skenario2

23
LAPORAN DISKUSI TUTORIAL BLOK KULIT SKENARIO 2 PLENTING-PLENTING BERAIR dan NYERI Oleh Kelompok 17: Dewi Okta A (G0009056) Ahmad Afiyyuddin N (G0009008) Annisa Marsha Evanti (G0009020) David Kurniawan S (G0009050) Devi Purnamasari S (G0009054) Gia Noor Pratami (G0009092) Gloria K Evasari (G0009094) Ichsanul Amy H (G0009104) Isfalia Muftiani (G0009112) Kristianto Aryo N (G0009118) Siti Arifah (G0009200)

Upload: gia-noor-pratami

Post on 02-Jan-2016

279 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: skenario2

LAPORAN DISKUSI TUTORIAL

BLOK KULIT

SKENARIO 2

PLENTING-PLENTING BERAIR

dan NYERI

Oleh

Kelompok 17:

Tutor: Nugrohoaji Dharmawan, dr.,Mkes, Sp.KK

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

2011

Dewi Okta A (G0009056)

Ahmad Afiyyuddin N (G0009008)

Annisa Marsha Evanti (G0009020)

David Kurniawan S (G0009050)

Devi Purnamasari S (G0009054)

Gia Noor Pratami (G0009092)

Gloria K Evasari (G0009094)

Ichsanul Amy H (G0009104)

Isfalia Muftiani (G0009112)

Kristianto Aryo N (G0009118)

Siti Arifah (G0009200)

Page 2: skenario2

BAB I

PENDAHULUAN

A. SKENARIO

PLENTING-PLENTING BERAIR

Seorang wanita usia 55 tahun datang ke poliklinik kulit dan kelamin RS dr

Muwardi dengan keluhan plenting-plenting berair pada wajah sebelah kiri.

Keluhan disertai dengan rasa sangat nyeri seperti ditusuk-tusuk jarum. Keluhan

berawal sejak 3 hari yang lalu berupa plenting-plenting berair dengan dasar merah

yang muncul semakin banyak dan bergerombol. Sejak 1 hari yang lalu penderita

mengeluh mulutnya mencong ke kiri dan telinga berdenging. Dari anamnesa

didapatkan dahulu penderita pernah terkena sakit cacar air pada usia 10 tahun.

Sejak 1 minggu sebelum keluhan muncul, penderita sering bekerja lembur

sehingga merasa kecapaian.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan vesikel berkelompok dengan dasar eritem di

regio fasialis sinistra. Oleh dokter dilakukan pemeriksaan penunjang dan

penatalaksanaan selanjutnya.

Page 3: skenario2

BAB II

DISKUSI DAN STUDI PUSTAKA

Berdasarkan kasus pada skenario maka dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Riwayat penyakit sekarang: plenting-plenting berair pada wajah sebelah kiri,

sejak 3 hari yang lalu dengan dasar merah yang muncul semakin banyak dan

bergerombol. 1 hari yang lalu mengeluh mulutnya mencong ke kiri dan telinga

berdenging.

2. Riwayat penyakit dahulu: pernah terkena cacar air pada usia 10 tahun

3. Pemeriksaan fisik: didapatkan vesikel berkelompok dengan dasar eritem d

regio fasialis sinistra.

Dari beberapa gejala di atas maka diagnosis bandingnya adalah herpes Zoster,

Varicela, dan herpes simpleks.

Diagnosis Banding

1. Herpes Simplex

Herpes simplex merupakan infeksu akut yang disebabkan oleh virus

herpes simplex (virus herpes hominis) tipe I atau tipe II yang ditandai oleh

adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan

eritematosa pada daerah dekat mukokutan, sedangkan infeksi dapat

berlangsung baik primer maupun rekurens.

a. Epidemiologi

Penyakit ini tersebar kosmopolit dang menyerang baik pria maupun

wanita dengan frekuensi yang tidak berbeda. Infeksi primer oleh virus

herpes simplex tipe I biasanya dimulai pada usia anak-anak,

sedangkan HSV tipe II biasanya terjadi pada decade II atau III, dan

berhubungan dengan peningkatan ativitas seksual.

b. Etiologi

VHS tipe I dan II merupakan virus herpes hominis yang merupakan

virus DNA. PEmbagian tipe I dan II berdasarkan karakteristik

pertumbuhan pada media kultur, antigenic marker, dan lokasi klinis

(tempat predileksi).

