proposal siti

22
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbicara merupakan kenyataan yang tidak dapat dipungkiri dimana dan kapanpun, berbicara secara efektif merupakan suatu unsur penting terhadap keberhasilan kita dalam semua kehidupan. Albert dalam Tarigan, (1984:26). Dalam berbicara harus memperhatikan intonasi, jeda, lafal dan volume yang sesuai. Intonasi dalam berbicara bertujuan untuk memudahkan dalam memahami kalimat- kalimat yang diucapkan, sehingga kalimat yang diucapkan dapat dipahami, dimengerti dan menjadi lebih bermakna. Selain dapat melafalkan dengan tepat, dalam berbicara juga harus mengetahui langkah-langkah berbicara yang dapat diperoleh melalui latihan dan praktek penggunaannya. Berbicara dapat menghibur pendengarnya serta dapat menarik perhatian dengan berbagai cara dan ekspresi yang dilakukannya, baik 1

Upload: vhater-hard

Post on 05-Jul-2015

57 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Proposal SITI

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berbicara merupakan kenyataan yang tidak dapat dipungkiri dimana dan

kapanpun, berbicara secara efektif merupakan suatu unsur penting terhadap

keberhasilan kita dalam semua kehidupan. Albert dalam Tarigan, (1984:26).

Dalam berbicara harus memperhatikan intonasi, jeda, lafal dan volume yang

sesuai. Intonasi dalam berbicara bertujuan untuk memudahkan dalam memahami

kalimat-kalimat yang diucapkan, sehingga kalimat yang diucapkan dapat

dipahami, dimengerti dan menjadi lebih bermakna.

Selain dapat melafalkan dengan tepat, dalam berbicara juga harus

mengetahui langkah-langkah berbicara yang dapat diperoleh melalui latihan dan

praktek penggunaannya. Berbicara dapat menghibur pendengarnya serta dapat

menarik perhatian dengan berbagai cara dan ekspresi yang dilakukannya, baik

gerak maupun mimik wajahnya, sehingga apa yang dibicarakan dapat ditangkap

oleh penyimak karena dilakukan dengan gerak praktek dan sesuai dengan

langkah-langkah yang ada.

Proses belajar mengjar merupakan interaksi yang dilakukan antara guru

dengan peserta didik dalam suatu situasi pendidikan untuk mewujudkan tujuan

yang ditetapkan. Seorang guru sudah barang tentu dituntut kemampuannya untuk

menggunakan berbagai metode dalam pembelajaran. Praktik kegiatan pengajaran

berbicara yang selama ini dilakukan dengan menyuruh murid berdiri didepan

1

Page 2: Proposal SITI

kelas untuk berbicara misalnya bercerita atau berpidato. Sedangkan siswa yang

lainnya diminta untuk mendengarkan. Akibatnya, pengajaran berbicara kurang

menarik. Siswa dapat giliran tetekan sebab disamping harus menyiapkan bahan

seringkali guru melontarkan kritikan yang berlebih-lebihan sehingga siswa merasa

kurang tertarik kecuali ketika mendapatkan giliranya.

Dengan melihat kenyataan dilapangan, diduga kurangnya kemampuan siswa

dalam berbicara/mengungkapkan perasaan disebabkan oleh penyajian guru dalam

pembelajaran yang sebagian besar menggunakan metode ceramah, tanpa peragaan

atau gerakan-gerakan dan ekspresi wajah yang sesuai.

Apabila hal diatas dibiarkan berlarut-larut maka dapat mengakibatkan

dampak menurunnya prestasi belajar siswa serta dirasakan sulit bagi siswa untuk

berbicara/mengungkapkan perasaan dengan nada dan gerak serta mimik wajah

yang sebenarnya. Untuk dapat mengatasi hal diatas dipandang perlu adanya

penggunaan metode bervariasi.

Penggunaan metode bermain peran adalah cara tepat bagi siswa untuk

belajar dan berlati berbicara dengan mengungkapkan perasaannya melalui

gerakan-gerakan serta ekspresi wajah, sehingga kemampuan berbicara siswa

lambat laun semakin meningkat. Metode yang ditempuh dalam pembelajaran

berbicara melalui metode bermain peran akan lebih baik jika gur benar-benar tepat

dan baik dalam membelajarkan metodenya. Sehingga dengan metode yang

dilakukan dapat membuahkan hasil yang memuaskan oleh karena dilakukan

dengan langkah-langkah dalam bermain peran dan kesunguh-sungguhan.

