bab ii bur -...
TRANSCRIPT
24
BAB II
KETENTUAN UMUM TENTANG NAFKAH MENURUT ISLAM
A. Pengertian Umum
a Pengertian Nafkah
Sebelum mengemukakan tentang pengertian nafkah menurut ahli
fiqih, terlebih dahulu akan penulis kemukakan pengertian nafkah menurut
Bahasa.
Nafkah menurut Bahasa Indonesia adalah :
1. Belanja untuk hidup, ( uang ) Pendapatan, suami wajib memberi uang
pada istri.
2. Rizki, bekal hidup sehari-hari1.
Menurut Bahasa Arab nafakah mempunyai arti uang belanja2. Nafkah
juga berasal dari kata “ Infaq”, yang artinya berderma3. Nafkah menjadi wajib
karena tiga hal, yakni kerabat, hak milik, dan pasangan suami istri.
Dalam hukum Islam, nafkah, sebagaimana mahar juga memiliki status
dan posisi yang khusus dan istimewa baginya, dan oleh karenanya tidak boleh
dikacaukan atau dipandang sama halnya dengan situasi dahulu dan sekarang
di dunia non-muslim. Nafkah adalah memenuhi kebutuhan pokok hidup istri,
baik makan, pembantu rumah tangga maupun pengobatan, meskipun ia kaya4.
1 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Depdikbud, 1994, Cet-I, hlm. 679
2 Idrus Alkaf, Kamus Tiga Bahasa Al Manar, Surabaya: Karya Utama, t,th, hlm 533 3 Ahmad Isa Asyur, Fiqih Islam Praktis, Bab Muamalah, Jakarta: Manfiq, t,th, hlm. 261
4 Abdul Hadi, Fiqih Munakahat, Semarang: Duta Grafika, 1989, Seri I, hlm. 102
25
Dalam fiqih nafkah berarti “ belanja”. Maksudnya ialah sesuatu yang
diberikan oleh seseorang kepada istri, kerabat, dan miliknya sebagai keperluan
pokok. Seperti makanan dan tempat tinggal5.
Ditinjau dari segi orang-orang yang berhak menerima nafkah adalah :
a) Nafkah istri.
b) Nafkah kerabat.
c) Nafkah barang atau sesuatu yang dimiliki6.
Menurut Ahli hukum Nafkah adalah apa yang harus diberikan guna
memelihara dan mendidik seorang yang belum dewasa, harus ditentukan
dalam keseimbangan antara pihak yang berhak menikmati nafkah,dan
pendapatan beserta kekayaan pihak yang memberikannya, dihubungkan
dengan keadaan orang yang memberikan nafkah7.
Menurut para Fuqoha adalah :
امايف اصطال ح ا الفقهاء فهي ا خرا ج الشخص مؤ نة من وما يتبع , ومسكن , وكسوة, وادم , حتب عليه نفقةمن خبز
ومصباح وحنوذلك مما يأ يت, ودهن, ذلك من مثن ماء“Nafkah menurut istilah ahli fiqih yaitu pengeluaran seseorang atas sesuatu sebagai ongkos terhadap orang yang wajib di nafkahinya, terdiri dari roti, lauk pauk, tempat tinggal, dan apa yang mengikutinya dari harga air, minyak lampu dan sebagainya8.
Menurut Sayyid Sabiq :
5 Depag, Ilmu Fiqh, Jilid II, 1984, hlm.184 6 Ibid. hlm.184 7 R. Subekti, dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta: Pradnya Paramita, 1999, hlm. 89 8 Abdurrahman Al jaziri, Kitab Ala Madzhabil Arba’ah, Juz IV, Beirut, 1969, hlm. 485
26
ا لنفقة هنا تو فري و ما حتتا ج ا ليه ا لز و جة من طعا م ومسكن و خذمة ودحا ء وا ن كا نت
Nafkah menurut ahli fiqih adalah mengeluarkannya seseorang terhadap orang yang wajib dinafkahinya, dari roti, lauk pauk, pakaian, tempat tinggal, dan apa yang mengikutinya dari air, minyak dan sebagainya9.
b Dasar Hukum Nafkah
Mengenai dasar hukum nafkah yang dimaksud adalah hujjah atau dalil
yang menunjukan kewajiban seseorang untuk memberi nafkah kepada orang
yang menjadi tanggung jawabnya.
Adapun dalil Al Qur’an yang menerangkan tentang wajib nafkah
adalah firman Allah Swt ( QS. Al- Baqarah : 233 ) :
ال بالمعروف وكسوتهن رزقهن له المولود وعلى ....كلفت فسا إال نهعسال و آرضة تالدا ولدهال بوو لودوم له ....ذلك مثل الوارث وعلى بولده
Artinya : “ … Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para-
ibu dengancara yang ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan juga seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian …”10.( Al-Baqarah:223 )
9 Sayyid Sabiq, Fiqih al Sunnah., jilid VII Beirut; daar-al fiqkr, 1968, hlm. 85 10 QS. Al-Baqarah:233
27
Juga disebutkan dalam firman Allah Swt ( QS. At- Thalaq : 6 ) :
يضعن حتى عليهن فأنفقوا حمل أولات كن وإن ....نلهمفإن ح نعضأر لكم نوهفآت نهورأج...
