sk1 urin

33
LI 1 : MM Ginjal dan saluran kemih LO 1.1 : Makroskopik Terdapat pada dinding posterior abdomen di sebelah kanan/kiri Columna Vertebalis,berbentuk seperti kacang tanah. Ginjal kiri lebih tinggi dari ginjal kanan. Terletak Retroperitoneal dengan ukuran normal 12 x 6 2 cm,berat sebuah ginjal adalah 130 gram. Bagian luar dibungkus oleh jaringan ikat tebal Fasccia Renalis yang tediri dari Lamina anterior dan posterior. Selubung yang langsung menutupi Cortex ginjal adalah Capsula Fibrosa Renalis, sedangkan Capsula Adiposa Renalis tidak langsung membungkus. Bagian dalam ginjal yaitu Cortex(luar) dan medulla (dalam). Bagian Cortex yang masuk Medulla adalah Columna Renalis (Bertini). Tempat keluar masuknya alat dari atau ke ginjal adalah Hilus Renalis. Alat yang masuk adalah Arteria Renalis , Plexus Symphaticus dan Vagus Nerve. Alat yang keluar adalah Vena Renalis,Ureter dan Nn. Limpatici. Vaskularisi Ginjal dalam medula dan cortex : Aorta Abominalis -> Arteria Renalis Kiri/Kanan -> masuk Hillus bercabang -> Arteri Segmentalis -> Arteri Lobaris -> Arteri Interlobaris -> membentuk Arteri Arquata (antara kortex dan medulla) -> bercabang sebagai Arteria Afferen -> masuk Glomerullus (capsula bowman) disini akan terjadi filtrasi darah. Urin dikeluarkan melalui Papilla Renalis -> Calyx Minor -> Calyx Major -> Pelvis Renalis -> Ureter. Darah pada kortex dikembalikan melalui Arteri Efferent -> Vena Interlobaris -> Vena renalis -> Vena Cara Inferior -> Atrium Dextra. Batas-batas pada Ginjal dextra Interior : Flexura Colidextra,Colon Ascendens, Duodenum(II), Hepar(Lob. Dextra), Mesocolon Transversum. Batas-batas pada Ginjal Dextra Posterior : M. Psoas Dextra, M. Gyadratus Lumborum Dextra, M. Transversus Abdominis dextra, N. Subcostalis (ver th 12) dextra, N. lleohypogastricus dextra, N. lleoinguinalis (VL. 1) dextra,Costae 12 dextra. Batas-batas pada Ginjal Sinistra: Flexura coli sinistra, Colon descendens, Pancreas, Pangkal Mesocolon Transversum, Lien, Gaster. Batas-batas pada Ginjal Sinistra Posterior: M. psoas Sinistra,M quadratus lumborum Sinistra, M. Transversus Abdominis sinistra, N. Sobcustalis (VT. 12) astricus Sinistra, N ileohypogastricus Sinistra, pertengahan costae 11 dan 12 sinistra. Persarafan : N. Vagus Plexus Coeliacus, Plexus renalis untuk ren,Plexus Sympaticus renalis,Serabut afferen melalui Plexus renalis menuju medulla Spinalis N. Thoracalis X,XI,XII.

Upload: rista-triana

Post on 13-Jul-2016

249 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

gna

TRANSCRIPT

Page 1: sk1 urin

LI 1 : MM Ginjal dan saluran kemih

LO 1.1 : Makroskopik

Terdapat pada dinding posterior abdomen di sebelah kanan/kiri Columna Vertebalis,berbentuk seperti kacang tanah. Ginjal kiri lebih tinggi dari ginjal kanan. Terletak Retroperitoneal dengan ukuran normal 12 x 6 2 cm,berat sebuah ginjal adalah 130 gram. Bagian luar dibungkus oleh jaringan ikat tebal Fasccia Renalis yang tediri dari Lamina anterior dan posterior. Selubung yang langsung menutupi Cortex ginjal adalah Capsula Fibrosa Renalis, sedangkan Capsula Adiposa Renalis tidak langsung membungkus.

Bagian dalam ginjal yaitu Cortex(luar) dan medulla (dalam). Bagian Cortex yang masuk Medulla adalah Columna Renalis (Bertini). Tempat keluar masuknya alat dari atau ke ginjal adalah Hilus Renalis. Alat yang masuk adalah Arteria Renalis , Plexus Symphaticus dan Vagus Nerve. Alat yang keluar adalah Vena Renalis,Ureter dan Nn. Limpatici.

Vaskularisi Ginjal dalam medula dan cortex : Aorta Abominalis -> Arteria Renalis Kiri/Kanan -> masuk Hillus bercabang -> Arteri Segmentalis -> Arteri Lobaris -> Arteri Interlobaris -> membentuk Arteri Arquata (antara kortex dan medulla) -> bercabang sebagai Arteria Afferen -> masuk Glomerullus (capsula bowman) disini akan terjadi filtrasi darah.

Urin dikeluarkan melalui Papilla Renalis -> Calyx Minor -> Calyx Major -> Pelvis Renalis -> Ureter.

Darah pada kortex dikembalikan melalui Arteri Efferent -> Vena Interlobaris -> Vena renalis -> Vena Cara Inferior -> Atrium Dextra.

Batas-batas pada Ginjal dextra Interior : Flexura Colidextra,Colon Ascendens, Duodenum(II), Hepar(Lob. Dextra), Mesocolon Transversum.

Batas-batas pada Ginjal Dextra Posterior : M. Psoas Dextra, M. Gyadratus Lumborum Dextra, M. Transversus Abdominis dextra, N. Subcostalis (ver th 12) dextra, N. lleohypogastricus dextra, N. lleoinguinalis (VL. 1) dextra,Costae 12 dextra.

Batas-batas pada Ginjal Sinistra: Flexura coli sinistra, Colon descendens, Pancreas, Pangkal Mesocolon Transversum, Lien, Gaster.

Batas-batas pada Ginjal Sinistra Posterior: M. psoas Sinistra,M quadratus lumborum Sinistra, M. Transversus Abdominis sinistra, N. Sobcustalis (VT. 12) astricus Sinistra, N ileohypogastricus Sinistra, pertengahan costae 11 dan 12 sinistra.

Persarafan : N. Vagus Plexus Coeliacus, Plexus renalis untuk ren,Plexus Sympaticus renalis,Serabut afferen melalui Plexus renalis menuju medulla Spinalis N. Thoracalis X,XI,XII.

http://id.shvoong.com/medicine-and-health/medicine-history/2239785-anatomi-makroskopis-ginjal/#ixzz2wslRMmbe

LO 1.2 : Mikroskopis

Nefron

Unit fungsional ginjal, berjumlah lebih dari satu juta buah (kortikal dan justamedula). Nefron berfungsi sebagai regulator air dan zat terlarut (terutama elektrolit) dalam tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian mereabsorpsi cairan dan molekul yang masih diperlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan lainnya akan dibuang.

Sebuah nefron terdiri dari sebuah komponen penyaring yang disebut korpuskula (atau badan Malphigi) yang dilanjutkan oleh saluran-saluran (tubulus), yaitu tubulus kontortus proksimal, tubulus kontortus distal, dan lengkung Henle.

1. Badan Malpighi / Korpuskulum Renal

Page 2: sk1 urin

Terdiri atas glomerulus (gulungan kapiler) dikelilingi kapsula Bowman. Glomerulus ditutupi lapisan visceral, kapsula bowman ditutup lapisan parietal. Di antaranya terdapat ruang kapsul untuk tempat filtrate. Kutub vaskular adalah tempat arteriol aferen masuk dan arteriol eferen keluar. Kutub urinarius, tempat mulai tubulus kontortus proximal.

Lapisan parietal terdiri atas selapis epitel pipih, lamina basalis, dan serat retikulin. Lapisan visceral, sel epitel menjadi sel podosit dengan tonjolan-tonjolan (processus) primer dan sekunder (pedikel). Pedikel selang-seling membentuk celah filtrasi. Kapiler glomerulus memiliki sel mesangial (dinding) sebagai makrofag.

2. Tubulus Kontortus ProksimalSambungan dari kutub urinarius, epitel menjadi silindris atau kuboid selapis. Mikrovili membentuk brushborder. Vesikel pinositik dengan lisosom

3. Ansa Henle segmen tebal pars desendens

Mirip tubulus proksimal, tetapi diameternya lebih kecil dan dindingnya lebih tipis. Selalu terpotong dalam berbagai bidang potongan. Di daerah medula, disekitarnya tidak terlihat glomerulus.

4. Ansa Henle segmen tipisDiameter 12µ. Dinding berupa epitel selapis gepeng. Tersusun oleh 2 sampai 5 sel. Mirip pembuluh kapiler darah, epitelnya lebih tebal, sehingga sitoplasma lebih jelas terlihat. Di dalam lumennya tidak terdapat sel-sel darah. Untuk pe-mekatan urin

5. Ansa Henle segmen tebal pars asendensMirip tub.kontortus distal, diameternya lebih kecil dan dindingnya lebih tipis. Tempat reabsorpsi Na, pemekatan urin terakhir.

6. Tubulus Kontortus Distal

Bagian terakhir nefron. Epitel selapis kuboid. Sel lebih kecil dan banyak, lumen lebih besar, lebih banyak mitokondria, tanpa mikrovili.

7. Tubulus Kolektivus

Page 3: sk1 urin

Saluran besar, 40 - 200µ. Kelanjutan tubulus distal. Dinding dibentuk oleh sel kubis sampai torak rendah, jernih, hampir tidak mengambil zat warna (clear cells). Permukaan sel menonjol ke lumenUrin mengalir dari tubulus distal ke tubulus koligen, saling bergabung mem-bentuk Duktus Papillaris Bellini. Dindingnya dilapisi oleh epitel selapis torak tinggi, ke ujung saluran dinding berubah menjadi epitel transisionil.

Bermuara pada ujung apeks piramid pada papilla renalis, disebut area cribrosa.

8. Aparatus Jukstaglomerular- Makula densa: Sel dinding tubulus distal yang berada dekat dengan glomerulus berubah menjadi

lebih tinggi dan tersusun lebih rapat. Mampu mengatur kecepatan filtrasi glomerulus.- Sel juksta glomerularis: Modifikasi sel otot polos tunika media dinding arteriol afferen menjadi sel

sekretorik besar bergranula. Granula mengandung renin.- Mesangial ekstraglomerular/Polkissen: Terdapat diantara makula densa, vas afferen dan vas

efferent. Bentuk gepeng, panjang, banyak prosesus sitoplasma halus dengan jalinan mesangial. Berasal dari mesenchyme, mempunyai kemampuan fagositosi

9. Vesika Urinaria, Ureter, UretraMukosa terdiri atas epitel transitional dan lamina propria. Dikelilingi selubung otot polos.

