skfjbskbfkbfakhd

Upload: deboralusiana15

Post on 04-Oct-2015

242 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

jasnfksbfkjbsfkjaf

TRANSCRIPT

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas karunia-Nya, sehingga penyusun dapat menyelsaikan referat ini tepat pada waktunya. Referat ini kami laksanakan untuk memenuhi salah satu kewajiban kami dalam kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Kridwa wacana. Referat ini bertujuan untuk mengetahui tentang penyakit Malaria dan penatalaksanaan nya. Pada kesempatan ini penyusun secara khusus menyampaikan terima kasih atas bimbingan dalam rangka penyelsaian referat ini kepada dr.Sonny Kusuma Yuliarso, SpA dan teman-teman Coass Anak yang turut serta memberikan dukungan dan doanya.

Penyusun menyadari dalam pembuatan referat ini masih jauh dari sempurna dan terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, adanya masukan berupa saran maupun kritik sifatnya membangun, sangat diharapkan sehingga di waktu mendatang dapat meningkatkan diri lebih baik lagi

Depok, Januari 2015

Penyusun

Daftar IsiKata Pengantar..1

Daftar Isi ..2

Bab 1 Pendahuluan..3

Latar belakang..................3Epidemiologi .......................................3Bab 2 PembahasanDefinisi ..

Etiologi ..

Daur hidup plasmodium.

Patogenesis

Manifestasi klinis

Gambaran laboratorium

DiagnosisDiagnosis bandingPenatalaksanaankomplikasiPrognosis

PencegahanBab 3 kesimpulan Daftar Pustaka

BAB I

PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG

Penyakit malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di banyak Negara di dunia terutama Afrika, Amerika Latin dan Asia. Setiap tahun kira-kira 300 juta sampai 500 juta orang di dunia terinfeksi malaria dan antara 750.000 sampai 2 juta jiwa meninggal dunia setiap tahun akibat malaria (WHO, 2004).

Populasi yang paling dirugikan akibat malaria ini adalah: ibu hamil, anak-anaak terutama kelompok umur balita, pendatang yang berasal dari daerah non-endemis ke daerah endemis, serta para penderita penyakit dengan penurunan system imunitas tubuh.

Permasalahan pengendalian malaria di Negara-negara endemis, mobilitas manusia yag tinggi,perubahan iklim, kondisi social ekonomi yang lemah, perilaku manusia, sulitnya membuat vaksin malaria, serta ditambah adanya resisten terhadap obat anti malaria, merupakan factor-faktor yang memperberat dan menyebabkan malaria belum dapat dieradikasi hingga saat ini.II.EPIDEMIOLOGI

Malaria merupakan penyakit endemis atau hiperendemis di daerah tropis maupun subtropis dan menyerang negara dengan penduduk padat. Kini malaria terutama dijumpai di Meksiko, sebagian Karibia, Amerika Tengah dan Selatan, Afrika Sub-Sahara, Timur Tengah, India, Asia Selatan, Indo Cina, dan pulau-pulai di Pasifik Selatan. Diperkirakan prevalensi malaria di seluruh dunia berkisar antara 160-400 kasus. Plasmodium vivax mempunyai distribusi geografis yang paling luas, mulai dari daerah yang beriklim dingin, subtropik sampai ke daerah tropis, kadang-kadang dijumpai di Pasifik Barat. Plasmodium falciparum terutama menyebabkan malaria di Afrika dan daerah-daerah tropis lainnya. Upaya penanggulangan penyakit malaria di Indonesia sejak tahun 2007 dapat dipantau dengan menggunakan indikator Annual Parasite Incidence (API). Hal ini sehubungan dengan kebijakan Kementerian Kesehatan mengenai penggunaan satu indikator untuk mengukur angka kejadian malaria, yaitu dengan API. Pada tahun 2007 kebijakan ini mensyaratkan bahwa setiap kasus malaria harus dibuktikan dengan hasil pemeriksaan sediaan darah . Penyakit malaria masih ditemukan diseluruh provinsi di Indonesia. Berdasarkan API, dilakukan stratifikasi wilayah dimana Indonesia bagian timur masuk dalam stratifikasi malaria tinggi, stratifikasi sedang di beberapa wilayah kalimantan,sulawesi, dan sumatera sedangkan di jawa-bali masuk dalam stratifikasi rendah meskipun masih terdapat desa/fokus malaria tinggi. API dari tahun 2008 2009 menurun dari 2,47 per 1000 penduduk menjadi 1,85 per 1000 penduduk. Bila dilihat per provinsi dari tahun 2008 2009 provinsi dengan API yang tertinggi adalah Papua Barat, NTT dan Papua terdapat 12 provinsi yang diatas angka API nasional. Pada tahun 2009 penyebab malaria tertinggi adalah plasmodium vivax (55,8%), kemudian plasmodium falsifarum sedangkan plasmodium ovale tidak dilaporkan. Data ini bebeda dengan data riskesdas 2010, yang mendapatkan 86,4% penyebab malaria adalah plasmodium falsifarum dan plasmodium vivax sebanyak 6,9%. 1

Gambar 1. Peta penyebaran infeksi malaria di Indonesia

http://www.depkes.go.id/downloads/whd_08/chart/Peta_Malaria.jpgBAB IIPEMBAHASANI. DEFINISI

Malaria adalah penyakit yang dapat bersifat akut maupun kronis, yang disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium dan ditandai dengan panas, anemia dan splenomegali.2II. ETIOLOGI

