skenario2
TRANSCRIPT
LAPORAN DISKUSI TUTORIAL
BLOK KULIT
SKENARIO 2
PLENTING-PLENTING BERAIR
dan NYERI
Oleh
Kelompok 17:
Tutor: Nugrohoaji Dharmawan, dr.,Mkes, Sp.KK
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2011
Dewi Okta A (G0009056)
Ahmad Afiyyuddin N (G0009008)
Annisa Marsha Evanti (G0009020)
David Kurniawan S (G0009050)
Devi Purnamasari S (G0009054)
Gia Noor Pratami (G0009092)
Gloria K Evasari (G0009094)
Ichsanul Amy H (G0009104)
Isfalia Muftiani (G0009112)
Kristianto Aryo N (G0009118)
Siti Arifah (G0009200)
BAB I
PENDAHULUAN
A. SKENARIO
PLENTING-PLENTING BERAIR
Seorang wanita usia 55 tahun datang ke poliklinik kulit dan kelamin RS dr
Muwardi dengan keluhan plenting-plenting berair pada wajah sebelah kiri.
Keluhan disertai dengan rasa sangat nyeri seperti ditusuk-tusuk jarum. Keluhan
berawal sejak 3 hari yang lalu berupa plenting-plenting berair dengan dasar merah
yang muncul semakin banyak dan bergerombol. Sejak 1 hari yang lalu penderita
mengeluh mulutnya mencong ke kiri dan telinga berdenging. Dari anamnesa
didapatkan dahulu penderita pernah terkena sakit cacar air pada usia 10 tahun.
Sejak 1 minggu sebelum keluhan muncul, penderita sering bekerja lembur
sehingga merasa kecapaian.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan vesikel berkelompok dengan dasar eritem di
regio fasialis sinistra. Oleh dokter dilakukan pemeriksaan penunjang dan
penatalaksanaan selanjutnya.
BAB II
DISKUSI DAN STUDI PUSTAKA
Berdasarkan kasus pada skenario maka dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Riwayat penyakit sekarang: plenting-plenting berair pada wajah sebelah kiri,
sejak 3 hari yang lalu dengan dasar merah yang muncul semakin banyak dan
bergerombol. 1 hari yang lalu mengeluh mulutnya mencong ke kiri dan telinga
berdenging.
2. Riwayat penyakit dahulu: pernah terkena cacar air pada usia 10 tahun
3. Pemeriksaan fisik: didapatkan vesikel berkelompok dengan dasar eritem d
regio fasialis sinistra.
Dari beberapa gejala di atas maka diagnosis bandingnya adalah herpes Zoster,
Varicela, dan herpes simpleks.
Diagnosis Banding
1. Herpes Simplex
Herpes simplex merupakan infeksu akut yang disebabkan oleh virus
herpes simplex (virus herpes hominis) tipe I atau tipe II yang ditandai oleh
adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan
eritematosa pada daerah dekat mukokutan, sedangkan infeksi dapat
berlangsung baik primer maupun rekurens.
a. Epidemiologi
Penyakit ini tersebar kosmopolit dang menyerang baik pria maupun
wanita dengan frekuensi yang tidak berbeda. Infeksi primer oleh virus
herpes simplex tipe I biasanya dimulai pada usia anak-anak,
sedangkan HSV tipe II biasanya terjadi pada decade II atau III, dan
berhubungan dengan peningkatan ativitas seksual.
b. Etiologi
VHS tipe I dan II merupakan virus herpes hominis yang merupakan
virus DNA. PEmbagian tipe I dan II berdasarkan karakteristik
pertumbuhan pada media kultur, antigenic marker, dan lokasi klinis
(tempat predileksi).
c. Gejala klinis
1. Infeksi primer
Berlangsung kira-kira 3 minggu dan sering disertai gejala sistemik,
misalnya demam, malaise, anoreksia, dan dapat ditemukan
pembengkakan kelenjar getah bening regional.
Tempat predileksi VHS tipe I di daerah pinggang ke atas terutama
daerah mulut dan hidung, biasanya dimulai pada usia anak-anak.
Inokulasi dapat terjadi secara kebetulam, misalnya kontak kulit pada
perawat, dokter gigi, atau pada orang yang sering mengigit jari
(herpetic whitlow). Virus ini juga sebagai penyebab herpes ensefalitis.
Tempat predileksi VHS tipe II di daerah pinggng ke bawah, terutama
di daerah genital, juga dapat menyebabkan herpes meningitis dan
infeksi neonates.