LI 2 : MM Fisiologi Ginjal, Pembentukan urin, dan biokimianya

Page 4: sk1 urin

LO 2.1: Peran ginjal

- Ginjal

Pada setiap ginjal diperkirakan ada 1.000.000 nefron, selama 24 jam dapat menyaring darah 170 liter . Setiap nefron terdiri dari komponen vaskuler dan komponen tubulus, yang keduanya secara structural dan fungsional berkaitan erat. Bagian dominan pada komponen vascular adalah glomerulus, yang merupakan tempat filtrasi sebagian air dan zat terlarut dari darah yang melewatinya. Cairan yang sudah terfiltrasi ini yang komposisinya nyaris identik dengan plasma, kemudian mengalir ke komponen tubulus nefron, tempat cairan tersebut dimodifikasi oleh berbagai system transportasi yang mengubahnya menjadi urine.

Terdapat tiga proses dasar yang berperan dalam pembentukan urine:

- Filtrasi Glomerulus

Kapiler glomerulus secara selektif bersifat impermeable terhadap protein plasma yang lebih besar dan permeable terhadap air dan larutan yang lebih kecil seperti elektrolit, asam amino, glukosa, dan sisa nitrogen. Glomerulus mengalami kenaikan tekanan darah 90 mmHg. Kenaikan ini terjadi karena aeteriole aferen yang mengarah ke glomerulus mempunyai diameter yang lebih besar dan memberikan sedikit tahanan dari kapiler yang lain. Darah didorong ke dalam ruangan yang lebih kecil, sehingga darah mendorong air dan partikel kecil yang terlarut dalam plasma masuk ke dalam kapsula Bowman. Tekanan darah terhadap dinding pembuluh ini disebut tekanan hidrosatik (TH). Gerakan masuknya ke dalam kapsula Bowman disebut sebagai filtrasi glomerulus.

Tekanan hidrostatik plasma dan tekanan osmotic filtrat kapsula Bowman bekerja sama untuk meningkat-kan gerakan air dan molekul permeable, molekul permeable kecil dari plasma masuk ke dalam kapsula Bowman. Tekanan hidrosatik dan tekanan osmotic filtrat dalam kapsula Bowman bersama-sama memper-cepat gerekan air dan molekul permeable dari kapsula Bowman masuk ke kapiler jumlah tekanan 70 mmHg akan mempermudah pemindahan filtrat dari aliran darah ke dalam kapsula Bowman. Laju ini dinamakan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG). Pada orang sehat, jumlah pertukaran filtrasi per menit adalah 125 ml.

- Reabsorbsi Tubulus

Reabsorbis tubulus adalah suatu proses yang sangat selektif. Di dalam filtrat glomerulus, semua konstituen, kecuali protein plasma, berada dalam konsentrasi yang sama dengan konsentrasi di plasma. Terdapat dua jenis reabsorbsi tubulus: reabsorbi pasif dan reasorbsi aktif, bergantung apakah diperlukan energi local untuk memindahkan suatu bahan tertentu.

Reabsorbsi natrium dan clorida memegang peran utama dalam metabolisme elektrolit dan cairan tubuh. Selain itu, transpor natrium terjadi bersamaan dengan transpor hydrogen, elektrolit lain, glukosa, asam amino, asam organik, fosfat, dan zat lainnya melalui dinding tubulus. Di tubulus proksimal, bagia tebal ansa Henle pars asenden, tubulus distal, dan duktus koligentes, proses perpindahan Natrium berlangsung melalui kontranspor dan pertukaran ion dari lumen tubulus ke dalam sel epitel tubulus mengikuti ringkat gradien listrik, dan kemudian dipompa secara aktif dari sel tubulus ke ruang interstisium. Jadi natrium akan diangkut secara aktif keluar dari seluruh bagian dari tubulus ginjal kecuali dari bagian tipis ansa Henle. Natrium dipompa ke ruang interstisium oleh pompa Na+-K+ ATPase.

Glukosa, asam amino, dan bikarbonat direabsorbsi bersama-sama dengan natrium di bagian awal tubulus proksimal. Hampir semua glukosa direabsorbsi. Produk-produk sisa yang lainnya yang difiltrasi selain urea misalnya fenol dan kreatinin, juga terkonsentrasi di ceiran tubulus sewaktu air meninggalkan filtrat untuk memasuki plasm, tetapi zat-zat ini secara pasif direabsorbsi seperti urea.

- Sekresi Tubulus

Sekresi tubulus melibatkan transportasi transepital seperti yang dilakukan reabsorbsi tubulus, tetapi langkah-langkahnya berlawanan arah. Bahan yang paling penting disekresikan oleh tubulus adalah io hydrogen dan ion kalium, serta anion dan kation organik, yang banyak di antaranya adalah senyawa-senyawa yang asing.

Urine

Page 5: sk1 urin

Mikturisi (berkemih) merupakan refleks yang dapat dikendalikan dan dapat ditahan oleh pusat persarafan yang paling tinggi dari manusia. Gerakannya oleh kontraksi otot abdominal yang menambah tekanan di dalam rongga dan berbagai organ yang menekan kandung kemih membantu mengosongkannya. Rata-rata dlam satu hari 1-2 liter, tetapi berbeda sesuai dengan jumlah cairan yang masuk. Warnanya bening orange, pucat, tanpa endapan, baunya tajam, reaksinya sedikit asam terhadap lakmus dengan pH rata-rata 6. Air kemih terdiri dari kira-kira 95% air, zat-zat sisa nitrogen dari hasil metabolisme protein asam urea, amoniak dan kreatinin, elektrolit (natrium, kalsium, NH3, bikarbonat, fosfat, dan sulfat), pigmen (bilirubin, urobilin), toksin, dan hormone.

Sherwood, L. 2011. Fisiologi Manusia: dari sel ke system Edisi 6. Jakarta: EGC. Hal 553-583.

LO 2.2 : LFG dan factor yang mempengaruhinya

Kekuatan laju filtrasi meliputi :

1. Tekanan hidrostatik di dalam kapiler glomerulus yang menyebabkan filtrasi.2. Tekanan hidrostatik dalam kapsula Bowman di luar kapiler yang melawan filtrasi.3. Tekanan osmotik koloid protein flasma kapiler glomerulus yang melawan filtrasi.4. Tekanan osmotik koloid dalam kapsula Bowman yang memulai filtrasi

A. Kenaikan koefisien filtrasi glomerulus (Kf) meningkatkan GFR.

Secara teoritis, peningkatan Kf akan meningkatkan GFR, sedangkan penurunan Kf akan mengurangi GFR. Peningkatan tekanan hidrostatik kapsula Bowman dapat menurunkan GFR. Kf adalah luas permukaan glo-merulus yang tersedia untuk penetrasi dan seberapa permeable membrane glomerulus.

Gaya total yang mendorong filtrasi adlah tekanan darah kapiler glomerulus yaitu 55 mmHg. Jumlah 2 gaya yang melawan filtrasi adalah 45 mmHg. Perbedaan netto yang mendorong filtrasi (10 mmHg) adalah teka-nan filtrasi netto.

LFG= Kf x tekanan filtrasi netto.

B. Kenaikan tekanan osmotik koloid kapiler glomerulus dapat menurunkan GFR.

Pada kenaikan aliran darah ginjal, fraksi plasma yang lebih rendah pada awalnya disaring keluar dari kapiler glomerulus, menyebabkan kenaikan tekanan osmotik koloid kapiler glomerulus yang lebih lambat dan efek penghambatan GFR yang lebih sedikit. Akibatnya, walaupun dengan tekanan hidrostatik glomerulus yang konstan, laju aliran darah yang lebih besar ke dalam glomerulus cenderung meningkatkan GFR, dan laju aliran darah yang lebih rendah kedalan glomerulus cenderung menurunkan GFR.

C. Kenaikan tekanan hidrostatik kapiler glomerulus dapat meningkatkan GFR

Tekanan hidrostatik glomerulus ditentukan oleh 3 variabel : Tekanan arteri, Tahanan arteriol afferent, Tahanan arteriol efferent.

LO 2.3 : Peran ginjal dalam keseimbangan cairan tubuh

Pengaturan Osmolaritas Cairan Ekstraseluler dan Konsentrasi Natrium.

1. Ginjal Mengeluarkan Air yang Berlebihan dengan membentuk urin yang encer.

Ginjal normal memiliki kemampuan yang besar untuk membentuk berbagai proporsi zat terlarut dan air dalam urin sebagai respon terhadap berbagai perubahan. Bila terdapat kelebihan air dalam tubuh, dan osmolaritas cairan tubuh menurun, ginjal akan mengeluarkan urine dengan osmolaritas serendah 50 mOsm/liter. Sebaliknya, bila terjadi kekurangan air dan osmolaritas cairan ekstraseluler tinggi, ginjal akan mengeluarkan urin dengan konsentrasi sekitar 1200-1400 mOsm/ltr.

a) Hormon Antidiuretik Mengatur Konsentrasi Urine

Ada suatu sistem umpan balik kuat yang mengatur osmolaritas plasma dan konsentrasi natrium, yang berkerja dengan cara menghambat ekskresi air oleh ginjal, dan tidak bergantung pada nilai ekskresi zat terlarut. Peran utama dari sistem umpan balik ini adalah hormon antideuretik (ADH), yang juga disebut vosopresin.

Page 6: sk1 urin

b) Mekanisme ginjal untuk mengeluarkan urin encer

Bila terdapat kelebihan air dalam tubuh, ginjal dapat mengeluarkan urin encer sebanyak 20 liter/hari, dengan konsentrasi serendah 50 mOsm/liter. Ginjal melakukan ini dengan mereabsorbsi terus zat terlarut sementara tidak mereabsopsi kelebihan air di bagian distal dari nefron, termasuk tubulus distal akhir dan duktus koligentes. Mekanisme yang membentuk urin encer adalah dengan terus mereabsorbsi zat terlarut dari bagian distal sistem tubulus sementara tidak dilakukan reabsopsi air.

