skizofrenia

30
SKIZOFRENIA DEFINISI Skizofrenia adalah suatu sindrom klinis dengan variasi psikopatologi, biasanya berat, berlangsung lama dan ditandai oleh penyimpangan dari pikiran, persepsi serta emosi. Dari referensi lain menyebutkan skizofrenia berasal dari dua kata, yaitu “ Skizo“ yang artinya retak atau pecah (split), dan “ frenia “ yang artinya jiwa. Dengan demikian seseorang yang menderita skizofrenia adalah seseorang yang mengalami keretakan jiwa atau keretakan kepribadian Skizofrenia merupakan bentuk psikosis fungsional paling berat, dan menimbulkan disorganisasi personalitas paling besar. Dalam kasus berat, pasien tidak mempunyai kontak dengan realitas, sehingga pemikiran dan perilakunya abnormal. Perjalanan penyakit ini secara bertahap akan menuju kearah kronisitas, tetapi sekali-sekali bisa timbul serangan. Jarang terjadi pemulihan sempurna dengan spontan dan jika tidak diobati biasanya berakhir dengan personalitas yang rusak —‘’cacat’’. SEJARAH Meski kasus Skizofrenia telah lama muncul, hal tersebut masih belum dinyatakan sebagai suatu penyimpangan sebelum akhirnya pada tahun1896, Emil Kraeplin menyatakan bahwa psikosis terdiri dari tiga tipe utama, Manic-Depressive Psychosis, Paranoia dan Dementia Praecox. Dementia Praecox merupakan sindrom yang ditandai dengan terjadinya delusi, halusinasi, permasalahan

Upload: riaafriyanti

Post on 25-Jan-2016

11 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

stase jiwa

TRANSCRIPT

Page 1: SKIZOFRENIA

SKIZOFRENIA

DEFINISI

Skizofrenia adalah suatu sindrom klinis dengan variasi psikopatologi, biasanya berat,

berlangsung lama dan ditandai oleh penyimpangan dari pikiran, persepsi serta emosi.

Dari referensi lain menyebutkan skizofrenia berasal dari dua kata, yaitu “ Skizo“ yang

artinya retak atau pecah (split), dan “ frenia “ yang artinya jiwa. Dengan demikian

seseorang yang menderita skizofrenia adalah seseorang yang mengalami keretakan jiwa atau

keretakan kepribadian

Skizofrenia merupakan bentuk psikosis fungsional paling berat, dan menimbulkan

disorganisasi personalitas paling besar. Dalam kasus berat, pasien tidak mempunyai kontak

dengan realitas, sehingga pemikiran dan perilakunya abnormal. Perjalanan penyakit ini secara

bertahap akan menuju kearah kronisitas, tetapi sekali-sekali bisa timbul serangan. Jarang

terjadi pemulihan sempurna dengan spontan dan jika tidak diobati biasanya berakhir dengan

personalitas yang rusak —‘’cacat’’.

SEJARAH

Meski kasus Skizofrenia telah lama muncul, hal tersebut masih belum dinyatakan

sebagai suatu penyimpangan sebelum akhirnya pada tahun1896, Emil Kraeplin menyatakan

bahwa psikosis terdiri dari tiga tipe utama, Manic-Depressive Psychosis, Paranoia dan

Dementia Praecox. Dementia Praecox merupakan sindrom yang ditandai dengan terjadinya

delusi, halusinasi, permasalahan atensi dan gerak motorik yang aneh. Kraeplin percaya bahwa

Dementia Praecox biasanya mulai terjadi pada masa remaja.

Pada tahun 1911, Eugen Bleuler menyatakan bahwa pada beberapa pasien, simptom-

simptom Skizofrenia tidak berkembang dengan baik sampai dengan pasien tersebut masuk

masa dewasa. Ia juga menyatakan bahwa banyak pasien yang tidak mengalami proses

kemunduran mental seutuhnya. Beberapa pasien kondisi mentalnya sama tiap tahunnya, ada

yang terus membaik dan bahkan sembuh.

Bleuler lalu mengajukan pengertian baru bahwa Skizofrenia adalah pemikiran yang

terpecah (Split Mind). Pengertian yang diajukan Beluer ini tetap menimbulkan masalah.

Beberapa orang menganggap bahwa Split Mind adalah kepribadian ganda atau gangguan

identitas disosiatif (Dissociatives Identity Disorder). Apa yang sebenarnya Bleuer maksud

dengan Split Mind adalah terpecahnya fungsi-fungsi psikologis dalam satu kepribadian

individu. Dalam pemikiran penderita Skizofrenia, proses emosi, persepsi dan kognisi tidak

Page 2: SKIZOFRENIA

berlangsung sebagai suatu kesatuan. Emosi mungkin terpecah dari persepsi dan persepsi

terpecah dari realitas.

TEORI

Endokrin: Dahulu dikira bahwa skizofrenia mungkin disebabkan oleh gangguan

endokrin. Teori ini dikemukakan karena skizofrenia sering timbul pada waktu

pubertas, kehamilan atau puerperium dan waktu klimakterium. Tetapi hal ini tidak

dapat dibuktikan.

Metabolism: ada orang yang menyangka bahwa skizofrenia disebabkan oleh

gangguan metabolisme, karena penderita dengan skizofrenia tampak pucat dan tidak

sehat. Ujung extremitas agak sianotik, nafsu makan berkurang dan berat badan

menurun. Pada penderita dengan stupor katatonik konsumsi zat asam menurun.

Hipotesis ini tidak dibenarkan oleh banyak sarjana. Belakangan ini teori metabolisme

mendapat perhatian lagi karena penelitian dengan memakai obat halusinogenik,

seperti meskalin dan asm lisergik diethylamide (LSD-25). Obat-obat ini dapat

menimbulkan gejala-gejala yang mirip dengan gejala-gejala skizofrenia, tetapi

reversibel. Mungkin skizofrenia disebabkan oleh suatu inborn error of metabolisme,

tetapi hubungan terakhir belum ditemukan.

Teori-teori tersebut di atas ini dapat dimasukkan ke dalam kelompok teori

somatogenik, yaitu teori yang mencari penyebab skizofrenia dalam kelainan badaniah.

Kelompok teori lain adalah teori psikogenik, yaitu skizofrenia dianggap sebagai suatu

gangguan fungsional dan penyebab utama adalah konflik, stress psikologis dan hubungan

antarmanusia yang mengecewakan. Dalam kelompok ini termasuk:

Teori Adolf Meyer. Skizofrenia tidak disebabkan oleh suatu penyakit badaniah, kata

Meyer (1906), sebab dari dahulu hingga sekarang para sarjana tidak dapat

menemukan kelainan patologis-anatomis atau fisiologis yang khas pada susunan saraf.