2

Page 3: Proposal SITI

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti mengangkat judul ” Meningkatkan

Kemampuan Berbicara Melalui Metode Bermain Peran Siswa Kelas IV SDN No.

30 Kota Selatan Kota Gorontalo.

1.2 Identifikasi Masalah

Yang menjadi identifikasi penelitian ini adalah keprihatinan tentang

berbicara siswa melalui metode bermain peran, dimana sangatlah perlu untuk

dikuasai khususnya pada kelas IV SD.

Peneliti ini dilaksanakan dengan cara observasi atau pengamatan dan

wawancara sebagai bukti kebenaran yang akurat dan nantinya dapat mambantu

dalam penelitian.

1.3 Pembatasan Masalah

Masalah yang diidentifikasi diatas penting untuk diteliti. Namun

mengingat keterbatasan-keterbatasan maka penulis membatasi pada masalah

dengan penerapan metode bermain peran siswa kelas IV SDN No. 30 Kota

Selatan Kota Gorontalo dapat meningkat.

1.4 Rumusan Masalah

Mengacuh latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan dalam

penelitian ini yaitu ” Bagaiman cara meningkatkan kemampuan berbicara melalui

metode bermain peran siswa kelas IV SDN No. 30 Kota Selatan Kota Gorontalo.

3

Page 4: Proposal SITI

1.5 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan peneliti ini adalah :

1. untuk menumbuhkan minat belajar siswa dalam pelajaran Bahasa

Indonesia khususnya berbicara melalui metode bermain peran.

2. untuk menerapkan model pembelajaran agar siswa aktif dan tertarik

dalam pembelajaran karena diperagakan secara langsung.

1.6 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Untuk Kepala Sekolah:

Sebagai Kepala Sekolah sangatlah perlu meningkatkan frekwensi

keikutsertaan guru dalam meningkatkan kemampuan berbicara siswa

melalui kegiatan bermain peran.

2. Untuk Sekolah:

Dapat menciptakan kehangatan dalam berkomunikasi baik antar kepala

sekolah, guru maupun siswa, karena adanya kemampuan berbicara yang

baik dan benar.

3. Untuk Guru:

Guru melatih dan menumbuhkembangkan keterampilan siswa terutama

dalam meningkatkan kemampuan berbicara siswa serta mewariskan pada

anak didiknya.

4

Page 5: Proposal SITI

4. Untuk siswa:

Untuk siswa dapat memberikan kegembiraan dalam kegiatan bermain

dimana peramainan (bermain peran) menjadi alat pendidikan yang

memberikan rasa kepuasan, kebahagian anak didik karena dalam belajar

dilakukan sambil bermain.

5

Page 6: Proposal SITI

BAB II

KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN

2.1 Kajian Teoretis

2.1.1 Belajar dan Pembelajaran

Belajar merupakan usaha manusia membangun pengetahuan dalam

dirinya. Serangkaian dengan keinginan manusia yang lebih baik, maka banyak

usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas belajar.

Menurut Winataputra, dkk (1993:148) bahwa “belajar merupakan suatu

perubahan tingkah laku”. Belajar merupakan suatu perubahan tingkah laku yang

terjadi melalui latihan atau pengalaman. Untuk dapat disebut belajar, maka

perubahan itu harus relative menetap. Tingkah laku yang mengalami perubahan

karena menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis, seperti

perubahan dan pengertian, pemecahan suatu masalah atau berpikir, keterampilan,

kecakapan, kebiasaan atau sifat.

Dari pengertian di atas jelas bahwa inti adalah perubahan tingkah laku

individu. Perubahan tersebut diperoleh melalui latihan maupun pengamatan.

Marpaung (2002:10) mengemukakan bahwa “Pengalaman dalam proses belajar

adalah terjadinya interaksi antara individu dengan lingkungan”.

Pengertian lain mengenai belajar dikemukakan pula oleh Uzer dan

setiawati (2001:4) bahwa “belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku

pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dan

individudengan lingkungannya”.

6

Page 7: Proposal SITI

Dengan demikian diperoleh suatu kesimpulan bahwa belajar pada

dasrnya merupakan proses perbahan tingkah laku berkat adanya pengalaman.

Perubahan tingkah laku tersebut meliputi perubahan pemahaman, pengetahuan,

sikap, keterampilan dan kebiasaan.

Selanjutnya pembelajaran merupakan inti dari pendidikan secara

keselurhan, dimana guru sebagai pemegang peranana utama. Uzer (2004:4)

Mengemukakan Bahwa” peristiwa pembelajaran banyak berangkat dari berbagai

pandangan dan konsep. Oleh karena itu, perwujudan proses pembelajaran dapat

terjadi dari berbagai model”.

