nilai-nilai ketatanegaraan islami dalam pelaksanaan...

114
SKRIPSI NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN PEMILU DI MALAYSIA (Studi Analisis Kinerja Suruhanjaya Pilihan Raya dalam Pelaksanaan Pemilihan Umum di Malaysia) OLEH: ABDUL HADI BIN RIPIN KONSENTRASI SIYASAH SYAR’IYYAH PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H / 2008 M NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN PEMILU DI MALAYSIA (Studi Analisis Kinerja Suruhanjaya Pilihan Raya dalam Pelaksanaan Pemilihan Umum di Malaysia)

Upload: others

Post on 06-Sep-2019

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

SKRIPSI

NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN

PEMILU DI MALAYSIA

(Studi Analisis Kinerja Suruhanjaya Pilihan Raya dalam Pelaksanaan Pemilihan

Umum di Malaysia)

OLEH:

ABDUL HADI BIN RIPIN

KONSENTRASI SIYASAH SYAR’IYYAH

PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1429 H / 2008 M

NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN

PEMILU DI MALAYSIA

(Studi Analisis Kinerja Suruhanjaya Pilihan Raya dalam Pelaksanaan Pemilihan

Umum di Malaysia)

Page 2: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum Islam (S.H.I)

Oleh :

ABDUL HADI BIN RIPIN NIM : 106045203750

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing

Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM

NIP. 150 210 422

KOSENTRASI SIYASAH SYAR’IYYAH

PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1429 H / 2008 M

KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang puja dan puji

syukur seraya penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala nikmat dan karunia-Nya,

dan atas semua yang telah dianugerahkan-Nya kepada penulis. Shalawat dan salam semoga

Page 3: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

senatiasa dilimpahkan kepada pembawa risalah Allah, Muhammad SAW, keluarga, sahabat,

dan orang-orang yang telah memberikan dorongan serta motivasi kepada penulis.

Penulis bangga akan hasil penulisan skripsi ini walaupun masih ada kekurangan

dalam penulisan skripsi ini sebagai manusia kita tak luput dari kesalahan, kesempurnaan dan

kebenaran hanyalah milik Allah SWT oleh karenanya, penulis sangat mengharapkan sekali

masukan baik itu sifatnya saran maupun kritik selama itu dapat membangun dan terus

memotivasi penulis agar menyempurnakan dan memperbaiki kesalahan tersebut.

Namun demikian penulis sangat bersyukur sekali kepada Allah SWT dengan izin

dan kehendak-Nya maka penulis dapat menyelesaikan dan merampungkan skripsi dalam

rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan Hukum Jurusan Siyasah Syar’iyyah

(Ketatanegaraan Islam ) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam penulisan skripsi ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya, karena dengan bantuan dan dukungan merekalah penulis dapat menyelesaikan

penulisan skripsi ini, untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih secara khusus yang

sebesar-besarnya kepada :

1. Pihak Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan

kesempatan kami untuk menimba ilmu

2. Kepada Negara Indonesia yang telah memberikan kami izin untuk mencari dan

mendapatkan ilmu yang sangat bermanfaat untuk kami.

3. Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM. Selaku Dekan Fakultas Syari’ah

dan Hukum dan juga pembimbing penulis yang dengan arahan beliau pula sehingga

penulis dapat memahami dengan mudah apa yang akan dikerjakan.

5. Asmawi, M.Ag Selaku Ketua Jurusan Jinayah Siyasah Syar’iyyah

Page 4: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

6. Ayahanda Ariffin Abu Bakar yang telah mendidik dan membimbing penulis, Ibunda

Sukma Awang dan Ibunda Romlah yang telah kembali kerahmatullah semoga rohnya

dicucuri rahmat.

7. Dato Haji Mustafa Ali yang telah memberi dokongan dan bantuan diucapkan berbanyak

terima kasih.

8. Warga Kudqi yang telah memberikan tempat belajar terutama Dato Tuan Guru Haji

Harun Taib, Rektor Ust. Mahmood Sulaiman, Ust Soud Said, Ust. Nik Mohd Nor, YB.

Ust. Mohd Nor Hamzah, Ust. Rizki Ilyas, Ustadzah Zaitun, Ustadzah Nabilah, Ustadzah

Yazidah, Ust. Kamaruzaman, Ust. Shahari Zulkirnain, Ust. Asmadi dan seluruh Ustad

dan Ustadzah juga pelajar Kudqi yang tidak dapat penulis sebutkan disini.

9. Kepada keluarga di Malaysia yang telah memberikan dorongan dan motivasi terutama

untuk istri tercinta (Suhaizan), dan anak-anakku yang memberikan inspirasi dalam

menyelesaikan skripsi ini (A’zim, Hannan, Ardini, Irdina) dan kakak dan adikku

tercinta (Azizah&Yusuf, Zaitun&Harun, Zaleha&M.Khoiruddin, Amir&Dalina,

Puspawati&Fazali, Adik Na&Fauzi, Jihaduddin& Na). saudara-saudaraku yang lain

Suryana & Nasir, Arffan&Sitti, Safawi & Su, Jamal & Liza, M. Zin Uda & Na,

Mahmud & Mah, Ust. Zailani & K. Mah, Ust. Abd. Wahid, Romli Abbas, M.Nor & Ni..

10. Teman-teman satu perjuangan baik itu teman-teman Malaysia, yang ada dalam satu atap

untuk perjuangan (Harun, Faisal, Baihaqi, Khairil, Amir, Mustofa, Mawardi, Ikram),

serta teman Malaysia yang di Aspa dan Aspi ( Baha, Siti Hajar, Nur Masyitah, Hajar

Harun, Salwa, Anisah, Hazrin, N. Syazwani, Halimah dll) atupun kawan-kawan

Indonesia yang telah membantu untuk memahami dan sharing lebih dalam mengenai

ketatanegaraan Islam (Zamroni, Sidiq, Lukman, Taufiq, Dinnur, dan Oyok yang

membantu kami dalam menerjemahkan bahasa Indonesia serta yang lainnya yang tidak

dapat disebutkan satu persatu).

Page 5: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

Akhirnya penulis berharap semoga Allah SWT memberikan balasan yang lebih baik

dari semua yang telah mereka berikan dan lakukan untuk penulis khususnya dan kepada

semua pihak pada umumnya. Dengan segala kerendahan hati yang penulis miliki, penulis

ingin menyampaikan harapan yang begitu besar agar skripsi ini dapat memberikan manfaat

bagi penulis sendiri dan pembaca sekalian. Dan semoga Allah menjadikan penulisan skripsi

ini sebagai suatu amalan yang baik di sisi-Nya. Ciputat, 13 April

2008 M

6 Rabiulakhir 1429 H

Penulis

Page 6: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................iii

DAFTAR ISI ..............................................................................................................vi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .....................................................................1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah.................................................8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian...........................................................9

D. Tinjauan Pustaka ..............................................................................10

E. Metode Penelitian ............................................................................12

F. Sistematika Penulisan.......................................................................14

BAB II NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAM DALAM PELAKSANAAN

PEMILU

A. Pelaksanaan Pengangkatan Pimpinan dalam Ketatanegaraan Islam 16

B. Nilai-nilai Ketatanegaraan Islam dalam pengangkatan kepala Negara 25

1. Nilai Musyawarah ......................................................................27

2. Nilai Keadilan.............................................................................32

3. Nilai Persamaan..........................................................................35

C. Konsep dan Teori Pelaksanaan Pengangkatan Kepala Negara dalam

Ketatanegaraan Islam .......................................................................38

1. Bai’at ..........................................................................................40

Page 7: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

2. Ahlul Halli Wal Aqdi .................................................................42

3. Putera Mahkota...........................................................................45

D. Pelaksanaan Pemilu dalam Pandangan Ulama Kontemporer...........48

BAB III PELAKSANAAN PEMILU DI MALAYSIA OLEH SURUHANJAYA

PILIHAN RAYA

A. Sistem Pemilihan Umum di Malaysia. .............................................61

B. Pelaksanaan Pemilu di Malaysia Oleh Suruhanjaya Pilihan Raya. 68

C. Problematika Dalam Pelaksanaan Pemilu di Malaysia .....................85

D. Konsep Kebebasan dan Kebersihan Pelaksanaan Pemilu di Malaysia 93

BAB IV ANALISIS KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN

PEMILU DI MALAYSIA

A. Beberapa Hal Kesesuaian Pelaksanaan Pemilu Malaysia dengan

Ketatanegaraan Islam. ......................................................................98

B. Beberapa Hal Ketidaksesuaian Pelaksanaan Pemilu Malaysia dengan

Ketatanegaraan Islam. ....................................................................102

C. Analisis Ketetanegaraan Islam Terhadap Pengangkatan Kepala Negara 104

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ....................................................................................109

B. Saran ...............................................................................................114

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 8: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Allah SWT menggariskan bahwa dalam umat harus ada pemimpin yang menjadi

pengganti dan penerus fungsi kenabian untuk menjaga terselenggaranya ajaran agama,

memegang kendali politik, membuat kebijakan yang dilandasi syariat agama dan menyatukan

umat dalam kepemimpinan yang tunggal. Imamah (kepemimpinan Negara) adalah dasar bagi

terselenggaranya dengan baik ajaran-ajaran agama dan pangkal bagi terwujudnya

kemaslahatan umat, sehingga kehidupan masyarakat menjadi aman sejahtera.1 Mengenai arti

pentingnya seorang pemimpin diutarakan juga oleh Ibn Khaldun di dalam Muqaddimah, “

kedudukan pemimpin timbul dari keharusan hidup bergaul bagi manusia, dan didasarkan

kepada penaklukkan dan paksaan, yang merupakan pernyataan sifat murka dan sifat-sifat

kebinatangan.2

Sistem pemerintahan demokrasi berbeda dengan sistem pemerintahan diktator. Ia

berbeda dari segi cara untuk mendapatkan kekuasaan pemerintahan. Bagi sistem

pemerintahan demokrasi, kekuasaan ini ditentukan melalui pemilihan umum (pemilu).

Melalui pemilihan umum ini, rakyat diberi hak untuk memilih pemimpin mereka sendiri. Ini

berarti pemerintahan yang bercorak demokrasi ialah pemerintahan yang mendapat mandat

dan persetujuan rakyat untuk melaksanakan tugas-tugasnya. Sebaliknya pemerintahan yang

bercorak diktator tidak membenarkan pemilu diadakan3. Asas kekuasaannya adalah bertumpu

kepada kekuatan raja yang absolut, rakyat tidak diberi hak untuk memilih, rakyat juga tidak

1 Imam Al-Mawardi, Hukum Tata Negara dan Kepemimpinan dalam Takaran Islam, cet. V, (Jakarta:

Gema Insani Press, 2000), h. 14 2 Ibn Khaldun, Muqaddimah, Penterjemah Ahmadie Thoha, (Jakarta: Pustaka Firdaus; 2008), cet. VII,

h.232. 3 Tun Mohd Salleh Abas, Prinsip Perlembagaan dan Pemerintahan di Malaysia, cet. III, (Ampang/Hulu Kelang Selangor Darul Ehsan: Dawama Sdn.Bhd, 2006), h. 169

Page 9: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

dibenarkan untuk menegur atau mengkritik tindak tanduk raja. Jika rakyat membantah

perintah dan larangannya, mereka akan dipenjarakan dan mungkin dibunuh. Oleh sebab itu

orang-orang yang mempunyai kekuasaan memerintah selalu dikawal rapi oleh angkatan

bersenjata (pasukan khusus), yang menyebabkan mereka terasing daripada rakyat. Dengan

demikian tidak mengherankan jika terjadi pemberontakan untuk menjatuhkan kerajaan yang

otoriter itu.4

Pemerintahan yang demokrasi bergantung pada pemilu untuk menentukan wakil-

wakil rakyat yang akan menjalankan pemerintahan, maka sangatlah penting pemilu

dijalankan dengan adil. Karena pemilu yang dilaksanakan itu tidak adil, terdapat kecurangan

misalnya, sehingga hasil dari pemilihan umum itu tidak sesuai dengan kehendak rakyat, dapat

mengakibatkan timbulnya pertikaian dan perbuatan-perbuatan anarkis yang pada akhirnya

dapat menimbulkan kerugian materi bahkan jiwa dalam suatu negara.5

Untuk itu, agar pemilu dapat dilaksanakan dengan baik, yang bersih dan bebas jujur

dan adil haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:6

1. Pemilu itu haruslah dilaksanakan oleh suatu badan yang independen, jujur dan dipercayai

oleh rakyat.

2. Haruslah ada Undang-undang tentang pemilu yang mengatur tentang pelaksanaannya,

agar terhindar dari kecurangan-kecurangan.

3. Segala permasalahan pemilu haruslah diselesaikan dengan segera oleh mahkamah khusus.

Dengan melihat pernyataan diatas maka kita akan memahami bahwa setiap negara

dimanapun yang bercorak demokrasi di dalamnya pasti akan dilaksanakan suatu pemilu,

begitu pun dengan Negara Malaysia. Malaysia merupakan negara yang menganut sistem

4 Ibid, h. 170 5 Ibid, h. 171

6 Ibid. h. 170

Page 10: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

monarki konstitusional dan demokrasi berparlemen. Dalam pemilu, Malaysia menganut

sistem pemilu berdasarkan tiga prinsip utama, yaitu:7

1. Berdasarkan suara terbanyak mengikuti kaedah First Past The Post System yang mana

calon yang menang adalah calon yang memperoleh suara terbanyak, walaupun hanya

mendapat kelebihan satu suara melebihi calon lawannya yang lain.

2. Berdasarkan pemilihan seorang perwakilan mengikuti bagian pemilu sama dengan bagian

pemilu parlimen atau bagian pemilu Negeri (Single Member Territorial Representation).

3. Berdasarkan sistem penyertaan berbagai partai politik dan pihak yang layak untuk

berkompetisi dalam suatu pemilihan umum (Multi Party Electoral System).

Untuk melaksanakan pemilu, dalam pasal 113 Perlembagaan (konstitusi) Malaysia

telah memberi wewenang kepada pemerintah untuk membuat sebuah suruhanjaya

(lembaga/badan) yang dinamakan Suruhanjaya Pilihan Raya (SPR)8. Tugas pokok lembaga

ini adalah untuk memastikan rakyat Malaysia berpeluang untuk memilih wakil-wakil mereka

dalam membentuk pemerintahan dan memelihara hak ini melalui pemilu yang bebas dan adil.

Suruhanjaya atau lembaga ini dipimpin oleh seorang ketua dan tiga orang anggota.

Dalam sistem pemilu Malaysia, setiap negara bagian dibagi menjadi beberapa

wilayah pemilu yang diwakili oleh seorang atau beberapa orang wakil rakyat. Tiap satu

kawasan pemilu hanya diwakili oleh seorang wakil rakyat saja.9 Jadi jumlah wilayah pemilu

Dewan Rakyat adalah sama banyak dengan bilangan anggota Dewan Rakyat, begitu juga

jumlah wilayah pemilu bagi Dewan Undangan Negeri adalah sama banyak dengan jumlah

anggota Dewan Undangan Negeri. 10

7 Suruhanjaya Pilihan Raya Malaysia (SPR), 50 Tahun Demokrasi dan Pilihan Raya di Malaysia, (Kuala Lumpur: Percetakan Nasional Malaysia Berhad, 2007), h. 7 8 Istilah Suruhanjaya Pilihan Raya (SPR) sama dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Indonesia dan Pemilihan Umum dalam bahasa Malaysia disebut Pilihan Raya.

9 Undang-Undang Malaysia, Perlembagaan Persekutuan, Perkara (pasal) 116 (2) 10 Dewan Undangan Negeri sama dengan DPRD dan Dewan Rakyat adalah DPR Pusat / Parlemen)

Page 11: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

Dewan Negeri, tergantung pada jumlah anggota Dewan Negeri sebagaimana yang

telah ditetapkan oleh perlembagaan (UUD) negeri masing-masing. Walau bagaimanapun,

jumlah wilayah pemilu bagi setiap negara bagian mestilah sekurang-kurangnya sama banyak

atau dua kali lipat dengan jumlah wilayah pemilu Dewan Rakyat yang ditetapkan kepada

negara bagian itu, mengikuti Perlembagaan jumlah anggota Dewan Negeri di tiap-tiap negara

bagian adalah: Johor (40), Kedah (36), Kelantan (43), Melaka (25), Negeri Sembilan (32),

Pahang (38), Pulau Pinang (33), Perak (52), Perlis (15), Selangor (48), Terengganu (32),

Sabah (48), Sarawak (56).11

Dalam pemilu di Malaysia setiap pemilih ditentukan dalam undang-undang

Malaysia Perlembagaan Persekutuan pasal 119 disebutkan syarat-syarat pemilih seperti

Warga Negara Malaysia, berumur 21 tahun pada saat dilaksanakan pemilihan raya, kemudian

merupakan penduduk asli dari negara bagian. Dalam penelitian ini masalah yang diangkat

adalah mengenai problematika pelaksanaan pemilihan umum di Malaysia seperti, daftar

pemilih yang tidak/bukan penduduk asli atau mastautin kemudian dimanakah fungsi utama

SPR yang bertugas untuk menyelenggarakan pelaksanaan pemilihan raya Malaysia secara

adil?, maka selayaknyalah SPR harus memperbaiki citra mereka, dengan melihat tatacara dan

praktek pemilihan kepala negara berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam

ketatanegaraan Islam.

Di kalangan umat Islam sampai sekarang terdapat tiga aliran tentang hubungan

antara Islam dan ketatanegaraan. Aliran pertama berpendirian bahwa Islam bukanlah semata-

mata agama dalam pengertian Barat, yakni hanya menyangkut hubungan antara manusia dan

Tuhan, sebaliknya Islam adalah satu agama yang sempurna dan yang lengkap dengan

pengaturan bagi segala aspek kehidupan manusia termasuk kehidupan bernegara. Para

penganut aliran ini pada umumnya berpendirian bahwa :12

11 Tun Mohd Salleh Abas, Prinsip Perlembagaan dan Pemerintahan di Malaysia, h. 172 12 Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta: UI Press, 1993), edisi kelima, hal. 1

Page 12: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

1. Islam adalah suatu agama yang serba lengkap. Di dalamnya terdapat pula antara lain

sistem ketatanegaraan atau politik, oleh karenanya dalam bernegara umat Islam

hendaknya kembali kepada sistem ketatanegaraan Islam, dan tidak perlu atau bahkan

jangan meniru sistem ketatanegaraan barat.

2. Sistem ketatanegaraan atau politik Islami yang harus diteladani adalah sistem yang telah

dilaksanakan oleh Nabi Besar Muhammad dan oleh empat Al-Khulafa al-Rasyidin.

3. Menolak pendapat bahwa Islam adalah suatu agama yang serba lengkap dan bahwa

dalam agama Islam terdapat sistem ketatanegaraan.

Terlepas dari pernyataan diatas kita sebenarnya akan melihat bahwa proses

ketatanegaraan itu sifatnya kompleks dan fleksibel, sebetulnya Islam telah mengajarkan

kepada kita bagaimana mempraktekan ketatanegaraan secara Islami. Dalam sejarah

ketatanegaraan Islam mengenai proses pengangkatan kepala negara (khalifah) kita dapat

melihat bahwa Islam sudah mempraktekan pemilihan secara demokratis hal ini ditandai

dengan pemilihan khalifah yang ketiga dalam Islam yaitu Khalifah Utsman bin Affan, dalam

proses penunjukannya sampai pengangkatannya melalui proses yang sangat demokratis.

Dalam pengalihan (kekuasaan Umar kepada Utsman dibentuk suatu badan yang

beranggotakan enam orang dengan diketuai oleh Abdurrahman bin Auf disini kita akan

melihat sejauh mana proses keadilan yang berlangsung dalam pelaksanaannya.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, penulis merasa tertarik untuk meneliti dan

mengkaji lebih dalam masalah yang berkaitan dengan pelaksanaan pemilu yang

diselenggarakan SPR di Malaysia yang dalam pelaksanaannya terdapat beberapa

permasalahan dan problematika sehingga penulis angkat menjadi judul skripsi: “Nilai-Nilai

Ketatanegaraan Islam dalam Pelaksanaan Pemilu di Malaysia” (Studi Analisis Kinerja

Suruhanjaya Pilihan Raya dalam Pelaksanaan Pemilihan Umum di Malaysia).

B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah

Page 13: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

1. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian dan penulisan skripsi adalah penting dengan adanya suatu

pembatasan masalah yang bertujuan agar penelitian menjadi tearah dan fokus

terhadap permasalahan yang akan diteliti. Kemudian pertanyaan penelitian haruslah

dapat dirumuskan untuk “mempersempit” ruang lingkup penelitian, dengan begitu

pertanyaan penelitian menjadikan penelitian lebih fokus dan terarah. Berdasarkan

paparan dalam latar belakang diatas, maka pokok permasalahan yang terdapat dalam

penelitian ini adalah mengenai penyelenggaraan pelaksanaan pemilihan umum.

2. Perumusan Masalah

Dari penjelasan diatas maka dapat dirumuskan permasalahan “Bagaimana peranan

SPR (Suruhanjaya Pilihan Raya) dalam pelaksanaan Pemilihan Umum di Malaysia

dengan memperhatikan nilai-nilai ketatanegaraan Islam?”, yaitu mencakup hal-hal

sebagai berikut:

1) Bagaimana kinerja pelaksanaan pemilu Malaysia oleh SPR?.

2) Bagaimana konsep pemilihan atau pengangkatan pimpinan dalam ketatanegaraan

Islam?.

3) Bagaimana Nilai-nilai ketatanegaraan Islam dalam pelaksanaan Pemilihan Umum

Malaysia oleh SPR?.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini ada beberapa tujuan yang ingin dicapai diantaranya:

1. Memberikan gambaran dan informasi mengenai SPR (Suruhanjaya Pilihan Raya)

2. Menjelaskan pelaksanaan pemilihan umum di Malaysia

3. Untuk mengetahui peranan SPR dalam menerapkan nilai-nilai ketatanegaraan Islam.

Adapun dari segi manfaat yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Kajian keilmuan mengenai ketatanegaraan Islam.

2. Memberikan pengetahuan dan informasi tentang Badan Pemilu SPR di Malaysia.

Page 14: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

3. Menambah wawasan bagi para akademik dan pembaca mengenai pelaksanaan pemilu

di Malaysia dan ketatanegaraan Islam.

D. Tinjauan Pustaka

Beberapa penelitian dengan pokok bahasan mengenai pelaksanaan pemilihan umum

di Malaysia 2005 serta pemilihan kepala negara yang didasarkan kepada rasa keadilan..

Pembahasan bersumber dari skripsi terdahulu, buku, selain itu ada beberapa jurnal dan

laporan tahunan yang berkaitan secara spesifik dan khusus bersinggungan dengan bahasan

penelitian. Berikut ini merupakan paparan tinjauan umum atas sebagian karya-karya

penelitian tersebut.

Skripsi Pitri Anita, “Siyasah Dauliyah Pada Masa Khulafaur Rasyidun, 2004. Pada

bab IV skripsi ini ada pembahasan yang mengkaji praktek siyasah dauliyah pada masa

Khulafaur Rasyidun, dimulai dari Khalifah Abu Bakr As-Sidiq, Umar bin Khattab, Utsman

bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib di dalamnya memuat penerapan nilai-nilai ketatanegaraan

Islam yang mereka praktekkan sepertni nilai keadilan, nilai musyawarah, nilai keadilan, dll.

Skripsi Mohammad Adnin bin Yahya, “Konsep Negara Islam di Malaysia (menurut

UMNO dan PAS), 2006. Skripsi ini membahas mengenai penerapan nilai-nilai Islam yang

ada di Malaysia mulai dari sudut pandang yang berkuasa (UMNO) maupun dari pihak

pembangkang (PAS).

Karya Tun Mohd Salleh Abas tentang “Pilihan Raya Malaysia” di tulis dalam buku

yang berjudul “Prinsip Perlembangaan dan Pemerintahan di Malaysia”, buku ini membahas

permasalahan tentang pentingnya diadakan pemilihan umum untuk melangsungkan

kehidupan yang berdemokrasi. Mengenai pemilihan umum di Malaysia ini, Beliau berusaha

menjelaskan kenapa perlunya diadakan pemilu, mengenai daftar pemilih, kebebasan dan

kebersihan pemilu dijalankan.

Page 15: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

Buku Laporan Tahunan SPR (Suruhanjaya Pilihan Raya) tahun 2005 “Misi,

Objektif, Moto dan Dasar kualiti”. Buku laporan ini membahas mengenai badan pelaksanaan

pemilu di Malaysia, dimana lembaga ini bertugas dalam menjalankan pemilihan umum yang

bebas dan adil.

Karya Tuan Guru Haji Abdul Hadi Awang, tentang “Prinsip-prinsip Amali Dalam

Negara Islam ”, di tulis dalam salah satu bab pada bukunya yang berjudul “Sistem

Pemerintahan Negara Islam”. Pokok masalah yang dibicarakan adalah prinsip keadilan

dalam prinsip-prinsip dasar pada negara islam.

Karya Munawir Sjadzali, tentang “Proses Pengangkatan Empat Al-Khulafa Al-

Rasyidin” Pada buku yang berjudul “Islam dan Tata Negara (Ajaran, Sejarah dan

Pemikiran)”. Yang menjelaskan proses pengangkatan kepala negara (khalifah), dalam

pelaksanaannya Islam mengajarkan beberapa metode pengangkatan kepala negara, namun

demikian tidak terlepas dari konsep keadilan itu sendiri.

Karya Dr. Yusuf Qardhawi tentang “Islam dan Demokrasi” di dalam bukunya yang

berjudul “Fatwa-fatwa Kontemporer Jilid 2”. Menjelaskan bahwa menurut Islam peraturan

seperti pemilihan umum atau pemungutan suara hal itu merupakan pemberian saksi terhadap

kelayakan si calon, oleh sebab itu pemberian suara haruslah memenuhi syarat sebagaimana

halnya saksi, yaitu adil dan baik perilakunya sehingga diridhai orang banyak.

Karya Imam Al-Mawardi tentang “Hukum Tata Negara dan Kepemimpinan dalam

Takaran Islam” di dalam bukunya yang berjudul “Ahkamul Shulthan”, buku ini berisi kajian

tentang hukum tata Negara dan kepemimpinan agama, yang menjelaskan tentang

pengangkatan kepala Negara.

E. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan

1. Jenis Penelitian

Page 16: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

Pada prinsipnya penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (Library

Recearch), yaitu penelitian yang kajiannya dilaksanakan dengan menelaah dan

menelusuri berbagai literatur, karena memang pada dasarnya sumber data yang hendak

digali lebih terfokus pada studi pustaka. Dengan demikian penelitian ini merupakan

penelitian kualitatif deskriftif. Deskriptif disini dimaksudkan dengan membuat deskripsi

secara sistematis dengan melihat dan menganalisis data-data secara kualitatif.

2. Objek Penelitian

Dalam penelitian ini objek yang terkait adalah Kerajaan/Negara Malaysia. Ini sangat

menarik karena dalam pelaksanaan pemilu 2005 di Malaysia terdapat problematika yang

signifikan, untuk itu perlulah kiranya penulis menentukan lokasi penelitian di tempat

tersebut.

3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang lebih akurat dan faktual, teknik pengumpulan data

yang dilakukan dengan studi dokumenter/bahan tertulis. Yakni dengan mencari bahan-

bahan yang terkait serta mempunyai relevansi dengan penelitian. Sehingga data yang

diperoleh dapat dibedakan menjadi data primer dan data sekunder.