Sebaliknya Meyer mengakui bahwa suatu konstitusi yang inferior atau suatu penyakit

badaniah dapat mempengaruhi timbulnya skizofrenia. Menurutnya skizofrenia

merupakan suatu reaksi yang salah, suatu maladaptasi. Oleh karena itu, timbul suatu

disorganisasi kepribadian dan lama-kelamaan orang itu menjauhkan diri dari

kenyataan. Hipotesis Meyer ini kemudian memperoleh banyak penganut di Amerika

Serikat dan mereka memakai istilah reaksi “skizofrenik”.

Page 3: SKIZOFRENIA

Teori Sigmund Freud: juga termasuk teori psikogenik. Bila kita memakai formula

Freud,maka pada skizofrenia terdapat.

1. Kelemahan ego,yang dapat timbul karena penyebab psikogenik atau pun somatic

2. Superego dikesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi,Id yang berkuasa dan

terjadi suatu regresi ke fase narsisme.

3. Kehilangan kapasitas untuk transferensi sehingga terapi psikoanalitik tidak

mungkin.

Eugen Bleuler (1857-1938): Dalam tahun 1911 Bleuler menganjurkan supaya lebih

baik dipakai istilah “skizofrenia”, karena nama ini dengan tepat sekali menonjolkan

gejala utama penyakit ini,yaitu jiwa yang terpecah belah,adanya keretakan atau

disharmoni antara proses berpikir, perasaan dan perbuatan (schizos=pecah-belah atau

bercabang, phren=jiwa). Bleuler mengemukakan bahwa demensia dalam istilah

demensia prekox tidak dapat disamakan dengan dengan demensia pada gangguan otak

organik atau gangguan intelegensi pada retardasi mental. Ia berpendapat bahwa pada

skizofrenia tidak terdapat demensia (awalan “de” berarti kurang atau tidak ada,

mensia disini artinya kecerdasan), tetapi keinginan dan pikiran berlawanan,terdapat

suatu disharmoni. Bleuler membagi gejala-gejala skizofrenia menjadi 2 kelompok:

1. Gejala-gejala primer

Gangguan proses pikir

Gangguan emosi

Gangguan kemauan

Autism

2. Gejala-gejala sekunder

Waham

Halusinasi

Gejala katatonik atau gangguan psikomotor yang lain.

Bleuler menganggap bahwa gejala-gejala primer merupakan manifestasi penyakit

badaniah (yang belum diketahui apa sebenarnya,yang masih merupakan hipotesis).

Sedangkan gejala-gejala sekunder adalah manifestasi dari usaha penderita untuk

menyesuaikan diri terhadap gangguan primer tadi. Jadi gejala-gejala sekunder ini secara

psikologis dapat dimengerti.

Kemudian muncul teori lain yang menganggap skizofrenia sebagai suatu sindrom

yang dapat disebabkan oleh bermacam-macam penyebab,antara lain keturunan,pendidikan

Page 4: SKIZOFRENIA

yang salah,maladaptasi,tekanan jiwa,penyakit badani seperti lues otak,atherosclerosis otak

dan penyakit lain yang belum diketahui.

Akhirnya timbul pendapat bahwa skizofrenia itu suatu gangguan psikosomatis,gejala-

gejala pada badan hanya sekunder karena gangguandasar yang psikogenik,atau merupakan

manifestasi somatic dari gangguan psikogenik. Tetapi pada skizofrenia justru kesukarannya

adalah untuk menentukan yang mana primer dan mana yang sekunder,mana yang merupakan

penyebab dan yang mana yang hanya akibat saja.

Jadi kita melihat bahwa hingga sekarang etiologi skizofrenia belum jelas. Karena itu

pernah pada suatu konferensi dunia khusus tentang skizofrenia,dikatakan bahwa sebenarnya

sangat memalukan kalau hingga sekarang kita belum mengetahui sebab musabab suatu

penyakit yang terdapat sejak dahulu kala dan yang tersebar begitu luas diseluruh dunia serta

yang khas bagi umat manusia (belum diketahui adanya skizofrenia pada binatang). Kita juga

belum sanggup mengerti dasarnya mengapa seseorang yang sebelumnya hidup normal

diantara orang-orang lain pada suatu waktu keluar dari rel atau jalan hidupnya yang wajar

lalus menderita skizofrenia. Angka kejadian ini diseluruh dunia diperkirakan 0,2-0,8%

setahun.

Sebagai ringkasan,hingga sekarang kita belum mengetahui dasar sebab-musabab

skizofrenia. Dapat diketahui bahwa faktor keturunan mempunyai pengaruh. Dapat diketahui

bahwa faktor keturunan mempunyai pengaruh. Faktor yang mempercepat,yang

menjadikannya manifes atau faktor pencetus (precipitating factors) seperti penyakit badaniah

atau stres psikologis,biasanya tidak menyebabkan skizofrenia,walaupun pengaruhnya

terhadap skizofrenia yang sudah ada tidak dapat disangkal.

Teori tentang etiologi skizofrenia yang saat ini banyak dianut adalah sebagai berikut:

Genetik: Dapat dipastikan bahwa ada faktor genetik yang turut menentukan

timbulnya skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-

keluarga penderita skizofrenia dan terutama anak-anak kembar satu telur. Angka

kesakitan bagi saudara tiri adalah 0,9-1,8%,bagi saudara kandung 7-15%,bagi anak

yang salah satu orang tua menderita skizofrenia 7-16%,bila kedua orang tua menderita

skizofrenia 40-68%,bagi kembar dua telur (heterozigot) 2-15%,bagi kembar satu telur

(monozigot) 61-86%.

Tetapi pengaruh genetik tidak sederhana seperti hokum Mendel. Diperkirakan bahwa

yang diturunkan adalah potensi untuk mendapatkan skizofrenia (bukan penyakit itu

sendiri) melalui gen yang resesif. Potensi ini mungkin kuat,mungkin juga lemah,tetapi

Page 5: SKIZOFRENIA

selanjutnya tergantung pada lingkungan individu itu apakah akan terjadi manifestasi

skizofrenia atau tidak(mirip hal genetik pada diabetes mellitus)

Neurokimia: Hipotesis dopamine menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan oleh

hiperaktivitas pada jaras dopamine mesolimbik. Hal ini didukung oleh temuan bahwa

amfetamin,yang kerjanya meningkatan pelepasan dopamine,dapat menginduksi

psikosis yang mirip skizofrenia,dan obat antipsikotik(terutama antipsikotik generasi

pertama atau psikotik tipikal/klasik) bekerja dengan mengeblok reseptor

dopamine,terutama reseptor D2. Keterlibatan neurotransmitter lain seperti

serotonin,noradrenalin,GABA dan glutamate,serta neuropeptida lain masih terus

diteliti oleh para ahli.