Malaria disebabkan oleh protozoa dari genus Plasmodium. Pada manusia Plasmodium terdiri dari 4 spesies, yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale. Plasmodium falciparfum merupakan penyebab infeksi berat bahkan dapat menimbulkan kematian. Keempat spesies Plasmodium yang terdapat di Indonesia yaitu Plasmodium falciparfum yang menyebabkan malaria tropika, Plasmodium vivax yang menyebabkan malaria tertiana, Plasmodium malariae yang menyebabkan malaria kuartana dan Plasmodium ovale yang menyebabkan malaria ovale.Seorang dapat terinfeksi lebih dari satu jenis Plasmodium, dikenal sebagai infeksi campuran atau majemuk. Pada umumnya dua jenis Plasmodium yang paling banyak dijumpai adalah campuran antara Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax atau Plasmodium malariae. Kadang-kadang dijumpai tiga jenis Plasmodium sekaligus, meskipun hal ini jarang sekali terjadi. Infeksi campuran biasanya terdapat di daerah dengan angka penularan tinggi. Akhir-akhir ini di beberapa daerah dilaporkan kasus malaria yang telah resisten terhadap klorokuin, bahkan juga resisten terhadap pirimetamin-sulfadoksin.Penyakit ini jarang ditemui pada bulan-bulan pertama kehidupan, tetapi pada anak-anak yang berumur beberapa tahun dapat terjadi serangan malaria tropika yang berat, bahkan tertiana dan kuartana dan dapat menyebabkan kematian terutama pada anak dengan gangguan gizi. Malaria biasanya didapat dari gigitan nyamuk anopeles betina yang sebelumnya terinfeksi. Pada keadaan lain malaria berkembang pasca penularan transplasenta atau sesudah transfusi darah yang terinfeksi. 3III.DAUR HIDUP PLASMODIUM

Pada tahun 1898 Ronald Ross membuktikan keberadaan Plasmodium pada dinding perut tengah dan kelenjar liur nyamuk Culex. Atas penemuan ini ia memenangkan Hadiah Nobel Kedokteran pada tahun 1902, meskipun sebenarnya penghargaan itu perlu diberikan kepada profesor Italia Giovanni Battista Grassi, yang membuktikan bahwa malaria manusia hanya bisa disebarkan oleh nyamuk Anopheles. Siklus hidup Plasmodium amat rumit. Sporozoit dari liur nyamuk betina yang mengigit disebarkan ke darah atau sistem limfa penerima. Penting disadari bahwa bagi sebagian spesies vektornya mungkin bukan nyamuk. Nyamuk dalam genus Culex, Anopheles, Culiceta, Mansonia dan Aedes mungkin bertindak sebagai vektor. Vektor yang diketahui kini bagi malaria manusia (>100 spesies) semuanya tergolong dalam genus Anopheles. Malaria burung biasanya dibawa oleh spesies genus Culex. Siklus hidup Plasmodium diketahui oleh Ross yang menyelidiki spesies dari genus Culex. Dalam daur hidup Plasmodium mempunyai 2 hospes, yaitu vertebrata dan nyamuk. Siklus aseksual dalam proses hospes vertebrata dikenal sebagai skizogoni, sedangkan siklus seksual yang membentuk sporozoit di dalam nyamuk sebagai sporogoni. Sporozoit yang aktif dapat ditularkan ke dalam tubuh manusia melalui ludah nyamuk, kemudian menempati jaringan parenkim hati dan tumbuh sebagai skizon (stadium eko-eritrositer atau stadium pra-eritrositer). Sebagian sporozoit tidak tumbuh dan tetap tidur (dormant) yang disebut hipnozoit. Plasmodium falciparum hanya terjadi satu kali stadium pra-eritrositer sedangkan spesies lain mempunyai hipnozoit bertahun-tahun sehingga pada suatu saat dapat aktif dan terjadilah relaps. Sel hati yang berisi parasit akan pecah dan terjadilah merozoit. Merozoit akan masuk ke dalam eritrosit (stadium eritrositer), tampak sebagai kromatin kecil dikelilingi oleh sedikit sitoplasma yang mempunyai bentuk cincin, disebut tropozoit. Tropozoit membentuk skizon muda dan setelah matang, membelah menjadi merozoit. Setelah pembelahan eritrosit akan hancur; merozoit, pigmen dan sel sisa akan keluar dan berada di dalam plasma. Parasit akan difagositosia oleh RES. Plasmodium yang dapat menghindar akan masuk kembali ke dalam eritrosit lain untuk mengulangi stadium skizogoni. Beberapa merozoit tidak membentuk skizon tetapi memulai dengan bagian gametogoni yaitu membentuk mikro dan makro gametosit (stadium seksual). Siklus tersebut disebut masa tunas intrinsik.Dalam tubuh nyamuk, parasit parasit berkembang secara seksual (sporogoni). Sporogoni memerlukan waktu 8-12 hari. Dalam lambung nyamuk, makro dan mikrogametosit berkembang menjadi makro dan mikrogamet yang akan membentuk zigot yang disebut ookista, yang selanjutnya menembus dinding lambung nyamuk membentuk ookista yang membentuk banyak sporozoit. Kemudian sporozoit akan dilepaskan dan masuk kedalam kelenjar liur nyamuk. Siklus tersebut disebut masa tunas ekstrinsik.4

Gambar 2. Daur hidup plasmodium

http://jacnursinginghana.files.wordpress.com/2009/04/index_news_malaria_clip_image0011.jpgIV.PATOGENESIS

Luas penghancuran sel darah merah tergantung pada lama dan keparahan infeksi. Hemolisis sering menyebabkan kenaikan dalam bilirubin serum, dan pada malaria falsifarum dapat cukup kuat untuk mengakibatkan hemoglobinuria (blackwater fever). Pada setiap infeksi malaria, tingkat anemia lebih besar daripada yang dapat dikaitkan dengan destruksi sel oleh parasit secara tersendiri. Perubahan autoantigen yang dihasilkan dalam sel darah merah oleh parasit mungkin turut menyebabkan hemolisis. Pigmen yang keluar ke dalam sirkulasi pada penghancuran sel darah merah berakumulasi dalam sel retikuloendotelial limpa, dimana folikelnya menjadi hiperplastik dan kadang-kadang nekrotik, dalam sel kupffer hati dan dalam sumsum tulang, otak dan organ lain. Pengendapan pigmen dan hemosiderin yang cukup mengakibatkan warna abu-abu kebiruan pada organ.

