penyimpangan akuntansi.
Arifin (2005) mengatakan, profesi akuntan merupakan elemen utama dari
good corporate governace, sehingga penegakan good corporate governace tidak
bisa berjalan tanpa keterlibatan profesi akuntan. Peran utama ini sayangnya
banyak diragukan oleh berbagai pihak dengan adanya kegagalan audit (audit
failures) yang mengakibatkan terjadinya banyak skandal keuangan akhir-akhir ini.
Memang tidak mudah untuk menjaga independensi akuntan pemeriksa (auditor)
dalam melaksanakan tugasnya. Adanya kasus-kasus finansial yang melibatkan
profesi akuntan merupakan bukti bahwa sikap independensi yang harus dimiliki
oleh akuntan sulit untuk dipertahankan. Hal ini disebabkan para auditor atau
113
akuntan ini memiliki tanggung jawab yang ambigius. Di satu sisi mereka harus
bersikap dan bekerja untuk perusahaan yang membayar mereka, di sisi lain
mereka harus memperhatikan kepentingan para investor yang bergantung
sepenuhnya kepada kebenaran laporan audit mereka.
Hasil pengujian hipotesis keenam menunjukkan bahwa variabel komisaris
independen berpengaruh secara positif terhadap kinerja keuangan pada tingkat
signifikan 5%. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan pada perusahaan-perusahaan di Australia oleh James dan Cotter (2007)
yang dikemukakan oleh Juniarti (2009). Penelitiannya membuktikan bahwa
terdapat hubungan negatif antara proporsi komisaris independen dan komite
pengawas terhadap kinerja perusahaan. Hal ini dimungkinkan karena keberadaan
komisaris independen dalam struktur dewan komisaris hanya untuk memenuhi
persyaratan dan suatu keharusan bagi perusahaan yang menerapkan good
corporate governance.
Hasil penelitian ini juga menolak pendapat Klein (1997) dan Brickley, dkk.
(1997) seperti yang diungkapkan oleh Budiono (2005), yang menyatakan bahwa
tidak ada jaminan dengan banyak komposisi komisaris independen dan pemisahan
posisi pimpinan dewan komisaris dengan CEO akan meningkatkan kinerja
perusahaan secara keseluruhan. Adanya komisaris independen dalam sebuah
perusahaan dinilai cukup penting. Hanya saja hal tersebut tidak dibarengi dengan
adanya tindakan yang serius dalam menerapkan prinsip-prinsip good corporate
governance. Penempatan atau penambahan anggota dewan komisaris independen
dimungkinkan hanya sekedar memenuhi ketentuan formal, sementara pemegang
114
saham mayoritas (pengendali) masih memegang peranan penting sehingga kinerja
dewan tidak meningkat.
Hasil ini juga tidak sejalan dengan pendapat Sam’ani (2008) yang
menyatakan bahwa komisaris utama yang cenderung dapat mengatur keefektifan
seluruh tugas dan fungsi dewan komisaris masih merupakan komisaris yang tidak
independen. Dari beberapa komisaris independen yang ada pun, tidak semua
komisaris independen memiliki waktu dalam rangka memberikan fokus
pengawasan terhadap kinerja manajerial. Hal ini terlihat dari proporsi kehadiran
rapat komisaris, dimana komisaris independen tidak secara keseluruhan
menghadiri rapat dewan komisaris. Aktifnya peranan Dewan Komisaris dalam
praktek memang sangat tergantung pada lingkungan yang diciptakan oleh
perusahaan yang bersangkutan. Dalam beberapa kasus memang ada baiknya
Dewan Komisaris memainkan peranan yang relatif pasif, namun di Indonesia
sering terjadi anggota Komisaris Independen bahkan sama sekali tidak
menjalankan peran pengawasannya yang sangat mendasar terhadap Dewan
Direksi. Komisaris independen seringkali dianggap tidak memiliki manfaat. Hal
ini dapat dilihat dalam fakta, bahwa banyak anggota Dewan Komisaris tidak
memiliki kemampuan dan tidak dapat menunjukkan independensinya, sehingga
dalam banyak kasus, Dewan Komisaris juga gagal untuk mewakili kepentingan
stakeholders lainnya selain daripada kepentingan pemegang saham mayoritas.