Hipotesis perkembangan saraf (neurodevelopmental hypothesis). Studi autopsi

dan studi pencitraan otak memperlihatkan abnormalitas struktur dan morfologi otak

penderita skizofrenia,antara lain berupa berat otak yang rata-rata lebih kecil 6%

daripada otak normal dan ukuran anterior-posterior yang 4% lebih pendk,pembesaran

ventrikel otak yang nonspesifik,gangguan metabolism di daerah frontal dan temporal

dan kelainan susunan selular pada struktur saraf dibeberapa daerah kortex dan

subkortex tanpa adanya tanda gliosis yang menandakan kelainan tersebut terjadi pada

saat perkembangan. Studi neuropsikologis mengungkapkan deficit dibidang

atensi,pemilihan konseptual,fungsi eksekutif dan memori pada penderita skizofrenia.

Semua bukti tersebut melahirkan hipotesis perkembangan saraf yang menyatakan

bahwa perubahan patologis gangguan ini terjadi pada awal kehidupan,mungkin sekali sangat

berpengaruh terhadap genetic,dan kemudian dimodifikasi oleh faktor maturasi dan

lingkungan.

EPIDEMIOLOGI

Perkiraan resiko skizofrenia pada suatu waktu tertentu 0,5-1%. Sekitar 15 persen

penderita yang masuk rumah sakit jiwa merupakan pasien skizofrenia, dan sebagian besar

pasien skizofrenia akan tinggal di rumah sakit untuk waktu lama. Pria lebih sering daripada

wanita dan kebanyakan dimulai sebelum usia 30 tahun.

Prevalensi skizofrenia di Amerika Serikat dilaporkan bervariasi terentang dari 1

sampai 1,5 persen dengan angka insidens 1 per 10.000 orang per tahun. Berdasarkan jenis

kelamin prevalensi skizofrenia adalah sama, perbedaannya terlihat dalam onset dan

Page 6: SKIZOFRENIA

perjalanan penyakit. Onset untuk laki laki 15 sampai 25 tahun sedangkan wanita 25-35 tahun.

Prognosisnya adalah lebih buruk pada laki laki dibandingkan wanita.

Beberapa penelitian menemukan bahwa 80% semua pasien skizofrenia menderita

penyakit fisik dan 50% nya tidak terdiagnosis. Bunuh diri adalah penyebab umum kematian

diantara penderita skizofrenia, 50% penderita skizofrenia pernah mencoba bunuh diri 1 kali

seumur hidupnya dan 10% berhasil melakukannya. Faktor risiko bunuh diri adalah adanya

gejala depresif, usia muda dan tingkat fungsi premorbid yang tinggi.

Komorbiditas Skizofrenia dengan penyalahgunaan alkohol kira kina 30% sampai

50%, kanabis 15% sampal 25% dan kokain 5%-10%. Sebagian besar penelitian

menghubungkan hal ini sebagai suatu indikator prognosis yang buruk karena penyalahgunaan

zat menurunkan efektivitas dan kepatuhan pengobatan. Hal yang biasa kita temukan pada

penderita skizofrenia adalah adiksi nikotin, dikatakan 3 kali populasi umum (75%-90% vs

25%-30%). Penderita skizofrenia yang merokok membutuhkan anti psikotik dosis tinggi

karena rokok meningkatkan kecepatan metabolisme obat tetapi juga menurunkan

parkinsonisme. Beberapa laporan mengatakan skizofrenia lebih banyak dijumpai pada orang

orang yang tidak menikah tetapi penelitian tidak dapat membuktikan bahwa menikah

memberikan proteksi terhadap Skizofrenia.

ETIOLOGI

Penyebab skizofrenia tak diketahui dan merupakan suatu tantangan terbesar bagi

pengobatan kontemporer. Telah banyak diketahui banyak factor predisposisi dan pencetus.

Hereditas. Pentingnya factor genetika telah dibuktikan secara meyakinkan. Resiko

bagi masyarakat umum 1 %, orang tua 5%, saudara kandung 8%, dan anak 10%. Gambaran

terakhir ini menetap walaupun anak telah dipisahkan dari orang tua sejak lahir. Pada kembar

monozigot 30-40%.

Lingkungan. Gambaran pada penderita kembar seperti di atas menunjukkan bahwa

faktor lingkunagn juga cukup berperan dalam menampilkan penyakit pada individu yang

memiliki faktor predsiposisi. Beberapa peneliti mengatakan bahwa skizofrenia bukan suatu

penyakit, tetapi suatu respon terhadap tekanan emosi yang tak dapat ditoleransi dalam

keluarga dan masyarakat, tetapi pandangan ekstrim demikian, meski sesuai dengan

amsyarakat, kurang didukung oleh penelitian. Riset atas peristiwa hidup memperlihatkan

bahwa pasien skizofrenia mengalami peristiwa hidup itu dengan frekuensi tinggi dalam 3

minggu sebelum kambuh.

Page 7: SKIZOFRENIA

Emosi yang diekspresikan (EE). Jika keluarga skizofrenia memperlihatkan emosi

yang diekspresikan (EE) secara berlebihan, misalnya pasien sering diomeli atau terlau banyak

dikekang dengan aturan-aturan yang berlebihan, maka kemungkiann kambuh lebih besar.

Juga jika pasien tidak mendapat neuroleptik. Angka kekambuhan di rumah dengan EE rendah

dan pasien minum obat teratur, sebesar 12%; dengan EE rendah dan tanpa obat 42%; EE

tinggi dan tanpa obat, angka kekambuhan 92%.

Kepribadian premorbid. Personalitas pasien sebelumnya sering ’’skizoid’’. Perilaku

penarikan diri dan soliter ini bisa menjelaskan banyak skizofrenia tunggal.

Fisik. Banyak pasien skizofrenia berbadan astenik dan dalam kasus yang telah

didiagnosis pasti, sirkulasi tepinya mungkin buruk, ekstremitas dingin dan amenore.

Biokimia. Psikosis LSD dan psikosis amfetamin mempunyai sejumlah kesamaan dan

skizofrenia; berbagai obat, terutama fenoziatin, efektif untuk mengobati skizofrenia.