Sumber data primer yaitu buku-buku atau literatur yang membahas tentang pemilu

di Malaysia dan yang membahas tentang ketatanegaraan Islam. Sedangkan sumber data

sekunder adalah literatur-literatur yang ada kaitannya ada relevansinya dengan penelitian

ini.

4. Teknik Analisis Data

Page 17: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

Dalam melakukan analisis terhadap data-data yang sudah terhimpun, digunakan

teknik analisis data kualitatif dengan pendekatan komparatif, yaitu analisis perbandingan

antara pelaksanaan pemilu di Malaysia dengan nilai-nilai ketatanegaraan Islam.

Dalam teknik penulisan ini, penulis menggunakan “Buku Pedoman Penulisan

Skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun

2007”.

F. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dan memperoleh gambaran yang utuh serta menyeluruh,

penelitian skripsi ini di tulis dengan menggunakan sistematika pembahasan sebagai berikut :

BAB I Berupa pendahuluan yang mencakup Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan

Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metode

Penelitian dan Teknik Penulisan, dan Sistematika Penulisan.

BAB II Membahas Nilai-nilai Ketatanegaraan Islam dalam Pelaksanaan Pemilu yang

meliputi Pelaksanaan Pengangkatan Pimpinan dalam Ketatanegaraan Islam, Nilai-

nilai Ketatanegaraan Islam (nilai musyawarah, nilai keadilan, nilai persamaan,

nilai Kejujuran) dalam pengangkatan kepala negara, Konsep dan Teori

Pelaksanaan Pengangkatan Kepala Negara dalam Ketatanegaraan Islam,

Pandangan Ulama Kontemporer dalam Pelaksanaan Pemilu.

BAB III Tentang Pelaksanaan Pemilu di Malaysia meliputi Sistem Pemilihan Umum di

Malaysia, Pelaksanaan Pemilu di Malaysia Oleh Suruhanjaya Pilihan Raya,

Problematika Dalam Pelaksanaan Pemilu di Malaysia, Konsep kebebasan dan

kebersihan pelaksanaan pemilu di Malaysia.

BAB IV Berisi Analisis Ketatanegaraan Islam terhadap Pelaksanaan Pemilu di Malaysia

meliputi Beberapa Hal Kesesuaian Pelaksanaan Pemilu di Malaysia dengan Nilai-

nilai Ketatanegaraan Islam, Beberapa Hal Ketidaksesuaian Pelaksanaan Pemilu

Malaysia dengan Nilai-nilai Ketatanegaraan Islam.

BAB V Merupakan penutup yang berisi Kesimpulan dan Saran.

Page 18: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

BAB II

PELAKSANAAN PENGANGKATAN PIMPINAN DALAM KETATANEGARAAN

ISLAM

A. Sejarah Pelaksanaan Pemilu Dalam Ketatanegaraan Islam

Penyelenggaraan negara menurut tuntutan Islam mirip dengan penyelenggaraan shalat

jama’ah di mana ada peimimpin negara sebagai imam, rakyat sebagai ma’mum, warga

masyarakat sebagai jama’ah, konstitusi dan peraturan perundang-undangan sebagai tata cara

dan bacaan shalat, tujuan negara sebagai terlihat dari tujuan shalat, antara lain mencegah

perbuatan keji dan mungkar, dan lain-lain.13 Shalat jama’ah juga mengenal koreksi terhadap

imam dan penggantian imam mirip seperti yang dilakukan terhadap kepemimpinan negara

dalam sistem modern. Pemilihan pemimpin atau penyelenggaraan negara juga mirip dengan

pemilihan pemimpin (imam) shalat yang dilihat melalui prioritas (1) kefasihan bacaan, (2)

kedalaman ilmu, (3) ketaqwaan dan (4) senioritas.

Sebagai agama yang paripurna, Islam tidak hanya mengatur dimensi hubungan antara

manusia dengan khaliknya, tetapi juga antara sesama manusia. Selama 23 tahun karir

kenabian Muhammad saw, kedua dimensi ini berhasil dilaksanakannya dengan baik. Pada

masa 13 tahun pertama, Nabi Muhammad menyampaikan dakwahnya kepada masyarakat

Mekah dengan penekanan pada aspek akidah dan ibadah. Namun hal ini tidak berarti bahwa

aspek sosial diabaikan sama sekali pada periode Mekah ini. Ayat-ayat Al-Qur’an yang

diturunkan pada masa ini justru banyak berbicara tentang kecaman terhadap ketidakadilan,

praktik-praktik bisnis yang curang, penindasan oleh kelompok elit ekonomi dan politik

terhadap kelompok yang lemah dan berbagai ketimpangan sosial lainnya.14

13 Rifyal Ka’bah, Politik dan Hukum dalam al-Qur’an, (Jakarta : Khairul Bayan, 2005), cet. I, h. 56

14 Muhalammad Iqbal, Fiqh Siyasah (Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam), (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2001), cet. I, h. 31

Page 19: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

Mengenai pengangkatan kepala negara, Islam lebih memperkenalkannya pada awal

pemerintahan Islam saat dipegang oleh para Khulafaur Rasyidun, hal ini dikarenakan

Muhammad tidak diangkat melalui suksesi melainkan melalui pesan-pesan yang

disampaikannya dalam Al-Qur’an itupun sebagai realisasi dari dakwahnya sebagai seorang

Nabi. Jadi kepemimpinan Nabi Muhammad sebagai kepala negara Madinah menyatu dengan

tugas-tugas kerasulannya. Karena itu, beliau hanya bertanggung jawab sepenunya kepada

Allah.15

Persoalan pertama yang muncul setelah Nabi Muhammad SAW. wafat (632 M /10 H)

adalah suksesi. Semasa hidupnya, Nabi Muhammad SAW. memang tidak pernah menunjuk

siapa yang akan menggantikan kepemimpinannya kelak. Beliau juga tidak memberi petunjuk

tentang cara pengangkatan penggantinya (khilafah). Ketiadaan petunjuk ini menimbulkan

permasalahan di kalangan umat Islam setelah Nabi Muhammad SAW. wafat, sehingga

hampir membawa perpecahan antara kaum muhajirin dan anshar. Bahkan jenazah beliau

sendiri ‘terlantar’ oleh seputar pembicaraan khilafah ini.

Pengangkatan Khalifah (Kepala Negara)

Hampir semua ahli sejarah Islam sepakat bahwa persoalan pertama yang muncul

dalam sejarah umat Islam adalah masalah politik atau persoalan imamah, yakni masalah

penggantian Nabi Muhammad SAW selaku kepala Negara.16

Dalam Islam penetapan Khilafah pada saat adanya Kekhilafahan melibatkan tiga

unsur. Pertama: Mahkamah Mazhalim, yakni lembaga dalam Kekhilafahan Islam yang salah

satu kewenangannya adalah mengevaluasi dan menetapkan perlu tidaknya penggantian

Khilafah. Kedua: Majelis Umat, yakni lembaga perwakilan rakyat yang para anggotanya

dipilih secara langsung oleh rakyat. Salah satu wewenangnya adalah membatasi jumlah calon

khilafah. Ketiga: rakyat sebagai pemilik kekuasaan.

15 Ibid. h. 44

16 Ridwan HR, Fiqih Poliik (Gagasan, Harapan dan Kenyataan), Yogyakarta: FH UII Press, 2007, cet. Pertama, h.243.

Page 20: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

Secara ringkas, prinsip umum pergantian khilafah dalam Islam dicontohkan dalam

praktik para Sahabat yang berbentuk Ijma Sahabat. Prinsip-prinsip tersebut adalah:17

1. Kekuasaan ada di tangan umat.

2. Bai’at merupakan hak seluruh kaum Muslim sekaligus merupakan fardhu kifayah. Rakyat

harus diberi kesempatan untuk menunaikan hak mereka. Apakah mereka menggunakan

haknya itu atau tidak, itu terserah mereka.

3. Syariah tidak menyaratkan jumlah tertentu dalam baiat in'iqâd. Yang penting berjamaah

dan dengan itu kaum Muslim ridha. Keridhaan kaum Muslim itu dapat ditunjukkan oleh

diamnya mereka, ketaatan mereka, atau dengan indikasi apapun. Hanya saja, berbagai

upaya untuk mengetahui pendapat publik dilakukan seoptimal mungkin.

4. Tidak sempurna pengangkatan kepala negara (Khilafah) kecuali jika dilakukan oleh

sekelompok orang yang hasil pengangkatannya itu diridhai oleh mayoritas kaum Muslim.

Adapun langkah-langkahnya adalah:18

1. Penetapan kapan Khilafah harus diganti. Islam tidak menetapkan masa jabatan seorang

khilafah. Khilafah kehilangan hak Kekhilafahan jika melanggar syarat-syarat utama

sebagai seorang khilafah (Muslim, laki-laki, baligh, berakal, merdeka, dan adil) atau

meninggal dunia. Pelanggaran terhadap syarat-syarat ini diputuskan dalam sidang

Mahkamah Mazhalim. Jika Mahkamah Mazhalim memutuskan Khilafah saatnya diganti

maka dikeluarkanlah keputusan tersebut dan diumumkan kepada publik.

2. Berdasarkan keputusan tersebut, pada saat Khilafah masih hidup, dilakukanlah

penjaringan bakal calon khilafah. Hal ini didasarkan pada Ijma Sahabat. Pada saat Abu

Bakar dalam keadaan sakit, kaum Muslim menentukan siapa bakal pengganti beliau.

Terpilihlah Umar. Akan tetapi, Umar baru dipandang sebagai khilafah setelah dibaiat oleh

17. www.perisaidakwaha.com di akses pada tanggal 5 Februari 2008.

18 Ibid

Page 21: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

kaum Muslim paska kematian Abu Bakar. Demikian pula halnya saat terpilihnya Utsman

bin Affan menggantikan Umar bin al-Khaththab.

Adapun jika Khilafah meninggal tanpa ada tanda-tanda terlebih dahulu, dan

penjaringan dilakukan setelah meninggal Khilafah, maka ditunjuk seorang amir yang

mengurusi urusan masyarakat sebagai amir sementara (amir mu'aqqah) hingga

dibai’atnya khilafah pengganti. Ketetapan dan teknis praktis menyangkut hal ini perlu

ijtihad para ahli ketatanegaraan Islam kelak.19

Tatacara penjaringan calon khilafah bersifat teknis yang bisa bervariasi. Pada masa

Abu Bakar, calon dijaring melalui wakil dari kaum Anshar dan Muhajirin. Lalu saat

menentukan penggantinya, khilafah Abu Bakar yang saat itu merasa sakit keras

mengumpulkan beberapa Sahabat besar seperti Abdurrahman bin Auf, Utsman bin Affan,

Said bin Zaid, dan Usaid bin Hudhair untuk bermusyawarah secara rahasia. Mereka

melihat calon khilafah adalah Umar dan Ali. Setelah itu, kedua calon diumumkan kepada

seluruh masyarakat. Lalu masyarakat menyetujui Umar sebagai pengganti. Barulah

setelah Abu Bakar wafat, para Sahabat membai’at Umar. Lain lagi kondisinya pada saat

penggantian Umar. Saat beliau sakit parah, beliau meminta beberapa orang yang disebut

Rasul sebagai ahli surga (Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Said bin Abi Waqash,

Abdurrahman bin Auf, Thalhah bin Ubaidillah, kecuali Abdullah bin Umar, putranya).

Setelah Umar wafat, mereka, selain Abu Thalhah, bermusyawarah. Abdurrahman bin Auf

keliling meminta pendapat publik. Jatuhlah pilihan kepada Utsman dan Ali. Di masjid

mayoritas masyarakat memilih Utsman. Beliaupun dibaiat sebagai khilafah. Pada saat

pengangkatan Ali paska kematian Utsman, yang ada hanya satu calon. Mayoritas Sahabat

dan kaum Muslim membaiat beliau di masjid. Lalu seluruh kaum Muslim lainnya

menaatinya.

Jadi, merujuk pada Ijma Sahabat tersebut, pihak yang menetapkan bakal calon dan

calon itu bisa perwakilan yang mewakili kaum Muslim (Majelis Umat) atau kaum

19 Ibid

Page 22: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

Muslim secara umum (lewat sekumpulan orang-orang, partai, atau organisasi). Teknis

mana yang akan digunakan kelak, bergantung pada hasil ijtihad para ahli ketatanegaraan

Islam kelak. Yang jelas, itu hanyalah teknis, yang boleh dipilih sesuai dengan keperluan

dan sesuai realitas.

3. Tetapkan siapa di antara mereka yang akan dibaiat menjadi khilafah. Cara yang

dicontohkan para Sahabat bermacam-macam, seperti disinggung di atas. Langkah teknis

mana yang akan diambil, sama saja. Satu hal yang penting disadari adalah prinsip

"berbagai upaya untuk mengetahui pendapat publik harus dilakukan seoptimal mungkin",

misalnya melalui Pemilihan Umum Khilafah untuk mengetahui pilihan umat.

4. Setelah diketahui ada calon khilafah yang mendapatkan suara mayoritas, maka dilakukan

baiat terhadapnya oleh wakil kaum Muslim. Wakil kaum Muslim tersebut bisa perwakilan

dari tokoh-tokoh masyarakat, perwakilan organisasi, atau Majelis Umat. Pada masa

Khulafaur Rasyidin, baiat dilakukan oleh sebagian Sahabat. Ungkapan baiat tidak

ditentukan. Yang penting harus mencakup pengamalan al-Quran dan Sunnah Rasulullah

oleh Khilafah serta ketaatan dalam keadaan sulit maupun mudah, lapang maupun sempit,

dari pihak pemberi bai’at. Setelah terjadinya bai’at in'iqâd berarti khilafah baru telah

terpilih.

5. Lakukan bai’at thâ'ah. Pada masa Abu Bakar dan Umar, penegasan bagi kaum Muslim

untuk menaati Khilafah dilakukan dengan pidato kenegaraan. Lalu, para Sahabat yang

tidak sempat melakukan baiat in'iqâd menunjukkan ketatannya kepada Khilafah terpilih.

Saat sekarang, baiat thâ'ah dapat dilakukan baik lisan maupun tertulis, atau cukup dengan

menunjukkan sikap ketaatan, dan lain-lain.

Tampak, hal di atas masih memiliki alternatif. Pada masa khilafah berdiri kelak,

mekanisme teknis perlu ijtihad dan penetapan oleh ahli ketatanegaraan Islam. Di antara

langkah teknis yang dapat ditempuh adalah:20

20 Ibid.

Page 23: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

1. Mahkamah mazhalim menetapkan kapan penggantian khilafah, baik karena khilafah

memang layak diganti sesuai dengan hukum syara atau karena meninggal. Bila karena

khilafah meninggal maka Majelis Umat menetapkan seorang Amir Sementara, sebut saja

Mu'awin Tafwidl (Pembantu Khilafah) yang ditetapkan untuk itu.

2. Berdasarkan keputusan Mahkamah Mazhalim, Majelis Umat dari kalangan Muslim

menjaring bakal calon khilafah. Pencalonan dapat berasal dari partai, ormas, dan lain

lain. Bisa saja dibentuk tim yang menangani hal ini. Lalu, berdasarkan syarat-syarat

khilafah baik syarat mutlak (syurûth in'iqâd) maupun syarat keutamaan (syurûth

afdhaliyah), Majelis Umat membatasi jumlah calon khilafah.

3. Untuk mengetahui kehendak publik, dilakukan Pemilu untuk memilih Khilafah.

4. Setelah Pemilu selesai akan diperoleh calon yang mendapatkan suara terbanyak.

Berikutnya:

a) Jika Khilafah yang sedang memimpin uzur atau tidak dapat menjalankan fungsinya,

maka secara resmi Mahkamah Mazhalim menghentikan Khilafah tersebut.

Keputusan tersebut dikeluarkan paling cepat dua hari sebelum pembaiatan khilafah

baru. Waktu tersebut adalah waktu toleransi maksimal bagi tidak adanya khilafah

pengganti. Lalu, khilafah terpilih dibai’at.

b) Jika Khilafah sedang sakit keras, calon khilafah tidak dibaiat dulu. Tunggu sampai

meninggal. Mahkamah Mazhalim dan atau Khilafah mengumumkan ke publik

bahwa orang yang mendapat suara mayoritas itu adalah calon penggantinya. Tinggal

membaiat. Jika keadaan sakit kerasnya itu menyebabkan ia tidak dapat menjalankan

fungsi Kekhilafahan maka Mahkamah Mazhalim menetapkan kapan kelayakan

penggantian Kekhilafahan dengan pembaiatan.

c) Jika Khilafah sudah meninggal dunia, Mahkamah Mazhalim mengeluarkan

keputusan penghentian amir sementara. Sesaat sesudah itu, dilakukanlah baiat

in'iqâd untuk khilafah baru.

Page 24: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

5. Majelis Umat melakukan baiat in'iqâd terhadap calon khilafah, yang ditunjukkan

dengan adanya proses ijâb dan qabûl.

6. Khilafah baru sudah terpilih.

7. Keesokan harinya dilakukan semacam pidato kenegaraan dari khilafah baru untuk

mengenalkan bahwa dia adalah khilafah yang wajib ditaati.

8. Berikutnya, Khilafah dapat menerima ucapan baiat thâ'ah dari masyarakat, baik lisan

maupun tulisan. Rakyat yang tidak bisa secara langsung melakukannya, bisa

menunjukkannya dalam sikap dan perilaku berupa ketaatan dan ketundukan kepada

Khilafah tersebut.

B. Nilai-nilai Ketatanegaraan Islam dalam pengangkatan Kepala Negara

Apa yang ada di dalam al-Qur’an dan sunnah dari hukum-hukum konstitusional dan

etika-etika politik dianggap sesuatu yang wajib diikuti dalam pemerintahan Islam (negara

Islam). Hal itu mempunyai pengaruh besar dalam membentuk gambaran Islam untuk sebuah

negara, tugas-tugasnya dan ciri khas sistem hukum di dalamnya, juga spesialisasi

kewenangan yang berada di dalamnya.

Prinsip-prinsip konstitusional ini dianggap seperti hak-hak Allah dalam bidang

politik, karena sejauh mana hal itu dianggap sebagai hak umat Islam untuk menuntut para

penguasa agar menghormati prinsip-prinsip konstitusional atau etika-etika politik ini, dan

agar bersedia turun dari jabatan politik mereka dalam pemerintahan, sejauh itu pula hal

tersebut menjadi kewajiban atas umat Islam dengan kapasitasnya sebagai kelompok dan

kewajiban atas setiap orang yang mampu dengan kapasitasnya sebagai individu, untuk

memegang erat prinsip-prinsip ini dan mengajak orang lain untuk memegangnya serta

mencari penyelesaian padanya.21

Jika kita tidak menemukan kesepakatan antara ulama syariat tentang prinsip-prinsip

ini, sebabnya bukan pada perbedaan seputar prinsip-prinsip itu saja, artinya sekitar apakah

21 Farid Abdul Khaliq, Fikih Politik Islam, (Jakarta : Amzah, 2005), Cet. I, h. 1

Page 25: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

Islam membawa atau tidak membawa asas itu. Namun, sebab adanya ketidaksepakatan itu

adalah menurut kami seputar terikat atau tidaknya dengan urusan-urusan konstitusional atau

sistem hukum.

Prinsip-prinsip utama menurut sebagian ulama kontemporer dari para ahli fikih

syariat22 adalah tidak zalim, adil, musyawarah, dan persamaan. Namun, menurut sebagian

ulama lagi adalah keadilan (Al-‘Adalah), musyawarah, dan taat kepada ulil amri terhadap

perintah yang disenangi orang mukmin atau yang dibenci, kecuali bila dia memerintahkan

untuk berbuat kemaksiatan, maka tidak boleh mendengarkannya dan taat kepadanya. Ada

satu pendapat lain lagi yang menyatakan bahwa prinsip-prinsip utama itu adalah sebagai

berikut :23

1. Musyawarah dalam hal apa saja yang wajib dimusyawarahkan dari urusan-urusan umat

Islam.

2. Sikap tidak zalim dari penguasa tertinggi, dari para pemimpin, dan dari bawahannya.

3. Meminta bantuan orang-orang kuat dan terpercaya dalam segala hal yang penguasa

tertinggi wajib meminta bantuan dalam hal itu.

Dr. Abdul Hamid Mutawalli dan Dr. Muhammad Salim Al-Awa sangat sepakat dalam

hal prinsip-prinsip utama ini. Dr. Abdul hamid Mutawalli meletakkan di awalnya

musyawarah dan keadilan, lalu persamaan dan kebebasan, kemudian tanggung jawab ulil

amri. Sementara Dr. Muhammad Salim Al-Awa sama sepertinya, namun dia menambahkan

wajib taat.24

1. Nilai Musyawarah

Kata “syura” berasal dari sya-wa-ra, yang secara etimologis berarti

“mengeluarkan madu dari sarang lebah”. Sejalan dengan pengertian ini, kata “syura”

22 Abdul Wahalab Khallaf, As-Siyasah Asy-Syar’iyah, cetakan pertama, tahun 1931, h. 19

23 Abdul Khaliq, Fikih Politik Islam, h. 2 24 Ibid h. 37-38

Page 26: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

atau dalam bahasa Indonesia menjadi “musyawarah” mengandung makna segala sesuatu

yang dapat diambil atau dikeluarkan dari yang lain (termasuk pendapat) untuk

memperoleh kebaikan. Hal ini semakna dengan pengertian lebah yang mengeluarkan madu

yang berguna bagi manusia.25

Mayoritas ulama syariat dan pakar undang-undang konstitusional meletakkan

“musyawarah” sebagai kewajiban keislaman dan prinsip konstitusional yang pokok diatas

prinsip-prinsip umum dan dasar-dasar baku yang telah ditetapkan oleh nash-nash Al-

Qur’an dan hadits-hadits nabawi. Oleh karena itu musyawarah itu lazim dan tidak ada

alasan bagi seseorang pun untuk meninggalkannya.26

Mayoritas ulama fikih dan para peneliti berpendapat bahwa musyawarah adalah

prinsip hukum yang bagus. Ia merupakan jalan untuk menemukan kebenaran dan

mengetahui pendapat yang paling tepat. Al-Qur’an memerintahkan musyawarah dan

menjadikannya sebagai satu unsur dari unsur-unsur pijakan negara Islam.

Adapun yang dimaksud dengan “musyawarah” dalam istilah politik adalah hak

partisipasi rakyat dalam masalah-masalah hukum dan pembuatan keputusan politik. Jika

hak partisipasi rakyat ini tidak ada dalam masalah-masalah hukum, maka sistem hukum itu

adalah sistem hukum dikatatorial atau totaliter. Jika dinisbatkan kepada sistem Islam,

maka kediktatoran itu diharamkan dalam agama Islam sebab bertentangan dengan akidah

dan syariat.

Ibnu Taimiyah berkata: “Pemimpin tidak boleh meninggalkan musyawarah sebab

Allah SWT memerintahkan Nabi-Nya dengan hal itu. Al-Qurtubi menukil dari Athiyah

sebagaimana dinukilkan juga oleh Abu Hayyan dalam Al-Bahru Al-Muhith: “Musyawarah

termasuk salah satu kaidah-kaidah syariat dan sendi-sendi hukum. Pemimpin yang tidak

25 M.Quraishal Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1996), h. 469 26 Farid Abdul Khaliq, Fikih Politik Islam h. 35

Page 27: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

bermusyawarah dengan ahli ilmu dan agama maka wajib diberhentikan. Ini ketentuan yang

tidak ada yang membantahnya.27

Ada tiga ayat yang menyebutkan secara jelas akan adanya musyawarah, dan setiap

satu dari dua ayat itu mempunyai petunjuk masing-masing. Pertama, firman Allah SWT

dalam surat al-Imran/3 ayat 159:

☺ ☺ ⌧ ⌧

Artinya : “ Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu, kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertakwalah kepada Allah. Sesunguhnya Allah mencintai orang yang bertawakal (Q.S: al-Imran/3 ayat 159).

Kedua firman Allah dalam surat asy-Syura/42 ayat 38:

Artinya: “ Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhan dan melaksanakan shat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka, dan mereka menginfakan sebagian dari rezeki yang kami berikan kepada mereka. (Q.S Asy-Syura ayat 38).

Kemudian nilai musyawarah yang terkandung dalam surat Al-Baqarah/2 ayat 233:

27 Ibid

Page 28: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

⌧ ☺

⌧ ☺

Artinya; “Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh bagi Yang ingin menyusui secara sempurna. Dan kewajiban bapak menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang baik. seseorang tidak dibebani lebih dari kemampuannya. Janganlah seseorang ibu itu menderita karena anaknya, dan (jangan juga seseorang bapak itu menderita karena anaknya; dan ahli waris juga menanggung kewajiban seperti itu pula. Apabila keduanya ingin menyapih dengan persetujuan dan permusyawaratan antara keduanya, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin menyusukan anakmu kepada orang lain, maka tidak ada dosa bagimu memberikan pembayaran, dengan cara yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”. (Q.S Al-Baqarah/2 ayat 233).

Sepintas terkesan bahwa ayat yang berbicara tentang musyawarah sangat sedikit

dan itu pun hanya bersifat sangat umum dan global, al-Qur’an memang tidak

membicarakan masalah ini lebih jauh dan detil. Kalau dilihat secara mendalam, hikmahnya

tentu besar sekali. Al-Qur’an hanya memberikan seperangkat nilai-nilai yang bersifat

universal yang harus diikuti umat Islam. Sementara masalah cara, sistem bentuk dan hal-

hal lainnya yang bersifat terknis diserahkan sepenuhnya kepada manusia sesuai dengan

kebutuhan mereka dan tantangan yang mereka hadapi. Jadi, al-Qur’an menganut prinsip

bahwa untuk masalah-masalah yang bisa berkembang sesuai dengan kondisi sosial,

budaya, ekonomi dan politik umat Islam, maka al-Qur’an hanya menetapkan garis-garis

besarnya saja. Seandainya masalah musyawarah ini dijelaskan al-Qur’an secara rinci dan

Page 29: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

kaku, besar kemungkinan umat Islam akan mengalami kesulitan ketika berhadapan

dengan realitas sosial yang berkembang.28

2. Nilai Keadilan

Kata dasar adil berasal dari kata Arab ‘adl yang berarti lurus, keadilan, tidak

berat sebelah, kepatutan, kandungan yang sama, kata kerjanya, ‘adala, ya’dilu, berarti

berlaku adil, tidak berat sebelah dan patut, sama, menyamakan, berimbang dan

seterusnya.29 John Penrice dalam Dictionary and Glosary of the Qur’an menjelaskan

bahwa kata kerja ‘adala dalam al-Qur’an mempunyai berbagai arti. Ia dapat berarti

mengurus dengan adil, menegakkan keadilan (Q.S. as-Syura: 14), menyimpang dari

keadilan (Q.S an-Nissa: 134), memandang sama (Q.S al-An’am: 1), membayar dengan

sama (Q.S. al-An’am: 69) menyocokkan dengan benar (Q.S. al-Infithar: 7).