2. Ginjal Menyimpan Air dengan Mengeluarkan Urin Pekat

Air secara terus menerus hilang dari tubuh melalui berbagai cara. Bila terdapat kekurangan air dalam tubuh, ginjal membentuk urin pekat dengan terus menerus mengekskresikan zat terlarut sementara meningkatkan reabsopsi air dan menurunkan volume urin yang terbentuk.

a) Kebutuhan untuk Mengekskresikan Urin Pekat –Kadar ADH yang Tinggi dan Hiperosmotik Medula Ginjal.Kebutuhan dasar untuk membentuk urin pekat adalah :Kadar ADH yang tinggi, yang meningkatkan permeabilitas tubulus distal dan duktus koligentes terhadap air, sehingga membuat segmen-segmen tubulus ini mereapsobsi air cukup banyak, dan Osmolaritas yang tinggi dari cairan interstisial medula ginjal, yang menyediakan gradien osmotik yang diperlukan untuk terjadinya reabsorbsi air dengan adanya kadar ADH yang tinggi.

b) Mekanisme Arus Balik Menghasilkan Interstisium Medula Ginjal HiperosmotikOsmolaritas cairan interstisial pada hampir seluruh bagian tubuh adalah sekitar 300 mOsm/liter, yang mirip dengan osmolaritas plasma. Sedangkan pada medula ginjal jauh lebih tinggi, meningkat dengan cepat sampai kira-kira 1200 mOsm/liter. Faktor-faktor utama yang ikut berperan dalam membentuk konsentrasi zat terlarut ke dalam medula ginjal adalah sebagai berikut:Transpor aktif ion natrium dan ko-transpor kalium, klorida, dan ion-ion lain keluar dari segmen tebal cabang asenden ansa Henle ke dalam interstisium ginjal.Tanspor aktif ion-ion dari duktus koligentes ke dalam interstisium medula.Difusi pasif sejumlah besar urea dari bagian dalam medula duktus koligentes ke dalam interstisium medulla.Difusi sejumlah kecil air dari tubulus medula ke dalam interstisium medulla, lebih sedikit dari pada reabsopsi zat terlarut ke dalam interstisium medula.

c) Peranan Tubulus Distal dan Duktus Koligentes dalam Mengekskresi Urin PekatBila cairan tubulus meninggalkan ansa Henle dan mengalir ke dalam tubulus kontortus distal di korteks ginjal, cairannya encer, dengan osmolaritas hanya sekitar 100 mOsm/liter.

d) Ureum Berperan Terhadap Hiperosmetik Insterstisium Medula Ginjal dan Terhadap Pemekatan Urine.Ureum berperan terhadap sekitar 40% osmolaritas (500 mOsm/liter) interstisium medula ginjal saat ginjal membentuk urin pekat secara maksimal. Bila terjadi kekurangan air dan konsentrasi ADH dalam darah nilainya tinggi, sejumlah besar ureum direabsorpsi secara pasif dari bagian dalam medula duktus koligentes masuk ke interstisium.

e) Pertukaran Arus Balik di Vasa Rekta Mempertahankan Hiperosmotik Medula GinjalUntuk menyuplai keperluan metabolik sel-sel di bagian ginjal ini, harus tersedia aliran darah medula ginjal. Tanpa suatu sistem aliran darah medula yang khusus, zat terlarut yang dipompa ke dalam medula ginjal oleh sistem arus balik akan menghilang dengan cepat.

f) Ringkasan Mekanisme Pemekatan Urin dan Perubahan Osmolaritas pada Berbagai Segmen TubulusPerubahan osmolaritas dan volume cairan tubulus sewaktu cairan melewati berbagai bagian nefron yaitu: Tubulus Proksimalis, cabang desenden ansa Henle, segmen tipis cabang asenden ansa henle, segmen tebal cabang asenden ansa henle, semen tebal cabang asenden ansa henle, segmen awal tubulus distal, semen akhir tubulus dan tubulus koligentes kortikalis.

g) Gangguan kemampuan pemekatan urinGangguan kemampuan ginjal untuk memekatkan atau mengencerkan urin secara tepat dapat terjadi pada satu atau lebih dari abnormalitas berikut ini:

1. Sekresi ADH yang tidak tepat.

Page 7: sk1 urin

2. Perusakan mekanisme arus balik. Hiperosmotik interstisium medula dibutuhkan untuk kemampuan pemekatan urin yang maksimal.

3. Ketidakmampuan tubulus distal, dan duktus koligentes untuk berespon terhadap ADH.

3. Pengaturan osmolaritas cairan ekstraselular dan konsentrasi natrium

Pengaturan osmolaritas cairan ekstraselular berhubungan erat dengan konsentrasi natrium karena natrium adalah ion yang paling banyak jumlahnya dalam ruang ekstraselular.

Memperkirakan osmolaritas plasma dari konsentrasi natrium plasma. Ada 2 sistem utama yang terlibat khusus dalam pengaturan konsentrasi natrium dan osmolaritas cairan ekstraselular :

a) Sistem umpan balik Osmoreseptor-ADH

1. Peningkatan osmolaritas cairan ekstraselular (yang secara praktis berarti peningkatan konsentrasi plasma) menyebabkan sel saraf khusus yang disebut sel-sel osmoreseptor, yang terletak di hipotalamus anterior dekat nukleus supraoptik, menyusut.

2. Penyusutan sel-sel osmoreseptor menyebabkan sel tersebut terangsang, mengirimkan sinyal-sinyal saraf ke sel-sel saraf tambahan di nukleus supraoptik.

3. Potensial aksi ini yang disalurkan ke hipofise posterior akan merangsang pelepasan ADH yang disimpan dalam granula sekretorik di ujung saraf.

4. ADH memasuki aliran darah dan ditranspor ke ginjal, dimana ADH meningkatkan permeabilitas air bagian akhir tubulus distal, tubulus koligentes kortikalis, dan duktus koligentes bagian dalam medulla

5. Peningkatan permeabilitas air di segmen nefron distal menyebabkan peningkatan reabsorpsi air dan ekskresi sejumlah kecil urin yang pekat.

b) Peranan Rasa Haus Dalam Mengatur Osmolaritas Cairan Ekstraselular Dan Konsentrasi NatriumGinjal meminimalkan kehilangan cairan selama terjadi kekurangan air melalui sistem umpan balik osmoreseptor ADH. Selain itu, asupan cairan diperlukan untuk mengimbangi kehilangan cairan apapun yang terjadi melalui berkeringat dan bernapas serta melalui saluran cerna. Pusat-pusat sistem saraf pusat terhadap rasa haus menimbulkan keinginan minum.

Mekanisme Keinginan Garam untuk Mengatur Konsentrasi dan Volume Natrium Cairan Ekstra-selularPemeliharaan volume cairan ekstraselular yang normal dan konsentrasi natrium membutuhkan suatu keseimbangan antara ekskresi natrium. Keinginan garam sebagian adalah akibat dari kenyataan bahwa manusia menyukai garam dan memakanya tanpa memperhatikan defisiensi garam. Yang menyebabkan kehilangan natrium yang banyak dalam urin dan menimbulkan : Penurunan volume cairan ekstraselular, Penurunan konsentrasi natrium.

http://www.riset872011.com/2013/04/peranan-ginjal-dalam-mengatur.html

LI.3. Memahami dan Menjelaskan Sindrom Nefrotik

3.1 Definisi sindrom nefrotik, adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada anak, merupakan suatu

kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari proteinuria masif, hipoalbuminemia, hiperkholesterolemia serta sembab. Yang dimaksud proteinuria masif adalah apabila didapatkan proteinuria sebesar 50-100 mg/kg berat badan/hari atau lebih. Albumin dalam darah biasanya menurun hingga kurang dari 2,5 gram/dl. Selain gejala-gejala klinis di atas, kadang-kadang dijumpai pula hipertensi, hematuri, bahkan kadang-kadang azotemia.Syndroma nefrotik merupakan keadaan klinik di mana terjadi sindroma nefrotik. Syndroma nefrotik merupakan keadaan klinik dimana terjadi proteinuria massif ( > 3,5 g/hari, hipoalbuminemia, udema dan hiperlipidemia, biasanya kadar BUN normal.

3.2 Etiologi

Page 8: sk1 urin

Sindrom nefrotik merupakan diagnosis klinis yang memiliki etiologi primer (dari ginjal) maupun sekunder (diluar gingal biasanya sistemik). Lebih dari 50% SN dewasa disebabkan karena penyebab sekunder.

PRIMER SEKUNDER

Glomerulosklerosis fokal segmental Nefropati diabetic (diabetes mellitus),amioloidosis

Glomerulonephritis membranosa Lupus eritromatosius sistemik, rheumatoid arthritis

Glomerulonephritis lesi minimal Infeksi (HIV, hepatitis b &c, malaria)

Glomerulonephritis membranoploriferatif Obat-obatan (obant anti inflamasi non steroid)

Glomerulonephritisproliferative mesangial keganasan

3.3 Klasifikasi

Beberapa definisi/batasan yang dipakai pada SN adalah:

Remisi : proteinuria negatif atau trace (proteinuria < 4 mg/m2 LPB/jam) 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu

Relaps : proteinuria ≥ 2+ (proteinuria ≥ 40 mg/m2 LPB/jam) 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu

Relaps jarang : relaps terjadi kurang dari 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respons awal atau kurang dari 4 kali per tahun pengamatan

Relaps sering (frequent relaps) : relaps terjadi ≥ 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respons awal atau ≥ 4 kali dalam periode 1 tahun

Dependen steroid : relaps terjadi pada saat dosis steroid diturunkan atau dalam 14 hari setelah pengobatan dihentikan, dan hal ini terjadi 2 kali berturut-turut

Resisten steroid : tidak terjadi remisi pada pengobatan prednison dosis penuh (full dose) 2 mg/kgBB/hari selama 4 minggu.

