skd 3b - kardiovaskuler - gagal jantung

60
BAB I PENDAHULUAN Komplikasi dari penyakit iskemi atau infark di jantung bisa menyebabkan gagal jantung, syok kardiogenik, disfungsi otot papilaris, defek septum ventrikel, ruptur jantung, aneurisma ventrikel, disritmia, perikarditis, dan tromboembolisme. 1 Gagal jantung sendiri menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama pada beberapa Negara industri maju dan Negara berkembang seperti Indonesia. Data epidemiologi untuk gagal jantung di Indonesia belum ada, namun ada Survei Kesehatan Nasional 2003 dikatakan bahwa penyakit sistem sirkulasi merupakan penyebab kematian utama di Indonesia (26,4%) dan pada Profil Kesehatan Indonesia 2003 disebutkan bahwa penyakit jantung berada di urutan ke-delapan (2,8%) pada 10 penyakit penyebab kematian terbanyak di rumah sakit di Indonesia. Peningkatan insiden penyakit jantung koroner berkaitan dengan perubahan gaya hidup masyarakat yang turut berperan dalam meningkatkan faktor risiko penyakit ini seperti kadar kolesterol lebih dari 200 mg %, HDL kurang dari 35mg%, perokok aktif dan hipertensi. 1

Upload: galuh-ajeng-laraswati

Post on 18-Jan-2016

232 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kardio

TRANSCRIPT

Page 1: SKD 3B - Kardiovaskuler - Gagal Jantung

BAB I

PENDAHULUAN

Komplikasi dari penyakit iskemi atau infark di jantung bisa menyebabkan

gagal jantung, syok kardiogenik, disfungsi otot papilaris, defek septum ventrikel,

ruptur jantung, aneurisma ventrikel, disritmia, perikarditis, dan

tromboembolisme. 1

Gagal jantung sendiri menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama

pada beberapa Negara industri maju dan Negara berkembang seperti Indonesia.

Data epidemiologi untuk gagal jantung di Indonesia belum ada, namun ada Survei

Kesehatan Nasional 2003 dikatakan bahwa penyakit sistem sirkulasi merupakan

penyebab kematian utama di Indonesia (26,4%) dan pada Profil Kesehatan

Indonesia 2003 disebutkan bahwa penyakit jantung berada di urutan ke-delapan

(2,8%) pada 10 penyakit penyebab kematian terbanyak di rumah sakit di

Indonesia.

Peningkatan insiden penyakit jantung koroner berkaitan dengan perubahan

gaya hidup masyarakat yang turut berperan dalam meningkatkan faktor risiko

penyakit ini seperti kadar kolesterol lebih dari 200 mg%, HDL kurang dari 35mg

%, perokok aktif dan hipertensi.

Gagal jantung adalah keadaan patofisiologis ketika jantung sebagai pompa

tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan

Penyakit jantung koroner merupakan penyebab tersering terjadinya gagal

jantung di Negara Barat yaitu sekitar 60-75% kasus. Hipertensi mempunyai

kontribusi untuk terjadinya gagal jantung sebesar 75% yang termasuk didalamnya

bersamaan dengan penyakit jantung koroner. Gagal jantung dengan sebab yang

tidak diketahui sebanyak 20 – 30% kasus.

Penegakkan diagnosis yang baik sangat penting untuk penatalaksanaan

gagal jantung baik akut maupun kronik. Diagnosis gagal jantung meliputi

1

Page 2: SKD 3B - Kardiovaskuler - Gagal Jantung

anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan

anamnesis dan pemeriksaan fisik merupakan modal dasar untuk menegakkan

diagnosis. Pemeriksaan penunjang yang terdiri dari foto thoraks,

elektrokardiografi, laboratorium, echocardiografi, pemeriksaan radionuklir juga

pemeriksaan angiografi koroner. Perkembangan teknologi canggih dalam

pencitraan dan biomarker dapat menolong klinisi untuk menegakkan diagnosis

yang lebih baik untuk menangani penderita dengan gagal jantung.

Penatalaksanaan gagal jantung meliputi penatalaksanaan secara umum/

non farmakologi, farmakologi dan penatalaksanaan intervensi. Penatalaksanaan

ini tergantung penyebab gagal jantung yang terjadi, dan fasilitas yang tersedia.

Dengan penatalaksanaan yang baik diharapkan akan terwujud pengurangan angka

morbiditas dan mortalitas yang disebabkan gagal jantung.

2

Page 3: SKD 3B - Kardiovaskuler - Gagal Jantung

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep dasar yang harus diketahui: 1

1. Beban awal, derajat peregangan serabut miokardium pada akhir

pengisian ventrikel atau diastolik. Yang ada hubungannya dengan

hukum starling “peregangan serabut otot miokardium selama diastol

akan meningkatkan kekuatan kontraksi saat sistol”

2. Kontraktilitas, merupakan perubahan kekuatan kontraksi atau inotropik

yang tidak berkaitan dengan perubahan panjang serabut

3. Beban akhir, besarnya tegangan dinding ventrikel yang harus dicapai

selama sistol dan mengejeksi darah

I. GAGAL JANTUNG

Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah

dalam jumlah yang memadai untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh atau

kemampuan tersebut hanya dapat terjadi dengan tekanan pengisian jantung yang

tinggi atau kedua-duanya

I. 1. Etiologi

Gagal jantung merupakan komplikasi tersering dari penyakit jantung

kongengital maupun di dapat. Mekanisme fisiologis yang dapat menyebabkan

gagal jantung adalah peningkatan beban awal, meningkatkan beban akhir,

menurunkan kontraktilitas miokardium

Yang meningkatkan beban awal, regurgitasi aorta dan cacat septum

ventrikel

Keadaan yang meningkatkan beban akhir, stenosis aorta dan hipertensi

sistemik

3

Page 4: SKD 3B - Kardiovaskuler - Gagal Jantung

Kontraktilitas miokardium menurun, pada infark miokardium dan

kardiomiopat

Faktor-faktor yang menyebabkan gagal jantung melalui penekanan sirkulasi

mendadak berupa, disritmia, infeksi sistemik, infeksi paru, emboli paru

Faktor risiko seperti diabetes dan merokok juga merupakan faktor yang

dapat berpengaruh pada perkembangan gagal jantung. Selain itu berat badan serta

tingginya rasio kolesterol total dengan kolesterol HDL dikatakan sebagai faktor

risiko independen perkembangan gagal jantung.

Penyakit jantung koroner merupakan penyebab utama untuk terjadinya

gagal jantung. Perubahan gaya hidup dengan konsumsi makanan yang

mengandung lemak, dan beberapa faktor yang mempengaruhi, sehingga angka

kejadiannya semakin meningkat.

Hipertensi telah terbukti meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung pada

beberapa penelitian. Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui

beberapa mekanisme, termasuk hipertropi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri

dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolic, meningkatkan

risiko terjadinya infark miokard dan memudahkan untuk terjadinya aritmia.

Ekokardiografi yang menunjukkan hipertropi ventrikel kiri berhubungan kuat

dengan perkembangan gagal jantung. Adanya krisis hipertensi dapat

menyebabkan timbulnya gagal jantung akut.

Kardiomiopati merupakan penyakit otot jantung yang bukan disebabkan

oleh penyakit koroner, hipertensi, maupun penyakit jantung kongenital, katup

ataupun penyakit perikardial. Kardiomiopati dibedakan menjadi empat kategori

fungsional : dilatasi (kongestif), hipertropik, restriktif, dan obliterasi.

Kardiomiopati dilatasi merupakan kelainan dilatasi pada ventrikel kiri dengan atau

tanpa dilatasi ventrikel kanan. Penyebabnya antara lain miokarditis virus, penyakit

jaringan ikat seperti SLE, dan poliarteritis nodosa. Kardiomiopati hipertropik

dapat merupakan penyakit keturunan (autosomal dominant) meski secara sporadik

masih memungkinkan. Ditandai adanya kelainan pada serabut miokard dengan

gambaran khas hipertropi septum yang asimetris yang berhubungan dengan

4

Page 5: SKD 3B - Kardiovaskuler - Gagal Jantung

obstruksi outflow aorta (kardiomiopati hipertropik obstruktif). Kardiomiopati

restriktif ditandai dengan kekakuan serta compliance ventrikel yang buruk, tidak

membesar dan dihubungkan dengan kelainan fungsi diastolik (relaksasi) yang

menghambat pengisian ventrikel. Kardiomiopati peripartum menyebabkan gagal

jantung akut.

Penyakit katup sering disebabkan penyakit jantung rematik. Penyebab

utama terjadinya gagal jantung adalah regurgitasi mitral dan stenosis aorta.

Regurgitasi mitral dan aorta menyebabkan kelebihan beban (peningkatan beban

awal) sedangkan stenosis aorta menimbulkan beban tekanan (peningkatan beban

akhir).

Aritmia sering ditemukan pada pasien dengan gagal jantung dan

dihubungkan dengan kelainan struktural termasuk hipertropi ventrikel kiri. Atrial

fibrilasi dan gagal jantung seringkali timbul bersamaan.

Alkohol dapat berefek secara langsung pada jantung, menimbulkan gagal

jantung akut maupun gagal jantung akibat aritmia. Konsumsi alkohol yang

berlebihan dapat menyebabkan kardiomiopati dilatasi (penyakit otot jantung

alkohol). Alkohol menyebabkan gagal jantung 2-3% dari kasus. Alkohol juga

dapat menyebabkan malnutrisi dan defisiensi tiamin. Obat-obatan juga dapat

menyebabkan gagal jantung. Obat kemoterapi seperti doksorubisin dan obat

antivirus seperti zidofudin juga dapat menyebabkan gagal jantung akibat efek

toksik langsung terhadap otot jantung.