Pada dasarnya komisaris independen memiliki peranan yang sama dengan
komisaris yaitu menjamin pelaksanaan strategi perusahaan dan mengawasi
manajemen perusahaan dalam mengelola perusahaan. Pada intinya komisaris
115
independen merupakan suatu mekanisme independen (netral) mengawasi dan
mekanisme untuk memberikan petunjuk dan arahan pada pengelola perusahaan.
Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa komposisi komisaris independen yang
berasal dari luar perusahaan menunjukan efektifitas pengawasan dari dewan
komisaris. Dengan adanya komisaris independen memungkinkan pengambilan
keputusan yang efektif, tepat serta dapat bertindak secara independen dalam arti
tidak mempunyai kepentingan yang dapat mengganggu kemampuannya untuk
melaksanakan tugasnya secara mandiri dan kritis dalam pengawasan terhadap
kinerja direksi. Sehingga diharapkan peran komisaris independen dapat memantau
efektifitas praktek corporate governance dalam perusahaan.
116
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Penelitian ini berusaha untuk menguji pengaruh corporate governance yang
terdiri dari kepemilikan institusional, aktivitas komisaris, ukuran dewan direksi,
komite audit dan komisaris independen terhadap kinerja perusahaan yang masuk
dalam perhitungan Jakarta Islamic Index (JII). Berdasarkan hasil pengujian secara
simultan menunjukkan kemampuan variabel kepemilikan institusional, aktivitas
komisaris, dewan direksi, komite audit dan komisaris independen terdapat
pengaruh yang signifikan dalam menerangkan pergerakan nilai Tobin’s Q sebagai
ukuran kinerja keuangan. Hasil pengujian parsial menunjukan bahwa variabel
kepemilikan institusional dan komisaris independen berpengaruh terhadap kinerja
keuangan. Akan tetapi variabel aktivitas komisaris, ukuran dewan direksi dan
komite audit tidak berpengaruh terhadap kinerja. Adapun hasil penelitian secara
ringkas dapat dijabarkan sebagai berikut:
5.1.1 Hasil Pengujian Simultan
Hasil pengujian F-statistic yaitu kemampuan variabel kepemilikan
institusional, aktivitas komisaris, dewan direksi, komite audit dan komisaris
independen dalam mempengaruhi kinerja keuangan secara simultan, diperoleh
nilai sebesar 11.37 sementara Ftabel = 2.40. Karena nilai Fhitung > Ftabel maka
terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel independen (kepemilikan
117
institusional, aktivitas komisaris, dewan direksi, komite audit dan komisaris
independen) terhadap variabel dependen (Tobin’s Q) secara simultan.
5.1.2 Hasil Pengujian Parsial
1. Kepemilikan Institusional (X1) mempunyai pengaruh signifikan positif
terhadap kinerja keuangan. Probabilitas menunjukkan lebih kecil dari 0.05
yaitu sebesar 0.00, artinya bahwa variasi variabel kepemilikan institusional
secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja.
Sedangkan arah koefisien dari variabel kepemilikan institusional
menunjukkan arah yang positif. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
hipotesis pertama yang menyatakan kepemilikan institusional (X1) secara
signifikan berpengaruh positif terhadap kinerja tidak dapat ditolak atau
diterima.
2. Aktivitas Komisaris (X2) mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja
keuangan. Probabilitas menunjukkan lebih besar dari 0.05 yaitu sebesar
0.48, artinya bahwa variasi variabel aktivitas dewan komisaris secara parsial
tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja. Sedangkan
arah koefisien dari variabel aktivitas dewan komisaris menunjukkan arah
yang positif. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hipotesis kedua
yang menyatakan aktivitas dewan komisaris (X2) secara signifikan
berpengaruh positif terhadap kinerja tidak dapat ditolak atau ditolak.
3. Ukuran Dewan Direksi mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja
keuangan. Probabilitas menunjukkan lebih besar dari 0.05 yaitu sebesar
0.40, artinya bahwa variasi variabel ukuran dewan direksi secara parsial
118
tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja. Sedangkan
arah koefisien dari variabel ukuran dewan direksi menunjukkan arah yang
positif. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hipotesis ketiga yang
menyatakan ukuran dewan direksi (X3) secara signifikan berpengaruh
positif terhadap kinerja tidak dapat diterima atau ditolak.