Keganasan malaria falsifarum terutama pada spesies tersebut. Merozoitnya yang muncul dari hati lebih banyak daripada spesies lain. Anak kecil sama banyak nya dengan orang dewasa, sehingga anak-anak mempunyai gelombang awal infeksi yang secara proposional lebih besar. Anak-anak yang lebih kecil terutama cenderung menderita parasitemia berat yang sering mematikan.

Delapan sampai 18 jam sesudah parasit memasuki sel darah merah, sel-sel ini menjadi semakin lengket dan cenderung melekat pada permukaan endotel sinus-sinus dan pembuluh darah, terutama bila sirkulasi lambat. Sel yang lengket dengan demikian terfiksasi dan tidak mampu kembali ke sirkulasi umum, walaupun parasit di dalamnya matang dengan cara yang normal. Dengan lebih banyaknya sel yang melekat,aliran dalam pembuluh darah secara progresif terhambat,dan oklusi atau bahkan robekan dapat terjadi.Tempat dan luas gangguan fungsi vaskuler ini, bersama dengan lokalisasi tertentu sel berisi parasit dalam berbagai organ dan system, menyebabkan berbagai gejala infeksi falsiparum.

Pembesaran limpa disebabkan oleh terjadinya peningkatan jumlah eritrosit yang terinfeksi parasit, teraktivasinya sistem retikuloendotelial untuk memfagositosis eritrosit yang terinfeksi parasit dan sisa eritrosit akibat hemolisis. Juga terjadi penurunan jumlah trombosit dan leukosit neurtofit. Terjadinya kongesti pada organ lain meningkatkan resiko terjadinya ruptur limpa. Anemia terutama disebabkan oleh pecahnya eritrosit dan difagositosis oleh sistem retikuloendotelial. Hebatnya hemolisis tergantung pada jenis Plasmodium dan status imunitas pejamu. Anemia juga disebabkan oleh hemolisis autoimun, sekuestrasi oleh limpa pada eritrosit yang terinfeksi maupun yang normal, dan gangguan eritropoiesis. Pada hemolisis berat dapat terjadi hemoglobinuria dan hemoglobinemia. Hiperkalemia dan hiperbilirubinemia juga sering ditemukan.3V.MANIFESTASI KLINIS

Anak anak yang mendapat malaria dibagi menjadi dua kelompok : mereka yang tidak atau hanya sedikit mempunyai imunitas karena kurangnya kontak sebelumnya dengan penyakit, yang menjadi sakit serius jika tidak diobati; dan mereka yang mempunyai tingkat toleransi pada sekitar umur 10 tahun karena infeksi malaria berulang pada awal masa anak dimana mereka telah bertahan hidup, walaupun pertumbuhan dan perkembangan nya dapat terganggu. Toleransi terhadap malaria juga muncul berdasar pada factor keturunan yang mengubah keparahan penyakit; seperti toleransi ditemukan terutama pada orang Afrika atau orang-orang keturunan Afrika. Pada anak yang imun-sebagian, parasitemia berat dapat terjadi dengan beberapa gejala, atau infeksi interkuren dapat memulai memperbaharui aktivitas infeksi malaria yang tidak aktif. Pada anak non-imun tanda-tanda klinis biasanya tampak 8-15 hari sesudah infeksi dan tidak dapat dibedakan. Perubahan perilaku seperti rewel, anoreksia, menangis tidak sperti biasanya, mengantuk, atau gangguan tidur dapat diamati. Demam mungkin tidak ada atau sedikit demi sedikit naik selama 1-2 hari, atau mulainya dapat mendadak dengan suhu mencapai 40,6o C atau lebih tinggi dengan atau tanpa menggigil sebagai prodromal. Sesudah masa waktu yang bervariasi, suhu turun ke normal atau lebih rendah, dan berkeringat. Demam paroksismal mungkin sangat singkat atau mungkin berakhir selama 2-12 jam, polanya yang khas biasanya kabur pada anak kurang dari 5 tahun. Keluhan meliputi nyeri kepala,mual,nyeri menyeluruh, terutama punggung dan kadang-kadang nyeri dalam perut, bila limpa telah membengkak dengan cepat dan nyeri. Pada infeksi vivax dan quartana yang didominasi oleh satu kelompok, demam merupakan manifestasi khas, pada yang pertama terjadi dengan interval 48 jam dan yang terakhir dengan interval 72 jam. Jika terjadi konvulsi, akan mereda bila demam turun. Lesi herpes mulut tidak jarang. Angka sel darah merah dan kadar hemoglobin dapat menurun dengan cepat,leucopenia bervariasi, tetapi monositosis sering dijumpai. Pada infeksi falsiparum demam kurang khas dan bahkan dapat terus menerus demam ini mungkin ditutupi oleh manifestasi berat yang berhubungan dengan system otak, paru, usus, atau kemih. Limpa biasanya lebih membesar pada infeksi vivax daripada falsiparum dapat terjadi perisplenitis , infark, dan bahkan robek dan sesudah serangan berulang limpa dapat men jadi lebih besar dan keras.