I. 2. Patofisiologi

Gagal jantung dapat dilihat sebagai suatu kelainan progresif yang dimulai

setelah adanya “index event” atau kejadian penentu hal ini dapat berupa kerusakan

otot jantung, yang kemudian mengakibatkan berkurangnya miosit jantungyang

berfungsi baik, atau mengganggu kemampuan miokardium untuk menghasilkan

daya. Hal ini pada akhirnya mengakibatkan jantung tidak dapat berkontraksi

secara normal.

5

Page 6: SKD 3B - Kardiovaskuler - Gagal Jantung

Kejadian penentu yang dimaksud ini dapat memiliki onset yang tiba-tiba,

seperti misalnya pada kasus infark miokard akut (MI), atau memiliki onset yang

gradual atau insidius, seperti pada pasien dengan tekanan hemodinamik yang

tinggi (pada hipertensi) atau overload cairan (pada gagal ginjal), atau bisa pula

herediter, seperti misalnya pada kasus dengan kardiomiopati genetik.

Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal

jantung akibat penyakit jantung iskemik-infark miokardium, mengganggu

kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif.

Infark miokardium mengganggu fungsi miokardium, menyebabkan

menurunnya kekuatan kontraksi, menimbulkan abnormal gerakan dinding, dan

mengubah daya kembang ruang jantung. Dengan berkurangnya daya tersebut,

besar volume sekuncup berkurang sehingga volume sisa ventrikel menigkat.

Menyebabkan peningkatan tekanan jantung sebelah kiri. Kenaikan tekanan ini

disalurkan ke belakang vena pulmonalis. Bila tekanan hidrostatik dalam kapiler

paru melebihi tekanan onkotik vaskular maka terjadi transudasi cairan ke dalam

ruang intersitial. Terjadi perembesan cairan ke dalam alveolus, edema paru.

Tahanan ejeksi ventrikel kanan karena hipertensi pulmonalis, dapat

menyebabkan hal yang sama di jantung kanan, yang berakhir dengan edema dan

kongesti sistemik

Pada kebanyakan orang gagal jantung bisa asimtomatik atau sedikit

bergejala setelah terjadi penurunan fungsi jantung, atau menjadi bergejala setelah

disfungsi dialami dalam waktu yang lama. Tidak diketahui dengan pasti mengenai

pasien dengan disfungsi ventrikel kiri tetap asimtomatik, hal yang berpotensi

mampu memberi penjelasan mengenai hal ini adalah banyaknya mekanisme

kompensasi yang akan teraktivasi saat terjadi jejas jantung atau penurunan fungsi

jantung yang tampaknya akan mengatur kemampuan fungsi ventrikel kiri dalam

batas homeostatik/fisiologis, sehingga kemampuan fungsional pasien dapat terjaga

atau hanya menurun sedikit. Transisi pasien dari gagal jantung asimtomatik ke

gagal jantung yang simtomatik, aktivasi berkelanjutan dari sistem sitokin dan

neurohormonal akan mengakibatkan perubahan terminal pada miokardium, hal ini

6

Page 7: SKD 3B - Kardiovaskuler - Gagal Jantung

dikenal dengan remodelling ventrikel kiri. Patogenesis pada gagal jantung dapat

diterangkan:

Mekanisme Neurohormonal

Beberapa ahli menyarankan gagal jantung dilihat dalam suatu model

neurohormonal yaitu gagal jantung berkembang sebagai hasil ekspresi

berlebihan suatu molekul yang secara biologis aktif, yang dapat

memberikan efek kerusakan jantung dan sirkulasi.

Seiring dengan progresi gagal jantung, masukan inhibisi dari reseptor

arterial dan kardiopulmoner terus menurun, dan masukan eksitasi

meningkat. Akibatnya perubahan keseimbangan ini terjadi peningkatan

aktifitas pada sistem simpatis, berkurangnya kemampuan sistem

parasimpatik dan simpatik dalam mengontrol denyut jantung, dan

terganggunya regulasi reflek simpatis pada resistensi vaskular. Iskemia

dinding anterior juga memiliki efek tambahan pada eksitasi sistem saraf

simpatik efferent. Gambaran sistem syaraf simpatik dan parasimpatik pada

gagal jantung

7

Page 8: SKD 3B - Kardiovaskuler - Gagal Jantung

Keterangan: Ach:asetilkolin, SSP=Susunan Syaraf Pusat,

E=epinephrine, Na+=Natrium, NE=norepinephrine.

Pengaturan mekanisme neurohormonal ini dapat bersifat adaptif

ataupun maladaptif. Sistem ini bersifat adaptif apabila sistem dapat

memelihara tekanan perfusi arteri selama terjadi penurunan curah jantung.

Sistem ini menjadi maladaptif apabila menimbulkan peningkatan

hemodinamik melebihi batas ambang normal, menimbulkan peningkatan

kebutuhan oksigen, serta memicu timbulnya cedera sel miokard. Adapun

pengaturan neurohormonal sebagai berikut:

A. Sistem Saraf Adrenergik

Pasien dengan gagal jantung terjadi penurunan curah jantung. Hal ini

akan dikenali oleh baroreseptor di sinus caroticus dan arcus aorta, kemudian

dihantarkan ke medulla melalui nervus IX dan X, yang akan mengaktivasi

sistem saraf simpatis. Aktivasi system saraf simpatis ini akan menaikkan

kadar norepinefrin (NE). Hal ini akan meningkatkan frekuensi denyut

jantung, meningkatkan kontraksi jantung serta vasokonstriksi arteri dan

vena sistemik.1

Norepinefrin dapat meningkatkan kontraksi dan mempertahankan

tekanan darah, tetapi kebutuhan energi miokard menjadi lebih besar, yang

dapat menimbulkan iskemi jika tidak ada penyaluran O2 ke miokard. Dalam

8

Page 9: SKD 3B - Kardiovaskuler - Gagal Jantung

jangka pendek aktivasi sistem adrenergic dapat sangat membantu, tetapi

lambat laun akan terjadi maladaptasi.1

Penderita dengan gagal jantung kronik akan terjadi penurunan

konsentrasi norepinefrin jantung; mekanismenya masih belum jelas,

mungkin berhubungan dengan “exhaustion phenomenon” yang berasal dari

aktivasi sistem adrenergik yang berlangsung lama.1

B. Sistem Renin Angiotensin Aldosteron

Curah jantung yang menurun, akan terjadi aktivasi sistem renin-

angiotensin aldosteron. Beberapa mekanisme seperti hipoperfusi renal,

berkurangnya natrium terfiltrasi yang mencapai makula densa tubulus distal,

dan meningkatnya stimulasi simpatis ginjal, memicu peningkatan pelepasan

renin dari apparatus juxtaglomerular. Renin memecah empat asam amino

dari angiotensinogen I, dan Angiotensin -converting enzyme akan

melepaskan dua asam amino dari angiotensin I menjadi angiotensin II.