”Petunjuk” ini telah membawa ke banyak riset dan beberapa teori. Defisiensi serotonin –

LSD menghambat reseptor serotonin. Overaktivitas dopamin telah diusulkan, karena

amfetamin meningkatkan pelepasan dopamin dan obat untuk skizofrenia menghambat

reseptor dopamin. Peningkatan sensitivitas reseptor postsinaptik menjadi penjelasan yang

lebih mungkin. Teori lain mencakup degenerasi neuron noradrenalin dan defisiensi

monoamin oksidase. Banyak cacat ringan metabolisme telah ditemukan. Dalam katakonia

periodik (keadaan yang jarang ditemukan) timbul retensi nitrogen.

Imunologi. Ada peranan antibodi otak dalam genesis skizofrenia.

Kerusakan otak. Ada bukti dilatasi ventrikulus cerebri dan disorientasi usia pada

skizofrenia kronika membuat kemungkina ada penyebab organik. Infeksi virus lambat

mungkin ada.

FAKTOR RESIKO

Faktor-faktor yang mungkin dapat mempengaruhi terjadinya skizofrenia, antara lain:

sejarah keluarga, tumbuh kembang di tengah-tengah kota, penyalahgunaan obat seperti

amphetamine, stress yang berlebihan, dan komplikasi kehamilan.

Skizofrenia adalah penyakit gangguan fungsi otak yang diakibatkan oleh

ketidakseimbangan neurotransmitter. Akibat dari penyakit skizofrenia adalah terganggunya

kemampuan seseorang untuk berpikir jernih, berinteraksi dengan orang lain dan berperan

secara produktif di masyarakat. Di Indonesia sendiri diperkirakan terdapat kurang lebih 2 juta

orang yang mengalami skizofrenia, namun hanya sekitar 150 ribu pasien yang berkonsultasi

Page 8: SKIZOFRENIA

ke dokter. Pada pria kebanyakan penyakit skizofrenia menunjukkan gejalanya pada usia 16-

25 tahun, sedangkan pada wanita pada usia 23-36 tahun.

PSIKOPATOLOGI

Terdapat beberapa pendekatan yang dominan dalam menganalisa penyebab

Schizophrenia, yaitu pendekatan biologis (meliputi faktor genetik dan faktor biokimia),

pendekatan psikodinamik, pendekatan teori belajar.

Pendekatan Biologis

Faktor Genetik

Seperti halnya psikosis lain, schizophrenia nampaknya cenderung berkembang lewat

keluarga. Penelitian terhadap munculnya schizophrenia dalam keluarga biasanya diadakan

dengan mengamati penderita schizophrenia yang ada di rumah sakit jiwa dan kemudian

meneliti tentang perkembangan kesehatannya serta mencari keterangan dari berbagai pihak

untuk menentukan bagaimana schizophrenia dan psikosis lainnya muncul di antara keluarga

penderita. Dari penelitian yang dilakukan ditemukan bahwa resiko timbulnya psikosis,

termasuk schizophrenia, sekitar empat kali lebih besar pada hubungan keluarga tingkat

pertama (saudara kandung, orang tua, anak kandung) dibandingkan dengan masyarakat pada

umumnya.

Semakin dekat hubungan genetis antara penderita schizophrenia dan anggota

keluarganya, semakin besar kemungkinannya untuk terkena schizophrenia. Hal ini

menunjukkan bahwa kecenderungan terkena schizophrenia dapat ditularkan secara genetis.

Keluarga penderita schizophrenia tidak hanya terpengaruh secara genetis akan tetapi juga

melalui pengalaman sehari-hari. Orang tua yang menderita schizophrenia dapat sangat

mengganggu perkembangan anaknya. Hal ini menimbulkan persoalan tentang mana yang

lebih berpengaruh : genetis atau lingkungan.Untuk membedakan hal tersebut, para ahli

mengusahakan suatu penelitian terhadap anak kemabar. Kembar identik (monozygotic)

adalah sama/identik secara genetis, karena itu perbedaan antara anak kembar identik kiranya

dapat dihubungkan dengan perbedaan dalam lingkungan mereka. Jika mereka dibesarkan

bersama, maka kembar identik sama-sama mengalami, baik lingkungan yang sama maupun

genetis yang sama.

Di pihak lain, kembar yang tidak identik meskipun lahir pada saat yang hampir

bersamaan tetapi secara genetis mereka sama halnya dengan dua orang saudara kandung. Jika

kembar tidak identik dibesarkan bersama, mereka akan sama mengalami lingkungan yang

sama tetapi latar belakang genetisnya hanya identik sebesar 50%. Dalam penelitian terhadap

Page 9: SKIZOFRENIA

anak kembar secara umum, tingkat kemungkinan terkena schizophrenia di antara anak

kembar identik adalah sekitar dua atau empat kali lebih tinggi daripada antara anak kembar

yang tidak identik. Hal ini menunjukkan kuatnya pengaruh faktor genetis. Akan tetapi, dalam

suatu penelitian terhadap kembar identik lainnya ternyata menunjukkan bahwa tidak satupunh

dari anak yang kembarannya terkena schizophrenia yang juga menderita schizophrenia.

Dengan demikian, usaha untuk membedakan pengaruh genetis dan pengaruh lingkungan

masih kabur.

Hasil penelitian terhadap anak kembar belum dapat membedakan pengaruh genetis

dan pengaruh lingkungan karena anak kembar biasanya dibesarkan bersama. Oleh karena itu,

apabila anak yang orang tuanya menderita schizophrenia juga menderita schizophrenia maka

ada tiga kemungkinan jawaban : ibu atau ayah yang menderita schizophrenia mungkin

menularkannya secara genetis, atau anak hidup dalam lingkungan tertentu yang diciptakan

oleh orang tua, atau anak itu menderita schizophrenia akibat dari faktor genetik dan

lingkungan yang menekan. Untuk membedakan akibat gen dan akibat lingkungan tersebut,

diusahakan bebagai penelitian terhadap sekelompok anak yang lahir dari ibu yang menderita

schizophrenia tetapi dipisahkan dari ibunya setelah dilahirkan sehingga tidak ada kontak

dengan ibunya

Anak-anak tersebut kemudian diadopsi oleh keluarga lain. Ke;lompok lainnya terdiri

dari anak-anak yang lahir dari ibu yang normal dan juga diadopsi oleh keluarga lain. Dari

kelompok anak-anak yang lahir dari ibu yang terkena schizophreni, ternyata 5 orang

menderita schizophrenia dan beberapa lainnya menderita psikosis lainnya, sedangkan

kelompok anak-anak yang lahir dari ibu yang normal, tidak seorangpun yang terkena

schizophrenia. Hal ini mendukung pendapat bahwa schizophrenia lebih besar

kemungkinannya ditularkan secara genetis. Hasil ini juga didukung oleh beberapa penelitian

lain, yaitu bahwa anak-anak dari orang tua schizophrenia mempunyai kemungkinan terkena

schizophrenia dua kali lipat dibandingkan dengan anak-anak dari orang tua yang normal,

entah mereka dibesarkan oleh orang tua angkat yang menderita schizophrenia maupun tidak.

