skripsi abdul hadi bab i_bab vii
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua
komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya. Upaya untuk mencapai tujuan tersebut,
pembangunan kesehatan dilaksanakan secara terarah, berkesinambungan dan
realistis sesuai pentahapannya (Depkes RI, 2009:15).
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mencapai derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya ialah dengan menyelenggarakan pelayanan
kesehatan. Adapun yang dimaksud pelayanan kesehatan menurut Levey dan
Loomba dalam Azwar (2009:56) adalah setiap upaya yang diselenggarakan
secara sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah, dan menyembuhkan
penyakit, serta memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok dan
ataupun masyarakat.
Pelayanan kesehatan merupakan salah satu hak mendasar masyarakat
yang penyediaannya wajib diselenggarakan oleh pemerintah sebagaimana telah
diamanatkan dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat (1) “Setiap
orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
2
pelayanan kesehatan” dan Pasal 34 ayat (3) “Negara bertanggung jawab atas
penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang
layak”. Salah satu bentuk fasilitas pelayanan kesehatan untuk masyarakat yang
diselenggarakan oleh pemerintah adalah puskesmas. Fasilitas pelayanan
kesehatan ini merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat dalam
membina peran serta masyarakat juga memberikan pelayanan secara menyeluruh
dan terpadu kepada masyarakat. Dengan kata lain puskesmas mempunyai
wewenang dan tanggung jawab atas pemeliharaan kesehatan masyarakat dalam
wilayah kerjanya (Depkes RI, 2009:23).
Pelayanan kesehatan yang diberikan puskesmas adalah pelayanan
kesehatan menyeluruh yang meliputi pelayanan: kuratif (pengobatan), preventif
(upaya pencegahan), promotif (peningkatan kesehatan), dan rehabilitatif
(pemulihan kesehatan). Pelayanan tersebut ditujukan kepada semua penduduk,
tidak membedaan jenis kelamin dan golongan umur, sejak pembuahan dalam
kandungan sampai tutup usia. Dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan bagi
masyarakat dibutuhkan pembiayaaan kesehatan yang cukup guna memenuhi hak
mendasar masyarakat tersebut (Efendi, 2009:72).
Puskesmas sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan memiliki peranan
penting dalam peningkatan kesehatan masyarakat. Saat ini puskesmas telah
didirikan hampir diseluruh pelosok daerah. Puskesmas diperkuat dengan
puskemas pembantu serta puskesmas keliling, kecuali untuk daerah yang jauh
dari sarana pelayanan rujukan maka puskesmas dilengkapi dengan fasilitas rawat
inap. Tercatat pada tahun 2011 jumlah puskesmas di seluruh Indonesia adalah
3
7.589 unit, puskesmas pembantu 21.887 unit, puskesmas keliling 5.184 unit
(perahu 716 unit, ambulans 1.302 unit). Sedangkan puskesmas yang memberikan
fasilitas pelayanan rawat inap dan UGD tercatat sebanyak 1.968 unit, sisanya
sebanyak 5.852 unit tidak dilengkapi dengan fasilitas rawat inap
(www.kemenkes, go.id, 2011).
Pemanfaatan fasilitas kesehatan puskesmas dapat dilihat dari beberapa
indikator yaitu rata-rata kunjungan per hari buka puskesmas dan frekuensi
kunjungan puskesmas. Rata-rata kunjungan per hari buka secara nasional adalah
93,57 atau 94 kunjungan per puskesmas per hari buka, dengan kisaran antara 32
(di Propinsi Kalimantan Timur) dan 312 (di Propinsi Jawa Barat), sedangkan
rata-rata frekuensi kunjungan masyarakat ke puskesmas secara nasional adalah
4,52 kali pada tahun 2011 dengan kisaran antara 2,67 (di Propinsi Irian Jaya) dan
4,12 di Propinsi Kalimantan Selatan (www.kemenkes, go.id, 2011).
Menurut hasil Susenas dalam profil Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat
tahun 2010, dari penduduk yang berobat jalan sebesar 23,4% memanfaatkan
puskesmas, dan penduduk yang pernah di rawat Inap sebesar 9,81%. Hal ini
mencerminkan bahwa need (kebutuhan) masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan masih sangat rendah (http://www.dinkes.jbr.go.id, 2011).
Rendahnya persentase penduduk yang berobat ke Puskesmas
diperkirakan karena fasilitas pelayanan yang kurang memadai, terbatasnya waktu
pelayanan, dan masih banyak puskesmas yang masih sulit dijangkau serta
beberapa faktor lainnya. Pembangunan baru puskesmas dengan rawat inap
dilaksanakan dalam rangka meningkatkan jangkauan masyarakat terhadap
4
pelayanan kesehatan yang bermutu dan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Pembangunan baru puskesmas dengan rawat inap sebenarnya diprioritaskan
untuk wilayah tertinggal, terpencil, kepulauan dan perbatasan akan tetapi
pembangunan puskesmas rawat inap kini diarahkan pembangunan ke perkotaan
(Depkes RI, 2009:42).
Masalah kesehatan masyarakat semakin meningkat di Kabupaten Subang,
sementara sarana pelayanan kesehatan perorangan yang meningkat tidak
diimbangi dengan peningkatan sarana pelayanan kesehatan masyarakat.
Meningkatnya kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang
komprehensif dan paripurna dalam satu gedung menyebabkan meningkatnya
tuntutan pengembangan puskesmas menjadi sarana pelayanan yang moderen
termasuk pelayanan rawat inap yang dilengkapi dengan fasilitas dokter spesialis
(Profil Kesehatan Kabupaten Subang, 2011:12).
Puskesmas yang merupakan provider pelayanan kesehatan yang paling
dekat dengan masyarakat seharusnya bisa diberdayakan oleh masyarakat dengan
optimal. Berbagai daerah di Indonesia memang masih menghadapi permasalahan
terhadap pelayanan kesehatan. Diperkirakan hanya sekitar 30% penduduk yang
memanfaatkan pelayanan puskesmas, puskesmas pembantu dan puskesmas
rawat inap (Depkes RI, 2009:21).
Berdasarkan Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Subang (2011:32),
puskesmas rawat inap yang dimanfaatkan oleh masyarakat Kabupaten Subang
hanya sebanyak 437 pasien pada Desember 2011. Adapun cakupan pelayanan
5
rawat inap puskesmas yang dimanfaatkan oleh masyarakat Kabupaten Subang
per Desember 2011 dapat dilihat pada tabel 1.1 dibawah ini :
Tabel 1.1 Jumlah Pasien Yang Memanfaatkan Sarana Puskesmas Rawat
Inap di Kabupaten Subang Periode Bulan DesemberTahun 2011
No Puskesmas Rawat Inap Jumlah Kunjungan1. Jatireja 332. Pusakanagara 353. Pamanukan 384. Mandala Wangi 415. Ciasem 376. Sukamandi 487. Pagaden 438. Cibogo 369. Jalan Cagak 3910. Gunung Sembung 4511. Legon Kulon 42
Jumlah 437Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Subang, 2011.
Berdasarkan data tabel di atas, jumlah pasien yang memanfaatkan
pelayanan rawat inap di puskesmas-puskesmas rawat inap Kabupaten Subang
pada periode bulan Desember 2011 sebanyak 437 pasien. Jumlah pasien yang
paling sedikit memanfaatkan pelayanan rawat inap terdapat di Puskesmas
Jatireja sebanyak 33 pasien (Profil Kesehatan Kabupaten Subang, 2011).
Berdasarkan data Puskesmas Jatireja Kecamatan Jatireja Kabupaten
Subang, jumlah pasien yang memanfaatkan pelayanan rawat jalan, rawat inap,
dan rujukan dapat dilihat pada tabel 1.1 dibawah ini :
6
Tabel 1.2Jumlah Pasien Yang Memanfaatkan Pelayanan Kesehatan
di Puskesmas Jatireja Kabupaten Subang Tahun 2011
Bulan Jumlah Pasien Rata-rata/hariRawat Jalan Rawat Inap Rujuk
Januari 26 17 4 2Pebruari 15 8 6 1Maret 41 14 3 2April 26 17 4 2Mei 34 15 4 2Juni 33 22 6 2Juli 30 20 4 2Agustus 22 16 0 1September 43 15 9 2Oktober 31 19 2 2Nopember 26 35 7 2Desember 33 24 7 2Jumlah 360 222 56 21
Sumber : Puskesmas Jatireja, 2011
Berdasarkan data tabel 1.1 di atas, jumlah pasien yang memanfaatkan
pelayanan rawat inap di Puskesmas Jatireja Kecamatan Jatireja Kabupaten
Subang tahun 2011 sebanyak 222 pasien. Dari jumlah penduduk sebanyak
22.373 orang di wilayah kerja Puskesmas Jatireja, maka persentase pemanfaatan
pelayanan rawat inap di Puskesmas Jatireja sebesar 0,99% (Laporan tahunan
Puskesmas Jatireja, 2011).
Rendahnya pemanfaatan masyarakat terhadap pelayanan rawat inap di
Puskesmas Jatireja disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya faktor
predisposisi antara lain umur, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, sikap,
kuranganya fasilitas yang ada seperti fasilitas air, pengadaan listrik, pembenahan
gedung, keterjangkauan dan kualitas pelayanan yang belum sesuai dengan
harapan pasien (Notoatmodjo, 2010:122).
7
Berdasarkan studi pendahuluhan pada bulan Januari 2012 di Puskesmas
Jatireja, kegiatan yang dilakukan apabila pasien datang ke pelayanan rawat inap
adalah membawa pasien ke pelayanan Gawat Darurat di ruang bagian belakang
puskesmas, kemudian dilakukan pemeriksaan fisik kepada pasien dan dilakukan
anamnesa setelah itu pasien di bawa ke ruang rawat inap. Pada umumnya pasien
yang rawat inap di Puskesmas hanya berkisar 1-2 hari saja dan jika tidak
sanggup maka pasien dirujuk ke rumah sakit terdekat. Hal ini mencerminkan
bahwa pelayanan yang dilakukan oleh puskesmas masih dirasakan kurang
maksimal sehingga secara tidak langsung masyarakat menganggap bahwa
pelayanan kesehatan masih kurang baik.
Masyarakat sebagai penerima pelayanan kesehatan menganggap bahwa
pelayanan kesehatan dinyatakan menjadi suatu kebutuhan bila terjadi hubungan
timbal balik yang baik antara pasien dan petugas kesehatan. Keramah-tamahan
dan perhatian yang baik dari petugas kesehatan serta fasilitas kesehatan yang
memadai akan membuat pelayanan kesehatan menjadi baik (Maramis, 2009:52).
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka peneliti merasa
tertarik untuk mengadakan penelitian tentang : “Faktor-faktor yang berhubungan
dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan rawat inap di Puskesmas Jatireja
Kecamatan Compreng Kabupaten Subang tahun 2012.”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan data Puskesmas Jatireja, jumlah pasien yang memanfaatkan
pelayanan rawat inap di Puskesmas Jatireja Kecamatan Jatireja Kabupaten
Subang tahun 2011 sebanyak 222 pasien atau sebesar 0,99% dari seluruh
8
penduduk yang ada di wilayah kerja Puskesmas Jatireja. Rendahnya
pemanfaatan masyarakat terhadap pelayanan rawat inap di Puskesmas Jatireja
disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya faktor predisposisi antara lain
umur, pekerjaan, pengetahuan, sikap, kuranganya fasilitas yang ada seperti
fasilitas air, pengadaan listrik, pembenahan gedung, dan kualitas pelayanan yang
belum sesuai dengan harapan pasien
Dengan demikian, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “faktor-
faktor apa saja yang berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan
rawat inap di Puskesmas Jatireja Kecamatan Compreng Kabupaten Subang tahun
2012?”.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan
kesehatan rawat inap di Puskesmas Jatireja Kecamatan Compreng Kabupaten
Subang tahun 2012.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui faktor-faktor pemanfaatan pelayanan kesehatan rawat inap di
Puskesmas Jatireja.
b. Mengetahui hubungan faktor predisposisi (umur, pekerjaan, pendidikan,
pengetahuan, dan sikap ) dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan rawat
inap di Puskesmas Jatireja.
9
c. Mengetahui hubungan faktor pendukung (keterjangkauan, ketersediaan
dan kelengkapan fasilitas pelayanan kesehatan) dengan pemanfaatan
pelayanan kesehatan rawat inap di Puskesmas Jatireja.
d. Mengetahui hubungan faktor pendorong (ketanggapan petugas dan
kehandalan petugas kesehatan) dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan
rawat inap di Puskesmas Jatireja
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat keberbagai
pihak antara lain :
1. Bagi pihak puskesmas
Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas Jatireja khususnya dalam upaya
meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
2. Dinas Kesehatan Kabupaten Subang
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai bahan masukan
ke Dinas Kesehatan Kabupaten Subang dalam keberlanjutan kebijakan
pelayanan kesehatan khususnya pelayanan rawat inap di Puskesmas-
Puskesmas di masa mendatang.
3. Bagi peneliti
Dapat bermanfaat dalam upaya mengoptimalisasikan berbagai teori yang
diperoleh selama perkuliahan di Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat
Peminatan Administrasi Kebijakan Kesehatan STIKes Subang.
10
4. Bagi Peneliti lain
Dapat dijadikan sebagai acuan dan bahan pertimbangan untuk penelitian
selanjutnya sehingga mendapatkan hasil penelitian yang lebih baik lagi untuk
dikembangkan terutama dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan.
E. Ruang Lingkup Penelitian
1. Masalah : Faktor-faktor yang berhubungan
dengan pemanfaatan pelayanan
kesehatan rawat inap di Puskesmas
Jatireja Kecamatan Compreng
Kabupaten Subang tahun 2012
2. Metode : Deskriptif analitik dengan pendekatan
cross sectional yaitu suatu penelitian
untuk mempelajari dinamika korelasi
antara faktor-faktor resiko dengan
efek, dengan cara pendekatan,
observasi, atau pengumpulan data
sekaligus pada suatu saat
3. Populasi dan sampel : Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh masyarakat yang tinggal di
desa wilayah cakupan Puskesmas
Jatireja sebanyak 22.373 orang dan
pengambilan sampel secara cluster
sampling sebanyak 100 responden.
4. Tempat dan waktu Penelitian : Puskesmas Jatireja Kecamatan
Compreng Kabupaten Subang yang
dilaksanakan pada tanggal 1 sampai
dengan 12 Mei 2012.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pelayanan Kesehatan
1. Pengertian Pelayanan Kesehatan
Pelayanan merupakan suatu aktivitas atau serangkaian alat yang
bersifat tidak kasat mata (tidak dapat diraba), yang terjadi akibat interaksi
antara konsumen dengan karyawan atau hal-hal lain yang disediakan oleh
perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk memecahkan
persoalan konsumen (Gronroos, 1990 dalam Ratminto dan Winarsih,
2009:34).
Pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah pengunaan fasilitas
pelayanan yang disediakan baik dalam bentuk rawat jalan, rawat inap,
kunjungan rumah oleh petugas kesehatan ataupun bentuk kegiatan lain dari
pemanfaatan pelayanan tersebut yang didasarkan pada ketersediaan dan
kesinambungan pelayanan, penerimaan masyarakat dan kewajaran, mudah
dicapai oleh masyarakat, terjangkau serta bermutu (Azwar, 2009:56).