Gangguan fungsi ginjal ditunjukkan dengan oliguria, dan anuria dapat terjadi. Sindrom nefrotik, berkaitan dengan P.malariae pada anak yang tinggal di daerah endemic malaria; prognosis nya jelek. Hipoglikemia dapat dihubungkan dengan malaria falsiparum. Pada infeksi berat, dapat terjadi asidosis laktat, dengan gambaran konvulsi dan gangguan kesadaran.3VI.GAMBARAN LABORATORIUMAnemia pada malaria dapat terjadi akut maupun kronis; pada keadaan akut penurunan hemoglobin terjadi dengan cepat. Anemia pada malaria disebabkan kerusakan eritrosit oleh parasit, penekanan eritropoesis dan terjadinya hemolisis oleh proses imunologis. Pada malaria akut juga akan terjadi penghambatan eritropoesis pada sumsum tulang, tetapi bila parasitemia menghilang, sumsum tulang menjadi hipermik, pigmentasi aktif dengan hiperplasia dan normoblast. Pada darah tepi dapat dijumpai poikilositosis, anisosisotis, polikromatosis dan bintik-bintik basofilik yang menyerupai anemia pernisiosa. Dijumpai pula trombositopenia sehingga dapat mengganggu proses koagulasi. Pada malaria tropika yang berat maka plasma fibrinogen dapat menurun disebabkan peningkatan konsumsi fibrinogen karena terjadinya koagulasi intravaskular. Terjadi ikterus ringan dengan peningkatan bilirubin indirek dan tes fungsi hati yang abnormal seperti meningkatnya transaminase, kadar glukosa dan fosfatase alkali menurun. Plasma protein menurun terutama albumin, walaupun globulin meningkat. Perubahan ini tidak hanya disebabkan oleh demam semata melainkan juga karena meningkatnya fungsi hati. Hipokolesterolemia juga dapat terjadi pada malaria. Glukosa penting untuk respirasi plasmodia, yang berakibat penurunan glukosa darah dijumpai pada malaria tropika dan tertiana; hal ini mungkin berhubungan dengan kelenjar suprarenalis. Kalium dalam plasma meningkat pada saat demam, mungkin karena destruksi dari sel-sel darah merah. Laju endap darah meningkat pada malaria namun kembali normal setelah diberi pengobatan. Dapat juga terjadi asidosis walaupun sangat jarang. Nefritis akut jarang dijumpai, oleh karena perubahan pada ginjal terutama akibat proses degeneratif bukan karena peradangan. Sering dijumpai proteinuria dan gangguan ginjal sehingga menyebabkan terjadinya nefrosis kronik dengan retensi air, natrium dan azotemia terutama pada malaria kuartana. Otak pasien yang meninggal karena malaria serebral mengalami edematous dengan giri yang melebar dan pipih. Terlihat pembendungan pada daerah giri dan pada substansi kelabu terlihat pembendungan dan petekia. Pendarahan disekeliling kapiler dan arteriol terjadi sebagai akibat penyumbatan eritrosit yang mengandung parasit. Plasmodium falciparum menyerang semua bentuk eritrosit mulai dari retikulosit sampai eritrosit yang telah matang. Pada pemeriksaan darah tepi baik hapusan maupun tetes tebal terutama dijumpai parasit muda bentuk cincin (ring form). Juga dijumpai gametosit dan pada kasus berat yang biasanya disertai komplikasi, dapat dijumpai bentuk skizon. Pada kasus berat parasit dapat menyerang sampai 20% eritrosit. Bentuk seksual/gametosit muncul dalam waktu satu minggu dan dapat bertahan sampai beberapa bulan setelah sembuh. Tanda-tanda parasit malaria yang khas pada sediaan tipis, gametositnya berbentuk pisang dan terdapat bintik Maurer pada sel darah merah. Pada sediaan darah tebal dapat dijumpai gametosit berbentuk pisang, banyak sekali benuk cincin tanpa bentuk lain yang dewasa (stars in the sky), terdapat balon merah di sisi luar gametosit. Plasmodium vivax terutama menyerang retikulosit. Pada pemeriksaan darah tepi baik hapusan tipis maupun tetes tebal biasanya dijumpai semua bentuk parasit aseksual dari bentuk ringan sampai skizon. Biasanya menyerang kurang dari 2% eritrosit. Tanda-tanda parasit malaria yang khas pada sediaan darah tipis, dijumpai sel darah merah membesar, terdapat titik Schuffner pada sel darah merah dan sitoplasma amuboid. Pada sediaan darah tebal dijumpai sitoplasma amuboid (terutama pada tropozoit yang sedang berkembang) dan bayangan merah di sisi luar gametosit. Plasmodium malariae terutama menyerang eritrosit yang telah matang. Pada sediaan hapus darah perifer tipis maupun tebal dapat dijumpai semua bentuk parasit aseksual. Biasanya parasit menyerang kurang dari 1% dari jumlah eritrosit. Parasit pada sediaan darah tepi tipis berbentuk khas seperti pita (band form), skizon berbentuk bunga ros (rosette form), tropozoit kecil bulat dan kompak berisi pigmen yang menumpuk, kadang-kadang menutupi sitoplasma/ inti atau keduanya. 5

Gambar 3. Sediaan darah apus plasmodium

http://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/plasmodium-sedian-apus-darah1.jpgVII. DIAGNOSISPada daerah endemis diagnosis malaria tidak sulit, biasanya diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala serta tanda klinis. Tetapi walaupun di daerah bukan endemis malaria, diagnosis banding malaria harus dipikirkan pada riwayat demam tinggi berulang, apalagi disertai gejala trias yaitu demam, splenomegali dan anemia. Perlu diingat bahwa diagnosis malaria merupakan hasil pertimbangan klinis dan tidak selalu disertai hasil laboraturium oleh karena beberapa kendala pada pemeriksaan laboraturium. Ditemukannya beberapa parasit dalam sediaan darah seorang anak penduduk asli yang semi-imun menunjukkan adanya infeksi, tetapi anak tersebut tidak selalu harus sakit; mungkin parasit ditemukan secara tidak sengaja pada saat anak berobat untuk penyakit lain. Di lain pihak, dapat saja tidak ditemukan parasit pada pemeriksaan darah pada anak yang sedang sakit malaria. Maka untuk menemukan parasit di dalam darah harus di perhatikan waktu pengambilan spesimen darah dan apakah pasien sedang minum obat anti malaria (yang akan mengurangi kemungkinan ditemukannya parasit). diagnosis malaria tergantung pada identifikasi parasit dalam darah. Pada malaria falsiparum, pada mulanya hanya bentuk cincin yang mungkin ditemukan bulan sabit (gametosit) bergabung setelah 10 hari sampai 20% eritrosit mungkin terinfeksi.Pada hapusan darah,parasit dalam sel darah merah mempunyai kromatin merah dan sitoplasma kebiruan. Pada beberapa leukosit,terutama monosit,sisa parasit dan pigmen yang difagosit dapat dilihat. Parasit mula-mula harus dicari pada preparat darah tebal, karena pada infeksi ringan ia tidak mungkin ditemukan dalam preparat darah tipis yang terakhir adalah paling baik digunakan pada diferensiasi spesies. Karena parasit mungkin tidak ditemukan pada saat demam yang tinggi, pemeriksaan harus diulangi, lebih baik pada interval 12 jam. Pemeriksaan hapusan darah tepi tipis dengan pewarnaan Giemsa dan tes tebal merupakan metode yang baik untuk diagnosis malaria. Pada pemeriksaan hapusan darah tepi dapat dijumpai trombositopenia dan leukositosis. Peningkatan kadar ureum, kreatinin, bilirubin dan enzim seperti aminotransferase dan 5-nukleitidase. Pada penderita malaria berat yang mengalami asidosis, dijumpai pH darah dan kadar bikarbonat rendah. Kekurangan cairan dan gangguan elektrolit (natrium, kalium, klorida, kalsium dan fosfat) sering pula dijumpai. Kadar asam laktat dalam darah dan likuor serebrospinal juga meningkat. 3Tes serologis yang digunakan untuk diagnosis malaria adalah IFA (indirect luorescent antibody test), IHA (indirect hemaglutination test) dan ELISA (enzyme linked immunosorbent assay). Kegunaan tes serologis untuk diagnosis malaria akut sangat terbatas, karena baru akan positif beberapa hari setelah parasit malaria ditemukan dalam darah. Jadi sampai saat ini tes serologi merupakan cara terbaik untuk studi epidemiologi. Pada daerah endemis atau pernah endemis, tes serologi berguna untuk: menentukan berapa lama endemisitas berlangsung,