Page 4: skenario2

c. Gejala klinis

1. Infeksi primer

Berlangsung kira-kira 3 minggu dan sering disertai gejala sistemik,

misalnya demam, malaise, anoreksia, dan dapat ditemukan

pembengkakan kelenjar getah bening regional.

Tempat predileksi VHS tipe I di daerah pinggang ke atas terutama

daerah mulut dan hidung, biasanya dimulai pada usia anak-anak.

Inokulasi dapat terjadi secara kebetulam, misalnya kontak kulit pada

perawat, dokter gigi, atau pada orang yang sering mengigit jari

(herpetic whitlow). Virus ini juga sebagai penyebab herpes ensefalitis.

Tempat predileksi VHS tipe II di daerah pinggng ke bawah, terutama

di daerah genital, juga dapat menyebabkan herpes meningitis dan

infeksi neonates.

Kelainan klinis yang dijumpai berupa vesikel berkelompok di atas

kulit sembab dan eritematosa, berisi cairan jernih dan kemudian

menjadi seropurulen, dapat menjadi krusta dan kadang-kadang

mengalami ulserasi yang dangkal, biasanya sembuh tanpasikatriks.

Pada perabaan tidak terdapat indurasi. Kadang-kadang dapat timbul

infeksi sekunder sehingga member gambaran yang tidak jelas.

2. Fase Laten

Tidak ditemukan gejala klinis, tetapi VHS dapat ditemukan dalam

keadaan tidak aktif pada ganglion dorsalis. Penularan dapat terjadi

pada fase ini, akibat pelepasan virus yang terus berlangsung meskipun

dalam jumlah sedikit.

3. Infeksi rekurens

Reaktivasi VHS pada ganglion dorsalis mencapai kulit sehingga

mengalami gejala klinis. Dapat dipicu oleh trauma fisik (demam,

infeksi, kurang tidur, hubungan seksual, dan sebagainya), trauma

psikis (gangguan emosional), obat-obatan (kortikosteroid,

imunosupresif), menstruasi, dan dapat pula timbul akibat jenis

makanan dan minuman yang merangsang.

Page 5: skenario2

Gejala klinis yan timbul lebih ringan daripada infeksi primer dan

berlangsung kira-kira 7-10 hari. Sering ditemukan gejala prodormal

local sebelum timbul vesikel, berupa rasa panas, gatal, dan nyeri.

Dapat timbul pada tempat yang sama (loco) atau tempat yang

lain/tempat di sekitarnya (non loco).

d. Pemeriksaaan penunjang

Virus herpes dapat ditemukan pada vesikel dan dapat dibiakkan. Jika

tidak ada lesi dapat diperiksa entibodi VHS. Pada percobaan Tzanck

dengan pewarnaan Giemsa dari bahan vesikel dapat ditemukan sel

datia berinti banyak dan badan inklusi intranuklear.

e. Penatalaksanaan

1. Medikamentosa

Belum ada terapi radikal

Pada serangan pertama, diberikan :

a. Asiklovir 200mg per oral 5 kali sehari selama 7 hari

b. Asiklovir 5mg/kgBB, intravena tiap 8 jam selama 7 hari (bila

gejala sistemik berat)

c. Preparat isoprinosin sebagai imunomodulator

d. Asiklovir per enteral atau preparat adenine arabinosid

(vitarabin) untuk penyakit yang lebih berat atau jika timbul

komplikasi pada alat dalam

Pada infeksi rekuren, umumnya tidak perlu diobati karena bisa

membaik, namun bila perlu dapat diobati dengan krim asiklovir.