2. Tujuan Pelayanan Kesehatan
Tujuan pelayanan kesehatan adalah tercapainya derajat kesehatan
masyarakat yang memuaskan harapan dan kebutuhan derajat masyarakat
(consumer satisfaction), melalui pelayanan yang efektif oleh pemberi
pelayanan (provider satisfaction), pada institusi pelayanan yang
diselenggarakan secara efisien (institutional satisfaction). Interaksi ketiga
12
pilar utama pelayanan kesehatan yang serasi, selaras, dan seimbang,
merupakan panduan dari kepuasan tiga pihak, dan ini merupakan pelayanan
kesehatan yang memuaskan (satisfactory healty care) (Ahmad Djojosugito,
2009:29).
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mutu Pelayanan Kesehatan
Menurut Ahmad Djojosugitjo (2009:35), ada 4 aspek yang
mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan antara lain:
a. Jumlah petugas
Jumlah petugas merupakan salah satu aspek yang menunjang
pelayanan kepada pasien di Puskesmas. Keadaan petugas yang kurang
menyebabkan penyelenggaraan pelayanan dilaksanakan tidak maksimal
dan kurang memenuhi kepuasan pasien atas pelayanan yang diberikan.
Selain itu, petugas sendiri akan mengalami kewalahan dalam
menjalankan tugasnya yang pada nantinya akan menurunkan tingkat
kemampuan kerja yang diberikan petugas kepada pasien di Puskesmas.
b. Ketanggapan petugas
Ketanggapan petugas berhubungan dengan aspek kesigapan dari
petugas dalam memenuhi kebutuhan pasien akan pelayanan yang
diinginkan. Tingkat kesigapan dari petugas kesehatan dalam memberikan
pelayanan merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi penilaian
pasien atas mutu pelayanan yang diselenggarakan.
13
c. Kehandalan petugas
Kehandalam diartikan sebagai kemampuan memberikan
pelayanan yang sesuai secara akurat dan terpercaya, sikap simpatik dan
dengan akurasi yang tinggi kepada para pasien. Kehanadalan diuukur
dengan tindakan pelayanan yang akurat oleh tenaga medis Puskesmas,
profesionalisme dalam menangani keluhan pasien oleh para tenaga
medis Puskesmas, melayani dengan baik dan ramah saat melakukan
pengobatan dan perawatan, memberikan pelayanan dengan tepat dan
benar sesuai dengan prosedur yang ditetapkan dalam dalam
memberikan pelayanan selalu sesuai dengan jadwal yang telah
ditetapkan.
d. Ketersediaan dan kelengkapan fasilitas
Fasilitas merupakan sarana bantu bagi instansi dan tenaga
kesehatan dalam menyelenggarakan pelayanan kepada pasien di
Puskesmas. Keadaan fasilitas yang memadai akan membantu terhadap
penyelenggaraan pelayanan kepada pasien.
4. Syarat Pokok Pelayanan Kesehatan
Azwar (2009:47) menjelaskan suatu pelayanan kesehatan harus
memiliki berbagai persyaratan pokok, yaitu: persyaratan pokok yang memberi
pengaruh kepada masyarakat dalam menentukan pilihannya terhadap
penggunaan jasa pelayanan kesehatan dalam hal ini puskesmas, yakni :
14
a. Ketersediaan dan Kesinambungan Pelayanan
Pelayanan yang baik adalah pelayanan kesehatan yang tersedia di
masyarakat (acceptable) serta berkesinambungan (sustainable). Artinya
semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat ditemukan
serta keberadaannya dalam masyarakat adalah ada pada tiap saat
dibutuhkan.
b. Kewajaran dan Penerimaan Masyarakat
Pelayanan kesehatan yang baik adalah bersifat wajar
(appropriate) dan dapat diterima (acceptable) oleh masyarakat. Artinya
pelayanan kesehatan tersebut dapat mengatasi masalah kesehatan yang
dihadapi, tidak bertentangan dengan adat istiadat, kebudayaan, keyakinan
dan kepercayaan masyarakat, serta bersifat tidak wajar, bukanlah suatu
keadaan pelayanan kesehatan yang baik.
c. Mudah Dicapai oleh Masyarakat
Pengertian dicapai yang dimaksud disini terutama dari letak sudut
lokasi mudah dijangkau oleh masyarakat, sehingga distribusi sarana
kesehatan menjadi sangat penting. Jangkauan fasilitas pembantu untuk
menentukan permintaan yang efektif. Bila fasilitas mudah dijangkau
dengan menggunakan alat transportasi yang tersedia maka fasilitas ini
akan banyak dipergunakan. Tingkat pengguna di masa lalu dan
kecenderungan merupakan indikator terbaik untuk perubahan jangka
panjang dan pendek dari permintaan pada masa akan datang.
15
d. Terjangkau
Pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan yang terjangkau
(affordable) oleh masyarakat, dimana diupayakan biaya pelayanan
tersebut sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat. Pelayanan
kesehatan yang mahal hanya mungkin dinikmati oleh sebagian
masyarakat saja.
e. Mutu
Mutu (kualitas) yaitu menunjukkan tingkat kesempurnaan
pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dan menunjukkan
kesembuhan penyakit serta keamanan tindakan yang dapat memuaskan
para pemakai jasa pelayanan yang sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan.
B. Kesehatan Masyarakat
1. Defenisi Kesehatan Masyarakat
Kesehatan masyarakat ditujukan untuk mempertahankan dan
meningkatkan kesehatan, serta memberikan bantuan melalui intervensi
keperawatan sebagai dasar keahliannya dalam membantu individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat dalam mengatasi berbagai masalah keperawatan
kesehatan yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari (Effendy, 2009:67).
Keperawatan kesehatan masyarakat adalah perpaduan antara
keperawatan kesehatan masyarakat dengan dukungan peran serta aktif dari
masyarakat, pelayanan promotif dan preventif secara berkesinambungan
tanpa mengabaikan pelayanan kuratif dan rehabilitatif secara menyeluruh dan
16
terpadu, ditujukan kepada individu, keluaraga, kelompok dan masyarakat
untuk meningkatkan derajat kesehatan secara optimal. (Depkes RI 2009:23).
2. Tujuan Kesehatan Masyarakat
Menurut Depkes RI (2009:31), tujuan dari kesehatan masyarakat
adalah:
a. Tujuan Umum
Tujuan umum kesehatan masyarakat adalah meningkatkan
kemandirian individu, keluarga, dan kelompok/masyarakat untuk
mengatasi masalah keperawatan kesehatan agar tercapai derajat
kesehatan optimal.
b. Tujuan Khusus
Tujuan khusus kesehatan masyarakat adalah:
1) Meningkatnya pengetahuan individu, sikap, perilaku individu,
keluarga, kelompok masyarakat tentang kesehatan.
2) Meningkatnya penemuan dini kasus baru prioritas.
3) Meningkatnya penanganan keperawatan kasus di puskesmas.
4) Meningkatnya penanganan kasus prioritas mendapat tidak lanjut
perawatan.
3. Sasaran Kegiatan Kesehatan Masyarakat
Sasaran dari kegiatan kesehatan masyarakat, khususnya keperawatan
masyarakat mencakup seluruh masyarakat berdasarkan Depkes RI (2009:38),
diantaranya:
17
a. Individu, yaitu individu beresiko tinggi, seperti individu dengan penyakit,
balita, lansia, masalah mental atau kejiwaan.
b. Keluarga, yaitu ibu hamil, balita, lanjut usia, menderita penyakit, masalah
mental/kejiwaan.
c. Kelompok masyarakat, yaitu daerah kumuh, terisolasi, konflik, dan daerah
yang tidak terjangkau dengan pelayan masyarakat.
Sedangkan fokus dari sasaran keperawatan kesehatan masyarakat
adalah keluarga rawan kesehatan dengan prioritas keluarga yang rentan
terhadap masalah kesehatan (gakin) dan keluarga dengan resiko tinggi:
anggota keluarga ibu hamil, balita. Lansia, dan menderita penyakit.
Sebagai pejabat fungsional perawat, perawat kesehatan masyarakat di
puskesmas bertanggung jawab melaksanakan pelayanan terhadap individu,
keluarga, kelompok/masyarakat yang mengalami masalah kesehatan akibat
ketidaktahuan dan ketidakmampuan. Idealnya perawat puskesmas yang
profesional adalah perawat komunitas yang memiliki latar belakang
pendidikan serta kompetensi dibidang keperawatan komunitas dalam
menjalankan peran dan fungsinya (Depkes RI, 2009:42).
C. Puskesmas
1. Defenisi
Puskesmas adalah suatu kesatuan organisasi kesehatan fungsional
yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga
membina peran serta masyarakat disamping memberikan pelayanan kesehatan
18
secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam
bentuk kegiatan pokok (Depkes RI, 1991 dalam Effendy, 2009:11).
2. Tujuan Puskesmas
Puskesmas bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, dan kemampuan
hidup sehat bagi setiap orang yang tinggal di wilayah kerja puskesmas
(Hatmoko, 2008:52). Tujuan pembangunan kesehatan yang diselengggarakan
puskemas adalah mendukung tercapainya tujuan pembangunan nasional yaitu
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas agar terwujud
derajat kesehatan yang setingg-tingginya dalam rangka mewujudkan
Indonesia sehat 2010 (Depkes RI, 2009:12).
Selain itu puskesmas menyelenggarakan pembangunan kesehatan
yang merupakan pusat pelayanan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu
dan berkesinambungan. Hal ini meliputi pelayanan kesehatan perorangan
yang bersifat pribadi dengan tujuan untuk menyembuhkan penyakit dan
pemulihan kesehatan perorangan, pelayanan kesehatan publik dengan tujuan
utamanya memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit
tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit (Effendi, 2009:72).
3. Fungsi Puskesmas
Puskesmas memiliki tiga fungsi, yaitu sebagai pusat penggerak
pembangunan yang berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat
dan keluarga dalam pembangunan kesehatan serta pusat pelayanan kesehatan
masyarakat tingkat pertama. Sebagai langkah awal dari program keperawatan
19
kesehatan masyarakat, fungsi dan peran puskesmas bukan saja persoalan
teknis medis tetapi juga berbagai keterampilan sumber daya manusia yang
mampu mengorganisir model sosial yang ada di masyarakat, juga sebagai
lembaga kesehatan yang menjangkau masyarakat di wilayah terkecil dan
membutuhkan strategi dalam hal pengorganisasian masyarakat untuk terlibat
dalam penyelenggaraan kesehatan secara mandiri (Mubarak dan Chayatin,
2009:58).
Dalam melaksanakan fungsinya, puskesmas melakukan beberapa cara,
yaitu merangsang masyarakat untuk melaksanakan kegiatan dalam rangka
menolong dirinya sendiri, memberikan petunjuk kepada masyarakat tentang
bagaimana menggali dan menggunakan sumber daya secara efektif dan
efisien, memberikan bantuan yang bersifat bimbingan dan rujukan medis
kesehatan kepada masyarakat dengan ketentuan tidak menimbulkan
ketergantungan, memberikan pelayanan kesehatan langsung kepada
msyarakat, bekerjasama dengan sektor-sektor yang bersangkutan dalam
melaksanakan program kesehatan.
4. Asas Pokok Puskesmas
Sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama di Indonesia,
pengelolaan program kerja puskesmas berpedoman pada 4 asas pokok yaitu,
asas pertanggungjawaban wilayah, asas peran serta masyarakat, asas
keterpaduan dan azas rujukan.
20
a. Azas Pertanggungjawaban Wilayah
Dalam azas pertanggungjawaban wilayah, puskesmas
bertanggung jawab untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
yang tinggal di wilayah kerjanya. Merupakan upaya peningkatan
kesehatan masyarakat dapat dilihat dari berjalannya program Posyandu
dan kunjungan petugas-petugas kesehatan ke pemukiman penduduk.
Petugas kesehatan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan sedekat
mungkin kepada masyarakat dan melakukan berbagai program
pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit yang merupakan
bagian dari pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat (DepkesRI.
2009:42).
b. Asas Peran Serta Masyarakat
Asas peran serta masyarakat merupakan upaya-upaya yang
dilakukan petugas kesehatan di puskesmas untuk sebisa mungkin
memberdayakan masyarakat agar berperan aktif dalam
menyelenggarakan program kerja puskesmas. Contohnya yaitu pelatihan
kader-kader posyandu (DepkesRI. 2009:43).
c. Asas Keterpaduan
Asas keterpaduan bertujuan untuk mengatasi keterbatasan sumber
daya serta diperolehnya hasil yang optimal, penyelenggaraan setiap
upaya puskesmas harus diselenggarakan secara terpadu. Upaya ini
memadukan kegiatan- kegiatan masyarakat dengan program kesehatan
lain (lintas program dan lintas sektoral) (DepkesRI. 2009:42).
21
d. Asas Rujukan
Asas rujukan menjelaskan bahwa puskesmas sebagai sarana
kesehatan tingkat pertama memiliki kemampuan yang terbatas. Dalam
membantu puskesmas menyelesaikan berbagai masalah kesehatan dan
untuk meningkatkan efisiensi, maka penyelenggaraan setiap upaya
puskesmas harus ditopang oleh asas rujukan. Untuk pelayanan
kedokteran, jalur rujukannya adalah rumah sakit, dan untuk pelayanan
kesehatan masyarakat jalurnya adalah kantor kesehatan /bagian kesehatan
masyarakat (Depkes RI. 2009:44).
5. Kegiatan Puskesmas
a. Kegiatan Pokok Puskesmas
Berdasarkan diagnosa komunitas yang dilakukan puskesmas,
maka dapat dirumuskann kegiatan pokok puskesmas yang merupakan
upaya wajib puskesmas yang dilakukan sesuai kebutuhan masyarakat dan
juga disesuaikan dengan fungsi puskesmas dan kemampuan sumber daya
yang tersedia (Depkes RI, 2009:23). Kegiatan pokok tersebut antara lain:
1) Promosi Kesehatan
Upaya promosi kesehatan bertujuan untuk meningkatkan
kesadaran masyarakat akan nilai kesehatan sehingga dengan sadar
mau mengubah perilakunya menjadi perilaku sehat. Sasarannya yaitu
masyarakat yang beresiko tertular penyakit maupun masyarakat
umum. Upaya ini dilakukan melalui penyuluhan, baik di klinik,
22
rumah penduduk, balai pertemuan melalui ceramah maupun dengan
menggunakan alat peraga.
2) Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan Keluarga Berncana (KB)
Upaya KIA bertujuan untuk menurunkan kematian dan
kejadian sakit pada ibu dan meningkatkan derajat kesehatan anak.
Sasarannya adalah ibu hamil, ibu menyusui dan balita, dukun
bersalin, dan kader kesehatan. Kegiatannya antara lain:
a) Pemeliharaan kesehatan ibu hamil dan menyusui.
b) Memberikan pendidikan kesehatan tentang makanan yang sehat.
c) Mengamati perkembangan balita terkait dengan program gizi.
d) Memberikan pelayanan KB dan PUS.
e) Memberikan pertolonagan persalinan dan bimbingan selama
masa nifas serta mengadakan pelatihan bagi dukun bersalin dan
kader kesehatan posyandu.
Upaya KB bertujuan untuk menekan angka kelahiran dan
meningkatkan kesehatan ibu sehingga di dalam keluarga akan
berkembang norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera (NKKBS)
(Muninjaya,2009:71). Sasarannya yaitu pasangan usia subur (PUS)
dan dukun bersalin. Kegiatannya anatara lain:
a) Mengadakan penyuluhan tantang KB.
b) Menyediakan dan pemasangan alat-alat kontrasepsi serta
pelayanan pengobatan efek samping KB.