Sementara itu, kata al-‘adl dalam Al-Qur’an menurut al-Baidhawi bermakna

“pertengahan dan persamaan, sedangkan Sayyid Quthub menekankan atas dasar

persamaan sebagai asas kemanusiaan yang dimiliki oleh setiap orang. Keadilan baginya

bersifat inklusif, tidak eksklusif untuk golongan tertentu, sekalipun seandainya yang

menetapkan keadilan itu orang muslim untuk orang non-muslim.30

Allah SWT menjadikan al-’adl (berlaku adil) dan Al-Qisth sama artinya sebab

hal itu merupakan dasar setiap apa yang telah ditetapkan oleh Allah Yang Maha

Bijaksana dari nilai-nilai menyeluruh dan kaidah-kaidah umum dalam syariat-Nya. Hal

itu adalah sistem Allah dan syariat-Nya, dan atas dasarnya dunia dan akhirat manusia

akan beruntung. Di dalam Al-Qur’an nilai keadilan di jelaskan di dalam surat An-

Nisaa’/4 ayat 58

28 Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah (Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam), h. 186

29 Rifyal Ka’bah, Politik dan Hukum dalam al-Qur’an, h. 82

30 Suyuti Pulungan, Prinsip-prinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah (ditinjau dari Pandangan al-Qur’an), (Jakarta;RajaGrafindo Persada, 1994), Cet. I, h. 225

Page 30: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

☺ ☺

⌧ ☺ ⌧

Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu supaya menyerahkan Segala jenis amanah kepada ahlinya (yang berhak menerimanya), dan apabila kamu menjalankan hukum di antara manusia, (Allah menyuruh) kamu menghukum Dengan adil. Sesungguhnya Allah Dengan (suruhanNya) itu memberi pengajaran Yang sebaik-baiknya kepada kamu. Sesungguhnya Allah sentiasa Mendengar, lagi sentiasa Melihat”. (Q.S. an-Nisaa’/4: 58).

Ayat yang turun tentang ulil amri ini menerangkan bahwa mereka harus

menyampaikan amanah kepada orang yang berhak menerimanya, yaitu perkara umum

yang harus dilaksanakan oleh penguasa.31 Dan apabila mereka menetapkan hukum

diantara manusia, dia harus menetapkannya dengan adil. Kesimpulannya bahwa tujuan

penguasa dengan keputusannya tersebut adalah memberikan hak kepada yang berhak.

Perhatian al-Qur’an dengan mengukuhkan prinsip “berlaku adil” di antara

manusia, baik dalam ayat-ayat makkiyah atau ayat-ayat madaniyah, dan peringatan al-

Qur’an terhadap lawannya, yaitu “berlaku zalim” dalam ayat-ayat makkiyah atau ayat

madaniyah, tampak jelas secara umum atau secara khusus, terhadap orang yang kita sukai

atau orang yang kita benci, baik dalam keadaan damai atau dalam keadaan perang, baik

dalam perkataan atau dalam perbuatan, baik terhadap diri sendiri atau terhadap orang lain.

Dengan demikian jelaslah bahwa “berlaku adil” adalah manhaj Allah dan syariat-Nya.

Allah SWT mengutus para rasul-Nya dan menurunkan kitab-kitab-Nya agar manusia

31 Lihat Al-Mawardi Al-Ahalkam As-Sulthaniyah, (Kairo: Daar al-Hadits, 2006), hal. 40, disana ia

berkata: “Dan yang harus dilakukan oleh pemimpin dari perkara-perkara umum ada 10 macam; 1) memelihalara agama berdasarkan dasar-dasar yang baku, 2) melaksanakan hukum, 3) menjaga kehalormatan Negara, 4) menegakkan sanksi, 5) membela, 6) berjihad melawan orang yang memusuhi Islam setelah memperingatkannya, 7) menarik pajak dan mengumpulkan sedekah, 8) membagikan apa yang harus dibagi dari baitul mal, 9) meminta pendapat kepada orang-orang yang terpercaya dan mengikuti saran para penasihat, 10) memantau langsung segala perkara dan situasi agar dia dapat melaksanakan dengan benar politik umat dan memelihara agama.

Page 31: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

berlaku adil.32 Adil adalah tujuan dalam Negara Islam, adil adalah menegakkan agama dan

mewujudkan kemaslahatan rakyat dan sebagai bukti sebaik-baik umat.

3. Nilai Persamaan

Sesungguhnya Islam telah membuat dasar-dasar sistem politik musyawarah yang

menerapkan nilai persamaan sebelum Barat mengenalnya dan menyebutkannya dalam

perundang-undangan sejak lebih dari 14 abad silam. Begitu juga dengan “nilai

musyawarah”, dimana undang-undang positif tidak mengenalnya kecuali setelah revolusi

Perancis, selain undang-undang Inggris yang telah mengenalnya di abad ke-17 dan

ditetapkan oleh Undang-undang Amerika setelah pertengahan abad ke-18.

Syariat Islam berbeda dengan yang lainnya dalam menetapkan persamaan hak

secara mutlak yang tidak diputuskan kecuali sesuai dengan keadilan. Maka tidak ada

ikatan dan tidak ada pengecualian. Persamaan hak adalah persamaan yang sempurna antara

individu rakyat.

Dalam prakteknya nilai persamaan dapat dilihat dari peristiwa hijrahnya Nabi ke

Madinah. Maka ketika beliau hijrah ke Madinah dan kemudian membuat perjanjian

tertulis, beliau menetapkan seluruh penduduk Madinah memperoleh status yang sama atau

persamaan dalam kehidupan sosial. Ketetapan piagam tentang nilai persamaan ini dapat

dilihat pada beberapa pasal Piagam Madinah, diantaranya :

1. Dan bahwa orang Yahudi yang mengikuti kami akan memperoleh hak perlindungan

dan hak persamaan tanpa ada penganiayaan dan tidak ada orang yang membantu

musuh mereka (pasal 16). 33

32 Farid Abdul Khaliq, Fikih Politik Islam, h. 204 33 Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, edisi V, (Jakarta: UI

Press, 1993), h. 12

Page 32: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

2. Dan bahwa Yahudi al-Aus, sekutu mereka dan diri (jiwa) mereka memperoleh hak

seperti apa yang terdapat bagi pemilik shahifat ini serta memperoleh perlakuan yang

baik dari pemilik shahifat ini (pasal 46).34

Ketetapan ini berkaitan dengan kemaslahatan umum yang menjamin hak-hak

istimewa mereka sebagaimana hak dan kewajiban yang dimiliki oleh kaum muslimin.

Ketetapan tersebut disamping bersifat umum juga bersifat khusus, yaitu persamaan akan

hak hidup, hak keamanan jiwa, hak perlindungan baik laki-laki maupun perempuan, dan

baik golongan Islam maupun golongan non-muslim. Dengan begitu Piagam Madinah tidak

mengenal kategori dikotomi di antara manusia. Golongan Islam dan penduduk lain sama-

sama diakui hak-hak sipilnya, tidak satu golongan pun yang diistimewahkan.35

Nilai persamaan manusia diperkuat pula oleh Nabi dengan sabdanya:“Wahai

manusia, ingatlah sesungguhnya Tuhan kamu satu dan bapak kamu satu. Ingatlah tidak

ada keutamaan orang Arab atas orang bukan Arab, tidak ada keutamaan orang bukan

Arab atas orang Arab, orang hitam atas orang berwarna, orang berwarna atas orang

hitam, kecuali karena takwanya”.36

Hadits ini menerangkan bahwa dari segi kemanusiaan tidak ada perbedaan antara

seluruh manusia, sekalipun mereka berbangsa-bangsa atau berbeda warna kulit. Umat

manusia seluruhnya adalah sama. Keutamaan masing-masing terletak pada kadar takwanya

kepada Tuhan.37

Persamaan seluruh umat manusia juga ditegaskan oleh Allah SWT dalam firman-

Nya, surat an-Nisaa’/4 ayat 1:

34 Ibid., h. 15 35 Suyuti Pulungan, Prinsip-prinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah (ditinjau dari Pandangan

al-Qur’an), h. 151 36 Hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abu Badhrat (al-Mundzir bin Malik). Lihalat

Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, Jilid V, hlm. 441.

37 Suyuti Pulungan, Prinsip-prinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah (ditinjau dari Pandangan

al-Qur’an), h. 153

Page 33: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

⌧ ☯ ……

Artinya, “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya, dan daripada keduanya Allah memperkembangbiakan laki-laki dan perempuan yang banyak”…...(Q.S. an-Nisaa’/4 ayat 1).

Implementasi nilai persamaan dalam perspektif Piagam Madinah dan Al-Qur’an

pada hakikatya bertujuan agar setiap orang atau golongan menemukan harkat dan

martabat kemanusiaannya dan dapat mengembangkan potensinya secara wajar dan layak.

Nilai persamaan juga akan menimbulkan sifat tolong-menolong dan sikap kepedulian

sosial antara sesama, serta solidaritas sosial dalam ruang lingkup sosial yang luas.

C. Konsep dan Teori Pelaksanaan Pengangkatan Kepala Negara dalam

Ketatanegaraan Islam

Lembaga kepala Negara dan pemerintahan di adakan sebagai pengganti fungsi

kenabian dalam menjaga agama dan mengatur dunia. Pengangkatan kepala Negara untuk

memimpin umat Islam adalah wajib menurut Ijma. Akan tetapi, dasar kewajiban itu

diperselisihkan, apakah berdasarkan rasio atau syariat?38 Jika kepemimpinan ini wajib

diadakan maka kewajibannya adalah wajib kifayah, seperti berjihad dan mencari ilmu

pengetahuan, jika ada orang yang menjalankannya dari kalangan orang yang berkompeten

maka kewajiban itu gugur atas orang lain, dan jika tidak ada seorang pun menjabatnya maka

kewajiban ini dibebankan kepada dua kelompok manusia; pertama adalah orang-orang yang

mempunyai wewenang memilih kepala Negara bagi umat Islam, kedua adalah orang-orang

yang mempunyai kompetensi untuk memimpin Negara sehingga mereka menunjuk salah

seorang dari mereka untuk memangku jabatan itu.

38 Imam Al-Mawardi, Al-Ahalkam As-Sulthaniyah, h. 15

Page 34: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

Adapun orang-orang selain dua kelompok ini tidak berdosa dan tidak bersalah atas

penundaan pengangkatan kepala Negara. Jika individu-individu (yang bertugas melakukan

pengangkatan kepala Negara) dari dua kelompok ini telah diketahui maka masing-masing

mereka harus memenuhi kriteria dan kredibilitas pribadi yang ditetapkan bagi orang-orang

yang menjalankan tugas itu.

Mereka yang berhak memilih harus mempunyai tiga syarat berikut ini:39

1. Kredibilitas pribadinya atau keseimbangan (al-‘adalah) memenuhi semua kriteria.

2. Ia mempunyai ilmu pengetahuan yang membuatnya mampu mengetahui siapa yang

berhak dan pantas untuk memangku jabatan kepala Negara dengan syarat-syaratnya.

3. Ia mempunyai pendapat yang kuat dan hikmah yang membuatnya dapat memilih siapa

yang paling pantas untuk memangku jabatan kepala Negara dan siapa yang paling

mampu dan pandai dalam membuat kebijakan yang dapat mewujudkan kemaslahatan

umat. Orang yang berdomisili di wilayah yang sama dengan domisili kepala Negara

tidak mempunyai keistimewaan tersendiri dibandingkan orang-orang yang tinggal di

wilayah lain, namun mereka itu biasanya dapat terlibat dalam pengangkatan kepala

Negara sebelumnya, juga karena orang yang pantas memangku jabatan kepala Negara

biasanya berada di wilayah itu.

Ketika syara’ mewajibkan umat Islam untuk mengangkat seorang Khilafah, syara’

pun ternyata telah menggariskan thariqah, metode (konsep) yang harus ditempuh untuk

mewujudkannya. Metode ini ditegaskan oleh al-Qur’an, as-Sunnah dan Ijma’ Sahabat.40 Di

bawah ini merupakan beberapa konsep dan teori pengangkatan kepala Negara dalam Islam;

1. Bai’at

Bai’at adalah suatu kewajiban bagi seluruh kaum muslimin, sekaligus merupakan

hak setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan kewajiban bai’at tersebut

39 Ibid., h.17 40 Taqiyuddin An-Nabhani, Sistem Pemerintahan Islam (Doktrin Sejarah Empirik), (Bangil Jatim: Al-

Izzah, 1997), cet. I, h. 88

Page 35: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

didasarkan pada hadits-hadits Nabi, diantaranya ialah Sabda nabi Muhammad SAW:

“Siapa saja yang mati dan di pundaknya tidak ada bai’at (kepada Khilafah), maka matinya

dalam keadaan seperti mati jahiliyah”. (H.R. Imam Muslim).41

Secara etimologis bai’at dapat diartikan seperti pendapat Ibnul Maudzur

mengemukakan, baaya’ahu, mubaaya’ah, biyaa’ berarti menawarkannya dengan

penjualan. Bai’at adalah transaksi jual beli, pembaiatan, dan kesetiaan. Muchtar As-

Sihah menjelaskan, secara etimologis, bai’at berkisar antara jual beli dan jaminan. Baiat

berarti perjanjian, kesetiaan, jual beli dan jaminan. Dalam hal ini, Ibnu Hajar

menjelaskan orang yang membaiat penguasa telah memberikan kesetiannya dan

mengambil pemberian dari orang yang dibaiatnya. Ada perbedaan arti baiat dengan

lafadz-lafadz lain yang artinya berdekatan seperti mitsaaq (perjanjian), qasam (sumpah),

dan hilf (perjanjian/sumpah).42

al-‘Ahd (perjanjian) berarti menjaga dan melestarikan sesuatu secara

berkesinambungan. al-Mitsaaq (perjanjian) berarti akad/transaksi yang dikuasakan

dengan sumpah dan perjanjian. al-Yamin (sumpah) berarti tangan kanan yang dipinjam

sebagai arti sumpah, sebab tangan kananlah yang digunakan oleh orang yang melakukan

perjanjian dan sumpah. al-Hilf (perjanjian) berarti perjanjian diantara kaum. al-Qasam

(sumpah) berarti sumpah yang dilakukan oleh para kerabat orang yang terbunuh untuk

menuntut darah si pembunuh, kemudian ia menjadi nama untuk semua sumpah.

Sedangkan menurut istilah syara, arti bai’at sebagaimana di terangkan para ulama

adalah perjanjian (mu’ahadah), hal ini dijelaskan oleh Nawawi dan Ibnu Hajar. Menurut

Ibnu Hazm baiat adalah transaksi (akad), kepemimpinan (imamah), dan kesetiaan,

sedangkan menurut Ibnu Katsir dan Thabari berarti mitsaaq (perjanjian).

41 Ibid, h.84

42 Dr. Yahya Ismail, Hubungan Penguasa dan rakyat (Dalam Perspektif Sunnah ), (Jakarta; Gema

Insani Press), Cet. Pertama, h. 152

Page 36: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

Pelaksanaan baiat terdiri dari dua, yaitu baiat khusus dan baiat umum. Baiat

khusus adalah baiat untuk tetap setia dalam kasus khusus yang tidak bisa dikuasakan

kepada orang lain.

2. Ahl al-Hal wa al-‘Aqd

Secara harfiyah, ahl al-hal wa al-‘aqd berarti orang yang dapat memutuskan dan

mengikat. Istilah ahlul hilli wal aqdi mulai timbul dalam kitab-kitab para ahli dan ahli

fiqih setelah masa Rasulullah SAW. Mereka berada di antara orang-orang yang

dinamakan dengan Ash-Shahabah. Realitanya, masalah “kelompok ahlul Hilli wal Aqdi

dan pemilu, adalah seperti masalah kekhilafahan sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu

Khaldun yakni termasuk kemaslahatan umum yang semua pengaturannya diserahkan

kepada rakyat. Hal itu tidak termasuk masalah-masalah yang berkaitan dengan ibadah

atau keyakinan, tetapi termasuk adat.43

Tidak diragukan lagi bahwa banyaknya sebutan kelompok Ahlul Hilli wal Aqdi

dalam turats fikih kita sejak awal Islam, yang mereka adalah Dewan Perwakilan Rakyat

atau Ahlul Ikhtiyar, yang para khilafah selalu merujuk kepada mereka dalam perkara-

perkara rakyat juga berkomitmen dengan pendapat mereka, dan mereka mempunyai hak

untuk memilih atau menobatkan khilafah juga memberhentikannya, menguatkan

kekuasaan besar yang dimiliki kelompok ini (ahlul Hilli wal Aqdi) dan jelas menujukkan

bahwa kelompok ini merupakan lembaga legislatif.

Metode pemilihan kepala Negara dalam Islam termasuk masalah-masalah yang

mempunyai bentuk politik konstitusional yang terpengaruh dengan kondisi dan keadaan

masyarakat juga perubahan-perubahan zaman. Di dalam masalah ini adalah bahwa rakyat

yang memiliki kekuasaan dalam memilih pemimpin, sementara Ahlul Hilli wal Aqdi

mewakili mereka, kecil jumlahnya dari rakyat, tetapi memiliki kapabilitas untuk memikul

tanggung jawab memilih pemimpin. Di dalam karangannya Al-Ahkam Al-Sulthaniyah,

43 Farid Abdul Khaliq, Fikih Politik Islam, h. 79

Page 37: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

Al-Mawardi menjelaskan mengenai masalah ini bahwa berada di hadapan satu gambaran

dari beberapa gambaran pemilu “Apabila Ahlul Hilii wal Aqdi berkumpul untuk memilih,

mereka meneliti keadaan orang-orang yang berhak menjadi pemimpin yang sudah masuk

kriteria, lalu mereka mengajukan orang yang terbaik dan yang paling sempurna

kriterianya untuk disumpah, mengajak rakyat untuk taat kepadanya dan tidak menahan

diri dari membaiatnya”.44

Di dalam melaksanakan tugasnya, mereka tidak hanya bermusyawarah dalam

perkara-perkara umum kenegaraan, mengeluarkan undang-undang yang berkaitan dengan

kemaslahatan dan tidak bertabrakan dengan satu dasar dari dasar-dasar syariat yang baku

dan melaksanakan peran konstitusional dalam memilih pemimpin tertinggi Negara saja.

Tetapi tugas mereka juga mencakup melaksanakan peran pengawasan atas kewenangan

legislatif sebagai wewenang pengawasan yang dilakukan oleh rakyat terhadap pemerintah

dan penguasa untuk mencegah mereka dari tindakan pelanggaran terhadap satu hak dari

hak-hak Allah. Perkara ini mendorong para pakar di bidang perbandingan antara undang-

undang konstitusional modern dan fikih politik Islam untuk mengatakan bahwa dewan-

dewan parlementer sama dengan Majelis Permusyawaratan atau ahli syura dalam Islam.

Persyaratan yang harus dimiliki oleh Ahlu Hilli wal Aqdi, Al-Mawardi berkata di

dalam al-Ahkam al-Sulthaniyah, mengenai ahlul ikhtiyar, syarat-syarat yang layak

dipertimbangkan berkenaan dengan mereka ada tiga, kemudian Al-Mawardi

menerangkannya sebagai berikut:45

a) Keadilan yang integral dengan syarat-syaratnya, yang dimaksud dengan keadilan

adalah istiqamah, integritas (amanah), dan sifat wara’, atau dalam istilah sekarang kita

katakan ketakwaan dan akhlak yang mulia.

44 Imam Al Mawardi, Al-Ahalkam As-Sulthaniyah, h. 25 45 Dr. M. Dhiauddin Rais, Teori Politk Islam, (Jakarta;Gema Insani Press 2001), Cet. I, h. 177

Page 38: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

b) Kapabilitas keilmuan yang dengannya ahlul Hilli wal ‘Aqdi dapat mengetahui orang

yang berhak menjadi imam dan yang sesuai dengan syarat-syarat yang menjadi bahan

pertimbangan.

c) Memiliki sikap dan kebijaksanaan (al-hikmah) yang akan mendorong memilih siapa

yang paling tepat untuk menjadi imam dan lebih tepat dapat mewujudkan

kemaslahatan umum.

Itulah syarat-syarat bagi ahlul ikhtiyar, dapat dicermati bahwa dalam syarat-syarat

tersebut tidak terdapat syarat material seperti seorang ahlul ikhtiyar mesti memiliki harta

atau property tidak bergerak dalam jumlah tertentu.

Imam An-Nawawi sempat menyinggung juga tentang ahlul hilli wal Aqdi dalam

bukunya Al-Minhaj, bahwa mereka adalah para ulama, pemimpin-pemimpin, dan

pemuka-pemuka rakyat, yang mudah dikumpulkan, lebih ringkas An-Nawawi memahami

bahwa yang dimaksudkan ulama adalah para pemimpin umat, atau individu-individu

umat yang paling menonjol, ataupun juga orang yang mewakili kepentingan umat.46

3. Sistem Putera Mahkota

Sistem putra mahkota merupakan sistem yang mungkar dalam pandangan sistem

Islam, serta bertentangan dengan sistem Islam karena kekuasaan adalah milik umat,

bukan milik khilafah.47 Kalau khilafah hanya merupakan wakil umat untuk memegang

kekuasaan sementara statusnya tetap sebagai wakil, maka bagaimana mungkin khilafah

bisa menghadiahkan kekuasaannya kepada orang lain. Karena itu apa yang dilakukan oleh

Abu Bakr kepada Umar bukan merupakan wilayatul ahdi (pewarisan kepada putra

mahkota), karena ia melakukan pemilihan berdasarkan aspirasi umat Islam semasa

hidupnya. Lalu Umar di bai’at setelah beliau wafat.

46 Ibid, h. 178 47 Taqiyuddin An-Nabhani, Sistem Pemerintahalan Islam (Doktrin Sejarah Empirik), h. 110

Page 39: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

Di samping itu, Abu Bakar sebenarnya telah bertindak hati-hati untuk

menyelesaikan urusan tersebut sebagaimana nampak dalam khutbahnya, beliau

mengantungkan pelaksanaan urusan tersebut kepada ridla kaum muslimin, ketika beliau

berkhutbah di hadapan mereka, setelah menerapkan pendapatnya untuk menunjuk

pengganti beliau sembari berkata; “Apakah kalian menerima orang yang telah aku tunjuk

sebagai penggantiku (dalam memimpin) kalian? Demi Allah, aku telah menyerahkan

segenap kemampuan, dan aku tidak akan menunjuk sanak kerabat sebagai pemimpin”.48

Atas dasar ini pula Umar bin Khattab menjadikan puteranya, Abdullah bersama enam

orang calon khilafah, dimana keenam-enamnya memiliki hak untuk memilih dan dipilih,

sedangkan Abdullah hanya memiliki hak memilih dan tidak berhak dipilih, sehingga tidak

ada yang menyerupai wilayatul ahdi (putera mahkota). Berbeda dengan sistem putera

mahkota yang telah dilakukan oleh Mu’awiyah karena dalam prakteknya memang jelas

bertentangan dengan Islam.

Sedangkan yang menyebabkan Mu’awiyah melakukan bid’ah yang jelas munkar

tersebut yaitu melakukan wilayatul ahdi adalah :49

a) Mu’awiyah memahami, bahwa sistem kepemimpinan Daulah Islam adalah sistem

kerajaan, bukan sistem khilafah.

b) Mu’awiyah telah memperalat nash-nash syara’ lalu mena’wilkannya (memberikan arti

tidak sesuai dengan maksud nash itu sendiri). Islam telah memberikan hak pemilihan

khilafah kepada umat, dan hal itu pun telah dilakukan oleh Rasulullah SAW. Bahkan

beliau memberikan kebebasan kepada kaum muslimin memilih orang yang lebih

layak untuk memimpin urusan mereka. Namun Mu’awiyah justru terpengaruh untuk

memahami Islam dengan sistem yang sedang berlangsung ketika itu, yaitu yang ada

pada dua Negara: Bizantium dan Sasaniyah, dimana pada kedua Negara tersebut

48 Ibid

49 Ibid, h. 111

Page 40: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

pemerintahannya mempergunakan sistem waris. Karena itu Mu’awiyah menjadikan

Yazid sebagai putera mahkotanya, lalu disiasati dengan mengambil bai’at untuk

Yazid semasa hidup Mu’awiyah.

c) Metode Ijtihad Mu’awiyah dalam masalah politik dibangun di atas asas manfaat.

Karena itu dia menjadikan hukum-hukum syara’ mengikuti problem yang ada, bukan

hukum-hukum tersebut dipergunakan untuk memecahkan masalah-masalah yang ada,

maka Mu’awiyah mena’wilkan hukum-hukum agar sesuai dengan problem-problem

yang ada. Padahal semestinya, dia harus mengikuti metode ijtihad yang Islami dengan

cara menjadikan asasnya adalah kitabullah dan sunnah Nabi-Nya, bukan berdasarkan

kemanfaatan materi. Dan semestinya menjadikan hukum-hukum Islam sebagai

penyelesai masalah-masalah pada zamannya tersebut untuk menyelesaikan hukum

Islam, sehingga akan terjadi perubahan penggantian bahkan pemutarbalikan terhadap

hukum-hukum Islam.

Meskipun cara pelaksanaan pemerintahan yang menitikberatkan putera mahkota

banyak mendapatkan pertentangan, namun para fuqaha telah menetapkan bahwa

pembolehan tercapainya keimamahan dengan cara menentukan putera mahkota dapat

dijustifikasi dengan ijma ulama. Al-Mawardi berkata, “Mengenai terlaksananya

keimamahan dengan penunjukkan yang dilakukan oleh khilafah atau raja adalah hal yang

telah tercapai ijma/kesepakatan untuk pembolehannya, dan telah disepakati

keabsahannya, yaitu dengan dua perkara yang telah dilakukan oleh kaum muslimin dan

mereka tidak saling berselisih.50 Ijma yang pertama adalah bahwa Abu Bakr r.a telah

menurunkan kekhilafahan kepada Umar r.a dan kaum muslimin mengakui keimamahan

Umar dengan penujukkan yang dilakukan Abu Bakr. Ijma yang kedua, yaitu bahwa Umar

r.a telah mewariskan keimamahan kepada tim permusyawaratan (ahli syura). Para ahli

50 Dr. M. Dhiauddin Rais, Teori Politk Islam, h. 183

Page 41: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

syura tidak menolak untuk masuk ke dalam tim ini, padahal mereka merupakan

petinggi-petinggi masyarakat di kala itu.

D. Pelaksanaan Pemilu dalam Pandangan Ulama Kontemporer

Keseluruhan para pemimpin dan sarjana Islam, gerakan Islam di seluruh dunia

dimulai dari Asia Tenggara sampai Afrika Barat yang lahir melalui gerakan pembaharuan,

berijtihad ikut serta melaksanakan pemilihan umum yang merupakan ajaran demokrasi Barat.

Walaupun mereka tahu demokrasi merupakan warisan penjajah, tetapi mereka mendukung

mewujudkannya selepas para penjajah meninggalkan negeri mereka.

Kita tahu bahwa pelaksanaan pemilihan umum merupakan syarat tegaknya Negara

demokrasi, Islam memandang bahwa pemilihan kepala Negara sama halnya dengan pemilihan

Imam dalam pelaksanaan Shalat. Melihat strategisnya jabatan kepemimpinan umum dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara kita, maka proses pemilihan pemimpin melalui pemilihan

umum menjadi sangat strategis pula.51 Berbicara dari sudut kepentingan ummat, maka

kepemimpinan umum ini baik legislatif, dan eksekutif maupun yudikatif sangat menentukan

perjalanan ummat dan sejarah di beberapa Negara Islam.