menentukan perubahan derajat transmisi malaria,

menentukan daerah malaria dan fokus transmisi.

Sedangkan di daerah non endemis, tes serologi digunakan untuk:

skrining donor darah,

menyingkirkan diagnosis malaria pada kasus demam sedangkan pada pemeriksaan darah tidak ditemukan parasit,

menentukan kasus dan mengidentifikasi spesies parasit malaria bila cara lain tidak berhasil.

Teknik diagnostik lainnya adalah pemeriksaan QBC (quantitative buffy coat), dengan menggunakan tabung kapiler dan pulasan jingga akridin kemudian diperiksa di bawah mikroskop fluoresens. Teknik mutakhir lain yang dikembangkan saat ini menggunakan pelacak DNA probe untuk mendeteksi antigen. Karena adanya berbagai variasi gejala malaria pada anak maka perlu dibedakan dengan demam oleh sebab penyakit lain seperti demam tifoid, meningitis, apendisitis, gastroenteritis atau hepatitis. Malaria dengan manifestasi klinis yang lebih ringan, harus dibedakan dengan influenza atau penyakit virus lainnya. 5VIII .DIAGNOSIS BANDING

Demam tifoid : demam lebih dari 7 hari ditambah keluhan sakit kepala , sakit perut (diare,obstipasi), lidah kotor, bradikardi relatif, leukopenia, limfositosis relatif, aneosinofilia, uji widalpostif bermakna, biakan empedu positif Demam dengue : demam tinggi terus menerus selama 2-7 hari, disertai keluhan sakit kepala, nyeri tulang,nyeri ulu hati, sering muntah,uji torniquet positif, penurunan jumlah trombosit, dan peninggian hemoglobin dan hematokrit.pada demam dengue, tes serologi inhibisi hemaglutinasi, IgM atau IgG anti dengue positif. Leptospirosis ringan : demam tinggi, nyeri kepala, mialgia, nyeriperut,mual,muntah , conjunctival injection, dan nyeri betis yang mencolok. Pemeriksaan serologi microscopic agglutination test (MAT) atau tes Leptodipstik positif. 1IX. PENATALAKSANAAN Pengobatan yang diberikan adalah pengobatan radikal malaria dengan membunuh semua stadium parasit yang ada di dalam tubuh manusia. Adapun tujuan pengobatan radikal untuk mendapat kesembuhan klinis dan parasitologik serta memutuskan rantai penularan.Semua obat anti malaria tidak boleh diberikan dalam keadaan perut kosong karena bersifat iritasi lambung. Oleh sebab itu penderita harus makan terlebih dahulu setiap akan minum obat anti malaria.

Pengobatan Malaria Tanpa Komplikasi.

Malaria Falsiparum

Lini pertama pengobatan malaria falsiparum adalah seperti yang tertera dibawah ini:

Lini pertama pengobatan malaria falciparum adalah Artemisinin Combination Therapy (ACT), Pada saat ini pada program pengendalian malaria mempunyai 2 sediaan yaitu :

Artesunate - Amodiaquin

Dihydroartemisinin - Piperaquin ( saat ini khusus digunakan untuk Papua dan wilayah tertentu)

Lini Pertama

Artesunat + Amodiakuin + Primakuin

Kemasan artesunate - amodiaquin yang ada pada program pengendalian malaria.

Kemasan Artesunat + Amodiakuin terdiri dari 2 blister yaitu blister amodiakuin terdiri dari 12 tablet @ 200mg = 153 mg amodiakuin basa , dan blister artesunat terdiri dari 12 tablet @ 50 mg, Obat kombinasi diberikan peroral selama tiga hari dengan dosis tunggal sebagai berikut:

Amodiakuin basa = 10 mg/kgbb

Artesunat = 4 mg/ kgbb

Kemasan Artesunat + Amodiakuin terdiri dari 3 blister (setiap hari 1 blister untuk dosis dewasa), setiap blester terdiri dari:

4 tablet artesunate @ 50 mg

4 tablet amodiaquin @ 150 mg

Primakuin yang beredar di Indonesia dalam bentuk tablet berwarna coklat kecoklatan yang mengandung 25 mg garam yang setara 15 mg basa. Primakuin diberikan per-oral dengan dosis tunggal 0,75 mg basa/ kgbb yang diberikan pada hari pertama. Primakuin tidak boleh diberikan kepada: Ibu hamil Bayi < 1 tahun