4. Ukuran Komite Audit mempunyai pengaruh negatif terhadap kinerja
keuangan. Probabilitas menunjukkan lebih kecil dari 0.05 yaitu sebesar
0.00, artinya bahwa variasi variabel ukuran komite audit secara parsial
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja. Sedangkan arah
koefisien dari variabel ukuran komite audit menunjukkan arah yang negatif.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hipotesis keempat yang
menyatakan ukuran komite audit secara signifikan berpengaruh positif
terhadap kinerja tidak dapat diterima atau ditolak.
5. Komisaris Independen mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja
keuangan. Probabilitas menunjukkan lebih kecil dari 0.05 yaitu sebesar
0.00, artinya bahwa variasi variabel komisaris independen secara parsial
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja. Sedangkan arah
koefisien dari variabel menunjukkan arah yang positf. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa hipotesis kelima yang menyatakan komisaris
independen (X5) secara signifikan berpengaruh positif terhadap kinerja tidak
dapat ditolak atau diterima.
119
5.2 Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan yang mungkin
mempengaruhi hasil penelitian. Adapun beberapa keterbatasan adalah :
1. Jumlah pengamatan yang digunakan didalam penelitian ini relatif sedikit
dan periode yang pendek, yakni terbatas pada perusahaan yang masuk
dalam perhitungan Jakarta Islamic Index (JII) tahun 2008 hingga 2010. Hal
ini terkait dengan adanya keterbatasan data dan keterbatasan pengungkapan
aspek syariah dalam perusahaan tersebut. Padahal masih banyak perusahaan
lain yang termasuk dalam Daftar Efek Syariah (DES) yang mungkin dapat
dijadikan sebagai objek penelitian. Sehingga hasil penelitian tidak dapat di
generalisir pada perusahaan dalam kontek syariah yang lebih luas di
Indonesia.
2. Variabel corporate governance yang ada kurang dapat mengukur secara
komprehensif realitas dari praktik corporate governance dalam perusahaan.
Karakteristik komite audit dan komisaris independen secara spesifik tidak
disertakan, misalnya kompetensi, keahlian, latar belakang pendidikan,
pengalaman dewan direksi, komite audit dan komisaris independen.
Lembaga lain telah mengembangkan suatu alat yang dapat digunakan
sebagai penilaian mandiri yang menamakan alat tersebut GCG Self
Assessment Questionaire, yang dalam kuisioner tersebut pembobotan
dilakukan dalam lima bidang; hak-hak pemegang saham, kebijakan
corporate governance, praktik corporate governance, pengungkapan dan
fungsi audit.
120
3. Hasil juga menunjukkan pengaruh variabel independen dalam
mempengaruhi variabel dependen, yakni sebesar 52.72 persen dan sisanya
sebesar 47.28 persen dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak
dimasukkan dalam model regresi, seperti faktor ekonomi negara secara
makro serta faktor kondisi politik negara.
5.3 Saran
1. Bagi investor
Bagi para investor yang akan melakukan investasi dananya ke dalam
perusahaan yang masuk dalam daftar indeks JII hendaknya memilih
perusahaan-perusahaan yang mengungkapkan laporan corporate
governance dalam laporan tahunan perusahaan. Hal ini disebabkan
perusahaan yang menerapkan corporate governance cenderung memiliki
nilai kinerja perusahaan (Tobin’s Q) yang tinggi sehingga dapat
memberikan keuntungan kepada investor.
2. Bagi manajemen perusahaan
Bagi manajemen perusahaan dalam daftar indeks JII yang menerapkan
corporate governance, informasi empiris dari hasil penelitian ini hendaknya
dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan strategi
untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Hendaknya manajemen mampu
menjalankan corporate governance secara konsisten dan baik, karena
dengan pelaksanaan yang baik berarti menambah kepercayaan investor
untuk menanamkan modalnya pada perusahaan. Kepercayaan investor
121
secara langsung akan meningkatkan harga saham dan berpengaruh juga
terhadap peningkatan kinerja perusahaan.