Proses pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung

serangkaian perbuatan guru siswa atas dasar hubungan timbalik yang terjadi dlam

situasi edukatif dalam mencapai tujuan tertentu. Dengan demikian, maka proses

pembelajaran tidak sekedar proses penyampaian pesan berupa materi kepada

siswa, tetapi lebih luas lagi yaitu untuk menanamkan sikap dan nilai pada diri

siswa yang sedang belajar.

2.1.2 Hakikat Pembelajaran IPA

Samatowa (2002:23) mengemukakan bahwa ‘dalam pendekatan belajar

mengajar yang paling efektif untuk dapat menjawab tantangan budaya dan

ledakan informasi ilmu pengetahuan dan teknologi adalah pendekatan yang

mencakup kesesuaian antara situasi dan belajar anak pendekatan situasi kehidupan

nyata di masyarakat. Selanjutnya menemukan cirri-ciri esensial dari situasi

kehiupan yang berbda-beda akan meningkatkankemampuan menalar, berprakarsa

dan berfikir kreatif pada anak didik”.

7

Page 8: Proposal SITI

Selanjutnya di katakana pula bahwa model belajar yang paling cocok

untuk anak Indonesia adalah belajar melalui pengalaman langsung (Learning by

Doing), model belajar ini memperkuat daya ingat anak dan biayanya sangat

murah, sebab menggunakan alat-alat dan media belajar yang ada di lingkungan

anak didik.

Senada dengan hal tersebut, Tisno Hadisubroto (dalam Samatowa, 2002 :

23) mengatakan bahwa pengalaman langsunglah yang memegang peran terpenting

sebagai pendorong lajunya perkembangan kognitif anak. Pengalaman langsung

anak yang berlangsung spontan sampai 12 tahun, efesiensi pengalaman langsung

tergantung pada konsistensi antara hubungan metode dan bahan pelajaran yang

dengan tingkat perkembangan kognitif anak. Anak-anak akan siap untuk

mengembangkan konsep tertentu hanya bila anak telah memiliki struktur kognitif

(skemata) yang menjadi persyaratan yakni perkembangan kognitif yang bersifat

hierarkis dan intekratif.

2.1.3 Hasil Belajar IPA

Pada dasarnya semua orang dapat melakukan perbuatan belajar. Namun

tidak semua orang berhasil dengan baik di dalam belajar. Hasil belajar yang baik

merupakan gembaran prestasi belajar yang tinggi dari seseorang. Pada umumnya

semua orang yang belajar menginginkan utnuk mendapatkan hasil belajar yang

memuaskan. Sudah barang tentu ini memerlukan usaha yang ulet dan sungguh.

Hasil belajar adalah hasil perubahan tingkah laku seorang siswa setelah

memperoleh pelajaran. Hasil belajar biasanya digambarkan dengan nilai angka

atau huruf. Dalam hubungan ini, Hamalik (1983:56) mengemukan bahawa hasil

8

Page 9: Proposal SITI

belajar seseorang merupakan perilaku yang dapat diukur, hasil belajar

menunjukkan kepada individu sebagai pelakunya, hasil belajar dapat dievaluasi

dengan menggunakan standar tertentu baik berdasarkan kelompok atau norma

yang telah titetapkan. Hasil belajar ditunjukkan oleh hasil kegitan yang dilakukan

secara sengaja dan sadar.

Menurut Sumartono (1987:81) bahwa, “hasil belajar atau prestasi belajar

adalah suatu nilai yang menunjukkan hasil yang tertinggi dalam belajar, yang

dicapai menurut kemampuan anak dalam mengajarkan sesuatu pada saat tertentu”

Berdasarkan pengertian di atas dapatlah diartikan bahwa hasil belajar

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah hasil yang dicapai oleh sesorang (peserta

didik) setelah memerlukan kegitan belajar IPA.

2.1.4 Ilmu Pengetahuan Alam untuk Sekolah Dasar

Menurut Samatowa (2002:24) mengemukakan bahwa, ilmu pengetahuan

alam untuk anak-anak didefenisikan yakni adalah: (1) mengamati, (2) mencoba

memahami apa yag diamati, (3) mempergunakan pengetahuan baru untuk

meramalkan apa yang telah terjadi, (4) menguji ramalan-ramalan di bawah

kondisi-kondisi untuk melihat apakah ramalan-ramalan tersebut di bawah benar.