23
c) Mengadakan kursus keluarga berencana untuk dukun bersalin
(Muninjaya,2009:71).
3) Perbaikan Gizi
Upaya perbaikan gizi bertujuan meningkatkan status gizi
masyarakat melalui usaha pemantauan status gizi kelompok
masyarakat beresiko tinggi, terutama ibu hamil dan balita
(Muninjaya, 2009:73). Sasarannya yaitu ibu hamil, ibu menyusui,
balita, dan penduduk yang tinggal di daerah rawan pangan.
Kegiatannya antara lain:
a) Memberikan penyuluhan tentang gizi.
b) Menimbang serta badan dan tinggi badan balita untuk memantau
pertumbuhannya.
c) Memberikan makanan tambahan (PMT) untuk balita yang
kurang gizi.
d) Pemberian vitamin A untuk balita (Muninjaya, 2009:73).
4) Kesehatan Lingkungan
Upaya kesehatan lingkungan bertujuan menanggulangi dan
menghilangkan unsur-unsur fisik berbahaya pada lingkungan
sehingga faktor lingkungan yang kurang sehat tidak menjadi faktor
resiko timbulnya penyakit di masyarakat (Muninjaya, 2009:75).
Sasarannya yaitu tempat-tempat umum seperti rumah makan, pasar,
sumber air minum, dan tempat pembuangan limbah. Kegiatannya
antara lain:
24
a) Memperbaiki sistem pembuangan kotoran.
b) Menyediakan air bersih
c) Memperbaiki pembuangan sampah.
d) Pengawasan sanitasi tempat umum (Muninjaya, 2009:75).
5) Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular (P2M)
Upaya P2M bertujuan menemukan kasus penyakit menular
sedini mungkin dan memberikan proteksi bagi masyarakat agar
terhindar dari penularan penyakit. Sasarannya yaitu ibu hamil, balita,
anak-anak dan lingkungan pemukiman masyarakat (Muninjaya,
2009:78). Untuk pemberantasan penyakit menular tertentu, misalnya
penyakit kelamin, kelompok- kelompok tertentu masyarakat yang
berperilaku resiko tinggi juga perlu dijadikan sasaran kegiatan P2M.
Kegiatannya antara lain:
a) Menemukan kasus sedini mungkin.
b) Mengumpulkan dan menganalisa penyakit.
c) Melaporkan kasus penyakit menular yang sedang berjangkit di
masyarakat.
d) Pemberantasan vektor yang dilakukan dengan penyemprotan
menggunakan insektisida.
e) Kegiatan imunisasi pada kelompok masyarakat tertentu
(Muninjaya, 2009:78).
25
6) Pengobatan
Pengobatan bertujuan memberikan pengobatan dan
perawatan kepada masyarakat. Program ini merupakan bentuk
pelayanan kesehatan dasar yang bersifat kuratif (Muninjaya,
2009:82). Sasarannya yaitu seluruh masyarakat di wilayah kerja
puskesmas yang mengunjungi puskesmas untuk mendapatkan
pengobatan. Kegiatannya antara lain:
a) Menegakkan diagnosa.
b) Memberikan pengobatan untuk penderita yang berobat jalan atau
pelayanan rawat inap khusus untuk puskesmas perawatan,
c) Merujuk penderita ke pusat-pusat rujukan medis sesuai dengan
jenis penyakit yang tidak mampu ditangani oleh puskesmas.
d) Menyelenggarakan puskesmas keliling untuk menjangkau
wilayah kerja puskesmas yang belum mempunyai puskesmas
pembantu atau wilayah pemukiman penduduk yang masih sulit
sarana transportasi (Muninjaya, 2009:82).
b. Kegiatan Pengembangan Puskesmas
Selain kegiatan pokok, puskesmas juga melakukan upaya
kesehatan pengembangan antara lain:
1) Upaya Kesehatan Sekolah (UKS)
UKS bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan anak
dan lingkungan sekolah. Sasaran dari UKS adalah murid SD, SLTP,
SLTA, dan lingkungan sekolah. Kegiatannya antara lain:
26
a) Melakukan pemeriksaan kesehatan anak secara berkala.
b) Mengupayakan lingkungan sekolah yang sehat dengan
penyediaan air bersih dan tempat sampah.
c) Pendidikan kesehatan tentang kebersihan perorangan, kesehatan
gigi, kesehatan lingkungan.
d) Mengembangkan pelayanan kesehatan primer (P3K) di sekolah.
2) Upaya Kesehatan Olahraga
Upaya kesehatan olahraga meliputi: melakukan pemeriksaan
kesehatan berkala, penentuan takaran latihan, pengobatan dengan
latihan dan rehabilitasi, pengobatan akibat cedera latihan dan
pengawasan selama pemusatan latihan (Muninjaya, 2009:86).
3) Upaya Keperawatan Kesehatan Masyarakat
Upaya kesehatan masyarakat bertujuan memberikan
pelayanan secara menyeluruh kepada pasien dan keluarganya,
memberikan konseling kepada anggota keluarga untuk mengenali
kebutuhan kesehatannya sendiri dan cara-cara penanggulangannya
disesuaikan dengan batas-batas kemampuan mereka, menunjang
program kesehatan lainnya dalam usaha pencegahan penyakit,
peningkatan dan pemulihan kesehatan individu dan keluarganya.
Sasarannya yaitu kelompok masyarakat dengan resiko tinggi.
Kegiatannya yaitu melaksanakan perawatan kesehatan perorangan,
keluarga dan kelompok masyarakat lainnya, memberi asuhan
keperawatan kepada individu di puskesmas ataupun di luar
27
puskesmas dengan berbagai tingkat umur, kondisi kesehatan, tumbuh
kembang dan jenis kelamin, dan diarahkan kepada keluarga sebagai
unit terkecil dari masyarakat (Muninjaya, 2009:89).
4) Upaya Peningkatan Kesehatan Kerja
Upaya peningkatan usaha kerja bertujuan untuk
meningkatkan derajat kesehatan para pekerja di berbagai sektor.
Kegiatannya antara lain:
a) Identifikasi masalah meliputi pemeriksaan awal dan berkala
untuk para pekerja.
b) Pemeriksaan kasus terhadap pekerja yang datang berobat ke
puskesmas.
c) Peninjauan tempat kerja untuk menentukan bahaya akibat kerja.
d) Peningkatan kesehatan kerja melalui peningkatan gizi,
lingkungan kerja dan kegiatan peningkatan kesejahteraan.
e) Kegiatan pencegahan kecelakaan akibat kerja.
f) Pengobatan kasus akibat kerja.
g) Pemulihan kesehatan dan rujukan medik terhadap pekerja yang
sakit (Muninjaya, 2009:91).
5) Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut
Upaya kesehatan gigi dan mulut bertujuan menghilangkan
atau mengurangi gangguan kesehatan gigi dan mulut dan
mempertinggi kesadaran kelompok-kelompok masyarakat tentang
pentingnya pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut. Sasarannya
28
adalah ibu hamil, murid SD dan masyarakat yang datang ke
puskesmas dengan keluhan gangguan gigi dan mulut. Kegiatannya
anatara lain:
a) Melakukan pemeriksaan kesehatan, perawatan gigi dan mulut
secara rutin untuk anak-anak sekolah serta ibu hamil.
b) Memberikan penyuluhan kesehatan gigi dan mulut secara
individu atau kelompok.
c) Pengobatan pada klien yang mengalami gangguan kesehatan
gigi dan mulut yang berobat maupun yang dirujuk (Muninjaya,
2009:94).
6) Upaya Kesehatan Jiwa
Upaya kesehatan jiwa bertujuan untuk mencapai tingkat
kesehatan jiwa masyarakat secara optimal. Sasarannya yaitu
penderita gangguan jiwa dan keluarganya yang datang ke puskesmas
termasuk pasien yang dirujuk oleh RSJ untuk rehabilitasi sosial.
Kegiatannya antara lain:
a) Mengenali penderita yang memerlukan pelayanan kesehatan
psikiatri.
b) Memberikan pertolongan pertama psikiatri, pengobatan atau
merujuk pasien ke rumah sakit jiwa.
c) Memberikan penyuluhan kesehatan jiwa kepada kelompok
penduduk di wilayah kerja puskesmas.
29
7) Upaya Kesehatan Mata
Berupa anamnesa, pemeriksaan visus, tes buta warna,
pengobatan dan pemeriksaan kacamata, operasi katarak dan
glaukoma akut yang dilakukan oleh tim rujrukan rumah sakit, dan
pengembangan kesehatan masyarakat.
8) Upaya Kesehatan Lanjut Usia
Upaya kesehatan lanjut usia bertujuan untuk meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat yang berusia lanjut. Kegiatannya
antara lain pemeriksaan kesehatan warga lanjut usia, pemberian
pengobatan bagi lansia yang mengalami gangguan kesehatan,
menyelenggarakan posyandu lansia setiap bulan di wilayah kerja
puskesmas (Muninjaya, 2009:96).
9) Upaya Pembinaan Pengobatan Tradisional
Kegiatannya adalah melestarikan bahan-bahan tanaman yang
dapat digunakan untuk pengobatan tradisional, melakukan
pembinaan terhadap cara-cara pengobatan tradisional (Muninjaya,
2009:96).
6. Jenis Pelayanan Puskesmas
a. Pelayanan di Dalam Gedung Puskesmas (Rawat Jalan) antara lain: Ruang
Kartu/Loket; Poli Umum; Poli Gigi; Poli KIA-KB; Pojok Gizi; Ruang
Tindakan/IGD; Ruang Rawat Inap; Apotik; Gudang Obat; Gudang
Inventaris; Ruangan Tata Usaha; Ruangan Imunisasi;Ruangan
Laboratorium Sederhana; Ruangan Kepala Puskesmas.
30
b. Pelayanan Puskesmas diluar gedung antara lain : Posyandu Balita;
Posyandu Lansia; Penyuluhan kesehatan; Pelacakan Kasus; Survey
PHBS; Rapat Koordinasi.
D. Faktor Yang Berhubungan dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Pemanfaatan pelayanan kesehatan rawat inap di Puskesmas merupakan
salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mencapai derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya yang meliputi pelayanan: kuratif
(pengobatan), preventif (upaya pencegahan), promotif (peningkatan kesehatan),
dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan) yang ditujukan kepada semua penduduk,
tidak membedaan jenis kelamin dan golongan umur, sejak pembuahan dalam
kandungan sampai tutup usia.
1. Pengetahuan
a. Pengertian
Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan
terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2010:33).
b. Pengetahuan Kesehatan (health knowledge)
Pengetahuan tentang kesehatan adalah mencakup apa yang
diketahui oleh seseorang terhadap cara-cara memelihara kesehatan.
Pengetahuan tentang cara-cara memelihara kesehatan meliputi:
1) Pengetahuan tentang penyakit menular dan tidak menular (jenis
31
penyakit dan tanda-tandanya atau gejalanya, penyebabnya, cara
penularannya, cara pencegahannya, cara mengatasi atau menangani
sementara).
2) Pengetahuan faktor-faktor yang terkait dan atau mempengaruhi
kesehatan antara lain: gizi makanan, sarana air bersih, pembuangan
air limbah, pembuangan kotoran manusia, pembuangan sampah,
perumahan sehat, polusi udara, dan sebagainya.
3) Pengetahuan tentang fasilitas pelayanan kesehatan yang profesional
maupun yang tradisional.
4) Pengetahuan untuk menghindari kecelakaan baik kecelakaan rumah
tangga, maupun kecelakaan lalu lintas, dan tempat-tempat umum.
c. Tingkatan Pengetahuan
Dalam buku Notoatmodjo (2010:38) menyatakan bahwa
pengetahuan yang merupakan domain kognitif mempunyai 6 tingkatan
yaitu:
1) Tahu (know)
Tingkatan tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi
yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan
tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik
dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah
diterima.
32
2) Memahami (comprehension)
Tingkatan memahami, diartikan sebagai suatu kemampuan
untuk menjelaskan secara benar obyek yang diketahui, dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
3) Aplikasi (application)
Tingkatan aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk
menggunakan metode yang telah dipelajari pada situasi atau
kondisi real (sebenarnya).
4) Analisis (analysis)
Tingkatan analisis diartikan sebagai suatu kemampuan
untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam
komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur
organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5) Sintesis (synthesis)
Tingkatan sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan
untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam
suatu bentuk keseluruhan yang baru.
6) Evaluasi (evaluation)
Tingkatan evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk
melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau
obyek.
33
2. Sikap (Attitude)
a. Pengertian
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih
tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Berdasarkan berbagai
batasan tentang sikap dapat disimpulkan bahwa manifestasi sikap itu
tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih
dahulu dari perilaku yang tertutup (Notoatmodjo, 2010:52).
b. Sikap terhadap kesehatan (health attitude)
Sikap terhadap kesehatan adalah pendapat atau penilaian orang
terhadap hal-hal yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan yang
mencakup sekurang-kurangnya 4 variabel sebagai berikut:
1) Sikap terhadap penyakit menular dan tidak menular (jenis penyakit
dan tanda-tandanya atau gejalanya, penyebabnya, cara
penularannya, cara pencegahannya, cara mengatasi atau
menanganinya sementara).
2) Sikap terhadap faktor-faktor yang terkait dan atau mempengaruhi
kesehatan, antara lain: gizi makanan, sarana air bersih, pembuangan
air limbah, pembuangan kotoran manusia, pembuangan sampah,
perumahan sehat, polusi udara dan sebagainya.
3) Sikap terhadap fasilitas pelayanan kesehatan yang profesional
maupun tradisional.
34
4) Sikap untuk menghindari kecelakaan, baik kecelakaan rumah
tangga, maupun kecelakaan lalu lintas, dan kecelakaan di
tempat-tempat umum (Notoatmodjo, 2010:55)
c. Komponen Sikap
Menurut Allport dalam Notoatmodjo (2010:56), bahwa sikap itu
mempunyai 3 komponen pokok, yaitu :
1) Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai
oleh individu pemilik sikap.
2) Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek
emosional.
3) Komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku
tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang.
d. Tingkatan Sikap
Dalam buuku Notoatmodjo (2010:57), beberapa tingkatan sikap
berdasarkan intensitasnya sebagai berikut:
1) Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau
menerima stimulus yang diberikan (objek).
2) Menanggapi (Responding)
Menanggapi di sini diartikan memberikan jawaban atau
tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi.
35
3) Menghargai (Valuing)
Menghargai diartikan sebagai subjek, atau seseorang
memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus, dalam
arti membahasnya dengan orang lain dan bahkan mengajak atau
mempengaruhi atau menganjurkan orang lain merespons.
4) Bertanggung Jawab (Responsible)
Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung
jawab terhadap apa yang telah diyakininya. Seseorang yang telah
mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus
berani mengambil resiko bila ada orang lain yang mencemoohkan
atau adanya resiko lain.
3. Determinan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Anderson (2009:42) mengembangkan model sistem kesehatan
berupa model kepercayaan kesehatan (health belief model) yang didasarkan
teori lapangan (field theory) dari Lewin (2009). Dalam model Anderson ini,
terdapat 3 kategori utama dalam pelayanan kesehatan yaitu:
a. Faktor Predisposisi, menggambarkan kecenderungan individu yang
berbeda-beda dalam menggunakan pelayanan kesehatan seseorang.