Artinya : “… Dan jika mereka mereka ( istri-istri yang sudah ditalaq ) itu
sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga
mereka bersalin…”.11 ( At-Thalaq: 6 )
Surat At-Thalaq : 7
نفقة ذو ليعن سته معن سمو ه قدرليع قهرز نفقا فليمم اهآت لا الله كلفي ا اللهفسا إلا نا ماهل آتعجيس الله دعب سر ع
يسرا Artinya : “ Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut
kemempuannya. Dan orang yang disempitkan rizkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan ( sekedar ) apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan”12.( At-Thalaq: 7 )
Dari ayat di atas jelas adanya perbedaan kewajiban antara satu orang
dengan orang lain, antara yang kaya dan yang miskin. Karena perbedaan harta
yang dimiliki tiap orang menurut kadar kemampuan dan keadaannya.
Al- Baqarah : 215
11 QS. At-Thalaq: 6 12 QS. At-Thalaq: 7
28
كألونساذا ينفقون ما قل يم مأنفقت نر مين خيالدفللو بنياألقرى وامتالياكني وسالمن واببيل وا السملوا وفعت من
عليم به الله فإن خيرArtinya : “ Mereka bertanya kepadamu tentang apa yang mereka nafkahkan,
jawablah : “apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan”. Dan apa saja kebajikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mngetahuinya.13( Al-Baqarah: 215 )
Al-Isra : 26
تبذيرا تبذر وال السبيل وابن والمسكني حقه القربى ذا وآتArtinya : “ Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya,
kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan, dan janganlah kamu menghambur-hamburkan ( hartamu ) secara boros”.14( Al-Isra: 26 )
Hadits Nabi yang berbunyi;
-دخلت هند بنت عتبة: عن عاءشة رضي اهللا عنهاقالت: فقا لت. علىرسول اهللا عليه وسلم-امرأة أيب سفيان
ان أبا سفيان رجل شحيح اليعطيين من النفقة ء, يارسول اهللا فهل , أخذت من ماله بغريعلمهاالماء, مايكفيين ويكفي بين
13 QS. Al-Baqarah: 215 14 QS. Al-Isra’: 26
29
خذي من ماله باملعروف ما : "علي يف ذلك من جناح؟ فقال . متفق عليه". يكفيك وما يكفي بنيك
Artinya : “Dari Aisyah ra. Berkata : Hindun putri ‘Utbah istri Abu Sufyan
masuk menghadap pada Rasulullah SAW, berkata Ya Rasulullah. Sesungguhnya Abu Sufyan adalah seorang laki-laki yang kikir, ia tidak memberikan saya nafkah yang cukup untuk saya dan anak-anakku. Selain apa yang saya ambil dari sebagian hartanya tanpa sepengetahuannya. Apakah saya berdosa karena perbuatan itu? Lalu beliau bersabda. “Ambillah olehmu sebagian dari hartanya dengan cara yang baik (secukupnya) untuk kamu dan anak-anakmu”.15
B. Kedudukan Perempuan Menurut Islam
a Kedudukan Wanita dalam Islam
Sebelum Islam datang wanita adalah sangat hina, setiap bayi yang
pada saat lahir wanita maka akan dibunuh. Adanya pandangan bahwa anak
perempuan tidak bisa berperang dan akan mendatangkan aib bagi keluarga
dan sukunya, menyebabkan orang Arab Jahiliah merasa malu, jika istrinya
melahirkan bayi perempuan16. sebagaimana firman Allah dalam ( QS. An
Nahl: 58-59 )
كظيم وها ودوسم ههجباألنثى ظل و مهدأح رشإذا بو
Artinya : “ Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan ( kelahiran ) anak perempuan, hitamlah ( merah padamlah ) mukanya, dan dia
sangat marah”.17( An-Nahl: 58 ) 15 Sayyid Imam Muhammad bin Ismail Al Kahlani As shan’ani Al ma’ruf Bi Al Amr,. Subulus Salam Syarih Buluhul Maram Min Jamik Adhilatil Ahkam, Juz III, Darul Kutub ‘Uliyat, Bairut: Libanon, t,th. hlm. 414 16 Sri suhandjati Sukri, Perempuan Menggugat ( Kasus dalam Al qur’an dan Realita Masa Kini ). Semarang: Pustaka Adnan, Cet-I, 2005, hlm. 7 17 QS. An-nahl: 58
30
تي ون أملى هع سكهمبه أي رشا بوء مم من سالقو ى منارو يدسه في التراب أال ساء ما يحكمون
Artinya : “ Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya kedalam tanah ( hidup-hidup ) ? Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu”.18( An-Nahl: 59 )
Dikarenakan masyarakat padang pasir yang suka berperang itu,
mempunyai ukuran penilaian tentang tinggi dan rendahnya status sosial
manusia, dengan melihat berperan atau tidaknya seseorang dalam
pertempuran. Karena perempuan tidak bisa berperang maka status mereka
berada dibawah laki-laki. Makhluk utama adalah laki-laki, sebab mereka yang
dapat menjaga kelangsungan hidup keluarga atau suku dari serbuan suku atau
kelompok lain19. sehingga kaum wanita benar-benar terisolir dan tidak
mempunyai peranan dalam kehidupan bahkan mereka dianggap sebagai
pangkal keburukan dan bencana. Oleh karena itu wanita dipandang sebagai
biang keladi dalam segala macam malapetaka yang menimpa.