Singkatnya hubungan biologis atau genetis dengan penderita schizophrenia nampaknya

merupakan faktor yang paling menyolok untuk menimbulkan schizophrenia.

Beberapa penelitian tersebut menunjukkan pengaruh faktor genetis dalam menularkan

schizophrenia, namun tetap menjadi pertanyaan : bagaiman penularan genetis terjadi.

Beberapa peneliti mencoba hal itu dengan berbagai model antara lain :

a. Distinct Heterogenity Model.

Page 10: SKIZOFRENIA

Model ini menyatakan bahwa schizophrenia terdiri dari sejumlah psikosis,

beberapa diantaranya disebabkan oleh kerusakan gen yang dapat diikuti oleh gen-gen

tertentu dan yang hanya disebabkan oleh faktor lingkungan. Schizophrenia catatonic,

misalnya, mungkin merupakan penyakit yang muncul secara genetis yang akhirnya

diikuti ketidaknormalan gen pada kromosom tertntu.

b. Monogenic Model.

Model ini menyatakan bahwa semua bentuk schizophrenia dapat disebabkan

olehsuatu gen yang cacat. Gen yang cacat ini akan menyebabkan schizophrenia pada

orangyang menerima gen itu dari kedua orang tuanya (monozygote),

namunkemungkinannya kecil bila hanya dari satu orang tua (heterozygote).

c. Multifactorial-Polygenic Model.

Model ini menekankan pengaruh nilai ambang. Menurut model ini, schizophrenia

disebabkan oleh pengaruh berbagai gen, trauma biologis prenatal dan postnatal dan

tekanan psikososial yang saling berinteraksi. Aspek schizophrenia muncul bila faktor-

faktor itu berinteraksi melebihi batas ambang tertentu. Model-model lainnya

mengkombinasikan ciri-ciri dari ketiga model tersebut. Schizophrenia, misalnya, muncul

sebagai akibat dari interaksi gen tunggal dan tekanan lingkungan. Model Multifactorial-

Polygenic nampaknya lebih banyak diterima.

Faktor Biokimia

Kraeplin telah mengidentifikasikan schizophrenia sebagai akibat dari adanya

ketidakseimbangan kimiawi karena tidak normalnya kelenjar kelamin. Sementara Carl Jung

menyebutkan adanya unsur kimia yang tidak diketahui, yang disebutnya "toxin x". Adanya

indikasi pengaruh faktor genetis setidaknya menunjukkan adanya pengaruh faktor biokimia

karena faktor genetis terjadi melalui proses biologis dan kimiawi tubuh. Para peneliti lain

menemukan adanya substansi kimia yang tidak normal yang disebut taraxein dalam serum

darah.

Riset terakhir difokuskan pada dopamine, suatu neurotransmitter yang aktif di

wilayah otak yang terlihat dalam regulasi emosi atau sistem limbik. Hipotesis dopamine

menyatakan bahwa schizophrenia disebabkan oleh terlalu banyaknya penerimaan dopamine

dalam otak. Kelebihan ini mungkin karena produksi neurotransmitter atau gangguan regulasi

mekanisme pengambilan kembali yang dengannya dopamine kembali dan disimpan oleh

vestikel neuron parasimpatik. Kemungkinan lain adalah adanya oversensitif reseptor

dopamine atau terlalu banyaknya respon dopamine. Penelitian terhadap pengaruh dopamine

Page 11: SKIZOFRENIA

dilakukan dengan menggunakan 3 macam obat bius, yaitu phenothiazine, L-Dopa, dan

amphetamine. Phenothiazine merupakan obat anti psikosis yang dapat mengurangi tingkat

kekacauan pikiran, halusinasi, dan memperbaiki suasanan hati penderita schizophrenia.

Terdapat bukti kuat bahwa phenophiazine mengurangi aktifitas dopamine dalam otak dengan

menghambat penerimaan dalam saraf parasimpatik. L-Dopa biasa digunakan untuk

pengobatan gejala-gejala penyakit parkinson. Tubuh akan mengubah L-Dopa ini menjadi

dopamine dan kadang-kadang menyebabkan gejala-gejala seperti schizophrenia. Sementara

amphetamine merupakan obat perangsang yang meningkatkan kemampuan dopamine dalam

otak. Pemberian amphetamine dalam dosis yang berlebihan ternyata menunjukkan gejala-

gejala seperti schizophrenia. Jika penderita schizophrenia diberi amphetamine, meski dalam

dosis rendah, ternyata gejala-gejala schizophrenianya semakin memburuk.

Dengan demikian, obat yang dapat menghambat penerimaan dopamine (seperti

phenothiazine) dapat mengurangi gejala-gejala schizophrenia, sementara obat lain yang

meningkatkan kemampuan dopamine (seperti amphetamine dan L-Dopa) dapat menyebabkan

atau memperburuk gejala-gejala schizophrenia. Hal ini memperlihatkan bahwa kelebihan

dopamine dapat menyebabkan gejala-gejala schizophrenia. Akan tetapi penemuan ini belum

seluruhnya tepat. Pemberian phenothiazine terhadap penderita schizophrenia memperlihatkan

bahwa seperempat dari mereka memberi respon yang sangat kecil atau tidak sama sekali,

bahkan seperempatnya memberikan respon negatif. Sementara, sepertiga penderita yang

diberi amphetamine tidak mengalami gejala yang makin memburuk. Hal ini memperlihatkan

bahwa seharusnya ada penyebab lain selain dari kelebihan dopamine.

Perlu disadari bahwa schizophrenia merupakan sekelompok psikosis dengan efek

yang bermacam-macam. Teori dopamine perlu dicermati secara hati-hati karena mungkin

terlalu sederhana dalam mencari penjelasan dengan memusatkan persoalan hanya pada

aktifitas dopamine semata tanpa memperhitungkan interaksi fungsi otak dengan sistem

biokimia secara menyeluruh. Penyumbatan dopamine mungkin mempengaruhi gejala-gejala

schizophrenia, tetapi tidak menjadi penyebab munculnya penyakit tersebut. Perubahan

aktifitas dopamine mungkin terjadi setelah munculnya psikosis dan bukan sebelumnya.