Faktor ini antara lain : pengetahuan, kepercayaan, sikap, nilai dan
sebagainya. Varietas faktor demografi seperti umur, status sosial, jenis
kelamin, pendidikan, dan ukuran keluarga adalah faktor predisposisi
perilaku namun tidak dimasukkan ke dalam faktor predisposisi karena
tidak membawa pengaruh secara langsung bagi program promosi
36
kesehatan.
b. Faktor pendukung, yang terwujud dalam lingkungan fisik, fasilitas,
sarana pelayanan kesehatan kesehatan, keterjangkauan, atau
kemampuan sumber daya masyarakat. Biaya, jarak, transportasi yang
tersedia juga merupakan faktor pendukung terjadinya perilaku dalam
memanfaatkan pelayanan kesehatan.
c. Faktor Pendorong, yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas
kesehatan antara lain ketanggapan petugas, kehandalan petugas dalam
memberikan pelayanan kesehatan atau petugas lain yang merupakan
kelompok referensi dari perilaku masyarakat, dukungan sosial, pengaruh
teman sebaya, dan juga nasehat atau umpan balik pelayanan kesehatan.
E. Konsep Puskesmas Ruang Rawat Inap
Puskesmas Ruang Rawat Inap adalah puskesmas yang diberi tambahan
ruangan dan fasilitas untuk menolong pasien gawat darurat, baik berupa tindakan
operatif terbatas maupun asuhan keperawatan sementara dengan kapasitas
kurang lebih 10 tempat tidur. Rawat Inap itu sendiri berfungsi sebagai rujukan
antara yang melayani pasien sebelum dirujuk ke institusi rujukan yang lebih
mampu, atau dipulangkan kembali ke rumah. Kemudian mendapat asuhan
perawatan tindak lanjut oleh petugas perawat kesehatan masyarakat dari
puskesmas yang bersangkutan di rumah pasien.
Pendirian puskesmas harus memenuhi kriteria sebagai berikut : (1)
puskesmas terletak kurang lebih 20 km dari rumah sakit, (2) puskesmas mudah
dicapai dengan kendaraan bermotor dari puskesmas sekitarnya, (3) puskesmas
37
dipimpin oleh seorang dokter dan telah mempunyai tenaga yang memadai, (4)
jumlah kunjungan puskesmas minimal 100 orang per hari, (5) penduduk wilayah
kerja puskesmas dan penduduk wilayah 3 puskesmas disekelilingnya minimal
rata-rata 20.000 orang/Puskesmas, (6) pemerintah daerah bersedia untuk
menyediakan anggaran rutin yang memadai (Depkes RI, 2009:42).
Puskesmas rawat inap diarahkan untuk melakukan kegiatan-kegiatan
sebagai berikut :
1. Melakukan tindakan operatif terbatas terhadap penderita gawat darurat antara
lain; kecelakaan lalu lintas, persalinan dengan penyulit, penyakit lain yang
mendadak dan gawat.
2. Merawat sementara penderita gawat darurat atau untuk observasi penderita
dalam rangka diagnostik dengan rata-rata hari perawatan 3 hari atau
maksimal 7 hari.
3. Melakukan pertolongan sementara untuk mempersiapkan pengiriman
penderita lebih lanjut ke Rumah Sakit.
4. Melakukan metoda operasi pria dan metoda operasi wanita untuk keluarga
berencana.
Selain itu ruang rawat inap dilengkapi dengan fasilitas tambahan berupa :
1. Ruangan tambahan seluas 246 meter persegi yang terdiri dari ruangan
perawatan, operasi sederhana, persalinan, perawat jaga, pos operasi, kamar
linen, kamar cuci, dapur, laboratorium.
38
2. Peralatan medis dan perawatan berupa peralatan operasi terbatas, obstetric
patologis, resusitasi, vasektomi, dan tubektomi, tempat tidur dan
perlengkapan perawatan.
3. Tambahan tenaga meliputi seorang dokter yang telah mendapat pelatihan
klinis di Rumah sakit selama 6 bulan (dalam bidang kebidanan, kandungan,
bedah, anak dan penyakit dalam), 2 orang perawat/bidan yang diberi tugas
secara bergiliran dan seorang pekarya kesehatan untuk melaksanakan tugas
administratif di ruang rawat inap.
Pendirian puskesmas rawat inap didasarkan pada kebijaksanaan :
1. Puskesmas dengan ruang rawat inap sebagai pusat rujukan antara dalam
sistem rujukan, berfungsi untuk menunjang upaya penurunan kematian bayi
dan ibu maternal, keadaan-keadaan gawat darurat serta pembatasan
kemungkinan timbulnya kecacatan.
2. Menerapkan standar praktek keperawatan yang bertugas di ruang rawat inap
puskesmas sesuai dengan prosedur yang diterapkan.
3. Melibatkan pasien dan keluarganya secara optimal dalam meningkatkan
pelaksanaan asuhan keperawatan (Depkes RI, 2009:45)
PredisposisiUmurJenis kelaminStatus sosialParitasPendidikanPengetahuanSikap
PendukungLingkungan fisikFasilitasSarana pelayanan kesehatanJarakKeterjangkauanBiayatransportasi
Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Rawat Inap
PendorongSikap petugasKetanggapan petugasKehandalan petugasDukungan sosialUmpan balik pelayanan kesehatan
39
F. Kerangka Teori
Gambar 2.1Kerangka Teori
(Sumber: L Green dalam Notoatmodjo, 2010:23)
Faktor Predisposisi:UmurPekerjaanPendidikanPengetahuanSikap
Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Rawat Inap di Puskesmas JatirejaFaktor Pendukung:KeterjangkauanKetersediaan dan kelengkapan fasilitas pelayanan kesehatan
Faktor Pendorong:Ketanggapan petugasKehandalan petugas
40
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Konsep
Konsep merupakan abstraksi yang terbentuk oleh generalisasi dari
hal-hal khusus, oleh karena konsep merupakan obstraksi, maka konsep tidak
dapat langsung diamati atau diukur, konsep hanya dapat diukur melalui
konstruk atau yang lebih dikenal dengan nama variabel, jadi variabel adalah
simbol atau lambang yang menunjukkan nilai atau bilangan dari konsep
(Notoatmodjo, 2010:45). Jika digambarkan dalam kerangka konsep adalah
sebagai berikut:
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Variabel terikat
Variabel bebas
41
B. Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional digunakan untuk membatasi ruang lingkup atau
pengertian variabel-variabel diamati atau diteliti, perlu sekali variabel-variabel
tersebut diberi batasan atau definisi operasional. Definisi operasional ini
bermanfaat untuk mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan terhadap
variabel-variabel bersangkutan serta pengembangan instrumen (alat ukur)
(Notoatmodjo, 2010:44).
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel
No Variabel Definisi Operasional
Cara Ukur
Alat Ukur Hasil Ukur Skala
1 Usia Usia responden yang dihitung sejak tanggal kelahiran sampai dilakukannya penelitian.
Melihat hasil jawaban responden
Kuesinoer 1. <20 tahun2.20-35 tahun3.>35 tahun
Ordinal
2. Pekerjaan Usaha seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
Melihat hasil jawaban responden
Kuesinoer 1. Bekerja2. Tidak bekerja
Nominal
3. Pendidikan Jenjang pendidikan terakhir yang ditempuh oleh responden
Melihat hasil jawaban responden
Kuesinoer 1. Rendah : SD, SMP
2. Tinggi : SMA dan Perguruan Tinggi
Ordinal
4. Pengetahuan Kemampuan pasien dalam menjawab pertanyaan dengan benar tentang pengertian, tujuan, dan manfaat pelayanan kesehatan serta jenis-jenis pelayanan yang ada di Puskesmas.
Melihat hasil jawaban responden
Kuesinoer 1. Baik , jika skor median
2. Kurang, jika skor < median
Ordinal
5. Sikap Respon pasien terhadap pelayanan kesehatan rawat inap di Puskesmas
Melihat hasil jawaban responden
Kuesinoer 1. Mendukung , jika skor median
2. Tidak mendukung, jika skor < median
Nominal
6. Keterjangkauan Keterjangkauan tempat tinggal ke tempat pelayanan kesehatan rawat inap Puskesmas
Melihat hasil jawaban responden
1. Mudah dijangkau, jika skor median
2. Sulit dijangkau, jika skor < median
Ordinal
7. Ketersediaan dan kelengkapan fasilitas
Sarana dan prasaran ruang rawat inap di Puskesmas
Melihat hasil jawaban responden
Kuesinoer 1. Lengkap, jika skor median
2. Tidak lengkap, jika skor < median
Nominal
8. Ketanggapan petugas
Kesigapan petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan rawat inap
Melihat hasil jawaban responden
Kuesioner 1. Baik , jika skor median
2. Kurang, jika skor < median
Nominal
42
9. Kehandalan petugas
Kemampuan dan keterampilan petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan rawat inap
Melihat hasil jawaban responden
Kuesioner 1. Baik , jika skor median
2. Kurang, jika skor < median
Ordinal
10. Pemanfaatan Pelayanan kesehatan rawat inap
Pelayanan rawat inap yang dirasakan oleh pasien
Melihat hasil jawaban responden
Kuesinoer 1. Memanfaatkan2. Tidak
memanfaatkan
Nominal
C. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah (Nursalam,
2010:72). Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik dengan
pendekatan cross sectional maka perlu dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
1. Terdapat hubungan antara faktor predisposisi (umur, pekerjaan, pendidikan,
pengetahuan, dan sikap ) dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan rawat
inap di Puskesmas Jatireja.
2. Terdapat hubungan faktor pendukung (keterjangkauan, ketersediaan dan
kelengkapan fasilitas pelayanan kesehatan) dengan pemanfaatan pelayanan
kesehatan rawat inap di Puskesmas Jatireja.
3. Terdapat hubungan faktor pendorong (ketanggapan petugas dan kehandalan
petugas kesehatan) dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan rawat inap di
Puskesmas Jatireja.
43
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik, yang
bertujuan untuk Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan
pemanfaatan pelayanan kesehatan rawat inap di Puskesmas Jatireja Kecamatan
Compreng Kabupaten Subang tahun 2012. Sedangkan pendekatan yang
digunakan adalah cross sectional yaitu suatu penelitian untuk mempelajari
dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara
pendekatan, observasi, atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat
(Notoatmodjo, 2010:76).
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang akan
diteliti (Notoatmodjo, 2010:23). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
masyarakat yang berada di desa Jatireja, Kiarasari, Sukatani, Sukadana, dan
Desa Jatimulya sebanyak 22.373 orang.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang
diteliti dan dianggap mewakili seluruh (Notoatmodjo,2010:25). Adapun
besarnya sampel diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
44
n=NN .d2+1
n=22. 37322. 373(0,1 )2+1
=22. 37322. 373(0 , 01)+1
=22. 373223 ,73+1
n=22. 373224 , 73
≃99 ,5
n=100
Keterangan :
n : Jumlah sampel
d : Presisi (kesalahan yang ditoleransi) ditetapkan sebesar 10%
N : Jumlah Populasi
Berdasarkan rumus, maka jumlah sampel yang didapat adalah 100
responden. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik cluster
sampling yaitu cara cara pengambilan sampel berdasarkan gugus
(Notoatmodjo, 2005:67). Sedangkan proporsi pengambilan sampel dari 5
desa di Wilayah Kerja Puskesmas Jatireja menggunakan rumus:
( dN
xn)
d : Jumlah populasi per desa
n : Jumlah sampel
N : Jumlah seluruh desa dari 5 desa
45
Tabel 4.1Distribusi Sampel Penelitian Tiap Desa
Desa Perhitungan JumlahJatireja 5 . 269
22 .373x 100 24
Kiarasari 5. 13822 .373
x 100 23
Sukatani 4 .35822 .373
x 100 19
Sukadana 2. 96922 .373
x 100 13
Jatimulya 4 .63922 .373
x 100 21
Jumah Total Sampel 100
Adapun kriteria sampel penelitian sebagai berikut:
a. Umur responden di atas 17 tahun dengan alasan sudah dapat
memberikan tanggapan terhadap pelayanan kesehatan.
b. Dapat membaca dan menulis
c. Bersedia menjadi responden
d. Pasien yang pernah mendapatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas
Jatireja
C. Variabel Penelitian
1. Variabel Independent
Variabel independent ini merupakan yang menjadi sebab perubahan
atau timbulnya variabel dependen (terikat) variabel ini juga dikenal dengan
nama variabel bebas artinya bebas dalam mempengaruhi varibel lain
(Notoatmodjo, 2010:30). Variabel independent pada penelitian ini adalah
46
faktor predisposisi (umur, pekerjaan, pendidikan, pengetahuan, dan sikap );
faktor pendukung (keterjangkauan, ketersediaan dan kelengkapan fasilitas
pelayanan kesehatan); faktor pendorong (ketanggapan petugas dan
kehandalan petugas kesehatan).
2. Variabel Dependent
Variabel dependent ini merupakan variabel yang dipengaruh atau
menjadi akibat karena variabel bebas (Notoatmodjo, 2010:32). Variabel
terikat dalam penelitian ini yaitu pemanfaatan pelayanan kesehatan rawat
inap.
D. Metode Pengumpulan Data
1. Instrumen Penelitian
Alat pengumpul data untuk mengetahui variabel faktor-faktor yang
berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan rawat inap
menggunakan angket/kuesioner, dan untuk variabel sikap menggunakan
kuesioner dengan skala likert yang disusun dan dikembangkan sendiri oleh
peneliti. Instrumen pengumpul data menggunakan skala likert yang
menyediakan alternatif jawaban seperti tabel 4.2 di bawah ini:
Tabel 4.2 Penilaian Skor Instrumen Penelitian
Pernyataan positif Skor Pernyataan negatif SkorSangat Setuju 4 Sangat Setuju 1Setuju 3 Setuju 2Tidak Setuju 2 Tidak Setuju 3Sangat Tidak Setuju 1 Sangat Tidak Setuju 4
47
Untuk mendapatkan alat pengumpul data yang benar-benar valid atau
dapat diandalkan dalam mengungkap data penelitian, maka instrumen
penelitian disusun dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Membuat kisi-kisi angket yang didalamnya menggunakan masing-masing
variabel menjadi beberapa sub variabel dan indikator. Adapun kisi-kisi
tersebut dapat dilihat dalam lampiran.
b. Berdasarkan kisi-kisi tersebut, langkah selanjutnya adalah menyusun
pernyataan atau butir-butir item.
2. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian
a. Uji validitas
Uji validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat itu
benar-benar mengukur apa yang diukur. Uji coba instrumentasi dilakukan
dengan menggunakan uji validitas item dan reliabilitas responden
terhadap instrumen penelitian. Uji coba dilakukan sebelum penelitian
dengan menyebarkan instrumen kepada 10 responden yang bukan
merupakan anggota subyek di wilayah kerja Puskesmas Pusakanagara
Kabupaten Subang.
Adapun untuk uji validitas menggunakan rumus korelasi product
moment sebagai berikut:
rhitung=n(∑ XY )−(∑ X ) (∑Y )
√(n∑ X2− (∑ X )2)(n∑Y 2−(∑ Y )2 )Menguji validitas konstruksi (construct validity), dilakukan
dengan analisis faktor menggunakan program Microsoft Excel lalu
48
dimasukkan ke dalam program SPSS (Statistical Product Solution
Service) dengan kaidah keputusan:
Jika rhitung > rtabel, berarti valid
Jika rhitung < rtabel, berarti tidak valid (Arikunto, 2009:82).
b. Uji Reliabilitas
Reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana
suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Dengan kata
lain sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten atau tetap bisa jika
dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama,
dengan menggunakan alat ukur yang sama (Notoatmodjo, 2010:53).
