siti harwati desrimelina 04121004017.doc

17
PENDEKATAAN INTERDISPLINER DALAM PERAWATAN NON BEDAH PADA LESI JARINGAN LUNAK MULUT Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Periodonsia 2 Disusun Oleh: Siti Harati Desri!elina "#$%&%##$#%'( D)sen Pe!*i!*in+: Dr+, Nur A-i*a Hanu! Pr)+ra! Stu-i Pen-i-i.an D).ter Gi+i /a.ultas Ke-).teran Uni0ersitas Srii1a2a &#%$

Upload: ade-trianda

Post on 06-Oct-2015

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PENDEKATAAN INTERDISPLINER DALAM PERAWATAN NON BEDAH PADA LESI JARINGAN LUNAK MULUT

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Periodonsia 2

Disusun Oleh:

Siti Harwati Desrimelina

(04121004017)

Dosen Pembimbing:

Drg. Nur Adiba Hanum

Program Studi Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran

Universitas Sriwijaya

2014

Perawatan Non Bedah Pada lesi Jaringan Lunak Rongga MulutPak Bondan, usia 60 tahun datang ke RSGM Sumsel dengan keluhan rasa sakit pada pipi,lidah, dan seluruh mulutnya, setelah 10 hari menjalani terapi radiasi di RSMH untuk terapi kanker nasofaring yang dideritanya. Pak Bondan juga mengeluh adanya rasa kering, tebal, dan terbakar terutama pada lidah. Dari anamnesis juga didapatkan riwayat RAS. Pada pemeriksaan klinis didapatkan :

Eritema dan edema pada seluruh mukosa mulut.

Ulser, single, diameter 6 mm, tengah putih, tepi kemerahan, sakit pada mukosa bukal.

Fissure multiple, kemerahan, sakit pada bibir dan sudut mulut.

Plak putih,berbatas tidak jelas, dapat dikerok pada dorsum lidah.

Dokter gigi yang merawatnya menyatakan bahwa Pak Bondan menderita mukositis radiasi disertai RAS, suspect candidiasis oral, dan BMS (Burning Mouth Sensation) sehingga harus segera dilakukan perawatan. Pada kunjungan pertama ini dokter memberikan terapi simptomatis.

Penatalaksanaan efek Radiotherapy

Kemoterapi dan radioterapi menimbukan efek samping atau komplikasi di rongga mulut. Tidak semua pasien kemoterapi kanker memiliki resiko yang sama untuk mendapat komplikasi oral. Resiko terjadinya komplikasi oral tergantung pada beberapa faktor yaitu mukosa oral, mikroorganisme rongga mulut, trauma pada jaringan oral dan perubahan anatomi dan fungsi oral akibat kanker yang diderita.

Komplikasi oral akibat kemoterapi dibagi atas 2 bentuk utama yaitu : komplikasi dari obat kemoterapi yang langsung menimbulkan efek pada mukosa oral (direct stomatotoxity) dan efek dari perubahan mukosa (indirect stomatotoxity) dalam keadaan mielosupresi. Efek stomatotoksitas langsung diantaranya adalah mukositis, xerostomia dan neurotoksik sedangkan efek stomatotoksik tidak langsung adalah infeksi bakteri, virus, fungi dan perdarahan akibat trombositopeni.

EFEK SAMPING TERAPI RADIASI DAERAH KEPALA DAN LEHER:

Pada kulit dan mukosa mulut tampak eritematous.

Perubahan histologis dan fisiologis pada mukosa oral yang disebabkan terapi sitotoksik

Gangguan struktural dan fungsional pada jaringan pendukung gigi.

Pada kelenjar air liur terjadi xerostomia.

Pada gigi menimbulkan karies radiasi (tampak setelah beberapa tahun).

Osteoradionekrosis pada tulang.

Terapi pada mukosa:

a. Penggunaan obat kumur

b. Mengkonsumsi makanan bernutrisi (protein) tinggi.

c. Menghindari makanan panas dan pedas.

d. Pemnberian obat sedative dan vitamin B untuk menanggulangi rasa sakit.