Angiotensin II berikatan dengan 2 protein G menjadi angiotensin tipe 1

(AT1) dan tipe 2 (AT2). Aktivasi reseptor AT1 akan mengakibatkan

vasokonstriksi, pertumbuhan sel, sekresi aldosteron dan pelepasan

katekolamin, sementara AT2 akan menyebabkan vasodilatasi, inhibisi

pertumbuhan sel, natriuresis dan pelepasan bradikinin.1

9

Page 10: SKD 3B - Kardiovaskuler - Gagal Jantung

v

Sistem Renin Angiotensin Aldosteron

10

Page 11: SKD 3B - Kardiovaskuler - Gagal Jantung

Angiotensin II mempunyai beberapa aksi penting dalam

mempertahankan sirkulasi homeostasis dalam jangka pendek, namun jika

terjadi ekspresi lama dan berlebihan akan masuk ke keadaan maladaptif

yang dapat menyebabkan fibrosis pada jantung, ginjal dan organ lain. Selain

itu, juga akan mengakibatkan peningkatan pelepasan NE dan menstimulasi

korteks adrenal zona glomerulosa untuk memproduksi aldosteron.1

Aldosteron memiliki efek suportif jangka pendek terhadap sirkulasi

dengan meningkatkan reabsorbsi natrium. Akan tetapi jika berlangsung

relatif lama akan menimbulkan efek berbahaya, yaitu memicu hipertrofi dan

fibrosis vaskuler dan miokardium, yang berakibat berkurangnya compliance

vaskuler dan meningkatnya kekakuan ventrikel. Di samping itu aldosteron

memicu disfungsi sel endotel, disfungsi baroreseptor, dan inhibisi uptake

norepinefrin yang akan memperberat gagal jantung. Mekanisme aksi

aldosteron pada sistem kardiovaskuler nampaknya melibatkan stres oksidatif

dengan hasil akhir inflamasi pada jaringan.1

C. Stres Oksidatif

Pada pasien gagal jantung terdapat peningkatan kadar reactive oxygen

species (ROS). Peningkatan ini dapat diakibatkan oleh rangsangan dari

ketegangan miokardium, stimulasi neurohormonal (angiotensin II,

aldosteron, agonis alfa adrenergik, endothelin-1) maupun sitokin inflamasi

(tumor necrosis factor, interleukin-1). Efek ROS ini memicu stimulasi

hipertrofi miosit, proliferasi fibroblast dan sintesis collagen. ROS juga akan

mempengaruhi sirkulasi perifer dengan cara menurunkan bioavailabilitas

NO.1,5

D. Bradikinin

Penelitian menunjukkan bahwa bradikinin berperan penting dalam

pengaturan tonus pembuluh darah. Bradikinin akan berikatan dengan

reseptor B1 dan B2. Sebagian besar efek bradikinin diperantarai lewat

ikatan dengan reseptor B2. Ikatan dengan reseptor B2 ini akan menimbulkan

vasodilatasi pembuluh darah. Pemecahan bradikinin akan dipicu oleh

ACE.1,5

11

Page 12: SKD 3B - Kardiovaskuler - Gagal Jantung

E. Remodeling Ventrikel Kiri

Model neurohormonal yang telah dijelaskan di atas gagal

menjelaskan progresivitas gagal jantung. Remodeling ventrikel kiri yang

progresif berhubungan langsung dengan bertambah buruknya kemampuan

ventrikel kiri di kemudian hari. Proses remodeling mempunyai efek penting

pada miosit jantung, perubahan volume miosit dan komponen nonmiosit

pada miokard serta geometri dan arsitektur ruangan ventrikel kiri. 2,5

Remodeling berawal dari adanya beban jantung yang mengakibatkan

meningkatkan rangsangan pada otot jantung. Keadaan jantung yang

overload dengan tekanan yang tinggi, misalnya pada hipertensi atau stenosis

aorta, mengakibatkan peningkatan tekanan sistolik yang secara parallel

menigkatkan tekanan pada sarkomer dan pelebaran pada miosit jantung,

yang menghasilkan hipertrofi konsentrik. Jika beban jantung didominasi

dengan peningkatan volume ventrikel, sehingga meningkatkan tekanan pada

diastolik, yang kemudian secara seri pada sarkomer dan kemudian terjadi

pemanjangan pada miosit jantung dan dilatasi ventrikel kiri yang

mengakibatkan hipertrofi eksentrik.1

Homeostasis kalsium merupakan hal yang penting dalam

perkembangan gagal jantung. Hal ini diperlukan dalam kontraksi dan

relaksasi jantung. Jalur kalsium tipe L merupakan jalur kalsium pada

12

Page 13: SKD 3B - Kardiovaskuler - Gagal Jantung

jantung yang paling penting. Jalur ini akan terbuka saat depolarisasi

membran sewaktu fase upstroke potensial aksi. Akibatnya terjadi influk

kalsium kedalam sel yang menyebabkan fase plateu dan meningkatnya

kadar kalsium dalam sitosol. Beberapa penelitian menunjukkan adanya

penurunan mRNA dan kadar protein serta meningkatnya proses fosforilasi

pada jalur ini. Kedua kondisi ini menyebabkan abnormalitas pada influks

kalsium dan mempengaruhi pelepasan kalsium oleh retikulum sarkoplasma

dimana hal ini akan menurunkan kecepatan pengambilan kalsium sehingga

menyebabkan konstraksi dan pengisian jantung menurun.1,5

Kontraksi dan relaksasi jantung merupakan interaksi yang

tergantung pada energi yang memerlukan pemasukan kalsium dalam sitosol.

Proses kontraksi-eksitasi merupakan proses yang menghubungkan

depolarisasi membran plasma dengan pelepasan kalsium ke dalam sitosol,

sehingga dapat berikatan dengan troponin C. Saluran ion kalsium dan

natrium pada membran plasma berperan dalam memulai proses kontraksi-

eksitasi. Proses membuka dan menutup saluran kedua ion ini yang akan

menjaga potensial membran.

Pada kondisi gagal jantung terjadi abnormalitas pada pompa ion

dan saluran ion yang menjaga proses kontraksi-eksitasi. Perpindahan

isoform yang terjadi akan mengganti miosin ATPase yang tinggi dan

mempengaruhi struktur membran sehingga mengakibatkan penurunan

dalam pompa kalsium ATPase. Selain itu, adanya kebutuhan energi juga

menyebabkan gangguan pada proses kontraksi-eksitasi pada gagal jantung.

Kematian sel miokard merupakan indikator prognosis buruk pada

gagal jantung. Baik apoptosis dan nekrosis akan menyebabkan kematian sel

pada gagal jantung. Apoptosis terjadi sebagai konsekuensi dari adanya luka

pada sel, peningkatan permeabilitas mitokondria dan jumlah kalsium yang

berlebih. Apoptosis dapat berkembang menjadi nekrosis yang kemudian

menjadi fibrosis. Hal-hal ini memperburuk gagal jantung.

13

Page 14: SKD 3B - Kardiovaskuler - Gagal Jantung

Fase penyembuhan jejas (0-7 hari pasca infark miokard)

Ketika terjadi infark miokard akut, jaringan ventrikel kiri dalam keadaan hipoksia

dan nekrosis. Nekrosis adalah bentuk mendadak dari kematian sel yang timbul

pada kerusakan kardiomiosit yang parah. Selain karena penyakit jantung iskemik

nekrosis juga dapat timbul pada jejas miokardial, toksin, infeksi dan inflamasi. Sel

yang mengalami nekrosis mengeluarkan komponen-komponen intra seluler

seperti Heat Shock Protein (HSP), ROS dan fibronektin yang selanjutnya

mengaktifkan respon imun dan MMP.

Pada tahap ini MMP teraktivasi mendegradasi matriks ekstra seluler yang ada,

mengganggu susunan kolagen dan membiarkan sel inflamasi seperti neutrofil dan

makrofag bermigrasi ke jaringan infark untuk membersihkan kardiomiosit yang

mengalami nekrosis. Selanjutnya sel inflamasi menghasilkan MMP, sitokin

(Tumor Necrosis Factor-α, InterLeukin -1, IL-6, IL-10), growth

14

Page 15: SKD 3B - Kardiovaskuler - Gagal Jantung

factors (Transforming Growth Factor β) dan faktor angiogenik (Vascular

Endothelial Growth Factor A, Fibroblast Growth Factor ).

Aktivasi MMP ternyata dapat juga menimbulkan gangguan pada penyembuhan

infark seperti ruptur kardiak. Hal ini terjadi akibat degradasi komponen matrik

ekstra seluler yang berlebihan dan gangguan pada jaringan yang menghubungkan

kardiomiosit dengan matrik sehingga menimbulkan ketidaksejajaran dan tumpang

tindihnya kardiomiosit. Selanjutnya tidak saja dapat menimbulkan ruptur kardiak

tetapi menyebabkan disfungsi dan dilatasi ventrikel kiri.

Granulasi dan fase remodeling awal (7-21 hari pasca infark miokard)

Pembentukan jaringan granulasi merupakan tahap yang penting dalam perbaikan

infark. Makrofag memfagosit miokard nekrosis dan mensekresikan TGF-β.

Selanjutnya TGF-β mengubah fibroblast menjadi miofibroblas.

Miofibroblast adalah fibroblast dengan mikrofilamen α-Smooth Muscle

Actin(SMA) sehingga mempunyai daya kontraktilitas. Miofibroblast berproliferasi

secara cepat dan terakumulasi di daerah infark miokardium dan memproduksi

kolagen fibriler tipe I dan III. Miofibroblas merupakan kontributor utama dalam

pembentukan fibrosis.

Jaringan nekrosis diganti oleh jaringan granulasi, suatu jaringan sementara yang

berisi matrik kaya kolagen, proteoglikan dan matrik ektra seluler

sepertiosteopontin dan fibronektin. Matrik sementara direabsoprsi diganti oleh

jaringan fibrosis. Proses fibrosis yang berlebihan akan mengganggu metabolisme

miokardial terutama persediaan oksigen dan mengganggu pembuangan sampah

metabolik sel sehingga menyebabkan gangguan fungsi miokardium. Fibrosis

berlebihan meningkatkan protein matriks ekstraseluler seperti kolagen sehingga

menurunkan elastisitas jantung dan kemudian berefek pada kontraksi jantung.

Selanjutnya terjadi apoptosis pada sel jaringan granulasi. Apoptosis adalah

kematian sel terprogram untuk menghilangkan sel terpilih yang melibatkan kode

genetik untuk kematian sel tersebut. Pada keadaan patologi seperti iskemik akut

15

Page 16: SKD 3B - Kardiovaskuler - Gagal Jantung

atau kardiomiopati dilatasi, program apoptosis menjadi abnormal dan

menyebabkan kematian sel yang tidak disengaja. Banyak faktor yang memicu

apoptosis termasuk Reactive Oxygen Species (ROS) dan sitokin inflamasi seperti

TNF-α dan FasL.

Ada dua jalur yang berperan pada apoptosis yaitu jalur intrinsik melalui

mitokondria dan jalur ekstrinsik melalui FasL dan TNF-α. Pada jalur

instrinsik,Bax dan Bak, suatu agen pro apoptosis, meningkatkan permeabilitas

membran luar mitokondria sehingga menyebabkan dilepaskannya protein seperti

sitokrom C dari ruang inter membran ke sitoplasma. Jalur ekstrinsik diaktifkan

oleh ligand kematian seperti TNF-α dan FasL ketika berikatan dengan reseptornya

di membran plasma. Kedua jalur tersebut mengaktifkancystein aspartic acid-

specific proteases (caspase) yang kemudian menginduksi apoptosis.

Sel yang mengalami apoptosis meningkatkan produksi sitokin anti inflamasi

seperti IL-10 dan TGF-β yang memicu fase transisi dari fase inflamasi menjadi

fibrosis. Transforming Growth Factor β menurunkan adesi leukosit dan

merangsang proliferasi fibroblast dan produksi matriks ekstra seluler.