Bila pasien dengan gejala berat dan lama, berikan asiklovir

200mg per oral 5 kali sehari. Jika timbul ulserasi dapat

dilakukan kompres.

2. Non medikamentosa

Memberikan pendidikan pada pasien dengan menjelaskan hal-hal

sebagai berikut :

Bahaya PMS dan komplikasinya

Pentingnya mematuhi pengobatan yang diberikan

Page 6: skenario2

Cara penularan PMS dan perlunya pengobatan untuk pasangan

seks tetapnya

Hindari hubungan seksual sebelum sembuh

Cara menghindari infeksi PMS di masa mandatang

f. Prognosis

Prognosis baik bila pengobatan dilakukan secara dini dan tepat, yakni

masa penyakit berlangsung lebih singkat dan rekurensi lebih jarang.

2. Herpes Zoster

Herpes Zoster (dampa, cacar ular) adalah penyakit yang disebabkan

infeksi virus varisela-zoster yang menyerang kulit dan mukosa. Infeksi ini

merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer. Kadanng-

kadang infeksi primer berlangsung subklinis. Frekuensi penyakit pada pria

dan wanita sama, lebih sering mengeani usia dewasa.

a. Patogenesis

Masa inkubasinya 7-12 hari. Masa aktif penyakit berupa lesi baru yang

tetap timbul berlangsung kira-kira 1-2 minggu. Virus berdiam di

ganglion posterior susunan saraf tepid an ganglion kranialis. Lokasi

kelainan kulit setingkat dengan daerah persarafan ganglion. Kadang-

kadang virus menyerang ganglion anterior bagian motorik kranialis

sehingga memberikan gejala gangguan motorik.

b. Manifestasi klinis

Daerah yang paling sering terkena adalah daerah torakal. Terdapat

gejala prodormal sistemik (demam, ousing, malaise) maupun local

(nteri otot-tulang, gatal, pegal, dan sebagainya). Setelah itu timbul

eritema yang dalam waktu singkat menjadi vesikel yang berkelompok

dengan dasar kulit yang eritematosa dan edema. Vesikel ini berisi

cairan yang jernih, kemudian menjadi keruh (berwarna abu-abu), dapat

menjadi pustule dan krusta. Kadang-kadang vesikel mengandung

darah, disebut herpes zoster hemoragik. Dapat timbul infeksi sekunder

sehingga menimbulkan ulkus dengan penyembuhan berupa sikatriks.

Page 7: skenario2

Di samping gejala kulit dijumpai pembesaran kelenjar getah bening

regional. Lokalisasi penyakit unilateral dan bersifat dermatomal sesuai

tempat persyarafan. Kelainan motorik lebih lebih sering berupa kelaian

sentral daripada perifer. Terdapat hiperestesi pada daerah yang terkena.

Kelainan pada muka sering disebabkan oleh gangguan nervus

trigeminus (dengan ganglion gaseri) atau nervus facialis dan otikus

(dari ganglion genikulatum).

Pada herpes zoster oftalmikus terjadi infeksi cabang pertama nervus

trigeminus yang menimbulkan kelaian pada mata serta cabang kedua

dan ketiga yang menyebabkan kelainan kulit pada daerah

persarafannya. Sindrome Ramsay Hunt diakibatkan gangguan nervus

fasialis dan otikus sehingga memberikan gejala paralisis otot muka

(paralisis Bell), kelainankulit sesuai tingkat persyarafan, tinnitus,

vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus, dan nausea, juga gangguan

pengecapan. Pada herpes zoster abortif penyakit berlangsung dalam

waktu singkat dan kelaian kulitnya hanya berupa beberapa vesikel dan

eritema. Kelaian kulit pada herpes zoster generalisata adalah unilateral

dan segmental ditambah yang menyebar secara generalisata berupa

vesikel soliter dan ada umbilikasi. Kasus ini terutama terjadi pada

orang tua atau pada orang yang kondisi fisiknya sangat lemah,

misalnya pada pasien limfoma maligna. Neuralgia pasca hepetik

adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas penyembuhan, dapat

berlangsung sampai beberap bulan bahkan bertahun-tahun dengan

gradsi nyeri bervariasi dalam kehidupan sehari-hari. Cenderung

dijumpai pada orang yang mendapat herpes zoster di atas usia 40

tahun.