Penatalaksanaan Mukositis Radiasi Pada Penderita Kanker Di Leher Dan Kepala A. Pra - Terapi

Pasien yang masih bergigi

Pemeriksaan pra-terapi dilakukan dengan maksud mencegah timbulnya fokus infeksi. Pada pasien yang masih bergigi, pemeriksaan mukosa rongga mulut, gigi-geligi, periodonsium, kelenjar saliva, dan rahangnya harus dilakukan oleh ahli bedah oro-maksilo-fasial atau dokter gigi. Demikian juga tingkat kebersihan mulutnya harus dievaluasi. Pada semua gigi yang telah ditambal, tidak boleh dilupakan mengetes kevitalan pulpanya.

Selain itu harus dibuat juga radiografi standar, misalnya panorex dan radiograf intraral, untuk memeriksa ada tidaknya karies, sisa-sisa akar, granuloma periapeks, keadaan gigi yang masih ada, dan poket infra-bony. Perawatan yang diperlukan untuk menanggulangi keadaan tersebut harus sudah dituntaskan sebelum terapi sinar dimulai.

Sebelum terapi sinar dimulai, keadaan kesehatan rongga mulut harus dibuat seoptimal mungkin. Perawat gigi harus melakukan skaling dan root planning yang sempurna, melalukan pemolesan tambalan dengan baik dan menghaluskan tonjol-tonjol gigi yang tajam agar tidak menimbulkan iritasi mekanik, dan membantu pasien dalam melaksanakan upaya-upaya preventif. Pemeriksaan dan perawatan sebelu penyinaran merupakan tindakan yang sangat penting dalam rangka mencegah timbulnya osteoradionekrosis. Efek samping berbahaya yang potensial ini, sebagai akibat berlubangnya gigi, parodontitis yang parah dan pencabutan gigi, yang mungkin timbul jika kebersihan mulut tidak diusahakan secara optimal, harus betul-betul ditekankan pencegahannya. Selain itu semua perawatan misalnya perawatan endodontik, pencabutan, atau penambalan harus sudah diselesaikan sebelum dimulainya terapi penyinaran. Prosedur bedah seperti pada pencabutan misalnya, harus dilakukan dengan hati-hati sekali agar dicapai penyembuhan yang cepat dan baik. Prosedur-prosedur ini mungkin akan menjadi kontraindikasi kalau dilakukan pada saat penyinaran atau sesudahnya jika gigi-gigi termaksud berada di daerah yang disinari. Biasanya disepakati bahwa waktu yang diberikan setelah tindakan perawatan itu selesai adalah 2 minggu dimana dianggap penyembuhannya pada saat itu telah jelas.

Pada pasien yang bergigi, pemberian preparat fluor diperlukan apabila daerah penyinarannya meliputi lebih dari dua kelenjar saliva yang besar, karena dosis yang rendah pun akan menyebabkan berkurangknya aliran saliva dengan menurunnya pH dan kandungan bikarbonatnya. Jika pada dosis kumulatif 40 Gy masih memberikan hialngnya kemampuan protektif karena pembersihan alamiahnya sudah berkurang, kapasitas bufer menghilang, dan faktor-faktor antibakteri terganggu. Jika ditambah dengan diet yang kariogenik maka hal ini akan berakibat timbulnya macam karies yang sangat merusak yakni karies radiasi (karies rampan). Untuk mencegah timbulnya karies radiasi ini, dibuat sendok cetak perorangan bagi aplikasi fluor selama dan sesudah terapi penyinaran. Gel fluor netral diaplikasikan sekali dua hari selama 5 menit. Perawat harus membimbing dan mengawasi pelaksanaan terapi fluor ini dengan ketat serta memberikan nasihat mengenai diet yang tidak kariogenik.

Pasien tidak bergigiSebelum terapi penyinaran dimulai, tetap harus dilakukan pemeriksaan yang teliti pada rongga mulut pasien baik oleh dokter gigi ataupun ahli bedah mulut. Mutu kecekatan gigi tiruan harus diperiksa dengan teliti, demikian juga kondisi mukosa rongga mulutnya. Pemeriksaan radiograf dibuat untuk memeriksa ada tidaknya fokus infeksi misalnya kista residual, sisa akar dan sebagainya.