Sindrom nefrotik bukan suatu penyakit, tetapi manifestasi penyakit yang menyerang glomerular. Banyak terjadi pada anak-anak. Sindroma nefrotik dibagi menjadi sindroma nefrotik primer dan sekunder.

a. Sindroma nefrotik primer/ idiopatik:Sindrom ini merupakan sekitar 90% nefrosis pada anak. Penyebab sindrom ini tetap belum diketahui oleh sebab itu dikatakan Sindrom Nefropatik Idiopatik (SNI) . Kelainan histologis SNI menunjukkan kelainan-kelainan yang tidak jelas atau sangat sedikit perubahan yang terjadi sehingga disebut Minimal Change Nephrotic Syndrome atau Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal (SNKM). Sindrom nefrotik primer/idiopatik terbagi menjadi 5 bentuk:1) Sindroma nefrotik lesi minimal (MCNS= Minimum Change Nephrotic Sindrome) Kondisi ini

bertanggung jawab pada 85% kasus sindroma nefrotik pada masa kanak-kanak. Dicirikan dengan kepekaan terhadap terapi kortikosteroid; tidak ditemukannya lesi glomerulus yang bermakna pada pemeriksaan mikroskop cahaya; tidak adanya timbunan globulin imun glomerulus atau komplemen; dan dengan proteinuria yang sangat selektif.Etiologi. Tidak diketahui. Pada minoritas kasus ditemukan faktor genetik dan familial.Dibandingkan dengan populasi umum, antigen HLA B12 lebih sering ditemukan.Manifestasi klinis. Sama seperti gejala pada sindroma nefrotik umunya yakni edem,proteinuria, pasien biasanya tidak tampak sakit berat, seringkali dengan asites dan efusi pleura. Cairan edema berkumpul pada tempat-tempat dependen; setelah tidur malam wajah dan

Page 9: sk1 urin

kelopak mata atau daerah sakrum dapat mengalami edema, sementara pada siang hari pembengkakan kaki dan abdomen lebih nyata. Kehilangan proaktivator C3.Diagnosis laboratorium. Sama seperti SN. Hematuria ditemukan pada kurang dari 10% kasus dan umumnya mikroskopis dan bersifat sementara. Terlihat adanya lemak lonjong (oval fat bodies=silinder tubular yang mengandung lemak) dan silinder hialin dalam sedimen.

2) Sindroma nefrotik dengan poliferasi mesangial difusPada gambaran patolgi kelompok proliferatif mesangium (5%) ditandai dengan peningkatan difus sel mesangium dan matriks. Dengan imunofluoresensi,frekuensi endapan mesangium yang mengandung IgM dan depresi C3 dalam serum tidak berbeda pada lesi minimal.

3) Sindroma nefrotik glomerulosklerosis fokalPada biopsi penderita yang menderita lesi sklerosis setempat (10%), sebagian besar glomerulus tampak normal atau menunjukkan proliferasi mesangium. Yang lain, terutama glomerulus yang dekat dengan medula (jukstamedulare), menunjukkan jaringan parut segmental pada satu atau lebih lobus. Penyakitnya seringkali progresif, akhirnya melibatkan semua glomerulus dan menyebabkan gagal ginjal stadium akhir pada kebanyakan penderita. Sekitar 20% penderita demikian berespons terhadap prednison atau terapi sitotoksik atau keduanya.

4) Glomerulonefritis membranoproliferatif (MPGN) tipe I dan IIGlomerulonefritis membranoproliferatif adalah penyebab tersering glomerulonefritis kronis pada anak yang lebih tua dan dewasa muda.Patologi dan Patogenesis.Pada awalnya glomerulonefritis membranoproliferatif dibedakan dari bentuk glomerulonefritis kronis lainnya dengan ditemukannya hipokomplementemia, pada beberapa penderita akibat adanya antibodi (disebut faktor nefritis C3) yang mengaktifkan jalur komplemen alternatif. MPGN tipe I adalah bentuk yang paling lazim; glomerulus menampakkan pola lobuler yang menonjol, karena adanya pertambahan yang menyeluruh pada sel dan matriks mesangium. Dinding kapiler glomerulus tampak menebal, dan pada beberapa daerah berduplikasi atau membelah karena adanya interposisi sitoplasma dan matriks mesangium di antara sel endotel dan GBM. Bulan sabit mungkin ada; bila terdeteksi pada sebagian besar glomerulus, penyakit ini menunjukkan prognosis jelek. Pada MPGN yang tipe II, perubahan mesangium kurang menonjol daripada tipe I. Dinding kapiler memperlihatkan penebalan seperti pita tidak teratur, karena padatnya endapan. Jarang adanya pembelahan membran, tetapi sering adanya bulan sabit.Diagnosis. Diagnosis ditegakkan dengan biopsi ginjal. Indikasi biopsi meliputi terjadinya sindrom nefrotik pada anak berumur lebih dari 8 tahun atau hematuria mikroskopis dan proteinuria menetap.

5) Glomerulopati membranosaGlomerulopati membranosa adalah penyebab sindrom nefrotik tersering pada orang dewasa, tetapi jarang pada anak-anak dan jarang menyebabkan hematuria.Manifestasi klinis. Pada anak, glomerulopati membranosa paling lazim dijumpai pada umur dekade kedua. Penyakitnya muncul seperti sindrom nefrotik. Namun, hampir semua penderita menderita hematuria mikroskopis dan kadang-kadang penderita menderita hematuria makroskopis. Tekanan darah dan kadar C3 normal.Diagnosis. Diagnosisnya dikonfirmasikan dengan biopsi ginjal. Indikasi umum untuk biopsi meliputi adanya sindrom nefrotik pada anak berumur lebih dari 8 tahun atau, atau adanya hematuria atau proteinuria yang tidak terjelaskan. Glomerulopati membranosa kadang-kadang dapat ditemukan bersama dengan SLE, kanker, terapi emas atau penisilamin, dan sifilis serta infeksi virus hepatitis B. Penderita glomerulopati membranosa menambah resiko trombosis vena renalis.

b. Sindrom nefrotik sekunder, timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau sebagai akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek samping obat. Penyebab yang sering dijumpai adalah

Page 10: sk1 urin

a. Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom Alport, miksedema.

b. Infeksi : hepatitis B, malaria, schistosomiasis, lepra, sifilis, streptokokus, AIDS.c. Toksin dan alergen: logam berat (Hg), penisillamin, probenesid, racun serangga, bisa ular.d. Penyakit sistemik bermediasi imunologik: lupus eritematosus sistemik, purpura Henoch-

Schönlein, sarkoidosis.e. Neoplasma : tumor paru, penyakit Hodgkin, tumor gastrointestinal.

3.4 Faktor resiko

Medical conditions that can damage your kidneys. Certain diseases and conditions increase your risk of developing nephrotic syndrome, such as diabetes, lupus, amyloidosis, minimal change disease and other kidney diseases.

Certain medications. Examples of medications that can cause nephrotic syndrome include nonsteroidal anti-inflammatory drugs and drugs used to fight infections.

Certain infections. Examples of infections that increase the risk of nephrotic syndrome include HIV, hepatitis B, hepatitis C and malaria.

They are classified as primary (causes that primarily affect the glomerulus of the kidney) and secondary (known conditions whose affect on the kidney is part of their spectrum of disease. The primary causes are designated according to their microscopic appearance, for little is known about their specific origin. The secondary causes are designated by disease name, for the nephrotic syndrome occurs with the existence of that disease.

The primary diseases include minimal change disease, focal segmental glomerulosclerosis, membranous glomerulopathy, proliferative glomerulonephritis and membranoproliferative glomerulonephritis.

The secondary diseases include various infections, drugs/toxins (non-steroidal anti-inflammatories, gold salts, heroin, heavy metals, bee stings, pollens, tumour associated antigens), collagen-vascular diseases, diabetes mellitus, amyloidosis, light chain nephropathy, chronic vesicoureteric reflux, pregnancy, and obesity.

3.5 Patofisiologi

Reaksi antigen antibody menyebabkan permeabilitas membrane basalis glomerulus meningkat dan diikuti kebocoran sejumlah protein (albumin). Tubuh kehilangan albumin lebih dari 3,5 gram/hari menyebabkan hipoalbuminemia, diikuti gambaran klinis sindrom nefrotik seperti sembab, hiperliproproteinemia dan lipiduria.

Page 11: sk1 urin
Page 12: sk1 urin

Patofisiologi beberapa gejala dari sindrom nefrotik :

1. Proteinuria (albuminuria)Proteinuria (albuminuria) masif merupakan penyebab utama terjadinya sindrom nefrotik, namun penyebab terjadinya proteinuria belum diketahui benar. Salah satu teori yang dapat menjelaskan adalah hilangnya muatan negatif yang biasanya terdapat di sepanjang endotel kapiler glomerulus dan membran basal. Hilangnya muatan negatif tersebut menyebabkan albumin yang bermuatan negatif tertarik keluar menembus sawar kapiler glomerulus. Terdapat peningkatan permeabilitas membrane basalis kapiler-kapiler glomeruli, disertai peningkatan filtrasi protein plasma dan akhirnya terjadi proteinuria(albuminuria). Beberapa faktor yang turut menentukan derajat proteinuria(albuminuria) sangat komplek

- Konsentrasi plasma protein

- Berat molekul protein

- Electrical charge protein

- Integritas barier membrane basalis

- Electrical charge pada filtrasi barrier

- Reabsorpsi, sekresi dan katabolisme sel tubulus

- Degradasi intratubular dan urin

Page 13: sk1 urin

2. HipoalbuminemiaPlasma mengandung macam-macam protein, sebagian besar menempati ruangan ekstra vascular(EV). Plasma terutama terdiri dari albumin yang berat molekul 69.000.Hepar memiliki peranan penting untuk sintesis protein bila tubuh kehilangan sejumlah protein, baik renal maupun non renal. Mekanisme kompensasi dari hepar untuk meningkatkan sintesis albumin, terutama untuk mempertahankan komposisi protein dalam ruangan ekstra vascular(EV) dan intra vascular(IV).