c. Pemeriksaan penunjang

Pada pemeriksaan penunjang percobaan Tzank dapat ditemukan sel

datia berinti banyak.

d. Penatalaksanaan

Page 8: skenario2

Terapi sistemik umunya bersifat simptomatik, untuk nyerinya

diberikan analgetik. Jika disertai infeksi sekunder diberikan antibiotic.

Pada herpes zoster oftalmikus mengingat komplikasinya serta pasien

dengan defisiensi imunitas diberikan antiviral atau imunostimulator.

Antiviral yang biasa diberikan adalah asiklovir sejak lesi muncul

dalam tiga hari pertama karena lewat dari masa ini pengobatan tidak

efektif. Dosis anjuran 5x800 mg/hari selama 7 hari. Atas

pertimbanganbiaya dapat digunakan dosis 5x400 mg selama 7 hari.

Imunostimulator yang biasa digunakan ialah isoprinosin

50mg/kgBB/hari, dosis maksimal 3000mg sehari. Obat ini juga

diberikan dalam 3 hari pertama lesi muncul.

Kortikosteroid diindikasikan untuk Sindrom Ramsay Hunt untuk

mencegah fibrosis ganglion. Pemberian harus sedini-dininya untuk

mencegah paralisis. Biasa diberikan prednisone 3x20 mg/hari, setelah

seminggu dosis diturunkan bertahap. Dosis prednisone yang tinggi

akan menekan imunitas sehingga lebih baik digabung dengan obat

antiviral.

Pengobatan topical bergantung pada stadium. Pada stadium vesikel

diberikan bedak untuk mencegah pecahnya vesikel agar tidak terjadi

infeksi sekunder. Bila erosive diberikan kompres terbuka. Kalau terjadi

ulserasi dapat diberikan salep antibiotic.

e. Komplikasi

Pada usia di atas 40 tahun kemungkinan terjadi neuralgia pasca

herpetika

f. Prognosis

Umumnya baik, pada herpes zoster oftalmikus prognosis bergantung

pada tindakan perawatan secara dini.

(Adhi, 2007).

3. Varicella

Varicella (Cacar Air) adalah penyakit infeksi yang umum yang biasanya

terjadi pada anak-anak dan merupakan akibat dari infeksi primer Virus

Page 9: skenario2

Varicella Zoster. Varicella pada anak, mempunyai tanda yang khas berupa

masa prodromal yang pendek bahkan tidak ada dan dengan adanya bercak gatal

disertai dengan papul, vesikel, pustula, dan pada akhirnya, crusta, walaupun

banyak juga lesi kult yang tidak berkembang sampai vesikel.

Normalnya pada anak, gejala sistemik biasanya ringan. Komplikasi yang serius

biasanya terjadi pada dewasa dan pada anak dengan defisiensi imunitas seluler,

dimana penyakit dapat bermanifestasi klinis berupa, erupsi sangat luas, gejala

konstitusional berat, dan pneumonia. Terdapat kemungkinan fatal jika tidak

ada terapi antivirus yang diberikan. Vaksin Live Attenuated (Oka) mulai

diberikan secara rutin pada anak yang sehat diatas umur 1 tahun 1995. Setelah

itu, insidensi varisella dan komplikasinya mulai menurun di Amerika Serikat.

Telah banyak negara bagian yang mewajibkan vaksin ini diberikan sebagai

syarat masuk sekolah.