Jika diperlukan terapi pembedahan. Tindakan ini harus dikerjakan dan diselesaikan dua minggu sebelum terapi penyinaran, agar pada saat penyinaran dilakukan penyembuhan jaringan lunak telah sempurna.

Jika seluruh rongga mulut tercakup dalam penyinaran, pasien tidak diperkenankan memakai gigi tiruannya selama penyinaran dan 12 minggu sesudahnya. Pemakaian gigi tiruan akan menyebabkan iritasi berkepanjangan terhadap jaringan lunak ronga mulut yang harus dicegah jangan sampai timbul selama penyinaran. Iritasi mekanik dari ggi tiruan ini akan menyebabkan timbulnya mukositis. Mukosa yang rusak merupakan port dentree bagi bakteri sehinga memudahkan terjadinya osteoradioneksrosis.

B. Intra-terapiPerawat gigi sangat bermakna bagi perawatan pasien selama terapi penyinaran. Peran perawat gigi ini sangat penting dalam upaya pencegahan dan pendidikan terhadap pasien. Efek samping penyinaran dan keparahan efek samping tersebut sangat berhubungan dengan keadaan kebersihan dan kesehatan rongga mulut sebelum, selama dan sesudah terapi penyinaran.

Selama masa penyinaran, bersihkan rongga mulut setiap hari dengan menyemprotkan larutan salin steril diperlukan bagi pembersihan debris secara mekanik. Selain itu, pasien harus berkumur sendiri selama sepuluh kali sehari dengan larutan salin tersebut. Pemeriksaan derajat mukositisnya diperlukan untuk membantu terjadinya komunikasi yang tepat antar peklinik yang terlibat dalam perawatan pasien.

Pasien yang bagian-bagian penting dalam rongga mulutnya tersinari, dan karena itu sangat mungkin terkena reaksi mukosa yang parah dan meluas, harus diberi tablet isap PTA 4 kali sehari. Pada pasien yang bergigi sakitnya lapisan mukosa dan berkurangnya pengeluaran saliva akan menghambat pembersihan gigi. Untuk mencegah timbulnya karies, pasien ini harus mengaplikasikan 1% gel fluor netral selama 5 menit setiap dua hari sekali. Kami menganjurkan penggunaan gel fluor netral karena gel fluor yang tersedia di pasaran mempunyai pH 4-5. Sementara gel-gel ini mempunyai efek optimal terhadap struktur email, gel ini sangat mengiritasi mukosa pasien yang disinar, yang ternyata mengalami pengalaman yang tidak enak dengan pemakaian gel fluor ini. Oleh karena itu tidak dianjurkan mengisi cetakan dengan gel terlalu banyak, hanya beberapa saja. Bagi pencegahan trismus, pembukaan maksimum rongga mulut harus diukur pada hari pertama penyinaran dan sesudah itu setiap minggu. Jika ukuran membukanya mulut dan berkurang dibandingkan dengan saat pra-terapi, maka latihan pembukaan mulut harus dikerjakan. Untuk kepentingan tersebut lonjoran karet merupakan sarana yang sangat baik untuk digunakan. Agar bibir tidak tergigit atau tergores dianjurkan untuk mengoleskan vaselin pada bibir duka kali sehari. Selama penyinaran harus dijaga agar bibir tetap bersih.

Pemberian makanan. Semua pasien harus ditimbang berat badannya setiap minggu. Jika penurunan berat badan lebih dari 1 kg tiap minggunya, diet harus disesuaikan atau diberi makanan secara artifisial karena pasien harus tetap dalam kondisi fisik penyinaran. Kurangnya gizi dapat berakibat tertundanya penyembuhan jaringan terluka.

Masalah dalam mengunyah dan menelan makanan, terutama sebagai akibat mukositis yang parah, sering mengakibatkan harus disesuaikannya protokol penyinaran, atau timbulnya interupsi jadwal penyinaran untuk beberapa hari atau beberapa minggu. Suatu protokol higiene oral yang ketat dan seimbang seperti yang telah diuraikan di depan, dapat mencegah terjadinya masalah dalam makan pada hampir semua kasus karena tercegahnya mukositis yang parah.