Maka setelah Rosullulah SAW datang maka standar kedudukan wanita
dan derajatnya diangkat sama seperti laki-laki karena perempuan dan laki-laki
adalah mahluk ciptaan tuhan yang sempurna. Jadi dalam Islam tidak ada
pembedaan jenis kelamin yang membedakan adalah kualitas ketakwaan, dan
18 QS. An-nahl: 59 19 Ibid., hlm. 5
31
keduanya mempunyai kebebasan penuh dalam kegiatan ekonomi dan
mempunyai hak untuk memilih.
Al Qur’an mengakui ketinggian martabat manusia yang berarti bahwa
Allah itu memuliakan manusia dari mahluk-mahluknya yang lain. Menerima
prinsip ini bukan hanya merupakan konsepsi moral, tetapi menarik akibat-
akibat kewajiban. Yakni seorang harus menghormati martabatnya sendiri akan
ditunjukan oleh rasa tanggung jawabnya. Manusia adalah terhormat kerena ia
bertanggung jawab. Dan pertanggungjawaban ini berdasarkan kemerdekaan
untuk memilih20. Islam berbicara kepada pria dan wanita, memperlakukan
mereka hampir sama. Hukum Islam pada umumnya mempunyai tujuan
melindungi, (proteksi). Mengenai wanita, hukum Islam memberi batasan yang
tepat tentang hak-hak wanita dan menunjukkan perhatian yang mendalam
untuk menjaminnya. Al Qur’an dan Hadits memerintahkan kepada suami
untuk memperlakukan istri dengan adil, budi yang baik dan perhatian. Al
Qur’an memberikan konsepsi yang lebih bermoral mengenai perkawinan, dan
menuju untuk mempertinggi kedudukan wanita muslimah dengan memberinya
hak-hak yuridis21. Hak-hak wanita diantaranya adalah hak mendapatkan
mahar, nafkah, dicintai, persamaan dihadapan hukum, hak milik pribadi, hak
mendapatkan waris.
Ada juga ayat yang menegaskan kesejajaran antara kaum perempuan
dan laki-laki firman Allah surat (QS An-Nisa’:1):
20 Marcel A. Boisard, Humanisme Dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1980, hlm. 116 21 Ibid., hlm. 119
32
يا أيها الناس اتقوا ربكم الذي خلقكم من نفس واحدة قوا اللهاتاء ونسا واال كثريا رجمهث منبا وهجوا زهمن لقخو
الذي تساءلون به واألرحام إن الله كان عليكم رقيبا
Artinya: “Hai sekalian manusia, bertawakallah kepada tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan dari padanya 22). Allah menciptakan istrinya; dan dari mereka keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertawakallah kepada Allah yang dengan ( mempergunakan ) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lainnya, dan ( peliharalah ) hubungan silaturrahim. Sesunguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.23(An-Nisa: 1 )
Dalam Al Qur’an jelas kedudukan atau kelebihan baik seorang lelaki
maupun seorang perempuan dinilai bukan karena kekuatannya ( superioritas )
maupun kepintaranya tetapi karena ketakwaannya kepada yang khaliq ( Allah
rabbu ‘I-zzati ).
Ini disebabkan karena Allah lebih memberikan perhatiannya kepada
mereka yang terpinggirkan, para janda, para budak, ketimbang meraka yang
kaya dan berkuasa. Oleh karena itu, jelaslah bahwa Al Qur’an tidak membuat
pembedaan diskriminatif antara perempuan dan laki-laki.
Namun, hal itu harus dibuktikan tidak hanya diucapkan tetapi harus
dibuktikan, dipaparkan kepada kaum perempuan itu sendiri. Kaum
perempuan harus percaya bahwa kedudukan mereka adalah sejajar dengan
laki-laki. Tetapi, kebanyakan perempuan menganggap dirinya tidak sejajar
22 Maksud dari padanya menurut jumhur mufassirin ialah dari bagian tubuh ( tulang rusuk ) adam a.s, berdasarkan hadits riwayat Bukhori dan muslim. Di samping itu adapula yang menafsirkan dari padanya ialah dari unsur yang serupa ya’ni tanah yang dari padanya adam a.s, diciptakan. 23 QS. An-nisa: 1
33
dengan laki-laki, karena memang selama ini disosialisasikan demikian.