Varicella disebabkan oleh Varicella Zooster Virus (VZV) yang termasuk

kelompok Herpes Virus dengan diameter kira-kira 150 – 200 nm. Inti virus

disebut capsid yang berbentuk icosahedral, terdiri dari protein dan DNA yang

mempunyai rantai ganda yaitu rantai pendek (S) dan rantai panjang (L) dan

merupakan suatu garis dengan berat molekul 100 juta dan disusun dari 162

capsomer. Lapisan ini bersifat infeksius. Varicella Zoster Virus dapat

menyebabkan varicella dan herpes zoster. Kontak pertama dengan virus ini

akan menyebabkan varicella, oleh karena itu varicella dikatakan infeksi akut

primer, sedangkan bila penderita varicella sembuh atau dalam bentuk laten dan

kemudian terjadi serangan kembali maka yang akan muncul adalah Herpes

Zoster.

Gejala Klinis. Gejala mulai timbul dalam waktu 10-21 hari setelah

terinfeksi pada anak-anak yang berusia diatas 10 tahun, gejala awalnya berupa

sakit kepala demam sedang dan rasa tidak enak badan, gejala tersebut biasanya

tidak ditemukan pada anak-anak yang lebih musa. Pada permulaannya,

penderita akan merasa sedikit demam, pilek, cepat merasa lelah, lesu, dan

lemah. Gejala-gejala ini khas untuk infeksi virus. Pada kasus yang lebih berat,

bisa didapatkan nyeri sendi, sakit kepala dan pusing. Beberapa hari kemudian

Page 10: skenario2

timbullah kemerahan pada kulit yang berukuran kecil yang pertama kali

ditemukan di sekitar dada dan perut atau punggung lalu diikuti timbul di

anggota gerak dan wajah. Kemerahan pada kulit ini lalu berubah menjadi

lenting berisi cairan dengan dinding tipis. Ruam kulit ini mungkin terasa agak

nyeri atau gatal sehingga dapat tergaruk tak sengaja. Jika lenting ini dibiarkan

maka akan segera mengering membentuk keropeng (krusta) yang nantinya

akan terlepas dan meninggalkan bercak di kulit yang lebih gelap

(hiperpigmentasi). Bercak ini lama-kelamaan akan pudar sehingga beberapa

waktu kemudian tidak akan meninggalkan bekas lagi.

(Ramona, 2008).

Dari beberapa diagnosis banding di atas, maka pasien pada skenario lebih

mengarah terkena penyakit Herpes Zoster.

Pembahasan Kasus Skenario

Keluhan plenting-plenting berair pada wajah sebelah kiri. Keluhan

disertai dengan rasa nyeri yang ditusuk-tusuk jarum. Plenting – plenting berair

merupakan gejala dari penyakit kulit. Plenting-plenting atau vesikel ini hanya

terjadi pada wajah sebelah kiri. Kejadian ini biasa nya ditemukan pada penyakit

herpes zoster karena menyerang ganglion sensoris sehingga vesikel yang timbul

hanya pada salah satu sisi saja. Hal ini diperkuat dengan gejala khas yaitu yaitu

nyeri yang rasa nya seperti ditusuk-tusuk jarum.

Keluhan berawal sejak 3 hari yang lalu berupa vesikel berair dengan

dasar merah yang muncul semakin banyak dan bergerombol. Pada infeksi

virus varicella zoster, lesi awal berupa makula dan papula yang eritematous,

kemudian dalam waktu 12 - 24 jam akan berkembang menjadi vesikel dan akan

berlanjut menjadi pustula pada hari ke 3 - 4 dan akhirnya pada hari ke 7 - 10 akan

terbentuk krusta dan dapat sembuh tanpa parut, kecuali terjadi infeksi sekunder

bakterial. Lesi kulit yang khas dari herpes zoster yaitu lokalisasinya biasanya

unilateral dan jarang melewati garis tengah tubuh. Lokasi yang sering dijumpai

yaitu pada dermatom T3 hingga L2 dan nervus ke V dan VII (Ramona, 2008).