Sehinggnya guru harus memahami akan alasan mengapa suatu mata

pelajaran yang diajarkan perlu diajarankan di sekolahnya. Demikian pula dengan

guru IPA, baik sebagai halnya di sekolah dasar. Ia harus tahu benar kegunaan-

kegunaan apa saja yang diperoleh dari belajar IPA.

Selanjutnya Samatowa (2002:25), menyebutkan pula berbagai alasan yang

menyebabkan mata pelajaran IPA dimasukkan di dalam suatu kurikulum sekolah

9

Page 10: Proposal SITI

yaitu: (1) bahwa IPA berfaedah bagi suatau bangas, kiranya tidak perlu

dipersoalkan sepanjang belajar, (2) bila diajarkan IPA menurut cara yang tepat,

maka IPA merupakan suatu mata pelajaran yang memberikan kesempatan berfikir

kritis; misalnya IPA diajarkan dengan mengikuti metode “menemukan sendiri”,

(3) bila IPA diajarkan melalui percobaan-percobaan yang dilakukan sendiri oleh

anak, maka IPA tidaklah merupakan mata pelajaran yang bersifat hafalan belaka,

dan (4) mata pelajaran ini mempunyai nilai-nilai pendidikan yaitu mempunyai

potensi yang dapat membentuk kepribadian anak secara keseluruhan.

2.2. Hakikat Pembelajaran Kontekstual

Pembelajaran kontekstual dikembangkan untuk meningkatkan kinerja

kelas. Kelas yang ‘Hidup’ diharapkan menghasilkan out put yang bermutu tinggi.

Penerapan pembelajaran kontekstual di Amerika Serikat bermula dari pandangan

klasik Jhon Dewey yang pada tahun 1916 mengajukan teori kurikulum dan

metodologi pengajaran yang berhubungan dengan pengalaman dan minat siswa.

Filosof pembelajaran kontekstual berakar dari paham progrevisme Jhon Dewey.

Intinya, siswa akan belajar dengan baik apabila yang mereka pelajari berhubungan

dengan apa yang mereka ketahui, serta proses belajar akan produktif jika siswa

terlibat aktif dalam proses belajar di sekolah.

2.2.1 Pengajaran dan Pembelajaran Kontekstual

Apakah pengajaran dan pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching

and Learning) CTL ?. Pengajaran dan pembelajaran kontesktual adalah suatu

konsep belajar dan mengajar yang membantu guru untuk menghubungkan

10

Page 11: Proposal SITI

kegiatan dan bahan ajar mata pelajaran dengan dunia nyata yang dapat

memotivasi siswa untuk dapat menghubungkan pengetahuan dan terapannya

dengan kehidupan sehari-hari siswa sebagai anggota keluarga dan bahkan sebagai

anggota masyarakat dimana dia hidup (US Departement of Education,2001).

Johnson (dalam Nurhadi, 2004:25) merumuskan pengertian CTL sebagai

berikut: “CTL merupakan suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu

siswa melihat makna konteks kehidupan mereka sehari-hari, yaitu dengan konteks

lingkungan pribadinya, sosialnya, dan budayannya”.

Dengan demikian, pernyataan ringkasan mengenai pengertian

pembelajaran kontekstual dari penulisan bahwa pembelajaran kontekstual

(Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar siswa dimana guru

menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat

hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam

kehidupan mereka sehari-hari, sementara siswa sedikit demi sedikit memahami

dari proses merengkonstruksi sendiri, sebagaiman bekal untuk memecahkan

masalah dalam kehidupan sebagai anggota masyarakat

2.2.2. Prinsip Penerapan Pembelajaran Kontekstual

Berkaitan dengan faktor kebutuhan individu siswa, untuk menerapkan

pembelajaran kontekstual, guru memegang prinsip pembelajaran sbb:

1. Merencanakan pembelajaran sesuai dengan kewajaran perkembangan

mental (developmental appropriate) siswa. Hubungan antara isi kurikulum

dengan metodologi yang digunakan untuk mengajar harus didasarkan

kepada kondisi sosial, emosional dan perkembangan intelektual siswa. Jadi

11

Page 12: Proposal SITI

usia siswa dan karakteristik individual, kondisi sosal dan lingkungan

budaya siswa harus diperhatikan di dalam perencanaan pembelajaran.

Kilmer (dalam Nurhadi,2004:105).