Bukan hanya sepanjang hidupnya, tetapi sepanjang masa, di seluruh generasi.
Dalam Al Qur’an mengisahkan sejumlah perempuan yang
berhubungan dengan seorang nabi dari para nabi Allah. Al Qur’an
menggambarkan kisah-kisah perempuan dengan beragam detail dan
kompleksitas yang berbeda-beda. Beberapa figur hanya digambarkan nama-
namanya saja, atau hanya sketsa kecil tentang mereka, sementara bagian yang
lain digambarkan dengan porsi yang lebih besar. Secara keseluruhan, kisah-
kisah perempuan menyajikan suatu koleksi sejarah suci dan contoh
paradigmatik yang kaya untuk bahan kontemplasi dan petujuk kaum
muslimin24.
b Hak dan kewajiban wanita dalam Islam
Dalam pandangan Islam, seorang wanita pun mempunyai hak dan
kewajiban yang sesuai dengan naluri manusia untuk memperoleh, menyimpan
dan menambah kekayaannya, sama sekali tidaklah harus bertanggung jawab
untuk menyediakan kebutuhan-kebutuhan hidup25. Kebutuhan-kebutuhan
hidup tidak boleh membuat tegang pikirannya, merenggut kebanggaannya dan
kecantikannya yang selalu berkaitan dengan kedamaian pikiran dan
ketentramannya.
Pembicaraan tentang hak dan kewajiban wanita dalam Islam bertitik
tolak dari penegasan Al-Qur’an tentang hakikat wanita itu sebagai manusia
24 Barbara freyer Stowasser, Reinter pretasi Gender ( Wanita dalam Al qur’an, hadits, dan tafsir ), Bandung: Pustaka Hidayah, 1994, hlm. 53-54 25 Murtadha Mutahhari, Wanita dan Hak-haknya dalam Islam, Bandung: Pustaka, 1985. Cet I, hlm. 183
34
yang sama dengan laki-laki dan menjadi pasangan laki-laki. Penegasan
tersebut merupakan suatu perbaikan yang sangat mendasar dalam hal
menghapus opini yang bersumber dari berbagi kepercayaan atau agama (
sebelum Islam ) yang menafikan atau meragukan hakikat kemanusiaan wanita
( yang dianggap bukan makhluk manusia )26. Meskipun demikian seorang
perempuan juga harus menghormati hak-hak suaminya karena seorang suami
adalah mempunyai derajat sebagai seorang pemimpin.
Derajat yang dimaksud adalah kepemimpinan suami dalam rumah
tangganya atau kelebihan mengalahnya suaminya dari beberapa hak yang
harus dia peroleh. Diantara hak tersebut adalah hak dicintai, hak disayangi,
hak berdandan, dan hak menikmati hubungan seksual, serta hak untuk
bersama-sama dalam kesibukan dan kesusahan seperti yang dialami setiap
pihak27.
Agama Islam telah memberikan hak-hak luas yang menjamin martabat
manusia dan melindungi derajat kesopanan bagi wanita itu, tanpa adanya
revolusi dan perjuangan emansipasi yang dilancarkan sebagaimana halnya di
Barat. Hak-hak wanita dalam ajaran Islam adalah perwujudan dari nilai-nilai
kemanusiaan dan keadilan28. Hak-hak perempuan perlu tersalurkan tampa
adanya pengekangan dari pihak lain, baik oleh suaminya. Hak-hak perempuan
dalam Islam adalah sangat banyak, diantaranya adalah perlindungan
26 Ali Yafie, Menggagas Fiqih Sosial: dari soal Lingkungan hidup, asuransi Hingga ukhuwah, Bandung: Mizan, Cet-III, 1995, hlm. 265 27 Abdul Halim dan Abu Syiqqah, Wanita dalam Islam, Jakarta: Gema Insani Press, Cet-I, 1997, hlm. 33 28 Ali Yfie, op. cit., hlm. 266
35
perempuan dalam mempertahankan dan memelihara haknya atas akses dan
kontrol terhadap sumber ekonomi yang dimiliki.
Diantara hak-hak yang dimiki wanita adalah hak atas harta. Harta
mempunyai kedudukan yang sangat tinggi dalam kehidupan manusia. Karena
itu manusia harus berusaha mendapatkannya dengan pengolahan seluruh isi
bumi dan mengadakan penelitian untuk mencari sumber kekayaan alam
tersebut29.
Allah berfirman dalam surat Al-Mulk ayat 15;
مناكبها وكلوا هو الذي جعل لكم الأرض ذلولا فامشوا فيورشه النإليقه وزمن ر
Artinya :“Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di seluruh penjurunya dan makanlah sebagian sebagaian rizkinya”.30 ( Al-Mulk: 15 )
Islam telah menetapkan kedudukan wanita atau perempuan
sedemikian rupa pada sisi pertanggungjawaban secara umum dan khusus,
kemudian dari segi penuntutan pengetahuan segala sesuatu yang dibutuhkan
bagi pelaksanan tanggung jawab tersebut. Dari sisi pemberian kesempatan
yang seluasnya untuk berjihad dan berperang serta dari sisi perolehan hak dan
dalam harta warisan, maka irrasional jika kemudian Islam meniadakan hak
29 Sayid Sabiq, Unsur-Unsur Dinamika Dalam Islam, Terj. Anashirul Quwwah Fil Islam, (alih bahasa, HaryonoS. Yusuf), Bandung: PT. Intermasa, Cet-I, 1981, hlm. 96 30 QS. Al-Mulk: 15
36
atas perempuan yang melakukan kontrak ( perjanjian ) sipil dibidang
perjualbelian31.