Dalam pandangan Islam, hukum asal pemilu dan melibatkan diri di dalamnya adalah

mubah. Ini didasarkan pada kenyataan bahwa, pemilu merupakan aqad wakalah dalam hal

aspirasi dan pendapat. Selama rukun dan syarat wakalahnya telah terpenuhi dan sejalan

dengan prinsip Islam, maka absahlah akad wakalah tersebut.52 Dalam sebuah riwayat

dituturkan bahwa, pada saat bai’at al-aqabah II, Rasulullah meminta 12 orang sebagai wakil

dari 75 orang Madinah yang membai’at beliau SAW. Lalu, 75 orang tersebut memilih 12

51 Rifyal Ka’bah, Politik dan Hukum dalam al-Qur’an, h. 56

52 A. Said ‘Aqil Humam ‘Abdurrahman, Hukum Islam Seputar (Pemilu dan Parlemen), (Bogor: Al-

Azhar Press,2004), Cet. I, h. 1

Page 42: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

orang sebagai wakil mereka. Ini menunjukkan bahwa Rasulullah SAW telah melakukan

aktivitas wakalah.53

Akan tetapi, pemilu dalam sistem Islam tentu saja berbeda dengan pemilu dalam sistem

pemerintahan demokratik. Asas, prinsip, maupun tujuan-tujuannya saling bertolak belakang

dan bertentangan. Oleh karena itu di bawah ini akan dikelompokkan kepada dua kelompok

ulama kontemporer yang mengkaji mengenai pemilihan umum , pertama mereka yang

menganggap pemilu dapat dilaksanakan oleh pemerintahan Islam, dan kedua mereka yang

menolak pelaksanakan pemilu didalam pemerintahan Islam.

1. Kelompok Yang Menerima Pelaksanaan Pemilu dalam Pemerintahan Islam

Pada dasarnya penerapan syariat Islam dalam bentuk konstitusi dan perundang-

undangan Negara merupakan tanggung jawab terbesar kaum muslimin. Selain karena

alasan normatif, penerapan syariat Islam dalam lingkup Negara diyakini sebagai satu-

satunya jalan keluar bagi seluruh umat manusia, bukan hanya umat Islam dari berbagai

problem yang menimpa mereka. Penerapan Islam dan Negara Islam adalah dua sisi yang

tidak mungkin dipisah-pisahkan lagi. Sebab, Islam tidak pernah mempertentangkan atau

mengkonfrontasikan hubungan antara Negara dan agama. Negara dan agama adalah satu

kesatuan yang tidak mungkin dibagi-bagi lagi. Pemerintahan dan Negara merupakan

bagian dari ajaran Islam yang mengatur hubungan antara manusia satu dengan manusia

yang lain.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menegaskan, “Mesti dipahami bahwa mengurusi

urusan rakyat (pemerintahan/Negara) merupakan kewajiban agama yang paling besar.

Bahkan, agama ini tidak akan mungkin bisa tegak tanpa adanya Negara. Iman al-Ghazali

menegaskan, “Kita tidak mungkin bisa menetapkan suatu perkara ketika Negara tidak lagi

memiliki imam dan peradilan telah rusak.54

53 Ibid 54 Ibid

Page 43: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

Dalam sistem pemerintahan Islam, pemilu merupakan media untuk memilih

anggota majelis ummat, serta salah satu cara (uslub) untuk memilih seseorang yang akan

dicalonkan sebagai kepala Negara, Dr. Yusuf Qardhawi dalam bukunya yang berjudul

fatwa-fatwa kontemporer, beliau mengutarakan bahwa penguasa menurut pandangan

Islam merupakan wakil umat atau pelayan umat, maka di antara hak yang mendasar bagi

umat ialah mengoreksi sang wakil dan melepas atau menarik wewenang perwakilannya

jika mereka menghendaki.55 Lebih-lebih jika penguasa menyelewengkan wewenangnya

dan mengabaikan kewajibannya. Lebih jauh Qardhawi mengatakan tidak ada larangan

dalam syara’ untuk mengutip idea atau teori dan praktik dari kalangan non-muslim,

karena Nabi SAW, sendiri pada waktu perang Azhab telah mengambil gagasan “mengali

parit” sebagai suatu uslub (cara) yang biasa dipakai orang Persia. Beliau juga

memanfaatkan tawanan-tawanan musyrikin dalam perang Badar yang mengerti tulis baca

untuk mengajar tulis baca kepada anak-anak kaum muslimin.56

Kemudian Imam Qardhawi melihat peraturan seperti pemilihan umum atau

pemungutan suara, maka menurut pandangan Islam hal itu merupakan “pemberian

kesaksian” terhadap kelayakan si calon. Oleh sebab itu, pemberi suara haruslah

memenuhi syarat sebagaimana halnya saksi, yaitu adil dan baik perilakuknya sehingga

diridhai orang banyak. Maka barangsiapa memberikan kesaksian terhadap seseorang

bahwa ia orang yang saleh padahal orang itu bukan orang saleh, berarti ia telah

melakukan dosa besar, karena memberikan kesaksian palsu. Disisi lain, barangsiapa yang

tidak mau memberikan suaranya dalam pemilihan sehingga orang yang berkelayakan dan

terpercaya (jujur) mengalami kekalahan, sedangkan orang yang tidak layak dan tidak

55 Dr. Yusur Qardhawi, Fatwa-fatwa Kontemporer (jilid II), (Jakarta ; Gema Insani Press, tt.) h. 929

56 Ibid

Page 44: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

memenuhi syarat sebagai orang “kuat dan terpecaya” mendapatkan kemenangan, berarti

dia telah menyembunyikan kesaksian yang sangat dibutuhkan umat.57

Kemudian Imam Hasan al-Banna berpendapat Daulat Islam di dalam Islam

terbentuk dari tiga kaedah pokok yaitu bentuk dasar bagi sistem pemerintahan Islam.

Kaedah-kaedah tersebut ialah:58

a) Tanggung jawab pemerintah di hadapan Allah dan manusia.

b) Kesatuan umat Islam atas dasar akidah Islam.

c) Menghormati kehendak umat dengan mewajibkan bermusyawarah, mengambil

pendapat dan menerima perintah serta larangan umat.

Apabila kaedah-kaedah ini telah mencukupi pada Negara ia maka ia termasuk ke

dalam ketegori Negara Islam meskipun apa dan bagaimana bentuknya, karena nama dan

bentuknya sudah tidak memberi arti lagi. Lebih jelas lagi Imam Hassan Al-Banna

memberi fatwa bahwa pemilihan umum dapat dilaksanakan asalkan dengan menggunakan

sistem Islam, seperti melakukan musyawarah, berlaku adil, dan lain-lain. Satu lagi ulama

kontemporer yang membolehkan pelaksanaan pemilihan umum adalah Haji Abdul Hadi

Awang seorang ulama Malaysia, beliau berpendapat “Oleh karena tidak ada dalil yang

menentukan pemimpin setelah wafatnya Nabi Muhammad, pemilihan dilakukan

dikalangan para sahabat. Cara pemilihan pula berubah di kalangan empat Khulafaur

Rasyidin karena mereka melakukan berdasarkan keadaan dan pendapat umum”.59

Menurutnya pelaksanaan pemilihan umum adalah konsep pemilihan yang juga wajib

dalam pelaksanaan demokrasi.

57 Ibid, h. 930

58 Dr. Muhalammad Abdul Qadir Abu Faris, Fiqh Siasah (menurut Imam Syahid Hassan Al-Banna),

(Kuala Lumpur: Pustaka Syuhada, 2000), Cet. I, h. 74 59 Abdul Hadi Awang, Islam dan Demokrasi, (Selangor: PTS Islamika, 2007), Cet. I, h. 151-152

Page 45: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

Kemudian kumpulan ulama Malaysia dari Partai PAS yang diketuai oleh Dato

Haji Husain Awang yang menjabat sebagai ketua dewan ulama PAS Negeri Terengganu

telah bermusyawarah bersama-sama dan menyepakati bahwa pelaksanaan pemilihan

umum merupakan menegakkan hukum syara, karena dengan adanya pemilihan umum

maka pemerintahan Islam dapat dijalanakn. Lebih lanjut pemerintahan Islam itu adalah

berbentuk “khilafah” atau “imarah mukminin” atau pun disebut juga sebagai “imamatul

uzma”. Ia merupakan sebuah pemerintahan yang berdasarkan kepada syaraiah islamiah

sama ada dari aspek perlembagaan, undang-undang, ekonomi dan lain-lain.60

2. Kelompok Yang Menolak Pelaksanaan Pemilu dalam Pemerintahan Islam

Di dalam pelaksanaan pemilihan umum dalam faktanya diantara sistem Islam

dengan sistem demokrasi berbeda baik dari segi asas, prinsip, maupun tujuan–tujuannya

saling bertolak belakang dan bertentangan. Pemilu di dalam sistem demokrasi terikat

dengan prinsip dan sistem demokrasi sekuler. Pemilu dalam sistem demokrasi ditujukan

untuk memilih wakil rakyat yang memiliki beberapa fungsi salah satunya adalah fungsi

legislasi dan kontrol. Di dalam pemilihan umum biasanya menentukan orang-orang yang

akan duduk di parlemen, ketidak bolehan kaum muslim berkecimpung di dalam

parlemen, tidak boleh dipahami sebagai masalah ijtihadiyah. Sebab, dalil-dalil yang

mengharamkan memasuki dan berkecimpung di dalam parlemen (dengan sistem seperti

saat ini) dilalahnya adalah pasti. Disebut persoalan ijtihadiyah jika persoalan tersebut

diistinbatkan dari dalil-dalil yang bersifat dzanniyah, sehingga masih membuka ruang

untuk perbedaan pendapat dan interpretasi. Namun, jika suatu masalah diistinbathkan dari

dalil-dalil yang qath’i maka ia tidak lagi disebut sebagai persoalan ijtihadiyah. Sebab,

persoalan seperti ini (qath’i) tidak membuka ruang untuk perbedaan pendapat dan

interpretasi. Perbedaan pendapat dalam wilayah qath’i merupakan perbedaan yang

60 Tazkirah Pilihan Raya, “Islam (Tuntutan dan Kewajiban), tt, tp, h.137

Page 46: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

dilarang dalam agama Islam (ikhtilaaf tadldlad). Adapun dalil-dalil yang mengharamkan

kaum muslimin berkecimpung dalam pemilu dan parlemen adalah sebagai berikut.61

Pertama, larangan duduk di majelis yang mempermainkan dan mendustakan ayat-

ayat Allah SWT. al-Qur’an telah menyatakan dengan jelas dalam Q.S al-An’am/6 ayat

68:

Artinya: “Jika kamu melihat orang-orang yang mengolok-olok ayat-ayat kami, maka berpalinglah kamu dari mereka, hingga mereka mengalihkan kepada pembicaraan lain. Dan jika kalian dilupakan setan (sehingga kamu duduk di forum itu), maka, setelah kamu ingat, janganlah kalian duduk bersama-sama orang yang dzalim itu”. (Q.S Al-An’am/6 ayat :68).

Ayat ini diperkuat juga dengan firman Allah SWT dalam surat An-Nisaa’/4

ayat 140:

⌧ ☺ ⌧

Artinya: “Dan sungguhnya ia telah menurunkan atas kamu, di dalam al-Kitab ini, “Bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah tidak dipercayai, dan diperolok-olok, maka janganlah kamu duduk beserta mereka, hingga mereka masuk kepada pembicaraan ini, sebab jika kalian melakukan seperti itu, maka kamu seperti mereka”. (Q.S. An-Nisaa’/4: 140).

61 A. Said ‘Aqil Humam ‘Abdurrahman Hukum Islam Seputar (Pemilu dan Parlemen), h. l.43

Page 47: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

Ayat-ayat ini dilalahnya qath’iy. Dari sisi hukum kita bisa menyimpulkan bahwa,

orang yang duduk di suatu forum yang mengolok-olok ayat-ayat Allah dan mengingkari

ayat-ayat Allah, telah terjatuh perbuatan haram. Haramnya duduk bersama orang-orang

yang mengolok-olok dan mengingkari ayat Allah, ditujukan (diindikasikan) dengan

firman-Nya, sebab jika kalian melakukan seperti itu maka kamu seperti mereka” (Q.S

An-Nisaa’ ayat 140).

Sesungguhnya, sistem aturan yang ada di parlemen dan pemilu merupakan

penghalang terbesar bagi kaum muslim untuk berkecimpung di dalamnya. Sebab, sistem

aturan tersebut akan memaksa siapa saja yang ada di dalamnya untuk tunduk pada aturan-

aturan kufur.

Kedua, ada larangan untuk berhukum dengan aturan yang tidak lahir dari aqidah

Islam. Pada dasarnya, sistem aturan yang mengatur pemilu dan parlemen sama sekali

tidak lahir dari aqidah Islam. Seluruh aturannya muncul dari paham sekulerisme dan

demokrasi yang sangat bertentangan dengan Islam. al-Qur’an telah menyatakan dengan

sangat jelas bahwa, pihak yang berhak menetapkan aturan hanyalah Allah SWT. Allah

SWT berfirman di dalam surat al-An’am/6 ayat 57:

………..

Artinya: “……….Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah SWT. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia pemberi keputusan yang paling baik”. (Q.S al-An’am/6 ayat 57).

Ketiga, fakta-fakta pemilu dan parlemen yang berlangsung saat ini adalah faktor

yang menghalangi kaum muslimin untuk terlibat di dalamnya. Sebab, fakta-fakta

parlemen kita dan pemilu sekarang jelas-jelas bertentangan dengan syariah Islam.

Dalam menafsirkan surat al-An’am ayat 68, Ali Al-Shabuniy menyatakan, “Jika

engkau melihat orang-orang kafir mempermainkan al-Qur’an dengan kebohongan dan

kedustaan, dan olok-olok, maka janganlah kalian duduk dan berdiri bersama mereka

Page 48: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

sampai mereka mengalihkan kepada perkataan lain, dan meninggalkan olok-olok dan

pendustaannya”.62

Imam al-Suddiy berkata, “Saat itu orang-orang musyrik jika duduk bersama

orang-orang mukmin, dan membicarakan tentang Nabi SAW dan al-Qur’an,orang-orang

musyrik itu lantas mencela dan mempermainkan”. Setelah itu, Allah SWT

memerintahkan kaum mukmin untuk tidak duduk bersama mereka, sampai mereka

mengalihkan kepada pembicaraan lainnya (Imam al-Thabariy, Tafsir Thabariy, Juz II,

h.437).63

Dan diantara ulama yang paling keras dalam menentang pemilu dan

mendasarkannya kepada demokrasi adalah Syaikh Abu Muhammad Ashim Al-Maqdisiy

di dalam karya ilmiahnya yang berjudul Syirik Demokrasi Menghantam Islam

(Demokrasi Adalah Agama Syirik Baru), beliau mengatakan bahwa:

Demokrasi adalah buah dari agama sekuler yang sangat jelek, dan anaknya yang tidak sah, karena sekulerisme adalah paham kafir yang intinya memisahkan agama dari tatanan kehidupan, atau memisahkan agama dari Negara dan hukum. Rakyat dalam paham demokrasi adalah diwakili oleh para wakilnya (para anggota dewan), setiap kelompok (organisasi), atau partai, atau suku memilih tuhan buatan dari arbaab yang beragam asal usulnya untuk menetapkan hukum dan perundang-undangan sesuai dengan selera dan keinginan mereka, namun ini sebagaimana yang sudah diketahui sesuai dengan rambu-rambu dan batasan undang-undang yang berlaku. Diantara mereka ada yang mengangkat (memilih) sembahan dan pembuat hukumnya sesuai dengan asas dan idelogi baik itu tuhan dari partai fulan, atau tuhan dari partai itu.64

Dan ulama yang memberikan komentar tentang dilarangnya penyelenggaraan

pemilu adalah Syaikh Muqbil, beliau melarang secara mutlak keikutsertaan dalam pemilu,

62 A. Said ‘Aqil Humam ‘Abdurrahman Hukum Islam Seputar (Pemilu dan Parlemen), h. 21

63 Ibid

64 Syaikhal Abu Muhammad Ashim Al-Maqdisiy, Syirik Demokrasi Menghantam Islam (Demokrasi

Adalah Agama Syirik Baru), (t.p. t.t), h. 32

Page 49: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

dengan alasan pemilu dan demokrasi merupakan sistem yang mengandung berbagai

macam kebatilan bahkan kekufuran.65

3. Pendapat Penulis Mengenai Penyelenggaraan Pemilu

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa hukum asal pelaksanaan pemilu

adalah mubah, akan tetapi menurut pendapat kami sendiri adalah sebuah kewajiban

dimana kita sebagai makhluk ciptaan Allah diperintahkan untuk membentuk sebuah

Negara sehingga dengan Negara itu akan terwujud sebuah nilai-nilai musyawarah,

keadilan serta menanamkan perasaan tidak membeda-bedakan antar suku, ras, golongan

(persamaan).

Pada dasarnya kita dapat menerima konsep demokrasi dimasukan kedalam nilai-

nilai ketatanegaraan Islam, keistimewaan demokrasi ialah bahwa sistem ini dicelah-celah

perjuangannnya yang panjang menghadapi para penguasa, raja, dan pemerintahan yang

zalim dapat mengambil berbagai bentuk dan wasilah yang hingga kini dianggap paling

efektif untuk melindungi rakyat dari kesewenangan-wenangan penguasa. Selain itu

penulis melihat bahwa Islam lebih mencintai jalur damai dalam melaksanakan

pemerintahan, tidak dengan jalan kekerasan dalam membentuk pemerintahan dan kita di

perintahkan untuk melakukan musyawarah, dan pemilu menurut penulis adalah salah satu

ijtihad dalam pelaksanaan pemilihan umum baik itu untuk menentukan kepala Negara

maupun lembaga perwakilan.

Dalam dasar hukum pelaksanaan pemilihan umum, penulis tertarik dengan

pendapat kelompok pertama yang membolehkan seperti Yusuf Qardhawi beliau

mengisyaratkan pelaksanaan pemilihan umum seperti halnya persaksian. Dimana

pemberian kesaksian dilakukan kepada kelayakan si calon yang akan kita pilih untuk

duduk di pemerintahan. Kemudian sandaran yang kedua bahwa tidak ada nash yang qathi

65 www.perisaidakwah.com di akses pada tanggal 5 Februari 2008.

Page 50: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

yang mengharamkan pelaksanaan pemilu, maka sewajarnya umat Islam mengambil sikap

untuk meninggikan syariat hukum Islam dan Negara, kemudian penulis juga melihat

kondisi sosial di Malaysia yang memberi peluang kepada semua partai untuk

menyuarakan visi dan misi sehingga rakyat dapat memilih sesuai dengan kehendak hati

nurani mereka.

BAB III

PELAKSANAAN PEMILIHAN UMUM DI MALAYSIA OLEH

SURUHANJAYA PILIHAN RAYA

A. Sistem Pemilihan Umum di Malaysia

1. Sejarah Pemilihan Umum di Malaysia

Malaysia merupakan sebuah Negara Kerajaan yang mengamalkan sistem

demokrasi. Di dalam Negara yang mengamalkan sistem demokrasi sudah semestinya

terdapat unsur-unsur demokrasi seperti, perlindungan terhadap hak asasi manusia,

pelaksanaan pemilihan umum dan lain-lain. Dalam menjalankan roda pemerintahannya,

maka Malaysia yang menganut sistem demokrasi itu harus melaksanakan pemilihan

umum yang dilaksanakan secara bebas dan bersih.

Page 51: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

Pemilihan umum diadakan untuk membolehkan rakyat menggunakan hak

mereka dalam menentukan sebuah kerajaan (pemerintahan) yang pada pandangan

mereka dapat memerintah dengan baik serta dapat memenuhi kehendak rakyat. Melalui

pemilu ini partai yang paling banyak mendapat suara rakyat berhak menggunakan

mandat itu untuk membentuk sebuah pemerintahan yang akan memerintah selama satu

periode, yaitu selama lima tahun.66 Setelah habis satu masa (periode) tersebut maka

pemilihan umum dilakukan kembali, untuk memberi mandat kepada partai yang

memenangkan dalam pemilu tersebut, untuk memerintah pada periode berikutnya.

Dilihat dari sejarahnya bahwa keikutsertaan rakyat dalam sistem pemilihan

perwakilan telah ada jauh sebelum Negara Malaysia merdeka, yaitu pemilihan untuk

pertama kalinya dilakukan di negeri bagian Pulau Pinang dengan dibentuknya pejabat

sementara yang dinamakan Jawatankuasa Penilai (Committee of Assessors) pada tahun

1801.67 Pada awalnya pejabat ini bertanggungjawab atas aspek pembangunan kota

supaya lembaga ini dapat memenuhi kebutuhan penduduk setempat, termasuk di

dalamnya urusan jalan, pembangunan sistem saluran irigasi, pejabat pelaksana undang-

undang, urusan keamanan, serta urusan pajak. Penduduk-penduduk Asia dan Britis

yang kaya terlibat dalam musyawarah yang memilih anggota Jawatankuasa sukarela ini.

Walau bagaimanapun, pengurus Jawatankuasa ini dilantik oleh Lieutenant Governor.68

Yang kemudian Jawatankuasa ini berubah menjadi Majlis Perbandaran hingga

sekarang.

Pilihan Raya Majlis Bandaran69

66 Institut Tadbiran Awam Negara (INTAN) Malaysia, Pentadbiran dan Pengurusan Awam Malaysia,

(Kuala Lumpur: Institut Tadbiran Awam Negara (INTAN) Malaysia, 2006), h. 61-62 67 Suruhanjaya Pilihan Raya, 50 Tahun Demokrasi dan Pilihan Raya di Malaysia, (Kuala Lumpur:

Suruhanjaya Pilihan Raya, 2007), h. 18 68 Lieutenant Governor adalah gubernur Negara Inggris ketika menjajah negeri-negeri Selat. 69 Yaitu pemilihan wakil rakyat di suatu daerah atau kota tertentu saja.

Page 52: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

Pemilihan umum Majlis Bandaran telah diperkenalkan oleh pihak Inggris

sebagai suatu usaha ke arah memberikan keterbukaan dan pengalaman kepada

pemimpin-pemimpin setempat dan rakyat untuk memerintah sendiri. Pada 1 Desember

1951, pemilihan umum yang pertama kali telah dilakukan di George Town, Pulau

Pinang untuk memilih wakil-wakil rakyat dalam Majlis Bandaran Pulau Pinang. Dalam

pemilihan umum itu dimenangkan oleh Partai Radikal yang beranggotakan berbagai

kaum dengan meraih 6 kursi dari 9 kursi yang diperebutkan.70

Sementara itu, pemiliha umum Majlis bandaran Kuala Lumpur yang

dilaksanakan pada bulan februari 1952 telah memperlihatkan untuk pertama kalinya

koalisi antara partai politik kaum Melayu dan kaum cina yaitu United Malay

Organization (UMNO) dan Malayan Chinese Association (MCA) untuk menghadapi

pemilu yang penting itu. Koalisi tersebut telah menjadikan UMNO-MCA sebagai

sebuah pertumbuhan politik yang paling berpengaruh setelah memenangkan dalam

pemilu dengan meraih 9 dari 12 kursi yang diperebutkan.

Pilihan Raya Negeri71

Pilihan Raya Negeri dilaksanakan pada tahun 1945. Pemilu ini bertujuan untuk

memberi peluang kepada rakyat untuk membentuk pemerintahan yang akan memimpin

pemerintahan setelah kemerdekaan. Pemilu ini penting karena ia telah membuktikan

bahwa rakyat Tanah Melayu sangat memberikan dukungan dan ide kerjasama diantara

kalangan dalam gabungan Partai Perikatan UMNO-MCA yang telah Berjaya dengan

mengantongi 226 dari 268 kursi yang diperebutkan.

Pilihan Raya Persekutuan72

70 Haji Tajuddin Bin Haji Hussein, ed., Malaysia Negara Kita, (Kuala Lumpur: MDC Publisher Sdn

Bhd, 2007), cet. I, h. 269-270 71 Yaitu pemilihan wakil rakyat untuk negara bagian. 72 Pemilihan wakil rakyat untuk parlemen pusat

Page 53: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

Pada tahun 1953, Partai Persekutuan menuntut agar anggota Majlis Musyawarah

Undangan Persekutuan dipilih melalui sistem pemilihan umum bukan oleh pihak

Inggris. Ini akan memberikan peluang kepada pemimpin-pemimpin Partai Perserikatan

untuk dapat menjadi anggota majlis Musyawarah kerajaan yang merupakan sebuah

badan penting dalam penyelenggaraan Negara. Di samping itu, Partai Persekutuan juga

menuntut pihak Inggris agar pilihan raya umum (pemilihan umum untuk memilih wakil

rakyat dan parlemen) agar diadakan selambat-lambatnya pada tahun 1954, dan anggota

Majlis Musyawarah undangan Persekutuan yang dipilih melalui pemilihan umum

hendaklah berdasarkan suara terbanyak dalam Majlis tersebut.73

Akhirnya dengan persetujuan Inggris, pemilu Majlis Perundangan Persekutuan

yang pertama bagi Negara Malaysia secara resmi dilaksanakan pada tanggal 27 Juli

1955. Sehari sebelum yang bersejarah itu, setiap partai politik yang terlibat dalam

pemilu akan mengadakan kampanye setelah mengumumkan calon pemimpinnya yaitu

pada tanggal 15 juli 1955.

Dalam pemilihan umum tersebut, kelompok-kelompok Partai Perikatan yaitu

UMNO, MCA dan MIC telah mengadakan beberapa perundingan untuk membagikan

wilayah pemilihan dan jumlah kursi yang akan diperebutkan. Hasilnya, UMNO

memegang di 35 wilayah, MCA di 15 wilayah dan MIC di 2 wilayah. Dalam pemilu ini,

Partai Perserikatan memenangkanya dengan memperoleh 51 kursi dari 52 yang

diperebutkan, sedangkan 1 kursi lagi diraih oleh Partai Islam Se-Malaya (PAS).74

2. Wilayah Pemilihan Umum

Dalam sistem pemilihan umum di Malaysia, setiap negara bagian di bagi

kedalam beberapa wilayah pemilihan yang diwakili oleh seorang atau beberapa orang

wakil rakyat. Berdasarkan sistem pemilihan umum di Malaysia, setiap satu wilayah

73 Haji Tajuddin Bin Haji Hussein, ed., Malaysia Negara Kita, h. 270-271 74 Suruhanjaya Pilihan Raya, 50 Tahun Demokrasi dan Pilihan Raya di Malaysia, h. 32

Page 54: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

pemilihan umum hanya diwakili oleh seorang wakil rakyat saja.75 Jadi jumlah wilayah

pemilihan Dewan Perwakilan Rakyat adalah sama banyak dengan jumlah anggota

Dewan Perwakilan Rakyat.76 Begitu juga dengan jumlah wilayah pemilihan untuk

Dewan Undangan Negeri,77 adalah sama dengan jumlah anggota Dewan Undangan

Negeri.

Jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari seluruh Negara bagian Malaysia

berjumlah 180 orang, sesuai dengan jumlah wilayah pemilihan, yaitu 180 wilayah

pemilihan umum. Wilayah pemilihan telah ditentukan pada tahun 1958, dan di ubah

pada tahun 1974, 1983, dan 1993.78 Mengikuti perundang-undangan yang berlaku,

jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari masing-masing negeri begian adalah ;

Johor (40 orang), Kedah (36 orang), Kelantan (43 orang), Melaka (25 orang), Negeri

Sembilan (32 orang), Pahang (38 orang), Pulau Pinang (33 orang), Perak (52 orang),

Perlis (25 orang), Selanggor (48 orang), Terengganu (32 orang), Sabah (48 orang),

Sarawak (56 orang).