Otak

Sekitar 20-35% penderita schizophrenia mengalami beberapa bentuk kerusakan otak

(Sue, et al., 1986). Penelitian dengan CAT (Computer Axial Tomography) dan MRI

(Magnetic Resonance Imagins) memperlihatkan bahwa sebagian penderita schizophrenia

memiliki ventrikel serebral (yaitu ruangan yang berisi cairan serebrospinal) yang jauh lebih

Page 12: SKIZOFRENIA

besar dibanding dengan orang normal. Itu berarti jika ventriker lebih besar dari normal,

jaringan otak pasti lebih kecil dari normal. Pembesaran ventrikel berarti terdapat proses

memburuknya atau berhentinya pertumbuhan jaringan otak. Bebebrapa penelitian

memperlihatkan bahwa lobus frontalis, lobus temporalis, dan hipokampus yang lebih kecil

pada penderita schizophrenia (Atkinson, et al., 1992). Penelitian dengan PET (Positron

Emission Topography, yaitu pengamatan terhadap metabolisme glukosa pada saat seseorang

sedang mengerjakan tes psikologi, pada penderita schizophrenia memperlihatkan tingkat

metabolisme yang rendah pada lobus frontalis. Kelainan syaraf ini dapat pula dijelaskan

sebagai akibat dari infeksi yang disebabkan oleh virus yang masuk otak. Infeksi ini dapat

terjadi selama perkembangan janin. Akan tetapi, jika kerusakan otak terjadi pada masa awal

perkembangan seseorang, pertanyaan yang muncul adalah mengapa psikosis ini baru muncul

pada masa dewasa. Weinberger mengatakan bahwa luka pada otak saling mempengaruhi

dengan proses perkembangan otak yang normal. Lobus frontalis merupakan struktur otak

yang terlambat matang, khususnya pada usia dewasa. Dengan demikian, luka pada daerah

tersebut belum berpengaruh pada masa awal sampai lobus frontalis mulai berperan dalam

perilaku.

Pendekatan Psikoanalisa

Menurut Freud kepribadian terdiri atas 3 (tiga( sistem atau aspek, yaitu : id, egoan

super ego Id merupakan unsur landasan dasar, dan paling penting dari ketiganya, karena

merupakan sumber dari energi psikis, yang berasal dari insting-insting biologis manusia.

Insting-insting yang paling penting adalah insting seksual dan insting agresi. Kedua insting

tersebut yang banyak membimbing perilaku manusia.

Ego merupakan proses kepribadian yang logis dan mempunyai kegunaan yang

mempermudah transaksi/perbuatan manusia menguasai alam lingkungannya. Ego mencakup

kemampuan merencanakan, memecahkan masalah, dan menciptakan bermacam-macam

teknik untuk menguasai dunia sekitarnya. Selain itu, ego juga harus mampu mengendalikan

impuls-impuls manusai, karena ekspresi hiperaktif dari impuls-impuls seks dan dorongan-

dorongan agresi bisam mencelakakan manusia dan sekelilingnya. Dengan demikian, ego

berfungsi mengintegrasikan impuls-impuls seks dan agresinya dengan dunia luarnya.

Superego merupakan konsep yang melambangkan internalisasi dari nilai-nilai orang

tua oleh diri anak, yaitu berupa nilai-nilai yang ditanamkan dengan sangsi hukuman jika

dilanggar dan mendapatkan hadiah jika dipatuhinya. Pertimbangan antara id dan superego

seringkali tidak seimbang dan menimbulkan konflik. Apabila ego berfungsi dengan baik,

Page 13: SKIZOFRENIA

maka situasi konflik tersebut akan dapat dikendalikan dan diselesaikannya secara adekuat.

Sementara jika ego lemah, maka situasi konflik tersebut tidak akan dapat diselesaikannya,

dan akan timbul banyak konflik internal atau bahkan konfli yang sifatnya sangat hebat, yang

diekspresikannya dalam bentuk tingkah laku yang abnormal. Jika superego-nya dominan dan

bersifat sangat moralistis, biasanya individu justru akan kurang mampu menanggapi insting

seksual dan agresinya, sehingga individu akan mengembangkan pola rasa bersalah, penuh

dosa, dan penyesalan yang kronis sifatnya, serta dibarengi dengan simptom kelelahan dan

kebingungan.

Perkembangan kepribadian individu menurut Freud akan sangat ditentukan oleh

perkembangan psikoseksual dimasa kanak-kanaknya. Apabila anak terus-menerus mengalami

frustasi, mendapatkan perlakuan kejam, dan tidak mendapatkan cinta kasih, atau sebaliknya

terlalu dimanjakan secara berlebih-lebihan, ia akan mengalami keberhentian dan kerugian

dalam perkembangan kepribadiannya, yang disebut dengan proses fiksasi. Anak akan

mengembangkan bermacam-macam sikap yang immature atau tidak matang dan tingkah laku

yang abnormal. Pola kepribadian yang demikian tidak jarang terus berlarut-larut dan dapat

menjadi predisposisi terjadinya gangguan abnormalitas perilaku dimasa berikutnya.

Pada schizophrenia, pola kepribadian immature yang berkaitan dengan impuls seksual

dan agresi merupakan predisposisi untuk menimbulkan gangguan tersebut. Berkembangnya

gangguan schizophrenia lebih lanjut biasanya diawali oleh apa yang disebut sebagai

precipitating event atau peristiwa pencetus. Dalam menghadapi peristiwa pencetus tersebut,

melalui pola kepribadian yang immature, individu mengembangkan defence mechanism yang

berlebihan, dimana individu akan mengembangkan pola penyelesaian masalah yang tidak

berhubungan dengan realita yang ada, yang sampai akhirnya antar aspek-aspek kepribadian

terjadi disintegrasi atau terpecah. Kondisi tersebut, menyebabkan putusnya hubungan antara

individu dengan dunia nyata. Dalam hal ini terjadi beberapa defence mechanism yang saling

berbenturan secara bersamaan. Misalnya, pada mulanya individu menggunakan mekanisme

pertahanan rasionalisasi. Kemudian, rasionalisasi tersebut direpressnya.

Kemudian, individu mengungkapkan hal yang berlawanan dengan perasaan yang

direpressnya melalui reaksi formasi. Oleh karena itu, simptom delusi dan halusinasi yang

dikembangkan oleh schizophrenia merupakan defence terhadap defence yang lain (defence

againts a defence).