Islam membolehkan wanita untuk memiliki sesuatu dan bertindak atas
hak miliknya itu. Wanita dibolehkan pula mewakilkan urusannya kepada
orang lain, atau dirinya dijamin orang lain. Semua kebolehan itu persis seperti
yang diberikan kepada laki-laki, hingga karenanya kita tidak menjumpai
seorang ahli fiqih Islam pun berpendapat, bahwa ayat-ayat yang berkenaan
dengan segala tingkah laku keuangan hanya dikhususkan bagi laki-laki tidak
untuk wanita32.
Islam menghapuskan tradisi yang diberlakukan atas kaum wanita
berupa pelanggaran atau pembatasan untuk membelanjakan harta yang mereka
miliki dan kesewenang-wenangan suami terhadap istri dalam masalah harta.
Islam menetapkan hak pemilikan atau pembelanjaan atas harta kepada kaum
wanita, juga menerima wasiat dan warisan seperti halnya kaum pria. Bahkan
kaum wanita memiliki penuh atas mahar dan nafkah, meskipun mereka berasal
dari keluarga mampu, dan tidak kalah pentingnya, kaum wanita berhak
mempertahankan kekayaan yang ada di tangan mereka atas nama diri mereka
sendiri melalui jalur pengadilan dan upaya-upaya lain yang disyariatkan33.
Dalam Islam seorang wanita juga berhak memilih suami dan berhak
meminta cerai jika dia memang tidak menyukai suaminya, walaupun dia tidak
dirugikan oleh suaminya dengan syarat dia mengembalikan apa yang dia
31 Dadang S. Anshori dan Engkos Kosasih (eds), Membincangkan Feminisme: Refleksi Muslimah Atas Peran Sosial kaum Wanita, Bandung: Pustaka Hidayah, Cet-I, 1997, hlm.82 32 Ibid.,. 33 Ibid.,
37
ambil dari suaminya dengan ketetapan dari suami atau hakim setelah
dibuktikan bahwa dia benar-benar sudah tidak menyukai suaminya34.
Mengenai perceraian,pria mempunyai hak dan wanita mempunyai hak
yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang baik. Akan tetapi,
pria mempunyai satu tingkat kelebihan dibanding wanita. Yang penting disini
adalah bahwa wanita memiliki hak dan apa pun yang terjadi harus dipenuhi
dengan adil. Tampak bahwa, dalam berbagai masalah perceraian yang
kompleks atau sulit, seorang pria sedikit diuntungkan, barangkali karena
ditetapkan bahwa ia harus bertanggung jawab menafkahi wanita, entah
pasangan suami istri masih bersatu atau sudah bercerai35.
Demikianlah Islam telah memberikan derajat kepada wanita dalam
kedudukannya sebagai manusia yang sempurna kemanusiaannya sejak awal
Nur Islam menyirami bumi.
Dalam masalah warisan, wanita sama kedudukannya dengan laki-laki,
wanita juga berhak mewarisi harta peninggalan si mayit, sebagaimana yang
tercantum dalam surah An-Nisa ayat 7 yang berbunyi:
ب مما ترك الوالدان واألقربون وللنساء نصيب للرجال نصيمما ترك الوالدان واألقربون مما قل منه أو كثر نصيبا
مفروضا
34 Abu Syiqqah dan Abdul Halim, op. cit., hlm. 32 35 lynn Wilcox, Wanita dan Al Qur’an dalam Persepektif Sufi, Terj. DICTIA Women and the Holy Qur’an: A Sufi Persepective, Bandung: Pustaka Hidayah, Cet-I, 2001, hlm . 132
38
Artinya: “ Bagi seorang laki-laki ada hak bagian dari harta peningalan ibu bapak dan kerabatnya, dan bagi seorang wanita ada hak bagian ( pula ) dari harta peningglan ibu bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menrut bagian yang telah ditetapkan” 36.( An-Nisa: 7 )
Jadi harta yang diperoleh wanita melalui warisan, adalah hak penuh
mereka sendiri. Mereka berhak menafkahkannya, memperdagangkannya dan
lain-lain. Mahar, harta warisan, hibah, dan harta bawaan, tidak termasuk harta
rumah tangga atau harta dalam perkawinan, semuanya merupakan milik
pribadi si istri, dia berhak mengontrol terhadap sumber ekonomi yang
dimilikinya itu37.