3. Bagi peneliti lain
Bagi para peneliti lain yang berminat melakukan kajian ulangan terhadap
penelitian ini hendaknya dapat melakukan perbaikan-perbaikan tertentu
terhadap penelitian ini sehingga hasil penelitian yang diperoleh dapat lebih
baik dan komprehensif dari hasil penelitian ini. Salah satu perbaikan yang
penulis usulkan kepada para peneliti lain adalah melakukan modifikasi
model yaitu dengan jalan menambah variabel-variabel lain yang secara teori
dapat mempengaruhi kinerja perusahaan.
122
DAFTAR PUSTAKA
Arifin. 2005. Peran Akuntan dalam Menegakkan Prinsip Good Corporate
Governance pada Perusahaan di Indonesia (Tinjauan Perspektif Teori
Keagenan). Sidang Senat Guru Besar Universitas Diponegoro. Semarang :
Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.
Bungin, M. Burhan. 2009. Cet.4. Metodologi Penelitian Kuantitatif: Komunikasi,
Ekonomi, dan Kebijakan. Jakarta : Kencana.
Chapra, M. Umer dan Ahmed, Habib. 2008. Corporate Governance: Lembaga
Keuangan Syariah. Jakarta : Bumi Aksara.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Tim penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Edisi
kedua. Jakarta : Balai Pustaka.
Emirzon, Joni. 2006. Regulatory Driven dalam Implementasi Prinsip-Prinsip
Good Corporate Governance pada Perusahaan di Indonesia. Jurnal
Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol.4, No. 8, Desember.
Firdaus, Muhammad, dkk,. 2005. Briefcase Book Edukasi Profesional Syariah:
Investasi Halal di Reksa Dana Syariah. Jakarta : Renaisan.
Hidayah, Erna. 2008. Pengaruh Kualitas pengungkapan Informasi Terhadap
Hubungan Antara Penerapan Corporate Governance dengan Kinerja
Perusahaan di Bursa Efek Jakarta. JAAI Volume 12 No. 1, Juni: 53-64.
Juniarti dan Sentosa, Agnes Andriani. 2009. Pengaruh Good Corporate
Governance, Voluntary Disclosure terhadap Biaya Hutang (Cost of Debt).
Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Vol. 11, No.2, November: 88-100
Kementrian Keuangan Republik Indonesia Badan Pengawas Pasar Modal dan
Lembaga Keuangan. 2010. Kajian Tentang Pedoman Good Corporate
Governance di Negara-Negara Anggota ACMF. Jakarta.
Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara No. KEP-117/M-MBU/2002
tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governance pada Badan
Usaha Milik Negara (BUMN).
Keputusan Ketua BAPEPAM No. Kep-41/PM/2003 tentang Pembentukan dan
Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit.
123
Khairandy, Ridwan dan Malik, Camelia. 2007. Good Corporate Governance:
Perkembangan Pemikiran dan Implementasinya di Indonesia dalam
Perspektif Hukum. Yogyakarta : Total Media.
Komite Nasional Kebijakan Governance. 2006. Pedoman Umum Good Corporate
Governance Indonesia.
Lestariningsih. 2008. Peran Penerapan Good Corporate Governance dalam
Pengembangan Perusahaan Publik. Spirit Publik, Vol.4, No.2, Oktober:
113-122.
Meta, Anisa. 2010. Analisis Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan Perusahaan
Pengakuisisi Sebelum dan Sesudah Merger dan Akuisisi yang Terdaftar di
Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2009. Denpasar : Jurnal Fakultas
Ekonomi, Universitas Udayana.
Mulyadi. 1997. Akuntansi Manajemen: Konsep, manfaat dan rekayasa. Edisi
kedua. STIE YKPN. Yogyakarta.
Mulyati, Sri. 2010. Analisis Pengaruh Corporate Governance Terhadap Kinerja
Perusahaan dan Reaksi Pasar Studi Empiris Perusahaan-Perusahaan di
Bursa Efek Indonesia Tahun 2005 dan 2007. Tesis Program Studi
Magister Akuntansi Universitas Indonesia. Jakarta.
.Mursalim. 2009. Persamaan Struktural : Aktivisme Institusi, Kepemilikan
Institusional dan Manajerial, Kebijakan Dividen dan Utang. JAAI
Volume 13, No.1, Juni: 43-59
Nachrowi dan Usman, Hardius. 2006. Pendekatan Populer dan Praktis
Ekonometrika untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Jakarta : Lembaga
Penerbit FEUI.