Penderita defisiensi G6-PD

Apabila pemberian dosis obat tidak memungkinkan berdasarkan berat badan penderita, pemberian obat dapat diberikan berdasarkan golongan umur seperti tertera pada tabel 5. Dosis maksimal penderita dewasa yang dapat diberikan untuk artesunat dan amodiakuin masing-masing 4 tablet, dan primakuin 3 tablet.Tabel IV.1. Pengobatan lini pertama malaria falsiparum menurut kelompok umur dengan Artesunat Amodiaquin

HariJenis obatJumlah tablet perhari menurut kelompok umur

0-1 Bulan2-11 bulan1-4 tahun5-9tahun10-14 tahun15

tahun

11Artesunat1234

Amodiaquin1234

Primaquin-

--1 22-3

2Artesunat1234

Amodiaquin1234

3Artesunat1234

Amodiaquin1234

Amodiakuin basa = 10 mg/kgbb dan Artesunat = 4 mg/kgbb.

Primakuin = 0,75 mg/kgbb

Catatan : Sebaiknya obat diberikan sesuai dengan berat badan, karena jika tidak sesuai dengan berat badan akan menimbulkan antara lain : Efek samping yang lebih berta karena dosis yang tidak tepat (berlebih) misalnya muntah, mual, sakit kepala .

Atau

Lini pertama lainnya :

Dihydroartemisinin + Piperaquin + Primakuin

(saat ini khusus digunakan untuk daerah Papua)

Tabel IV.2. Pengobatan lini pertama malaria falsiparum menurut

kelompok umur dengan Dihydroartemisinin+ Piperaquin(DHP)HariJenis obatJumlah tablet perhari menurut kelompok umur

0-1 Bulan2-11 bulan1-4 tahun5-9tahun10 -14 tahun>15Tahun

1DHP11 33 4

Primakuin 1 22 3

2DHP11 33 4

Dosis obat: Dihydroartemisinin = 2- 4 mg /kgBB

Piperaquin=16 - 32 mg / kgBB

Primakuin=0,75 mg/kgBB

Catatan : - Sebaiknya dosis pemberian DHA + PPQ berdasarkan berat badan, jika tidak mempunyai timbangan pemberian obat dapat berdasarkan kelompok umur.

dapat diberikan pada ibu hamil trimester 2 & 3Pengobatan lini kedua malaria falsiparum diberikan, jika pengobatan lini pertama tidak efektif dimana ditemukan: gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual tidak berkurang (persisten) atau timbul kembali (rekrudesensi).

2. Lini KeduaKina + Doksisiklin atau Tetrasiklin + Primakuin

Kina tablet

Tablet kina yang beredar di Indonesia adalah tablet yang mengandung 200 mg kina fosfat atau sulfat. Kina diberikan per-oral, 3 kali sehari dengan dosis 10mg/kgbb/kali selama 7 hari.

Doksisiklin

Doksisiklin yang beredar di Indonesia adalah kapsul atau tablet yang mengandung 50 mg dan 100 mg Doksisiklin HCI. Doksisiklin diberikan 2 kali per-hari selama 7 hari, dengan dosis orang dewasa adalah 4 mg/Kgbbari, sedangkan untuk anak usia 8 -14 tahun adalah 2 mg/kgbb/hari. Doksisiklin tidak diberikan pada ibu hamil dan anak usia < 8 tahun. Bila tidak ada doksisiklin, dapat digunakan tetrasiklinTetrasiklin

Tetrasiklin yang beredar di Indonesia adalah kapsul yang mengandung 250 mg atau 500 mg tetrasiklin HCI. Tetrasiklin diberikan 4 kali perhari selama 7 hari, dengan dosis 4 - 5 mg/kgBB/kali. Seperti halnya doksisiklin, tetrasiklin tidak boleh diberikan pada anak umur di bawah 8 tahun dan ibu hamil.Primakuin

Pengobatan dengan primakuin diberikan seperti pada lini pertama. Apabila pemberian dosis obat tidak memungkinkan berdasarkan berat badan penderita, pemberian obat dapat diberikan berdasarkan golongan umur. Dosis maksimal penderita dewasa yang dapat diberikan untuk kina 9 tablet, dan primakuin 3 tablet.Tabel IV.3.HariJenis obatJumlah tablet perhari menurut kelompok umur

0-11Bulan1-4tahun5-9tahun10 -14 tahun> 15 tahun

1Kina*)3 x 3 x 13 x 1 3 x (2-3)

Doksisiklin ---2 x 1 **)2 x 1 ***)

Primakuin-1 22 3

2 7 Kina*)3 x 3 x 13 x 1 3 x (2-3)

Doksisiklin ---2 x 1 **)2 x 1 ***)

*) Dosis diberikan kg/BB **) 2x 50 mg Doksisiklin ***) 2 x 100 mg DoksisiklinTabel IV.4. Pengobatan lini kedua untuk malaria falsiparum

HariJenis obatJumlah tablet perhari menurut kelompok umur

0-11 bulan1-4 tahun5-9 tahun10 -14 tahun> 15 tahun

1Kina*)3 x 3 x 13 x 1 3 x (2-3)

Tetrasiklin---*)4 x 1 **)

Primakuin-1 22 3

2 7Kina*)3 x 3 x 13 x 1 3 x (2-3)

Tetrasiklin---*)4 x 1 **)

Penderita*) Dosis diberikan kg/bb **) 4x 250 mg TetrasiklinPengobatan malaria vivaks, malaria ovale, malaria malariae Malaria vivaks dan ovalePengobatan malaria vivax dan ovale saat ini menggunakan ACT(Artemisinin Combination Therapy) yaitu artesunate + amodiaquin atau Dihydroartemisinin Piperaquin (DHP), yang mana DHP saat ini digunakan di Papua.Dosis obat untuk malaria vivax sama dengan malaria falciparum, dimana perbedaannya adalah pemberian obat primakuin selama 14 hari dengan dosis 0,25 mg / kg BB. Pengobatan efektif apabila sampai dengan hari ke-28 setelah pemberian obat, ditemukan keadaan sebagai berikut: klinis sembuh (sejak hari ke-4) dan tidak ditemukan parasit stadium aseksual sejak hari ke-7.