Kelainan klinis yang dijumpai berupa vesikel berkelompok di atas
kulit sembab dan eritematosa, berisi cairan jernih dan kemudian
menjadi seropurulen, dapat menjadi krusta dan kadang-kadang
mengalami ulserasi yang dangkal, biasanya sembuh tanpasikatriks.
Pada perabaan tidak terdapat indurasi. Kadang-kadang dapat timbul
infeksi sekunder sehingga member gambaran yang tidak jelas.
2. Fase Laten
Tidak ditemukan gejala klinis, tetapi VHS dapat ditemukan dalam
keadaan tidak aktif pada ganglion dorsalis. Penularan dapat terjadi
pada fase ini, akibat pelepasan virus yang terus berlangsung meskipun
dalam jumlah sedikit.
3. Infeksi rekurens
Reaktivasi VHS pada ganglion dorsalis mencapai kulit sehingga
mengalami gejala klinis. Dapat dipicu oleh trauma fisik (demam,
infeksi, kurang tidur, hubungan seksual, dan sebagainya), trauma
psikis (gangguan emosional), obat-obatan (kortikosteroid,
imunosupresif), menstruasi, dan dapat pula timbul akibat jenis
makanan dan minuman yang merangsang.
Gejala klinis yan timbul lebih ringan daripada infeksi primer dan
berlangsung kira-kira 7-10 hari. Sering ditemukan gejala prodormal
local sebelum timbul vesikel, berupa rasa panas, gatal, dan nyeri.
Dapat timbul pada tempat yang sama (loco) atau tempat yang
lain/tempat di sekitarnya (non loco).
d. Pemeriksaaan penunjang
Virus herpes dapat ditemukan pada vesikel dan dapat dibiakkan. Jika
tidak ada lesi dapat diperiksa entibodi VHS. Pada percobaan Tzanck
dengan pewarnaan Giemsa dari bahan vesikel dapat ditemukan sel
datia berinti banyak dan badan inklusi intranuklear.
e. Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
Belum ada terapi radikal
Pada serangan pertama, diberikan :
a. Asiklovir 200mg per oral 5 kali sehari selama 7 hari
b. Asiklovir 5mg/kgBB, intravena tiap 8 jam selama 7 hari (bila
gejala sistemik berat)
c. Preparat isoprinosin sebagai imunomodulator
d. Asiklovir per enteral atau preparat adenine arabinosid
(vitarabin) untuk penyakit yang lebih berat atau jika timbul
komplikasi pada alat dalam
Pada infeksi rekuren, umumnya tidak perlu diobati karena bisa
membaik, namun bila perlu dapat diobati dengan krim asiklovir.
Bila pasien dengan gejala berat dan lama, berikan asiklovir
200mg per oral 5 kali sehari. Jika timbul ulserasi dapat
dilakukan kompres.
2. Non medikamentosa
Memberikan pendidikan pada pasien dengan menjelaskan hal-hal
sebagai berikut :
Bahaya PMS dan komplikasinya
Pentingnya mematuhi pengobatan yang diberikan
Cara penularan PMS dan perlunya pengobatan untuk pasangan
seks tetapnya
Hindari hubungan seksual sebelum sembuh
Cara menghindari infeksi PMS di masa mandatang
f. Prognosis
Prognosis baik bila pengobatan dilakukan secara dini dan tepat, yakni
masa penyakit berlangsung lebih singkat dan rekurensi lebih jarang.
2. Herpes Zoster
Herpes Zoster (dampa, cacar ular) adalah penyakit yang disebabkan
infeksi virus varisela-zoster yang menyerang kulit dan mukosa. Infeksi ini
merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer. Kadanng-
kadang infeksi primer berlangsung subklinis. Frekuensi penyakit pada pria
dan wanita sama, lebih sering mengeani usia dewasa.
a. Patogenesis
Masa inkubasinya 7-12 hari. Masa aktif penyakit berupa lesi baru yang
tetap timbul berlangsung kira-kira 1-2 minggu. Virus berdiam di
ganglion posterior susunan saraf tepid an ganglion kranialis. Lokasi
kelainan kulit setingkat dengan daerah persarafan ganglion. Kadang-
kadang virus menyerang ganglion anterior bagian motorik kranialis
sehingga memberikan gejala gangguan motorik.