Pencegahan timbulnya infeksi. Infeksi yang paling umum terjadi selama terapi penyinaran jika upaya pencegahan tidak dilaksanakan adalah kandidosis. Pemakaian tablet isap PTA berisikan amfoterisin B 10 mg akan mencegah masalah kandidosis ini. Pengendalian flora rongga mulut secara tepat sebaiknya benar-benar dilakukan. Sebelum memulai terapi penyinaran dan selama penyinaran dilakukan, biakan baseline dan surveillance dari flora rongga mulut harus dikerjakan agar adanya perubahan dalam flora rongga mulut dapat terdeteksi secara dini. Pemantauan flora rongga mulut sangat bermanfaat dalam mengevaluasi program higiene oral dan mencegah timbulnya mukositis. Selama terapi penyinaran, kontrol mingguan cukup memadai dalam situasi klinik (bukan suatu eksperimen).

C. Pasca-terapiSetelah periode penyinaran, sistem follow-up yang tepat haus sudah dibuta. Pemeriksaan gigi, pada pasien yang bergigi, harus dilakukan setiap 3 bulan dan paling baik dilakukan bersama-sama dengan kontrol onkologinya. Setelah penyinaran, berkurangnya saliva biasanya merupakan komplikasi utama.

Jika diperlukan bahan pengganti saliva, saliva artifisial berisikan musin merupakan pilihan terbaik. Berkurangnya sekresi saliva dan berubahnya komposisi akan menyebabkan kerentanan karies yang lebih tinggi. Aplikasi fluor setiap hari harus diteruskan seumur hidup. Pengurangan frekuensi aplikasinya dapat dilakukan jika ada data mengenai sekresi saliva yang aktual, namun sampai saat ini pengaturan yang demikian tidak mungkin dilakukan karena kurangnya data mengenai hal ini.

Selama pengontrolan gigi- geligi, teknik aplikasi fluornya juga perlu diperiksa. Pemeriksaan terhadap karies harus dilakukan dengan hati-hati dan jika perlu dilakukan restrasi, tindakan ini harus dilakukan secepatnya.

Pencegahan timbulnya radionekrosis merupakan tindakan yang sangat penting. Pengendalian yang tepat dan bimbingan perawatan bagi periodontium benar-benar sangat diperlukan. Jika pencabutan gigi di bagian rahang yang disinar tak dapat dihindari, tindakan ini harus dilakukan oleh ahli bedah mulut. Pencegahan timbulnya infeksi dengan memakai antibiotika sistemik selama dua minggu sangat penting dilakukan dalam kasus-kasus pencabutan.

Pada pasien yang tak begigi lagi, dianjurkan untuk meminta mereka agar tidak memakai gigi tiruannya sampai mukosa rongga mulutnya betul-betul telah sembuh. Setelah itu, dokter gigi harus memeriksa kecekatan gigi tiruannya. Gigi tiruan yang longgar harus diperbaiki atau diganti. Pemeriksaan tahunan gigi tiruan pada pasien-pasien ini harus dilakukan oleh dokter gigi.

Radioterapi pada kepala dan leher dapat menyebabkan kerusakan permanen pada glandula saliva. Kerusakan ini dapat menyebabkan produksi saliva menurun (hiposalivasi) yang dapat menyebabkan xerostomia, halitosis, sensasi mulut terbakar, intoleransi makanan pedas dan panas, kandidiasis, mukositis, dll.

Terapi yang dapat diberikan untuk mengatasi hiposalivasi yang menyebabkan xerostomia tersebut dengan:

Minum cairan dalam jumlah yang lebih banyak.

Mengkonsumsi obat-obatan yang dapat merangsang produksi saliva.

Memperhatikan dosis dan durasi dari terapi radiasi.

Terapi untuk BMS akibat radioterapi:

Mengkonsumsi makanan yang lebih bernutrisi, tambahan konsumsi suplemen (vitamin B) dan mineral (zinc) Memperhatikan dosis dan durasi dari terapi radiasi.

Terapi untuk oral candidiasis:

Sebenarnya terapi tergantung dari jenis oral candidiasis yang ada, namun yang paling umum terjadi adalah Candidiasis pseudomembran yang umumnya terdapat di mukosa bukal, palatal dan dorsal lidah.