Adapun untuk uji reliabilitas menggunakan rumus Alpha sebagai
berikut:
rhitung=( kk−1 )(1−∑ Si
S t)
Mengetahui reliabilitas seluruh item dalam instrument penelitian
dilakukan dengan analisis faktor menggunakan program Microsoft Excel
lalu dimasukkan ke dalam program SPSS (Statistical Product Solution
Service) dengan kaidah keputusan:
Jika rhitung > rtabel, berarti reliabel
Jika rhitung < rtabel, berarti tidak reliabel (Notoatmodjo, 2010:55).
49
E. Prosedur Pengumpulan Data
1. Perizinan Penelitian
Sebagai salah satu persyaratan untuk penelitian ini adalah
diperlakukannya perizinan baik dari tingkat lembaga-lembaga terkait dalam
hal ini adalah instansi dimana peneliti melakukan penelitian.
2. Pelaksanaan Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data diperoleh dari dua jenis data yaitu:
a. Data Primer
Pengumpulan data untuk variabel faktor predisposisi (umur,
pekerjaan, pendidikan, pengetahuan, dan sikap); faktor pendukung
(keterjangkauan, ketersediaan dan kelengkapan fasilitas pelayanan
kesehatan); faktor pendorong (ketanggapan petugas dan kehandalan
petugas kesehatan); dan pemanfaatan pelayanan kesehatan rawat inap
diperoleh secara langsung dengan menyebarkan kuesioner kepada
seluruh responden berupa jawaban responden terhadap
pernyataan-pernyataan di dalam kuesioner.
Pelaksanaan pengumpulan data ini dilakukan di Puskesmas
Jatireja dibantu oleh beberapa petugas kesehatan. Prosedur yang
ditempuh dalam pelaksanaan pengumpulan data ini adalah sebagai
berikut :
1) Memberikan informed concent kepada responden sebagai bentuk
kesediaan responden dijadikan sampel penelitian.
50
2) Memberikan informasi berkaitan dengan kepentingan penelitian dan
memberikan petunjuk pengisian alat pengumpul data.
3) Membagikan alat pengumpul data kepada responden yang menjadi
sampel penelitian.
4) Mengumpulkan lembar jawaban sebagai hasil pengumpulan data
primer dari responden dan melakukan cek ulang untuk memeriksa
kelengkapan identitas dan jawaban responden pada setiap lembar
kuesioner.
5) Menghitung hasil jawaban serta memberikan skor.
b. Data Sekunder
Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Subang
dan Puskesmas Jatireja mengenai jumlah penduduk dan jumlah
kunjungan pasien ke Puskesmas selama penelitian berlangsung.
3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Jatireja
Kecamatan Compreng Kabupaten Subang setelah melakukan uji validitas
instrument penelitian pada tanggal 1 sampai dengan 12 Mei 2012. Proses
penelitian selesai dalam waktu kurang lebih 2 minggu.
F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
1. Teknik Pengolahan data
Data yang telah dikumpulkan akan diolah dengan tahap-tahap
sebagai berikut:
51
a. Editing, tahap pemeriksaan kelengkapan data dan kesinambungan data
serta keseragaman data. Penulis melakukan pemeriksaan biodata
karakteristik responden, kelengkapan hasil jawaban responden. jika
terdapat kesalahan atau kekurangan maka penulis dapat segera
melakukan perbaikan dengan mengembalikan instrumen penelitian
untuk diisi dengan lengkap.
b. Coding, tahap memberikan simbol-simbol tertentu (biasanya dalam
bentuk angka) untuk setiap jawaban sesuai dengan simbol untuk
masing-masing skor untuk selanjutnya data yang ditetapkan untuk
diolah kemudian diberi skor untuk setiap jawaban sesuai dengan sistem
yang telah ditetapkan.
c. Entry Data, tahap memasukkan data-data hasil penelitian dari
masing-masing skor per item dengan dengan menggunakan Microsoft
Excel dan disajikan dalam bentul tabel distribusi frekuensi.
d. Tabulating Data, tahap mengelompokkan sesuai dengan variabel dan
kategorinya guna memudahkan dalam menganalisisnya.
2. Teknik Analisis Data
a. Analisis Univariat
1) Untuk menjelaskan variabel independent yaitu melihat faktor
predisposisi (umur, pekerjaan, pendidikan, pengetahuan, dan sikap);
faktor pendukung (keterjangkauan, ketersediaan dan kelengkapan
fasilitas pelayanan kesehatan); faktor pendorong (ketanggapan
petugas dan kehandalan petugas kesehatan) yang dibuat bentuk tabel
52
dan dideskripsikan.
2) Untuk menjelaskan variabel dependent yaitu pemanfaatan
pelayanan kesehatan rawat inap yang dibuat dalam bentuk tabel dan
dideskripsikan.
3) Analisis data variabel pengetahuan
Teknik analisis data menggunakan rumus persentase
(Arikunto,2006:64), sebagai berikut :
P= XN
x 100 %
Keterangan:
P : Persentase
X : Nilai jawaban benar
N : Jumlah item pertanyaan/soal
Hasil persentase diperoleh hasil presentase lalu
diinterpretasikan dengan menggunakan standar kriteria kualitatif
sebagai berikut :
a) Kategori baik, jika didapatkan hasil jawaban: 76 % - 100%.
b) Kategori cukup baik, jika didapatkan hasil jawaban: 56 % - 75
%.
c) Kategori kurang baik, jika didapatkan hasil : ≤ 55% (Arikunto,
2006:65)
4) Analisis data variabel penelitian
Menurut Al Rasyid (1994) dalam Rakhmat (2009:67),
penafsiran secara kualitatif menggunakan skor posisi terhadap
53
median, lalu dilakukan tabulasi dan selanjutnya menginterpretasi
data dengan menggunakan rumus median :
Median : skor minimal + skor maksimal 2
Keterangan :
Skor minimal : skor total minimal hasil jawaban
skor maksimal : skor total maksimal hasil jawaban
Selanjutnya dari hasil perhitungan, dapat diinterpretasikan
sikap dengan menggunakan kriteria sebagai berikut :
a) Jika memperoleh skor > Median maka dikategorikan
mendukung.
b) Jika memperoleh skor < Median maka dikategorikan tidak
mendukung.
Selanjutnya dari hasil perhitungan, dapat diinterpretasikan
keterjangkauan dengan menggunakan kriteria sebagai berikut :
a) Jika memperoleh skor > Median maka dikategorikan mudah
dijangkau.
b) Jika memperoleh skor < Median maka dikategorikan sulit
dijangkau.
Selanjutnya dari hasil perhitungan, dapat diinterpretasikan
ketersediaan dan kelengkapan fasilitas dengan menggunakan
kriteria sebagai berikut :
54
a) Jika memperoleh skor > Median maka dikategorikan lengkap.
b) Jika memperoleh skor < Median maka dikategorikan tidak
lengkap.
Selanjutnya dari hasil perhitungan, dapat diinterpretasikan
ketanggapan dan kehandalan petugas dengan menggunakan kriteria
sebagai berikut :
a) Jika memperoleh skor > Median maka dikategorikan baik.
b) Jika memperoleh skor < Median maka dikategorikan kurang.
b. Analisis Bivariat
Penelitian ini ingin mengetauhi apakah ada hubungan antara
variabel independent dengan variabel dependent dalam bentuk kategori
maka uji statistik yang digunakan adalah uji Chi-Square pada tingkat
kepercayaan 90% dengan menggunakan bantuan perangkat komputer,
dimana taraf signifikansinya sebesar 0,1 sehingga bila ditemukan hasil
analisis statistik p < 0,1 maka variabel di atas dinyatakan berhubungan
secara signifikan.
Adapun rumus uji chi-square sebagai berikut:
χ2=∑ ( f 0−f e )2
f e
Dimana :
χ2 : Nilai chi kuadrat
fo : frekuensi yang diobservasi (frekuensi empiris)
fe : frekuensi yang diharapkan (frekuensi teoritis)
55
BAB V
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Tempat Penelitian
Secara geografis Puskesmas Jatireja terletak di Desa Jatireja Kecamatan
Jatireja Kabupaten Subang dengan ketinggian 10 meter di atas permukaan air
laut dengan luas wilayah 423 Ha.
Batas wilayah kerja Puskesmas Jatireja sebagai berikut:
Sebelah Barat : Puskesmas Binong
Sebelah Utara : Puskesmas Compreng
Sebelah Timur : Puskesmas Bugis
Sebelah Selatan : Puskesmas Cipunagara
Keadaan jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Jatireja sebanyak
22.373 orang jiwa pada tahun 2011 dengan rincian jumlah penduduk laki-laki
10.875 jiwa (48,61%) dan penduduk perempuan 11.498 jiwa (51,39%). Desa
yang ada di wilayah kerja Puskesmas Jatireja sebanyak 5 desa dengan jumlah
tenaga terdiri atas 1 dokter, 12 bidan, 16 perawat, 1 kesehatan lingkungan.
Program kesehatan yang dilaksanakan di Puskesmas Jatireja antara lain
Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Keluarga Berencana (KB), Program
Pemberantasan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (P2 ISPA), Program
Pemberantasan (P2) Diare, Program Pemberantasan Tuberkulosis (P2 TB),
Program Pemberantasan (P2) Kusta, Program Pemberantasan Demam Berdarah
Dengue (P2 DBD), Surveilens, Program Imunisasi, Balai Pengobatan, Balai
56
Pengobatan Gigi, Kesehatan Lingkungan, Program Lanjut Usia, Kesehatan Mata,
Kesehatan Jiwa dan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), Pelayanan Instalasi
Gawat Darurat, dan Pelayanan Rawat Inap.
B. Analisis Univariat
1. Umur
Hasil penelitian yang didapat dari hasil jawaban responden terhadap
kuesioner berdasarkan faktor umur disajikan pada tabel 5.1 berikut ini:
Tabel 5.1Distribusi Responden Berdasarkan Umur di Puskesmas
Jatireja Kabupaten Subang Tahun 2012
No Umur Frekuensi (F) Persentase (%)1 21 – 30 tahun 19 192 31 – 40 tahun 55 553 41 – 50 tahun 20 204 51 – 60 tahun 6 6
Jumlah 100 100
Berdasarkan tabel 5.1 di atas, diketahui bahwa lebih dari setengahnya
(55%) responden berumur antara 31 – 40 tahun.
2. Jenis Kelamin
Hasil penelitian yang didapat dari hasil jawaban responden terhadap
kuesioner berdasarkan jenis kelamin disajikan pada tabel 5.2 berikut ini:
Tabel 5.2Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Puskesmas
Jatireja Kabupaten Subang Tahun 2012
No Jenis Kelamin Frekuensi (F) Persentase (%)1 Laki-laki 45 452 Perempuan 55 55
Jumlah 100 100
57
Berdasarkan tabel 5.2 di atas, diketahui bahwa lebih dari setengah
(55%) responden adalah perempuan.
3. Pendidikan
Hasil penelitian yang didapat dari hasil jawaban responden terhadap
kuesioner berdasarkan faktor pendidikan disajikan pada tabel 5.3 berikut ini:
Tabel 5.3Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan di Puskesmas Jatireja
Kabupaten Subang Tahun 2012
No Pendidikan Frekuensi (F) Persentase (%)1 Rendah (SD dan SMP) 66 662 Tinggi (SMA dan PT) 34 34
Jumlah 100 100
Berdasarkan tabel 5.3, diketahui bahwa lebih dari setengahnya (66%)
responden berpendidikan rendah (SD dan SMP).
4. Pekerjaan
Hasil penelitian yang didapat dari hasil jawaban responden terhadap
kuesioner berdasarkan faktor pekerjaan disajikan pada tabel 5.4 berikut ini:
Tabel 5.4Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan di Puskesmas Jatireja
Kabupaten Subang Tahun 2012
No Pekerjaan Frekuensi (F) Persentase (%)1 Bekerja 39 392 Tidak bekerja 61 61
Jumlah 100 100
Berdasarkan tabel 5.4, diketahui bahwa lebih dari setengahnya (61%)
responden tidak bekerja.
58
5. Pengetahuan
Hasil penelitian yang didapat dari hasil jawaban responden terhadap
kuesioner berdasarkan faktor pengetahuan tentang pelayanan rawat inap
disajikan pada tabel 5.5 berikut ini:
Tabel 5.5Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang Pelayanan
Rawat Inap di Puskesmas Jatireja Kabupaten Subang Tahun 2012
No Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)1 Baik 56 562 Kurang 44 44
Jumlah 100 100
Berdasarkan tabel 5.5, diketahui bahwa lebih dari setengahnya (56%)
pengetahuan responden tentang pelayanan rawat inap termasuk kategori baik
6. Sikap
Hasil penelitian yang didapat dari hasil jawaban responden terhadap
kuesioner berdasarkan faktor sikap terhadap pelayanan rawat inap disajikan
pada tabel 5.6 berikut ini:
Tabel 5.6Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Tentang Pelayanan
Rawat Inap di Puskesmas Jatireja Kabupaten Subang Tahun 2012
No Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)1 Mendukung 75 752 Tidak mendukung 25 25
Jumlah 100 100
Berdasarkan tabel 5.6, diketahui bahwa sebagian besar (75%) sikap
responden terhadap pelayanan rawat inap termasuk kategori mendukung.
59
7. Keterjangkauan
Hasil penelitian yang didapat dari hasil jawaban responden terhadap
kuesioner berdasarkan faktor keterjangkauan disajikan pada tabel 5.7 berikut
ini:
Tabel 5.7Distribusi Responden Berdasarkan Keterjangkauan di Puskesmas
Jatireja Kabupaten Subang Tahun 2012
No Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)1 Mudah dijangkau 36 362 Sulit dijangkau 64 64
Jumlah 100 100
Berdasarkan tabel 5.7, diketahui bahwa lebih dari setengahnya (64%)
keterjangkauan antara rumah responden dengan Puskesmas Jatireja termasuk
kategori sulit dijangkau.
8. Ketersediaan dan Kelengkapan Fasilitas
Hasil penelitian yang didapat dari hasil jawaban responden terhadap
kuesioner berdasarkan faktor ketersediaan dan kelengkapan fasilitas disajikan
pada tabel 5.8 berikut ini:
Tabel 5.8Distribusi Responden Berdasarkan Ketersediaan dan Kelengkapan
Fasilitas di Puskesmas Jatireja Kabupaten Subang Tahun 2012
No Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)1 Lengkap 31 312 Tidak lengkap 69 69
Jumlah 100 100
60
Berdasarkan tabel 5.8, diketahui bahwa lebih dari setengahnya (69%)
ketersediaan dan kelengkapan fasilitas di Puskesmas Jatireja termasuk
kategori tidak lengkap.
9. Ketanggapan Petugas
Hasil penelitian yang didapat dari hasil jawaban responden terhadap
kuesioner berdasarkan faktor ketanggapan petugas disajikan pada tabel 5.9
berikut ini:
Tabel 5.9Distribusi Responden Berdasarkan Ketanggapan Petugas
di Puskesmas Jatireja Kabupaten Subang Tahun 2012
No Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)1 Baik 36 362 Kurang 64 64
Jumlah 100 100
Berdasarkan tabel 5.9, diketahui bahwa lebih dari setengahnya (64%)
ketanggapan petugas dalam memberikan pelayanan rawat inap di Puskesmas
Jatireja termasuk kategori kurang.