Walaupun sintesis albumin meningkat dalam hepar, selalu terdapat hipoalbuminemia pada setiap sindrom nefrotik. Keadaan hipoalbuminemia ini mungkin disebabkan beberapa factor : Kehilangan sejumlah protein dari tubuh melalui urin (prooteinuria) dan usus (protein losing

enteropathy) Katabolisme albumin, pemasukan protein berkurang karena nafsu makan menurun dan

mual-mual Utilisasi asam amino yang menyertai penurunan faal ginjal

Bila kompensasi sintesis albumin dalam hepar tidak adekuat, plasma albumin menurun, keadaan hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia ini akan diikuti oleh hipovolemia yang mungkin menyebabkan uremia pre-renal dan tidak jarang terjadi oligouric acute renal failure. Penurunan faal ginjal ini akan mengurangi filtrasi natrium Na+ dari glomerulus (glomerular sodium filtration) tetapi keadaan hipoalbuminemia ini akan bertindak untuk mencegah resorpsi natrium Na+ kedalam kapiler-kapiler peritubular. Resorpsi natrium na+ secara peasif sepanjang Loop of Henle bersamaan dengan resorpsi ion Cl- secara aktif sebagai akibat rangsangan dari keadaan hipovolemia. Retensi natrium dan air H2O yang berhubungan dengan system rennin-angiotensin-aldosteron (RAA) dapat terjadi bila sindrom nefrotik ini telah memperlihatkan tanda-tanda aldosteronisme sekunder. Retensi natrium dan air pada keadaan ini (aldosteronisme) dapat dikeluarkan dari tubuh dengan pemberian takaran tinggi diuretic yang mengandung antagonis aldosteron.

3. SembabHipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik dari kapiler-kapiler glomeruli, diikuti langsung oleh difusi cairan kejaringan interstisial, klinis dinamakan sembab. Penurunan tekanan onkotik mungkin disertai penurunan volume plasma dan hipovolemia. Hipovolemia menyebabkan retensi natrium dan air. (lihat skema)Proteinuria masih menyebabkan hipoalbuminemia dan penurunan tekanan onkotik dari kapiler-kapiler glomeruli dan akhirnya terjadi sembab.Mekanisme sembab dari sindrom nefrotik dapat melalui jalur berikut :

a. Jalur langsung/direk

Page 14: sk1 urin

Penurunan tekanan onkotik dari kapiler glomerulus dapat langsung menyebabkan difusi cairan ke dalam jaringan interstisial dan dinamakan sembab.

b. Jalur tidak langsung/indirek

Penurunan tekanan onkotik dari kepiler glomerulus dapat menyebabkan penurunan volume darah yang menimbulkan konsekuensi berikut:

Aktivasi system rennin angiotensin aldosterone: menyebabkan rangsangan kelenjar adrenal untuk sekresi hormone aldosteron. Kenaikan konsentrasi hormone aldosteron akan mempengaruhi sel-sel tubulus ginjal untuk mengabsorbsi ion natrium sehingga ekskresi ion natrium menurun.

Kenaikan aktivasi saraf simpatetik dan circulating cathecolamines: menyebabkan tahanan atau resistensi vaskuler glomerulus meningkat. Kenaikan tahanan vaskuler renal ini dapat diperberat oleh kenaikan plasma rennin dan angiotensin.

3.6 Manifestasi Klinis

▪ Sembab. Manifestasi klinik utama adalah sembab, yang tampak pada sekitar 95% anak dengan sindrom nefrotik. Seringkali sembab timbul secara lambat sehingga keluarga mengira sang anak bertambah gemuk. Pada fase awal sembab sering bersifat intermiten; biasanya awalnya tampak pada daerah-daerah yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah (misal, daerah periorbita, skrotum atau labia). Akhirnya sembab menjadi menyeluruh dan masif (anasarka). Sembab berpindah dengan perubahan posisi, sering tampak sebagai sembab muka pada pagi hari waktu bangun tidur, dan kemudian menjadi bengkak pada ekstremitas bawah pada siang harinya. Bengkak bersifat lunak, meninggalkan bekas bila ditekan (pitting edema). Pada penderita dengan sembab hebat, kulit menjadi lebih tipis dan mengalami oozing. Sembab biasanya tampak lebih hebat pada pasien SNKM dibandingkan pasien-pasien GSFS atau GNMP. Hal tersebut disebabkan karena proteinuria dan hipoproteinemia lebih hebat pada pasien SNKM.

▪ Gangguan gastrointestinal Gangguan gastrointestinal sering timbul dalam perjalanan penyakit sindrom nefrotik. Diare sering dialami pasien dengan sembab masif yang disebabkan sembab mukosa usus. Hepatomegali disebabkan sintesis albumin yang meningkat, atau edema atau keduanya. Pada beberapa pasien, nyeri perut yang kadang-kadang berat, dapat terjadi pada sindrom nefrotik yang sedang kambuh karena sembab dinding perut atau pembengkakan hati. Nafsu makan menurun karena edema. Anoreksia dan terbuangnya protein mengakibatkan malnutrisi berat terutama pada pasien sindrom nefrotik resisten-steroid. Asites berat dapat menimbulkan hernia umbilikalis dan prolaps ani. Oleh karena adanya distensi abdomen baik disertai efusi pleura atau tidak, maka pernapasan sering terganggu, bahkan kadang-kadang menjadi gawat. Keadaan ini dapat diatasi dengan pemberian infus albumin dan diuretik.

▪ Gangguan psikososial Anak sering mengalami gangguan psikososial, seperti halnya pada penyakit berat dan kronik umumnya yang merupakan stres nonspesifik terhadap anak yang sedang berkembang dan keluarganya. Kecemasan dan merasa bersalah merupakan respons emosional, tidak saja pada orang tua pasien, namun juga dialami oleh anak sendiri. Kecemasan orang tua serta perawatan yang terlalu sering dan lama menyebabkan perkembangan dunia sosial anak menjadi terganggu.9 Manifestasi klinik yang paling sering dijumpai adalah sembab, didapatkan pada 95% penderita. Sembab paling parah biasanya dijumpai pada sindrom nefrotik tipe kelainan minimal (SNKM). Bila ringan, sembab biasanya terbatas pada daerah yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah, misal daerah periorbita, skrotum, labia. Sembab bersifat menyeluruh, dependen dan pitting. Asites umum dijumpai, dan sering menjadi anasarka. Anak-anak dengan asites akan mengalami restriksi pernafasan, dengan kompensasi berupa tachypnea. Akibat sembab kulit, anak tampak lebih pucat.

▪ Hipertensi dapat dijumpai pada semua tipe sindrom nefrotik. Penelitian International Study of Kidney Disease in Children (SKDC) menunjukkan 30% pasien SNKM mempunyai tekanan sistolik dan diastolik lebih dari 90th persentil umur.

▪ Proteinuria Tanda utama sindrom nefrotik adalah proteinuria yang masif yaitu > 40 mg/m2/jam atau > 50 mg/kg/24 jam; biasanya berkisar antara 1-10 gram per hari. Pasien SNKM biasanya mengeluarkan protein yang lebih besar dari pasien-pasien dengan tipe yang lain.

Page 15: sk1 urin

▪ Hipoalbuminemia Hipoalbuminemia merupakan tanda utama kedua. Kadar albumin serum < 2.5 g/dL. Hiperlipidemia merupakan gejala umum pada sindrom nefrotik, dan umumnya, berkorelasi terbalik dengan kadar albumin serum. Kadar kolesterol LDL dan VLDL meningkat, sedangkan kadar kolesterol HDL menurun. Kadar lipid tetap tinggi sampai 1-3 bulan setelah remisi sempurna dari proteinuria.

▪ Hematuria Hematuria mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom nefrotik, namun tidak dapat dijadikan petanda untuk membedakan berbagai tipe sindrom nefrotik.

▪ Fungsi ginjal tetap normal pada sebagian besar pasien pada saat awal penyakit. Penurunan fungsi ginjal yang tercermin dari peningkatan kreatinin serum biasanya terjadi pada sindrom nefrotik dari tipe histologik yang bukan SNKM.

Tidak perlu dilakukan pencitraan secara rutin pada pasien sindrom nefrotik. Pada pemeriksaan foto toraks, tidak jarang ditemukan adanya efusi pleura dan hal tersebut berkorelasi secara langsung dengan derajat sembab dan secara tidak langsung dengan kadar albumin serum. Sering pula terlihat gambaran asites. USG ginjal sering terlihat normal meskipun kadang-kadang dijumpai pembesaran ringan dari kedua ginjal dengan ekogenisitas yang normal.w

3.7 Penegakan Diagnosis & Diagnosis Banding

Penegakan Diagnosis

Anamnesis

Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di ke dua kelopak mata, perut, tungkai, atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang berkurang. Keluhan lain juga dapat ditemukan seperti urin berwarna kemerahan.

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan edema di kedua kelopak mata, tungkai, atau adanya asites dan edema skrotum/labia. Kadang-kadang ditemukan hipertensi

Pemeriksaan Penunjang

Pada urinalisis ditemukan proteinuria masif (3+ sampai 4+), dapat disertai hematuria. Pada pemeriksaan darah didapatkan hipoalbuminemia (< 2,5 g/dl), hiperkolesterolemia, dan laju endap darah yang meningkat, rasio albumin/globulin terbalik. Kadar ureum dan kreatinin umumnya normal kecuali ada penurunan fungsi ginjal. Bila terjadi hematuria mikroskopik (>20 eritrosit/LPB) dicurigai adanya lesi glomerular (mis. Sclerosis glomerulus fokal).

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain:

1. Urinalisis dan bila perlu biakan urin2. Protein urin kuantitatif, dapat berupa urin 24 jam atau rasio protein/kreatinin pada

urin pertama pagi hari3. Pemeriksaan darah: darah tepi lengkap (Hemoglobin, leukosit, hitung jenis, trombosit,

hematokrit, LED), kadar albumin dan kolesterol plasma, kadar ureum, kreatinin, serta klirens kreatinin dengan cara klasik atau dengan rumus Schwarzt, kadar komplemen C3; bila dicurigai lupus eritematosus sistemik

4. Pemeriksaan ditambah dengan komplemen C4, ANA (anti nuclear antibody), dan anti ds-DNA

Lab:

Produksi urin berkurang, berat jenis urine meninggi, adanya proteinuria terutama albumin, diperkirakan sekitar > 50 mg/kg/hari.

Hematuria yg dpt timbul intermiten. Urin mengandung torak hialin, epitel sel tubulus, torak granuler dan titik-titik lemak.

Kimia darah menunjukkan hipoalbuminemia.

Page 16: sk1 urin

Kadar globulin normal/ meninggi. Hiperkolestrolemia & kadar fibrinogen meninggi. Pada pemeriksaan darah rutin kadang dijumpai anemia normositik normokromik tetapi

jumlah sel darah merah umumnya normal Kadar protein total menurun dibawah normal (<7 g/dl), terutama albumin akan menurun

< 3 mg/dl. Konsentrasi kolesterol plasma total, LDL dan VLDL akan meningkat dengan HDL normal.