Medikasi yang dapat diberikan adalah:

Anti jamur topical (suspense oral nystatin dan tablet hisap clotrimazol)

Anti jamur sistemik (tablet ketokonazole, tablet flukonazole, tablet itrakonazole).

Lama terapi dianjurkan untuk dilanjutkan kurang lebih 48 jam setelah tanda klinis candidiasis hilang dan tidak ada eritema mukosa, ada pula yang merekomendasikan untuk melakukan medikasi terus selama 10-14 hari setelah hilangnya tanda-tanda klinis.3.2 Penatalaksanaan Ulserasi

Stomatitis Aphtousa Rekuren (SAR) adalah lesi mukosa rongga mulut yang paling umum sering terjadi, ditandai dengan ulser yang timbul berulang di mukosa mulut pasien dengan tanpa adanya gejala dari penyakit lain. Saat ini SAR tidak lagi dianggap sebagai penyakit tunggal tetapi cenderung sebagai keadaan patologis dengan manifestasi klinis yang serupa. Gangguan immunologi, defisiensi nutrisi, alergi, trauma, kebiasaan (habit), hormonal dan keadaan psikologis memiliki keterkaitan dengan SAR.

Berdasarkan manifestasi klinis terdapat tiga kategori SAR:

Ulser Minor (atau disebut juga dengan nama Mikuliczs aphthae atau mild aphthous ulcers) : 80% dari total kejadian, diameter 1cm,

Ulser Mayor (bisa disebut juga dengan istilah periadenitis mucosa necrotica recurrens atau Suttons disease) : 10%-15% dari total kejadian, diameter > 1 cm, sakit, waktu sembuh lebih lama dan sering meninggalkan jaringan parut, terkadang melibatkan kelenjar ludah minor. Demam, disfagia dan malaise terkadang muncul pada saat awal munculnya penyakit. Sering terdapat pada bibir, palatum lunak Ulser Herpetiform (menyerupai manifestasi herpes simpleks) : 5%-10% dari total kejadian, diameter 1-3mm, berjumlah banyak, berbentuk bulat, sakit, mengenai hampir seluruh mukosa mulut.TERAPI (Kasus ringan) dapat diaplikasikan obat topikal seperti orabase. Sebagai pereda rasa sakit dapat diberikan topikal anestesi. (Kasus berat) dapat diaplikasikan preparat kortikosteroid topikal, seperti triamcinolon atau fluorometholon (2-3 kali sehari setelah makan dan menjelang tidur). Tetrasiklin obat kumur dan gel dapat mempersingkat waktu penyembuhan ulser. Pada pasien ulser major atau multiple ulser minor yang parah yang tidak responsif terhadap terapi topikal, diberikan terapi sistemik. Terapi ulser traumatik : membersihkan ulser dengan normal saline atau hydrogen peroksida dengan campuran air.

Traumatik UlserDefinisiTraumatik ulser adalah bentukan lesi ulseratif yang disebabkan oleh adanya trauma. Traumatik ulser dapat terjadi pada semua usia dan pada kedua jenis kelamin. Lokasinya biasanya pada mukosa pipi, mukosa bibir, palatum, dan tepi perifer lidah. Traumatik ulser disebabkan oleh trauma berupa bahan-bahan kimia, panas, listrik, atau gaya mekanik (Langlais & Miller, 2000).

Gambaran Klinis dan DiagnosisTraumatik ulser mempunyai gambaran khas berupa ulser tunggal yang tidak teratur. Lesi biasanya tampak sedikit cekung dan oval bentuknya (Gambar1).

Pada awalnya daerah eritematous dijumpai di perifer, yang perlahan-lahan menjadi muda karena proses keratinisasi. Bagian tengah lesi biasanya kuning kelabu. Seringkali trauma penyebabnya jelas terungkap pada pemeriksaan riwayat penyakit atau pemeriksaan klinis. Mukosa yang rusak karena bahan kimia seperti terbakar oleh aspirin umumnya batasnya tidak jelas dan mengandung kulit permukaan yang terkoagulasi dan mengelupas.Terapi dan Perawatan Terapi trumatik ulser berupa terapi kausatif dengan menghilangkan faktor etiologi atau penyebab (trauma).