Negeri-negeri Tanah Melayu (Malaysia) terbagi kedalam beberapa wilayah

pemilihan yang jumlahnya sama dengan jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

Jadi, besar kecilnya wilayah pemilihan dan cara menentukan batas wilayah ditetapkan

berdasarkan undang-undang. Ini dapat dilihat dalam bab ketiga belas, dalam bab ini ada

empat prinsip yang harus dipatuhi untuk menentukan dan meneliti semula batas-batas

wilayah pemilihan. Keempat prinsip itu adalah sebagai berikut :

75 Pasal 116 (ayat 2), Undang-Undang Malaysia 76 Tun Mohd. Salleh Abas, Prinsip Perlembagaan dan Pemerintahan di Malaysia, Cet.III (Kuala

Lumpu: Dewan Bahasa dan Pustaka, 2006), h.171 77 Dewan Undangan Negeri di Indonesia disebut dengan nama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. 78 Akta Perlembagaan (Perubahan) 1983 (Akta A566)

Page 55: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

1. Suatu wilayah pemilihan itu haruslah mempunyai batas wilayah, dan perlu

dijelaskan segala kesulitan kalau wilayah pemilihan bagi Dewan Perwakilan Rakyat

melintasi batas wilayah pemilihan bagi Dewan Perwakilan Rakyat.

2. Harus dapat memberi kemudahan kepada pelaksana yang ada di wilayah pemilihan

itu untuk menjalankan pelaksanaan pemilih.

3. Jumlah pemilih di setiap wilayah pemilihan itu haruslah hampir sama di seluruh

negeri bagian kecuali wilayah luar kota. Oleh sebab keadaan di wilayah luar kota

tidak sama dengan wilayah kota, maka cara jumlah mayoritas pemilih harus

digunakan, dan cara ini di perbolehkan untuk menjadikan di suatu wilayah

pemilihan luar kota mempunyai bilangan pemilihnya setenggah saja dari jumlah

pemilih di wilayah pemilihan dalam kota.

4. Hendaklah dipertimbangkan segala kesulitan yang akan datang apabila wilayah

pemilihan umum itu di pisahkan.

Secara umum sistem pemilihan umum di Malaysia berdasarkan tiga prinsip

pokok, yaitu :79

1. Berdasarkan suara mayoritas mengikuti kaidah first past the post sistem dimana

calon yang menang adalah calon yang mendapatkan suara terbanyak, walaupun

hanya terdapat kelebihan satu suara dapat mengalahkan calon lawannya yang lain.

2. Berdasarkan pemilihan seorang calon wakil rakyat mengikuti bagian pemilihan

umum sama dengan bagian pemilihan parlemen atau bagian pemilihan Negara

bagian (single member territorial representation).

3. Berdasarkan sistem partai politik yang ikut serta dan pihak yang sah mengikuti

pemilihan umum (multi party electoral sistem).

B. Pelaksanaan Pemilu di Malaysia oleh Suruhanjaya Pilihan Raya

79 Suruhanjaya Pilihan Raya, 50 Tahun Demokrasi dan Pilihan Raya di Malaysia, h. 7

Page 56: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

Untuk melaksanakan pemilihan umum di Malaysia, di jelaskan di dalam pasal

113 dan pasal 114 Perundang-undangan Malaysia, yang memberikan wewenang kepada

Negara untuk membentuk sebuah badan yang dinamakan Suruhanjaya Pilihan Raya.

Lembaga in pimpin oleh seorang ketua dan tiga orang anggota. Keempat anggota ini

dilantik oleh Yang di Pertuan Agung. Orang yang dilantik haruslah orang yang bebas

(independent) tidak terpengaruh dan terikat oleh harta benda dan jabatan seperti

dibawah ini:80

a. Orang yang bangkrut atau muflis.

b. Orang yang memegang jabatan tertentu baik dalam pemerintah maupun swasta.

c. Bukan anggota dari Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah maupun

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Untuk melaksanakan kewajibannya, Suruhanjaya Pilihan Raya diberi wewenang

untuk membuat beberapa peraturan dan melantik beberapa pegawai dan anggota untuk

melaksanakan pemilihan umum. Suruhanjaya Pilihan Raya diberi tugas oleh Undang-

undang untuk melaksanakan Pemilihan Umum bagi Dewan Perwakilan Rakyat dan

Dewan Perwakilan rakyat Daerah.

Baru-baru ini Malaysia telah melaksanakan Pilihan Raya Umum (PRU) ke-12

tanggal 8 April 2008, ada beberapa partai atau gabungan partai yang mengikuti pemilu,

diantaranya BN (Barisan Nasional), PAS (Partai Islam Semalaysia) , DAP (Partai Koalisi

China), PKR (Partai Keadilan Rakyat), Partai Bebas, PRM (Partai Rakyat Malaysia),

Partai SNAP dan Partai Bersekutu.81

Jumlah kursi yang dimenangi partai dalam pilihan raya umum ke 12 tahun 2008

adalah sebagai berikut:82

80 Tun Mohd. Salleh Abas, Prinsip Perlembagaan dan Pemerintahan di Malaysia, h. 170 81 “Keputusan Penuh Pilihan Raya umum ke 12 tahun 2008”, Utusan Malaysia, Senin 10 Maret 2008,

h.26 82 Ibid

Page 57: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

Nama Partai Jumlah Kursi Parlemen Pusat (DPR)

Jumlah Kursi Undangan Negeri (DPRD)

Barisan Nasional (BN) 140 307 Partai Islam

Semalaysia (PAS) 23 83

Partai Koalisi China (DAP)

28 73

Partai Keadilan Rakyat (PKR)

31 40

Partai Bebas 0 2 Partai Rakyat Malasia

(PRM) 0 0

Partai SNAP 0 0 Partai Bersekutu 0 0

Jumlah Keseluruhan Kursi

222 505

1. Sejarah Ringkas Pembentukan dan Keanggotaan SPR

Suruhanjaya Pilihan Raya Malaysia dibentuk pada tanggal 4 september 1957

berdasarkan pasal 114 Perlembagaan persekutuan. Semasa pembentukannya SPR

terdiri dari seorang ketua dan dua orang anggota ahli. Ketua pertama SPR ialah Dato

Dr. Mustafa Albakri bin Haji Hassan, dan kedua anggotanya masing-masing yaitu

Encik Lee Ewe Boon dan Encik Ditt Singh.83

Kemudian pada tahun 1963, Jumlah anggota SPR ditambah menjadi tiga

orang. Anggota ahli tambahan itu berasal dari Sabah atau Sarawak yang dilantik

secara bergantian. Datuk Abang Haji Marzuki bin Nor dari Sarawak menjadi anggota

ahli tambahan pertama mewakili dua Negara bagian tersebut. Pada tahun 1981,

perubahan atas pasal 114 Perundang-undangan persekutuan dibentuk sebuah Wakil

ketua. Pada tahun 2002, perubahan pada perundang-undangan persekutuan juga

terjadi penambahan keanggotaan SPR menjadi tujuh orang yaitu, seorang ketua,

83 Suruhanjaya Pilihan Raya, Laporan Tahunan 2005, h. 12

Page 58: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

seorang wakil ketua, dan lima orang anggota ahli, termasuk anggota ahli dari Sabah

dan seorang ahli dari Sarawak.84

Sejak terbentuknya sampai tahun 1978, kantor SPR terletak di gedung Sultan

Abdul Samad, Jalan Clark, Kuala Lumpur. Dari tahun 1978 sampai tahun 1985 SPR

bertugas di gedung yayasan Selangor, Jalan Bukit Bintang, Kuala :Lumpur. Pada

tahun 1985 SPR pindah lagi ke gedung Tong Ah, Jalan P. Ramlee dan bertugas disana

sampai tahun 1988 sebelum berpindah ke menara Bank Pembangunan, Jalan sultan

Ismail, Kuala Lumpur.85

Pada bulan November 2000, kantor pusat SPR berpindah ke lokasi sampai

sekarang yaitu di Aras 4 – 5, Blok C7, Parcel C, Pusat pelaksana Negara bagian

Putrajaya. Sebagaimana di jelaskan diatas bahwa saat ini SPR terdiri dari tujuh orang

anggota dengan seorang ketua, seorang wakil ketua, dan lima orang anggota ahli.

Untuk keterangan dan struktur SPR yang lebih lengkap dapat dilihat dalam lampiran

1.

2. Visi dan Misi SPR

Seperti telah dijelaskan diatas bahwa dalam pelaksanaan pemilihan umum di

Malaysia dilaksanakan oleh sebuah badan yang dinamakan SPR. Adapun Visi dari

SPR adalah memelihara dan menjalankan sistem demokrasi berparlemen di Malaysia

melalui pemilihan umum yang adil, cakap dan tulus.

Sedangkan misi dibentuknya badan SPR adalah untuk memastikan rakyat

Malaysia berpeluang untuk memilih wakil-wakil mereka untuk membentuk Negara

dan memelihara hak melalui pemilihan umum yang bebas serta adil.

3. Proses Pelaksanaan Pemilihan umum

84 Ibid. 85 Ibid. h. 13

Page 59: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

Proses pemilihan umum diadakan apabila Dewan Perwakilan Rakyat dan

Dewan Perwakilan Daerah selesai masa tugasnya. Untuk negeri-negeri di

Semenanjung, pemilihan umum diadakan dalam waktu 60 hari setelah berakhirnya

masa jabatan di dewan perwakilan rakyat dan dewan perwakilan daerah, berbeda di

negara bagian Sabah dan Serawak waktunya yaitu 90 hari, waktu yang lebih panjang

diberikan kepada Negara bagian Sabah dan Serawak untuk menjalankan pemilihan

umum dikarenakan penduduknya banyak yang tinggal di pedalaman.

Untuk menjalankan pemilihan umum, Suruhan Jaya Pilihan Raya akan

mengeluarkan satu perintah kepada petugas pemilihan untuk setiap wilayah

pemilihan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat atau Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah yang dikehendaki. Setelah petugas pemilihan wilayah menerima

perintah itu, kemudian dia harus melaksanakan pemilihan umum berdasarkan

peraturan yang terkait.

Skema berikut menunjukkan secara umum proses pemilihan umum

di Malaysia.

Kampanye untuk para calon

Ketua Pemilu kawasan

(KPU/KPUD) Mengumumkan hasil keputusan

pemilu

SPR Menetapkan

waktu. Nama-nama calon dan hari pemilihan

umum

Penamaan calon Calon

melakukan penyampaian visi dan misi

SPR Memastikan

tempat memilih dan tempat menghitung kertas suara

Hari Pencoblosan

Tempat menghitung

suara

Kotak suara di buka dan kertas suara dihitung

Tempat memilih

Di beri kertas

Mencoblos/menandai calon yang

dipilih

Kertas suara dimasukan ke dalam kotak

suara

Page 60: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

Penjelasan proses pelaksanaan pemilihan umum Malaysia di dalam buku Siri

Pendidikan Pengundi Bil 1/2008.86

1) Penetapan waktu, Penamaan calon dan Hari Memilih

Apabila sebuah dewan dibubarkan, berdasarkan keinginan dan perkenan Seri

Paduka Baginda Yang di-Pertuan Agung atau Duli Yang Maha Mulia Raja atau

Tuan Yang Terutama Yang di-Pertuan Negeri atau setelah selesai waktu hidupnya,

oleh karenanya SPR di beri waktu selama 60 hari menurut Perlembagaan

Persekutuan dan Perlembagaan Negeri untuk mengadakan pemilihan umum.

Pemilihan umum juga dilaksanakan apabila kursi dewan yang ditempati oleh

seseorang wakil kosong tidak ditempati disebabkan kematian ataupun kursi

tersebut terpaksa dikosongkan akibat dari proses undang-undang seperti pemutusan

hak warganegara, diumumkan bangkrut/berhutang.

Apabila SPR mendapati tentang pembubaran Dewan atau kekosongan kursi,

SPR akan segera bermusyawarah untuk menentukan tiga perkara penting seperti

berikut:87

a) Tanggal untuk menetapkan hari penamaan calon

b) Tanggal untuk menetapkan hari untuk pemilihan, jika ada perlawanan dari

calon lain, dan

c) Buku daftar pemilih sebagaimana yang di jelaskan di dalam peraturan 9

Peraturan-peraturan Pilihan Raya (pendaftaran pemilih).

2) Penyediaan dan masalah Kertas suara

a) Setelah urusan penamaan calon selesai, SPR akan mendaftarkan nama-nama

calon dan nama-nama tempat pemilihan umum di mana mereka bertanding dan

86 Buku seri panduan untuk pemilih dalam memahami proses pemilihan umum yang dilaksanakan oleh

SPR. 87 Suruhanjaya Pilihan Raya Malaysia, Siri Pendidikan Pengundi Bil 1/2008 (Ketelusan Sistem

Pengundian Pengiraan Undi dan Pengumuman Keputusan Pilihan Raya), Kuala Lumpur; Percetakan Nasional Malaysia Berhad, 2008 h.4

Page 61: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

kemudian menyerahkan daftar nama tersebut kepada Percetakan Nasional

Malaysia Berhad (PNMB) untuk proses penyediaan kertas suara. Kertas suara

tidak dapat dicetak dengan segera karena harus menunggu waktu tiga hari yang

di peruntukkan kepada calon-calon untuk menarik diri dari ikut serta dalam

pemilihan seperti yang di jelaskan oleh peraturan 7 (1) Peraturan Pilihan raya)

1981.

b) Apabila kertas suara yang baru dicetak sampai ke pejabat pegawai pengurus,

semua petugas terlibat seperti pegawai pengurus, penolong pegawai pengurus

dan ketua tempat memilih akan memeriksa kertas-kertas suara tersebut. Untuk

kertas suara undi pos, ia akan diperiksa oleh penolong pegawai pengurus (undi

pos) dan para sekretaris pemilihan suara undi pos.

3) Pengurusan Hari Memilih dan Ketelusan Urusan Pemilihan

a) Tugas melaksanakan hari memilih dalam satu bagian pemilihan umum

parlemen atau negeri terletak di bahu pegawai pengurus. Pegawai pengurus ini

dilantik oleh SPR dan di beri surat kuasa yaitu wewenang untuk menjalankan

semua urusan berkaitan dengan pemilihan umum termasuk di dalamnya waktu

hari memilih bagi pihak SPR.

b) Pegawai pengurus dibantu juga oleh beberapa orang penolong pegawai

pengurus yang kebanyakan ialah penolong pegawai daerah. Di tempat-tempat

memilih (Bilik suara), ketua-ketua tempat memilih dilantik oleh pegawai

pengurus untuk mengawal perjalanan pemilihan di dalam setiap tempat atau

saluran memilih.

c) Di pusat memilih, ketua tempat memilih di saluran pertama akan bertindak

sebagai ketua pusat memilih. Gedung sekolah lazimnya dipilih sebagai pusat

memilih karena didukung oleh infrasturktur yang memadai dan sesuai

kelengkapannya untuk urusan pemilihan.

Page 62: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

d) Pemilihan untuk semua Negara bagian dilaksanakan dalam satu hari di mulai

dari jam 8.00 pagi sampai 5.00 sore. Namun begitu, untuk beberapa tempat

pedalaman terutamanya di Sabah dan Sarawak, waktu pemilihan ditutup lebih

awal untuk membolehkan membawa kotak-kotak suara di bawa ke pusat

penjumlahan suara (tabulasi suara). Sebelum pusat-pusat memilih di buka ketua

tempat memilih (KTM) dan seorang sekretaris pemilihan akan mengambil

peralatan-peralatan untuk digunakan dalam pemilihan yang diambil dari pejabat

pegawai pengurus dan membawanya ke tempat-tempat memilih di mana

mereka bertugas. Tepat pada jam 8.00 pagi barulah tempat-tempat memilih

dibuka untuk para pemilih.

e) Beberapa orang anggota polisi dilantik untuk memastikan keselamatan dan

ketenteraman masyarakat di pusat dan saluran memilih.

f) Proses pemilihan di jalankan secara ikhlas dan adil. Ciri-ciri yang mendukung

keikhlasan dan keadilan proses pemilihan di Negara Malaysia adalah seperti

berikut:88

- Keikhlasan pertama: Penentuan daerah larangan 50 meter dari pusat memilih

di buat secara bersama.

- Keikhlasan kedua: menunjukkan kepada ejen89 calon bahwa kotak suara

adalah kosong sebelum proses pemilihan di mulai.

- Keikhlasan Ketiga: hanya mereka yang diperbolehkan oleh Undang-Undang

Saja yang boleh berada di dalam tempat pusat suara dan tempat memilih.

- Keikhlasan keempat: hanya pemilih yang terdaftar di dalam suatu pusat

memilih saja yang boleh memilih di pusat memilih.

- Keikhlasan kelima: kertas suara di keluarkan secara ikhlas/ jelas di depan mata

saksi-saksi pemilihan umum.

88 Ibid, h.7 89 Ejen dalam pemilihan umum di Indonesia dinamakan saksi, saksi dari pihak masing-masing partai

peserta pemilihan umum.

Page 63: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

- Keikhlasan keenam: Mengunakan tinta permanen pada kuku jari untuk

menghindari pemilihan dua kali.

- Keikhlasan ketujuh: proses pemilihan di buat secara rahasia di bilik suara

- Keikhlasan kedelapan: penggunaan corak penanda kertas suara yang berbeda

bentuk untuk menentukan kesahihan kertas suara.

- Keikhlasan kesembilan: daftar pemilih yang sama untuk untuk digunakan oleh

semua pihak (baik di pakai oleh pegawai pengurus pemilihan maupun ketua

tempat mengundi)

- Keikhlasan kesepuluh: mekanisme melindungi kerahasiaan pemilihan melalui

penggunaan surat akuan identitas dan sumpah kerahasiaan.

- Keikhlasan kesebelas: pengumunan secara meluas perihal tanggal, hari dan

tempat dilaksanakannya pemilihan umum.

- Ketulusan kedua belas: petugas pemilihan umum dilantik dari berbagai lapisan

masyarakat dan golongan.

- Ketulusan ketiga belas: hak memilih di jamin dan majikan perlu memberikan

kebenaran untuk pekerja memilih.

- Keikhlasan keempat belas: memilih dalam keadaan aman dan tenteram serta

tanpa perasaan takut.

4. Fungsi Suruhanjaya Pilihan Raya

Ada tiga fungsi utama SPR seperti yang ditetapkan dalam perkara pasal 113

Undang-undang Persekutuan Malaysia, yaitu:90

a. Mewujudkan bagian-bagian pemilu dan menjalankan urusan pembatasan baru

bagian pemilu menurut waktu yang tidak kurang dari 8 tahun;

b. Menyediakan daftar pemilih dan menjalankan urusan pendaftaran pemilih dan

memeriksa daftar pemilih;

c. Mengendalikan Pemilihan Umum dan Pemilu Kecil.

90 Suruhanjaya Pilihan Raya, 50 Tahun Demokrasi dan Pilihan Raya di Malaysia, h 54

Page 64: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

5. Pemilih dan Calon Yang Dipilih

Seseorang yang ingin menjadi calon dalam pemilihan umum, baik itu untuk

Dewan Perwakilan Rakyat maupun Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, haruslah Warga

Negara yang tinggal di Malaysia, berumur tidak kurang dari 21 tahun, dewasa, bukan

seorang yang bermasalah seperti bangkrut, tidak pernah masuk penjara lebih dari 12

bulan dan didenda 2000 ringit Malaysia. Calon yang mendapatkan suara terbanyak

dalam pemilihan umum yang diadakan. Sekiranya hanya ada seorang calon saja yang

terdaftar setelah waktu penamaan calon yang lolos, calon tersebut akan diumumkan

menang tanpa melakukan pemilihan.91

Dalam setiap sistem pemilihan umum sudah sewajarnya ada pemilih.

Berdasarkan Perlembagaan Malaysia, pemilih dalam pemilihan umum Dewan

Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ialah orang yang menjadi

warga Negara Malaysia, dan berumur 21 tahun pada saat dilaksanakan pemilihan.

Bersamaan dengan tahun itu di juga harus menjadi penduduk tetap di tempat pemilihan

umum, atau jika bukan penduduk tetap, ia dianggap oleh undang-undang sebagai

pemilih yang tidak tercantum pada daftar pemilih tetap (pemilih tidak tetap). Seorang

itu tidak sah menjadi pemilih dalam pemilihan umum, baik untuk pemilihan Dewan

Perwakilan Rakyat maupun Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, jika dia termasuk

kedalam kelompok berikut:92

a. Seorang yang telah dibawah pengampuan karena ketidakdewasaannya atau karena

menjalankan hukuman penjara yang dikenakan kepada orang tersebut pada tahun di

sahkannya sebagai pemilih.

91 Institut Tadbiran Awam Negara (INTAN) Malaysia, Pentadbiran dan Pengurusan Awam Malaysia,

h. 64-65 92 Tun Mohd Salleh Abas, Prinsip Perlembagaan dan Pemerintahan di Malaysia, h. 174

Page 65: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

b. Seorang yang terbukti bersalah dan akan dihukum mati atau penjara lebih dari 12

bulan di dalam Negara Persekutuan, sebelum tanggal sahnya sebagai pemilih dan

pada tanggal tersebut ia masih menjalani hukuman atas perbuatannya itu.

“Tanggal Kelayakan itu” ialah sebuah istilah yang sifatnya teknis yang

ditujukan kepada waktu yang menjadi pedoman kepada panitia kerja pemilihan untuk

mendata ulang dan untuk menyiapakan daftar-daftar pemilih pada setiap diadakan

pemilihan. Berdasarkan ketetapan yang dibuat oleh Peraturan Pemilihan Umum tahun

1958.93

Istilah “Penduduk Tetap” itu juga merupakan istilah teknis berdasarkan pasal

119 (2), yaitu jika seseorang itu berada di wilayah pemilihan umum sebagai orang

yang lemah mental dan cacat akal pikiran yang menerima perawatan, maka orang itu

tidak masuk dalam kategori “penduduk tetap” di wilayah pemilihan umum. Penduduk

tetap juga bukan berarti bahwa setiap orang yang harus tinggal di rumah diimana dia

tinggal. Berdasarkan beberapa penyebab tidak adanya orang bersangkutan di wilayah

pemilihan itu dia masih dianggap sebagai penduduk tetap di wilayah pemilihan umum

itu, misalnya, apabila seseorang meninggalkan rumahnya disebabkan menjalankan

tugas, di masih dianggap menjadi penduduk tetap di mana dia tinggal di rumahnya

yang dia tinggalkan itu, meskipun pada waktu itu dia telah memberikan orang lain

untuk tinggal dirumahnya itu.94

Seandainya seseorang Warga Negara itu pada saat waktu diperbolehkannya

untuk memilih tidak berada di tempat dia tinggal sebagai penduduk tetap pada wilayah

pemilihan umum, dia masih diperbolehkan memilih apabila dia masuk kedalam

kelompok pemilih yang tidak hadir. Pemilih yang tidak hadir ini yaitu warganegara

93 Ibid. 94 Ibid. h. 175

Page 66: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

yang usianya beranjak pada umur 21 tahun. Di undang-undang kelompok ini terbagi

menjadi tiga jenis:95

a. Seseorang Warga Negara yang sedang bertugas dalam angkatan bersenjata Negara

komanwel (Negara bekas jajahan Inggris) dimana ia tinggal bersama-sama dengan

isterinya di rumah dinas yang disediakan oleh angkatan bersenjata pada tahun ia

membuat permohonan untuk mendaftar sebagai pemilih pada pemilihan umum

untuk Dewan Perwakilan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

b. Seseorang warganegara yang tinggal bersama-sama beserta isterinya di luar batas

wilayah Negara dan bekerja dalam tugasnya pada umumnya untuk Negara pusat

maupun Negara bagian, kemudian dia membuat permohonan untuk mendaftar

sebagai pemilih pada pemilihan umum untuk Dewan Perwakilan Rakyat maupun

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

c. Seorang warganegara yang menjadi mahasiswa di Universitas, Institut Teknik,

pusat pelatihan atau yayasan-yayasan pendidikan lain yang berada di luar wilayah

Negara. Jika isteri dari mahasiswa yang bersangkutan itu tinggal bersama-sama di

luar wilayah Negara pada tanggal permohonan mendaftar sebagai pemilih untuk

pemilihan umum untuk Dewan Perwakilan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah.96

6. Daftar Pemilih

Walaupun seorang warganegara itu mempunyai kelayakan dalam memilih

sebagai orang yang menjadi penduduk tetap (pemilih tetap) maupun pemilih tidak

tetap, dia masih tidak dapat memilih apabila namanya tidak terdapat dalam daftar

pemilih. Daftar pemilih itu menjadi satu keterangan prima facie untuk menentukan

seseorang berhak atau tidaknya dalam memilih pada pemilihan umum di wilayah yang

95 Ibid. 96 Peraturan Pilihan Raya (Pendaftaran Pemilih), 1958- PU, 252 tahun 1958

Page 67: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

bersangkutan. Seorang tidak dibenarkan memilih disembarang tempat pemilihan

kecuali namanya ada di dalam daftar pemilih dimana tempat dia memilih. Berdasarkan

undang-undang, seseorang itu tidak boleh dimasukkan kedalam daftar pemilih untuk

lebih dari satu tempat dilaksanakan pemilihan umum.97

C. Konsep Kebebasan dan Kebersihan Pelaksanaan Pemilu di Malaysia

Pemilihan umum diibaratkan seperti permainan sepak bola. Apabila setiap

pemain bola itu dibiarkan menggunakan segala taktik dan cara sesuka hatinya tanpa

mengikuti peraturan yang ditetapkan oleh wasit permainan itu, maka sudah pasti

pemain akan meninggalkan permainan sepak bola itu dan mengantinya dengan adu

tinju, juga diikuti oleh para penonton dari kedua belah pihak yang bertanding.

Demikian juga halnya dengan pemilihan umum, seandainya seorang calon itu

boleh menggunakan segala cara dan taktik yang kotor dan tidak mengikuti pedoman

peraturan pelaksana yang bertujuan ingin menjatuhkan calon lawannya, maka tidak

ada maknanya pemilihan umum itu dilaksanakan. Salah satu diantaranya adalah

disebabkan siapa yang kuat, gagah, kaya dan mempunyai banyak uang ringgit sudah

pasti akan menang. Tetapi suara yang diperoleh oleh calon-calon yang menggunakan

cara dan taktik seperti itu biasanya tidak ikhlas dari hati nurani para pemilih itu. Suara

itu datang dari hati yang dipenuhi oleh uang ringgit yang diberi atau dijanjikan kepada

para pemilih.

Mungkin juga hati sudah diikat oleh jasa yang telah diberikan calon, atau

karena rasa takut karena intervensi calon kepada si pemilih. Pemilihan umum

semacam itu sudah tentu tidak bebas dan tidak adil. Keputusannya tidak boleh diterima

dan di hormati oleh siapapun, karena akan menyebabkan kacau balau yang akhirnya

97 Peraturan Pilihan Raya (Pemilih dengan Jalan Pos), 1959 P.U tahun 1959

Page 68: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

akan membuat sebuah negara yang diktator untuk mengawal ketenteraman dalam

negeri.