Konsentrasi ureum & kreatinin plasma biasanya normal tetapi dpt mengalami sedikit peningkatan krn adanya hipovolemia.

Kadar elektrolit plasma dpt normal meski kadang dijumpai hiponatremia. Pada 10% kasus terdapat defisiensi factor IX.

Laju endap darah meninggi. Kadar kalsium darah sering rendah pada keadaan lanjut, g terdapat glukosuria tanpa hiperglikemia

Diagnosis Banding

1. Sindrom Nefrotik Sekunder

SN sekunder adalah SN berhubungan dengan penyakit/kelainan sistemik, atau disebabkan oleh obat, alergen, maupun toksin. Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom Alport, miksedema. Infeksi : hepatitis B, malaria, Schistosomiasis mansoni, Lues, Subacute Bacterial Endocarditis, Cytomegalic Inclusion Disease, lepra, sifilis, streptokokus, AIDS. Toksin dan alergen: logam berat (Hg), trimethadion, paramethadion, probenecid, penisillamin, vaksin polio, tepung sari, racun serangga, bisa ular.

Penyakit sistemik bermediasi imunologik: Lupus Eritematosus Sistemik, purpura Henoch-Schonlein, sarkoidosis.Neoplasma : tumor paru, penyakit Hodgkin, leukemia, tumor gastrointestinal.

2.Sindrom Nefrotik kongenital

Pertama kali dilaporkan di Finlandia, sehingga disebut juga SN tipe Finlandia. Kelainan ini diturunkan melalui gen resesif autosomal. Biasanya anak lahir premature (90%), plasenta besar (beratnya kira-kira 40% dari berat badan). Lesi patognomonik adalah dilatasi kistik pada tubulus proksimal ginjal. Gejala asfiksia dijumpai pada 75% kasus. Gejala pertama berupa edema, asites, biasanya tampak pada waktu lahir atau dalam minggu pertama. Pada pemeriksaan laboratorium dijumpai hipoproteinemia, proteinuria masif dan hipercolestrolemia. Gejala klinik yang lain berupa kelainan congenital pada muka seperti hidung kecil, jarak kedua mata lebar, telinga letaknya lebih rendah dari normal. Prognosis jelek dan meninggal Karena infeksi sekunder atau kegagalan ginjal. Salah satu cara untuk menemukan kemungkinan kelainan ini secara dini adalah pemeriksaan kadar alfa feto protein cairan amnion yang biasanya meninggi.

3.Glomerulonefritis Akut

Glomerulonefritis akut juga disebut dengan glomerulonefritis akut post sterptokokus (GNAPS) adalah suatu proses radang non-supuratif yang mengenai glomerulus, sebagai akibat infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus grup A, tipe nefritogenik di tempat lain. Penyakit ini sering mengenai anak-anak. Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu. Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu mekanisme imunologis. Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut pasca streptokokus timbul setelah infeksi saluran pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh kuman Streptokokus beta hemolitikus grup A tipe 1, 3, 4, 12, 18, 25, 49. Sedangkan tipe 2, 49, 55, 56, 57 dan 60 menyebabkan infeksi kulit 8-14 hari setelah infeksi streptokokus, timbul gejala-gejala klinis

Page 17: sk1 urin
Page 18: sk1 urin

3.8 Tatalaksana

▪ Pengobatan spesifik▪ Pengobatan spesifik dari sindrom nefrotik tergantung pada penyebab penyakit itu. Pada minimal-perubahan

nefropati, glukokortikosteroid, seperti prednison, digunakan. Anak-anak yang kambuh setelah keberhasilan penggunaan prednison atau yang tidak menanggapi prednison (yaitu, mereka dengan steroid-tahan penyakit) dapat diobati dengan rituximab, antibodi terhadap sel-B. Rituximab juga telah digunakan di membranous nephropathy pada orang dewasa.

▪ Dalam beberapa bentuk nefritis lupus, prednison dan siklofosfamid berguna.▪ Amiloidosis sekunder dengan sindrom nefrotik dapat menanggapi pengobatan anti-inflamasi dari penyakit

primer.▪ Dalam membranous nephropathy, manajemen hamil tanpa imunosupresi dapat digunakan untuk 6 bulan

pertama, pada pasien dengan risiko rendah untuk kemajuan (yaitu, mereka yang memiliki tingkat kreatinin serum <1,5 mg / dL). Pasien dengan insufisiensi ginjal (kreatinin serum tingkat> 1,5 mg / dL) mempunyai risiko lebih besar untuk pengembangan stadium akhir penyakit ginjal dan harus menerima terapi imunosupresif.

▪ Bila diagnosis sindrom nefrotik telah ditegakkan, sebaiknya janganlah tergesa-gesa memulai terapi kortikosteroid, karena remisi spontan dapat terjadi pada 5-10% kasus. Steroid dimulai apabila gejala menetap atau memburuk dalam waktu 10-14 hari.

▪ Untuk menggambarkan respons terapi terhadap steroid pada anak dengan sindrom nefrotik digunakan istilah-istilah seperti tercantum pada tabel berikut :

Istilah yang menggambarkan respons terapi steroid pada anak dengan sindrom nefrotik

RemisiKambuh

Kambuh tidak seringKambuh seringResponsif-steroidDependen-steroidResisten-steroidResponder lambatNonresponder awalNonresponder lambat

Proteinuria negatif atau seangin, atau proteinuria < 4 mg/m2/jam selama 3 hari berturut-turut.Proteinuria ³ 2 + atau proteinuria > 40 mg/m2/jam selama 3 hari berturut-turut, dimana sebelumnya pernah mengalami remisi.

Kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan, atau < 4 kali dalam periode 12 bulan.Kambuh ³ 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respons awal, atau ³ 4 kali kambuh pada setiap periode 12 bulan.Remisi tercapai hanya dengan terapi steroid saja.Terjadi 2 kali kambuh berturut-turut selama masa tapering terapi steroid, atau dalam waktu 14 hari setelah terapi steroid dihentikan.Gagal mencapai remisi meskipun telah diberikan terapi prednison 60 mg/m2/hari selama 4 minggu.Remisi terjadi setelah 4 minggu terapi prednison 60 mg/m2/hari tanpa tambahan terapi lain.Resisten-steroid sejak terapi awal.Resisten-steroid terjadi pada pasien yang sebelumnya responsif-steroid.

PROTOKOL PENGOBATAN

International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) menganjurkan untuk memulai dengan pemberian prednison oral (induksi) sebesar 60 mg/m2/hari dengan dosis maksimal 80 mg/hari selama 4 minggu, kemudian dilanjutkan dengan dosis rumatan sebesar 40 mg/m2/hari secara selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu, lalu setelah itu pengobatan dihentikan.Sindrom nefrotik serangan pertama

Page 19: sk1 urin

Perbaiki keadaan umum penderita :▪ Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah garam, rendah lemak. Rujukan ke bagian gizi diperlukan untuk

pengaturan diet terutama pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal.▪ Tingkatkan kadar albumin serum, kalau perlu dengan transfusi plasma atau albumin konsentrat.▪ Berantas infeksi.▪ Lakukan work-up untuk diagnostik dan untuk mencari komplikasi.▪ Berikan terapi suportif yang diperlukan: Tirah baring bila ada edema anasarka. Diuretik diberikan bila ada edema

anasarka atau mengganggu aktivitas. Jika ada hipertensi, dapat ditambahkan obat antihipertensi.▪ Terapi prednison sebaiknya baru diberikan selambat-lambatnya 14 hari setelah diagnosis sindrom nefrotik

ditegakkan untuk memastikan apakah penderita mengalami remisi spontan atau tidak. Bila dalam waktu 14 hari terjadi remisi spontan, prednison tidak perlu diberikan, tetapi bila dalam waktu 14 hari atau kurang terjadi pemburukan keadaan, segera berikan prednison tanpa menunggu waktu 14 hari.

Sindrom nefrotik kambuh (relapse)▪ Berikan prednison sesuai protokol relapse, segera setelah diagnosis relapse ditegakkan.▪ Perbaiki keadaan umum penderita.▪ Sindrom nefrotik kambuh tidak sering▪ Adalah sindrom nefrotik yang kambuh 4 kali dalam masa 12 bulan.▪ Induksi▪ Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80 mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi

setiap hari selama 3 minggu.▪ Rumatan▪ Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 60 mg/m2/48 jam, diberikan selang sehari dengan dosis tunggal pagi

hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, dosis prednison diturunkan menjadi 40 mg/m2/48 jam diberikan selama 1 minggu, kemudian 30 mg/m2/48 jam selama 1 minggu, kemudian 20 mg/m2/48 jam selama 1 minggu, akhirnya 10 mg/m2/48 jam selama 6 minggu, kemudian prednison dihentikan.

▪ Pada saat prednison mulai diberikan selang sehari, siklofosfamid oral 2-3 mg/kg/hari diberikan setiap pagi hari selama 8 minggu. Setelah 8 minggu siklofosfamid dihentikan. Indikasi untuk merujuk ke dokter spesialis nefrologi anak adalah bila pasien tidak respons terhadap pengobatan awal, relapse frekuen, terdapat komplikasi, terdapat indikasi kontra steroid, atau untuk biopsi ginjal.

Farmakoterapi▪ Kortikosteroid Kortikosteroid (prednison), cyclophosphamide, dan siklosporin digunakan untuk menginduksi

remisi pada sindrom nefrotik. Diuretik digunakan untuk mengurangi edema. Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor dan angiotensin II reseptor blocker diberikan untuk mengurangi proteinuria.

▪ Pengobatan harus ditentukan oleh jenis patologi ginjal menyebabkan sindrom nefrotik.▪ Minimal-perubahan penyakit memiliki respon yang sangat baik terhadap kortikosteroid, sedangkan di

glomerulosklerosis fokal, hanya 20% pasien merespon baik terhadap kortikosteroid. Biopsi ginjal sangat membantu untuk membedakan minimal-perubahan penyakit dan variannya seperti nefropati IgM dan nefropati C1q. Percobaan acak Sangat sedikit yang tersedia untuk memandu pengobatan untuk minimal-perubahan penyakit pada orang dewasa. Prednisone dalam kursus singkat dari durasi 12-20 minggu tetap menjadi andalan pengobatan untuk pasien dengan minimal-perubahan penyakit.

▪ Obat imunosupresif selain steroid biasanya disediakan untuk pasien resisten steroid dengan edema persisten, atau untuk steroid tergantung pasien dengan steroid yang signifikan terkait efek samping.