Di samping mempunyai hak, wanita juga mempunyai kewajiban
dalam rumah tangga terhadap suami, dan anak. Istri mempunyai kewajiban
bersama dengan suami. Dalam hal ini, kewajiban suami-istri bukan berarti
harus selalu sama. Maksudnya keseimbangan hak-hak dan kewajiban suami-
istri adalah terciptanya hubungan saling menguntungkan, satu sama lainnya
harus saling melengkapi. Karenanya, pekerjaan-pekerjaan yang hanya bisa
dilakukan oleh kaum lelaki, maka sang suami harus mengambil alihnya,
beigtu juga sebaliknya. Dengan demikian keduanya mempunyai kewajiban
yang sama dan pekerjaan yang sama38.
Sebagaimana Allah menjelaskan mengenai kewajiban Istri (wanita)
kepada suaminya, yaitu39:
a. Menjaga diri dan harta suaminya, berdasarkan firman Allah:
36 QS. An-nisa: 7 37Dadang S. Anshori dan Engkos Kosasih (eds). Op. cit, hlm. 85 38 Abd al-‘Adzim Ma’ani dan Ahmad al-Ghundur, Hukum-Hukum dari Al-Qu’an dan Hadis Secara Etimologi, Sosial dan Syariat, Jakarta: Pustaka Firdaus, Cet-II, 2003, hlm. 109 39 Ibid., hlm.112
39
فظ اللها حب بميللغ افظاتح اتقانت اتالحفالص
Artinya: “sebab itu maka wanita yang shaleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada oleh karena Allah telah memelihara mereka”. ( An-Nisa: 34 )40
Dengan demikian istri sholehah adalah istri yang mampu menjaga
apa-apa yang ada di rumah mereka baik berupa harta suaminya maupun
rahasia rumah tangga mereka.
b. Taat, berdasarkan firman-nya:
الرجال قوامون على النسا
“Kaum laki-laki itu pemimpin bagi kaum wanita”. Ayat ini
mewajibkan kepada istri untuk menaati suaminya, karena sifat
pemimpin itu harus ditaati.
c. Bersedia dihukum ( jika bersalah ) sesuai dengan syar’i. Hal ini di
dasarkan pada firman Allah yang berbunyi:
...شافون نخالالتي تفي و نوهرجاهو نفعظوه نهوز
هنليوا عغبفال ت كمنفإن أطع نوهرباضاجع وضالم
سبيال إن الله كان عليا كبريا
40 QS. An-nisa: 34
40
Artinya: “ Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya41, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka kemudian jika mereka menaatinya, maka janganlah kalian mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi Lagi Maha Besar”. ( An-Nisa: 34 )42
C. Pandangan Islam Terhadap Hak Perempuan Mencari Nafkah
Islam adalah agama yang mendorong pemeluknya untuk giat bekerja.
Islam membenci pengangguran dan orang-orang yang tidak menghargai
waktu. Islam mengajarkan pemeluknya tekun bekerja, beraktifitas, disiplin,
dan beramal shaleh, demi kebaikan dunia-akhiratnya. .
Tugas pokok wanita (istri) adalah sebagai penanggung jawab utama
dalam masalah-masalah intern rumah tangga. Masalahnya sekarang, dapatkah
wanita berperan atau terlibat dalam pekerjaan di sektor-sektor publik, di luar
rumah meliputi kegiatan sosial, ekonomi, politik, keagamaan dan bidang-
bidang lainnya. Di negara-negara yang masyarakatnya mayoritas muslim
sudah banyak wanita yang yang bekerja diluar rumah. Perubahan cepat yang
terjadi belakangan ini terkait erat dengan kemajuan teknologi, termasuk
teknologi bidang kedokteran. Pertama, perubahan itu berawal dari suatu
momen, semenjak semakin sadar akan beratnya akan tanggungan keluarga
bagi banyak anak. Munculnya usaha KB efektif yang membatasi jumlah dan
mengontrol kelahiran. Pada saat sekarang, kaum ibu umumnya hanya
memiliki dua anak. Dan setelah mereka besar kaum ibu biasanya kembali
41 Nusyuz yaitu meninggalkan kewajiban bersuami istri. Nusyuz dari pihak istri seperti meninggalkan rumah tanpa seizin suaminya. 42 QS. An-nisa: 34
41
bekerja secara paruh waktu43. Keterlibatan perempuan dalam bidang
pekerjaan bukan sebagai akibat faktor biologi atau kemajuan teknologi tetapi
dari kodratnya manusia berinisiatif untuk bekerja44.
Al-Qur’an menganjurkan pekerjaan yang mulia dan menjadikannya
sebagai sumber rezeki yang halal. Allah swt berfirman, dalam Surat At-
Taubah ayat 105;
ولهسرو لكممع ى اللهريلوا فسمقل اعون ودرتسون ومنؤالمو إلى عالم الغيب والشهادة فينبئكم بما كنتم تعملون
Artinya : “Dan katakanlah : “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan kembalikan kepada (Allah) Yang Maha Mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu diberikan-Nya kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”.45 ( At-Taubah: 105 )
Berdasarkan firman Allah surat Al- Jumu’ah ayat 10.