Page 11: skenario2

Pada pasien imunokompromais dapat terjadi herpes zoster desiminata dan

dapat mengenai alat visceral seperti paru, hati, otak dan disseminated

intravascular coagulophaty (DIC) sehingga dapat berakibat fatal. Lesi pada

kulitnya biasanya sembuh lebih lama dan dapat mengalami nekrosis, hemoragik

dan dapat terbentuk parut (Ramona, 2008).

Sejak 1 hari yang lalu penderita mengeluh mulut nya mencong kiri

dan telinga berdenging. Setelah teraktivasi dari fase laten, virus ini akan

menyebabkan infeksi pada ganglion genikulatum sehingga mengakibatkan

kelumpuhan di cabang-cabang yang dipersarafi nervus tersebut. Akar sensoris

saraf fasialis (pars intermedia) yang terkena pembengkakan menekan saraf

vestibular dan koklear sehingga menyebabkan paralisis wajah yaitu mulut yang

mencong ke kiri.

Pasien mempunyai riwayat penyakit cacar air atau varicela pada usia

10 tahun. Varicela atau cacar air merupakan penyakit yang disebabkan oleh

infeksi virus varicel zoster. Varicela merupakan infeksi akut primer oleh virus

varicela zoster yang menyerang kulit dan mukosa. Transmisi penyakit secara

aerogen dan menyerang terutama pada anak-anak. Infeksi primer virus ini

menyebabkan penyakit varicela sedangkan reaktivasinya menyebabkan herpes

zoster. Gejala klinis mulai gejala prodromal yaitu demam yang tidak terlalu

tinggi,malese, dan nyeri kepala,kemudian disusul timbulnya erupsi kuliat berupa

papul eritematosa yang dalam waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel.

Bentuk vesikel khas berupa tetesan embun (tear drops). Vesikel ini akan berubah

menjadi pustul dan kemudian menjadi krusta. Sementara proses

berlangsung,timbul lagi vesikel-vesikel baru sehingga menimbulkan gambaran

polimorf. Penyebaran terutama di daerah padan dan kemudian menyebar secara

sentifugal ke muka dan ekstremitas,serta dapat menyerang mult,selaput lendir

mata,dan saluran pernafasan bagian atas. Jika terdapat infeksi sekunder terdapat

pembesaran kelenjar getah bening regioanl. Penyakit ini biasanya disertai rasa

gatal (Adhi, 2007).

Virus varicela zoster mampu melakukan reaktivasi yang terjadi setelah

infeksi primer karena virus berdiam di ganglion posterior susunan saraf tepi dan

Page 12: skenario2

ganglion kranialis (dormant) (Ramona, 2008). Berbagai faktor yang menyebabkan

menurunnya imunitas seluler seperti pada penderita karsinoma, penderita yang

mendapat pengobatan imunosupresive termasuk kortikosterois, pada penerima

organ transplantasi, bahkan saat kelelahan pun dapat menyebabkan reaktivasi

virus ini. Pada skenario pasien dalam satu minggu terakhir sering bekerja lembur

sehingga merasa kecapaian. Hal ini mampu mencetuskan timbulmya herpes

zoster.

Untuk pemeriksaan virus varicella zoster (VZV) dapat dilakukan beberapa

test yaitu:

1. Tzanck smear

a. Preparat diambil dari discraping dasar vesikel yang masih baru,

kemudian diwarnai dengan pewarnaan HE, Giemsa’s, wright’s,

toluidine blue ataupun papancolaou’s. Dengan miroskop cahaya akan

dijumpai mulitnucleated giat cells.

b. Sensitifitasnya sekitar 84%.

c. Tes ini tidak dapat membadakan antara virus varicella zoster dengan

herpes simplex virus.

2. Direct fluorescent assay (DFA)

a. Preparat diambil dari discraping dasar vesikel tapi apabila sudah

berbentuk krusta, pemeriksaan dengan DFA kurang sensitif.

b. Hasil pemeriksaan cepat.

c. Tes ini dapat menemukan antigen virus vaicella zoster.

d. Pemeriksaan ini dapat membedakan antara virus varicella zoster

dengan herpes simplex virus.