b. Manifestasi klinis
Daerah yang paling sering terkena adalah daerah torakal. Terdapat
gejala prodormal sistemik (demam, ousing, malaise) maupun local
(nteri otot-tulang, gatal, pegal, dan sebagainya). Setelah itu timbul
eritema yang dalam waktu singkat menjadi vesikel yang berkelompok
dengan dasar kulit yang eritematosa dan edema. Vesikel ini berisi
cairan yang jernih, kemudian menjadi keruh (berwarna abu-abu), dapat
menjadi pustule dan krusta. Kadang-kadang vesikel mengandung
darah, disebut herpes zoster hemoragik. Dapat timbul infeksi sekunder
sehingga menimbulkan ulkus dengan penyembuhan berupa sikatriks.
Di samping gejala kulit dijumpai pembesaran kelenjar getah bening
regional. Lokalisasi penyakit unilateral dan bersifat dermatomal sesuai
tempat persyarafan. Kelainan motorik lebih lebih sering berupa kelaian
sentral daripada perifer. Terdapat hiperestesi pada daerah yang terkena.
Kelainan pada muka sering disebabkan oleh gangguan nervus
trigeminus (dengan ganglion gaseri) atau nervus facialis dan otikus
(dari ganglion genikulatum).
Pada herpes zoster oftalmikus terjadi infeksi cabang pertama nervus
trigeminus yang menimbulkan kelaian pada mata serta cabang kedua
dan ketiga yang menyebabkan kelainan kulit pada daerah
persarafannya. Sindrome Ramsay Hunt diakibatkan gangguan nervus
fasialis dan otikus sehingga memberikan gejala paralisis otot muka
(paralisis Bell), kelainankulit sesuai tingkat persyarafan, tinnitus,
vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus, dan nausea, juga gangguan
pengecapan. Pada herpes zoster abortif penyakit berlangsung dalam
waktu singkat dan kelaian kulitnya hanya berupa beberapa vesikel dan
eritema. Kelaian kulit pada herpes zoster generalisata adalah unilateral
dan segmental ditambah yang menyebar secara generalisata berupa
vesikel soliter dan ada umbilikasi. Kasus ini terutama terjadi pada
orang tua atau pada orang yang kondisi fisiknya sangat lemah,
misalnya pada pasien limfoma maligna. Neuralgia pasca hepetik
adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas penyembuhan, dapat
berlangsung sampai beberap bulan bahkan bertahun-tahun dengan
gradsi nyeri bervariasi dalam kehidupan sehari-hari. Cenderung
dijumpai pada orang yang mendapat herpes zoster di atas usia 40
tahun.
c. Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan penunjang percobaan Tzank dapat ditemukan sel
datia berinti banyak.
d. Penatalaksanaan
Terapi sistemik umunya bersifat simptomatik, untuk nyerinya
diberikan analgetik. Jika disertai infeksi sekunder diberikan antibiotic.
Pada herpes zoster oftalmikus mengingat komplikasinya serta pasien
dengan defisiensi imunitas diberikan antiviral atau imunostimulator.
Antiviral yang biasa diberikan adalah asiklovir sejak lesi muncul
dalam tiga hari pertama karena lewat dari masa ini pengobatan tidak
efektif. Dosis anjuran 5x800 mg/hari selama 7 hari. Atas
pertimbanganbiaya dapat digunakan dosis 5x400 mg selama 7 hari.
Imunostimulator yang biasa digunakan ialah isoprinosin
50mg/kgBB/hari, dosis maksimal 3000mg sehari. Obat ini juga
diberikan dalam 3 hari pertama lesi muncul.
Kortikosteroid diindikasikan untuk Sindrom Ramsay Hunt untuk
mencegah fibrosis ganglion. Pemberian harus sedini-dininya untuk
mencegah paralisis. Biasa diberikan prednisone 3x20 mg/hari, setelah
seminggu dosis diturunkan bertahap. Dosis prednisone yang tinggi
akan menekan imunitas sehingga lebih baik digabung dengan obat
antiviral.
Pengobatan topical bergantung pada stadium. Pada stadium vesikel
diberikan bedak untuk mencegah pecahnya vesikel agar tidak terjadi
infeksi sekunder. Bila erosive diberikan kompres terbuka. Kalau terjadi
ulserasi dapat diberikan salep antibiotic.
e. Komplikasi
Pada usia di atas 40 tahun kemungkinan terjadi neuralgia pasca
herpetika
f. Prognosis
Umumnya baik, pada herpes zoster oftalmikus prognosis bergantung
pada tindakan perawatan secara dini.