Pengobatan tidak efektif apabila dalam 28 hari setelah pemberian obat :

Gejala klinis memburuk dan parasit aseksual positif, atau Gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual tidak berkurang (persisten) atau timbul kembali sebelum hari ke 14 (kemungkinan resisten).

Gejala klinis membaik tetapi parasit aseksual timbul kembali antara hari ke 15 sampai hari ke 28 (kemungkinan resisten, relaps atau infeksi baru).

Pengobatan lini kedua malaria vivaks

Kina + Primakuin

Kina tablet

Tablet kina yang beredar di Indonesia adalah tablet yang mengandung 200 mg kina fosfat atau sulfat. Kina diberikan per-oral, 3 kali sehari dengan dosis 10mg/kgBB/kali selama 7 hari.

Dosis kina adalah 30 mg/kgBB/hari. Pemberian kina pada anak usia dibawah

tahun harus dihitung berdasarkan berat badan.

Primakuin

Dosis Primakuin adalah 0.25 mg/kgBB per hari yang diberikan selama 14 hari. Seperti pengobatan malaria pada umumnya, primakuin tidak boleh diberikan kepada: Ibu hamil, bayi < 1 tahun, dan penderita defisiensi G6-PD. Kombinasi ini digunakan untuk pengobatan malaria vivax yang resisten terhadap pengobatan ACT.

Tabel IV.5.HariJenis obatJumlah tablet per hari menurut kelompok umur

0-1 Bulan2-11 bulan1-4 tahun5-9 tahun10-14 tahun>15 tahun

1 7Kina*)*)3 x 3 x 13 x 13 x 3

1 14Primakuin--1

*) Dosis diberikan kg/bb3. Pengobatan malaria vivaks yang relapsPengobatan kasus malaria vivaks relaps (kambuh) sama dengan regimen sebelumnya hanya dosis primakuin ditingkatkan, primakuin diberikan selama 14 hari dengan dosis 0,5 mg/kgbb/hari.

Khusus untuk penderita defisiensi enzim G6PD yang dapat diketahui melalui anamnesis ada keluhan atau riwayat warna urin coklat kehitaman setelah minum obat (golongan sulfa, primakuin, kina, klorokuin dan Iain-lain), maka pengobatan diberikan secara mingguan.

Tabel IV.6. Pengobatan malaria vivaks penderita defisiensi G6PD

LamaMingguJenis obatJumlah tablet perminggu menurut kelompok umur

0 -1 Bulan2-11 bulan1-4 tahun5-9 tahun10 -14 tahun> 15 tahun

8 s/d 12Artesunat1233 4

8 s/d 12Amodiaquin1233 4

Pengobatan malaria malariaePengobatan malaria malariae cukup diberikan ACT 1 kali per-hari selama 3 hari, dengan dosis sama dengan pengobatan malaria lainnya.

Pengobatan malaria mix (P. Falciparum + P.vivax) dengan Artemisinin Combination Therapy (ACT).Pengobatan malaria mix diberikan pengobatan dengan ACT selama 3 hari serta pemberian primakuin pada hari I dengan dosis adalah 0,75 mg/kgBB dilanjutkan pada hari 2-14 primakuin dengan dosis 0, 25 mg/kgBB

Tabel IV.7. Pengobatan malaria mix (P.falciparum + P.vivax ) dengan Artesunat + Amodiaquin

HariJenis obatJumlah tablet perhari menurut kelompok umur

0-1 Bulan2-11 bulan1-4 tahun5-9 tahun10-14 tahun>15 Tahun

1Artesunat1234

A. Amodiakuin1234

B. Primakuin--122 3

2Artesunat1234

C. Amodiakuin1234

D. Primakuin1

3Artesunat1234

E. Amodiakuin1234

F. Primakuin--1

4 14

G. -Primakuin--1

Amodiakuin basa = 10 mg/kgbb dan Artesunat = 4 mg/kgbb.

ATAUTabel IV.8. Pengobatan malaria mix (P.falciparum + P.vivax ) dengan Dihydroartemisinin + Piperaquin(DHP)

HariJenis obatJumlah tablet perhari menurut kelompok umur

0 -1 Bulan2 -11 bulan1 -4tahun5-9tahun10 -14 tahun> 15 tahun

1DHP11,523 4

Primakuin--122 3

2DHP11,523 4

Primakuin--1

3DHP11,523 4

Primakuin--1

4 14Primakuin--1

Dosis obat: Dihydroartemisinin= 2- 4 mg IkgBB

Piperaquin

= 16 - 32 mg / kgBB

Catatan: Sebaiknya dosis pemberian obat berdasarkan berat badan, untuk menghindari kelebihan dosis obat dan efek samping obat yang berat, jika tidak mempunyai timbangan pemberian obat dapat berdasarkan kelompok umur. Untuk di daerah yang terpencil dan jauh dari fasilitas pelayanan kesehatan yang hanya dilayani oleh kader, maka kader tersebut dapat menggunakan obat untuk mengatasi gejala yaitu misalnya paracetamol. Pasien segera dirujuk ke Pustu atau Bidan Desa untuk dilakukan pemeriksaan RDT dan pengobatan ACT( dengan konfirmasi).

Pengobatan malaria dengan komplikasiDefinisi malaria berat/komplikasi adalah : ditemukannya Plasmodium falciparum

stadium aseksual dengan satu atau beberapa manifestasi klinis dibawah ini

(WHO,1997):

Malaria serebral (malaria otak) adalah malaria dengan penurunan kesadaran. Penilaian derajat penurunan kesadaran dilakukan berdasarkan GCS (Glasgow coma scale) pada dewasa GCS yaitu < 15 sedangkan pada anak berdasarkan Blantyre Coma Scale yaitu < 3 (tabel 2) atau koma lebih dari 30 menit setelah serangan kejang yang tidak disebabkan oleh penyakit lain.