Kardiomiosit non infark akan mengalami hipertropi. Hipertropi jantung timbul

akibat respon stres mekanik kelebihan beban dan tekanan.

Fase remodeling lanjut (> 21 hari pasca infark miokard)

Remodeling ventrikel kiri terus berlanjut berbulan-bulan hingga bertahun-tahun

setelah mengalami jejas akut. Gangguan pada miosit jantung  seperti akibat

kerusakan iskemi menyebabkan beban kerja jantung meningkat. Beberapa jalur

sinyal sitokin pro inflamasi teraktivasi seperti TNF α, IL-6 dan IL-1. Sitokin

tersebut menimbulkan stres oksidatif yang kemudian meningkatkan

ROS. Reactive Oxygen Species merangsang terjadinya hipertropi miosit,

reekspresi fetal gene program dan apoptosis. fetal gene program adalah gen yang

pada saat manusia lahir tidak terekspresikan. Gen ini jika teraktivasi akan

menurunkan ekspresi sejumlah gen lain yang diekspresikan pada jantung dewasa

normal dan berefek terjadinya disfungsi kontraktilitas miosit. Sebaliknya ROS

16

Page 17: SKD 3B - Kardiovaskuler - Gagal Jantung

yang berlebihan akan merangsang NF-κB untuk mengekspresikan sitokin seperti

TNF α, IL-1, IL-6, MCP dan ICAM.Tumor Necrosis Factor-α dan IL-1

merangsang makrofag dan neutrofil untuk memproduksi MMP-2 dan MMP-

8. Matrix Metalloproteinase tersebut mendegradasi matriks ekstra seluler untuk

mempercepat pergantian matriks ekstra seluler. Degradasi matriks ekstra seluler

tidak hanya terjadi pada daerah infark saja tetapi juga menjalar melewati batas

infark (infarct expansion) sehingga dinding ventrikel kiri menjadi tipis dan

dilatasi. Makrofag juga merangsang fibroblast untuk menghasilkan jaringan

fibrosis pada ventrikel kiri. Terjadi penurunan kontraktilitas ventrikel kiri dan

penurunan curah jantung yang pada akhirnya menyebabkan timbulnya gagal

jantung

I. 3. Tanda dan Gejala

Gagal jantung pada tahap awal, sesak hanya dialami saat pasien beraktivitas

dispnea d’effort awalnya pada saan beraktivitas berat, seiring dengan semakin

beratnya gagal jantung, sesak terjadi pada aktivitas yang semakin ringan dan

akhirnya dialami pada saat istirahat.

Dispnea atau perasaan sulit bernafas. yang diakibatkan oleh akumulasi

cairan pada jaringan intertisial atau intraalveolar alveolus (edema paru). Hal

tersebut mengakibatkan teraktivasinya reseptor juxtacapiler J yang menstimulasi

pernafasan pendek dan dangkal yang menjadi karakteristik cardiac dypnea. Faktor

lain yang dapat memberikan kontribusi pada timbulnya sesak antara lain adalah

kompliance paru, meningkatnya tahanan jalan nafas, kelelahan otot respiratoir dan

diagfragma, dan anemia. Keluhan sesak bisa jadi semakin berkurang dengan

mulai timbulnya gagal jantung kanan dan regurgitasi trikuspid.

Ortopnu didefinisikan sebagai sesak nafas yang terjadi pada saat tidur

mendatar, dan biasanya merupakan menisfestasi lanjut dari gagal jantung

dibandingkan sesak saat aktivitas. Gejala ortopnu biasanya menjadi lebih ringan

dengan duduk atau dengan menggunakan bantal tambahan. Ortopnu diakibatkan

oleh redistribusi cairan dari sirkulasi splanchnic dan ekstrimitas bawah kedalam

17

Page 18: SKD 3B - Kardiovaskuler - Gagal Jantung

sirkulasi sentral saat posisi tidur yang mengakibatkan meningkatnya tekanan

kapiler paru. Batuk-batuk pada malam hari adalah salah satu manisfestasi proses

ini, dan seringkali terlewatkan sebagai gejala gagal jantung. Walau orthopnea

merupakan gejala yang relatif spesifik untuk gagal jantung, keluhan ini dapat pula

dialami pada pasien paru dengan obesitas abdomen atau ascites, dan pada pasien

paru dengan mekanik kelainan paru yang memberat pada posisi tidur.

Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND) adalah episode akut sesak nafas dan

batuk yang umumnya terjadi pada malam hari dan membangunkan pasien dari

tidurnya, biasanya terjadi 1 hingga 3 jam setelah pasien tertidur. Manisfestasi

PND antara lain batuk atau mengi, umumnya diakibatkan oleh meningkatnya

tekanan pada arteri bronchialis yang mengakibatkan kompresi jalan nafas,disertai

edema pada intersitial paru yang mengakibatkan meningkatnya resistensi jalan

nafas. Keluhan orthopnea dapat berkurang dengan duduk tegak pada sisi tempat

tidur dengan kaki menggantung, pada pasien dengan keluhan PND, keluhan batuk

dan mengi yang menyertai seringkali tidak menghilang, walau sudah mengambil

posisi tersebut. Gejala PND relatif spesifik untuk gagal jantung. Cardiac

Asthma(asma cardiale) berhubungan erat dengan timbulnya PND, yang ditandai

dengan timbulnya wheezing sekunder akibat bronchospasme, hal ini harus

dibedakan dengan asma primer dan penyebab pulmoner wheezing lainnya 3

Hemoptisis disebabkan oleh perdarahan vena bronkial yang terjadi akibat

distensi vena3

Pemeriksaan fisik yang cermat harus selalu dilakukan dalam mengevaluasi

pasien dengan gagal jantung. Tujuan pemeriksaan adalah untuk membantu

menentukan apa penyebab gagal jantung dan juga untuk mengevaluasi beratnya

sindroma gagal jantung. Memperoleh informasi tambahan mengenai profil

hemodinamik, sebagai respon terhadap terapi dan menentukan prognosis adalah

tujuan tambahan saat pemeriksaan fisik.3

18

Page 19: SKD 3B - Kardiovaskuler - Gagal Jantung

I. 3. 1 Pemeriksaan fisik

Keadaan umum dan tanda vital

Pada gagal jantung ringan atau sedang, pasien bisa tampak tidak memiliki

keluhan, kecuali merasa tidak nyaman saat berbaring datar selama lebih dari

beberapa menit. Pada pasien dengan gagal jantung yang lebih berat, pasien bisa

memiliki upaya nafas yang berat dan bisa kesulitan untuk menyelesaikan kata-

kata akibat sesak. Tekanan darah sistolik bisa normal atau tinggi, tapi pada

umumnya berkurang pada gagal jantung lanjut karena fungsi LV yang sangat

menurun. Tekanan nadi bisa berkurang, dikarenakan berkurangnya stroke volume,

dan tekanan diastolik arteri bisa meningkat sebagai akibat vasokontriksi sistemik.

Sinus tachycardia adalah gejala non spesifik yang diakibatkan oleh aktivitas

simpatis yang meningkat. Vasokontriksi perifer mengakibatkan ekstrimitas perifer

menjadi lebih dingin dan sianosis dari bibir dan ujung jari juga diakibatkan oleh

aktivitas simpatis yang berlebihan.3

Pemeriksaan vena jugularis dan leher

Pemeriksaan vena jugularis memberikan perkiraan tekanan pada atrium

kanan, dan secara tidak langsung tekanan pada atrium kiri. Pemeriksaan tekanan

vena jugularis dinilai terbaik saat pasien tidur dengan kepala diangkat dengan

sudut 45o. Tekanan vena jugularis dihitung dengan satuan sentimeter H2O

(normalnya kurang dari 8 cm), dengan memperkirakan tinggi kolom darah vena

jugularis diatas angulus sternalis dalam centimeter dan menambahkan 5 cm (pada

postur apapun). Pada tahap awal gagal jantung, tekanan vena jugularis bisa normal

saat istirahat, tapi dapat secara abnormal meningkat saat diberikan tekanan yang

cukup lama pada abdomen (refluk hepatojugular positif). Giant V wave

menandakan keberadaan regurgitasi katup trikuspid.4

19

Page 20: SKD 3B - Kardiovaskuler - Gagal Jantung

Pemeriksaan Paru

Pulmonary Crackles (ronkhi atau krepitasi) dihasilkan oleh transudasi

cairan dari rongga intravaskular kedalam alveoli. Pada pasien dengan edema paru,

ronki dapat didengar pada kedua lapang paru dan dapat disertai dengan wheezing

ekspiratoar (asma kardiale). Jika ditemukan pada pasien tanpa penyakit paru,

ronkhi spesifik untuk gagal jantung. Walau demikian harus ditekankan bahwa

ronkhi seringkali tidak ditemukan pada pasien dengan gagal jantung kronik,

bahkan ketika pulmonary capilary wedge pressure kurang dari 20 mmHg, hal ini

karena pasien sudah beradaptasi dan drainase sistem limfatik cairan rongga

alveolar sudah meningkat. Efusi pleura timbul sebagai akibat meningkatnya

tekanan sistem kapiler pleura, hasilnya adalah transudasi cairan kedalam rongga

pleura. Karena vena pada pleura bermuara pada vena sistemik dan pulmoner,

effusi pleura paling sering terjadi pada kegagalan kedua ventrikel (biventricular

failure). Walau effusi pleura biasanya ditemukan bilateral, angka kejadian pada

rongga pleura kanan lebih sering daripada yang kiri.4

Pemeriksaan jantung

Pemeriksaan jantung, walau penting, seringkali tidak dapat memberikan

informasi yang berguna mengenai beratnya gagal jantung. Jika terdapat

kardiomegali, titik impulse maksimal (ictus cordis) biasanya tergeser kebawah

intercostal space (ICS) ke V, dan kesamping (lateral) linea midclavicularis.