Pemilihan umum yang bebas dan bersih yaitu pemilihan umum yang

memberi kebebasan kepada setiap pemilih untuk memberi suaranya kepada para calon

atau partai politik menurut pilihannya sendiri.98 Ini berarti segala taktik dan cara yang

berdasarkan politik uang, ikatan jasa dan intervensi haruslah dilarang oleh undang-

undang. Perlu regulasi (pengaturan) mengenai batasan yang jelas yang menyatakan

pelaksanaan kampanye-kampanye pemilihan umum boleh dilaksanakan. Di negara

Malaysia, batasan-batasan itu terdapat dalam Akta Kesalahan Pemilihan umum 1954.

Berdasarkan akta pemilihan ini kesalahan dalam pemilihan umum itu terbagi

menjadi tiga jenis, yaitu :99

a. Kesalahan yang dinamakan kesalahan pemilihan umum.

b. Kesalahan disebabkan karena melakukan perbuatan yang tidak jujur, dan Kesalahan

dengan sebab melakukan perbuatan yang salah.

Kesalahan Pemilihan Umum

Seorang yang melakukan kesalahan pemilihan umum itu boleh ditangkap

tanpa surat perintah.100 Tetapi dakwaan yang ditujukan kepadanya tidak dapat di

lakukan melainkan setelah mendapatkan bukti yang benar dari orang yang

mengadu.101 Siapa yang melakukan kesalahan pemilihan umum, jika terbukti

kesalahannya, dapat dihukum penjara kurang lebih dari tiga tahun atau denda kurang

lebih dari 2000 ringgit Malaysia atau pun bisa dikenakan kedua-duanya. Selain

hukuman ini, orang yang terbukti kesalahannya tidak boleh menjadi pemilih atau

98 Tun Mohd Salleh Abas, Prinsip Perlembagaan dan Pemerintahan di Malaysia, h. 190 99 Ibid. 100 Pasal 6 Ayat 2 Undang-Undang Malaysia 101 Pasal 6 Ayat 4 undang-Undang Malaysia

Page 69: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

calon selama lima tahun mulai dari tanggal terbuktinya kesalahan atau pada tanggal

dia dibebaskan dari penjara.

Perbuatan-perbuatan yang dianggap menjadi kesalahan pemilihan umum ialah

seperti dibawah ini:102

1. Telah membuat pernyataan palsu tentang permohonan pendaftaran pemilih.

2. Telah memalsukan kertas suara atau dengan niat hendak menipu, telah merusak

atau telah menyerahkan kertas suara yang dia telah mengetahui bahwa surat suara

itu dipalsukan.

3. Telah memalsukan atau meniru atau dengan niat hendak menipu telah merusak

atau menghilangkan kertas suara atau tanda resmi yang ada pada kertas suara itu.

4. Tanpa memiliki wewenang telah memberi kertas suara kepada seseorang.

5. Telah menjual atau membeli kertas suara.

6. Memasukan benda-benda atau kertas suara ke dalam kotak suara yang tidak

diperbolehkan oleh undang-undang.

7. Tanpa memiliki wewenang telah membawa keluar kertas suara dari tempat

memilih atau telah ditemukan kertas suara di luar tempat pemilihan.

8. Tanpa memiliki wewenang telah menghilangkan,mengambil,membuka atau

dengan jalan apapun telah menggangu kotak suara.

9. Tanpa memiliki wewenang telah menandai kertas suara atau kertas yang boleh

dijadikan atau digunakan sebagai kertas suara dalam pemilihan umum.

Perbuatan Tidak Jujur

Perbuatan yang dianggap tidak jujur terbagi menjadi lima jenis, yaitu:103

a. Menyamar artinya bukan orang yang sesungguhnya telah terdaftar dalam daftar

pemilih.

102 Tun Mohd Salleh Abas, Prinsip Perlembagaan dan Pemerintahan di Malaysia, h. 191 103 Ibid. h.195-98

Page 70: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

b. Menyogok dan memberi sesuatu kepada seseorang baik berupa uang, makanan

maupun minuman sehingga orang tersebut terpengaruh.

c. Pengaruh yang tidak jujur.

d. Korupsi, dan

e. Perbuatan-perbuatan berlebihan di media iklan.

Page 71: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

BAB IV

ANALISIS KETATANEGARAAN ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN PEMILU

DI MALAYSIA

D. Beberapa Hal Kesesuaian Pelaksanaan Pemilu Malaysia dengan Ketatanegaraan

Islam.

Sebagai agama yang paripurna, Islam tidak hanya mengatur dimensi hubungan

antara manusia dengan khaliknya, tetapi juga antara sesama manusia. Islam adalah agama

universal artinya semua nilai-nilai yang diajarkan dapat dipraktekan dalam kehidupan sosial

bermasyarakat dan bernegara. Di antara nilai-nilai yang dapat di jadikan sandaran berpijak

adalah nilai musyawarah, nilai keadilan, nilai persamaan, nilai amanah dan masih banyak lagi

nilai-nilai yang terkandung di dalam Islam yang dapat di selenggarakan dalam pemerintahan.

Kemudian apakah nilai-nilai tersebut dapat dilaksanakan di negara-negara demokrasi seperti

halnya Malaysia. Di dalam konstitusinya dijelaskan bahwa Malaysia merupakan sebuah

Negara kerajaan yang mengamalkan sistem demokrasi. Umumnya negara yang menganut

paham demokrasi mencantumkan adanya penegakkan hak asasi manusia, dimana dalam

melaksanakan hak asasi manusia harus adanya nilai-nilai persamaan, keadilan, serta adanya

pelaksanaan pemilihan umum agar terpeliharanya sebuah negara yang berdemokrasi.

Prinsip-prinsip konstitusional seperti nilai musyawarah, nilai keadilan, dan nilai

persamaan dianggap seperti hak-hak Allah dalam bidang politik, karena sejauh mana hal itu

dianggap sebagai hak umat Islam untuk menuntut para penguasa agar menghormati prinsip-

prinsip konstitusional atau etika-etika politik ini. Prinsip-prinsip utama menurut sebagian

ulama kontemporer dari para ahli fikih syariat104 adalah tidak zalim, adil, musyawarah, dan

persamaan. Namun, menurut sebagian ulama lagi adalah keadilan (Al-‘Adalah), musyawarah,

dan taat kepada ulil amri terhadap perintah yang disenangi orang mukmin atau yang dibenci,

104 Abdul Wahab Khallaf, As-Siyasah Asy-Syar’iyah, cetakan tahun 1931, hal. 19

Page 72: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

kecuali bila dia memerintahkan untuk berbuat kemaksiatan, maka tidak boleh

mendengarkannya dan taat kepadanya. Ada satu pendapat lain lagi yang menyatakan bahwa

prinsip-prinsip utama itu adalah sebagai berikut :

4. Musyawarah dalam hal apa saja yang wajib dimusyawarahkan dari urusan-urusan umat

Islam.

5. Sikap tidak zalim dari penguasa tertinggi, dari para pemimpin, dan dari bawahannya.

6. Meminta bantuan orang-orang kuat dan terpercaya dalam segala hal yang penguasa

tertinggi wajib meminta bantuan dalam hal itu.

Dr. Abdul Hamid Mutawalli dan Dr. Muhammad Salim Al-Awa sangat sepakat dalam

hal prinsip-prinsip utama ini. Dr. Abdul hamid Mutawalli meletakkan di awalnya

musyawarah dan keadilan, lalu persamaan dan kebebasan, kemudian tanggung jawab ulil

amri. Sementara Dr. Muhammad Salim Al-Awa sama sepertinya, namun dia menambahkan

wajib taat.

Malaysia ialah sebuah negara yang mempunyai banyak agama. Rakyat di negara ini

mengamalkan agama-agama yang berlainan seperti agama Islam, Hindu, Buddha, Kristian

dan kepercayaan lain. Orang Melayu hanya menganut satu agama yaitu Islam. Adalah asing

bagi orang Melayu bahwa seorang bangsa Melayu itu tidak menganut agama Islam.

Mengaitkan agama secara sepenuhnya dengan negara adalah dasar di dalam pemikiran orang

Melayu sehingga agama Islam telah menjadi suatu unsur yang penting dalam pengertian

“Melayu” menurut Undang-undang dan Perlembagaan pasal 160 mengartikan seorang

“Melayu” sebagai seorang yang beragama Islam, biasa berbicara dengan bahasa Melayu dan

menurut adat istiadat Melayu.105 Agama Islam telah menjadi agama orang Melayu sejak lebih

dari 500 tahun yang lalu. Agama Islam pertama kali dibawa kesini oleh pedagang-pedagang

Arab melalui India dan mendarat di pantai Malaka pada abad ke-15 atau mungkin lebih awal

lagi. Sejak itu orang Melayu memeluk agama Islam. Budaya Islam yang sangat kuat

105 Ini diambil dari defenisi yang diberi oleh pasal 2 Enakmen Kerakyatan Negeri-negeri Melayu yang disahkan pada tahun 1952 untuk menambah penjelasan kewarganegaraan dalam perjanjian Persekutuan Tanah melayu 1948.

Page 73: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

pengaruhnya terhadap kehidupan sosial bermasyarakat di Malaysia juga berpengaruh kepada

hal-hal yang berkaitan dengan praktek kenegaraan.

Salah satu hal yang membuktikan bahwa Malaysia begitu kuat dengan nilai-nilai

keislamannya adalah dalam melaksanakan pemilihan umum, dimana dalam teorinya banyak

mengadopsi nilai-nilai ketatanegaraan Islam. Seperti telah disebutkan diatas bahwa nilai-nilai

ketatanegaraan Islam baik berupa nilai musyawarah, nilai keadilan, nilai persamaan dapat

diterima dan dilaksanakan di negeri Malaysia.

Kemudian dibuktikan pula dari penerapan nilai ketatanegaraan adalah nilai

musyawarah, kalau kita melihat praktek nilai musyawarah dalam Islam di jalankan fungsinya

oleh Ahlu Halli wal Aqdi sebagai lembaga representasi (perwujudan) dari rakyat di Malaysia

juga dikenal istilah Parlemen, yaitu suatu badan perundangan bagi Malaysia dan terdiri dari

tiga unsur, Yang di-Pertuan Agung dan dua majelis parlemen yaitu Dewan Negara dan

Dewan Rakyat.106

Selanjutnya adalah penerapan nilai keadilan juga dapat dilihat dari penyelenggaraan

pemilihan umum yang dilaksanakan di Malaysia, dimana lembaga yang dinamakan

Suruhanjaya Pilihan Raya di dalam visi dan misi dalam menjalankan pemilihan, yaitu Visi

dari SPR adalah memelihara dan menjalankan sistem demokrasi berparlemen di Malaysia

melalui pemilihan umum yang adil, cakap dan tulus. Sedangakn misi dibentuknya badan SPR

adalah untuk memastikan rakyat Malaysia berpeluang untuk memilih wakil-wakil mereka

untuk membentuk Negara dan memelihara hak melalui pemilihan umum yang bebas serta

adil.107

Pada akhirnya penulis memberikan analisa mengenai pengaruh ketatanegaraan Islam

terhadap pelaksanaan pemilu di Malaysia adalah penyerapan nilai-nilai berupa nilai

musyawarah, nilai keadilan dan nilai persamaan dalam hal ini hanya sebatas teori.

106 Pasal 44 Perlembagaan Malaysia. 107 Laporan Tahunan SPR, Tahun 2005, hal. 4-5

Page 74: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

E. Beberapa Hal Ketidaksesuaian Pelaksanaan Pemilu Malaysia dengan

Ketatanegaraan Islam.

Islam mengajarkan kepada para pemimpin untuk berlaku adil dalam menetapkan

hukum hal ini dapat dijumpai di dalam surat An-Nisaa’ ayat 58:

☺ ☺ …………………….

Artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum diantara manusia hendaknya kamu menetapkan dengan adil………. (Q.S An-Nisaa’ ayat 58)

Ayat diatas merupakan sebuah perintah yang ditunjukkan kepada para pemimpin

baik itu sebagai eksekutif, legislatif maupun yudikatif apabila menetapkan sebuah hukum itu

harus seimbang (adil) tidak berat sebelah dan memihak. Ada sebuah pendapat yang

mengatakan bahwa lebih baik dipimpin oleh pemimpin non-muslim apabila didalamnya

menerapkan nilai keadilan daripada dipimpin oleh orang muslim yang zalim dan tidak

menjalankan nilai keadilan. Hal tersebut menandakan bahwa nilai keadilan itu sangat esensi

sekali dalam menjalankan roda pemerintahan.

Kemudian Ibnu Taimiyah berkata : Jujur dalam setiap ucapan dan berlaku adil dalam

perkataan dan perbuatan, cocok di setiap keadaan. Jujur dan adil ini selalu berdampingan.108

Bahkan penerapan nilai musyawarah adalah dasar hukum dalam Islam dan jalan kehidupan

kaum muslimin, yang pada hakikatnya berlandaskan keadilan yang sangat bertentangan

sekali sekali dengan kesewenang-wenangan penguasa dan tidak mengikutsertakan rakyat

dalam membahas perkara. Nilai “mengkritik penguasa” termasuk diantara tuntutan keadilan.

Rakyat adalah yang memilih penguasa agar dia melaksanakan hukum-hukum syariat dan

108 Farid Abdul Khaliq, Fikih Politik Islam, (Jakarta : Amzah, 2005) Cetakan pertama, hal. 201

Page 75: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

memperhatikan kemaslahatan mereka. Begitu juga halnya dengan nilai “persamaan hak” dan

kebebasan serta hak asasi manusia, sesungguhnya berlaku adillah dasarnya.109

Problematika Dalam Pelaksanaan Pemilu di Malaysia

Setiap negara yang menjalankan proses demokrasi biasanya mendapatkan tantangan-

tantangan, salah satunya di Negara Malaysia seperti telah disebutkan diatas Malaysia

merupakan negara yang berdasarkan sistem demokrasi yang berparlemen. Salah satu

problematika yang merupakan tantangan dari penegakan demokrasi di Malaysia diantaranya

adalah pelaksanaan pemilihan umum.

Di dalam pelaksanaan pemilihan umum ini banyak sekali terjadi penyimpangan-

penyimpangan mulai dari badan pelaksana yang diamanahkan oleh negara (SPR) dimana

lembaga ini membawa visi dan misi, kita tahu visi SPR adalah memelihara dan

menjalankan sistem demokrasi berparlemen di Malaysia melalui pemilihan umum yang

adil, cakap dan bersih sedangkan misi adalah untuk memastikan rakyat Malaysia

berpeluang untuk memilih wakil-wakil mereka untuk membentuk Negara dan memelihara

hak melalui pemilihan umum yang bebas serta adil. Namun dalam prakteknya terdapat

permasalahan yang timbul, hal ini dibuktikan sendiri oleh SPR di dalam sebuah laporan

yang diterbitkan oleh badan itu.

Di dalam buletin itu SPR menyebutkan dari hasil penelitiannya mengenai alamat

pemilih, dimana terdapat alamat pemilih yang didaftarkan lebih daripada tujuh orang dalam

satu alamat. Penyelidikan ini ini diterima oleh SPR setelah menerima pengaduan dari

banyak orang yang menyatakan terdapat banyak pemilih yang banyak terdaftar di alamat

pada beberapa wilayah pemilihan,110 hal ini bertentangan dengan pasal 119 (2), mengenai

penduduk tetap yang terdaftar dalam pemilihan umum harus terdaftar hanya dalam satu

wilayah, tidak terdaftar di wilayah lain.

109 Ibid 110 Suruhanjaya Pilihan Raya, Laporan Tahunan 2005, h. 154

Page 76: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

Dalam penemuan mengenai hal ini juga terjadi pada tanggal 31 Desember 2005,

ditemukan sebanyak 37.946 alamat, yang termasuk alamat yang jelas dalam pengkajian

pokoknya yang mengikutsertakan 365.311 orang pemilih dan sisanya merupakan alamat

yang belum pasti kejelasannya.

Contoh diatas merupakan problematika yang harus diperbaiki oleh pemerintahan

Malaysia sehingga dikemudian hari dapat memperbaiki proses pemilihan umum yang lebih

adil, bersih dan jujur sebagaimana visi dan misi dari lembaga yang menjalankan pemilihan

umum Suruhanjaya Pilihan Raya.

Beberapa waktu lalu tepatnya pada tanggal 10 November 2007 di Malaysia terjadi

aksi besar-besaran yang menentang pemerintahan Malaysia, mereka menamakan Himpunan

Aman tidak mengganggu keselamatan Awam (Bersih). Berikut adalah memorandum Bersih

kepada Yang di-Pertuan Agung, yang disampaikan kepada wakil baginda pada malam 10

November 2007 setelah konpoi masa lebih dari 100.000 rakyat Malaysia yang merasa

prihatin dengan kondisi Malaysia saat ini. Bersih merasakan perlu bagi semua rakyat untuk

bahu membahu mengumpulkan tenaga untuk membawa perubahan menyeluruh dalam

proses pemilihan umum. Pihak Bersih mengagendakan perubahan jangka panjang dan tiga

sasaran kerja dengan segera, dan dalam perubahan jangka panjang itu terdapat beberapa

aspek yang perlu dikaji dan diadakan perubahan, diantaranya:111

c. Sistem Pemilihan Umum

Beberapa hal yang mendasari agar dilakukan perubahan dalam sistem pemilihan

umum, adalah :

1). Adalah perlu untuk membetulkan ketidakseimbangan yang tinggi antara pilihan

rakyat dan kursi yang diperebutkan dalam pemilihan umum, dimana suara sebanyak

64 perseratus boleh diartikan dengan 91 perseratus kursi bagi partai pemerintah. Ini

disebabkan pemilihan berlandaskan prinsip first past the post.

111 Diambil dari harian Fikrah Harakah pada tanggal 16 – 30 November 2007, h. 17

Page 77: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

2). Adalah perlu memperkenalkan satu sistem yang mendaftarkan semua perwakilan

partai, agar jumlah wanita minimal 30 persen di parlemen dapat terjamin.

3). Adalah perlu memperkenalkan kembali pemilihan umum dengan sistem pemilihan

yang adil, termasuk memberikan kesempatan yang lebih kepada keterlibatan wanita

dan kelompok terpinggir dalam masyarakat.

d. Pelaksana Pemilihan Umum

1). Adalah perlu untuk merubah SPR yang ternyata gagal bertindak sebagai sebuah

institusi yang bebas dengan bergerak kearah struktur perwakilan untuk semua

partai sebagaimana dilaksanakan di negara yang demokrasi.

2). Memberi hak undang-undang yang berkaitan dengan hak pemantau internasional

dan nasional.

e. Penamaan Calon dan Pendaftaran Partai

Ketimpangan berikut harus diperbaiki :

1). Keputusan berat sebelah dan sewenang-wenangnya oleh petugas pelaksana

pemilihan umum yang akhirnya akan menghapus kelayakan calon-calon yang

kontra terhadap partai pemerintah ini adalah perbuatan tidak adil.

2). Pendapat kontroversi yang membenarkan calon menarik diri selepas penamaan yang

akhirnya membawa kepada fitnah manipulasi dan kemenangan tanpa berkompetisi.

3). Bagi orang yang memiliki banyak uang secara langsung akan menghalangi

keikutsertaan warga Malaysia yang kurang sumber keuangannya.

f. Kampanye Pemilihan Umum

Pengaturan undang-undang bagi masalah-masalah berikut :

1). Menetapkan satu waktu berkampanye wajib yang lebih panjang dari waktu 8 hari

berkampanye dalam pemilihan umum, dimana 8 hari kurang berdampak langsung

kepada rakyat.

Page 78: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

2). Memberikan hak kebebasan bersuara dan berkumpul yang sebenarnya diatur di

dalam Undang-Undang Dasar Malaysia.

3). Pengawasan secara ketat dan menyeluruh dalam proses pembiayaan kampanye agar

tidak terjadi korupsi dalam pendanaan kampanye.

g. Media

1). Merubah undang-undang yang hanya membolehkan media cetak dan lembaga

penyiaran di monopoli oleh partai pemerintah (Barisan Nasional).

2). Jaminan undang-undang untuk membolehkan semua partai politik mendapat akses

atau memberikan informasi melalui TV dan radio agar dapat sampai kepada rakyat

secara adil.

3). Jaminan undang-undang untuk menjamin hak semua partai politik dan calon untuk

menjawab segala bentuk tuduhan dan kritikan yang dilontarkan kepada mereka.

h. Daftar Pemilih

Mengenai daftar pemilih ada hal-hal yang harus diperhatikan, seperti :

1). Daftar pemilih perlu diperbaharui dengan tepat, untuk menghindarkan, pertama,

pencoretan dan pemindahan secara tidak sukarela para pemilih yang sah, dan kedua,

pemalsuan dan pemilihan dua kali oleh “pemilih hantu”.

2). Semua rakyat yang sudah layak memilih perlu secara automatik didaftarkan sebagai

pemilih.

i. Suara

1). Melaksanakan penyelenggaraan tinta jari untuk menghindari pemilihan dua kali.

2). Mengambil sistem pemilihan pos kecuali untuk para diplomat dan pemilih yang

berada di luar negara.

Page 79: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

Untuk jangka terdekat, Bersih menyeru kepada ketua dan pelaksana SPR, Tan

Sri Abdul Rashid Abd Rahman dan Dato’kamaruzaman Mohd Noor untuk melaksanakan

empat pembaharuan yang diperlukan dan harus dilaksanakan secara serentak :

1). Mengawali pembaharuan daftar pemilih yang lengkap demi memastikan segala

kesalahan dan ketimpangan yang ada harus dihapuskan.

2). Penggunaan Tinta jari untuk menghindari pemilih dua kali mencoblos.112

3). Menggunakan sistem pemilihan pos kecuali untuk para diplomat dan pemilih lain yang

berada diluar negeri.

4). Akses media yang adil kepada semua pihak dalam pemilihan umum.

SPR Batal Menggunakan Tinta Jari Untuk Pemilihan Umum Raya Ke-12

Seperti yang diberitakan dalam salah satu surat kabar di malaysia, bahwa

Suruhan Jaya Pilihan Raya (SPR) membatalkan rencana menggunakan tanda tinta jari

permanen atau jari tangan pemilih pada Pemilihan Raya Umum 8 April 2008. Ketua

SPR Tan Sri Abdul Rahman Rashid Abdul Rahman ketika mengumumkan masalah itu

berkata, keputusan itu dibuat pada musyawarah berdasarkan nasihat dari segi

perundangan serta aspek ketenteraman dan keselamatan rakyat.113

Hasil penyelidikan terhadap laporan yang diajukan kepada Polisi, mengesahkan

bahwa terdapat pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab telah membeli tinta dari luar

negeri untuk menjalankan aktivitas membujuk dan menyogok orang yang kurang

paham mengenai penggunaan tinta untuk digunakan sebelum hari memilih.

SPR merasa kecewa atas keputusan yang dibuat ini. Namun begitu, demi

menunaikan kewajiban dan tanggungjawabnya dalam menjamin kelancaran proses

112 Ini adalah tuntutan rakyat Malaysia yang mengatasnamakan bersih, tuntututan ini terjadi pada saat

sebelum pelaksanaan pemilihan umum raya ke 12. Kemudian pada saat sebelum pemilihan di dalam panduan pemilih yang diterbitkan oleh SPR ada keikhlasan dan keadilan yang di dalamnya memuat tentang pengunaan tinta.

113 “SPR Batal Cadangan Guna Dakwat”, Sinar Harian, 5 Maret 2008.

Page 80: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

pemilihan dan ketenteraman dan keselamatan rakyat. SPR perlu mengambil keputusan

tegas dan mengikat ini.114

Ketua SPR menjelaskan bahwa SPR ingin menjadikan (tinta) sebagai sistem

sebagaimana telah dijelaskan di dalam buku Seri Panduan Memilih yang di dalamnya

ada sistem keikhlasan dalam menggunakan tintan permanen. Namun keadaan yang

tidak memungkinkan penggunaan tinta. Jadi harus sabar, jangan menuduh SPR tidak

mahu melaksanakannya SPR mahu berbuat apa saja sebab kita tahu tidak akan ada

penipuan tetapi orang masih mengatakan ada penipuan, saya tidak pernah terima

sembarang bukti berlaku penipuan.

F. Analisis Ketetanegaraan Islam Terhadap Pengangkatan Kepala Negara

Hampir semua ahli sejarah Islam sepakat bahwa persoalan pertama yang muncul

dalam sejarah umat Islam adalah masalah poltik atau persoalan imamah, yakni masalah

penggantian Nabi Muhammad selaku kepala negara. Persoalan ini juga yang kemudian

melahirkan aliran-aliran dalam teologi. Telah jelas bahwa keberadaan imamah itu sangat

penting dalam pelaksanaan sebagian besar ajaran Islam, bahkan dapat dikatakan bahwa

imamah merupakan masalah yang tidak dapat dipisahkan dari ajaran agama Islam, karena ada

beberapa ajaran Islam terutama masalah-masalah hukum yang tidak dapat terlaksana kecuali

dengan adanya imam atau kepala negara. Muthahari mengatakan, “tanpa imamah, seluruh

struktur Islam akan bercerai berai”. Begitu penting dan sentralnya kedudukan kepala negara

dalam ajaran Islam sehingga wajar jika masalah inilah yang pertama kali muncul ketika Nabi

Muhammad wafat.

Perbedaan pendapat masalah ini telah mewarnai sejarah kaum muslimin. Tidak ada

aspek-aspek ajaran Islam yang diiringi dengan polemik hebat dan berkepanjangan selain

masalah imamah, khususnya antara Syiah dengan Sunni. Di antara sekian polemik tersebut

114 Ibid, h.2

Page 81: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

adalah tulisan al-Baqillani, “al-Tamhid fi al-Radd ‘ala al-Muhidah wa al-Rafidah wa al-

Khawarij wa al-Mutazilah”, yang memuat bantahan terhadap doktrin khawarij, Mu’tazilah,

dan terutama Syi’ah. Ibnu Taimiyah, tokoh penting Sunni, yang menulis kitab Minhaj al-

Sunnah al-Nabawiyah fi Naqd Kalam al-Syi’ah wa al-Qadariyah sebagai bantahan atas karya

Jamaluddin al-Muthahar al-Hilli, yang beraliran Syi’ah, MInhaj al-Karamah fi Ma’rifat al-

Imamah. Karya Syarafuddin al-Musawi, al-Muraja’at, juga berkenaan dengan polemik ini.

Ada beberapa cara pengangkatan kepala negara yang berdasarkan ketatanegaraan

Islam

1. Pengangkatan Kepala Negara dengan Penetapan

Kaum Syi’ah berkeyakinan bahwa imamah adalah rukun agama, karena itu

tidak mungkin Nabi mengabaikannya dan menyerahkan persoalan imamah kepada

umat. Menurut Syi’ah, imam itu ma’shum dari dosa besar dan kecil. Ali adalah orang

yang sudah ditetapkan Nabi.115 Keyakinan ini dapat ditemukan pada beberapa

penjelasan hadits, diantaranya “Barangsiapa yang menjadikan aku sebagai

pemimpinnya, maka Ali adalah pemimpinnya”.116

Kalangan Syi’ah Imamiyah juga berkeyakinan bahwa rangkaian imam terdiri

dari dua belas orang, yaitu :

1). Ali bin Abi Thalib

2). Abu Muhammad Hasan bin Ali bin Abi Thalib

3). Abu Abdillah Husain bin Ali bin Abi Thalib (Sayyid al-Syuhada).