10. Kehandalan Petugas
Hasil penelitian yang didapat dari hasil jawaban responden terhadap
kuesioner berdasarkan faktor kehandalan petugas disajikan pada tabel 5.10
berikut ini:
61
Tabel 5.10Distribusi Responden Berdasarkan Kehandalan Petugasdi Puskesmas Jatireja Kabupaten Subang Tahun 2012
No Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)1 Baik 31 312 Kurang 69 69
Jumlah 100 100
Berdasarkan tabel 5.10, diketahui bahwa lebih dari setengahnya (69%)
kehandalan petugas dalam memberikan pelayanan rawat inap di Puskesmas
Jatireja termasuk kategori kurang.
11. Pemanfaatan Pelayanan Rawat Inap
Hasil penelitian yang didapat dari data variabel pemanfaatan
pelayanan rawat inap disajikan pada tabel 5.11 berikut ini:
Tabel 5.11Distribusi Responden Berdasarkan Pemanfaatan Pelayanan Rawat Inap
di Puskesmas Jatireja Kabupaten Subang Tahun 2012
No Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)1 Memanfaatkan 25 252 Tidak memanfaatkan 75 75
Jumlah 100 100
Berdasarkan tabel 5.11, diketahui bahwa sebagian besar (75%)
responden tidak memanfaatkan pelayanan rawat inap di Puskesmas Jatireja
Kabupaten Subang.
62
C. Analisis Bivariat
1. Hubungan antara Faktor Umur dengan Pemanfaatan Pelayanan Rawat
Inap di Puskesmas Jatireja
Berdasarkan hasil pengumpulan data melalui kuesioner mengenai
hubungan antara faktor umur dengan pemanfaatan pelayanan rawat inap di
Puskesmas Jatireja Kecamatan Jatireja Kabupaten Subang disajikan pada
tabel 5.12 berikut:
Tabel 5.12Hubungan Faktor Umur dengan Pemanfaatan Pelayanan Rawat Inap
di Puskesmas Jatireja Kabupaten Subang Tahun 2012
Umur Pemanfaatan Pelayanan Rawat Inap Σ % PValueMemanfaatkan % Tidak
memanfaatkan%
21-30 tahun 4 21,1 15 78,9 19 100
0,884
31-40 tahun 14 25,5 41 74,5 55 100
41-50 tahun 6 30 14 70 20 100
51-60 tahun 1 16,7 5 83,3 6 100
Σ 25 75 100 100
Berdasarkan Tabel 5.12 di atas, diketahui hasil analisis hubungan
antara umur dengan pemanfaatan pelayanan rawat inap diperoleh bahwa
sebanyak 41 (74,5%) umur 31 – 40 tahun tidak memanfaatkan pelayanan
rawat inap sedangkan umur 51 – 60 tahun ada 5 (83,3%) yang tidak
memanfaatkan pelayanan rawat inap di Puskesmas Jatireja.
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,884, maka dapat
disimpulkan bahwa “ Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara faktor
umur dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan rawat inap di Puskesmas
Jatireja”.
63
2. Hubungan antara Faktor Pendidikan dengan Pemanfaatan Pelayanan
Rawat Inap di Puskesmas Jatireja
Berdasarkan hasil pengumpulan data melalui kuesioner mengenai
hubungan antara faktor pendidikan dengan pemanfaatan pelayanan rawat
inap di Puskesmas Jatireja Kecamatan Jatireja Kabupaten Subang disajikan
pada tabel 5.13 berikut:
Tabel 5.13Hubungan Faktor Pendidikan dengan Pemanfaatan Pelayanan Rawat
Inap di Puskesmas Jatireja Kabupaten Subang Tahun 2012
Pendidikan Pemanfaatan Pelayanan Rawat Inap Σ % PValueMemanfaatkan % Tidak
memanfaatkan%
Rendah (SD dan
SMP)
16 24,2 50 75,8 66 100
0,807Tinggi (SMA/PT) 9 26,5 25 73,5 34 100
Σ 25 75 100 100
Berdasarkan Tabel 5.13 di atas, diketahui hasil analisis hubungan
antara pendidikan dengan pemanfaatan pelayanan rawat inap diperoleh
bahwa sebanyak 50 (75,8%) berpendidikan rendah (SD dan SMP) tidak
memanfaatkan pelayanan rawat inap sedangkan berpendidikan tinggi
(SMA/PT) ada 25 (73,5%) yang tidak memanfaatkan pelayanan rawat inap
di Puskesmas Jatireja.
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,807, maka dapat
disimpulkan bahwa “ Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara faktor
pendidikan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan rawat inap di
Puskesmas Jatireja”.
64
3. Hubungan antara Faktor Pekerjaan dengan Pemanfaatan Pelayanan
Rawat Inap di Puskesmas Jatireja
Berdasarkan hasil pengumpulan data melalui kuesioner mengenai
hubungan antara faktor pekerjaan dengan pemanfaatan pelayanan rawat inap
di Puskesmas Jatireja Kecamatan Jatireja Kabupaten Subang disajikan pada
tabel 5.14 berikut:
Tabel 5.14Hubungan Faktor Pekerjaan dengan Pemanfaatan Pelayanan Rawat
Inap di Puskesmas Jatireja Kabupaten Subang Tahun 2012
Pekerjaan Pemanfaatan Pelayanan Rawat Inap Σ % PValueMemanfaatkan % Tidak
memanfaatkan%
Bekerja 5 12,8 34 87,2 39 100
0,025Tidak
bekerja
20 32,8 41 67,2 61 100
Σ 25 75 100 100
Berdasarkan Tabel 5.14 di atas, diketahui hasil analisis hubungan
antara pekerjaan dengan pemanfaatan pelayanan rawat inap diperoleh bahwa
sebanyak 34 (87,2%) responden yang bekerja tidak memanfaatkan
pelayanan rawat inap sedangkan responden yang tidak bekerja ada 41
(67,2%) yang tidak memanfaatkan pelayanan rawat inap di Puskesmas
Jatireja.
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,025, maka dapat
disimpulkan bahwa “Terdapat hubungan yang signifikan antara faktor
pekerjaan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan rawat inap di
Puskesmas Jatireja”.
65
4. Hubungan antara Faktor Pengetahuan dengan Pemanfaatan Pelayanan
Rawat Inap di Puskesmas Jatireja
Berdasarkan hasil pengumpulan data melalui kuesioner mengenai
hubungan antara faktor pengetahuan dengan pemanfaatan pelayanan rawat
inap di Puskesmas Jatireja Kecamatan Jatireja Kabupaten Subang disajikan
pada tabel 5.15 berikut:
Tabel 5.15Hubungan Faktor Pengetahuan dengan Pemanfaatan Pelayanan Rawat
Inap di Puskesmas Jatireja Kabupaten Subang Tahun 2012
Pengetahuan Pemanfaatan Pelayanan Rawat Inap Σ % PValueMemanfaatkan % Tidak
memanfaatkan%
Baik 15 26,8 41 73,2 56 100
0,642Kurang 10 22,7 34 77,3 44 100
Σ 25 75 100 100
Berdasarkan Tabel 5.15 di atas, diketahui hasil analisis hubungan
antara pengetahuan dengan pemanfaatan pelayanan rawat inap diperoleh
bahwa sebanyak 41 (73,2%) responden yang berpengetahuan baik tidak
memanfaatkan pelayanan rawat inap sedangkan responden yang
berpengetahuan kurang ada 34 (77,3%) yang tidak memanfaatkan pelayanan
rawat inap di Puskesmas Jatireja.
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,642, maka dapat
disimpulkan bahwa “ Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara faktor
pengetahuan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan rawat inap di
Puskesmas Jatireja”.
66
5. Hubungan antara Faktor Sikap dengan Pemanfaatan Pelayanan Rawat
Inap di Puskesmas Jatireja
Berdasarkan hasil pengumpulan data melalui kuesioner mengenai
hubungan antara faktor sikap dengan pemanfaatan pelayanan rawat inap di
Puskesmas Jatireja Kecamatan Jatireja Kabupaten Subang disajikan pada
tabel 5.16 berikut:
Tabel 5.16Hubungan Faktor Sikap dengan Pemanfaatan Pelayanan Rawat Inap
di Puskesmas Jatireja Kabupaten Subang Tahun 2012
Sikap Pemanfaatan Pelayanan Rawat Inap Σ % PValueMemanfaatkan % Tidak
memanfaatkan%
Mendukung 22 29,3 53 70,7 75 100
0,083Tidak mendukung 3 12 22 88 25 100
Σ 25 75 100 100
Berdasarkan Tabel 5.16 di atas, diketahui hasil analisis hubungan
antara sikap dengan pemanfaatan pelayanan rawat inap diperoleh bahwa
sebanyak 53 (70,7%) responden bersikap mendukung yang tidak
memanfaatkan pelayanan rawat inap sedangkan responden yang bersikap
tidak mendukung ada 22 (88%) yang tidak memanfaatkan pelayanan rawat
inap di Puskesmas Jatireja.
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,083, maka dapat
disimpulkan bahwa “ Terdapat hubungan yang signifikan antara faktor
sikap dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan rawat inap di Puskesmas
Jatireja”.
67
6. Hubungan antara Faktor Keterjangkauan dengan Pemanfaatan
Pelayanan Rawat Inap
Berdasarkan hasil pengumpulan data melalui kuesioner mengenai
hubungan faktor keterjangkauan dengan pemanfaatan pelayanan rawat inap
di Puskesmas Jatireja Kecamatan Jatireja Kabupaten Subang disajikan pada
tabel 5.17 berikut:
Tabel 5.17Hubungan Faktor Keterjangkauan dengan Pemanfaatan Pelayanan Rawat Inap di Puskesmas Jatireja Kabupaten Subang Tahun 2012
Keterjangkauan Pemanfaatan Pelayanan Rawat Inap Σ % PValueMemanfaatkan % Tidak
memanfaatkan%
Mudah dijangkau 22 61,1 14 38,9 36 100
0,000Sulit dijangkau 3 4,7 61 95,3 64 100
Σ 25 75 100 100
Berdasarkan Tabel 5.17 di atas, diketahui hasil analisis hubungan
antara keterjangkauan dengan pemanfaatan pelayanan rawat inap diperoleh
bahwa sebanyak 14 (38,9%) responden mudah menjangkau tidak
memanfaatkan pelayanan rawat inap sedangkan responden yang sulit
menjangkau ada 61 (95,3%) yang tidak memanfaatkan pelayanan rawat inap
di Puskesmas Jatireja.
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,000, maka dapat
disimpulkan bahwa “ Terdapat hubungan yang signifikan antara faktor
keterjangkauan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan rawat inap di
Puskesmas Jatireja”.
68
7. Hubungan antara Faktor Ketersediaan dan Kelengkapan Fasilitas
dengan Pemanfaatan Pelayanan Rawat Inap
Berdasarkan hasil pengumpulan data melalui kuesioner mengenai
hubungan antara faktor ketersediaan dan kelengkapan fasilitas dengan
pemanfaatan pelayanan rawat inap di Puskesmas Jatireja Kecamatan Jatireja
Kabupaten Subang disajikan pada tabel 5.18 berikut:
Tabel 5.18Hubungan Faktor Ketersediaan dan Kelengkapan Fasilitas dengan
Pemanfaatan Pelayanan Rawat Inap di Puskesmas Jatireja Kabupaten Subang Tahun 2012
Ketersediaan dan Kelengkapan
Fasilitas
Pemanfaatan Pelayanan Rawat Inap Σ % PValueMemanfaatkan % Tidak
memanfaatkan%
Lengkap 21 67,7 10 32,3 31 100
0,000Tidak lengkap 4 5,8 65 94,2 69 100
Σ 25 75 100 100
Berdasarkan Tabel 5.18 di atas, diketahui hasil analisis hubungan
antara ketersediaan dan kelengkapan fasilitas dengan pemanfaatan
pelayanan rawat inap diperoleh bahwa sebanyak 10 (32,3%) responden yang
menyatakan lengkap tidak memanfaatkan pelayanan rawat inap sedangkan
responden yang menyatakan tidak lengkap ada 65 (94,3%) yang tidak
memanfaatkan pelayanan rawat inap di Puskesmas Jatireja.
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,000, maka dapat
disimpulkan bahwa “Terdapat hubungan yang signifikan antara faktor
ketersediaan dan kelengkapan fasilitas dengan pemanfaatan pelayanan
kesehatan rawat inap di Puskesmas Jatireja”.
69
8. Hubungan antara Faktor Ketanggapan Petugas dengan Pemanfaatan
Pelayanan Rawat Inap
Berdasarkan hasil pengumpulan data melalui kuesioner mengenai
hubungan antara faktor ketanggapan petugas dalam memberikan pelayanan
rawat inap dengan pemanfaatan pelayanan rawat inap di Puskesmas Jatireja
Kecamatan Jatireja Kabupaten Subang disajikan pada tabel 5.19 berikut:
Tabel 5.19Hubungan Faktor Ketanggapan Petugas dengan Pemanfaatan
Pelayanan Rawat Inap di Puskesmas Jatireja Kabupaten Subang Tahun 2012
Ketanggapan Petugas
Pemanfaatan Pelayanan Rawat Inap Σ % PValueMemanfaatkan % Tidak
memanfaatkan%
Baik 24 66,7 12 33,3 36 100
0,000Kurang 1 1,6 63 98,4 64 100
Σ 25 75 100 100
Berdasarkan Tabel 5.19 di atas, diketahui hasil analisis hubungan
antara ketanggapan petugas dengan pemanfaatan pelayanan rawat inap
diperoleh bahwa sebanyak 12 (33,3%) responden yang menyatakan baik
tentang ketanggapan petugas, tidak memanfaatkan pelayanan rawat inap
sedangkan responden yang menyatakan kurang terhadap ketanggapan
petugas ada 63 (98,4%) yang tidak memanfaatkan pelayanan rawat inap di
Puskesmas Jatireja.
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,000, maka dapat
disimpulkan bahwa “ Terdapat hubungan yang signifikan antara faktor
ketanggapan petugas dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan rawat inap
di Puskesmas Jatireja”.
70
9. Hubungan antara Faktor Kehandalan Petugas dengan Pemanfaatan
Pelayanan Rawat Inap
Berdasarkan hasil pengumpulan data melalui kuesioner mengenai
hubungan antara faktor kehandalan petugas dalam memberikan pelayanan
rawat inap dengan pemanfaatan pelayanan rawat inap di Puskesmas Jatireja
Kecamatan Jatireja Kabupaten Subang disajikan pada tabel 5.20 berikut:
Tabel 5.20Hubungan Faktor Kehandalan Petugas dengan Pemanfaatan
Pelayanan Rawat Inap di Puskesmas Jatireja Kabupaten Subang Tahun 2012
Kehandalan Petugas Pemanfaatan Pelayanan Rawat Inap Σ % PValueMemanfaatkan % Tidak
memanfaatkan%
Baik 23 74,2 8 25,8 31 100
0,000Kurang 2 2,9 67 97,1 69 100
Σ 25 75 100 100
Berdasarkan Tabel 5.20 di atas, diketahui hasil analisis hubungan
antara kehandalan petugas dengan pemanfaatan pelayanan rawat inap
diperoleh bahwa sebanyak 8 (25,8%) responden yang menyatakan baik
terhadap kehandalan petugas, tidak memanfaatkan pelayanan rawat inap
sedangkan responden yang menyatakan kurang terhadap kehandalan petugas
ada 67 (97,1%) yang tidak memanfaatkan pelayanan rawat inap di
Puskesmas Jatireja.