Hipertrofi ventrikel kiri yang berat mengakibatkan pulsasi prekodial (ictus) teraba

lebih lama (kuat angkat). Pemeriksaan pulsasi prekordial ini tidak cukup untuk

mengevaluasi beratnya disfungsi ventrikel kiri. Pada beberapa pasien, bunyi

jantung ketiga dapat didengar dan teraba pada apex.1

Pada pasien dengan ventrikel kanan yang membesar dan mengalami

hipertrofi dapat memiliki impulse yang kuat dan lebih lama sepanjang sistole pada

parasternal kiri (right ventricular heave). Bunyi jantung ketiga (gallop) umum

ditemukan pada pasien dengan volume overload yang mengalami tachycardia dan

tachypnea, dan seringkali menunjukkan kompensasi hemodinamik yang berat.

20

Page 21: SKD 3B - Kardiovaskuler - Gagal Jantung

Bunyi jantung keempat bukan indikator spesifik gagal jantung, tapi biasanya ada

pada pasien dengan disfungsi diastolik. Murmur regurgitasi mitral dan trikuspid

umumnya ditemukan pada pasien dengan gagal jantung yang lanjut.4

Pemeriksaan abdomen dan ekstremitas

Hepatomegali adalah tanda yang penting tapi tidak umum pada pasien

dengan gagal jantung. Jika memang ada, hati yang membesar seringkali teraba

lunak dan dapat berpulsasi saat sistol jika terdapat regurgitasi katup trikuspid.

Ascites dapat timbul sebagai akibat transudasi karena tingginya tekanan pada vena

hepatik dan sistem vena yang berfungsi dalam drainase peritenium.4

Jaundice dapat juga ditemukan dan merupakan tanda gagal jantung stadium

lanjut, biasanya kadar bilirubin direk dan indirek meningkat. Ikterik pada gagal

jantung diakibatkan terganggunya fungsi hepar sekunder akibat kongesti

(bendungan) hepar dan hipoksia hepatoselular.4

Edema perifer adalah manisfestasi kardinal gagal jantung, hal ini walau

demikian tidaklah spesifik dan biasanya tidak terdapat pada pasien yang telah

mendapat diuretik. Edema perifer pada pasien gagal jantung biasanya simetris,

beratnya tergantung pada gagal jantung yang terjadi, dan paling sering terjadi

sekitar pergelangan kaki dan daerah pretibial pada pasien yang masih beraktivitas.

Pada pasien tirah baring, edema dapat ditemukan pada sakrum dan skrotum.

Edema yang berlangsung lama dihubungkan dengan kulit yang mengeras dan

pigmentasi yang bertambah.4

Kakeksia Kardial

Pada gagal jantung kronis yang berat, dapat ditemukan riwayat penurunan

berat badan dan kaheksia. Walau mekanisme kakeksia tidak sepenuhnya

dimengerti, kemungkinan besar faktor penyebabnya adalah multifaktorial,

termasuk didalamnya adalah meningkatnya basal metabolik rate, anorexia, nausea,

21

Page 22: SKD 3B - Kardiovaskuler - Gagal Jantung

dan muntah-muntah yang diakibatkan oleh hematomegali hepatomegali dan rasa

penuh di abdomen, meningkatnya konsentrasi sitokin pro-inflamasi yang

bersirkulasi, dan terganggunya absorpsi pada saluran cerna akibat kongesti vena

intestinal. Jika terdapat kakeksia maka prognosis gagal jantung akan semakin

memburuk3

Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang umum dilakukan pada gagal jantung antara

lain adalah : darah rutin, urine rutin, elektrolit (Na & K), ureum & kreatinine,

SGOT/PT, dan BNP. Pemeriksaan ini mutlak harus dilakukan pada pasien dengan

gagal jantung karena beberapa alasan berikut : (1) untuk mendeteksi anemia, (2)

untuk mendeteksi gangguan elektrolit (hipokalemia dan/atau hiponatremia), (3)

untuk menilai fungsi ginjal dan hati, dan (4) untuk mengukur brain natriuretic

peptide (beratnya gangguan hemodinamik).4

Kandungan elektrolit biasanya normal pada gagal jantung ringan-sedang,

namun dapat menjadi abnormal pada gagal jantung berat ketika dosis obat

ditingkatkan. Kadar serum kalsium biasanya normal, tapi penggunaan diuretik

kaliuretik seperti thiazid atau loop diuretik dapat mengakibatkan hipokalemia.

Derajat hiponatremia juga merupakan penanda beratnya gagal jantung, hal ini

dikarenakan kadar natrium secara tidak langsung mencerminkan besarnya aktivasi

sistem renin angiotensin yang terjadi pada gagal jantung. Selain itu, rektriksi

garam bersamaan dengan terapi diuretik yang intensif dapat mengakibatkan

hiponatremia. Gangguan elektrolit lainnya termasuk hipofasfatemia,

hipomagnesemia, dan hiperurisemia.4

Anemia dapat memperburuk gagal jantung karena akan menyebabkan

meningkatnya kardiak output sebagai kompensasi memenuhi metabolisme

jaringan, hal ini akan meningkatkan volume overload miokard. Penelitian juga

telah menunjukkan bahwa anemia (kadar Hb <12 gr/dl) dialami pada 25%

penderita gagal jantung.

Fungsi ginjal memiliki peran penting pada progresi disfungsi ventrikel dan

gagal jantung. Penurunan pada fungsi renal, terutama pada glomerular filtration

22

Page 23: SKD 3B - Kardiovaskuler - Gagal Jantung

rate (GFR), menurut NYHA adalah prediktor mortalitas yang lebih kuat

dibandingkan klasifikasi kelas fungsional.

Fungsi hepar sering ditemukan abnormal pada gagal jantung sebagai akibat

hepatomegali yang menyertai. Aspartate aminotransferase (AST/SGOT) dan

alanine aminotransferase (ALT/SGPT) dapat meningkat, protrombin time (PT)

dapat memanjang, dan pada sebagian kecil kasus dapat terjadi hiperbilirubinemia.

Urinalisis harus dilakukan pada semua pasien dengan gagal jantung untuk

mencari infeksi bakteri, mikroalbunuria dan mikrohematuri. Konsentrasi dan

volume urine harus mendapat perhatian seksama terutama pada pasien dengan

gangguan fungsi ginjal dan yang mendapat diuretik.

Pemeriksaan foto thoraks

Pemeriksaan Chest X-Ray (CXR) sudah lama digunakan dibidang

kardiologi, selain menilai ukuran dan bentuk jantung, struktur dan perfusi dari

paru dapat dievaluasi. Kardiomegali dapat dinilai melalui CXR, cardiothoracic

ratio (CTR) yang lebih dari 50%, atau ketika ukuran jantung lebih besar dari

setengah ukuran diameter dada, telah menjadi parameter penting pada follow-up

pasien dengan gagal jantung. Bentuk dari jantung menurut CXR dapat dibagi

menjadi ventrikel yang mengalami pressure-overload atau volume-overload,

dilatasi dari atrium kiri dan dilatasi dari aorta asenden.

Pasien dengan gagal jantung akut dapat ditemukan memiliki gambaran

hipertensi pulmonal dan/atau edema paru intersitial, sementara pasien dengan

gagal jantung kronik tidak memilikinya. Kongesti paru pada CXR ditandai dengan

adanya Kerley-lines, yaitu gambaran opak linear seperti garis pada lobus bawah

paru, yang timbul akibat meningkatnya kepadatan pada daerah interlobular

intersitial akibat adanya edema. Edema intersitial dan perivaskular terjadi pada

dasar paru karena tekanan hidrostatik di daerah tersebut lebih tinggi. Temuan

tersebut umumnya tidak ditemukan pada pasien gagal jantung kronis, hal ini

dikarenakan pada gagal jantung kronis telah terjadi adaptasi sehingga

meningkatkan kemampuan sistem limfatik untuk membuang kelebihan cairan

23

Page 24: SKD 3B - Kardiovaskuler - Gagal Jantung

interstitial dan/atau paru. Hal ini konsisten dengan temuan tidak adanya ronkhi

pada kebanyakan pasien gagal jantung kronis, walau tekanan arteri pulmonal

sudah meningkat. Keberadaan dan beratnya effusi pleura juga merupakan

informasi penting dalam evaluasi pasien dengan gagal jantung, dan terbaik dinilai

melalui CXR dan CT-scan.

I. 4. Diagnosis

Kriteria Framingham adalah kriteria epidemiologi yang telah digunakan

secara luas. Diagnosis gagal jantung mensyaratkan minimal dua kriteria mayor

atau satu kriteria mayor disertai dua kriteria minor. Kriteria minor dapat diterima

jika kriteria minor tersebut tidak berhubungan dengan kondisi medis yang lain

seperti hipertensi pulmonal, PPOK, sirosis hati, atau sindroma nefrotik.