(Adhi, 2007).
3. Varicella
Varicella (Cacar Air) adalah penyakit infeksi yang umum yang biasanya
terjadi pada anak-anak dan merupakan akibat dari infeksi primer Virus
Varicella Zoster. Varicella pada anak, mempunyai tanda yang khas berupa
masa prodromal yang pendek bahkan tidak ada dan dengan adanya bercak gatal
disertai dengan papul, vesikel, pustula, dan pada akhirnya, crusta, walaupun
banyak juga lesi kult yang tidak berkembang sampai vesikel.
Normalnya pada anak, gejala sistemik biasanya ringan. Komplikasi yang serius
biasanya terjadi pada dewasa dan pada anak dengan defisiensi imunitas seluler,
dimana penyakit dapat bermanifestasi klinis berupa, erupsi sangat luas, gejala
konstitusional berat, dan pneumonia. Terdapat kemungkinan fatal jika tidak
ada terapi antivirus yang diberikan. Vaksin Live Attenuated (Oka) mulai
diberikan secara rutin pada anak yang sehat diatas umur 1 tahun 1995. Setelah
itu, insidensi varisella dan komplikasinya mulai menurun di Amerika Serikat.
Telah banyak negara bagian yang mewajibkan vaksin ini diberikan sebagai
syarat masuk sekolah.
Varicella disebabkan oleh Varicella Zooster Virus (VZV) yang termasuk
kelompok Herpes Virus dengan diameter kira-kira 150 – 200 nm. Inti virus
disebut capsid yang berbentuk icosahedral, terdiri dari protein dan DNA yang
mempunyai rantai ganda yaitu rantai pendek (S) dan rantai panjang (L) dan
merupakan suatu garis dengan berat molekul 100 juta dan disusun dari 162
capsomer. Lapisan ini bersifat infeksius. Varicella Zoster Virus dapat
menyebabkan varicella dan herpes zoster. Kontak pertama dengan virus ini
akan menyebabkan varicella, oleh karena itu varicella dikatakan infeksi akut
primer, sedangkan bila penderita varicella sembuh atau dalam bentuk laten dan
kemudian terjadi serangan kembali maka yang akan muncul adalah Herpes
Zoster.
Gejala Klinis. Gejala mulai timbul dalam waktu 10-21 hari setelah
terinfeksi pada anak-anak yang berusia diatas 10 tahun, gejala awalnya berupa
sakit kepala demam sedang dan rasa tidak enak badan, gejala tersebut biasanya
tidak ditemukan pada anak-anak yang lebih musa. Pada permulaannya,
penderita akan merasa sedikit demam, pilek, cepat merasa lelah, lesu, dan
lemah. Gejala-gejala ini khas untuk infeksi virus. Pada kasus yang lebih berat,
bisa didapatkan nyeri sendi, sakit kepala dan pusing. Beberapa hari kemudian
timbullah kemerahan pada kulit yang berukuran kecil yang pertama kali
ditemukan di sekitar dada dan perut atau punggung lalu diikuti timbul di
anggota gerak dan wajah. Kemerahan pada kulit ini lalu berubah menjadi
lenting berisi cairan dengan dinding tipis. Ruam kulit ini mungkin terasa agak
nyeri atau gatal sehingga dapat tergaruk tak sengaja. Jika lenting ini dibiarkan
maka akan segera mengering membentuk keropeng (krusta) yang nantinya
akan terlepas dan meninggalkan bercak di kulit yang lebih gelap
(hiperpigmentasi). Bercak ini lama-kelamaan akan pudar sehingga beberapa
waktu kemudian tidak akan meninggalkan bekas lagi.
(Ramona, 2008).
Dari beberapa diagnosis banding di atas, maka pasien pada skenario lebih
mengarah terkena penyakit Herpes Zoster.
Pembahasan Kasus Skenario
Keluhan plenting-plenting berair pada wajah sebelah kiri. Keluhan
disertai dengan rasa nyeri yang ditusuk-tusuk jarum. Plenting – plenting berair
merupakan gejala dari penyakit kulit. Plenting-plenting atau vesikel ini hanya
terjadi pada wajah sebelah kiri. Kejadian ini biasa nya ditemukan pada penyakit
herpes zoster karena menyerang ganglion sensoris sehingga vesikel yang timbul
hanya pada salah satu sisi saja. Hal ini diperkuat dengan gejala khas yaitu yaitu
nyeri yang rasa nya seperti ditusuk-tusuk jarum.