وابتغوا من فضل الله فإذا قضيت الصلاة فانتشروا في الأرض واذكروا الله كثريا لعلكم تفلحون
Artinya: “Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”.46 ( Al-Jumu’ah: 10 )
Dari ayat di atas jelas bahwa Allah memerintahkan semua manusia
untuk mencari rizki dimuka bumi tampa ada perbedaan antara perempuan dan
43 Save M. Dagun, psikologi keluarga, Jakarta: Rineka Cipta, Cet II, 2002, hlm144
44 Ibid., 45 QS. At-Taubah: 105 46 QS. Al-Jumu’ah: 10
42
laki-laki. Jadi perempuan pun berhak untuk mencari nafkah tanpa harus
mengubah kodratnya sebagai perempuan atau seorang istri tidak melewati
tanggung jawab suami sebagai kepala rumah tangga.
Pada abad dua puluh ini negara-negara maju, misalnya di Inggris
hanya satu di antara 20 keluarga yang masih menyenangi pola peran
tradisional, seperti sang suami bekerja dan si istri tinggal di rumah mengurusi
keluarga dan mengasuh anak. Zaman ini sudah banyak wanita yang bekerja di
luar rumah. Dari tahun ketahun jumlahnya semakin meningkat, terutama di
negara industri47.
Kaum wanita karier pada umumnya menolak anggapan bahwa mereka
menanggung berbagai beban berat karena merangkap dua beban sekaligus.
Apakah naluri keibuannya terganggu oleh karier mereka ? Mereka menjawab,
kami justru menemukan keasyikan tertentu dalm menjalankan tugas sebagi
ibu rumah tangga dan merasa lebih energik di tempat kerja. Argumentasi ini
memang menjadi kontroversi yang sulit ditemukan titik akhir48.
Dalam masyarakat Islam pria dan wanita sama-sama menikmati
kebebasan penuh dalam kegiatan ekonomi. Keduanya memiliki hak untuk
mendapatkan hak milik, melalui berbagai cara yang sah: dengan warisan,
pemberian, gaji buruh, atau dengan jual beli. Wanita sebagaiman pria, dapat
melakukan kontrak , melakukan usaha, mencari kekayaan, meminjamkan dan
meminjam. Setiap pribadi pria dan wanita secara langsung bertanggung jawab
terhadap apa pun utang pribadi yang ia lakukan. Wanita memiliki hak mutlak
47 Save M. Dagun, Maskulin dan Feminim, Jakarta: PT. Rineka Cipta, Cet-I, 1992, hlm. 124 48 Ibid.,
43
atas kekayaannya. Karena itu, mereka tidak memikul tanggung jawab
finansial apa pun kecuali kemewahan pribadi, sementara pria di bawah suatu
kewajiban hukum harus menggunakan sebagian kekayaannya untuk
memelihara istri mereka, anak-anak, orang tua, dan saudara perempuan, untuk
membayar mas kawin kepada perempuan, dan untuk menyediakan tunjangan
untuk bekas istri mereka. Sementara wanita tidak memiliki tanggungjawab
seperti halnya laki-laki49.
Dari keluarga, mereka juga menghadapi berbagai hambatan walaupun
ada dukungan. Meskipun keluarga sadar bahwa mereka membutuhkan
tambahan pendapatan, mereka juga sulit menerima peran ganda perempuan.
Di awal usaha, perempuan juga berbeban ganda. Ia harus belajar untuk
memulai usaha, namun tugas dan bebannya sebagi ibu rumah tangga masih
harus dilaksanakan. Dari pihak suami, ada yang mendukung, ada juga yng
kurang mendukung. Suami yang mendukung akan memberi semangat,
dorongan, bantuan dan tidak mengeluh bila pelayanan istri mulai berkurang.
Mereka rela melayani diri sendiri. Meskipun demikian rasa waswas tetap ada.
Suami cemas kalau istrinya berubah, atau rumah tangga dan anak-anak
terabaikan. Beban perempuan bertambah berat bila suaminya kurang setuju.
Dia harus berusaha menyakinkan suaminya bahwa tugas barunya tidak akan
mengurangi kualitas hasil kerjanya di dalam rumah tangga dan mengurus
anaknya. Perempuan juga harus mampu meyakinkan suami bahwa tugas
49 Harun Nasution dan Bahtiar Effendy, Hak Asasi Manusia Dalam Islam, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, Cet-I, 1987, hlm. 253
44
barunya dapat dilaksanakannya dan tidak akan mengubah sikapnya pada
suami dan keluarga50.