Kriteria Mayor:

Dispnea nokturnal paroksismal atau ortopnea

Distensi vena leher

Rales paru

Kardiomegali pada hasil rontgen

Edema paru akut

S3 gallop

Peningkatan tekanan vena pusat > 16 cmH2O pada atrium kanan

Hepatojugular reflux

Penurunan berat badan ≥ 4,5 kg dalam kurun waktu 5 hari sebagai respon pengobatan gagal jantung

Kriteria Minor:

Edema pergelangan kaki bilateral

Batuk pada malam hari

Dyspnea on ordinary exertion

24

Page 25: SKD 3B - Kardiovaskuler - Gagal Jantung

Hepatomegali

Efusi pleura

Takikardi ≥ 120x/menit

Diagnostik gagal jantung dapat ditegakan dengan minimal 1 kriteria mayor, 2

kriteria minor

Menurut NYHA (New York Heart Assosiation)

Membagi menjadi 4 kelas fungsional:

NYHA1: penyakit jantung tanpa keterbatasan aktifitas fisik

NYHA2: penyakit jantung dengan keterbatasan aktifitas fisik ringan, namun

pasien nyaman saat istirahat dan olahraga ringan

NYHA3: penyakit jantung dengan keterbatasan aktifitas fisik sedang dan pasien

hanya nyaman pada saat istirahat saja

NYHA4: penyakit jantung dengan keterbatasan aktifitas fisik berat yang sangat

menggangu pada saat bekerja maupun istirahat

Menurut ACC/AHA

25

Stadium A Pasien beresiko tinggi menjadi gagal jantung, tanpa

ditemukan

Stadium B Pasien dengan gangguan struktur jantung namun

belum terdapat tanda dan gejala

Stadium C Pasien yang memiliki riwayat tanda dan gejala

gagal jantung dan gangguan struktur, namun sudah

teratasi secara medis

Stadium D Pasien dengan gagal jantung berat yang

membutuhkan perawatan rumah sakit, transplantasi

jantung atau terapi paliatif

Page 26: SKD 3B - Kardiovaskuler - Gagal Jantung

5. Penatalaksanaan

Non farmakologi

Self care

Perawatan mandiri mempunyai andil dalam keberhasilan pengobatan gagal

jantung dan dapat memberi dampak yang bermakna pada keluhan-keluhan pasien,

kapasitas fungsional, morbiditas dan prognosis. Perawatan mandiri dapat

didefinisikan sebagai tindakan-tindakan yang bertujuan untuk mempertahankan

stabilitas fisik, menghindari perilaku yang dapat memperburuk kondisi dan

deteksi dini gejala-gejala perburukan. Untuk bisa merawat dirinya pasien perlu

diberi pelatihan baik oleh dokter atau perawat terlatih.

Topik Edukasi Keterampilan dan Perilaku Perawatan Mandiri

Definisi dan etiologi gagal jantung

Memahami penyebab gagal jantung dan mengana keluhan-keluhan timbul

Gejala-gejala dan tanda-tanda gagal jantung

Memantau tanda-tanda dan gejala-gejala gagal jantung

Mencatat berat badan setiap hari

Mengetahui kapan menghubungi petugas kesehatan

Menggunakan terapi diuretik secara fleksibel sesuai anjuran

Terapi farmakologik Mengerti indikasi, dosis dan efek dari obat-obat digunakan

Mengenal efek samping yang umum obat

Modifikasi faktor risiko Berhenti merokok, memantau tekanan darah

Kontrol gula darah (DM), hindari obesitas

Rekomendasi diet Restriksi garam, pantau dan cegah malnutrisi

Rekomendasi olah raga Melakukan olah raga teratur

Kepatuhan mengikuti anjuran pengobatan

Prognosis Mengerti pentingnya faktor-faktor prognostik dan

26

Page 27: SKD 3B - Kardiovaskuler - Gagal Jantung

membuat keputusan realistik

Terapi Farmakologi

Gagal jantung ditangani secara umum untuk mengurangi beban kerja

jantung, baik secara sendiri-sendiri maupun gabungan dari:

1. Beban awal

2. Beban akhir

3. Kontraktilitas

Penanganan biasanya mulai dari NYHA kelas fungsional II, timbul gejala

saat aktivitas.

1. Pengurangan beban awal

Pembatasan asupan garam dalam makanan untuk mengurangi retensi

cairan. Apabila gejala menetap diperlukan pemberian diuretik oral

Vasodilatasi vena dapat menurunkan beban awal melalui redistribusi darah

dari sentral ke sirkulasi perifer. Venodilatasi menyebabkan mengalirkan darah ke

perifer dan mengurangi aliran balik vena ke jantung.

2. Peningkatan kontraktilitas

Obat inotropik meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium

2 golongan obat inotropik dapat dipakai:

a. Glikosida digitalis

b. Obat nonglikosida, meliputi amin simpatomimetik (epinefrin dan

norepinefrin) dan penghambat fosfodiesterase (amrinon dan enoksimon)

3. Pengurangan beban akhir

Terapi farmakologis

Pengobatan gagal jantung dengan farmakologis, secara garis besar bertujuan

mengatasi permaslahan preload, dengan menurunkan preload, meningkatkan

kontraktilitas juga menurunkan afterload. Pemilihan terapi farmakologis ini

tergantung pada penyebabnya. Selama bertahun-tahun, obat golongan diuretik dan

27

Page 28: SKD 3B - Kardiovaskuler - Gagal Jantung

digoksin digunakan dalam terapi gagal jantung. Obat-obat ini mengatasi gejala

dan meningkatkan kualitas hidup, namun belum terbukti menurunkan angka

mortalitas. Setelah ditemukan obat yang dapat mempengaruhi sistem

neurohumoral, RAAS dan sistem saraf simpatik, barulah morbiditas dan

mortalitas pasien gagal jantung membaik.

Angiotensin converting enzym inhibitor (ACEI)

Pasien dengan tidak ada kontra indikasi maupun pasien yang masih toleran

terhadap ACE Inhibitor (ACEI), ACEI harus digunakan pada semua pasien

dengan gagal jantung yang simtomatik dan LVEF < 40%. Terapi dengan ACEI

memperbaiki fungsi ventrikel dan kesejahteraan pasien, menurunkan angka masuk

rumah sakit untuk perburukan gagal jantung dan meningkatkan angka

keselamatan. Pada pasien yang menjalani perawatan terapi dengan ACEI harus

dimulai sebelum pasien pulang rawat.

Pasien yang harus mendapatkan ACEI :

LVEF < 40%, walaupun tidak ada gejala.

Pasien gagal jantung disertai dengan regurgitasi

Kontraindikasi yang patut diingat antara lain :

Riwayat adanya angioedema

Stenosis bilateral arteri renalis

Konsentrasi serum kalsium > 5.0 mmol/L

Serum kreatinin > 220 mmol/L (>2.5 mg/dl)

Stenosis aorta berat

Cara pemberian ACEI :

Periksa fungsi renal dan elektrolit serum.

Pertimbangkan meningkatkan dosis setelah 24 jam

Jangan meningkatkan dosis jika terjadi perburukan fungsi ginjal

atau hiperkalemia

28

Page 29: SKD 3B - Kardiovaskuler - Gagal Jantung

Sangat umum untuk meningkatkan dosis secara perlahan tapi

meningkatkan secara cepat sangat mungkin pada pasien yang

dimonitoring ketat.

Kemungkinan yang dihadapi saat memberikan ACEI :

Perburukan fungsi renal – peningkatan urea dan kreatinin saat

diberikan ACEI adalah sesuatu yang diharapkan, dan tidak

dianggap penting secara klinis kecuali jika peningkatanya cepat dan

bermakna. Periksa obat-obatan nefrotoxic yang mungkin diberikan

bersamaan seperti obat anti inflamasi non steroid (OAINS). Jika

diperlukan turunkan dosis ACEI atau jangan teruskan. Jika terdapat

peningkatan kreatinin lebih dari 50% dari baseline atau hingga

konsentrasi absolut 265 mmol/L (~3 mg/dL). Jika konsentrasi

kreatinine meningkat hingga 310 mmol/L (~3.5 mg/dL) atau

diatasnya stop ACEI secepatnya dan monitor kimia darah secara

erat.

Hiperkalemia – periksa penggunaan agen lain yang dapat

menyebabkan hiperkalemia, misalnya suplementasi kalsium,

diuretik hemat kalsium, dan hentikan penggunaannya. Jika kadar

29

Page 30: SKD 3B - Kardiovaskuler - Gagal Jantung

kalsium meningkat diatas 5.5 mmol/L, turunkan dosis ACEI

setengahnya dan monitor kima darah secara erat. Jika kalisum naik

diatas 6 mmol/L stop penggunaan ACEI secepatnya dan monitor

kimia darah secara erat.

Hipotensi simtomatik (misal : pusing) adalah hal yang umum

terjadi – hal ini seringkali membaik seiring waktu, dan pasien perlu

diyakinkan. Jika mengganggu pertimbangkan untuk mengurangi

dosis diuretik dan agen hipotensif lainnya (kecuali ARB/

β-bloker/antagonis aldosteron). Hipotensi asimtomatik tidak

memerlukan intervensi.

Angiotensin reseptor bloker (ARB)

Pada pasien dengan tnpa kontraindikasi dan tidak toleran dengan ACE,

ARB direkomendasikan pada pasien dengan gagal jantung dan LVEF < 40% yang

tetap simtomatik walau sudah mendapatkan terapi optimal dengan ACEI dan BB,

kecuali telah mendapat antagonis aldosteron. Terapi dengan ARB memperbaiki

fungsi ventrikel dan kejahteraan pasien dan mengurangi hospitalisasi untuk

perburukan gagal jantung. (Kelas Rekomendasi I, Tingkat Bukti A).