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,884, maka dapat
disimpulkan bahwa “ Terdapat hubungan yang signifikan antara faktor
kehandalan petugas dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan rawat inap di
Puskesmas Jatireja”.
71
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Hubungan antara Faktor Predisposisi dengan Pemanfaatan Pelayanan
Kesehatan Rawat Inap di Puskesmas Jatireja.
1. Umur
Berdasarkan hasil penelitian yang terlihat pada tabel 5.12, diketahui
hasil analisis hubungan antara umur dengan pemanfaatan pelayanan rawat
inap diperoleh bahwa sebanyak 41 (74,5%) umur 31 – 40 tahun tidak
memanfaatkan pelayanan rawat inap sedangkan umur 51 – 60 tahun ada 5
(83,3%) yang tidak memanfaatkan pelayanan rawat inap di Puskesmas
Jatireja. Ini menunjukkan bahwa yang tidak memanfaatkan pelayanan rawat
inap di Puskesmas Jatireja didominasi oleh pasien berumur antara 51-60
tahun dan pasien berumur 31 – 40 tahun.
Hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji chi-square dimana p
value = 0,884 < 0,1, maka dapat dikatakan tidak terdapat hubungan antara
faktor umur dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan rawat inap di
Puskesmas Jatireja. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Nurhayati
(2008:2), dimana tidak ada hubungan antara umur dengan pemanfaatan
pelayanan rawat inap (p=0,50570) di RSUD Kabupaten Jepara.
Usia tua lebih cenderung memilih pelayanan rawat inap di Puskesmas
dibandingkan usia tua dikarenakan pasien yang lebih tua cenderung lebih
menerima dibandingkan dengan pasien yang lebih muda, tingkat penghargaan
72
pasien yang lebih tua akan pelayanan rawat inap lebih rendah, dan dokter atau
perawat lebih respond an perhatian terhadap pasien tua (Adam (2008:3).
Semakin bertambah usia seseorang semakin bijaksana dalam
menanggapi permasalahan sehingga kekuarangan-kekurangan selama
menjalani perawatan bisa dimaklumi. Selain itu ada faktor sosial budaya yaitu
sebagai orang timur para perawat lebih menghargai dan menghormati orang
tua sehingga perhatian dalam memberikan pelayanan keperawatan kepada
pasien (Adam (2008:4).
Dengan demikian, perlu pihak Puskesmas Jatireja memberikan
pendidikan kesehatan berupa penyuluhan tentang manfaat dan tujuan
pelayanan rawat inap kepada masyarakat yang berusia muda sehingga
diharapkan ada peningkatan pengetahuan yang dapat membentuk tindakan
agar memanfaatkan pelayanan rawat inap di kala membutuhkannya.
2. Pendidikan
Berdasarkan hasil penelitian yang terlihat pada tabel 5.13, diketahui
hasil analisis hubungan antara pendidikan dengan pemanfaatan pelayanan
rawat inap diperoleh bahwa sebanyak 50 (75,8%) berpendidikan rendah (SD
dan SMP) tidak memanfaatkan pelayanan rawat inap sedangkan
berpendidikan tinggi (SMA/PT) ada 25 (73,5%) yang tidak memanfaatkan
pelayanan rawat inap di Puskesmas Jatireja. Hal ini menunjukkan bahwa
pasien yang berpendidikan rendah lebih banyak tidak memanfaatkan
pelayanan rawat inap dibandingkan dengan pasien yang berpendidikan tinggi.
73
Berdasarkan hasil analisis bivariat dimana dengan uji chi-square
didapat nilai p value = 0,807 > 0,1, menunjukkan tidak terdapat hubungan
antara faktor pendidikan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan rawat inap
di Puskesmas Jatireja. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian
Nurhayati (2008:2), dimana tidak ada hubungan antara pendidikan dengan
pemanfaatan pelayanan rawat inap (p=0,782) di RSUD Kabupaten Jepara.
Hasil penelitian ini berbeda dengan pendapat Novita (2008:3), dimana
pendidikan berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan rawatb inap. Novita
(2008), berpendapat bahwa pendidikan tentang kesehatan sedikit banyak akan
mempengaruhi perilaku masyarakat di dalam memilih fasilitas pelayanan
kesehatan untuk penyembuhan penyakitnya. Pendidikan sangat penting
peranannya didalam memberikan wawasan terhadap terbentuknya sikap yang
selanjutnya akan diikuti dengan tindakan didalam memiliki pelayanan
kesehatan yang diyakini kemampuanya.
Hal ini sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2005:23), menyatakan
bahwa pendidikan merupakan faktor predisposisi yang dapat
mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan. Jadi makin tinggi tingkat
pendidikan seseorang semakin banyak pengetahuan yang diperoleh sehingga
dapat mempengaruhi kesadaran serta keinginan untuk berperilaku hidup sehat
seperti memanfaatkan pelayanan rawat inap yang lebih terjangkau jaraknya
ketika kondisi kesehatannya membutuhkan perawatan.
74
Dengan demikian, perlu dilakukan pendidikan kesehatan tentang
manfaat dan tujuan tentang pelayanan rawat inap di Puskesmas kepada
masyarakat yang berpendidikan rendah agar pengetahuan mereka bertambah
yang diharapkan dapat membentuk perilaku atau tindakan untuk
memanfaatkan pelayanan rawat inap di saat membutuhkannya.
3. Pekerjaan
Berdasarkan hasil penelitian yang terlihat pada tabel 5.14, diketahui
hasil analisis hubungan antara pekerjaan dengan pemanfaatan pelayanan
rawat inap diperoleh bahwa sebanyak 34 (87,2%) responden yang bekerja
tidak memanfaatkan pelayanan rawat inap sedangkan responden yang tidak
bekerja ada 41 (67,2%) yang tidak memanfaatkan pelayanan rawat inap di
Puskesmas Jatireja. Ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang
tidak bekerja cenderung memanfaatkan pelayanan rawat inap ketika kondisi
kesehatan memerlukan perawatan sedangkan yang bekerja cenderung tidak
memanfaatkan pelayanan rawat inap dan lebih memilih pelayanan rawat
jalan.
Berdasarkan hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji Chi-
Square didapat nilai p value = 0,025. Karena nilai p < 0,1, menunjukkan
terdapat hubungan antara faktor pekerjaan dengan pemanfaatan pelayanan
kesehatan rawat inap di Puskesmas Jatireja. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan Sampurno (2007:3) tentang hubungan
Faktor Predisposisi, dan Komponen Pendukung dengan Pemanfaatan
Pelayanan Kesehatan Rawat Inap di Puskesmas Colomadu yang menunjukkan
75
hasil analisis regresi logistik ganda beberapa variabel yang diduga
berhubungan dengan perilaku pasien rawat inap di puskesmas. Secara
bersama-sama pasien yang tidak ada pekerjaan, status ekonomi tidak mampu,
tempat tinggal di pedesaan dan tidak ada penanggung biaya berobat
berhubungan bermakna dengan perilaku pasien rawat inap di puskesmas.
Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Nurhayati (2008:3), dimana
tidak ada hubungan antara pekerjaan dengan pemanfaatan pelayanan rawat
inap (p=0,623) di RSUD Kabupaten Jepara.
Pekerjaan kadang juga merupakan alasan bagi masyarakat untuk
memutuskan apakah datang atau tidak ke Puskesmas untuk memanfaatkan
pelayanan kesehatan khususnya pelayanan rawat inap. Banyak masyarakat
yang datang ke Puskesmas karena latar belakang statusnya sebagai pegawai
atau karyawan di suatu instansi, akan tetapi tidak sedikit pula masyarakat
berobat ke Puskesmas dengan status pengangguran atau tidak punya
pekerjaan. hak ini biasa dilihat apakah ada kaitanya pekerjaan seseorang
dengan pemanfaatan pelayanan rawat inap di Puskesmas.
Dengan demikian, pihak Puskesmas Jatireja perlu memberikan
penyuluhan tentang pelayanan rawat inap kepada masyarakat yang bekerja
dengan mengunjungi rumah-rumah mereka di saat jam pulang kerja agar
pengetahuan mereka menjadi lebih baik tentang pelayanan rawat inap yang
diharapkan dapat membentu perilaku dalam memanfaatkan pelayanan rawat
inap di Puskesmas.
76
4. Pengetahuan
Berdasarkan hasil penelitian yang terlihat pada tabel 5.15, diketahui
hasil analisis hubungan antara pengetahuan dengan pemanfaatan pelayanan
rawat inap diperoleh bahwa sebanyak 41 (73,2%) responden yang
berpengetahuan baik tidak memanfaatkan pelayanan rawat inap sedangkan
responden yang berpengetahuan kurang ada 34 (77,3%) yang tidak
memanfaatkan pelayanan rawat inap di Puskesmas Jatireja. Hal ini
menunjukkan bahwa pengetahuan responden yang baik tentang pelayanan
rawat inap tidak menjamin bahwa mereka akan memanfaatkan pelayanan
rawat inap dan responden yang pengetahuannya kurang baik tentang
pelayanan rawat inap belum tentu tidak memanfaatkan pelayanan rawat inap
di Puskesmas.
Berdasarkan hasil analisis bivariat didapat nilai p = 0,642 > 0,1, hal ini
menunjukkan tidak terdapat hubungan antara faktor pengetahuan dengan
pemanfaatan pelayanan kesehatan rawat inap di Puskesmas Jatireja. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian Indriati (2006:3), yang menyatakan
tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan pemanfaatan
pelayanan rawat inap di Puskesmas Tandang Kelurahan Tandang Semarang.
Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Christina (2009:2),
dimana korelasi antara pengetahuan dengan pemanfaatan pelayanan rawat
inap menunjukkan hubungan yang signifikan (p<0.05) dengan kekuatan
korelasi tergolong sedang yakni r = 0.273 dan berpola negatif artinya makin
tinggi pengetahuan makin rendah pemanfaatan pelayanan rawat inap.
77
Pengetahuan diperoleh untuk menimbulkan kesadaran masyarakat
akan pentingnya nilai kesehatan, karena dengan pengetahuan akan membantu
masyarakat dalam memelihara dan menjaga kesehatan mereka pada tingkat
sebaik baiknya. Dengan meningkatkan pengetahuan kebiasaan cara berobat
yang biasa dilakukan yaitu dari pengobatan dukun beralih ke pengobatan
modern (Puskesmas) (Notoatmodjo, 2005:25).
Hasil Penelitian di Puskesmas Jatireja Kecamatan Jatireja Kabupaten
Subang terhadap pemanfaatan pelayanan rawat inap oleh masyarakat
menujukkan bahwa tingkat pengetahuan tidak mempunyai pengaruh terhadap
pemanfaatan pelayanan rawat inap. Menurut Maulana (2009:34) dan Azwar S
(2009:62), mengatakan perilaku kesehatan individu cenderung dipengaruhi
oleh kebudayaan orang yang bersangkutan terhadap kondisi kesehatan yang
diinginkan dan kurang berdasarkan pada pengetahuan, karena pada tiap
individu mempunyai cara yang berbeda, meskipun gangguan kesehatan sama.
Dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan.
Pencarian pengobatan di pengaruhi oleh banyak faktor diantaranya
pengetahuan, karena pengetahuan mempunyai peranan penting atau dapat
memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pemanfaatan Puskesmas.
Apabila masyarakat tidak tahu manfaat pelayanan kesehatan, atau tidak ada
manfaat yang dirasakan tentunya akan ditinggalkan dan beralih ke
pengobatan informal seperti dukun.
78
Dengan demikian, pihak puskesmas perlu memberikan pendidikan
kesehatan melalui penyuluhan dengan media audio visual kepada masyarakat
yang masih kurang pengetahuannya tentang pelayanan rawat inap agar
pengetahuan mereka menjadi lebih baik sehingga cakupan pelayanan rawat
inap di Puskesmas menjadi meningkat.
5. Sikap
Berdasarkan hasil penelitian yang terlihat pada tabel 5.16, diketahui
hasil analisis hubungan antara sikap dengan pemanfaatan pelayanan rawat
inap diperoleh bahwa sebanyak 53 (70,7%) responden bersikap mendukung
yang tidak memanfaatkan pelayanan rawat inap sedangkan responden yang
bersikap tidak mendukung ada 22 (88%) yang tidak memanfaatkan pelayanan
rawat inap di Puskesmas Jatireja. Hal ini menunjukkan bahwa responden
yang tidak memanfaatkan pelayanan rawat inap di Puskesmas Jatireja
didominasi oleh responden yang memiliki sikap tidak mendukung terhadap
pelayanan rawat inap.
Adanya kecenderungan responden yang memanfaatkan pelayanan
rawat inap karena memiliki sikap mendukung terhadap pelayananan rawat
inap didukung oleh hasil analisis bivariat didapat nilai p value = 0,083 < 0,1,
dimana terdapat hubungan antara faktor sikap dengan pemanfaatan pelayanan
kesehatan rawat inap di Puskesmas Jatireja. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian Christina (2009:3), korelasi antara sikap dengan
pemanfaatan pelayanan rawat inap menunjukkan hubungan yang signifikan
(p<0.05) dengan kekuatan korelasi tergolong lemah yakni r = 0.169 dan
79
berpola negatif, artinya makin positif sikap masyarakat makin rendah
memanfaatkan pelayanan rawat inap.
Menurut pendapat Azwar, S, (2009:52), sikap dapat diubah dengan
strategi persuasi yaitu memberi ide, pikiran, pendapat, bahkan fakta baru
lewat pesan komunikatif selanjutnya disebutkan bahwa faktor yang sangat
berpengaruh terhadap pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi,
kebudayaan, orang yang dianggap berpengaruh, media massa, institusi atau
lembaga pendidikan, dan faktor-faktor emosi dalam individu.
Dengan demikian, perlu adanya pendidikan kesehatan berupa
penyuluhan yang dilakukan secara intensif kepada masyarakat tentang
pentingnya pemanfaatan pelayanan rawat inap yang dapat berpengaruh
terhadap pembentukan sikap mendukung terhadap pelayanan rawat inap
sehingga pemanfaatan pelayanan rawat inap di puskesmas menjadi lebih
meningkat cakupannya.
B. Hubungan antara Faktor Pendukung dengan Pemanfaatan Pelayanan
Kesehatan Rawat Inap di Puskesmas Jatireja.
1. Keterjangkauan
Berdasarkan hasil penelitian yang terlihat pada tabel 5.17, diketahui
hasil analisis hubungan antara keterjangkauan dengan pemanfaatan pelayanan
rawat inap diperoleh bahwa sebanyak 14 (38,9%) responden mudah
menjangkau tidak memanfaatkan pelayanan rawat inap sedangkan responden
yang sulit menjangkau ada 61 (95,3%) yang tidak memanfaatkan pelayanan
rawat inap di Puskesmas Jatireja. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar
80
responden yang tidak memanfaatkan pelayanan rawat inap bagi mereka yang
merasa jarak antara rumah dengan Puskesmas sulit terjangkau. Rata rata
mereka mengatakan bahwa jarak menjadi masalah bagi mereka untuk
memanfaatkan pelayanan rawat inap ke puskesmas. Ini bisa dimengerti
karena puskesmas letaknya jauh dari pemukiman penduduk dengan kondisi
jalan menuju puskesmas rusak parah sehingga memakan waktu lebih lama
untuk dapat menjangkau puskesmas.