Pendekatan Teori Belajar

Page 14: SKIZOFRENIA

Para ahli teori belajar, seperti Ullmann dan Krasner, menerangkan tingkah laku

schizophrenia sebagai hasil proses belajar lewat pengkondisian dan pengamatan. Seseorang

belajar untuk "menampakkan" tingkah laku schizophrenia bila tingkah laku demikian lebih

memungkinkan untuk diperkuat daripada tingkah laku yang normal. Teori ini menekankan

nilai penguatan stimulasi sosial. Schizophrenia mungkin muncul oleh karena lingkungan

tidak memberi penguatan akibat pola keluarga yang terganggu atau pengaruh lingkungan

lainnya sehingga seseorang tidak pernah belajar merespon stimulus sosial secara normal.

Bersamaan dengan itu, mereka akan semakin menyesuaikan diri dengan stimulus pribadi atau

idiosinkratis. Selanjutnya, orang-orang akan melihat bahwa mereka sebagai orang aneh

sehingga mengalami penolakan sosial dan pengasingan yang akan semakin memperkuat

tingkah laku yang aneh. Perilaku aneh ini akan semakin bertahan karena tidak ada penguatan

dari orang lain berupa perhatian dan simpati.

Pandangan tersebut didukung oleh pengamatan dengan pengkondisian operan.

Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa perilaku yang aneh dapat dibentuk melalui

proses penguatan. Akan tetapi fakta ini belum dapat memperlihatkan ap-akah tingkatan

perilaku yang aneh pada schizophrenia dapat dijelaskan melalui penmgalaman belajar. Selain

itu, fakta lain menunjukkan bahwa beberapa orang yang hidup dalam lingkungan yang keras

dan tertekan tetapi tidak menarik diri ke dalam dunia khayalannya dan tidak bertingkah aneh.

Beberapa penderita schizophrenia bahkan tumbuh dalam lingkungan keluarga yang mendapat

dukungan sosial. Teori belajar sosial menerangkan bahwa gejala-gejala schizophrenia terjadi

dalam lingkungan rumah sakit jiwa. Dalam lingkungan tersebut, penderita belajar dengan

mengamati perilaku pasien lain dan mengikutinya. Hal ini diperkuat lagi oleh petugas yang

memberi perhatian khusus pada penderita yang berperilaku aneh. Pandangan ini sesuai

dengan pengalaman di sekolah dimana guru memberi perhatian khusus justru pada anak yang

nakal. Barangkali beberapa perilaku schizophrenia dapat diterangkan dengan peniruan dan

penguatan, akan tetapi banyak orang menderita schizophrenia tanpa lebih dahulu bertemu

dengan penderita lainnya. Selain itu, kenyataannya justru gejal-gejala schizophrenialah yang

menyebabkan seseorang dimasukkan ke rumah sakit jiwa, dan bukannya akibat yang

diperoleh di dalam rumah sakit jiwa.

KLASIFIKASI

Skizofrenia hebefrenik. Mulainya biasanya pada akhir belasan tahun dan sering

timbul pada masa remaja atau antara 15-25 tahun. Gejala awal kebingungan, konsentrasi

Page 15: SKIZOFRENIA

buruk, nerkabut, mimpi siang hari, sadar akan keadaan dirinya sendiri, kemurungan, depresi,

apati, waham sepintas, ide pseudoilmiah dan pseudofilosofi, perasaan inferioritas dan

ketidak-adekuatan. Gangguan pemikiran menjadi jelas dan mungkin ada pemikiran konkret

atau hambatan pikiran. Khas ada keanehan emosi. Gejala yang mencolok adalah:gangguan

proses berpikir, gangguan kemauan dan adanya depersonalisasi atau double personality.

Gangguan psikomotor seperti mannerism, neologisme atau perilaku kekanak-kanakan sering

terdapat pada skizofrenia hebefrenik. Waham dan halusinasi banyak sekali.

Skizofrenia paranoid. Gejala khasnya waham kejaran primer dan sekunder dengan

halusinasi auditorius. Mulainya lebih lambat dibandingkan skizofrenia hebefrenik, biasanya

30-50 tahun. Perjalanannya menahun sehingga kemunduran personalitas minimum. Salah

interpretasi tindakan orang lain bisa diakibatkan oleh dalam ide kejaran. Waham bisa

‘’diselubungi’’ dan pasien bisa berperilaku normal, tetapi biasanya wahamnya akan

menimbulkan pertentangan dengan masyarakat. Meski perjalanan penyakitnya menahun,

tetapi mungkin ada fluktuasi secara periodic. Seringkali didahului oleh adanya kepribadian

paranoid—individu hipersensitif atau sangat berhati-hati walaupun dalam keadaan yang tidak

membahayakan atau yang diisolasi oleh alasan deformitas, ketulian, kesulitan bahasa, dsb.

Kadang wahamnya bisa ‘’menular’’; biasanya keluarga dekat terlibat dalam folie a deux.

Skizofrenia katatonik. Perilaku serotype, negativisme, pemgambilan sikap,

immobilitas, dan stupor merupkan sifat paling jelas. Hambatan pikiran, neologisme,

halusinasi bisa juga timbul. Kegembiraan akut dapat menjadi tanda pertama penyakit. Gejala

katakonik menjadi semakin jarang dalam 30 tahun terakhir ini: mungkin banyak yang

merupakan produk neurosis institusional. Timbulnya pertama kali antara umur 15-30 tahun,

dan biasanya akut serta sering didahului oleh stres emosional. Mungkin terjadi gaduh-gelisah

katatonik atau stupor katatonik. Stupor katatonik:penderita tidak menunjukkan perhatian

sama sekali terhadap lingkungannya. Emosinya sangat dangkal. Gejala yang penting adalah

gejala psikomotor seperti:

Mutisme, kadang-kadang dengan mata tertutup

Muka tanpa mimik, seperti topeng

Stupor, penderita tidak bergerak sama sekali untuk waktu yang lama, beberapa hari,

bahkan kadang-kadang sampai beberapa bulan

Bila diganti posisinya penderita menentang:negativism

Makanan ditolak,air ludah tidak ditelan sehingga terkumpul di dalam mulut dan

meleleh keluar,air seni dan feses ditahan

Terdapat grimas dan katalepsi

Page 16: SKIZOFRENIA

Secara tiba-tiba atau pelan-pelan penderita keluar dari keadaan stupor ini dan mulai

berbicara dan bergerak.

Gaduh-gelisah katatonik: Terdapat hiperaktivitasnya motorik, tetapi tidak disertai

dengan emosi yang semestinya dan tidak dipengaruhi oleh rangsangan dari luar.

Penderita terus berbicara atau bergerak saja. Ia menunjukkan

stereotipi,manerisme,grimas dan neologisme. Ia tidak dapat tidur,tidak makan dan minum

sehingga mungkin terjadi dehidrasi atau kolaps dan kadang-kadang kematian (karena

kehabisan tenaga dan terlebih bila terdapat juga penyakit badaniah: jantung, paru, dan

sebagainya).