▪ Cyclophosphamide Cyclophosphamide dapat bermanfaat bagi pasien yang sering kambuh steroid sensitif sindrom nefrotik. Komplikasi yang terkait termasuk penekanan sumsum tulang, rambut rontok, azoospermia, sistitis hemoragik, keganasan, mutasi, dan infertilitas.

▪ Siklosporin Siklosporin diindikasikan bila kambuh terjadi setelah pengobatan siklofosfamid. Siklosporin mungkin lebih baik dalam laki-laki pubertas yang berisiko terkena siklofosfamid akibat azoospermia. Siklosporin adalah terapi perawatan yang sangat efektif untuk pasien dengan steroid-sensitif sindrom nefrotik yang mampu menghentikan steroid atau mengambil dosis yang lebih rendah, namun, beberapa bukti menunjukkan bahwa meskipun remisi dipertahankan selama siklosporin diberikan, kambuh sering terjadi ketika pengobatan dihentikan .

▪ Siklosporin dapat nefrotoksik dan dapat menyebabkan hirsutisme, hipertensi, dan hipertrofi gingiva.

Page 20: sk1 urin

▪ Untuk glomerulosklerosis fokal, predisone, siklosporin, dan siklofosfamid semuanya telah digunakan dalam pengobatan. Kortikosteroid harus menjadi agen lini pertama, dengan siklofosfamid atau siklosporin sebagai cadangan untuk steroid resisten kasus. Mofetil dan rituximab juga telah digunakan dalam mengobati glomerulosklerosis fokal. Namun, data tentang penggunaan 2 agen yang terakhir tidak meyakinkan.

▪ Untuk nefropati membranosa idiopatik, prednison bersama dengan klorambusil atau siklofosfamid tetap penting untuk pengobatan. Obat lain yang telah digunakan untuk pengobatan adalah siklosporin, kortikotropin sintetis, dan rituximab.

▪ Rituximab Rituximab telah efektif pada beberapa kasus sindrom nefrotik yang kambuh setelah pengobatan prednison atau dalam kasus yang resisten terhadap pengobatan prednison. Obat ini adalah antibodi murine atau melawan antigen CD20 sel B. Ini mungkin diberikannya manfaatnya oleh produksi antibodi menekan. Efek negatifnya menyebabkan imunosupresi tidak dapat diabaikan.

Intervensi DietTujuan diet pada penderita sindrom Nefrotik adalah untuk mengganti kehilangan protein terutama albumin atau mengurangi edema dan menjaga keseimbangan cairan tubuhSelain itu juga bertujuan memonitor hiperkolesterolimia dan penumpukan trigliserida serta mengontrol hipertensi dan engatasi anoreksia▪ Diet pada pasien dengan sindrom nefrotik harus menyediakan energi yang cukup (kalori) dan asupan protein

yang cukup (1-2 g / kg / hari).▪ Tambahan protein diet adalah tidak ada nilai terbukti. Diet tanpa garam ditambahkan akan membantu untuk

membatasi kelebihan cairan.▪ Pengelolaan hiperlipidemia bisa penting beberapa jika negara nefrotik terjadi berkepanjangan.▪ Restriksi cairan per se tidak diperlukan.▪ Ada pembatasan aktivitas tidak untuk pasien dengan sindrom nefrotik. Kegiatan yang sedang berlangsung,

daripada bedrest, akan mengurangi risiko pembekuan darah.Syarat Diet▪ Energi cukup untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen positif, yaitu 35 kkal/kg BBI/hari▪ Protein sedang, yaitu 1,0 g/kg BBA, atau 0,8 g/kg BBA ditambah dengan jumlah protein yang dikeluarkan melalui

urine. Utamakan penggunaan protein yang bernilai biologi tinggi▪ Lemak sedang, yaitu 15 – 29 % dari kebutuhan energy total. Perbandingan lemak jenuh, lemak jenuh tunggal

dan lemak jenuh ganda adalah : 1: 1:1.▪ Karbohidrat sebagai sisa kebutuhan energy. Utamakan penggunaan karbohidrat kompleks▪ Natrium dibatasi, yaitu 1- 4 g sehari, tergantung berat ringannya edema.▪ Kolesterol dibatasi < 300mg, begitu pula gula murni, bila ada peningkatan trigliserida darah.▪ Cairan disesuaikan dengan banyaknya cairan yang dikeluarkan melalui urine ditambah 500 ml pengganti cairan

yang dikeluarkan melalui kulit dan pernafasan.

Jenis dan Indikasi Pemberian;Karena gejala penyakit bersifat sangat individual, diet disusun secara individual, dengan menyatakan banyak protein dan natrium yang dibutuhkan didalam diet. Misalnya: Diet Sindroma Nefrotik, Energi: 1750 kkal, Protein: 50 g, Na: 2 g.

Tata laksana sindrom nefrotik dibedakan atas pengobatan dengan imunosupresif dan atau imunomodulator, dan pengobatan suportif atau simtomatik. Penatalaksanaan ini meliputi terapi spesifik untuk kelainan dasar ginjal atau penyakit penyebab (pada SN sekunder), mengurangi atau menghilangkan proteinuria, memperbaiki hipoalbuminemia, serta mencegah dan mengatasi penyulit.

Terapi KortikosteroidNefropati lesi minimal dan nefropati membranosa adalah dua kelainan yang memberikan respon terapi yang baik terhadap steroid.Pengobatan dengan kortikosteroid dibedakan antara pengobatan inisial dan pengobatan relaps.Regimen penggunaan kortikosteroid pada SN bermacam-macam, di antaranya pada orang dewasa adalah

Page 21: sk1 urin

prednison/prednisolon 1-1,5 mg/kg berat badan/hari selama 4 – 8minggu diikuti 1 mg/kg berat badan selang 1 hari selama 4-12 minggu, tapering di 4 bulan berikutnya.Sampai 90% pasien akan remisi bila terapi diteruskan sampai 20-24 minggunamun 50% pasien akan mengalami kekambuhan setelah kortikosteroid dihentikan.Respon klinis terhadap kortikosteroid dapat dibagi menjadi remisi lengkap, remisi parsial dan resisten.Dikatakan remisi lengkap jika proteinuria minimal (< 200 mg/24 jam), albumin serum >3 g/dl, kolesterol serum < 300 mg/dl, diuresis lancar dan edema hilang. Remisi parsial jika proteinuria<3,5 g/hari, albumin serum >2,5 g/dl, kolesterol serum <350 mg/dl, diuresis kurang lancar dan masih edema. Dikatakan resisten jika klinis dan laboratoris tidak memperlihatkan perubahan atau perbaikan setelah pengobatan 4 bulan dengan kortikosteroid.5

Kelompok SNSS dalam perjalanan penyakit dapat dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu SN non-relaps (30%), SN relaps jarang (10-20%), SN relaps sering dan SN dependen steroid (40-50%).Sindrom nefrotik non relaps ialah penderita yang tidak pernah mengalami relaps setelah mengalami episode pertama penyakit ini. Sindrom nefrotik relaps jarang ialah anak yang mengalami relaps kurang dari 2 kali dalam periode 6 bulan atau kurang dari 4 kali dalam periode 12 bulan setelah pengobatan inisial. Sindrom nefrotik relaps sering ialah penderita yang mengalami relaps >2 kali dalam periode 6 bulan pertama setelah respons awal atau > 4 kali dalam periode 12 bulan. Sindrom nefrotik dependen steroid bila dua relaps terjadi berturut-turut pada saat dosis steroid diturunkan atau dalam waktu 14 hari setelah pengobatan dihentikan. Pengobatan SN relaps sering atau dependen steroid dapat diberikan dengan steroid jangka panjang, yaitu setelah remisi dengan prednison dosis penuh dilanjutkan dengan steroid alternating dengan dosis yang diturunkan bertahap sampai dosis terkecil yang tidak menimbulkan relaps yaitu antara 0,1-0,5 mg/kg secara alternating. Dosis ini disebut sebagai dosis treshold, diberikan minimal selama 3-6 bulan, kemudian dicoba untuk dihentikan.Pengobatan lain adalah menggunakan terapi nonsteroid yaitu:Siklofosfamid, Klorambusil, Siklosporin A, Levamisol, obat imunosupresif lain, dan ACE inhibitor.Obat-obat ini utamanya digunakan untuk pasien-pasien yang non-responsif terhadap steroid.

Terapi suportif/simtomatikProteinuriaACE inhibitor diindikasikan untuk menurunkan tekanan darah sistemik dan glomerular serta proteinuria. Obat ini mungkin memicu hiperkalemia pada pasien dengan insufisiensi ginjal moderat sampai berat.Restriksi protein tidak lagi direkomendasikan karena tidak memberikan progres yang baik.EdemaDiuretik hanya diberikan pada edema yang nyata, dan tidak dapat diberikan SN yang disertai dengan diare, muntah atau hipovolemia, karena pemberian diuretik dapat memperburuk gejala tersebut.Pada edema sedang atau edema persisten, dapat diberikan furosemid dengan dosis 1-3 mg/kg per hari.Pemberian spironolakton dapat ditambahkan bila pemberian furosemid telah lebih dari 1 minggu lamanya, dengan dosis 1-2 mg/kg per hari.Bila edema menetap dengan pemberian diuretik, dapat diberikan kombinasi diuretik dengan infus albumin.Pemberian infus albumin diikuti dengan pemberian furosemid 1-2 mg/kg intravena.Albumin biasanya diberikan selang sehari untuk menjamin pergeseran cairan ke dalam vaskuler dan untuk mencegah kelebihan cairan (overload).Penderita yang mendapat infus albumin harus dimonitor terhadap gangguan napas dan gagal jantung.DietetikJenis diet yang direkomendasikan ialah diet seimbang dengan protein dan kalori yang adekuat. Kebutuhan protein anak ialah 1,5 – 2 g/kg, namun anak-anak dengan proteinuria persisten yang seringkali mudah mengalami malnutrisi diberikan protein 2 – 2,25 g/kg per hari. Maksimum 30% kalori berasal dari lemak.Karbohidrat diberikan dalam bentuk kompleks seperti zat tepung dan maltodekstrin.Restriksi garam tidak perlu dilakukan pada SNSS, namun perlu dilakukan pada SN dengan edema yang nyata.InfeksiPenderita SN sangat rentan terhadap infeksi, yang paling sering ialah selulitis dan peritonitis.Hal ini disebabkan karena pengeluaran imunoglobulin G, protein faktor B dan D di urin, disfungsi sel T, dan kondisi hipoproteinemia itu sendiri.Pemakaian imunosupresif menambah risiko terjadinya infeksi.Pemeriksaan fisis untuk mendeteksi adanya infeksi perlu dilakukan.Selulitis umumnya disebabkan oleh kuman stafilokokus, sedang sepsis dapa SN

Page 22: sk1 urin

sering disebabkan oleh kuman Gram negatif.Peritonitis primer umumnya disebabkan oleh kuman Gram-negatif dan Streptococcus pneumoniae sehingga perlu diterapi dengan penisilin parenteral dikombinasikan dengan sefalosporin generasi ke-tiga, seperti sefotaksim atau seftriakson selama 10-14 hari. Di Inggris, penderita SN dengan edema anasarka dan asites masif diberikan antibiotik profilaksis berupa penisilin oral 125 mg atau 250 mg, dua kali sehari sampai asites berkurang.