Hal ini dapat dibuktikan dengan hasil analisis bivariat dimana p value
= 0,000 < 0,1, menunjukkan bahawa terdapat hubungan antara faktor
keterjangkauan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan rawat inap di
Puskesmas Jatireja. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Indriati
(2006:4), dimana salah satu faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan
pelayanan rawat inap di Puskesmas Tandang adalah keterjangkauan. Hal ini
berbeda dengan penelitian Christina (2009:3), korelasi antara variable jarak
dengan pemanfaatan pelayanan rawat inap menunjukkan hubungan yang tidak
signifikan (p>0.05). Kebanyakan penelitian mengemukakan bahwa jarak
merupakan hambatan masyarakat dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan.
Dengan demikian, perlu adanya perhatian dari dinas terkait yaitu
Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Kesehatan Kabupaten Subang untuk
memperbaiki jalan-jalan yang menjadi akses menunju ke puskesmas agar
masyarakat merasa lebih mudah menjangkau puskesmas guna mendapatkan
pelayanan kesehatan rawat inap.
2. Ketersediaan dan Kelengkapan Fasilitas Pelayanan Kesehatan
81
Berdasarkan hasil penelitian yang terlihat pada tabel 5.18, diketahui
hasil analisis hubungan antara ketersediaan dan kelengkapan fasilitas dengan
pemanfaatan pelayanan rawat inap diperoleh bahwa sebanyak 10 (32,3%)
responden yang menyatakan lengkap tidak memanfaatkan pelayanan rawat
inap sedangkan responden yang menyatakan tidak lengkap ada 65 (94,3%)
yang tidak memanfaatkan pelayanan rawat inap di Puskesmas Jatireja. Ini
menunjukkan bahwa penilaian masyarakat terhadap ketersediaan dan
kelengkapan fasilitas berdampak pada pemanfaatan pelayanan rawat inap di
puskesmas, dimana responden yang menyatakan ketersediaan dan
kelengkapan fasilitas yang tidak lengkap cenderung tidak memanfaatkan
pelayanan rawat inap di puskesmas.
Hal tersebut dapat dibuktikan dari hasil analisis bivariat dimana
p value = 0,000 < 0,1, maka dapat dikatakan terdapat hubungan antara faktor
etersediaan dan kelengkapan fasilitas dengan pemanfaatan pelayanan
kesehatan rawat inap di Puskesmas Jatireja. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian Indriati (2006:3), dimana terdapat hubungan yang
bermakna antara kelengkapan fasilitas kesehatan dengan pemanfaatan
pelayanan rawat inap dengan derajat keeratan termasuk kuat.
Hal ini diperkuat dengan pendapat Winarsih (2009:5), fasilitas adalah
segala jenis peralatan, perlengkapan kerja dan fasilitas lain yang berfungsi
sebagai alat utama/pembantu dalam pelaksanaan pekerjaan dan juga berfungsi
sosial dalam rangka kepentingan orang yang sedang berhubungan dengan
organisasi kerja itu.
82
Aspek fasilitas pelayanan yang dimiliki juga merupakan salah satu hal
penting yang juga bisa mempengaruhi tingkat kunjungan masyarakat ke suatu
pelayanan kesehatan masyarakat. Fasilitas yang mencakup segala jenis
peralatan, perlengkapan kerja tentu menjadi hal yang sangat vital terhadap
kelancaran pelayanan kesehatan yang diberikan oleh suatu instansi kesehatan
(Azwar A, 2009:42).
Hasil penelitian menggambarkan bahwa responden menilai baik
fasilitas yang ada di Puskesmas Jatireja, mereka menganggap bahwa fasilitas
yang telah disediakan oleh puskesmas ini sudah cukup baik dan cukup
membantu kelancaran kegiatan puskesmas sehari-hari. Ketersediaan fasilitas
pelayanan mungkin ada, hanya saja responden ini menilai bahwa fasilitas
yang ada kurang mendapatkan perawatan yang baik sehingga akhirnya
berdampak pada ketidaknyaman pengunjung yang mencari pelayanan rawat
inap. Fasilitas pelayanan ini berupa peralatan dan perlengkapan Puskesmas
seperti ruang perawatan, kursi tunggu, wc dan peralatan lainnya yang
mendukung pelayanan rawat inap.
Dengan demikian, pada pihak puskesmas untuk tetap memelihara
segala fasilitas yang telah ada agar tetap tampak baru dan terawat baik dilihat
sehingga tidak mengganggu kenyamanan pasien yang berkunjung. Sedangkan
untuk fasilitas yang belum ada atau belum memadai segera diadakan.
C. Hubungan antara Faktor Pendorong dengan Pemanfaatan Pelayanan
Kesehatan Rawat Inap di Puskesmas Jatireja.
1. Ketanggapan petugas
83
Berdasarkan hasil penelitian yang terlihat pada tabel 5.19, diketahui
hasil analisis hubungan antara ketanggapan petugas dengan pemanfaatan
pelayanan rawat inap diperoleh bahwa sebanyak 12 (33,3%) responden yang
menyatakan baik tentang ketanggapan petugas, tidak memanfaatkan
pelayanan rawat inap sedangkan responden yang menyatakan kurang terhadap
ketanggapan petugas ada 63 (98,4%) yang tidak memanfaatkan pelayanan
rawat inap di Puskesmas Jatireja. Hal ini menunjukkan bahwa responden
yang tidak memanfaatkan pelayanan rawat inap karena menilai petugas
kurang tanggap dalam memberikan pelayanan rawat inap.
Hasil penelitian tersebut didukung oleh hasil analisis bivariat dimana
p value = 0,000 < 0,1, menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara faktor
ketanggapan petugas dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan rawat inap di
Puskesmas Jatireja. Hasil penelitian sesuai dengan hasil penelitian Adam
(2008:3), dimana persepsi pasien terhadap mutu pelayanan khususnya daya
tanggap pelayanan berhubungan dengan minat masyarakat untuk
memanfaatkan pelayanan rawat inap di Puskesmas Bajo Kabupaten Kolaka
Sulawesi dan hasil penelitian Novita S (2008:2) yang menyatakan bahwa
persepsi pasien terhadap mutu pelayanan khususnya daya tanggap pelayanan
berhubungan dengan minat pemanfaatan pelayanan rawat inap di Puskesmas
Balerejo Kabupaten Madiun.
Hasil penelitian juga sesuai dengan pendapat Azwar A (2009:41),
yang menyatakan bahwa penilaian jasa pelayanan kesehatan lebih terkait pada
ketanggapan petugas memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran komunikasi
84
petugas dengan pasien, empati dan keramah tamahan petugas dalam melayani
pasien dalam kesembuhan penyakit yang diderita oleh pasien serta kesigapan
karyawan dalam membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang cepat
dan tanggap, yang meliputi : kesigapan karyawan dalam melayani pelanggan,
kecepatan karyawan dalam menangani transaksi dan penanganan keluhan
pelanggan / pasien.
Untuk meningkatkan persepsi pasien terhadap daya tanggap pelayanan
rawat inap di Puskesmas Jatireja, maka perlu meningkatkan kemampuan dan
ketanggapan petugas antara lain dalam menyelesaikan keluhan pasien;
membantu keluarga pasien dalam memperoleh obat; pelayanan yang
dilakukan dengan cepat dan tepat; petugas kesehatan lainnnya dalam
membantu pasien selalu siap setiap saat.
2. Kehandalan petugas kesehatan
Berdasarkan hasil penelitian yang terlihat pada tabel 5.20, diketahui
hasil analisis hubungan antara kehandalan petugas dengan pemanfaatan
pelayanan rawat inap diperoleh bahwa sebanyak 8 (25,8%) responden yang
menyatakan baik terhadap kehandalan petugas, tidak memanfaatkan
pelayanan rawat inap sedangkan responden yang menyatakan kurang terhadap
kehandalan petugas ada 67 (97,1%) yang tidak memanfaatkan pelayanan
rawat inap di Puskesmas Jatireja. Hal ini menunjukkan bahwa responden
yang tidak memanfaatkan pelayanan rawat inap karena menilai petugas
kurang mampu memberikan pelayanan rawat inap yang dapat menyembuhkan
penyakit pasien.
85
Hasil penelitian tersebut didukung oleh hasil analisis bivariat dimana
p value = 0,000 < 0,1, menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara faktor
kehandalan petugas dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan rawat inap di
Puskesmas Jatireja. Hasil penelitian sesuai dengan hasil penelitian Adam
(2008:3), dimana persepsi pasien terhadap mutu pelayanan khususnya
kehandalan pelayanan berhubungan dengan minat masyarakat untuk
memanfaatkan pelayanan rawat inap di Puskesmas Bajo Kabupaten Kolaka
Sulawesi dan hasil penelitian Novita S (2008:3) yang menyatakan bahwa
persepsi pasien terhadap mutu pelayanan khususnya kehandalan pelayanan
berhubungan dengan minat pemanfaatan pelayanan rawat inap di Puskesmas
Balerejo Kabupaten Madiun.
Hasil penelitian juga sesuai dengan pendapat Azwar A (2009:44),
yang menyatakan bahwa penilaian jasa pelayanan kesehatan lebih terkait pada
ketanggapan petugas dalam memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran
komunikasi petugas dengan pasien, empati dan keramah tamahan petugas
dalam melayani pasien dalam kesembuhan penyakit yang diderita oleh pasien
serta kemampuan (kehandalan) untuk memberikan pelayanan yang sesuai
dengan janji yang ditawarkan.
Pasien yang datang ke Puskesmas adalah orang dalam kondisi yang
tidak sehat atau membutuhkan bantuan tenaga kesehatan untuk mengatasi
kondisi kesehatan yang saat itu dialami. Pasien berharap, pada saat
86
membutuhkan pelayanan kesehatan pada umumnya dan pelayanan rawat inap
pada khususnya, prosedur pelayanan tidak terlalu rumit dan berbelit – belit.
Prosedur pelayanan rawat inap di Puskesmas Jatireja, dimulai dari
ketika pasien dating sampai dengan pasien pulang. Setelah pasien mendaftar
di loket pendaftaran dan membayar retribusi pelayanan pengobatan, pasien
menyerahkan nomor register rekam medik, berdasarkan nomor rekam medik,
petugas loket mencari kartu rekam medik. Pasien kemudian menunggu di
ruang tunggu sementara petugas menyerahkan kartu rekam medik ke petugas
pemeriksaan pendahuluan. Pemeriksaan pendahuluan yang dilaksanakan oleh
perawat meliputi : anamnesa, pengukuran tekanan darah, pengukuran
temperatur / suhu (untuk pasien demam). Setelah pemeriksaan pendahuluan,
pasien menunggu untuk pemeriksaan selanjutnya yang dilaksanakan oleh
dokter sementara petugas pemeriksaan pendahuluan menyerahkan kartu
rekam medik ke ruang periksa dokter. Pasien kemudian diperiksa oleh dokter
untuk menentukan diagnosa penyakit atau pemeriksaan penunjang lainnya
misalnya pemeriksaan laboratorium atau rongsen. Dokter kemudian membuat
keputusan apakah pasien memerlukan pelayanan rawat inap atau tidak sesuai
dengan diagnosa.
Untuk meningkatkan persepsi pasien terhadap kehandalan pelayanan,
maka perlu meningkatkan profesionalisme /kompetensi petugas di unit
pelayanan rawat inap melalui pelatihan – pelatihan teknis medis,
87
meningkatkan sarana komunikasi antara petugas dengan petugas dan antara
petugas dengan pasien sehingga terjalin komunikasi dua arah antara petugas
dengan pasien sehingga mampu memberikan pelayanan rawat inap sesuai
dengan prosedur tetap yang dapat menjamin kesembuhan pasien.
D. Keterbatasan Penelitian
Pengumpulan data dilakukan dengan berpedoman pada kuesioner tanpa
dilakukan wawancara. Ada kemungkinan responden dalam memberikan jawaban
mempunyai perasaan takut dan segan untuk memberikan jawaban, sehingga
responden menjawab yang baik-baik saja dalam arti data yang dikumpulkan
belum sepenuhnya menggambarkan kondisi yang sebenarnya.
Ketanggapan dan kehandalan petugas dalam memberikan pelayanan
rawat inap yang dilihat hanya jawaban responden dari kuesioner yang bersifat
subjektif. Dengan demikian kebenaran dan keakuratan data yang didapat sangat
bergantung pada responden. Ketidaktepatan jawaban dapat terjadi karena faktor
pemahaman responden yang kurang terhadap pertanyaan-pertanyaan yang
disampaikan oleh peneliti melalui kuesioner. Untuk mengeliminasi kelemahan
dari jawaban responden, maka sebelum dilakukan pengumpulan data, responden
diberikan surat persetujuan menjadi responden dan menjelaskan maksud dan
tujuan penelitian.
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
88
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Tidak terdapat hubungan antara faktor umur dengan pemanfaatan pelayanan
kesehatan rawat inap di Puskesmas Jatireja.
2. Tidak terdapat hubungan antara faktor pendidikan dengan pemanfaatan
pelayanan kesehatan rawat inap di Puskesmas Jatireja.
3. Terdapat hubungan antara faktor pekerjaan dengan pemanfaatan pelayanan
kesehatan rawat inap di Puskesmas Jatireja.
4. Tidak terdapat hubungan antara faktor pengetahuan dengan pemanfaatan
pelayanan kesehatan rawat inap di Puskesmas Jatireja.
5. Terdapat hubungan antara faktor sikap dengan pemanfaatan pelayanan
kesehatan rawat inap di Puskesmas Jatireja.
6. Terdapat hubungan antara faktor keterjangkauan dengan pemanfaatan
pelayanan kesehatan rawat inap di Puskesmas Jatireja.
7. Terdapat hubungan antara faktor etersediaan dan kelengkapan fasilitas
dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan rawat inap di Puskesmas Jatireja.
8. Terdapat hubungan antara faktor ketanggapan petugas dengan pemanfaatan
pelayanan kesehatan rawat inap di Puskesmas Jatireja.
9. Terdapat hubungan antara faktor kehandalan petugas dengan pemanfaatan
pelayanan kesehatan rawat inap di Puskesmas Jatireja.
B. Saran
89
Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian dan pembahasannya, maka
peneliti mengajukan beberapa saran sebagai berikut:
1. Pihak puskesmas untuk tetap dapat memelihara segala fasilitas yang telah
ada agar tetap tampak baru dan terawat baik dilihat sehingga tidak
mengganggu kenyamanan pasien yang berkunjung. Sedangkan untuk
fasilitas yang belum ada atau belum memadai segera diadakan.
2. Perlu diadakan pendidikan kesehatan pada masyarakat yang ada di wilayah
kerja Puskesmas yang masih berpendidikan rendah tentang manfaat
pelayanan kesehatan Puskesmas.
3. Pihak Puskesmas Jatireja harus meningkatkan profesionalisme /kompetensi
petugas di unit pelayanan rawat inap melalui pelatihan – pelatihan teknis
medis.
4. Pihak Puskesmas Jatireja harus meningkatkan kemampuan dan ketanggapan
petugas antara lain dalam menyelesaikan keluhan pasien; membantu
keluarga pasien dalam memperoleh obat; pelayanan yang dilakukan dengan
cepat dan tepat; petugas kesehatan lainnnya dalam membantu pasien selalu
siap setiap saat.