Pemberian ARB mengurangi risiko kematian karena penyebab

kardiovaskular. Kelas Rekomendasi IIa, Tingkat Bukti B. ARB direkomendasikan

sebagai alternatif pada pasein yang intoleran terhadap ACEI. Pada pasien-pasien

ini pemberian ARB mengurangi risiko kematian akibat kardiovaskular atau

perlunya perawatan akibat perburukan gagal jantung. Pada pasien yang dirawat,

terapi dengan ARB harus dimulai sebelum pasien dipulangkan.Kelas

Rekomendasi I, Tingkat Bukti B.

Pengobatan dengan ARB meningkatkan fungsi ventrikel dan kesehatan

pasien dan menurunkan angka masuk rumah sakit akibat perburukan gagal

jantung. Angiotensin Reseptor Blockerdirekomendasikan sebagai pilihan lain pada

pasien yang tidak toleran terhadap ACEI.

30

Page 31: SKD 3B - Kardiovaskuler - Gagal Jantung

Pasien yang harus mendapatkan ARB :

Left ventrikular ejection fraction (LVEF)< 40%

Sebagai pilihan lain pada pasien dengan gejala ringan sampai berat

(kelas fungsional II-IV NYHA) yang tidak toleran terhadap ACEI.

Pasien dengan gejala menetap (kelas fungsionaal II-IV NYHA)

walaupun sudah mendapatkan pengobatan dengan ACEI dan bete

bloker.

Memulai pemberian ARB:

Periksa fungsi ginjal dan elektrolit serum

Pertimbangkan meningkatkan dosis setelah 24 jam.

Jangan meningkatkan dosis jika terjadi perburukan fungsi ginjal

atau hiperkalemia

Sangat umum untuk meningkatkan dosis secara perlahan tapi

meningkatkan secara cepat sangat mungkin pada pasien yang monitoring

ketat.

β-bloker / Penghambat sekat beta

Alasan penggunaan beta bloker(BB) pada pasien gagal jantung adalah

adanya gejala takikardi dan tingginya kadar katekolamin yang dapat

memperburuk kondisi gagal jantung. Pasien dengan kontraindikasi atau tidak

ditoleransi, BB harus diberikan pada pasien gagal jantung yang simtomatik, dan

dengan LVEF < 40%. BB meningkatkan fungsi ventrikel dan kesejahtraan pasien,

mengurangi kejadian rawat akibat perburukan gagal jantung, dan meningkatkan

keselamatan. Jika memungkinkan pada pasien yang menjalani perawatan, terapi

BB harus dimulai secara hati-hati sebelum pasien dipulangkan. Kelas

Rekomendasi I, Tingkat Bukti A.

Manfaat beta bloker dalam gagal jantung melalui:

Mengurangi detak jantung : memperlambat fase pengisian diastolik

sehingga memperbaiki perfusi miokard.

31

Page 32: SKD 3B - Kardiovaskuler - Gagal Jantung

Meningkatkan LVEF

Menurunkan tekanan baji kapiler pulmonal

Pasien yang harus mendapat BB:

LVEF < 40%

Gejala gagal jantung sedang-berat (NYHA kelas fungsional II-IV),

pasien dengan disfungsi sistolik ventrikel kiri setelah kejadian

infark miokard.

Dosis optimal untuk ACEI dan/atau ARB (dan aldosterone

antagonis jika diindikasikan).

Pasien harus secara klinis stabil (tidak terdapat perubahan dosis

diuresis). Inisiasi terapi sebelum pulang rawat memungkinkan

untuk diberikan pada pasien yang baru saja masuk rawat karena

GJA, selama pasien telah membaik dengan terapi lainnya, tidak

tergantung pada obat inotropik intravenous, dan dapat diobservasi

di rumah sakit setidaknya 24 jam setelah dimulainya terapi BB.

Kontraindikasi :

Asthma (COPD bukan kontranindikasi).

AV blok derajat II atau III, sick sinus syndrome (tanpa keberadaan

pacemaker), sinus bradikardi (<50 bpm).

Bagaimana menggunakan BB pada gagal jantung :

Dosis awalan : bisoprolol 1 x 1.25 mg, carvedilol2 x 3.125-6.25

mg, metoprolol CR/XL 1 x 12.5-25 mg, atau nebivolol 1 x 1.25

mg. Dengan supervisi jika diberikan dalam setting rawat jalan.

Pada pasien yang baru mengalami dekompensasi, BB dapat dimulai

sebelum pasien dipulangkan dengan hati-hati.

32

Page 33: SKD 3B - Kardiovaskuler - Gagal Jantung

Titrasi dosis :

Kunjungan tiap 2-4 minggu dapat digunakan untuk meningkatkan

dosis BB (peningkatan dosis yang lebih lambat mungkin dibutuhkan

pada beberapa pasien degan gagal jantung yang berat). Jangan

tingkatkan dosis bila terdapat perburukan gagal jantung, hipotensi

sistemik, atau bradikardia yang berlebih (<50x/menit).

Pasien dengan tanpa permasalahan diatas, dosis BB dapat ditingkatkan

2x lipat tiap kunjungan hingga dicapai target dosis. (Bisoprolol 10 mg

o.d., carvedilol 25-50 mg b.i.d., metaprolol CR/XL 200 mg o.d., atau

vebivolol 10 mg o.d.-atau dosis yang bisa ditoleransi maksimal.

Diuretik

Diuretik direkomendasikan pada pasien dengan gagal jantung yang disertai

tanda dan gejala kongesti.Kelas Rekomendasi I, Tingkat Bukti B

Diuretik memperbaiki kesejahteraan hidup pasien dengan mengurangi tanda

dan gejala kongesi vena sistemik dan pulmoner pada pasien dengan gagal jantung.

Diuretik mengakibatkan aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAAS) dan

biasanya digunakan bersamaan dengan ACEI atau ARB. Dosis diuretik harus

disesuaikan dengan kebutuhan tiap pasien dan membutuhkan monitoring klinis

yang cermat. Secara umum loop diuretik dibutuhkan pada gagal jantung sedang-

berat. Thiazid dapat pula digunakan dengan loop diuretik untuk edema yang

resisten, namun harus diperhatikan secara cermat kemungkinan dehidrasi,

hipovolemia, hiponatremia, atau hipokalemia. Selama terapi diuretik, sangat

penting level kalium, natrium, dan kreatinine dipanantau secara berkala.4

Hal yang harus dicermati pada pemberian diuretik :

Diuretik dan ACEI/ARB/atau antagonis aldosteron dapat

meningkatan risiko hipotensi dan disfungsi ginjal, terutama jika

digunakan bersamaan.

33

Page 34: SKD 3B - Kardiovaskuler - Gagal Jantung

Pasein dengan menggunakan ACEI/ARB/antagonis aldosteron

digunakan bersamaan dengan diuretik, penggantian kalium biasanya

tidak dibutuhkan.

Hiperkalemia yang berat dapat terjadi jika diuretik hemat kalsium

termasuk antagonis aldosteon digunakan bersamaan dengan

ACEI/ARB. Penggunaan diuretik antagonis non-aldosteron harus

dihindari. Kombinasi dari antagonis aldosteron dan ACEI/ARB

hanya boleh diberikan pada supervisi yang cermat.

Penggunaan diuretik pada gagal jantung :

Periksa selalu fungsi ginjal dan serum elektrolit.

Kebayakan pasien diresepkan loop diuretik dibandingkan thiazid

karena efektivitasnya yang lebih tinggi dalam memicu diuresis dan

natriuresis.

Selalu mulai dengan dosis rendah dan tingkatkan hingga terrdapat

perbaikan klinis dari segi tanda dan gejala gagal jantung. Jenis dan

dosis pemberian dapat dilihat pada tabel 7.

Dosis harus disesuaikan, terutama setelah berat badan kering

normal telah tercapai, hindari risiko disfungsi ginjal dan dehidrasi.

Upayakan untuk mencapai hal ini dengan menggunakan dosis

diuretik serendah mungkin. Keadaan yang mungkin terjadi pada

penggunaan diuretik dapat dilihat pada tabel 8.

Penyesuaian dosis sendiri oleh pasien berdasarkan pengukuran

berat badan harian dan tanda-tanda klinis lainnya dari retensi cairan

harus selalu disokong pada pasien gagal jantung rawat jalan. Untuk

mencapai hal ini diperlukan edukasi pasien.

34

Page 35: SKD 3B - Kardiovaskuler - Gagal Jantung

Keterangan:

*Dosis harus disesuaikan dengan volume status / berat badan pasien , dengan pertimbangan dosis yang besar dapat mengakibatkan gangguan fungsi ginjal dan ototoksisitas.

** Jangan menggunakan thiazid jika eGFR < 30mL/menit, kecuali diresepkan dengan loop diureti

35

Page 36: SKD 3B - Kardiovaskuler - Gagal Jantung

Antagonis aldosteron

Antagonis aldosteron menurunkan angka masuk rumah sakit untuk

perburukan gagal jantung dan meningkatkan angka keselamatan jika ditambahkan

pada terapi yang sudah ada, termasuk dengan ACEI.

Pasien yang seharusnya mendapat antagonis aldosteron :

LVEF < 35%

Gejala gagal jantung sedang- berat ( kelas fungsional III-IV NYHA)

Dosis optimal BB dan ACEI atau ARB

Memulai pemberian spironolakton :

Periksa fungsi ginjal dan elektrolit serum

Pertimbangkan peningkatan dosis setelah 4-8 minggu. Jangan

meningkatkan dosis jika terjadi penurunan fungsi ginjal atau

hiperkalemia.