Terapi simptomatik pasien dengan traumatik ulser yaitu dengan pemberian obat kumur antiseptik seperti khlorhexidin dengan analgesic dan bisa dengan topikla anatesi.

Terapi paliatif pada pasien ini dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik.

Terapi suportif dapat berupa dengan mengkonsumsi makanan lunak. Jika lesi benar-benar trauma, maka ulser akan sembuh dalam waktu 7-10 hari. Pendapat lain mengatakan bahwa setelah pengaruh traumatik hilang, ulser akan sembuh dalam waktu 2 minggu, jika tidak maka penyebab lain harus dicurigai dan dilakukan biopsi. Setiap ulser yang menetap melebihi waktu ini, maka harus dibiopsi untuk menentukan apakah ulser tersebut merupakan karsinoma (Bengel et al., 1989; Lewis & Lamey , 1998; Langlais & Miller, 2000; Houston, 2009).Penatalaksanaan BMS (Burning Mouth Sensation)Faktor etiologi:

Defisiensi B1 Pasien harus diberi vitamin B1 300 mg sekali sehari untuk waktu 1 bulan Defisiensi B6Pasien harus diberi vitamin B6 50 mg setiap 8 jam untuk waktu 1 bulan Defisiensi zat besi Defisiensi asam folat Diabetes melitus KandidosisTerapi obat nystatin oral suspensi Desain geligi tiruanBila desain gigi tiruan tidak baik, harus dibuatkan gigi tiruan yang baru. XerostomiaKecepatan aliran saliva harus diperiksa kemudian diberi terapi penatalaksanaan xerostomia seperti: sering minum air, mengunyah permen karet, dsb. Kebiasaan parafungsional

Terapi obat antidepresi trisiklik Fobia kankerTerapi obat antidepresi trisiklikPenatalaksanaannya:

Pengobatan pada mulanya harus mencakup memberi penjelasan kepada pasien tentang sifat masalah dan bahwa tidak ada gangguan serius terutama kanker mulut, yang menyebabkan masalah tersebut.

Pasien harus diberi vitamin B1 300 mg sekali sehari dan vitamin B6 50 mg setiap 8 jam untuk waktu 1 bulan.

Bila desain gigi tiruan tidak baik, harus dibuatkan gigi tiruan yang baru.

Pasien harus dipanggil kembali untuk pengecekan setelah 4 minggu kemudian, pada saat mana tes hematologi dan mikrobiologi mungkin perlu dilakukan. Setiap keabnormalan yang dijumpai harus dikoreksi dengan penatalaksanaan yang tepat.

Terapi obat antidepresi trisiklik mempunyai peran pada penderita BMS yang tidak mempunyai faktor-faktor presipitasi lainnya. Prognosis:Pada umumnya prognosis BMS tipe 1 lebih baik daripada tipe 2, karena pada tipe yang disebutkan terakhir, kecemasan kronis merupakan penghambat kesembuhan. Prognosis BMS tipe 3 umumnya baik, asalkan faktor diet baik dan tidak dijumpai adanya faktor alergi. Secara keseluruhan, tingkat kesembuhan 70% dari kasus-kasus BMS dapat diharapkan. Keberhasilan terapi BMS tergantung pada diketahuinya semua faktor etiologi. 3.5 Macam-macam terapi jaringan lunak rongga muluta) Terapi simptomatik = terapi yang ditujukan untuk menghilangkan gejala atau keluhan.b) Terapi Kausatif = terapi yang ditujukan untuk menghilangkan faktor penyebab (etiologi) sehingga penyakit tidak timbul lagi.c) Terapi paliatif = Terapi yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dengan meminimalkan perkembangan dari perjalanan suatu penyakit, juga dengan dukungan dari keluarga, faktor psikologis, dan lingkungan.d) Terapi supportif = Terapi yang ditujukan untuk meningkatkan fungsi tubuh secara normal.Kesimpulan1.1 Penatalaksanaan efek radiotherapy

Terapi pada mukosa:a. Penggunaan obat kumurb. Mengkonsumsi makanan bernutrisi (protein) tinggi.c. Menghindari makanan panas dan pedas.d. Pemnberian obat sedative dan vitamin B untuk menanggulangi rasa sakit.