4). Abu Muhammad Ali bin Husain (Zainal Abidin)

5). Abu Ja’far Muhammad bin Ali (al-Baqir)

6). Abu Abdillah Ja’far bin Muhammad (al-Shadiq)

7). Abu Ibrahim Musa bin Ja’far (al-Kadhim)

115 Ridwan HR, Fiqih Poliik (Gagasan, Harapan dan Kenyataan), Yogyakarta, FH UII Press, 2007,

cet. Pertama, h.249. 116 Ibid, h.. 250

Page 82: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

8). Abul Hasan Ali bin Musa

9). Abu Ja’far Muhammad bin Ali

10). Abul Hasan Ali bin Muhammad

11). Abu Muhammad Hasan bin Ali

12). Abul Qasim Muhammad bin Hasan

2. Pengangkatan Kepala Negara dengan Ikhtiar

Golongan yang meyakini pengangkatan imam dengan ikhtiyar adalah Ahlu

Sunnah wal Jama’ah, Mu’tazilah, Khawarij, dan Murji’ah.117 Madzhab Ahu Sunnah

wal Jamaah berpendapat bahwa pengangkatan imam itu dilakukan melalui pemilihan

dan kesepakatan ahlul halli wal aqdi serta harus dari keturunan Quraisy. Kalangan

Mu’tazilah mengatakan bahwa mengangkat imam itu wajib dan dengan cara

pemilihan, tanpa mensyaratkan asal usul ketutunan. Siapa pun bisa jadi imam dengan

syarat mampu melaksanakan ajaran Al-Qur’an dan Sunnah rasulullah, seorang

mukmin, dan adil.

Meskipun umat Islam selain Syi’ah secara umum telah menyepakati

pengangkatan imam melalui pemilihan, namun di dalamnya ditemukan sejumlah

perbedaan tentang cara pemilihan dan jumlah pemilih. Ada yang menyebutkan harus

dipilih oleh 40 orang, tetapi ada yang menyebutkan 6 orang, 4 orang, 3 orang, 2

orang, bahkan 1 asalkan ia seorang mujtahid.118

Sehubungan dengan tidak adanya ketentuan baku tentang pengangkatan imam,

dan keberadaan imamah yang merupakan masalah publik, maka terhadap masalah

publik Al-Qur’an menganjurkan agar bermusyawarah. Bagaimana musyawarah

dilakukan, apakah dengan sistem perwakilan melalui ahlul halli wal aqdi atau secara

langsung, hal itu diserahkan kepada manusia dan dapat disesuaikan dengan tuntutan

tempat dan keadaan (muqtadha al-hal wa al-mahal). Dengan demikian dapat

117 Ibid, h. 256 118 Ibid, h.257

Page 83: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

dikatakan Negara Malaysia yang mayoritas penduduknya Muslim dan dalam

prakteknya menggunakan pemahaman kepada ahlu sunnah wal jamaah sudah

semestinnya dalam menjalankan pemerintahan untuk menentukan kepala eksekuti

(pemerintahan) dengan jalan ikhtiyar (pemilihan).

Page 84: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah menguraikan dan menjelaskan mengenai nilai-nilai ketatanegaraan Islam

dalam pelaksanaan pemilihan umum di Malaysia (studi: kinerja Suruhanjaya Pilihan Raya

dalam pelaksanaan pemilihan umum di Malaysia), maka pada akhir uraian penulis dapat

menyimpulkan beberapa hal yang berkaitan dengan tema tersebut :

1. Secara umum dalam ketatanegaraan Malaysia terdapat nilai-nilai ketatanegaraan Islam,

hal ini dapat dilihat bahwa konsep musyawarah, persamaan dan keadilan sudah berjalan

sebagaimana mestinya, namun demikian dalam praktek masih terdapat ketidaksesuaian.

2. Dalam hal pengangkatan kepemimpinan kepala Negara di Malaysia yang menjalankan

system kenegaraannya menganut monarki konstitusional, raja sebagai kepala negara

adalah payung kepada rakyat, dan kemudian untuk menjalankan pemerintahan

dilaksanakan oleh Perdana Menteri sebagai kepala pemerintahan yang dipilih melalui

pemilihan umum. Hal ini dapat dilihat dalam ketatanegaraan Islam terutama yang

dilaksanakan oleh khulafaur rasyidun, di mana mereka diangkat menjadi khalifah atau

kepala Negara dengan menggunakan jalan pemilihan mulai dari khalifah Abu Bakr As-

Siddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib.

3. Kinerja SPR menurut pandangan penulis sudah berjalan dengan baik hal ini di dapat dilihat

dengan terlaksanannya pemilu baru-baru ini tahun 2008 yang berjalan tertib dan aman,

dapat dilihat dari hasil kursi dari pemilihan yang memberikan tempat dan kedudukan

kepada pihak oposisi yang memenangi 5 negara bahagian (Kelantan, Kedah, Selangor,

Perak, dan Pulau Pinang) ini merupakan sejarah baru di negeri Malaysia sehingga dengan

demikian sudah jelaslah fungsi SPR sebagai lembaga yang independent telah berjalan

dengan semestinya. namun demikian ada beberapa hal yang menjadi catatan yang harus

Page 85: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

diperbaiki di antaranya harus memiliki ketetapan yang kuat seperti adanya laporan tahunan

yang diterbitkan SPR untuk panduan pemilih yang di dalamnya ada beberapa hal yang

harus di laksanakan seperti penggunaan tinta jari, kelemahan dalam penulisan daftar

pemilih. Kami percaya SPR telah memperbaiki semua kesalahan-kesalahan yang telah lalu

dan berusaha menjadi lembaga yang lebih baik dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

SPR telah berjaya sebagai wasit dalam pelaksanaan pemilu di Malaysia dan telah

menerapkan nilai-nilai Islami yang terdapat di dalam ketatanegaraan Islam.

B. Saran-saran

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan mengenai pelaksanaan pemilihan umum di

Malaysia, di mana Malaysia merupakan negara yang di dalamnya mengakui keberadaan

hukum Islam, maka perlu kiranya ada penyesuaian nilai-nilai ketatanegaraan Islam dalam

praktek pelaksanaan pemilihan umum Malaysia. Di bawah ini merupakan suara hati nurani

penulis sebagai warga negara Malaysia dalam hal usaha perbaikan untuk perubahan Malaysia

kearah yang lebih baik, yaitu:

1. Ditunjukkan kepada pihak Suruhanjaya Pilihan Raya :

1) Suruhanjaya Pilihan Raya haruslah mendengarkan aspirasi rakyat, dan tidak berat

sebelah sehingga menimbulkan ketidak seimbangan antara partai pendukung

pemerintah dan partai oposisi dalam hal peyebaranluasan isu-isu berkaitan dengan

penengakkan demokrasi di Malaysia.

2) Perbaikan terhadap sistem pemilihan umum, membetulkan ketidakseimbangan

yang tinggi antara pilihan rakyat dan kursi yang diperebutkan dalam pemilihan

umum, dimana suara sebanyak 64 perseratus boleh diartikan dengan 91 perseratus

kursi bagi partai pemerintah. Ini disebabkan pemilihan berlandaskan prinsip first

past the post. Kemudian memperhatikan kedudukan wanita di parlemen.

Page 86: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

3) Harus ada perbaikan dalam hal pendaftaran calon pemilih, sehingga dikemudian

hari tidak terjadi hal-hal seperti yang sudah-sudah.

4) Menggunakan tinta jari setelah melakukan pencoblosan, sehingga tidak akan

terjadi pemilihan dua kali.

2. Ditunjukkan kepada pemerintah Malaysia supaya mengawal pelaksanaan pemilihan

umum secara adil, bebas dan independent. Selain itu agar dilakukan pelatihan-

pelatihan dan tatacara pemilihan umum yang baik dan benar.

3. Kepada para pemilih agar memilih sebuah pilihan berdasarkan hati nurani sesuai

dengan keinginan perubahan.

4. Kepada partai-partai politik agar senantiasa memberikan contoh kepada para

pemilihnya untuk bersikap baik,benar dan sesuai dengan keinginan rakyatnya.

Walaupun terdapat banyak permasalahan dalam penyelenggaraan pemilihan umum,

penulis menghargai semua jerih payah yang telah di lakukan oleh Suruhanjaya Pilihan

Raya, namun saran-saran diatas merupakan sesuatu yang harus diterima dan direspon oleh

pemerintah sehingga mencerminkan bahwa Malaysia merupakan Negara yang

berdasarkan demokrasi. Hal ini telah dibuktikan dalam pilihan raya ke-12 tahun 2008

dimana fungsi dari SPR telah berjalan dengan baik tanpa adanya kecurangan, penulis juga

yang pernah menjadi seorang agen dan juga pemilih telah mengikuti dan melihat semua

perkembangan yang dilaksanakan oleh seluruh petugas SPR yang telah menunjukkan

komitmen yang tinggi dan bekerja dengan amanahnya.

Page 87: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Khaliq, Farid, Fikih Politik Islam, Jakarta: Amzah, 2005 Abdul Qadir Abu Faris, Muhammad, Dr, Fiqh Siasah (menurut Imam Syahid Hassan Al-

Banna), (Kuala Lumpur;Pustaka Syuhada), Cet.Pertama, 2000 Abdurrahman, A. Said ‘Aqil Humam, Hukum Islam Seputar (Pemilu dan Parlemen), (Bogor:

Al-Azhar Press), Cet. Pertama, 2004 Abbas, Mahmud Al-Aqqad, Kejeniusan Utsman Bin Affan, Jakarta: Pustaka Azzam, 2002 An-Nabhani, Taqiyuddin, Sistem Pemerintahan Islam (Doktrin Sejarah Empirik), Bangil

Jatim:Al-Izzah, cet. pertama, 1997 Al-Mubarok, M, Sistem Pemerintahan dalam Persfektif Islam, Ter. Firman Harianto, Solo:

Pustaka Mantiq, 1995 Al-Mawardi, Abu Hasan Ali Ibnu Muhammad, al-Ahkam as-Sulthaniyah, Beirut: Dar Al

Fikr, 1960 Al, Maududi, Abu A’la, Hukum dan Konstitusi: Sistem Politik Islam, Bandung: Mizan, 1990 Awang, Abdul Hadi, Sistem Pemerintahan Negara Islam, Pulau Pinang: Dewan Muslimat

Sdn, Bhd, 1995 Aziz, Abdul Ghafar, Islam Politik (Pro dan Kontra), Jakarta: Pustaka Firdaus, tt Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’anul Karim dan Terjemah (Bandung; PT.

Syamil Cipta Media),tt. Effendi, Bahtiar, Islam dan Negara, Jakarta: Paramadina, 1998 HR, Ridwan, Fiqih Poliik (Gagasan, Harapan dan Kenyataan), Yogyakarta, FH UII Press,

cet. Pertama, 2007. Ismail, Yahya Dr, Hubungan Penguasa dan rakyat (Dalam Perspektif Sunnah ), Jakarta;

Gema Insani Press, Cet. Pertama, 1995 Ibn, Khaldun, Muqaddimah, Penterjemah Ahmadie Thoha, ( Jakarta: Pustaka Firdaus), cet.

VII, 2008 Ka’bah, Rifyal, Politik dan Hukum dalam al-Qur’an, Jakarta: Khairul Bayan, 2005 Kamaruzaman, Datuk bin Haji Mohd Noor, Ketelusan Urusan Penamaan Calon Dalam

Pilihan Raya, (Suruhanjaya Pilihan Raya ), 2007

Page 88: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

Laws Of Malaysia, Akta Pilihan Raya 1958 (Akta 19 ), Kuala Lumpur: Percetakan Nasional

Malaysia Berhad, 2004 Laws Of Malaysia, Peraturan-peraturan Pilihan Raya (Penjalanan Pilihan Raya) 1981 P.U

(a) 386/1981. Kuala Lumpur: Percetakan Nasional Malaysia Berhad, 2004 Mohd Salleh Abas, Tun, Prinsip Perlembagaan dan Pemerintahan di Malaysia,

Ampang/Hulu Kelang Selangor: Darul Ehsan; Dawama Sdn.Bhd; 2006 Pulungan, Suyuti, Prinsip-prinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah (ditinjau dari

Pandangan Al-Qur’an), Jakarta;RajaGrafindo, Cet. Pertama, 1994 Qardhawi, Yusuf, Dr, Fatwa-fatwa Kontemporer (jilid II), (Jakarta: Gema Insani Press), tt,

Rais, M, Dhiauddin Dr. Teori Politik Islam, Terj. Abdul Hayyie Al-Katani, dari buku An-

Nizhariyatu as-Siyasatu Islamah, Jakarta: Gema Insani Press, 2001. Salim, Abdul Muin, Fikih Siyasah : Konsep Kekuasaan Politik dalam Al-Qur’an, Jakarta:

Raja Grafindo Persada, 2002 Shiddieqy Ash, Muhammad Hasbi, Ilmu Kenegaraan dalam Fiqih Islam, Jakarta: Bulan

Bintang, 1971 Shihab, M.Quraish, Wawasan Al-Qur’an, Bandung, Mizan, 1996 Sjadzali, Munawir, Islam dan Tata Negara (Ajaran, Sejarah dan Pemikiran), Jakarta: UI

Press, 1993 Suruhanjaya Pilihan Raya, Buku Panduan (Ejen Tempat Mengundi dan Ejen Mengira), 2003 Suruhanjaya Pilihan Raya, Laporan Tahunan Suruhan Jaya Plihan Raya, Suruhanjaya Pilihan Raya, 50 Tahun Demokrasi dan Pilihan Raya di Malaysia, Kuala

Lumpur: Percetakan Nasional Malaysia Berhad, 2004 Taimiyah, Ibnu, Siyasah Syar’iyah (Etika Politik Islam), Surabaya: Risalah Gusti, 2005 WAMY, “Al-Mausu’ah Al-Muyassarah Fil Adyan Wal Madzahib Wal Ahzab Al-

Mu’ashirah”, (Riyadh: Dar An-Nadwah Al-Alamiyah), vol I.

Daftar Website dan Harian (Koran): 1. Fikrah Harakah (Koran Malaysia) 2. www.perisaidakwah.com 3. http://muhammadzulifan.multiply.com/journal/item/16 4. http://www.kpu.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=5950&Itemid=1

Page 89: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

5. http://satriopinandito.wordpress.com/2007/12/18/menjemput-pemilu-2009/ 6. http://www.dw-world.de/dw/article/0,,3164582,00.html?maca=ind-rss-ind-all-1487-rdf 7. http://forum-politisi.org/aktivitas/article.php?id=317

Undang-Undang Republik Indonesia 1. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG

PARTAI POLITIK 2. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG

PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN 3. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG

PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008

TENTANG

PARTAI POLITIK

Menimbang : a. bahwa kernerdekaan berserikat, berkumpul, serta mengeluarkan pikiran

dan pendapat merupakan hak asasi manusia yang diakui dan dijamin oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indones.ia Tahun 1945;

b. bahwa untuk memperkukuh kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat merupakan bagian dari upaya untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang kuat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur, serta demokratis dan berdasarkan hukum;

b. bahwa kaidah demokrasi yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat, aspirasi, keterbukaan, keadilan, tanggung jawab, dan perlakuan yang tidak diskriminatif dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia perlu diberi landasan hukum;

b. bahwa Partai Politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi

Page 90: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

kebebasan yang bertanggung jawab;

b. bahwa Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik perlu diperbarui sesuai dengan tuntutan dan dinamika perkembangan masyarakat;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e perlu membentuk Undang-Undang tentang Partai Politik.

Mengingat : Pasal 5 ayat (1), Pasal 6A ayat (2), Pasal 20, Pasal 22E ayat (3), Pasal 24C

ayat (1), Pasal 28, Pasal 28C ayat (2), dan Pasal 28J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok

warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Anggaran Dasar Partai Politik, selanjutnya disingkat AD, adalah peraturan dasar Partai Politik.

3. Anggaran Rumah Tangga Partai Politik, selanjutnya disingkat ART, adalah peraturan yang dibentuk sebagai penjabaran AD.

4. Pendidikan Politik adalah proses pembelajaran dan pemahaman tentang hak, kewajiban, dan tanggung jawab setiap warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

5. Keuangan Partai Politik adalah semua hak dan kewajiban Partai Politik yang dapat dinilai dengan uang, berupa uang, atau barang serta segala bentuk kekayaan yang dimiliki dan menjadi tanggung jawab Partai Politik.

6. Menteri adalah Menteri yang membidangi urusan hukum dan hak asasi manusia. 7. Departemen adalah Departemen yang membidangi urusan hukum dan hak asasi

manusia.

BAB II PEMBENTUKAN PARTAI POLITIK

Pasal 2

(1) Partai Politik didirikan dan dibentuk oleh paling sedikit 50 (lima puluh) orang warga negara Indonesia yang telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun dengan akta notaris.

(2) Pendirian dan pembentukan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyertakan 30% (tiga puluh perseratus) keterwakilan perempuan.

(3) Akta notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat AD dan ART serta

Page 91: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

kepengurusan Partai Politik tingkat pusat.

(4) AD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memuat paling sedikit: a. asas dan ciri Partai Politik; b. visi dan misi Partai Politik; c. nama, lambang, dan tanda gambar Partai Politik; d. tujuan dan fungsi Partai Politik; e. organisasi, tempat kedudukan, dan pengambilan keputusan; f. kepengurusan Partai Politik; g. peraturan dan keputusan Partai Politik; h. pendidikan politik; dan i. keuangan Partai Politik.

(5) Kepengurusan Partai Politik tingkat pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun dengan menyertakan paling rendah 30% (tiga puluh perseratus) keterwakilan perempuan.

Pasal 3

(1) Partai Politik harus didaftarkan ke Departemen untuk menjadi badan hukum. (2) Untuk menjadi badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Partai Politik harus

mempunyai: a. akta notaris pendirian Partai Politik; b. nama, lambang, atau tanda gambar yang tidak mempunyai persamaan pada

pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang, atau tanda gambar yang telah dipakai secara sah oleh Partai Politik lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

c. kantor tetap; d. kepengurusan paling sedikit 60% (enam puluh perseratus) dari jumlah provinsi, 50%

(lima puluh perseratus) dari jumlah kabupaten/kota pada setiap provinsi yang bersangkutan, dan 25% (dua puluh lima perseratus) dari jumlah kecamatan pada setiap kabupaten/kota pada daerah yang bersangkutan; dan

e. memiliki rekening atas nama Partai Politik.

Pasal 4 (1) Departemen menerima pendaftaran dan melakukan penelitian dan/atau verifikasi

kelengkapan dan kebenaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 ayat (2).

(2) Penelitian dan/atau verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 45 (empat puluh lima) hari sejak diterimanya dokumen persyaratan secara lengkap.

(3) Pengesahan Partai Politik menjadi badan hukum dilakukan dengan Keputusan Menteri paling lama 15 (lima belas) hari sejak berakhirnya proses penelitian dan/atau verifikasi.

(4) Keputusan Menteri mengenai pengesahan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia.

BAB III

PERUBAHAN ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA PARTAI POLITIK

Pasal 5

(1) Perubahan AD dan ART harus didaftarkan ke Departemen paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak terjadinya perubahan tersebut.

(2) Pendaftaran perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyertakan akta notaris

Page 92: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

mengenai perubahan AD dan ART.

Pasal 6 Perubahan yang tidak menyangkut hal pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) diberitahukan kepada Menteri tanpa menyertakan akta notaris.

Pasal 7 (1) Menteri mengesahkan perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 paling lama 14

(empat belas) hari terhitung sejak diterimanya dokumen persyaratan secara lengkap. (2) Pengesahan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan

Keputusan Menteri. (3) Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diumumkan dalam Berita

Negara Republik Indonesia.

Pasal 8 Dalam hal terjadi perselisihan Partai Politik, pengesahan perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) tidak dapat dilakukan oleh Menteri.

BAB IV

ASAS DAN CIRI

Pasal 9 (1) Asas Partai Politik tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. (2) Partai Politik dapat mencantumkan ciri tertentu yang mencerminkan kehendak dan cita-

cita Partai Politik yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

(3) Asas dan ciri Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan penjabaran dari Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

BAB V

TUJUAN DAN FUNGSI

Pasal 10 (1) Tujuan umum Partai Politik adalah:

a. Mewujudkan cita-cita nasional bartgsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. menjaga dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; c. mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila dengan menjunjung

tinggi kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan d. mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

(2) Tujuan khusus Partai Politik adalah: a. meningkatkan partisipasi politik anggota dan masyarakat dalam rangka

penyelenggaraan kegiatan politik dan pemerintahan; b. memperjuangkan cita-cita Partai Politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,

dan bernegara; dan c. membangun etika dan budaya politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,

dan bernegara. (3) Tujuan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diwujudkan

secara konstitusional.

Page 93: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

Pasal 11 (1) Partai Politik berfungsi sebagai sarana:

a. pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;

b. penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat;

c. penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara;

d. partisipasi politik warga negara Indonesia; dan e. rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme

demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender. (2) Fungsi Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwujudkan secara

konstitusional.

BAB VI HAK DAN KEWAJIBAN

Pasal 12

Partai Politik berhak: a. memperoleh perlakuan yang sama, sederajat, dan adil dari negara; b. mengatur dan mengurus rumah tangga organisasi secara mandiri; c. memperoleh hak cipta atas nama, lambang, dan tanda gambar Partai Politik sesuai

dengan peraturan perundang-undangan; d. ikut serta dalam pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat,

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, serta kepala daerah dan wakil kepala daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

e. membentuk fraksi di tingkat Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

f. mengajukan calon untuk mengisi keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

g. mengusulkan pergantian antarwaktu anggotanya di Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

h. mengusulkan pemberhentian anggotanya di Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

i. mengusulkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden, calon gubernur dan wakil gubernur, calon bupati dan wakil bupati, serta calon walikota dan wakil walikota sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

j. membentuk dan memiliki organisasi sayap Partai Politik; dan k. memperoleh bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 13

Partai Politik berkewajiban: a. mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, dan peraturan perundang - undangan; b. memelihara dan mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; c. berpartisipasi dalam pembangunan nasional; d. menjunjung tinggi supremasi hukum, demokrasi, dan hak asasi manusia; e. melakukan pendidikan politik dan menyalurkan aspirasi politik anggotanya; f. menyukseskan penyelenggaraan pemilihan umum; g. melakukan pendaftaran dan memelihara ketertiban data anggota; h. membuat pembukuan, memelihara daftar penyumbang dan jumlah sumbangan yang

Page 94: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

diterima, serta terbuka kepada masyarakat; i. menyampaikan laporan pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran keuangan

yang bersumber dari dana bantuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah secara berkala 1 (satu) tahun sekali kepada Pemerintah setelah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan;

j. memiliki rekening khusus dana kampanye pemilihan umum; dan k. menyosialisasikan program Partai Politik kepada masyarakat.

BAB VII KEANGGOTAAN DAN KEDAULATAN ANGGGTA

Pasal 14

(1) Warga negara Indonesia dapat menjadi anggota Partai Politik apabila telah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau sudah/pernah kawin.

(2) Keanggotaan Partai Politik bersifat sukarela, terbuka, dan tidak diskriminatif bagi warga negara Indonesia yang menyetujui AD dan ART.

Pasal 15

(1) Kedaulatan Partai Politik berada di tangan anggota yang dilaksanakan menurut AD dan ART.

(2) Anggota Partai Politik mempunyai hak dalam menentukan kebijakan serta hak memilih dan dipilih.

(3) Anggota Partai Politik wajib mematuhi dan melaksanakan AD dan ART serta berpartisipasi dalam kegiatan Partai Politik.

Pasal 16

(1) Anggota Partai Politik diberhentikan keanggotannya dari Partai Politik apabila: a. meninggal dunia; b. mengundurkan diri secara tertulis; c. menjadi anggota Partai Politik lain; atau d. melanggar AD dan ART.

(2) Tata cara pemberhentian keanggotaan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan Partai Politik.

(3) Dalam hal anggota Partai Politik yang diberhentikan adalah anggota lembaga perwakilan rakyat, pemberhentian dari keanggotaan Partai Politik diikuti dengan pemberhentian dari keanggotaan di lembaga perwakilan rakyat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB VIII

ORGANISASI DAN TEMPAT KEDUDUKAN

Pasal 17 (1) Organisasi Partai Politik terdiri atas:

a. organisasi tingkat pusat; b. organisasi tingkat provinsi; dan c. organisasi tingkat kabupaten/kota.

(2) Organisasi Partai Politik dapat dibentuk sampai tingkat kelurahan/desa atau sebutan lain.

(3) Organisasi Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai hubungan kerja yang bersifat hierarkis.

Pasal 18

Page 95: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

(1) Organisasi Partai Politik tingkat pusat berkedudukan di ibu kota negara. (2) Organisasi Partai Politik tingkat provinsi berkedudukan di ibu kota provinsi. (3) Organisasi Partai Politik tingkat kabupaten/kota berkedudukan di ibu kota kabupaten/

kota.

BAB IX

KEPENGURUSAN

Pasal 19 (1) Kepengurusan Partai Politik tingkat pusat berkedudukan di ibu kota negara. (2) Kepengurusan Partai Politik tingkat provinsi berkedudukan di ibu kota provinsi. (3) Kepengurusan Partai Politik tingkat kabupaten/kota berkedudukan di ibu kota

kabupaten/kota. (4) Dalam hal kepengurusan Partai Politik dibentuk sampai tingkat kelurahan/desa atau

sebutan lain, kedudukan kepengurusannya disesuaikan dengan wilayah yang bersangkutan.

Pasal 20

Kepengurusan Partai Politik tingkat provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) dan ayat (3) disusun dengan memperhatikan keterwakilan perempuan paling rendah 30% (tiga puluh perseratus) yang diatur dalam AD dan ART Partai Politik masing-masing.

Pasal 21 Kepengurusan Partai Politik dapat membentuk badan/lembaga yang bertugas untuk menjaga kehormatan dan martabat Partai Politik beserta anggotanya.

Pasal 22 Kepengurusan Partai Politik di setiap tingkatan dipilih secara demokratis melalui musyawarah sesuai dengan AD dan ART.

Pasal 23 (1) Pergantian kepengurusan Partai Politik di setiap tingkatan dilakukan sesuai dengan AD

dan ART. (2) Susunan kepengurusan hasil pergantian kepengurusan Partai Politik tingkat pusat

didaftarkan ke Departemen paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak terjadinya pergantian kepengurusan.

(3) Susunan kepengurusan baru Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Menteri paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak diterimanya persyaratan.

Pasal 24

Dalam hal terjadi perselisihan kepengurusan Partai Politik hasil forum tertinggi pengambilan keputusan Partai Politik, pengesahan perubahan kepengurusan belum dapat dilakukan oleh Menteri sampai perselisihan terselesaikan.

Pasal 25 Perselisihan kepengurusan Partai Politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 terjadi apabila pergantian kepengurusan Partai Politik yang bersangkutan ditolak oleh paling rendah 2/3 (dua pertiga) dari jumlah peserta forum tertinggi pengambilan keputusan Partai Politik.

Page 96: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

Pasal 26

(1) Anggota Partai Politik yang berhenti atau yang diberhentikan dari kepengurusan dan/ atau keanggotaan Partai Politiknya tidak dapat membentuk kepengurusan dan/atau Partai Politik yang sama.

(2) Dalam hal dibentuk kepengurusan dan/atau Partai Politik yang sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), keberadaannya tidak diakui oleh Undang-Undang ini.