Seorang pasien yang mulai membaik dari skizofrenia gaduh-gelisah katatonik

berulang-ulang minta dipulangkan dari rumah sakit. Pikiran ini diutarakannya melalui

berbagai macam cara sehingga sudah merupakan perseverasi, seperti dapat dilihat dari surat

di bawah ini yang diberikannya kepada penulis.

Skizofrenia simpleks: gambaran khas skizofrenia kronik dapat terlihat pada banyak

pasien baik berada di dalam masyarakat maupun yang sedang menjalani perawatan jangka

lama. Gejala negative mendominasi, tan;pa dorongan dan inisiatif, kemiskian pikiran dan

emosi serta perilaku ekstrenskik soliter. Terlihat ‘’disorientasi usia’’ dan bukti ada

penumpukan kerusakan serebrum yang dikaitkan dengan derajat gangguan fungsi intelektual.

Keadaan ini biasanya merupakan hasil akhir dari gejala-gejala skizofrenia yang sebelumnya

telah berkembang penuh, tetapi dalam beberapa kasus, onsetnya sangat pelan, sehingga

pasien seolah-olah langsung tampil dalam keadaan cacat (skizofrenia simpleks).

Sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama pada jenis simplex

adalah kadangkala emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berpikir biasanya

sukar ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali terdapat. Jenis ini timbulnya perlahan-

lahan sekali. Pada permulaan mungkin penderita mulai kurang memperhatikan keluarganya

atau mulai menarik diri dari pergaulan. Makin lama ia makin mundur dalam pekerjaan atau

pelajaran dan akhirnya menjadi penganggur. Bila tidak ada orang yang menolongnya ia

mungkin akan menjadi pengemis, pelacur atau penjahat.

Episode Skizofrenia akut: Gejala Skizofrenia timbul mendadak sekali dan pasien

seperti dalam keadaan mimpi. Kesadarannya mungkin berkabut. Dalam keadaan ini timbul

perasaan seakan-akan dunia luar maupun dirinya sendiri berubah, semuanya seakan-akan

mempunyai suatu arti yang khusus baginya.

Skizofrenia Residual: Keadaan Skizofrenia dengan gejala primernya Bleuler, tetapi

tidak jelas adanya gejala-gejala sekunder. Keadaan ini timbul sesudah beberapa kali serangan

Page 17: SKIZOFRENIA

Skizofrenia. Jenis ini adalah keadaan kronis dari skizofrenia dengan riwayat sedikitnya satu

episode psikotik yang jelas dan gejala-gejala berkembang kea rah gejala negative yang lebih

menonjol. Gejala negative terdiri dari kelambatan psikomotor, pnurunan aktivitas,

penumpulan afek, pasif dan tidak ada inisiatif, kemiskinan pembicaraan, ekspresi nonverbal

yang menurun, serta buruknya perawatan diri dan fungsi sosial.

Skizofrenia Skizo Afektif: Disamping gejala Skizofrenia terdapat menonjol secara

bersamaaan juga gejala-gejal depresi (skizo depresif) atau gejala mania (psiko-manik). Jenis

ini cenderung untuk menjadi sembuh tanpa defek, tetapi mungkin juga timbul serangan lagi.

KLASIFIKASI (DSM-IV-TR)

1. Skizofrenia yang tidak teratur (Disorganized Schizophrenia)

Perilaku motorik penderita Skizofrenia kategori ini biasanya sangat aneh.

Mereka juga biasanya mengalami halusinasi dan delusi, bingung dan menarik diri juga

tenggelam dalam pemikirannya sendiri. Kategori ini biasanya terjadi pada mereka yang

masih muda. Berikut ini adalah tiga gejala yang merupakan karakteristik dari

skizofrenia yang tidak teratur.

a. Pembicaraan yang membingungkan: pasien melakukan Neologisme, kata yang

berima dan campur aduk kata.

b. Gangguan suasana hati: berpura-pura, bersikap bodoh dan bermuka masam.

c. Perilaku yang membingungkan: pasien tidak mau mandi, tidak mau berpakaian

dan lainnya.

2. Katatonik Skizofrenia (Catatonic Schizophrenia)

Ciri khusus pada catatonic schizophrenia adalah adanya gangguan pada tingkah laku

gerak. Bentuk-bentuk gangguannya antara lain:

a. Diam Seluruhnya

Biasanya disertai dengan mutisme (kebisuan), penghentian bicara dan pasien

dapat mempertahankan kondisi ini selama berminggu-minggu. Posisi tubuh pasien

dapat diubah dan dibentuk oleh orang lain dan mempertahankannya dalam waktu yang

lama. Banyak pasien katatonik berganti-ganti antara periode diam dan periode aktivitas

motorik yang berlebihan, yang dapat mencakup perilaku kekerasan. Saat terlalu

bersemangat, pasien dapat menyakiti dirinya sendiri maupun orang lain. Pada saat

stupor, pasien harus dicegah dari kelaparan.

b. Kekakuan

Page 18: SKIZOFRENIA

Pasien menolak usaha orang lain untuk menggerakkan tungkainya. Pasien

mengetahui dengan jelas apa yang sedang terjadi di sekitarnya. Pasien juga dapat

menunjukkan echolalia (meniru perkataan orang lain) dan echopraxia (meniru gerakan

orang lain).

c. Negativisme

Pasien tidak hanya menolak apa yang diperintahkan oleh orang lain tetapi juga

melakukan apa yang sebaliknya dari yang diperintahkan.

3. Paranoid Skizofrenia (Paranoid Schizophrenia)

Karakteristik paranoid skizofrenia ini adalah delusi dan/ atau halusinasi, sering

juga dihubungkan dengan penyiksaan dan waham kebesaran. Pada sejumlah kasus

dapat disertai dengan halusinasi, terutama halusinasi pendengaran.

Pasien paranoid skizofrenia dianggap lebih “normal” daripada pasien

skizofrenia lainnya. Hasil penelitian para ahli menunjukkan bahwa pasien paranoid

skizofrenia:

d. Menunjukkan hasil tes kognitif yang baik/ normal (Strauss, 1993).

e. Memiliki persepsi superior terhadap pernyataan emosi (Davis & Gibson,

2000).

f. Memiliki catatan penyesuaian premorbid yang lebih baik, memiliki

kemungkinan untuk menikah, serangan belakangan dan menunjukkan hasil

jangka panjang yang lebih baik daripada pasien skizofrenia lainnya (Fenton &

McGlashan, 1991; Kendler, McGuire, Gruenberg, et al., 1994; Sanislow &

Carson, 2001).