Terapi yang dapat diberikan untuk mengatasi hiposalivasi yang menyebabkan xerostomia tersebut dengan:

a) Minum cairan dalam jumlah yang lebih banyak.

b) Mengkonsumsi obat-obatan yang dapat merangsang produksi saliva.

c) Memperhatikan dosis dan durasi dari terapi radiasi.

Terapi untuk BMS akibat radioterapi:

a) Mengkonsumsi makanan yang lebih bernutrisi, tambahan konsumsi suplemen (vitamin B) dan mineral (zinc)b) Memperhatikan dosis dan durasi dari terapi radiasi.

Terapi untuk oral candidiasis:

Sebenarnya terapi tergantung dari jenis oral candidiasis yang ada, namun yang paling umum terjadi adalah Candidiasis pseudomembran yang umumnya terdapat di mukosa bukal, palatal dan dorsal lidah.

Medikasi yang dapat diberikan adalah:

a) Anti jamur topical (suspense oral nystatin dan tablet hisap clotrimazol).

b) Anti jamur sistemik (tablet ketokonazole, tablet flukonazole, tablet itrakonazole).

1.2 Penatalaksanaan ulserasia. RAS: (Kasus ringan) dapat diaplikasikan obat topikal seperti orabase. Sebagai pereda rasa sakit dapat diberikan topikal anestesi. (Kasus berat) dapat diaplikasikan preparat kortikosteroid topikal, seperti triamcinolon atau fluorometholon (2-3 kali sehari setelah makan dan menjelang tidur). Tetrasiklin obat kumur dan gel dapat mempersingkat waktu penyembuhan ulser. Pada pasien ulser major atau multiple ulser minor yang parah yang tidak responsif terhadap terapi topikal, diberikan terapi sistemik. Terapi ulser traumatik : membersihkan ulser dengan normal saline atau hydrogen peroksida dengan campuran air.b. Traumatik Ulser: Terapi trumatik ulser berupa terapi kausatif dengan menghilangkan faktor etiologi atau penyebab (trauma).

Terapi simptomatik pasien dengan traumatik ulser yaitu dengan pemberian obat kumur antiseptik seperti khlorhexidin dengan analgesic dan bisa dengan topikla anatesi.

Terapi paliatif pada pasien ini dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik.

Terapi suportif dapat berupa dengan mengkonsumsi makanan lunak. Jika lesi benar-benar trauma, maka ulser akan sembuh dalam waktu 7-10 hari. Pendapat lain mengatakan bahwa setelah pengaruh traumatik hilang, ulser akan sembuh dalam waktu 2 minggu, jika tidak maka penyebab lain harus dicurigai dan dilakukan biopsi. Setiap ulser yang menetap melebihi waktu ini, maka harus dibiopsi untuk menentukan apakah ulser tersebut merupakan karsinoma.1.3 Penatalaksanaan BMS : Pengobatan pada mulanya harus mencakup memberi penjelasan kepada pasien tentang sifat masalah dan bahwa tidak ada gangguan serius terutama kanker mulut, yang menyebabkan masalah tersebut.

Pasien harus diberi vitamin B1 300 mg sekali sehari dan vitamin B6 50 mg setiap 8 jam untuk waktu 1 bulan.

Bila desain gigi tiruan tidak baik, harus dibuatkan gigi tiruan yang baru.

Pasien harus dipanggil kembali untuk pengecekan setelah 4 minggu kemudian, pada saat mana tes hematologi dan mikrobiologi mungkin perlu dilakukan. Setiap keabnormalan yang dijumpai harus dikoreksi dengan penatalaksanaan yang tepat.

Terapi obat antidepresi trisiklik mempunyai peran pada penderita BMS yang tidak mempunyai faktor-faktor presipitasi lainnya. 1.4 Macam-macam terapi jaringan lunak rongga mulut

a) Terapi simptomatik.

c) Terapi paliatif

b) Terapi Kausatif

d) Terapi supportif

KELUHAN

PEMERIKSAAN

PENATALAKSANAAN

SUSPECT CANDIDIASIS ORAL

MUKOSITIS RADIASI

RAS

BMS