HipertensiHipertensi pada SN dapat ditemukan sejak awal pada 10-15% kasus, atau terjadi sebagai akibat efek samping steroid.Pengobatan hipertensi pada SN dengan golongan inhibitor enzim angiotensin konvertase, calcium channel blockers, atau beta adrenergic blockers.HipovolemiaKomplikasi hipovolemia dapat terjadi sebagai akibat pemakaian diuretik yang tidak terkontrol, terutama pada kasus yang disertai dengan sepsis, diare, dan muntah. Gejala dan tanda hipovolemia ialah hipotensi, takikardia, akral dingin dan perfusi buruk, peningkatan kadar urea dan asam urat dalam plasma. Pada beberapa anak memberi keluhan nyeri abdomen.Hipovalemia diterapi dengan pemberian cairan fisiologis dan plasma sebanyak 15-20 ml/kg dengan cepat, atau albumin 1 g/kg berat badan.TromboemboliRisiko untuk mengalami tromboemboli disebabkan oleh karena keadaan hiperkoagulabilitas. Selain disebabkan oleh penurunan volume intravaskular, keadaan hiperkoagulabilitas ini dikarenakan juga oleh peningkatan faktor pembekuan darah antara lain faktor V, VII, VIII, X serta fibrinogen, dan dikarenakan oleh penurunan konsentrasi antitrombin III yang keluar melalui urin. Risiko terjadinya tromboemboli akan meningkat pada kadar albumin plasma < 2 g/dL, kadar fibrinogen > 6 g/dL, atau kadar antitrombin III < 70%. Pada SN dengan risiko tinggi, pencegahan komplikasi tromboemboli dapat dilakukan dengan pemberian asetosal dosis rendah dan dipiridamol. Heparin hanya diberikan bila telah terhadi tromboemboli, dengan dosis 50 U/kg intravena dan dilanjutkan dengan 100 U/kg tiap 4 jam secara intravena.HiperlipidemiaHiperlipidemia pada SN meliputi peningkatan kolesterol, trigliserida, fosfolipid dan asam lemak. Kolesterol hampir selalu ditemukan meningkat, namun kadar trigliserida, fosfolipid tidak selalu meningkat. Peningkatan kadar kolesterol berbanding terbalik dengan kadar albumin serum dan derajat proteinuria. Keadaan hiperlipidemia ini disebabkan oleh karena penurunan tekanan onkotik plasma sebagai akibat dari proteinuria merangsang hepar untuk melakukan sintesis lipid dan lipoprotein, di samping itu katabolisme lipid pada SN juga menurun. Hiperlipidemia pada SNSS biasanya bersifat sementara, kadar lipid kembali normal pada keadaan remisi, sehingga pada keadaan ini cukup dengan pengurangan diit lemak. Pengaruh hiperlipidemia terhadap morbiditas dan mortalitas akibat kelainan kardiovaskuler pada anak penderita SN masih belum jelas.Manfaat pemberian obat-obat penurun lipid seperti kolesteramin, derivat asam fibrat atau inhibitor HMG-CoA reduktase (statin) masih diperdebatkan.

3.9 Komplikasi

a. Keseimbangan NitrogenProteinuria masif pada sindrom nefrotik akan menyebabkan keseimbangan nitrogen menjadi negative. Penurunan massa otot sering ditemukan tetapi gejala ini tertutup oleh gejala edema anasarka dan baru tampak setelah edema menghilang. Kehilangan massa otot sebesar 10 – 20% dari massa tubuh tidak jarang dijumpai pada sindrom nefrotik.b. Hiperlipidemia dan lipiduriaHiperlipidemia merupakan keadaan yang sering menyertai sindrom nefrotik. Kadar kolesterol umumnya meningkat sedangkan trigliserid bervariasi dari normal sampai sedikit meninggi. Peningkatan kadar kolesterol disebabkan meningkatnya LDL. Tingginya kadar LDL pada sindrom nefrotik disebabkan peningkatan sintesis hati tanpa

Page 23: sk1 urin

gangguan katabolisme. Peningkatan sintesis lipoprotein hati terjadi akibat tekanan onkotik plasma atau viskositas yang menurun.c. HiperkoagulasiKomplikasi tromboemboli sering ditemukan pada sindrom nefrotik akibat peningkatan koagulasi intravaskular. Mekanisme hiperkoagulasi pada sindrom nefrotik cukup komplek meliputi peningkatan fibrinogen, hiperagregasi trombosit dan penurunan fibrinolisis. Gangguan koagulasi yang terjadi disebabkan peningkatan sintesis protein oleh hati dan kehilangan protein melalui urin.d. Metabolisme kalsium dan tulangVitamin D merupakan unsure penting dalam metabolism kalsium dan tulang pada manusia. Vitamin D yang terikat protein akan diekskresikan melalui urin sehingga menyebabkan penurunan kadar plasma.e. InfeksiInfeksi pada sindrom nefrotik terjadi akibat defek imunitas humoral, selular, dan gangguan sistem komplemen. Penurunan IgG, IgA, dan gamma globulin sering ditemukan pada pasien sindrom nefrotik oleh karena sintesis yang menurun atau katabolisme yang meningkat dan bertambah banyaknya yang terbuang melalui urin.f. Gangguan Fungsi GinjalPasien sindrom nefrotik mempunyai potensi untuk mengalami gagal ginjal akut melalui berbagai mekanisme. Penurunan volume plasma dan atau sepsis sering menyebabkan timbulnya nekrosis tubular akut. Mekanisme lain yang diperkirakan menjadi penyebab gagal ginjal akut adalah terjadinya edema intrarenal yang menyebabkan kompresi pada tubulus ginjal. Sindrom nefrotik dapat progresif dan berkembang menjadi penyakit ginjal tahap akhir (PGTA). (Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UI, 2006; 548)

3.10 Pencegahan

Changes to your diet may help you cope with nephrotic syndrome. Your doctor may refer you to a dietitian to discuss how what you eat can help you cope with the complications of nephrotic syndrome. A dietitian may recommend that you:

Choose lean sources of protein Reduce the amount of fat and cholesterol in your diet to help control your blood cholesterol levels Eat a low-salt diet to help control the swelling (edema) you experience

3.11 Prognosis

Prognosisnya bervariasi, tergantung kepada penyebab, usia penderita dan jenis kerusakan ginjal yang bisa diketahui dari pemeriksaan mikroskopik pada biopsi. Gejalanya akan hilang seluruhnya jika penyebabnya adalah penyakit yang dapat diobati (misalnya infeksi atau kanker) atau obat-obatan.

Prognosis biasanya baik jika penyebabnya memberikan respon yang baik terhadap kortikosteroid.Anak-anak yang lahir dengan sindroma ini jarang yang bertahan hidup sampai usia 1 tahun, beberapa diantaranya bisa bertahan setelah menjalani dialisa atau pencangkokan ginjal.

Prognosis yang paling baik ditemukan pada sindroma nefrotik akibat glomerulonefritis yang ringan; 90% penderita anak-anak dan dewasa memberikan respon yang baik terhadap pengobatan. Jarang yang berkembang menjadi gagal ginjal, meskipun cenderung bersifat kambuhan. Tetapi setelah 1 tahun bebas gejala, jarang terjadi kekambuhan.

LO 4.2: Tes fungsi ginjal

LI 5: MM kenajisan urin dan darah dalam ilmu fikih dan cara mensucikannya

Page 24: sk1 urin

1. Darah: Darah manusia itu najis hukumnya, yaitu darah yang mengalir keluar dalam jumlah yang besar dari dalam tubuh. Dan dasarnya adalah firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:

“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu bangkai dan darah.” (QS An-Nahl: 115).

Selain itu juga ada hadits Nabi yang menyebutkan bahwa pakaian yang terkena darah dan benda-benda najis lainnya harus dicuci.

Dari Ammar bin Yasir radhiyallahuanhu berkata bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,”Sesungguhnya pakaian itu harus dicuci bila terkena mani, air kencing dan darah”. (HR. Ad Daruquthny)

2. Urin: Kotoran manusia dan air kencing (urine) adalah benda yang najis menurut jumhur ulama. Abu Hanifah mengatakan kotoran manusia termasuk najis ghalizhah (najis berat). Sementara Abu Yusuf dan Muhammad mengatakan najis ringan (khafifah).

Dasarnya kenajisan kotoran (tinja) adalah sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam: Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam meminta kepada Ibnu Mas’ud sebuah batu untuk istinja’, namun diberikan dua batu dan sebuah lagi yang terbuat dari kotoran (tahi). Maka beliau mengambil kedua batu itu dan membuang tahi dan berkata,”Yang ini najis”. (HR. Bukhari)

Cara mensucikannya:

Najis Mutawassithah itu terbagi Dua :

1. Najis ‘Ainiah, yaitu Najis yang bendanya berwujud. Cara mensucikannya: Pertama menghilangkan zat nya terlebih dahulu. Sehingga hilang rasanya. Hilang baunya. Dan Hilang warnanya. Kemudian baru menyiramnya dengan Air sampai bersih betul.

2. Najis Hukmiah, yaitu Najis yang bendanya tidak berwujud : seperti bekas kencing. Bekas Arak yang sudah kering. Cara mensucikannya ialah. Cukup dengan mengalir kan Air pada bekas Najis tersebut.

http://www.islampos.com/mengingat-kembali-macam-macam-najis-dan-cara-mensucikannya-46103/