Dalam Al-Qur’an dijelaskan, wanita dituntut untuk bekerja dan
berusaha apabila ia ingin berbuat sebagaimana laki-laki dalam membelanjakan
di jalan Allah. Allah SWT telah berfirman dalam Al-Qur’an surah Al-Kahfi
ayat 110 yang berbunyi:
.. ركشلا يا والحلا صمل عمعه فليبو لقاء رجرن كان يفم بعبادة ربه أحدا
Artinya: “ Barang siapa berharap perjumpaannya dengan Tuhannya, hendaklah ia mengerjakan amal shaleh dan janganlah ia menyekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Tuhannya”.51 ( Al-Kahfi: 110 )
Dari ayat di atas maka seorang wanita dapat bekerja sebagaimana laki-
laki. Pada zaman Rosulullah saw sudah ada pengusaha wanita yaitu Siti
Khadijah dialah wanita pengusaha kaya raya di kota mekah.
Sebagai muslimah, sudah selayaknya, bahkan wajib, menempatkan
masalah pekerjaan kaum wanita dalam konteks syar’i, bersumber dari dalil-
dalil Al-Qur’an Maupun Hadits Nabi. Dari kedua sumber itu Allah
memuliakan manusia, sehingga seharusnya keduanya dijadikan bekal,
pedoman dan sandaran dalam melakukan setiap aktifitas duniawi ini52.
Setelah menelaah teks-teks syar’I, semakin jelas bahwa pekerjaan
kaum wanita yang terpokok, yang seharusnya menjadi titik sentral semua cita-
50Ari Sunarijati, et al., Perempuan Yang Menuntun, Hlm, 35-36 51 QS. Al-Kahfi: 110 52 Saifuddin Mujtaba’, Isteri Menafkahi Keluarga “ Dilema antara Mencari, Menerima dan Memberi, Surabaya: Pustaka Progressif, Cet-I, 2001, hlm. 25
45
citanya diarahkan kepadanya dan ditempatkan dalam kerangka logis
pemikirannya, adalah pekerjaan-pekerjaan yang berkaitan dengan rumah
tangga, seperti mengurusi suami, mengasuh anak-anak dan mengatur rumah
tangga53.
Islam memberikan hak bekerja bagi kaum wanita sebagaimana hak
bekerja bagi kaum pria. Jadi, tidak satupun pekerjaan yang di halalkan agama
atau di haramkan atas wanita dan hanya diperbolehkan bagi kaum pria saja,
Islam tidak membedakan dalam perbuatan syari’ah (tasyri’) antara pria dan
wanita. Hanya saja berkaitan dengan hak bekerja ini, wanita yang bersuami
misalnya, ia tidak boleh bekerja tanpa persetujuan suami. Sebab, aturan
keluarga dan hak-hak perkawinan menghendaki wanita agar memelihara
kehidupan rumah tangga dan mementingkan kewajiban suami istri54.
Seorang muslim atau muslimat secara syar’i dituntut untuk bekerja,
dengan beberapa alasan. Ia wajib bekerja untuk memenuhi kebutuhan dirinya
sendiri. Ia harus memiliki kekuatan, merasa cukup dengan yang halal,
menjaga dirinya dari kehinaan meminta-minta, menjaga air mukanya agar
tetap jernih , dan menjaga tangannya agar tidak berada di bawah (meminta-
minta). Karenanya, Islam mengharamkan meminta-minta, jika bukan karena
kebutuhan pembebasan yang terpaksa55.
Di tengah kehidupan masyarakat, kita menyaksikan bahwa tidak
sedikit wanita yang bekerja bersama suaminya diladang, bahkan tidak jarang
mengerjakan apa yang seharusnya dikerjakan oleh laki-laki. Persoalannya 53 Ibid., hlm. 26 54 Ibid,, hlm. 119 55 Ibid., hlm.120
46
adalah berbaurnya wanita dengan pria. Memang, sebaiknya wanita bekerja
dengan suami, anak, saudara atau muhrimnya. Namun pada kasus-kasus
tertentu, yakni wanita yang bekerja di sektor publik dan dalam keadaan
darurat, seperti karena tidak ada orang yang memberi nafkah kepadanya, atau
karena wanita tersebut menanggung nafkah anak-anaknya, atau karena
suaminya dalam keadaan sakit yang tidak bisa mencukupi nafkah atau
kebutuhan pokok keluarga, maka dalam kondisi demikian diperbolehkan,
selama nilai-nilai kesopanan Islam dalam bergaul dan berpakaian serta berhias
diperhatikan56.
Dengan demikian tidak ada halangan bagi seorang muslimah untuk
bekerja, menjadi pengusaha, membelanjakan hartanya, melakukan transaksi
jual beli dan lain-lain, asal saja dapat menempatkan diri dalam berkarir serta
dapat menjalankan fungsinya sebagai seorang istri terhadap suami, sebagai
seorang ibu terhadap anaknya dan memenej ekonomi dalam rumah tangga.
Asalkan ketika akan bekerja diluar rumah sudah ada komitmen antara suami
dan istri. Dengan adanya komitmen yang sudah disepakati oleh suami dan istri
maka keduanya akan saling memahami. Sehingga menjadi keluarga yang
harmonis dan selalu dilimpahi keberkahan, nikmat dari Allah SWT dan
mensyukurinya.
56 ibid., hlm.123-124