Anemia berat (Hb < 5 gr% atau hematokrit 10.000/uL; apabila anemianya hipokromik mikrositik harus dikesampingkan adanya anemia defisiensi besi, talasemia/hemoglobinopati lainnya.

Gagal ginjal akut (urin < 400 ml/24 jam pada orang dewasa atau 3 mg%).

Edema paru atau Acute Respiratory Distress Syndrome.

Hipoglikemi: gula darah < 40 mg%.

Gagal sirkulasi atau syok: tekanan sistolik 2 kali per 24 jam setelah pendinginan pada hipertermia.

Asidemia (pH:< 7,25) atau asidosis (bikarbonat plasma < 15 mmol/L).

Makroskopik hemoglobinuri oleh karena infeksi malaria akut (bukan karena obat anti malaria pada seorang dengan defisiensi G-6-PD).

Beberapa keadaan lain yang juga digolongkan sebagai malaria berat: Gangguan kesadaran ringan (GCS < 15)

Kelemahan otot (tak bisa duduk/berjalan) tanpa kelainan neurologik

Hiperparasitemia > 5 %.

Ikterus (kadar bilirubin darah > 3 mg%)

Hiperpireksia (temperatur rektal > 40o C pada orang dewasa, > 41 o C pada anak).1X. KOMPLIKASI

Hampir semua kematian akibat malaria disebabkan oleh P.falciparum. pada infeksi P.falciparum dapat menimbulkan malaria berat dengan komplikasi umumnya digolongkan sebagai malaria berat yang menurut WHO didefinisikan sebagai infeksi P.falciparum stadium aseksual dengan satu atau lebih komplikasi sebagai berikut : Malaria serebral : gangguan kesadaran pada malaria disebabkan adanya berbagai mekanisme seperti gangguan metabolisme diotak , peningkatan asam laktat, peningkatan sitokin dalam darah

Anemia berat : suatu keadaan dimana kadar hemoglobin 100.000/ul

Hipoglikemia: suatu keadaan dimana kadar gula darah sewaktu 50%

b. mortalitas dengan kegagalan 4 atau lebih fungsi organ adalah >75%

c. adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan mortalitas yaitu :

* kepadatan parasit < 100.000/ul, maka mortalitas 100.000/ul maka mortalitas > 1%.* kepadatan parasit > 500.000/ul maka mortalitas > 50%.6XII. PENCEGAHAN1. Pemakaian obat antimalaria

Semua anak dari daerah non-endemis malaria apabila masuk ke daerah endemis malaria, maka 2 minggu sebelumnya sampai dengan 4 minggu setelah keluar dari daerah endemis malaria, tiap minggu diberikan obat anti malaria.

a. Klorokuin basa 5 mg/kgBB basa (8,3 mg garam, maksimal 300 mg basa), sekali seminggu atau

b. Fansidar atau suldox dengan dasar pirimetamin 0,5 0,75 mg/kgBB atau sulfadoksin 10 15 mg/kgBB sekali seminggu (hanya untuk umur > 6 bulan). 2. Menghindari dari gigitan nyamuk

a. Memakai kelambu atau kasa anti nyamuk

b. Menggunakan obat pembunuh nyamuk.3. Vaksin malaria

Vaksin malaria merupakan tindakan yang diharapkan dapat membantu mencegah penyakit ini, tetapi adanya bermacam stadium pada perjalanan penyakit malaria menimbulkan kesulitan pembuatannya. Penelitian pembuatan vaksin malaria ditujukan pada 2 jenis vaksin, yaitu:

a. Proteksi terhadap ketiga stadium parasit:

Sporozoit yang berkembang dalam nyamuk dan menimbulkan infeksi pada manusia

Merozoit yang menyerang eritrosit

Gametosit yang menyebabkan infeksi pada nyamuk

b. Rekayasa genetika atau sintesis polipeptida yang relevan

Jadi pendekatan pembuatan vaksin yang berbeda-beda mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing, tergantung tujuan mana yang akan dicapai. Vaksin sporozoit P.falciparum merupakan vaksin yang pertama kali diuji coba, dan apabila telah berhasil, dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas malaria tropika terutama anak dan ibu hamil. Dalam waktu dekat akan diuji coba vaksin dengan rekayasa genetika. 7BAB IIIKESIMPULAN

Kesimpulan Malaria merupkan suatu penyakit yang bersifat akut maupun kronik yang disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium yang ditandai dengan demam,anemia dan pembesaran limpa. Plasmodium sebagai penyebab malaria terdiri dari 4 spesies yaitu, P.falciparum, P.ovale, P.vivax, P.malariae. Malaria juga melibatkan hospes perantara yaitu nyamuk anopheles betina . penatalaksanaan yang efektif dan efisien kepada pasien yang meliputi diagnosis secara dini dan pengobatan yang cepat dan tepat untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

DAFTAR PUSTAKA

1. Pedoman penatalaksanaan kasus malaria di Indonesia .2008. diunduh pada tanggal 19 Januari 2015. Diunduh dari : www.pppl.depkes.go.id/_asset/_download /pedoman_penatalaksanaan_kasus_malaria_di_Indonesia.pdf

2. Latief Abdul, M Partogi, Pudijadi Antonius,dkk. dalam Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2000.3. Nelson E Waldo,Behrman E Richard,Kliegman Robert, Arvin. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC,2012.4. Malaria. 2009 .diunduh pada tanggal 17Januari 2015. Diunduh dari: World Health Organization Division of Control of Tropical Diseases, Web site: http://www.microbiologybytes.com/introduction/Malaria.html5. Soedarmo SP, Garna H & Hadinegoro SR. Bab XLII Malaria. dalam Buku Ajar: Infeksi & Pediatri Tropis. 2nd ed. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2008.6. Harijanto PN, Nugroho A & Gunawan CA. dalam buku Malaria dari Molekuler ke Klinis. 2nd ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 20107. PrabowoArlan. dalam buku Malaria mencegah dan mengatasinya. Jakarta: Penerbit Puspa Swara ;2004.1