Hydralizin & Isosorbide dinitrat

Pada pasien simtomatik dengan LVEF < 40%, kombinasi dari Hidralizine-

ISDN dapat digunakan sebagai alternatif jika terdapat intoleransi baik oleh ACEI

dan ARB. Penambahan kombinasi H-ISDN harus dipertimbangkan pada pasien

dengan gejala yang persisten walau sudah diterapi dengan ACEI, BB, dan ARB

atau Aldosteron Antagonis.Terapi dengan H-ISDN pada pasien-pasien ini dapat

mengurangi risiko kematian.9Kelas Rekomendasi IIa, Tingkat Bukti B

Mengurangi angka kembali rawat untuk perburukan gagal jantung.Kelas

Rekomendasi IIa, Tingkat Bukti B

Memperbaiki fungsi ventrikel dan kemampuan latihan.Kelas Rekomendasi

IIa, Tingkat Bukti A

Pasien yang harus mendapatkan hidralizin dan ISDN berdasarkan banyak

uji klinis adalah :

Sebagai alternatif ACEI/ARB ketika keduanya tidak dapat

ditoleransi.

36

Page 37: SKD 3B - Kardiovaskuler - Gagal Jantung

Sebagai terapi tambahan terhdap ACEI jika ARB atau antagonis

aldosteron tidak dapat ditoleransi.

Manfaat pengobatan secara lebih jelas ditemukan pada keturunan

afrika-amerika.

Kontraindikasinya anatara lain hipotensi simtomatik, sindroma lupus,

gagal ginjal berat (pengurangan dosis mungkin dibutuhkan).

Cara pemberian hidralizin dan ISDN pada gagal jantung :

Dosis awalan : hidralizin 37.5 mg dan ISDN 20 mg tiga kali sehari.

Pertimbangkan untuk menaikan titrasi setelah 2-4 minggu, jangan

dinaikan bila terdapat hipotensi simtomatik.

Jika dapat ditoleransi, upayakan untuk mencapai target dosis yang

digunakan pada banyak uji klinis- yaitu hidralizine 75 mg dan ISDN 40

mg tiga kali sehari, atau jika tidak dapat ditoleransi hingga dosis maksimal

tertoleransi.

Kemungkinanan efek samping yang dapat timbul :

Hipotensi ortostatik (pusing) – seringkali membaik seiring waktu,

pertimbangkan untuk mengurangi dosis obat yang dapat menyebabkan

hipotensi (kecuali ACEI/ARN/BB/Antagonis aldosteron). Hipotensi yang

asimtomatik tidak membutuhkan intervensi.

Artralgia, nyeri sendi atau bengkak, perikarditis/pleuritis, ruam

atau demam – pikirkan sindroma mirip lupus akibat obat, cek antinuclear

antibodies (ANA), jangan teruskan H-ISDN.

Glikosida jantung (Digoxin)

Pada pasien gagal jantung simtomatik dan atrial fibrilasi, digoxin dapat

digunakn untung mengurangi kecepatan irama ventrikel. Pada pasien dengan AF

dan LVEF < 40% digoxin dapat pula diberikan bersamaan dengan BB untuk

mengontrol tekanan darah.Kelas Rekomendasi I, Tingkat Bukti C

Pada pasien sinus ritme dengan gagal jantung simtomatik dan LVEF < 40%,

terapi dengan digoxin bersamaan dengan ACEI meningkatkan fungsi ventrikel

37

Page 38: SKD 3B - Kardiovaskuler - Gagal Jantung

dan kesejahteraan pasien, mengurangi kemungkinan perawatan ulang untuk

perburukan gagal jantung, hal ini walau demikian tidak memiliki dampak

terhadap angka mortalitas.Kelas Rekomendasi IIa, Tingkat Bukti B.

Glikosida jantung menyebabkan peningkatan kontraktilitas jantung dengan

meningkatkan kontraksi sarkomer jantung melalui peningkatan kadar kalsium

bebas dalam protein kontraktil, yang merupakan hasil dari peningkatan kadar

natrium intrasel akibat penghambatan NaKATPase dan pengurangan relatif dalam

ekspulsi kalsium melalui penggantian Na+ Ca2+ akibat peningkatan natrium

intrasel.

Digoksin memberikan keuntungan pada terapi gagal jantung dalam hal :

Memberikan efek inotropik positif yang menghasilkan perbaikan

dan fungsi ventrikel kiri.

Menstimulasi baroreseptor jantung

Meningkatkan penghantaran natrium ke tubulus distal sehingga

menghasilkan penekanan sekresi renin dari ginjal.

Menyebabkan aktivasi parasimpatik sehingga menghasilkan

peningkatan vagal tone.

Pasien atrial fibrilasi dengan irama ventrikular saat istirahat>

80x/menit, dan saat aktivitas > 110-120x/ menit harus mendapatkan

digoksin.

Pasien dengan irama sinus dan disfungsi sistolik ventrikel kiri

(LVEF < 40%) yang mendapatkan dosis optimal diuretik, ACEI atau/ dan

ARB, beta bloker dan antagonis aldosteron jika diindikasikan, yang tetap

simtomatis, digoksin dapat dipertimbangkan.

Antikoagulan (antagonis vit K)

Warfarin (atau antikoagulan oral alternatif lainnya) direkomendasikan pada

pasien gagal jantung dengan atrial fibrilasi permanen, persisten, atau paroksismal

tanpa adanya kontraindikasi terhadap antikoagulasi. Dosis antikoagulan harus

38

Page 39: SKD 3B - Kardiovaskuler - Gagal Jantung

disesuaikan dengan risiko komplikasi tromboembolik termasuk stroke.Kelas

Rekomendasi I, Tingkat Bukti A

Antikoagulasi juga direkomendasikan pada pasien dengan trombus

intrakardiak yang terdeteksi pada echocardiography atau bukti adanya

tromboembolisme sistemikKelas Rekomendasi I, Tingkat Bukti C

Temuan yang perlu diingat :

Pada pasien atrial fibrilasi yang dilibatkan pada serangkaian uji

klinis acak, termasuk pada pasien dengan gagal jantung, warfarin

ditemukan dapat mengurangi risiko stroke dengan 60-70%.

Warfarin juga lebih efektif dalam mengurangi risiko stroke

dibanding terapi antiplatelet, dan lebih dipilih pada pasien dengan risiko

stroke yang lebih tinggi, seperti yang ditemukan pada pasien dengan gagal

jantung.

Tidak terdapat peranan antikoagulan pada pasien gagal lainnya,

kecuali pada mereka yang memiliki katup prostetik.

Pada analisis dua uji klinis skala kecil yang membandingkan

efektifitas warfarin dan aspirin pada pasien dangan gagal jantung,

ditemukan bahwa risiko perawatan kembali secara bermakna lebih besar

pada pasien yang mendapat terapi aspirin, dibandingkan warfarin.

BAB III

39

Page 40: SKD 3B - Kardiovaskuler - Gagal Jantung

KESIMPULAN

Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah

dalam jumlah yang memadai untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh atau

kemampuan tersebut hanya dapat terjadi dengan tekanan pengisian jantung yang

tinggi atau kedua-duanya

Penyakit jantung koroner merupakan penyebab utama untuk terjadinya

gagal jantung. Perubahan gaya hidup dengan konsumsi makanan yang

mengandung lemak, dan beberapa faktor yang mempengaruhi, sehingga angka

kejadiannya semakin meningkat

Penegakkan diagnosis yang baik sangat penting untuk penatalaksanaan

gagal jantung baik akut maupun kronik. Diagnosis gagal jantung meliputi

anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan

anamnesis dan pemeriksaan fisik merupakan modal dasar untuk menegakkan

diagnosis. Pemeriksaan penunjang yang terdiri dari foto thoraks,

elektrokardiografi, laboratorium, echocardiografi, pemeriksaan radionuklir juga

pemeriksaan angiografi koroner. Perkembangan teknologi canggih dalam

pencitraan dan biomarker dapat menolong klinisi untuk menegakkan diagnosis

yang lebih baik untuk menangani penderita dengan gagal jantung.

Penatalaksanaan gagal jantung meliputi penatalaksanaan secara umum/ non

farmakologi, farmakologi dan penatalaksanaan intervensi. Penatalaksanaan ini

tergantung penyebab gagal jantung yang terjadi, dan fasilitas yang tersedia.

Dengan penatalaksanaan yang baik diharapkan akan terwujud pengurangan angka

morbiditas dan mortalitas yang disebabkan gagal jantung.

DAFTAR PUSTAKA

40

Page 41: SKD 3B - Kardiovaskuler - Gagal Jantung

1. Price, Sylvia. Patofisiologi dan konsep klinis penyakit. EGC. Jakarta : 2006

2. Hess OM, Carrol JD. Clinical Assessment of Heart Failure. In: Libby P,

Bonow RO, Mann DL, Zipes DP, editor. Braunwald’s Heart Disease.

Philadelphia: Saunders; 2007. p. 561-80.

3. Mann DL. Heart Failure and Cor Pulmonale. In: Fauci AS, Braunwald E,

Kasper DL, editor. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 17 th ed. New

York: Mc graw hill; 2008. p. 1443.

4. Maisel AS, Krishnaswamy P, Nowak RM, et al: Rapid measurement of B-

type natriuretic peptide in the emergency diagnosis of heart failure. N Engl J

Med 2002; 347:161-167.

5. Sudoyo, DR.dr. Aru W, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai

Penerbit FKUI, Jakarta, 2009.

41