2. Membentuk kolompok belajar siswa yang saling tergantung. Siswa saling

belajar dari sesamanya di dalam kelompok-kelompok kecil dan belajar

bekerja sama dalam tim lebih besar (di kelas), jadi siswa diharapkan

berperan aktif.

3. Menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri yang

memiliki tiga karakteristik umum, yaitu kesadaran befikir, penggunaan

strategi dan motivasi bekelanjutan. Siswa yang usia 6-16 tahun secara

berhadapan mengalami perkembangan kesadaran berahap;

a. Kesadaran pengetahuan yang dimilikinya.

b. Karakteristik tugas-tugas yang mempengeruhi pembelajarannya

secara individual.

c. Strategi pembelajaran (Brown,Branspor, Ferrara dan Campione,

1993; Flavel, 1978 dalam Paris Winorgrad, 1998)

2.3. Kemampuan Guru Dalam Pembelajaran kontekstual.

Pentingnya kemampuan guru sekolah dasar dapat ditinjau dari beberapa

sudut pandang. Petama, ditinjau dari perkembangan ilmu penetahuan dan

teknologi pendidikan. Semua itu harus dikuasi oleh guru sekolah dasar, sehingga

mampu mengembangkan pembelajran agar meghasilkan anak didik menjadi

lususan yang berkualitas tinggi. Kedua,ditinjadu dari keselamatan kerja. Banyak

aktivitas di sekolah dasar yang bilamana tidak dirancang dan dilakukan secara

12

Page 13: Proposal SITI

hati-hati oleh guru mengandung resiko yang tidak kecil. Aktivitas yang

mengandung resiko tersebut banyak ditemukan pada mata pelajaran IPA,

khususnya pada pokok-pokok bahasan perancangan bahan-bahan kimia yang

menuntut keaktifan siswa. Bilamana tidak dirancang dan dilaksanakan dengan

professional tidak manutup kemungkinan akan mengakibatkan kecelakaan. Di sini

pentingnya peningkatan guru professional.

2.3.1 Peranan Guru Dalam Pembelajaran Kontekstual

Agar proses pembelajaran kontekstual lebih efektif, guru perlu melaksanakan

beberapa hal sebagai berikut:

1. Mengkaji konsep dan kompentensi dasar yang akan dipelajari oleh siswa.

2. Memahami latar bekang dan kompetensi dasar yang akan dipelajari oleh

siswa.

3. Mempelajari lingkungan sekolah dan tempat tinggal siswa, selanjutnya

memilih dan mengaitkannya dengan konsep dan kompetensi yang abak

dibahas dalam proses pembelajran kontekstual.

4. Merencanakan pengajaran dengan mengaitkan konsep atau teori yang

dipelajari dengan mempertimbangkan pengalaman yang dimiliki siswa dan

kehidupan mereka.

5. Melaksanakan pengajaran dengan selalu mendorong siswa untuk

meningkatkan apa yang sedang dipelajari dengan pengetahuan/ pengalaman

yang telah dimiliki sebelumnya dan mengaitkan dengan apa yang dipelajari

dengan fenomena kehidupan sehari-hari.

13

Page 14: Proposal SITI

Dapat disimpulkan bahwa CTL menyangkut adanya suatu hubungan

seperti pernyataan Johnson, (dalam Nurhadi, 2004:92) sebagai berikut:

1. CTL membuat siswa melakukan kegiatan-kegiatan

yang membantu mereka dapat menghubungkan bahan/kegiatan akademik

dengan konteks dalam kehidupan nyata.

2. Siswa harus mengeluarkan ide-idenya dan harus

memahami penerapannya dalam kehidupan lingkungan yang nyata.

Selanjutnya dinyatakan bahwa “tidak akan ada pengembangan mental apabila

tidak ada minat”. Minat belajar merupakan keadaan yang sangat penting untuk

perhatian dan pemahaman.

2.4. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan hal-hal yang melatar belakanginya dan kajian teoritis yang

telah diuraikan, maka hipotesis tindakan untuk penelitian ini adalah “Dengan

menggunakan pendekatan kontekstual, maka hasil belajar siswa pada

pembelajaran IPA akan meningkat”

2.5. Indikator Kinerja

Adapun yang menjadi indikator kinerja dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Untuk hasil belajar, minimal 85% dari seluruh siswa yang dikenai

tindakan memperoleh nilai 6,5 keatas pada materi sajian.

2. Untuk nilai rata-rata, seluruh siswa di kelasa III dengan memperoleh nilai

minimal 8,5

3. untuk daya serap, minimal diperoleh 85% dari target kurikulum.

14

Page 15: Proposal SITI

15