3. Polymerase chain reaction (PCR)

a. Pemeriksaan sangat cepat dan sangat sensitif.

b. Dapat digunakan berbagai jenis preparat, seperti scarping dasar

vesikel dan bila sudah berbentuk krusta dapat juga digunakan sebagai

preparat, dan CSF.

c. Sensitifitasnya berkisar 97-100%.

d. Dapat menemukan nucleicacid dari virus varicella zoster.

Page 13: skenario2

4. Biopsi kuit

Hasil pemeriksaan histopatoogis: tampak vesikel intraepidermal dengan

degenerasi sel epidermal dan acantholysis. Pada drmis bagian atas

dijumpai adanya lymphocytyc infiltrate.

(Mc Cary, 1999).

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah:

A. Pengobatan topikal

1. Pada stadium vesikular diberi bedak salisil 2% atau bedak kocok

kalamin untuk mencegah vesikel pecah.

2. Bila vesikel pecah dan basah diberikan kompres terbuka

dengan larutan antiseptik atau kompres dingin dengan larutan

Burrow 3x sehari selama 20menit.

3. Apabila lesi berkrusta dan agak basah dapat diberikan salep

antibiotik (basitrasin/polisporin) utuk mencegah infeksi sekunder

selama 3x sehari.

B. Pengobatan sistemik

Terapi sistemik umumnya bersifat simtomatik, untuk nyerinya

diberikan analgetik. Jika disertai infeksi sekunder, diberikan antibiotik.

Indikasi obat antiviral ialah herpes zoster oftalmikus dan pasien

dengan defisiensi imunitas mengingat komplikasinya. Obat yang biasa

digunakan adalah:

1. Asiklovir 5 x 800 mg sehari dan biasanya diberikan 7 hari.

2. Valasiklovir 3 x 1000 mg sehari.

Untuk neuralgia pascaherpetik belum ada obat pilihan. Obat yang

direkomendasikan diantaranya Gabapentin 1800 mg – 2400 mg sehari.

Mula-mula dosis rendah kemudian dinaikkan secara bertahap untuk

menghindari efek samping.

Indikasi pemberian kortikosteroid adalah untuk sindrom Ramsay

Hunt. Pemberian harus sedini mungkin untuk mencegah terjadinya

paralisis. Diberikan prednison 3 x 20 mg sehari, setelah semingu dosis

diturunkan secara bertahap (Adhi, 2007).

Page 14: skenario2

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pasien mengalami sindrom Ramsay-Hunt dengan dua kriteria terpenuhi, yaitu

bell’s palsy dan tinitus. Herpes zooster yang diderita pasien merupakan reaktivasi

virus varicela zooster, cacar air yang pernah diderita pasien saat berumur 10

tahun.

B. SARAN

Untuk KBK

Karena ketidakhadiran tutor, diskusi pada pertemuan pertama kurang terarah.

Mahasiswa mayoritas menggunakan satu sumber sehingga kurang bervariasi.

Moderator kelompok kurang kooperatif dalam memimpin diskusi sehingga

diskusi kurang kooperatif.

Untuk kasus pada skenario

Pasien diedukasikan untuk istirahat dan dihimbau menjaga kondisi tubuh tetap

fit, sehingga meningkatkan sistem imunitas tubuh dan tidak terjadi rekurensi

varicela zooster.

Page 15: skenario2

DAFTAR PUSTAKA

Djuanda, adhi. 2007. ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN. Jakarta: Balai

Penerbit FKUI.

Lubis, Ramona Dumasari. 2008. Varicella dan Herpes Zoozter. USU e-

Repository.

Murniati, N., Paralisis Nervus Fasialis dan Kaitannya dengan Bidang Kedokteran

Gigi, Banding, Jurnal Kedokteran Gigi, vol. III, No.1, 1991, 31-3

Mc Cary M L. Varicella Zoster Virus – American Academy of Dermatology, Inc.

1999