Keluhan berawal sejak 3 hari yang lalu berupa vesikel berair dengan
dasar merah yang muncul semakin banyak dan bergerombol. Pada infeksi
virus varicella zoster, lesi awal berupa makula dan papula yang eritematous,
kemudian dalam waktu 12 - 24 jam akan berkembang menjadi vesikel dan akan
berlanjut menjadi pustula pada hari ke 3 - 4 dan akhirnya pada hari ke 7 - 10 akan
terbentuk krusta dan dapat sembuh tanpa parut, kecuali terjadi infeksi sekunder
bakterial. Lesi kulit yang khas dari herpes zoster yaitu lokalisasinya biasanya
unilateral dan jarang melewati garis tengah tubuh. Lokasi yang sering dijumpai
yaitu pada dermatom T3 hingga L2 dan nervus ke V dan VII (Ramona, 2008).
Pada pasien imunokompromais dapat terjadi herpes zoster desiminata dan
dapat mengenai alat visceral seperti paru, hati, otak dan disseminated
intravascular coagulophaty (DIC) sehingga dapat berakibat fatal. Lesi pada
kulitnya biasanya sembuh lebih lama dan dapat mengalami nekrosis, hemoragik
dan dapat terbentuk parut (Ramona, 2008).
Sejak 1 hari yang lalu penderita mengeluh mulut nya mencong kiri
dan telinga berdenging. Setelah teraktivasi dari fase laten, virus ini akan
menyebabkan infeksi pada ganglion genikulatum sehingga mengakibatkan
kelumpuhan di cabang-cabang yang dipersarafi nervus tersebut. Akar sensoris
saraf fasialis (pars intermedia) yang terkena pembengkakan menekan saraf
vestibular dan koklear sehingga menyebabkan paralisis wajah yaitu mulut yang
mencong ke kiri.
Pasien mempunyai riwayat penyakit cacar air atau varicela pada usia
10 tahun. Varicela atau cacar air merupakan penyakit yang disebabkan oleh
infeksi virus varicel zoster. Varicela merupakan infeksi akut primer oleh virus
varicela zoster yang menyerang kulit dan mukosa. Transmisi penyakit secara
aerogen dan menyerang terutama pada anak-anak. Infeksi primer virus ini
menyebabkan penyakit varicela sedangkan reaktivasinya menyebabkan herpes
zoster. Gejala klinis mulai gejala prodromal yaitu demam yang tidak terlalu
tinggi,malese, dan nyeri kepala,kemudian disusul timbulnya erupsi kuliat berupa
papul eritematosa yang dalam waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel.
Bentuk vesikel khas berupa tetesan embun (tear drops). Vesikel ini akan berubah
menjadi pustul dan kemudian menjadi krusta. Sementara proses
berlangsung,timbul lagi vesikel-vesikel baru sehingga menimbulkan gambaran
polimorf. Penyebaran terutama di daerah padan dan kemudian menyebar secara
sentifugal ke muka dan ekstremitas,serta dapat menyerang mult,selaput lendir
mata,dan saluran pernafasan bagian atas. Jika terdapat infeksi sekunder terdapat
pembesaran kelenjar getah bening regioanl. Penyakit ini biasanya disertai rasa
gatal (Adhi, 2007).
Virus varicela zoster mampu melakukan reaktivasi yang terjadi setelah
infeksi primer karena virus berdiam di ganglion posterior susunan saraf tepi dan
ganglion kranialis (dormant) (Ramona, 2008). Berbagai faktor yang menyebabkan
menurunnya imunitas seluler seperti pada penderita karsinoma, penderita yang
mendapat pengobatan imunosupresive termasuk kortikosterois, pada penerima
organ transplantasi, bahkan saat kelelahan pun dapat menyebabkan reaktivasi
virus ini. Pada skenario pasien dalam satu minggu terakhir sering bekerja lembur
sehingga merasa kecapaian. Hal ini mampu mencetuskan timbulmya herpes
zoster.
Untuk pemeriksaan virus varicella zoster (VZV) dapat dilakukan beberapa
test yaitu:
1. Tzanck smear
a. Preparat diambil dari discraping dasar vesikel yang masih baru,
kemudian diwarnai dengan pewarnaan HE, Giemsa’s, wright’s,
toluidine blue ataupun papancolaou’s. Dengan miroskop cahaya akan
dijumpai mulitnucleated giat cells.
b. Sensitifitasnya sekitar 84%.
c. Tes ini tidak dapat membadakan antara virus varicella zoster dengan
herpes simplex virus.