Nuringsih, Kartika. 2010. Pengaruh Profitabilitas, Kebijakan Hutang dan
Kepemilikan Institusional Terhadap Kepemilikan Manajerial dan
Pengaruhnya Terhadap Risiko. Jurnal Bisnis dan Akuntansi, Vol.12, No.1,
April: 17-28.
Orniati, Yuli. 2009. Laporan Keuangan Sebagai Alat untuk Menilai Kinerja
Keuangan. Jurnal Ekonomi Bisnis, Tahun 14, No. 3, Nopember: 206-213
Pradhono dan Christiawan, Yulius Jugi. 2004. Pengaruh Economic Value Added,
Residual Income, Earnings dan Arus Kas Operasi terhadap Return yang
Diterima Oleh Pemegang Saham (Studi Pada Perusahaan Manufaktur
yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta). Jurnal Akuntansi & Keuangan,
Vol.6, No.2, November: 140-166.
124
Pranata, Yudha. 2007. Pengaruh Penerapan Corporate Governance Terhadap
Kinerja Keuangan Perusahaan. Skripsi Program Studi Akuntansi,
Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta.
Rahmanta. 2009. Aplikasi Eviews Dalam Ekonometrika. Jurusan Sosial Ekonomi
Pertanian, Fakultas Pertanian. Medan : Universitas Sumatra Utara.
Sabrinna, Anindhita Ira. 2010. Pengaruh Corporate Governance Dan Struktur
Kepemilikan Terhadap Kinerja Perusahaan. Skripsi Program Sarjana
Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Semarang.
Setyapurnama, Yudi Santara dan Norpratiwi A.M Vianey. 2005. Pengaruh
Corporate Governance Terhadap Peringkat Obligasi dan Yield Obligasi.
Working Paper.
Soesetio, Yuli. 2008. Kepemilikan Manajerial dan Institusional, Kebijakan
Deviden, Ukuran Perusahaan, Struktur Aktiva dan Profitabilitas terhadap
Kebikan Hutang. Jurnal Keuangan dan Perbankan, Vol. 12, No.3,
September: 384-389.
Sucipto. 2003. Penilaian Kinerja Keuangan. USU digital library. Fakultas
Ekonomi. Universitas Sumatra Utara.
Suharyadi dan Purwanto. 2009. Edisi 2. Statistika untuk Ekonomi dan Keuangan
Modern. Jakarta : Penerbit Salemba Emapat.
Sujoko dan Soebiantoro, Ugy. 2007. Pengaruh Struktur Kepemilikan Saham,
Leverage, Faktor Intern dan Faktor Akstern Terhadap Nilai Perusahaan
(Studi Empirik pada Perusahaan Manufaktur dan Non Manufaktur di
Bursa Efek Jakarta). Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol. 9, No.1,
Maret: 41-48.
Suprayitno, G, dkk. 2009. Profil Program Corporate Governance Perception
Index 2008: Good Corporate Governance dalam Perspektif Manajemen
Stratejik. The Indonesian Institute for Corporate Governance. Jakarta.
Surya, Indra dan Yustiavandana, Ivan. 2008. Cet.2. Penerapan Good Corporate
Governance: Mengesampingkan Hak-Hak Istimewa demi Kelangsungan
Usaha. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Tunggal, Amin Widjaja. 2007. Corporate Governance: Suatu Pengantar. Jakarta :
Harvarindo.
Ujiyantho, M Arief dan Pramuka, Bambang Agus. 2007. Mekanisme Corporate
Governance, Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan (Studi Pada
125
Perusahaan go publik Sektor Manufaktur). Simposium Nasional
Akuntansi X. Makasar.
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan
Usaha Milik Negara.
Wardani, Diah Kusuma. 2008. Pengaruh Corporate Governance Terhadap
Kinerja Perusahaan di Indonesia. Skripsi Program Studi Akuntansi,
Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta.
Winarno, Wing Wahyu. 2009. Edisi Kedua. Analisis Ekonometrika dan Statistika
dengan Eviews. UPP STIM YKPN.Yogyakarta.
www.idx.co.id/Home/ListedCompanies/CompanyProfile