BAB X

PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Pasal 27 Pengambilan keputusan Partai Politik di setiap tingkatan dilakukan secara demokratis.

Pasal 28 Pengambilan keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sesuai dengan AD dan ART Partai Politik.

BAB XI REKRUTMEN POLITIK

Pasal 29

(1) Partai Politik melakukan rekrutmen terhadap warga negara Indonesia untuk menjadi: a. anggota Partai Politik; b. bakal calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah; c. bakal calon Presiden dan Wakil Presiden; dan d. bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah.

(2) Rekrutmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara demokratis dan terbuka sesuai dengan AD dan ART serta peraturan perundang-undangan.

(3) Penetapan atas rekrutmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan keputusan pengurus Partai Politik sesuai dengan AD dan ART.

BAB XII

PERATURAN DAN KEPUTUSAN PARTAI POLITIK

Pasal 30 Partai Politik berwenang membentuk dan menetapkan peraturan dan/atau keputusan Partai Politik berdasarkan AD dan ART serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

BAB XIII

PENDIDlKAN POLITIK

Pasal 31 (1) Partai Politik melakukan pendidikan politik bagi masyarakat sesuai dengan ruang lingkup

tanggung jawabnya dengan memperhatikan keadilan dan kesetaraan gender dengan tujuan antara lain: a. meningkatkan kesadaran hak dan kewajiban masyarakat dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; b. meningkatkan partisipasi politik dan inisiatif masyarakat dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; dan

Page 97: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

c. meningkatkan kemandirian, kedewasaan, dan membangun karakter bangsa dalam rangka memelihara persatuan dan kesatuan bangsa.

(2) Pendidikan politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untuk membangun etika dan budaya politik sesuai dengan Pancasila.

BAB XIV

PENYELESAIAN PERSELISIHAN PARTAI POLITIK

Pasal 32 (1) Perselisihan Partai Politik diselesaikan dengan cara musyawarah mufakat. (2) Dalam hal musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai,

penyelesaian perselisihan Partai Politik ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan.

(3) Penyelesaian perselisihan di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan melalui rekonsiliasi, mediasi, atau arbitrase Partai Politik yang mekanismenya diatur dalam AD dan ART.

Pasal 33

(1) Perkara Partai Politik berkenaan dengan ketentuan Undang-Undang ini diajukan melalui pengadilan negeri.

(2) Putusan pengadilan negeri adalah putusan tingkat pertama dan terakhir, dan hanya dapat diajukan kasasi kepada Mahkamah Agung.

(3) Perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselesaikan oleh pengadilan negeri paling lama 60 (enam puluh) hari sejak gugatan perkara terdaftar di kepaniteraan pengadilan negeri dan oleh Mahkamah Agung paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak memori kasasi terdaftar di kepaniteraan Mahkamah Agung.

BAB XV

KEUANGAN

Pasal 34 (1) Keuangan Partai Politik bersumber dari:

a. iuran anggota; b. sumbangan yang sah menurut hukum; dan c. bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/ Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah. (2) Sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dapat berupa uang, barang,

dan/atau jasa. (3) Bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diberikan secara proporsional kepada Partai Politik yang mendapatkan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota yang penghitungannya berdasarkan jumlah perolehan suara.

(4) Bantuan keuangan kepada Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 35

(1) Sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf b yang diterima Partai Politik berasal dari: a. perseorangan anggota Partai Politik yang pelaksanaannya diatur dalam AD dan

ART; b. perseorangan bukan anggota Partai Politik, paling banyak senilai

Page 98: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) per orang dalam waktu 1 (satu) tahun anggaran; dan

c. perusahaan dan/ atau badan usaha, paling banyak senilai Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) per perusahaan dan/ atau badan usaha dalam waktu 1 (satu) tahun anggaran.

(2) Sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada prinsip kejujuran, sukarela, keadilan, terbuka, tanggung jawab, serta kedaulatan dan kemandirian Partai Politik.

Pasal 36

(1) Sumber keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 merupakan pendapatan yang dapat digunakan untuk pengeluaran dalam pelaksanaan program, mencakup pendidikan politik, dan operasional sekretariat Partai Politik.

(2) Penerimaan dan pengeluaran keuangan Partai Politik dikelola melalui rekening kas umum Partai Politik.

(3) Pengurus Partai Politik di setiap tingkatan melakukan pencatatan atas semua penerimaan dan pengeluaran keuangan Partai Politik.

Pasal 37

Pengurus Partai Politik di setiap tingkatan organisasi menyusun laporan pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran keuangan setelah tahun anggaran berkenaan berakhir.

Pasal 38 Hasil pemeriksaan laporan pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran keuangan Partai Politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 terbuka untuk diketahui masyarakat.

Pasal 39 Pengelolaan keuangan Partai Politik diatur lebih lanjut dalam AD dan ART.

BAB XVI

LARANGAN

Pasal 40 (1) Partai Politik dilarang menggunakan nama, lambang, atau tanda gambar yang sama

dengan: a. bendera atau lambang negara Republik Indonesia; b. lambang lembaga negara atau lambang Pemerintah; c. nama, bendera, lambang negara lain atau lembaga/badan internasional; d. nama, bendera, simbol organisasi gerakan separatis atau organisasi terlarang; e. nama atau gambar seseorang; atau f. yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama,

lambang, atau tanda gambar Partai Politik lain. (2) Partai Politik dilarang:

a. melakukan kegiatan yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan peraturan perundang-undangan; atau

b. melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan dan keselamatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(3) Partai Politik dilarang: a. menerima dari atau memberikan kepada pihak asing sumbangan dalam bentuk apa

pun yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; b. menerima sumbangan berupa uang, barang, ataupun jasa dari pihak mana pun

tanpa mencantumkan identitas yang jelas;

Page 99: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

c. menerima sumbangan dari perseorangan dan/atau perusahaan/badan usaha melebihi batas yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;

d. meminta atau menerima dana dari badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan badan usaha milik desa atau dengan sebutan lainnya;atau

e. menggunakan fraksi di Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota sebagai sumber pendanaan Partai Politik.

(4) Partai Politik dilarang mendirikan badan usaha dan/ atau memiliki saham suatu badan usaha.

(5) Partai Politik dilarang menganut dan mengembangkan serta menyebarkan ajaran atau paham komunisme/Marxisme-Leninisme.

BAB XVII

PEMBUBARAN DAN PENGGABUNGAN PARTAI POLITIK

Pasal 41 Partai Politik bubar apabila: a. membubarkan diri atas keputusan sendiri; b. menggabungkan diri dengan Partai Politik lain; atau c. dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi.

Pasal 42 Pembubaran Partai Politik atas keputusan sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf a dilakukan berdasarkan AD dan ART.

Pasal 43 (1) Penggabungan Partai Politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf b dapat

dilakukan dengan cara: a. menggabungkan diri membentuk Partai Politik baru dengan nama, lambang, dan

tanda gambar baru; atau b. menggabungkan diri dengan menggunakan nama, lambang, dan tanda gambar

salah satu Partai Politik. (2) Partai Politik baru hasil penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a

harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3. (3) Partai Politik yang menerima penggabungan Partai Politik lain sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf b tidak diwajibkan untuk memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.

Pasal 44

(1) Pembubaran Partai Politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 di beritahukan kepada Menteri.

(2) Menteri mencabut status badan hukum Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 45

Pembubaran Partai Politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia oleh Departemen.

BAB XVIII

PENGAWASAN

Pasal 46

Page 100: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

Pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-Undang ini dilakukan oleh lembaga negara yang berwenang secara fungsional sesuai dengan undang-undang.

BAB XIX SANKSI

Pasal 47

(1) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 9 ayat (1), dan Pasal 40 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa penolakan pendaftaran Partai Politik sebagai badan hukum oleh Departemen.

(2) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf h dikenai sanksi administratif berupa teguran oleh Pemerintah.

(3) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf i dikenai sanksi administratif berupa penghentian bantuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sampai laporan diterima oleh Pemerintah dalam tahun anggaran berkenaan.

(4) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf j dikenai sanksi administratif berupa teguran oleh Komisi Pemilihan Umum.

(5) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3) huruf e dikenai sanksi administratif yang ditetapkan oleh badan/lembaga yang bertugas untuk menjaga kehormatan dan martabat Partai Politik beserta anggotanya.

Pasal 48

(1) Partai politik yang telah memiliki badan hukum melanggar ketentuan Pasal 40 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa pembekuan kepengurusan oleh pengadilan negeri.

(2) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2) dikenai sanksi administratif berupa pembekuan semen tara Partai Politik yang bersangkutan sesuai dengan tingkatannya oleh pengadilan negeri paling lama 1 (satu) tahun.

(3) Partai Politik yang telah dibekukan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan melakukan pelanggaran lagi terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2) dibubarkan dengan putusan Mahkamah Konstitusi.

(4) Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3) huruf a, pengurus Partai Politik yang bersangkutan dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda 2 (dua) kali lipat dari jumlah dana yang diterimanya.

(5) Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3) huruf b, huruf c, dan huruf d, pengurus Partai Politik yang bersangkutan dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda 2 (dua) kali lipat dari jumlah dana yang diterimanya.

(6) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (4) dikenai sanksi administratif berupa pembekuan sementara kepengurusan Partai Politik yang bersangkutan sesuai dengan tingkatannya oleh pengadilan negeri serta aset dan sahamnya disita untuk negara.

(7) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (5) dikenai sanksi pembubaran Partai Politik oleh Mahkamah Konstitusi.

Pasal 49

(1) Setiap orang atau perusahaan danjatau badan usaha yang memberikan sumbangan kepada Partai Politik melebihi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf b dan huruf c dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan dan denda 2 (dua) kali lipat dari jumlah dana yang disumbangkannya.

Page 101: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

(2) Pengurus Partai Politik yang menerima sumbangan dari perseorangan dan/atau perusahaan/badan usaha yang melebihi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf b dan huruf c dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda 2 (dua) kali lipat dari jumlah dana yang diterima.

(3) Sumbangan yang diterima Partai Politik dari perseorangan dan/atau perusahaan/badan usaha yang melebihi batas ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf b dan huruf c disita untuk negara.

Pasal 50

Pengurus Partai Politik yang menggunakan Partai Politiknya untuk melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (5) dituntut berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1999 tentang Perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berkaitan dengan Kejahatan terhadap Keamanan Negara dalam Pasal 107 huruf c, huruf d, atau huruf e, dan Partai Politiknya dapat dibubarkan.

BAB XX KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 51

(1) Partai Politik yang telah disahkan sebagai badan hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik tetap diakui keberadaannya.

(2) Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5), paling lama pada forum tertinggi pengambilan keputusan, Partai Politik pada kesempatan pertama sesuai dengan AD dan ART setelah Undang-Undang ini diundangkan.

(3) Partai Politik yang sudah mendaftarkan diri ke Departemen sebelum Undang-Undang ini diundangkan, diproses sebagai badan hukum menurut Undang-Undang ini.

(4) Penyelesaian perkara Partai Politik yang sedang dalam proses pemeriksaan di pengadilan dan belum diputus sebelum Undang-Undang ini diundangkan, penyelesaiannya diputus berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik.

(5) Perkara Partai Politik yang telah didaftarkan ke pengadilan sebelum Undang-Undang ini diundangkan dan belum diproses, perkara dimaksud diperiksa dan diputus berdasarkan Undang-Undang ini.

BAB XXI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 52

Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4251), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 53 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta pada tanggal 4 Januari 2008

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Page 102: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

ttd DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta pada tanggal 4 Januari 2008

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

ttd ANDI MATTALATTA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 2

Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT NEGARA RI

Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan Bidang Politik danan Kesejahteraan Rakyat,

Ttd

Wisnu Setiawan

Page 103: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

PENJELASAN

ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG

PARTAI POLITIK

I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjamin kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat sebagai hak asasi manusia yang harus dilaksanakan untuk mewujudkan kehidupan kebangsaan yang kuat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, demokratis, dan berdasarkan hukum.

Dinamika dan perkembangan masyarakat yang majemuk menuntut peningkatan peran, fungsi, dan tanggung jawab Partai Politik dalam kehidupan demokrasi secara konstitusional sebagai sarana partisipasi politik masyarakat dalam upaya mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia, menjaga dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik belum optimal mengakomodasi dinamika dan perkembangan masyarakat yang menuntut peran Partai Politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta tuntutan mewujudkan Partai Politik sebagai organisasi yang bersifat nasional dan modern sehingga Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik perlu diperbarui.

Undang-Undang ini mengakomodasi beberapa paradigma baru seiring dengan menguatnya konsolidasi demokrasi di Indonesia, melalui sejumlah pembaruan yang mengarah pada penguatan sistem dan kelembagaan Partai

Politik, yang menyangkut demokratisasi internal Partai Politik, transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan Partai Politik, peningkatan kesetaraan gender dan kepemimpinan Partai Politik dalam sistem nasional berbangsa dan bernegara.

Dalam Undang-Undang ini diamanatkan perlunya pendidikan politik dengan memperhatikan keadilan dan kesetaraan gender yang ditujukan untuk meningkatkan kesadaran akan hak dan kewajiban, meningkatkan partisipasi politik dan inisiatif warga negara, serta meningkatkan kemandirian dan kedewasaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Untuk itu, pendidikan politik terus ditingkatkan agar terbangun karakter bangsa yang merupakan watak atau kepribadian bangsa Indonesia yang terbcntuk atas dasar kesepahaman bersama terhadap nilai-nilai kcbangsaan yang lahir dan tumbuh dalam kehidupan bangsa, antara lain kesadaran kebangsaan, cinta tanah air, kebersamaan, keluhuran budi pekerti, dan

Page 104: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

keikhlasan untuk berkorban bagi kepentingan bangsa.

Dalam Undang-Undang ini dinyatakan secara tegas larangan untuk menganut, mengembangkan, dan menyebarkan ajaran komunisme/Marxisme-Leninisme sebagaimana diamanatkan oleh Ketetapan MPRS Nomor XXV /MPRS/Tahun 1966. Ketetapan MPRS ini diberlakukan dengan memegang teguh prinsip berkeadilan dan menghormati hukum, demokrasi, dan hak asasi manusia.

Seluruh pokok pikiran di atas dituangkan dalam Undang-Undang Inl dengan sistematika sebagai berikut: (1) Ketentuan Umum; (2) Pembentukan Partai Politik; (3) Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga; (4) Asas dan Ciri; (5) Tujuan dan Fungsi; (6) Hak dan Kewajiban; (7) Keanggotaan dan Kedaulatan Anggota; (8) Organisasi dan Tempat Kedudukan; (9) Kepengurusan; (10) Pengambilan Keputusan; (11) Rekrutmen Politik; (12) Peraturan dan Keputusan Partai Politik; (13) Pendidikan Politik; (14) Penyelesaian Perselisihan Partai Politik; (15) Keuangan; (16) Larangan; (17) Pembubaran dan Penggabungan Partai Politik; (18) Pengawasan; (19) Sanksi; (20) Ketentuan Peralihan; dan (21) Ketentuan Penutup.

II PASAL DEMI PASAL Pasal 1

Cukup jelas. Pasal 2

Cukup jelas. Pasal 3

Ayat (1) Cukup jelas

Ayat (2) Huruf a

Cukup jelas Huruf b

Yang dimaksud dengan "mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang, dan tanda gambar Partai Politik lain" adalah memiliki kemiripan yang menonjol dan menimbulkan kesan adanya persamaan, baik mengenai bentuk, cara penempatan, cara penulisan maupun kombinasi antara unsur-unsur yang terdapat dalam nama, lambang, dan tanda gambar Partai Politik lain.

Huruf c Kantor tetap ialah kantor yang layak, milik sendiri, sewa, pinjam pakai, serta mempunyai alamat tetap.

Huruf d Kota/kabupaten administratif di wilayah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta kedudukannya setara dengan kota/kabupaten di provinsi lain.

Huruf e

Page 105: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

Cukup jelas.

Pasal 4

Ayat (1) Penelitian dan/atau verifikasi Partai Politik dilakukan secara administratif dan periodik oleh Departemen bekerja sama dengan instansi terkait.

Ayat (2) Cukup jelas

Ayat (3) Cukup jelas

Ayat (4) Cukup jelas

Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6

Cukup jelas. Pasal 7

Cukup jelas. Pasal 8

Cukup jelas. Pasal 9

Cukup jelas. Pasal 10

Cukup jelas. Pasal 11

Cukup jelas. Pasal 12

Huruf a Cukup jelas.

Huruf b Cukup jelas.

Huruf c Cukup jelas.

Huruf d Cukup jelas.

Huruf e Cukup jelas.

Huruf f Cukup jelas.

Huruf g Cukup jelas.

Huruf h Cukup jelas.

Huruf i Cukup jelas.

Huruf j

Page 106: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

Organisasi sayap Partai Politik merupakan organisasi yang dibentuk oleh dan/ atau menyatakan diri sebagai sayap Partai Politik sesuai dengan AD dan ART masing-masing Partai Politik.

Huruf k Yang memperoleh bantuan keuangan adalah Partai Politik yang mendapatkan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupatenjkdta

Pasal 13 Huruf a

Cukup jelas. Huruf b

Cukup jelas. Huruf c

Cukup jelas. Huruf d

Cukup jelas. Huruf c

Cukup jelas. Huruf f

Cukup jelas. Huruf g

Cukup jelas. Huruf h

Cukup jelas. Huruf i

Laporan penggunaan dana bantuan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/ Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang telah diperiksa aleh Badan Pemeriksa Keuangan disampaikan oleh Partai Politik kepada Departemen Dalam Negeri.

Huruf j Rekening khusus dana kampanye pemilihan umum hanya diberlakukan bagi Partai Politik peserta pemilihan umum.

Huruf k Cukup jelas.

Pasal 14

Cukup jelas. Pasal 15

Cukup jelas. Pasal 16

Cukup jelas. Pasal 17

Cukup jelas. Pasal 18

Cukup jelas.

Page 107: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

Pasal 19

Cukup jelas. Pasal 20

Cukup jelas. Pasal 21

Cukup jelas. Pasal 22

Cukup jelas. Pasal23

Cukup jelas. Pasa124

Yang dimaksud dengan "forum tertinggi pengambilan keputusan Partai Politik" adalah musyawarah nasional, kongres, muktamar, atau sebutan lainnya yang sejenis.

Pasal 25

Cukup jelas. Pasal 26

Cukup jelas. Pasa127

Cukup jelas. Pasal 28

Cukup jelas. Pasal 29

Cukup jelas. Pasal 30

Cukup jelas. Pasal 31

Cukup jelas. Pasal 32

Cukup jelas. Ayat(1)

Yang dimaksud dengan "perselisihan Partai Politik" meliputi antara lain: (1) perselisihan yang berkenaan dengan kepengurusan; (2) pelanggaran terhadap hak anggota Partai Politik; (3) pemecatan tanpa alasan yang jelas; (4) penyalahgunaan kewenangan; (5) pertanggung jawaban keuangan; dan/ atau (6) keberatan terhadap

Page 108: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

keputusan Partai Politik. Ayat (2)

Cukup jelas. Ayat (3)

Cukup jelas. Pasal 33

Cukup jelas. Pasal 34

Cukup jelas. Pasal 35

Cukup jelas. Pasal 36

Cukup jelas. Pasal 37

Cukup jelas. Pasal 38

Cukup jelas. Pasal 39

Cukup jelas. Pasal 40

Ayat(1) Cukup jelas.

Ayat (2) Cukup jelas.

Ayat (3) Huruf a

Yang dimaksud dengan "pihak asing" dalam ketentuan ini adalah warga negara asing, pemerintahan asing, atau organisasi kemasyarakatan asing.

Huruf b Yang dimaksud dengan "identitas yang jelas" dalam ketentuan ini adalah nama dan alamat lengkap perseorangan atau perusahaan dan/ atau badan usaha.

Huruf c Cukup jelas.

Huruf d Cukup jelas.

Huruf e Larangan dalam ketentuan ini tidak termasuk sumbangan dari anggota fraksi.

Ayat (4) Cukup jelas.

Page 109: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

Ayat (5) Cukup jelas.

Pasal 41

Cukup jelas.

Pasa142 Cukup jelas.

Pasa143

Ayat (1) Penggabungan Partai Politik dalam ketentuan ini bukan merupakan gabungan Partai Politik sebagaimana dimaksud dalam Undang--Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Perolehan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota hasil pemilihan umum tahun 2004 tidak hilang bagi Partai Politik yang bergabung.

Ayat (2) Cukup jelas.

Ayat (3) Cukup jelas.

Pasal 44 Cukup jelas.

Pasal 45

Cukup jelas. Pasal 46

Yang dimaksud dengan "sesuai dengan undang-undang" dalam ketentuan ini adalah sesuai dengan undang-undang organik yang memberikan kewenangan kepada lembaga negara untuk melakukan pengawasan.

Pasal 47

Cukup jelas. Pasal 48

Cukup jelas. Pasal 49

Cukup jelas. Pasal 50

Cukup jelas. Pasal 51

Cukup jelas.

Page 110: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

Pasal 52 Cukup jelas.

Pasal 53

Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4801

Page 111: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

Wawancara Penulis dengan Timbalan Pengarah Pilihan Raya Negeri Terengganu

Nama : Abdul Hadi bin Aripin

Konsentrasi : Ketatanegaraan Islam

Jurusan : Jinayah Siyasah Syar’iyyah

Fakultas : Syari’ah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Soalan :

1. Mengapa SPR tidak melaksanakan penggunaan tinta jari (dakwat) untuk

menghindari pemilihan dua kali dalam pemilu (pilihan raya ) 2008 baru-

baru ini ?

2. Bagaimana SPR mengawali pembaharuan daftar pemilih yang lengkap

demi memastikan segala kesalahan dan ketimpangan yang ada harus

dihapuskan ?

3. Saya sebagai mahasiswa Universias Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta telah berpengalaman menjadi agen (saksi) pilihan raya dalam

tempat mengundi pada pilihan raya than 2008 yang telah berlangsung

beberapa hari yang lalu dan saya melihat ketelusan keadilan dan disiplin

yang tinggi yang dilaksanakan oleh pegawai-pegawai SPR yang bertugas.

Bagaimana SPR sebuah badan yang independent dapat mempertahankan

keadilan, apakah prinsip-prinsipnya?

Page 112: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

Jawaban dari soalan diatas yang di sampaikan oleh Timbalan Pengarah Pilihan

Raya Negeri Terengganu

1. jaja

2. Tuk soalan mengenai pendaftaran pemilih sekiranya kita hendak tahu dahulu

apakah yang dimaksudkan dengan urusan pendaftaran pemilih. Urusan

pendaftaran pemilih ialah suatu urusan di mana seseorang warganegara yang

layak diberi peluang untuk mendaftarkan nama mereka sebagai pemilih baru

di dalam daftar pemilih yang akan digunakan semasa sesuatu pilihan raya.

Bagi mereka yang sudah mendaftar dan telah bertukar alamat kediaman pula,

mereka dibenarkan membuat permohonan pertukaran alamat tempat mengundi

mengikut alamat kediaman mereka yang terkini.

Selanjutnya kita juga hendaknya tahu mengenai peranan SPR dalam urusan

pendaftaran. Apabila SPR ditubuhkan pada 4 September 1957, tugas

pendaftaran pemilih telah menjadi sebahagian daripada tanggungjawabnya

selain daripada urusan persempadanan bahagian-bahagian pilihan raya dan

menjalankan pilihan raya. Tugas ketua pegawai pendaftar ketika itu telah

diserapkan ke dalam organisasi SPR apabila jawatan tersebut dikekalkan

dalam struktur baru urus setia SPR.

Urusan pendaftaran pemilih pertama kali yang dikendalikan oleh SPR telah

diadakan pada tahun 1958. dalam urusan tersebut SPR telah melantik seramai

2500 orang penolong pendaftar untuk melawat dari rumah ke rumah bagi

menyemak kelayakan pemohon untuk di daftarkan sebagi pemilih. Urusan

pendaftaran ini adalah dilakukan secara langsung oleh penolong pendaftar

kerana mereka inilah yang dipertanggungjawabkan untuk mendaftarkan orang

ramai sebagai pemilih.

Page 113: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

Pada tahun 2002, apabila system pendaftaran pemilih sepanjang tahun

(SPPST) diperkenalkan, urusan pendaftaran pemilih telah diperluas kepada

pejabat pos dengan harapan orang ramai akan lebih mudah untuk mendaftar

sebagai pemilih. Namun demikian sambutan yang diperoleh tidak juga

membanggakan. Daripada rekod data warganegara Malaysia berumur 21 tahun

keatas yang diperoleh daripada jabatan pendaftaran Negara. SPR mendapati

masih terdapat hamper empat juta warganegara Malaysia yang layak

mendaftar tetapi belum mendaftar sebagai pemilih. Untuk menyelesaikan

permasalahan semacam ini, bagi SPR dalam mesyuaratnya pada pertenggahan

tahun 205 telah bersetuju untuk membenarkan parti-parti politik membantu

SPR untuk mendaftarkan warganegara Malaysia sebagai pemilih. Sehubungan

dengan ini SPR telahpun mendapatkan kelulusan perbendaharaan untuk

membuat bayaran kepada penolong pendaftar yang dilantik dengan kadar RM

1.00 bagi satu borang permohonan pendaftaran pemilih yang sah diterima

sebagai dorongan kepada penolong pendaftar untuk mendaftar seramai yang

boleh. Dengan pelantikan penolong pendaftar (parti-parti politik) ini adalah

diharapkan mereka akan dapat membantu SPR mendaftarkan pemilih-pemilih

yang belum mendaftar sebagai pemilih. SPR percaya bahawa sebagai parti

politik, mereka akan dapat melaksanakan tugas dengan baik kerana ini adalah

berkaitan dengan kepentingan parti masing-masing. dengan kebenaran yang

diberikan ini SPR berharap tidak ada mana-mana pihak menuduh SPR

menyebelahi pihak tertentu dalam urusan pendaftaran kerana peluang yang

sama untuk melantik penolong pendaftar di kalangan parti-parti politik

dibenarkan kepada semua pihak tanpa sebarang sekatan.

3. Menjalankan pilihan raya merupakan suatu tanggungjawab berat yang perlu

dipikul demi memastikan bahawa proses pemilihan wakil secara legitimate

dan demokratik melalui system pilihan raya dilaksanakan dengan cakap dan

telus. Sebagai sebuah badan pengurusan pilihan raya, suruhanjaya pilihan raya

(SPR) tidak terkecuali daripada melaksanakan tanggungjawab yang senantiasa

terbuka kepada kritikan umum ini. Sebagai pengadil, kecakapan dalam

menguruskan pertandingan diantara pihak-pihak yang bertanding di antara

Page 114: NILAI-NILAI KETATANEGARAAN ISLAMI DALAM PELAKSANAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18928/1/ABDUL HADI...rangka menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan

pihak-pihak yang bertanding sentiasa diperhatikan oleh semua pihak, sama

ada pihak yang bertanding mahupun pihak yang berada di luar pertandingan.

Bagi memastikan pertandingan itu dijalankan mengikut ketetapan undang-

undang dan semangat pertandingan yang luhur, kerjasama semua pihak adalah

diperlukan. Ini kerana semua pihak sama ada yang berada di dalam

gelanggang pertandingan ataupun yang hanya duduk sebagai pemerhati

mempunyai peranan yang tersendiri bagi memastikan pertandingan itu

dijalankan secara adil dan saksama serta dalam semangat pertandingan yang

positif.