2. Direct fluorescent assay (DFA)
a. Preparat diambil dari discraping dasar vesikel tapi apabila sudah
berbentuk krusta, pemeriksaan dengan DFA kurang sensitif.
b. Hasil pemeriksaan cepat.
c. Tes ini dapat menemukan antigen virus vaicella zoster.
d. Pemeriksaan ini dapat membedakan antara virus varicella zoster
dengan herpes simplex virus.
3. Polymerase chain reaction (PCR)
a. Pemeriksaan sangat cepat dan sangat sensitif.
b. Dapat digunakan berbagai jenis preparat, seperti scarping dasar
vesikel dan bila sudah berbentuk krusta dapat juga digunakan sebagai
preparat, dan CSF.
c. Sensitifitasnya berkisar 97-100%.
d. Dapat menemukan nucleicacid dari virus varicella zoster.
4. Biopsi kuit
Hasil pemeriksaan histopatoogis: tampak vesikel intraepidermal dengan
degenerasi sel epidermal dan acantholysis. Pada drmis bagian atas
dijumpai adanya lymphocytyc infiltrate.
(Mc Cary, 1999).
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah:
A. Pengobatan topikal
1. Pada stadium vesikular diberi bedak salisil 2% atau bedak kocok
kalamin untuk mencegah vesikel pecah.
2. Bila vesikel pecah dan basah diberikan kompres terbuka
dengan larutan antiseptik atau kompres dingin dengan larutan
Burrow 3x sehari selama 20menit.
3. Apabila lesi berkrusta dan agak basah dapat diberikan salep
antibiotik (basitrasin/polisporin) utuk mencegah infeksi sekunder
selama 3x sehari.
B. Pengobatan sistemik
Terapi sistemik umumnya bersifat simtomatik, untuk nyerinya
diberikan analgetik. Jika disertai infeksi sekunder, diberikan antibiotik.
Indikasi obat antiviral ialah herpes zoster oftalmikus dan pasien
dengan defisiensi imunitas mengingat komplikasinya. Obat yang biasa
digunakan adalah:
1. Asiklovir 5 x 800 mg sehari dan biasanya diberikan 7 hari.
2. Valasiklovir 3 x 1000 mg sehari.
Untuk neuralgia pascaherpetik belum ada obat pilihan. Obat yang
direkomendasikan diantaranya Gabapentin 1800 mg – 2400 mg sehari.
Mula-mula dosis rendah kemudian dinaikkan secara bertahap untuk
menghindari efek samping.
Indikasi pemberian kortikosteroid adalah untuk sindrom Ramsay
Hunt. Pemberian harus sedini mungkin untuk mencegah terjadinya
paralisis. Diberikan prednison 3 x 20 mg sehari, setelah semingu dosis
diturunkan secara bertahap (Adhi, 2007).
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pasien mengalami sindrom Ramsay-Hunt dengan dua kriteria terpenuhi, yaitu
bell’s palsy dan tinitus. Herpes zooster yang diderita pasien merupakan reaktivasi
virus varicela zooster, cacar air yang pernah diderita pasien saat berumur 10
tahun.
B. SARAN
Untuk KBK
Karena ketidakhadiran tutor, diskusi pada pertemuan pertama kurang terarah.
Mahasiswa mayoritas menggunakan satu sumber sehingga kurang bervariasi.
Moderator kelompok kurang kooperatif dalam memimpin diskusi sehingga
diskusi kurang kooperatif.
Untuk kasus pada skenario
Pasien diedukasikan untuk istirahat dan dihimbau menjaga kondisi tubuh tetap
fit, sehingga meningkatkan sistem imunitas tubuh dan tidak terjadi rekurensi
varicela zooster.
DAFTAR PUSTAKA
Djuanda, adhi. 2007. ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
Lubis, Ramona Dumasari. 2008. Varicella dan Herpes Zoozter. USU e-
Repository.
Murniati, N., Paralisis Nervus Fasialis dan Kaitannya dengan Bidang Kedokteran
Gigi, Banding, Jurnal Kedokteran Gigi, vol. III, No.1, 1991, 31-3
Mc Cary M L. Varicella Zoster Virus – American Academy of Dermatology, Inc.
1999